PERAN GURU DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER BAGI ANAK USIA DINI
Oleh: Maria Desidaria Noge, M. Pd STKIP Citra Bakti
ABSTRAK Tulisan ini memaparkan tentang peran guru dalam pembelajaran bahasa Inggris berbasis pendidikan karakter bagi anak usia dini (teacher’s role in learning English based character education for young learners). Di era modern yang kian berkembang pesat, peran guru dalam proses belajar mengajar menjadi faktor yang paling penting. Guru tentunya harus memberi contoh dan teladan yang baik bagi anak khususnya anak usia dini, karena usia tersebut merupakan usia anak pada masa bermain dan meniru. Anak pada rentang umur 2-7 tahun adalah usia emas dalam pembentukan kemampuan berbahasa. Maka guru perlu dibekali dengan pemahaman yang utuh tentang bagaimana menjadi figur sentral bagi anak-anak. Metode maupun proses pengajaran yang tepat dan efektif haruslah menjadi perhatian guru. Namun hal lain yang perlu diperhatikan juga yakni pembentukan karakter anak. Dewasa ini, karakter bangsa Indonesia mengalami kemerosotan dan terpuruk. Hal ini sangatlah disayangkan dan sangat meresahkan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, guru menjadi salah satu tolak ukur dalam proses pembentukan karakter anak sekaligus pembentukan belajar bahasa anak. Pembelajaran dalam dua bahasa sangatlah tidak mudah, guru perlu menemukan strategi dan metode pembelajaran yang efektif, efisien dan juga menyenangkan anak. Kata-kata kunci: peran guru, pendidikan karakter, pembelajaran bahasa Inggris, dan Anak Usia Dini
PENDAHULUAN Pendidikan sedianya menjadi lingkup formal yang berdaya guna bagi perkembangan baik jasmani maupun rohani bagi peserta didik. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan wadah bagi pebelajar untuk mengasah dan mengeksplor diri dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan dan mampu berkiprah di kancah nasional maupun internasional serta menjadi tolak ukur pembelajaran dalam lingkup sekolah. Kenyataannya, perubahan kurikulum di Indonesia yang belum menemukan titik terang telah memberikan dampak bagi perkembangan dalam dunia pendidikan itu sendiri. Hasil pengajaran dan pembelajaran dari hampir semua mata pelajaran terbukti selalu kurang memuaskan berbagai
pihak. Sekurang-kurangnya ada tiga hal
yang
menyebabkan hal tersebut. Pertama, ketidaksesuaian antara proses pendidikan dengan analisis kebutuhan dan fakta yang terjadi pada saat sekarang. Kedua, model, metode, strategi, pendekatan, dan teknik yang kurang sesuai dengan materi pelajaran. Ketiga, sarana dan prasarana yang belum cukup memadai untuk mendukung proses pembelajaran di kelas. Ketiga hal inilah yang memberi pengaruh cukup besar bagi perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Dalam bidang ilmu pendidikan, bahasa Inggris merupakan salah satu pembelajaran yang hendaknya dikuasai sejak dini. Ini merupakan tuntutan zaman yang semakin berkembang pesat dan penuh persaingan. Maka, sebagai pengajar dalam hal ini guru harus berperan aktif untuk menghasilkan tunas muda harapan bangsa yang cerdas. Di Amerika dan Eropa, pendidikan bahasa asing (bahasa Inggris) bagi anak-anak telah dimulai sejak 50-an dan menjadi sangat popular di tahun 60-an, namun agak menurun di tahun 70-an. Negara Indonesia sendiri juga telah mencanangkan program untuk pendidikan bahasa Inggris untuk setiap jenjang. Pendidikan dan pembelajaran bahasa Inggris didasari suatu pemikiran bahwa belajar bahasa asing atau bahasa kedua akan lebih baik bila dimulai lebih awal (Hammerly, 1982 : 265). Pendidikan bahasa Inggris akan sangat ideal jika dimulai sejak usia dini, terutama sebelum menginjak umur 12 tahun. Situasi inilah yang mendorong pemerintah Indonesia untuk menyelenggarakan pendidikan bahasa Inggris sejak usia dini.
Kemampuan berbahasa Inggris anak memang perlu diupayakan dan dirangsang sejak dini. Pengembangan bahasa anak tidak dikuasai dengan sendirinya oleh anak, tetapi akan didapat melalui proses pembelajaran, pembimbingan dan memerlukan daya pengembangan kreatif dan usaha maksimal. Adapun beragam cara yang dilakukan oleh anak untuk mempelajari bahasa yakni mengekspresikan, meniru, bermain, dan menyimak. Kemampuan berbahasa merupakan hal yang vital dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak, dimana setiap aktivitas yang dilakukan anak akan selalu menggunakan alat komunikasi yaitu bahasa. Ini berarti bahwa bahasa merupakan media dan sarana komunikasi bagi setiap orang, termasuk juga anak-anak. Anak usia dini merupakan anak pada rentang usia 2–7 tahun. Pada rentangan usia ini merupakan periode emas perkembangan kemampuan berbahasa anak. Anak mampu belajar bahasa apapun seperti penutur aslinya (native speaker) dan periode ini perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Banyak asumsi tentang usia dan pembelajaran bahasa antara lain adalah anak-anak belajar bahasa lebih baik dari pebelajar dewasa, pembelajaran bahasa asing di sekolah sebaiknya dimulai seawal mungkin, lebih mudah menarik perhatian dan minat anak-anak daripada orang dewasa, Ur (1996 : 296). Akan tetapi, anak-anak pada usia dini masih berada pada kondisi perkembangan kognitif pra-operasional yakni anak mempunyai egosentris yang sangat tinggi, anak belum paham hal-hal abstrak, hanya memahami pada simbol-simbol dan masih berpikiran pra-logis. Oleh karena itu, pendidikan bahasa Inggris untuk Anak Usia Dini membutuhkan metode, teknik dan proses pengajaran yang tepat, efektif dan efisien. Terdapat beberapa metode dan teknik yang sesuai untuk pembelajaran bahasa Inggris bagi anak usia dini antara lain dalam konteks yang komunikatif mencakup konteks situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian dan musik, pembacaan cerita, pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan tangan dan mengutamakan gerakan fisik. Metode dan teknik tersebut haruslah dikuasai dengan baik oleh guru sebagai metode dan teknik yang sangat sesuai dan tentunya berhasil dalam proses pembelajaran bahasa Inggris untuk anak usia dini. Akhir-akhir ini, hampir semua media teknologi dan informasi membahas tentang karakter bangsa yang semakin buruk dan merajalela. Oleh karena itu, lembaga
pendidikan khususnya pendidikan Anak Usia Dini (AUD) tentunya harus memiliki strategi dan upaya untuk melakukan perbaikan demi mencapai tujuan pembelajaran dan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berkarakter. Berkualitas berarti nilai-nilai yang berkaitan erat dengan kualitas diri perlu untuk dibiasakan dan ditanamkan kepada anak sejak dini, sehingga kebiasaan-kebiasaan tersebut akan terbawa sampai dewasa. Sedangkan berkarakter berarti etika dan norma anak harusnya diajarkan sejak dini bahkan sejak lahir agar anak mampu menghadapi tantangan zaman yang semakin merosot. Pendidikan karakter di negara Indonesia sedang jatuh. Kenyataan yang kita alami selama ini menjadi pukulan keras bagi semua pihak, selain orang tua salah satunya bagi guru yang memiliki andil besar dalam perkembangan Anak Usia Dini. Banyak kasus terjadi di berbagai daerah yang menyebabkan keresahan bagi para orang tua maupun guru sebagai pendidik. Berdasarkan paparan permasalahan di atas, maka tulisan ini membahas tentang peran guru dalam pembelajaran bahasa Inggris berbasis pendidikan Karakter bagi Anak Usia Dini. Guru harus menjadi model bagi anak-anak. Guru juga harus menanamkan nilai karakter dan kualitas diri anak sehingga dapat meminimalisir persoalan yang marak terjadi pada saat sekarang. Dalam proses pembelajaran bahasa Inggris berarti anak mempelajari bahasa asing dari bangsa lain, maka penanaman nilai karakter perlu diajarkan kepada anak-anak sehingga mereka dapat menghargai nilai karakter dan budaya bangsa lain dengan cara memelihara nilai karakter dan budaya bangsa Indonesia. PEMBAHASAN 1. Bahasa Inggris Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan hampir di segala sektor kehidupan global. Dalam era komunikasi, bahasa Inggris menjadi bahasa penghubung yang mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi ke seluruh dunia. Hal ini memberikan asumsi bahwa penguasaan bahasa Inggris merupakan keharusan dan kebutuhan yang sangat crucial bagi masyarakat modern saat ini karena penguasaan bahasa Inggris memudahkan seseorang untuk dapat memperluas pergaulannya baik di
kancah nasional maupun di kancah internasional. Sehingga bahasa Inggris dikenal sebagai bahasa pergaulan di seluruh dunia. Di Indonesia, bahasa Inggris menduduki posisi sebagai bahasa asing pertama (first foreign language). Bahasa asing merupakan bahasa negara lain yang tidak digunakan secara umum dalam interaksi sosial di negara sendiri. Bahasa asing dalam hal ini bahasa Inggris jarang digunakan dalam interaksi sosial di lingkungan masyarakat sehari-hari sehingga bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merasa bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa yang sulit untuk dipelajari karena tidak digunakan setiap hari. Pembelajaran bahasa Inggris memerlukan proses dan jangka waktu yang cukup panjang untuk mempelajarinya secara baik. Dalam era informasi dan komunikasi yang kian berkembang pesat, penguasaan bahasa Inggris merupakan keterampilan yang sangat penting. Hal ini sangat menentukan bagaimana seseorang mampu berinteraksi secara global. Tuntutan isu globalisasi saat ini sangat menuntut seseorang untuk dapat menjadi manusia yang cerdas dan berkualitas serta berkarakter dan dapat berkomunikasi dalam berbagai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Keterampilan dalam berbahasa Inggris sangat dibutuhkan untuk menguasai semua bidang keilmuan dan pengetahuan, teknologi dan informasi yang luas, serta pergaulan yang mendunia. Hal lain yang didapat dari keterampilan bahasa Inggris adalah memiliki karir yang baik di masa mendatang. Hal ini memotivasi semua orang dari berbagai kalangan untuk dapat menguasai bahasa Inggris dengan lancar. Kecenderungan masyarakat akan penguasaan bahasa Inggris inilah yang menyebabkan mereka bersemangat untuk memasukkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan formal agar dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai salah satu keahlian yang perlu dikembangkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santrock (2007:313) bahwa anak lebih cepat belajar bahasa asing dari pada orang dewasa. Adapun manfaat menguasai bahasa asing sejak dini menurut Mustafa (2007), anak yang menguasai bahasa asing memiliki kelebihan dalam hal intelektual yang fleksibel, keterampilan akademik, berbahasa dan sosial. Di lain pihak, anak akan memiliki kesiapan memasuki suatu konteks pergaulan dengan berbagai bahasa dan budaya sehingga ketika dewasa
anak akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan bisa berprestasi. Mustafa (2007) juga menambahkan bahwa pemahaman dan apresiasi anak terhadap bahasa dan budayanya sendiri juga akan berkembang jika anak mempelajari bahasa asing sejak dini. Alasannya karena mereka akan memiliki akses yang lebih besar terhadap bahasa dan budaya asing. Asumsi bahwa belajar bahasa asing sejak usia dini lebih baik daripada pembelajar dewasa, mendorong para ahli pengajaran bahasa untuk memberikan bahasa Inggris lebih awal karena lebih mudah menarik perhatian dan minat anak-anak daripada orang dewasa. Tujuan pembelajaran bahasa Inggris mencakup empat aspek kompetensi bahasa antara lain: menyimak (listening), membaca (reading), berbicara (speaking), dan menulis (writing). Bahasa Inggris juga sangat berbeda dengan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia. Perbedaan kebahasaan ini sangat penting untuk dipahami agar pembelajaran ini dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Perbedaan tersebut mencakup: ucapan, ejaan, struktur bahasa, tekanan dan intonasi, kosakata, dan nilai kultur bahasa asing. Bahasa Inggris juga dikenal sebagai bahasa yang cermat waktu (tenses), cermat angka (singular-plural), dan cermat orang (feminine dan maskulin). 2. Perkembangan Kognitif Bahasa Anak Usia Dini Anak merupakan individu yang unik dan bukanlah miniatur orang dewasa, sehingga anak tidak dapat diperlakukan seperti orang dewasa. Selain itu, anak membutuhkan perhatian khusus untuk optimalisasi tumbuh kembangnya. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur organ dalam serta otak. Perkembangan berkaitan erat dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif, yang bersifat progresif, teratur dan koheren. Seorang anak merupakan harapan orang tua sebagai penerus dan sesuai dengan tumpuan masa depan bangsa. Pengetahuan perkembangan anak merupakan gabungan dari lima pendekatan psikologis tradisional terhadap perkembangan manusia. Perkembangan anak mengacu pada bertambahnya kompleksitas perubahan dari sesuatu yang sangat sederhana menjadi sesuatu yang rumit dan lebih detail. Proses ini mencakup kemajuan yang teratur sepanjang rangkaian yang berurutan atau jalur. Sedikit demi sedikit, pengetahuan, perilaku, dan keterampilan semakin baik dan berkembang. Pada
dasarnya, urutan perkembangan masa untuk semua anak adalah sama. Namun kecepatan perkembangan sangat bervariasi tergantung pada masing-masing anak. Mengingat bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, tentunya proses pembelajarannya memerlukan strategi dan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang guru dalam menyajikan proses kegiatan belajar mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Guru harus bisa menciptakan suasana belajar dari yang biasa atau keadaan kelas yang biasa saja menjadi suatu pengalaman penemuan yang luar biasa. Untuk membangun suasana yang menyenangkan dan nyaman, seorang guru harus benar-benar bisa membangun suasana kelas yang relaks dan hidup sehingga siswa bisa menerima materi dengan baik. Perkembangan bahasa anak sebenarnya sudah dimulai sejak anak lahir dengan menggunakan bahasa atau prabicara yang paling sederhana yaitu ”menangis”, kemudian perkembangan dalam bentuk ”celoteh/ocehan”, kata/ kalimat sederhana disertai gerakan tubuh/ syarat sebagai pelengkap bicara. Dalam psikologi pendidikan dikenal adanya teori pembelajaran yang dapat digunakan sebagai landasan pengajaran.
Model
pembelajaran
yang
cukup
terkenal
adalah
pendekatan
perkembangan intelektual/kognitif yang dicetuskan oleh Jean Piaget (1896-1980). Menurut model Piaget (dalam Dahar, 1988), setiap individu mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut. 1. Tahap sensorimotorik (usia 0 – 2 tahun) Tahap ini merupakan tahap awal anak untuk belajar. Pada tahap ini anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungannya melalui kemampuan panca indera dan gerakannya. Tingkah laku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan, bayi memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya sekelilingnya.
atas
dasar
gerakan/aktivitas
yang
dilakukan
orang-orang
di
2. Tahap praoperasional (usia 2 – 7 tahun) Anak berusaha menguasai simbol-simbol (kata-kata) dan mampu mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Pada saat ini anak bersifat egosentris, yaitu melihat sesuatu dari dirinya (perception centration), dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Masa 2-7 tahun, kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egosentris, di mana mereka berpikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preoperational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Karena belum berpikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan penggunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya dengan kata-kata. 3. Tahap operasional kongkrit (usia 7 – 11 tahun) Pada tahap ini anak memahami dan berpikir yang bersifat konkret belum abstrak. Pada umumnya, pada tahap ini anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Kemampuan berpikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata). 4. Tahap operasional formal (usia 11 – 15 tahun keatas) Pada tahap ini anak mampu berpikir abstrak. Pada tahap ini, kemampuan siswa sudah berada pada tahap berpikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau
dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis. Menurut Piaget, anak pada usia 2 – 7 tahun sedang dalam tahap praoperasional stage, yaitu tahap yang mempunyai ciri pokok perkembangannya menggunakan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertama tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran. Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktivitas sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa. 3. Pendidikan Bahasa Inggris untuk Anak Usia Dini Periode paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan seorang anak adalah antara umur 2-7 tahun. Semua macam aspek dalam berbahasa harus diperkenalkan dan diajarkan kepada anak sebelum masa sensitif tersebut berakhir. Pada periode sensitif ini sangat penting diperkenalkan cara berbahasa yang baik dan benar, karena keahlian
ini
sangat
berguna
untuk
berkomunikasi
dengan
lingkungannya
(Montessori,1991). Berdasarkan teori tersebut, adalah sangat tepat jika bahasa Inggris mulai diperkenalkan kepada anak sejak awal. Mengingat bahasa Inggris merupakan bahasa
asing
pertama
dan
merupakan
bahasa
internasional,
maka
proses
pembelajaran bahasa ini harus dilakukan secara efektif dan bertahap. Pemilihan materi yang cocok dan sesuai dengan usia anak dan juga efektif untuk perkembangan kognitif bahasa anak serta situasi dan kondisi belajar yang menyenangkan haruslah menjadi perhatian
dan
faktor
utama
dalam
berhasilnya
suatu
proses
pembelajaran.
Keberhasilan proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain:
1) Guru yang berkualitas, guru yang dapat menghidupkan proses kegiatan belajar mengajar. 2) Sumber dan fasilitas pembelajaran yang memadai dan memenuhi syarat (adekuat). 3) Kurikulum yang baik, sederhana, dan menarik (atraktif). Di sisi lain perlu dipahami bahwa usia dini adalah usia bermain dan merupakan usia emas (golden age). Setiap anak merupakan individu yang unik dan dunia bermain merupakan kegiatan yang kelihatan serius namun mengasyikan bagi mereka. Maka pendekatan yang tepat perlu diciptakan oleh seorang pendidik agar proses pembelajaran bahasa Inggris lebih menarik dan menyenangkan tanpa meninggalkan kaidah-kaidah bahasa yang benar. 4. Peran Guru dalam Pembelajaran berbasis Karakter Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) tapi juga menjalankan fungsi untuk menanamkan nilai (value) serta membangun karakter (Character Building) peserta didik khususnya anak usia dini secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Jika dilihat secara terminologi, peran guru merupakan manifestasi dari sifat ketuhanan. Demikian mulianya posisi guru, sampai Tuhan mengidentifikasi diri-Nya sebagai “Sang Maha Guru” dan ”Guru seluruh jagad raya”. Dengan demikian, profesi guru dalam menyebarkan ilmu pengetahuan merupakan infestasi ibadah. Di sisi lain, guru harus menjadi motivator dan inspirator bagi anak sehingga anak akan lebih antusias dan tertarik untuk belajar. Selain itu, guru juga memiliki peran sebagai pendidik (nurturer) yang berperan dan berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan sekolah dan norma hidup dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Tugastugas ini berkaitan erat dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, tugas guru dapat disebut juga pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab
pendisiplinan anak harus mengontrol setiap gerak-gerik dan perkembangan anak dalam seluruh aspek. Guru merupakan model dalam pembelajaran dan memiliki tugas dan kewajiban serta tanggung jawab yang besar. Oleh karena itu, guru tidak hanya berkewajiban untuk mendidik dan mengajar, tetapi lebih dari itu guru harus terlebih dahulu menjadi model bagi anak usia dini. Ini merupakan tantangan terberat guru di era teknologi dan informasi yang kian maju dan berkembang. Pembelajaran haruslah menyenangkan, aktif, efektif dan efisien, di mana anak akan belajar dengan bebas dan merasa tidak terbebani. Sebagai pendidik, tentunya perlu belajar dengan baik bagaimana menjadi model bagi anak usia dini karena ini bukan merupakan hal yang mudah. Maka tingkah laku seorang pendidik dalam hal ini guru, haruslah sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Guru sedapat mungkin haruslah menjadi figure sentral dalam pembentukan dan perkembangan kepribadian anak. Pada kenyataannya, saat ini banyak anak-anak yang kehilangan sosok figur sentral. Hal ini sangatlah fatal dan dapat mengakibatkan rusaknya moral anak bangsa. Dengan demikian, guru masa kini dituntut untuk menjadi model yang tegas, berwibawa, bersahaja, dan juga berkarakter. Berkarakter berarti watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang perlu ditanamkan secara utuh dang sesuai dengan normanorma yang berlaku. Pendidikan yang berbasis karakter dan moral bangsa harus disesuaikan dengan Pasal 20 tahun 2010. Dalam konten kurikulum ini, perlu sekali bagi kita tidak hanya mengajar tetapi memberikan tingkah laku dan perilaku yang baik sehingga ke depan anak usia dini terbentuk secara tepat guna dan berkelanjutan serta mempunyai perilaku yang baik. Tidak hanya ilmu pengetahuan saja yang diharapkan oleh pendidik, sebagai generasi penerus bangsa, anak perlu sekali dibekali attitude yang baik dan terpuji, mengenal karakter diri dan budaya yang selama ini menjadi kebiasaan yang baik dimata masyarakat bahkan dunia.
PENUTUP Pendidikan karakter merupakan kurikulum baru yang telah disosialisasikan di seluruh sekolah di Indonesia dan bahkan di seluruh dunia karena perlu bagi kita sebagai pendidik khususnya guru memberikan dan mengajarkan perilaku yang baik kepada anak sehingga mereka mampu bertindak dengan baik dan terpuji. Dalam kurikulum ini, guru sangat berperan aktif untuk menjelaskan hal-hal atau perilaku yang perlu diterapkan ke peserta didik baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan formal seperti sekolah. Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah, guru kiranya tidak hanya menerapkan bahasa secara umum tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter yang berguna bagi masa depan anak bangsa. Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional dan bahasa pengantar di seluruh dunia, sehingga perlu ditekankan karakter antara kedua bahasa secara baik sehingga tidak terjadi miskonsepsi dan miskomunikasi. Idealnya, pendidikan bahasa Inggris akan sangat bagus jika diterapkan sejak usia dini mulai dari rentang usia 2-7 tahun, di mana masa ini merupakan periode emas perkembangan kemampuan berbahasa anak. Mereka dapat belajar bahasa apapun seperti penutur aslinya dan periode ini harus dimanfaatkan denagn sebaikbaiknya.
DAFTAR PUSTAKA Dahar, Ratna Willis. Prof. Dr. (1988). Teori-Teori Belajar. Jakarta: P2LPTK. Hammerly, Hector (1982). Synthesis in Second Language Teaching. Blane : Second Language. Montessori, Dr. Maria. (1991). The discovery of the Child. New York: Ballatine Books. Mustafa, Bacharudin (2007) Buku Pendidikan Anak Usia Dini, Unpublish. Santrock, John W (2007) Child Development, Taxas: McGraw-Hill. Ur, Penny. (1996). A Course in Language Teaching. Cambridge : Cambridge University Press.