PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI DESA LONTAR KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh: RATIH PERMITA SARI 6661091382
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG 2014
Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri. – Ibu Kartini
“Kawruh kang marakake reseping ati sasama iku
kawruh donya kang mumpangati” (Ilmu yang menyebabkan ketentraman hati adalah ilmu dunia yang bermanfaat)
Skripsi ini saya persembahkan ,,,, Untuk orangtua dan orang-orang tersayang yang telah banyak membantu dan memberi dukungannya selalu
ABSTRAK Ratih Permita Sari. 6661091382. Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Dosen Pembimbing I: Riny Handayani, S.Si., M.Si. Dosen Pembimbing II: Juliannes Cadith, M.Si Kata Kunci: Pengelolaan, Wilayah Pesisir Fokus dalam penelitian ini adalah pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar. Teori yang digunakan dalam penelitian adalah teori Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dari Dahuri (2008). Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif dengan teknik observasi dan wawancara mendalam. Teknik analisis data penelitian menggunakan analisis data Prasetya Irawan (2005). Hasil penelitian bahwa pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar masih belum optimal karena dalam perencanaan yang dibuat tidak adanya ikut serta dari masyarakat lokal Desa Lontar, dalam pelaksanaan pengelolaannya masih banyak kekurangan-kekurangan serta hambatan-hambatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten Serang yang terkait, masih lemahnya pengawasan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar, dan Evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu. Saran dalam penelitian yaitu membuat perencanaan yang bersifat bottom up, meningkatkan kesadaran serta peran serta masyarakat dalam pengelolaan yang terpadu dan berorientasi kepada masa depan/keberlanjutan, meningkatkan koordinasi dari tiap stakeholder secara berkesinambungan dan sistematis, menindak tegas segala pelanggaran yang tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin parah di Pesisir Desa Lontar.
ABSTRACT Ratih Permita Sari. 6661091382. The Management of the coastal area In the Village of Lontar Sub-districts Tirtayasa District Serang. Department of Public Administration. Faculty of Social and Political Science. The 1st advisor : Riny Handayani, S.Si., M.Si. 2nd advisor : Juliannes Cadith, M.Si. Keywords: Management, Coastal Area Focus in this research is The Management of the coastal area In the Village of Lontar Sub-districts Tirtayasa District Serang. The purpose of this research to know the management of the coastal area In the Village of Lontar. Theory used in this research is theory the management of the coastal area is integrated from Dahuri (2008). The research method used qualitative observation techniques and in-depth interviews. Technique of data analysis in this study uses data analysis Prasetya Irawan (2005). The results showed that the management of the coastal area in the village of Lontar has still not optimal because in the planning made the absence of local community participated at the village of ejection, in the implementation of the operations are still many deficiencies and constraints that come from the community itself or from the County Government, still weak monitoring of the Department of Marine, Fishery, Energy, and Mineral Resources District Serang in the management of the coastal area in the village of Lontar, and evaluation is not continuous. The recommendation in this research that is make a planning bottom up, raising awareness and community participation in the management of an integrated and oriented to the future/sustainability, improve coordination of stakeholders continuously and systematically, resolutely crack down on any violations that do not comply with the principles of integrated coastal area management in order not to damage the environment is getting worse in the coastal village of Ejection.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Adapun Penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam penyusunan Skripsi ini penulis melibatkan banyak pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa pengajaran, bimbingan, dukungan moral dan materil, maupun keterangan-keterangan yang sangat berguna hingga tersusunnya Skripsi ini. Untuk itu, dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat., M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, yang juga merupakan Dosen Pembimbing Akademik.
i
ii
4. Mia Dwianna W, M.Ikom selaku Wakil Dekan II Bidang Keuangan dan Umum FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Ismanto, S.Sos., MM selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Rina Yulianti, S.IP., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Anis Fuad, S.Sos., M.Si selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 8. Riny Handayani S.Si., M.Si Pembimbing I skripsi bagi penulis yang senantiasa
memberikan
masukan
yang
bermanfaat
dalam
setiap
bimbingan. 9. Julianes Cadith, M.Si Pembimbing II skripsi bagi penulis yang senantiasa memberikan kritik dan saran yang berguna bagi penulis selama proses bimbingan. 10. Kepada seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah dan pernah memberikan bekal-bekal ilmiah kepada peneliti selama proses belajar mengajar. 11. Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil DKPESDM Kabupaten Serang Mumun Munawaroh, S.Pi, M.Si yang telah memberikan data dan informasi kepada Peneliti.
ii
iii
12. Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Pemukiman, dan Prasarana Wilayah BAPPEDA Kabupaten Serang Freddy L Sinurat, ST, M.Si yang telah menjadi narasumber bagi peneliti. 13. Pihak Kecamatan Tirtayasa dan Pihak Desa Lontar yang telah memberikan data dan informasi kepada Peneliti. Serta seluruh masyarakat Desa Lontar yang telah menjadi narasumber bagi peneliti. 14. Bapak, Mamah, Mbak. Mas, dan Adik tercinta yang tidak pernah lelah untuk terus memberikan cinta dan keceriaan serta senantiasa memberikan semangat dan doa yang begitu tulus. 15. Riski Panji Prakoso yang selalu membantu, memberi semangat dan dukungannya kepada penulis. 16. Sahabat-sahabat tercinta, Ria Purnama, Rikhnawati, Elisa Tanini, Tiara Aktobrianti, Lisnawati, Dewi Sartika, Anindya Ayu, Listina Apriasari, Nuria Pratiwi, Ari Hardiawan, Irsyad Mahdi, Ismet Feridiana, Yan Adi, Bagus Pratama, Doni Winarno, Lutfi Hardiansyah, Ahmad Fazlurahman, Indra Miftah, Ryan Pratama, Prima Erfido, Gilang Prama yang selalu memberikan inspirasi. 17. Teman-teman kelas C Reguler 2009, yang dengan senang hati memberikan semangat serta dukungan kepada penulis dalam mengerjakan proposal skripsi ini. Serta tidak lupa juga untuk teman-teman kelas B dan A angkatan 2009, yang memberikan warna lain kepada penulis selama perkuliahan.
iii
iv
18. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, terimakasih telah bersedia membantu dan memberikan informasi dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan keterbatasan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati memohon maaf atas kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam Skripsi ini, peneliti berharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
Serang, 5 Juni 2014
Ratih Permita Sari
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI .................................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah .......................................................
1
1.2. Identifikasi Masalah .............................................................
13
1.3. Pembatasan Masalah .............................................................
14
1.4. Rumusan Masalah .................................................................
14
1.5. Tujuan Penelitian ..................................................................
15
1.6. Manfaat Penelitian .................................................................
15
v
vi
1.6.1 Secara Teoritis .............................................................
15
1.6.2 Secara Praktis ..............................................................
15
1.7. Sistematika Penulisan ...........................................................
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR 2.1. Tinjauan Pustaka ..................................................................
23
2.1.1. Definisi Manajemen ....................................................
24
2.1.1.1. Unsur-Unsur Manajemen ..............................
26
2.1.1.2. Fungsi-Fungsi Manajemen .............................
27
2.1.1.3. Prinsip-Prinsip Manajemen ............................
30
2.1.2. Karakteristik Umum Pesisir dan Laut .........................
32
2.1.2.1. Batasan Kawasan Pantai (Pesisir) dan Perairan /Laut ............................................................................
33
2.1.2.2. Paradigma Baru dan Pendekatan Yang Serasi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan .................
35
2.1.3. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir ......................
38
2.1.3.1. Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir .....................................................................................
40
2.1.3.2. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Wilayah Pesisir .........................................................................
40
2.1.3.3. Dasar Pertimbangan Pengembangan Daerah Pantai ...........................................................................
41
2.1.3.4. Tipologi Perkembangan Daerah Pantai .........
42
vii
2.1.3.5. Pengaturan dan Pengendalian Pengembangan Daerah Pantai .............................................................
42
2.1.3.6. Konsepsi Dasar Pengembangan dan Pengendalian Potensi ........................................................................
43
2.1.4. Manajemen Kawasan Pesisir Secara Terpadu ............
43
2.1.5. Sistem Manajemen (Pengelolaan) Sumberdaya Perairan Laut yang Komprehensif ............................................
46
2.2. Kerangka Berpikir .................................................................
50
2.3. Asumsi Dasar ........................................................................
53
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ..................................................................
54
3.2. Instrumen Penelitian ..............................................................
56
3.2.1. Pengamatan Berperanserta ..........................................
56
3.2.2. Manusia Sebagai Instrumen ........................................
56
3.3. Informan Penelitian ..............................................................
58
3.4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................
60
3.4.1. Studi Kepustakaan ........................................................
61
3.4.2. Obsevasi ......................................................................
61
3.4.3. Wawancara ..................................................................
63
3.4.3.1. Pedoman Wawancara .......................................
64
3.4.4. Dokumentasi ................................................................
68
3.5. Teknik Analisis Data .............................................................
68
viii
3.6. Pemeriksaan Keabsahan Data ..............................................
71
3.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian ................................................
73
3.7.1. Lokasi Penelitian .........................................................
73
3.7.2. Jadwal Penelitian ..........................................................
73
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Objek .....................................................................
75
4.1.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang .........................
75
4.1.2. Deskripsi Wilayah Kecamatan Tirtayasa ....................
79
4.1.3. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................
81
4.1.4. Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Serang ......
83
4.1.5. Gambaran Umum Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang .........................................................................
86
4.2. Deskripsi Data Penelitian ....................................................
88
4.3. Daftar Informan Penelitian ..................................................
91
4.4. Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian ..........................
94
4.4.1. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar ................................................................................................
95
4.4.2. Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar ................................................................................................
109
4.4.3. Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar ................................................................................................
120
ix
BAB V
4.4.4. Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar ....
125
4.5. Pembahasan ..........................................................................
132
KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ............................................................................
137
5.2 Saran ......................................................................................
139
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Kerangka Berpikir .........................................................
53
Gambar 3.1 Proses Analisis Data ....................................................................
71
Gambar 4.1 Strategi Rencana Penataan Kawasan Pantai Lontar Indah ......... 126
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Nama Pulau-Pulau di Kabupaten Serang ............................
5
Tabel 1.2 Nama Desa di Kecamatan Tirtayasa ...............................................
6
Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM) .......
9
Tabel 1.4 Data Perusahaan Penambang Pasir Laut di Kabupaten Serang ......
10
Tabel 2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen .............................................................
27
Tabel 3.1 Informan Penelitian ........................................................................
61
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara .....................................................................
64
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian ............................................................................
76
Tabel 4.1 Nama Desa di Kecamatan Tirtayasa ..............................................
83
Tabel 4.2 Keterangan Informan .....................................................................
96
Tabel 4.3 Temuan Lapangan .......................................................................... 140
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah pesisir (coastal zone) menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Dalam
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor:
KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu disebutkan sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja dan pendapatan penduduk. Wilayah pesisir sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati, sumberdaya non-hayati, sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan dimana sumberdaya hayati terdiri atas ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta ekosistemnya. Sumberdaya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut. Sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut, yang terkait dengan kelautan dan perikanan. Sedangkan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
1
2
Kecil. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai keunggulan karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Kondisi perairan pantai yang baik, tidak akan hanya menguntungkan secara ekologis, tetapi juga merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat, baik secara langsung bagi masyarakat sekitar pesisir atau nelayan, maupun secara tidak langsung bagi masyarakat lainnya. Kekayaan sumberdaya tersebut mendorong berbagai pihak terkait (stakeholders) seperti instansi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk meregulasi dan memanfaatkannya. Masing-masing pihak terkait tersebut menyusun perencanaannya tanpa mempertimbangkan perencanaan yang disusun pihak lain, khususnya di wilayah pesisir yang berkembang pesat. Perbedaan fokus rencana tersebut memicu kompetisi pemanfaatan dan tumpang tindih perencanaan yang bermuara pada konflik pengelolaan. Konflik ini semakin berkembang akibat lemahnya
kemampuan
Pemerintah
dalam
mengkoordinasikan
berbagai
perencanaan sektor dan swasta. Di samping berbagai potensi kewilayahan dan kekayaan sumber daya tersebut, wilayah pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil Indonesia sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan bencana, mengingat letak dan posisi geografis Indonesia berada pada daerah “the rings of fire”, sehingga rentan terhadap bencana alam terutama bencana gempa bumi, tsunami, longsor lahan, banjir dan sebagainya. Selain itu wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil juga rentan terhadap bencana akibat kegiatan manusia (man made disaster), seperti erosi
3
pantai, sedimentasi, intrusi air laut akibat kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun. (Mukhtasor 2007:xvi) Diperlukan suatu manajemen yang baik dan terpadu dalam mengelola serta mengembangkan kawasan pesisir. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja tetapi harus diatur dengan sebaik-baiknya. Karena jika manajemen ini baik maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat. Mismanagement (salah urus) harus dihindari, karena mismanagement akan menimbulkan kerugian, pemborosan, bahkan tujuan tidak akan tercapai. Dalam Undang-undang No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan
suatu
proses
perencanaan,
pemanfaatan,
pengawasan,
dan
pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam dekade terakhir ini telah terjadi berbagai macam kemunduran fungsi (kerusakan) di wilayah pesisir Indonesia. Kemunduran fungsi tersebut sebagian besar disebabkan oleh berkembangnya pemukiman kumuh tanpa sistem sanitasi yang layak, berkembangnya berbagai jenis industri, serta pembukaan lahan untuk usaha akuakultur dan pemukiman mewah tanpa melalui studi kelayakan dan studi dampak proposional. Berbagai dampak dari kemunduran
4
fungsi tersebut telah terjadi di sebagian besar wilayah pesisir Indonesia. (www.oseanografi.lipi.go.id) Provinsi Banten mempunyai 78 pulau-pulau, diperkirakan 1/3 bagian wilayahnya terdiri dari lautan dengan luas perairan Provinsi Banten sekitar 11.134,224 km² dengan panjang pantai sekitar 501 km. Kekayaan alam kelautan dan sumberdaya pesisir yang dimiliki Banten antara lain berupa sumberdaya perikanan, sumberdaya hayati seperti mangrove (hutan bakau), terumbu karang, padang lamun, dan termasuk bahan tambang lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. (Mukhtar,2013) Sebagai daerah dengan wilayah berbatasan langsung dengan laut, Kabupaten Serang memiliki wilayah pesisir yang terdiri dari beberapa kecamatan, yaitu Kecamatan Anyar, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Cinangka, Kecamatan
Kramatwatu,
Kecamatan
Pontang,
Kecamatan
Pulo
Ampel,
Kecamatan Tanara, dan Kecamatan Tirtayasa. Selain itu juga wilayah perairan Kabupaten Serang memiliki pulau-pulau kecil yaitu:
5
Tabel 1.1 Daftar Nama Pulau-Pulau di Kabupaten Serang No 1
Nama Pulau Pulau Sangiang (Sanghyang)
Luas (ha) 845,5
2
Pulau Salira
1,875
3
Pulau Kali (dua pulau, utara dan selatan)
4
Pulau Tarahan
5
Pulau Kemanisan
7,5
6
Pulau Cikantung
1,25
7
Pulau Pamujan Besar
15
8
Pulau Pamujan Kecil
0,63
9
Pulau Tunda
257,5
10
Pulau Panjang
P. Kali Utara 3 ha, P. Kali Selatan 3,5 ha 11,875
820
Letak Desa Cikoneng Kecamatan Anyer Desa Mangunrejo Kecamatan Bojonegara Desa Pulau Ampel Kecamatan Bojonegara Desa Marga Giri Kecamatan Bojonegara Desa Bojonegara Kecamatan Bojonegara Desa Bojonegara Kecamatan Bojonegara Desa Susukan Kecamatan Pontang Desa Damas Kecamatan Pontang Desa Wargasara Kecamatan Tirtayasa Desa Pulo Panjang Kecamatan Pulo Ampel
Sumber: (www.serangkab.go.id), 2013
Dengan karakteristik seperti di atas, maka pemanfaatan sumberdaya pesisir secara optimal dan berkesinambungan hanya dapat terwujud jika pengelolaannya dilakukan secara terpadu, dan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. Namun kondisi Teluk Banten Kabupaten Serang berdasarkan data yang dimiliki FKPN (Front Kebangkitan Petani dan Nelayan) pada tahun 2003, Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Serang, Ir.Anang Mulyana mengutarakan bahwa mulai dari perairan Pulo Panjang,
6
Bojonegara, Keramatwatu, Pontang, Tirtayasa sangat memprihatinkan. Kualitas lingkungan menurun, bahkan kondisi diberbagai titik teridentifikasi melampaui standar baku mutu lingkungan. Kecamatan Tirtayasa memiliki 14 Desa dimana 6 Desa diantaranya merupakan wilayah pesisir/pantai yaitu Desa Sujung, Desa Lontar, Desa Susukan, Desa Wargasara, Desa Tengkurak, dan Desa Alang-alang. Tabel 1.2 Nama Desa di KecamatanTirtayasa Uraian
Desa 1. Tengkurak 2. Tirtayasa 3. Laban 4. Puser 5. Samparwadi 6. Sujung 7. Kebon 8. Kebuyutan 9. Kemanisan 10. Pontang Legon 11. Susukan 12. Alang-alang 13. Lontar 14. Wargasara
Luas Wilayah (KM²) 4,15 2,30 2,31 1,55 2,21 9,45 2,45 2,18 1,80 3,22 9,10 4,65 5,45 2,37
Pantai/Pesisir √ √ √ √ √ √
Dataran √ √ √ √ √ √ √ √ -
Sumber: Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, 2013
Kecamatan Tirtayasa yang letaknya di jalur pantura, mempunyai nilai strategis karena mempunyai luas laut yang memadai. Desa Lontar merupakan salah satu daerah pesisir yang berada di Kecamatan Tirtayasa yang memiliki banyak potensi untuk dikelola namun masih belum optimal.
7
Berdasarkan keterangan dari Pak Marsyad (Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar) dan Pak Sutiadi dari Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN), masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta sehingga menimbulkan pertentangan-pertentangan di masyarakat Desa Lontar. Serta kurangnya Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Wilayah Pesisir sehingga banyak Masyarakat Desa Lontar yang tidak mengetahui untuk perencanaan pembangunan wilayah pesisir di desa mereka. Masyarakat Desa Lontar sebagian besar mata pencahariannya bergantung kepada sumberdaya yang ada di wilayah pesisir yaitu sebagai nelayan tradisional yang terbagi menjadi nelayan tangkap, nelayan budi daya rumput laut, dan nelayan tambak. Di Desa Lontar terdapat tambak dimana beberapa tambak yang ada terlihat tidak terurus dan dipenuhi oleh sampah dan lumut. Desa Lontar memiliki potensi sumberdaya hayati yang cukup baik, yaitu ikan dan rumput laut. Desa Lontar juga memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai sarana bagi nelayan tangkap ikan laut untuk menjual hasil tangkap mereka. Menurut Karyawan TPI Desa Lontar Pak Marsyad, nelayan yang menjual hasil tangkapnya bukan hanya berasal dari Desa Lontar saja, namun juga terdapat nelayan pendatang dari desa-desa lain karena menurut para nelayan harga jual ikan lebih menjanjikan dan juga akses menuju tempat pelelangan ikan Lontar lebih cepat daripada tempat pelelangan ikan lain. Namun, karena adanya penambangan pasir laut di perairan Desa Lontar mengganggu dan menghambat ruang gerak dari
8
nelayan untuk menangkap ikan karena jarak kapal penambang pasir cukup dekat dan merupakan wilayah nelayan untuk mencari ikan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Serang nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang, Pantai Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum di Kabupaten Serang. Namun, tempat wisata ini keadaannya tidak terurus dan juga sepi dari wisatawan karena akses jalan untuk menuju ke Pantai Lontar rusak dan sarana fasilitas yang masih sangat minim. Selain itu, masih kurangnya Pemerintah dalam mempromosikan tempat wisata Pantai Lontar Indah ini. Desa Lontar memiliki banyak potensi untuk dikelola, namun berdasarkan keterangan dari Kecamatan Tirtayasa yaitu Pak Arsali, dari tiap tahunnya Desa Lontar merupakan Desa yang paling banyak penduduk miskinnya jika dibandingkan dengan desa-desa lain yang ada di Kecamatan Tirtayasa. Sesuai dengan tabel berikut ini:
9
Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Desa Tengkurak Tirtayasa Laban Puser Samparwadi Sujung Kebon Kebuyutan Kemanisan Pontang Legon Susukan Alang-alang Lontar Wargasara
Tahun 2013 Jumlah RSTPM 207 38 65 106 45 75 62 82 147 122 117 157 527 113
Jumlah KK 688 979 563 671 615 967 705 476 612 559 1242 687 1028 354
Persentase (%) 30,08 % 3,88 % 11,54 % 15,79 % 7,31 % 7,75 % 8,79 % 17,22 % 24,01 % 21,82 % 9,42 % 22,85 % 51,26 % 31,92 %
Sumber: Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. 2013
Dari data Tabel 1.3 di atas dapat diketahui bahwa Desa Lontar merupakan desa yang memiliki Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM) terbanyak yaitu sebanyak 527 KK (Kepala Keluarga). Dimana indikator dari penentuan Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM) ini adalah dilihat dari lantai rumah yang sudah berupa keramik atau belum, dan kebanyakan rumah yang dimiliki oleh masyarakat Desa Lontar masih berupa gubuk dan berlantaikan tanah. Pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Lontar yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Serang adalah dengan memanfaatkan sumberdaya non hayati yaitu pasir. Di Desa Lontar terdapat kegiatan aktivitas penambangan pasir laut. Penambangan pasir laut tersebut merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Serang dengan pihak swasta, menurut Pak A.Hisyam Gunawan Kepala
10
Bidang Pertambangan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral
Kabupaten
Serang
dimana
yang
melakukan
seluruh
kegiatan
penambangan pasir adalah dari pihak swasta sedangkan pemerintah yang memberikan izin dan hanya sebagai pengawas. Adapun perusahaan-perusahaan yang mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Kabupaten Serang adalah sebagai berikut: Tabel 1.4 Data Perusahaan Penambang Pasir Laut di Wilayah Perairan Kabupaten Serang
No 1.
2.
3. 4.
Perusahaan PT. Jetstar
Lokasi Usaha
Lepas Pantai Utara Kab. Serang Kec Tirtayasa PT. Permata Lepas Pantai Utara Sumber Energi Kab.Serang Kec.Pulo Ampel PT. Pentapilindo Lepas Pantai Selat Dayajaya Sunda Kec.Anyer PT. Sinar Serang Lepas Pantai Utara Kec. Tirtayasa dan Kec. Pulo Ampel
Jangka Waktu 2 Tahun
Tanggal Terbit Izin 25 Desember 2011
2 Tahun
20 Februari 2013
2 Tahun
19 Juni 2012
2 Tahun
8 Oktober 2012
Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Serang, 2013
Berdasarkan tabel 1.4 di atas perusahaan yang memiliki Izin Usaha Tambang (IUP) untuk melakukan penambangan pasir laut di Desa Lontar ada 2, yaitu PT. Jetstar dan PT. Sinar Serang. Adanya kegiatan tambang pasir ini menurut masyarakat Desa Lontar dapat merugikan dan merusak wilayah pesisir serta sumberdaya pesisir yang ada. Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir yang terintegrasi penting adanya koordinasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan perusahaan agar semua pihak terkait dapat merasakan kepuasan serta keuntungan dari adanya penambangan pasir tersebut. Namun dalam
11
penambangan pasir di Desa Lontar, menurut Pak Sutiadi dari Front Kebangkitan Petani dan Nelayan (FKPN) bahwa Pemerintah dirasa tidak memihak kepada masyarakat, baik dari KOMNAS HAM, POLDA, Kementrian Perikanan dan Kelautan, Komisi IV DPRI, dan Pemerintah Kabupaten Serang karena tetap memberikan izin meskipun masyarakat menolak dan meminta kepada Pemerintah Kabupaten Serang untuk mencabut izin tersebut. Selain penambangan pasir laut yang dilakukan oleh pihak swasta, di Desa Lontar juga terdapat penambangan pasir darat yang dilakukan di pesisir-pesisir pantai oleh masyarakat sekitar. Dimana penambangan pasir yang dilakukan oleh masyarakat tersebut tidak ada yang memiliki izin usaha tambang dari Pemerintah Kabupaten Serang. Dari data yang terdapat di atas, permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar adalah Pertama, kurangnya keterpaduan dari berbagai pihak terkait yaitu instansi pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. Kedua, Kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengembangkan potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Lontar. Di Desa Lontar memiliki potensi sumber daya pesisir untuk dikembangkan seperti adanya tambak, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), serta tempat wisata umum pantai. Namun potensi yang ada tidak dapat berkembang karena kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Serang.
12
Ketiga, masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta sehingga menimbulkan pertentangan-pertentangan di masyarakat Desa Lontar. Serta kurangnya Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Wilayah Pesisir sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui untuk perencanaan pembangunan wilayah pesisir di desa mereka. Keempat, adanya pengelolaan sumber daya pesisir yang tidak optimal yaitu adanya kegiatan penambangan pasir di wilayah Desa Lontar. Penambangan pasir laut sudah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di pesisir Desa Lontar yaitu semakin bertambahnya abrasi dan akan berdampak buruk bagi keberlangsungan kehidupan sumberdaya hayati yang ada di laut untuk kedepannya jika penambangan pasir laut terus menerus dilakukan dan meresahkan warga terutama nelayan. Di perairan Desa Lontar terdapat dua perusahaan yang memiliki izin penambangan pasir laut yaitu PT. Jetstar dan PT. Sinar Serang sedangkan untuk penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat tidak ada yang memiliki izin. Tujuan utama dari pengelolaan pesisir adalah untuk memanfaatkannya sumber daya pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun dalam kenyataannya kesejahteraan masyarakat Desa Lontar belum terpenuhi yang sebagian besar mata pencahariannya adalah sebagai nelayan tradisional yang terbagi menjadi nelayan tangkap, nelayan budi daya rumput, dan nelayan tambak. Berdasarkan data yang didapat, Desa Lontar memiliki jumlah rumah tangga sasaran (RTS)/ penduduk miskin yang terbanyak diantara desa lainnya di Kecamatan Tirtayasa yaitu sebanyak 527 KK (Kepala Keluarga).
13
Kelima, kurang memihaknya pemerintah kepada masyarakat terkait aktivitas penambangan pasir laut. Dalam melaksanakan pengelolaan wilayah pesisir yang terintegrasi penting adanya koordinasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan pengusaha agar semua pihak terkait dapat merasakan kepuasan serta keuntungan dari adanya penambangan pasir tersebut. Namun dalam penambangan pasir laut di Desa Lontar, Pak Sutiadi FKPN (Front Kebangkitan Petani dan Nelayan) berpendapat bahwa Pemerintah dirasa tidak memihak kepada masyarakat. Itu beberapa masalah yang ditemukan peneliti dalam observasi awal, maka berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang”. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, penelitian ini perlu adanya identifikasi masalah, dari hasil studi pendahuluan peneliti mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yaitu sebagai berikut: 1. Kurangnya keterpaduan dari berbagai pihak terkait yaitu instansi pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. 2. Kurangnya
perhatian
dari
Pemerintah
Kabupaten
Serang
dalam
mengembangkan potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Lontar. 3. Masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta.
14
4. Kurang tegasnya Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengambil keputusan terhadap pemanfaatan sumberdaya pesisir di Desa Lontar yang belum memiliki izin. 5. Masih belum terpenuhinya kesejahteraan masyarakat Desa Lontar. 1.3 Batasan Masalah Dari uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan identifikasi masalah, maka peneliti mencoba membatasi masalah penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi bahasan masalah yang akan diteliti yaitu mengenai “Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang”. 1.4 Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka sebagai rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut “Bagaimana Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang ?”
15
1.5 Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan Ilmu administrasi dan pemecahan permasalahan administrasi khususnya mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang dan dapat digunakan sebagai dasar atau referensi dalam melakukan penelitian sejenis atau penelitian selanjutnya dibidang Manajemen Publik. 1.6.2 Secara praktis Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan saran untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. 1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah mengapa peneliti mengambil judul penelitian tersebut, lalu identifikasi masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
16
1.1 Latar Belakang Masalah Latar belakang menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif, dari lingkup yang paling umum hingga menukik ke masalah yang paling spesifik, yang relevan dengan judul skripsi. Materi dari uraian ini, dapat bersumber pada hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil seminar ilmiah, hasil pengamatan, hasil pribadi, dan intuisi logis. Latar belakang berkaitan timbulnya masalah perlu diuraikan secara jelas faktual dan logis. 1.2 Identifikasi Masalah Identifikasi
masalah
adalah
mengidentifikasikan
dikaitkan
dengan
tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti. Penelitian atau dengan masalah atau variabel yang akan diteliti. 1.3 Batasan Masalah Pembatasan masalah lebih difokuskan pada masalah-masalah yang akan diajukan dalam rumusan masalah yang akan diteliti. Pembatasan masalah dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan. 1.4 Rumusan Masalah Setelah identifikasi masalah, langkah selanjutnya adalah memilih dan menetapkan masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan judul penelitian. Kalimat yang biasa dipakai dalam pembatasan masalah ini adalah kalimat pertanyaan. Perumusan masalah adalah mendefinisikan permasalahan yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan definisi operasional. 1.5 Tujuan Penelitian
17
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah yang telah dirumuskan. Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah penelitian. 1.6 Manfaat Penelitian Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR Pada bab ini, peneliti memaparkan teori-teori dari beberapa ahli yang relevan terhadap masalah dan fenomena yang ada. Setelah memaparkan teori, lalu membuat kerangka berpikir yang menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari deskripsi teori, dan kemudian asumsi dasar yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti. 2.1 Tinjauan Pustaka Mengkaji
berbagai
teori
dan
konsep-konsep
yang
relevan
dengan
permasalahan dan variabel penelitian, kemudian menyusunya secara teratur dan rapi yang digunakan untuk merumuskan asumsi dasar. Dengan mengkaji berbagai teori dan konsep-konsep maka kita akan memiliki konsep penelitian yang jelas, dapat menyusun pertanyaan yang rinci untuk penyelidikan, serta dapat menemukan hubungan antar variabel yang diteliti. Hasil penting lainnya dari kajian teori adalah didapatkan kerangka konseptual menurut peneliti, yang didalamnya tergambar konstruk dari variabel yang akan diukur, selain itu dari kajian teori akan diturunkan dalam bentuk kisi-kisi instrumen. 2.2 Kerangka Berfikir
18
Kerangka berfikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca mengapa ia mempunyai anggapan seperti yang dinyatakan dalam hipotesis biasanya untuk memperjelas maksud peneliti, kerangka berfikir dapat dilengkapi dengan sebuah bagan yang menunjukan alur pikir peneliti serta kaitan antar variabel yang diteliti. Bagan tersebut disebut juga dengan nama paradigma atau model penelitian. 2.3 Asumsi Dasar Asumsi dasar merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diteliti, dan akan dicari kebenarannya. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian mencakup beberapa uraian penjelasan mengenai metode penelitian, informan penelitian, teknik pengolahan data dan analisis data, dan tempat dan waktu penelitian tersebut dilaksanakan. 3.1 Metodologi Penelitian Menjelaskan metode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian. Metod penelitian antara lain dapat berbentu ; ex post facto, experiment, survey, descriptive, case study, action research, dan sebagainya.
3.2 Instrumen Penelitian Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpul data yang digunakan, proses pengumpulan data, dan teknik penentuan kualitas
19
instrumen. Sedangkan penelitian kualitatif, instrumennya adalah peneliti itu sendiri. 3.3 Informan Penelitian Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dimana sampelnya disebut informan dan atau key informan yang dipilih secara langsung untuk pengumpulan data-data penelitian. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. 3.5 Teknik Analisa Data Penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan. 3.6 Pemeriksaan Keabsahan Data Pemeriksaan Keabsahan Data digunakan peneliti untuk menguji keabsahan data.
20
3.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian Menjelaskan lokasi dan dan alasan memilih lokasi penelitian, terkait tempat dan jadwal penelitian tersebut dilaksanakan. Kalau dipandang perlu dapat sedikit diberi deskripsi tentang tempat penelitian dilaksanakan dan disajikan dalam bentuk tabel. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian Penjelasan mengenai obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari informan atau key informan yang telah ditetntukan, serta hal lain yang berhubungan dengan obyek penelitian. 4.2 Deskripsi Data Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan menggunakan teknik analisis data yang relevan. 4.3 Pembahasan Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data. Pada akhir pembahasan peneliti dapat mengemukakan berbagai keterbatasan yang mungkin terdapat dalam pelaksanaan penelitiannya. Keterbatasan ini dapat dijadikan rekomendasi terhadap penelitian lebih lanjut dalam bidang yang menjadi obyek penelitiannya, demi pengembangan ilmu pengetahuan.
21
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara jelas, singkat dan juga mudah dipahami. Kesimpulan juga harus sejalan dengan permasalahan serta asumsi dasar penelitian. 5.2 Saran Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis maupun secara praktis. Saran praktis biasanya lebih operasional
sedangkan
pada
aspek
teoritis
lebih
mengarah
pada
pengembangan konsep atau teori.
HALAMAN BELAKANG Daftar Pustaka Memuat daftar referensi yang digunakan dalam penyusunan skripsi. Daftar referensi bisa bersumber dari buku, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, majalah, koran, website, dan/atau web blog. Lampiran Berisi mengenai daftar dokumen yang menunjang data penelitian seperti: 1. Surat ijin penelitian 2. Lampiran tabel 3. Lampiran gambar 4. Lampiran grafik 5. Instrumen penelitian
22
6. Riwayat hidup peneliti disertai foto, dan 7. Dokumen lainya yang relevan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan kumpulan teori-teori yang akan digunakan oleh peneliti untuk menjawab masalah atau fenomena yang sedang diteliti. Beberapa definisi teori yang dikemukakan dan disajikan di bawah ini akan memberikan gambaran bahwa pandangan atau paradigma penyusun definisi berpengaruh terhadap konsep dasar teorinya. Snelbecker (1974:31) dalam Moleong (2006:57) mendefinisikan teori sebagai seperangkat proposisi yang berinteraksi secara sintaksi dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Definisi berikutnya dikemukakan oleh Marx dan Goodson (1976:235) dalam Moleong (2006:57) yang menyatakan bahwa teori ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas reprensentatif simbolik. Terakhir, Glaser dan Strauss (1967:1,3,35) dalam Moleong (2006:57) membobolkan konsep dasar teori klasik dengan menyodorkan rumusan teori dari dasar, yaitu teori yang berasal dari data dan yang diperoleh secara analitis dan sistematis melalui metode komparatif; selanjutnya dikemukakan bahwa unsur-unsur teori mencakup kategori konseptual dengan kawasannya dan hipotesis atau hubungan yang digeneralisasikan diantara kategori dan kawasannya. Dengan penggunaan teori akan ditemukan cara yang
23
24
tepat untuk mengelola sumber daya, waktu yang singkat untuk menyelesaikan pekerjaan dan alat yang tepat untuk memperingan pekerjaan. Deskripsi teori dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang teori (bukan sekedar pakar atau penulis buku) dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti, berapa jumlah kelompok teori yang perlu dikemukakan atau dideskripsikan akan tergantung pada luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang diteliti. Deskripsi teori paling tidak berisi tentang penjelasan terhadap variabel-variabel yang diteliti, melalui pendefenisian dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. (Sugiyono, 2011 : 60) Maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan masalah penelitian diantaranya teori Manajemen, dan mengenai Manajemen Kawasan Pesisir Secara Terpadu.. 2.1.1 Definisi Manajemen Pengertian manajemen begitu luas, sehingga dalam kenyataannya tidak ada definisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang. Terdapat beberapa pengertian manajemen menurut para ahli. Stoner dalam Handoko (2003:2) mengartikan Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Hasibuan
25
(2011:2) manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Manajemen menurut Sikula dalam Hasibuan (2011:2) adalah : “Management in general refers to planning, organizing, controlling, staffing, leading, motivating, communicating, and decisioan making activities performed by any organization in order to coordinate the varied resources of the enterprise so as to bring an efficient creation of some product or service”. (Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan, pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagai sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatu produk atau jasa secara efisien). Manajemen menurut Harold dan O’Donnel dalam Hasibuan (2011:3) adalah : “Management is getting things done through people. In bringing about this coordinating of group activities other people”. (Manajemen adalah usaha mencapai satu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian). Manajemen menurut Terry dan Rue (2005:1) Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen menurut Daft (2002:8) pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumberdaya organisasi. Menurut Siswanto (2011:2) Manajemen adalah seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja
26
untuk mencapai tujuan. Sedangkan Manajemen menurut Millet dalam Siswanto (2011:1) adalah: “Is the process of directing and facilitating the work of people organized in formal groups to achieve a desired goal”. (Manajemen adalah suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan). Millet lebih menekankan bahwa manajemen sebagai suatu proses, yaitu suatu rangkaian aktivitas yang satu sama lain saling berurutan. Berdasarkan definisi-definisi manajemen yang disampaikan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses sekelompok orang atau organisasi untuk mencapai sebuah tujuan secara efektif dan efisien. 2.1.1.1 Unsur-unsur Manajemen Dalam
Hasibuan
(2011:20)
Unsur-unsur
manajemen
(tools
of
management) itu terdiri dari men, money, methods, materials, machines, and market atau disingkat 6M. 1. Men yaitu tenaga kerja manusia, baik tenaga kerja pimpinan maupun tenaga kerja operasional/ pelaksana. 2. Money yaitu uang yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Methods yaitu cara-cara yang dipergunakan dalam usaha mencapai tujuan. 4. Materials yaitu bahan-bahan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 5. Machines yaitu mesin-mesin/alat-alat yang diperlukan atau dipergunakan untuk mencapai tujuan. 6. Market yaitu pasar untuk menjual barang dan jasa-jasa yang dihasilkan.
27
2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para penulis tidak sama. Hal ini disebabkan latar belakang penulis, pendekatan yang dilakukan tidak sama. Berikut fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan oleh beberapa ahli: Tabel 2.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Menurut Ahli G.R TERRY
JOHN F. MEE
LOUIS A. ALLER
MC NAMARA
HENRY FAYOL
HAROLD KOONTZ & CYRIL O’DONNEL
DR. S.P. SIAGIAN
PROF. DRS. OEY LIANG LEE
Fungsi-Fungsi Manajemen 1. Planning 2. Organizing 3. Actuating 4. Controlling 1. Planning 2. Organizing 3. Motivating 4. Controlling 1. Leading 2. Planning 3. Organizing 4. Controlling 1. Planning 2. Programming 3. Budgeting 4. System 1. Planning 2. Organizing 3. Commanding 4. Coordinating 5. Controlling 1. Planning 2. Organizing 3. Staffing 4. Directing 5. Controlling 1. Planning 2. Organizing 3. Motivating 4. Controlling 5. Evaluating 1. Perencanaan
28
W.H. NEWMAN
LUTHER GULLICK
LYNDALL F. URWICK
JOHN D. MILLET
2. Pengorganisasian 3. Pengarahan 4. Pengkoordinasian 5. Pengontrolan 1. Planning 2. Organizing 3. Assembling Resources 4. Directing 5. Controlling 1. Planning 2. Organizing 3. Staffing 4. Directing 5. Coordinating 6. Reporting 7. Budgeting 1. Forecasting 2. Planning 3. Organizing 4. Commanding 5. Coordinating 6. Controling 1. Directing 2. Faciliating
a. Perencanaan (planning) Menurut Hasibuan (2011:40) Perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Sedangkan Perencanaan menurut Harold Koontz and Cyril O’Donnel dalam Hasibuan (2011:40) adalah : “Planning is the function of a manager which involves the selection from alternatives of objectives, policies, procedures, and programs”. (Perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-program dari alternatif-alternatif yang ada).
29
b. Pengorganisasian (organizing) Hasibuan (2011:40) mendefinisikan bahwa Pengorganisasian yaitu : “Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan , menempatkan orang-orang pada setiap aktivitas ini, menyediakan alat-alat yang diperlukan, menetapkan wewenang yang secara relatif didelegasikan kepada setiap individu yang akan melakukan aktivitas-aktivitas tersebut”. Sedangkan menurut G. R. Terry dalam Hasibuan (2011:40) adalah : “Organizing is the establishing of effective behavioral relationship among persons so that they may work together efficiently and again personal satisfactions for the purpose of achieving some goal or objective”. (Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan dengan demikian memperoleh kepuasan pribadi dalam hal melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran).
c. Pengarahan (Actuating) Hasibuan (2011:41) mendefinisikan Pengarahan adalah mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif untuk mencapai tujuan. Sedangkan Pengarahan menurut G. R. Terry adalah: “Actuating is setting all members of the group to want to achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the managerial planning and organizing efforts”. (Pengarahan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian).
30
d. Pengendalian (Contolling) Pengendalian menurut Earl P.Strong dalam Hasibuan (2011:41) adalah: “Contolling is the process of regulating the various factors in enterprise according to the requirement of its plans”. (Pengendalian adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan ketetapanketetapan dalam rencana). Dan menurut Harold Koontz dalam Hasibuan (2011:41) : “Control is the measurement and correcting of the performance of subordinates in order to make sure that enterprise objectives and the plans devised to attain then are accomplished”. (Pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan dapat terselenggara).
2.1.1.3 Prinsip-prinsip Manajemen Fayol mengemukakan empat belas prinsip-prinsip manajemen yang secara ringkas adalah sebagai berikut : 1. Pembagian kerja – adanya spesialisasi akan meningkatkan efisiensi pelaksanaan kerja. 2. Wewenang – hak untuk memberi perintah dan dipatuhi. 3. Disiplin – harus ada respek dan ketaatan pada peranan-peranan dan tujuantujuan organisasi. 4. Kesatuan perintah – setiap karyawan hanya menerima instruksi tentang kegiatan tertentu dari hanya seorang atasan. 5. Kesatuan pengarahan – operasi-operasi dalam organisasi yang mempunyai tujuan yang sama harus diarahkan oleh seorang manajer dengan penggunaan satu rencana. 6. Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum – kepentingan perseorangan harus tunduk pada kepentingan organisasi. 7. Balas jasa – kompensasi untuk pekerjaan yang dilaksanakan harus adil baik bagi karyawan maupun pemilik. 8. Sentralisasi – adanya keseimbangan yang tepat antara sentralisasi dan desentralisasi. 9. Rantai skalar (garis wewenang) – garis wewenang dan perintah yang jelas.
31
10. Order – bahan-bahan (material) dan orang-orang harus ada pada tempat dan waktu yang tepat. Terutama orang-orang hendaknya ditempatkan pada posisi-posisi atau pekerjaan-pekerjaan yang paling cocok untuk mereka. 11. Keadilan – harus ada kesamaan perlakuan dalam organisasi. 12. Stabilitas staf organisasi – tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi tidak baik bagi pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi. 13. Inisiatif – bawahan harus diberi kebebasan untuk menjalankan dan menyelesaikan rencananya, walaupun beberapa kesalahan mungkin terjadi. 14. Esprit de Corps (semangat korps) – “kesatuan adalah kekuatan”, pelaksanaan operasi organisasi perlu memiliki kebanggan, kesetiaan dan rasa memiliki dari para anggota yang tercermin pada semangat korps. Disamping itu Fayol membagi operasi-operasi perusahaan menjadi enam kegiatan, yang semuanya saling tergantung satu dengan yang lain. Kegiatankegiatan tersebut adalah: Teknik – produksi dan manufacturing produk Komersial – pembelian bahan baku dan penjualan produk Keuangan (finansial) – perolehan dan penggunaan modal Keamanan – perlindungan karyawan dan kekayaan Akuntansi – pelaporan, dan pencatatan biaya, laba dan hutang, pembuatan neraca, dan pengumpulan data statistik, dan (6) Manajerial (1) (2) (3) (4) (5)
2.1.2 Karakteristik Umum Pesisir dan Laut Istilah daratan, pesisir, dan laut (samudera) secara umum telah dikenal luas oleh masyarakat. Secara fisik, batas-batas antara ketiganya bisa berbeda-beda, tergantung dari sudut pandang dan pemakaiannya. Namun demikian, terdapat suatu kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan laut. Bengen dalam Mukhtasor (2007:15) mendefinisikan wilayah pesisir di daratan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi garam. Sedangkan batasan wilayah pesisir di laut adalah daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti
32
sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Sedangkan dalam Undang-Undang wilayah pesisir (coastal zone) adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Kawasan pesisir menurut Adisasmita (2006:50) adalah ruang daratan yang terkait erat dengan ruang lautan. Kawasan pesisir sebagai suatu sistem, maka pengembangannya tidak dapat terpisahkan dengan pengembangan wilayah secara luas. Pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir harus mengacu pada prinsipprinsip dasar Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, ada 15 prinsip dasar yang sebagian besar mengacu Clark (1992) yaitu: 1. Wilayah Pesisir adalah suatu sistem sumberdaya (resource system) yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus dalam merencanakan dan mengelola pembangunannya. 2. Air merupakan faktor kekuatan pemersatu utama dalam ekosistem air. 3. Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan dan dikelola secara terpadu. 4. Daerah perbatasan laut dan darat hendaknya dijadikan faktor utama dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir. 5. Batas suatu wilayah ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif. 6. Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama. 7. Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam suatu program Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. 8. Semua tingkatan di Pemerintahan dalam suatu wilayah terus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. 9. Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir. 10. Evaluasi pemanfaatan ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat lokal dalam program pengelolaan wilayah pesisir.
33
11. Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir. 12. Pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua sistem sumberdaya wilayah pesisir. 13. Pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. 14. Pengelolaan sumberdaya pesisir secara tradisional harus dihargai. 15. Analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. (www.wwf.or.id) 2.1.2.1 Batasan Kawasan Pantai (Pesisir) dan Perairan/Laut Kawasan pesisir meliputi wilayah daratan yang terkait pada wilayah perairan maupun wilayah laut berpengaruh terhadap wilayah daratan dan tata guna tanah. Di luar dari batas dari kawasan pesisir dan laut yang dimaksud itu mungkin saja mencerminkan interaksi antara pesisir dan laut, tetapi dapat pula tidak terjadi interaksi pesisir dan laut. Pada kawasan pesisir terdapat banyak penduduk dan pusat-pusat transportasi, tempat pendaratan ikan, kegiatan pertanian yang penting, industri (usaha) di bidang perikanan dan pariwisata, serta menempatkan kawasan tersebut merupakan struktur lahan yang penting untuk lokasi berbagai fasilitas (prasarana dan sarana) pelayanan umum (ekonomi dan sosial). Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumberdaya alam. Pesisir pantai dan habitat (hutan bakau, estuari, daerah tambak, terumbu karang, rumput laut, delta dan lainnya) merupakan daerah yang produktif secara biologi
tetapi mudah mengalami degradasi karena
34
dampak ulah manusia atau karena peristiwa alamiah kawasan pesisir telah mensupport sebagian besar penduduk dunia karena peranannya di bidang ekonomi dan budaya, kawasan pesisir diharapkan akan menampung pertumbuhan penduduk pada masa depan. Penentuan batas kawasan pesisir dan lautan agar dilakukan tidak secara statis (kaku) melainkan secara dinamis, artinya dapat berkembang dan bertambah luas karena interaksinya mengalami perkembangan, misalnya karena penggunaan kapal penangkap ikan yang berkapasitas lebih besar atau berteknologi lebih maju sehingga daerah penangkapannya bertambah lebih luas mengarah kepada laut bebas. Sebaliknya kawasan pesisir dan lautan mungkin saja berkurang luasnya karena peranan pusatpusat di kawasan tetangga bertambah besar. Dapat pula kurang intensifnya interaksi sumberdaya dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di kawasan pesisir dan lautan. 2.1.2.2 Paradigma Baru dan Pendekatan Yang Serasi Dalam Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Reformasi yang dilancarkan setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru (1997) menuntut pembaharuan dalam berbagai bidang dengan menerapkan azas-azas transparansi, akuntabilitas, dan desntralisasi. Dalam bidang pemerintahan, Otonomi Daerah (Otoda) telah dilaksanakan sejak tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
35
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakatnya (UU.22 Tahun 1999), Pasal 1 h). Kewenangan daerah diwilayah (perairan) laut meliputi (Pasal 10 ayat 2): a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan laut sebatas wilayah laut (sejauh 4 mil laut diukur dari garis pantai perairan laut) b. Pengaturan kepentingan administratif c. Pengaturan tata ruang d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah (Pusat) e. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara Paradigma baru dalam sistem pemerintahan adalah dari sentralisasi ke desentralisasi (otoda). Dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut mempunyai makna: -
Pengelolaan berorientasi pada mekanisme pasar (demand and market driven) Pengelolaan berbasis sumberdaya dan masyarakat (resources and community based development) Pengelolaan tidak harus seragam tetapi harus sesuai kepentingan dan budaya masyarakat lokal Pengelolaan secara berkeadilan (harus memperhatikan kebutuhan dan kemampuan seluruh masyarakat) Paradigma baru tersebut dijabarkan kepada pendekatan dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut, diantaranya sebagai berikut :
a. b. c. d.
Pendekatan komprehensif (holistik), multisektoral dan terpadu Pendekatan secara parsial Pendekatan partisipatif Pendekatan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan Berkaitan dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dalam konteks pembangunan di daerah sering dipandang sebagai suatu kesempatan untuk memanfaatkan sebesar-besarnya. Hingga selesai proses
36
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut, masyarakat setempat hanya memperoleh manfaat yang minimal dengan peran yang sangat marginal, hanya menjadi penonton. Ketika sumberdaya alam tersebut habis, maka daerah mereka ditinggalkan begitu saja. Hal ini berarti bahwa program “community development” yang telah dilaksanakan tidak mencapai sasarannya. Kegagalan atau ketidakberhasilan program pembangunan daerah pada masa yang lalu medorong untuk memperbaharuinya dengan paradigma baru. Banyak istilah dilontarkan untuk memperbarui istilah misalnya “community empowerment developing program” (program pengembangan pemberdayaan masyarakat), “community based resource management” (pengelolaan berbasis masyarakat), “community based management” (pembangunan berbasis masyarakat). Tetapi yang lebih penting adalah perubahan pendekatan dan paradigma. Nampaknya program yang telah diformulasikan itu ternyata belum mampu menjangkau dan memenuhi kepentingan sebagian besar masyarakat. Apabila dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan khususnya dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut menerapkan konsep tahapan pemanfaatan sumberdaya alam berikut: development (pengembangan konsep sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan), involvement (mengikutsertakan komunitas lokal yang menjadi sasaran pengembangan), socialize (mensosialisasikan program pembangunan kepada seluruh masyarakat), cater (program pembangunan yang dilaksanakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat), utilize (melibatkan
37
tenaga kerja setempat untuk mengerjakan proyek tersebut), dan sensitive (terdapatnya kepekaan dalam memahami situasi psikologis sosial dan budaya lokal), maka diharapkan pembangunan pengelolaan sumberdaya alam di daerah dapat terlaksana dengan lancar, terarah serasi, efektif, efisien, secara optimal dan berkelanjutan. Meskipun konsep tahapan pemanfaatan sumberdaya di atas adalah sangat lengkap tetapi dalam pelaksanaannya mengalami berbagai hambatan dan keterbatasan, apabila dikaitkan dengan tujuan reformasi yang menuntut dilaksanakan perubahan dan perbaikan di segala bidang untuk menerapkan azas transparasi (keterbukaan bagi masyarakat), akuntabilitas
(pertanggungjawaban
(memberikan
kewenangan
kepada
kepada
rakyat),
daerah-daerah),
desentralisasi maka
dalam
pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya perairan laut, untuk menerapkan pendekatan yang serasi yang berorientasi kepada: 1. Pemanfaatan sumberdaya perairan laut berdasarkan mekanisme pasar (demand and market driven), sehingga tidak terjadi pengrusakan. 2. Menerapkan prinsip 3E (ekonomis, efisien, dan efektif) agar pemanfaatan sumberdaya perairan laut dilakukan secara optimal. 3. Pemanfaatan sumberdaya perairan laut berorientasi kepada masa depan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. 4. Perencanaan dan pembangunan sumberdaya perairan laut dilakukan dari bawah (bottom-up planning and development) agar benar-benar sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. 5. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya perairan laut dilakukan secara terpadu, komprehensif, multi sektoral, spasial, partisipatif, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
38
2.1.3 Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir lautan secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Sumber daya dapat pulih (renewable resource) 2. Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resource) 3. Jasa-jasa lingkungan (environment service) Sumber daya dapat pulih terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut, serta sumber daya perikanan laut. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Pemanfaatan untuk industri dan sebagai komoditas ekspor baru berkembang pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Sumber daya perikanan laut sebagai sumber daya yang dapat pulih sering dapat disalah tafsirkan sebagai sumber daya yang dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas. (Mulyadi, 2005:44) Sumber daya tidak dapat pulih meliputi seluruh mineral dan geologi, misalnya mineral terdiri dari tiga kelas, yaitu A (mineral strategis misalnya minyak, gas) B (mineral vital, meliputi emas, timah, nikel, bauksit) C (mineral, industri, termasuk bahan bangunan dan galian seperti granit). Wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki juga memiliki berbagai macam jasa lingkungan yang sangat potensial bagi kepentingan pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan
39
pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampung limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan system penunjang. 2.1.3.1 Permasalahan Pembangunan Wilayah Pesisir Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan di Indonesia dari sudut
pembangunan berkelanjutan
(sustainable development)
dihadapkan pada kondisi yang mendua atau, atau berada di persimpangan jalan. Disatu pihak, ada beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan atau
dikembangkan
dengan
intensif.
Akibatnya,
indikasi
telah
terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan. Seperti pencemaran, tangkap lebih (over fishing), degradasi fisik hanitat pesisir, dan observasi pantai telah muncul di kawasan pesisir. Aktivitas perekonomian utama yang menimbulkan permasalahan pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah pantai dan lautan yaitu: 1. Perkapalan dan transportasi (tumpukan minyak, limbah padat dan kecelakaan) 2. Perikanan (over fishing, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi, modal dan tingkat keahlian) 3. Budidaya peraturan (ekstrensivikasi dan konservasi hutan) 4. Pertambangan (penambangan pasir dan terumbu karang) 5. Kehutanan (penebangan dan konservasi hutan) 6. Industri (reklamasi dan pengerukan tanah) 7. Pariwisata (pembangunan infrastruktur dan pencemaran air) (Mulyadi, 2005:54)
40
2.1.3.2 Tujuan dan Sasaran Pembangunan Wilayah Pesisir Tujuan jangka panjang pembangunan wilayah di pesisir pantai di Indonesia secara umum antara lain: 1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan usaha 2. Pengembangan program dan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan dan pemanfaatan secara optimal dan lestari sumber daya di wilayah pesisir dan lautan 3. Peningkatan kemampuan peran serta masyarakat pantai dalam pelestarian lingkungan 4. Peningkatan pendidikan, latihan, riset dan pengembangan di wilayah pesisir dan lautan (Mulyadi, 2005:67) Sementara itu, sasaran pembangunan wilayah pesisir dan lautan adalah terwujudnya kedaulatan atas wilayah perairan Indonesia dan yuridikasi nasional dalam wawasan nusantara, terciptanya industri kelautan yang kokoh dan maju yang didorong oleh kemitraan usaha yang erat antara badan usaha koperasi. Negara dan swasta serta pendayagunaan sumber daya laut yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, maju dan profesional dengan iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga terwujud kemampuan untuk mendayagunakan potensi laut guna peningkatan kesejahteraan rakyat secara optimal, serta terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup.
41
2.1.3.3 Dasar Pertimbangan Pengembangan Daerah Pantai Pada suatu faktor yang umum dapat dikemukakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan daerah pantai terjadi karena potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah pantai yang dapat dimanfaatkan secara ekonomis, seperti perikanan dan hasil laut lainnya (batu karang, tanaman laut, garam laut dan lain-lain) serta potensi keindahan alam pantai yang dapat dinikmati. 2.1.3.4 Tipologi Perkembangan Daerah Pantai Ada dua jenis utama dari pola pengembangan pantai: “Pertama, perkembangan daerah pantai yang intensif maupun yang efektif secara continue disepanjang daerah pantai. Pola perkembangan demikian terutama terjadi disepanjang daerah pantai di Pulau Jawa dan sebagian di Pulau Sumatera. Perkembangan tersebut terjadi karena telah berkembangnya jaringan sarana perhubungan darat yang menghubungkan daerah - daerah sepanjang pantai. Kedua, perkembangan intensif yang terjadi karena berpencar di kota-kota tertentu yang secara historis mempunyai potensi perekonomian. Dalam pola yang kedua ini perkembangan dan pertumbuhan hanya terjadi secara intensif pada lokasi-lokasi tertentu saja dengan orientasi kedalaman” Dari segi fungsinya, daerah pantai dapat berkembangan sebagai suatu kota, suatu desa, suatu pusat kegiatan rekreasi dan sebagai suatu kegiatan fungsional khusus seperti industri, stasiun angkatan laut, pusat pengolahan atau kegiatan khusus lainnya.
42
2.1.3.5 Pengaturan dan Pengendalian Pengembangan Daerah Pantai Melihat pada potensi yang dimiliki oleh daerah pantai dan lautnya baik secara alami maupun secara ekonomis, jelaslah daerah tersebut akan merupakan daya tarik potensial yang sangat kuat dalam perkembangan fisiknya potensi dengan sendirinya akan mengakibatkan berbagai permasalahan baik sosial, budaya dan politik, ekonomi maupun permaslahan fisik.oleh karena itu pemantauan dan pengembangan penggunaan tanah pantai adalah penting sekali. 2.1.3.6 Konsepsi Dasar Pengembangan dan Pengendalian Potensi Berdasarkan kecenderungan dan kemungkinan perkembangan fungsi pantai, laut dan daerah sekitarnya, secara konseptual usaha pengembangan dan pengendalian tanah pantai dapat dipertimbangkan sebagai berikut: 1. Pengembangan daerah pantai secara mengelompok 2. Sehubungan dengan usaha pemanfaatan dan penggunaan tanah pantai tersebut, usaha pengaturan dan pengendalian perlu pula dilandasi oleh peraturan-peraturan serta pengendalian yang baik
43
2.1.4 Manajemen Kawasan Pesisir Secara Terpadu Masalah yang berkaitan dengan pertumbuhan daerah pesisir yang relatif pesat, dampaknya terhadap destruksi sumberdaya-sumberdaya yang mudah rusak itu, dan perannya yang strategis dari lingkungan kawasan pesisir untuk bangsabangsa yang memiliki pesisir pantai telah mendorong untuk mencari solusi (pemecahan) bahwa pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk pembangunan terus dilanjutkan tanpa menimbulkan dampak kerusakan terhadap sumberdayanya (lingkungannya). Bentuk-bentuk manajemen kawasan pesisir yang terpilih (melihat sumber-sumberdaya pesisir dan pemanfaatan sumberdaya secara komprehensif lebih dari sebagai isu sumberdaya tunggal, dan menterpadukan banyak penggunaan sumberdaya pesisir dan kebutuhan yang bertentangan ke dalam suatu proses pengambilan keputusan yang seimbang), telah menjadi alat (sarana) yang dilakukan oleh bangsa-bangsa dalam mencari pemecahannya. Menurut Dahuri (2008:12) pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu adalah Suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Mengingat bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama: perencanaan,
44
implementasi, monitoring, dan evaluasi; maka jiwa atau nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi. Menurut Sorensen dan Mc Creary dalam Dahuri (2008:5) adalah sebagai berikut : Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu (Integrated Coastal Zone Management) adalah pengelolaan pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang terdapat di kawasan pesisir dengan cara melakukan penilaian menyeluruh (comprehensive assesment) tentang kawasan pesisir beserta sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya, menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan, dan kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Proses pengelolaan ini dilaksanakan secara kontinu dan dinamis dengan mempertimbangkan segenap aspek sosial ekonomi budaya dan aspirasi masyarakat pengguna kawasan pesisir (stakeholders) serta konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan kawasan pesisir yang mungkin ada. Sedangkan menurut Adisasmita (2006:) Proses manajemen kawasan pesisir secara terpadu diberikan batasan sebagai berikut yaitu: Suatu proses dinamis dalam mana suatu strategi yang terkoordinasi dikembangkan dan diimplementasikan untuk alokasi sumberdaya-sumberdaya lingkungan, sosial-budaya, dan kelembagaan untuk mewujudkan konservasi dan penggunaan/pemanfaatan berbagai sumberdaya kawasan pesisir secara sustainable (berkelanjutan). Tujuan manajemen kawasan pesisir (Coastal Zone Management) adalah untuk melindungi, melestarikan dan melakukan restorasi sumberdaya-sumberdaya alam
dimana
memungkinkan
dan
perlu
mendorong
pertumbuhan
dan
pembangunan melalui perencanaan yang sehat secara interdisiplin dan terpadu terhadap dampak lingkungan dari kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek yang dilakukan dan mengukur serta mengevaluasi konsekuensi-konsekuensinya sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan.
45
Dua tahap yang harus ditempuh yaitu tahap penyusunan program serta pengembangan program secara komprehensif dan tahap implementasi program, bila memperhatikan bagaimana oseanografi pesisir (coastal oceanography) terkait pada Coastal Zone Management. Mengingat kondisi saat ini dimana pengelolaan kawasan pesisir dan laut belum dapat dilaksanakan dengan baik, maka dibutuhkan suatu Atlas Pesisir dan Laut yang dapat menginformasikan tentang potensi sumberdaya alam, penggunaan lahan, prospek pengembangan dan pemanfaatan berdasarkan pertimbangan engineering dan science, konflik pengelolaan, kapasitas kelembagaan, program monitoring parameter biofisik kimiawi dan sosekbud (sosial, ekonomi dan budaya), penentuan indikator keberhasilan program dan umpan balik untuk pola pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan wilayah pesisir dan laut yang baik membutuhkan suatu program pengelolaan yang terintegrasi. Program pengelolaan yang terintegrasi dapat dilaksanakan jika didukung oleh tersedianya informasi-informasi yang obyektif, akurat dan terbaharui. Tersedianya informasi-informasi yang obyektif, akurat dan terbaharui tentang wilayah pesisir dan laut pada saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk secepatnya disediakan guna membantu penyusunan kebijakan dan perencanaan pengelolaan pesisir dan laut menjadi terintegrasi sehingga pengelolaannya dapat lebih efektif dan tepat sasaran. Informasiinformasi yang obyektif, akurat dan terbaharui tentang pesisir dan laut dapat diwujudkan dalam bentuk Atlas.
46
Sejalan dengan Pelaksanaan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dikenal dengan istilah otonomi daerah, dimana titik sentral pembangunan terletak di Kabupaten/Kota, maka akan memacu eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkontrol akan menimbulkan gangguan terhadap kestabilan ekosistem dan merusak lingkungan hidup sekitarnya.
2.1.5 Sistem Manajemen (Pengelolaan) Sumberdaya Perairan Laut yang Komprehensif Manajemen komprehensif pada intinya adalah memilih alternatif langkah pembinaan dan pengembangan yang terbaik bagi pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perairan dan laut dalam segala aspek (tujuan) pengelolaan untuk mendukung pembangunan sumberdaya kelautan secara optimal dan berkelanjutan. Manajemen komprehensif itu sangat diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut karena meliputi banyak bidang, banyak sektor dan banyak aspek. Manajemen parsial dan manajemen jangka pendek dipastikan tidak akan berhasil. Penyusunan model pengelolaan sumberdaya perairan laut harus sejalan dengan manajemen komprehensif. Manajemen komprehensif dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut itu sangat penting peranannya, karena beberapa alasan sebagai berikut: 1. Memberikan arah pencapaian sasaran dan tujuan pengelolaan sumberdaya perairan laut yang optimal dan berkelanjutan. Arah yang jelas akan dapat dijadikan landasan utnuk mengendalikan dan mengevaluasi keberhasilan.
47
2. Membantu memikirkan kepentingan berbagai pihak, dengan demikian dapat memberikan manfaat serentak dan serempak kepada seluruh kelompok atau unsur pembangunan (masyarakat) maritim. 3. Dapat mengantisipasi terjadinya setiap perubahan internal dan kecenderungan eksternal baik secara global dan nasional maupun regional dan lokal. Dengan demikian dapat menentukan langkah dan tindakan bagaimana memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan (hambatan) secara menyeluruh. 4. Berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas secara perspektif adalah bagaimana mendorong keseimbangan dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut secara efektif dan efisien. Dalam membangun sistem Manajemen Komprehensif yang meliputi multi sektor, multi bidang, dan multi aspek itu, harus dilakukan identifikasi berbagai komponennya sehingga membentuk suatu sistem yang rasional, capable, dan implementable. a. Manajemen Sumberdaya Perairan Laut menerangkan prinsip-prinsip: 1. Pengelolaan seluruh sumberdaya perairan laut secara optimal dan berkelanjutan. 2. Diarahkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat. 3. Didasari oleh prinsip-prinsip ekonomis, efisiensi dan efektifitas 4. Transparansi dan Akuntabilitas b. Dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut ditempuh pembinaan dan pengembangan yang diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan unsurunsur maritim yang meliputi: perikanan laut, perhubungan laut, industri galangan kapal/perahu rakyat, pertambangan/penggalian gol.C, wisata bahari, tenaga kerja disektor kelautan, masyarakat bahari dan desa pesisir, lembaga ekonomi dan masyarakat, peraturan perundang-undangan di bidang kelautan, sumberdaya laut dan lingkungan hidup laut dan pesisir, pemerintah daerah.
48
c. Dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut harus terus memperhatikan analisis lingkungan, baik internal (kekuatan dan kelemahan) maupun eksternal (peluang dan ancaman) agar supaya dapat memilih strategi kebijakan dan langkah pembinaan dan pengembangan yang tepat dan serasi. d. Pengembangan kelembagaan mempunyai peranan yang penting dalam pengelolaan sumberdaya perairan laut, selain meliputi fungsi dari instansiinstansi yang menangani masalah pemanfaatan pengelolaan sumberdaya perairan laut harus pula memperhatikan pula peraturan perundangundangan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perairan laut. e. Pihak perencana dan pengambil keputusan dalam bidang pengelolaan sumberdaya perairan laut harus senantiasa menerapkan azas-azas pembangunan kabupaten gugus kepulauan, meliputi azas kesatuan wilayah kabupaten ; kesejahteraan masyarakat dan ketertiban umum ; musyawarah, partisipasi dan kemitraan, kelestarian dan keserasian dan kesimbangan. f. Secara keseluruhan, harus diupayakan agar semua komponen manajemen komprehensif di atas dapat terselenggara dalam suasana dan irama yang harmoni, yang saling melengkapi dan saling menunjang terwujudnya kepulauan yang mapan mandiri, dan tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi dari generasi ke generasi. Harmoni bermakna paduan antara keserasian dan tata tertib. Terdapat tuntutan untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya perairan laut secara optimal dan tuntutan untuk meningkatkan kesejahteraan seuruh masyarakat bahari
49
dan pesisir dari generasi ke generasi. Secara keseluruhan berarti peningkatan dan pengembangan pengelolaan sumberdaya perairan dan laut secara komprehensif manuju
kearah
kesempurnaan.
Harmoni
menjadi
ikatan
batin
yang
mempersatukan semangat, meningkatkan partisipasi, dan memperkuat tekad untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sumberdaya perairan laut meliputi: 1. Pemantapan sistem manajemen komprehensif pengelolaan sumberdaya perairan laut. 2. Peningkatan pelayanan secara efektif dan efisien kepada masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya kelautan. Manajemen komprehensif pada dasarnya merupakan manajemen ilmu pengetahuan (Knowledge Management) yang menerapkan norma-norma ilmu pengetahuan pada saat yang lalu, pada saat sekarang dan mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan dinamis pada masa depan, maka komponenkomponennya diperluas, terdiri dari: tujuan/sasaran pembangunan kelautan, lingkungan internal dan eksternal, aspek kelembagaan dan pendekatan harmoni, yang dilandasi pula oleh visi dan misi dan landasan konseptual.
50
2.2 Kerangka Berpikir Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir dalam penelitian, untuk mendeskripsikan dengan apa adanya sesuai temuan yang peneliti dapatkan di lapangan. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Selama peneliti melakukan penelitian peneliti memperoleh data dan informasi melalui pengamatan dan observasi langsung ke lapangan serta melakukan wawancara kepada pihak yang bersangkutan yaitu kepada Dinas Kelautan, Perikanan, Energi dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan), dan FKPN (Front Kebangkitan Petani dan Nelayan). Pada saat melakukan pengamatan dan observasi langsung di lapangan peneliti menemukan data dan informasi mengenai masih adanya hambatan dan kesulitan dalam melaksanakan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Kerangka berfikir menjelaskan bagaimana teori Menurut Dahuri (2008:12), digunakan untuk menganalisa Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang adalah sebagai berikut Pengelolaan Wilayah Pesisisr Secara Terpadu adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber
51
daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Mengingat bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi; maka jiwa atau nuansa keterpaduan tersebut perlu diterapkan sejak tahap perencanaan sampai evaluasi. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori ini karena ada kesesuaian antara masalah yang terdapat pada identifikasi masalah dengan apa yang dijabarkan dalam teori Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu menurut Dahuri (2008:12). Kesesuaian yang muncul antara lain dilihat dari indikator yang terdapat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu khususnya bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang yaitu terdiri dari empat tahap utama: perencanaan (planning), pelaksanaan, pengawasan (monitoring), dan evaluasi.
52
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Identifikasi Masalah: 1. Kurangnya keterpaduan dari berbagai pihak terkait yaitu instansi pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat. 2. Kurangnya perhatian dari Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengembangkan potensi sumberdaya pesisir yang dimiliki Desa Lontar. 3. Masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan pengelolaan yang telah disepakati oleh pemerintah dan pihak swasta. 4. Kurang tegasnya Pemerintah Kabupaten Serang dalam mengambil keputusan terhadap pemanfaatan sumberdaya pesisir di Desa Lontar yang belum memiliki izin 5. Masih belum terpenuhinya kesejahteraan masyarakat Desa Lontar.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu menurut Dahuri (2008:12) 1. 2. 3. 4.
Perencanaan (planning) Pelaksanaan Pengawasan (monitoring) Evaluasi
1. Terlaksananya Pengelolaan Wilayah Pesisir secara Terpadu 2. Pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada masa depan (berkelanjutan) untuk pembangunan tanpa menimbulkan dampak kerusakan terhadap sumberdayanya (lingkungannya).
53
2.3 Asumsi Dasar Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti berasumsi bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang masih belum optimal serta terpadu dan masih diperlukan perbaikan-perbaikan dalam pengelolannya, dan akan terlaksana dengan baik apabila pengelolaan wilayah pesisir tersebut memperhatikan mengenai Perencanaan (planning) bagi wilayah pesisir Desa Lontar, Pelaksanaannya, Pengawasannya, dan dibutuhkan Evaluasi untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari perencanaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya. .
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2009:2) metodologi penelitian merupakan cara ilmiah
untuk mendeskripsikan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang harus diperhatikan yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan kegunaan. Data yang diperoleh melalui itu adalah data empiris yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid yaitu derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan
metodologi
kualitatif
sedagai
prosedur
penelitian
yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Menurut Kirk dan Miller dalam Moleong (2006:4) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Menurut Alwasilah (2003:148) penelitian kualitatif lebih mengutamakan comparability dan translatability dari temuan-temuannya, bukannya transfer
54
55
temuan-temuan itu terhadap kelompok lain atau populasi yang tidak diteliti. Karena itu, seleksi sampel dalam penelitian kualitatif tidak statis, melainkan bersifat
dinamis,
dari
fase
ke
fase,
berurut
(sequental),
berkembang
(development), dan kontekstual. Moleong (2006:6) mendefinisikan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistik, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif eksploratif, dimana peneliti tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang. Dalam prakteknya tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan klasifikasi data saja tetapi juga menganalisis dan menginterprestasikan tentang arti data tersebut. Itulah alasan mengapa peneliti mengambil penelitian eksploratif kualitatif. Metode eksploratif kualitatif ini berusaha untuk mencari atau menggali informasi mengenai permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan pengelolaan wilayah pesisir, yakni mengenai “Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang”.
56
3.2
Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif yang
menjadi instrumen penelitian adalah
peneliti sendiri. Menurut Moleong (2006:163) ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya. Kedua hal tersebut diuraikan dalam bagian ini secara berturut-turut. 3.2.1 Pengamatan Berperanserta Pengamatan berperanserta menceriterakan kepada peneliti apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam situasi peneliti memperoleh kesempatan mengadakan pengamatan. Jadi pengamatan berperanserta pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya. 3.2.2 Manusia Sebagai Instrumen Penelitian Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, ia sekaligus perencana, pelaksana pengumpulan data, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen atau alat penelitian disini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan proses penelitian. Namun, instrumen penelitian disini dimaksudkan sebagai alat pengumpul data seperti tes pada penelitian kuantitatif. Ada tiga hal yang dibahas disini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Guba dan Lincoln (1981:128-150) dalam Moleong (2006:168-173), yaitu mencakup ciri-ciri umum, kualitas yang diharapkan, dan kemungkinan peningkatan manusia sebagai instrumen.
57
1. Ciri-ciri Umum Manusia Sebagai Instrumen Ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsive, dapat menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses dan megikhtisarkan, dan memanfaatkan kesempatan mencari respons yang tidak lazim atau idiosinkratik. 2. Kualitas yang Diharapkan Peneliti kualitatif akan senantiasa berhubungan dengan subjeknya. Hubungan yang memerlukan kualitas pribadi terutama pada waktu proses wawancara terjadi. 3. Peningkatan Kemampuan Peneliti Sebagai Instrumen Kemampuan peneliti sebagai instrumen dapat ditingkatkan dengan jalan pertama-tama peneliti hendaknya selalu pergi kepada situasi baru untuk memperoleh pengalaman, kemudian berusaha mencatat apa saja yang terjadi dan mewawancarai beberapa orang serta mencatat apa saja yang menjadi hasil pembicaraan. Sehingga dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti sebagai
instrumen penelitian merupakan alat
pengumpul data utama. Hal itu dilakukan jika menggunakan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan. Selain itu hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau
58
objek lainnya, dan hanya manusia yang mampu memahami kaitan kenyataankenyataan dilapangan.
3.3
Informan Penelitian Dalam Penelitian Kualitatif, pengambilan sampel sumber data berkaitan
dengan siapa yang hendak dijadikan informan dalam penelitian. Menurut Bungin dalam Penelitian Kualitatif (2009:76-77) menjelaskan objek dan informan penelitian kualitatif adalah menjelaskan objek penelitian yang fokus dan lokus penelitian, yaitu apa yang menjadi sasaran. Sasaran penelitian tak tergantung pada judul dan topik penelitian, tetapi secara konkret tergambarkan dalam rumusan masalah penelitian. Sedangkan informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitiannya. Jadi, objek penelitiannya yaitu Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang dan informan penelitiannya diperoleh dengan cara teknik pengambilan sumber data yang sering digunakan pada penelitian kualitatif adalah Purposive. Purposive adalah teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu atau paling menguasai obyek/situasi sosial yang diteliti. Pada penentuan informan dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana informan kunci (key informan) di dapat dalam situasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Sedangkan, pemilihan
59
informan kedua (secondary informan) berfungsi sebagai cara alternatif bagi peneliti yang tidak dapat menentukan partisipan secara langsung. Faisal dalam Sugiono (2009:221) dengan mengutip pendapat Spradley menyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1.
Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses ekulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati
2.
Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti
3.
Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi
4.
Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri
5.
Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber. Berdasarkan kriteria diatas, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi
informan peneliti adalah semua konstituen yang terlibat langsung dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Yang menjadi informan kunci (key informan) dan informan kedua (secondary informan) Dalam penelitian ini adalah :
60
Tabel 3.1 Informan Penelitian No 1
2 3 4 5 6 7 8
Informan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Serang Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Serang Sekdes Desa Lontar Ketua Kelompok Pengawas Masyarakat Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Ketua Kelompok Usaha Bersama Masyarakat (Nelayan) Masyarakat (Bukan Nelayan)
Jumlah
Keterangan
1 (Satu)
Key Informan
1 (Satu)
Key Informan
1 (Satu)
Key Informan
1 (Satu)
Key Informan
1 (Satu)
Key Informan
1 (Satu) 6 (Enam) 3 (tiga)
Key Informan Secondary Informan Secondary Informan
Sumber: Peneliti 2013
Maka untuk memperoleh akurasi data dan kejenuhan data sampai dirasa cukup kemungkinan peneliti masih akan terus melakukan penambahan sumber data/informan lainnya yang dianggap perlu untuk dijadikan narasumber dalam penelitian ini.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2009:224) teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Berikut adalah beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:
61
3.4.1 Studi Kepustakaan Istilah studi kepustakaan digunakan dalam ragam istilah oleh para ahli, diantaranya yang dikenal adalah: kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, dan tinjauan teoritis. Penggunaan istilah-istilah tersebut, pada dasarnya merujuk pada upaya umum yang harus dilalui untuk mendapatkan teori-teori yang relevan dengan topik penelitian. Oleh karena itu studi kepustakaan meliputi proses umum seperti: mengidentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka, analis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan studi kepustakaan melalui hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan, buku-buku, maupun artikel atau yang memuat konsep atau teori yang dibutuhkan terkait dengan Pengelolaan Wilayah Pesisir. 3.4.2 Observasi Salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah observasi atau dengan melakukan pengamatan dapat diklasifikasikan atas pengamatan melalui cara berperanserta dan yang tidak berperanserta. Pada pengamatan tanpa peranserta pengamat hanya melakukan satu fungsi, yaitu mengadakan pengamatan. Pengamat berperanserta melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari kelompok yang diamatinya Moleong (2006: 176) Dalam hal ini peneliti menggunakan jenis observasi berdasarkan klasifikasi dari Sugiono (2009:145), dimana observasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu observasi berperan serta (participant observation) yaitu peneliti terlibat
62
dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, dan observasi tidak berperan serta (non participant observation) yaitu peneliti tidak terlibat kedalam kegiatan yang diamati hanya sebagai pengamat independen. Dan dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi tidak berperan serta (non participant observation) karena peneliti tidak terlibat secara langsung kedalam kegiatan yang diamati. 3.4.3 Wawancara Wawancara atau interview merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan baik secara langsung (face to face) maupun tidak langsung seperti wawancara melalui telepon, media internet, atau bisa juga dilakukan dalam bentuk wawancara tertulis melalui surat dengan tujuan untuk menggali informasi yang dibutuhkan sesuai dengan
topik
dalam
penelitian.
Dalam
penelitian
kualitatif,
peneliti
menggabungkan teknik observasi tidak berperan serta dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam menurut Bungin (2009:108) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.
3.4.3.1 Pedoman Wawancara Pedoman wawancara digunakan peneliti dalam mencari data dari para informan dan memudahkan peneliti dalam menggali sumber informan untuk mendapatkan informasi, seperti berikut :
63
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara Indikator Teori
Informan Penelitian
Pertanyaan
1. Planning/
1. Kepala Badan
1. Pihak yang terkait dalam
Perencanaan
Perencanaan dan
perencanaan pengelolaan
Pembangunan
wilayah pesisir.
Daerah Kabupaten Serang 2. Kepala Bidang Kelautan Dinas
2. Yang ingin dicapai dari pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar. 3. Perlu adanya keterpaduan
Kelautan, Perikanan,
perencanaan dari berbagai
Energi, dan Sumber
sektor.
Daya Mineral Kabupaten Serang
4. Perencanaan dan Pengelolaan sumberdaya
3. Aparat Desa Lontar
pesisir dilakukan
4. Masyarakat
berdasarkan kepentingan dan
(Nelayan) 5. Masyarakat (Bukan Nelayan)
kebutuhan masyarakat (bottom-up planning and development). 5. Perencanaan dan Pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada masa depan/ berkelanjutan.
64
6. Perencanaan dan Pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. 7. Hambatan dalam membuat dan melaksanakan perencanaan untuk wilayah pesisir Desa Lontar. 2. Pelaksanaan
1. Kepala Badan
1. Pihak yang
Perencanaan dan
bertanggungjawab dalam
Pembangunan
mengelola wilayah pesisir.
Daerah Kabupaten Serang 2. Kepala Bidang
2. Peranan dan wewenang dari pihak tersebut. 3. Yang dilakukan Pemerintah
Kelautan Dinas
Kabupaten Serang dalam
Kelautan, Perikanan,
mengelola wilayah pesisir
Energi, dan Sumber
Desa Lontar.
Daya Mineral Kabupaten Serang
4. Koordinasi antara dinasdinas terkait dalam
3. Aparat Desa Lontar
mengelola wilayah pesisir di
4. Karyawan TPI
Desa Lontar.
5. Ketua KUB 6. Masyarakat
5. Hambatan dalam masingmasing pihak dalam
65
(Nelayan) 7. Masyarakat (Bukan Nelayan)
melaksanakan tugasnya. 6. Komunikasi dan koordinasi Pemerintah dengan masyarakat. 7. Keterbukaan/ Transparansi dari Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Lontar. 8. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar. 9. Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang. 10. Tanggapan mengenai adanya pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Lontar. 11. Yang menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi antara Pemerintah dengan Masyarakat Desa Lontar. 12. Komunikasi masyarakat
66
dengan pihak swasta yang melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Lontar. 13. Pengembangan dari potensi yang ada. 3. Pengawasan (Monitoring)
1. Kepala Badan
1. Bentuk pengawasan yang
Perencanaan dan
dilakukan oleh Pemerintah
Pembangunan
Kabupaten Serang dalam
Daerah Kabupaten
pengelolaan wilayah pesisir
Serang
di Desa Lontar.
2. Kepala Bidang Kelautan Dinas
2. Masyarakat ikut dilibatkan dalam hal pengawasan.
Kelautan, Perikanan, 3. Yang Pemerintah/ Energi, dan Sumber
Masyarakat rasakan menjadi
Daya Mineral
masalah atau hambatan dalam
Kabupaten Serang
hal pengawasan.
3. Aparat Desa Lontar
4. Yang dilakukan Pemerintah
4. Ketua Pokwasmas
sebagai penengah/pengendali
5. Masyarakat
antara masyarakat dengan
(Nelayan) 6. Masyarakat (Bukan Nelayan)
pihak swasta. 5. Pengembangan yang dilakukan Pemerintah
67
Kabupaten dari potensi yang ada. 4. Evaluasi
1. Kepala Badan
1. Sanksi yang diberikan
Perencanaan dan
Pemerintah Kabupaten
Pembangunan
Serang kepada penyimpangan
Daerah Kabupaten
pengelolaan wilayah pesisir
Serang
Desa Lontar.
2. Kepala Bidang
2. Dampak dari pengambilan
Kelautan Dinas
keputusan Pemerintah
Kelautan, Perikanan,
Kabupaten Serang dalam
Energi, dan Sumber
kegiatan pengelolaan
Daya Mineral
sumberdaya pesisir di Desa
Kabupaten Serang
Lontar.
3. Aparat Desa Lontar
3. Kepastian hukum/ payung
4. Karyawan TPI 5. Ketua Pokwasmas 6. Ketua KUB 7. Masyarakat (Nelayan) 8. Masyarakat (Bukan Nelayan)
hukum yang berlaku. 4.
Keadilan dalam pengambilan keputusan.
5. Acuan dalam Perencanaan Pembangunan dikatakan sudah baik. 6. Pendapat mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar.
68
7. Target yang dicapai. Sumber : Peneliti 2013
3.4.4 Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dookumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
3.5
Teknik Analisis Data Menurut
Moleong
(2006:280)
analisis
data
merupakan
proses
mengorganisasikan dan mengumpulkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Pada penelitian tindakan, analisis datanya lebih banyak menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga pada penelitian ini teknik analisis data difokuskan pada paparan data kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan proses analisis data dari Prasetya Irawan yang terdiri dari pengumpulan data mentah, transkip data,
69
pembuatan koding, kategorisasi data, penyimpulan sementara, triangulasi, penyimpulan akhir. Keseluruhan proses analisis data tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini: 2 . Transkip data
1 . Pengumpulan data mentah
5
Penyimpulan sementara
3 .
Pembuatan koding
6 Triangulasi
4 . Kategorisasi data
7 Penyimpulan akhir
Gambar 3.1: Proses Analisis Data Sumber: ( Irawan, 2005:5.28-5.35)
Dari gambar tersebut langkah-langkah praktis dalam proses analisis data dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Pengumpulan data mentah Analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data mentah, misalnya dengan wawancara, observasi lapangan, kajian pustaka. Pada tahap ini dibutuhkan alat-alat pendukung seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain. Yang dicatat adalah data apa adanya (verbatim), tidak diperkenankan untuk mencampuradukkan pikiran, pendapat, maupun sikap dari peneliti itu sendiri.
70
2.
Transkrip data Pada tahap ini catatan hasil wawancara dirubah kebentuk tertulis seperti apa adanya (verbatim), bukan hasil pemikiran maupun pendapat pribadi peneliti.
3.
Pembuatan koding Pada tahap ini membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskip. Baca pelan-pelan dengan sangat teliti, sehingga menemukan hal-hal penting yang perlu dicatat dengan mengambil kata kuncinya, data kata kunci ini kemudian diberi kode.
4.
Kategorisasi data Pada tahap ini peneliti
mulai “menyederhanakan” data dengan cara
“mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang di namakan “kategori”. 5.
Penyimpulan sementara Membuat penyimpulan sementara berdasarkan data yang ada tanpa memberi penafsiran dari pikiran penulis/peneliti.kesimpulan ini 100% harus berdasarkan data. Jika ingin memberi penafsiran dari pikiran sendiri maka tuliskan pada bagian akhir kesimpulan sementara yang disebut dengan Observer’s Comments (OC).
6.
Triangulasi Temuan yang dihasilkan dicek ulang derajat keshahihan dan keandalannya dengan menggunakan teknik pemeriksaan
keabsahan data dengan
memperpanjang masa penelitian dengan menggunakan teknik triangulasi. Sederhananya teknik triangulasi bertujuan untuk meperkuat temuan-temuan,
71
adalah proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. 7.
Penyimpulan akhir Apabila temuan yang dihasilkan dari penelitian dapat terjamin validitas dan reliabilitasnya barulah kemudian membuat penyimpulan akhir.
3.6
Pemeriksaan Keabsahan Data Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan.
pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Dalam penelitian Kualitatif dimana uji keabsahan data terhadap data dilakukan dengan cara: 1.
Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan pengamatan ini berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Sehingga hubungan peneliti dengan narasumber akan terbentuk raport, akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.
2.
Meningkatkan Ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dalam hal ini peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak. Selain itu,
72
dengan meningkatkan ketekunan maka peneliti dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. Sebagai bekal peneliti untuk meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau dokumentasidokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti 3.
Triangulasi Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dari berbagai cara atau menggabungkan beberapa teknik pengumpulan data. Terdapat berbagai macam triangulasi meliputi triangulasi sumber, triangulasi waktu, triangulasi teknik. Namun dalam hal ini peneliti lebih cenderung menggunakan triangulasi teknik, dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik peneliti mennggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda seperti observasi, wawancara atau teknik lainnya untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.
4.
Menggunakan Bahan Referensi Bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti seperti hasil rekaman wawancara dengan menggunakan alat perekam, dokumentasi seperti foto-foto saat penelitian, catatan lapangan, dan lain sebagainya.
5.
Mengadakan MemberCheck
73
Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan.
3.7
Lokasi dan Jadwal Penelitian 3.7.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Kabupaten Serang. Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Serang. dan di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. 3.7.2 Jadwal Penelitian Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan dilakukan. Berikut ini merupakan jadwal penelitian Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang.
74
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian Waktu No
Kegiatan
1
Pengajuan judul
2
Observasi awal
3
Penyusunan Proposal
4
Seminar Proposal
5
Revisi Proposal
6
7
8
9
Proses Pencarian data di Lapangan Pengolahan dan analisis data Sidang Laporan Hasil Penelitian Revisi laporan Hasil Penelitian
Nov 2012
Des 2012 - Feb 2013
Mar - Sep 2013
Okt 2013
Nov 2013
Des 2013
Jan 2014
Feb 2014
Mar 2014
Apr 2014
Mei 2014
Juni 2014
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang, Deskripsi Wilayah Kecamatan Tirtayasa, Deskripsi Desa Lontar (Lokasi Penelitian), gambaran umum BAPPEDA Kabupaten Serang, dan gambaran umum Dinas Kelautan dan Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang. Hal tersebut dipaparkan dibawah ini. 4.1.1 Deskripsi Wilayah Kabupaten Serang Kabupaten Serang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten. Ibukotanya adalah Ciruas namun saat ini pusat pemerintahannya masih berada di Kota Serang. Kabupaten ini berada di ujung barat laut Pulau Jawa, berbatasan dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di Utara, Kabupaten Tangerang di Timur, Kabupaten Lebak di Selatan, serta Kota Cilegon di Barat. Secara geografis Kabupaten Serang mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena berada di jalur utama penghubung lintas Jawa-Sumatera. Kabupaten Serang juga dilintasi jalan Negara lintas Jakarta-Merak serta dilintasi jalur kereta api lintas Jakarta-Merak. Selain itu Kabupaten Serang juga merupakan wilayah transit perhubungan darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
75
76
Luas wilayah Kabupaten Serang adalah 1.467,35 km2. Secara geografis terletak posisi koordinat antara 105o7’-105o22’ Bujur Timur dan 5o50-6o21’ Lintang Selatan. Sebelah Utara : berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Serang, Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Pandeglang Sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Tangerang. Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1.778m di atas permukaan laut. Fisiografi Kabupaten Serang dari arah Utara ke Selatan terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan dan pegunungan. Bagian Utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar luas sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan Gunung Batusipat. Di bagian Selatan sampai ke Barat, Kabupaten Serang berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung Kencana, Gunung Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar di antara kedua bentuk wilayah tersebut. Hampir seluruh daratan Kabupaten Serang merupakan daerah subur karena tanahnya sebagian besar tertutup oleh tanah endapan Alluvial dan batu vulkanis kuarter. Potensi tersebut ditambah banyak terdapat pula sungai-sungai yang besar dan penting yaitu Sungai Ciujung, Cidurian, Cibanten, Cipaseuran, Cipasang dan Anyar, yang mendukung kesuburan daerah-daerah pertanian di Kabupaten Serang. Kabupaten Serang terdiri atas 28 kecamatan, yaitu Kecamatan Anyar, Bandung, Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin, Kopo, Kragilan, Kramatwatu, Mancak,
77
Pabuaran, Padarincang, Pamarayan, Petir, Pontang, Pulo Ampel, Tanara, Tirtayasa, Tunjung Teja dan Waringin Kurung, yang dibagi lagi atas sejumlah desa. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Ciruas. Pada tanggal 17 juli 2007 Kabupaten Serang dimekarkan menjadi Kota Serang dan Kabupaten Serang. Kondisi lahan di Kabupaten Serang terbagi menjadi dua bagian yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan budidaya, sebagian besar penggunaan lahannya terdiri atas persawahan yaitu seluas 54.145,40 Ha yang terdiri dari sawah tadah hujan seluas 31.079 ha, sawah irigasi seluas 23.066.40 Ha, yang sebagian besar berada di Serang Bagian Utara yang membentang mulai dari Kecamatan Kramatwatu Bagian Utara, Kasemen, Pontang, Tirtayasa dan Tanara. Tegalan seluas 39.912,35 Ha tersebar diseluruh Kabupaten Serang, kebun campuran seluas 39.159,10 Ha yang sebagian besar berada di Wilayah Serang bagian Selatan diantaranya Kecamatan Petir, Tunjung Teja, Baros, Curug, Pabuaran, Padarincang, Ciomas, Gunungsari, Mancak dan Kecamatan Cinangka, perkampungan seluas 20.121,97 Ha yang tersebar di seluruh Kabupaten Serang, perumahan seluas 8.680 Ha, dan jasa seluas 3.305,26 Ha sebagian besar terkonsentrasi di Wilayah Kota Serang dan Kramatwatu, sehingga luas lahan budidaya secara keseluruhan sejumlah 106.043,01 Ha. Kawasan lindung di Kabupaten Serang tersebar di seluruh wilayah, yang meliputi sempadan sungai dan sempadan pantai, sedangkan kawasan lindung selain sempadan sungai dan pantai, terdapat diwilayah Serang Selatan dan Utara yaitu diwilayah Ciomas, Padarincang, Mancak dan Kramatwatu, sedangkan diwilayah Utara terdapat di Kecamatan Bojonegara dan Puloampel. Perkembangan yang
78
terjadi terhadap keberadaan hutan lindung ini mengalami penurunan, sehingga diperkirakan telah terjadi penyusutan luas hutan lindung 4361,79 ha dari 17906,61 ha menjadi tinggal 13544,82 ha.
Kabupaten Serang memiliki lahan pertanian sangat luas yang dikelola oleh masyarakat. Memberikan hasil pertanian yang beragam seperti buah-buahan pisang, mangga, rambutan dan durian untuk konsumsi lokal dan memasok kebutuhan buah kota Jakarta. Serang juga memiliki perkebunan rakyat yang menghasilkan kelapa, kacang tanah, melinjo, kopi, cengkeh, lada, karet, vanili, kakao dan bumbu-bumbu. Juga untuk memenuhi kebutuhan lokal serta lebih banyak untuk memasok kebutuhan Jakarta.
Di sektor industri, terdapat dua Zona Industri yaitu Zona Industri Serang Barat dan Zona Industri Serang Timur . Zona Industri Serang Barat terletak di Kecamatan Bojonegara, Pulo Ampel dan Kramatwatu dengan luas total 4.000 Ha berada disepanjang pantai Teluk Banten untuk pengembangan industri mesin, logam dasar, kimia, maritim dan pelabuhan. Sedangkan Zona industri Serang Timur terletak di Kecamatan Cikande, Kibin, Kragilan dan Jawilan dengan luas kawasan industri 1.115 Ha. Terdapat beberapa kawasan industri seperti Nikomas Gemilang, Indah Kiat dan Cikande Modern. Total perusahaan industri besar dan sedang di Kabupaten Serang sebanyak 145 perusahaan.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang memiliki sumberdaya sangat potensial, diantaranya: ikan, udang, molusca, terumbu karang, ranjungan, bahan tambang dan mineral, wisata serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan dan
79
sumberdaya laut lainnya memiliki nilai ekonomis penting dan strategis dalam perekonomian lokal, regional, nasional, dan internasional. Untuk meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang, diperlukan konsep dan strategi pengelolaan secara profesional dan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai instansi teknis terkait, disertai peran serta dunia usaha dan partisipasi masyarakat.
Pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang semakin beragam seiring dengan semakin meningkatnya berbagai kegiatan pembangunan, yang diikuti dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil disertai dengan berbagai peruntukannya
seperti
pemukiman,
perikanan,
pertanian,
pariwisata,
perhubungan, dan lain sebagainya, maka semakin meningkat pula tekanan eksploitasi terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
4.1.2 Deskripsi Wilayah Kecamatan Tirtayasa
Kecamatan Tirtayasa memiliki luas 53,19 Km² dari luas Kabupaten Serang, dengan batas-batas Kecamatan sebagai berikut :
Sebelah utara
: Laut Jawa
80
Sebelah Selatan
: Kecamatan Pontang
Sebelah Barat
: Kecamatan Pontang
Sebelah Timur
: Kecamatan Tanara
Ibu Kota Kecamatan Tirtayasa terletak pada jarak 30 Km dari Ibu Kota Kabupaten Serang dan juga Ibu Kota Provinsi Banten. Bentuk topografi wilayah Kecamatan Tirtayasa sebagian besar merupakan dataran rendah, dengan ketinggian rata-rata kurang dari 5 meter dari permukaan laut.
Secara administrasi Wilayah Kecamatan Tirtayasa terdiri dari 14 Desa, yang terbagi menjadi 42 Rukun Warga (RW), dan 132 Rukun Tetangga (RT). Dengan jumlah penduduk sebanyak 42.374 jiwa, yang terdiri dari 21.113 jiwa penduduk laki-laki dan 21.261 jiwa penduduk perempuan. Adapun nama-nama Desa yang ada di Kecamatan Tirtayasa adalah sebagai berikut:
81
Tabel 4.1 Nama Desa di KecamatanTirtayasa Desa 1. Tengkurak 2. Tirtayasa 3. Laban 4. Puser 5. Samparwadi 6. Sujung 7. Kebon 8. Kebuyutan 9. Kemanisan 10. Pontang Legon 11. Susukan 12. Alang-alang 13. Lontar 14. Wargasara
Uraian Luas Wilayah (KM²) Pantai/Pesisir 4,15 √ 2,30 2,31 1,55 2,21 9,45 √ 2,45 2,18 1,80 3,22 9,10 √ 4,65 √ 5,45 √ 2,37 √
Dataran √ √ √ √ √ √ √ √ -
Sumber: Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, 2013
Kecamatan Tirtayasa yang letaknya di jalur pantura, mempunyai nilai strategis untuk mengembangkan budidaya perikanan, dengan luas lahan tambak 2.024 Ha dan mempunyai luas laut yang memadai. Walaupun sebagian penduduk di Kecamatan Tirtayasa masih di Dominasi oleh sektor Pertanian (padi sawah) dengan luas lahan persawahan 2.493 Ha.
4.1.3 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Dimana Desa Lontar memiliki luas 5,45 Km² dan merupakan salah satu Desa yang termasuk wilayah pesisir yang ada di Kecamatan Tirtayasa. Kawasan pesisir memiliki kekayaan dan kebhinekaan sumberdaya alam yang dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat wilayah pesisir tersbut,
82
pihak swasta, maupun Pemerintah Daerah setempat jika dikelola dengan baik dan optimal.
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir lautan secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: Sumber daya dapat pulih (renewable resource) terdiri atas hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan rumput laut, serta sumber daya perikanan laut. Sedangkan Sumber daya tidak dapat pulih (nonrenewable resource) meliputi seluruh mineral dan geologi, misalnya mineral terdiri dari tiga kelas, yaitu A (mineral strategis misalnya minyak, gas) B (mineral vital, meliputi emas, timah, nikel, bauksit) C (mineral, industri, termasuk bahan bangunan dan galian seperti granit dan pasir). Dan Jasa-jasa lingkungan (environment service) meliputi kawasan pesisir dan lautan sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan, penampung limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan perlindungan (konservasi dan preservasi), dan sistem penunjang.
Masyarakat Desa Lontar sebagian bahkan hampir seluruhnya merupakan bermata pencaharian sabagai nelayan. Dimana nelayan tersebut terbagi menjadi kedalam tiga jenis, yaitu nelayan tangkap, nelayan tambak, dan nelayan budidaya rumput laut. Desa Lontar memiliki banyak potensi untuk dikembangkan yaitu adanya tambak ikan, rumput laut, tempat wisata umum, dan memiliki Tempat Pelelangan Ikan sebagai sarana jual beli ikan para nelayan tangkap.
83
Di Desa Lontar juga terdapat pemanfaatan atau pengelolaan sumberdaya pasir, baik yang dilakukan oleh pihak swasta maupun oleh masyarakat lokal sekitar pesisir Lontar. Penambangan pasir ini menimbulkan banyak pertentangan dan perbedaan pendapat didalam masyarakat. Karena penambangan pasir yang dilakukan baik oleh pihak swasta ataupun masyarakat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan wilayah pesisir Desa Lontar karena penambangan pasir termasuk kedalam jenis penambangan galian C, dimana sumberdaya yang dikelola tersebut (pasir) termasuk kedalam kategori sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resource). Pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar masih belum optimal. Hal tersebut dapat terlihat dari tujuan pengelolaan wilayah pesisir yang belum terwujud. Tujuan utama dari pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir itu sendiri. Desa Lontar memiliki banyak potensi namun berdasarkan data dari Kecamatan Tirtayasa, Desa Lontar merupakan desa yang memiliki Jumlah Rumah Tangga Sasaran/ Penduduk Miskin (RSTPM) terbanyak dibandingkan Desa lain yang ada di Kecamatan Tirtayasa yaitu sebanyak 527 KK (Kepala Keluarga) pada tahun 2013. Dan data tersebut bertambah dari tahun-tahun sebelumnya.
4.1.4 Gambaran Umum BAPPEDA Kabupaten Serang
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Serang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan sebagian tugas Pemerintah Daerah di Bidang Perencanaan
84
Pembangunan Daerah. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan
kebijakan
teknis
penyelenggaraan
sebagian
tugas
Pemerintah Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah. 2. Pengaturan penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan. 3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah. 4. Pengawasan penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah; dan 5. Pelaksanaan tugas tambahan.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala Bidang Kelautan mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Merumuskan dan menetapkan Visi dan Misi Badan; 2. Merumuskan Rencana Strategis (RENSTRA) Badan; 3. Merumuskan dan menetapkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); 4. Merumuskan dan menetapkan Rencana Kerja (RENJA) Badan 5. Merumuskan Penetapan Kinerja (TAPKIN) Badan; 6. Merumuskan dan menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) Badan; 7. Merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP) Badan;
85
8. Merumuskan dan menetapkan Kebijakan teknis di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah; 9. Merumuskan dan menetapkan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Badan; 10. Membina, membagi tugas, memberi petunjuk dan bimbingan kepada bawahannya; 11. Mengkoordinasikan unit satuan kerja bawahannya; 12. Memberikan pelayanan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah; 13. Menandatangani dokumen penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah; 14. Mengelola administrasi kepegawaian, keuangan, dan aset daerah di Badan; 15. Melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas dengan SKPD terkait; 16. Melaksanakan fasilitas dan konsultasi dalam upaya menyelesaikan permasalahan terkait bidang Perencanaan Pembangunan Daerah; 17. Melaksanakan sosialisasi sesuai dengan lingkup tugasnya; 18. Melaksanakan konsultasi dengan atasannya dan Instansi Pemerintah yang lebih tinggi; 19. Menyusun evaluasi hasil Rencana Kerja Badan; 20. Menyusun Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Badan; 21. Menyusun Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Badan;
86
22. Menyusun
Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
(LAKIP) Badan; 23. Melakukan pengawasan dan pengendalian pada setiap tahapan pelaksanaan tugas dan fungsi; 24. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan sesuai bidangnya; 25. Melaksanakan tugas kedinasan lain dalam kapasitas sebagai tim dan kepanitiaan lintas SKPD.
4.1.5 Gambaran Umum Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang
Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan mengawasi, Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah di bidang Sumberdaya Kelautan. Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, Bidang Kelautan mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Perumusan
rencana
kebijakan
penyelenggaraan
tugas
Pemerintahan Daerah di bidang Sumberdaya Kelautan; 2. Pengaturan penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah di bidang Sumberdaya Kelautan; 3. Pelaksanaan penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah di bidang Sumberdaya Kelautan;
87
4. Pengawasan penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah di bidang Sumberdaya Kelautan; dan 5. Pelaksanaan tugas tambahan.
Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala Bidang Kelautan mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Menyiapkan bahan perumusan Visi dan Misi Dinas di Bidangnya; 2. Menyiapkan bahan perumusan Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas di Bidangnya; 3. Menyusun Rencana Kerja (RENJA) Dinas di Bidangnya; 4. Menyiapkan bahan perumusan Penetapan Kinerja (TAPKIN) Dinas di Bidangnya; 5. Menyiapkan bahan perumusan Indikator Kinerja Utama (IKU) Dinas di Bidangnya; 6. Menyiapkan bahan perumusan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Dinas di Bidangnya; 7. Menyiapkan bahan perumusan Standar Operasional Prosedur (SOP) Dinas di Bidangnya; 8. Menyiapkan bahan Kebijakan teknis di bidangnya; 9. Menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA) di bidangnya; 10. Membina, membagi tugas, memberi petunjuk dan bimbingan kepada bawahannya; 11. Mengkoordinasikan unit satuan kerja bawahannya;
88
12. Melaksanakan pelayanan urusan Pemerintahan Daerah di bidang Kelautan yang meliputi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-pulau Kecil; Penangkapan Ikan; dan Pengawasan dan Pengendalian 13. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh atasan sesuai bidangnya; dan 14. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya dalam kapasitas sebagai tim dan atau kepanitiaan lintas SKPD.
Bidang Kelautan sebagaimana dimaksud, membawahi beberapa Seksi sebagai berikut:
1. Seksi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-pulau Kecil. 2. Seksi Penangkapan. 3. Seksi Pengawasan dan Pengendalian.
4.2 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang didapat dari hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan menggunakan tekhnik analisa data kualitatif. Dalam penelitian ini, mengenai pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Peneliti menggunakan teori pegelolaan wilayah pesisir secara terpadu menurut Dahuri (2008:12), teori tersebut menggambarkan beberapa indikator dalam manajemen yaitu planning
89
(perencanaan), Pelaksanaan, Pengawasan, dan Evaluasi. Kemudian data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan yang peneliti peroleh melalui proses wawancara dan observasi. Kata-kata dan tindakan orang yang diwawancara merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan dalam penelitian. Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan adalah catatan berupa catatan lapangan peneliti, seperti dokumen-dokumen yang peneliti dapatkan baik dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang yang merupakan data mentah yang harus diolah dan dianalisis kembali untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Selain itu bentuk data lainnya berupa foto-foto lapangan dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatankegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang. Selanjutnya karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka dalam proses menganalisis datanya pun peneliti melakukan analisa secara bersamaan. Seperti yang telah dipaparkan dalam bab 3 (tiga) sebelumnya, bahwa dalam prosesnya analisa dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Prasetya Irawan, yaitu selama penelitian dilakukan dengan menggunakan tujuh tahap penting, diantaranya; pengumpulan data mentah, analisis data dimulai dengan melakukan pengumpulan data mentah, misalnya dengan wawancara. observasi lapangan, kajian pustaka. Pada tahap ini dibutuhkan alat-alat pendukung seperti tape recorder, kamera, dan lain-lain. Yang
90
dicatat adalah data apa adanya (verbatim), tidak diperkenankan untuk mencampuradukkan pikiran, pendapat, maupun sikap dari peneliti itu sendiri. Transkip data, pada tahap ini catatan hasil wawancara dirubah kebentuk tertulis seperti apa adanya (verbatim), bukan hasil pemikiran maupun pendapat pribadi peneliti. Pembuatan koding, pada tahap ini membaca ulang seluruh data yang ditranskip. Baca pelan-pelan dengan sangat teliti, sehingga menemukan hal-hal penting yang perlu dicatat dengan mengambil kata kuncinya, data kata kunci ini kemudian diberi kode. Kategorisasi data, pada tahap ini peneliti mulai “menyedehanakan” data dengan cara “mengikat” konsep-konsep (kata-kata) kunci dalam satu besaran yang dinamakan “kategori”. Penyimpulan sementara, membuat penyimpulan sementara berdasarkan data yang ada tanpa memberi penafsiran dari pikiran penulis/peneliti. Kesimpulan ini 100% harus berdasarkan data. Jika ingin memberi penafsiran dari pikiran sendiri maka tuliskan pada bagian akhir kesimpulan sementara yang disebut dengan Observer’s Comments (OC). Triangulasi, temuan yang dihasilkan dicek ulang derajat keshahihan dan keandalannya dengan menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memperpanjang masa penelitian dengan menggunakan teknik triangulasi. Sederhananya teknik triangulasi bertujuan untuk memperkuat temuan-temuan, adalah proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Penyimpulan akhir, apabila temuan yang dihasilkan dari penelitian dapat terjamin validitas dan reliabilitasnya barulah kemudian membuat penyimpulan akhir.
91
Peneliti juga melakukan triangulasi sehingga data yang diperoleh mencapai titik jenuh. Teknik pengumpulan data dengan triangulasi data yaitu menggabungkan teknik pengumpulan data interview (wawancara), teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung di lokus penelitian (observasi) dan teknik pengumpulan data dokumentasi serta dilengkapi dengan catatan lapangan yang kemudian diberi kode. Triangulasi yang digunakan oleh peneliti yaitu triangulasi sumber, yaitu melakukan wawancara kepada sumber yang berbeda hingga hasil dari wawancara tersebut mencapai titik jenuh, atau hasil wawancara yang di dapat dari beberapa sumber tersebut mendapat jawaban yang hampir sama atau bahkan sama.
4.3 Daftar Informan Penelitian Pada penelitian ini, mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, pemilihan informan penelitiannya menggunakan tekhnik purposive. Adapun informan-informan yang peneliti tentukan merupakan orang-orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Karena informan itu sendiri berhubungan langsung dengan masalah yang sedang diteliti . Informan penelitian ini selain aparatur pelaksana sebagai key informan yaitu Kepala Seksi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Permukiman, dan Prasarana Wilayah
92
BAPPEDA Kabupaten Serang, Sekertaris Desa (SEKDES) Desa Lontar, Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar, Ketua POKWASMAS (Kelompok Pengawas Masyarakat) Desa Lontar, dan Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar untuk keabsahan data dan untuk dapat menggali secara mendalam mengenai penelitian ini maka peneliti pun mengambil informan diluar aparat pelaksana. Informan tersebut diantaranya yaitu masyarakat yang dibagi menjadi dua yaitu masyarakat nelayan serta masyarakat bukan nelayan sebagai secondary informan. Adapun informan dalam penelitian ini terdiri dari 1 orang Kepala Seksi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, 1 orang Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Permukiman, dan Prasarana Wilayah BAPPEDA Kabupaten Serang, 1 orang Sekertaris Desa (SEKDES) Desa Lontar, 1 orang Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar, 1 orang Ketua POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Desa Lontar, 1 orang Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar, 6 orang masyarakat nelayan, dan 3 orang masyarakat bukan nelayan Desa Lontar sebagai Secondary Informan.
93
Tabel 4.2 Keterangan Informan Kode informan
Nama
Jabatan/ pekerjaan
Jenis Kelamin dan Umur
I1
Ibu Mumun Munawaroh, S.Pi, M.Si.
Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil.
Perempuan 46 Tahun
I2
Bapak Freddy L Sinurat, ST, M.Si.
Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Pemukiman, dan Prasarana Wilayah.
Laki-laki 45 Tahun
I3
Bapak Rusita
Sekdes Desa Lontar
Laki-laki 43 Tahun
4
I4
Bapak Marsad
5
I5
Bapak Fahruri
6
I6
Bapak Yanto S
7.
I7-1
Bapak Jaiman
8.
I7-2
Bapak Asep
Nelayan (Rumput Laut)
Laki-laki 27 Tahun
9
I7-3
Bapak Rosidi
.Nelayan (Tangkap)
Laki-laki 40 Tahun
10
I7-4
Bapak Nuryanto
Nelayan (Tangkap)
Laki-laki 31 Tahun
11
I7-5
.Bapak Sidik
Nelayan (Tambak)
Laki-laki 45 Tahun
12
I7-6
Bapak Jazuli
Nelayan (Tambak)
Laki-laki 26 Tahun
13
I8-1
Bapak H.Jarnudi
Masyarakat (bukan nelayan)
Laki-laki 43 Tahun
No
1.
2.
3.
Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar Ketua POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Desa Lontar Ketua KUB (Kelompok Usaha Bersama) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar Ketua RW (Nelayan Rumput Laut)
Laki-laki 38 Tahun
Laki-laki 40 Tahun
Laki-laki 36 Tahun Laki-laki 46Tahun
94
14
I8-2
Ibu Karsinah
Masyarakat (bukan nelayan)
Perempuan 40 Tahun
15
I8-3
Bapak Siman.
Masyarakat (bukan nelayan)
Laki-laki 24 Tahun
(Sumber: Peneliti, 2014)
Informan di atas merupakan informan utama dalam penelitian ini. Adapun datadata lain yang merupakan sebagai informasi-informasi pelengkap dari informasi yang telah diberikan oleh informan utama.
4.4 Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan suatu data dan fakta yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti gunakan yaitu menggunakan teori Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu menurut Dahuri (2008:12) dimana dalam teori Dahuri proses pengelolaan ini melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, keterpaduan (integration) mengandung tiga dimensi: sektoral, bidang ilmu, dan keterkaitan ekologis. Dan bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama: perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi.
95
4.4.1 Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar Tahap awal dari proses perencanaan adalah dengan cara mengidentifikasi dan mendefinisikan isu dan permasalahan yang ada, yang menyangkut kerusakan sumber daya alam, konflik penggunaan, pencemaran, dimana perlu dilihat penyebab dan sumber permasalahan tersebut, selanjutnya juga perlu diperhatikan sumber daya alam dan ekosistem yang ada yang menyangkut potensi, daya dukung, status, tingkat pemanfaatan, kondisi sosial ekonomi dan budidaya setempat seperti jumlah dan kepadatan penduduk, keragaman suku, jenis mata pencaharian masyarakat lokal, sarana dan prasarana ekonomi dan lain-lain. Berdasarkan pendefinisian masalah yang dipadukan dengan informasi tentang sumber daya alam dan ekosistem serta aspirasi masyarakat selanjutnya disusun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Berdasarakan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai serta melihat peluang dan kendala yang ada selanjutnya mulai dibuat perencanaan berupa kegiatan pembangunan dalam bentuk program dan proyek. Perencanaan yang telah disusun perlu disosialisasikan kembali kepada masyarakat luas untuk mendapat persetujuan rencana ini baru dimasukkan dalam agenda pembangunan baik daerah maupun nasional. Baik di Indonesia maupun di Banten, khususnya Kabupaten Serang sudah memiliki acuan atau dasar hukum dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir yaitu: - Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
96
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.16/MEN/2008 Tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil - Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030 - Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 20132033 Adapun dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir terdapat pihak-pihak yang terkait, seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Untuk pengelolaan pesisir Kabupaten Serang, jadi kita kan sudah menyusun ada sesuai UU No 27 tahun 2007 ada perencanaan, Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K) terus ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) nah itu kan pada saat penyusunan itu kan kita harus mengidentifikasi stakeholder, pihak-pihak terkait itu. Jadi kita merumuskan satu, ada Instansi Pemerintah bisa Instansi di dalam Pemda Kabupaten Serang, ada juga Instansi Vertikal (dibawah departemen kelautan, ada loka wilayah pesisir, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, dan UPT Pelabuhan Perikanan Nusantara). Terus kemudian yang kedua masyarakat, yang dimaksud masyarakat disini ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kita libatkan, ada perguruan tinggi yang selama ini juga kita libatkan ada Untirta dan juga STP, terus ada juga masyarakat langsung disitu kan ada masyarakat pesisir, untuk di Lontar yaitu nelayan dan pengelola budidaya disana. Pihak swasta tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan karena waktunya khusus dan sifatnya sebentar dan berganti-ganti sementara untuk penyusunan ini kan butuh waktu setahun dua tahun.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.15 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
97
Berdasarkan wawancara dengan I1 dapat dilihat bahwa dalam penyusunan sebuah Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir terdapat pihak-pihak yang terkait yaitu Instansi Pemerintah yang terbagi menjadi dua yaitu Instansi Pemerintah Pemda Kabupaten Serang dan Instansi Pemerintah Vertikal (dibawah Departemen Kelautan), Kemudian Masyarakat yang juga terbagi menjadi dua yaitu LSM, Perguruan Tinggi dan masyarakat pesisir. Sedangkan untuk pihak swasta tidak ikut dilibatkan. Sedikit berbeda dengan Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Pihak-pihak yang terkait itu ya semua SKPD, semua Dinas yang ada di Kabupaten Serang itu pasti. Semua stakeholder juga, baik itu pihak swasta, pihak masyarakat, juga itu untuk perencanaan pengelolaan. Karna yang namanya perencanaan itu kita menyusun dokumen itu harus dilibatkan masyarakatnya, jadi istilahnya ada yang namanya konsultasi publik pada saat kita membuat perencanaan sebelum di finalisasi kita harus melakukan konsultasi publik dengan masyarakat, perguruan tinggi, LSM, itu pasti ikut serta jadi yang namanya untuk perencanaan pengelolaan wilayah pesisir itu semua stakeholder ikut terlibat. Konsultasi publiknya itu kita memaparkan jadi bentuknya forum, masyarakat kita undang kita paparkan, ini loh yang namanya kita sudah menyusun perencanaan pengelolaan wilayah pesisir nih kedepan seperti ini. Masyarakat bagaimana apakah sudah sesuai, tapi kita ada aspirasinya yah makanya kita ada penjaringan informasi. Jadi sebelum dibuat perda, konsultasi publik itu harus.” (Wawancara dengan I2, 19 Februari 2014, Pukul 15.00 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I2 dapat dilihat bahwa untuk penyusunan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir pihak-pihak yang terkait adalah Instansi Pemerintah, Pihak Swasta, dan Masyarakat. Hal tersebut sedikit berbeda dengan yang dikatakan oleh I1 bahwa pihak swasta tidak ikut dilibatkan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Sedangkan menurut Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Kalo di perikanan itu yah langsung dengan orang-orang pelelangan kalo dari perikanan itu kebanyakan dari orang lelang yang mengelola. Kalo dibidang budidaya, yang mengelola itu kelompok
98
masyarakat.”. (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.00 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa pihak yang terkait dalam mengelola wilayah Pesisir di Desa Lontar terbagi sesuai dengan wilayah yang dikelola oleh masyarakat yaitu di perikanan langsung dengan orang-orang pelelangan sedangkan dibidang budidaya, yang mengelola adalah kelompok masyarakat. Masyarakat pesisir merupakan pihak terpenting karena masyarakat itu sendiri yang nantinya akan merasakannya secara langsung pengelolaan dari perencanaan yang sudah ada. Seperti yang diungkapkan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan: “Masyarakat ikut dilibatkan, umpamanya membuat proposal itu kan pengajuannya dari masyarakat, masyarakat ngajukan ke desa, desa ke pemerintah, jadi tetap dilibatkan. Toh yang akan menikmati juga masyarakat.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.03 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa masyarakat Desa Lontar ikut terlibat dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dengan cara mengajukan ke Desa, kemudia Desa ke Pemerintah. Namun lain hal nya keterangan yang didapatkan dari masyarakat Desa Lontar yang mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah ikut ataupun terlibat dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan di Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Selama ini kami melihat dan memandang yah, tidak ada tuh sosialisasi Perda Pengelolaan Wilayah Pesisir seperti itu, tidak ada.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, pukul 11.04 WIB di TPI Desa Lontar)
99
Berdasarkan wawancara dengan I4 bahwa masyarakat Desa Lontar selama ini tidak pernah ikut dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Bahkan untuk Peraturan Daerah yang ada saja tidak mengetahuinya. Hal serupa diungkapkan oleh masyarakat (nelayan), bahwa mereka tidak ikut dilibatkan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, beliau mengatakan bahwa “Gak tau sih gak ada, mungkin pihak Desa kali kalo itu mah.” (Wawancara dengan I7-1, 26 Januari 2014, pukul 09.01 di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I7-1 bahwa masyarakat Desa Lontar tidak ikut dilibatkan, padahal masyarakat merupakan elemen penting dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir karena dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Jadi gini, dokumen itu pada saat disusun sudah melibatkan masyarakat. Tadi itu ya perwakilan LSM dari kampus seperti itu. Nah setelah disusun, dalam konsep penyusunan itu kita libatkan, kita ada konsultasi publik. Dengan adanya konsultasi publik itu kita tau sesuai gak itu dengan keinginan masyarakat nah itu kita koordinasikan, kalau ada masukan-masukan itu kita akomodir, bahkan pertemuan itu tidak hanya sekali jadi pertemuan itu beberapa kali gitu. Setelah sesuai dengan keinginan masyarakat, sesuai juga dengan aturan-aturan yang memang ada di kita baik aturan Pemerintah Daerah maupun aturan Pemerintah Pusat baru itu dijadikan peraturan di kita ada yang Perda ada yang Peraturan Bupati. Bahkan untuk yang rencana strategis kita itu langsung turun ke kecamatan-kecamatan dan mengumpulkan masyarakat. Jadi visi dan misi itu masukan dari mereka. Nah programnya itu kita yang mendetilkannya dan membahasakannya.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.18 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang)
100
Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa setelah perencanaan pengelolaan wilayah pesisir disusun, kemudian ada nya konsultasi publik untuk mengetahui sudah sesuai atau belum dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat pesisir. Dan masukan-masukan dari masyarakat yang ada akan diakomodir. Adapun yang ingin dicapai dari pengelolaan wilayah Pesisir di Desa Lontar sudah tercantum di dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Nah itu kita kan seperti yang ada di undang-undang no 27 tahun 2007 itu kan kita ada empat dokumen perencanaan yang harus dibuat oleh masing-masing kabupaten/kota yang punya pesisir, nah dokumen pertama yang harus dibuat itu Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K). Renstra pesisir itu kita sudah buat masuk di Perbub no 14 tahun 2011, nah disana ada visi, misi, strategi, sasaran dan program ada disana. Jadi itu lah tujuan yang ingin kita capai gitu. Isinya ada disana semua. Caranya kita membuat turunanturunan, sekarang ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) itu pengaturannya dimulai dari sana jadi visi yang ingin dicapai dan tujuan itu udah ada di RZWP3K.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.20 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa yang ingin dicapai dari pengelolaan wilayah Pesisir di Kabupaten Serang dan Desa Lontar sudah tercantum didalam visi dan misi Peraturan Daerah Kabupaten Serang yaitu didalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033. Sedangkan menurut Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Kalo perencanaan pembangunan itu dikatakan baik, ada tahapannya yaitu perencanaan, ada pelaksanaan, trus ada monitoring nanti pengawasan, terus ada
101
evaluasi nah gitu jadi kalo misalnya ya perencanaan sampai dengan pelaksanaan itu sesuai dengan target, sesuai dengan output yang diinginkan itu berarti sudah perencanaan yang baik. Jadi apa yang kita impikan, apa yang kita targetkan, outputnya pas waktu pelaksanaan terealisasi itu perencanaannya sudah baik. Tapi kalo target tidak tercapai belum tentu juga perencanaannya gak baik, liat juga kendala-kenadalanya apa, hambatannya apa, jadi istilahnya mah perencanaan itu mah butuh pengawasan butuh kontrol, saat kontrol itu kita melihat keadaan dilapangan gimana nanti diakhirnya kalo memang mencapai target itu perencanaannya sudah baik, tapi kalo tidak sesuai dan tidak tercapai berarti perencanaannya tidak baik.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul 15.10 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa yang ingin dicapai dari pengelolaan wilayah pesisir harus sesuai dengan tahap-tahap pengelolaan, yaitu dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan
hingga
evaluasi.
Dan
didalam
melaksanakan ke empat tahap tersebut perlu adanya keterpaduan dari berbagai sektor seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Ya, sangat perlu makanya disana kenapa kita mengidentifikasi stakeholder karena kita memang harus terpadu gitu. Untuk di undang-undang saja sudah mensyaratkan itu, didalam undang-undang no 27 itu ketua nya bukan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, ketua tim nya adalah Kepala BAPPEDA jadi disini sudah mengindikasikan bahwa ini untuk mencakup seluruh stakeholder terutama untuk yang di Pemda yang punya kebijakan-kebijakan dari masingmasing kementrian, masing-masing departemen, masing-masing dinas disatukan disana. Jadi kalo misalkan kita liat di rencana zonasi itu kita coba memasukkan ada orang dinas perhubungan, dinas pariwisata. Disini kita anggotanya juga ada BPBD untuk potensi kebencanaan, Dinas Tata Ruang dimana harus singkron dengan RTRW, terus karena ada potensi pariwisata kita juga ada Dinas Pariwisata. Ada juga masukan dari Universitas, dia terkait kajian keilmuannya.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.23 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa sangat perlu adanya keterpaduan dalam perencanaan dari berbagai sektor dengan cara mengidentifikasi seluruh stakeholder terutama untuk yang di Pemerintahan daerah Kabupaten Serang yang
102
memiliki kebijakan-kebijakan dari masing-masing Kementrian, masing-masing Departemen, dan masing-masing Dinas disatukan. Hal yang sama pun dikeluarkan oleh Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Iya harus keterpaduan itu ya jadi istilahnya dokumen perencanaan ya kan kalo kita di BAPPEDA ini dokumen perencanaan itu bisa disusun apabila sudah melibatkan berbagai sektor. Jadi misalnya nih seperti ini kalo kita mempunyai dokumen perencanaan mau mengelola pesisir, kan bukan cuma BAPPEDA bukan hanya Dinas Kelautan tapi ada yang namanya aspek ekonomi, aspek sosial, kemasyarakatan, aspek lingkungannya juga harus diperhatikan. Makanya perlu keterpaduan dari berbagai sektor jadi untuk mengelola pesisir ini misalnya bagaimana biar pengelolaannya bagus berarti kan sosialisasi ke masyarakatnya harus bagus, gimana supaya pengelolaan cara hidup mereka disana untuk pesisir itu lebih bagus lagi.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul 15.12 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa perlu adanya keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor dan berbagai aspek sehingga pengelolaan yang akan dilaksanakan berjalan dengan baik. Dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat agar program yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan fokus dalam membantu masyarakat untuk mensejahterakan masyarakat pesisir. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Jadi gini, dokumen itu pada saat disusun sudah melibatkan masyarakat. Tadi itu ya perwakilan LSM dari kampus seperti itu. Nah setelah disusun, dalam konsep penyusunan itu kita libatkan, kita ada konsultasi publik. Dengan adanya konsultasi publik itu kita tau sesuai gak itu dengan keinginan masyarakat nah itu
103
kita koordinasikan, kalau ada masukan-masukan itu kita akomodir, bahkan pertemuan itu tidak hanya sekali jadi pertemuan itu beberapa kali gitu. Setelah sesuai dengan keinginan masyarakat, sesuai juga dengan aturan-aturan yang memang ada di kita baik aturan Pemerintah Daerah maupun aturan Pemerintah Pusat baru itu dijadikan peraturan di kita ada yang Perda ada yang Peraturan Bupati. Bahkan untuk yang rencana strategis kita itu langsung turun ke kecamatan-kecamatan dan mengumpulkan masyarakat. Jadi visi dan misi itu masukan dari mereka. Nah programnya itu kita yang mendetilkannya dan membahasakannya.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.25 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa untuk membuat perencanaan wilayah pesisir ada konsultasi publik dimana masyarakat dapat memberikan masukanmasukan yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang kemudian selanjutnya Pemerintah Kabupaten Serang yang terkait menyusun dan membuat kedalam program di dalam Peraturan Daerah. Sama halnya dengan yang dikatakn oleh Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Ya harus sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat. Untuk membuat acuan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir itu kita kan harus liat masyarakatnya juga disana jangan sampai kita membuat perencanaan pengelolaan pesisir itu bertolak belakang dengan apa yang ada disana gitu. Sebelum kita membuat dokumen perencanaan kita lihat dulu kondisi existing nya disana itu seperti apa, masyarakat kehidupannya bagaimana, bagaimana kita juga bisa mempertahankan malah dokumen perencanaan itu sifatnya kan lebih kepada memperbaiki apa yang ada gitu. Gimana supaya lebih baik lagi kedepan, jadi kita tidak merubah secara total mah engga, kita liat juga existing nya seperti apa kalo memang existing nya itu bagus untuk masa depan kenapa engga kita ikutin gitu, tapi kalo yang namanya existing nya banyaknya pencemaran ya memang itu kita harus tindak, kita arahkan.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul 15.14 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan jangan sampai bertolak belakang dengan kondisi masyarakat,
104
serta potensi yang ada diwilayah pesisir tersebut. Sama halnya dengan yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan “Iya, kalo dilihat dari program-program termasuknya dari tahuntahun yang lalu ya memang itu bantuan dari DKP tergantung dari permintaan masyarakat. Tapi ya semua nya kembali lagi kepada masyarakat dalam pengelolaannya bisa terus berjalan atau tidak.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, pukul 11.06 WIB di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4 bahwa program-program dari Pemerintah selama ini sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat tapi dalam pengelolaannya berjalan baik atau tidak tergantung dari masyarakat itu sendiri. Dan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir haruslah berorientasi kepada masa depan/ berkelanjutan agar tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir dapat tercapai tanpa harus merusak atau menghabiskan sumber daya pesisir yang ada. Seperti yang dikatakan oleh Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Untuk membuat acuan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir itu kita kan harus liat masyarakatnya juga disana jangan sampai kita membuat perencanaan pengelolaan pesisir itu bertolak belakang dengan apa yang ada disana gitu. Sebelum kita membuat dokumen perencanaan kita lihat dulu kondisi existing nya disana itu seperti apa, masyarakat kehidupannya bagaimana, bagaimana kita juga bisa mempertahankan malah dokumen perencanaan itu sifatnya kan lebih kepada memperbaiki apa yang ada gitu. Gimana supaya lebih baik lagi kedepan, jadi kita tidak merubah secara total mah engga, kita liat juga existing nya seperti apa kalo memang existing nya itu bagus untuk masa depan kenapa engga kita ikutin gitu, tapi kalo yang namanya existing nya banyaknya pencemaran ya memang itu kita harus tindak, kita arahkan. Kemudian harus berkelanjutan, namanya pembangunan semuanya harus berkelanjutan tidak boleh putus disuatu saat, harus berkelanjutan gitu.” (Wawancara dengan I2, 19 Februari 2014, Pukul 15.17 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang)
105
Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa dalam membuat perencanaan pengelolaan wilayah pesisir itu harus berkelanjutan jangan sampai bertolak belakang dengan kondisi existing yang ada di daerah tersebut. Jika baik bagi daerah dan lingkungannya maka akan diteruskan namun jika tidak baik dan mengakibatkan banyaknya pencemaran dan kerusakan lingkungan tidak boleh diteruskan
karena
akan
menghambat
bagi
jalannya
perencanaan
pengelolaan/program yang lain. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir juga harus berorientasi kepada masa depan atau berkelanjutan seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Ya Insyaallah iyah, jadi kan kita balik lagi ke visi misi. Disini visi Kabupaten Serang wilayah pesisirnya itu yah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil produktif, adil, mandiri, dan berwawasan lingkungan jadi kita pikir itu udah menunjukkan bahwa kita produktif jadi tidak hanya kita membiarkan tapi kita juga menghasilkan. Adil, itu kita artinya adil kepada masyarakat juga dan adil itu untuk seluruh stakeholder jadi industri tidak merasa dirugikan, masyarakat tidak merasa dirugikan jadi kita bisa bersinergi untuk itu. Mandiri, jadi kita tidak ketergantungan dengan orang lain gitu, terutama untuk nelayan. Kita inginnya masyarakat pesisir itu mandiri. Dan yang terakhir berwawasan lingkungan itu yah harus berkelanjutan atau berorientasi kepada masa depan.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.28 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa perencanaan wilayah pesisir haruslah memiliki visi misi yang salah satunya adalah berwawasan lingkungan dimana perencanaan wilayah pesisir harus berorientasi kepada masa depan atau berkelanjutan. Namun sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan:
106
“Yang sudah ada masih memperhatikan lingkungan seperti rumput laut disamping kita membudidaya dan juga menguntungkan sebagai rumah-rumah ikan, itu kan juga sudah menjurus ke masa depan juga. Tapi kaya nya kalo untuk pengelolaan pasir (penambangan pasir) itu hanya untuk jangka pendek karena tinggal tunggu waktunya akan habis. Sebenarnya tadi nya sawah karena kendalanya di air, jadi dialihfungsikan menjadi tambak, dan pasirnya dimanfaatkan.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.05 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir selama ini sudah ada yang bersifat atau berorientasi kepada masa depan dan berkelanjutan seperti membudidayakan rumput laut, namun masih ada juga yang belum seperti adanya penambangan pasir. Sama hal nya dengan yang disampaikan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Memang mestinya mah orientasinya orientasi ke depan yah, untuk rumput laut jelas merupakan salah satu produk yang sangat membantu potensi yang sangat membantu buat perekonomian masyarakat namun lagi-lagi dalam hal ini kita kembalikan lagi ke bagian budidaya nya, tergantung kegigihan dari masyarakat. Kalo untuk pengelolaan pasir itu sangat kontroversi dilingkungan masyarakat, pengelolaan pasir nya kan ada dua, ada yang dilaut dan yang di darat, itu mah gak berorientasi kepada masa depan karena berakibat terjadinya kerusakan di pesisir Lontar. Dilihat dari pengelolaan hanya sekelompok orang, tidak untuk kebutuhan masyarakat menyeluruh.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, pukul 11.09 WIB di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4 bahwa dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seharusnya berorientasi kepada masa depan dan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar sudah menuju ke arah orientasi masa depan, namun masih ada yang belum berorientasi kepada masa depan. Adapun
dalam
pembuatan
perencananaan
terdapat
hambatan-hambatan.
Konsultasi publik dan menampung aspirasi dari masyarakat merupakan masalah
107
yang cukup sulit dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, Seperti yang dikatakan Kasubid Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan: “Kalo hambatan-hambatan itu sebenarnya tidak terlampau banyak ya, yang cukup berarti pun gak ada paling hanya masalah menampung aspirasi. Menampung aspirasi itu kan bukan berarti serta merta kita semua aspirasi tuh masuk ke dokumen perencanaan, kita juga kan harus milah-milah mana nih yang menjadi prioritas karena dokumen perencanaan itu kan punya umur juga berapa tahun. Yang menjadi prioritas juga harus kita liat kemudian mana yang memang sesuai dengan keadaan di lapangan. Ada aspirasi masyarakat karena memang ketidaktauan mereka, ketidakmengertian mereka, itu kan mereka masukin saja tapi begitu kita berikan pehaman ternyata gak cocok, jadi kita berikan pehaman harus seperti ini, penggunaan ruang disana juga kan harus sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Jadi paling hambatannya sih ya itu doang memberikan pengertian kepada masyarakat itu gak segampang membalikan telapak tangan harus pelan-pelan makanya perlu sosialisasi terus menerus.” (Wawancara dengan I2 19 Februari 2014, Pukul 15.13 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I2 bahwa masyarakat dalam mengaspirasikan pendapatnya kurang memahami dan kurang mengerti apakah yang mereka inginkan tersebut cocok atau tidak dengan wilayah pesisir. Dan apakah merupakan prioritas atau bukan. Hal tersebut merupakan hambatan bagi Pemerintah Kabupaten dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir. Sedangkan menurut Sekdes Desa Lontar beliau mengatakan bahwa: “Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum, namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan. Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana doang.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, pukul 15.07 WIB, di Desa Lontar)
108
Berdasarkan wawancara dengan I3 bahwa hambatan dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar adalah dalam hal anggaran atau pendanaan sehingga wilayah pesisir Desa Lontar tidak dapat berkembangan. Berdasarkan uraian di atas yang terdapat pada indikator Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar, bahwa Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Serang masih belum maksimal yaitu yang tercantum di dalam Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030 dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033. Dikatakan belum maksimal karena untuk Desa Lontar, masyarakat lokal/pesisir di Desa Lontar tidak ikut serta dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, dimana dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir seluruh stakeholder harus terlibat didalamnya dan masyarakat merupakan pihak yang paling penting untuk memberikan masukan dalam pembuatan perencanaan wilayah pesisir Kabupaten Serang, terutama untuk wilayah pesisir Desa Lontar. Dengan tidak terlibatnya masyarakat Desa Lontar dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui perencanaan yang akan dilakukan di Desa mereka, dan perencanaan yang dibuat masih kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Desa Lontar. Kurang sesuainya program yang dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Serang dengan potensi yang dimiliki oleh Desa Lontar yaitu Desa Lontar masuk kedalam wilayah zona pertambangan sedangkan pesisir Desa Lontar sendiri sudah mengalami
109
abrasi. Tidak ikut sertanya masyarakat dikarenakan kurangnya komunikasi dan koordinasi yang baik antara masyarakat Desa Lontar dengan pihak aparat Desa Lontar. Sehingga perencanaan yang dibuat merupakan perencanaan top down. 4.4.2 Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar Pada tahap pelaksanaan diperlukan kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan pihak lainnya. Pada tahap implementasi/pelaksanaan ini juga diperlukan kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat benar-benar memahami rencana yang akan dilaksanakan. Selain itu juga diperlukan koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral. Dalam hal ini diperlukan adanya lembaga pelaksana yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah Daerah, masyarakat lokal, Investor/swasta, Instansi Sektoral, Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Jadi gini, pengelolaan wilayah pesisir itu kan kalo bisa menyeluruh ya, menghasilkan tapi juga berwawasan lingkungan. Nah kita existing di Lontar itu kan sebetulnya masuk kedalam wilayah abrasi. Memang sudah ada upaya dari pemerintah itu membangun penahan gelombang, sudah banyak juga dari elemen masyarakat, pemerintah juga yang menanam mangrove. Itu merupakan program dari pemerintah ada juga program dari swasta agar tidak terjadi abrasi, namun program tersebut terganggu dan terhambat oleh adanya penambangan pasir di
110
darat yang dilakukan oleh masyarakat dan tidak memiliki izin.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.30 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1 bahwa adanya ketidakterpaduan antara Pemerintah dengan sebagian Masyarakat Desa Lontar dalam melakukan kegiatan nya di wilayah pesisir Desa Lontar. Pemerintah berusaha untuk menanggulangi abrasi yang ada namun terhambat oleh penambangan pasir darat di pesisir Desa Lontar yang dilakukan oleh masyarakat yang belum memiliki izin. Peran serta masyarakat sangat diperlukan agar perencanaan yang telah dibuat bisa berjalan dengan baik. Di Desa Lontar peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir selain adanya penambangan pasir juga ada pengelolaan sumberdaya pesisir lainnya, dan sudah cukup baik seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan: “Kalo peran dari masyarakatnya sih memang Alhamdulillah yah masyarakat itu karena melihat potensi alamnya yang luar biasa akhirnya ya bahu membahu mengerjakan ini itu, yang penting dapet duit. Peran serta masyarakat sangat maksimal kalo musimnya ikan, mereka ikut nangkep ikan. Tapi tetep mengelola rumput laut. Ada disini juga masyarakat menanam mangrove.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.15 WIB, di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4 dapat dilihat bahwa peran serta masyarakat dalam mengelola sumberdaya pesisir sudah cukup baik seperti menjadi nelayan tangkap, membudidaya rumput laut, dan menanam mangrove. Selain pengelolaan sumberdaya hayati seperti yang disebutkan tadi, di wilayah Desa Lontar juga terdapat pengelolaan sumberdaya pesisir non hayati yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di pesisir Desa Lontar yaitu adanya penambangan pasir darat oleh masyarakat yang tidak memiliki izin/ilegal
111
dan penambangan pasir laut oleh pihak swasta. Seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan, beliau mengatakan bahwa: “Kalo untuk pengelolaan pasir itu sangat kontroversi dilingkungan masyarakat, pengelolaan pasir nya kan ada dua, ada yang dilaut dan yang di darat, itu mah gak berorientasi kepada masa depan karena berakibat terjadinya kerusakan di pesisir Lontar. Dilihat dari pengelolaan hanya sekelompok orang, tidak untuk kebutuhan masyarakat menyeluruh.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.19 WIB, di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4 dapat dilihat bahwa pengelolaan sumberdaya pasir di Desa Lontar dilakukan oleh sekelompok masyarakat dan tidak berorientasi kepada masa depan. Karena sumberdaya pasir termasuk kedalam sumberdaya yang tidak bisa pulih, yang jika di ambil secara terus menerus dan besar-besaran akan habis. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Tapi kaya nya kalo untuk pengelolaan pasir (penambangan pasir) itu hanya untuk jangka pendek karena tinggal tunggu waktunya akan habis. Sebenarnya tadi nya sawah karena kendalanya di air, jadi dialihfungsikan menjadi tambak, dan pasirnya dimanfaatkan.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, Pukul 15.15 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3 dapat dilihat bahwa pengelolaan sumberdaya pasir (penambangan pasir) di darat yang dilakukan oleh masyarakat hanya untuk jangka pendek dan hanya tinggal menunggu waktunya sumberdaya pasir yang ada di Desa Lontar habis. Hal tersebut tidak berorientasi kepada masa depan dan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan wilayah pesisir Desa Lontar untuk kedepannya. Selain pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati, Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah
112
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033, di Desa Lontar juga terdapat pengelolaan tempat wisata, yang diberi nama Pantai Lontar Indah. Sebelumnya juga sudah ada Rencana Strategi Penataan Kawasan Pantai Lontar Indah dari DISPORABUDPAR pada tahun 2009-2011, namun hingga saat ini tidak ada satupun dari rencana tersebut yang terlaksana seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum, namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan. Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana doang.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, Pukul 15.19 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa belum ada tindakan apapun dari Pemerintah Kabupaten Serang, dalam hal ini yaitu DISPORABUDPAR Kabupaten Serang untuk mengelola dan mengembangkan Pantai Lontar hanya baru sebatas rencana saja, dan tidak ada tanggapan lebih walaupun pihak Desa Lontar sudah mengajukan untuk dilakukan pengelolaan tempat wisata di daerah mereka. Bantuan dari pemerintah sangat lah penting dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir untuk menunjang berjalannya pengelolaan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan PulauPulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
113
“Ada bantuan dari pemerintah berupa bambu-bambu dan bibit untuk nelayan tambak, untuk nelayan tangkap berupa alat tangkap. Tahun ini, untuk di Lontar akan ada rehabilitasi TPI lagi.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, 11.32 WIB, di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa tahun-tahun sebelumnya sudah ada bantuan untuk para nelayan di Desa Lontar, dan untuk tahun ini ada bantuan untuk merehabilitasi Tempat Pelelangan Ikan di Desa Lontar. Hal serupa dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Bantuan dari Pemerintah, kami yang mengusulkan sesuai kebutuhan, selama ini seperti jaring. Dulu pernah ada bantuan kapal, tapi sudah lama sekali. Bantuan ada sejak tahun 2008. Tapi kami juga tidak mau selalu minta ke Pemerintah karena kalo minta terus kapan mandirinya.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.25 WIB, di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa sudah pernah ada bantuan dari Pemerintah/Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang untuk para nelayan, walaupun sudah lama tidak memberikan bantuan selama ini, sama halnya seperti yang dikatakan oleh Masyarakat (Nelayan), beliau mengatakan bahwa “Bantuan dari Pemerintah perahu kecil, bambu, caranya mengajukan ke Pemerintah, tapi udah lama gak ada bantuan dari Pemerintah.” (Wawancara dengan I7-1, 26 Januari 2014, Pukul 09.18 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I7-1 dapat dilihat bahwa untuk mendapatkan bantuan dari Pemerintah, masyarakat harus mengajukannya namun tidak selalu dapat dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Serang, dan sudah lama Pemerintah Kabupaten Serang tidak memberikan bantuan kepada para nelayan Desa Lontar. Hal tersebut dikarenakan dalam pemberian bantuan dari Pemerintah
114
bergantian dengan daerah lainnya selain Desa Lontar, seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Sudah ada bantuan, terutama nya bibit rumput laut berikut peralatannya lah untuk membudidayakan, tambang segala macem. Jadi kalo di perikanan juga sering, kadang-kadang jaring (alat tangkap). Itu bantuan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Serang. Pertambakkannya juga ada bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan, pakannya segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di air, jadi kadang-kadang tuh ini gagal panen. Banyak faktor nya, salah satunya karena limbah dari sungai ciujung. Tapi, bantuan dari pemerintah belum maksimal. Jadi umpamanya kita mengajukan 10 kelompok paling yang di acc cuma 2 atau 3 kelompok itupun tidak tiap tahun kita mendapatkan kan bergilir dengan Tanara dan Pontang. Jadi bantuan belum mencukupi karena kebutuhan masyarakat kan banyak.” (Wawancara dengan I3, 26 Januari 2014, Pukul 15.17 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa bantuan yang diberikan masih belum mencukupi karena kebutuhan masyarakat banyak namun bantuan yang diberikan tidak bisa selalu mendapatkannya karena harus bergilir atau bergantian dengan Tirtayasa dan Pontang. Hal tersebut dipertegas oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa : “Jadi kan begini, program dari kita itu kan terbatas sementara yang memerlukan banyak, tapi selama ini tidak menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi, mereka mengerti.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.34 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa meskipun Pemerintah tidak bisa selalu memberikan bantuan untuk nelayan Desa Lontar, hal tersebut bukan merupakan hambatan karena masyarakat Desa Lontar bisa mengerti meskipun sebenarnya memang membutuhkan.
115
Selain itu juga di Desa Lontar terdapat pengembangan atau pengolahan rumput laut, Desa Lontar memiliki potensi rumput laut yang cukup baik yang dapat menjadi sumber pendapatan dan perekonomian bagi masyarakat Desa Lontar seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Untuk rumput laut jelas merupakan salah satu produk yang sangat membantu potensi yang sangat membantu buat perekonomian masyarakat namun lagi-lagi dalam hal ini kita kembalikan lagi ke bagian budidaya nya, tergantung kegigihan dari masyarakat.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.26 WIB, di TPI Desa Lontar ) Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa potensi rumput laut di Desa Lontar sangat berpotensi sebagai sumber pendapatan dan perekonomian masyarakat sekitar jika dikelola dengan baik. Maka dari itu, melihat potensi yang sangat bagus dari rumput laut Pemerintah memberikan pelatihan untuk mengolah rumput laut menjadi olahan lain, seperti yang dikatakan oleh Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Hasil olahan rumput laut itu banyak bisa dibuat menjadi dodol, es rumput laut, kerupuk, amplang, sabun, dan lain-lain. Tapi untuk sekarang hanya bikin dodol, es rumput laut, sama es krim rumput laut. Karena bahan bakunya mudah dan tidak perlu modal yang gede, buat peredarannya juga mudah sih. Saya dapet ilmu nya dari pemerintah dikasih pelatihan. Dari Dinas Kelautan dan Perikanan ada pertemuan/sosialisasi, bimbingan teknik membuat, cara pemasaran gitu. Biasanya sih kurang lebih dalam setahun itu tiga kali. Yang saya tau ada 4 kelompok pembudidaya rumput laut, tapi gatau masih jalan apa engga.” (Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.11 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang memberikan pelatihan kepada masyarakat Desa Lontar untuk mengolah rumput laut menjadi barang jadi seperti dodol, es rumput
116
laut, kerupuk, amplang, sabun, dan lain-lain. Namun di Desa Lontar saat ini yang masih aktif terus memproduksi rumput laut hanya satu, yaitu Kelompok Usaha Bersama Bahari Jaya Bersatu. Hal tersebut dikarenakan untuk pemasaran hasil olahan rumput laut masih susah. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Pengembangan yang dilakukan dari sumberdaya rumput laut berupa dodol rumput laut, kerupuk, manisan, sama jus. Dijual hanya di warung-warung sekitar saja. Kendalanya memang di pemasaran. Kalo ada pemesanan baru produksi.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, 15.18 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa pemasaran merupakan kendala bagi pengolah rumput laut, dan hanya bisa dijual di tempattempat terdekat saja, dan hanya saat ada pemesanan baru di produksi untuk ke luar kota. Dan dari Pemerintah, hanya mengajak untuk mengikuti pameran. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Untuk sementara pemasaran hanya ke pasar-pasar tradisional sekitar. Ada dari pihak pribadi orang Bogor, yang sanggup memasarkan ke nasional. Dari pemerintah hanya ikut pameran-pameran saja. Kalo ada yang minta baru produksi dan kirim ke Cilegon, Depok, tapi yah gitu gak kontinyu.” (Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.14 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa untuk pemasaran ada yang akan membantu dari pihak pribadi, namun kendalanya permintaan tidak selalu datang. Sehingga untuk sementara pemasaran hanya ke pasar-pasar tradisional sekitar saja.
117
Sedangkan untuk pengelolaan tambak ikan di Desa Lontar kendalanya adalah di air. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Pertambakkannya juga ada bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan, pakannya segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di air, jadi kadangkadang tuh ini gagal panen. Banyak faktor nya, salah satunya karena limbah dari sungai ciujung.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.20 WIB, Di Desa Lontar) Berdasarkan hasil wawancara dengan I3 dapat dilihat bahwa air untuk pertambakkan di Desa Lontar sudah tercemar oleh sungai ciujung sehingga ikan yang ada di tambak tidak bisa berkembang dan menyebabkan sering terjadinya gagal panen. Hal tersebut dipertegas oleh Masyarakat (Nelayan Tambak) Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Ya ada aja, bibitnya, pakannya. Tapi karena airnya kena pencemaran dari limbah sungai ciujung jadinya ikan lama berkembangnya.” (Wawancara dengan I7-6, 26 Januari 2014, Pukul 10.00 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I7-6, dapat dilihat bahwa kendala bagi pengelolaan tambak ikan Di Desa Lontar adalah air yang sudah mulai terkena pencemaran dari limbah air sungai ciujung. Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pesisir Desa Lontar termasuk kedalam wilayah tempat wisata umum. Begitupun pada tahun 2011 DISPORABUDPAR Kabupaten Serang memiliki Strategi Rencana Penataan Kawasan Pantai Lontar Indah seperti gambar berikut :
118
Gambar 4.1 Strategi Rencana Penataan Kawasan Pantai Lontar Indah
Sumber: DISPORABUDPAR Kabupaten Serang
Namun sampai saat ini rencana tersebut tidak pernah berjalan atau dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Serang. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata umum, namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan. Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana doang.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.22 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa belum ada untuk pengelolaan tempat wisata umum Desa Lontar yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang. Sudah ada rencana yang cukup baik, namun belum ada pelaksanaannya sampai saat ini. Hal tersebut dipertegas oleh Masyarakat (pedagang) yang ada di sekitar pantai Lontar, beliau mengatakan bahwa:
119
Kalo untuk tempat wisata ini gak ada yang mengelola. Tumbuh sendiri. Pernah ada yang mau melestarikan dari pihak pribadi orang Bogor tapi gak jadi karena mau dibangun hotel segala macem langsung di demo sama masyarakat sininya. (Wawancara dengan I8-2, 16 Februari 2014, Pukul 17.15 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I8-2, dapat dilihat bahwa belum pernah adanya pengelolaan tempat wisata umum Desa Lontar oleh Pemerintah Kabupaten Serang, dan tempat wisata alternatif ini tumbuh sendiri oleh masyarakat sekitar. Ada pihak swasta yang ingin mengelola tempat wisata Desa Lontar, namun masyarakat menolak adanya pembangunan di daerah mereka. Berdasarkan uraian diatas yang terdapat pada indikator pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar bahwa, pelaksanaan pengelolaan di Desa Lontar masih banyak yang belum berjalan. Adapun pengelolaan sumberdaya pesisir yang sudah berjalan masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki lagi. Dan adanya pengelolaan wilayah pesisir yang tidak memiliki izin dan berdampak pada kerusakan lingkungan Desa Lontar. Belum adanya kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan pihak lainnya. Pada tahap implementasi/pelaksanaan ini juga kurangnya kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat kurang memahami bahkan tidak memahami rencana yang akan dilaksanakan. Selain itu juga lemahnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral.
120
4.4.3 Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar Tahap yang selanjutnya perlu diperhatikan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah tahap pengawasan. Pengawasan yang dilakukan sejak dimulainya proses pelaksanaan perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan. Monitoring dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak yang ada. Dalam hal pengelolaan wilayah
pesisir, Dinas Kelautan, Perikanan,
Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang pengawasan dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya aduan dari masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa : “Pengawasan dalam bentuk monitoring. Jika ada teguran, nanti kita buat surat teguran, kalo perlu ada penertiban nanti akan ditertibkan oleh Satpol PP jadi sesuai dengan tugas pokok masing-masing. Monitoring itu ada dua, ada yang kita monitoring karena memang ada aduan dari masyarakat, ada juga yang tanpa aduan pun kita akan kesana. Untuk penambangan pasir laut yang ada di Desa Lontar tidak aduan secara langsung dari masyarakat.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.35 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang yaitu jika ada teguran atau aduan dari masyarakat sekitar akan dibuatkan surat teguran, dan jika perlu adanya penertiban akan dilakukan penertiban oleh Satpol PP. Selain dari pihak Pemerintah, pengawasan juga dilakukan oleh masyarakat secara umum, dan ada pula kelompok masyarakat yang dinamakan Kelompok Masyarakat Pengawas
121
(POKMASWAS), seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Bidang Kelautan Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa : “Ada kelompok pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan dan itu sudah terbentuk lama dan berjalan lama, namanya kita sebut Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) kalo di Lontar itu Banyu Biru ya kalo gak salah. Dia boleh melaporkan tapi tidak boleh menindak. Jadi kalo melihat ada pelanggaran atau apa dia cukup membuat laporan ke kita tapi tidak boleh sampe seperti satpol PP gitu sampe menertibkan.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.37 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa masyarakat ikut serta dalam pengawasan pengelolaan wilayah pesisir yang disebut dengan POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) dimana tugasnya hanya boleh melaporkan tapi tidak boleh menindak. Sama hal nya dengan yang dikatakan oleh Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Pokwasmas sifatnya hanya mengawasi kegiatan masyarakat yang ada diwilayahnya, melaporkan, dan mencatat pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yang terjadi di lapangan, tidak bisa memberikan tindakan kepada pelanggar tersebut. Dan di koordinasikan tentunya dengan pemerintah. Laporan diberikan kepada DKP dibagian pengawasan juga.” (Wawancara dengan I5, 16 Februari 2014, Pukul 12.05 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I5, dapat dilihat bahwa Tugas Pokok dari Kelompok Masyarakat Pengawas adalah mengawasi kegiatan masyarakat, melaporkan, dan mencatat pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yang terjadi di Desa Lontar, namun tidak dapat memberikan tindakan kepada pelanggar tersebut. Di Desa Lontar terdapat pelanggaran pengelolaan sumberdaya pesisir yaitu adanya penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat sekitar. Adanya pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah padahal kegiatan tersebut tidak
122
memiliki izin/ilegal dan jelas-jelas merusak lingkungan pesisir Desa Lontar. Seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa : “Kalo dalam hal pengelolaan pasir (penambangan pasir) ya gak ada pengawasan karena kan ilegal tidak punya izin. Tidak ada sistem yang mengatur. Ada nya suatu pembiaran dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Lebih ironisnya Kepala Desa ikut bermain dibelakangnya melalui orang-orangnya. Ikut melakukan pembiaran.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.35 WIB, di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa tidak adanya pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah karena kegiatan penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat tersebut ilegal/ tidak memiliki izin. Dan ada nya suatu pembiaran tanpa adanya tindak tegas dari Pemerintah Kabupaten Serang, maupun Pemerintah Desa Lontar. Hal tersebut dikarenakan pihak Desa, tidak tega kepada masyarakat karena jika bertindak tegas akan mengakibatkan pengangguran kepada sejumlah masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Pengawasan terhadap penambangan pasir dilaut dulu saat masih jalan mah ada tim khusus dari masyarakat, dengan cara bergilir, baik didarat dan juga ada yang dikapal, mengawasinya meliputi kapasitas berapa rit per hari. Kalo yang penambangan di daratnya ya, karena pasir darat ini ilegal, tahun 2009 izin sudah dicabut. Tapi karena memang kebutuhan dan juga Desa mau ngomong apa, jadi istilahnya mah yah mata melihat tapi seolah-olah tidak lihat. Ya karena faktor tadi, usaha di pasir itu ya di penambangan pasir darat itu lebih dari 200 KK, jadi karena pertimbangan itu gitu. Kalo pihak Desa keras, untuk melarang si pengusaha pasir ini otomatis orang-orangnya itu jadi pengangguran. Kita pernah tegas tapi karena hal itu, jadi gak bisa berbuat banyak sebenernya mah kesel gitu karena terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran. Sering ada dari Satpol PP tapi hanya ngontrol doang tidak sampai diberhentikan.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.27 WIB, di Desa Lontar)
123
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa memang adanya pembiaran dalam penambangan pasir di pesisir Desa Lontar yang dilakukan oleh masyarakat dari pihak Pemerintah Desa Lontar dengan alasan kegiatan penambangan pasir tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan merasa tidak enak jika harus menindak tegas kegiatan tersebut karena akan mengakibatkan pengangguran kepada sejumlah masyarakat yang bermata pencaharian menambang pasir di Desa Lontar. Hal tersebut merupakan hambatan dalam hal pengawasan seperti yang dikatakan oleh Ketua POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Kalo hambatannya karena hanya mengawasi dan melaporkan saja, jadi hambatan atau kendalanya itu ketika laporan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten.” (Wawancara dengan I5, 16 Februari 2014, Pukul 12.07 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I5, dapat dilihat bahwa laporan pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yang diberikan oleh Pokmaswas kepada Pemerintah tidak ditanggapi merupakan hambatan bagi Pokmaswas dalam menegakan keadilan bagi pelanggar pengelolaan wilayah pesisir, karena tugas dari Pokmaswas yang hanya bisa melaporkan kegiatan pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir itu saja. Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang merencanakan adanya pembudidayaan rumput laut di Desa Lontar karena Desa Lontar memliki potensi rumput laut yang bagus. Adapun bantuan yang diberikan oleh Pemerintah adalah berbentuk barang, untuk mempermudah pembudidaya rumput laut dalam mengolah menjadi barang jadi. Seperti yang
124
dikatakan oleh Ketua Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Bantuan dari pemerintah dalam bentuk barang, tidak ada bantuan modal.” (Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.18 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa bantuan yang diberikan pemerintah berbentuk barang, seperti oven, alat untuk membungkus minuman, dan lain-lain. Namun belum ada bantuan permodalan. Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang melakukan pengawasannya dengan mengadakan pertemuan/sosialisasi kurang lebih dalam setahun tiga kali. Seperti yang dikatakan oleh Ketua Usaha Bersama (KUB) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Dari Dinas Kelautan dan Perikanan ada pertemuan/sosialisasi. Biasanya sih kurang lebih dalam setahun itu tiga kali. Namun Kendalanya mah modal, dan juga pemasaran belum bisa menentukan tempat yang pas. Cuaca juga merupakan salah satu kendala.” (Wawancara dengan I6, 16 Februari 2014, Pukul 15.19 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I6, dapat dilihat bahwa sudah ada pengawasan yang baik dari Pemerintah Kabupaten Serang namun kendalanya dalam permodalan, pemasaran, dan juga cuaca yang mempengaruhi dalam pengolahan rumput laut. Adapun dalam membudidayakan rumput laut Pemerintah juga telah memberikan penyuluhan-penyuluhan, seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa “Pengawasan sih ada, tapi masyarakat kesadarannya masih kurang. Sudah ada penyuluhan, tapi masyarakat tidak menjalankan sesuai dengan penyuluhan.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.28 WIB, di Desa Lontar)
125
Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa sudah ada pengawasan namun masih kurang sadarnya masyarakat dalam menerapkan penyuluhan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang sehingga hasil nya kurang baik dan maksimal. Berdasarkan uraian diatas yang terdapat pada indikator pengawasan pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar bahwa pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar masih kurang, terlihat dari pengawasan yang tidak kontinyu yang dilakukan oleh Pemerintah sehingga rencana yang diinginkan tidak sesuai karena pada saat pelaksanaan masih terdapat kendala-kendala yang dialami masyarakat. Selain itu juga tidak adanya pengawasan dan terjadinya pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang terhadap pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar yaitu adanya penambangan pasir darat yang tidak memiliki izin. 4.4.4 Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah evaluasi. Evaluasi dilakukan bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan dari pengelolaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya. Dalam pengelolaan wilayah pesisir, suatu evaluasi penting untuk mengetahui target yang sudah dan belum tercapai, sudah sesuai dengan output yang
126
diinginkan atau belum. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Sub Bidang Renbang Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa: “Kalo perencanaan pembangunan itu dikatakan baik, ada tahapannya yaitu perencanaan, ada pelaksanaan, trus ada monitoring nanti pengawasan, terus ada evaluasi nah gitu jadi kalo misalnya ya perencanaan sampai dengan pelaksanaan itu sesuai dengan target, sesuai dengan output yang diinginkan itu berarti sudah perencanaan yang baik. Jadi apa yang kita impikan, apa yang kita targetkan, outputnya pas waktu pelaksanaan terealisasi itu perencanaannya sudah baik. Tapi kalo target tidak tercapai belum tentu juga perencanaannya gak baik, liat juga kendala-kenadalanya apa, hambatannya apa, jadi istilahnya mah perencanaan itu mah butuh pengawasan butuh kontrol, saat kontrol itu kita melihat keadaan dilapangan gimana nanti diakhirnya kalo memang mencapai target itu perencanaannya sudah baik, tapi kalo tidak sesuai dan tidak tercapai berarti perencanaannya tidak baik.” (Wawancara dengan I2, 19 Februari 2014, Pukul 15.19 WIB Di BAPPEDA Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I2, dapat dilihat bahwa perencanaan pengelolaan yang baik dikatakan apabila mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan sesuai dengan target, serta adanya pengawasan yang baik juga, dan diperlukan adanya evaluasi untuk mengetahui penyebab serta kendala dalam pelaksanaan pengelolaan. Dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar, pengelolaan yang dilakukan masih belum optimal, karena belum dapat mencapai tujuan dari pengelolaan wilayah pesisir yaitu untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. Desa Lontar merupakan Desa yang paling banyak masyarakat miskinnya dari tahun ke tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik dari masyarakat yang mengelola sumberdaya pesisir hanya untuk kebutuhan sehari-hari seperti yang dikatakan oleh Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, beliau mengatakan bahwa:
127
“Untuk secara umum memang bisa dibilang begini, penghasilan nelayan itu bisa dibilang besar ya besar dibilang kecil ya kecil tapi ada beda karakter antara nelayan dengan bukan nelayan. Jadi gini pendapatan nelayan memang belum atau dianggap tidak terlalu besar. kemudian untuk nelayan tambak belum tentu mereka yang punya tambak mereka hanya penggarapnya, begitu juga dengan nelayan belum tentu punya kapal sendiri, mereka hanya jadi buruh-buruh nelayan seperti itu. Dan juga karakter dari nelayan yang sekarang dapet uang hari ini habis.” (Wawancara dengan I1, 24 Januari 2014, Pukul 11.21 WIB, Di Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang) Berdasarkan wawancara dengan I1, dapat dilihat bahwa penghasilan masyarakat Desa Lontar yang sebagian besar merupakan nelayan belum dapat memenuhi atau mencapai kesejahteraan masyarakat karena belum adanya pengelolaan wilayah pesisir yang optimal. Adapun dalam pengelolaan tersebut masyarakat mengalami kendala-kendala.
Untuk
tambak,
Pemerintah
Kabupaten
Serang
sudah
merencanakan dan memberikan bantuan berupa bibit, bambu-bambu, dan pakan untuk membudidayakan ikan tambak. Namun selalu gagal panen yang diakibatkan oleh buruknya kualitas air di Desa Lontar. Seperti yang dikatakan oleh Sekdes Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Bantuan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Serang untuk pertambakkannya ada bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan, pakannya segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di air, jadi kadang-kadang tuh ini gagal panen. Banyak faktor nya, salah satunya karena limbah dari sungai ciujung.” (Wawancara dengan I3, 16 Februari 2014, Pukul 15.30 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I3, dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan tambak ikan di Desa Lontar mengalami kendala berupa air yang sudah tercemar limbah dari sungai ciujung yang menyebabkan pertambakkan ikan di Desa Lontar belakangan terakhir ini selalu mengalami gagal panen, ikan yang dihasilkan tidak berkualitas baik. Selain itu, adanya penambangan pasir darat di pesisir Desa Lontar sangat berdampak buruk bagi lingkungan Desa Lontar, salah
128
satu contohnya adalah abrasi yang semakin meluas. Selain itu juga tidak adanya usaha untuk memperbaiki kembali lingkungan pesisir yang sudah rusak dan hanya dibiarkan dan ditinggalkan begitu saja. Seperti yang dikatakan oleh Mayarakat (Nelayan), beliau mengatakan bahwa: “Ya dampaknya mah sekarang banyak bekas-bekas penambangan pasir darat. Itu mah sebenernya bukan tambak. Yang bener-bener tambak mah cuma sedikit. Itu dulunya sawah, sekarang pasirnya dikerukin jadi pada bolong-bolong gitu. Bekasnya udah aja ditinggalin, ngeruk tempat lain lagi.” (Wawancara dengan I7-5, 26 Januari 2014, Pukul 09.00 WIB, Di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I7-5, dapat dilihat bahwa bekas dari pengerukan penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dibiarkan dan ditinggalkan begitu saja dan kemudian menambang lagi di tempat lain dan begitu seterusnya sehingga menyebabkan wilayah pesisir Desa Lontar menjadi rusak namun sampai saat ini belum ada sanksi dari Pemerintah untuk kegiatan penambangan pasir darat yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang dikatakan oleh Karyawan Tempat Pelelangan Ikan Desa Lontar, beliau mengatakan bahwa: “Ya saya bilang tadi, adanya pembiaran oleh Pemerintah. Sampai saat ini belum ada sanksi untuk pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yaitu penambangan pasir darat (Galian C). kurang adil dalam kebijakan.” (Wawancara dengan I4, 16 Februari 2014, Pukul 11.37 WIB, di TPI Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I4, dapat dilihat bahwa sampai saat ini belum ada sanksi bagi pelanggar pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar. Dan masyarakat merasa Pemerintah Kabupaten Serang kurang adil dalam mengambil kebijakan. Sama halnya dengan yang dikatakan masyarakat Desa Lontar, beliau
129
mengatakan bahwa : “Gak ada sanksi apa-apa dari Pemerintah.” (Wawancara dengan I7-4, 26 Januari 2014, Pukul 12.03 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I7-4 dapat dilihat bahwa belum ada sanksi apapun yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang terkait adanya pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar. Begitu pula yang disampaikan oleh masyarakat lainnya, beliau mengatakan bahwa: “Gak pernah ada sih dari Pemerintah, padahal udah dilaporkan.” (Wawancara dengan I7-5, 26 Januari 2014, Pukul 0915 WIB, di Desa Lontar) Berdasarkan wawancara dengan I7-5 bahwa meskipun sudah ada laporan yang disampaikan oleh masyarakat Desa Lontar kepada Pemerintah Kabupaten Serang terkait adanya pelanggaran pengelolaan di wilayah pesisir Desa Lontar tetap saja tidak ada tanggapan dan tindak tegas serta sanksi yang diberikan kepada pelanggar. Berdasarkan uraian di atas yang terdapat pada indikator evaluasi pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar bahwa evaluasi yang dilakukan bersamaan pada saat melakukan pengawasan, evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu. Masih banyak yang harus dievaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar, karena dalam perencanaan dan pelaksanaannya masih banyak kelemahan-kelemahan serta hambatan-hambatan baik dari masyarakatnya sendiri, maupun dari Pemerintah Kabupaten Serang sehingga belum bisa mencapai tujuan yang diinginkan.
130
Tabel 4.3 Temuan Lapangan No
Indikator
1.
Perencanaan
2.
Pelaksanaan
Temuan - Berdasarkan keterangan dari DKPESDM bahwa dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir melibatkan seluruh stakeholder yaitu pihak pemerintah, dan masyarakat. Namun dalam hal ini, berdasarkan keterangan dari masyarakat Desa Lontar mereka tidak pernah mengikuti kegiatan yang bersangkutan dengan pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, yang padahal merupakan pihak yang paling penting untuk memberikan masukan dalam pembuatan perencanaan untuk Desa Lontar. - Karena tidak ikut serta dalam pembuatan perencanaan, mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang akan dilaksanakan untuk Desa Lontar. - DKPESDM Kabupaten Serang sudah memberikan bantuan berupa penyuluhan, dan alat untuk membantu masyarakat Desa Lontar mengolah rumput laut menjadi barang jadi seperti dodol, es krim, kerupuk, dll. Namun dalam pelaksanaannya karena terkendala pemasaran, yang semula pengolah rumput laut banyak, sekarang hanya tinggal satu yang masih membuat olahan dari rumput laut dan yang lain lebih memilih untuk menjual rumput laut mentah kepada pegepul karena dirasa lebih mudah dan cepat. - DKPESDM Kabupaten Serang sudah memberikan penyuluhan cara memanen rumput laut agar
131
-
-
-
3.
Pengawasan
mendapatkan hasil yang baik. Namun dalam pelaksanaannya masyarakat tidak mengikuti cara tersebut. Berdasarkan keterangan dari para nelayan, mereka biasanya memanen lebih cepat dikarenakan kebutuhan yang mendesak. Sehingga rumput laut yang dihasilkan kualitasnya kurang baik. Adanya ketidakterpaduan antara Pemerintah dengan sebagian Masyarakat Desa Lontar dalam melakukan kegiatan nya di wilayah pesisir Desa Lontar. Pemerintah dan sebagian masyarakat yang peduli lingkungan berusaha untuk menanggulangi abrasi yang ada dengan cara menanam mangrove namun terhambat oleh penambangan pasir darat di pesisir Desa Lontar yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang tidak memiliki izin. Perencanaan juga meliputi pertambakkan di Desa Lontar. Namun dalam pelaksanaannya air yang digunakan untuk tambak berdasarkan keterangan dari nelayan sudah tercemar dari limbah air sungai ciujung. Karena ikan yang dihasilkan tidak berkembang sesuai dengan semestinya. Masyarakat sudah mengadukan kepada pemerintah namun belum ada tanggapan apapun. Belum ada untuk pengelolaan tempat wisata umum Desa Lontar yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang. Sudah ada rencana yang cukup baik, namun belum ada pelaksanaannya sampai saat ini. Pengawasan yang tidak kontinyu yang dilakukan oleh Pemerintah sehingga rencana yang diinginkan tidak sesuai karena pada saat pelaksanaan masih terdapat kendala-
132
4
Evaluasi
kendala yang dialami masyarakat. - Selain itu juga tidak adanya pengawasan dan terjadinya pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang terhadap pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar yaitu adanya penambangan pasir darat yang tidak memiliki izin. - Evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu - Tidak ada tindak tegas dari pemerintah terkait pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar yang merusak lingkungan pesisir Desa Lontar dan tidak memiliki izin.
Sumber: Peneliti, 2014
4.5 Pembahasan Dalam pembahasan ini peneliti akan membahas tentang fokus penelitian, dimana berdasarkan teori pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu menurut Dahuri (2008:12) bahwa suatu pengelolaan (management) terdiri dari empat tahap utama yaitu Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar, Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar, Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar, dan yang terakhir yaitu Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar. Hal ini terlihat pada point pertama yaitu mengenai Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Kabupaten Serang sudah berorientasi kepada masa depan atau berkelanjutan dimana hal ini sudah tercantum dalam Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang
133
Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030 yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional, dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033 yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. Dengan adanya Peraturan-Peraturan tersebut diharapkan dapat terwujud dan terciptanya pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu di Kabupaten Serang. Adapun untuk perencanaan pengelolaan wilayah Pesisir Desa Lontar, masyarakat Desa Lontar tidak ikut serta dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir, yang justru merupakan pihak paling penting untuk memberikan masukan dalam pembuatan perencanaan wilayah pesisir Kabupaten Serang, terutama untuk wilayah Pesisir Desa Lontar. Maka bila dilihat dari proses penelitian yang dilakukan serta wawancara bahwa Kabupaten Serang memiliki perencanaan pengelolaan wilayah pesisir yang belum maksimal, karena masih terdapat kekurangan karena perencanaan yang dibuat tidak adanya ikut serta dari masyarakat lokal Desa Lontar.
134
Selanjutnya point kedua, yaitu Pelaksanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar. Pelaksanaan perencanaan pengelolaan di Desa Lontar sudah berorientasi kepada masa depan, namun juga masih ada yang tidak berorientasi kepada masa depan. Ada beberapa yang belum berjalan yaitu pengelolaan tempat wisata umum dan renovasi tempat pelelangan ikan. Adapun pengelolaan sumberdaya pesisir yang sudah berjalan masih banyak kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki lagi yaitu seperti kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten Serang pada Kelompok Usaha Bersama yang merupakan program dari Pemerintah Pusat yang ada di Desa Lontar sehingga sampai saat ini yang masih berjalan hanya satu KUB saja. Dan adanya pengelolaan wilayah pesisir yang tidak memiliki izin yaitu penambangan pasir darat yang dilakukan di Pesisir Desa Lontar oleh masyarakat Desa Lontar dan sekitar yang berdampak pada kerusakan lingkungan Desa Lontar. Belum adanya kesiapan dari semua pihak yang terlibat didalamnya, seperti masyarakat itu sendiri, tenaga pendamping lapangan dan pihak lainnya. Pada tahap implementasi/pelaksanaan ini juga kurangnya kesamaan persepsi antara masyarakat lokal dengan lembaga atau orang-orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan ini sehingga masyarakat kurang memahami bahkan tidak memahami rencana yang akan dilaksanakan. Selain itu juga lemahnya koordinasi dan keterpaduan antar sektor dan stakeholder yang ada sehingga terjadi tumpang tindih kepentingan dan ego sektoral. Maka bila dilihat dari proses penelitian yang dilakukan serta wawancara bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar masih belum optimal.
135
Point ketiga ini yaitu Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar. Pengawasan yang dilakukan sejak dimulainya proses pelaksanaan perencanaan dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas kegiatan, permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan. Monitoring dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak yang ada. Pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar masih kurang, terlihat dari pengawasan yang tidak kontinyu yang dilakukan oleh Pemerintah sehingga rencana yang diinginkan tidak sesuai karena pada saat pelaksanaan masih terdapat kendala-kendala yang dialami masyarakat. Selain itu juga tidak adanya pengawasan dan terjadinya pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang terhadap pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar yaitu adanya penambangan pasir darat yang tidak memiliki izin. Maka bila dilihat dari proses penelitian yang dilakukan serta wawancara bahwa masih lemahnya pengawasan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar. Point keempat yaitu Evaluasi Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar. Adanya evaluasi sangatlah penting dalam pengelolaan wilayah pesisir, Evaluasi dilakukan bersama secara terpadu dengan melibatkan seluruh pihak yang berkepentingan. Melalui evaluasi ini akan diketahui kelemahan dan kelebihan dari pengelolaan yang ada guna perbaikan untuk pelaksanaan tahap berikutnya.
136
Masih banyak yang harus dievaluasi oleh Pemerintah Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar, karena dalam perencanaan dan pelaksanaannya masih banyak kelemahan-kelemahan serta hambatan-hambatan baik dari masyarakatnya sendiri, maupun dari Pemerintah Kabupaten Serang serta masih lemahnya pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar sehingga belum bisa mencapai tujuan yang diinginkan. Point terakhir yaitu point kelima yaitu Koordinasi dan Komunikasi. Lemahnya koordinasi dan komunikasi di Desa Lontar terlihat pada adanya ketidakterpaduan dalam membuat perencanaan, dan mengelola sumberdaya pesisir yang ada di Desa Lontar, dan terlihat dari adanya selisih paham antara masyarakat Desa Lontar dengan Aparat Desa Lontar. Maka berdasarkan hasil wawancara dan penelitian yang dilakukan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang belum berjalan secara optimal masih banyak yang perlu diperbaiki dalam proses pengelolaannya, karena dari tiap indikator yang ditentukan banyak proses pengelolaan yang belum dijalankan dengan optimal, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai pengawasan.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan di lapangan yang telah dilakukan tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, maka diperoleh kesimpulan bahwa Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang dapat dikatakan masih belum berjalan secara optimal karena belum dapat mencapai tujuan utama dari Pengelolaan Wilayah Pesisir yaitu terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir. Dan ditinjau dari beberapa aspek ukuran indikator Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dari Dahuri (2008:12) yang mana dijelaskan sebagai berikut : Pertama, Perencanaan pengelolaan wilayah pesisirnya sudah tercantum dalam Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030, dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 20132033. Namun masih belum maksimal karena terdapat kekurangan dalam perencanaan yang dibuat yaitu tidak adanya ikut serta dari masyarakat lokal Desa Lontar.
137
138
Kedua, dalam Pelaksanaan Pengelolaannya masih banyak kekurangankekurangan serta hambatan-hambatan. Adapun hambatannya berasal dari lingkungan masyarakat itu sendiri maupun dari pihak Pemerintah Kabupaten Serang yang terkait, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, Karakter Masyarakat Pesisir Desa Lontar yang hanya memanfaatkan dan mengelola sumberdaya pesisir yang ada untuk keperluan sehari-hari saja. Ada tiga hal yang belum berjalan dengan baik, yaitu belum dikelolanya tempat wisata umum, program nasional yaitu kelompok usaha bersama dalam mengolah rumput yang belum diperhatikan dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Serang, dan tambak ikan. Kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk mengelola sumberdaya pesisir dengan baik. Meskipun sudah ada usaha dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang untuk mengembangkan serta mengelola sumberdaya pesisir dengan baik. Serta adanya sekelompok masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya pesisir non hayati secara berlebihan yaitu penambangan pasir darat, sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan di pesisir Desa Lontar. Dan terdapat ketidakharmonisan antara masyarakat dengan pihak Desa, sehingga sering terjadi ketidaksamaan persepsi dan kurang terpadunya dalam mengelola wilayah pesisir Desa Lontar. Ketiga, masih lemahnya Pengawasan dari Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar. Pengawasan yang dilakukan tidak kontinyu dan tidak ada tindak tegas serta adanya pembiaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
139
Serang terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar. Keempat, Evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang dilakukan bersamaan dengan pengawasan. Sehingga evaluasi yang dilakukan tidak kontinyu.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian Pengelolaan Wilayah Pesisir di Desa Lontar Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang, maka peneliti mencoba memberikan saran-saran mengenai hasil penelitiannya berupa rekomendasi, yaitu: 1. Pemerintah Kabupaten Serang yang terkait membuat perencanaan yang bersifat bottom up agar program yang direncanakan sesuai dan fokus kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. 2. Meningkatkan kesadaran serta peran serta masyarakat dalam pengelolaan yang terpadu dan berorientasi kepada masa depan/keberlanjutan untuk memajukan daerah pesisir Desa Lontar, baik dalam sektor perikanan, rumput laut, pariwisata, maupun pertambangan. 3. Meningkatkan koordinasi dari tiap stakeholder yaitu Dinas Kelautan, Perikanan, Energi, dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Serang, Pihak Aparat Desa, dan masyarakat pesisir Desa Lontar baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun pembinaan secara berkesinambungan dan sistematis.
140
4. Menindak tegas segala pelanggaran yang tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang semakin parah di Pesisir Desa Lontar.
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Kelautan dan Kewilayahan. Yogyakarta: Graha Ilmu Alwasilah, A. Chaedar. 2003. Dasar-Dasar Merancang Dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Prenada Media Group Daft, Richard L, 2002. Manajemen. Editor Wisnu Chandra Kristiaji S.E. Jakarta: Erlangga Dahuri, Rokhmin. 2008. Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita Handoko, T. Hani. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi Dan Operasi. Yogyakarta: BPFE Handoko, T. Hani. 2003. Manajemen. Edisi Kedua. Yogyakarta : BPFE Hasibuan, Malayu S.P. 2011. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: PT Bumi Aksara Moleong, J. Lexy. 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya
138
139
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir Dan Laut. Jakarta: PT Pradnya Paramita Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Irawan, Prasetya. 2005. Materi Pokok Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta : Universitas Terbuka Siswanto, B. 2011. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung : CV Alfabeta Sugiyono. 2011. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta Terry George R, Leslie W.Rue. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Penerjemah G.A.Ticoalu. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Sumber Lain: Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
140
Peraturan Bupati Serang Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 20112030 Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033 Mita Fitriani. 2011. Skripsi dengan judul Strategi Pengelolaan Pariwisata Pantai Lontar Indah Di Kabupaten Serang. UNTIRTA Hakim, Ridha. 2012. http://m.wwf.or.id/index.cfm?24681/Strategi-pengelolaanpesisir-dan-laut-Solor-Alor-terpadu-bag-2 (diakses pada tanggal: 20 Januari 2013) Mukhtar.
2013.
http://mukhtar-api.blogspot.com/2013/01/pentingnya-
pengelolaan-tata-ruang.html?m=1 (diakses pada tanggal: 20 Januari 2013) http://serangkab.go.id/profil_kabupaten/geografi/wilayah_perairan/2011 (diakses pada tanggal: 20 Januari 2013)
LAMPIRAN
148
149
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Biodata Mahasiswa Nama
: Ratih Permita Sari
Umur
: 23 Tahun
Tempat/Tgl Lahir
: Pandeglang, 13 April 1991
Agama
: Islam
Bangsa
: Indonesia
Alamat
: Perumnas Cibeber Kencana Blok C.06 No.15 RT 08 RW 06 Cilegon
No HP
: 083813120130
E-mail
:
[email protected]
2. Identitas Orang Tua Nama Ayah
: Subandio
Nama Ibu
: Etik Ratna Ningsih
3. Riwayat Pendidikan 1. SDN
: SDN Cilegon 3 (1997 – 2003)
2. SMP
: SMP Negeri 1 Cilegon (2003 – 2006)
3. SMA
: SMA Negeri 1 Cilegon (2006 – 2009)
4. Perguruan Tinggi (S1)
: FISIP UNTIRTA Ilmu Administrasi Negara (2009-2014)
150
151
Jadwal Wawancara Informan Kode informan
Nama
Jabatan/ pekerjaan
Jenis Kelamin dan Umur
Tanggal Wawancara
Waktu Wawancara
I1
Ibu Mumun Munawaroh, S.Pi, M.Si..
Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil.
Perempuan 46 Tahun
24 Januari 2014
11:15 – Selesai
I2
Bapak Freddy L Sinurat, ST, M.Si.
Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Pemukiman, dan Prasarana Wilayah.
Laki-laki 45 Tahun
19 Februari 2014
15:00 – Selesai
I3
Bapak Rusita
Sekdes Desa Lontar
Laki-laki 43 Tahun
26 Januari 2014
15: 03 – Selesai
4
I4
Bapak Marsad
Laki-laki 38 Tahun
16 Februari 2014
11:04 – Selesai
5
I5
Bapak Fahruri
Laki-laki 40 Tahun
16 Februari 2014
12:05 – Selesai
6
I6
Bapak Yanto S
Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar Ketua POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas) Desa Lontar Ketua KUB (Kelompok Usaha Bersama) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar
Laki-laki 36 Tahun
16 Februari 2014
15 :11 – Selesai
7.
I7-1
Bapak Jaiman
Ketua RW (Nelayan Rumput Laut)
Laki-laki 46Tahun
26 Januari 2014
09 : 01 – Selesai
8.
I7-2
Bapak Asep
Nelayan (Rumput Laut)
Laki-laki 27 Tahun
26 Januari 2014
09 : 01 – Selesai
9
I7-3
Bapak Rosidi
Nelayan (Tangkap)
Laki-laki 40 Tahun
26 Januari 2014
10 :24 – Selesai
10
I7-4
Bapak Nuryanto
Nelayan (Tangkap)
Laki-laki 31 Tahun
26 Januari 2014
12 : 03 – Selesai
11
I7-5
Bapak Sidik
Nelayan (Tambak)
Laki-laki 45 Tahun
26 Januari 2014
09 : 00 – Selesai
12
I7-6
Bapak Jazuli
Nelayan (Tambak)
Laki-laki 26 Tahun
26 Januari 2014
10 : 00 – Selesai
No
1.
2.
3.
13
I8-1
Bapak H.Jarnudi
Masyarakat (bukan nelayan)
Laki-laki 43 Tahun
26 Januari 2014
15 :45 – Selesai
14
I8-2
Ibu Karsinah
Masyarakat (bukan nelayan)
Perempuan 40 Tahun
16 Februari 2014
17 : 15 – Selesai
15
I8-3
Bapak Siman
Masyarakat (bukan nelayan)
Laki-laki 24 Tahun
16 Februari 2014
17 : 30 – Selesai
TRANSKIP DATA DAN KODING Peneliti
: Pihak yang terkait dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
I1
: Untuk pengelolaan pesisir Kabupaten Serang, jadi kita kan sudah menyusun ada sesuai UU no 27 tahun 2007 ada perencanaan, Rencana
1
Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K) terus ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) nah itu kan pada saat penyusunan itu kan kita harus mengidentifikasi stakeholder, pihak-pihak terkait itu. Jadi kita merumuskan satu, ada Instansi Pemerintah bisa Instansi di dalam Pemda Kabupaten Serang, ada juga Instansi Vertikal (dibawah departemen kelautan, ada loka wilayah pesisir, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, dan UPT Pelabuhan Perikanan Nusantara). Terus kemudian yang kedua masyarakat, yang dimaksud masyarakat disini ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kita libatkan, ada perguruan tinggi yang selama ini juga kita libatkan ada Untirta dan juga STP, terus ada juga masyarakat langsung disitu kan ada masyarakat pesisir, untuk di Lontar yaitu nelayan dan pengelola budidaya disana. Pihak swasta tidak ikut dilibatkan dalam perencanaan karena waktunya khusus dan sifatnya sebentar dan berganti-ganti sementara untuk penyusunan ini kan butuh waktu setahun dua tahun. Peneliti
: Yang ingin dicapai dari pengelolaan wilayah pesisir.
I1
: Nah itu kita kan seperti yang ada di undang-undang no 27 tahun 2007 itu kan kita ada empat dokumen perencanaan yang harus dibuat oleh masingmasing kabupaten/kota yang punya pesisir, nah dokumen pertama yang harus dibuat itu Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RSWP3K). Renstra pesisir itu kita sudah buat masuk di Perbub no 14 tahun 2011, nah disana ada visi, misi, strategi, sasaran dan program ada disana. Jadi itu lah tujuan yang ingin kita capai gitu. Isinya ada disana semua. Caranya kita membuat turunan-turunan, sekarang ada Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) itu pengaturannya dimulai dari sana jadi visi yang ingin dicapai dan tujuan itu udah ada di RZWP3K.
2
Peneliti
: Perlu adanya keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor.
I1
: Ya, sangat perlu makanya disana kenapa kita mengidentifikasi
3
stakeholder karena kita memang harus terpadu gitu. Untuk di undangundang saja sudah mensyaratkan itu, didalam undang-undang no 27 itu ketua nya bukan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, ketua tim nya adalah Kepala BAPPEDA jadi disini sudah mengindikasikan bahwa ini untuk mencakup seluruh stakeholder terutama untuk yang di Pemda yang punya kebijakan-kebijakan dari masing-masing kementrian, masingmasing departemen, masing-masing dinas disatukan disana. Jadi kalo misalkan kita liat di rencana zonasi itu kita coba memasukkan ada orang dinas perhubungan, dinas pariwisata. Disini kita anggotanya juga ada BPBD untuk potensi kebencanaan, Dinas Tata Ruang dimana harus singkron dengan RTRW, terus karena ada potensi pariwisata kita juga ada Dinas Pariwisata. Ada juga masukan dari Universitas, dia terkait kajian keilmuannya. Peneliti
: Perencanaan dan Pengelolaan sumberdaya pesisir dilakukan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat.
I1
: Jadi gini, dokumen itu pada saat disusun sudah melibatkan masyarakat. Tadi itu ya perwakilan LSM dari kampus seperti itu. Nah setelah disusun, dalam konsep penyusunan itu kita libatkan, kita ada konsultasi publik. Dengan adanya konsultasi publik itu kita tau sesuai gak itu dengan keinginan masyarakat nah itu kita koordinasikan, kalau ada masukanmasukan itu kita akomodir, bahkan pertemuan itu tidak hanya sekali jadi pertemuan itu beberapa kali gitu. Setelah sesuai dengan keinginan masyarakat, sesuai juga dengan aturan-aturan yang memang ada di kita baik aturan Pemerintah Daerah maupun aturan Pemerintah Pusat baru itu dijadikan peraturan di kita ada yang Perda ada yang Peraturan Bupati. Bahkan untuk yang rencana strategis kita itu langsung turun ke kecamatan-kecamatan dan mengumpulkan masyarakat. Jadi visi dan misi itu masukan dari mereka. Nah programnya itu kita yang mendetilkannya dan membahasakannya.
Peneliti
: Perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada masa depan.
4
I1
: Ya Insyaallah iyah, jadi kan kita balik lagi ke visi misi. Disini visi
5
Kabupaten Serang wilayah pesisirnya itu yah wilayah pesisir dan pulaupulau kecil produktif, adil, mandiri, dan berwawasan lingkungan jadi kita pikir itu udah menunjukkan bahwa kita produktif jadi tidak hanya kita membiarkan tapi kita juga menghasilkan. Adil, itu kita artinya adil kepada masyarakat juga dan adil itu untuk seluruh stakeholder jadi industri tidak merasa dirugikan, masyarakat tidak merasa dirugikan jadi kita bisa bersinergi untuk itu. Mandiri, jadi kita tidak ketergantungan dengan orang lain gitu, terutama untuk nelayan. Kita inginnya masyarakat pesisir itu mandiri. Dan yang terakhir berwawasan lingkungan. Peneliti
: Perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, namun mengapa Desa Lontar merupakan Desa yang paling banyak masyarakat miskinnya.
I1
: Untuk secara umum memang bisa dibilang begini, penghasilan nelayan
6
itu bisa dibilang besar ya besar dibilang kecil ya kecil tapi ada beda karakter antara nelayan dengan bukan nelayan. Jadi gini pendapatan nelayan memang belum atau dianggap tidak terlalu besar. kemudian untuk nelayan tambak belum tentu mereka yang punya tambak mereka hanya penggarapnya, begitu juga dengan nelayan belum tentu punya kapal sendiri, mereka hanya jadi buruh-buruh nelayan seperti itu. Dan juga karakter dari nelayan yang sekarang dapet uang hari ini habis. Kemudian ada bantuan dari pemerintah berupa bambu-bambu dan bibit untuk nelayan tambak, untuk nelayan tangkap berupa alat tangkap. Peneliti
: Hambatan dalam membuat dan melaksanakan perencanaan untuk wilayah pesisir Desa Lontar.
I
1
:
Jadi gini, pengelolaan wilayah pesisir itu kan kalo bisa menyeluruh ya,
menghasilkan tapi juga berwawasan lingkungan. Nah kita existing di Lontar itu kan sebetulnya masuk kedalam wilayah abrasi. Memang sudah ada upaya dari pemerintah itu membangun penahan gelombang, sudah banyak juga dari elemen masyarakat, pemerintah juga yang menanam mangrove. Itu merupakan program dari pemerintah ada juga program dari swasta agar tidak terjadi abrasi, namun program tersebut terganggu dan terhambat oleh adanya penambangan pasir di darat yang dilakukan oleh
7
masyarakat dan tidak memiliki izin. Peneliti
: Anggaran yang tersedia untuk membantu masyarakat pesisir untuk mengelola sumberdaya pesisir.
I1
: Anggaran ada, tiap tahun kita punya anggaran namun tidak khusus,
8
misalnya untuk Lontar saja gitu. Kita kan membangunnya itu untuk seluruh Kabupaten ya, bentuknya ya beda-beda lah tergantung kebutuhan. Tahun ini, untuk di Lontar akan ada rehabilitasi TPI lagi. Peneliti
: Bentuk Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Serang dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I1
: Pengawasan dalam bentuk monitoring. Jika ada teguran, nanti kita buat
9
surat teguran, kalo perlu ada penertiban nanti akan ditertibkan oleh Satpol PP jadi sesuai dengan tugas pokok masing-masing. Monitoring itu ada dua, ada yang kita monitoring karena memang ada aduan dari masyarakat, ada juga yang tanpa aduan pun kita akan kesana. Untuk penambangan pasir laut yang ada di Desa Lontar tidak aduan secara langsung dari masyarakat. Peneliti
: Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.
I1
: Ada kelompok pengawas sumberdaya kelautan dan perikanan dan itu
10
sudah terbentuk lama dan berjalan lama, namanya kita sebut Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) kalo di Lontar itu Banyu Biru ya kalo gak salah. Dia boleh melaporkan tapi tidak boleh menindak. Jadi kalo melihat ada pelanggaran atau apa dia cukup membuat laporan ke kita tapi tidak boleh sampe seperti satpol PP gitu sampe menertibkan. Peneliti
: Hambatan dalam hal pengawasan.
I1
: Hambatan dalam pengawasannya, mungkin karena kita tidak dilapangan
11
jadi tidak bisa 24 jam mengontrol ya. Peneliti
: Pengembangan yang dilakukan pemerintah dari potensi yang ada.
I1
: Pengembangannya yang jelas pengembangan budi daya lah, budi daya
12
di tambak, budi daya di laut (rumput laut). Budi daya kemudian diolah menjadi produk lain. Seperti rumput laut dibuat menjadi minuman, abon ikan, kerupuk tulang ikan, bontot, bandeng cabut duri, dan lain-lain. Peneliti
: Komunikasi Pemerintah dengan masyarakat.
I1
: Komunikasi ya jalan, misalkan ada program pemerintah akan
13
sosialisasikan kepada masyarakat. Tapi tidak ke semua masyarakat diberi sosialisasi, hanya perwakilan masyarakat saja. Kemudian melihat permasalahan yang ada lalu pemerintah membantu memecahkan. Peneliti
:
Keterbukaan/
transparansi
dari
Pemerintah
dalam
pengelolaan
sumberdaya pesisir Desa Lontar. I1
: Kalo menurut saya sudah transparan, dokumen anggaran juga
14
transparansi dan untuk program yang akan dilakukan juga transparan. Seperti untuk siapa dan berapa banyak programnya. Peneliti
: Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar.
I1
: Peran serta masyarakat cukup baik, ada kelompok-kelompok masyarakat
15
yang sudah melakukan budi daya. Dan yang dibantu yang sudah punya lahan. Peneliti
: Yang menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi dengan masyarakat.
I1
: Jadi kan begini, program dari kita itu kan terbatas sementara yang
16
memerlukan banyak, tapi selama ini tidak menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi, mereka mengerti. Peneliti
: Kepastian Hukum yang berlaku.
I1
: Untuk kepastian hukum yang berlaku itu Peraturan Daerah No.2 Tahun
17
2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033 dan Peraturan Bupati No.14 Tahun 2011 tentang Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2011-2030. Peneliti
: Sanksi yang diberikan Pemerintah Kabupaten Serang kepada penyimpangan atau pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I1
: Jika ada pelanggaran akan diberikan teguran. Untuk Desa Lontar, sudah
18
ada monitoring dan sedang diproses untuk penambangan pasir yang di darat. Peneliti
: Seperti apa perencanaan pembangunan dikatakan baik.
I2
: Kalo perencanaan pembangunan itu dikatakan baik, ada tahapannya yaitu perencanaan, ada pelaksanaan, trus ada monitoring nanti pengawasan, terus ada evaluasi nah gitu jadi kalo misalnya ya perencanaan sampai
19
dengan pelaksanaan itu sesuai dengan target, sesuai dengan output yang diinginkan itu berarti sudah perencanaan yang baik. Jadi apa yang kita impikan, apa yang kita targetkan, outputnya pas waktu pelaksanaan terealisasi itu perencanaannya sudah baik. Tapi kalo target tidak tercapai belum tentu juga perencanaannya gak baik, liat juga kendala-kenadalanya apa, hambatannya apa, jadi istilahnya mah perencanaan itu mah butuh pengawasan butuh kontrol, saat kontrol itu kita melihat keadaan dilapangan gimana nanti diakhirnya kalo memang mencapai target itu perencanaannya sudah baik, tapi kalo tidak sesuai dan tidak tercapai berarti perencanaannya tidak baik. Peneliti
: Pihak yang terkait dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
I2
: Pihak-pihak yang terkait itu ya semua SKPD, semua Dinas yang ada di
20
Kabupaten Serang itu pasti. Semua stakeholder juga, baik itu pihak swasta, pihak masyarakat, juga itu untuk perencanaan pengelolaan. Karna yang namanya perencanaan itu kita menyusun dokumen itu harus dilibatkan masyarakatnya, jadi istilahnya ada yang namanya konsultasi publik pada saat kita membuat perencanaan ssbelum di finalisasi kita harus melakukan konsultasi publik dengan masyarakat, perguruan tinggi, LSM, itu pasti ikut serta jadi yang namanya untuk perencanaan pengelolaan wilayah pesisir itu semua stakeholder ikut terlibat. Konsultasi publiknya itu kita memaparkan jadi bentuknya forum, masyarakat kita undang kita paparkan, ini loh yang namanya kita sudah menyusun perencanaan pengelolaan wilayah pesisir nih kedepan seperti ini. Masyarakat bagaimana apakah sudah sesuai, tapi kita ada aspirasinya yah makanya kita ada penjaringan informasi. Jadi sebelum dibuat perda, konsultasi publik itu harus. Peneliti
: Perlu adanya keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor.
I2
: Iya harus keterpaduan itu ya jadi istilahnya dokumen perencanaan ya kan kalo kita di BAPPEDA ini dokumen perencanaan itu bisa disusun apabila sudah melibatkan berbagai sektor. Jadi misalnya nih seperti ini kalo kita mempunyai dokumen perencanaan mau mengelola pesisir, kan bukan cuma BAPPEDA bukan hanya Dinas Kelautan tapi ada yang namanya aspek ekonomi, aspek sosial, kemasyarakatan, aspek lingkungannya juga
21
harus diperhatikan. Makanya perlu keterpaduan dari berbagai sektor jadi untuk mengelola pesisir ini misalnya bagaimana biar pengelolaannya bagus berarti kan sosialisasi ke masyarakatnya harus bagus, gimana supaya pengelolaan cara hidup mereka disana untuk pesisir itu lebih bagus lagi. Peneliti
: Acuan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan.
I2
: Ya harus sesuai keinginan dan kebutuhan masyarakat. Untuk membuat
22
acuan untuk pengelolaan sumberdaya pesisir itu kita kan harus liat masyarakatnya juga disana jangan sampai kita membuat perencanaan pengelolaan pesisir itu bertolak belakang dengan apa yang ada disana gitu. Sebelum kita membuat dokumen perencanaan kita lihat dulu kondisi existing nya disana itu seperti apa, masyarakat kehidupannya bagaimana, bagaimana kita juga bisa mempertahankan malah dokumen perencanaan itu sifatnya kan lebih kepada memperbaiki apa yang ada gitu. Gimana supaya lebih baik lagi kedepan, jadi kita tidak merubah secara total mah engga, kita liat juga existing nya seperti apa kalo memang existing nya itu bagus untuk masa depan kenapa engga kita ikutin gitu, tapi kalo yang namanya existing nya banyaknya pencemaran ya memang itu kita harus tindak,
kita
arahkan.
Kemudian
harus
berkelanjutan,
namanya
pembangunan semuanya harus berkelanjutan tidak boleh putus disuatu saat, harus berkelanjutan gitu. Peneliti
: Hambatan dalam pembuatan perencanaan.
I2
: Kalo hambatan-hambatan itu sebenarnya tidak terlampau banyak ya, yang cukup berarti pun gak ada paling hanya masalah menampung aspirasi. Menampung aspirasi itu kan bukan berarti serta merta kita semua aspirasi tuh masuk ke dokumen perencanaan, kita juga kan harus milahmilah mana nih yang menjadi prioritas karena dokumen perencanaan itu kan punya umur juga berapa tahun. Yang menjadi prioritas juga harus kita liat kemudian mana yang memang sesuai dengan keadaan di lapangan. Ada
aspirasi
masyarakat
karena
memang
ketidaktauan
mereka,
ketidakmengertian mereka, itu kan mereka masukin saja tapi begitu kita berikan pehaman ternyata gak cocok, jadi kita berikan pehaman harus seperti ini, penggunaan ruang disana juga kan harus sesuai dengan
23
peraturan-peraturan yang berlaku. Jadi paling hambatannya sih ya itu doang memberikan pengertian kepada masyarakat itu gak segampang membalikan telapak tangan harus pelan-pelan makanya perlu sosialisasi terus menerus. Peneliti
: Peranan dan Wewenang BAPPEDA Kabupaten Serang.
I2
: Peranan dan wewenang BAPPEDA itu kita ya instansi perencana jadi
24
kita itu lebih kepada pengawasannya saja, gimana aplikasi yang kita rencanakan dengan apa yang ada di lapangan gitu dia, jadi istilahnya kita BAPPEDA akan mengawal seluruh dokumen perencanaan yang telah disusun oleh semua dinas kita liat konsistensi nya kalo dokumen perencanaan kita sudah susun aplikasinya memang butuh program atau kegiatan setiap tahun itu kita kawal jangan sampai dokumen perencanaan disana itu hanya sebagai dokumentasi doang. Kita liat sudah berjalan apa belum, sudah sesuai apa belum. Kalo tidak sesuai kita akan limpahkan, nanti akan ada instansi lagi yang akan mengevaluasi. Nah kalo untuk evaluasi kita, sebatas perencanaan kalo tidak sesuai dan target tidak tercapai tindakan kita akan memperingatkan. Setiap triwulan pasti kita lakukan evaluasi. Peneliti
: Koordinasi antara dinas-dinas terkait.
I2
:
Kalo
koordinasi,
kalo
kita
BAPPEDA
untuk
melaksanakan
koordinasinya itu terkait dengan tupoksi kita semua perencanaan itu dimulai dengan musrembang, untuk program pembangunan dari musrembang desa masuk ke musrembang kecamatan kemudian kita masuk ke forum SKPD, forum SKPD ini nanti antar Dinas semua Dinas itu
melakukan
penjaringan
aspirasi
masyarakat
untuk
usulan
pembangunan perencanaan ke depan. Setelah forum SKPD kita lakukan lagi untuk forum gabungan, forum gabungan SKPD ini tujuannya supaya SKPD itu melakukan program kegiatan harus berbasis kawasan. Harus mengsingkronkan perencanaan dari dinas-dinas lain jangan sampai berjalan
masing-masing
harus
berkesinambungan.
Setelah
forum
gabungan kita baru masuk ke musrembang kabupaten kemudian di finalisasi rencana kerja pemerintah itu apa. Dipilih yang prioritas karena anggarannya terbatas. Jadi seperti itu, sekarang itu pembuatan
25
perencanaan harus bottom up. Peneliti
: Pihak yang terkait dalam pengelolaan Sumberdaya Pesisir.
I3
: Kalo di perikanan itu yah langsung dengan orang-orang pelelangan kalo
26
dari perikanan itu kebanyakan dari orang lelang yang mengelola. Kalo dibidang budidaya, yang mengelola itu kelompok masyarakat. Peneliti
: Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Serang.
I3
: Sering ada bantuan, terutama nya bibit rumput laut berikut peralatannya
27
lah untuk membudidayakan, tambang segala macem. Jadi kalo di perikanan juga sering, kadang-kadang jaring (alat tangkap). Itu bantuan dari DKP
(Dinas Kelautan dan Perikanan) Kabupaten Serang.
Pertambakkannya juga ada bantuannya dari mulai bibit, sampe pengolahan, pakannya segala sudah berjalan, tapi karena kendalanya di air, jadi kadang-kadang tuh ini gagal panen. Banyak faktor nya, salah satunya karena limbah dari sungai ciujung. Tapi, bantuan dari pemerintah belum maksimal. Jadi umpamanya kita mengajukan 10 kelompok paling yang di acc cuma 2 atau 3 kelompok itupun tidak tiap tahun kita mendapatkan kan bergilir dengan Tanara dan Pontang. Jadi bantuan belum mencukupi karena kebutuhan masyarakat kan banyak. Peneliti
: Koperasi yang dikelola masyarakat.
I3
: Untuk koperasi dulu ada sekitar tahun 70-75 sekarang udah gak aktip
28
lagi, macet. Oh iya sekarang di pelelangan ada tapi sama tidak aktif juga. Ya kemungkinan tidak aktifnya itu dari perguliran, sampe dana habis tidak kembali lagi. Jadi uang dari nelayan dengan cara menabung terus disimpan pinjamkan, ya akhirnya macet. Peneliti
: Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
I3
: Masyarakat ikut dilibatkan, umpamanya membuat proposal itu kan
29
pengajuannya dari masyarakat, masyarakat ngajukan ke desa, desa ke pemerintah, jadi tetap dilibatkan. Toh yang akan menikmati juga masyarakat. Peneliti
: Perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir berorientasi kepada masa depan/berkelanjutan.
I3
: Yang sudah ada masih memperhatikan lingkungan seperti rumput laut
30
disamping kita membudidaya dan juga menguntungkan sebagai rumahrumah ikan, itu kan juga sudah menjurus ke masa depan juga. Tapi kaya nya kalo untuk pengelolaan pasir (penambangan pasir) itu hanya untuk jangka pendek karena tinggal tunggu waktunya akan habis. Sebenarnya tadi nya sawah karena kendalanya di air, jadi dialihfungsikan menjadi tambak, dan pasirnya dimanfaatkan. Peneliti
: Kesejahteraan Masyarakat Desa Lontar.
I3
: Kesejahteraan masyarakat dihasilkan dari penghasilan dari laut.
31
Mayoritas itu nelayan tangkep dan pembudidaya rumput laut juga budidaya ikan. Kalo ditambak mah budidaya ikan, kalo dilaut yang di budidaya rumput laut. Lebih dari 1500 orang yang membudidaya rumput laut bahkan yang tadinya nelayan tangkap, sekarang malah penghasilan utamanya dari budidaya rumput laut. Peneliti
: Hambatan dalam melaksanakan perencanaan untuk wilayah pesisir Desa Lontar.
I3
: Di dalam Perda, pesisir Desa Lontar termasuk kedalam tempat wisata
32
umum, namun hambatannya kurangnya pengelolaan dan pendanaan, jadi tempat wisata nya ini gak bisa berkembang. Kemudian air lautnya dan tanahnya dangkal, jadi gak bisa buat berenang. Pernah ada dari pihak perorangan dikelola dibuatkan pendopo/saung segala macam tapi karena tidak memiliki izin akhirnya ditegur pemerintah untuk mengurus perizinan tapi pihak tersebut tidak meneruskan dan akhirnya menjadi terbengkalai. Dari pihak Pemerintah belum ada pengelolaan. Dari pihak Desa sudah sering mengajukan untuk dilakukan pengelolaan dan bantuan dari Pemerintah tapi tidak ada tindak lanjutnya. Cuma rencana-rencana doang. Peneliti
: Koordinasi dengan Dinas-Dinas terkait dalam mengelola wilayah pesisir.
I3
: Ada koordinasi dengan Dinas Kelautan, koordinasi dengan pihak Dinas cukup baik. Bantuan-bantuan yang diberikan kan juga campur tangan dari Dinas. Dari DKP yang sering kunjungan. Hampir tiap tahun mengadakan pelatihan dari balai besar, pelatihannya berupa tehnik pembudidayaan rumput laut dengan baik, cara pemanenan dari mulai penanaman, cara memilih bibit, memilih lokasi yang bagus,
Peneliti
: Bentuk pengawasan yang dilakukan dalam pengelolaan wilayah pesisir.
33
I3
: Pengawasan sih ada, tapi masyarakat kesadarannya masih kurang. Sudah
34
ada penyuluhan, tapi masyarakat tidak menjalankan sesuai dengan penyuluhan. Pengawasan terhadap penambangan pasir dilaut dulu saat masih jalan mah ada tim khusus dari masyarakat, dengan cara bergilir, baik didarat dan juga ada yang dikapal, mengawasinya meliputi kapasitas berapa rit per hari. Kalo yang penambangan di daratnya ya, karena pasir darat ini ilegal, tahun 2009 izin sudah dicabut. Tapi karena memang kebutuhan dan juga Desa mau ngomong apa, jadi istilahnya mah yah mata melihat tapi seolah-olah tidak lihat. Ya karena faktor tadi, usaha di pasir itu ya di penambangan pasir darat itu lebih dari 200 KK, jadi karena pertimbangan itu gitu. Kalo pihak Desa keras, untuk melarang si pengusaha pasir ini otomatis orang-orangnya itu jadi pengangguran. Kita pernah tegas tapi karena hal itu jadi gak bisa berbuat banyak sebenernya mah kesel gitu karena terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran. Sering ada dari Satpol PP tapi hanya ngontrol doang tidak sampai diberhentikan. Peneliti
: Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan.
I3
: Kalo yang di penambangan pasir darat gak ada pengawasan. Kalo untuk
35
penambangan pasir laut dulu waktu masih jalan yang dari baladika (jetstar) masyarakat dilibatkan, kalo yang untuk Sinar Serang mah gatau, masih jalan apa engganya juga gatau. Jangankan masyarakat, pihak desa saja tidak mengetahui. Peneliti
: Yang dilakukan Pemerintah sebagai penengah/pengendali antara masyarakat dengan pihak swasta.
I3
: Masyarakat dan pengusaha diundang oleh Pemerintah untuk
36
bermusyawarah. Tapi ya itu, masyarakat menjadi korban, ada orang-orang yang berkepentingan sendiri. LSM-LSM menggerakkan masyarakat untuk demo, nanti ketika yang menggerakkan di kasih duit mah udah diem. Masyarakat gak dapet apa” jadi korban terus, dimanfaatkan. Tapi sekarang udah gak ada demo lagi. Masyarakat udah jenuh. Peneliti
: Pengembangan yang dilakukan dari potensi yang ada.
I3
: Pengembangan yang dilakukan dari sumberdaya rumput laut berupa dodol rumput laut, kerupuk, manisan, sama jus. Dijual hanya di warungwarung sekitar saja. Kendalanya memang di pemasaran. Kalo ada
37
pemesanan baru produksi. Peneliti
: Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir.
I3
: Peran serta masyarakat cukup baik, selama tidak ada provokator.
Peneliti
: Pendapat mengenai pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
I4
: Kalo dari bentuk koordinasi, dalam hal atau dari sisi pengelolaan
38
39
wilayah pesisir menurut sesuai dengan poksinya antara tangkap dengan budidaya sudah mengarah lebih baik. Salah satu contoh, yang dulunya tidak masuk ke TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sekarang nelayan sudah pada masuk ke TPI. Yang tadinya pendapatan daerah tidak bisa tercover sekarang Alhamdulillah selalu bisa tercover. Dulu hanya ada nelayan pribumi sekarang sudah ada dari nelayan pendatang dari Lampung, Tangerang, dari Karangantu. Peneliti
: Perencanaan dan
pengelolaan sumberdaya untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. I4
: Kalo dilihat dari pendapatan perkapita masyarakatnya sih masih belum
40
mencukupi dan masih belum bisa mencapai kesejahteraan masyarakat. Peneliti
: Perencanaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
I4
: Iya, kalo dilihat dari program-program termasuknya dari tahun-tahun
41
yang lalu ya memang itu bantuan dari DKP tergantung dari permintaan masyarakat. Tapi ya semua nya kembali lagi kepada masyarakat dalam pengelolaannya bisa terus berjalan atau tidak. Peneliti I4
: Pengelolaan berorientasi kepada masa depan/berkelanjutan. : Memang mestinya mah orientasinya orientasi ke depan yah, untuk rumput laut jelas merupakan salah satu produk yang sangat membantu potensi yang sangat membantu buat perekonomian masyarakat namun lagi-lagi dalam hal ini kita kembalikan lagi ke bagian budidaya nya, tergantung kegigihan dari masyarakat. Kalo untuk pengelolaan pasir itu sangat kontroversi dilingkungan masyarakat, pengelolaan pasir nya kan ada dua, ada yang dilaut dan yang di darat, itu mah gak berorientasi kepada masa depan karena berakibat terjadinya kerusakan di pesisir Lontar. Dilihat dari pengelolaan hanya sekelompok orang, tidak untuk kebutuhan masyarakat menyeluruh.
Peneliti
: Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan perencanaan/Perda.
42
I4
: Selama ini kami melihat dan memandang yah, tidak ada tuh sosialisasi
43
Perda Pengelolaan Wilayah Pesisir seperti itu, tidak ada. Peneliti
: Pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar.
I4
: Kalo dalam hal pengelolaan pasir (penambangan pasir) ya gak ada
44
pengawasan.karena kan ilegal tidak punya izin. Tidak ada sistem yang mengatur. Ada nya suatu pembiaran dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Lebih ironisnya Kepala Desa ikut bermain dibelakangnya melalui orang-orangnya. Ikut melakukan pembiaran. Peneliti
: Pengembangan dari potensi yang ada.
I4
: Kalo dari sisi wilayah perikanan ada jalur koordinasi yang baik, tapi
45
tidak ada pengembangan/pengolahan. Disini juga tidak ada koperasi. Peneliti
: Bantuan yang diberikan dari Pemerintah.
I4
: Bantuan dari Pemerintah, kami yang mengusulkan sesuai kebutuhan,
46
selama ini seperti jaring. Dulu pernah ada bantuan kapal, tapi sudah lama sekali. Bantuan ada sejak tahun 2008. Tapi kami juga tidak mau selalu minta ke Pemerintah karena kalo minta terus kapan mandirinya. Peneliti
: Keterbukaan/Transparasi dari Pemerintah dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar.
I4
: Yaaa, kurang kayanya kalo dalam keterbukaan mah yah. Ya salah satu
47
contohnya dengan adanya dulu suatu kebijakan penambangan pasir laut. Adanya sumbatan dalam keterbukaan masalah penambangan itu, akhirnya kan masyarakat merasa tidak puas. Peneliti
: Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir.
I4
: Kalo peran dari masyarakatnya sih memang Alhamdulillah yah
48
masyarakat itu karena melihat potensi alamnya yang luar biasa akhirnya ya bahu membahu mengerjakan ini itu, yang penting dapet duit. Peran serat masyarakat sangat maksimal kalo musimnya ikan, mereka ikut nangkep ikan. Tapi tetep mengelola rumput laut. Ada disini juga masyarakat menanam mangrove. Peneliti
: Hambatan dalam berkomunikasi dengan Pemerintah.
I4
: Kalo komunikasi dengan Pemerintah, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan itu baik, tapi kalo dengan pihak Desa itu tersumbat. Pelayanannya selalu diskriminasi. Jangankan menyampaikan aduan,
49
bertegur sapa dengan Kepala Desa saja enggan. Banyak yang mengeluh karena aspirasinya tidak pernah ditanggapi. Peneliti
: Sanksi dari Pemerintah kepada pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir.
I4
: Ya saya bilang tadi, adanya pembiaran oleh Pemerintah. Sampai saat ini
50
belum ada sanksi untuk pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yaitu penambangan pasir darat (Galian C). kurang adil dalam kebijakan. Peneliti
: Harapan untuk pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar
I4
: Harapannya, dalam pengelolaan dan pembangunan narus ada
51
kesinergian antara Pemerintah dan masyarakat. Adanya kepekaan pemerintah dalam pengelolaan SDM dan SDA. Dibutuhkan pemimpin yang dekat dengan masyarakat. Peneliti
: Tugas Pokok POKMASWAS (Kelompok Masyarakat Pengawas).
I5
: Pokwasmas sifatnya hanya mengawasi kegiatan masyarakat yang ada
52
diwilayahnya, melaporkan, dan mencatat pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir yang terjadi di lapangan, tidak bisa memberikan tindakan kepada pelanggar tersebut. Dan di koordinasikan tentunya dengan pemerintah. Laporan diberikan kepada DKP dibagian pengawasan juga. Peneliti
:
Hambatan dalam mengawasi pelanggaran pengelolaan sumberdaya
pesisir. I5
: Kalo hambatannya karena hanya mengawasi dan melaporkan saja, jadi
53
hambatan atau kendalanya itu ketika laporan tidak ditanggapi oleh Pemerintah Kabupaten. Peneliti
: Pengembangan dari potensi yang ada.
I6
: Hasil olahan rumput laut itu banyak bisa dibuat menjadi dodol, es rumput laut, kerupuk, amplang, sabun, dan lain-lain. Tapi untuk sekarang hanya bikin dodol, es rumput laut, sama es krim rumput laut. Karena bahan bakunya mudah dan tidak perlu modal yang gede, buat peredarannya juga mudah sih. Saya dapet ilmu nya dari pemerintah dikasih
pelatihan.
Dari
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
ada
pertemuan/sosialisasi, bimbingan teknik membuat, cara pemasaran gitu. Biasanya sih kurang lebih dalam setahun itu tiga kali. Yang saya tau ada 4 kelompok pembudidaya rumput laut, tapi gatau masih jalan apa engga.
54
Peneliti
: Wilayah pemasaran hasil olah sumberdaya pesisir.
I6
: Untuk sementara pemasaran hanya ke pasar-pasar tradisional sekitar.
55
Ada dari pihak pribadi orang Bogor, yang sanggup memasarkan ke nasional. Dari pemerintah hanya ikut pameran-pameran saja. Kalo ada yang minta baru produksi dan kirim ke Cilegon, Depok, tapi yah gitu gak kontinyu. Peneliti
: Kendala dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.
I6
: Kendalanya mah modal, dan juga pemasaran belum bisa menentukan
56
tempat yang pas. Cuaca juga merupakan salah satu kendala. Peneliti
: Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah.
I6
: Bantuan dari pemerintah dalam bentuk barang, tidak ada bantuan modal.
Peneliti
: Bentuk pengawasan dari Pemerintah.
I6
: Bentuknya ada pengawasan dan peninjauan dari Pemerintah.
Peneliti
: Komunikasi Masyarakat dengan Pemerintah
I6
: Komunikasi dengan Pemerintah cukup baik, sudah ada bantuan
57
58
59
walaupun ya gini-gini aja. Peneliti
: Pendapat mengenai pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I6
: Pengelolaan wilayah pesisirnya dibilang baik ya baik, engga ya engga.
60
Karena saya lihat disini tidak ada pengelolaan. Peneliti
: Tanggapan adanya pelanggaran dalam pengelolaan (penambangan pasir)
I6
:
Ya masyarakat mah ga setuju. Ada nya penambangan pasir ini
61
mempengaruhi usaha saya, kalo masyarakat ga ada penghasilan usaha jadi terhambat. Peneliti
: Harapan untuk pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar.
I6
: Harapannya ya subur makmur, tidak ada kendala apa-apa.
Peneliti
: Bantuan yang diberikan Pemerintah.
I 7-1
: Bantuan dari pemerintah perahu kecil, bambu, caranya mengajukan ke
62
63
Pemerintah, tapi udah lama gak ada bantuan dari Pemerintah. I 7-2
: Dulu ada dikasih bambu-bambu sama rumput laut.
64
I 7-3
: Pernah di kasih jaring doang.
65
I 7-4
: Kalo buat nelayan tangkap mah ada jaring buat alat tangkap.
66
I 7-5
: Ada bantuan bibit, tapi sekarang mah gak bisa buat tambak. Kendalanya
67
di air jadi sering gagal panen.
I 7-6
: Ya ada aja, bibitnya, pakannya. Tapi karena airnya kena pencemaran
68
dari limbah sungai ciujung jadinya ikan lama berkembangnya. Peneliti
: Kendala dalam mengelolanya.
I 7-1
: Budidaya rumput laut itu bagusnya mah 45hari, tapi yang terakhir ini
69
rumput laut saya pada kena limbah. Udah lapor tapi gak ada tanggapan. I 7-2
: Kendalanya pada cuaca, ada faktor limbah juga sih. Jadi sangat
70
bergantung sama musim. I 7-3
: Kendalanya cuaca, kalo kaya sekarang anginnya suka gede kan gak bisa
71
ke laut. I 7-4
: Ya cuaca yang paling utama, dulu mah ada penambangan pasir laut juga
72
cukup menghambat. I 7-5
: Sekarang tambak pada gagal, ya itu tadi kendalanya karena kualitas air.
73
I 7-6
:Ya tadi kendalanya mah air yah karena tercemar. Tapi gak ada tanggapan
74
dari Pemerintah. Peneliti
: Komunikasi dan Koordinasi dengan Pemerintah.
I 7-1
: Dibilang baik mah baik, engga mah engga gitu. Karena saya sudah
75
melaporkan rumput laut saya tercemar tapi tidak ada tanggapan. Tapi ya saya juga pernah dikasih bantuan dulu. I 7-2
: Ya cukup baik.
76
I 7-3
: Komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah cukup baik.
77
I 7-4
: Baik sih yah Alhamdulillah.
78
I 7-5
: Ya cukup baik ajalah walaupun kadang gak di tanggepin.
79
I 7-6
: Kalo menurut saya sih kurang komunikasi mah.
80
Peneliti
: Milik sendiri atau orang lain.
I 7-1
: Iya punya sendiri saya mah.
81
I 7-2
: Punya sendiri ka nada di laut.
82
I 7-3
: Kalo saya sih kapalnya punya sendiri.
83
I 7-4
: Engga, saya ikut sodara aja.
84
I 7-5
: Bukan saya hanya bantu aja.
85
I 7-6
: Ya bukan punya saya, kalo ga bisa ngambil ikan dilaut, ya ngebantu-
86
bantu aja biar dapet duit. Peneliti
: Pengembangan dari potensi yang ada.
I 7-1
: Ada, dibuat jadi dodol, jeli, kerupuk. Tapi yang mengolahnya ada lagi
87
bukan nelayan. I 7-2
: Dibuat kerupuk, dodol, jus, es krim, banyak gitu yah.
88
I 7-3
: Oh engga ada kalo ikan mah langsung dijual di pelelangan.
89
I 7-4
: Engga ada, yang ada mah di daerah Domas Pontang tuh ada dibikin
90
kerupuk tulang ikan, terus banyak saya mah kurang tau. I 7-5
: Gak ada, jangankan untuk ngolah jadi produk yang lain. Buat
91
membudidayakannya aja sekarang mah susah. I 7-6
: Gak ada sih yah buat itu mah, belum ada.
92
Peneliti
: Target dan tempat pemasaran.
I 7-1
: Kalo disini dijual ke pengepul, nanti pengepul yang jual lagi nya.
93
I 7-2
: Dijual ke pengepul, sama ke pembudidaya rumput laut tapi kadang-
94
kadang doang. Kebanyakan mah yah ke pengepul dijualnya. I 7-3
: Dijual di pelelangan, ada juga masyarakat luar lontar paling beberapa
95
orang doang, itu juga kadang-kadang. I 7-4
: Semua nya dijual di pelelangan.
96
I 7-5
: Dijual di pasar-pasar tradisional aja.
97
I 7-6
: Ya cuma ke pasar-pasar deket sini aja.
98
Peneliti
: Dampak dari adanya penambangan pasir.
I 7-1
: Gak masalah sih yah saya mah, gak jadi masalah.
99
I 7-2
: Ya berpengaruh juga sih kayanya mah sama kualitas air lautnya kadang
100
jadi keruh. I 7-3
: Kalo yang penambangan pasir laut kemaren itu mah iyah cukup
101
mengganggu aktivitas. I 7-4
: Ya dibilang mengganggu mah mengganggu gitu yah.
102
I 7-5
: Ya dampaknya mah sekarang banyak bekas-bekas penambangan pasir
103
darat. Itu mah sebenernya bukan tambak. Yang bener-bener tambak mah cuma sedikit. Itu dulunya sawah, sekarang pasirnya dikerukin jadi pada bolong-bolong gitu. Bekasnya udah aja ditinggalin, ngeruk tempat lain lagi. I 7-6
: Dampaknya bikin jalan jadi jelek dan rusak. Apalagi pas musim hujan gini.
Peneliti
: Masyarakat dilibatkan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
104
I 7-1
: Ya kalo selama ini mah sih engga ada.
105
I 7-2
: Engga yah gak ada kayanya mah, kalo saya ya ga pernah gitu lah.
106
I 7-3
: Gak ada dilibatin.
107
I 7-4
: Gak pernah yah kalo saya, gatau kalo yang lain.
108
I 7-5
: Sibuk nyari uang, jadi gatau yang kaya gitu.
109
I 7-6
: Gak tau sih gak ada, mungkin pihak Desa kali kalo itu mah.
110
Peneliti
: Sanksi yang diberikan Pemerintah kepada pelanggaran pengelolaan wilayah pesisir.
I 7-1
: Gak ada, buktinya sampe sekarang masih jalan.
111
I 7-2
: Gak ada yah itu jalan terus.
112
I 7-3
: Ya itu mah dibiarkan aja gak pernah ada penertiban.
113
I 7-4
: Gak ada sanksi apa-apa dari Pemerintah.
114
I 7-5
: Gak pernah ada sih dari Pemerintah, padahal udah dilaporkan.
115
I 7-6
: Gak ada selama ini mah.
116
Peneliti
: Pendapat mengenai Pengelolaan Wilayah Pesisir Desa Lontar.
I 8-1
: Sumber Daya Alam rusak ya rusak, tapi masyarakat mah nurut yang
117
diatas aja. I 8-2
: Kalo untuk tempat wisata ini gak ada yang mengelola. Tumbuh sendiri.
118
Pernah ada yang mau melestarikan dari pihak pribadi orang Bogor tapi gak jadi. Karena mau dibangun hotel segala macem langsung di demo sama masyarakat sininya. I 8-3
: Pengelolaannya kurang baik masih banyak kekurangan. Sini mah orang-
119
orang deket aja yang mau. Permainan gak ada, gak ada yang bisa diliat. Gak bisa buat berenang. Tapi ya merupakan salah satu alternatif tempat hiburan. Dulu masih bisa berenang, karena ada penambangan pasir jadi lautnya rusak. Peneliti
: Pendapat mengenai adanya pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir di daerah mereka (penambangan pasir).
I 8-1
: Ya gak setuju mah ya gak setuju, tapi apalah daya saya gak bisa apa-apa.
120
Keuntungannya ada dari CSR. Tapi itu juga gak membantu apa-apa. I 8-2
: Sebetulnya mah gamau, tapi mau gimana lagi. Tidak merasa dirugikan
121
atau diuntungkan ibu mah. I 8-3
: Ya sebagai warga Lontar mah gak setuju lah.
122
Peneliti
: CSR yang diberikan dari pihak pengelola sumberdaya pasir (penambangan) pasir.
I 8-1
: Kalo dari baladika ada setiap bulan dibagi, ya lupa berapanya mah
123
karena gak nentu ngasih uangnya. Kalo yang dari SS itu gak tau, gak pernah ngasih, masih jalan apa engga aja gatau itu mah. I 8-2
: Dikasih CSR dari Baladika berkali-kali. Ora kelingan pira. Akeh. Kalo
124
sinar serang Cuma sekali 150.000. kalo dari SS itu dikasih semacem kertas gitu buat tanda dikasih kompensasi perbulannya, tapi selama ini Cuma ngasih sekali abis itu gak lagi. Malah orang lain mah kertas nya itu dijualin, dijual nya ke orang-orang SS juga gitu. I 8-3
: CSR iyah ada, tapi ya gak seberapa, ada dari baladika sama sinar serang.
125
Tapi kalo sinar serang Cuma sekali doang 150.000, kalo baladika kadang 180.000 kadang gak nentu juga sesuai pendapatan merekanya. Peneliti
: Masyarakat dilibatkan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir.
I 8-1
: Gak sih, gatau saya mah. Gak terlalu mengerti.
126
I 8-2
: Gatau ibu mah ga pernah ikut kaya gitu. Jualan aja yang penting mah.
127
I 8-3
: Kurang tau juga yah, tapi kalo saya ya belum pernah ikut.
128
Peneliti
: Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah.
I 8-1
: Bantuan dari Pemerintah dalam bentuk beras. Gak ada bantuan dari
129
pemerintah untuk pengelolaan wisata umum. Hanya masyarakat sekitar saja yang mengelola. I 8-2
: Ada beras. Tapi kalo bantuan dari pemerintah buat tempat wisata ini
130
mah gak ada. Ibu mah disini udah jualan selama 8 tahun. Tapi selama jualan disini belum pernah ada bantuan. I 8-3
: Bantuannya paling beras, kalo musim lagi jelek.
Peneliti
: Sanksi yang diberikan Pemerintah kepada pelanggaran pengelolaan
131
wilayah pesisir (penambangan pasir) I 8-1
: Belum ada sanksi apa-apa. Dibiarkan aja oleh Pemerintah.
132
I 8-2
: Gak pernah ada satpol PP buat nindak penambang pasir.
133
I 8-3
: Engga, gak ada sanksi apa pun kalo diliat sampai saat ini sih. Buktinya
134
masih berjalan terus.
KODING DATA
Kode
Kata Kunci
1, 20, 26, 29, 43
Pihak yang terkait dalam perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
2
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir
3, 21
Keterpaduan perencanaan dari berbagai sektor
4, 5, 6, 22, 30, 41, 42
Acuan dalam pembuatan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir
7, 32, 49, 53, 56, 69, Hambatan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar 70, 71, 72, 73, 74 8
Anggaran pengelolaan wilayah pesisir
9, 10, 11, 34, 35, 44, Pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar 53, 58 12,37,45,54,87,88,89, Pengembangan potensi wilayah pesisir 90, 91, 92 13, 36, 49, 59, 75, 76, Komunikasi Pemerintah dengan masyarakat 77, 78, 79, 80 14, 47
Keterbukaan/Transparansi Pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di Desa Lontar
15, 38, 48
Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
16, 49, 59
Hambatan dalam melakukan komunikasi
17
Kepastian hukum yang berlaku
18, 50, 111, 112, 113, Sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran dalam pengelolaan wilayah 114, 115, 116, 132, pesisir Desa Lontar 133, 134 19
Keterangan Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang mengenai perencanaan pembangunan
23
Hambatan dalam pembuatan perencanaan
24
Keterangan Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Kimpraswil BAPPEDA Kabupaten Serang mengenai Peranan dan wewenang BAPPEDA
25, 33
Koordinasi antara dinas-dinas terkait
27, 46, 57, 63, 64, 65, Bantuan yang diberikan oleh Pemerintah untuk pengelolaan pesisir Desa 66, 67, 68, 129, 130, Lontar 131 28
Koperasi yang dikelola masyarakat
31, 40,
Keadaan (Kesejahteraan) masyarakat Desa Lontar
39, 60, 117, 118, 119
Keterangan masyarakat mengenai pengelolaan wilayah pesisir Desa Lontar
51, 62
Keterangan masyarakat mengenai harapan untuk pengelolaan wilayah pesisir di Desa Lontar
81, 82, 83, 84, 85, 86
Keterangan masyarakat mengenai kepemilikan sumberdaya pesisir yang dikelola
93, 94. 95. 96. 97. 98
Keterangan masyarakat mengenai target dan tempat pemasaran hasil pengelolaan sumberdaya pesisir Desa Lontar
99, 100, 101, 102, Keterangan masyarakat mengenai dampak dari adanya penambangan pasir di 103, 104
pesisir Desa Lontar
105, 106, 107, 108, Keterangan masyarakat mengenai keterlibatan dalam pembuatan perencanaan 109, 110, 126, 127, pengelolaan wilayah pesisir. 128 120, 121, 122
Keterangan masyarakat mengenai adanya pelanggaran dalam pengelolaan wilayah pesisir di daerah mereka (penambangan pasir).
123, 124, 125
Keterangan masyarakat mengenai CSR yang diberikan dari pihak pengelola sumberdaya pasir (penambangan) pasir
Dokumentasi Lapangan
Wawancara dengan Kasi Konservasi, Eksplorasi, Eksploitasi, dan Pulau-Pulau Kecil DKPESDM Kabupaten Serang
Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Perencanaan Pembangunan Pemukiman, dan Prasarana Wilayah BAPPEDA Kabupaten Serang
Wawancara dengan Sekdes Desa Lontar dan Masyarakat Desa Lontar
Wawancara dengan Karyawan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar
TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Desa Lontar
Wawancara dengan Ketua KUB mengolah (Kelompok Usaha Bersama) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar
Bapak Yanto menunjukkan cara rumput laut menjadi dodol
Hasil olahan rumput laut KUB (Kelompok Usaha Bersama) Bahari Jaya Bersatu Desa Lontar (Dodol, Es krim)
Wawancara dengan Nelayan Desa Lontar
Wawancara dengan Masyarakat Desa Lontar
Tempat Wisata Umum Desa Lontar
Lahan bekas galian pasir yang ditinggalkan
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
Nomor : 2
Tahun 2013
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SERANG TAHUN 2013-2033 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan melibatkan masyarakat berdasarkan norma, standar dan pedoman yang telah ditetapkan, agar perencanaan Pemerintah dan Pemerintah Daerah bersinergi dan berkelanjutan; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2012-2032; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 5.Undang-Undang……
-2-
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Provinsi Banten 2010-2031 (Lembaran Daerah Tahun 2011 Nomor 2 Tambahan Lembaran Daerah Nomor 32); 8. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kabupaten Serang (Lembaran Daerah Kabupaten Serang Tahun 2008 Nomor 772); 9. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun 2011-2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Serang Tahun 2011 Nomor 812); 10. Peraturan Daerah Daerah Serang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Serang (Lembaran Daerah Kabupaten Serang Tahun 2011 Nomor 821); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERANG dan BUPATI SERANG MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SERANG TAHUN 2013-2033. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Umum Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah…….
-3-
1.
Daerah adalah Kabupaten Serang.
2.
Bupati adalah Bupati Serang.
3.
Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Serang.
5.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan antara pemerintah daerah dan DPRD.
6.
Dinas adalah Dinas yang membidangi kelautan dan perikanan.
7.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
8.
Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
9.
Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
10.
Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala daerah atau beberapa kecamatan.
11.
Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disingkat PKLp adalah pusat kegiatan yang untuk di kemudian hari ditetapkan sebagai PKL.
12.
Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disingkat PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.
13.
Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.
14.
Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
15.
Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang yang selanjutnya disingkat RZWP3K daerah adalah kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Serang yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang.
16.
Garis Pantai adalah batas pertemuan antara bagian laut dan daratan pada saat terjadi air laut pasang tertinggi, surut tertinggi yang dihitung dengan rata-rata.
17.
Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18.
Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 19.Perairan….
-4-
19.
Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
20.
Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
21.
Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan disekitarnya.
22.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkhis memiliki hubungan fungsional.
23.
Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
24.
Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
25.
Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
26.
Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
27.
Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya.
28.
Kawasan Konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan pesisir dan pulau pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah.
29.
Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
30.
Alur Laut adalah perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut Pesisir dan Pulaupulau Kecil secara berkelanjutan bagi berbagai sektor kegiatan.
31.
Hutan adalah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya.
32.
Pertanian adalah kawasan untuk kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
33.
Perikanan Budidaya adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol.
34.
Perikanan Tangkap adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya. 35.Pelabuhan………
-5-
35.
Pelabuhan adalah sebuah fasilitas diujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang kedalamnya.
36.
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
37.
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.
38.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
39.
Permukiman adalah suatu perumahan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan
40.
Konservasi Pesisir adalah upaya perlindungan,pelestarian dan pemanfaatan wilayah pesisir serta ekosistimnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan sumber daya pesisisr dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keberagamannya.
41.
Konservasi Maritim adalah perlindungan adat dan budaya maritim yang mempunyai nilai arkeologi historis khusus, situs sejarah kemaritiman dan tempat ritual keagamaan atau adat dan sifatnya sejalan dengan upaya konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
42.
Konservasi Perairan adalah perairan yang dilindungi, dikelola dengan system zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
43.
Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebanya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 M (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
44.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
45.
Instalasi Militer adalah Instalasi yang digunakan untuk kepentingan mendukung kegiatan militer, contoh : Instalasi Radar AU, depot Amunisi (Badan Pertanahan Nasional).
46.
Situs Warisan Dunia adalah sebuah tempat khusus (misalnya hutan, pegunungan, danau, gurun pasir, bangunan, kompleks, atau kota) yang telah dinominasikan untuk program warisan dunia internasional.
47.
Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di wilayah Pesisir dan Pulaupulau kecil. 48.Sumber………
-6-
48.
Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang selanjutnya disebut sumber daya adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil.
49.
Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan.
50.
Minabisnis adalah sebagian besar masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan perikanan.
51.
Plasma Nutfah adalah substansi yang merupakan sumber keturunan yang terdapat di dalam setiap kelompok organisme (ikan) yang dimanfaatkan dan dikembangkan agar tercipta suatu jenis unggul atau kultifar.
di
suatu
kawasan
BAB II AZAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Azas Pasal 2 RZWP3K daerah didasarkan atas azas : a. keberlanjutan; b. konsistensi; c. keterpaduan; d. kepastian hukum; e. kemitraan; f. pemerataan; g. peran serta masyarakat; h. keterbukaan; i. desentralisasi; j. akuntabilitas; k. keadilan; dan l. budaya. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 RZWP3K daerah bertujuan untuk : a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologinya secara berkelanjutan; b.menciptakan………
-7-
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan; dan d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 4 Ruang lingkup RZWP3K daerah meliputi : a. daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut; b. ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan; dan c. ke arah laut sejauh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi. BAB III KEDUDUKAN DAN WILAYAH RZWP3K Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 5 RZWP3K daerah berkedudukan : a. sebagai acuan dalam penyusunan RZRWP3K, RPWP3K dan RAWP3K; b. melengkapi RTRW daerah; dan c. instrumen kebijakan penataan ruang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Bagian Kedua Wilayah Pasal 6 (1) Wilayah RZWP3K daerah mencakup ruang darat dan ruang laut menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Batas-batas wilayah RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa dan Kota Serang; b. sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tangerang; c.
sebelah selatan berbatasan Kabupaten Lebak; dan
wilayah
Kabupaten
Pandeglang
dan
d. sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan Kota Cilegon. (3) Wilayah RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara administrasi terdiri atas 8 (delapan ) wilayah kecamatan, meliputi : a.Kecamatan…….
-8-
a. Kecamatan Cinangka; b. Kecamatan Anyar; c.
Kecamatan Pulo Ampel;
d. Kecamatan Bojonegara; e.
Kecamatan Kramatwatu;
f.
Kecamatan Pontang;
g.
Kecamatan Tirtayasa; dan
h. Kecamatan Tanara. (4) Luas Wilayah RZWP3K daerah ruang darat dan ruang laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari : a. ruang daratan ± 458,34 km²; dan b. ruang lautnya ± 1.113 km². Pasal 7 (1) Wilayah RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), meliputi Pulau-pulau kecil yang terdiri dari : a. Pulau Lima; b. Pulau Kubur; c.
Pulau Pisang;
d. Pulau Pamujan Besar; e.
Pulau Pamujan Kecil;
f.
Pulau Panjang;
g.
Pulsu Semut;
h. Pulau Tarahan; i.
Pulau Kemanisan;
j.
Pulau Cikantung;
k. Pulau Kalih Selatan; l.
Pulau Kalih Utara;
m. Pulau Salira; n. Pulau Tunda; o. Pulau Sangiang; p. Pulau Karang Cawene; dan q. Pulau Karang Parejakah. BAB IV KEBIJAKAN DAN STRATEGI RZWP3K Bagian Kesatu Kebijakan Pasal 8 Kebijakan perencanaan RZWP3K daerah dikembangkan untuk mewujudkan tujuan perencanaan RZWP3K daerah meliputi: a.optimalisasi……..
-9-
a. optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan pesisir dan pulau-pulau kecil; b. peningkatan produktivitas pertanian dan pelestarian zona pertanian sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan; c. optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya dan pengembangan usaha perikanan budidaya secara terpadu dan ramah lingkungan; d. optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan tangkap secara ramah lingkungan dan berkelanjutan; e. peningkatan pemanfaatan pelabuhan perikanan; f. pemanfaatan potensi pertambangan secara bertanggung jawab; g. pengembangan industi yang berbasis potensi di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil; h. peningkatan fungsi dan kegiatan pariwisata pantai, pariwisata pulau, budaya/religius/sejarah, dan minat khusus secara berkelanjutan; i. peningkatan sarana pelayanan publik dan sarana pengelolaan lingkungan permukiman di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; j. pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi ekosistem dan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; k. peningkatan pengelolaan sempadan pantai dalam upaya pelestarian dan perlindungan pantai; l. peningkatan mitigasi dan adaptasi terhadap ancaman bencana alam dan perubahan iklim; m. optimalisasi pengembangan kawasan strategis nasional selat sunda; dan n. pemantapan sistem alur laut bagi keamanan dan keselamatan pelayaran serta sarana dan prasarana dasar laut. Bagian Kedua Strategi Pasal 9 Untuk mewujudkan kebijakan penataan ruang perencanaan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 disusun strategi penataan perencanaan RZWP3K daerah. Pasal 10 Strategi optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan pesisir dan pulau-pulau kecil, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, meliputi : a. peningkatan fungsi kawasan hutan; b. pelaksanaan reboisasi dan peningkatan kualitas hutan; dan c. peningkatan sarana dan prasarana pendukung pengelolaan hutan. Pasal 11 Strategi peningkatan produktivitas pertanian dan pelestarian zona pertanian sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b meliputi : a. mempertahankan luasan zona pertanian; b. peningkatan prasarana dan sarana pendukung; dan c. peningkatan pengelolaan pertanian.
Pasal 12 Strategi optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya dan pengembangan usaha perikanan budidaya secara terpadu dan ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c meliputi : a.peningkatan........
- 10 -
a. peningkatan pemanfaatan lahan dan perairan umum untuk kegiatan perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut; b. pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut; c. pengembangan teknologi pasca panen, perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut yang ramah lingkungan; d. pengembangan sumber daya manusia di bidang perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut; dan e. Pengembangan kawasan minawisata dan minawana. Pasal 13 Strategi optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan tangkap secara ramah lingkungan dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d meliputi : a. penataan pemanfaatan ruang bagi operasional perikanan tangkap terutama bagi kelangsungan perikanan tangkap tradisional sesuai dengan potensi, memperhatikan daya dukung, sistem alur laut, dan efeknya terhadap kelestarian sumberdaya dan lingkungan serta menghindari terjadinya konflik pemanfaatan ruang; b. pengembangan usaha-usaha perikanan tangkap guna optimalisasi pemanfaatan potensinya dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung sumberdaya yang ada, mengembangkan alat, metode/cara dan praktek-praktek penangkapan ikan yang ramah lingkungan; c. pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap, terutama kemampuan armada dan peralatan penangkapan ikan; d. pengembangan diversifikasi alat penangkapan ikan yang ditujukan untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan e. pengembangan sistem usaha perikanan tangkap berbasis agribisnis secara terpadu yang ditunjang oleh sarana dan prasarana, tempat pelelangan ikan, cool chain system (CCS), depo-depo bahan bakar untuk nelayan, penanganan hasil, pemasaran hasil, pusat informasi, lembaga keuangan dan fasilitas lainnya; dan f. pemantapan ruang pantai dan perairan di sekitarnya sebagai tempat atau pemangkalan perahu nelayan dan aktivitas kenelayanan penunjangnya. Pasal 14 Strategi peningkatan pemanfaatan pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e meliputi : a. pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan; b. pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; c. pengembangan fungsi pelabuhan perikanan; dan d. pengembangan perikanan.
dan
penyelarasan
fungsi
dan
peran
antar
pelabuhan
Pasal 15 Strategi pemanfaatan potensi pertambangan secara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f meliputi :
bertanggung
jawab
a. peningkatan peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan potensi pertambangan; b. penggunaan teknologi pertambangan;
ramah
lingkungan
dalam
pengelolaan
potensi
c.pengelolaan…..
- 11 -
c. pengelolaan potensi pertambangan dengan memperhatikan daya-dukung lingkungan; d. kegiatan pasca penambangan harus sumberdaya alam dan lingkungan;
menjamin
keberlanjutan
fungsi
e. melakukan penambangan pada zona yang telah ditetapkan dan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku; dan f. melakukan penambangan pada zona wilayah kewenangan daerah. Pasal 16 Strategi pengembangan industi yang berbasis potensi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g meliputi : a. pengembangan sentra industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah; b. pengembangan industri di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berbasis potensi lokal; c. pengembangan industri kelautan dan perikanan; dan d. pengembangan industri di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang ramah lingkungan. Pasal 17 Strategi peningkatan fungsi dan kegiatan pariwisata pantai, pariwisata pulau, budaya/religius/sejarah, dan minat khusus secara berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h meliputi : a. peningkatan daya tarik dan promosi wisata; b. peningkatan manajemen kepariwisataan; c. pengembangan produk wisata yang sesuai dengan sifat dan karakteristik; d. pengembangan destinasi pariwisata yang berbasis masyarakat, terbebas dari ekses negatif pariwisata;
tata
nilai
budaya
e. pengembangan sarana dan prasarana kepariwisataan ; dan f. pemantapan fungsi lindung pada kawasan konservasi yang digunakan untuk kegiatan pariwisata. Pasal 18 Strategi peningkatan sarana pelayanan publik dan sarana pengelolaan lingkungan permukiman di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i meliputi : a.
pengembangan telekomunikasi;
penyediaan
dan
distibusi
air
bersih,
listrik
dan
b. rehabilitasi lingkungan permukiman pesisir dan pulau-pulau kecil; c. peningkatan sarana dan prasarana sanitasi, persampahan dan air limbah; d. peningkatan pengetahuan penduduk tentang permukiman yang berwawasan lingkungan; dan e. peningkatan akses di dalam permukiman dan antar permukiman. Pasal 19 Strategi pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi ekosistem dan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf j meliputi : a.penetapan...........
- 12 -
a. penetapan sebagian kawasan pesisir dan dan pulau-pulau kecil sebagai kawasan konservasi untuk kepentingan perlindungan; b. peningkatan peran serta semua pemangku kepentingan dalam penetapan dan dan pengelolaan zona konservasi perairan c. pengendalian kegiatan-kegiatan yang berpotensi menimbulkan terhadap ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
dampak
d. pengembangan usaha-usaha rehabilitasi dan pemulihan ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; e. penentuan bata-batas yang jelas terhadap daerah-daerah yang dapat dieksploitasi dan daerah-daerah yang perlu dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan; f. peningkatan upaya yang mendorong pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosistemnya yang bersifat non-ekstraktif yang bermuatan konservasi dalam penggunaannya; dan g. peningkatan implementasi kearifan lokal dalam kegiatan perlindungan dan pelestarian ekosistem dan lingkungan. Pasal 20 Strategi peningkatan pengelolaan sempadan pantai dalam upaya pelestarian dan perlindungan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf k meliputi : a.
pengendalian kegiatan-kegiatan di dalam zona sempadan pantai sehingga tidak mengganggu fungsi pantai ;
b. pengembalian fungsi sempadan pantai sesuai peruntukannya ;dan c. peningkatan peran serta masyarakat dalam penetapan dan pelestarian zona
sempadan pantai. Pasal 21 Strategi peningkatan mitigasi dan adaptasi terhadap ancaman bencana alam dan perubahan iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf l meliputi : a.
pengendalian bencana;
kegiatan-kegiatan
yang
berpotensi
menimbulkan
risiko
b. pengendalian pendirian bangunan permanen dan semi permanen di zona
rawan bencana; c. peningkatan sarana dan prasarana berkaitan dengan mitigasi bencana; dan d. peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya mitigasi bencana. e. peningkatan ketahanan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil; dan f. pengembangan alternatif pemanfaatan sumberdaya yang adaptif terhadap
dampak perubahan iklim. Pasal 22 Strategi optimalisasi pengembangan kawasan strategis nasional selat sunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf m meliputi : a.
penegakkan peraturan tata ruang kawasan;
b. pengembangan kegiatan sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungan
Pasal 23……
- 13 -
Pasal 23 Strategi pemantapan sistem alur laut bagi keamanan dan keselamatan pelayaran serta sarana dan prasarana dasar laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf n meliputi : a.
menata sistem alur pelayaran;
b.
pemasangan dan pemanfaatan pipa/kabel bawah laut; dan
c.
inventarisasi dan pemanfaatan migrasi biota laut. BAB V RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Bagian Kesatu Umum Pasal 24
(1)
Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah meliputi : a. pusat-pusat kegiatan; b. pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; c. sistem jaringan prasarana utama; dan d. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2)
Rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan Pasal 25
(1)
Pusat-pusat kegiatan yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, terdiri atas : a. Pusat Kegiatan Lokal (PKL); b. Pusat Kegiatan Lokal Promosi (PKLp); c. Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan d. Pusat Pelayanan Lokal (PPL).
(2)
Rencana pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang. Bagian Ketiga Pengembangan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Paragraf 1 Pengembangan Wilayah Pesisir Pasal 26
(1)
Pengembangan wilayah pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, meliputi : a.perikanan………..
- 14 -
a. perikanan budidaya; b. perikanan tangkap; c. industri perikanan dan kelautan; dan d. pariwisata. (2)
Pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. budidaya laut, diarahkan Kecamatan Tirtayasa;
pengembangannya
di
wilayah
pesisir
b. budidaya payau, diarahkan di wilayah pesisir Kecamatan Tanara, Pontang dan Kecamatan Tirtayasa; dan c. budidaya air tawar, diarahkan pengembangannya Cinangka dan Kecamatan Kramatwatu.
di
Kecamatan
(3)
Pengembangan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa perikanan tangkap tradisional dan modern dengan ditunjang oleh pengembangan pangkalan pendaratan ikan di seluruh wilayah pesisir Daerah .
(4)
Pengembangan industri perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa pengolahan hasil perikanan.
(5)
Pengembangan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa wisata bahari dan wisata sejarah. Pasal 27
(1)
Untuk mendukung pengembangan wilayah pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diarahkan melalui pengembangan kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
(2)
Pengembangan kawasan minapolitan berbasis perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diarahkan kepada : a. Desa Domas Kecamatan minapolitan; dan
Pontang
sebagai
pusat
budidaya
pengembangan
b. Kecamatan Tanara dan Kecamatan Tirtayasa sebagai wilayah penyangga (hinterland) kawasan minapolitan. (3)
Pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya dan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Kecamatan Pulo Ampel. Paragraf 2 Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil Pasal 28
(1)
Pengembangan wilayah pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b, meliputi: a. perikanan budidaya; dan b. pariwisata bahari.
(2)
Pengembangan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu budidaya laut yang terdiri dari budidaya rumput laut dan keramba jaring apung, diarahkan pada Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Kalih Utara dan Kalih Selatan, Pulau Tarahan, Pulau Sangiang dan Pulau Tunda. (3)Pengembangan .......
- 15 -
(3)
Pengembangan pariwisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diarahkan pada Pantai Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Pisang, dan Pulau Lima, Pantai Pulau Kalih Selatan, Pulau Kalih Utara, Pantai Pulau Sangiang, Pulau Panjang, dan Pulau Tunda yang kegiatannya meliputi: a. mina wisata; b. penyelaman (snorkeling, dan scuba diving); c. wisata pancing; d. reef watch; e. olahraga air; f. rekreasi pantai; dan g. pengembangan wisata lainnya sesuai dengan potensi pulau.
(4)
Untuk menunjang pengembangan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan wisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di wilayah pengembangan pulau-pulau kecil dapat dikembangkan sebagai Kawasan Konservasi. Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 29
(1)
Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c, meliputi : a. transportasi darat; b. perkeretaapian; dan c. transportasi laut.
(2)
Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang Tahun. Pasal 30
(1)
Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf c terdiri atas : a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.
(2)
Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. pelabuhan laut umum; b. pelabuhan laut khusus; dan c.
(3)
pelabuhan laut tradisional.
Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri dari : a. pelayaran nasional dan Kecamatan Anyer;
internasional di Kecamatan Bojonegara dan
b.pelayaran……
- 16 -
b. pelayaran khusus industri/tambang di Perairan Kecamatan Bojonegara, dan Puloampel. c. pelayaran wisata di Kecamatan Anyer, Bojonegara, Tirtayasa, Cinangka dan Kecamatan Puloampel ke pulau-pulau lokasi wisata; d. pelayaran lokal di alur pelayaran keluar/masuk Tempat Pelelangan Ikan Pulau Panjang, Kepuh, Wadas, Terate, Domas, Lontar, Tengkurak, Tenjoayu, Pasauran, Paku, Puloampel dan Tempat Pelelangan Ikan Tanara menuju daerah penangkapan ikan dan sebaliknya. Pasal 31 Pelabuhan laut umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a, terdiri dari : a. pelabuhan utama internasional berupa pengembangan pelabuhan Bojonegara sebagai satu kesatuan sistem dengan pelabuhan Tanjung Priok DKI Jakarta di Kecamatan Bojonegara; dan b. pelabuhan pengumpan berupa pengembangan dan pengelolaan pelabuhan Paku di Kecamatan Anyar Pasal 32 Pelabuhan laut khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf b terdiri dari : a. pelabuhan batubara/PLTU Puloampel; dan
di
Kecamatan
Bojonegara
dan
Kecamatan
b. dermaga pelayanan pulau dan pariwisata meliputi: 1. dermaga Grenyang di Kecamatan Bojonegara-dermaga Pulau Panjang di Kecamatan Pulo Ampel; 2. dermaga Grenyang di Kecamatan Bojonegara-dermaga Pulau Tunda di Kecamatan Tirtayasa; 3. dermaga Lontar di Kecamatan Tirtayasa-dermaga Pulau Tunda di Kecamatan Tirtayasa; 4. dermaga Teneng di Kecamatan Cinangka; dan 5. pengembangan dermaga wisata di Kecamatan Anyer melayani wisatawan menuju Pulau Sangiang. Pasal 33 Pelabuhan laut tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf c yaitu pengembangan tempat pelelangan Ikan menjadi pelabuhan pendaratan Ikan terdiri dari : a. pelabuhan pendaratan Ikan Pulau Panjang, Kecamatan Pulo Ampel; b. pelabuhan pendaratan Ikan Kepuh, Kecamatan Bojonegara; c. pelabuhan pendaratan Ikan Wadas Kecamatan Bojonegara; d. pelabuhan pendaratan Ikan Terate, Kecamatan Kramatwatu; e. pelabuhan pendaratan Ikan Domas, Kecamatan Pontang; f. pelabuhan pendaratan Ikan Lontar, Kecamatan Tirtayasa; g. pelabuhan pendaratan Ikan Tengkurak, Kecamatan Tirtayasa; h. pelabuhan pendaratan Ikan Tenjoayu, Kecamatan Tanara; i. pelabuhan pendaratan Ikan Pasauran, Kecamatan Cinangka; j. pelabuhan pendaratan Ikan Paku, Kecamatan Anyar; k. pelabuhan pendaratan Ikan Pulo Ampel, Kecamatan Pulo Ampel; dan l. pelabuhan pendaratan Ikan Tanara, Kecamatan Tanara. Bagian…………
- 17 -
Bagian Kelima Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 34 (1) Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf d, meliputi : a. rencana pengembangan sistem jaringan energi; b. rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi; c. rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air; dan d. rencana pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah lainnya. (2) Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang. BAB VI RENCANA POLA RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Bagian Kesatu Umum Pasal 35 (1)
Rencana pola ruang wilayah pesisir penetapan:
dan pulau-pulau kecil melalui
a. kawasan pemanfaatan umum; b. kawasan konservasi; c. kawasan strategis; dan/atau d. kawasan alur laut. (2)
Rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Pemanfaatan Umum Pasal 36
Kawasan pemanfaatan umum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) terdiri atas : a. zona hutan; b. zona pertanian; c. zona perikanan budidaya; d. zona perikanan tangkap; e. zona pertambangan; f. zona industri; g. zona pariwisata; dan h. zona permukiman. Paragraf 1……….
- 18 -
Paragraf 1 Zona Hutan Pasal 37 Zona hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a seluas ± 4.569,7 ha (kurang lebih empat ribu lima ratus enam puluh sembilan koma tujuh hektar) terdiri atas : a. hutan produksi seluas ± 2.138,0 ha (kurang lebih dua ribu seratus tiga puluh delapan koma nol hektar) meliputi : 1. Kecamatan Kramatwatu; 2. Kecamatan Bojonegara; 3. Kecamatan Pulo Ampel; 4. Kecamatan Anyar; dan 5. Kecamatan Cinangka. b. hutan rakyat seluas ± 2.431.7 ha (kurang lebih dua ribu empat ratus tiga puluh satu koma tujuh hektar) meliputi : 1. Kecamatan Bojonegara; 2. Kecamatan Pulo Ampel; dan 3. Kecamatan Cinangka. Paragraf 2 Zona Pertanian Pasal 38 Zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf b seluas ± 21.467,5 ha (kurang lebih dua puluh satu ribu empat ratus enam puluh tujuh koma lima hektar), terdiri atas : a. pertanian lahan basah seluas ± 10.347,2 ha (kurang lebih sepuluh ribu tiga ratus empat puluh tujuh koma dua hektar) meliputi : 1. Kecamatan Pontang; 2. Kecamatan Tanara; 3. Kecamatan Tirtayasa; 4. Kecamatan Kramatwatu; dan 5. Kecamatan Cinangka. b. Pertanian non sawah terdiri dari perkebunan seluas ± 11.120,3 ha (kurang lebih sebelas ribu seratus dua puluh koma tiga hektar) meliputi : 1. Kecamatan Pontang; 2. Kecamatan Tanara; 3. Kecamatan Kramatwatu; 4. Kecamatan Pulo Ampel; 5. Kecamatan Anyar; dan 6. Kecamatan Cinangka. Paragraf 3………
- 19 -
Paragraf 3 Zona Perikanan Budidaya Pasal 39 (1) Zona perikanan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf c meliputi: a. budidaya air payau b. budidaya air tawar c. budidaya laut d. pembenihan (2)
Budidaya air payau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, seluas kurang lebih ± 21.951,5 ha (kurang lebih dua puluh satu ribu sembilan ratus lima puluh satu koma lima hektar) meliputi a. Kecamatan Pontang; b. Kecamatan Tanara; c. Kecamatan Tirtayasa; dan d. Kecamatan Kramatwatu.
(3) Budidaya air tawar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. Kecamatan Pontang; b. Kecamatan Tirtayasa; c. Kecamatan Kramatwatu; d. Kecamatan Anyar; dan e. Kecamatan Cinangka. (4) Budidaya laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri dari pengembangan budidaya rumput laut seluas ± 6241.2 ha (kurang lebih enam ribu dua ratus empat puluh satu koma dua hektar) dan karamba jaring apung seluas 9.0 (sembilan) Hektar meliputi :
(5)
a.
pesisir Kecamatan Pontang ;
b.
pesisir Kecamatan Tirtayasa ;
c.
pulau Pamujan Kecamatan Pontang ;
d.
perairan Pulau Tunda Kecamatan Tirtayasa ;
e.
perairan Pulau Tarahan Kecamatan Bojonegara ;
f.
perairan Pulau Panjang Kecamatan Pulo Ampel ; dan
g.
perairan Pulau Sangiang Kecamatan Anyar.
Pembenihan ikan dan udang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. Kecamatan Anyar; dan b. Kecamatan Cinangka
Paragraf 4........
- 20 -
Paragraf 4 Zona Perikanan Tangkap Pasal 40 (1) Zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d dengan luas kurang lebih ± 950.315 ha (kurang lebih sembilan ratus lima puluh ribu tiga ratus lima belas hektar) meliputi : a. sub zona perikanan tangkap 1.a; dan b. sub zona perikanan tangkap 1.b. (2) Sub zona perikanan tangkap 1.a sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan wilayah penangkapan ikan antara 0-2 mil di perairan daerah seluas kurang lebih 536,479 ha (lima ratus tiga puluh enam ribu empat ratus tujuh puluh sembilan hektar) meliputi wilayah perairan : a. Kecamatan Cinangka; b. Kecamatan Anyar; c. Kecamatan Pontang; d. Kecamatan Tanara; e. Kecamatan Tirtayasa f. Kecamatan Bojonegara; g. Kecamatan Pulo Ampel; dan h. Kecamatan Kramatwatu. (3) Sub zona perikanan tangkap 1.b sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan wilayah penangkapan ikan antara 2-4 mil di perairan daerah seluas kurang lebih ± 413.836 ha (kurang lebih empat ratus tiga belas ribu delapan ratus tiga puluh enam hektar) meliputi wilayah perairan: a. Kecamatan Cinangka; b. Kecamatan Anyar; c. Kecamatan Pontang; d. Kecamatan Tanara; e. Kecamatan Tirtayasa; f. Kecamatan Bojonegara; g. Kecamatan Pulo Ampel; dan h. Kecamatan Kramatwatu. Paragraf 5 Zona Pertambangan Pasal 41 (1)
Zona pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d meliputi: a. pertambangan batuan; b. pertambangan panas bumi; c.
pertambangan minyak dan gas bumi; dan
d. pertambangan mineral logam. (2)
Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di wilayah pesisir dengan luas ± 832 ha (kurang lebih delapan ratus tiga puluh dua hektar) meliputi : a.Kecamatan..........
- 21 -
a. Kecamatan Bojonegara; b. Kecamatan Cinangka; c. Kecamatan Pulo Ampel; d. Kecamatan Kramatwatu; dan e. Kecamatan Anyar. (3)
Pertambangan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di wilayah perairan dengan luas kurang lebih ± 31.508,7 ha (tiga puluh satu ribu lima ratus delapan koma tujuh hektar) meliputi perairan Laut Jawa di wilayah utara Pulau Jawa.
(4)
Pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di kawasan Kaldera Danau Banten, meliputi sebagian kecamatan pesisir : a. Kecamatan Cinangka; dan b. Kecamatan Anyar.
(5)
Sub zona pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas ± 3.999 Km² (kurang lebih tiga ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan kilometer persegi), meliputi: a. perairan Laut Jawa di wilayah utara; dan b. perairan Selat Sunda di wilayah barat.
(6)
Zona pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. Kecamatan Cinangka; b. Kecamatan Anyar. Paragraf 6 Zona Industri Pasal 42
(1)
(2)
Zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf e meliputi : a.
industri besar dan menengah; dan
b.
industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan.
Sub zona industri besar dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan jenis kegiatan berupa Industri Logam Dasar/Hulu, Kimia Dasar, dan Industri Maritim non kelautan dengan luas kurang lebih 4.639.7 (Empat ribu enam ratus tiga puluh sembilan koma tujuh) Hektar meliputi : a. Kecamatan Bojonegara; b. Kecamatan Pulo Ampel; c. Kecamatan Kramatwatu; dan d. Kecamatan Anyar;
(3)
Sub zona industri besar dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan jenis kegiatan berupa Aneka Industri dengan luas kurang lebih 2.564,9 (dua ribu lima ratus enam puluh empat koma sembilan) Hektar meliputi : a. Kecamatan Tanara; dan b. Kecamatan Tirtayasa.
(4)Sub……..
- 22 -
(4)
Sub zona industri pengolahan hasil perikanan dan kelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikembangkan dengan basis potensi lokal meliputi : a. Kecamatan Bojonegara; b. Kecamatan Pulo Ampel; c. Kecamatan Anyar; d. Kecamatan Pontang; e. Kecamatan Tirtayasa; dan f.
Kecamatan Tanara. Paragraf 7 Zona Pariwisata Pasal 43
(1)
Zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf f meliputi a. pariwisata pantai; b. pariwisata pulau; dan c. pariwisata religius, sejarah dan budaya.
(2)
Pariwisata pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a dengan wilayah ± 2375.6 ha (kurang lebih dua ribu tiga ratus tujuh puluh lima koma enam hektar) meliputi : a. hotel/resort/penginapan di Kecamatan Anyar dan Kecamatan Cinangka; b. wisata umum pantai Lontar di Kecamatan Tirtayasa; c. wisata umum di Kecamatan Cinangka : Pantai Karang Suraga, Pantai Karang Bolong, Pantai Florida, Pantai Tawing, Pantai Cibeureum I dan II, Pantai Palem Cibeureum, Pantai Saung Cibeureum, Pantai Pasir Putih I, II dan III, Pantai Anyer II, Pantai Batu Hideng, Pantai Muara Cipacung, Pantai Baraya, Pantai Bulakan, Pantai Canda Ria, Pantai Karang Jago, Pantai Nelayan,Pantai Kelapa Gading, Pantai Karang Kitri, Curug Lawang Desa Cikolelet, Curug Goong, Curug Cihujan; d. wisata umum di Kecamatan Anyar : Pantai Lestari, Pantai Patra Sambodo, Pantai Bandulu, Pantai Legan Prima, Pantai Pal Anyer I Pantai Muara Asri, dan Kawah Naga; e. tempat pemancingan di Desa Domas Kecamatan Pontang; f. agrowisata dan lembah hijau di Kecamatan Cinangka dan Desa Bandulu Kecamatan Anyer; g. fishing sport perairan sekitar Pulau Sangiang dan Pulau Tunda; h. wisata renang perairan pantai Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar; i. olahraga air di perairan pantai Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar; dan j. volly pantai pantai Kecamatan Cinangka dan Kecamatan Anyar.
(3) Pariwisata pulau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan wilayah ± 790,1 ha (kurang lebih tujuh ratus sembilan puluh koma satu hektar) ditujukan untuk pariwisata bahari meliputi : a.Pulau...........
- 23 -
a. Pulau Pamujan Kecil; b. Pulau Pamujan Besar; c. Pulau Pisang; d. Pulau Lima; e. Pulau kalih Selatan; f. Pulau Kalih Utara; g. Taman Wisata Alam Pulau Sangiang; h. Pulau Panjang; dan i. Pulau Tunda. (4) Pariwisata religius, sejarah dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c meliputi : a. kawasan wisata Situ Tasik Ardi dan Wulandira di Desa Pejaten, kawasan wisata Situs Pangindelan Abang di Desa Margasana, serta kawasan wisata Ziarah Sumur Tujuhbelas di Desa Lebakwana, Kecamatan Kramatwatu; b. kawasan wisata Ziarah Sultan Ageng Tirtayasa di Desa Tirtayasa, Kecamatan Tirtayasa; c. kawasan wisata Ziarah Syekh Nawawi, Ziarah Nyi Laras, dan Mesjid Kuna/Petilasan Syekh Nawawi di Desa Tanara, Kecamatan Tanara; d. kawasan wisata Ziarah Gunung Santri di Desa Bojonegara, Kecamatan Bojonegara. Paragraf 8 Zona Permukiman Pasal 44 (1) Zona permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf g meliputi :
a. permukiman perkotaan; b. permukiman pedesaan nelayan; dan c. permukiman pedesaan non nelayan. (2) Permukiman
perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dengan luas ± 7.142.9 ha (kurang lebih tujuh ribu seratus empat puluh dua koma sembilan hektar) meliputi : a. Desa Rancasanggal dan Kubangbaros di Kecamatan Cinangka; b. Desa Kosambironyok, Bunihara dan Tanjungmanis di Kecamatan Anyar; c. Desa Sumuranja, Salira, Kedungsoka, Mangunreja, Argawana,
Banyuwangi, dan Margasari di Kecamatan Pulo Ampel; d. Desa Margagiri, Lambangsari, Wanakarta, Karangkepuh, dan Kertasana di Kecamatan Bojonegara; e. Desa Serdang, Toyomerto, Pamengkang, Harjatani, Margatani, Wanayasa,Pegadingan, Margasana, Lebakwana, Pelamunan; dan Singarajan di Kecamatan Kramatwatu; f. Desa Pontang, Singarajan, Pontang, Keserangan, Pegandikan, dan
Kelapian di Kecamatan Pontang g. Desa Pontang Legon, Kebuyutan, Kemanisan, Puser, dan Samparwadi di
Kecamatan Tirtayasa; dan h. Desa Cerukcuk, Lempuyang dan Sukamanah di Kecamatan Tanara
(3)Pemukiman…….
- 24 -
(3) Permukiman pedesaan nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dengan luas ± 72,7 ha (kurang lebih tujuh puluh dua koma tujuh hektar) meliputi : a. Desa Umbul Tanjung, Pasauran, Bulakan, Karang Suraga, Kamasan di Kecamatan Cinangka; b. Desa Bandulu, Cikoneng, Anyar, dan Desa Tambang Ayam di Kecamatan Anyar; c. Desa Argawana, Pulo Ampel Salira, Pulau Panjang di Kecamatan Pulo Ampel; d. Desa Mangkunegara, Karangkepuh, Bojonegara, Margagiri di Kecamatan Bojonegara; e. Desa Kramatwatu, dan Terate di Kecamatan Kramatwatu; f. Desa Kubang Puji, Pontang dan Domas di Kecamatan Pontang; g. Desa Tengkurak, Tirtayasa, Sujung, Lontar, Wargasara di Kecamatan
Tirtayasa; dan h. Desa Tanara, Pedaleman dan Tenjoayu di Kecamatan Tanara. (4) permukiman
pedesaan non nelayan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan luas ± 65,8 ha (kurang lebih enam puluh lima koma delapan hektar) meliputi : a. Desa Sindanglaya di Kecamatan Cinangka; b. Desa Sumuranja, Mangunreja, Banyuwangi,dan Margasari di Kecamatan
Pulo Ampel; c. Desa Tonjong, Teluk Terate, Kramatwatu, dan Pamengkang di Kecamatan
Kramatwatu; d. Desa Sukajaya, Linduk, dan Wanayasa di Kecamatan Pontang; e. Desa Susukan dan Tirtayasa di Kecamatan Tirtayasa; dan f. Desa Tanara di Kecamatan Tanara.
Bagian Ketiga Kawasan Konservasi Paragraf 1 Umum Pasal 45 (1)
Kawasan konservasi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, untuk kepentingan perlindungan terdiri atas : a.
zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
b.
zona konservasi perairan;
c.
zona sempadan; dan
d.
zona bencana alam. Paragraf 2 Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 46
(1)
Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf a meliputi : a. ekosistem pesisir; b. pulau-pulau kecil;
c.cagar ………..
- 25 -
c. cagar budaya; d. hutan lindung; e. cagar alam; f. taman wisata alam; dan g. ruang terbuka hijau.
(2)
Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b merupakan satu kesatuan ekosistem yang diselenggarakan untuk melindungi : a. kelestarian plasma nutfah perairan beserta ekosistemnya; dan b. kelestarian ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik
dan/atau rentan terhadap perubahan. (3) Ekosistem Pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. ekosistem mangrove seluas ± 421,6 ha (kurang lebih empat ratus dua puluh satu koma enam hektar) di pulau-pulau kecil dan pesisir Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Pontang, Kramatwatu, Bojonegara, dan Kecamatan Pulo Ampel; b. terumbu karang seluas ± 2.164,5 ha (kurang lebih dua ribu seratus enam
puluh empat koma lima hektar) di perairan Pulau Sangiang, Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Lima, Pulau Kubur, Pulau Tunda, Pulau Pisang; dan c.
ekosistem padang lamun seluas ± 111.2 ha (kurang lebih Seratus sebelas hektar) di perairan sekitar Grenyang sampai Bojonegara, Kepuh, Sekantung, Kuala pasar, Pulau Tunda, Pulau Pamujan, Pulau Kubur, Pulau Panjang, Pulau Semut dan Tarahan.
(4) Pulau-Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b meliputi: Pulau Karang Cawene, Pulau Karang Parejakah, Pulau Sangiang, Pulau Salira, Pulau Kalih Utara, Pulau Kalih Selatan, Pulau Panjang, Pulau Semut, Pulau Cikantung, Pulau Kemanisan, Pulau Tarahan, Pulau Lima, Pulau Pisang, Pulau Kubur, Pulau Pamujan Besar, Pulau Pamujan Kecil dan Pulau Tunda. (5)
Cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. petilasan Syekh Nawawi Kecamatan Tanara; b. makam Sultan Ageng Tirtayasa di Kecamatan Tirtayasa; c. situs pengindelan abang di Desa Lebakwana, Kecamatan Kramatwatu; d. kawasan sumur tujuh belas; dan e. gunung santri di Kecamatan Bojonegara.
(6) Hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu hutan lindung Gunung Gede di Kecamatan Bojonegara. (7) Cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e yaitu Gunung Tukung Gede di Kecamatan Anyar dan Kecamatan Cinangka. (8) Taman wisata alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f yaitu taman wisata alam Pulau Sangiang di Kecamatan Anyar. (9) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi : a. Kecamatan Anyar; b. Kecamatan Cinangka; c. Kecamatan, Pontang; d. Kecamatan Tanara; e. Kecamatan Tirtayasa; f.Kecamatan……….
- 26 -
f. Kecamatan Kramatwatu g. Kecamatan Bojonegara; dan h. Kecamatan Pulo Ampel. Paragraf 3 Zona Konservasi Perairan Pasal 47 Zona Konservasi Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b terdiri dari Situ, Waduk dan Imbuhan air yang meliputi : a. Tasik Ardi di Kecamatan Kramatwatu; b. Waduk Cipaseng di Kecamatan Anyar; Waduk Citawing di Kecamatan Cinangka; Waduk Ciujung di Kecamatan Pontang; Waduk Lontar di Kecamatan Tirtayasa; dan c. Imbuhan air di Kecamatan Bojonegara, Anyar, dan Kecamatan Cinangka Paragraf 4 Zona Sempadan Pasal 48 Zona sempadan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf c terdiri dari : a. sempadan alur laut, yang meliputi : 1. alur pelayaran, berupa kawasan dengan luas ± 14.085,7 ha (kurang lebih empat belas ribu delapan puluh lima koma delapan hektar) di perairan Selat Sunda dan Laut Jawa; 2. alur kabel laut, berupa kawasan dengan luas kurang lebih ± 39.705,8 ha (Tiga puluh Sembilan ribu tujuh ratus lima koma delapan hektar) di perairan Selat Sunda dan Laut Jawa; 3. alur pipa laut, berupa kawasan dengan luas ± 5.088,0 ha (kurang lebih lima ribu delapan puluh delapan koma nol hektar) di perairan Teluk Banten dan Laut Jawa; dan 4. alur Jembatasn Selat Sunda (JSS), berupa kawasan dengan luas ± 3.536,1 ha (kurang lebih tiga ribu lima ratus tiga puluh enam koma satu hektar) di perairan Selat Sunda. b. sempadan pantai berupa kawasan dengan luas ± 2904.2 ha (kurang lebih dua ribu Sembilan ratus empat koma dua hektar) terbentang di sepanjang pantai daerah dan pulau-pulau kecil yang meliputi: 1. Kecamatan Tanara; 2. Kecamatan Tirtayasa; 3. Kecamatan Pontang; 4. Kecamatan Kramatwatu; 5. Kecamatan Bojonegara; 6. Kecamatan Pulo Ampel; 7. Kecamatan Anyar; dan 8. Kecamatan Cinangka. c.sempadan…..
- 27 -
c. sempadan sungai meliputi : 1.
Sungai Ciujung di Kecamatan Pontang dan Tirtayasa;
2.
Sungai Cidurian di Kecamatan Tanara; dan
3.
Sungai Cidanau di Kecamatan Anyar.
d. sempadan jaringan meliputi : 1. jaringan listrik meliputi SUTET (500 kV/(15 m) dan SUTT(150 kV/(15m) di Kecamatan Pulo Ampel, Bojonegara, Kramatwatu, Anyar dan Cinangka 2. jaringan rel kereta api meliputi sepanjang jalur kereta api kecamatan Kramatwatu. Paragraf 5 Zona Rawan Bencana Pasal 49 Zona rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf c meliputi: a. banjir di Kecamatan Pontang, Tirtayasa, dan Kecamatan Tanara; b. tanah longsor di Kecamatan Anyar dan Kecamatan Cinangka; c. gunung berapi di Kecamatan Padarincang dan Kecamatan Ciomas; d. gempa bumi dan tsunami di seluruh kecamatan pesisir; dan e. abrasi pantai di Kecamatan Anyar, Cinangka, Pontang, Tirtayasa dan Kecamatan Tanara. Bagian Keempat Kawasan Strategis Pasal 50
(1) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud 35 ayat (1) huruf c meliputi: a.
Kawasan Strategis Nasional;
b. Kawasan Strategis Provinsi; dan c.
Kawasan Strategis Kabupaten.
(2) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi, meliputi kawasan strategis Nasional Selat Sunda. (3) Kawasan strategis provinsi dan kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Bagian Kelima Kawasan Alur Laut Pasal 51 (1) Kawasan alur laut sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf d terdiri atas : a. alur pipa dan kabel bawah laut; b. migrasi biota laut; dan c. alur pelayaran. (2)Alur…….
- 28 -
(2) Alur pipa dan kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. kabel bawah laut yang melintas di perairan Selat Sunda dan Laut Jawa; dan b. pipa gas yang melintasi perairan Kecamatan Kramatwatu dan Kecamatan Bojonegara kearah laut Jawa. (3) Alur migrasi biota laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan alur migrasi lumba-lumba di sekitar perairan Pulau Sangiang dan perairan Kecamatan Pulo Ampel. (4) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. alur pelayaran internasional dan nasional Bojonegara dan perairan Kecamatan Anyer;
di
perairan
Kecamatan
b. alur pelayaran industri tambang melalui perairan Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Puloampel; c. alur pelayaran ke pulau-pulau dan lokasi wisata Kecamatan Anyer, Bojonegara, Tirtayasa, Cinangka dan Kecamatan Puloampel; d. alur pelayaran keluar/masuk TPI Pulau Kalih dan TPI pulau panjang Kecamatan Pulo Ampel, TPI Lontar Kecamatan Tirtayasa, TPI Wadas Kecamatan Bojonegara, TPI Anyar Kecamatan Anyar, TPI Pasauran Di Kecamatan Cinangka, dari/dan menuju daerah penangkapan ikan dan sebaliknya. BAB V ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Bagian Kesatu Umum Pasal 52 (1)
Arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah merupakan indikasi program utama penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam rangka : a. perwujudan rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah; b. perwujudan rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah; dan c. indikasi program utama memuat uraian tentang program, kegiatan, sumber pendanaan, instansi pelaksana, serta waktu dalam tahapan pelaksanaan RZWP3K daerah.
(2)
Tahapan pelaksanaan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terbagi dalam 4 (empat) tahapan, terdiri dari : a. Tahap I (Tahun 2013 - 2018); b. Tahap II (Tahun 2018 - 2023); c. Tahap III (Tahun 2023 - 2028); dan d. Tahap IV (Tahun 2028 - 2033). (3)Dalam…..
- 29 -
(3)
Dalam setiap tahapan pelaksanaan pemanfaatan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan penyelenggaraan penataan secara berkesinambungan yang meliputi: a. aspek sosialisasi RZWP3K; b. aspek zonasi rinci; c. aspek pemanfaatan ruang; d. aspek pengawasan dan pengendalian; dan e. aspek evaluasi dan peninjauan kembali. Bagian Kedua Perwujudan Rencana Struktur Ruang Wilayah Pasal 53
Perwujudan rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. perwujudan pusat kegiatan; b. perwujudan pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; c.
perwujudan sistem jaringan prasarana utama; dan
d. perwujudan sistem jaringan prasarana lainnya. Bagian Ketiga Perwujudan Rencana Pola Ruang Wilayah Pasal 54
Perwujudan rencana pola ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. perwujudan kawasan konservasi; b. perwujudan kawasan pemanfaatan umum; c. perwujudan kawasan alur; dan d. perwujudan kawasan strategis nasional. Pasal 55 Perwujudan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a, terdiri atas : a. pengelolaan zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan setelah melalui pengkajian secara akademi tentang penetapan kawasan konservasi pada : 1. konservasi ekosistem mangrove di Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Pontang, Kramatwatu, Bojonegara, dan Kecamatan Pulo Ampel; 2. terumbu karang di Pulau Sangiang, Pulau Panjang, Pulau Pamuja Kecil, Pulau Pamuja Besar, Pulau Lima, Pulau Kubur, Pulau Tunda, Pulau Pisang; 3. padang lamun di Grenyang sampai Bojonegara, Kepuh, Sekantung, Kuala Pasar, Pulau Panjang, Pulau Semut dan Pulau Tarahan. 4.pulau………
- 30 -
4. pulau-pulau kecil di Daerah antara lain Pulau Karang Cawene, Pulau Karang Parejakah, Pulau Sangiang, Pulau Salira, Pulau Kalih Utara, Pulau Kalih Selatan, Pulau Panjang, Pulau Semut, Pulau Cikantung, Pulau Kemanisan, Pulau Tarahan, Pulau Kubur, Pulau Lima, Pulau Gedang, Pulau Pamujan Besar, Pulau Pamujan Kecil, dan Pulau Tunda. 5. cagar budaya untuk Petilasan Syekh Nawawi; Situs Pengindelan Abang; Kawasan Sumur Tujuh Belas; Gunung Santri Kecamatan Tanara, Tirtayasa, Kramatwatu dan Bojonegara. b. Perwujudan pengelolaan zona konservasi maritim dilakukan melalui : 1. pelestarian adat, sejarah dan budaya maritim di semua tempat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan 2. pelestarian mercu suar yang menjadi peninggalan bersejarah di wilayah pesisir. c. Perwujudan pengelolaan zona sempadan pantai sebagaimana dilakukan dengan cara: 1. mencegah dan mengendalikan pendirian bangunan di sempadan pantai; 2. mencegah terjadinya kerusakan pantai akibat abrasi dan sedimentasi; 3. mengembangkan tanaman pantai di sempadan pantai; dan 4. melakukan revitalisasi pada pantai yang belum banyak dimanfaatkan. d. Perwujudan pengelolaan zona rawan bencana dilakukan dengan cara : 1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana; 2. menjamin terlaksananya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, menyeluruh dan berkelanjutan; 3. melindungi cagar budaya keanekaragaman hayatinya;
dan
seluruh
lingkungan
alam
berikut
4. mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana; 5. membangun partisipasi dan kemitraan publik mensosialisasikan daerah rawan bencana; 6. mendorong semangat kedermawanan; dan
gotong-royong,
serta swasta dalam
kesetiakawanan,
dan
7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat serta mencegah timbulnya bencana-bencana sosial dan bencana non alam serta meminimalisasi dampak bencana alam, bencana non alam, serta bencana sosial. e. Arahan penetapan dan pengelolaan zona konservasi perairan dilakukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui : 1. melakukan identifikasi dan inventarisasi perairan di wilayah pesisir ; dan
calon kawasan konservasi
2. melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum dan utamanya masyarakat di sekitar daerah konservasi tentang rencana daerah konservasi perairan. Pasal 56 Perwujudan kawasan pemanfaatan umum di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b terdiri atas : a.perwujudan…….
- 31 -
a. perwujudan pengembangan zona hutan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil melalui : 1. memberikan fasilitasi dalam pengelolaan hutan; 2. mengembangkan hutan mangrove; 3. mengembangkan hutan sesuai dengan kondisi tanaman aslinya dan tanaman lain yang sesuai; dan 4. mengembangkan hutan pantai di sempadan pantai. b. perwujudan pengembangan zona pertanian di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil melalui : 1. fasilitasi lahan pertanian berkelanjutan; 2. memberikan insentif berkelanjutan;
untuk
mempertahankan
lahan
pertanian
3. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan menumbuhkan minat generasi muda untuk bertani; 4. mengembangkan pertanian terpadu; 5. mengembangkan jaringan irigasi dan drainase untuk zona pertanian; 6. meningkatkan teknologi pasca panen hasil pertanian; dan 7. tidak melakukan konversi lahan pertanian produktif. c.
perwujudan pengembangan zona perikanan budidaya dilakukan dengan: 1. mengembangkan perikanan budidaya air payau dan budidaya laut di kawasan minapolitan; 2. mengembangkan perikanan budidaya air tawar di wilayah pesisir pada lokasi yang ditetapkan dalam zonasi wilayah; dan 3. mengembangkan budidaya perikanan air laut pada zona yang ditetapkan dalam zonasi wilayah.
d. arahan pengembangan zona perikanan budidaya melalui : 1. revitalisasi tambak; 2. mengembangkan jaringan irigasi dan drainase pertambakan khususnya kawasan minapolitan;
untuk
kawasan
3. meningkatkan kapasitas dan daya dukung sarana dan prasarana perikanan budidaya air payau, air tawar dan air laut; 4. menggunakan teknologi budidaya tambak yang ramah lingkungan di wilayah pesisir; 5. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia bidang teknologi dan manajemen perikanan budidaya; 6. menyediakan sarana dan prasaran pembenihan ikan dan udang untuk mendukung zonasi perikanan budidaya payau dan air tawar; 7. menyediakan kebun bibit rumput laut untuk mendukung pengembangan budidaya rumput laut; dan 8. membangun industri pengolahan rumput laut. e.Perwujudan…..
- 32 -
e.
Perwujudan pengembangan zona perikanan tangkap dilakukan dengan cara : 1. meningkatkan efektifitas regulasi penataan jumlah armada; 2. menggunakan alat tangkap yang produktif dan ramah lingkungan; 3. meningkatkan teknologi penangkapan ikan; 4. meningkatkan kapasitas armada perikanan tangkap; 5. meningkatkan kapasitas alat bantu penangkapan ikan; 6. meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan di laut lepas; 7. meningkatkan kerjasama antar daerah pelaksanaan penangkapan ikan; dan
dalam
pengawasan
dan
8. meningkatkan hasil produksi perikanan tangkap tidak melebihi daya dukung sumberdaya ikan yang tersedia. f. perwujudan pengembangan zona pelabuhan dilakukan di pada subzona yang ditetapkan meliputi : 1. pelabuhan perikanan pantai dilakukan dengan cara menambah armada penangkapan ikan dengan ukuran lebih dari 10 (sepuluh) GT (Gross Tonnage) dan meningkatkan fasilitas fungsional serta penunjang; 2. pelabuhan perikanan dilakukan dengan cara mengembangkan fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang; dan 3. pengembangan tempat pendaratan ikan menjadi pangkalan pendaratan ikan, meliputi : tempat pendaratan ikan Pulau Panjang, Kepuh, Wadas, Terate, Domas, Lontar, Tengkurak, Tenjoayu, Tanara, Pasauran, Paku, dan tempat pendaratan ikan Pulau Kalih. g. perwujudan pengembangan zona pertambangan dilakukan dengan cara : 1. menetapkan regulasi pemanfaatan lahan zona pertambangan mineral logam, batuan dan mineral bukan logam; dan 2. pemanfaatan zona pertambangan dan pengelolaan pasca pertambangan mineral logam, mineral bukan logam dan batuan. h. perwujudan pengembangan zona industri dilakukan dengan cara : 1. mengembangkan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah di pusatpusat pertumbuhan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 2. mengembangkan industri pengolahan hasil perikanan di Kecamatan Pontang, Tanara dan Kecamatan Tirtayasa; 3. mengembangkan sarana pengolahan limbah industri mikro dan kecil dilakukan dalam bentuk pengolahan limbah komunal; dan 4. mengembangkan sarana pengolahan limbah industri menengah dilakukan secara mandiri. i. perwujudan pengembangan zona pariwisata dilakukan dengan cara : 1.
mengembangkan Kecamatan Anyar, Cinangka, dan Kecamatan Tirtayasa sebagai kawasan wisata pantai, agrowisata, dan minat khusus;
2. mengembangkan Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Pisang, dan Pulau Lima, Pantai Pulau Sangiang, Pulau Panjang, dan Pulau Tunda, Pulokali Utara dan Pulau Kalih Selatan sebagai pantai Wisata bahari (pantai pasir putih, selam dan snorkling), fishingsport, untuk keluarga dan minat khusus; 3.mengembangkan……
- 33 -
3. mengembangkan Kecamatan Kramatwatu, Bojonegara, Tirtayasa dan Kecamatan Anyar sebagai subzona wisata relegius, budaya dan sejarah; 4. mengembangkan pantai Anyar dan Cinangka sebagai kawasan wisata Pantai, Hotel/Resort/Penginapan berbasis relaksasi dan keluarga. j. Perwujudan pengembangan zona permukiman dilakukan dengan cara : 1. mengembangakan program perbaikan lingkungan permukiman perkotaan,
permukiman perdesaan dan permukiman nelayan; 2. mengembangkan permukiman nelayan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil; 3. meningkatkan kualitas
permukiman perkotaan, permukiman perdesaan dan permukiman nelayan; dan
4. meningkatkan
peran serta masyarakat dalam menyediakan fasilitas umum, sosial dan ekonomi di permukiman dan antar permukiman; Pasal 57
Perwujudan kawasan alur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c terdiri atas dilaksanakan dengan cara : a. meningkatkan
pengawasan pemanfaatan ruang alur laut pelayaran di seluruh wilayah pesisir dan-pulau kecil;
untuk jalur
b. memasang dan memanfaatkan pipa/kabel bawah laut di Perairan Kecamatan
Kramatwatu dan Bojonegara ke Utara dan wilayah pesisir lainnya; inventarisasi dan memanfaatkan migrasi biota laut di seluruh pesisir pantai BAB VI KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG RZWP3K Bagian Kesatu Umum Pasal 58 (1)
Ketentuan pengendalian pemanfaatan RZWP3K daerah, mencakup : a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c.
ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; dan
d. arahan pengenaan sanksi. (2)
Pengendalian pemanfaatan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penerapan peraturan zonasi, mekanisme perizinan pemanfaatan ruang, dengan berpedoman pada rencana zonasi rinci.
(3)
Pelaksanan pengendalian pemanfaatan RZWP3K daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Bupati melalui Dinas bersama SKPD terkait melalui kegiatan pengawasan dan penertiban. Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Paragraf 1 Umum Pasal 59........
- 34 -
Pasal 59 (1)
Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a, berfungsi sebagai : a. landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional pengendalian pemanfaatan ruang di setiap zona/subzona; b. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan c. salah satu pertimbangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(2)
Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengaturan lebih lanjut terhadap pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam struktur ruang dan pola ruang wilayah pesisir dan pulaupulau kecil, mencakup : a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan koservasi; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum; c. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis; dan d. ketentuan umum peraturan zonasi alur laut. Paragraf 2 Ketentuan umum Peraturan Zonasi Kawasan Konservasi Pasal 60
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf a, mencakup : a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung; b. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi perairan; dan c. ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai; Pasal 61 Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a, meliputi: a. kegiatan yang
diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam, pemanfaatan jasa lingkungan dan/atau pemungutan hasil hutan bukan kayu, kegiatan pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi kepentingan religi, pertahanan dan keamanan, pertambangan, pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan, pembangunan jaringan telekomunikasi, pembangunan jaringan instalasi air, jalan umum, pengairan, bak penampungan air; fasilitas umum, repeater telekomunikasi, stasiun pemancar radio, stasiun relay televisi, sarana keselamatan lalulintas laut/udara, dan untuk pembangunan jalan, kanal atau sejenisnya yang tidak dikategorikan sebagai jalan umum antara lain untuk keperluan pengangkutan produksi;
b. kegiatan
yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi hutan lindung sebagai kawasan lindung; dan
c. kegiatan
yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi.
d. pemantapan kawasan hutan lindung
melalui pengukuhan dan penataan batas di lapangan untuk memudahkan pengendaliannya; e.tidak……
- 35 -
e. tidak diizinkan melakukan pemanfaatan ruang yang mengubah bentang alam,
mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi kelestarian flora dan fauna pada kawasan hutan lindung;
f.
hidrologis
serta
pengendalian fungsi hidrologis kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan melalui rehabilitasi dan konservasi;
g. reboisasi pada kawasan yang mengalami kritis lingkungan; dan h. mengintensifkan kegiatan penanggulangan kebakaran hutan di kawasan
hutan lindung.
Pasal 62 (1)
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, mencakup :
perairan
a. zona inti; b. zona perikanan berkelanjutan; c. zona perikanan tangkap berkelanjutan; d. zona budidaya rumput laut; e. zona pariwisata bahari; dan f. zona pelabuhan.
(2)
Ketentuan umum peraturan zonasi zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perlindungan mutlak
habitat dan populasi, pendidikan, penelitian, dan lalu lintas perahu/boat. b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi penangkapan ikan
untuk penelitian, wisata diving, dan snorkeling; dan c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi segala bentuk bangunan,
penangkapan ikan dengan segala jenis alat dan cara penangkapan, semua jenis kegiatan budidaya laut, penjangkaran, pembuangan sampah dan pengaliran limbah, lalu lintas pelayaran kapal, dan olah raga air. d. zona inti perlu dipertegas batas-batasnya dengan pemasangan tanda
yang mudah dikenali (bahan, bentuk dan warna sesuai peraturan perundang-undangan); e. tidak diijinkan segala bentuk perubahan peruntukan dari zona inti.
(3)
Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup: a. ketentuan umum berkelanjutan; dan
peraturan
zonasi
subzona
berkelanjutan
perikanan
tangkap
b. ketentuan umum peraturan zonasi subzona budidaya rumput laut. (4)
Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan tangkap berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi aktivitas penangkapan ikan dengan alat, bahan dan cara yang ramah lingkungan, perlindungan keanekaragaman hayati, dan eksplorasi sumberdaya kelautan dan perikanan; b. kegiatan yang diijinkan dengan syarat meliputi pemasangan rumpon, rehabilitasi/restorasi habitat dan populasi ikan, aktivitas pariwisata bahari di luar waktu penangkapan ikan, dan lalu lintas kapal di luar waktu penangkapan ikan; c.kegiatan………
- 36 -
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi perikanan budidaya, pembuangan air limbah, alterasi habitat kecuali bertujuan untuk melestarikan atau meningkatkan kualitas lingkungan sebagai habitat alamiah bagi kehidupan liar; d. hanya diperuntukkan bagi nelayan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) gross ton (GT); e. pada subzona perikanan tangkap berkelanjutan tidak dapat dilakukan kegiatan lain yang tidak selaras atau kegiatan yang dapat mengganggu aktivitas perikanan tangkap serta perlindungan habitat dan populasi ikan; f. subzona perikanan tangkap berkelanjutan diijinkan dirubah fungsinya sepanjang masih selaras dengan tujuan pengelolaan kawasan perairan. (5)
(6)
Ketentuan umum peraturan zonasi zona budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi:
rumput
laut
a.
kegiatan yang diperbolehkan meliputi membudidayakan rumput laut beserta penyediaan/pemasangan peralatan/fasilitas penunjangnya, dan budidaya kerang-kerangan sistem tumpang sari.
b.
kegiatan yang diijinkan dengan syarat meliputi penangkapan ikan tradisional skala subsistem;
c.
kegiatan yang tidak diijinkan meliputi lalu lintas boat/perahu motor, olah raga air, penangkapan ikan komersial atau menggunakan alat bergerak, pembuangan/pengaliran limbah dan sampah, pembongkaran terumbu karang hidup, dan pengambilan/penambangan batu karang;
d.
subzona budidaya rumput laut diarahkan penataannya untuk menyediakan alur-alur bagi mobilitas dalam memanfaatkan perairan dan keluar masuk menuju pantai;
e.
koefisien pemanfaatan perairan untuk budidaya rumput laut adalah 80%, dimana terdapat ruang sebesar 20% untuk alur-alur/lalu lintas perahu yang mendukung kegiatan budidaya;
f.
pembudidayaan rumput laut harus menghindari areal terumbu karang dan padang lamun;
g.
pengembangan subzona budidaya rumput laut disertai dengan kegiatan pengembangan/peremajaan bibit;
h.
tidak diperbolehkan dilakukan kegiatan lain yang tidak selaras atau kegiatan yang dapat mengganggu rumput laut yang dibudidayakan, terutama kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran;
i.
pada sisi-sisi terluar subzona budidaya rumput laut perlu dipasang rambu-rambu pembatas zona untuk menjaga keamanan dan keselamatan lalu lintas di perairan;
j.
perubahan fungsi subzona budidaya rumput laut masih dikumungkinkan sepanjang selaras dengan kaidah-kaidah konservasi perairan.
rekreasi air, dan
Ketentuan umum peraturan zonasi zona pariwisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi: a.
zona pariwisata bahari di atas permukaan laut (marine) pada sub zona rekreasi pantai, rekreasi air dan olah raga air dengan ketentuan : 1.pemisahan…..
- 37 -
1. pemisahan sub zona rekreasi pantai, sub zona rekreasi air berupa kegiatan mandi, renang, berkano dan seluncur air dengan sub zona olah raga air (water/marine sport) seperti banana boat, jetskie, parasailing, windsurfing, boat surfing dan flying kite; 2. kegiatan yang diperbolehkan: penangkapan ikan skala tradisional yang ramah lingkungan dilakukan di luar jadwal aktivitas wisata; 3. kegiatan yang tidak diperbolehkan: lalu lintas kapal, pemindahan dan pengambilan biota laut, pembuangan limbah cair dan sampah, perikanan budidaya, penangkapan ikan dengan alat menetap, pemindahan dan pengambilan biota terumbu karang atau biota laut lainnya yang dilindungi; dan 4. kegiatan yang diperbolehkan bersyarat: perahu/boat wisata dengan jangkar tetap. b.
c.
(7)
penjangkaran/tambat
zona pariwisata bahari di atas permukaan laut (marine) pada sub zona surfing dengan ketentuan : 1.
kegiatan wisata bahari yang diperbolehkan untuk dikembangkan adalah eksklusif untuk aktivitas board surfing;
2.
kegiatan lain yang diperbolehkan yaitu perlindungan habitat dan populasi; dan
3.
kegiatan yang tidak diperbolehkan : lalu lintas perahu/boat/kapal, pemindahan dan pengambilan biota laut, perikanan budidaya, penangkapan ikan dengan alat menetap maupun bergerak, pemindahan dan pengambilan biota terumbu karang atau biota laut lainnya yang dilindungi.
Zona pariwisata bahari di bawah permukaan laut (submarine) pada sub zona scuba diving, snorkeling dan coral viewing dengan ketentuan : 1.
kegiatan wisata bahari yang diperbolehkan : scuba diving, snorkeling dan coral viewing (bottom glass boat, submarine, semisubmarine, trekking helmet);
2.
kegiatan lain yang diperbolehkan : perlindungan habitat dan populasi, penelitian dan pengembangan sumberdaya, pendidikan;
3.
kegiatan yang tidak diperbolehkan : alur pelayaran kapal/perahu/boat kecuali boat wisata, perikanan budidaya, penangkapan ikan dengan alat menetap maupun bergerak, pemindahan dan pengambilan biota terumbu karang atau biota laut lainnya, lego jangkar, water sport, pembuangan sampah dan limbah, memberi makan ikan (fish feeding); dan
4.
kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat : mendirikan ponton, pengoperasian bottom glass boat, submarine dan semi-submarine, pemasangan fasilitas penjangkaran tetap, restorasi dan rehabilitasi habitat/ekosistem.
d.
batas-batas zona pariwisata dilengkapi dengan tanda-tanda batas;
e.
perubahan fungsi zona pariwisata bahari masih dikumungkinkan sepanjang selaras dengan kaidah-kaidah konservasi perairan.
Ketentuan umum peraturan zonasi zona pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, meliputi : a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan dermaga, dan navigasi pelayaran; b.kegiatan………
- 38 -
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rekreasi air di luar jadwal pelayaran, pengerukan kolam dan alur pelabuhan; c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap komersial, water sport, diving, mendirikan pontoon, pembuangan sampah dan air limbah, lego jangkar, pengambilan/pemindahan terumbu karang dan biota laut yang dilindungi; d. zona pelabuhan dilengkapi dengan fasilitas navigasi pelayaran untuk keamanan dan keselamatan keluar-masuk pelabuhan, fasilitas pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem; dan e. zona pelabuhan tidak dimungkinkan dirubah fungsinya peruntukannya. Pasal 63 Ketentuan umum peraturan zonasi sempadan pantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c, meliputi: a. penetapan jarak sempadan pantai, mencakup : 1. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat ; 2. lebar sempadan pantai di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat diterapkan khusus untuk segmen-segmen pantai pada kawasan efektif pariwisata dan permukiman penduduk yang telah ada setelah melalui kajian teknis dari instansi dan/atau pakar terkait dan dituangkan dalam rencana zonasi rinci dan peraturan zonasi kawasan; 3. untuk pantai yang berbatasan langsung dengan jurang (tebing), jarak sempadannya mengikuti ketentuan sempadan jurang; 4. kawasan pantai yang memiliki batas berupa jalan atau pedestrian di sepanjang pantai, pengelolaannya dapat didasarkan atas jarak sempadan pantai atau jarak sempadan bangunan dengan jarak minimal sama dengan jarak sempadan pantai yang ditetapkan sebelumnya dan disesuaikan dengan keserasian tata bangunan dan lingkungan setempat; b. kegiatan atau bangunan yang diperbolehkan di sempadan pantai, mencakup kegiatan sepanjang tidak berdampak negatif terhadap fungsi lindungnya mencakup : obyek wisata, rekreasi pantai, olahraga pantai, kegiatan terkait perikanan tangkap, kegiatan pertanian lahan basah, budidaya perikanan, dan kegiatan ritual keagamaan. c. bangunan bangunan fasilitas penunjang pariwisata non permanen dan temporer, bangunan umum terkait sosial keagamaan, bangunan terkait kegiatan perikanan tradisional, budidaya perikanan dan dermaga, bangunan pengawasan pantai, bangunan pengamanan pantai dari abrasi, bangunan evakuasi bencana, dan bangunan terkait pertahanan dan keamanan; d. integrasi sinergi antara pada kawasan dengan penggunaan campuran antara kegiatan ritual, penambatan perahu nelayan tradisional serta kawasan rekreasi pantai; dan e. pelarangan membuang sampah, limbah padat dan/atau cair. f. prasarana minimal pada kawasan sempadan pantai, mencakup : 1. tersedianya pantai sebagai ruang terbuka untuk umum; 2. kepemilikan lahan yang berbatasan dengan pantai diwajibkan menyediakan ruang terbuka publik (public space) minimal 3 meter sepanjang garis pantai untuk jalan inspeksi dan/atau taman telajakan dengan batas ketinggian pagar maksimal 1,5 meter; 3.pengembangan……
- 39 -
3. pengembangan program pengamanan dan penataan pantai pada seluruh kawasan pantai rawan abrasi; dan 4. penyediaan tempat-tempat dan jalur-jalur evakuasi pada kawasan pantai yang rawan tsunami. Paragraf 3 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Pemanfaatan Umum Pasal 64 (1)
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b, terdiri atas : a. wilayah daratan; dan b. wilayah perairan pesisir.
(2)
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum wilayah daratan sebagaimana pada ayat (1) huruf a, mencakup: a. zona hutan produksi; b. zona hutan rakyat; c. zona pertanian basah; d. zona pertanian non-sawah; e. zona peternakan; f. Kawasan Agropolitan; g. zona perikanan; h. Kawasan Minapolitan; i. zona pertambangan; j. zona industri; k. zona pariwisata; l. zona permukiman; m. zona pertahanan dan keamanan; n. zona industri kelautan dan perikanan; o. zona prasarana perikanan; dan p. kawasan peruntukan lainnya;
(3)
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemanfaatan umum wilayah daratan sebagaimana pada ayat (1) huruf b, mencakup: a. zona perikanan tangkap; b. zona perikanan budidaya laut; dan c. zona pelabuhan;
(4)
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan/zona pada kawasan pemanfaatan umum wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, c, d, e, f, g, i, j, k, l, m, dan p diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Pasal 65
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan minapolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf h, mencakup : a. potensi perikanan tangkap dan pengembangan perikanan budidaya; b.pengembangan……
- 40 -
b. pengembangan perikanan budidaya penempatannya tidak saling mengganggu dengan zona pariwisata bahari dan penggunaan lainnya; c. fungsional dan hirarki keruangan dengan satuan sistem permukiman; d. kawasan minapolitan berbasis minabisnis yang meliputi subsistem hulu, subsistem usaha perikanan, subsistem hilir dan subsistem penunjang; e. sentra-sentra produksi dan usaha berbasis perikanan dan dilengkapi sarana dan prasarana kegiatan minabisnis seperti jaringan jalan ke pusat produksi, perbankan, terminal agribisnis atau pasar ikan/budidaya perikanan, pabrik pakan, pabrik pengolahan, cold storage, pasar ikan/budidaya perikanan, pabrik es, dan lainnya; f. pusat kegiatan Kawasan Minapolitan sebagai tempat pembinaan, pelatihan, pengembangan, eksibisi, pusat informasi, pemasaran dan pelayanan lainnya; g. pengembangan kegiatan industri yang terpadu dengan kegiatan perikanan sepanjang tidak merubah fungsi utama. Pasal 66 Ketentuan umum peraturan zonasi zona industri kelautan dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf n, meliputi: a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan industri berbasis sumber daya kelautan dan perikanan, pembangunan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang industri, pembangunan fasilitas pergudangan atau terminal minabisnis; b. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan yang dapat mengganggu fungsi utama dan peruntukan kegiatan industri; c. pengendalian kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan di daratan maupun perairan; d. jaringan pergerakan mencakup jaringan jalan dan jaringan transportasi laut; e. penyediaan prasarana dan sarana minimal meliputi fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan industri, tempat parkir untuk fasilitas penunjang industri, perdagangan dan jasa, dan fasilitas umum lainnya. Pasal 67 Ketentuan umum peraturan zonasi zona prasarana perikanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (2) huruf o, meliputi: a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi: 1. pengelolaan pangkalan pendaratan ikan dalam menunjang fungsi produksi, penanganan hasil sementara, pengendalian dan pengawasan mutu, pemasaran hasil perikanan, pembinaaan masyarakat nelayan, pengendalian dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan, kelancaran kegiatan kapal perikanan dan pengumpulan data; 2. pengelolaan tempat pelelangan ikan dalam menunjang pemasaran hasil perikanan, pembinaan nelayan, pembinaan mutu hasil perikanan, dan pendataan statistik perikanan tangkap; 3. pengelolaan pemangkalan perahu nelayan tradisional berukuran panjang maksimal 10 m (sepuluh meter); 4. pengelolaan pasca panen rumput penyimpanan hasil sementara; dan
laut
berupa
penjemuran
dan
5. minawisata. b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi pengembangan dermaga, dan mendirikan gudang permanen; c.kegiatan……….
- 41 -
c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi pembuangan limbah ke lingkungan tanpa perlakukan, kegiatan industri pengolahan hasil perikanan; d. pangkalan pendaratan ikan perlu dilengkapi fasilitas penunjang meliputi: 1. fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan sekurang-kurangnya 3 GT (tiga gross tonnage); 2. dermaga sekurang-kurangnya sepanjang 50 M (lima puluh meter) dan kedalaman kolam pelabuhan - 2 (minus dua); 3. mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT (enam puluh gross tonnage) kapal perikanan sekaligus; 4. fasilitas fungsional meliputi: fasilitas pemasaran hasil perikanan dan pasar ikan, fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi, fasilitas suplai air bersih, es, listrik dan bahan bakar, fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan, seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu, fasilitas perkantoran, fasilitas transportasi, dan instalasi pengolahan air limbah dan persampahan; dan 5. fasilitas penunjang meliputi fasilitas pembinaan nelayan, fasilitas pengelola pangkalan pendaratan ikan, fasilitas sosial dan umum, dan kios IPTEK. e. tempat pelelangan ikan perlu dilengkapi fasilitas pendataan statistik perikanan tangkap, lantai lelang ikan, balai pertemuan nelayan, listrik, komunikasi dan air bersih; f. pemangkalan perahu nelayan tradisional perlu dilengkapi dengan balai kelompok nelayan dan gudang mesin perahu motor tempel dan alat penangkapan ikan; g. penjemuran dan penyimpanan sementara hasil budidaya rumput laut perlu dilengkapi lantai jemur, para-para dan gubuk penyimpanan rumput laut; h. zona prasarana perikanan perlu ditunjang jalan akses untuk memperlancar distribusi sarana perikanan dan hasil-hasil perikanan. Pasal 68 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (3) huruf a, terdiri atas: a. ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan ikan IA; dan b. ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan ikan IB. (2) Ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi :
ikan
IA
a. diperuntukkan bagi kegiatan perikanan tangkap dengan spesifikasi alat penangkapan ikan (API), penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan (ABPI) sebagai berikut: 1. pukat tarik pantai (beach seines), bersifat aktif : mesh size >1 inch, tali ris atas <300 m; 2. penggaruk tanpa kapal (hand dredges), bersifat aktif: bukaan mulut P<2,5 m, T<0,5 m; 3. anco (portable lift nets), bersifat pasif: P<10 m, L<10 m; 4. jala tebar (falling gear not specified), pasif: luasan < 20 m2; 5. jaring insang berpancang (fixed gillnets (on stakes)), statis dan pasif: mesh size >1,5 inch; P <300 m; 6. jala klitik, statis dan pasif: mesh size >1,5 inch;P <500 m; 7. combined gillnets-trammel net, bersifat pasif: mesh size >1 inch; P<1000 m; 8.set………….
- 42 -
8. set net, statis: penaju < 400 m, mesh size penaju >8 inch; 9. Bubu (pots), pasif: < 300 buah 10. togo, statis: mesh size >1 inch; P. tali ris <20 m; 11. ambai, status: mesh size >1 inch; P. tali ris <20 m; 12. jermal, statis: mesh size >1 inch; P<10 m; L <10 m; 13. pengerih, statis: mesh size >1 inch; P. tali ris <50 m; 14. sero, statis: penaju < 100m; 15. pancing ulur, pasif; 16. pancing berjoran, pasif; 17. pancing layang-layang, pasif; 18. alat penjepit dan melukai: ladung, tombak, panah; b. kegiatan lain yang diperbolehkan meliputi perlindungan keanekaragaman hayati perairan, lalu lintas kapal di luar waktu-waktu penangkapan ikan, minawisata, dan eksplorasi sumberdaya kelautan dan perikanan; c. kegiatan perikanan tangkap harus memperhatikan alur migrasi biota laut yang dilindungi; d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat, bahan, cara dan metode yang tidak ramah lingkungan; e. kegiatan lain yang tidak pembuangan limbah;
diijinkan
yaitu
f. kegiatan yang diijinkan bersyarat yaitu penangkapan ikan khususnya rumpon.
perikanan
budidaya
pemasangan
alat
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi subzona penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
dan
bantu
ikan
IB
a. diperuntukkan bagi kegiatan perikanan tangkap dengan spesifikasi alat penangkapan ikan (API), penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan (ABPI) sebagai berikut: 1. pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapa; bersifat aktifl: mesh size >1 inch; tali ris atas <300 m; 2. pukat cincin grup pelagis kecil, bersifat aktif: mesh size >1 inch; tali ris atas < 600 m; 3. jaring lingkar tanpa tali kerut (without purse lines/lampara), bersifat aktif: mesh size >1 inch; Tali ris atas <150 m; 4. dogol, bersifat aktif: mesh size >1 inch; tali ris atas <40 m; 5. payang, bersifat aktif: mesh size >2 inch; tali ris atas <100 m; 6. lampara dasar, bersifat aktif: mesh size >1 ¾ inch; tali ris atas <30 m; 7. pukat hela dasar berpalang, bersifat aktif: mesh size >1 inch; tali ris atas <10 m; 8. pukat hela dasar berpapan, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch; tali ris atas <13,5 m; mesh size >1,5 inch; tali ris atas <13,5 m; 9. penggaruk berkapal, bersifat aktif:bukaan mulut P<2,5 m, T<0,5 m; 10. bagan berperahu, bersifat aktif: mesh size >1 mm; P<5 m; L <5 m; ABPI: lampu <2000 watt; 11. bagan berperahu, bersifat aktif: mesh size >1 inch; P<20 m; L <20 m; ABPI: lampu <2000 watt; 12. jaring insang tetap, bersifat pasif: mesh size >1,5 inch; P <500 m; 13. jaring insang hanyut, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch;P <500 m; 14.jaring………….
- 43 -
14. jaring insang hanyut, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch;P <1000 m; 15. jaring insang lingkar, bersifat aktif: mesh size >1,5 inch; P <600 m; 16. combined gillnets-trammel net, bersifat pasif: mesh size >1 inch; P<1000 m; 17. set net, bersifat statis ; penaju < 400 m,mesh size penaju >8 inch; penaju < 600 m,mesh size penaju >8 inch ; Penaju < 1500 m,mesh size penaju >8 inch; 18. bubu, bersifat pasif: < 300 buah; 19. pukat labuh, bersifat statis dan pasif: mesh size >1 mm; tali ris atas <30 m; mesh size >1 mm; tali ris atas <60 m ; mesh size >1 mm; tali ris atas <90 m; 20. pancing ulur, bersifat pasif; 21. pancing berjoran, bersifat pasit; 22. huhate, bersifat aktif, pancing no.6; 23. squid angling, bersifat pasif: ABPI: lampu<8000 watt; 24. huhate mekanis, bersifat aktif; 25. rawai dasar, bersifat pasif: jumlah <800 mata pancing, no. pancing 6; 26. tonda, bersifat aktif: jumlah tonda <10 buah; 27. pancing layang-layang bersifat pasif; 28. alat penjepit dan melukai: tombak, panah dan ladung. b. kegiatan lain yang diperbolehkan meliputi perlindungan keanekaragaman hayati perairan, lalu lintas kapal di luar waktu-waktu penangkapan ikan, dan eksplorasi sumberdaya kelautan dan perikanan; c. kegiatan perikanan tangkap harus memperhatikan alur migrasi biota laut yang dilindungi; d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan penangkapan ikan menggunakan alat, bahan, cara dan metode yang tidak ramah lingkungan; e. kegiatan lain yang tidak pembuangan limbah;
diijinkan
yaitu
f. kegiatan yang diijinkan bersyarat yaitu penangkapan ikan khususnya rumpon.
perikanan
budidaya
pemasangan
alat
dan
bantu
Pasal 69 Ketentuan umum peraturan zonasi zona perikanan budidaya laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (3) huruf b, meliputi: a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi: 1. budidaya karamba jaring apung (KJA) dengan ketentuan koefisien pemanfaatan ruang perairan 50% atau dengan kepadatan 30 unit KJA (satu unit berukuran 4 x 4 meter) per hektar, penempatan KJA pada kedalaman perairan di atas 5 meter; komoditi yang dikembangkan atau dibudidayakan meliputi ikan, lobster dan kerang-kerangan. 2. budidaya rumput laut dengan metode long line dengan ketentuan koefisien pemanfaatan ruang perairan 80%. 3. kegiatan lain yang diperbolehkan meliputi penangkapan ikan dengan skala traditional dengan alat pancing, dan kegiatan minawisata. b.kegiatan.........
- 44 -
b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi mendirikan bangunan terapung penunjang kegiatan budidaya laut, dan membangun dermaga, dan restoran terapung; dan c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi lalu lintar pelayaran, pembuangan sampah dan air limbah. Pasal 70 Ketentuan umum peraturan zonasi zona pelabuhan sebagaimana dimaksud pada Pasal 64 ayat (3) huruf c, meliputi : a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi pembangunan dermaga, dan navigasi pelayaran; b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi rekreasi air di luar jadwal pelayaran, pengerukan kolam dan alur pelabuhan; c. kegiatan yang tidak diijinkan meliputi perikanan budidaya, perikanan tangkap komersial, water sport,, diving, mendirikan pontoon, pembuangan sampah dan air limbah, lego jangkar, pengambilan/pemindahan terumbu karang dan biota laut yang dilindungi; d. zona pelabuhan dilengkapi dengan fasilitas navigasi pelayaran untuk keamanan dan keselamatan keluar-masuk pelabuhan, fasilitas pengendalian pencemaran dan kerusakan ekosistem; dan e. zona pelabuhan tidak dimungkinkan dirubah fungsinya peruntukannya. Paragraf 4 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Kawasan Strategis Pasal 71 (1)
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf c, meliputi : a. ketentuan umum peraturan zonasi kawasan strategis nasional diarahkan pada pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat secara terintegrasi dalam rencana pengembangan kawasan konservasi perairan dan rencana kawasan pemanfaatan umum; b. fasilitas yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengelolaan KSN meliputi pengembangan jalan akses, kegiatan pertahanan/pengawasan, penempatan dan pemeliharaan simbol negara dan/atau tanda batas negara, fasilitas navigasi pelayaran dan kegiatan pengembangan potensi dan budaya maritim; c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi semua kegiatan yang tidak selaras dengan kepentingan pertahanan dan keamanan, kedaulatan negara, dan pelestarian lingkungan. Paragraf 5 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Alur Laut Pasal 72
(1)
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk alur laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf d, meliputi : a. alur pelayaran; b. pipa dan kabel listrik bawah laut; dan c. alur migrasi biota laut.
(2)Ketentuan........
- 45 -
(2)
(3) (4)
Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. laut kepulauan indonesia; b. internasional; c. regional dan wisata; dan d. zonasi alur pelayaran lokal. Ketentuan umum peraturan zonasi pipa dan kabel bawah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, mencakup ketentuan umum peraturan zonasi kabel listrik bawah laut. Ketentuan umum peraturan zonasi alur migrasi biota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, mencakup ketentuan umum peraturan zonasi alur migrasi lumba-lumba. Pasal 73
Ketentuan umum peraturan zonasi alur laut kepulauan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf a, meliputi : a.
alur laut kepulauan Indonesia diperuntukkan bagi pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing di atas laut tersebut untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan damai dengan cara normal;
b. kegiatan lain yang diperolehkan meliputi kegiatan yang selaras dengan
pelestarian/perlindungan lingkungan, dan perikanan tangkap dengan alat bergerak; c.
kegiatan yang tidak diijinkan meliputi pemasangan alat bantu penangkapan ikan (rumpon) dan budidaya laut; dan
d. sisi darat ALKI perlu dilengkapi dengan Pos Pengawasan dan fasilitas
penunjangnya, dan navigasi pelayaran. Pasal 74 Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf b, meliputi : a.
alur pelayaran internasional diperuntukkan berhubungan dengan Pelabuhan PELINDO;
bagi
pelayaran
yang
kegiatan lain yang diperolehkan adalah kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan dan perikanan tangkap dengan alat bergerak; c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemasangan alat bantu penangkapan ikan (rumpon) dan budidaya laut; dan d. dalam mendukung kelancaran, keamanan dan keselamatan berlayar, diperlukan peningkatan fasilitas navigasi pelayaran yang ada di Pulo ampel. b.
Pasal 75 Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran regional dan wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf c, meliputi : a. alur pelayaran regional diperuntukkan bagi pelayaran yang berhubungan dengan keberadaan pelabuhan penyeberangan Pelabuhan Grenyang, pelabuhan tradisional dan pelabuhan wisata skala kecil di Kecamatan Bijonegara dan Pulo ampel; b. kegiatan lain yang diperolehkan adalah kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan dan perikanan tangkap dengan alat bergerak; dan c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemasangan alat bantu penangkapan ikan (rumpon) dan budidaya laut. Pasal 76………….
- 46 -
Pasal 76 Ketentuan umum peraturan zonasi alur pelayaran lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (2) huruf d, meliputi: a. alur pelayaran lokal diperuntukkan bagi pelayaran diantara pulau-pulau kecil di Kecamatan Bojonegara dan Kecamatan Pulo ampel; b. kegiatan lain yang diperolehkan adalah kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan, perikanan tangkap dengan alat bergerak. Kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di luar jadwal kegiatan pelayaran; dan c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi pemasangan alat bantu penangkapan ikan (rumpon), dan budidaya laut. Pasal 77 Ketentuan umum peraturan zonasi kabel listrik bawah laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3), meliputi : a. kabel listrik bawah laut diperuntukkan pemasangan kabel listrik sebagai interkoneksi jaringan listrik Pulau Jawa – Pulau Sumatera; b. kegiatan lain yang diperbolehkan yaitu pelestarian/perlindungan lingkungan; c. kegiatan yang tidak diperbolehkan adalah semua kegiatan yang selaras dengan peruntukan zona/subzona di permukaan perairan. d. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi penjangkaran dan eksplorasi dasar laut. Pasal 78 Ketentuan umum peraturan zonasi alur migrasi lumba-lumba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (4), meliputi : a. alur migrasi diperuntukkan bagi perlindungan migrasi lumba-lumba; b. kegiatan lain yang diperbolehkan adalah semua kegiatan yang selaras dengan peruntukan zona/subzona di permukaan perairan. c. kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi penangkapan lumba-lumba dan hewan cetaceans lainnya. Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Pasal 79 (1)
Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, ayat (1) huruf b, merupakan serangkaian izin pemanfaatan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil sebagai proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana zonasi, meliputi : a.
izin reklamasi;
b.
izin pertambangan pasir laut;
c.
izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d.
izin pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati; dan
e.
izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2)Ketentuan..........
- 47 -
(2) Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebihlanjut dengan Peraturan Bupati. (3) Pelaksanaan kegiatan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah mendapatkan izin harus memenuhi peraturan zonasi yang berlaku di lokasi kegiatan pemanfaatan ruang. Bagian Keempat Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif Pasal 80 (1)
Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf c, merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.
(2)
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan apabila pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
(3)
Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(4)
Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan kepada masyarakat melalui instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(5)
Ketentuan pemberian insentif dari pemerintah daerah kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) dalam bentuk : a. ketentuan pemberian kompensasi insentif; b. ketentuan pengurangan retribusi; c.
ketentuan pemberian imbalan;
d. ketentuan pemberian sewa ruang dan urun saham; e.
ketentuan penyediaan prasarana dan sarana; dan/atau
f.
ketentuan pemberian kemudahan perizinan bagi kegiatan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang diberikan oleh pemerintah daerah provinsi penerima manfaat kepada masyarakat umum.
(6)
Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang diberikan dalam bentuk: a. keringanan pajak; b. pemberian kompensasi; c. imbalan; d. sewa ruang; e. urun saham; f. penyediaan infrastruktur; g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau h. penghargaan.
(7)
Ketentuan pemberian disinsentif dari pemerintah kabupaten kepada masyarakat umum (investor, lembaga komersial, perorangan, dan lain sebagainya) yang diberikan dalam bentuk: a.ketentuan…….
- 48 -
a. ketentuan pemberian kompensasi disinsentif; b. ketentuan ketentuan persyaratan khusus perizinan dalam rangka kegiatan pemanfaatan ruang oleh masyarakat umum/lembaga komersial; c.
ketentuan ketentuan kewajiban membayar imbalan; dan/atau
d. ketentuan pembatasan penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur. (8)
Apabila pemanfatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak sejalan dengan rencana zonasi, maka akan dikenakan disinsentif untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang akan dikembangkan, yang berupa : a. pengenaan pajak yang tinggi; b. pembatasan penyediaan infrastruktur; c.
pengenaan kompensasi; dan/atau
d. pinalti. (9)
Insentif dan masyarakat
disinsentif
diberikan
dengan
tetap
menghormati
hak
(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Arahan Pengenaan Sanksi Pasal 81 (1)
Arahan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf d, merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
(2)
Pelanggaran di bidang perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana zonasi;
b.
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diberikan oleh pejabat berwenang;
c.
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan oleh pejabat yang berwenang; dan/atau
d.
menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum.
(3)
Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenakan sanksi meliputi sanksi administrasi maupun sanksi pidana.
(4)
Pengenaan sanksi tidak hanya diberikan kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana zonasi.
(5)
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administratif berupa : a.peringatan tertulis………
- 49 -
a. b. c. d. e. f. g. h. i.
peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan; penghentian sementara pelayanan umum; penutupan lokasi; pencabutan izin; pembatalan izin; pembongkaran bangunan; pemulihan fungsi ruang; dan/atau denda administratif. BAB VII HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu
(1)
(2)
Hak Masyarakat Pasal 82 Setiap orang berhak untuk : a. mengetahui RZWP3K daerah; b. menikmati pertambahan nilai ruang, sebagai akibat penataan zonasi di Daerah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. memperoleh penggantian yang layak akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan RZWP3K daerah diselenggarakan dengan cara musyawarah di antara pihak yang berkepentingan; d. mengajukan keberatan kepada pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K daerah; dan e. mengajukan pembatalan izin dan permintaan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K daerah kepada pejabat yang berwenang. Pemerintah Daerah melalui Dinas yang tugas pokok dan fungsi serta tanggungjawabnya dibidang perikanan dan kelautan harus memberikan sosialisasi RZWP3K daerah melalui media informasi dan/atau langsung kepada aparat dan masyarakat di Daerah. Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat Pasal 83
(1)
(2)
Setiap orang wajib : a. mentaati RZWP3K daerah; dan b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin; Setiap orang berkewajiban : a. memberikan informasi berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; b. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; c. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran dan/atau perusakan lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; d. memantau pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil ;dan/atau e.melaksanakan……….
- 50 -
e. melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang disepakati di tingkat desa.
(1)
(2)
Bagian Ketiga Peran Serta Masyarakat Pasal 84 Peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan melalui : a. proses perencanaan ruang; b. pemanfaatan ruang; dan c. pengendalian pemanfaatan ruang. Bentuk peran serta masyarakat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII PENYIDIKAN Pasal 85
(1) (2)
(3)
Selain Pejabat Penyidik Polri, penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan zonasi; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan zonasi; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya, dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi; dan l. menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB X……….
- 51 -
BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 86 (1)
Setiap orang yang tidak mentaati RZWP3K Daerah dan memanfaatkan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 87
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Serang.
Ditetapkan di Serang pada tanggal 6 Februari 2013 BUPATI SERANG, Cap/ttd. A. TAUFIK NURIMAN Diundangkan di Serang pada tanggal 6 Februari 2013 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SERANG, Cap/ttd. LALU ATHARUSSALAM R LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG TAHUN 2013 NOMOR 2 Salinan sesuai dengan aslinya
- 52 -
-1-
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SERANG TAHUN 2013-2033 I.
UMUM Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang memiliki sumberdaya sangat potensial, diantaranya: ikan, udang, molusca, terumbu karang, ranjungan, bahan tambang dan mineral, wisata serta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan dan sumberdaya laut lainnya memiliki nilai ekonomis penting dan strategis dalam perekonomian lokal, regional, nasional, dan internasional. Untuk meningkatkan nilai ekonomi sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang, diperlukan konsep dan strategi pengelolaan secara profesional dan berkelanjutan dengan melibatkan berbagai instansi teknis terkait, disertai peran serta dunia usaha dan partisipasi masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Serang semakin beragam seiring dengan semakin meningkatnya berbagai kegiatan pembangunan, yang diikuti dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, dan pulau-pulau kecil disertai dengan berbagai peruntukannya seperti pemukiman, perikanan, pertanian, pariwisata, perhubungan, dan lain sebagainya, maka semakin meningkat pula tekanan eksploitasi terhadap ekosistem dan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir termasuk para nelayan. Sinkronisasi program antar lembaga perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan optimalisasi hasil yang diperoleh serta mengurangi dampak negatif yang terjadi di wilayah pesisir. Salah satu instrumen hukum dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil disebutkan dalam Pasal 9 ayat (5) bahwa Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sehingga Pemerintah Daerah Serang perlu menyusun Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Daerah Serang Tahun 2012-2032. Peraturan Daerah ........
-2-
Peraturan Daerah ini merupakan pelengkap dari Peraturan Daerah Kabupaten Serang tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Serang yang merupakan acuan dari segala aspek perencanaan pembangunan di Kabupaten Serang. Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033, memuat arah kebijakan lintas sektor dalam pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil, yang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumberdaya serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peraturan Daerah ini memuat arah kebijakan lintas sektor dalam pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, yang meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumberdaya serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Pasal 2 Cukup Pasal 3 Cukup Pasal 4 Cukup Pasal 5 Cukup Pasal 6 Cukup Pasal 7 Cukup Pasal 8 Cukup Pasal 9 Cukup Pasal 10 Cukup Pasal 11 Cukup Pasal 12 Cukup
jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. Pasal 13 .........
-3-
Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Huruf a Yang dimaksud dengan “kegiatan-kegiatan” antara lain: (1) kegiatan pariwisata misalnya membatasi aktivitas pengunjung wisata, jenis wisata, dan lain-lain; (2) pembangunan gedung; (3) dan lain-lain. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 21 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menujukkan pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakantindakan pengurangan resiko jangka panjang. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 .......
-4-
Pasal 24 Cukup Pasal 25 Cukup Pasal 26 Cukup Pasal 27 Cukup Pasal 28 Cukup Pasal 29 Cukup Pasal 30 Cukup Pasal 31 Cukup Pasal 32 Cukup Pasal 33 Cukup Pasal 34 Cukup Pasal 35 Cukup Pasal 36 Cukup Pasal 37 Cukup Pasal 38 Cukup Pasal 39 Cukup Pasal 40 Cukup Pasal 41 Cukup Pasal 42 Cukup Pasal 43 Cukup Pasal 44 Cukup
jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. Pasal 45 ...........
-5-
Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud revitalisasi tambak adalah upaya untuk memperbaiki tambak yang sudah ada tapi belum difungsikan secara maksimal. Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 56 ...........
-6-
Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud insentif adalah fasilitas atau penghargaan yang disediakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Daerah untuk mendorong berkembangnya suatu kawasan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 ........
-7-
Pasal 71 Cukup Pasal 72 Cukup Pasal 73 Cukup Pasal 74 Cukup Pasal 75 Cukup Pasal 76 Cukup Pasal 77 Cukup Pasal 78 Cukup Pasal 79 Cukup Pasal 80 Cukup Pasal 81 Cukup Pasal 82 Cukup Pasal 83 Cukup Pasal 84 Cukup Pasal 85 Cukup Pasal 86 Cukup Pasal 87 Cukup
jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas. jelas jelas jelas. jelas. jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH DAERAH SERANG TAHUN 2013 NOMOR 02