PENINGKATAN PROFESIONALISME DOSEN DI ERA MEA
OLEH: Sri Haryati (FKIP-UNTIDAR)
Seminar Semester Genap Sub Unit Korpri di Magelang Tanggal 28 Juli 2016
1
Ringkasan Dalam Abad Ke-21 ini, sumber daya manusia diharapkan mampu mengikuti dan menguasi kemajuan ilmu dan teknologi untuk memenangi persaingan. Mereka juga harus selalu meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi yang memadai untuk berperilaku secara baik pada era global ini, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi profesional. Itulah mengapa dosen perlu mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya dalam rangka menyiapkan generasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Profesionalisme mereka selalu harus ditingkatkan dan dikembangkan agar dapat menghadapi tantangan global dan menyiapkan sumberdaya manusia yang andal. Kata kunci: kualifikasi akademik, kompetensi, profesionalisme dosen
A. PENDAHULUAN Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan guru dan dosen adalah pendidik profesional. Untuk itu guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana/Diploma (S-1,D-IV), dosen minimal memiliki kualifikasi akademik S-2 yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran. Dengan amanat undang-undang tersebut dosen mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan melalui kegiatan tri dharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan kata lain, dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan profesionalismenya dosen didorong untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensinya secara menyeluruh atau komprehensif. Menristekdikti menegaskan bahwa perguruan tinggi di Indonesia diharapkan bisa meningkatkan kualitasnya ke depan. Sebab saat ini Indonesia harus menghadapi persaingan cukup berat di era MEA ini. Salah satu kualitas yang ditingkatkan adalah sumber dayanya yaitu dosennya. Dosen minimal bergelar Doktor. Oleh karena itu Menristekdikti telah menyiapkan beasiswa dari dalam dan luar negeri sebanyak 2.300 untuk para dosen untuk mencapai kualifikasi akademik doktor tersebut. Dari luar negeri juga banyak tawaran untuk meningkatkan kualifikasi akademik seperti tersebut di atas seperti Taiwan sudah menawarkan 2
1.000 beasiswa, Arab Saudi sudah menawarkan untuk 250 beasiswa non agama, Inggris Jerman, Cina, dan sebagainya (Republika, 23 Juli 2016).
B. SEKILAS TENTANG MEA Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan bentuk realisasi dari kesepakatan negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk mewujudkan integrasi ekonomi di kawasan ini. Ada empat poin yang menjadi fokus utama MEA. Pertama, semua anggota Negara ASEAN menyepakati pentingnya menjadikan kawasan ini sebagai sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Ini diakukan agar tidak terjadi hambatan dalam hal arus barang, jasa investasi, modal dan tenaga kerja terampil antar Negara ASEAN. Kedua, pentingnya menciptakan kawasan yang kompetitif dengan sejumlah kebijakan yang disepakati bersama seperti competition policy, consumer protection, intellectual property right (IPR), taxation, dan e commerce. Dengan kebijakan ini diharapkan tercipta persaingan yang sehat antar Negara, perlindungan terhadap konsumen, pencegahan terhadap hak cipta, terciptanya jaringan transportasi terpadu, menghilangkan system double taxation, dan pemanfaatan teknologi online dalam perdagangan. Ketiga, pentingnya menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan perkembangan ekonomi yang merata, dengan prioritas utama pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Ini dilakukan agar UKM mempunyai kemampuan daya saing dengan fasilitas akses penggiat UKM terhadap informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan SDM dalam hal peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi. Keempat, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Ini terkait dengan kesadaran membangun, jaringan dan kemitraan antar Negara ASEAN dan dunia. Berdasarkan empat poin di atas, pemberlakuan MEA mempunyai peran strategis untuk memperkecil kesenjangan antara Negara ASEAN dalam pertumbuhan ekonomi dan meningkatakan saling bergantung antar Negara. Bagi Indonesia, MEA menjadi kesempatan yang baik, untuk mengurangi hambatan perdagangan yang selama ini terjadi khususnya dalam konteks ASEAN. Artinya MEA diharapkan dapat meningkatkan ekspor dan meningkatkan GDP Indonesia. Dalam konteks ketenagakerjaan, MEA memberikan kesempatan luas bagi pencari tenaga kerja mendapatkan pekerjaan di semua Negara ASEAN. Kemudahan mendapatkan akses pekerjaan ini tentu harus disertai dengan kompetensi dan kualitas calon tenaga kerja antar Negara. Kualitas sumber daya manusia (SDM) yang selama ini dimiliki Indonesia tentu menjadi catatan tersendiri jika dikaitkan dengan SDM dari anggota negara ASEAN lain.
3
Karena itu menjadi tugas utama dunia pendidikan untuk melakukan tindak lanjut perbaikan dan mempersiapkan SDM berkualitas di semua sektor (Muqowin, 2016:2).
C. PROFESIONALISME DOSEN DI ERA MEA Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategistrategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya (Haryati, 2013:4). Dari penjelasan tersebut di atas dapat diartikan bahwa seorang dosen harus selalu meningkatkan kompetensi profesionalnya baik melalui studi lanjut/kualifikasi akademik maupun melalui kegiatan lain yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang sesuai dengan profesinya yaitu melakukan tri dharma perguruan tinggi. Berarti dosen profesional harus memiliki sejumlah kompetensi dalam melaksanakan tugasnya. Wacana tentang profesionalisme cukup banyak mengemuka dalam kasanah pengetahuan global. Beragam ulasan tentang profesionalisme dari berbagai sumber dapat dicermati diantaranya sebagai berikut. Kompetensi adalah usaha untuk menggambarkan apa yang diharapkan, dikehendaki, didambakan, diantisipasi, dilatih dan sebagainya. Kompetensi menunjuk pada performance atau perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam pelaksanaan tugas–tugas kependidikan. Sutomo (1999:4) mengemukakan 3 kriteria pernyataan kompetensi sebagai berikut: karakteristik–karakteristik prasyarat meliputi: relevan dengan pengajaran, berorientasi pada kualitas, karakteristik–karakteristik yang unik mencakup: pola penampilan yang kompleks, keuangan, berorientasi pada kenyataan, kemungkinan meramalkan, prioritas. Kompetensi adalah pengetahuan, ketrampilan dan nilai–nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak (Depdiknas dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Pengertian kompetensi menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 045/U/2002 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas–tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, bertindak, dan bersikap. Kebiasaan itu didasari oleh kompetensi kognitif, kompetensi psikomotorik, dan kompetensi afektif (nilai–nilai dasar). Ranah kompetensi ini dikembangkan secara konsisten dan terus menerus sehingga peserta didik menjadi kompeten (cakap). Pengertian kompetensi menurut UUGD adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (bab 1 pasal 1 ayat 10). 4
Kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru dan dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan. Sertifikat pendidik merupakan bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional. Sedangkan menurut UUGD kemampuan dosen dapat dilihat dari kompetensi dosen yang meliputi kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan dosen dalam mengelola pembelajaran mahasiswa, yang sekurang-kurangnya
meliputi:
pemahaman
wawasan
atau
landasan
kependidikan;
pemahaman terhadap mahasiswa; pengembangan mahasiswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; pengembangan kurikulum/silabus; perancangan pembelajaran; pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
pemanfaatan
teknologi pembelajaran; dan evaluasi hasil belajar. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang beriman dan bertaqwa, beraklak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, stabil, dewasa, jujur, berwibawa, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Kompetensi sosial adalah kemampuan dosen untuk berkomunikasi lisan, tulis, dan isyarat secara santun ; menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional ; bergaul secara efektif dengan mahasiswa, sesama dosen, tenaga kependidikan, pimpinan, orang tua/wali mahasiswa; bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata kuliah, dan atau kelompok mata kuliah yang akan diampu, dan konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program studi, mata kuliah, dan atau kelompok mata kuliah yang akan diampu. Menurut naskah akademik serdos terintegrasi (2013:23-28), kompetensi pedagogik meliputi: 1. Kemampuan
merancang
pembelajaran
yaitu
kemampuan
tentang
proses
pengembangan mata kuliah dalam kurikulum, pengembangan bahan ajar, serta perancangan strategi pembelajaran, yang terdiri dari sub kompetensi: (a) menguasai berbagai perkembangan dan isu dalam sistem pendidikan, (b) menguasai strategi pengembangan kreatifitas, (c) menguasai prinsip-prinsip dasar belajar dan pembelajaran, (d) mengenal mahasiswa secara mendalam, (e) menguasai beragam 5
pendekatan belajar sesuai dengan karakteristik mahasiswa, (f) menguasai prinsipprinsip pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, (g) mengembangkan mata kuliah dalam kurikulum program studi, (h) mengembangkan bahan ajar dalam berbagai media dan format untuk mata kuliah tertentu, (i) merancang strategi pemanfaatan beragam bahan ajar dalam pembelajaran, (j) merancang strategi pembelajaran mata kuliah, (k) merancang strategi pembelajaran mata kuliah berbasis ICT. 2. Kemampuan melaksanakan proses pembelajaran adalah kemampuan mengenal mahasiswa (karakteristik awal dan latar belakang mahasiswa), ragam teknik dan metode pembelajaran, ragam media dan sumber belajar, serta pengelolaan proses pembelajaran, yang terdiri dari sub kompetensi: (a) menguasai keterampilan dasar mengajar, (b) melakukan identifikaasi karakteristik awal dan latar belakang mahasiswa, (c) menerapkan beragam teknik dan metode pembeljaran yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa dan tujuan pembelajaran, (d) memanfaatkan beragam media dan sumber belajar dalam pembelajaran, (e) melaksanakan proses pembelajaran yang produktif, kreatif, aktif, efektif, dan menyenangkan, (f) mengelola proses pembelajaran, (g) melakukan interaksi yang bermakna dengan mahasiswa, (h)
memberi bantuan belajar individual sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa. 3. Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran yaitu kemampuan melakukan evaluasi dan refleksi terhadap proses dan hasil belajar dengan menggunakan alat dan proses penilaian yang sahih dan terpercaya, didasarkan pada prinsip, straategi, dan prosedur penilaian yang benar, serta mengacu pada tujuan pembelajaran, yang meliputi sub kompetensi: (a) menguasai standar dan indikator hasil pembelajaran mata kuliah sesuai dengan tujuan pembelajaran, (b) menguasai prinsip, strategi dan prosedur penilaian pembelajaran, (c) mengembangkan beragam instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran, (d) melakukan penilaian proses dan hasil pembelajaran secara berkelanjutan, (e) melakukan refleksi terhadap proses pembelajaran secara berkelanjutan, (f) memberikan umpan balik terhadap hasil belajar mahasiswa, (g) menganalisis hasil penilaian hasil pembelajaran dan refleksi proses pembelajaran, (h) menindaklanjuti hasil penilaian untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. 4. Kemampuan memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu kemampuan melakukan penelitian pembelajaran serta penelitian 6
bidang ilmu, mengintegrasikan temuan hasil penelitian untuk peningkatan kualitas pembelajaran dari sisi pengelolaan pembelajaran maupun pembelajaran bidang ilmu, yang terdiri dari sub kompetensi: (a) menguasai prinsip, strategi, dan prosedur penelitian
pembelajaran
(instructional
research)
dalam
berbagai
aspek
pembelajaran, (b) melakukan penelitian pembelajaran berdasarkan permasalahan pembelajaran yang otentik, (c) menganalisis hasil penelitian pembelajaran, (d) menindaklanjuti hasil penelitian pembelajaran untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Kompetensi profesional adalah suatu kemampuan yang tumbuh secara terpadu dari pengetahuan yang dimiliki tentang bidang ilmu tertentu, keterampilan menerapkan pengetahuan yang dikuasai maupun sikap positif yang alamiah untuk memajukan, memperbaiki dan mengembangkannya secara berkelanjutan, dan disertai tekad kuat untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Profesionalisme merupakan sikap yang lahir dari keyakinan terhadap pekerjaan yang dipegang sebagai sesuatu yang bernilai tinggi sehingga dicintai secara sadar, dan hal tersebut nampak dari upaya yang terus menerus dan berkelanjutan dalam melakukan perbaikan yang tiada henti. Dosen profesional berupaya untuk mewujudkan sikap (aptitude) dan perilaku (behavior) ke arah menghasilkan mahasiswa yang mempunyai keinginan, tekad dan kemampuan memajukan profesi yang berdasarkan ilmu dan teknologi. Dengan sikap dan perilaku, dosen melakukan perbaikan yang berkelanjutan, meningkatkan efisiensi secara kreatif melalui upaya peningkatan produktivitas dan optimalisasi pendayagunaan sumbersumber yang ada di sekitarnya. Melalui kompetensi profesional, dosen secara dinamis mengembangkan wawasan keilmuan,
menghasilkan
ilmu,
seni,
dan
teknologi
berdasarkan
penelitian,
dan
menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat dari hasil penelitian, dan pada akhirnya mengembangkan kebudayaan dan peradaban masyarakatnya sebagai pemangku kepentingan. Kompetensi profesional memiliki sub kompetensi: 1. Penguasaan materi kuliah secara luas dan mendalam. Penguasaan dosen terhadap materi kuliah dalam bidang ilmu tertentu secara luas diartikan sebagai kemampuan dosen untuk memahami asal usul, perkembangan, hakikat dan tujuan dari ilmu tersebut. Penguasaan yang mendalam berarti kemampuan dosen untuk memahami cara dan menemukan ilmu, teknologi dan atau seni, khususnya tentang bidang ilmu yang diampunya. Dosen juga harus mempunyai kemampuan memahami nilai, 7
makna dan kegunaan ilmu terutama dalam kaitannya dengan pemanfaatannya dalam kehidupan manusia, sehingga mempunyai dampak kepada kebudayaan dan peradapan. 2. Kemampuan merancang, melaksanakan, dan menyusun laporan penelitian. Kemampuan ini berkaitan dengan pemahaman dan keterampilan dosen tentang metodologi ilmiah, rancangan penelitian, serta kemampuan mengorganisasikan dan menyelenggarakan penelitian bidang ilmu mulai dari perumusan masalah, penyusunan hipotesis, perancangan data dan alat yang akan digunakan, serta metode analisis yang mendasarinya. Selanjutnya dosen mampu menerapkan rancangan, metode dan analisis tersebut dalam melaksanakan penelitian, sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. Akhirnya semua dapaat dituliskan dalam suatu laporan yang sistemik, bahkan dapat dikembangkan sebagai bahan utama dalam menyusun karya ilmiah untuk pertemuan ilmiah dan atau jurnal ilmiah. 3. Kemampuan mengembangkan dan menyebarluaskan inovasi. Dosen mampu mengembangkan hasil penelitian ke dalam bentuk yang dapat diterapkan untuk kepentingan tertentu, misalnya berupa teknik, kiat, dan kebijakan. Seorang dosen seyogyanya mempunyai motivasi untuk menyebarluaskan temuan dan hasil penelitiannya itu. Oleh karena itu kemampuan dalam bidang ilmu, teknologi dan/seni yang berdasarkan penelitian seseorang dapat diukur dari kegiatan kesarjanaan dan menunjukkan kemampuan yang berkesinambungan dengan ketertarikan yang nyata terhadap kegiatan akademis dan intelektual. Hal itu nampak dari berbagai karyanya antara lain berupa penulis bersama, kajian telaah atau tinjauan (review), menulis buku ajar, menyusun silabus, dan mengelola pertemuan ilmiah. 4. Kemampuan
merancang,
melaksanakan,
dan
menilai
pengabdian
kepada
masyarakat. Hasil penelitian yang diperoleh lazimnya tak dapat langsung diterapkan., melainkan perlu dikembangkan lagi agar dapat diterapkan di kalangan masyarakat. Untuk itu seorang dosen profesional perlu mempunyai kemampuan untuk melakukan pengembangan sebagai bagian kelanjutan dari penelitian. Kompetensi sosial adalah kemampuan melakukan hubungan sosial dengan mahasiswa, kolega, karyawan dan masyarakat untuk menunjang pendidikan, yang terdiri dari sub kompetensi: (a) kemampuan menghargai keragaman sosial dan konservasi lingkungan, (b) menyampaikan pendapat dengan runtut, efisien dan jelas, (c) kemampuan menghargai
8
pendapat orang lain, (d) kemampuan membina suasana kelas, (e) kemampuan membina suasana kerja, (f) kemampuan mendorong peran serta masyarakat. Kompetensi kepribadian adalah sejumlah nilai, komitmen, dan etika profesional yang mempengaruhi semua bentuk perilaku dosen terhadap mahasiswa, teman sekerja, keluarga dan masyarakat, serta mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa, termasuk pengembangan diri secara profesional, yang terdiri dari sub kompetensi seperti: (a) empati yaitu meletakkan sensitivitas dan pemahaman terhadap bagaimana mahasiswa melihat dunianya sebagai hal yang utama dan penting dalam membantu terjadinya proses belajar; (b) berpandangan positif terhadap orang lain, termasuk nilai dan potensi yang dimiliki, menghormati harga diri dan integritas mahasiswa, disertai dengan adanya harapan yang realitas (positif) terhadap perkembangan dan prestasi mereka; (c) berpandangan positif terhadap diri sendiri, termasuk nilai dan potensi yang dimiliki, mempunyai harga diri dan integritas diri yang baik disertai dengan tuntutan dan harapan yang positif terhadap diri; (d) genuine yaitu bersikap tidak dibuat-buat, jujur dan terbuka; (e) berorientasi pada tujuan yaitu senantiasa komit pada tujuan, sikap, dan nilai yang luas, dalam, serta berpusat pada kemanusiaan. Kompetensi-kompetensi
tersebut
merupakan
kompetensi
minimal,
dan
harus
dikembangkan oleh dosen secara berkelanjutan. Daniel Goleman pernah mengatakan bahwa kecerdasan intelektual hanya memberikan kontribusi keberhasilan seseorang sebesar 20% sedangkan 80% dipengaruhi oleh kecerdasan lain. 80% kecerdasan lain tersebut antara lain meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan social, kemampuan mengelola diri, dan berinteraksi dengan sekitar secara efektif untuk meningkatkan kinerja secara maksimal, tujuh hal tersebut di atas merupakan bagian dari sofskill. Dalam konteks pendidikan, sofskill tidak lain adalah soft competence
yang
harus
dimiliki
oleh
seorang
dosen
yakni
kompetensi
kepribadian/intrapersonal skill, indikatornya adalah; (1) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia dengan indicator mampu menghargai mahasiswa tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat istiadat, daerah asal, gender dan mampu bersikap sesuai dengan agama dengan norma agama yang dianut, suku, adat, hokum dan sebagainya; (2) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur dan sebaginya; (3) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantab, stabil, dewasa, arif dan berwibawa; (4) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjado dosen, percaya diri; (5) menjunjung tinggi kode etik dosen dan kompetensi sosial, atau interpersonal skill, sementara hard skill adalah kompetensi pedagogik dan profesional. Seorang dosen profesional seharusnya tidak hanya memiliki kemahiran hard skill saja tetapi 9
juga harus pandai dalam soft skill-nya. Hal ini diperkuat dengan penelitian di Amerika Serikat yang menunjukkan bahwa kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Sebuah riset yang dilakukan di tiga Negara besar yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris Raya tentang keberhasilan orang di berbagai perusahaan besar menunjukkan bahwa ada 23 sofskill yang menjadikan keberhasilan seseorang, lima ranking yang menduduki poin terbesar adalah inisiatif, integritas, berpikir kritis, mau belajar, dan komitmen dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari apapun profesi kita. Orang yang mempunyai inisiatif pasti menjadi unggul dan menjadi yang terdepan, menjadi pelopor dalam mencari solusi dari setiap masalah yang muncul baik secara personal dan institusional. Dalam konteks MEA, orang yang punya inisiatif akan memenangkan dalam persaingan/kompetisi, muncul ide segar, cepat mengambil keputusan. Integritas, menjadikan seseorang tampil apa adanya, penuh kejujuran, tidak ada perbedaan antara yang dipikirkan dengan yang dikatakan dan yang dilakukan. Dalam konteks MEA orang dengan integritas tinggi pasti lebih berpeluang menjadi yang terdepan. Sofskill ketiga adalah mau belajar, orang yang mau belajar mempunyai ciri antara lain antusias, bersikap terbuka, adaptif, rendah hati, dan siap menghadapi perubahan. Era MEA sangat membutuhkan individu yang mau belajar di manapun dan kapanpun. Dalam konteks MEA saat ini, praktek pendidikan di Indonesia diharapkan lebih menekankan pada values based education ketimbang values education sehingga berbagai jenis sofskill dapat dibiasakan dan dihidupkan kepada para mahasiswa.
D. PENUTUP Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil simpulan bahwa untuk menhadapi MEA yang dibutuhkan adalah kompetensi kepribadian/intrapersonal skill dan kompetensi social/interpersonal skill atau biasa disebut softskill bukan hardskill, sebab karakter lebih penting ketimbang pengetahuan dan keterampilan teknis. Pengetahuan dan keterampilan teknis dapat dipelajari lebih cepat, namun softskill tidak bisa dimiliki secara cepat dan instan, perlu proses panjang. Sejalan dengan kemajuan peradapan manusia di era MEA, maka dunia pendidikan juga semakin kompleks yang pada gilirannya membawa tuntutan yang semakin tinggi kepada dosen untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan pengembangan penguasaan kompetensi dan kualifikasi akademik. Dosen dituntut lebih dinamis dan kreatif dalam 10
mengembangkan proses persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajarannya. Dosen dituntut
terus
menerus
mengembangkan
kompetensinya
untuk
meningkatkan
profesionalismenya. Sehingga diyakini dengan kompetensi dan profesionalisme yang tinggi mampu memberikan layanan yang prima kepada para mahasiswanya.
DAFTAR PUSTAKA Egar, Ngasbun, 2012, Pengembangan Profesionalisme Guru Melalui Peningkatan Kompetensi Secara Komprehensif, Proseding Seminal Nasional, Semarang, IKIP PGRI. Haryati, Sri. 2013. Profesi Kependidikan Panduan untuk Guru dan Calon Guru, Yogyakarta: Penerbit Sembilan Bintang. Panduan Serdos Terintegrasi Tahun 2013. Jakarta: Dikti. Muqowin, 2016. Softskill-Based Learning Process dan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Seminar Nasional Optimalisasi Active Learning dan Character Building dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa di Era MEA. Yogyakarta: UAD. Koran Republika, 23 Juli 2016 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen. Jakarta. Depdiknas. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.
11