PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL WENING WARDOYO KECAMATAN UNGARAN KABUPATEN SEMARANG
M. Bambang Marzuki Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRACT
Depression in the elderly is a frequently psycho-geriatric problem and need special attention. One way to overcome depression in the elderly is by relaxation like listening to classical music. This study aimed to find the influence of classical music therapy in lowering the level of depression on the elderly at the Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran Ward. This was a quasi-experimental study with non-equivalent control group design. The population of this study was all elderly at the Wening Ungaran Social Rehabilitation Unit as many as 96 peoples. Data sampling used purposive sampling technique and obtained 36 respondents. The levels of depression were measured by using SDG. The results of this study indicated that before given classical music therapy, the levels of depression of the respondents were mostly in the category of medium that wee 66.7% for the intervention group and 61.1% for the control group. The level of depression after given by classical music therapy in the intervention group was in the category light of 67.7%, whereas in the control group was in the category of medium of 66.7%. There was a difference in the levels of depression on elderly in the intervention group (p-value = 0.003) and there was no difference in the level of depression in the control group (p-value = 0.815). There was an influence of classical music therapy in lowering the levels of depression in the elderly (p-value = 0.037 < α 0.05) in the Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran. For the officers in the Wening Wardoyo Social Rehabilitation Unit Ungaran it is expected to apply classical music therapy as an intervention plan in treating depression on the elderly. Keywords
: Classical music therapy, Elderly, Depression
PENDAHULUAN Keperawatan gerontik merupakan suatu bentuk pelayanan keperawatan yang professional dengan menggunakan ilmu dan kiat keperawatan gerontik, mencakup biopsikososial dan spiritual, dimana klien adalah orang yang telah berusia > 60 tahun, baik yang kondisinya sehat maupun sakit, yang bertujuan untuk memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan tekhnik keperawatan gerontik (Maryam, dkk 2011). Menua identik terjadi pada lanjut usia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, yang ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan homeostasis tubuh
terhadap tekanan fisiologis yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur tubuh dan perubahan fungsional sehingga menyebabkan adanya gangguan, ketidakmampuan dan sering terjadi penyakit (Rochman & Aswin, 2001). Menurut Brunner dan Suddart (2001), pengertian lansia beragam tergantung kerangka pandang individu. Orang sehat aktif berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat aktif berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa lansia adalah kelompok orang yang berumur 60 sampai dengan 74 tahun. Menurut Potter & Perry (2005) masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun biasanya antara usia 65-75 tahun. Lansia atau lanjut usia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
1
yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suardiman, 2011). Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu lansia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan penduduk lanjut usia adalah peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut (ald age ratio dependency) yang disebabkan kemunduran fisik, psikis, sosial lanjut usia yang dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang dialami bersamaan dengan proses kemunduran akibat proses menua (aging process). Pada lansia terjadi berbagai perubahan, meliputi perubahan fisik, mental, spiritual, psikososial adaptasi terhadap stres mulai menurun. Pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya (Suardiman, 2011). Prevelensi depresi pada lansia tinggi sekali, sekitar 12-36% lansia yang menjalani rawat jalan mengalami depresi. Angka ini meningkat menjadi 30-50% pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi (Mangoenpraspdjo, 2004). Menurut Kaplan et all, kira-kira 25% komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatn ditemukan adanya gejala depresi pada lansia. Depresi menyerang 10-15% lansia 65 tahun keatas yang tinggal dikeluarga dan angka depresi meningkat secara drastis pada lansia yang tinggal di institusi, dengan sekitar 50-75% penghuni perawatan jangka panjang memiliki gejala depresi ringan sampai sedang (Stanley & Beare, 2007). Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, 2
kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya (Satria, 2008). Faktor-faktor yang menyebab depresi pada lansia bervariasi. Pertama adalah faktor psikologis, kedua kerentanan faktor biologi terhadap depresi, ketiga faktor psikososial dan faktor budaya (Darmojo & Martono. 2004). Penatalaksanaan depresi pada lansia yaitu mencakup terapi biologik dan psikososial. Terapi biologik antara lain dengan pemberian obat antidepresan, Elektrokonfulsif Therapy (ECT), terapi sulih hormon dan Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah psikoedukatif, yaitu mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga kendala terkait faktor kultural, perubahan peran sosial (Nita, 2008). Terapi yang lain yang termasuk terapi psikologis ialah terapi musik. Word Music Therapy Federation mengemukakan definisi terapi musik yang lebih menyeluruh yaitu terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik oleh seseorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, mental, sosial, maupun kognitif dalam rangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau pemberian perlakuan. Bertujuan mengembangkan potensi dan atau memperbaiki individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasinya dengan orang lain, agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih baik (Djohan, 2006). Musik klasik merupakan musik yang dapat melatih otot-otot dan pikiran menjadi relaks. Dengan mendengarkan musik, responden merasakan kondisi yang rileks dan perasaan yang nyaman. Terapi musik klasik bertujuan untuk menghibur para lansia sehingga meningkatkan gairah hidup dan dapat mengenang masa lalu yang dapat memberikan rasa relaksasi pada lansia. Beberapa ahli menyarankan untuk tidak menggunakan jenis
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
musik tertentu seperti pop, disco, rock and roll, dan musik berirama keras (anapestic beat) lainnya, karena jenis musik dengan anapestic beat (2 beat pendek, 1 beat panjang dan kemudian pause) merupakan irama yang berlawanan dengan irama jantung. Musik lembut dan teratur seperti intrumentalia dan musik klasik merupakan musik yang sering digunakan untuk terapi musik (Potter, 2005) Terapi musik klasik ini bekerja pada otak, dimana ketika didorong oleh rangsangan dari luar (terapi musik klasik), maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan menyangkutkan ke dalam reseptor - reseptor mereka yang ada di dalam tubuh dan akan memberikan umpan balik berupa ketenangan dan menjadi rileks (Nicholas & Humenick, 2002). Keuntugan terapi musik klasik dibanding terapi yang lain adalah terapi musik mampu mempengaruhi kemampuan bahasa dan konsentrasi yang akhirnya berakibat pada hilangnya kualitas hidup dan peningkatan konsentrasi. Sehingga musik dapat mengembalikan kemampuan tersebut pada penderita depresi. Otak dapat memberitahu bagaimana cara kerja yang terjadi dalam musik, baik saat mendengar, menciptakan ataupun mempertunjukkannya, ini sangat sederhana karna kerja otak dapat dipicu oleh perilaku dan perhatian manusia terhadap kesadaran, pikiran, persepsi dan sejenisnya (DJohan, 2006). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada hari senin tanggal 28 Oktober 2013 di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, diperoleh data bahwa jumlah lansia yang ada di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo saat ini yaitu sebanyak 100 orang didapatkan jumlah lansia laki-laki sebanyak 28 orang dan perempuan sebanyak 72 orang. Ketua Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa sebagian besar lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengalami depresi atau sekitar 70%. Peneliti mengajukan kuesioner Skala Depresi Geriatrik (SDG) serta wawancara pada 9 orang lansia yang terdiri dari 4 laki-laki dan 5 perempuan. Peneliti mendapatkan 3 orang lansia mengalami suasana perasaan sedih, mudah lelah, nafsu makan berkurang, mengalami gangguan tidur serta mengatakan diri tidak berdaya. Terdapat 3 orang lansia mengalami rasa pesimistis,
merasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur. Terdapat 1 orang lansia mengalami afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan ketidakmampuan konsentrasi. Para lansia tersebut mengatakan bahwa depresi yang mereka alami umumnya disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kehilangan jabatan sehingga mereka merasa sudah tidak berguna, ditinggal keluarga sehingga mereka merasa kesepian dan tidak ada yang memperhatikan, mengidap penyakit yang lama dan tidak kunjung sembuh. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo mengatakan bahwa dalam mengatasi depresi lansia tersebut pihak panti mengadakan kegiatan rekreasi setiap satu tahun sekali, mengadakan kegiatan kerohanian tiga kali seminggu meliputi Terapi murotal Al-Qur’an, dan bimbingan keagamaan yakni pada hari senin, selasa dan sabtu, selain itu dari pihak panti juga melakukan kegiatan kemasyarakatan dan keterampilan pada hari rabu dan kamis, namun kegiatan ini diakui kepala Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran masih belum efektif untuk mengurangi depresi pada lansia. Terapi musik tidak ada dalam kegiatan jadwal lansia, terapi musik hanya dilakukan jika ada mahasiswa yang melakukan praktik di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran yang dilakukan satu kali dalam seminggu. Melihat fenomena di atas maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian terapi Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban penelitian. Desain penelitian eksperimen dipilih jika tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan sesuatu atau hubungan antara suatu dengan suatu lainnya dari suatu peristiwa
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
3
yang terjadi karena hasil tindakan (Intervensi) peneliti. Apabila penelitian di lapangan sulit untuk dilakukan randomisasi, maka dapat digunakan Rancangan Eksperimen Semu (Quasi Eksperiment), jenis desain dalam penelitian ini mengunakan Non Equivalent Control Group Design (Notoatmodjo, 2010). Rancangan desain ini adalah Pre Test-Post Test Control Group Design. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini yaitu semua lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Berdasarkan dari data lansia bulan Januari tahun 2014 di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Populasinya sejumlah 96 lansia dengan jumlah lansia laki-laki sebanyak 26 orang dan perempuan sebanyak 70 orang. Tehnik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu suatu cara pengambilan sampel dengan cara memilih sample diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah dalam penelitian), sehingga sample tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Notoatmodjo, 2010). Kriteria sampel dalam penelitian keperawatan dapat meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini diantaranya: 1) Responden yang berusia 60 – 80 tahun, 2) Belum pernah mendapatkan terapi musik klasik, 3) Bersedia menjadi responden. Dan kriteria eksklusinya adalah: 1) Responden yang mengalami gangguan mental, 2) Responden yang mengalami gangguan pendengaran, 3) Responden yang merokok, karena dapat mengganggu kosentrasi pada lansia yang mengalami depresi. Jadi dalam penelitian ini jumlah sampel yang digunakan 18 responden untuk setiap masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
SDG berisikan tentang perasaan seperti kesedihan, harapan, kekecewaan, pesimisme, perasaan gagal, perasaan berharga, ketidakpuasan, perasaan bersalah, ketidakpuasan pada diri sendiri, penarikan diri, ketidakmampuan membuat keputusan, perubahan gambaran diri, kesulitan bekerja, kelemahan dan anoreksia. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan observasi dan wawancara.
Analisa Data Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Adapun variabel yang dianalisis adalah tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik serta perbedaan tingkat depresi lansia pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Sedangkan untuk analisa bivariat dilakukan dengan tujuan untuk menguji variabel-variabel penelitian yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Hal ini berguna untuk membuktikan atau menguji hipotesis yang telah dibuat. Guna mengetahui adanya pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap tingkat depresi pada lansia di unit rehabilitasi sosial wening wardoyo ungaran sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik, maka menggunakan uji Wilcoxon, yang merupakan uji statistic non parametrik. Penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon karena data yang dikumpulkan berasal dari dua sampel yang saling berhubungan, artinya bahwa satu sampel akan mempunyai dua data pre test dan post test. Dalam pengujian hipotesis, kriteria untuk menolak atau tidak menolak Ho berdasarkan P-Value adalah sebagai berikut: Jika P-Value α (0,05), maka Ho ditolak, yang berarti ada pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran.
Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan untuk intervensi penelitian adalah alat pemutar musik dari perangkat MP3 Player yang dihubungkan dengan sound system yang diputar selama 30 menit dan diberikan selama 7 hari. Daftar pertanyaan SDG (Skala Depresi Geriatrik) dengan 15 item pertanyaan digunakan untuk menilai tingkat depresi pada lansia. Alat ukur 4
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
HASIL PENELITIAN Analisis Univariat
Gambaran Tingkat Depresi Lansia Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Intervensi Kontrol Tingkat Depresi Lansia f (%) f (%) Ringan 5 27,8 4 22,2 Sedang 11 61,1 12 66,7 Berat 2 11,1 2 11,1 Jumlah 18 100 18 100 Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 18 responden lansia kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, sebelum diberikan terapi musik klasik, lansia dalam katagori tingkat depresi sedang, yaitu sejumlah 11 lansia (61,1%), sedangkan pada kelompok kontrol juga dalam katagori tingkat depresi sedang, yaitu sejumlah 12 lansia (66,7%).
Gambaran Tingkat Depresi Lansia Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Tabel 2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Depresi Lansia Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Intervensi Kontrol Tingkat Depresi Lansia f (%) f (%) Ringan 12 66,7 5 27,8 Sedang 6 33,3 12 66,7 Berat 0 0,0 1 5,5 Jumlah 18 100 18 100 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa sesudah diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi, lansia dalam katagori tingkat depresi ringan, yaitu sejumlah 12 lansia (66,7%), sedangkan pada kelompok kontrol dalam katagori tingkat depresi sedang, yaitu sejumlah 12 lansia (66,7%).
Analisis Bivariat Uji Kesetaraan Tingkat Depresi Lansia Sebelum Perlakuan antara Kelompok Intervensi dan Kontrol Uji kesetaraan dilakukan dengan menguji tingkat depresi lansia sebelum diberikan perlakuan antara kelompok intervensi dan kontrol. Hasil penelitian dikatakan setara atau homogen apabila tidak ada perbedaan secara bermakna antara tingkat depresi lansia antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum perlakuan (p > 0,05). Tabel 3. Uji Kesetaraan Tingkat Depresi Lansia Sebelum Perlakuan antara Kelompok Intervensi dan Kontrol pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Variabel Tingkat Depresi
Kelompok Intervensi Kontrol
N 8 8
Z -0,298
p-value 0,815
Berdasarkan Tabel 3, dari hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai Z hitung sebesar 0,298 dengan p-value 0,815. Oleh karena kedua p-value 0,815 > (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sebelum perlakuan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Ini menunjukkan bahwa kedua kelompok dapat dinyatakan setara atau homogen sebelum dilakukan perlakuan. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik pada Kelompok Intervensi. Tabel 4 Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik pada Kelompok Intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Variabel Tingkat Depresi
Perlakuan Sebelum Sesudah
N 8 8
Z -3,000
p-value 0,003
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z hitung sebesar -3,000 dengan p-value sebesar 0,003. Terlihat bahwa p-value 0,003 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
5
kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Tabel 5 Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Variabel
Perlakuan
N
Z
p-value
Tingkat Depresi
Sebelum Sesudah
8 8
-1,000
0,317
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z hitung sebesar -1,000 dengan p-value sebesar 0,317. Terlihat bahwa p-value 0,317 > (0,05), ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat Depresi Lansia Untuk menguji pengaruh ini, dilakukan uji perbedaan tingkat depresi lansia sesudah perlakuan antara kelompok intervensi dan kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Jika terdapat perbedaan diantara kelompok intervensi dan kontrol setelah perlakuan (p-value < 0,05), maka ada pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat depresi lansia, begitupun sebaliknya. Tabel 6 Pengaruh Tingkat Depresi Lansia Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran, 2014 Variabel Tingkat Depresi
Kelompok Intervensi Kontrol
N 8 8
Z -2,379
p-value 0,037
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa dari uji Mann Whitney, didapatkan nilai Z hitung = -2,379 dengan p-value sebesar 0,037. Oleh karena p-value 0,037 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan tingkat depresi lansia sesudah diberikan terapi musik klasik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Unit
6
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Ini juga berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan terapi musik klasik terhadap tingkat depresi pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. PEMBAHASAN Gambaran Depresi Lansia Sebelum Terapi Musik klasik Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat depresi lansia pada kelompok eksperimen sebelum diberikan terapi musik klasik didapatkan bahwa sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 11 lansia (61,1%), 5 lansia (27,8%) mengalami depresi ringan, dan 2 lansia (11,1%) mengalami depresi berat. Begitu juga pada kelompok kontrol di awal penelitian didapatkan bahwa sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 12 lansia (66,7%), 4 lansia (22,2%) mengalami depresi ringan, dan 2 lansia (11,1%) mengalami depresi berat. Dapat diartikan bahwa sebagian besar lansia yang tinggal di panti mengalami depresi sedang. Depresi adalah gangguan yang dapat memadamkan semangat hidup. Ini sering disadari atau dikenali pada lansia dan mempunyai potensi untuk menghancurkan kualitas hidup itu sendiri. Depresi menghilangkan kesenangan, kegembiraan, empati dan cinta. Akhirnya hal ini menyebabkan orang tersebut terisolasi (Lubis, 2009). Lansia kelompok eksperimen dan kontrol sebagian besar mengalami depresi sedang sebanyak 61,1% untuk kelompok eksperimen dan 66,7% untuk lansia pada kelompok kontrol dari hasil kuesioner didapatkan 98,4% lansia mengatakan tidak puas dengan kehidupannya saat ini, 90,9% lansia banyak meninggalkan kegiatan dan minat, 45,5% merasa hidupnya kosong atau hampa, 98% merasa bosan, 36,6% mempunyai semangat yang baik setiap saat, 90,6% merasa takut sesuatu yang buruk terjadi padanya, 27,2% merasa bahagia dengan kehidupannya saat ini, 27,2% merasa tidak berdaya, 81,8% lebih sering di dalam kamar, 72,7% mempunyai masalah dengan ingatan, 63,6% merasa hidupnya menyenangkan, 36,6% merasa hidup penuh semangat, 9% merasa putus asa. Berdasarkan hasil wawancara depresi disebabkan karena perpisahan dengan keluarga, jarang dikunjungi
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
keluarga sehingga sering merasa kesepian, merasa bosan, murung, takut sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya, merasa lemah dan tidak berguna, kehilangan jabatan dan pekerjaan yang menyebabkan lansia merasa rendah diri, tidak dihargai. Selain itu juga disebabkan karena kondisi dan situasi panti yang tidak sama dengan rumahnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kaplan (2010) yang menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya depresi pada lansia yaitu teori psikoedukatif yang merupakan hal-hal yang dipelajari atau diamati individu pada orang tua usia lanjut misalnya ketidakberdayaan mereka, pengisolasian oleh keluarga, tidak ada sanak saudara ataupun perubahan-perubahan fisik yang diakibatkan oleh proses penuaan dapat memicu terjadinya depresi pada usia lanjut. Dukungan sosial yang buruk dihubungkan dengan terjadinya depresi pada lansia. Lansia yang mengalami depresi ringan sebanyak 27,8% pada kelompok intervensi dan 22,2% pada kelompok kontrol dari hasil kuesioner didapatkan 60% lansia menyatakan banyak meninggalkan kegiatan dan minat, 20% merasa hidupnya kosong atau hampa, 80% merasa bosan, 20,6% mempunyai semangat yang baik setiap saat, 80,6% merasa takut sesuatu yang buruk terjadi padanya, 20,2% merasa bahagia dengan kehidupannya saat ini, 40% lebih sering di dalam kamar, 60% mempunyai masalah dengan ingatan, 20% merasa tidak berharga, 20% merasa hidup penuh semangat. Lansia yang mengalami depresi berat sebanyak 11,1% pada kelompok intervensi dan 11,1% pada kelompok kontrol dari hasil kuesioner didapatkan 97,6% lansia mengalami tidak puas dengan kehidupannya saat ini, banyak meninggalkan kegiatan atau minat, merasa hidupnya hampa atau kosong, merasa takut sesuatu yang buruk terjadi padanya, tidak berdaya atau putus asa, lebih sering di dalam kamar, pelupa, merasa tidak berharga, tidak ada harapan hidup, hal ini disebabkan karena kehilangan pekerjaan atau jabatan karena difitnah sehingga akhirnya dia dikeluarkan dari pekerjaannya, kondisi Panti yang tidak sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya, ruang kamar yang sempit, jauh dari keluarga, tidak mempunyai teman di Panti, dimusuhi oleh teman di Panti. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suardiman (2011) yang menyatakan bahwa
depresi pada lansia yang berada di panti ditandai oleh suasana afek depresif, pesimistis, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, gangguan perasaan sedih atau putus harapan, kesepian, tingkat aktivitas rendah, kelelahan fisik, gangguan tidur, gangguan nafsu makan, pandangan masa depan yang suram dan konsentrasi, gangguan membuat keputusan, serta keluhan fisik lainnya. Sebagian besar lansia menyatakan bahwa mereka merasa kesepian, jauh dari keluarga dan jarang dikunjungi yang membuat mereka merasa sedih dan tidak berguna. Sejalan dengan pendapatnya Lueckenotte (2000) yang menyatakan bahwa lansia yang berada dalam Panti dengan berbagai alasan akan merasa kesepian bila tidak ada kegiatan terorganisir dan jarangnya dikunjungi oleh keluarga. Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia. Depresi pada lansia dapat menjadi penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, namun depresi pada lansia bisa diobati dengan beberapa terapi (Lubis, 2009). Salah satu terapi depresi pada lansia yaitu dengan terapi musik klasik, dimana terapi musik klasik yaitu sebagai sebuah aktivitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental fisik, dan kesehatan emosi (Djohan 2009). Gambaran Depresi Lansia Setelah Terapi musik klasik Tingkat depresi lansia pada kelompok eksperimen yang terdiri dari 18 lansia setelah dilakukan terapi musik klasik yaitu didapatkan bahwa 12 lansia (67,7%) mengalami depresi ringan, 6 lansia (33,3%) mengalami depresi sedang. Sedangkan tingkat depresi lansia pada kelompok kontrol yang berjumlah sama dengan kelompok eksperimen yaitu sebanyak 18 lansia pada akhir penelitian didapatkan bahwa 5 lansia (27,8%) mengalami depresi ringan, 12 lansia (66,7%) mengalami depresi sedang, dan 1 lansia (5,5%) mengalami depresi berat. Hasil pengukuran tingkat depresi pada lansia menggunakan Skala Depresi Geriatrik (SDG) setelah dilakukan terapi musik klasik yaitu didapatkan bahwa terdapat penurunan tingkat depresi pada kelompok eksperimen, sedangkan tingkat depresi lansia pada
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
7
kelompok kontrol atau kelompok yang tidak diberikan terapi musik klasik yaitu tidak mengalami perubahan. Data tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan terhadap tingkat depresi pada lansia kelompok eksperimen yaitu kelompok lansia yang diberikan terapi musik klasik, dimana setelah diberikan terapi musik klasik didapatkan 12 lansia (67,7%) mengalami depressi ringan, 6 lansia (33,3%) mengalami depresi sedang serta tidak ada lansia yang mengalami depresi berat yang sebelumnya didapatkan lansia yang mengalami depresi ringan yaitu sebanyak 5 lansia (27,0%), lansia yang mengalami depresi sedang sebanyak 11 lansia (61,1%), lansia yang mengalami depresi sebanyak 2 lansia (11,1%). Lansia kelompok kontrol yaitu lansia yang mengalami depresi namun tidak diberikan terapi musik klasik yaitu sebaliknya tidak menunjukkan adanya perubahan tingkat depresi, karena terapi musik klasik termasuk dalam binaural beat yang akan meransang pusat saraf (otak) tepatnya pada belahan otak kanan, dimana musik ini memiliki nuansa yang sejuk dan lembut. Frekuensi ini berisi pesanpesan subliminal (pesan yang hanya bisa didengar oleh otak bawah sadar), dimana saat sel otak berdengung dalam frekuensi gelombang tetha, manusia akan mulai merasa melayang-layang dan terjadi peningkatan zatzat kimia tubuh yang berguna, salah satunya adalah serotonin. Serotonin berfungsi untuk mengotrol suasana hati sehingga kecemasan, stess, depresi dan kekhawatiran berangsur menghilang (Campbell, 2001). Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Musik klasik Pada Kelompok Eksperimen Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z hitung sebesar -3,000 dengan p-value sebesar 0,003. Terlihat bahwa p-value 0,003 < (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat depresi setelah diberikan terapi musik klasik pada lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Terapi musik klasik yang di berikan pada kelompok perlakuan dapat membuat tubuh 8
lebih rileks sehingga kesulitan mengawali tidur dapat di atasi dengan treatment ini. Sebelum diberikan terapi musik klasik pada klompok eksperimen didapatkan bahwa sebagian besar lansia mengalami depresi sedang yaitu sebanyak 11 lansia (61,1%), 5 lansia (27,8%) mengalami depresi ringan, dan 2 lansia (11,1%) mengalami depresi berat, dari hasil koesioner rata-rata lansia mengatakan bosan dengan kondisi panti yaitu 98%, 98,4% mengatakan tidak puas dengan kehidupannya, lansia juga mengatakan jarang melakukan kegiatan yang ada di panti, setalah diberikan terapi musik klasik terjadi penurunan tingkat depresi pada lansia dari depresi sedang ke depresi ringan,lansia juga mengatakan lebih bersyukur dengan kehidupannya yaitu sebanyak 22%, lansia lebih nyaman dengan kondisi panti dan sebagian besar lansia merasa tidak bosan lagi dengan kehidupan dipanti, lansia juga aktif melakukan kegiatan yang ada di panti. Hal yang sama diperkuat oleh teori Edmont Jacobksen (1920) dan Mentz (2003), bahwa musik klasik memberi respon terhadap ketegangan, respon tersebut menyebabkan perubahan yang dapat mengontrol aktivitas sistem saraf otonom berupa pengurangan fungsi oksigen, frekuensi nafas, denyut nadi, ketegangan otot, tekanan darah, serta gelombang alfa dalam otak sehingga mudah tidur. Terjadinya penurunan tingkat depresi lansia sesudah di lakukan terapi musik klasik didukung juga oleh teori Candace Pert bahwa neuropeptida dan reseptor-reseptor biokimia yang dikeluarkan oleh hypothalamus berhubungan erat dengan kejadian emosi. Sifat riang/rileks mampu mengurangi kadar kortisol, epeneprin-norepineprin, dan hormon pertumbuhan didalam serum (Nicholas & Humenick,2002). Unsur-unsur musik yakni irama, nada dan intensitasnya masuk ke kanalis auditorius telinga luar yang di salurkan ke tulang-tulang pendengaran. Musik klasik mampu mengaktifkan memori yang tersimpan di limbik dan mempengaruhi system syaraf otonom melalui neurotransmitter yang akan mempengaruhi hypothalamus lalu ke hipofisis. Musik yang telah masuk ke kelenjar hipofisis mampu memberikan tanggapan terhadap emosional melalui feedback negative ke kelenjar adrenal untuk menekan pengeluaran hormon stress. Masalah mental berkurang seperti stres berkurang, ketenangan
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
dan menjadi rileks (Nicholas & Humenick, 2002). Dari fakta diatas dapat disimpulkan bahwa lansia yang dilakukan terapi musik klasik dapat menurunkan tingkat depresi yang dialami, sedangkan lansia yang tidak dilakukan terapi musik klasik tidak mengalami perubahan pada tingkat depresi yang dialami. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti diperoleh hasil yang diperoleh cukup memuaskan dengan membandingkan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, maka yang mengalami penurunan tingkat tingkat yaitu pada kelompok perlakuan saja, karena pada kelompok kontrol tidak diberikan terapi musik klasik. Perbedaan Tingkat Depresi Lansia Sebelum dan Setelah Terapi Musik Klasik Pada Kelompok Kontrol Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa dari hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai Z hitung sebesar -1,000 dengan p-value sebesar 0,317. Terlihat bahwa p-value 0,317 > (0,05), hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Lansia kelompok kontrol yaitu kelompok lansia yang mengalami depresi namun tidak diberikan terapi musik klasik, pada awal penelitian lansia kelompok kontrol menunjukkan suasana perasaan sedih, nafsu makan berkurang, merasa hidupnya tidak berharga karena jauh dari kelurga dan jarang dikunjungi, merasa diri lemah dan tidak berguna lagi karena sudah tidak bisa bekerja dan karena penyakit fisik yang dideritanya, merasa kesepian dan tidak punya keluarga seperti kebanyakan orang lain, merasa bahwa orang lain yang tinggal bersama anak dan keluarganya mempunyai hidup yang lebih baik dari dirinya, merasa pelupa dan sulit berkonsentrasi, merasa bahwa hidupnya sudah tidak ada harapan lagi untuk menjadi lebih baik serta merasa takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada dirinya. Tingkat depresi lansia kelompok kontrol pada akhir penelitian tidak mengalami penurunan, tetap menyatakan dan menunujukkan hal yang sama seperti awal penelitian. Sejalan dengan pernyataan Lueckenotte (2000) yang menyebutkan bahwa lansia yang berada dalam Panti dengan berbagai alasan
akan merasa kesepian bila tidak ada kegiatan terorganisir dan jarangnya dikunjungi oleh keluarga. Perasaan ini terjadi akibat terputusnya atau hilangnya interaksi sosial yang merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia. Depresi pada lansia merupakan masalah psikogeriatrik yang sering dijumpai dan perlu mendapat perhatian khusus. Depresi pada lansia bisa menjadi penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dengan kualitas hidup yang jelek, kesulitan dalam fungsi sosial dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, dan meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya (Satria, 2008). Pengaruh Pemberian Terapi Musik klasik Terhadap Depresi Pada Lansia Untuk menguji pengaruh ini, dilakukan uji perbedaan tingkat depresi lansia sesudah perlakuan antara kelompok intervensi dan kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Jika terdapat perbedaan diantara kelompok intervensi dan kontrol setelah perlakuan (p-value < 0,05), maka ada pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat depresi pada lansia, begitupun sebaliknya. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa dari uji Mann Whitney, didapatkan nilai Z hitung = -2,379 dengan p-value sebesar 0,037. Oleh karena p-value 0,037 < (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap tingkat depresi pada lansia sesudah diberikan terapi musik klasik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Setelah pemberian terapi musik klasik lansia menyatakan bahwa mereka merasa lebih tenang dengan hidupnya, merasa hidupnya berarti dan berharga karena masih banyak orang yang nasibnya tidak lebih baik dari mereka yang tinggal di Panti. Sedangkan tingkat depresi lansia kelompok kontrol pada akhir penelitian tidak mengalami perubahan, tetap menyatakan dan menunujukkan hal yang sama seperti awal penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa terapi musik klasik mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tingkat depresi lansia. Musik merupakan getaran udara harmonis yang di tangkap oleh organ pendengaran dan
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
9
melalaui saraf di dalam tubuh kita, serta disampaikan ke susunan saraf pusat. Gelombang suara musik yang dihantar ke otak berupa energi listrik melalui jaringan Syaraf yang akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas frekwensi alfa, beta, tetha, dan delta. Gelombang alfa membangkitakan relaksasi, beta terkait dengan aktivitas mental, gelombang tetha di kaiktan dengan situasi sters,depresi dan upaya kreativitas. Sedangkan gelombang delta di hubungkan dengan situasi mengantuk. Suara musik yang di dengar dapat mempengaruhi frekwensi gelombang otak sesuai dengan jenis musik. Musik yang didengar melalui telinga akan distimulasi ke otak, kemudian di otak, musik tersebut akan diterjemahkan menurut jenis musik dan target yang akan distimulasi. Menurut (Campbell, cit, Rachmawati, 2005), musik berinteraksi pada suatu tingkat organik dengan berbagai macam struktur syaraf. Musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemusian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah melalui sistem syaraf dan kelenjar yang selanjutnya mengorganisasikan interprestasi bunyi kedalam ritme internal pendengarannya.(Reowijiko, cit Rachmawati 2005), menjelaskan bahwa gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energi listrik melalui jaringan syaraf akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas fekuensi alfa, beta, theta, dan delta. Gelombang alfa membangkitkan relaksasi, gelombang beta terkait dengan aktifitas mental, gelombang tetha dikaitkan dengan situasi stres dan upaya kreatifitas, sedangkan gelombang delta dihubungkan dengan situasi mengantuk. Suara musik yang didengar, dapat mempengaruhi frekuensi gelombang otak sesuai dengan jenis musiknya. Lansia yang pada kelompok intervensi menyatakan bahwa setelah diberikan terapi musik klasik menjadi lebih tenang dan merasa lebih nyaman dimana Musik sebagai stimulus memasuki sistem limbik yang mengatur emosi, dari bagian tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik sebagai tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi tubuh, degup jantung, sirkulasi nafas, dan peredaran nafas pun menjadi tenang dan Perilaku individupun menjadi tenang pula ,hal ini dirasakan oleh lansia yang diberikan terapi musik dimana para lansia yang diberikan musik klasik tampak 10
lebih tenang dan menikmati alunan melodi serta ritme musik yang diberikan. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat depresi lansia tidak ikut dikendalikan seperti rasa kesepian karena perpisahan dengan keluarga, jarang dikunjungi keluarga, tidak nyaman dengan teman-teman di wisma serta kondisi panti yang tidak sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya,faktor lain ialah suara berisik dari lingkungan sekitar (pedagang) sehingga dapat mengganggu proses penelitian, meskipun diberikan terapi musik klasik masih terdapat lansia yang mengalami depresi. KESIMPULAN
Tingkat depresi sebelum diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagian besar pada katagori sedang yaitu 61,7% pada kelompok intervensi dan 66,7% pada kelompok kontrol. Tingkat depresi sesudah diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi sebagian besar pada katagori ringan yaitu 66,7%, sedangkan pada kelompok kontrol pada kategori sedang (66,7%). Ada perbedaan terhadap tingkat depresi lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada kelompok intervensi (pvalue 0,003) di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Tidak ada perbedaan terhadap tingkat depresi lansia pada kelompok kontrol di akhir penelitian (p-value 0,815) di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran . Ada pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat depresi lansia (p-value 0,037 < (0,05) di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran . SARAN Bagi Perawat, Tenaga Kesehatan lainnya dan Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo, penelitian ini diharapkan petugas panti lebih memperhatikan keadaan lansia dan meningkatkan pelayanan kesehatan pada lansia
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
yang mengalami depresi dengan salah satu alternatif intervensi yaitu Terapi musik klasik. Bagi Lansia, hendaknya para lansia lebih berperan aktif dalam setiap kegiatan yang diadakan di panti untuk mengurangi terjadinya depresi. Bagi Peneliti selanjutnya, diharapkan dalam penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia dapat dilakukan dengan ikut meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya depresi seperti lingkungan sekitar. DAFTAR PUSTAKA American Musik Therapy Association.2006. Music Therapy in The Treatment and Managemen to fpain .http://www.musictherapy.orgfactsheets.p ain.pdf. Diakses 02 januari 2010 Azizah, Lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu. Bress, K. K. (2008). The everything health guide to depression. Avon : Adams Campbell, Don. (2001) Efek Mozart: Memanfaatkan kekuatan Musik Untuk Tubuh. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nicholas & Humenick. 2002. Cara Kerja Musik Sebagai Terapi. Jakarta : Salemba Medika. Nita. 2008. Penatalaksanaan Yogyakarta: Graha Ilmu.
Depresi.
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Nugroho, W. (2000). Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC Nursalam, P.S. (2003). Pendekatan praktis metodologi riset keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Nursalam. (2011). Kosep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan : Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Pandoe, Wing. 2006. Musik terapi. http://www.my-opera.com/paw. Diakses 03 maret 2010 Potter. P. A. dan Perry, A.G. (2005). Fundamental of nursing: concept, process,and practice. 4/E (Terj. Yasmin Asih, et al). Jakarta : EGC
Darmodjo & Martono. 2004. Buku Ajar: Geriatrik (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta : FKUI.
Rahmawati, Irma. 2008. Perbedaan Tingkat setres Sebelum dan sesudah Terapi Musik Pada Kelompok Remaja. Fik Universitas Padjajaran.
Djohan. 2006. Terapi Musik teori dan aplikasi. Yogyakarta. Galangpress.
Rochman & Aswin. 2001. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.
Halim, Samuel.,2007. Efek Mozart dan terapi musik dalam dunia kesehatan. hhtp://www.tempo.co.id/medika. Diakses 03 maret 2010.
Stanley dan Beare. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik ed. 2. Alih bahasa Juniarti dan
Kaplan dan Sadock. 2010. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Alih bahasa Wicaksana. Jakarta : Widya Medika.
Suardiman, S. P. (2011). Psikologi usia lanjut. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Kuntjoro. 2002. Depresi pada Lanjut Usia. http://www.e-Psikologi.com. 20 september 2007
Sugiyono. (2007). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Lubis, N. L. (2009). Depresi psikologis. Jakarta : Kencana.
Sumirta, I. N. (2008). Hubungan antara aktivitas fisik dengan depresi pada lansia di panti pelayanan lanjut usia “Wana Seraya” Denpasar. Retrieved 2 Oktober,2011, from http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal.
tinjauan
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic nursing. St-Louis : Mosby-Year Book Inc Maryam, dkk. 2011. Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC.
Kurnianingsih. Jakarta: EGC.
Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang
11