169
PENGGUNAAN UPAYA ADMINISTRATIF DALAM SENGKETA TATA USAHA NEGARA*) Oleh: H.M. Laica Marzuki Pada dasarnya penggunaan upaya administratif dalam sengketa Tata Usaha Negara bermula darl slkap tidak puas terhadap perbuatan tata usaha negara. Aspek positlf yang dldapat darl upaya Inl adalah penilalan perbuatan tata usaba yang dlmohonkan tldak hanya dlnilal darl segl penerapan hukum, tapljuga darl segl kebijaksanaan serta memungkinkan dibuatnya keputusan lain yang menggantlkan keputusan l:!ta usaha negara terdahulu, demlkian dlpaparkan penulis dalam tulisan Inl.
1.
Pendahuluan
Penggunaan upaya administratif dalam sengketa tata usaha negara bennula dengan sikap tidak puas terhadap suatu perbuatan tata usaha negara, sckalipun prosedur upaya administratif tidak harus selalu berpaut dengan aeara berperkara pada pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara . Terdapat pelbagai sengketa tata usaha riegara yang diperiksa, diputus dan diselesaikan oleh hakim·hakim dalam lingkungan peradilan tata usaha negara tanpa harus melalui prosedur upaya administratif. Dalam pada itu, terdapat pelbagai sengketa tata usaha negara yang diselesaikan melalui upaya administratif tanpa harus membawa pelbagai sengketa tersebut ke pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara .
•)
Disampaikan pada Seminar "Memantapkan Fungsi Peradilan Tara Usaba Negara Dalam Rangka Lebih Mewujudkan Kedudukan Maasyarakat Menurut Hukum", di Auditorium AI-libra, Kampus II U.M.lm Ujung Pandang, tagl19 Frbruari 1992.
April 1992
Hukum dan Pembangunan
170
Keberlakuan pasal 48 dari Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan Peradilan Tata Usaha negara, yang mensyaratkan bahwa suatu sengketa tata usaha negara tertentu baru dapat diperiksa, diputus dan diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara apabila terhadap sengketa dimaksud telah digunakan seluruh upaya administratif yang tersedia, dapat mengundang pendapat bahwa prosedur upaya administratif yang disyaratkan merupakan bag ian dari kewenangan judicieele rechtsspraak. Lagi pula, pada pasal 51 ayat 3 dari Undang-undang nomor 5 tahun 1986 dikemukakan bahwa pengadilan Tinggi Tatat usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara yang telah diperiksa dan diputus melalui upaya administratif menurut pasal 48 Undang- un dang nomor 5 tahun 1986. Hal tersebut dapat menimbulkan pendapat, seakan-akan kewenangan mengadili dari hakim-hakim administrasi di tingkat pertama telah beralih ke tangan badan-badan atau pejabat-pejabat tata usaha negara yang diserahi kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan secara administratif suatu sengketa tata .usaha negara menurut pasal 48 · Undang-undang nomor 5 tahun 1986. Pengulasan berkenaan upaya admininistratif di bawah ini, Idranya akan dapat menumbuhkan minat para pakar hukum tata usaha negara serta praktisi guna lebih jauh mengkaji hal ikhwal penggunaaan prosedur upaya administratif dalam sengketa tat.1 usaha negara.
2.
Hakekat dari Upaya Administratif
Prosedur upaya administratif merupakan bagian dari kegiatan pengawasan yang dilakukan terhadap badan atau pejabat tata usaba negara. Pengawasan dimaksud bersifat internal control karena dilakukan oleh suatu badan yang secma organisasi struktural masih termasuk dalam lingkungan organisasi dari badan atau tata usaha negara yang bersangkutan. Bentuk pengawasan sedemikian dapat digolongkan dalam jenis pengawasan teknis administratif atau lazim pula disebut sebagai suatu bentuk built-in control (Paulus Effendie Lotulung, 1985:xv-xvi). Pengawasan intern tersebut berbeda dengan pengawasan yang bersifat external control, yakni pengawasan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara yang dilakukan oleh suatu badan atau lembaga yang secara
Penggunaan
171
organisasi tata usaha negara, tepatnya berada di luar badan atau lembaga pemerintah dalam arti eksekutif, seperti halnya dengan pengawasan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan (Bepeka), pengawasan sosial yang dilakukan oleh masyarakat melalui pers, mass-media, pengawasan politik yang pada umumnya dilakukan oleh lembaga-lembaga perwakilan rakyat dalam bentuk hearing ataupun bertanya para anggotanya, termasuk pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan pradilan Uudicial control) dalam hal timbul persengketaan atau perkara dengan bdan atau pejabat tata usaha negara (Paulus Effendi Lotulung, loc. cit). Kedua bentuk pengawasan yang dilakukan terhadap badan atau pejabattata usaha negara dimaksud adalah terutama berfungsi pula sebagai upaya perlindungan hukum (rechtsbescherming) bagi rakyat, para warga (P.M. Hadjon, 1987: 1 sid 20), disamping bertujuan membenahi organisasi dari badan atau pejabat tata usaha negara dimaksud agar dapat menjadi lebih bersih ("clean"), lebih efektif dan lebih berdaya guna dalam hal penyelenggaraan tugas-tugas publik. Suatu upaya administratif tidak hanya- sebagaimana lazimnyaditujukan pada perbuatan tata usaha negara yang berkenaan dengan. penerbitan keputusan!ketetapan "beschikkingsdaad van de administratie") tetapi juga terhadap perbuatan-perbuatan tata usaha negara lainnya, seperti halnya dengan perbuatan materiil tata uasha negara ("materieele daad van de administratie") dan perbuatan tata usaha negara yang berkenaan dengan pembuatan peraturan ("regelingsdaad van deadministratie"), yang kesemuannya dipandang merugikan pihak lain. Pengawasan intern dapat merupakan pengawasan represif (yang lazim disebut konlrol a-posteriori). Pengawasan perventif berlujuan mencegah terjadinya kesalahan dan pnyimpangan pada suatu perbuatan tata usaha negara, sedangkan pengawasan represif ditujuakan gun a memulihkan ("to cure) sesuatu perbuatan tata usaha negara yang dipandang salah, menyimpang serta merugikan pihak lain. Upaya administratif yang diajukan oleh suatu pihak berkenaan dengan permasalahan yang timbul dari perbuatan tata usaha negara pada umumnya merupakan bagian dari kegiatan pengawasan represif. Pada ketentuan Undang-undang nomor 5 tahun 1974 ten tang Pokok- pokok Pemerintahan di Daerah diatur secara tegas adanya pengawasan preventif (pasal 68,69)
April 1992
172
Hukum dan Pembangunan
dan pengawasan represif (pasal 70). Pasal 70 ayat 1 dari Undang-undang nomor 5 tahun 1974 mengemukakan bahwa Peraturan Daerab dan atau Keputusan Kepala Daerah yang . bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan atau peraturan daerah tingkat atasnya ditangguhkan berlakunya atau dibatalkan oleh pejabat yang berwenang. Apabila Gubernur kepala Daerah tidak menjalankan haknya untuk menanguhkan atau membatalkan Peraturan Daerah Tingkat II maka penganggubannya dan pembatalannya dapat dilakukan oleb Menteri Dalam Negeri R.I. (ayat 2). Keputusan Pengadilan Negeri Cirebon bertanggal 22 Februari 1968 nomor 83/1967 Perdata, yang mempertimbangkan bahwa Keputusan Walikota Kepala Daerab Kotamadya Corebon, bertanggal 15 Desember 1967 nomor 1079/439- 2(WK yang menunjuk sebuah bangunan di jalan Pekiringan nomor 99, Cirebon sebagai tempat usaha dari toko Pangan Pemda Kotamadya Cirebon adalah bertentangan dengan perturan Pemerintab nomor 49 tabun 1963, mengisyaratkan babwa keputusan kepala daerab yang dapat ditanggubkan dan dibatalkan berdasarkan kewenangan pengawasan represif adalab termasuk keputusan tata usaba negara dalam arti bescbikking (= perkara Lie Miauw Hoa dkk melawan Ang Boen Tjan, Ang Ie Tek dan Walikota Kepala Daerab Cirebon). Sebagaimana diketabui putusan bakirn tingkat pertama tersebut dikuatkan dengan keputusan Mabkamab Agung R.I., bertangggal 17 September 1973 nomor 899KJSip/1972. Tedapat segi yang menguntungkan bagi pibak yang menggunakan upaya administratif karena penilaian yang dilakukan terhadap perbuatan tata usaha negara yang dimohonkan upaya administratif, tidak hanya dinilai dari segi penerapan hukum (rechmatigheid) tapi juga dari segi Kebijaksanaan (doelmatigheid), serta memungkinkan dibuatnya keputusan (beschikking lain yang menggantikan keputusan tata usaha negara terdahulu (Rochmat Soemitro, 1976 : 49, Sjachran Basab, 1985 : 60 sid 64). Satu-satunya sikap curiga yang hingga kini masih terasa itujukan pada pengunaan prosedur upaya administratif ada lab berpaut dengan hal objektivitas dari badan atau pejabat atasan yang diserahi kewenangan untuk menangguhkan dan membatalkan suatu perbuatan tata usaha negara yang dilakukan oleh aparat bawahan sendiri.
Penggunaan
3.
173
Upaya Administratif dalam kaitan Prosedur Keberatan ("Bezwaar") dan Banding Aministratif ("AdministratiefBeroep H)
Upaya administratif yang dilakukan menurut prosedur keberataan ("bezwaarH) dan banding administratif ("administratief beroep") disebul pula dengan nama adminislratief beroep prosedur, karena pada umurnnya prosedural dari upaya administratif hampir selalu dimulai dengan pengajuan keberatan ("bezwaar") kepada badan atau pejabat lata usaha negara yang bersangkutan dan setelah itu, jika tidak berhasil maka pennasalahannya dibawakan kepada badan atau pejababat atasan dari badan atau pejabat tata usaha negara tersebut. Namun demikian, seeara prosessueel, kedua prosedur upaya administratif dimaksud harus dibedakan. Prosedur keberatan ("bezwaar") ditujukan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang melakukan perbuatan lata usaha negara dimaksud, misalnya keberatan yang diajukan oleh seorang wajib pajak kepada Direktur lenderal Pajak atas suatu Surat Pemberitaan, Surat Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Tambahan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran, serta . pemotongan atau pemungutan pajak oleb pibak ketiga, menurut pasal 25 ayat 1 dari Undang-undang nomor 6 tabun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata . Cara Perpajakan. Sebagaimana diketabui, wajib pajak dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terbadap keputusan yang ditetapkan oleb Direktur lenderal Pajak mengenai keberatanny.a dalam jangka waktu tiga bulan sejak tanggal keputusan ditetapkan (pasal 27 ayat 1). Prosedur banding administratif ("administratie{ beroep)" ditujukan kepada badan atau pejabat atasan dari bad an atau pejabal tata usaha negara, misalnya upaya banding yang ditujukan terbadap Keputusan Badan Pertimbangan Kepegawaian (=BAPEK) sehubungan dikeluarkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara yang memuat hukuman disiplin, pemberbentian dengan bormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberbentian tidak dengan bormat bagi pegawai negeri sipil ruang IV/a ke bawah, menurut ketentuan Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1980. Pihak yang tidak puas dengan keputusan administratier beroep dapat meneruskan permasalahannya kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (pasalS1 ayat 3).
April 1992
174
4.
Hukum dan Pembangunan
Upaya Administratif dalam kaitan Peradilan Semu (=Oneidenlijke Administratieve Rechtspraak, Quasi Rechtspraak)
Upaya administratif acapkali digunakan dengan memhawa pennasalahan sengketanya pada suatu peradilan semu. Badan peradilan semu tersehut adalah seeara struktural tennasuk hagian dari organisasi hadan tata usaha negara, tetapi oleh peraturan perundang-undangan diheri kewenangan untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa, seperti halnya dengan hadan peradilan, Peradilan semu bukan badan peradilan tetapi diberi fungsi peradilan ( dalam arti reehtspraak, judiciary), seperti Panitia Penyelesaian Perselisihan Perhuruhan (P4), Panitia Urusan Piutang Negara (PPUN) dan Kantor Urusan Perumahan (KUP) dikala sehelum tahun 1981. Badan-hadan peradilan semu tidak merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman dan karena itu tidak termasuk hadan peradilan. Menurut W.F. Prins (1950 :87) adalah dipandang tennasuk peradilan semu (atau quasi reehtspraak) manakala kewenangan memutus terhadap keberatan-keheratan yang diajukan itu terletak pada instansi yang lehih tinggi , atau merupakan instansi atasan dari jawatan yang bersangkutan ("een hogere instantie van dezelfde dienst"), seraya mengutip pendapat· Sinninghe Darnste bahwa seperti halnya dengan hawahannya, maka hoofdinspeeteur yang memutuskan keheratan juga merupakan "in de zaak opgesloten" dari padanya. Oleh karena hadan peradilan semu adalah bagian dari organisasi badan tata usaha negara, maka hadan tersehut dapat digugat di pengadilan. Paulus Effendie Lotulung 86) berpendapat bahwa peradilan semu itu pada hakekatnya seeara organisatoris tennasuk organ pemerintah / administratif, sehingga oleh karenanya putusan masih dapat digugat didepan suatu badan peradilan mumi.
5.
Upaya Administratif dalam kaitan Prosedur Penggugatan Pada Peradilan Tata Usaha Negara (menumt UU No.5 tahun 1986).
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hagian dari kekuasaan kehakiman, yang seera organisasi struktural herpuncak pada pengadilan negara tertinggi, yakni Mahkamah Agung R.1. (=Vide pasal 10 ayat 1 dan 2 dari UU No. 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman). Undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 September 1986
Penggunaan
175
serta dimuat dalam lembaran negara R.I. tabun 1986 No. 77. Penjelasan dari padanya dimuat dalam Tambaban Lembaran Negara R.I. nomor 3344. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata usaha Negara memiliki prosedur organisasi serta acara perkara tersendiri, seperti halnya dengan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama dan peradilan militer. Peradilan Tata Usaba Negara tidak sarna dengan Administratieve Rechtsspraak Overbeidsbeschikkingen (disingkat AROB) di Belanda, yang pada hakekatnya ada lab termasuk bijzondere administratieve rechtsspraak (peradilan administrasi khusus), sekalipun kompetensi absolut dari keduanya adalah sarna, yakni memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara berkenaan dengan perbuatan keputusan/ketetapan tertulis yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaba negara (Iebih jaub, dapat ditelaah pula, 1.BJ.M ten Berge et aI, 1986, Willem Konijnenbelt, 1988: 34). Pasal48 dari Undang-ndang nomor 5 tahun 1986 mensyaratkan bahwa dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi kewenangan untuk menyelesaikan secara administratif suatu sengketa tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut barus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia (ayat 1). Ditegaskan bahwa pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara dimaksud jika seluruh uapaya administratif yang bersangkutan telah digunakan (ayat 2). Pada bagian Penjelasan dari pasal 48 UU No.5 tahun 1986 dikekemukakan bahwa upaya administratif dapat ditempuh dengan prosedur banding administratif dan keberatan. Permasalahan sengketa yang diajukan secara prosedur banding ("administief beroep") dan keberatan ("bezwaar") diperiksa dan diputus dengan penilaian yang lengkap, baik dari segi penerapan hukum ("rechtmatigheid") maupun dari segi kebijaksanaan ("doelmatigheid"). Pasal 51 ayat 3 dari UU No.5 tahun 1986 mengisyaratkan bahwa, manakala sengketa tata usaha negara tertentu itu telah diperiksa dan diputus menlalui upaya administratif, dan pihak yang bersangkutan tidak temyata menerimanya, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan inggi Tata Usaha Negara. Pengadilan Tinggi Tata usaha Negara dalam kaitan ini dalah bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa di tingkat pertama. Putusan Pengadilan Tinggi
April 1992
176
Hukum dan Pembangunan
Tata Usaha Negara dimaksud dapat diajukan permohonan kasasi (ayat 4). Pengajuan gugatan yang langsung disampaikan kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara itu tidaklah herarti hahwa dengan demikian, kewenangan mengadili dari hakim-hakim daministrasi ditingkat pertama telah heralih ke tangan hadan atau pejahat atasan tata usaha negara yang diserahi kewenangan memeriksa dan memutus sengketa di tabap pemeriksaan upaya administratif. Suatu sengketa tata usaha negara yang dihawakan kepada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara hanya dapat diperiksa diputus dan diselesaikan oleh hakim-hakim di dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara itu sendiri. Hakim ad hoc yang ditunjuk herdasarkan Pasal 135 UU No.5. tahun 1986 adalah herstatus Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Ketentuan aeara berperkara yang dimaksud dalam pasal 48 UU No.5 tahun 1986 heserta pasal 51 ayat 3dari UU tersehut adalah berpailt belaka dengan hal teknis efisiensi dalam aeara berperkara, sesuai azaz peradilan yang sederhana, cepat, murah (= hiaya ringan), menurut pasal4 ayat 2 dari UU No. 14 tabun 1970 tentang Ketentu.an Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Tidak semua sengketa Tata Usaha Negara yang dihawa ke Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara disyaratkan untuk terlehib dahulu menempuh upaya administratif, tetapi hanya dalam sengketa Tata Usaha Negara tertentu dimana "suatu hadan atau pejahat tata usaha negara diheri wewenang oleh atau herdasarkan peraturan perundang-undanagn untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara" tersebut (= pasal48 ayat 1 UU No.5 tahun 1986). Pada hagian Penjelasan dari pasal tersehut dikemukakan hahwa dari ketentuan dalam peraturan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang bersangkuan dapat dilihat apakah terhadap suatu keputusan tata usaha negara tersehut terhuka atau tidak terbuka kemungkinan untuk ditempuh suatu upaya administratif. Pada prinsipnya, hampir semua perbuatan keputusan!ketetapan ("beschikingdaad") dari Tata Usaha Negara dapat terhuka kemungkinan untuk ditempuh suatu upaya administratif, tetapi dengan demikian dikhawatirkan akan terjadi kesenjangan prossesuel dalam herperkara, karena hal tersehut akan
Penggunaan
177
mengakibatkan pengangguran di kalangan hakim-hakim administrasi pada Peradilan Tata Usaha Negara. Pembuat UU No.5 tahun 1986 agaknya menghendaki agar hal terbuka atau tidaknya kemungkinan untuk ditempuh upaya administratif bagi suatu perbuatan keputusan/ketetapan ("beschikkingsdaad van de administratie") harus secara tegas (expressis verbis) dicantumkan pada peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya putusan Tata Usaha Negara. BAHAN RUJUKAN KEPUSTAKAAN: BASAH, SJACHRAN 1985 Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Penerbit Alumni: Bandung. Ten Berger, J.B.J.M. et al 1986 AROB in vogelvlicht, Samson H.D. Tjeenk Wilink: Alphen aan den rijn. HADJON, PlflLIPUS M. 1987 Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu: Surabaya . .KONUNENBELT, WILLEM 1988 Hoofdlijnen van ' Recht, Lemma Bv. :Culemborg.
Adm in istratief
LOTULUNG, PAULUS EFFENDlE 1986 Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah, PT. Bhuana Ilmu Populer: Jakarta. PRINS, W.F. 1950 Inleiding in Indonesia, J.B. Wolters: Jakarta .
het Administratief Recht
van
ROCHMAT SOEMITRO 1976 Masalah Peradilan Administrasi dalam Hukum Pajak di Indonesia, Eresco: Bandung .
••• Let us dare to read, think, speak, and write. Hendaknya kita berani membaca, berbicara, dan menulis. . (Joho Adam)
April 1992