PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGERINGAN TERHADAP AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA BUBUK KULIT MANGGIS (Garcinia Mangostana L.) Effect Of Temperature And Drying Time On Antioxidant Activity In Mangosteen Rind Powder (Garcinia Mangostana L.) Susinggih Wijana1, Sucipto1, Lia Meika Sari2, Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya 2Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fakultas Teknologi Pertanian-Universitas Brawijaya Jl. Veteran-Malang 65145 *email:
[email protected]
1Staff
ABSTRAK Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu pengeringan terhadap aktivitas antioksidan bubuk kulit manggis. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah suhu pengeringan 60, 75, dan 90 oC. Faktor 2 adalah waktu pengeringan 4, 6, dan 8 jam. Perlakuan diulang 3 kali. Uji fisik dan kimia meliputi rendemen, kadar air, dan aktivitas antioksidan. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisa sidik ragam ANOVA. Apabila hasil analisis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Pemilihan perlakuan terbaik berdasarkan aktivitas antioksidan tertinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, dan aktivitas antioksidan. Bubuk kulit buah manggis perlakuan terbaik adalah pengeringan dengan suhu 75oC dan waktu 4 jam. Rerata nilai IC50 perlakuan terbaik 40,692 ppm, rendemen 33,46%, dan kadar air 6,95%. Kata Kunci : Aktivitas Antioksidan, Bubuk Kulit Manggis, Suhu, Waktu ABSTRACT The aims of research was to determine the effect of temperature and drying time on antioxidant activity of powdered mangosteen rind. This study uses a Randomized Block Design with two factor. The first factor is drying temperature 60,75, and 90oC. The second factor is drying time 4,6, and 8 hours. Combination of treatment repeated three times. Physical and chemical test includes of yield, water content and antioxidant activity. The data obtained were tested using ANOVA. If the result of analysis showed significantly different, continued with test of Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Selection of the best treatment based on the highest antioxidant activity. The results showed that temperature and drying time significantly affect yield, water content, and antioxidant activity mangosteen rind powder. Powder mangosteen rind best treatment based on temperature 75oC and drying time of 4 hours. The mean value IC50 best treatment 40.692 ppm, yield 33.46%, and water content 6.95%. Keywords: Antioxidant Activity, Mangosteen Rind Powder, Temperature, Time PENDAHULUAN Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura Indonesia yang menjadi fokus peningkatan produksi oleh Kementerian Pertanian. Hal ini dapat dilihat dari ekspor buah-buahan Indonesia yang salah satunya didominasi oleh komoditas buah manggis. Pada tahun 2012, kontribusi nilai ekspor manggis terhadap total ekspor 26 jenis buahbuahan nasional adalah sebesar 9,64 % (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013). Menurut data Badan Pusat Statistik (2013), laju peningkatan produksi manggis pada
periode 2011-2012 cukup tinggi, yaitu mencapai 61,82%. Pada tahun 2011 produksi buah manggis sebesar 117.595 ton dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 190.294 ton. Banyuwangi merupakan sentra produksi buah manggis terbesar di Jawa Timur. Manggis merupakan salah satu buah unik yang memiliki keunggulan pada kulitnya. Di dalam kulit buah manggis terkandung nutrisi, seperti karbohidrat (85,50%), protein (3,02%), dan lemak (6,45%). Selain itu, kulit buah manggis juga mengandung senyawa yang berperan
sebagai antioksidan diantaranya antosianin 5,7– 6,2mg/g, sedangkan xanton dan turunannya 0,7-34,9 mg/g (Permana, 2010). Menurut Weecharangsan et al. (2006), ekstrak kulit buah manggis mempunyai potensi menangkap radikal bebas. Selain itu, kulit buah manggis juga memiliki manfaat sebagai antikanker, pengobatan penyakit jantung, antiinflamasi, antibakteri dan antiaging. Buah manggis merupakan salah satu buah tropis yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Pada masa panen, limbah kulit buah manggis melimpah dan terbuang siasia. Padahal berdasarkan penelitian Iswari dan Sudaryono (2007), komponen seluruh buah manggis yang paling besar adalah kulitnya yakni 70-75%, sedangkan daging buahnya hanya 10-15% dan bijinya 15-20%. Oleh karena itu perlu adanya pemanfaatan kulit buah manggis menjadi berbagai produk fungsional. Salah satu masalah penanganan kulit buah manggis adalah singkatnya umur simpan karena tingginya kadar air yang tedapat pada kulit buah manggis. Kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya mikroba yang akan menyebabkan kulit buah manggis membusuk. Selain itu apabila tidak ada penanganan, kulit buah manggis ini akan mengalami proses enzimatik sehingga dapat mengurangi atau bahkan merusak senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat pada kulit buah manggis. pengeringan merupakan suatu proses menghilangkan kandungan air dalam produk. Menurut Winarno (2002), suhu dan lama pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan. Kondisi tersebut disebabkan proses pengeringan mengakibatkan rusaknya zat aktif yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Pada penelitian ini, kulit manggis akan diolah menjadi produk bubuk. Produk dalam bentuk bubuk memiliki beberapa kelebihan diantaranya terbebas dari pengotor, umur simpan panjang, mudah dalam penyimpanan, dan transportasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas produk adalah suhu dan waktu pengeringan. Menurut Gaman dan Sherrington (2002), hal yang paling penting adalah suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi, karena akan menyebabkan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki pada bahan pangan, seperti
hilang atau rusaknya komponen flavor serta terjadi pengendapan pada saat bubuk dilarutkan dalam air. Karena itu kombinasi suhu dan waktu pengeringan diharapkan mampu menghasilkan produk bubuk kulit buah manggis dengan aktivitas antioksidan yang tinggi. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penlitian ini diantaranya adalah kulit manggis basah dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah DPPH, aquades, metanol. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini diantaranya adalah tunnel dryer, panci, timbangan digital, pisau stainless steel, stopwatch, blender merk Philips dengan kecepatan pisau 11.000–18.000 rpm. Alat yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah oven, alumunium foil, neraca analitik, erlenmeyer, labu ukur, rak dan tabung reaksi, beaker glass, pipet volum, pipet tetes, pengaduk, vortex, corong, spektrometer sinar tampak, timbangan digital. Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan. Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor 1 adalah suhu pengeringan yang terdiri dari 3 level yaitu 60, 75, dan 90oC. Faktor 2 adalah waktu pengeringan yang terdiri dari 3 level yaitu 4, 6, dan 8 jam. Sampel dari setiap perlakuan diuji kimia dan fisik yang meliputi rendemen, kadar air dan aktivitas antioksidan. Proses Pengeringan Kulit Buah Manggis Kulit buah manggis segar dicuci untuk dibersihkan dari kotoran. Ditiriskan sekitar 20 menit, kemudian dipotong kecil-kecil dengan panjang ±1 cm. Ditimbang untuk mengetahui berat awal. Kulit buah manggis dikeringkan dengan menggunakan tunnel dryer selama 4, 6, dan 8 jam dengan suhu 60, 75, dan 90oC. Kulit manggis kering ditimbang kembali untuk mengetahui berat akhir. Kulit buah manggis diblender dengan kecepatan pisau 11.000-18.000 rpm selama 10 menit. Bubuk kulit manggis disaring dengan ayakan 60 mesh selama 10 menit. Kemudian dilakukan analisa rendemen, kadar air, dan aktivitas antioksidan.
Anlisa Hasil Penelitian Sampel dari masing-masing perlakuan diuji sifat kimia dan fisik. Analisa kimia dan fisik meliputi rendemen, kadar air, dan aktivitas antioksidan. Data kimia dan fisik yang berupa data kuantitatif yang dianalisa menggunakananalisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan. Apabila dari hasil tersebut menunjukkan adanya beda nyata, maka dilakukan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Pemilihan perlakuan terbaik didasarkan pada aktivitas antioksidan tertinggi. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Baku Bahan Baku yang digunakan adalah kulit buah manggis segar yang selanjutnya dikeringkan dan ditepungkan. Parameter yang dianalisa terhadap kulit buah manggis basah diantaranya adalah kadar air dan aktivitas antioksidan. Data analisa kulit buah manggis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komponen Kimia Bahan Baku Kulit Buah Manggis No 1 2 3 4
Parameter Hasil Analisa Kadar Air (%) 42,33 Nilai IC50 (ppm) 25,621 Kadar antosianin (mg/100g) Total fenol (ppm GAE) -
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui kadar air kulit buah manggis yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian ini sebesar 42,33%. Perbedaan tingkat kadar air ini dapat disebabkan karena berbagai faktor diantaranya perbedaan varietas, tempat tumbuh, faktor iklim dan cuaca, tempat penanaman dan lain sebagainya. Rerata nilai IC50 pada kulit buah manggis yang digunakan sebagai bahan baku sebesar 25,621 ppm. Menurut Molyneux (2004), parameter yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah IC50, yang didefinisikan sebagai konsentrasi senyawa antioksidan yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Semakin kecil nilai IC50 maka senyawa tersebut mempunyai keefektifan sebagai penangkap radikal yang lebih baik. Menurut Kurniawati dkk. (2010), kualitas buah manggis juga mempengaruhi aktivitas antioksidan pada kulitnya. Buah dengan kulit burik akibat serangan hama atau kerusakan fisik membutuhkan peran xanton
sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah stres, sehingga setelah dilakukan uji dengan menggunakan DPPH kulit burik memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibanding kulit buah yang mulus. Aktivitas antioksidan pada kulit buah manggis diperoleh dari senyawa fenol yang terkandung pada kulit buah manggis seperti xanton, antosianin, serta senyawa fenol lainnya. Pernyataan tersebut di dukung oleh penelitian Supriyanti (2010), kadar antosianin pada kulit buah manggis segar sebesar 593 ppm. Keberadaan senyawa Fenol pada kulit buah manggis tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Chaovanalikit et al. (2012), total fenol kulit buah manggis sebesar 29304,9 ppm. Rendemen Rendemen tinggi berpengaruh terhadap kuantitas bubuk kulit buah manggis. Hasil analisa rerata rendemen bubuk kulit manggis akibat perlakukan suhu pengeringan dan waktu pengeringan berkisar antara 23,53 % - 37,68%. Grafik rerata dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Grafik Rerata Rendemen Bubuk Kulit Manggis
suhu pengeringan 60 oC rendemen bubuk kulit buah manggis cenderung tinggi dan mulai menurun pada suhu 75 oC. Rendemen bubuk kulit manggis menurun drastis pada suhu 90oC. Waktu pengeringan juga memiliki pengaruh terhadap rendemen bubuk kulit buah manggis. Grafik rerata rendemen bubuk kulit manggis akibat perlakuan suhu dan waktu pengeringan menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin rendah rendemen. Begitu pula dengan waktu pengeringan, semakin lama waktu pengeringan maka semakin rendah pula rendemen bubuk kulit manggis. Hal tersebut didukung dengan pendapat Winarno (1993), yang menyatakan bahwa proses
pengeringan menyebabkan kandungan air selama proses pengolahan berkurang sehingga mengakibatkan penurunan rendemen. Penurunan rendemen disebabkan semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan kandungan air yang teruapkan akan lebih banyak sehingga mengakibatkan rendemen yang dihasikan menurun. Perbedaan rendemen dipengaruhi oleh kandungan air suatu bahan pangan. Rahmawati (2008), menyatakan bahwa semakin kecil kadar air suatu bahan akan berakibat pada semakin kecilnya bobot air yang terkandung dalam bahan tersebut. Air yang terkandung dalam suatu bahan merupakan komponen utama yang mempengaruhi bobot bahan, apabila air dihilangkan maka bahan akan lebih mampat dan lebih ringan sehingga mempengaruhi rendemen produk akhir. Rerata rendemen bubuk kulit buah manggis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rerata Rendemen Bubuk Kulit Manggis Suhu (oC) 60 60 60 75 75 75 90 90 90
Perlakuan Waktu (Jam) 4 6 8 4 6 8 4 6 8
Rerata Rendemen (%) 37,680 f 35,667 e 35,550 e 33,460 d 32,367 d 30,253 c 29,363 c 26,537 b 23,527 a
Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu berbeda nyata terhadap rendemen, begitu pula dengan perbedaan waktu pengeringan. Perbedaan suhu dan waktu pengeringan menunjukkan adanya interaksi diantara keduanya sehingga dilanjutkan dengan uji DMRT. Hal tersebut sejalan dengan literatur Yuniarti dkk. (2010), bahwa suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen suatu bahan karena dapat berpengaruh terhadap turunnya kadar air suatu bahan pangan Kadar Air Analisis rerata kadar air pada bubuk kulit manggis dapat dilihat pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa semakin meningkatnya suhu dan waktu pengeringan, maka kadar airnya akan cenderung menurun. Kadar air pada bubuk kulit
manggis berkisar antara 3,74% - 8,78 %. Menurunnya kadar air disebabkan karena semakin tingginya suhu dan lamanya waktu pengeringan maka semakin banyak molekul air yang menguap. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Rachmawan (2001), bahwa semakin tinggi suhu, semakin besar energi panas yang dibawa udara sehingga semakin banyak jumlah massa cairan yang diuapkan.
Gambar 2 Grafik Rerata Kadar Air Bubuk Kulit Manggis
Berdasarkan grafik rerata kadar air dapat diketahui bahwa pada suhu pengeringan 60 oC kadar air masih tergolong tinggi, sedangkan pada suhu 75 oC kadar air mulai menurun. Dibandingkan dengan suhu pengeringan 60 oC dan 75 oC, suhu pengeringan 90 oC memiliki kadar air yang paling rendah. Kadar air pada suhu pengeringan 90 oC hanya berkisar antara 3,74 % hingga 4,79%. Selain suhu, waktu pengeringan juga memegang peranan penting dalam menentukan kadar air suatu bahan. Semakin lama suatu bahan kontak langsung dengan panas, maka kandungan air juga akan semakin rendah. Sejalan dengan pendapat Taib et al. (1997) dalam Fitriani (2008), bahwa kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar seiring dengan meningkatnya suhu udara pengering yang digunakan dan makin lamanya proses pengeringan, sehingga kadar air yang dihasilkan semakin rendah. Rerata kadar air disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rerata Kadar Air Bubuk Kulit Manggis Suhu (oC) 60 60 60 75 75 75 90 90 90
Perlakuan Waktu ( Jam) 4 6 8 4 6 8 4 6 8
Rerata Kadar air (%) 8,78 i 8,30 h 7,90 g 6,95 f 6,09 e 5,17 d 4,79 c 4,36 b 3,74 a
Keterangan: *Notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu berbeda nyata terhadap kadar air, begitu pula dengan perbedaan waktu pengeringan. Perbedaan suhu dan waktu pengeringan menunjukkan adanya interaksi diantara keduanya sehingga dilanjutkan dengan uji DMRT. Sejalan dengan pernyataan Riansyah dkk. (2013), setiap kenaikan suhu dan waktu pengeringan yang diberikan akan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perpindahan air pada bahan. Aktivitas Antioksidan Antioksidan memiliki kemampuan untuk menetralisir radikal bebas, sehingga mampu melindungi tubuh dari kerusakan stres oksidatif dan menghambat terjadinya penyakit degeneratif (Mayes, 2003). Kulit buah manggis memiliki aktivitas antioksidan cukup tinggi. Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50 yaitu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH. Uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH terhadap masing-masing perlakuan bubuk kulit manggis dengan konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 ppm. Pembuatan konsentrasi sampel digunakan untuk memperoleh nilai IC50. Penghambatan 50% tersebut diperoleh dari kurva antara presentase inhibisi terhadap konsentrasi sampel dari persamaan regresi. Aktivitas antioksidan berbanding terbalik dengan nilai IC50, semakin rendah nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Menurut Armala (2009), besarnya nilai IC50 bukan mewakili besarnya kandungan antioksidan pada bahan, tetapi hanya menggolongkan tingkat kekuatan antioksidan. Grafik rerata IC50 pada bubuk kulit manggis disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Grafik Rerata Nilai IC50 Bubuk Kulit Manggis
Aktivitas antioksidan bubuk kulit buah manggis cenderung tinggi pada awal pengeringan suhu 60 oC dan kembali menurun pada waktu pengeringan 8 jam. Aktivitas antioksidan kembali meningkat pada awal pengeringan suhu 75oC, serta terus mengalami penurunan pada suhu 90 oC. Selain suhu, waktu pengeringan juga berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan bubuk kulit manggis. semakin lama waktu pengeringan maka aktivitas antioksidan juga akan semakin menurun. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Winarno (2002), Suhu dan lama pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas antioksidan. Kondisi tersebut disebabkan proses pengeringan mengakibatkan rusaknya zat aktif yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Aktivitas antioksidan bubuk kulit buah manggis cenderung tinggi pada suhu 60 oC waktu 4 dan 6 jam. Hal tersebut diduga dikarenakan reaksi enzimatis mulai berkurang pada suhu 60 oC dan mulai berhenti pada pengeringan suhu 75 oC. Waktu pengeringan yang relatif singkat yaitu 4 jam juga masih dapat mempertahankan senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat pada bubuk kulit manggis, sehingga pada suhu 75 oC dan waktu pengeringan 4 jam menunjukkan aktivitas antioksidan tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suvarkuta (2010), proses denaturasi enzim pada xanton mulai terjadi pada suhu 50 oC, dengan demikian kerusakan xanton akibat reaksi enzimatis dapat dihentikan. Diperkuat dengan pernyataan Winarno (1983), bahwa hampir semua enzim mempunyai aktivitas optimal pada suhu 30 oC sampai dengan 40 oC dan denaturasi mulai terjadi pada suhu 45 oC serta pada suhu tinggi laju inaktivasi enzim cepat sekali, sehingga reaksi enzimatik praktis berhenti (tidak berlangsung). Pada suhu tinggi dan waktu pengeringan yang lama menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan pada bubuk kulit buah manggis. Pada pengeringan suhu 75 oC waktu 8 jam sampai suhu 90 oC waktu 8 jam aktivitas antioksidan terus menurun. Hal ini karena suhu tinggi dan waktu pengeringan yang lama dapat merusak senyawa antosianin dan bioaktivitasnya. Menurut Mardawati dkk. (2008), selain xanton senyawa yang berperan sebagai
antioksidan pada kulit buah manggis adalah antosianin. Menurut Winarno (2002), antosianin memiliki sifat tidak tahan panas. Rerata nilai IC50 disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Rerata Nilai IC50 Bubuk Kulit Manggis Perlakuan Suhu (oC) Waktu ( Jam) 60 4 60 6 60 8 75 4 75 6 75 8 90 4 90 6 90 8
Rerata Nilai IC50 (ppm) 57,203 c 52,752 b 61,555 d 40,692 a 60,907 d 66,400 e 68,089 f 69,451 g 72,006 h
Keterangan: *notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5%.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan suhu berbeda nyata terhadap aktivitas antioksidan, begitu pula dengan perbedaan waktu pengeringan. Perbedaan suhu dan waktu pengeringan menunjukkan adanya interaksi diantara keduanya sehingga dilanjutkan dengan uji DMRT. Secara umum samakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pengeringan aktivitas antioksidannya semakin rendah. Menurut Jaya dkk. (2011), nilai IC50 pada teh hitam dan gambir berturut-turut 311,54 ppm dan 88,57 ppm. Hasil penelitian Rizki dkk. (2015), aktivitas antioksidan daun cincau hijau sebesar 182 ppm. Aktivitas antioksidan kulit buah manggis lebih tinggi jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan pada teh hitam, gambir dan cincau hijau. Hal tersebut diketahui dari nilai IC50 kulit buah manggis lebih rendah jika dibandingkan dengan teh hitam dan gambir. Tingkat kekuatan antioksidan menggunakan metode uji DPPH yang digolongkan menurut IC50 dapat disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Tingkat Kekuatan Antioksidan Metode DPPH Intensitas Sangat Kuat Kuat Sedang Lemah
Nilai IC50 < 50 50-100 101-150 >150
Sumber : Armala (2006)
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa IC50 pada bubuk kulit manggis memiliki intensitas dari sangat kuat sampai kuat, yaitu berkisar antara 40,692 ppm sampai 72,006 ppm.
Pemilihan Perlakuan Terbaik Hasil Rekapitulasi setiap perlakuan berdasarkan sifat fisiko-kimia disajikan pada Tabel 6. Rata- rata aktivitas antioksidan sendiri berkisar antara 40,692 ppm–72,006 ppm, rata–rata rendemen berkisar antara 23,527%-37,680%, sedangkan kadar air berkisar antara 3,74 % - 8,78 %. Tabel 6 Rekapitulasi Karakteristik Fisiko – Kimia Perlakuan Suhu (oC) 60 60 60 75 75 75 90 90 90
Nilai IC50 Rendemen (ppm) (%)
Waktu (Jam) 4 6 8 4 6 8 4 6 8
57,203 52,752 61,555 40,692 60,907 66,400 68,089 69,451 72,006
37,680 35,667 35,550 33,460 32,367 30,253 29,363 26,537 23,527
Kadar Air (%) 8,78 8,30 7,90 6,95 6,09 5,17 4,79 4,36 3,74
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh dari perlakuan pengeringan suhu 75 oC dan waktu 4 jam. Begitu pula dengan rendemen yang dihasilkan pada suhu dan waktu pengeringan tersebut masih tergolong tinggi. Oleh karena itu, pengeringan pada suhu 75 oC dan waktu 4 jam ditetapkan sebagai perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik dari hasil pengamatan fisiko-kimia bubuk kulit buah manggis adalah perlakuan pengeringan suhu 75 oC dan waktu 4 jam. Parameter yang digunakan untuk pemilihan perlakuan terbaik adalah aktivitas antioksidan tertinggi yaitu 40,692 ppm. Pada perlakuan tersebut rendemen yang dihasilkan 33,46% serta kadar air 6,95 %. Setelah dilakukan pemilihan perlakuan terbaik selanjutnya dibandingkan dengan literatur. Perbandingan kualitas kimia dan fisik bubuk kulit manggis perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan Kualitas Bubuk Kulit Manggis Perlakuan Terbaik Jenis Uji Rendemen Kadar Air Aktivitas Antioksidan
Perlakuan Terbaik Bubuk Kulit Manggis 33,46 % 6,95 % 40,692 ppm
Literatur a 29,6 % b 8% 44,49 ppm c
Keterangan: a. Farida dan Nisa (2014) b. Syarat mutu SNI teh kering SNI 3836-2013 c. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2012)
Nilai rerata IC50 bubuk kulit manggis pada perlakuan terbaik telah memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (2012), dengan nilai IC50 maksimal 44,49 ppm, sedangkan nilai IC50 pada perlakuan terbaik sebesar 40,692 ppm. Rendemen bubuk kulit manggis perlakuan terbaik lebih tinggi jika dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan pada penelitian Farida dan Nisa (2014), dengan menggunakan suhu dan waktu pengeringan yang sama yaitu 29,6 %. Begitu pula kadar air perlakuan tersebut telah memenuhi syarat mutu SNI teh kering SNI 3836-2013 dengan kadar air maksimum 8%, sedangkan kadar air yang dihasilkan pada perlakuan terbaik sebesar 6,95%. Potensi Buah Manggis Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman yang banyak tersebar di negara tropis termasuk Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, Indonesia telah memproduksi buah manggis sebanyak 84.538 ton. Porsi buah manggis yang dapat dikonsumsi hanya 2030%, dan sisanya berupa kulit, sehingga terhitung sebanyak 59–67 ribu ton kulit manggis terbuang pada tahun 2010. Pohon manggis di wilayah Jawa Timur tersebar di beberapa Kabupaten diantaranya Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, Jombang dan Madiun. Menurut Departemen Pertanian (2013), produksi buah manggis terbesar adalah Kabupaten Banyuwangi. Data produksi buah manggis tahun 2012 – 2013 di beberapa Kabupaten di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 8.
Berdasarkan Tabel 8 pada tahun 2013 produksi buah manggis di Banyuwangi sebesar 6.428 ton. Menurut Dinas Pertanian Banyuwangi (2013), peningkatan produksi buah manggis di Banyuwangi periode 20122013, disebabkan adanya perluasan lahan manggis sekitar 900 hektar. Seiring dengan meningkatnya target Dinas Pertanian untuk meningkatkan produksi buah manggis, maka penanaman buah manggis mulai berubah dari skala hutan menuju skala perkebunan. Dalam perhitungan potensi kulit manggis kering dibutuhkan proporsi komponen buah manggis. Perhitungan proporsi komponen buah manggis dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Proporsi Buah Manggis No 1 2 3
Bagian Kulit Daging Biji
Rerata Berat (g) 356,96 65,30 76,18
Proporsi (%) 71,02 13,74 15,24
Sumber: Data Primer (2015)
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa dari 500 g buah manggis segar setelah dipisahkan antara kulit, daging dan biji masing-masing memiliki rerata berat sebesar 356,96 g, 65,30 g dan 76,18 g. Bagian paling besar terdapat pada kulitnya yaitu dengan presentase sebesar 71,02%, sedangkan daging dan bijinya masing-masing sebesar 13,74% dan 15,24%. Sebanding dengan penelitian Iswari dan Sudaryono (2007), bahwa komponen seluruh buah manggis yang paling besar adalah kulitnya yakni 7075%, sedangkan daging buahnya hanya 10-15% dan bijinya 15-20%. Lebih jelasnya komponen buah manggis dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 8 Produksi Buah Manggis Jawa Timur Kabupaten/ Kota Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Malang Lumajang Jember Banyuwangi Probolinggo Pasuruan Jombang Madiun
Produksi (Ton) 2012 2013 30 48 115 22 813 1520 49 63 700 1539 1454 765 1499 878 323 2051 1787 6428 74 265 114 150 1,315 1 66 16
Sumber : Departemen Pertanian (2015)
Gambar 4 Grafik Proporsi Buah Manggis Komponen terbesar buah manggis terletak pada kulitnya, sehingga sangat potensial apabila kulit buah manggis diolah menjadi suatu produk. Perhitungan potensi
kulit buah manggis kering di Banyuwangi seperti pada Tabel 10. Menurut Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Banyuwangi pada tahun 2013, sebesar 20% dari produksi buah manggis di Banyuwangi dikirim ke luar negeri. Potensi buah manggis di Banyuwangi yang dipasarkan untuk lokal pada tahun 2013 sebesar 5.142,4 ton dan diasumsikan bahwa 25% dijadikan produk olahan. Tabel 10 Potensi Kulit Manggis Kering di Banyuwangi No 1 2 3 4 5
Uraian Buah manggis untuk produk olahan Presentase kulit buah manggis Berat kulit buah manggis basah Rendemen kulit manggis kering perlakuan terbaik Potensi kulit manggis kering
Volume 1285,6 Ton 71,02% 913,03312 Ton 33,46% 305,500 Ton
Ketersediaan kulit manggis di Banyuwangi merupakan limbah yang belum termanfaatkan dengan maksimal, padahal Banyuwangi merupakan salah satu kota yang memiliki potensi cukup besar untuk mengembangkan industri pengolahan kulit buah manggis. Banyuwangi mampu menghasilkan bubuk kulit manggis kering sebesar 305,500 ton/tahun. Jika di Banyuwangi saja mampu menghasilkan kulit manggis sebesar 305,500 ton/tahun, maka akan sangat membantu industri pengolahan kulit manggis apabila kulit manggis dimanfaatkan secara maksimal di seluruh Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kulit manggis merupakan limbah yang sangat berpotensi sebagai bahan baku minuman fungsional. Potensi Olahan Buah Manggis DaIam penelitiannya Iswari (2010), menemukan teknik pengolahan sirup buah manggis, baik secara industri maupun rumah tangga. Sirup dengan bahan utama bubur buah manggis, bahan tambahan (% bahan baku) terdiri dari air 38,46%, gula 70%, fruktosa 2,76%, asam sitrat 0,07%, maltodextrin 0,1% dan garam 0,14%, merupakan formulasi terbaik dengan skor penampakan 4,8 (sangat suka), skor rasa 4,6 (sangat suka), dan viskositas 0,3644 poise.Kandungan gizi sirup buah manggis dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai Gizi Sirup Manggis Setiap100 ml No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Uraian Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (mg) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B6 (mg) Vitamin C (mg) Calsium (mg) Besi (mg) Fosfor (mg) Energi (k kal/100 g sirup)
Nilai 11,5 4,1 4 26,55 1,29 0,43 35,3 21,15 3,13 10,3 134
Sumber : Iswari (2010)
Dalam hal pemasaran, Tridjaya (2003) melaporkan bahwa Jepang dan Singapura merupakan pasar yang potensial untuk produk olahan manggis. Negara-negara lain seperti Uni Emirat Arab, Saudi Arabia, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa juga merupakan pasar yang menjanjikan karena ke depan negara-negara di dunia cenderung menyukai produk minuman alami seperti juice, koktel, dan sirup (Gregory, 2005). Analisis ekonomi sirup buah manggis dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Analisis Ekonomi Sirup Buah Manggis Uraian
Kebutuhan
Modal : Buah manggis 40 kg Gula 28 kg Botol kemasan 87 buah Label 87 lembar Bahan tambahan Gas (15 menit) Listrik Tenaga Kerja 3 orang Jumlah Modal Penjualan: 87 Botol @ 500 ml Keuntungan Rasio B/C
Harga satuan (Rp)
Jumlah (Rp)
5.000 6.300 1.500 200 65.000 25.000
200.000 176.400 130.500 17.400 20.000 6.000 7.000 75.000 632.300
13.500
1. 174.500 542.200 1,86
Sumber : Iswari ( 2010)
Menurut Gittinger (1986) dalam Munir dkk. (2004), menyatakan bahwa suatu usaha pertanian dengan nilai rasio B/C > 1 berarti usaha tersebut layak untuk dilakukan. Nilai B/C 1,86 menunjukkan bahwa setiap Rp 100.000 modal yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 86.000. Berdasarkan analisis ekonomi usaha pengolahan sirup buah manggis cukup memberikan keuntungan dan layak diusahakan. Berdasarkan penelitian Iswari (2010), bahwa 40 kg buah manggis menghasilkan 87 botol sirup buah manggis. Jika diasumsikan
25% buah manggis atau sebanyak 1285,6 kg di Banyuwangi dijadikan produk olahan maka akan menghasilkan 2796 botol sirup buah manggis. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, suhu dan waktu pengeringan berpengaruh nyata terhadap rendemen, kadar air, dan aktivitas antioksidan pada bubuk kulit manggis. Perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan aktivitas antioksidan tertinggi, yaitu pada pengeringan suhu 75 oC waktu 4 jam. Rerata nilai IC50 perlakuan terbaik 40,692 ppm, dengan rendemen 33,460%, dan kadar air 6,95 %. Kadar air bubuk kulit buah manggis telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI teh kering SNI 3836-2013 yaitu maksimal 8 %. DAFTAR PUSTAKA Annonymous. 2012. Syarat Mutu Bubuk Kulit Buah Manggis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Annonymous. 2013. Target Peningkatan Buah Manggis. departemen Pertanian Banyuwangi Annonymous. 2013. Upaya Pengembangan Kawasan Buah. Direktorat Jendral Hortikultura. Annonymous. 2010. Produksi Buah Manggis di Indonesia Tahun 2010. Badan Pusat Statistik. Annonymous. 2013. Ekspor Buah Manggis di Banyuwangi Tahun 2013. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Banyuwangi. Armala, M. M. 2009. Daya antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir (Cosmos Caudatus H.B.K) dan Profil KLT. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Chaovanalikit, A., Mingmuang, A., Kitbunluewit, T., and Choldumrongkool, N., Sondee, J., Chuptarum, S. 2012. Anthocyanins and Total Phenolic Content of Mangosteen and Effect of Processing on The Quality of Mangosteen Product. International Foor Research Journal 19 (3) : 1047 – 1053.
Farida, R. dan Nisa, F. C. 2015. Ekstraksi Antosianin Limbah Kulit Buah Manggis Metode Microwave Assisted Extraction (Lama Ekstraksi dan Rasio Bahan: Pelarut). Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (2) : 362-373. Gaman, P. M dan K. B. Sherrington.1982. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta. Gregory, S. R. 2005. Technology for Global Trends in Food. Disajikan pada Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan Industri Berbasis Pertanian. Bogor. Iswari K. dan Sudaryono T. 2007. Empat Jenis Olahan Manggis, Si Ratu Buah Dunia dari Sumbar. Tabloid Sinar Tani. BPTP Sumbar. Iswari, K. 2010. Kulit Manggis Berkhasiat Tinggi. APMK Madya Centradifa. Jakarta. Jaya, I.G.N.I.P., Leliqia, N.P.E. dan Widjaja, I.N.K. 2011. Uji Aktivitas Penangkapan Radikal DPPH Ekstrak Produk Teh Hitam (Camellia Sinensis L.) dan Gambir (Uncaria Gambir (Hunter) Roxb) serta Profil KLTDensitometernya. Jurnal Farmasi 5(2) : 86-101. Kurniawati, A., Poerwanto, R., Sobir, Effendi, D., and Cahyana, H. 2010. Evaluation of Fruit Characters, Xanthones Content, and Antioxidant Properties of Various Qualities of Mangosteens (Garcinia mangostana L.) J.Agron. Indonesia. 38 (3): 232 -7. Mardawati, E., Achyar, Cucu S., dan Marta, H. 2008. Kajian Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) dalam Rangka Pemanfaatan Limbah Kulit Manggis di Kecamatan Puspahiang Kabupaten Tasimalaya. Universitas Padjadjaran. Bandung. Mayes, P. A. 2003. Struktur dan Fungsi Vitamin Larut-Lipid. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenyl picrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. J. Sci. Technol., 26(2):211-219.
Munir, R., K. Iswari, M. Ali, dan M. Jamalin. 2004. Profil Komoditas Pertanian Unggulan Kabupaten Pesisir Selatan. Laporan Akhir Kegiatan.
Methods on Assay and Antioxidant Activity of Xanthones in Mangosteen Rind. Food Chemistry 125 (2011): 240247.
Permana, W. P. 2010.Kulit Buah Manggis dapat Menjadi Minuman Instan Kaya Antioksidan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32(2):5-7.
Taib, G., Said, G., dan Wiraatmadja, S. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkaya. Jakarta.
Rachmawan, O. 2001. Pengeringan, B Pendinginan dan Pengemasan Komoditas Pertanian. Depdiknas. Jakarta.
Tridjaya, N. O. 2003. Kebijaksanaan Pemasaran Komoditas Manggis. Seminar Dukungan Kebijaksanaan dan Teknologi Lepas Panen untuk Pengembang-an Agribisnis Manggis. Serpong.
Rahmawati, I. 2008. Penentuan Lama Pengeringan pada Pembuatan Serbuk Biji Alpukat. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. Riansyah, A., Supriadi, A., dan Nopianti, R. 2013. Pengaruh Perbedaan Suhu dan Waktu Pengeringan Terhadap Karakteristik Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoralis) dengan Menggunakan Oven. Jurnal Fishtech 2 (1): 53-68. Supriyanti, Wiwin. 2010. Uji Aktvitas Antioksidan dan Penentuan Kandungan Antosianin Total Kulit Buah Manggis (Garnicia mangostana L). Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Yayasan Pharmasi Semarang. Semarang. Suvarnakuta, P., Chaweerungrat, C., dan Devahastin, S. 2010. Effects of Drying
Weecharangsan, W., Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T.,Sotanaphun, U., and Siripon, P., 2006. Antioxidative and Neuroprotective Activities of Extracts from The Fruit Hull of Mangosteen (Garcinia Mangostana L.). Medical Principle Practtice 15:281-287. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta. Winarno, F. G. 1983. Enzim Pangan. PT Gramedia. Jakarta. Yuniarti, N., D. Syamssuwida dan A. Aminah. 2007. Pengaruh penurunan kadar air terhadap perubahan fisiologi dan kandungan biokimia benih eboni (Diospyros celebica Bahk.). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 5(3): 191 – 198. Balai Pembenihan. Teknologi Pembenihan Bogor. Bogor.