JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
PENGARUH UPAH MINIMUM TERHADAP TRANSISI INDIVIDU DALAM PASAR KERJA ABSTRACT
Beni Teguh Gunawan (
[email protected]) Ardhian Kurniawati (
[email protected])
The increase of minimum wage is usually associated with the phenomenon in the labor market, the decision to enter the labor market, the possibility of the labor force to get job, and being laid off as a result of the increase in the minimum wage. This paper tries to see the impact of minimum wage increases in the Greater Jakarta area at the highest annual rate of increase in 2013 and the lowest in 2015. The empirical analysis using Sakernas micro data at the time of a high minimum wage increases in 2013, which reached an average of 48.10 % increase an individual probability to get into the labor market, lowering the probability of a person tow or kandin crease the risk of lay offs. Otherwise the results shown in the current regime of low minimum wage in creasein 2015, which lowered the interest a person enters the labor market, and increase the possibility of work. The same result from both regimes is the increasing of layoff risk risk.
Informasi Artikel Riwayat Artikel Diterima tanggal 09September 2016 Direvisi tanggal 12 Februari 2017 Disetujui tanggal 13 April 2017 Klasifikasi JEL M31 Kata Kunci Upah minimum; Pasar kerja; Transisi
ABSTRAKSI
DOI 10.17970/jrem.17.170108.ID
Kenaikan upah minimum selalu menarik untuk dihubungkan dengan fenomena dalam pasar kerja, keputusan untuk masuk pasar kerja, kemungkinan angkatan kerja memperoleh pekerjaan hingga kemungkinan pekerja untuk diberhentikan dari pekerjaan sebagai akibat kenaikan upah minimum. Paper ini berusaha melihat dampak kenaikan upah minimum di wilayah Jabodetabek pada tingkat kenaikan tertinggi pada tahun 2013 dan terendah pada tahun 2015. Analisi sempiris menggunakan data mikro Sakernas diperoleh bahwa pada saat kenaikan upah minimum yang tinggi pada tahun 2013 yang mencapai rata-rata 48,10% meningkatkan kemungkinan seseorang untuk masuk ke dalam pasar kerja, menurunkan kemungkinan seseorang untuk bekerja dan meningkatkan risiko PHK. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada saat rezim kenaikan upah minimum rendah pada tahun 2015, yang menurunkan minat seseorang masuk pasar kerja, dan meningkatkan kemungkinan bekerja. Satusatunya yang sama pada kedua rezim adalah risiko PHK yang tetap meningkat.
101
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
1. PENDAHULUAN Kenaikan upah minimum seringkali dihubungkan dengan penyerapan tenaga kerja. Teori ekonomi neoklasik dalam pasar persaingan sempurna menyebutkan bahwa kenaikan upah akan meningkatkan penawaran tenaga kerja, sebaliknya juga menurunkan permintaan tenaga kerja pada sisi perusahaan yang berakibat pada semakin tingginya pengangguran (Blanchard,2012). Menurut Rebitzer dan Taylor(1995) dalamHohbergdan Lay (2015), jika diurai lebih eksplisit, pertambahan upah minimum dapat menambah lapangan kerja disatu sis iatau menyebabkan pemutusan hubungan kerja(PHK) disisi lain tergantung pada marginal producto flabor (MPL), jika MPL dianggap lebih tinggi daripada pertambahan upah minimum, umumnya tidak menyebabkan PHK. Kemungkinan yang kedua dengan adanya PHK akan mengurangi tenaga kerja dalam pasar kerja, sehingga pengangguran akan meningkat. Di Indonesia sendiri penelitian sejenis berusaha melihat baik dari sisi permintaan perusahaan maupun dari sisi penawaran tenaga kerja, hasilnya cenderung berbeda antara studi kasus di daerah tertentu maupun jenis industri yang dianalisis sehingga masih menimbulkan perdebatan. Upah minimum seharusnya hanya diperuntukkan bagi tenaga kerja dengan tingkatan terendah, baik tingkat pendidikan maupun pengalaman. Menurut Gianie (2009), upah minimum memberikan pengaruh yang nyata terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah di sektor industri dan perdagangan. Namun, pengaruh upah minimum terhadap penyerapan tenaga kerja berpendidikan rendah tersebut tidaklah sama atau seragam. Di sektor industri, upah minimum berpengaruh negatif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja yang berpendidikan rendah di perkotaan. Sedangkan di sektor perdagangan, upah minimum berpengaruh positif dan juga signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja yang berpendidikan rendah. Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 juga menegaskan bahwa upah minimum diperuntukkan bagi pekerja lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. Tujuan dari pemberlakuan upah minimum di negara berkembang adalah untuk melindungi pekerja dari upah rendah dalam rangka untuk memperoleh standar hidup yang layak. Selain sebagai jaring pengaman, upah minimum juga diharapkan dapat memacu produktivitas seorang tenaga kerja (Suprapti,2003). Sebagian besar penelitian tentang pengaruh upah minimum terhadap tenaga kerja sebelumnya lebih banyak menggunakan data agregat dengan fokus pada penyerapan tenaga kerja. Dalam paper ini akan berusaha melihat pengaruh upah minimum terhadap transisi dalam pasar kerja pada tingkatan individu, bagaimana probabilitas seseorang untuk masuk dan keluar dalam pasar kerja. Pengaruh yang dilihat adalah tingkatan individu di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Wilayah Jabodetabek dipilih sebagai daerah sampel karena menurut data Survei Industri yang dilakukan oleh BPS, sebagian besar industri manufaktur di Indonesia terkonsentrasi di wilayah ini, dan 82% pekerja sektor formal berada di daerah sekitar Jakarta (Alatas dan Cameron, 2008). Untuk melihat dampak yang berbeda, akan digunakan dua periode upah minimum dengan kenaikan tertinggi dan terendah antara tahun2011-2015. Kenaikan tertinggi upah minimum terjadi pada tahun 2013 sebesar 48,10% dan terendah pada tahun 2015 sebesar 13,62%. Data mikro yang digunakan adalah Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS bulan Agustus untuk tahun 2013 dan 2015 untuk mengetahui dampaknya dalam tahun tersebut. Analisis empiris yang digunakan adalah regresi logit untuk mengetahui transisi masing- masing individu ke dalam pasar kerja dengan kondisi upah minimum yang berlaku. 102
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
Ruang lingkup penelitian ini adalah individu yang bekerja di kabupaten/kota yang sama dengan daerah tempat tinggalnya, sehingga hasil dalam analisis empiris adalah probabilitas seseorang dalam transisi pasar kerja. Ruang lingkup kedua yang digunakan adalah seluruh pekerja yang akan dianalisis merupakan pekerja pada sektor formal, hal ini mengacu pada penelitian Manning dan Bird (2003) yang menemukan bahwa upah minimum di Indonesia hanya dirasakan oleh pekerja formal. 2. KERANGKA TEORI Menurut Killingsworth (2008), komponen yang menjadi pertimbangan seseorang untuk masuk atau tidaknya ke dalam pasar kerja dalam teori money cost, komponen yang menentukan seseorang untuk memutuskan masuk atau tidak ke dalam pasar kerja adalah leisure time L, tingkat konsumsi C, upah W, tingkat harga P, jam kerja T, dan non labor income N. Kombinasi C dan L akan memberikan kepuasan sebesar U, dengan fungsi = (C, L), dengan slope indifference curve (IC) adalah− ⁄ yang menunjukkan seseorang menginginkan kombinasi yang “lebih” daripada yang “kurang”, atau dengan kata lain IC bersifat konveks. Konstrain yang dihadapi dalam maksimisasi U adalah adanya budget line (BL). Dalam Grafik 2 diasumsikan individu menemukan bahwa keputusan untuk bekerja lebih baik daripada tidak bekerja ketika titik ekuilibrium berada di Q1 pada tingkat kepuasan u2, selama biaya akomodasi saat bekerja adalah n – n’, dimana n=N/P. Individu yang tidak bekerja akan berada pada BLn’f3 yang merupakan reservation wage padatingkat kepuasan u1, dimana f=(W+N)/P. Kenaikan P akan berdampak pada turunnya n ke tingkat n’’ yang memaksa seseorang untuk mempertahankan kepuasannya di u1 dengan konsekuensi L akan semakin mendekati 0.
Grafik 2. Pengaruh Money Cost Terhadap Penawaran Tenaga Kerja Pada tingkat reservation wage tertentu keputusan individu untuk bekerja atau tidak sama kuat. Kondisi yang menggambarkan pasar kerja pada saat seseorang memutuskan untuk menjadi angkatan kerja akan menciptakan perubahan dalam pasar kerja yang membuat pasar kerja melakukan penyesuaian untuk memperoleh keseimbangan umum yang baru. Keseimbangan umum baru yang tercipta adalah bentuk gabungan keseimbangan dari sisi penawaran dan permintaan. Brochu dan Green (2013) memfokuskan pada analisis dampak upah minimum terhadap transisi pasar kerja dengan pendekatan permintaan menggunakan model Mortensen-Pissarides yang menggunakan pendekatan teori dari sisi permintaan. Menurut asumsi neoklasikal, standar yang menggunakan asumsi pasar tenaga kerja yang homogen, kompetitif, dan lingkup pengaturan upah minimum yang berlaku menyeluruh pada semua kelompok pekerja (complete coverage). Jika upah minimum ditetapkan di atas nilai upah rata-rata pasar (above the market clearing wage), dampaknya akan mengurangi jumlah permintaan terhadap
103
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan dan pada akhirnya akan menurunkan jumlah tenaga kerja (Blanchard, 2012). Jika diurai lebih eksplisit, pertambahan upah minimum dapat menambah lapangan kerja di satu sisi atau menyebabkan pemutusan hubungan kerja(PHK) disisi lain tergantung pada +marginal product of labor (MPL), jika MPL dianggap lebih tinggi daripada pertambahan upah minimum, umumnya tidak menyebabkan PHK. Kemungkinan yang kedua dengan adanya PHK akan mengurangi tenaga kerja dalam pasar kerja, sehingga pengangguran akan meningkat. Menurut Card dan Krueger (1995) dalam Gianie (2009), perusahaan yang memiliki kekuasaan monopsoni, dengan diterapkannya upah minimum di atas upah yang dibayarkan pada saat itu, menyebabkan perusahaan dapat meningkatkan profitnya dengan mempekerjakan tenaga kerja lebih banyak ketimbang sebaliknya mengurangi tenaga kerja. Pengertian perusahaan monopsoni adalah perusahaan yang merupakan pembeli tunggal dari input-input yang disediakan. Perusahaan monopsoni menghadapi kurva penawaran tenaga kerja yang upward sloping. Artinya, untuk menambah jumlah tenaga kerja, perusahaan monopsoni harus meningkatkan upah. Sehingga dikatakan perusahaan monopsoni memiliki kemampuan menentukan tingkat penyerapan tenaga kerja dan upah secara sekaligus. Kondisi ini berbeda dengan perusahaan kompetitif yang menghadapi kurva penawaran tenaga kerja yang horizontal. Artinya, perusahaan kompetitif tidak bisa menentukan upah. Ia hanya bisa menambah jumlah tenaga kerja berdasarkan tingkat upah tertentu. Pada perusahaan monopsoni, tingkat upah biasanya berada di bawah tingkat upah pasar (ketika marginal cost sama dengan marginal revenue). Sehingga perusahaan monopsoni cenderung melakukan eksploitasi pekerja. Penetapan upah minimum pada pasar monopsoni dapat meningkatkan baik upah maupun tenaga kerja.
Menurut Portugal and Cardoso (2006) dan Dube et al. (2012), jika upah minimum berlaku di pasar, perusahaan yang membayar upah lebih rendah daripada upah pasar mungkin akan mendapatkan keuntungan yang besar pada suatu ketika, namun secara keseluruhan keuntungan mereka akan menurun karena para pekerja akan lebih memilih untuk berpindah ke pekerjaan yang memberikan upah lebih tinggi dan berhenti dari perusahaan, hal demikian akan meninggalkan jabatan yang kosong dan lebih merugikan bagi perusahaan. Oleh karena itu, melihat kemungkinan bekerja di sisi penawaran juga tetap harus melihat kondisi dari sisi permintaan agar tercapai keseimbangan dalam pasar kerja. Analisis dalam studi ini menggunakan pendekatan teori pengangguran yang menggunakan model Mortensen-Pissarides. Model Mortensen-Pissarides menjelaskan heterogenitas pekerja dan perusahaan serta proses matching. Proses matching menunjukkan kesepakatan antara perusahaan untuk mempekerjakan pekerja dan pihak pekerja untuk membantu perusahaan dalam memaksimumkan profit. Upah minimum merupakan komponen dalam proses matching. Asumsikan dalam suatu pasar kerja terdapat sejumlah pencari kerja Un dengan jumlah lowongan yang tersedia sebanyak V. Persamaan1-Un menunjukkan jumlah orang yang bekerja, dan penambahan lowongan sebanyak V menjadi 1 - Un + V merupakan jumlah lowongan yang menunggu pencari kerja untuk diisi. Dengan demikian peluang setiap pencari kerja untuk mendapatkan pekerjaan adalah sebesar p, jumlah lowongan yang telah mengontak pencari kerja sebesar q. Nilai p dan q berada antara 0 dan1. Jika θ adalah rasio antara pencari kerja dan lowongan, maka θ merupakan bilangan kontinyu, sehingga p dan q dapat didifferensialkan terhadap θ, atau ⁄ ≤Ͳ, dengan kata lain ⁄ ≥ Ͳ dan dengan θ memiliki nilai absolut kurang dari 1 (Pissarides, 1985). 104
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Profit yang dihasilkan dari sebuah lowongan pekerjaan dengan produktivitas y ditunjukkan oleh y - w (y), dimana w(y) adalah tingkat upah. Upah dipilih oleh perusahaan dan pekerja setelah mereka bertemu dan melakukan tawar menawar upah. Menurut Romer (2012), pencari kerja memiliki probabilitas untuk mendapatkan pekerjaan mengikuti fungsi: ൌ
ሺ ǡሻ
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
tanpa mengetahui produktivitas sebenarnya karena tingginya imperfect information) atau memilih untuk memberhentikannya pada saat produktivitas sebenarnya diketahui. Biaya strategi kedua akan meningkat karena pekerja dibayar pada tingkat upah minimum selama masa percobaan. Dengan demikian, ketika upah minimum meningkat perusahaan akan menyeleksi lebih teliti untuk mengurangi tingginya biaya pada saat perekrutan baru maupun pemberhentian pekerja. Penelitian mengenai transisi individu ketika masuk ke dalam pasar kerja dan akhirnya terserap ke dalam lapangan kerja akibat pengaruh upah minimum belum pernah dilakukan sebelumnya. Campoleti (2011) dan Shimer (2012) melakukan penelitian untuk melihat kemungkinan seseorang dari bekerja menjadi tidak bekerja dan dari tidak bekerja menjadi bekerja menemukan bahwa kemungkinan seseorang untuk menemukan pekerjaan cenderung siklis atau periodenya tetap, sedangkan kemungkinan seseorang untuk keluar dari pekerjaan cenderung tidak menentu waktunya. Pissarides (1985) dan Pissarides (2000) melakukan pendekatan teori untuk melihat tingkat keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan tenaga kerja melalui jumlah pencari kerja, lowongan yang tersedia dan negosiasi upah. Brochu dan Green (2013) menggunakan pendekatan Pissarides (1985) untuk melihat lebih komprehensif dengan menyertakan pengaruh upah minimum terhadap transisi dalam pasar kerja menggunakan data individu FLS Kanada tahun 1978-2008, penelitian tersebut menemukan bahwa pada masa rezim kenaikan upah minimum tinggi pekerjaan lebih stabil akan tetapi lebih sulit untuk diperoleh. Penelitian untuk melihat transisi dalam pasar kerja terutama untuk angkatan kerja baru belum pernah dilakukan sebelumnya dengan melihat sisi keputusan seseorang untuk masuk ke dalam pasar kerja.
..............................(1)
demikian pula perusahaan memiliki fungsi untuk pemenuhan lowongan pekerjaannya sebagai berikut: ሺ ǡሻ ൌ ............................(2)
Kemudian asumsikan model yang sebuah perusahaan yang mempekerjakan hanya satu pekerja. Pekerja dan perusahaan yang telah dipertemukan dalam sebuah proses kesepakatan belum saling mengetahui kemampuan sebenarnya dari masing-masing pihak. Asumsikan produktivitas pekerja sebesar x yang merupakan variabel acak yang diasosiasikan dengan fungsi distribusi F berada pada range ሾ ǡ ሿ, pekerja baru ini akan melalui masa percobaan selama beberapa lama dan dibayar dengan upah minimum m (Brochu et al,2013). Pissarides (2000) menunjukkan bahwa perusahaan memiliki standar produktivitas yang diperoleh secara endogen, misalnya R. Jika x>R maka hubungan perusahaan dan pekerja akan tetap berlanjut, dan pekerja akan memiliki nilai tawar yang lebih tinggi. Profit perusahaan dan upah pekerja memenuhi fungsi w(x), dan w(xm)=m, dimana m adalah upah minimum. Nilai x yang berada antara R dan xm hubungan kerja berlanjut tetapi upah pekerja berada pada upah minimum. Gambaran tersebut adalah pada tenaga kerja yang tidak berpengalaman, dimana perusahaan akan mempekerjakan atau tidak (dengan risiko perusahaan mempekerjakan
105
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
Kondisi Upah Minimum di Indonesia Peraturan upah minimum adalah sebuah sistem pengupahan yang telah digunakan di berbagai negara yang dilihat dari dua sisi. Pertama, upah minimum dimaksudkan untuk melindungi pekerja agar upah yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Kedua, upah minimum dimaksudkan untuk melindungi perusahaan untuk menjaga produktivitas pekerja. Upah minimum pertama di Indonesia sudah diperkenalkan pada tahun 1956, diikuti dengan pembentukan dewan pengupahan nasional pada tahun1969 dan undang-undang upah minimum diterapkan pada awal tahun1970 (Saget,2008). Namun, hingga akhir 1980-an, upah minimum hanya menjadi sebuah simbol yang tidak mengikat atau ditegakkan (Pratomo, 2012). Dibawah tekanan dari kelompok- kelompok domestik dan internasional terhadap pemberlakuan upah dan standar tenaga kerja yang rendah, akhirnya pemerintah Indonesia menerapkan undang-undang upah minimum baru pada tahun 1989 yang menyatakan bahwa upah minimum harus didasarkan pada kebutuhan minimum fisik, biaya hidup, dan kondisi pasar tenaga kerja(Rama,2001). Pada tahun 2001, sejalan dengan kebijakan desentralisasi, tanggung jawab untuk penetapan upah minimum diberikan kepada pemerintah provinsi. Artinya, komisi upah kabupaten/kota menghitung kebutuhan hidup setiap tahun berdasarkan data survei tahunan dan mempersiapkan rekomendasi untuk upah minimum kabupaten/kota (Widarti, 2006). Berdasarkan rekomendasi tingkat kabupaten ini, gubernur dan dewan upah provinsi menguraikan rekomendasi untuk (Hohberg&Lay,2015) upah minimum provinsi sebelum gubernur mengumumkan tingkat akhir. Upah minimum secara hukum berlaku untuk semua pekerja/buruh (setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain). Akan tetapi, pada prakteknya, penerapan upah minimum di
Indonesia hanya berlaku untuk pekerja formal, dimana upah minimum berdampak terhadap upah sektor informal dan berhubungan negatif terhadap tenaga kerja sektor formal (Bird & Manning, 2003). Ini adalah fakta bahwa studi kasus untuk efek upah minimum dinegara berkembang khususnya di Indonesia hanya berlaku untuk sektor formal. Ada variasi yang cukup tinggi dari waktu ke waktu upah minimum setiap tahun ditetapkan. Akhirnya, upah minimum Indonesia dianggap cukup tinggi untuk mempengaruhi dampak yang signifikan padapasar tenagakerja. 3. METODE PENELITIAN Dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data upah minimum dan data mikro ketenagakerjaan. Data upah minimum yang digunakan adalah tingkatan kabupaten/kota di wilayah Jabodetabek yang bersumber dari BPS maupun dinas yang membidangi ketenagakerjaan. Alasan pemilihan wilayah Jabodetabek karena 82% pekerja sektor formal berada di daerah sekitar Jakarta (Alatas dan Cameron, 2008). Manning dan Bird (2003) dalam Karyati (2012) menyebutkan bahwa pekerja sektor formal merupakan kelompok pekerja yang menikmati kebijakan upah minimum. Pengaruh yang akan dilihat adalah pada tahun saat upah minimum mengalami kenaikan terendah dan tertinggi antara tahun 2011-2015. Tahun awal 2011 karena Kota Tangerang Selatan untuk pertama kalinya menetapkan upah minimum pada tahun tersebut. Rata-rata kenaikan tertinggi di Jabodetabek terdapat pada tahun 2013 sebesar 48,10% dan terendah pada tahun 2015 sebesar 13,62%. Hal ini dimaksudkan agar antara kedua kejadian tersebut dapat dibandingkan bagaimana perilaku sampel dan analisis empiris yang diperoleh. Data yang digunakan dalam analisis empiris selain upah minimum kabupaten/ kota di Jabodetabek adalah Survei Angkatan
106
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Kerja Nasional (Sakernas) BPS periode Agustus tahun 2013 dan 2015. Data Sakernas digunakan karena untuk saat ini data survei yang paling komprehensif dan dapat diperoleh setiap tahun. Komponen dalam transisi pasar tenaga kerja adalah keluar masuknya individu dalam angkatan kerja dan bagaimana perilaku individu tersebut dalam pasar kerja. Individu dikatakan sebagai angkatan kerja jika sedang mencari pekerjaan atau disebut pengangguran dan yang individu bekerja. Pada tahap awal data akan diseleksi untuk usia15-65 tahun diluar pelajar, dan ibu rumah tangga yang termasuk usia produktif bukan angkatan kerja. Variabel dependen pertama adalah keputusan seseorang untuk terjun ke dalam angkatan kerja. Dalam variabel ini, individu yang memutuskan untuk masuk ke dalam angkatan kerja diberi kode 1 adalah seseorang yang bukan kelompok angkatan kerja saat periode t dan masuk ke dalam angkatan kerja pada periode t+1. Dari data Sakernas, kode1 diberikan jika seseorang menyatakan mencari kerja selama 8 bulan terakhir dan belum bekerja atau seseorang yang bekerja selama kurang dari 8 bulan terakhir dengan masa pencarian kerja kurang dari 1 bulan. Asumsi penggunaan 8 bulan adalah karena data Sakernas yang digunakan adalah periode Agustus, sehingga pada masa kerja 8 bulan dianggap telah terdampak upah minimum tahun berjalan. Kode 0 diberikan untuk semua individu yang memutuskan untuk tidak masuk kedalam angkatan kerja.Variabel dependen kedua adalah pencari kerja pada waktu t yang mulai bekerja pada t+1, periode t+1diperoleh dari individu yang baru bekerja kurang dari 8 bulan yang selanjutnya akan diberi kode 1 dan 0 jika pencari kerja yang tidak berhasil memperoleh pekerjaan yang tepat. Variabel dependen ketiga adalah pekerja yang bekerja pada periode t dan tidak bekerja pada saat t+1 karena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kode1 untuk seseorang yang tetap bekerja baik saat t maupun t+1 dan kode 0 untuk perubahan status.
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
Analisis empiris yang digunakan adalah regresi probit untuk melihat perbandingan peluang masing-masing variabel dependen untuk mengetahui pengaruh upah minimum terhadap transisi pasar kerja secara komprehensif, baik pada saat kenaikan upah minimum yang tinggi mau pun rendah. Software yang digunakan untuk menganalisis adalah Stata13. Menurut Hohberg dan Lay (2015), selain upah minimum, variabel kontrol lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan. Menurut Gianie (2009), pengelompokan pendidikan rendah dan tinggi adalah individu dengan riwayat pendidikan tidak pernah bersekolah hingga SMA dan sederajat menjadi kelompok pendidikan rendah serta perguruan tinggi yang meliputi diploma, sarjana dan pascasarjana ke dalam kelompok pendidikan tinggi. Formulasi model empiris yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ሺ i ൌͳሻൌαͲαͳ αʹ ͳα͵ ʹ
αͶ ͵αͷ
iα
2
(3)
Yit adalah variabel dependen untuk masing-masing kondisi. UMj adalah upah minimum yang berlaku di kabupaten/kota j dalam bentuk persen, yang menggambarkan kenaikan upah minimum dibandingkan periode sebelumnya. D1 adalah dummy pendidikan, bernilai 1 jika berpendidikan tinggi dan 0 jika selainnya. D2 adalah dummy jenis kelamin, bernilai 1 jika berjenis kelamin laki-laki dan 0 jika selainnya. D3 adalah dummy status perkawinan, bernilai 1 jika status perkawinan menikah atau cari dan 0 jikaselainnya. Interpretasi regresi probit berbeda dengan regresi OLS pada umumnya, pada regresi probit nilai koefisien regresi hanya menggambarkan hubungan positif atau negatif antar variabel bebas dan terikat. Interpretasi secara nilai absolut dilakukan melalui marginal effect untuk tiap-tiap titik tertentu. Sedangkan pada variabel dummy,
107
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
nilai marginal effect merupakan perubahan pada saat nilai 0 ke 1 (Gujarati & Porter,2009)
kenaikan upah minimum sebesar 13,1% meningkatkan kemungkinan pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan sebesar 0,0032 menjadi 0,6881. Hal yang sama dengan tahun 2013 justru terjadi dengan variabel ketiga, yaitu kemungkinan seseorang untuk tidak mengalami PHK, dengan kenaikan upah minimum yang rendah maupun tinggi tidak membuat seseorang terhindar dariPHK. Dengan membandingkan hasil pada saat kenaikan upah minimum tinggi dan rendah tersebut ada beberapa hal yang patut dicermati. Keputusan seseorang untuk masuk kedalam pasar kerja tergantung dengan upah riil pasar yang berlaku, non labor income, dan leisure time (Romer,2012). Pada tahun 2013, kemungkinan seseorang untuk masuk ke dalam pasar kerja lebih tinggi karena kenaikan upah minimum yang mencerminkan upah pasar lebih tinggi sehingga menaikkan upah riil dengan mempertimbangkan inflasi. Upah yang rendah akan membuat kemungkinan seseorang masuk ke dalam pasar kerja lebih rendah karena jika seseorang yang memutuskan untuk bekerja akan mengurangi leisure time yang tidak terkompensasi dengan upah yang diharapkan. Teori ekonomi neoklasikal pada pasar persaingan sempurna telah menjelaskan bahwa semakin tinggi kenaikan upah akan meningkatkan penawaran tenaga kerja dan menurunkanpermintaantenagakerjadisisilain. Titik equilibrium yang tidak tercapai pada fenomena ini akan memperbesar pengangguran. Hal ini terlihat juga pada analisis empiris, dimana kenaikan upah minimum yang tinggi (2013) justru berpengaruh negatif pada kemungkinan pencari kerja untuk terserap ke dalam dunia kerja, dibandingkan dengan rezim kenaikan upah yang lebih rendah pada tahun 2015. Sedangkan pada kemungkinan pekerja yang berisiko PHK akibat kenaikan upah minimum, pada dasarnya perusahaan akan berusaha melakukan proses produksi seefisien mungkin
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis empiris memperlihatkan bahwa variabel pertama pada saat kenaikan upah minimum tinggi (tahun2013), pengaruh upah minimum positif dan signifikan (Tabel 2), dimana pada titik kenaikan upah minimum mulai 41,14% akan meningkatkan probabilitas seseorang untuk masuk sebagai angkatan kerja sebesar 0,002477 menjadi sebesar0,7271,atau dengan kata lain sebanyak 72 hingga73 orang akan memutuskan untuk masuk sebagai angkatan kerja dengan kenaikan upah minimum dengan nilai tersebut. Hal yang berbeda ditunjukkan pada peluang seseorang untuk memperoleh pekerjaan pada rezim upah minimum ini, dimana pengaruh upah minimum terhadap peluang memperoleh pekerjaan negatif (Tabel3), yang berarti jika upah minimum naik lebih tinggi maka pencari kerja akan semakin sulit untuk memperoleh pekerjaan. Kemungkinan seseorang untuk memperoleh pekerjaan pada tingkat kenaikan upah minimum sebesar 42,46% atau lebih sebesar 0,716. Relatif masih tinggi, akan tetapi jika upah minimum terus naik probabilitas tersebut akan semakin turun. Kemungkinan untuk terjadi pemutusan hubungan kerja juga tinggi pada masa ini, dimana hubungan upah minimum dan kemungkinan seseorang untuk tetap bekerja negatif (Tabel 4), tetapi kemungkinan tersebut sangat kecil. Pada rezim kenaikan upah minimum rendah, tahun 2015, pergerakan upah minimum menjadi lebih tinggi tidak menarik seseorang untuk masuk kedalam pasar kerja, dimana hubungan keduanya negatif yang berarti bahwa upah minimum yang naik justru mengurangi keinginan seseorang untuk bekerja (Tabel 5). Demikian juga untuk variabel peluang kerja untuk memperoleh pekerjaan juga berbeda dengan pada saat rezimkenaikan upah tinggi. Tabel 6 menunjukkan bahwa
108
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
Referensi Alatas, V. & Cameron, L., 2008. The Impact of Minimum Wages on Employment in a Low-Income Country: A QuasiNatural Experiment in Indonesia. Industrial Relations & Labor . Bird, K. & Manning, C., 2003. Impact of Minimum Wage Policy on Employment and Earnings in the Informal Sector: The Case of Indonesia. Manuscript, Australia National University, Australia. Blanchard, O., 2012. Macroeconomics. London: Pearson Prentice-Hall. Brochu, P. & Green, D. A., 2013. The Impact of Minimum Wages on Labour Market Transitions. The Economic Journal. Campolieti, M., 2011. The Ins and Outs of Unemployment in Canada, 1976-2008. The Canadian Journal of Economics. Daouli, J., Demoussis, M., Giannakopoulos, N. & Lambropoulou, N., 2015. The Ins and Outs of Greek Unemployment in the Great Depression. MPRA Paper. Gianie, 2009. Pengaruh Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Berpendidikan Rendah Di Sektor Industri dan Perdagangan. Tesis UI (Not Published). Hohberg, M. & Lay, J., 2015. The Impact of Minimum Wages on Informal and Formal Labor Market Outcomes: Evidence From Indonesia. IZA Journal of Labor & Development. Karyati,L.,2012.ImpactofminimumwagepolicyonemploymentinJawaBaratProvince. Tesis UI (Not Published). Pissarides, C. A., 1985. Short-Run Equilibrium Dynamics of Unemployment, Vacancies, and Real Wages. The American Economic Review. Pissarides, C. A., 2000. Equilibrium Unemployment Theory, 2nd Edition. s.l.:MIT Press. Portugal, P. & Cardoso, A. R., 2006. Disentangling the Minimum Wage Effect Puzzle: An
dengan memperoleh profit setinggi-tingginya dan menekan biaya produksi. Dalam kasus ini, kedua rezim kenaikan upah minimum berdampak sama salah satu penyebabnya kemungkinan adalah adanya perkembangan teknologi tahun 2015 dibandingkan tahun 2013, sehingga perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit, selain kemungkinan variabel-variabel lain yang belum dimasukkan ke dalam model empiris. 5. KESIMPULAN Analisis empiris menggunakan data mikro Sakernas diperoleh bahwa pada saat kenaikan upah minimum yang tinggi pada tahun 2013 yang mencapai rata-rata 48,10% meningkatkan kemungkinan seseorang untuk masuk ke dalam pasar kerja, menurunkan kemungkinan seseorang untuk bekerja dan meningkatkan risiko PHK. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada saat rezim kenaikan upah minimum rendah pada tahun 2015, yang menurunkan minat seseorang masuk pasar kerja, dan meningkatkan kemungkinan bekerja. Satu-satunya yang sama pada kedua rezim adalah risiko PHK yang tetap meningkat.
109
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
Analysis of Worker Accessions and Seperations. Journal of the European Economic Association. Pratomo, D. S., 2012. Minimum Wage Effects Throughout the Wage Distribution: Evidence from Indonesia. Eur J Econ Admin Sci 2012, pp. 27-35. Rama, M., 2001. The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of Indonesia. Sage Publications, Inc.. Romer, D., 2012. Advanced Macroeconomics. New York: McGraw-Hill. Saget, C., 2008. Fixing Minimum Wage Levels in Developing Countries: Common Failures and Remedies. Int Labour Rev 147, pp. 25-42. Suprapti, R. A. E., 2003. Kebijakan Pemerintah Mengenai Penetapan Upah Minimum. UI (Not Published). Widarti, D., 2006. Role of Minimum Wage in Informal Wage Determination in Indonesia. Technical Report, International Labour Organization, Jakarta.
110
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
Lampiran Tabel 1 Persentase kenaikan upah minimum di wilayah Jabodetabek
Jakarta
Provinsi
2012
Kab. Bekasi
18,54
43,87
14,57
43,32
15,90
Kota Bekasi
11,55
Kota Depok Kab Bogor
8,30
Kota Bogor
8,81
Kab Tangerang
Kota Tangerang
Kota Tangerang Selatan Rata-rata
2013
18,83 18,37 18,37 14,81
34,27 47,65 60,87 70,50 44,07 44,27 44,07 48,10
Tahun
2014
2015
10,96
10,61
17,38
12,85
22,25 16,28 9,81
17,50 11,00 10,95 11,00 14,13
16,04 20,97 15,51 13,00 10,97 11,69 10,97 13,62
Tabel 2 Analisis Empiris Upah Minimum 2013 terhadap Variabel Dependen Pertama Variabel
UM13
0,007409
p value 0,000
D3
-0,2000311
0,000
D1 D2
age
agesq _cons
Koefisien
-0,0269532 -0,069628
-0,1460382 0,0010999
3,450236
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
dy/dx*
0,002477
41,14
-0,06785
0,353
-0,00904 -0,02316 -0,04875
0,000367 n.a
*) Marginal effects setelah probit P(Y=1) = 0,72474627
111
X
0,191 0,588
271,819 844,095 n.a
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
Tabel 3 Analisis Empiris Upah Minimum 2013 terhadap Variabel Dependen Kedua Variabel
Koefisien
UM13
-0,01211
D1
p value
dy/dx*
X
0,00000
-0,00407
42,46
0,183754
0,00000
0,059485 0,162791
D2
-0,44142
0,00000
-0,1445
D3
0,758143
0,00000
0,216888 0,207443
age
-0,39928
0,00000
-0,13438
agesq
0,00503
0,00000
0,001693 638.895
_cons
7,59407
0,00000
0,585625 241.416
n.a
n.a
*) Marginal effects setelah probit P(Y=1) = 0,72011931 Tabel 4 Analisis Empiris Upah Minimum 2013 terhadap Variabel Dependen Ketiga Variabel
Koefisien
dy/dx*
X
-0,00183
p value 0,0000
UM13
-3,92E-05
43,07
D1
0,056251
0,0000
0,001157
0,189336
D2
-0,10051
0,0000
-0,00205
0,724016
D3
0,184944
0,0000
0,004428
0,733744
age
0,034073
0,0000
0,000731
348,27
agesq
-0,0004
0,0000
-8,56E-06
1306,09
_cons
1,757571
0,0000
n.a
n.a
*) Marginal effects setelah probit P(Y=1) = 0,99219649
112
JOURNAL of RESEARCH in ECONOMICS and MANAGEMENT (Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen)
Volume 17, No. 1, Januari - Juni (Semester I) 2017, Halaman 1-xx
Tabel 5 Analisis Empiris Upah Minimum 2015 terhadap Variabel Dependen Pertama Variabel Koefisien p dy/dx* X value UM15 -0,05408 0,0000 -0,02157 13,487 D1
-0,26907
0,0000
-0,10671
0,271992
D2
-0,30568
0,0000
-0,12144
0,624471
D3
-0,33637
0,0000
-0,13355
0,508614
age
-0,18499
0,0000
-0,07379
30.961
agesq
0,001842
0,0000
0,000735
1093,13
_cons
4,863438
0,0000
n.a
n.a
*) Marginal effects setelah probit P(Y=1) = 0,49393104 Tabel 6 Analisis Empiris Upah Minimum 2015 terhadap Variabel Dependen Kedua Variabel Koefisien p value dy/dx* X UM15
0,009008
0,0000
0,0032
13,104
D1
-0,05242
0,0000
-0,01877
0,176461
D2
-0,48556
0,0000
-0,16779
0,584366
D3
-0,32406
0,0000
-0,1181
0,300188
age
-0,20976
0,0000
-0,07452
255.032
agesq
0,002584
0,0000
0,000918 724.018
_cons
4,23285
0,0000
*) Marginal effects setelah probit P(Y=1) = 0,68494676
113
n.a
n.a
Beni Teguh Gunawan, Ardhian Kurniawati. : Pengaruh Upah Minimum Terhadap Transisi.....
Tabel 7 Analisis Empiris Upah Minimum 2015 terhadap Variabel Dependen Ketiga Variabel
Koefisien
UM15
-0,0327
D1
p value
dy/dx*
X
0,0000
-0,00082
12,844
0,591678
0,0000
0,01102
0,239873
D2
-0,13262
0,0000
-0,00313
0,711189
D3
-0,00178
0,7180
-4,5E-05
0,757981
age
0,049034
0,0000
0,001232 361
agesq
-0,00042
0,0000
-1,1E-05
_cons
1,542935
0,0000
n.a
*) Marginal effects setelah probit P(Y=1) = 0,99065277
114
1397,41 n.a