PERAN PANGLIMA LAOT TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN DI LAMPUUK ACEH BESAR
MUHAMMAD SADRI SUGRA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Panglima Laot terhadap Peningkatan Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Muhammad Sadri Sugra NIM I34100010
ABSTRAK MUHAMMAD SADRI SUGRA. Peran Panglima Laot terhadap Peningkatan Partisipasi Nelayan Dalam Pengelolaan Bersama Perikanan. Dibimbing oleh SAHARUDDIN Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis peran Panglima Laôt terhadap peningkatan partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan dan (2) Menganalisis pengaruh tingkat partisipasi nelayan terhadap aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, observasi dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian adalah peran Panglima Laot dalam memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat dan mewakili kelompok pada pengelolaan bersama perikanan tergolong kuat, namun tidak signifikan mempengaruhi peningkatan partisipasi walaupun nelayan menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi. Berdasarkan dampaknya, nelayan merasakan dampak yang tinggi dari pengelolaan bersama perikanan baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Analisis yang dilakukan menunjukkan tingkat partisipasi berpengaruh terhadap aspek sosial dan lingkungan, namun tidak berpengaruh terhadap aspek ekonomi nelayan. Kata Kunci: panglima laot, pengelolaan bersama perikanan, partisipasi
ABSTRACT MUHAMMAD SADRI SUGRA. The role of Panglima Laot to Increased Fishermen’s Participation In Fisheries Co-Management. Supervised by SAHARUDDIN The purpose of this study are (1) to analyze the role of Panglima Laot to increased fishing participation in fisheries co-management and (2) to analyze the effect of the participation’s level of fishermen on the social, economic and environmental aspect. This study used a quantitative approach that is supported by qualitative. Data was collected through questionnaires, observations and in-depth interviews. Results of the study is the Panglima Laot’s role in giving information, supervise activities, encouraging and represent the group in fisheries comanagement is quite strong, but did not significantly affect the increasing of fishermen’s participation although the fishermen showed high levels of participation. Under its impact, the fishermens felt good impact of fisheries comanagement both from social, economic, and environmental. The analysis showed that the participation’s level significantly affect the social and environmental aspects, but has no effect on the economic aspects. Keywords: panglima laot, fisheries co-management, participation
PERAN PANGLIMA LAOT TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN DI LAMPUUK ACEH BESAR
MUHAMMAD SADRI SUGRA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Peran Panglima Laot Terhadap Peningkatan Partisipasi Nelayan Dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk Aceh Besar Nama : Muhammad Sadri Sugra NIM : I34100010
Disetujui oleh
Dr Ir Saharuddin, Msi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: __________________
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Peran Panglima Laot terhadap Peningkatan Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan (Mukim Lampuuk Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar)” dengan baik tanpa ada kendala dan masalah yang berarti. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Saharuddin, Msi, dosen pembimbing skripsi yang telah banyak mencurahkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini. 2. Dr. Arif Satria, SP, Msi, dosen pembimbing akademik yang telah membimbing saya dan memberi masukan dalam hal akademik. 3. Ayahanda tercinta Mulyadinsyah, Ibunda tercinta Rosdiana, Kakak dan adik-adik tercinta Kak Gitra, Sadakta , Diat, Opal, dan Faiz yang merupakan sumber motivasi utama bagi penulis. Tidak lupa kepada Yahnek, Nenek, Nekgam, Bunda Ot, Muani, Bunda Pida dan seluruh keluarga besar di Aceh yang telah memberikan dukungan secara moril dan materil kepada penulis selama masa perkuliahan. 4. Keluarga satu kontrakan Bandow Bagus, Dimas, Gerry, Iqbal, Reza, Bagus Ndut, Mayong, Prehadi dan Agung yang banyak memberikan hiburan dan semangat bagi penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi. 5. Teman-teman manggung Javanication Anggi, Zia, Ditha, Rere, Anna, dan Kunti yang selalu membuat suasana hangat dan menghibur bagi penulis. 6. Teman-teman SKPM 47 yang tidak pernah berhenti menyemangati dan menginspirasi penulis selama perkuliahan dan penulisan skripsi, khususnya bagi teman satu bimbingan Jamal dan Eva yang selalu saling mengingatkan dan menyemangati satu sama lain. 7. Teman KKP Extraordinary Kautsar, Tachur, Yunus, Yazka, Indah, Endah, Dana, Miftah dan Fani yang menghibur dan mendukung satu sama lain. 8. Noni Gusmawan yang selalu memberikan semangat dan motivasi bagi penulis selama perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi. 9. Dan seluruh pihak yang telah mendukung sehingga skripsi ini bisa diselesaikan dengan baik. Akhirnya, penulis memahami betul bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang tentunya membangun sangat diharapkan. Kiranya skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2014 Muhammad Sadri Sugra
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Panglima Laot Pembangunan Wilayah Pesisir Konsep Partisipasi dan Kepemimpinan Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penentuan Informan dan Responden Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis dan Demografi Aksesibilitas Sistem Pelapisan Kepemimpinan Adat Panglima Laot di Lampuuk Potensi Sumberdaya Perikanan Lampuuk Pengelolaan Bersama Perikanan Lampuuk KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik Berdasarkan Usia Karakteristik Berdasarkan Tempat Tinggal Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan PERAN PANGLIMA LAÔT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN LAMPUUK Peran Panglima Laot dalam Program Penanaman Pohon Peran Panglima Laot dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu
Halaman vi viii ix x 1 1 3 4 4 6 6 15 19 21 22 22 25 25 25 26 26 27 28 28 29 30 30 31 33 36 36 36 37 38 38 39
PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN LAMPUUK Bentuk-bentuk Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Perencanaan Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Pelaksanaan Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Menikmati Hasil Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Evaluasi Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Program Penanaman Pohon Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Keterkaitan Bentuk-bentuk Partisipasi dengan Tahapan Partisipasi PENGARUH PERAN PANGLIMA LAOT TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN DI LAMPUUK Pengaruh Peran Panglima Laot terhadap Tingkat Partisipasi Nelayan pada Program Penanaman Pohon di Lampuuk Pengaruh Peran Panglima Laot terhadap Tingkat Partisipasi Nelayan pada Pembuatan Kolam Penangkaran di Lampuuk DAMPAK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN TERHADAP NELAYAN Dampak Sosial Dampak Ekonomi Dampak Lingkungan PENGARUH TINGKAT PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN TERHADAP ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Sosial Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Ekonomi Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Lingkungan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
42 42 44 45 45 46 47 48 50
52 52 54 57 57 58 59
61 61 62 63 64 64 64 66 68 80
DAFTAR TABEL Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
Tabel 18
Tabel 19
Halaman Jadwal Pelaksanaan Penelitian 26 Kalender Musim Nelayan Lampuuk 32 Jumlah dan Persentase Usia Responden Menurut Golongan Usia 36 Jumlah dan Persentase Responden menurut Desa Tempat Tinggal 37 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendidikan 37 Jumlah dan Presentase Responden menurut Peran Panglima Laot 39 dalam Program Penanaman Pohon Jumlah dan Presentase Responden menurut Peran Panglima Laot 41 dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Jumlah dan Presentase Responden menurut Bentuk Partisipasi pada 43 Program Penanaman Pohon Jumlah dan Presentase Responden menurut Bentuk Partisipasi pada 43 Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 44 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 45 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 46 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 46 Jumlah Responden menurut Bentuk Partisipasi dan Hubungannya dengan Tahapan Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan 50 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Peran Panglima Laot dengan Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Program Penanaman Pohon 53 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam kegiatan penanaman pohon 53 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Peran Panglima Laot dengan Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 55 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam kegiatan 55 pembuatan kolam penangakaran penyu Jumlah dan Presentase Responden menurut Dampak Sosial yang diterima dari Pengelolaan Bersama Perikanan 58
Tabel 20 Tabel 21
Tabel 22 Tabel 23
Tabel 24
Tabel 25
Tabel 26
Jumlah dan Presentase Responden menurut Dampak Ekonomi yang diterima dari Pengelolaan Bersama Perikanan Jumlah dan Presentase Responden menurut Peningkatan Pendapatan Sebelum dan Sesudah Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk Jumlah dan Presentase Responden menurut Dampak Lingkungan yang diterima dari Pengelolaan Bersama Perikanan Hasil uji statistik analisis regresi linear pengaruh tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan terhadap dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Tingkat Partisipasi Nelayan dengan Dampak Sosial yang dirasakan Nelayan Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Tingkat Partisipasi Nelayan dengan Dampak Ekonomi yang dirasakan Nelayan Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Tingkat Partisipasi Nelayan dengan Dampak Lingkungan yang dirasakan Nelayan
59
59 60
61
62
62
63
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8
Halaman Kerangka Pemikiran 21 Grafik Jawaban Responden tentang Peran Panglima Laot dalam Penanaman Pohon 38 Grafik Jawaban Responden tentang Peran Panglima Laot dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 40 Presentase Tingkat Partisipasi Nelayan pada Kegiatan 47 Penanaman Pohon di Lampuuk. Jumlah Responden berdasarkan Tahap Partisipasi pada Program Penanaman Pohon 48 Presentase Tingkat Partisipasi Nelayan pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu di Lampuuk. 49 Jumlah Responden berdasarkan Tahap Partisipasi pada Pembuatan Kolaam Penangkaran Penyu 50 Peta Kawasan Lampuuk, Lhoknga 68
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5
Peta Lokasi Penelitian Daftar Anggota Nelayan Panglima Laot Lhokpasi Lampuuk Pengolahan Data (Uji statistik) Kuesioner Dokumentasi Penelitian
Halaman 68 69 70 72 79
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara historis bangsa Indonesia dikenal sebagai pelaut yang ulung, mereka dengan gagah berani mengarungi samudera yang luas hingga melintasi benua (Anwar 2012). Berdasarkan hal tersebut, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya di laut atau menjadi nelayan. Seperti yang kita ketahui bahwa rata-rata nelayan bertempat tinggal di wilayah pesisir. Wilayah pesisir sendiri dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik, karena di tempat ini air tawar dan air asin bercampur dan menjadikan wilayah ini sangat produktif serta kaya akan ekosistem yang memiliki keanekaragaman lingkungan laut. Oleh karena itu dengan banyaknya potensipotensi yang dimiliki oleh wilayah pesisir, perlu dikelola secara bersama-sama dan terpadu agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir sudah menjadi perhatian pemerintah sejak jaman orde baru. Namun pada masa itu pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat pada UU nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan bahwa wilayah lautan dan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undangundang. Berbeda ketika otonomi daerah hadir pada tahun 1999, yakni pada masa reformasi. Dikeluarkannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah membuat Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis pantai. Selain itu juga diterbitkan UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil (BPHN 2009). Salah satu contoh pelaksanaan pembangunan di wilayah pesisir dan laut adalah adanya pengelolaan perikanan. Pengelolaan bersama perikanan dapat diartikan sebagai suatu model pengelolaan yang kolaboratif yang memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dan lain-lain) dan pemerintah yang juga dikenal dengan Co-Management. CoManagement perikanan dapat didefinisikan sebagai pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan. Berdasarkan definisi ini maka pemerintah dan masyarakat bertanggungjawab bersama-sama dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan perikanan. Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengawasan (Alains et al. 2009). Pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, dalam hal ini adalah pengelolaan bersama perikanan, yang ditujukan untuk memberdayakan sosial ekonomi masyarakat, maka masyarakat seharusnya memiliki kekuatan besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di era otonomi ini. Sehingga kontribusi dan partisipasi masyarakat berperan penting dalam melancarkan pembangunan. Karena dengan adanya kontribusi dan partisipasi masyarakat maka kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih
2 menyentuh persoalan yang sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik. Oleh karena itu, sudah menjadi suatu kewajiban bahwa disetiap penyelenggaraan program atau kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan, partisipasi masyarakat sebagai subjek pembangunan perlu diperhatikan. Lubis (2009) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Selain itu Korten dalam Susantyo (2007) menyatakan bahwa masyarakat akan mengalami kejenuhan apabila penyelenggaraan program pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Kejenuhan tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat sebagai sasaran program pembangunan merasa tidak atau kurang dilibatkan, sehingga menggores minat serta adanya ketidaksesuaian dengan nilai maupun tradisi setempat. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam proses pembangunan, khususnya di wilayah pesisir, aspek lokalitas masyarakat setempat tidak bisa dikesampingkan. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat di daerah pedesaan, khususnya di wilayah pesisir, memiliki pengetahuan lokal atau yang biasa disebut dengan kearifan lokal yang mencerminkan karakteristik masyarakat di masing-masing daerah tersebut. Kearifan lokal sendiri menurut Barkes (1999) dalam Naing et al. (2009) dengan terminologi traditional ecological knowledge (TEK), adalah kumpulan pengetahuan, praktik, keyakinan yang berkembang melalui proses adaptif (penyesuaian) yang diwariskan dari generasi ke generasi melalui saluran (transmisi) budaya berkaitan dengan hubungan antara makhluk hidup (termasuk manusia) dengan lingkungan sekitarnya. Dalam hal pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut, masyarakat adat/lokal di Indonesia memiliki beberapa kearifan lokal, salah satu contohnya dan sekaligus menjadi fokus dalam penelitian ini adalah adanya Panglima Laôt di Aceh. Penelitian Jufri (2008) menjelaskan bahwa Panglima Laôt adalah pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut (hukum adat laôt) bertugas mengkoordinasikan satu atau lebih wilayah operasional nelayan, dan minimal satu pemukiman nelayan. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab Panglima Laôt diantaranya mengawasi dan memelihara pelaksanaan hukum adat laut, menyelesaikan berbagai pertikaian sehubungan dengan penangkapan ikan dan menyelenggarakan upacara-upacara adat laut dan lainnya. Wardah (2004) menuliskan bahwa sebagai suatu lembaga adat, hukum adat laôt tersebut berkuasa mengatur eksploitasi lingkungan laut didalam wilayah laut yang menjadi kekuasaannya. Kekuasaan mengatur lingkungan laut didalam jurisdiksinya bersifat otonom tidak bergantung kepada kekuasaan manapun juga. Peran Panglima Laôt disadari menjadi sangat strategis dalam upaya pembangunan di Aceh, khususnya di wilayah pesisir. Hal tersebut dibuktikan secara rinci dalam Pasal 6 Perda No. 2 Tahun 1990. Menurut pasal tersebut fungsi lembaga adat yang didalamnya termasuk lembaga Panglima Laôt adalah: 1. Membantu pemerintah dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan. 2. Melestarikan hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.
3 3. Memberi kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut keperdataan adat. 4. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan masyarakat. Provinsi Aceh sendiri terletak di ujung barat Indonesia yang secara geografis dikelilingi oleh laut yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia dan pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala. Wilayah pesisirnya memiliki panjang garis pantai 1.660 km dengan luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km² terdiri dari laut wilayah (perairan teritorial dan perairan kepulauan) 56.563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238.807 km². Kondisi ini sangat strategis untuk usaha perikanan, khususnya penangkapan ikan di laut dan budidaya tambak. Sehingga menjadikan provinsi ini sebagai salah satu wilayah yang memiliki potensi besar di sekitar kelautan dan perikanan dan mempunyai peluang besar menjadi sektor dominan dan andalan yang dapat mengangkat serta meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Aceh di masa depan (BPHN 2009). Penelitian ini akan dilakukan di Lampuuk. Wilayah ini merupakan bagian dari Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Penduduk desa ini rata-rata menggantungkan hidup di laut sebagai nelayan. Sebagai wilayah yang sebagian besarnya adalah kawasan pesisir, kearifan lokal Panglima Laôt merupakan kelembagaan yang berjalan disini. Di Lampuuk ini terdapat kawasan yang bernama Kawasan Bina Bahari, dimana di kawasan tersebut dilakukan pengelolaan perikanan secara bersama yang melibatkan masyarakat pesisir, pemerintah dan Panglima Laôt. Sebagai pemimpin lembaga yang mengatur hampir seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kelangsungan hidup masyarakat pesisir, Panglima Laôt diharapkan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bersama perikanan ini. Oleh karena itu, berdasarkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perikanan di wilayah pesisir Aceh yang tentunya berpijak pada aspek kearifan lokal masyarakat setempat, yakni lembaga Panglima Laôt, maka menarik bagi penulis untuk meneliti tentang peran Panglima Laôt terhadap peningkatan partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan dan bagaimana dampaknya terhadap nelayan di Lampuuk, Aceh Besar. 4 Masalah Penelitian Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan membuka peluang masyarakat untuk menyalurkan tenaga dan aspirasinya. Dengan demikian tidak berlebihan jika menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat menjadi kunci kesuksesan sebuah pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, peran Panglima Laôt sebagai pemimpin hukum adat laut di Aceh yang bertugas mengatur pengelolaan dan seluruh kepentingan yang ada di pesisir Aceh, tidak bisa dikesampingkan. Mengingat bahwa rentannya sumberdaya pesisir dan laut terhadap eksploitasi yang berujung pada kerusakan, maka keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan bersama perikanan yang juga melibatkan pemerintah dan Panglima Laôt perlu diwujudkan. Oleh karena itu, menarik dan penting bagi penulis untuk menganalisis bagaimana peran Panglima Laôt terhadap peningkatan partisipasi
4 nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk, Kabupaten Aceh Besar? Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan tersebut tentunya bisa dicapai jika pembangunan tersebut tepat sasaran, artinya kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerah yang bersangkutan terakomodasi dengan baik. Kebutuhan dan aspirasi tersebut tentunya akan terakomodasi dengan adanya partisipasi dari masyarakat dalam proses pembangunan tersebut. Berkaitan dengan hal ini, pengelolaan bersama perikanan juga merupakan proses pembangunan di wilayah pesisir yang tentunya memiliki dampak bagi masyarakat. Dampak tersebut bisa dilihat dari sisi sosial budaya, lingkungan dan ekonominya. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai bagaimana pengaruh tingkat partisipasi nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan terhadap dampak sosial, ekonomi dan lingkungan? Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulisan proposal penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis peran Panglima Laôt terhadap peningkatan partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk, Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. 2. Menganalisis pengaruh tingkat partisipasi nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan terhadap dampak sosial, ekonomi dan lingkungan? Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan berguna bagi beberapa pihak, antara lain. 1. Kalangan Akademisi Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu sumber informasi dan dapat menambah khasanah penelitian mengenai kearifan lokal masyarakat pesisir, khususnya Panglima Laôt. Selain itu penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi acuan atau referensi bagi para akademisi untuk melakukan penelitian yang lebih jauh mengenai peran kearifan lokal dalam upaya pembangunan 2. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan atau pemerintah baik di tingkat daerah maupun pusat dalam membuat kebijakan-kebijakan yang tentunya mempertimbangkan aspek sosial budaya masyarakat nelayan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi acuan untuk pemerintah dalam membuat kebijakan mengenai pelestarian budaya lokal sebagai aset yang berharga bagi masyarakat dan daerah yang bersangkutan. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai pentingnya partisipasi dalam proses pembangunan.
5 Selain itu juga dapat memberi kesadaran pada masyarakat akan pentingnya melestarikan kebudayaan salah satunya dengan mempertahan nilai-nilai kearifan lokal yang mereka pegang dalam upaya pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.
6
PENDEKATAN TEORITIS Panglima Laôt Sejarah Panglima Laôt Masyarakat nelayan Aceh merupakan nelayan yang bertempat tinggal di wilayah pesisir yang bermata pencaharian menangkap ikan di laut. Dalam kehidupan sosial nelayan di wilayah pesisir Aceh, terdapat norma-norma tradisi yang hidup dan berkembang di kalangan masyarakat nelayan Aceh. Atas dasar norma-norma tersebut, kehidupan masyarakat nelayan berjalan dengan adat istiadat yang mengkultur secara turun temurun. Adat istiadat yang berlaku dan berkembang secara umum di wilayah pesisir Aceh adalah adat laôt. Dalam prosesnya sendiri, adat laôt dipimpin oleh seseorang yang dipercayai nelayan yaitu Panglima Laôt. Wardah (2004) menuliskan bahwa sebagai suatu lembaga adat, hukum adat laôt tersebut berkuasa mengatur eksploitasi lingkungan laut didalam wilayah laut yang menjadi kekuasaannya. Kekuasaan mengatur lingkungan laut didalam jurisdiksinya bersifat otonom tidak bergantung kepada kekuasaan manapun juga. Dalam sejarah Panglima Laôt sebagai pemimpin masyarakat di wilayah pesisir Aceh dapat diidentifikasi mulai dari pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1637), masa penjajahan kolonial Belanda (1904-1942), masa pendudukan Jepang (1942-1945), dan setelah Indonesia merdeka hingga sekarang. Kelembagaan Panglima Laôt sebagai lembaga adat di masyarakat wilayah pesisir Aceh telah ada sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda dari kesultanan Samudra Pasai. Di masa lalu, Panglima Laôt merupakan perpanjangan kedaulatan Sultan atas wilayah maritim di Aceh. Dalam mengambil keputusan, Panglima Laôt berkoordinasi dengan uleebalang1, yang menjadi penguasa wilayah administratif. Menurut C. Van Vollen Hoven tentang Panglima Laôt, dalam hasil “duek pakat”2 adat laôt atau Panglima Laôt se-Aceh, Panglima Laôt sejak jaman dulu sedah menjadi salah satu lembaga resmi yang diatur oleh negara. Sejak jaman dulu di Aceh memang sudah ada peraturan sampai seberapa jauh nelayan dapat beroperasi untuk menangkap ikan di laut. Pengaturan tersebut merupakan terusan dari surat yang diberikan Sultan kepada pembesar wilayah. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa Hukôm Adat Laôt memiliki kedudukan yang kuat pada masa itu dengan dasar hukum yang jelas atas dasar ketetapan langsung dari Sultan (Sulaiman 2010). Legitimasi Hukum Lembaga Adat Laôt adalah lembaga yang tidak hanya diakui keberadaannya oleh masyarakat saja, namun pemerintah dan negara juga mengakuinya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Undang-Undang No. 44 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, dimana pada bagian ketiga tentang penyelenggaraan kehidupan adat pasal 7 menyebutkan bahwa: 1 2
Ulee Balang artinya pemerintah atau penguasa (pemerintahan daerah) Duek pakat artinya bermusyawarah
7 “Daerah dapat membentuk lembaga adat dan mengakui lembaga adat yang sudah ada dan sesuai dengan kedudukan masing-masing di provinsi, kabupaten, kecamatan, kemikiman dan kelurahan/gampong.” Selain itu Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh No. 7 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat pada pasal 1 ayat 5 menyebutkan: “Lembaga Adat adalah suatu organisasi kemasyarakatan adat yang dibentuk oleh suatu masyarakat hukum adat tertentu yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak dan mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus serta menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan Adat Aceh”. Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut Lembaga Adat Laôt harus tetap dipertahankan, dimanfaatkan, dipelihara serta diberdayakan oleh masyarakat Aceh dan tentunya dengan dukungan pemerintah (Wardah 2004). Sementara itu, dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Keberadaan lembaga adat (termasuk Panglima Laôt) mendapatkan pengaturan tersendiri dalam Pasal 98 dan 99 BAB XIII tentang Lambaga Adat. Pasal 98 Ayat (2) menyatakan bahwa penyelesaian permasalahan sosial kemasyarakatan secara adat ditempuh melalui lembaga adat. Hal ini berarti fungsi penyelesaian sengketa masyarakat dari Panglima Laôt tetap mendapatkan pengakuan. Untuk membangun kembali (revitalisasi) Hukum Adat Laôt, khususnya budaya adat Aceh kiranya perlu memaknai kembali (re-thinking) arti dan tujuan sebuah budaya dan memfungsikan Panglima Laôt dalam menyelesaikan sengketasengketa yang terjadi di laut (Kurniawan 2008). Sebagai lembaga adat yang berkembang di Aceh, Adat Laôt memiliki pemimpin yang disebut dengan Panglima Laôt. Hal tersebut menjadi jelas dengan dikeluarkannya Perda Daerah Istimewa Aceh No. 2 Tahun 1990 yang menjelaskan bahwa Panglima Laôt adalah orang yang memimpin adat istiadat, kebiasaankebiasaan yang berlaku dalam penangkapan ikan di lautan, termasuk dalam hal ini mengatur tempat atau areal penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan (Djufri 2008). Kelembagaan Panglima Laôt menjadi lebih kuat dan efektif dengan adanya pengakuan secara formal dari pemerintah setempat yaitu dengan diterbitkannya Qanun Aceh Nomor 9 tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat serta Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat oleh Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (Kurniasari dan Nurlaili 2012). Struktur Kelembagaan Panglima Laôt Struktur organisasi vertikal Panglima Laôt mulai ditata pada Musyawarah Panglima Laôt se-Nanggroe Aceh Darussalam di Banda Aceh pada Juni 2002. Dari strukturnya, Panglima Laôt memiliki dua tingkatan, yaitu Panglima Laôt Lhôk dan Panglima Laôt. Wilayah Lhôk adalah suatu wilayah pesisir dimana nelayan berdomisili dan sebagian besar melakukan usaha penangkapan ikan atau bermata pencaharian utama menangkap ikan di laut. Panglima Laôt di tingkat lhôk, disingkat Panglima Lhôk, bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan dan persengkataan nelayan di tingkat lhôk. Bila perselisihan tidak selesai di tingkat lhôk, maka diajukan ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu Panglima Laôt Kabupaten, yang disebut Panglima Laôt Chik atau Chik Laôt.
8 Tugas Panglima Laôt tingkat kabupaten/kota adalah untuk menyelesaikan sengketa tentang kegiatan mencari ikan di laut, perselisihan tentang adat (hukum adat) laut antara Panglima Laôt Lhôk dan Pawang Laôt yang tidak terselesaikan pada tingkat Panglima Laôt Lhôk. Tugas utama lainnya adalah mengatur kenduri laôt bersamaan dengan nelayan dibawah koordinir Panglima Laôt Lhôk (Jufri 2008). Selanjutnya bila perselisihan mencakup antar kabupaten, provinsi atau bahkan internasional, akan diselesaikan di tingkat provinsi oleh Panglima Laôt Provinsi. Secara lebih khusus dalam Wardah (2004) pertemuan para Panglima Laôt se-Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan di Langsa Aceh Timur pada tanggal 25 Januari 1992 memutuskan bahwa Lembaga Adat Laot adalah Hukum Adat Laot dan adat istiadat yang diperlukan masyarakat nelayan untuk menjaga ketertiban dalam penangkapan ikan dan kehidupan masyarakat nelayan di pantai. Sementara itu dipertegas pula bahwa Lembaga Adat dan Hukum Adat Laot masing-masing daerah kabupaten dan kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan lembaga dan Hukum Adat yang berlaku didaerahnya. Nelayan atau pengusaha perikanan yang melakukan penangkapan ikan di daerah perairan kabupaten atau kota tersebut harus tunduk pada lembaga dan hukum adat yang berlaku di daerah tersebut. Lembaga Persidangan Hukum Adat Laut terdiri dari: a. Lembaga Persidangan Hukum Adat Laot Lhok. 1. 3 orang penasehat 2. Panglima Laôt Lhok bersangkutan (ketua lembaga persidangan) 3. 1 orang wakil ketua 4. 1 orang sekretaris (bukan anggota) 5. 3 orang dari staf lembaga (anggota) b. Lembaga Persidangan Hukum Adat Laot Kabupaten/Kota. 1. 3 orang penasehat sekaligus sebagai pembina (Kadis Perikanan Tk. II, Ketua Lembaga Adat Kebudayaan ceh Tk. II, dan Ketua HNSI Kabupaten/Kota) 2. Panglima Laôt/ Panglima Laôt Chik bersangkutan (ketua lembaga persidangan) 3. 1 orang wakil ketua 4. 1 orang sekretaris bukan anggota 5. Seluruh Panglima Laôt Lhok sebagai anggota kecuali Panglima Laôt Lhok dari daerah sengketa merupakan staf lembaga. Wilayah Kekuasaan Panglima Laôt Wilayah kekuasaan Panglima Laôt mulai dari wilayah pesisir pantai hingga ke laut lepas. Ruang fisik wilayah pesisir pantai yang menjadi kewenangan Panglima Laôt meliputi: bineh pasie (tepi pantai), leun pukat (kawasan untuk tarik pukat darat), kuala dan teupien (tepian pendaratan peuraho, baik di kawasan teluk maupun kuala), dan laot luah (laut lepas). Menurut Djuned, wilayah kekuasaan Panglima Laôt ke arah laut lepas pada prinsipnya mengikuti kaedah hukum sejauh mana sumberdaya laut itu bisa dikelola secara ekonomis oleh masyarakat adat laut. Sedangkan ruang fisik yang berhubungan dengan ekosisitem pantai meliputi: uteun bangka (hutan bakau), uteun pasie, uteun aron (hutan cemara), neuheun (tambak), dan lancang sira (ladang garam).
9 Secara lebih rinci, wilayah kekuasaan Panglima Laôt diuraikan dalam Wetlands (2007) sebagai berikut. a. Bineh Pasie Bineh pasie (tepi pantai) adalah kawasan di tepi pantai terhitung mulai dari pecahnya ombak hingga ke tempat dimana tanaman tahunan tidak bisa tumbuh, paling hanya ditumbuhi oleh tanaman tapak kuda. Bineh pasie merupakan kawasan darat yang berada dalam pengawasan adat laot karenanya penggunaan dan perubahan peruntukan kawasan bineh pasie untuk kepentingan selain kepentingan masyarakat nelayan haruslah atas persetujuan dari masyarakat nelayan setempat. Bineh Pasie merupakan wilayah kewenangan lembaga Panglima Laôt untuk mengatur dan mengawasi pemanfaatannya, khususnya untuk kesejahteraan kaum nelayan. b. Leun Pukat Leun pakat adalah kawasan bineh pasie yang digunakan untuk kegiatan menarik pukat darat (pukat banting atau pukat Aceh). Leun Pukat letaknya membujur dari tepi pantai hingga laut yang ukurannya sesuai dengan kebutuhan mendaratkan ikan bagi pukat darat. Leun Pukat merupakan kawasan yang dilindungi oleh adat dan tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain tanpa izin dari masyarakat nelayan. Teupien merupakan tempat nelayan mendaratkan perahunya. Sebagai salah satu pusat kegiatan nelayan disaat pulang melaut, penggunaan teupin diatur dan dilindungi oleh adat. Dengan demikian, kepentingan nelayan atas kawasan ini tetap terpelihara dan terjamin keberadaannya. c. Uteun Bangka Uteun bangka (hutan bakau) merupakan kawasan penyanggga bagi kehidupan di pesisir pantai. Di beberapa tempat seperti di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Barat berlaku adat; siapa yang menanam pohon bakau di suatu perairan, maka yang bersangkutan berhak atas tanaman tersebut. Namun karena pengelolaannya tidak terkontrol, penanaman pohon bakau terus meluas, sehingga tidak jelas lagi kepemilikannya. Disinilah peran Panglima Laôt dalam mengatur pengelolaan hutan bakau di pesisir Aceh. d. Uteun Aroen Uteun aroen (hutan cemara) merupakan kawasan penyangga di tepi pantai yang terdiri dari pohon cemara. Perairan yang dekat dengan pesisir pantai yang banyak pohon cemara berdasarkan pengalaman nelayan setempat diyakini sangat disukai oleh kawanan ikan tertentu, terutama molusca (kerang-kerangan), kakap, kerapu dan lain-lain dimana habitat ikan tersebut lebih tertarik kepada suhu iklim sekitar kawasan pantai yang ditumbuhi pohon cemara. e. Uteun Pasie Uteun pasie (hutan pantai) adalah sebutan untuk kawasan tajuk pepohonan hutan yang tumbuh di pinggir pantai. Uteun pasie merupakan kawasan hutan yang dilindungi untuk kepentingan keseimbangan lingkungan di kawasan pesisir.
10 Fungsi dan Tugas Panglima Laôt Panglima Laôt adalah pemimpin nelayan yang secara hukum adat laut (hukum adat laôt) bertugas mengkoordinasikan satu atau lebih wilayah operasional nelayan, dan minimal satu pemukiman nelayan. Dengan demikian tugas dan tanggung jawab Panglima Laôt diantaranya mengawasi dan memelihara pelaksanaan hukum adat laut, menyelesaikan berbagai pertikaian sehubungan dengan penangkapan ikan dan menyelenggarakan upacara-upacara adat laut dan lainnya. Secara khusus, Panglima Laôt berfungsi untuk membantu Kheucik 3 di bidang kelautan. Dalam hal ini, Panglima Laôt dibantu oleh Syahbandar, yakni orang yang memimpin dan mengatur perahu, lalu lintas kapal/perahu. Hal tersebut tertulis dalam Pasal 1 ayat 13, 14, 15, 16 dan ayat 17 Perda Nomor 7 Tahun 2000. Dalam menjalankan fungsinya, maka tugas dan peran Panglima Laôt berdasarkan hasil musyawarah Panglima Laôt se-Aceh yang dilaksanakan pada tanggal 6-7 Juni, Tahun 2000 adalah sebagai berikut. 1. Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan dalam Hukum Adat Laôt 2. Mengkoordinasikan dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut 3. Menyelesaikan perselisihan atau sengketa yang terjadi diantara sesama nelayan atau kelompoknya 4. Mengurus dan menyelenggarakan upacara adat laôt 5. Menjaga dan mengawasi agar pohon-pohon di tepi pantai/sungai tidak ditebang 6. Merupakan badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah 7. Meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan, dan 8. Mengatur jadwal acara-acara ritual yang berhubungan dengan masyarakat nelayan (misalnya: Khanduri Laôt). Berdasarkan uraian fungsi dan tugas Hukum Adat Laot di atas, bisa dikatakan bahwa jelas fungsi dan tugas dari lembaga Panglima Laôt tersebut sepenuhnya hanya dapat terlaksana apabila memiliki kekuatan dan pengakuan hukum yang kuat dan tetap dalam struktur pemerintahan sehingga mempunyai wewenang penuh dalam menjalankannya. Aturan Adat Panglima Laôt Kelembagaan Panglima Laôt merupakan tatanan yang dibuat oleh masyarakat dalam menjalankan tiga fungsi, yakni fungsi religi, ekonomi dan sosial. Fungsi religi terkait dengan hubungan para nelayan dengan tuhan, fungsi sosial berarti hubungan antar sesama nelayan, dan fungsi ekonomi adalah hubungan nelayan dengan alam sehingga berdampak positif pada kegiatan ekonomi masyarakat nelayan. Peran Panglima Laôt sangat strategis dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya laut secara bijaksana agar ketiga fungsi tersebut laut dapat tereksplorasi secara optimal dan seimbang. Hal ini terlihat dalam setiap pasal demi pasal aturan Panglima Laôt selalu mengandung nilai religi, ekonomi, dan sosial. Pemanfaatan fungsi ekonomi dan fungsi sosial dari laut harus selalu selaras dengan fungsi religinya. Dengan kata lain, segala bentuk eksplorasi 3
Kheucik artinya kepala desa
11 laut dan hubungan antar pelaku dalam memanfaatkan laut harus mempunyai nilainilai ibadah menurut syariat Islam. Secara rinci hari pantang melaut yang ditetapkan oleh Panglima Laôt diuraikan dalam Wetlands (2007) sebagai berikut. a. Kenduri adat laot Kenduri adat laot dilaksanakan paling kurang 3 tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat dinyatakan 3 hari pantang melaut pada acara kenduri tersebut dihitung sejak keluar matahari pada hari kenduri hingga tenggelam matahari pada hari ketiga. b. Hari Jum’at Dilarang melaut selama 1 hari terhitung sejak tenggelam matahari pada hari kamis hingga terbenam matahari pada hari jumat. c. Hari Raya Iedul Fitri Dilarang melaut selama 2 hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari Meugang hingga terbenam matahari pada kedua Hari Raya. d. Hari Raya Iedul Adha Dilarang melaut selama 3 hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari meugang hingga terbenam matahari padari ketiga Hari Raya. e. Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus Dilarang melaut selama 1 hari dihitung sejak tenggelam matahari pada tanggal 16 Agustus hingga terbenam matahari pada tanggal 17 Agustus. f. Setiap tanggal 26 Desember Dilarang melaut selama 1 hari dihitung sejak tenggelam matahari pada tanggal 25 Desember hingga terbenam matahari pada tanggal 26 Desember. Larangan ini untuk mengenang peristiwa tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004. Pantangan ini mengandung nilai religi, nilai ekonomi dan sosial. Selain sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan YME sehingga mentalitas yang baik selalu terjaga, adanya hari pantang melaot ini berdampak positif pula terhadap stabilisasi ketersediaan ikan di laut. Dalam satu tahun, terdapat kurang lebih 60 hari dimana nelayan tidak melalut. Dengan demikian terdapat jeda dimana laut dapat melakukan rehabilitasi kondisi lingkungan baik segi kualitas berupa perbaikan lingkungan a biotik maupun segi kuantitas berupa restoking ikan dan biota lainnya. Dengan demikian stabilisasi lingkungan laut dapat terjaga sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Sedangkan fungsi sosial dari hari pantang melaut adalah adanya waktu dimana warga masyarakat baik sesama nelayan maupun antara nelayan dengan komunitas lain bisa bersilaturahim untuk menjaga rasa solidaritas, dan toleransi sehingga ikatan sosial terjalin dengan baik. Hal ini dapat menjaga stabilisasi kondisi sosial kemasyarakatan sehingga dapat menekan terjadinya konflik sosial. Rendahnya potensi konflik menciptakan kondisi yang kondusif bagi kegiatan ekonomi. Selain itu terkait dengan sistem teknologinya, alat tangkap yang digunakan oleh nelayan tidak boleh bersifat merusak seperti pukat langga, pemboman, pembiusan dan lain-lain. Jika hal ini dilakukan selain terkena sanksi adat yang telah ditetapkan oleh Panglima Laôt juga akan berhadapan dengan pihak yang berwajib (Kurniasari dan Nurlaili 2012).
12 Adat Pemeliharaan Lingkungan Laôt Aturan adat Panglima Laôt juga terkait dengan pemeliharaan lingkungan laut, dimana para nelayan dalam menjalankan kegiatan melautnya harus tetap menjaga kelestarian sumberdaya laut. Adat pemeliharaan lingkungan laut secara rinci diuraikan sebagai berikut. a. Dilarang melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan, pengambilanterumbu karang dan bahan-bahan lain yang dapat merusak lingkungan hidup ikan dan biota lainnya. b. Dilarang menebang/merusak pohon-pohon kayu di pesisir pantai laut seperti pohon arun/cemara, pandan, ketapang, bakau dan pohon lainnya yang hidup di pantai. c. Dilarang menangkap ikan/biota laut lainnya yang dilindungi (lumba-lumba, penyu dan lain sebagainya). d. Dilarang penggunaan jaring di area terumbu karang (daerah pemijahan). e. Adanya pengaturan penangkapan ikan yang bertanda (tagging). Selain itu, terkait dengan teknologi penangkapan ikan, peraturan yang dibuat oleh Panglima Laôt tidak menyalahi aturan hukum kemaritiman. Seperti dalam Keppres Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang kapal ikan menggunakan alat tangkap trawl, begitu juga dengan peran kelembagaan Panglima Laôt yang menetapkan aturan yang sama, yakni melarang kapal ikan menggunakan alat tangkap trawl. Hukum negara dan hukôm adat laôt sama-sama melarang kapal ikan yang menggunakan alat tangkap trawl beroperasi diperairan laut Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan demikian, terlihat bahwa hukôm adat laôt memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengambil tindakan yang melanggar peraturanperaturan yang ditetapkan oleh Panglima Laôt dan hukum negara (Jufri 2008). Mekanisme pengambilan keputusan dalam kelembagaan Panglima Laôt menempatkan semua nelayan mempunyai hak untuk terlibat dalam pengelolaan sumberdaya laut. Hal ini dibuktikan dengan adanya rapat mingguan para nelayan tingkat lhok yang diselenggarakan di balai adat untuk membahas permasalahan dan perkembangan isu-isu kelautan. Kelembagaan Panglima Laôt tidak hanya memperhatikan hubungan sosial antar anggota masyarakat nelayan tetapi juga hubungan antara nelayan dengan pemerintah. Nelayan tidak boleh menangkap jenis ikan yang dilindungi oleh pemerintah seperti lumba-lumba dan penyu. Kolaborasi yang baik anatara pemerintah dan lembaga adat inilah yang merupakan salah satu kelebihan dan kekuatan wilayah pesisir Aceh dibandingkan dengan wilayahwilayah lain diluar Provinsi NAD (Kurniasari dan Nurlaili 2012). Sistem Pengelolaan Lingkungan Laôt Pengelolaan lingkungan laut menurut hukum adat laut dipercayakan kepada Lembaga Adat Laot. Lembaga adat laot dipimpin oleh seseorang yang ahli dalam bidang pengelolaan laut yang disebut Panglima Laôt. Dalam menjalankan pengelolaan lingkungan laut, Panglima Laôt dibantu oleh pawang pukat dan aneuk pukat yang tersusun dalam suatu struktur organisasi. Kekuasaan Panglima Laôt meliputi tiga bidang, yaitu bidang keamanan di laut, bidang sosial warga
13 persekutuan dan bidang pemeliharaan lingkungan laut. Sistem pengelolaan lingkungan laut oleh Lembaga Panglima Laôt dilakukan sebagai berikut. a. Penetapan aturan hukum yang mengatur pengelolaan lingkungan laut. b. Diangkat seorang pemimpin yang menjalankan Hukum Adat Laot c. Diadakan sejenis pengadilan untuk mempertahankan Hukum Adat Laot. d. Menjalin hubungan dengan intansi pemerintah terkait. Panglima Laôt dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan laut bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, Syahbandar dan polisi perairan. Segenap fungsionaris Lembaga Adat laot mendapat bimbingan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, baik mengenai teknologi penangkapan hasil laut maupun dalam pelaksanaan peraturan pemerintah, terutama yang menyangkut pengelolaan lingkungan laut seperti pemilikan jaring yang tidak merusak lingkungan dan daerah penangkapan ikan. Syahbandar sebagai penanggung jawab terhadap pelayaran di laut sangat berkepentingan kepada Panglima Laôt . Karena itu izin pembuatan perahu/boat dan pos berlayar bagi perahu/boat disalurkan melalui Panglima Laôt dan pelaksanaannya diawasi bersama. Syahbandar memberi petunjuk-petunjuk wilayah laut yang boleh dilayari dan menangkap ikan serta cuaca di laut. Kerja sama dengan polisi perairan dilakukan dalam hal adanya pelanggaran berat dan tidak mampu diselesaikan oleh Panglima Laôt Mengingat peran serta Panglima Laôt demikian besar dalam menjaga pelestarian fungsi laut, maka keberadaan Lembaga Panglima Laôt tersebut tetap dipertahankan oleh masyarakat. Dalam hukum adat laot telah dikembangkan sistem pelaporan untuk menjaga lingkungan laut. Jika seorang nelayan atau anggota masyarakat lainnya melihat ada oknum yang melanggar lingkungan hidup, maka pelanggaran tersebut harus dilaporkan segera pada Panglima Laôt dan atau kepada pihak yang berwajib. Panglima Laôt secara kelembagaan mengatur pengelolaan lingkungan laut dengan aturan selain memuat larangan juga mengatur cara orang bertindak terhadap lingkungan dalam lingkup yang terbatas sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Pengaturan seperti itu membawa konsekuensi lebih efektifnya berlaku hukum atas pengelolaan lingkungan laut. Selanjutnya aspek-aspek yang diatur terkait dengan Lembaga Hukum Adat Laot diuraikan dalam Wardah (2004) sebagai berikut. a. Hal-hal yang menyangkut dengan hukum adat laut 1. Aturan-aturan tentang penangkapan ikan di laut 2. Aturan tentang bagi hasil, sewa menyewa, pengupahan dan lain-lain 3. Aturan-aturan tentang tempat / wilayah khusus tempat penambahan perahu/pukat di pantai 4. Aturan-aturan tentang tempat / wilayah penjemuran ikan, penangkapan ikan / memperbaiki kerusakan-kerusakan baik alat penangkapan ikan maupun perahu/boatnya 5. Aturan tentang larangan melakukan kegiatan di laut / pantang laut 6. Aturan-aturan tentang penemuan harta di laut 7. Aturan-aturan tentang upah atau pengganti jerih payah Panglima Laôt dan Pawang Laôt 8. Aturan-aturan tentang pertengkaran, perselisihan atau pertikaian serta perkelahian di laut 9. Aturan-aturan tentang kerusakan lingkungan laut
14 10. Aturan tentang pencuian ikan dilaut 11. Aturan-aturan laut yang berhubungan dengan semua kegiatan mencari nafkah di laut b. Hal-hal yang menyangkut dengan sanksi adat atas penyelenggaraanpenyelenggaraan Hukum Adat Laot 1. Sanksi adat berupa penyitaan hasil laut 2. Sanksi adat berupa denda 3. Sanksi adat berupa perdamaian 4. Sanksi adat berupa larangan turun melaut selama jangka waktu tertentu 5. Sanksi adat berupa sanksi gabungan c. Hal-hal yang menyangkut dengan adat-istiadat laut 1. Adat-istiadat dalam operasional melaut termasuk tata cara penangkapan ikan di laut 2. Adat-istiadat dalam kehidupan sosial ekonomi nelayan 3. Adat-istiadat dalam pemeliharaan dan pelestarian lingkungan 4. Adat-istiadat dalam mensyukuri rahmad berkaitan dengan hasil laut d. Hal-hal yang menyangkut dengan penyelesaian sengketa / perkara, baik perkara-perkara pidana maupun perkara-perkara perdata 1. Dalam penangkapan ikan terjadi sak-sak atau menghimpit pukat 2. Sengketa mengenai yang terlebih dahulu menguasai kelompok ikan 3. Sengketa karena terjadi kerusakan pukat 4. Sengketa antar ABK (Aneuk Boat) 5. Sengketa penangkapan ikan yang dilarang 6. Sengketa kapal besar dengan perahu tradisional 7. Sengketa antara kelompok nelayan dengan kelompok nelayan Kegiatan dan Program Panglima Laôt Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga Panglima Laôt telah diatur secara rinci dalam Pasal 6 Perda No. 2 Tahun 1990. Menurut pasal tersebut fungsi lembaga adat yang didalamnya termasuk lembaga Panglima Laôt adalah: 5. Membantu pemerintah dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan. 6. Melestarikan hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat. 7. Memberi kedudukan hukum menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut keperdataan adat. 8. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan masyarakat. Adapun beberapa spesifikasi program yang dilaksanakan oleh lembaga Panglima Laôt dalam Taufiq et al. (2014), antara lain : (1) penguatan masyarakat nelayan, (2) penguatan hukum adat laot masyarakat nelayan, (3) pemberdayaan masyarakat pesisir, (4) program beasiswa untuk pelajar dari kalangan nelayan miskin, (5) memelihara lingkungan darikerusakan, (6) penyelesaian konflik internal dan eksternal nelayan, dan (7) mencegah terjadinya penangkapan ikan secara illegal. Salah satu kegiatan yang diadakan oleh lembaga Panglima Laôt yang hingga kini masih sering dilaksanakan oleh masyarakat di wilayah pesisir Aceh adalah Khanduri Laot. Peringatan Kenduri Laot yang dilaksanakan pada setiap tahun salah satunya berfungsi untuk memperkuat eksistensi Lembaga Hukom Adat Panglima Laôt. Seorang pemuka masyarakat yang bernama Hasan yang juga Sekretaris
15 Panglima Laôt di Seunuddon Aceh Utara mengatakan, acara kenduri itu digunakan juga sebagai sarana mensosialisasikan kembali aturan/hukum kelautan yang telah digariskan oleh Endatu (nenek moyang). Kenduri Laot berkembang secara turun temurun pada masyarakat pesisir Aceh. Menurut sebagian masyarakat, asal muasal peringatan kenduri laot itu dilatarbelakangi dengan peristiwa karamnya kapal yang digunakan oleh seorang anak panglima yang pergi melaut pada jaman dahulu, namun anak panglima ini selamat. Seekor ikan lumba-lumba telah mendamparkannya ke pinggir pantai. Sebagai rasa syukur atas keselamatan anak panglima itu maka diadakanlah Kenduri Laot selama tujuh hari-tujuh malam. Peringatan itu kemudian berlangsung sampai sekarang. Kenduri Laot merupakan upacara menjelang musim timur atau ketika musim barat akan berakhir. Dahulu kenduri laot rutin dilaksanakan pada setiap desa pantai yang merupakan wilayah Panglima Laot, baik di lhok (teluk) maupun di kabupaten. Kenduri laot bagi masyarakat nelayan Aceh merupakan sebuah perwujudan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang penciptanya dan juga lingkungan sekitarnya dalam menghadapi lingkungan setempat. Kenduri laut ini dilangsungkan dengan menggalang iuran dari para nelayan sesuai kemampuan. Mereka yang tergolong kaya, harus menyumbang lebih banyak. Besarnya sumbangan itu ditentukan melalui musyawarah yang melibatkan warga. Musyawarah itu juga menentukan jadwal pelaksanaan kenduri. Pembangunan Wilayah Pesisir Potensi Sumberdaya Pesisir Pesisir adalah jalur yang sempit dimana terjadi interaksi darat dan laut. Artinya, kawasan pesisir meliputi kawasan darat yang masih dipengaruhi oleh sifatsifat laut (gelombang, pasang surut) dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami dan aktivitas manusia di daratan (sedimentasi, pencemaran). Wilayah pesisir dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik, karena di tempat ini air tawar dan air asin bercampur dan menjadikan wilayah ini sangat produktif serta kaya akan ekosistem yang memiliki keaneka ragaman lingkungan laut. Pesisir tidak sama dengan pantai, karena pantai merupakan bagian dari pesisir (BPHN 2009). Ekosistem Pesisir Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar terdiri dari tiga kelompok : a. Sumber daya dapat pulih (renewable resources) Hutan mangrove, ekosistem terumbu karang, rumput laut, sumber daya perikanan laut, merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia utrient bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, Sumber Daya Pulih yang terdapat di pesisir juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daundaunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain.
16 b. Sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources) Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri dari seluruh mineral dan geologi, antara lain minyak gas, granit, emas, timah, Bouksit, tanah liat, pasir, dan Kaolin. c. Jasa-jasa lingkungan (environmental services). Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya. Adapun terkait dengan pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir ini, ada beberapa persoalan yang menjadi isu-isu strategis yang diuraikan Rudyanto (2004) sebagai berikut. a. Kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang bersifat quasi open access. Istilah common property ini lebih mengarah pada kepemilikan yang berada di bawah kontrol pemerintah atau lebih mengarah pada sifat sumberdaya yang merupakan public domain, sehingga sifat sumberdaya tersebut bukanlah tidak ada pemiliknya. Dengan adanya sifat sumberdaya yang quasi open access tersebut, maka tindakan salah satu pihak yang merugikan pihak lain tidak dapat terkoreksi oleh pasar (market failure). Hal ini menimbulkan ketidakefisienan ekonomi karena semua pihak akan berusaha mengeksploitasi sumberdaya sebesar-besarnya, jika tidak maka pihak lain yang akan mendapat keuntungan. b. Adanya degradasi lingkungan pesisir dan laut. Pada awal tahun 80-an, banyak pihak yang tersentak setelah menyaksikan kebijakan pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dan produktivitas ternyata telah menimbulkan kerusakan yang serius terhadap lingkungan. Hal ini berakibat fatal terhadap kelestarian lingkungan karena terjadi ekploitasi sumberdaya secara maksimal tanpa memperhatikan potensi lestari yang ada. c. Kemiskinan dan kesejahteraan nelayan. Perikanan di Indonesia melibatkan banyak stakeholders, yang paling vital adalah nelayan kecil yang merupakan lapisan yang paling banyak jumlahnya. Mereka hidup dalam kemiskinan dan tekanan-tekanan sosial ekonomi yang berakar pada faktor-faktor kompleks yang saling terkait. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah berkaitan dengan fluktuasi musim dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Sedangkan faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi, ketimpangan dalam sistem bagi hasil, tidak adanya jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya jaringan pemasaran, tidak berfungsinya koperasi nelayan yang ada, serta dampak negatif kebijakan modernisasi perikanan yang ada. d. Akses pemanfaatan teknologi yang terbatas. Semakin tingginya persaingan dalam pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir, menuntut masyarakat untuk memaksimalkan produksi mereka. Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan dalam penggunaan teknologi ini menjadi salah satu kendala dan pemicu adanya eksploitasi sumberdaya yang merusak potensi lestari dan berdampak negatif bagi lingkungan. Contohnya adalah penggunaan bom ikan
17 dan potasium sianida untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan nilai ekonomis tinggi di habitat terumbu karang telah merusak dan menimbulkan pencemaran lingkungan yang parah. e. Peraturan dan kebijakan yang kurang kondusif. Dengan lahirnya aturan main yang menyangkut hak kepemilikan sumberdaya pada tingkat lokal, secara tidak langsung akan memberikan hak kepemilikan (property rights) kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat mengelola sumberdaya pesisir dan laut secara lebih rasional mengingat ketersediaan sumberdaya serta terdegradasinya sumberdaya akan menentukan tingkat kemakmuran masyarakat di daerah yang bersangkutan. Kebijakan pembangunan perikanan yang dijalankan seharusnya tidak hanya mengejar kepentingan ekonomi, tetapi juga diimbangi secara proporsional dengan komitmen menjaga kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. Pengelolaan Perikanan Bersama Pengelolaan perikanan merupakan sebuah kewajiban seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang No 31/2004 yang ditegaskan kembali pada perbaikan undang-undang tersebut yaitu pada Undang-Undang No 45/2009. Dalam konteks adopsi hukum tersebut, pengelolaan perikanan didefinisikan sebagai semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundangundangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (KKP 2011). Pengelolaan bersama perikanan dapat diartikan sebagai suatu model pengelolaan yang kolaboratif yang memadukan antara unsur masyarakat pengguna (kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dan lain-lain) dan pemerintah yang juga dikenal dengan Co-Management. Co-Management perikanan dapat didefinisikan sebagai pembagian atau pendistribusian tanggung jawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan. Berdasarkan definisi ini maka pemerintah dan masyarakat bertanggungjawab bersama-sama dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan perikanan. Melalui model ini, pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dilaksanakan dengan menyatukan lembaga-lembaga terkait terutama masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam setiap proses pengelolaan sumberdaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pengawasan (Alains et al. 2009). Dalam jangka panjang, pelaksanaan Co-Management ini diyakini akan memberikan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik yaitu: (1) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya pesisir dan laut dalam menunjang kehidupan; (2) Meningkatkan kemampuan masyarakat, sehingga mampu berperan serta dalam setiap tahapan pengelolaan secara terpadu; dan (3) Meningkatkan pendapatan masyarakat dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan serta berwawasan lingkungan. Keberhasilan pengelolaan dengan model Co-Management ini sangat dipengaruhi oleh kemauan pemerintah untuk mendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenang dalam pengelolaan kepada nelayan dan stakeholder lainnya. Oleh karena Co-Management
18 membutuhkan dukungan secara legal maupun finansial seperti formulasi kebijakan yang mendukung ke arah Co- Management, mengijinkan dan mendukung nelayan dan masyarakat pesisir untuk mengelola dan melakukan restrukturisasi peran para pelaku pengelolaan perikanan (Alains et al. 2009). Hasil penelitian Kartika (2010) menuliskan dampak Co-Management Perikanan bagi masyarakat di Desa Jemluk, Pulau Bali. Adapun manfaat yang diterima adalah: 1. Pendirian dan penerapan co-management menyediakan kesempatan kepada nelayan untuk bekerja dalam bidang kepariwisataan dengan membawa wisatawan snorkeling dan diving di terumbu karang buatan. 2. Menyediakan kesempatan bagi nelayan untuk menangkap jenis ikan demersal di terumbu karang buatan. 3. Produksi ikan meningkat. 4. Masyarakat memiliki mata pencaharian baru dalam bidang wisata. 5. Pendapatan meningkat. 6. Produksi ikan meningkat, sehingga distribusi pendapatan cenderung meningkat. Berkaitan dengan lokasi penelitian, sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan Provinsi Aceh, lebih kurang 55 persen penduduk Aceh bergantung kepada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung (Yusuf 2003 dalam Muchlisin et al. 2009). Oleh karena itu pengembangan sektor perikanan harus menjadi salah satu prioritas pembangunan di Provinsi Aceh sehingga dapat memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi secara umum di kawasan ini, khususnya bagi masyarakat nelayan Aceh yang kondisi ekonominya masih memprihatinkan. Di Aceh, pengelolaan perikanan bersama dilaksanakan di beberapa lhok, salah satunya adalah di Kawasan Bina Bahari, Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Pengelolaan Bersama Perikanan ini melibatkan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh, Panglima Laôt, LSM Kabari dan tentunya masyarakat pesisir setempat. Secara umum, banyak kegiatan atau aktivitas yang dilakukan dalam Pengelolaan Perikanan Bersama ini diantaranya yang teridentifikasi adalah sebagai berikut. 1. Penghijauan atau reboisasi, dimana kegiatan ini memang menjadi fokus utama dalam pengelolaan bersama perikanan sejak pasca tsunami hingga sekarang. Menanam pohon dilakukan disepanjang pantai Lampuuk, termasuk pohon mangrove. Perencanaan kegiatan ini dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi penanaman, penetapan waktu penanaman, penyiapan bibit pohon dan perencanaan dana. Selanjutnya pada pelaksanaan dimulai dari survey lokasi, pendistribusian bibit, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan atau pewaratan. Kegiatan ini selanjutnya akan dievaluasi, yakni dengan pertemuan yang diadakan oleh pihak yang terlibat membicarakan tentang kefektifan dan dampak program yang dilaksanakan dan respon atau umpan balik masyarakat. 2. Konservasi penyu, dimana aktivitas utamanya adalah membuat kolam penangkaran bagi penyu itu sendiri. Perencanaan kegiatan ini dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi kolam, penyiapan peralatan, penetapan waktu pembuatan dan perencanaan dana. Selanjutnya pada pelaksanaan dimulai dari survey lokasi, pendistribusian peralatan, penyiapan
19 lokasi, pembuatan dan perawatan kolam. Kegiatan ini selanjutnya akan dievaluasi, yakni dengan pertemuan yang diadakan oleh pihak yang terlibat membicarakan tentang kefektifan dan dampak program yang dilaksanakan dan respon atau umpan balik masyarakat. Konsep Partisipasi dan Kempemimpinan Konsep Partisipasi Sumarjo dan Saharuddin dalam Siregar (2009) mendefinisikan partisipasi sebagai peran serta seseorang atau kelompok orang dalam suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang secara sadar diinginkan oleh pihak yang berkepentingan. Partisipasi merupakan proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar (Nasdian 2006). Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap perencanaan, ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatankegiatan yang merencanakan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerja. 2. Tahap pelaksanaan, merupakan tahap terpenting dalam pemberdayaan, sebab inti dari pemberdayaan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahp ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota program. 3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pemberdayaan, maka semakin besar manfaat program yang dirasakan, yang artinya program tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Partisipasi juga suatu bentuk khusus dalam pembagian kekuasaan, tugas dan tanggung jawab dalam komunitas. Selain itu partisipasi dipengaruhi oleh kebutuhan motivasi, struktur sosial, stratifikasi sosial dalam masyarakat, orang akan berpartisipasi menyangkut adanya kebutuhan akan kepuasan, mendapatkan keuntungan, dan meningkatkan status. Madrie (1986) membedakan partisipasi menjadi beberapa jenis yaitu: 1. Partisipasi dalam menerima hasil-hasil pembangunan: a. Mau menerima, bersikap menyetujui hasil-hasil pembangunan yang ada.
20 b. Mau memelihara, menghargai hasil pembangunan yang ada. c. Mau memanfaatkan dan mengisi kesempatan pada hasil pembangunan. d. Mau mengembangkan hasil-hasil pembangunan. 2. Partisipasi dalam memikul beban pembangunan: a. Ikut menyumbang tenaga. b. Ikut menyumbang uang, bahan serta fasilitas lainnya. c. Ikut menyumbang pemikiran, gagasan, dan keterampilan. d. Ikut menyumbang waktu, tanah, dan lain sebagainya. 3. Partisipasi dalam pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan: a. Ikut menerima informasi dan memberikan informasi yang diperlukan. b. Ikut dalam kelompok-kelompok yang melaksanakan pembangunan. c. Ikut mengambil keputusan tentang pembangunan yang dilaksanakan. d. Iktu merencanakan dan melaksanakan pembangunan. e. Ikut menilai efektivitas, efisiensi dan relevansi pelaksanaan program. Lubis (2009) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Konsep Kepemimpinan Melihat fakta bahwa Panglima Laôt merupakan seorang pemimpin, maka konsep tentang kepemimpinan tidak bisa dilewatkan. Secara etimologi kata pemimpin dalam bahasa Inggris adalah leader. Akar katanya adalah to lead. Melalui pendekatan bahasa Mangunhardjana (1995) mengemukakan bahwa pemimpin adalah orang yang bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan pikiran-pendapatpikiran orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya. Kartono (1994) juga berpendapat bahwa pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Beberapa pengertian pemimpin di atas jelas mengindikasikan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampauan mempengaruhi orang lain. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Robbins (2002) tentang kepemimpinan, yakni kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Robbins (2002) mengemukakan peranan yang perlu ditampilkan pemimpin, yakni: (1) mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala, (2) memberi informasi, (3) sebagai seorang perencana, (4) memberi sugesti, (5) mengaktifkan anggota, (6) mengawasi kegiatan, (7) memberi semangat untuk mencapai tujuan, (8) sebagai katalisator, (9) mewakili kelompok, (10) memberi tanggung jawab, (11) menciptakan rasa aman, dan (12) sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya.
2 1
21 Kerangka Pemikiran
Pokok pikiran penelitian ini tidak terlepas dari judul penelitian, yakni peran Panglima Laôt terhadap peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bersama perikanan. Partisipasi sendiri sebagai suatu indikator keaktifan suatu individu dalam suatu proses kegiatan tertentu dirasa berperan penting dalam mencapai tujuan, termasuk pada proses pembangunan. Sebagai seorang pemimpin, Panglima Laôt berperan penting untuk melancarkan proses pembangunan di wilayah pesisir Aceh sehingga pembangunan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Adanya partisipasi dari masyarakat menjadi kunci keberhasilan dari pembangunan tersebut. Oleh karena itu peran Panglima Laôt dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di wilayah pesisir, khususnya masyarakat nelayan, diperlukan. Indikator untuk mengukur peran Panglima Laôt berdasarkan peran pemimpin Robbins (2002), yakni memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat untuk mencapai tujuan, dan mewakili kelompok. Tingkat partisipasi pada penelitian ini akan diuji berdasarkan penjabaran tingkat partisipasi dari Cohen dan Uphoff (1979) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Selanjutnya tingkat partisipasi ini akan dilihat berdasarkan dimensi atau bentuk partisipasi, yakni sumbangan pemikiran, tenaga, materi dan waktu. Keempat dimensi tersebut akan dilihat dari setiap aktivitas atau kegiatan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan, yakni pemenanaman pohon dan pembuatan kolam penangkaran penyu. Selain itu, sebagai suatu program pembangunan, Pengelolaan Bersama Perikanan tentunya diharapkan memiliki manfaat atau dampak yang positif bagi masyarakat. Dampak atau manfaat tersebut akan dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
Peran Panglima Laôt Robbins (2002) Memberi informasi Mengawasi kegiatan Memberi semangat mencapai tujuan Mewakili kelompok
Tingkat Partisipasi Masyarakat Cohen & Uphoff (1979) Tahap perencanaan Tahap pelaksanaan Tahap evaluasi Tahap manfaat &hasil
Aktivitas/Kegiatan Penanaman pohon Membuat kolam penangkaran penyu
Keterangan: : mempengaruhi : dalam Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Dampak Sosial - Hubungan sesama masyarakat Ekonomi - Kesempatan kerja dan pendapatan Lingkungan - Pemeliharaan lingkungan
22 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis penelitian yang didapatkan ialah: 1. Diduga peran Panglima Laôt sebagai pemimpin akan mempengaruhi tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan. 2. Diduga tingkat partisipasi nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan mempengaruhi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan pada nelayan.
Definisi Operasional Peran Panglima Laôt Peran Panglima Laôt sebagai pemimpin dalam hal ini adalah usaha yang dilakukan pemimpin dalam mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan Pengelolaan Bersama Perikanan, yakni penanaman pohon dan pembuatan kolam penangkaran penyu. Indikator yang digunakan adalah memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat untuk mencapai tujuan dan mewakili kelompok. Indikator tersebut diukur dari frekuensi Panglima Laôt dalam menerapkan empat indikator tersebut sebagai pemimpin masyarakat. Frekuensi tersebut dilihat berdasarkan persepsi masyarakat dalam empat kategori, yaitu (1) Tidak Pernah, (2) Jarang, (3) Sering, dan (4) Selalu. Selanjutnya skor setiap indikator akan dihitung berdasarkan peran Panglima Laôt pada setiap kegiatan yang dilakukan. Skor maksimal di setiap kegiatan adalah 48 dan minimal 12. Pembagian skor peran Panglima Laôt adalah (3) Kuat (37-48), (2) Sedang (25-36) dan (1) Lemah (12-24). Semua indikator akan didefinisikan secara operasional sebagai berikut. 1. Memberi informasi adalah upaya dari seorang pemimpin dalam menyampaikan dan mengingatkan informasi terkait dengan kegiatan/program yang dilaksanakan. Peran ini diukur berdasarkan intensitas dari seorang pemimpin dalam memberikan informasi tersebut. 2. Mengawasi kegiatan adalah upaya dari seorang pemimpin dalam mengkoordinasikan dan mengontrol berlangsungnya kegiatan, termasuk dalam memantau keterlibatan masyarakat dalam kegiatan tersebut. Peran ini diukur berdasarkan intensitas pengawasan yang dilakukan. 3. Memberi semangat untuk mencapai tujuan adalah upaya dari seorang pemimpin dalam memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan/program pembangunan yang dilakukan. Peran ini diukur berdasarkan intensitas seorang pemimpin dalam memacu semangat masyarakat untuk berpartisipasi. 4. Mewakili kelompok adalah bentuk tanggung jawab yang berupa kesediaan seorang pemimpin untuk mewakili masyarakat dalam hal memperluas jejaring, aspirasi dan advokasi kepada pihak lain di luar masyarakat.
23
2 3
Tingkat Partisipasi Masyarakat
Tingkat partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan yang tinggi dari masyarakat, memiliki hak yang dan kesempatan yang sama dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi yang dicapai masyarakat berdasarkan dimensi dari partisipasi itu sendiri. Dimensi yang dimakasud adalah bentuk nyata dari partisipasi, yakni partisipasi dalam bentuk sumbangan pikiran, tenaga, materi dan waktu. Semua indikator akan diukur secara ordinal berdasarkan frekuensi keikutsertaan masyarakat pada setiap kegiatan atau aktivitas dalam Pengelolaaan Bersama Perikanan, dengan pilihan jawaban (1) Satu kali, (2) 2-3 kali, (3) > 3 kali. Sebelum diakumulasi, skor setiap indikator akan dihitung berdasarkan partisipasi pada setiap kegiatan yang dilakukan. Skor maksimal pada masingmasing kegiatan penanaman pohon dan pembuatan kolam adalah 66 dan minimal 22, dengan pembagian skor yaitu (3) Tinggi (52-66), (2) Sedang (37-51) dan (1) Rendah (22-36). 1. Partisipasi dalam program penanaman pohon. a. Perencanaan Perencanaan menanam pohon meliputi sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi penanaman, penetapan waktu penanaman, penyiapan bibit pohon dan perencanaan dana b. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan ini dimulai dari survey lokasi, pendistribusian bibit, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan atau pewaratan. c. Menikmati Hasil Partisipasi dalam menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan tenaga, pikiran, materi dan waktu dalam menikmati dan memanfaatkan hasil dari kegiatan yang dilakukan. d. Evaluasi Partisipasi dalam evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan tenaga, pikiran, materi dan waktu pada evaluasi program atau kegiatan yang dilakukan. 2. Partisipasi dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu. a. Perencanaan Perencanaan kegiatan ini dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi kolam, penyiapan peralatan, penetapan waktu pembuatan dan perencanaan dana. b. Pelaksanaan Pelaksanaan pembuatan kolam dimulai dari survey lokasi, pendistribusian peralatan, penyiapan lokasi, pembuatan dan perawatan atau pemeliharaan kolam c. Menikmati Hasil Partisipasi dalam menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan tenaga, pikiran, materi dan waktu dalam menikmati dan memanfaatkan hasil dari kegiatan yang dilakukan. d. Evaluasi Partisipasi dalam evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam bentuk sumbangan tenaga, pikiran, materi dan waktu pada evaluasi program atau kegiatan yang dilakukan.
24 Dampak yang Dirasakan Masyarakat Dampak disini berarti pengaruh yang baik (positif) yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan-kegiatan atau berbagai aktivitas dalam Pengelolaan Perikanan Bersama. Dampak yang dilihat berdasarkan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Skor pada dampak sosial adalah (3) Tinggi (7-9), (2) Sedang (5-6), (1) Rendah (34). Sedangkan skor pada dampak ekonomi dan lingkungan adalah (3) Tinggi (9-12), (2) Sedang (6-8), dan (1) Rendah (3-5). 1. Dampak Sosial Dampak ini merupakan ukuran dimana anggota nelayan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dilihat dari keberadaan rasa aman, nyaman dan tentram. Indikator yang diukur adalah hubungan dengan sesama anggota nelayan, hubungan dengan masyarakat lain di Lampuuk, dan hubungan dengan Panglima Laot. Data ini diukur secara ordinal, yaitu (3) Semakin Baik, (2) Biasa Saja, dan (1) Semakin Buruk. 2. Dampak Ekonomi Dampak ini merupakan ukuran dimana anggota masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dilihat dari kebendaan fisik atau materiil. Indikator yang diukur adalah tingkat kesempatan kerja yang diukur berdasarkan terbukanya peluang masyarakat untuk bekerja baik untuk sektor perikanan maupun nonperikanan. Selain itu dampak ekonomi juga dilihat dari peningkatan pendapatan yang diperoleh nelayan. Data diukur menggunakan skala likert yaitu (4) Mudah, (3) Biasa Saja, (2) Sulit dan (1) Tidak ada peluang. 3. Dampak Lingkungan Dampak ini adalah ukuran yang dilihat dari kesadaran dan kepedulian nelayan anggota akan pentingnya menjaga lingkungan, terutama lingkungan pantai Lampuuk. Indikator yang akan dilihat adalah pemeliharaan lingkungan yang diukur berdasarkan intensitas pemeliharaan lingkungan dengan skala likert yaitu (4) Selalu, (3) Sering, (2) Jarang dan (1) Tidak Pernah.
25
PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kombinasi antara pendekatan penelitian kuantitatif dengan dukungan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif ialah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik (Musianto 2012). Penambahan informasi yang bersifat kualitatif ini adalah upaya penulis untuk memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diteliti (Singarimbun dan Effendi 1987). Jenis penelitian ini adalah termasuk dalam metode penelitian survey. Dalam bukunya, Masri Singarimbun mendefinisikan penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pendekatan kuantitatif ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk memperoleh data dan informasi dari responden. Kuesioner ini diharapkan bisa mengukur beberapa konsep yang telah ditulis dalam kerangka pemikiran. Konsep yang diukur antara lain, peran Panglima Laot dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan teknik wawancara yang tidak terstruktur, wawancara mendalam, observasi, dan analisa data sekunder atau dokumentasi yang terkait dengan topik penelitian. Selain itu, untuk memperkuat data kuantitatif maka dalam kuesioner ditambahkan slip. Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi (1987) menjelaskan bahwa slip adalah potongan kertas yang disediakan khusus jika ada keterangan kualitatif tambahan yang diberikan oleh responden. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kawasan Bina Bahari, Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi penelitian ditentukan oleh penulis secara purposive (sengaja). Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena lokasi penelitian sebagian besar merupakan kawasan pesisir sehingga ratarata mata pencaharian masyarakatnya adalah sebagai nelayan. Selain itu desa ini juga merupakan lokasi dimana kelembagaan Panglima Laôt masih berjalan. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan yang terhitung mulai bulan Maret 2014 sampai dengan Juli 2014. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium penyampaian proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.
2 6 26 Tabel 1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan
Jul Agust Mar Apr Mei Jun 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi Teknik Penentuan Informan dan Responden Populasi pada penelitian ini adalah seluruh nelayan anggota kelompok nelayan Lhokpasi Lampuuk di Kemukiman Lampuuk yang berjumlah 42 orang. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah informan dan responden. Informan adalah orang yang termasuk dalam kegiatan ini yang memberikan keterangan mengenai informasi atau data di sekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Informan yang dipilih adalah pihak-pihak yang memiliki informasi mengenai kehidupan sosial masyarakat setempat dan informasi tentang Hukum Adat Laot itu sendiri, seperti kepala mukim, Panglima Laôt, dan pihak lainnya yang dianggap memiliki informasi tentang penelitian yang dilakukan. Penentuan responden menggunakan teknik cencus sampling yaitu dengan cara memilih seluruh nelayan anggota kelompok nelayan Lhokpasi Lampuuk di Kemukiman Lampuuk yang berjumlah 42 orang, namun dari jumlah tersebut hanya 36 orang yang bersedia menjadi responden. Unit analisa dalam penelitian ini adalah individu nelayan anggota kelompok nelayan Lhokpasi Lampuuk yang terlibat dalam program pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk, Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar, Provinsi Aceh. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan peneliti melalui observasi, kuesioner, dan wawancara mendalam kepada responden dan informan secara langsung di lokasi penelitian. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara mengamati kondisi fisik dan aktivitas yang terdapat di lokasi penelitian. Kuesioner diberikan kepada responden, yakni seluruh nelayan anggota kelompok nelayan
27 lhokpasi Lampuuk. Sedangkan wawancara mendalam dilakukan kepada responden dan informan untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Informan dalam penelitian ini diantaranya adalah Panglima laot yang lama dan yang baru, ketua mukim, Camat Lhoknga, dan beberapa tokoh lain yang berpengaruh di Mukim Lampuuk. Data sekunder akan diperoleh baik dari dokumen-dokumen tertulis di kantor desa, kantor kecamatan, kantor Panglima Laôt, dan dokumen lain yang berkaitan. Data sekunder juga diperoleh peneliti melalui studi literatur yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang didapatkan dari hasil kuesioner responden akan diolah dengan tahapan coding, entry, editing, cleaning dan analisis data. Seluruh data tersebut akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program software SPSS Statistics V.20 dan Microsoft Office Excel 2013. Uji statistik data dilakukan dengan menggunakan Uji Regresi. Uji regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh peran Panglima Laôt sebagai pemimpin terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam Pengelolaan Bersama Perikanan dan pengaruh tingkat partisipasi terhadap dampak yang dirasakan nelayan. Selanjutnya data kualitatif akan diproses dengan reduksi data, analisis data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Formula dari uji regresi adalah sebagai berikut. 𝑌= 𝛽0 + 𝛽1 𝑋 +E Keterangan: 𝑌= variabel dependen; 𝛽0= konstanta; 𝛽1 𝑋= variabel independen; E= error Berdasarkan hasil uji statistik regresi, maka dapat dirumuskan persamaan regresi sebagai berikut. 1. Pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk a. Pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan pada program penanaman pohon 𝑌= (1,039) + 0,018X1 + 0,367X2 + 0,211X3 + 0,043X4 b. Pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan pada pembuatan kolam penangkaran penyu 𝑌= (3,054) – 0,016X1 + 0,381X2 + 0,215X3 - 0,608X4 2. Pengaruh tingkat partisipasi nelayan terhadap aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan nelayan di Lampuuk a. Pengaruh tingkat partisipasi terhadap aspek sosial 𝑌= 1,250 + 0,500X b. Pengaruh tingkat partisipasi terhadap aspek ekonomi 𝑌= 3,125 – 0,188X c. Pengaruh tingkat partisipasi terhadap aspek lingkungan 𝑌= 0,750 + 0,625X
28
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis dan Demografi Kabupaten Aceh Besar Kabupaten Aceh Besar adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia. Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 kecamatan, 68 kemukiman, dan 604 desa. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada posisi 5,2⁰ - 5,8⁰ LU dan 95,0⁰ – 95,8⁰ BT. Panjang Pantai 195 Km², dengan luas wilayah 2.974, 12 km². Adapun Batas-batas administrasi wilayah Kabupaten Aceh Besar adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Selat Malaka dan Kota Banda Aceh 2. Sebelah timur : Kabupaten Aceh Jaya 3. Sebelah selatan : Samudera Indonesia 4. Sebelah barat : Kabupaten Pidie Kabupaten Aceh Besar memiliki banyak potensi sumberdaya alam, salah satunya adalah potensi perikanan, terutama perikanan tangkap. Panjang pantai yang mencapai 195 Km² sangat mendukung sektor perikanan di wilayah Aceh Besar, begitu pun dengan sektor pariwisata perairan. Menurut data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh tahun 2010, produksi perikanan tangkap di Aceh Besar mencapai 5.585 ton. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya memaksimalkan potensi perikanan Aceh Besar dengan menerapkan programprogram yang terkait dengan pengelolaan perikanan di berbagai wilayah di Aceh Besar, salah satunya di kawasan kemukiman Lampuuk, Kecamatan Lhoknga. Kemukiman Lampuuk Mukim atau kemukiman merupakan kumpulan beberapa desa di suatu kecamatan di Provinsi Aceh. Kemukiman sendiri menurut keterangan Imum Mukim 4 Lampuuk saat ini, Drs. Yusran Ahmad, sudah ada sejak pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Aceh, dimana setiap mukim harus memiliki populasi penduduk laki-laki minimal 1.000 orang. Hal tersebut bertujuan untuk kepentingan perang, dimana jika ada serangan dari daerah luar, maka suatu mukim sudah siap untuk melawan serangan tersebut. Istilah mukim memang hanya dikenal di Aceh saja, khususnya di daerah pesisir timur Aceh. Selain di pesisir timur Aceh, juga ada kemukiman namun dikenal dengan istilah lain. Kemukiman Lampuuk merupakan salah satu dari empat mukim yang ada di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Mukim Lampuuk menaungi lima desa, diantaranya Desa Meunasah Lambaro, Meunasah Mesjid Lampuuk, Meunasah Balee, Meunasah Cut dan Meunasah Blang. Masing-masing desa dikepalai oleh seorang kepala desa atau biasa disebut dengan keuchik, sedangkan untuk satu mukim diketuai oleh seorang Kepala Mukim atau biasa disebut juga dengan Imum Mukim. 4
Imum Mukim: Kepala Mukim
29 Secara administratif, batas-batas wilayah Mukim Lampuuk adalah sebagai berikut. 1. Sebelah utara : Mukim Lam Lhom 2. Sebelah timur : Mukim Kueh 3. Sebelah selatan : Mukim Lhoknga 4. Sebelah barat : Samudera Hindia Kependudukan Kemukiman Lampuuk merupakan mukim dengan jumlah penduduk paling sedikit di antara empat mukim yang ada di Kecamatan Lhoknga. Berdasarkan data keadaan penduduk yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Lhoknga, jumlah penduduk Mukim Lampuuk pada tahun 2013 berjumlah 1.800 jiwa yang terdiri dari 1.061 penduduk laki-laki dan 739 penduduk perempuan. Presentase umur dari jumlah tersebut didominasi oleh kelompok usia produktif (16 – 64 tahun), yakni hampir mencapai 75 persen. Menurut keterangan kepala mukim Lampuuk, sebagian besar masyarakat Lampuuk bekerja sebagai petani dan nelayan, sedangkan lainnya bekerja sebagai PNS dan pedagang. Sektor pertanian di Lampuuk sebagian besar adalah pertanian sawah dengan sistem tadah hujan. Sedangkan dibidang perikanan, rata-rata masih dilakukan secara tradisional. Dari keseluruhan nelayan, tercatat hanya 43 orang (termasuk Panglima Laot) yang tergabung dalam kelembagaan Panglima Laot Lhok Lampuuk. Menurut keterangan Panglima Laot, Imran, keanggotan nelayan dalam Panglima Laot ini perlu dicatat agar memudahkan dalam menjalankan aturan-aturan dan program di wilayah pesisir. Keanggotaan nelayan pun tidak dipaksakan, artinya bagi nelayan yang bersedia dan berkomitmen akan diterima dalam keanggotaan tersebut. Di mukim Lampuuk ini terdapat obyek wisata unggulan untuk daerah Kabupaten Aceh Besar yang dikenal dengan Pantai Lampuuk. Selain sebagai tempat ekowisata pesisir, di Lampuuk juga terdapat Kawasan Konservasi Laut yang merupakan bagian dari Program Pengelolaan Bersama Perikanan. Program ini diinisiasi oleh Panglima Laot yang mendapat dukungan dari LSM dan pemerintah. Program ini bertujuan untuk melindungi habitat dan populasi ikan, pemanfaatan dan pengembangan jasa lingkungan wisata bahari, dan kepentingan penelitian, pengembangan dan pendidikan.
Aksesibilitas Aksesibilitas dalam hal ini adalah kemudahan dari penduduk Lampuuk untuk akses terhadap sarana dan fasilitas pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan olahraga. (1) bidang pendidikan, di mukim Lampuuk hanya terdapat tiga gedung sekolah, masing-masing satu gedung Sekolah Dasar, satu Madrasah Ibtidaiyah, dan satu gedung Sekolah Menengah Pertama; (2) bidang kesehatan, mukim Lampuuk tidak memiliki satu pun fasilitas kesehatan baik itu polindes atau puskesmas; (3) bidang keagamaan, mukim Lampuuk memiliki lima meunasah atau mushola di setiap gampong dan memiliki satu mesjid; (4) bidang olahraga, di mukim Lampuuk terdapat fasilitas olahraga, yakni satu lapangan sepak bola dan tiga lapangan voli.
30 Selain itu di bidang perekonomian, di Lampuuk tidak terdapat satu pun pasar, namun ada beberapa toko dan kedai kecil milik warga. Selanjutnya di Lampuuk juga tidak terdapat koperasi. Hal lain terkait akses masyarakat Lampuuk adalah akses terhadap layanan pemerintahan kecamatan dan kabupaten, dimana layanan pemerintahan berada di kantor kecamatan dan layanan pemerintahan kabupaten berada di ibukota kabupaten Aceh Besar. Jarak mukim Lampuuk ke kantor kecamatan adalah dua Kilometer sedangkan jarak ke ibukota kabupaten adalah 67 Kilometer.
Sistem Pelapisan Kepemimpinan Adat Sistem pelapisan kepemimpinan adat dalam hal ini adalah struktur adat Aceh yang ada di Mukim Lampuuk berdasarkan tingkatan kepemimpinan seseorang terhadap suatu wilayah atau bidang tertentu. Berikut adalah sistem kemasyarakatan yang ada kemukiman Lampuuk. 1) Ulee Balang atau Imam Mukim adalah seseorang yang menjadi pimpinan sebuah wilayah yang menaungi beberapa gampong atau desa, yaitu kemukiman. Imam Mukim juga berperan dalam mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam shalat pada setiap hari jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan. 2) Keuchiek atau Geuchiek yang menjadi pimpinan pada unit pemerintahan Gampong (kampung) atau desa. 3) Tengku Meunasah atau Imeum Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan pada suatu unit pemerintahan Gampong (kampung). Dalam setiap gampong pasti ada sebuah meunasah (madrasah) atau mushola yang dipimpin seorang imeum meunasah. 4) Panglima Laot atau Pawang Laot adalah seseorang yang bertugas mengurusi masalah kelautan, perikanan, kehidupan nelayan dan adat laut pada sebuah Lhok atau teluk. 5) Keujreun Blang adalah seseorang yang bertugas mengurusi masalah persawahan, perkebunan, kehidupan para petani dan hukum adat yang mengaturnya. 6) Haria Peukan adalah sebuah lembaga yang juga diketuai oleh seseorang yang mengurusi masalah hukum perdagangan dan pasar di sebuah mukim. 7) Selain itu di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama yang merupakan penasehat adat seperti Teungku Khatib, Tengku Bile, dan Tuha Peut. 3 1
Panglima Laôt di Lampuuk
Panglima Laôt mulai ada dan berkembang di Lampuuk sejak tahun 1986 atau sekarang sudah berusia 28 tahun. Usia tersebut menurut penuturan mantan Panglima Laôt Lampuuk tergolong masih muda karena sebagian besar daerahdaerah lain di Aceh sudah memiliki Panglima Laôt jauh sebelum tahun 1986. Tjut Muhammad Daoed merupakan penggagas utama yang mengusulkan agar di Lhok
31 Lampuuk juga memiliki seorang Panglima Laôt. Setelah perjuangan beliau selama dua tahun akhirnya membuahkan hasil, Lhok Lampuuk akhirnya memiliki seorang Panglima Laôt, dimana Tjut Muhammad Daoed sendiri yang diangkat sebagai Panglima Laôt pertama di Lhok Lampuuk. Inisiatif Tjut Muhammad Daoed atau yang biasa masyarakat memanggilnya dengan sebutan Yah Abi Daud ini berawal dari potensi sumberdaya perairan dan perikanan yang pada saat itu sangat melimpah. Pertimbangannya adalah mengingat bahwa apabila masyarakat atau para nelayan dibiarkan begitu saja memanfaatkan sumberdaya ini tanpa aturan, pemanfaatan tersebut tentu akan mengarah kepada eksploitasi. Berdasarkan hal tersebut, beliau menyadari bahwa dibutuhkan pengelolaan yang bijaksana terhadap potensi yang dimiliki oleh Lampuuk. Kebikjasanaan pengelolaan sumberdaya perairan dan perikanan ini tentu akan terwujud jika dipimpin oleh seseorang yang bijaksana pula. Oleh karena itu, Yah Abi Daud dengan keyakinan yang kuat mengusulkan kepada pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar dan pemerintah Provinsi Aceh agar Lampuuk memiliki pemimpin yang mengelola wilayah pesisir dan laut, yaitu seorang Panglima Laôt. Setelah 28 tahun lembaga Panglima Laôt berjalan di Lampuuk, banyak kegiatan dan program yang telah dilakukan, salah satunya adalah Program Pengelolaan Bersama Perikanan. Selain itu, pada tahun 2012, Panglima Laôt Provinsi Aceh di bawah naungan Lembaga Hukum Adat Provinsi Aceh menobatkan Tjut Muhammad Daoed sebagai Panglima Laôt terbaik se-Aceh. Prestasi tersebut tentu tidak terlepas dari kinerja Tjut Muhammad Daoed selama 28 tahun dalam memimpin pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang dianggap sangat baik sehingga sektor perairan dan perikanan menjadi andalan di Lampuuk. Pada Februari 2014, akhirnya Tjut Muhammad Daoed mengamanahkan jabatannya sebagai Panglima Laôt kepada pejabat baru, yakni Imran. Harapan beliau kepada Panglima Laôt yang baru bisa menjadi pemimpin yang baik bagi nelayan dan bagi masyarakat Lampuuk, terutama demi kesejahteraan para nelayan tradisional di Lampuuk bahkan di Aceh secara keseluruhan. Secara lengkap paparan Tjut Muhammad Daoed sebagai berikut. “..semoga Panglima Laôt yang baru bisa menjadi pemimpin yang baik yang mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi. Pemimpin yang baik itu memiliki lima kriteria, yaitu ikhlas karena Allah SWT, penuh kasih sayang, jujur, adil dan bertanggung jawab. Apabila seorang pemimpin sudah memiliki kelima kriteria itu, InsyaAllah sampai mati pun dia akan tetap menjadi pemimpin..”
Potensi Sumberdaya Perikanan Lhok Lampuuk Sumberdaya perairan laut di Mukim Lampuuk sebagian besar dimanfaatkan untuk perikanan tangkap. Wilayah penangkapan masyarakat berada di sekitar area Mukim Lampuuk atau masyarakat menyebutnya dengan lhok. Rata-rata nelayan Lampuuk mempunyai perahu mesin yang biasa mereka sebut dengan Boot 5 GT. Ukuran dan kekuatan armada yang ada diduga memengaruhi usaha penangkapan sumberdaya perairan di kawasan tersebut. Nelayan-nelayan Lampuuk hampir
32 keseluruhannya menggunakan armada tangkap yang bersifat tradisional dengan alat tangkap pancing biasa. Kegiatan penangkapan ikan di laut bagi nelayan mengenal dua musim, yaitu musim timur dan musim barat. Kedua musim ini biasanya terbagi setiap enam bulan dalam setahun. Musim timur yang terjadi di kawasan Lampuuk biasanya dikenal sebagai angin timur, pada bulan-bulan ini nelayan biasanya mendapatkan hasil yang besar. Pada musim ini, nelayan biasanya melaut pada malam hari dengan hasil tangkapan Ikan Tongkol, Kakap, Pari, dan Ikan-ikan karang. Musim barat juga dikenal oleh nelayan sebagai waktu angin barat yang menyebabkan ombak menjadi besar. Pada musim ini nelayan biasanya mulai melaut pada siang hari dengan hasil tangkapan Ikan Tenggiri dan Kerapu. Tabel 2 Kalender Musim Nelayan Lampuuk Aktivitas Nelayan
1
2
3
Bulan Ke(Periode Juni 2013-Mei 2014) 4 5 6 7 8 9 10
11
12
Intensitas Melaut Hasil Tangkapan Kegiatan Lain Keterangan: Rendah
Sedang
Tinggi
Tabel 2 di atas menunjukkan kalender musim nelayan di Lampuuk. Kalender musim ini disusun dari nomor satu sampai dua belas yakni dari bulan Juni tahun 2013 sampai dengan bulan Mei 2014. Kalender musim ini dibuat berdasarkan diskusi dengan para nelayan, dimana para nelayan difasilitasi oleh peneliti untuk me-recall kembali apa yang terjadi atau apa yang mereka lakukan sejak Juni 2013 sampai dengan Mei 2014 terkait dengan kegiatan melaut dan kegiatan lainnya. Berdasarkan hasil diskusi didapatkan bahwa pada bulan Juni tahun lalu dan Mei 2014 adalah masa transisi antara musim timur ke musim barat, dimana intensitas melaut nelayan rata-rata berada pada taraf sedang. Taraf sedang ini ditentukan karena para nelayan mengakui pada bulan tersebut mereka masih jarang yang melaut dikarenakan ada yang sudah mulai mempersiapkan diri menjelang musim barat, yakni memulai kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan melaut. Selanjutnya mulai dari bulan Juli sampai dengan November sudah masuk musim barat, sehingga jelas bahwa intensitas melaut para nelayan berkurang. Hal itu pun berbanding lurus dengan hasil tangkapannya, yakni juga rendah. Sementara itu untuk menutupi kekurangan pendapatan dari melaut, maka para nelayan melakukan kegiatan lain, seperti ke sawah, memancing di sungai, berdagang, menjadi kuli bangunan dan lain sebagainya. Musim barat pun selesai pada bulan Desembaer 2013 hingga April 2014. Para nelayan mulai meningkatkan intensitas melautnya. Biasanya di bulan-bulan awal musim timur, sangat banyak nelayan yang melaut karena sudah lama tidak melaut. Hal ini di buktikan dengan hasil tangkapan mereka yang banyak pula. Sementara itu kegiatan lain di luar melaut pun intensitasnya berkurang. Berikut adalah ungkapan dari Panglima Laot Lampuuk yang sekarang, Bapak IM(56 th)
33 “..bulan enam tahun lalu itu jarang ada yang ke laut, karena ada yang udah takut tapi masih ada juga yang berani, tapi itulah jarang... Pas bulan tujuh sampai bulan sebelas itu betul-betul jarang yang ke laut, cuma siang aja itu pun jarang kali, nelayan-nelayan tu ada yang pergi ke sawah, dagang, kok nggak jadi tukang...Mulai banyak melaut itu mulai bulan Desember sampai sekarang..”
Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk Latar Belakang Program Pengelolaan Bersama Perikanan merupakan program bersama yang dijalankan oleh nelayan yang didukung pemerintah dan LSM dalam rangka menyelamatkan lingkungan laut dan pesisir Lampuuk. Program ini mulai berjalan dari tahun 2010 hingga sekarang. Program ini berawal dari inisiatif Panglima Laot pada saat itu, Tjut M. Daoed, dimana beliau bersama beberapa nelayan terdekat menyadari akan lingkungan laut dan pesisir Lampuuk yang semakin terdegradasi sehingga jika dibiarkan akan semakin parah kerusakannya. Oleh karena itu sejak saat itu juga Panglima Laot langsung mengusulkan program Pengelolaan Bersama Perikanan ini kepada Imum Mukim dan para Keuchik yang ada di Lampuuk untuk kemudian akan disosialisasikan kepada para nelayan. Inisiatif Panglima Laot ini memang sebagai bentuk implementasi dari adat larangan melaut. Aturan adat Panglima Laôt yang terkait dengan pemeliharaan lingkungan laut ini mewajibkan para nelayan dalam menjalankan kegiatan melautnya dengan harus tetap menjaga kelestarian sumberdaya laut. Adat pemeliharaan lingkungan laut secara rinci diuraikan sebagai berikut. a. Dilarang melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan, pengambilanterumbu karang dan bahan-bahan lain yang dapat merusak lingkungan hidup ikan dan biota lainnya. b. Dilarang menebang/merusak pohon-pohon kayu di pesisir pantai laut seperti pohon arun/cemara, pandan, ketapang, bakau dan pohon lainnya yang hidup di pantai. c. Dilarang menangkap ikan/biota laut lainnya yang dilindungi (lumba-lumba, penyu dan lain sebagainya). d. Dilarang penggunaan jaring di area terumbu karang (daerah pemijahan). e. Adanya pengaturan penangkapan ikan yang bertanda (tagging). Program yang Dilaksanakan Setelah mendapat sambutan yang baik dari para nelayan, rapat perencanaan program dan pembentukan struktur kepengurusan langsung dilaksanakan hingga dua belas kali sebelum akhirnya pelaksanaan program mulai berjalan. Kepengurusan Program Bersama Perikanan ini pun akhirnya bernama Kawasan Bina Bahari atau Kabari yang diketuai sendiri oleh Panglima Laot. Berdasarkan hasil rapat perencanaan yang dilakukan, maka dirumuskanlah dua program utama dari Pengelolaan Bersama Perikanan sebagai berikut.
34
1. Penghijauan atau Reboisasi Kegiatan ini memang menjadi fokus utama dalam pengelolaan pesisir di Lampuuk sejak pasca tsunami hingga sekarang. Penghijuan ini dilakukan dengan menanam pohon disepanjang pantai Lampuuk, termasuk pohon mangrove. Perencanaan kegiatan ini dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi penanaman, penetapan waktu penanaman, penyiapan bibit pohon dan perencanaan dana. Selanjutnya pada pelaksanaan dimulai dari survey lokasi, pendistribusian bibit, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan atau pewaratan. Kegiatan ini selanjutnya akan dievaluasi, yakni dengan pertemuan yang diadakan oleh pihak-pihak yang terlibat membicarakan tentang kefektifan dan dampak program yang dilaksanakan dan respon atau umpan balik dari masyarakat nelayan. Selain penanaman pohon di sepanjang pantai yang sudah terlaksana, penanaman terumbu karang juga akan dilakukan dan masih dalam tahap persiapan. 2. Konservasi Penyu Program ini memiliki aktivitas utama yaitu membuat kolam penangkaran bagi penyu. Program ini bertujuan untuk menyelamatkan populasi penyu yang semakin lama jumlahnya semakin sedikit hingga mendekati kepunahan. Perencanaan kegiatan ini dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi kolam, penyiapan peralatan, penetapan waktu pembuatan dan perencanaan dana. Selanjutnya pada pelaksanaan dimulai dari survey lokasi, pendistribusian peralatan, penyiapan lokasi, pembuatan dan perawatan kolam. Kegiatan ini selanjutnya akan dievaluasi, yakni dengan pertemuan yang diadakan oleh pihak yang terlibat membicarakan tentang kefektifan dan dampak program yang dilaksanakan dan respon atau umpan balik masyarakat. Hingga saat ini sudah lebih dari 1.000 ekor tukik atau penyu yang dilepaskan kembali ke laut. Pihak-pihak yang Terlibat Pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk tentu berjalan karena ada pihak-pihak yang terlibat aktif di dalamnya. Pihak-pihak tersebut memiliki peran masing-masing yang mendukung terlaksananya pengelolaan bersama perikanan dengan baik. Pihak-pihak tersebut adalah sebagai berikut. 1. Panglima Laot Panglima Laot berperan sebagai pemimpin di kalangan para nelayan yang bertugas mengkoordinasikan satu atau lebih wilayah operasional nelayan dan menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah perairan dan pesisir di Lampuuk. Pada Pengelolaan Bersama Perikanan ini, Panglima Laot adalah inisiator utama sekaligus menjadi ketua pelaksana pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk. Dalam hal ini, Panglima Laot sebagai pemimpin berperan dalam mendorong anggotanya untuk berpartisipasi dan mengadakan rapat baik perencanaan maupun evaluasi. Selain itu Panglima
3 5
35 Laot berperan sebagai fasilitator yang berperan penting dalam mempertemukan semua stakeholder yang terlibat dalam program ini.
2. Nelayan Nelayan merupakan partisipan utama dalam program ini. Sebagai anggota kelompok nelayan di Lampuuk, para nelayan wajib berpartisipasi penuh pada program ini. Kewajiban tersebut tidak terlepas dari tujuan pengelolaan bersama perikanan yang ingin meningkatkan produktivitas nelayan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para nelayan tersebut. Oleh sebab itu, nelayan dengan aspirasi dan keterlibatan langsungnya mulai dari perencanaan hingga evaluasi berperan penting dalam keberlanjutan dari pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk. 3. Pemerintah Kecamatan Lhoknga dan Kabupaten Aceh Besar Mukim Lampuuk yang menjadi lokasi pengelolaan bersama perikanan merupakan bagian dari Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Oleh sebab itu, berjalannya pengelolaan bersama perikanan ini, tidak lepas dari peran pemerintah kecamatan yang berkoordinasi langsung dengan pemerintah kabupaten Aceh Besar. Dalam hal ini, pihak kecamtan dan kabupaten sudah memberikan beberapa bantuan dan dukungan kepada Kawasan Bina Bahari untuk menunjang pelaksanaan program tersebut. Bantuan tersebut berupa uang dan fasilitas penunjang lainnya, seperti perahu, beberapa bibit pohon dan bahan material bangunan. 4. LSM Kawasan Bina Bahari (Kabari) LSM Kabari adalah LSM yang bergerak di bidang konservasi pesisir. LSM Kabari juga didirikan oleh para nelayan Lampuuk dan Panglima Laot Lampuuk pada saat itu, yakni Cut Muhammad Daud yang sekaligus menjabat sebagai ketua. LSM Kabari dibentuk bersamaan dengan berjalannya pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk.
36
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Responden dalam penelitian ini adalah nelayan anggota Kelompok Nelayan Lhokpasi Lampuuk yang berada di Mukim Lampuuk. Jumlah anggota Kelompok Nelayan Lhokpasi Lampuuk berjumlah 43 orang (termasuk Panglima Laot). Jumlah responden yang diambil adalah 36 orang, hal ini dikarenakan 7 orang responden tidak dapat ditemui oleh peneliti karena merantau, meninggal dunia dan beberapa orang lagi tidak bersedia dijadikan responden. Adapun karakteristik nelayan yang diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi usia responden, tempat tinggal responden, dan tingkat pendidikan responden.
Karakteristik Berdasarkan Usia Usia Responden adalah selisih antara Tahun responden dilahirkan hingga Tahun pada saat dilaksanakan penelitian ini dilakukan. Usia responden bervariasi, mulai dari 27 Tahun sampai 56 Tahun dengan rata-rata 39.7 Tahun. Usia responden dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu usia muda (21-30 Tahun), dewasa (31-50 Tahun), dan tua (lebih dari 50 Tahun). Dengan demikian, usia responden yang masuk ke dalam golongan usia muda sebesar 6 orang (16.7 persen), golongan dewasa sebesar 26 orang (72.2 persen) dan golongan tua sebesar 4 orang (11.1 persen). Tabel 3 Jumlah dan Persentase Responden menurut Golongan Usia Responden Usia Responden Jumlah Presentase (%) Muda (21-30) Dewasa (31-50) Tua (> 50) Jumlah
6
16.7
26
72.2
4
11.1
36
100.0
Karakteristik Berdasarkan Tempat Tinggal Karaktersitik tempat tinggal responden adalah gampong atau desa dimana responden mendirikan rumah dan hidup bersama keluarga. Seperti yang diketahui bahwa Mukim Lampuuk menaungi lima desa, yaitu Meunasah Lambaro, Meunasah Mesjid Lampuuk, Meunasah Cot, Meunasah Blang, dan Meunasah Balee. Dengan demikian, jumlah responden yang memiliki tempat tinggal di Desa Meunasah Lambaro sebesar 6 orang (16.7 persen), Desa Meunasah Mesjid Lampuuk sebesar 5 orang (13.9 persen), Desa Meunasah Cot sebesar 6 orang (16.7 persen), Desa Meunasah Blang sebesar 10 orang (27.7 persen), dan Desa Meunasah Balee sebesar 9 orang (25 persen).
37 Tabel 4 Jumlah dan Persentase Responden menurut Desa Tempat Tinggal Responden Desa Tempat Tinggal Responden Jumlah Presentase (%) Meunasah Lambaro Meunasah Mesjid Lampuuk Meunasah Cot Meunasah Blang Meunasah Balee
6 5 6 10 9
16.7 13.9 16.7 27.7 25.0
Jumlah
36
100.0
Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang telah ditempuh responden sampai penelitian ini dilakukan. Terlihat pada Tabel 4 bahwa sebesar 80.5 persen responden (29 orang) berpendidikan rendah, yakni tidak sekolah sebesar 27.7 persen (10 orang) dan tingkat SD atau MI sebesar 52.8 persen (19 orang). Walaupun demikian, sebenarnya sebagian besar responden bukan sama sekali tidak pernah sekolah, mereka pernah sekolah di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) namun tidak tamat. Sebesar 13.9 persen responden (5 orang) tingkat pendidikannya SMP dan sebesar 5.6 persen responden (2 orang) pernah menempuh pendidikan sampai SMA. Rendahnya pendidikan responden ini disebabkan terbatasnya akses responden untuk bersekolah pada zamannya. Bagi mereka pada saat itu sekolah merupakan sesuatu yang mewah dan sulit untuk dijangkau. Tabel 5 Jumlah dan Persentase Responden menurut Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Presentase (%) Tidak Sekolah SD/MI SMP/MTs SMA/MA
10 19 5 2
27.7 52.8 13.9 5.6
Jumlah
36
100.0
38
PERAN PANGLIMA LAÔT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN LAMPUUK Peran Panglima Laot dalam penelitian ini dilihat berdasarkan pandangan masyarakat, khususnya nelayan yang berpartisipasi dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Mukim Lampuuk ini. Peran Panglima Laot dalam hal ini adalah bagaimana seorang Panglima Laot sebagai pemimpin bagi para nelayan dapat mendorong partisipasi nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan ini. Variabel peran yang diukur berdasarkan peran seorang pemimpin dari Robbins (2002), yaitu memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat dalam mencapai tujuan, dan mewakili kelompok. Keempat variabel tersebut akan dilihat berdasarkan kegiatan atau aktivitas utama dalam Pengelolaan Bersama Perikanan, yakni 1) peran dalam penanaman pohon dan 2) peran dalam pembuatan kolam penangkaran penyu.
Peran Panglima Laot dalam Program Penanaman Pohon Program penanaman pohon merupakan kegiatan utama yang dilakukan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk. Penanaman pohon sudah menjadi fokus utama di Lampuuk sejak pasca tsunami. Oleh karena itu, Panglima Laot berinisiatif meneruskan kegiatan ini melalui pengelolaan bersama perikanan. Bersama dengan nelayan, hampir di sepanjang pantai Lampuuk sudah ditanami pohon-pohon, seperti pohon cemara, kelapa dan beberapa pohon lainnya. Tujuannya tentu untuk mengembalikan keasrian dan keindahan pantai sehingga mendukung peningkatan pendapatan nelayan dan masyarakat Lampuuk, baik di sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan, terutama sektor pariwisata. Sebagai seorang pemimpin, tugas utama Panglima Laot adalah mendorong anggotanya, yakni nelayan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Peran tersebut telah diukur berdasarkan peran seorang pemimpin dari Robbins (2002), yaitu memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat dan mewakili kelompok. Peran Panglima Laot ini dilihat berdasarkan pandangan nelayan anggota yang berpartisipasi dalam program penanaman pohon. Hasil dari lapangan menunjukkan data kuesioner sebagai berikut. Peran Pan gli ma Laot Dalam Program Pen an aman Poh on Sering
Selalu 65
Jarang
MEMBERI INFORMASI
Gambar 2
MENGAWASI KEGIATAN
MEMBERI SEMANGAT
12 0
1
17
31
34
45
42 3
10
18
21
42
35
56
Tidak Pernah
MEWAKILI KELOMPOK
Grafik Jawaban Responden tentang Peran Panglima Laot dalam Penanaman Pohon
3 9
39
Setiap indikator peran diberi 3 pertanyaan untuk 36 responden yang didapat, maka setiap indikator memiliki 108 pertanyaan yang terkait dengan peran Panglima Laot. Gambar 2 menunjukkan bahwa menurut nelayan peran Panglima Laot dalam memberi informasi tentang penanaman pohon didominasi oleh jawaban sering, walaupun jawaban jarang berada tipis di bawahnya. Sedangkan untuk peran mengawasi kegiatan, jawaban sering dan selalu mendominasi masing-masing 42 dan 45. Sementara itu peran memberi semangat didominasi oleh jawaban sering yang mencapai 56. Terakhir, peran Panglima Laot dalam mewakili kelompok menunjukkan jawaban selalu mendominasi dengan nilai 65. Berdasarkan jawaban tersebut, penulis mengkategorikan peran Panglima Laot secara keseluruhan menjadi lemah, sedang dan kuat dengan presentase berdasarkan jumlah reseponden sebagai berikut. Tabel 6 Jumlah dan Presentase Responden menurut Peran Panglima Laot dalam Program Penanaman Pohon Peran Panglima Laot Jumlah Responden Presentase (%) Lemah Sedang Kuat
15 21
41.7 58.3
Jumlah
36
100.0
Tabel 6 menunjukkan bahwa sebanyak 58,3 persen responden menganggap peran Panglima Laot dalam mendorong partisipasi masyarakat pada program penanaman pohon termasuk kuat. Sementara sebanyak 41,7 persen lainnya menganggap peran Panglima Laot termasuk dalam kategori sedang. Dari hasil wawancara beberapa responden, penulis memang menemukan jawaban yang beragam. Beberapa responden menganggap bahwa Panglima Laot kurang menyosialisasikan program penanaman pohon, walaupun mereka sebenarnya mengetahui program tersebut, bahkan juga ikut berpartisipasi. Hal tersebut diungkapkan oleh Bapak SU (44 th) “..saya jarang dengar Panglima Laot ngasih tau masalah reboisasi tu, tapi saya tau dari kawan-kawan nelayan yang lain. Mungkin karena saya juga nggak terlalu dekat sama Panglima Laot, tapi saya ikut kok kalau ada kegiatan-kegiatan gitu..” Memang beberapa responden mengaku tidak begitu dekat dengan Panglima Laot sehingga mereka jarang mendapat informasi. Namun, sebagian besar responden mengakui bahwa Panglima Laot sering bahkan selalu memberikan informasi dan motivasi kepada mereka tentang banyak hal, termasuk program penanaman pohon ini. Peran Panglima Laot dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Pembuatan kolam penangkaran merupakan aktivitas utama dalam program konservasi penyu yang dijalankan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk. Program konservasi ini mendapatkan banyak dukungan baik dari
40 pemerintah maupun LSM setempat. Selain itu dengan adanya kolam penangkaran, pantai Lampuuk semakin menarik bagi para wisatawan untuk berkunjung karena para wisatawan ingin melihat penyu. Sama seperti peran pada penanaman pohon, tugas utama Panglima Laot adalah mendorong para nelayan untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Peran tersebut telah diukur berdasarkan peran seorang pemimpin dari Robbins (2002), yaitu memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat dan mewakili kelompok. Peran Panglima Laot ini dilihat berdasarkan pandangan responden yang berpartisipasi dalam pembuatan kolam penangkaran penyu. Hasil dari lapangan menunjukkan data kuesioner sebagai berikut. Peran Pan gli ma Laot Dalam Pemb u at an K olam Pen an gkaran Pen yu Jarang
Sering
Selalu
39
45
22
24
23
MEMBERI INFORMASI
MENGAWASI KEGIATAN
MEMBERI SEMANGAT
2
1
0
2
8
19
30
39
31
64
83
Tidak Pernah
MEWAKILI KELOMPOK
Gambar 3 Grafik Jawaban Responden tentang Peran Panglima Laot dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Dari gambar 3, terlihat ada sedikit perbedaan antara jawaban responden terhadap peran dalam penanaman pohon dengan peran dalam pembuatan kolam, walaupun secara keseluruhan grafik menunjukkan tren yang hampir sama dari keduanya. Pada peran memberikan informasi, jawaban jarang, sering dan selalu sangat tipis perbedaannya, berturut-turut 31, 39 dan 30. Peran mengawasi kegiatan didominasi dengan jawaban selalu yang berjumlah 64 jawaban. Sementara dalam memberi semangat, jawaban sering dan selalu tercatat paling banyak masingmasing 45 dan 39. Terakhir, jawaban untuk peran Panglima Laot dalam mewakili kelompok didominasi dengan jawaban selalu yang mencapai 83. Gambar 3 menunjukkan bahwa peran Panglima Laot dalam mendorong partisipasi nelayan pada pembuatan kolam penangkaran penyu lebih kuat dibandingkan pada program penanaman pohon. Hal ini didukung oleh ungkapan dari salah satu responden, yakni Bapak KH (38 th) “..memang Panglima Laot kelihatannya lebih fokus sama masalah penyu, makanya nelayan-nelayan tu banyak dikasih tau masalah penangkaran penyu. Mungkin karena program ini kan lebih baru juga daripada reboisasi..” Hal tersebut pun terbukti pada pengkategorian peran tersebut ke dalam tabel sebagai berikut.
41 Tabel 7 Jumlah dan Presentase Responden menurut Peran Panglima Laot dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Peran Panglima Laot Jumlah Responden Presentase (%) Lemah Sedang Kuat
7 29
19.4 80.6
Jumlah
36
100.0
Tabel 7 memperlihatkan bahwa peran Panglima Laot dalam pembuatan kolam penangkaran penyu ini tergolong kuat. Presentase responden yang mengakui peran dari Panglima Laot kuat mencapai 80,6 persen. Sementara sisanya adalah sedang dengan presentase 19,4 persen. Seperti yang diungkapkan salah seorang responden sebelumnya, hal yang sama juga disampaikan sendiri oleh Panglima Laot, Bapak Tjoet M. Daoed “..program konservasi penyu ini memang jadi fokus kabari sejak tahun 2012 dan pembuatan kolam yang paling utama kita lakukan karena kalau kolamnya belum jadi, konservasi penyu pun nggak akan jalan, makanya saya pun harus ngajak masyarakat, khususnya nelayan anggota supaya bisa bergotong-royong membuat kolam penyu..” Ungkapan Panglima Laot tersebut menunjukkan bahwa pembuatan kolam penangkaran merupakan kegiatan utama dalam program konservasi penyu, sehingga sangat penting bagi Panglima Laot dalam mendorong partisipasi nelayan untuk bergotong-royong dalam pembuatan kolam penangkaran penyu. Hal tersebut pun terbukti dengan hasil yang didapat bahwa 29 dari 36 responden mengakui bahwa peran Panglima Laot dalam sosialiasasi dan mendorong partisipasi nelayan pada pembuatan kolam penangkaran penyu adalah kuat.
42
PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN LAMPUUK Partisipasi nelayan pada Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk ini diukur berdasarkan tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979). Tingkat partisipasi ini terbagi dalam empat tahap, yaitu partisipasi pada tahap perencanaan, partisipasi pada tahap pelaksanaan, partisipasi pada tahap menikmati hasil dan partisipasi pada tahap evaluasi. Keempat tahap ini dilihat berdasarkan masingmasing kegiatan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan, yaitu 1) tingkat partisipasi nelayan dalam program penanaman pohon dan 2) tingkat partisipasi nelayan dalam pembuatan kolam penangkaran penyu. Dalam hal ini bentuk partisipasi dilihat berdasarkan sumbangan tenaga, pikiran, materi dan waktu dari para responden.
Bentuk-bentuk Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk Secara sederhana partisipasi bisa diartikan sebagai keikutsertaan seseorang, kelompok atau masyarakat dalam proses pembangunan. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa seseorang, kelompok, atau masyarakat dapat memberikan kontribusi/sumbangan yang sekiranya dapat menunjang keberhasilan dari proyek/program pembangunan (Laksana 2013). Lubis (2009) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa meluangkan waktu dengan keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Bentuk-bentuk partisipasi nelayan pada pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk adalah sebagai berikut. 1) Partisipasi nelayan dalam bentuk sumbangan waktu berarti adanya kemauan dari nelayan untuk meluangkan waktunya atau bahkan mengorbankan waktunya untuk berpartisipasi pada kegiatan pengelolaan bersama perikanan, baik pada program penanaman pohon maupun pada pembuatan kolam penangkaran. 2) Partisipasi nelayan dalam bentuk sumbangan tenaga adalah adanya kemauan dari nelayan untuk terlibat langsung secara teknis pada pengelolaan bersama perikanan dalam hal kegiatan kerja berat yang melibatkan aspek fisik dari nelayan. Contohnya adalah para nelayan terlibat langsung dalam membuat kolam atau menanam pohon. 3) Partisipasi nelayan dalam bentuk materi adalah adanya keikutsertaan nelayan dengan menyumbangkan uang, fasilitas yang mendukung, konsumsi, dan peralatan yang dibutuhkan. 4) Partisipasi dalam bentuk pikiran adalah partisipasi nelayan yang ditunjukkan dengan keikutsertaan dalam menyumbangkan ide, saran dan kritiknya dalam berbagai rapat yang diadakan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk.
4 3
43
Berdasarkan data di lapangan, maka didapat jumlah dan presentase bentuk partisipasi responden pada pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk sebagai berikut. Tabel 8
Jumlah dan Presentase Responden menurut Bentuk Partisipasi pada Program Penanaman Pohon Jumlah Responden dari Bentuk Partisipasi Tingkat Partisipasi Waktu Tenaga Materi Pikiran n % n % n % n % Tinggi 34 94.4 27 75.0 6 16.7 27 75.5 Sedang 2 5.6 9 25.0 17 47.2 7 19.4 Rendah - 13 36.1 2 5.6 Total 36 100.0 36 100.0 36 100.0 36 100.0 Tabel 8 menunjukkan bahwa presentase partisipasi dalam bentuk curahan waktu, tenaga dan pikiran tergolong tinggi. Tercatat 94.4 persen dari 36 responden memiliki curahan waktu yang tinggi, sementara sisanya berada pada taraf sedang. Pada partisipasi dalam bentuk sumbangan tenaga, 75 persen responden tergolong tinggi, sedangkan sisanya tergolong sedang. Pada partisipasi dalam bentuk pikiran, 75 persen responden tergolong tinggi, 19.4 persen termasuk dalam kategori sedang, dan sisanya berada pada kategori rendah. Berbeda dengan tiga bentuk partisipasi sebelumnya, partisipasi nelayan dalam bentuk materi yang tergolong tinggi hanya 16.7 persen, 47.2 persen tergolong sedang, dan sisanya 36.1 persen tergolong rendah. Tabel 9
Jumlah dan Presentase Responden menurut Bentuk Partisipasi pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Jumlah Responden dari Bentuk Partisipasi Tingkat Partisipasi Waktu Tenaga Materi Pikiran n % n % n % n % Tinggi 35 97.2 34 94.4 15 41.7 30 83.3 Sedang 1 2.8 2 5.6 11 30.5 5 13.9 Rendah - 10 27.8 1 2.8 Total 36 100.0 36 100.0 36 100.0 36 100.0 Tabel 9 menunjukkan bahwa partisipasi nelayan dalam bentuk curahan waktu, tenaga, materi, dan pikiran tergolong tinggi. Tercatat 97.2 persen dari 36 responden memiliki curahan waktu yang tinggi, sementara sisanya berada pada taraf sedang. Pada partisipasi dalam bentuk sumbangan tenaga, 94.4 persen responden tergolong tinggi, sedangkan sisanya tergolong sedang. Pada partisipasi dalam bentuk materi, 41.7 persen responden tergolong tinggi, 30.5 persen termasuk dalam kategori sedang, dan sisanya 27.8 persen berada pada kategori rendah. Tidak berbeda dengan tiga bentuk partisipasi sebelumnya, partisipasi nelayan dalam
44 bentuk pikiran yang tergolong tinggi mencapai 83.3 persen, 13.9 persen tergolong sedang, dan sisanya 2.8 persen tergolong rendah.
Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan keterlibatan masyarakat dalam kegiatankegiatan yang merencanakan program pemberdayaan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerja (Cohen & Uphoff 1979). Perencanaan merupakan tahap awal dimana setiap program pembangunan akan dilaksanakan. Partisipasi yang tinggi dari masyarakat akan sangat mendukung keberhasilan perencanaan program. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perencanaan pada kegiatan penanaman pohon dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi penanaman, penetapan waktu penanaman, penyiapan bibit pohon dan perencanaan dana. Sementara perencanaan pada pembuatan kolam penangkaran penyu dimulai dari sosialisasi kepada masyarakat, penetapan lokasi kolam, penyiapan peralatan, penetapan waktu pembuatan dan perencanaan dana. Perbandingan tingkat partisipasi nelayan dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 10 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Penanaman Pohon Kolam Penangkaran Tingkat Partisipasi n % n % Rendah 3 8.3 1 2.8 Sedang 9 25.0 3 8.3 Tinggi 24 66.7 32 88.9 Jumlah 36 100.0 36 100.0 Tabel 10 menunjukkan presentase tingkat partisipasi yang berbeda dari kedua kegiatan. Walaupun tingkat partisipasi tinggi mendominasi, namun presentase tingkat partisipasi yang tinggi pada tahap perencanaan kegiatan penanaman pohon hanya 66.7 persen atau berjumlah 24 dari 36 responden. Sisanya sebanyak 8.3 persen pada tingkat partisipasi rendah dan 25 persen di tingkat partisipasi sedang. Sementara pada tahap perencanaan pembuatan kolam penangkaran, perbedaan ditunjukkan pada tabel, dimana nelayan yang berpartisipasi tinggi jumlahnya 32 dari 36 responden atau presentasenya mencapai 89 persen. Sementara sisanya 1 responden dengan tingkat partisipasi rendah atau 3 persen dan 3 orang responden dengan tingkat partisipasi sedang atau 8 persen.
Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pemberdayaan, sebab inti dari pemberdayaan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan
45 pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota program (Cohen & Uphoff 1979). Tahap pelaksanaan pada kegiatan penanaman pohon dimulai dari survey lokasi, pendistribusian bibit, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan atau perawatan pohon-pohon yang telah ditanam. Sementara pada pembuatan kolam penangkaran, pelaksanaan dimulai dari survey lokasi, pendistribusian peralatan, penyiapan lokasi, pembuatan dan perawatan kolam. Perbandingan tingkat partisipasi responden hasil dari lapangan disajikan pada tabel berikut. Tabel 11 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Penanaman Pohon Kolam Penangkaran Tingkat Partisipasi n % n % Rendah Sedang Tinggi Jumlah
5 31 36
13.9 86.1 100.0
2 34 36
5.5 94.5 100.0
Tabel 11 menunjukkan presentase tingkat partisipasi yang tinggi dari nelayan baik pada tahap pelaksanaan kegiatan penanaman pohon maupun pembuatan kolam penangkaran penyu. Hal tersebut ditunjukkan pada tabel, dimana nelayan yang berpartisipasi tinggi pada tahap pelaksanaan penanaman pohon jumlahnya adalah 31 dari 36 responden atau presentasenya mencapai 86.1 persen. Sementara pada tahap pelaksanaan pembuatan kolam penangkaran, sebanyak 34 responden atau 94.5 persen berada pada tingkat partisipasi tinggi. Sisanya adalah 5 orang responden atau 13.9 persen di tingkat partisipasi sedang pada tahp pelaksanaan penanaman pohon, sedangkan 2 orang responden atau 5.5 persen pada pembuatan kolam penangkaran penyu.
Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Menikmati Hasil Tahap menikmati hasil dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pemberdayaan, maka semakin besar manfaat program yang dirasakan, yang artinya program tersebut berhasil mengenai sasaran (Cohen & Uphoff 1979). Menikmati hasil merupakan tahapan partisipasi dimana setiap pihak yang terlibat, terutama masyarakat, dapat merasakan manfaat dari dilaksanakannya program atau suatu kegiatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil yang dapat dinikmati dari penanaman pohon adalah terjaganya pepohonan di pinggir pantai sehingga membuat suasana pantai menjadi lebih rindang. Hal tersebut bisa dimanfaatkan oleh para nelayan dalam menambah penghasilan rumahtangganya dengan memanfaatkan pepohonan tersebut. Sementara hasil yang bisa dinikmati dari kolam penangkaran adalah terjaganya populasi penyu dan bertambahnya jumlah wisatawan yang datang, dengan demikian para nelayan bisa memanfaatkan
46 kesempatan tersebut untuk menambah pendapatannya. Selain itu, hasil yang dicapai dari kedua kegiatan juga menambah kekompakan dari para nelayan. Perbandingan tingkat partisipasi responden hasil dari lapangan disajikan pada tabel 9 berikut. Tabel 12 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi Tahap Menikmati Hasil Program Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Penanaman Pohon Kolam Penangkaran Tingkat Partisipasi N % n % Rendah 3 8.3 1 2.8 Sedang 17 47.2 9 25.0 Tinggi 16 44.5 26 72.2 Jumlah 36 100.0 36 100.0 Berdasarkan Tabel 12, didapatkan hasil yang berbeda pada tahap menikmati hasil dari kedua kegiatan. Pada kegiatan penanaman pohon, presentase responden dengan tingkat partisipasi sedang lebih mendominasi, yakni sebanyak 17 responden atau 47.2 persen. Sedangkan sisanya adalah 16 responden ditingkat partisipasi tinggi dan 3 responden pada tingkat partisipasi rendah. Sementara tingkat partisipasi dalam menikmati hasil pada pembuatan kolam penangkaran, responden dengan tingkat partisipasi tinggi berjumlah 26 atau 72.2 persen. Sisanya adalah 1 responden pada tingkat partisipasi rendah dan 9 responden pada tingkat partisipasi sedang.
Tingkat Partisipasi Nelayan Pada Tahap Evaluasi Tahap evaluasi dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya (Cohen & Uphoff 1979). Baik pada penanaman pohon maupun pembuatan kolam penangkaran, evaluasi dilakukan dengan pertemuan yang diadakan oleh pihak-pihak yang terlibat membicarakan tentang keefektifan dan dampak program yang dilaksanakan dan respon atau umpan balik dari masyarakat nelayan. Perbandingan tingkat partisipasi responden hasil dari lapangan disajikan pada tabel 13 berikut. Tabel 13 Jumlah dan Presentase Responden menurut Tingkat Partisipasi Tahap Evaluasi Penanaman Pohon dan Pembuatan Kolam Penangkaran Penanaman Pohon Kolam Penangkaran Tingkat Partisipasi n % n % Rendah Sedang 2 5.5 1 2.8 Tinggi 34 94.5 35 97.2 Jumlah 36 100.0 36 100.0
47 Tabel 13 menunjukkan presentase tingkat partisipasi yang tinggi dari nelayan pada tahap evaluasi penanaman pohon dan pembuatan kolam penangkaran. Hal tersebut ditunjukkan pada tabel, dimana nelayan yang berpartisipasi tinggi pada tahap evaluasi penanaman pohon jumlahnya adalah 34 dari 36 responden atau presentasenya mencapai 94.5 persen. Sementara pada tahap evaluasi pembuatan kolam penangkaran, sebanyak 35 responden atau 97.2 persen berada pada tingkat partisipasi tinggi. Sisanya adalah 2 orang responden atau 13.9 persen di tingkat partisipasi sedang pada tahap evaluasi penanaman pohon, sedangkan 1 orang responden atau 2.8 persen pada pembuatan kolam penangkaran penyu. Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Program Penanaman Pohon Partisipasi memang menjadi kunci pada setiap program pembangunan, apalagi jika memang program atau kegiatan tersebut memerlukan keterlibatan banyak orang. Hal tersebut pun berlaku bagi program penanaman pohon di Lampuuk. Sumarjo dan Saharuddin seperti dikutip oleh Siregar (2009) mendefinisikan partisipasi sebagai peran serta seseorang atau kelompok orang dalam suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu yang secara sadar diinginkan oleh pihak yang berkepentingan. Terwujudnya partisipasi nelayan dalam penanaman pohon tentunya akan berdampak baik bagi program tersebut sehingga output yang diinginkan bisa tercapai. Seperti yang diketahui bahwa, tingkat partisipasi diukur berdasarkan tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979), yakni mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Hasil penelitian di lapangan disajikan pada gambar berikut. Tingkat Partispasi Nelayan Pada Program Penanaman Pohon Di Lampuuk (N=36) Sedang 19,4%
Rendah 0
Tinggi 80,6%
Gambar 4 Presentase Tingkat Partisipasi Nelayan pada Kegiatan Penanaman Pohon di Lampuuk. Gambar 4 menunjukkan bahwa nelayan yang tingkat partisipasinya tinggi berjumlah 29 dari 36 responden atau mencapai 80.6 persen. Sedangkan sisanya berada pada tingkat partisipasi sedang dengan presentase 19.4 persen. Tingginya presentase tingkat partisipasi nelayan ini memang terbukti dari hasil wawancara, dimana hampir seluruh responden mengakui ikut menyumbangkan tenaga, pikiran, waktu dan materinya pada program penanaman pohon, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap evaluasi. Selain karena faktor sosok seorang Panglima Laot, tingginya partisipasi ini juga didukung oleh faktor lokasi penanaman pohon, yakni di pantai. Jika tidak ada kegiatan melaut, para nelayan di Lampuuk yang tergabung dalam keanggotaan Panglima Laot, selalu berkumpul di
48 Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang terletak di pantai yang lokasinya tidak jauh dengan lokasi pohon-pohon tersebut ditanam. Salah satu responden mengakui keikutsertaannya pada program penanaman pohon, yakni Bapak Ali ( 34 th) “..kalau ikut semua rata-rata ikut dek, karena kami sering kumpul di TPI kalau nggak mancing ke laut. Kebetulan tempat nanam pohonpohon tu dekat situ juga, kan ngga enak kalau yang lain kerja kita nggak ikut..” Jumlah responden yang berpartisipasi akan lebih jelas terlihat pada setiap tahapan partisipasi nelayan. Gambar di bawah menunjukkan bahwa partisipasi nelayan pada setiap tahap termasuk dalam kategori tinggi, walaupun pada tahap menikmati hasil berbeda tipis antara kategori sedang dan tinggi. Berikut adalah grafik jumlah responden berdasarkan tahap partisipasi pada program penanaman pohon di Lampuuk. Jumlah Responden Berdasarkan Tahap Partisipasi Program Penanaman Pohon 40
34
31 30
24 16
20 9
10
3
17
5
3
0
2
0
0 Perencanaan
Pelaksanaan Tinggi
Gambar 5
4 9
Menikmati Hasil Sedang
Evaluasi
Rendah
Jumlah Responden berdasarkan Tahap Partisipasi pada Program Penanaman Pohon
Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu
Sama halnya dengan kegiatan penanaman pohon, partisipasi juga menjadi kunci sukses terwujudnya keberhasilan dalam pembuatan kolam penangkaran penyu. Selain itu juga tingkat partisipasi diukur berdasarkan tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979), yakni mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Berdasarkan pembahasan tahap partisipasi sebelumnya sudah menunjukkan bahwa presentase tingkat partisipasi responden pada setiap tahapan didominasi oleh tingkat partisipasi yang tinggi. Hal tersebut pun dibuktikan pada gambar berikut yang menyajikan presentase tingkat partisipasi responden setelah seluruh tahapan partisipasi diakumulasikan.
49 Tingkat Partispasi Nelayan Pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Di Lampuuk (N=36) Sedang 8,3%
Rendah 0
Tinggi 91,7%
Gambar 6 Presentase Tingkat Partisipasi Nelayan pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu di Lampuuk. Berdasarkan Gambar 6, bisa dilihat bahwa presentase responden dengan tingkat partisipasi tinggi lebih banyak dibandingkan dengan tingkat partisipasi pada kegiatan penanaman pohon. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 33 responden atau 91.7 persen dari 36 responden adalah presentase responden dengan tingkat partisipasi yang tinggi. Sementara hanya 3 responden atau 8.3 persen presentase responden yang termasuk dalam golongan tingkat partisipasi sedang. Hal ini berbanding lurus dengan hasil pembahasan pada bab sebelumnya, dimana Panglima Laot sangat intensif dalam menggerakkan masyarakat, terutama nelayan anggota untuk bergotong-royong dalam pembuatan kolam penangkaran penyu. Hal ini didukung oleh ungkapan salah seorang responden, yaitu Bapak Naz (30 th). “..semuanya ikut dek, pokoknya rame lah, mulai dari sosialisasi sampe kumpul-kumpul rutin kayak evaluasi gitu. Panglima Laot pun sering ingatin sama ngajak juga dek..” Berdasarkan hasil dari beberapa tabel dan gambar di atas bisa dikatakan bahwa secara keseluruhan tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk memiliki presentase yang tinggi. Terlepas dari kuat atau tidaknya peran Panglima Laot dalam mendorong partisipasi masyarakat pada pembahasan di bab sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan memiliki kepedulian yang tinggi terhadap keselamatan lingkungan pesisir di Lampuuk. Hal tersebut dibuktikan dengan tingginya presentase tingkat partisipasi para nelayan baik dalam kegiatan penanaman pohon maupun pembuatan kolam penangkaran penyu. Jumlah responden yang berpartisipasi akan lebih jelas terlihat pada setiap tahapan partisipasi nelayan. Gambar di bawah menunjukkan bahwa jumlah partisipasi nelayan yang termasuk dalam kategori tinggi di setiap tahap pada pembuatan kolam penangkaran lebih banyak dari program penanaman pohon. Berikut adalah grafik jumlah responden berdasarkan tahap partisipasi pada pembuatan kolam penangkaran penyu di Lampuuk.
50
Jumlah Responden Berdasarkan Tahap Partisipasi Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu 40
35
34
32
26
30 20
9
10
3
1
2
1
0
1
0
0 Perencanaan
Pelaksanaan Tinggi
Menikmati Hasil Sedang
Evaluasi
Rendah
Gambar 7 Jumlah Responden berdasarkan Tahap Partisipasi pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Keterkaitan Bentuk-bentuk Partisipasi dengan Tahapan Partisipasi Bentuk-bentuk partisipasi nelayan pada pengelolaan bersama perikanan juga dapat dilihat dalam setiap tahapan partisipasi, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, sampai dengan evaluasi. Bentuk partisipasi dalam hal ini tergantung pada tahap mana nelayan tersebut berpartisipasi, misalnya pada tahap perencanaan dan evaluasi, partisipasi nelayan lebih banyak dalam bentuk sumbangan pikiran. Sementara pada tahap pelaksanaan dan menikmati hasil lebih banyak partisipasi dalam bentuk tenaga. Berikut adalah tabel jumlah responden yang partisipasinya tinggi berdasarkan keterkaitan antara bentuk partisipasi dengan tahapan partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk. Tabel 14 Jumlah Responden menurut Bentuk Partisipasi dan Hubungannya dengan Tahapan Partisipasi Nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan Tahapan
Jumlah Responden Program penanaman pohon Pembuatan kolam penangkaran penyu Bentuk* 1 2 3 4 1 2 3 4 Perencanaan 36 25 6 33 36 36 15 32 Pelaksanaan 35 36 6 28 35 36 18 28 Menikmati Hasil 31 27 4 15 34 31 7 26 Evaluasi 33 20 8 32 35 33 20 34 Rata-rata 34 27 6 27 35 34 15 30 Keterangan: *) Bentuk = (1, 2, 3, 4) (1 = Sumbangan waktu, 2 = Sumbangan tenaga, 3 = Sumbangan materi, dan 4 = Sumbangan pikiran) Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tahap perencanaan dan evaluasi, baik dalam program penanaman pohon maupun pembuatan kolam penangkaran, jumlah nelayan yang tergolong berpartisipasi tinggi dalam bentuk sumbangan pikiran tergolong banyak. Jumlah nelayan dari total 36 orang nelayan yang berpartisipasi dalam bentuk sumbangan pikiran masing-masing 33 orang dan 32 orang pada
51 perencanaan dan evaluasi program penanaman pohon, sedangkan dalam pembuatan kolam penangkaran masing-masing 32 orang pada tahap perencanaan dan 34 orang pada tahap evaluasi. Selain itu jumlah partisipasi nelayan dalam bentuk sumbangan tenaga pada tahap perencanaan dan evaluasi pembuatan kolam juga tinggi, tercatat masing 36 orang dan 33 orang. Sementara itu pada program penanaman pohon berjumlah 25 orang pada tahap perencanaan dan 20 orang pada tahap evaluasi. Pada tahap pelaksanaan, baik pada program penanaman pohon maupun pembuatan kolam penangkaran, semua nelayan yakni sebanyak 36 orang turut menyumbangkan tenaganya. Sementara itu dalam menyumbangkan pikirannya dalam pelaksanaan di kedua program juga sama jumlahnya, yakni 28 orang. Di lain pihak, partisipasi nelayan pada tahap menikmati dan memanfaatkan hasil lebih banyak pada sumbangan tenaga dan pikiran. Tercatat sumbangan tenaga dan pikiran pada tahap menikmati hasil program penanaman pohon berjumlah 27 orang dan 15 orang. Sementara itu pada pembuatan kolam penangkaran, jumlah sumbangan tenaga dan pikirannya masing-masing 31 dan 26 orang. Dari keempat bentuk partisipasi nelayan tersebut, partisipasi dalam bentuk materi yang tidak terlalu tinggi. Tercatat pada program penanaman pohon jika dirata-rata dari setiap tahap, hanya berjumlah 6 orang yang berpartisipasi dalam bentuk menyumbangkan materi berupa uang, konsumsi atau peralatan yang mendukung. Sementara pada pembuatan kolam penangkaranm, jika dirata-rata jumlahnya lebih besar yaitu 15 orang dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Selanjutnya partisipasi dalam meluangkan waktu dari setiap tahap pada kedua program tergolong tinggi karena dalam hal ini meluangkan waktu berarti hanya melihat tingkat kehadiran dari para nelayan.
52
PENGARUH PERAN PANGLIMA LAOT TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN Pada bagian ini dianalisis pengaruh peran Panglima Laot dalam mendorong partisipasi nelayan tehadap tingkat partisipasi nelayan itu sendiri dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk. Seperti yang diketahui bahwa peran Panglima Laot diukur berdasarkan peran seorang pemimpin dari Robbins (2002), yaitu memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok. Sedangkan tingkat partisipasi berdasarkan tingkat partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979) yang terbagi dalam empat tahap, yaitu partisipasi pada tahap perencanaan, partisipasi pada tahap pelaksanaan, partisipasi pada tahap menikmati hasil dan partisipasi pada tahap evaluasi. Terkait dengan hal ini, pertanyaan mengenai partisipasi yang disertakan pada kuesioner berkaitan dengan sumbangan tenaga, pikiran, materi dan waktu dari para responden dalam partisipasinya baik pada Program Penanaman Pohon maupun pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu. Pengaruh Peran Panglima Laot terhadap Tingkat Partisipasi Nelayan pada Program Penanaman Pohon di Lampuuk Lubis (2009) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Dalam hal ini, peran seorang pemimpin tentu diperlukan dalam memacu anggotanya untuk bergerak dan bekerja sehingga terwujudlah partisipasi sebagai kunci sukses dalam sebuah program atau kegiatan pembangunan. Pada kegiatan penanaman pohon ini, partisipasi nelayan sangat berperan penting dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan. Hal tersebut diungkapkan sendiri oleh Tjut M. Daoed, Panglima Laot pada saat itu, bahwa para nelayan sangat diharapkan partisipasinya dalam penanaman pohon mulai dari awal hingga akhir program. Oleh karena itu, Panglima Laot sebagai inisiator program sekaligus sebagai pemimpin para nelayan mempunyai peran penting, yakni mendorong partisipasi nelayan pada kegiatan penanaman pohon ini. Peran Panglima Laot dalam hal ini adalah dalam memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat dan mewakili kelompok, tentunya terkait dengan program penanaman pohon. Berdasarkan hal ini, penulis menduga bahwa semakin kuat peran Panglima Laot maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi nelayan dalam kegiatan penanaman pohon. Hubungan antara peran Panglima Laot dengan tingkat partisipasi nelayan dalam program penanaman pohon dapat dilihat pada tabel silang berikut.
5 3
53
Tabel 15 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Peran Panglima Laot dengan Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Program Penanaman Pohon Peran Tingkat Partisipasi Nelayan Total Panglima Laot Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Lemah Sedang 4 11.1 12 33.3 16 45.4 Kuat 3 8.4 17 47.2 20 55.6 Total 7 19.5 29 80.5 36 100.0 Tabel 15 dapat dijelaskan bahwa dari 36 responden, terdapat 16 orang yang menganggap peran Panglima Laot tergolong sedang dan 20 orang kuat. Dari 36 responden, 7 orang tergolong partisipasi sedang dan 29 orang dengan partisipasi tinggi. Dari 20 responden yang menganggap peran Panglima Laot tergolong tinggi, 3 orang tergolong partisipasi sedang dan 17 orang dengan partisipasi tinggi. Dari 16 responden yang menganggap peran Panglima Laot tergolong sedang, 4 orang tergolong partisipasi sedang dan 12 orang dengan partisipasi tinggi. Dari 36 responden tidak ada yang tergolong menganggap peran Panglima Laot lemah dan tingkat partisipasi rendah. Berdasarkan hasil uji regresi linear berganda yang dilakukan dengan program SPSS V.20 for Windows, dapat dilihat pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam penanaman pohon pada tabel berikut. Tabel 16 Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam kegiatan penanaman pohon Collinearity Statistics* Variabel t Sig Tolerance VIF Memberi informasi 0.156 0.877 0.746 1.341 Mengawasi kegiatan 1.253 0.219 0.622 1.607 Memberi semangat 1.548 0.132 0.876 1.141 Mewakili kelompok 0.143 0.887 0.846 1.182 R Square total 0.195 *Collineary Statistics digunakan untuk uji asumsi klasik multikolinearitas yang berfungsi untuk melihat apakah terjadi multikolineritas pada data yang diuji statistik. Multikolineritas tidak terjadi jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Kolom collinearity statistics pada Tabel 9 menunjukkan pada data yang diuji tidak terjadi multikolinearitas
Tabel 16 secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai R Square menunjukkan bahwa 19.5 persen dari variance tingkat partisipasi dapat dijelaskan oleh perubahan nilai variabel memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok. Oleh sebab itu bisa disimpulkan bahwa tingkat partisipasi nelayan dalam program penanaman pohon 19.5 persen dapat dipengaruhi oleh peran Panglima Laot. Untuk lebih jelasnya, akan dijelaskan pengaruh dari setiap variabel sebagai berikut.
54 Pengujian pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi dilakukan dengan menguji empat variabel independen, yaitu memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok. Uji hipotesis pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam penanaman pohon dapat dijabarkan sebagai berikut. H0 = Peran memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi H1 = Peran memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok berpengaruh terhadap tingkat partisipasi Hipotesis tersebut diuji dengan melihat nilai signifikansi hasil pengujian dengan analisis regresi linear berganda. Kriteria pengujian hipotesis dengan uji statistik regresi adalah jika nilai signifikansi > 0.05 maka terima H 0, dan jika nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0 dan terima H1. Berdasarkan hasil uji statistik regresi dalam Tabel 14 dapat dilihat bahwa keempat variabel peran memiliki nilai signifikansi yang berbeda, yaitu peran memberi informasi sebesar 0.877, mengawasi kegiatan sebesar 0.219, memberi semangat sebesar 0.132, dan mewakili kelompok sebesar 0.887. Nilai signifikansi dari keempat variabel > 0,05 maka terima H0. Dapat disimpulkan bahwa peran Panglima Laot dalam memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok tidak signifikan mempengaruhi tingkat partisipasi nelayan dalam program penanaman pohon di Lampuuk.
Pengaruh Peran Panglima Laot terhadap Tingkat Partisipasi Nelayan pada Pembuatan Kolam Penangkaran di Lampuuk Seperti halnya dengan program penanaman pohon, pembuatan kolam penangkaran penyu di Lampuuk juga perlu melibatkan partisipasi masyarakat, dalam hal ini adalah nelayan. Oleh sebab itu pemimpin memegang peran penting dalam mendorong partisipasi masyarakat. Pada pembuatan kolam penangkaran penyu ini, Panglima Laot sebagai pemimpin para nelayan nerperan penting dalam mendorong partisipasi nelayan agar ikut andil dalam kegiatan tersebut. Hasil dari penelitian ini akan menggambarkan pengaruh peran Panglima Laot dalam mendorong partisipasi nelayan terhadap tingkat partisipasi nelayan itu sendiri dalam pembuatan kolam penangkaran penyu di Lampuuk. Peran Panglima Laot sebagai pemimpin diukur berdasarkan peran pemimpin menurut Robbins (2002), yaitu peran dalam memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat dan mewakili kelompok. Keempat indikator ini ditanyakan kepada 36 responden yang ada dengan instrumen kuesioner. Selanjutnya tingkat partisipasi dilihat dari tahapan-tahapannya, yaitu mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan tahap evaluasi. Hubungan antara peran Panglima Laot dengan tingkat partisipasi nelayan dalam program penanaman pohon dapat dilihat pada tabel silang berikut.
55 Tabel 17 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Peran Panglima Laot dengan Tingkat Partisipasi Nelayan dalam Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Peran Tingkat Partisipasi Nelayan Total Panglima Laot Rendah Sedang Tinggi n % n % n % n % Lemah Sedang 2 5.6 5 13.9 7 19.5 Kuat 1 2.7 28 77.8 29 80.5 Total 3 8.3 33 91.7 36 100.0 Tabel 17 dapat dijelaskan bahwa dari 36 responden, terdapat 7 orang yang menganggap peran Panglima Laot tergolong sedang dan 29 orang kuat. Dari 36 responden, 3 orang tergolong partisipasi sedang dan 33 orang dengan partisipasi tinggi. Dari 29 responden yang menganggap peran Panglima Laot tergolong kuat, 1 orang tergolong partisipasi sedang dan 28 orang dengan partisipasi tinggi. Dari 7 responden yang menganggap peran Panglima Laot tergolong sedang, 2 orang tergolong partisipasi sedang dan 5 orang dengan partisipasi tinggi. Dari 36 responden tidak ada yang tergolong menganggap peran Panglima Laot lemah dan tingkat partisipasi rendah. Setelah dilakukan uji regresi linear dengan SPSS V.20 for Windows, hasil penelitian menunjukkan data sebagai berikut. Tabel 18
Hasil uji statistik analisis regresi linear berganda pengaruh peran Panglima Laot terhadap tingkat partisipasi nelayan dalam kegiatan pembuatan kolam penangakaran penyu Collinearity Statistics* Variabel t Sig Tolerance VIF Memberi informasi -0.157 0.876 0.803 1.246 Mengawasi kegiatan 1.889 0.068 0.617 1.620 Memberi semangat 1.829 0.077 0.800 1.250 Mewakili kelompok -1.858 0.073 0.663 1.507 R Square total 0.222
*Collineary Statistics digunakan untuk uji asumsi klasik multikolinearitas yang berfungsi untuk melihat apakah terjadi multikolineritas pada data yang diuji statistik. Multikolineritas tidak terjadi jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Kolom collinearity statistics pada Tabel 10 menunjukkan pada data yang diuji tidak terjadi multikolinearitas
Tabel 18 secara keseluruhan dapat dilihat bahwa nilai R Square menunjukkan bahwa 22.2 persen dari variance tingkat partisipasi dapat dijelaskan oleh perubahan nilai variabel memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok. Oleh sebab itu bisa disimpulkan bahwa tingkat partisipasi nelayan dalam pembuatan kolam penangkaran penyu 22.2 persen dapat dipengaruhi oleh peran Panglima Laot. Berdasarkan hasil uji statistik regresi dalam Tabel 14 dapat dilihat bahwa keempat variabel peran memiliki nilai signifikansi yang berbeda, yaitu peran
56 memberi informasi sebesar 0.876, mengawasi kegiatan sebesar 0.068, memberi semangat sebesar 0.077, dan mewakili kelompok sebesar 0.073. Nilai signifikansi dari keempat variabel > 0,05 maka terima H0. Dapat disimpulkan bahwa peran Panglima Laot dalam memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok tidak signifikan mempengaruhi tingkat partisipasi nelayan dalam pembuatan kolam penangkaran penyu pohon di Lampuuk. Setelah mewawancarai responden di lapangan, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi partisipasi responden, yakni faktor ajakan sesama nelayan, salah satunya diungkapkan oleh Bapak IA (31 Tahun) “..kalau saya lebih ngga enak dek kalau kawan kita sendiri yang ngajak, kan sama-sama nelayan, ya gotong royong lah untuk kampung kita sendiri. Memang Panglima Laot sering juga kasih tau, tapi kalau kawan kita sendiri yang ngajak kan ngga enak kalau ngga ikut..” Selain itu ada juga yang menyatakan bahwa mereka ingin berpartisipasi karena atas dasar kesadaran dan kemauan sendiri. Hal tersebut dikemukakan oleh Bapak HS (29 Tahun) “..kalau bukan kita yang jaga pantai siapa lagi dek? Kalau pantai kita bagus kan kita juga yang senang, makin banyak juga orang yang datang, banyak juga yang beli ikan dari kami, kan kita juga yang untung..” Ungkapan di atas menunjukkan bahwa selain pengaruh dari peran Panglima Laot yang memberi informasi, mengawasi kegiatan, memberi semangat, dan mewakili kelompok, faktor ajakan sesama nelayan dan faktor atas kesadaran sendiri merupakan faktor lain yang mempengaruhi partisipasi nelayan dalam Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk.
57
DAMPAK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN TERHADAP NELAYAN Pada bagian ini akan digambarkan dampak yang dihasilkan dari pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk. Dampak tersebut ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang diterima oleh nelayan. Dampak sosial berarti melihat bagaimana perubahan hubungan antara anggota nelayan dengan nelayan lainnya, masyarakat selain nelayan, dan dengan Panglima Laot. Dampak ekonomi dilihat berdasarkan perubahan kesempatan kerja para nelayan pada sektor perikanan maupun non perikanan dan perubahan tingkat pendapatan nelayan. Dampak lingkungan berarti dilihat dari tingkat kepedulian nelayan terhadap kelestarian lingkungan pesisir dan laut Lampuuk. Selanjutnya secara kuantitatif dipaparkan pengaruh tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan terhadap dampak yang dirasakan secara keseluruhan oleh nelayan. Dampak Sosial Dampak sosial merupakan dampak yang dirasakan nelayan yang dilihat berdasarkan perubahan kualitas hubungan antar sesama nelayan, nelayan dengan masyarakat selain nelayan, dan antara nelayan dengan Panglima Laot. Perubahan hubungan tersebut dibagi kedalam tiga kategori, yaitu semakin baik, biasa saja, dan semakin buruk. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari lapangan, para nelayan mengakui bahwa hubungan mereka dengan anggota nelayan yang lain semakin baik. Hal tersebut dikarenakan intensitas interaksi antar nelayan dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan bersama perikanan semakin meningkat, sehingga kekompakan para nelayan tetap terjaga dan hubungan antar nelayan pun semakin baik. Sama halnya dengan hubungan antar anggota nelayan, hubungan antara nelayan dengan Panglima Laot pun diakui semakin membaik dengan alasan yang sama. Akan tetapi, hubungan antara nelayan dengan masyarakat selain nelayan diakui tidak banyak mengalami perubahan. Hal tersebut dikarenakan kegiatan-kegiatan pengelolaan bersama perikanan hanya melibatkan para nelayan saja, sementara masyarakat selain nelayan tidak dilibatkan, namun tidak menutup kemungkinan jika ada masyarakat selain nelayan yang ikut terlibat dalam pengelolaan bersama perikanan. Berikut adalah ungkapan Bapak AS (42 Th) sebagai responden yang sekaligus menjabat sebagai bendahara Kawasan Bina Bahari Lampuuk. “..pengelolaan bersama perikanan ni banyak kali ngumpulnya dek, jadi wajar aja kalau nelayan-nelayan jadi tambah kompak, semenjak program ni jalan udah jarang ada nelayan yang kelahi soalnya kan hampir tiap hari pertemuan sama Panglima Laot, kalau dulu tiap minggu pasti ada aja yang kelahi..” Temuan dari lapangan telah disajikan dan dapat dilihat pada tabel berikut.
58 Tabel 19 Jumlah dan Presentase Responden menurut Dampak Sosial yang diterima dari Pengelolaan Bersama Perikanan Hubungan Hubungan dengan Hubungan dengan Antarnelayan Masyarakat lain Panglima Laot Dampak Sosial n % n % n % Semakin Buruk Biasa Saja 13 36.1 32 88.9 6 16.7 Semakin Baik 23 63.9 4 11.1 30 83.3 Jumlah 36 100.0 36 100.0 36 100.0 Tabel 19 menunjukkan hasil bahwa pengelolaan bersama perikanan memiliki dampak sosial yang baik terhadap hubungan antar anggota nelayan. Tercatat 23 orang atau hampir 70 persen dari 36 orang mengakui bahwa hubungan antar anggota nelayan semakin baik semenjak pengelolaan bersama perikanan berjalan di Lampuuk. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada hubungan antara nelayan dengan Panglima Laot, bahkan tingkat hubungan baiknya lebih tinggi, dimana 30 responden atau 83.3 persen mengakui bahwa hubungan mereka para nelayan semakin baik dengan Panglima Laot dengan adanya pengelolaan bersama perikanan. Sementara hubungan nelayan dengan masyarakat selain nelayan biasa saja atau tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tabel 17 menunjukkan 32 responden atau sekitar 89 persen menganggap bahwa hubungan para nelayan dengan masyarakat lain biasa saja, hanya 4 orang yang menganggap hubungan mereka semakin baik. Dampak Ekonomi Dampak ekonomi dalam hal ini dilihat berdasarkan peluang kesempatan kerja para nelayan pada sektor perikanan maupun di luar sektor perikanan dan peningkatan pendapatan para nelayan semenjak berjalannya pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk. Dampak ekonomi yang dirasakan dibagi dalam empat kategori, yaitu tidak ada peluang, sulit, biasa saja, dan mudah. Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, para nelayan mengakui bahwa kesempatan kerja di sektor perikanan semakin meningkat sejak pengelolaan bersama perikanan berjalan, sementara kesempatan kerja di luar sektor perikanan tidak begitu mengalami perubahan. Selanjutnya dalam hal peningkatan pendapatan, para nelayan mengakui pendapatan mereka mengalami sedikit peningkatan. Berdasarkan penuturan panglima laot dan responden langsung dari lapangan, pendapatan nelayan berkisar Rp100 000 hingga Rp200 000 per-minggunya. Hal yang berkaitan dengan dampak ekonomi ini diungkapkan oleh salah seorang responden Bapak IY (41 Th) “..udah banyak pohon kan jadi enak jualan ikan nggak panas, uangnya kita tabung untuk bikin keramba yang kecil-kecil aja dulu, kalau kerja yang lain itu jarang saya lihat, ada tapi jarang, otomatis penghasilan meningkatlah biar pun nggak banyak kali meningkatnya..”
Data yang diperoleh dapat dilihat pada penyajian dalam tabel berikut.
59
Tabel 20 Jumlah dan Presentase Responden menurut Dampak diterima dari Pengelolaan Bersama Perikanan Pekerjaan Sektor Pekerjaan Sektor Perikanan Non-Perikanan Dampak Ekonomi n % n % Tidak ada peluang Sulit Biasa saja 2 5.5 26 72.2 Mudah 34 94.5 10 27.8 Jumlah 36 100.0 36 100.0
Ekonomi yang Peningkatan Pendapatan n % 1 2.8 10 27.8 25 69.4 36 100.0
Tabel 20 menunjukkan hasil bahwa pengelolaan bersama perikanan menimbulkan dampak ekonomi bagi nelayan. Dari kesempatan di sektor perikanan, 34 responden atau 94.5 persen mengakui bahwa semenjak berjalannya pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk, kesempatan kerja bagi nelayan di sektor perikanan mudah dan sisanya mengakui tidak ada perubahan atau biasa saja. Sementara pada kesempatan kerja di luar sektor perikanan, sebanyak 26 responden atau 72.2 persen mengaku tidak mengalami perubahan, sedangkan sisanya 10 responden mengaku kesempatan kerjanya di luar perikanan mudah. Hal tersebut dikarenakan para nelayan ini mampu memanfaatkan pengelolaan bersama perikanan ini untuk menambah penghasilannya. Jumlah peningkatan pendapatan nelayan sebelum dan sesudah pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk dilaksanakan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 21 Jumlah dan Presentase Responden menurut Peningkatan Pendapatan Sebelum dan Sesudah Pengelolaan Bersama Perikanan di Lampuuk Jumlah dan Presentase Peningkatan Pendapatan (perminggu) Sebelum - Sesudah n % Tidak ada peningkatan 11 30.6 Rp100 000 – Rp130 000 5 13.9 Rp100 000 – Rp120 000 7 19.4 Rp120 000 – Rp150 000 5 13.9 Rp140 000 – Rp180 000 5 13.9 Rp150 000 – Rp200 000 3 8.3 Jumlah 36 100.0
Dampak Lingkungan Dampak lingkungan yang utama adalah perubahan keindahan dan kebersihan lingkungan pantai yang dirasakan. Dampak ini juga dilihat dari tingkat kepedulian nelayan terhadap lingkungan, diantaranya adalah inisiatif nelayan dalam membersihkan pantai, misalnya membuang sampah yang mengotori pantai.
60 Kemudian menegur atau mengingatkan secara langsung orang yang terlihat tidak menjaga lingkungan pantai, misalnya orang yang buang sampah sembarangan. Selanjutnya mengajarkan tentang pemeliharaan lingkungan pantai dalam keluarga. Ketiga aspek tersebut diukur berdasarkan intensitasnya yaitu tidak pernah, jarang, sering, dan selalu. Data dari lapangan memperlihatkan intensitas para nelayan dalam hal pelestarian lingkungan pantai tidak begitu tinggi. Selengkapnya dapat dilihat dari ungkapan Bapak SA (38 Th) dan pada Tabel 14. “..kadang kalau ada sampah kita buang, kadang nggak juga. Negur orang jarang lah soalnya nggak enak apalagi sama orang dari Banda kalau lagi mandi-mandi kemari, paling sama kawan-kawan aja kita ingatin, kok nggak sama anak-anak, saudara-saudara di rumah..” (dalam bahasa Aceh) Tabel 22
Jumlah dan Presentase Responden menurut Dampak Lingkungan yang diterima dari Pengelolaan Bersama Perikanan Inisiatif Menegur yang Mengajarkan membersihkan tidak menjaga pemeliharaan Dampak pantai lingkungan lingkungan Lingkungan n % n % n % Tidak pernah Jarang 21 58.3 1 2.8 Sering 18 50.0 9 25.0 12 33.3 Selalu 18 50.0 6 16.7 23 63.9 Jumlah 36 100.0 36 100.0 36 100.0
Tabel 22 menunjukkan dampak lingkungan yang dirasakan nelayan tidak begitu baik. Dari inisiatif membersihkan lingkungan pantai, 50 persen dari responden mengakui selalu berinisiatif membersihkan pantai jika terlihat kotor dan 50 persen lagi termasuk sering dalam berinisiatif membersihkan lingkungan pantai. Selanjutnya dalam hal menegur atau mengingatkan secara langsung orang yang tidak menjaga lingkungan pantai, 21 responden atau 58.3 persen menyatakan jarang menegur. Sementara 9 responden mengaku sering dan 6 sisanya mengaku selalu menegur atau mengingatkan orang lain. Kemudian dalam mengajarkan pemeliharaan lingkungan dalam keluarga, 23 responden atau 63.9 persen mengakui selalu mengingatkan anak dan istrinya dalam keluarga untuk selalu peduli terhadap lingkungan terutama lingkungan pantai. Sementara 12 responden termasuk dalam kategori sering dan hanya 1 orang responden yang mengaku jarang.
61
PENGARUH TINGKAT PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN TERHADAP ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN Sebagai salah satu program yang tergolong dalam pengelolaan pesisir yang berbasiskan masyarakat lokal, pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk menempatkan masyarakat, dalam hal ini adalah nelayan lokal, untuk berpartisipasi secara penuh dalam prosesnya. Dengan demikian, tujuan yang ingin dicapai dari pengelolaan bersama perikanan ini dapat terpenuhi. Panglima Laot Tjut M. Daoed menyatakan bahwa tujuan utama pengelolaan bersama perikanan ini adalah untuk menyelamatkan lingkungan pesisir dan tentunya meningkatkan produktivitas nelayan maupun masyarakat pesisir lainnya sehingga berdampak baik pada kondisi ekonomi masyarakat khususnya para nelayan yang berpartisipasi. Pada bagian ini akan dipaparkan pengaruh dari tingkat partisipasi nelayan terhadap dampak yang diterima oleh nelayan itu sendiri. Seperti yang diketahui bahwa dampak yang dilihat adalah dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Setelah dilakukan uji regresi linear dengan SPSS V.20 for Windows, hasil penelitian menunjukkan data sebagai berikut. Tabel 23 Hasil uji statistik analisis regresi linear pengaruh tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan terhadap dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Partisipasi t Sig Aspek Sosial 2.116 0.042 Ekonomi -0.702 0.487 Lingkungan
2.509
0.017
Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Sosial Dampak sosial merupakan dampak yang dirasakan nelayan yang dilihat berdasarkan perubahan kualitas hubungan antar sesama nelayan, nelayan dengan masyarakat selain nelayan, dan antara nelayan dengan Panglima Laot. Berdasarkan hasil uji statistik regresi dalam Tabel 18 dapat dilihat bahwa pengaruh tingkat partisipasi terhadap dampak sosial memiliki nilai signifikansi sebesar 0.042, karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0, dan terima H1. Dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan berpengaruh signifikan terhadap dampak sosial. Hal tersebut berarti semakin tinggi tingkat partisipasi nelayan pada pengelolaan bersama perikanan maka semakin baik pula hubungan yang terjalin antar sesama nelayan dan antara nelayan dengan Panglima Laot. Hubungan antara tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan Lampuuk dengan dampak sosial yang diterima dapat dilihat pada tabel silang berikut.
62 Tabel 24 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Tingkat Partisipasi Nelayan dengan Dampak Sosial Tingkat Dampak Sosial Total Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Nelayan n % n % n % n % Rendah Sedang 3 8.3 1 2.8 4 11.1 Tinggi 8 22.2 24 66.7 32 88.9 Total 11 30.5 25 69.5 36 100.0 Tabel 24 dapat dijelaskan bahwa dari 36 responden, terdapat 4 orang yang tergolong partisipasi sedang dan 32 orang dengan tingkat partisipasi tinggi. Dari 36 responden, 11 orang merasakan dampak sosial yang tergolong sedang dan 25 orang tergolong tinggi. Dari 32 responden dengan tingkat partisipasi tinggi, 8 orang merasakan dampak sosial yang tergolong sedang dan 24 orang tergolong tinggi. Dari 4 responden yang tergolong partisipasi sedang, 3 orang merasakan dampak sosial yang tergolong sedang dan 1 orang tergolong tinggi. Dari 36 responden tidak ada yang tergolong tingkat partisipasi rendah dan dampak sosial yang rendah. Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Ekonomi Dampak ekonomi merupakan dampak yang dirasakan nelayan berdasarkan tingkat peluang kerja nelayan dan peningkatan pendapatan nelayan baik dari sektor perikanan maupun di luar sektor tersebut. Berdasarkan hasil uji statistik regresi dalam Tabel 18 dapat dilihat bahwa pengaruh tingkat partisipasi terhadap dampak sosial memiliki nilai signifikansi sebesar 0.487, karena nilai signifikansi > 0.05 maka terima H0. Dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan tidak berpengaruh terhadap dampak ekonomi. Hubungan antara tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan dengan dampak ekonomi dapat dilihat pada tabel silang berikut. Tabel 25 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Tingkat Partisipasi Nelayan dengan Dampak Ekonomi Tingkat Dampak Ekonomi Total Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Nelayan n % n % n % n % Rendah Sedang 1 2.8 3 8.3 4 11.1 Tinggi 14 38.9 18 50.0 32 88.9 Total 15 41.7 21 58.3 36 100.0 Tabel 25 dapat dijelaskan bahwa dari 36 responden, terdapat 4 orang yang tergolong partisipasi sedang dan 32 orang dengan tingkat partisipasi tinggi. Dari 36 responden, 15 orang merasakan dampak ekonomi yang tergolong sedang dan 21 orang tergolong tinggi. Dari 32 responden dengan tingkat partisipasi tinggi, 14
63 orang merasakan dampak ekonomi yang tergolong sedang dan 18 orang tergolong tinggi. Dari 4 responden yang tergolong partisipasi sedang, 1 orang merasakan dampak ekonomi yang tergolong sedang dan 3 orang tergolong tinggi. Dari 36 responden tidak ada yang tergolong tingkat partisipasi rendah dan dampak ekonomi yang rendah. Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Lingkungan Dampak lingkungan yang tentunya terlihat sejak berjalannya pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk ini adalah perubahan kebersihan dan keindahan lingkungan pantai. Pengukuran dampak ini dilihat berdasarkan tingkat kesadaran dan kepedulian nelayan terhadap lingkungan pantai. Berdasarkan hasil uji statistik regresi dalam Tabel 15 dapat dilihat bahwa pengaruh tingkat partisipasi terhadap dampak sosial memiliki nilai signifikansi sebesar 0.017, karena nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0, dan terima H1. Dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan berpengaruh signifikan terhadap dampak lingkungan. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi nelayan pada pengelolaan bersama perikanan, maka semakin tinggi pula tingkat kesadaran dan kepedulian nelayan terhadap lingkungan. Hubungan antara tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan dengan dampak lingkungan dapat dilihat pada tabel silang berikut. Tabel 26 Jumlah dan Presentase Responden menurut Hubungan antara Tingkat Partisipasi Nelayan dengan Dampak Lingkungan Tingkat Dampak Lingkungan Total Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Nelayan n % n % n % n % Rendah Sedang 4 11.1 4 11.1 Tinggi 12 33.3 20 55.6 32 88.9 Total 16 44.4 20 55.6 36 100.0 Tabel 26 dapat dijelaskan bahwa dari 36 responden, terdapat 4 orang yang tergolong partisipasi sedang dan 32 orang dengan tingkat partisipasi tinggi. Dari 36 responden, 16 orang merasakan dampak lingkungan yang tergolong sedang dan 20 orang tergolong tinggi. Dari 32 responden dengan tingkat partisipasi tinggi, 12 orang merasakan dampak lingkungan yang tergolong sedang dan 20 orang tergolong tinggi. Dari 4 responden yang tergolong partisipasi sedang, 4 orang merasakan dampak sosial yang tergolong sedang dan tidak ada yang tergolong tinggi. Dari 36 responden tidak ada yang tergolong tingkat partisipasi rendah dan dampak lingkungan yang rendah.
64
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum, Pengelolaan Bersama Perikanan merupakan program pengelolaan perikanan di Lampuuk yang melibatkan partisipasi seluruh anggota kelompok nelayan yang ada di Lampuuk yang bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan pesisir dan meningkatkan produktivitas nelayan sehingga berdampak baik terhadap peningkatan pendapatan nelayan di Lampuuk. Secara rinci kesimpulan dari hasil penelitian dirumuskan sebagai berikut. 1. Panglima Laot sebagai pemimpin nelayan memiliki peran untuk mendorong dan memotivasi anggotanya untuk berpartisipasi dalam pengelolaan bersama perikanan. Berdasarkan hasil uji statistik regresi yang dilakukan, peran Panglima Laot sebagai pemimpin tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan. Peran tersebut tidak berpengaruh pada kedua program yang dijalankan, yaitu pada program penanaman pohon dan pembuatan kolam penangkaran penyu. Hal tersebut dikarenakan para nelayan mengakui bahwa mereka berpartisipasi karena ajakan dari sesama nelayan dan kesadaran mereka sendiri untuk menjaga lingkungan. 2. Dampak sosial yang dirasakan nelayan dari pengelolaan bersama perikanan adalah semakin terjaganya hubungan baik antar nelayan dan antara nelayan dengan Panglima Laot. Dampak ekonomi yang dirasakan adalah meningkatnya kesempatan atau peluang kerja nelayan pada sektor perikanan dan meningkatnya pendapatan nelayan walaupun tidak signifikan. Dampak lingkungan yang dirasakan nelayan dari pengelolaan bersama perikanan adalah semakin tingginya kesadaran dan kepedulian para nelayan untuk menjaga lingkungan, terutama dalam hal mengajarkan tentang menjaga lingkungan dalam keluarga. Berdasarkan hasil uji statistik regresi, tingkat partisipasi nelayan dalam pengelolaan bersama perikanan Lampuuk mempengaruhi aspek sosial dan aspek lingkungan nelayan. Berbeda dengan aspek ekonomi, dimana tingkat partisipasi nelayan tidak signifikan mempengaruhi aspek ekonomi masyarakat nelayan Lampuuk.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik beberapa hal yang bisa menjadi masukan atau saran diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Pengelolaan Bersama Perikanan harus tetap dijaga keberlanjutannya karena dampak yang dirasakan nelayan sangat baik. 2. Diharapkan pengelolaan bersama perikanan tidak hanya melibatkan partisipasi nelayan saja, tetapi seluruh masyarakat Lampuuk, agar seluruh masyarakat Lampuuk dapat menikmati hasilnya. 3. Pemerintah daerah diharapkan ikut aktif memberi dukungan dalam hal menyediakan fasilitas atau dana untuk pengelolaan bersama perikanan di Lampuuk.
65 4. Masih banyak ketidaksempurnaan dari penelitian yang dilakukan, oleh karena itu diharapkan masih ada penelitian tentang hal ini ke depan, terutama yang menyangkut tentang kearifan lokal seperti Panglima Laot dan pengelolaan pesisir. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melihat lebih jauh dan melengkapi ketidaksempurnaan dari penelitian ini.
66
DAFTAR PUSTAKA [BPHN] Badan Pembinaan Hukum Nasional. 2009. Penelitian hukum tentang perlindungan kawasan pantai terhadap kerusakan lingkungan. [Internet]. [dikutip 19 Maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.bphn.go.id/data/ documents/penelitian_hukum_tentangperlidungan-kawasan-pantai-terhadapkerusakan-lingkungan.pdf [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Keragaan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management) di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. [Internet]. [Dikutip 30 Maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://coraltriangleinitiative.org/sites/ default/files/resources/4_Ecosystem%20Approach%20to%20Fisheries.pdf Alains AM, Putri SE, Haliawan P. 2009. Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat (PSPBM) melalui model co-management perikanan. Dalam: Jurnal Ekonomi Pembangunan. [Internet]. [Diunduh 1 April 2014]. 10(2): 172-198. Dapat diunduh dari: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/ bitstream/handle/123456789/1066/JEP_Vol.10_No.2_3_Muluk%20Alains.pd f?sequence=1 Anwar SJ. 2012. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) “Pasompe” BugisMakassar dalam menjelajah nusantara. Sosiologi Reflektif. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. 07(01): 65-77. Dapat diunduh dari: http://journal.uinsuka.ac.id/sosiologi reflektif/article/viewFile/44/47 Cohen JM, Uphoff NT. 1979. Rural development participation : concept and measures for project design implementation and evaluation. New York : Rural Development Commite-Cornel University. Jufri A. 2008. Revitalisasi kelembagaan panglima laot dalam pengembangan masyarakat nelayan (Gampong Telaga Tujuh Kecamatan Langsa Timur Pemerintah Kota Langsa, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). [tesis]. [Internet]. [Diunduh 1 Oktober 2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 122 hal. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/41436/Bab%201%202008aju.pdf Kartika S. 2010. Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ekosistem di Pantura Barat Provinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. [Internet]. [Dikutip 9 April 2014]. Kartono K. 1994. Pemimpin dan kepemimpinan. Jakarta [ID].: Raja Grafindo Persada. Kurniasari N, Nurlaili. 2012. Fungsi laut dalam menjaga harmonisasi hidup masyarakat adat Lambadalhok, Aceh Besar. Buletin Riset Sosek Kelautan dan Perikanan. [Internet]. [Diunduh 18 November 2013]. 07(02): 41-45. Dapat diunduh dari: http://www.bbrse.kkp.go.id/publikasi/buletin_2012_v7_ no2_(2)_full.pdf Kurniawan A. 2008. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Panglima Laot dalam pengelolaan sumberdaya alam laut di Kota Sabang. Dalam: Jurnal Dinamika Hukum. [Internet].[Diunduh 5 Januari 2014]. 08(03): 205-216. Dapat diunduh dari: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/ JDH82008/VOL8S2008%20ANDRI%20KURNIAWAN.pdf Laksana NS. 2013. Bentuk-bentuk partisipasi masyarkat desa dalam program desa siaga di Desa Bandung Kecamatan Playen Kabupaten Gunung Kidal Provinsi
67 Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam: Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik. [Internet]. [dikutip tanggal 1 Juli 2014, pukul 09.30 WIB]. 1(1): 56-67. Dapat diunduh dari: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Nuring%20 Septyasa%20Laksana.pdf Lubis A. 2009. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dalam: Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. [Internet]. [Dikutip 9 Maret 2013]. Dapat diunduh dari: http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Article24607-Asri.pdf Madrie. 1986. Beberapa faktor penentu partisipasi anggota masyarakat dalam pembangunan pedesaan. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Mangunhardjana. 1995. Kepemimpinan. Yogyakarta [ID]: Kanisius. Musianto LS. 2012. Perbedaan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan kualitatif dalam metode penelitian. Dalam: Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. [Internet]. [dikutip tanggal 2 Januari 2014, pukul 14.10]. 4(2): 123-136. Dapat diunduh dari: http://puslit.petra.ac.id/files/published/journals/MAN/ MAN020402/MAN02040206.pdf Naing N, Santosa HR, Soemarno I. 2009. Kearifan lokal tradisional masyarakat nelayan pada permukiman mengapung di Danau Tempe Sulawesi Selatan. Dalam: Jurnal Local Wisdom. [Internet]. [Diunduh 20 Desember 2013]. 01(01): 19-26. Dapat diunduh dari: localwisdom.ucoz.com/_ld/0/ 3_1ed_3_JLWOL_nai.pdf Nasdian FT. 2006. Modul Pengembangan Masyarakat: Bagian Sosiologi Pedesaan dan Pengembangan Masyarakat [ID]: (tidak diterbitkan) [IPB] Intitut Pertanian Bogor. Robbins SP. 2002. Prinsip-prinsip perilaku organisasi. Jakarta [ID]. Erlangga Rudyanto A. 2004. Kerangka kerjasama dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Sosialisasi Nasional Program MFCDP, 22 September 2004. [Internet]. [dikutip tanggal 19 Maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.bappenas.go.id/files/8713/5228/3295/kjsmpengelolaanpesisirrudy __20081123092621__1031__2.pdf Singarimbun M , Effendi S. 1987. Metode Penelitian Survai. Jakarta : PT Pustaka LP3ES Indonesia. 336 hal. Siregar RSR. 2009. Peningkatan partisipasi stakeholders dalam lembaga pemberdayaan masyarakat (studi kasus di Kelurahan Pahang Kecamatan Datuk Bandar Kota Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara). [Tesis]. Bogor [ID]: IPB. Susantyo B. 2007. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan di pedesaan. Dalam: Jurnal Informasi. [Internet]. [dikutip tanggal 9 Maret 2014, pukul 19.20 WIB]. 12(3): 14-21. Dapat diunduh dari: http://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/ 10478777c884de207dff32598345592b539.pdf Wardah E. 2004. Dampak keberadaan hukum adat laot dalam kehidupan nelayan Aceh kaitannya terhadap tingkat pendapatan nelayan. [Tesis]. [Internet]. [Dikutip 1 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/ bitstream/handle/123456789/7520/2004ewa.pdf?sequence=4 Wetlands. 2007. Dokumen analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. [Internet]. [Dikutip 17 Maret 2014]. Dapat diunduh dari: http://www.wetlands.or.id/PDF/ Aceh_doct_Ind_ version_final.pdf
68
LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 11. Peta Kawasan Lampuuk, Lhoknga
69 Lampiran 2. Daftar Anggota Nelayan Panglima Laot Lhokpasi Lampuuk No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 38 39 40 41 42 43
Nama Cut M. Daud Amri Anis Sulaiman T. Irwan Muslem Ramli Zulfitriadi Khairullah Salamun Usman Imran Zahri Irman AL Muharam Hasbi Sulaiman M. Yahya Zainuddin Firmansyah Nazaruddin Syarifuddin M. Suriadi Fatli Yusnadi Junaidi Darwansyah Farhan Mursalin Khalidin Ali Usman Ali Fahruni Andia Idrus Efendi Hasbi Ishak Ali Marwan Ahmad Wahyudi Muzakir Surianto Burhan Amid M. Ali Hasem Munawardi Sabri Asnawi Hamdani Nasmi Indra Yuni
Jabatan Panglima Laot Sekretaris Bendahara Ketua Sidang Wakil sidang Anggota Sidang Anggota Sidang Anggota Sidang Anggota Sidang Ketua Keamanan Wakil Keamanan Anggota Keamanan Anggota Keamanan Anggota Keamanan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan Anggota Nelayan
70 Lampiran 3. Pengolahan Data (Uji statistik) Pengaruh Peran Panglima Laot terhadap Tingkat Partisipasi Nelayan pada Program Penanaman Pohon di Lampuuk Model Summary R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate 1 ,442a ,195 ,091 ,38261 a. Predictors: (Constant), mewakilipohon, informasipohon, semangatpohon, mengawasipohon Model
R
Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B (Constant) (informasipohon) 1 (mengawasipohon) (semangatpohon) (mewakilipohon) a. Dependent Variable: partisipasi_pp
Std. Error
1,039
,918
,018 ,367 ,211 ,043
,117 ,293 ,136 ,303
Standardized Coefficients Beta ,029 ,256 ,266 ,025
t
Sig .
1,132
,266
,156 1,253 1,548 ,143
,877 ,219 ,132 ,887
Pengaruh Peran Panglima Laot terhadap Tingkat Partisipasi Nelayan pada Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu di Lampuuk Model Summary R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate 1 ,472a ,222 ,122 ,263 a. Predictors: (Constant), mewakilikelompok, informasikolam, semangatkolam, mengawasikolam Model
Model
R
Coefficientsa Unstandardized Coefficients B
(Constant) (informasikolam) 1 (mengawasikolam) (semangatkolam) (mewakilikelompok) a. Dependent Variable: partispasikolam
Std. Error
3,054
,797
-,016 ,381 ,215 -,608
,099 ,202 ,118 ,327
Standardized Coefficients Beta -,028 ,381 ,324 -,361
t
Sig .
3,834
,001
-,157 1,889 1,829 -1,858
,876 ,068 ,077 ,073
71 Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Sosial Model
Model Summary R Adjusted R Square Square 1 ,341a ,116 ,090 a. Predictors: (Constant), tingkatpartisipasi R
Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B 1
(Constant)
tingkatpartisipasi a. Dependent Variable: sosial
Std. Error
1,250
,687
,500
,236
Std. Error of the Estimate ,446
Standardized Coefficients Beta ,341
t
Sig.
1,820
,078
2,116
,042
Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Ekonomi
odel
Model Summary M R R Adjusted R Square Square 1 ,120a ,014 -,015 a. Predictors: (Constant), tingkatpartisipasi Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B
Std. Error
(Constant)
3,125
,776
tingkatpartisipasi a. Dependent Variable: ekonomi
-,188
,267
1
Std. Error of the Estimate ,504
Standardize d Coefficients Beta -,120
t
Sig.
4,026
,000
-,702
,487
Pengaruh Tingkat Partisipasi Terhadap Aspek Lingkungan Model Summary R Adjusted R Square Square 1 ,395a ,156 ,131 a. Predictors: (Constant), tingkatpartisipasi M
odel
R
Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B 1
(Constant)
tingkatpartisipasi a. Dependent Variable: lingkungan
Std. Error
,750
,724
,625
,249
Std. Error of the Estimate ,470
Standardize d Coefficients Beta ,395
t
Sig.
1,036
,307
2,509
,017
72 Lampiran 4. Kuesioner INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT KUESIONER PERAN PANGLIMA LAOT TERHADAP PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP NELAYAN (Kawasan Bina Bahari, Lampuuk, Kec. Lhoknga, Aceh Besar) I. IDENTITAS RESPONDEN Nama lengkap : Jenis kelamin* : ( )L/( )P Umur : Tahun. Alamat : No. Telp/HP : Pendidikan : terakhir Pekerjaan : Keterangan: *) Pilih salah satu dengan memberi tanda centang (√) II. PERAN PANGLIMA LAOT Beri tanda centang (√) pada pilihan kolom jawaban yang telah disediakan. Keterangan Jarang : Lebih banyak tidak melakukan Sering : Lebih banyak melakukan dibandingkan tidak Selalu : Pasti melakukan a. Penanaman Pohon No.
Pertanyaan
Memberi Informasi Seberapa sering Panglima Laôt memberi informasi 1. tentang program penanaman pohon kepada Bapak secara langsung? Seberapa sering Panglima Laôt mengingatkan Bapak 2. jika ada pertemuan dalam hal program penanaman pohon? Seberapa sering Panglima Laôt memberikan informasi 3. lewat telepon atau sms mengenai program penanaman pohon? Mengawasi Kegiatan Seberapa sering Panglima Laôt memantau secara 4. langsung kegiatan program penanaman pohon?
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
73 No. 5. 6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
No.
Pertanyaan
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
Tidak Jarang pernah
Sering
Selalu
Seberapa sering Panglima Laôt memberikan pengarahan dalam kegiatan program penanaman pohon? Seberapa sering Panglima Laôt menanyakan kehadiran nelayan dalam kegiatan program penanaman pohon? Memberi Semangat Seberapa sering Panglima Laôt mengajak Bapak agar ikut berpartisipasi dalam kegiatan program penanaman pohon? Seberapa sering Panglima Laôt menyampaikan manfaat dari kegiatan program penanaman pohon dan pentingnya partisipasi masyarakat? Seberapa sering Panglima Laôt melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri sehingga Bapak menjadi termotivasi dan bersemangat untuk berpartisipasi dalam kegiatan program penanaman pohon? Mewakili Kelompok Seberapa sering Panglima Laôt menyampaikan aspirasi, ide atau gagasan yang mewakili masyarakat pada setiap pertemuan dalam kegiatan program penanaman pohon? Seberapa sering Panglima Laôt melakukan protes atau kritik terhadap suatu ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, khususnya dalam kegiatan program penanaman pohon? Seberapa sering Panglima Laôt menjadi orang pertama yang bertanggungjawab apabila ada anggota nelayan yang terlibat dalam suatu masalah atau kecelakaan khususnya dalam kegiatan program penanaman pohon? b. Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu Pertanyaan
Memberi Informasi Seberapa sering Panglima Laôt memberi informasi 13. tentang pembuatan kolam penangkaran penyu kepada Bapak secara langsung? Seberapa sering Panglima Laôt mengingatkan Bapak 14. jika ada pertemuan dalam hal pembuatan kolam penangkaran penyu? Seberapa sering Panglima Laôt memberikan informasi 15. lewat telepon atau sms mengenai pembuatan kolam penangkaran penyu? Mengawasi Kegiatan
74 No. 16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
Pertanyaan
Tidak Jarang pernah
Sering
Selalu
2-3 kali
>3 kali
Seberapa sering Panglima Laôt memantau secara langsung kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Seberapa sering Panglima Laôt memberikan pengarahan dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Seberapa sering Panglima Laôt menanyakan kehadiran nelayan dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Memberi Semangat Seberapa sering Panglima Laôt mengajak Bapak agar ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Seberapa sering Panglima Laôt menyampaikan manfaat dari kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu dan pentingnya partisipasi masyarakat? Seberapa sering Panglima Laôt melakukan sesuatu bagi dirinya sendiri sehingga Bapak menjadi termotivasi dan bersemangat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Mewakili Kelompok Seberapa sering Panglima Laôt menyampaikan aspirasi, ide atau gagasan yang mewakili masyarakat pada setiap pertemuan dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Seberapa sering Panglima Laôt melakukan protes atau kritik terhadap suatu ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat, khususnya dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? Seberapa sering Panglima Laôt menjadi orang pertama yang bertanggungjawab apabila ada anggota nelayan yang terlibat dalam suatu masalah atau kecelakaan khususnya dalam kegiatan pembuatan kolam penangkaran penyu? III. PARTISIPASI MASYARAKAT Berilah tanda centang (√) pada pilihan kolom jawaban yang telah disediakan. a. Penanaman Pohon
No.
Pertanyaan
Tahap Perencanaan Berapa kali Bapak ikut menyosialisasikan kegiatan menanam pohon 1. kepada sesama masyarakat? Berapa kali Bapak ikut dalam penetapan lokasi penanaman pohon? 2.
Satu kali
4
No. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16. 17.
18.
19. 20. 21. 22.
75 Pertanyaan
Berapa kali Bapak ikut dalam penetapan waktu penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut dalam penyiapan bibit pohon? Berapa kali Bapak ikut dalam perencanaan dana program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran atau pemikiran dalam perencanaan secara keseluruhan program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi atau uang dalam kegiatan perencanaan program penanaman pohon? Tahap Pelaksanaan Berapa kali Bapak ikut dalam survey lokasi penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut dalam pendistribusian bibit pohon pada program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut dalam penyiapan lahan penanaman pohon pada program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut langsung dalam pengerjaan menanam pohon pada program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut langsung dalam pemeliharaan dan perawatan pohon pada program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran atau pemikiran dalam pelaksanaan secara keseluruhan program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi atau uang dalam kegiatan pelaksanaan program penanaman pohon? Tahap Menikmati Hasil Berapa kali Bapak ikut menikmati hasil dari program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut memanfaatkan hasil dari program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran, atau pemikiran pada pemanfaatan hasil dari program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi, atau uang pada pemanfaatan hasil dari program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Tahap Evaluasi Berapa kali Bapak hadir pada kegiatan evaluasi program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran, atau pemikiran pada kegiatan evaluasi program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan tenaga pada kegiatan evaluasi program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi atau uang pada kegiatan evaluasi program penanaman pohon dalam Pengelolaan Bersama Perikanan?
Satu kali
2-3 kali
>3 kali
76 b. Pembuatan Kolam Penangkaran Penyu No.
Pertanyaan
Tahap Perencanaan Berapa kali Bapak ikut menyosialisasikan kegiatan pembuatan 1. kolam penangkaran kepada sesama masyarakat? Berapa kali Bapak ikut dalam penetapan lokasi pembuatan 2. kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut dalam penetapan waktu pembuatan 3. kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut dalam penyiapan peralatan pembuatan 4. kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut dalam perencanaan dana pembuatan 5. kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran atau 6. pemikiran dalam perencanaan secara keseluruhan pembuatan kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi atau 7. uang dalam kegiatan perencanaan pembuatan kolam penangkaran? Tahap Pelaksanaan Berapa kali Bapak ikut dalam survey lokasi pembuatan kolam 8. penangkaran? Berapa kali Bapak ikut dalam pendistribusian peralatan untuk 9. pembuatan kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut dalam penyiapan lokasi untuk pembuatan 10. kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut langsung dalam pengerjaan pembuatan 11. kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut langsung dalam pemeliharaan dan 12. perawatan pohon pada program penanaman pohon? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran atau 13. pemikiran dalam pelaksanaan secara keseluruhan pembuatan kolam penangkaran? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi atau 14. uang dalam kegiatan pelaksanaan pembuatan kolam penangkaran? Tahap Menikmati Hasil Berapa kali Bapak ikut menikmati hasil dari pembuatan kolam 15. penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut memanfaatkan hasil dari pembuatan 16. kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran, atau 17. pemikiran pada pemanfaatan hasil pembuatan kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan?
Satu kali
2-3 kali
>3 kali
77 No. 18.
19. 20.
21.
22.
Satu kali
Pertanyaan
2-3 kali
>3 kali
Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi, atau uang pada pemanfaatan hasil dari pembuatan kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Tahap Evaluasi Berapa kali Bapak hadir pada kegiatan evaluasi pembuatan kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan ide, saran, atau pemikiran pada kegiatan evaluasi pembuatan kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan tenaga pada kegiatan evaluasi pembuatan kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? Berapa kali Bapak ikut menyumbangkan fasilitas, konsumsi atau uang pada kegiatan evaluasi pembuatan kolam penangkaran dalam Pengelolaan Bersama Perikanan? IV. DAMPAK PENGELOLAAN BERSAMA PERIKANAN Beri tanda centang (√) pada pilihan kolom jawaban yang telah disediakan. a. Dampak Sosial
No. 1. 2. 3.
No. 4.
5.
6.
Semakin Buruk
Pertanyaan
Biasa Saja
Semakin Baik
Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, bagaimana hubungan Bapak dengan anggota nelayan lain dalam kelembagaan Panglima Laot? Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, bagaimana hubungan Bapak dengan masyarakat pesisir lain di Lampuuk? Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, bagaimana hubungan Bapak dengan Panglima Laot? b. Dampak Ekonomi Pertanyaan Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, bagaimana peluang kesempatan kerja dan usaha yang terbuka bagi Bapak di sektor perikanan? Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, bagaimana peluang kesempatan kerja dan usaha yang terbuka bagi Bapak di sektor non-perikanan? Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, bagaimana peluang peningkatan pendapatan Bapak dari pekerjaan baik di sektor perikanan/non-perikanan? Keterangan: *) Tidak Ada Peluang
T.A.P*
Sulit
Biasa Saja
Mudah
78 c. Dampak Lingkungan No. 7.
8.
9.
Pertanyaan Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, seberapa sering Bapak berinisiatif membersihkan lingkungan pantai? Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, seberapa sering Bapak menegur orang lain yang tidak menjaga lingkungan? Dengan adanya Pengelolaan Bersama Perikanan, seberapa sering Bapak mengajarkan tentang memelihara lingkungan dalam keluarga atau masyarakat?
Tidak pernah
Jarang
Sering
Selalu
79 Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Wawancara dengan Imam Mukim Lampuuk
Wawancara dengan Panglima Laot Lampuuk
Pohon-pohon yang ditanam di Lampuuk
Kolam penangkaran penyu Lampuuk
Pantai Lampuuk
80
RIWAYAT HIDUP Muhammad Sadri Sugra dilahirkan di Sabang pada tanggal 9 September 1992. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara dari ayah Mulyadinsyah dan ibu Rosdiana. Penulis telah menempuh pendidikan formal sejak TK (Taman Kanak-Kanak) Pertiwi Sinabang pada tahun 1997-1998. Selanjutnya pada tahun 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 1 Sinabang sampai tahun 2004. Tahun 2004 sampai dengan 2007 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Sinabang. Kemudian penulis melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Medan, yakni di SMA Swasta Plus Al-Azhar Medan sampai tahun 2010. Pada bulan Februari 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis tidak hanya aktif di perkuliahan, tetapi juga di organisasi. Penulis adalah anggota dari Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong Aceh (IMTR Aceh) dari tahun 2010 sampai 2012. Dengan OMDA ini, penulis terlibat dalam beberapa kepanitiaan, salah satunya sebagai ketua divisi acara open house mahasiswa Aceh tahun 2011. Selain itu karena berminat di bidang seni, penulis juga aktif di organisasi Art Dormitory Club pada masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan menjabat sebagai Ketua Divisi Internal pada tahun 2010-2011. Penulis juga aktif di Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSBMR) Fahutan dan pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Musik pada tahun 2011-2012. Melalui KSBMR ini, penulis sudah beberapa kali tampil dan diundang dalam pementasan teater dan musik baik di kampus maupun di luar kampus. Selain itu penulis juga terlibat dalam beberapa kepanitiaan yang diadakan KSBMR, yakni menjadi Ketua Pelaksana acara Balairung Art Day I pada tahun 2012. Selain aktif di Organisasi, penulis memiliki minat yang tinggi di bidang seni, khususnya di bidang seni musik. Penulis beberapa kali pernah menjadi pengisi acara-acara seminar di dalam dan luar kampus, baik sendiri maupun ber-grup. Penulis merupakan anggota dari grup nasyid Arco Da Vella. Bersama grup ini penulis sudah beberapa kali tampil dan diundang dalam beberapa acara baik di kampus maupun di luar kampus. Prestasi yang pernah diraih bersama grup nasyid ini adalah Juara 2 lomba nasyid se-Jabodetabek yang diadakan di daerah Kabupaten Bogor tahun 2010 dan Juara 2 lomba nasyid se-Kota Bogor yang diadakan oleh Fakultas Ekonomi Manajemen (FEM) IPB tahun 2011. Selain itu, sejak tahun 2012 penulis juga merupakan bagian dari grup vokal Javanication. Bersama Javanication penulis juga sudah beberapa kali tampil dan diundang dalam banyak acara baik di kampus maupun di luar kampus. Prestasi yang diraih penulis bersama Javanication adalah Juara 1 Vokal Grup Ecology Sport Event (E’SPENT) tahun 2012 dan 2013 dan Juara 2 Vokal Grup IPB Art Contest (IAC) tahun 2012 dan 2013.