PENGGUNAAN NAUNGAN PADA PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)
Oleh MUHAMMAD NUR NIM. 080500127
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2011
PENGGUNAAN NAUNGAN PADA PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)
Oleh MUHAMMAD NUR NIM. 080500127
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI DUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: PENGGUNAAN NAUNGAN PADA PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)
Nama
: Muhammad nur
NIM
: 080500127
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji,
Ir. Budi Winarni, MSi NIP. 19610914 199001 2 001
Nurlaila. SP, MP NIP. 19711030 200112 2 001
Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan, Politeknik Negeri Samarinda Lulus ujianPertanian pa
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
Ir. Syarifuddin, MP NIP. 19650706 2001121 001
Ir. Hasanudin, MP NIP. 19630805 198903 1 005
Lulus ujian pada tanggal 24 Agustus 2011
ABSTRAK
MUHAMMAD NUR. Penggunaan Naungan Pada Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.) (di bawah bimbingan BUDI WINARNI). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya produktivitas dan mutu tanaman kakao yang salah satunya disebabkan oleh kurang optimalnya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pertumbuhan bibit kakao dengan menggunakan naungan yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu sejak tanggal 1 januari 20011 sampai dengan 31 maret 2011, tempat penelitian di areal Kebun Percontohan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jln. Samratulangi. RT 34, Kelurahan Sungai Keledang Kecamatan Samarinda Seberang. Penelitian ini terdiri dari 3 parameter dan masing- masing parameter terdiri dari 10 ulangan P1 (di bawah tegakan pohon aren) dan P2 (di bawah naungan paranet 80%). Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian naungan paranet 80% diduga lebih efektif meningkatkan pertumbuhan diameter batang, tinggi tanaman, dan jumlah daun bibit kakao, dibandingkan dengan pemberian naungan di bawah tegakan pohon aren.
RIWAYAT HIDUP
MUHAMMAD NUR, lahir pada tanggal 21 September 1988 di Kecamatan Muara Muntai, Kabupaten Kutai Kartanegara. Merupakan anak ke 3 (tiga) dari 5 (lima) bersaudara pasangan Bapak H. Hambrani dan Ibu Hj. Marni. Memulai pend idikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 010 Pulau Harapan, Kabupaten Kutai Kartanegara lulus pada tanggal 17 Juni 2002, kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTS) Negeri Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara lulus pada tanggal 30 Juni 2005. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Menegah Umum (SMU) Negeri 1 Muara Muntai lulus pada tanggal 14 Juni 2008. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2008 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Manajemen Pertanian, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebuna n. Pada tanggal 1 Maret sampai dengan 30 April 2011 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT.Telen, Bukit Permata Estate (BPE), Kecamatan Kaubun, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, karena hanya
Dialah yang pantas dipuji,
Rabbi semesta alam. Dialah Maha Pencipta, Maha Memelihara dan Maha Memberi Rezeki. Shalawat dan taslim senantiasa tercurah kepada pimpinan para Nabi dan Rasul Muhammad SAW yang di utus Allah SWT, sebagai rahmat bagi umat manusia seluruh alam. Atas ijin Allah Azza Wajallah karya ilmiah ini berhasil penulis rampungkan dengan judul “Penggunaan Naungan Pada Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cacao L.)”. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberi dukungan selama peneliti mengikuti Pendidikan di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2. Ir. Syarifuddin, MP, selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 3. Ir. Budi Winarni, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan berupa arahan dan bimbingannya. 4. Nurlaila, SP, MP, selaku Dosen Penguji. 5. Rekan-rekan mahasiswa/i yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Karya Ilmiah ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis Kampus Sei Keledang, Agustus 2011
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR...............................................................................
vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………....
vii
DAFTAR TABEL………………………………………………………....
viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN………………………………………………........
1
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tanaman kakao………………………………….
3
B. Tinjauan Umum Kakao Forastero…………………………………
8
C. Tinjauan Umum Naungan ………………………………...............
9
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ………………………………………………...
11
B. Alat dan Bahan ……………………………………………………
11
C. Prosedur Penelitian ………………………………………………..
11
D. Pengambilan dan Pengolaha n Data ……………………………….
12
E. Pengolahan Data ………………………………….……………....
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil …………..................................................................................
15
B. Pembahasan ……………………………………………………......
17
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……………………………………...…………………
21
B. Saran ………………………………………...……………………..
21
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
22
LAMPIRAN ...........................................................................................
23
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Rata-rata , Standar deviasi, D-Min dan D-Max pertambahan diameter batang bibit kakao selama 3 (tiga) bulan dari umur 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan setelah tanam (BST) dengan perlakuan penggunaan naungan yang berbeda ................................................................................
15
2. Rata-rata, Standar deviasi, D-Min dan D-Max pertambahan tinggi tanaman bibit kakao selama 3 (tiga) bulan dari umur 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan setelah tanam (BST) dengan perlakuan penggunaan naungan yang berbeda ...........................................................
16
3. Rata-rata, Standar deviasi, D-Min dan D-Max pertambahan jumlah daun bibit kakao selama 3 (tiga) bulan dari umur 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan setelah tanam (BST) dengan perlakuan penggunaan naungan yang berbeda ...............................................................................
17
9
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Data pengukuran diameter batang pada perlakuan P1 ……………….
23
2. Data pengukuran diameter batang pada perlakuan P2 ……………….
23
3. Data pengukuran tinggi tanaman pada perlakuan P1 ………………...
24
4. Data pengukuran tinggi tanaman pada perlakuan P2 ………………...
24
5. Data pengukuran jumlah daun pada perlakuan P1 …………………..
25
6. Data pengukuran jumlah daun pada perlakuan P2 …………………...
25
7. Gambar kegiatan penelitian ………….…………………………….....
26
10
I. PENDAHULUAN
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan petani dan sumber devisa negara. Keadaan iklim dan kondisi lahan Indonesia sesuai untuk pertumbuhan tanaman kakao. Dengan semakin meningkatnya permintaan kakao, mendorong para pengusaha di bidang pertanian untuk mengelola komonitas kakao lebih intensif sesuai dengan cara-cara kultur teknis yang telah ada. Biji kakao sebagai bahan baku makanan yang enak rasanya dan mempunyai manfaat yang cukup banyak, sedangkan lemak kakao (cacao butter) digunakan sebagai bahan kosmetika (Susanto, 1994). Rendahnya produk tifitas dan mutu tanaman salah satunya disebabkan oleh kurang optimalnya penerapan teknis pembibitan. Pembibitan dilakukan untuk memperoleh kualitas tanaman yang sehat, kuat, siap tanam di lapangan, dan memiliki hasil produksi yang maksimal (Sugiharti, 2008). Tempat pembibitan perlu dipilih, sehingga memenuhi syarat sebagai berikut: dekat dengan sumber air dan mudah diawasi, tempatnya datar tetapi memiliki drainase yang baik, terlindung dari angin kencang dan penyinaran matahari langsung, terlindung dari hama dan hewan pengganggu. Pemberian pupuk dan naungan pada saat pembibitan tanaman kakao sangat menentukan pertumbuhan tanaman kakao agar menjadi lebih baik dan dapat berkembang dengan baik setelah ditanam di areal kebun. Di samping itu juga, tanaman kakao merupakan tanaman yang intoleran terhadap cahaya matahari
11
langsung, yaitu dalam pertumbuhannya memerlukan pelindung (naungan) baik yang bersifat sementara di pembibitan memakai naungan paranet 80% maupun naungan tetap di bawah pohon-pohon yang ada di perkebunan. Salah satu pupuk yang digunakan dalam pembibitan tanaman kakao adalah pupuk Urea. Intensitas naungan untuk bibit kakao pada persemaian (umur 2 – 3) bulan memerlukan naungan paranet 40 – 60%
dan pada umur 3 – 6 bulan
memerlukan naungan paranet 80%. Pada bibit umur 2 - 3 bulan sekitar 2 - 4 g Urea, sedangkan umur 3 - 6 bulan sekitar 6 - 8 g Urea (Sugiharti, 2008). Pupuk ini disebut juga sebagai pupuk N, karena mengandung lebih banyak nitrogen yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Pupuk Urea bermanfaat bagi tanaman untuk memperbanyak zat hijau daun (chlorophyl), mempercepat pertumbuhan, menambah kandungan protein tanaman, dan dapat digunakan untuk semua jenis tanama n (Setyamidjaja, 2005). Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pertumbuhan bibit kakao yang menggunakan naungan yang berbeda. Hasil penelitia n diharapkan dapat memberikan
informasi kepada para
praktisi pertanian dalam penggunaan naungan pada pertumbuhan bibit kakao.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tanaman Kakao 1. Sistematika tanaman kakao Menurut Anonim (2004) sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae Kelas
: Dicotyledoneae
Anak kelas : Dicotyledoneae Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiceae
Marga
: Theobroma
Jenis
: Theobroma cacao L. Menurut Sus anto (1994) secara garis besar kakao dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) jenis: a. Criollo Criollo termasuk kakao yang bermutu tinggi atau kakao memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ? Masa buah lambat ? Agak peka terhadap serangan hama dan penyakit ? Kulit buah tipis dan mudah diiris
13 ? Terdapat 10 alur yang letaknya kulit buah berselang-seling, di mana lima alur agak dalam dan lima alur dangkal ? Ujung buah biasanya berbentuk tumpul, sedikit bengkok, dan memiliki botle neck ? Tiap buah berisi 30-40 biji yang bent uknya agak bulat sampai bulat ? Endospermanya berwarna putih ? Proses fermentasi lebih cepat dan rasanya tidak pahit ? Warna buah muda umumnya merah dan bila masak menjadi jingga b. Forastero Forastero umumnya termasuk kakao bermutu rendah atau disebut kakao curah/bulk kakao. Tipe Forastero memiliki ciri-ciri sebagai berikut : ? Pertumbuhan tanaman kuat dan produksinya tinggi ? Masa berbuah lebih awal ? Umumnya dapat diperbanyak dengan cara semaian hibrida ? Relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit ? Kulit buah agak keras tetapi permukaannya halus ? Alur-alur kulit buah agak dalam ? Ada yang memiliki bottle neck dan ada pula yang tidak memiliki ? Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk gepeng ? Proses fermentasinya lebih lama ? Rasa bijinya pahit
14 ? Kulit buah berwarna hijau
terutama yang berasal Amazon dan
merah yang berasal dari daerah lain c. Trinitario Trinitario merupakan hasil persilangan Criollo dan Forastero. Buah dan bijinya besar, sebagai contoh klon Jati Runggu. Walaupun ciri-ciri bijinya seperti Criollo namun merupakan hasil persilangan. 2. Morfologi tanaman kakao Menurut
Riyadi dan Nuraeni (2008) morfologi tanaman kakao
adalah sebagai berikut: a. Akar Akar tanaman kakao adalah akar tunggang. Pada tanah yang dalam dan berdrainase baik, akar kakao dewasa bisa sampai 1,0 meter dan 1,5 meter ke arah bawah. Tanaman kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak menumbuhkan akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut menumbuhkan dua akar yang menyerupai akar tunggang. Perkembangan akar sangat dipengaruhi oleh struktur tanah, air tanah, dan aerasi di dalam tanah. b. Batang dan cabang Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan), sedangkan tunas
15
yang arah pertumbuhannya kesamping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas). c. Daun Daun tanaman kakao terdiri atas tangkai daun dan helai daun. Panjang daun dewasa berkisar 25 – 30 cm dan lebarnya 9 – 10 cm. Daun yang tumbuh pada ujung-ujung tunas biasanya berwarna merah dan disebut flush, permukaannya seperti sutera. Setelah dewasa, warna daun akan berubah menjadi hijau dan permukaannya kasar. Pada umumnya daun-daun yang terlindung lebih tua warnanya bila dibandingkan dengan daun yang langsung terkena sinar matahari. d. Bunga Bunga kakao terdiri dari 5 daun kelopak, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya satu
lingkaran yang fertil dan 5 daun buah yang
bersatu. Bunga kakao berwarna putuh, ungu, atau kemerahahan. e. Buah Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange).
16
3. Syarat tumbuh kakao Menurut Situmorang (2011) secara umum negara-negara penghasil kakao terletak diantara 20o LS - 200 LU. dan sebagian besar dari produksiproduksi kakao dunia dihasilkan oleh perkebunan-perkekebunan kakao yang terletak antara 100 LU - 100 LS. Tanaman kakao dapat tunbuh baik pada tempat yang berketinggian 500 - 800 m di atas permukaan laut (dpl) serta menghendaki tanah yang gembur. Curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikan juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap unsur hara. a. Curah hujan Areal penanaman kakao yang ideal adalah bercurah hujan 1.250 – 3.000 mm pertahun atau rata-rata sebesar 1.500 mm tiap tahunnya dan menyebar merata sepanjang tahun. b. Temperatur Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300 – 320C (maksimum) dan 180 - 210 C (minimum). c. Sinar matahari Cahaya matahari adalah
suatu sumber
unsur yang penting
untuk fotosintesis dan merupakan sumber energi primer kakao. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan hujan tropis yang dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi
17
pencahayaan penuh. Pada tanah yang subur tanaman dapat tumbuh baik sampai intensitas cahaya 70 - 80%. d. Tanah Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara makro dan mikro dalam tanah. Keasaman (pH) yang diperlukan tanaman kakao adalah 6 – 7,5 tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir B. Tinjauan Umum kakao forastero Tanaman kakao forastero dapat tumbuh subur dan berbuah banyak juga pada ketinggian 100 – 600 m dpl. Tanaman ini tidak tahan terhadap cendawan air pada musim hujan dan juga pada musim kemarau, sifat tanah yang baik tanaman kakao yaitu memiliki unsur hara yang tinggi dan memiliki pH tanah optimum 6,0 – 7,5 mengandung cuk up udara dan air. Faktor iklim yang penting bagi pertumbuhan tanaman kakao meliputi curah hujan, suhu, kelembaban udara, dan sinar matahari. Hal yang terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan produksi kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100 – 3.000 mm pertahun. Suhu maksimum untuk kakao sekitar 300 C – 320 C, sedangkan suhu minimum sekitar 180 C – 210 C (Anonim, 2004). Keungulan jenis varietas forastero adalah: ? Beradaptasi cukup luas terhadap ketinggian tempat dan dapat dibudiyakan dari 0 – 650 m dari permukaan laut (dpl).
18 ? Mutu hasil sesuai dengan keinginan konsumen, berat biji kering kurang lebih 1,0 gram, kandungan lemak lebih dari 50% dan persentase kulit ari kurang lebih 12%. ? Produksi tahun kelima dapat mencapai 1,5 – 3,0 ton/ha/tahun biji kering, pada jarak 3 x 3 m atau 4 x 2 m atau populasinya 1.100 atau 1.250 tanaman/ha. ? Toleren terhadap penyakit busuk buah (Phytophthoro palmivora), penyakit antraknose (Colletotrichum), dan VSD (Oncobasidium theobramae). C. Tinjauan umum naungan Kakao termasuk jenis tanaman yang intoleran terhadap cahaya matahari, yaitu yang dalam pertumbuhannya memerlukan pelindung (naungan) sementara ataupun tetap. Pelindung sementara diberikan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan secukupnya pada waktu pembibitan di persemaian ataupun pada waktu bibit baru ditanam. Pelindung tetap akan memberikan perlindungan kepada tanaman dengan intensitas cahaya sedang di perkebunan. Menurut Daryanto (1973) bahwa naungan bukanlah faktor yang berdiri sendiri, tetapi pengaruhnya tersusun oleh berbagai faktor seperti: intensitas cahaya, suhu udara, kelembaban udara dan lain- lain tergantung pada keadaan setempat. Dalam budidaya tanaman kakao menurut Najiyati dan Danarti (2008) bibit kakao yang dipindah ke bedeng pembibitan
perlu dirawat.
Perawatannya meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan pengaturan naungan.
Intensitas
naungan
untuk
bibit
kakao
pada
persemaian
19
(umur 2 – 3 minggu) memerlukan intensitas naungan 40 – 50%. Sedangkan naungan untuk bibit kakao pada persemaian (umur bibit 2 – 3 bulan) memerlukan naungan 80 – 90%. Perbedaan tanggapan terhadap peningkatan intensitas cahaya antara tumbuhan yang cocok untuk kondis i ternaung (shade plants dan indoor plants) dengan tumbuhan yang biasa tumbuh pada kondisi tidak ternaung. Perbedaan tersebut adalah: 1. Tumbuhan cocok ternaung menunjukkan laju fotosintensis yang sangat rendah pada intens itas cahaya tinggi dibanding tumbuha n cocok terbuka. 2. Laju fotosentesis tumbuhan cocok ternaung mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya yang lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka. 3. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung lebih tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka pada intensitas cahaya yang sangat rendah. Perbedaan-perbedaan di atas yang menyebabkan tumbuhan cocok ternaung dapat bertahan pada kondisi ternaungi (intensitas cahaya yang sangat rendah) di mana tumbuhan cocok terbuka tidak dapat bertahan hidup. Respon tumbuhan cocok ternaung ke kondisi cahaya matahari langsung lebih sulit terjadi karena tumbuhan ini sangat sensitif terhadap cahaya yang berlebihan. Kebanyakan tumbuhan ini akan mengalami klorosis dan kemudian mati jika menerima cahaya langsung. Gejala ini disebut solarisasi, yaitu suatu proses penghambatan fotosintesis ya ng diikuti oleh penguraian pigmen khloroplas (Lakitan, 2008).
20
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di areal Kebun Percontohan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah selama tiga bulan terhitung dari awal bulan Januari 2011 hingga akhir bulan Maret 2011, meliputi persiapan, pengambilan data dan pengolahan data. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah : gembor, cangkul, timbangan digital, kamera, kalkulator, label, alat tulis, meteran, polybag ukuran 40 x 50 cm, naungan paranet 80%. Bahan yang digunakan adalah : top soil, Urea, bibit tanaman kakao varietas Forastero umur 3 bulan, Matador 35 EC, dan air. C. Prosedur Pe nelitian 1. Persiapan areal Areal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki dekat dengan sumber air, mudah diawasi, tempatnya datar, drainasenya baik, terlindung dari angin yang kencang dan sinar matahari langsung, dan tidak terganggu oleh hama . Areal yang digunakan dibersihkan dan permukaan diratakan agar mempermudah proses penyusunan polybag. 2. Persiapan media tanam Tanah yang digunakan untuk media tanam adalah tanah lapisan atas yang diambil dari sekitar areal penelitian. Tanah dibersihkan dari akar-
21
akar pohon, daun dan kerikil, lalu digemburkan dan diayak kemudian dimasukkan ke dalam polybag. 3. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari dengan alat gembor. Penyiangan dilakukan hanya apabila terdapat gulma di sekitar tanaman dan Matador 35 EC.
Pemupukan dengan Urea
dilakukan dengan cara ditabur di sekeliling bibit sesuai dosis yaitu 8 g per poybag setiap 3 minggu. 4. Perlakuan Perlakuan penelitian ini adalah pemberian naungan yang berbeda pada bibit kakao. Penelian ini mengunakan 1(satu) perlakuan yaitu penggunaan naungan dan 2 parameter yaitu : P1 : Bibit kakao dengan naungan di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun P2 : Bibit kakao dengan naungan paranet 80% Selanjutnya masing- masing variabel perlakuan pada bibit tanaman kakao diulang sebanyak 10 kali sehingga terdapat 20 polybag. D. Pengambilan Data Data diambil sebanyak 3 kali yaitu pengambilan data pertama dilakukan pada umur bibit 3 bulan. Pengambilan data kedua dilakukan pada saat bibit berumur 4 bulan dan 5 bulan sampai 6 bulan. Parameter yang diukur adalah:
22
1. Diameter batang Diameter diukur dari bagian batang paling bawah 2 cm dari permukaan tanah diukur menggunakan mikrokaliper. 2. Tinggi tanaman Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang 1 cm di atas permukaan tanah sampai pada titik tumbuh ujung tunas tertinggi dengan menggunakan meteran. 3. Jumlah daun Jumlah daun yang diamati adalah daun tanaman yang telah membuka sempurna dan daun yang gugur. E. Pengolahan Data Data yang telah diambil diolah menggunakan rataan hitung sederhana Nugroho dan Hardono (1995) dengan rumus :
x
? =
x n
Keterangan: x
= rata-rata hitung
n
= banyaknya data
x
= variasi yang diteliti
?
= jumlah Data rata-rata selanjutnya dihitung standar deviasi untuk mengetahui
penyimpangan data dari rata-ratanya dan ditabulasi.
23
Menurut Santoso (2003) nilai Devisiasi Standard rumus umumnya adalah sebagai berikut : n
?
?
?
2
?
?
( Xi ? ? ) 2
i?1
N
Dimana : ?
2
= Varians Populasi
? = Standar Devisiasi Populasi ? = Rata- rata populasi
Xi = Data ke i N = Jumlah Populasi
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Diameter Batang Hasil pengamatan penggunaan naungan terhadap rata-rata pertambahan diameter batang bibit tanaman kakao selama 3 (tiga) bulan dari bibit berumur 3 (tiga) bulan sampai bibit berumur 6 (enam) bulan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-rata, Standar deviasi, D-Min dan D-Max pertambahan diameter batang bibit kakao selama 3 (tiga) bulan dari umur 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan setelah tanam (BST) dengan perlakuan penggunaan naungan yang berbeda Perlakuan
Rata-rata
Data
SD
Interval
D-Min
D-Max
-
+
P1
1,777
0,753
0,200
2,150
1,024
2,530
P2
2,111
0,789
0,220
2,500
1,322
2,900
Keterangan : P1 : di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun P2 : di bawah naungan paranet 80% Dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan diameter batang pada perlakuan di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun (P1 ) ratarata pertambahan diameter sebesar 1,777 ± 0,753 adalah 1,024 mm dan 2,530 mm. Nilai D-Min diameter batang sebesar 0,200 mm dan D-Max sebesar 2,150 mm. Demikian pula pada perlakuan di bawah naungan paranet 80% (P2 ) rata-rata pertambahan diameter sebesar 2,111 ± 0,753 adalah 1,322 mm dan 2,900 mm.
Nilai D-Min diameter batang sebesar 0,220 mm dan D-Max
sebesar 2,500 mm.
25
2. Tinggi Tanaman Hasil pengamatan penggunaan naungan terhadap rata-rata pertambahan tinggi bibit tanaman kakao selama 3(tiga) bulan dari bibit berumur 3 (tiga) bulan sampai bibit berumur 6 (enam) bulan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata, Standar deviasi, D-Min dan D-Max pertambahan tinggi bibit kakao selama 3 (tiga) bulan dari umur 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan setelah tanam (BST) dengan perlakuan penggunaan naungan yang berbeda
Perlakuan
Rata-rata
Data
SD
Interval
D-Min
D-Max
-
+
P1
31,700
5,371
3,000
18,000
26,329
37,071
P2
39,400
6,807
7,000
19,000
32,593
46,207
Keterangan : P1 : di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun P2 : di bawah naungan paranet 80% Dari Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan tinggi tanaman pada perlakuan di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun (P1 ) ratarata pertambahan tinggi tanaman sebesar 31,700 ± 5,371 adalah 26,329 cm dan 37,071 cm. Nilai D-Min tinggi tanaman sebesar 3,000 cm dan D-Max sebesar 18,000 cm. Demikian pula pada perlakuan di bawah naungan paranet 80% (P2 ) rata-rata
pertambahan tinggi tanaman sebesar 39,400 ± 6,807
adalah 32,593 cm dan 46,207 cm. Nilai D-Min tinggi tanaman sebesar 7,000 cm dan D-Max sebesar 19,000 cm.
26
3. Jumlah Daun Hasil pengamatan penggunaan naungan terhadap rata-rata pertambahan jumlah daun bibit tanaman kakao selama 3 (tiga) bulan dari bibit berumur 3 (tiga) bulan sampai bibit berumur 6 (enam) bulan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata, Standar deviasi, D-Min dan D-Max pertambahan jumlah daun bibit kakao selama 3 (tiga) bulan dari umur 3 (tiga) bulan sampai 6 (enam) bulan setelah tanam (BST) dengan perlakuan penggunaan nauangan yang berbeda Perlakuan
Rata-rata
Data
SD
Interval
D-Min
D-Max
-
+
P1
27,000
5,260
3,900
17,500
21,740
32,260
P2
38,900
5,300
4,800
21,200
33,600
44,200
Keterangan : P1 : di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun P2 : di bawah naungan paranet 80% Dari Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun pada perlakuan di bawah tegakan pohon aren umur 5 tahun (P1 ) rata-rata pertambahan jumlah daun sebesar 27,000 ± 5,260 adalah 21,740 helai dan 32,260 helai. Nilai D-Min jumlah daun sebesar 17,500 helai.
sebesar
3,900 helai dan D-Max
Demikian pula pada perlakuan di bawah naungan
paranet 80% (P2 ) rata-rata pertambahan jumlah daun sebesar 38,900 ± 5,300 adalah 33,600 helai dan 44,200 helai. Nilai D-Min jumlah daun sebesar 4,800 helai dan D-Max sebesar 21,200 helai. B. Pembahasan Berdasarkan hasil analisa terhadap rata-rata pertambahan diameter batang tanaman umur 3 sampai 6 bulan (Tabel 1), pertambahan tinggi tanaman umur
27
3sampai 6 bulan (Tabel 2), serta pertambahan jumlah daun umur 3sampai 6 bulan (Tabel 3), menunjukkan bahwa penggunaan naungan paranet 80% (P2 ), diduga memberikan pertambahan tumbuh yang lebih baik pada bibit kakao. Menurut Sugiharti (2008) pembibitan intensif umur bibit 4 – 5 minggu memerlukan naunga n sekitar 40 – 60%, sedangkan pada umur 3 – 6 bulan memerlukan intensitas naungan 80%. Jarak poybag di pembibitan pada umur 4 – 5 bulan adalah 20 cm, dan pada umur 3 – 6 bulan 40 – 50 cm. Pada penelitian ini digunakan jarak antara polybag 40 x 40 cm. Meningkatnya pertumbuhan tanaman kakao pada perlakuan P2 (dengan naungan paranet 80%) disebabkan tanaman ini termasuk jenis yang intoleran terhadap cahaya matahari langsung, maka di dalam proses pertumbuhannya memerlukan naungan. Hal ini berhubungan dengan konsentrasi auksin akan lebih tinggi pada tanaman dengan intensitas penyinaran rendah yang menyebabkan pertumbuhannya akan lebih cepat dibandingkan tanaman yang mendapat intensitas penyinaran kuat (Lingga, 2005). Dalam budidaya tanaman kakao menurut Najiyati dan Danarti (2008) bibit kakao yang dipindah ke bedeng pembibitan perlu dirawat. Perawatannya meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan pengaturan naungan.
Pada
penelitian ini digunakan pupuk Urea 8 g/poybag setiap 3 minggu, berarti selama 3 bulan penelitian menggunakan
40 g pupuk
Urea per poybag.
Setelah
pemberian pupuk ditutup dengan tanah karena pupuk Urea menyerap dan terlarut air hujan atau air siraman. Tersedianya unsur hara yang cukup pada saat yang
28
tepat dalam fase vegetatif dapat menunjang laju pembentukan sel-sel baru serta sistem perakaran. Sel-sel baru terbentuk karena adanya aktivitas pembelahan sel. Pemberian pupuk Urea yang digunakan dalam penelitian ini mengandung 46 % unsur nitrogen, di mana telah diketahui N merupakan unsur yang sangat penting bagi tanaman untuk pertumbuhannya terutama pertumbuhan vegetatif. Pupuk Urea dapat membuat daun tanaman mengandung lebih banyak zat hijau daun (chlorophyl) sehingga daun tanaman menjadi lebih hijau segar, pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, cabang dan lain- lain) semakin cepat dan menambah kandungan protein tanaman.
Tersedianya unsur hara dalam
jumlah yang cukup dapat memacu pertumbuhan tanaman. Apabila unsur hara yang ada dalam tanah memadai bagi pertumbuhan tanaman, maka tanaman akan lebih banyak menyerap unsur hara yang ada di dalam tanah tersebut.
29
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian naungan paranet 80% lebih efektif meningkatkan pertumbuhan diameter batang, tinggi tanaman, dan jumlah daun bibit kakao, dibandingkan dengan pemberian naungan di bawah tegakan pohon aren. B. Saran Untuk mendapatkan pertumbuhan yang lebih baik pada pembibitan tanaman kakao umur 3 bulan disarankan diberi naungan paranet 80%. Apabila menggunakan naungan di bawah tegakan pohon aren, maka diperlukan penambahan naungan paranet < 80 %.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta. Daryanto. 1973. Masalah Naungan di Perkebunan Teh. Menara Perkebunan, Bogor. Lakitan B. 2008. Dasar – dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lingga 2005. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Najiati S dan Danarti. 2008. Kakao Budidaya dan Penanganan Pasca Panen. Penebar Swadaya, Jakarta. Nogroho dan Hardono. 1995. Rumus-rumus Stastistik serta Penerapannya. CV Rajawali, Jakarta. Riyadi S dan L Nuraeni. 2008. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Penebar Swadaya, Jakarta. Situmorang S. 2011. Budidaya dan Pengolahan Coklat. Balitri, Jember. Sugiharti E. 2008. Petunjuk Praktis Menanam Kakao. Penerbit Binamuda Ciptakreasi, Jakarta. Santoso S. 2003. Statistik Diskriptif. Penerbit Andi, Yogyakarta. Setyamidjaja K. 2005. Pupuk dan Pemupukkan. CV Simplex, Jakarta. Susanto FX. 1994. Tanaman Kakao. Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta.
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1. Data pengukuran diameter batang pada perlakuan P1 Pengukuran ke
Ulangan 5 6 0,2 0,2
1
1 0,4
2 0,9
3 0,32
4 0,27
2
0,40
0,57
0,5
0,37
1
3
1,40
1,65
1,33
1,46
2,10
7 0,7
8 0,37
9 0,38
10 0,3
0,3
0,62
0,36
0,47
0,49
1,33
1,41
1,45
2,15
1,95
Lampiran 2. Data pengukuran diameter batang pada perlakuan P2 Pengukuran ke 1
1 0,45
2 0,65
3 0,84
4 0,51
Ulangan 5 6 0,47 0,23
2
0,65
0,69
0,59
0,73
0,55
0,37
0,49
0,38
0,48
0,57
3
2,5
1,91
1,61
2
1,72
1,67
1,30
1,72
1,82
1,65
Keterangan: 1. Pengukuran ke 1 (umur 4 bulan) 2. Pengukuran ke 2 (umur 5 bulan) 3. Pengukuran ke 3 (umur 6 bulan)
7 0,22
8 0,53
9 0,33
10 0,93
33
Lampiran 3. Data pengukuran tinggi tanaman pada perlakuan P1
1
1 6
2 7
3 9
4 7
Ulangan 5 6 9 6
2
8
9
13
11
12
10
9
11
10
10
3
12
13
16
14
17
14
12
15
13
15
Pengukuran ke
7 7
8 8
9 7
10 7
Lampiran 4. Data pengukuran tinggi tanaman pada perlakuan P2 Pengukuran ke 1
4 11
Ulangan 5 6 7 9
1 7
2 8
3 8
7 7
8 11
9 7
10 7
2
11
12
12
14
9
14
9
18
7
11
3
17
20
16
18
16
18
22
22
19
16
Keterangan : 1. Pengukuran ke 1 (umur 4 bulan) 2. Pengukuran ke 2 (umur 5 bulan) 3. Pengukuran ke 3 (umur 6 bulan)
34
Lampiran 5. Data pengukuran jumlah daun pada perlakuan P1 Pengukuran ke 1 2 3
1 4
2 4
3 4
4 3
Ulangan 5 6 3 8
10
6
8
7
15
15
10
15
6
10
13
8
12
11
18
18
18
18
11
14
7 9
8 4
9 4
10 4
Lampiran 6. Data pengukuran jumlah daun pada perlakuan P2 Pengukuran ke 1
1 9
2 11
3 10
4 7
Ulangan 5 6 8 13
2
16
13
12
11
16
13
11
16
12
13
3
18
16
19
14
19
16
12
19
14
15
Keterangan : 1. Pengukuran ke 1 (umur 4 bulan) 2. Pengukuran ke 2 (umur 5 bulan) 3. Pengukuran ke 3 (umur 6 bulan)
7 11
8 7
9 8
10 9
35
Lampiran 7. Gambar penelitian
Gambar 1. Bibit kakao umur 6 bulan
Gambar 2. Pemupukan dengan urea
36
Gambar 3. Bibit kakao di bawah tegakan pohon aren
Gambar 4. Bibit kakao di bawah naungan paranet 80
37