Pengembangan Sumber Belajar Opini
Pengembangan Sumber Belajar
BP. Sitepu*)
Abstrak elajar berbasis aneka sumber diyakini dapat mengatasi tidak hanya berbagai kesulitan dalam proses belajar dan membelajarkan, akan tetapi juga dapat mendidik peserta didik cara belajar yang tepat sehingga dapat belajar secara mandiri sepanjang hayat. Untuk itu, belajar berbasis aneka sumber perlu dilakukan seawal mungkin dalam proses pembelajaran. Tulisan ini menelaah peranan aneka sumber belajar yang perlu dikelola secara terpadu dan terintegrasi di lembaga-lembaga pendidikan sehingga proses pembelajaran benarbenar membuat peserta didik sebagai subjek dan selalu menyenangi kegiatan belajar. Atas dasar telaahan yang demikian, tulisan ini menyarankan perlunya mengembangkan, mengelola, dan memanfaatkan Pusat Sumber Belajar di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi masalah pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan sekaligus meningkatkan mutu pendidikan.
B
Kata kunci: Proses belajar membelajarkan, pengambilan keputusan, sumber belajar Resources-based Learning is believed not only beneficial in teaching-learning process, but also in students’ life-long learning. In this case resources-based learning should be carried out as early as possible in learning process. This article discusses how to manage and integrate learning resources to facilitate students to learn joyfully. The article also proposes to develop learning resources unit or centre in education institutions as one of the alternativies to improve educational quality. Based on this study result, it is recommended to develop, manage, and use learning resources center in education institution in Indonesia as an alternative for education for all and education quality improvement.
Pendahuluan Perkembangan peradaban manusia ditandai dalam tiga tahap mulai dari era pertanian, ke era industri, sampai era informasi. Masing– masing era memiliki ciri-ciri dalam sistem kemasyarakatan termasuk dalam keluarga, ekonomi atau perdagangan dan pendidikan (Reigeluth, 1994: 4). Dalam era pertanian sistem pendidikan diarahkan pada pemberian keterampilan agar peserta didik dapat hidup dengan mengolah dan memanfaatkan sumbersumber alam agar dapat bertahan hidup. Pada era revolusi industri peserta didik dipersiapkan
menyediakan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan industri. Dengan demikian, sistem persekolahan diarahkan untuk menghasilkan tenaga kerja sebagai buruh pabrik. Sekolah mengajar peserta didik menghafal dan bukan membelajarkan mereka memecahkan masalah secara kreatif. Peserta didik dipersiapkan menghadapi dan melayani mesin serta bekerja secara mekanistis. Akan tetapi sekarang ini revolusi industri sudah berlalu dan kebutuhan telah berubah. Dewasa ini peserta didik perlu mempelajari kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja dan masyarakat. Mereka perlu belajar bagaimana cara untuk mengambil
*) Guru Besar Universitas Negeri Jakarta Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
79
Pengembangan Sumber Belajar
keputusan sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dan bagaimana memilah serta memilih informasi yang tersedia begitu banyak untuk keperluan meningkatkan kemampuan mereka. Dalam keadaan yang demikian lembagalembaga pendidikan diharapkan muncul dan melaksanakan tugasnya untuk memenuhi kebutuhan ini.
Pergeseran Paradigma Perubahan masyarakat sebagai akibat perkembangan peradabannya juga ikut mengubah paradigma masyarakat terhadap pendidikan. Reigeluth (1994: 8) misalnya berpendapat bahwa perubahan itu terutama diakibatkan oleh tuntutan lapangan kerja. Pada era industri penyelenggaraan pendidikan didasarkan antara lain pada tingkat kelas, penguasaan materi, tes berdasarkan norma dan penilaian non-autentik, penyajian berdasarkan pengelompokan bahan ajar, berpusat pada guru, menghafal fakta-fakta yang tidak bermakna, kemampuan membaca dan menulis yang terpisah, dan buku merupakan sarana belajar utama. Sementara itu dalam era informasi, pendidikan dianggap merupakan proses untuk maju secara berkesinambungan, belajar berdasarkan hasil, tes secara individu dengan penilaian yang berbasis kemampuan, perencanaan belajar yang personal, belajar kooperatif, belajar beraneka sumber, guru berfungsi sebagai pemandu atau fasilitator, pembelajaran yang bermakna berdasarkan penalaran dan pemecahan masalah, diarahkan pada kemampuan berkomunikasi, dan menggunakan teknologi maju sebagai sarana utama dalam belajar dan membelajarkan. Lebih rinci dari apa yang dikemukakan Reigeluth, sebagai akibat kemajuan teknologi dan perubahan di tempat bekerja, Belt (1997) mengenali perbedaan visi pendidikan dalam era industri dan era informasi dari aspek peserta didik, sarana dan prasarana belajar, proses belajar dan membelajarkan, serta pola pembelajaran. Berkaitan dengan sarana dan prasarana, dalam era industri buku merupakan satusatunya alat utama, dan ruang kelas merupakan dunia belajar dan membelajarkan. Sedangkan berkaitan dengan proses, belajar dan membelajarkan diselenggarakan berdasarkan tingkat kelas dan usia tertentu serta selesai dalam batas waktu tertentu dengan tujuan untuk mewujudkan manusia yang berpendidikan (educated 80
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
person). Bahan ajar ditentukan dan dikembangkan oleh guru sebagai pembicara utama di kelas dan pembelajaran diarahkan pada penguasaan isi bahan ajar yang diuji dengan menggunakan tes berdasarkan norma yang ditetapkan oleh kelas atau sekolah. Proses belajar mengutamakan hafalan dan fakta-fakta disajikan secara terpisah, kemampuan membaca yang terpisah, persaingan antar peserta didik. Sementara itu guru berfungsi sebagai penyalur pengetahuan (dispenser of knowledge), membelajarkan sesuai kasus dan sistem membelajarkan yang tertutup. Visi pendidikan di era informasi, menurut Belt, mengalami perubahan yang sangat berarti. Dari aspek sarana dan prasarana pendidikan, buku bukan lagi sumber belajar dan membelajarkan yang utama dan satu-satunya tetapi teknologi dan perpustakaan elektronik. Belajar dan membelajarkan tidak hanya dibatasi dalam ruang kelas yang tertutup oleh dinding, lantai dan langit-langit, tetapi dunia yang terbuka luas menjadi ruang kelas. Bahan ajar tidak lagi dibatasi pada rancangan yang dibuat guru tetapi mengacu pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta didik. Hasil belajar diuji bukan lagi semata-mata berdasarkan penguasaan menghafal tetapi mengacu pada kemampuan (outcomes-based) yang ditunjukkan peserta didik dan diukur menggunakan tes berbasis kemampuan (performance based assessment) dengan tujuan membentuk peserta didik menjadi pemelajar mandiri (self directed learner). Oleh karena itu, belajar dan membelajarkan tidak lagi dibatasi dengan tingkat kelas dan umur tertentu, tetapi merupakan kemajuan yang berkesinambungan dengan prinsip belajar sepanjang hayat dan terbuka. Suasana belajar tidak lagi menunjukkan persaingan antar peserta didik tetapi lebih bernuansa kerja sama dan kolaborasi dalam kelompok belajar. Guru tidak lagi berfungsi sebagai penyalur pengetahuan tetapi lebih berperan sebagai pemandu, mentor, atau fasilitator yang memberikan pendampingan belajar. Perubahan paradigma tentang pendidikan seperti yang dikemukakan baik oleh Reigeluth maupun Belt seperti yang diuraikan itu menuntut perubahan dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya dalam proses belajar dan membelajarkan. Dalam membangun pendidikan menghadapi era informasi, Warren (2002), Sekretaris Dewan Pendidikan Negara Bagian Michigan serta Ketua Kelompok Kerja Dewan untuk Menyongsong Era Informasi, berpendapat
Pengembangan Sumber Belajar
bahwa perlu diperhatikan perubahan-perubahan yang telah, sedang dan akan terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam era informasi ini perubahan yang sangat berarti dan drastis dalam bidang budaya, ekonomi, politik, organisasi, dan teknologi di seluruh dunia, memunculkan tuntutan dan harapan baru terhadap pendidikan. Sungguhpun terdapat kemajuan, perubahan dalam pendidikan dianggap lamban menanggapi tuntutan zaman. Standar pendidikan dan cara-cara bersekolah (schooling) tradisional yang masih berlaku dewasa ini dianggap sudah usang dan ketinggalan. Lingkungan belajar dan membel-ajarkan yang lebih berbasis papan tulis dan kapur serta berpusat pada pembelajar perlu segera diubah menjadi berbasis teknologi dan berpusat pada pemelajar. Dalam era informasi yang sudah mulai menggejala dalam dekade terakhir abad ke 20 serta meledak dalam abad ke 21 ini, reformasi di bidang pendidikan perlu dilakukan terutama dalam memahami dan melaksanakan proses belajar dan membelajarkan. Pendapat bahwa pendidikan adalah bersekolah dan bukan belajar perlu segera ditinggalkan. Bersekolah mengarahkan pikiran pada bangunan, pendidik yang mengajar dengan menggunakan buku, serta papan tulis dan kapur di hadapan deretan peserta didik yang duduk rapi. Bersekolah dalam keadaan yang demikian adalah berfokus pada pendidik dan sistem. Sedangkan belajar adalah berpusat pada peserta didik, proses, dan hasil belajar. Era informasi menawarkan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar dan kepada pendidik untuk membelajarkan tanpa batasan waktu, tempat, ras, suku, agama, golongan, gender, keadaan sosial dan ekonomi, maupun asal usul. Pendidikan yang berorientasi pada era informasi memungkinkan pendidik melakukan program belajar individual kepada masingmasing peserta didik serta menggunakan teknologi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
Perubahan Proses Pembelajaran Sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, industri, dan dunia kerja lainnya, proses belajar dan membelajarkan di era informasi diharapkan tidak bertujuan sematamata untuk menguasai isi bahan ajar, tetapi dapat mendorong peserta didik menjadi pemikir
dan pemelajar yang soleh, takwa, kritis, dinamis, inovatif, mandiri, toleran, serta kolaboratif. Dengan demikian, proses belajar dan membelajarkan diharapkan menggugah peserta didik berpikir kritis dan bersekala tinggi (high-order thinking), mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang pelik, melakukan kajian-kajian dan penelitian yang menantang, dan merumuskan pemecahan-pemecahan masalah yang rumit. Sistem pendidikan diharapkan dapat mendukung pembentukan sumber daya manusia yang tidak hanya memiliki kemampuan yang tangguh dalam menemukan, menganalisis, serta mensintesiskan informasi untuk memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga membentuk manusia yang bermartabat serta memiliki budi pekerti luhur yang secara rendah hati mengakui keterbatasan dan kelemahan penalaran serta kemampuan manusia dan mengagungkan kebesaran Allah, Pencipta alam semesta. Untuk itu peranan teknologi informasi dan komunikasi akan semakin penting dalam belajar, membelajarkan, penilaian, dan manajemen pendidikan. Teknologi informasi dan komunikasi seharusnya menjadi alat sehari-hari dalam kegiatan belajar dan membelajarkan. Dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi pendidik dan peserta didik hendaknya bekerja sama dalam belajar, berdiskusi, berbagi informasi, dan menemukan pengetahuan. Pendidik tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi sebagai fasilitator, dan peserta didik tidak hanya sebagai pemelajar tetapi sebagai penemu pengetahuan. Dengan perbagai perubahan dan tuntutan yang dikemukakan di atas, Warren (2002) berpendapat perlu melakukan perubahan yang cukup mendasar dalam mempersiapkan calon pendidik dan tenaga kependidikan, standar dan penilaian peserta didik, serta proses belajar dan membelajarkan. Calon pendidik dan tenaga kependidikan perlu dilatih agar memiliki kemampuan menggunakan aneka sumber belajar yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, menerapkan pendekatan, strategi, metode, serta teknik belajar dan membelajarkan yang bervariasi. Dengan demikian dalam penilaian dan sertifikasi calon pendidik dan tenaga kependidikan kemampuan merancang, mengembangkan dan memanfaatkan aneka sumber belajar dalam pengembangan desain pembelajaran secara tepat, menjadi salah satu unsur dalam komponen penilaian kemampuan profesionalnya. Penguasaan kemampuan calon pendidik dalam mengenali dan menggunakan Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
81
Pengembangan Sumber Belajar
aneka sumber belajar serta mengintegrasikannya dihindarkan, serta memberikan kemudahan ke dalam desain pembelajaran, akan mening- serta kesejahteraan kepada penggunanya. Aliran katkan kualitas proses dan hasil belajar dan ini mengagung-agungkan teknologi dengan membelajarkan peserta didik ketika mereka kelak menganggap bahwa teknologi adalah jawaban melaksanakan tugasnya. untuk semua masalah dan dengan sendirinya Para calon pendidik dan pendidik perlu akan diterima dan dipergunakan oleh manusia dibiasakan belajar tanpa batas ruang kelas dan untuk meningkatkan kualitas hidupnya, menggunakan dunia atau alam terbuka sebagai termasuk dalam dunia pendidikan. Pengikut tempat belajar dan membelajarkan. Dengan aliran ini antara lain Karl Max, Marschal demikian, berbagai ragam sumber belajar yang McLuchan, dan Alvin Toffler. Sedangkan tersedia perlu diintegrasikan dan setiap anggota penerapannya dalam teknologi pendidikan komunitas belajar dapat memperoleh akses dan adalah seperti RDD Paradigm, ID Models, dan menggunakannya sesuai dengan keperluan. Di Systemic Change. Determinisme dystopian samping mengembangkan dan menerapkan mengemukakan hal yang sebaliknya, teknologi pendekatan, strategi, metode dan teknik belajar secara moral dianggap dapat merusak dan dan membelajarkan, berbagai pemikiran dan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan atau upaya dilakukan untuk memanfaatkan teknologi deng-an perkataan lain, teknologi dianggap maju untuk kepertidak manusiawi luan belajar dan dan seharusnya membelajarkan. dihindari pengguPara calon pendidik dan pendidik Berbagai produk naannya. Oleh kateknologi berkemrena itu perlu ekstra perlu dibiasakan belajar tanpa bang cepat serta hati-hati dalam batas ruang kelas dan dimanfaatkan menggunakan tekmenggunakan dunia atau alam untuk memecahnologi dalam kehiterbuka sebagai tempat belajar kan berbagai masadupan manusia, dan membelajarkan. lah dalam kehiterlebih-lebih untuk dupan manusia keperluan penditermasuk di bidang dikan karena berpendidikan serta sangkutan langsecara khusus untuk keperluan belajar dan sung dengan manusia. Aliran ini dapat menimmembelajarkan. bulkan ketakutan akan teknologi atau teknologi Diakui bahwa masih terdapat perbedaan phobia. Penganut aliran ini antara lain ialah pendapat dalam pemanfaatan tekologi secara Jaques Hull, George Orwell, dan Unabomber. umum. Surry (1997) misalnya, menyebutkan Sedangkan dalam dunia pendidikan aliran ini setidak tidaknya dua pandangan filsafati yang diikuti oleh mereka yang menolak perubahan dominan tentang pemanfaatan teknologi untuk dalam proses belajar dan membelajarkan. keperluan manusia, yakni determinisme dan Aliran instrumentalisme beranggapan instrumentalisme. Penganut determinisme bahwa teknologi adalah merupakan temuan beranggapan bahwa teknologi adalah otonom atau hasil olah pikir serta olah kerja manusia dan merupakan kekuatan yang revolusioner. dan di bawah pengawasan serta pengendalian Sedangkan penganut instrumentalisme manusia. Nilai pemanfaatan teknologi dalam beranggapan bahwa teknologi bukan otonom kehidupan manusia bergantung pada bagaimadan mempunyai ketergantungan pada manusia na dan untuk apa teknologi itu dipergunakan. serta perkembangannya merupakan evolusi. Dengan demikian, aliran yang terakhir ini Secara teoretis, pandangan terhadap teknologi berpendapat bahwa teknologi bukanlah segalapada hakikatnya adalah pada rentang kutup galanya karena juga memiliki keterbatasan dan determinisme dan instrumentalisme. kelemahan sehingga perlu berhati-hati dalam Lebih lanjut Surry menjelaskan bahwa memilih dan menggunakannya terlebih untuk aliran determinisme terdiri atas determinisme keperluan pendidikan yang langsung utopia dan determinisme dystopian. Determi- menyangkut kehidupan manusia itu sendiri. nisme utopian beranggapan, teknologi Penganut aliran ini antara lain adalah Daniel merupakan kekuatan yang tidak dapat Chander, Paul Levinson, dan Donald Mac
82
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
Pengembangan Sumber Belajar
Kenzie, sedangkan dalam dunia pendidikan antara lain Ernest Burkman dan Martin Tessmer (Surry, 1997). Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi tidak selalu merupakan jawaban absolut terhadap masalah-masalah pendidikan. Keberhasilan penggunaan teknologi dalam pembelajaran misalnya, tergantung pada kesesuaian penggunaan teknologi itu dengan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, lingkungan, serta bahan ajar yang dipelajari. Oleh karena itu, dalam memutuskan pemilihan dan pemanfaatan teknologi tidak terlepas dari pertimbangan nilai-nilai psikologis dan paedagogis. Dengan demikian pendidik serta peserta didik perlu memahami dengan baik bagaimana memilih dan memanfaatkan teknologi yang tepat guna itu dalam proses-proses belajar dan membelajarkan. Perlu dicatat bahwa dalam pendidikan, khususnya dalam belajar dan membelajarkan teknologi dimaknai tidaklah terbatas pada bahan, alat atau media sebagai produk, tetapi mengandung makna yang lebih luas, termasuk orang, lingkungan, pendekatan, strategi, metode, dan kiat-kiat belajar dan membelajarkan ( Eraut, 1996: 8-9). Atas prakarsa pendidik dan tenaga kependidikan, teknologi pendidikan memungkinkan terwujudnya berbagai pola pendidikan dan pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, proses, dan sistem belajar dan membelajarkan, sesuai dengan kebutuhan dan potensi setiap pemelajar menuju terwujudnya masyarakat gemar belajar dan berpengetahuan sepanjang hayat. Dengan demikian penggunaan teknologi dalam pendidikan sangat memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan tanpa ketakutan terhadap teknologi itu sendiri (Miarso, 2007). Masih dalam kaitannya dengan proses belajar dan membelajarkan ini, pendidik dan tenaga kependidikan melakukan peran penting dalam merencanakan dan mengelola sumbersumber belajar sehingga terjadi interaksi aktif antar peserta didik, pendidik, dan sumber belajar. Interaksi yang demikian diperlukan untuk memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik sesuai dengan gaya belajarnya, sehingga ia dapat mengingat, mengerti, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi, dan menciptakan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif sesuai dengan jenjang
dan tujuan pembelajaran (Anderson and Krathwohl, 2001: 28-29). Hal ini berarti bahwa paradigma tentang pembelajaran harus berubah dari standardisasi (standardization) menjadi penyesuaian (customization) yang mengakui kemajemukan, dari berfokus pada penyajian bahan ajar menjadi meyakini bahwa kebutuhan pemelajar dipenuhi, dari berpusat pada memasukan bahan ke kepala pemelajar menjadi membantu pemelajar memahami bahan ajar. Dengan demikian, perlu perubahan dari belajar pasif menjadi belajar aktif, dari berpusat kepada pendidik menjadi berpusat kepada peserta didik; dari inisiatif, pengawasan dan tanggung jawab pendidik menjadi inisiatif, pengawasan, dan tanggung jawab bersama; serta dari belajar dekontekstual menjadi belajar yang kontekstual, autentik dan bermakna (Reigeluth: 1999: 19).
Tantangan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Memperoleh pendidikan merupakan salah satu hak azasi manusia seperti tertera dalam HakHak Azasi Manusia (Human Rights: Article 13) . Pendidikan dianggap merupakan kebutuhan pokok agar manusia dapat bertahan hidup, mengembangkan kehidupannya serta berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat. Pentingnya peranan pendidikan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa juga ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan bahwa memperoleh pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia dinyatakan dalam Pasal 31. Selanjutnya, penyelenggaraan pendidikan secara nasional diatur lebih lanjut melalui Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sedemikian pentingnya peranan pendidikan dalam mencerdaskan bangsa agar mampu mengembangkan potensi diri dan lingkungannya serta dapat bersaing dan berkolaborasi dengan bangsa-bangsa lain, sehingga Pemerintah Indonesia menerapkan program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) secara bertahap, mulai dari wajar dikdas enam tahun (1984) dan wajar dikdas sembilan tahun (1994). Program ini sudah barang tentu dilaksanakan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui proses belajar dan membelajar-
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
83
Pengembangan Sumber Belajar
kan di jalur pendidikan formal, non formal, dan informal. Dalam proses belajar setiap orang diharapkan memperoleh informasi yang akan dipergunakannya untuk membangun skema berpikir yang lebih kaya dan tajam sehingga dapat dipergunakannya untuk menanggapi serta memecahkan berbagai masalah dalam upayanya meningkatkan kualitas hidupnya dengan berbagai cara yang positif. Peningkatan kualitas hidup itu terlihat dari perubahan prilaku yang dari hari ke hari semakin kreatif, inovatif, dan dinamis dalam berpikir dan bertindak sehingga hidup ini terasa lebih nyaman dan menyenangkan secara lahir dan bathin. Informasi yang dibutuhkan untuk keperluan belajar itu tersedia di berbagai sumber belajar. Akan tetapi di samping berbagai kemajuan yang telah diperoleh, pendidikan nasional di Indonesia masih menghadapi tiga masalah pokok yaitu, (1) pemerataan dan perluasan akses memperoleh pendidikan, (2) peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, (3) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik (Departemen Pendidikan Nasional, 2006). Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah, masyarakat, dan orangtua untuk mengatasi masalah tersebut, seperti pendirian dan rehabilitasi gedung dan ruang kelas, pengangkatan pendidik dan tenaga kependidikan baru dan penatarannya, pengadaan alat dan bahan pendidikan seperti alat-alat laboratorium, buku pelajaran serta buku perpustakaan, penyempurnaan kurikulum, serta menerapkan sistem pengelolaan dan pengawasan sekolah yang berbasis sekolah. Akan tetapi di samping kemajuan-kemajuan yang telah dicapai, nampaknya masih perlu peningkatan upaya yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber belajar dalam peroses belajar dan membelajarkan baik oleh peserta didik maupun pendidik itu sendiri.
Peranan Sumber Belajar Berbagai masalah yang dihadapi dalam pemerataan dan perluasan akses memperoleh pendidikan serta peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan dapat diatasi dengan menerapkan teknolgi pendidikan khususnya dengan mengembangkan dan memberdayakan aneka sumber belajar baik yang
84
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
by design maupun yang by utilization. Sekali lagi perlu segera dicatat, sumber belajar dalam teknologi pendidikan termasuk pendidik dan tenaga pendidikan, kurikulum, dan lingkungan belajar. Pertanyaan yang timbul ialah bagaimana mengembangkan dan memberdayakan sumber belajar dalam pendidikan khususnya dalam proses belajar membelajarkan? Berdasarkan definisi teknologi pendidikan tahun 1977 dan yang dikembangkan lagi tahun 1994 dan 2004 pusat perhatian teknologi pendidikan pada hakekatnya mencari solusi dalam memecahkan masalah-masalah yang berkenaan dengan belajar dan membelajarkan dengan menerapkan proses dan komponen-komponen teknologi yang secara lebih luas disebut sumber belajar (Seels & Richey, 1994:4). Setelah mengkaji perkembangan perumusan definisi teknologi pendidikan tahun 1972, 1977, dan 1994, Januszewski, (2001:5357) menemukan bahwa konsep sumber belajar merupakan bagian yang penting dalam teknologi pendidikan, dengan mengatakan “… the concept of learning resources had become an important part of the definition of educational technology in 1972 and has remained so to the present day.” (p. 57) Sumber belajar dalam kawasan teknologi pendidikan memiliki makna yang luas dan tidak terbatas hanya pada media audiovisual saja. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang mengandung informasi yang dapat memfasilitasi pemelajar memperoleh informasi yang diperlukannya dalam belajar. Atas dasar pengertian yang demikian sumber belajar dikategorikan ke dalam enam kelompok yaitu pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar/ lingkungan (AECT, 1986: 2, Januszewski, 2001:53-54). Yang dimaksud dengan pesan adalah bahan ajar yang dipelajari dapat dalam bentuk konsep, teori, gagasan, fakta, makna, atau data dan termasuk kurikulum. Orang berfungsi sebagai sumber belajar karena memiliki atau menyalurkan pesan, termasuk pendidik dan tenaga kependidikan. Bahan adalah barangbarang yang mengandung pesan, termasuk buku pelajaran dan perangkat lunak. Alat adalah adalah perangkat yang dapat menyalurkan pesan dan disebut juga dengan perangkat keras termasuk alat peraga/praktek dan komputer. Teknik merupakan prosedur atau cara bagaimana bahan, orang, peralatan, latar/ lingkungan menyampaikan pesan, termasuk pendekatan, strategi, dan metode belajar dan
Pengembangan Sumber Belajar
membelajarkan. Sedangkan latar merupakan lingkungan tempat pesan disampaikan dan diterima (AECT, 1986: 9-10). Dilihat dari pembuatan dan peruntukannya, sumber belajar dikategorikan ke dalam sumber belajar yang dirancang dan dikembangkan secara khusus (by design) untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan sumber belajar karena dimanfaatkan (by utilization). Dalam merancang dan mengembangkan sumber belajar by design diterapkan proses rekayasa yang sistematis dan berurutan dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu serta hasil-hasil penelitian ( Ely 1996: 20-21, Januszewski, 2002: 84). Sedangkan sumber belajar by utilization bukan dirancang dan dibuat khusus untuk keperluan belajar dan membelajarkan, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mencapai tujuan belajar dan membelajarkan tertentu. Sungguhpun tidak membuat rincian yang lebih luas seperti yang dilakukan oleh AECT, keberagaman sumber belajar juga terlihat dari pengertian yang dikemukan oleh Dorrell (1993: vii) bahwa “Learning resources are learning materials which includes videos, books, audio cassettes, CBT and IV programs, together with learning packages which combine any of these media.” Juga sebagaimana yang disebutkan oleh Merrill dan Drob (1977: 3) bahwa komponen sumber belajar itu termasuk “ ...audio, television, and graphic materials for group and individual presentation; the instructional materials thus created and recorded; and the persons employed to participate with the teacher in the creation, presentation, and evaluation.” Uraian di atas menunjukkan bahwa jenis sumber belajar, baik yang by design maupun yang by utilization, sangat beraneka ragam dan memegang peranan yang penting dalam memfasilitasi pengalaman belajar dan membelajarkan. Dalam merancang dan mengembangkan sumber belajar by design serta dalam mengidentifikasi dan memilih sumber belajar by design diperlukan keahlian yang dilatarbelakangi oleh berbagai disiplin ilmu terutama teknologi pendidikan, psikologi, dan sosiologi. Dalam memanfaatan sumber belajar perlu memperhatikan sistem pelayanan yang diberikan dan dirancang sehingga terjadi peristiwa belajar pada diri peserta didik, bahan belajar yang digunakan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebelumnya, dan memberdayakan lingkungan sebagai sumber daya yang potensial dalam pembelajaran serta menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk mendukung terjadinya pengalaman belajar yang menyenangkan. Dilihat dari pembuatan dan wujudnya, sumber belajar dapat berupa produk yang canggih atau berteknologi tinggi sampai produk atau benda yang paling sederhana atau alamiah/natural. Sumber belajar juga dapat ditemukan di berbagai tempat dan dalam berbagai tampilan. Sebagaimana tertera dalam definisinya, sumber belajar berfungsi mendukung dan mempermudah terjadinya proses belajar dan membelajarkan. Mendukung di sini dapat diartikan bahwa sumber belajar itu dapat memberikan atau menyajikan informasi untuk memperkaya pengalaman belajar, memotivasi pemelajar untuk belajar lebih lanjut, mengubah sikap dan gaya belajar, serta memberikan pemecahan kesulitan belajar. Dengan demikian, sumber belajar dapat dipergunakan secara kelompok dan individual walaupun pada perkembangannya kemudian sumber belajar dirancang lebih untuk keperluan belajar secara individual. Dalam proses belajar dan membelajarkan sumber belajar dapat berfungsi untuk (1) mempercepat laju belajar dan membantu pendidik menggunakan waktu secara lebih efisien sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, (2) mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah peserta didik (3) memberikan kemungkinan belajar bersifat lebih individual dengan jalan mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional serta memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan kemampuannya, (4) memberikan dasar yang lebih ilmiah dengan jalan merencanakan program pembelajaran yang lebih sistematis, (5) mengembangkan bahan pembelajaran yang dilandasi penelitian, (6) lebih memantapkan pembelajaran dengan jalan meningkatkan kemampuan manusia dalam menggunakan berbagai media komunikasi penyajian data dan informasi secara lebih kongkrit, (7) memungkinkan belajar secara seketika, karena mengurangi jurang pemisah antara pelajaran yang bersifat verbal dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung, dan (8) memungkinkan penyajian pendidikan yang lebih luas, terutama dengan adanya media massa, dengan jalan pemanfaatan secara bersama lebih luas tenaga atau kejadian yang langka, serta penyajian informasi yang mampu menembus geografis. Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
85
Pengembangan Sumber Belajar
Fungsi-fungsi seperti yang disebutkan itu menunjukkan bagaimana sumber belajar dapat mengatasi berbagai kesulitan dalam proses belajar dan membelajarkan. Fungsi sumber belajar menjadi sangat penting dan sangat mendukung keberhasilan belajar jarak jauh, belajar terbuka, dan belajar fleksibel. Sumber belajar diperlukan dalam berbagai model belajar dan membelajarkan seperti dalam pembelajaran berbasis masalah, pemetaan konsep, belajar mandiri, belajar tuntas, pembelajaran berbasis komputer, belajar kooperatif, kontekstual, serta pembelajaran aktif, kreatif, inovatif, efektif dan menyenangkan.
menemukannya, (c) mengetahui bagaimana cara mengumpulkan dan menatanya sehingga memberikan makna atau pengetahuan, (d) bagaimana cara memanfaatkannya, dan (e) bagaimana cara menyajikan serta mengkomunikasikannya. Di samping itu Bebas memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk (a) memperoleh kemampuan menganalisis, menginterpretasikan, mensintesiskan, dan mengorganisasikan informasi; dan (b) memperoleh kemampuan berbahasa dan berkomunikasi dengan membaca, menulis, melihat, berbicara, serta mendengar. Strategi Bebas memotivasi peserta didik untuk aktif mencari informasi dari beraneka sumber. Misalnya guru menugaskan peserta didik mencari informasi tentang apa, untuk apa, Belajar Berbasis Aneka Sumber dan bagaimana Pemilu di Indonesia. Peserta Dewasa ini semakin disadari semakin banyak didik disuruh mencatat informasi yang sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai diperolehnya dan menuliskannya secara runtut sumber belajar untuk meningkatkan kualitas untuk dibaca dan dinilai oleh guru. Secara aktif proses dan hasil belajar. Di samping sumber mereka akan menemukan bahwa informasi belajar berbasis lingkungan atau media seder- tentang hal atau masalah yang dicarinya dapat hana, kemajuan teknologi informasi dan komuni- diperoleh di ber-bagai sumber, misalnya dalam kasi telah memudahkan memperoleh berbagai buku, majalah, surat kabar, radio, televisi, internet, atau dari ragam informasi orang tertentu di sehingga muncul ling-kungannya. ungkapan bahwa Ketika mengumBelajar berbasis aneka sumber informasi itu kini pulkan informasi tersedia pada (Bebas) merupakan suatu strategi itu, mereka memujung jari. Denga pembelajaran yang memungkinkan peroleh berbagai hanya meng’klik’ peserta didik memperoleh macam informasi dengan ujung jari, pengetahuan dengan melakukan dilihat dari isinya. telah dapat diperMungkin juga ininteraksi dengan beraneka ragam oleh banyak inforformasi yang dimasi tentang hal sumber peroleh itu tidak yang kita perluselaras satu sama kan. Dengan demilain atau ada juga kian, yang diperyang saling melengkapi. Peserta didik mencatat lukan ialah kemampuan meng’klik’ dan semua informasi itu dan kemudian memilahmemilah serta memilih informasi yang sesuai milah serta menyusunnya kembali secara runtut dengan keperluan, dari segi isi, jumlah, dan sehingga bermakna utuh dan menarik untuk mutunya. dibaca. Apabila kegiatan seperti ini dilakukan Belajar berbasis aneka sumber (Bebas) merupakan suatu strategi pembelajaran yang secara berulang-ulang, peserta didik akan memungkinkan peserta didik memperoleh terlatih menjadi pemikir yang kritis dan pengetahuan dengan melakukan interaksi pemecah masalah yang kreatif. Guru memang telah terbiasa menggunakan dengan beraneka ragam sumber termasuk orang, beberapa media sebagai sumber belajar, seperti bahan yang tercetak atau non cetakan, serta transparansi, video, flip chart, dan mendatanglingkungan. Apabila dilaksanakan dengan kan tamu pembicara. Kadang-kadang guru juga tepat, Bebas memberikan kesempatan kepada menyuruh peserta didik bermain peran atau peserta didik untuk (a) menyadari kebutuhan simulasi. Akan tetapi dalam menggunakan akan informasi, (b) mengetahui di mana berbagai media itu, guru merancang dan informasi itu dan bagaimana cara 86
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
Pengembangan Sumber Belajar
menentukan sendiri pesan atau isi yang dimuat dalam media itu sendiri. Dengan demikian, pembelajaran itu pada hakikatnya masih berorientasi pada guru dan peserta didik memperoleh informasi yang dipilih oleh guru dan disampaikan melalui media yang juga ditetapkan oleh guru. Cara yang demikian adalah guru mengajar berbasis aneka sumber. Akan tetapi dalam Bebas, guru mengajukan masalah atau pertanyaan dan peserta didik disuruh memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan itu dengan mengumpulkan informasi dari beraneka sumber. Guru dapat saja memberitahukan di mana dan dalam bentuk apa informasi itu diperoleh, akan tetapi peserta didik dapat mengembangkan sumber-sumber itu serta mencari dengan caranya sendiri. Bebas merupakan salah satu strategi belajar yang sangat membantu dalam melaksanakan model belajar inkuiri, belajar berbasis masalah, belajar kooperatif, dan belajar berbasis projek. Strategi ini menggeser pusat belajar dari guru kepada peserta didik khususnya dalam menemukan dan memilih informasi serta caracara memperoleh, memilah, dan memilih informasi untuk memecahkan masalah atau pertanyaan yang diajukan oleh guru. Strategi ini juga memotivasi peserta didik berinteraksi dengan teman-temannya, guru, anggota keluarga dan orang-orang sekitarnya dalam upaya memperoleh informasi selengkap mugkin tentang topik yang dicarinya. Melalui penelusuran dan pengumpulan informasi itu, peserta didik mengembangkan kemampuan bertanya, berargumentasi, membaca, mengamati, serta menulis. Penelusuran dan pengumpulan informasi oleh peserta didik dapat dilakukan di luar jam pelajaran di kelas dan waktu belajar di kelas dapat dipergunakan untuk mendengar laporan peserta didik, diskusi, atau memperkaya informasi yang diperoleh oleh peserta didik. Penggunaan waktu belajar di kelas menjadi lebih efisien dan mengurangi keluhan guru atas kurangnya waktu untuk menyelesaikan bahan yang dituntut dalam kurikulum. Banyak bahanbahan pelajaran yang dapat dipelajari serta kesulitan belajar peserta didik diatasi di luar kelas dengan menggunakan Bebas. Dalam menerapkan Bebas, guru perlu melakukan hal-hal berikut. Pertama, guru perlu menetapkan tujuan belajar dengan rumusan indikator kompetensi yang jelas dan terukur. Tujuan belajar dalam Bebas hendaknya
menunjukkan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Dalam contoh Pemilu yang disebutkan sebelumnya, tujuan belajar diarahkan pada pemahaman peserta didik tentang Pemilu yang disajikan dalam tulisan esai. Kedua, guru menetapkan kriteria hasil pekerjaan peserta didik dalam wujud yang nyata dan menantang untuk mereka. Dalam contoh Pemilu itu, peserta didik diminta menuliskan pemahaman mereka tentang Pemilu dalam bentuk esai yang runtut dengan menjelaskan apa, bagaimana, dan untuk apa Pemilu itu. Ketiga, guru merencanakan secara lengkap proses pembelajaran. Guru perlu bekerja sama dengan petugas perpustakaan dan audiovisual di sekolah untuk mengetahui informasi dan bentuk media yang tersedia untuk keperluan peserta didik menyelesaikan tugas itu. Untuk pokok bahasan lain, guru mungkin perlu bekerja sama dengan petugas laboratorium (IPA, Kimia, Fisika, atau Bahasa). Keempat, guru menentukan jadwal waktu untuk mengerjakan tugas. Guru memberikan batas waktu penyelesaian tugas serta memberikan penjelasan bagaimana menyusun kegiatan waktu sehingga peserta didik dapat menyelesaikan tugas tepat waktu. Kelima, guru menetapkan kriteria penilaian secara jelas. Dalam menulis esai misalnya, perlu dijelaskan unsur-unsur penilaian seperti kelengkapan dan kejelasan informasi, keteraturan susunan informasi, penarikan kesimpulan, dan bahasa (keterbacaan). Keenam, guru menilai hasil pekerjaan peserta didik dan memberikan umpan balik. Ketujuh, guru menilai proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran untuk pokok bahasan yang bersangkutan secara keseluruhan. Internet dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber informasi untuk belajar. Sejumlah sekolah telah memiliki akses ke internet melalui komputer yang tersedia di sekolah dan peserta didik dapat menggunakannya. Bahkan ada juga sekolah yang menyediakan laboratorium komputer untuk peserta didik dan guru untuk keperluan pembelajaran. Dalam hal yang demikian, guru perlu bekerja sama dengan petugas laboratorium komputer dalam membimbing peserta didik menggunakan internet, khususnya tentang cara mencari informasi yang mereka perlukan di internet. Dalam penerapan Bebas fungsi guru lebih banyak sebagai pembimbing, fasilitator, dan pemandu peserta didik. Mengajarkan fakta-fakta atau pengetahuan lain digantikan dengan Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
87
Pengembangan Sumber Belajar
mengajarkan peserta didik cara belajar. Tujuan pembelajaran ialah memberikan kemampuan bagaimana menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi untuk keperluan belajar. Apabila dipahami dan diterapkan secara tepat oleh guru, Bebas dapat memberikan manfaat kepada siswa sebagai berikut. Pertama, Bebas dapat mewadahi gaya belajar, kemampuan, kebutuhan, dan minat peserta didik yang berbeda-beda karena masing-masing dapat memilih sumber belajar yang sesuai dengan dirinya. Kedua, Bebas dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan menilai secara kritis. Ketiga, oleh karena berusaha dan menemukan sendiri, pesera didik memperoleh pengalaman belajar yang bermakna sehingga mereka lebih bertanggung jawab dan percaya diri terhadap perolehan belajarnya. Keempat, Bebas melatih peserta didik terbiasa dengan teknologi informasi serta mampu menggunakannya secara efektif. Kelima, peserta didik menjadi terampil dalam bagaimana belajar secara mandiri mereka menjadi melek informasi, serta memiliki keterampilan belajar sepanjang hayat. Pelaksanaan Bebas di sekolah mungkin mengalami hambatan yang antara lain pemahaman guru tentang strategi ini masih kurang. Menggunakan aneka ragam media atau sumber belajar yang dirancang dan ditentukan sendiri oleh guru dan peserta didik belajar dari media itu bukan lah termasuk Bebas, karena masih berpusat kepada guru. Dalam bebas peserta didik secara leluasa mengidentifikasi sumber-sumber, menemukan, mengumpulkan, memilah dan memilah, menganalisis, dan mensintesiskan sendiri. Untuk dapat melakukan itu dengan baik, guru memberikan pedoman pada awal kegiatan. Oleh karena berbagai keterbatasan, masih banyak sekolah yang belum memiliki sumber belajar yang memadai di sekolah dilihat dari jenis dan kualitasnya. Keadaan yang demikian dapat menyurutkan motivasi peserta didik dalam menelusuri informasi yang mereka perlukan. Sementara itu guru masih kurang mampu mengenali dan mendayagunakan sumber-sumber belajar yang tersedia di lingkungan dalam melaksanakan Bebas. Menilai hasil belajar peserta didik melalui Bebas dapat juga menjadi beban bagi guru karena dia sendiri harus menguasai banyak informasi dari berbagai sumber untuk dapat menilai 88
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
pekerjaan peserta didik yang berbeda satu sama lain karena menggunakan sumber-sumber belajar yang berbeda. Dalam proses Bebas guru diharapkan pula memantau kegiatan peserta didik secara individual dan dalam hal-hal tertentu guru perlu mendampingi dan memotivasi peserta didik dalam melengkapi informasi yang diperlukan. Tugas-tugas yang demikian memerlukan waktu dan tenaga guru di luar jam pelajaran dan mungkin juga di luar sekolah. Keberhasilan pelaksanaan Bebas tidak terlepas dari kepemimpinan dan kebijakan kepala sekolah. Kepala sekolah diharapkan juga memahami Bebas ini dan mendirikan dukungan kepada guru dan peserta didik untuk melaksanakannya. Tenaga kependidikan lainnya di sekolah, orang tua, serta Komite Sekolah juga ikut berperan dalam memperlancar kegiatan belajar dalam Bebas ini.
Pusat Sumber Belajar Seperti telah diuraikan, dalam proses belajar dan membelajarkan dipergunakan berbagai jenis dan bentuk sumber belajar untuk keperluan berbagai tujuan pembelajaran. Lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya telah memiliki perpustakaan dan lembaga pendidikan tertentu memiliki beberapa jenis laboratorium seperti laboratorium IPA, Kimia, Fisika dan Bahasa, serta berbagai jenis alat praktek dan alat peraga. Agar pemeliharaan dan pemanfaatan sumber belajar dilakukan secara efisien dan efektif, perlu dikelola secara terpadu dalam satu unit kerja yang kemudian disebut Unit Sumber Belajar (USB), atau Pusat Sumber Belajar (PSB). Pada awalnya PSB mulai berkembang dari perguruan tinggi Merrill dan Drob (1974:15) mendefifinisikan PSB atau Center for Learning Resources sebagai “... an organized activity consisting of a director, staff, and equipment housed in one or more specialized facilities for the production, procurement, and presentation of instructional materials and the provision of development and planning services related to the curriculum and teaching on a general university campus” Pengertian ini menunjukkan lembaga PSB di perguruan tinggi dikelola secara khusus oleh seorang pemimpin dibantu oleh sejumlah pegawai. PSB menempati bangunan tersendiri dengan peralatan dan fasilitas untuk produksi serta pengadaan dan penyediaan berbagai
Pengembangan Sumber Belajar
bahan pembelajaran. Di samping itu PSB juga memberikan pelayanan kepada pendidik/dosen dalam mengembangkan kurikulum. Dalam perkembangannya, PSB memberikan juga pelayanan kepada peserta didik untuk belajar secara individual atau kelompok dengan menggunakan tempat serta sumber belajar yang diperlukan seperti buku, modul, media audiovisual, dan media berbasis komputer. Sedangkan pelayanan kepada pendidik dikembangkan dengan menyediakan tempat dan peralatan untuk merencanakan dan membuat media untuk keperluan belajar dan membelajarkan. Di samping itu petugas PSB tidak hanya membantu pendidik dalam merancang, mengembangkan dan membuat bahan ajar tetapi juga membantu dalam penyajian dan evaluasinya (Merril dan Drob, 1974: 3). Dengan demikian maka tempat atau bangunan PSB perlu dirancang secara khusus sehingga dapat menyimpan, merawat, mengembangkan, membuat dan memanfaatkan berbagai sumber belajar, baik untuk kebutuhan belajar secara individual maupun kelompok serta dapat dipergunakan sebagai tempat pelatihan pengembangan dan pemanfaatan aneka sumber belajar . Perkembangan PSB melalui empat fase. Fase pertama ialah dijadikannya perpustakaan sebagai PSB dengan koleksinya terbatas pada bahan cetakan. Fase kedua selaras dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, koleksi perpustakaan dilengkapi dengan bahan-bahan audio visual dan perlatan produksi. Fase ketiga, perpustakaan yang memiliki koleksi bahan cetak, audiovisual, dan peralatan produksi dilengkapi dengan ruangan belajar non tradisional yang memungkinkan peserta didik atau pendidik belajar secara individual atau kelompok. Fase keempat pusat belajar yang telah mempunyai fasilitas seperti dalam fase ketiga dilengkapi dengan sarana untuk pengembangan sistem instruksional untuk guru dengan bantuan petugas PSB. Pengembangan PSB dalam tahap kelima memberikan ciri khasnya. Di sini terlihat kombinasi yang terpadu dari berbagai sumber belajar yang meliputi pesan, orang, alat, bahan, teknik, dan latar dengan tujuan belajar dan membelajarkan. Pengembangan sistem instruksional merupakan proses yang sistematis dan berkesinambungan untuk membantu peserta didik memperkaya pengalaman belajar secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan
sistem pembelajaran yang memberdayakan berbagai sumber belajar akan meningkatkan mutu proses dan hasil belajar. Ada terdapat banyak dan bertambah terus model pengembangan pembelajaran yang dirancang untuk tujuan pembelajaran tertentu serta tidak dapat langsung diterapkan untuk keperluan berbeda. Pendidik perlu mengkaji model-model pembelajaran yang ada, memodifikasi sesuai dengan tujuan pembelajaran, bahkan bila perlu membuat model pembelajaran sendiri. (Gustafon & Branch, 1997). Untuk dapat memperoleh model pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan dan lingkungan belajar dan membelajarkan, pendidik perlu memiliki dasar-dasar atau pertimbangan psikologi, pendekatan sistem, dan teori komunikasi yang sesuai untuk pengambilan keputusan (Seels & Glasgow, 1998). Dalam konteks ini pulalah PSB membantu pendidik merancang dan mengembangkan sistem instruksional dengan menyediakan berbagai media, peralatan produksi, dan bantuan tenaga teknis. Secara umum fungsi PSB dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan lembaga pendidikan karena yang penting dalam penerapannya adalah keefektifan fungsi dalam menunjang pencapaian tujuan atau kompetensi pembelajaran. Tetapi dalam setiap PSB ada fungsi dominan yang menjadi ciri utamanya : (1) fungsi pengembangan sistem instruksional, (2) fungsi pelayanan media pembelajaran, (3) fungsi produksi media pembelajaran, (4) fungsi pelatihan, dan (5) fungsi administrasi. Fungsi pengembangan sistem instruksional merupakan fungsi utama PSB karena kegiatannya bermuara dari fungsi ini, kemudian menyebar ke fungsi-fungsi lainnya. Fungsi ini membantu pendidik serta fasilitator membuat rancangan pembelajaran untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran. Dengan adanya fungsi pengembangan ini maka kebutuhan yang tidak tersedia di pasaran dapat dipenuhi. Fungsi pelayanan media memberikan pelayanan kepada pendidik, atau fasilitator untuk memenuhi kebutuhan media pembelajaran, mulai dari memilih media yang tepat, teknik penyajiannya, sampai kepada pemanfaatan berbagai jenis media lainnya. Sedangkan layanan kepada peserta didik berupa layanan belajar individual atau kelompok yang berbasis media, khususnya media pembelajaran audiovisual atau media elektronik lainnya. Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
89
Pengembangan Sumber Belajar
Fungsi produksi media pembelajaran berhubungan dengan pengadaan media pembelajaran yang tidak ada di pasaran sehingga harus diproduksi sesuai dengan kebutuhan kurikulum yang ada. Sedangkan fungsi pelatihan bertanggung jawab atas pengembangan kemampuan sumber daya manusia , baik pendidik maupun tenaga kependidkan lainnya. Bagi tenaga pendidik adalah untuk meningkatkan kompetensi membelajarkan, khususnya dalam mengguna-kan media dan sumber-sumber belajar lainnya, sedangkan bagi tenaga kependidikan adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan sumber belajar dan pelayanan yang baik bagi pengguna PSB. Fungsi administrasi bertanggung jawab terhadap pengelolaan layanan, sumber-sumber belajar dan pengadminstrasian fungsi-fungsi lainnya sehingga setiap pelayanan kepada pengguna PSB dapat berlangsung secara tertib dan lancar. Walaupun fungsi ini seakan-akan sebagai pendukung, peranannya ikut menentukan kelancaran dan mutu pelayanan PSB. Sejalan dengan perkembangan kebutuhan belajar dan membelajarkan di perguruan tinggi, tugas dan fungsi PSB mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, fungsi dan kegiatan PSB (Learning Resource Center) di beberapa lembaga pendidikan di luar negeri seperti Pine Manor College di Massachusets, San Diego College di California, Asnuntuck University College, Xavier University of Louisiana, University of Louisiana, dan University of Texas menunjukkan bahwa walupun masih berfungsi memproduksi bahan ajar dalam berbagai bentuk media, PSB lebih menekankan pada pelayanan program pembelajaran individual kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai jenis dan tampilan modul dan pelayanan peningkatan kemampuan mengembangkan desain pembelajaran dan meningkatkan kemampuan pendidik untuk membelajarkan antara lain dengan menyelenggarakan seminar, lokakarya, simposium, dan kolokium. PSB juga memberikan pelayanan kepada pendidik di luar lembaganya dalam meningkatkan kemampuan pendidik dan tenaga kependidikan dalam menggunakan aneka sumber belajar serta kemampuan mengelola PSB. Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, berbagai jenis pelayanan itu dilakukan melalui e-learning dan on-line learning atau virtual learning. Dengan demikian, salah satu indikator mutu suatu 90
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
lembaga pendidikan adalah keadaan dan pelayanan PSB yang dimilikinya. .
Mengembangkan PSB
Pendekatan pembelajaran berpusat pada peserta didik juga dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dalam satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, aspiratif, menyenangkan, menantang memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup untuk berprakarsa, kreatif, dan mandiri sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Pasal 19, ayat 1). Proses pembelajaran yang demikian sulit dapat dilakukan tanpa menggunakan berbagai sumber belajar. Pergeseran paradigma pendidikan menghendaki belajar dan membelajarkan menggunakan berbagai sumber termasuk lingkungan dan teknologi informasi dan komunikasi. Pendidik diharapkan dapat menggunakan sumber belajar secara tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik pesan/bahan ajar, karakteristik peserta didik, serta karakteristik sumber belajar itu sendiri. Oleh karena itu keberhasilan pemberdayaan sumber belajar dalam proses belajar dan membelajarkan bergantung pada kemauan dan kemampuan pendidik untuk menemukenali dan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia di lingkungan tempat terjadinya proses belajar dan membelajarkan. Di sejumlah sekolah dasar yang termasuk dalam Program CLLC Unesco-Unicef, MBE USAID, serta program-program sejenis yang dibina oleh NGO terlihat peningkatan pemanfaatan aneka sumber belajar dalam proses belajar dan membelajarkan. Hasil positif yang diperoleh telah memberikan imbas ke sekolah-sekolah lainnya sehingga banyak sekolah tersebar di seluruh Indonesia mulai mengembangkan aneka sumber belajar yang berada di lingkungannya. Dengan menggunakan aneka sumber belajar berbagai kesulitan dalam rangka meningkatkan mutu proses dan hasil belajar dan membelajarkan dapat diatasi (USAID, 2006) Sementara itu dalam pengamatan ke berbagai sekolah di tingkat pendidikan dasar dan menengah, pemanfaatan aneka sumber belajar di kebanyakan sekolah masih belum seperti diharapkan. Sungguhpun para pendidik
Pengembangan Sumber Belajar
mengatakan bahwa mereka mengetahui konsep belajar aktif, belajar kontekstual dengan berbagai model pembelajaran yang menuntut penggunaan berbagai sumber belajar, tetapi hasil pengamatan menunjukkan lebih dari sebagian dari kelas yang diamati, proses belajar dan membelajarkan masih berpusat kepada guru (Yuhetty, 2006: 81-82). Sementara itu kebijakan manajemen berbasis sekolah serta sistem pendanaan melalui Biaya Operasional Sekolah (BOS) dapat mematikan kreativitas sekolah dalam mengembangkan dan mendayagunakan aneka sumber belajar. Dalam keadaan demikian pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efisien, dan menyenangkan sukar dapat diwujudkan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar dan membelajarkan di sekolah (Sitepu, 2006). Hasil pengamatan sejumlah mahasiswa Pascasarjana UNILA (Prodi TP S2) ke beberapa SD, SMP dan SMA di Lampung dalam bulan April dan Mei 2008 menunjukkan bahwa (1) pada umumnya guru belum memanfaatkan aneka sumber belajar yang terdapat di lingkungan sekolah; (2) peralatan seperti OHP, komputer dan LCD masih sangat terbatas jumlahnya dan belum banyak dipergunakan dalam proses pembelajaran di kelas; (3) alat peraga, peralatan laboratorium dan perpustakaan kurang terawat; (4) belum ada tenaga khusus pengelola sumber-sumber belajar yang tersedia di sekolah; dan (5) dianggap perlu melakukan pelatihan terhadap pendidik bagaimana cara mengembangkan aneka sumber belajar terintegrasi dengan pengembangan sistem pembelajaran. Sungguhpun kesadaran akan pentingnya sumber belajar, telah tumbuh keadaan dan perkembangan lembaga PSB dalam arti yang sesungguhnya kurang berkembang di pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pada umumnya sekolah belum memiliki lembaga atau unit kerja yang disebut PSB, sungguhpun di sekolah itu memiliki perpustakaan, laboratorium, dan media audiovisual. Perpustakaan sekolah, laboratorium dan media audiovisual masih dikelola secara tersendiri. Di beberapa perguruan tinggi terdapat unit pelaksana teknis yang disebut PSB, namun belum berkembang dan berfungsi sebagaimana seharusnya. Mengingat pentingnya peranan aneka sumber belajar, dalam proses belajarmembelajarkan khususnya dalam Bebas, sekolah perlu mengembangkan sumber-sumber belajar di masing-masing sekolah secara
terintegerasi. Pengembangan sumber-sumber belajar itu dapat dimulai dari yang sederhana atau dari apa yang ada, namun pemanfaatannya diintegrasikan ke dalam proses belajarmembelajarkan. Secara bertahap sekolah dapat membentuk Unit Sumber Belajar yang di dalamnya ada perpustakaan, media audiovisual, alat-alat peraga/praktek, dan komputer. USB lebih sederhana dari pada PSB di lihat dari organisasi, koleksi, dan pengelolaannya. Pengembangan USB ini diikuti dengan pengayaan koleksinya yang tidak hanya produk yang dibeli tetapi juga termasuk karya peserta didik dan guru.
Penutup Pergeseran paradigma atas pendidikan dan tuntutan akan perubahan proses pembelajaran, sebagai akibat dari kemajuan berpikir dan kebutuhan masyarakat, membuat penyelenggaraan pendidikan pada umumnya dan pengelolaan pembelajaran pada khususnya perlu melakukan inovasi. Salah satu hal yang dapat dilakukan ialah mendayagunakan aneka sumber belajar dan peserta didik diberikan kemampuan bagaimana cara belajar sehingga mereka dapat belajar secara mandiri dan sepanjang hayat. Pendidik dibantu oleh tenaga kependidikan diharapkan dapat menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis peserta didik dengan mendayagunakan berbagai sumber belajar yang berbasis lingkungan secara kreatif dan inovatif sehingga terwujud proses pembelajaran yang menyenangkan, efisien, dan efektif. Dalam mengembangkan dan memanfaatkan aneka sumber belajar secara optimal, keberadaan USB/PSB sangat diperlukan untuk membantu pendidik dan peserta didik meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran tidak hanya selama tetapi juga di luar jam belajar. USB/PSB dapat mengatasi berbagai kesulitan pendidik dan peserta didik apabila direncanakan dengan baik serta dikelola secara profesional. USB/PSB pada hakikatnya dapat dikembangkan tidak hanya di satuan pendidi-kan dasar dan menengah atau di perguruan tinggi, tetapi juga sanngat bermanfaat di pusat-pusat pendidikan dan pelatihan (Pusdiklat). USB/PSB kelihatannya belum berkembang pesat di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Masih diperlukan perhatian dan Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
91
Pengembangan Sumber Belajar
kebijakan dari pimpinan lembaga-lembaga pendidikan untuk memfungsikan dan mengembangkan USB/PSB di tempatnya masingmasing. Payung kebijakan berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional akan dapat memotivasi pertumbuhan, perkembangan, dan pemanfaatan USB/PSB secara nasional.
Daftar Pustaka AECT. (1986). Definisi teknologi pendidikan. Penerjemah: Yusufhadi Miarso dkk. Jakarta: Rajawali bekerja sama dengan Pusat Antar Universitas di Universitas Terbuka Anderson, O.W. dan Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom’s taxanomy of educational objectives. New York: Addison Wesley Longman Asnuntuck Community College, http://www. commnet. edu Dorrell, J. (1993). Resource-based learning: Using open and flexible learning resources for continous development. Berkshire: McGrawHill Book Company Europe Gustafson, K.L. & Branch, R.M. (1977). Survey of instructional development models. Syracuse, N.Y.: Clearinghouse on Information & Technology. Januszewski, A. (2002). Educational technology: The development of a concept. Englewood, Colorado: Libraries Unlimited Januszewski, A. & Molenda, M. (2008). Educational technology: A definition with commentary. New York: Lawrence Erlbaum Associates Mann, D. (1974). Policy decision-making: An Introduction to calculation and control. New York: Teachers College Press Merril, I.R. & Drob, H. A. (1974). Criteria for planning the college and university learning resources center. Washington D.C. : AECT Miarso, Y. (2004). Menyemai benih teknologi pendidikan. Jakarta Prenada Media bekerja sama dengan Pusat Teknologi dan Informasi Pendidikan Miarso, Y. (2008). Teknologi yang berwajah humanis. Jurnal Pendidikan Penabur, 09 (06), 50 - 58 Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005. www.depdiknas.go.id/ inlink.php?to=snp 92
Jurnal Pendidikan Penabur - No.11/Tahun ke-7/Desember 2008
Pine Manor College, http://www.pmc.edu Rahadi, A. (2005). Menuju kelembagaan pusat sumber belajar (learning resources center). Dalam Purwanto (ed). Jejak langkah perkembangan teknologi pendidikan di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan Reigeluth, C.M. & Garfinkle, J.G. (Eds). (1994). Systemic change in education. Englewood Cliffs, N.J.: Educational Technology Publications. Reigeluth, C.M. (1999). What is instructionaldesign theory and how is it changing?. Dalam Instructional-design theories dan models. Volume II: A new paradigm of instructional theory. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Reiser, R.A. dan Dempsey, J.V. eds. (2002). Trends and issues in instructional design and technology. London: Pearson Education Seels, B.B. and Richey, R.C.. (1994). Instructional technology: The definition and domains of the field. Whasington, DC: AECT Simon, H.A. (1997). Administrative behavior: A study of decision-making process in administrative organizations. New York: The Free Press Surry, R.W. (1997). Diffusion theory and instructional technology. Makalah yang dipaparkan di Konferensi Tahunan AECT, Albuquerque, New Maxico February 12 – 15, 1977.
[email protected] University of Louisiana, http://www.lsu.edu University of Texas At Austin, http//www. utexas. edu USAID. (2006). Managing basic education: Developing local government capacity. Annual report, September 2005-september 2006. Tidak diterbitkan. Warren, M.D. (20020. Embracing the information age in public education: An interview with Michael Warren.Vision. November/ December 2002. http://ts.mivu.org/ default.asp?show=article&id=1049 Wikipedia, International covenant on economic, social and cultural rights, http. Wikipedia org/wiki/human_right Xavier University of Louiciana, http://www. xula. edu Yuhetty, H. (2006). Laporan kajian: Prakarsa sekolah dalam meningkatkan mutu proses pendidikan (studi kasus pada sekolah terpilih). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional