SKRIPSI
KANDUNGAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK TEPUNG KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) PADA BERBAGAI PELARUT, SUHU, DAN WAKTU EKSTRAKSI
Oleh : LEONARDUS ADI WIJAYA F24051029
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KANDUNGAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK TEPUNG KULIT BUAH MANGGIS (GARCINIA MANGOSTANA L.) PADA BERBAGAI PELARUT, SUHU, DAN WAKTU EKSTRAKSI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : LEONARDUS ADI WIJAYA F24051029
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Kandungan Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Berbagai Pelarut, Suhu, dan Waktu Ekstraksi Nama
: Leonardus Adi Wijaya
NIM
: F24051029
Menyetujui
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum MSc. NIP. 19640502.199303.2.004
Ir. Siti Mariana Widayanti M.Si. NIP. 19680129.199403.2.001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah NIP. 19650814.199002.1.001
Tanggal Ujian : 22 Desember 2009
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 November 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Yosef Iin Hindaryono dan Paulina Harum Djene. Pendidikan
formal ditempuh
penulis di TK
Angela Bunda Jakarta, SD Katolik Abdi Siswa Jakarta, SLTP Katolik Abdi Siswa Jakarta, SLTA Katolik Sang Timur Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa studi di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan maupun organisasi. Beberapa diantaranya, penulis sempat menjadi anggota Food Processing Club divisi fermented food tahun 2006 dan menjadi ketua divisi ice cream tahun 2007. Penulis juga aktif dalam organisasi Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI) dan sempat menjadi ketua divisi pendidikan dan upgrading tahun 2006. Selain aktif dalam berbagai organisasi penulis juga sempat mengikuti beberapa pelatihan dan seminar. Beberapa diantaranya yaitu International Symposium Probiotic From Asian Traditional Fermented Food For Healty Gut Function, Jakarta tahun 2008, seminar nasional Pangan Halal tahun 2008, dan training Pembuatan Roti tahun 2006. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis diantaranya adalah peraih juara satu Kompetisi Nasional RISTEC UNDIP tahun 2008 dan peraih mendali emas poster bidang gagasan tertulis pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2009
Leonardus Adi Wijaya. F24051029. Kandungan Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Berbagai Pelarut, Suhu, dan Waktu Ekstraksi. Di bawah bimbingan Harsi D. Kusumaningrum dan Siti Mariana Widayanti. 2010. RINGKASAN Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah tropika unggulan nasional Indonesia dan menjadi primadona penghasil devisa negara. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 5.697 ton manggis dari jumlah total produksi 72.634 ton yang dapat diekspor. Sisanya, sebagian besar dipasarkan di dalam negri dan banyak yang terbuang karena penanganan yang kurang baik. Hal ini sangat disayangkan, mengingat begitu besar manfaat yang dapat diperoleh dari buah manggis terutama kulitnya. Berdasarkan penelitian fitokimia, kulit buah manggis (KBM) mengandung senyawa antioksidan golongan fenolik. Senyawasenyawa fenolik tersebut antara lain xanthone, antosianin, tanin, dan epikatekin. Melihat potensi antioksidan yang begitu besar pada KBM maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memanfaatkannya sebagai minuman fungsional. Penelitian ini mempelajari kandungan antioksidan ekstrak KBM (Garcinia mangostana L.) menggunakan lima jenis pelarut (air, etanol 96 %, etanol 70 %, easeton 72 %, dan aseton 90 %) dengan empat perlakuan suhu yaitu suhu ruang, 40oC, 60oC, dan 80oC serta tiga perlakuan waktu ekstraksi yaitu 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian kali ini adalah metode maserasi. Selain itu, untuk mencegah proses browning enzimatis pada tahap persiapan bahan dilakukan perendaman menggunakan air, larutan asam asetat 0,3 %, dan larutan metabisulfit 0,3 %. Bahan perendam terbaik untuk mencegah proses browning enzimatis adalah air. Proses perendaman menggunakan air menunjukkan warna tepung KBM yang lebih merah dibandingkan dengan kedua bahan perendam lainnya yaitu asam asetat 0,3 % dan metabisulfit 0,3 %. Ekstrak dengan pelarut aseton 72 % diketahui memiliki kapasitas antioksidan terbesar yaitu 89,31 % diikuti oleh ekstrak dengan pelarut etanol 70 % (86,63 %) dan ekstrak dengan pelarut air (86,29 %). Secara keseluruhan, kapasitas antioksidan seluruh ekstrak dengan berbagai pelarut memiliki kapasitas antioksidan yang lebih besar dari kapasitas antioksidan vitamin C 800 ppm yang hanya sebesar 79,26 %. Pelarut air memiliki kemampuan untuk mengekstrak total senyawa fenolik paling besar bila dibandingkan ke empat pelarut lainnya yaitu sebesar 154,57 mg katekin/g tepung KBM. Hal serupa nampak pada kemampuan pelarut air dalam mengekstrak senyawa antosianin yaitu sebesar 6,22 mg antosianin/g tepung KBM, terbesar diantara pelarut lainnya. Namun demikian, pelarut air bukanlah pelarut yang baik untuk mengekstrak komponen xanthone. Pelarut aseton 90 % merupakan pelarut terbaik untuk mengekstrak komponen xanthone (78,52 mg α mangostin/g ekstrak). Ekstrak dengan menggunakan pelarut aseton 72 % merupakan ekstrak yang memilki kapasitas antioksidan terbesar. Namun, hasil ekstrak tersebut bersifat non polar sehingga sulit untuk larut di dalam air. Melihat hal tersebut, maka pelarut air akan digunakan pada penelitian selanjutnya. Sifat pelarut air
yang mudah didapat serta ekonomis menjadi salah satu alasan dipilihnya pelarut air pada tahap penelitian utama. Selain itu, ekstrak dengan pelarut air memiliki total senyawa fenolik terbesar dan kapasitas antioksidan terbesar ke tiga. Dalam penelitian utama diketahui bahwa suhu ekstraksi yang tinggi dapat merusak senyawa antioksidan dan antosianin yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya kapasitas antioksidan dan total antosianin pada ekstrak. Suhu optimum untuk mengekstraksi senyawa antioksidan dan antosianin adalah pada suhu Ruang dengan lama ekstraksi selama 2 jam. Hasil yang berbeda diperoleh untuk ekstraksi senyawa fenolik dan xanthone. Keduanya memiliki suhu optimum ekstraksi cukup tinggi yaitu sebesar 60 oC dengan lama ekstraksi bervariasi antara 2 dan 4 jam. Secara umum, peningkatan suhu ekstraksi hingga 60 oC dapat meningkatkan jumlah senyawa xanthone sebesar 4,10 mg α mangostin/g ekstrak dan 7,08 mg senyawa fenolik setara asam galat/g ekstrak bila dibandingkan dengan ekstraksi pada suhu ruang selama 2 jam.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, anugerah, dan penyertaan-Nya serta kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas setiap pelajaran-pelajaran berharga yang dialami penulis selama penulisan tugas akhir. Tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik bukan karena karena kasih dan anugerah dari Tuhan Yesus. Selain itu, banyak pihak yang juga turut membantu penulis dalam kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada : 1. Keluargaku : Ayah (Yosef Iin Hindaryono), Ibu (Paulina), serta adikku (Putra) atas cinta kasihnya, semangatnya, doanya, bimbingannya, serta dukungannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan semuanya. 2. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum MSc. dan Ir. Siti Mariana Widayanti M.Si. selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skirpsi yang banyak memberikan dukungan, arahan, dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan melakukan tugas akhir. 3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti sebagai dosen penguji yang telah menyempatkan waktunya untuk datang dan menguji hasil penelitian ini. 4. Bapak Asep W. Permana STP MSi. atas bimbingannya dan bantuannya selama penulis melakukan penelitian dan pembuatan skripsi. 5. Sahabat-sahabat terbaikku : Glenn, Antony, Stefanus, Yusi, Arya, atas dukungan, dan bantuan di saat susah maupun senang. 6. Teman-teman di Lab : Marcel, Tuti, Ari, Nanda, Cece, Yuni, Ester, Caca, Dina, dan lainnya atas canda tawanya dan lemburnya di lab. 7. Teman-teman ITP 42 atas kegembiraan di saat kuliah dan praktikum. 8. Teman-teman ITP 43 dan anak-anak praktikum ENG Gol P2. 9. Teman-teman Perwira : Suhe, Rhener, Dika, Lisa, Ivan, Mpin, Dial, Goto, Icoez, Budi, Martin, Ferry, Ari, Fenny, Margaret, Feriana, Stephany, Beli, Kak Wing, Dessy, Justian, dan semuannya yang tidak dapat diucapkan satu per satu atas bantuan, kekeluargaan dan kebersamaan selama penulis tinggal di Bogor.
10. Seluruh staff dan laboran di Lab Departemen ITP dan Pilot Plant : Pak Rojak, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Sobirin, Pak Sidik, Pak Adi, Bu Antin, Pak Yahya, Mas Edi, Teh Ida, Pak Nur, dan Pak Iyas. Terimakasih atas semua bantuan yang telah diberikan. 11. Staff dan teknisi Laboratorium Balai Besar Pasca Panen : Teh Ika, Ibu Ning, Mas Tri, Mas Yudi, Pak Danu, Pak Bambang, Pak Heru, Pak Atok, Mbak Citra, Ibu Dini, Ibu Meli, Ibu Tisna, dan Mbak Dewi. Terima kasih atas bantuannya. 12. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2004-2008, setiap individu dan institusi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala pengajaran pendidikan, serta bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dengan berbagai cara.
Bogor, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ....................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ix I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG……………………………………………...
1
B. TUJUAN DAN MANFAAT .............................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 3 A. BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) .................................
3
B. PEMANFAATAN KULIT BUAH MANGGIS (KBM) ...................
5
C. METODE EKSTRAKSI DAN PENGUKURAN ANTIOKSIDAN .
6
D. REAKSI BROWNING DAN PENCEGAHANNYA ........................
8
E. ANTIOKSIDAN PADA KULIT BUAH MANGGIS ...................... 11 a. Antosianin ..................................................................................... 12 b. Xanthone ....................................................................................... 13 c. Tannin ........................................................................................... 14 III. METODOLOGI PENELITIAN.......................................................... 16 A. ALAT DAN BAHAN ....................................................................... 16 B. METODE PENELITIAN .................................................................. 16 1. Penelitian Pendahuluan ................................................................. 17 2. Persiapan Sampel .......................................................................... 18 3. Penelitian Utama ........................................................................... 19
Halaman
C. METODE ANALISIS ....................................................................... 22 1. Analisis Kadar Air......................................................................... 22 2. Analisis Total Padatan Terlarut ..................................................... 23 3. Analisis Kadar Abu ....................................................................... 23 4. Analisis Kadar Protein .................................................................. 24 5 Analisis Kadar Lemak .................................................................... 25 6. Analisis Kadar Karbohidtat ........................................................... 25 7. Analisis Total Gula ....................................................................... 26 8. Analisis Warna Menggunakan Chromameter ............................... 26 9. Analisis Kapasitas Antioksidan .................................................... 28 10. Analisis Total Senyawa Fenolik.................................................. 29 11. Analisis Kadar Antosianin .......................................................... 30 12. Analisis Total Xanthone (a) ........................................................ 30 13. Analisis Total Xanthone (b) ........................................................ 31 C. RANCANGAN PERCOBAAN ........................................................ 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………....…. 34 A. PENELITIAN PENDAHULUAN ................................................... 34 1. Karakterisrik Buah Manggis Yang Digunakan ............................. 34 2. Jenis Bahan Perendam Pencegah Browning ................................. 36 3. Pelarut Ekstraksi............................................................................ 38 B. PENELITIAN UTAMA .................................................................. 44 1. Total Padatan Ekstrak.................................................................... 44 2. Kapasitas Antioksidan................................................................... 46 3. Total Senyawa Fenolik.................................................................. 49 4. Total Antosianin ............................................................................ 52 5. Total Xanthone .............................................................................. 55
Halaman V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………..…….. 59 A. KESIMPULAN.................................................................................. 59 B. SARAN............................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61 LAMPIRAN ................................................................................................. 67
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat KBM Segar dan Tepung KBM ...........
35
Tabel 2. Hasil Chromameter Tepung KBM pada Berbagai Perendam ......
37
Tabel 3. Tingkat Kepolaran Jenis-jenis Pelarut. ........................................
38
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1.
Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) ..............................
Gambar 2.
Reaksi Antara dalam Pembentukan Melanin .......................... 10
Gambar 3.
Reaksi Pembentukan Melanin dari O-Kuinon atau O-Difenol 11
Gambar 4.
Struktur Jenis-Jenis Turunan Xanthone................................... 13
Gambar 5.
Struktur Kimia Antosianidin ................................................... 14
Gambar 6.
Bagan Alir Garis Besar Penelitian Pendahuluan ..................... 17
Gambar 7.
Proses Persiapan Sampel Tepung KBM.................................. 18
Gambar 8.
Bagan Alir Garis Besar Penelitian Utama ............................... 19
Gambar 9.
Proses Ekstraksi Tepung KBM Tahap Ekstraksi dan Reduksi
3
Tannin yang Berlebih ............................................................. 20 Gambar 10. Proses Ekstraksi Tepung KBM Tahap Penghilanggan Gum Dan Tahap Evaporasi …………………….…. ....................... 21 Gambar 11. Bola Imaginer Munsell ............................................................ 27 Gambar 12. Tingkat Kematangan Buah Manggis Yang Digunakan........... 34 Gambar 13. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut Dengan Metode DPPH................................................ 39 Gambar 14. Total Senyawa Fenolik Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut...................................................................................... 39 Gambar 15. Kurva Standar Katekin Pada Analisis Total Senyawa Fenolik 40 Gambar 16. Total Antosianin Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut...................................................................................... 40 Gambar 17. Total Xanthone Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut 40 Gambar 18. Total Padatan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air............ 45 Gambar 19. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air (Persen).............................................................................. 47 Gambar 20. Kurva Standar Asam Askorbat ................................................ 47
Halaman
Gambar 21. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air (AEAC).............................................................................. 48 Gambar 22. Kurva Standar Asam Galat ...................................................... 49 Gambar 23. Total Senyawa Fenolik Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air............................................................................................ 50 Gambar 24. Total Antosianin Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu danWaktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air............................................................................................ 53 Gambar 25. Jalur Degradasi Senyawa Antosianin Cyanodin-3-Glukoside Akibat Proses Termal Pada Kondisi Asam ............................. 55 Gambar 26. Hasil Scanning Panjang Glombang Maksimum α mangostin.. 56 Gambar 27. Total Xanthone Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air............ 56 Gambar 28. Kurva Standar α mangostin ..................................................... 57
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Hasil Analisis Proksimat dan Gula KBM Segar.................. . 68 Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat dan Gula Tepung KBM ................ 68 Lampiran 3. Hasil Analisis Warna Chromameter Terhadap Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Perendam Pada Tepung KBM ........... 68 Lampiran 4. Hasil Analisis Proksimat dan Gula KBM Segar ................... 69 Lampiran 5. Hasil Analisis Proksimat dan Gula Tepung KBM ................ 69 Lampiran 6. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan pada Percobaan Penentuan Pelarut .................................................................. 70 Lampiran 7. Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik pada Percobaan Penentuan Pelarut .................................................................. 71 Lampiran 8. Kurva Standar Katekin Analisis Total Senyawa Fenolik pada Percobaan Penentuan Pelarut........................................ 71 Lampiran 9. Hasil Analisis Total Antosianin pada Percobaan Penentuan Pelarut .................................................................. 72 Lampiran 10. Hasil Analisis Total Xanthone pada Percobaan Penentuan Pelarut .................................................................. 73 Lampiran 11a. Hasil Analisis Total Padatan Ekstrak .................................... 74 Lampiran 11b. Lanjutan Hasil Analisis Total Padatan Ekstrak ..................... 75 Lampiran 12a. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak I ................... 76 Lampiran 12b. Lanjutan Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak I .... 77 Lampiran 12c. Lanjutan Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak I .... 78 Lampiran 13. Kurva Standar Asam Askorbat Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak ............................................. 79 Lampiran 14a. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II .................. 80 Lampiran 14b. Lanjutan Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II ... 81 Lampiran 14c. Lanjutan Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II ... 82 Lampiran 15a. Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak ..................... 83 Lampiran 15b. Lanjutan Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak ...... 84
Halaman
Lampiran 15c. Lanjutan Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak ...... 85 Lampiran 16. Kurva Standar Asam Galat Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak ............................................ 86 Lampiran 17a. Hasil Analisis Total Antosianin Ekstrak ............................... 87 Lampiran 17b. Lanjutan Hasil Analisis Total Antosianin Ekstrak ................ 88 Lampiran 17c. Lanjutan Hasil Analisis Total Antosianin Ekstrak ................ 89 Lampiran 18a. Hasil Analisis Total Xanthone Ekstrak ................................. 90 Lampiran 18b. Lanjutan Hasil Analisis Total Xanthone Ekstrak .................. 91 Lampiran 18c. Lanjutan Hasil Analisis Total Xanthone Ekstrak .................. 92 Lampiran 19. Kurva Standar α Mangostin Analisis Total Xanthone Ekstrak......................................................... 93 Lampiran 20. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum α Mangostin........................................................................... 94 Lampiran 21. Hasil Analisis Statistik ANOVA Duncan Pada Berbagai Analisis Percobaan Penentuan Pelarut .......... 95 Lampiran 22. Hasil Analisis Statistik ANOVA Duncan Pada Analisis Total Padatan Ekstrak .......................................................... 99 Lampiran 23. Hasil Analisis Statistik ANOVA Duncan Pada Berbagai Analisis Kimia Percobaan Utama ...................................... 101 Lampiran 24. Hasil Analisis Statistik Korelasi Antar Analisis Kimia Pada Percobaan Utama ................................................................. 105
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah tropika unggulan nasional Indonesia dan menjadi primadona penghasil devisa negara. Produksi manggis tahun 2007 mencapai 112.722 ton. Namun, sebagian besar mutu buah manggis yang dihasilkan masih rendah sehingga hanya sebagian kecil saja yang dapat bersaing di pasar internasional. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 5.697 ton dari jumlah total produksi 72.634 ton yang dapat diekspor (Anonima, 2008). Sisanya, sebagian besar dipasarkan di dalam negeri dan banyak yang terbuang begitu saja karena penanganan yang kurang baik. Penelitian terbaru menunjukkan kulit buah manggis (KBM) memiliki banyak manfaat yang berguna bagi kesehatan manusia antara lain sebagai antioksidan, antikanker, antiinflamantory, maupun sebagai antimikroba (Obolskiy et al., 2009). Kulit buah manggis (KBM) diketahui memiliki kandungan senyawa polifenol yang cukup banyak. Beberapa diantaranya adalah antosianin, xanthone, tannin, maupun senyawa asam fenolat lainnya (Zadernowski et al., 2009). Xanthone dan turunannya merupakan salah satu senyawa antioksidan yang sangat efektif dalam mencegah terbentuknya penyakit kanker sedangkan senyawa antosianin merupakan salah satu senyawa aktif yang terbukti dapat berfungsi sebagai antioksidan di dalam tubuh. Melihat hal tersebut, kini berbagai negara tengah berlomba untuk mengembangkan produk olahan buah manggis dengan nilai fungsionalitasnya. Di Amerika dan di seluruh dunia, telah dipasarkan produk olahan segar buah manggis berupa suplemen ekstrak kulit buah manggis (KBM) dan minuman fungsional kulit buah manggis (KBM) (Obolskiy et al., 2009). Produk tersebut dijual dengan harga yang sangat mahal dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan buah manggis segar. Namun, terdapat beberapa kelemahan dalam proses pengolahan segar yang biasa digunakan yaitu terbatasnya waktu produksi terhadap musim panen buah manggis sehingga proses produksi tidak dapat dilakukan secara kontinu. Selain itu, kandungan tannin (penyebab rasa
sepat) yang cukup besar pada kulit buah manggis (KBM) mengakibatkan kurangnya penerimaan konsumen terhadap produk ini. Salah satu alternatif cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan menggunakan kulit buah manggis (KBM) yang telah dikeringkan sebagai bahan baku ekstraksi. Proses pengeringan kulit buah manggis (KBM) akan meningkatkan umur simpan dari bahan sehingga produksi dapat dilakukan secara kontinu. Tahapan perendaman maupun pencucian pada proses pengeringan akan melarutkan sebagian tannin sehingga diharapkan rasa sepat akan berkurang. Namun demikian, sebelum proses ini dapat digunakan dan diterapkan di dalam industri maka penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kulit buah manggis (KBM) yang kaya kandungan antioksidan dan bersifat aplikatif secara komersial.
B. TUJUAN DAN MANFAAT a. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses ekstraksi tepung kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai penjajagan dalam pembuatan minuman fungsional. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari ekstraksi antioksidan tepung kulit buah manggis dengan menggunakan berbagai jenis pelarut dan perlakuan suhu serta perlakuan waktu pada jenis pelarut terpilih.
b. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai jenis pelarut, waktu, dan suhu ekstraksi antioksidan kulit buah manggis yang tepat dan optimum yang dapat diaplikasikan pada tahap-tahap pengolahan selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) Manggis termasuk buah eksotik yang sangat digemari oleh konsumen karena rasanya yang lezat, bentuk buah yang indah, dan tekstur daging buah yang putih halus. Manggis (Gambar 1) mendapat julukan Queen of tropical fruit (Ratunya Buah-buahan Tropik) karena rasanya yang unik dan lengkap.
Gambar 1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Jika dilihat dari taksonominya, maka tanaman manggis dapat diklasifikasikan ke dalam : Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub-kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Thalamiflora
Famili
: Guttiferales
Genus
: Guttiferae
Spesies
: Garcinia manggostana L.
Manggis telah menjadi primadona bagi Indonesia sebagai salah satu penghasil devisa negara. Produksi manggis pada periode tahun 2002-2006 cenderung mengalami peningkatan dari 62.055 ton menjadi 72.634 ton. Sedangkan ekspor manggis berfluktuasi yaitu dari 6.510 ton pada tahun 2002 menjadi 5.697 ton pada tahun 2006. Kontribusi ekspor manggis pada tahun 2006 sebesar 37,5 % dari total ekspor buah-buahan dan 0,5 % dari total produksi nasional (Anonima, 2008).
Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanaman manggis karena buahnya yang menyegarkan dan mengandung gula sakarosa, dekstrosa, dan levulosa. Komposisi bagian buah yang dimakan per 100 gram meliputi 79,2 gram air, 0,5 gram protein, 19,8 gram karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg besi, 14 IU vitamin A, 66 mg vitamin C, vitamin B (tiamin) 0,09 mg, vitamin B2 (riboflavin) 0,06 mg, dan vitamin B5 (niasin) 0,1 mg. Kebanyakan buah manggis dikonsumsi dalam keadaan segar, karena olahan awetannya (manggis dalam kaleng) kurang digemari oleh masyarakat (Qosim, 2007). Indonesia pada saat ini merupakan produsen manggis terbesar di dunia baik dari sisi produksi, luas panen maupun jumlah ekspornya. Negara pesaing utama untuk produksi dan ekspor manggis adalah Thailand, Philipina, Malaysia dan kini Australia. Negara tujuan ekspor manggis Indonesia pada tahun 2006 antara lain adalah China sebesar 63%, Hongkong sebesar 22%, Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain dan Qatar) sebesar 9%, Asia lainnya (Jepang, Korea, Singapura, Malaysia, India) sebesar 5% dan Eropa (Belanda, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol) sebesar 1%. Dari data ekspor diatas dapat disimpulkan bahwa China merupakan negara importir manggis terbesar (Anonima, 2008). Sentra produksi manggis utama di Indonesia tersebar di Sumatera Utara
(Tapanuli Selatan), Riau (Kampar), Sumatera Barat (Kota Agam,
Limapuluh
Kota,
Sawahlunto/Sijunjung,
Pasaman),
Jambi
(Kerinci,
Sarolangun), Sumatera Selatan (Lahat), Bengkulu (Lebong), Lampung (Tanggamus), Jawa Barat (Purwakarta, Subang, Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi), Jawa Timur (Trenggalek, Banyuwangi, Blitar), Bali (Tabanan), NTB (Lombak Barat), dan Kalimantan Barat (Pontianak). Varietas manggis yang sudah dilepas saat ini adalah Kaligesing (Purworejo, Jawa Tengah), Lingsar (Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat), Wanayasa (Purwakarta) dan Puspahiang (Tasikmalaya) (Anonima, 2008).
B. PEMANFAATAN KULIT BUAH MANGGIS (KBM) Berbagai penelitian manggis dan produk turunannya semakin berkembang dengan ditemukan berbagai senyawa aktif yang terkandung didalamnya. Perhatian para ilmuwan tertuju kepada kulit buah manggis (KBM)
yang ternyata
kaya
akan kandungan antioksidan. Menurut
Zadernowski et al., (2009) KBM memiliki kandungan senyawa polifenol yang cukup besar antara lain adalah antosianin, xanthone, tannin, maupun asam fenolat. Senyawa xanthone pada KBM memiliki sifat antioksidan, antidiabetic, antikanker,
anti-imflammatory,
hepatoprotective,
immuno-modulation,
aromatase inhibitor, antibakteri dan sifat fungsional lainnya (Jung et al., 2006; Balunas et al., 2008). Sedangkan senyawa antosianin, banyak dimanfaatkan orang sebagai pewarna alami maupun sebagai antioksidan. Di beberapa negara Asia dan Afrika, ekstrak KBM digunakan sebagai obat tradisional untuk pengobatan diare, disentri dan infeksi (Matsumoto et al., 2003). Selain kandungan xanthone KBM mengandung Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin C, senyawa pektin, tanin, dan resin yang dimanfaatkan untuk menyamak kulit dan sebagai zat pewarna hitam untuk makanan dan industri tekstil, sedangkan getah kuning dimanfaatkan sebagai bahan baku cat dan insektisida (Qosim, 2007). Berbagai hasil penemuan tersebut mendorong berkembangnya industri pengolahan KBM, diantaranya adalah jus KBM dengan merk xango juice yang diproduksi di Malaysia yang kemudian diekspor ke seluruh dunia terutama Amerika. Sedangkan di Amerika, penjualan juice mangosteen menempati peringkat ke 22 dalam USA top selling supplement pada tahun 2006 (Obolskiy et al., 2009). Proses ekstraksi yang digunakan untuk membuat produk-produk tersebut beraneka ragam namun yang paling sering digunakan adalah metode basah dimana KBM segar yang telah diperkecil ukurannya direndam
dengan
menggunakan
pelarut
ataupun
langsung
dipress
menggunakan pompa hidrolik ataupun sejenis ekspeler maupun ekstraktor untuk diambil eksraknya. Pada umumnya metode basah ini banyak digunakan dalam proses produksi industri jus KBM.
Metode yang saat ini mulai dikembangkan adalah metode kering yang ditambahkan proses pengeringan KBM segar menjadi KBM kering. Indonesia juga sudah mulai megekspor ekstrak KBM ke berbagai Negara antara lain Korea dan Malaysia sebagai bahan baku industri kosmetik, jus, maupun pewarna. Jumlahnya kini mencapai 100 Kg ekstrak KBM untuk ekspor ke negri jiran Malaysia (Cahyana, 2009).
C. METODE EKSTRAKSI DAN PENGUKURAN ANTIOKSIDAN Menurut Nielsen (2003), Ekstraksi ialah suatu cara memisahkan komponen tertentu dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik. Ekstraksi biasanya berkaitan dengan pemindahan zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Teknik ekstraksi yang tepat berbeda untuk masing-masing bahan. Hal ini dipengaruhi oleh tekstur, kandungan bahan, dan jenis senyawa yang ingin didapat. Secara umum proses ekstraksi melibatkan dua fasa yang tidak saling melarut. Suatu solut pada awalnya berada pada salah satu fasa, kemudian solut atau komponen tersebut ditransfer ke salah satu fase yang lain sehingga ekstraksi dapat berlangsung. Jenis jenis ekstraksi antara lain ekstrasksi caircair, padat-cair, cair-padat, dan gas-padat (Deden, 2007). Hingga saat ini, terdapat beberapa cara yang sering digunakan dalam melakukan ekstraksi antara lain : perkolasi, perendaman atau maserasi, soklet, refluks, dan kromatografi. Cara ekstraksi dengan maserasi adalah cara ekstraksi komponen dengan merendam sampel menggunakan pelarut yang sesuai dan waktu tertentu. Campuran yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan penyaringan, sehingga didapat filtrat atau ekstrak yang disebut maserasi. Pada perkolasi, sistim yang digunakan hampir sama dengan sistem maserasi namun, ditambahkan suatu sistem penyaringan (Deden, 2007). Ekstraksi yang akan digunakan pada percobaan kali ini adalah cara ekstraksi dengan maserasi atau perendaman yang diikuti dengan penyaringan untuk mendapatkan ekstrak. Maserasi dipilih karena sifatnya yang mudah untuk
dilakukan dan tidak memakan banyak biaya namun tetap efektif untuk mengekstrak komponen antioksidan pada KBM. Pada
umumnya,
ekstraksi
kulit
buah
dalam
bentuk
tepung
menggunakan pelarut air akan menyebabkan terlarutnya senyawa polisakarida. Senyawa polisakarida yang ikut terlarut ini akan menimbulkan beberapa masalah dalam proses aplikasi maupun analisis sehingga perlu dilakukan perlakuan yang dapat mengurangi kadar senyawa tersebut. Salah satu proses yang mudah dan banyak digunakan adalah proses pengendapan senyawa polisakarida menggunakan etanol 95 %. Contoh proses ekstraksi yang menggunakan proses ini adalah proses ekstraksi senyawa antosianin pada rosella (Kristie, 2008). Menurut Cuppet et al., (1997) antioksidan merupakan suatu senyawa yang ketika berada pada konsentrasi rendah dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi, secara nyata dapat memperlambat oksidasi substrat tersebut. Antioksidan terdapat secara alami dalam hampir semua bahan pangan. Antioksidan bereaksi dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk menimbulkan kerusakan. Sistem antioksidan tubuh mampu melindungi jaringan tubuh itu sendiri dari efek negatif radikal bebas. Jenis antioksidan sangat beragam. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer atau antioksidan pemecah rantai (Chain– breaking Antioxidant) dapat bereaksi dengan radikal lemak dan mengubahnya menjadi produk yang stabil. Contoh antioksidan primer yaitu α-tokoferol, lesitin, dan asam askorbat. Menurut Winarno (1995), antioksidan sekunder adalah suatu zat yang dapat mencegah kerja prooksidan sehingga dapat digolongkan sebagai sinergik. Sifatnya menurunkan inisiasi melalui berbagai mekanisme, seperti melalui pengikatan ion-ion logam, penangkapan oksigen, penguraian hidroperoksida menjadi produk-produk non-radikal. Contoh antioksidan sekunder antara lain asam sitrat dan EDTA (Ethylene-diaminetetra-acetic acid).
Menurut Pratt dan Hudson (1999), senyawa-senyawa yang umumnya terkandung dalam antioksidan alami antara lain fenol, polifenol, dan yang paling umum adalah flavonoid (flavanol, isoflavon, flavon, katekin, flavonon), turunan asam sinamat, α-tokoferol, dan asam organik polifungsi. Beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat digunakan antara lain metode β-karoten atau linoleat, metode terkonjugasi, metode ransimat, metode DPPH, dan metode tiosianat. Pada metode pengukuran dengan DPPH free radikal scavenging activity, DPPH (1,1diphenyl-2-piercrylhydrazil) digunakan sebagai model radikal bebas yang stabil (Hatano et al., 1988). Senyawa ini bila disimpan dalam keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik akan tetap stabil selama bertahun-tahun (Larson, 1997). Jika senyawa ini masuk ke dalam tubuh manusia dan tidak terkendalikan maka dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel. Dalam uji ini metanol berfungsi sebgai pelarut, sedangkan inkubasi pada suhu 37 oC dimaksudkan untuk mengoptimalkan aktivitas DPPH. Pada prinsipnya antioksidan akan bereaksi dengan DPPH dan mengubahnya menjadi 1,1diphenyl-2-piercrylhydrazine. Perubahan serapan yang dihasilkan oleh reaksi ini menjadi ukuran kemampuan antioksidasi senyawa tersebut (Hatano et al., 1988)
D. REAKSI BROWNING DAN PENCEGAHANNYA Reaksi pencoklatan dibagi menjadi dua yaitu pencoklatan enzimatis dan pencoklatan non enzimatis. Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi pada buahbuahan dan sayuran, terutama jika mengalami destruksi jaringan sedangkan, reaksi pencoklatan non-enzimatis banyak terjadi pada pengolahan bahan pangan yang menggunakan panas dan selama penyimpanan bahan pangan (Koswara, 1991).
Pencoklatan non enzimatis terdiri dari reaksi maillard,
reaksi karamelisasi, dan reaksi pencoklatan akibat oksidasi vitamin C (Winarno, 1992). Seringkali reaksi pencoklatan tidak diinginkan di dalam produk pangan. Dalam penelitian kali ini reaksi pencoklatan pada KBM segar dapat mempengaruhi produk tepung KBM menjadi coklat sehingga tidak diinginkan.
Kontak antara jaringan yang terluka atau terpotong dengan udara akan menyebabkan pencoklatan. Hal tersebut dikarenakan senyawa fenol teroksidasi secara enzimatis dengan bantuan enzim polifenol oksidase menjadi o-kuinon, yang secara cepat mengalami polimerisasi membentuk pigmen coklat atau melanin. Senyawa fenol bersifat sangat mudah terdekomposisi pada suhu biasa dan sangat sukar untuk diisolasi. Reaksi tersebut membutuhkan oksigen sebagai akseptor H2 dan ion tembaga sebagai katalisator (Eskin et al.,1971).
Enzim yang berperan
mengkatalisa oksidasi senyawa fenol adalah polifenol oksidase (Palmer, 1963). Enzim fenolase berfungsi mengkatalis reaksi oksidasi, logam tembaga berfungsi sebagai pentransfer elektron dan O2 berfungsi sebagai akseptor elektron (Coleman, 1974 dan Schwimmer, 1981). Tingkat reaksi pencoklatan enzimatis semakin tinggi jika konsentrasi phenolic (substrat PPO) pada buah dan sayuran tinggi dan konsentrasi asam askorbat yang rendah (Bauernfeind dan Pinkert 1970). Menurut Winarno (1992), banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai subtrat dalam reaksi pencoklatan enzimatis pada buah dan sayuran. Senyawa-senyawa fenolik tersebut di antaranya adalah katekin dan turunannya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, dan leukoantosianin. Pada umumnya reaksi oksidasi fenol dikatalisis oleh 2 enzim fenolase yaitu kresolase dan katekolase. Kresolase mengkatalisis oksidasi monofenol (tirosin dan kresol) dengan menambah gugus hidroksil pada posisi orthonya sehingga menjadi orto-difenol. Reaksi oksidasi selanjutnya, katekolase menghilangkan 2 atom hidrogen pada orto difenol membentuk orto-quinon (Park dan Luh 1985). Reaksi dalam tahap ini dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Eskin et al (1971), katekolase mengkatalisis reaksi oksidasi orto difenol menjadi orto-quinon ; orto-quinon dengan orto difenol akan terhidroksilasi membentuk trihidroksi benzena ; kemudian trihidroksi benzena bereaksi dengan orto-quinon membentuk hidroksi quinon yang akhirnya berpolimerisasi membentuk warna merah dan kemudian coklat (Gambar 3). Pembentukan senyawa melanin dari orto quinon berlangsung secara spontan dan tidak tergantung pada adanya enzim atau oksigen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat reaksi pencoklatan enzimatis adalah kandungan komponen fenolik, aktifitas dari enzim polifenol oksidase, kehadiran oksigen, ion logam, pH, dan suhu (Lisinska and Leszczynski 1989). Reaksi pencoklatan enzimatis dapat dikontrol oleh inaktivasi enzim polifenol oksidase, pengeluaran oksigen, modifikasi komponen fenolik, penambahan agen pereduksi, interaksi dengan grup tembaga, mereduksi atau mengikat senyawa quinon, bahkan memindahkan produk akhir dari reaksi pencoklatan (Shahidi and Naczk 1995). Asam askorbat, sodium bisulfit, dan komponen thiol adalah beberapa substrat yang dapat digunakan untuk mengikat senyawa kuinon untuk mencegah terjadinya reaksi browning.
L - tirosin
Gambar 2. Reaksi Antara dalam Pembentukan Melanin (Park dan Luh 1985)
Enzim polifenol oksidase dapat diinaktivasi dengan perlakuan panas dengan suhu 900C. Metode lain untuk memperlambat reaksi pencoklatan enzimatis adalah dengan menurunkan pH jaringan lebih kecil daripada pH optimum enzim polifenol oksidase, yang berkisar antara 4,0 -7,0. Asam yang
dapat ditambahkan untuk menurunkan pH adalah asam sitrat, malat, askorbat, dan asam fosfat (Shahidi and Naczk 1995).
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Melanin dari O-Kuinon atau O-Difenol (Eskin et al 1971)
Menurut Elbe dan Schwartz (1996) secara enzimatis kehadiran enzim polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin dan dapat merusak antosianin. Hal ini dipertegas oleh Kader et al., (1999) yang menyatakan bahwa, dengan kehadiran oksigen, enzim polifenol oksidase mampu mengkatalisis reaksi oksidasi asam klorogenik menjadi klorogenik quinon. Senyawa kuinon ini menyebabkan senyawa antosianin terdegradasi menjadi produk yang berwarna kecoklatan. Mengingat tingginya kandungan senyawa antosianin pada KBM maka perlu dilakukan beberapa upaya pencegahan reaksi browning enzimatik agar tidak mengurangi kandungan senyawa antioksidan maupun senyawa antosianin yang terkandung di dalam KBM.
E. ANTIOKSIDAN PADA KULIT BUAH MANGGIS Senyawa antioksidan yang banyak terdapat pada KBM adalah senyawa Fenolik. Senyawa tersebut, merupakan senyawa yang memiliki sebuah cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenolik dan
turunannya memiliki sifat cenderung larut dalam air (Suradikusumah, 1989). Senyawa fenolik merupakan senyawa yang penting karena merupakan kelas besar diantara senyawa – senyawa penyusun tanaman. Senyawa fenolik terdiri atas ribuan struktur. Menurut Yu et al., (2007) KBM mengandung senyawa-senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang ada dalam jumlah besar di dalam KBM adalah antosianin, xanthone, tannin, dan asam fenolat (Zadernowski et al., 2009). Selain senyawa tersebut, Yu et al., (2007) juga menyatakan bahwa KBM mengandung turunan senyawa polifenol berupa protosianidin.
a. Xanthone Xanthone adalah senyawa organik dengan rumus molekul dasar C13H8O2. Turunan senyawa xanthone banyak terdapat di alam dan berdasarkan penelitian telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Turunan senyawa xanthone yang paling banyak dikenal dan dimanfaatkan adalah yang berasal dari buah manggis. Turunan xanthone tersebut merupakan hasil metabolit sekunder dari buah manggis (Ji et al., 2007). Penelitian terkhir menunjukkan bahwa buah manggis memiliki 14 jenis turunan senyawa xanthone. Senyawa-senyawa turunan tersebut yaitu 11-hidroksi-1-isomangostin, garcinone C, garcinone D, γ mangostin, 8deoxygartanin,
gartanin,
demethylcarbaxanthone,
α
mangostin,
garcinone
E,
1,6-dihidroxy-7-methoksi-8-(3-methylbut-2-
enyl)-6’,6’-dimethylpyrano(2’,3’:3,2)xanthone,
β
mangostin,
mangostenone A, carbaxanthone, dan tovophylin B (Chaivisuthangkura et al., 2008). Beberapa struktur senyawa xanthone dapat dilihat pada Gambar 4. Dari semuanya, α mangostin merupakan turunan xanthone yang paling banyak terdapat pada buah manggis dan memiliki kemampuan untuk menekan pembentukkan senyawa karsinogen pada kolon (Jung et al., 2006). Selain itu, senyawa turunan xanthone lainnya juga memiliki sifat-sifat fungsional lainnya seperti antibakteri (Suksamarn et al., 2003), antifungal (Gopalakrishnan et al., 1997), antiinflamasi (Nakatani et al.,
2004), antioksidan (Jung et al., 2006), antiplasmodial (Mahabusarakam et al., 2006), dan aktivitas sitotoksik (Suksamarn et al., 2006).
1
2
3
Gambar 4. Struktur Jenis-Jenis Turunan Xanthone : (1) γ mangostin, (2) α mangostin, dan (3) β mangostin, (Chaivisuthangkura et al., 2008)
b. Antosianin Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru, yang tersebar luas pada tanaman. Pigmen ini banyak ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga contohnya pada anggur, strawbery, raspbery, cherry, apel, bunga mawar, bunga kembang sepatu dan sebagainya. Pigmen antosianin tergolong ke dalam turunan benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin (Moss, 2002). Seluruh senyawa antosiain merupakan senyawa turunan dari kation flavium. Dua puluh jenis senyawa telah ditemukan, tetapi hanya enam yang memegang peranan penting di dalam bahan pangan, yaitu pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin. Senyawa-senyawa bentuk lainnya sangat jarang ditemui. Pigmen antosianin terdiri dari aglikon (yaitu antosianidin) yang teresterifikasi oleh satu atau lebih gula (Francis, 1985). Antosianin memiliki sifat mudah larut dalam air dan merupakan suatu gugusan glikosida yang terbentuk dari gugus aglikon dan glikon (Markakis, 1982). Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : jumlah pigmen, letak, dan jumlah gugus hidroksi dan metoksi, kopigmentasi, dsb (Markakis, 1982). Antosianin akan berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH. Pada pH tinggi antosianin cenderung bewarna biru atau tidak berwarna,
kemudian cenderung bewarna merah pada pH rendah (Deman, 1997). Kebanyakan antosianin menghasilkan warna pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Jumlah gugus hidroksil yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksil yang dominan dibandingkan gugus hidroksi pada struktur antosianidin, menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil. Laju kerusakan antosianin tergantung pada pH dan lebih tinggi lagi lajunya dengan meningkatnya pH. Secara enzimatis kehadiran enzim polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin karena dapat merusak antosianin. Faktor- faktor lain yang mempengaruhi kestabilan antosianin secara non-enzimatis adalah pengaruh dari pH, cahaya, suhu (Elbe dan Schwartz, 1996). Menurut Konczack dan Chang (2004) senyawa antosianin memiliki kemampuan sebagai antioksidan dan memiliki peranan yang cukup
penting
dalam
pencegahan
penyakit
neuronal,
penyakit
cardiovascular, kanker, dan diabetes. Strukrur antosianidin dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur Kimia Antosianidin
c. Tannin Tannin adalah polifenol tanaman yang memiliki rasa pahit (Anonimb, 2006). Nama tannin diambil dari kegunaannya menyamak kulit binatang. Senyawa yang tergolong tannin adalah senyawa polifenol yang mengandung gugus hidroksil dan gugus lainnya (misalnya karboksil),
sehingga mampu membentuk kompleks kuat dengan protein. Senyawa tannin memiliki berat molekul antara 500 – 20.000 µg. Tannin mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Tannin terdiri dari berbagai asam fenolat. Beberapa tannin dapat mempunyai aktivitas antioksidan, mengambat pertumbuhan tumor, dan menghambat enzim seperti reverse transkripitase dan DNA topoisomerase (Robinson, 1995). Tannin dapat membentuk kompleks dengan protein dan menyebabkan prespitasi pada molekul protein (Elbe dan Schwartz, 1996). Tannin memiliki beberapa fungsi kesehatan, diantaranya antioksidan dan relaksasi. Selain itu tannin merupakan senyawa yang secara klinis memiliki kemampuan anti-diare, hemostatik, dan anti-hemorhodial (Anonimb, 2006). Dalam proses aplikasinya, kandungan tannin yang terlalu banyak pada produk sepertu jus, dapat menyebabkan after taste yang tidak diinginkan berupa rasa pahit dan sepat. Proses yang banyak dilakukan untuk mereduksi jumlah tannin adalah proses pengikatan tannin menggunakan protein. Tannin yang terikat kemudian akan menggendap bersama dengan protein sehingga dapat dipisahkan antara ciran dengan endapannya. Protein yang sering digunakan antara lain albumin putih telur dan gelatin.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu buah manggis segar dengan tingkat kematangan 5 dan 6, air bersih, etanol 96 %, dan gelatin. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisa antara lain aquades, pereaksi anthrone, larutan asam sulfat pekat, CaCO3, larutan Pb asetat pekat, Na-oksalat, DPPH (1,1-diphenyl-2-piercrylhydrazil), metanol, asam askorbat, buffer asam asetat, reagen folinciocalteau, NaCO3, etanol teknis 95 %, etanol pro analisis, etil asetat, K2SO4, H2SO4, HgO, NaOH – Na2S2O3, H3BO3, HCl, n-heksan, larutan standar α mangostin, dan larutan standar glukosa. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah pisau, baskom, timbangan kasar, neraca analitik, disc mill, sendok pengaduk, gelas pengaduk, talenan, tray dryer, sendok makan, kape, sentrifus, water bath, dan kain saring, kertas saring, blender, gelas ukur, penyaring vacuum, vacuum evaporator, dan erlenmeyer 500 ml. Alat-alat yang digunakan dalam analisa adalah pipet tetes, tabung reaksi berulir, kertas saring, tabung reaksi, labu kjeldahl, soxhlet, pipet volumetrik 10, 5, 2, dan1 ml, gelas piala ukuran 100 , 300, dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen, corong, gelas pengaduk, gelas ukur 100 dan 250 ml, erlenmeyer 100 dan 300 ml, neraca analitik, labu bercorong, oven, tanur, kuvet, sperktrofotometer UV-Vis Shimadzu, rotavapor, penangas air, desikator, botol kaca, alumunium foil, tip, dan mikropipet.
B. METODE PENELITIAN Penelitian
karakteristik
antioksidan
ekstrak
KBM
(Garcinia
mangostana L.) secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama yaitu tahap penelitian pendahuluan, tahap persiapan sampel, dan tahap penelitian utama. Penelitian pendahuluan perlu dilakukan terlebih dahulu sebagai gambaran awal dalam menentukan tahapan persiapan sampel maupun penelitian utama yang akan dilakukan.
1. Penelitian Pendahuluan Untuk
mendukung
penelitian
utama,
pada
tahap
penelitian
pendahuluan ini akan dilakukan penentuan karakteristik bahan yang digunakan, penentuan pelarut, penentuan bahan perendam yang akan digunakan pada proses ekstraksi serta validasi metode. Secara lebih lengkapnya tahapan penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. Penentuan bahan Perendam
KBM Segar Pencucian Pengecilan ukuran Perendaman menggunakan: Air atau Metabisulfit 0.3 % atau As. Asetat 0.3 % Blanching 5 menit Pengeringan Tray Dryer 50 oC Penepungan 60 mesh
Tepung KBM dengan perlakuan bahan perendam terbaik
Penentuan Pelarut
Maserasi / perendaman selama 4 jam pada suhu ruang dengan berbagai jenis pelarut Air Etanol 96 % Etanol 70 % Aseton Teknis (Aseton 90%) Aseton teknis yang diencerkan 20 % (Aseton 72 %)
Analisis proksimat : Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Karbohidrat Analisis kadar Gula
Ekstrak KBM Cair
Tepung KBM
Dipekatkan dengan Rotavapor
Pengukuran warna
perlakuan dengan Chromameter
Penentuan Karakteristik Bahan
Analisis Kimia Kapasitas Antioksidan Total Senyawa Fenolik Total Antosianin Total Xanthone (a)
Gambar 6. Bagan Alir Garis Besar Penelitian Pendahuluan
2. Persiapan Sampel Tahap persiapan sampel merupakan tahap awal yang penting. Pada penelitian ini dirancang proses pengeringan KBM segar menjadi tepung KBM. Mula-mula KBM yang akan digunakan terlebih dahulu dibersihkan, diperkecil dengan ukuran 1cm X 4cm, dan direndam dalam bahan perendam terbaik untuk menghilangkan getah dan mengurangi kandungan tannin. Kulit buah manggis tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan tray dryer pada suhu 50 oC dan ditepungkan menggunakan pin disc mill lalu diayak hingga berukuran 60 mesh. Proses persiapan sampel secara lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. Kulit Buah Manggis Segar Sortasi dan Pencucian
Pemisahan antara Kulit dengan Daging Buahnya Pemotongan kulit buah sebesar 1cm X 4cm
Perlakuan Pencegah Browning dan blaching 5 menit
Pengeringan dengan Tray Dryer, pada suhu 50oC, selama 18 jam
Penepungan dengan Disc Mill, Diayak 60 mesh
Tepung KBM Gambar 7. Proses Persiapan Sampel Tepung KBM
3. Penelitian Utama Tahap penelitian utama dibagi menjadi dua tahap yaitu, tahap ekstraksi dan tahap analisis ekstrak. Pada tahap ekstraksi, tepung KBM diekstrak dengan menggunakan pelarut terpilih pada suhu ruang, 40 oC, 60 oC, dan 80 oC masing-masing selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam. Ekstrak yang didapat kemudian dihilangkan kandungan polisakarida terlarutnya dengan menambahkan etanol 96 % lalu dievaporasi menggunakan vacuum evaporator hingga diperoleh ekstrak kering KBM dalam bentuk serbuk. Tahapan selanjutnya adalah analisis ekstrak, yang terdiri dari penentuan total padatan ekstrak, penentuan total kapasitas antioksidan, penentuan total fenol, penentuan kadar antosianin, dan penentuan total xanthone. Secara lengkap alur penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 8. Ekstraksi
Analisis Ekstrak
Tepung KBM
Analisis Kimia 1. Analisis total padatan ekstrak 2. Penentuan total kapasitas antioksidan 3. Penentuan total senyawa fenolik 4. Penentuan kadar antosianin 5. Penentuan total xanthone (b)
Maserasi / perendaman dengan Pelarut Terpilih Pengaturan suhu perendaman :
Suhu Ruang 40oC 60oC 80oC
Perendaman selama 2, 4 jam, dan 6 jam Ekstrak KBM Cair Penghilangan Polisakarida Vacuum Evaporasi 50 oC Ekstrak KBM Serbuk Gambar 8. Bagan Alir Garis Besar Penelitian Utama
Tahapan ekstraksi yang dilakukan akan dijelaskan lebih lengkap pada Gambar 9 dan Gambar 10. Ekstraksi antioksidan dari KBM akan dilakukan dengan menggunakan metode maserasi atau perendaman. Tahap ekstraksi ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap ekstraksi dan reduksi tanin yang berlebih, tahap penghilangan polisakarida, serta tahap evaporasi. Tepung KBM Di tambahkan Pelarut Terpilih sebanyak 10:1
Di tambahkan Asam Tartarat sebanyak 1 %
Ekstraksi dengan Maserasi di dalam water bath pada suhu ruang, 40oC, 60oC, dan 80oC
2 jam
4 jam
6 jam
Penyaringan dengan kain saring Sentrifuse 15 menit, 1.500 rpm Penambahan Gelatin 0,5 %
Sentrifuse 15 menit, 2.500 rpm
Ekstrak KBM Cair Gambar 9. Proses Ekstraksi Tepung KBM Tahap Ekstraksi dan Reduksi Tanin yang Berlebih
Mula-mula tepung KBM yang telah dipersiapkan sebelumnya direndam dengan menggunakan pelarut terpilih yang telah ditambahkan
asam tartarat sebanyak 1 % dengan perbandingan 1:10 (bahan : pelarut). Perendaman atau maserasi dilakukan selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam dengan beberapa perlakuan suhu yaitu suhu ruang, 40 oC, 60 oC, dan 80 oC. Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, ekstrak kemudian disaring menggunakan kain saring dan disentrifuse selama 15 menit 1.500 rpm, hingga diperoleh filtrat yang terbebas dari solut. Filtrat tersebut lalu ditambahkan gelatin sebanyak 0,5 % untuk menggendapkan tannin yang terdapat pada kulit buah manggis. Setelah 10 menit, filtrat kemudian disentrifuse kembali selama 15 menit 2.500 rpm dan disaring sehingga didapatkan ekstrak KBM Cair.
Ekstrak KBM Cair P E N G H I L A N G A N
P O L I S A K A R I D A
Di tambahkan Etanol 96 %, 6/10 bagian terhadap ekstrak
Penyaringan dengan penyaring vacuum
Gum KBM Ekstrak KBM cair + Etanol 96 %
E V A P O R A S I
Vacuum Evaporasi pada Suhu 40 oC hingga Ekstrak kering
Pelarut Air dan Etanol 96 %
Ekstrak KBM Serbuk Cair Gambar 10. Proses Ekstraksi Tepung KBM Tahap Penghilangan Polisakarida dan Tahap Evaporasi
Pada tahap selanjutnya, ekstrak yang diperoleh kemudian ditambahkan etanol 96 % secara perlahan sebanyak 6/10 bagian dari jumlah ekstrak yang diperoleh. Gum yang terlarut pada ekstrak akan menggumpal sehingga mudah untuk disaring dan dipisahkan. Ekstrak KBM cair + Etanol 96 % kemudian akan dikeringkan lebih lanjut menggunakan vacuum evaporator pada suhu 40
o
C hingga seluruh
pelarutnya menguap dan mengering. Ekstrak KBM serbuk tersebut kemudian disimpan ke dalam freezer dan dianalisis lebih lanjut.
C. METODE ANALISIS Tahap analisis ekstrak terdiri dari dua bagian yaitu analisis yang digunakan pada percobaan pendahuluan dan analisis yang digunakan pada percobaan utama. Jenis – jenis analisis yang digunakan pada percobaan pendahuluan adalah analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat), analisis warna menggunakan cromameter, serta analisis total gula metode anthone. kimia dan analisis mikrobiologi. Sedangkan analisis pada percobaan utama yaitu analisis total padatan, analisis total kapasitas antioksidan, analisis kadar antosianin, dan analisis total xanthone.
1. Analisis Kadar Air, metode gravimetri (AOAC, 1995) Mula-mula cawan kosong dikeringkan dengan oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 4 – 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan dan ditimbang bobotnya terlebih dahulu. Selanjutnya, cawan beserta dengan sampel di dalamnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 oC selama 6 jam. Cawan berserta sampel tersebut kemudian dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan, dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai diperoleh berat yang konstan. Kadar air bahan akan dihitung berdasarkan berat yang hilang yaitu selisish berat awal dengan berat akhir. Penetapan kadar air berdasarkan perhitungan:
Kadar air (g/100g bahan basah)
W - (W1 - W2 ) 100 % W
Kadar air (g/100g bahan kering)
W - (W1 - W2 ) 100 % W1 - W2
Dimana: W = berat bahan awal sebelum dikeringkan (g) W1 = berat contoh + berat cawan kering kosong (g) W2 = berat cawan kosong (g) 2. Analisis Total Padatan Terlarut (AOAC, 1995) Analisis ini mengikuti metode AOAC dengan beberapa perubahan. Sebanyak 2 gram ekstrak ditimbang dan dilarutkan ke dalam 4 ml aquades. Kemudian ekstrak cair dipipet ke dalam cawan alumunium sebanyak 2 gram lalu dimasukkan ke dalam oven suhu 100-105 °C selama satu malam. Setelah itu, cawan diangkat dan didinginkan ke dalam desikator selama 15 menit hingga beratnya menjadi konstan dan ditimbang. Tahap ini dilakukan berulang sampai didapatkan berat yang konstan dari sampel.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 % =
𝐹𝑃 =
𝑎 × 𝐹𝑃 𝑋100 % 𝑏
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐿𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛
Keterangan : a = Berat larutan ekstrak KBM kering (gram) b = Berat ekstrak kering yang digunakan (gram)
3. Analisis Kadar Abu, metode tanur (AOAC, 1995) Pada pengukuran kadar abu digunakan alat tanur. Cawan porselin dipanaskan terlebih dahulu di dalam oven selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 4-5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu dibakar sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur bersuhu 600 oC sampai berwarna putih (semua contoh menjadi abu) dan mencapai bobot yang konstan. Cawan
beserta sampel tersebut kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Penetapan kadar abu didasarkan pada perhitungan :
Kadar abu (g/100g bahan basah)
W1 - W2 100 % W
Kadar abu (g/100g bahan kering)
Kadar abu (bb) 100 % ( 100 - kadar air (bb))
Dimana: W = berat bahan awal sebelum diabukan (g) W1 = berat contoh + berat cawan sesudah diabukan (g) W2 = berat cawan kosong (g) Kadar air (bb) = kadar air bahan dalam basis basah (%)
4. Analisis Kadar Protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC,1995) Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl. Sejumlah kecil sampel (0,1–0,15 g) ditempatkan dalam labu kjeldahl. Kedalamnya ditambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2,0 ± 0,1 ml H2SO4, dan beberapa batu didih. Sample dididihkan selama 1 – 1,5 jam hingga mendidih. Cairan yang dihasilkan didinginkan untuk kemudian ditambahkan 8 – 10 ml NaOH – Na2S2O3 dan dimasukkan ke dalam alat destilasi. Di bawah kondensor alat destilasi diletakkan erlenmeyer yang berisi 5ml larutan H3BO3 dan beberapa tetes indikator merah metil. Ujung selang kondensor harus terendam larutan tersebut untuk menampung hasil destilasi sekitar 15 ml. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 M hingga terbentuk warna abu-abu. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Penetapan kadar protein didasarkan pada perhitungan : %N
(a - b) N HCl 14. 007 100% mg contoh
Kadar Protein (g/100g bahan basah) % N FK Kadar Protein (g/100g bahan kering)
kadar protein (bb) 100% (100 - kadar air (bb))
Dimana : a = ml titrasi HCl pada sampel b = ml titrasi HCl pada blanko FK = faktor konfersi Kadar protein (bb) = Kadar protein basis basah (%) % N = Kandungan nitrogen pada sampel (%)
5. Analisis Kadar lemak, metode soxlet (AOAC, 1995) Penentuan kadar lemak dilakukan berdasarkan metode ekstraksi soxlet. Labu takar dikeringkan dalam oven. Sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam bentuk tepung, dibungkus dengan kertas saring dan ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berisi sampel diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxlet yang dirangkai dengan kondensor. Pelarut heksana dimasukkan secukupnya ke dalam labu soxlet kemudian dilakukan refluks minimal selama 5 jam. Labu takar akan berisi lemak hasil ekstraksi dan kemudian dipanaskan untuk menguapkan pelarut yang tercampur dengan lemak sampel. Penetapan kadar lemak didasarkan perhitungan :
Kadar Lemak (g/100g bahan basah) Kadar Lemak (g/100g bahan kering)
W1 - W2 100 % W0
Kadar lemak (bb) 100 % (100 - Kadar air (bb))
Dimana : W0 = berat contoh (g) W1 = berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = berat labu lemak kosong (g) Kadar lemak (bb) = kadar lemak dalam basis basah Kadar air (bb)
= kadar air dalam basis basah
6. Analisis Kadar karbohidrat (by difference) (Apriantono et. Al., 1989) Kadar Karbohidrat (%bb) = 100% – (P+A+KA+L) (%bk) = 100% – (P+A+L)
Dimana :
P
=
kadar protein
KA
=
kadar air
A
=
kadar abu
L
=
kadar lemak
7. Analisis Total Gula, metode anthrone (AOAC, 1995) Penentuan total gula dengan metode Anthrone dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap analisis. Sebanyak 0,5 gr sampel (ekstrak) dimasukkan ke dalam gelas piala 300 ml dan ditambahkan 100 ml aquades serta 1 g CaCO3. Larutan tersebut kemudian dididihkan selama 30 menit, kemudian didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml. Sebanyak 1,5 – 2,5 ml larutan Pb asetat jenuh ditambahkan ke dalamnya hingga larutan tersebut menjadi jernih dan tepatkan hingga tanda tera dengan aquades. Kocok larutan tersebut lalu saring dengan kertas saring. Setelah proses penyaringan selesai, sebanyak 30 ml filtrat diambil ke dalam gelas piala dan ditambahkan 1,5 g Na-oksalat kering untuk mengendapkan Pb dan disaring kembali untuk analisis total gula. Pada tahap analisis, sebanyak 5 ml larutan pada tahap persiapan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan aquades. Setelah diencerkan, sebanyak 1 ml contoh dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup dan kedalamnya dimasukan pereaksi anthrone 0,1 % (dalam asam sulfat pekat) sebanyak 5 ml. Vortex dan kocok hingga merata lalu dipanaskan pada penangas air 100 oC selama 12 menit. Setelah didinginkan, larutan dipindahkan ke dalam kuvet dan dibaca absorbansinya dengan spektofotometer pada λ 630 nm. Larutan glukosa digunakan sebagai standar sedangkan untuk blanko larutan glukosa diganti menjadi aquades.
8. Analisis Warna Menggunakan Chromameter Pengukuran warna ekstrak dilakukan dengan alat chromameter. Sebelum dianalisis, ekstrak terlebih dahulu dikemas ke dalam plastik bening kemudian ditempelkan pada detektor digital lalu angka hasil
pengukuran akan terbaca pada layar. Pada alat ini angka yang terukur berupa nilai-nilai L, a, b, dan ho (hue), dimana: L = nilai yang menunjukkan kecerahan berkisar 0-100 a = merupakan warna campuran merah-hijau a positif (+) antara 0 – 100 untuk warna merah a negatif (-) antara 0 – (-80) untuk warna hijau b = merupakan warna campuran biru-kuning b positif (+) antara 0 – 70 untuk warna kuning b negatif (-) antara 0 – (-80) untuk warna biru nilai ohue kemudian dihitung menggunanakan nilai L, a, b yang telah didapatkan sebelumnya dengan rumus di bawah ini.
2
C * a * b*
2 1/ 2
a
h arctan b
*
*
Nilai hue yang didapatkan kemudian dicocokkan dengan nilai hue yang ada pada bola imajiner Munsel (Gambar 10), sehingga diperoleh data warna secara objektif. Nilai hue yang diperoleh dari metode Hunter harus
berada
dalam
bentuk
nilai
derajat
radian
diinterpretasikan kedalam bola imajiner Munsell. .
Gambar 11. Bola Imaginer Munsell
agar
dapat
Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell juga dipengaruhi oleh nilai a dan b-nya. Jika nilai hue yang diperoleh pada metode Hunter bernilai negatif maka untuk mengintrepetasikan warnannya pada diagram Munsell, nilai negatifnya dihilangkan terlebih dahulu kemudian diukur pada kuadran yang paling tepat atau sesuai dengan nilai a dan b-nya. Pada kuadran dua nilai a bernilai negatif dan b bernlai positif. Pada kuadran ketiga a dan b sama bernilai negatif. Sedangkan pada kuadran empat, nilai a bernilai positif dan b bernilai negatif. Setelah didapatkan interpretasi warna pada diagram Munsell maka data ini dapat dibandingkan dengan data visual yang tampak.
9. Analisis Kapasitas Total Antioksidan, metode DPPH (Kubo et al., 2002) Penentuan kapasitas total antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Mula-mula sebanyak 4 ml buffer asam asetat dicampur dengan 7.5 ml metanol dan 400 µl DPPH kemudian divortex. Setelah merata, sebanyak 100 µl sampel (ekstrak) dengan konsentrasi 500 ppm kemudian ditambahkan ke dalamnya lalu divortex kembali hingga merata. Larutan campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 20 menit pada tempat gelap dan diukur menggunakan spektrofotometer pada λ 517 nm. Dalam penentuan kurva standar larutan sampel yang digunakan diganti dengan larutan standar antioksidan yaitu vitamin C sedangkan untuk kontrol negatif digunakan larutan metanol. Perhitungan kapasitas antioksidan dapat dinyatakan dalam % kapasitas antioksidan dan AEAC (Ascorbic Equivalen Antioksidant Capacity) dengan menggunakan kurva standar. Rumus yang digunakan dapat dilihat dibawah ini : % Kapasitas Antioksidan = A kontrol – A sampel x 100% A Kontrol 𝐴𝐸𝐴𝐶 (
𝑚𝑔 𝑎𝑠. 𝑎𝑠𝑘𝑜𝑟𝑏𝑎𝑡 𝐶 × 𝐹𝑃 × 102 ) = 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑀
Dimana:
KA
= Kapasitas antioksidan (%)
A kontrol = Absorbansi kontrol A sampel = Absorbansi sampel C
= Konsetrasi sampel yang didapat dari Kurva Standar (mg/L)
FP
= Faktor pengenceran, ( 2 )
M
= Berat Ekstrak KBM Serbuk yang digunakan (mg)
102
= Faktor Konversi Satuan
10. Penentuan Total Senyawa Fenolik (Shetty et al., 1995) Sampel (ekstrak) diencerkan hingga memiki konsentrasi sebesar 200 ppm. Setelah diencerkan, sebanyak 1 ml sampel diambil dan ditambahkan 1 ml etanol 95 % serta 5 ml aquades. Larutan campuran tersebut kemudian divorteks dan ditambahkan 5 ml reagen folinciocalteau 50% lalu diforteks kembali. Larutan tersebut didiamkan selama 5 menit lalu tambahkan 1 ml NaCO3 5% agar kondisi menjadi basa (folin bekerja optimum). Vortex kembali dan didiamkan (inkubasi) dalam ruang gelap selama 120 menit dan vortex kembali setiap 1 jam. Setelah inkubasi selesai, larutan tersebut diukur dengan spektrofotometer pada λ 725 nm. Asam galat ataupun katekin digunakan sebagai standar pada pengukuran total senyawa fenolik. 𝑚𝑔 𝑎𝑠. 𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡/𝑘𝑎𝑡𝑒𝑘𝑖𝑛 𝐶 × 𝐹𝑃 × 102 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝐹𝑒𝑛𝑜𝑙𝑖𝑘 ( ) = 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑀
Dimana:
C
= Konsetrasi sampel yang didapat dari Kurva Standar (mg/L)
FP
= Faktor pengenceran, ( 5 )
M
= Berat Ekstrak KBM Serbuk yang digunakan (mg)
102
= Faktor Konversi Satuan
11. Penentuan Kadar Antosianin (Boyko et al., 2006) Penentuan total kadar antosianin dilakukan dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Boyko et al. (2006) yang dimodifikasi. Mula-mula sebanyak 500 mg ekstrak dilarutkan ke dalam 9 ml metanol kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dipisahkan antara filtrat dengan solidnya. Filtrat yang terbentuk kemudian diencerkan sebanyak 10 kali menggunakan metanol sehingga didapatkan larutan ekstrak dengan konsentrasi 5000 ppm. Setelah dilakukan penenceran, sebanyak 9 ml ekstrak tersebut masing-masing dicampur dengan 0.25 M buffer KCL (pH 1,0, 1 ml) dan 4 M buffer asetat (pH 4,5, 1 ml). Absorbansi dari ke dua larutan tersebut kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Perhitungan kadar antosianin dihitung dengan menggunakan hukum Lambert-Beer dengan rumus di bawah ini.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑛𝑡𝑜𝑠𝑖𝑎𝑛𝑖𝑛(
𝑚𝑔 ∆𝐴 × 𝑀 × 𝐷𝐹 × 103 ) = 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝜀 ×𝑊
dimana : ∆𝐴 = Selisish absorbansi pH 1.0 dengan pH 4.5 pada λ 515 M = Bobot molekul sianidin 3-O-glukosida (445 g/mol) DF = Faktor pengenceran 𝜀
= Absorbsi molar sianidin 3-O-glukosida (29.600 L mol-1 cm-1)
W = Bobot kering ekstrak yang digunakan (gram)
12. Penentuan Total Xanthone (a) Penetuan total xanthone dilakukan dengan menggunakan prinsip metode Boyko (1982) dengan menggunakan nilai emisifikasi α-mangostin. Mula-mula sebanyak 10 ml sampel diekstrak menggunakan 10 ml etil asetat sebanyak tiga kali. Hasil ekstraksi tersebut kemudian diuapkan menggunakan rotavapor pada suhu 60oC hingga diperoleh padatan kuning. Padatan tersebut kemudian dilarutkan ke dalam 10 ml metanol untuk kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 320 nm. Perhitungan yang digunakan dapat dilihat di bawah ini.
𝐴
𝑐 = 𝛆 ×𝐛 Jumlah xanthone (mg/ml sampel) =
𝑐 𝑥 𝐵𝑀 𝑋 10 𝑥 𝐹𝑃 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Keterangan : A = Absorbansi; b = Lebar kuvet (mm) ε = emisifikas α-mangostin (3,16 x 103 liter/mol) c = konsentrasi ekstrak (mol/liter) BM = massa molekul relatif α-mangostin (410,47 gr/mol)
13. Penentuan Total Xanthone (b) (Pothitirat, 2008) Penentuan total xanthone ini dikukan menurut Pothitirat (2008) dengan beberapa perubahan. Penentuan total xanthone dibagi menjadi empat tahap yaitu penentuan panjang gelombang maksimun xanthone (α mangostin), pemurnian crude xanthone dari sampel (ekstrak), penentuan kurva standar, dan pengukuran konsentrasi xanthone menggunakan spektrofotometer. Sebelum pengukuran xanthone dilakukan, salah satu hal yang penting yang harus dilakukan adalah menentukan panjang gelombang maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Shimadzu UV-160. Mula-mula larutan standar xanthone diencerkan hingga mencapai konsenrasi 10 ppm. Larutan standar yang sudah diencerkan tersebut lalu dimasukkan ke dalam spektrofotometer. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang 200 nm - 400 nm dengan jarak antar pengukuran sebesar 5 nm. Puncak kurva pada hasil pengukuran tersebut adalah panjang gelombang maksimum xanthone. Langkah selanjutnya yaitu pemurnian ekstrak. Sebelum diukur, sampel yang akan diuji terlebih dahulu diekstrak dengan menggunakan etilasetat. Sebanyak 100 mg sampel dilarutkan ke dalam 10 ml aquades yang kemudian akan diekstrak lebih lanjut menggunakan 10 ml etilasetat
atau dengan perbandingan 1 : 1. Ekstraksi tersebut dilakukan berulang sebanyak 3 kali sehingga total didapatkan hasil ekstrak etilasetat sebanyak 30 ml. Hasil ekstraksi tersebut lalu dipekatkan dengan vacuum evaporator hingga kering (solid). Setelah kering, padatan hasil ekstraksi kemudian dilarutkan menggunakan metanol sebanyak 10 ml dan dipindahkan ke vial. Dari vial, ekstrak yang sudah dimurnikan pertama-tama diencerkan sebanyak 50 hingga didapatkan konsentrasi sebesar 200 ppm, kemudian diukur absorbansinya dan dihitung konsentrasinya dengan menggunakan persamaan dari kurva standar. Pembuatan kurva standar pada prinsipnya sama dengan pengukuran xanthone namun, sampel diganti dengan larutan standar xanthone dan diukur sebanyak lima seri pengenceran dengan blanko metanol. 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑋𝑎𝑛𝑡ℎ𝑜𝑛𝑒 (
Dimana:
C
𝑚𝑔 α mangostin 𝐶 × 𝐹𝑃 × 10 ) = 𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑀
= Konsetrasi sampel yang didapat dari Kurva Standar (mg/L)
FP
= Faktor pengenceran, ( 50 )
M
= Berat Ekstrak KBM Serbuk yang digunakan (mg)
10
= Faktor Konversi Satuan
D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang dilakukan terbagi menjadi dua yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk penelitian pendahuluan dan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan percobaan faktorial untuk penelitian utama. Pada RAL digunakan satu jenis perlakuan (faktor) dengan pengulangan sebanyak dua kali. Percobaan penentuan bahan perendam dan percobaan penentuan jenis pelarut menggunakan RAL dengan masingmasing jenis perlakuan bahan perendam dan jenis pelarut. Pada RAKL faktorial perlakuan yang diblok adalah perlakuan ekstraksi.
Percobaan dilakukan dengan dua kali ulangan.
perlakuan terdiri dari :
Faktor-faktor
a. Perlakuan ekstraksi (blok), dengan satu taraf yaitu : 1 : Tepung KBM yang diekstraksi b. Suhu ekstraksi (A), dengan empat taraf yaitu : A1 : Suhu ruang A2 : Suhu 40 oC A3 : Suhu 60 oC A4 : Suhu 80 oC c. Lama ekstraksi (B), dengan tiga taraf yaitu : B1 : Ekstraksi selama 2 jam B2 : Ekstraksi selama 4 jam B3 : Ekstraksi selama 6 jam Model matematik untuk rancangan acak kelompok lengkap faktorial (Mattjik 2002) adalah sebagai berikut : Yijk = µ + ρi + Aj + Bk + ABjk + єijk dimana : Yijk
: Variabel yang diukur
µ
: Pengaruh rata-rata yang sebenarnya
ρi
: Pengaruh yang sebenarnya blok pada taraf ke – i
Aj
: Pengaruh yang sebenarnya faktor A pada taraf ke – j
Bk
: Pengaruh yang sebenarnya faktor B pada taraf ke – k
ABjk
: Pengaruh yang sebenarnya dari interaksi faktor A taraf ke-j dengan faktor B pada taraf ke-k
єijk
: Pengaruh kesalahan percobaan
Hasil pengukuran tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA dan dibantu dengan media pengolahan SPSS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakteristik Buah Manggis Yang Digunakan Manggis merupakan salah satu buah tropika yang berkulit tebal yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Hal ini didukung adanya penelitian-penelitian terbaru yang menyebutkan bahwa KBM memiliki kandungan antioksidan yang cukup tinggi. Namun demikian, tidak semua buah
manggis
dapat
dimanfaatkan
untuk
diekstrak
kandungan
antioksidannya. Palapol et al., (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan buah manggis maka kandungan antosianin pada manggis juga turut meningkat. Ia membagi tingkat kematangan buah manggis dalam enam tingkat dimana tingkat kematangan lima dan enam memiliki kandungan antosianin yang paling besar. Tingkat kematangan buah manggis yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 12. 5
6
Gambar 12. Tingkat Kematangan Buah Manggis Yang Digunakan * Dari kiri ke kanan : tigkat kematangan lima dan enam buah manggis
Buah manggis tersebut kemudian diproses menjadi tepung KBM dan diekstrak untuk dianalisis lebih lanjut. Sebelum digunakan, kedua sampel yaitu KBM segar dan tepung KBM dianalisis secara proksimat untuk mengetahui karakteristiknya. Hasil analisis proksimat yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat KBM Segar dan Tepung KBM Hasil (%) Jenis Analisis
Metode
KBM segar
SD
Tepung KBM
SD
Kadar Air
Gravimetri
62,05
0,2359
5,87
0,1097
Kadar Abu
Gravimetri
1,01
0,0643
2,17
0,0404
Lemak
Soxhlet
0,63
0,0551
6,45
0,0451
Protein
Kjeldahl
0,71
0,1570
3,02
0,0265
Total Gula
Anthrone
0,0493
Karbohidrat
By Different
1,17 35,61
2,10 82,50
0,1550 -
-
Hasil uji proksimat yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar air KBM segar cukup tinggi yaitu sekitar 62,05 % sehingga untuk menjaga kestabilan sampel perlu dilakukan proses pengeringan KBM segar menjadi tepung KBM. Secara keseluruhan setelah KBM segar ditepungkan terjadi kenaikan pada komponen-komponen lainnya, namun hal ini bukan berarti telah terjadi kenaikan yang sebenarnya. Kenaikan yang terjadi adalah akibat proses pengeringan yang mengakibatkan hilangnya air sehingga mempengaruhi perbandingan komposisi antar komponen yang masih tertinggal. Selain kandungan airnya yang tinggi, kandungan karbohidrat yang dimiliki oleh KBM segar juga cukup tinggi yaitu sebesar 35,61 %, lebih tinggi dari kandungan karbohidrat kulit pisang yang hanya sebesar 18,50 %, kulit jeruk sebesar 3,7 % (Arifin et al., 2006), dan kulit nanas sebesar 17,53 % (Wijana et al., 1991) dalam berat basah. Secara morfologi, KBM memiliki kemiripan dengan kulit pisang maupun kulit jeruk. Kulit jenis ini, merupakan jenis kulit buah yang banyak memiliki kandungan karbohidrat terutama kandungan polisakaridanya. Polisakarida yang terkandung di dalam kulit tersebut sebagian besar merupakan polisakarida yang larut di dalam air seperti pektin, selulosa, maupun gum. Tingginya kandungan karbohidrat KBM segar yang jauh lebih besar dibandingkan pada kulit pisang menunjukkan adanya indikasi bahwa
KBM segar juga banyak mengandung polisakarida. Melihat hal ini, maka perlu dilakukan proses penghilangan gum pada proses ekstraksi agar ekstrak KBM serbuk yang dihasilkan lebih stabil dan tidak bersifat terlalu higroskopis.
2. Jenis Bahan Perendam Pencegah Browning Salah satu penelitian yang tidak kalah penting adalah perlakuan perendaman KBM segar untuk mencegah proses browning oleh enzim polifenol oksidase. Menurut Elbe dan Schwartz (1996) secara enzimatis kehadiran enzim polifenol oksidase mempengaruhi kestabilan antosianin dan dapat merusak antosianin. Hal ini dipertegas oleh Kader et al., (1999) yang menyatakan bahwa dengan kehadiran oksigen, enzim polifenol oksidase mampu mengkatalisis reaksi oksidasi asam klorogenik menjadi klorogenik quinon. Senyawa kuinon ini menyebabkan senyawa antosianin terdegradasi menjadi produk yang berwarna kecoklatan. Dengan berubahnya warna, diperkirakan aktivitas antioksidan KBM akan menurun sehingga pada penelitian akan diambil parameter perubahan warna bukan berdasarkan aktivitas antioksidan. Melihat hal tersebut, dilakukan proses perendaman menggunakan tiga bahan perendam yang umum digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi browning secara enzimatik yaitu air, metabisulfit 0,3 %, dan asam asetat 0,3 %. Ketiga bahan perendam tersebut mampu menghambat reaksi pencoklatan dengan mencegah molekul oksigen bertemu dengan enzim polifenol oksidase untuk membentuk kuinon. Hasil pengamatan Chromameter terhadap tepung KBM yang dihasilkan menunjukkan bahwa bahan perendam air merupakan bahan perendam yang terbaik dalam mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada percobaan ini. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya nilai hue (ho) tepung KBM yang direndam di dalam air yaitu sebesar 36,1o. Nilai hue kemudian diinterpretasikan dalam bola imajiner Munsel sehingga didapatkan bahwa tepung KBM tersebut berwarna merah. Semakin merah tepung KBM, berarti semakin efektif suatu bahan perendam untuk mencegah terjadinya
reaksi kerusakan antosianin akibat reaksi pencoklatan oleh enzim polifenol oksidase.
Hasil
pengukuran
warna
tepung
KBM
menggunakan
chromameter dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Chromameter Tepung KBM pada Berbagai Perendam Bahan Perendam
L
a
b
hue (h o)
Warna
Air
53,34
19,02
13,87
36,10o
Merah
Metabisulfit 0,3 %
59,13
16,29
15,39
43,37 o
Kuning – Merah
Asam Asetat 0,3 %
57,65
14,32
23,64
58,79 o
Kuning – Merah
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa senyawa metabisulfit dan asam asetat tidak mampu mempertahankan warna merah dari antosinin KBM. Perubahan warna tepung KBM menjadi kekuningan merupakan indikasi terjadinya reaksi antara metabisulfit dengan senyawa antosianin. Elbe dan Schwartz (1996) mengatakan bahwa gugus SO2 dapat berikatan dengan flavilum pada posisi C-4 dan membentuk kompleks senyawa yang tidak berwarna. Reaksi tersebut bersifat reversibel dan warna pada senyawa antosianin dapat dimunculkan kembali dengan melakukan proses desulfuring (pencucian) sebelum dilakukan proses lebih lanjut. Namun, ada kalanya proses ini bersifat irreversibel seperti pada proses pembuatan maraschino. Diduga pada penelitian kali ini terjadi hal yang sama dimana setelah pencucian tetap terjadi discolorasi warna KBM. Diperkirakan konsentrasi metabisulfit yang terlalu tinggi menjadi penyebab reaksi tersebut tidak bersifat reversible seperti pada proses pembuatan maraschino. Metabisulfit yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah sodium metabisulfit yang memiliki ikatan dengan ion Na+. Adanya ikatan ini menyebabkan pH larutan menjadi naik atau dengan kata lain menyebabkan suasana larutan menjadi basa. Elbe dan Schwartz (1996) mengatakan bahwa pada kondisi basa senyawa antosianin berubah bentuk dari flavilum menjadi carbinol base yang tidak berwarna sehingga mudah
terdegradasi. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya penyimpangan seperti yang telah dikemukakan di atas. Hal serupa tidak terjadi pada KBM yang direndam dengan air. Perendaman dengan bahan perendam air mampu mencegah terjadinya reaksi pencoklatan tanpa menimbulkan reaksi dengan komponen antosianin. Kandungan pH air yang netral (pH 7) diduga dapat mempertahankan senyawa antosianin dalam bentuk flavilum yang lebih stabil bila dibandingkan dengan bentuk carbinol basenya. Melihat hal ini, bahan perendam air akan digunakan kemudian sebagai bahan perendam dalam proses selanjutnya.
3. Pelarut Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah. Zat-zat yang polar hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat-zat yang non-polar hanya larut di dalam pelarut non-polar (Winarno et al., 1973). Tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sangat menentukan jumlah zat aktif karena pada proses ekstraksi berlaku prinsip “like dissolve like” dimana zat hanya akan terlarut dengan baik dan terekstrak apabila pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang sama. Tingkat kepolaran berbagai jenis pelarut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Kepolaran Jenis-jenis Pelarut Jenis Pelarut
Indeks Polaritas
Etil Asetat Methanol Aseton Etanol Air
4,4 5,1 5,1 5,2 9,0
Sumber : www.phenomenex.com
Pelarut-pelarut yang digunakan adalah air, etanol 96%, etanol 70 %, aseton teknis (berikutnya akan disebut aseton 90 %), dan aseton teknis yang diencerkan dengan air sebanyak 20 % (berikutnya disebut aseton 72
%). Hasil ekstraksi tepung KBM pada suhu ruang selama 4 jam dengan pelarut-pelarut tersebut kemudian akan dianalisis kimia. Hasil analisis kapasitas antioksidan, total senyawa fenol, total antosianin, dan total xanthone dapat dilihat pada Gambar 13 s/d Gambar 17.
Kapasitas Antioksidan (%)
(d)
89,31
90 89 88 87 86 85 84 83 82 81
(c)
(bc)
86,63
86,29
Air
(ab)
(a)
84,60
84,16
Etanol 70 % Etanol 96 % Aseton 72 %
Aseton 90 %
Jenis Pelarut
Gambar 13. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut Dengan Metode DPPH
Total Senyawa Fenolik (mg katekin/g Tepung KBM)
Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d) : menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). (e)
(d)
154,57
136,98
160 140 120 100 80 60 40 20 0
(c)
118,93
Air
(b)
(a)
50,50
49,39
Etanol 70 % Etanol 96 % Aseton 72 Aseton 90 % % Jenis Pelarut
Gambar 14. Total Senyawa Fenolik Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e) : menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Absorbansi
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
y = 0,0027x - 0,0277 R² = 0,9941 0
50
100
150
200
250
300
Konsentrasi Katekin (mg/L)
Gambar 15. Kurva Standar Katekin Pada Analisis Total Senyawa Fenolik
Total Antosianin (mg/g tepung KBM)
(e)
7 6 5 4 3 2 1 0
(d) (c)
6,22
5,80
5,70
(b) (a)
0,83
0,13 Air
Etanol 70 % Etanol 96 % Aseton 72 Aseton 90 % % Jenis Pelarut
Gambar 16. Total Antosianin Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e) : menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). (e)
Total Xanthone (mg α mangostin/g Tepung KBM)
78,52 80 70 60 50 40 30 20 10 0
(d)
34,95 (b)
(a)
(c)
25,80
9,05
0,72 Air
Etanol 70 %
Etanol 96 Aseton 72 Aseton 90 % % % Jenis Pelarut
Gambar 17. Total Xanthone Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Pelarut Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e) : menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Dari Gambar 13 didapatkan bahwa tepung KBM yang diekstrak menggunakan pelarut aseton 72 % memiliki kapasitas antioksidan paling besar yaitu sebesar 89,1 %, disusul pelarut etanol 70 % dan pelarut air yang masing-masing memiliki kapasitas antioksidan sebesar 86,63 % dan 86,29 %. Rata-rata kelima ekstrak dari berbagai pelarut memiliki kapasitas antioksidan yang lebih besar bila dibandingkan dengan asam askorbat 800 ppm yang hanya sebesar 79,26 %. Hal ini serupa dengan Weecharangsan et al, (2006) yang menyatakan bahwa KBM yang diekstrak menggunakan pelarut air dan etanol 50 % menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dengan nilai IC50 masing-masing sebesar 34,98 ± 2,24 µg/ml untuk ekstrak air dan sebesar 30,76 ± 1,66 µg/ml untuk ekstrak etanol 50 %. Berdasarkan uji ANOVA perbedaan polaritas pelarut dalam hal ini menyebabkan perbedaan yang nyata pada kapasitas antioksidan ekstrak (p<0,05). Hasil analisis total senyawa fenolik pada Gambar 14 menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan analisis kapasitas antioksidan dimana tepung KBM yang diekstrak dengan menggunakan pelarut air memiliki kandungan total senyawa fenolik paling tinggi, setara dengan 154,57 mg katekin/g tepung KBM disusul pelarut etanol 70 % dan aseton 72 %. Kandungan total senyawa fenolik tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kandungan total senyawa fenolik KBM yang diekstrak menggunakan pelarut methanol 80 % yaitu sebesar 218,1 ± 18,0 mg katekin / g KBM dry basis (Zadernowski et al., 2009). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan polaritas pelarut yang digunakan dan adanya proses pengeringan KBM segar menjadi tepung KBM. Adanya proses pemanasan pada proses pengeringan KBM segar
menjadi
tepung
KBM
diduga
menjadi
penyebab
utama
tredegradasinya senyawa fenolik. Berdasarkan uji statistik ANOVA perbedaan polaritas pelarut menyebabkan perbedaan kandungan total senyawa fenolik yang nyata pada seluruh jenis ekstrak yang diperoleh (p<0,05).
Senyawa fenolik pada tepung KBM sebagian besar bersifat polar sehingga dapat dengan mudah terekstrak pada pelarut air. Bila hasil ini dihubungkan dengan hasil analisis kapasitas antioksidan pada Gambar 14, maka terdapat sedikit kejanggalan dimana ekstrak tepung KBM menggunakan pelarut air yang memiliki kandungan total senyawa fenolik terbesar tidak memiliki kapasitas antioksidan terbesar. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan struktur komponen fenolik yang terekstrak. Diduga komponen fenolik yang terekstrak pada pelarut air memiliki gugus hidroksil (-OH) yang jauh lebih sedikit dan lebih sulit untuk mendonorkan atom hidrogen (energi aktifasinya lebih tinggi) bila dibandingkan komponen fenolik yang terekstrak menggunakan pelarut aseton 72 %. Gugus hidroksil (-OH) pada komponen antioksidan merupakan gugus yang berperan pada proses transfer elektron untuk menstabilkan radikal bebas. Semakin banyak gugus hiroksi yang dimiliki oleh komponen antioksidan maka semakin banyak elektron yang dapat didonorkan untuk menstabilkan radikal bebas. Selain itu, terdapat pula kemungkinan komponen – komponen lainnya seperti alkaloid dan beberapa vitamin antioksidan yang juga berperan terhadap terjadinya kejanggalan tersebut. Kecenderungan yang serupa juga terlihat pada hasil analisis total antosianin (Gambar 16) dimana tepung KBM yang diekstrak dengan menggunakan pelarut air memiliki kandungan total antosianin yang paling tinggi yaitu sebesar 6,22 mg/g tepung KBM disusul pelarut aseton 72 % dan etanol 70 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa antosianin KBM lebih mudah larut pada pelarut-pelarut dengan kepolaran yang cukup tinggi. Namun, hasil yang sama sekali berbeda terlihat pada hasil analisis total xanthone. Hasil analisis total xanthone (Gambar 17) menunjukkan bahwa tepung KBM yang diekstrak menggunakan pelarut aseton 90 % memiliki kandungan total xanthone (pendekatan dengan menggunakan α manggostin) yang paling tinggi yaitu sebesar 78,52 mg α manggostin /g tepung KBM disusul oleh etanol 96 % dan aseton 72 %.
Hasil analisis total xanthone ini sesuai dengan pernyataan Walker (2007) bahwa senyawa xanthone secara alami sukar untuk terlarut di dalam air sehingga sulit diekstrak bila menggunakan pelarut air namun demikian, senyawa xanthone dapat larut di dalam pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda seperti pelarut metanol hingga pelarut hexan. Hasil analisis total xanthone yang didapat jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Chaivisuthangkura et al., (2009) yang menyatakan bahwa kandungan α manggostin KBM yang diekstrak menggunakan etil asetat berkisar antara 47,04 – 50,55 mg/g tepung KBM. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan pelarut yang digunakan dan bahan baku (KBM) yang digunakan. Tidak dilakukannya proses pemurnian xanthone (α manggostin) juga diduga mengakibatkan terjadinya penumpukkan absorbansi pada panjang gelombang yang berbeda antar komponen yang ada (kesalahan postif). Berdasarkan uji ANOVA perbedaan polaritas pelarut menyebabkan perbedaan yang nyata pada hasil analisis total antosianin maupun total xanthone (p<0,05). Hasil keempat uji di atas menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan lebih dipengaruhi oleh senyawa xanthone dibandingkan dengan senyawa antosianin dan senyawa fenolik lainnya. Hal ini terbukti dengan tingginya kapasitas antioksidan ekstrak tepung KBM yang menggunakan pelarut aseton 72 % dibandingkan dengan ektrak tepung KBM yang menggunakan pelarut air. Diketahui bahwa kandungan senyawa antosianin diantara keduanya tidak berbeda jauh yaitu 6,22 mg antosianin/g tepung KBM untuk pelarut air dan 5,80 mg antosianin/g tepung KBM untuk pelarut aseton 72 %. Sedangkan, perbedaan kandungan xanthone diantara keduanya sangat jauh yaitu 0,72 mg α manggostin/g tepung KBM untuk pelarut air dan 25,81 mg α manggostin/g tepung KBM. Senyawa antioksidan, senyawa fenolik, dan senyawa antosianin lebih mudah larut dan terekstrak pada pelarut dengan tingkat kepolaran yang cukup tinggi seperti air, etanol 70 %, maupun aseton 72 %. Sebaliknya, senyawa xanthone lebih mudah larut dan terekstrak pada
pelarut dengan tingkat kepolaran yang rendah seperti aseton 90 % dan etanol 96 %. Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa seiring dengan menurunnya tingkat kepolaran suatu pelarut semakin tinggi tingkat kelarutan xanthone dalam proses ekstraksi. Melihat hasil diatas, jika didasarkan pada hasil analisis kapasitas antioksidan maka pelarut yang digunakan pada tahap penelitian utama adalah pelarut aseton 72 %. Namun, pada penelitian utama selanjutnya pelarut yang digunakan adalah pelarut air. Hal ini dikarenakan hasil ekstrak komponen antioksidan tepung KBM menggunakan pelarut aseton 72 % bersifat non polar sehingga sulit untuk diaplikasikan untuk produk pangan terutama untuk produk minuman. Sifat pelarut air yang mudah didapat serta ekonomis juga menjadi salah satu alasan dipilihnya pelarut air pada tahap penelitian utama. Selain itu, kempuan pelarut air yang cukup menjanjikan dalam mengekstrak senyawa antioksidan (terbesar ketiga) dan total senyawa fenolik (terbesar pertama) juga mejadi pertimbangan.
B. PENELITIAN UTAMA Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap kapasitas antioksidan, kandungan total senyawa fenolik, total antosianin, dan total xanthone pada ekstrak tepung KBM menggunakan pelarut terpilih yaitu pelarut air. Interaksi diantara masingmasing komponen, dengan waktu maupun suhu yang optimum dalam proses ekstraksi masing-masing senyawa akan dibahas lebih lanjut pada bagian ini.
1. Total Padatan Ekstrak Penentuan total padatan ekstrak penting untuk dilakukan terlebih dahulu. Hasil analisis total padatan ekstrak digunakan untuk menentukan jumlah kadar air yang terkandung sehingga berat ekstrak dapat dinyatakan dalam bobot kering atau dry basis. Hasil analisis total padatan ekstrak Tepung KBM pada berbagai perlakuan waktu dan suhu ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 18.
Dari grafik yang ada dapat diketahui bahwa tepung KBM yang diekstrak pada suhu 80 oC selama 6 jam memiliki kandungan total padatan yang paling besar yaitu 90,09 %. Pada grafik juga dapat dilihat bahwa pada setiap perlakuan suhu ekstraksi, total padatan yang didapatkan relatif semakin meningkat seiring dengan bertambahnya lama waktu ekstraksi. Penambahan jumlah total padatan ini juga terjadi seiring dengan meningkatnya suhu ekstraksi. Sehingga, secara garis besar dapat dikatakan bahwa total padatan ekstrak akan semakin bertambah seiring dengan menaiknya suhu dan waktu ekstraksi.
92
Total Padatan (%)
90 88 86 84 82 80 78
2
4
6
Ruang
83,34 83,34
(ab)
84,02 84,02 (abc)
86,46 86,46
(de)
40 oC
84,38 84,38
(bc)
82,39 82,39 (a)
87,97 87,97
(e)
60 oC
85,34 85,34
(cd)
85,01 85,01 (bcd)
85,28 85,28
(cd)
80 oC
85,32 85,32
(cd)
84,62 84,62 (bcd)
90,09 90,09
(f)
Waktu Ekstraksi (Jam)
Gambar 18. Total Padatan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e), (f) : menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Secara umum, kadar air ekstrak yang didapatkan berkisar antara 17,61 % - 9,91 %. Hasil ini relatif tidak stabil karena terjadi beberapa pengecualian pada suhu ekstraksi 60 oC, dimana jumlah total padatan relatif tetap bahkan cenderung menurun pada setiap perlakuan waktu ekstraksi. Pengecualian juga terjadi pada lama ekstraksi 4 jam dimana
jumlah total padatan pada suhu ekstraksi 40 oC cenderung mengalami penurunan. Kandungan polisakarida yang tinggi pada KBM dan karakteristik kelarutan gum KBM pada pelarut air diduga menjadi penyebab terjadinya
beberapa pengecualian
di
atas. Selain itu,
karakteristik ekstrak yang sangat higroskopis juga menunjukkan bahwa kandungan polisakarida pada masing-masing ekstrak masih cukup tinggi. Namun demikian, hasil kadar air ekstrak yang didapat masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kadar air ekstrak arbei (39,40 %), stroberi (38,37 %), rosella (26,11 %), dan ubi ungu (33,79 %) yang diproses dengan metode yang serupa (Kristie, 2008). Tahap penghilanggan polisakarida pada proses ekstraksi diduga menjadi penyebab lebih rendahnya kadar air pada ekstrak tepung KBM yang diperoleh. Berkurangnya kandungan polisakarida menyebabkan berkurangnya sifat higroskopis pada ekstrak tepung KBM yang diperoleh.
2. Kapasitas Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa neutraceuticals yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia. Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji adanya aktifitas senyawa tersebut adalah dengan menggunakan metode DPPH. Metode ini menggunakan 1.1-Diphenyl-2Picryl-Hydrazyl sebagai radikal stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk senyawa yang stabil. Pada prinsipnya, atom hidrogen dari suatu senyawa antioksidan akan membuat larutan DPPH menjadi tidak berwarna yang dapat diukur menggunakan spektofotometer akibat terbentuknya DPPH tereduksi (DPPH-H) (Sharma dan Bhat, 2009). Hasil analisis kapasitas antioksidan menujukkan seberapa banyak kandungan senyawa antioksidan yang masih aktif dan memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa-senyawa radikal bebas. Sebagai pembanding pada umumnya digunakan senyawa antioksidan lainnya, pada kesempatan kali ini digunakan senyawa asam askorbat sebagai pembanding sehingga hasil pengukuran akan dinyatakan dalam satuan mg asam askorbat ekuivalen (AEAC). Kurva standar asam askorbat yang
digunakan beserta persamaan regresi liniernya dapat dilihat pada Gambar 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seiring dengan meningkatnya suhu dan waktu ekstraksi maka semakin sedikit senyawa antioksidan yang memiliki kemampuan untuk mereduksi senyawa radikal bebas. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya kapasitas antioksidan ekstrak pada Gambar 19 dan Gambar 21. 90 80 Kapasitas Antioksidan (%)
70 60 50 40 30 20 10 0
2
4
6
Ruang
81,67 81,67
(f)
76,90 (f) 76,90
77,14 77,14
(f)
40 oC
67,98 67,98
(e)
63,57 63,57 (e)
50,95 50,95
(d)
60 oC
47,98 47,98
(d)
48,33 48,33 (d)
42,38 42,38
(c)
80 oC
28,69 28,69
(b)
27,86 (b) 27,86
11,67 11,67
(a)
Waktu Ekstraksi (Jam)
Gambar 19. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air (Persen) Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e), (f) : menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
1 Absorbansi
0,8
y = -0,001x + 0,8172 R² = 0,9814
0,6
0,4 0,2 0 0
200
400
600
800
Konsentrasi As. Askorbat (mg/L)
Gambar 20. Kurva Standar Asam Askorbat
1000
Kapasitas antioksidan (mg as. askorbat/g ekstrak)
900 800 700 600 500
400 300 200 100 0
2
4
6
Ruang
767,29 767,29
(a)
713,54 713,54
(b)
696,01 696,01
(b)
40 oC
621,75 621,75
(c)
592,17 592,17
(c)
434,03 434,03
(d)
60 oC
418,61 418,61
(d)
423,95 423,95
(d)
363,59 363,59
(e)
80 oc
228,91 228,91
(f)
222,51 222,51
(f)
58,11 58,11
(g)
Waktu Ekstraksi (Jam)
Gambar 21. Kapasitas Antioksidan Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air (AEAC) Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e), (f), (g): menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Bila melihat hasil di atas, sebagian besar komponen antioksidan tepung KBM sangat mudah terdegradasi bila terpapar panas sehingga menjadi rusak. Hal ini sesuai dengan pernyataan para peneliti sebelumnya, senyawa antioksidan merupakan senyawa yang yang mudah teroksidasi. Adanya panas, cahaya, katalisator logam, maupun enzim-enzim seperti polifenol oksidase dapat mempercepat reaksi oksidasi senyawa tersebut. Ankrit Patras et al., (2009) juga menegaskan bahwa degradasi dapat terjadi karena reaksi oksidasi, pemutusan ikatan kovalen, maupun peningkatan laju reaksi oksidasi oleh panas. Senyawa antioksidan yang sudah teroksidasi akan menjadi rusak dan kehilangan kemampuan mendonorkan elektron unuk menetralkan senyawa-senyawa radikal. Secara keseluruhan, dapat diketahui bahwa tepung KBM yang diekstrak pada suhu Ruang selama 2 jam memiliki kapasitas antioksidan terbesar yaitu sebesar
81,67
% atau setara dengan 767,29 mg as askorbat/g ekstrak, sedangkan tepung
KBM yang diekstrak pada suhu 80 oC selama 6 jam memiliki kapasitas antioksidan terkecil yaitu sebesar 11,67 % atau setara dengan 58,11 mg as. askorbat/g ekstrak. Bila dibandingkan dengan hasil analisis kapasitas antioksidan pada percobaan pendahuluan, kapasitas antioksidan ekstrak pada percobaan utama mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 86,29 % menjadi 76,90 % (pada perlakuan ekstrak suhu ruang selama 4 jam). Penurunan kapasitas antioksidan ini diperkirakan terjadi karena adanya tahapan reduksi tannin saat proses ekstraksi pada penelitan utama.
3. Total Senyawa Fenolik Manggis merupakan buah yang kaya akan kandungan senyawa fenolik seperti tannin, antosianin, dan xanthone. Namun, manggis juga memiliki kandungan asam fenolik yang cukup besar seperti tumbuhtumbuhan pada umumnya. Dalam penelitiannya, Zadernowski et al., (2009) mengatakan bahwa asam protocathechuic merupakan kandungan asam fenolik yang terbesar pada KBM yaitu sebesar 2.301,3 ± 172 – 3.812 ± 181,8 mg/Kg KBM (dry basis). Total senyawa fenolik merupakan salah satu analisis yang sering digunakan untuk mengukur jumlah senyawa polifenol atau fenolik yang terdapat pada suatu bahan. Pada penelitian ini sebagai pembanding digunakan senyawa asam galat sehingga hasil pengukuran total senyawa fenolik akan dinyatakan dalam satuan mg asam galat ekuivalen (GAE). Kurva standar asam galat beserta persamaan
Abbsorbansi
liniernya dapat dilihat pada Gambar 22. 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
y = 0,0053x - 0,0622 R² = 0,9917 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi As. Galat (mg/L)
Gambar 22. Kurva Standar Asam Galat
300
Total Senyawa Fenolik (mg as. galat/g ekstrak)
310 300 290 280 270 260 250
2
4
6
Ruang
297,21 297,21
(c)
296,22 296,22
(c)
290,16 290,16
(d)
40 oC
293,00 293,00
(cd)
293,05 293,05
(cd)
288,79 288,79
(d)
60 oC
302,97 302,97
(ab)
304,29 304,29
(a)
298,33 298,33
(bc)
80 oC
288,13 288,13
(d)
281,30 281,30
(e)
268,41 268,41
(f)
Waktu Ekstraksi (Jam)
Gambar 23. Total Senyawa Fenolik Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e), (f), (g): menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Dari Gambar 23 didapatkan bahwa tepung KBM yang diekstrak menggunakan suhu 60 oC selama 4 jam memiliki kandungan total senyawa fenolik yang paling besar yaitu setara dengan 304,29 mg as. galat/ g ekstrak. Sebaliknya, tepung KBM yang diekstrak menggunakan suhu 80 oC selama 6 jam memiliki kandungan total senyawa fenolik yang paling kecil yaitu setara dengan 268,41 mg as. galat/ g ekstrak. Secara umum, suhu 60 oC merupakan suhu paling optimum proses ekstraksi senyawa fenolik dimana laju ekstraksi senyawa fenolik jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju degradasi senyawa fenolik. Berdasarkan uji statistik ANOVA, terjadi peningkatan yang nyata (p<0,05) pada jumlah total senyawa fenolik dengan menggunakan suhu ekstraksi 60 oC selama 4 jam. Peningkatan tersebut yaitu sebesar 7,08 mg senyawa fenolik setara asam galat/g ekstrak (bila dibandingkan dengan penggunaan suhu ruang selama 2 jam). Penelitian Venditty E. et al., (2009) menunjukkan hal yang
sama dimana ekstrak teh hijau maupun teh hitam yang diekstrak menggunakan suhu 90 oC memilki kandungan total senyawa fenolik yang lebih tinggi dibandingkan dengan teh yang diekstrak menggunakan air tanpa pemanasan. Ada beberapa dugaan mengapa kandungan total senyawa fenolik dapat meningkat pada suhu ekstraksi 60 oC. Chism dan Haart (1996) mengatakan bahwa beberapa senyawa fenolik terakumulasi pada vakuola sel tanaman. Randhir R. et al., (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa proses pemanasan dapat membebaskan senyawa asam fenolik yang terdapat di dalam konstituen sel dan yang terlindungi oleh dinding sel tanaman. Ia menduga bahwa disosiasi senyawa fenolik terkonjugasi oleh proses termal yang diikuti oleh polimerasi atau oksidasi dari konstituens senyawa fenolik menyebakan kenaikan tersebut. Kemungkinan lainnya, proses termal yang diberikan menyebabkan terbentuknya senyawa fenolik yang lain. Cheng et al., (2006) dalam penelitiannya menyatakan hal serupa dimana tepung biji gandum yang diberikan proses termal hingga 100 oC mengalami peningkatan kandungan total senyawa fenolik seperti ferulic, syringic, vanillic, and p-coumaric acids. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi degradasi senyawa fenolik terkonjugasi seperti tannin menjadi senyawa-senyawa fenolik sederhana. Pada suhu di bawah 60
o
C kenaikan suhu ekstraksi dan
peningkatan lama waktu ekstraksi menyebabkan rusaknya senyawa fenolik. Hal ini terjadi karena energi panas atau penetrasi panas yang diberikan belum cukup untuk dapat mendenaturasi dinding sel tanaman dan membebaskan senyawa fenolik yang terperangkap di dalamnya. Energi panas tersebut akan memepercepat terjadinya reaksi oksidasi senyawa fenolik yang ada sehingga mengakibatkan rusaknya senyawa fenolik tersebut. Dengan kata lain, energi panas yang diberikan tidak mampu meningkatkan laju ekstraksi total senyawa fenolik menjadi lebih tinggi dibandingkan laju degradasi total senyawa fenolik. Energi panas yang diberikan tidak boleh terlalu lama dan berlebihan (terlalu panas) karena apabila dinding sel telah terdenaturasi,
energi panas yang diberikan ikut memepercepat terjadinya oksidasi senyawa fenolik dan ikut merusak senyawa - senyawa tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 18 yang ditunjukkan dengan terjadinya penurunan kandungan senyawa fenolik pada lama waktu ekstraksi yang melebihi 4 jam dan suhu ekstraksi di atas 60 oC (suhu 80 oC). Karakteristik terutama sifat kelarutan senyawa fenolik KBM (tannin, antosianin, xanthone, maupun asam protocathechuic) turut berpengaruh terhadap jumlah total senyawa fenolik yang terekstrak. Terdapat korelasi yang signifikan (p<0,01) antara hasil uji total senyawa fenolik dengan hasil uji kapasitas antioksidan ekstrak. Dimana kandungan senyawa fenolik turut berperan sebagai antioksidan pada uji kapasitas antioksidan. Hal ini serupa dengan Paixa˜o et al., (2007) yang menyatakan bahwa kandungan total senyawa fenolik memiliki korelasi yang tinggi dengan aktivitas antioksidan. Hasil uji statistik dapat dilihat pada Lampiran 24.
4. Total Antosianin Antosianin merupakan senyawa polifenol yang banyak terdapat pada KBM. Menurut Palapol et al., (2008) senyawa antosianin yang banyak terdapat pada KBM adalah cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin3-glucoside. Terdapat banyak metode analisis pengukuran senyawa antosianin namun, yang paling sering digunakan adalah metode dengan perbedaan gradien pH. Pada prinsipnya metode ini mengukur selisih nilai absorbansi antara zat-zat pengotor dengan senyawa antosianin sehingga didapatkan senyawa antosianin yang murni. Hasil pengukuran senyawa antosianin ekstrak pada berbagai perlakuan ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 24. Senyawa antosianin pada ekstrak tepung KBM berkisar antara 0,96 – 1,43 mg antosianin/g ekstrak. Kandungan senyawa antosianin tertinggi dimiliki oleh ekstrak tepung KBM dengan perlakuan suhu ruang selama 2 jam sedangkan, kandungan senyawa antosianin terendah dimiliki oleh ekstrak tepung KBM dengan perlakuan suhu 80 oC selama 6 jam.
Dapat dikatakan bahwa seiring dengan meningkatnya suhu dan lama waktu ekstraksi maka semakin sedikit jumlah senyawa antosianin yang terekstrak. Hal ini sesuai dengan Elbe dan Schwartz (1996) yang menyatakan bahwa kestabilan senyawa antosianin dipengaruhi suhu. Semakin tinggi suhu maka senyawa antosianin semakin tidak stabil sehingga akan mempercepat terjadi degradasi senyawa antosianin dan mengurangi kandungan senyawa antosianin pada ekstrak.
1,50
Total Antosianin (mg/g ekstrak)
1,40 1,30 1,20 1,10 1,00 0,90 0,80
2
4
6
Ruang
1,43 1,43
(a)
1,35 1,35
(b)
1,10 1,10
(fg)
40 oC
1,14 1,14
(de)
1,00 1,00
(i)
1,00 1,00
(i)
60 oC
1,09 1,09
(gh)
1,19 1,19
(c)
1,18 1,18
(cd)
80 oC
1,05 1,05
(h)
1,13 1,13
(ef)
0,96 0,96
(j)
Waktu Ekstraksi (Jam)
Gambar 24. Total Antosianin Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e), (f), (g), (h), (i), (j): menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Reaksi degradasi senyawa antosianin karena proses termal hingga saat ini belum dapat dijelaskan secara pasti namun ada beberapa teori yang diduga dapat menjelaskan proses degradasi senyawa antosianin. Pada teori pertama ion kation flavium berubah menjadi quinodal base kemudian menjadi beberapa senyawa intermediate dan kemudian menjadi senyawa
derivative coumarin. Pada teori kedua ion kation flavium berubah menjadi carbinol base yang tidak berwarna kemudian menjadi chalcone dan terakhir terdegradasi menjadi senyawa berwarna kecoklatan. Teori ketiga mirip dengan teori kedua namun setelah perubahan menjadi chalcone terdapat pemecahan struktur menjadi turunannya kemudian terdegradasi menjadi senyawa berwarna kecoklatan (Elbe dan Schwartz, 1996). Selain tiga teori diatas terdapat pula teori lain degradasi senyawa antosianin akibat proses termal pada suasana asam yaitu mula-mula senyawa cyanidin-3-glucoside mengalami proses deglikosilasi menjadi senyawa cyanidin yang kemudian terpecah menjadi senyawa
4-
hydroxybenzoic acid dan phloroglucinaldehyde yang tidak berwarna (Sadilova et al., 2007). Walaupun teori yang terakhir ini belum mendapat pengakuan yang luas namun teori tersebut dirasa tepat untuk menjelaskan proses degradasi senyawa antosianin yang terjadi pada percobaan ini. Senyawa antosianin dan suasana asam yang sama dengan percobaan yang digunakan turut mendasari alasan dipilihnya jalur tesebut. Jalur degradasi ini dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 25. Namun demikian, terjadi sedikit kenaikan jumlah senyawa antosianin pada perlakuan ekstraksi suhu 60 oC walaupun tidak setinggi pada perlakuan ekstraksi suhu ruang selama 2 jam. Titik puncak kenaikan tersebut terjadi pada titik yang sama dengan titik puncak kenaikan senyawa fenolik yaitu pada perlakuan ekstraksi suhu 60 oC selama 4 jam. Dari kesamaan tersebut, diduga komponen antosianin turut berperan menaikkan jumlah komponen polifenol (tidak signifikan) pada uji total fenol sebelumnya. Hal ini didukung pula oleh adanya korelasi yang signifikan (p<0,01) berdasarkan hasil uji statistik. Hasil uji statistik mengenai korelasi dapat dilihat pada Lampiran 24. Dengan kata lain, energi panas yang diberikan tidak mampu meningkatkan laju ekstraksi senyawa antosianin menjadi lebih tinggi dibandingkan laju degradasi senyawa antosianin sehingga tidak terjadi kenaikkan senyawa antosianin yang berarti selama proses ekstraksi berlangsung. Suhu 60
o
C merupakan suhu minimum untuk dapat
mendenaturasi dinding sel KBM kering. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan hasil ekstraksi pada suhu 60 oC yang cenderung mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan ekstraksi pada suhu 40 oC yang cenderung mengalami penurunan.
Gambar 25. Jalur Degradasi Senyawa Antosianin Cyanidin-3- Glucoside Akibat Proses Termal Pada Kondisi Asam (Sadilova et al., 2007)
5. Total Xanthone Manggis merupakan sumber xanthone alami yang cukup besar. Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada KBM adalah α mangostin, γ mangostin, Garcinone D, dan β manggostin. Namun demikian, kandungan α mangostin mencapai lebih dari setengah kandungan xanthone pada KBM (Chaivisuthangkura et al., 2009). Oleh karena itu, analisis total xanthone dilakukan dengan menggunakan pendekatan jumlah senyawa α mangostin pada ekstrak. Kurva standar α mangostin yang digunakan beserta persamaan regresi liniernya dapat dilihat pada Gambar 28. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan scanning panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm. Hasil scanning menunjukkan bahwa gelombang maksimum senyawa α mangostin adalah 243 nm. Hasil scanning dapat dilihat pada Gambar 26.
Absorbansi
1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 200
250
300
350
400
450
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 26. Scanning Panjang Gelombang Maksimum α mangostin
Total Xanthone (mg α mangostin/g ekstrak)
35 34 33 32
31 30 29 28 27 26 25
2
4
6
Ruang
29,90 29,90
(d)
30,08 30,08
(d)
29,38 29,38
(d)
40 oC
32,47 32,47
(b)
31,32 31,32
(c)
29,39 29,39
(d)
60 oC
34,00 34,00
(a)
32,34 32,34
(b)
33,94 33,34
(a)
80 oC
32,12 32,12
(b)
29,55 29,55
(d)
27,04 27,04
(e)
Waktu Ekstraksi (Jam)
Gambar 27. Total Xanthone Ekstrak Tepung KBM Pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Waktu Ekstraksi Menggunakan Pelarut Air Huruf yang berbeda (a), (b), (c), (d), (e),: menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05).
Absorbansi
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
y = 0,0781x - 0,0182 R² = 0,9994 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi α mangostin (mg/L)
Gambar 28. Kurva Standar α mangostin
Hasil analisis total xanthone pada Gambar 27 menunjukkan bahwa tepung KBM yang diekstrak pada suhu 60 oC selama 2 jam memiliki kandungan xanthone terbesar yaitu 34,00 mg α mangostin/g ekstrak sedangkan, tepung KBM yang diekstrak pada suhu 80 oC selama 6 jam memiliki kandungan xanthone terkecil yaitu 27,04 mg α mangostin/g ekstrak. Hasil ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian Pohtitirat et al., (2008) dimana kandungan α mangostin ekstrak KBM menggunakan pelarut metanol mencapai 35,68 ± 3,79 – 36,92 ± 5,55 % w/w ekstrak KBM atau setara dengan 356,8 – 369,2 mg α mangostin/g ekstrak KBM. Perbedaaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan pelarut yang digunakan, seperti yang telah dikemukakan oleh Walker (2007). Ia menyatakan bahwa senyawa xanthone secara alami sukar untuk terlarut di dalam air namun sehingga sulit diekstrak bila menggunakan pelarut air namun, senyawa xanthone dapat larut di dalam pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda seperti pelarut metanol hingga pelarut hexan. Secara keseluruhan, terjadi peningkatan yang nyata (p<0,05) pada jumlah kandungan xanthone dengan menggunakan suhu ekstraksi 60 oC selama 2 jam. Peningkatan tersebut yaitu sebesar 4,10 mg α mangostin/g ekstrak (bila dibandingkan dengan penggunaan suhu Ruang selama 2 jam). Peningkatan suhu ekstraksi mencapai suhu 60 oC meningkatkan jumlah
xanthone yang terekstrak namun, peningkatan suhu ekstraksi hingga 80 oC menurunkan jumlah kandungan xanthone pada ekstrak. Dari hal tersebut, dapat diketahui bahwa suhu 60 oC merupakan suhu optimum ekstraksi xanthone pada tepung KBM. Pada suhu ekstraksi 60 oC laju ekstraksi senyawa xanthone jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laju degradasi senyawa xanthone. Secara statistik terdapat korelasi yang signifikan (p<0,01) antara hasil uji total senyawa fenolik dengan hasil uji total xanthone. Adanya kemiripan suhu optimum ekstraksi senyawa xanthone dengan suhu optimum ekstraksi total senyawa fenolik turut menjelaskan hasil uji korelasi tersebut. Dalam hal ini, kenaikan jumlah senyawa xanthone turut menyumbang kenaikan jumlah total senyawa fenolik pada suhu ekstraksi 60
o
C. Hasil uji statistik mengenai korelasi dapat dilihat pada
Lampiran 24.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN KBM merupakan salah satu sumber antioksidan alami seperti antosianin, xanthone, maupun komponen fenolik lainnya. Dalam proses ekstraksi, ekstrak dengan pelarut aseton 72 % merupakan ekstrak dengan kapasitas antioksidan terbesar yaitu 89,31 %. Kapasitas antioksidan kedua terbesar dimiliki oleh ekstrak dengan pelarut etanol 70 % (86,63 %) dan yang terbesar ketiga dimiliki oleh ekstrak dengan pelarut air (86,29 %). Secara keseluruhan, kapasitas antioksidan seluruh ekstrak dengan berbagai pelarut memiliki kapasitas antioksidan yang lebih besar dari kapasitas antioksidan vitamin C 800 ppm yang hanya sebesar 79,26 %. Ekstrak tepung KBM dengan menggunakan pelarut air diketahui memiliki kandungan total senyawa fenolik terbesar yaitu sebesar 154,57 mg katekin/g tepung KBM yang diikuti oleh ekstrak dengan pelarut etanol 70 % dan aseton 72 %. Kecenderungan yang sama nampak pada hasil pengukuran total antosianin dimana ekstrak dengan pelarut air memiliki kandungan senyawa antosianin terbesar yaitu sebesar 6,22 mg antosianin/g tepung KBM. Namun demikian, ekstrak tepung KBM dengan pelarut aseton 90 % memiliki kandungan xanthone terbesar yaitu 78,52 mg α mangostin/g tepung KBM. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa pelarut aseton 72 % memiliki kemampuan mengekstraksi komponen antioksidan yang cukup menjanjikan. Melihat hasil diatas, jika didasarkan pada hasil analisis kapasitas antioksidan maka pelarut yang digunakan pada tahap penelitian utama adalah pelarut aseton 72 %. Namun, pada penelitian utama selanjutnya pelarut yang digunakan adalah pelarut air. Hal ini dikarenakan hasil ekstrak komponen antioksidan tepung KBM menggunakan pelarut aseton 72 % bersifat non polar sehingga sulit untuk diaplikasikan untuk produk pangan terutama untuk produk minuman. Sifat pelarut air yang mudah didapat serta ekonomis juga menjadi salah satu alasan dipilihnya pelarut air pada tahap penelitian utama. Selain itu, kempuan pelarut air yang cukup menjanjikan dalam mengekstrak
senyawa antioksidan (terbesar ketiga) dan total senyawa fenolik (terbesar pertama) juga mejadi pertimbangan. Dalam penelitian utama diketahui bahwa suhu ekstraksi yang tinggi dapat merusak senyawa antioksidan dan antosianin yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya kapasitas antioksidan dan total antosianin pada ekstrak. Suhu optimum untuk mengekstraksi senyawa antioksidan dan antosianin adalah pada suhu Ruang dengan lama ekstraksi selama 2 jam. Hasil yang berbeda diperoleh untuk ekstraksi senyawa fenolik dan xanthone. Keduanya memiliki suhu optimum ekstraksi cukup tinggi yaitu sebesar 60 oC dengan lama ekstraksi bervariasi antara 2 dan 4 jam. Secara umum, peningkatan suhu ekstraksi hingga 60 oC dapat meningkatkan jumlah senyawa xanthone sebesar 4,10 mg α mangostin/g ekstrak dan 7,08 mg senyawa fenolik setara asam galat/g ekstrak bila dibandingkan dengan ekstraksi pada suhu ruang selama 2 jam.
B. SARAN Penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis dan jumlah komponen yang terkandung di dalam ekstrak perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti karakteristik ekstrak yang diperoleh. Selain itu, perlu dilakukan analisis kuantitatif menggunakan HPLC maupun kualitatif NMR untuk mengetahui secara akurat kandungan dan jenis senyawa spesifik maupun hasil degradasinya pada masing-masing ekstrak sehingga dapat menegaskan hasil yang diperoleh pada percobaan ini.
DAFTAR PUSTAKA Anonima. 2008. Keragaan Kondisi Manggis Indonesia. Makalah Direktur Jenderal Hortikultura. Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian, Jakarta. Anonimb. 2006. Tannins. www.wikipedia.com [26 Januari 2009] Anonimc. 2009. Solvent Miscibility Table. www.phenomenex.com [2 Oktober 2009] AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemist. Washington D.C.: The Association Analytical Chemist Inc. Arifin, Z. 2006. Kajian Proses Pembuatan Serbuk Kulit Jeruk Lemon (Citrus Medica var Lemon) Sebagai Flavor The Celup. Skripsi. FATETA: IPB, Bogor. Balunas, M,J., Bin Su., Brueggemeir, R.W., dan Kinghorn, A.D. 2008. Xanthones from the botanical supplement mangosteen (garcinia mangostana) with aromatase inhibitor activity. J. Nat Prod, 71 (7) : 11611166. Bauernfeind, J. C., dan Pinkert, D. M. 1970. Food Processing with Added Ascorbic Acid. Adv. Food Res., No: 18. Boyko, A., Filkowski, J., Hudson, D., dan Kovalchuk, I. 2006. Homologous Recombination in Plants Is Organ Specific. Di dalam : C.S. Ku , S.P. Mun. 2008. Optimization Of The Extraction Of Anthocyanin From Bokbunja (Rubus Coreanus Miq.) Marc Produced During Traditional Wine Processing And Characterization Of The Extracts. J Bior. tech. 99: 8325–8330. Cahyana, D., Artdiyasa, N., dan Apriyanti, R. N. 2009. Usaha Kreatif 4: Dicari Kulit Manggis untuk Ekspor. www.Trubus-online.co.id [27 November 2009] Chaivisuthangkura, A., Malaikaew, Y., Chaovanalikit, A., Jaratrungtawee, A., Panseeta, P., Ratananukul, P., dan Suksamrarn, S. 2009. Prenylated Xanthone Composition of Garcinia mangostana (Manggosteen) Fruit Hull. Chromatographia, 69 : 315-318. Cheng, Z., Su, L., Moore, J., Zhou, K., Luther, M., Yin, J., dan Yu, L. 2006. Effects of Post Harvest Treatment And Heat Stress on Availability of Wheat Antioxidants. J Agric. Food Chem. 54: 5623−5629.
Chism, G. W., dan Haard, N. F. 1996. Characteristics of edible plant tissues. Di dalam: Fennema, O. R. (Ed.), Food Chemistry (pp. 943−1011) 3rd ed. New York: Dekker. Coleman, J. E. 1974. Structure and Mechanism of Copper Oxidases. Di dalam : Food Related Enzym (J. R. Whittaker, ed.). American Chemical Society, Washington, DC. Cuppet, S., Schnepf, M., dan Hall, C. 1997. Natural Antioxidants-Are They Reality? Di dalam: Shahidi, F (ed). Natural Antioxidants. Hal: 12-24 AOC Press, Champaign, Illinois. Deden. 2007. Kimia Analitik. Departemen Kimia: IPB, Bogor. Deman, J.M. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Terjemahan K. Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung. Elbe, J.H. Von dan Schwartz, Teven J. Colorants. 1996. Di dalam: Fennema, O. R. (Ed.) 1996. (pp. 681−693) 3rd ed. New York: Dekker. Eskin, N. A. M., H. M. Henderson dan R. J. Townsend, 1971. Browning Reaction in Food. Biochemistry of Foods. Academic Press, New York, San Francisco, London. Hal: 69-108. Francis, F. J. 1985. Pigments and Other Colorants. Di dalam : Fennema, O. R. (ed). Food Chemistry. Marcel Dekker INC, New York dan Bassel. Gopalakrishnan, G., Bamumathi, B., dan Suresh, G. 1997. Evaluation of The Antifungal Activity of Natural Xanthones From Garcinia mangostana and Their Syntetic Derrivatives. J Nat. Prod. 60: 519-524. Hatano, T., Kagawa, H., Yasuhara, T., dan Okuda, I. 1988. Two New Flavonoids and Other Constituents in Licorice Roots: Their Relative Astrigency and Radical Scavenging Effect. Chem. Pharm. Bull. 36: 2090-2097. Iswari, K dan Sudaryono, T. 2007. Empat Jenis Olahan Manggis, Si Ratu Buah Dunia dari Sumbar. Tabloid Sinar Tani 22 Agustus 2007. Ji, X., Avula, B., Khan, I.A. 2007. Quantitative and Qualitative Determination of Six Xanthones in Garcinia mangostana L. By LC-PDA dan LC-ESI-MS J Pharm. Biomed. Anal. 43: 1270-1276. Jung, H. A, Su, B. N., Keller, W. J., Kinghorn, A. D. 2006. Antioxidant Xanthones From The Pericarp Of Garcinia Mangostana (Mangosteen). J Agric. Food Chem. 54: 2077-2082. Koswara, S. 1991. Kontrol Terhadap Reaksi Browning dalam Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kristie, A. 2008. Efek Pencampuran Ekstrak Zat Warna Kayu Secang dengan Beberapa Sumber Antosianin Terhadap Kualitas Warna dan Antimikrobanya. Skripsi. FATETA: IPB, Bogor. Kubo, I., Masuda, N., Xiao, P., dan Haraguchi, H. 2002. Antioxidant Activity of Deodecyl Gallate. J. Agric. Food Chem. 50: 3533-3539 Larson, R. A. 1997. Naturally Occuring Antioxidants. Di dalam : Windono, T. S, Soediman, Yudawati, U., Ermawaty, E., Srielita, A., dan Erowati, T.I. Uji Peredam Radikal Bebas Terhadap DPPH dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.). Probolinggo Biru dan Bali. Artocarpus, Surabaya. Vol. 1 : 34-43. Lisinska, G., dan W. Leszczynski. 1989. Potato Science and Technology. Elsevier Science Publishers, New York. Mahabusarakam, W., Kuaha, K., Wilairat, P., dan Taylor, W. C. 2006. Prenylated Xanthones as Potential Antiplasmodial Substances. Planta Med. Chem. 13: 6064-6069. Markakis, P. 1982. Anthocyanin as Food Colors. Academis Press, New York. Matsumoto, K., Akao, Y., Kobayashi, E., Ohguchi, K., Ito, T., dan Tanaka, T. 2003. Induction of apoptosis by xanthones from mangosteen in human leukemia cell lines. J. Nat. Prod. 2003, 66, 1124-1127. Mattjik, A. A. dan Made, S. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor. Moss, B.W. 2002. The Chemistry of Food Colour. Di dalam : D.B. MacDougall (ed). 2002. Colour in Food : Improving Quality. CRC Press, Washington. Nakatani, K., Yamakuchi, T., Kondo, N., Arakawa, T., Oosakawa, K., Shimura, S., Inoe, H., dan Ohizumi, Y. 2004. γ-Mangostin Inhibits Inhibitor-kB Kinase Activity and Decreases Lipopolisaccharide-induced Cyclooxygenase-2 Gene Expresion in C6 Rat Glioma Cells. J Mol. Pharmacol. 66: 667-674. Nielsen, S. Suzanne. 2003. Food Analysis 3rd edition. Kluwer Academic / Plenum Publisher. USA, New York. Obolskiy, D., Pischel I., Siriwatanametanon, I., dan Heinrich, M. 2009. Garcinia Mangostana L.: A Phytochemical and Pharmalogical Review. Pythotherapy Research 23(8): 1047-1065. Paixa˜o, N., Perestrelo, R., Marques, Jose´ C., dan Caˆmara, Jose´ S. 2007. Relationship Between Antioxidant Capacity and Total Phenolic Content of Red, Rose´ And White Wines. J Food Chem. 105: 204–214.
Palapol, Y., Ketsaa, S., Stevensonb, D., Cooneyb, J.M., Allanc, A.C., Fergusonc, I.B. 2009. Colour Development And Quality Of Mangosteen (Garcinia Mangostana L.) Fruit During Ripening and After Harvest. J Postharvest Biol. Technol. 51: 349-353. Palmer, J. K. 1963. Banana Polyphenoloxidase. Preparation and Properties. Plant Physiol. 38 : 508. Park, E. Y., dan B. S. Luh. 1985. Polyphenol Oxidase of Kiwi Fruit. J. Food Sci. 51, No.1. Patras, A., Brunton, N.P., O’Donnell, C., dan Tiwari, B. K. 2009. Effect of Thermal Processing on Anthocyanin Stability in Foods; Mechanisms and Kinetics of Degradation. Trends in Food Science & Technology, doi:10.1016/j.tifs.2009.07.004. (available online) Pothitirat, W., dan Gritsanapan, W. 2008. Quantitative Analysis Of Total Mangostins In Garcinia Mangostana Fruit Rind. J Health Res. 22(4): 161166. Pratt, D. E. dan Hudson, B. J. F. 1990. Natural Antioksidants Not Exploited Commercially. Di dalam: Hudson, B. J. F. (ed). Food Antioxidants. Hal 171192. Elsevier Applied Science, New York. Qosim, W.A. 2007. Kulit Manggis Sebagai Antioksidan. http://www.pikiranrakyat.com (tanggal 14 Desember 2008) Randhir, R., Kwon, Y., dan Shetty, K. 2008. Effect of Thermal Processing on Phenolics, Antioxidant Activity and Health-Relevant Functionality of Select Grain Sprouts and Seedlings. J Innov. Food Sci. Emerg. Tech. 9: 355–364 Robinson. 1995. Phyto-chemistry in Plants. Di dalam : Naidu, A. S. (ed). 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. CRC Press. USA. Sadilova, E., Carle, R., dan Stintzing, F. C. 2007. Thermal Degradation of Anthocyanins and Its Impact on Color And In Vitro Antioxidant Capacity. Molecular Nutrition & Food Research. 51: 1461-1471. Schwimmer, S. 1981. Sources of Food Enzymology. The AVI Publishing. Co. Inc., Westport, Connecticut. Shahidi, F., dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic Publ. Co. Inc., Lancaster, USA. Sharma, Om P., dan Bhat Tej K. 2009. DPPH Antioxidant Assay Revisited. J Food Chem. 113: 1202–1205.
Shetty, K. O. F. C., Levin, R. E., Witkowsky, R., dan Ang, W. 1995. Prevention of Vitrification Associated with In Vitro Shoot Culture of Oregano (Origanum vulgare) by Pseudomunas spp. Di dalam : Ishartani, D. 2004. Pengaruh Proses Pengeringan Terhadap Sifat Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung Kecambah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata) Hasil Germinasi dengan Natrium Alginat sebagai Elisator Senyawa Antioksidan. Skripsi, FATETA: IPB, Bogor. Suksamarn, S., Komutib, O., Ratanakul, P., Chimnol, N., Lartpornmatulee, N., dan Suksamarn, A. 2006. Cytotoxic Prenylated Xanthones From The Young Fruit of Garcinia mangostana. Chem. Pharm. Bull. 54: 301-305. Suksamarn, S., Suwanapoch, N., Phakodee, W., Thanuhiranlert, J., Ratanakul, P., Chimnoi, N., dan Suksamarn, A. 2003. Antimycobacterial Activity of Prenylated Xanthones From The Young Fruits of Garcinia mangostana. Chem. Pharm. Bull. 51: 857-859. Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB Venditti, E., Bacchetti, T., Tiano, L., Carloni, P., Greci, L., dan Damiani, E. 2010. Hot Vs. Cold Water Steeping of Different Teas: Do They Affect Antioxidant Activity? J Food Chem. 119: 1597-1604. (available online) Walker, E. B. 2007. HPLC Analysis of Selected Xanthones in Mangosteen Fruit. J Separation Sci. 30: 1229-1234. Weecharangsan, P.W, Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T., Sotanaphun, U., Siripong, P. 2006. Antioxidative and Neuroprotective Activities of Extracts From the Fruit Hull of Mangosteen (Garcinia mangostana L.). Med. Princ. Pract. 15: 281-287. Wijana et al,. 1991. Pemanfaatan Kulit Nanas. http://bappeda.pekanbaru.go .id/index.php?r=detail_berita&x=107. [29September 2009] Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F. G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, F.G., Fardiaz, D., dan Fardiaz, S. 1973. Ekkstraksi Khromatografi Elektrophoresis. Departemen Teknologi Hasil Pertanian. FATETA: IPB, Bogor. Yu, L., Zhao, M., Yang, B., Zhao, Q., dan Jiang, Y. 2007. Phenolics From Hull of Garcinia Mangostana Fruit and Their Antioxidant Activities. J Food Chem. 104: 176-181.
Zadernowski, R., Czaplicki, S., dan Naczk, M. 2009. Phenolic acid profiles of mangosteen fruits (Garcinia mangostana). J Food Chem. 112: 685–689.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Proksimat dan Gula KBM Segar Hasil Analisis Jenis Analisis Kadar air Kadar abu Kadar Lemak Protein Karbohidrat Gula
U1
U2
U3
61,8 1,08 0,69 0,89 35,5 1,15
62,07 0,98 0,59 0,59 35,75 1,14
62,27 0,96 0,6 0,66 35,5 1,23
Ratarata (%) 62,05 1,01 0,63 0,71 35,61 1,17
SD 0,2359 0,0643 0,0551 0,1570 0,0493
Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat dan Gula Tepung KBM Hasil Analisis Jenis Analisis Kadar air Kadar abu Kadar Lemak Protein Karbohidrat Gula
U1
U2
U3
5,93 2,13 6,40 3,00 82,54 2,28
5,74 2,16 6,49 3,05 82,55 2,04
5,93 2,21 6,45 3,01 82,4 1,99
Ratarata (%) 5,87 2,17 6,45 3,02 82,50 2,10
SD 0,1097 0,0404 0,0451 0,0265 0,1550
Lampiran 3. Hasil Analisis Warna Chromameter Terhadap Penggunaan Berbagai Jenis Bahan Perendam Pada Tepung KBM
No
1
2
3
Bahan Perendam
Parameter L a Air Rendam b L a Metabisulfit 0,3 % b L Asam a Asetat 0,3 % b
Hasil Pengukuran Chromameter RataU1 U2 U3 rata SD 53,29 53,36 53,38 53,343 0,0473 19,01 19,03 19,02 19,020 0,0100 13,83 13,86 13,93 13,873 0,0513 59,07 59,15 59,17 59,130 0,0529 16,29 16,28 16,3 16,290 0,0100 15,35 15,42 15,4 15,390 0,0361 57,6 57,66 57,68 57,647 0,0416 14,31 14,35 14,3 14,320 0,0265 23,61 23,67 23,65 23,643 0,0306
RSD Hitung 1,0992 1,2838 1,3462 1,0823 1,3141 1,3254 1,0864 1,3398 1,2424
RSD Analisis 0,0886 0,0526 0,3699 0,0895 0,0614 0,2343 0,0722 0,1848 0,1292
Lampiran 4. Hasil Analisis Proksimat dan Gula KBM Segar Hasil Analisis Jenis Analisis Kadar air Kadar abu Kadar Lemak Protein Karbohidrat Gula
U1
U2
U3
61,8 1,08 0,69 0,89 35,5 1,15
62,07 0,98 0,59 0,59 35,75 1,14
62,27 0,96 0,6 0,66 35,5 1,23
Ratarata (%) 62,05 1,01 0,63 0,71 35,61 1,17
SD 0,2359 0,0643 0,0551 0,1570 0,0493
Lampiran 5. Hasil Analisis Proksimat dan Gula Tepung KBM Hasil Analisis Jenis Analisis Kadar air Kadar abu Kadar Lemak Protein Karbohidrat Gula
U1
U2
U3
5,93 2,13 6,40 3,00 82,54 2,28
5,74 2,16 6,49 3,05 82,55 2,04
5,93 2,21 6,45 3,01 82,4 1,99
Ratarata (%) 5,87 2,17 6,45 3,02 82,50 2,10
SD 0,1097 0,0404 0,0451 0,0265 0,1550
Lampiran 6. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan pada Percobaan Penentuan Pelarut No
Jenis Pelarut Ekstrak
1
Kontrol (-)
1
2
Air
1
3
Etanol 70 %
1
4
Etanol 96 %
1
5
Aseton 80 %
1
6
Aseton
1
7
Vitamin C 800 ppm
1
Ulangan Plo 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Abs 1,009 1,011 0,134 0,143 0,138 0,132 0,155 0,156 0,116 0,100 0,155 0,165 0,211 0,208
Abs Kontrol (-) 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01
% Kapasitas Antioksidan 86,73 85,84 86,34 86,93 84,65 84,55 88,51 90,10 84,65 83,66 79,11 79,41
Rata-rata % Kapasitas Antioksidan
SD
-
-
RSD RSD Hitung Analisis -
-
86,29
0,6301 2,0449
0,7302
86,63
0,4201 2,0437
0,4849
84,60
0,0700 2,0510
0,0828
89,31
1,1202 2,0343
1,2543
84,16
0,7001 2,0526
0,8319
79,26
0,2100 2,0712
0,2650
Lampiran 7. Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik pada Percobaan Penentuan Pelarut
No
Jenis Pelarut
1
Air
2
Etanol 70 %
3
Etanol 96 %
4
Aseton 80 %
5
Aseton
Ulangan Plo 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2
FP 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Abs 0,806 0,808 0,711 0,713 0,246 0,244 0,616 0,613 0,238 0,240
Konsentrasi (mg/L) 15438,89 15475,93 13679,63 13716,67 5068,519 5031,481 11920,37 11864,81 4920,37 4957,407
Rata-rata (mg/L)
Jumlah Fenolik (mg/g)
RSD Hitung
RSD Analisis
15457,41 154,5741 26,1891
0,4683
0,1694
13698,15
13,6981
26,1891
0,4769
0,1912
5050
5,0500
26,1891
0,5542
0,5186
11892,59
11,8926
39,2837
0,4871
0,3303
4938,889
4,9389
26,1891
0,5560
0,5303
SD
Lampiran 8. Kurva Standar Katekin Analisis Total Senyawa Fenolik pada Percobaan Penentuan Pelarut Konsentrasi Katekin Absorbansi (mg/L) 50 0,113 100 0,253 150 0,351 200 0,528 250 0,655 Persamaan Garis: y = 0,0027x - 0,0277 R² = 0,9941
Lampiran 9. Hasil Analisis Total Antosianin pada Percobaan Penentuan Pelarut
No
Sampel
Ulangan
1
Air
1
2
Etanol 70 %
1
3
Etanol 96 %
1
4
Aseton 80 %
1
5
Aseton
1
Plo
FP
Abs
C
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
10 10 10 10 5 5 10 10 2 2
0,412 0,415 0,380 0,378 0,221 0,223 0,385 0,386 0,221 0,223
1,39E-05 1,4E-05 1,28E-05 1,28E-05 7,47E-06 7,53E-06 1,3E-05 1,3E-05 7,47E-06 7,53E-06
Jumlah Antosianin (mg/ml Sampel) 0,6193 0,6239 0,5713 0,5683 0,0831 0,0838 0,5788 0,5803 0,0133 0,0134
RataJumlah rata Antosianin (mg/ml (mg/g) sampel)
SD
RSD RSD Hitung Analisis
0,6216
6,2165
0,0032 2,1483
0,5130
0,5698
5,6978
0,0021 2,1767
0,3731
0,0834
0,8344
0,0005 2,9066
0,6370
0,5796
5,7955
0,0011 2,1711
0,1834
0,0134
0,1335
0,0001 3,8298
0,6370
Lampiran 10. Hasil Analisis Total Xanthone pada Percobaan Penentuan Pelarut
No
Jenis Ekstrak Ulangan Plo
1
Aseton
1
2
Aseton 80 %
1
3
Etanol 96 %
1
4
Etanol 70 %
1
5
Air
1
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
FP
Abs
C
Jumlah Xanthone (mg/ml Sampel)
1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 500 500 500 5 5 5
0,606 0,605 0,604 0,394 0,399 0,400 0,538 0,537 0,541 0,277 0,279 0,281 0,391 0,395 0,399
1,92E-05 1,91E-05 1,91E-05 1,25E-05 1,26E-05 1,26E-05 1,7E-05 1,7E-05 1,71E-05 8,76E-06 8,82E-06 8,89E-06 1,24E-05 1,25E-05 1,26E-05
7,864679 7,851701 7,838723 2,55667 2,589115 2,595604 3,491087 3,484598 3,510554 0,898728 0,905217 0,911706 0,012686 0,012816 0,012946
RataJumlah Rata Xanthone Jumlah (mg/g Xanthone Sampel) (mg/ml)
SD
RSD Hitung
RSD Analisis
7,8517
78,5170
0,0130
1,4666
0,1653
2,5805
25,8046
0,0209
1,7341
0,8084
3,4954
34,9541
0,0135
1,6566
0,3864
0,9052
9,0522
0,0065
2,0302
0,7168
0,0128
0,1282
0,0001
3,8534
1,0127
Lampiran 11a. Hasil Analisis Total Padatan Ekstrak
No
Perlakuan Ekstrak
U
1
Ruang 2 jam
1
2
Ruang 4 jam
1
3
Ruang 6 jam
1
4
40 oC 2 jam
1
5
40 oC 4 jam
1
6
40 oC 6 jam
1
7
60 oC 2 jam
1
8
60 oC 4 jam
1
9
60 oC 6 jam
1
Plo
Berat Ekstrak KBM Kering yg Digunakan
Berat total (g)
FP
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2,0008 2,0008 2,0007 2,0007 2,0042 2,0042 2,0008 2,0008 2,0004 2,0004 2,0033 2,0033 2,0009 2,0009 2,0001 2,0001 2,0007 2,0007
6,0008 6,0008 6,0007 6,0007 6,0042 6,0042 6,0008 6,0008 6,0004 6,0004 6,0033 6,0033 6,0009 6,0009 6,0001 6,0001 6,0007 6,0007
2,9758 2,9761 2,9550 2,9953 2,9362 2,9818 2,9967 2,9747 2,9451 2,9739 2,9774 2,9725 2,9857 2,9815 2,9783 2,9646 2,9869 2,9578
Berat % Berat Berat (W1+W2) Larutan Total Cawan Larutan Setelah KBM (W4) X Padatan RataKering KBM dikeringkan Kering FP Ekstrak rata (W1) (W2) (g) (W4) Kering (g) (g) (g) KBM 4,7272 2,0165 5,2898 0,5626 1,6742 83,68 83,3392 5,3751 2,0163 5,9331 0,5580 1,6607 83,00 4,9047 2,0307 5,4716 0,5669 1,6752 83,73 84,0159 5,3111 2,0034 5,8742 0,5631 1,6866 84,30 4,9043 2,0449 5,4915 0,5872 1,7241 86,03 86,4637 5,2589 2,0136 5,8430 0,5841 1,7417 86,90 4,8109 2,0025 5,3754 0,5645 1,6916 84,55 84,3778 4,8865 2,0173 5,4529 0,5664 1,6849 84,21 5,3115 2,0374 5,8738 0,5623 1,6560 82,79 82,3945 4,9038 2,0177 5,4554 0,5516 1,6404 82,00 6,1697 2,0163 6,7635 0,5938 1,7680 88,25 87,9731 6,2168 2,0196 6,8078 0,5910 1,7568 87,69 4,8401 2,0099 5,4205 0,5804 1,7329 86,61 85,3380 4,8969 2,0127 5,4611 0,5642 1,6822 84,07 5,2397 2,0146 5,8144 0,5747 1,7116 85,58 85,0102 4,8978 2,0239 5,4675 0,5697 1,6889 84,44 5,2395 2,0090 5,8168 0,5773 1,7243 86,19 85,2785 5,3742 2,0288 5,9449 0,5707 1,6880 84,37
SD
0,4780 0,4045 0,6194 0,2389 0,5533 0,3957 1,7921 0,8021 1,2847
Lampiran 11b. Hasil Analisis Total Padatan Ekstrak
No
Perlakuan U Ekstrak
10
80 oC 2 jam
1
11
80 oC 4 jam
1
12
80 oC 6 jam
1
Plo
Berat Ekstrak KBM Kering yg Digunakan
Berat total (g)
FP
1 2 1 2 1 2
2,0008 2,0008 2,0003 2,0003 2,0039 2,0039
6,0008 6,0008 6,0003 6,0003 6,0039 6,0039
2,9904 2,9484 2,9630 2,9915 2,9589 2,9867
Berat % Berat Berat (W1+W2) Larutan Total Cawan Larutan Setelah KBM (W4) X Padatan RataKering KBM dikeringkan Kering FP Ekstrak rata (W1) (W2) (g) (W4) Kering (g) (g) (g) KBM 4,7267 2,0067 5,2973 0,5706 1,7063 85,28 85,3159 5,1387 2,0353 5,7179 0,5792 1,7077 85,35 6,1340 2,0251 6,7022 0,5682 1,6836 84,17 84,6225 6,2022 2,0058 6,7711 0,5689 1,7019 85,08 6,1525 2,0291 6,7631 0,6106 1,8067 90,16 90,0913 6,2132 2,0102 6,8172 0,6040 1,8040 90,02
SD
0,0487 0,6467 0,0962
Lampiran 12a. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak I
No
1
2
3
4
5
Ekstrak Ekstrak Kandungan Kandungan Kandungan yang Total yang antioksidan Rata-rata Perlakuan Antioksidan antioksidan U Plo Digunakan Padatan Digunakan Abs total (mg/g SD Ekstrak Total total (mg/g (mg) wet (%) (mg) dry (mg/mg ekstrak) (mg/L) ekstrak) basis basis ekstrak) 1 100,2 83,34 83,5059 0,508 309,2 0,7405 740,5467 1 2 100,2 83,34 83,5059 0,508 309,2 0,7405 740,5467 Ruang 767,2883 30,8786 2 jam 1 100,1 83,34 83,4225 0,486 331,2 0,7940 794,0300 2 2 100,1 83,34 83,4225 0,486 331,2 0,7940 794,0300 1 100,1 84,02 84,1000 0,528 289,2 0,6878 687,7530 1 2 100,1 84,02 84,1000 0,530 287,2 0,6830 682,9967 Ruang 713,5418 32,6400 4 jam 1 100,2 84,02 84,1840 0,506 311,2 0,7393 739,3331 2 2 100,2 84,02 84,1840 0,504 313,2 0,7441 744,0846 1 100,1 86,46 86,5501 0,500 317,2 0,7330 732,9856 1 2 100,1 86,46 86,5501 0,496 321,2 0,7422 742,2288 Ruang 696,0128 48,1771 6 jam 1 100,1 86,46 86,5501 0,534 283,2 0,6544 654,4184 2 2 100,1 86,46 86,5501 0,534 283,2 0,6544 654,4184 1 100,1 84,38 84,4622 0,552 265,2 0,6280 627,9730 1 o 2 100,1 84,38 84,4622 0,552 265,2 0,6280 627,9730 40 C 621,7458 7,4455 2jam 1 100,2 84,38 84,5466 0,558 259,2 0,6132 613,1529 2 2 100,2 84,38 84,5466 0,556 261,2 0,6179 617,8841 1 100,1 82,39 82,4768 0,560 257,2 0,6237 623,6902 1 o 2 100,1 82,39 82,4768 0,560 257,2 0,6237 623,6902 40 C 592,1662 36,4008 4 jam 1 100,1 82,39 82,4768 0,586 231,2 0,5606 560,6422 2 2 100,1 82,39 82,4768 0,586 231,2 0,5606 560,6422
Lampiran 12b. Lanjutan Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak I
No
6
7
8
9
10
Ekstrak Ekstrak Kandungan Kandungan Kandungan yang Total yang antioksidan Rata-rata Perlakuan Antioksidan antioksidan U Plo Digunakan Padatan Digunakan Abs total (mg/g SD Ekstrak Total total (mg/g (mg) wet (%) (mg) dry (mg/mg ekstrak) (mg/L) ekstrak) basis basis ekstrak) 1 100,2 87,97 88,1490 0,630 187,2 0,4247 424,7352 1 o 2 100,2 87,97 88,1490 0,630 187,2 0,4247 424,7352 40 C 434,0320 10,7350 6 jam 1 100,1 87,97 88,0611 0,622 195,2 0,4433 443,3288 2 2 100,1 87,97 88,0611 0,622 195,2 0,4433 443,3288 1 100,0 85,34 85,3380 0,630 187,2 0,4387 438,7261 1 o 2 100,0 85,34 85,3380 0,630 187,2 0,4387 438,7261 60 C 418,6060 23,3111 2 jam 1 100,1 85,34 85,4233 0,648 169,2 0,3961 396,1447 2 2 100,1 85,34 85,4233 0,646 171,2 0,4008 400,8273 1 100,0 85,01 85,0102 0,648 169,2 0,3981 398,0697 1 o 2 100,0 85,01 85,0102 0,648 169,2 0,3981 398,0697 60 C 423,9490 29,8828 4 jam 1 100,0 85,01 85,0102 0,626 191,2 0,4498 449,8282 2 2 100,0 85,01 85,0102 0,626 191,2 0,4498 449,8282 1 100,2 85,28 85,4491 0,648 169,2 0,3960 396,0253 1 o 2 100,2 85,28 85,4491 0,646 171,2 0,4007 400,7064 60 C 363,5854 40,2521 6 jam 1 100,0 85,28 85,2785 0,678 139,2 0,3265 326,4597 2 2 100,0 85,28 85,2785 0,676 141,2 0,3312 331,1502 1 100,1 85,32 85,4013 0,710 107,2 0,2511 251,0501 1 o 2 100,1 85,32 85,4013 0,714 103,2 0,2417 241,6826 80 C 228,9078 20,6080 2 jam 1 100,0 85,32 85,3160 0,728 89,2 0,2091 209,1051 2 2 100,0 85,32 85,3160 0,726 91,2 0,2138 213,7936
Lampiran 12c. Lanjutan Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II
No
11
12
Ekstrak Ekstrak Kandungan Kandungan Kandungan yang Total yang antioksidan Rata-rata Perlakuan Antioksidan antioksidan U Plo Digunakan Padatan Digunakan Abs total (mg/g SD Ekstrak Total total (mg/g (mg) wet (%) (mg) dry (mg/mg ekstrak) (mg/L) ekstrak) basis basis ekstrak) 1 100,0 84,62 84,6225 0,734 83,2 0,1966 196,6381 1 o 2 100,0 84,62 84,6225 0,732 85,2 0,2014 201,3650 80 C 222,5129 27,2853 4 jam 1 100,1 84,62 84,7071 0,714 103,2 0,2437 243,6632 2 2 100,1 84,62 84,7071 0,712 105,2 0,2484 248,3853 1 100,1 90,09 90,1814 0,772 45,2 0,1002 100,2424 1 o 2 100,1 90,09 90,1814 0,770 47,2 0,1047 104,6779 80 C 58,1120 51,2729 6 jam 1 100,0 90,09 90,0913 0,810 7,2 0,0160 15,9838 2 2 100,0 90,09 90,0913 0,812 5,2 0,0115 11,5438
Lampiran 13. Kurva Standar Asam Askorbat Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak No
Konsentrasi (mg/L)
Ulangan
1
1000
1
2
800
1
3
600
1
4
400
1
5
200
1
6
0 (Kontrol -)
1
Persamaan Garis : y = -0,001x + 0,8172 R² = 0,9814
Plo
Abs
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
0,055 0,053 0,057 0,056 0,169 0,168 0,358 0,359 0,632 0,632 0,840 0,840
Ratarata abs
SD
0,0540
0,0028
0,0565
0,0014
0,1685
0,0014
0,3585
0,0014
0,6320
0,0000
0,8400
0,0000
Lampiran 14a. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II
No
1
2
3
4
5
Perlakuan Ulangan Ekstrak
Ruang 2 jam
Ruang 4 jam
Ruang 6 jam
1 2 1 2 1 2
40 oC 2jam
1
40 oC 4 jam
1
2
2
Plo
Berat Basah Ekstrak yang Digunakan (mg)
total padatan (%)
Berat Kering (mg)
Abs
Kapasitas Antioksidan (%)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
100,2 100,2 100,1 100,1 100,1 100,1 100,2 100,2 100,1 100,1 100,1 100,1 100,1 100,1 100,2 100,2 100,1 100,1 100,1 100,1
83,34 83,34 83,34 83,34 84,02 84,02 84,02 84,02 86,46 86,46 86,46 86,46 84,38 84,38 84,38 84,38 82,39 82,39 82,39 82,39
83,5059 83,5059 83,4225 83,4225 84,1000 84,1000 84,1840 84,1840 86,5501 86,5501 86,5501 86,5501 84,4622 84,4622 84,5466 84,5466 82,4768 82,4768 82,4768 82,4768
0,508 0,508 0,486 0,486 0,528 0,530 0,506 0,504 0,500 0,496 0,534 0,534 0,552 0,552 0,558 0,556 0,560 0,560 0,586 0,586
79,05 79,05 84,29 84,29 74,29 73,81 79,52 80,00 80,95 81,90 72,86 72,86 68,57 68,57 67,14 67,62 66,67 66,67 60,48 60,48
Rata-rata Kapasitas Antioksidan (%)
SD
81,67
3,0242
76,90
3,3106
77,14
4,9640
67,98
0,7143
63,57
3,5741
Lampiran 14b. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II
No
Perlakuan Ulangan Ekstrak
o
4
5
6
7
8
40 C 2jam
1 2
40 oC 4 jam
1
40 oC 6 jam
1
60 oC 2 jam
1
60 oC 4 jam
1
2
2
2
2
Plo
Berat Basah Ekstrak yang Digunakan (mg)
total padatan (%)
Berat Kering (mg)
Abs
Kapasitas Antioksidan (%)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
100,1 100,1 100,2 100,2 100,1 100,1 100,1 100,1 100,2 100,2 100,1 100,1 100,0 100,0 100,1 100,1 100,0 100,0 100,0 100,0
84,38 84,38 84,38 84,38 82,39 82,39 82,39 82,39 87,97 87,97 87,97 87,97 85,34 85,34 85,34 85,34 85,01 85,01 85,01 85,01
84,4622 84,4622 84,5466 84,5466 82,4768 82,4768 82,4768 82,4768 88,1490 88,1490 88,0611 88,0611 85,3380 85,3380 85,4233 85,4233 85,0102 85,0102 85,0102 85,0102
0,552 0,552 0,558 0,556 0,560 0,560 0,586 0,586 0,630 0,630 0,622 0,622 0,630 0,630 0,648 0,646 0,648 0,648 0,626 0,626
68,57 68,57 67,14 67,62 66,67 66,67 60,48 60,48 50,00 50,00 51,90 51,90 50,00 50,00 45,71 46,19 45,71 45,71 50,95 50,95
Rata-rata Kapasitas Antioksidan (%)
SD
67,98
0,7143
63,57
3,5741
50,95
1,0997
47,98
2,3450
48,33
3,0242
Lampiran 14c. Hasil Analisis Kapasitas Antioksidan Ekstrak II
No
Perlakuan Ulangan Ekstrak
o
9
10
11
12
60 C 6 jam
1 2
80 oC 2 jam
1
80 oC 4 jam
1
80 oC 6 jam
2
2 1 2
Plo
Berat Basah Ekstrak yang Digunakan (mg)
total padatan (%)
Berat Kering (mg)
Abs
Kapasitas Antioksidan (%)
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
100,2 100,2 100,0 100,0 100,1 100,1 100,0 100,0 100,0 100,0 100,1 100,1 100,1 100,1 100,0 100,0
85,28 85,28 85,28 85,28 85,32 85,32 85,32 85,32 84,62 84,62 84,62 84,62 90,09 90,09 90,09 90,09
85,4491 85,4491 85,2785 85,2785 85,4013 85,4013 85,3160 85,3160 84,6225 84,6225 84,7071 84,7071 90,1814 90,1814 90,0913 90,0913
0,648 0,646 0,678 0,676 0,710 0,714 0,728 0,726 0,734 0,732 0,714 0,712 0,772 0,770 0,810 0,812
45,71 46,19 38,57 39,05 30,95 30,00 26,67 27,14 25,24 25,71 30,00 30,48 16,19 16,67 7,14 6,67
Rata-rata Kapasitas Antioksidan (%)
SD
42,38
4,1331
28,69
2,1073
27,86
2,7630
11,67
5,5054
Lampiran 15a. Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak
Perlakuan No Ekstrak
1
2
3
4
Ruang 2 jam
Ruang 4 jam
Ruang 6 jam
40 oC 2jam
U
1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Plo Digunakan Padatan Digunakan (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 1 100,2 83,34 83,5059 2 100,2 83,34 83,5059 1 100,1 83,34 83,4225 2 100,1 83,34 83,4225 1 100,1 84,02 84,1000 2 100,1 84,02 84,1000 1 100,2 84,02 84,1840 2 100,2 84,02 84,1840 1 100,1 86,46 86,5501 2 100,1 86,46 86,5501 1 100,1 86,46 86,5501 2 100,1 86,46 86,5501 1 100,1 84,38 84,4622 2 100,1 84,38 84,4622 1 100,2 84,38 84,5466 2 100,2 84,38 84,5466
Abs
0,201 0,199 0,203 0,200 0,202 0,201 0,202 0,203 0,203 0,205 0,204 0,204 0,200 0,199 0,201 0,201
Kandungan Kandungan Kandungan Rata-rata Fenol Fenol total Fenol total (mg/g Total (mg/mg (mg/g ekstrak) (mg/L) ekstrak) ekstrak) 49,6604 49,2830 50,0377 49,4717 49,8491 49,6604 49,8491 50,0377 50,0377 50,4151 50,2264 50,2264 49,4717 49,2830 49,6604 49,6604
0,2973 0,2951 0,2999 0,2965 0,2964 0,2952 0,2961 0,2972 0,2891 0,2912 0,2902 0,2902 0,2929 0,2917 0,2937 0,2937
297,3466 295,0871 299,9054 296,5128 296,3679 295,2461 296,0721 297,1927 289,0679 291,2479 290,1579 290,1579 292,8629 291,7459 293,6864 293,6864
SD
297,2130 2,0229
296,2197 0,8038
290,1579 0,8900
292,9954 0,9190
Lampiran 15b. Lanjutan Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak
Perlakuan No Ekstrak
o
5
6
7
8
40 C 4 jam
U
1 2
40 oC 6 jam
1
60 oC 2 jam
1
60 oC 4 jam
1
2
2
2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Plo Digunakan Padatan Digunakan (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 1 100,1 82,39 82,4768 2 100,1 82,39 82,4768 1 100,1 82,39 82,4768 2 100,1 82,39 82,4768 1 100,2 87,97 88,1490 2 100,2 87,97 88,1490 1 100,1 87,97 88,0611 2 100,1 87,97 88,0611 1 100,0 85,34 85,3380 2 100,0 85,34 85,3380 1 100,1 85,34 85,4233 2 100,1 85,34 85,4233 1 100,0 85,01 85,0102 2 100,0 85,01 85,0102 1 100,0 85,01 85,0102 2 100,0 85,01 85,0102
Abs
0,201 0,201 0,187 0,187 0,206 0,206 0,210 0,208 0,210 0,213 0,213 0,212 0,212 0,211 0,212 0,213
Kandungan Kandungan Kandungan Rata-rata Fenol Fenol total Fenol total (mg/g Total (mg/mg (mg/g ekstrak) (mg/L) ekstrak) ekstrak) 49,6604 49,6604 47,0189 47,0189 50,6038 50,6038 51,3585 50,9811 51,3585 51,9245 51,9245 51,7358 51,7358 51,5472 51,7358 51,9245
0,3011 0,3011 0,2850 0,2850 0,2870 0,2870 0,2916 0,2895 0,3009 0,3042 0,3039 0,3028 0,3043 0,3032 0,3043 0,3054
301,0565 301,0565 285,0428 285,0428 287,0353 287,0353 291,6073 289,4647 300,9122 304,2287 303,9248 302,8204 304,2919 303,1821 304,2919 305,4016
SD
293,0497 9,2455
288,7856 2,2023
302,9715 1,5003
304,2919 0,9061
Lampiran 15c. Lanjutan Hasil Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak
Perlakuan No Ekstrak
o
9
10
11
12
60 C 6 jam
U
1 2
80 oC 2 jam
1
80 oC 4 jam
1
80 oC 6 jam
2
2 1 2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Plo Digunakan Padatan Digunakan (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 1 100,2 85,28 85,4491 2 100,2 85,28 85,4491 1 100,0 85,28 85,2785 2 100,0 85,28 85,2785 1 100,1 85,32 85,4013 2 100,1 85,32 85,4013 1 100,0 85,32 85,3160 2 100,0 85,32 85,3160 1 100,0 84,62 84,6225 2 100,0 84,62 84,6225 1 100,1 84,62 84,7071 2 100,1 84,62 84,7071 1 100,1 90,09 90,1814 2 100,1 90,09 90,1814 1 100,0 90,09 90,0913 2 100,0 90,09 90,0913
Abs
0,209 0,210 0,206 0,206 0,198 0,198 0,200 0,198 0,195 0,195 0,186 0,185 0,194 0,193 0,195 0,195
Kandungan Kandungan Kandungan Rata-rata Fenol Fenol total Fenol total (mg/g Total (mg/mg (mg/g ekstrak) (mg/L) ekstrak) ekstrak) 51,1698 51,3585 50,6038 50,6038 49,0943 49,0943 49,4717 49,0943 48,5283 48,5283 46,8302 46,6415 48,3396 48,1509 48,5283 48,5283
0,2994 0,3005 0,2967 0,2967 0,2874 0,2874 0,2899 0,2877 0,2867 0,2867 0,2764 0,2753 0,2680 0,2670 0,2693 0,2693
299,4170 300,5210 296,6970 296,6970 287,4333 287,4333 289,9323 287,7208 286,7341 286,7341 276,4242 275,3105 268,0132 266,9671 269,3283 269,3283
SD
298,3330 1,9421
288,1299 1,2092
281,3008 6,2904
268,4092 1,1440
Lampiran 16. Kurva Standar Asam Galat Analisis Total Senyawa Fenolik Ekstrak No
Konsentrasi (mg/L)
Ulangan
1
250
1
2
200
1
3
150
1
4
100
1
5
50
1
6
0 (Kontrol -)
1
Persamaan Garis: y = 0,0053x - 0,0622 R² = 0,9917
Plo 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Abs 1,300 1,300 1,010 1,010 0,732 0,732 0,396 0,400 0,180 0,180 0,000 0,000
Ratarata abs
SD
1,3000
0,0000
1,0100
0,0000
0,7320
0,0000
0,3980
0,0057
0,1800
0,0000
0,0000
0,0000
Lampiran 17a. Hasil Analisis Total Antosianin Ekstrak
Perlakuan No Ekstrak
1
2
3
4
5
Ruang 2 jam
Ruang 4 jam
Ruang 6 jam
U
1 2 1 2 1 2
40 oC 2jam
1
40 oC 4 jam
1
2
2
Plo
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Abs pH Abs pH Digunakan Padatan Digunakan 1 4,5 (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 500,4 83,34 417,0293 0,516 0,118 500,4 83,34 417,0293 0,516 0,119 500,3 83,34 416,9460 0,516 0,119 500,3 83,34 416,9460 0,518 0,119 500,4 84,02 420,4158 0,500 0,129 500,4 84,02 420,4158 0,498 0,128 500,2 84,02 420,2478 0,514 0,130 500,2 84,02 420,2478 0,514 0,132 500,4 86,46 432,6642 0,468 0,150 500,4 86,46 432,6642 0,466 0,148 500,6 86,46 432,8371 0,464 0,150 500,6 86,46 432,8371 0,466 0,149 500,2 90,56 452,9921 0,466 0,123 500,2 90,56 452,9921 0,468 0,125 500,2 90,56 452,9921 0,470 0,123 500,2 90,56 452,9921 0,470 0,123 500,4 86,30 431,8467 0,422 0,141 500,4 86,30 431,8467 0,424 0,141 500,4 86,30 431,8467 0,430 0,135 500,4 86,30 431,8467 0,430 0,135
Δ Abs
0,398 0,397 0,397 0,399 0,371 0,370 0,384 0,382 0,318 0,318 0,314 0,317 0,343 0,343 0,347 0,347 0,281 0,283 0,295 0,295
Total Total RataAntosianin Antosianin rata (mg/100g (mg/g (mg/gr ekstrak) ekstrak) ekstrak) 143,4778 143,1173 143,1459 143,8671 132,6671 132,3095 137,3707 136,6552 110,4955 110,4955 109,0620 110,1040 113,8339 113,8339 115,1615 115,1615 97,8239 98,5202 102,6977 102,6977
1,4348 1,4312 1,4315 1,4387 1,3267 1,3231 1,3737 1,3666 1,1050 1,1050 1,0906 1,1010 1,1383 1,1383 1,1516 1,1516 0,9782 0,9852 1,0270 1,0270
SD
1,4340
0,0035
1,3475
0,0263
1,1004
0,0068
1,1450
0,0077
1,0043
0,0263
Lampiran 17b. Lanjutan Hasil Analisis Total Antosianin Ekstrak
Perlakuan No Ekstrak
o
6
7
8
9
10
40 C 6 jam
U
1 2
60 oC 2 jam
1
60 oC 4 jam
1
60 oC 6 jam
1
80 oC 2 jam
1
2
2
2
2
Plo
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Abs pH Abs pH Digunakan Padatan Digunakan 1 4,5 (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 500,3 87,97 440,1294 0,450 0,137 500,3 87,97 440,1294 0,452 0,138 500,4 87,97 440,2173 0,426 0,152 500,4 87,97 440,2173 0,428 0,153 500,0 88,50 442,5121 0,434 0,110 500,0 88,50 442,5121 0,432 0,110 500,3 88,50 442,7776 0,426 0,106 500,3 88,50 442,7776 0,428 0,107 500,1 85,01 425,1362 0,452 0,119 500,1 85,01 425,1362 0,452 0,119 500,1 85,01 425,1362 0,456 0,117 500,1 85,01 425,1362 0,456 0,117 500,2 85,49 427,6066 0,478 0,139 500,2 85,49 427,6066 0,476 0,139 500,2 85,49 427,6066 0,472 0,139 500,2 85,49 427,6066 0,470 0,139 500,2 86,31 431,7290 0,438 0,132 500,2 86,31 431,7290 0,440 0,133 500,3 86,31 431,8153 0,432 0,133 500,3 86,31 431,8153 0,432 0,133
Δ Abs
0,313 0,314 0,274 0,275 0,324 0,322 0,320 0,321 0,333 0,333 0,339 0,339 0,339 0,337 0,333 0,331 0,306 0,307 0,299 0,299
Total Total RataAntosianin Antosianin rata (mg/100g (mg/g (mg/gr ekstrak) ekstrak) ekstrak) 106,9134 107,2550 93,5733 93,9148 110,0749 109,3954 108,6507 108,9902 117,7564 117,7564 119,8781 119,8781 119,1855 118,4824 117,0761 116,3729 106,5561 106,9044 104,0978 104,0978
1,0691 1,0726 0,9357 0,9391 1,1007 1,0940 1,0865 1,0899 1,1776 1,1776 1,1988 1,1988 1,1919 1,1848 1,1708 1,1637 1,0656 1,0690 1,0410 1,0410
SD
1,0041
0,0770
1,0928
0,0061
1,1882
0,0122
1,1778
0,0128
1,0541
0,0153
Lampiran 17c. Lanjutan Hasil Analisis Total Antosianin Ekstrak
Perlakuan No Ekstrak
o
11
12
80 C 4 jam
80 oC 6 jam
U
1 2 1 2
Plo
1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Abs pH Abs pH Digunakan Padatan Digunakan 1 4,5 (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 500,0 88,47 442,3355 0,468 0,140 500,0 88,47 442,3355 0,470 0,139 500,0 88,47 442,3355 0,492 0,151 500,0 88,47 442,3355 0,486 0,151 500,0 90,09 450,4567 0,448 0,155 500,0 90,09 450,4567 0,448 0,155 500,2 90,09 450,6369 0,440 0,157 500,2 90,09 450,6369 0,440 0,157
Δ Abs
0,328 0,331 0,341 0,335 0,293 0,293 0,283 0,283
Total Total RataAntosianin Antosianin rata (mg/100g (mg/g (mg/gr ekstrak) ekstrak) ekstrak) 111,4783 112,4979 115,8967 113,8574 97,7874 97,7874 94,4122 94,4122
1,1148 1,1250 1,1590 1,1386 0,9779 0,9779 0,9441 0,9441
SD
1,1343
0,0191
0,9610
0,0195
Lampiran 18a. Hasil Analisis Total Xanthone Ekstrak
No
1
2
3
4
5
Perlakuan Ekstrak
Ruang 2 jam
Ruang 4 jam
Ruang 6 jam
U
1 2 1 2 1 2
40 oC 2 jam
1
40 oC 4 jam
1
2
2
Plo
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak Ekstrak yang Total yang Digunakan Padatan Digunakan (mg) wet (%) (mg) dry basis basis 100,0 83,34 83,3392 100,0 83,34 83,3392 100,1 83,34 83,4225 100,1 83,34 83,4225 100,2 84,02 84,1840 100,2 84,02 84,1840 100,0 84,02 84,0159 100,0 84,02 84,0159 100,1 86,46 86,5501 100,1 86,46 86,5501 100,0 86,46 86,4637 100,0 86,46 86,4637 100,1 84,38 84,4622 100,1 84,38 84,4622 100,0 84,38 84,3779 100,0 84,38 84,3779 100,2 82,39 82,5592 100,2 82,39 82,5592 100,0 82,39 82,3945 100,0 82,39 82,3945
Abs
Kandungan Xanthone Total (mg/L)
0,377 0,378 0,365 0,365 0,381 0,382 0,372 0,373 0,373 0,373 0,385 0,384 0,409 0,410 0,411 0,410 0,392 0,392 0,378 0,379
5,0602 5,0730 4,9065 4,9065 5,1114 5,1242 4,9962 5,0090 5,0090 5,0090 5,1626 5,1498 5,4699 5,4827 5,4955 5,4827 5,2522 5,2522 5,0730 5,0858
Kandungan Kandungan RataXanthone Xanthone rata Total Total (mg/g (mg/mg (mg/g ekstrak) ekstrak) ekstrak) 0,0304 30,3589 0,0304 30,4358 29,9025 0,0294 29,4077 0,0294 29,4077 0,0304 30,3585 0,0304 30,4345 30,0840 0,0297 29,7334 0,0298 29,8096 0,0289 28,9368 0,0289 28,9368 29,3770 0,0299 29,8542 0,0298 29,7802 0,0324 32,3808 0,0325 32,4566 32,4729 0,0326 32,5649 0,0325 32,4891 0,0318 31,8089 0,0318 31,8089 31,3163 0,0308 30,7847 0,0309 30,8624
SD
0,5722
0,3635
0,5092
0,0763
0,5698
Lampiran 18b. Lanjutan Hasil Analisis Total Xanthone Ekstrak
No
Perlakuan Ekstrak
o
6
7
8
9
10
40 C 6 jam
U
1 2
60 oC 2 jam
1
60 oC 4 jam
1
60 oC 6 jam
1
80 oC 2 jam
1
2
2
2
2
Plo
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak yang Digunakan (mg) wet basis 100,2 100,2 100,0 100,0 100,1 100,1 100,1 100,1 100,1 100,1 100,0 100,0 100,2 100,2 100,2 100,2 100,1 100,1 100,2 100,2
Total Padatan (%) 87,97 87,97 87,97 87,97 85,34 85,34 85,34 85,34 85,01 85,01 85,01 85,01 85,28 85,28 85,28 85,28 85,32 85,32 85,32 85,32
Ekstrak yang Digunakan (mg) dry basis 88,1490 88,1490 87,9731 87,9731 85,4233 85,4233 85,4233 85,4233 85,0952 85,0952 85,0102 85,0102 85,4491 85,4491 85,4491 85,4491 85,4013 85,4013 85,4866 85,4866
Abs
Kandungan Xanthone Total (mg/L)
0,389 0,390 0,383 0,382 0,445 0,446 0,425 0,426 0,418 0,419 0,405 0,404 0,446 0,445 0,424 0,424 0,409 0,410 0,411 0,412
5,2138 5,2266 5,1370 5,1242 5,9309 5,9437 5,6748 5,6876 5,5851 5,5980 5,4187 5,4059 5,9437 5,9309 5,6620 5,6620 5,4699 5,4827 5,4955 5,5083
Kandungan Kandungan RataXanthone Xanthone rata Total Total SD (mg/g (mg/mg (mg/g ekstrak) ekstrak) ekstrak) 0,0296 29,5739 0,0296 29,6466 29,3852 0,2633 0,0292 29,1965 0,0291 29,1237 0,0347 34,7145 0,0348 34,7895 34,0025 0,8665 0,0332 33,2156 0,0333 33,2906 0,0328 32,8170 0,0329 32,8923 32,3439 0,5913 0,0319 31,8708 0,0318 31,7955 0,0348 34,7790 0,0347 34,7040 33,9361 0,9305 0,0331 33,1307 0,0331 33,1307 0,0320 32,0248 0,0321 32,0997 32,1211 0,0806 0,0321 32,1426 0,0322 32,2175
Lampiran 18c. Lanjutan Hasil Analisis Total Xanthone Ekstrak
No
Perlakuan Ekstrak
o
11
12
80 C 4 jam
80 oC 6 jam
U
1 2 1 2
Plo
1 2 1 2 1 2 1 2
Ekstrak yang Digunakan (mg) wet basis 100,1 100,1 100,1 100,1 100,1 100,1 100,0 100,0
Total Padatan (%) 84,62 84,62 84,62 84,62 90,09 90,09 90,09 90,09
Ekstrak yang Digunakan (mg) dry basis 84,7071 84,7071 84,7071 84,7071 90,1814 90,1814 90,0913 90,0913
Abs
Kandungan Xanthone Total (mg/L)
0,373 0,374 0,372 0,372 0,365 0,366 0,359 0,360
5,0090 5,0218 4,9962 4,9962 4,9065 4,9193 4,8297 4,8425
Kandungan Kandungan RataXanthone Xanthone rata Total Total SD (mg/g (mg/mg (mg/g ekstrak) ekstrak) ekstrak) 0,0296 29,5664 0,0296 29,6420 29,5475 0,0724 0,0295 29,4908 0,0295 29,4908 0,0272 27,2037 0,0273 27,2747 27,0396 0,2341 0,0268 26,8045 0,0269 26,8756
Lampiran 19. Kurva Standar α Mangostin Analisis Total Xanthone Ekstrak No
Konsentrasi (mg/L)
Ulangan
1
20
1
2
15
1
3
10
1
4
5
1
5
0
1
Persamaan Garis : y = 0,0781x - 0,0182 R² = 0,9994
Plo 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Abs 1,554 1,555 1,148 1,150 0,754 0,755 0,354 0,355 0,000 0,000
Ratarata abs
SD
1,5545
0,0014
1,1490
0,0028
0,7545
0,0014
0,3545
0,0014
0,0000
0,0000
Lampiran 20. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum α Mangostin Konsentrasi α Mangostin : 10 ppm Panjang Gelombang (nm) 200 205 210 215 220 225 230 235 240 245 250 255 260 265 270 275 280 285 290 295 300
Abs 0,192 0,429 0,582 0,540 0,455 0,465 0,560 0,720 0,878 0,911 0,796 0,741 0,715 0,544 0,340 0,299 0,187 0,198 0,244 0,313 0,381
Panjang Gelombang (nm) 305 310 315 320 325 330 335 340 345 350 355 360 365 370 375 380 385 390 395 400
Abs 0,537 0,610 0,623 0,588 0,489 0,367 0,282 0,246 0,255 0,234 0,207 0,193 0,166 0,131 0,095 0,062 0,038 0,019 0,006 -0,001
Lampiran 21. Hasil Analisis Statistik ANOVA Duncan Pada Berbagai Analisis Percobaan Penentuan Pelarut Between-Subjects Factors N Perlakuan
AR AS AS80 ET70 ET96
2 2 2 2 2
Multi variate Testsc Ef f ect Intercept
Perlakuan
Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy 's Largest Root Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy 's Largest Root
Value 1.000 .000 1353665 1353665 3.058 .000 3117365 3083751
F Hy pothesis df 676832.4a 4.000 676832.4a 4.000 a 676832.4 4.000 676832.4a 4.000 4.061 16.000 16838.944 16.000 97417.659 16.000 3854689b 4.000
Error df 2.000 2.000 2.000 2.000 20.000 6.748 2.000 5.000
a. Exact st atist ic b. The statistic is an upper bound on F that y ields a lower bound on the signif icance lev el. c. Design: Intercept+Perlakuan
Sig. .000 .000 .000 .000 .002 .000 .000 .000
Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Error
Total
Corrected Total
Dependent Variable DPPH Total_Fenol Total_Antosianin Xanthon DPPH Total_Fenol Total_Antosianin Xanthon DPPH Total_Fenol Total_Antosianin Xanthon DPPH Total_Fenol Total_Antosianin Xanthon DPPH Total_Fenol Total_Antosianin Xanthon DPPH Total_Fenol Total_Antosianin Xanthon
Ty pe I II Sum of Squares 33.128a 19388.756b 71.281b 7390.670b 74301.021 104191.178 139.541 8902.728 33.128 19388.756 71.281 7390.670 2.323 .429 .002 .015 74336.472 123580.362 210.824 16293.413 35.451 19389.184 71.282 7390.685
a. R Squared = . 934 (Adjusted R Squared = . 882) b. R Squared = 1. 000 (Adjusted R Squared = 1.000)
df 4 4 4 4 1 1 1 1 4 4 4 4 5 5 5 5 10 10 10 10 9 9 9 9
Mean Square 8.282 4847.189 17.820 1847.667 74301.021 104191.178 139.541 8902.728 8.282 4847.189 17.820 1847.667 .465 .086 .000 .003
F 17.824 56528.567 55399.026 624672.9 159908.0 1215091 433802.0 3009899 17.824 56528.567 55399.026 624672.9
Sig. .004 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .004 .000 .000 .000
DPPH a,b,c
Duncan
Subset Perlakuan AS ET96 AR ET70 AS80 Sig.
N 2 2 2 2 2
1 84.158450 84.604000
.542
2 84.604000 86.287150
.057
3
4
86.287150 86.633650 .633
89.306950 1.000
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .465. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guarant eed. c. Alpha = . 05.
Total _Fenol a,b,c
Duncan
Perlakuan AS ET96 AS80 ET70 AR Sig.
N 2 2 2 2 2
1 49.388900
2
Subset 3
4
5
50.500000 118.9259 136.9815 1.000
1.000
1.000
1.000
154.5741 1.000
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .086. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Total _Antosi anin a,b,c
Duncan
Perlakuan AS ET96 ET70 AS80 AR Sig.
N 2 2 2 2 2
1 .133500
2
Subset 3
4
5
.834350 5.697800 5.795500 1.000
1.000
1.000
1.000
6.216450 1.000
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Xanthon a,b,c
Duncan
Perlakuan AR ET70 AS80 ET96 AS Sig.
N 2 2 2 2 2
1 .718650
2
Subset 3
4
5
9.084650 25.923550 34.878450 1.000
1.000
1.000
1.000
78.581900 1.000
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .003. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 22. Hasil Analisis Statistik ANOVA Duncan Pada Analisis Total Padatan
Ekstrak Between-Subjects Factors N Perlakuan
002 004 006 402 404 406 602 604 606 802 804 806
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Total_Padatan Source Corrected Model Intercept Perlakuan Error Total Corrected Total
Ty pe I II Sum of Squares 93.511a 174838.007 93.511 7.231 174938.749 100.742
df 11 1 11 12 24 23
Mean Square 8.501 174838.007 8.501 .603
a. R Squared = . 928 (Adjusted R Squared = .862)
F 14.108 290153.1 14.108
Sig. .000 .000 .000
Total _Padatan a,b
Duncan
Subset Perlakuan 404 002 004 402 804 604 606 802 602 006 406 806 Sig.
N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 82.394450 83.339200 84.015950
.069
2 83.339200 84.015950 84.377800 84.622450 85.010250
.073
3
84.015950 84.377800 84.622450 85.010250 85.278550 85.315950 85.338000
.151
4
84.622450 85.010250 85.278550 85.315950 85.338000 86.463700
.053
5
86.463700 87.973100 .076
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .603. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 23. Hasil Analisis Statistik ANOVA Duncan Pada Berbagai Analisis Kimia
6
90.091300 1.000
Percobaan Utama Between-Subjects Factors N Perlakuan
002 004 006 402 404 406 602 604 606 802 804 806
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Multi variate Testsc Ef f ect Intercept
Perlakuan
Value Pillai's Trace 1.000 Wilks' Lambda .000 Hotelling's Trace 30536.950 Roy 's Largest Root 30536.950 Pillai's Trace 4.393 Wilks' Lambda .000 Hotelling's Trace 307.384 Roy 's Largest Root 219.456
F Hy pothesis df 195436.5a 5.000 a 195436.5 5.000 195436.5a 5.000 a 195436.5 5.000 23.664 55.000 88.172 55.000 169.900 55.000 718.220b 11.000
Error df 32.000 32.000 32.000 32.000 180.000 151.708 152.000 36.000
a. Exact st atist ic b. The statistic is an upper bound on F that y ields a lower bound on the signif icance lev el. c. Design: Intercept+Perlakuan
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
Tests of Between-Subjects Effects Source Corrected Model
Intercept
Perlakuan
Error
Total
Corrected Total
Dependent Variable DPPH_2 DPPH Total_Antosianin Total_Fenol Xanthon DPPH_2 DPPH Total_Antosianin Total_Fenol Xanthon DPPH_2 DPPH Total_Antosianin Total_Fenol Xanthon DPPH_2 DPPH Total_Antosianin Total_Fenol Xanthon DPPH_2 DPPH Total_Antosianin Total_Fenol Xanthon DPPH_2 DPPH Total_Antosianin Total_Fenol Xanthon
Ty pe I II Sum of Squares 21591.208a 2169229.150b .853c 4231.858d 192.118e 130257.941 10232232.6 62.050 4087668.767 46011.167 21591.208 2169229.150 .853 4231.858 192.118 400.057 38070.857 .026 437.664 9.454 152249.206 12439532.6 62.929 4092338.289 46212.739 21991.265 2207300.008 .880 4669.522 201.572
a. R Squared = . 982 (Adjusted R Squared = . 976) b. R Squared = . 983 (Adjusted R Squared = . 977) c. R Squared = . 970 (Adjusted R Squared = . 961) d. R Squared = . 906 (Adjusted R Squared = . 878) e. R Squared = . 953 (Adjusted R Squared = . 939)
df 11 11 11 11 11 1 1 1 1 1 11 11 11 11 11 36 36 36 36 36 48 48 48 48 48 47 47 47 47 47
Mean Square 1962.837 197202.650 .078 384.714 17.465 130257.941 10232232.61 62.050 4087668.767 46011.167 1962.837 197202.650 .078 384.714 17.465 11.113 1057.524 .001 12.157 .263
F 176.630 186.476 106.086 31.645 66.503 11721.553 9675.652 84866.593 336230.7 175197.6 176.630 186.476 106.086 31.645 66.503
Sig. .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
DPPH_2 a,b,c
Duncan
Subset Perlakuan 806 804 802 606 602 604 406 404 402 004 006 002 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 11.6667
2
3
4
5
6
27.8571 28.6905 42.3810 47.9762 48.3333 50.9524 63.5714 67.9762
1.000
.726
1.000
.242
.070
76.9048 77.1429 81.6667 .063
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 11.113. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guarant eed. c. Alpha = .05.
DPPH a,b,c
Duncan
Perlakuan 806 804 802 606 602 604 406 404 402 006 004 002 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 58.111975
2
3
Subset 4
5
6
7
222.5129 228.9079 363.5854 418.6061 423.9490 434.0320 592.1662 621.7458 696.0128 713.5419 1.000
.783
1.000
.533
.207
.451
767.2884 1.000
Means f or groups in homogeneous subsets are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1057.524. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Total _Fenol a,b,c
Duncan
Subset Perlakuan 806 804 802 406 006 402 404 004 002 606 602 604 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 268.4092
2
3
4
5
6
281.3007 288.1299 288.7857 290.1579 292.9954 293.0497
1.000
1.000
292.9954 293.0497 296.2197 297.2130 298.3330
.082
298.3330 302.9715
.059
.068
302.9715 304.2919 .596
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 12.157. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guarant eed. c. Alpha = .05.
Total_Antosianin a,b,c
Duncan
Subset Perlakuan 806 406 404 802 602 006 804 402 606 604 004 002 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 .961000
2
3
4
5
6
7
8
10
1.004125 1.004350 1.054150 1.092775
1.092775 1.100400
1.100400 1.134350
1.134350 1.144950
1.144950 1.177800
1.177800 1.188200 1.347525
1.000
.991
.051
.692
.084
.583
.094
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .001. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guaranteed. c. Alpha = .05.
9
.590
1.000
1.434050 1.000
Xan tho n a,b,c
Duncan
Perlakuan 806 006 406 804 002 004 404 802 604 402 606 602 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 27.039625
2
Subset 3
4
5
29.377000 29.385175 29.547500 29.902525 30.084000 31.316225 32.121150 32.343900 32.472850
1.000
.089
1.000
.367
33.936100 34.002550 .856
Means f or groups in homogeneous subset s are display ed. Based on Ty pe III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .263. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Ty pe I error lev els are not guaranteed. c. Alpha = .05.
Lampiran 24. Hasil Analisis Statistik Korelasi Antar Analisis Kimia Pada Percobaan Utama Correlati ons DPPH DPPH
Total_Fenol
Total_Antosianin
Xanthon
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Total_Fenol 1 .560** .000 48 48 .560** 1 .000 48 48 .607** .458** .000 .001 48 48 .114 .729** .441 .000 48 48
**. Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-t ailed).
Total_ Antosianin Xanthon .607** .114 .000 .441 48 48 .458** .729** .001 .000 48 48 1 .118 .426 48 48 .118 1 .426 48 48