Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI HASIL SILANGAN MELALUI PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT (Increasing Crossbred Beef Production through Feeding Concentrate) SUPRIADI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Jl. Rajawali No. 28 Demangan Baru, Yogyakarta
ABSTRACT This research was conducted during May until August 2010, this activity is conducted in three districts namely Bantul, Sleman and Gunung Kidul Regency. Forage feed used on the existing technology is any type of forage used by farmers as animal feed, while for the treatment group, fermented hay and concentrate were given ad libitum. Diet was provided as follows: P1 = 50% concentrate and 50% forage; P2 = 60% concentrate and 40% forage; P3 = 70% concentrate and 30% forage; and Control = usual feeding done by farmer. Concentrate given was produced by PMT Nutrifeed, with BC's production code 133. Result showed that all cows could not finish the concentrate that has been provided in accordance with the treatment. Daily weight gain (ADG) in cattle consuming concentrate treatment P1 with as much as 2% of body weight reached 0.85 kg /head/day with FCR 25, whereas the P2 treatment, ADG reached 0.91 kg/head/day with concentrate consumed as much as 3% of body weight and FCR values 22.8. At P3, ADG reach 0.73 kg/head/day, with consumption of concentrate as much as 8.5 kg/head/day or 3.7% of body weight or 41% of the diet consumed, FCR value of 28. Results of analysis of beef cattle farming on assessments site obtained value of R/C ranged from 1.02 to 1.15. Key Words: Cattle, Fattening, Concentrate ABSTRAK Pengkajian ini dilaksanakan pada Bulan Mei sampai dengan Bulan Agustus 2010, kegiatan ini dilakukan di tiga kabupaten yaitu, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul. Pakan hijauan yang digunakan pada teknologi existing adalah semua jenis hijauan yang biasa digunakan oleh petani sebagai pakan ternak; sedangkan untuk kelompok perlakuan diberikan jerami fermentasi secara ad libitum dan konsentrat. pemberian ransum dengan perencanaan pemberian sebagai berikut: P1 = 50% konsentrat dan 50% hijauan; P2 = 60% konsentrat dan 40% hijauan; P3 = 70% konsentrat dan 30% hijauan; dan Kontrol = pemberian pakan yang biasa dilakukan petani, pakan konsentrat yang diberikan diproduksi oleh PMT Nutrifeed, dengan kode produksi BC 133. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa semua sapi tidak bisa menghabiskan konsentrat yang sudah disediakan sesuai dengan perlakuan. Pertambahan berat badan harian (PBBH) pada sapi perlakuan P1 dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 2% dari bobot badan dapat mencapai 0,85kg/hari/ekor dengan FCR 25, sedangkan pada perlakuan P2, PBBH dapat mencapai 0,91 kg/ekor/hari dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 3% dari bobot badan dan nilai FCR 22,8. Pada perlakuan P3, PBBH dapat mencapai 0,73 kg/ekor/hari, dengan konsumsi konsentrat sebanyak 8,5 kg/ekor/hari atau 3,7% dari bobot badan atau 41% dari ransum yang terkonsumsi, nilai FCR sebesar 28. Hasil analisis usahatani sapi potong di lokasi pengkajian diperoleh nilai R/C berkisar dari 1,02 – 1,15. Kata Kunci: Sapi, Penggemukan, Konsentrat
PENDAHULUAN Permintaan produksi hasil ternak seperti daging, telur dan susu di negara-negara berkembang seperti Indonesia, akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Konsumsi daging sapi pada tahun 2010 pemerintah memproyeksikan sebesar 1,7
kg/kapita/tahun (SITUSPAJAK.COM, 22 Juni 2010), sehingga kebutuhan daging dalam negeri sebesar 405.280 ton pada populasi penduduk sebanyak 238,4 juta jiwa (HILEUD.COM 2010), berdasarkan target pencapaian swasembada daging sapi pada program PSDS pada tahun 2010 dari penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar
347
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
282.900 ton ditambah dari impor sapi bakalan setara daging sebanyak 46.300 ton dan impor daging sebanyak 73.700 ton akan dapat penyediaan daging sapi sebanyak 402.700 ton, dari jumlah tersebut masih ada kesenjangan penyediaan daging sapi pada tahun 2010 sebanyak 2.580 ton. Lain hal populasi ternak sapi potong di DIY setiap tahunnya terus meningkat dari tahun 2007 tercatat sebanyak 257.836 ekor, di tahun 2008 meningkat menjadi 269.927 ekor dan di tahun 2009 menjadi 276.173 ekor, namun masih belum cukup untuk menyumbang stok daging di tingkat nasional. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengadakan peningkatan produktivitas ternak potong secara nasional, meningkatkan populasi ternak, yang diimbangi dengan ketersediaan pakan yang cukup. Berbagai usaha untuk menemukan pakan yang murah dengan teknologi yang sederhana dan mudah dikerjakan oleh petani sampai saat ini masih terus dilakukan untuk membantu pemecahan masalah pakan. Masalah kekurangan hijauan pakan ternak erat hubungannya dengan pergantian musim, sehingga kekurangan hijauan pada musim kemarau dan kelebihan dimusim penghujan selalu dialami oleh para peternak. Kualitas produksi ternak di suatu wilayah sangat erat hubungannya dengan kualitas pakan lokal yang tersedia, sehingga pemanfaatan sumber pakan lokal secara optimal dapat menentukan tercapainya produktivitas secara maksimal. Berdasarkan bahan kering kebutuhan ransum sapi setiap hari berkisar antara 2 – 3 % dari bobot badan atau sekitar 7 – 9 kg untuk bobot sapi 300 kg. Untuk usaha penggemukan 70% dari kebutuhan ransum adalah pakan konsentrat atau sekitar 5 – 6 kg konsentrat. Faktor yang menjadi penghambat lambatnya perkembangan sapi potong di Indonesia diantaranya adalah: Pemeliharaannya menyebar menurut rumah tangga peternak; Ternak hanya diberi pakan limbah pertanian; Teknologi budidaya masih rendah dan Tujuan berternak ke arah menghasilkan daging dan berorientasi pasar masih rendah (SURYANA, 2009). Peningkatan produksi hijauan makanan ternak (HMT) melalui perluasan lahan tidak dapat dilaksanakan secara maksimal karena
348
dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa perluasan tanaman pangan merupakan prioritas yang paling utama dilakukan, selain itu juga pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan lahan pertanian banyak digunakan untuk pemukiman penduduk. Namun demikian perluasan tanaman pangan ternyata membawa dampak positif untuk mengatasi permasalahan ketersediaan HMT. Dampak positif tersebut adalah produksi limbah pertanian akan meningkat, yang berpotensi sebagai pakan. Berkaitan dengan berbagai permasalahan tersebut maka penggemukan sapi dengan pemanfaatan dan pengembangan bahan pakan lokal perlu dioptimalkan disamping pemberian konsentrat berkualitas baik untuk percepatan peningkatan bobot badan harian juga perlu diperhatikan. MATERI DAN METODE Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, kegiatan ini dilakukan di tiga kabupaten yaitu, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul. Pakan yang digunakan pada teknologi existing adalah semua jenis hijauan pakan yang dapat dikonsumsi ternak; sedangkan untuk kelompok perlakuan diberikan jerami fermentasi secara ad libitum dan konsentrat. Setiap kabupaten terdiri dari satu kelompok ternak sapi hasil silangan sebanyak 5 ekor sapi jantan, pemberian konsentrat di kelompokkan menjadi 3 kelompok pemberian ransum dengan perencanaan pemberian sebagai berikut: P1 : 50% konsentrat dan 50% hijauan (Bantul) P2 : 60% konentrat dan 40% hijauan (Sleman) P3 : 70% konsentrat dan 30% hijauan (Gunung Kidul) Kontrol: pemberian pakan yang biasa dilakukan petani Pemberian pakan jerami terfermentasi kelompok perlakuan diberikan secara ad libitum, air minum disajikan secara ad libitum. Pemberian konsentrat mengikuti pola peternak, yaitu dicampurkan dengan air minum. Data yang dikumpulkan antara lain konsumsi pakan, kenaikan bobot badan dan konversi pakan.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
PMT Nutrifeed, dengan kode produksi BC 133; komposisi nutrien tertera di dalam Tabel 1.
Konsumsi pakan Konsumsi pakan dari masing-masing ternak, dihitung dengan cara menimbang pakan yang diberikan pada pagi dan sore hari, dikurangi pakan yang tersisa pada keesokan hari berikutnya, sehingga dapat diketahui konsumsi pakannya berdasarkan bahan kering yang dihitung dalam satuan kg dalam sehari. Kenaikan bobot badan Kenaikan bobot badan diamati setiap dua minggu dengan cara mengukur bagian yang berkorelasi yaitu lingkar dada dengan berat badan ternak; dengan rumus Scorll yang dimodifikasi: W
(G 22) 2 124
W : bobot badan (kg) G : lingkar dada (cm) diperoleh dengan cara melingkarkan pita ukur pada bagian tulang rusuk 3 – 4 (tulang belikat) yang terletak pada belakang kaki depan.
Bobot badan sapi yang telah diketahui tersebut dikurangi bobot badan dua minggu sebelumnya, untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian (PBBH) atau average daily gain (ADG) dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kenaikan bobot badan =
Tabel 1. Komposisi nutrien penggemukan *
pakan
konsentrat
Nutrien
Kadar
Bahan kering (%)
86,00
Protein kasar (%)
12,50
Serat kasar (%)
16,00
Lemak kasar (%)
3,50
BETA-N (%)
58,00
Calcium (%)
0,90
Phospor (%)
0,50
Vitamin KIU/kg
0,30
NE g (kkal/kg)
1,400
DE (kkal/kg)
2,00
ME (kkal/kg)
2,500
*Sumber: PMT Nutrifeed
Lama pengamatan untuk setiap perlakuan di setiap kabupaten tidak bisa diseragamkan/ serentak karena berbagai hal yang ada di tingkat petani, lama efektif untuk setiap kelompok penggemukan adalah sebagai berikut: P1 selama P2 selama P3 selama Kontrol selama
: 90 hari : 85 hari : 90 hari : 2 minggu
PBBH = Wt – W(t – 2 minggu) Wt : bobot badan pada minggu ke-t W(t – 2minggu) : bobot badan pada waktu t - 2 minggu
Konversi pakan Konversi pakan ”Feed conversion ratio” (FCR) dihitung dengan cara membagi jumlah pakan terkonsumsi (kg/ekor/hari) dengan pertambahan bobot badan harian (PBBH) (kg/ekor/hari). Data dianalisis berdasarkan analisis deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrat yang digunakan adalah konsentrat sapi potong yang diproduksi oleh
Konsumsi ransum Hasil pengukuran konsumsi ransum dilakukan dengan penimbangan pakan yang diberikan pada pagi dan sore hari, dikurangi pakan yang tersisa pada keesokan hari berikutnya, sehingga dapat diketahui konsumsi pakannya, pengukuran dilakukan satu hari dalam setiap minggu. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa, rata-rata sapi perlakuan tidak bisa menghabiskan konsentrat yang sudah disediakan sesuai dengan perlakuan hal ini dikarenakan masih banyaknya hijauan segara yang diberikan. Konsumsi pakan tertera pada Tabel 2. Hasil pengukuran total konsumsi ransum pada kelompok sapi P1; P2 dan P3 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
349
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 2. Rataan konsumsi ransum sapi penggemukan (kg) Perlakuan
Berat sapi awal
Konsumsi Konsentrat
Jerami
Rumput
Total ransum
P1
233.92
5,0
7,8
8,8
21,6
P2
220.23
6,5
6,7
7,6
20,8
P3
226.48
8,5
5,6
6,4
20,5
mencolok, semuanya berkisar antara 9% sampai dengan 9,2% dari bobot badan, konsumsi konsentrat berkisar antara 2 – 3% dari bobot badan dengan porsi berkisar antara 23 – 41% dari total ransum yang terkonsumsi. Para ahli mengemukakan setiap hari sapi memerlukan pakan hijauan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan pakan tambahan 1 – 2% dari berat badan (BBP2TP, 2008; BALITNAK, 1991). Data pertabahan berat badan tertera pada Tabel 3. Pertambahan berat badan harian Feed conversion ratio (FCR) pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah makanan yang dihabiskan oleh seekor sapi dalam sehari dengan peningkatan berat badan sapi tersebut dalam sehari, semakin tinggi nilai FRC semakin rendah tingkat efisiensinya. Perlakuan P1 menunjukkan angka yang cukup baik, karena PBBH yang dapat dicapai rata-rata 0,85 kg/ekor/hari dengan konsumsi konsentrat rata-rata 5 kg/ekor/hari atau 2% dari bobot badan atau 23% dari jumlah konsumsi ransum dengan nilai FCR sebesar 25,4. Konsumsi konsentrat sebanyak ini masih dibawah standar untuk usaha penggemukan sapi, dimana pada umumnya konsumsi konsentrat untuk usaha penggemukan adalah sebanyak 70% dari kebutuhan ransum.
Pencapaian PBBH sebanyak ini masih di bawah target PSDS dimana untuk sapi unggul harus diatas 0,9 kg/ekor/hari, namun demikian perlakuan ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sapi kontrol. Perlakuan P2 lama pemeliharaan 85 hari menunjukkan angka yang lebih baik dibandingkan dengan P1 dengan nilai FCR sebesar 22,8 lebih efisien dibandingkan dengan P1. Rata-rata PBBH pada P2 sebesar 0,91 kg, konsumsi konsentrat sebanyak 6,5 kg.ekor/hari atau 3% dari bobot badan atau 31% dari ransum, tingkat PBBH pada perlakuan P2 sudah dapat mencapai target program PSDS. Perlakuan P3, PBBH dapat mencapai 0,73 kg/ekor/hari, dengan konsumsi konsentrat sebanyak 8,5 kg/ekor/hari atau 3,7% dari bobot badan atau 41% dari ransum yang terkonsumsi, nilai FCR sebasar 28. Dilihat dari nilai FCR sebesar 28 menunjukkan bahwa perlakuan P3 yang paling tidak efisien dibandingkan dengan perlakuan yang lain, namun masih lebih tinggi dari pada hasil penelitian GUNAWAN. GUNAWAN et al. (2004) melaporkan bahwa kebutuhan BK 2,6% bobot badan/hari (4,7 kg/ekor/hari) dengan protein kasar 10,4 % dan TDN 58% pada sapi potong bobot badan 180 kg dengan peningkatan bobot badan harian 0,45 kg, sedangkan pola pemberian pakan tambahan konsentrat sebesar 1,5% berdasarkan bobot badan. Selanjutnya GUNAWAN et al. (2004) melaporkan kebutuhan BK 2,5% bobot
Tabel 3. Rata-rata peningkatan bobot badan sapi penggemukan. Perlakuan
BB awal
BB akhir
--------- (kg) ---------
PBBH
Konsumsi konsentrat
Konsumsi hijauan
-------------------------- (kg/ekor/hari) -----------------------
FCR
P1
233,92
301,44
0,85
5,0
16,6
25,4
P2
220,23
294,87
0,91
6,5
14,3
22,8
P3
226,48
292,35
0,73
8,5
12,0
28,0
Kontrol
280,13
292,10
0,30
18,0
9,3
91,0
BB: Berat badan; PBBH: Pertambahan berat badan harian; FCR: Feed conversion ratio
350
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
badan/hari (6,8 kg/ekor/hari) dengan protein kasar 10,8 % dan TDN 66% pada sapi potong bobot badan 270 kg dengan peningkatan bobot badan harian 0,9 kg Pertambahan berat badan harian (PBBH) pada kelompok sapi kontrol mencapai 0,3 kg/ekor/hari. Konsentrat yang diberikan berupa ampas tahu dengan kadar air sebanyak 90%, sedangkan hijauan yang diberikan sama dengan pada kelompok perlakuan. Rendahnya pemberian pakan tambahan/ konsentrat pada kelompok sapi kontrol disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah keterbatasan modal untuk membeli konsentrat. Jenis pakan tambahan yang tersedia dan diberikan oleh peternak dilokasi pengkajian berupa ampas tahu dengan kandungan bahan kering sebanyak 10%, kadar air 90%; di sisi lain konsentrat yang beredar dipasaran memiliki kandungan zat makanan yang rendah serta ketersediaannya belum kontinyu. Analisis finansial Model analisis usaha peternakan yang paling sederhana adalah pendekatan proses produksi dengan menggunakan estimasi marjin kotor. Analisis yang lebih sederhana diperoleh dengan cara mengurangi biaya variabel dari pendapatan kotor (SOEKARTAWI et al., 1986, dalam SOEHARSONO et al., 2004). Analisis finansial penggemukan sapi potong dengan pola pemberian ransum konsentrat ditunjukkan pada Tabel 4.
Petani dalam mengusahakan ternak sapi potong sebagai usaha sambilan oleh sebab itu biaya upahnya sangat rendah, upah tenaga kerja yang berlaku di lokasi pengkajian di tiga kabupaten rata-rata sebesar Rp 20.000 setiap harinya selama 8 jam. Curahan tenaga kerja yang digunakan dalam pengelolaan ternak di tiga kabupaten rata-rata 0,5 jam/hari, waktu tersebut hanya dipakai dalam memberikan pakan, minum, pembersihan kandang dan sedikit untuk mencari hijauan, karena pakan sudah ditambah dari konsentrat sehingga tidak perlu lagi mecari pakan hijauan dengan jumlah yang banayak. SUHARTO (2003) melaporkan bahwa dengan pemberian konsentrat dapat meningkatkan jumlah sapi yang dipelihara tanpa harus bersusah payah mencari rumput dalam jumlah yang banyak dan sisa waktu bisa digunakan untuk yang lain yang lebih produktif. Harga bobot hidup sapi Rp 23.000/ kg dan harga pupuk kandang segar Rp 100/kg, dimana dalam satu hari akan menghasilkan pupuk kandang rata-rata 15 kg/ekor. Sedangkan harga konsentrat Rp 1.600/kg. Usaha pemeliharaan sapi potong dengan pola pemberian pakan konsentrat pada perlakuan P1 menunjukkan biaya variabel sebesar Rp. 6.136.100. Penerimaan petani dihitung dari tingkat harga rata-rata peningkatan bobot badan harian dengan harga berat hidup sapi potong Rp 23.000/kg selama pemeliharaan 90 hari, ditambah dengan hasil penjualan pupuk kandang, menunjukkan penerimaan petani sebesar Rp. 7.068.120
Tabel 4. Analisis finansial usaha sapi penggemukan Komponen biaya
Perlakuan P1
P2
P3
Kontrol
Biaya variabel (a)
6.136.100
5.892.176
6.165.660
6.580.990
Sapi potong (kg)
5.380.000
5.065.290
5.209.040
6.442.990
Pakan (konsentrat)
633.600
713.136
834.120
128.000
Obat cacing (paket)
10.000
10.000
10.000
5.000
Tenaga kerja (HOK)
112.500
103.750
112.500
5.000
7.068.120
6.906.510
6.859.050
6.742.300
6.933.120
6.782.010
6.724.050
6.718.300
Pupuk kandang
135.000
124.500
135.000
24.000
Keuntungan (b - a)
932.020
889.834
693.390
161.310
1,15
1,15
1,11
Penerimaan (b) Sapi potong (kg)
R/C
1,02
351
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
dengan tingkat keuntungan Rp. 932.020 (R/C= 1,15). Sedangkan pada perlakuan P2 biaya pembelian sapi sebesar Rp. 5.065.290 dengan biaya variabel untuk keseluruhannya adalah sebesar Rp. 5.892.176, tingkat penerimaan sebesar Rp. 6.906.510 sehingga ada keuntungan sebesar Rp. 889.834 dengan tingkat R/C sebesar 1,5. Kelompok sapi perlakuan P3 menunjukkan biaya variabel sebesar Rp. 6.165.660 lama pemeliharaan 90 hari, petani mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 6.859.050 dengan tingkat keuntungan Rp. 693.390 (R/C = 1,11). Sedangkan pada kelompok kontrol biaya variabel sebesar Rp. 6.580.990 dengan penerimaan sebesar Rp. 6.742.300 dengan tingkat keuntungan Rp. 161.310 (R/C = 1,02). Dilihat dari nilai efisiensi R/C rasio menunjukkan bahwa usaha ternak sapi potong antara perlakuan dan kontrol tidak jauh berbeda, tetapi dari pendapatan nyata yang diperoleh petani, bahwa dengan pemberian konsentrat dapat mendatangkan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. KESIMPULAN Semua sapi perlakuan pemberian konsentrat sudah menunjukkan adanya peningkatan berat badan harian. Pertambahan berat badan harian (PBBH) pada sapi perlakuan P1 dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 2% dari bobot badan dapat mencapai 0,85kg/hari/ekor dengan FCR 25, sedangkan pada perlakuan P2, PBBH dapat mencapai 0,91 kg/ekor/hari dengan mengkonsumsi konsentrat sebanyak 3% dari bobot badan dan nilai FCR 22,8. Pada perlakuan P3, PBBH dapat mencapai 0,73 kg/ekor/hari, dengan konsumsi konsentrat sebanyak 8,5 kg/ekor/hari atau 3,7% dari bobot badan atau 41% dari ransum yang terkonsumsi, nilai FCR sebasar 28. Hasil analisis usahatani sapi potong di lokasi pengkajian diperoleh nilai R/C berkisar dari 1,02 – 1,15.
352
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Ir. A. Musofie, MS. APU selaku penanggung jawab pada kegiatan ini, yang telah mengarahkan dan memberikan masukan mulai dari pelaksanaan sampai pada penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA BALITNAK. 1991. Pedoman Cara Pemanfaatan Jerami Padi Pada Pakan Ruminansia. Balai Penelitian Ternak. BBP2TP. 2008. Teknologi Budidaya Sapi Potong. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor. DITJENNAK. 2009. Srategi Penguatan Produksi Daging Sapi dalam Negeri. TIM Direktorat Kesmavet. Direktorat Jenderal Peternakan. GUNAWAN, D.E. WAHYONO dan P.W. PRIHANDINI. 2004. Strategi penyusunan pakan murah sapi potong mendukung agribisnis. Pros. Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit–Sapi, Bengkulu, 9 – 10 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 137 – 146. HILEUD.COM. 2010. Jumlah penduduk 2010 html. SRIGANDONO, B. 1995. Kamus Istilah Peternakan. Ed. 2. Gadjah Mada University Press. SURYANA. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. J. Litbang Pertanian file:///H:/ternak%20potong_files/viewer_003. png. (14 April 2011). SITUSPAJAK.COM. 2010. (22 Juni 2010). SOEHARSONO, A. MUSOFIE, PRAJITNO, SUPRIADI, H. HANAFI, S. RUSTIJARNO, S.B. LESTARI, KURNIANITA dan SUKAR. 2004. Pengkajian Sistem Usahatani Integrasi Tanaman-Ternak di Agroekosistem Lahan Kering. Laporan Pengkajian Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian D.I.Yogyakarta. SITUSPAJAK.COM. 2011. Mentan diminta stop impor daging dan jerohan. www.situspajak.com. (14 April 2011).