Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain
PENGEMBANGAN DESAIN KIOSK MODULAR PENDUKUNG AKTIVITAS TRANSIT DAN TRANSPORTASI ALTERNATIF DI KOTA BANDUNG STUDI KASUS: PINTU SELATAN STASIUN BANDUNG Sakti Nuzan Ramadhan
Ir. Oemar Handojo, M.Sn
Program Studi Sarjana Desain Produk, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : kiosk, pertukaran moda, stasiun, transit, transportasi alternatif ABSTRAK Kota Bandung telah berkembang menjadi kota besar yang menaungi beragam kegiatan: dari pusat pemerintahan tingkat provinsi dan kota, serta titik tujuan bisnis dan rekreasi bagi banyak penduduk di dalam dan luarnya. Keberadaan Pintu Selatan Stasiun Bandung sebagai salah satu pusat transit transportasi publik di Bandung dituntut untuk dapat berfungsi penuh dalam mendukung beragam kebutuhan penggunanya; dengan jumlah penggunanya yang banyak sebagai potensi dan keterbatasan ruang dalam penyediaan fasilitas sebagai tantangan. Produk kiosk modular diajukan sebagai solusi dalam mendukung terbentuknya pola transit yang sehat baik bagi pengunjung dengan tujuan komuter maupun wisata, dan menunjang pemilihan pertukaran moda transportasi, termasuk potensi aplikasi sistem bike sharing sebagai sebuah moda transportasi alternatif di dalamnya.
ABSTRACT As Bandung City develops into a big city, it has also broadened the range of activities within: from being a home for both provincial and municipal government to a productive business and tourism destination. The presence of Stasiun Bandung’s South Gate as Bandung’s primary transit area for public transportations requires it to fully function in supporting its user’s various needs, along with its potential and challenge; namely its large number of daily users that contradicts fact of its limited space in facilitating transit activities. The development for a modular kiosk is therefore proposed as a solution in accommodating an advanced pattern to facilitate both its commuting and tourism activities, and provide further options for modal interchanges, as well as prospective bike sharing system that serves as an alternative transportation modes within the area.
PENDAHULUAN Kota Bandung, yang menurut SIAK Provinsi Jawa Barat tahun 2011 telah menjadi rumah bagi lebih dari 2,5 juta manusia serta menjadi pusat beragam kegiatan mulai dari pemerintahan, bisnis, dan rekreasi memiliki beragam fungsi wilayah yang tersebar berdasarkan rencana tata ruang wilayah kota yang dicanangkan. Penyediaan titik-titik pusat transit dengan pengembangan moda transportasi pendukungnya kemudian dibutuhkan untuk menghubungkan area-area ini sehingga tercipta pola transit yang baik. Stasiun Bandung, yang sering juga disebut dengan nama Stasiun Hall, memiliki nilai yang tinggi dalam perjalanan sejarah pembangunan kota Bandung. Stasiun yang telah berdiri lebih dari 120 tahun ini terus memperbarui pengelolaan sistem transit dan fasilitas fisiknya demi menunjang kemudahan akses dan penggunaan bagi pengunjung (Kunto, 1984). Pemugaran pada tahun 1990 telah memfasilitasi akses baru terhadap stasiun ini, yaitu area Pintu Utara di muka Jalan Kebon Kawung yang menjadi alternatif akses selain dari Pintu Selatan di Jalan Stasiun Timur. Namun, pemugaran ini menyebabkan ketimpangan dalam hal pelayanan serta fasilitas fisik di area Pintu Selatan yang kemudian keutamaan penggunaannya dialihfungsikan hanya kepada aktivitas transit penumpang dan calon penumpang kereta kelas bisnis dan ekonomi. Perbedaan yang signifikan terlihat adalah tidak tersedianya akses parkir yang dikelola langsung oleh pihak PT KAI di area Pintu Selatan. Selain itu, Pintu Utara Stasiun Bandung pun menyediakan banyak akses terhadap kebutuhan primer penumpang dan calon penumpang kereta api, seperti misalnya pusat informasi dan customer service, reservasi hotel dan taksi, serta area tunggu/boarding untuk penumpang yang telah memiliki tiket kereta; juga fasilitas sekunder yang terdiri dari bank, kafe yang dikelola oleh PT KAI, serta kantin dan restoran. Dengan permasalahan keterbatasan lahan yang dapat difungsikan dibandingkan dengan area Pintu Utara (lihat Gambar 1), aktivitas transit dan jangkauan pertukaran moda transportasi sebagai pilihan akses dari dan menuju area Pintu Selatan tidak dapat terjadi secara maksimal. Padahal, sehari-harinya fungsi area Pintu Selatan yang berhadapan langsung dengan Terminal Stasiun Hall ini masih tetap krusial dalam mengakomodir beragam kegiatan transit, seperti kegiatan komuter dan rekreasi. Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 1
Pengembangan Desain Kiosk Modular Pendukung Aktivitas Transit dan Transportasi Alternatif di Kota Bandung Studi Kasus: Pintu Selatan Stasiun Bandung
Gambar 1. Denah Area & Fasilitas Stasiun Bandung (sumber: PT. KAI)
Grafik 1. Okupansi Penumpang Kereta di Stasiun Bandung Tahun 2012 (sumber: PT. KAI)
Angka penggunaan area ini pun, dilihat dari jumlah penumpang kereta kelas bisnis dan ekonomi yang mengakses Stasiun Bandung, cukup signifikan. Dari Grafik 1 di bawah dapat disimpulkan bahwa jumlah pengguna kereta Kereta Rel Diesel (KRD) Patas dan Ekonomi jauh melampaui jumlah pengguna kereta lain yang transit di wilayah Stasiun Bandung ini. Pada jam-jam puncak penggunaannya, area Pintu Selatan ini dapat dipenuhi oleh beragam kalangan yang menggunakan kereta api sebagai moda transportasi pendukung kegiatan komuter dan wisata mereka. Pukul 7 sampai 10 pagi dan pukul 2 siang sampai 5 sore, misalnya, Pintu Selatan ini dipenuhi oleh kalangan pelajar sekolah, mahasiswa, dan pekerja yang berangkat dari dan menuju beragam kota dan kabupaten satelit yang terhubung dengan Kota Bandung melalui jaringan rel kereta api. Berdasarkan hasil kuesioner yang disebar kepada 48 responden di area Pintu Selatan Stasiun Bandung, 95% sampel pengguna area Pintu Selatan berasal dari penumpang KRD dengan tujuan komuter dari kota-kota satelit di sekitar Bandung seperti Cicalengka, Padalarang, Cimahi, dan Rancaekek (lihat Grafik 2).
Grafik 2. Hasil Kuesioner terhadap Pengguna Pintu Selatan Stasiun Bandung, 21 November 2012 (sumber: penulis)
2 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Sakti Nuzan
Hasil kuesioner di atas juga menunjukkan fakta mengenai persentase usia produktif yang signifikan dalam lingkup pengguna stasiun (71%), frekuensi yang tinggi dalam penggunaan, yaitu 6-7 kali dalam seminggu bagi 45% responden, dan keberagaman yang merata dalam konteks jarak antara stasiun dengan tempat tujuannya di Kota Bandung. Sementara, dalam menunjang kelangsungan beragam aktivitas transit dalam wilayah stasiun, jangkauan yang luas dalam konteks pertukaran moda transportasi pun harus dapat diakomodir. Pertukaran antar moda transportasi, atau transport interchange, adalah sebuah hubungan antara sistem transportasi dengan bangunan pendukungnya yang mengintegrasikan berbagai moda transportasi publik dalam satu titik transit. Fenomena ini lahir dari kebutuhan yang semakin tinggi atas jasa yang dapat mengakomodir perpindahan lebih jauh dengan waktu yang lebih pendek (Edwards, 2011:8). Berdasarkan pengamatan dalam lingkup area Pintu Selatan Stasiun Bandung, kemungkinan pertukaran moda transportasi di area ini dapat dikategorikan pada kendaraan pribadi, yaitu mobil dan motor; transportasi pribadi seperti bus dan angkutan kota (angkot) yang didukung oleh keberadaan Terminal St. Hall di seberang muka Pintu Selatan stasiun; dan transportasi paratransit seperti taksi motor (ojeg) dan becak.
Gambar 2. Kondisi Eksisting Pertukaran Moda Transportasi di Area Pintu Selatan (sumber: penulis)
Peluang Desain Peluang yang kemudian diambil untuk mengelaborasikan kebutuhan aktivasi ruang di wilayah Pintu Selatan Stasiun Bandung dengan kemungkinan pertukaran moda transportasi adalah sistem bike sharing sebagai sebuah transportasi alternatif. Dalam pelaksanannya, bike sharing memfungsikan berbagai aspek sebagai komponen utama penunjang keberlangsungan sistemnya, yaitu: (a) sepeda yang mudah dikenali (biasanya dibedakan dari struktur atau warna yang mencolok), (b) shelter penyimpanan, (c) sistem informasi yang mengatur prosedur penyewaan untuk mencegah pencurian dan vandalism (yang beragam mulai dari pengoperasian oleh manusia hingga teknologi user interface), (d) sistem distribusi dan redistribusi sepeda, dan (e) konsiderasi operasional yang mencakup kebutuhan spesifik pengguna, segmentasi market, hingga model bisnis (Susan, et. al., 2010: 162). Program bike sharing yang telah dijalankan di Kota Bandung adalah Bike.Bdg, yang diinisiasi oleh komunitas nonprofit dan mengakomodir penyewaan sepeda dari dan ke setiap shelter yang disediakan, dengan tiap shelter-nya dilengkapi dengan sistem pengoperasian yang mengandalkan tenaga manusia. Dalam wawancara dengan Agam Prabowo, salah satu pengemban projek Bike.Bdg, didapat informasi mengenai rute jaringan yang direncanakan oleh projek ini, yaitu 6 buah shelter di sepanjang Jalan Ir. H. Djuanda (Dago) dan daerah Buah Batu. Tabel 1 di bawah menjelaskan mengenai kondisi pengoperasian sistem Bike.Bdg dihadapkan dengan aspek-aspek pendukung sistemnya.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3
Pengembangan Desain Kiosk Modular Pendukung Aktivitas Transit dan Transportasi Alternatif di Kota Bandung Studi Kasus: Pintu Selatan Stasiun Bandung Tabel 1. Kondisi Pengoperasian Sistem Bike.Bdg Aspek Pendukung Sistem
Aplikasi Program Bike.Bdg
Sepeda
Sepeda dikenali dengan identitas warna. Penyediaan sepeda beragam fungsi, yaitu mountain bike, city bike, folding bike, dan electric bike.
Shelter Penyimpanan
Tersebar di beragam titik di sepanjang Jalan Dago dan Buah Batu.
Sistem Informasi & Penyewaan
Terhubung dengan shelter penyimpanan; calon pengguna diharuskan untuk dating ke shelter dan mendaftarkan diri sebagai member menggunakan kartu identitas yang sah. Sistem ini ditangani dengan operator manusia yang mendata pengguna dan kondisi sepeda secara manual.
Distribusi dan Redistribusi Sepeda
Redistribusi hanya dilakukan malam hari ketika shelter selesai beroperasi. Perangkat yang digunakan adalah satu buah mobil pick-up.
Konsiderasi Pengoperasian
Sistem ini mengedepankan pula tujuan rekreatif dalam bike sharing, khususnya pada program car free day mingguan.
Proses Studi Kreatif Dalam mendesain produk untuk mendukung kegiatan transit di area Pintu Selatan Stasiun Bandung ini, batasan masalah yang dijadikan acuan oleh penulis adalah:
kebutuhan untuk mengakomodir berbagai tujuan dalam kegiatan transit di area Pintu Selatan Stasiun Bandung, aktivasi atas ruang area Pintu Selatan Stasiun Bandung yang terbatas, lemahnya pengaturan atas distribusi dan alur keluar-masuk pengunjung di area Pintu Selatan Stasiun Bandung, peluang dalam memfasilitasi terjadinya kegiatan pertukaran moda transportasi.
Konsep desain yang diajukan adalah rancangan sebuah kiosk modular yang, dengan pendekatan desain tepat guna berdasarkan pengamatan dan penelitian, dapat mendorong terjadinya sebuah sistem transit dan pertukaran moda transportasi yang baik di area Pintu Selatan Stasiun Bandung, dengan permasalahan keterbatasan ruang yang menjadi pertimbangan penulis dalam mendesain. Kiosk modular ini ditujukan untuk memfungsikan ruang yang terbatas di area Pintu Selatan Stasiun Bandung menjadi area transit yang terakomodir untuk berbagai kegiatan di dalamnya, misalnya kegiatan komuter dan wisata. Selain itu, kiosk modular ini dirancang untuk mendukung kegiatan pertukaran moda transportasi di dalam lingkup area Pintu Selatan Stasiun Bandung dengan memfungsikan sistem transportasi alternatif bike sharing dalam pengoperasiannya. Ketika pengguna dan calon pengguna kereta api mendapatkan manfaat dalam konteks efisiensi waktu dan usaha dalam penggunaan area Pintu Selatan Stasiun Bandung untuk kegiatan transit, maka tercapailah tujuan penulis dalam mendesain produk ini.
Hasil Studi dan Pembahasan Studi yang dilakukan dalam tahap pengembangan desain mencakup eksperimentasi dalam konteks ergonomi, ukuran, bentuk, warna dan semantika, serta material. Studi ukuran dan ergonomi menarik pengukuran tinggi pinggang dan jarak pandang manusia dewasa dengan persentil 95 dan 5, yaitu 68 cm hingga 91 cm (Panero, 1979: 40). Konsiderasi ini mengacu pada fungsi area Stasiun Bandung sebagai tempat transit bagi orang dari berbagai daerah dan latar belakang
4 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Sakti Nuzan
Gambar 3. Studi pembagian fungsi ruang pada produk kiosk modular (sumber: penulis)
Gambar 4. Bentuk gerbong kereta dan aplikasi warna identitas PT. KAI (sumber: PT. KAI)
Gambar 5. Studi 3 dimensi rangka modular dalam sistem docking penyimpanan sepeda (sumber: penulis)
etnis, termasuk pula pengunjung asing. Selain itu, studi ukuran dilakukan dalam tujuan memperkirakan ukuran tempat penyimpanan sepeda sebagai salah satu bagian dari kiosk modular ini. Penyimpanan sepeda dalam tujuan pengoperasian sistem bike sharing ini mengaplikasikan penggunaan sepeda tipe folding bike dan city bike, dengan dimensi panjang keduanya mengambil persentil rata-rata, yaitu 150 cm. Penggunaan kiosk modular yang memfungsikan dirinya sebagai pusat pendukung kegiatan transit dan pertukaran moda transportasi ini membutuhkan konsiderasi dalam pembagian fungsi ruangan-ruangannya (Gambar 3). Perancangan pembagian fungsi (blocking) ini memperhatikan kebutuhan-kebutuhan berdasarkan aktivitas yang terjadi dalam produk kiosk ini, yaitu: Pengoperasian area penjualan makanan, koran dan majalah, dan tourist information, yang mencakup penempatan furnitur dan meja interaksi antara pengunjung dan penjaga kiosk; Pengoperasian sistem sewa dan peminjaman sepeda, yang terdiri dari meja dan komputer, area loket (interaksi antara penyewa sepeda dan penjaga kiosk), alur masuk dan keluar untuk sepeda, dan kamera CCTV; Area penyimpanan sepeda. Studi warna dan semantika produk mengacu kepada citra gerbong kereta api sebagai sebuah bentuk dasar (Gambar 4). Pengembangan bentuk ini kemudian menyesuaikan terhadap kebutuhan perancangan produk agar dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan pengoperasiannya. Dalam konteks aplikasi material produk perancangan produk yang mendukung kegiatan di area-area transit ini mengacu pada kondisi-kondisi yang ada di area Pintu Selatan Stasiun Bandung. Beberapa hal yang dikembangkan menjadi konsiderasi dalam perancangan adalah sebagai berikut:
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5
Pengembangan Desain Kiosk Modular Pendukung Aktivitas Transit dan Transportasi Alternatif di Kota Bandung Studi Kasus: Pintu Selatan Stasiun Bandung
Gambar 6. Finalisasi desain kiosk modular (sumber: penulis)
Gambar 7. Montase penempatan produk di area Pintu Selatan Stasiun Bandung (sumber: penulis)
Aplikasi sistem pre-fabrication, yaitu praktik pemasangan assembly dan sub-assembly sebelum penempatan, yang memudahkan instalasi di area yang direncanakan untuk terbangun. Keuntungan sistem ini adalah fabrikasi terhadap komponen-komponen yang dibutuhkan untuk terbentuk secara khusus dan meminimalisir waktu konstruksi dan instalasi. Sistem modular yang mengharuskan aplikasi material yang memungkinkan untuk dilakukan kuncian. Keunggulannya antara lain, efisiensi penggunaan bahan dan material, serta kemudahan dalam modifikasi bentuk dan fungsi lain sesuai kebutuhan area transit. Berat dan ukuran modul serta material yang memungkinkan untuk transportasi dan pemindahan. Kemudahan sistem pemasangan modul dan kuncian serta pengamanannya.
Desain Akhir Setelah menempuh berbagai tahap studi dan pengamatan serta proses perancangan di atas, desain akhir untuk kiosk modular pendukung kegiatan transit di area Pintu Selatan Stasiun Bandung diputuskan seperti tampak pada Gambar 6. Dimensi produk yang diputuskan adalah 7.8 m x 5.2 m x 3.2 m, mengikuti area spesifik yang tersedia sebagai potensi penempatan di area Pintu Selatan Stasiun Bandung. Operasional yang dilakukan untuk menunjang fungsi produk ini mencakup kegiatan penjualan produk pendukung kebutuhan transit, seperti makanan ringan dan majalah, reservasi taksi dan hotel, dan informasi turis; serta pengoperasian sistem bike sharing. Dalam pelaksanaan sistem penyewaan sepeda (bike sharing) di area kiosk ini, kegiatan pengoperasian mencakup aktivitas administrasi yang mencatat dan mendaftarkan setiap penggunaan sepeda ke dalam sistem melalui komputer. Setiap pengunjung yang datang akan mendapatkan informasi mengenai sistem penyewaan dan rute penempatan shelter bike sharing lain pada panel yang tersedia. Selanjutnya, pengunjung mendaftarkan diri ke area loket, mengambil jenis sepeda sesuai kebutuhannya, dan melakukan registrasi yang akan mencatat identitas pengguna serta kondisi sepeda sebelum pemakaian melalui kamera CCTV yang tersedia di area kiosk (lihat Gambar 8). Dengan begitu, kondisi sepeda akan dapat dibandingkan sebelum serta sesudah pemakaian, dan pengguna akan bertanggungjawab atas segala kerusakan sepeda yang terjadi saat pemakaian.
6 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1
Sakti Nuzan
Gambar 8. Operasional Sistem Peminjaman Sepeda (sumber: penulis)
Agar sistem moda transportasi alternatif ini dapat beroperasi dengan baik, maka diformulasikan pula rancangan ajuan rute jaringan shelter penyewaan sepeda yang menghubungkan titik area Pintu Selatan Stasiun Bandung di Jalan Stasiun Barat dengan tempat-tempat potensial di sekitarnya sesuai dengan kebutuhan pengguna; yaitu Pasar Baru, Paskal Hypersquare, SMAN 6 dan SMAN 4, Balai Kota, Museum Konperensi Asia-Afrika, dan daerah Dago.
Penutup Keberadaan Stasiun Bandung sebagai salah satu pusat transit transportasi publik utama di Kota Bandung seharusnya dapat mendukung orientasi berbasis transit dalam pembangunan kota. Pada kenyataannya, masih banyak pengembangan dan sekaligus peluang yang dapat dibangun oleh pihak operasional stasiun melalui kerjasama dengan berbagai pihak, dan bantuan dalam bidang keilmuan desain produk. Maka dari itu, proses desain produk kiosk modular yang dilakukan oleh penulis yang bertujuan mengaktivasi ruang stasiun, secara khusus Pintu Selatan Stasiun Bandung, diharapkan dapat menjadi sebuah produk terintegrasi yang dapat diaplikasikan sebagai produk penunjang kegiatan transit di areaarea publik dengan lahan dan ruang terbatas, tidak terkhususkan hanya pada area Stasiun Bandung, namun juga titiktitik pusat transit dalam kota lainnya. Penelitian yang dilakukan penulis masih dapat disempurnakan dalam berbagai hal, yaitu kerjasama yang terintegrasi antara pihak pengelola area tempat studi kasus dilakukan, yaitu Stasiun Bandung, dengan beragam pihak yang dapat membantu terjadinya aktivitas yang sehat dalam berbagai konteks termasuk pertukaran moda transportasi. Kerjasama beragam disiplin ilmu, misalnya penataan kota, ilmu pemerintahan, termasuk pula desain produk sangat dianjurkan. Dengan begitu, perencanaan yang disusun diharapkan untuk dapat menggeser perilaku mobilisasi masyarakat kota Bandung menjadi lebih teratur dan sehat. Dalam hal pengembangan produk, beberapa hal yang menjadi evaluasi penulis adalah pengelolaan sistem bike sharing dalam produk kiosk ini, yang dalam kondisi ideal diharapkan untuk bisa menjadi moda transportasi alternatif yang semakin diperhitungkan. Pada kondisi ini, maka sistem penyediaan sepeda harus dapat menyesuaikan permintaan pengguna dan calon pengguna, misalnya dengan menambah area penyimpanan sepeda dan mengaplikasikan sistem yang terpantau dengan baik. Keberadaan kiosk modular ini juga mendukung modifikasi bentuk sesuai dengan kebutuhan area transit secara spesifik, sehingga dalam pengembangan aplikasinya di tempat-tempat publik lain, perencanaan pembangunan harus dapat mengakomodir kebutuhan umum dan khusus dari penggunanya.
Pembimbing Artikel ini merupakan laporan perancangan Tugas Akhir Program Studi Sarjana Desain Produk FSRD ITB. Pengerjaan tugas akhir ini disupervisi oleh pembimbing Ir. Oemar Handojo, M.Sn.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7
Pengembangan Desain Kiosk Modular Pendukung Aktivitas Transit dan Transportasi Alternatif di Kota Bandung Studi Kasus: Pintu Selatan Stasiun Bandung
Daftar Pustaka Blow, Christopher. 2005. Transport Terminals and Modal Interchanges: Planning and Design. Architectural Press: Oxford Edwards, Brian. 2011. Sustainability and The Design of Transport Interchanges. Taylor and Francis Group: New York Gris Orange Consultant, 2009. Bike-Sharing Guide. Public Works and Government Services Canada: Ottawa Indonesia, Kereta Api. Stasiun Bandung, 3 Mei 2010. http://indonesianheritagerailway.com/index.php?option=com_content&view=article&id=145&Itemid=168&lang=id Kunto, Haryoto. 1984. Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Granesia: Jakarta Li, Janice P. 2000. Train Station Passenger Flow Study. Winter Simulation Conference 2000: Newark Perkeretapian, Direktorat Jenderal. 2011. Rencana Induk Perkeretaapian Nasional. Jakarta. Shaheen, Susan A., et. al. 2010. Bikesharing in Europe, America, and Asia: Past, Present, and Future. Transportation Board Research of The National Academies: Washington D.C. Tamin, R.Z., Tamin, O.Z. 2005. Peran Sistem Prasarana Transportasi Jalan Kabupaten Dalam Menunjang Pengembangan Wilayah. Konferensi Regional Teknik Jalan Ke-8 (KRTJ-8), Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HPJI). Van der Ven, Joris. 2009. Potensi Pasar Kereta Api di Indonesia. Indonesia Infrastructure Initiative: Jakarta
8 | Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1