T
A
T
A
L
O
K
A
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; FEBRUARI 2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
A RAHAN JA LUR L ALU L INTAS YANG A MAN B AGI P ENGENDARA S EPEDA (S TUDI K ASUS :P EKERJA B ERSEPEDA DI J ALAN R AYA K ALIGAWE ) Design Guideline For Secure Traffic Lane For Cyclist (Case Study: Workers Cycling In Kaligawe Street)
1
2
Natalia Destriane1 dan Wakhidah Kuriniawati2
Alumni Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang Staff Pengajar Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang (email: )
Abstract: Road as transportation infrastructure must be adaptive for the users. However, along with the outgrowth of automotive industry, people start to leave non-motorized vehicle. Nowadays road merely serves and accommodates motorized vehicle. Road physical design is unable to accommodate the un-motorized vehicle necessity such as bicycle. The cyclists are forgotten that they are also road users as what happens in Kaligawe Street, Semarang in which cycling inconvenience becomes an important issue. The demand of secure traffic lane by cyclists is very high which since Kaligawe Street as arterial road has threatened the safety of cyclists. This study aims to arrange the secure traffic lane designed for cyclists by utilizing the traffic and slow lane which are designed based on the change of driver’s behavior in order to ensure all road users safety. Key words : cyclist, un motorized vehicle, design guideline Abstrak : Jalan sebagai infrastruktur transportasi harus adaptif untuk pengguna. Namun, berturut-turut dengan perkembangan industri otomotif dan orang-orang mulai meninggalkan kendaraan manual belakangan ini, dan saat ini jalan hanya memberikan efek hanya mengakomodasi pengguna kendaraan bermotor. desain fisik jalan tidak dapat mengakomodasi kebutuhan kendaraan manual, seperti sepeda. pengendara sepeda telah sengaja ketika mereka menggunakan akses jalan. Sama seperti di Jalan Raya Kaligawe Semarang. Ketidaknyamanan menjadi isu penting di jalan itu. Permintaan-jalan keselamatan dari si pengendara sepeda sangat tinggi, dinyatakan Jalan Raya Kaligawe sebagai jalan arteri telah mengancam keselamatan pengendara sepeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengatur desain jalur untuk keselamatan lalu lintas bagi pengendara sepeda dengan menggunakan jalur lalu lintas dan jalur lambat yang didasarkan pada perubahan perilaku pengemudi, sehingga dapat menjamin keselamatan semua pengguna jalan. Key words : pengendara sepeda, kendaraan manual, arahan desain
PENDAHULUAN
Transportasi adalah pergerakan manusia dan atau barang dari suatu tempat ke tempat
lainnya (Modul Pelatihan Perencanaan Transportasi, 2003). Peran transportasi secara harafiah dikelompokkan menjadi 3, yaitu dari segi ekonomi, segi sosial dan segi politik (Tamin,
52
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
1997:13). Peran transportasi dari segi ekonomi merupakan peran transportasi sebagai pemenuh kebutuhan manusia. Bekerja merupakan aktivitas ekonomi utama manusia. Manusia harus melakukan pergerakan ke tempat kerja, yang didukung oleh 2 komponen penting yang saling terkait, yaitu sarana transportasi dan prasarana transportasi. Sarana transportasi merupakan alat atau moda yang digunakan dalam melakukan pergerakan, sedangkan prasarana transportasi merupakan wadah untuk dapat melakukan pergerakan. Ketersediaan sarana transportasi harus dapat didukung oleh ketersediaan prasarana transportasi. Sarana transportasi yang ada haruslah dapat dijangkau oleh seluruh golongan masyarakat, dan prasarana transportasi yang ada juga harus dapat memenuhi seluruh kebutuhan penggunanya (Modul Pelatihan Perencanaan Transportasi, 2003). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, keberadaan sarana transportasi akan lebih dirasakan manfaatnya jika didukung oleh prasarana transportasi yang mampu memenuhi kebutuhan pengguna sarana transportasi tersebut. Namun pada kenyataannya, jalan raya sebagai prasarana transportasi untuk sepeda ternyata tidak mampu menjamin keamanan para pengendara sepeda. Ketidakamanan bersepeda ini akan diperjelas pada sub bab selanjutnya.
Sumber : TDM Encyclopedia dan Dokumentasi Penulis, 2009
Gambar 1. Konflik Perebutan Ruang Pengendara Sepeda dengan Kendaraan Bermotor Jalan raya sebagai ruang milik publik, seharusnya mampu mengakomodir kebutuhan
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
seluruh penggunanya sebagai prasarana transportasi, yaitu bagi kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor, termasuk sepeda. Namun kenyataannya, keamanan bersepeda kemudian menjadi sangat rentan ketika harus berhadapan dengan kendaraan bermotor. Karakteristik fisik sepeda yang berbeda dengan kendaraan bermotor membutuhkan tingkat keamanan yang berbeda dengan pengendara kendaraan bermotor. Konflik perebutan ruang jalan yang tejadi seakan dimenangkan oleh kendaraan bermotor, dan hal ini mengindikasikan adanya diskriminasi hak (rightof-way) dari para pengendara sepeda (Sidi, 2005), lihat Gambar 1. Right-of-way merupakan hak menggunakan ruang secara bersama yang dimiliki oleh seluruh pengguna jalan, terkait dengan sifat akomodatif jalan raya sebagai ruang milik publik. Sepeda juga memiliki hak untuk menggunakan ruang jalan seperti prasarana transportasi lainnya (Sidi, 2005). Namun perwujudan persamaan hak ini harus menanggung resiko yang cukup besar terkait kerentanan keamanan pengendara sepeda, misalnya terjadi kecelakaan. Kecelakaan yang biasanya terjadi yaitu tabrakan dengan kendaraan bermotor, seperti yang terjadi di Palo Alto, California, dengan prosentase sebesar 85% (sisanya merupakan tabrakan dengan pedestrian atau karena kesalahan pengendara sepeda lainnya). Keselamatan pengendara sepeda tampaknya menjadi jauh berkurang dibandingkan dengan pengguna moda transportasi lainnya (Lewiston, 1994). Keselamatan merupakan hal penting dalam bermobilitas. Tingginya tingkat kecelakaan pengendara sepeda di jalan raya mengindikasikan jaminan keselamatan yang rendah. Keselamatan dalam berlalu-lintas di jalan raya diartikan sebagai kondisi dimana orang dapat bebas atau aman dari bahaya yang diakibatkan oleh arus lalu lintas yang mengancam di jalan raya (Rencana Umum Keselamatan Transportasi Darat, 2006). Keamanan inilah yang dirasakan sangat kurang oleh para pengendara sepeda (Suara Merdeka, Senin 19 November 2007). Perilaku para pengendara (kendaraan bermotor) cenderung ugal-ugalan dan meremehkan para pengguna sepeda. Sepeda termasuk dalam kategori kendaraan yang lebih lemah dan tidak dapat memberikan jaminan keselamatan jika terjadi kecelakaan lalulintas (Sidi, 2005). Permasalahan keamanan akibat ancaman arus lalu lintas ini dapat diatasi jika jalan raya
53
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
dapat mengakomodasi kebutuhan pengendara sepeda melalui jalur lintasan yang aman. Lalu, bagaimana jalur lintasan yang aman bagi pengendara sepeda di jalan raya? Konflik semacam itu disebabkan oleh desain fisik ruang jalan yang membebaskan kendaraan bermotor dapat secara leluasa berakses secara bebas, tanpa memperhatikan kebutuhan pengendara sepeda sebagai pengguna jalan lainnya (Sidi,2005). Tidak adanya ‘batasan’ bagi kendaraan bermotor, maka jalur lintasan tersebut semakin ’rawan’ bagi pengendara sepeda. Kerawanan ini akan semakin tinggi pada jalan raya dengan lalu lintas tinggi (heavy traffic), terutama pada titik-titik persimpangan jalan (Hariyanto, 2004). Melihat hal tersebut, memang dibutuhkan adanya intervensi untuk mengurangi kerawanan atau konflik pada lintasan jalan raya yang dilewati oleh pengendara sepeda melalui desain jalur yang aman. Perkembangan industri di Kota Semarang yang cukup pesat mendorong peningkatan jum-
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
lah pekerja (buruh) di pabrik-pabrik tersebut. Kawasan Kaligawe merupakan salah satu pusat aglomerasi industri yang cukup besar di Kota Semarang, sesuai arahan rencana tata ruang Kota Semarang (Revisi RTRW Kota Semarang 20102030), dapat dilihat pada Gambar 2. Penggunaan ruang di kawasan tersebut memang didominasi oleh kawasan industri dan pergudangan. Hal ini mengindikasikan banyaknya tarikan pekerja ke kawasan itu. Pekerja yang didominasi oleh buruh pabrik ini sehari-harinya bersepeda ke tempat kerja mereka. Bersepeda ke tempat kerja menjadi pilihan moda yang paling tepat bagi para buruh, karena penghasilan mereka yang terbatas dan dipicu oleh kenaikan harga BBM yang terus meningkat sementara kondisi ekonomi kurang mendukung (Kompas, 15 September 2008). Karena lokasi pabrik yang berada di sepanjang Jalan Raya Kaligawe, maka lintasan untuk mobilitas mereka sehari-harinya pasti melewati Jalan Raya Kaligawe.
Aglomerasi sektor industri di kawasan sekitar Jalan Raya Kaligawe
Sumber : Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang 2010-2030
Gambar 2. Aglomerasi Industri Kota Semarang Jalan Raya Kaligawe merupakan salah satu jalan arteri primer di Kota Semarang, sebagai jalur yang menghubungkan arah Jakarta dan Surabaya. Karakteristik jalan arteri dengan tingkat mobilitas yang tinggi dimana selalu dilewati kendaraan bermotor mulai dari roda dua hingga kendaraan berat lainnya, membatasi kenyamanan para pekerja bersepeda ini. Tidak ada ruang khu-
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
sus yang dapat memberikan keamanan mereka untuk bermobilitas di Jalan Raya Kaligawe. Ruang jalan digunakan secara bersama tanpa ada ‘dispensasi’ khusus untuk pengendara sepeda. Diperlukan tingkat waspada yang tinggi bagi mereka untuk dapat melintas bersama kendaraankendaraan lainnya, guna mengurangi resiko kecelakaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
54
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
keamanan para pekerja bersepeda di Jalan Raya Kaligawe ini termasuk rentan. Keamanan yang rentan mengindikasikan jaminan kenyamanan dan keselamatan yang rendah. Desain jalur yang aman bagi para pekerja bersepeda untuk menghindari kriminalitas di Jalan Raya Kaligawe (baik kecelakaan maupun tindak kejahatan lainnya) dirasa sangat dibutuhkan. Lebih lanjut diungkapkan oleh pakar transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, bahwa prioritas penyediaan jalur sepeda di Kota Semarang memang diarahkan pada ruas Jalan Raya Kaligawe atau Jalan Majapahit yang dipadati pengendara sepeda, terutama kaum buruh yang datang dari Demak dan Purwodadi. Banyaknya kawasan industri, dengan pekerja yang menggunakan sepeda, memerlukan prasarana penunjang berupa jalur khusus sepeda, demi kenyamanan dan keselamatan dalam berkendara. (Suara Merdeka, Selasa 20 November 2007). Lalu, bagaimana sebenarnya jalur yang aman untuk para pekerja bersepeda di Jalan Raya Kaligawe? KAJIAN KEAMANAN BERSEPEDA DI JALAN ARTERI DAN PEKERJA BERSEPEDA DI JALAN RAYA KALIGAWE Jalan raya (roadway) secara fisik diartikan sebagai suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas (UU No. 13/1980). Fungsi jalan raya sebagai jalur lalu lintas diperjelas melalui definisi jalan menurut Direktorat Jenderal Bina Marga, yaitu berperan sebagai prasarana transportasi yang mengakomodasi pergerakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sifat akomodatif ini maksudnya dapat melayani seluruh kebutuhan pengguna, dapat digunakan kapanpun dan dimanapun agar tidak kehilangan manfaatnya (Tamin, 2003:5). Jalan Arteri Primer Jalan arteri primer adalah jalan yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992): - Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km/jam - Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11m - Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya - Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain - Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya, terutama jika pengguna kendaraan lambat merupakan pengguna jalan tetap dengan jumlah tertentu sehariharinya; - Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik); - Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi, maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll). Ketentuan teknis penampang jalan arteri, terkait pembagian ruang jalan, dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber : Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003
Gambar 3. Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer Karakteristik Sepeda Sepeda adalah alat transportasi yang sederhana, tanpa motor, sehingga di Indonesia dikenal sebagai kereta angin (Sidi, 2005). Sepeda pada dasarnya memiliki lebar 0,6 m – 1,2 m, namun pada kondisi dimana lalu lintas sepeda bergabung dengan lalu lintas bus, truk, dan kendaraan berat lainnya, maka lajur untuk sepeda untuk dapat berlalu-lintas dengan aman yaitu minimal 1,5 meter (AASTHO, 1994). Keamanan Bersepeda di Jalan Raya Keamanan berlalu-lintas (road safety traffic) dimaksudkan sebagai upaya yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan
55
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
di jalan raya yang beresiko kematian, cedera, atau kerusakan barang atau properti (Litman, 2003). Selanjutnya, kecelakaan lalu lintas diidentifikasi sebagai bahaya berlalu lintas yang berupa tabrakan (konflik) antara kendaraan dengan benda lain atau antar kendaraan dan menyebabkan kerusakan (Watchel, 1994). Dari pemahaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan keamanan di jalan raya yaitu kerawanan terjadinya kecelakaan atau konflik antar kendaraan. Beberapa lokasi dan kondisi di jalan raya dianggap rawan untuk mobilitas sepeda, antara lain sebagai berikut: 1. Pada badan jalan (jalur lalu lintas jalan raya), dimana jalur ini tidak memiliki bahu jalan sehingga terjadi mobilitas bersama antara sepeda dan kendaraan bermotor, tanpa pemisah visual (Citra Cycling Club, 2007) 2. Pada bahu jalan yang terdapat on street parking On street parking memakan bahu jalan yang biasanya digunakan oleh sepeda pada jalan raya yang tidak memiliki jalur untuk sepeda. Kondisi ini rawan bagi sepeda jika sepeda akhirnya harus masuk ke lintasan bersama dengan kendaraan bermotor. Selain itu, pintu yang terbuka secara tiba-tiba dari kendaraan yang terparkir on street tersebut juga akan membahayakan pengendara sepeda. (Toronto Web dalam Sidi, 2005) 3. Pada sidewalks atau trotoar Pada jalan raya yang tidak memiliki jalur sepeda, terkadang sepeda menggunakan trotoar sebagai lintasan. Hal ini selain mengganggu pedestrian, juga membahayakan pengendara sepeda karena kondisi permukaan dan lebar trotoar yang kadang tidak sesuai untuk dilintasi sepeda. (Litman dkk, 2006) 4. Pada persimpangan jalan Titik persimpangan dianggap merupakan titik paling rawan konflik antara pengguna sepeda dan pengguna kendaraan bermotor (Wachtel and Lewiston, 1994). Menurut Litman, konflik dengan motorist pada persimpangan jalan banyak terjadi terutama pada simpang tidak bersinyal. Hal ini memicu keegoisan baik pengendara sepeda maupun motorist untuk tetap melaju pada kecepatan yang sama. 5. Pada jalan masuk menuju bangunan khusus (gateways)
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Terutama pada pabrik, gateways digunakan bersama antara kendaraan-kendaraan besar dan sepeda. Hal ini jelas membahayakan pengendara sepeda. (Sidi, 2005) 6. Pada titik pemberhentian angkutan umum Perilaku angkutan umum yang ngetem di sisi jalan yang biasanya digunakan untuk lintasan sepeda mengganggu aktivitas pengendara sepeda. Aktivitas angkutan umum yang terkadang suka berhenti tiba-tiba tanpa lampu peringatan juga mempengaruhi ketidakamanan pengendara sepeda. (Sidi, 2005) Jarak pandang atau penglihatan yang menjadi aspek penting dalam berlalu-lintas. Permasalahan mengenai jarak pandang ini dapat diatasi melalui desain ruang yang tepat, dengan menggunakan pendekatan yang dianggap dapat mengakomodasi kebutuhan jarak pandang pengendara sepeda melalui penandaan atau peringatan sebelumnya dari desain fisik jalan. (AASHTO, 1994) Kerawanan jalan raya untuk mobilitas sepeda ini membutuhkan penanganan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan pengendara sepeda, serta untuk pengguna jalan lainnya. Secara umum, permasalahan keamanan lalu lintas sepeda di jalan raya dipengaruhi oleh layout jalan dan fasilitas penunjang, dalam hal ini dapat diatasi dengan desain ruang fisik jalan yang sesuai, yang mampu memenuhi kebutuhan pergerakan pengendara sepeda (Klein, 2001: 5.4-2 – 5.4-8). Jalur yang Aman Untuk Lalu Lintas Sepeda Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. (AASHTO, 1994). Dalam merencanakan jalur untuk lintasan sepeda, perlu adanya pertimbangan beberapa hal sebagai berikut (Haecher dalam Sidi, 2005): 1. Pertimbangan jalur tersingkat antara sumber pengendara dengan kawasan tujuan (origin-destination) 2. kondisi visual yang seaman dan senyaman mungkin, melalui pemisahan ruang dan kelengkapan fasilitas 3. jaringan harus dapat memberikan kejelasan orientasi tempat yang akan dituju 4. penandaan dan penginformasian yang jelas
56
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
5.
tidak menggangu pejalan kaki dan aman dari kendaraan bermotor Beberapa standar tentang ketentuan dan kebutuhan untuk jalur lintasan sepeda yang aman, antara lain sebagai berikut: Tabel 1. Ketentuan Lebar Lintasan Jalur Sepeda Untuk Jalan Arteri Kondisi Untuk jalur dua arah terpisah dari jalur lalu lintas Untuk jalur satu arah bergabung dengan jalur lalu lintas tanpa saluran Untuk jalur satu arah bergabung dengan jalur lalu lintas tanpa saluran Untuk jalur satu arah terpisah dengan jalur lalu lintas Pada jalan dengan 4 – 6 lajur untuk lalu lintas
Lebar lajur untuk sepeda 2,4 meter 1,2 meter 1,5 meter 1,5 meter 2,5 meter
Pada jalan dengan 4 lajur dan jalur lambat
Jalur sepeda termasuk dalam jalur lambat dengan lebar 6 m
Pada jalan dengan bahu jalan pada tepi jalur lalu lintas
Jalur sepeda dialokasikan pada bahu jalan dengan lebar 2 meter 1 meter
Pada penyempitan jalan
Sumber AASHTO, 1994 AASHTO, 1994 AASHTO, 1994 AASHTO, 1994 Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992 Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003 Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003 Sidi, 2005
Sumber: Hasil Perumusan Penulis (Disarikan dari Berbagai Sumber), 2009
1.
Tipe jalur lintasan sepeda untuk jalan arteri, yaitu berupa bike path atau bike lane, ketentuan geometrik lebar jalur lintasan sepeda, dapat dilihat pada Tabel 1.
untuk lalu lintas sepeda yang tergabung dengan lalu lintas sepeda motor, yaitu jalur lambat. Jalur lambat berfungsi untuk melayani kendaraan yang bergerak lebih lambat dan searah dengan jalur utamanya. Jalur ini dapat berfungsi sebagai jalur peralihan dari hirarki jalan yang ada ke hirarki lainnya yang lebih rendah atau sebaliknya. Ketentuan untuk jalur lambat adalah sebagai berikut: a) Untuk jalan arteri 2 arah terbagi dengan 4 lajur atau lebih, dilengkapi dengan jalur lambat
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992
Gambar 4. Jalur Sepeda Pada Jalan Arteri 2.
Tipe jalur sepeda seperti dijelaskan diatas menunjukkan bahwa jalur sepeda benarbenar terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor. Namun terdapat pula tipe jalur
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
3.
b) Jalur lambat direncanakan mengikuti alinyemen jalur cepat dengan lebar jalur dapat mengikuti ketentuan sebelumnya (yaitu lebar ideal 6 m) Pada jalan arteri, jalur untuk kendaraan tidak bermotor disarankan untuk terpisah dengan lalu lintas kendaraan bermotor, namun dapat digabung dengan sepeda motor dalam jalur lambat. (Geometri Jalan Perkotaan, 2004). Ketentuan desain dan kebutuhan fasilitas jalur lintasan sepeda, dapat dilihat pada Tabel 2.
57
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Pekerja Bersepeda Pekerja yaitu orang dalam usia kerja (14 – 50 tahun) yang melakukan suatu pekerjaan sehari-harinya untuk mendapatkan upah. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa orang melakukan pergerakan (Tamin, 2003:13). Menurut Tamin, perjalanan yang berkaitan dengan pekerja termasuk: 1. ke tempat kerja 2. pulang ke rumah 3. mengangkut barangok 4. ke dan dari rapat Pola pergerakan pekerja secara tidak spasial dapat dilihat dari kecenderungan waktu per-
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
jalanan, dimana peak hours akan terjadi ketika jam berangkat kerja sekitar pukul 06.00 – 08.00, dan ketika jam pulang kerja sekitar pukul 16.00 – 18.00 (Tamin, 2003:14). Pekerja bersepeda diartikan sebagai para pekerja yang menggunakan sepeda sebagai pilihan moda transportasi ketika bekerja (www.biketowork-indonesia.com). Sepeda menjadi pilihan utama karena dianggap paling mudah untuk dimiliki para pekerja, karena harganya yang terjangkau. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik pekerja yang lebih suka mengendarai kendaraan pribadi ketika bekerja (Tamin, 2003: 15-16).
Tabel 2. Ketentuan Desain dan Kebutuhan Fasilitas Untuk Jalur Sepeda Item Desain Layout Jalan
Detail variabel
Keterangan - Jaringan atau rute yang dilalui harus saling terhubung, Jaringan rute jalur antar titik-titik tujuan sepeda - Aman dari tempat-tempat yang berpotensi kecelakaan dan kriminalitas - Dapat diakses dengan mudah - Dapat diketahui dengan jelas - Ketentuan lebar dapat dilihat pada Tabel 1 Lajur untuk sepeda - Jika terdapat pada on street parking, diletakkan di antara jalur lalu lintas dan parkir
Sumber AASHTO, 1994
AASHTO, 1994 Cycle Notes, 2007 Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992 Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003 Sidi, 2005
- Dapat berupa barrier vertikal, atau penanda berupa garis Barrier untuk lajur pada permukaan jalan sepeda (Street marking) - Barrier vertikal tidak menutup pandangan pengendara sepeda - Barrier berupa penanda garis berwarna terang dan tetap terlihat jelas ketika malam - Barrier berupa penanda garis pada jalan: lebar garis 8 inchi (20,32 cm) - Barrier berupa penanda garis pada jalan dengan on street parking : lebar garis pada sisi dalam 4 inchi (10,16 cm) dan pada sisi luar 6 inchi (15,24 cm) - Parkir diatur sejajar satu lapis Parkir on street - Diletakkan pada jarak 0,4m – 0,75m dari garis jalur lintasan - Alokasi ruang untuk parkir onstreet dapat menggunakan teknik traffic calming (pengalihan horizontal dan vertical) - Jalan menanjak dan menurun dibuat sependek mungkin Tanjakan dan turunan - Kemiringan maksimal 10 % - Traffic calming pada titik simpang sebagai bentuk perinPersimpangan gatan atau waspada, dapat berupa pengalihan vertical, horizontal, dan pulau jalan
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
AASHTO, 1994
AASHTO, 1994 Sidi, 2005
Sidi, 2005 AASHTO, 1994 Sidi, 2005
58
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Item
Detail variabel
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Keterangan - Ruang penyebrangan untuk sepeda
- Mengalihkan jalur lintasan ke trotoar - Berhenti pada tanda lalu lintas yang berfungsi (biasanya di persimpangan) - Traffic calming sebagai peringatan untuk waspada, dapat Pergantian jalur lintaberupa pembedaan warna atau tekstur paving san pada sisi jalan yang - Warning signs lain - Traffic calming pada jalur sepeda (sebelum gateways), Pada jalan masuk bandapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving gunan khusus (gate- Traffic calming pada gateways, dapat berupa penyempitan ways) jalan - Warning signs - Traffic calming sebagai peringatan untuk waspada, dapat Pada lokasi pemberberupa pembedaan warna atau tekstur paving hentian (halte) angku- Warning signs tan umum Pengakhiran lintasan
jalur
- Tidak terhalangi, juga tidak menghalangi pandangan Signage (rambu-rambu - Memiliki ketinggian 1,2m – 3m, dengan besar yang untuk sepeda) proporsional - Terletak pada jarak 1m dari batas lintasan sepeda, untuk jarak pandang yang cukup - Penanda untuk jalur sepeda atau rute untuk jalur sepeda diletakkan sebelum persimpangan, dengan tetap memperlihatkan nama jalan Fasilitas Penunjang
Pavement
Vegetasi
Sumber
- Permukaan yang rata, dalam artian bebas dari gundukan, batu-batu kecil, dahan atau cabang, puing-puing yang bersifat licin dan pecah belah, serta adanya lubang. - Struktur: semen, aspal - Tidak menghalangi pandangan, dengan akar yang tidak merusak permukaan paving. - Ketinggian ideal 3 – 4m, atau mempertimbangkan tinggi ruang bebas untuk sepeda dengan tidak mengganggu pandangan pengendara - Tidak diletakkan pada titik simpang (untuk kejelasan pandangan pada persimpangan) - Pemberian barrier pada tanaman dengan akar yang berpotensi merusak permukaan paving
Sidi, 2005
AASHTO, 1994 Sidi, 2005
AASHTO, 1994 Cycle Notes, 2007 Sidi, 2005 AASHTO, 1994
AASHTO, 1994
AASHTO, 1994
Sumber: Hasil Perumusan Penulis (Disarikan dari Berbagai Sumber), 2009
Pemahaman dan Prinsip Dasar Traffic Calming Traffic calming merupakan bentuk manajemen lalu lintas yang lebih menekankan pada bentuk desain jalan raya yang men-“threat” pengendara, atau sebagai bentuk peringatan untuk mereka, untuk dapat berjalan lambat atau mengurangi kecepatan kendaraan. Traffic calming ini dapat ditunjukkan melalui: rambu-rambu, permukaan lintasan yang berbeda (cenderung tidak
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
rata), desain pola bahu jalan, pulau-pulau jalan (roundabout) atau kanalisasi. (Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992). Beberapa prinsip yang dijadikan sebagai dasar desain traffic calming yaitu (Kulash, 2001: 7.2-1 – 7.2-2): - Ditekankan pada pengubahan unsur fisik - Lebih berhubungan dengan maksimalisasi pemanfaatan street-scaping (vegetasi, lampu jalan, serta street furniture lainnya)
59
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Ilustrasi aplikasi traffic calming yang biasa diterapkan dapat dilihat pada gambar berikut:
- Tidak termasuk route modification measure - Pengubahan perilaku pengendara (menjadi lebih hati-hati) - Penciptaan kondisi yang aman untuk pengguna kendaraan tidak bermotor
Sumber : New York Bicycling Coalition, 2001
Gambar 5. Ilustrasi Penerapan Teknik Traffic Calming nan terjadinya kecelakaan dan peningkatan slower traffic, guna memberikan lingkungan yang aman bagi kendaraan tidak bermotor yang berlalulintas di dalamnya. Traffic calming untuk jalan arteri dapat dilihat pada Tabel 3
Traffic Calming pada Jalan Arterial Jalan untuk kelas ini memiliki karakteristik mobilitas tinggi dengan aksesibilitas rendah. Oleh karena itu, traffic calming pada kelas ini lebih dimaksudkan pada pengurangan kemungki-
Tabel 3. Desain Traffic Calming Untuk Jalan Arteri Lokasi Persimpangan
Desain Traffic Calming Penutupan jalan (Directional closures) Antara lain: partial closure, one-way closure, half closures Penutupan jalan ini diletakkan pada persimpangan akses masuk ke jalan arteri (www.ottawa.com).
Median (median diverters, island diverters)
Barriers
Forced Turn Island (intersection channelization, pork chops, right turn islands)
Neckdowns
Ruang penyebrangan khusus untuk pede-
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
60
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Lokasi
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Desain Traffic Calming strian dan pengendara sepeda
Lintasan lurus (tanpa perpotongan jalan)
Gateway
Modifikasi jalan (bottleneck, pemanfaatan street scaping) Yaitu pengubahan dimensi jalan, berupa penyempitan jalan dengan pemanfaatan street scaping (New York Bicycling Coalition, 2001)
Chicanes Aplikasi desain chicanes ini biasanya sering dimanfaatkan untuk lokasi on street parking, yaitu diletakkan pada ruang di sela-sela penambahan bahu jalan (Harvey, 2001)
Chokers Chokers digunakan sebagai ruang penyebrangan, ruang di sela-sela penambahan bahu jalan juga dapat dimanfaatkan sebagai ruang untuk parkir on street, atau lokasi pemberhentian angkutan umum (halte). (Harvey, 2001)
Road hump Yaitu bentuk pengalihan vertical melalui jendulan melintang (Harvey, 2001)
Media island
Speed hump
Speed bump
Rumble strip Pavement signing Yaitu penandaan pada paving, berupa pembedaan warna atau tekstur paving (Harvey, 2001).
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun (Disarikan Dari Berbagai Sumber), 2009
Kecepatan lalu lintas yang tinggi membuat pengguna kendaraan tidak bermotor ini sukar untuk dapat memprediksikan waktu yang tepat untuk menyebrang dengan aman. Hal ini dikarenakan jarak henti kendaraan bermotor yang sulit diprediksi pada kecepatan yang tinggi (Kulash, 2001: 7.2-2). Karena itulah, aplikasi traffic calming sangat dibutuhkan pada kondisi seperti ini. Permasalahan yang dihadapi oleh pengguna kendaraan tidak bermotor (pejalan kaki, pengguna sepeda, dll) pada jalan arteri terutama adalah ketika ingin menyebrang. Kecepatan lalu lintas yang tinggi membuat pengguna kendaraan tidak bermotor ini sukar untuk dapat memprediksikan waktu yang tepat untuk menyebrang dengan aman. Hal ini dikarenakan jarak henti kendaraan bermotor yang sulit diprediksi pada kecepatan yang tinggi (Kulash, 2001: 7.2-2). Karena itulah, aplikasi traffic calming sangat dibutuhkan pada titik ini. Permasalahan tersebut seperti salah satu permasalahan yang dialami oleh pengendara sepeda di Jalan Raya Kaligawe. Arus
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
lalu lintas yang ramai dengan kecepatan yang tinggi sangat menyulitkan pengendara bersepeda ketika hendak menyebrang. Oleh sebab itu pendekatan traffic calming dianggap mampu menjawab permasalahan tersebut Karakteristik Jalan Raya Kaligawe Jalan Raya Kaligawe merupakan jalan raya di kawasan perbatasan dengan Kabupaten Demak. Dalam Rencana Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota, kawasan di sekitar Jalan Raya Kaligawe memang diarahkan untuk pengembangan sektor industri di Kota Semarang (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Semarang, 2007). Oleh karena itu banyak ditemukan pengendara sepeda yang melintasi Jalan Raya Kaligawe untuk bekerja, yang merupakan buruh pabrik di kawasan industry sekitar Jalan Raya Kaligawe.
61
T
A
T
A
L
O
K
A
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; FEBRUARI 2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
Sumber : Master Plan Transportasi 2010-2030
Gambar 6 . Jalan Raya Kaligawe sebagai Wilayah Penelitian Tabel 4. Potensi dan Masalah Fisik di Jalan Raya Kaligawe Variabel Kondisi permukaan lintasan
Dimensi jalan
Kondisi persimpangan
Potensi
Masalah
Memiliki topografi yang relatif datar, yaitu 0-2% Untuk lintasan utama (sepanjang Jalan Raya Kaligawe) permukaan jalan rata dan tidak licin. Memiliki lebar 12-21,8m, terdiri dari 4-6 lajur Masing-masing jalur terpisah oleh median jalan Memiliki bahu jalan dengan lebar 27,2m
Pada beberapa ruas jalan masih rawan tergenang rob, jalan berlubang dan bergelombang, yaitu pada gateway LIK
Untuk persimpangan dengan Terminal Terboyo, terdapat kanalisasi berupa median guna meminimalisasi pertemuan langsung sirkulasi silang Untuk persimpangan dengan Jalan wolter Monginsidi, terdapat lampu pengatur lalu lintas yang mencegah terjadinya pertemuan langsung arus lalu lintas dari berbagai arah.
Jalur lalu lintas digunakan bersama untuk seluruh jenis kendaraan yang melintas (termasuk sepeda) tanpa ada visual barrier, mengindikasikan desain jalan belum mempertimbangkan kemampuan mobilitas sepeda yang cenderung lebih lemah. Bahu jalan dimanfaatkan untuk on street parking sembarangan tanpa ada rambu-rambu peringatan untuk aktivitas tersebut. Pada persimpangan dengan Jalan Arteri Yos Sudarso dan Jalan Tol, terjadi pertemuan sirkulasi silang karena tidak adanya lampu pengatur lalu lintas. Pertemuan arus silang juga terjadi di depan LIK, depan simpang Jalan Gebanganom, dan depan KIT, mengingat kendaraan besar keluar masuk gateway – Jalan Raya Kaligawe tanpa ada pengatur lalu lintas; pada kondisi peak hour menyebabkan terjadinya tundaan
63
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Variabel
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Potensi
Masalah Kanalisasi justru dimanfaatkan untuk aktivitas bus stopping sehingga menghambat kelancaran arus lalu lintas. Pertemuan arus silang juga terjadi di sekitar depan Pasar Genuk. Keberadaan Pasar Genuk menjadi tarikan pergerakan di ruas jalan tersebut, mengindikasikan tingginya pergerakan ke dan dari Pasar Genuk. Sirkurasi silang yang terjadi tidak teratur, pada peak hour menyebabkan terjadinya kesemrawutan.
Gateway yaitu pada LIK, memiliki gapura sebagai identitas, sehingga dapat terlihat dengan jelas oleh pengguna jalan
Gateway
Fasilitas dukung manan
penkea-
Tidak tersedia halte di sepanjang wilayah penelitian, oleh karena itu aktivitas bus stopping banyak ditemukan di beberapa titik yang dianggap menjadi tarikan pergerakan yang tinggi. Aktivitas ini memakan ruang jalan sehingga menghambat kelancaran lalu lintas.
Halte
Ruang rangan
Signage
Ruang gateway digunakan secara bersama oleh kendaraan tidak bermotor dan kendaraan bermotor tanpa ada barrier visual
Penyebe-
Tidak tersedia ruang penyeberangan yang aman bagi pengendara sepeda dan pejalan kaki, padahal arus lalu lintas di sepanjang ruas jalan ini sangat ramai. Terdapat papan petunjuk arah dan rambu-rambu peringatan Signage tersebut memiliki warna yang kontras sehingga dapat terlihat dengan jelas walau pada malam hari pun.
Signage yang ada memiliki ketinggian yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengendara sepeda, mengindikasikan signage tersebut hanya didesain untuk kebutuhan pengendara kendaraan bermotor.
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Karakteristik Jalan Raya Kaligawe selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: 1. Karakteristik Fisik Jalan Raya Kaligawe Potensi dan permasalahan fisik secara umum di Jalan Raya Kaligawe dijelaskan pada Tabel 4. 2. Karakteristik Pola Pergerakan dan Aktivitas Pekerja Bersepeda a) Waktu terjadinya pergerakan pekerja bersepeda
Kaligawe. Pergerakan pekerja bersepeda ini hanya terjadi pada pagi hari dan sore hari, mengikuti waktu jam kerja pabrik. Pada pagi hari, pergerakan mulai terjadi sekitar pukul 06.00 – 08.30, dan pada sore hari mulai terjadi pada pukul 14.30 – 18.00. Kondisi ini terjadi setiap harinya, diasumsikan dari jam kerja normal pabrik yang digeneralisasikan yaitu dari SeninSabtu (tidak termasuk hari libur).
Pergerakan pekerja bersepeda tidak terjadi sepanjang waktu di Jalan Raya
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
64
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Gambar 7. Pola Pergerakan Pekerja pada Saat Berangkat (kiri) dan Pulang (kanan) Kerja di Jalan Raya Kaligawe b) Rute lintasan yang dilalui Secara umum, pekerja bersepeda ini berasal dari Kota Semarang dan dari wilayah perbatasan Kota Semarang yaitu Mranggen, Sayung, dan sekitarnya. Pekerja bersepeda ini menjadikan Jalan Raya Kaligawe sebagai lintasan yang dilalui sehari-harinya ke tempat kerja. Tempat yang sering dituju oleh pekerja bersepeda selain pabrik yaitu Pasar Genuk. Sepanjang koridor Jalan Raya Kaligawe digunakan sebagai lintasan pekerja bersepeda. Untuk pekerja yang berasal dari kawasan Genuk, Pedurungan, dan Sayung, biasanya hanya melintas di Jalan Raya Kaligawe dari lokasi pabrik (di
sekitar Jalan Raya Kaligawe) sampai pada persimpangan Jalan Wolter Monginsidi, karena jalan tersebut merupakan rute terdekat menuju kawasan permukiman mereka. Sedangkan untuk yang tinggal di Kawasan Mranggen melintas terus sampai gerbang perbatasan di sebelah timur Jalan Raya Kaligawe. Pola pergerakan pekerja ketika berangkat (gambar kiri) dan ketika pulang (gambar kanan) di Jalan Raya Kaligawe digambarkan sebagai berikut: c)
Aktivitas yang dilakukan selama melakukan mobilitas, dijelaskan pada Tabel
Tabel 5. Karakteristik Aktivitas Pekerja Bersepeda Selama Bermobilitas Aktivitas Umum
Menyeberang
Keluar masuk gateway
Khusus: pemberhentian karena kondisi tertentu
Bus stopping
Lokasi
Parkir on street Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
Depan gerbang Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer Depan gerbang LIK Depan gerbang Jalan Gebanganom Depan gerbang KIT Depan Pasar Genuk Entrance Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer Entrance LIK Entrance Jalan Gebanganom Entrance KIT Sekitar simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Tol dan Jalan Arteri Yos Sudarso Sekitar depan Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer Sekitar depan RS. Sultan Agung Sekitar simpang Jalan Raya Kaligawe dengan akses menuju Terminal Terboyo Sekitar simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Gebanganom Sekitar simpang depan gerbang KIT Sekitar depan Pasar Genuk Sekitar depan Pasar Genuk Sekitar simpang dengan Jalan Wolter Monginsidi
66
T
A
T
A
L
O
K
A
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; FEBRUARI 2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
3. Karakteristik Kerentanan Keamanan dan Kebutuhan Ruang Pekerja Bersepeda di Jalan Raya Kaligawe
Permasalahan keamanan di Jalan Raya Kaligawe dan kaitannya dengan kebutuhan ruang yang aman dijelaskan pada Tabel 6.
Tabel 6. Permasalahan Kemananan dan Kaitannya dengan Kabutuhan Ruang yang Aman di Jalan Raya Kaligawe Permasalahan Keamanan Pada Kondisi Eksisting Mix traffic antara kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor
Lokasi Sepanjang lintasan Jalan Raya Kaligawe
Bentuk fisik sepeda yang lebih kecil dan lebih lemah, ditambah perilaku pengendara kendaraan bermotor yang cenderung menguasai ruang jalan memungkinkan terjadinya kecelakaan. Konflik pertemuan langsung arus per- Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Jalan Tol dan Jalan Arteri Yos Sudarso gerakan silang (cross sirculation) Sekitar simpang depan LIK Pertemuan langsung pergerakan silang menye- Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan babkan tingginya kemungkinan terjadinya Jalan Gebanganom tabrakan Sekitar simpang depan KIT Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan Aktivitas bus stopping Jalan Tol dan Jalan Arteri Yos Sudarso Angkutan umum yang ngetem atau menaik- Sekitar depan Rumah Sakit Sultan turunkan penumpang biasanya kurang teratur Agung dan memakan ruang jalan.Hal ini mengganggu Sekitar Simpang Terminal Terboyo aktivitas pengendara sepeda, dan menimbul Sekitar Depan Pasar Genuk kan kondisi rawan bagi pengendara sepeda karena harus masuk ke sisi tengah jalan dengan tiba-tiba untuk melanjutkan pergerakan. Mix activity antara sirkulasi pada gate- Sekitar Depan Pabrik PT. Jamu Nyonya Meneer way dengan aktivitas bus stopping Sekitar simpang KIT Mix activity ini menimbulkan terjadinya kesemrawutan pada lokasi tersebut, sehingga menghambat pergerakan menerus Sekitar Depan Pabrik PT. Jamu Kerawanan menyeberang Nyonya Meneer Menyeberang pada jalan dengan arus lalu lintas Sekitar simpang depan LIK pergerakan menerus yang ramai memung- Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan
Variabel Kebutuhan Ruang Ketersediaan ruang untuk mobilitas sepeda yang terpisah dengan kendaraan besar. Jalur sepeda ini disertai dengan visual barrier, untuk penegasan kepemilikan ruang. Pengatur arus lalu lintas, dapat berupa pengatur elektronik (traffic light) atau pengalih arus pergerakan dari arah tertentu (kanalisasi).
Alokasi ruang pemberhentian angkutan umum yang teratur, yang tidak menghambat arus lalu lintas. Berupa modifikasi bahu jalan (chicanes dan chokers).
Kejelasan pembagian ruang antara aktivitas pada gateway dan aktivitas bus stopping.
Ruang penyeberangan untuk pengendara sepeda dan pejalan kaki, dimana dapat terlihat jelas oleh pengendara lainnya.
62
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Permasalahan Keamanan Pada Kondisi Eksisting
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Lokasi
Variabel Kebutuhan Ruang
kinkan terjadinya tabrakan
Jalan Gebanganom Kejelasan jarak henti pada persimpangan men- Sekitar simpang depan KIT jadi permasalahan utama dalam kondisi ini. Sekitar Depan Pasar Genuk Tidak adanya penanda visual pada aktivitas penyeberangan menyebabkan pengendara kendaraan bermotor pada pergerakan menerus kurang dapat memprediksi aktivitas tersebut untuk dapat mengontrol kecepatan. Gateway LIK Mix sirculation pada gateway Pemisahan ruang sirkulasi melalui visual Gateway Jalan Gebanganom barrier atau manajemen waktu sirkulasi. Penggunaan ruang bersama dengan karakter- Gateway KIT istik kemampuan kendaraan yang berbeda (terutama antara sepeda dengan truk) berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan. Alokasi ruang parkir yang teratur dan Sekitar Depan Pasar Genuk Parkir on street Simpang Jalan Raya Kaligawe dengan tidak mengganggu arus lalu lintas kendaraan lainnya, baik karena ruang jalan Keberadaan parkir on street memakan ruang Jalan Wolter Monginsidi yang termakan atau oleh aktivitas keluar jalan terutama ruang pada area mobilitas penmasuk parkir.Berupa modifikasi bahu gendara sepeda, dapat menyebabkan terhamjalan (chicanes dan chokers). batnya kelancaran lalu lintas pergerakan menerus. Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009 ARAHAN DESAIN JALAN RAYA KALIGAWE ruang pada analisis sebelumnya antara lain beru-
Konsep perancangan yang digunakan untuk Jalan Raya Kaligawe yaitu “Jalan Raya Kaligawe Sebagai Jalan Arteri Primer Yang Akomodatif Yang Menjamin Keamanan Lalu Lintas Pengendara Sepeda, Dengan Mempertimbangkan Keamanan Lalu Lintas Pengguna Jalan Lainnya”. Maksud dari konsep ini yaitu Jalan Raya Kaligawe tidak hanya mengakomodasi kebutuhan keamanan pengendara kendaraan bermotor saja, tetapi juga pengendara kendaraan tidak bermotor baik sepeda maupun pejalan kaki. Dalam hal ini, keamanan pengendara sepeda difokskan, namun tetap memperhatikan keamanan pengguna jalan lainnya, sehingga lalu lintas masing-masing pengguna jalan jangan sampai mengganggu lalu lintas pengguna jalan lainnya. Konsep desain yang akan dijadikan pedoman analisis perancangan jalur lalu lintas yang aman bagi pekerja bersepeda di Jalan Raya kaligawe yaitu melalui pendekatan traffic calming. Secara umum aplikasi traffic calming untuk Jalan Raya Kaligawe dilihat dari kebutuhan
pa: Modifikasi dimensi jalan melalui penambahan jalur lambat dan median berupa pulau jalan untuk semakin menjamin keamanan ruang gerak kendaraan Modifikasi bahu jalan guna mewadahi aktivitas pemberhentian angkutan umum dan parkir on street agar tidak bercampur dengan pergerakan menerus Penandaan pada permukaan lintasan untuk mewadahi aktivitas penyeberangan Adapun arahan desain nantinya juga memperhatikan kebutuhan penunjang keamanan berdasarkan standar yaitu antara lain melalui penyediaan penandaan dan rambu-rambu lalu lintas yang didesain juga untuk kebutuhan pengendara sepeda. Perancangan jalur lalu lintas yang aman bagi pengendara sepeda di Jalan Raya Kaligawe diarahkan sebagai berikut:
Tabel 7. Pokok Perancangan Persimpangan, Rambu untuk Sepeda, dan Sirkulasi Gateway di Jalan Raya Kaligawe
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
67
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Item Perancangan Jalur Penyeberangan
Signage untuk Pengendara Sepeda
Sign awal jalur lintasan
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum Diatur dengan lampu lalu lintas, kanalisasi Diseetai dengan jalur atau ruang penyeberangan jika terdapat aktivitas penyeberangan
Berfungsi sebagai rambu-rambu atau sebagai identitas ruang Ketinggian signage 1,2m – 3m dengan besar yang proporsional untuk pengguna jalur lambat dan pedestrian, serta signage dengan ketinggian normal dimaksudkan agar mudah terlihat oleh pengendara kendaraan bermotor Panjang 60cm, lebar 75cm Diletakkan di setiap perpotongan jalan pada barrier lintasan sepeda, dengan jarak 1m untuk kejelasan pandangan
Sign akhir jalur lintasan
Pengaturan sirkulasi pada gateway
Pengaturan waktu sirkulasi untuk sirkulasi masuk dan sirkulasi keluar, antara sirkulasi sepeda-pejalan kaki-mobil-sepeda motor, dengan truk pembawa muatan material pabrik.
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Tabel 8. Pokok Perancangan Jalur Lalu lintas yang Aman Bagi Pekerja Bersepeda di Jalan Raya Kaligawe Item Perancangan Jalur sepeda
Visual barrier jalur sepeda
Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum Diletakkan pada sisi kiri jalur lalu lintas, antara lajur untuk pejalan kaki dan lajur untuk lalu lintas utama, pada masing-masing jalur lalu lintas Digunakan bersama dengan pengendara sepeda motor (berupa jalur lalu lintas) Lebar 3,5m, namun jika terjadi penyempitan lebar jalan, lebar jalur lambat dipersempit 1 meter menjadi 2,5m.
Berupa raised median (pembatas vertikal) Diletakkan di antara jalur sepeda dan jalur lalu lintas, dan di antara jalur sepeda dengan sidewalk Lebar 0,6m (sesuai dengan ketentuan ruang bebas mendatar dengan jalur lalu lintas) Barrier jalur sepeda – jalur lalu lintas : ketinggian 0,25m (dimaksudkan untuk kejelasan pandangan) Barrier jalur sepeda – sidewalk : dapat berupa pola penanaman vegetasi sebagai penambah unsur kenyamanan (baik untuk pengendara sepeda maupun pejalan kaki), tinggi minimal 2m (sesuai tinggi ruang bebas vertikal untuk pengendara sepeda).
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Tabel 9. Pokok Perancangan Jalur Penyeberangan di Jalan Raya Kaligawe JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
68
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Item Perancangan
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum Diletakkan melintang sepanjang lebar jalur lalu lintas, dengan lebar 6m Ruang penyeberangan berupa pewarnaan lintasan jalan dan tekstur permukaan yang berbeda, namun tetap harus disesuaikan dengan karakteristik roda sepeda Ruang penyeberangan digunakan bersama untuk pengendara sepeda dan pejalan kaki Dapat digabungkan dengan modifikasi bahu jalan guna mempertegas keberadaan ruang ini, sehingga dapat memperjelas jarak henti kendaraan lain Penambahan signage sebagai identitas ruang dan bycicle signal
bycicle signal
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Lintasan untuk jalur sepeda disesuaikan dengan karakteristik roda sepeda. Permukaan lintasan harus rata, dalam artian bebas dari gundukan, batu-batu kecil, dahan atau cabang, puing-puing yang bersifat licin dan pecah belah,
serta adanya lubang. Struktur lintasan berupa semen atau aspal. Untuk pavement marking sebagai bentuk traffic calming, diatur dengan pembedaan warna dan tekstur.
Tabel 10. Pokok Perancangan Pemberhentian Bus di Jalan Raya Kaligawe Item Perancangan
Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum Diletakkan minimal 50 m dari entrance bangunan atau kawasan khusus untuk meminimalisasi terjadinya kesemrawutan akibat percampuran aktivitas Dialokasikan hanya pada 1 sisi jalan saja Alokasi parkir untuk masing-masing 1 mobil, panjang 3m, lebar 2,5m Berupa ruang parkir dari hasil modifikasi bahu jalan (chicanes atau chokers), dengan model parkir sejajar satu lapis Penambahan signage sebagai identitas ruang
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
Tabel 11. Pokok Perancangan Pemberhentian Bus di Jalan Raya Kaligawe
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
69
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Item Perancangan
Sign keberadaan halte
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Arahan Desain Ruang yang Aman Secara Umum Dialokasikan terpisah dengan kawasan depan gateway untuk meminimalisasi terjadinya kesemrawutan akibat percampuran aktivitas Berupa halte yang didesain pada bus bay dengan modifikasi bahu jalan (kerb) agar tidak mengganggu arus pergerakan kendaraan lain, serta sebagai bentuk penegasan jarak pada pemberhentian (chicanes atau chokers). Lebar kerb untuk bus bay yaitu 4,2m – 5,1m (disesuaikan dengan lebar jalur lalu lintas) Berlaku untuk semua angkutan umum, dengan pengaturan waktu ngetem Penambahan signage sebagai identitas ruang Bus stop clearence: 24,4m untuk kejelasan jarak pandang
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2007
Tabel 12. Sintesis Desain Traffic Calming Menurut Hasil Penelitian di Jalan Raya Kaligawe Desain Traffic Calming Menurut Konsep Teori
Kemungkinan Diterapkan pada Jalan Raya Kaligawe
Modifikasi jalur lalu lintas jalan
√
Hasil Penelitian Guna mengatasi permasalahan mixtraffic, yaitu melalui penambahan jalur lambat (untuk sepeda dan sepeda motor) dan trotoar Memungkinkan karena adanya penambahan lebar jalan di Jalan Raya Kaligawe sehingga penambahan jalur lambat dan trotoar tidak secara segnifikan mengurangi kapasitas jalan.
Modifikasi bahu jalan
Chicanes
√
Guna mengatasi permasalahan aktivitas bus stopping yang tidak teratur. Memungkinkan karena modifikasi diarahkan ke luar badan jalan sehingga tidak mengurangi ruang jalan
Chokers Directional closures (penutupan oleh modifikasi bahu jalan)
√ x
Kanalisasi - Forced turn island - Left turn island
√
Tidak memungkinkan karena dianggap justru akan menambah kesemrawutan mengingat kapasitas ruang jalan yang terbatas Hanya pada simpang-simpang besar (simpang primer) Tidak dimungkinkan pada simpang local pada gateway, mengingat ruang jalan yang terbatas (karena hanya berupa jalan local) sementara volume kendaraan yang melewati simpang tersebut terutama pada peak hour tinggi. Bentuk pengendalian pertemuan arus kendaraan yang dipilih berupa lampu lalu lintas dan zona penyeberangan untuk mengatur pergerakan dan mengamankan aktivitas yang terjadi
Pulau jalan
Median island
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
x
Median pulau jalan sebagai perantara penyeberangan pedestrian tidak dimungkinkan karena dalam hal ini ruang penyeberangan pedestrian diarahkan bergabung dengan penyeberangan untuk sepeda
70
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Median barrier
Pengalihan vertical
x
Road humps (jendulan melintang)
Pavement signing
x
√
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
Median sebagai bentuk penyempitan jalan pada gateway tidak dimungkinkan, karena kapasitas ruang jalan pada gateway yang terbatas (lebar jalan local), sehingga keberadaan median tersebut justru akan menyebabkan kesemrawutan pada gateway Tidak dimungkinkan karena dianggap akan menurunkan kenyamanan dan dapat membahayakan pengendara, mengingat karakteristik kendaraan yang melewati jalurlalu lintas Jalan Raya Kaligawe yaitu kendaraankendaraan besar terutama kendaraan yang membawa material industri. Dimungkinkan untuk mewadahi ruang penyeberangan, karena desain ini hanya berupa pembedaan warna, tanpa memakan ruang jalan untuk aplikasinya
Sumber: Hasil Perumusan Penyusun, 2009
KESIMPULAN Aplikasi traffic calming pada Jalan Raya Kaligawe tidak sepenuhnya mengikuti standar penerapan untuk jalan arteri berdasarkan literature. Hal ini dikarenakan standar dari literature tidak sepenuhnya sesuai dengan karakteristik fisik dan masalah keamanan Jalan Raya Kaligawe bagi pengendara sepeda, dengan mempertimbangkan keamanan dan kenyamanan pengendara lain; di jelaskan sebagai berikut: Dalam penelitian ini tidak dihitung kapasitas jalur lambat, ruang penyeberangan, ruang pemberhentian angkutan umum, dan ruang parkir on street. Oleh karena itu, desain yang dihasilkan belum dapat 100 % menyelesaikan permasalahan kesemrawutan akibat percampuran aktivitas, naumn dari konsep desain yang dihasilkan dapat memberikan pemenuhan kebutuhan ruang lalu lintas yang dianggap aman bagi pengendara sepeda di Jalan Raya Kaligawe. Desain yang dihasilkan lebih bersifat konseptual, karena penelitian ini bersifat kualitatif yang lebih menggali dan menemukenali fenomena permasalahan ketidakamanan di Jalan Raya Kaligawe, sehingga kebutuhan ruang secara kuantitatif yang sesuai dengan kebutuhan ruang di lapangan guna menghitung kapasitas ruang dan jumlah ruang yang dibutuhkan belum dapat diketahui. DAFTAR PUSTAKA Citra Cycling Club. 2007. Jadikan Komunitas Anda Lebih Ramah Sepeda.
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
http://www.bicyclefriendlycommunit y.org/ Kulash, Walter M dan Ian M Lockwood. 2001. “Traffic Calming”, dalam Time Saver Standards for Urban Design. Massachusetts, USA: McGraw Hill. Litman, Todd, et.al. 2006. Pedestrian and Bicycle Planning Guidebook. www.vtpi.com Master Plan Transportasi Kota Semarang 2010 – 2030. Semarang: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Modul Pelatihan Perencanaan Transportasi. 1996. Bandung: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat ITB Bekerjasama dengan KBK Rekayasa Transportasi-Jurusan Teknik Sipil ITB. New York Bicycling Coalition. 2001. Improving Bicycling and Pedestrian Safety. http://www.bikewalkdurham.org/BPA C_Docs/1277_001.pdf Sidi,
Boedi Darma. 2005. “Revitalisasi Pemanfaatan Sepeda dalam Perencanaan Transportasi Kota”, dalam Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. Vol. 1 No. 2, Desember 2005. Departemen Teknik Arsitektur, Fakultas Sipil dan Lingkungan, ITB
Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: ITB
71
ARAHAN JALUR LALU LINTAS YANG AMAN BAGI PENGENDARA SEPEDA
Watchel, Alan and Diana Lewiston. 1994. ITE Journal, September 1994, hal.30-35. The Institute of Transportation Engineers. www.suaramerdeka.com. 2007. ”Jalan Kaligawe dan Majapahit Prioritas untuk Pitway,” dalam Suara Merdeka, Selasa 20 November 2007. Semarang.
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; JANUARI 2009
NATALIA DESTRIANE DAN WAKHIDAH KURNIAWATI
http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/1 8/kot12.htm. 2007. “Perlu Digagas “Pitway” di Semarang: Pengendara Sepeda Butuh Jalur,” dalam Suara Merdeka, Senin 19 November 2007. Semarang www.biketowork-indonesia.com
72
T
A
T
A
L
O
K
A
JURNAL TATA LOKA; VOLUME 11; NOMOR 1; FEBRUARI 2009 © 2009 Biro Penerbit Planologi UNDIP
63