PENGUPAHAN KARYAWAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH (Studi Kasus Pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh: ZULKHAIRIL HADI SYAM NIM 107046101839
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi merupakan hasil karya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 Juni 2011
Zulkhairil Hadi Syam 107046101839
KATA PENGANTAR
بسم هللا الر حمن الر حيم Segala puji bagi Allah SWT, tuhan pencipta alam beserta isinya, yang selalu mencurahkan segala rahmat dan kekuatan-Nya untuk bergerak, berfikir, dan berkarya dalam menggapai ridho-Nya. Serta rasa syukur yang tiada hentinya disampaikan atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah memberikan warna dalam kehidupan. Shalawat beserta salam pun tak lupa dihaturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, yang telah menyebarkan risalah Islam sebagai pegangan dan petunjuk dalam segala dimensi kehidupan. Dengan
segala
kerendahan
hati,
penulis
menyadari
bahwa
dalam
menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun, berkat kesungguhan hati dan kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, rasa terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak, terkhusus kepada: 1.
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag., dan Bapak Mu’min Rauf, M.A., sebagai Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang tanpa henti memberikan
i
dorongan dan semangat kepada penulis, serta tulus ikhlas meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam proses penyelesaian tugas akhir. 3.
Bapak DR. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., M.A. dan Bapak Djaka Badranaya, S.Ag., M.E. Selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar telah memberikan banyak masukan dan saran-saran sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Semoga apa yang telah Bapak ajarkan dan arahkan mendapat balasan dari Allah SWT.
4.
Kepada seluruh dosen dan sifitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mentransfer ilmunya dengan ikhlas kepada penulis, serta para pengurus perpustakaan yang telah meminjamkan buku-buku yang diperlukan oleh penulis.
5.
Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Drs. Syafruddin dan Ibunda Dra. Misnawati Nur, yang dengan tulus selalu mendo’akan, memberikan dorongan semangat tiada henti kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini yang juga menjadi amanah bagi penulis kepada orang tua. Semoga Allah selalu memberikan perlindungan untuk Mama dan Papa, dibawah payung kasih sayang-Nya. Amin
6.
Kepada Abang dan Uniku, Firdaus Syam dan Siti Sa’diah Syam, serta adikadikku tercinta, Febrizal Alfarasy Syam, Lia Fauziah Syam, Salmaini Safitri Syam, dan Muhammad Adrizal Arsyad Syam, walaupun kalian jauh disana tetapi secara tidak langsung kalian juga memberikan semangat kepada penulis yang sedang menjalankan tugas akhir ini agar cepat selesai. ii
7.
Kepada Ibu Susilawati, selaku pimpinan Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan serta para karyawannya, yang telah memberikan informasi terkait dengan apa yang dibutuhkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
8.
Teman-teman Perbankan Syariah yang telah memberikan motivasi moril kepada penulis, khususnya temen-temen PS C 07 yang selalu kompak dan semoga terus kompak. Tak lupa pula kepada teman-teman kosan yang telah mau berbagi selama tinggal bersama. Serta seluruh teman-teman lainnya yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu.
9.
Seluruh pihak-pihak terkait yang telah membantu penulis, menyemangati dan menghibur penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini. Akhirnya penulis secara terbuka dan berbesar hati menerima berbagai kritik
dan masukan yang konstruktif terhadap perbaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat dan para akademisi.
Jakarta, 30 Juni 2011 M.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
PENGESAHA PEMBIMBING PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
ABSTRAK ......................................................................................................
vii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………
4
1. Pembatasan Masalah ………………………………….
4
2. Perumusan Masalah …………………………………...
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………………………..
5
D. Review Studi Terdahulu …………………………………
6
E. Metode Penelitian ………………………………………..
9
1. Jenis Penelitian ………………………………………..
10
2. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengambilan Data ………..
10
3. Teknik Pengolahan Data ……………………………...
11
4. Metode Analisis Data …………………………………
12
F. Teknik Penulisan …………………………………………
12
G. Sistematika Penulisan …………………………………….
12
iv
BAB II
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG UPAH A. Pengertian Upah …………………………………………
15
B. Upah dalam Tinjauan Ekonomi dan Sosial ……………...
22
C. Upah dalam Tinjauan Fiqih Muamalat …………………..
27
D. Perbedaan Tingkat Upah dalam Islam …………………...
38
E. Metode Penentuan Upah ………………………………...
42
F. Hubungan Kerja dalam Islam ……………………………
46
GAMBARAN UMUM HOME INDUSTRI KONVEKSI DI PULO KALIBATA JAKARTA SELATAN A. Sejarah dan Ruang Lingkupnya …..……………………...
52
1. Sejarah Singkat ..............................................................
52
2. Visi dan Misi .................................................................
53
3. Ruang Lingkup Bidang Usaha ......................................
53
4. Tujuan Pendirian ...........................................................
54
B. Organisasi dan Manajemen ................................................
55
1. Struktur Organisasi ........................................................
55
2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ..............................
56
3. Jumlah Tenaga Kerja .....................................................
58
4. Jam Kerja .......................................................................
59
5. Sistem Pengupahan ........................................................
60
C. Proses Produksi ..................................................................
61
v
BAB IV
PENGUPAHAN TERHADAP KARYAWAN HOME INDUSTRI
KONVEKSI
MENURUT
PERSPEKTIF
FIQIH MUAMALAT A. Mekanisme Pengupahan di Home Industri Konveksi ........
64
B. Aplikasi Fiqih Muamalat Terhadap Pengupahan Karyawan pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan .................................................................................
68
1. Akad atau Kontrak Kerja ..............................................
70
2. Bentuk Pengupahannya Dilihat Dari Metode/Sistem Penetapan Upahnya ......................................................
74
3. Hubungan Kerjanya Dilihat Dari Fasilitas Yang Disediakan Dan Kesejahteraan Karyawannya ..............
78
C. Analisis Konsep Upah Dalam Model Pengupahan pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan ............................................................................... BAB V
80
PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………
82
B. Saran-saran ………………………………………………
84
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...
86
LAMPIRAN ………………………………………………………………...
89
vi
ABSTRAK Di era globalisasi saat ini, banyak praktik pengupahan yang diterapkan oleh pengusaha terhadap karyawannya membuat protes para karyawan atas ketidakpuasan karyawan tersebut atas balas jasa dari pengusaha. Namun, ada juga karyawan yang menerima penetapan upah tersebut karena dorongan akan kebutuhan hidup yang mendesak. Kebanyakan pengusaha menentukan upah karyawannya dengan mematok jumlah upah yang tetap untuk karyawannya berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Seperti: perhari, perminggu, atau pun perbulan. Lain halnya dengan home industri konveksi yang berada di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan, dimana pimpinannya menentukan jumlah upahnya berdasarkan jumlah output atau hasil produksi yang bisa diproduksi oleh masingmasing karyawan tiap harinya. Untuk itu, pada skripsi ini penulis mencoba menganalisis praktik pengupahan karyawan di sebuah home industri yang bergerak di bidang konveksi dengan ketentuan pengupahan dalam perspektif fiqih muamalah. Dengan memberikan gambaran berupa deskriptif dari praktik pengupahan karyawan yang ada di home industri konveksi tersebut, kemudian penulis membandingkan dengan konsep upah sesuai dengan ketentuan fiqih muamalah. Dari hasil penelitian dan analisa menunjukan bahwa pengupahan karyawan pada home industri konveksi ini masih jauh dari ketentuan fiqih muamalah, walaupun secara akad home industri telah menjalankan sesuai ketentuan akan tetapi dalam penentuan jumlahnya karyawan hanya bisa menerima ketetapan dari pimpinan dan masih jauh dari kebutuhan hidup dari karyawan tersebut yang di ukur dari ketentuan Upah Minimum Propinsi (UMP) DKI Jakarta yaitu di bawah Rp 1.290.000.
Kata Kunci: Upah, Fiqih Muamalah. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam selalu mengatur umatnya dalam setiap perilakunya. Mulai dari kepentingan individu sampai dengan kepentingan hidup khalayak banyak. Semuanya itu ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah baku dalam ajaran Islam. Pada dasarnya setiap yang dilakukan manusia itu boleh selama tidak ada larangan yang melarang sesuatu itu untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang berbunyi,
احةًًإًلًأانًياد َّلً ادلي ٌلً اعلاىًتاحريًم اها ًتًالًًبا ا ًل ً أً ًلاصًلًً ًفىًالًمً اًعا امً ا “Pada dasarnya dalam bermuamalah itu boleh kecuali ada dalil yang menunjukkan keharamannya.“ Berpijak dari kaidah di atas, banyak manusia yang mengartikannya hanya setengah-setengah atau tidak sepenuhnya. Manusia menganggap segala hal itu boleh tanpa melihat larangan yang menjadi tolak ukur pembeda antara ajaran Islam dengan ajaran-ajaran yang lainnya. Hubungan antara manusia dengan manusia juga menjadi sorotan yang di atur dalam ajaran Islam, sebagaimana hubungan antara pengusaha dengan karyawannya.
Setiap
pengusaha
1
tentunya
ingin
selalu
memperoleh
2
keuntungan yang besar. Terkadang mengabaikan kepentingan orang lain dari usahanya tersebut, yaitu kepentingan karyawannya. Pada dasarnya, produsen pada tatanan ekonomi konvensional tidak memperhatikan istilah halal dan haram. Yang menjadi prioritas kerja mereka adalah memenuhi keinginan pribadi dengan mengumpulkan laba, harta dan uang. Ia tidak mementingkan apakah yang diproduksinya itu bermanfaat atau berbahaya, baik atau buruk, etis atau tidak etis.1 Dalam suatu usaha bisnis, produksi merupakan suatu kegiatan yang sangat menentukan kelangsungan usaha tersebut. Banyak usaha yang bisa dilakukan oleh manusia dimuka bumi ini. Setiap usaha yang dilakukan tentunya harus bersifat produktif. Karena keberlangsungan usaha yang dijalani seseorang itu, tergantung dari tingkat produktifitas usaha tersebut. Jika hasil produksi yang dihasilkan itu bagus, maka keuntungan yang diperoleh dari usaha seseorang itu akan lebih besar. Sebaliknya jika hasil produksinya kurang memberikan kepuasan, maka pengahasilan yang diperoleh juga akan kurang memuaskan atau bahkan bisa rugi. Keberhasilan itu tentunya tergantung dari para buruh atau karyawan yang mempunyai kualitas dalam melakukan kegiatan produksi. Karyawan yang mempunyai prestasi dalam melakukan kegiatan produksi, sewajarnya mendapatkan imbalan atau upah yang sesuai dengan yang dilakukannya.
1
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta:Gema Insani Press, 1997, h. 117
3
Praktik-praktik yang terjadi secara garis besar para pengusaha mengabaikan tanggung jawab sosial yang seharusnya dipenuhi. Hubungan perusahaan dengan pekerja (karyawan) dibangun di atas sistem kapitalisme, implikasinya pekerja (karyawan) diperas tenaganya tanpa dihargai secara layak oleh para pemodal. Ini terbukti dengan minimnya upah yang mereka terima, upah yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, belum lagi perlakuan yang tidak etis juga sering terjadi. Dari paradigma tersebut, maka dibutuhkan pula sebuah aturan, ketentuan atau ketetapan yang berkaitan dengan pengupahan yang sesuai dengan aturan Islam yang berlaku dalam bisnis itu sendiri. Upah itu sendiri sudah menjadi ketetapan yang harus dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawannya. Dengan upah itu diharapkan karyawan bisa termotivasi meningkatkan kinerjanya dalam berproduksi, sehingga dapat memajukan perusahaan itu sendiri. Home industri konveksi di daerah Kalibata merupakan salah satu gambaran usaha yang telah berjalan sejak 20 tahun yang lalu. Hubungan antara karyawan dengan pengusaha konveksi terjalin bagus. Dari hal pengupahannya sendiri berbeda dengan pengupahan di industri pada umumnya. Banyak industri yang pengupahan karyawannya berdasarkan patokan yang telah dipatok oleh perusahaan. Dimana karyawan bekerja tiap hari, sedangkan hasil upah dari pekerjaannya akan diberikan per hari, atau per
4
minggu, atau juga per bulan dengan nilai yang tetap tanpa melihat seberapa besar kontribusinya dalam berproduksi tersebut. Lain halnya dengan home industri konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan, karyawannya akan mendapat hasil upah pekerjaannya berdasarkan jumlah barang yang dihasilkannya dalam kegiatan produksi tersebut. Tentunya hal ini mempunyai nilai positif dan negatif tersendiri bagi karyawan maupun bagi pengusaha konveksi itu sendiri. Dari pemaparan di atas, penulis tertarik meneliti praktik pengupahan yang berlaku pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan dengan tolak ukur fiqih muamalah, dengan judul penelitian: “Pengupahan Karyawan dalam Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan)”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Upah menjadi bahan perbincangan yang sangat luas. Mulai dari penetapan upah, waktu pembayaran upah, dan tempat pembayaran upah itu sendiri. Berkenaan dengan itu, maka penulis menentukan pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya fokus pada proses pengupahan karyawan pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan, di lihat dari perspektif Fiqih Muamalah.
5
2. Perumusan Masalah Dari pembatasan masalah di atas, maka penulis mencoba merumuskan
masalah
untuk
memudahkan
dalam
pembahasan
selanjutnya. Adapun rumusan masalah yang akan dirumuskan adalah sebagai berikut: a. Bagaimana Konsep Upah dalam Fiqih Muamalah? b. Bagaimana Sistem Pengupahan Karyawan pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan? c. Apakah penerapan sistem pengupahan yang dijalani Home Industri Konveksi sesuai dengan konsep pengupahan dalam Fiqih Muamalah? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini : 1. Untuk mengetahui proses penetapan upah yang dilakukan Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan 2. Untuk mengetahui implementasi bisnis yang dijalani Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan 3. Untuk mengetahui keselarasan praktik bisnis yang dijalani Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan dengan aturan Fiqih Muamalah dalam pengupahan. Manfaat Penulisan Skripsi :
6
1. Bagi mahasiswa, diharapkan berguna untuk menambah khazanah pengetahuan dan diharapkan juga berguna untuk memahami bisnis yang sesuai dengan syariah. 2. Bagi Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan diharapkan dapat memberikan informasi dan kontribusi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penentapan upah yang wajar. 3. Bagi masyarakat diharapkan berguna untuk mengetahui dan memahami tentang pengupahan yang pantas menurut hukum ekonomi Islam. D. Review Studi Terdahulu Tema upah telah banyak dikaji dalam beberapa penelitian. Penelitian tersebut diantaranya adalah: No
Aspek Perbandingan
a. Judul
1
b. Pendekatan Teori
c. Fokus
Studi Terdahulu Upah Dalam Perspektif Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam
Menggunakan teori upah dalam ekonomi konvensional dan ekonomi Islam Pembahasan terfokus pada perbedaan dan persamaan antara upah dalam ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam
Skripsi Pengupahan Karyawan Dalam Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan) Menggunakan teori Upah dalam perspektif fiqih muamalah Pembahasan terfokus pada pengupahan karyawan di home industri konveksi
7
d. Metode Penulisan
e. Waktu/Tempat
Metode kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan analisisdeskriptif-komparatif. Memaparkan konsep upah dalam ekonomi konvensional dan konsep upah dalam ekonomi Islam, kemudian membandingkannya untuk melihat perbedaan dan persamaannya. Penelitian dilakukan pada tahun 2004
Cara Upah Dalam Perspektif Hadis a. Judul
b. Pendekatan Teori 2 c. Fokus
d. Metode Penulisan
Menggunakan teori upah ditinjau dari perspektif hadis Pembahasan terfokus pada hadis-hadis yang menerangkan tentang tata cara dalam pengupahan. Metode kepustakaan (library research) dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan analisisdeskriptif. Memaparkan
Metode kepustakaan (library research) dan lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan analisis-deskriptifkomparatif. Memaparkan pengupahan karyawan home industri konveksi, kemudian membandingkannya dengan konsep upah dalam fiqih muamalah. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan Pengupahan Karyawan Dalam Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan) Menggunakan teori Upah dalam perspektif fiqih muamalah Pembahasan terfokus pada pengupahan karyawan di home industri konveksi Metode kepustakaan (library research) dan lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan
8
konsep upah dalam perspektif hadis.
e. Waktu/Tempat
a. Judul
b. Pendekatan Teori
3
c. Fokus
Penelitian dilakukan pada tahun 2008
Pengaruh Kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Jakarta Selatan Menggunakan teori tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Upah Minimum Provinsi (UMP) dan jumlah penduduk. Pembahasan terfokus pada pengaruh kenaikan UMP dan jumlah penduduk terhadap penerimaan PBB, selain itu juga terfokus pada pengaruh kenaikan UMP terhadap penerimaan PBB, kenaikan jumlah penduduk terhadap penerimaan PBB, serta pengaruh kenaikan UMP dan jumlah
analisis-deskriptifkomparatif. Memaparkan pengupahan karyawan home industri konveksi, kemudian membandingkannya dengan konsep upah dalam fiqih muamalah. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan Pengupahan Karyawan Dalam Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan) Menggunakan teori Upah dalam perspektif fiqih muamalah
Pembahasan terfokus pada pengupahan karyawan di home industri konveksi
9
d. Metode Penulisan
e. Waktu/Tempat
penduduk terhadap penerimaan PBB. Metode kepustakaan (library research) dan lapangan (field research) dengan pendekatan kuatitatif yang menggunakan analisis statistik deskriptif. Penelitian ini menggunakan program SPSS dalam mengolah data-datanya dengan variabel-variabel yang terdiri dari UMP, jumlah penduduk, dan penerimaan PBB. Penelitian dilakukan pada tahun 2010
Metode kepustakaan (library research) dan lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan analisis-deskriptifkomparatif. Memaparkan pengupahan karyawan home industri konveksi, kemudian membandingkannya dengan konsep upah dalam fiqih muamalah. Penelitian dilakukan pada tahun 2011 pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan
Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka peneliti menulis tentang “Pengupahan Karyawan Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus Pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan)” yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Terdapat kesamaan dalam metode penelitian antara skripsi ini dengan skripsi pertama dan kedua, yaitu sama-sama menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yang membedakan skripsi ini dengan skripsi terdahulu bahwa skripsi ini menganalisis tentang praktik pengupahan karyawan suatu home industri konveksi di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan ditinjau dari perspektif Fiqih Muamalah. E. Metode Penelitian
10
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini yaitu Penelitian Deskriptif yang bertujuan mencari atau merumuskan masalah-masalah dari suatu fenomena, serta berusaha memberikan interpretasi yang tepat.2 Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.3 Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengupahan karyawan pada Home Industri Konveksi di lihat dari perspektif fiqih muamalah. 2. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengambilan Data a. Data Sekunder Pada penelitian ini digunakan metode kepustakaan (Library Research) untuk menjawab permasalahan penelitian, yaitu dengan mencari bahan-bahan yang perlu dipersiapkan dalam penelitian, diantaranya dokumen-dokumen, buku-buku sumber, internet, majalah, surat kabar dan media-media lainnya termasuk data yang telah
2
Ety Rohaety, Dkk.. Metodelogi Penelitian Bisnis dengan Aplikasi SPSS. Jakarta:Mitra Wacana Media. 2007. Hal 55 3
Moh. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia 2003. Hal 55
11
dihimpun oleh lembaga atau instansi resmi yang berkaitan dengan tema di atas. Sumber tersebut harus relevan dengan pokok masalah yang akan dibahas. b. Data Primer Disamping itu penelitian ini juga menggunakan metode lapangan (Field Research), dengan mengadakan wawancara secara langsung kepada narasumber (data kualitatif) dalam hal ini adalah Pimpinan home industri tersebut. Serta melakukan observasi ke tempat penelitian untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. c. Teknik Pengambilan Data/Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode wawancara (in depth interview) dalam pengambilan data kualitatif, mengenai pengupahan karyawan di Home Industri Konveksi. Mekanisme pengupahan ini di dapat dari data perjanjian kontrak karyawan, slip gaji karyawan/buruh dan hasil wawancara dengan pihak terkait. Dengan mewawancarai narasumber yang terkait dengan pembahasan, antara lain: 1) Pimpinan atau bagian data dan informasi Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan. 2) Karyawan di Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan. 3. Teknik Pengolahan Data
12
Setelah data-data kualitatif terkumpul, penulis menggunakan studi komparatif (perbandingan) dengan membandingkan pengupahan dalam konsep fiqih muamalah dengan mekanisme pengupahan di Home Industri Konveksi. 4. Metode Analisis Data Metode analisa data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis deskriptif yang terkandung dalam data tersebut. Berdasarkan metode penelitian ini, skripsi ini nantinya diharapkan dapat tersusun secara deskriptif, sistematis dan obyektif.
F. Teknik Penulisan Adapun untuk teknis yang dipakai penulis skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, dengan menggunakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
G. Sistematika Penulisan Skripsi ini penulis bagi menjadi 5 (lima) bab dan masing-masing bab berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Sedangkan sistematika pembahasan ini dapat penulis jabarkan sebagai berikut :
13
Bab I.
Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II.
Tinjauan Umum Tentang Upah Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang pengertian upah, upah dalam tinjauan ekonomi dan sosial, upah dalam tinjauan fiqih muamalah, perbedaan tingkat upah dalam Islam, metode penentuan upah dan hubungan kerja dalam Islam.
Bab III. Gambaran Umum Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan Bab ini terdiri dari sejarah dan ruang lingkupnya, visi dan misi, tujuan pendirian, organisasi dan manajemen, jumlah tenaga kerja, jam kerja, sistem pengupahan dan proses produksi pada home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan Bab IV. Pengupahan Terhadap Karyawan Home Industri Konveksi Menurut Perspektif Fiqih Muamalah Bab ini terdiri dari mekanisme pengupahan di home industri konveksi dan analisa fiqih muamalah terhadap pengupahan karyawan pada home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan.
14
Bab V.
Penutup Bab terakhir ini akan berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran konstruktif yang sekiranya dapat berguna bagi pengembangan usaha home industri konveksi.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAH A.
Pengertian Upah Di Indonesia kata upah biasa digunakan dalam konteks hubungan antara pengusaha dengan para pekerjanya. Upah itu sendiri mempunyai pengertian yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah, “Uang dan lain sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.”1 Sedangkan dalam Ensiklopedi Indonesia menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan upah ialah pembayaran yang diterima oleh buruh untuk jasa-jasa yang telah diberikannya.2 Menurut ekonomi konvensional, ada yang membedakan pembayaran tenaga kerja pada dua pengertian, yakni gaji dan upah. Istilah gaji biasa digunakan pada instansi pemerintah dan istilah upah biasa digunakan perusahaan-perusahaan swasta.3 Akan tetapi, pada kenyataannya perusahaan swasta pun masih menggunakan istilah gaji dalam pemberian jasa kepada karyawannya. Dalam pengertian sehari-hari, gaji merupakan balas jasa yang dibayarkan kepada pemimpin-pemimpin, pengawas-pengawas, pegawai tata-
1
Pusat Bahasa DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), edisi ke-3, h. 1250 2 Hasan Syadily, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru, 1984), cet. Ke-6, h. 3718 3 F. Winarni dan G. Sugiyarso, Administrasi Gaji dan Upah, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), cet ke-1, h. 16
15
16
usaha, dan pegawai-pegawai kantor serta para manajer lainnya.4 Pembayaran gaji biasanya berdasarkan waktu yang telah ditentukan oleh perusahaan. Gaji umumnya tingkatannya dianggap lebih tinggi dari pada pembayaran kepada pekerja-pekerja upahan, walaupun pada kenyataannya sering tidak demikian. Sedangkan upah dalam teori ekonomi konvensional adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.5 Dalam hal ini, upah lebih dipandang sebagai balas jasa kepada pekerja kasar yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik. Pembayarannya pun biasanya ditetapkan secara harian atau berdasarkan unit pekerjaan yang diselesaikan. Dengan demikian dalam teori ekonomi membedakan istilah upah dan gaji dilihat dari sisi jenis pekerjaan dan teknis pembayarannya. Dalam upah lebih kepada pekerjaan kasar yang mengandalkan fisik dengan pembayarannya berdasarkan unit pekerjaan yang diselesaikannya. Sedangkan gaji lebih kepada pekerjaan yang menggunakan keahlian tertentu yang pembayarannya ditetapkan berdasarkan waktu tertentu. Hal-hal yang terkait dengan upah itu sendiri yaitu: 1. Upah bersih: Merupakan jumlah uang yang dibayarkan kepada karyawan, berupa gaji dan tunjangan setelah dilakukan pemotongan.6
4
Ibid., h. 16 Ibid., h. 17 6 Pusat Bahasa DepDikNas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), edisi ke-3, h. 1250 5
17
2. Upah borongan: Merupakan upah yang dibayarkan kepada karyawan bukan atas dasar satuan waktu (hari, minggu, bulan) melainkan atas dasar satuan barang (tugas) yang harus dikerjakan.7 3. Upah harian: Merupakan bayaran yang diberikan kepada karyawan hanya untuk hasil kerja harian, apabila yang bersangkutan masuk kerja.8 4. Upah lembur: Merupakan upah yang dibayarkan kepada karyawan yang melakukan pekerjaan di luar jam kerja resmi yang telah ditetapkan atau pada hari libur resmi.9 5. Upah minimum: Merupakan upah paling rendah yang menurut undangundang atau persetujuan serikat buruh harus dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan.10 6. Upah wajar: Merupakan upah yang diberikan perusahaan seimbang dengan jasa yang disumbangkan karyawan kepada perusahaan.11 Dalam kacamata Islam, upah dimasukkan ke dalam wilayah fiqih muamalah, yakni dalam pembahasan tentang ujarah. Menurut bahasa, ujrah berarti „upah‟. Sedangkan menurut tata bahasa, ujrah ( )اجرةatau Ijarah ()اجارة atau ajaarah ( )اجارةdan yang fasih adalah ijarah, yakni masdar sam‟i dari fi‟il ajara ( )اجرdan ini menurut pendapat yang sahih.12
7
Ibid., h. 1250 Ibid., h. 1250 9 Ibid., h. 1250 10 Ibid., h. 1250 11 Ibid., h. 1250 12 Abdurrahman al-Jaziri, Fikih Empat Mazhab, alih bahasa oleh Drs. H. Moh. Zuhri Dipl. Tafl, et. Al., (Semarang: as-Syifa, 1994), cet. Ke-2, h. 166 8
18
Secara etimologis al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-Iwadl yang arti dalam bahasa Indonesianya adalah ganti dan upah. Sedangkan menurut Rachmat Syafei dalam fiqih muamalah Ijarah adalah ( )بيع المنفعةmenjual manfaat.13 Bila di atas disinggung ujrah/upah berlaku umum atas setiap akad yang berwujud pemberian imbalan atas sesuatu manfaat yang diambil, maka pada garis besarnya ijarah itu terdiri atas: 1. Pemberian imbalan karena mengambil manfaat dari sesuatu, seperti rumah, mobil, pakaian dan lain-lain. 2. Pemberian imbalan akibat sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang (nafs), seperti seorang pelayan.14 Jenis pertama mengarah pada sewa-menyewa, sedangkan jenis kedua lebih tertuju pada upah-mengupah. Jadi bidang perburuhan pun tentunya sudah termasuk dalam bidang ijarah/ ujrah.15 Selain ijarah/ujrah, fiqih muamalah juga membahas tentang ju‟alah yang mempunyai keterkaitan dengan upah itu sendiri. Ju‟alah menurut arti tata bahasa bermakna „sesuatu yang diberikan kepada seseorang untuk dikerjakan‟, dan makna ini mendekati makna syar‟i-nya karena mengungkapkan formula konsekuensi bagi seseorang yang menghasilkan manfaat tertentu, seperti
13
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 121 Abdurrahman al-Jaziri, op. cit., h. 96-97 15 Helmi Karim M.A., Fikih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), cet. Ke-1, h.34 14
19
perkataan anda, “Siapa yang menjahit bajuku ini akan mendapatkan sekian.”16 Formula ini diisyaratkan dalam firman Allah SWT,
( ۲۷ : ) … Artinya: “….Dan siapa pun yang dapat membawakannya (mengembalikan piala raja yang hilang) maka akan mendapat (bahan makanan) sepenuh muatan unta, dan aku yang menjaminnya.” (QS. Yusuf: 72) Dalam kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Wahbah Az-Zuhaili mengungkapkan bahwa ju‟alah diartikan sebagai sesuatu yang disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan tertentu, atau juga diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena telah melakukan pekerjaan tertentu.17 Ju‟alah bukanlah suatu kesepakatan perjanjian, melainkan hanya berupa konsekuensi atas suatu pekerjaan yang dilakukan seseorang. Karenanya ju‟alah hanya membutuhkan ijab dan tidak selain itu. Dengan demikian, Ju‟alah bisa diartikan janji hadiah atau upah. Pengertian secara etimologi berarti upah atau hadiah yang diberikan kepada seseorang karena orang tersebut mengerjakan atau melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Secara terminologi fiqih berarti, “suatu Iltizaam (tanggung jawab) dalam bentuk janji memberikan imbalan upah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang
16
Baqir Syarif Al-Qasyari, Keringat Buruh, Penerjemah: Ali Yahya, (Jakarta: Al-Huda, 2007), cet. ke-1, h. 159 17 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-1, jilid ke-5, h. 432
20
belum pasti dapat dilaksanakan atau dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.”18 Madzhab Maliki mendefinisikan Ju‟alah sebagai suatu upah yang dijanjikan sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh seseorang. Sedangkan madzhab Syafi‟i mendefinisikan Ju‟alah adalah memberi imbalan atau bayaran kepada seseorang sesuai dengan jasa yang diberikannya kepada kita.19 Definisi pertama (Madzhab Maliki) menekankan segi ketidakpastian berhasilnya perbuatan yang diharapkan. Sedangkan definisi kedua (Madzhab Syafi‟i) menekankan segi ketidakpastian orang yang melaksanakan pekerjaan yang diharapkan. Menurut Adam Smith sebagaimana dikutip oleh Mannan, bahwa upah dapat dipandang dari dua segi, yaitu moneter dan yang bukan moneter. Jumlah uang yang diperoleh seorang pekerja selama jangka waktu yang ditentukan, katakanlah sebulan, seminggu atau sehari, mengacu pada upah nominal tenaga kerja. Sesunguhnya upah dari seorang pekerja tergantung pada beberapa faktor. Seperti jumlah upah berupa uang, daya beli uang dan seterusnya, dapat dikatakan terdiri dari jumlah kebutuhan hidup yang sebenarnya. Diterima oleh seorang pekerja karena pekerjaannya. “pekerja kaya atau miskin, diberi imbalan
18
Saifudin, “Konsep Ju‟alah”, di akses pada tanggal 1 April 2011dari situs http://ustazsaifudin.wakaf.org/v1/2009/01/06/konsep-jualah/ 19 Musthafa Diib al-Bugha, FIKIH ISLAM LENGKAP Penjelasan Hukum-hukum Islam Madzhab Syafi‟i, Penerjemah: D.A. Pakihsati, (Solo: Media Zikir, 2009) h. 305
21
baik atau buruk sebanding dengan harga nyata atau bukan harga nominal atas jerih payahnya.20 Upah merupakan hak dan bukan pemberian sebagai hadiah. Oleh karena itu, tidak ada pekerjaan tanpa upah. Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT. Surat al-Fusilat ayat 8 yaitu:
) ٨ : ( فصهت Artinya:“Sesungguhnya orang-orang beriman dan mengerjakan kebaikan, maka bagi mereka adalah upah (pahala) yang tanpa putus.” (QS. Al-Fusilat: 8) Dari gambaran di atas, terlihat bahwa upah kerja hendaklah profesional, sesuai dengan ukuran kerja dalam proses produksi dan dilarang adanya kecurangan.21 Beberapa konsep sekitar upah yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi22: 1.
Ibnu Taimiyah: Ia mengemukakan konsep tentang ujrah al-Mitsl (upah yang setara). Menurut Ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Islahi, upah yang setara adalah upah yang secara bebas diserahkan pada kekuatan permintaan dan penawaran pasar, tanpa intervensi pemerintah. Tetapi ketika upah berjalan tidak wajar, misalnya pekerja menuntut upah yang terlalu
tinggi,
sehingga
merugikan
perusahaan
atau
perusahaan
memberikan upah secara sewenang-wenang, maka pemerintah berhak
20
M.A. Mannan, Ekonomi Islam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT. Intermasa, 1992), Edisi-1,
h.116 21
Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringan Mengering, (Jakarta: PPMI, 2000), cet. 1, h. 41 22 M. Suhaeri Al-Faqih, Cara Upah Dalam Perspektif Hadis, (Skripsi S1 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008)
22
untuk menetapkan upah (intervensi). Hal tersebut bermaksud untuk menjaga kepentingan kedua belah pihak (employer and employed), yakni sama-sama menerima ketetapan yang ada. Akan tetapi jika terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka mereka harus sepakat tentang besarnya upah yang telah ditentukan pemerintah.23 2.
Ibnu Khaldun: Menurutnya, kedudukan pekerja sangat tergantung pada nilai kerjanya dan nilai kerja itu sangat ditentukan oleh penghasilan (upah) atau keuntungan dari hasil kerja. Dari beberapa pengertian upah di atas, meskipun berbeda-beda
termnya, tetapi maksudnya sama, yaitu pengganti atas jasa yang telah diserahkan pekerja kepada pihak lain atau majikan. Sedangkan bentuk upah bermacam-macam dari beberapa ulasan di atas. Dapat ditarik kesimpulan bahwa upah memegang peranan penting bagi kehidupan pekerja, karena banyak para pekerja yang menggantungkan hidupnya dari upah yang diterima. Dengan kata lain, tidak ada manusia yang mau mengerahkan tenaga atau jasanya untuk menggerakkan sesuatu secara terus-menerus atau dalam jangka waktu yang tertentu untuk kepentingan orang lain tanpa dibarengi dengan upah atau imbalan yang memadai. B.
Upah Dalam Tinjauan Ekonomi dan Sosial Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki berbagai macam kebutuhan. Kebutuhan itu akan menuntut manusia untuk melakukan suatu 23
A.A. Islah, Konsep Ibnu Taimiyah, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997), h. 99
23
kegiatan. Salah satu kegiatannya dilakukan dengan suatu gerakan-gerakan teratur yang merupakan suatu proses untuk mewujudkan sesuatu yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Manusia bisa saja memfungsikan orang lain dalam kegiatan tersebut, dengan konsekuensi harus memberikan upah (imbalan) kepadanya atas jerih payah orang lain tersebut. Jika tidak, berarti ia termasuk orang yang zalim. Setiap manusia akan terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk selalu bekerja dan berusaha agar dapat memperoleh nafkah atau penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini Allah SWT telah mewajibkan kepada seluruh manusia untuk selalu bekerja dan berusaha melalui firmannya dalam alQuran surat al-Jum‟ah ayat 10, yakni:
)٠١
: )انجًعت
Artinya: “Apabila telah dikerjakan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan sebutlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian memperoleh keuntungan.”(QS. Al-Jum‟ah : 10) Perintah ini merupakan elemen utama siklus kehidupan manusia di alam dunia ini. Filosofinya manusia tidak dapat melangsungkan siklus kehidupannya tanpa melakukan aktivitas kerja. Jadi untuk mempertahankan hidupnya, manusia wajib berusaha dan bekerja.
24
Menurut tinjauan ekonomi dan sosial, seseorang yang bekerja dan bisa melangsungkan kehidupannya, maka hak seorang yang bekerja harus diberikan, berupa upah (imbalan). Karena dengan upah menusia bisa memenuhi kebutuhannya dalam mejalankan roda kehidupan. Mereka membutuhkan rumah untuk tempat tinggal, kendaraan untuk berpergian, makanan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan membutuhkan berbagai peralatan untuk digunakan dalam kehidupan dan lain sebagainya. Dalam pemberian upah tersebut, si pemberi tentunya diharuskan untuk bersikap adil secara moral. Keadilan tercakup dalam “memberikan orang lain akan apa yang menjadi haknya”. Hal ini dikemukakan oleh Plato sebagaimana dikutip Muslehudin, apa yang menjadi hak setiap orang adalah dia harus diperlakukan sebagaimana harusnya, mengingat kapasitas dan kemampuannya, sementara apa yang menjadi hak darinya adalah tuntutan kinerja yang jujur dengan posisi yang diberikan kepadanya.24 Manusia dalam masyarakat disatukan bukan untuk saling memenui kebutuhan satu sama lain yang berarti mementingkan dirinya sendiri, melainkan untuk saling memelihara satu sama lain dan bertanggung jawab atas kesejahteraan seluruhnya. Dalam penetapan upah yang berlaku di Indonesia masih memakai pola kebutuhan fisik minimum, bukannya hidup layak sesuai kebutuhan dasar manusia. Bahkan mengenai jaminan sosial yang adapun masih diluar kendali
24
Muhammad Muslehuddin, WACANA BARU: Manajemen dan Ekonomi Islam, (Jogjakarta: IRCISOD, 2004), cet. ke-1, h. 165
25
buruh. Walaupun hal tersebut menjadi haknya karyawan, akan tetapi bisa mempengaruhi kinerja karyawan. Jadi hal demikian dianggap perlu agar mereka dapat bekerja dengan baik, teratur, tenang dan mencukupi syaratnya. Masalah ini bukan berarti majikan diwajibkan untuk menanggung keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh buruhnya, akan tetapi yang demikian itu, dimaksudkan agar Negara memberikan jaminan para karyawan dapat menikmati hak ini. Hal tersebut apabila upah yang diterimanya nyata-nyata tidak mencukupi kalau dipergunakan untuk sesuatu yang menjadi kebutuhan tadi.25 Adapun tujuan ekonomi dan sosial mempunyai beberapa hubungan, diantaranya: 1.
Hubungan Manusia dan Kebutuhannya Manusia dihadapkan pada kebutuhan hidup yang mempunyai hubungan erat mengenai penentuan batas yang tegas antara kebutuhan pokoknya dengan berbagai kebutuhan yang sifatnya semu atau hanya sebagai pelengkap. Kebutuhan yang semu tersebut tidak menimbulkan dampak negatif jika tidak terpenuhi. Tetapi sebaliknya, apabila kebutuhan semu tersebut dipenuhi, justru menimbulkan efek negatif yang mendasar pada diri manusia tersebut.
25
Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringat Mengering, (Jakarta: PT Intermasa, 1992), edisi ke-1, h. 40
26
Pada dasarnya, fitrah manusia itu tidaklah berbeda-beda satu sama lainnya. Sehingga kebutuhan setiap manusia di dunia ini relatif sama dan telah diketahui dengan jelas dan terbatas. Islam telah menawarkan jalan untuk memecahkan problematika ekonomi manusia ini dengan Akidah Tauhid yang dibawanya. Di mana Akidah Tauhid tersebut mengandung berbagai komponen dasar, yaitu berupa kaidah dan prinsip hidup bagi seluruh umat. Antara lain seperti: prinsip kekhalifahan di bumi, mengimani adanya hari akhir dan kehidupan akhirat, dan adanya pahala atau siksa bagi umat manusia.26 2.
Hubungan Antar Sesama Manusia Dalam hubungan manusia dan kebutuhannya lebih kepada tingkat pribadi (personal), sedangkan dalam hubungan ini lebih menyoroti usaha manusia dalam tingkat sosial. Atau dengan kata lain, tingkat umum kemanusiaan. Lebih
jauh,
berbagai
penelitian
lapangan
telah
menguatkan
kesimpulan bahwa problematika ekonomi manusia, tidak akan pernah dapat diatasi hanya dengan upaya produksi. Karena produktifitas yang ditujukan, semata untuk memenuhi berbagai keinginan manusia yang ditopang oleh kemampuan daya beli.27
26
Syauqi Ahmad Dunya, Sistem Ekonomi Islam (Sebuah Alternatif), (Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), cet 1, h. 144 27 Ibid., h. 120
27
Berdasarkan pada tujuan ekonomi dan sosial di atas, upah menjadi penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan menjadikan hubungan dalam tujuan ekonomi dan sosial di atas sebagai dasar dalam pemenuhan kebutuhan manusia. C.
Upah Dalam Tinjauan Fiqih Muamalah Dalam fiqih muamalah, upah masuk ke dalam pembahasan tentang ijarah/ujrah. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu. Dengan kata lain, dapat pula disebutkan bahwa ijarah adalah salah satu akad yang berisi pengambilan manfaat sesuatu dengan jalan penggantian.28 Karena itu, lafaz ujrah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan suatu benda atau imbalan dari suatu kegiatan. Kalau sekarang kitab-kitab fiqih selalu menerjemahkan kata ujrah dengan „sewamenyewa‟, maka hal tersebut sebenarnya jangan lantas diartikan dengan menyewa suatu barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus pula dapat dipahami dalam arti yang luas. Ijarah ada dua macam:29 1. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa. Dalam ijarah bagian pertama ini, objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda.
28 29
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), jilid. 3, h. 198 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), cet. 1, h. 329
28
2. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah. Dalam ijarah bagian ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang. Pendapat lain mengemukakan bahwa ujrah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-„iwadlu (ganti). Dengan sendirinya, lafaz al-tsawab (pahala) bisa dikaitkan dengan upah. Mengingat, al-tsawab (pahala) merupakan imbalan atas sesuatu pekerjaan baik.30 Ujrah atau upah diartikan sebagai pemilikan jasa dari seorang ajir (orang yang dikontrak tenaganya) oleh musta‟jir (orang yang mengontrak tenaga). Ijarah merupakan transaksi terhadap jasa tertentu dengan disertai kompensasi.31 Kompensasi imbalan inilah yang kemudian disebut ujrah ()اجرة, ajrun ()اجر. Term ini dapat kita temukan dalam surat at-Thalaq ayat 6 yakni: )٦
: )انطالق...
Artinya: “Apabila mereka (wanita-wanita) menyusui (anak) kalian maka berikanlah upah-upahnya.” (QS. At-Thalaq: 6) Adapun mengenai bentuk upah, tidak selalu harus berbentuk uang. Makanan, pakaian dan sejenisnya dapat pula dijadikan upah. Seorang ajir boleh dikontrak dengan suatu kompensasi atau upah berupa makanan dan pakaian. Sebab praktik semacam ini diperbolehkan terhadap wanita yang menyusui, seperti yang telah disebutkan dalam ayat di atas.32
30
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, alih bahasa oleh H. Kamaludin A. Marjuki, (Bandung: alMa‟arif), cet. Ke-7, h. 15 31 Taqyudin an-Nabahani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 83 32 Ibid., h. 91
29
Dari term fiqih muamalah, upah (ijarah) adalah transaksi yang lazim dilakukan dalam mengambil manfaat dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu. Tentu saja, hukum mengenai upah adalah boleh.33 Mengingat banyak ayat dan riwayat hadist yang dijadikan argumen oleh para ulama akan kebolehan ijarah tersebut. Landasan dari al-Quran diantaranya: 1.
Surat al-Kahfi ayat 77, )۲۲
: ) انكٓف
...
Artinya: “…. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS. Al-Kahfi: 77) 2.
Surat al-Baqarah ayat 233,
... ) ۷۲۲
: … ( انبقرة
Artinya: “… Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut….” (QS. Al-Baqarah: 233)
3.
Surat al-Qashash ayat 26-27
.
33
h. 85
H. Rachmat Djatnika, Pola Hidup Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1991), cet. 1,
30
) ۷۲-۷٦ : ( انقصص
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Berkatalah dia (Syu‟aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkanmu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberatimu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik.” (QS. alQashash: 26-27) Adapun hadist tentang ijarah ini antara lain: 1.
Hadist riwayat Bukhari dari Aisyah yang berbunyi:
ٍحذثُا ابراْيى بٍ يٕسٗ اخبرَا ْشاو عٍ يعًر عٍ انسْرٖ عٍ عرٔة ب ٕ ٔاستاجر انُبي صهٗ هللا عهيّ ٔسهى ٔ اب: انسبير عٍ عائشت رضٗ هللا عًُٓا ّبكر رجال يٍ بُي ديم ْا ديا خريتا ْٕٔ عهٗ ديٍ كفار قريش فاءيُاِ فذفع اني راحهيتًٓا ٔٔعذاِ غار انثٕرٖ بعذ ثالث نيال فاتاًْا براحهيتًٓا صبيحت نيال 34 )ٖ(رٔاِ انبخار Artinya: “Dari Aisyah r.a., Rasulullah saw dan Abu Bakar pernah menyewa seorang dari Bani al-Dil sebagai penunjuk jalan yang ahli, dan orang tersebut beragama yang dianut oleh orang-orang kafir Quraisy, mereka berdua memberikan kepada orang tersebut kendaraannya dan menjanjikan kepada orang tersebut supaya dikembalikan sesudah tiga malam di Gua Tsur sesudah tiga malam lalu laki-laki datang kepada keduanya membawa kedua kendaraannya diwaktu subuh pada hari ketiga.” (H.R. Bukhari)
34
Abi Abd Allah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Ibnu al-Mughirah al-Bukhari, Sahih Bukhari, Kitab al-Ijarah, (Dar al-Fikr), Juz 3
31
2.
Hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi:
حذثُا انعباش بٍ انٕنيذ انذيشقٗ ثُا ْٔب بٍ سعيذ بٍ عطيت انسهًٗ ثُا عبذ قال رسٕل هللا صهٗ هللا: انرحًٍ بٍ زيذ اسهى عٍ ابيّ عٍ عبذ هللا بٍ عًر قال 35 )ّ "اعطٕا االجير اجرِ قبم اٌ يجف عرقّ" (رٔاِ ابٍ ياج: عهيّ ٔسهى Artinya: “Menceritakan kepada kami al-Abbas bin al-Walid alDimasqi menceritakan kepada kami Wahab bin Sa‟id bin „Atiyah al-Salami menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Abdullah bin Umar berkata: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: bayarlah upah sebelum keringat mongering.” (H.R. Ibnu Majah)
3.
Hadist riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas menyebutkan:
حذثُا يٕسٗ بٍ اسًاعيم حذثُا ْٔيب حذثُا ابٍ طأش عٍ ابيّ عٍ ابٍ عباش ِ احتجى انُبي صهٗ هللا عهيّ ٔسهى ٔ اعطٗ انحجاو اجر: رضٗ هللا عًُٓا قال 36 )(رٔاِ انبخار Artinya: “Meriwayatkan kepada kami Musa bin Ismail, meriwayatkan kepada kami Wuhaib, meriwayatkan kepada kami Ibnu Tawus dari Bapaknya, dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Bahwasanya Nabi Muhammad saw pernah berbekam,dan memberikannya upah kepada tukang.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ayat dan hadist di atas menyinggung bahwa ijarah berlaku umum atas setiap akad yang berwujud pemberian imbalan atas sesuatu manfaat yang diambil, maka garis besarnya ijarah itu terdiri atas: Pertama, pemberian imbalan karena mengambil manfaat dari sesuatu „ain, seperti rumah, pakaian, dan lain-lain. Kedua, pemberian imbalan akibat sesuatu pekerjaan yang
35
Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Kitab al-Rahn, Juz 2, hlm. 817 36 Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Kitab: al-Ijarah Bab: Kharraj al-Hujam, Juz. 3, hlm. 73
32
dilakukan oleh nafs, seperti seorang pelayan. Jenis pertama lebih mengarah kepada sewa-menyewa, dan jenis yang kedua lebih tertuju kepada upahmengupah. Pemilik yang menyewakan manfaat, dalam hal ini tenaga pekerja, disebut mu‟jir (orang yang menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut musta‟jir (orang yang menyewa). Dan sesuatu yang diakadkan untuk diambil manfaatnya disebut ma‟jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat disebut ajran/ujrah (upah). Adapun menurut Jumhur ulama, rukun ijarah ada 4 (empat), yaitu:37 1.
„Aqid (orang yang berakad)
2.
Shighat akad
3.
Ujrah (upah)
4.
Manfaat Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan keempat rukun ijarah di
atas. Agama menghendaki agar dalam pelaksanaan ijarah itu senantiasa harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin pelaksanaannya agar tidak merugikan salah satu pihak, serta terpelihara maksud-maksud mulia yang diinginkan agama. Selain ijarah/ujrah, fiqih muamalah juga membahas tentang Ju‟alah yang mempunyai keterkaitan dengan upah itu sendiri. Sebagaimana pengertian ju‟alah yang sudah dijelaskan, ju‟alah juga dapat dijadikan akad dalam 37
Rachmat Syafei, MA., Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 125
33
pengupahan karyawan atas imbalan jasa yang diberikannya. Namun harus diperhatikan bahwa Ju‟alah bukanlah sesuatu kesepakatan perjanjian. Ia hanya berupa konsekuensi. Karenanya al-Ju‟alah hanya membutuhkan ijab dan tidak selain itu. Madzhab Maliki, Syafi‟i dan Hanbali berpendapat, bahwa agar perbuatan hukum yang dilakukan dalam bentuk Ju‟alah itu dipandang sah, maka harus ada ucapan (shigah) dari pihak yang menjanjikan upah atau hadiah, yang isinya mengandung izin bagi orang lain untuk melaksanakan perbuatan yang diharapkan dan jumlah upah yang jelas tidak seperti iklan dalam surat kabar yang biasanya tidak menyebutkan imbalan secara pasti. Ucapan tidak mesti keluar dari orang yang memerlukan jasa itu, tetapi boleh juga dari orang lain seperti wakilnya, anaknya atau bahkan orang lain yang bersedia memberikan hadiah atau upah. Kemudian Ju‟alah dipandang sah, walaupun hanya ucapan ijab saja yang ada, tanpa ada ucapan qabul (cukup sepihak). Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam melaksanakan akad ju‟alah ini, yaitu:38 1. Orang yang menjanjikan upah atau hadiah harus orang yang cakap untuk melakukan tindakan hukum, yaitu: baligh, berakal dan cerdas. Sedangkan
38
______________________, Ju‟alah, artikel di akses pada tanggal 1 april 2011 dari http://lukmannomic.wordpress.com
34
menurut ulama Malikiyah dan Hanafiyah, akad ju‟alah sah dilakukan oleh anak yang mumayyiz.39 2. Upah atau hadiah yang dijanjikan harus terdiri dari sesuatu yang bernilai harta dan jelas juga jumlahnya. Harta yang haram tidak dipandang sebagai harta yang bernilai (Madzhab Maliki, Syafi‟I dan Hanbali). 3. Pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu harus mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut hukum syara‟. 4. Madzhab Maliki dan Syafi‟I menambahkan syarat bahwa dalam masalah tertentu, ju‟alah tidak boleh dibatasi waktu dengan waktu tertentu, seperti mengembalikan (menemukan) orang yang hilang. Sedangkan Madzhab Hanbali membolehkan pembatasan waktu. 5. Madzhab Hanbali menambahkan bahwa pekerjaan yang diharapkan hasilnya itu, tidak terlalu berat, meskipun dapat dilakukan berulangkali, seperti mengembalikan binatang ternak yang lepas dalam jumlah banyak. Menurut ulama Hanafiah, akad ju‟alah tidak dibolehkan karena didalamnya terdapat unsur penipuan (gharar), yaitu ketidakjelasan pekerjaan dan waktunya. Sedangkan menurut ulama Malikiyah, Syafi‟iyah dan Hanabilah, akad ju‟alah dibolehkan dengan dalil firman Allah SWT dalam kisah Nabi Yusuf a.s. bersama saudara-saudaranya.40
39
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-1, jilid ke-5, h. 435 40 Ibid., h. 433
35
) ۲۷ : )يٕسف
Artinya: “Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban onta dan aku jamin itu.” (QS. Yusuf: 72) Dalam Hadist juga diriwayatkan yang berkaitan dengan ju‟alah, bahwa para sahabat pernah menerima hadiah atau upah dengan cara Ju‟alah berupa seekor kambing karena salah seorang diantara mereka berhasil mengobati orang yang dipatuk kalajengking dengan cara membaca surat Al Fatihah. Ketika mereka menceritakan hal itu kepada Rasulullah, karena takut hadiah tidak halal. Rasullah pun tertawa seraya bersabda: “Tahukah anda sekalian, bahwa itu adalah jampi-jampi (yang positif). Terimalah hadiah itu dan beri saya sebagian”. (HR. Jamaah, mayoritas ahli Hadits kecuali An Nasa‟i)41 Ulama yang membolehkan akad ju‟alah bersepakat bahwa akad ini adalah akad yang tidak mengikat, berbeda dengan akad ijarah. Oleh karena itu dibolehkan bagi ja‟il (pembuat akad) dan „amil (pelaksana akad) membatalkan akad ju‟alah ini. Pembatalan ini terjadi perbedaan pendapat oleh para ulama dari segi waktu pembatalan akad ini. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa boleh membatalkan akad ju‟alah sebelum pekerjaannya dimulai. Menurut mereka akad ini mengikat atas ja‟il, bukan „amil, dengan dimulainya pekerjaan itu. Adapun bagi „amil yang akan 41
__________, Ju‟alah, http://lukmannomic.wordpress.com
artikel
di
akses
pada
tanggal
1
april
2011
dari
36
diberikan upah, akad ini tidak mengikat atasnya dengan sesuatu apapun, baik sebelum bekerja atau sesudahnya, maupun sesudah dimulai pekerjaan. Sedangkan ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa boleh membatalkan akad ju‟alah kapan saja sesuai dengan keinginan ja‟il dan „amil khusus (yang ditentukan). Hal ini seperti akad-akad yang bersifat tidak mengikat lainnya, seperti akad syarikah dan wakalah, sebelum selesainya pekerjaan yang diminta itu. Jika yang membatalkan adalah ja‟il atau „amil khusus
sebelum
dimulainya
pekerjaan
yang
diminta,
atau
yang
membatalkannya adalah „amil sesudah pekerjaannya dimulai, maka „amil tidak berhak mendapat apa pun dalam dua keadaan tersebut. Hal itu karena pada keadaan pertama dia belum mengerjakan apa pun, dan pada keadaan kedua belum tercapai maksud ja‟il dalam akad itu. Adapun jika ja‟il membatalkannya setelah pekerjaan itu dimulai, maka dia wajib memberikan upah pada „amil sesuai dengan pekerjaannya menurut ulama Syafi‟iyah dalam pendapat yang paling benar (al-ashahh), karena itu adalah pekerjaan yang berhak mendapatkan imbalan dan ja‟il belum menyerahkan pada „amil upah kerjanya. Hal ini sama seperti jika pemilik harta membatalkan akad mudharabah setelah pekerjaannya dimulai dan „amil berhak mendapatkan upah tertentu dengan selesainya pekerjaan itu. Namun, jika „amil membatalkannya sebelum pekerjaannya selesai, maka dia tidak berhak mendapatkan apa pun.42
42
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-1, jilid ke-5, h. 437-438
37
Meskipun
ju‟alah
merupakan
akad
dalam
upah-mengupah
sebagaimana halnya dengan ijarah, akan tetapi ada lima perbedaan antara ju‟alah dan ijarah, yaitu:43 1. Akad ju‟alah sah dikerjakan oleh „amil umum (tidak tertentu), sedangkan ijarah tidak sah dilakukan oleh orang yang belum jelas. 2. Akad ju‟alah dibolehkan pada pekerjaan yang belum jelas, sedangkan ijarah tidak sah kecuali pekerjaan yang sudah jelas. 3. Dalam ju‟alah tidak disyarat adanya qabul (penerimaan) dari „amil, karena ju‟alah adalah akad dengan kehendak satu pihak. Sedangkan dalam akad ijarah wajib adanya qabul dari buruh yang mengerjakan pekerjaan itu, karena ijarah adalah akad dengan kehendak dua belah pihak. 4. Ju‟alah adalah akad yang tidak mengikat, sedangkan ijarah adalah akad yang mengikat dan salah satu pihak tidak boleh membatalkan kecuali dengan kerelaan dan persetujuan pihak lainnya. 5. Dalam ju‟alah „amil tidak berhak mendapatkan upah kecuali setelah menyelesaikan pekerjaannya. Jika ia mensyaratkan agar upahnya didahulukan, maka akad ju‟alah batal. Sedangkan dalam ijarah boleh mensyaratkan upah didahulukan. Dari gambaran di atas, upah dalam konteks fiqih muamalah mengandung nilai yang sangat kompleks dengan aturan-aturan yang telah
43
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-1, jilid ke-5, h. 439-440
38
ditentukan. Penetapan upah ini tentunya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan karyawannya. Dari beberapa ulasan mengenai upah dalam konsep fiqih muamalah di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, ujrah atau upah, adalah berupa pengambilan atau pemilikan manfaat, baik pemanfaatan barang maupun pemanfaatan tenaga. D.
Perbedaan Tingkat Upah dalam Islam Pandangan orang tentang tingginya tingkat upah boleh dikatakan tidak berubah, yaitu asal mencukupi. Namun, arti mencukupi sangat relatif dan tergantung sudut pandangan yang dipakai. Sisi lain dari mencukupi adalah kewajaran. Berapa sebenarnya tingkat upah yang wajar? Dalam sejarah pemikiran ekonomi dikenal berbagai madzhab yang masing-masing mempunyai konsep sendiri-sendiri tentang upah wajar.44 Upah didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi. Upah merupakan imbalan finansial langsung yang diberikan kepada karyawan berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyak pelayanan yang diberikan.45 Bekerja bukanlah masalah kuantitas tapi kualitas penggunaan waktu dengan keberkahan sebagai margin keuntungan. Dari sini, semakin efektif 44
Arfida BR. Ekonomi Sumber Daya Manusia. JakartaGhalia Indonesia, 2003. Hal 149 Veithzal Rivai. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. .Jakarta:Rajawali Pers, 2009. Hal 758 45
39
seseorang memanfaatkan waktunya untuk kepentingan Allah, dirinya dan perusahaan akan semakin mahal kompensasi yang dapat diberikan atas pemanfaatan waktu tersebut.46 Adakalanya perbedaan upah itu sangat mencolok sekali. Ada yang upahnya hanya cukup untuk hidup, ada yang memungkinkan untuk kehidupan yang menyenangkan. Bahkan, bisa mencapai suatu kehidupan yang sangat mewah. Akan tetapi yang penting untuk dianalisa di sini adalah faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan upah tersebut. Adapun Faktor-faktor yang menjadi sumber dari perbedaan upah yaitu :47 1.
Perbedaan jenis pekerjaan Kegiatan ekonomi meliputi berbagai jenis pekerjaan. Diantara jenis pekerjaan tersebut, ada pekerjaan yang ringan dan sangat mudah. Tetapi ada pula pekerjaan yang harus dikerjakan dengan mengeluarkan tenaga yang besar.
2.
Perbedaan kemampuan, keahlian, dan pendidikan Kemampuan, keahlian, dan keterampilan para pekerja di dalam suatu jenis pekerjaan sangatlah berbeda. Ada sebagian pekerja yang mempunyai kemampuan fisik dan mental yang lebih baik dari pada segolongan pekerja lainnya. Secara lahiriah, sebagian pekerja mempunyai kepandaian,
46
Dep. Pengembangan Bisnis, Perdagangan & Kewirausahaan Syariah Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah, Etika Bisnis Islam, (Jakarta: Gramata Publishing, 2011), h. 16 47 Sadono Sukirno, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, (Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada, 1997), cet. 9, h. 310
40
ketekunan, dan ketelitian yang lebih baik. Sifat tersebut menyebabkan mereka mempunyai produktifitas yang lebih tinggi.48 3.
Ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja Dalam teori sering kali diumpamakan bahwa terdapat mobilitas faktorfaktor produksi, termasuk juga mobilitas tenaga kerja. Dalam konteks mobilitas tenaga kerja perumpamaan ini berarti: kalau dalam pasar tenaga kerja terjadi perbedaan upah, maka para pekerja akan mengalir kepasar tenaga kerja yang upahnya lebih tinggi.49 Faktor geografis juga merupakan salah satu sebab yang menimbulkan
ketidaksempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja. Adakalanya ditempat-tempat tertentu terdapat masalah kekurangan buruh walaupun tingkat upahnya lebih tinggi. Sedangkan ditempat lain, terdapat banyak pengangguran dan tingkat upah relatif lebih rendah. Dalam keadaan seperti ini, wajar apabila para penganggur itu berpindah ke tempat di mana terdapat kekurangan tenaga kerja dihadapi. Perbedaan tingkat upah juga bisa ditimbulkan karena perbedaan keuntungan yang tidak berupa uang. Perbedaan biaya latihan pun sering menyebabkan adanya perbedaan tingkat upah. Perbedaan tingkat upah bisa juga disebabkan oleh ketidaktahuan atau juga keterlambatan. Tetapi dalam beberapa hal, hukum Islam mengakui adanya perbedaan upah di antara tingkatan kerja. 48
Adi Sasono, et. al,. Pembaharuan sistem upah, (Jakarta: Cides, 1994), cet.1, h. 26 Panyaman P Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, (Jakarta: LPEEUI, 1998), cet. 2, h. 52 49
41
Hal ini karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang dapat mengakibatkan perbedaan penghasilan, dan hasil material. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam al-Quran surat an-Nisa‟ ayat 32:
)۲۷ : (انُساء
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. Karena bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para (wanita) pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah karunia-Nya. Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa‟: 32) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan tingkat upah diakibatkan karena perbedaan bakat, kesanggupan dan kemampuan. Hal tersebut telah diakui dalam ajaran Islam. Akan tetapi dengan syarat, para pengusaha
tidak
boleh
mengeksploitasi
tenaga
para
pekerja
tanpa
memperhatikan upah mereka. Sedangkan para pekerja juga tidak boleh mengeksploitir pengusaha melalui serikat buruh. Mereka juga harus melaksanakan tugas pekerjaan mereka dengan tulus dan jujur. Selain itu, pengupahan dalam konteks Islam terdapat perbedaan yang sangat mencolok dengan pengupahan orang-orang kapitalis. Pengusahapengusaha
kapitalis
menerapkan
upah
kepada
karyawannya
tanpa
memperhatikan atas pertimbangan kebutuhan hidup karyawannya. Sedangkan
42
dalam Islam, upah menjadi sorotan yang menjadi perhatian penting demi keberlangsungan kesejahteraan karyawannya. E.
Metode Penentuan Upah Sistem upah pada umumnya dipandang sebagai suatu perangkat mekanisme untuk mendistribusikan upah kepada karyawan. Sistem pengupahan ini merupakan suatu perangkat mekanisme yang penting untuk memberikan upah karyawan yang sesuai dengan kebutuhan. Ada beberapa sistem yang dapat digunakan untuk mendistribusikan upah. Masing-masing sistem itu akan mempunyai pengaruh yang spesifik terhadap dorongan atau semangat kerja serta nilai-nilai yang akan dicapai. Secara umum, ada tiga sistem upah yang dapat diterapkan pada UMKM, yaitu upah menurut waktu, upah menurut hasil, dan upah premi. Pembahasan detailnya sebagai berikut.50 1. Upah menurut waktu Sistem ini ditentukan berdasarkan waktu kerja, yaitu upah per jam, per hari, per minggu, atau per bulan. Dengan sistem ini, urusan pembayaran gaji lebih mudah. Namun kelemahan dari sistem pengupahan disini tidak ada perbedaan antara karyawan yang prestasi atau tidak, sehingga efek negatif yang mungkin timbul pada karyawan dorongan bekerja lebih baik tidak ada.
50
Sistem Pembagian Upah Dalam UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), di akses pada tanggal 14 juni 2011 dari situ http://binaukm.com/2011/06/sistem-pembagian-upah-dalam-umkmusaha-mikro-kecil-dan-menengah/
43
2. Upah menurut hasil Sistem pengupahan menurut hasil ditentukan menurut jumlah hasil (produksi) atau pencapaian target yang diperoleh dari masing-masing karyawan. Karyawan yang rajin akan mendapat upah lebih tinggi, dan demikian sebaliknya. Kelemahan dari sistem ini, apabila tidak ada kontrol dengan ketat atas hasil produksi maka akan dihasilkan mutu barang yang rendah. Untuk itu, sebagai solusinya perlu dibuat standar mutu untuk menetapkan besarnva upah. 3. Upah premi Upah premi dikenal dengan upah tambahan/bonus, yaitu upah yang diberikan kepada karyawan yang bekerja dengan baik atau menghasilkan lebih banyak dalam satuan waktu sama. Sistem ini memacu karyawan untuk bekerja lebih optimal dan efisien. Dari sistem penetapan upah di atas, ada beberapa acuan yang menjadi pedoman dalam menentukan tingkat upah. Adapun acuan tersebut adalah sebagai berikut :51 1.
Kebutuhan Hidup Minimum Acuan penentuan tingkat upah dapat dipergunakan, misalnya nilai kebutuhan hidup minimum pekerja. Untuk menentukan nilai kebutuhan hidup minimum sebulan bagi seseorang dapat dilakukan suatu survei.
51
F. Winarni dan G. Sugiyarso, Administrasi Gaji dan Upah, (Yogyakarta: Widyatama, 2006) cet. Ke-1, hlm. 25
Pustaka
44
2.
Upah Minimum Propinsi Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja khususnya dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya telah ditetapkan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang pelaksanaannya dilakukan oleh keputusan Gubernur Propinsi dari masing-masing daerah. Upah minimum tersebut merupakan upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap bagi pekerja yang waktu kerjanya 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Besarnya upah minimum tersebut dari waktu ke waktu tentu akan selalu disesuaikan dengan keadaan ekonomi pada umumnya. Untuk UMP di wilayah DKI Jakarta sendiri mengalami kenaikan dari Rp 1.118.009 di tahun 2010 menjadi Rp 1.290.000 di tahun 2011.
3.
Survei Pasar Salah satu acuan bagi perusahaan dalam menentukan tingkat upah yang akan dijadikan sebagai pedoman untuk membayar karyawan adalah harga pasar tenaga kerja. Untuk memperoleh informasi harga pasar tersebut perlu diadakan survei pasar tentang imbalan. Tujuan survei imbalan adalah memperoleh informasi akurat tentang tingkat upah yang berlaku dipasaran dan tentang kebiasaan maupun praktek yang berlaku umum dalam bidang imbalan karyawan untuk digunakan dalam merumuskan kebijakan imbalan yang lebih tepat bagi perusahaan.
45
Perusahaan yang disurvei biasanya adalah perusahaan-perusahaan yang sejenis; perusahaan yang bergerak disektor yang sama; perusahaan yang beroperasi dilokasi yang sama; dan jabatan atau pekerjaan yang sama. Hal-hal yang perlu disurvei adalah:52 a. Kebijakan pokok tentang imbalan yang berlaku umum, utamanya pada sektor industri tertentu. b. Metode/teknik yang digunakan perusahaan lain dalam mengelola imbalan, misalnya teknik evaluasi jabatan, bentuk struktur upah, dan lain-lain. c. Besarnya upah pokok dan tunjangan, fasilitas dan komponen imbalan lain dari sejumlah jabatan yang dipilih. Komponen-komponen non finansial, seperti: hak cuti, kendaraan dinas, dan lain-lain. d. Rencana-rencana perusahaan lainnya dalam bidang imbalan untuk masa 1-2 tahun mendatang. Islam pun telah mempunyai ketentuan yang bisa dijadikan pedoman dalam penentuan upah karyawan. Adapun acuan dalam ketentuan Islam adalah sebagai berikut:53 1.
Islam memberikan pengupahan berdasarkan hasil.
2.
Islam dalam memberikan upah tidak melihat sisi gender, tetapi berdasarkan apa yang dikerjakannya.
52
Ibid., hlm. 28 Dep. Pengembangan Bisnis, Perdagangan & Kewirausahaan Syariah Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Etika Bisnis Islam, (Jakarta: Gramata Publishing, 2011), h. 16 53
46
3.
Dari sisi waktu, semakin cepat semakin baik.
4.
Dari sisi keadilan, pekerjaan yang sama dengan hasil yang sama, seharusnya dibayar dengan bayaran yang sama pula (proporsional).
5.
Dalam memberikan upah, besaran minimal pekerjaan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dasarnya berdasarkan ukuran umum masyarakat.
F.
Hubungan Kerja dalam Islam Sebagai umat beragama yang bertujuan untuk menghantarkan manusia kejenjang kehidupan yang lebih sejahtera, Islam membentangkan dan merentangkan pola hidup yang ideal dan praktis. Dengan beribadah seseoarang sudah merasa berhubungan dengan Sang Pencipta secara vertikal, menyembah kepada-Nya dengan penuh ketaatan dan cinta sebagaimana dicontohkan dalam Sunnah Rasul. Aspek ibadah inilah yang memberikan penghayatan kepada aspek muamalah agar berjalan terarah sesuai dengan koridor dalam Islam. Lapangan muamalah adalah aspek di mana manusia berhubungan secara horizontal antara satu dengan yang lainnya dalam lapangan ekonomi, sosial, kemasyarakatan, dan nilai-nilai dalam rangka memenuhi hajat hidup di dunia fana ini. Saling tolong-menolong, bantu-membantu dan saling menerima dan saling memberi yang dalam doktrin Islam mempunyai aturan-aturan dan etos kerja yang wajib dipatuhi dan dipedomani.54
54
DR. H. Hamzah Ya‟qub, Etos Kerja Islam, (Jakarta: CV PENDOMAN ILMU JAYA, 1992), cet. ke-1, h. 6
47
Munculnya berbagai kasus unjuk rasa, pemogokan serta tindakantindakan yang mengarah pada sabotase seperti slow down atau memperlambat pekerjaan di beberapa perusahaan pada intinya merupakan gambaran ketidakharmonisan hubungan kerja di suatu perusahaan. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh tuntutan-tuntutan yang bersumber dari upah atau pendapatan lain yang terkait dengan upah seperti uang lembur, uang makan, uang transport, tunjangan kesejahteraan serta berbagai insentif lainnya. Tuntutan buruh sebenarnya sangat sederhana yaitu pada kepastian atau terjaminnya hak-hak dasar buruh seperti penerimaan upah tepat waktu, jumlah upah sesuai ketentuan pemerintah atau kesepakatan antara buruh dengan pengusaha. Namun hal tersebut justru sering diabaikan oleh perusahaan atau pengusaha sehingga muncul kasus-kasus tersebut. Secara keseluruhan, tuntutan buruh tersebut bertujuan dalam rangka pemenuhan terhadap kebutuhan-kebutuhan sendiri secara wajar, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga sendiri yang merupakan bekal untuk generasi mendatang, bekal untuk anak cucu dan pelayanan serta bantuan kepada masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya sangat diperlukan sikap adil. Karena keadilan adalah ramuan penting dalam mencapai maqashid asysyari‟ah, sulit untuk memahami sebuah masyarakat muslim tanpa keadilan. Islam sangat tegas dalam pengentasan kezaliman dari masyarakat. Kezaliman merupakan istilah yang menyeluruh mencakup semua bentuk ketidakadilan,
48
eksploitasi, penindasan dan kemungkinan seseorang melupakan hak-hak orang lain atau tidak memenuhi kewajiban-kewajiban pribadi mereka.55 Dengan adanya keadilan ini, diharapkan nantinya dapat menciptakan hubungan kerja yang Islami dalam pemenuhan hak-hak dan kewajibankewajiban bagi pengusaha dan para pekerja. Adapun hak-hak dan kewajibankewajiban para pekerja adalah sebagai berikut : 1. Hak Para Pekerja Adapun hak-hak para pekerja yang wajib dipenuhi adalah: a. Hak memilih pekerjaan yang sesuai. Islam menetapkan hak setiap individu untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan potensi yang dimiliki.56 b. Hak persamaan antara pria dan wanita dalam bekerja. Islam tidak melihat dari sisi gender, tetapi berdasarkan apa yang dikerjakannya. Al-Qur‟an menegaskan, hasil kerja dan kesungguhan wanita pun dihargai sebagaimana pria.57 Allah SWT berfirman:
... …
)۲۷ : (انُساء Artinya: “…Bagi laki-laki bagian dari apa yang telah mereka usahakan dan bagi perempuan bagian dari apa yang telah mereka usahakan (pula)…” (QS. An-Nisa‟: 32) 55
Umar Chapra, Al-Qur‟an Menuju Sistem Moneter Yang Adil, Penerjemah: Lukman Hakim, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1997), h. 5 56 Abdul Hamid Mursi, SDM Produktif: Pendekatan Al-Qur‟an dan Sains, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h. 155 57 Ibid., h. 156
49
c. Hak memperoleh upah yang sesuai Kaidah Islam menegaskan bahwa upah sesuai dengan pekerjaan. Tidak ada kezaliman, pengurangan atau tindakan anarki.58 Jika Islam menetapkan bahwa upah ditentukan berdasarkan pekerjaan, maka ia juga menetapkan perbedaan jumlah yang ditentukan berdasarkan jenis suatu pekerjaan.59 d. Hak cuti dan keringanan pekerjaan. Hak cuti kerja biasanya dimasukkan dalam ketentuan jam kerja, hari libur dan faktor-faktor lain yang mengharuskan atau memungkinkan seseorang harus istirahat atau cuti.60
)۷٨٦ : … (انبقرة Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (QS. Al-Baqarah: 286) e. Hak memperoleh jaminan dan perlindungan. Islam menetapkan hak jaminan dan perlindungan pekerja sejak empat belas abad yang lalu. Ketika masyarakat dunia sedang diselimuti kejahiliahan dan keterbelakangan. Islam menetapkan hak ini di atas segala hak. 2. Kewajiban Para Pekerja Adapun kewajiban para pekerja yaitu: 58
Ibid., h. 157 Ibid., h. 158 60 Ibid., h. 159 59
50
a. Amanah dalam bekerja. Islam menilai bahwa memahami amanah kerja merupakan jenis ibadah yang paling utama. Dalam bekerja agama Islam mengarahkan individu dan masyarakat untuk melaksanakan amanah yang telah diberikan secara baik dan benar. Hal ini bisa dilakukan jika karyawan bekerja secara professional dan jujur. b. Mendalami agama dan profesi. Mendalami agama merupakan kewajiban setiap muslim apapun profesinya. Menekuni dan memahami pekerjaan yakni pekerja dituntut agar senantiasa mengikuti dinamika kerja. Ia dituntut untuk mencapai profesionalisme dan kreativitas dalam bekerja. Hal ini benar apa yang difirmankan Allah dalam surat at-Taubah ayat 105:
)٠١١ : (انتٕبت
Artinya: “Katakanlah (Muhammad)! “Bekerjalah kamu maka Allah akan melihat pekerjaan (amal)mu dan juga rasul serta orang-orang muslim.” (QS. At-Taubah: 105) Jika sudah mengetahui hak dan kewajiban para pekerja, maka perlu diketahui hak dan kewajiban para pengusaha. Adapun hak dari seorang pengusaha yaitu memperoleh keuntungan dari usahanya baik berupa material maupun non material. Sedangkan kewajiban dari para pengusaha terhadap para pekerja yaitu membayar upah atau gaji, karena upah merupakan salah satu
51
kesejahteraan yang harus diterima oleh para pekerja dan merupakan kewajiban para pengusaha terhadap pekerjanya.61 Hubungan kerja sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan motivasi, baik secara indogen maupun secara eksogen, gabungan eksogen dan indogen tersebut dapat berpengaruh pada kondisi fisik dan sikap mental manusia. Sejauh mana masalah satu unsur tersebut lebih penting, sangat bergantung pada sifat dan pentingnya pekerjaan dan pegawai.62 Hubungan kerja yang menyangkut pemeliharaan bertujuan untuk menciptakan keserasian dan keterpaduan kerja sama, baik antar manusia dalam perusahaan maupun hubungannya dengan manusia yang berada di luar perusahaan.
61
Izzuddin Khatib At-Tamimi, Bisnis Islam, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1995), cet. ke-2, h. 115 Abdurrahmat Fathoni, M.Si., Organisasi Dan Manajemen SDM, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), cet. ke-1, h. 153 62
BAB III GAMBARAN UMUM HOME INDUSTRI KONVEKSI DI PULO KALIBATA JAKARTA SELATAN
A.
Sejarah dan Ruang Lingkupnya 1.
Sejarah Singkat Berawal dari bakat yang dimiliki oleh seorang Ibu rumah tangga dalam melangsungkan kehidupannya. Ibu Susi mencoba melakukan sebuah pemikiran untuk memulai bisnis industri dari bahan-bahan kain yang diolah menjadi pakaian siap pakai dengan inovasi yang beragam dalam sebuah bidang konveksi. Bakat yang diperolehnya dari mengikuti kursus menjahit begitu lulus Sekolah Menengah Akhir ini, menghantarkan Ibu Susi menjadi seorang entrepreneur yang handal dalam bidang konveksi. Konveksi ini mulai dibangun oleh Ibu Susi sekitar tahun 1988 setelah menikah dengan suaminya Bapak Burhan yang notabene-nya merupakan seorang pedagang pakaian. Atas dorongan suami, ibu Susi memulai usaha ini dengan memperoleh modal bahan-bahan kain yang siap diolah dari seorang pengusaha kain. Dengan bermodal kepercayaan dari pengusaha tersebut dalam menggunakan bahan-bahan kain darinya. Ibu Susi mencoba mengepakkan sayapnya keberbagai pasar-pasar grosir untuk menawarkan hasil produksinya. Pengusaha kain mengambil keuntungan Rp 1000,- per meter kain.
52
53
Awalnya usaha ini hanya dilakukan dirumah kontrakan yang disewa ibu Susi untuk berproduksi. Seiring berkembangnya usaha ini, ibu Susi sudah mempunya rumah industri sendiri lengkap dengan mesin penjahit untuk berproduksi. Dengan kesungguhan yang dilakukan Ibu Susi, usaha yang digelutinya ini sudah bisa mencapai omset perbulannya Rp 10.000.000 sebelum dikurangi biaya operasional. Akan tetapi, disayangkan dengan omset segitu home industri konveksi ini belum mempunyai badan hukum usaha, sehingga masih belum berjalan sesuai undang-undang yang berlaku. 2.
Visi dan Misi Visi
: Menjadikan Home Industri Konveksi ini berkualitas dari segi barang yang bermutu dan inovatif.
Misi
: Meningkatkan mutu dengan berpegang pada ketekunan, kejujuran dan kesabaran agar mencapai keuntungan yang maksimal dan bermanfaat bagi semua orang melalui inovasi produk yang sesuai serta pelayanan yang baik bagi konsumen maupun para pedagang.
3.
Ruang Lingkup Bidang Usaha Ruang lingkup bidang usaha pada home industri ini merupakan usaha yang bergerak dalam bidang konveksi. Home industri disini bertindak sebagai pengolah bahan kain yang belum jadi, menjadi pakaian jadi. Sedangkan untuk penyediaan bahan baku dan penjualan, pihak
54
industri melakukan kerjasama dengan beberapa supplier dan pedagang. Untuk menjaga kualitas barang yang diproduksi home industri menjalin kerja sama dengan para pengusaha kain dari orang-orang chines. Pengusaha kain ini merupakan penyedia bahan baku berupa kain yang akan diproduksi oleh home industri menjadi pakaian jadi. Dari awalnya usaha ini berdiri sampai sekarang ini Ibu Susi selalu membeli bahan baku pada para pengusaha kain chines karena kualitas untuk kain bagus. Hasil produksi home industri ini didistribusikan ke pasar-pasar grosir seperti: Pasar Tanah Abang, Pasar Cipulir dan Pasar Jatinegara. 4.
Tujuan Pendirian Perusahaan yang bergerak dalam industri rumah tangga, pada dasarnya didirikan adalah bertujuan untuk mencari keuntungan serta untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen akan suatu produk yang berkualitas dan bermutu. Keuntungan akan digunakan oleh perusahaan untuk bertahan hidup atau bahkan untuk bisa berkembang. Sedangkan penciptaan kualitas dan mutu yang baik dengan biaya rendah adalah syarat utama jika perusahaan menginginkan keuntungan yang terus meningkat. Untuk mencapai semua itu dibutuhkan kerja keras dan keahlian dalam mengolah sumber daya perusahaan. Adapun tujuan berdirinya home industri konveksi ini sebagai berikut:
55
a.
Untuk memperoleh keuntungan agar dapat membantu kelangsungan hidup keluarga.
b.
Membangun sarana pekerjaan bagi mereka yang belum mempunyai pekerjaan atau masih menganggur.
c.
Menolong masyarakat yang berada disekitar lingkungan home industri konveksi dalam perekonomian.
d.
Membantu perekonomian masyarakat lainnya yang berada di luar lingkungan home industri.
B.
Organisasi dan Manajemen 1.
Struktur Organisasi Struktur organisasi yang digunakan pada home industri konveksi ini adalah struktur organisasi yang berbentuk garis. Organisasi garis (simple Organizations) adalah merupakan stuktur yang sederhana sekali yang dikesankan sebagai struktur yang tidak formal. Tipe ini umum dijumpai dalam perusahaan yang berskala kecil, dimana manager umumnya juga pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendirian oleh sang manager pemilik. Dalam bentuk organisasi seperti ini, tidak seorang bawahan pun yang mempunyai atasan lebih dari satu orang, jadi kesimpangsiuran perintah yang diterima oleh bawahan sangat kecil kemungkinannya untuk terjadi.
56
Pada dasarnya home industri konveksi ini adalah organisasi yang bersifat kekeluargaan yang saling bahu membahu satu sama lainnya. Home industri konveksi ini dipimpin langsung oleh Ibu Susilawati selaku pemilik konveksi di bawah naungan suaminya yang bernama Burhan Rahman. Adapun skema struktur organisasi yang dapat disimpulkan dalam home industri konveksi ini sebagai berikut: PENASEHAT
Burhan Rahman
PIMPINAN
Susilawati
KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
KARYAWAN
Gambar 1. Struktur Organisasi Home Industri Konveksi 2.
Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Berikut tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing jabatan pada home industri konveksi secara garis besar akan diuraikan sebagai berikut: a. Penasehat
57
Penasehat disini adalah suami dari ibu Susi selaku pemilik usaha. Adapun
tugasnya
yaitu
memberikan
masukan-masukan
yang
membangun untuk kemajuan dari home industri konveksi tersebut dan juga turut andil membantu ibu Susi dalam hal pendistribusian barang. b. Pimpinan Perusahaan Pimpinan di home industri konveksi merupakan pemilik usaha yang merupakan pimpinan tertinggi dalam perusahaan yang diberikan wewenang atau kekuasaan melakukan tindakan berupa tugas dan tanggung jawab atas pekerja atas perusahaan. Tugas : 1) Pemimpin dan pemegang tertinggi dalam perusahaan. 2) Melakukan pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan serta penilaian seluruh kegiatan perusahaan. 3) Memberi tugas, membayar upah atau gaji. Tanggung Jawab : 1) Memimpin dan mengendalikan semua usaha, kegiatan pekerjaan untuk mencapai tujuan. 2) Memperhatikan, memelihara dan mengawasi kelancaran administrasi, pengamanan dan pelaksanaan tugas secara seimbang dan berhasil. 3) Mengatur pembelian dan penjualan produk. c. Karyawan
58
Tugas : Melaksanakan pekerjaan yang diberikan oleh pimpinan perusahaan mulai dari bahan untuk diproses sampai berupa suatu produk. Tanggung Jawab : Menanggungjawabi semua kegiatan produksi yang diberikan oleh pimpinan perusahaan. 5.
Jumlah Tenaga Kerja Jumlah karyawan di home industri ini mengalami penurunan. Karena setiap karyawan tidak mempunyai ikatan dalam bentuk kontrak dengan home industri, maka karyawan dapat keluar masuk dalam industri ini. Pada puncak kejayaannya, sekitar tahun 1993, home industri konveksi ini memiliki 40 karyawa. Akan tetapi, karena dampak dari krisis global 1998 dan seiring berkembangnya pedagangan bebas, banyak karyawan yang mulai mencari alternatif lain dalam mencari penghidupan. Sampai saat ini ada sekitar 15 orang yang bekerja pada industri ini, tetapi yang tercatat hanya ada 12 orang karyawan yang masih setia mengikuti perkembangan home industri konveksi ini mulai dari pertama kali ibu Susi membuka usaha. Diantaranya 1 orang bagian potong, 9 orang bagian jahit dan 2 orang bagian melipat dan pengemasan barang. Adapun nama-nama karyawan tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Nama-nama Karyawan Home Industri Konveksi No
Nama Karyawan
Bagian
Asal Daerah
59
1
Asep
Pemotongan
Cianjur
2
Gugun
Penjahitan
Sukabumi
3
Ujang
Penjahitan
Sukabumi
4
Gojin
Penjahitan
Sukabumi
5
Enduk
Penjahitan
Sukabumi
6
Hendra
Penjahitan
Sukabumi
7
Rudi
Penjahitan
Cianjur
8
Hamid
Penjahitan
Cianjur
9
Usup
Penjahitan
Cianjur
10
Agus
Penjahitan
Cianjur
11
Ali
Pengemasan
Cianjur
12
Aris
Pengemasan
Cianjur
Sumber : Wawancara pribadi dengan pimpinan home industri konveksi
6.
Jam Kerja Dalam kegiatan produksinya, home industri konveksi menerapkan jam kerja mulai dari pagi jam 08.00 WIB. Ketika masuk waktu zuhur seluruh karyawan diberi waktu istirahat untuk melaksanakan shalat berjama’ah diteruskan dengan makan siang. Setelah itu, sekitar jam 13.00 karyawan melanjutkan pekerjaannya kembali sampai dengan istirahat pada
60
jam 16.00. Kemudian pekerjaan dilanjutkan setelah shalat isya dan makan malam sekitar jam 20.00. Bagi karyawan yang telah menyelesaikan seluruh jahitannya, maka karyawan tersebut diperbolehkan istirahat untuk hari itu, sedangkan yang belum, maka harus melanjutkan sampai pekerjaannya selesai. Jika tidak selesai, maka menjadi pekerjaan tambahan bagi karyawan tersebut dihari berikutnya. 7.
Sistem Pengupahan Upah adalah suatu penerimaan sebagai sebuah imbalan dari pemberian kerja kepada penerima kerja untuk pekerjaan atas jasa yang telah dan akan dilakukan. Upah berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang akan ditetapkan menurut suatu persetujuan. Sistem pengupahan yang baik akan menentukan kesejahteraan bagi karyawan. Hal ini juga akan berdampak bagi masa depan perusahaan. Jika karyawan merasa puas dengan ketetapan yang ditetapkan perusahaan, maka karyawan akan menjalankan pekerjaan dengan hasil yang maksimal. Tetapi jika sebaliknya, maka akan membuat kemerosotan perusahaan dalam hal produksi karena karyawan yang kurang maksimal. Sistem pengupahan pada home industri konveksi di Pulo Kalibata disesuaikan dengan jumlah produk yang diproduksi pekerja selama bekerja di usaha tersebut. Makin banyak seorang pekerja tersebut berproduksi diperusahaan itu makin besar pula upah yang diterima oleh pekerja
61
tersebut. Pemberian upah tersebut merupakan wujud penghargaan terhadap pekerjaan
yang
dilakukan
oleh
karyawan
untuk
menjamin
dan
meningkatkan kesejahteraan karyawan. Pemberian upah pada setiap pekerja dilakukan dengan sistem borongan. Upah diterima setiap seminggu sekali dimana pengambilan upah itu setiap hari Sabtu selesai melakukan proses produksi. Pekerja dapat menerima langsung upahnya dari Pimpinan Perusahaan (Pemilik Usaha). Selain dari itu, karyawan disini memperoleh fasilitas tempat tinggal tetapi tidak mendapatkan tunjangan untuk makan. Akan tetapi pihak home industri konveksi memiliki tunjangan yang diberikan kepada karyawanya guna memberikan motivasi dalam kerja yakni tunjangan hari raya (THR). C.
Proses Produksi Proses Produksi merupakan fungsi pokok dalam setiap organisasi, yang merupakan aktivitas yang bertanggung jawab untuk menciptakan nilai tambah produk yang merupakan output dari setiap organisasi industri. Proses produksi merupakan bagian yang sangat penting di dalam suatu perusahaan. Dimulai dari keinginan untuk dapat memproduksi suatu produk tertentu, proses produksi membantu perusahaan untuk menemukan teknik-teknik pengerjaan maupun pengolahan bahan yang efektif dan efisien untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan. 1. Bahan Baku
62
Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk, ikut dalam proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Jadi bahan baku ini dapat juga disebut bahan utama. Adapun bahan baku yang digunakan oleh home industri konveksi ini adalah kain-kain bahan lepis dan beberapa kain berbahan katun untuk pakaian-pakaian muslim. Selain itu bahan pendukung juga dibutuhkan dalam proses produksi, seperti: benang, resleting, karet dan kancing. 2. Uraian Proses Produksi Proses produksi pada usaha konveksi ini melalui empat tahapan: a. Proses Pemotongan Pada proses ini bahan-bahan yang sudah ada, dipotong sesuai dengan pola yang sudah digambar pada kain tersebut. Bentuk pola biasanya sesuai dengan pakaian yang akan dibuat. Proses pemotongan ini menggunakan mesin pemotong kain. Setelah dipotong, kain bahan tersebut
dikelompok-kelompokkan pergulungan. Satu
gulungan
disebut satu pis dengan diberi label berupa tanda tangan dari ibu Susi yang nantinya digunakan untuk ditukarkan dengan upah karyawan tersebut. b. Penjahitan
63
Setelah bahan-bahan kain tadi dipotong dan digulung-gulung per satu pis, maka selanjutnya kain bahan tadi dijahit sesuai dengan potongan pola yang sudah dipotong tadi menjadi pakaian jadi. c. Buang Benang Pada proses ini, kain bahan yang sudah dijahit menjadi pakaian jadi tadi, tentunya mempunyai sisa-sisa benang yang masih tersisa dijahitan pakaian. Sisa-sisa benang dari proses penjahitan ini, dibersihkan dan dirapihkan. Kemudian disetrika supaya memudahkan dalam pengepakan barang d. Pengemasan Setelah semua pakaian rapi di lipat dan disetrika, tahap berikutnya yaitu tahap pengemasan. Pakaian-pakaian tadi dikemas dalam plastik yang di tata rapi, setelah itu dimasukkan ke dalam karung dan pakaian jadi pun siap untuk didistribusikan. 3. Mesin dan Peralatan Dalam sebuah kegiatan produksi di sebuah industri biasanya menggunakan tenaga manusia, selain itu juga dibutuhkan mesin dan peralatan-peralatan yang diperuntukkan supaya mempermudah dalam proses produksi itu sendiri. Home industri konveksi ini mempunyai 11 mesin jahit yang semuanya menggunakan tenaga listrik. Selain itu dibutuhkan juga alat-alat jahit
64
lainnya seperti: alat pemotong kain, gunting, meteran, dan kapus kain untuk memberi tanda batasan dalam proses penjahitan.
BAB IV PENGUPAHAN TERHADAP KARYAWAN HOME INDUSTRI KONVEKSI MENURUT PERSPEKTIF FIQIH MUAMALAH
A.
Mekanisme Pengupahan di Home Industri Konveksi Mekanisme upah merupakan suatu prosedur penetapan upah yang diambil oleh pengusaha dalam memberikan imbalan atas jasa karyawannya. Biasanya pengusaha melakukan pengupahan berdasarkan kebijakan yang disesuaikan dengan langkah-langkah dari usaha tersebut. Banyak metode pengupahan yang menjadi pertimbangan bagi pengusaha dalam menentukan imbalan terhadap karyawannya. Secara umum, ada tiga sistem upah yang dapat diterapkan pada UMKM, yaitu upah menurut waktu, upah menurut hasil, dan upah premi. Pembahasan detailnya sebagai berikut.1 1. Upah Menurut Waktu Sistem ini ditentukan berdasarkan waktu kerja, yaitu upah per jam, per hari, per minggu, atau per bulan. Dengan sistem ini, urusan pembayaran gaji lebih mudah. Namun kelemahan dari sistem pengupahan disini tidak ada
1
Sistem Pembagian Upah Dalam UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), di akses pada tanggal 14 juni 2011 dari situ http://binaukm.com/2011/06/sistem-pembagian-upah-dalam-umkmusaha-mikro-kecil-dan-menengah/
64
65
perbedaan antara karyawan yang prestasi atau tidak, sehingga efek negatif yang mungkin timbul pada karyawan dorongan bekerja lebih baik tidak ada. 2. Upah Menurut Hasil Sistem pengupahan menurut hasil ditentukan menurut jumlah hasil (produksi) atau pencapaian target yang diperoleh dari masing-masing karyawan. Karyawan yang rajin akan mendapat upah lebih tinggi, dan demikian sebaliknya. Kelemahan dari sistem ini, apabila tidak ada kontrol dengan ketat atas hasil produksi maka akan dihasilkan mutu barang yang rendah. Untuk itu, sebagai solusinya perlu dibuat standar mutu untuk menetapkan besarnva upah. 3. Upah Premi Upah premi dikenal dengan upah tambahan/bonus, yaitu upah yang diberikan kepada karyawan yang bekerja dengan baik atau menghasilkan lebih banyak dalam satuan waktu sama. Sisitem ini memacu karyawan untuk bekerja lebih optimal dan efisien. Mekanisme pengupahan karyawan di home industri konveksi yang ada di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan ini menggunakan istilah upah borongan. Di mana para karyawannya di upah berdasarkan hasil dari kegiatan produksi yang dihasilkannya. Sebagaimana yang diungkapkan pimpinan konveksi ini: “Sistem upah disini borongan, jadi berdasarkan banyaknya. Itu pun bermacam-macam. Kalau ibu berdasarkan size-nya atau ukuran. Mana
66
yang digarapnya lebih sulit, itu lebih mahal. Kalau lebih mudah itu lebih murah.” 2 Adapun prosedur pelaksanaannya akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Prosedur Pengupahan Penentuan upah pada home industri konveksi di Pulo Kalibata ini, dibedakan berdasarkan bidang pekerjaan karyawan tersebut. Secara garis besar karyawan dibagi menjadi 3 bagian menurut bidang pekerjaannya. a. Bagian Pemotongan Kain dan Bahan. Pembayaran upah bagi karyawan dibidang ini dilakukan pada setiap hari sabtu, malam minggu. Pada karyawan di bagian ini, jumlah upahnya dihitung berdasarkan banyaknya jumlah kain yang bisa dipotongnya dalam waktu satu minggu. Kain dipotong menurut pola yang sudah dibentuk berdasarkan pakaian yang akan dibuat. Semakin banyak kain yang dipotong, semakin besar upah yang diterimanya. Nominal yang diterimanya berkisar antara Rp 300 – Rp 350 per potong pakaian, atau Rp 7000 – Rp 8000 per kodi pakaian yang dibayarkan dalam satu minggu. Jadi, jika karyawan bisa memotong kain rata-rata sebanyak 800 potong pakaian dalam seminggu dengan upah perpotongnya Rp 350, maka karyawan tersebut bisa memperoleh upah Rp 280.000 perminggu atau Rp 1.120.000 perbulan. 2
Wawancara pribadi dengan Pimpinan home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan tanggal 24 Mei 2011
67
b. Bagian Penjahitan Kain Menjadi Pakaian Jadi Pada bagian ini, upah karyawan ditentukan berdasarkan jumlah produksi yang dihasilkan karyawan tersebut. Jumlah ini ditentukan berdasarkan jumlah bundelan bahan yang telah diselesaikan. Di mana tiap-tiap bundel terdapat semacam kupon yang nantinya menjadi bukti untuk ditukarkan dengan upah yang diterima karyawan tersebut. Besarnya upah per-bundel ditentukan berdasarkan kesulitan model pakaian yang dijahit. Jumlah kisaran per-bundel-nya Rp 2000 – Rp 3000. Semakin sulit jahitannya, semakin tinggi bayaran upah yang diterima karyawan tersebut. Nominal dari upah tersebut di tentukan oleh pimpinan. Pembayaran upah dilakukan seminggu sekali di tiap hari sabtu. Di mana kupon yang diperoleh ditukar berdasarkan harga upah yang telah ditentukan. Jika kupon dari bundelan tersebut hilang, maka karyawan tidak bisa mengambil upah dari hasil pekerjaannya. Dilihat dari praktik tersebut, jika karyawan perminggunya rata-rata menghasilkan produksi sebanyak 90 bundel potongan bahan, maka karyawan tersebut bisa memperoleh upah berkisar antara Rp 180.000 – Rp 270.000 perminggu atau Rp 720.000 – Rp 1.080.000 perbulan. c. Bagian Pengemasan. Sedangkan pada bagian ini, mempunyai mekanisme pengupahan yang berbeda dari model pengupahan pada bagian pertama dan kedua. Pada
68
bagian ini karyawan di upah berdasarkan waktu kerja. Mekanismenya karyawan diberi upah perbulan dengan jumlah upah yang sudah pasti tiap bulannya, yaitu Rp 300.000 perbulannya. Nominal untuk upah pada bagian ini juga ditentukan oleh pimpinan. 2. Pemberian Tunjangan Selain upah pokok yang diterima dari hasil produksi, karyawan hanya mendapatkan tunjangan pada waktu hari besar agama Islam (THR). Akan tetapi, untuk karyawan yang ada pada bagian pengemasan selain memperoleh THR, karyawan tersebut juga mendapatkan tunjangan makan tiap harinya. 3. Fasilitas Tempat Tinggal Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan primer bagi setiap orang. Karyawan home industri konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan ini merupakan orang-orang rantauan yang berasal dari sukabumi dan cianjur. Maka dari itu, pimpinan konveksi ini memberikan fasilitas tempat tinggal bagi karyawannya yang rata-rata pendatang atau bukan penduduk asli Jakarta. B.
Aplikasi Fiqih Muamalah Terhadap Pengupahan Karyawan pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan Pada pembahasan ini penulis mencoba menganalisis pengupahan karyawan yang dilaksanakan home industri konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan dengan membandingkan konsep upah dalam fiqih muamalah.
69
Dalam fiqih muamalah istilah upah ini selain dibahas dalam pembahasan ijarah, upah juga dibahas dalam pembahasan ju‟alah. Ju‟alah dalam penerapannya tentu mempunyai ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan ijarah tersebut. Terdapat 5 hal yang dapat membedakan antara ijarah dengan ju‟alah, yaitu:3 1. Akad ju‟alah sah dikerjakan oleh „amil umum (tidak tertentu), sedangkan ijarah tidak sah dilakukan oleh orang yang belum jelas. 2. Akad ju‟alah dibolehkan pada pekerjaan yang belum jelas, sedangkan ijarah tidak sah kecuali pekerjaan yang sudah jelas. 3. Dalam ju‟alah tidak disyarat adanya qabul (penerimaan) dari „amil, karena ju‟alah adalah akad dengan kehendak satu pihak. Sedangkan dalam akad ijarah wajib adanya qabul dari buruh yang mengerjakan pekerjaan itu, karena ijarah adalah akad dengan kehendak dua belah pihak. 4. Ju‟alah adalah akad yang tidak mengikat, sedangkan ijarah adalah akad yang mengikat dan salah satu pihak tidak boleh membatalkan kecuali dengan kerelaan dan persetujuan pihak lainnya. 5. Dalam ju‟alah „amil tidak berhak mendapatkan upah kecuali setelah menyelesaikan pekerjaannya. Jika ia mensyaratkan agar upahnya didahulukan, maka akad ju‟alah batal. Sedangkan dalam ijarah boleh mensyaratkan upah didahulukan.
3
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie al-Kattani, dkk., (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-1, jilid ke-5, h. 439-440
70
Dalam konsep upah fiqih muamalah ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam mekanisme pengupahan untuk di analisis, yaitu: 1. Akad atau Kontrak Kerja. Kejelasan dalam mempekerjakan seseorang dalam suatu usaha merupakan keharusan yang mesti dilaksanakan, karena akad dalam fiqih muamalah menentukan ke mana arah bentuk mekanisme pengupahan yang akan dijalani oleh kedua belah pihak, antara pengusaha dan karyawannya. Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 1:
(١: )المائدة... Artinya: “Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu…” (QS. Al-Maidah : 1) Dalam praktik pengupahan yang dijalankan home industri konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan ini, terdapat dua bentuk akad dalam tiap hubungan pengupahan karyawannya, yaitu: a. Hubungan Antara Pengusaha Dengan Karyawan Bagian Pemotongan Dan Penjahitan. Dalam hubungan ini terjadi akad ju‟alah, yaitu sebagai sesuatu yang disiapkan untuk diberikan kepada seseorang yang berhasil melakukan perbuatan tertentu, atau juga diartikan sebagai sesuatu yang diberikan kepada seseorang karena telah melakukan pekerjaan tertentu.4
4
Ibid. h. 432
71
Dimana upah yang diperoleh tergantung dari jumlah barang produksi yang dikerjakan oleh karyawan tersebut. Dalam akad ju‟alah ini terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh pelaksananya. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.62/DSN-MUI/XII/2007 tentang akad ju‟alah:5 1) Ju‟alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan (reward/‟iwadh/ju‟l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan, 2) Ja‟il adalah pihak yang berjanji akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan, 3) Maj‟ul lah adalah pihak yang melaksanakan Ju‟alah, 4) Pihak Ja‟il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan (muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad, 5) Objek Ju‟alah (mahal al-„aqd/maj‟ul „alaih) harus berupa pekerjaan yang tidak dilarang oleh syariah, 6) Hasil pekerjaan (natijah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran,
5
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), cet ke-1, jilid 2, hlm. 96-97
72
7) Imbalan Ju‟alah (reward/‟iwadh/ju‟l) harus ditentukan besarnya oleh Ja‟il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran, 8) Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan dimuka (sebelum pelaksanaan objek Ju‟alah), 9) Imbalan Ju‟alah hanya berhak diterima oleh pihak maj‟ul lahu apabila hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi, 10) Pihak Ja‟il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika pihak maj‟ul lah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil pekerjaan/natijah) yang ditawarkan. Dari ketentuan di atas, yang bertindak sebagai Ja‟il adalah pimpinan home industri konveksi. Sedangkan sebagai Maj‟ul lahnya adalah karyawan home industri bagian pemotongan dan penjahitan. Secara praktiknya pimpinan dan karyawan home industri konveksi telah melaksanakan akad sesuai ketentuan, walaupun dilihat dari jumlah upah yang diterima karyawan masih sangat dibawah Upah Minimum Propinsi (UMP). Hal ini terlihat dari jumlah upah rata-rata maksimal yang mungkin diterima karyawan perbulannya, yaitu Rp 1.080.000 – Rp 1.120.000 perbulan masih dibawah UMP DKI Jakarta yaitu Rp 1.290.000. b. Hubungan Antara Pengusaha Dengan Karyawan Bagian Pengemasan. Dalam hubungan ini terjadi akad Ijarah, yaitu suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan
73
dalam jumlah tertentu. Dengan kata lain, dapat pula disebutkan bahwa ijarah adalah salah satu akad yang berisi pengambilan manfaat sesuatu dengan jalan penggantian.6 Dimana jasa dari karyawan bagian pengemasan dibayar dengan penggatian berupa upah yang sudah pasti tiap bulannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan antara pengupahan karyawan bagian pengemasan dengan karyawan lainnya, dimana karyawan pada bagian ini sudah pasti mendapatkan jumlah upah yang sudah ditetapkan tiap bulannya, sedangkan karyawan pada bagian lain tergantung dari produk yang dihasilkannya. Dalam akad ijarah ini juga terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh pelaksananya. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut adalah: 1) Para pihak yang menyelenggarakan akad haruslah berbuat atas kemauan sendiri dengan penuh kerelaan. Ketentuan umum dapat dilihat dalam firman Allah surat an-Nisa‟ ayat 29,
)۹۲ : (النساء... Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka...” (QS. An-Nisa‟ : 29) 6
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), jilid. 3, h. 198
74
2) Sesuatu yang diakadkan mestinya sesuatu yang sesuai dengan realitas, bukan sesuatu yang tidak berwujud. Dengan sifat seperti ini, maka objek yang menjadi sasaran transaksi dapat diserahterimakan berikut segala manfaatnya. 3) Manfaat dari sesuatu yang menjadi objek transaksi ijarah harus berupa sesuatu yang mubah, bukan sesuatu yang haram. 4) Pemberian upah atau imbalan mestinya berupa sesuatu yang bernilai, baik berupa uang maupun jasa, yang tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku.7 Dari ketentuan di atas, yang bertindak sebagai pihak yang menyelenggarakan akad adalah pimpinan home industri konveksi dan karyawan home industri konveksi bagian penegemasan. Secara praktiknya pimpinan dan karyawan home industri konveksi bagian pengemasan telah melaksanakan akad sesuai ketentuan, walaupun dilihat dari jumlah upah yang diterima karyawan masih sangat dibawah Upah Minimum Propinsi (UMP). Hal ini terlihat dari jumlah upah yang diterima karyawan bagian pengemasan perbulannya, yaitu Rp 300.000 perbulan masih dibawah UMP DKI Jakarta yaitu Rp 1.290.000. 2. Bentuk Pengupahannya Dilihat Dari Metode/Sistem Penetapan Upahnya
7
36
Helmi Karim M.A., Fikih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), cet. Ke-1. hlm. 35-
75
Seperti yang sudah dijelaskan dalam mekanisme pengupahan karyawan terdapat tiga sistem pengupahan, yaitu: upah menurut waktu, upah menurut hasil dan upah premi. Sedangkan dilihat dari praktik di home industri yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan ini menggunakan sistem upah menurut hasil, walaupun ada dua karyawan yang memperoleh upah menurut waktu, yaitu karyawan bagian pengemasan. Tentunya terdapat perbedaan tingkat upah antara karyawan satu dengan karyawan lainnya. Akan tetapi, hal ini diperbolehkan dalam Islam karena perbedaan tingkat upah yang terjadi pada karyawan home industri konveksi tersebut memang disebabkan dari kemampuan yang dimiliki karyawan dalam menghasilkan barang produksi. Selain itu, penetapan nominal upah yang diberikan pimpinan kepada karyawannya hanya berdasarkan kebijakan sepihak, yaitu ketetapan dari pimpinan sementara karyawan hanya menerima saja. Hal ini menunjukkan belum adanya kesesuaian dalam bermuamalah yang mengedepankan prinsip „suka sama suka‟ atau saling ridho. Sebagaimana dijelaskan dalam surat anNisa‟ ayat 29 yang berbunyi,
)۹۲ : (النساء... Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
76
dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka...” (QS. An-Nisa‟ : 29) Prinsip inilah yang membedakan cara syariah dengan cara-cara lainnya. Penerapan ini tentunya untuk menghindari adanya kezaliman yang dilakukan oleh salah satu pihak yang berakad. Dengan menerapkan prinsip ini pulalah bisa terciptanya keadilan antara semua pihak, baik itu pimpinan maupun para karyawannya. Selain itu juga, dalam penetapan upah di home industri konveksi ini belum memenuhi kriteria yang menjadi acuan sebagai pedoman dalam penentuan upah tersebut, yaitu: dilihat dari kebutuhan hidup minimum, Upah Minimum Provinsi (UMP), dan harga upah pada pasaran tenaga kerja dibidang konveksi tersebut. a. Dilihat Dari Kebutuhan Hidup Minimum Secara garis besar karyawan pada home industri konveksi ini termasuk golongan menengah ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan hidup yang menjadi tanggungannya kecil. Secara finansial, jumlah upah yang didapatkannya dari pekerjaan konveksi ini belum memenuhi dari segi kebutuhan. Hal ini terlihat dari adanya karyawan yang mencari penghasilan lain selain di home industri konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan dengan alasan sebagai tambahan penghasilan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Agus, karyawan home industri konveksi di Pulo Kalibatan Jakarta Selatan, “Ya, paling dikampung ikut
77
usaha kayu gitu.. lumayanlah untuk tambah-tambah penghasilan.”8 Dengan demikian, walaupun karyawan menerima upah dari pimpinan, akan tetapi belum memenuhi kebutahan sehari-harinya. b. Upah Minimum Provinsi Sebagaimana dalam undang-undang no. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 88 dijelaskan bahwa, “Setiap pekerja/karyawan berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”9 Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi kehidupan yang layak bagi manusia tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/karyawan. Kebijakan itu berupa ketetapan upah minimum yang ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi, yang biasa disebut Upah Minimum Provinsi (UMP). Sebagaimana Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 196 tahun 2010 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2011 ditetapkan sebesar Rp 1.290.000 (satu juta dua ratus sembilan puluh ribu rupiah). Melihat dari UMP DKI Jakarta tahun 2011, ternyata home industri konveksi yang ada di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan ini masih
8
Wawancara pribadi dengan Karyawan home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan tanggal 28 Juni 2011 9 _____________, Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), cet. ke-2, hlm. 31
78
dibawah UMP tersebut. Hal ini terlihat dari jumlah upah rata-rata maksimal yang mungkin diterima karyawan bagian penjahitan dan pemotongan (Rp 1.080.000 - Rp 1.120.000) perbulan serta karyawan bagian pengemasan (Rp 300.000) perbulan, masih dibawah UMP DKI Jakarta yaitu Rp 1.290.000. c. Harga Upah Pada Pasaran Tenaga Kerja Di Bidang Konveksi Dalam menentukan upah yang wajar tentunya harus sesuai dengan upah pada umumnya. Home industri konveksi ini sudah menerapkan upah yang berlaku umum dipasaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan karyawan home industri konveksi ini bahwa, “upah kerja yang diterima dari usaha konveksi seperti ini biasanya berkisar antara Rp 2.000 – Rp 3.500 perpotong.”10 3. Hubungan Kerjanya Dilihat Dari Fasilitas Yang Disediakan Dan Kesejahteraan Karyawannya Tuntutan buruh sebenarnya sangat sederhana yaitu pada kepastian atau terjaminnya hak-hak dasar buruh seperti penerimaan upah tepat waktu, jumlah upah sesuai ketentuan pemerintah atau kesepakatan antara buruh dengan pengusaha. Namun hal tersebut justru sering diabaikan oleh perusahaan atau pengusaha sehingga muncul kasus-kasus tersebut.
10
Wawancara pribadi dengan Karyawan home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan tanggal 28 Juni 2011
79
Munculnya berbagai kasus unjuk rasa, pemogokan serta tindakantindakan yang mengarah pada sabotase seperti slow down atau memperlambat pekerjaan di beberapa perusahaan pada intinya merupakan gambaran ketidakharmonisan hubungan kerja di suatu perusahaan. Hal tersebut terjadi disebabkan oleh tuntutan-tuntutan yang bersumber dari upah atau pendapatan lain yang terkait dengan upah seperti uang lembur, uang makan, uang transport, tunjangan kesejahteraan serta berbagai insentif lainnya. Pada home industri konveksi di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan ini, terjalin keharmonisan antar pengusaha dengan karyawannya. Hal ini terlihat dari pemberian fasilitas tempat tinggal kepada karyawannya, sehingga para karyawan pun merasa mendapatkan perhatian dari pimpinannya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh ibu Susi, pimpinan home industri konveksi tersebut: “Kita disini serasa seperti keluarga aja, jadi kalau ada yang sakit atau butuh apa-apa, biasanya bilang ke saya. Lagi pula karyawan disini juga tinggal disini, jadi ya seperti keluargalah..”11 Dengan adanya keadilan ini, diharapkan nantinya dapat menciptakan hubungan kerja yang Islami dalam pemenuhan hak-hak dan kewajibankewajiban bagi pengusaha dan para pekerja.
11
Wawancara pribadi dengan Pimpinan home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan tanggal 24 Mei 2011
80
Untuk mempererat hubungan dengan karyawan, pimpinan home industri konveksi ini juga memberikan tunjangan hari raya (THR) pada saat hari besar agama Islam. Sehingga karyawan memperoleh tambahan uang untuk pulang kampung dan merayakan hari besar agama Islam dikampung dengan keluarga masing-masing. C.
Analisis Konsep Upah Dalam Model Pengupahan pada Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan Sebagaimana kita ketahui, konsep upah itu sangat tergantung dari aturan-aturan yang ada dalam Al-Quran dan Hadist. Akan tetapi semua itu tergantung pemahaman kita terhadap dalil-dalil tersebut. Banyak dalil yang menerangkan tentang pengupahan, penulis mencoba menganalisis pemahaman terhadap hadist upah dengan mengkomparatifkan antara teori dan aplikasi. Adapun hadist upah tersebut yaitu hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang berbunyi:
حدثنا العباس به الوليد الدمشقى ثنا وىب به سعيد به عطيت السلمى ثنا عبد قال رسول هللا صلى هللا: الرحمه به زيد اسلم عه ابيو عه عبد هللا به عمر قال 12 ) "اعطوا االجير اجره قبل ان يجف عرقو" (رواه ابه ماجو: عليو وسلم Artinya: “Menceritakan kepada kami al-Abbas bin al-Walid al-Dimasqi menceritakan kepada kami Wahab bin Sa‟id bin „Atiyah al-Salami menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Abdullah bin Umar berkata: Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: bayarlah upah sebelum keringat mongering.” (H.R. Ibnu Majah)
12
Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Kitab al-Rahn, Juz 2, hlm. 817
81
Pada hadist di atas, jika kita memahaminya secara tekstual, maka banyak pelanggaran yang dilakukan manusia pada aplikasi pengupahan itu sendiri. Hal ini disebabkan karena pada aplikasinya pemberian upah itu tergantung kesepakatan. Ada yan dibayarkan perbulan, perminggu, perhari atau bahkan begitu selesai pekerjaan dilakukan. Jika dilihat dari konteks hadist, makna pembayaran upah bukan berarti dilakukan pada saat buruh atau karyawan itu masih berkeringan. Akan tetapi, yang dimaksud dengan “bayarlah upah sebelum keringat mongering” adalah menyegerakan pembayaran upah tersebut kepada buruh atau karyawan tanpa menunda-nunda pembayarannya jika sudah waktunya. Dari situ penulis menyimpulkan bahwa aplikasi yang diterapkan home industri konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan mencakup makna kontekstual yang dituangkan dalam hadist di atas.
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Setelah penulis menguraikan dalam pembahasan tersebut di atas mengenai Pengupahan Karyawan Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan dilihat dalam perpektif fiqih muamalah, maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya adalah : 1. Konsep upah dalam fiqih muamalah menekankan pada sisi akad atau kontrak kerja yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Adapun akad dalam fiqih muamalah dalam hal upah-mengupah yaitu: a. Akad Ijarah. Akad ini merupakan akad sewa-menyewa suatu manfaat, baik dari manfaat suatu benda maupun manfaat dari jasa seseorang, yang membutuhkan imbalan atau balasan dari pihak yang menyewa. Dimana jumlah imbalan sudah ditentukan dan waktunya pun sudah ditentukan. Dalam hal menyewakan suatu manfaat dari jasa seseorang disebut juga upah-mengupah. b. Akad Ju’alah. Akad ini mempunyai perbedaan dengan Ijarah, akan tetapi tetap dalam konteks upah-mengupah. Hanya saja, dalam akad ju’alah ini, upah yang diterima ditentukan berdasarkan tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan pekerjaan yang ditawarkan. Dan dalam akad ini tidak membutuhkan qabul, sehingga akad ini memungkinkan untuk dilakukan berdasarkan ketetuan sepihak.
82
83
Selain harus memenuhi akad upah-mengupah di atas, dalam fiqih muamalah juga menerangkan prinsip ‘suka sama suka’ (kerelaan) yang menjadi prinsip penentu dalam hal bermuamalah. Karena dari prinsip ini bisa menghindari dari tindakan menzalimi salah satu pihak yang berakad dan menimbulkan rasa keadilan di antara semua pihak. 2. Pengupahan pada home industri konveksi di daerah Pulo Kalibata Jakarta Selatan, menggunakan sistem upah borongan. Dimana tiap karyawannya di upah berdasarkan jumlah hasil produk yang bisa di produksinya. Hal ini sesuai dengan aplikasi ju’alah dalam konteks fiqih muamalah. Selain itu, ada beberapa karyawan yang di upah berdasarkan waktu yaitu karyawan bagian pengemasan. Dan ini sesuai dengan aplikasi ijarah dalam konteks fiqih muamalah. Karyawan ini dapat menerima upah tiap minggunya. 3. Mekanisme pengupahan di Home Industri Konveksi yang ada di Pulo Kalibata Jakarta Selatan belum menjalankan ketentuan-ketentuan dalam hal upah-mengupah pada point 1 diatas secara keseluruhan. Walaupun secara akad home industri konveksi ini sudah menjalankannya secara benar, akan tetapi dalam hal penentuan jumlah upah masih jauh dari ketentuan fiqih yang mengharuskan prinsip ’suka sama suka’. Sehingga karyawan hanya menerima ketetapan jumlah upah dari pimpinan. Disamping itu, jumlah tersebut masih di bawah ketentuan pemerintah yang memberikan patokan jumlah upah dalam bentuk Upah Minimum Provinsi (UMP). Selain itu
84
juga, home industri konveksi ini belum berbadan hokum, sehingga masih bergerak tanpa aturan yang berlaku. B.
Saran-saran Problem perburuhan sangatlah kompleks dan sangat rawan, oleh karenaya mudah sekali digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan
segala
cara
tanpa
memperhatikan
prinsip
agama
dan
kemanusiaan dalam hubungan Industrial. Untuk menghindari hal-hal yang demikian maka disarankan : a. Menciptakan harmonisasi antara pihak karyawan dan pengusaha dengan merubah cara pandang kita bahwa karyawan dan pengusaha merupakan dua hal yang saling berkaitan dan saling memenuhi, serta menganggap bahwa karyawan adalah sebagai mitra kerja dan bukan sebagai faktor modal, sehingga jika terdapat problematika-problematika perburuhan dapat di selesaikan
dengan
sebaik-baiknya
dengan
semangat
kekeluargaan
sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran Islam. b. Melihat omset yang dihasilkan home industry konveksi ini telah mencapai Rp 10.000.000 menunjukkan bahwa usaha ini sudah termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Akan tetapi sangat disayangkan usaha ini belum berbadan hokum, maka dari itu penulis menyarankan agar pimpinan home industri konveksi ini membentuk badan hokum dalam pelaksanaan usaha ini.
85
c. Pensosialisasian peraturan-peraturan, baik peraturan dari pemerintah maupun dari pengusaha hendaknya di publikasikan secara lebih transparan kepada semua karyawan agar semua karyawan mengetahui tentang hak dan kewajiban yang melekat kepadanya. d. Mengacu pada kondisi dewasa ini, maka sudah seharusnya setiap pengusaha berusaha untuk menciptakan sistem pengupahan yang benar-benar aspiratif dengan jumlah yang disesuaikan dengan harga barang dan kebutuhan hidup layak.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an dan Terjemahan. Departemen Agama RI Al-Faqih, M. Suhaeri. Cara Upah Dalam Perspektif Hadis, Skripsi S1 Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008 Al-Jaziri, Abdurrahman. Fikih Empat Mazhab, alih bahasa oleh Drs. H. Moh. Zuhri Dipl. Tafl, et. Al.. Semarang: as-Syifa. 1994 Al-Qasyari, Baqir Syarif. Keringat Buruh, Penerjemah: Ali Yahya. Jakarta: Al-Huda An-Nabahani, Taqyudin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Surabaya: Risalah Gusti. 1996 At-Tamimi, Izzuddin Khatib. Bisnis Islam. Jakarta: Fikahati Aneska. 1995 Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah: Abdul Hayyie alKattani, dkk.. Jakarta: Gema Insani. 2011 BR., Arfida. Ekonomi Sumber Daya Manusia. JakartaGhalia Indonesia. 2003 Chapra, Umar. Al-Qur’an Menuju Sistem Moneter Yang Adil, Penerjemah: Lukman Hakim. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf. 1997 Dep. Pengembangan Bisnis, Perdagangan & Kewirausahaan Syariah Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah. Etika Bisnis Islam. Jakarta: Gramata Publishing. 2011 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Jakarta: Gaung Persada Press. 2010. jilid 2 Diib al-Bugha, Musthafa. FIKIH ISLAM LENGKAP Penjelasan Hukum-hukum Islam Madzhab Syafi’i, Penerjemah: D.A. Pakihsati. Solo: Media Zikir. 2009 Djatnika, H. Rachmat. Pola Hidup Muslim. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1991
86
87
Dunya, Syauqi Ahmad. Sistem Ekonomi Islam (Sebuah Alternatif. Jakarta: Fikahati Aneska. 1994 Fathoni, Abdurrahmat. Organisasi Dan Manajemen SDM. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006
Hamid Mursi, Abdul. SDM Produktif: Pendekatan Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Gema Insani Press. 1997 Islah, A.A. Konsep Ibnu Taimiyah. Surabaya: PT. Bina Ilmu. 1997 Karim, Helmi. Fikih Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo. 1993 Mannan, M.A. Ekonomi Islam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Intermasa. 1992 Muslehuddin, Muhammad. WACANA BARU: Manajemen dan Ekonomi Islam. Jogjakarta: IRCISOD. 2004 Nazir, Moh.. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003 Pusat Bahasa DepDikNas. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka. edisi ke-3. 2005 Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta:Gema Insani Press. 1997 Rivai, Veithzal. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:Rajawali Pers. 2009 Rohaety, Ety. Dkk.. Metodelogi Penelitian Bisnis dengan Aplikasi SPSS. Jakarta: Mitra Wacana Media. 2007 Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, alih bahasa oleh H. Kamaludin A. Marjuki. Bandung: al-Ma’arif Saifudin, “Konsep Ju’alah”, di akses pada tanggal 1 April 2011dari situs http://ustazsaifudin.wakaf.org/v1/2009/01/06/konsep-jualah/ Sasono, Adi. 1994. Pembaharuan sistem upah. Jakarta: Cides
88
Simanjuntak, Panyaman P. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: LPEEUI. 1998 Sudjana, Eggi. Bayarlah Upah Buruh Sebelum Keringan Mengering. Jakarta: PPMI. 2000 Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada. 1997 Syadily, Hasan. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru. 1984 Syafei, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001 Winarni, F. dan Sugiyarso, G Administrasi Gaji dan Upah. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. 2006 Wardi Muslich, Ahmad. Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah. 2010 Ya’qub, DR. H. Hamzah. Etos Kerja Islam. Jakarta: CV PENDOMAN ILMU JAYA. 1992 _______________, Ju’alah, artikel di akses pada tanggal 1 april 2011 dari http://lukmannomic.wordpress.com _______________, Sistem Pembagian Upah Dalam UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), di akses pada tanggal 14 juni 2011 dari situ http://binaukm.com/ _____________, Undang-Undang Ketenagakerjaan Lengkap. Jakarta: Sinar Grafika. 2007
HASIL WAWANCARA Nara Sumber Nama Umur Jabatan Tempat Waktu Hari, dan Tanggal
: Susilawati : 39 Tahun : Pimpinan Home Industri Konveksi : Kediaman Pimpinan : 17.25 WIB – 18.05 WIB : Senin, 24 Mei 2011
1. Bagaimana awal pendirian industri konveksi ini? Dan pada tahun berapa industri ini di mulai? Awalnya ibu memulainya dari tamat Sekolah Menengah Awal (SMA) dengan mengikuti kursus di usaha tailor temen di daerah Ciamis. Pada tahun 1984 saya mencoba merantau ke Jakarta dan ikut bekerja bersama temen di usaha yang sama. Setelah beberapa tahun di Jakarta saya bertemu dengan seorang pedagang pakaian yang kemudian menjadi suami saya. Setelah menikah, pada tahun 1988 saya berkeinginan membuat konveksi sendiri dibantu oleh suami. Berbekal dengan keahlian yang saya peroleh dari kursus menjahit saya mulai memproduksi pakaian jadi. Dalam pemasarannya saya dibantu oleh suami yang backgroundnya memang seorang pedagang pakaian akan tetapi belum memproduksi sendiri. 2. Pada tahun berapa industri ini mulai mengalami peningkatan? Serta bagaimana proses penjualannya kepada pedagang? Awalnya memang sulit untuk mengembangkan usaha ini, karena kita belum mempunyai konsumen tetap yang membeli hasil produksi kita. Puncak
meningkatnya industri ini pada tahun 1993, dimana pada awal membangun industri ini saya hanya berproduksi dirumah kontrakan bersama keluarga, setelah tahun 1998 akhirnya bisa membeli rumah pribadi sekaligus untuk proses produksi konveksi itu sendiri. Penjualannya sendiri kita sudah mempunyai pembeli tetap yang nantinya juga dijual lagi oleh orang tersebut. Proses penjualannya berdasarkan grosir, dimana kita menjual hasil produksi ke para pedagang (kebanyakan orang-orang chines) berdasarkan harga grosir dipasaran. Dan nanti pedagang tersebutlah yang menjualkan barangbarang kita ke konsumen. 3. Apa visi dan misi pendirian home industi konveksi serta tujuannya? Misinya sich dengan bermodal ketekunan, keberanian, kejujuran, dan kesabaran saja. Karena dengan ketekunan, kejujran, dan kesabaran tadi kita bisa mendapat kepercayaan dari pemodal dan pedagang yang akan mengambil barang dari konveksi kita. Intinya setiap tujuan yang kita inginkan itu, harus dijalani dengan tekun, jujur, dan sabar. 4. Bagaimana struktur organisasi dalam industri ini? Dan berapa jumlah karyawannya? Tahun ini benar-benar merosot dari sisi karyawan sampai 50% lah, tahuntahun lalu sampai 40 orang. Kalau sekarang turun drastis karena semenjak perdagangan bebas itu kita mengalami kesulitan dalam penjualan, jadi produksi menurun karena kalah dengan barang impor. Sekarang yang pasti paling ada 15 orang, tapi kalau mau lebaran bisa sampai 20 orang. Kalau
struktur dibawah pimpinan, yaitu saya sendir dibantu suamii, langsung para karyawan. 5. Bagaimana sistem kerja para karyawan? Cara kerja para karyawan konveksi daerah sini udah umum dari zaman dulu, disini seperti yang dulu-dulu yaitu kerja disini lembur, karena disini sistemnya borongan, jadi dia ngejar target. Kalau bisa ngerjain banyak berarti dia dapat upahnya juga banyak. Jadi mulai dari jam 8, lalu zuhur istirahat sampai jam setengah dua, diteruskan lagi sampai jam 4 berhenti, terus lanjut lagi jam 8 malam sampai semaunya dia, kadang sampai jam 12 tergantung kuatnya mereka. 6. Bagaimana hubungan karyawan dengan pengusaha konveksi ini? Kita disini serasa seperti keluarga aja, jadi kalau ada yang sakit atau butuh apa-apa, biasanya bilang ke saya. Lagi pula karyawan disini juga tinggal disini, jadi ya seperti keluargalah.. 7. Bagaimana dengan proses penerimaan karyawan baru di perusahaan ini? Apakah ada masa percobaan? Pada proses penerimaan karyawan ibu hanya ngajak orang-orang dari kampung yang putus sekolah atau yang nganggur, ibu ajak tuk kerja disini. Jadi lebih fleksibel tuk karyawannya. Ibu juga tidak mengikat mereka, jika memang mau berhenti ya silahkan asalkan tidak meninggalkan utang atau urusan disini. Paling untuk tahap awal hanya sekedar bantu-bantu buang
benang, tar sedikit-sedikit belajar tuk jahit juga. Jadi selain bekerja mereka juga diajarin.. 8. Bagaimana sistem pembayaran upah kepada para karyawan? Sistem upah disini borongan, jadi berdasarkan banyaknya. Itu pun bermacam-macam. Kalau ibu berdasarkan size-nya atau ukuran. Mana yang digarapnya lebih sulit, itu lebih mahal. Kalau lebih mudah itu lebih murah. Kalau temen-temen yang lain biasanya dipukul rata, kalau ibu gak mau kayak gitu, karena kita mau adil. Supaya mereka tidak rebutan ngerjain yang gampang-gampang saja. Jadi dari harga ongkos yang paling murah itu perpotong bisa 2000 rupiah dan yang paling mahal itu bisa 3000 rupiah. Dengan pembayarannya perminggu tiap akhir pekan. Jadi dalam tiap potongan itu ada semacam label yang ada tanda tangan ibu yang nantinya digunakan untuk ditukarkan dengan upah mereka di akhir pekan tiap hari sabtu, malam minggu. Jadi seperti kupon untuk ditukar. 9. Adakah tunjangan yang diberikan kepada pekerja, ataupun para pedagang yang menjual produk ini? Jika ada bagaimana sistem pemberiannya? Kita dengan karyawan paling menyediakan tempat tinggal yah..kalau untuk tunjangan gitu, kita biasanya kalau Hari Raya ngasih lah THR buat mereka pulang kampung. Trus disini ibu juga nyediain kopi, gula atau makananmakanan kecil buat cemilan mereka. Tapi kalau untuk makan sehari-hari mereka nanggung sendiri..
10. Apakah pernah terjadi keterlambatan atau penangguhan gaji/upah pekerja, bagaimana prosedurnya? Untuk masalah keterlambatan kita tidak pernah, karena kita disini sudah pasti tiap hari sabtu nyerahin setoran masing-masing dalam bentuk kupon tadi yang ditukarkan dengan upah mereka. 11. Ada berapa macam model yang dihasilkan dari konveksi ini? Untuk modelnya macam-macam, untuk beberapa bulan ini sedang gak buat celana jins karena dari bahan sudah mulai mahal, jadi kita hanya produksi baju-baju dari katun saja. Seperti Long Dress, baju-baju bayi, dan beberapa baju muslim. 12. Bagaimana cara pembuatan produk dari hasil konveksi ini? Prosesnya tahap awal kita pemotongan kain dulu. Disitu kain yang ada dipotong berdasarkan pola pakaian yang akan kita buat. Proses pemotongan ini menggunakan mesin pemotong kain. Setelah dipotong, kain bahan tersebut dikelompok-kelompokkan pergulungan. Satu gulungan disebut satu ’pis’ dengan diberi label berupa tanda tangan dari ibu Susi yang nantinya digunakan untuk ditukarkan dengan upah karyawan tersebut. Setelah itu baru di jahit. Proses jahit ini lah yang dihitung berapa untuk upah mereka per ’pis’. Setelah itu sisa-sisa jahitan dirapihkan, istilahnya buang benang.Pada proses ini, kain bahan yang sudah dijahit menjadi pakaian jadi tadi, tentunya mempunyai sisa-sisa benang yang masih tersisa dijahitan pakaian. Sisa-sisa benang dari proses penjahitan ini, dibersihkan dan dirapihkan. Kemudian disetrika supaya memudahkan dalam pengepakan barang.
HASIL WAWANCARA Nara Sumber Nama Umur Jabatan Tempat Waktu Hari, dan Tanggal
: Agus : 24 Tahun : Karyawan Home Industri Konveksi : Lantai 2 Home Industri Konveksi di Pulo Kalibata Jakarta Selatan : 17.00 WIB – 17.15 WIB : Selasa, 28 Juni 2011
1. Sudah berapa lama saudara bekerja di Home Industri ini, bagaimana awal perekrutan awal saudara bisa bekerja di Home Industri ini? Sudah hampir dua tahun, kira-kira dari tahun 2009. Awalnya waktu itu disinikan lagi membutuhkan, kebetulan ada yang dari kampung udah kerja disini ngajakin, jadi saya ikut saudara dari cianjur tuk kerja disini. 2. Bagaimana sistem kerja para karyawan? Ya biasalah, mulai dari jam tujuh, istirahat jam dua belas, trus kerja lagi jam satu, berhenti jam empat. Nanti dilanjutkan lagi malam jam tujuh sampai jam dua belasan. Jadi istirahatnya waktu siang ama sore aja. 3. Bagaimana hubungan karyawan dengan pengusaha konveksi ini? Ya baik-baik aja, kalau lagi kerja ya kerja tapi kalau lagi gak ada kerjaan ya kita nganggur aja. 4. Bagaimana proses produksi di konveksi ini? Kalau saya bagian jahit. Tapi sebelum dijahit, dipotong-potong dulu sesuai pola sama bagian potong, trus baru saya jahit. Setelah itu dibersihin benang-
benangnya, itu beda lagi orang yang mengerjakannya. Setelah dibersihin, dilipat, trus dibungkus dengan plastik biar rapih. Jadi deh… 5. Berapa jumlah maksimal produk yang anda hasilkan dalam satu hari kerja? Ya paling kalau dalam seminggu bisa Sembilan puluh potong. 6. Bagaimana sistem pembayaran upah kepada para karyawan? Dibayarnya seminggu sekali disini, tiap hari sabtu, malam minggu. Jadi dibayarnya perpotongan baju yang bisa kita jahit. Besarnya tergantung bajunya, kalau sulit ya bisa tiga ribu sampai tiga ribu lima ratus, tapi kalau gampang mah paling seribu lima ratus sampai dua ribu. 7. Berapa upah maksimal yang pernah anda peroleh, dan berapa upah yang berlaku pada umumnya dalam bidang konveksi ini? Ya waktu itu pernah sich dapat sampai dua ratus tujuh puluh ribu dalam satu minggu. Kalau untuk bayaran standarnya mah rata-rata emang pada netapin 2000-3500 gitu perpotongnya, dikonveksi lain juga rata-rata segitu, kalau pun beda ya g beda-beda jauh lah 8. Adakah tunjangan yang diberikan kepada pekerja? Jika ada bagaimana sistem pemberiannya? Ya paling kalau ada tambahan kerjaan dari ibu, seperti benerin barangbarang yang cacat dari pasar, itu biasanya kita lembur, ya dapat lah kirakira sepuluh ribu per orangnya. Selain itu juga kalau lebaran dapat THR dari ibu.
9. Apakah pernah terjadi keterlambatan atau penangguhan gaji/upah pekerja, bagaimana prosedurnya? Ya engga pernah sich.. tiap malam minggu kita selalu di gaji. 10. Berapa anggota keluarga yang menjadi tanggungan anda, apakah upah disini sudah memenuhi kebutuhan hidup keluarga anda? Tanggungan saya Cuma istri 1..masalah cukup atau engganya mah pasti engga lah, makanya saya dan istri juga cari-cari tambahan selain disini. 11. Adakah tambahan pendapatan diluar dari upah bekerja dikonveksi ini? Ya, paling dikampung ikut usaha kayu gitu.. lumayanlah untuk tambahtambah penghasilan.