PENGGUNAAN PUPUK MAJEMUK SEBAGAI SUMBER HARA PADA BUDIDAYA BAYAM SECARA HIDROPONIK DENGAN TIGA CARA FERTIGASI
Oleh MUHAMMAD IQBAL A34302027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PENGGUNAAN PUPUK MAJEMUK SEBAGAI SUMBER HARA PADA BUDIDAYA BAYAM SECARA HIDROPONIK DENGAN TIGA CARA FERTIGASI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD IQBAL A34302027
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
MUHAMMAD IQBAL. Penggunaan Pupuk Majemuk Sebagai Sumber Hara pada Budidaya Bayam Secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. (Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO dan KETTY SUKETI). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari penggunaan pupuk majemuk sebagai sumber hara pada budidaya bayam secara hidroponik dan mengetahui cara fertigasi yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi bayam. Penelitian dilaksanakan di fasilitas hidroponik Parung Farm, Parung, Bogor yang berada pada elevasi 100 m dpl pada bulan Februari 2006 sampai dengan bulan April 2006. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) berupa percobaan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis larutan hara yang terdiri dari larutan hara A (pupuk AB Mix) dan larutan hara B (pupuk majemuk). Faktor kedua adalah cara fertigasi yang terdiri atas tiga cara fertigasi yaitu fertigasi manual (F1), fertigasi terputus-putus (intermittent) dengan pengatur waktu (F2) dan fertigasi terus-menerus (F3). Terdapat enam kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak empat kali sehingga ada 24 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 15 tanaman per talang, maka jumlah total tanaman yang ditanam sebanyak 360 tanaman. Untuk pengamatan dipilih secara acak 5 tanaman contoh dalam setiap ulangan sehingga total tanaman yang diamati sebanyak 120 tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk majemuk dengan konsentrasi N yang telah disetarakan dengan larutan hara AB Mix dapat digunakan sebagai sumber hara pada budidaya bayam secara hidroponik. Tanaman bayam yang diberi larutan hara yang berasal dari pupuk majemuk memiliki tinggi, diameter dan bobot tajuk yang sama dengan tanaman yang diberi larutan hara AB Mix dan memiliki warna daun lebih hijau. Cara fertigasi dengan mesin pompa efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bayam serta efisien dalam penggunaan tenaga dan waktu. Fertigasi terputus-putus (F2) menghasilkan bobot total per talang lebih berat dibandingkan dengan fertigasi terus- menerus (F3) atau fertigasi manual (F1).
Pada fertigasi terputus-putus (F2) dan fertigasi terus- menerus (F3) memiliki kelarutan hara dan oksigen dalam air yang lebih baik dibandingkan cara fertigasi manual (F1) karena terdapat sirkulasi larutan hara. Panen dilakukan pada 21 HST. Kombinasi perlakuan larutan hara AB Mix dengan cara fertigasi terputus-putus (F2) menghasilkan bobot utuh, bobot akar dan bobot total per talang paling berat. Tanaman bayam yang diberi larutan hara AB Mix dengan cara fertigasi terputus-putus (AF2) memiliki bobot utuh 46.40 g, bobot tajuk 31.45 g, bobot akar 14.95 g dan bobot total per talang 465.25 g. Bobot tajuk terberat terdapat pada tanaman dengan larutan hara B dengan cara fertigasi terus- menerus (BF3) sebesar 31.75 g.
Judul : PENGGUNAAN PUPUK MAJEMUK SEBAGAI SUMBER HARA PADA BUDIDAYA BAYAM SECARA HIDROPONIK DENGAN TIGA CARA FERTIGASI Nama : Muhammad Iqbal NRP
: A34302027
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr Ir Winarso D. Widodo, MS NIP. 131 664 405
Ir Ketty Suketi, MSi NIP. 131 578 793
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertania n
Prof. Dr Ir Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus : .....................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 14 Maret 1984 dan merupakan anak ketiga dari Bapak Drs Widarna dan Ibu Ening Widaningsih. Tahun 1996 penulis lulus dari SDN 3 Ciborelang kemudian pada tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di MTsN 1 Sukaraja. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 1 Jatiwangi pada tahun 2002. Tahun 2002 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Hortikultura Jurusan Budidaya Pertanian (sekarang : Departemen Agronomi dan Hortikultura), Fakultas Pertanian melalui jalur USMI. Selama mengikuti kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis menjadi panitia Lintas Desa tahun 2004. Tahun 2005 penulis menjadi panitia Festival Tanaman sebagai seksi hubungan masyarakat.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian dengan judul “Penggunaan Pupuk Majemuk Sebagai Sumber Hara pada Budidaya Bayam Secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi” terdorong oleh keinginan untuk mengetahui alternatif pengganti larutan hara AB Mix dan mencari cara fertigasi yang terbaik dalam budidaya bayam secara hidroponik. Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan PT. Parung Farm Hidroponik, Parung, Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada : 1. Dr Ir Winarso D. Widodo, MS dan Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen pembimbing yang dengan kesungguhan hati telah membimbing dan memberi arahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr Ir Anas D. Susila, MSi sebagai dosen penguji. 3. PT. Parung Farm Hidroponik yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. 4. Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Desember 2006 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN ........................................................................................... Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan ...................................................................................................... Hipotesis ..................................................................................................
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. Hidroponik .............................................................................................. Larutan Hara ............................................................................................ Pupuk Majemuk ..................................................................................... Tanaman Bayam ......................................................................................
4 4 5 6 7
BAHAN DAN METODE ............................................................................... 8 Waktu dan Tempat ................................................................................... 8 Bahan dan Alat ........................................................................................ 8 Metode Penelitian ..................................................................................... 9 Pelaksanaan ............................................................................................. 10 Pengamatan ............................................................................................. 11 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 13 Kondisi Umum ........................................................................................ 13 Pertumbuhan Vegetatif............................................................................. 15 Panen ........................................................................................................ 23 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 28 LAMPIRAN ..................................................................................................... 31
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Hasil Panen Bayam pada Perlakuan Larutan Hara, Cara Fertigasi, dan Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ............................................ 23
Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam .............................................................................. 32 2. Komposisi Hara pada Dua Jenis Larutan Hara ............................................... 33 3. Komposisi Hara pada Tiga Jenis Pupuk ..........................................................33 4. Analisis Ekonomi Masing- masing Pupuk untuk 1000 liter .............................33 5. Penggunaan Sumber Daya pada Tiga Cara Fertigasi ..................................... 34 6. Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ............................................. 34 7. Sidik Ragam Peubah Panen ............................................................................ 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Dua Jenis Larutan Hara ........................ 16 2. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Tiga Cara Fertigasi ............................... 16 3. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ........................................................................................... 17 4. Pertumbuhan Diameter Batang pada Dua Jenis Larutan Hara ....................... 17 5. Pertumbuhan Diameter Batang pada Tiga Cara Fertigasi .............................. 18 6. Pertumbuhan Diameter Batang pada Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ........................................................................................... 18 7. Pertumbuhan Jumlah Daun pada Dua Jenis Larutan Hara ............................. 19 8. Pertumbuhan Jumlah Daun pada Tiga Cara Fertigasi .................................... 19 9. Pertumbuhan Jumlah Daun pada Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ........................................................................................... 20 10. Tanaman Bayam yang Berumur 15 HST ........................................................ 21 11. Lebar Daun Bayam dan Batang Tanaman ...................................................... 24 12. Penampilan Tanaman Bayam pada 21 HST ................................................... 26
Lampiran 1. Suhu Udara Harian dalam Rumah Plastik pada 1-21 HST ............................ 37 2. Kelembaban Udara Relatif (RH) Harian dalam Rumah Plastik pada 1-21 HST ............................................................................................... 37 3. Kisaran Nilai pH Larutan Hara A .................................................................. 37 4. Kisaran Nilai pH Larutan Hara B ................................................................... 38 5. Kisaran Nilai EC Larutan Hara A .................................................................. 38 6. Kisaran Nilai EC Larutan Hara B .................................................................. 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan telah menyebabkan lahan pertanian di daerah perkotaan beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman dan perkantoran sehingga kebutuhan terhadap pangan termasuk komoditas hortikultura seperti sayuran banyak dipasok dari pedesaan. Data FAO (2002) menunjukkan bahwa konsumsi sayuran per kapita penduduk Indonesia pada tahun 1999 hanya mampu memenuhi 30.7 kg/tahun, padahal tingkat konsumsi sayuran yang dianjurkan minimum 65.0 kg/tahun. Salah satu cara untuk me menuhi kebutuhan sayuran sebagian masyarakat perkotaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau halaman di sekitar rumah untuk ditanami tanaman sayuran yang diperlukan. Salah satu sayuran yang dapat diproduksi dengan cepat adalah bayam (Amaranthus tricolor L.). Bayam dapat tumbuh pada lahan marjinal yang tanaman lain tidak mampu bertahan hidup dan dapat ditumbuhkan secara hidroponik. Dengan demikian bayam cocok untuk dikembangkan di daerah perkotaan yang areal lahan pertaniannya semakin terbatas. Budidaya secara hidroponik dapat berhasil apabila kebutuhan air, sirkulasi udara dan hara tanaman terjamin. Dalam budidaya tanaman secara hidroponik media tanam yang digunakan bersifat inert, sehingga untuk memenuhi kebutuhan hara, tanaman harus disiram dan mendapatkan suplai hara dari luar. Beragamnya jenis pupuk majemuk yang tersedia dapat memberikan alternatif yang banyak dalam memilih pupuk bagi tanaman. Hyponex, Gandapan dan Growmore merupakan nama merk dagang dari pupuk majemuk yang cukup banyak tersedia di pasaran. Hyponex (20-20-20) merupakan salah satu jenis pupuk daun anorganik makro, berbentuk kristal dan digunakan dalam pertumbuhan vegetatif (Lingga dan Marsono, 2004). Pada penelitian terdahulu, terbukti bahwa tiga macam pupuk majemuk (Growmore, Hyponex dan Gandapan) memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan larutan hara AB Mix (Kusumawardhani, 2003; Lisdiawati, 2003; Harlina, 2003). Pada penelitian yang dilakukan Retariandalas (2003) diketahui bahwa pupuk majemuk dengan perbandingan NPK 20-20-20 (P1), 32-10-10 (P2) dan
2
20-15-15 (P3) dapat digunakan sebagai sumber hara selama 10 sampai 12 hari setelah tanam pada budidaya caisin kultivar Tosakan secara hidroponik. Krisanti (2003) menyatakan bahwa penyetaraan unsur N pada campuran pupuk siap pakai Hyponex dan saprodap dapat menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah buku yang tidak berbeda nyata dengan larutan hara AB Mix pada tanaman tomat. Masriah (2006) menyimpulkan bahwa pupuk siap pakai Hyponex dan Saprodap dapat dipakai sebagai larutan hara untuk budidaya kangkung darat yang ditanam secara hidroponik dengan pertumbuhan tanaman yang lebih cepat dan hasil panen lebih besar dibandingkan tanaman yang diberi larutan hara AB Mix yaitu bobot tajuk sebesar 37.55%, bobot akar 44.34% dan bobot total per talang 37.97%. Pada sistem hidroponik, kebutuhan nutrisi diberikan bersamaan dengan irigasi atau dikenal dengan istilah fertigasi. Pada fertigasi penggunaan pupuk dapat diatur dalam jumlah dan konsentrasi yang sesuai dengan kebutuhan dari tanaman selama musim pertumbuhan tanaman untuk memperoleh hasil yang optimal dengan kualitas baik (Hermantoro, 2003). Pengaturan fertigasi yang ditekankan pada cara pemberian larutan hara perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pupuk pada budidaya sayuran secara hidroponik. Masriah (2006),
menyatakan bahwa cara fertigasi manual dapat
menghasilkan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan fertigasi terputus-putus atau fertigasi terus- menerus dan produksi kangkung darat yang terbaik, namun tidak efisien dalam penggunaan biaya, waktu dan tenaga. Menurut Izzati (2006), fertigasi dengan otomatisasi lebih efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman selada. Fertigasi terputus-putus menghasilkan pertumbuhan dan produksi tanaman selada terbaik serta lebih efisien dalam tenaga, biaya dan waktu dibandingkan dengan fertigasi terus- menerus. Pada percobaan ini akan dipelajari penggunaan pupuk majemuk sebagai sumber hara dengan tiga cara fertigasi pada budidaya tanaman bayam secara hidroponik.
3
Tujuan 1. Mempelajari penggunaan pupuk majemuk dengan konsentrasi N yang telah disetarakan dengan larutan hara AB Mix sebagai sumber hara pada budidaya bayam secara hidroponik. 2. Mengetahui cara fertigasi terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi bayam.
Hipotesis 1. Pupuk majemuk dengan konsentrasi N yang telah disetarakan dengan larutan hara AB Mix dapat digunakan untuk budidaya bayam secara hidroponik. 2. Terdapat cara fertigasi yang terbaik untuk produksi bayam secara hidroponik. 3. Terdapat kombinasi perlakuan larutan hara dengan cara fertigasi terbaik untuk pertumbuhan dan produksi bayam.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Hidroponik Hidroponik awalnya ditujukan untuk pertumbuhan tanaman dalam sistem air, tetapi sekarang mencakup semua sistem yang menggunakan larutan hara dengan atau tanpa penambahan media inert (pasir, kerikil, rockwool, vermikulit) untuk dukungan mekanis. Terdapat empat sistem yang berbeda dalam hidroponik, yaitu kultur pasir, sistem terbuka agregat, teknik selaput hara dan sistem hidroponik mengapung. Pada sistem terbuka agregat, bibit dipindah tanamkan ke bak-bak atau kantung-kantung plastik yang diisi dengan substrat yang relatif inert dan diairi secara individu dengan larutan hara, menggunakan sistem tetes. Media dapat disterilkan kembali dengan uap (Harjadi, 1989). Menurut Nelson (1978), pemilihan media tanam yang baik didasarkan pada empat kriteria sebagai berikut : (1) dapat menjadi tempat penyimpanan hara untuk tanaman, (2) mempunyai kemampuan menyimpan air untuk tanaman, (3) tidak menghalangi terjadinya pertukaran udara antara akar dengan atmosfer di atas media dan (4) mempunyai kemampuan daya dukung mekanis untuk tanaman. Metode fertigasi melalui sistem irigasi tetes memberikan pupuk kepada tanaman dengan seragam pada zona basah yang juga merupakan konsentrasi perkembangan perakaran. Keadaan tersebut akan meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk, oleh karena pupuk yang diberikan dalam bentuk cairan di daerah perakaran akan cepat diserap oleh tanaman. Sistem tersebut tidak hanya mengurangi biaya produksi akan tetapi juga mengurangi kemungkinan polusi air oleh karena pencucian pupuk. Pada sistem fertigasi penggunaan pupuk dapat diatur dalam jumlah dan konsentrasi yang sesuai dengan kebutuhan pupuk aktual dari tanaman selama musim pertumbuhan tanaman untuk dapat memenuhi kebutuhan pupuk bagi tanaman sangat perlu diketahui kebutuhan pupuk optimal oleh tanaman pada setiap tahap pertumbuhan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan kualitas baik. Fertigasi dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk tunggal maupun campuran berbagai macam pupuk, baik dalam bentuk pupuk padat yang dilarutkan dalam air maupun pupuk cair yang dicampurkan dalam air irigasi (Hermantoro, 2003).
5
Larutan Hara Larutan hara merupakan bahan-bahan yang diserap oleh tanaman dan berisi satu atau lebih unsur esensial yang dibutuhkan tanaman (Jensen, 1997). Menurut Krisantini et al. (1993) terdapat beberapa formula larutan hidroponik siap pakai yang sudah dikomersilkan, misalnya : larutan Hoagland, larutan Arnon, larutan Cooper dan sebagainya. Semua larutan di atas menggunakan bahan kimia dengan harga relatif mahal terutama unsur mikronya. Larutan hara memiliki tiga hal utama yang harus diperhatikan yaitu komposisi, pH dan EC. Kualitas larutan hara sangat ditentukan oleh suhu larutan, pH larutan dan konduktivitas listrik (EC). Pada saat suhu larutan tinggi, jumlah oksigen yang terkandung dalam larutan akan menurun cepat (Morgan, 2000). Menurut Nelson (1978) nilai rata-rata tertinggi tersedianya semua nutrisi penting tanaman berada pada pH kisaran 5.4 sampai 6.0 untuk media tanpa tanah. Unsurunsur akan terlarut sepenuhnya dan mudah terserap oleh akar jika nilai pH masih berada dalam kisaran tersebut. Rendahnya pH menyebabkan peningkatan kandungan Fe, Mg dan Al terlarut, selain itu ketersediaan Ca, Mg, S, dan Mo menurun. Pada pH tinggi sebaliknya menyebabkan penurunan P, Fe, Mg, Zn, Cu, dan B. Soepardi (1983) menambahkan pH merupakan hal yang harus diperhatikan karena berhubungan dengan mudah tidaknya Ca dan Mg pertukarkan, kelarutan alumunium dan unsur-unsur mikro, ketersediaan fosfor dan kegiatan jasad mikro. Selain pH, faktor lain yang mempengaruhi kualitas larutan nutrisi, yaitu kepekatan larutan yang dapat diketahui dengan mengukur kemampuan larutan untuk menghantarkan listrik yang terkandung di dalam larutan ke akar tanaman. Konduktivitas listrik (electrical conductivity, EC) merupakan alat pengukur kadar garam dalam larutan nutrisi. Konduktivitas listrik memberi indikasi mengenai nutrisi yang terkandung pada larutan dan yang diserap oleh suatu tanaman. EC meter hanya dapat mengukur jumlah total garam terlarut, tetapi tidak dapat membedakan antara garam- garam yang berada di dalam larutan. Perubahan nilai konduktivitas listrik dipengaruhi oleh evaporasi dari larutan hara, transpirasi tanaman dan laju absorbsi ion hara mineral oleh akar (Kristianti, 1997). Menurut Permatasari (2001), perubahan EC larutan nutrisi pada budidaya tanaman pak choy berbanding lurus dengan banyaknya unsur hara yang terkandung dalam
6
larutan nutrisi. Semakin banyak unsur hara yang terkandung dalam larutan nutrisi maka akan semakin tinggi pula nilai EC, yang berarti bahwa kemampuan larutan nutrisi tersebut untuk menghantarkan ion- ion listrik ke akar tanaman akan semakin tinggi.
Pupuk Majemuk Pupuk merupakan bahan yang secara langsung ataupun tidak langsung diberikan kepada tanaman supaya tanaman dapat tumbuh dengan baik serta produksi dan kualitasnya meningkat. Berdasarkan jumlah unsur hara yang terkandung di dalamnya, pupuk dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu unsur hara esensial seperti urea, SP-36 dan KCl. Sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu macam unsur hara esensial yang dibuat dengan cara mencampurkan beberapa pupuk tunggal. Pencampuran pupuk bisa dilakukan secara mekanik (tanpa perubahan kimia) atau dengan cara pencampuran yang mengakibatkan perubahan fisika dan kimia (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Pemupukan yang efektif adalah pemupukan yang berfungsi menambahkan unsur hara yang tersedia dalam jumlah sedikit. Dampak pemupukan yang efektif akan terlihat pada pertumbuhan tanaman yang optimal dan keuntungan usaha tani yang naik dengan signifikan. Program pemupukan sayuran secara modern dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Kompleksitas program pemupukan menyebabkan : bervariasinya jenis pupuk, formulasi, metode dan saat aplikasinya (Susila, 2003). Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dikelompokkan dalam dua bagian yaitu unsur hara makro dan mikro, unsur hara makro diperlukan dalam jumlah besar dan di dalam larutan konsentrasinya relatif tinggi. Termasuk unsur hara makro adalah N, P, K, Ca, Mg dan S. Unsur mikro hanya diperlukan dalam jumlah yang rendah, yang meliputi unsur Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo dan Cl (Soepardi, 1983). Jika tanaman kekurangan salah satu dari unsur tersebut maka tanaman tidak akan dapat menyelesaikan siklus hidupnya karena unsur-unsur tersebut berperan langsung dalam kehidupan tanaman dan kedudukannya tidak dapat digantikan secara keseluruhan oleh unsur lain (Salisbury dan Ross, 1995).
7
Tanaman Bayam Bayam merupakan tanaman ekonomis yang mempunyai keunggulan komparatif, antara lain tidak terlalu banyak gangguan hama penyakit maupun kondisi lingkungan yang sub optimal karena tanaman bayam cukup responsif menerima masukan yang relatif seadanya. Selain itu tanaman ini mengandung banyak nutrisi yang diperlukan oleh masyarakat (Hadisoeganda, 1996). Keluarga bayam-bayaman (Amaranthaceae) terdiri dari banyak spesies. Klasifikasi secara umum menurut Benson (1957) adalah sebagai berikut : divisi : Spermatophyta, kelas : Angiospermae, subkelas : Dicotyledone, ordo : Caryophylales, famili : Amaranthaceae, genus : Amaranthus, spesies : Amaranthus tricolor. Syarat tumbuh bayam hampir sama dengan kebanyakan tanaman lainnya, yaitu lahan yang aerasinya bagus (gembur) tetapi mampu menahan air yaitu cukup bahan organik, kisaran pH mendekati netral (6-7), lahan bebas dari hama penyakit dan gulma (Hadisoeganda, 1996). Sebagian besar tanaman bayam daun tumbuh tegak, setinggi 30-90 cm, dan menghasilkan banyak bunga kecil pada bulir terminal (ujung) atau aksilar (samping). Bayam biasanya diperbanyak dengan biji dan sangat toleran terhadap kekeringan. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman dengan meninggalkan akarnya untuk memudahkan pengikatan. Umur pascapanen bayam relatif singkat karena daunnya lembut dan cepat layu (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
8
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2006 sampai dengan bulan April 2006. Kegiatan penelitian dilakukan di fasilitas hidroponik Parung Farm, Parung, Bogor yang berada pada elevasi 100 m dpl dengan suhu harian rata-rata 32.42o C.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi benih bayam “known you seed”, arang sekam, la rutan hara hidroponik standar dan pupuk majemuk. Larutan hara AB Mix digunakan sebagai komposisi hara pembanding. Larutan pupuk majemuk disiapkan dengan mencampur pupuk Hypone x (20-20-20) dan Saprodap (16-20-0) dengan kandungan N yang telah disetarakan dengan larutan hara AB Mix (180 mg/l N). Sebagai
media persemaian digunakan kerikil.
Untuk penanaman
digunakan cup plastik yang ditempatkan pada talang PVC (p = 4 m, l = 10 cm, t = 12 cm.). Untuk menyangga tanaman digunakan styrofoam berwarna putih yang telah diberi lubang dengan diameter ± 7 cm dan jarak tanam 10 cm. Talang PVC ditempatkan di dalam rumah plastik dengan dinding paranet dan beratap plastik UV. Alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi pH dan EC meter digital, FHK Chlorophylltester CT-102, bak penampung, penggaris, timbangan analitik, jangka sorong, gelas ukur, selang plastik, pompa akuarium tipe Ri-P2600 dan timer.
9
Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) berupa percobaan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis larutan hara yang terdiri dari larutan A (larutan hara AB Mix) dan larutan B (pupuk majemuk). Faktor kedua adalah cara fertigasi yang terdiri atas tiga perlakuan fertigasi yaitu fertigasi manual (F1), fertigasi terputus-putus (F2), dan fertigasi terus- menerus (F3). Terdapat 6 kombinasi perlakuan (AF1, AF2, AF3, BF1, BF2, BF3) yang diulang sebanyak 4 kali sehingga ada 24 satuan percobaan (talang) dimana setiap satuan percobaan terdiri dari 15 tanaman per talang, maka jumlah total tanaman yang ditanam sebanyak 360 tanaman. Untuk pengamatan dipilih secara acak 5 tanaman contoh dalam setiap ulangan sehingga total tanaman yang diamati sebanyak 120 tanaman. Model matematika yang akan digunakan adalah sebagai berikut : ? ijk = µ + α i + Lj + Fk +(L*F)jk + δ ijk Keterangan: Y ijk
: Nilai peubah yang diamati akibat ulangan ke-i, perlakuan larutan hara ke-j dan perlakuan fertigasi ke-k.
µ
: Nilai rata-rata umum
αi
: Pengaruh kelompok ke- i (i = 1,2,3,4)
Lj
: Pengaruh perlakuan larutan hara ke-j (j = 1,2)
Fk
: pengaruh perlakuan fertigasi ke-k (k = 1,2,3)
(L*F)jk : Interaksi antara pengaruh perlakuan hara ke-j dan fertigasi ke-k δijk
: Galat umum percobaan
Pengolahan data dilakukan dengan uji F menggunakan program SAS versi 6.12. Apabila analisis ragam untuk perlakuan fertigasi dan kombinasi hara fertigasi menunjukkan pengaruh nyata, dilakukan uji beda nilai tengah dengan BNJ/Uji Tukey.
10
Pelaksanaan Persiapan Alat dan Bahan Persiapan alat dan bahan meliputi pembangunan rumah plastik berukuran 7 x 7 m, perakitan desain percobaan, pemasangan instalasi fertigasi, serta pemasangan timer pada pompa untuk perlakuan fertigasi terputus-putus. Talang PVC diberi lubang pada bagian ujungnya sebanyak 4 lubang dengan ketinggian 2 cm dari dasar talang. Penanaman Benih bayam disemai dengan media kerikil untuk memudahkan pemindahan bibit ke cup plastik. Penyiraman dilakukan dengan mesin pompa yang telah dilengkapi dengan timer. Bibit bayam yang berumur 10 hari dipindahkan ke dalam cup plastik yang telah berisi arang sekam, setiap cup plastik ditanami satu bibit. Setelah seluruh tanaman di transplanting, cup plastik ditempatkan dalam lubang-lubang styrofoam pada talang dengan jarak antar lubang 10 cm. Setelah seluruh cup plastik diletakkan dalam lubang kemudian ditempatkan sesuai dengan perlakuan (Larutan hara A dan B) dan cara fertigasi (F1, F2, F3). Pembuatan dan Pemberian Larutan Hara Pembuatan larutan hara dilakukan sebelum fertigasi dioperasikan. Pada larutan pupuk majemuk, yaitu kombinasi pupuk Hyponex (20-20-20) dengan Saprodap (16-20-0) yang kandungan N-nya disetarakan dengan kandungan pada larutan hara AB Mix (180 mg/l N). Setelah disetarakan akan didapatkan pupuk Hyponex (20-20-20) sebanyak 0.5 g/l dan Saprodap (16-20-0) sebanyak 0.5 g/l. Larutan hara AB Mix tiap 1000 l dibuat dengan melarutkan secara terpisah 1.25 kg stok A dalam 2.5 l air dan 1.25 kg stok B dalam 2.5 l air. Pembuatan larutan siap pakai dilakukan dengan mengambil 1 l stok A dan stok B yang diencerkan dalam 200 l air. Volume larutan hara untuk fertigasi diseragamkan pada bak penampung sebanyak 80 liter. Air limpasan ditampung dalam pipa PVC kemudian dialirkan kembali ke dalam bak penampung. Larutan hara diberikan setiap hari dengan masing- masing perlakuan fertigasi. Fertigasi manual dilakukan dengan penyiraman (F1) setiap pagi dan sore hari, masing- masing sebanyak ± 4000 ml. Fertigasi terputus-putus (F2) larutan
11
hara dialirkan dengan menggunakan pompa aquarium yang telah dilengkapi timer selama 5 menit dialiri dengan selang waktu 1 jam. Fertigasi terus menerus (F3) dilakukan dengan menggunakan pompa aquarium yang dialirkan selama 24 jam. Debit air yang keluar dari outlet ± 1000 ml/menit sedangkan air limpasan yang keluar dari talang ± 1000 ml/menit. Pemeliharaan dan Pemanenan Pemeliharaan tanaman meliputi pemberantasan hama dan penyakit, pemberantasan gulma, pembersihan lubang drainase, pengisian dan penggantian larutan hara. Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 21 HST. Akar tanaman ikut disertakan dalam penimbangan. Perhitungan meliputi jumlah tanaman yang berproduksi, bobot tajuk per tanaman, panjang akar dan bobot akar per tanaman, dan bobot basah total per talang,
Pengamatan Pengukuran dan pengamatan dilakukan sebelum dan setelah panen. Peubah-peubah yang diamati adalah sebagai berikut : 1. Suhu dan kelembaban udara relatif (RH) dalam rumah plastik diukur setiap hari pada pagi hari (07.00 - 08.00 WIB), siang hari (12.00 – 13.00 WIB) dan sore hari (16.00 – 17.00 WIB). 2. Nilai pH dan EC larutan pada bak penampung, dalam talang, dan air limpasan pada pagi hari (07.00 – 08.00 WIB) diukur seminggu dua kali. 3. Tinggi tanaman, diukur mulai dari pangkal tanaman sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan seminggu tiga kali pada 1-20 HST dengan menggunakan penggaris. 4. Jumlah daun, dihitung pada daun yang telah membuka sempurna. Pengamatan dilakukan seminggu tiga kali pada 1-20 HST . 5. Diameter batang, diukur pada bagian batang dekat permukaan media. Pengamatan dilakukan seminggu tiga kali pada 1-20 HST dengan menggunakan jangka sorong.
12
Peubah yang diamati saat panen (21 HST) meliputi : 1. Jumlah tanaman yang berproduksi, dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang tumbuh. 2. Bobot basah/utuh per tanaman, ditimbang tajuk beserta akarnya. 3. Bobot tajuk, ditimbang tanpa mengikutsertakan bagian akar tanaman. 4. Bobot akar, ditimbang setelah dipisahkan dari tajuk tanaman. 5. Panjang akar, diukur mulai dari pangkal sampai ujung akar terpanjang dengan menggunakan penggaris. 6. Bobot basah/utuh per talang, ditimbang tanaman sampel (5 tanaman) dan non sampel dalam setiap talang dengan mengikutsertakan bagian tajuk dan akar. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan dengan skala 1 g. 7. Indeks klorofil daun, diukur dengan menggunakan FHK Chlorophylltester CT-102 pada 1 helai daun untuk setiap tanaman contoh.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Keadaan Tanaman Tanaman bayam mengalami beberapa serangan hama dan penyakit. Pemberantasan hama dilakukan dengan tangan. Beberapa hama yang menyerang diantaranya adalah ulat daun (Spodoptera hymenia) dan kutu daun (Myzus persicae, Thrips sp). Kondisi helaian daun tanaman yang diberi larutan hara AB Mix memiliki ketegaran yang sangat baik. Warna helaian daun bayam terlihat lebih cerah dengan warna hijau muda serta ukuran daunnya lebar. Sedangkan kondisi helaian daun tanaman yang diberi larutan hara pupuk majemuk memiliki ketegaran yang cukup baik, namun hanya bertahan sampai 15 HST. Memasuki minggu ketiga mulai terlihat gejala kelayuan pada daun bayam dengan perlakuan larutan hara pupuk majemuk terutama daun-daun yang tua.
Suhu dan Kelembaban Relatif Harian Selama penelitian dilaksanakan suhu rata-rata harian di dalam rumah plastik relatif tinggi yaitu berkisar 270 C hingga 400 C. Pada pagi hari suhu rata-rata 27.770 C, siang hari 38.820 C dan sore hari 30.680 C. Kelembaban relatif udara pada pagi hari rata-rata adalah 81.82%, siang hari 59.41% dan sore hari 72.09%. Perubahan suhu dan kelembaban relatif udara harian disajikan pada Gambar Lampiran 1 dan 2. Suhu yang tinggi pada siang hari menyebabkan tanaman bayam mengalami kelayuan namun hanya sementara karena pada sore hari kembali normal. Suhu tinggi akan menyebabkan evapotranspirasi meningkat. Jumlah air yang keluar akibat evapotranspirasi lebih besar dengan jumlah air yang diserap oleh akar tanaman. Keadaan jumlah air dalam tanaman yang tidak seimbang menyebabkan pada siang hari tanaman mengalami kelayuan. Menurut Morgan (2000) saat suhu tinggi jumlah oksigen yang terkandung dalam larutan hara akan menurun cepat. Suhu tinggi dapat meningkatkan laju respirasi dari akar, sehingga proses respirasi akan berlipat ganda untuk setiap
14
kenaikan 10o C sampai batas 30o C. Pada saat keperluan oksigen berlipat ganda tetapi kapasitas oksigen yang dapat dibawa dari larutan menurun menyebabkan oksigen yang larut akan lebih cepat berkurang di dalam larutan dan untuk suatu periode tanaman dapat menderita karena kekurangan oksigen.
Nilai pH dan EC Larutan Hara Kisaran nilai pH dan EC larutan hara pada setiap perlakuan, air limpasan dan bak penampung disajikan pada Gambar Lampiran 3, 4, 5, dan 6. Nilai pH dan EC larutan hara A pada perlakuan AF2 (larutan hara A dan fertigasi terputusputus), AF3 (larutan hara A dan fertigasi terus- menerus), bak penampung, dan air limpasan cenderung memiliki kisaran nilai yang sama, begitu pula larutan hara B pada perlakuan BF2 (larutan hara B dan fertigasi terputus-putus ), BF3 (larutan hara B dan fertigasi terus- menerus), bak penampung, dan air limpasan. Nilai pH dan EC yang sama diduga disebabkan oleh adanya sirkulasi hara pada fertigasi F2 dan F3 sehingga nilai pH dan EC larutan hara tersebar merata di dalam talang, air limpasan dan dalam bak penampung. Larutan hara pada fertigasi F2 dan F3 mengalir ke dalam satu bak penampung yang sama sehingga cenderung memiliki nilai pH dan EC yang sama. Pada fertigasi F1 larutan hara tidak disirkulasikan kembali ke dalam bak penampung, sehingga nilai pH dan EC pada perlakuan AF1 dan BF1 cenderung berbeda dengan nilai pH dan EC pada perlakuan AF2, AF3, BF2, BF3, dalam bak penampung dan air limpasan. Nilai derajat keasaman (pH) larutan hara A berkisar antara 5.80-6.31 dan larutan hara B berkisar antara 5.20-6.46. Menurut Nelson (1978) nilai rata-rata tersedianya semua nutrisi penting tanaman berada pada pH kisaran 5.4 sampai 6.0 untuk media tanpa tanah. Unsur- unsur akan terlarut sepenuhnya dan mudah terserap oleh akar jika nilai pH masih berada dalam kisaran tersebut. Larutan hara A memiliki kisaran pH yang mendekati nilai kisaran pH optimum tersebut. Tanaman yang diberi larutan hara A memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman yang diberi larutan hara B. Nilai konduktivitas listrik (EC) larutan hara B berkisar antara 1.28-1.85 cenderung lebih tinggi dibandingkan larutan hara A antara 1.33-1.65. Nilai EC awal kedua larutan hara cenderung mendekati nilai yang sama. Namun hingga
15
akhir pengamatan nilai EC larutan hara B meningkat menjadi sangat tinggi. Nilai EC larutan hara B meningkat diduga karena pupuk majemuk yang digunakan tidak larut sempurna dalam air dan frekuensi penambahan larutan hara yang tinggi (dua hari sekali) sehingga terjadi akumulasi konsentrasi larutan hara yang menyebabkan EC meningkat. Permatasari (2001) menyatakan bahwa perubahan EC larutan nutrisi pada budidaya tanaman pak choy berbanding lurus dengan banyaknya unsur hara yang terkandung dalam larutan nutrisi. Semakin banyak unsur hara yang terkandung dalam larutan nutrisi maka akan semakin tinggi pula nilai EC, yang berarti bahwa kemampuan larutan nutrisi tersebut untuk menghantarkan ion- ion listrik ke akar tanaman akan semakin tinggi. Konduktivitas listrik memberi indikasi mengenai nutrisi yang terkandung pada larutan dan yang diserap oleh suatu tanaman. EC meter hanya dapat mengukur jumlah total garam terlarut, tetapi tidak dapat membedakan antara garam-garam yang berada di dalam larutan. Perubahan nilai konduktivitas listrik dipengaruhi oleh evaporasi dari larutan hara, transpirasi tanaman dan laju absorbsi ion hara mineral oleh akar (Kristianti, 1997).
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Tinggi Tanaman Pengaruh Larutan Hara Pertumbuhan tinggi tanaman bayam dua jenis larutan hara disajikan pada Gambar 1. Terlihat bahwa pertumbuhan tinggi tanaman pada saat 6-18 HST yang diberi larutan hara A lebih cepat dibandingkan dengan yang diberi larutan hara B. Jenis larutan hara berpengaruh sangat nyata pada tinggi tanaman bayam mulai dari 6 HST sampai 18 HST (Tabel Lampiran 1). Dari awal sampai akhir pengamatan nilai tengah tertinggi terdapat pada tanaman yang diberi larutan hara A.
Tinggi Tanaman (Cm)
16
20.00 15.00 10.00
** **
5.00
** ** **
**
A B
0.00 2
4
6
8 11 13 15 18 20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 1. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Dua Jenis Larutan Hara ; Ket : A = Larutan Hara A, B = Larutan Hara B ; **) Sangat nyata pada Uji BNJ 1% Pengaruh Cara Fertigasi Pertumbuhan tinggi tanaman bayam pada tiga cara fertigasi disajikan pada Gambar 2. Cara fertigasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dari awal hingga akhir pengamatan (Tabel Lampiran 1). Pengamatan tinggi tanaman pada akhir percobaan menunjukkan tidak adanya pengaruh dari cara fertigasi terhadap pertumbuhan tinggi tana man. Tinggi tanaman bayam pada perlakuan F1, F2, F3 hingga akhir pengamatan berturut-turut adalah 15.33, 14.78, 15.18 cm.
Tinggi Tanaman (Cm)
20.0 15.0 F1
10.0
F2 F3
5.0 0.0 2
4
6
8
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 2. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Tiga Cara Fertigasi ; Ket : F1 = Fertigasi manual, F2 = Fertigasi terputus-putus, F3 = Fertigasi terus- menerus
17
Pengaruh Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa kombinasi larutan hara dan cara fertigasi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dari awal hingga akhir pengamatan. Rata-rata tertinggi pada saat 20 HST terdapat pada kombinasi perlakuan AF3 dengan nilai
Tinggi Tanaman (Cm)
15.60 cm (Gambar 3). 18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
AF1 AF2 AF3 BF1 BF2 BF3
2
4
6
8
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 3. Pertumbuhan Tinggi Tanaman pada Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ; Ket : Sama dengan keterangan Gambar 1 dan 2 Diameter Batang Pengaruh Larutan Hara Pertumbuhan diameter batang bayam pada dua jenis larutan hara disajikan pada Gambar 4. Terlihat bahwa jenis larutan hara sangat mempengaruhi pertumbuhan diameter batang tanaman bayam. Larutan hara sangat berpengaruh nyata pada saat 2-18 HST (Tabel Lampiran 1). Nilai tengah tertinggi dari awal hingga akhir pengamatan ditunjukkan oleh tanaman yang diberi larutan hara A
Diameter Batang (Mm)
yaitu 2.01-6.71 mm. 8.00 6.00 4.00 2.00
** ** ** ** ** ** **
** A B
0.00 2
4
6
8
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 4. Pertumbuhan Diameter Batang pada Dua Jenis Larutan Hara ; Ket : Sama dengan keterangan Gambar 1 ; **) Sangat nyata pada Uji BNJ 1%
18
Pengaruh Cara Fertigasi Pertumbuhan diameter batang bayam pada tiga cara fertigasi disajikan pada Gambar 5. Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1 menunj ukkan bahwa cara fertigasi berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada 4-8 HST dan tidak berpengaruh nyata saat 11 HST hingga akhir pengamatan. Rata-rata diameter batang terbesar terdapat pada tanaman dengan perlakuan F3
Diameter Batang (Mm)
dari awal hingga akhir pengamatan dengan kisaran 1.94-6.70 mm. 8.0 6.0
F1
4.0
*
2.0
*
*
6
8
F2 F3
0.0 2
4
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 5. Pertumbuhan Diameter Batang pada Tiga Cara Fertigasi ; Ket : Sama dengan keterangan Gambar 2, *) Nyata pada Uji BNJ 5% Pengaruh Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa kombinasi antara larutan hara dan cara fertigasi berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang pada 4-6 HST. Sedangkan pengaruh yang nyata terjadi pada saat 2, 8 dan 20 HST. Nilai rata-rata diameter batang tertinggi pada 20 HST ditunjukkan oleh perlakuan AF1 dengan nilai 6.90 mm, sedangkan terendah
Diameter Batang (Mm)
terdapat pada BF1 dengan nilai 5.90 mm (Gambar 6). 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
*
* 2
AF3 BF1
* ** ** 4
6
8
AF1 AF2
BF2 BF3
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 6. Pertumbuhan Diameter Batang pada Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ; Ket : Sama dengan keterangan Gambar 1 dan 2, *) Nyata pada Uji BNJ 5%, **) Sangat nyata pada Uji BNJ 1%
19
Jumlah Daun Pengaruh Larutan Hara Larutan hara berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada 11-20 HST (Tabel Lampiran 1). Tanaman yang diberi larutan hara B memiliki nilai ratarata jumlah daun yang lebih tinggi dari pada tanaman yang diberi larutan hara A untuk setiap pengamatan (Tabel Lampiran 2). Nilai rata-rata jumlah daun yang diberi larutan hara B dari awal hingga akhir pengamatan yaitu 4.17-22.87 helai (Gambar 7).
Jumlah Daun (Helai)
25.0
**
20.0
** 15.0
**
10.0
A
**
B
** 5.0 0.0 2
4
6
8
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 7. Pertumbuhan Jumlah Daun pada Dua Jenis Larutan Hara ; Ket :Sama dengan keterangan Gambar 1, **) Sangat nyata pada Uji BNJ 1% Pengaruh Cara Fertigasi Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa cara fertigasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun pada saat 6 HST dan tidak berpengaruh nyata hingga akhir pengamatan. Nilai rata-rata tertinggi diakhir pengamatan terdapat pada perlakuan secara manual (F1) dengan nilai 22.18 helai dan terendah terdapat pada perlakuan yang dialiri terus menerus (F3) dengan nilai 20.53 helai (Gambar 8). JumlahDaun(Helai)
25.0 20.0 F1
15.0
F2 10.0
F3
*
5.0 0.0 2
4
6
8
11
13
15
18
20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 8. Pertumbuhan Jumlah Daun pada Tiga Cara Fertigasi; Ket : Sama dengan keterangan Gambar 2, *) Nyata pada Uji BNJ 5%
20
Pengaruh Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa kombinasi antara larutan hara dan cara fertigasi tidak berpengaruh terhadap jumlah daun dari awal hingga akhir pengamatan. Pada saat 11-20 HST rata-rata jumlah daun pada kombinasi perlakuan BF (1, 2, 3) lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan AF (1, 2, 3). Nilai rata-rata tertinggi pada 20 HST terdapat pada kombinasi perlakuan BF3 dengan jumlah daun 23.15 helai.
Jumlah Daun (Helai)
25.0 20.0
AF1 AF2 AF3 BF1 BF2 BF3
15.0 10.0 5.0 0.0 2
4
6
8
11 13 15 18 20
Hari Setelah Tanam (HST)
Gambar 9. Pertumbuhan Jumlah Daun pada Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi ; Ket : Sama dengan keterangan Gambar 1 dan 2 Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa secara umum penggunaan larutan hara B menghasilkan pertumbuhan vegetatif tanaman yang tidak berbeda nyata kecuali untuk jumlah daun. Pertumbuhan vegetatif dari suatu tanaman pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh komponen hara yang diberikan. Pada fase vegetatif, persentase sumber N yang berbeda menyebabkan tanaman mengalami perbedaan dalam pertumbuhannya. Pengaruh larutan hara sangat nyata terjadi pada tinggi dan diameter batang saat tanaman berumur 6-18 HST, yang diduga karena persentase atau perbandingan antara NO3 - dan NH4 + yang berbeda (Tabel Lampiran 2). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), hara yang mengandung campuran NO3 - dan NH4 + dengan bagian NO3 - lebih tinggi akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang baik. Larutan hara sangat berpengaruh terhadap pembentukan jumlah daun. Tanaman yang diberi larutan hara B memiliki jumlah daun yang lebih banyak dari pada tanaman yang diberi larutan hara A pada saat tanaman berumur 11-20 HST. Hal ini diduga berkaitan dengan proses penyerapan nitrogen yang lebih cepat dengan kondisi akar yang lebih panjang sebagai akibat kadar fosfor yang tinggi.
21
Warna helaian daun bayam yang diberi larutan hara B terlihat mengalami klorosis dan nekrosis yang hanya terjadi pada daun-daun tua. Gejala nekrosis diawali pada ujung daun tua yang kemudian meluas ke tepi daun. Hal ini diduga karena tanaman kekurangan kalium. Menurut Salisbury dan Ross (1995), gejala kekurangan pada kalium mula- mula daun agak klorosis, kemudian menjadi bercak nekrosis berwarna gelap (bercak mati) yang segera meluas. Schwarz (1995) menambahkan bahwa kekurangan kalium juga ditandai dengan gejala browning pada ujung daun tua dan menghanguskan tepi daun. Menurut Arrifin (1998) tanaman kacang yang mengalami defisie nsi K akan menunjukkan gejala : (1) tidak terjadi akumulasi protein di daun, (2) tanaman kehilangan kendali terhadap laju transpirasi, (3) tanaman kerdil dan daun yang terbentuk kecil-kecil, (4) pada daun muda berwarna hijau gelap dan terkulai, sedangkan pada daun tua terjadi penguningan di sekitar tulang daun, (5) tanaman lemah dan mudah rebah. Kandungan unsur K berdasarkan perhitungan memiliki perbedaan nilai yang cukup besar (Tabel Lampiran 3). Pupuk saprodap adalah jenis pupuk NP (Nitrogen Phosphate) dan tidak mengandung unsur kalium. Kekurangan unsur kalium pada larutan hara B dicukupi dari pupuk hyponex, namun jumlahnya masih belum memenuhi sehingga tanaman bayam yang diberi larutan hara B diduga menunjukkan gejala kekurangan kalium (Gambar 10).
A
B
Gambar 10. Tanaman Bayam yang Berumur 15 HST Keterangan : A = Larutan Hara A B = Larutan Hara B
22
Pada akhir pengamatan (20 HST), cara fertigasi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun (Tabel Lampiran 1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan cara fertigasi manapun maka akan diperoleh tanaman bayam yang memiliki tinggi, diameter dan jumlah daun yang sama. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan cara fertigasi yang efisien dalam menggunakan sumberdaya tenaga dan waktu untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi. Cara fertigasi F1 menggunakan penyiraman secara manual dengan sumberdaya yang berasal dari tenaga manusia. Sirkulasi larutan hara pada cara F1 kurang baik sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan tidak sebaik pada cara F2 dan F3. Cara fertigasi F2 dan F3 menggunakan pompa air untuk melakukan penyiraman. Pompa air berfungsi untuk mensirkulasikan larutan hara yang diberikan ke tanaman agar kembali ke dalam bak penampung. Pompa dapat beroperasi secara otomatis dengan tenaga listrik sehingga tenaga manusia hanya diperlukan untuk melakukan pengontrolan. Cara fertigasi F2 dan F3 memiliki kelebihan dalam efisiensi penggunaan larutan hara, tenaga, dan waktu dibandingkan cara F1. Cara fertigasi F2 menggunakan timer sebagai pengatur waktu sehingga energi listrik lebih hemat dibandingkan cara F3. Kombinasi larutan hara dan cara fertigasi memiliki pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun di akhir pengamatan, dapat diduga bahwa dengan mengkombinasikan kedua perlakuan dapat menghilangkan pengaruh dari salah satu perlakuan sehingga respon pertumbuhan tanaman yang diberikan tidak nyata pada setiap kombinasi perlakuan. Perlakuan larutan hara hanya mempengaruhi pada nilai rata-rata masing- masing peubah yakni larutan hara A pada perlakuan AF1, AF2, AF3 memiliki nilai rata-rata yang lebih besar dibandingkan larutan hara B pada perlakuan BF1, BF2, BF3 sedangkan cara fertigasi tidak banyak mempengaruhi pada kombinasi kedua perlakuan.
23
Panen Tanaman bayam dipanen pada umur 21 HST, pemanenan secara serempak dan dilakukan pada pagi hari agar tanaman tidak mengalami penguapan yang berlebihan dengan mengikutsertakan bagian akar. Peubah yang diamati saat panen meliputi : bobot utuh (tajuk+akar), bobot tajuk, bobot akar, bobot total per talang dan panjang akar. Pengukuran biomassa total tanaman merupakan parameter yang dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan tanaman karena dipandang sebagai manifestasi dari semua proses dan peristiwa yang terjadi selama pertumbuhan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995). Hasil panen bayam pada perlakuan larutan hara, cara fertigasi, dan kombinasi larutan hara dan cara fertigasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Panen Bayam pada Perlakuan Larutan Hara, Cara Fertigasi, dan Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi Bobot (g) Perlakuan A B F1 F2 F3 AF1 AF2 AF3 BF1 BF2 BF3
Tajuk + Akar 42.05a 35.67b 34.63b 40.95a 41.00a 37.10bc 46.40a 42.65ab 32.15c 35.50bc 39.35abc
Tajuk
Akar
28.05a 28.68a 25.30b 29.78a 30.03a 24.40a 31.45a 28.30a 26.20a 28.10a 31.75a
14.00a 6.98b 9.33b 11.18a 10.98a 12.70a 14.95a 14.35a 5.95b 7.40b 7.60b
Total per Talang 424.83a 357.58b 363.50b 417.00a 393.13ab 392.00bc 465.25a 417.25ab 335.00c 368.75bc 369.00bc
Panjang Akar (cm)
Indeks Klorofil Daun
20.30b 25.72a 22.24a 22.09a 24.70a 20.24a 19.64a 21.03a 24.24a 24.54a 28.37a
0.72b 0.84a 0.81a 0.77b 0.76b 0.76b 0.71c 0.70c 0.86a 0.83a 0.82a
Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey pada taraf 5 %.
Pengaruh Larutan Hara Berdasarkan data rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1, dapat diketahui bahwa larutan hara sangat berpengaruh nyata pada hampir semua komponen hasil panen kecuali untuk bobot tajuk tanaman. Pengaruh larutan hara terhadap bobot tajuk menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan rata-rata
24
bobot untuk yang diberi larutan hara A sebesar 28.05 g dan larutan hara B sebesar 28.68 g (Tabel 1). Larutan hara A memberikan nilai rata-rata hasil panen bobot utuh serta bobot per talang yang lebih besar dibandingkan larutan hara B, kecuali nilai indeks klorofil daun. Hal ini diduga karena larutan hara A memiliki komposisi hara berimbang yang tepat dibutuhkan oleh tanaman dibandingkan larutan hara B. Komposisi hara yang berimbang tersebut dapat diserap tanaman dengan efektif dan digunakan untuk menghasilkan daun yang lebih lebar dan diameter batang yang lebih besar (Gambar 11). Hasil dari pengamatan warna daun menunjukkan bahwa nilai warna daun bayam pada satu perlakuan larutan ha ra relatif sama sedangkan antar perlakuan larutan hara terdapat perbedaaan. Larutan hara B memiliki indeks klorofil daun yang lebih tinggi dibandingkan larutan hara A. Hal ini disebabkan karena tingginya persentase atau perbandingan antara NO3- dan NH4 + yang berbeda dalam pupuk (Tabel Lampiran 2). Menurut Soepardi (1983), Amonium yang terkandung dalam pupuk majemuk dapat mensintesis karbohidarat menjadi asam amino dan memberi warna lebih hijau pada daun.
A
B
A
B
Gambar 11. Lebar Daun Bayam (kiri) dan Batang Tanaman (kanan) ; Keterangan : A = Larutan Hara A B = Larutan Hara B Ditinjau dari segi biaya, pupuk majemuk belum ekonomis karena biaya pembelian pupuk majemuk lebih mahal dibandingkan dengan pupuk AB Mix (Tabel Lampiran 4). Ditinjau dari segi kemudahan, pupuk majemuk mudah untuk didapatkan/dibeli karena banyak tersedia di pasar.
25
Pengaruh Cara Fertigasi Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1, dapat diketahui bahwa peubah hasil panen berupa bobot utuh (tajuk + akar), bobot tajuk, bobot akar, dan bobot total tanaman per talang dipengaruhi oleh cara fertigasi kecuali untuk panjang akar per tanaman. Panjang akar per tanaman tidak dipengaruhi oleh cara fertigasi dengan nilai rata-rata akar terpanjang terdapat pada perlakuan F3 (Tabel 1). Cara fertigasi sangat berpengaruh terhadap rata-rata bobot tajuk + akar tanaman bayam. Nilai rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan cara F3 yakni sebesar 41.00 g, diikuti perlakuan cara F2 sebesar 40.95 g, nilai terkecil terdapat pada perlakuan cara F1 sebesar 34.63 g. Bobot tajuk berbeda nyata antar cara perlakuan dengan nilai rata-rata tertinggi terdapat pada perlakuan F3 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan cara fertigasi terputus-putus (F2) dan terus- menerus (F3) sangat cocok untuk diterapkan pada budidaya bayam secara hidroponik. Sapei dan Kusmawati (2003), menyatakan suatu metode irigasi yang baik harus dapat memenuhi kebutuhan air dalam jumlah dan waktu yang tepat serta efisien dan efektif. Penggunaan fertigasi lebih ditekankan pada tingkat keefisienan dalam menggunakan larutan hara, biaya, waktu dan tenaga. Fertigasi F2 dan F3 menggunakan pompa air untuk mengalirkan larutan hara ke tanaman. Tingkat ketelitian dan ketepatan pemberian hara ke tanaman lebih tinggi dibandingkan penyiraman secara manual. Pompa air dioperasikan dengan tenaga listrik sehingga penggunaan larutan hara, tenaga, biaya dan waktu penyiraman menjadi lebih efisien. Tenaga manusia hanya dibutuhkan untuk melakukan pengawasan dan pemeliharaan alat. Larutan hara dihisap oleh pompa dan didorong keluar melalui pipa kecil di bagian yang lain sehingga konsentrasi larutan hara (EC) dalam bak penampung akan tercampur secara merata. Cara fertigasi terputus-putus (F2) diduga lebih efisien dalam hal penggunaan energi listrik dibandingkan cara fertigasi F3 karena menggunakan alat pengatur waktu (timer). Penggunaan sumber daya pada cara fertigasi manual (F1) sebesar Rp 80 000 cara fertigasi terputus-putus (F2) sebesar Rp 44 264 dan cara fertigasi terus- menerus (F3) sebesar Rp 50 926 (Tabel Lampiran 5).
26
Pengaruh Kombinasi Larutan Hara dan Cara Fertigasi Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel Lampiran 1, kombinasi antara larutan hara dan cara fertigasi secara umum memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap semua peubah hasil. Nilai tengah bobot utuh tanaman (tajuk + akar), bobot akar dan bobot total per talang tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan AF2 (Tabel 1). Kombinasi perlakuan BF (1, 2, 3) mempunyai warna hijau daun di atas rata-rata lebih tinggi dibandingkan tanaman yang diberi larutan hara A dengan nilai tengah tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan BF1. Kombinasi perlakuan larutan hara AF1, AF2, dan AF3 memiliki bobot utuh lebih tinggi dibandingkan kombinasi perlakuan larutan hara BF1, BF2, dan BF3. Perlakuan AF1 menghasilkan bobot utuh 13.34 % lebih berat dibandingkan perlakuan BF1. Perlakuan AF2 menghasilkan bobot utuh 23.49 % lebih berat dibandingkan perlakuan BF2. Perlakuan AF3 menghasilkan bobot utuh 7.73 % lebih berat dibandingkan perlakuan BF3. Hasil panen bayam dapat dilihat pada Gambar 12.
AF1
AF2
AF3
BF1
BF2
BF3
Gambar 12. Penampilan Tanaman Bayam pada 21 HST Keterangan : Sama dengan keterangan Gambar 1 dan 2
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pupuk majemuk dengan konsentrasi N yang telah disetarakan dengan larutan hara AB Mix dapat digunakan sebagai sumber hara pada budidaya bayam secara hidroponik. Tanaman bayam yang diberi larutan hara yang berasal dari pupuk majemuk memiliki tinggi, diameter dan bobot tajuk yang sama dengan tanaman yang diberi larutan hara AB Mix dan memiliki warna daun lebih hijau. Cara fertigasi dengan mesin pompa efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bayam serta efisien dalam penggunaan tenaga dan waktu. Fertigasi terputus-putus (F2) menghasilkan bobot utuh 40.95 g dan bobot total per talang 417.00 g, fertigasi terus- menerus (F3) menghasilkan bobot utuh 41.00 g dan bobot total per talang 393.13 g dan fertigasi manual (F1) menghasilkan bobot utuh 34.63 g dan bobot total per talang 363.50 g. Kombinasi perlakuan larutan hara AB Mix dengan cara fertigasi terputus-putus (F2) menghasilkan bobot utuh 46.40 g, bobot tajuk 31.45 g, bobot akar 14.95 g dan bobot total per talang paling tinggi sebesar 465.25 g. Bobot tajuk terberat terdapat pada tanaman dengan larutan hara B dengan cara fertigasi terus- menerus (BF3) sebesar 31.75 g.
Saran Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencari kombinasi pupuk majemuk dengan kandungan N, P, K yang mendekati larutan hara AB Mix.
28
DAFTAR PUSTAKA
Arrifin. 1998. Pemanfaatan kalium untuk meningkatkan daya tahan tanaman kacang hijau terhadap kekeringan. J. Agrista. 22 : 58-62. Benson. 1957. Plant Classification. D. C. Health and Co. U. S. A. 668 p. Food
and Agriculture Organization (FAO). http:apps.fao.org/csv_down/01121105.csv [9 Desember 2006]
2002.
Hadisoeganda, W. W. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani Di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. Harjadi, S. S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harlina, N. 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Terung Secara Hidroponik. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hermantoro. 2003. Efektivitas Sistem Fertigasi Kendi Kasus pada Tanaman Lada Perdu. Disertasi. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 150 hal. Izzati, I. R. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Selada (Lactuca sativa L.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jensen, M. H. 1997. Hydroponics. HortScience 32(6) : 1018-1021. Krisanti, D. 2003. Pengaruh Komposisi Hara terhadap Tanaman Tomat dalam Sistem Hidroponik. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Krisantini, S. A. Aziz, dan Yudiwanti. 1993. Mempelajari beberapa jenis pupuk dan media untuk budidaya hidroponik sederhana pada tanaman hortikultura. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Bogor. IPB. 32 hal. Kristianti, N. 1997. Karakteristik Konduktivitas Listrik Larutan Nutrisi Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) dengan Sistem Nutrient Film Technique (NFT) dengan Sirkulasi Larutan Nutrisi Berkala. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bo gor. Bogor. Kusumawardhani, A. dan W. D. Widodo. 2003. Pemanfaatan pupuk majemuk sebagai unsur hara budidaya tomat secara hidroponik. Bul. Agron 31(1) : 15-20.
29
Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lingga, P. dan Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hal. Lisdiawati. 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Cabai Keriting secara Hidroponik. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Masriah, N. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara pada Budidaya Kangkung Darat (Ipomoea reptans Poir.) secara Hidroponik dengan Tiga Cara Fertigasi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid I. IPB Press. Bogor. Morgan, L. 2000. Are your plants suffocating? The importance of oxygen in hydroponics. The Growing Edge 12(6):50-54. Nelson, P. V. 1978. Green House Operation and Management. Reston Publishing Company Inc. Virginia. Permatasari, H. 2001. Mempelajari Kinerja Sistem Irigasi pada Budidaya Tanaman Pak Choy (Brassica chinensis L.). secara Hidroponik dengan Media Arang Sekam. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Retariandalas. 2003. Pemanfaatan Pupuk Majemuk sebagai Sumber Hara Budidaya Caisin Cultivar Tosakan secara Hidroponik. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1999. Sayuran Dunia 3. Prinsip, Produksi dan Gizi. Diterjemahkan oleh : C. Herison. Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung. 320 hal. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Dasar Jilid I. Penerbit ITB. Bandung. 241 hal. Sapei, A. dan I. Kusmawati. 2003. Perubahan pola penyebaran kadar air media tanam arang sekam dan pertumbuhan tanaman kangkung darat (Ipomea reptans Poir.) pada pemberian air secara terus menerus dan irigasi tetes. Bul. Keteknikan Pertanian. 17(2) : 1-6. Schwarz, M. 1995. Soilless Culture Management. Spring-Verlag. Berlin Heidelberg. Jerman. 197p.
30
Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 412 hal. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 524 hal. Susila, A. D. 2003. Prinsip Pemupukan pada Produksi Sayuran Secara Komersial. Bahan Kuliah: Budidaya Sayuran, Jurusan Budidaya Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wahyuni, A. D. 2003. Pengaruh Komposisi Hara terhadap Pertumbuhan dan Produksi Cabai Rawit dalam Sistem Hidroponik. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
31
LAMPIRAN
32
Tabel Lampiran 1. Rekapitulasi Sidik Ragam
Parameter
Larutan Hara F hit
Larutan Hara dan Cara Fertigasi F hit Pr>F
Cara Fertigasi
Pr>F
F hit
Pr>F
KK%
Tinggi Tanaman 2 HST
0.50
0.4912
tn
2.33
0.1314
tn
0.66
0.5319
tn
8.70
4 HST
1.92
0.1861
tn
1.48
0.2581
tn
1.81
0.1978
tn
6.33
6 HST
26.69
0.0001
**
0.66
0.5321
tn
1.19
0.3324
tn
7.60
8 HST
43.31
0.0001
**
0.93
0.4151
tn
2.26
0.1387
tn
8.93
11 HST
63.87
0.0001
**
0.96
0.4037
tn
2.89
0.0868
tn
10.16
13 HST
31.06
0.0001
**
0.65
0.5365
tn
1.31
0.2982
tn
11.22
15 HST
28.63
0.0001
**
0.85
0.4459
tn
1.49
0.2567
tn
10.37
18 HST
44.91
0.0001
**
0.42
0.6626
tn
0.56
0.5830
tn
4.45
0.96
0.3420
tn
1.17
0.3369
tn
1.96
0.1746
tn
4.83
2 HST
40.35
0.0001
**
1.38
0.2809
tn
5.15
0.0199
*
4.58
4 HST
54.20
0.0001
**
5.18
0.0195
*
10.93
0.0012
**
4.82
6 HST
47.57
0.0001
**
3.89
0.0437
*
9.44
0.0022
**
5.65
8 HST
53.95
0.0001
**
3.70
0.0493
*
5.36
0.0176
*
4.94
11 HST
49.30
0.0001
**
0.72
0.5034
tn
2.57
0.1099
tn
7.71
13 HST
66.09
0.0001
**
1.13
0.3488
tn
0.83
0.4571
tn
6.26
15 HST
43.80
0.0001
**
0.40
0.6745
tn
0.94
0.4112
tn
4.60
18 HST 20 HST Jumlah Daun 2 HST
14.48 2.60
0.0017 0.1279
** tn
0.88 1.01
0.4347 0.3889
tn tn
1.53 4.16
0.2479 0.0365
tn *
6.16 6.56
3.10
0.0987
tn
1.27
0.3087
tn
1.23
0.319
tn
10.39
4 HST
3.78
0.0709
tn
2.52
0.1136
tn
0.77
0.4811
tn
6.80
6 HST
0.87
0.3667
tn
6.19
0.0110
*
0.99
0.3952
tn
6.40
8 HST
4.27
0.0564
tn
1.29
0.3040
tn
0.22
0.8012
tn
6.00
11 HST
8.90
0.0093
**
0.38
0.6920
tn
0.15
0.8651
tn
6.45
13 HST
12.86
0.0027
**
0.31
0.7364
tn
0.84
0.4512
tn
9.90
15 HST
45.56
0.0001
**
1.08
0.3654
tn
0.66
0.5317
tn
7.66
33.09 15.91 16.12 0.23 294.80 11.59 32.54 251.50
0.0001 0.0012 0.0011 0.6348 0.0001 0.0039 0.0001 0.0001
** ** ** tn ** ** ** **
0.01 1.75 7.09 5.23 8.23 1.13 6.89 14.94
0.9887 0.2074 0.0068 0.0160 0.0039 0.3490 0.0075 0.0003
tn tn ** * ** tn ** **
0.41 2.63 2.11 2.46 0.43 0.39 1.58 0.95
0.6692 0.1048 0.1561 0.1194 0.6609 0.6805 0.2375 0.4079
tn tn tn tn tn tn tn tn
8.60 8.32 10.02 11.28 9.54 16.93 7.38 2.20
20 HST Diameter Batang
18 HST 20 HST Bobot Utuh Bobot Tajuk Bobot Akar Panjang Akar Bobot Total per talang Indeks Klorofil Daun
Keterangan : * : Berpengaruh nyata pada uji statistik (p<5%) ** : Berpengaruh nyata pada uji statistik (p<1%) tn : Tidak berpengaruh nyata pada uji statistik (p>5%)
33
Tabel Lampiran 2. Komposisi Hara pada Dua Jenis Larutan Hara
Keterangan
Perlakuan Larutan Hara Pupuk Larutan Hara AB Mix Majemuk (Hyponex+Saprodap) -------------------------ppm-------------------------
NO3
1166.21
910.47
NH4
20.59
151.00
P
28.70
94.40
K
150.00
65.00
Keterangan : Data dikutip berdasarkan hasil penelitian Wahyuni (2003) yang menggunakan jenis pupuk yang sama dengan taraf (AB Mix : N = 208 mg/l ; P = 97 mg/l ; K = 347 mg/l. Hyponex + Saprodap : N = 208 mg/l ; P = 100.91 mg/l ; K = 95.89 mg/l)
Tabel Lampiran 3. Komposisi Hara pada Tiga Jenis Pupuk Jenis Pupuk Hyponex Saprodap AB Mix (20-20-20) (16-20-0) -------------------------mg/l------------------------180 100 80 84 100 100 297 100 0
Keterangan
N P K
Keterangan : Perhitungan pada pupuk NPK 20-20-20 dan NPK 16-20-0 berdasarkan komposisi (%) yang tercantum pada kemasan disesuaikan dengan patokan konsentrasi N yang mendekati pupuk AB Mix
Tabel Lampiran 4. Analisis Ekonomi Masing- masing Pupuk untuk 1000 liter Pupuk
Rp/1000 l
AB Mix
35 000
Hyponex (20-20-20) @ Rp 38 888
} Saprodap (16-20-0) @ Rp 1 250
40 138
34
Tabel Lampiran 5. Penggunaan Sumber Daya pada Tiga Cara Fertigasi
Sumber Daya
Manual (F1)
Cara Fertigasi Terputus-putus (F2)
Terus- menerus (F3) Pompa aquarium 33 watt
Jenis Sumber Tenaga
Manusia
Pompa aquarium 33 watt
Tenaga Manusia 1 x tanam (21 hari)
4 HOK
2 HOK
2 HOK
Biaya per HOK = Rp 20 000
Rp 80 000
Rp 40 000
Rp 40 000
Tenaga Listrik 1 x tanam (21 hari)
-
6.49 kwh
16.63 kwh
Biaya listrik per kwh = Rp 657
-
Rp 4 264
Rp 10 926
Cara Penyiraman
Manual penyiraman
Mesin
Mesin
Waktu Penyiraman per hari
2 kali (pagi dan sore)
Selama 5 menit dengan selang waktu 1 jam
24 jam
Ket : HOK = Hari Orang Kerja Tabel Lampiran 6. Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
HST
2
4
Sumber Keragaman
Tinggi Tanaman
Diameter Batang
KT
Pr>F
KT
Pr>F
Jumlah Daun
db KT
Pr>F
Ulangan
3
0.018
0.9329
tn
0.038
0.0127
*
0.042
0.8654
tn
Larutan Hara Fertigasi
1 2
0.062 0.185
0.4912 0.2581
tn tn
0.304 0.010
0.0001 0.2809
** tn
0.540 0.222
0.0987 0.3087
tn tn
Larutan Hara*Fertigasi
2
0.082
0.5319
tn
0.039
0.0199
*
0.215
0.3190
tn
Galat
15
0.125
Total Terkoreksi
23
0.008
0.174
Ulangan Larutan Hara
3 1
0.109 0.165
0.3216 0.1861
tn tn
0.024 0.510
0.0971 0.0001
tn **
0.079 0.376
0.5155 0.0709
tn tn
Fertigasi
2
0.200
0.1314
tn
0.049
0.0195
*
0.250
0.1136
tn
Larutan Hara*Fertigasi
2
0.155
0.1978
tn
0.103
0.0012
**
0.076
0.4811
tn
Galat
15
0.086
Total Terkoreksi
23
0.009
0.099
35
Tabel Lampiran 6. Lanjutan… HST
6
8
11
13
15
18
20
Sumber Keragaman Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi
db 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 1 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23
Tinggi Tanaman KT Pr>F 0.134 0.5242 tn 4.594 0.0001 ** 0.113 0.5321 tn 0.204 0.3324 tn 0.172
Diameter Batang KT Pr>F 0.005 0.8248 tn 0.770 0.0001 ** 0.063 0.0437 * 0.153 0.0022 ** 0.016
Jumlah Daun KT Pr>F 0.011 0.9643 0.107 0.3667 0.762 0.0110 0.122 0.3952 0.123
tn tn * tn
0.375 14.415 0.311 0.752 0.333
0.3697 0.0001 0.4151 0.1387
tn ** tn tn
0.023 0.844 0.058 0.084 0.016
0.2686 0.0001 0.0493 0.0176
tn ** * *
0.139 0.602 0.182 0.032 0.141
0.4239 0.0564 0.3040 0.8012
tn tn tn tn
0.764 39.373 0.594 1.781 0.616
0.3303 0.0001 0.4037 0.0868
tn ** tn tn
0.040 2.600 0.038 0.135 0.053
0.5305 0.0001 0.5034 0.1099
tn ** tn tn
0.438 1.927 0.082 0.032 0.216
0.1540 0.0093 0.6920 0.8651
tn ** tn tn
1.705 30.375 0.635 1.284 0.978
0.2011 0.0001 0.5365 0.2982
tn ** tn tn
0.198 3.604 0.062 0.045 0.055
0.0376 0.0001 0.3488 0.4571
* ** tn tn
1.470 10.935 0.265 0.714 0.850
0.2038 0.0027 0.7364 0.4512
tn ** tn tn
1.364 29.040 0.865 1.513 1.014
0.2974 0.0001 0.4459 0.2567
tn ** tn tn
0.075 1.760 0.016 0.038 0.040
0.1793 0.0001 0.6745 0.4112
tn ** tn tn
0.900 29.040 0.687 0.420 0.637
0.2781 0.0001 0.3654 0.5317
tn ** tn tn
1.045 13.681 0.129 0.170 0.305
0.0444 0.0001 0.6626 0.5830
* ** tn tn
0.251 1.500 0.091 0.159 0.104
0.1066 0.0017 0.4347 0.2479
tn ** tn tn
2.317 58.282 0.020 0.727 1.761
0.3061 0.0001 0.9887 0.6692
tn ** tn tn
2.256 0.500 0.621 1.041 0.530
0.0231 0.0342 0.3369 0.1746
* tn tn tn
0.324 0.482 0.187 0.772 0.185
0.1999 0.1279 0.3889 0.0365
tn tn tn *
10.002 50.460 5.552 8.345 3.172
0.0559 0.0012 0.2074 0.1048
tn ** tn tn
Keterangan : Sama seperti keterangan Tabel Lampiran 1
36
Tabel Lampiran 7. Sidik Ragam Peubah Panen Peubah
Sumber Keragaman
db
KT
Pr>F
Ulangan Larutan Hara Fertigasi Warna Hijau Daun Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Bobot Tajuk dan Akar (g) Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Bobot Tajuk (g) Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Bobot Akar (g) Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Panjang Akar (cm) Larutan Hara*Fertigasi Galat Total Terkoreksi Ulangan Larutan Hara Fertigasi Bobot Tanaman per Larutan Hara*Fertigasi Talang (g) Galat Total Terkoreksi
3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23 3 1 2 2 15 23
0.00049 0.07370 0.00438 0.00028 0.00029
0.2133 0.0001 0.0003 0.4079
** ** tn
20.246 244.482 107.532 31.962 15.167
0.3003 0.0011 0.0068 0.1561
tn ** ** tn
13.267 2.407 56.552 25.162 10.241
0.3120 0.6350 0.0160 0.1190
tn tn * tn
0.873 295.402 8.247 0.427 1.002
0.4779 0.0001 0.0039 0.6609
tn ** ** tn
37.647 175.933 17.148 5.992 15.174
0.1008 0.0039 0.3490 0.6805
tn ** tn tn
1327.597 27135.380 5746.542 1321.625 833.964
0.2330 0.0001 0.0075 0.2375
** ** tn
1 2 2 15 23
Keterangan : Sama seperti keterangan Tabel Lampiran 1
37
50
0
Suhu ( C)
40 30 20 10 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
HST Pagi (07.00-08.00)
Siang (12.00-13.00)
Sore (16.00-17.00)
Gambar Lampiran 1. Suhu Udara Harian dalam Rumah Plastik pada 1-21 HST 100
RH (%)
80 60 40 20 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
HST Pagi (07.00-08.00)
Siang (12.00-13.00)
Sore (16.00-17.00)
pH
Gambar Lampiran 2. Kelembaban Udara Relatif (RH) Harian dalam Rumah Plastik pada 1-21 HST
6.4 6.3 6.2 6.1 6 5.9 5.8 5.7 5.6 5.5
Rendah Tinggi
AF1
AF2
AF3
Bak Air Limpasan Penampung
Gambar Lampiran 3. Kisaran Nilai pH Larutan Hara A
38
7 6
pH
5 4
Rendah
3
Tinggi
2 1 0 BF1
BF2
BF3
Bak Air Limpasan Penampung
EC (mS/cm)
Gambar Lampiran 4. Kisaran Nilai pH Larutan Hara B
1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Rendah Tinggi
AF1
AF2
AF3
Bak Air Limpasan Penampung
EC (mS/cm)
Gambar Lampiran 5. Kisaran Nilai EC Larutan Hara A
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Rendah Tinggi
BF1
BF2
BF3
Bak Air Limpasan Penampung
Gambar Lampiran 6. Kisaran Nilai EC Larutan Hara B