ISBN : 978-602-73865-4-9
PENINGKATAN STRES BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN DERAJAT DISMENOREA PADA SISWI SMP AL-ISLAM 1 SURAKARTA Novida Hefi Saputri1, Mujahidatul Musfiroh2, Ropitasari3 1)
Program Studi D IV Bidan Pendidik FK UNS, Program Studi D IV Bidan Pendidik FK UNS,
[email protected] 3) Program Studi D IV Bidan Pendidik FK UNS,
[email protected]
2)
ABSTRAK Dismenorea merupakan suatu akibat dari periode menstruasi. Faktor penyebab dismenorea salah satunya adalah stres. Remaja mudah mengalami stress, karena pada masa remaja mempunyai karakteristik emosional yang labil.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat stres dengan tingkat dismenorea pada siswi SMP Al-Islam 1 Surakarta. Jenis penelitian yaitu observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswi kelas IX SMP Al-Islam 1 Surakarta yang telah menstruasi. Teknik pengambilan sampel menggunakan quota sampling dan didapatkan sampel 42 siswi. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi. Teknik analisis data menggunakan uji Kendall’s tau. Mayoritas responden mengalami stres sedang sebesar 23,8% dan dismenorea ringan sebesar 50%. Uji Kendall’s tau menunjukkan nilai p = 0,000, Ada hubungan tingkat stres dengan tingkat dismenorea pada siswi kelas IX di SMP 1 Al-Islam Kota Surakarta dan nilai r = 0,541 menunjukkan arah hubungan positif dengan kekuatan korelasi sedang Apabila tingkat stress yang terjadi semakin meningkat maka tingkat dismenorea juga akan semakin meningkat. Kata Kunci: Tingkat stres, Tingkat dismenorea, remaja SMP
ABSTRACT Foreword. Dysmenorrhoea experienced by women as a result of the menstrual period. It was able to caused several factors such as caused by stress. The level of stress in teenagers accordance with the characteristics of youth who are emotionally unstable. Aim.This research aims to find out the relation between stress levels and levels of dysmenorrhoea. Methods. This research used the cross-sectional research approach with correlation study. The Population research are female students of class IX Junior High School 1 Al-Islam Surakarta. The subject of research was 42 students taken by using quota sampling. The data collected by distributing questionnaires and observation sheets. Technique of analyzing data was Kendall's tau test. Results. A majority of respondents experienced moderate stress of 23.8% and 50% mild of dysmenorrhoea. Kendall's tau test showed the p value = 0.000 there is a correlation between stress levels and levels of dysmenorrhoea in the Class IX of Junior High School 1 Al-Islam Surakarta and r value = 0,541 shows the positive direction with the moderate strength of the correlation Conclusion. When the level of stress that occurs increases the level of dysmenorrhoea will also increase. Key words: Stress levels, Levels of dysmenorrhoea, junior high school students
PENDAHULUAN Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia yang sering disebut masa pubertas atau masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Remaja terbagi menjadi remaja awal yaitu usia 12 sampai 15 tahun, remaja madya 16 sampai 18 tahun, serta remaja akhir 19 sampai 22 tahun. Tahap ini remaja akan mengalami suatu perubahan fisik, emosional maupun sosial. Menstruasi sebagai salah satu ciri pubertas pada wanita (Lubis, 2013). Menstruasi sebagai suatu pertanda masa reproduktif pada kehidupan seorang perempuan yang dimulai dari menarche (menstruasi pertama) sampai terjadinya menopause (Pieter dkk, 2011). Gangguan alat reproduksi pada masa remaja yang sangat sering terjadi yaitu gangguan siklus
Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
134
ISBN : 978-602-73865-4-9
menstruasi, pendarahan uterus disfungsi, hirsutisme, pre menstrual syndrome, dan dismenorea (Edmonds, 2007). Dismenorea merupakan rasa nyeri di perut dan area-area pelvis yang dialami oleh seorang wanita sebagai suatu akibat dari periode menstruasinya (Sukarni, 2013). Lestari (2010), angka kejadian dismenore pada remaja putri di SMP Manado yaitu 199 dari 202 responden (98,5%) pernah mengalami dismenorea, serta 3 dari 202 responden (1,5%) tidak pernah mengalami dismenose. Faktor penyebab dismenorea ada beberapa, salah satunya adalah faktor kejiwaan dan stres. Remaja putri yang secara emosional masih labil dan belum mendapatkan pengetahuan yang baik tentang proses menstruasi, dapat menjadi salah satu factor prdisposisi penyebab dismenorea (Laila, 2011). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 11 Desember 2014 pada 10 siswi kelas IX SMP Al-Islam 1 Kota Surakarta, terdapat 8 siswi (80%) yang mengeluh merasa nyeri menstruasi, baik dalam bentuk nyeri perut, nyeri punggung, ataupun mual dan muntah. Mereka menyatakan bahwa keberadaan masalah atau stessor dalam hidup remaja dapat memperparah rasa nyeri saat menstruasi. Masalah-masalah tersebut diantaranya stress menghadapi ujian, sulit tidur, rasa capek karena kegiatan sekolah yang padat, serta dipicu oleh masalah pribadi. Penelitian dilakukan terhadap siswi kelas IX SMP Al-Islam 1 Kota Surakarta dengan melakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner tingkat stress dan tingkat dismenore yang dialami siswi selama periode atau 1 siklus menstruasi. Variabel tingkat stress meliputi tingkat stres normal, ringan, sedang dan berat. Variabel tingkat dismenore meliputi tingkat dismenore ringan, sedang dan berat terkontrol. Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan tingkat stress dengan tingkat dismenore pada sisi SMP Al-Islam 1 Surakarta?
TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Stres Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan tubuh yang terganggu. Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang dapat mengalami stress. Stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual (Seyle, Davis, at all; Barbara Kozier, et all, dalam Hawari, 2013). Sumber stressor menurut Lukaningsih (2011), antara lain : kondisi biologis, kondisi psikologis, kondisi sosial-kultural, dan kejadian hidup sehari-hari. Stressor yng menyebabkan penigkatan emosional dapat menyebabkan perubahan hormon (Lubis, 2013). Tingkat stress diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale (DASS). DASS adalah seperangkat dari tiga skala laporan diri yang dirancang untuk mengukur emosi negatif yang terdiri dari depresi, kecemasan dan stres. DASS telah memenuhi persyaratan dari para peneliti dan dokter-dokter yang menjadi ilmuwan profesional. DASS berisi 14 item untuk masing-masing skala, yang dibagi menjadi beberapa subskala dimana terdapat 2-5 item dengan isi yang serupa. Skala depresi menilai disforia, keputusasaan, devaluasi kehidupan, penolakan diri, kurangnya minat, anhedonia, dan kelemahan. Skala kecemasan menilai gairah pribadi, efek otot rangka, kecemasan situasional dan pengalaman subjektif yang mempengaruhi kecemasan. Skala stres menilai kesulitan santai, kegugupan dan mudah marah atau gelisah, kepekaan atau ekspresi yang berlebihan dan ketidaksabaran. Skala dalam DASS telah terbukti memiliki konsistensi internal yang tinggi untuk memberi makna yang berbeda dalam berbagai pengaturan, dimana timbangan harus memenuhi kebutuhan peneliti dan dokter yang ingin mengukur keadaan saat ini atau perubahan pada suatu bagian dari waktu ke waktu (misalnya, dalam pengobatan) pada tiga dimensi depresi, kecemasan dan stress sehingga instrumen ini tidak memerlukan uji validitas maupun reliabilitas. Tingkat stres berdasarkan skala pengukuran dengan menggunakan DASS (Depression Anxiety Stress Scale) adalah : normal, jika gejala stres yang tercantum dalam DASS tidak pernah dialami atau jarang dialami; stres ringan, jika gejala stres yang tercantum dalam DASS jarang dialami hingga dialami tetapi hanya kadang-kadang; stres sedang, jika gejala stres yang tercantum dalam DASS terkadang dialami hingga sering dialami, namun lebih dominan terjadi kadang-kadang saj; stres berat, jika gejala stres yang tercantum dalam DASS terkadang dialami hingga sering dialami, namun lebih dominan terjadi sering; stres sangat berat, jika gejala stres yang tercantum dalam DASS sering dialami (Psychology Foundation of Australia, 2010) .
Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
135
ISBN : 978-602-73865-4-9
Menurut Copel dalam Pieter (2011) penatalaksaan stres yang umum dapat dilakukan dengan cara menarik napas dalam-dalam, menghitung mundur dari sepuluh ke satu, bernapas menggunakan cuping hidung secara bergantian, relaksasi progresif, biofeedback, sentuhan terapeutik, roffing, bioenergitik, latihan otogenik (mengatur sistem saraf secara mandiri), visualisasi atau membayangkan, meditasi, hipnotis diri, berhenti berpikir sejenak, menolak hal-hal negatif atau bicara sendiri yang tidak rasional. Kegiatan keagamaan seperti meditasi dzikir juga dapat dilakukan untuk mengatasi stres yang dialami seseorang (Wangsa, 2010). 2. Konsep Dismenore Dismenorea adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul (Judha, 2012). Klasifikasi dismenorea berdasarkan jenisnya, terdiri dari : dismenorea primer, dan dismenor sekunder (Wiknjosastro, 2011). Karakteristik dismenore primer yaitu terjadi beberapa waktu atau 612 bulan sejak menstruasi pertama (menarche), rasa nyeri timbul sebelum menstruasi atau di awal menstruasi dan berlangsung beberapa jam, namun ada kalanya beberapa hari, datangnya nyeri: hilang timbul, menusuk- nusuk. Pada umumnya di perut bagian bawah, kadang menyebar ke sekitarnya (pinggang dan paha depan), dapat disertai mual, muntah, sakit kepala, dan diare. Dismenorea primer mencapai maksimalnya pada usia 15-20 tahun. Wanita yang mengalami dismenorea primer mungkin kelihatan lemas dan pucat, banyak berkeringat serta merasa tidak enak badan. Hal lain yang umumnya terjadi disebabkan karena gangguan gastrointestinal seperrti kembung, mual dan muntah, sakit kepala, bahkan kadang-kadang bisa pingsan. Selain itu sering timbul rasa tidak enak ketika buang air kecil dan air besar serta kadang-kadang disertai diare (Wiknjosastro, 2011; Sukarni, 2013). Karakteristik dismenore sekunder yaitu rasa nyeri yang terjadi saat menstruasi yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kandungan (Sukarni, 2013). Tingkatan dismenorea yaitu dismenorea ringan, jika terjadi sejenak dapat pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri, serta tidak mengganggu pekerjaan sehari-hari; dismenorea sedang, jika rasa nyeri muncul diperlukan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit, tidak perlu meninggalkan pekerjaannya; dismenorea berat, jika rasa nyeri yang hebat, sehingga tidak mampu melakukan tugas harian, memerlukan istirahat, memerlukan obat dengan intensitas tinggi, diperlukan tindakan operasi karena mengganggu setiap menstruasi (Manuaba, 2010). Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Cara pengukuran nyeri dengan menggunakan Numerical Rating Scale (Skala Penilaian Numerik) (Potter dan Perry, 2010), yaitu : 0, jika tidak nyeri atau tidak ada keluhan nyeri haid atau kram perut bagian bawah; 1-3, jika nyeri ringan (terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan, masih dapat beraktivitas, masih bisa berkonsentrasi belajar); 4-6 , jika nyeri sedang (terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan, aktifitas terganggu, sulit/susah berkonsentrasi belajar); 7-9, jika nyeri berat terkontrol (terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi); 10, jika nyeri berat tidak terkontrol (terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah, menyebar ke pinggang, kaki dan punggung, tidak mau makan, mual, muntah, sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa berdiri atau bangun dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas, terkadang sampai pingsan) (Ningsih, 2011). Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri saat menstruasi menurut Laila (2011), antara lain : mengompres dengan suhu panas, minum minuman hangat, minum air putih minimal 8 gelas sehari, istirahat yang cukup, melakukan aroma terapi, melakukan pemijatan agar waktu istirahat lebih berkualitas, mendengarkan music, menghindari pakaian yang ketat menjelang atau selama haid, meminum obat pereda sakit, menghindari makanan dan minuman yang mengandung kafein, alkohol, nikotin selama 2 minggu sebelum masa menstruasi, mengurangi konsumsi garam, melakukan diet rendah lemak, garam dan gula tetapi tinggi protein, memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung serat, mengambil posisi menungging, menekuk lutut dan meringkuk, berolahraga ringan. 3. Konsep Hubungan Tingkat Stres dengan Tingkat Dismenore Stres merupakan suatu respon alami dari tubuh kita ketika mengalami tekanan dari lingkungan. Dampak dari stres beraneka ragam, dapat mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik. Salah satu dampak dari stres terhadap fisik adalah dismenorea. (Wangsa, 2010)
Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
136
ISBN : 978-602-73865-4-9
Dismenorea adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid atau menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun panggul (Judha, 2012). Respon stres digerakkan oleh amygdala yaitu bagian otak depan yang menstimulasi aktivitas pada neuron Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) hipotalamus (Ward, 2013). Saat seseorang mengalami stres terjadi respon neuroendokrin sehingga menyebabkan CRH yang merupakan regulator hipotalamus utama menstimulasi sekresi Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH). ACTH akan meningkatkan sekresi kortisol adrenal. Hormon-hormon tersebut mneyebabkan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) terhambat sehingga perkembangan folikel terganggu. Kadar progesteron yang rendah meningkatkan sintesis prostaglandin F2α (PGF2α) dan E2. Ketidakseimbangan antara PGF2α dan E2 dengan Prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi PGF2α. Peningkatan aktivasi ini mengakibatkan iskhemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya mengakibatkan iskhemia pada sel-sel miometrium dan menyebabkan kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi dan tidak teratur sehingga timbul nyeri, peningkatan kontraksi yang berlebihan menyebabkan dismenorea.(Colbert, 2011; Reeder, 2012)
METODE Penelitian ini menggunakan metode pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh siswi kelas IX yang sudah mengalami menstruasi di SMP 1 Al-Islam Surakarta berjumlah 144 orang dan dengan menggunakan teknik sampling menggunakan quota sampling didapatkan 42 responden yang memenuhi kriteria restriksi. Penelitian ini dilakukan di SMP 1 Al-Islam Kota Surakarta pada bulan November 2014- Juni 2015. Tingkat stres diukur dengan menggunakan kuesioner DASS-42 yang telah baku. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data tingkat dismenorea adalah dengan lembar observasi yaitu NRS (Numerical Rating Scale). Analisis univariat dilakukan pada tiap variabel meliputi variabel tingkat stress dan tingkat dismenorea. Teknik analisis bivariat menggunakan uji Kendall’ tau.
HASIL Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS. Analisis data meliputi analisis univariat terhadap variable tingkat stress dan tingkat dismenorea pada siswi kelas IX di SMP Al Islam Surakarta. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Menarche pada Siswi Kelas IX SMP AL Islam 1 Kota Surakarta tahun 2015 Usia Menarche (tahun) Jumlah Persentase 10-11 10 23,8 12-13 27 64,3 14-15 5 11,9 42 100 Total Responden penelitian mengalami usia menarche yang berbeda-beda, sebanyak 27 responden (64,3%) mengalami menarche pada usia 12-13 tahun Tabel 2 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres pada Siswi Kelas IX SMP Al Islam 1 Kota Surakarta tahun 2015 Tingkat Stres Frekuensi Persentase Normal 3 7,1 Ringan 12 28,6 Sedang 16 38,1 Berat 11 26,2 42 100 Jumlah Stres yang paling banyak dialami oleh siswi kelas IX SMP Al-Islam 1 Kota Surakarta adalah stres sedang sebanyak 16 responden (38,1%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Dismenore pada Siswi Kelas IX SMP Al Islam 1 Kota Surakarta tahun 2015 No Tingkat Dismenorea Frekuensi Persentase 1 Ringan 21 50 2 Sedang 18 42,9 3 Berat terkontrol 3 7,1 42 100 Total Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
137
ISBN : 978-602-73865-4-9
Tingkat dismenore yang paling banyak dialami oleh siswi kelas IX SMP Al-Islam 1 Kota Surakarta adalah tingkat dismenorea ringan sebanyak 21 responden (50%). Analisis data bivariat tingkat stress dengan tingkat dismenore menggunakan uji Kendall’s Tau. Tabel 4 Cross Tab Tingkat Stres dengan Tingkat Dismenorea Pada Siswi kelas IX SMP AlIslam 1 Surakarta tahun 2015 Tingkat Dismenorea Tingkat Stres Ringan Sedang Berat terkontrol Total f % f % f % F % Normal 3 7,1 0 0 0 0 3 7,1 Ringan 8 19,1 4 9,5 0 0 12 28,6 Sedang 10 23,8 6 14,3 0 0 16 38,1 Berat 0 0 8 19,1 3 7,1 11 26,2 21 50 18 42,9 3 7,1 42 100 Total Tabel 4 menunjukkan mayoritas responden mengalami tingkat stress sedang dengan dismenorea ringan yaitu sebesar 23,8%.
Kendall’s tau_b
Tabel 5 Tabel Korelasi Uji Kendall’s Tau Tingkat stres Tingkat stres Correlation Coefficient 1.000 Sig. (2-tailed) . N 42 Tingkat Correlation Coefficient .541 Dismenorea Sig. (2-tailed) .000 N 42
Tingkat dismenorea .541 .000 42 1.000 . 42
Tabel 5 menunjukkan hasil uji korelasi Kendall’s tau dengan nilai p = 0,000 menunjukkan bahwa p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima dan nilai r = 0,541 termasuk dalam kategori kekuatan korelasi sedang, sedangkan arah hubungan adalah positif karena nilai r positif.
PEMBAHASAN Hasil penelitian dengan menggunakan analisis univariat menunjukkan bahwa 27 responden (64,3%) mengalami menarche pada usia 12-13 tahun. Usia menarche yang dialami responden masih dalam kategori normal, karena usia normal menarche ada pada rentang usia 10-16 tahun. Dismenore yang dialami responden merupakan dismenore primer, karena dismonera terjadi pad rentang usia 10-15 tahun. Menurut Wiknjosastro (2011) bahwa dismenorea terjadi 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai puncaknya pada usia 15-20 tahun. Tingkat stress yang dialami responden dalam penelitian ini bervariasi, yaitu 7,1% tidak mengalami stress, 28,6% responden mengalami stress ringan, 38,1% responden mengalami stress sedang, dan 26,2% responden mengalami stress berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres sebagian besar responden dalam kategori stress sedang (38,1%). Wawancara yang dilakukan peneliti kepada responden didapatkan bahwa stres sedang yang dialami responden dipicu dari berbagai masalah, seperti stress menghadapi ujian, sulit tidur, rasa capek karena kegiatan sekolah yang padat, serta dipicu oleh masalah pribadi. Stres sedang dialami ketika gejala stres seperti berlebihan dalam merangsang hal, tegang, tidak mampu untuk bersantai, sensitif, mudah marah, mudah terkejut, gelisah dan tidak toleran terhadap gangguan atau keterlambatan terkadang dialami oleh siswi (Lovibond, 2010). Stres sedang yang dialami remaja sangat rentan terjadi. Masa remaja adalah suatu masa perubahan yang cepat, baik secara fisik, maupun psikologis. Perubahan yang terjadi menimbulkan peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa badai dan stres. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja (Lubis, 2013). Sumber stres secara umum yang memengaruhi para remaja seperti kondisi psikologis konflik dan frustasi, kondisi yang mengakibatkan Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
138
ISBN : 978-602-73865-4-9
perasaan rendah diri, berbagai keadaan kehilangan, berbagai kondisi perasaan bersalah, pelajaran sekolah maupun pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat (Lukaningsih, 2011). Faktor penyebab stres terutama stres yang dialami remaja dapat timbul akibat kurang kemampuan untuk mengontrol diri atau lemahnya kemampuan untuk mengendalikan dirinya (Nirwana, 2011). Kondisi social kultural seperti persaingan antar teman serta kejadian hidup sehari-hari yang dialami seseorang dapat pula menimbulkan stres (Lukaningsih, 2011). Tingkat dismenore yang dialami responden, yaitu 50% responden mengalami dismenore ringan yang ditandai dengan kram pada perut, tetapi masih dapat melakukan kegiatan di sekolah. Menurut Potter dan Perry (2010), gejala dismenore ringan meliputi terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan, masih dapat beraktivitas dan masih dapat berkonsentrasi belajar. Dismenorea ringan dapat terjadi sejenak dan pulih kembali, tidak memerlukan obat, rasa nyeri hilang sendiri, serta tidak mengganggu aktivitas sehari-hari (Manuaba, 2010). Dismenore sedang dialami 49,2% responden, dengan gejala merasakan kram perut yang lebih berat sehingga mengganggu kegiatan di sekolah dan merasa sulit berkonsentrasi saat proses pembelajaran. Menurut Potter dan Perry (2010), dismenore sedang menunjukkan gejala terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kurang nfsu makan, aktifitas terganggu, sulit atau susah berkonsentrasi terhadap pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan 7,1% responden mengalami dismenore berat terkontrol yang ditandai dengan keluhan nyeri perut yang tidak tertahan sehingga respnden lebih memilih untuk istirahat atau ijin untuk tidak mengikuti pembelajaran. Gejala yang ditunjukkan ketika seseorang mengalami dismenorea berat terkontrol meliputi terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual, badan lemas, tidak kuat beraktivitas, tidak dapat berkonsentrasi (Potter dan Perry, 2010). Dismenorea secara umum terjadi karena factor ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormone seks dalam sel juga menyebabkan seorang wanita mengalami dismenorea. Kemungkinan lain, dismenorea dapat dihubungkan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, stres, serta fungsi serotonin yang dialami penderita (Lubis, 2013). Hasil analisis data dengan menggunakan uji Kendall’s Tau diperoleh nilai p-value = 0,000 dan koefisien korelasi sebesar 0,541. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima. Hasil analisis bivariate menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stress dengan tingkat dismenorea pada siswi kelas IX di SMP Al-Islam 1 Surakarta. Nilai koefisien korelasi menunjukkan ada hubungan yang positif dan signifikan dengan kekuatan sedang antara tingkat stress dengan tingkat dismenorea. Hal ini berarti bahwa semakin berat stress yang dialami remaja akan mempengaruhi tingkat dismenorea yang dialami remaja. Stres yang terjadi pada remaja awal merupakan akibat dari perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis yang menimbulkan peningkatan emosional yang terjadi secara cepat yang dikenal sebagai masa badai dan stres. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja (Lubis, 2013). Remaja yang secara emosional tidak stabil serta tidak mendapat pengetahuan yang baik tentang proses menstruasi akan mudah untuk mengalami dismenorea (Laila, 2011). Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Colbert (2011) dan Reeder (2012) bahwa respon stres digerakkan oleh amygdala yaitu bagian otak depan yang menstimulasi aktivitas pada neuron Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) hipotalamus (Ward, 2013). Saat seseorang mengalami stres terjadi respon neuroendokrin sehingga menyebabkan CRH yang merupakan regulator hipotalamus utama menstimulasi sekresi Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH). ACTH akan meningkatkan sekresi kortisol adrenal. Hormon-hormon tersebut mneyebabkan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) terhambat sehingga perkembangan folikel terganggu. Kadar progesteron yang rendah meningkatkan sintesis prostaglandin F2α (PGF2α) dan E2. Ketidakseimbangan antara PGF2α dan E2 dengan Prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi PGF2α. Peningkatan aktivasi ini mengakibatkan iskhemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan produksi prostaglandin dan pelepasannya mengakibatkan iskhemia pada sel-sel miometrium dan menyebabkan kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi dan tidak teratur sehingga timbul nyeri, peningkatan kontraksi yang berlebihan menyebabkan dismenorea. Penelitian yang dilakukan oleh Hong(2013) dengan judul The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara stres dengan risiko dismenorea, dengan OR 1-2,5 dimana responden yang mengalami stres cenderung berisiko satu sampai dua setengah kali mengalami dismenorea. Hasil penelitian tentang hubungan stress dan dismenorea dengan judul The Relationship Between Occupational Stress and Dysmenorrhea in Midwives Employed at Public and Private Hospitals and Health Care Centers in Iran yang dilakukan oleh Kordi (2013) juga Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
139
ISBN : 978-602-73865-4-9
menyebutkan bahwa terdapat hubungan positif antara stres dengan kenaikan risiko kejadian dismenorea. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fitriyah (2009) berjudul Hubungan Antara Stres dengan Kejadian Dismenorea menyebutkan dari uji statistik risk estimate responden dengan kategori stres berat mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk mengalami dismenorea jika dibandingkan dengan responden yang mengalami stres ringan. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Hasrinta dan Pajeriyati (2014) dengan judul Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi di SMAN 21 Makassar yang menyatakan bahwa ada hubungan antara stres dengan kejadian dismenore dengan nilai pearson chi- square p = 0,02. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan tingkat stress normal mengalami dismenorea ringan (7,1%), responden dengan tingkat stress ringan mengalami dismenorea sedang (9,5%), responden dengan tingkat stress sedang mengalami dismenorea ringan (23,8%). Hal tersebut terjadi karena faktor yang dapat menimbulkan terjadinya dismenorea bukan hanya faktor stres, tetapi ada hal lain yang dapat memicu dismenorea seperti faktor anemia, penyakit menahun, dan sebagainya. Faktor obstruksi kanalis servikalis seperti kelainan bentuk uterus, mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium. Faktor endokrin yang dapat mempengaruhi tonus dan kontraktilitas otot usus serta faktor alergi yang disebabkan oleh toksin haid (Wiknjosastro, 2011).
KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat stres dengan tingkat dismenorea pada siswi kelas IX SMP Al-Islam 1 Surakarta dengan nilai p-value = 0,000 dan koefisien korelasi (r) sebesar 0,541 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tingkat stress dan tingkat dismenore bersifat positif dengan korelasi sedang. Tingkat stress semakin meningkat dapat menyebabkan peningkatan tingkat dismenorea.
DAFTAR PUSTAKA Colbert D. (2011). Stress : Cara Mencegah dan Menggulanginya. Denpasar : Udayana University Pres. Edmonds K. (2007). Gynaecological Disorders of Childhood and Adolescense : Dewhurst’s Textbook of Obstetrics and Gynaecological 7th Edition. London : Blackwell Publishing. Fitriyah Y. (2009. Hubungan Antara Stres Dengan Kejadian Dismenore (Studi kasus). Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro. Hasrinta dan Pajeriaty. (2014). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dismenore Pada Siswi di SMAN 21 Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis. Vol. 5 No. 2: 136-42 Hawari D. (2013). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hong J. (2013). The Prevalence and Risk Factors of Dysmenorrhea. Oxford University Press on behalf of the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health. Vol. 36: 104-13 Laila N. N. (2011). Buku Pintar Menstruasi. Yogyakarta: Buku Biru. Judha M, dkk. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. Kordi M., Mohamadirizi S., Shakeri M.T. (2013). The Relationship Between Occupational Stress And Dysmenorrhea In Midwives Employed At Public And Private Hospitals And Health Care Centers In Iran (Mashhad) In The Years 2010 and 2011. Iran J Nurs Midwifery Res. 18 (4) : 316-22. Lestari H. (2010). Gambaran Dismenorea pada Remaja Putri Sekolah Menengah Pertama di Manado. Jurnal Sari Pediatri Divisi Tumbuh Kembang-Pediatri Sosial, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unsrat - RSU Prof. Dr. R. D. Kandou. Vol. 12, No. 2 : 99-102 Lovibond, S.H. and Lovibond, P.F. (2010). Depression Anxiety and Stress Scale. The University of Melbourne Manual for the Depression anxiety Stress Scales. (2nd Ed) Sydney : Psychology Foundation. Lubis N. L. (2013). Psikologi Kespro : Wanita & Perkembangan Reproduksinya Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologinya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Lukaningsih Z. L dan Siti, B. (2011). Psikologi Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Manuaba I. A. C. (2010). Buku Ajar Penuntun Kuliah Ginekologi. Jakarta: CV. Trans Info Media. Ningsih, R. (2011). Efektifitas Paket Pereda terhadap Intensitas Nyeri pada Remaja dengan Nyeri haid di SMAN Kecamatan Curup. Depok : Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Maternitas Universitas Indonesia. Nirwana, A.B. (2011). Psikologi Kesehatan Wanita (Remaja, menstruasi, menikah, hamil, nifas, dan menyusui). Yogyakarta: Nuha Medika. Pieter H dan Namora L. (2011). Pengantar Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
140
ISBN : 978-602-73865-4-9
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2010). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and Practice, (4th Ed). USA: Mosby-Year Book Inc. Psychology Foundation of Australia. (2010). Depression anxiety stress scale. Australia : Psychology Foundation. Reeder S, dkk. (2012). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi, dan Keluarga (Volume 1) (Edisi 18). Jakarta: EGC. Sukarni I. K dan Wahyu P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta : Nuha Medika. Wangsa T. (2010). Menghadapi Stres dan Depresi. Yogyakarta: Oryza. Ward J. P. T., Robert W. C., Roger W. A. L. (2013). At a Glance Fisiologi. Jakarta : Erlangga. Wiknjosastro H (Ed). (2011). Ilmu Kandungan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Prosiding Nasional APIKES-AKBID Citra Medika Surakarta
141