GURU, PROFESIONALISME DAN PROBLEMATIKA DI ERA GLOBAL
Dosen :
Ahmad Saehu, Ski.M.pd. Disusun Oleh : Kelompok 2 Acang Bahrudin
Matematika
Ita
Matematika
Salim
PJKR
Ribka
PJKR
Heni
B. Inggris
KAPITA SELEKTA AGAMA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( STKIP ) BANTEN 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allsh SWT atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Ucapan terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan rekan-rekan semua khususnya anggota kelompok 2 atas bimbingan dan masukannya dalam proses pembuatan makalah ini. Makalah
ini
bertemakan
“GURU,
PROFESIONALISME
DAN
PROBLEMATIKA DI ERA GLOBAL“ dibuat sebagai syarat presentasi dan diskusi dari dosen pembimbing KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM, Bpk. Ahmad saehu, Ski.M.pd. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para rekan mahasiswa dan mahasiswi STKIP Banten. Kami sadar bahwa pembuatan makalah ini sangat jauh dari sempurna, untuk itu kami menerima masukkan dan kritikan yang membangun kepada rekan-rekan dan dosen pembimbing guna penyempurnaan makalah ini dimasa mendatang.
Serang, April 2015
Kelompok 2
i | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
DAFTAR ISI
COVER KATA PENGANTAR
....................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii BAB I : PENDAHULUAN
........................................................... iii
1.1
Latar belakang
........................................................... iii
1.2
Rumusan masalah
........................................................... iii
1.3
Tujuan
1.4
Sasaran yang ingin dicapai
....................................................................... iii ............................................... iii
BAB II : GURU, PROFESIONALISME DAN PROBLEMATIKA DI ERA GLOBAL ....................................................................... 1 A.
Guru di Era Global
........................................................... 1
B.
Profesionalisme Guru ........................................................... 3
C.
Problematika Guru
D.
Tantangan Guru Di Era Globalisasi ................................... 9
........................................................... 8
BAB III : PENUTUP ................................................................................... 12 3.1.
KESIMPULAN
........................................................... 12
3.2.
SARAN
....................................................................... 12
3.3.
PENUTUP
....................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 13
ii | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang Sejak disahkankannya Undang-undang No.14 tentang Guru dan Dosen tahun 2005, pamor profesi guru mulai naik. Profesi ini mulai diminati lagi oleh banyak orang. Apalagi dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan di tahun 2007. Telah banyak guru yang mengikuti sertifikasi agar dapat memperoleh sertifikat guru guna dijuluki guru profesional. Tugas yang sangat mulia yang diemban oleh seorang guru agar dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan mengharuskan seorang guru mengembangkan pengalaman dan pengetahuan di era globalisasi seperti sekarang ini, demi meningkatnya kualitas ilmu pengetahuan yang diterima oleh peserta didik. 1.2.Rumusan masalah 1. Bagaimana Peranan Guru di Era Glabalisasi ? 2. Bagaimana Cara Meningkatkan Profesionalisme Guru? 3. Apa Saja Tantangan yang di Hadapi Oleh Para Guru ? 1.3.Tujuan mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan : 1. Pentingnya Profesionalisme Guru 2. Peranan Guru Dalam Pendidikan Nasional 3. Kapasitas Guru Sebagai Pengajar, Pembimbing, sekaligus Pembina 1.4.Sasaran yang ingin di capai Pembuatan makalah ini merupakan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kami Bpk. Ahmad saehu, Ski.M.pd. kepada kami ( kelompok 2 ), sebagai tugas kelompok presentasi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami selaku penyampai materi dan bagi rekan-rekan semua pada umumnya dalam menambah wawasan dalam bidang karya ilmiah.
iii | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
BAB II GURU, PROFESIONALISME DAN PROBLEMATIKA DI ERA GLOBAL A. Guru di Era Global Kita telah memasuki suatu era yang dikenal dengan era globalisasi. Era ini dapat pula dipandang sebagai era pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Era pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Kemerosotan pendidikan di Indonesia sudah terasakan selama bertahuntahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti dengan kurikulum 1994, dan kini diganti lagi dengan kurikulum 2007. Apabila kita analisa, kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996). Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau guru Bahasa Inggris dapat mengajar Bahasa Indonesia.
1 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000). Tidak dapat disangkal lagi bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi, terutama dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui sertifikasi yang merupakan sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggungjawaban moral dan akademis. Hal ini tersirat dalam UU Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya (Pasal 42). Sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing. Setiap orang yang akan melaksanakan tugas guru harus punya kepribadian. Di samping punya kepribadian yang sesuai dengan ajaran Islam, guru agama lebih dituntut lagi untuk mempunyai kepribadian guru. Guru adalah seorang yang seharusnya dicintai dan disegani oleh murid-muridnya. Penampilannya dalam mengajar harus meyakinkan dan tindak tanduknya akan ditiru dan diteladani. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia harus tabah dan tahu cara memecahkan berbagai kesulitan dalam tugasnya sebagai pendidik. Ia juga mau dan rela serta memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar. Arifin
(2000)
mengemukakan
guru
Indonesia
yang
profesional
dipersyaratkan mempunyai; 1. Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21
2 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
2. Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsepkonsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia: 3. Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan.
B. Profesionalisme guru Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, khusunya bagian tentang Guru adalah suatu pembaharuan pendidikan guru yang revolusioner. Karena melalui UU ini jabatan guru secara resmi didudukkan sebagai jabatan profesional. Mungkin ada yang bertanya “Apakah jabatan guru selama ini belum berstatus jabatan profesional? Dalam pengertian “Profesi sebagai pekerjaan/ jabatan yang memerlukan “Advanced Education and Special Training”, selama ini pekerjaan guru selama ini sesungguhnya belum berstatus sebagai jabatan profesional. Kalau kita mejejaki sejarah pendidikan Indonesia, kita akan medapatkan pengetahuan bahwa kualifikasi guru yang mengajar di SD, SLTP, dan SLTA pada jaman penjajahan, dan jaman Indonesia merdeka sampai dengan tahun terakhir dekade 1950-an dan permulaan dekade 1960-an jauh dibawah kualifikasi guru pada saat ini. Pada jaman penjajahan Belanda pendidikan guru SD 3 tahun (Sekolah Desa) adalah CVO (2 tahun setelah SD), pendidikan guru SD Nomor dua (SD 5 tahun) adalah Normal School (4tahun setelah lulus SD), untuk HIS (Sekolah Dasar Belanda untuk orang Indonesia dengan bahasa pengantar bahasa Belanda yang lamanya 7 tahun) adalah HIK (6 tahun setelah lulus HIS) dan untuk SMP (MULO) adalah HooftAkte (Kursus seperti PGSLP). Praktek ini berlanjut setelah Indonesia merdeka. Sampai dengan tahun 1957 pendidikan guru SD adalah Sekolah Guru B (SGB – 4 tahun setelah SD), pendidikan guru SLTP adalah sekolah guru A (SGA)
3 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
3 tahun setelah SMP, guru SLTA adalah B I (2 tahun setelah SMA). Setelah tahun 1957 guru SD haruslah lulusan SGA. Pada saat itu Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) belum menghasilkan lulusannya. Kini terutama sejak tahun 1989 kualifikasi minimum untuk mengisi jabatan guru ditingkatkan yaitu untuk guru SD adalah Diploma II Kependidikan (2 tahun pasca SLTA), untuk guru SLTP adalah D3 Kependidikan (3 tahun pasca SLTA), dan untuk guru SLTA adalah S1 Kependidikan dan S1 dengan Akta Mengajar (AktaIV). Pertanyaannya mengapa pada masa penjajahan dan permulaan kemerdekaan, guru dengan kualifikasi pendidikan yang jauh lebih rendah dari kualifikasi pendidikan guru saat ini dipandang telah berhasil menghasilkan lulusan yang “bermutu” sedangkan sekarang dengan kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi banyak dipersoalkan mutu dari pendidikan yang dihasilkan. Memang tidak proposional membandingkan pendidikan pada tahun 1950an dengan mutu pendidikan pada tahun 1989 keatas. Karena jumlah peserta didik pada dua periode tersebut perbedaannya berlipat. Murid SD pada tahun 1955 sebanyak 7.113.456 orang, tahun 1989/1990 19.296.714. siswa SLTP pada tahun 1955 berjumlah 197.189 orang, pada tahun 1989/1990 jumlah siswa SLTP 13.672.438, siswa SLTA pada tahun 1955 berjumlah 103.267 orang, sedangkan pada tahun 1989/1990 berjumlah 4.338.386 orang. Disamping itu sekolah pada waktu itu pendidikan mengutamakan fungsi memilih dan memilah daripada mengembangkan potensi peserta didik. Karena itu banyak SD yang hanya berhasil meluluskan murid kelas VI-nya sekitar 10 % demikian juga SLTP dan SMA. Sedangkan pada tahun 1980-an pada saat telah dicanangkan wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun dan dirancang wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun fungsi sekolah seyogyanya tidak hanya menseleksi melainkan dan terutama adalah mengembangkan kemampuan peserta didik. Karena itu tidak dapat diterima kalau banyak murid SD dan SMP yang dinyatakan tidak lulus, karena sekolah harus menyediakan tempat bagi anak-anak baru yang jumlahnya berlipat dan harus ditampung.
4 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
Disinilah letak masalahnya, Peranan guru pada saat melayani jumlah murid yang jumlahnya sedikit dan peranan sekolah terutama adalah memilah dan memilih, tidak dapat disamakan dengan peranan guru, pada saat tugasnya adalah mengembangkan potensi peserta didik yang heterogen latar belakangnya, baik kemampuan dasar, sosial , ekonomi, dan budaya. Dan kenyataan baru inilah yang menjadikan jabatan guru dituntut menjadi jabatan profesional. Di Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jerman, yang menjadikan sekolah sebagai lembaga untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan mengarahkannya sesuai dengan kemampuan dasar, bakat dan minatnya telah lama menjadikan jabatan guru sebagai jabatan profesional yang pendidikannya setara dengan pendidikan jabatan profesional lainnya, yaitu dokter dan pengacara. Mengapa pendidikan yang menjadikan massal “Education for All” diabad ke-21 satu Negara berbeda dengan Negara lainnya berbeda dalam penetapan lamanya wajib belajar. Ada Negara yang menerapkan wajib belajar 12 tahun seperti Amerika Serikat, ada Negara yang menerapkan wajib belajar 10 tahun seperti Inggris dan Jerman, dan ada Negara yang menerapkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun seperti Indonesia, disamping masih ada Negara-negara di Afrika dan Asia Selatan yang menerapkan wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun. Penerapan wajib belajar ini yang berarti bahwa semua anak dengan perbedaan latar belakang baik kemampuan dasar kognitif, latar belakang sosial ekonomi dan minat serta bakat harus memperoleh pendidikan yang bermutu dan dilayani serta dapat berkembang sesuai dengan kemampuan, minat dan bakatnya. Dalam pada itu era globalisasi ini, ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan sumber bahan untuk dipelajari berkembang demikian cepat. Dalam kondisi yang demikian tuntutan terhadap kualitas manusia terdidik baik kemampuan intelektual, kemampuan vokasional dan rasa tanggung jawab kemasyarakatan, kemanusiaan dan kebangsaan juga meningkat sesuai dengan
5 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
perkembangan masyarakat yang terus berubah dan meningkat tuntutannya kepada para warganya. Heterogenitas peserta didik dalam berbagai dimensi (intelektual, cultural, dan ekonomi), terus berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknolgi sebagai sumber obyek belajar, terus berubahnya masyarakat dengan tuntutannya merupakan faktor yang menjadikan guru harus profesional. Karena itu peranan guru tidak lagi hanya memberikan pelajaran dengan ceramah dan mendikte tanpa memperhatikan perbedaan kemampuan, bakat dan minat peserta didik. Guru juga tidak dapat lagi menggunakan bahan pelajaran yang sudah ketinggalan jaman. Guru juga tidak dapat lagi hanya membantu peserta didik untuk dapat menjawab pertanyaan yang sifatnya hafalan. Guru dalam era globalisasi perlu mampu merancang, memilih bahan pelajaran dan strategi pembelajaran (dalam bahasa KBK Sylabus) yang sesuai dengan anak dengan latar belakang yang berbeda, serta mangelola proses pembelajaran secara taktis dan menyenangkan, mampu memilih media belajar dan merancang program evaluasi yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang berorientasi kepada penguasaan kompetensi. Untuk itu perlu adanya upaya untuk meningkatkan pendidikan guru yang berderajat profesional. Dikatakan berderajat karena dalam setiap jabatan profesional dikenal hierarki profesional yaitu : profesional, semi profesional, teknisi, juru, dan tukang. Kalau dalam dunia kedokteran kita mengenal : tenaga dokter (profesional), para medic, yang lulusan Akademi semi profesional, yang lulusan SLTA sebagai teknisi (perawat) dan juru rawat. Di Amerika Serikat, guru, baik guru SD, guru SMP maupun SMA harus berpendidikan S1 ditambah satu sampai dua tahun kuliah dan latihan keguruan untuk mendapat sertifikat guru. Di Jerman, untuk guru SD, harus berpendidikan “PAEDAGOGISCHE HOCHSCHULE”—4 tahun setelah SMA, untuk guru (Gymnasium) dituntut pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan pada Universitas yang meliputi 6 semester untuk penguasaan ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan ajar dan 2 semester paedagogik. Kesemuanya baik guru SD, SMP maupun SMA setelah lulus pendidikan di Perguruan Tinggi/ Universitas tidak otomatis berwenang sebagai 6 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
guru (certified teacher) melainkan harus melalui tahap magang selama 18 bulan dan di akhiri dengan ujian kewenangan mengajar sebelum dapat memperoleh tanda sebagai guru yang berwenang (certified teacher). Penerapan
KBK hakekatnya
sama
dengan
penerapan
kurikulum
berorientasi tujuan yang diterapkan melalui kurikulum 1975, yang menuntut guru menyusun Satuan Pelajaran. Dalam pelaksanaan KBK guru dituntut menyusun Sylabus. Untuk dapat melakukan tugas tersebut dituntut kemampuan yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan sebagai sumber belajar dan sebagai “ways of learning”, mengenal peserta didik dengan karakteristiknya (kemampuan dasar, minat, bakat, dan pola belajarnya), memahami kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada akhir jenjang pendidikan, pada akhir semester, dan pada akhir setiap penggalan belajar, karena tanpa menguasai berbagai pengetahuan dasar tentang ilmu pengetahuan, tentang peserta didik, tentang masyarakat dan budaya tempat sekolah beroperasi, teori belajar, berbagai model belajar, dan berbagai model evaluasi, sukar diharapkan guru akan dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan baru penyelenggaraan pendidikan nasional yang terus berubah, seperti penerapan KBK. Di dunia kedokteran, sebagai salah satu bidang profesi yang telah lama mapan, para dokter tidak mengenal penataran hanya karena adanya cara baru dalam pengobatan. Tidak lain karena sebagai tenaga profesional mereka telah benar-benar siap dengan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk terus mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan tuntutan dunia profesi kedokteran yang terus berubah. Dibandingkan dengan dunia kedokteran, dunia keguruan, terutama di Indonesia masih jauh tertinggal. Karena itu tepat sekali kalau berbagai pihak melakukan “upaya meningkatkan profesionalisme guru untuk memenuhi tuntutan kurikulum berbasis kompetensi”. Karena bagaimanapun juga pelaksanaan KBK, khususnya untuk menyusun KTSP, dituntut guru yang profesional, sedang tingkat kemampuan profesional guru kita masih beragam.
7 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
Dalam kaitan inilah UU No. 14 Tahun 2005 yang menuntut pendidikan guru sebagai pendidikan bertaraf profesional S1 + atau D 4 + merupakan suatu keputusan yang sesuai dengan tuntutan pendidikan memasuki abad ke-21. C. Problematika Guru Problem pertama guru yang terlihat jelas sekarang ini adalah kurangnya minat guru untuk meneliti. Banyak guru yang malas untuk meneliti di kelasnya sendiri dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga potensi ilmiahnya tak muncul kepermukaan. Banyak guru menganggap kalau meneliti itu sulit. Sehingga karya tulis mereka dalam bidang penelitian tidak terlihat sama sekali. Padahal setiap tahun, depdiknas selalu rutin melaksanakan lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran (LKGDP) tingkat nasional yang diselenggarakan oleh direktorat Profesi Guru. Biasanya para guru akan sibuk meneliti bila mereka mau naik pangkat saja. Karenanya guru harus diberikan bekal agar dapat melakukan sendiri Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Problem kedua guru adalah masalah kesejahteraan. Guru sekarang masih banyak yang belum sejahtera. Terlihat jelas dikotomi antara guru berplat merah (Baca PNS) dan guru berplat hitam (baca Non PNS). Banyak guru yang tak bertambah pengetahuannya karena tak sanggup membeli buku. Boro-boro buat membeli buku, untuk biaya hidupnya saja mereka sudah kembang kempis. Kenyataan di masyarakat banyak pula guru yang tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi, karena kecilnya penghasilan yang didapatnya setiap bulan. Dengan adanya sertifikasi guru dalam jabatan, semoga kesejahteraan guru ini dapat terwujud.
8 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
D. Tantangan Guru Di Era Globalisasi Disamping masalah besar pertama tadi, guru juga harus menghadapi permasalahan lainnya yaitu tantangan masyarakat global. Di era globalisasi, guru sangat dituntut meningkatkan profesionalitasnya sebagai pengajar dan pendidik. Disamping profesionalitas, guru juga harus menghadapi beberapa kata kunci dunia pendidikan yaitu, kompetisi, transparansi, efisiensi, dan kualitas tinggi. Dari segi sosial, masayarakat global akan menjadi sangat peka dan peduli terhadap masalahmasalah demokrasi, hak asasi manusia, dan isu lingkungan hidup. Kendala tersebut harus dihadapi guru dengan sangat arif. Maka tidak heran jika pemerintah mengadakan sertifikasi guru, agar profesionalitas guru terwujud. Perhatian pemerintah memberi solusi terhadap persoalan dunia pendidikan khsusunya
guru,
di
implementasikannya
dengan
sertifikasai
guru
dan
meningkatkan kesejahteraanya dengan peningkatan tunjangan pendidikan. Dengan demikian, kulaitias mutu pendidikan harus sangat diperhatikan bagi para guru untuk menyelamatkan profesinya. Menanggapi persoalan tersebut, dalam peningkatan kualiatas pengajaran, guru harus bisa mengembangkan tiga intelejensi dasar siswa. Yaitu, intelektual, emosional dan moral. Tiga unsur itu harus ditanamkan pada diri murid sekuatkuatnya agar terpatri didalam dirinya. Hal lain yang harus diperhatikan guru adalah dimensi spiritual siswa. Intelektual murid harus luas, agar ia bisa menghadapi era globalisasi dan tidak ketinggalan zaman apalagi sampai terbawa arus. Selain itu, dimensi emosional dan spiritual pelajar harus terdidik dengan baik, agar bisa melahirkan perilaku yang baik dan murid bisa bertahan di antara tarik-ulur pengaruh demoralisasi diera globalisasi dengan prinsip spiritualnya. Disamping itu, untuk mempertahankan profesinya, guru juga harus memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, mampu berkomunikasi baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, dan mempunyai etos
9 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya. Dengan demikian, tantangan guru di era glbalisasi tidak akan menggusurnya pada posisi yang tidak baik, sebagaimana diatas. Secara konseptual guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara profesional, sementara kondisi real di lapangan masih amat memperhatikan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global ini. Berikut ini diuraikan sejauh mana tantangan guru di masa depan sebagai wawasan dalam rangka menambah khasanah untuk dipergunakan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan profesionalisme guru. Sebagai seorang profesional, guru seharusnya memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan tugas membimbing, membina, dan mengarahkan peserta didik dalam menumbuhkan semangat keunggulan, motivasi belajar, dan memiliki kepribadian serta budi pekerti luhur yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Namun emikian, kita semua mengetahui bahwa begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam upaya untuk melaksanakan tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu dalam menghadapi masyarakat abad 21. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan beratnya tantangan yang dihadapi oleh profesi keguruan dalam usaha untuk meningkatkan kewibawaannya di mata masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Dedi Supriadi sebagai berikut: 1) Kekurang jelasan tentang definisi profesi keguruan 2) Desakan kebutuhan masyarakat dan sekolah akan guru 3) Sulitnya standar mutu guru dikendalikan dan dijaga 4) PGRI belum banyak aktif melakukan kegiatan-kegiatan yang secara sistematis dan langsung berkaitan dengan peningkatan profesionalisme guru 5) Perubahan yang terjadi dalam masyarakat melahirkan tuntutan baru terhadap peran (role expectation) yang seharusnya dimainkan oleh guru.
10 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
Masyarakat dunia saat ini masuk ke dalam pergaulan era globalisasi. Tidak terkecuali saya, anda, guru, siswa, dosen, mahasiswa, pebisnis, instansi pemerintahan, pendidikan dan siapa saja. Suka atau tidak arus globalisasi adalah arus yang irreversible (tak dapat ditolak). Hadirnya berbagai jenis komputer dan internet di dunia pendidikan memberikan banyak tawaran dan pilihan dalam rangka menunjang proses pembelajaran. Keunggulan yang ditawarkan bukan saja kecepatan untuk mendapatkan informasi, tetapi fasilitas multimedia yang dapat membuat belajar lebih menarik, visual, dan interaktif. Bagamana dengan guru sebagai ujung tombak pendidikan? Apakah siap menghadapi tantangan ini? Sebagian besar guru merasa ragu dan tidak akrab dengan teknologi informasi semacam internet. Bahkan ada yang menganggap hanya mengganggu kosentrasi belajar siswanya. Benar! Jika siswa lebih dahulu menguasai teknologi informasi ketimbang gurunya. Dan yang dilakukan siswa di warnet biasanya aktifitas bermain game online. Kenapa bisa terjadi demikian? Ya…karena mereka tidak mendapat petunjuk yang benar bagaimana cara memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang prestasi belajarnya. Berikut adalah kutipan dari LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2007 TANGGAL 4 MEI 2007 tentang STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI GURU : 24. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan 24.1
diri
Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam
berkomunikasi. 24.2
Memanfaatkan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
untuk
pengembangan diri. Kutipan di atas adalah Standar Kompetensi (Kompetensi Profesional} Guru PAUD/TK/RA/SD/MI. Sengaja saya pilih yang itu karena pesan pada kutipan di atas cukup jelas. Pertanyaannya “kapan lagi kita manfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan pengembangan diri agar menjadi guru yang benar-benar profesional?” 11 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Seorang pendidik harus cekatan dalam menghadapi persoalan yang ada, terutama pada perubahan-perubahan IPTEK yang telah bermunculan. Sebagai bukti bahwa kita sebagai calon seorang pendidik dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan zaman yang sekarang, yaitu di era globalisasi ini. Mengapa guru dituntut agar dapat menaklukkan tantangan-tantangan yang ada, dikarenakan demi memajukan serta membimbing para peserta didik ke arah yang baik, yang diharapkan oleh bangsa ini, yaitu sebagai generasi penerus bangsa yang kreatif, inovatif dan lain sebagainya. Maka, mari kita benahi diri kita semua untuk menghadapi permasalahanpermasalahan yang baru, yang akan muncul di hadapan kita sebagai seorang pendidik, agar kita dapat menjadi teladan bagi anak-anak kita dan peserta didik kita, menuju masa depan yang lebih baik B. SARAN Dalam pembuatan makalah ini kelompok kami banyak sekali menemui kesulitan-kesulitan, terutama dalam memperoleh tambahan bahan dan rujukan materi. Oleh karena itu materi yang disajikan mungkin banyak kekurangan dan kelemahan. Sudi kiranya kepada rekan-rekan dan kepada para pembaca umumnya untuk dapat maklum dan berbesar hati memberikan kritik dan sarannya guna penyempurnaan makalah ini untuk kedepannya. C. PENUTUP Sebagai penutup kami ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan support kepada kelompok kami guna terselesaikannya pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami juga rekan-rekan dan para pembaca semuanya.
12 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM
DAFTAR PUSTAKA
Khoiriyatul
Anifah
(2013).
Guru
MI
Profesional
dan
Tantangannya.
From http://khoiriyatulanifah.blogspot.com/2013/06/artikel-guru-mi-profesionaldan.html. 24 juni 2013. Anggun Lestari (2012). Makalah Profesi Guru Dan Tantangannya Di Era Global. From
http://njunanjun.blogspot.com/2012/07/makalah-profesi-guru-dan
tantangannya.html. 02 juli 2012. Mi
Terban
(2012).
Profesi
Guru:
Problematika
Dan
Tantangannya.
From http://miterban.blogspot.com/2012/02/profesi-guru-problematika-dan.html. 27 Februari 2012.
13 | KAPITA SELEKTA AGAMA ISLAM