112
Unmas Denpasar
PENINGKATAN KOMPETENSI DASAR BELAJAR MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORASI FOTOGRAFI BERPARTISIPASI Dewa Ayu Puspawati, Sang Putu Kaler Surata dan Ni Wayan Ekayanti Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasaraswati Denpasar email:
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan empat kompetensi dasar belajar (kepedulian, sikap, keterampilan dan pengetahuan) melalui pembelajaran kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB). Untuk itu telah dilakukan pembelajaran kaji tindak melalui kombinasi kegiatan di dalam dan luar ruangan, yang melibatkan mahasiswa, guru dan siswa jenjang pendidikan menengah. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, observasi dan rubrik, sedangkan uji Chi-square, uji Mann Whitney U-test dan Spearman Rank-Correlation digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian menunjukkan model KFB secara nyata dapat meningkatkan empat kompetensi dasar belajar siswa. Hal itu ditunjukkan dengan rata-rata kompetensi kepedulian, sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa kelompok eksperimen lebih baik dibanding kelompok kontrol. Diskusi tentang implikasi hasil penelitian dipaparkan dalam makalah ini. Kata Kunci: kolaborasi fotografi berpartisipasi, kaji tindak, di dalam dan di luar ruangan. ABSTRACT The aim of this research is to enhance four basic competencies of learning namely awareness, attitude, skill, and knowledge through collaborative participatoryphotography learning (KFB). Thus, an action research was conducted by combining learning activities in and outside classroom which involved student-teachers, teachers, and senior high school students. Data were collected by using questionnaire, observation sheet, and rubric while Chi-square Test, Mann Whitney U-test, and Spearman Rank-Correlation were used to analyse the data. The result of the study shows that KFB model dramatically improved four basic competencies of learning of the students. It was reflected in average score of awareness, attitude, skill, and knowledge of students in the experimental group was higher than those in the control group. Implication of the study is further discussed in the paper. Keywords: collaborative participatory photography, action research, in and outside the classroom.
PENDAHULUAN Lebih dari dua dekade lalu, ahli ekologi Orr (1994) mengingatkan bahwa manusia akan kehilangan identitas lokal tanpa pengetahuan yang mendalam tentang lingkungan sekitar sebagai gudang penyimpanan makna, sejarah, pola hidup, pengobatan, rekreasi, dan sumber dari materi, energi, makanan dan aksi kolektif. Saat ini merupakan waktu yang sangat penting bagi manusia untuk menjalin kembali berhubungan dengan alam dan lingkungan lokal (Vicker & Matthews, 2002). Oleh karena itu, penelitian dirancang untuk memanfaatkan lokal sebagai sumber belajar (place-based learning) dalam merekayasa model pembelajaran kolaborasi. Fokus kajian adalah subak, dan mahasiswa calon guru, yang didorong untuk terlibat aktif dalam melakukan rekayasa pembelajaran kolaborasi berbasis integrasi antara Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
113
Unmas Denpasar
sains modern dan etnosains. Subak adalah institusi tradisional dan religius pada tingkat komunitas petani di Bali. Organisasi itu mengelola irigasi air yang diyakini berasal dari Dewi (Tuhan dalam wujud sebagai wanita), dan danau sebagai sumberdaya milik bersama (Lansing, 2006, Lansing & de Vet, 2012). Sebagai lanskap budaya yang paling terkenal di Indonesia, subak bukan hanya bagian dari warisan lanskap tetapi juga merupakan perencanaan pertanian yang egaliter, bersifat asosiasi petani yang otonomi yang mengelola aliran irigasi ke teras sawah, dan juga mengkoordinasikan ritual pertanian (Lansing, 2006). Subak juga merupakan ekspresi dari sistem berbasis tempat yang terintegrasi yang menyediakan umpan balik sistem ekologi dan sosial (Suradisastra et al., 2002; Schoenfelder, 2003). Sementara itu Falk & Surata (2007; 2012) berargumentasi subak merupakan sistem pendidikan dan pembelajaran yang kompleks, karena nilai penting subak lebih tinggi dibanding karakter dan kesuksesan dalam mengelola situasi yang kompleks. Oleh karena itu, subak bisa menjadi model pembelajaran yang dapat menghilangkan kesenjangan antara belajar di kelas, dan kehidupan nyata, pekerjaan dan profesi terutama antara budaya dan generasi muda. Target utama dari pendidikan karakter adalah literasi (kemampuan mengimplementasikan) empat kompetensi dasar pembelajaran, yakni peduli (learning to live together), sikap (learning to be), terampil (learning to do), dan pemahaman (learning to know). Sayangnya, walaupun pendidikan karakter sudah dicanangkan sejak beberapa tahun lalu, tetapi sampai sekarang pendidikan formal di tanah air cenderung masih lebih menekankan kepada isi, tidak cukup mengembangkan pemikiran kritis, dan berlangsung dalam suasana yang kurang menyenangkan. Jika model pembelajaran konvensional seperti itu tetap dipertahankan dapat dipastikan tujuan pendidikan nasional untuk menciptakan generasi masa depan yang bukan hanya jujur, cerdas dan terampil, tetapi juga peduli pada lingkungan (termasuk kebudayaan warisan nenek moyang mereka), tidak akan tercapai. Koreksi dan inovasi pembelajaran harus segera dilakukan agar deviasi antara tujuan dan realitas sistem pendidikan di sekolah tidak makin melebar. Penelitian ini menawarkan model kaji tindak kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB) sebagai inovasi dalam pembelajaran kolaborasi, yang mengarah kepada kompetensi, kemampuan berpikir secara mendalam, penganalisis yang kritis dan kreatif, serta belajar sebagai proses yang menyenangkan. KFB dikonstruksi berdasarkan konsep belajar dalam konteks sistem ekologi-sosial, belajar melalui kolaborasi dan jejaring sosial, belajar secara lintas budaya, dan ekopedagogi (literasi ekologisosial, literasi budaya, dan literasi teknologi) berbasis pada studi kasus di kawasan Lanskap Budaya Subak Pulagan. Pembelajaran model kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB) dirancang mengarah kepada pembelajaran untuk masa depan yang berkelanjutan, yang terfokus pada peningkatan keterampilan siswa dalam mengantisipasi isu-isu keberlanjutan. KFB melibatkan siswa sebagai partisipan aktif dalam penelitian dengan memberikan mereka kamera dan kemudian mengundang mereka mengambil gambar terkait dengan berbagai aspek kehidupan mereka. Foto kemudian digunakan sebagai subyek dalam wawancara untuk mengeksplorasi gambar dan makna etnosains menurut mahasiswa dan siswa (Jorgenson & Sullivan, 2010).KFB menjadikan pelajar sebagai partisipan yang aktif, yang selain bisa merespon keperluan komunitas juga dapat mencapai sasaran akademik yang lebih jauh dari siswa. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
114
Unmas Denpasar
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pembelajaran fotografi berpartisipasi terhadap empat kompetensi dasar belajar yang meliputi kepedulian, sikap, keterampilan dan pemahaman. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra eksperiment dengan rancangan penelitian one group pre-post-test only (Sugiyono, 2011). Penelitian dilaksanakan diSMA Amarawati Tampaksiring Gianyar Bali, mulai Januari sampai Juni 2016. Penelitian ini memanfaatkan lingkungan sekolah dan area lanskap subak Pulagan di Kabupaten Gianyar. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Amarawati Tampaksiring Gianyar Bali. Dari populasi tersebut diambil sampel kelas dengan diundi secara sederhana sehingga mendapatkan kelas X PMIA 3 sebagai kelas eksperimen dan X PMIA 1 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini adalah media pembelajaran KFBmelalui pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah minat belajar, sikap ilmiah, keterampilan proses sains, kemampuan berpikir kritis,pengetahuan konseptual dan prosedural siswa.Data diambil dengan menggunakan rubrik dan angket tertutup. Semua angket dan rubrik divalidasi terlebih dahulu, kemudian dilakukan uji coba lapangan. Skala yang digunakan dalam instrumen penelitian yaitu skala likert.Teknik analisis data menggunakan uji Chi-Square, Uji Mann Whitney U-testdan Spearman Rank-Correlation. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam riset kolaborasi ini, penelitian difokuskan pada hasil kaji tindak. Hasil kaji tindak menunjukkan terdapat peningkatan kompetensi belajar dalam ranah kognitif, psikomotor dan sikap. Hasil kaji tindak juga mengarah kepada empat kompetensi dasar belajar yang meliputi kepedulian, sikap, keterampilan dan pemahaman Pembelajaran model KFB diinovasikan dengan memanfaatkan lanskap subak sebagai laboratorium hidup. Siswa tidak hanya belajar didalam kelas, laboratorium atau dilingkungan sekolah, namun langsung menggunakan lanskap Subak Pulagan sebagai tempat belajar. Ada enam data yang menjadi fokus dalam penelitian, dimana keenam data tersebut telah representatif terhadap hasil kaji tindak. Keenam data tersebut meliputi minat belajar, sikap ilmiah, ketrampilan proses sains, kemampuan berpikir kritis, pengetahuan konseptual dan kemampuan prosedural siswa. Untuk minat belajar, diukur rata-rata rangking minat belajar biologi dari kelas eksperimen dan kontrollalu dibandingkan. Diperoleh rata-rata rangking pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
115
Unmas Denpasar
R a t a r a t a
394,28
R a n g k i n g
462,64
429,87 370,39
279,81
352,7 267,26 Eksperimen 178,74
Perhatian
Relevansi
Percaya diri
Kontrol
Kepuasan
Aspek Minat Belajar Biologi
Gambar1. Histogram Perbandingan Jumlah Rata-rata Rangking Aspek Minat Belajar Biologiantara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan kearifan lokal subak (etnosains) yang dipadukan dengan sains modern (kamera) yang tertuang dalam KFB telah mampu meningkatkan minat belajar biologi. Pembelajaran dilingkungan subak membuat siswa senang karena dapat langsung menginvestigasi komponen-komponen dan interaksi yang terdapat dilingkungan subak. Hal ini sesuai dengan penelitian Perry (2009) yang menjelaskan bahwa penggunaan media KFB merupakan pembelajaran berbasis teknologi yang praktis, sederhana, dan efektif untuk meningkatkan pemahaman serta mengembangkan interaksi sosial siswa. Demikian juga penelitian Puspawati (2013) menunjukkan bahwapembelajaran dengan media KFB dapat meningkatkan pemahaman para siswa. Dengan media KFB siswa diberikan kesempatan untuk lebih mengememukakan pendapatnya mengenai hasil bidikan kameranya sendiri. Setelah diuji dengan Mann Whitney U-tes diperoleh signifikansi (p=0,000) pada jumlah skor keseluruhan angket minat belajar biologi. Hal ini menunjukkan bahwa KFB mampu meningkatkan minat belajar siswa. Selanjutnya masih menilai afektif siswa dengan menyoroti sikap ilmiah siswa saat mengikuti pembelajaran biologi yang dilakukan di area lanskap Subak Pulagan. Penilaian sikap ilmiah dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol selama siswa melakukan kegiatan penelitian. Perbandingan terlihat pada setiap aspek sikap ilmiah yang dinilai dapat dilihat pada Gambar 2. 144,5
Skor
134,5
KT
143,5
139 132
KJ
132
125
Kelas Eksperimen
117,5
Kelas Kontrol TJ
KS
Aspek Sikap Ilmiah
Gambar2. Perbandingan Sikap Ilmiah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Keterangan: KT (Ketelitian), KJ (Kejujuran), TJ (Tanggung Jawab), dan KS(Kerja Sama).
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
116
Unmas Denpasar
Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah skor sikap ilmiah siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal itu karena kelas eksperimen memiliki sikap ilmiah lebih baik dengan diterapkannya KFB, dimana model ini merupakan strategi jitu bagi pembelajaran Biologidi sekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa. Media KFB membuat siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajaran yang berdampakpada meningkatnya sikap ilmiah siswa. Setelah dilakukan uji statistik Mann Whitney U-test pada jumlah skor penilaian sikap ilmiah siswa diperoleh signifikansi (p = 0,000), yang berarti terdapat perbedaan sangat nyata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Keterampilan proses sains (KPS) dan kemampuan berpikir kritis siswa digunakan untuk mengukur ranah psikomotorik. Perbandingan terlihat pada setiap aspek KPS yang dinilai pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, hal tersebut terlihat pada Gambar 3. Pre Kontrol
Post Kontrol
Pre Eksperimen
Post Eksperimen
134 S k o r
121
74
79
75
MR
74
79 76 MH
128
125
118
116
104 98 86
MI
81
88
93
91 92
79
73 MG
MP
92 88
MK
Aspek Keterampilan Proses Sains
Gambar 3. Histogram perbandingan jumlah skor aspek-aspek KPS siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol Keterangan: Meramalkan (MR), Menyusun Hipotesis (MH), Mengamati (MI), Menggolongkan (MG), Mengajukan Pertanyaan (MP), Mengkomunikasikan (MK)
Pengaruh KFB terhadap KPS menyebabkan 7,5% siswa pada kelas eksperimen berada pada kategori sangat baik. Sedangkan pada kelas kontrol tidak ada yang berada pada kategori sangat baik. Perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol semakin diperkuat dengan taraf signifikan (p=0,000) yang berarti ada perbedaan nyata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. KFBmembantu siswa untuk lebih aktif dan kreatif dalam mengumpulkan informasi dengan menggunakan teknologi modern. Kegiatan mengamati dilakukan siswa di area lanskap subak sebagai tempat untuk mencari data berupa foto. Saat mengamati siswa mengidentifikasi lingkungan yang mereka amati, sehingga aspek ini memperoleh skor tertinggi. Pengukuran aspek psikomotor siswa juga dapat dilihat dari kemampuan berpikir kritis yang dilakukan siswa dalam memecahkan permasalahan. Pemikiran ini kemudian dituangkan kedalam KFB. Penilaian kemampuan berpikir kritis siswa dinilai sebelum siswa membuat proyek yang berupa media KFB, yaitu pada saat siswa melakukan diskusi. Ditinjau dari aspek-aspek penilaian kemampuan berpikir kritis siswa, pada saat melakukan pretest dan
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
117
Unmas Denpasar
postest terlihat skor kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol, hal itu dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan aspek berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol Keterangan : kejelasan (K), relevansi (RL), berpikir logis (BL), dan kelengkapan informasi (KI)
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap keempat aspek kemampuan berpikir kritis siswa, maka dapat diperoleh aspek yang mendapatkan skor tertinggi pada kelas ekperimen yaitu aspek kejelasan (K), sedangkan pada kelas kontrol aspek yang memperoleh nilai tertinggi yaitu aspek relevansi (RL). Perolehan skor dari keempat aspek kemampuan berpikir kritis siswa diperkuat dengan hasil uji Mann Whitney U-test yang memperoleh signifikansi (p=0,001), yang berarti terdapat perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir yang dapat menguji, menghubungkan dan mengevaluasi dari suatu masalah. Kemampuan berpikir kritis dapat berkembang secara optimal pada siswa apabila siswa mampu mengelompokan, mengorganisasikan, menganalisis informasi dan mengingat materi yang telah diberikan dan menjadikannya sebuah ringkasan yang padat dan dapat mencakup keseluruhan dari isi materi. Ranah kognitif siswa diukur dengan menggunakan tes pengetahuan konseptual dan prosedural.Hasil analisis menunjukkan nilai signifikansi yaitu p=0,883>0,05 yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol saat diberikan pretest. Namun hasil posttest yang diuji menggunakan Mann Whitney U-test menunjukkan (p=0,000), yang berarti ada perbedaan nyata. antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil pengetahuan konseptual siswa disajikan pada Tabel 1 Tabel 1. Analisis Pengetahuan Konseptual Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol. Mean Rank
NO
Kelas
1. 2. 3.
Eksperimen Kontrol Signifikansi
Pretest
Posttest
36,88 36,16 (p=0,883>0,01)
50,93 23,59 (p=0,000<0,01)
Pembelajaran kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB) dapat menganalisis pengetahuan konseptual siswa karena siswa dikondisikan belajar pada suasana yang menyenangkan sehingga proses transfer berlangsung dengan mudah. Analisis pengetahuan konseptual siswa yang tinggi diperkuat dengan adanya tanggapan positif dari siswa mulai dari Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
118
Unmas Denpasar
awal proses pembelajaran berlangsung sampai tahap presentasi. Saat evaluasi, siswa juga memberikan kritikan dan saran untuk proses pembelajaran yang telah berlangsung. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Wibowo (2009) bahwa pembelajaran di luar kelas (outdoor) merupakan salah satu alternatif pembelajaran IPA (biologi) yang sesuai dengan semangat belajar IPA yaitu mencari tahu dan mengembangkan keterampilan ilmiah siswa. Selain itu, melalui pembelajaran outdoor berbagai potensi siswa memiliki peluang untuk berkembang lebih optimal karena adanya interaksi siswa dengan lingkungan untuk mengaitkan teori yang diperoleh siswa saat pembelajaran dengan keadaan nyata yang terjadi pada lingkungan sekitar. KFB merupakan model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, yaitu pembelajaran yang mengkaitkan materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jumadi (2003) bahwa pembelajaran kontekstual meliputi tujuh komponen utama pembelajaran yakni: kontruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), belajar dari masyarakat (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment).KFB berpengaruh sangat nyata terhadap hasil analisis pengetahuan konseptual siswa dengan nilai signifikansi uji Crosstab Chi-Square yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat nyata (p=0,000). Hal ini dikarenakan pada kelas eksperimen siswa diberikan kesempatan untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungan saat proses pembelajaran, sehingga memberikan pengalaman nyata kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri (constructivism). Besarnya hubungan korelasi antara KFB dengan hasil analisis pengetahuan konseptual siswa dilihat dari nilai koefisien kontingensi sebesar (CC=0,485; p=0,000) yang menunjukkan adanya korelasi yang sangat nyata. KFB mengkondisikan siswa dalam suasana piknik yang menyenangkan sehingga proses transfer menjadi lebih cepat. Hal ini juga diungkapkan oleh Santyasa (2009) belajar paling efektif terjadi dalam suasana bebas. Mengajar adalah melayani agar percepatan proses pembelajaran diperoleh dalam suasana menggembirakan dengan istilah “Learning can be fun, but learners can make it so”.Hal ini tentu lebih menyenangkan dibandingkan dengan kelas kontrol yang hanya mendapatkan metode ceramah, yang menyebabkan proses transfer hanya berjalan satu arah. Ranah kognitif siswa juga diukur dengan pengetahuan prosedural, yang dinilai menggunakan rubrik pengetahuan prosedural. Setelah dianalisis, hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol saat diberikan pretest. Namun pada saat posttest, nilai kelas eksperimen memiliki perbedaan rentang yang sangat jauh jika dibandingkan dengan nilai kelas kontrol. Setelah diuji dengan Mann Whitney U-test, hasilnya menunjukkan (p=0,000), yang berarti bahwa analisis pengetahuan konseptual siswa kelas eksperimen berbeda nyata dengan kelas kontrol. Pengetahuan prosedural siswa tercermin dari hasil KFByang dirancangnya. Dalam proses siswa menentukan kata kunci yang akan digunakan pada media KFB, siswa harus mengingat konsep agar nantinya dapat menghubungkan antar konsep tersebut ke dalam siklus sehingga analisis pengetahuan prosedural siswa akan terlihat dari hubungan kata kunci yang saling dikait-kaitkan. Dalam hal ini siswa menerapkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mencari solusi dari permasalahan lingkungan yang ditemukan. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
119
Unmas Denpasar
Hasil diskusi kelompok terarah (DKT) menunjukkan pemanfaatan Subak dalam KFB membuat siswa semakin aktif serta suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Hasil pengamatan di lapangan, siswa terlihat antusias saat terjun ke Subak dalam rangka pembuatan KFB, siswa terlihat senang namun tetap terfokus pada tugas kelompok masingmasing. Hal ini kemungkinan karena siswa lebih senang mengamati objek langsung daripada hanya belajar di kelas. Hasil temuan ini didukung oleh pendapat Daryanto (2011) yang menyatakan bahwa dengan mengadakan kegiatan belajar yang dilaksanakan melalui kunjungan ke suatu tempat di luar kelas, siswa akan memperoleh pengalaman langsung sehingga proses belajar menjadi lebih bermakna serta membangkitkan minat siswa untuk menyelidiki suatu objek. Berdasarkan hasil DKT, siswa menyatakan bahwa dengan penerapan KFB dalam kegiatan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mudah dimengerti, suasana pembelajaran mejadi lebih santai, dan lebih menarik. Hasil DKT sudah memberi gambaran mengenai keungulan dari metode pembelajaran yang diterapkan. Hasil yang dipaparkan diatas menunjukkan bahwa pembelajaran model kolaborasi fotografi berpartisipasi (KFB) sudah memperlihatkan adanya peningkatan kompetensi belajar dalam ranah kognitif, psikomotor dan sikap. Hasil kaji tindak juga mengarah kepada lima ranah pencapaian pembelajaran sains, teknologi masyarakat, yakni ranah kognitif, ranah afektif, ranah proses sains, ranah kreativitas, ranah hubungan dan aplikasi. Etnografi berpartisipasi menunjukkan bahwa minat pelestarian ekosistem juga dapat terealisasikan dengan model pembelajaran ini. Model KFB dirancang mengarah kepada pembelajaran untuk masa depan yang berkelanjutan, yang terfokus pada peningkatan keterampilan siswa dalam mengantisipasi isu-isu keberlanjutan yang dikonstruksi berdasarkan konsep belajar dalam konteks sistem ekologi-sosial, belajar melalui kolaborasi dan jejaring sosial, belajar secara lintas budaya, dan ekopedagogi (literasi ekologi-sosial, literasi budaya, dan literasi teknologi) berbasis pada studi kasus di kawasan Lanskap Budaya Subak Pulagan. SIMPULAN Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa KFB telah mampu meningkatkan kompetensi siswa berdasarkan atas kaji tindak dan etnografi yang mencakup tiga ranah pembelajaran yaitu ranah afektif, psikomotor dan kognitif. Ketiga ranah tersebut berbeda sangat nyata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol.Ranah afektif yang diwakili oleh aspek minat belajar (p=0,000) dan sikap ilmiah (p=0,000); ranah psikomotor yang diwakili aspek keterampilan proses sains (p=0,000) dan kemampuan berpikir kritis (p=0,000); ranah kognitif yang diwakili oleh aspek kemampuan pengetahuan konseptual (p=0,000) dan kemampuan prosedural (p=0,000). DAFTAR PUSTAKA Daryanto. 2011. Media pembelajaran. Bandung: Satu Nusa. Cetakan ke-1 Falk. I., and S.P.K. Surata. 2007. Real social capital in Bali: Is it difference from literature? Rural Society: The Journal of Social Capital and Rural Society. 17(3):201-312. Jumadi. (2003). Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. FMIPA UNY. Yogyakarta. [PDF Document]. Diunduh dari https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja& Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
120
Unmas Denpasar
uact=8&ved=0CBsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny.ac.id%2Fsystem%2Ffiles %2Fpengabdian%2Fjumadi-mpd-dr%2Fpembelajaran-kontekstual.pdf Diakses pada tanggal 12 Februari 2015. Lansing. J. S. (2006). Perfect Order: Recognizing Complexity in Bali. Princeton: Princeton University Press. Lansing. J. S., and T. A. de Vet. 2012. The functional role of Balinese Water Temples. Human Ecology, 40:453-467. Orr. D. W., 1994. Earth in Mind: On education environment and the human prospect. Island Press: Washington. Perry, B. (2009). Creating a culture of community in online courses. Diunduh dari http://auspace.athabascau.ca/handle/2149/2159. Pada tanggal 20 Februari 2015. Puspawati, DA. 2013. Pembelajaran Berbasis Media KFB: Belajar Dari Potret Alam. Diperoleh dari: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja& ved=0CDkQFjAD&url=http%3A%2F%2Fjurnal.fkip.uns.ac.id%2Findex.php%2Fpro sbio%2Farticle%2Fdownload%2F3062%2F2099&ei=BlsRU5elMsmIrQeN1ID4CA& usg=AFQjCNGffLF-wLUmjcf_V1NJ0VFRorKS3Q. Diunduh tanggal 1 Maret 2015. Santyasa, I. W. (2009). Metode Penelitian Pengembangan dan Teori Pengembangan Modul.[PDF Document] Makalah disajikan dalam pelatihan bagi para guru TK, SD, SMP, SMA, dan SMK di Kecamatan Nusa Penida kabupaten Klungkung, 12-14 Januari 2009. Diunduh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?article=259419&val=7034&title=PENG EMBANGAN%20MODUL%20IPA Diakses pada tanggal 04 April 2015. Surata. S.P.K. 2008. Structure and process in facilitating community action in Bali. Community Management of Biosecurity. Special Co-publication between Kritis (Journal of Interdisciplinary Development Studies – Indonesia) and Learning Communities (International Journal of Learning in Social Contexts – Australia). 7589. Surata. S.P.K. Jayantini. I.G.A.S.R., and I. Falk. 2011. Local food ecoliteracy: Small, real, local actions to promote education for sustainable development. Paper on International Education Cooperation for Sustainable Development in the Contex of Globalization: A Critical Appraisal. Seoul National University. Seoul. Korea. Surata S.P.K., Widyana. I.K., and N. L. K. Martini. 2011. Accross Generation Ecoliteracy of Local Food as a Model for Promoting Sustainable Living to the Youth. Paper presented in Asian Pacific Regional Center of Expertise Conference. Yogyakarta. Surata. S.P.K., Arnawa. I. K., dan I. G. A. S., Jayantini. 2012. Ekopedagogi: Pelibatan mahasiswa calon guru dalam integrasi lansekap budaya subak dan MapPack ke dalam kurikulum jenjang pendidikan dasar. Proceeding Seminar Nasional Cakrawala Pendidikan Berkualitas. Direktorat Pendidik dan Tenaga Pendidik. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 25-27 September 2012.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016