PENGGUNAAN MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN SEBAGAI PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)
SITI ASLAMYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Penggunaan Mikroflora Saluran Pencernaan sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Juni 2006
Siti Aslamyah NIM G361020081
ii
iii
ABSTRAK SITI ASLAMYAH. Penggunaan Mikroflora Saluran Pencernaan sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Dibimbing oleh WASMEN MANALU, DEWI APRI ASTUTI, RIDWAN AFFANDI, dan KOMANG G. WIRYAWAN. Peranan mikroflora pada saluran pencernaan ikan dan aplikasinya dalam budi daya perairan belum banyak diteliti dan dilaporkan, khususnya di Indonesia masih belum ditemukan. Namun demikian, pada manusia dan hewan sudah dibuat suatu produk yang telah dikomersilkan yang dikenal dengan istilah “Probiotik”. Berdasarkan berbagai peran probiotik, penggunaannya sebagai feed additive merupakan alternatif pemecahan permasalahan yang dihadapi pada budi daya ikan bandeng secara intensif. Pemasalahan pertama adalah ketergantungan usaha pembenihan pada pakan alami akibat rendahnya kemampuan larva ikan bandeng memanfaatkan pakan buatan sehingga berdampak pada ketersediaan benih. Permasalahan kedua adalah harga pakan buatan yang relatif mahal akibat kandungan protein yang tinggi terutama yang berasal dari tepung ikan. Penelitian dilaksanakan dalam tujuh tahapan percobaan yang dibagi dalam tiga tahap utama. Tahap I adalah a) isolasi mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang terdapat pada saluran pencernaan ikan bandeng dan b) seleksi mikrob yang potensial sebagai probiotik. Tahap II, yaitu percobaan in vitro, terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah mengkaji efektivitas crude enzyme yang disekresikan Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. dalam menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng. Desain percobaan menggunakan pola faktorial (5 x 6) dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi crude enzyme (5, 10, 15, 20, dan 25 mL/kg pakan). Faktor kedua adalah periode inkubasi (2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam). Bagian kedua adalah mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. dalam menghidrolisis pakan buatan pada berbagai kadar protein-karbohidrat untuk pembesaran ikan bandeng. Desain percobaan menggunakan pola faktorial (4 x 5) dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inokulum (10 6, 10 8, 10 10, dan 1012 cfu/mL). Faktor kedua adalah kadar protein-karbohidrat pakan buatan (pakan A: 50% P - 20% K, pakan B: 40% P - 30% K, pakan C: 30% P - 40% K, pakan D: 20% P - 50 % K, dan pakan E: 10% P - 60 % K). Tahap III, yaitu percobaan in vivo, terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama adalah mengkaji efektivitas pakan buatan hasil predigestion dengan crude enzyme yang disekresikan Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng. Percobaan didesain dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji adalah jadwal pemberian pakan buatan pada larva ikan bandeng (umur larva 6, 9, 12, dan 15 hari). Bagian kedua adalah mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan untuk memacu pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng. Desain percobaan menggunakan pola faktorial (3 x 4) dalam rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inokulum (kontrol, 1010, dan 1012 cfu/mL/100 g pakan). Faktor kedua adalah kadar protein-karbohidrat pakan buatan (pakan A: 50% P - 20% K, pakan B: 40% P - 30% K, pakan C: 30% P - 40% K, dan pakan iii
iv D: 20% P - 50 % K). Bagian ketiga adalah investigasi kontribusi mikroflora pada saluran pencernaan ikan bandeng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat mikroflora yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada saluran pencernaan ikan bandeng. Mikroflora tersebut mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng, yaitu menyumbangkan enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase eksogen. Mikroflora yang terpilih sebagai kandidat probiotik adalah Carnobacterium sp. pada mikrob amilolitik, Vibrio alginoliticus pada mikrob proteolitik, dan Planococcus sp. pada mikrob lipolitik. Crude enzyme yang disekresikan ketiga mikrob tersebut dengan perbandingan 1:6:1, efektif menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng dengan konsentrasi 25 mL/kg pakan dan lama inkubasi 12 jam. Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang optimal dicapai pada pemberian pakan buatan hasil predigestion secara total pada larva ikan bandeng mulai umur 12 hari. Temuan yang lain adalah mikrob amilolitik Carnobacterium sp. efektif menghidrolisis pakan buatan pada berbagai kadar protein-karbohidrat untuk pembesaran ikan bandeng. Inokulasi Carnobacterium sp. dengan jumlah inokulum 10 10 cfu/mL/100 g pakan efektif meningkatkan aktivitas enzim amilase dalam saluran pencernaan ikan uji sehingga dapat menurunkan penggunaan protein dan meningkatkan penggunaan karbohidrat pakan oleh ikan bandeng dengan bobot awal ± 2,5 g, yaitu 20% protein dan 50% karbohidrat. Dengan demikian, intensifikasi budi daya ikan bandeng dapat menggunakan pakan dengan kadar karbohidrat sampai 50% apabila pakan diinokulasi dengan Carnobacterium sp. Peningkatan penggunaan karbohidrat tersebut oleh ikan uji memperlihatkan protein sparing action untuk pertumbuhan.
iv
v
ABSTRACT SITI ASLAMYAH. The Use of Intestinal Microflora as a Probiotic to Increase the Growth and Survival Rate of Milkfish (Chanos chanos Forsskal). Under the Supervision of WASMEN MANALU, DEWI APRI ASTUTI, RIDWAN AFFANDI, and KOMANG G. WIRYAWAN. The roles of microflora in the intestinal of fish and its application in aquaculture has not been studied extensively. In Indonesia, the study on the roles of microflora in fish digestion is limited. Probiotics, a commercially provided microbe formulation, has been used extensively in human practice as well as in animal industry. Probiotics as a feed additive is a potential altenative to solve some problems in intensive milkfish culture. The first problem is the dependency of hatchery industry on live food due to the low capability of the milkfish larva to use commercial feed. This limitation affects the production of live and vigor larva and juvenile. The second problem is the price of commercial feed increases with the increased protein content, especially protein supplied by fish meal. The experiment was divided into seven sub-experiments which consisted of three main stages. Stage I, consisted of two experiments i.e., a) isolation of microbes having amylolytic, proteolytic, and lipolytic activities from the milkfish intestinal and b) selection of microbes having activities and potential as probiotic. Stage II, consisted of two in vitro experiments. The first experiment was designed to study the effectiveness of crude enzymes secreted by Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, and Planococcus sp. to hydrolyze (predigestion) feed formulated for milkfish larva. The experiment was conducted in a completely randomized design with a 5 x 6 factorial arrangement with three replications. The first factor was concentration of crude enzyme with 5 levels i.e., 5, 10, 15, 20, and 25 mL/kg feed. The second factor was incubation times with 6 levels i.e., 2, 4, 6, 8, 10, and 12 hours. The second experiment in this stage was designed to study the effectiveness of Carnobacterium sp. in hydrolysing formulated feed for growing milkfish with various combinations of protein and carbohydrate levels. The experiment was conducted in a completely randomized design with a 4 x 5 factorial arrangement with three replications. The first factor was the levels of inoculum with 4 levels i.e, 106, 108, 1010, and 10 12 cfu/mL. The second factor was the combinations of protein (P) and carbohydrate (C) in formulated feed with 5 levels i.e., formula A (P 50% - C 20%), formula B (P 40% - C 30%), formula C (P 30% -C 40%), formula D (P 20% - C 50%), and formula E (P 10% -C 60%). Stage III, consisted of three in vivo experiments. The first experiment in this stage was designed to study the effectiveness of predigested formulated feed by crude enzymes secreted by Carnobacterium sp., Vibrio Alginoliticus, and Planococcus sp. in the growth and survival rate of milkfish larva. The experiment was conducted in a completely randomized design with 4 treatments of time schedule of starting feeding of formulated feed i.e., on days 6, 9, 12; and 15 of age. The experiment was replicated three times. The second experiment of this stage was designed to study the effectiveness of Carnobacterium sp. in various combinations of protein (P) and carbohydrate (C) in formulated feed in promoting the growth and survival rate of milkfish. The experiment was conducted in a completely randomized design with a 3 x 4 factorial arrangement with three replications.The first factor was the amount of inoculum with 3 levels v
vi i.e., 0 (control), 1010, and 10 12 cfu/mL/100g feed). The second factor was the combinations of protein (P) and carbohydrate (C) in the formulated feed with 4 levels i.e., formula A (P 50% - C 20%), formula B (P 40% - C 30%), formula C (P 30% - C 40%), and formula D (P 20 % - C 50%). The third experiment in this stage was designed to study the contribution of microflora to the digestion process of feed in the intestine of the milkfish. The results of the experiment indicated that there were microfloras having amylolitic, proteolitic, and lipolytic activities in the intestine of the milkfish. The microflora had important roles in the physiological functions of intestine of milkfish in the digestion of feed, as a source of exogenous amylase, protease, and lipase. Selected microfloras as candidate for probiotic were Carnobacterium sp. (amylolitic), Vibrio alginoliticus (proteolytic), and Planococcus sp. (lipolytic). Crude enzymes secreted by these three groups of microbes with the ratio of 1:6:1 were effective in hydrolyzing (predigesting) formulated feed of milkfish larva at the concentration of 25 mL/kg feed with incubation time of 12 hours. Feeding of milkfish larva with predigested formulated feed on day 12 of age gave an optimal growth and the highest survival rate. Amylolytic microbe Carnobacterium sp. effectively hydrolyzed formulated feed at various combinations of protein-carbohydrate levels and promo ted optimal growth of milkfish. Inoculation of Carnobacterium sp. with level of 1010cfu/mL/100 g feed effectively improved the activity of amylase enzymes in the digestive tract of milkfish that could improve the utilization of feed carbohydrate and decreased the use of protein for energy source. Feeding the milkfish at the initial weight of 2,5 g with formulated feed inoculated with 10 10 cfu/mL/100g feed of Carnobacterium sp. with 20% protein and 50% carbohydrate gave the optimum growth and survival rate. It was concluded that intensive culture of milkfish could use formulated feed with carbohydrate level up to 50% if inoculated by Carnobacterium sp. Increased carbohydrate utilization by the milkfish is a reflection of the protein sparing effect for growth.
vi
vii
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi,mikrofilm, dan sebagainya
vii
viii
PENGGUNAAN MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN SEBAGAI PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BANDENG (Chanos chanos Forsskal)
SITI ASLAMYAH
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
viii
ix Judul Disertasi :
Nama NRP
: :
Penggunaan Mikroflora Saluran Pencernaan sebagai Probiotik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Siti Aslamyah G361020081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu Ketua
Dr. Ir. Hj. Dewi Apri Astuti, M.S. Anggota
Dr. Ir. Komang G. Wiryawan Anggota
Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi Sholihin, DEA
Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian : 13 Juli 2006
Tanggal Lulus :
ix
x
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2004 sampai Desember 2005 dengan judul Penggunaan
Mikroflora
Saluran
Pencernaan
sebagai
Probiotik
untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Selesainya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Melalui prakata ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Rektor Universitas Hasanuddin dan Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar yang telah memberikan kesempatan
mengikuti
pendidikan
Program
Doktor
pada
Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 2.
Rektor Institut Pertanian Bogor dan Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor yang berkenan menerima penulis melanjutkan pendidikan Program Doktor.
3.
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penulis selama mengikuti pendidikan Program Doktor di Institut Pertanian Bogor melalui dana BPPS (Beasiswa Pendidikan Program Pascasarjana), serta bantuan biaya penelitian melalui Hibah Pekerti II Tahun Anggaran 2004 sampai 2005.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. Wasmen Manalu, Ibu Dr. Ir. Hj. Dewi Apri Astuti, MS., Bapak Dr. Ir. H. Ridwan Affandi, DEA dan Bapak Dr. Ir. Komang G. Wiryawan selaku Komisi Pembimbing atas segala petunjuk, saran dan bimbingannya.
5.
Kepala beserta staf
Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi,
Fakultas Peternakan, Kepala Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, serta Laboratorium Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, dan Laboratorium Nutrisi Ikan Fakultas Perikanan, di lingkungan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan izin dan fasilitas selama penelitian.
x
xi 6.
Kepala beserta staf Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor yang bersedia membantu menyediakan bahan dan menganalisis sebagian sampel penelitian ini.
7.
Kepala beserta staf Laboratorium Hatchery Mini dan Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar dan Direktur PT. Esaputlii Kabupaten Barru yang bersedia membantu menyediakan fasilitas penelitian.
8.
Ir. Hasni Y. Azis, MP., Ir. Sriwulan, MP., dan Ir. Anita S. Tjakradidjaja, M.Rur.Sc. sebagai Anggota Tim Peneliti Hibah Pekerti.
9.
Dr. Ir Suharyadi, DEA. penulis
sampaikan penghargaan yang sebesar-
besarnya atas keterbukaan ilmu tentang mikrobiologi nutrisi, serta Dr. Adi Winarto atas keterbukaan ilmu tentang histologi dan histokimia. 10.
Saudara Akbar, Ruslan, Arsyad, Eny, Fauziah, Siarti, Hasna, dan Sukma atas kerja samanya selama penelitian.
11.
Rekan-rekan seperjuangan angkatan 2002 pada Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Rekan-rekan dari Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana IPB Asal Sulawesi Selatan dan Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana IPB Asal Kalimantan Selatan serta semua pihak atas kerja samanya selama penulis mengikuti pendidikan di IPB.
12.
Khusus kepada kedua orang tua penulis H. Salimi dan Hj. Murniannur, kedua mertuaku M.Pali (alm) dan Hj. Halawati, suamiku Ir. Muhammad Arief N. MP., kedua anakku Dian Rahmawati Arief dan Muhammad Yusuf Tajul Arasy Arief, adik-adikku M. Ihsan, M. Sufyan, M. Zainal Aqli, dan Rabiatul Adawiah, kakekku Kiai H. Husni (alm), serta seluruh keluarga atas segala pengorbanan, dukungan, bantuan, pengertian, dan doa yang selalu menyertai penulis selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala
bantuan yang telah diberikan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2006 Siti Aslamyah
xi
xii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kurau, Kalimantan Selatan pada tanggal 01 September 1969 sebagai anak sulung dari 5 bersaudara dari pasangan H. Salimi dan Hj. Murniannur. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Lambung Mangkurat, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1994, penulis diterima di Program Studi Ilmu-Ilmu Pertanian, Kajian Perikanan, Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor di Program Studi Biologi pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2002. Beasiswa BPPS diperoleh dari Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional, Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Budidaya, Fakultas Perikanan, Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan mulai tahun 1993 sampai tahun 2000. Sejak tahun 2000 sampai sekarang bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Menikah dengan
Ir. Muhammad Arief N., MP pada tahun 1996 dan
telah dikaruniai dua orang anak bernama Dian Rahmawati Arief dan Muhammad Yusuf Tajul Arasy Arief.
xii
xiii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xv
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
xx
PENDAHULUAN Latar Belakang ………………………………………………………. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………… Hipotesis ……………………………………………………………..
1 3 4
TINJAUAN PUSTAKA Saluran Pencernaan Ikan dan Kebiasaan Makanan Ikan Bandeng ….. Enzim Pencernaan …………………………………………………… Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng ……………………………………. Mikrob Saluran Pencernaan Ikan …..………………………………… Aplikasi Mikrob sebagai Probiotik di Bidang Perikanan ……..…….. Probiotik ................................................................................................
7 8 12 13 17 19
ISOLASI DAN SELEKSI MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN IKAN BANDENG Pendahuluan …………………………………………………………. Bahan dan Metode …………………………………………………… Hasil …………………………………………………………………. Pembahasan ………………………………………………………….. Simpulan ..............................................................................................
23 24 30 50 58
HIDROLISIS PAKAN BUATAN (PREDIGESTION) OLEH CRUDE ENZYME PENCERNAAN EKSOGEN YANG DISEKRESIKAN MIKROB Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, DAN Planococcus sp. UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BANDENG Pendahuluan …………………………………………………………. 59 Bahan dan Metode …………………………………………………... 60 Hasil …………………………………………………………………. 69 Pembahasan ………………………………………………………….. 79 Simpulan .............................................................................................. 85 PENGGUNAAN MIKROB AMILOLITIK (Carnobacterium sp.) SEBAGAI PROBIOTIK PADA BUDI DAYA IKAN BANDENG Pendahuluan …………………………………………………………. Bahan dan Metode …………………………………………………… Hasil ………………………………………………………………….
86 88 98
xiii xiii
xiv Pembahasan …………………………………………………………. 122 Simpulan .............................................................................................. 137 KONTRIBUSI MIKROFLORA DALAM SALURAN PENCERNAAN IKAN BANDENG Pendahuluan ………………………………………………………… Bahan dan Metode ………………………………………………….. Hasil ………………………………………………………………… Pembahasan ………………………………………………………… Simpulan .............................................................................................
138 139 141 142 144
PEMBAHASAN UMUM ............................................................................... 145 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan .............................................................................................. 151 Saran .................................................................................................... 152 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 153 LAMPIRAN ..................................................................................................... 164
xiv xiv
xv
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Beberapa bakteri probiotik sebagai agen kontrol biologi pada budi daya ikan berdasarkan berbagai laporan pustaka (Verschuere et al. 2000) ...........................................................................
20
Isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang ditumbuhkan pada media aerob dan anaerob .................................................................
34
3.
Waktu generasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik ..................
42
4.
Aktivitas antagonistik atau konfrontasi isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik terhadap mikrob patogen pada ikan .................
43
Hasil uji penempelan isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada lempeng stainless steel .....................................................................
48
Rekapitulasi data hasil pengujian beberapa parameter yang digunakan pada seleksi isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik saluran pencernaan ikan bandeng yang potensial sebagai kandidat probiotik.....................................................................................................
49
Komposisi pakan buatan untuk larva ikan bandeng dan hasil analisis proksimat pakan dan bahan baku pakan ..................................................
62
Rekapitulasi beberapa parameter pengamatan untuk mengkaji efektivitas crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. dalam menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng secara in vitro...........................................................................................................
74
Berbagai parameter penggunaan pakan yang diamati pada larva ikan bandeng selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion...............................................................
76
10. Komposisi pakan buatan pada percobaan untuk mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. dalam menghidrolisis pakan buatan pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan ............................................................
90
2.
5. 6.
7. 8.
9.
11. Populasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik (cfu/mL) serta aktivitas enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase (IU/g/menit) ikan uji pada akhir percobaan investigasi kontribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng............................................................. 141
xv xv
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kerangka pemikiran penelitian ...............................................................
5
2.
Diagram alir pelaksanaan penelitian .......................................................
6
3.
Ikan bandeng dan saluran pencernaannya yang digunakan sebagai sumber inokulum pada percobaan isolasi dan seleksi mikrob .................
25
Bentuk isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan bandeng .......................................
31
Zona bening hasil hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik(A1-a, A2-a, A3-a, A4-a, A1-an, A2-an, A3-an), proteolitik (P1-a, P2-a, P3-a, P4-a, P5-a, P1-an), dan lipolitik (L1-a, L2-a, L1-an, L2-an) ......................................................................
35
Diameter zona bening hasil hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik ...........................
35
Degradasi substrat pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik dan proteolitik (mg/L), serta lipolitik (mmol lemak, dikali 1000) ......................................................................
36
Aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase (IU/mL/menit) yang dihasilkan oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik .........
37
Kurva pertumbuhan isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik ...................................................................................................
39
10. Aktivitas antagonistik mikrob uji terhadap mikrob patogen bagi ikan (Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, dan Vibrio harveyi)...............
44
11. Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dalam media dengan pH 2,5 dan pH 7,5 dengan kontrol setiap periode pengamatan .......................................................................
46
12. Wadah yang digunakan pada percobaan mengkaji efektivitas pakan buatan yang telah dihidrolisis dengan crude enzyme (predigestion) yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng..........................................................................
66
13. Kadar glukosa pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme..........................................................................
70
14. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme.........................................
70
15. Kadar protein terlarut pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme...................................................
71
16. Derajat hidrolisis protein pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme ..................................................
71
4. 5.
6. 7.
8. 9.
xvi xvi
xvii 17. Derajat hidrolisis lemak pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme .................................................
73
18. Hubungan kadar glukosa, derajat hidrolisis karbohidrat, kadar protein terlarut, derajat hidrolisis protein, dan derajat hidrolisis lemak pakan dengan konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) pada periode inkubasi 12 jam, serta dengan periode inkubasi (jam) pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan ....................................
75
19. Larva ikan bandeng pada akhir pengamatan 30 hari pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion..................................
76
20. Aktivitas enzim pencernaan pepsin, tripsin, a-amilase, dan lipase larva ikan bandeng pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion dan pada berbagai periode pengukuran .....................
78
21. Struktur histologis organ hati larva ikan bandeng pada akhir pengamatan 30 hari pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion.....................................................................................
79
22. Wadah yang digunakan pada percobaan mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng ...........................................................................................
92
23. Wadah percobaan yang digunakan pada pengukuran konsumsi oksigen untuk mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng ........................................
97
24. Kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ..............................................................
98
25. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ......................................................
99
26. Pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ...................... 101 27. Pertumbuhan bobot relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan....... 102 28. Ikan uji pada akhir pengamatan (hari ke-60)............................................ 102 29. Konsumsi pakan (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ...................... 103 30. Efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ..................... 104 31. Retensi protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ..................... 105 32. Retensi lemak (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ..................... 106 xvii xvii
xviii 33. Kadar glikogen hati (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan....... 106 34. Kadar glikogen otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan....... 107 35. Populasi mikrob (Log10 cfu/mL) 5 dan 24 jam post prandial di dalam saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ....................... 107 36. Aktivitas enzim a-amilase (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ......................................................
109
37. Aktivitas enzim protease (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan .............................................................. 109 38. Kecernaan karbohidrat (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ..................... 110 39. Kecernaan protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ..................... 110 40. Kadar glukosa darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial ..................................... 111 41. Kadar trigliserida darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial .................................... 112 42. Tingkat konsumsi oksigen (mg/kg0.8/jam) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan setiap 15 menit selama 24 jam .....................................................
113
43. Konsumsi oksigen basal (mg O 2/kg0.8/jam) ikan uji.............................. 114 44. Konsumsi oksigen rutin (mg O2/kg0.8/jam) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ....................................................................... 114 45. Konsumsi oksigen kenyang (mg O2/kg0.8/jam) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ....................................................................... 115 46. Laju metabolisme basal (kJ/kg0.8/hari) ikan uji........................................ 116 47. Laju metabolisme rutin (kJ/kg0.8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ....................................................................... 116 48. Laju metabolisme kenyang (kJ/kg0.8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan .............................................................
117
xviii xviii
xix 49. Specific dynamic action (kJ/kg 0.8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan .......................................................................
117
50. Konsumsi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan .....................
119
51. Retensi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ....................
120
52. Energi metabolik (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan .....................
120
53. Retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ......................................................................
121
54. Energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan ......................................................................
121
55. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan .......................................................................................................
122
xix xix
xx
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Komposisi media kultur mikrob ……………………………………… 165
2.
Prosedur uji hidrolisis pati, kasein, dan lemak ………………………..
3.
Prosedur uji degradasi substrat oleh mikrob ………………………….. 168
4.
Prosedur analisis aktivitas enzim ……………………………………... 170
5.
Prosedur analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar serat kasar) mengikuti metode Takeuchi (1988), serta pengukuran kadar karbohidrat total menurut Somogy-Nelson ……………………………………………... 173
6.
Prosedur analisis kadar glukosa (Wedemeyer dan Yasutake 1977) ……………………………………………………….. 178
7.
Prosedur analisis kadar trigliserida menurut metode Boehringer–AOAC (1990) …………………………………………….. 179
8.
Prosedur analisis kadar protein terlarut (Bradford 1976) ……………… 180
9.
Tahapan pembuatan preparat histologis …………………………………181
10.
Prosedur analisis kadar energi …………………………………………. 182
11.
Prosedur analisis kadar glikogen (Wedemeyer dan Yasutake 1977) ………………………………………………………… 183
12.
Prosedur analisis nilai kecernaan pakan (Takeuchi 1988) …………….. 184
13.
Ukuran ikan bandeng yang digunakan pada percobaan isolasi dan seleksi mikrob ………………………………………………………….. 185
14.
Morfologi koloni isolat dan jenis mikrob ................................................ 185
15.
Hasil pengujian hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik ………………………….... 186
16.
Hasil pengujian degradasi substrat oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik setelah 24 jam inkubasi ……………………... 187
17.
Hasil pengujian aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik …………………….. 188
18.
Optical Density (OD) isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik selama 24 jam ………………………………………………… 189
19.
Jumlah koloni (cfu/mL) isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik selama 24 jam ……………………………………………. 191
20.
Hasil pengujian ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik (cfu/mL) ………………………………………………………. 193
166
xx
xxi 21.
Hasil pengujian penempelan isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada lempeng stainless steel …………………………….. 196
22.
Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)……….. 197
23.
Analisis ragam kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……… 197
24.
Uji lanjutan Duncan kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 197
25.
Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ………. 198
26.
Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 199
27.
Analisis ragam derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 199
28.
Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 199
29.
Rata-rata kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 200
30.
Analisis ragam kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 200
31.
Uji lanjutan Duncan kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)………………………………………………... 200
32.
Rata-rata kadar protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ………. 201
xxi xxi
xxii 33.
Rata-rata derajat hidrolisis protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ………. 202
34.
Analisis ragam derajat hidrolisis protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 202
35.
Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 202
36.
Rata-rata kadar lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) …………………… 203
37.
Rata-rata derajat hidrolisis lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ………. 204
38.
Analisis ragam derajat hidrolisis lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 204
39.
Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) ……………………………………………….. 204
40.
Rata-rata pertumbuhan larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan ……………………….. 205
41.
Analisis ragam pertumbuhan mutlak (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan.. ………… 205
42.
Analisis ragam pertumbuhan relatif (%) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan…............... 205
43.
Analisis ragam pertumbuhan biomassa (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan…………... 206
44.
Rata-rata konsumsi pakan buatan (g) dan konsumsi pakan buatan harian (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan ……………………………………….. 206
45.
Analisis ragam konsumsi pakan buatan total (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan ……... 206
46.
Analisis ragam konsumsi pakan buatan harian (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan …………………………………………………………………. 207
xxii xxii
xxiii 47.
Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan..………… 207
48.
Analisis ragam tingkat kelangsungan hidup (%) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan ……………………………………………....
207
Rata-rata aktivitas enzim pencernaan (IU/g/menit) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan ………………………………………………
208
49.
50.
Rekapitulasi hasil analisis ragam aktivitas enzim pencernaan (IU/g/menit) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan …………………………….. 208
51.
Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ………….………………. 209
52.
Analisis ragam kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ……………………………………… 209
53.
Uji lanjutan Duncan kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng……..
209
54.
Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ………………………….. 210
55.
Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng …………………………..
211
Analisis ragam derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ……..
211
Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) pembesaran ikan bandeng ……………
211
56.
57.
58.
Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng…………………………... 212 xxiii xxiii
xxiv 59.
Analisis ragam kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ………………………….
212
60.
Uji lanjutan Duncan kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng .…………….. 212
61.
Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ……………………………………… 213
62.
Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng …………………………..
214
Analisis ragam derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ……..
214
Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ……..
214
Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 24 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng …………………………..
215
63.
64.
65.
66.
Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 24 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng ……………………………………… 215
67.
Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 24 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng …….
215
68.
Rata-rata kadar karbohidrat (mg) yang dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) pada periode pengamatan 6, 12 dan 24 jam inokulasi ……………………………………………. 216
69.
Rata-rata berat populasi (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………… . 217
xxiv xxiv
xxv 70.
Rata-rata berat individu (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………. 218
71.
Rata-rata pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …. 219
72.
Analisis ragam pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 219
73.
Uji lanjutan Duncan pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ……………………………………………………………. 219
74.
Rata-rata pertumbuhan mutlak (g) dan pertumbuhan relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………... 220
75.
Analisis ragam pertumbuhan relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 221
76.
Uji lanjutan Duncan pertumbuhan relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………. 221
77.
Rata-rata bobot ikan yang mati selama pengamatan (g), konsumsi pakan (g), dan efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 222
78.
Analisis ragam total konsumsi pakan (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 223
79.
Uji lanjutan Duncan total konsumsi pakan (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 223
80.
Analisis ragam efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 224
xxv xxv
xxvi 81.
Uji lanjutan Duncan efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 224
82.
Rata-rata deposisi protein, lemak, dan energi dalam tubuh (g kering), masukan protein, lemak, dan energi dari pakan (g kering), retensi protein, lemak, dan energi (%) serta kadar glikogen hati dan otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………….. 225
83.
Analisis ragam retensi protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 226
84.
Uji lanjutan Duncan retensi protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan…… 226
85.
Analisis ragam retensi lemak (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 227
86.
Uji lanjutan retensi lemak (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 227
87.
Analisis ragam kadar glikogen hati (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …. 228
88.
Uji lanjutan Duncan kadar glikogen hati (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar proteinkarbohidrat pakan buatan selama 60 hari periode pengamatan ……..
228
89.
Analisis ragam kadar glikogen otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …. 229
90.
Uji lanjutan Duncan kadar glikogen otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………………………………… 229
91.
Rata-rata populasi mikrob 5 jam post prandial (cfu/mL), populasi mikrob 24 jam post prandial (cfu/mL), enzim a-amilase, dan protease (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan), dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………….. 230
xxvi
xxvii 92.
Analisis ragam populasi mikrob 5 jam post prandial (Log10 cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………….. 231
93.
Uji lanjutan Duncan populasi mikrob 5 jam post (Log10 cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………….. 231
94.
Analisis ragam populasi mikrob 24 jam post prandial (Log10cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 232
95.
Analisis ragam enzim a-amilase (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………... 232
96.
Uji lanjutan Duncan enzim a-amilase (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………….. 232
97.
Analisis ragam enzim protease (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………... 233
98.
Uji lanjutan Duncan enzim protease (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………. 233
99.
Rata-rata kecernaan karbohidrat dan protein (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………………………………….. . 234
100. Analisis ragam kecernaan karbohidrat (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………………………………….. .. 235 101. Uji lanjutan Duncan kecernaan karbohidrat (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………………………………….. .. 235 102. Analisis ragam kecernaan protein (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan …………………………………… 236 xxvii xxvii
xxviii 103. Uji lanjutan Duncan kecernaan protein (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………………………………….. .. 236 104. Rata-rata kadar glukosa darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) setiap periode pengukuran post prandial (jam) selama 18 jam pengamatan ………………………. 237 105. Rata-rata kadar trigliserida darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) setiap periode pengukuran post prandial (jam) selama 18 jam pengamatan ………………………. 238 106. Rata-rata konsumsi oksigen basal (KOB), konsumsi oksigen rutin (KOR), dan konsumsi oksigen kenyang (KOK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………………………………….. 239 107. Analisis ragam konsumsi oksigen basal (KOB) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) ……………………….……. 240 108. Analisis ragam konsumsi oksigen rutin (KOR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) ……………….………………… 240 109. Uji lanjutan Duncan konsumsi oksigen rutin (KOR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar proteinkarbohidrat pakan buatan …………………………………………….. . 240 110. Analisis ragam konsumsi oksigen kenyang (KOK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) ……………………………. .. 241 111. Uji lanjutan Duncan konsumsi oksigen kenyang (KOK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)…………………………….. 241 112. Rata-rata laju metabolisme basal (LMB), laju metabolisme rutin (LMR), laju metabolisme kenyang (LMK), dan specific dynamic action (SDA) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp.(cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%)……..................................................................... 242 113. Analisis ragam laju metabolisme basal (LMB) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………………………………….. 243 114. Analisis ragam laju metabolisme rutin (LMR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………………………………….. 243
xxviii xxviii
xxix 115. Uji lanjutan Duncan laju metabolisme rutin (LMR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) …..… 243 116. Analisis ragam laju metabolisme kenyang (LMK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)…….. . 244 117. Uji lanjutan Duncan laju metabolisme kenyang (LMK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) ……………………………. 244 118. Analisis ragam specific dynamic action (SDA) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)…..……………………………… 245 119. Uji lanjutan Duncan specific dynamic action (SDA) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) .……………………………. 245 120. Rata-rata neraca energi [konsumsi energi (KE), retensi energi (RE), laju metabolisme rutin (LMR), energi metabolik (EM), retensi energi per konsumsi energi (RE/KE), dan energi metabolik per konsumsi energi (EM/KE)] ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan buatan (%))………………………………... 246 121. Analisis ragam konsumsi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) …………………………………. 247 122. Uji lanjutan Duncan konsumsi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………………………………….. 247 123. Analisis ragam retensi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………………………………….. 248 124. Uji lanjutan Duncan retensi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan buatan (%) ...……………………….. 248 125. Analisis ragam energi metabolik (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………………………………….. 249 126. Uji lanjutan Duncan energi metabolik (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) …………………………………. 249 127. Analisis ragam retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) .…………………………………. 250
xxix xxix
xxx 128. Uji lanjutan Duncan retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) ……… 250 129. Analisis ragam energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji berbagai pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………. 251 130. Uji lanjutan Duncan energi metabolik perkonsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)………. 251 131. Rata-rata jumlah populasi (ekor) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 252 132. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 253 133. Analisis ragam tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ….. 253 134. Rata-rata komposisi proksimat tubuh ikan uji pada awal dan akhir pengamatan dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan ………………………………….. .. 254 135. Analisis dengan uji t populasi mikrob amiolitik, proteolitik, dan lipolitik (cfu/mL), serta aktivitas enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase (IU/g/menit) ikan uji pada akhir percobaan investigasi konstribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng …………………………………………………………… 255 136. Perhitungan nilai ekonomi pakan dan media kultur mikrob…………… 255
xxx xxx
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan salah satu jenis ikan air laut yang sangat populer dibudidayakan dan paling banyak dikonsumsi di Indonesia.
Sampai saat ini umumnya ikan bandeng dibudidayakan secara
tradisional, dengan padat penebaran yang rendah dan hanya mengandalkan pupuk untuk input pertumbuhan klekap yang berfungsi sebagai pakan alami. Berdasarkan pengujian di lapangan di Brebes, Jawa Tengah dan di Maros, Sulawesi Selatan (Balai Penelitian Perikanan Budi Daya Pantai, Maros 1993) produksi ikan bandeng dapat ditingkatkan lebih dari 5 kali lipat apabila teknik budi dayanya diperbaiki dan dikembangkan secara intensif dengan padat penebaran yang tinggi dan mengandalkan pakan buatan. Pada sisi lain, usaha budi daya ikan bandeng secara intensif menghadapi kendala, yaitu ketersediaan benih dan harga pakan buatan yang relatif mahal. Usaha pembenihan merupakan alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi kesenjangan antara ketersediaan
dan kebutuhan benih.
Usaha tersebut telah
berkembang antara lain di Gondol (Bali), sepanjang pantai utara Jawa Tengah dan Jawa Timur dalam bentuk hatchery skala rumah tangga (HSRT) serta di Sulawesi Selatan. Meskipun demikian, kelangsungan usaha ini dibatasi oleh penyediaan pakan alami yang dari segi kuantitas sulit dipenuhi. Oleh karena itu, pengkajian lebih mendalam untuk teknologi produksi benih, khususnya yang berkaitan dengan pakan harus terus dieksplorasi dan dikembangkan. Hasil penelitian penggunaan pakan buatan untuk larva ikan bandeng (Duray dan Bagarinao 1984; Aslianti dan Azwar 1992; Aslianti et al. 1993; Djunaidah dan Komaruddin 1997) memperlihatkan bahwa pertumbuhan larva ikan bandeng yang diberi pakan alami masih jauh lebih baik dibandingkan dengan larva yang diberi pakan buatan. Kajian lebih mendalam yang dilakukan oleh Haryati (2002) menunjukkan bahwa pada stadia larva sekresi enzim pencernaan endogen masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh saluran dan kelenjar pencernaan belum berkembang dengan sempurna sehingga penggunaan pakan buatan untuk larva ikan bandeng masih belum memberikan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu,
2 pendekatan penggunaan enzim pencernaan eksogen (predigestion) dalam pakan buatan yang sesuai dengan kebutuhan larva ikan bandeng diharapkan dapat meningkatkan kecernaan pakan sehingga pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bandeng dapat ditingkatkan. Permasalahan harga pakan ikan yang relatif mahal disebabkan oleh tingginya kandungan protein dalam pakan. Protein merupakan sumber energi pakan yang mahal, terutama protein yang berasal dari tepung ikan. Protein merupakan zat terpenting dari semua zat gizi yang diperlukan ikan karena merupakan zat penyusun dan sumber energi utama bagi ikan (NRC 1988). Pada ikan, protein lebih efektif digunakan sebagai sumber energi daripada karbohidrat (Furuichi 1988). Hal ini disebabkan oleh rendahnya aktivitas enzim amilase dalam saluran pencernaan
ikan dibandingkan dengan hewan terestrial dan
manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya peningkatan aktivitas enzim amilase sehingga penggunaan protein sebagai sumber energi dapat dikurangi dan pemanfaatan karbohidrat sebagai sumber energi dapat ditingkatkan.
Protein
diharapkan digunakan untuk pertumbuhan dan pergantian jaringan yang rusak, bukan sebagai sumber energi. Peningkatan penggunaan karbohidrat oleh ikan diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat dan mengurangi kadar protein dalam komposisi pakan buatan, yang dengan demikian dapat menurunkan harga pakan. Selain itu, peningkatan penggunaan karbohidrat oleh ikan mengurangi masalah buruknya
juga dapat
kualitas air akibat tingginya amoniak.
Penggunaan protein yang tinggi sebagai sumber energi menyebabkan kelebihan nitrogen akan dibuang dalam bentuk amoniak melalui sistem ekskresi (Cho dan Kaushik 1985). Padahal, amoniak dalam bentuk yang tidak terionisasi (NH3) merupakan racun bagi ikan, sekalipun pada kadar yang rendah (Zonneveld et al. 1991). Salah satu alternatif yang dapat dikaji dan dikembangkan melalui percobaan untuk mengatasi kedua permasalahan di atas adalah meningkatkan ketersediaan enzim pencernaan eksogen dengan memanfaatkan mikroflora saluran pencernaan yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik. Penelitian
2
3 mikroflora pada saluran pencernaan ikan telah banyak dilaporkan (Clarke dan Bauchop 1977; Das dan Tripathi 1991; Nakayama et al. 1994; Opuszynski dan Shireman 1994; Hoshsino et al. 1997; Xue et al. 1999; Robertson et al. 2000; Spanggaard et al. 2000; Jankauskiene 2002; Tae 2003).
Walaupun demikian,
informasi mengenai peranannya dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan dan aplikasinya dalam budi daya perairan masih sangat terbatas, khususnya di Indonesia belum ditemukan sehingga penelitian mengenai peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan dan aplikasinya untuk budi daya ikan perlu dilakukan. Mikroflora saluran pencernaan manusia dan hewan terestrial terutama ruminansia
telah banyak diteliti dan dilaporkan, serta sudah diterapkan pada
pengembangan peternakan dan kesehatan manusia.
Berpijak pada informasi
tersebut dan beberapa hasil penelitian mikroflora saluran pencernaan ikan, diramu suatu kerangka pemikiran (Gambar 1) untuk mengisolasi secara selektif mikrob yang mempunyai aktivitas
amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari saluran
pencernaan ikan bandeng, menyeleksi mi krob yang potensial sebagai probiotik, mengkaji efektivitas isolat mikrob yang terpilih sebagai kandidat probiotik pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng, serta mengukur kontribusi mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng. Diagram alur pelaksanaan penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 2. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan,
tujuan
penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dari saluran pencernaan ikan bandeng untuk dijadikan probiotik. 2. Mengevaluasi kemampuan larva ikan bandeng memanfaatkan pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme yang disekresikan oleh isolat mikrob amilolitik,
proteolitik, dan lipolitik
terpilih sebagai
pengganti pakan alami.
3
4 3. Mengevaluasi efektivitas isolat mikrob amilolitik terpilih dalam meningkatkan enzim pencernaan eksogen pada saluran pencernaan ikan bandeng sehingga mampu memanfaatkan pakan buatan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi. 4. Mengukur
kontribusi
mikroflora
dalam
fungsi fisiologis saluran
pencernaan ikan bandeng. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk pengembangan ilmu nutrisi ikan, khususnya peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan. Lebih jauh dalam jangka panjang diharapkan dapat diaplikasikan untuk pengembangan budi daya ikan bandeng secara intensif dan meningkatkan pendapatan petani. Penerapan hasil penelitian ini diharapkan dapat mengatasi ketergantungan pada pakan alami untuk pemeliharaan larva dan menekan biaya produksi dengan menurunnya harga pakan buatan untuk pembesaran juvenil ikan bandeng. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Terdapat mikroflora yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dalam saluran pencernaan, serta berperanan penting dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng. 2. Konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi pakan buatan yang tepat dapat meningkatkan derajat hidrolisis dan kecernaan pakan buatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan larva ikan bandeng memanfaatkan pakan buatan sebagai pengganti pakan alami. 3. Jumlah inokulum
probiotik
yang
tepat
dalam pakan
buatan
dapat
meningkatkan aktivitas enzim pencernaan eksogen dalam saluran pencernaan ikan bandeng sehingga mampu memanfaatkan pakan buatan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi.
4
5
5
6
6
TINJAUAN PUSTAKA Saluran Pencernaan Ikan dan Kebiasaan Makanan Ikan Bandeng Alat pencernaan ikan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Pada umumnya saluran pencernaan berupa segmen-segmen, yaitu mulut, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum, dan anus (Affandi et al. 2005). Berdasarkan struktur
anatomis
ditemukan pada
alat
struktur
kebiasaan makanan terlihat perbedaan
pencernaan ikan. tapis insang,
Perbedaan
struktur gigi
yang
menyolok
pada rongga mulut,
keberadaan dan bentuk lambung, serta panjang usus. Tapis insang pada ikan herbivora banyak, panjang, dan rapat, sementara pada ikan omnivora sedang, dan pada ikan karnivora sedikit, pendek, dan kaku. Rongga mulut pada ikan herbivora sering tidak bergigi, sementara pada ikan omnivora bergigi kecil, dan pada ikan karnivora umumnya bergigi kuat dan panjang.
Ikan herbivora
berlambung palsu atau tidak berlambung, sementara ikan omnivora berlambung dengan bentuk kantong, dan
ikan karnivora berlambung dengan bentuk
bervariasi. Usus ikan herbivora sangat panjang beberapa kali panjang tubuhnya, sementara pada ikan omnivora sedang 2 sampai 3 kali panjang tubuh, dan pada ikan karnivora pendek, kadang lebih pendek dari panjang tubuhnya. Organ hati dan pankreas adalah kelenjar pencernaan yang mensekresikan bahan yang kemudian digunakan dalam proses pencernaan makanan. Bahan hasil sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke usus melalui ductus choledochus dan ductus pankreaticus. Adanya hubungan antara kelenjar pencernaan dan usus depan maka letak kelenjar tersebut berada di sekitar usus depan dan lambung. Keasaman (pH) lambung pada saat lambung kosong (tidak ada makanan) berkisar antara 4 dan 7,4; sedangkan pada saat penuh berkisar antara 2,2 dan 2,8 (Nikolsky 1963). Keasaman (pH) usus adalah netral atau hampir alkalis, yaitu antara 6 dan 8. Pada ikan grass carp pH berkisar antara 7,4 dan 8,5 pada usus bagian anterior, pada bagian pertengahan berkisar antara 7,2 dan 7,6; dan di bagian posterior sekitar 6,8 (Hickling 1960 dalam Opusynski dan Shireman 1994). Spesies lain dari ikan laut dengan pH usus berkisar antara 6,1 dan 8,6 (Horn 1989 dalam Opuszynski dan Shireman 1994).
8 Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan bandeng termasuk ikan herbivora yang bertendensi omnivora, yang mempunyai mulut yang tidak bergigi dengan usus yang sangat panjang, beberapa kali panjang tubuhnya (Bagarinao 1992). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora yang memakan zooplankton, kemudian pada ukuran fry menjadi omnivora yang memakan zooplankton, diatom, dan bentos kecil, dan selanjutnya pada ukuran juvenil termasuk ke dalam golongan herbivora yang memakan algae filamin, algae mat, detritus, bentos kecil, dan bisa mengkonsumsi pakan buatan berbentuk pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng berubah menjadi omnivora lagi karena mengkonsumsi algae mat, algae filamin, zooplankton, bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet. Enzim Pencernaan Enzim adalah katalisator biologis dalam reaksi kimia yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Enzim adalah protein yang disintesis di dalam sel dan dikeluarkan dari sel penghasilnya melalui proses eksositosis. Enzim yang disekresikan ke luar digunakan untuk pencernaan di luar sel (di dalam rongga pencernaan) atau disebut extracelluler digestion, sedangkan enzim yang dipertahankan di dalam sel digunakan untuk pencernaan di dalam sel itu sendiri atau disebut intracelluler digestion (Affandi et al. 2005). Enzim pencernaan yang disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung, pilorik kaeka, pankreas, dan mukosa usus. Oleh karena itu, perkembangan sistem pencernaan erat kaitannya dengan perkembangan aktivitas enzim di dalam rongga saluran pencernaan (Walford dan Lam 1993). Enzim-enzim tersebut berperan sebagai katalisator dalam hidrolisis protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bahan-bahan yang sederhana. Sel-sel mukosa lambung menghasilkan enzim protease dengan suatu aktivitas proteolitik optimal pada pH rendah. Pilorik kaeka yang merupakan perpanjangan usus terutama mensekresikan enzim yang sama seperti yang dihasilkan pada bagian usus, yaitu enzim pencernaan protein, lemak, dan karbohidrat yang aktif pada pH netral dan sedikit basa. Cairan pankreas kaya akan tripsin, yaitu suatu protease yang aktivitasnya optimal sedikit di bawah alkalis, di samping itu cairan ini juga mengandung amilase, maltase, dan lipase. Pada ikan yang tidak memiliki lambung dan pilorik 8
9 kaeka, aktivitas proteolitik terutama berasal dari cairan pankreas. Beberapa h`asil studi menunjukkan bahwa komposisi cairan pencernaan berhubungan dengan makanan yang dimakan oleh suatu spesies ikan. Enzim berperan dalam mengubah laju reaksi sehingga kecepatan reaksi yang diperlihatkan dapat dijadikan ukuran keaktivan enzim. Satu unit enzim adalah jumlah enzim yang mengkatalisis transformasi 1 mikromol substrat dalam waktu 1 menit pada suhu 25°C dan pada keadaan pH optimal. Aktivitas enzim bergantung pada konsentrasi enzim, substrat, suhu, pH, dan inhibitor.
Huisman (1976)
menyatakan bahwa enzim pencernaan yang dihasilkan oleh lambung ikan aktif pada pH 2 sampai 4. Hasil penelitian Adi (2000) menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk aktivitas enzim pada lambung ikan gurame adalah pada suhu inkubasi 22°C dengan pH lambung 5, sedangkan pada usus dengan suhu inkubasi 23°C dan pH 7 sampai 8,5. Aktivitas enzim pencernaan adalah suatu indikator yang baik untuk menentukan kapasitas pencernaan. Aktivitas enzim yang tinggi secara fisiologis mengindikasikan bahwa larva siap untuk memproses pakan dari luar (Gawlicka et al. 2000). Aktivitas enzim pencernaan meningkat dengan meningkatnya umur larva. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin sempurnannya organ penghasil enzim. Akan tetapi, untuk beberapa jenis enzim akan menurun sesuai dengan kebiasaan makanan dari ikan (Infante dan Cahu 2001). Berdasarkan evaluasi yang dilakukan Haryati (2002) ada keterkaitan antara aktivitas enzim pencernaan dan perkembangan struktur organ pencernaan dan kebiasaan makanan dari ikan bandeng.
Pada saat struktur anatomis dan histologis alat pencernaan belum
sempurna, enzim endogen yang disekresikan sangat sedikit. Hal ini dicerminkan oleh aktivitas enzim pepsin, tripsin, a-amilase dan lipase yang sangat rendah. Dengan bertambahnya umur larva, struktur anatomis organ pencernaan semakin sempurna hingga mencapai fase definitif. Setelah mencapai bentuk definitif, produksi enzim pencernaan sudah cukup tinggi sehingga ikan mampu mencerna pakan yang tidak mengandung enzim. Aktivitas enzim a-amilase terus meningkat dengan meningkatnya umur, sedangkan aktivitas enzim lipase dan tripsin menurun pada saat larva umur 35 hari. Penurunan aktivitas enzim protease diduga karena adanya perubahan dalam kebiasaan makanan, yaitu dari karnivora menjadi
9
10 omnivora. Aktivitas enzim a-amilase yang terus meningkat dengan bertambahnya umur
ikan
menunjukkan
memanfaatkan karbohidrat.
peningkatan
kemampuan
ikan
untuk
dapat
Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makanan
selama siklus hidup ikan tersebut. Larva ikan bandeng memasuki stadia transisi pada umur 28 hari dan menjadi juvenil setelah berumur 35 hari (Villaluz dan Unggui 1983). Pada umur tersebut ikan bandeng bersifat omnivora dan dapat memanfaatkan karbohidrat lebih besar dibandingkan stadia sebelumnya. Studi tentang perkembangan enzim pencernaan larva ikan bandeng telah dilakukan oleh Haryati (2002), dan ditemukan bahwa aktivitas enzim pepsin, tripsin, lipase, dan a-amilase meningkat sejalan dengan peningkatan umur dan ukuran tubuh. Peningkatan relatif terbesar aktivitas enzim a-amilase dan lipase terjadi pada saat larva berumur 10 hari, sedangkan aktivitas enzim tripsin terjadi pada umur 15 hari. Sampai umur 30 hari aktivitas maksimum enzim pepsin masih belum tercapai. Oleh sebab itu, pakan buatan hanya dapat diberikan pada umur tertentu, yaitu pada umur 15 hari larva secara fisiologis sudah siap untuk mencerna pakan buatan Studi aktivitas enzim lipase pada ikan bandeng telah dilakukan oleh Borlongan (1990). Organ pencernaan utama yang mensekresikan lipase adalah usus, pankreas, dan pilorik kaeka. Secara umum, ikan yang mendapatkan pakan berupa uniseluler dan diatom (kandungan lemak kasar 1,98%) mempunyai aktivitas lipase yang lebih tinggi pada organ-organ utama yang mensekresikan enzim tersebut dibandingkan dengan yang diberi pakan alga hijau berfilamen (kandungan lemak kasar 0,98%). Dapat disimpulkan bahwa ikan bandeng secara efektif dapat mencerna lemak dan organ pencernaan dapat beradaptasi terhadap tingkat lemak dalam pakan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas enzim berkorelasi dengan komposisi pakan yang dikonsumsi. Kemampuan ikan untuk mencerna suatu jenis ma kanan bergantung pada faktor fisik dan kimia makanan, jenis makanan, umur ikan, sifat fisik dan kimia air, serta jumlah enzim pencernaan dalam sistem pencernaan (NRC 1988). Enzim karbohidrase, protease, dan lipase mempengaruhi pencernaan makanan di usus anterior.
Protease merupakan enzim yang berperan dalam hidrolisis protein.
10
11 Enzim yang paling banyak berperan dalam hidrolisis karbohidrat ialah amilase seperti yang ditunjukkan oleh ikan mas (Zonneveld et al. 1991). Aktivitas enzim sangat mempengaruhi kecernaan dan bervariasi menurut umur ikan, keadaan fisiologis dan musim, serta berkorelasi positif dengan kebiasaan makanan ikan (Kuzmina 1996). Aktivitas enzim amilase dalam saluran pencernaan ikan secara umum lebih rendah dibandingkan dengan pada manusia dan hewan terestrial. Aktivitas enzim amilase pada ikan karnivora lebih rendah dibandingkan dengan pada ikan omnivora dan herbivora (Furuichi 1988). Dengan demikian, kemampuan ikan mencerna karbohidrat sangat rendah terutama pada ikan karnivora. Hasil percobaan pada ikan red seabream yang diberi pakan dengan level karbohidrat berbeda, yaitu 0, 10, 30, dan 40% menunjukkan bahwa rata-rata berat tubuh dan nilai efisiensi pakan yang terbaik ditemukan pada level karbohidrat 10%, yang kemudian diikuti oleh level karbohidrat 0, 30% dan terendah pada level 40%. Kecernaan suatu makanan bervariasi menurut spesies ikan. Secara umum kecernaan protein mulai dari 70 sampai 90%, karbohidrat bervariasi dari 15 sampai 40%, dan untuk selulosa sekitar 1% (Zonneveld et al. 1991). Hasil penelitian Murni (2004) pada ikan gurame yang tidak mendapatkan probiotik menunjukkan bahwa kecernaan protein, lemak, dan total secara berturutturut adalah 60,5; 62,8; dan 20,6%.
Pada ikan gurame yang mendapatkan
penambahan probiotik Bacillus sp. dengan dosis 10 mL/kg pakan ditemukan peningkatan kecernaan protein, lemak, dan total masing-masing sebesar 85,2; 84,9; dan 67,7%. Keberadaan enzim dalam pakan ikan akan meningkatkan daya cerna bahan makanan.
Enzim eksogenik (yang berasal dari ma kanan) sangat berarti bagi
pertumbuhan larva atau benih ikan yang mekanisme sekresinya belum berkembang (Hepher 1990). Hidrolisis pakan udang penaied dengan ekstrak enzim pencernaan udang pada konsentrasi 1 mL/10 g pakan menghasilkan derajat hidrolisis protein berkisar dari 23,20 sampai 33,99% (Lemos et al. 2000). Enzim papain dengan konsentrasi 1,3 sampai 1,7% dan lama inkubasi 60 menit untuk menghidrolisis pakan ikan gurame (kadar protein 40% dan C/P pakan 8 kkal/g protein) menghasilkan derajat hidrolisis mulai dari 0,071 sampai 4,07%. Adapun pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame yang diberi pakan yang telah
11
12 dihidrolisis sejak 25 hari setelah menetas lebih baik dari kontrol (Hasan 2000). Hidrolisis pakan kompleks (protein 41,1% dan lemak 19,5%) oleh enzim pepsin (dosis 7%) dengan lama inkubasi 3 jam menghasilkan derajat hidrolisis protein sebesar 80,16%.
Pada hidrolisis pakan kompleks oleh enzim pepsin yang
dilanjutkan oleh enzim pankreatin (dosis 10%) dengan lama inkubasi 6 jam menghasilkan derajat hidrolisis protein sebesar 82,04% (Rosmawati 2004). Pemberian enzim papain dalam pakan ikan gurame dapat mengefisienkan penggunaan energi untuk metabolisme (Aslamyah et al. 2003). Penambahan enzim lipase mikrobial dalam pakan tidak berpengaruh pada pertumbuhan ikan rainbow trout
(Oncorhynchus mykiss). Hal ini demikian
karena lemak bukan merupakan nutrien utama yang digunakan oleh ikan, baik untuk pertumbuhan maupun sebagai sumber energi (Samuelsen et al. 2001). Predigestion pakan dengan menggunakan a-amilase komersil dengan dosis = 50 mg/kg pakan mampu meningkatkan pengurangan kadar gula pakan dibandingkan kontrol dan meningkatkan kecernaan karbohidrat pakan ikan perch silver fase juvenil (Stone et al. 2003a) Pemanfaatan bakteri remedian bakteri Bacillus sp. pada pemeliharaan larva udang windu memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan udang karena bakteri dan enzim yang dihasilkannya akan ikut termakan dan membantu proses pencernaan di dalam saluran pencernaan udang (Handayani et al. 2000). Dalam saluran pencernaan ikan terdapat bakteri yang menghasilkan enzim pencernaan yang dapat merombak nutrien makro yang masuk melalui pakan untuk kebutuhan bakteri itu sendiri dan memudahkan diserap oleh ikan (Lagler 1977 dalam Gatesoupe 1999). Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng Kandungan nutrisi yang baik untuk ikan secara umum adalah mulai dari 20 sampai 60% protein, 4 sampai 8% lemak, dan karbohidrat sampai 30% (Hasting 1976). Menurut Jangkaru dan Djajadiredja (1976) kandungan protein 30 sampai 40% dan karbohidrat 10 sampai 20%. Furuichi (1988) mengemukakan bahwa dari beberapa studi kadar optimum karbohidrat pakan untuk ikan golongan karnivora adalah 10 sampai 20% dan golongan omnivora adalah 30 sampai 40%. 12
13 Pertumbuhan ikan bandeng muda yang terbaik adalah pada pemberian pakan buatan dengan komposisi protein, lemak, vitamin mix, mineral mix, dan karbohidrat secara berturut-turut adalah 60, 10, 4, 10, dan 16% (Lee dan Liao 1976). Kadar protein yang optimal adalah sebesar 40% untuk pertumbuhan benih ikan bandeng (bobot rata-rata 40 mg) yang dipelihara di laut. Pertambahan bobot benih ikan yang dicapai adalah sebesar 0,135 g dan tingkat kelangsungan hidup 60% selama 30 hari pemeliharaan (Lim et al. 1979). Santiago et al. (1983) juga mengemukakan hal yang sama bahwa kandungan protein 40% mencukupi untuk pertumbuhan benih ikan bandeng (panjang rata-rata 13 mm, bobot 15 mg) yang dipelihara di air tawar. Pertambahan bobot yang dicapai sebesar 0,16 sampai 0,18 g dan tingkat kelangsungan hidup 63 sampai 93% setelah dipelihara selama 5 minggu. Haryati (2002) menggunakan pakan buatan pada larva ikan bandeng umur 15 hari dengan komposisi protein, lemak, serat kasar, BETN, dan abu secara berturut-turut adalah 45,31; 12,88; 10,84; 21,67; dan 9,30%. Kebutuhan lemak total untuk pertumbuhan juvenil ikan bandeng adalah sebesar 7 sampai 10% (Alava dan Cruz 1983 dalam Borlongan dan Coloso 1992). Ikan bandeng juvenil membutuhkan asam lemak esensial n-3 sebesar 1,0% sampai 1,5% (Borlongan 1990). Pakan yang mengandung asam lemak yang berbeda, yaitu 18:1n-9, 18:2n-6, 18:3n-3, 20:4n-6, dan n-3 HUFA masing-masing sebesar 1% memberikan respons yang sama terhadap pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng juvenil yang dipelihara di air payau (Alava dan Kanazawa 1996). Kebutuhan asam amino pertumbuhan juvenil ikan bandeng
esensial
(% protein)
bagi
adalah arginin 5,2; histidin 2,0; isoleusin
4,0; leusin 5,1; lisin 4,0; metionin + sistin 3,2; fenilalanin + tirosin 5,2; threonin 4,6; triptofan 0,6; dan valin 3,6 (Borlongan dan Coloso 1992). Mikrob Saluran Pencernaan Ikan Migita dan Hashimoto (1949) dalam Opuszynski dan Shireman (1994) menemukan aktivitas selulase pada Carassius auratus. Stickney dan Shumway (1974) dalam Clarke dan Bauchop (1977) mengamatan pada 62 spesies dari 35 famili ikan elasmobranchi dan teleost. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa 17 spesies memperlihatkan aktivitas sellulase dalam usus, dan aktivitas sellulase ini 13
14 berhubungan dengan kebiasaan memakan detritus.
Selulase diproduksi oleh
mikroflora di dalam usus. Shcherbina dan Kazlauskene (1971) dalam Opuszynski dan Shireman (1994) menemukan selulase endogen dan selulase mikrobial pada usus ikan mas Clarke dan Bauchop (1977). Ujicoba 2 kelompok ikan lele, kelompok pertama tidak diberi makan selama 5 hari, aktivitas sellulase masih ditemukan pada saluran pencernaannya. Kelompok kedua diberi makan yang mengandung streptomisin 200 mg/L selama 24 hari.
Hasil percobaan
memperlihatkan di dalam saluran pencernaan ikan uji bebas enzim sellulase. Hal ini menunjukkan bahwa sellulase dihasilkan oleh mikroorganisme yang sensitif dengan streptomisin dalam sistem pencernaan ikan (Clarke dan Bauchop 1977). Das dan Tripathi (1991) melaporkan penurunan aktivitas sellulase ketika ikan karper rumput diberi pakan yang mengandung tetrasiklin. Cherac quadricarinatus yang diberi pakan yang mengandung 100 IU/ mL penicillin G. dan 100 mg/mL streptomisin per kg pakan selama 8 hari menunjukkan terjadi penurunan aktivitas enzim sellulase pada saluran pencernaan sebanyak 40%, serta penurunan populasi bakteri sebanyak 94% dibandingkan kontrol (Xue et al. 1999). Enzim sellulase mikrobial yang ditemukan pada saluran pencernaan Cherac quadricarinatus berasal dari kehadiran material detritus di dalam kolam Usus beberapa spesies ikan laut
banyak mengandung bakteri halofilik
(Clarke dan Bauchop 1977). Bakteri barofilik telah diisolasi dari usus ikan laut dalam, dengan metode Dorayaki yang menggunakan agar laut di bawah tekanan in situ (Nakayama et al. 1994). Duapuluh delapan spesies Eubacterium yang merupakan bakteri anaerob, sudah diisolasi dari hewan mamalia, binatang mengerat, burung dan ikan. Eubacterium nitrogenous telah ditemukan dalam usus ikan mas (Clarke dan Bauchop 1977). Aeromonas sp. diidentifikasi pada 6 jenis ikan air tawar yaitu Cyprinus carpio, Carassius auratus, Tilapia sp., Plecoplossus aiuvelis, Ictalurus puctatus dan Oncorhynchus mykiss (Sugita et al. 1994). Aeromonas salmocida dideteksi dalam mukus ikan-ikan salmon (Cipriano et al. 1992). Aeromonas sp., Plesiomonas sp. dan beberapa famili Enterobanteriaceae adalah bakteri anaerob fakultatif dominan dan banyak terdapat pada ikan air tawar, bersifat patogen dan berhubungan dengan kesehatan ikan (Sakata dan Yuki 1991).
14
15 Genus Lactobacillus telah ditemukan pada saluran pencernaan 42 ekor ikan mas dari 65 ekor ikan mas yang digunakan sebagai sampel. Setiap segmen dari saluran pencernaan ikan dipisahkan dan ditemukan Laktobacilli pada 24 ekor pada segmen depan, 25 ekor segmen tengah dan 25 ekor segmen belakang. Distribusi strain Laktoflora dalam saluran pencernaan dibagi dalam 3 grup ikan, yaitu grup I, 12
dari 42 ekor ditemukan asam laktat bacilli; grup II, 38 dari 42 ekor
ditemukan Lactobacilli fakultatif heterofermentatif; dan grup III, 16 dari 42 ekor ditemukan Lactobacilli (Jankauskiene 2002). Selanjutnya, strain Lactobacillus tersebut diuji aktivitas antagonis dengan mikrob patogen dalam usus ikan tersebut, yaitu
Aeromonas hydrophila Subsp. anaerogenes ATCC 15468, Aeromonas
hydrophila Subsp. hydrophila ATCC 7966, Aeromonas sobria
cip. 7433,
Pseudomonas fluorescens 83, Pseudomonas fluorescens 6, Pseudomonas fluorescens 90.
Dari 168 strain Lactobacillus yang diamati 165 dideteksi
mempunyai aktivitas antagonis.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa
Lactobacillus mampu menghalangi reproduksi dan invasi
mikrob patogen
Pseudomonas fluorescens 90 sebesar 93,44%, sedangkan Lactobacillus case dan Lactobacillus plantarum paling kuat kandungan antimikrobnya sebesar 88,67%. Hal ini menjelaskan kemampuan strain laktoflora untuk berpartisipasi dalam formasi kolonisasi, resistansi, dan mekanisme perlindungan. Menurut Austin dan Al-Zahrani (1988); Gatesoupe (1994); Gildberg et al. (1997) dalam Jankaukiene (2002), kemampuan tersebut berhubungan dengan kemampuan Lactobacillus menghasilkan bakteriosin yang dapat menghalangi pertumbuhan mikrob patogen dalam usus ikan. Mikroorganisme dari isi saluran pencernaan ikan flounder (Paralichtys olivacus) telah diisolasi sebanyak 199 jenis,
dari jumlah tersebut terpilih
Weissella hellenica DS-12 sebagai kandidat probiotik karena mempunyai aktivitas antimikrob yang sempurna terhadap mikrob patogen dan dapat meningkatkan pertumbuhan flounder (Tae 2003). Strain Carnobacterium sp. yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan salmon atlantik, dapat digunakan sebagai probiotik dalam budi daya ikan-ikan salmon atlantik dan rainbow trout (Robertson et al. 2000). Berdasarkan kriteria fisiologisnya, telah diindentifikasi 504 jenis total mikroflora saluran pencernaan ikan rainbow trout. Dari jumlah tersebut, 153 strain telah
15
16 ditentukan urutan gen 16S rRNA. Mikrob yang dominan adalah dari subklas Gamma-Proteobacteria (genera Citrobacter, Aeromonas, dan Pseudomonas), bakteri gram positif dengan G + C rendah (genus Carnobacterium) dan subklas Beta-Proteobacteria (Spanggaard et al. 2000). Sembilanbelas spesies mikroflora telah diidentifikasi pada media kolam air tawar, sedimen, insang, dan saluran pencernaan ikan tilapia.
Komposisi bakteri pada air kolam dan sedime n
mempengaruhi komposisi bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan. Komposisi tersebut didominasi bakteri rod gram negatif (87%), yaitu Aeromonas hydrophila, Bacillus sp., Burkholderia sp., Chryseomonas sp., Pasteurella pnemotropica, Photobacterium sp., Pseudomonas sp., Serratia liguefaciens, Shewanella
putrefaciens,
Staphylococcus
sp.,
Streptococcus sp.,
Vibrio
alginolyticus, V. cholerae, V. carchariae, V. fluvialis, V. furnissii, V. parahaemolyticus, Vibrio sp. V. vulnificus dan gram negatif rod tidak teridentifikasi (Al-Harbi dan Uddin 2005). Suhu adalah salah satu variabel yang paling utama yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dalam rumen domba dan sapi mulai dari 39 sampai 40oC dan selama fermentasi aktif bisa mencapai 41oC. Suhu yang tetap dan tinggi dalam usus hewan mamalia sangat menguntungkan mikrob yang tinggal di sana dibandingkan dengan yang tinggal dalam saluran pencernaan hewan poikilotermik dengan suhu tubuh berfluktuasi menurut suhu lingkungan (Hungate 1966). Tingkat pencernaan pada beberapa spesies ikan 5 sampai 10 kali lebih tinggi pada suhu 25oC dibandingkan pada suhu 5oC (Molnar dan Tolg 1962; Fabian et al. 1963 dalam Clarke dan Bauchop 1977). Dengan demikian, pada beberapa isolasi mikrob saluran pencernaan ikan digunakan suhu 25oC. Hishono et al. (1997) mengisolasi Pseudomonas sp. dari usus ikan untuk memproduksi enzim protease pada suhu rendah. Hasil yang terbaik diperoleh pada suhu 5 dan 10oC. Suhu inkubasi kultur mikrob yang digunakan Tae (2003) adalah 37oC selama 24 jam untuk media TS, BL, EG dan LBS 37oC selama 3 hari, sedangkan probiotik Weissella hellenica DS-12 dikultur pada suhu 30oC selama 16 jam. Xue et al. (1999) menggunakan suhu 30oC selama 24 jam, dengan pH media 6,8 untuk kultur bakteri pada saluran pencernaan Cherac quadricarinatus.
16
17 Fase pertumbuhan mikrob terdiri atas 4 fase.
Fase I adalah fase
pertumbuhan lamban atau lag, yang mempunyai kriteria tidak ada pertambahan populasi, sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan ukurannya bertambah, serta substansi intraselular bertambah. Fase II adalah fase logaritma atau eksponensial, yang mempunyai kriteria sel membelah dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat dengan laju sama, aktivitas metabolik konstan dan keadaan pertumbuhan seimbang. Fase III adalah fase statis, yang mempunyai kriteria penumpukan produk beracun dan atau kehabisan nutrien, beberapa sel mati, sedangkan yang lain tumbuh dan membelah, jumlah sel hidup menjadi tetap. Fase IV adalah fase kematian atau penurunan dengan kriteria sel menjadi mati lebih cepat dari pada terbentuknya sel-sel baru, laju kematian mengalami percepatan menjadi eksponensial, semua sel mati dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan bergantung pada spesies mikrob. Berdasarkan kriteria tersebut, panen sel mikrob yang tepat untuk memproduksi suatu produk atau senyawa metabolit adalah pada fase akhir logaritma atau eksponensial (Pelczar dan Chan 1988). Berdasarkan kebutuhan akan oksigen mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 3 grup. Kelompok pertama adalah mikrob aerob, yaitu mikroorganisme yang dapat tumbuh jika terdapat oksigen di lingkungannya. Oksigen diperlukan karena energi hanya dapat diperoleh melalui respirasi aerobik, seperti halnya hewan dan manusia.
Kelompok kedua adalah mikroorganisme yang tidak
memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, pertumbuhannya dihambat dengan adanya oksigen, bahkan di antaranya sangat sensitif dan akan mati. Mikroorganisme ini dapat memperoleh energi melalui proses fermentasi dan respirasi anaerobik.
Kelompok ketiga adalah mikrob fakultatif, yaitu
mikroorganisme yang dapat tumbuh tanpa atau dengan adanya oksigen. Kebutuhan energi dapat dipenuhinya bergantung pada kondisi lingkungan yang ada (Fardiaz 1992). Aplikasi Mikrob sebagai Probiotik di Bidang Perikanan Penelitian pemanfaatan mikrob dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan budi daya perikanan telah banyak dilakukan, sedangkan 17
18 pemanfaatan mikrob untuk meningkatkan pertumbuhan belum banyak dilaporkan (Haryanti et al. 1999). Pakan yang telah dicampur bakteri untuk produksi larva udang telah dipasarkan, tetapi belum ada laporan tertulis tentang hasilnya . Pemberian pakan yang mengandung 1 kg premix Weissella hellenica
DS-
12 per ton pakan komersil (mengandung 4,2 sampai 4,8 x 10 9 sel Weissella hellenica DS-12/g premix) dapat meningkatkan pertumbuhan ikan flounder (Tae 2003). Pada ikan salmon (salmon Atlantik dan rainbow trout) yang diberi pakan yang mengandung probiotik Carnobacterium sp. dengan konsentrasi 5 x 1010 sel/kg pakan, isolat dapat hidup dengan baik dalam saluran pencernaannya. Empat belas hari setelah pemberian tantangan dengan mikrob patogen menunjukkan efektivitas pengurangan penyakit yang disebabkan oleh Aeromonas salmonicida, Yersinia ruckeri dan Vibrio ordalii, tetapi tidak yang disebabkan oleh Vibrio Anguillarum (Robertson et al. 2000). Penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan pada pertumbuhan ikan gurame telah dilaporkan oleh Irawan (2000). Dosis yang digunakan adalah : 1,0 x 10 9, 1,5 x 10 9, 2,0 x 10 9, 2,5 x 10 9, 3,0 x 10 9 cfu/100 g pakan dan kontrol. Hasil yang diperoleh pada percobaan tersebut adalah setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan, tetapi nyata lebih baik dari kontrol. Hasil penelitian Murni (2004) menunjukkan bahwa penambahan probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan dapat meningkatkan kecernaan, efisiensi pakan, dan pertumbuhan ikan gurame dengan dosis optimal adalah 10 mL/kg pakan dan kepadatan bakteri 4,2 x 104 cfu/mL. Tiga bentuk probiotik Bacillus sp., yaitu sel segar (3,0 x 1013 cfu/g), sel segar dalam normal saline solution (3,4 x 1010 cfu/mL) dan sel liofilis (5 x 1012 cfu/g), ditambahkan ke pakan dengan perbandingan 3 : 1, pertumbuhan dan survival udang windu (Penaeus monodon) nyata lebih tinggi dari udang windu kontrol, tetapi tidak ada perbedaan antarperlakuan tiga bentuk probiotik (Rengpipat et al. 1998, 2000). Bacillus sp. 1,0 x 109, 1,5 x 10 9, 2,0 x 10 9, 2,5 x 109, dan 3,0 x 109 cfu/mL/100 g pakan tidak menunjukkan perbedaan pada pertumbuhan ikan gurame, tetapi lebih baik dari kontrol (Irawan 2000). Ali (2002) melaporkan Bakterial Mixture (Add-B) yang merupakan campuran 4 tipe bakteri gram negatif dari famili Rhodospirillaceae, yaitu Rhodosspirillum rubrum, Rhodopseudomonas viridis, Rhodopseudomonas
18
19 palustris dan Rhodomicrobium vanniellii, dengan dosis pemberian 64 ppm (1 ppm = 4,2 x 10 8) dalam media pemeliharan mampu meningkatkan pertumbuhan dan survival Salvelinus alpinus, yaitu tingkat pertumbuhan rata-rata 0,90%/hari, dibandingkan ikan kontrol dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 0,75%/hari. Menurut Verschuere et al. (2000) aplikasi mikrob di bidang perikanan lebih mengarah ke fungsinya sebagai agen kontrol biologi (Tabel 1). Probiotik Probiotik telah didefinisikan dalam beberapa cara bergantung pada pemahaman tentang mekanismenya dalam memberikan pengaruh bagi kesehatan dan kehidupan organisme. Istilah probiotik pertama kali dicetuskan untuk mendeskripsikan
senyawa
yang
dihasilkan
mikroorganisme
yang
dapat
menstimulir pertumbuhan mikroorganisme lain. Selanjutnya definisi probiotik berkembang menjadi organisme dan senyawa yang dapat menghasilkan keseimbangan mikroflora dalam usus. Menurut Lilley dan Stillwel (1965) probiotik menggambarkan substansi yang disekresi oleh suatu mikroorganisme yang merangsang pertumbuhan mikroorganisme lainnya Dikatakan pula bahwa probiotik merupakan lawan antibiotik. Parker (1972) mendefinisikan probiotik sebagai organisme beserta substansinya yang dapat mendukung keseimbangan mikrob dalam saluran pencernaan.
Matthews (1988) mengemukakan bahwa
probiotik adalah mikroorganisme hidup dalam bentuk kering yang mengandung media tempat tumbuh dan produksi metabolismenya. Menurut Fuller (1992), probiotik merupakan makanan tambahan dalam bentuk mikrob hidup, yang memberi pengaruh menguntungkan bagi ternak inang dengan meningkatkan keseimbangan mikrob dalam saluran pencernaan. Tannock (1999) mengusulkan definisi probiotik sebagai sel-sel mikrobial hidup yang diberikan sebagai suplemen dengan tujuan meningkatkan kesehatan. Seiring dengan perkembangan data hasil penelitian ilmiah dan aplikasi tentang pengaruh probiotik, diusulkan suatu definisi baru, yaitu sediaan sel mikrob atau komponen dari sel mikrob yang mempunyai pengaruh menguntungkan pada kesehatan dan kehidupan inangnya (Salminen et al. 1999). Definisi tersebut memiliki implikasi bahwa probiotik tidak selalu harus berupa sel hidup karena telah terbukti bahwa probiotik dalam 19
20 Tabel 1. Beberapa bakteri probiotik sebagai agen kontrol biologi pada budi daya ikan berdasarkan berbagai laporan pustaka (Verschuere et al. 2000) Probiotik yang diduga
A s a l*
Observasi
Metode pemberian
Cara yang dianjurkan dari faktor*
Pustaka
Telur ikan dan larva Beberapa strain Telur ikan cod Kegagalan dari strain untuk Merendam dalam Antagonisme 51 (tidak teridentifikasi) dan halibut mencegah bakteri lingkungan cairan bakteri menempel pada telur-telur cod Seperti Vibrio salmonicida Ikan Meningkatkan survival larva Menambahkan Immunostimulan 84 dan Lactobacillus planhalibut 2 minggu setelah me- pada media budi daya tarum netas Strain Bacillus IP5832 ? Meningkat bobot larva turbot Menambahkan Antagonism dan/atau 35 Spora (Paciflor 9) ketika makan p akan rotifer pada pakan rotifer kandungan nutrisi pakan-spora; menurunkan mortaditingkatkan dengan litas ketika uji tantang dengan angrotifer gota Vibrionaceae yg ada. Streptococcus lactis dan? Meningkatkan survival larva Pengkayaan ? 32 Lactobacillus bulgaricus turbot 17 hari setelah menetas rotife Artemia Lactobacillus atau Rotifer (BraMenurunkan mortalitas larva Pengkayaan Antagonisme dan/atau 37 Carnobacterium chionus pliturbot ketika uji tantang dengan rotifer kandungan nutrisi catilis) Vibrio sp. patogen ditingkatkan dengan rotifer Vibrio pelagius Copepoda p akan Menurunkan (?) mortalitas Menambahkan pada ? 104 Larva turbot larva turbot ketika uji tantang media budi daya dengan A. caviae. A. caviae Strain E (tidak sama Larva turbot Vibrio alginolyticus) sehat
Air matang secara Mikrobiologi
Menurunkan mortalitas larva turbot ketika uji tantang dengan Vibrio strain P patogen; juga, nilai pertumbuhan larva mungkin meningkat
-
Ikan juvenil dan muda Lyophilized Saluran pencerCarnobacterium naan Salmon diver gens Atlantik
Pengkayaan rotifer
Persaingan besi
Meningkatkan nilai pertumbuhan Seperti media awal larva turbot dan halibut budi daya
?
115,135
Meningkatkan (!) mortalitas Menambahkan dari anak-anak salmon atke pakan lantik ketika uji tantang yang dipengaruhi oleh kehidupan bersama A. salmonicida
-
43
-
45
Lyophilized Camobacterium divergens
Saluran pencernaan Salmon Atlantik
Menurunkan mortalitas pada anak-anak cod atlantik ketika uji tantang suatu strain anguillanum patogen
Lyophilized Camobacterium divergens
Saluran pencernaan Salmon Atlantik
Menurunkan mortalitas pada Menambahkan pada anak-anak cod atlantik ke pakan ketika uji tantang suatu strain V. Anguillanum patogen 12 hari setelah infeksi; 4 minggu Setelah infeksi, bagaimanapun, Mortalitas yang sama pada kontrol telah dicapai. Menghambat pertumbuhan dari V. anguillarum dan A. Salmonicida dalam mukus saluran pencernaan ikan dan ekstrak fecal (bukan uji in vivo) Menghambat pertumbuhan V. anguilarum pada ekstrak fecal turbot (no in vivo test) Menurunkan mortalitas salmon Merendam dalam atlantik yg presmolts melalui cairan bakteri uji tantang dengan infeksi A. salmonicida penyebab stress
Camobacterium Strain KI
Salmon Atlantik
Camobacterium
Saluran pencernaan Salmon Atlantik. Mukus ikan
Fluorescens pseudomonad F19/3 Fluorescens pseudomonad AH2 -
Vibrio alginolyticus
38
Danau es Victoria Nile perch
Menurunkan mortalitas juvenil rainbow melalui uji tantang dengan suatu V. anguillarum patogen
komersial
Menurunkan mortalitas juvenil salmon atlantik melalui uji tantang dengan suatu A. salmonicida, V. anguillarum, dan V. Ordali patogen
Menambahkan ke pakan
Antagonisme
44
Antagonisme
59
Antagonisme
85
Kompetisi besi
117
Menambahkan Kompetisi ke dalam media besi budi daya dan atau merendam dalam cairan bakteri Merendam ke dalam Antagonisme cairan bakteri
48
5
Bersambung ke halaman berikutnya
20
21 Tabel 1. (Lanjutan) Probiotik yang diduga
A s a l*
Observasi
Metode pemberian Menambahkan ke air kolam
Cara yang dianjurkan Pustaka dari faktor* ? 95
Bacillus megaterium, B. polymyxa, B. licheNifromis, 2 strain dari B. subtilis (Biostrart) i
?
Meningkatkan survival dan batas produksi dari ikan lele channel
Semprotan-kering Tetraselmis Suecica (alga unicelluler )
?
Menurunkan mortalitas juvenil salmon atlantik melalui uji tantang dengan beberapa patogen; alga yang efektif secara profilaktik hingga secara terapiutik
Menambahkan ke pakan
Meningkat berat rata-rata of P. monodon larvae dan postlarvae; menurunkan mortalitas setelah uji tantang V. harvevi D331 patogen Meningkat berat rata-rata dari postlarvae L. vannamei ; Observasi menurunkan V. parahaemolyticus pada udang Meningkatkan survival dari udang penaeid; menurunkan densitas luminous Vibrio Meningkatkan survival larva P. monodon and P. trituberculatus; Menurunkan densitas Vibrio Meningkatkan survival larva P. monodon; menurunkan densitas Vibrio
Menambahkan ke pakan
Antagonisme 99; RengpiRukpatanpora, abstract
Menambahkan ke media budi daya
Antagonisme
33
Menambahkan ke air kolam
Antagonisme
73,74
Krustacea Bacillus strain S11
Vibrio alginolyticus
Penaeus monodon atau lumpur dan air dari kolam udang Air laut dari laut Pasifik
Bacillus
?
Strain PM -4 dan/atau NS-110 Tanah Strain BY-9 Molluska bivalve Vibrio strain 11
Coastal air laut
Mikroalga pada Hatchery scallop
Actomonas media A 199 Pakan alami-alga Beberapa strain Flavobacterium sp.
Strain SK-05
?
Larva turbot
Beberapa strains
Menambahkan ke Antagonisme/ 67-69,83 media budi daya sumber pakan dari larva menambahkan ke ? abstrak Sugama media budi daya dan Tsumura
Meningkat mortalitas larva Merendam dalam scallop uji tantang dengan cairan bakteri patogen seperti strain V. anguillarum Menurunkan mortalitas dan peMenambah ke nekanan patogen dari larva media budi daya oyster pasifik ketika uji tantang dengan V. Tubiashii patogen
105
Antagonisme
42
Budidaya Skeletomena Costatum
Menghambat pertumbuhan dari Menambah ke Persaingan V. algynolyticus dalam budidaya media budi daya dalam sumber Skeletomena costatum daya
?
Menambahkan ke media budi daya Menambahkan ke media budi daya
Antagonisme
Budidaya massal Chaetoceros gracilis
?
75
?
128
Menghambat pertumbuhan dari secara kebetulan A. Salmonicida strain dalam budidaya rotifer
Menambahkan ke pakan
Budidaya rotifer
Meniadakan penghambatan pertumbuhan rotifer saat uji tan-
Budidaya rotifer
Meningkat tingkat pertumbuhan dalam budidaya rotifer
Menambahkan ke ? media budi daya tantang V. anguillarum Menambahkan ke media budi daya
Pakan alami-Artemia Vibrio alginolyticus C14
Beberapa strain
2
Merangsang pertumbuhan P. lutheri Memperbaiki sifat tumbuh dari C. gracilis, I. Galbana, dan P. lutheri
Pakan alami-rotifer Lactobacillus plantarum Lactococcuss lactis AR21
?
?
Budidaya Artemia
-, tidak relevan;
Menurunkan mortalitas nauplii Artemia saat uji tantang dengan V. parahaemolyticus Menurunkan mortalitas juvenil Artemia saat uji tantang dengan V. proteolyticus
Menambahkan ke media budi daya
Antagonisme
?
101
36
54
108 47
141
?, tidak spesifik
21
22 bentuk sel yang tidak hidup juga menunjukkan pengaruh positif pada kesehatan inang (Ouwehand dan Salminen 1998). Beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan produk probiotik dengan pengaruh positif yang optimal bagi inangnya menurut Shortt (1999) di antaranya adalah sebagai berikut : a. Spesies bakteri probiotik sebaiknya merupakan mikroflora normal usus sehingga bakteri tersebut lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan usus. b. Tidak bersifat patogen. c. Toleran terhadap asam lambung dan garam empedu. d. Memiliki kemampuan untuk menempel dan mengkolonisasi sel usus. e. Memiliki aktivitas antagonistik terhadap mikrob patogen enterik. f.
Terbukti memiliki pengaruh yang menguntungkan pada kesehatan.
g. Memiliki
kemampuan
untuk
bertahan
selama
proses
pengolahan
dan selama waktu penyimpanan. h.
Produk probiotik diharapkan memiliki
jumlah sel hidup yang besar
(107 sampai 109).
22
23
ISOLASI DAN SELEKSI MIKROFLORA SALURAN PENCERNAAN IKAN BANDENG Pendahuluan Mikroflora adalah mikroorganisme yang secara alamiah menghuni saluran pencernaan makhluk hidup. Mikroflora terdiri atas berbagai mikrob dalam jumlah besar, dengan aktivitas dan kapasitas metabolik yang sangat beragam, serta yang dapat memberi pengaruh positif maupun negatif pada fungsi fisiologis saluran pencernaan. Peranan mikroflora saluran pencernaan pada manusia dan hewan sudah banyak diteliti dan dilaporkan.
Fuller (1989) mengemukakan bahwa
mikroflora adalah ekosistem kompleks yang terdiri atas sejumlah besar mikrob. Pada manusia sedikitnya terdapat 400 spesies mikrob yang berbeda dengan jumlah total mencapai
10 14 sel. Dalam rumen hewan ruminansia terdapat banyak
mikroorganisme yang jenis dan jumlahnya berbeda antar-spesies ruminansia, dan pada spesies yang sama tetapi dengan sumber pakan yang berbeda. Mikroflora kebanyakan bersifat komensal, yaitu memanfaatkan hubungan dengan inang serta saling berinteraksi antar-berbagai spesies mikrob dalam saluran pencernaan, baik secara antagonistik maupun sinergistik. Interaksi yang terjadi sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan mikroflora saluran pencernaan (Salminen et al. 1993).
Mikroflora asli saluran pencernaan
mempunyai hubungan mutualisme dengan inangnya, yaitu memanfaatkan inang sebagai tempat hidupnya. Keuntungan bagi inang adalah 1) umumnya mikrob memakan sisa atau menggunakan bahan buangan; 2) banyak bakteri usus dapat mensintesis vitamin, mensekresi enzim, dan membantu pencernaan nutrien; 3) kehadiran mikrob asli cenderung menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga dapat melindungi inang terhadap penyakit serta merangsang fungsi kekebalan tubuh (Pelczar dan Chan 1988). Melihat besarnya peranan mikroflora bagi pencernaan dan kesehatan, penelitian untuk mengubah mikroflora saluran pencernaan ke arah yang menguntungkan baik untuk tujuan kesehatan maupun pertumbuhan untuk manusia dan hewan terestrial terutama ruminansia telah banyak dilaporkan. Saat ini telah
23
24 dibuat suatu produk yang telah dikomersilkan yang disebut dengan istilah “Probiotik” Peranan mikroflora pada saluran pencernaan ikan telah dikemukakan oleh beberapa peneliti (Clarke dan Bauchop 1977; Das dan Tripathi 1991; Nakayama et al. 1994; Shcherbina dan Kazlauskene 1971 dalam Opuszynski dan Shireman 1994;
Hoshino et al. 1997; Xue et al. 1999; Jankauskiene 2002; Tae 2003).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa mikroflora pada saluran pencernaan ikan juga mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan dan mekanisme perlindungan terhadap mikrob patogen. Dengan demikian, potensi untuk dijadikan “Probiotik” dan diaplikasikan dalam budi daya ikan sangat besar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan mikrob aktivitas
amilolitik,
yang
mempunyai
proteolitik, dan lipolitik dari saluran pencernaan ikan
bandeng untuk dijadikan probiotik berdasarkan kriteria yang dikemukakan oleh Shortt (1999). Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan
di Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi
Nutrisi, Fakultas Peternakan IPB, selama 10 bulan, mulai bulan Maret sampai Desember 2004. Prosedur Penelitian Isolasi Mikrob Pengambilan isi saluran pencernaan ikan bandeng sebagai sumber inokulum (Gambar 3 dan Lampiran 13) dilakukan dengan cara mengeluarkan organ pencernaan (lambung dan usus) dari ikan bandeng fase dewasa yang telah dibunuh. Organ pencernaan ditimbang dan diukur panjangnya. Usus digerus dan setiap 10 g usus diencerkan dengan 90 mL cairan fisiologis (NaCl 0,85%) steril. Prosedur isolasi mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dilakukan dengan metode selektif, yang mengacu pada metode yang dilakukan pada hewan terestrial seperti
petunjuk
Hungate (1966),
serta 24
25 mengkombinasikannya dengan prosedur isolasi mikrob dari saluran pencernaan ikan seperti metode yang dilakukan oleh Nakayama et al. (1994); Hoshino et al. (1997); Jankauskiene (2002); dan Tae (2003). Kultur mikrob dilakukan dalam suasana aerob dan anaerob. Untuk menciptakan kondisi anaerob setiap proses kegiatan dialiri gas CO2 dan tabung disumbat dengan tutup karet. Media kultur yang digunakan adalah Tripticase Soy Broth (TSB, Merck) yang ditambah 1% NaCl. Sebagai sumber energi untuk amilolitik adalah pati, untuk proteolitik adalah kasein, dan untuk lipolitik adalah minyak ikan (komposisi media disajikan pada Lampiran 2). Sumber inokulum diambil sebanyak 0,5 mL dan diinokulasikan ke dalam 10 mL media cair standar, yaitu TSB ditambah pati, TSB ditambah kasein, dan TSB ditambah minyak ikan. Kultur dibuat secara duplo.
Kultur ini kemudian diinkubasi pada suhu 29oC
selama 24 jam agar mikrob dapat tumbuh. Pertumbuhan mikrob ditandai oleh keruhnya media kultur.
Gambar 3. Ikan bandeng dan saluran pencernaannya yang digunakan sebagai sumber inokulum pada percobaan isolasi dan seleksi mikrob Pengenceran berseri dilakukan dari 10-2 sampai 10-10 dengan cara mengambil 0,05 mL dari kultur mikrob pada media cair dan dimasukkan ke dalam 4,95 mL media pengencer pertama, selanjutnya dari media pengencer pertama diambil sebanyak 0,05 mL dan dimasukkan ke dalam 4,95 mL media pengencer kedua dan seterusnya sampai media pengencer terakhir.
25
26 Untuk mendapatkan isolat murni, dari setiap seri pengenceran ditransfer sebanyak 0,1 mL ke dalam media padat, yang terdiri atas campuran TSB, agar dan sumber energinya, dan dikemas dengan menggunakan role tube technique untuk suasana anaerob dan menggunakan cawan petri untuk suasana aerob. Sediaan ini diinkubasi kembali pada suhu 29oC selama 24 sampai 48 jam. Koloni mikrob yang tumbuh dipilih berdasarkan perbedaan morfologi (bentuk, ukuran, dan warna koloni). Metode purifikasi dilakukan berulang-ulang dengan teknik dan media yang sama sampai didapatkan koloni mikrob tunggal dan seragam. Kultur murni selanjutnya diperbanyak atau diperkaya untuk mendapatkan isolat. Sebagian isolat mikrob digunakan sebagai kultur stok dan sebagian lagi dipakai sebagai inokulum pada percobaan berikutnya.
Pengayaan dilakukan
dengan cara menumbuhkan masing-masing isolat ke dalam media yang paling sesuai dengan media hidupnya, kemudian diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 jam. Kultur yang didapat siap untuk diawetkan. Pengawetan dilakukan dengan menyimpan isolat-isolat yang telah diperoleh ke dalam media gliserol 80% yang selanjutnya disebut kultur stok. Cara pelaksanaannya adalah tabung Eppendorf kapasitas 1000 µL diisi media gliserol 80% kemudian ditambahkan kultur mikrob yang akan diawetkan. Perbandingan kultur dengan gliserol adalah 3:1. Setelah itu, mikrob dalam kultur stok dinonaktifkan dengan cara disimpan dalam freezer - 4oC. Isolat mikrob yang sudah murni dikarakterisasi secara fisiologis dan biokimia.
Data mikrob yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, yaitu
membandingkannya dengan literatur pendukung menggunakan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994). Seleksi Mikrob Percobaan ini bertujuan untuk menemukan mikrob yang berpotensi tinggi untuk dipilih sebagai probiotik. Seleksi mikrob dilakukan melalui tahapan 1) pengujian fakultatif; 2) pengujian aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik; 3) fase pertumbuhan mikrob; 4) pengujian aktivitas antagonistik atau konfrontasi dengan mikrob patogen; 5) ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu; dan 6) uji penempelan.
26
27 1. Pengujian Fakultatif Pengujian ini bertujuan untuk mengkaji kemampuan isolat mikrob tumbuh pada
media dengan dua suasana, yaitu aerob dan anaerob sehingga dapat
digunakan untuk menentukan golongan isolat mikrob, yaitu mikrob aerob, anaerob, atau fakultatif (dapat tumbuh pada media aerob dan anaerob). 2. Pengujian Aktivitas Amilolitik, Proteolitik, dan Lipolitik Pengujian ini bertujuan untuk mengukur besarnya aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik masing-masing isolat. Tahapan pengujian adalah uji hidrolisis pati, kasein, dan lemak (Lampiran 2), uji degradasi subsrat oleh mikrob (Lampiran 3), dan uji aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase (Lampiran 4). 3. Fase Pertumbuhan Mikrob Fase pertumbuhan berguna untuk menentukan bentuk kurva pertumbuhan mikrob sehingga dapat digunakan untuk menentukan waktu generasi mikrob dan kecepatan tercapainya fase eksponensial. Mikrob diamati selama 24 jam inkubasi dan untuk mengetahui fase-fase yang ada dilakukan pengambilan sampel setiap 2 jam. Fase-fase yang terbentuk berguna untuk menentukan waktu generasi mikrob. Persiapan kultur dilakukan dengan cara menginokulasikan 0,1 mL isolat mikrob ke dalam 10 mL media kultur cair dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 29oC. Sediaan ini selanjutnya disebut kultur segar. Sebanyak 1% dari kultur segar ini diinokulasi ke dalam media kultur steril 90 mL dan diinkubasi kembali pada suhu 29oC. Pertumbuhan mikrob diamati setiap 2 jam dengan mengukur nilai kerapatan atau optical density (OD) dari starter pada media kultur cair dengan metode turbidimetrik dengan panjang gelombang 620 nm (Hadioetomo 1990). Bersamaan dengan pengukuran fase pertumbuhan dilakukan juga pengukuran populasi mikrob. Pengukuran dilakukan setiap 2 jam dengan metode hitungan cawan, yaitu dengan melakukan pengenceran berseri 10-2 sampai 10-10 untuk menjarangkan koloni mikrob. Selanjutnya, dari setiap seri pengenceran ditransfer ke dalam media padat dengan teknik agar tuang. Kultur diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 sampai 48 jam. Populasi mikrob yang tumbuh ditentukan dalam colony forming unit (cfu) dan dihitung dengan rumus sebagai berikut : 27
28 K PM = A x B x C Dimana : PM K A B C
= = = = =
populasi mikrob (cfu/mL) jumlah koloni volume inokulasi dalam media pengencer (mL) pada pengenceran keberapa koloni mikrobnya dihitung volume inokulasi dari media pengencer ke media padat (mL)
Waktu yang diperlukan mikrob untuk membelah menjadi 2 sel baru disebut waktu generasi (Fardiaz 1992). Penentuan waktu generasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Log x1 – log x0 k = 0,301 . t Dimana : k x0 x1 t 1/k
= = = = =
konstanta kecepatan pertumbuhan (jumlah generasi/waktu) jumlah sel awal jumlah sel setelah waktu t waktu x1 – x0 waktu generasi
4. Pengujian Aktivitas Antagonistik atau Konfrontasi terhadap Mikrob Patogen Pengujian aktivitas antagonistik atau konfrontasi dengan mikrob patogen dilakukan dengan metode sumur agar, yang mengacu pada metode menurut Wolf dan Gibbons et al. (1996) dengan modifikasi suhu yang digunakan. Produksi antimikrob dilakukan dengan cara menginokulasi isolat mikrob sebanyak 0,1 mL ke dalam 10 mL media TSB dan diinkubasi pada suhu 29oC selama waktu optimum (waktu optimum diperoleh dari fase eksponensial pertumbuhan mikrob), kemudian disentrifius dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.
Supernatan yang diperoleh disaring (filtrasi) dengan
menggunakan millipore 0,22 µm dan filtrat digunakan dalam konfrontasi dengan bakteri patogen uji untuk menentukan dihasilkan atau tidaknya antimikrob. Mikrob patogen uji yang digunakan adalah mikrob patogen terhadap ikan, yaitu dari strain Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, dan Vibrio harveyi. Mikrob patogen uji yang telah disegarkan diambil sebanyak 0,2 mL dan dimasukkan ke dalam media TSA dan dicampur hingga homogen. Setelah media yang berisi biakan mikrob patogen memadat dibuat sumur (lubang) dengan ujung 28
29 pipet Pasteur dengan diameter 0,6 mm. Substrat antimikrob (filtrat) diteteskan ke dalam lubang sebanyak 0,05 mL. Selanjutnya, cawan diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 jam. Mikrob yang ma mpu menghasilkan substansi antimikrob akan melakukan penghambatan terhadap bakteri patogen yang dibuktikan dengan adanya zona bening
di sekitar sumur agar.
Besarnya aktivitas antimikrob
ditentukan dengan cara mengukur diameter zona bening di sekitar sumur agar. 5. Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu Ketahanan isolat mikrob terhadap asam lambung dan garam empedu digunakan untuk mengkaji kemampuannya bertahan dalam lambung dan saluran pencernaan yang ber-pH rendah serta garam empedu di bagian atas usus. Pengujian dilakukan menurut metode Ngatirah et al. (2000). Metode ini dilakukan dengan menginokulasi 1,0 mL isolat mikrob ke dalam satu seri tabung yang berisi 9 mL larutan media steril
pada pH 2,5
(pH diatur dengan
penambahan HCl) dan pH 7,5 (pH diatur dengan penambahan NaOH), kemudian diinkubasi pada suhu 29°C. Pengamatan dilakukan setelah 2, 4, 6, dan 8 jam setelah inokulasi dan jumlah mikrob dihitung dengan metode hitungan cawan. Ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu ditentukan berdasarkan jumlah koloni yang tumbuh pada kontrol dan perlakuan. Semakin kecil selisih semakin tahan mikrob yang diuji terhadap asam lambung dan garam empedu. 6. Uji Penempelan Uji penempelan atau adhesi dilakukan dengan metode menurut Dewanti dan Wong (1993), yaitu menggunakan lempeng stainless steel. Sebelum digunakan, lempeng terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran yang menempel pada permukaannya dengan cara merendam dalam larutan detergen panas (40 sampai 45°C) selama 24 jam. Lempeng itu kemudian dibilas dengan air panas (40 sampai 50°C) hingga tidak berbusa dan licin, lalu dikeringanginkan. Setelah pencucian selesai, pada salah satu bagian sisi lempeng diberi tanda, dan selanjutnya disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 20 me nit. Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan lempeng di dalam 250 mL media pertumbuhan yang diinokulasi dengan 1 mL kultur mikrob
ke dalam
erlenmeyer 1L, kemudian diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam. Densitas 29
30 biofilm dianalisis setelah 24 jam dengan cara membilas lempeng dengan larutan buffer fosfat (BF). Kemudian, dengan menggunakan swab permukaan lempeng diseka secara merata. Swab dimasukkan ke dalam tabung yang berisi 10 mL BF dan tabung divorteks selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan kultur mikrob dan jumlah mikrob yang tumbuh dihitung dengan metode hitungan cawan dan dinyatakan dalam cfu/cm2, setelah diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam. Jumlah mikrob yang tumbuh pada fase cair juga dihitung dengan cara mengambil 1 mL cairan dari media pertumbuhan dan diencerkan ke dalam 9 mL larutan BF.
Kemudian dilakukan kultur mikrob dan jumlah mikrob dihitung
dengan metode hitungan cawan dan dinyatakan dalam cfu/mL, setelah diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 jam. Analisis Data Data yang diperoleh pada percobaan isolasi dan seleksi mikroflora dari saluran pencernaan ikan bandeng dianalisis secara deskriptif. Mikrob yang terseleksi digunakan sebagai kandidat probiotik dan materi pada penelitian selanjutnya. Hasil Isolasi Mikrob Pada penelitian ini berhasil diisolasi 18 isolat dari saluran pencernaan ikan bandeng yang terdiri atas 4 isolat mikrob amilolitik aerob, 3 isolat mikrob amilolitik anaerob, 5 isolat mikrob proteolitik aerob, 2 isolat mikrob proteolitik anaerob, 2 isolat mikrob lipolitik aerob, dan 2 isolat mikrob lipolitik anaerob. Morfologi koloni isolat dan jenis mikrob berdasarkan identifikasi secara fisiologi dan biokimia menggunakan Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al. 1994) dapat dilihat pada Lampiran 14 dan bentuk isolat dapat dilihat pada Gambar 4.
30
31
Keterangan : Mikrob amilolitik aerob A1-a : Moraxella sp. A2-a : Aeromonas hydrophila A3-a : Citrobacter sp. A4-a : Carnobacterium sp. Mikrob proteolitik aerob P1-a : Streptococcus sp. P2-a : Bacillus sp. P3-a : Micrococcus sp. P4-a : Pseudomonas sp. P5-a : Proteus sp. Mikrob lipolitik aerob L1-a : Planococcus sp. L2-a : Plesiomonas sp. Gambar 4.
Mikrob amilolitik anaerob A1-an : Staphylococcus sp. A2-an : Flavobacterium sp. A3-an : Vibrio sp. Mikrob proteolitik anaerob P1-an : Vibrio alginoliticus
Mikrob lipolitik anaerob L1-an : Kurthia sp. L2-an : Serratia sp.
Bentuk isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan bandeng 31
32
Gambar 4. (lanjutan)
32
33
Gambar 4. (lanjutan) Seleksi Mikrob Mikrob Fakultatif Pengujian fakultatif memberikan gambaran tentang keadaan lingkungan tempat mikrob tersebut dapat hidup. Faktor lingkungan yang paling menentukan proses metabolisme energi yang dilakukan mikrob adalah oksigen. Hasil pengujian fakultatif menumbuhkan isolat mikrob aerob dalam media anaerob, dan sebaliknya menumbuhkan isolat mikrob anaerob dalam media aerob disajikan pada Tabel 2. Dari 18 isolat yang diuji ditemukan 13 jenis isolat yang fakultatif, yaitu golongan mikrob yang dapat tumbuh tanpa atau dengan adanya oksigen. Isolat fakultatif tersebut terdiri atas 8 isolat yang berasal dari mikrob aerob (A1-a, A2-a, A4-a, P1-a, P2-a, P3-a, L1-a dan L2-a) dan 5 isolat yang berasal dari anaerob (A1-an, A2-an, A3-an, P1-an dan L1-an). Isolat A3-a, P4-a dan P5-a tergolong mikrob aerob, yaitu hanya dapat tumbuh jika terdapat oksigen
di
lingkungannya. Isolat P2-an dan L2-an tergolong mikrob anaerob, yaitu tidak
33
34 memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan mikrob ini biasanya terhambat dengan adanya oksigen. Bahkan, beberapa jenis mikrob sangat sensitif dan akan mati jika ada oksigen. Tabel 2. Isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang ditumbuhkan pada media aerob dan anaerob Isolat Media aerob Media anaerob Kriteria Aerob A1-a + + Fakultatif A2-a + + Fakultatif A3-a + Aerob A4-a + + Fakultatif P1-a + + Fakultatif P2-a + + Fakultatif P3-a + + Fakultatif P4-a + Aerob P5-a + Aerob L1-a + + Fakultatif L2-a + + Fakultatif Anaerob A1-an + + Fakultatif A2-an + + Fakultatif A3-an + + Fakultatif P1-an + + Fakultatif P2-an + Anaerob L1-an + + Fakultatif L2-an + Anaerob Keterangan: A = Mikrob amilolitik a = Aerob + = Tumbuh P = Mikrob proteolitik an = Anaerob - = Tidak tumbuh L = Mikrob lipolitik Aktivitas Amilolitik, Proteolitik, dan Lipolitik Besarnya aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik isolat mikrob ditunjukkan dengan melakukan pengukuran hidrolisis pati, kasein, dan lemak, uji degradasi subsrat oleh mikrob, serta uji aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase. 1.
Hidrolisis Pati, Kasein, dan Lemak Hasil pengujian hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob yang
berhasil diisolasi disajikan pada Gambar 5 dan 6 serta Lampiran 15. Data isolat 34
35 P2-an tidak dapat lagi disajikan karena untuk pengujian tahap selanjutnya P2an tidak dapat lagi ditumbuhkan. Diduga stok kultur isolat P2-an terkontaminasi oksigen yang menyebabkan isolat tersebut mati.
Diameter zona bening (mm)
Gambar 5. Zona bening hasil hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik (A1-a, A2-a, A3-a, A4-a, A1-an, A2-an, A3-an), proteolitik (P1-a, P2-a, P3-a, P4-a, P5-a, P1-an), dan lipolitik (L1-a, L2-a, L1-an, L2-an)
Gambar 6.
Diameter zona bening hasil hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik
Gambar 5 memperlihatkan bahwa semua isolat positif menghidrolisis sumber karbonnya, yang ditandai dengan adanya zona bening (clearing zone) di 35
36 sekitar koloni isolat yang ditumbuhkan pada media agar. Zona bening tersebut menunjukkan bahwa makromolekul yang menjadi sumber karbon sudah dihidrolisis dan dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikrob. Diameter zona bening yang terbesar pada isolat mikrob amilolitik diperlihatkan oleh isolat A2-a, yang diikuti oleh isolat A4-a, A1-a, A3-a, A2-an, A1-an, dan terendah oleh isolat A3-an. Diameter zona bening terlebar pada isolat mikrob proteolitik diperlihatkan oleh isolat P1-an, yang diikuti oleh isolat P1-a, P5-a, P4-a, P3-a, dan terendah oleh isolat P2-a.
Diameter zona bening terlebar pada isolat mikrob lipolitik
ditunjukkan oleh isolat L1-a, yang diikuti oleh isolat L2-an, dan terendah oleh isolat L1-an dan L2-a (Gambar 6 dan Lampiran 15). 2. Degradasi Substrat oleh Isolat Mikrob Amilolitik, Proteolitik, dan Lipolitik Hasil pengukuran degradasi substrat oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik setelah 24 jam inkubasi disajikan pada Gambar 7 dan
Degradasi substrat
Lampiran 16.
Gambar 7.
Degradasi substrat pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik dan proteolitik (mg/L), serta lipolitik (mmol lemak, dikali 1000)
Kemampuan degradasi substrat tertinggi pada isolat mikrob amilolitik diperlihatkan oleh isolat A3-a dan A2-a yang diikuti oleh isolat A1-an, A2-an, A4-a, A1-a, dan terendah diperlihatkan oleh isolat A3-an. Pada isolat mikrob proteolitik, kemampuan degradasi substrat tertinggi ditunjukkan oleh isolat P1-an, yang diikuti oleh isolat P1-a, P3-a, P5-a, P4-a, dan terendah ditunjukkan oleh 36
37 isolat
P2-a.
lipolitik
Kemampuan degradasi substrat terbesar pada
isolat
mikrob
diperlihatkan oleh isolat L1-a, yang diikuti oleh isolat L1-an, dan
terendah ditunjukkan oleh isolat L2-an dan L2-a. Nilai degradasi substrat isolat mikrob lipolitik yang sangat kecil, dibandingkan dengan nilai degradasi substrat isolat lainnya terjadi akibat perbedaan satuan substrat yang digunakan. Isolat mikrob amilolitik dan proteolitik menggunakan satuan mg/L dan mikrob lipolitik menggunakan satuan mmol lemak. 3. Aktivitas Enzim Amilolitik, Proteolitik, dan Lipolitik Hasil pengukuran aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase yang dihasilkan oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dapat dilihat
Aktivitas enzim (IU/mL/menit)
pada Gambar 8 dan Lampiran 17.
Gambar 8.
Aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase (IU/mL/menit) yang dihasilkan oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik
Aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase yang dihasilkan (Gambar 8) memperlihatkan nilai yang seiring dengan kemampuan degradasi mikrob. Nilai aktivitas enzim amilase berkisar antara 0,58 dan 0,77 IU/mL/menit. Aktivitas tertinggi ditunjukkan enzim yang dihasilkan oleh isolat A3-a yang diikuti oleh isolat A2-a, A1-an, A2-an, A4-a, A1-a, dan terendah oleh isolat A3-an. Aktivitas enzim protease berkisar antara 0,44 dan 0,82 IU/mL/menit. Aktivitas tertinggi diperlihatkan oleh isolat P1-an yang diikuti oleh isolat P1-a, P3-a, P5-a, P4-a, dan terendah oleh isolat P2-a. Aktivitas enzim lipase berkisar antara 0,13 dan 0,36
37
38 IU/mL/menit dengan aktivitas tertinggi pada enzim yang dihasilkan oleh isolat L1-a yang diikuti oleh isolat L1-an, L2-an, dan terendah L2-a. Fase Pertumbuhan Mikrob Hasil pengamatan nilai kerapatan optik (Optical Density = OD) disajikan pada Lampiran 18 dan hasil analisis jumlah koloni (cfu/mL) disajikan pada Lampiran 19.
Kurva pertumbuhan yang dihasilkan selama 24 jam periode
pengamatan (Gambar 9) memperlihatkan bahwa setiap isolat mempunyai pola yang bevariasi, begitu juga dengan hasil analisis waktu generasi (Tabel 3) juga memperlihatkan hasil yang berbeda. Fase pertumbuhan awal atau lag (I) pada isolat mikrob amilolitik umumnya terjadi antara 0 dan 2 jam, kecuali pada isolat A1-an (0 sampai 6 jam); fase logaritma atau eksponensial (II) terjadi antara 2 dan 14 jam (A4-a), 2 dan 16 jam (A2-a dan A3-an), 6 dan 16 jam (A1-an), serta antara 2 dan 18 jam (A1-a, A3-a, dan A2-a); fase III adalah fase statis atau tetap tercapai antara 14 dan 18 jam (A4-a), 16 dan 20 jam (A2-a), 16 dan 22 jam (A1-an), 18 dan 20 jam (A3 -an), 18 dan 20 jam (A2-an), serta antara 18 dan 22 jam (A1-a dan A3-a), fase IV adalah fase kematian atau stationer dicapai setelah 18 jam (A4-a), 20 jam (A2-a, A3-a, dan A2-an), dan 22 jam (A1-an, A1-a, dan A3-a). Pada isolat mikrob proteolitik, fase pertumbuhan awal atau lag (I) tercapai antara 0 dan 2 jam (P2-a, P3-a, dan P1-an) serta antara 0 dan 4 jam (P1-a, P4-a, dan P5-a); fase logaritma atau eksponensial (II) terjadi antara 2 dan 16 jam (P2-a, P1-an), 2 dan 12 jam (P3-a), 4 dan 16 jam (P4-a, P5-a), serta antara 4 dan 18 jam (P1-a); fase III adalah fase statis atau tetap, pada P1-a dan P1-an tidak ada fase III langsung fase IV, yaitu fase stationer, fase statis mikrob proteolitik yang lain tercapai antara 16 dan 20 jam (P2-a dan P4-a), 12 dan 20 jam (P3-a), serta antara 16 dan 18 jam (P5-a); fase IV adalah fase kematian atau stationer dicapai setelah 16 jam (P1-an), 18 jam (P1-a dan P5-a), dan 20 jam (P2-a, P3-a, dan P4-a). Pada isolat mikrob lipolitik, fase pertumbuhan awal atau lag (I) yang tercapai antara 0 dan 2 (L1-a), 0 dan 4 jam (L1-an), serta 0 dan 6 jam (L2-a dan L2-an); fase logaritma atau eksponensial (II) terjadi antara 4 dan 18 jam (L1-a), 6 dan 18 jam (L2-a), 4 dan 14 jam (L1-an), serta antara 6 dan 12 jam (L2-an); fase III adalah fase statis atau tetap tercapai
38
39
III IV
II
I
9.0
0.6 0.4 0.2 0.0
A1-a A1-a
8.5 8.0 0
1.2 1.0 0.8
11.5
2.0 1.8
11.0
1.6 1.4
10.5 10.0 9.5
II
I
A2-a A2-a
8.5
0.0 0
2
4
I
II
III IV
7.0
A3-a A3-a
6.5 6.0 0
2
4
11.0 10.5 10.0
1.2 1.0
II
I
III
IV
A1-an A1-an
7.5
0.8 0.6 0.4 0.2
7.0
0.0 0
2
4
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
III
9.0
IV A4-a A4-a
12.0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
3.0 2.8 2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Jumlah koloni optical density
11.5 Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
1.4
8.5
II
0 2
1.6
9.0
I
8.0
1.8
9.5
8.0
9.5
8.5
2.0 Jumlah koloni optical density
2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
11.5
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
10.0
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
Jumlah koloni (log10 cfu/mL).
7.5
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
Jumlah koloni optical density
12.0 Optical Density (OD)
8.0
12.5
Optical Density (OD)
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
8.5
1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
0.4 0.2
8.0
Periode pengamatan (jam)
Jumlah koloni optical density
0.8 0.6
9.0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
9.0
1.2 1.0
III IV
11.0 10.5 10.0 9.5
Optical Density (OD)
9.5
2.4 2.2
Jumlah koloni optical density
I
III IV
II
9.0
A2-an A2-an
8.5 8.0 0
Optical Density (OD)
10.0
12.0
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
10.5
2.0 1.8 1.6 1.4
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24
Periode pengamatan (jam)
Gambar 9. Kurva pertumbuhan isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik
39
Optical Density (OD)
2.2 Jumlah koloni optical density
Optical Density (OD)
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
11.0
40
II
III
IV
A3-an A3-an
7.5 7.0 2
4
0.2
II
III IV
1.0 0.8
8.5
0.6
8.0 P2-a P2-a
7.5 7.0
0.4
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
1.2
12.0 Jumlah koloni optical density
11.5 11.0 10.5 10.0
II
I
9.5
III IV P4-a P4-a
9.0 8.5 0
2
4
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
0.2
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
2.4 2.2 2.0
Jumlah koloni optical density
1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
10.5 10.0
I
II
III
IV
9.5 P3-a
8.5 0 2
2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
0.4
11.0
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
P3-a
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
12.0
2.0 Jumlah koloni optical density
11.5 Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
2 4
4
9.0
0.2 0.0
0
0.6
0.0 2
11.5
1.6
9.5
IV P1-a P1-a
0
1.4
II
I
8.0
1.8
10.0
I
0.8
8.5
7.0
Optical Density (OD)
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
10.5
1.0
7.5
2.0 Jumlah koloni optical density
1.2
9.0
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
11.0
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
0.4 0.0
0
9.0
0.6
1.4 9.5
Optical Density (OD)
I
0.8
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
1.0
8.5
Optical Density (OD)
1.2
Optical Density (OD)
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
9.0
1.6
10.0
1.6 1.4
1.8
Jumlah koloni optical density
Optical Density (OD)
1.8
9.5
8.0
10.5
2.0 Jumlah koloni optical density
1.8 1.6
11.0
1.4 1.2
10.5
1.0 10.0
I
II
0.8
III IV
0.6
9.5
0.4
P5-a P5-a
9.0
0.2
8.5
0.0 0
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
Gambar 9. (lanjutan) 40
Optical Density (OD)
10.0
41
9.0
IV
8.0
P1-an P1-an
7.5 7.0 0
2 4
Jumlah koloni optical density
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
10.5
9.0
II
III IV
1.6
10.5
0.8
0.4
L2-a L2-a
7.5
2
4
0.0 2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
2.0 Jumlah koloni optical density
1.6
9.5
1.4
9.0
1.2
8.5
1.0
8.0
I
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
0.8
IV
0.4
L1-an L1-an
0.2 0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
1.8 Jumlah koloni optical density
1.6 1.4
9.5
1.2
9.0
1.0
8.5
I
II
III
IV
0.8 0.6
7.5 6.5
III
0.6
7.0
10.0
7.0
II
7.5
11.0
8.0
1.8
10.0
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
10.5
0.4 0.2
L1-a
6.0
0.0 0
0.6
L1-a
6.5
0.2
7.0
1.0 0.8
III IV
II
8.0
11.0
0.6
8.0
I
9.0
1.8
1.0
I
9.5
1.2
0
1.2
9.5
1.4
10.0
8.5
1.4
10.0
8.5
10.5
6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
11.0
1.8 1.6
L2-an L2-an
6.0
Optical Density (OD)
II
I
2.0
11.0
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
8.5
11.5
Optical Density (OD)
9.5
2.4 2.2
Jumlah koloni optical density
0.4 0.2 0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 Periode pengamatan (jam)
Gambar 9. (lanjutan)
41
Optical Density (OD)
10.0
12.0
Optical Density (OD)
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
10.5
2.6 2.4 2.2 2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
Jumlah koloni (log10 cfu/mL)
Jumlah koloni optical density
Optical Density (OD)
11.0
42 (L1-an), serta antara 12 dan 18 jam (L2-an); fase IV adalah fase kematian atau stationer dicapai setelah 20 jam (L1-a dan L2-a), sedangkan pada L1-an dan L2an setelah 18 jam (Gambar 9). Waktu generasi atau waktu yang diperlukan mikrob untuk membelah menjadi 2 sel baru, pada isolat mikrob amilolitik berkisar antara 23,62 dan 45,44 menit. Waktu generasi terpendek ditunjukkan oleh isolat A3-a dan tertinggi oleh isolat A4-a. Pada isolat mikrob proteolitik, waktu generasi berkisar antara 22,93 dan 37,85 menit. Waktu generasi
terendah ditunjukkan oleh isolat P3-a dan
tertinggi oleh isolat P5-a. Waktu generasi isolat mikrob lipolitik berkisar antara 32,38 dan 46,35 menit. Waktu generasi terendah diperlihatkan oleh isolat L2-a dan tertinggi oleh isolat L1-an (Tabel 3). Tabel 3. Waktu generasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik Isolat Waktu generasi (menit) Aerob A1-a 24,25 A2-a 34,21 A3-a 23,62 A4-a 45,44 P1-a 32,72 P2-a 33,43 P3-a 22,93 P4-a 33,10 P5-a 37,85 L1-a 34,56 L2-a 32,38 Keterangan: A = Mikrob amilolitik P = Mikrob proteolitik L = Mikrob lipolitik
Isolat Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
Waktu generasi (menit) 27,16 31,40 39,89 36,35 46,35 33,52
Aktivitas Antagonistik atau Konfrontasi terhadap Mikrob Patogen Salah satu kriteria yang diinginkan pada isolat yang terpilih sebagai kandidat probiotik adalah bahwa mikrob tersebut mampu menghasilkan antimikrob sehingga mampu menekan pertumbuhan mikrob patogen dalam saluran pencernaan ikan.
Hasil pengamatan aktivitas antagonistik terhadap
mikrob patogen pada ikan, yaitu dari strain Aeromonas hydrophila, Escherichia coli dan Vibrio harveyi (Tabel 4) menunjukkan bahwa dari 17 isolat yang diuji 42
43 hanya 5 isolat yang memperlihatkan aktivitas antagonistik.
Isolat yang
mempunyai aktivitas antagonistik menunjukkan adanya zona bening di sekitar sumur (Gambar 10). Isolat tersebut adalah isolat mikrob amilolitik 3 isolat (A4-a, A1-an, dan A2-an), 2 isolat dari mikrob proteolitik (P2-a dan P1-an), dan tidak ditemukan aktivitas antagonistik pada isolat mikrob lipolitik. Isolat A4-a memperlihatkan zona penghambatan pada semua mikrob patogen uji,
isolat A1-an hanya memperlihatkan zona penghambatan pada
Escherichia coli, dan isolat A2-an hanya memperlihatkan zona penghambatan pada Vibrio harveyi. Zona penghambatan isolat P2-a hanya pada Escherichia coli, dan isolat P1-an memperlihatkan zona penghambatan pada 2 jenis mikrob patogen uji yaitu Escherichia coli dan Vibrio harveyi. Tabel 4. Aktivitas antagonistik atau konfrontasi isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik terhadap mikrob patogen pada ikan Isolat
Aeromonas hydrophila K D D
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an Keterangan:
+ -
12 mm 10 mm
Escherichia coli K D D
Vibrio harveyi K D D
+ + -
+ -
10 mm 11 mm 12 mm 9 mm
10 mm 8 mm
+ 8 mm 8 mm + 12 mm 11 mm + 8 mm 9 mm + 16 mm 10 mm A = Mikrob amilolitik K = Kriteria + Ada aktivitas antagonistik P = Mikrob proteolitik - Tidak ada aktivitas L = Lipolitik antagonistik D = Diameter
43
44
Vh*A2an
Gambar 10. Aktivitas antagonistik mikrob uji terhadap mikrob patogen bagi ikan (Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, dan Vibrio harveyi)
44
45 Ketahanan terhadap Asam Lambung dan Garam Empedu Ketahanan isolat terhadap asam lambung dan garam empedu direfleksikan dengan kemampuannya bertahan dalam media asam dan basa, yang dinyatakan dalam penurunan log jumlah isolat dalam media kontrol dan perlakuan selama periode pengamatan.
Hasil pengujian ketahanan isolat mikrob amilolitik,
proteolitik, dan lipolitik terhadap asam lambung dan garam empedu disajikan pada Lampiran 20. Selisih log jumlah isolat kontrol dan perlakuan setiap periode pengamatan disajikan pada Gambar 11. Kemampuan setiap isolat di dalam media pada pH asam dan pH basa bervariasi. Sampai jam ke-8, secara umum semua isolat masih hidup, walaupun tingkat pertumbuhan pada umumnya lebih rendah dari kontrol (Gambar 11). Penurunan log yang terkecil
populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 2,5
periode pengamatan 2 jam ditunjukkan oleh isolat A1-a dan A4-a, diikuti oleh isolat A2-a, A1-an, A2-an, dan terbesar ditunjukkan oleh isolat A3-a, sedangkan isolat A3-an dengan populasi lebih tinggi dari kontrol.
Pada isolat mikrob
proteolitik, penurunan log terkecil populasi mikrob diperlihatkan oleh isolat P1an, diikuti oleh isolat P5-a, P4-a, P3-a, P2-a, dan terbesar ditunjukkan oleh isolat P1-a.
Pada isolat mikrob lipolitik penurunan log populasi mikrob terkecil
ditunjukkan oleh isolat L2-a, L1-an, L2-an dan terbesar diperlihatkan oleh isolat L1-a. Pada periode pengamatan 4 jam, penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 2,5 ditunjukkan oleh isolat A4-a, yang diikuti oleh isolat A1-a, A3-an, A3-a, A1-an, A2-an, dan tertinggi diperlihatkan oleh isolat A2-a. Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi mikrob diperlihatkan oleh isolat P5-a, yang diikuti oleh isolat P4-a, P1-a, P3-a, P1-an, dan terbesar ditunjukkan oleh isolat P2-a. Pada isolat mikrob lipolitik, penurunan log populasi mikrob terkecil ditunjukkan oleh isolat L1-a, L2-a, L1-an dan terbesar diperlihatkan oleh isolat L2-an. Pada periode pengamatan 6 jam, penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 2,5 diperlihatkan oleh isolat A4-a, yang diikuti oleh isolat A1-a, A3an, A3-a, A1-an, A2-an, dan tertinggi ditunjukkan oleh isolat A2-a. Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi isolat diperlihatkan 45
46 oleh isolat P4-a, yang diikuti oleh isolat P5-a, P1-an, P1-a, P3-a, dan terbesar ditunjukkan oleh isolat P2-a. Pada mikrob lipolitik, penurunan log populasi isolat mikrob terkecil diperlihatkan oleh isolat L2-a, L2-an, L1-an dan terbesar diperlihatkan oleh isolat L1-a.
Gambar 11. Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dalam media dengan pH 2,5 dan pH 7,5 dengan kontrol setiap periode pengamatan Pada periode pengamatan 8 jam, penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 2,5 diperlihatkan oleh isolat A4-a, yang diikuti oleh isolat A1-a, A2-an, A1-an, A3-a, A3-an dan tertinggi oleh isolat A2-a. Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi isolat mikrob diperlihatkan oleh isolat P1-a, yang diikuti oleh isolat P3-a, P5-a, P4-a, P1-an, dan terbesar
46
47 diperlihatkan oleh isolat P2-a. Pada isolat mikrob lipolitik penurunan log populasi mikrob terkecil ditunjukkan oleh isolat
L2-a, L1-an, L2-an dan terbesar
diperlihatkan oleh isolat L1-a. Penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 7,5 periode pengamatan 2 jam diperlihatkan oleh isolat A1-a, A2-an, A4-a, dan A2-a, sedangkan isolat A3-a, A1-an dan A3-an dengan populasi lebih tinggi dari kontrol. Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi mikrob diperlihatkan oleh isolat P2-a, yang diikuti oleh isolat P5-a, sedangkan isolat yang lain dengan log populasi isolat sama atau lebih besar dari kontrol. Pada mikrob lipolitik, penurunan log populasi isolat terkecil diperlihatkan oleh isolat L2-a, L1-an dan terbesar ditunjukkan oleh isolat L1-a, adapun populasi isolat L2-an lebih besar dari kontrol. Pada periode pengamatan 4 jam, penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 7,5 ditunjukkan oleh isolat A1-an, yang diikuti oleh isolat A1-a, A4-a, A3-an, A3-a, A2-an, dan tertinggi diperlihatkan oleh isolat A2-a.
Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi isolat
mikrob diperlihatkan oleh isolat P4-a, yang diikuti oleh isolat P5-a, P1-a, P2-a, P3-an, dan terbesar diperlihatkan oleh isolat P1-an. Pada isolat mikrob lipolitik, penurunan log populasi isolat mikrob terkecil ditunjukkan oleh isolat L1-a, L2-a, L1-an dan terbesar diperlihatkan oleh isolat L2-an. Pada periode pengamatan 6 jam, penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 7,5 diperlihatkan oleh isolat A1-an, yang diikuti oleh isolat A1-a, A2-a, A3-an, A3-a, A4-a, dan tertinggi diperlihatkan oleh isolat A2-a. Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi isolat mikrob diperlihatkan oleh isolat P4-a, yang diikuti oleh isolat P3-a, P2-a, P1-a, dan terbesar diperlihatkan oleh isolat P5-a dan P1-an. Pada isolat mikrob lipolitik, penurunan log populasi isolat mikrob terkecil ditunjukkan oleh isolat L1-a, L2-an, dan terbesar oleh isolat L1-an, sedangkan isolat L2-a mempunyai log populasi isolat yang sama dengan kontrol. Pada periode pengamatan 8 jam, penurunan log yang terkecil populasi isolat mikrob amilolitik pada pH 7,5 diperlihatkan oleh isolat A1-an, yang diikuti oleh isolat A1-a, A4-a, A2-an, A3-an, A2-a dan tertinggi ditunjukkan oleh isolat A3-a.
47
48 Pada isolat mikrob proteolitik, penurunan log terkecil populasi isolat mikrob diperlihatkan oleh isolat P3-a, yang diikuti oleh isolat P4-a, P2-a, P1-a, P1-an dan terbesar diperlihatkan oleh isolat P5-a. Pada isolat mikrob lipolitik, penurunan log populasi isolat mikrob terkecil ditunjukkan oleh isolat L1-a, L2-a, L2-an dan terbesar oleh isolat L1-an. Uji Penempelan Uji penempelan atau adhesi isolat mikrob didasarkan pada kemampuan mikrob membentuk biofilm, mikrob yang mampu membentuk biofilm dengan baik akan memiliki kemampuan menempel dengan baik pula. Hal ini diujikan sebagai pendekatan terhadap kemampuan menempel isolat pada substrat padat (usus).
Hasil uji penempelan pada lempeng stainless steel isolat mikrob
amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan bandeng (Tabel 5 dan Lampiran 21) menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi mikrob planktonik maka populasi mikrob yang menempel semakin rendah. Tabel 5. Hasil uji penempelan isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada lempeng stainless steel Isolat Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
Populasi mikrob Swab Planktonik 4
8,9 x 10 4,5 x 10 4 7,1 x 10 5 1,8 x 10 4 6,2 x 10 5 6,7 x 10 4 7,2 x 10 4
10
7,6 x 10 4.7 x 10 11 5,4 x 10 8 1,4 x 10 12 9,5 x 10 9 4,2 x 10 10 1,2 x 10 11 7,9 x 10 11 8,2 x 10 11 4,0 x 10 11 3,8 x 10 10
Isolat Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
Populasi mikrob Swab Planktonik 7,1 x 10 5 5,0 x 10 4 8,4 x 10 4 1,6 x 10 5 8,5 x 10 5 1,3 x 10 5
4,2 x 10 4 3,5 x 10 4 5,7 x 10 4 2,2 x 10 5 Keterangan: A = Mikrob amilolitik Populasi mikrob: Swab P = Mikrob proteolitik Planktonik L = Mikrob lipolitik
8,1 x 10 9 4,2 x 10 11 9,3 x 10 10 2,8 x 10 10 8,5 x 10 9 2,0 x 10 10
= cfu/cm2 = cfu/mL
48
49 Rekapitulasi Rekapitulasi hasil pengujian parameter seleksi isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik hasil isolasi dari saluran pencernaan ikan bandeng disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rekapitulasi data hasil pengujian beberapa parameter yang digunakan pada seleksi isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik saluran pencernaan ikan bandeng yang potensial sebagai kandidat probiotik Isolat Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an Keterangan :
F
H
D
+ + + + + + + +
14 16 14 15 15 12 13 14 16 10 9
1649,24 1702,63 1705,22 1651,49 1837,37 1502,11 1823,16 1610,53 1811,59 0,21 0,14
Parameter AE PM 0,66 0,76 0,77 0,66 0,67 0,44 0,66 0,53 0,65 0,36 0,13
8,4 x 10 10 4,3 x 10 11 6,1 x 10 8 2,0 x 10 12 1,8 x 10 10 5,3 x 10 10 1,5 x 10 11 8,0 x 10 11 8,3 x 10 11 4,4 x 10 11 4,2 x 10 10
AG
pH
T
+/3 +/1 -
+ + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + +
+ 11 1694.1 0.76 8.5 x 10 9 +/1 + + 11 +/1 + + + 14 1651.82 0.62 4.1 x 10 11 + 10 1582.92 0.58 1.4 x 10 + + 10 +/2 + + + 16 1918.95 0.82 6.7x 10 + 9 0.18 0.31 3.1 x 10 10 + + 10 10 0.16 0.21 1.7 x 10 + + F = fakultatif , H = hidrolisis (mm) D = degradasi substrat (mikrob amilolitik dan proteolitik: mg/L, mikrob lipolitik: mmol lemak), AE = aktivitas enzim (IU/mL/menit), PM = populasi mikrob (cfu/mL), AG = antagonistik, pH = ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu, dan T = uji penempelan (adhesi)
49
50 Pembahasan Mikroflora yang ditemukan pada saluran pencernaan ikan bandeng di antaranya adalah Moraxella sp., Aeromonas sp., Citrobacter sp., Carnobacterium sp., Streptococcus sp., Bacillus sp., Pseudomonas sp., Plesiomonas sp., Staphylococcus sp., Flavobacterium sp., Vibrio sp., dan Serratia sp. Mikrob tersebut juga ditemukan pada saluran pencernaan spesies ikan lain dan media budi daya seperti dilaporkan oleh beberapa peneliti (Sakata dan Yuki 1991; Cipriano et al. 1992; Sugita et al. 1994; Garcia et al. 1997; Rombout et al. 1999; Olsen et al. 2000; Rengpipat et al. 2000; Robertson et al. 2000; Spanggaard et al. 2000; dan Al-Harbi dan Uddin 2005). Namun demikian, belum ditemukan laporan tentang jenis mikrob lainnya yang ditemukan pada saluran pencernaan ikan bandeng, yaitu mikrob Micrococcus sp., Proteus sp., Planococcus sp., dan Kurthia
sp.
ditemukan pada saluran pencernaan spesies ikan lain. Akan tetapi, jenis mikrob tersebut umumnya ditemukan pada substrat tanah (Pelczar dan Chan 1988; dan Olsen et al. 2000). Mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng seperti halnya mikrob yang ditemukan pada spesies ikan lainnya diduga berasal dari lingkungan budi daya. Mikrob tersebut masuk ke dalam saluran pencernaan bersama dengan pakan yang dimakan. Khususnya ikan bandeng, kebiasaannya memakan detritus dari dasar tambak bertujuan untuk mendapatkan jasad renik atau mikroorganisme untuk memenuhi kebutuhan protein dan atau untuk membantu degradasi pakan yang dimakan. Dengan demikian, mikroflora tersebut mempunyai peluang yang besar untuk dijadikan probiotik. Mikroflora menguntungkan yang ditemukan pada saluran pencernaan ikan bandeng adalah Moraxella sp., Bacillus sp., Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, Streptococcus sp., Pseudomonas sp., dan Flavobacterium sp. Hasil penelitian yang mempertegas hal ini dilaporkan oleh beberapa peneliti (Garcia et al. 1997;. Haryanti et al. 1999; Rengpipat et al. 1998, 2000;. Rombout et al. 1999;
De Schrijver dan Ollevier 2000; dan Robertson et al. 2000). Mikrob
tersebut berperan sebagai nutrien tambahan bagi ikan dan atau suplemen dalam kultur pakan alami, yaitu bermanfaat melalui metabolit seperti vitamin B12 dan enzim yang disekresikannya ke dalam medium kultur. Di samping itu, mikrob 50
51 yang termakan dan masuk ke dalam saluran pencernaan berperan dalam meningkatkan kecernaan nutrien pakan melalui enzim pencernaan eksogen yang disekresikannya.
Peran yang lain adalah kemampuan mikrob menghasilkan
senyawa antimikrob sehingga mampu menghambat perkembangan mikro patogen dalam saluran pencernaan ikan maupun media budi daya.
Oleh karena itu,
mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng yang terpilih sebagai kandidat probiotik adalah mikrob yang menguntungkan serta dapat menjaga keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan ikan. Salah satu tahapan seleksi adalah mikrob yang terpilih harus tergolong fakultatif. Hal ini demikian karena probiotik yang diaplikasikan dalam budi daya ikan bandeng akan berhadapan dengan 2 kondisi lingkungan yang sangat berbeda, yaitu ada dan tidak ada oksigen. Probiotik diinokulasikan ke dalam pakan pada kondisi lingkungan yang dipenuhi oksigen. Setelah pakan diberikan dan dimakan oleh ikan, mikrob masuk ke saluran pencernaan dan berhadapan dengan keadaan lingkungan anaerob, yaitu
tidak ada oksigen.
Keadaan lingkungan tempat
mikroorganisme tersebut hidup sangat menentukan metabolisme energi yang dilakukannya.
Menurut Fardiaz (1992) faktor lingkungan yang paling
menentukan dalam metabolisme energi mikrob adalah oksigen.
Mikroflora
saluran pencernaan ikan bandeng yang tergolong mikrob fakultatif adalah Moraxella sp., Aeromonas hydrophila, Carnobacterium sp., Staphylococcus sp., Flavobacterium sp., Vibrio sp., Streptococcus sp., Bacillus sp., Micrococcus sp., Vibrio alginoliticus, Planococcus sp., Plesiomonas sp., dan Kurthia sp. Pada percobaan ini yang menjadi target isolasi adalah mikrob yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik. Ketiga golongan mikrob tersebut adalah mikrob yang mampu mensekresikan enzim yang berperan penting dalam proses pencernaan, yaitu sebagai katalisator dalam hidrolisis nutrien pakan pada saluran pencernaan ikan.
Ketiga jenis enzim tersebut adalah amilase,
protease, dan lipase. Mikroorganisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang kaya akan molekul kompleks dengan cara mensekresikan enzim yang disebut eksoenzim. Eksoenzim menghidrolisis makromolekul menjadi molekul yang lebih sederhana, seperti protein menjadi asam amino, polisakarida menjadi gula, dan lemak menjadi asam lemak. Molekul yang sudah kecil ini diangkut ke
51
52 sitoplasma sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel (Lay 1994). Mikrob amilolitik adalah mikrob yang mampu menghasilkan eksoenzim amilase yang akan mendegradasi zat pati menjadi maltosa dan glukosa. Sakarida ini diangkut ke dalam sitoplasma sel dan digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Mikrob proteolitik adalah mikrob yang mampu menghasilkan eksoenzim protease yang akan merombak protein menjadi asam amino. Mikrob proteolitik akan memanfaatkan asam amino sebagai sumber karbon dan energi. menghasilkan
eksoenzim
Mikrob lipolitik adalah mikrob yang mampu lipase
yang
akan
mencerna
trigliserida
dan
menghasilkan asam lemak berantai panjang dan gliserol yang akan dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan gliserol (Atlas et al. 1984). Pada penelitian ini isolasi mikrob dilakukan secara selektif. Artinya bahwa isolasi langsung menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan nutrien mikrob yang menjadi target isolasi. Meskipun demikian, dilakukan juga tahapan pengujian degradasi atau hidrolisis substrat, serta aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase untuk membuktikan bahwa mikrob yang telah diisolasi merupakan mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik. Kemampuan degradasi atau hidrolisis pati dan aktivitas enzim amilase pada mikrob amilolitik dari yang tinggi ke rendah ditunjukkan oleh Citrobacter
sp, Aeromonas hydrophila,
Staphylococcus sp., Flavobacterium sp., Carnobacterium sp., Moraxella sp., dan Vibrio sp. Kemampuan degradasi atau hidrolisis kasein dan aktivitas enzim protease pada mikrob proteolitik dari yang tinggi ke rendah ditunjukkan oleh Vibrio alginoliticus, Streptococcus sp., Micrococcus sp.,
Proteus sp.,
Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Kemampuan degradasi atau hidrolisis lemak dan aktivitas enzim lipase pada mikrob lipolitik dari yang tinggi ke rendah ditunjukkan oleh
Planococcus
sp., Kurthia
sp.,
Serratia sp., dan
Plesiomonas sp. Aktivitas enzim yang dihasilkan berkisar mulai dari 0,58 sampai 0,77 IU/ mL/menit untuk mikrob amilolitik, 0,44 sampai 0,82 IU/mL/menit untuk mikrob proteolitik, dan 0,13 sampai 0,36 IU/mL/menit untuk mikrob lipolitik. Aktivitas enzim protease yang disekresikan Bacillus pumilus yang dihasilkan oleh Wijaya (1995) berkisar mulai dari 1,58 sampai 2,76 IU/mL/menit atau 5 kali lipat
52
53 lebih tinggi dari enzim kasarnya. Enzim yang dihasilkan pada percobaan ini masih berupa crude enzyme (enzim kasar) sehingga berpengaruh pada aktivitas enzim yang dihasilkannya. Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah kemurnian enzim. Walaupun demikian, kisaran nilai aktivitas crude enzyme yang diperlihatkan mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng lebih besar kalau dibandingkan dengan kontribusi aktivitas enzim pencernaan yang berasal dari pakan alami.
Haryati (2002) melaporkan bahwa aktivitas enzim-enzim yang
terdeteksi pada Brachionus, yang akan memberi kontribusi terhadap aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan adalah a-amilase 0,0694 ± 0,0134; lipase 0,0537 ± 0,0800; tripsin 0,0180 ± 0,0020; dan pepsin 0,0192 ± 0,0002 IU/ g Brachionus/menit.
Oleh karena itu crude enzyme yang disekresikan oleh
mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng mempunyai potensi untuk diaplikasikan pada usaha pembenihan ikan bandeng untuk menghidrolisis (predigestion) pakan buatan sebelum diberikan pada larva. Istilah pertumbuhan untuk mikroorganisme mengacu pada perubahan di dalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel), dan bukan perubahan individu organisme.
Cara khas reproduksi bakteri adalah pembelahan biner
melintang, satu sel membelah diri menghasilkan dua sel, dan populasi akan bertambah secara geometrik. Pertumbuhan populasi sel pada umumnya terjadi pada fase logaritma atau eksponensial. Kandidat probiotik yang akan terpilih menjadi probiotik diharapkan mencapai fase eksponensial dengan cepat dengan waktu generasi yang pendek. terpilih sebagai
Menurut Havenaar et al. (1992) mikrob yang
probiotik agar dapat bertahan hidup dalam saluran pencernaan
inang, harus mempunyai waktu generasi yang pendek dan atau kemampuan kolonisasi pada permukaan usus. Pengamatan pada fase pertumbuhan mikrob dilakukan dengan mengamati perubahan populasi dan nilai kerapatan optik (Optical Density = OD) untuk menunjukkan aktivitas mikrob dalam hubungannya dengan komposisi sel sendiri dan lingkungan. Pertumbuhan isolat mikrob diukur untuk menentukan fase-fase pertumbuhan dan waktu generasi. Hal ini berhubungan dengan panen sel yang tepat untuk memproduksi suatu produk atau senyawa metabolit, antara lain enzim, antimikrob, vitamin, asam organik, asam lema k, asam amino, dan peptida.
53
54 Fase pertumbuhan masing-masing isolat mikrob saluran pencernaan ikan bandeng dan waktu generasinya bervariasi antar-isolat. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat yang diisolasi merupakan isolat mikrob yang berbeda. Berdasarkan fase pertumbuhan yang diperlihatkan oleh 3 kandidat probiotik terpilih, yaitu Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp., periode waktu inkubasi yang dilakukan untuk memproduksi crude enzyme atau senyawa antimikrob adalah pada fase eksponensial, yaitu 14 jam untuk Carnobacterium sp., 16 jam untuk Vibrio alginoliticus, dan 18 jam untuk Planococcus sp. Selain kriteria yang disebut di atas, kriteria isolat mikrob yang dipertimbangkan sebagai probiotik adalah kemampuannya untuk menghambat perkembangan
mikrob
patogen
sehingga
mampu
berkompetisi
mempertahankan keseimbangan mikroflora normal dalam usus.
untuk
Isolat yang
menunjukkan aktivitas antagonistik terhadap mikrob patogen uji (Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, dan Vibrio harveyi) adalah Carnobacterium sp., Bacillus sp., Staphylococcus sp., Flavobacterium sp., dan Vibrio alginoliticus. Hasil yang didapat sesuai dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya bahwa isolat-isolat tersebut mempunyai aktivitas antagonistik terhadap mikrob patogen bagi spesies ikan. Mikroflora yang telah diisolasi dari saluran pencernaan ikan bandeng tidak semuanya menguntungkan bagi ikan dan atau pakan alami ikan. Mikroflora yang merugikan atau mikrob patogen bagi ikan adalah Aeromonas hydrophila, Pseudomonas sp., Plesiomonas sp., Vibrio sp., dan Streptococcus sp. Keberadaan mikrob patogen pada saluran pencernaan ikan dan atau media budi daya dengan populasi yang tinggi sangat merugikan pada usaha budi daya ikan. Hal ini terjadi karena mikrob patogen dapat menimbulkan penyakit dan bahkan kematian bagi organisme budi daya. Hal penting yang diperlukan mikroflora saluran pencernaan adalah berada dalam keseimbangan, yaitu antara mikrob menguntungkan dan mikrob patogen, serta saling berinteraksi antar-spesies mikrob dalam saluran pencernaan, baik secara antagonistik maupun sinergistik. Interaksi yang terjadi sangat penting di dalam mempertahankan keseimbangan mikroflora saluran pencernaan. perkembangan
Kemampuan mikrob
mikrob patogen,
menguntungkan menunjukkan
dalam
menghambat
kemampuannya
untuk
54
55 mempertahankan keseimbangan mikroflora di dalam saluran pencernaan ikan bandeng.
Kemampuan
tersebut
berhubungan
dengan
kemampuannya
menghasilkan senyawa antimikrob, yaitu peptida yang disintesis dalam ribosom. Surono (2004) mengemukakan bahwa antimikrob yang dihasilkan mikroflora di antaranya adalah asam laktat, peroksida, dan bakteriosin. Flora normal pada usus memiliki fungsi perlindungan yang penting untuk menekan bakteri patogen dan virus, menstimulir daya tahan lokal dan sistemik, serta mengubah aktivitas metabolik mikrob usus.
Selain itu, mikrob probiotik juga menekan mikrob
patogen karena terjadinya kompetisi sisi penempelan (reseptor), peningkatan produksi lender atau mukosa usus, dan kompetisi nutrisi (Salminen dan Wright 1993) Toleran pada asam lambung dan garam empedu merupakan syarat terpenting kandidat probiotik. Hal ini demikian karena, stres pertama yang terjadi pada sel mikrob yang memasuki saluran pencernaan adalah asam lambung. Selanjutnya setelah melewati lambung, sel mikrob akan berhadapan dengan garam empedu dengan pH basa di usus halus. Ketahanan isolat terhadap asam lambung dan garam empedu direfleksikan oleh ketahanannya pada media asam dan basa, yang dinyatakan dalam penurunan log jumlah isolat dalam media kontrol dan perlakuan selama periode pengamatan. Penurunan log yang terkecil menunjukkan ketahanan terhadap pH rendah dan pH tinggi yang terbesar. Mikrob yang berhasil bertahan pada kondisi pH rendah dinyatakan bersifat tahan atau resisten terhadap asam lambung, sedangkan mikrob yang berhasil hidup pada pH basa dinyatakan bersifat tahan atau resisten terhadap garam empedu (Zavaglia et al. 1998; Chou dan Weimer 1999;. Kimono et al. 1999; dan Jacobsen et al. 1999). Mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng yang diuji menunjukkan kemampuannya bertahan pada media asam dan basa. Hal ini mengindikasikan bahwa mikroflora tersebut mampu bertahan hidup pada lambung yang ber-pH rendah akibat sekresi asam lambung, dan juga mampu berhadapan dengan garam empedu yang ber-pH tinggi.
Isolat tetap mampu hidup sampai pada akhir
pengamatan 8 jam. Kemampuan tersebut diduga karena isolat tersebut adalah mikroflora normal saluran pencernaan yang sudah beradaptasi dengan kondisi asam lambung dan garam empedu dalam saluran pencernaan.
55
56 Toleransi terhadap perubahan keasaman media terjadi oleh kemampuan mikrob mengatur pH sitoplasma dibandingkan pH ekstraseluler (Hutkins dan Nannen 1993).
Untuk mempertahankan pH sitoplasma, sel mikrob harus
mempunyai barier terhadap aliran proton. Barier ini umumnya adalah membran sitoplasma. Perbedaan kerentanan membran sitoplasma terhadap kondisi asam atau basa menentukan toleransi mikrob pada pH. Membran sitoplasma mikrob terdiri atas 2 lapis fosfolipid (lipid bilayer). Di dalam dan pada permukaan lapisan tersebut melekat protein dan glikoprotein. Lipit bilayer bersifat semipermiabel yang merupakan barier yang membatasi pergerakan senyawa yang keluar masuk antara sitoplasma dan lingkungan luar (Cano dan Colome 1986). Komposisi dan struktur asam lemak dan protein membran sitoplasma beragam di antara spesies mikrob. Keragaman tersebut mempengaruhi karakteristik dan permeabilitasnya sehingga berpengaruh pada ketahanan mikrob pada kondisi asam atau basa. Agar dapat bertahan hidup dalam saluran pencernaan inang, mikrob harus mempunyai waktu generasi yang pendek dan kemampuan kolonisasi pada permukaan usus. Hal ini disebabkan oleh strain yang tidak mempunyai kemampuan kolonisasi akan terlepas oleh kontraksi usus (Havenaar et al. 1992). Agar dapat mengkolonisasi dengan baik pada permukaan saluran pencernaan, probiotik harus mempunyai kemampuan adhesi atau menempel. dipertimbangkan sebagai tahap pertama
Adhesi dapat
kolonisasi, dan sebanding dengan
viabilitas dan aktivitas metabolik. Jenis mikrob yang berbeda mempunyai kemampuan penempelan yang berbeda pula. Berdasarkan pengujian adhesi pada mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng yang berhasil diisolasi menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi mikrob planktonik semakin rendah populasi mikrob yang menempel. Hubungan negatif ini diduga terjadi karena laju pertumbuhan yang tinggi pada populasi mikrob planktonik menyebabkan nutrien berkurang dengan cepat sehingga sel-sel mengalami kelaparan dan berpengaruh pada pembentukan biofilm, yaitu sel-sel yang terimobilisasi pada permukaan padat dan secara berkala terperangkap pada matriks yang merupakan polimer organik dari mikrob tersebut. Di samping itu, penurunan jumlah nutrien menyebabkan sel-sel mikrob mengalami kematian atau terjadi pelepasan sel mikrob yang menempel menuju ke fase cair. Walaupun
56
57 demikian, semua isolat mikrob pada penelitian ini memperlihatkan kemampuan adhesi atau menempel, yang ditunjukkan oleh adanya sebagian dari koloni isolat mikrob yang mampu menempel pada lempeng stainless steel yang diidentikkan dengan substrat padat (usus). Belum ditemukan laporan tentang kisaran jumlah populasi koloni mikrob yang menempel pada substrat padat yang dikatakan ideal. Akan tetapi kisaran jumlah populasi mikrob yang menempel pada penelitian berada pada kisaran yang sama dengan hasil penelitian Wirawati (2002) yang menguji penempelan pada lempeng stainless steel isolat bakteri asam laktat yng diisolasi dari tempoyak, serta Evanikastri (2003) isolat bakteri asam laktat dari sampel klinis
Dilaporkan bahwa jumlah populasi mikrob yang menempel
dibandingkan dengan populasi mikrob yang planktonik adalah sebanding dengan sifat hidrofobisitas, yaitu berada pada kriteria moderat atau sedang. Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif, yaitu membandingkan data beberapa parameter yang diamati pada percobaan seleksi isolat (Tabel 6) dengan literatur pendukung seperti yang telah diuraikan pada pembahasan, isolat mikrob yang dipilih sebagai kandidat probiotik dan digunakan sebagai materi pada percobaan tahap berikutnya adalah isolat A4-a (Carnobacterium sp.) pada mikrob amilolitik, isolat P1-an (Vibrio alginoliticus) pada mikrob proteolitik, dan isolat L1-a (Planococcus sp.) pada mikrob lipolitik. Pertimbangan memilih isolat mikrob A4-a (Carnobacterium sp.) pada mikrob amilolitik adalah 1) mikrob tersebut adalah fakultatif; 2) populasi mikrob ini tidak kurang dari 1 x 107 cfu/mL, dan populasi isolat pada waktu puncak 2,0 x 1012 cfu/mL dengan waktu generasi 45,44 menit; 3) kemampuan hidrolisis dan degradasi substrat, serta aktivitas enzim relatif tinggi; 4) mampu bertahan hidup pada pH rendah dan pH tinggi sebagai indikator kemampuannya bertahan terhadap asam lambung dan garam empedu; 5) mempunyai aktivitas antagonistik terhadap semua mikrob patogen bagi ikan yang diuji yaitu Aeromonas hydrophila, Escherichia coli, dan Vibrio harveyi; dan 6) mempunyai kemampuan adhesi atau menempel pada substrat padat. Pertimbangan memilih isolat mikrob P1an (Vibrio alginoliticus) pada mikrob proteolitik adalah 1) mikrob tersebut adalah fakultatif; 2) populasi mikrob tidak kurang dari 1 x 107 cfu /mL, dan populasi isolat pada waktu puncak 6,7 x
57
58 1010 cfu /mL dengan waktu generasi 36,35 menit.; 3) kemampuan hidrolisis dan degradasi substrat, serta aktivitas enzim relatif tinggi: 4) mampu bertahan hidup pada pH rendah dan pH tinggi sebagai indikator kemampuannya bertahan terhadap asam lambung dan garam empedu; 5) mempunyai aktivitas antagonistik terhadap dua jenis mikrob patogen bagi ikan yang diuji yaitu Escherichia coli dan Vibrio harveyi; dan 6) mempunyai kemampuan adhesi atau menempel pada substrat padat. Pertimbangan memilih isolat mikrob L1a (Planococcus sp.) pada mikrob lipolitik adalah 1) mikrob fakultatif; 2) populasi mikrob tidak kurang dari 1 x 107 cfu /mL, dan populasi isolat pada waktu puncak 4,4 x 1011 cfu /mL dengan waktu generasi 34,56 menit; 3) kemampuan hidrolisis dan degradasi substrat, serta aktivitas enzim lebih tinggi dibandingkan dengan isolat mikrob lipolitik lainnya; 4) mampu bertahan hidup pada pH rendah dan pH tinggi sebagai indikator kemampuannya bertahan terhadap asam lambung dan garam empedu; dan 5) mempunyai kemampuan adhesi atau menempel pada substrat padat. Simpulan Mikroflora yang berhasil diisolasi dari saluran pencernaan ikan bandeng ada 18 jenis isolat mikrob yang terdiri atas 4 jenis mikrob amilolitik aerob (Moraxella sp., Aeromonas hydrophila, Citrobacter sp. dan Carnobacterium sp.), 3 jenis mikrob amilolitik anaerob (Staphylococcus sp. Flavobacterium sp. dan Vibrio sp.), 5 jenis mikrob proteolitik aerob (Streptococcus sp., Bacillus
sp.,
Micrococcus sp., Pseudomonas sp. dan Proteus sp.), 2 jenis mikrob proteolitik anaerob (Vibrio alginoliticus dan jenis tidak teridentifikasi), 2 jenis mikrob lipolitik aerob (Planococcus sp. dan Plesiomonas sp.) dan 2 jenis mikrob lipolitik anaerob (Kurthia sp. dan Serratia sp.). Mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng yang dipilih sebagai kandidat probiotik, dan digunakan sebagai materi pada percobaan tahap berikutnya adalah isolat A4-a (Carnobacterium sp.) pada mikrob amilolitik, isolat P1-an (Vibrio alginoliticus) pada mikrob proteolitik; dan isolat L1-a (Planococcus sp.) pada mikrob lipolitik.
58
59
HIDROLISIS PAKAN BUATAN (PREDIGESTION) OLEH CRUDE ENZYME PENCERNAAN EKSOGEN YANG DISEKRESIKAN MIKROB Carnobacterium sp. Vibrio alginoliticus DAN Planococcus sp. UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA IKAN BANDENG Pendahuluan Intensifikasi budi daya ikan bandeng harus diimbangi dengan penyediaan benih yang cukup dan berkesinambungan. Kebutuhan benih ikan bandeng (nener) pada tahun 2005 mencapai 1.387.040.000 ekor, dan diperkirakan setiap tahun kebutuhan nener akan terus meningkat (Ditjen Perikanan Budi Daya 2006). Pada tahun 2009, kebutuhan nener diproyeksikan mencapai 2.172.480.000 ekor. Hasil tangkapan di alam hanya dapat memenuhi setengah dari kebutuhan nener tersebut. Alternatif yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan nener adalah usaha pembenihan. Akan tetapi kelangsungan usaha ini dibatasi oleh penyediaan pakan alami yang dari segi kuantitas sulit dipenuhi. Penggunaan pakan alami yang berkepanjangan, selain tidak praktis juga tidak ekonomis, dan dari segi kualitas nilai nutrien pakan alami tidak selalu konsisten atau layak. Biaya pengadaan pakan alami dapat mencapai lebih dari 35% dari total biaya produksi (Djunaidah dan Komaruddin 1997). Karena beberapa alasan, suplai pakan alami kemungkinan dapat berhenti, salah satunya adalah cuaca. Kultur pakan alami secara massal sangat bergantung pada cuaca (Kurokawa et al. 1998). Pada usaha pembenihan skala besar, waktu penggunaan pakan alami perlu dibatasi dan perannya digantikan oleh pakan buatan yang komposisi gizinya disesuaikan dengan kebutuhan larva ikan bandeng.
Studi penggunaan pakan
buatan pada pemeliharaan larva ikan bandeng menunjukkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva tidak sebaik yang diberi pakan alami seperti dilaporkan oleh beberapa peneliti (Duray dan Bagarinao 1984; Aslianti dan Azwar 1992; dan Aslianti et al. 1993). Pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang cukup rendah pada larva yang diberi pakan buatan diakibatkan oleh belum lengkapnya perkembangan organ
59
60 pencernaan pada stadia awal pertumbuhan sehingga berpengaruh pada ketersediaan enzim pencernaan (Lauff dan Hofer 1984; Haryati 2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi penggunaan pakan buatan, salah satunya adalah dengan menghidrolisis (predigestion) pakan buatan dengan menggunakan enzim pencernaan eksogen sebelum diberikan ke larva. Pendekatan penggunaan enzim pencernaan eksogen (predigestion) dalam pakan buatan yang sesuai dengan kebutuhan larva ikan bandeng diharapkan dapat meningkatkan kecernaan pakan sehingga pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng dapat ditingkatkan. Pada percobaan pertama terseleksi 3 isolat mikrob yang akan diuji lebih lanjut sebagai kandidat probiotik. Isolat mikrob tersebut adalah Carnobacterium sp. pada mikrob amilolitik, Vibrio alginoliticus pada mikrob proteolitik, dan Planococcus sp. pada
mikrob lipolitik. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2
tahapan percobaan, yaitu pengujian secara in vitro dan in vivo. Percobaan I (in vitro)
bertujuan
Carnobacterium
mengkaji sp.,
efektivitas
Vibrio
crude
alginoliticus,
enzyme
yang
dan Planococcus
disekresikan sp.
dalam
menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng. Percobaan II (in vivo) bertujuan mengkaji efektivitas pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme yang disekresikan Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. dalam perbaikan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Percobaan I (in vitro) dilakukan
di Laboratorium Fisiologi dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, serta Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan, IPB. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor.
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan mulai
bulan Oktober 2004 sampai Februari 2005. Percobaan II (in vivo) dilakukan di PT. Esaputlii Prakasa Utama, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Analisis beberapa peubah dilakukan di Laboratorium 60
61 Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, serta di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, serta Laboratorium Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan mulai bulan April 2005 sampai September 2005. Prosedur Penelitian Percobaan I (In Vitro) Percobaan pertama bertujuan menemukan konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi yang paling efektif menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng. Percobaan ini didesain menggunakan pola faktorial 5 x 6 dalam rancangan acak lengkap (RAL)
masing-masing 3 ulangan.
Faktor pertama adalah
konsentrasi crude enzyme dengan 5 level, yaitu 5, 10, 15, 20, dan 25 mL/kg pakan. Faktor kedua adalah periode inkubasi dengan 6 level, yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam. Pakan yang digunakan pada percobaan ini adalah pakan berbentuk pasta yang diformulasi sesuai dengan kebutuhan nutrisi larva ikan bandeng. Komposisi pakan, hasil analisis proksimat bahan baku pakan dan pakan disajikan pada Tabel 7 dan prosedur analisis proksimat
mengikuti metode Takeuchi (1988) yang
disajikan pada Lampiran 14. Produksi crude enzyme mengacu pada metode yang dilakukan Irawadi (1991), dengan modifikasi pada suhu yang digunakan. Sebanyak 0,1 mL mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. diinokulasikan dalam setiap 10 mL media masing-masing, kemudian diinkubasi selama waktu optimum pada suhu 29oC. Waktu optimum pada Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. secara berturut-turut adalah 14, 16, dan 18 jam. Setelah waktu optimum dicapai, kultur disentrifius dengan kecepatan 11.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC. Supernatan yang diperoleh adalah filtrat ekstrak enzim kasar (crude enzyme). Crude enzyme amilase, protease, dan lipase yang dihasilkan dicampur dengan perbandingan 1 : 6 : 1.
61
62 Tabel 7. Komposisi pakan buatan untuk larva ikan bandeng, serta hasil analisis proksimat pakan dan bahan baku pakan Hasil analisis proksimat (% bk) P BETN L SK Abu Air Tepung ikan 70,00 82,40 0,50 3,90 1,50 2,20 9,50 Tepung kedelai 5,30 36,40 24,70 20,40 3,40 1,60 12,50 Tepung terigu 5,00 8,50 77,80 1,40 2,00 1,00 6,70 Lemak*) 5,70 Vitamin mix**) 4,00 Mineral mix***) 10,00 Komposisi proksimat pakan (% bk)***** Kadar protein 60,13 Kadar karbohidrat (BETN) 5,63 Kadar lemak total 9,84 Kadar serat kasar 1,36 ****) DE (kkal/kg) 3042,34 C/P (kkal/g protein) 5,06 Bahan pakan
Komposisi (%)
Keterangan : *) Perbandingan lemak : minyak ikan dan minyak jagung 2 : 1 **) Komposisi vitamin mix Vitamin A 3500 IU/kg pakan; Vitamin D3 3000 IU/kg pakan; Vitamin E 100 IU/kg pakan; Vitamin K 10 mg/kg pakan; Vitamin B12 0,02; Asam askorbat 300 mg/kg pakan; Biotin 0,4 mg/kg pakan; Kolin 3000 mg/kg pakan; Asam folat mg/kg pakan; Inositol 400 mg/kg pakan; Niasin 150 mg/kg pakan; Asam pantotenat 60 mg/kg pakan; Piridoksin 10 mg/kg pakan; Riboflavin 20 mg/kg pakan; Thiamin 10 mg/kg pakan ***) Komposisi mineral mix Kalsium 0,2 g/kg pakan; Fosfor anorganik 7 g/kg pakan; Magnesium 0,6 g/kg pakan; Cu 3 mg/kg pakan; Mangan 12 mg/kg pakan; Selenium 0,2 mg/kg pakan; Zn 20 mg/kg pakan; Iodine 0,8 mg/kg pakan; Fe 0,8 mg/kg pakan ****) Hasil perhitungan berdasarkan persamaan energi (NRC 1988) : 1 g karbohidrat = 2,5 kkal DE 1 g protein = 3,5 kkal DE 1 g lemak = 8,1 kkal DE *****) Komposisi pakan menurut Lee dan Liao (1976)
Campuran crude enzyme dibuat sesuai dengan konsentrasi perlakuan, yang ditambahkan dalam 10 g pakan yang berfungsi sebagai substrat. Volume crude enzyme pada semua perlakuan disamakan dengan volume konsentrasi
crude
enzyme tertinggi dengan menambahkan aquadest. Campuran pakan dan crude enzyme kemudian diinkubasi sesuai dengan periode perlakuan. Reaksi crude enzyme dihentikan dengan cara membagi pakan menjadi 3 bagian. Satu bagian diambil sebanyak 2 g dan ditambahkan 3 mL pereaksi DNS (Dinitrosalicylic acid). Campuran ini kemudian dipanaskan dalam air mendidih 62
63 selama 5 menit untuk menghentikan reaksi crude enzyme amilase (Irawadi 1991). Bagian kedua diambil 0,5 g dan ditambah 1,5 mL trikhloroasetat 5%, kemudian dibiarkan pada suhu ruang untuk menghentikan reaksi crude enzyme protease (Bergmeyer dan Grassi 1983). Bagian yang terakhir diambil 2 g dan ditambahkan 3 mL etil alkohol 95% untuk menghentikan crude enzyme lipase (Tietz dan Friedreck 1966 dalam Borlongan 1990). Parameter yang diamati adalah 1) kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan, 2) kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pakan, dan 3) derajat hidrolisis lemak pakan. 1. Kadar Glukosa dan Derajat Hidrolisis Karbohidrat Pakan Pengukuran kadar glukosa dan kadar karbohidrat pakan dilakukan pada akhir pengamatan. Pakan sebanyak 2 g yang telah dihidrolisis dan dihentikan reaksi crude enzyme amilasenya dengan 3 mL pereaksi DNS (Dinitrosalicylic acid) ditambah aquadest sebanyak 2 mL sehingga volume pelarutnya menjadi 5 mL, kemudian disentrifius dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan digunakan untuk analisis kadar glukosa, dengan prosedur analisis (Lampiran 6) mengikuti metode Wedemeyer dan Yasutake (1977).
Endapan yang dihasilkan digunakan untuk analisis kadar karbohidrat
dengan prosedur analisis mengikuti metode Somogy–Nelson (Lampiran 5) Pengukuran kadar glukosa dan karbohidrat pakan dilakukan juga pada 0 jam. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan oleh crude enzyme amilase dihitung dengan menggunakan rumus : Kh0 - Kht DHKh =
x 100 Kh0
Dimana : DHKh = derajat hidrolisis karbohidrat Kh0 = kadar karbohidrat pakan pada waktu awal Kht = kadar karbohidrat pakan pada waktu t 2. Kadar Protein Terlarut dan Derajat Hidrolisis Protein Pakan Pengukuran kadar protein terlarut dan kadar protein pakan dilakukan pada akhir pengamatan. Pakan sebanyak 0,5 g yang telah dihidrolisis dan dihentikan reaksi crude enzyme proteasenya dengan 1,5 mL trikloroasetat 5% dibiarkan pada 63
64 suhu ruang. Selanjutnya, ditambah 3 mL Tris HCl pH 6,5 dan disentrifius dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh digunakan untuk analisis kadar protein terlarut, dengan prosedur analisis (Lampiran 8) mengikuti metode Bradford (1976). Endapan yang dihasilkan digunakan untuk analisis kadar protein total dengan metode Kjeldahl (Takeuchi 1988), prosedur analisis disajikan pada Lampiran 5. Pengukuran kadar protein terlarut dan kadar protein total dilakukan juga pada 0 jam. Derajat hidrolisis protein pakan oleh crude enzyme protease dihitung dengan menggunakan rumus : P0 - Pt DHP =
x 100 P0
Dimana : DHP = derajat hidrolisis protein P0 = kadar protein pakan pada waktu awal Pt = kadar protein pakan pada waktu t 3. Derajat Hidrolisis Lemak Pengukuran kadar lemak pakan dilakukan pada akhir pengamatan. Pakan sebanyak 2 g yang telah dihidrolisis dan dihentikan reaksi crude enzyme lipasenya dengan 3 mL etil alkohol 95%. Kadar lemak dianalisis dengan metode soxhlet (Takeuchi 1988), prosedur analisis disajikan pada Lampiran 5. Pengukuran kadar lemak dilakukan juga pada 0 jam. Derajat hidrolisis lemak pakan oleh crude enzyme lipase dihitung dengan menggunakan rumus : L0 - Lt DHL =
x 100 L0
Dimana : DHL = derajat hidrolisis lemak L0 = kadar lemak pakan pada waktu awal Lt = kadar lemak pakan pada waktu t Percobaan II (In Vivo) Percobaan kedua bertujuan untuk menentukan umur larva ikan bandeng yang tepat untuk dapat memanfaatkan dengan baik pakan buatan yang telah
64
65 dihidrolisis (predigestion) oleh crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. sebagai pengganti pakan alami. Percobaan ini menggunakan pola rancangan acak lengkap (RAL). Perlakuan yang diuji adalah 4 jadwal pemberian pakan buatan pada larva ikan bandeng, masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
Jadwal pemberian pakan
tersebut
adalah : Perlakuan
A B
B
CC DD
Umur larva (hari)
0—1---2---3---4---5---6---7---8---9---10---11---12---13---14---15---16-------//------30 Green water Chl Br overlap PB Green water Chl Br overlap PB Green water Chl Br overlap PB Green water Chl Br overlap PB
Keterangan : Chl = Chlorella, Br = Brachionus, overlap = 50% Brachionus & 50% pakan buatan, PB = pakan buatan Wadah yang digunakan pada percobaan ini adalah baskom plastik berwarna orange berkapasitas 20 L. Masing-masing wadah dilengkapi aerator (Gambar 12). Sebelum digunakan, wadah dan semua peralatan terlebih dahulu didesinfektan dengan klorida (kaporit) dan dinetralkan dengan thiosulfat.
Wadah diisi 10 L
media green water, yaitu air yang mengandung Chlorella dengan kepadatan 1,5 sampai 2,0 x 10 6 sel/mL, dengan salinitas kerkisar mulai dari 30 sampai 31 ppt. Media green water digunakan sampai larva berumur 15 hari, untuk pemeliharaan selanjutnya menggunakan media clear water, yaitu air yang tidak mengandung Chlorella. Telur bandeng yang baru dihasilkan dari pemijahan induk diinkubasi dengan cara memasukkan ke dalam wadah yang berisi air media dan diaerasi kuat selama ± 15 menit. Telur yang bagus dan terbuahi oleh induk jantan akan mengapung dipermukaan air dan berwarna bening, sedangkan telur
yang tidak terbuahi
mengendap di dasar wadah dan berwarna putih. Telur yang berwarna bening diambil dan dipindahkan ke wadah lain bervolume air 1 L sambil diaerasi sedang
65
66 untuk menghomogenkan telur di dalam kolom air. Jumlah telur dihitung dengan cara mengambil telur dan air sebanyak 10 mL dengan menggunakan pipet. Kalau jumlah telur masih terlalu padat sediaan diencerkan dalam becker glass sampai volume air mencapai 100 mL. Sebanyak 125 butir telur dimasukkan ke dalam setiap wadah percobaan, dengan perhitungan bahwa hatching rate telur bandeng adalah 80%. Wadah percobaan diaerasi kuat, ± 24 jam kemudian telur menetas dan aerasi diangkat. Selanjutnya wadah percobaan disipon untuk membuang cangkang-cangkang telur yang mengendap di dasar wadah. Larva berumur 0 hari dengan kepadatan per wadah percobaan 100 ekor dipelihara dengan aerasi sangat kecil. Larva berumur satu hari diberi pakan alami Chlorella dengan kepadatan antara 1,5 dan 2,0 x 106 sel/mL media dan larva berumur 2 hari dan seterusnya diberi pakan sesuai dengan jadwal pemberian pakan perlakuan.
Gambar 12. Wadah yang digunakan pada percobaan mengkaji efektivitas pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng Selama pemberian pakan alami Brachionus, kepadatan Brachionus dalam media pemeliharaan dipertahankan sebanyak 10 ekor/mL media. Kepadatan ini dikontrol setiap 2 kali per hari, yaitu pada pukul 07.00 dan 14.00. Jika jumlah Brachionus dalam media sudah berkurang maka akan ditambahkan supaya tetap konstan sepanjang percobaan.
66
67 Pakan buatan yang digunakan pada percobaan ini sama dengan yang digunakan pada percobaan I (in vitro) pada Tabel 7. Sebelum diberikan pada larva pakan buatan dihidrolisis (predigestion) terlebih dahulu dengan crude enzyme yang disekresikan oleh mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus dan Planococcus sp. dengan konsentrasi 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan I (in vitro). Pakan buatan diberikan secara at satiation (sampai kenyang) dengan cara menyebarkan pakan secara merata dalam wadah percobaan. Pemberian pakan dilakukan 6 kali per hari, yaitu pada pukul 07.00, 10.00, 13.00, 16.00, 19.00, dan 22.00. Pemeliharaan dilakukan selama 30 hari. Selama percobaan, kualitas media budi daya dijaga dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bandeng. Kualitas air dijaga dengan cara melakukan penyiponan terhadap sisa pakan dan feses di dasar wadah, serta melakukan pergantian air sebanyak 50% setiap 2 kali sehari. Pengukuran suhu dan salinitas media dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, sedangkan pengukuran pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas dan amoniak dilakukan pada awal, tengah, dan akhir penelitian. Suhu media berkisar antara 29 dan 31oC, pH berkisar antara 7,4 dan 7,6, oksigen terlarut berkisar antara 6,0 dan 6,5 ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 11,97 dan 12,07 ppm, amoniak berkisar antara 0,006 dan 0,007 ppm, dan salinitas berkisar antara 30 dan 31 ppt. Parameter yang diamati adalah 1) pertumbuhan, 2) tingkat kelangsungan hidup, 3) konsumsi pakan, 4) aktivitas enzim pencernaan, dan 5) struktur histologis organ hati. 1. Pertumbuhan Pertumbuhan diukur dengan menimbang larva uji pada awal dan akhir percobaan.
Pertumbuhan relatif dihitung dengan rumus Takeuchi (1988) dan
pertumbuhan biomassa dihitung dengan rumus Zonneveld et al. (1991). a. Pertumbuhan Relatif Wt - Wo PR =
x 100 Wo
67
68 Dimana : PR = pertumbuhan relatif (%) Wo = bobot rata-rata larva uji pada awal penelitian (g) Wt = bobot rata-rata larva uji pada waktu t (g) b. Pertumbuhan Biomassa PB = Wt - Wo Dimana : PB = pertumbuhan biomassa Wo = bobot populasi larva uji pada awal penelitian (g) Wt = bobot populasi larva uji pada waktu t (g) 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup ikan uji diamati pada awal dan akhir penelitian dan dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997), yaitu : Nt S =
x 100 N0
Dimana : S = tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = jumlah larva uji pada akhir penelitian (ekor) N0 = jumlah larva uji pada awal penelitian (ekor) 3. Konsumsi Pakan Buatan Konsumsi pakan buatan dihitung sejak jadwal pemberian pakan buatan pada setiap perlakuan sampai akhir percobaan. 4. Aktivitas Enzim Pencernaan Analisis aktivitas enzim pencernaan (pepsin, tripsin, a-amilase, dan lipase) dalam saluran pencernaan ikan uji dilakukan pada umur larva 10 hari, 20 hari, dan pada akhir percobaan. Metode analisis aktivitas enzim pepsin (Anson 1938 dalam Walford dan Lam 1993), enzim tripsin (Kunitz 1947 dalam Walford dan Lam 1993), enzim a-amilase (Bergmeyer dan Grassi 1983) dan lipase (Tietz dan Friedreck 1966 dalam Borlongan 1990) disajikan pada Lampiran 3. 5. Struktur Histologis Organ Hati Pengamatan terhadap organ hati secara histologis dilakukan pada akhir pemeliharaan,
untuk
menganalisis
perkembangan
hepatosit
pada
akhir
68
69 pengamatan dan penyimpanan glikogen di dalam hati.
Tahapan pembuatan
preparat histologis dapat dilihat pada Lampiran 9. Analisis Data Data yang diperoleh pada percobaan ini dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji respons pada tarap uji 95% menggunakan program SPSS 12,0, kecuali data histologis organ hati dianalisis secara deskriptif. Hasil Percobaan I (In Vitro) Kadar Glukosa dan Derajat Hidrolisis Karbohidrat Pakan Hasil pengukuran produk hidrolisis karbohidrat, yaitu kadar glukosa pakan pada akhir periode inkubasi setelah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme pencernaan eksogen yang disekresikan oleh mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. disajikan pada Gambar 13 dan Lampiran 22. Hasil analisis kadar karbohidrat pakan pada akhir periode inkubasi disajikan pada Lampiran 25. Berdasarkan data kadar karbohidrat pada awal dan akhir percobaan dapat dihitung derajat hidrolisis karbohidrat sebagaimana tersaji pada Gambar 14 dan Lampiran 26. Konsentrasi
crude
enzyme
dan
periode
inkubasi
nyata
(P<0,05)
mempengaruhi kadar glukosa (Lampiran 23) dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (Lampiran 27). Kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi yang diberikan (Gambar 13 dan 14 serta Lampiran 24 dan 28). Kadar glukosa pakan tertinggi yang dihasilkan adalah 64,65 mg/100 mL pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam. Kadar ini tidak berbeda dengan kadar glukosa pakan pada konsentrasi crude enzyme 20 mL/kg pakan, yaitu 64,47 mg/100 mL pada periode inkubasi yang sama. Akan tetapi, kadar ini berbeda dari kadar glukosa pakan pada perlakuan lainnya.
Derajat hidrolisis
karbohidrat pakan tertinggi, yaitu 66,96%, dicapai pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam. Derajat hidrolisis ini berbeda dari derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada perlakuan lainnya. Kadar glukosa 69
70 dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan berbeda pada berbagai periode inkubasi pada setiap konsentrasi crude enzyme.
Kadar glukosa pakan Kadar glukosa pakan (mg/100 mL) (mg/100mL)
70 60 50 40 30 20 10 0 2
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam) Konsentrasi crude enzyme 5 mg/kg pkn 10 mg/kg pkn 20 mg/kg pkn 25 mg/kg pkn
Derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%)
Gambar 13.
15 mg/kg pkn
Kadar glukosa pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam) Konsentrasi crude enzyme 5 mg/kg pkn 10 mg/kg pkn 20 mg/kg pkn 25 mg/kg pkn
15 mg/kg pkn
Gambar 14. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme Kadar Protein Terlarut dan Derajat Hidrolisis Protein Pakan Kadar protein terlarut merupakan produk antara pada hidrolisis protein oleh crude enzyme protease.
Hasil pengukuran kadar protein terlarut pakan yang
dihasilkan pada akhir periode inkubasi setelah dihidrolisis (predigestion) dengan 70
71 crude
enzyme
pencernaan
eksogen
yang
disekresikan
Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus dan Planococcus sp.
oleh
mikrob
disajikan pada
Gambar 15 dan Lampiran 29. Hasil analisis kadar protein pakan pada akhir periode inkubasi disajikan pada Lampiran 32. Berdasarkan data kadar protein pakan didapat hasil perhitungan derajat hidrolisis protein yang disajikan pada
Kadar protein terlarut (mg/100 mL)
Gambar 16 dan Lampiran 33. 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 2
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam) Konsentrasi crude enzyme 5 mg/kg pkn 10 mg/kg pkn 20 mg/kg pkn 25 mg/kg pkn
15 mg/kg pkn
Derajat hidrolisis protein pakan (%)
Gambar 15. Kadar protein terlarut pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam) Konsentrasi crude enzyme 5 mg/kg pkn 10 mg/kg pkn 20 mg/kg pkn 25 mg/kg pkn
15 mg/kg pkn
Gambar 16. Derajat hidrolisis protein pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme 71
72 Kadar protein terlarut (Lampiran 30) dan derajat hidrolisis protein pakan (Lampiran 34) yang dihasilkan pada percobaan ini nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh konsentrasi crude enzyme yang diberikan serta lamanya inkubasi. Kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pakan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi yang diberikan (Gambar 15 dan 16 serta Lampiran 31 dan 35). Kadar protein terlarut pakan tertinggi adalah 35,18
mg/100 mL pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg
pakan dengan periode inkubasi 12 jam. Akan tetapi, nilai yang dicapai tidak berbeda dengan periode inkubasi 10 jam pada konsentrasi crude enzyme yang sama, yaitu 34,60 mg/100 mL. Kadar ini berbeda dari kadar protein terlarut pakan pada perlakuan lainnya (Gambar 15 dan Lampiran 31). Derajat hidrolisis protein pakan tertinggi adalah 50,47% yang dicapai pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam. Kadar ini tidak berbeda dari konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 10 jam, yaitu 48,78%, konsentrasi crude enzyme 20 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam, yaitu 49,79%, dan konsentrasi crude enzyme 20 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 10 jam, yaitu 48,29%. Akan tetapi, kadar ini berbeda dari derajat hidrolisis protein pakan pada perlakuan lainnya (Gambar 16 dan Lampiran 35). Derajat Hidrolisis Lemak Hasil pengukuran kadar lemak pakan pada akhir periode inkubasi, dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen yang disekresikan oleh mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. disajikan pada Lampiran 33.
Berdasarkan data kadar lemak didapat hasil perhitungan
derajat hidrolisis lemak yang disajikan pada Gambar 17 dan Lampiran 36. Konsentrasi
crude
enzyme
dan
periode
inkubasi
nyata
(P<0,05)
mempengaruhi derajat hidrolisis lemak pakan (Lampiran 37). Derajat hidrolisis lemak pakan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi yang diberikan (Gambar 17 dan Lampiran 38). Derajat hidrolisis lemak pakan tertinggi yang dihasilkan adalah 21,61% pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam. Derajat hidrolisis ini tidak berbeda dari derajat hidrolisis lemak pakan pada konsentrasi crude enzyme
72
73 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 10 jam, yaitu 20,79%, dan berbeda dari derajat hidrolisis lemak pada perlakuan lainnya.
Derajat hidrolisis lemak pakan (%)
25 20 15 10 5 0 2
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam) Konsentrasi crude enzyme 5 mg/kg pkn 10 mg/kg pkn 20 mg/kg pkn 25 mg/kg pkn
15 mg/kg pkn
Gambar 17. Derajat hidrolisis lemak pakan pada akhir periode inkubasi pada berbagai konsentrasi crude enzyme Rekapitulasi Rekapitulasi beberapa parameter pengamatan yang memperlihatkan nilai lebih baik dibandingkan perlakuan lain, untuk mengkaji efektivitas crude enzyme yang disekresikan oleh mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. menghidrolisis pakan buatan (predigestion) untuk larva ikan bandeng secara in vitro disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan data rekapitulasi (Tabel 8), untuk mendapatkan hasil hidrolisis pakan yang maksimal, konsentrasi crude enzyme yang digunakan pada percobaan selanjutnya adalah 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam. Respons hubungan kadar glukosa, derajat hidrolisis karbohidrat, kadar protein terlarut, derajat hidrolisis protein, dan derajat hidrolisis lemak pakan dengan konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) pada periode inkubasi 12 jam, serta dengan periode inkubasi (jam) pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan membentuk pola persamaan garis linier (Gambar 18).
Pola respons tersebut menggambarkan
bahwa semakin besar konsentrasi crude enzyme yang digunakan dan semakin lama pakan diinkubasi maka kadar glukosa, derajat hidrolisis karbohidrat, kadar 73
74 protein terlarut, derajat hidrolisis protein, dan derajat hidrolisis lemak pakan yang dihasilkan semakin meningkat, sampai suatu batas konsentrasi dan periode inkubasi tertentu. Tabel 8. Rekapitulasi beberapa parameter pengamatan untuk mengkaji efektivitas crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. dalam menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng secara in vitro
Parameter Kadar glukosa Derajat hidrolisis karbohidrat
Perlakuan Konsentrasi crude enzyme Periode inkubasi (mL/kg pakan) (jam) 25 12 20 25 12
Kadar protein terlarut
25
Derajat hidrolisis protein
25 20
Derajat hidrolisis lemak
25
12 10 12 10 12 10 12 10
74
75
60 50 y = 0.8227x + 46.0520 R2 = 0.7845
40 30 20 10 0 5
10
15
20
70
Kadar glukosa pakan (mg/100 mL)
Kadar glukosa pakan (mg/100 mL)
70
60 50 40
y = 2.8609x + 31.7262 R2 = 0.9617
30 20 10 0 2
25
50 40
y = 0.9498x + 42.8977 R2 = 0.96
30 20 10 0 5
10
15
20
25
Derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%)
Derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%)
60
10
12
50 40 y = 3.4712x + 25.0602 R2 = 0.9814
30 20 10 0 2
4
40 35 30 25 20
y = 0.3731x + 26.4230 R2 = 0.8952
15 10 5 0 5
10
15
20
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam) Kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL)
Kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL)
8
60
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 40 35 30 25 20 15 10 5 0
y = 2.8609x + 31.7262 R2 =0.9617
2
25
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam)
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 70
Derajat hidrolisis protein pakan (%)
60
Derajat hidrolisis protein pakan (%)
6
70
70
50 40 30
y = 0.8456x + 31.1183 R2 = 0.9456
20 10
60 50 40 30
y = 2.8543x + 18.3880 R2 =0.9657
20 10 0
0 5
10
15
20
2
25
25 20 15 y = 0.5394x + 8.8950 R2 = 0.9623
10 5 0 5
10
15
20
25
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan)
Derajat hidrolisis lemak pakan (%)
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan)
Derajat hidrolisis lemak pakan (%)
4
Periode inkubasi (jam)
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan)
4
6
8
10
Periode inkubasi (jam)
12
30 25 20 15 10
y = 1.31301x + 6.882 R2 =0.9651
5 0 2
4
6
8
10
12
Periode inkubasi (jam)
Gambar 18. Hubungan kadar glukosa, derajat hidrolisis karbohidrat, kadar protein terlarut, derajat hidrolisis protein, dan derajat hidrolisis lemak pakan dengan konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) pada periode inkubasi 12 jam, serta dengan periode inkubasi (jam) pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan
75
76 Percobaan II (In Vivo) Parameter Penggunaan Pakan Pengamatan selama 30 hari larva ikan bandeng pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus dan Planococcus sp., menghasilkan nilai berbagai parameter penggunaan pakan, yaitu pertumbuhan (Lampiran 40), konsumsi pakan buatan (Lampiran 44), dan tingkat kelangsungan hidup (Lampiran 47).
Gambar larva ikan bandeng pada akhir
pengamatan disajikan pada Gambar 19.
Keterangan : umur larva (A = 6 hari, B = 9 hari, C = 12 hari, dan D = 15 hari) Gambar 19. Larva ikan bandeng pada akhir pengamatan 30 hari pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion Tabel 9.
Berbagai parameter penggunaan pakan yang diamati pada larva ikan bandeng selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion Parameter
Perlakuan A (6 hari) B (9 hari) C (12 hari) D (15 hari)
Pertumbuhan mutlak (g) 0,0175c 0,0420c 0,1526b 0,1747a Pertumbuhan relatif (%) 9199,28b 22127,53b 80304,40a 91931,77a Pertumbuhan biomassa (g) 0,2601c 1,6598c 8,2344b 11,7434a Konsumsi pakan buatan total (g) 77,70a 71,92b 71,65b 65,16c Konsumsi pakan buatan harian (g) 2,88d 3,00c 3,41b 3,62a Tingkat kelangsungan hidup (%) 14,67c 39,33b 54,33a 67,33a Keterangan: Huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan nilai yang berbeda (p<0,05)
Jadwal pemberian pakan buatan pada larva ikan bandeng nyata (P<0,05) mempengaruhi pertumbuhan mutlak (Lampiran 41), pertumbuhan relatif (Lampiran 42), pertumbuhan biomassa (Lampiran 43), konsumsi pakan buatan 76
77 total (Lampiran 45), dan konsumsi pakan buatan harian (Lampiran 46), serta tingkat kelangsungan hidup (Lampiran 48). Hasil uji lanjutan (Tabel 9) menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak, pertumbuhan relatif,
dan tingkat kelangsungan hidup larva dengan jadwal
pemberian pakan buatan total pada umur 15 hari memperlihatkan nilai tertinggi. Angka ini tidak berbeda dibandingkan larva pada umur 12 hari, tetapi berbeda dibandingkan larva pada umur 9 dan 6 hari. Pertumbuhan biomassa tertinggi dicapai pada umur 15 hari dan berbeda dibandingkan dengan larva pada umur lainnya. Konsumsi pakan total tertinggi ditemukan pada larva umur 6 hari dan terendah pada umur 15 hari. Hal ini terjadi karena larva dengan jadwal pemberian pakan buatan total pada umur 6 hari mendapatkan pakan buatan terlama dibandingkan dengan larva pada umur lainnya. Konsumsi pakan harian memperlihatkan bahwa larva pada umur 15 hari mengkonsumsi pakan buatan tertinggi yang diikuti larva pada umur 12, 9 dan 6 hari. Aktivitas Enzim Pengamatan aktivitas enzim pencernaan (IU/g/menit) larva ikan bandeng pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp., meliputi enzim pepsin, tripsin, aamilase, dan lipase pada periode pengamatan 10, 20, dan 30 hari disajikan pada dan Gambar 20 dan Lampiran 49. Aktivitas enzim tertinggi pada semua periode pengamatan diperlihatkan oleh enzim a-amilase, yang diikuti oleh lipase, tripsin, dan terendah adalah enzim pepsin. Aktivitas enzim pencernaan larva uji dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 15 hari pada semua periode pengamatan cenderung lebih tinggi, yang diikuti larva uji umur 12, 9 dan 6 hari. Akan tetapi, hasil analisis ragam (Lampiran 50) menunjukkan tidak ada perbedaan antar-perlakuan.
77
78
Aktivitas enzim Aktivitas enzim (IU/g/menit) (U/g/menit)
0.12 0.10 0.08 0.06
D
0.04
C B
0.02 A
0.00
10
20
30
Pepsin
Umur larva
10
20
30
Tripsin
6 hari,
10
20
30
amilase
9 hari,
10
20
30
lipase
12 hari dan
15 hari
Gambar 20. Aktivitas enzim pencernaan pepsin, tripsin, a-amilase, dan lipase larva ikan bandeng pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion dan pada berbagai periode pengukuran Struktur Histologis Organ Hati Struktur histologis organ hati larva ikan bandeng pada akhir pengamatan, yang mendapat perlakuan berbagai jadwal pemberian pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. disajikan pada Gambar 21. Sel hati (hepatosit) larva ikan bandeng secara histologis terdiri atas inti sel (nukleus) dan dinding sel. Pada Gambar 21 terlihat bahwa larva ikan bandeng dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 6 hari menunjukkan ukuran hepatositnya lebih kecil dan jumlahnya lebih sedikit, serta terdapat rongga antar-sel yang besar dibandingkan dengan larva uji pada perlakuan lainnya. Ukuran dan jumlah hepatosit semakin bertambah berturut-turut pada larva ikan bandeng dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 9, 12 dan 15 hari. Larva ikan bandeng dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 15 hari mempunyai
ukuran
hepatosit
terbesar
dan
jumlah
hepatosit
terbanyak
dibandingkan dengan larva lainnya, dengan rongga antar-sel yang lebih kecil dan sedikit sehingga hepatosit kelihatan lebih kompak. Glikogen nampak menyebar pada hepatosit dalam bentuk granula yang tidak beraturan.
78
79
ds
is
is
gl ds
gl
C
gl ds
ds is
gl
is
Keterangan: ds = dinding sel, is = inti sel, gl = glikogen Umur larva (A = 6 hari, B = 9 hari, C 12 hari, dan D = 15 hari) Gambar 21. Struktur histologis organ hati larva ikan bandeng pada akhir pengamatan 30 hari pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan hasil predigestion Pembahasan Hasil percobaan secara in vitro menunjukkan bahwa crude enzyme yang disekresikan Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp., efektif menghidrolisis pakan buatan untuk larva ikan bandeng dan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi.
Kadar glukosa
dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan, kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pakan, serta derajat hidrolisis lemak meningkat dengan bertambahnya konsentrasi crude enzyme dan periode inkubasi sampai batas tertentu.
Affandi et al. (2005) mengemukakan bahwa beberapa hal yang
berpengaruh dalam proses penyederhanaan pakan kompleks adalah jenis dan konsentrasi enzim, kondisi substrat (kadar air, pH, kompleksitas), suhu lingkungan, dan agitasi (pengadukan substrat).
79
80 Meningkatnya beberapa parameter yang diukur dengan bertambahnya konsentrasi crude enzyme terjadi karena peluang substrat untuk bertemu dengan katalisator biologis dalam proses hidrolisis protein, karbohidrat, dan lemak semakin besar. Substrat yang sesuai dengan katalisatornya, dan dengan konsentrasi yang optimum dapat meningkatkan aktivitas penyederhanaan nutrien yang terkandung dalam pakan. Demikian juga halnya dengan periode inkubasi, semakin lama proses hidrolisis berlangsung sampai batas waktu tertentu, semakin banyak substrat yang terdegradasi dan produk yang dihasilkannya juga meningkat. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengujian secara in vitro, untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam upaya penyederhanaan nutrien pakan buatan (predigestion)
menjadi molekul-molekul kecil yang siap diserap pada
saluran pencernaan, konsentrasi crude enzyme yang digunakan adalah 25 mL/kg pakan dengan periode inkubasi 12 jam.
Derajat hidrolisis karbohidrat yang
dicapai sudah berada pada kisaran nilai kecernaan karbohidrat atau pati oleh ikan. Derajat hidrolisis protein dan lemak pada konsentrasi crude enzyme 25 mL/kg pakan dan periode inkubasi 12 masih lebih rendah dibandingkan nilai kecernaan ikan pada umumnya. Meskipun demikian, diharapkan larva ikan bandeng yang mendapat pakan hasil predigestion dapat memanfaatkan enzim endogen yang sudah mulai disekresi pada saluran pencernaannya untuk mencerna sisa protein dan lemak yang belum terhidrolisis. Dengan demikian, derajat hidrolisis protein dan lemak pakan dapat lebih ditingkatkan.
Pada umumnya nilai kecernaan pati
oleh ikan mulai dari 40 sampai 60%, nilai kecernaan protein mulai dari 80 sampai 95%, dan nilai kecernaan lemak mulai dari 82 sampai 97% (Watanabe 1988). Predigestion menggunakan enzim pencernaan eksogen merupakan upaya penyederhanaan pakan sebelum diberikan kepada larva. Nutrien pakan dalam bentuk yang lebih sederhana diharapkan lebih mudah dicerna pada saluran pencernaan dan diserap masuk ke peredaran darah walaupun ketersediaan enzim pencernaan endogen pada fase larva masih terbatas. Upaya penggunaan enzim pencernaan eksogen untuk menghidrolisis (predigestion) pakan buatan
telah
dilakukan oleh beberapa peneliti (Lemos et al. 2000; Hasan 2000; dan Rosmawati 2004). Pada penelitian tersebut yang menjadi fokus untuk dihidrolisis oleh enzim adalah protein pakan dengan menggunakan enzim protease eksogen.
Protein
80
81 menjadi fokus hidrolisis disebabkan protein merupakan komponen utama dalam pakan ikan dan sumber energi utama bagi ikan terutama pada umur larva yang memerlukan kadar protein pakan yang tinggi. Pada percobaan ini, tujuan hidrolisis (predigestion) adalah
protein,
karbohidrat, dan lemak pakan. Karbohidrat dan lemak bukan merupakan sumber energi utama bagi ikan. Akan tetapi, kehadirannya dalam pakan mutlak diperlukan, walaupun dalam persentase yang jauh lebih kecil dibandingkan protein. Seperti halnya hewan lain, ikan memerlukan karbohidrat sebagai sumber energi. Hal ini berhubungan dengan sebuah pepatah yaitu “lemak dan protein dibakar di atas bara karbohidrat”. Lemak juga diperlukan ikan sebagai sumber energi, struktur sellular, dan pemeliharaan integritas biomembran.
Hidrolisis
(predigestion) dengan campuran crude enzyme protease, amilase, dan lipase diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan semua nutrien yang terkandung dalam pakan. Ketergantungan usaha pembenihan ikan bandeng pada pakan alami diharapkan dapat dikurangi dengan aplikasi pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan enzim pencernaan eksogen. Berdasarkan hasil pengujian secara in vivo, pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme pencernaan eksogen sebagai pengganti pakan alami, apabila diberikan pada waktu yang tepat dapat mempercepat
jadwal pemberian pakan buatan.
Waktu yang tepat untuk pemberian pakan hasil predigestion adalah pada umur larva 12 sampai 15 hari. Pemberian pakan buatan hasil predigestion pada umur ini dapat memberikan respon pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik dibandingkan larva pada umur 6 dan 9 hari (Tabel 10). Tingkat pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif yang dicapai pada jadwal pemberian pakan buatan total umur larva 6 hari adalah 0,0175 g dan 91,99 kali bobot awal.
Tingkat kelangsungan hidup yang diperoleh pada jadwal
pemberian pakan buatan total umur larva 12 hari adalah 54,33%.
Jika
dibandingkan dengan hasil yang dicapai Haryati (2002), tingkat pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif yang relatif sama baru dapat dicapainya pada jadwal pemberian pakan buatan total umur larva 20 hari adalah 0,0173 g dan 95,85 kali bobot awal. Tingkat kelangsungan hidup baru dapat dicapainya pada
81
82 jadwal pemberian pakan buatan total umur larva 15 hari yaitu 55,82%. Perbedaan hasil yang dicapai terjadi karena perbedaan pakan yang digunakan, yaitu menggunakan pakan tanpa dihidrolisis (predigestion) dan perbedaan dalam kadar nutrien pakan. Penggunaan pakan buatan, walaupun komposisi nutrisinya telah disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi larva, seringkali tidak efektif. Hal ini disebabkan pakan buatan tidak mengandung enzim seperti halnya pakan alami. Oleh karena itu, enzim yang berasal dari luar atau enzim eksogen mutlak dibutuhkan pada stadia larva. Larva uji dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 15 hari yang diikuti larva umur 12 hari,
memberikan respons yang terbaik pada semua
parameter yang diuji. Hal ini diduga bahwa larva yang mampu memanfaatkan pakan buatan dapat memenuhi kebutuhan energi dan materi untuk metabolisme dan pertumbuhan sehingga berdampak pada pertambahan bobot. Di samping itu, pada pakan buatan hasil predigestion sudah tersedia molekul-molekul nutrien yang lebih kecil yang sudah siap diserap di dalam saluran pencernaan. Nutrien pakan yang masih perlu dihidrolisis menjadi molekul yang siap untuk diserap, dapat memanfaatkan enzim pencernaan endogen yang sudah mulai disekresikan dalam saluran pencernaan larva. Faktor lain yang diduga berpengaruh pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva adalah lamanya larva memakan pakan alami. Larva uji dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 15 dan 12 hari mengkonsumsi pakan alami lebih lama dibandingkan larva uji umur 9 dan 6 hari. Pertumbuhan, kelangsungan hidup serta aktivitas enzim pencernaan larva yang mendapat pakan alami lebih baik dibandingkan larva yang diberi pakan buatan juga dilaporkan beberapa peneliti (Cahu et al. 1998; Buchet et al. 2000; Suryanti 2002: Genodepa et al. 2004; dan Tlusty et al. 2005). Hal ini terjadi karena pakan alami merupakan jenis pakan yang sesuai bagi larva karena mengandung enzim eksogen yang diperlukan untuk membantu proses pencernaan. Enzim-enzim yang terdeteksi pada Brachionus, yang akan memberi kontribusi terhadap aktivitas enzim di dalam saluran pencernaan adalah a-amilase 0,0694±0,0134; lipase 0,0537±0,0800; tripsin 0,0180±0,0020; dan pepsin 0,0192±0,0002 IU/g Brachionus/menit (Haryati 2002).
Enzim-enzim yang terdeteksi pada Artemia adalah tripsin 62,6±6,7;
82
83 amilase 544,9±30,0; lipase 6,3±0,7; dan alkalin fosfatase 68,8±9,2 mIU/mg protein (Gawlicka et al. 2000). Aktivitas enzim a-amilase, lipase, tripsin, dan pepsin larva ikan bandeng meningkat dengan semakin lamanya jadwal pemberian pakan alami. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi enzim yang berasal dari pakan alami yang diberikan. Walaupun demikian, interpretasi tentang cara enzim tersebut berperan berbeda-beda di antara para ahli. Tingginya aktivitas protease pada larva yang diberi pakan alami akibat adanya mekanisme induktif yang akan mengaktifkan zimogen untuk memproduksi protease (Dabrowski dan Glogowski 1977; Moran dan Stark 1990). Enzim proteolitik eksogen dari pakan hidup memberi kontribusi yang lain dalam proses pencernaan larva ikan herring (Clupea harengus), yaitu dengan merangsang peningkatan sekresi tripsin endogen pada usus larva (Pedersen et al. 1987). Pakan alami mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh larva sehingga apabila dikonsumsi akan masuk ke dalam saluran pencernaan sebagai satu kesatuan nutrien yang siap dimanfaatkan dalam saluran pencernaan. Adapun pada pakan buatan hasil predigestion, walaupun sudah merupakan molekulmolekul kecil dari nutrien yang siap diserap dalam saluran pencernaan, masih terpisah-pisah larut dalam media budi daya.
Hal inilah yang diduga juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva uji yang mendapat pakan alami lebih lama. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng dengan jadwal pemberian pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) oleh crude enzyme pencernaan eksogen pada larva umur 15 dan 12 hari lebih besar dibandingkan dengan larva umur 6 dan 9 hari. Faktor yang diduga berpengaruh pada tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng yang dipelihara adalah kesesuaian antara jenis pakan dan kemampuan larva memanfaatkan pakan.
Kemampuan larva untuk
memanfaatkan pakan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu
kemampuan untuk
mengkonsumsi dan kemampuan untuk mencerna. Tingginya kematian larva pada jadwal pemberian pakan buatan total umur 6 dan 9 hari, terjadi karena kemampuan
untuk
mengkonsumsi
dan
mencerna
pakan
lebih
rendah
dibandingkan dengan larva dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur12
83
84 dan 15 hari.
Pada larva dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 12
dan 15 hari, saluran dan kelenjar pencernaan sudah berkembang dengan baik. Dibuktikan dengan perbedaan hasil pengukuran aktivitas enzim pencernaan pada setiap perlakuan, serta terjadi peningkatan aktivitas enzim pencernaan pada setiap periode pengamatan. Pada larva dengan jadwal pemberian pakan buatan total umur 6 dan 9, walaupun enzim pencernaan endogen sudah disekresikan tetapi masih sangat rendah. Enzim pencernaan endogen yang dihasilkan belum dapat secara
maksimal
sebagai
katalisator
dalam
hidrolisis
pakan
buatan.
Ditemukannya larva yang hidup pada jadwal pemberian pakan buatan total umur 6 dan 9, diduga bahwa larva tersebut mampu memanfaatkan pakan buatan yang diberikan tetapi energi yang diperoleh dari pakan tidak mencukupi untuk berkembang secara maksimal. Tingkat kelangsungan hidup yang dicapai pada penelitian ini berkisar antara 14,67 dan 67,33%. Teknologi yang sudah berkembang saat ini menghasilkan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng sampai ukuran siap jual pada panti pembenihan berkisar antara 20 dan 60% dengan frekuensi terbesar 20%. Umumnya tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng dicapai di atas 50% apabila pakan buatan diberikan mulai umur larva 15 hari (Duray dan Bagarinao 1984; Aslianti dan Azwar 1992; dan Haryati 2002). Tingkat kelangsungan hidup yang dicapai pada penelitian ini berada pada kisaran yang cukup baik, dibandingkan dengan hasil pada penelitian lain. Hal ini memberikan peluang untuk aplikasi pakan buatan yang telah dihidrolisis (predigestion) dengan enzim pencernaan eksogen pada usaha pembenihan ikan bandeng. Hasil pengamatan histologis organ hati memperlihatkan bahwa semakin lama jadwal pemberian pakan alami, ukuran, dan jumlah hepatosit semakin bertambah, rongga antar-sel lebih kecil dan sedikit sehingga nampak hepatosit lebih kompak. Hal ini terlihat pada hepatosit larva ikan bandeng dengan jadwal pemberian pakan buatan total pada umur 12 dan 15 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pertumbuhan larva pada jadwal pemberian pakan buatan total umur tersebut lebih besar dibandingkan larva pada perlakuan lainnya. hepatik menunjukkan status fungsi fisiologis.
Ukuran sel
Selain mensekresikan garam
empedu, sel-sel hepatik mempunyai peran dalam metabolisme protein, lemak, dan
84
85 karbohidrat (Takashima dan Hibiya 1995). Pada permukaan sel yang berbatasan dengan kapiler darah dan saluran empedu (bile duct) terdapat mikrofilli, hal ini menunjukkan bahwa hepatosit merupakan sel yang aktif (Affandi et al. 2005). Pemberian pakan buatan pada waktu yang tidak tepat,
walaupun sudah
dihidrolisis (predigestion) dengan crude enzyme pencernaan eksogen akan mempengaruhi perkembangan organ hati. Terganggunya perkembangan hepatosit akan berdampak pada pertumbuhan organ secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena,
organ
hati
diibaratkan
sebuah
pos
persinggahan
dan
gudang
pendistribusian nutrien ke seluruh bagian tubuh. Bahan cadangan nutrien yang umum terlihat pada sel hati adalah glikogen dan trigliserida (Takashima dan Hibiya 1995).
Pada penelitian ini granula
glikogen terdeteksi dalam bentuk tidak beraturan di antara sel-sel hati atau menyebar di dalam sitoplasma. Hasil analisis yang sama juga ditemukan oleh Haryati (2002). Partikel-partikel glikogen kemungkinan ditemukan menyebar di dalam sitoplasma atau mengelompok membentuk konsentrasi yang besar. Granula dari glikogen bentuknya tidak beraturan. Pada ikan budi daya kandungan glikogen ditemukan sampai lebih dari 20% (Takashima dan Hibiya 1995). Glukosa yang berasal dari hasil metabolisme karbohidrat, di dalam hepatosit dengan proses glikogenesis oleh enzim glicogen synthetase diubah menjadi glikogen. Glikogen merupakan cadangan energi yang tersimpan dalam hepatosit dan sel-sel otot (Rosch dan Segner 1990). Simpulan Konsentrasi crude enzyme
25 mL/kg pakan dan periode inkubasi 12 jam
pada hidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng oleh crude enzyme yang disekresikan mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. adalah maksimal untuk menghasilkan kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan, kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pakan, serta derajat hidrolisis lemak pakan yang optimum. Larva ikan bandeng dapat memanfaatkan pakan buatan hasil predigestion oleh campuran crude enzyme pencernaan eksogen mulai umur 12 hari dengan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang optimal. 85
86
PENGGUNAAN MIKROB AMLOLITIK (Carnobacterium sp.) SEBAGAI PROBIOTIK PADA BUDI DAYA IKAN BANDENG Pendahuluan Ikan bandeng adalah salah satu komoditas unggulan pada budi daya air payau setelah udang. Pangsa pasar ikan bandeng selain untuk konsumsi lokal juga untuk ekspor serta sebagai bahan untuk umpan ikan tuna. Budi daya ikan bandeng sudah sangat berkembang dan umumnya dikembangkan secara tradisional atau ekstensif. Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya permintaan, budi daya ikan bandeng sudah dikembangkan secara intensif pada tambak-tambak air payau yang ideal atau di karamba jaring apung di laut dan air tawar. Intensifikasi budi daya ikan bandeng sangat bergantung pada suplai pakan buatan. Kebutuhan pakan untuk budi daya ikan bandeng pada tahun 2005 adalah 110.580 ton, tahun 2006 diproyeksikan meningkat menjadi 124.160 ton dan setiap tahun kebutuhan pakan akan terus meningkat (Ditjen Perikanan Budi Daya 2006). Sampai pada tahun 2009, kebutuhan pakan buatan diproyeksikan mencapai lebih dari 2 kali lipat, yaitu 315.400 ton. Kendala yang dihadapi untuk pemenuhan kebutuhan pakan pada intensifikasi budi daya ikan bandeng adalah tingginya harga pakan buatan. Harga pakan ikan yang relatif mahal disebabkan oleh komposisi utama zat gizi pakan ikan adalah protein. Diketahui bahwa protein merupakan sumber energi pakan yang mahal, terutama protein yang berasal dari tepung ikan. NRC (1988) mengemukakan bahwa protein merupakan zat terpenting dari semua zat gizi yang diperlukan ikan karena merupakan zat penyusun dan sumber energi utama bagi ikan. Furuichi (1988) mengemukakan bahwa protein lebih efektif digunakan sebagai sumber energi daripada karbohidrat karena rendahnya aktivitas enzim amilase
dalam saluran pencernaan
ikan dibandingkan hewan terestrial dan
manusia. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya peningkatan aktivitas enzim amilase
sehingga penggunaan protein sebagai sumber energi dapat
dikurangi dan pemanfaatan karbohidrat sebagai sumber energi dapat ditingkatkan. Protein diharapkan hanya digunakan untuk pertumbuhan dan pergantian jaringan
86
87 yang rusak tidak sebagai sumber energi. Peningkatan penggunaan karbohidrat oleh ikan diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat dan mengurangi kadar
protein dalam pakan buatan. Dengan demikian, harga pakan dapat
diturunkan. Salah satu alternatif yang dapat dikaji dan dikembangkan melalui percobaan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah meningkatkan produksi enzim pencernaan eksogen dengan memanfaatkan mikroflora saluran pencernaan yang mempunyai aktivitas amilolitik. Pada percobaan pertama terseleksi isolat mikrob amilolitik (Carnobacterium sp.) sebagai kandidat probiotik. Jenis Carnobacterium sp. diperkenalkan oleh Collins et al. pada tahun 1987 dalam klasifikasi Lactobacillus carnis, L. divergens, dan L. piscicola yang merupakan stok Laktobacillus dari isolasi bakteri pada daging hewan ternak yang dilakukan oleh Thornley 1957. Pada tahun 1993, jenis Carnobacterium berkembang pesat dengan dua jenis spesies yang tidak memiliki keterkaitan biologis dengan Lactobaccilus (C. alterfunditum dan C. funditum). Berdasarkan rangkaian dasar RNAr dan karakter fenotip, Joborn et al. pada tahun 1999 mengajukan nomenklatur C. inhibens untuk sebuah stok yang diisolasi dari saluran pencernaan ikan salmon Atlantik (salmo salar).
Jenis
Carnobacterium tersebut menunjukkan suatu hubungan dengan Carnobacterium sp. (Collins et al. 1999). Selanjutnya dijelaskan bahwa jenis Carnobacterium sp. sangat sulit dibedakan dari jenis Lactobacillus. Salah satu yang dapat diketahui bahwa Carnobacterium sp. tidak dapat dibiakkan pada medium rogosa, dan dapat berkembang pada pH tinggi (kemungkinan dapat tumbuh sampai pada pH 9,1) dibandingkan dengan Lactobacillus sp. Penggunaan probiotik sebagai feed additive untuk meningkatkan produksi enzim pencernaan eksogen dalam saluran pencernaan merupakan alternatif pemecahan masalah yang dihadapi dalam budi daya ikan bandeng secara intensif. Keuntungan lain dari aplikasi probiotik pada budi daya ikan adalah dapat meningkatkan kesehatan dan ketahanan terhadap penyakit. Probiotik berperan dalam
beberapa mekanisme, yaitu 1) menghambat reaksi-reaksi yang
menghasilkan toksin; 2) merangsang reaksi-reaksi enzimatis yang terlibat dalam proses detoksifikasi bahan-bahan yang potensial sebagai toksin baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh; 3) merangsang enzim inang yang terlibat
87
88 dalam proses pencernaan atau menggantikan enzim yang tidak ada; dan (4) sintesis vitamin atau zat makanan essensial yang kurang tersedia dalam pakan (Fuller 1992). Tujuan yang ingin dicapai pada percobaan ini adalah meningkatkan aktivitas
enzim
pencernaan amilase eksogen pada saluran pencernaan ikan
bandeng hasil sekresi mikrob amilolitik (Carnobacterium sp.) sehingga mampu memanfaatkan pakan buatan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi.
Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan 2 tahapan percobaan, yaitu percobaan I (in vitro) dengan tujuan khusus mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. dalam menghidrolisis
pakan buatan pada berbagai kadar protein-karbohidrat untuk
pembesaran ikan bandeng; dan percobaan II (in vivo) dengan tujuan khusus mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan untuk memacu pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Percobaan I (in vitro) dilakukan
di Laboratorium Fisiologi dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, serta Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan IPB. Analisis proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan mulai bulan Oktober 2004 sampai Februari 2005. Percobaan II (in vivo) dilakukan di Laboratorium Hatchery Mini, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS. Analisis beberapa peubah dilakukan di Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, Laboratorium
Fisiologi
dan
Farmakologi,
Fakultas
Kedokteran
Laboratorium
Biokimia
dan
Mikrobiologi
Nutrisi,
Fakultas
Hewan,
Peternakan,
Laboratorium Nutrisi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB, dan Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Cimanggu, Bogor.
Penelitian dilaksanakan selama 9 bulan mulai
bulan April 2005 sampai Desember 2005. 88
89 Prosedur Penelitian Percobaan I (In Vitro) Percobaan
pertama
bertujuan
menemukan
jumlah
inokulum
Carnobacterium sp. yang paling efektif menghidrolisis pakan buatan pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan. Percobaan ini didesain menggunakan pola faktorial 4 x 5 dalam rancangan acak lengkap (RAL) masing-masing 3 ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inokulum dengan 4 level, yaitu 106, 10 8, 10 10, dan 10 12 cfu/mL. Faktor kedua adalah kadar protein (P) dan karbohidrat (K) pakan buatan dengan 5 level, yaitu pakan A: 50% P - 20% K, pakan B: 40 P - 30% K, pakan C: 30% P - 40% K, pakan D: 20% P - 50 % K, dan pakan E: 10% P - 60 % K. Pakan yang digunakan pada percobaan ini adalah pakan berbentuk pellet yang diformulasi sesuai dengan perlakuan. Hasil analisis proksimat bahan baku pakan sama dengan yang digunakan pada pakan buatan untuk larva, komposisi pakan, dan hasil analisis proksimat pakan disajikan pada Tabel 10. Literatur pendukung pengukuran kecernaan pakan buatan ikan oleh mikrob secara in vitro (hidrolisis) belum ditemukan sehingga acuan yang digunakan adalah metode yang dilakukan pada hewan terestrial, dengan melakukan beberapa modifikasi. Pengujian mengacu pada metode Tilley dan Terry (1963) dengan modifikasi pada media yang digunakan.
Carnobacterium sp. dengan jumlah
inokulum perlakuan diinokulasi ke dalam tabung reaksi yang berisi media. Media yang digunakan
terdiri atas campuran TSB (Tripticase Soy Broth), TCM 199
(Tissue Culture Medium, 0,99 g/100 mL aquadest), dan pakan buatan sebagai substrat dengan berat ± 1 g (bahan kering oven 60oC), total volume media dan inokulum sebanyak 20 mL.
Tabung kultur kemudian dimasukkan ke dalam
shaker water bath untuk diinkubasi pada suhu 29oC. Periode inkubasi 6, 12 dan 24 jam dilakukan dengan tujuan untuk menentukan periode inkubasi yang dapat memberikan respons berbedaan parameter yang diukur, pada percobaan pengukuran kecernaan pakan buatan ikan oleh mikrob secara in vitro. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 0,5 mL HgCl 2 jenuh sehingga mikrob dalam tabung kultur mati, kemudian disentrifius dengan kecepatan 10.000 rpm selama
89
90 10 menit. Supernatan dan endapan yang dihasilkan digunakan untuk dianalisis lebih lanjut. Tabel 10. Komposisi pakan buatan pada percobaan untuk mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. dalam menghidrolisis pakan buatan pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan Bahan pakan Tepung ikan Tepung kedelai Tepung terigu Lemak*) Vitamin mix. **) Mineral mix.***) Kadar karbohidrat (BETN) Kadar protein Kadar lemak total Kadar serat kasar DE (kkal/kg) *****) C/P (DE/g protein)
Komposisi (% bk) A 51,70 15,70 20,40 4,20 4,00 4,00 20,21 50,15 9,70 1,84 3046,20 6,07
B 37,80 16,70 33,00 4,50 4,00 4,00 30,18 39,63 9,84 1,99 2938,59 7,42
C D 22,30 9,00 21,65 21,20 44,40 57,50 3,65 4,30 4,00 4,00 4,00 4,00 40,09 50,16 30,12 20,23 9,56 9,78 2,23 2,35 2830,81 2754,23 9,40 13,61
E 3,00 3,00 76,20 9,80 4,00 4,00 60,19 9,86 11,60 2,12 2789,45 28,29
Keterangan : *) Perbandingan lemak : minyak ikan dan minyak jagung 2 : 1 **) Komposisi vitamin mix Vitamin A 3500 IU/kg pakan; Vitamin D3 3000 IU/kg pakan; Vitamin E 100 IU/kg pakan; Vitamin K 10 mg/kg pakan; Vitamin B12 0,02; Asam askorbat 300 mg/kg pakan; Biotin 0,4 mg/kg pakan; Kolin 3000 mg/kg pakan; Asam folat mg/kg pakan; Inositol 400 mg/kg pakan; Niasin 150 mg/kg pakan; Asam pantotenat 60 mg/kg pakan; Piridoksin 10 mg/kg pakan; Riboflavin 20 mg/kg pakan; Thiamin 10 mg/kg pakan ***) Komposisi mineral mix Kalsium 0,2 g/kg pakan; Fosfor anorganik 7 g/kg pakan; Magnesium 0,6 g/kg pakan; Cu 3 mg/kg pakan; Mangan 12 mg/kg pakan; Selenium 0,2 mg/kg pakan; Zn 20 mg/kg pakan; Iodine 0,8 mg/kg pakan; Fe 0,8 mg/kg pakan ****) Komposisi lemak, vitamin dan mineral mix Lee dan Liao (1976) *****) Hasil perhitungan berdasarkan persamaan energi (NRC 1988) : 1 g karbohidrat = 2,5 kkal DE 1 g protein = 3,5 kkal DE 1 g lemak = 8,1 kkal DE
Parameter yang diamati adalah kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan buatan pada 3 periode inkubasi, yaitu 6, 12, dan 24 jam. Supernatan yang dihasilkan digunakan untuk analisis kadar glukosa, dengan prosedur analisis (Lampiran 6) mengikuti metode Wedemeyer dan Yasutake
90
91 (1977), sedangkan endapannya digunakan untuk analisis kadar karbohidrat dengan prosedur analisis mengikuti metode Somogy – Nelson (Lampiran 5). Derajat hidrolisis karbohidrat pakan oleh Carnobacterium sp. dihitung dengan menggunakan rumus : Kh0 - Kht DHKh =
x 100 Kh0 = derajat hidrolisis karbohidrat = kadar karbohidrat pakan pada waktu awal = kadar karbohidrat pakan pada waktu t
Dimana : DHKh Kh0 Kht
Percobaan II (In Vivo)
Percobaan
ini
bertujuan
untuk
menemukan
jumlah
inokulum
Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan buatan yang tepat pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng. Percobaan ini didesain menggunakan pola faktorial 3 x 4 dalam rancangan acak lengkap (RAL) masing-masing 3 ulangan. Faktor pertama adalah jumlah inokulum
dengan 3 level, yaitu kontrol, 1010 dan 1012 cfu/mL/100 g pakan.
Faktor kedua adalah kadar protein (P) dan karbohidrat (K) pakan buatan dengan 4 level, yaitu pakan A: 50% P - 20% K, pakan B: 40 P - 30% K, pakan C: 30% P - 40% K pakan dan D: 20% P - 50 % K. Wadah yang digunakan pada percobaan ini adalah akuarium kaca dengan sistem resirkulasi berukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 50 x 40 x 35 cm (Gambar 22). Bagian sisi-sisi wadah ditutup dengan plastik hitam dan untuk menghindari ikan uji supaya tidak melompat, bagian atas wadah ditutup dengan penutup dari kawat nyamuk yang sisi-sisinya dijepit dengan bambu. Sebelum digunakan, wadah dan semua peralatan terlebih dahulu didesinfektan dengan klorida (kaporit) dan dinetralkan dengan thiosulfat. Wadah percobaan diisi air sebanyak 55 L dengan kisaran salinitas 15 sampai 16 ppt. Air yang digunakan telah disterilkan dengan 150 ppm klorida selama 24 jam dan selanjutnya dinetralkan dengan 75 ppm thiosulfat. Ikan bandeng ukuran juvenil dengan bobot rata-rata ± 2,5 g ditebar dengan kepadatan 20 ekor per wadah (satu unit percobaan). Sebelum ditebar, ikan uji telah diaklimatisasikan dengan media budi daya dan pakan diberikan secara at satiation selama 2 minggu. Setelah masa 91
92 aklimatisasi selesai, ikan uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam tubuh. Ikan dipelihara selama 60 hari dan diberi pakan secara at satiation sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00, dan 17.00. Selama percobaan, kualitas media budi daya dijaga dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng. Kualitas air dijaga dengan cara melakukan penyiponan terhadap sisa pakan dan feses didasar wadah, serta melakukan pergantian air sebanyak 25% setiap hari.
Pengukuran
suhu dan salinitas media dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, sedangkan pengukuran pH, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, dan amoniak dilakukan pada setiap pengambilan sampel. Suhu media berkisar antara 29 dan 30oC; pH berkisar antara 7,4 dan 7,6; oksigen terlarut berkisar antara 5,2 dan 6,5 ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 11,97 dan 12,07 ppm; amoniak berkisar antara 0,006 dan 0,009 ppm; dan salinitas berkisar antara 15 dan 16 ppt.
Gambar 22. Wadah yang digunakan pada percobaan mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng Pakan yang digunakan pada percobaan ini sama dengan yang digunakan pada percobaan I (in vitro) pada Tabel 10, kecuali pakan E tidak dilanjutkan pada percobaan ini. Sebelum ditambahkan ke pakan Carnobacterium sp. yang diuji pada percobaan ini terlebih dahulu diencerkan dengan Buffer Peptone Water 92
93 (Murni 2004) dan minyak ikan (Robertson et al. 2000) dengan perbandingan 1 mL probiotik : 3 mL Buffer Peptone Water : 1 mL minyak ikan. Campuran ini kemudian disemprotkan pada pakan secara merata dengan menggunakan spuit. Uji penempelan mikrob pada pakan bertujuan untuk membuktikan bahwa populasi koloni dalam pakan masih berada dalam kisaran populasi koloni inokulum. Dengan demikian, jumlah inokulum probiotik dalam pakan disesuaikan dengan perlakuan. Uji penempelan dilakukan dengan cara merendam pakan yang telah dicampur dengan probiotik dalam air selama 1 sampai 2 menit. Pakan yang telah direndam dicairkan dengan cairan fisiologis (NaCl 0,85%) steril, selanjutnya dikultur dengan media dan prosedur yang sama dengan metode isolasi mikrob. Jumlah mikrob dihitung dengan metode hitungan cawan dan dinyatakan dalam cfu, setelah diinkubasi pada suhu 29°C selama 24 sampai 48 jam. Parameter yang diamati adalah 1) pertumbuhan, 2) efisiensi pakan, 3) retensi protein, lemak dan energi, 4) kadar glikogen hati dan otot, 5) populasi mikrob, 6) aktivitas enzim amilase dan protease, 7) kecernaan karbohidrat dan protein pakan, 8) kadar glukosa dan trigliserida darah, 9) konsumsi oksigen, dan 10) tingkat kelangsungan hidup. 1. Pertumbuhan Pertumbuhan diukur dengan menimbang ikan uji pada setiap periode pengamatan 10 hari sampai akhir percobaan. Pertumbuhan relatif dihitung dengan rumus Takeuchi (1988) dan pertumbuhan biomassa dihitung dengan rumus Zonneveld et al. (1991). a. Pertumbuhan Relatif Wt - Wo PR =
x 100 Wo
Dimana : PR Wo Wt
= pertumbuhan relatif (%) = bobot rata-rata ikan uji pada awal penelitian (g) = bobot rata-rata ikan uji pada waktu t (g)
b. Pertumbuhan Biomassa PB = Wt - Wo
93
94 Dimana : PB Wo Wt
= pertumbuhan biomassa (g) = bobot populasi larva uji pada awal penelitian (g) = bobot populasi larva uji pada waktu t (g)
2. Efisiensi Pakan Efisiensi pakan dianalisis berdasarkan rumus efisiensi pakan menurut Takeuchi (1988), yaitu : (Wt + Wd) - Wo EP =
x 100 F
Dimana : EP Wo Wt Wd F
= = = = =
efisiensi pakan (%) bobot ikan uji pada awal penelitian (g) bobot ikan uji pada waktu t (g) bobot ikan uji yang mati selama penelitian (g) bobot pakan yang dikonsumsi selama penelitian (g)
3. Retensi Protein, Lemak, dan Energi Retensi protein dan lemak dapat diketahui dengan melakukan analisis proksimat (Lampiran 5)
pada pakan serta tubuh ikan pada awal dan akhir
percobaan, mengikuti metode Takeuchi (1988), sedangkan energi dideterminasi dengan bomb calorimeter (Lampiran 10). Rumus retensi protein, lemak, dan energi adalah sebagai berikut : Pt – Po / Lt – Lo / Et - Eo RP/RL/RE =
x 100 Pe / Le / Ee
Dimana : RP/RL/RE = retensi protein / retensi lemak/retensi energi (%) Po/ Lo/Eo = bobot protein/lemak/energi dalam tubuh ikan pada waktu 0 (g) Pt/Lt/Eo = bobot protein/lemak/energi dalam tubuh ikan pada waktu t (g) Pe/Le/Ee = bobot protein/lemak/energi yang dikonsumsi oleh ikan (g) 4. Kadar Glikogen Hati dan Otot Kadar glikogen pada hati dan otot ikan uji diukur pada akhir percobaan. Otot diambil dari bagian dorsal. Prosedur analisis kadar glikogen mengikuti metode Wedemeyer dan Yasutake (1977) yang disajikan pada Lampiran 11.
94
95 5. Populasi Mikrob Populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji dihitung dalam hitungan koloni (cfu/mL) pada akhir percobaan dengan media dan prosedur yang sama seperti pada metode isolasi mikrob. 6. Aktivitas Enzim Amilase dan Protease Analisis aktivitas enzim amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji dilakukan pada akhir percobaan dengan metode menurut Bergmeyer dan Grassi (1983). Prosedur kerjanya disajikan pada Lampiran 3. 7. Kecernaan Karbohidrat dan Protein Pakan Kecernaan karbohidrat dan
protein pakan diketahui dengan mengukur
kecernaan dengan metode tidak langsung, yaitu menggunakan kromium oksida (Cr 2O3) sebanyak 0,6% yang dicampur merata dalam pakan. Prosedur pengukuran kecernaan dapat dilihat pada Lampiran 12. Kecernaan dihitung berdasarkan rumus Takeuchi (1988), yaitu : Kecernaan (%) = (1- a’/a x b’/b) x 100 Dimana : a’ a b’ b
= = = =
nutrien dalam feses (%) nutrien dalam pakan (%) indikator dalam feses (%) indikator dalam pakan (%)
1. Kadar Glukosa dan Trigliserida Darah Pengamatan kadar glukosa darah ikan uji dilakukan pada akhir penelitian. Ikan dipuasakan selama 48 jam, pengambilan darah dimulai pada jam ke 0 (sebelum pemberian pakan) dan jam ke 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 setelah ikan diberi pakan satu kali sampai kenyang (post prandial). Sampel darah diambil dari vena caudal, jantung atau insang dengan menggunakan spuid bervolume 1 mL yang telah dibasahi dengan larutan antikoagulan natrium sitrat 3,8%. Selanjutnya sampel darah dimasukkan ke dalam microtube bervolume 1,5 mL dan disentrifius dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Kadar glukosa darah dianalisis mengikuti metode Wedemeyer dan Yasutake (1977). Prosedur analisis kadar glukosa darah disajikan pada Lampiran 6. Bersamaan dengan pengukuran kadar glukosa darah dilakukan juga pengukuran kadar trigliserida darah ikan uji, 95
96 yang diukur secara kolorimetrik menggunakan kit reagen berdasarkan metode GPO-PAP
(glycerol-3-phosphate
oxydase-peroxidase
4-aminophenazone).
Prosedur kerja pengukuran kadar trigliserida darah disajikan pada Lampiran 7. 10. Konsumsi Oksigen Parameter ini diperlukan untuk memprediksi laju metabolik ikan uji menggunakan metode Becker dan Fishelson (1986).
Wadah percobaan yang
digunakan adalah stoples plastik bervolume 1,5 L yang dirancang dengan sistem resirkulasi dan aliran air diatur dengan kecepatan 30 L/jam (Gambar 23). Ikan uji dengan ukuran ± 20 g diaklimatisasi selama 48 jam dan diberi pakan pada level pemeliharaan. Setelah masa aklimatisasi selesai, ikan uji dipuasakan selama 48 jam untuk menghilangkan semua sisa pakan dalam saluran pencernaan. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan dissolved oxygen meter (model 5509 lutron skala 0 sampai 20 ppm) dengan selang waktu pencatatan 15 menit.
Pengukuran
dimulai setelah 48 jam ikan uji dipuasakan sampai
diperoleh tingkat konsumsi oksigen yang relatif stabil pada nilai terendah selama ± 90 menit. Selanjutnya ikan uji diberi pakan sampai kenyang dan pengukuran dilanjutkan selama 24 jam. Selama pengamatan, ikan diberi pakan secara at satiation sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00. Selama pengukuran konsumsi oksigen kisaran suhu media budi daya adalah 29 sampai 30oC. Nilai konsumsi oksigen dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : (O2tn - O2t0) Konsumsi Oksigen = (mg O2/kg0,8/jam) Dimana : O 2tn O2t0 BBM V
= = = =
xV BBM
Konsentrasi O2 yang masuk ke dalam wadah (mg/L) Konsentrasi O2 yang keluar dari wadah (mg/L) Bobot badan metabolik [bobot badan (kg) 0,8] Kecepatan aliran air (L/jam)
Laju metabolisme dihitung dengan mengkonversi nilai konsumsi oksigen, yaitu mengkalikannya dengan nilai setara kalor 13,78 kJ/g untuk laju metabolisme basal (Brett dan Goves 1979) dan 14,85 kJ/g untuk laju metabolisme kenyang dan
96
97 laju metabolisme rutin (Huisman 1976).
Specific dynamic action (SDA)
ditentukan dari selisih antara laju metabolisme kenyang dan laju metabolisme basal. Berdasarkan data laju metabolisme dan deposisi energi dalam tubuh ikan uji dilakukan perhitungan neraca energi yang meliputi
konsumsi energi, retensi
energi, energi metabolik, yaitu energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan, yang merupakan penjumlahan antara penggunaan energi pada metabolisme rutin dan retensi energi, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi.
Gambar 23. Wadah percobaan yang digunakan pada pengukuran konsumsi oksigen untuk mengkaji efektivitas Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan buatan pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan bandeng 11. Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup ikan uji diamati pada setiap periode pengamatan 10 hari sampai akhir penelitian dan dihitung dengan menggunakan rumus Effendie (1997) sebagai berikut : Nt S =
x 100 No
Dimana : S Nt N0
= derajat kelangsungan hidup (%) = jumlah ikan uji pada akhir penelitian (ekor) = jumlah ikan uji pada awal penelitian (ekor) 97
98 Analisis Data Data yang diperoleh pada percobaan ini dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji respons pada taraf uji 5% menggunakan program SPSS 12,0. Data kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada periode inkubasi 24 jam, serta data kadar glukosa dan trigliserida darah dianalisis secara deskriptif. Hasil Percobaan I (In Vitro) Hasil pengukuran terhadap produk hidrolisis karbohidrat, yaitu kadar glukosa pakan pada akhir periode inkubasi 6, 12 dan 24 jam setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. disajikan pada Gambar 24 serta Lampiran 51, 58 dan 65. Kadar karbohidrat pakan pada akhir periode inkubasi dapat dilihat pada Lampiran 54, 61 dan 66. Berdasarkan data kadar karbohidrat didapat hasil perhitungan derajat hidrolisis karbohidrat yang disajikan pada Gambar 25 serta Lampiran 55,
6
50 % P2 40 0%K % P30 % 30 K % P40 % 20 K % P50 % 10 K % P60 % K
50 % P20 % 40 K % P30 % 30 K % P40 % 20 K % P50 % 10 K % P60 % K
180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
50 % P20 % 40 K % P30 % 30 K % P40 % 20 K % P50 % 10 K % P60 % K
Kadar glukosa pakan Kadar glukosa pakan (mg/100 mL) (mg/100 mL)
62 dan 67.
12 Periode inkubasi (jam)
24
Jenis inokulum Carnobacterium sp. 6
10 cfu/mL cfu/mL 106
108 cfu/mL 108 cfu/mL
10 10 cfu/mL 1010 cfu/mL
1012 cfu/mL 1012 cfu/mL
Gambar 24. Kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
98
120 100 80 60 40 20
6
50 % P20 % 40 K % P30 % 30 K % P40 % 20 K % P50 % 10 K % P60 % K
50 % P20 % 40 K % P30 % 30 K % P40 % 20 K % P50 % 10 K % P60 % K
0
50 % P20 % 40 K % P30 % 30 K % P40 % 20 K % P50 % 10 K % P60 % K
Derajat hidrolisis
Derajat hidrolisis karbohidrat karbohidrat (mg/100 mL) (mg/100 mL)
99
12 Periode inkubasi (jam)
24
Jenis inokulum Carnobacterium sp. 6
10 cfu/mL 106 cfu/mL
10 8 cfu/mL 108 cfu/mL
1010 cfu/mL 1010 cfu/mL
1012 cfu/mL 1012 cfu/mL
Gambar 25. Derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi (P<0,05) kadar glukosa dan derajat hidrolisis karbohidrat pakan, baik pada periode inkubasi 6 jam maupun 12 jam (Lampiran 52 dan 59, serta 56 dan 63). Kadar glukosa pakan pada periode inkubasi 6 dan 12 jam meningkat dengan bertambahnya jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar karbohidrat pakan (Gambar 25 dan Lampiran 53 dan
60). Kadar
glukosa
pakan tertinggi, yaitu 124,97 mg/100 mL (periode inkubasi 6 jam) dan 171,39 mg/100 mL (periode inkubasi 12 jam) diperoleh pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 1012 cfu/mL dan pakan E (10% P – 60% K) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa pakan pada perlakuan lainnya.
Namun
demikian, derajat hidrolisis karbohidrat pakan meningkat dengan bertambahnya jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan berkurangnya kadar karbohidrat pakan (Lampiran 57 dan 64).
Derajat hidrolisis karbohidrat pakan tertinggi, yaitu
32,18% (periode inkubasi 6 jam) dan 54,26% (periode inkubasi 12 jam) diperoleh pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 1012 cfu/mL dan pakan A: (50% P – 20% K) yang lebih tinggi dibandingkan dengan derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada perlakuan lainnya.
99
100 Hasil pengamatan secara deskriptif atas data kadar glukosa pakan pada periode inkubasi 24 jam (Gambar 24 dan Lampiran 65) terlihat adanya penurunan pada setiap perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar proteinkarbohidrat pakan dibandingkan dengan periode inkubasi 6 jam dan 12 jam (Gambar 24).
Adapun hasil analisis kadar karbohidrat dan derajat hirolisis
karbohidrat pakan (Gambar 25 serta Lampiran 66 dan 67) menunjukkan bahwa pada perlakuan pakan A: (50% P – 20% K) dan pakan B: (40% P - 30% K) semua substrat sudah habis dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada setiap perlakuan jumlah inokulum, dengan derajat hidrolisis karbohidrat pakan adalah 100%. Pada perlakuan pakan C: (30% P – 40% K) sebagian besar kadar karbohidrat pakan adalah 0 untuk setiap perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp., kecuali pada perlakuan pakan D: (20% P – 50% K) dan pakan E: (10% P – 60% K) terdapat substrat karbohidrat yang masih tersisa, yaitu berkisar antara 0,67% sampai 6,04%, dengan kisaran derajat hidrolisis karbohidrat pakan 89,97% sampai 98,66% Carnobacterium sp. mampu menghidrolisis karbohidrat pakan sebesar 4,86 sampai 10,29 mg pada jumlah inokulum 1010 cfu/mL dan 6,39 sampai 11,08 mg pada jumlah inokulum 10 12 cfu/mL selama 6 jam inkubasi. Hidrolisis ini meningkat pada jam ke 12 inkubasi, yaitu sebesar 10,34 sampai 21,63 mg pada jumlah inokulum 10 10 cfu/mL dan 10,76 sampai 22,10 mg pada jumlah inokulum 1012 cfu/mL. Pada jam ke-24 inkubasi, kandungan karbohidrat pakan sudah habis dihidrolisis pada hampir semua perlakuan. Carnobacterium sp. mampu menghidrolisis karbohidrat pakan sebesar 20,00 sampai 57,87 mg pada jumlah inokulum 1010 cfu/mL dan 20,00 sampai 58,13 mg pada jumlah inokulum 10 12 cfu/mL (lampiran 68). Percobaan II (In Vivo) Pertumbuhan Data pertumbuhan ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan selama 60 hari pemeliharaan yang meliputi bobot populasi (g) dan bobot rata-rata (g) disajikan pada Lampiran 69 dan 70. Dari data tersebut dihitung pertumbuhan biomassa (g), 100
101 dan pertumbuhan relatif (%) yang disajikan pada Gambar 26 dan 27
serta
Lampiran 71 dan 74. Gambar ikan uji pada akhir pengamatan disajikan pada Gambar 28. Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi (P<0,05) pertumbuhan biomassa dan pertumbuhan relatif ikan uji yang dihasilkan (Lampiran 72 dan 75). Hasil uji lanjutan pada Lampiran 73 dan 76
serta Gambar 26 dan 27 menunjukkan bahwa inokulasi
Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan pertumbuhan ikan uji, baik pada jumlah inokulum 10 10 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Pertumbuhan terbaik diperlihatkan oleh ikan uji yang diberi pakan D: (20% P - 50% K) dan C: (30% P - 40% K) serta berbeda nyata dibandingkan dengan ikan uji yang diberi pakan B: (40% P - 30% K) dan pakan A: (50% P - 20% K), dengan pertumbuhan tertinggi ke rendah adalah ikan uji yang diberi pakan D: (20% P - 50% K); C: (30% P - 40% K); B: (40% P - 30% K) dan pakan A: (50% P - 20% K). Fenomena ini berlawanan pada perlakuan kontrol, yaitu tanpa inokulasi Carnobacterium sp.
pertumbuhan tertinggi ke
rendah adalah ikan uji yang diberi pakan A: (50% P - 20% K); B: (40% P - 30% K); C: (30% P - 40% K), dan D: (20% P - 50% K).
Pertumbuhan biomassa (g)
1100 1000 900 800 700 600 500 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 26. Pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
101
102
Pertumbuhan bobot Pertumbuhan Relatif (%)bobot relatif (%)
2500 2250 2000 1750 1500 1250 1000 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 27. Pertumbuhan bobot relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
1012 1010
1010
1012
Gambar 28. Ikan uji pada akhir pengamatan (hari ke-60)
102
103 Efisiensi Pakan Berdasarkan data pertumbuhan, bobot ikan yang mati selama penelitian dan konsumsi pakan (Gambar 29 dan Lampiran 77) selama 60 hari pemeliharaan didapat nilai efisiensi pakan (%) yang disajikan pada Gambar 30 dan Lampiran 77. Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi (P<0,05) konsumsi pakan dan efisiensi pakan ikan uji (Lampiran 78 dan 80).
Fenomena yang terjadi pada pertumbuhan juga terlihat
pada parameter konsumsi pakan, yaitu inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan konsumsi pakan ikan uji, baik pada jumlah inokulum 1010 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 79 dan Gambar 29). Konsumsi pakan tertinggi diperlihatkan ikan uji yang mendapat perlakuan pakan C: (30% P - 40% K) dan pakan D: (20% P - 50% K), yang nyata berbeda dibandingkan dengan konsumsi pakan ikan uji yang diberi pakan B: (40% P - 30% K) dan pakan A: (50% P - 20% K).
Hal sebaliknya terjadi pada ikan uji yang
mendapat perlakuan kontrol, yaitu konsumsi pakan tertinggi ke rendah adalah ikan uji yang mendapat perlakuan pakan B: (40% P - 30% K), pakan A: (50% P 20% K), pakan C: (30% P - 40% K) dan pakan D: (20% P - 50% K).
Konsumsi pakan (g)
1300 1250 1200 1150 1100 1050 1000 950 900 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 29. Konsumsi pakan (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
103
104
Efisiensi pakan (%)
100 90 80 70 60 50 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 30. Efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Meskipun ikan uji yang mendapat perlakuan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10 10 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan, konsumsi pakan tertinggi terjadi pada ikan yang diberi pakan C: (30% P - 40% K) dan pakan D: (20% P - 50% K), akan tetapi diikuti dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi sehingga menghasilkan efisiensi pakan yang lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Lampiran 81).
Pada ikan uji yang
mendapat perlakuan kontrol, yaitu tanpa inokulasi Carnobacterium sp., efisiensi pakan lebih baik pada pemberian pakan dengan kadar protein lebih tinggi. Hal sebaliknya
terjadi
pada
ikan
uji
yang
mendapat
perlakuan
inokulasi
Carnobacterium sp., efisiensi pakan ikan uji yang diperoleh meningkat dengan menurunnya kadar protein dan meningkatnya kadar karbohidrat dalam komposisi pakan (Gambar 30 dan Lampiran 81). Retensi Protein dan Lemak serta Kadar Glikogen Hati dan Otot Berdasarkan data hasil analisis proksimat tubuh ikan pada awal dan akhir pengamatan (Lampiran 134), data konsumsi pakan (Lampiran 77), serta hasil analisis proksimat pakan (Tabel 11) diperoleh nilai retensi protein dan lemak (%) yang disajikan pada Gambar 31 dan 32 serta Lampiran 82. Nilai kadar glikogen
104
105 (mg/100 g) diperoleh dari pengukuran pada hati dan otot ikan uji pada akhir pengamatan disajikan pada Gambar 33 dan 34 serta Lampiran 82. Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi (P<0,05) retensi protein dan lemak serta kadar glikogen hati dan otot pada ikan uji (Lampiran 83, 85, 87, dan 89). Hasil uji lanjutan pada parameter pendukung pertumbuhan ini (Lampiran 84, 86, 88 dan 90
serta
Gambar 31, 32, 33 dan 34) memperlihatkan bahwa inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan retensi protein dan lemak serta kadar glikogen hati dan otot pada ikan uji, baik pada jumlah inokulum10 10 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan. Retensi protein dan lemak tertinggi diperlihatkan ikan uji yang diberi pakan D: (20% P - 50% K) yang berbeda dibandingkan dengan ikan uji yang diberi pakan C: (30% P - 40% K), pakan B: (40% P - 30% K) dan pakan A: (50% P - 20% K). Kadar glikogen hati dan otot tertinggi diperlihatkan ikan uji yang diberi pakan D: (20% P - 50% K) dan C: (30% P - 40% K) yang berbeda nyata dibandingkan dengan ikan uji yang diberi pakan B: (40% P - 30% K) dan pakan A: (50% P - 20% K). Retensi protein dan lemak serta kadar glikogen hati dan otot ikan uji pada berbagai kadar protein-karbohidrat, dari yang tertinggi ke rendah adalah ikan uji yang diberi pakan D: (20% P - 50% K), C: (30% P - 40%
Retensi protein (%)
K), B: (40% P - 30% K) dan pakan A: 50% P - 20% K. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 31. Retensi protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
105
106
Retensi lemak (%)
150 130 110 90 70 50 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 32. Retensi lemak (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Kadar hati Kadarglikogen glikogen hati (mg/100 g) (mg/100 mg)
160 150 140 130 120 110 100 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
Gambar 33.
K
1010
1012 )
Kadar glikogen hati (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
106
107
Kadar glikogen otot Kadar glikogen otot (mg/100 g) (mg/100 mg)
150 125 100 75 50 50%P-20%K
40%P-30%K 30%P-40%K Kadar protein-karbohidrat pakan
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
20%P-50%K 1010
1012 )
Gambar 34. Kadar glikogen otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Populasi Mikrob Pada akhir pengamatan, dilakukan analisis populasi mikrob 5 dan 24 jam post prandial (cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan yang disajikan pada Gambar 35 serta Lampiran 91. 15
Populasi mikrob Populasi mikrob (Log 10 cfl/mL) (Log 10 cfu/mL)
14 13 12 11 10 9 8 7 6 5
K
1010
1012 K 1010 1012 Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 5 jam post prandial 24 jam post prandial 50%P-20%K
Kadar protein-karbohidrat pakan 40%P-30%K 30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 35. Populasi mikrob (Log10 cfu/mL) 5 dan 24 jam post prandial pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan 107
108 Populasi mikrob 5 jam post prandial (Lampiran 92) nyata dipengaruhi oleh perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. (P<0,05) dan tidak dipengaruhi oleh perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan, sedangkan populasi mikrob 24 jam post prandial (Lampiran 94) tidak dipengaruhi oleh kedua perlakuan yang diberikan. Populasi mikrob 5 jam post prandial pada saluran pencernaan ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. terlihat meningkat baik pada jumlah inokulum10 10 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan dibandingkan dengan kontrol (Gambar 35 dan Lampiran 93). Akan tetapi, setelah 24 jam post prandial populasi mikrob dalam saluran pencernaan ikan uji menurun kembali dan tidak ada perbedaan antar-perlakuan. Aktivitas Enzim a-Amilase dan Protease Pada akhir pengamatan, aktivitas enzim a-amilase dan protease (IU/ g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan yang disajikan pada Gambar 36 dan 37 serta Lampiran 91. Aktivitas enzim a-amilase dan protease (Lampiran 95 dan 97) ikan uji nyata mempengaruhi (P<0,05) jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar proteinkarbohidrat pakan, tetapi tidak terjadi interaksi antara keduanya. Aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. terlihat meningkat baik pada jumlah inokulum1010 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan jika dibandingkan dengan kontrol (Gambar 36 dan 37 serta Lampiran 96 dan 98). Aktivitas enzim a-amilase saluran pencernaan ikan uji pada semua perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan, dengan nilai tertinggi ke rendah diperlihatkan oleh ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P - 50% K), pakan C: (30% P - 40% K), pakan B: (40% P - 30% K) dan pakan A: (50% P - 20% K). Nilai tertinggi dicapai ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P - 50% K) dan nyata berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 36 dan Lampiran 97). Aktivitas enzim protease saluran pencernaan ikan uji pada semua perlakuan jumlah inokulum
Carnobacterium
sp.
meningkat
dengan
meningkatnya
kandungan protein pakan, dengan nilai tertinggi ke rendah diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan A: (50% P - 20% K), pakan B: (40% P - 30% K), pakan C: 108
109 (30% P - 40% K), dan pakan D: (20% P - 50% K). Nilai tertinggi dicapai ikan uji yang mendapat pakan A: (50% P - 20% K) dan nyata berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 37 dan Lampiran 98).
Aktivitas enzim a-amilase (IU/g/menit)
70 60 50 40 30 20 10 0 K
10
12
10 10 Jumlah inokulum Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 36. Aktivitas enzim a-amilase (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Aktivitas enzim protease (IU/g/menit)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 K
10
12
10 10 Jumlah inokulum Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 37. Aktivitas enzim protease (IU/ g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
109
110 Kecernaan Karbohidrat dan Protein Pakan Kecernaan karbohidrat dan protein pakan (%) ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar proteinkarbohidrat pakan pada akhir pengamatan dapat dilihat pada Gambar 38 dan 39 serta Lampiran 99.
90 Kecernaan karbohidrat (%)
80 70 60 50 40 30
1
1010
K
1012
2
Jumlah inokulum Carnobacterium sp.
3
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 38. Kecernaan karbohidrat (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
90 Kecernaan protein (%)
80 70 60 50 40 30 1010
K
1012
Jumlah inokulum carnobacterium sp. Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 39. Kecernaan protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
110
111 Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan nyata mempengaruhi (P<0,05) kecernaan karbohidrat dan protein ikan uji (Lampiran 100 dan 102).
Pada perlakuan kontrol, semakin tinggi kadar
karbohidrat pakan, tingkat kecernaan karbohidrat dan protein pakan semakin rendah. Nilai kecernaan karbohidrat
lebih rendah dibandingkan dengan nilai
kecernaan protein pakan pada semua ikan uji (Gambar 38 dan 39 serta Lampiran 101 dan 103). Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan baik pada jumlah inokulum 1010 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan dapat meningkatkan kecernaan karbohidrat dan sekaligus meningkatkan kecernaan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol pada berbagai kadar protein–karbohidrat pakan. Nilai kecernaan karbohidrat dan protein pakan ikan uji tidak berbeda pada semua perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan. Kadar Glukosa dan Trigliserida Darah Hasil analisis kadar glukosa dan kadar trigliserida darah (mg/100 mL darah) ikan uji yang mendapat perlakuan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan sesaat sebelum makan (jam ke-0) dan setelah mengkonsumsi pakan (jam ke-2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 post prandial) disajikan pada Gambar 40 dan 41 serta Lampiran 104 dan 105.
Kadar glukosa darah (mg/100 mL darah)
140 120 100 80 60 40 20 0 7.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 2.00 Periode pengamatan (setiap 2 jam selama 18 jam post prandial ) A
B
C
D
A10
B10
C10
D10
A12
B12
C12
D12
A: (50%P-20%K) B: (40%P-30%K) C: (30%P-40%K) D: (20%P-50%K) 10 = 1010 12 = 1012
Gambar 40. Kadar glukosa darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial 111
Kadar trigliserida darah (mg/100 mL)
112 350 300 250 200 150 100 50 0 7.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 22.00 24.00 2.00 Periode pengamatan (setiap 2 jam selama 18 jam post prandial ) A
B
C
D
A10
B10
C10
D10
A12
B12
C12
D12
A: (50%P-20%K) B: (40%P-30%K) C: (30%P-40%K) D: (20%P-50%K)
10 = 1010 12 = 1012
Gambar 41. Kadar trigliserida darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan setiap 2 jam selama 18 jam post prandial Kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji segera meningkat setelah ikan mengkonsumsi sejumlah pakan dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Titik puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan dicapai pada periode waktu yang berbeda. Titik puncak kadar glukosa darah tercepat dicapai ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10 10 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan, yaitu pada jam ke-4 post prandial.
Puncak tertinggi ke
rendah diperlihatkan ikan uji yang diberi pakan D: (20% P - 50% K), pakan C: (30% P - 40% K), pakan B: (40% P - 30% K), dan pakan A: (50% P - 20% K). Ikan uji dengan perlakuan kontrol, pada berbagai perlakuan kadar proteinkarbohidrat pakan, titik puncak kadar glukosa darah dicapai pada jam ke-6 post prandial. Kadar trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan mencapai titik puncak pada periode waktu yang sama, yaitu antara jam ke-6 sampai jam ke-8 post prandial. Ikan uji pada perlakuan kontrol, pada berbagai perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan menunjukkan kadar trigliserida darah yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp.
112
113 Konsumsi Oksigen dan Laju Metabolisme Pengamatan pada tingkat konsumsi oksigen (mg O 2/kg0,8/jam) ikan uji setiap 15 menit selama 24 jam pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan disajikan pada Gambar 42. Pola konsumsi oksigen harian ikan uji bervariasi berdasarkan perlakuan yang diberikan. Tingkat konsumsi oksigen harian yang dihasilkan pada ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10 10 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan dengan berbagai kadar proteinkarbohidrat pakan lebih tinggi dibandingkan dengan ikan uji kontrol (Gambar 42). Aktivitas
mengkonsumsi
oksigen
segera
meningkat
setelah
ikan
uji
mengkonsumsi pakan, hal ini nampak terlihat pada ketiga frekuensi pemberian pakan selama 24 jam.
Ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi
Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum 10 10 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan dengan berbagai kadar protein-karbohidrat pakan memerlukan waktu mulai 0,5 sampai 3,5 jam untuk aktivitas mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang, dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Ikan uji kontrol, pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu berkisar antara 1 sampai 5 jam untuk mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang. 500 450
0.8
(mg O2/kg /jam)
Konsumsi oksigen
400 350 300 250 200 150 100 50 6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
24.00
23.00
22.00
21.00
20.00
19.00
18.00
17.00
16.00
15.00
14.00
13.00
12.00
11.00
10.00
9.00
8.00
7.00
6.00
0
Periode pengamatan (setiap 15 menit selama 24 jam) A
B
C
D
A10
B10
C10
D10
A12
B12
C12
D12
A: (50%P-20%K) B: (40%P-30%K) C: (30%P-40%K) D: (20%P-50%K)
10 = 1010 12 = 1012
Gambar 42. Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/kg0,8/jam) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan setiap 15 menit selama 24 jam 113
114 Berdasarkan data tingkat konsumsi oksigen harian dilakukan analisis tingkat konsumsi oksigen basal, konsumsi oksigen rutin, dan konsumsi oksigen kenyang (mg O2/kg0,8/jam) disajikan pada Gambar 43, 44 dan 45 serta Lampiran 106.
Konsumsi oksigen basal (mg O2 /kg0,8 /jam)
500 450 400 350 300 250 200 150 100 K
10
12
10 10 Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 43. Konsumsi oksigen basal (mg O 2/kg0,8/jam) ikan uji
Konsumsi oksigen 0,8 rutin (mg O2 /kg /jam)
500 450 400 350 300 250 200 150 100
10
K
10
10
12
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 44. Konsumsi oksigen rutin (mg O2/kg0,8/jam) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
114
115
0,8
(mg O2/kg /jam)
Konsumsi oksigen kenyang
500 450 400 350 300 250 200 150 100
K
10
10
12
10
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 45. Konsumsi oksigen kenyang (mg O2/kg0,8/jam) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan mempengaruhi (P<0,05) konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang, tetapi tidak ada interaksi antar-perlakuan (Lampiran 108 dan 110). Aktivitas konsumsi oksigen basal berkisar antara 118,41 dan 136,10 mg O2/kg0,8/jam, konsumsi oksigen rutin berkisar antara 243,23 dan 295,90 mg O2/kg0,8/jam dan konsumsi oksigen kenyang berkisar antara 310,23 dan 421,14 mg O2/kg0,8/jam. Aktivitas konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang ikan uji (Gambar 44 dan 45 serta Lampiran 109 dan 111) yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum10 10 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang ikan uji pada semua perlakuan jumlah inokulum Carnobacterium sp. meningkat dengan meningkatnya kadar protein pakan, dengan nilai tertinggi ke rendah diperlihatkan oleh ikan uji yang mendapat pakan A: (50% P - 20% K), pakan B: (40% P - 30% K), pakan C: (30% P - 40% K), dan pakan D: (20% P - 50% K). Konsumsi oksigen ikan uji yang mendapat pakan A: (50% P - 20% K) berbeda dibandingkan dengan ikan yang mendapat pakan lainnya.
115
116 Tingkat
konsumsi
oksigen
dapat
digunakan
untuk
menaksir
laju
metabolisme. Hasil analisis laju metabolisme basal, laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action (kJ/kg 0,8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan dapat dilihat pada Gambar 46, 47,48 dan 49 serta Lampiran 112.
Laju metabolisme basal Laju metabolisme basal 0,8 0,8/hari) (kJ/kg (kJ/kg /hari)
150 125 100 75 50 25 0
1010
K
1012
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 46. Laju metabolisme basal (kJ/kg0,8/hari) ikan uji
125
(kJ/kg /hari)
0,8 (kJ/kg0,8 /hari)
Lajumetabolisme metabolisme rutin Laju
150
100 75 50 25 0
K
10
12 10 p.
10
Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 47. Laju metabolisme rutin (kJ/kg0,8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
116
117
140 120
0.8
(kJ/kg /hari)
Laju metabolisme kenyang
160
100 80 60 40 20 0
K
10
10 10 Jumlah inokulum Carnobacterium sp.
12
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 48. Laju metabolisme kenyang (kJ/kg0,8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
(kJ/kg /hari)
125 100
0,8
Specifik dinamic action
150
75 50 25 0 K
10 10 10 12 Jumlah inokulasi Carnobacterium sp.
Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 49. Specific dynamic action (kJ/kg 0,8/hari) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan mempengaruhi (P<0,05) laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action, tetapi tidak ada interaksi antar-perlakuan (Lampiran 114, 116 dan 118). Laju metabolisme basal berkisar antara 38,08 – 43,92 kJ/kg 0,8/hari,
117
118 laju me tabolisme rutin berkisar antara 85,43 dan 103,98 kJ/kg0,8/hari,
laju
0,8
metabolisme kenyang berkisar antara 110,57 dan 150,10 kJ/kg /hari dan specific dynamic action berkisar antara 67,17 dan 107,99 kJ/kg0,8/hari. Aktivitas laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action ikan uji (Gambar 47, 48 dan 49 serta Lampiran 115, 117, dan 119) yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. baik pada jumlah inokulum1010 maupun 1012 cfu/mL/100 g pakan nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action ikan uji pada semua pelakuan jumlah
inokulum Carnobacterium sp.
meningkat dengan peningkatan kandungan protein pakan. Nilai tertinggi ke rendah diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan A: (50% P - 20% K), pakan B: (40% P - 30% K), pakan C: (30% P - 40% K) dan pakan D: (20% P - 50% K). Nilai tertinggi dicapai ikan uji yang mendapat pakan A: (50% P - 20% K) nyata berbeda dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Neraca Energi Neraca energi merupakan parameter penting pada kajian bioenergetik. Neraca energi ikan uji dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan yang dianalisis
pada akhir percobaan adalah
konsumsi energi, energi yang diretensi dalam tubuh, dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi (Gambar 50, 51, 52, 53 dan 54 serta Lampiran 120). Jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan mempengaruhi (P<0,05) konsumsi energi, energi yang diretensi dalam tubuh, dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji (Lampiran 121, 123, 125, 127, dan 129). Hasil uji lanjutan pada Lampiran 122, 124, 126 , 128, dan 130 serta Gambar 50, 51, 52, 53, dan 54 menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan mampu meningkatkan energi yang diretensi dalam tubuh dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji, serta mengefisienkan energi yang dikonsumsi, baik pada jumlah inokulum1010 118
119 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Energi yang diretensi dalam tubuh dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan. Nilai terbaik diperlihatkan oleh ikan uji yang diberi pakan D: (20% P 50% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. yang berbeda dari perlakuan lainnya. Pada ikan uji kontrol, energi yang diretensi dalam tubuh dan energi metabolik dalam kJ per kg ikan yang dihasilkan tidak berbeda antar-perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan. Persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji meningkat dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan, sampai pada pakan C: (30% P – 40 % K). Setelah itu menurun pada ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K). Hasil yang dicapai merupakan dampak dari peningkatan konsumsi energi pada ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K).
Konsumsi energi (kJ/kg)
1000 950 900 850 800 750 700 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 50. Konsumsi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
119
120
Retensi energi (kJ/kg)
500 450 400 350 300 250 200 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 51. Retensi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
Energi metabolik (kJ/kg)
700 650 600 550 500 450 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 52. Energi metabolik (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan
120
RE/KE (%)
121
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 53. Retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar proteinkarbohidrat pakan 100
EM/KE (%)
90 80 70 60 50 40 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Kadar protein-karbohidrat pakan Jumlah inokulum Carnobacterium sp. (
K
1010
1012 )
Gambar 54. Energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Tingkat Kelangsungan Hidup Data jumlah populasi ikan uji dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan pada setiap 10 hari periode pengamatan disajikan pada Lampiran 131. Berdasarkan data tersebut 121
122 diperoleh nilai tingkat kelangsungan hidup (%) yang disajikan pada Gambar 55 dan Lampiran 132.
Tingkat kelangsungan hidup (%)
100 75 50 25 0 10
12
K 10 10 Jumlah inokulasi Carnobacterium sp. Kadar protein-karbohidrat pakan 50%P-20%K
40%P-30%K
30%P-40%K
20%P-50%K
Gambar 55. Tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan Gambar 55 dan Lampiran 133 menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada ikan uji baik jumlah inokulum Carnobacterium sp. maupun kadar protein-karbohidrat pakan selama 60 hari pemeliharaan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan pada tingkat kelangsungan hidup ikan uji. Pembahasan
Hasil percobaan secara in vitro menunjukkan bahwa Carnobacterium sp. sangat efektif menghidrolisis pakan dan sangat dipengaruhi oleh jumlah inokulum Carnobacterium sp. serta
kadar protein-karbohidrat pakan.
Semakin tinggi
jumlah inokulum dan kadar karbohidrat pakan, semakin besar kadar glukosa yang dihasilkan, dan derajat hidrolisis karbohidrat rata-rata mencapai 100% pada akhir periode inkubasi 24 jam. Pati yang terkandung dalam pakan adalah substrat yang sesuai bagi Carnobacterium sp. Oleh sebab itu, peningkatan pati dalam pakan dapat memacu sekresi enzim amilase untuk mendegradasi pati menjadi glukosa. Peningkatan kadar glukosa dalam media meningkatkan sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Atlas et al. (1984) mengemukakan bahwa mikrob amilolitik 122
123 adalah mikrob yang mampu menghasilkan eksoenzim amilase yang akan mendegradasi pati menjadi maltosa dan glukosa. Sakarida ini diangkut ke dalam sitoplasma sel dan digunakan sebagai sumber karbon dan energi. Kadar glukosa dalam media juga sangat dipengaruhi oleh jumlah inokulum Carnobacterium sp.
Pertumbuhan mikrob merupakan pembelahan biner
melintang, yaitu satu sel membelah diri menghasilkan dua sel. Semakin besar jumlah inokulum, berarti semakin padat populasi Carnobacterium sp.
dalam
media. Oleh sebab itu, akan semakin banyak sel yang membelah, yang menyebabkan
kepadatan sel Carnobacterium sp. akan semakin meningkat.
Peningkatan kepadatan populasi Carnobacterium sp. dapat menambah aktivitas hidrolisis substrat sehingga kadar glukosa dalam media kultur juga meningkat. Menurut Fuller (1997) salah satu faktor yang menentukan keberhasilan aplikasi probiotik adalah dosis yang diberikan. Kompiang (1999) mengemukakan bahwa dosis probiotik yang tepat dalam pakan dapat berfungsi sebagai growth promoter pada pertumbuhan hewan. Penurunan kadar glukosa pada periode pengamatan 24 jam inkubasi terjadi karena glukosa hasil hidrolisis dimanfaatkan oleh mikrob sebagai sumber karbon untuk kehidupannya sementara sumber glukosa dalam media, yaitu pati sudah mulai berkurang dan bahkan sudah habis. Fenomena ini dibuktikan dengan hasil analisis pada derajat hidrolisis karbohidrat pakan pada periode inkubasi 24 jam, yaitu rata-rata mencapai 100% untuk semua perlakuan.
Pengamatan pada
berbagai periode inkubasi untuk mengukur hidrolisis karbohidrat pakan oleh mikrob secara in vitro sangat penting sebagai informasi periode inkubasi yang sudah memberikan respons perbedaan pada parameter yang diamati.
Pada
percobaan ini, periode inkubasi yang sudah memberikan respons perbedaan adalah pada periode pengamatan 12 jam inkubasi. Semakin banyak substrat yang tersedia semakin
tinggi aktivitas mikrob
untuk menghidrolisis. Akan tetapi, substrat yang masih tersisa yang belum terhidrolisis oleh mikrob sampai periode inkubasi 12 jam masih tinggi. Hal inilah yang menyebabkan derajat hidrolisis karbohidrat yang
diperoleh
menurun
dengan meningkatnya kadar karbohidrat pakan. Derajat hidrolisis karbohidrat yang dicapai oleh Carnobacterium sp. pada jumlah inokulum 1010 dan 10 12
123
124 cfu/mL sampai 12 jam inkubasi, sudah berada pada kisaran nilai kecernaan karbohidrat atau pati oleh ikan, yaitu sekitar 40 sampai 60%. Derajat hidrolisis karbohidrat yang masih lebih rendah dibandingkan nilai kecernaan ikan pada umumnya, ditemukan pada level karbohidrat pakan yang tinggi.
Meskipun
demikian, diharapkan pada aplikasi Carnobacterium sp secara in vivo, enzim pencernaan eksogen dan endogen pada saluran pencernaan bekerja bersama-sama untuk melakukan proses degradasi karbohidrat pakan. Dengan demikian, derajat hidrolisis atau kecernaan karbohidrat pakan dapat lebih ditingkatkan. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan in vitro, pada semua parameter yang diamati bahwa perlakuan yang terbaik adalah jumlah inokulum Carnobacterium sp. 1012 cfu/mL dengan pakan E: (10% P – 60% K). Walaupun demikian, perlakuan yang diuji pada percobaan in vivo adalah jumlah inokulasi mikrob 1010 dan 1012 cfu/mL dan pakan A : (50% P – 20% K), pakan B: (40 P – 30% K), pakan C: (30% P – 40% K), dan pakan D: (20% P – 50 % K). Meskipun hasil uji statistik membuktikan bahwa jumlah inokulum Carnobacterium sp. yang terbaik adalah 10 12 cfu/mL, dalam saluran pencernaan ikan juga terdapat enzim pencernaan amilase endogen yang akan mencerna karbohidrat pakan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Diharapkan dengan 1010 cfu/mL Carnobacterium sp., ikan uji sudah mampu memanfaatkan pakan buatan dengan kadar karbohidrat yang lebih tinggi, dan memberikan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik. Pakan E: (10% P – 60% K) tidak digunakan pada tahap pengujian in vivo dengan pertimbangan kadar proteinnya terlalu rendah dibandingkan dengan kebutuhan protein pada ikan secara umum. Ikan bandeng membutuhkan kadar protein pakan berkisar antara 20 dan 40%, dengan kadar protein optimal sebesar 40% yang memberikan tingkat pertumbuhan terbaik (Lim et al. 1979; Santiago et al. 1983). Carnobacterium sp. sebagai feed additive
mampu meningkatkan
pertumbuhan ikan uji baik pada jumlah inokulum Carnobacterium sp. 1010 maupun 10 12 cfu/mL/100 g pakan dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. memperlihatkan peningkatan pertumbuhan dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) dan pakan C: (30% P – 40% K) menunjukkan tingkat pertumbuhan
124
125 tertinggi.
Sebaliknya, pada ikan uji dengan perlakuan kontrol, pertumbuhan
menurun dengan meningkatnya karbohidrat. Hal senada dengan ikan uji pada perlakuan kontrol, yaitu pertumbuhan menurun dengan meningkatnya karbohidrat dilaporkan pada beberapa spesies ikan (Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004; dan Hatlen et al. 2005). Peningkatan pertumbuhan ikan uji akibat inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan merupakan respons pemanfaatan karbohidrat pakan sebagai sumber energi, hal ini memperlihatkan apa yang disebut protein sparing action untuk pertumbuhan. Protein dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan perbaikan sel yang rusak, tidak sebagai sumber energi. Menurut Zonneveld et al. (1991) meskipun karbohidrat bukan merupakan sumber energi yang superior bagi ikan melebihi protein dan lemak, karbohidrat yang dicerna dari pakan dapat memperlihatkan apa yang disebut protein sparing action untuk pertumbuhan. Respons
pertumbuhan
ikan
uji
yang
tinggi
terhadap
inokulasi
Carnobacterium sp. dalam pakan menghasilkan tingkat pemanfaatan pakan yang lebih efisien dibandingkan ikan uji kontrol. Ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) dan pakan C: (30% P – 40% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. mampu memanfaatkan karbohidrat pakan lebih efektif dan menggunakan protein pakan lebih efisien sehingga memberikan respons lebih baik pada pertumbuhan dan efisiensi pakan. Hasil yang sama dicapai oleh ikan gurame yang diberi pakan dengan inokulasi probiotik Bacillus sp. (Irawan 2002; dan Murni 2004). Pengukuran materi pertumbuhan, meliputi retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot memperlihatkan pola yang seiring dengan pertumbuhan bobot ikan uji.
Inokulum Carnobacterium sp. dalam pakan, baik
10
maupun 1012 cfu/mL/100 g, meningkatkan retensi
pada jumlah inokulum 10
protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot ikan uji dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot meningkat dengan peningkatan kadar karbohidrat pakan. Peningkatan kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi, dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan protein pakan untuk pertumbuhan dan
125
126 pergantian sel yang rusak, yang pada akhirnya terjadi peningkatan deposisi dan retensi protein. Berdasarkan data retensi lemak ikan uji terlihat adanya indikasi pemanfaatan sejumlah lemak pakan untuk mencukupi kebutuhan energi karena energi yang berasal dari karbohidrat pakan rendah. Keadaan ini ditunjukkan ikan uji kontrol dengan pakan A: (50% P – 20% K).
Retensi lemak
meningkat dengan
peningkatan kadar karbohidrat pakan, serta meningkat dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan bahkan mencapai di atas 100%.
Hal ini
mengindikasikan adanya pemanfaatan lemak dan karbohidrat pakan secara maksimum untuk simpanan lemak tubuh pada proses lipogenesis. Hasil yang sama dilaporkan terjadi pada ikan gurame yang mendapat pakan yang diinokulasi probiotik Bacillus sp. (Murni 2004). Ketersediaan
glukosa
dalam
sel, yang merupakan produk hidrolisis
karbohidrat digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis tubuh dan kebutuhan energi, setelah terpenuhi pemasukan glukosa yang tinggi akan merangsang terjadinya proses glikogenesis dan lipogenesis (Stryer 2000). Glikogenesis adalah perubahan bentuk glukosa menjadi glikogen seperti yang terjadi dalam hati dan otot. Peningkatan aktivitas glikogenesis inilah yang menyebabkan meningkatnya kadar glikogen hati dan otot pada ikan uji yang diberi pakan dengan kadar karbohidrat lebih tinggi dengan inokulasi Carnobacterium sp. Nilai yang didapat menurun dengan berkurangnya karbohidrat pakan. Peningkatan retensi protein dan lemak, serta kadar glikogen hati dan otot dengan meningkatnya karbohidrat pakan juga ditemukan pada spesies ikan lain (Suarez et al. 2002; Krogdahl et al. 2004; Mokoginta et al. 2004; dan Hatlen et al. 2005). Pada ikan uji kontrol, pertumbuhan tertinggi ke rendah adalah yang diberi pakan A: (50% P - 20% K), pakan B: (40% P - 30% K); pakan C: (30% P - 40% K), dan pakan D: (20% P - 50% K). Hal ini terjadi karena perbedaan pada kadar protein-karbohidrat pakan yang diberikan. Ikan uji yang mendapat pakan dengan kadar protein yang lebih tinggi memperlihatkan respons pertumbuhan tertinggi dan menurun dengan menurunnya kadar protein pakan. Pengaruh yang lain diduga adanya perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pakan. Perbedaan komposisi asam amino dan asam lemak pada setiap pakan uji disebabkan oleh
126
127 perbedaan komposisi tepung ikan, tepung kedelai, dan tepung terigu dalam formulasi pakan Pola pertumbuhan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dari tertinggi ke rendah adalah yang diberi pakan pakan D: (20% P - 50% K), pakan C: (30% P - 40% K), pakan B: (40% P - 30% K), dan pakan A: (50% P - 20% K). Fenomena ini merupakan respons ikan uji pada perubahan fisiologis saluran pencernaan akibat inokulasi Carnobacterium sp. Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan populasi mikrob dalam saluran pencernaan ikan uji, yaitu dari sekitar 10 10 cfu/mL menjadi 1013 cfu/mL pada saat puncak hidrolisis pakan. Peningkatan populasi mikrob dalam saluran pencernaan ikan uji meningkatkan aktivitas enzim pencernaan,
yaitu enzim
a-amilase dan protease di dalam saluran pencernaan ikan uji. Enzim a-amilase dan protease (pepsin dan tripsin) adalah enzim yang berperan sebagai katalisator pada pencernaan karbohidrat dan protein. Peningkatan aktivitas enzim pencernaan yang berasal dari kontribusi mikrob pada saluran pencernaan ikan dilaporkan oleh beberapa peneliti (Gatesoupe 1999; Handayani et al. 2000; Robertson et al. 2000; dan Murni 2004).
Peningkatan aktivitas enzim a-amilase dan protease pada
saluran pencernaan ikan uji dapat meningkatkan kecernaan karbohidrat dan protein pakan. Akibatnya, penyerapan nutrien hasil hidrolisis di dalam saluran pencernaan juga meningkat. Hal ini merupakan respons positif dari ikan uji pada Carnobacterium sp.
yang diberikan sehingga lebih mampu memanfaatkan
karbohidrat pakan sebagai sumber energi, diperuntukkan
bagi
pertumbuhan.
Hasil
dan protein lebih banyak akhirnya
adalah
peningkatan
pertumbuhan. Populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji meningkat pada 5 jam post prandial dibandingkan dengan ikan uji kontrol. Pada periode waktu 5 jam aktivitas pada saluran pencernaan ikan uji tinggi, dan masih banyak nutrien yang tersedia. Penurunan kembali populasi mikrob pada saluran pencernaan ikan uji 24 jam post prandial disebabkan pakan dalam saluran pencernaan sudah habis dihidrolisis dan nutrien hasil hidrolisis sudah diserap ke dalam tubuh.
Oleh
karena itu, tidak tersedia nutrien yang cukup untuk pertumbuhan mikrob. Mikroorganisme dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar yang kaya
127
128 akan molekul kompleks dengan cara mensekresikan enzim yang disebut eksoenzim.
Eksoenzim mengkatalisasikan hidrolisis makromolekul menjadi
molekul yang lebih sederhana seperti protein menjadi asam amino, polisakarida menjadi gula, dan lemak menjadi asam lemak. Molekul yang sudah kecil ini diangkut ke sitoplasma sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi atau senyawa pemula dalam sintesis komponen sel (Lay 1994). Eksoenzim disekresikan oleh mikrob untuk mendegradasi pakan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan karbon atau energi mikrob itu sendiri. Akan tetapi, ketersediaan nutrien lebih banyak dibandingkan dengan kebutuhan mikrob sampai pada batas jumlah inokulum tertentu. Hal inilah yang menjadi satu alasan tidak ada perbedaan populasi mikrob pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan.
Perimbangan ketersediaan nutrien yang lebih banyak dari kebutuhan
mikrob, menyebabkan ketersediaan nutrien untuk ikan uji tidak terganggu. Keuntungan bagi ikan uji adalah eksoenzim yang disekresikan mikrob dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan pada saluran pencernaan ikan uji. Aktivitas enzim a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji meningkat dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan. Peningkatan aktivitas enzim a-amilase pada saluran pencernaan ikan uji dengan adanya inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan, diikuti juga oleh peningkatan aktivitas enzim protease.
Carnobacterium sp. adalah mikrob amilolitik yang
memerlukan pati sebagai sumber karbonnya, tetapi mikrob ini juga dapat memanfaatkan sumber karbon lain selain pati pada media hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan aktivitas enzim protease pada saluran pencernaan ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. meningkat dibandingkan kontrol. Pelczar dan Chan (1988) mengemukakan bahwa mikrob seperti juga manusia memerlukan zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan fungsi normalnya, yaitu sumber energi, karbon, nitrogen, mineral, vitamin, dan air. Aktivitas enzim a-amilase meningkat dengan peningkatan karbohidrat pakan, dan aktivitas enzim protease meningkat dengan peningkatan protein pakan. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan substrat yang dihidrolisis oleh enzim. Semakin banyak substrat yang tersedia, semakin banyak eksoenzim yang disekresikan mikrob. Ketersediaan substrat juga akan merangsang saluran dan
128
129 kelenjar pencernaan ikan untuk mensekresikan enzim endogen secara maksimal sampai batas tertentu. Dengan demikian, terjadi peningkatan aktivitas enzim aamilase dan protease untuk menghidrolisis karbohidrat dan protein pakan. Peningkatan ini berdampak pada peningkatan kecernaan karbohidrat dan protein pakan pada ikan uji yang mendapat pakan yang diinokulasi Carnobacterium sp. Nilai kecernaan pakan atau disebut juga kofisien pencernaan dapat menggambarkan
kemampuan
ikan
untuk
mencerna
pakan,
menggambarkan kualitas pakan yang dikonsumsi oleh ikan.
juga
dapat
Kecernaan
karbohidrat dan protein pakan ikan uji pada perlakuan kontrol, menurun dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan. Hasil yang sama dilaporkan ditemukan pada ikan rainbow trout (Pan et al. 2005). Pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. tidak ada perbedaan antar-perlakuan kadar protein-karbohidrat pakan, akan tetapi lebih tinggi dibandingkan ikan uji kontrol. Kecernaan karbohidrat dan protein pakan akan menurun dengan meningkatnya komposisi non-protein dalam pakan.
Hal ini demikian karena, pada proses
pencernaan karbohidrat, semakin tinggi kadar karbohidrat pakan semakin besar substrat yang tersedia untuk enzim a-amilase. Akan tetapi kapasitas aktivitas enzim a-amilase untuk menghidrolisis karbohidrat rendah.
Dengan demikian,
semakin tinggi kadar karbohidrat pakan semakin banyak bagian yang tidak tercerna dan dikeluarkan dari tubuh sebagai feses. Peningkatan bagian karbohidrat yang tidak tercerna akibat peningkatan kadar karbohidrat pakan berpengaruh pada kecernaan protein. Hal ini terjadi demikian karena protein yang belum sempat dicerna dengan baik akan ikut terbuang bersama dengan bagian karbohidrat yang tidak tercerna. Peningkatan nilai kecernaan karbohidrat dan protein ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. disebabkan oleh peningkatan aktivitas a-amilase dan protease pada saluran pencernaan ikan uji sehingga aktivitas degradasi substrat meningkat. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa kadar protein dan karbohidrat pakan tidak mempengaruhi kecernaan karbohidrat. Semakin banyak karbohidrat pakan yang tercerna semakin sedikit bagian yang tidak tercerna. Oleh karena itu, tidak banyak bagian protein yang ikut terbuang bersama karbohidrat.
129
130 Glukosa adalah produk hidrolisis enzimatik karbohidrat pakan, diserap di usus halus masuk ke aliran darah Kadar glukosa dalam darah merupakan resultan atau hasil perimbangan sesaat antara laju penyerapan glukosa dari saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemasukan glukosa darah ke dalam sel pada proses metabolisme karbohidrat. Kadar glukosa darah yang terus meningkat mengindikasikan adanya aliran glukosa ke dalam darah yang lebih besar dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Sebaliknya, kadar glukosa akan menurun apabila aliran glukosa ke dalam darah lebih rendah dibandingkan pemasukan glukosa darah ke dalam sel. Dengan demikian, puncak kadar glukosa darah terjadi saat aliran glukosa ke dalam darah dan pemasukan glukosa darah ke dalam sel mencapai titik keseimbangan. Puncak dan permulaan turunnya puncak kadar glukosa darah tercepat diperlihatkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada jam ke-4 post prandial, ikan uji kontrol pada jam ke-6 pos prandial.
sedangkan
Proses hidrolisis enzimatik
karbohidrat yang berlangsung maksimal pada saluran pencernaan, menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah berlangsung cepat pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. Hal ini dapat memicu bioaktivitas insulin pada tingkat tertinggi sehingga pemasukan glukosa darah ke dalam sel berlangsung dengan cepat dan kadar glukosa dalam darah segera menurun (Matthews et al. 2003).
Peningkatan penggunaan glukosa untuk energi
metabolisme sel juga dirangsang dengan meningkatnya karbohidrat pakan. Furuichi (1988) mendapatkan bahwa enzim glikolitik seperti fosfofruktokinase dan heksokinase terlihat lebih efektif pada ikan omnivora. Peningkatan aktivitas fosfofruktokinase
dijumpai pada ikan nila hibrida setelah mengkonsumsi
sejumlah karbohidrat (Shiau dan Chen 1993; Shiau dan Liang 1995). Glukosa yang telah masuk ke dalam sel akan segera dimetabolisme untuk mencukupi kebutuhan energi sehingga menghindari penggunaan sejumlah asam amino sebagai sumber energi metabolik. Keadaan ini pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan deposisi materi pertumbuhan seperti protein dan lemak. Suarez et al. (2002) melakukan analisis aktivitas glikolisis dan glukoneogenesis secara tidak langsung dengan mengukur aktivitas enzim hati yang berperan, yaitu PK (pyruvate kinase), FBPase (fructose 1.6 bis-phosphatase), dan G6PDH (glukosa 6-
130
131 phosphate dehydrogenase). Aktivitas glikolisis meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat dibandingkan protein pakan dan aktivitas glukoneogenesis dapat dikurangi mulai dari 20 sampai 30% untuk setiap peningkatan kadar karbohidrat dibanding protein pakan. Kadar trigliserida dalam darah merupakan resultan atau perimbangan sesaat, antara laju penyerapan trigliserida hasil hidrolisis enzimatik lemak pada saluran pencernaan ke dalam aliran darah dan laju pemanfaatannya pada sel-sel hati, sebelum disintesis kembali dan disimpan dalam jaringan adiposa. Fenomena yang terjadi pada kadar trigliserida darah juga terjadi seperti pada resultan kadar glukosa darah. Kadar trigliserida darah ikan uji pada setiap perlakuan mencapai titik puncak pada antara jam ke-6 sampai jam ke-8 post prandial. Ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan kadar trigliserida darah yang lebih tinggi dibandingkan ikan uji kontrol, serta lebih rendah dengan menurunnya karbohidrat pakan baik pada ikan uji yang mendapat pakan
dengan
inokulasi
Carnobacterium
sp.
dan
kontrol.
Hal
ini
mengindikasikan adanya pemanfaatan sejumlah lemak pakan untuk mencukupi kebutuhan energi yang disebabkan oleh rendahnya energi yang berasal dari karbohidrat pakan. Peningkatan kadar trigliserida darah ikan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dan peningkatan kadar karbohidrat pakan mengindikasikan adanya proses lipogenesis, baik dari lemak pakan maupun dari kelebihan glukosa darah.
Kelebihan energi ini akan segera diubah menjadi
trigliserida dan selanjutnya disimpan dalam jaringan adiposa. Pola kadar glukosa pada beberapa spesies ikan bervariasi, yang dipengaruhi beberapa faktor di antaranya
jenis dan ukuran, kekomplekskan dan kadar
karbohidrat. Umumnya puncak dan penurunan puncak kadar glukosa darah ikan yang mendapat pakan dengan sumber karbohidrat pati sekitar 5 sampai 6 jam post prandial (Deng et al. 2001; Stone et al. 2003b; dan Subandiyono 2004). Gambaran terjadinya peningkatan aktivitas yang terjadi dalam saluran pencernaan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dapat dilihat
juga pada parameter
pola konsumsi oksigen harian. Aktivitas
mengkonsumsi oksigen segera meningkat setelah ikan uji mengkonsumsi pakan, hal ini nampak terlihat pada ketiga frekuensi pemberian pakan selama 24 jam.
131
132 Ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. memerlukan waktu yang lebih pendek dibandingkan ikan uji kontrol, yaitu berkisar antara 0,5 dan 3,5 jam untuk aktivitas mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang, dan menurun kembali setelah mencapai puncak. Ikan uji kontrol, memerlukan waktu lebih lama, yaitu berkisar antara 1 sampai 5 jam untuk mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang. Pola konsumsi oksigen yang diperlihatkan ikan uji merupakan gambaran pola penggunaan energi untuk aktivitas pencernaan.
Sehubungan
dengan ini dapat direkomendasikan bahwa frekuensi pemberian pakan untuk ikan bandeng dilakukan 3 kali sehari dengan jarak antar-pemberian maksimal 5 jam. Gambaran pola konsumsi oksigen harian (mg O2/kg0,8/jam) yang terjadi sejalan dengan pola kadar glukosa dan trigliserida darah ikan uji pada penelitian ini. Konsumsi
oksigen
merupakan
bagian
penting
dari
keseimbangan
bioenergetik sebab menggambarkan penggunaan energi langsung pada kerja metabolik termasuk metabolisme untuk hidup pokok, makan, dan aktif (SchmidtNielsen 1990; Lemos dan Phan 2001; Rosas et al. 2001).
Inokulasi
Carnobacterium sp. dalam pakan meningkatkan konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang
ikan uji yang lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Konsumsi oksigen juga meningkat dengan bertambahnya kadar protein pakan dibandingkan karbohidrat pakan baik pada ikan uji dengan inokulasi Carnobacterium sp. maupun kontrol. Fenomena yang sama juga diperlihatkan oleh gambaran pekerjaan metabolisme ikan uji yang diperoleh dari data konsumsi oksigen yang dikonversikan dengan nilai setara kalor, yaitu laju metabolisme rutin, laju metabolisme kenyang, dan specific dynamic action (kJ/kg 0,8/hari). Metabolisme basal atau standar didefinisikan sebagai tingkat pembelanjaan energi minimal untuk mempertahankan struktur dan fungsi jaringan agar organisme tetap hidup. Pengukuran dilakukan pada kondisi setelah organisme dipuasakan (post absorptive), kondisi lingkungan yang netral dan organisme dalam keadaan istirahat dan tidak banyak bergerak (Affandi et al. 2005; Wuenschel et al. 2005).
Nilai laju metabolisme basal yang diperoleh pada
percobaan ini adalah berkisar antara 38,08 dan 43,92 kJ/kg0,8/hari.
Laju
metabolisme basal pada organisme terestrial adalah sebesar 70 kkal/BBM yang setara dengan 292 kJ/BBM 0,75 (Brody 1974).
Hal ini menunjukkan adanya
132
133 perbedaan laju metabolisme basal antara organisme akuatik dan terestrial, dimana organisme akuatik hanya menggunakan energi sekitar 1/7 bagian dibandingkan organisme terestrial. Ikan bandeng termasuk organisme akuatik berdarah dingin (poikiloterm) yang membutuhkan energi untuk hidup pokok (menyesuaikan diri dengan suhu lingkungan) yang lebih rendah dibandingkan organisme terestrial (homiokiloterm). Kebutuhan energi organisme akuatik adalah 10 sampai 30 kali lebih rendah dari homioterm yang harus mempertahankan suhu tubuh 35oC. Pembelanjaan energi untuk mempertahankan suhu tubuh pada organisme akuatik hampir dikatakan nol dan energi yang dibelanjakan untuk menopang tubuh serta mempertahankan posisi dan pergerakan dalam air sangat kecil (Cho et al. 1982; Affandi et al. 1994). Laju metabolisme kenyang dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan energi saat puncak proses metabolisme dan pencernaan. Nilai laju metabolisme kenyang pada ikan berkisar antara 1,5 dan 5,8 kali laju metabolisme basal (Brett dan Goves 1979). Laju metabolisme rutin atau disebut juga dengan produksi panas harian atau energi yang hilang menjadi panas, merupakan akumulasi penggunaan energi pada berbagai aktivitas.
Laju
metabolisme kenyang dan rutin tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada kadar protein-karbohidrat 20%P dan 50%K. Laju metabolisme kenyang dan rutin menurun dengan meningkatnya kadar kabohidrat pakan. Meningkatnya laju metabolisme kenyang dan rutin pada ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. disebabkan adanya peningkatan proses-proses fisiologis akibat peningkatan proses hidrolisis nutrien pakan di dalam saluran pencernaan.
Peningkatan
aktivitas metabolisme termasuk pengambilan, mencerna, dan absorbsi nutrien pakan mengakibatkan peningkatan penggunaan energi untuk aktivitas tersebut, seperti yang ditunjukkan pada nilai specific dynamic action. Specific dynamic action ditentukan dengan mengurangi nilai antara laju metabolisme kenyang dan basal.
Specific dynamic action merupakan tingkat
penggunaan energi untuk menghancur, mengubah dan menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Nilai specific dynamic action yang ditunjukan ikan uji seiring dengan nilai laju metabolisme kenyang dan rutin.
133
134 Specific dynamic action tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp., yaitu pada kadar protein-karbohidrat 20% P dan 50% K. Specific dynamic action meningkat dengan bertambahnya kadar protein pakan. Priedi (1985) mengemukakan bahwa nilai specific dynamic action akan besar jika pakan yang dikonsumsi kaya dengan protein dan diperkirakan bervariasi antara 5 dan 20% dari energi yang dikonsumsi. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan protein yang tinggi dalam pakan memerlukan ongkos yang tinggi untuk menghancur, mengubah, dan menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Akibatnya, tingkat metabolisme menjadi lebih besar. Peningkatan kadar karbohidrat dibandingkan protein pakan dapat menurunkan aktivitas metabolisme ikan uji sehingga penggunaan energi menjadi lebih efisien. Jumlah energi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain spesies ikan, umur, komposisi ransum, tingkat reproduksi, dan laju metabolisme standar. Besarnya specific dynamic action pada ikan untuk mengolah karbohidrat (ikan herbivora) adalah sebesar 5% sedangkan untuk mengolah protein (ikan karnivora) adalah sebesar 30% (Zonneveld et al. 1991). Laju metabolisme ikan bandeng cukup tinggi dibandingkan ikan lain (Becker dan Fishelson 1986; Becker et al. 1992; Guerin dan Stickle 1997; Shouqi et al. 1997; Fu dan Xie 2004). Hal ini terjadi karena ikan bandeng adalah ikan perenang cepat serta ikan yang agresif sehingga memerlukan energi yang tinggi untuk memenuhi kegiatan fisiologis yang terjadi di dalam tubuhnya. Peningkatan kecepatan renang yang menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen ditunjukkan oleh ikan salmon dan rainbow trout (Weatherly dan Gill 1987), serta oleh ikan mas
(Zonneveld et al. 1991).
Dugaan lain adalah adanya perbedaan suhu
lingkungan pada saat pengukuran.
Peningkatan suhu lingkungan sangat
berpengaruh pada aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena ikan adalah poikiloterm atau hewan berdarah dingin, yaitu suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Setiap kenaikan suhu 10oC maka aktivitas metabolisme
akan meningkat 2 kali lipat. Neraca energi memberikan gambaran mengenai tingkat pemasukan energi, serta ketersediaan energi untuk metabolisme dan pertumbuhan, tingkat retensi
134
135 energi, serta persentase energi yang diretensi per energi yang dikonsumsi dan energi metabolik per konsumsi energi.
Inokulasi Carnobacterium sp. dalam
pakan mampu meningkatkan energi yang diretensi dalam tubuh, energi metabolik dalam kJ per kg ikan, serta persentase retensi energi per konsumsi energi dan energi metabolik per konsumsi energi ikan uji, serta mengefisienkan energi yang dikonsumsi. Energi metabolik adalah energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan.
Kebutuhan energi untuk hidup pokok harus dipenuhi terlebih
dahulu, apabila terdapat kelebihan akan digunakan untuk pertumbuhan. Besarnya energi metabolik ditentukan dari penjumlahan antara penggunaan energi pada metabolisme rutin dan retensi energi (Affandi et al. 2005). Kebutuhan energi untuk hidup pokok dan pertumbuhan sangat bergantung pada kualitas makanan (terutama kadar protein) dan kuantitas makanan yang dikonsumsi (rasio) ikan. Proses pencernaan, penyerapan, dan metabolisme merupakan proses yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Energi metabolik yang tinggi pada ikan uji yang diberi pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. dan meningkat dengan bertambahnya kadar karbohidrat pakan disebabkan oleh tingkat pencernaan dan penyerapan karbohidrat pada saluran pencernaan ikan uji berlangsung optimum. Hal ini menyebabkan ketersediaan energi untuk metabolisme terpenuhi dari proses glikolisis dan lipolisis, sedangkan energi yang diretensi lebih banyak berasal dari deposisi protein.
Ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K) dengan
inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase energi metabolik tertinggi, yaitu sekitar 90% dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) menunjukkan persentase energi metabolik terendah, yaitu sekitar 50% dari energi yang dikonsumsi. Persentase energi metabolik yang dihasilkan cukup tinggi dibandingkan dengan persentase energi metabolik hewan air lain. Energi metabolik pada larva Farfantepenaeus paulensis berkisar antara 29,84 dan 66,11% dari energi yang dikonsumsi (Lemos dan Phan 2001). Energi metabolik pada Litopenaeus setiferus stadia postlarva (PL 1 – 10) berkisar 36,13 sampai 56% dari energi yang dikonsumsi. Pada L. vannamei PL 1 – 10 energi metabolik yang diperoleh berkisar antara 39,21 dan 57,85% dari energi yang
135
136 dikonsumsi (Brito et al. 2004). Energi metabolik kepiting bakau sekitar 51,01% dari energi yang dikonsumsi pada salinitas 25 ppt (Karim 2005). Energi yang teretensi adalah energi yang terdeposisi dalam tubuh dan digunakan untuk pertumbuhan. Retensi energi ikan uji meningkat dengan inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dan menurun dengan berkurangnya kadar karbohidrat pakan. Ikan uji yang diberi pakan D: (20% P – 50% K) dengan inokulasi Carnobacterium sp. menunjukkan persentase retensi energi tertinggi, yaitu sebesar 64% dari energi yang dikonsumsi. Ikan uji kontrol yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K) menunjukkan persentase retensi energi terendah, yaitu sebesar 35% dari energi yang dikonsumsi. Retensi energi yang dihasilkan seiring dengan nilai retensi protein dan retensi lemak. Peningkatan kemampuan ikan uji memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber energi berdampak positif pada deposisi materi pertumbuhan, dan tentunya pada akhirnya terhadap pertumbuhan bobot.
Persentase retensi energi yang dihasilkan cukup tinggi dibandingkan
persentase retensi energi hewan air lain. Retensi energi pada Labeo rohita berkisar antara 17,2 dan 33,8 % (Satphaty et al. 2001). Retensi energi yang dihasilkan pada ikan mas yang mendapat pakan 40% protein adalah sebesar 30,1% (Focken et al. 1997). Retensi energi yang dihasilkan pada Melanogrammus aeglefinus berkisar antara 39,3 dan 42,0% (Kim dan Lall 2001). Energi yang teretensi pada kepiting bakau sekitar 38,62% pada salinitas 25% (Karim 2005). Energi yang diretensi pada ikan halibut atlantik berkisar antara 38,0 dan 46,7%. Retensi energi meningkat dengan bertambahnya ukuran ikan (Harlen et al. 2005). Berdasarkan uraian di atas, diperoleh gambaran tentang alokasi energi ikan bandeng yang dipelihara dengan pemberian pakan yang diinokulasi dengan mikrob Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum dan kadar proteinkarbohidrat pakan. Pada total energi yang dikonsumsi sekitar 53 sampai 94% merupakan persentase energi metabolik, yaitu energi yang siap digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan.
Energi yang teretensi berkisar mulai dari 35
sampai 64%, energi yang dihasilkan sebagai panas berkisar mulai dari 19 sampai 28%. Dari total energi yang termetabolisme sebesar 60 sampai 70% adalah energi yang teretensi.
136
137 Respons ikan uji terhadap perbedaan jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10
10
dan 10 12 cfu/mL/100 g pakan tidak signifikan.
Hal ini terjadi karena
pertumbuhan dan perkembangan mikrob dalam saluran pencernaan tidak berbeda. Mikrob merupakan makhluk hidup yang akan tumbuh dan berkembang apabila tersedia nutrien dan kondisi lingkungannya sesuai (Pelczar dan Chan 1988). Oleh karena itu, pada percobaan ini mikrob dalam saluran pencernaan tumbuh dan berkembang dalam keseimbangan sampai suatu batas pertumbuhan optimum. Hasil yang sama dilaporkan oleh Rengpipat et al. (1998, 2000); Irawan (2000); Ali (2002); dan Tae (2003) . Inokulum Carnobacterium sp. dan kadar protein-karbohidrat pakan tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan uji. Hal ini terjadi karena, ikan uji dapat beradaptasi dengan baik pada perlakuan yang diberikan. Mortalitas yang ditemukan selama penelitian disebabkan oleh penanganan waktu pengambilan sampel atau ikan uji melompat keluar dari media pemeliharaan karena adanya kejutan. Simpulan Berdasarkan beberapa parameter yang diamati pada percobaan in vitro maupun in vivo dapat ditarik beberapa simpulan yaitu : 1. Pada percobaan in vitro dengan periode inkubasi selama 12 jam adalah waktu yang optimum untuk melihat kemampuan mikrob amilolitik (Carnobacterium sp.) pada berbagai jumlah inokulum dan kadar protein- karbohidrat. 2. Pertumbuhan terbaik dihasilkan oleh juvenil ikan bandeng dengan bobot awal ± 2,5 g pada pemberian pakan yang diinokulasi mikrob Carnobacterium sp. dengan jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan dan kadar proteinkarbohidrat pakan 20% P – 50% K. 3. Peningkatan penggunaan karbohidrat oleh ikan uji memperlihatkan apa yang disebut dengan protein sparing action untuk pertumbuhan. 4. Berdasarkan pola konsumsi oksigen harian (mg O2/kg0,8/jam) dan pola kadar glukosa serta trigliserida darah ikan uji (mg/100 mL) dapat direkomendasikan bahwa frekuensi pemberian pakan untuk ikan bandeng dilakukan 3 kali sehari dengan jarak antar pemberian maksimal 5 jam. 137
138
KONTRIBUSI MIKROFLORA DALAM SALURAN PENCERNAAN IKAN BANDENG Pendahuluan Zat gizi yang terkandung dalam pakan, yaitu protein, karbohidrat, dan lemak agar dapat diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah, memerlukan proses penyederhanaan menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Menurut Affandi et al. (2005) proses penyederhanaan pakan yang berlangsung secara kimiawi disebut juga hidrolisis, melibatkan enzim pencernaan sebagai katalisator biologis.
Komponen pakan utama berupa protein, lemak, dan
karbohidrat diurai menjadi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan komponen penyusunnya. Dijelaskan oleh Schreck dan Peter (1990) hidrolisis nutrien makro menjadi nutrien mikro pada sistem pencernaan ikan dimungkinkan dengan adanya enzim pencernaan, yaitu protease, amilase, karbohidrase, lipase, dan asam lambung. Cairan ini dihasilkan oleh lambung, usus, hati, dan pankreas. Studi literatur menunjukkan bahwa selain enzim pencernaan endogen, ditemukan juga sumbangan enzim pencernaan eksogen dari mikroflora yang hidup bersimbiosis mutualisme dengan ikan di dalam saluran pencernaannya, seperti dilaporkan oleh Migita dan Hashimoto (1949) dalam Opuszynski dan Shireman (1994); Steckney dan Shumway (1974) dalam Opuszynski dan Shireman (1994); Shcherbina dan Kazlauskene (1971) dalam Opuszynski dan Shireman (1994); Stickney dan Shumway (1974) dalam Clarke dan Bauchop (1977); Clarke dan Bauchop (1977); Das dan Tripathi (1991); dan Xue et al. (1999). Umumnya yang diteliti adalah kontribusi enzim sellulase mikrobial dalam saluran pencernaan ikan yang berasal dari mikroflora. Diduga, mikroflora di dalam saluran pencernaan ikan tidak hanya mikrob yang berkontribusi dalam menghasilkan enzim sellulase, akan tetapi juga terdapat mikroflora yang berkontribusi dalam menyumbangkan enzim pencernaan lain seperti enzim protease, amilase, dan lipase, terutama pada saluran pencernaan ikan bandeng.
Oleh karena itu, untuk menjawab hal ini
dilakukan percobaan dengan mengacu pada percobaan-percobaan yang telah dilakukan oleh para peneliti pendahulu.
138
139 Percobaan ini bertujuan untuk mengukur kontribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng, yaitu dalam menyumbangkan enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase eksogen. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Hatchery Mini, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS.
Analisis
beberapa peubah dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, UNHAS, Laboratorium
Fisiologi
dan
Farmakologi,
Fakultas
Kedokteran
Hewan,
Laboratorium Biokimia dan Mikrobiologi Nutrisi Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan mulai
bulan April 2005 sampai Juni
2005. Prosedur Penelitian Wadah yang digunakan pada percobaan ini sama dengan yang digunakan pada percobaan II (in vivo), yaitu penggunaan mikrob amilolitik (Carnobacterium sp.) sebagai probiotik pada budi daya ikan bandeng. Wadah yang digunakan berupa akuarium kaca dengan sistem resirkulasi berukuran panjang, lebar dan tinggi masing-masing 50 x 40 x 35 cm. Bagian sisi-sisi wadah ditutup dengan plastik hitam dan untuk menghindari ikan uji supaya tidak melompat, bagian atas wadah ditutup dengan penutup dari kawat nyamuk yang sisi-sisinya dijepit dengan bambu.
Sebelum digunakan, wadah dan semua peralatan terlebih dahulu
didesinfektan dengan klorida (kaporit) dan dinetralkan dengan thiosulfat. Wadah percobaan diisi air sebanyak 55 L dengan kisaran salinitas 15 sampai 16 ppt. Air yang digunakan telah disterilkan dengan 150 ppm klorida selama 24 jam dan selanjutnya dinetralkan dengan 75 ppm thiosulfat. Ikan bandeng dengan bobot rata-rata ± 20 g ditebar dengan kepadatan 10 ekor per wadah (satu unit percobaan). Sebelum ditebar, ikan uji telah diaklimatisasikan dengan media budi daya dan pakan yang akan diberikan secara at satiation selama 2 minggu, setelah masa aklimatisasi selesai ikan uji dipuasakan selama 24 jam dengan tujuan menghilangkan sisa pakan dalam tubuh. 139
140 Investigasi ini dilaksanakan dengan mengacu pada metode Xue et al. (1999). Ikan uji dibagi kedalam 2 kelompok, yaitu ikan uji yang diberi pakan yang mengandung antibiotik
dengan dosis 100 IU/mL penicillin G dan 100
mg/mL streptomisin per kg pakan dan ikan uji yang diberi pakan tanpa antibiotik. Masing-masing perlakuan di ulang 2 kali. Ikan dipelihara selama 8 hari dan diberi pakan secara at satiation sebanyak 3 kali sehari, yaitu pada pukul 07.00, 12.00 dan 17.00. Selama percobaan, kualitas media budi daya dijaga dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng. Kualitas air dijaga dengan cara melakukan penyiponan pada sisa pakan dan feses di dasar wadah, serta melakukan pergantian air sebanyak 25% setiap hari. Suhu air berkisar antara 29 dan 30oC; pH berkisar antara 7,4 dan 7,6; oksigen terlarut berkisar antara 5,2 dan 6,5 ppm, karbondioksida bebas berkisar antara 11,97 dan 12,07 ppm; amoniak berkisar antara 0,006 dan 0,009 ppm; dan salinitas berkisar antara 15 dan 16 ppt. Parameter yang diamati adalah 1) populasi mikrob, dan 2) aktivitas enzim pencernaan. 1. Populasi Mikrob Populasi mikrob proteolitik, amilolitik, dan lipolitik pada saluran pencernaan ikan uji dihitung dalam hitungan koloni (cfu/mL) pada akhir percobaan dengan media dan prosedur yang sama seperti pada metode isolasi mikrob. 2. Aktivitas Enzim Pencernaan Analisis aktivitas enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase (IU/g/menit) dalam saluran pencernaan ikan uji dilakukan pada akhir percobaan. Metode analisis aktivitas enzim a-amilase dan protease menurut Bergmeyer dan Grassi (1983), sedangkan analisis aktivitas enzim lipase menurut Tietz dan Friedreck dalam Borlongan (1990), dengan prosedur kerjanya dapat dilihat pada Lampiran 5.
140
141 Analisis Data Data yang diperoleh pada percobaan ini karena merupakan variabel bebas dan terdiri atas 2 taraf maka dianalisis dengan uji t pada tarap uji 5% menggunakan program SPSS 12,0. Hasil Hasil pengukuran populasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik serta aktivitas enzim a-amilase, protease, dan lipase ikan uji pada akhir percobaan investigasi kontribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng dapat disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Populasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik (cfu/mL) serta aktivitas enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase (IU/g/menit) ikan uji pada akhir percobaan investigasi kontribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng Perlakuan
Ulangan
Pakan tanpa antibiotik Pakan dengan antibiotik
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Perlakuan
Ulangan
Pakan tanpa antibiotik
1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata
Pakan dengan antibiotik
Populasi mikrob (cfu/mL) Amilolitik Proteolitik Lipolitik 10 10 9,3 x 10 2,5 x 10 5,4 x 10 10 9,6 x 10 10 1,8 x 10 11 7,5 x 10 10 9,5 x 10 10 1,03 x 10 11 6,45 x 10 10 4,1 x 10 6 1,2 x 10 7 3,4 x 10 6 6,0 x 10 5 4,2 x 10 6 4,8 x 10 6 2,4 x 10 6 8,1 x 10 7 4,1 x 10 6 Aktivitas enzim (IU/g/menit) a-Amilase Protease Lipase 28,58 24,12 24,62 30,65 23,68 23,54 29,62 23,90 24,08 16,23 15,32 19,32 18,52 15,22 18,00 17,38 15,27 18,66
Hasil analisis dengan uji t (Lampiran 135) menunjukkan
bahwa terjadi
penurunan yang signifikan (P<0,05) populasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada saluran pencernaan ikan uji yang mendapat pakan ditambah antibiotik dibandingkan dengan ikan bandeng yang mendapat pakan tanpa
141
142 antibiotik. Hal yang sama terjadi pada aktivitas enzim α-amilase, protease, dan lipase pada saluran pencernaan ikan uji. Pada Tabel 1 terlihat penurunan populasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik hampir 100%, yaitu secara berturut-turut 99,999; 99,921; dan 99,994%. Penurunan aktivitas enzim α-amilase, protease, dan lipase secara berturut-turut adalah 41,33; 36,12; dan 22,51%.
Persentasi penurunan aktivitas enzim α-
amilase, protease, dan lipase, merupakan gambaran kontribusi mikroflora pada saluran pencernaan ikan uji. Pembahasan Hasil investigasi kontribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng menunjukkan bahwa ditemukan sumbangan enzim pencernaan αamilase, protease, dan lipase mikrobial yang berasal dari mikroflora yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan bandeng. Kontribusi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada α-amilase, protease, dan lipase saluran pencernaan ikan bandeng secara berturut-turut adalah 12,25; 8,63 dan 5,42 IU/g/menit.
Hal ini dapat
membuktikan bahwa di samping enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase endogen yang disekresikan oleh saluran dan kelenjar pencernaan, juga terdapat enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen yang berasal dari mikroflora dalam saluran pencernaan. Mikroflora yang terdapat dalam saluran pencernaan diduga berasal detritus yang dikonsumsi oleh ikan bandeng. Hal ini disebabkan oleh umumnya jenis mikrob yang ditemukan pada saluran pencernaan ikan ditemukan pada media budi daya dan atau sedemen kolam. Dikemukan oleh Al-Harbi dan Uddin (2005) bahwa terdapat korelasi positif komposisi bakteri pada insang dan saluran pencernaan ikan dengan komposisi bakteri pada air kolam dan sedemen. Detritus banyak mengadung jasad renik dan mikroorganisme
yang ikut
berperan dalam menyumbangkan enzim pencernaan eksogen untuk mendegradasi nutrien pakan yang dikonsumsi oleh ikan.
Jasad renik dan mikroorganisme
tersebut juga merupakan sumber nutrien tambahan bagi ikan.
Pendugaan ini
dikuatkan oleh hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh
Mason (1975);
Wiernicki (1984); Jones (1990); Brown (1995) dalam Xue et al. (1999). 142
143 Pertumbuhan beberapa spesies Cherac quadricarinatus air tawar yang dipelihara pada kolam tanah lebih baik dibandingkan dengan spesies yang dipelihara pada kolam tangki. Perbedaan ini diinterpretasikan sebagai hasil dari kemampuan Cherac quadricarinatus kolam tanah untuk memperoleh tambahan nutrien yang diperlukan dari bahan detritus di dasar kolam yang tidak ditemukan pada kolam tangki dan atau me manfaatkan mikroorganisme yang terdapat pada detritus untuk membantu aktivitas pencernaan. Mikroflora yang masuk ke dalam saluran pencernaan hidup bersimbiosis mutualisme dengan inang dan berada dalam keseimbangan, yaitu antara mikrob menguntungkan dan mikrob patogen. Mikroflora tersebut juga saling berinteraksi antar-berbagai spesies mikrob dalam saluran pencernaan, baik secara antagonistik maupun sinergistik.
Interaksi yang terjadi sangat penting di dalam
mempertahankan keseimbangan mikroflora saluran pencernaan sehingga akan memberi pengaruh positif bagi inang. Christopher (1994)
Seperti yang dilaporkan Philippe dan
pada budi daya oyster.
Pertumbuhannya yang tinggi
dihubungkan dengan kontribusi bakteri menyuplai 1) nutrien esensial yang tidak terdapat pada beberapa individu dalam populasi alga; 2) enzim yang dapat meningkatkan proses pencernaan larva.
Mikroflora dalam usus larva bivalve
didapat dalam proporsi yang optimum dapat memproduksi enzim ekstraseluler seperti protease dan lipase Pendugaan tentang adanya hubungan antara kebiasaan ikan memakan detritus dan keberadaan mikroflora pada saluran pencernaan juga dilaporkan oleh Stickney dan Shumway (1974) dalam Clarke dan Bauchop (1977), dan Xue et al. (1999). Penggunaan antibiotik untuk membuktikan peran mikroflora pada saluran pencernaan ikan telah dilaporkan oleh Clarke dan Bauchop (1977), Das dan Tripathi (1991), dan (Xue et al. 1999). Tetrasiklin dan penicillin adalah jenis antibiotik yang dapat membunuh bakteri gram positif, sedangkan streptomisin adalah jenis antibiotik yang dapat membunuh bakteri gram negatif.
143
144 Simpulan Mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik dalam saluran pencernaan ikan bandeng berperanan penting dalan fungsi fisiologis saluran pencernaan, yaitu menyumbangkan enzim α-amilase, protease, dan lipase endogen yang secara berturut-turut adalah sebesar 41,33; 36,12; dan 22,51%. Dengan demikian, peran mikroflora saluran pencernaan dalam mengkontribusikan enzim pencernaan eksogen amilase, protease, dan lipase dapat dibuktikan.
Mikroflora saluran
pencernaan ikan bandeng diduga berasal dari detritus yang dimakan ikan bandeng.
144
145
PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan eksogen tersebut disekresikan oleh mikroflora yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan bandeng. Mikroflora dalam saluran pencernaan diduga berasal dari detritus pada dasar tambak yang dikonsumsi oleh ikan bandeng. Oleh karena itu, mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng mempunyai potensi untuk dibuat suatu produk yang disebut dengan istilah “Probiotik”. Aplikasi probiotik yang berasal dari mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng diharapkan dapat menjawab beberapa permasalahan yang krusial pada pengembangan budi daya ikan bandeng secara intensif khususnya dan budi daya hewan air lainnya pada umumnya. Dua permasalahan yang dihadapi pada budi daya ikan bandeng secara intensif, yaitu ketergantungan usaha pembenihan pada pakan alami, akibat rendahnya kemampuan larva ikan bandeng memanfaatkan pakan buatan sehingga berdampak pada ketersediaan benih dan harga pakan buatan yang relatif mahal disebabkan oleh kandungan protein yang tinggi terutama yang berasal dari tepung ikan. Keberhasilan usaha pembenihan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas benih yang dihasilkan. Upaya menghasilkan benih yang berkualitas dan berkesinambungan perlu didukung oleh kualitas media pemeliharaan yang baik dan pakan yang sesuai dengan kebutuhan larva. Sampai saat ini, pemeliharaan larva ikan bandeng masih bergantung pada pakan alami. Pemberian pakan alami ini sangat beralasan sebab larva memiliki alat pencernaan yang belum sempurna sehingga produksi enzim yang akan digunakan untuk menghidrolisis pakan belum mencukupi. Keterbatasan enzim endogen mengharuskan pakan yang dikonsumsi mengandung enzim sehingga proses hidrolisis pakan pada saluran pencernaan dapat berlangsung secara normal. Berdasarkan pengkajian kelengkapan organ pencernaan dan ketersediaan enzim pencernaan pada ikan bandeng, waktu yang
145
146 tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan sering kali tidak praktis dan tidak ekonomis.
Kultur pakan alami memerlukan areal
yang luas sehingga tidak praktis. Di samping itu, produksi pakan alami juga memerlukan biaya yang lebih besar sehingga tidak ekonomis, yaitu mencapai lebih dari 35% dari total biaya produksi sehingga upaya peningkatan produksi selalu dibatasi oleh kemampuan penyediaan pakan. Oleh sebab itu, perlu upaya untuk secepatnya mengganti pakan alami dengan pakan buatan yang berkualitas. Penggunaan pakan buatan walaupun komposisi nutrisinya telah disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi larva seringkali tidak efektif. Hal ini demikian karena, pakan buatan tidak mengandung enzim yang masih sangat dibutuhkan pada stadia larva, yang berasal dari luar. Dengan demikian, agar pakan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh larva ikan bandeng, pakan kompleks harus disederhanakan terlebih dahulu sebelum diberikan. Permasalahan pertama pada budi daya ikan bandeng secara intensif tersebut dapat diatasi dengan optimasi penggunaan pakan buatan, salah satunya adalah dengan menghidrolisis (predigestion) pakan buatan dengan menggunakan crude enzyme
protease,
amilase,
dan
lipase
yang
disekresikan
oleh
mikrob
Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. sebelum diberikan ke larva. Pakan buatan hasil predigestion yang diberikan dalam waktu yang tepat pada larva ikan bandeng dapat meningkatkan kecernaan dan penyerapan nutrien pakan dalam saluran pencernaannya.
Hal ini berdampak pada
peningkatan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bandeng. Penggunaan pakan buatan hasil predigestion untuk larva ikan bandeng terbukti efektif memperpendek waktu pemberian pakan alami dan memberikan tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan larva ikan bandeng yang mengkonsumsi pakan buatan kompleks. Pakan buatan hasil predigestion sudah dapat diberikan pada larva ikan bandeng mulai umur 6 sampai 9 hari, akan tetapi untuk memperoleh tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang maksimal sebaiknya pakan buatan hasil predigestion mulai diberikan pada larva mulai umur 12 hari. Penggunaan pakan buatan hasil
146
147 predigestion dapat mengurangi waktu pemberian pakan alami yang semula pada umur larva 15 sampai 20 hari. Di samping itu, juga menghasilkan bobot larva yang lebih besar, yaitu berkisar dari 0,1528 sampai 0,1749 g. Bobot rata-rata larva ikan bandeng atau nener siap jual umur 25 sampai 30 hari pada panti pembenihan umumnya berkisar antara 0,03 sampai 0,1 g. Bobot nener yang lebih besar mempunyai nilai jual yang lebih mahal. Hal ini terjadi karena nener dengan bobot yang lebih besar lebih resistan terhadap pengangkutan dan perubahan lingkungan ketika di pindahkan ke petak peneneran. Harga pakan buatan yang relatif mahal merupakan kendala umum dalam upaya intensifikasi budi daya ikan, khususnya pada ikan bandeng.
Hal ini
berkaitan dengan kandungan protein pakan yang tinggi, terutama yang berasal dari tepung ikan.
Permasalahan faktual yang dihadapi adalah adanya kendala
fisiologis yang berkaitan dengan kurang efisiennya pemanfaatan karbohidrat pakan oleh ikan bandeng. Proses pencernaan karbohidrat menjadi molekul yang lebih sederhana pada saluran pencernaan ikan melibatkan enzim amilase. Aktivitas enzim amilase lebih rendah di dalam saluran pencernaan ikan dibandingkan dengan manusia dan hewan terestrial yang dapat memanfaatkan karbohidrat pakan di atas 50%. Akibatnya, suplai glukosa sebagai sumber energi yang berasal dari karbohidrat menjadi rendah. Bahkan glukosa darah lebih mudah diperoleh dari proses glukoneogenesis. Hal ini terjadi karena pemanfaatan karbohidrat yang kurang maksimum sebagai sumber energi metabolisme sel sehingga energi metabolisme sel dipenuhi dengan perombakan sejumlah protein dan lemak. Konsekuensinya, penggunaan protein pakan untuk pertumbuhan menjadi kurang efisien. Salah satu alternatif pemecahan permasalahan kedua pada budi daya ikan bandeng secara intensif adalah dengan meningkatkan aktivitas enzim amilase eksogen dalam saluran pencernaan ikan bandeng, dengan memanfaatkan mikroflora yang mempunyai aktivitas amilolitik. Mikroflora amilolitik terpilih Carnobacterium sp.
yang diinokulasikan dalam pakan, diharapkan dapat masuk
ke dalam saluran pencernaan dan berkontribusi dalam mensekresikan enzim amilase eksogen. Enzim amilase eksogen dan enzim amilase endogen bekerja bersama-sama menghidrolisis karbohidrat pakan sehingga kecernaan karbohidrat
147
148 pakan meningkat. Peningkatan kecernaan karbohidrat pakan dapat meningkatkan respons glikolisis karbohidrat untuk menghasilkan energi.
Pada akhirnya
penggunaan protein sebagai sumber energi dapat dikurangi dan pemanfaatan karbohidrat sebagai sumber energi dapat ditingkatkan. Protein diharapkan hanya digunakan untuk pertumb uhan dan pergantian jaringan yang rusak, bukan sebagai sumber energi. Peningkatan penggunaan karbohidrat oleh ikan diharapkan dapat meningkatkan kadar karbohidrat dan mengurangi kadar protein dalam komposisi pakan buatan sehingga harga pakan dapat diturunkan. Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan dengan jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan mampu meningkatkan penggunaan karbohidrat pakan sampai 50%.
Hal ini ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan bobot dan juga materi
pertumbuhan tertinggi pada ikan uji yang mendapat pakan D: (20% P – 50% K). Peningkatan ini mengindikasikan adanya respons positif ikan uji terhadap inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan sehingga tercipta keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan. Mikroflora pada saluran pencernaan ikan uji dalam proporsi yang tinggi dapat memproduksi enzim eksogen sehingga memberikan kontribusi menguntungkan dalam meningkatkan aktivitas enzim aamilase dan sekaligus enzim protease. Dengan demikian, dapat meningkatkan kecernaan karbohidrat dan sekaligus kecernaan protein pakan, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan.
Inokulasi Carnobacterium sp. dalam pakan
menyebabkan ikan bandeng mampu memanfaatkan karbohidrat pakan lebih efektif dan menggunakan protein pakan lebih efisien
sehingga memberikan respons
protein sparing action untuk pertumbuhan. Pendugaan yang lain dengan meningkatnya pertumbuhan pada ikan uji yang mendapat pakan yang diinokulasi Carnobacterium sp. dengan kadar karbohidrat pakan yang tinggi adalah adanya kontribusi protein mikrobial.
Terbentuknya
protein mikrobial pada saluran pencernaan ikan diduga dengan mekanisme yang sama dengan mekanisme yang terjadi pada hewan ternak terutama ruminansia. Protein mikrobial terbentuk dari senyawa N, baik dari protein maupun senyawa non-protein seperti urea. Apabila senyawa N dimetabolisasikan oleh mikroflora dalam saluran pencernaan maka akan terbentuk amonia, yang selanjutnya akan diinkorporasikan menjadi protein mikrobial.
Terbentuknya protein mikrobial
148
149 bergantung pada ketersediaan sumber energi untuk mikroorganisme, yang dipenuhi dari hidrolisis enzimatik tumbuhan atau karbohidrat menghasilkan glukosa. Selanjutnya, glukosa difermentasi oleh mikroflora menghasilkan asam lemak terbang (vollatile fatty acid) yang terdiri atas asetat dengan proporsi paling besar (70%), asam propionat (20%) dan asam butirat (10%), gas-gas (CO2 dan metan), serta air.
Pada proses konversi bahan makanan menjadi asam lemak
terbang dan senyawa intermedier lainnya dihasilkan pula ATP sebagai sumber energi bagi mikrob rumen. Produk fermentasi berupa biomassa mikrob, vitamin B kompleks dan asam lemak terbang adalah sumber nutrien yang tinggi bagi hewan ternak, dan asam lemak terbang merupakan sumber energi utama bagi hewan ternak terutama ruminansia. Berdasarkan uraian tersebut perlu pembuktian lebih lanjut tentang pendugaan ini. Oleh karena itu perlu penelitian lanjutan dengan pengamatan pada berbagai parameter yang erat kaitannya dengan produksi protein mikrobial, seperti keberadaan asam lemak terbang dan amonia dalam saluran pencernaan ikan yang mendapat pakan dengan inokulasi mikrob.
Dengan
demikian, peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan khususnya
ikan
bandeng
dapat
terungkap
lebih
jelas
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. Perhitungan nilai ekonomi pakan dan media kultur mikrob serta lain-lain yang merupakan komponen bahan untuk menginokulasikan mikrob ke dalam pakan disajikan pada Lampir 136. Kebutuhan optimal ikan bandeng pada protein dan karbohidrat adalah 40 dan 30%. Peningkatan penggunaan karbohidrat dan penurunan penggunaan protein oleh ikan uji dapat meningkatkan kadar karbohidrat dan menurunkan kadar protein dalam formulasi pakan. demikian, harga pakan bisa lebih murah.
Dengan
Ikan uji dengan inokulasi
Carnobacterium sp. dapat meningkatkan penggunaan karbohidrat sampai 50%. Artinya pada budi daya ikan bandeng secara intensif dapat digunakan pakan D (20% P – 50% K). Dengan demikian, harga pakan dapat dikurangi Rp 1650 per kg pakan. Tambahan biaya inukolasi Carnobacterium sp. dalam pakan sekitar Rp 300 sehingga terdapat selisih sekitar biaya sekitar Rp 1350 untuk menurun biaya produksi pakan.
149
150 Informasi pada penelitian ini merupakan jawaban dari keterbatasan literatur mengenai peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan, khususnya lipolitik.
mikroflora yang mempunyai aktivitas Mikroflora
mempunyai
kontribusi
amilolitik, proteolitik, dan
yang
cukup
besar
dalam
menyumbangkan enzim pencernaan eksogen pada saluran pencernaan ikan sehingga dapat
diaplikasikan dalam pengembangan budi daya ikan bandeng
secara intensif. Penelitian mengenai peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan dan aplikasinya untuk budi daya ikan masih terbuka lebar, baik pada ikan bandeng maupun pada jenis ikan budi daya lainnya, dengan berbagai aspek kajian yang masih belum terjawab. Aspek kajian yang dirasakan sangat penting dalam aplikasi probiotik dalam budi daya ikan adalah preparasi probiotik agar sampai ke petani dengan jumlah inokulum yang stabil atau sesuai dengan yang direkomendasikan, dengan penggunaan yang praktis.
150
151
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil yang dicapai pada rangkaian penelitian tentang penggunaan mikroflora saluran pencernaan sebagai probiotik untuk meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan bandeng dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng terutama yang mempunyai aktivitas amilolitik, proteolitik, dan lipolitik.
Isolasi secara
selektif menggunakan media Tripticase Soy Broth (TSB, Merck) ditambah 1% NaCl, dengan sumber energi adalah pati untuk amilolitik, kasein untuk proteolitik, dan minyak ikan untuk lipolitik berhasil mengisolasi 18 isolat. Mikrob yang potensial sebagai probiotik adalah Carnobacterium sp. dari mikrob amilolitik,
Vibrio alginoliticus dari mikrob proteolitik, dan
Planococcus sp. dari mikrob lipolitik. 2. Crude enzyme
yang disekresikan oleh Carnobacterium
sp.,
Vibrio
alginoliticus; dan Planococcus sp. (perbandingan 1:6:1) dengan konsentrasi 25 mL/kg pakan dan lama inkubasi 12 jam, efektif menghidrolisis (predigestion) pakan buatan untuk larva ikan bandeng. Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup larva ikan bandeng yang terbaik pada pemberian pakan buatan hasil predigestion secara total mulai umur 12 hari. Dengan demikian, waktu pemberian pakan alami pada usaha pembenihan ikan bandeng dapat dipersingkat dari semula mulai umur larva 15 sampai 20 hari, menjadi umur 12 hari, serta mendapatkan bobot larva yang lebih besar. 3. Inokulasi probiotik Carnobacterium sp. dengan jumlah inokulum 10 10 cfu/mL/100 g pakan, efektif meningkatkan aktivitas enzim amilase dalam saluran pencernaan ikan uji sehingga dapat menurunkan penggunaan protein dan meningkatkan penggunaan karbohidrat pakan oleh juvenil ikan bandeng (bobot awal ± 2,5 g), yaitu 20% protein dan 50% karbohidrat. Peningkatan kadar karbohidrat dalam formulasi pakan dapat menurunkan biaya produksi pembuatan pakan sekitar Rp 1350 per kg pakan (25%). 4. Mikroflora saluran pencernaan ikan bandeng berperan dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan, yaitu menyumbangkan enzim pencernaan a-amilase, 151
152 protease, dan lipase eksogen. Dengan demikian, mikroflora tersebut potensial untuk dibuat suatu produk yang disebut dengan istilah “Probiotik”. Saran 1. Pada usaha pembenihan ikan bandeng, untuk mengurangi penggunaan pakan alami sebaiknya menggunakan pakan buatan yang sudah dihidrolisis (predigestion) oleh crude enzyme pencernaan eksogen yang disekresikan oleh mikrob Carnobacterium sp., Vibrio alginoliticus, dan Planococcus sp. (perbandingan 1:6:1) dengan konsentrasi 25 mL/kg pakan dan lama inkubasi 12 jam. 2. Pada intensifikasi budi daya ikan bandeng sebaiknya menggunakan pakan buatan dengan kadar protein pakan 20%
dan karbohidrat 50%
yang
diinokulasi Carnobacterium sp. dengan jumlah inokulum 1010 cfu/mL/100 g pakan. 3. Perlu penelitian lanjutan tentang pemurnian Crude enzyme sehingga menjadi enzim murni, dengan demikian penggunaannya dalam menghidrolisis pakan buatan menjadi lebih efektif dan efisien. 4. Perlu penelitian lanjutan preparasi probiotik agar sampai ke petani dalam jumlah inokulum yang stabil atau sesuai dengan yang direkomendasikan. 5. Perlu
penelitian
lanjutan
untuk
mengoptimasi
jumlah
inokulum
Carnobacterium sp. dalam pakan. 6. Perlu penelitian aplikasi probiotik yang berasal dari mikroflora saluran pencernaan ikan, terutama yang mempunyai aktivitas amilolitik pada spesies ikan karnivora sehingga dapat menekan penggunaan protein pakan. 7. Perlu penelitian mikroflora saluran pencernaan ikan yang dikultur dengan menggunakan berbagai jenis media,
karena setiap mikrob membutuhkan
nutrien yang berbeda baik dalam komposisi maupun jumlahnya. 8. Perlu penelitian lanjutan untuk membuktikan adanya kontribusi protein mikrobial pada pertumbuhan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Carnobacterium sp. pada berbagai kadar protein-karbohidrat pakan.
152
153
DAFTAR PUSTAKA Adi S. 2000. Aktivitas enzim-enzim ekstraseluler pada sistem pencernaan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) (skripsi). Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Affandi R, Mokoginta I, Suprayudi A. 1994. Perkembangan enzim pencernaan benih ikan gurame, Osphronemus gouramy Lacepede. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 2:63–71. Affandi R, Sjafei DS, Raharjo MF, Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Bogor: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Alava VR, Kanazawa A. 1996. Effect of dietary fatty acids on growth of milkfish (Chanos chanos) fry in brackish water. Aquaculture 144:363-369. Al-Harbi AH, Uddin N. 2005. Bacterial diversity of tilapia (Oreochromis niloticus) cultured in brackish water in Saudi Arabia. Aquaculture 250:566-572 Ali A. 2000. Probiotics in fish farming-evaluation of a candidate bacterial mixture.Vattenbruksinstitutionen Raport 19 Ume?. http—www.Vabr. Slu. Se Publikationer-Pdf-Rapport 19. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of the AOAC. Virginia: Arlington, AOAC Inc. Aslamyah S, Hamzah M, Murni. 2003. Pengaruh pemberian enzim papain dalam pakan buatan terhadap laju metabolisme ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) (laporan praktikum). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Aslianti T, Azwar ZT. 1992. Kombinasi pakan alami dan buatan pada pemeliharaan ikan bandeng Chanos chanos. Penelitian Budidaya Pantai 8(4):1-7. Aslianti T, Priyono A, Ahmad T. 1993. Pengaruh pemberian pakan alami dan pakan buatan terhadap kelangsungan hidup larva bandeng Chanos chanos Forskal. Penelitian Budidaya Pantai 3(1):81-89. Atlas RM, Brown AE, Dobra KW, Miller L. 1984. Experimental Microbiology. Fundamental and Applications. New York: Macmillan Publishing Company. Bagarinao TU. 1995. Biology of Milkfish. Philippines Tigbauan, Ilolo: Trading and Informa tion Division Techno-Tranfer Section, Aquaculture Departement Southeast Asian, Fisheris Development Center. Balai Penelitian Budidaya Pantai Maros. 1993. Hasil Penelitian Utama. Balai Penelitian Balai Penelitian Perikanan Budidaya pantai 1988 - 1992. Becker K, Fishelson L. 1986. Standard and routine metabolic rate, critical oxygen tension and spontaneous scope for activity of tilapian. Di dalam Maclean JL, Dizon LB, Hosillos LV, editor. Philippines: Manila, The First Fisheries Forum. Asian Fisheries Society. hlm 623-628. 153
154 Becker K, Meyer-Burgdorff K, Focken U. 1992. Temperature induced metabolic costs in carp, Cyprinus carpio L. during warm and cold acclimatication. Applied Ichtyology 8:10–20. Bergmeyer HU, Grassi M. 1983. Methods of Enzymatic Analysis. Volume ke-2. Weinheim: Verlag Chemie. Borlongan TG. 1990. Studies on the lipases of milkfish Chanos chanos. Aquaculture 89:315-325. Borlongan TG, Coloso RM.1992. Requirements of juvenille milkfish (Chanos chanos Forskal) for essential amino acids. Nutrition 123:125-132. Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive methods for the quantitation of microgram quantities of protein dye-binding. Anal. Biochem. 72:248-254. Brett JR, Groves TDD. 1979. Physiological Energetics. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, Brett JR, editor. Volume VIII. Fish Physiology. New York: Academic Press Inc. Hlm 25-78 Brito R, Chimal ME, Gildberg R, Gaxiola G, Rosas C. 2004. Effect of artificial and natural diet on energy allocation in Litopenaeus setiferus (Linnaeus 1767) and Litopenaeus vannamai (Boone 1931) early postlarvae. Aquaculture 27:517–531. Brody S. 1974. Bioenergetics and Growth with Special Reference to Efficiency Complex in Domestic Animals. London: Collier-McMillan Publ. Buchet et al. 2000. Development and response to a diet change of some digestive enzymes in sea bass (Dicentrarchus labrax) larvae. Fish Physiology and Biochemestry 12(5):399-408. Cahu CL, Infante JLZ, Peres A, Quazuguel P, Le Gall MM. 1998. Algae addition in sea bass (Dicentrarchus labrax) larvae rearing: effect on digestive enzymes. Aquaculture 161:479-489. Cano AJ, Colome JS. Company.
1986.
Microbiology.
New York: West Publishing
Cho CY, Slingr Y, Baylay HS. 1982. Bioenergetic of salmon fishes energetic intake, expenditure and productivity. Comp Biochemistry Physiology 73B(1):25–41. Cho CY, Kaushik SJ. 1985. Effects of Protein Intake on Metabolizable and Net Energy Values of Fish Diets. Di dalam: Nutrition and Feeding in Fish. London: Academic Press London. hlm 95-117. Chou LZ, Weimer B. 1999. Isolation dan characterization of acid and bile tolerant isolates from strain of L. Acidophilus. Dairy Science 82:23-31. Cipriano RC, Larisa AF, Jeffrey DT, Laura EH. 1992. Detection of Aeromonas salmonicida in the mucus of salmonid fishes. Aquatic Animal Health 4: 114-118. Clarke RTJ, Bauchop T. 1977. Microbial Ecology of Gut. London. New York. San Francisco: Academic Press.
154
155 Collins MD, Farrow JAE, Philips BA. 1999. Lactobacillus divergens, Lactobacillus piscicola and some catalase-negative, asporogenous, rodshoped bacteria from poultry an new genus Carnobacterium. Int. J. Syst. Bacteriol. 37:310–316. http//www. Bacterio Cict. Fr/Bacdico/CC/Carnobacterium. Html. Dabrowski K, Glogowski J. 1977. A study of the application of proteoliytic enzymes to fish food. Aquaculture 12:349-360. Das KM, Tripathi SD. 1991. Studies on the digestive enzymes of grass carp, Ctenopharyngodon idella Val. Aquaculture 92:11- 21. De Schrijver R, Ollevier F. 2000. Protein digestion in juvenile turbot (Scophthalmus maximus) and effects of dietary administration of Vibrio proteolyticus. Aquaculture 186:107-116. Deng DF, Refstie S, Hung SSO. 2001. Glycemic and glycosuric responses in white sturgeon (Acipenser transmontanus) after oral administration of simple and complex carbohydrates. Aquaculture 199:107-117. Dewanti R, Wong ACL. 1995. Influence of culture conditions on biofilm formation by Escherichia coli O157:H7. Food Microbialogy 67:456-459. Ditjen Perikanan Budi Daya. 2005. Buku Saku Statistik Perikanan Budi Daya. Jakarta: DKP. Djunaidah I, Komaruddin U. 1997. Pemasyarakatan Pembenihan Bandeng. Status, Kendala dan Strategi Pengembangannya di Indonesia. Jepara: Departemen Pertanian, Dirjen. Perikanan, Balai Penelitian Budidaya Air Payau. Duray MN, Bagarinao T. 1984. Weaning of hatchery breeding milkfish larvae from life food to artificial diets. Aquaculture 41:325-332. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusantara. Evans JJ, Shoemaker CA, Klesius PH. 2000. Experimental Streptococcus iniae infection of hybrid striped bass (Morone chrysops x Morone saxatili) and tilapia (Oreochromis niloticus) by nares inoculation. Aquaculture 189:197210. Evanikastri 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari sampel klinis yang berpotensi sebagai probiotik (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Kerjasama PAU Pangan dan Gizi IPB dengan Penerbit Gramedia Utama. Focken U, Schiller M, Becker K. 1997. A computer controlled system for the continuous determination of metabolic rates of fish. Aquaculture 89:112121. Fu S, Xie XJ. 2004. Nutrional homeostatis in carnivorous southern catfish (Silurus merionalis): is there a mechanism of increased energy expenditure during carbohydrate overfeeding? Comparative Biochemistry and Physiology Part A 139:359-361. 155
156 Fuller R. 1989. Probiotics in man and animal. Microbiology 66:365-378. Fuller R. 1992. Probiotics, The Scientific Basic. London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras: Chapman and Hall. Fuller R. 1997. Introduction. Di dalam: Fuller R, editor. Probiotics 2 Applications and Practical Aspects. Ed. ke-1. London: Chapman & Hall. hlm 1-9. Furuichi M. 1988. Carbohydrates. Di dalam: Watanabe T, Editor. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: Departement of Aquatic Biosciences, University of Fisheries. hlm. 44-55. Garcia T, Otto K, Kjelieberg S, Nelson R. 1997. Growth of Vibrio anguilarium in salmon intestinal mucus. Appl. Environ. Microbiol 63:1034-1039. Gatesoupe FJ. 1999. The use of probiotics in aquaculture. Aquaculture 180:147165. Gawlicka A, Parent B, Horn MH, Ross N, Opstad I, Torrissen OJ. 2000. Activity of digestive enzymes in yolk-sac larvae of atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus): indication of readiness for first feeding. Aquaculture 184:303-314. Genodepa J, Zeng C, Southgate PC. 2004. Preliminary assessment of microbound diet as an Artemia replacement for mud crab, Scylla serrata, megalopa. Aquaculture 236:497-509. Guerin JL, Stickle WB. 1997. Effect of salinity on survival and bioenergetic of juvenile lesser blur crabs, Callinectes similis. Marine Biology 129:63–69. Hadioetomo RS. 1990. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan I. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Handayani R, Kokarkin C, Astuti SM. 2000. Pemanfaatan enzim bakteri remedian pada pemeliharaan larva udang windu (laporan penelitian). Jepara: Balai Budidaya Air Payau. Haryanti, Sugama K, Lante S, Tsumura S. 1999. Isolasi, identifikasi dan aplikasi probiotik Flavimonas BY-9 pada pemeliharaan larva udang windu (Penaeus monodon). Jurnal Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2:41-50. Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) terhadap pakan buatan dalam sistem pembenihan (desertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hasan ODS. 2000. Pengaruh pemberian enzim papain dalam pakan buatan terhadap pemanfaatan protein dan pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hastings WH. 1976. Fish Nutrition and Fish Feed Manufacture. Italy: Rep. From FAO, FIR:AQ/76/R.23.
Rome,
156
157 Hatlen B, Helland BG, Helland SJ. 2005. Growth feed utilization and body composition in two size groups of atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus) fed diets differing in protein and carbohydrate content. Aquaculture 249:401-408. Havenaar R, Brink BT, Veld JHI. 1992. Selection of strains for probiotic use. Di dalam: Fuller R, editor. Probiotics The Scientific Basis. Ed. ke-1. London: Chapman & Hall. hlm 209-224. Hidalgo MC, Urea E, Sanz A. 1999. Comparative study of digestive enzymes in fish with different nutritional habits. Proteolitic and amylase activities. Aquaculture 170:267–283. Holt JG, Krieg NR, Sneath PHA, Staley JT, Williams ST. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 6th Edition. Baltimore: Williams and Wilkins. Hepher B. 1990. Nutrition of Pond Fishes. New York: Cambridge University Press. Hoshino T, Ishizaki K, Sakamoto T, Kumeta H, Yumoto I, Matsuyama H, Ohgiya S. 1997. Isolated of pseudomonas sp. of fish intestine excretion a active protease at low temperature. Lett. Applied Microbiology 25:70-72. Hungate R. 1966. The Rumen and its Microbes. London and New York: Academic Press. Huisman EA. 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production level carp Cyprinus carpio L. and rainbow trout salmo gairdneri. Aquaculture 9:259–273. Hutkins, R.W. dan Nannen, N.L. 1993. pH homeostatis in lactic acid bakteria. Dairy Science 76:2354-2365. Infante JLZ, Cahu CL. 2001. Ontogeny of the gastrointestinal tract of marine fish larvae. Comparative Biochemistry and Physiology Part C 130:477-487. Irawadi TT. 1991. Produksi enzim ekstraselular (selulase dan xilanase) dari Neurospora sitophila pada substrat limbah padat kelapa sawit (desertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irawan B. 2000. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus spp. dalam pakan buatan terhadap pertumbuhan benih gurami (Osphronemus goramy Lac.) (skripsi). Jatinangor: Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jacobsen CN, Nelsen VR, Hayford AE, Moller PL, Michaelsen KF, Erregaard AP, Sandstrom B, Tvede M, Jacobsen M, 1999. Screening of probiotic activities of forty-seven strains of Lactobacillus spp. by in vitro techniques and evaluation of the colonization ability of five selected strains in humans. Applied and Environmental 65:4949-4956. Jangkaru Z, Djajadiredja R. 1976. Penelitian Ikan Mas Secara Intensif dalam Kolam Air Deras. Bogor: LPPD.
157
158 Jankauskiene R. 2002. Bacterial flora of fishes from aquaculture: The genus Lactobacillus. Institute of Ecology Akademijos 2, Vilnius 2600. Lithuania, e-mail:
[email protected]. http://www.hbu.Cas.C2-ResLim 2002PRINT-151-154 pdf. Karim MY. 2005. Kinerja pertumbuhan kepiting bakau betina (Scylla serrata Forsskal) pada berbagai salinitas media dan evaluasinya pada salinitas optimum dengan kadar protein berbeda (disertasi). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kimono H, Kurisari J, Tsuji NM, Ohmomo S, Okamoto T, 1999. Lactococci as probiotic strains adhetion to human enterocyte-like caco-2 cells and tolerance to low pH and bile. Lett. In Applied Microbiology 29:313-316. Kim JD, Lall SP, 2001. Effect of dietary protein level on growth and utilization of protein and energy by juvenile haddock (Melanogrammus aeglefinus). Aquaculture 195:311–319. Kompiang IP. 1999. Pengaruh Suplement Kultur Bacillus sp. Melalui Pakan atau Air Minum terhadap Kinerja Ayam Petelur. Bogor: Balitnak. Krogdahl A, Sundby A, Olli JJ. 2004. Atlantic salmon (Salmo salar) and rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) digest and metabolize nutrients differently. Effects of water salinity and dietary starch level. Aquaculture 229:335-360. Kurokawa T, Shiraishi M, Suzuki T. 1998. Quantification of exogenous protease derived from zooplankton in the intestine of Japanese sardine (Sardinops melanotictus) larvae. Aquaculture 161:491–499. Kuzmina VV. 1996. Influence of age on digestive enzyme activity in some freshwater teleostei. Aquaculture 148:25-37. Lauff M, Hofer R. 1984. Proteolitic enzymes in fish development and the importance of dietary enzymes. Aquaculture 37:335–346. Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Manajemen PT Raja Grafindo Persanda. Lee DL, Liao. I.C. 1976. A prelimi nary study on the purified test diet for young milkfish, Chanos chanos. Di dalam: International Milkfish Workshop Conference. Tigbauan, Iloilo, Philipines. hlm 114-123. Lemos D. Ezquerra JM. Garcia-Carreno FL. 2000. Protein digestion in penaeid shrimp: digestive proteinases, proteinase inhibitors and feed digestibility. Aquaculture 186:89-105. Lemos D, Phan VN. 2001. Energy partitioning into growth, respiration, excretion and exuvia during larval development of the shrimp Farfantepenaeus paulensis. Aquaculture 199:131-143. Lim C, Sukhawongs S, Pascual FP. 1979. A preliminary study on protein requirements of Chanos chanos (Forskal) fry in a controlled environment. Aquaculture 17:195-210.
158
159 Lilley RM, Stillwell RH. 1965. History and Development Probiotics. Di dalam Fuller R, editor. Probiotics, The Scientific Basis. London, New York, Tokyo, Melbourne, Madras: Chapman and Hall. Lehninger. 1999. Dasar-Dasar Biokimia. Thenawijaya M., penerjemah. Jakarta: Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Maclean MH, Ang KJ, Brown JH, Jauncey K, Fry JC. 1994. Aquatic and benthic bacteria responses to feed and fertiliser application in trials with the freshwater prawn, Macrobrachium rosenbergii de Man. Aquaculture 120:81-93. Mangunwijaya D, Suryani A. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penebar Swadaya. Matthews A. 1988. Product evolution at work. Feed Management 39:11-19. Matthews JO, Higbie AD, Southern LL, Coombs DF, Bidner TD, Odgaard RL. 2003. Effect of chromium propionate and metabolizable energy on growth, carcass trait and pork quality of growing-finishing pigs. Animal Science 81:191–196. Mokoginta I, Takeuchi T, Hadadi A, Dedi J. 2004. Different capabilities in utilizing dietary carbohydrate by fingerling and subadult giant gouramy Osphronemus gouramy. Fisheries Science 70:996-1002. Moran RM, Stark JR. 1989. Protein digestion in Early Turbot Larvae, Scophthalmus maximux (L.). Aquaculture 81:315-327. Murni. 2004. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan terhadap pencernaan, efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lacepede) (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nakayama A, Yano Y, Yoshida K. 1994. New method for isolating Barophiles from intestinal contents of deep-sea fishes retrieved from the abyssal zone. Applied and Environmental Microbiology. 60(11): 4210-4212. National Research Council. 1988. Nutrient requirements of warm water fishes. Washington D. C : National Academy of Sciences, Ngatirah, Harmayanti E, Rahayu ES, Utami T. 2000. Seleksi bakteri asam laktat sebagai agensia probiotik yang berpotensi menurunkan kolestrol. Di dalam: Pemberdayaan Industri Pangan dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Menghadapi Era Perdagangan Bebas. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan (Volume II); Surabaya, 10-11 Oktober 2000. Surabaya: Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. hlm 63-70. Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. Press
London New York: Academic
Olsen AI, Olsen Y, Attramadal Y, Christie K, Birkbeck TH, Skjermo J, Vadstein O. 2000. Effect of term feeding of microalgae on the bacterial flora associated with juvenile Artemia franciscana. Aquaculture 190:11-25.
159
160 Opuszynski K, Shireman JV. 1994. Herbivorous Fishes, Culture and Use for Weed Management. Florida. London, Tokyo: Cooperation with USFWS National Fisheries Research Center Gainesville, CRC Press Boca Raton Ann Arbor. Ouwehand AC, Salminen S. 1998. The health effect of cultured milk products with viable and non-viable bacteria. Int Dairy J 8:749-760. Pan LQ, Xiao GQ, Zhang HX, Luan ZH. 2005. Effects of different dietary protein content on growth and protease activity of Eriocheir sinensis larvae. Aquaculture 246:313-319. Parker RB. 1972. Probiotics the other half of the antibiotic story. Nutrition Health 29:4-8.
Animal
Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-1,2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL. penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology. Pedersen BH, Nielsen EM, Hjelmeland K. 1987. Variations in the content of trypsin and trypsinogen in larval rearing (Clupea harengus) digesting copepod nauplii. Marine Biology 94:171-181. Philippe AD, Christopher JL. 1994. Use of a probiotic for the culture of larvae of the Pasific oyster (Crassostrea gigas Thunberg). Aquaculture 119:25-40. Priede IG. 1985. Metabolic scope in fishes. Di dalam: Tytler L, Calow P, editor. Fish Bioenergetics New Perspectives. London, Sydney : Croom Helm. Rengpipat S, Phianphak W, Piyatiratitivorakul S, Menasveta P. 1998. Effects of a probiotic bacterium on black tiger shrimp Penaeus monodon survival and growth. Aquaculture 167:301-313. Rengpipat S, Rukpratanporn S, Piyatiratitivorakul S, Menasaveta P. 2000. Immunity enchacement in black tiger shirimp (Penaeus monodon) by a probiont bacterium (Bacillus S11). Aquaculture 191: 271-288. Robertson PAW, Dowd CO, Burrells C, Williams P, Austin B. 2000. Use of Carnobacterium sp. as a probiotic for atlantic salmon (Salmo salar L.) and rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum). Aquaculture 185:235243. Rombaut G, Dhert Ph, Vandenberghe J, Verschuere L, Sorgeloos P, Verstraete W. 1999. Selection of bacteria enhancing the growth rate of axenically hatched rotifers (Brachionus plicatilis). Aquaculture 176:195-207. Rosas C, Cuzon G, Taboada G, Pascual C, Gaxiola G, Wormhoudt AV. 2001. Effect of dietary protein and energy levels on growth, oxygen consumption, hemolymph and digestive gland carbohydrates, nitrogen excretion and osmotic pressure of Litopenaeus vannamei (Boone) and L. setiferus (Linne) juveniles (Crustacea, Decapoda, Penaeidae). Aquaculture Research 32:531-547. Rosch R, Segner. 1990. Development of dry food for larvae of Coregonus lavaretus L II. Liver histology. Aquaculture 91:117–130.
160
161 Rosmawati. 2004. Hidrolisis pakan buatan oleh enzim pepsin dan pankreatin untuk meningkatkan daya cerna dan pertumbuhan benih ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) (tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sakata T, Yuki T. 1992. Diagnostic media for differentiation of Plesiomonas from intestinal microflora of freshwater fish. Nippon Suisan Gakkaishi 58 (5) 977. Samuelsen T, Isaksen M, Maclean E. 2001. Influence of dietary recombinant microbial lipase on performance and quality characteristics of rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture 194:161–171. Santiago CB, Aldaba MB, Songalia ET. 1983. Effect of artificial diets on growth and survival of milkfish fry in freshwater. Aquaculture 34(3):327-252. Salminen S, von-Wrigh A. 1993. Lactic Acid Bacteria. New York: Mascel Dekker. Salminen S, Ouwehand A, Benno Y, Lee YK. 1999. Probiotics: how should they be defined. Trends Food Science Technology. 10:107-110. Satpathy B, Mukherjee BD, Ray AK. 2003. Effect of dietary protein and lipid levels on growth, feed conversion and body composition in rohu, Labeo rohita (Hamilton) fingerlings. Aqua Nutrition 9:17–24. Schmidt-Nielsen K. 1990. Animal Physiology: Adaptation and Environment. Third edition. 4th ed. New York : Cambridge University Press. Schreck CB, Peter BM. 1990. Methods for Fish Biology. Departement of Widlife and Fisheries Biology. USA: University of California-Davis. Many Land USA. Shiau SY, Chen MJ. 1993. Carbohydrate utilization by tilapia (Oreochromis niloticus x O. aureus) as influenced by different chromium sources. Nutrition 123:1747–1753. Shiau SY, Liang HS. 1995. Carbohydrate utilization and digestibility by tilapia (Oreochromis niloticus x O. aureus) are affected by chromium oxide inclusion in the diet. Nutrition 125:976–982. Shouqi X, Yibo C, Yunxia Y, Jiankang L. 1997. Effect of body size on growth and energy budget of Nile tilapia, Oreochromis niloticus Reeve. Aquaculture 157:25–34. Shortt C. 1999. The probiotic century: historical and current perspectives. Trends Food Science Technology 10:411-417. Spanggaard S, Huber I, Nielsen J, Nielsen T, Appel KF, Gram L. 2000. The mikroflora of rainbow trout intestinal: a comparison of traditional and molecular identification. Aquaculture 182:1-15. Suarez MD, Sanz A, Bazoco J, Gallego MG. 2002. Metabolic effects of changes in the dietary protein: carbohydrate ratio in eel (Anguilla anguilla) and trout (Oncorhynchus mykiss). Aquaculture International 00:1-14.
161
162 Sugita H, Nakamura T, Tanaka K, Deguchi Y. 1994. Identification of Aeromonas species isolated from freshwater fish with microplate hybridization method. Applied and Environmental Microbiology. 60(8):3036-3038. Suryanti Y. 2002. Perkembangan aktivitas enzim pencernaan dan hubungannya dengan kemampuan pemanfaatan pakan buatan pada larva/benih ikan baung (Mystus nemurus C.V) (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Stryer L. 2000. Biokimia. Tim penerjemah bagian biokimia FKUI, penterjemah; Soebianto SZ, Setiadi E., Editor. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Biochemistry. Subandiyono. 2003. Pengaruh kromium dalam pakan terhadap kadar glukosa darah, kuosien respiratori, ekskresi NH 3-N dan pertumbuhan ikan gurami. Hayati 10(1):25–29. Stone DAJ, Allan GL, Anderson AJ. 2003a. Carbohydrate utilization by juvenile silver perch, Bidyanus bidyanus (Mitchell). Uptake and clearance of monosaccharides following intraperitoneal injection. Aquaculture Research 34:97-107. Stone DAJ, Allan GL, Anderson AJ. 2003b. Carbohydrate utilization by juvenile silver perch, Bidyanus bidyanus (Mitchell). IV. Can dietary enzymes increase digestible energy from wheat starch, wheat and dehulled lupin? Aquaculture Research. 34:135-147. Surono IS. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan Jakarta: PT. Tri Cipta Karya. Tae Kwang Oh. 2003. Probiotics effect of Weissella hellenica DS-12 in flounder (Paralichthys olivaceus). Korea Research Institute of Bioscience and Biotechnology, PO Box 115, Yusung, Taejon, 305–600, Korea. Htm Microsoft HTML Document 5,0. Tannock GW. 1999. Probiotics: A critical review. England: Horizon Scientific Pr. Takashima F, Hibiya T. 1995. An atlas of fish histology, normal and pathological features. Tokyo, Gustav Fisher Verlag, Stuttgart, New York: Kodansa Ltd. Takeuchi T. 1988. Laboratory Work, Chemical Evaluation of Dietary Nutrients. Di dalam: Watanabe T, Editor. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo: Departement of Aquatic Biosciences, University of Fisheries. hlm 179288. Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for in vitro digestion in forage crop. J.Br. Grassland Sci. 18:104-111 Thompson FL, Abreu PC, Cavalli R. 1999. The use of microorganisme as food source for Penaeus paulensis larvae. Aquaculture 174:139–153. Tlusty MF, Fiore DR, Goldstein JS. 2005. Use of formulated diets as replacement for Artemia in the rearing of juvenile American lobsters (Homarus americanus). Aquaculture 250:781-795.
162
163 Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture (review). Microbiology and Molecular Biology 64(4):655-671. Villaluz AC, Unggui A. 1983. Effects of temperature on behavior, growth, development and survival in young milkfish, Chanos chanos (Forsskal). Aquaculture 35:321–330. Walford JT, Lim TM, Lam TJ. 1991. Replacing live food with microencapsulated diets in the rearing of sea bass (Lates calcarifer) larvae: do the larvae ingest and digest protein membrane microcapsules. Aquaculture 92:225–235. Walford JT, Lam TJ. 1993. Development of digestive tract and proteolitic enzyme activity in seabass (Lates calcarifer) larvae and juveniles. Aquaculture 109:187-205. Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. JICA textbook the general aquaculture course. Tokyo: Departement of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical Methods for the Assesment of the Effects of Environmental Stress on Fish Health. Technical Paper of the US Fish and Wildlife Service. Volume 89. USA Washington DC: US Departement of the Interior Fish and Wildlife Service. Weatherley AH, Gill HS. 1987. The Biology of Fish Growth. Canada, Ontorio: Division of Life Sciences, Departement of Zoology, University of Toronto. Wijaya IPN. 1995. Pemurnian dan karakterisasi protease dari Bacillus pumilus. (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wirawati CU. 2002. Potensi bakteri asam laktat yang diisolasi dari tempoyak sebagai probiotik (tesis). Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wolf CE, Gibbons WR, 1996. Improved method for qualification of bacteriocins nisin. Applied Bacteriology 80:453. Wuenschel MJ, Jugovivich AR, Hare JA. 2005. Metabolic response of juvenile gray snapper (Lutjanus griseus) to temperature and salinity: Physiological cost of different environment. Exp Mar Biol Ecol 321:145–154. Xue XM, Anderson AJ, Richardson NA, Anderson AJ, Xue GP, Mather PB. 1999. Characterisation of cellulase activity in the digestive system of the redclaw crayfish (Cherax quadricarinatus). Aquaculture 180:373-386. Zavaglia AG, Kociubinski G, Perez P, De Antoni G. 1998. Isolation and characterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. Food Protection 61(7):865-873. Zonneveld N, Huisman AE, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Jakarta: PT. Gramedia.
163
164
LAMPIRAN-LAMPIRAN
164
165 Lampiran 1. Komposisi media kultur mikrob Media Broth (TSB) Bahan :
Bacto tryptone Bacto soytone Bacto dextrose Sodium chloride Dipotassium phosphate
17 g 3 g 2,5 g 5 g 2,5 g
Cara Pembuatan : ∼ Semua bahan dicampur dan dihomogenkan, kemudian diambil 30 g dan dilarutkan dalam akuades sebanyak 1000 mL menggunakan erlenmeyer, pH media 7. ∼ Campuran media ditambah 1% substrat sesuai dengan media selektif yang diinginkan (amilolitik + pati, proteolitik + kasein, lipolitik + minyak ikan) dan 1% NaCl, kemudian dipanaskan dalam air mendidih agar campuran melarut. ∼ Campuran media aerob dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam tabung kultur, kemudian ditutup dengan kapas dan almunium foil, kemudian diautoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. ∼ Campuran media anaerob ditambah resazurin 0,1%, kemudian dimasukkan sebanyak 10 mL ke tabung kultur. Untuk memberi suasana anaerob dialiri gas CO2 sampai warna merah berubah menjadi kuning sambil ditutup dengan tutup karet dan diisolatif dengan isolatif tahan panas dan diautoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. Media Agar (TSA) Semua komposisi bahan dan cara pembuatan sama dengan media broth tetapi ditambah agar sebanyak 2%. Media Pengenceran Adalah cairan fisiologis (NaCl) 0,85%.
165
166 Lampiran 2. Prosedur uji hidrolisis pati, kasein, dan lemak a. Uji hidrolisis kasein ∼ Media kultur agar yang mengandung kasein dimasukkan ke dalam cawan petri. ∼ Inokulasi isolat yang akan diuji ke dalam media agar dengan cara menempatkan 1 mata ose biakan di bagian tengah cawan, kemudian disebarkan seluas 0,5 cm. ∼ Selanjutnya diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 sampai 48 jam. ∼ Hidrolisis kasein diukur dengan memberikan beberapa tetes larutan HCl 10% di atas permukaan media agar. Gunakan larutan HCl 10% secukupnya untuk menutupi permukaan media agar. ∼ Jika terjadi proses hidrolisis kasein terlihat daerah bening di sekeliling koloni mikrob, sebaliknya bila tidak terjadi hidrolisis daerah sekitar koloni mikrob tetap berwarna keruh. ∼ Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis. b. Uji hidrolisis pati ∼ Media kultur agar yang mengandung pati dimasukkan ke dalam cawan petri. ∼ Inokulasi isolat yang akan diuji ke dalam media agar dengan cara menempatkan 1 mata ose biakan di bagian tengah cawan, kemudian disebarkan seluas 0,5 cm. ∼ Selanjutnya diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 sampai 48 jam. ∼ Hidrolisis pati diukur dengan memberikan beberapa tetes larutan lugols iodine di atas permukaan media agar. Gunakan larutan lugols iodine secukupnya untuk menutupi permukaan media agar. ∼ Jika terjadi proses hidrolisis pati terlihat daerah bening di sekeliling koloni mikrob, sebaliknya bila tidak terjadi hidrolisis daerah sekitar koloni mikrob berwarna biru kehitaman. ∼ Ukur diameter wilayah yang dihidrolisis. c. Uji hidrolisis lemak ∼ Media yang digunakan adalah lempengan spirit blue agar yang mengandung 3% reagens bacto lipase (Difco) atau reagen dapat diganti dengan emulsi 100 mL minyak zaitun dalam 400 mL akuades panas ditambah 1 mL Tween 80. Tambahkan 30 mL emulsi ini ke dalam 1000 mL spirit blue agar sewaktu agar masih hangat (55oC). ∼ Inokulasi isolat yang akan diuji ke dalam media agar dengan cara menempatkan 1 mata ose biakan di bagian tengah cawan, kemudian disebarkan seluas 0,5 cm. ∼ Selanjutnya diinkubasi pada suhu 29oC selama 24 sampai 48 jam. 166
167 ∼ Hidrolisis lemak terlihat sebagai warna biru di sekeliling pertumbuhan koloni mikrob, bila mikrob tidak menghasilkan lipase, maka wilayah di sekeliling koloni sama dengan warna asal media (biru pucat). ∼ Ukur diameter wilayah yang hidrolisis.
167
168 Lampiran 3. Prosedur uji degradasi substrat oleh mikrob a. Memperoleh ekstrak enzim mikrob ∼ Persiapan kultur dilakukan dengan cara menginokulasikan 0,1 mL isolat mikrob ke dalam 10 mL media kultur cair dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 29oC. ∼ Setelah 24 jam kultur cair disentrifius dengan kecepatan 5.000 rpm selama 5 menit, supernatannya diambil sebagai ekstrak enzim kasar dan digunakan sebagai sampel untuk pengujian degradasi substrat dan aktivitas enzim. b. Prosedur uji degradasi kasein ∼ Standar kasein: 50 mg kasein dilarutkan dalam 100 mL akuades. ∼ Larutan standar dibuat secara seri di dalam tabung reaksi terpisah yaitu 0,4 mL (2 ppm), 0,8 mL (4 ppm), 1,2 mL (6 ppm), 1,6 mL (8 ppm), dan 2,0 mL (10 ppm) masing-masing ditambah akuades hingga menjadi 10 mL, tabung ditutup dengan karet penutup dan dikocok sampai homogen, kemudian ditambah dengan 1,0 mL larutan bioret atau molsh. ∼ Larutan blanko yaitu 10 mL akuades ditambah dengan 1,0 mL larutan bioret atau molsh. ∼ Sampel 0 jam sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan akuades sampai 10 mL dan ditambah dengan 1,0 mL larutan bioret atau molsh, kemudian dibandingkan dengan larutan standar 2,0 mL kalau warnanya sudah mendekati pengenceran sudah cukup tetapi kalau masih pekat harus diencerkan sampai warnanya hampir sama. ∼ Ekstrak enzim kasar (sampel 24 jam) diambil sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah akuades hingga 10 mL dan 1,0 mL larutan bioret atau molsh. ∼ Absorbansi semua larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. ∼ Kemampuan mikrob mendegradasi protein dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi dalam persamaan regresi dan mempersiapkan sebuah grafik konsentrasi pati vs absorbansi, konsentrasi yang tidak diketahui dibaca di luar kurva (ppm). ∼ Persamaan regresi Y = a + bx c. Prosedur uji degradasi pati ∼ Standar pati : 50 mg pati dilarutkan dalam 100 mL akuades (karena pati tidak mudah larut harus dipanaskan dengan sedikit akuades, kalau sudah larut baru ditambah akuades hingga 100 mL dan dikocok-kocok hingga homogen). ∼ Larutan standar dibuat secara seri di dalam tabung reaksi terpisah yaitu 0,4 mL (2 ppm), 0,8 mL (4 ppm), 1,2 mL (6 ppm), 1,6 mL (8 ppm) dan 2,0 mL (10 ppm) masing-masing ditambah akuades hingga menjadi 10 mL, tabung ditutup dengan karet penutup dan dikocok-kocok sampai homogen, kemudian ditambah dengan 1,0 mL larutan logols iodine. 168
169 ∼ Larutan blanko yaitu 10 mL akuades ditambah dengan 1,0 mL larutan logols iodine. ∼ Sampel 0 jam sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diencerkan dengan akuades sampai 10 mL dan ditambah dengan 1,0 mL larutan logols iodine, kemudian dibandingkan dengan larutan standar 2,0 mL kalau warnanya sudah hampir sama, pengenceran sudah cukup tetapi kalau masih pekat harus diencerkan sampai warnanya hampir sama. ∼ Ekstrak enzim kasar (sampel 24 jam) diambil sebanyak 0,5 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah akuades hingga 10 mL dan 1,0 mL larutan logols iodine. ∼ Absorbansi semua larutan diukur pada panjang gelombang 578 nm. ∼ Kemampuan mikrob mendegradasi pati dapat diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi dalam persamaan regresi dan mempersiapkan sebuah grafik konsentrasi pati vs absorbansi, konsentrasi yang tidak diketahui dibaca di luar kurva (ppm). ∼ Persamaan regresi Y = a + bx d. Prosedur uji degradasi lemak ∼ Pengujian degradasi lemak oleh penyabunan.
mikrob dilakukan
dengan
metode
∼ Isolat mikrob ditumbuhkan dalam media yang mengandung minyak sebagai substrat sebanyak 2 gram dan dinkubasi selama 24 jam pada suhu 24oC. ∼ Setelah 24 jam, ditambahkan 25 mL KOH-alkohol 0,1 N kemudian direfluks selama 30 menit dengan pendinginan tegak. ∼ Setelah didinginkan, dititar dengan HCl 0,2 N dan digunakan indikator pp sampai didapat titik akhir dengan warna merah muda. ∼ Lakukan juga terhadap blanko dan sampel 0 jam. ∼ Bilangan penyabunan (mg KOH/mL minyak) dihitung dengan rumus : (b – a) mL x 56,1 x N titran g contoh ∼ Bilangan penyabunan di konversi ke mmol lemak dengan rumus : Bilangan penyabunan sampel x3 Bm KOH (56,1) ∼ Analisis dilakukan juga terhadap sampel 0 jam. ∼ Selisih nilai antara sampel 24 jam dan sampel 0 jam adalah volume minyak yang telah didegradasi oleh mikrob.
169
170 Lampiran 4. Prosedur analisis aktivitas enzim a. Prosedur analisis aktivitas enzim amilase (Bergmeyer dan Grassi 1983) Perlakuan
Blanko (mL) Standar (mL) Sampel (mL)
1,0 1,0 1,0 - Soluble starch dalam buffer sitrat (pH 5,7) 1,0 - Maltosa standar 1,0 1,0 - Ekstrak enzim - Akuades o Dikocok dan dinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 32 C selama 30 menit. DNS 3,0 3,0 3,0 o Panaskan pada suhu 100 C selama 10 menit. Diencerkan dengan akuades sampai volume tertentu atau tergantung kepekatan warna. Didiamkan selama beberapa menit pada suhu ruang, kemudian ukur absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm. b. Analisis aktivitas protease (Bergmeyer dan Grassi 1983) Perlakuan Blanko (mL) Standar (mL) Sampel (mL) - Buffer borat (0,01 M, pH 8,0) 1,0 1,0 1,0 - Substrat kasein (20 mg/mL pH 8,0) 1,0 1,0 1,0 - HCl (0,05 mg/mL) 0,2 0,2 0,2 - Enzim dalam CaCl 2 (10 mmol/L) 0,2 - Tirosin standar (5 mmol/L) 0,2 - Akuades 0,2 o Dinkubasi dalam shaker water bath pada suhu 37 C selama 10 menit. - TCA (0,1 M) 3,0 3,0 3,0 - Akuades 0,2 - Enzim dalam CaCl 2 (10 mmol/L) 0,2 0,2 o Diamkan pada suhu 37 C selama 10 menit, selanjutnya sentrifius dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit - Filtrat 1,5 1,5 1,5 - Na2CO 3 (0,4 M) 5,0 5,0 5,0 - Folin ciocalteau. 1,0 1,0 1,0 Diamkan pada suhu 37o C selama 20 menit, kemudian baca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm
170
171 Aktivitas enzim dihitung dengan rumus : OD Sample - OD Blanko x faktor pengenceran x T -1
IU/mL = OD Standar - OD Blanko Dimana : U OD T
= aktivitas enzim dalam International Unit per menit = absorbansi = waktu (menit)
c. Analisis aktivitas lipase (Tietz dan Friedreck dalam Borlongan, 1990) ∼ Substrat lipase stabil (minyak zaitun) 1,5 mL ditambah 1 mL Tris-HCl 0,1 M sebagai buffer dengan pH 8,0. ∼ Kemudian tambahkan 1,0 mL ekstrak enzim. ∼ Campuran dihomogenkan dan diinkubasi selama 6 jam pada suhu 37oC. ∼ Reaksi dihentikan dengan menambah 3 mL etil alkohol 95%. ∼ Titrasi sampel dengan NaOH 0,01 N, dengan menggunakan thymophthalein 0,9% (w/v) dalam ethanol sebagai indikator. ∼ Prosedur yang sama dilakukan juga terhadap blanko. ∼ Satu unit aktivitas lipase didifinisikan sebagai volume NaOH 0,05 N yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak yang dilepaskan selama 6 jam inkubasi dengan substrat, setelah dikoreksi dengan blanko. d. Prosedur analisis aktivitas enzim pepsin (Anson 1938 dalam Walford dan Lam 1993) dan tripsin (Kunitz 1947 dalam Walford dan Lam 1993) ∼ Analisis aktivitas enzim pepsin menggunakan substrat berupa haemoglobin dan buffer glisin natrium klorida asam pH 2,0. Campuran terdiri atas 20% (W/V) larutan haemoglobin (0,5 mL), buffer (0,4 mL) dan ekstrak enzim (0,1 mL). ∼ Analisis aktivitas enzim tripsin menggunakan substrat berupa kasein dan buffer fosfat pH 7,6. Campuran terdiri atas 1% (W/V) kasein yang dilarutkan dalam akuades (0,5 mL), buffer (0,4 mL), dan ekstrak enzim (0,1 mL). ∼ Campuran diinkubasi dalam shaker water bath selama 10 menit pada suhu 370C. ∼ Reaksi dihentikan dengan menambah 1,5 mL asam trikhloroasetat 5% dan diletakkan pada temperatur ruang selama 1 jam. ∼ Sampel disentrifius dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit dan absorbansinya diukur pada panjang gelombang 280 nm ∼ Kurva standar yang digunakan adalah tirosin.
171
172 e. Prosedur memperoleh ekstrak enzim pencernaan ∼ Semua prosedur penyiapan ekstrak enzim dikerjakan pada suhu 0 sampai 4oC dengan tujuan enzim dalam kondisi tidak aktif. ∼ Larva atau saluran pencernaan diambil secara hati-hati, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengisap. ∼ Larva atau saluran pencernaan sampel diambil sebanyak 1 g dan dihancurkan dengan mortal sampai halus dan dihomogenkan dengan 10 mL akuades yang dingin, kemudian disentrifius dengan kecepatan 15.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4oC, supernatannya diambil sebagai ekstrak enzim kasar dan digunakan sebagai sampel untuk pengujian aktivitas enzim.
172
173 Lampiran 5. Prosedur analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein kadar lemak, dan kadar serat kasar) mengikuti metode Takeuchi (1988) serta pengukuran kadar karbohidrat total menurut metode Somogy – Nelson a. Prosedur analisis kadar air ∼ Cawan dipanaskan pada suhu 110°C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (A). ∼ Sampel ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian ditimbang (B). ∼ Cawan dan sampel dipanaskan tanpa penutup pada suhu 110°C selama 2 jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan timbang. Proses tersebut diulang sampai beratnya konstan (C). (B - C) ∼ Kadar Air (%) = x 100 (B – A) b. Prosedur analisis kadar abu ∼ Cawan porselin dipanaskan pada suhu 600°C selama 1 jam di dalam muffle furnase, kemudian dibiarkan suhu muffle furnase turun sampai 110oC, selanjutnya cawan porselin dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang (A). ∼ Sampel ditimbang sebanyak 1 sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian ditimbang (B). ∼ Cawan porselin dan sampel dipanaskan di dalam muffle furnase pada suhu 600oC selama 1 jam, kemudian dibiarkan sampai semalam. ∼ Cawan porselin + sampel dikeluarkan dan selama 30 menit, kemudian ditimbang (C).
didinginkan dalam
desikator
(B - C) ∼ Kadar Abu (%) = ———— x 100 (B – A) c. Prosedur analisis protein Tahap Oksidasi ∼ Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, salah satu dari labu digunakan sebagai blanko dan tidak diisi dengan sampel. ∼ Tambahkan 3 g katalis (K2SO 4 + CuSO 4.H2O dengan rasio 9 : 1) dan 10 mL H2S0 4 pekat. 173
174 ∼ Labu Kjeldahl dipanaskan pada suhu 400°C selama 0,5 sampai 1 jam, kemudian pemanasan dilanjutkan lagi selama 3 sampai 4 jam sehingga terjadi perubahan warna menjadi hijau bening. ∼ Larutan ditambah dengan 20 mL akuades dan didinginkan. ∼ Setelah dingin diencerkan dengan akuades sampai 100 mL. Tahap destilasi ∼ Beberapa tetes H2S0 4 ditambahkan ke dalam botol A yang sebelumnya telah diisi setengah bagian dengan akuades untuk menghindari amoniak lingkungan, kemudian dididihkan selama 10 menit. ∼
Botol erlenmeyer (F) yang berisi 10 mL H2S04 0,05 N ditetesi 2 sampai 3 tetes indikator (Methyl red/Methyl blue), disiapkan untuk menampung NH3 yang dibebaskan.
∼
5 mL larutan sampel dimasukkan ke botol D melalui corong C, kemudian corong C dicuci dengan akuades.
∼
Tambahkan 10 mL larutan NaOH 30% melalui corong C dan corong C dicuci kembali dengan akuades, kemudian antara corong C dan botol D ditutup dengan cara penjepit dengan penjepit.
∼
Campuran alkalin dalam botol destilasi dipanaskan dengan uap selama minimum 10 menit setelah kondensasi terlihat pada kondensor.
∼
Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH 0,05 N dan catat hasilnya.
∼
Lakukan prosedur titrasi yang sama pada blanko
0,0007*1 X (Vb – Vs) x F X 6,25*2 X 20 ∼ Kadar protein (%) = x 100 S Dimana : Vs Vs F S *1 *2
= = = = = =
volume NaOH 0,05 N untuk sampel volume NaOH 0,05 N untuk sampel faktor koreksi untuk larutan standar NaOH 0,05 N berat sampel (g) setiap mL NaOH 0,05 N equivalen dengan 0,0007 g nitrogen faktor nitrogen, protein diasumsikan pada 16% nitrogen, faktor 6,25 (100/16) digunakan untuk mengkonversi total nitrogen ke total protein.
d. Prosedur Analisis Lemak ∼ Labu ekstraksi dipanaskan pada suhu 110°C selama 1 jam, setelah itu didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Panaskan kembali selama 30 menit dan dinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang sampai
174
175 tidak ada perbedaan bobot labu lebih kecil dari 0,3 mg. Bobot labu ekstraksi (A). ∼ Sampel ditimbang sebanyak 1 sampai 2 g dan dimasukkan ke dalam tabung filter kemudian ditutup dengan lapisan tipis dari katon absorbent dan dikeringkan dalam oven pada suhu 90 sampai 100oC selama 2 sampai 3 jam. ∼ Tempatkan tabung filter di dalam ruang ekstraksi dari alat soxhlet dan hubungkan dengan kondensor labu ekstraksi yang telah diisi dengan 100 mL petroleum ether, sebelumnya panaskan ether pada labu ekstraksi dalam water bath pada suhu 60 sampai 70oC selama 16 jam. ∼ Panaskan labu ekstraksi pada suhu 100oC, kemudian ditimbang (B) (B–A) ∼ Kadar lemak (%) =
X 100 Berat sampel
e. Prosedur analisis serat kasar ∼ Kertas filter dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC, kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Dipanaskan kembali selama 30 menit dan dinginkan, kemudian ditimbang. Proses tersebut diulang sampai tidak ada perbedaan bobot lebih kecil dari 0,3 mg. ∼ Cawan porselin dipanaskan pada suhu 550°C selama 1 jam di dalam muffle furnase, kemudian dibiarkan suhu muffle furnase turun sampai 110oC, selanjutnya cawan porselin dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit. ∼ Sampel sebanyak 1 sampai 2 g ditimbang dan dimasukan ke dalam labu erlenmeyer, (kalau kandungan lemak sampel > 1% dilakukan ekstraksi dengan larutan ether untuk memindahkan lemak), tambahkan 200 mL H2S0 4 1,25% panas dan 1 mL iso-amyl alkohol sebagai agen antifoam. ∼ Hubungkan labu dengan kondensor dan dididihkan selama 30 menit, labu diputar secara periodik agar bahan tidak mengendap ∼ Labu dipindahkan dan cairan disaring melalui filter fiber nilon dalam sebuah corong, kemudian dicuci sebanyak 3 kali berturut-turut dengan 40 sampai 50 mL akuades panas. ∼ Residu yang terdapat dalam filter dipindahkan ke dalam labu original yang berisi sedikit akuades panas dan ditambahkan dengan 50 mL NaOH 5% panas dan 1 mL iso-amyl alkohol, kemudian diencerkan dengan 200 mL akuades panas. ∼ Selanjutnya labu dididihkan dan cairan disaring kembali dengan filter fiber nilon, kemudian dicuci sebanyak 5 kali berturut-turut dengan 40 sampai 50 mL akuades panas.
175
176 ∼ Residu yang terdapat pada filter dipindahkan dalam kertas filter dan dicuci dengan akuades, tambahkan 15 mL alkohol dan 10 mL ether. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 110oC sampai tercapai bobot konstan. ∼ Kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselin dipanaskan dalam muffle furnase pada suhu 550oC selama 1 jam atau sampai beratnya konstan, kemudian didinginkan. ∼
Berat yang hilang selama pembakaran Kadar serat kasar (%) = x 100 Berat sampel
f. Prosedur analisis karbohidrat total (metode Somogy – Nelson) Pereaksi/Reagen : ∼ 0,7 N HCl ∼ 1 N NaOH ∼ 5% ZnSO 4 = 5 g ZnSO 4 7 H 2O dilarutkan dalam akuades 100 mL ∼ 0,3 N Ba(OH) 2 : larutan (5 g Ba(OH) 2 2 H2O dilarutkan dalam 100 mL akuades, kemudian ditambah 5 mL ZnSO4 dengan indikator pp sampai terbentuk warna pink). Prosedur : ∼ 200 mg/0,2 g sampel ditambah dengan 0,7 N HCl 20 mL, kemudian dihidrolisis selama 2,5 jam dalam water bath. ∼ Selanjutnya dipindahkan ke labu ukur 100 mL dan dinetralkan dengan 1 N NaOH (dengan indikator phenol red) ∼ Protein diendapkan dengan cara menambahkan 5 mL ZnSO4 5% dan 5 mL Ba (OH) 2 0,3 N. ∼ Kemudian tambahkan akuades sampai volume 100 mL dan saring dengan kertas saring. ∼ Filtrat yang dihasilkan dipipet 2 mL dan ditambah 2 mL reagen Nelson sampai muncul warna biru tua. ∼ Kemudian tambahkan akuades sampai volume 25 mL, biarkan 20 sampai 25 menit supaya bereaksi. ∼ Baca absorbansi pada panjang gelombang 500 nm. Pereaksi Cu++ Larutan A : 12 g/Na tartrat ditambahkan 24 g Na 2CO 3 dilarutkan dengan air hingga 60 mL, kemudian ditambahkan 40 mL CuSO 4 10% dan 16 g NaHCO 3 (Na-bicarbonat), encerkan dengan akuades sampai dengan kira-kira 250 mL.
176
177 Larutan B
: 180 g Na 2SO 4 dilarutkan dalam akuades panas, kemudian dididihkan beberapa menit.
Larutan A dan B dicampur dan diencerkan dengan akuades sampai volume 1 L. Pereaksi Nelson Larutan A : 25 g amonium molibdat (NH4)6 NO2O24. 4H2O dilarutkan dalam 450 mL akuades ditambah 21 mL H2SO 4 (p). Larutan B
: 3 g NaHASO4 dilarutkan dalam 25 mL akuades.
Larutan A dan B dicampur dan diencerkan sampai dengan 1 L. Pembuatan Standar : 0,0625 g dextrose dilarutkan dalam akuades 200 mL (konsentrasi standar menjadi 250 ppm). Pipet 0, 5, 10, 15, 20 mL larutan standar perlakukan sama dengan sampel, yaitu ditambahkan pereaksi Cu2+ dan Nelson. Perhitungan % karbohidrat = {[(Abs sampel/Abs standar rata-rata) x (100 mL Volume akhir/bobot sampel)] x 100}/106
177
178 Lampiran 6. Prosedur analisis kadar glukosa (Wedemeyer dan Yasutake 1977) a. Analisis kadar glukosa Bahan-bahan yang digunakan ∼ Standar glukosa : larutkan 100 mg pereaksi glukosa murni dalam sedikit akuades dan encerkan hingga 100 mL dalam erlenmeyer. Simpan dalam kulkas untuk menghambat pertumbuhan bakteri. ∼ Pereaksi wama ortho-toluidine : ke dalam 94 mL asam asetat glasial, tambahkan 6 mL O-toluidine (Eastman, disuling dari nitrat murni, atau setara). Prosedur ∼ Larutkan 0,05 mL (50 uL) sampel, standar glukosa, atau akuades ke dalam tabung reaksi terpisah yang mengandung 3,5 mL pereaksi warna. ∼ Panaskan semua tabung dalam sebuah water bath yang sedang mendidih selama 10 menit, ambil, dan dinginkan pada suhu kamar. Warna tersebut stabil selama lebih dari 1 jam. ∼ Baca absorbansi dari plasma dan standar glukosa tersebut pada panjang gelombang 635 nm, nol-kan kolorimeter dengan pereaksi blanko. b. Kadar glukosa dihitung dengan rumus : AbsSp [GD] =
x [GSt] AbsSt
Dimana : [GD] AbsSp AbsSt [GSt]
= = = =
Kadar glukosa (mg/100 mL) Absorbansi sampel Absorbansi standar Kadar glukosa standar (mg/100 mL).
178
179 Lampiran 7. Prosedur analisis kadar trigliserida menurut metode Boehringer– AOAC (1990) ∼ Trigliserida : ditentukan secara hidrolisa enzimatis dengan lipase, indikator quainonaemine terbentuk dari hidrolisa peroksida, 4 aminoantypiryne, dan 4 klorofenol di bawah pengaruh katalisa peroksida. ∼ Komposisi : R1 = 100 mL atau 500 mL buffer STD = 3 mL standart 200 mg/dL atau 5,7 mmol/L ∼ Stabilitas reagen Reagen stabil 21 hari pada 2 – 8oC atau 3 hari pada 15 – 21oC. ∼ Sampel : serum, plasma heparin, atau EDTA ∼ Prosedur : Panjang gelombang = Hg 546 (500 nm) Tebal kuvet = 1 cm Temperatur = 20 – 25OC Pengukuran terhadap = Blanko reagen Perlakuan ∼ Sampel ∼ Standar ∼ Reagen
Blanko (µL) Standar (µL) Sampel (µL) 1000
10 1000
10 1000
Dikocok dan dinkubasi selama 20 menit, ukur absorbansi standar (Astd) dan sampel (Aspl) terhadap blanko reagen (RB) dalam waktu 60 menit ∼ Perhitungan didapat dari Dengan faktor (penentu STD tidak dilakukan) : Panjang gelombang ∼ Hg 546 : dA X ∼ 500 : dA X
mg/dL 840 553
Mmol/L 21,7 14,3
∼ Dengan standar : C (mg/dL) = 200 x dAspl / dAstd atau C (mmol/L) = 5,17 x dA spl / dA std
179
180 Lampiran 8. Prosedur analisis kadar protein terlarut (Bradford 1976) ∼ Sampel sebanyak 0,5 g ditambah dengan 5 mL Tris HCl pH 6,5. ∼ Kemudian disentrifius 10.000 rpm selama 20 menit. ∼ Pipet 0,5 mL sampel dan tambahkan 0,5 mL larutan Bradford dan inkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. ∼ Buat larutan standart BSA (Bovine Serum Albumin 100 mg dalam 100 mL akuades) ∼ Baca absorbansinya dengan panjang gelombang 595 nm. Larutan Bradford (pereaksi Bradford) ∼ Coomasie blue G-250 sebanyak 100 mg dilarutkan dalam 50 mL etanol 95% dan diaduk selama 1 jam. ∼ Larutan kemudian ditambahkan 100 mL H3PO 4 85% (b/v) dan diencerkan dengan akuades sampai 1 L ∼ Setiap akan digunakan pereaksi ini harus disaring terlebih dahulu dan pereaksi ini harus disaring terlebih dahulu dan pereaksi ini tetap baik bila disimpan di ruang gelap selama kurang lebih 1 bulan.
180
181 Lampiran 9. Tahapan pembuatan preparat histologis ∼ Fiksasi dengan menggunakan larutan bouin selama maksimal 24 jam, kemudian dibilas dengan alkohol 70%. ∼ Dehidrasi dengan menggunakan alkohol bertingkat. ∼ Penjernihan dengan menggunakan xylol. ∼ Infiltrasi yaitu memasukkan parafin cair ke dalam sampel jaringan, dan dilakukan pencetakan di dalam blok parafin. ∼ Pemotongan jaringan dan dilanjutkan dengan pewarnaan menggunakan PAS.
181
182 Lampiran 10. Prosedur analisis kadar energi ∼ Analisis kadar energi menggunakan alat bomb-calorimeter. ∼ Sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam logam bomb-calorimeter. ∼ Memasukkan oksigen dengan tekanan dan bomb dibenamkan ke dalam ruangan tertutup yang mengandung sejumlah air yang diketahui beratnya. ∼ Suhu dicatat dan sampel dipijarkan dengan aliran listrik. ∼ Panas yang dihasilkan diabsorbsi oleh bomb dan air, catat suhu kalau sudah terjadi keseimbangan. ∼ Jumlah panas yang dihasilkan dihitung dengan memakai kenaikan suhu air dan berat serta panas spesifik dari alat bomb-calorimeter dan air. Suhu akhir – Suhu awal ∼ Kadar energi = x 10274,44 kJ Berat sampel
182
183 Lampiran 11. Prosedur analisis kadar glikogen (Wedemeyer dan Yasutake 1977) a. Bahan-bahan yang digunakan ∼ KOH 30% adalah 30 g KOH dilarutkan dalam 70 mL akuades. ∼ Na2SO4 jenuh adalah dari sekitar 1 g Na 2SO 4 dan 30 mL akuades. ∼ Ethyl alkohol 98%, asam hidroklorat 5 M dan sodium hydroksida 0,5 M. ∼ Reagen anthrone adalah 0,2 g anthrone dilarutkan dalam 100 mL 95% asam sulfur dan disimpan pada tempat yang sejuk atau tempat yang dingin untuk jangka waktu yang lama, apabila dalam keadaan terbuka tidak bisa digunakan setelah 2 hari. ∼ Standar glukosa (glikogen) 22,2 mg glukosa dilarutkan dalam 1 L akuades dan disimpan ditempat yang dingin untuk mencegah tumbuhnya mikrob selama tidak lebih dari 2 minggu. b. Prosedur ∼ 100 mg jaringan otot atau hati dipanaskan dalam 3 mL KOH 30% sampai larut (20 – 30 menit), kemudian tambahkan 0,5 mL Na2SO 4 jenuh dan 3,5 mL ethanol 95%, panaskan sampai mendidih, kemudian larutan didinginkan dan disentrifius dalam keadaan dingin, supernatan yang ada dibuang. ∼ Glikogen dilarutkan dalam 2 mL akuades dan kembali diendapkan dengan 2,5 mL ethanol 95%. ∼ Supernatan dibuang dan glikogen diendapkan selama 30 menit dalam 2 mL HCl 5 M dalam shaker water bath yang sedang mendidih. ∼ Hidrolisat didinginkan dan dinetralisir dengan 0,5 M NaOH (indikator yang digunakan adalah 1 kekeruhan fenol red), kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume diketahui, biasanya 50 – 100 mL tergantung pada kandungan glikogen yang diperkirakan. ∼ 5 mL hidrolisat yang dinetralkan (berisi 15 – 150 µg glukosa) dipindahkan ke dalam tabung uji. ∼ Tuangkan 5 mL standar glukosa (111 µg) ke dalam tabung uji kedua dan 5 mL akuades sebagai blanko ke dalam tabung uji ketiga. ∼ Tabung-tabung di atas dicelup ke dalam air dingin dan tambahkan 10 mL reagen anthrone dan tabung ditutup dengan marbless glass dan panaskan selama 10 menit dalam air mendidih, kemudian didinginkan dan segera diukur absorbansi pada panjang gelombang 635 nm, dalam kolorimeter (1 g glikogen = 1,11 g glukosa dalam hidrolisat). c. Perhitungan Mempersiapkan sebuah grafik konsentrasi glukosa vs absorbansi dan dibaca konsentrasi yang tidak diketahui di luar kurva. 183
184 Lampiran 12. Prosedur analisis nilai kecernaan pakan (Takeuchi 1988) ∼ Feses ditimbang sebanyak 0,1 – 0,2 g dalam berat kering dan ditambahkan 5,0 mL larutan asam nitrat (specific gravity 1,42), kemudian dipanaskan perlahan-lahan selama 30 menit sampai volume larutan 1,0 mL. ∼ Larutan didinginkan, setelah dingin larutan diaduk untuk menghancurkan feses, kemudian tambah 3,0 mL asam perklorat (70%). ∼ Selanjutnya larutan didestruksi (untuk menghancurkan logam-logam) dengan cara memanaskan larutan dengan suhu tidak terlalu panas ± 80oC selama 10 menit sampai kelihatan uap putih dan larutan berganti warna dari hijau menjadi kuning atau orange. ∼ Larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades sampai 100 mL, kemudian didiamkan selama beberapa menit pada suhu ruang. ∼ Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 350 nm. ∼ Y = 0,2089X + 0,0032 dimana : Y = Absorpsi X = Cr2O3 mg/100 mL
184
185 Lampiran 13. Ukuran ikan bandeng yang digunakan pada percobaan isolasi dan seleksi mikrob Aerob
Pengamatan
No 1
Bobot ikan
2
Panjang ikan
3
Bobot usus
4
Panjang usus
Anaerob
1
2
1
2
171,90 g
169,90 g
172,44 g
171,50 cm
21,20 cm
21,00 cm
21,60 cm
20,60 cm
3,60 g
3,60 g
3,42 cm
3,33 g
153,50 cm
160,10 cm
169,00 cm
168,30 cm
Lampiran 14. Morfologi koloni isolat dan jenis mikrob Isolat Aerob A1-a
A2-a
A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
Karakter koloni
Pewarnaan gram
Jenis mikrob
Lebar tidak beraturan, menipis ke tepi dengan warna bening dan pada bagian tengah terdapat warna krem dengan bentuk tidak beraturan Bulat sedang menipis ke tepi dengan warna bening dan bagian tengah ada inti Bulat sempurna, sedang, tepi rata, warna krem Bulat sedang, tidak beraturan, warna krem Bulat sedang, tepi bergelombang, warna bening Bulat sedang menipis ke tepi dengan warna bening bagian tengah krem dan ada inti Bulat tidak teratur, bagian tepi bergerigi, warna bening Bentuk tidak teratur, tepi berserabut seperti karang, warna krem Bulat besar sempurna, warna krem, di tengah ada inti Bulat sedang tepi rata, warna krem Bentuk tidak beraturan, tepi berserabut atau bergerigi seperti bunga, warna bening dan bagian tengah terdapat inti warna krem
Coccus, gram negatif
Moraxella sp.
Coccus, gram negatif
Aeromonas hydrophila
Coccus, gram positif
Citrobakter sp.
Coccus, gram positif
Carnobakterium sp.
Coccus, gram positif
Streptococcus sp.
Baccil, gram posistif
Bacillus sp.
Coccus, gram negatif
Micrococcus sp.
Coccus, gram negatif
Pseudomonas sp.
Coccus, gram negatif
Proteus sp.
Coccus, gram negatif Coccus, gram negatif
Planococcus sp. Plesiomonas sp.
Lebar tidak beraturan, warna krem Bulat sedang, pinggir rata, warna bening Bulat agak besar menipis ke pinggir, bergerigi, warna krem Bulat melebar tepi berserabut, warna bening di tengah ada inti Bulat sedang, tepi rata, warna krem Bentuk kompleks mengelilingi lemak, warna bening Bentuk bintik-bintik, warna krem
Coccus, gram negatif Coccus, gram positif
Staphylococcus sp. Flavobacterium sp.
Coccus, gram negatif
Vibrio sp.
Coccus, gram negatif
Vibrio alginoliticus
Coccus, gram negatif Coccus, gram negatif
Kurthia sp.
Coccus, gram negatif
Serratia sp.
185
186 Lampiran 15. Hasil pengujian hidrolisis pati, kasein, dan lemak oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik Isolat
Kriteria
1
Diameter (mm) 2
Rataan
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
+ + + + + + + + + + +
13 16 16 14 13 12 16 14 15 10 8
15 16 12 15 17 11 9 14 16 10 10
14 16 14 15 15 12 13 14 16 10 9
+ + + + + +
10 15 9 14
12 13 10 18
11 14 10 16
9 8
9 11
9 10
Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an Keterangan: A P L
= = =
Mikrob amilolitik Mikrob proteolitik Mikrob lipolitik
+ = Ada zona bening - = Tidak zona bening
186
187 Lampiran 16. Hasil pengujian degradasi substrat oleh isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik setelah 24 jam inkubasi Isolat
Jumlah substrat yang terdegradasi 1
2
Rataan
A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
1650,10 1701,77 1705,22 1651,15 1860,00 1587,37 1812,63 1585,27 1818,95 0,22 0,14
1648,38 1703,49 1705,22 1651,82 1814,74 1416,84 1833,69 1635,79 1804,21 0,19 0,15
1649,24 1702,63 1705,22 1651,49 1837,37 1502,11 1823,16 1610,53 1811,59 0,21 0,14
A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
1691,44 1641,49 1584,64 1909,48 0,18 0,16
1696,60 1662,15 1581,20 1928,42 0,18 0,16
1694,10 1651,82 1582,92 1918,95
Aerob
Anaerob
0,18 0,16
Keterangan: A = Mikrob amilolitik Isolat mikrob A dan P (mg/L) P = Mikrob proteolitik Isolat mikrob L (mmol lemak) L = Mikrob lipolitik
187
188 Lampiran 17. Hasil pengujian aktivitas enzim amilase, protease, dan lipase isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik Isolat
Aktivitas enzim (IU/mL) 1
2
Rataan
A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
0,66 0,76 0,77 0,64 0,68 0,47 0,66 0,52 0,63 0,34 0,13
0,65 0,76 0,76 0,67 0,66 0,41 0,66 0,53 0,66 0,38 0,13
0,66 0,76 0,77 0,66 0,67 0,44 0,66 0,53 0,65 0,36 0,13
A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
0,75 0,60 0,57 0,85 0,29 0,22
0,76 0,64 0,58 0,78 0,33 0,20
0,76 0,62 0,58 0,82 0,31 0,21
Aerob
Anaerob
Keterangan: A = Mikrob amilolitik P = Mikrob proteolitik L = Mikrob lipolitik
188
189 Lampiran 18. Optical Density (OD) isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik selama 24 jam Periode pengamatan Isolat 1
0 jam 2
1
2 jam 2
Rataan
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
0,062 0,060 0,061 0,063 0,034 0,033 0,034 0,032 0,031 0,052 0,058
0,065 0,061 0,062 0,062 0,032 0,034 0,030 0,028 0,034 0,053 0,052
Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
0,061 0,062 0,063 0,030 0,053 0,056
0,060 0,060 0,063 0,035 0,049 0,051
Rataan
0,064 0,061 0,062 0,062 0,032 0,034 0,030 0,028 0,034 0,053 0,052
0,099 0,211 0,084 0,248 0,092 0,076 0,068 0,106 0,093 0,081 0,075
0,098 0,216 0,096 0,226 0,089 0,081 0,073 0,108 0,088 0,093 0,069
0,060 0,060 0,063 0,035
0,089 0,259 0,095 0,076 0,081 0,095
0,098 0,230 0,096 0,080 0,075 0,099
0,051 0,054
1
4 jam 2
Rataan
1
0,099 0,214 0,090 0,237 0,091 0,079 0,071 0,107 0,091 0,087 0,072
0,207 0,748 0,104 0,557 0,152 0,212 0,148 0,193 0,196 0,116 0,096
0,211 0,765 0,112 0,574 0,125 0,203 0,148 0,181 0,186 0,116 0,072
0,209 0,757 0,108 0,566 0,139 0,208 0,148 0,187 0,191 0,116 0,079
0,547 0,848 0,194 0,639 0,332 0,365 0,319 0,448 0,403 0,203 0,093
0,094 0,254 0,096 0,078
0,099 0,465 0,213 0,113 0,141 0,189
0,109 0,475 0,229 0,125 0,165 0,175
0,104 0,470 0,221 0,119
0,156 0,582 0,512 0,214 0,257 0,207
0,078 0,097
0,153 0,182
6 jam 2
Rataan
1
8 jam 2
Rataan
1
10 jam 2
Rataan
1
12 jam 2
Rataan
0,526 0,840 0,189 0,641 0,320 0,354 0,333 0,447 0,491 0,211 0,087
0,537 0,844 0,192 0,640 0,326 0,360 0,326 0,448 0,447 0,207 0,090
0,805 1,122 0,356 1,186 0,654 0,586 0,596 0,841 0,821 0,450 0,187
0,802 1,133 0,357 1,197 0,713 0,541 0,616 0,841 0,862 0,436 0,203
0,804 1,128 0,357 1,191 0,684 0,564 0,606 0,841 0,842 0,443 0,195
1,142 1,425 0,563 1,606 1,146 0,946 1,125 1,127 1,238 0,891 0,329
1,147 1,447 0,579 1,627 1,121 0,947 1,101 1,134 1,253 0,889 0,356
1,145 1,436 0,571 1,617 1,134 0,947 1,113 1,131 1,246 0,890 0,343
1,319 1,639 0,625 1,736 1,224 1,301 1,347 1,522 1,572 1,164 0,647
1,317 1,678 0,615 1,727 1,245 1,287 1,337 1,552 1,563 1,163 0,665
1,318 1,659 0,620 1,732 1,235 1,294 1,342 1,537 1,568 1,164 0,656
0,186 0,551 0,523 0,201 0,265 0,215
0,171 0,567 0,518 0,208
0,219 0,961 0,946 0,478 0,401 0,349
0,215 0,993 1,029 0,498 0,423 0,349
0,217 0,977 0,988 0,488
0,409 1,156 1,285 0,888 0,873 0,768
0,421 1,134 1,301 0,873 0,893 0,791
0,415 1,140 1,293 0,881
0,992 1,343 1,483 1,187 0,918 1,148
0,957 1,337 1,415 1,056 0,932 1,165
0,975 1,340 1,449 1,122
0,261 0,211
0,412 0,349
0,893 0,791
0,925 1,157
189
190 Lampiran 18. (Lanjutan) Periode pengamatan Isolat 1
14 jam 2
Rataan
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
1,455 1,758 0,887 1,879 1,307 1,413 1,618 1,619 1,651 1,427 1,066
1,453 1,740 0,822 1,886 1,300 1,422 1,613 1,611 1,650 1,434 1,087
Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
1,083 1,676 1,802 1,420 1,373 1,253
Keterangan:
1
16 jam 2
1
18 jam 2
Rataan
Rataan
1,454 1,749 0,855 1,883 1,304 1,418 1,616 1,615 1,651 1,431 1,077
1,683 1,896 1,002 1,983 1,332 1,618 1,648 1,711 1,732 1,531 1,186
1,679 1,885 1,005 1,976 1,341 1,626 1,633 1,731 1,721 1,519 1,194
1,063 1,661 1,822 1,396 1,383 1,261
1,073 1,669 1,812 1,408 1,378 1,257
1,224 1,858 1,921 1,795 1,420 1,341
1,266 1,846 1,929 1,802 1,411 1,352
1,681 1,891 1,004 1,980 1,337 1,622 1,641 1,721 1,727 1,525 1,190
1,801 1,899 1,045 1,994 1,419 1,623 1,681 1,763 1,740 1,708 1,328
1,819 1,894 1,044 1,989 1,408 1,636 1,675 1,743 1,735 1,715 1,353
1,245 1,852 1,925 1,799
1,369 1,905 1,939 1,805 1,402 1,344
1,398 1,917 1,932 1,809 1,402 1,355
A P L
= = =
Mikrob amilolitik Mikrob proteolitik Mikrob lipolitik
1,416 1,347
1
20 jam 2
Rataan
1
22 jam 2
Rataan
1
24 jam 2
Rataan
1,810 1,897 1,045 1,992 1,414 1,630 1,678 1,753 1,738 1,712 1,341
1,848 1,908 1,112 1,997 1,517 1,642 1,686 1,740 1,745 1,719 1,332
1,840 1,917 1,112 1,991 1,509 1,646 1,680 1,750 1,742 1,722 1,357
1,844 1,913 1,112 1,994 1,513 1,644 1,683 1,745 1,744 1,721 1,345
1,859 1,917 1,125 2,008 1,528 1,648 1,693 1,748 1,752 1,722 1,342
1,852 1,922 1,118 2,003 1,516 1,652 1,686 1,752 1,777 1,727 1,358
1,856 1,920 1,122 2,006 1,522 1,650 1,690 1,750 1,765 1,725 1,350
1,867 1,925 1,128 2,017 1,543 1,588 1,698 1,767 1,764 1,734 1,351
1,858 1,930 1,121 2,009 1,523 1,583 1,693 1,755 1,661 1,736 1,371
1,863 1,928 1,125 2,013 1,533 1,586 1,696 1,761 1,713 1,735 1,361
1,384 1,911 1,936 1,807
1,384 1,928 1,941 1,819 1,429 1,352
1,354 1,918 1,945 1,825 1,419 1,302
1,369 1,923 1,943 1,822
1,407 1,935 1,945 1,827 1,433 1,356
1,403 1,929 1,952 1,831 1,428 1,359
1,405 1,932 1,949 1,829
1,417 1,940 1,953 1,836 1,438 1,365
1,417 1,946 1,967 1,839 1,435 1,363
1,417 1,943 1,960 1,838
1,402 1,350
1,424 1,327
1,431 1,358
1,437 1,364
190
191 Lampiran 19. Jumlah koloni (cfu/mL) isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik selama 24 jam Periode pengamatan Isolat 1
0 jam 2
Rataan
1
2 jam 2
Rataan
1
4 jam 2
Rataan
6 jam 2
Rataan
9,2 x 108 9,3 x 109 1,8 x 107 8,3 x 109 8,2 x 107 8,9 x 108 3,2 x 109 1,7 x 109 9,6 x 108 2,3 x 109 7,8 x 107
8,7 x 108 9,0 x 109 1,2 x 107 7,7 x 109 7,8 x 107 8,4 x 108 2,8 x 109 1,2 x 109 1,9 x 109 2,7 x 109 6,9 x 107
9,0 x 108 9,2 x 109 1,5 x 107 8,0 x 109 8,0 x 107 8,7 x 108 3,0 x 109 1,5 x 109 1,4 x 109 2,5 x 109 7,4 x 107
5,6 x 107 1,6 x 109 1,2 x 109 9,5 x 108 6,9 x 106 9,6 x 107 7 4,3 x 10 5,3 x 107
5,9 x 107 1,4 x 109 1,0 x 109 8,8 x 108 8,7 x 107 7,5 x 107
5,8 x 107 1,5 x 109 1,1 x 109 9,2 x 108
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
3,0 x 108 3,4 x 108 2,5 x 106 4,8 x 108 2,1 x 107 1,0 x 108 7,4 x 108 8,2 x 108 7,6 x 108 1,2 x 108 5,1 x 107
3,1 x 108 3,6 x 108 2,6 x 106 4,2 x 108 1,8 x 107 1,2 x 108 7,6 x 108 8,1 x 108 7,5 x 108 1,7 x 108 4,8 x 107
3,1 x 108 3,5 x 108 2,6 x 106 4,5 x 108 2,0 x 107 1,1 x 108 7,5 x 108 8,2 x 108 7,6 x 108 1,5 x 108 5,0 x 107
3,2 x 108 7,8 x 108 2,9 x 106 8,3 x 108 2,5 x 107 2,4 x 108 8,7 x 108 8,5 x 108 7,8 x 108 6,4 x 108 6,1 x 107
3,2x 108 3,2 x 108 8,0 x 108 7,9 x 108 3,1 x 106 3,0 x 106 8,2 x 108 8,3 x 108 2,1 x 107 2,3 x 107 2,1 x 108 2,3 x 108 8,5 x 108 8,1 x 108 8,7 x 108 8,6 x 108 7,6 x 108 7,7 x 108 7,0 x 108 6,7 x 108 5,8 x 107 6,0 x 107
5,4 x 108 6,6 x 109 7,6 x 106 2,6 x 109 3,4 x 107 7,0 x 108 1,8 x 109 9,4 x 108 8,5 x 108 9,4 x 108 6,3 x 107
5,8 x 108 6,9 x 109 8,2 x 106 1,9 x 109 2,9 x 107 6,6 x 108 2,0 x 109 9,0 x 108 8,3 x 108 9,3 x 108 5,8 x 107
5,6 x 108 6,8 x 109 7,9 x 106 2,3 x 109 3,2 x 107 6,8 x 108 1,9 x 109 9,2 x 108 8,4 x 108 9,4 x 108 6,1 x 107
Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
2,8 x 107 3,0 x 108 8,6 x 107 8,2 x 107 5,8 x 106 1,5 x 107
3,1 x 107 2,8 x 108 9,0 x 107 7,9 x 107
3,0 x 107 2,9 x 108 8,8 x 107 8,1 x 107
3,1 x 107 4,0 x 108 1,3 x 108 9,1 x 107 5,5 x 106 1,6 x 107
3,4 x 107 3,3 x 107 3,8 x 108 3,9 x 108 1,3 x 108 1,3 x 108 9,2 x 107 9,2 x 107 5,7 x 106 5,6 x 106 1,8 x 107 1,7 x 107
3,9 x 107 7,0 x 108 5,6 x 108 3,9 x 108 6,8 x 106 4,2 x 107
4,2 x 107 7,4 x 108 6,1 x 108 4,2 x 108 6,9 x 106 4,4 x 107
4,1 x 107 7,2 x 108 5,9 x 108 4,1 x 108
-
-
6,0 x 106 5,9 x 106 1,7 x 107 1,6 x 107
1
1
8 jam 2
Rataan
1
10 jam 2
Rataan
1,8 x 109 2,1 x 1010 7,7 x 107 2,3 x 1010 2,8 x 108 2,2 x 109 7,4 x 109 6,9 x 109 6,9 x 109 6,9 x 109 1,2 x 108
1,9 x 109 1,8 x 1010 7,8 x 107 2,3 x 1010 3,32x 108 1,9 x 109 6,9 x 109 6,8 x 109 7,4 x 109 6,6 x 109 2,3 x 108
1,9 x 109 4,9 x 109 2,0 x 1010 3,1 x 1010 7,8 x 107 8,8 x 107 2,3 x 1010 8,3 x 1010 3,1 x 108 7,2 x 108 2,1 x 109 3,9 x 109 7,2 x 109 9,4 x 109 6,9 x 109 9,8 x 109 7,2 x 109 1,8 x 1010 6,8 x 109 8,8 x 109 1,8 x 108 4,8 x 108
5,2 x 109 2,9 x 1010 9,0 x 107 8,4 x 1010 6,9 x 108 4,2 x 109 9,7 x 109 1,2 x 1010 2,0 x 1010 9,1 x 109 5,2 x 108
5,1 x 109 3,0 x 1010 8,9 x 107 8,4 x 1010 7,1 x 108 4,1 x 109 9,6 x 109 1,0 x 1010 1,9 x 1010 9,0 x 109 5,0 x 108
1,3 x 108 3,7 x 109 3,3 x 109 5,6 x 109 9,2 x 107 3,3 x 108 7 6,4 x 10 1,3 x 108
1,7 x 108 4,1 x 109 5,6 x 109 6,1 x 109 5,3 x 108 3,3 x 108
1,5 x 108 3,9 x 109 4,5 x 109 5,9 x 109
6,6 x 108 6,8 x 109 9,1 x 109 8,8 x 109 5,6 x 109 5,5 x 108
6,5 x 108 7,1 x 109 7,9 x 109 9,2 x 109
6,3 x 108 7,3 x 109 6,6 x 109 9,6 x 109 4,3 x 108 3,6 x 109 8 2,3 x 10 5,3 x 108
1
12 jam 2
Rataan
9,3 x 109 7,3 x 1010 9,7 x 107 3,3 x 1011 9,8 x 108 6,4 x 109 6,3 x 1010 7,4 x 1010 8,6 x 1010 3,3 x 1010 8,8 x 108
9,2 x 109 9,3 x 109 7,7 x 1010 7,5 x 1010 9,6 x 107 9,7 x 107 2,9 x 1011 3,1 x 1011 1,0 x 109 1,0 x 109 5,9 x 109 6,2 x 109 6,3 x 1010 6,3 x 1010 7,3 x 1010 7,4 x 1010 8,3 x 1010 8,5 x 1010 3,2 x 1010 3,3 x 1010 9,3 x 108 9,1 x 108
9,9 x 108 9,1 x 109 3,5 x 1010 2,5 x 1010 4,6 x 109 5,4 x 109 8 5,4 x 10 8,0 x 109
9,4 x 108 9,7 x 108 8,8 x 109 9,0 x 109 2,4 x 1010 3,0 x 1010 1,0 x 1010 1,8 x 1010 6,2 x 109 5,8 x 109 8,8 x 109 8,4 x 109
191
192 Lampiran 19. (Lanjutan) Periode pengamatan Isolat 1
14 jam 2
2,7 x 1010 9,5 x 1010 2,1 x 108 7,2 x 1011 6,6 x 109 9,3 x 109 7,1 x 1010 1,2 x 1011 2,5 x 1011 8,2 x 1010 6,4 x 109
2,5 x 1010 9,4 x 1010 1,9 x 108 8,0 x 1011 6,3 x 109 9,6 x 109 6,8 x 1010 9,8 x 1010 2,4 x 1011 8,4 x 1010 6,2 x 109
2,6 x 1010 9,5 x 1010 2,0 x 108 7,6 x 1011 6,5 x 109 9,5 x 109 7,0 x 1010 1,1 x 1011 2,5 x 1011 8,3 x 1010 6,3 x 109
4,7 x 1010 4,2 x 1011 3,2 x 108 2,2 x 1012 9,3 x 109 5,2 x 1010 9,5 x 1010 7,8 x 1011 8,7 x 1011 9,2 x 1010 8,5 x 109
4,6 x 1010 3,9 x 1011 3,2 x 108 1,8 x 1012 9,9 x 109 5,4 x 1010 8,9 x 1010 8,2 x 1011 7,9 x 1011 9,0 x 1010 8,7 x 109
4,7 x 1010 4,1 x 1011 3,2 x 108 2,0 x 1012 9,6 x 109 5,3 x 1010 9,2 x 1010 8,0 x 1011 8,3 x 1011 9,1 x 1010 8,6 x 109
7,5 x 1010 4,3 x 1011 5,1 x 108 5,9 x 1011 1,9 x 1010 5,0 x 1010 1,1 x 1011 7,9 x 1011 8,2 x 1011 3,9 x 1011 3,9 x 1010
8,0 x 1010 4,2 x 1011 4,9 x 108 5,5 x 1011 1,7 x 1010 5,2 x 1010 9,8 x 1010 8,0 x 1011 8,0 x 1011 4,2 x 1011 4,5 x 1010
Anaerob A1-an 4,2 x 109 A2-an 4,6 x 1010 A3-an 6,5 x 1010 P1-an 4,6 x 1010 P2-an L1-an 1,9 x 1010 L2-an 9,3 x 109
3,9 x 109 4,0 x 1010 8,4 x 1010 3,2 x 1010 9,5 x 109 9,6 x 109
4,1 x 109 7,5 x 109 4,3 x 1010 9,1 x 1010 7,5 x 1010 1,3 x 1011 3,9 x 1010 6,6 x 1010 1,4 x 1010 3,2 x 1010 9,5 x 109 1,2 x 1010
8,0 x 109 8,8 x 1010 1,5 x 1011 6,8 x 1010 2,9 x 1010 1,8 x 1010
7,8 x 109 9,0 x 1010 1,4 x 1011 6,7 x 1010 3,1 x 1010 1,5 x 1010
8,2 x 109 3,6 x 1011 1,8 x 1011 1,4 x 1010 8,0 x 109 1,4 x 1010
8,7 x 109 8,5 x 109 3,8 x 1011 3,7 x 1011 9,7 x 1010 1,4 x 1011 3,8 x 1010 2,6 x 1010 8,5 x 109 8,3 x 109 2,0 x 1010 1,7 x 010
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
Rataan
1
16 jam 2
Rataan
1
18 jam 2
Rataan 7,6 x 1010 4,3 x 1011 5,0 x 1008 5,7 x 1011 1,8 x 1010 5,1 x 1010 1,0 x 1011 8,0 x 1011 8,1 x 1011 4,1 x 1011 4,2 x 1010
20 jam 2
Rataan
8,4 x 1010 4,0 x 1011 5,8 x 108 7,6 x 1010 9,6 x 109 4,4 x 1010 1,2 x 1011 4,4 x 1011 9,4 x 1010 4,6 x 1011 2,8 x 1010
8,4 x 1010 3,9 x 1011 6,1 x 108 7,8 x 1010 9,7 x 109 4,0 x 1010 1,5 x 1011 5,0 x 1011 9,6 x 1010 4,4 x 1011 3,0 x 1010
8,3 x 1010 8,7 x 1010 5,2 x 108 5,8 x 1010 4,7 x 109 9,6 x 109 1,2 x 1011 8,0 x 1010 3,2 x 1010 8,6 x 1010 9,6 x 109
8,2 x 1010 9,6 x 1010 5,0 x 108 5,6 x 1010 5,2 x 109 1,2 x 1010 9,7 x 1010 9,5 x 1010 3,0 x 1010 8,1 x 1010 9,4 x 109
8,3 x 1010 9,2 x 1010 5,1 x 108 5,7 x 1010 5,0 x 109 1,8 x 1010 1,0 x 1011 8,8 x 1010 3,1 x 1010 8,4 x 1010 9,5 x 109
8,0 x 109 7,8 x 109 4,4 x 1011 3,8 x 1011 8,2 x 1010 9,6 x 1010 5,9 x 109 9,4 x 109 -
-
7,9 x 109 4,1 x 1011 8,9 x 1010 7,7 x 109
7,0 x 109 8,8 x 1010 4,9 x 1010 3,5 x 109
6,7 x 109 8,0 x 1010 5,6 x 1010 1,2 x 109
3,2 x 109 8,0 x 109
2,4 x 109 6,4 x 109
2,8 x 109 7,2 x 109
2,7 x 109 9,2 x 108
2,2 x 109 9,0 x 108
1 8,3 x 1010 3,8 x 1011 6,4 x 108 8,0 x 1010 9,8 x 109 3,5 x 1010 1,7 x 1011 5,5 x 1011 9,8 x 1010 4,1 x 1011 3,2 x 1010
22 jam 2
1
-
-
24 jam 2
Rataan
7,4 x 1010 4,4 x 1010 3,2 x 108 6,7 x 109 2,5 x 109 6,6 x 109 3,5 x 1010 4,2 x 1010 9,0 x 109 2,6 x 1010 8,2 x 109
6,5 x 1010 5,5 x 1010 3,8 x 108 1,5 x 1010 2,3 x 109 7,1 x 109 1,5 x 1010 3,5 x 1010 1,2 x 1010 3,0 x 1010 8,7 x 109
7,0 x 1010 5,0 x 1010 3,5 x 108 1,1 x 1010 2,4 x 109 6,9 x 109 2,5 x 1010 3,9 x 1010 1,1 x 1010 2,8 x 1010 8,5 x 109
6,9 x 109 8,4 x 1010 5,3 x 1010 2,4 x 109
3,2 x 109 1,5 x 1010 9,8 x 109 1,5 x 109
3,2 x 109 2,8 x 1010 1,2 x 1010 1,2 x 109
3,2 x 109 2,2 x 1010 1,0 x 1010 1,4 x 109
2,5 x 109 9,1 x 108
8,6 x 108 7,4 x 108
1,4 x 109 8,6 x 108
1,1 x 109 8,0 x 108
Rataan
1
-
-
Keterangan: A = Mikrob amilolitik P = Mikrob proteolitik L = Mikrob lipolitik
192
193 Lampiran 20. Hasil pengujian ketahanan terhadap asam lambung dan garam empedu isolat mikrob amilolitik, proteolitik dan lipolitik (cfu/mL) Kontrol Isolat
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
2 jam
4 jam
6 jam
8 jam
1
2
Rataan
1
2
Rataan
1
2
Rataan
1
2
Rataan
3,0 x 108 8,1 x 108 2,6 x 106 9,1 x 108 2,1 x 107 2,0 x 108 9,0 x 108 8,5 x 108 8,2 x 108 7,4 x 108 6,1 x 107
3,2 x 108 8,1 x 108 2,8 x 106 9,3 x 108 2,1 x 107 2,1x 108 8,9 x 108 9,1 x 108 7,1 x 108 8,6 x 108 6,3 x 107
3,1 x 108 8,1 x 108 2,7 x 106 9,2 x 108 2,1 x 107 2,1 x 108 9,0 x 108 8,8 x 108 7,7 x 108 8,0 x 108 6,2 x 107
5,1 x 108 6,1 x 109 6,4 x 106 1,8 x 109 4,5 x 107 7,8 x 108 2,7 x 109 9,8 x 108 8,5 x 108 8,6 x 108 6,9 x 107
5,4 x 108 6,7 x 109 6,7 x 106 1,5 x 109 3,0 x 107 8,2 x 108 2,1 x 109 9,6 x 108 7,8 x 108 9,0 x 108 7,1 x 107
5,3 x 108 6,4 x 109 6,6 x 106 1,7 x 109 3,8 x 107 8,0 x 108 2,4 x 109 9,7 x 108 8,2 x 108 8,8 x 108 7,0 x 107
9,0 x 108 9,0 x 109 1,9 x 107 8,5 x 109 8,1 x 107 9,5 x 108 3,7 x 109 1,3 x 109 1,9 x 109 1,4 x 109 7,3 x 107
9,1 x 108 8,9 x 109 1,4 x 107 7,8 x 109 8,3 x 107 9,1 x 108 3,5 x 109 1,9 x 109 2,2 x 109 1,6 x 109 7,9 x 107
9,1 x 108 9,0 x 109 1,7 x 107 8,2 x 109 8,2 x 107 9,3 x 108 3,6 x 109 1,6 x 109 2,1 x 109 1,5 x 109 7,6 x 107
1,5 x 109 2,1 x 101 0 6,8 x 107 2,0 x 101 0 3,2 x 108 2,4 x 109 6,8 x 109 6,0 x 109 7,6 x 109 7,3 x 109 2,2 x 108
1,4 x 109 2,3 x 101 0 6,8 x 107 1,8 x 101 0 2,9 x 108 2,7 x 109 7,0 x 109 6,4 x 109 7,1 x 109 7,2 x 109 5,1 x 108
1,5 x 109 2,2 x 101 0 6,8 x 107 1,9 x 101 0 3,1 x 108 2,6 x 109 6,9 x 109 6,2 x 109 7,4 x 109 7,3 x 109 3,7 x 108
2,2 x 107 3,2 x 108 1,3 x 108 9,1 x 107 5,6 x 106 1,3 x 107
2,9 x 107 3,8 x 108 1,8 x 108 9,6 x 107 5,5 x 106 1,1 x 107
2,6 x 107 3,5 x 108 1,6 x 108 9,4 x 107 5,6 x 106 1,2 x 107
3,7 x 107 7,4 x 108 6,7 x 108 4,1 x 108 7,2 x 106 2,2 x 107
4,4 x 107 7,3 x 108 6,0 x 108 4,4 x 108 6,8 x 106 2,8 x 107
4,1 x 107 7,4 x 108 6,4 x 108 4,3 x 108 7,0 x 106 2,5 x 107
5,4 x 107 2,7 x 109 2,2 x 109 7,6 x 108 9,3 x 107 7,6 x 107
5,6 x 107 1,7 x 109 1,8 x 109 9,2 x 108 9,6 x 107 8,5 x 107
5,5 x 107 2,2 x 109 2,0 x 109 8,4 x 108 9,5 x 107 8,1 x 107
1,6 x 108 4,0 x 109 4,7 x 109 5,9 x 109 3,3 x 108 4,8 x 108
1,2 x 108 4,2 x 109 3,9 x 109 5,7x 109 3,6 x 108 5,4 x 108
1,4 x 108 4,1 x 109 4,3 x 109 5,8 x 109 3,5 x 108 5,1 x 108
193
194 Lampiran 20. (Lanjutan) pH 2,5 Isolat
2 jam
4 jam
6 jam
8 jam
1
2
Rataan
1
2
Rataan
1
2
Rataan
1
2
Rataan
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a
2,3 x 108 5,3 x 108 1,2 x 106 7,9 x 108 2,2 x 107 2,1 x 107 5,1 x 108 6,4 x 108 7,1 x 108 4,6 x 108 4,6 x 107
2,6 x 108 4,3 x 108 1,0 x 106 6,4 x 108 1,9 x 107 1,6 x 107 6,4 x 108 6,2 x 108 6,2 x 108 4,6 x 108 5,3 x 107
2,5 x 108 4,8 x 108 1,1 x 106 7,2 x 108 2,1 x 107 1,9 x 107 5,8 x 108 6,3 x 108 6,7 x 108 6,6 x 107 5,0 x 107
1,9 x 108 9,1 x 107 1,4 x 106 9,5 x 108 2,5 x 107 1,8 x 107 9,2 x 108 6,9 x 108 7,5 x 108 4,5 x 108 4,5 x 107
2,1 x 108 8,7 x 107 1,0 x 106 8,6 x 108 2,0 x 107 1,6 x 107 8,9 x 108 6,6 x 108 6,4 x 108 4,9 x 108 5,2 x 107
1,2 x 108 8,9 x 107 1,2 x 106 9,1 x 108 2,3 x 107 1,7 x 107 9,1 x 108 6,8 x 108 7,0 x 108 4,7 x 108 4,9 x 107
2,5 x 108 4,6 x 107 1,2 x 106 4,5 x 109 3,1 x 107 1,2 x 106 9,8 x 108 9,3 x 108 8,9 x 108 3,4 x 106 1,2 x 107
2,4 x 108 3,9 x 107 9,4 x 105 5,9 x 109 2,3 x 107 1,3 x 106 9,6 x 108 8,9 x 108 8,8 x 108 2,6 x 106 2,8 x 107
2,5 x 108 4,3 x 107 1,1 x 106 5,2 x 109 2,7 x 107 1,3 x 106 9,7 x 108 9,1 x 108 8,3 x 108 3,0 x 106 2,0 x 107
5,5 x 108 4,1 x 107 6,8 x 105 8,7 x 109 6,9 x 107 7,8 x 105 1,2 x 109 9,3 x 108 1,3 x 109 3,4 x 105 8,6 x 106
5,6 x 108 3,2 x 107 5,8 x 105 9,6 x 109 7,7 x 107 8,4 x 105 2,0 x 109 9,4 x 108 2,1 x 109 1,2 x 106 9,0 x 106
5,6 x 108 3,7 x 107 6,3 x 105 9,2 x 109 7,3 x 107 8,1 x 105 1,6x 109 9,4 x 108 1,7 x 109 7,7 x 105 8,8 x 106
Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
1,3 x 107 1,2 x 108 1,7 x 108 8,6 x 107 4,5 x 106 5,3 x 106
1,2 x 107 1,8 x 108 1,8 x 108 8,3 x 107 3,2 x 106 4,6 x 106
1,3 x 107 1,5 x 108 1,8 x 108 8,5 x 107 3,9 x 106 5,0 x 106
8,6 x 106 1,2 x 108 1,4 x 108 8,9 x 107 2,3 x 106 2,2 x 106
8,5 x 106 1,1 x 108 1,3 x 108 9,4 x 107 2,8 x 106 1,8 x 106
7,0 x 106 1,2 x 108 1,4 x 108 9,2 x 107 2,6 x 106 2,0 x 106
5,2 x 106 1,2 x 108 8,6 x 107 2,6 x 108 1,1 x 106 1,6 x 106
6,4 x 106 1,2 x 108 7,8 x 107 3,2 x 108 1,3 x 106 8,5 x 105
5,8 x 106 1,2 x 108 8,2 x 107 2,9 x 108 1,3 x 106 1,2 x 106
2,3 x 106 8,9 x 107 1,7 x 107 8,6 x 108 1,0 x 106 6,8 x 105
1,2 x 106 7,8 x 107 3,9 x 106 7,9 x 108 1,3 x 106 2,4 x 105
1,8 x 106 8,4 x 107 1,0 x 107 8,3 x 108 1,2 x 106 4,6 x 105
194
195
Lampiran 20. (Lanjutan) pH 7,5 Isolat
Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
2 jam
4 jam
6 jam
8 jam
1
2
Rataan
1
2
Rataan
1
2
Rataan
1
2
Rataan
3,1 x 108 5,2 x 108 2,7 x 106 5,8 x 108 2,2 x 107 2,1 x 108 8,6 x 108 8,5 x 108 7,2 x 108 3,4 x 108 6,1 x 107
2,8 x 108 5,1 x 108 2,6 x 106 6,3 x 108 2,1 x 107 2,1 x 108 8,9 x 108 9,1 x 108 7,3 x 108 4,0 x 108 6,0 x 107
3,0 x 108 5,2 x 108 2,7 x 106 6,1 x 108 2,8 x 107 2,1 x 108 8,8 x 108 8,8 x 108 7,3 x 108 3,7 x 108 6,1 x 107
3,1 x 108 8,4 x 108 3,1 x 106 8,4 x 108 2,5 x 107 4,5 x 108 1,2 x 109 8,9 x 108 7,5 x 108 8,6 x 108 6,2 x 107
3,4 x 108 8,0 x 108 2,9 x 106 8,5 x 108 2,7 x 107 3,9 x 108 9,8 x 108 9,2 x 108 7,3 x 108 8,3 x 108 6,2 x 107
3,3 x 108 8,2 x 108 3,0 x 106 8,5 x 108 2,6 x 107 4,2 x 108 1,1 x 109 9,1 x 108 7,4 x 108 8,5 x 108 6,2 x 107
3,9 x 108 2,0 x 109 3,9 x 106 1,5 x 109 4,1 x 107 5,5 x 108 2,7 x 109 1,0 x 109 8,5 x 108 1,2 x 109 7,3 x 107
4,1 x 108 2,2 x 109 3,5 x 106 1,8 x 109 3,3 x 107 5,2 x 108 1,9 x 109 1,2 x 109 8,2 x 108 1,0 x 109 8,1 x 107
4,0 x 108 2,1 x 109 3,7 x 106 1,7 x 109 3,7 x 107 5,4 x 108 2,3 x 109 1,1 x 109 8,4 x 108 1,1 x 109 7,7 x 107
7,6 x 108 2,8 x 109 5,2 x 106 4,0 x 109 4,3 x 107 6,4 x 108 4,6 x 109 1,9 x 109 1,2 x 108 4,2 x 109 7,9 x 107
8,2 x 108 3,5 x 109 4,7 x 106 4,8 x 109 4,2 x 107 6,6 x 108 5,0 x 109 1,4 x 109 2,1 x 108 4,2 x 109 8,6 x 107
7,9 x 108 3,2 x 109 5,0 x 106 4,4 x 109 4,3 x 107 6,5 x 108 4,8 x 109 1,7 x 109 1,7 x 108 4,2 x 109 8,3 x 107
3,2 x 107 3,2 x 108 2,1 x 108 9,4 x 107 4,6 x 106 1,5 x 107
3,0 x 107 2,8 x 108 1,4 x 108 9,2 x 107 4,5 x 106 1,6 x 107
3,1 x 107 3,0 x 108 1,8 x 108 9,3 x 107 4,6 x 106 1,6 x 107
3,3 x 107 3,3 x 108 3,6 x 108 1,6 x 108 5,3 x 106 1,8 x 107
3,5 x 107 3,1 x 108 2,8 x 108 2,1 x 108 5,5 x 106 2,0 x 107
3,4 x 107 3,2 x 108 3,2 x 108 1,9 x 108 5,4 x 106 1,9 x 107
5,1 x 107 4,4 x 108 5,2 x 108 3,1 x 108 9,2 x 106 3,6 x 107
5,1 x 107 3,7 x 108 4,8 x 108 3,5 x 108 8,6 x 106 3,4 x 107
5,1 x 107 4,1 x 108 5,0 x 108 3,3 x 108 8,9 x 106 3,5 x 107
8,8 x 107 9,1 x 108 6,5 x 108 5,6 x 108 1,5 x 107 4,7 x 107
9,2 x 107 9,2 x 108 6,3 x 108 5,9 x 108 1,6 x 107 4,4 x 107
9,0 x 107 9,2 x 108 6,4 x 108 5,8 x 108 1,6 x 107 4,5 x 107
Keterangan: A = Mikrob amilolitik P = Mikrob proteolitik L = Mikrob lipolitik
195
196 Lampiran 21. Hasil pengujian penempelan isolat mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik pada lempeng stainless steel
Isolat Aerob A1-a A2-a A3-a A4-a P1-a P2-a P3-a P4-a P5-a L1-a L2-a Anaerob A1-an A2-an A3-an P1-an P2-an L1-an L2-an
1
Populasi mikrob 2 Swab Planktonik
Planktonik
9,3 x 104 3,1 x 104 9,5 x 105 2,5 x 104 8,4 x 105 6,9 x 104 1,2 x 10 5 4,1 x 104 5,5 x 10 4 4,7 x 104 1,8 x 105
7,2 x 1010 4,5 x 1011 5,4 x 10 8 1,8 x 1012 9,2 x 109 6,0 x 1010 1,2 x 10 11 8,5 x 1011 8,0 x 1011 4,8 x 1011 3,5 x 1010
8,5 x 104 5,9 x 104 4,7 x 105 1,0 x 10 4 4,0 x 105 6,5 x 104 3,2 x 10 4 4,3 x 104 1,5 x 10 4 6,7 x 104 2,6 x 105
8,0 x 1010 4,9 x 1011 5,4 x 10 8 1,0 x 1012 9,8 x 109 2,4 x 1010 1,2 x 10 11 7,3 x 1011 8,4 x 1011 3,2 x 1011 4,1 x 1010
8,9 x 10 4 4,5 x 10 4 7,1 x 10 5 1,8 x 104 6,2 x 10 5 6,7 x 10 4 7,2 x 10 4 4,2 x 104 3,5 x 10 4 5,7 x 104 2,2 x 10 5
7,6 x 10 10 4,7 x 10 11 5,4 x 10 8 1,4 x 10 12 9,5 x 10 9 4,2 x 1010 1,2 x 10 11 7,9 x 10 11 8,2 x 10 11 4,0 x 10 11 3,8 x 10 10
9,1 x 10 5 3,9 x 104 8,8 x 104 1,6 x 10 5 9,4 x 105 1,5 x 105
8,0 x 109 4,2 x 10 11 1,5 x 1011 2,7 x 1010 9,3 x 109 2,4 x 1010
5,1 x 10 5 6,1 x 104 8,0 x 104 1,5 x 105 7,6 x 105 1,1 x 105
8,2 x 109 4,2 x 10 11 7,1 x 1010 2,9 x 1010 7,7 x 109 1,6 x 1010
7,1 x 10 5 5,0 x 10 4 8,4 x 10 4 1,6 x 10 5 8,5 x 10 5 1,3 x 10 5
8,1 x 10 9 4,2 x 10 11 9,3 x 10 10 2,8 x 10 10 8,5 x 10 9 2,0 x 10 10
Keterangan : P = Amilolitik A = Proteolitik L = Lipolitik
Populasi mikrob :
Swab
Rataan Planktonik
Swab
Swab = cfu/cm2 Planktonik = cfu/mL
196
197 Lampiran 22. Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi (jam)
P
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
5
25
2
14,73 ± 1,41 19,99 ± 1,75 27,75 ± 3,39 33,37 ± 1,03 37,33 ± 1,20
4
20,60 ± 1,60 28,05 ± 1,62 32,10 ± 0,99 40,42 ± 0,49 42,92 ± 1,64
6
32,72 ± 1,40
8
38,94 ± 0,30 44,63 ± 0,47 49,20 ± 0,74 53,35 ± 1,03 56,31 ± 1,69
10
42,11 ± 2,36 52,46 ± 1,08 55,21 ± 0,73 58,94 ± 0,78 61,63 ± 1,03
12
47,49 ± 2,39 57,48 ± 0,70 57,88 ± 3,11 64,65 ± 1,16 64,47 ± 3,49
36,77± 1,65
43,26 ± 2,37 46,73 ± 1,47 47,85 ± 1,27
Lampiran 23. Analisis ragam kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) SK
JK
Rata-rata Periode inkubasi (P) Konsentrasi (K) PxK Kekeliruan Total
171669,39 11356,79 4210,18 182,59 170,66 187589,60
DB
KT
1 5 4 20 60 90
Fhit
171669,39 2271,36 1052,54 9,13 2,84
Sig.
60355,61 798,57 370,05 3,21
0,00 0,00 0,00 0,00
R2 = 0,99
Lampiran 24. Uji lanjutan Duncan kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) Perlakuan 2 4 6 8 10 12
5 14,73 ez 20,60 ey 32,72 ex 38,94 ew 42,11 ev 47,49 cu
10 19,99 dz 28,05 dy 36,77 dx 44,63 dw 52,46 dv 57,48 bu
15 27,75 cz 33,00 cy 43,26 cx 49,20 cw 55,21 cv 57,88 bu
20 33,37 bz 40,42 by 46,72 bx 53,35 bw 58,94 bv 64,65 au
25 37,33 az 42,92 ay 47,85 ax 56,31 aw 61,63 av 64,47 au
Keterangan: Huruf (a, b, c, d, dan e) dan huruf (u, v, w, x, y, dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
197
198 Lampiran 25. Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi (jam)
P
5
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
25
2 jam 4,98 ± 0,16
4,70 ± 0,09
4,29 ± 0,18
4,12 ± 0,30
3,83 ± 0,08
4 jam 4,60 ± 0,09
4,29 ± 0,06
4,03 ± 0,08
3,72 ± 0,05
3,51 ± 0,10
6 jam 4,16 ± 0,39
3,86 ± 0,07
3,61 ± 0,079 3,23 ± 0,04
2,93 ± 0,10
8 jam 3,70 ± 0,06
3,45 ± 0,05
3,06 ± 0,06
2,94 ± 0,08
2,65 ± 0,10
10 jam 3,40 ± 0,11
2,94 ± 0,11
2,87 ± 0,075 2,6 ± 0,04
2,32 ± 0,07
12 jam 2,95 ± 0,11
2,65 ± 0,12
2,43 ± 0,11
1,86 ± 0,04
2,17 ± 0,03
198
199 Lampiran 26. Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi (jam)
P
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
5
25
2 jam 11,49 ± 2,89 16,46 ± 1,51 23,86 ± 3,16 26,89 ± 5,27 32,03 ± 1,38 4 jam 18,23 ± 1,53 23,86 ± 0,98 28,48 ± 1,49 33,87 ± 0,80 37,59 ± 1,78 6 jam 26,11 ± 6,85 31,38 ± 1,26 35,88 ± 1,41 42,69 ± 0,67 47,96 ± 1,69 8 jam 34,34 ± 0,98 38,66 ± 0,80 45,59 ± 1,00 47,72 ± 1,48 52,87 ± 1,71 10 jam 39,55 ± 1,10 47,78 ± 1,87 49,08 ± 1,33 53,82 ± 0,64 58,73 ± 1,25 12 jam 47,54 ± 1,98 52,87 ± 2,12 56,84 ± 1,97 61,51 ± 0,51 66,96 ± 0,78
Lampiran 27. Analisis ragam derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) SK
JK
Rata-rata Periode inkubasi (P) Konsentrasi (K) PxK Kekeliruan Total R2 = 0,98
DB
139461,14 12815,23 4329,92 173,79 292,37 157072,45
1 5 4 20 60 90
KT
Fhit
139461,14 2563,05 1082,48 8,69 4,87
Sig.
28620,07 525,99 222,15 1,78
0,00 0,00 0,00 0,04
Lampiran 28. Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) Perlakuan 2 4 6 8 10 12
5 11,49 ez 18,23 ey 26,11 ex 34,34 ew 39,55 dv 47,54 eu
10 16,46 dz 23,86 dy 31,38 dx 38,66 dw 47,78 cv 52,87 du
15 23,86 cy 28,48 cx 35,88 cw 35,88 cw 49,08 cv 56,84 cu
20 26,89 bz 33,87 by 42,69 bx 47,72 bw 53,82 bv 61,51 bu
25 32,03 az 37,59 ay 47,96 ax 52,87 aw 58,73 av 66,96 au
Keterangan: Huruf (a, b, c, d, dan e) dan huruf (u, v, w, x, y, dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
199
200 Lampiran 29. Rata-rata kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi (jam)
P
5
2 jam 9,68 ± 1,07
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
25
10,12 ± 0,49 11,58 ± 0,46 12,54 ± 0,64 14,32 ±1,18
4 jam 11,13 ± 0,27 12,32 ± 0,15 12,94 ± 0,19 14,26 ± 0,27 15,43 ± 0,84 6 jam 13,46 ± 0,91 16,54 ± 0,78 18,84 ± 0,78 20,36 ± 0,35 21,09 ± 0,81 8 jam 21,36 ± 0,91 23,30 ± 0,33 24,66 ± 0,48 25,27 ± 0,36 26,82 ± 0,58 10 jam 25,21 ± 0,58 29,18 ± 0,30 30,99 ± 0,34 32,68 ± 0,18 34,60 ± 0,49 12 jam 27,6 ± 0,25
30,51 ± 0,66 32,80 ± 0,56 34,01 ± 1,35 35,18 ± 1,08
Lampiran 30. Analisis ragam kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) SK
JK
Rata-rata Periode inkubasi (P) Konsentrasi (K) PxK Kekeliruan Total R2 = 0,99
DB
41898,00 5582,90 434,26 41,19 28,55 47984,90
1 5 4 20 60 90
KT
Fhit
41898,00 1116,58 108,56 2,06 0,48
Sig.
88052,26 2346,59 228,16 4,33
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 31. Uji lanjutan Duncan kadar protein terlarut pakan (mg/100 mL) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) Perlakuan 2 4 6 8 10 12
5 9,68 ez 11,13 dy 13,46 ex 21,36 dw 25,21 ev 27,60 eu
10 10,12 dz 12,32 cy 16,54 dx 23,30 cw 29,18 dv 30,51 du
15 11,58 cz 12,94 cy 18,84 cx 24,66 bw 30,99 cv 32,80 cu
20 12,54 bz 14,26 by 20,36 bx 25,27 bw 32,68 bv 34,01 bu
25 14,32 ay 15,43 ax 21,09 aw 26,82 av 34,60 au 35,18 au
Keterangan: Huruf (a, b, c, d, dan e) dan huruf (u, v, w, x, y, dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
200
201 Lampiran 32. Rata-rata kadar protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi (jam)
P
5
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
2 jam 55,11 ± 0,70 51,83 ± 0,45 49,08± 0,29
25
47,29 ± 0,39 45,34 ± 0,19
4 jam 52,21 ± 0,40 49,19 ± 0,37 46,86 ± 0,60 45,07 ± 0,30 43,79 ± 0,68 6 jam 48,16 ± 0,35 45,14 ± 1,16 41,56 ± 0,67 39,10 ± 0,57 38,23 ± 0,25 8 jam 45,07 ± 0,96 41,33 ± 0,66 37,98 ± 0,74 34,87 ± 0,81 34,55 ± 0,66 10 jam 41,19 ± 0,44 36,38 ± 0,57 33,99 ± 0,78 31,12 ± 0,23 30,82 ± 0,47 12 jam 39,25 ± 0,43 35,26 ± 0,63 33,03 ± 0,32 30,21 ± 0,48 29,80 ± 0,34
201
202 Lampiran 33. Rata-rata derajat hidrolisis protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi
P
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
5
2 jam 8,42 ± 1,16
25
13,87 ± 0,74 18,44 ± 0,48 21,42 ± 0,66 24,66 ± 0,32
4 jam 13,24 ± 0,67 18,25 ± 0,62 22,13 ± 0,99 25,11 ± 0,51 27,24 ± 1,14 6 jam 19,97 ± 0,58 24,99 ± 1,94 30,94 ± 1,12 35,02 ± 0,94 36,47 ± 0,42 8 jam 26,1 ± 0,33
31,33 ± 0,58 36,89 ± 1,24 42,05 ± 1,35 42,58 ± 1,10
10 jam 31,56 ± 0,73 37,96 ± 1,17 43,52 ± 1,30 48,29 ± 0,37 48,78 ± 0,78 12 jam 34,82 ± 0,78 38,82 ± 0,57 45,11 ± 0,52 49,79 ± 0,79 50,47 ± 0,57
Lampiran 34. Analisis ragam derajat hidrolisis protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) SK
JK
Rata-rata Periode inkubasi (P) Konsentrasi (K) PxK Kekeliruan Total R2 = 0,99
DB
89916,54 8859,74 3204,63 39,86 47,84 102068,67
1 5 4 20 60 90
KT
Fhit
89916,54 1771,95 801,16 1,99 0,80
Sig.
112763,73 2222,19 1004,73 2,50
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 35. Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis protein pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) Perlakuan 2 4 6 8 10 12
5 8,42 ez 13,24 ey 19,97 ex 26,1 dw 31,56 dv 34,82 du
10 13,87 dy 18,25 dx 24,99 dw 31,33 cv 37,96 cu 38,82 cu
15 18,44 cz 22,13 cy 30,94 cx 36,89 bw 43,52 bv 45,11 bu
20 21,42 by 25,11 bx 35,02 bw 42,05 av 48,29 au 49,79 au
25 24,66 ay 27,24 ax 36,47 aw 42,58 av 48,78 au 50,47 au
Keterangan: Huruf (a, b, c, d, dan e) dan huruf (u, v, w, x, y, dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
202
203 Lampiran 36. Rata-rata kadar lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi (jam)
P
5
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
25
2 jam 9,32 ± 0,04
9,22 ± 0,03
9,12 ± 0,02 9,03 ± 0,06
8,97 ± 0,04
4 jam 9,26 ± 0,02
9,12 ± 0,03
8,89 ± 0,04
8,77 ± 0,04
8,69 ± 0,04
6 jam 9,13 ± 0,07
8,95 ± 0,09
8,60 ± 0,08
8,50 ± 0,51
8,28 ± 0,04
8 jam 8,97 ± 0,08
8,82 ± 0,03
8,51 ± 0,09
8,12 ± 0,04
8,01 ± 0,11
10 jam 8,78 ± 0,10
8,64 ± 0,06
8,27 ± 0,07
7,94 ± 0,20
7,85 ± 0,07
12 jam 8,67 ± 0,22
8,38 ± 0,03
8,04 ± 0,12
7,80 ± 0,05
7,58 ± 0,42
203
204 Lampiran 37. Rata-rata derajat hidrolisis lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan)
Periode inkubasi
P
5
Konsentrasi crude enzyme (mL/kg pakan) 10 15 20
25
2 jam
5,32 ± 0,41
6,34 ± 0,26
7,32 ± 0,17 8,26 ± 0,56
8,84 ± 0,41
4 jam
5,86 ± 0,24
7,46 ± 0,33
9,69 ± 0,34 10,84 ± 0,36 11,69 ± 0,37
6 jam
7,22 ± 0,74
9,01 ± 0,88 12,57 ± 0,85 13,75 ± 0,21 15,89 ± 0,42
8 jam
8,84 ± 0,81 10,37 ± 0,31 13,52 ± 0,93 17,51 ± 0,41 18,12 ± 0,23
10 jam 10,50 ± 1,11 12,23 ± 0,62 15,92 ± 0,73 19,55 ± 0,59 20,79 ± 0,62 12 jam 11,04 ± 0,41 14,87 ± 0,29 16,70 ± 0,15 20,7 ± 0,48
21,61 ± 0,50
Lampiran 38. Analisis ragam derajat hidrolisis lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) SK
JK
Rata-rata Periode inkubasi (P) Konsentrasi (K) PxK Kekeliruan Total R2 = 0,99
DB
13826,25 1076,40 803,00 97,19 18,07 15820,91
1 5 4 20 60 90
KT
Fhit
13826,25 215,28 200,75 4,86 0,30
Sig.
45919,81 714,99 666,74 16,14
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 39. Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis lemak pakan (%) pada akhir periode inkubasi (jam) setelah dihidrolisis (predigestion) dengan berbagai konsentrasi crude enzyme pencernaan eksogen (mL/kg pakan) Perlakuan 2 4 6 8 10 12
5 5,32 dy 5,86 ex 7,22 ew 8,84 dv 10,50 eu 11,04 eu
10 6,34 cz 7,46 dy 9,01 dx 10,37 cw 12,23 dv 14,87 du
15 7,32 bz 9,69 cy 12,57 cx 13,52 bw 15,92 cv 16,70 cu
20 8,26 az 10,84 by 13,75 bx 17,51 aw 19,55 bv 20,7 bu
25 8,84 ay 11,69 ax 15,89 aw 18,12 av 20,79 au 21,61 au
Keterangan: Huruf (a, b, c, d, dan e) dan huruf (u, v, w, x, y, dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
204
205 Lampiran 40. Rata-rata pertumbuhan larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan Perlakuan Parameter A
B
C
D
Bobot rata-rata awal (g)
0,0002 ± 0,0000
0,0002 ± 0,0000
0,0002 ± 0,0000
0,0002 ± 0,0000
Bobot rata-rata akhir (g)
0,0177 ± 0,0019
0,0422 ± 0,0141
0,1528 ± 0,0367
0,1749 ± 0,0216
Pertumbuhan mutlak (g)
0,0175 ± 0,0019
0,0420 ± 0,0141
0,1526 ± 0,0367
0,1747 ± 0,0216
Pertumbuhan relatif (%)
9199,28 ± 988,78 22127,53 ± 7418,70 80304,40 ± 19335,74 91931,77 ± 11347,26
Bobot populasi awal (g)
0,0019 ± 0,0000
0,0019 ± 0,0000
0,0019 ± 0,0000
0,0019 ± 0,0000
Bobot populasi akhir (g)
0,2620 ± 0,0689
1,6617 ± 0,7280
8,2363 ± 1,6289
11,7453 ± 1,1054
Pertumbuhan biomassa (g)
0,2601 ± 0,0682
1,6598 ± 0,0,7280
8,2344 ± 1,6289
11,7434 ± 1,1054
Lampiran 41. Analisis ragam pertumbuhan mutlak (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan SK Rata-rata Perlakuan Kekeliruan Total
JK
DB
KT
Fhit
Sig.
0,11 0,06 0,00 0,17
1 3 8 12
0,11 0,02 0,00
222,55 36,63
0,00 0,00
R2=0,932
Lampiran 42. Analisis ragam pertumbuhan relatif (%) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan SK Rata-rata Perlakuan Kekeliruan Total
JK
DB
KT
Fhit
Sig.
31078412066,42 15345089461,75 1117292033,94 47540793562,10
1 3 8 12
31078412066,42 5115029820,58 139661504,24
222,53 36,62
0,00 0,00
R2= 0,93
205
206 Lampiran 43. Analisis ragam pertumbuhan biomassa (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan SK Rata-rata Perlakuan Kekeliruan Total
JK 359,62 265,98 8,82 634,42
DB 1 3 8 12
KT 359,62 88,66 1,10
Fhit 326,19 80,42
Sig. 0,00 0,00
R2= 0,97
Lampiran 44. Rata-rata konsumsi pakan buatan (g) dan konsumsi pakan buatan harian (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan Perlakuan
Konsumsi pakan buatan (g)
Lama hari
Konsumsi pakan harian (g)
A
77,70 ± 0,40
27,00
2,88 ± 0,01
B
71,92 ± 1,20
24,00
3,00 ± 0,05
C
71,65 ± 1,65
21,00
3,41 ± 0,08
D
43,96 ± 0,98
12,00
3,62 ± 0,05
Lampiran 45. Analisis ragam konsumsi pakan buatan total (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan SK Rata-rata Perlakuan Kekeliruan Total
JK
DB
61534,47 236,49 10,53 61781,50
1 3 8 12
KT 61534,47 78,83 1,32
Fhit
Sig.
46733,27 59,87
0,00 0,00
R2= 0,96
206
207 Lampiran 46. Analisis ragam konsumsi pakan buatan harian (g) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan SK Rata-rata Perlakuan Kekeliruan Total
JK
DB
124,87 1,09 0,03 125,98
KT
1 3 8 12
Fhit
124,87 0,36 0,00
40499,03 117,52
Sig. 0,00 0,00
R2= 0,96
Lampiran 47. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan Perlakuan
Jumlah populasi awal (ekor)
Jumlah populasi akhir (ekor)
Tingkat kelangsungan hidup (%)
A
100 ± 0,00
14,67 ± 2,52
14,67 ± 2,52
B
100 ± 0,00
39,33 ± 10,02
39,33 ± 10,02
C
100 ± 0,00
54,33 ± 4,04
54,33 ± 4,04
D
100 ± 0,00
67,33 ± 2,08
67,33 ± 2,08
Lampiran 48. Analisis ragam tingkat kelangsungan hidup (%) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan SK Rata-rata Perlakuan Kekeliruan Total
JK
DB 2,31 0,46 0,03 2,80
1 3 8 12
KT
Fhit 2,31 0,15 0,00
727,04 48,17
Sig. 0,00 0,00
R2= 0,95
207
208 Lampiran 49. Rata-rata aktivitas enzim pencernaan (IU/g/menit) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan Perlakuan Aktivitas enzim Umur larva (hari) A B C D (IU/g/menit) Pepsin 10 0,0131 ± 0,0003 0,0138 ± 0,0002 0,0138 ± 0,0003 0,0143 ± 0,0005
Tripsin
a-amilase
Lipase
20
0,0150 ± 0,0010 0,0152 ± 0,0007 0,0155 ± 0,0004 0,0155 ± 0,0005
30
0,0204 ± 0,0008 0,0211 ± 0,0020 0,0216 ± 0,0017 0,0228 ± 0,0011
10
0,0163 ± 0,0007 0,0169 ± 0,0003 0,0169 ± 0,0004 0,0170 ± 0,0009
20
0,0287 ± 0,0008 0,0291 ± 0,0009 0,0293 ± 0,0006 0,0298 ± 0,0012
30
0,0364 ± 0,0006 0,0374 ± 0,0009 0,0381 ± 0,0010 0,0376 ± 0,0010
10 20 30 10 20 30
0,0574 ± 0,0008 0,0771 ± 0,0007 0,1005 ± 0,0004 0,0558 ± 0,0013 0,0638 ± 0,0012 0,0747 ± 0,0019
0,0580 ± 0,0003 0,0781 ± 0,0009 0,1003 ± 0,0009 0,0559 ± 0,0006 0,0633 ± 0,0040 0,0752 ± 0,0023
0,0584 ± 0,0015 0,0780 ± 0,0004 0,1009 ± 0,0007 0,0562 ± 0,0026 0,0634 ± 0,0034 0,0784 ± 0,0029
0,0594 ± 0,0008 0,0785 ± 0,0011 0,1004 ± 0,0017 0,0579 ± 0,0026 0,0655 ± 0,0020 0,0791 ± 0,0028
Lampiran 50. Rekapitulasi hasil analisis ragam aktivitas enzim pencernaan (IU/g/menit) larva uji selama 30 hari pengamatan pada berbagai jadwal pemberian pakan buatan Pepsin Tripsin 10 20 30 10 20 30 F 0,21 0,60 0,01 0,04 1,76 0,05 Sig 0,81 0,57 0,99 0,96 0,23 0,95 Keterangan : H0 diterima jika nilai siq (>) 0,05 Nilai
a-amilase 10 20 30 0,42 0,21 1,10 0,67 0,81 0,37
Lipase 10 20 30 0,11 0,81 0,09 0,90 0,47 0,99
208
209 Lampiran 51. Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
6
A: 50% P - 20% K 52,02 ± 0,34
77,37 ± 0,87
76,17 ± 2,80 79,88 ± 1,66
B: 40% P - 30% K 56,89 ± 0,27
80,97 ± 2.29
83,14 ± 1,85 89,62 ± 2,02
C: 30% P - 40% K 62,87 ± 1,18
86,24 ± 2,09
88,05 ± 2,65 91,03 ± 1,60
D: 20% P - 50% K 65,54 ± 4,01
98,47 ± 0,47 100,39 ± 2,85 105,13 ± 3,27
E: 10% P - 60% K 82,88 ± 0,45 114,15 ± 2,35 117,15 ± 4,32 124,97 ± 1,89
Lampiran 52. Analisis ragam kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99
450456,96 10848,78 10590,73 317,29 205,33 472419,09
DB 1 4 3 12 40 60
KT
Fhit
450456,96 2712,20 3530,24 26,44 5,13
Sig.
87751,87 528,35 687,71 5,15
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 53. Uji lanjutan Duncan kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Perlakuan
106 cfu/mL
108 cfu/mL
1010 cfu/mL
1012 cfu/mL
B: 40% P - 30% K
52,02 bx 56,89 cx
77,37 ay 80,97 by
76,17 az 83,14 by
79,88 ay 89,62 ax
C: 30% P - 40% K
62,87 bw
86,24 ax
88,05 ax
91,03 ax
D: 20% P - 50% K
65,53 cw
98,47 bw
100,39 abw
105,13 aw
E: 10% P - 60% K
82,88 cv
114,15 bv
117,15
124,97 av
A: 50% P - 20% K
bv
Keterangan: Huruf (a, b dan c) dan huruf (v, w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
209
210 Lampiran 54. Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 6
A: 50% P - 20% K 17,67 ± 0,17
15,21 ± 0,31
15,14 ± 0,09 13,56 ± 0,49
B: 40% P - 30% K 26,02 ± 0,20
24,28 ± 0,25
23,01 ± 0,75
21,28 ± 0,77
C: 30% P - 40% K 35,28 ± 0,53
32,60 ± 0,91
31,47 ± 0,70
30,17 ± 0,40
D: 20% P - 50% K 44,17 ± 0,40
42,03 ± 0,15
40,26 ± 0,36
39,73 ± 0,44
E: 10% P - 60% K 52,66 ± 0,32
50,74 ± 0,54
49,71 ± 0,42
48,92 ± 0,31
210
211 Lampiran 55. Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
6
A: 50% P - 20% K 12,58 ± 0,84
24,09 ± 0,48
25,07 ± 0,45
32,18 ± 2,29
B: 40% P - 30% K 13,80 ± 0,67
21,41 ± 2,72
23,77 ± 2,47
29,50 ± 2,55
C: 30% P - 40% K 11,99 ± 1,32
18,68 ± 2,26
21,51 ± 1,76
24,74 ± 0,99
D: 20% P - 50% K 11,95 ± 0,80
16,20 ± 0,29
19,73 ± 0,72
20,80 ± 0,88
E: 10% P - 60% K 12,51 ± 0,54
15,70 ± 0,90
17,41 ± 0,70
18,72 ± 0,52
Lampiran 56. Analisis ragam derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,96
22401,54 361,96 1085,56 131,48 73,73 24054,26
DB 1 4 3 12 40 60
KT 22401,54 90,49 361,85 10,96 1,84
Fhit
Sig.
12153,49 49,09 196,32 5,94
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 57. Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 6 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Perlakuan
106 cfu/mL
108 cfu/mL
1010 cfu/mL
1012 cfu/mL
C: 30% P – 40% K
12,58 cvw 13,80 dv 11,99 dx
24,09 bv 21,41 cw 18,68 cx
25,07 bv 23,77 bv 21,51 bw
32,18 av 29,50 aw 24,74 ax
D: 20% P – 50% K
11,95 cx
16,20 by
19,73 ax
20,80 ay
E: 10% P – 60% K
12,51 cw
15,70 by
17,41 aby
18,72 ay
A: 50% P – 20% K B: 40% P – 30% K
Keterangan: Huruf (a, b c, dan d) dan huruf (v, w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
211
212 Lampiran 58. Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 106 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
A: 50% P - 20% K 91,73 ± 0,70 115,46 ± 0,74 116,75 ± 2,23 126,99 ± 4,21 B: 40% P - 30% K 92,37 ± 0,83 123,69 ± 1,82 125,16 ± 0,29 130,2 ± 1,55 C: 30% P - 40% K 101,69 ± 1,56 137,5 ± 2,56 139,63 ± 0,78 141,29 ± 3,84 D: 20% P - 50% K 115,89 ± 0,56 148,51 ± 0,89 151,14 ± 3,52 154,71 ± 1,01 E: 10% P - 60% K 130,55 ± 0,27 163,57 ± 3,06 165,76 ± 2,15 171,39 ± 8,15
Lampiran 59. Analisis ragam kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 =0,99
JK DB 1049398,46 1 16120,56 4 13709,44 3 188,77 12 299,06 40 1079716,29 60
KT 1049398,46 4030,14 4569,81 15,73 7,48
Fhit 140360,65 539,05 611,23 2,10
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,04
Lampiran 60. Uji lanjutan Duncan kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K E: 10% P - 60% K
106 cfu/mL
108 cfu/mL
91,73 92,37 101,70 115,89 130,55
116,46 123,69 137,50 148,51 163,57
cy cy bx cw cv
bz bw ax bw bv
1010 cfu/mL
1012 cfu/mL
116,75 125,16 139,63 151,14 165,76
126,99 130,20 141,29 154,71 171,39
bz ay ax aw bv
ay ay ax aw av
Keterangan: Huruf (a, b dan c) dan huruf (v, w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
212
213 Lampiran 61. Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 6
A: 50% P - 20% K 12,03 ± 0,31
10,02 ± 0,20
9,66 ± 0,20
9,24 ± 0,39
B: 40% P - 30% K 19,72 ± 0,42
16,98 ± 0,24
16,27 ± 0,12
15,75 ± 0,36
C: 30% P - 40% K 28,59 ± 0,48
24,73 ± 0,59
23,91 ± 0,19
23,66 ± 0,42
D: 20% P - 50% K 35,97 ± 0,37
33,35 ± 0,26
32,77 ± 0,56
32,03 ± 0,27
E: 10% P - 60% K 43,61 ± 0,39
38,90 ± 0,84
38,37 ± 0,46
37,90 ± 0,68
213
214 Lampiran 62. Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
6
A: 50% P - 20% K 40,46 ± 1,55
50,44 ± 0,98
52,22 ± 1,01
54,26 ± 1,92
B: 40% P - 30% K 34,66 ± 1,38
43,75 ± 0,81
46,09 ± 0,40
47,81 ± 1,20
C: 30% P - 40% K 28,68 ± 1,20
38,31 ± 1,48
40,36 ± 0,48
40,99 ± 1,05
D: 20% P - 50% K 28,29 ± 0,75
33,50 ± 0,53
34,67 ± 1,12
40,99 ± 0,54
E: 10% P - 60% K 27,55 ± 0,65
35,37 ± 1,39
36,25 ± 0,76
37,03 ± 1,13
Lampiran 63. Analisis ragam derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99
92866,00 2225,00 1166,40 52,76 47,52 96357,69
DB
KT
1 4 3 12 40 60
Fhit
92866,00 556,25 388,80 4,40 1,19
Sig.
78173,66 468,25 327,29 3,70
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 64. Uji lanjutan Duncan derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 12 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K E: 10% P - 60% K
106 cfu/mL
40,46 dv 34,66 dw 28,68 dx 28,29 dx 27,55 dx
108 cfu/mL
1010 cfu/mL
1012 cfu/mL
50,44 43,75 38,31 33,50 35,37
52,22 46,09 40,36 34,67 36,25
54,26 47,81 41,00 36,14 37,03
cv cw cx cy cz
bv bw bx by abz
Av Aw Ax Ay Ay
Keterangan: Huruf (a, b, c dan d) dan huruf (v, w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
Lampiran 65. Rata-rata kadar glukosa pakan (mg/100 mL) pada pengamatan 24 jam inkubasi setelah dihidrolisis Carnobacterium sp. pada
214
215 berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 6
A: 50% P - 20% K 40,73 ± 0,37
32,51 ± 1,17
24,86 ± 0,33
22,00 ± 0,46
B: 40% P - 30% K 48,47 ± 1,15
37,92 ± 3,09
29,58 ± 2,16
24,25 ± 1,65
C: 30% P - 40% K 49,40 ± 0,87
43,81 ± 1,26
32,40 ± 1,44
26,09 ± 0,36
D: 20% P - 50% K 78,23 ± 8,19
68,35 ± 5,28
54,49 ± 4,89
46,94 ± 1,27
E: 10% P - 60% K 86,88 ± 0,52
76,44 ± 0,36
71,72 ± 0,71
54,54 ± 0,91
Lampiran 66. Rata-rata kadar karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 24 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 10 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 6
A: 50% P - 20% K
0,00
0,00
0,00
0,00
B: 40% P - 30% K
0,00
0,00
0,00
0,00
C: 30% P - 40% K 0,55 ± 0,94
0,00
0,00
0,74 ± 0,65
D: 20% P - 50% K 3,58 ± 0,84
1,83 ± 0,21
1,17 ± 0,43
0,74 ± 0,50
E: 10% P - 60% K 5,43 ± 0,69
3,12 ± 0,67
2,13 ± 0,33
1,87 ± 0,50
Lampiran 67. Rata-rata derajat hidrolisis karbohidrat pakan (%) pada pengamatan 24 jam inkubasi setelah dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. pada berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) untuk pembesaran ikan bandeng
Kadar protein (P) karbohidrat (K) pakan
PERLAKUAN
Jumlah inokulum Carnobacterium sp. 106 cfu/mL 108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL
A: 50% P - 20% K
100,00
100,00
100,00
100,00
B: 40% P - 30% K
100,00
100,00
100,00
100,00
C: 30% P - 40% K 98,63 ± 2,38
100,00
100,00
100,00
D: 20% P - 50% K 92,87 ± 1,68
96,35 ± 0,43
97,67 ± 0,86
98,53 ± 1,30
E: 10% P - 60% K 90,98 ± 1,14
94,81 ± 1,11
96,46 ± 0,54
96,90 ± 0,83
215
216 Lampiran 68. Rata-rata kadar karbohidrat (mg) yang dihidrolisis oleh Carnobacterium sp. berbagai jumlah inokulum (cfu/mL) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) pada periode pengamatan 6,12 dan 24 jam inkubasi
24 jam
12 jam
6 jam
PERLAKUAN A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K E: 10% P - 60% K A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K E: 10% P - 60% K A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K E: 10% P - 60% K
Jumlah inokulasi probiotik Carnobacterium sp. 106 cfu/mL
2,33 3,98 4,72 5,83 7,34 7,97 10,28 11,41 14,03 16,39 20,00 30,00 39,46 46,42 54,57
108 cfu/mL 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL
4,79 5,72 7,40 7,97 9,26 9,98 13,02 15,27 16,65 21,10 20,00 30,00 40,00 48,17 56,88
4,86 6,99 8,53 9,74 10,29 10,34 13,73 16,09 17,23 21,63 20,00 30,00 40,00 48,83 57,87
6,39 7,06 9,83 10,27 11,08 10,76 14,25 16,34 17,97 22,10 20,00 30,00 39,26 48,13 58,13
216
217 Lampiran 69. Rata-rata berat populasi (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamata Perlakuan K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
0
10
50,47 ± 0,31 50,80 ± 0,20 50,47 ± 0,50 50,73 ± 0,12 50,53 ± 0,29 50,97 ± 0,38 50,17 ± 0,12 50,57 ± 0,42 50,70 ± 0,17 50,43 ± 0,51 50,70 ± 0,20 50,40 ± 0,30
91,07 ± 3,01 91,60 ± 11,46 73,93 ± 4,63 68,89 ± 3,91 102,50 ± 5,37 115,87 ± 5,75 146,10 ± 8,88 131,53 ± 16,17 100,10 ± 7,32 120,57 ± 9,13 141,37 ± 4,34 140,57 ± 7,37
Periode pengamatan (hari) 20 30 40 156,83 ± 14,95 150,16 ± 13,08 141,61 ± 11,33 107,43 ± 9,06 174,12 ± 21,94 193,12 ± 2,50 253,45 ± 15,88 246,75 ± 13,01 166,48 ± 11,28 199,94 ± 1,42 263,50 ± 5,16 256,70 ± 4,42
215,60 ± 10,52 216,88 ± 4,37 201,71 ± 11,02 163,88 ± 4,17 280,28 ± 15,50 305,21 ± 27,24 421,67 ± 13,59 398,92 ± 10,05 284,54 ± 20,96 308,13 ± 18,07 422,81 ± 19,22 398,37 ± 29,62
366,55 ± 22,32 371,32 ± 20,41 367,09 ± 36,91 325,60 ± 12,89 461,73 ± 3,61 490,75 ± 51,38 608,59 ± 25,47 597,79 ± 28,77 438,73 ± 32,78 498,95 ± 29,31 598,66 ± 39,50 596,13 ± 43,65
50
60
588,51 ± 55,03 573,84 ± 23,83 565,36 ± 51,96 493,51 ± 41,95 666,36 ± 29,55 682,17 ± 72,25 848,54 ± 44,10 805,19 ± 22,10 651,51 ± 31,60 701,98 ± 40,45 824,77 ± 56,06 788,81 ± 44,09
786,47 ± 55,53 784,06 ± 11,40 761,05 ± 79,14 612,08 ± 24,22 857,65 ± 59,79 853,24 ± 84,68 999,84 ± 133,34 1048,78 ± 38,66 843,04 ± 47,78 900,57 ± 52,15 1054,18 ± 85,81 1013,03 ± 81,09
217
218 Lampiran 70. Rata-rata berat individu (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
0 2,52 ± 0,02 2,54 ± 0,01 2,52 ± 0,03 2,54 ± 0,01 2,53 ± 0,01 2,55 ± 0,02 2,51 ± 0,01 2,53 ± 0,02 2,54 ± 0,01 2,52 ± 0,03 2,54 ± 0,01 2,52 ± 0,02
10 4,55 ± 0,15 4,58 ± 0,57 3,70 ± 0,23 3,44 ± 0,20 5,13 ± 0,27 5,79 ± 0,29 7,31 ± 0,44 6,58 ± 0,81 5,01 ± 0,37 6,03 ± 0,46 7,07 ± 0,22 7,03 ± 0,37
Periode pengamatan (hari) 20 30 40 7,97 ± 0,64 11,35 ± 0,17 19,29 ± 0,16 7,63 ± 0,45 11,23 ± 0,48 19,55 ± 0,57 7,20 ± 0,45 10,44 ± 0,37 19,31 ± 0,51 5,46 ± 0,38 8,63 ± 0,24 17,15 ± 0,70 8,84 ± 0,91 14,50 ± 0,86 23,90 ± 0,72 9,83 ± 0,31 16,07 ± 0,19 25,81 ± 0,38 13,11 ± 0,75 21,81 ± 0,22 32,04 ± 0,40 13,00 ± 0,81 21,38 ± 0,49 32,01 ± 0,58 8,46 ± 0,38 14,97 ± 0,39 23,92 ± 0,41 10,00 ± 0,07 15,94 ± 0,27 25,81 ± 0,31 13,18 ± 0,26 21,49 ± 0,47 32,07 ± 0,33 12,84 ± 0,22 21,35 ± 0,17 31,95 ± 0,59
50 31,49 ± 1,09 31,31 ± 1,29 30,27 ± 0,52 26,89 ± 0,63 35,09 ± 0,75 37,23 ± 0,39 44,67 ± 0,94 43,92 ± 0,24 35,56 ± 0,57 36,94 ± 0,20 44,18 ± 0,73 43,82 ± 0,47
60 42,93 ± 0,67 42,78 ± 0,85 40,72 ± 1,26 34,03 ± 0,90 45,93 ± 0,66 47,39 ± 0,33 57,68 ± 0,44 57,20 ± 0,35 46,00 ± 0,34 47,39 ± 0,42 57,51 ± 0,45 57,36 ± 0,53
218
219 Lampiran 71. Rata-rata pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan
Bobot populasi awal (g)
Bobot populasi akhir (g)
Pertumbuhan biomassa (g)
K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
50,47 ± 0,31 50,80 ± 0,20 50,47 ± 0,50 50,73 ± 0,12 50,53 ± 0,29 50,97 ± 0,38 50,17 ± 0,12 50,57 ± 0,42 50,70 ± 0,20 50,43 ± 0,51 50,70 ± 0,20 50,40 ± 0,30
786,47 ± 55,53 784,06 ± 11,40 761,05 ± 79,14 612,08 ± 24,22 857,65 ± 59,79 853,24 ± 84,68 999,84 ± 133,34 1048,78 ± 38,66 843,04 ± 47,78 900,57 ± 52,15 1054,18 ± 85,81 1013,03 ± 81,09
736,01 ± 58,80 733,26 ± 11,60 710,59 ± 79,15 561,35 ± 24,17 807,12 ± 59,61 802,28 ± 85,05 949,67 ± 133,40 998,21 ± 38,40 792,34 ± 47,88 850,14 ± 52,54 1003,48 ± 85,93 962,63 ± 81,16
Lampiran 72. Analisis ragam pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 =0,83
JK 24537475,97 65286,60 355242,865 172904,31 118355,95 25249265,68
DB
KT
1 24537475,97 3 21762,20 2 177621,43 6 28817,39 24 4931,50 36
Fhit
Sig.
4975,664 4,413 36,018 5,844
0,00 0,01 0,00 0,00
Lampiran 73. Uji lanjutan Duncan pertumbuhan biomassa (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 736,01 bw 807,12 ax 792,34 ax 733,26 bw 802,28 ax 850,14 ax 710,59 bw 949,67 aw 1003,48 aw 561,35 bx 998,21 aw 962,63 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w dan x) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
219
220 Lampiran 74. Rata-rata pertumbuhan mutlak (g) dan pertumbuhan relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan
Bobot rata-rata awal (g)
Bobot rata-rata akhir (g)
Pertumbuhan mutlak (g)
Pertumbuhan relatif (%)
K. A:50% P - 20% K
2,52 ± 0,02
42,93 ± 0,67
40,41 ± 0,66
1601,26 ± 16,65
K. B:40% P - 30% K
2,54 ± 0,01
42,78 ± 0,85
40,24 ± 0,84
1584,35 ± 29,82
K. C:30% P - 40% K
2,52 ± 0,03
40,72 ± 1,26
38,20 ± 1,25
1513,79 ± 43,06
K. D:20% P - 50% K
2,54 ± 0,01
34,03 ± 0,90
31,49 ± 0,89
1241,49 ± 33,48
1010. A:50% P - 20% K
2,53 ± 0,01
45,93 ± 0,66
43,41 ± 0,65
1717,88 ± 15,89
1010. B:40% P - 30% K
2,55 ± 0,02
47,39 ± 0,33
44,85 ± 0,33
1759,86 ± 21,51
2,51 ± 0,01
57,68 ± 0,44
55,18 ± 0,44
2199,70 ± 22,05
2,53 ± 0,02
57,2 ± 0,35
54,68 ± 0,34
2162,44 ± 20,66
2,54 ± 0,01
46,00 ± 0,34
43,46 ± 0,34
1714,48 ± 14,09
2,52 ± 0,03
47,39 ± 0,42
44,87 ± 0,45
1779,55 ± 35,64
10 . C:30% P - 40% K
2,54 ± 0,01
57,51 ± 0,45
54,98 ± 0,45
2168,49 ± 10,69
1012. D:20% P - 50% K
2,52 ± 0,02
57,36 ± 0,53
54,85 ± 0,52
2176,30 ± 10,92
10
10 . C:30% P - 40% K 10
10 . D:20% P - 50% K 12
10 . A:50% P - 20% K 12
10 . B:40% P - 30% K 12
220
221 Lampiran 75. Analisis ragam pertumbuhan relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99
JK 116851703,98 475239,89 1802078,77 915921,40 14944,66 120059888,69
DB
KT
Fhit
Sig.
1 116851703,98 187655,07 0,00 3 158413,30 254,40 0,00 2 901039,39 1447,00 0,00 6 152653,57 245,15 0,00 24 622,69 36
Lampiran 76. Uji lanjutan Duncan pertumbuhan relatif (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 1601,26 bw 1717,88 ax 1714,48 ay 1584,35 bw 1759,86 ax 1779,55 ax 1513,79 bx 2199,70 aw 2168,49 aw 1241,49 by 2162,44 aw 2176,30 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
221
222 Lampiran 77. Rata-rata bobot ikan yang mati selama pengamatan (g), konsumsi pakan (g), dan efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Bobot ikan mati selama pengamatan (g)
Konsumsi pakan (g)
Efisiensi pakan (%)
K. A:50% P - 20% K 34,82 ± 44,70 K. B:40% P - 30% K 32,81 ± 25,33 K. C:30% P - 40% K 22,20 ± 19,54 K. D:20% P - 50% K 36,56 ± 28,28 10 10 . A:50% P - 20% K 34,32 ± 29,77 1010. B:40% P - 30% K 54,71 ± 22,54 1010. C:30% P - 40% K 115,8 ± 101,13 1010. D:20% P - 50% K 34,88 ± 18,71 1012. A:50% P - 20% K 28,56 ± 16,42 1012. B:40% P - 30% K 22,95 ± 20,02 1012. C:30% P - 40% K 47,49 ± 44,78 1012. D:20% P - 50% K 77,42 ± 51,34
1043,58 ± 38,11 1050,04 ± 29,14 1022,24 ± 62,47 983,22 ± 23,63 1118,61 ± 33,58 1123,09 ± 85,50 1263,39 ± 26,92 1238,16 ± 39,61 1091,72 ± 32,67 1143,86 ± 45,70 1248,62 ± 45,45 1244,32 ± 41,20
73,86 ± 0,39 72,95 ± 0,78 71,59 ± 2,17 60,82 ± 0,33 75,21 ± 0,52 76,32 ± 0,23 84,32 ± 1,30 83,45 ± 0,54 75,18 ± 0,80 76,32 ± 0,64 84,16 ± 0,24 83,57 ± 0,71
Perlakuan
222
223 Lampiran 78. Analisis ragam total konsumsi pakan (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 =0,87
JK
DB
46041947,19 202839,62 50361,00 63223,98 48824,41 46407196,20
1 2 3 6 24 36
KT 46041947,19 101419,81 16787,00 10537,33 2034,35
Fhit 22632,26 49,85 8,25 5,18
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 79. Uji lanjutan Duncan total konsumsi pakan (g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1043,58 aw 1050,04 bw 1022,24 bw 983,22 bw
1010 1118,61 ax 1123,09 abx 1263,39 aw 1238,16 aw
1012 1091,72 ax 1143,86 ax 1248,62 aw 1244,32 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w dan x) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
223
224 Lampiran 80. Analisis ragam efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,86
JK
DB
201717,76 62,22 699,93 555,94 211,09 203246,93
1 3 2 6 24 36
KT
Fhit
201717,76 20,74 349,96 92,66 8,80
22934,75 2,36 39,79 10,54
Sig. 0,00 0,10 0,00 0,00
Lampiran 81. Uji lanjutan Duncan efisiensi pakan (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 73,86 aw 72,95 bw 71,59 bw 60,82 bx
1010 75,21 ax 76,32 ax 84,32 aw 83,45 aw
1012 75,18 ax 76,32 ax 84,16 aw 83,57 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w dan x) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
224
225 Lampiran 82.
Rata-rata deposisi protein dan lemak dalam tubuh (g kering), masukan protein dan lemak dari pakan (g kering), retensi protein dan lemak (%), serta kadar glikogen hati dan otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
Perlakuan
Retensi (g) Protein
Lemak
Masukan dari pakan (g) Protein
Lemak
Retensi (%) Protein
Lemak
Kadar glikogen (mg/100 g) Hati Otot
K. A:50% P - 20% K
150,08 ± 5,61
65,10 ± 5,31 486,72 ± 17,77 101,29 ± 5,43
30,83 ± 0,25
64,26 ± 3,55
102,97 ± 2,84
71,59 ± 0,74
K. B:40% P - 30% K
131,21 ± 5,54
74,76 ± 4,47 387,00 ± 10,74 102,14 ± 3,04
33,90 ± 0,54
73,23 ± 4,79
112,20 ± 1,36
79,33 ± 1,67
K. C:30% P - 40% K
98,77 ± 11,84
78,98 ± 10,59 286,35 ± 17,50
96,56 ± 5,38
34,41 ± 2,11
81,55 ± 6,66
114,30 ± 0,41
82,47 ± 2,01
K. D:20% P - 50% K
68,34 ± 4,33
76,41 ± 5,42
90,06 ± 1,48
36,94 ± 2,20
84,83 ± 5,47
114,83 ± 0,65
83,58 ± 0,50
194,79 ± 8,45
67,02 ± 4,22 521,71 ± 15,66 106,09 ± 3,14
37,33 ± 0,50
63,13 ± 2,22
118,66 ± 1,56
90,26 ± 8,49
109,47 ± 6,36
43,78 ± 0,44
74,58 ± 2,11
124,08 ± 0,89
107,43 ± 4,14
127,06 ± 4,21
51,25 ± 3,76 109,23 ± 14,33 156,15 ± 2,37
127,31 ± 1,31
126,62 ± 3,12
64,86 ± 1,96
147,59 ± 6,80
155,81 ± 3,88
127,59 ± 4,94
104,18 ± 2,92
37,74 ± 0,25
60,32 ± 1,39
119,85 ± 1,07
92,82 ± 7,53
10 . B:40% P - 30% K 189,73 ± 10,49 88,46 ± 7,58 421,58 ± 16,84 110,51 ± 5,28 1012. C:30% P - 40% K 186,26 ± 16,36 146,34 ± 18,26 349,76 ± 12,73 125,50 ± 3,64 1012. D:20% P - 50% K 151,37 ± 13,78 179,13 ± 13,78 234,10 ± 7,75 127,72 ± 4,50
45,03 ± 2,39
79,97 ± 3,71
127,67 ± 1,92
108,39 ± 4,96
53,19 ± 2,73 116,40 ± 11,04 155,48 ± 2,27
129,00 ± 7,17
64,61 ± 4,69
128,84 ± 7,88
10
10 . A:50% P - 20% K 10
184,98 ± 4,44
10 . B:40% P - 30% K 181,30 ± 15,51 81,70 ± 6,50 413,92 ± 31,51 1010. C:30% P - 40% K 181,47 ± 16,08 139,19 ± 23,09 353,90 ± 7,54 1010. D:20% P - 50% K 151,04 ± 4,30 187,29 ± 17,06 232,95 ± 7,45 1012. A:50% P - 20% K 192,14 ± 4,84 62,86 ± 2,88 509,17 ± 15,24 12
140,18 ± 8,02
156,34 ± 1,89
225
226 Lampiran 83. Analisis ragam retensi protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,96
64710,93 1272,66 1303,12 270,99 116,31 67674,01
DB 1 3 2 6 24 36
KT
Fhit
64710,93 424,22 651,56 45,17 4,85
13352,39 87,53 134,44 9,32
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 84. Uji lanjutan Duncan retensi protein (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 30,36 bx 33,90 bwx 34,41 bw 36,94 bw
1010 37,33 ay 43,78 ay 51,25 ax 64,86 aw
1012 37,74 ay 45,03 ay 53,19 ax 64,61 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
226
227 Lampiran 85. Analisis ragam retensi lemak (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,96
JK 324565,22 20377,02 5413,20 6395,37 1202,93 357953,74
DB 1 3 2 6 24 36
KT 324565,22 6792,34 2706,60 1065,89 50,12
Fhit 6475,50 135,52 54,00 21,27
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 86. Uji lanjutan Duncan retensi lemak (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 64,26 az 73,23 ax 81,55 bw 84,83 bw
1010 63,13 az 74,58 ay 109,10 ax 147,59 aw
1012 60,32 az 79,97 ay 116,40 ax 140,18 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
227
228 Lampiran 87. Analisis ragam kadar glikogen hati (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99
JK 607103,29 3692,33 6359,62 3414,29 95,96 620665,49
DB 1 3 2 6 24 36
KT 607103,29 1230,78 3179,81 569,05 4,00
Fhit
Sig.
151836,24 307,82 795,27 142,32
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 88. Uji lanjutan Duncan kadar glikogen hati (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 102,97 bx 112,20 bw 114,30 bw 114,83 bw
1010 118,66 ay 124,08 ax 156,15 aw 155,81 aw
1012 119,85 ay 127,67 ax 155,48 aw 156,34 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
228
229 Lampiran 89. Analisis ragam kadar glikogen otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,96
JK 377368,59 2966,71 9655,77 2964,22 635,50 393590,80
DB 1 3 2 6 24 36
KT 377368,59 988,90 4827,89 494,04 26,48
Fhit
Sig.
14251,43 37,35 182,33 18,66
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 90. Uji lanjutan Duncan kadar glikogen otot (mg/100 g) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 71,59 bx 79,33 bwx 82,47 bw 83,58 bw
1010 90,26 ay 107,43 ax 127,31 aw 127,59 aw
1012 92,82 ay 108,39 ax 129,00 aw 128,84 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
229
230
Lampiran 91. Rata-rata populasi mikrob 5 jam post prandial (cfu/mL), populasi mikrob 24 jam post prandial (cfu/mL), enzim a-amilase, dan protease (IU/g/menit) pada organ pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan
Populasi mikrob 5 jam post prandial (cfu)
Populasi mikrob 24 jam post prandial (cfu)
Enzim a-amilase (IU/g/menit)
Enzim protease (IU/g/menit)
K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
8,8 x 10 10 ± 2,8 x 10 10 8,3 x 10 10 ± 1,3 x 1010 1,3 x 10 11 ± 7,4 x 10 10 1,0 x 10 11 ± 3,5 x 10 10 3,0 x 10 13 ± 2,0 x 10 13 2,8 x 10 13 ± 3,6 x 10 12 3,2 x 10 13 ± 2,0 x 10 13 3,6 x 10 13 ± 5,0 x 10 12 3,8 x 10 13 ± 8,5 x 10 12 3,2 x 10 13 ± 9,5 x 10 12 3,5 x 10 13 ± 5,7 x 10 12 3,8 x 10 13 ± 3,0 x 10 12
1,4 x 10 11 ± 9,3 x 10 10 1,1 x 10 11 ± 5,0 x 10 10 8,9 x 10 10 ± 4,4 x 10 9 1,4 x 10 11 ± 9,3 x 10 10 9,9 x 10 10 ± 1,8 x 10 10 1,7 x 10 11 ± 6,8 x 1010 1,8 x 10 11± 7,1 x 10 10 2,0 x 10 11± 6,1 x 10 10 1,2 x 10 11± 5,5 x 10 10 1,7 x 10 11± 7,7 x 10 10 2,1 x 10 11± 1,1 x 10 11 2,0 x 10 11± 1,1 x 10 11
25,09 ± 1,35 27,48 ± 1,05 30,08 ± 2,78 34,99 ± 3,34 45,67 ± 0,98 49,01 ± 2,65 55,52 ± 4,04 60,37 ± 2,20 45,03 ± 0,69 49,54 ± 3,13 53,61 ± 3,70 61,12 ± 1,08
25,28 ± 0,78 23,50 ± 0,58 21,23 ± 0,15 18,59 ± 0,64 33,32 ± 1,26 29,47 ± 1,25 28,25 ± 0,60 25,23 ± 1,07 33,98 ± 0,80 30,21 ± 1,59 28,82 ± 1,06 25,21 ± 0,85
230
231 Lampiran 92. Analisis ragam populasi mikrob 5 jam post prandial (Log10 cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,98 Lampiran 93.
5766,38 0,04 50,63 0,06 0,91 5818,01
DB 1 3 2 6 24 36
KT 5766,38 0,01 25,31 0,01 0,04
Fhit 152594,52 0,33 669,86 0,26
Sig. 0,00 0,80 0,00 0,95
Uji lanjutan Duncan populasi mikrob 5 jam post prandial (Log10 cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 10,98 10,91 11,05 10,98 10,98 b
1010 13,38 13,45 13,40 13,55 13,45 a
1012 13,57 13,49 13,54 13,58 13,54 a
Keterangan: Huruf (a dan b) dibandingkan berdasarkan baris pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
231
232 Lampiran 94.
Analisis ragam populasi mikrob 24 jam post prandial (Log10cfu/mL) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,98
JK 4463,35 0,13 0,17 0,16 1,07 4464,88
DB
KT
1 3 2 6 24 36
Fhit
4463,35 0,04 0,08 0,03 0,05
99721,17 0,98 1,87 0,59
Sig. 0,00 0,42 0,18 0,74
Lampiran 95. Analisis ragam enzim a-amilase (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2= 0,97
JK 72228,35 927,07 4259,64 44,28 152,30 77611,63
DB 1 3 2 6 24 36
KT 72228,35 309,02 2129,82 7,38 6,35
Fhit
Sig.
11382,13 48,70 335,63 1,16
0,00 0,00 0,00 0,36
Lampiran 96. Uji lanjutan Duncan enzim a-amilase (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 25,09 27,48 30,08 34,99 29,41 b
1010 45,67 49,01 55,52 60,37 52,64 a
1012 45,03 49,54 53,61 61,12 52,33 a
Rata-rata 38,60 y 42,01 y 46,40 x 52,16 w
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
232
233 Lampiran 97.
Analisis ragam enzim protease (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,97 Lampiran 98.
26096,79 289,24 411,55 5,39 22,08 26825,05
DB 1 3 2 6 24 36
KT
Fhit
Sig.
26096,79 28363,589 96,41 104,789 205,77 223,647 0,90 0,976 0`,92
0,00 0,00 0,00 0,46
Uji lanjutan Duncan enzim protease (IU/g/menit) pada saluran pencernaan ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 25,28 23,50 21,23 18,59 22,15 b
1010 33,32 29,47 28,25 25,23 29,07 a
1012 33,98 30,21 28,82 25,21 29,56 a
Rata-rata 30,86 w 27,73 x 26,10 y 23,01 z
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
233
234 Lampiran 99.
Rata-rata kecernaan karbohidrat dan protein (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan
K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
Kecernaan (%) Karbohidrat Protein 61,25 ± 0,18 55,48 ± 0,41 49,47 ± 0,59 41,54 ± 0,43 86,67 ± 0,45 86,70 ± 0,30 85,20 ± 0,37 85,38 ± 0,78 86,45 ± 0,46 86,49 ± 0,38 85,39 ± 0,53 85,58 ± 0,20
77,08 ± 0,27 71,29 ± 0,29 64,23 ±1,35 55,55 ± 0,76 85,27 ± 0,06 84,55 ± 0,46 84,19 ± 0,45 84,24 ± 0,08 85,25 ± 0,40 84,71 ± 0,42 84,12 ± 0,30 84,29 ± 0,56
234
235 Lampiran 100.
Analisis ragam kecernaan karbohidrat (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99
JK
DB
200530,81 155,14 9274,77 493,93 9,27 210463,92
KT
1 200530,81 3 51,71 2 4637,38 6 82,32 24 0,39 36
Fhit 519244,57 133,90 12007,81 213,16
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 101. Uji lanjutan Duncan kecernaan karbohidrat (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 61,25 bw 55,48 bx 49,47 by 41,54 bz
1010 86,67 aw 86,70 aw 85,20 ax 85,38 ax
1012 86,45 aw 86,49 aw 85,39 ax 85,58 ax
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x, y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
235
236 Lampiran 102.
Analisis ragam kecernaan protein (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99 Lampiran 103.
223150,74 308,91 2460,05 471,91 12,95 226404,56
DB 1 3 2 6 24 36
KT 223150,74 102,97 1230,03 78,65 0,54
Fhit
Sig.
413425,00 190,77 2278,83 145,72
0,00 0,00 0,00 0,00
Uji lanjutan Duncan kecernaan protein (%) pakan oleh ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan
Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 77,08 bw 71,29 bx 64,23 by 55,55 bz
1010 85,27 aw 84,55 aw 84,19 aw 84,24 aw
1012 85,25 aw 84,71 aw 84,12 aw 84,29 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x, y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
236
237 Lampiran 104. Rata-rata kadar glukosa darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) setiap periode pengukuran post prandial (jam) selama 18 jam Pengamatan Perlakuan
Periode pengukuran post prandial (jam) 0
2
4
6
14,87 ± 2,06 43,30 ± 0,72
90,20 ± 0,92
102,00 ± 6,35
83,73 ± 2,18 38,30 ± 12,35 23,90 ± 1,14 21,53 ± 0,87
14,53 ± 1,91 53,27 ± 1,76
96,67 ± 3,13
107,77 ± 2,27
74,97 ± 1,97
47,07 ± 5,81 25,10 ± 1,45 22,27 ± 0,45 22,07 ± 0,67 22,93 ± 0,67
99,40 ± 0,66
112,50 ± 4,85
69,17 ± 8,42
36,27 ± 2,75 24,37 ± 0,71 20,63 ± 0,45 22,03 ± 2,11 23,10 ± 0,69
14,37 ± 0,70 72,83 ± 3,22 102,53 ± 1,90 117,13 ± 4,63
61,13 ± 2,33
40,20 ± 1,35 25,97 ± 0,59 21,73 ± 1,27 22,47 ± 0,75 23,60 ± 0,36
K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K
15,03 ± 1,29 65,73 ± 5,58
K. D:20% P - 50% K 10
8
10
12
14
16
18
22,8 ± 0,36
23,4 ± 0,89
10 . A:50% P - 20% K 14,40 ± 2,46 51,07 ± 5,37 103,43 ± 4,60 1010. B:40% P - 30% K 14,33 ± 1,80 64,37 ± 5,25 107,33 ± 1,70 1010. C:30% P - 40% K 13,87 ± 1,32 71,63 ± 7,32 115,73 ± 1,91 1010. D:20% P - 50% K 14,60 ± 1,35 82,40 ± 9,66 120,07 ± 1,56
82,73 ± 3,61
60,4 ± 7,57
24,73 ± 0,81
74,03 ± 2,71
48,73 ± 1,75
26,20 ± 5,06 23,87 ± 1,72 21,90 ± 1,14 23,27 ± 1,07 22,33 ± 2,00
66,10 ± 3,54
37,20 ± 0,80
25,10 ± 0,60 23,03 ± 1,10 20,93 ± 1,59 22,40 ± 0,26 22,50 ± 1,10
60,50 ± 1,85
32,13 ± 1,95
29,13 ± 0,84 23,13 ± 0,45 20,63 ± 1,77 22,40 ± 0,62 22,73 ± 0,78
1012. A:50% P - 20% K 14,13 ± 1,66 50,77 ± 7,00 100,37 ± 0,76 1012. B:40% P - 30% K 14,90 ± 2,52 67,97 ± 4,44 107,33 ± 1,03 1012. C:30% P - 40% K 13,67 ± 1,52 75,40 ± 9,01 116,57 ± 1,19 1012. D:20% P - 50% K 14,33 ± 1,60 81,50 ± 9,30 120,50 ± 1,35
83,70 ± 1,51
60,37 ± 2,05
25,57 ± 0,87 25,63 ± 0,45 20,97 ± 0,42 22,97 ± 1,46 22,77 ± 1,50
74,67 ± 2,15
50,50 ± 0,95
29,30 ± 0,20
76,10 ± 2,10
38,07 ± 0,74
25,17 ± 1,31 23,33 ± 1,12 20,33 ± 1,82 22,07 ± 0,64 23,10 ± 2,62
80,30 ± 0,26
43,40 ± 1,21
29,20 ± 1,54 21,90 ± 0,78 21,67 ± 1,01 22,83 ± 1,33 22,17 ± 1,33
25,60 ± 1,83 20,67 ± 2,00 23,00 ± 0,98 23,00 ± 1,93
24,07 ± 0,61 21,13 ± 1,53 23,37 ± 1,17 22,17 ± 0,49
237
238
Lampiran 105. Rata-rata kadar trigliserida darah (mg/100 mL darah) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) setiap periode pengukuran post prandial (jam) selama 18 jam Pengamatan Periode pengukuran post prandial (jam) Perlakuan
0
2
4
6
8
10
12
182,30 ±11,36
179,08 ± 13,28
201,71 ± 17,37 182,24 ± 15,91
183,33 ± 5,50
145,50 ± 17,26
172,70 ± 26,99
156,70 ± 8,10
145,49 ± 15,17 127,14 ± 8,68
175,94 ± 7,44
163,87 ± 11,57
151,22 ± 8,26 123,54 ± 17,81
173,42 ± 7,17
167,20 ± 9,55
146,62 ± 21,52 143,64 ± 40,90
K. A:50% P - 20% K
66,06 ± 7,10
88,90 ± 15,30
K. B:40% P - 30% K
61,75 ± 6,16
106,32 ± 16,51 130,23 ± 14,63 183,51 ± 3,59
K. C:30% P - 40% K
70,76 ± 3,73
93,28 ± 18,94
K. D:20% P - 50% K
67,77 ± 2,24
110,89 ± 30,10 145,51 ± 26,84 210,36 ± 30,74 180,60 ± 30,39 196,31 ± 14,45
133,54 ± 22,22 188,38 ± 28,78 214,32 ± 19,83
148,43 ± 20,62 193,43 ± 6,23
199,39 ± 13,83
195,70 ± 9,00
14
16
18
150,44 ± 17,56 139,42 ± 14,01 124,30 ± 11,94 147,38 ± 9,01
125,03 ± 8,17
10
81,40 ± 27,95
95,32 ± 9,51
10
61,27 ± 6,63
105,87 ± 9,06
10
63,37 ± 11,44
116,49 ± 19,21 165,94 ± 10,64 270,68 ± 21,80 245,36 ± 16,83 223,80 ± 21,25 213,40 ± 27,49
10
90,51 ± 35,54
117,18 ± 15,11 169,29 ± 14,63 282,49 ± 7,76
12
67,33 ± 5,57
12
66,93 ± 10,53
104,48 ± 9,40
12
74,17 ± 24,83
120,69 ± 15,03 158,81 ± 13,63 253,85 ± 8,37
248,10 ± 23,58 209,54 ± 13,28
200,43 ± 1,77
188,78 ± 2,21
166,92 ± 3,38 134,31 ± 12,45
12
88,06 ± 29,11
118,77 ± 10,84 169,58 ± 13,91 287,48 ± 15,60 277,41 ± 26,61 231,32 ± 20,35
208,98 ± 3,42
193,63 ± 4,10
174,38 ± 8,52 134,31 ± 11,98
10 . A:50% P - 20% K 10 . B:40% P - 30% K 10 . C:30% P - 40% K 10 . D:20% P - 50% K 10 . A:50% P - 20% K 10 . B:40% P - 30% K 10 . C:30% P - 40% K 10 . D:20% P - 50% K
138,10 ± 21,79 215,79 ± 9,70
215,79 ± 11,96
198,33 ± 7,14
150,39 ± 16,77 241,51 ± 23,14 230,57 ± 13,21 229,71 ± 31,29
276,72 ±25,46
219,45 ± 7,68
101,56 ± 19,91 135,21 ± 13,89 234,47 ± 29,76 224,92 ± 12,80 203,99 ± 13,85 143,91 ± 13,82 239,91 ± 1,81
232,90 ± 40,48
210,17 ± 7,86
189,70 ± 5,38
168,61 ± 20,61 155,18 ± 11,51 116,99 ± 14,06 183,03 ± 7,08
167,41 ± 7,36
128,39 ± 7,90
205,73 ± 7,34
173,42 ± 39,77
174,06 ± 6,25 142,57 ± 38,08
175,49 ± 4,23
163,00 ± 11,02 154,42 ± 13,68 113,55 ± 13,39
191,29 ± 10,17
180,72 ± 22,16 148,30 ± 31,22 120,45 ± 11,33
238
239 Lampiran 106. Rata-rata konsumsi oksigen basal (KOB), konsumsi oksigen rutin (KOR), dan konsumsi oksigen kenyang (KOK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
KOB (mg O2/kg0,8/jam) 127,81 ± 3,74 125,50 ± 1,45 130,09 ± 6,63 127,48 ± 3,49 129,18 ± 2,46 128,56 ± 2,74 123,90 ± 4,85 129,53 ± 1,81 126,93 ± 5,98 124,19 ± 5,70 126,01 ± 1,46 126,23 ± 6,91
Parameter KOR (mg O2/kg0,8/jam) 271,62 ± 1,39 263,64 ± 2,49 256,26 ± 1,84 245,03 ± 2,00 292,97 ± 2,68 281,66 ± 2,67 271,87 ± 1,37 263,85 ± 2,46 293,87 ± 1,93 282,73 ± 2,21 271,55 ± 2,00 263,52 ± 1,67
KOK (mg O2/kg0,8/jam) 345,41 ± 5,28 334,71 ± 2,47 323,59 ± 0,78 312,35 ± 1,99 418,20 ± 2,59 406,61 ± 3,47 392,52 ± 6,03 383,99 ± 0,40 419,51 ± 0,50 410,43 ± 0,54 391,51 ± 3,75 380,26 ± 2,66
239
240 Lampiran 107.
Analisis ragam konsumsi oksigen basal (KOB) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)
SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,23
DB
581721,72 21,60 29,43 84,39 461,58 582318,71
1 3 2 6 24 36
KT
Fhit
581721,72 7,20 14,72 14,07 19,23
30247,05 0,37 0,77 0,73
Sig. 0,00 0,77 0,48 0,63
Lampiran 108. Analisis ragam konsumsi oksigen rutin (KOR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,98 Lampiran 109.
DB
2654549,540 4107,40 2773,32 42,88 106,34 2661579,47
KT
1 2654549,54 3 1369,13 2 1386,66 6 7,15 24 4,43 36
Fhit
Sig.
599127,54 309,01 312,97 1,61
0,00 0,00 0,00 0,19
Uji lanjutan Duncan konsumsi oksigen rutin (KOR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)
Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 271,62 263,64 256,26 245,03 259,14 b
1010 cfu/mL 292,97 281,66 271,87 263,85 277,59 a
1012 cfu/mL 293,87 282,73 271,55 263,52 277,92 a
Rata-rata 286,15 w 276,01 x 266,56 y 257,47 z
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
240
241 Lampiran 110.
Analisis ragam konsumsi oksigen kenyang (KOK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)
SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total
5105576,49 6648,04 40738,63 89,79 231,12 5153284,06
DB 1 3 2 6 24 36
KT 5105576,49 2216,01 20369,31 14,96 9,63
Fhit 530168,66 230,11 2115,17 1,55
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,20
R2= 0,99 Lampiran 111. Uji lanjutan Duncan konsumsi oksigen kenyang (KOK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 345,41 334,71 323,59 312,35 329,02 b
1010 cfu/mL 418,20 406,61 392,52 383,99 400,33 a
1012 cfu/mL 419,51 410,43 391,51 380,26 400,43 a
Rata-rata 394,37 w 383,92 x 369,21 y 358,87 z
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
241
242 Lampiran 112.
Rata-rata laju metabolisme basal (LMB), laju metabolisme rutin (LMR), laju metabolisme kenyang (LMK), dan specific dynamic action (SDA) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) Parameter
Perlakuan
LMB (kJ/kg0,8 /hari)
LMR (kJ/kg0,8 /hari)
LMK (kJ/kg0,8 /hari)
SDA (kJ/kg0,8 /hari)
K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K
42,18 ± 1,24 41,42 ± 0,48 42,93 ± 2,19 42,08 ± 1,15 42,63 ± 0,81 42,42 ± 0,90 40,89 ± 1,60 42,74 ± 0,60 41,89 ± 1,97 40,98 ± 1,88 41,58 ± 0,48 41,66 ± 2,28
95,42 ± 0,51 92,58 ± 0,90 90,01 ± 0,63 86,04 ± 0,68 102,98 ± 0,92 99,03 ± 0,93 95,51 ± 0,46 92,72 ± 0,86 103,37 ± 0,67 99,42 ± 0,78 95,44 ± 0,70 92,27 ± 0,36
123,10 ± 1,89 119,23 ± 0,76 115,58 ± 0,35 111,32 ± 0,71 149,46 ± 0,96 144,92 ± 1,24 139,89 ± 2,15 136,86 ± 0,14 149,52 ± 0,18 146,37 ± 0,03 139,80 ± 0,88 135,52 ± 0,95
80,92 ± 0,70 77,82 ± 1,15 72,65 ± 1,84 69,25 ± 1,81 106,83 ± 1,01 102,49 ± 1,60 99,01 ± 0,55 94,11 ± 0,69 107,63 ± 1,89 105,39 ± 1,91 98,22 ± 0,50 93,87 ± 3,14
1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
242
243 Lampiran 113. Analisis ragam laju metabolisme basal (LMB) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2= 0,23
JK 63352,05 2,36 3,20 9,16 50,28 63417,05
DB
KT
1 3 2 6 24 36
Fhit
63352,05 0,79 1,60 1,53 2,10
30237,80 0,38 0,76 0,73
Sig. 0,00 0,77 0,48 0,63
Lampiran 114. Analisis ragam laju metabolisme rutin (LMR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,98
JK 327634,13 523,31 346,22 6,06 12,56 328522,27
DB 1 3 2 6 24 36
KT 327634,13 174,44 173,11 1,01 0,52
Fhit 626215,34 333,40 330,87 1,93
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,12
Lampiran 115. Uji lanjutan Duncan laju metabolisme rutin (LMR) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 95,42 92,58 90,01 86,04 91,01 b
1010 cfu/mL 102,98 99,03 95,51 92,72 97,56 a
1012 cfu/mL 103,37 99,42 95,44 92,27 97,63 a
Rata-rata 100,59 w 97,01 x 93,65 y 90,34 z
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
243
244 Lampiran 116. Analisis ragam laju metabolisme kenyang (LMK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99
JK 649292,15 852,59 5195,55 12,97 27,21 655380,47
DB 1 3 2 6 24 36
KT
Fhit
649292,15 284,20 2597,77 2,16 1,13
Sig.
572635,37 250,64 2291,07 1,91
0,00 0,00 0,00 0,12
Lampiran 117. Uji lanjutan Duncan laju metabolisme kenyang (LMK) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 123,10 119,23 115,58 111,32 117,31 b
1010 cfu/mL 149,46 144,92 139,89 136,86 142,78 a
1012 cfu/mL 149,52 146,37 139,80 135,52 142,80 a
Rata-rata 140,69 w 136,84 x 131,76 y 127,90 z
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
244
245 Lampiran 118. Analisis ragam specific dynamic action (SDA) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK
JK
Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,99 Lampiran 119.
307021,27 855,07 5321,06 14,99 60,28 313272,67
DB 1 3 2 6 24 36
KT 307021,27 285,03 2660,53 2,50 2,51
Fhit
Sig.
122235,50 113,48 1059,25 0,99
0,00 0,00 0,00 0,45
Uji lanjutan Duncan specific dynamic action (SDA) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)
Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K Rata-rata
Kontrol 80,92 77,82 72,65 69,25 75,16 b
1010 cfu/mL 106,83 102,49 99,01 94,11 100,61 a
1012 cfu/mL 107,63 105,39 98,22 93,87 101,28 a
Rata-rata 98,46 w 95,23 x 89,96 y 85,74 z
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
245
246 Lampiran 120. Rata-rata neraca energi [konsumsi energi (KE), retensi energi (RE), laju metabolisme rutin (LMR), energi metabolik (EM), retensi energi per konsumsi energi (RE/KE), dan energi metabolik per konsumsi energi (EM/KE)] ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan buatan (%)
Perlakuan K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
Parameter KE (kJ/kg)
RE(kJ/kg)
LMR (kJ/kg)
EM (kJ/kg)
RE/KE (%)
EM/KE (%)
902,97 ± 54,02 871,85 ± 21,40 852,17 ± 40,07 987,09 ± 48,28 887,05 ± 34,10 858,29 ± 21,66 806,67 ± 85,33 724,82 ± 15,73 880,11 ± 25,89 827,57 ± 23,18 750,86 ± 33,50 756,19 ± 44,39
312,2 ± 9,80 327,91 ± 14,31 336,34 ± 8,19 337,20 ± 15,99 343,96 ± 6,26 375,91 ± 4,70 423,86 ± 3,39 476,75 ± 16,50 338,53 ± 8,22 385,93 ± 3,96 420,88 ± 12,87 474,99 ± 4,39
208,18 ± 1,12 202,18 ± 1,73 196,58 ± 1,27 187,78 ± 1,66 224,90 ± 1,99 216,19 ± 1,78 208,64 ± 0,38 202,62 ± 1,98 225,74 ± 1,20 217,12 ± 1,71 208,42 ± 1,80 202,03 ± 1,21
520,37 ± 9,05 530,08 ± 14,29 532,92 ± 9,09 524,12 ± 14,55 568,86 ± 8,06 592,10 ± 5,40 632,51 ± 4,20 679,37 ± 18,09 564,27 ± 7,03 603,04 ± 4,75 629,31 ± 11,22 677,01 ± 3,18
34,65 ± 2,70 37,61 ± 1,20 39,50 ± 0,50 34,50 ± 2,52 38,80 ± 0,81 43,81 ± 0,68 52,94 ± 5,55 65,82 ± 3,60 38,47 ± 0,30 46,65 ± 0,86 56,18 ± 4,22 62,98 ± 4,30
57,77 ± 3,65 60,80 ± 1,04 62,64 ± 3,37 53,26 ± 2,67 64,17 ± 1,59 69,01 ± 1,39 79,00 ± 8,37 93,79 ± 4,43 64,13 ± 1,11 72,90 ± 1,61 83,97 ± 5,25 89,75 ± 5,72
246
247 Lampiran 121. Analisis ragam konsumsi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,81
JK 25531038,56 38657,98 69265,90 73174,45 41548,52 25753685,42
DB 1 3 2 6 24 36
KT 25531038,56 12885,99 34632,95 12195,74 1731,19
Fhit
Sig.
14747,70 7,44 20,01 7,05
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 122. Uji lanjutan Duncan konsumsi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 902,97 ax 887,05 aw 880,11 aw 871,85 ax 858,29 awx 827,57 awx 852,17 ax 806,67 abx 750,86 bx 987,09 aw 724,82 by 756,19 bx
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x dan y) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
247
248 Lampiran 123. Analisis ragam retensi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,98
JK 5185730,93 39205,85 47050,86 22028,97 2473,85 5296490,46
DB 1 3 2 6 24 36
KT 5185730,93 13068,62 23525,43 3671,50 103,08
Fhit
Sig.
50309,23 126,79 228,23 35,62
0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 124. Uji lanjutan Duncan retensi energi (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 312,19 bw 343,96 aw 338,53 aw 327,91 bw 375,91 ax 385,92 ax 336,34 bw 423,86 ay 420,88 ay 337,20 bw 476,75 az 474,99 az
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
248
249 Lampiran 125. Analisis ragam energi metabolik (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK
JK
Rata-rata 12442550,76 Kadar P-K pakan (P) 72427,94 Jumlah inokulum (I) 6264,19 P*I 29505,02 Kekeliruan 2454,95 Total 12553202,86 R2= 0,98
DB
KT
1 12442550,76 3 24142,65 2 3132,09 6 4917,50 24 102,29 36
Fhit 121640,51 236,02 30,62 48,07
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 126. Uji lanjutan Duncan energi metabolik (kJ/kg) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 520,37 bw 568,86 az 564,27 az 530,08 bw 592,10 ay 603,04 ay 532,92 bw 632,51 ax 629,31 ax 524,12 bw 679,37 aw 677,01 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
249
250 Lampiran 127.
Analisis ragam retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%)
SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,95
JK 76033,83 1329,43 1626,47 999,35 194,84 80183,92
DB 1 3 2 6 24 36
KT 76033,83 443,15 813,24 166,56 8,12
Fhit 9365,83 54,59 100,17 20,52
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 128. Uji lanjutan Duncan retensi energi per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 34,66 ax 38,80 az 38,47 az 37,61 bw 43,81 ay 46,65 ay 39,50 bw 52,94 ax 56,18 ax 34,50 bx 65,82 aw 62,98 aw
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
250
251 Lampiran 129. Analisis ragam energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,94
JK 181131,10 3418,58 598,17 1588,49 382,24 187118,58
DB 1 3 2 6 24 36
KT 181131,10 1139,53 299,09 264,75 15,93
Fhit 32,00 11372,97 71,55 18,78
Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00
Lampiran 130. Uji lanjutan Duncan energi metabolik per konsumsi energi (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) Perlakuan A: 50% P - 20% K B: 40% P - 30% K C: 30% P - 40% K D: 20% P - 50% K
Kontrol 1010 cfu/mL 1012 cfu/mL 57,77 bxz 64,17 aw 64,13 aw 60,80 bwx 69,01 ax 72,90 ax 62,64 bw 79,00 ay 83,97 ay 53,26 bz 93,79 ay 89,75 az
Keterangan: Huruf (a dan b) dan huruf (w,x,y dan z) masing-masing dibandingkan berdasarkan baris dan kolom pada taraf uji 5% ( p< 0,05)
251
252 Lampiran 131. Rata-rata jumlah populasi (ekor) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
0 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00
10 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00
Periode pengamatan (hari) 20 30 40 19,67 ± 0,58 19,00 ± 1,00 19,00 ± 1,00 19,67 ± 0,58 19,33 ± 0,58 19,00 ± 1,00 19,67 ± 0,58 19,33 ± 1,15 19,00 ± 1,73 19,67 ± 0,58 19,00 ± 1,00 19,00 ± 1,00 19,67 ± 0,58 19,33 ± 0,58 19,33 ± 0,58 19,67 ± 0,58 19,00 ± 1,73 19,00 ± 1,73 19,33 ± 0,58 19,33 ± 0,58 19,00 ± 1,00 19,00 ± 1,00 18,67 ± 0,58 18,67 ± 0,58 19,67 ± 0,58 19,00 ± 1,00 18,33 ± 1,15 20,00 ± 0,00 19,33 ± 1,15 19,33 ± 1,15 20,00 ± 0,00 19,67 ± 0,58 18,67 ± 1,15 20,00 ± 0,00 18,67 ± 1,53 18,67 ± 1,53
50 18,67 ± 1,15 18,33 ± 0,58 18,67 ± 1,53 18,33 ± 1,15 19,00 ± 1,00 18,33 ± 2,08 19,00 ± 1,00 18,33 ± 0,58 18,33 ± 1,15 19,00 ± 1,00 18,67 ± 1,15 18,00 ± 1,00
60 18,33 ± 1,53 18,33 ± 0,58 18,67 ± 1,53 18,00 ± 1,00 18,67 ± 1,15 18,00 ± 1,73 17,33 ± 2,31 18,33 ± 0,58 18,33 ± 1,15 19,00 ± 1,00 18,33 ± 1,53 17,67 ± 1,53
252
253 Lampiran 132. Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan K. A:50% P - 20% K K. B:40% P - 30% K K. C:30% P - 40% K K. D:20% P - 50% K 1010. A:50% P - 20% K 1010. B:40% P - 30% K 1010. C:30% P - 40% K 1010. D:20% P - 50% K 1012. A:50% P - 20% K 1012. B:40% P - 30% K 1012. C:30% P - 40% K 1012. D:20% P - 50% K
Jumlah populasi Jumlah populasi awal (ekor) akhir (ekor) 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00 20,00 ± 0,00
18,33 ± 1,53 18,33 ± 0,58 18,67 ± 1,53 18,00 ± 1,00 18,67 ± 1,15 18,00 ± 1,73 17,33 ± 2,31 18,33 ± 0,58 18,33 ± 1,15 19,00 ± 1,00 18,33 ± 1,53 17,67 ± 1,53
Tingkat kelangsungan hidup (%) 91,67 ± 7,64 91,67 ± 2,89 93,33 ± 7,64 90,00 ± 5,00 93,33 ± 5,77 90,00 ± 8,66 86,67 ± 11,55 91,67 ± 2,89 91,67 ± 5,77 95,00 ± 5,00 91,67 ± 7,64 88,33 ± 7,64
Lampiran 133. Analisis ragam tingkat kelangsungan hidup (%) ikan uji pada berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar protein-karbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan SK Rata-rata Kadar P-K pakan (P) Jumlah inokulum (I) P*I Kekeliruan Total R2 = 0,13
JK 3282,34 0,10 0,04 0,35 3,20 3286,02
DB 1 3 2 6 24 36
KT 3282,34 0,03 0,02 0,06 0,13
Fhit 24658,10 0,25 0,14 0,44
Sig. 0,00 0,86 0,87 0,84
253
254 Lampiran 134. Rata-rata komposisi proksimat tubuh ikan uji pada awal dan akhir pengamatan dengan berbagai jumlah inokulum Carnobacterium sp. (cfu/mL/100 g pakan) dan kadar proteinkarbohidrat pakan (%) selama 60 hari periode pengamatan Perlakuan
Komposisi proksimat tubuh ikan (% bobot kering) Abu
Protein
Lemak
S, Kasar
BETN
Total
Awal
12,75 ± 0,45 65,59 ± 0,48 20,01 ± 0,57 0,17 ± 0,01 1,49 ± 0,02
100
K. A:50% P - 20% K
6,92 ± 1,32 61,50 ± 1,62 29,32 ± 0,36 0,81 ± 0,15 1,45 ± 0,23
100
K. B:40% P - 30% K
7,38 ± 0,22 57,86 ± 1,71 32,11 ± 1,54 0,82 ± 0,21 1,83 ± 0,14
100
K. C:30% P - 40% K
8,62 ± 0,36 50,14 ± 1,11 38,23 ± 0,08 0,96 ± 0,05 2,06 ± 0,78
100
K. D:20% P - 50% K
45,96 ± 0,94 0,94 ± 0,04 0,99 ± 0,06
100
23,43 ± 0,28 0,82 ± 0,12 1,23 ± 0,15
100
27,80 ± 1,14 0,84 ± 0,08 1,10 ± 0,44
100
39,13 ± 1,14 0,89 ± 0,06 1,51 ± 0,17
100
7,69 ± 0,80 44,42 ± 1,65 1010. A:50% P - 20% K 6,09 ± 0,44 68,44 ± 0,71 1010. B:40% P - 30% K 5,59 ± 0,52 64,67 ± 1,03 1010. C:30% P - 40% K 5,86 ± 0,58 52,61 ± 2,41 10
10 . D:20% P - 50% K 6,18 ± 0,13 41,65 ± 0,99 49,61 ± 0,96 1012. A:50% P - 20% K 6,18 ± 0,13 68,89 ± 0,53 22,47 ± 0,48 1012. B:40% P - 30% K 6,18 ± 0,24 62,51 ± 1,99 28,75 ± 2,00 1012. C:30% P - 40% K 6,62 ± 0,32 51,51 ± 0,99 39,38 ± 0,73
0,98 ± 0,02 1,58 ± 0,20
100
0,83 ± 0,15 1,63 ± 0,16
100
0,86 ± 0,09 1,71 ± 0,37
100
0,93 ± 0,05 1,73 ± 0,20
100
10 . D:20% P - 50% K 5,85 ± 0,56 43,00 ± 0,23 49,09 ± 0,66 0,92 ± 0,07 1,48 ± 0,22
100
12
254
255 Lampiran 135.
Analisis dengan uji t populasi mikrob amilolitik, proteolitik, dan lipolitik (cfu/mL), serta aktivitas enzim pencernaan a-amilase, protease, dan lipase (IU/g/menit) ikan uji pada akhir percobaan investigasi kontribusi mikroflora dalam saluran pencernaan ikan bandeng Nilai Test = 0
Parameter t
Sig. (2arah)
db
Derajat kepercayaan 95%
Rata-rata perbedaan
Batas atas
Batas bawah
Amilolitik
6,18
3
0,009
8,59
4,17
13,01
Proteolitik
7,58
3
0,005
8,84
5,13
12,55
Lipolitik
7,18
3
0,006
8,71
4,84
12,57
a-amilase
6,55
3
0,007
23,50
12,07
34,92
Protease
7,86
3
0,004
19,59
11,65
27,52
13,33
3
0,001
21,37
16,27
26,47
Lipase
Lampiran 136. Perhitungan nilai ekonomi pakan dan media kultur mikrob Bahan
Harga
Harga bahan pakan/kg pakan
Satuan
A
B
D
Tepung ikan
8500 1000 g
4394,5
Tepung kedelai
2500 1000 g
392,5
Tepung terigu
3000 1000 g
61,2
Minyak ikan
20000 1000 mL
560
600
486,6
573,4
Minyak jagung
15000 1000 mL
210
225
182,6
215
Vitamin mix.
25000 1000 g
1000
1000
Mineral mix.
25000 1000 g
Jumlah Bahan kultur mikrob TSB Pati NaCl Lain-lain
Harga
Satuan
350000 1000 g 250000 250 g 35000 1000 g
3213
C
417,5 990
1895,5
765
541,3
530
1332
1725
1000
1000
1000 1000 7618,2 7445,5 Komposisi/10 mL
1000 6437,9
1000 5808,4
0,3 g 0,003 g 0,003 g
105 3 0,105 200
Harga/10 mL
Jumlah 308,105 Keterangan : A: 50%P- 20%K, B: 40%P- 30%K, C: 30%P- 40%K, D: 20%P- 50%K Harga bahan pada saat penelitian
255