BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Karakteristik Perilaku Pengendara Sepeda Motor pada Ruas Jalan Karakteristik perilaku pergerakan pengendara sepeda motor adalah sebagai berikut: ·
Perjalanan bersama kendaraan lain di lajur yang sama. Hal ini umum untuk pengendara sepeda motor untuk berbagi ruang jalur lateral dengan kendaraan lain karena lebar sepeda motor (0,75 m) hanya sekitar 25% dari lebar jalan (3 m).
·
Dapat bermanuver miring/ kesamping. Sepeda motor cenderung bergerak atau kesamping miring karena ukuran sepeda motor yg kecil. Dengan lebar tipikal dari lajur jauh lebih besar dari ukuran kebutuhan sepeda motor, mereka tidak perlu menempatkan posisi di tengah-tengah lajur. Akibatnya ketika mengikuti kendaraan didepan, sepeda motor dengan bebas
memilih posisi lateral dalam suatu lajur. Dengan
demikian, pengenndara sepeda motor bisa menempatkan bidang pandang yang lebih baik dan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memilih, menyalip atau menghindari potensi tabrakan.
·
Penyaringan/ filtering adalah perilaku pergerakan yang melalui area bebas lurus antara memperlambat kendaraan atau kecepatan tetap. Hal ini dapat dianggap sebagai suatu rangkaian gerakan menyalip dengan menggunakan dynamic virtual lines. 8
Universitas Sumatera Utara
·
Bergerak ke bagian depan antrian. Sepeda motor memiliki keuntungan untuk bergerak ke bagian depan antrian karena mereka mempunyai kemamupan filtering. Pada awal lampu hijau, sepeda motor cenderung untuk melewati persimpangan dengan cepat.
·
Meliuk atau menyilang adalah pola perilaku khas sepeda motor pada pergerakan lateral tercampur. Jika sepeda motor bergerak menyilang keluar dan kedalam lalu lintas pada pola perilaku tertentu, tampak kendaraan di sekitarnya mengalah dan mempperlambat.
·
Tailgating, dimana pengendara sepeda motor cenderung merapat dan seperti tidak tolerir dengan jarak.
II.2
Penentuan Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
II.2.1 Emp (ekivalensi mobil penumpang) Nilai satuan mobil penumpang (smp) atau passenger car unit (pcu) sangat penting untuk studi aliran lalu lintas tercampur. Agar dapat diubah kedalam nilai smp maka tiap jenis kendaraan memiliki nilai konversi yang disebut ekivalensi mobil penumpang (emp). Besarnya nilai ekivalensi mobil penumpang dari berbagai jenis kendaraan berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara, yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik kendaraan, aliran, jalan, lingkungan, kondisi iklim/cuaca dan kondisi pengendalian lalu lintas.
9
Universitas Sumatera Utara
Ekivalen mobil penumpang adalah faktor konversi yang digunakan untuk menseragamkan nilai hitung kendaraan, agar pengaruh tiap kendaraan terhadap lalu lintas secara keseluruhan dapat diketahui. Nilai emp untuk ruas jalan perkotaan adalah faktor yang mempengaruhi berbagai tipe-tipe kendaraan dibandingkan dengan kendaraan ringan (mobil penumpang) terhadap kecepatan kendaraan ringan tersebut dalam arus lalulintas. (MKJI,1997). Tabel 2.1 Nilai emp untuk beberapa jenis kendaraan Emp untuk tipe pendekat Jenis kendaraan Terlindung
Terlawan
1,0
1,0
Kendaraan berat (HV)
1,3
1,3
Sepeda motor (MC)
0,2
0,4
Kendaraan ringan (LV)
(Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) Dikutip dari jurnal Sigit Priyanto (2000), bila penambahan sebuah kendaraan pada sebuah kelompok jenis kendaraan dalam aliran lalu lintas menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang dihasilkan oleh penambahan terhadap sebuah mobil penumpang, jenis kendaraan tersebut dianggap ekivalen dengan sebuah mobil penumpang. Oleh sebab itu, nilai emp dapat juga disebut sebagai sebuah perhitungan jarak relatif yang diperlukan jenis kendaraan yang
10
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan sebuah mobil penumpang berdasarkan data-data kondisi jalan dan lalu lintas. (Sigit Priyanto,2000) Ada beberapa cara
atau metode
yang dapat
digunakan untuk
memperkirakan nilai ekivalensi mobil penumpang, tergantung dari karakteristik dan kondisi lalu lintasnya. Adapun cara atau metode yang dapat digunakan untuk mencari atau memperkirakan ekivalen mobil penumpang. II.2.1.a Basis Kecepatan Dikutip dari thesis Koeswandono (2007) mengembangkan metode penghitungan emp dengan basis kecepatan. Untuk mencari emp dengan basis kecepatan adalah dengan mengetahui hubungan kecepatan (v) dan volume lalu lintas (q) dengan menggunakan regresi multi linier. Model linier hubungan kecepatan dan volume dipilih karena dalam prakteknya hubungan antar volume dan kecepatan mendekati linier. Model regresi berganda dari hubungan kecepatan dan volume adalah : v = a – c1 (qlv) – c2 (qhv) – c3 (qmc) – c4 (qspd) – c5 (qbck) ...........(2.1) keterangan : v = kecepatan rata-rata a = kecepatan arus bebas c = koefisien c1= koefisien mobil ringan/ mobil penumpang 11
Universitas Sumatera Utara
c2= koefisien mobil berat c3= koefisien sepeda motor c4= koefisien sepeda c5= koefisien becak qlv = jumlah lv qhv = jumlah hv qmc = jumlah sepeda motor qspd = jumlah sepeda qbck = jumlah becak Untuk menentukan emp kendaraan selain mobil penumpang maka koefisien tiap jenis kendaraan dibagi dengan koefisien dari mobil penumpang (lv) dan dapat diformulasikan :
ܑ܋
ܑܘܕ܍ൌ ܋ ............................(2.2)
keterangan : ci = koefisien jenis kendaraan i c1 = koefisien mobil penumpang (lv)
12
Universitas Sumatera Utara
II.2.1.b Basis Kapasitas Eko Supri Martiono dalam penelitiannya tentang Pengaruh sepeda motor di persimpangan jalan dengan pengatur lampu lalu lintas di Kendal, menyatakan bahwa untuk menghitung emp dapat digunakan metode kapasitas dengan regressi linier berganda yang diformulakan sebagai berikut : S = c1 lv + c2 hv + c3 mc + c4 um ............................(2.3) keterangan : S = arus jenuh c = koefisien lv = mobil penumpang /kendaraan ringan hv = mobil besar mc = sepeda motor um = kendaraan tidak bermotor karena c1 = emp untuk lv = 1 maka : c1 lv = S - c2 hv - c3 mc - c4 um ............................(2.4) dari persamaan diatas maka koefisien yang dihasilkan pada setiap jenis kendaraan adalah merupakan nilai emp dari jenis kendaraan tersebut.
13
Universitas Sumatera Utara
II.2.2 Metode Pembanding Kecepatan II.2.2.a Metode Waktu Perjalanan Menurut Keller et al (1984) dalam memperkirakan nilai emp kendaraan berat di ruas jalan arteri perkotaan yaitu dengan memperkirakan jumlah keterlambatan oleh kendaraan dari berbagai ukuran dan beratnya. Studi ini didasarkan pada pengaruh relatif pengurangan kapasitas dari kendaraan besar berbanding lurus terhadap pertambahan keterlambatan yang disebabkan oleh kendaraan tersebut bila dibandingkan dengan kasus yang sama pada mobil penumpang.
Berdasarkan
hal
tersebut
dihipotesiskan
pengaruh
relatif
pengurangan kapasitas jalan dihitung dalam emp, dapat diperkirakan sebagai pembanding dari total waktu perjalanan dari kendaraan berat terhadap mobil penumpang ketika melakukan perjalanan melalui jaringan jalan perkotaan. Dikutip dari thesis Murtiono (2002). II.2.2.b Metode Jam Kendaraan Menurut Sumner et al (1983) kapasitas jalan disuatu titik tertentu secara konvensional dinyatakann dalam jumlah maksimum kendaraan yang melewati titik tersebut per satuan waktu. Penerapan definisi ini disuatu penggalan jalan dapat dinyatakan dalam jam kendaraan, yaitu perkalian jumlah kendaraan dengan waktu tempuh dari kendraan-kendaraan yang melalui penggalan jalan tersebut. Semakin lambat kendaraan dari kendaraan lain akan memerlukan jumlah jam kendaraan lebih banyak untuk trip yang sama terhadap sebuah mobil penumpang.
14
Universitas Sumatera Utara
Penambahan jam kendaraan untuk suatu kendaraan dibanding kendaraan relatif terhadap mobil penumpang selama melewati penggalan jalan dapat dipakai sebagai dasar perhitungan emp dikutip dari Murtiono (2002). II.2.2.c Metode Headway Menurut Chang Chien (1978) dalam metode ini akan menguraikan lebih dalam mengenai penentuan emp kendaraan di jalan raya maupun jaringan jalannya. Nilai emp kendaraan lebih umum ditentukan di persimpangan jalan. Seperti yang dikutip dari thesis Murtiono (2002), menguraikan bahwa penentuan emp dari mobil barang di persimpangan jalan dengan lampu pengatur lalu lintas adalah bervariasi, dan berbanding lurus dengan lebar lengan persimpanganya. Emp mobil barang dapat ditentukan dengan membagi headway rata-rata mobil barang mengikuti mobil barang dengan headway rata-rata dari mobil penumpang mengikuti mobil penumpang didalam satu lajur tunggal di persimpangan jalan dengan lampu pengatur lalu lintas. Emp tersebut bisa ditentukan dengan pencatatan headway antara kendaraan kendaraan yang melintasi garis henti secara berurutan. Pengamatan ini dibagi dalam kelompok-kelompok seperti: 1. Mobil penumpang mengikuti mobil penumpang. 2. Mobil barang mengikuti mobil penumpang. 3. Mobil penumpang mengikuti mobil barang. 4. Mobil barang mengikuti mobil barang.
15
Universitas Sumatera Utara
Kendaraan yang melintasi garis henti dalam tiga detik pertama dari fase hijau dan pada akhir arus jenuh tidak dihitung dalam pengamatan karena pengaruh dari percepatan dan perlambatan kendaraan. Metode ini benar kalau pengaruh dari kendaraan barang adalah bebas tidak tergantung dari berat dan ringannya kendaraan yang mendahuluinya. Kondisi yang perlu diperhatikan adalah jumlah headway rata-rata dari mobil penumpang mengikuti mobil penumpang dan mobil barang mengikuti mobil barang harus sama dengan jumlah headway rata-rata mobil penumpang mengikuti mobil barang dan mobil barang mengikuti mobil penumpang.
II.3 Kecepatan Rata-Rata Ruang Kecepatan rata-rata ruang adalah kecepatan rata-rata kendaraan yang melintasi suatu segmen pengamatan pada suatu waktu rata-rata tertentu. Formula yang digunakan untuk menghitung kecepatan rata-rata ruang (Space Mean Speed) adalah :
....................................................(2.5) Dengan :
Vs
= keceptan tempuh rata-rata (km/jam; m/dt)
L
= panjang penggal jalan (km; m)
16
Universitas Sumatera Utara
tΌ
= waktu tempuh kendaraan ke i untuk melalui
n
= jumlah waktu tempuh yang diamati
II.4 Analisa Regresi Linier Berganda Analisa regresi linier berganda adalah suatu metode statistik. Untuk menggunakannya, terdapat beberapa asumsi yang perlu diperhatikan: (Tamin, 2000) 1. Nilai variabel, khususnya variabel bebas, mempunyai nilai tertentu atau merupakan nilai yang didapat dari hasil survey tanpa kesalahan berarti. 2. Variabel tidak bebas (y) harus mempunyai hubungan korelasi linier dengan variabel bebas (x). Jika hubungan tersebut tidak linier, transformasi linier harus dilakukan, meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual. 3. Efek variabel bebas pada variabel tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus tidak ada korelasi yang kuat antara sesama variabel bebas. 4. Variansi variabel tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai variabel bebas. 5. Nilai variabel tidak bebas harus tersebar normal atau minimal mendekati normal. 6. Nilai variabel bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif mudah diproyeksikan. 17
Universitas Sumatera Utara
Kalau Y' = a + bX maka dalam regresi linier berganda terdapat sejumlah (sebut saja k buah, k ≥ 2) yang dihubungkan dengan Y linier atau berpangkat satu dalam semua perubah bebas (Sudjana, 1988). Persamaan regresi linier berganda adalah: Y' = a0 + a1X1 + a2X2 + a3X3 ………………………………(2.6) Apabila ditentukan y1 = Y - Y', x1 = X1 – X1', x2 = X2 – X2', x3 = X3 – X3', maka persamaan regresi linier berganda menjadi: Y = a1x1 + a2x2 + a3x3 …………………………………………(2.7) Persamaan umum yang digunakan untuk menentukan koefisien dari variabelvariabel dari persamaan regresi linier berganda adalah: Σyx1 = a1Σx1² + a2Σx1x2 + a3Σx2x3 ……………………………...(2.8) Σyx2 = a1Σx1x2 + a2Σx2² + a3Σx2x3 ……………………………...(2.9) Σyx3 = a1Σx1x3 + a2Σx2x3 + a3Σ²x3 ……………………………...(2.10)
Dimana : Σy² = Σy² - (Σy/n)² ……………………....………………………(2.11) Σx² = Σx² - (Σx/n)² ……………………….………………………(2.12) Σxy² = Σ(yx) - (Σx. Σy/n) ……….………..………………………(2.13)
18
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan (2.10), (2.11), dan (2.12) dapat ditentukan koefisien regresi a1. a2, dan a3, setelah koefisien regresi a1. a2, dan a3, dilanjutkan menentukan konstanta a0 dengan menggunakan persamaan: a0 = Y' – (a1x1 + a2x2 + a3x3) ……………………………………(2.14) II.4.1 Analisa Regresi Linier Berganda Dengan SPSS II.4.1.1 Pengertian SPSS atau Statistical Product and Service Solution merupakan program aplikasi yang digunakan untuk melakukan perhitungan statistik menggunakan komputer. Kelebihan program ini adalah kita dapat melakukan secara lebih cepat semua perhitungan statistik dari yang sederhana sampai yang rumit sekalipun, yang jika dilakukan secara manual akan memakan waktu lebih lama. Tugas pengguna hanyalah mendesain variabel yang akan dianalisis, memasukan data, dan melakukan perhitungan dengan menggunakan tahapan yang ada pada menu yang tersedia. Setelah perhitungan selesai, tugas pengguna ialah menafsir angka-angka yang dihasilkan oleh SPSS. Proses penafsiran inilah yang jauh lebih penting daripada sekedar memasukan angka dan menghitungnya. Dalam melakukan penafsiran kita harus dibekali dengan perngertian mengenai statistik dan metodelogi penelitian. II.4.1.2 Cara Mendesain Variabel Sebelum pengguna memasukan data dan memprosesnya, peneliti harus memberi nama variabel dan mendefinisikan. Memberi nama variabel sebaiknya 19
Universitas Sumatera Utara
secara singkat dan jelas. Untuk penelitian ini, digunakan contoh nama variabel sebagai berikut: 1. V
=
Kecepatan rata-rata yang terdiri dari 3 jenis kendaraan yang mewakili ruas jalan yaitu tediri dari kecepatan ratarata kendaraan ringan, kendaraan berat dan sepeda motor.
2. LV
=
Data jumlah mobil penumpang yang lewat dalam satuan perjam.
3. MC
=
Data jumlah sepeda motor yang lewat dalam satuan perjam.
4. HV =
Data jumlah mobil berat yang lewat dalam satuan perjam.
5. UM1 =
Data jumlah becak tidak bermesin yang lewat dalam satuan perjam.
6. UM2 =
Data jumlah sepeda yang lewat dalam satuan perjam.
II.4.1.3 Metode Product Momen Pearson Salah satu perhitungan dengan menggunakan program SPSS digunakan untuk mendapatkan data berskala interval atau rasio. Nilai korelasi berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara 2 variabel semakin kuat sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara 2 variabel semakin lemah. Nilai positif menunjukan hubungan searah (x naik, maka y naik) dan nilai negatif menunjukan hubungan terbalik (x naik, maka y turun).
20
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Nilai interpretasi koefisien korelasi 0,00 – 0,199
Sangat rendah
0,20 – 0,399
Rendah
0,40 – 0,599
Sedang
0,60 – 0,799
Kuat
0,80 – 1,00
Sangat kuat
(Sumber: Paham Analisa Statistik Data Dengan SPSS, 2002)
II.5
Ruas Jalan Arteri Klasifikasi jalan arteri terbagi 2, yaitu : 1.
Jalan arteri primer.
2.
Jalan arteri sekunder.
II.5.1 Jalan Arteri Primer Spesifikasi jalan arteri primer adalah sebagai berikut : a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam. d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter.
21
Universitas Sumatera Utara
e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal. f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizikan melalui jalan ini. g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain. k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan. l. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain. m. Jalur khusus harusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. n. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median jalan.
22
Universitas Sumatera Utara
II.5.2 Jalan Arteri Sekunder Jalan arteri sekunder adalah ruas jalan yang digunakan dalam penelitian ini. Spesifikasi jalan arteri sekunder sebagai mana yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga dan Direktorat Pembinaan Jalan Kota (1990) adalah sebagai berikut ini : a. Jalan arteri sekunder menghubungkan : ·
Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
·
Antar kawasan sekunder kesatu.
·
Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
·
Jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
b. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km/jam. c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 meter. d. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter. f. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan melalui jalan ini. g. Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. 23
Universitas Sumatera Utara
i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada jam sibuk. j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain. k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain. l. Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. m. Jarak selang dengan kendaraan sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.
II.6 1.
Penelitian Sebelumnya Sigit Priyanto,dalam jurnal Penentuan Nilai EMP Pada Ruas Jalan Dengan Metode Analisis Kapasitas. Dimana nilai emp yang dihasilkan untuk setiap jenis kendaraan cukup bervariasi,tergantung pada faktor-faktor dasar yang mempengaruhi kondisi arus lalulintas suatu bagian jaringan jalan, yaitu kecepatan, time headway dan jarak melintang antar kendaraan.
2.
Dwi Prasetyanto dan Elkhas, dalam jurnal Pengaruh Jumlah Sepeda Motor Terhadap Waktu Antara Mobil Penumpang. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara peningkatan jumlah sepeda motor dengan waktu antara dengan mobil penumpang. Berdasarkan jumlah peningkatan sepeda motor ini akan terlihat seberapa besar penambahan waktu kedatangan mobil penumpang yang berurutan pada suatu titik refrensi
24
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Didapat kesimpulan dari penelitian adalah hubungan waktu antara mobil penumpang dan pertambahan jumlah sepeda motor dinyatakan dalam persamaan regresi linier sederhana. Pertambahan jumlah sepeda motor tidak selalu meningkatkan waktu antara mobil penumpang, hal ini disebabkan kelompok sepeda motor tersebut tidak berjalan beiringan namun akan cenderung mencari posisi secara berdampingan pada lajur yang sama. 3.
Erwin Kusnandar, dalam jurnal Pengaruh Proporsi Sepeda Motor Terhadap Kecepatan Arus Lalulintas. Peneliti menarik kesimpulan terdapat hubungan yang sangat signifikan antara proporsi sepeda motor terhadap perubahan kecepatan arus lalulintas, pada ruas jalan yang diangkat sebagai sampel penelitian yaitu, ruas jalan berkonfigurasi dua lajur dua arah tak terbagi. Model hubungan pengaruh proporsi sepeda motor terhadap kecepatan arus lalulintas tersebut, pada kondisi jam sibuk, lenggang dan saat digabungkan tidak terlalu signifikan perbedaannya. Ditarik suatu hipotesa bahwa proporsi sepeda motor merubah kecepatan arus lalulintas.
4.
Windarto koeswandono, dalam thesis yang berjudul Pengaruh Kendaraan Tidak Bermotor Pada Jalan 2 Lajur 2 Arah Tanpa Median. Kendaraan tidak bermotor (lambat) dalam lalu lintas campuran pada jalan 2 lajur 2 arah tanpa median berpotensi memberikan pengaruh pada kinerja lalu lintas khususnya kecepatan lalu lintas apalagi bila jumlahnya sangat besar. Hal ini terjadi pada koridor Kota Yogyakarta terutama lalu lintas dari arah selatan dan arah barat atau dari arah Bantul dan Godean. Peneliti meneliti nilai dari ekivalensi mobil penumpang di ruas jalan Parangtritis Kota Yogyakarta yang menyatakan. Hasil dari analisa proporsi kendaraan tidak bermotor 25
Universitas Sumatera Utara
tidak berpengaruh signifikan terhadap kecepatan lalu lintas pada volume lalu lintas < 3300 kendaraan/jam di depan Money Changer dan volume lalu lintas < 2650 kendaraan/jam di depan STIE Kerjasama. Adanya perbedaan besaran pengaruh kendaraan tidak bermotor terhadap kecepatan lalu lintas dan nilai emp pada kedua lokasi pengamatan adalah karena adanya perbedaan lingkungan dan karakteristik lalu lintas pada kedua lokasi pengamatan. Terdapat perbedaan nilai emp lapangan dengan nilai emp pada MKJI karena terdapat perbedaan volume dan komposisi tiap jenis kendaraan.
26
Universitas Sumatera Utara