PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKTAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK DI KELURAHAN KOTAMOBAGU
Erfina R. N. Palempung, Program Studi Ilmu Pemerintahan, Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sam Ratulangi
Abstrak
Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan volume timbunan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya volume timbunan sampah memerlukan pengelolaan oleh pemerintah, bersama-sama dengan masyarakat. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat menganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah kelurahan Kotamobagu dalam pengelolaan sampah, dengan metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, informan dalam penelitian ini terdiri dari lurah, masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pengelolaan sampah yang telah dilaksanakan di Kelurahan Kotamobagu bervariasi yaitu sampah dari tiap warga dikumpulkan kemudian petugas mengumpulkan dan mengangkut sampah dengan menggunakan gerobak sampai ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) kemudian diangkut dan dibuang ke TPA(Tempat Pembuangan Akhir) oleh petugas dari Dinas Kebersihan dengan menggunakan truk, Sampah dikumpulkan oleh masyarakat dengan memilah sampah, sampah organik dipisahkan dengan anorganik, sampah dapur diberikan untuk pakanan ternak dan dibuat menjadi kompos sedangkan sampah botol kaca dan botol plastik dijual kepada tukang butut, Sampah yang dikumpul dengan menggunakan plastik langsung dibuang ke sungai, dipinggir jalan atau dilahan kosong, Sampah yang terkumpul langsung dibakar di depan atau di belakang rumah dan Sampah yang dikumpulkan masyarakat dengan menggunakan plastik atau karung plastik dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
Kata Kunci : Peran Pemerintah, Partisipasi Masyarakat, Pengelolaan Sampah
Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia akhir-akhir ini mengalami tingkat pertumbuhan yang tinggi dan pertumbuhan ini akan berlangsung terus dengan percepatan yang tinggi, meskipun beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan kota lainnya telah membangun sistem yang ketat dalam kaitannya dengan pertumbuhan penduduk perkotaan di wilayah masing-masing. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan pertumbuhan wilayah, akan mengakibatkan terjadinya kepadatan penduduk. Dimana tingkat pertumbuhan penduduk dapat menambah beban berat bagi kota dalam rangka persiapan infrastruktur baru seperti pendidikan, kesehatan serta pelayanan-pelayanan perkotaan lainnya. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menimbulkan berbagai macam permasalahan yang mengiringinya. Bersamaan dengan kenaikan jumlah penduduk, pendapatan juga mengalami kenaikan. Kenaikan pendapatan dan pengaruh pola hidup konsumtif telah mendorong masyarakat untuk mengikuti pola hidup berfoya-foya. Pola hidup ini mempunyai dua dampak bagi lingkungan hidup pertama; pola hidup ini membutuhkan dana yang semakin besar. Untuk mendapatkan dana itu eksploitasi sumber daya alam makin meningkat misalnya pada hutan dan aliran sungai. Kedua; tingkat konsumsi meningkat, mulai dari makanan dan kemasannya. Limbah yang dihasilkan per orang semakin besar. Padahal jumlah penduduk juga bertambah. Sementara itu, pendapatan masyarakat untuk menangani sampah masih terbatas. Akibatnya, di kota-kota besar di Indonesia banyak sampah yang bertumpuk dan berserakan. Salah satu contoh nyata kasus mengenai penanganan sampah yang menjadi berita nasional adalah masalah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Bantar Gebang. Kasus tersebut menunjukkan bahwa permasalahan sampah ini tidak bisa dianggap mainmain. Apalagi bila dihubungkan dengan kehidupan kota besar, maka permasalahan sampah ini akan menjadi sangat urgent untuk dipecahkan. Hal ini terjadi karena pengelolaan sampah tidak diatur dan direncanakan dengan baik. Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampah pun akan meningkat. Seperti meningkatnya produksi sampah dari tahun ke tahun, menurunnya kualitas lingkungan perkotaan karena penanganan sampah yang kurang memadai, kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan penerimaan retribusi yang memadai, kesulitan mendapatkan lahan TPA (Tempat Pembuangan Akhir), teknis pengoperasian prasarana dan sarana persampahan yang juga tidak memadai dan lainlain. Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah. Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbunan sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat menganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring dengan peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi saat ini pengelolaan sampah sebagian besar kota masih menimbulkan permasalahan yang sulit dikendalikan. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi sebagai konsekuensi logis dari aktivitas
manusia dan industrialisasi, yang kemudian berdampak pada permasalahan lingkungan perkotaan seperti keindahan kota, kesehatan masyarakat, dan lebih jauh lagi terjadinya bencana (ledakan gas metan, tanah longsor, pencemaran udara akibat pembakaran terbuka dan lain sebagainya) Disisi lain, pengelolaan sampah yang diselenggerakan oleh dinas terkait hanya berfokus pada pengumpulan dan pengangkutan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tanpa pengolahan tertentu. Hampir semua pemerintah daerah di Indonesia, masih menganut paradigma lama penanganan sampah kota, yang menitikberatkan hanya pada pengangkutan dan pembuangan akhir. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut sudah saatnya Pemerintah Daerah mau merubah pola pikir yang bernuansa lingkungan. Konsep pengelolaan sampah yang terpadu sudah saatnya diterapkan yaitu dengan meminimasi sampah serta maksimasi kegiatan daur ulang dan pengomposan disertai dengan TPA yang ramah lingkungan. Paradigma baru yang diharapkan dapat mulai dilaksanakan adalah dari orientasi pembuangan sampah ke orientasi daur ulang dan pengomposan. Melalui paradigma baru ini pengelolaan sampah tidak lagi merupakan satu rangkaian yang hanya berakhir di TPA, tetapi lebih merupakan satu siklus yang sejalan dengan konsep ekologi. Berdasarkan perhitungan Direktorat Bintek-Dept.PU (1999), bila konsep pengelolaan sampah terpadu dengan strategi 3-M (mengurangi, menggunakan kembali dan mendaurulang) dilaksanakan, maka sampah yang akan masuk ke TPA berupa residu hanya 15 %. Sampah yang dikomposkan 40%, didaur ulang 20 % dan dibakar 25 % (Hadiwijoyo; 1983) Sampah merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat dalam lingkungan. Sumber, bentuk jenis dan komposisnya sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya, makin maju tingkat kebudayaan masyarakat makin kompleks pula sumber dan macam sampah yang ditemui. Peningkatan timbunan sampah dan semakin tingginya komposisi anorganik sampah serta menurunnya efisiensi TPA menyebabkan perlunya suatu konsep untuk mengurangi timbunan sampah yang terangkut ke TPA. Besarnya potensi sampah yang bisa didaur ulang ditentukan oleh timbunan sampah, komposisi sampah dan karakteristik sampah. Besarnya timbulan sampah ditentukan oleh status ekonomi penduduk tersebut. Semakin tinggi status ekonomi suatu penduduk maka semakin besar pula timbunan sampahnya. Sampah merupakan masalah perkotaan hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia,di Kota Kotamobagu persoalannya menjadi kompleks karena tidak ada intervensi dari pengambil kebijakan saat ini. Jika dibiarkan terus bakal muncul “gunung sampah”di pusat kota. Selama ini tender proyek-proyek di seluruh dinas teknis maupun perusahaan daerah di Pemerintah Kota (Pemko) Kotamobagu belum berjalan, termasuk di Dinas Kebersihan. Hal ini menyebabkan wajah Kota semakin tampak lebih kotor. Sampah-sampah di permukiman tidak terangkut dan akhirnya menyumbat drainase di saat turun hujan. Misalnya yang terjadi di Kelurahan Kotamobagu. Peningkatan volume sampah disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk. Penduduk yang besar menghasilkan sampah yang besar pula. Salah satu bentuk sampah adalah sampah domestik. Jumlah produksi sampah domestik menduduki kuantitas tertinggi. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Cohen dan Uphof (Ndraha;1970) mengemukakan bahwa partisipasi masyarakat dalam suatu proses pembangunan terbagi atas 4 tahap, yaitu : (a) partisipasi pada tahap perencanaan, (b) partisipasi pada tahap pelaksanaan, (c) partisipasi pada tahap pemanfaatan hasil-
hasil pembangunan dan (d) partisipasi dalam tahap pengawasan dan monitoring. Masyarakat senantiasa ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung antara lain : kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral, dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Adapun alasan peneliti memilih di Kelurahan Kotamobagu karena daerah ini dianggap representatif untuk menjadi lahan penelitian. Selain itu di daerah ini masih banyak masyarakat yang mempunyai kebiasaaan membuang sampah ke sungai, ke paret, badan jalan, dan lahan kosong, Sehingga banyak terdapat tumpukan-tumpukan sampah yang tentunya dapat menganggu kesehatan masyarakat. Tumpukan sampah yang menggunung di lahan kosong telah menyebar bau busuk yang sangat menganggu masyarakat sekitar. Jauhnya tempat pembuangan sampah sementara membuat warga membuang sampahnya sembarangan ditambah lagi petugas kebersihan yang tidak mengutip sampah setiap rumah tangga. Kurangnya partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam hal pengelolaan sampah menjadi penyebab menumpuknya sampah dilahan kosong. Berdasarkan uraian masalah dalam penelitian ini, yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini sebagai berikut: bagaimana peran pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Kotamobagu? Sedangkan tujuan utama peneitian ini adalah untuk mengetahui peran pemerintah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestic di Kelurahan Kotamobagu. Tinjauan Pustaka Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta (Neolaka; 2008;25) adalah berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkupi atau melingkari, sekalian yang terlingkung disuatu daerah sekitarnya.Menurut ensiklopedia Umum (1977) lingkungan adalah alam sekitar termasuk orang-orangnya dalam hidup pergaulan yang mempengaruhi manusia sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan dan kebudayaannya. Dalam Ensiklopedia Indonesia(1983) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar suatu organisme meliputi : (1)Lingkungan mati (abiotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya, gravitasi, atmosfir dan lainnya. (2)Lingkungan hidup (biotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia. Menurut Undang–Undang RI No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-Undang RI No 23 tahun 1997 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup, dikatakan bahwa Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Pada penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan sistem yang meliputi lingkungan alam, lingkungan buatan dan lingkungan sosial yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Oleh sebab itu keberadaan lingkungan hidup harus turut dipertimbangkan dalam setiap pengelolaan suatu
kegiatan manusia termasuk pengelolaan sampah pemukiman, karena lingkungan hidup manusia adalah sistem dimana berada perwujudan atau tempat dimana terdapat kepentingan manusia di dalamnya (Soerjadi;1988). Masih menurut Soerjadi (1988) bahwa lingkungan hidup manusia terdiri dari lingkungan alam, sosial dan lingkungan buatan mempunyai hubungan saling mempengaruhi.Lingkungan hidup manusia terdiri atas lingkungan hidup sosial yang menentukan seberapa jauh lingkugan hidup alam mengalami perubahan drastis menjadi lingkungan hidup buatan.Dalam upaya meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan upaya untuk mengadakan koreksi terhadap lingkungan dengan memodifikasi lingkungan, agar pengaruh merugikan dapat dijauhkan dan dilaksanakan pencegahan melalui efisiensi dan pengaturan lingkungan, sehingga bahaya lingkungan dapat dihindarkan dan keserasian serta keindahan dapat terpelihara. Lebih tegasnya Soerjadi (1988), menyatakan ada tiga upaya yang harus dijalankan secara seimbang yaitu upaya teknologi, upaya tingkah laku atau sikap dan upaya untuk memahami dan menerima koreksi alami yang terjadi karena dampak interaksi manusia dan lingkungannya.Chiras (Neolaka; 1991) menyatakan bahwa lingkungan menunjukkan keluasan segala sesuatu meliputi air, binatang, dan mikro organisme yang mendiami tanah itu.Jadi lingkungan termasuk segala komponen yang hidup dan tidak hidup, interaksi antar sesama komponen.Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Dari pengertian lingkungan yang sama yaitu perlu disadari bahwa ternyata pengelolaan lingkungan oleh manusia sampai saat ini tidak sesuai dengan etika lingkungan yaitu manusia bersikap superior terhadap alam. Manusia beranggapan bahwa dirinya bukan bagian dari alam semesta sehingga dia boleh bebas mengelolanya bahkan dapat merusak lingkungan hidupnya. Antar manusia dengan lingkungan hidupnya selalu terjadi interaksi timbal balik.Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya.Demikian pula manusia membentuk lingkungan hidupnya dan manusia dibentuk oleh lingkungan hidupnya.Laporan Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggerakan oleh Universitas Padjadjaran pada bulan Mei 1972 menyatakan “Hanya dengan lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat berkembang dengan baik, dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan akan berkembang kearah yang optimal”.Sepanjang masa lingkungan hidup memegang peranan penting dalam kebudayaan manusia, mulai dari manusia primitif sampai pada yang modern. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (Pasal 1 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1997). Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 3 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997, bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggerakan dengan asas tanggungjawab, asas keberlanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang maha Esa. Dan yang menjadi sasaran pengelolaan lingkungan hidup ini adalah (Pasal 4 UUPLH No. 23 Tahun 1997) : 1. Tercapainya keselarasan dan keseimbangan antara manuisa dengan lingkungan hidupnya. 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. 3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5. Terkendalinya pemanfaatan sumer daya secara bijaksana. 6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan diluar wilayah Negara yang menyeabkan pencemaran dan/atau perusak lingkungan hidup. (dalam Neolaka, 2008:113) Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah merancang tujuan dari pengelolaan lingkungan hidup yaitu: (tahun 2004-2009) 1. Mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dengan : a. Penurunan beban pencemaran lingkungan meliputi air, udara, atmosfir, laut dan tanah. b. Penurunan laju kerusakan lingkungan hidup yang meliputi sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi dan atmosfir, serta ekosistem pesisir laut. c. Terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pengawasan pemanfaatan ruang dan lingkungan. 2. Meningkatnya kepatuhan para pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas fungsi lingkungan hidup. 3. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dibidang pengelolaan lingkungan hidup. Dengan terwujudnya pengarusutamaan prinsip tata pemerintahan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dipusat dan daerah ( Zoeraini, 2009:25). Visi pengelolaan lingkungan agar terwujudnya perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup yang diselenggerakan dengan asas tanggungjawab Negara, asas berlanjutan, asas manfaat diselenggerakan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup melalui penerapan prinsip-prinsip good environmental governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ada beberapa misi yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan visi pengelolaan lingkungan hidup yaitu: (1)Mewujudkan kebijakan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan. (2)Membangun koordinasi dan kemitraan para pemangku kepantingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan lingkungan hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan. (3)Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran SDA dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup (Zoer`aini, 2009:26) Agar tujuan pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat dicapai, maka perangkat hukum positif telah memberikan pengakuan adanya hak dan kewajiban yang dipunyai baik individu-individu, warga masyarakat atau kelompok social tertentu seperti ditetapkan dalam pasal 5 UUPLH No. 23/1997. Dengan demikian berarti bahwa pasal 5 ini dapat ditafsirkan bahwa setiap manuisa tanpa kecuali berhak untuk menikmati/memanfaatkan lingkungan hidup, manusia juga mempunyai kewajiban untuk memelihara, mencegah, dan menanggulangi, sesuatu akibat dan penggunaan hak atas lingkungan hidupnya. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup atau untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, dilakukan upaya memperbesar manfaat lingkungan dan memperkecil resiko lingkungan, agar pengaruh yang merugikan dapat dijauhkan sehingga kawasan lingkungan hidup dapat terpelihara.Sujatmoko (1983) mengatakan bahwa Indonesia menghadapi 2 macam masalah mengenai lingkungan hidup, yaitu pertama kemelaratan dan kepadatan penduduk. Masalah yang kedua adalah pengrusakan dan pengotoran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh proses pembangunan. Pembangunan erat kaitanya dengan lingkungan hidup, dimana pembangunan itu membutuhkan sumber daya alam dan sumber daya manusia.Menurut Hardjasumantri (2002) bahwa pembangunan dapar berjalan, tanpa menganggu lingkungan hidup.Untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, dibutuhkan swadaya masyarakat banyak untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Konsep Partisipasi Masyarakat Pengertian tentang partisipasi oleh banyak ahli biasanya diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan maka akan merupakan upaya peran serta masyarakat dalam pembangunan. Istilah lain partisipasi yang sering digunakan adalah peran serta, keterlibatan dan keikutsertaan yang terwujud di dalam sikap gotong-royong. Menurut Budiono (1999), gotong-royong adalah usaha yang dilakukan secara bersama tanpa imbalan yang ditujukan untuk kepentingan bersama. Dalam makna yang sama Widiayanti dan Sunindha (1989) mendefinisikannya sebagai suatu usaha yang diselenggerakan secara bersama yang dapat diwujudkan dalam pengertian partisipasi. Achmadi (1978) menambahkan bahwa partisipasi, masyarakat dalam bentuk swadaya gotong-royong merupakan modal utama.Sedangkan swadaya diartikannya sebagai kemampuan dari suatu kelompok masyarakat yang dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan iktihar pemenuhan kebutuhan. Menurut Cohen dan Uphoff (Ndraha;1990) bahwa patisipasi dapat merupakan keluaran dan masukan pembangunan. Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam program pembangunan terdiri dari partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi, pemanfaatan, dan evaluasi pembangunan. Berkaitan dengan pengertian partisipasi dan kaitannya dengan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat maka partisipasi menjadi elemen yang sangat penting. Tanpa perhitungan partisipasi masyarakat, program pembangunan yang akan dilaksanakan merupakan perencanaan diatas kertas (Pusic dalam Adi;2001). Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari dua hal yaitu; partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.Kedua hal tersebut mempunyai segi positif dan segi negatife, baik dalam bentuk partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan. Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong munculnya keterlibatan secara emosional terhadap program-program pembangunan yang direncanakan bersama, sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya suatu keputusan bersama. Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah sebagian besar dari suatu program (tentang penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan.Segi negatifnya adanya kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, dimana warga masyarakat dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa timbulnya keinginan untuk mengatasi masalahnya.Akibatnya, warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Menurut Tjokroamidjojo (1990) bahwa dalam partisipasi terdapat tiga tahapan, yaitu; 1. Keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi kebijaksanaan dalam perencanaan. 2. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. 3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan. Selanjutnya Suratmo (1995) menyatakan bahwa tujuan dasar dari partisipasi masyarakat Indonesia adalah (a) mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, (b) mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan Negara dan (c) membantu pemerintah untuk dapat mengambil kebijaksanaan dan keputusan yang lebih baik dan tepat. Partisipasi menuntut adanya keikutsertaan seseorang atau kelompok dalam suatu
kegiatan.Keikutsertaan atau keterlibatan seseorang dapat secara langsung dan tidak langsung.Keterlbatan secara langsung, misalnya ikut serta secara langsung dalam melaksanakan suatu kegiatan (fisik terlibat); sedangkan keterlibatan secara tidak langsung misalnya seseorang secara fisik tidak ikut terlibat secara langsung dalam suatu kegiatan tetapi memberikan bantuan material atau sumbangan pikiran dalam kegiatan tersebut. Pengertian partisipasi masyarakat menurut Keith Davis adalah “Participation is defined as mental and emotional involuement of a person in group situation inlich encomrages him to contribute to group”. Defenisi ini mengandung pengertian sebagai berikut; a. Partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang yang lebih dari sekedar keterlibatan fisik. b. Partisipasi memotivasi orang-orang untuk memdukung situasi tumbuhnya insiatif untuk mencari sasaran/tujuan kelompoknya. c. Partisipasi memdorong orang untuk merasa ikut serta bertanggungjawab atas aktivitas kelompok (Keith Davis,dalam media info kesos, 2010:133) Keterlibatan mental dan emosional akan mendorong kesadaran sehingga tumbuh motivasi dari masing-masing individu dalam masyarakat untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Dalam berpartisipasi di dalamnya memiliki arti kepedulian sosial dan kesetiakawanan sosial. Kepedulian sosial atau kesetiakawanan sosial yaitu suatu rasa empati yang diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perilaku membantu orang lain yang mengalami kesulitan dan untuk mewujudkannya memerlukan kesadaran dan tanggungjawab. Sebagaimana diungkapkan Haryadi Subadio (1991;10) bahwa kesetiakawanan sosial pada hakekatnya merupakan tenggang rasa, kemampuan menempatkan diri dalam situasi dan kesulitan orang lain, sehingga tidak bersikap semena-mena, sanggup merasakan dan mewujudkan toleransi terhadap keadaan orang lain, serta rela mengulurkan tangan bila diperlukan. Partisipasi sosial, kepedulian sosial dan kesetiakawanan sosial terhadap oranglain merupakan bentuk empati yang tercermin dalam kesediaan melakukan suatu tindakan atau perbuatan membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Berdasarkan pengertian tentang partisipasi masyarakat yang telah dikemukakan diatas, maka dapat juga disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/keterlibatan masyarakat secara aktif baik secara moril maupun materil, yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama yang didalamnya menyangkut kepentingan individu.Dengan begitu, terlihat jelas bahwa peran serta masyarakat menjadi demikian pentingnya didalam setiap bentuk kegiatan pembangunan, karena dengan dukungan masyarakat yang saling berinteraksi senantiasa memberikan harapan kearah berhasilnya suatu kegiatan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ciri pokok dari partisipasi yaitu kesediaan untuk turut serta dalam suatu kelompok.Dimana adanya keterkaitan perasaan dan pikiran dalam situasi kelompok, sehingga mendorong seseorang untuk membantu berhasilnya pencapaian tujuan kelompok.Dari pengertian mengenai partisipasi yang mengacu pada Davis diatas, dapat diambil tiga unsur pokok yaitu kesadaran, rasa memiliki, dan tanggungjawab dalam pengelolaan sampah domestik. Konsep Sampah dan Akibatnya Para ahli kesehatan Amerika membuat batasan Sampah/waste diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya.Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil suatu kegiatan manusia yang dibuang
karena sudah tidak berguna. Sehingga bukan semua benda padat yang tidak digunakan dan dibuang disebut sampah misalnya; benda-benda alam, benda-benda yang keluar dari bumi akibat gunung meletus, banjir pohon dihutan yang tumbang akibat angin rebut dan sebagainya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 temtang Pengelolaan Sampah menjelaskan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut; a) Adanya sesuatu benda atau benda padat, b) Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia, c) Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi. Atas dasar uraian diatas maka pengetian sampah dalam tulisan ini adalah segala barang atau benda yang sudah tidak dipakai lagi karena telah habis fungsi pertamanya.Pada dasarnya klasifikasi sampah digolongkan berdasarkan sumber, bentuk, dan jumlahnya. a) Sumber-sumber sampah Berdasarkan sumbernya sampah digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu: i. Sampah domestik yaitu sampah yang sehari-hari yang dihasilkan oleh akibat aktivitas dan kepentingan manusia secara langsung yaitu; dari rumah tangga, pasar, sekolah, pusat keramaian, pemukiman, rumah sakit dan sebagainya ii. Sampah non domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan oleh akibat aktifitas dan kepentingan manusia secara tidak langsung; dari pabrik, industry, pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan, transportasi dan sebagainya. Menurut Bahar (1986) sumber sampah itu dapat digolongkan atas tiga kelompok yaitu; sampah berasal dari kegiatan rumah tangga, dari kegiatan perdagangan dan dari kegiatan perindustrian.Sampah dari kegiatan rumah tangga, biasanya merupakan sisa makanan, bahan dan peralatan yang tidak dipakai lagi dalam rumah tangga, sisa pengelolaan makanan, bahan pembungkus, bermacam-macam kertas, kain bekas dan lain-lain. Sampah dari kegiatan perdagangan adalah sampah yang berasal dari tempattempatperdagangan seperti pasar,swalayan, pusat pertokoan, warung dan tempat jual beli lainnya.Biasanya sampah yang berasal dari perdagangan ini terdiri dari jenis seperti bahan daganganyang rusak, kertas,plastik dan daun pembungkus. Sampah dari kegiatan industry, jumlah dan jenisnya sangat tergantung pada jenis dan jumlah bahan yang diolah oleh perusahaan perindusrtian tersebut. Sumber sampah menurut Mubarrok a. Sampah yang berasal dari pemukiman (domestik waste) Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah di masak atau yang belum, bekas pembungkus berupa kerta, plastic, daun, dan sebagainya. Pakaian-pakaian bekas, bahan- bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daun dari kebun atau taman. b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api dan sebagainya. Sampah ini berupa; kertas, plastic, botol, daun dan sebagainya. c. Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, perusahaan dan sebagainya.Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya.Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar. d. Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan dan sebagainya.
e.
Sampah yang berasal dari industry Sampah ini berasal dari kawasan industry termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industry, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya sampah sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng dan sebaginya. f. Sampah yang berasal dari pertanian/pertambangan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya; jerami, sisa sayurmayur, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya. g. Sampah yang berasal dari pertambangan Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, misalnya batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisasia pembakaran (arang) dan sebagainya. h. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan periknan ini berupa kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makan, bangkai binatang dan sebagainya. (Mubarak, 2009:275) b) Bentuk sampah Berdasarkan bentuknya sampah dapat digolongkan pada tiga kelompok besar yaitu, sampah padat, sampah cair dan sampah gas 1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi : a. Sampah an-organik, adalah sampah yang umunya tidak dapat membusuk, misalnya; logam/besi, pacahan gelas, plastik dan sebagainya. b. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya; sisasisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya. 2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya;kertas, karet, kayu, plastic, kain bekas dan sebagainya. b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya; kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya. 3. Berdasarkan karakteristik sampah a. Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umumnya mudah membusuk, dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel dan sebagainya. b. Rabish, yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik yang mudah terbakar, seperti kertas, karton, plastic dan sebagainya, maupun yang tidak mudah terbakar, seperti kaleng bekas, klip, pecahan kaca, gelas, dan sebagainya. c. Ashes (abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok. d. Street sweeping ( sampah jalanan) yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran bermacam-maacam sampah, daun-daunan, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya. e. Sampah industry, yaitu sampah yang berasal dari industry atau pabrik-pabrik. f. Bangkai binatang, yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan, atau dibuang oleh orang lain. g. Bangkai kendaraan, adalah bangkai mobil, sepeda, sepeda motor, dan sebagainya. h. Sampah pembangunan, adalah sampah dari proses pembangunan gedung, rumah dan sebagainya, yang berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi beton, bambu dan sebagainya (Mubarak, 2009:276) Beberapa faktor yang mempengaruhi sampah adalah jumlah penduduk, system pengumpulan/pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah, faktor
geografis, waktu, sosial, ekonomi dan budaya, musim hujan, kebiasaan masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya, sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah: (a) Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampahnya.Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk. (b) Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah perkapita sampah yang dibuang.Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. (c) Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula ( Neolaka, 2008:67) METODE PENELITIAN Jenis Peneitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Menurut Creswel (1994), penelitian seperti ini lazim disebut penelitian gabungan atau pendekatan desain dua tahap, dimana kedua tahap tersebut menggunakan metode yang berbeda. Dalam penelitian ini, pendekatan data kuantitatif diukur berdasarkan data statistik yang dianalisis sehingga pengumpulan data disusun berdasarkan pengukuran terhadap variabel yang diteliti yang kemudian menghasilkan data kuantitatif.Sedangkan kualitatif bersifat deskriptif, yakni berusaha mengambarkan gejala atau hubungan gejala-gejala yang dijumpai dalam pengamatan selama dilapangan.Metode/jenis penelitian diatas dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana pola dan bentuk partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Kotamobagu dan faktor yang mempengaruhi partisipasi tersebut. Informan Peneitian Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan, peneliti juga memilih informan sebagai narasumber yang dinggap dapat memberikan informasi dan data guna menunjang kesuksesan penelitian ini.Adapun informan dalam penelitian ini adalah petugas yang terlibat langsung dilapangan (petugas pengangkut sampah dengan gerobak), tokoh masyarakat yang perduli dengan keberadaan sampah, masyarakat umum/penduduk setempat, aparat Kelurahan Kotamobagu Kecamatan Kotamobagu dalam hal ini ekretaris kelurahan dan beberapa kepala lingkungan di Kelurahan Kotamobagu Kecamatan Kotamobagu.Penentuan informan penelitian dilakukan secara purposive atau secara sengaja menurut kebutuhan dalam penelitian ini. Populasi dan sampel Populasi adalah keseluruhan objek yang terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhtumbuhan, gejala, nilai, atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam penelitian. (Nawawi, 1991;14) . Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga Kelurahan
Kotamobagu yang berjumlah 9866 kepala keluarga.Dasar pengambilan sampel dengan teknik yang didasarkan pada rumus Taro Yamane (Rakhmat, 2002) dengan presisi 10% dan dengan tingkat kepercayaan 90%. Berdasarkan hasil perhitungan dari rumus tersebut maka penulis mengambil sampel berjumlah 99 orang dengan pengambilan sampel secara simple random sampling, yakni menentukan sendiri sampel secara acak yang dianggap memiliki potensi untuk memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Responden yang diamati adalah penduduk yang dewasa yang berdomisili di sekitar lokasi penelitian yang terkait dengan pengelolaan sampah rumah tangga.Penduduk dewasa dalam hal ini dimaksudkan bahwa yang bersangkutan telah matang dalam mengambil keputusan dan berfikir positif dalam mengambil tindakan dan diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Definisi konsep 1. Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak teruarai dan dianggap sudah tidak beguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan. 2. Pengelolaan sampah domestik adalah kegiatan secara sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengumpulan, pewadahan, pengolahan, pemindahan, dan pengangkutan akhir sampah yang berasal dari kegiatan sehari hari dalam masyarakat. a) Pewadahan Wadah sampah rumah tangga disediakan oleh masing-masing rumah tangga.Spesifikasi wadah sedemikian rupa sehingga memudahkan operasionalnya.Melakukan pemisahan sampah sesuai dengan jenis sampahnya yaitu sampah kering dan sampah basah. b) Pengumpulan Pengumpulan sampah dari rumah tangga sesuai dengan wadah sampah masing-masing.Sampah basah bisa dibuat kompos atau untuk makanan ternak dan sampah kering bisa diberikan untuk pemulung atau dipakai kembali. c) Pengolahan Pengolahan sampah dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke TPA dengan cara melalui pembuatan kompos atau pemberian makanan untuk ternak dan pembakaran sampah secara aman. d) Pemindahan Pemindahan sampah dari rumah tangga ke gerobak (alat pengumpul dari dinas kebersihan) sesuai dengan wadah sampah yang tersedia. e) Pengangkutan Proses pengangkutan sampah secara langsung dari rumah tangga menuju Tempat Pembuangan Sementara. f) Pembuangan akhir Proses pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Sementara hasil dari sisa pengolahan 3. Prasarana dan sarana adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kelengkapan pendukung pelaksanaan aktivitas pengelolaan sampah. 4. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup 5. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan/keterlibatan masyarakat dalam hal pengelolaan sampah baik berupa pikiran ,tenaga, pikiran dan tenaga, keahlian, barang dan uang. Partisipasi masyarakat dapat dimulai dari skala rumah tangga yaitu dengan mereduksi timbulan sampah rumah tangga, tehnik reduksi sampah ini dikenal dengan nama metode 3R dalam kehidupan sehari-hari. a) Reduce Untuk pembelian produk-produk tidak perlu meminta bungkusan ganda atau pembelian yang berlebihan. b) Reuse Menghindari pemakaian produk sekali pakai misalnya dengan pemakaian baterai yang bisa diisi kembali, menggunakan wadah yang dapat dipakai kembali, menggunakan kembali botol-botol tempat minyak atau bahan makanan. c) Recycle Memisahkan sampah basah/organik, sampah dapur, sayur, sisa makanan, dengan sampah kering (organik misalnya kertas, plastik dan botol), menjual atau menyumbangkan barang-barang yang tidak dipakai kepada orang yang lebih membutuhkan. 6. Upaya pelestarian lingkungan hidup adalah suatu usaha untuk menyelamatkan dan menjaga lingkungan hidup disekitar kita sesuai dengan kapasitas masing masing. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini maka digunaka metode pengumpulan data sebagai berikut : a. Untuk data sekunder dilakukan data kepustakaan, yakni teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, makalah, jurnal penelitian, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian. Studi Dokumentasi dengan cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokomen-dokumen yang berkaitan dengan masalah pengolahan sampah dan partisipasi masyarakat dalam pengolahan sampah. b. Untuk data primer dilakukan dengan studi lapangan, yaitu pengumpulan data secara langsung ke tempat penelitian. Studi lapangan ini dilakukan dengan carapenyebaran angket/kuesioner, observasi dan wawancara. Kuesioner, penyebaran angket atau kuisioner digunakan untuk memperoleh data yakni dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh responden, dimana responden dapat memilih alternative jawaban sesuai dengan pendapat masing-masing, berdasarkan daftar pertanyaan yang diberikan. Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti. Beberapa tempat yang akan diobservasi adalah pemukiman masyarakat yang berada di sekitar sungai denai dan pemukiman yang paling banyak tumpukan sampahnya. Wawancara dilakukan dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak
yang terkait dengan objek penelitian. Pada tahap awal penelitian ini dilakukan wawancara terhadap informan yang disebutkan diatas.Dari para tokoh digali informasi awal dan bersifat umum mengenai masing-masing kegiatan pengolahan sampah dan kendala yang dihadapi dalam pengolahan sampah. Tahap selanjutnya adalah mempelajari masing-masing informasi yang telah didapat dan bila ada informasi yang meragukan dan tidak jelas dapat dikonfirmasikan dengan wawancara informan lain yang jenis pekerjaannya sama. Pengunaan informan pembanding ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang saling konfirmatif untuk mendapatkan informasi yang seimbang dan relevan. Metode Analisa Data Analisa data dilakukan dengan mengkombinasikan data kualitatif dan kuantitatif.Analisa data kualitatif yaitu dengan mengemukakan hasil observasi dan hasil wawancara dengan para informan serta data tertulis lainnya.Analisa data kuantitatif digunakan untuk mencari data statistik yang dikumpulkan dari hasil data quesioner.Data dianalisis dengan tabulasi untuk mengetahui pola dan bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Kotamobagu. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terlebih dahulu diuji tingkat partisipasi masyarakat dengan cara pemberian skor terhadap jenis yang diamati, selanjutnya digunakan analisis regresi berganda untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel tidak bebas yaitu partisipasi masyarakat dalam pelngelolaan sampah dan variabel usia, jenis kelamin, pendapatan, lamanya tinggal, bimbingan dan penyuluhan dan status kepemilikan lahan. Kemudian dilanjutkan dengan uji kuadrat chi yaitu untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh kedua variabel. Hasil Penelitian 1. Peran Pemerintah Kelurahan dalam pengelolaan Sampah a. Sistem Pengelolaan Sampah di Kelurahan Kotamobagu Banyak kota masih mengikuti pendekatan atau paradigma lama yang menganut prinsip bahwa sampah harus secepatnya dikumpulkan, diangkut, dan dibuang. Semua sampah yang dihasilkan oleh masyarakat diperlakukan sama tanpa upaya untuk meningkatkan efisiensi penanganan yang dilakukan. Hal ini terbukti tidak pernah berhasil. Sampah semakin banyak dihasilkan tetapi ketersediaan dana tidak berbanding lurus dengan kebutuhan. Makin banyak sampah yang tidak mampu ditangani dan pada akhirnya menumpuk di banyak tempat yang tidak seharusnya seperti sungai, lahan kosong, dibakar, dan lain-lain yang menimbulkan masalah serius bagi lingkungan sekitarnya. Pengelolaan sampah di Kota Kotamobagu dilakukan oleh Dinas Kebersihan Sebagai salah satu unsur pelaksana Pemerintahan dan Kota Kotamobagu dalam mengelola kebersihan Kota Kotamobagu. Visi Dinas Kebersihan Kota Kotamobagu adalah “ Menciptakan Kota Kotamobagu yang Bersih, Sehat, tertib, Aman, Rapi dan Indah (BESTARI) dengan masyarakat yang maju, mandiri dan berwawasan lingkungan. Seluruh Kecamatan di Kotamobagu yaitu berjumlah 5 kecamatan sampahnya ditangani leh Dinas Kebersihan.Setiap kelurahan ditugaskan beberapa orang petugas pengumpul sampah dengan menggunakan gerobak.Begitu juga dengan Kelurahan Kotamobagu, setiap lingkungan mempunyai 1 orang petugas kebersihan
yang mengumpulkan sampah masyarakat. Suatu pendekatan atau paradigma baru harus dipahami dan diikuti, yaitu bahwa sampah dapat dikurangi, digunakan kembali, dan atau didaur ulang, atau yang sering dikenal dengan istilah 3R (Reduce, Reuse, Recycle).Hal ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru karena sudah banyak dilakukan oleh negara maju dan berhasil meningkatkan efisiensi pengelolaan secara signifikan. Dengan mengurangi sampah sejak di sumbernya maka beban pengelolaan kota akan dapat dikurangi dan anggaran serta fasilitas akan dapat semakin efisien dimanfaatkan. Beban pencemaran dapat dikurangi dan lebih jauh lagi dapat turut menjaga kelestarian alam dan lingkungan. Secara umum pola kegiatan pengelolaan sampah pemukiman di Kelurahan Kotamobagu dimulai dengan pegumpulan sampah oleh petugas dari sumber sampah yaitu masyarakat, selanjutnya diangkut oleh gerobak ketempat pemindahan atau TPS, selanjutnya dari TPS diangkut dengan truk ke TPA.Timbunan sampah domestik di Kota Kotamobagu ini didistribusikan ke TPA.Pola operasional penanganan sampah dari sumber sampai TPA dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pengumpulan, pemindahan, pengolahan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram operasioanl pengolahan sampah yang umum di beberapa kota besar di Indonesia. Pewadahan a) Wadah sampah individual (disumber) disediakan oleh setiap penghasil sampah sendiri sedangkan wadah komunal dan pejalan kaki disediakan oleh pengelola dan atau swasta. Spesifikasi wadah sedemikian rupa sehingga memudahkan operasionalnya, tidak permanen dan higienis. Akan lebih baik apabila ada pemisahan wadah untuk sampah basah dan sampah kering. b) Pengosongan sampah dari wadah indivual dilakukan paling lama 2 hari sekali sedangkan untuk wadah komunal harus dilakukan setiap hari. Pengumpulan a) Pengumpulan sampah dari sumber dapat dilakukan secara langsung dengan alat angkut atau tidak langsung dengan menggunakan gerobak dan secara komunal oleh masyarakat sendiri b) Penyapuan jalan diperlukan pada daerah pusat kota seperti ruas jalan protokol, pusat perdagangan, taman kota dan lain-lain. Pemindahan a) Pemindahan sampah dari alat pengumpul (gerobak) ke alat angkut (truk) dilakukan di trasnfer depo atau container untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan b) Lokasi pemindahan haru dekat dengan daerah pelayanan atau radius ± 500 m c) Pemindahan skala kota ke stasiun transfer diperlukan bila jarak ke lokasi TPA lebih besar dari 25 km Pengangkutan a) Pengangkutan secara langsung dari setiap sumber harus dibatasi pada daerah pelayanan yang tidak memungkinkan cara operasi lainnya atau pada daerah pelayanan tertentu berdasarkan pertimbangan keamanan maupun estetika dengan memperhitungkan besarnya biaya operasi yang harus dibayar oleh pengguna jasa b) Penetapan rute pengangkutan sampah harus didasarkan pada hasil survey time motion study untuk mendapatkan jalur yang paling efisien. c) Jenis truk yang digunakan minimal dump truck yang memiliki kemampuan membongkar muatan secara hidrolis, efisien dan cepat d) Penggunaan arm roll truck dan compactor truck harus mempertimbangkan
kemampuan pemeliharaan Pengolahan a) Pengolahan sampah dimaksudkan untuk mengurangi volume sampah yang harus dibuang ke TPA serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan b) Teknologi pengolahan sampah dapat dilakukan melalui pembuatan kompos, pembakaran sampah secara aman (bebas COx, SOx, NOx dan dioxin), pemanfaatan gas metan dan daur ulang sampah. Khusus pemanfaatana gas metan TPA (landfill gas), dapat masuk dalam CDM (clean developmant mechanism) karena secara significan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca yang berpengaruh pada iklim global. c) Skala pengolahan sampah mulai dari individual, komunal (kawasan), skala kota dan skala regional. d) Penerapan teknologi pengolahan harus memperhatikan aspek lingkungan, dana, SDM dan kemudahan operasional Pembuangan akhir a) Pemilihan lokasi TPA harus mengacu pada SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA. Agar keberadaan TPA tidak mencemari lingkungan, maka jarak TPA ke badan air penerima > 100m, ke perumahan terdekat > 500 m, ke airport 1500 m (untuk pesawat propeler) dan 3000 m (untuk pesawat jet). Selain itu muka air tanah harus > 4 m, jenis tanah lempung dengan nilai K < 10-6 cm/det. b) Metode pembuangan akhir minimal harus dilakukan dengan controlled landfill (untuk kota sedang dan kecil) dan sanitary landfill (untuk kota besar dan metropolitan) dengan “sistem sel” c) Prasarana dasar minimal yang harus disediakan adalah jalan masuk, drainase keliling dan pagar pengaman (dapat berfungsi sebagai buffer zone) d) Fasilitas perlindungan lingkungan yang harus disediakan meliputi lapisan dasar kedap air, jaringan pengumpul lindi, pengolahan lindi dan ventilasi gas / flaring atau landfill gas extraction untuk mngurangi emisi gas. b. Sistem Pengumpulan Sampah di Kelurahan Kotamobagu Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai ketempat pengumpulan semantara/stasiun pamindahan atau sakaligus ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan kota atau swadaya masyarakat (sumber sampah, badan swasta atau RT/RW). Pengikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak kota dalam memikul beban masalah persampahan kotanya. Pada dasarnya pengumpulan sampah dapat dikelompokkan dalam 2 pola pengumpulan : 1. Pola individual langsung Pengumpulan dilakukan oleh petugas kebersihan yang mendatangi tiap-tiap bangunan/sumber sampah (door to door) dan langsung diangkut untuk dibuang di Pembuangan Akhir.Pola pengumpulan ini menggunakan kendaraan truck sampah biasa, dump truck atau compactor truck. 2. Pola individual tidak langsung Daerah yang dilayani kedua cara tersebut diatas umumnya adalah lingkungan
pemukiman yang sudah teratur, daerah pertokoan, tempat-tempat umum, jalan dan taman. Pada umumnya pengumpulan sampah di Kelurahan Kotamobagu diserahkan sepenuhnya kepada Dinas Kebersihan, walaupun ada pemukiman yang pengelolaannnya banyak dikelola oleh masyarakat setempat. Petugas kebersihan hanya mengumpulkan dan mengangkut sampah masyarakat dengan gerobak dari tempat sampah ke TPS,selanjutnya petugas dari Dinas Kebersihan yang mengangkut dari TPS ke TPA. Dari hasil wawancara dilapangan, diKelurahan Kotamobagu masih ada ditemukan petugas yang bukan dari Dinas Kebersihan atau dari kelurahan, tetapi petugas yang memang disuruh oleh masyarakat untuk mengumpulkan sampah masyarakat.Biasanya masyarakat yang memakai jasa petugas ini adalah masyarakat yang sulit dijangkau oleh petugas dari lingkungan dan yang mempunyai ekonomi menengah ke atas.Tabel dibawah ini akan menjelaskan kepemilikan tempat sampah di Kelurahan Kotamobagu. Sesuai dengan hasil observasi dan wawancara dilapangan masyarakat di Kelurahan Kotamobagu masih banyak yang membuang sampahnya secara sembarangan tanpa berpikir dampak dari pembuangan sampah tersebut.Sehingga apabila hujan turun dibeberapa daerah terjadi banjir karena drainase yang tersumbat, sampah berserakan yang menyebabkan bau tidak sedap.Selain itu masih banyak masyarakat yang membakar sampahnya dihalaman rumahnya yang padat penduduknya, sehingga menyebabkan gangguan pernafasan masyarakat banyak.Hal ini tentu sangat menggangu kesehatan masyarakat sekitar, karena terjadi pencemaran udara, pencemaran air tanah dan lain sebagainya. Masyarakat membuang sampahnya sembarangan karena pihak pemerintah tidak menyediakan sarana dan prasarana pembuangan sampah dalam hal ini Tempat Pembuangan Sementara TPS.Tidak adanya TPS dan petugas yang mengambil sampah menyebabkan masyarakat harus mengelola sampahnya sendiri.Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola pengelolaan sampah di Kelurahan Kotamobagu Mulai dari Tiap rumah tangga dalam satu RT mengumpulkan sampah tersebut pada tempat sampah yang dimiliki masing-masing warga, kemudian petugas yang ditunjuk oleh RT mengumpulkan dan mengangkut sampah dengan menggunakan gerobak sampai ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) kemudian diangkut dan dibuang ke TPA(Tempat Pembuangan Akhir) oleh petugas dari Dinas kebersihan dengan menggunakan truk. 1. Sampah dikumpulkan oleh masyarakat dengan memilah sampah, sampah organik dipisahkan dengan anorganik, sampah dapur diberikan untuk pakanan ternak dan dibuat menjadi kompos sedangkan sampah plastik diberikan untuk tukang butut. 2. Sampah yang dikumpulkan oleh masyarakat langsung dibuang ke sungai, dipinggir jalan atau dilahan kosong. 3. Sampah yang dikumpulkan masyarakat langsung dibakar di depan atau di belakang rumah. 4. Sampah yang dikumpulkan masyarakat dengan menggunakan plastik atau karung plastik dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Sementara. Dibawah ini adalah hasil wawancara salah satu responden yang bekerja sebagai pembuat jambul selendang mengungkapkan: “Sampah saya tidak pernah dikutip oleh petugas kebersihan, saya merasa keberatan bila membayar Rp 10.000 setiap bulannya. Sampah adalah tanggungjawab pemerintah bukan tanggungjawab saya, kenapa saya harus membayar
mahal, lebih baik sampahnya saya bakar saja daripada membayar uang sampah kepada petugas.Uangnya lebih baik saya pergunakan untuk membeli gula dan minyak”. Selanjutnya hasil wawancara dengan seorang tokoh masyarakat mengatakan bahwa: “Kebanyakan masyarakat di lingkungan ini tidak perduli dengan lingkungan, mereka membuang sampah sembarangan, mereka membuang sampah di badan sungai, di paret, dibadan jalan dan dilahan kosong. Bila musim hujan tenpat kita ini selalu teramcam banjir, becek, dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Kurangnya kesadaran masyarakat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan mereka membuang sampahnya secara sembarangan, selain itu tidak semua sampah rumah tangga diangkut oleh petugas, petugas memilahmilah sampah siapa saja yang diangkut hanya sampah orang kaya saja yang dikutip, dan jauhnya tempat pembuangan sampah sementara juga merupakan faktor masyarakat membuang sampahnya secara sembarangan”. Pembahasan Hasil Penelitian Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di kelurahan Kotamobagu . 1. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Domestik di Kelurahan Kotamobagu Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Angell (dalam Ross, 1967:130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor.Menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Sumaryati (1984), partisipasi dalam pembangunan masyarakat pedesaan adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana caranya, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program dan keputusan dengan menyumbangkan beberapa sumber daya atau bekerjasama dalam organisasi/kegiatan tertentu, bagian manfaat dari program pembangunan, dan/atau keterlibatan masyarakat dalam upaya evaluasi program. Oleh karena itu, pengukuran partisipasi dilakukan dengan melihat keterlibatan para pihak dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pemeliharaan/pemanfaatan hasil kegiatan. Namun demikian dalam implementasinya, kegiatan yang partisipatif terkadang harus melalui proses yang panjang karena beberapa persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Conyers dalam Slamet (1993) menyatakan bahwa seringkali kegiatan partisipatif terkendala oleh tidak adanya keinginan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : 1) Manfaat yang dirasakan, biaya yang harus dikeluarkan dan resiko yang harus dihadapi (Bryant, 1983); 2) Variabel demografi seperti umur, status perkawinan dan pendidikan (Civilize dalam Sumaryati, 1984); 3) Tingkat pendapatan, pekerjaan, pendidikan dan luas lahan yang diolah (Atienza dan Antonio dalam Sumaryati, 1984); serta
4) Karakteristik responden (umur, pendidikan, status sosial, lama pengalaman),
tingkat pendapatan, kondisi fisik lapangan, sumber informasi dan tipe ajakan (Kristanto, 1993). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu: 1. Usia Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya. Dari hasil penelitian dilapangan mengenai usia terhadap 99 orang masyarakat di 20 lingkungan yang dijadikan sebagai resonden, kelompok umur menengah dan muda yang paling banyak, sedangkan kelompok umur tua paling sedikit. 2. Jenis kelamin Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik. Dalam hal penanganan sampah baik laki-laki dan perempuan sangat diharapkan peranannya.Namun ibu rumah tanggalah yang diharapkan sangat berperan, karena sampah yang diproduksi adalah sampah rumah tangga. 3. Pendidikan Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi.Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat. Dari hasil penelitian mengenai tingkat pendidikan terhadap 99 orang responden di 20 lingkungan diKelurahan Kotamobagu diperoleh tingkat pendidikan rendah 15 orang (15,15 %), tingkat pendidikan menengah yaitu 78 orang (78,78 %) dan terakhir tingkat pendidikan tinggi hanya 6 orang (6,06 %). 4. Pekerjaan dan penghasilan Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat.Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.Yang dimaksud dengan pekerjaaan dan penghasilan masyarakat disini adalah penghasilan bersih masyarakat dari hasil bersih yang diterima oleh masyarakat sesuai dengan pekerjaannya setiap bulannya ditambah dengan pendapatan dari mata pencaharian dari usaha-usaha lainnya. 5. Lamanya tinggal Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut. Seringkali lama tignggal merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang dalam kegiatan yang ada dalam lingkungannya. Semakin lama tinggal seseorang didaerah tertentu maka semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya yang kemudian akan diikuti dengan partisipasi yang tinggi dalam kegaitan yang ada dalam kegiatan yang ada dilingkungannnya. Hasil dari uji X2 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara lama tinggal responden dengan tingktat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di kelurahan Kotamobagu. Namun adri tabel dapat disimpulkan bahwa meskipun masyarakat baru tinggal di kelurahan Kotamobagu namun tingkat partisipasinya sangat tinggi yaitu 34,34 % atau 34 orang dari 99 jumlah responden. 6. Status Kepemilikan Rumah Yang dimaksud dengan status kepemilikan rumah maksudnya adalah status kepemilihan rumah responden apakah mengontrak atau rumah sendiri. Dari 99 orang jumlah responden 66 orang (66,67 %) merupakan rumah sendiri dan 33 orang (33 %) rumah kontrakan. Untuk mengetahui sebaran frekuensi antara variabel lama tinggal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Kotamobagu. Penutup Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kelurahan Kotamobagu, maka dapat diambil beberapa kesimpulan tentang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di Kecamatan Kotamobagu, Kelurahan Kotamobagu sebagai berikut: 1. Peran Pemerintah Kelurahan Kotamobagu dalam pengelolaan sampah yang meliputi: a. Tiap rumah tangga dalam satu RT mengumpulkan sampah tersebut pada tempat sampah yang dimiliki masing-masing warga, kemudian petugas yang ditunjuk oleh RT mengumpulkan dan mengangkut sampah dengan menggunakan gerobak sampai ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) kemudian diangkut dan dibuang ke TPA(Tempat Pembuangan Akhir) oleh petugas dari Dinas kebersihan dengan menggunakan truk. b. Sampah dikumpulkan oleh masyarakat dengan memilah sampah, sampah organik dipisahkan dengan anorganik, sampah dapur diberikan untuk pakanan ternak dan dibuat menjadi kompos sedangkan sampah botol kaca dan botol plastik dijual kepada tukang butut. c. Sampah yang dikumpulkan oleh masyarakat dengan menggunakan plastik langsung dibuang ke sungai, dipinggir jalan atau dilahan kosong. d. Sampah yang dikumpulkan masyarakat langsung dibakar di depan atau di belakang rumah. e. Sampah yang dikumpulkan masyarakat dengan menggunakan plastik atau karung plastik dibuang langsung ke Tempat Pembuangan Sementara. 2. Terdapat dua bentuk partisipasi yang dilakukan oleh warga masyarakat kelurahan kotamobagu yaitu: partisipasi yang nyata dan partisipasi yang tidak nyata. Partisipasi yang nyata seperti partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, sedangkan partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi Partisipasi buah pikiran, Partisipasi sosial, Partisipasi proses pengambilan keputusan dan Partisipasi refresentatif. 3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat Kelurahan
Kotamobagu dalam pengelolaan sampah domestik adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, lamanya tinggal, dan status kepemilikan rumah, sedangkan usia dan tingkat penghasilan tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Saran 1. Cara pengendalian sampah yang paling sederhana adalah dengan cara menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk tidak merusak lingkungan dengan sampah. Selain itu diperlukan juga kontrol sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan 2. Partisipasi masyarakat dapat dimulai dari skala individual rumah tangga yaitu dengan mereduksi timbulan sampah rumah tangga. Teknik reduksi sampah ini dikenal dengan nama metoda 3R (reduce, reuse, recycle). . 3. Perlu sosialisasi/penyuluhan mengenai pengelolaan sampah meliputi kampanye massal 3 R melalui penyebaran poster, iklan media cetak, kampanye di sekolah. Sehingga masyarakat memahami cara memperlakukan sampah dengan baik dan benar. 4. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat terwujud jika ada usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan sikap dan perilaku terhadap kebersihan/sampah tidak lagi didasarkan kepada keharusan atau kewajibannya, tetapi lebih didasarkan kepada nilai kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA Alala, H. 1992. Masalah kebijakan dan peran Institusi Pedesaan; Suatu Kajian Kritis.Media Baru No. 2 Tahun 1. Jakarta. Bemandin, H. Jhon dan Joyce E.A.R. 1993.Human Resource Management.MCGraww-Hill, Inc. Singapore. Dumasari.1995. Kajian Peran Profesionalisme Penyuluh Pertanian Dalam Pelaksanaan Program-Program Penyuluhan Pertanian.Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Gibson, Ivancevich dan Donely. 1994. Organisasi dan Manajemen. Erlangga.Jakarta. Gilley, J.W. dan S.A. Eggiand. 1989. Principles Of Human Resource Development Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company, Inc. Gruneberg, M.M. 1979. Understanding Job Satisfaction. Basingstoke and Utilizing of Knowledge in Asia, Los Banos : PRRI. Hickerson, F.J. dan John Middleton. 1975. Helping People Learn : A Module For Training Trainers. Exercise Book Module managers Guide. East-West Communication Institute Honolulu.Hawai. Khairuddin, H. 1992. Pembangunan Masyarakat, Tinjauan Aspek Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan. Penerbit Liberty. Yogyakarta. Kindervatter, S. 1979. Non formal Education as an Empowering Process. Amherst, MA : University of Massassuchussetts. Megginson, D., J.J. Mattews dan P. Banfield, 1993.Human Resource Development Training & Development-Managing Leaming-Compotence.London. Kogan Page Limited. Mubyarto, dkk. 1994. Keswadayaan Mayarakat Desa Tertinggal. P3PK UGM.Aditya Media. Yogyakarta. Sumidjo, Wahjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Penerbit Ghalia Indonesia.Jakarta. Suyanto, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Ruda Aksara Jakarta. Sumber lainnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2001. Penataan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa Atau Sebutan Lain.