PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER SEJAK DINI
Di jalan raya banyak pengendara sepeda motor dan mobil Saling menyalip satu sama lain. Mengapa? Sebab dulu sejak kecil Di rumah dan di sekolah Mereka dididik untuk menjadi lebih cepat Dan bukan lebih sabar. Mereka dididik untuk menjadi yang terdepan Dan bukan yang tersopan. ********************************************************************** Saat bertemu teman lama Anak seperti apa yang kita bangga-banggakan? Anak yang rangking satu? Anak yang juara satu lomba matematika? Ataukah anak yang sopan dan jujur, Dan anak yang rajin membantu dan beribadah? Betapa bangganya kita sebagai orang tua saat anak kita memenangi suatu perlombaan. Sebangga itukah kita saat anak begitu kuatirnya melihat adik atau kakaknya terbaring lemah saat sakit? Renungan buat kita semua...
Terdapat pepatah yang menyebutkan bahwa walaupun jumlah anak-anak hanya 10% dari total jumlah penduduk, tetapi mempengaruhi 100% masa depan. Investasi untuk program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dianggap sangat penting, sebab akan menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan. Banyak studi menunjukkan bahwa investasi pada pendidikan anak usia dini memberikan return atau pengembalian hasil yang paling tinggi dibandingkan kelompok umur lainnya. Hal ini disebabkan karena masa pembentukan otak manusia terjadi paling cepat pada usia di bawah 7 tahun, di lain pihak biaya investasi untuk program anak usia dini adalah paling murah dibandingkan dengan kelompok-kelompok umur lainnya. PAUD dianggap penting, sebab pembangunan karakter yang paling efektif dilakukan adalah pada usia sedini mungkin. Tim Utton berkata bahwa “At 3, you’re made for life” (Pada usia 3 tahun, Anda dibentuk untuk seumur hidup). Ungkapan tersebut mengacu kepada sebuah studi yang dilakukan oleh University of Otago di New Zealand yang meneliti lebih dari 1.000 anak-anak selama 23 tahun, dan terbukti bahwa sejak usia tiga tahun seorang anak telah dapat diprediksi bagaimana karakternya kelak ketika dewasa. Beberapa pakar lain berpendapat yang sama, seperti “The child's most crucial developmental stage is the first six years” (Tahap perkembangan yang paling penting pada anak adalah pada usia enam tahun pertama, Maria Montessori). “Programs aimed at correcting wayward juvenile behaviour need to start with preschoolers” (Program yang dimaksudkan untuk memperbaiki tingkah laku remaja yang suka membantah hendaknya dimulai pada saat usia dini, Yvonne Martin). Jadi, usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang (Megawangi).
Mengapa Karakter Harus Dibangun Sejak Usia Dini? Menurut Montessori, otak anak seperti “the absorbent mind” (pikiran/otak yang dapat menyerap). Bahkan bayi yang berusia 2-3 minggu sudah mampu meniru mimik muka orang tua di sekitarnya. Masa-masa dimana anak cepat sekali meniru, maka memberikan pendidikan karakter sedini mungkin penting dilakukan. Ibaratnya, otak anak adalah seperti spond. Spond yang kering, jika dimasukkan ke dalam air akan cepat sekali menyerap air. Andaikan spond tersebut diletakkan di air jernih, yang diserap pun adalah air jernih. Jika diletakkan di air selokan, air selokan pula yang diserapnya. Inilah sebabnya, begitu efektifnya kita mengajar anak-anak usia dini tentang hal-hal yang baik. Pada masa-masa emas inilah, anak diberikan sebanyak mungkin air jernih (kebaikan) agar dampaknya di dalam otak anak adalah kejernihan (yang baik-baik saja).
Pengertian Pendidikan Karakter Kamus Oxford mendefinisikan karakter sebagai: 1) kualitas mental dan moral yang khas pada diri seseorang; 2) sifat asli seseorang. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pendidikan karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Menurut Kartadinata (dalam Pusbangprodik, 2011) hakekat karakter adalah proses tingkah laku pendidikan yang mendidik, moralis dan santun, yang diwujudkan oleh mereka secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam pendidikan seperti pendidik, peserta didik, pengelola pendidikan, administrator pendidikan, perencana pendidikan, peneliti pendidikan, lingkungan pendidikan (orang tua, masyarakat, pemerintah, organisasi dsb).
Suyanto (2011) mengemukakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Adapun pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu melibatkan penalaran (kognitive), afektif (feeling), dan tindakan (action). Adapun pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai kepada pendidik, peserta didik, dan tenaga kependidikan baik formal, non formal maupun informal yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia seutuhnya. Berdasarkan uraian di atas dapat dirangkum bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan nilai, budi pekerti, moral, watak, yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Seseorang yang berkarakter adalah orang yang memiliki kepribadian atau sifat yang khas yang ditampilkan dalam setiap perilakunya sehari-hari yang mencerminkan knowing the good, thinking the good, feeling the good, and acting the good. Adapun pendidikan karakter merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi sebagai berikut:
1) Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berprilaku baik. 2) Membangun bangsa yang berkarakter Pancasila. 3) Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi untuk: 1) Membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural, 2) Membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik. 3) Membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni.
Nilai-nilai Pembentuk Karakter Kementerian Pendidikan Nasional dalam Pedoman Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa tahun 2010 menetapkan karakter sebagai nilai-nilai khas (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terlihat dalam perilakunya. Sebagai acuan telah dikembangkan kerangka dasar (grand design) pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan yang menjadi rujukan konseptual dan operasional. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosiokultural dikelompokkan dalam: olah hati (spiritual and emotional development),
olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and creativity development). Untuk mencapai karakter bangsa yang diharapkan sebagaimana tersebut di atas, diperlukan individu-individu yang memiliki karakter. Oleh karena itu, dalam upaya pembangunan karakter bangsa diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga negara). Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni: -
Olah hati,berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan.
-
Olah pikir,terkait dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
-
Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas.
-
Olah rasa dan karsa terkait dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.
RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KARAKTER cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif
bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih
OLAH PIKIR
OLAH HATI
OLAH RAGA
OLAH RASA/ KARSA
beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik
ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit , mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja
(Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional dalam Pedoman Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa: 2010)
Berdasarkan Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2015 (2010) dijelaskan bahwa Pemerintah Indonesia mengembangkan karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila dan akar budaya daerah sebagai berikut : 1) Karakter yang bersumber dari olah hati yang berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan; antara lain beriman dan bertakwa, religius, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik. 2) Karakter yang bersumber dari olah pikir yangberkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif;
antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif. 3) Karakter yang bersumber dari olahraga/kinestetika yang berkenaandengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas.; antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih. 4) Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan; antara lain kemanusiaan, saling menghargai mau berbagi, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.
Olah hati, olah pikir, olahraga, serta olah rasa dan karsa sebenarnya saling terkait satu sama lainnya. Contoh: olah hati juga terkait dengan olahraga dan sebagainya. Oleh sebab itu, banyak aspek karakter yang dapat dijelaskan sebagai hasil dari beberapa proses.
Nilai diartikan sebagai sifat-sifat (hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Terdapat di dalamnya nilai agama yaitu konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok di kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat yang bersangkutan; nilai budaya yaitu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan bernilai di kehidupan manusia; nilai
etik yaitu nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, nilai yang berhubungan dengan akhlak, nilai yang berkaitan dengan benar atau salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat. Nilai-nilai karakter yang dikemukakan di atas, bukanlah merupakan suatu ciri, sifat yang berdiri sendiri, akan tetapi komprehensif dalam satu aktualisasi pribadi individu. Mungkin saja semua nilai tersebut muncul dalam diri seseorang, sebagian besar atau bahkan hanya mempunyai nilai-nilai tertentu saja. Nilai-nilai karakter tersebut sangatlah agung. Betapa hebatnya kader-kader muda Indonesia yang mempunyai nilai-nilai tersebut. Tentu, dibutuhkan perjuangan serius dan kolektif dari seluruh anak bangsa karena nilai-nilai karakter itu membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh anak bangsa, mulai dari lingkup keluarga, satuan pendidikan, pemerintahan, masyarakat sipil, politik, dunia usaha dan industri dan media massa.
Metode Penanaman Karakter Metode penanaman karakter dapat dilakukan secara eksplisit dan sistematis, yaitu dengan: 1. Knowing the good, 2. Reasoning the good, 3. Feeling the good, 4. Acting the good Dengan knowing the good, anak terbiasa berpikir hanya yang baik-baik saja.
Reasoning the good juga perlu dilakukan supaya anak tahu mengapa dia harus berbuat baik. Misalnya kenapa anak harus jujur, apa akibatnya kalau anak jujur, dan sebagainya. Jadi anak tidak hanya menghafal kebaikan tetapi juga tahu alasannya. Dengan feeling the good, perasaan anak dibangun akan kebaikan. Anak-anak diharapkan mencintai kebaikan. Lalu, dalam acting the good, anak mempraktekkan kebaikan. Jika anak terbiasa melakukan knowing, reasoning, feeling, dan acting the good, harapannya adalah lama kelamaan anak akan terbentuk karakternya.
Budaya Prestasi dalam Bingkai Pendidikan Karakter Pendidik maupun orangtua pada umumnya mengharapkan dan meminta anak untuk belajar. Belajar dimaksudkan sebagai perlombaan agar anak dapat memenangkan perlombaan tersebut, sehingga anak dapat tampil sebagai SANG JUARA. Paradigma seperti ini dapat mengakibatkan segala upaya dilakukan oleh anak, bahkan pendidik dan orangtua
sekalipun,
agar
anak
dapat
tampil
sebagai
nomor
satu
dengan
mengesampingkan nilai-nilai yang ada. Akibat dari penekanan berlebihan pada prestasi tersebut adalah: 1. Ketertarikan murni akan tugas sering mulai menguap saat “prestasi” (kemenangan/nilai tinggi) menjadi tujuan utama. Tekanan yang kuat untuk tidak gagal berbahaya bagi anak. Penonjolan pada pencapaian nilai (kemenangan) akan menihilkan proses belajar itu sendiri. 2. Jika yang penting adalah kemenangan, bukan memperluas pemikiran atau menemukan ide-ide baru, maka anak akan melakukan untuk berhasil.
yang termudah
3. Di kelas remedial, mereka tidak dibantu belajar, mereka hanya dibantu untuk mendapatkan nilai bagus. Cara ini tidak memberikan manfaat apa-apapun, bahkan sesungguhnya sangat berbahaya bagi mereka! (Kohn, 2009 :156-157)
Dengan menomorsatukan prestasi, maka akibatnya karakter yang menghalalkan segala cara agar dapat menjadi juara, karakter yang menggampangkan segalanya untuk mencapai tujuan, karakter yang menyikut oranglain agar mulus ke depannya, dan lain sebagainya, bukan tidak mungkin dapat merajalela. Dan kenyataan tersebut dapat kita lihat ada di mana-mana di sekitar kita.
Belajar
Belajar
Berlomba
Berkarya: Berkarya: Kreatif, Inovatif, Mandiri, Percaya Diri
Menang
Do your Best
Juara
Hari ini lebih baik dari kemarin
Pola pikir pendidik, orangtua, bahkan masyarakat sebaiknya diarahkan pada anak belajar agar bisa berkarya dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya masingmasing, sehingga hari ini anak bisa mencapai yang lebih baik daripada kemarin. Hendaklah ditanamkan pada anak untuk kreatif, inovatif, mandiri, dan percaya diri agar
pencapaian anak semakin hari semakin baik. BUKAN bagaimana anak bisa menjadi juara! Ketika pendidik dan orangtua menginginkan anaknya berprestasi maka hendaklah tetap dalam bingkai pendidikan yang berkarakter. Karakter yang tetap menjunjung nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kesopanan, serta nilai-nilai lainnya.
Daftar Pustaka Astuti, Kun Setyaning & Mundzir. (…). Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Karakter. Makalah Astuti, Kun Setyaning.(2011). Developing a Model For an Evaluation of Character Education in Music Learning. Yogyakarta: UNY. Kartadinata, S.(2010) Pidato dalam rangka wisuda UPI gelombang I. Bandung: UPI. Megawangi. (...). Pendidikan Karakter Di Paud Melalui Pendidikan Holistik Berbasis Karakter. Makalah Menkokesra.(2010).Desain Induk Pembangunan Pendidikan Karakter Bangsa 2015. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia
2010-
Naskah Akademik Peningkatan Kompetensi Pendidik Berbasis Pendidikan Karakter (2011). Nurkamto, J. (…) Struktur Penelitian & Penulisan R & D Bidang Pendidikan.UNS Solo. Makalah (tidak dipublikasikan) Setiawati.(2011). Nilai-nilai Pembentuk Karakter. Surabaya. Makalah Dan sumber-sumber lainnya