Jurnal EduBio Tropika, Volume 3, Nomor 2, Oktober 2015, hlm. 51-97
Fatmawati S. Prodi Magister Pendidikan Biologi PPs Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Zairin Tomy Jurusan Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Djufri Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Korespondensi:
[email protected]
PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN AKAR KULTUR JARINGAN TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) ABSTRAK: Penelitian mengenai “Pengaruh Penambahan Bahan Organik Terhadap Pertumbuhan Akar Kultur Jaringan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)” telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Sel dan Molekuler Jurusan Biologi FMIPA Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh sejak bulan April hingga Oktober 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) yang terdiri dari 9 kombinasi perlakuan (jus tomat dengan konsentrasi 50x103 ppm dan 100x 103 ppm; jus pisang dengan konsentrasi 50x103 ppm dan 100x103 ppm) dengan 4 kali ulangan. Parameter dari penelitian ini adalah jumlah dan panjang akar. Pengamatan dilakukan setelah 3 hari masa inkubasi dan pengukuran dilakukan setelah 4 minggu. Data hasil pengamatan diuji dengan Analysis of Varian (ANOVA), dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikansi 0,05 (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jus tomat dan jus pisang pada media Murashige dan Skoog pada setiap taraf perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Namun, penambahan jus pisang pada konsentrasi 50x103 ppm dan jus tomat 50x103 ppm serta kombinasi jus tomat 50x103 ppm + jus pisang 50x103 ppm memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan akar. Kata Kunci: Kentang (Solanum tuberosum L.), Bahan Organik, Pertumbuhan, Kultur Jaringan, dan Jus.
ADDITION OF ORGANIC MATERIAL EFFECT ON THE GROWTH OF TISSUE CULTURE ROOTS OF POTATO (Solanum tuberosum L.) ABSTRACT: An experiment titled “The Influence of Organic Substances Addition on Potato (Solanumtuberosum L.) Tissue Culture Growth” had done in Biology Cell and Moleculer Laboratory of Biology Department of Math and Natural Sciences Faculty of Syiah Kuala University, Banda Aceh from April to October 2014. This research used Factorial Completely Random Design (CRD Factorial) with nine combination (tomato juice with 50x103 ppm and 100x103 ppm; banana juice with 50x103 ppm and 100x103 ppm) and four replications. Parameters were number and length of roots. Observation was done 3 days after incubation time and measuring was done 4 weeks later. Furthermore, data were tested with Analysis of Varian (ANOVA), continued with Duncan Multiple Range Test (DMRT) of 0.05 significance level (α=0.05). Result indicated that addition of tomato juice and banana juicein Murashige and Skoog medium were not significantly affected on roots number. However, The best result on roots growth indicated by addition of 50x103 ppm banana juice and 50x103 ppm tomato, as well as combination of 50x103ppm tomato juice + 50x103 ppm banana juice. Keywords: Potato (Solanum tuberosum L.), Organic Substances, Growth, Tissue Culture, and Juice.
PENDAHULUAN Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura yang sangat penting di Indonesia, merupakan sumber karbohidrat alternatif. Kebutuhan masyarakat akan kentang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini juga turut berperan dalam memicu peningkatan kebutuhan kentang (Achrom dkk., 2011). Di Indonesia, ken-
tang biasanya diusahakan di dataran tinggi, pada ketinggian lebih kurang 1000 meter di atas permukaan laut. Rata-rata hasil panen kentang yang dicapai secara nasional masih rendah yaitu 14 ton ha-1, jika dibandingkan negara lain seperti Amerika Serikat 29,20 ha-1, Swiss, Belanda, Inggris dan Jerman yang hasil panennya melebihi 20 ton ha-1. Rendahnya produksi di Indonesia ini disebabkan
51
52
Fatmawati S., dkk.
belum banyaknya petani penghasil (seed grower) bibit kentang bermutu, sehingga permintaan bibit kentang tidak dapat dipenuhi (Rainiyati dkk., 2011). Menurut Basuki dkk. (2009) “kendala yang dihadapi petani dalam budi daya kentang di lapangan antara lain produktivitas yang rendah, harga bibit mahal dan penyakit busuk umbi. Penggunaan bibit yang sehat diperlukan dalam pengendalian penyakit tersebut”. Untuk mendukung program peningkatan produksi kentang, penggunaan benih bermutu dan bebas patogen mutlak diperlukan. Benih tersebut dapat diperoleh dengan teknik perbanyakan cepat secara kultur jaringan (in vitro) (Karjadi dan Buchory, 2008). Bila dibandingkan dengan pengadaan bibit kentang secara teknik konvensional yang hasilnya kadang tidak stabil dan tidak seragam, maka dengan penerapan metode perbanyakan tanaman secara in vitro akan diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak, dalam waktu yang singkat, seragam, bebas penyakit, serupa dengan induknya dan bermutu tinggi (Pertamawati, 2010). Keberhasilan dalam teknologi dan aplikasi metode kultur jaringan erat kaitannya dengan penyediaan hara yang mencukupi dan sesuai dengan kultur sel ataupun jaringan. Terdapat dua hal yang seringkali sangat menentukan keberhasilan kultur jaringan, yaitu asal eksplan dan media kultur yang dipergunakan. Perbanyakan secara in vitro dan pertumbuhan tanaman selanjutnya dipengaruhi oleh suplemen pertumbuhan pada media (Mengesha et al., 2013). Pertumbuhan dari kultur jaringan tanaman dapat ditingkatkan dengan penambahan nutrisi organik. Nutrisi organik ini merupakan sumber vitamin, asam amino dan beberapa suplemen. Jumlah zat ini diperlukan untuk kultur jaringan yang bervariasi dengan spesies dan genotipe dari eksplan (George et al., 2008). Produksi skala besar bahan klonal untuk memproduksi benih kentang yang identik secara kultur jaringan lebih baik bagi propagasi konvensional kentang, sehingga skala besar bahan klonal kentang dapat diproduksi dalam waktu singkat (Badoni dan Chauhan, 2011). Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian kultur jaringan kentang dengan penambahan bahan organik sebagai pengganti Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sintetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan organik pada media Murashige dan Skoog (MS) pada pertumbuhan eksplan tanaman kentang. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi untuk perbanyakan bibit kentang secara in vitro
dengan penambahan bahan organik sebagai pengganti Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sintetik. METODE Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi sel dan Molekuler Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, dari bulan April sampai November 2014. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah laminar air flow cabinet (National), autoclave (All American 6P38), lemari pendingin (Panasonic NR-A22AD), timbangan analitik (OHAUS 210 dan ADAM AAA 250 LE), hot plate, blender, lampu spiritus, cawan petri, pinset, gunting bedah, spatula, inkubator (Of – 12), pH meter (pHep HI 96107), beaker glass, corong, pipet tetes, labu erlenmeyer 500 mL dan 250 mL, gelas ukur 10 mL dan 100 mL, batang pengaduk, botol kultur, botol alkohol, sprayer, masker, kertas wrap, kamera digital (Canon Power Shoot A 430) dan alat-alat lainnya. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tunas (plantet) hasil inisiasi yang diambil dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang di Provinsi Jawa Barat sebagai eksplan, alkohol 70%, akuades steril, larutan bunsen, dan media MS (Murashige dan Skoog) yang telah dimodifikasi dengan penambahan bahan organik yaitu jus tomat dan jus pisang. Media kultur dibuat untuk setiap konsentrasi bahan organik yang digunakan, semua larutan stok dan bahan tambahan kecuali gula dan agar-agar dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer. Setelah semua larutan tersebut diaduk dan larut dengan sempurna maka ditambahkan gula dan agar serta akuades steril ditepatkan hingga volume 1000 mL. Setelah semua komponennya larut, diukur pH media diusahakan 6,3 sebelum disterilkan. Media siap dimasak di atas hot plate hingga mendidih. Media tersebut dimasukkan ke dalam botol-botol kultur steril dengan volume 1 mL, mulut botol ditutup dengan aluminium foil. Kemudian, botolbotol tersebut disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Setelah selesai, media diinkubasi hingga media siap untuk digunakan. Bahan tanaman hasil inisiasi dikeluarkan dari botol kultur dan dimasukkan ke dalam cawan petri. Bahan tanaman tersebut dipotong menjadi bagianbagian kecil yang terdiri dari satu buku (mata tunas ketiak). Eksplan yang kemudian ditanam dalam botol kultur sesuai dengan perlakuan sebanyak satu eksplan pada setiap botol. Botol-botol tersebut selanjutnya diletakkan pada rak kultur dengan suhu
Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Akar Kultur Jaringan
ruangan 18°C dengan pencahayaan lampu TL 100 Tabel 2. Rata-rata Jumlah Akar watt selama 24 jam. Dilakukan pengamatan perKombinasi Jus Tomat tumbuhannya setiap dua hari sekali selama satu pada 4 MST bulan. Pengukuran data hanya diambil pada No Perlakuan minggu ke-IV. Data hasil pengamatan terhadap 1. Jus Tomat 50x103 ppm + Jus pertumbuhan tunas mikro kentang diuji dengan Pisang 50x103 ppm Analysis of Varian (ANOVA), jika terdapat penga- 2. Jus Tomat 50x103 ppm + Jus ruh perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Pisang 10x104 ppm Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 3. Jus Tomat 100x103 ppm + Jus signifikansi 0,05 (α = 0,05). Pisang 50x103 ppm 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Akar Hasil analisis data pada uji ANOVA untuk jumlah akar menunjukkan bahwa konsentrasi bahan organik jus tomat dan jus pisang pada setiap taraf perlakuan tidak berbeda nyata dengan nilai Fhitung jus tomat = 1,290 < Ftabel(0,05) = 3,35 dan Fhitung jus pisang = 1,261 < Ftabel(0,05) = 3,35. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan jus tomat dan jus pisang pada media Murashige dan Skoog (MS) tidak berpengaruh terhadap pembentukan jumlah akar eksplan tanaman kentang. Namun rata-rata perlakuan menunjukkan bahwa penambahan jus pisang 50x103 ppm memberikan hasil yang terbaik untuk pertumbuhan akar dengan rata-ratanya yaitu 6,0 (Tabel 1). Pengamatan visual morfologi hasil perlakuan memperlihatkan bahwa semua perlakuan berhasil menumbuhkan akar (Gambar 1). Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Akar Pada Perla-kuan Jus Tomat dan Jus Pisang Setelah 4 MST No 1. 2.
Perlakuan Kontrol Jus Tomat
3.
Jus Pisang
Konsentrasi 50x103 ppm 100x103 ppm 50x103 ppm 100x103 ppm
Jumlah Akar 2,75 NS ± 1,50 5,00 NS ± 2,16 3,50 NS ± 1,29 6,00 NS ± 4,32 4,25 NS ± 1,50
Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam NS = Non Significan (tidak berbeda nyata) Hasil analisis data dengan uji ANOVA untuk kombinasi antara perlakuan jus tomat dan jus pisang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kombinasi perlakuan dengan nilai Fhitung = 0,495 < Ftabel(0,05) = 2,73. Hal ini berarti bahwa interaksi antara keduanya (jus tomat dan jus pisang) tidak berpengaruh dengan jumlah akar yang tumbuh pada pertumbuhan eksplan kentang. Empat minggu setelah inkubasi, jumlah akar yang tumbuh pada kombinasi perlakuan jus tomat 50x103 ppm + jus pisang 50x103 ppm memberikan hasil yang terbaik dengan rata-ratanya 5,50 pada 4 MST (Tabel 2).
Jus Tomat 100x103 ppm + Jus Pisang 100x103 ppm
53
pada Perlakuan dan Jus Pisang Jumlah Akar 5,50 NS ± 1,91 4,75 NS ± 2,63 4,00 NS ± 1,41 3,25 NS ± 2,22
Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam NS = Non Significan (tidak berbeda nyata) Pembentukan akar pada proses vegetatif didahului dengan proses deferensiasi sel pada daerah yang berbatasan dengan permukaan potongan, sehingga sel-sel tersebut kembali bersifat meristematik. Sel-sel meristem pada daerah dekat pembuluh vaskuler kemudian membelah dan berdeferensiasi membentuk primordia akar. Selanjutnya akar akan memanjang dan tumbuh keluar pada bagian batang stek (Hartmann et al., 2002). Kandungan utama karbohidrat pada jus pisang dapat merangsang perbanyakan jumlah akar. Menurut Pamungkas dkk., (2009) “Awal terbentuknya akar dimulai oleh adanya metabolisme cadangan nutrisi yang berupa karbohidrat yang menghasilkan energi yang selanjutnya mendorong pembelahan sel dan membentuk sel-sel baru dalam jaringan. Untuk menumbuhkan akar pada stek diperlukan energi yang diperoleh dari karbohidrat dan protein yang dikandung oleh stek”. Karbohidrat juga dapat digunakan untuk proses metabolisme dan biosintesis hormon secara endogen seperti auksin, sitokinin dan giberelin. Auksin, sitokinin dan giberelin dapat berinteraksi dalam proses pertumbuhan (Widiastoety dan Nurmalinda, 2010). Auksin sangat diperlukan dalam pembentukan akar yakni memacu terjadinya pembelahan sel. Penggunaan auksin diketahui dapat mempercepat proses pembentukan akar pada stek (Davies, 1995). Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman dapat dijelaskan sebagai berikut: auksin memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu, sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan, kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah
54
Fatmawati S., dkk.
Gambar 1. Jumlah Akar yang Tumbuh pada Perlakuan Jus Tomat dan Jus Pisang Keterangan: a. Perlakuan kontrol b. Perlakuan jus tomat 49,5x103 ppm c. Perlakuan jus tomat 99,5x103 ppm d. Perlakuan jus pisang 50x103 ppm e. Perlakuan jus pisang 10x104 ppm pemanjangan, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma (Salisburry dan Ross, 1995). Giberelin menstimulasi enzim yang mengendorkan dinding sel dan memfasilitasi penetrasi protein ekspansin ke dalam dinding sel yang bekerja sama dengan auksin yang mengaktifkan ekspansin untuk meningkatkan perpanjangan sel (Dewi, 2008). Bersama dengan auksin, sitokinin menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar, misalnya jumlah akar yang banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak (Widyastuti dan Donowati, 2007).
Zat tambahan bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan akar bila diberikan pada konsentrasi yang tepat. Menurut Karjadi (1996) “perkembangan dari eksplan sangat dipengaruhi keadaan fisiologis dari eksplan tersebut akibat pengaruh zat eksogen. Keadaan fisiologis ini dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan atau tidak. Selain keadaan fisiologis, ketidak berhasilan eksplan mengadakan pembelahan dan berdiferensiasi karena sel-sel yang terdapat di dalam jaringan menjadi tidak totipoten”. Rahayu dkk. (2011) juga menambahkan “Penambahan bahan organik secara bersamaan menyebabkan nutrien, baik makro maupun mikro, dalam media menjadi berlebih. Mikronutrien hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit dan apabila tersedia dalam jumlah yang berlebih akan bersifat toksik”.
Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Akar Kultur Jaringan
55
Tabel 4. Rata-Rata Panjang Akar Pada Perlakuan Panjang Akar Hasil analisis sidik ragam (DNMRT taraf Kombinasi Jus Tomat dan Jus Pisang 5%) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi Pada 4 MST Panjang Akar jus pisang dan jus tomat berbeda nyata dengan No Perlakuan (cm ± SD*) nilai Fhitung jus tomat = 3,588 > Ftabel(0,05) = 3,35 dan 3 0,60 NS ± 0,26 Fhitung jus pisang = 3,444 > Ftabel(0,05) = 3,35. Hal ini 1. Jus Tomat 50x10 ppm + Jus Pisang 50x103 ppm menunjukkan bahwa penambahan jus tomat dan 3 0,25 NS ± 0,15 jus pisang pada media Murashige dan Skoog (MS) 2. Jus Tomat 50x10 4 ppm + Jus Pisang 10x10 ppm berpengaruh terhadap pertambahan panjang akar 3 0,47 NS ± 0,22 eksplan tanaman kentang. Hasil rata-rata panjang 3. Jus Tomat 100x103 ppm + Jus Pisang 50x10 ppm akar menunjukkan bahwa penambahan jus tomat 3 4. Jus Tomat 100x103 ppm + 0,19 NS ± 0,17 50x10 ppm menghasilkan pertumbuhan akar yang Jus Pisang 100x103 ppm lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan Keterangan: bahan organik lainnya (Tabel 3). MST = Minggu Setelah Tanam Tabel 3. Rata-rata Panjang Akar pada Perlakuan SD = Standar Deviasi Jus Tomat dan Jus Pisang Setelah 4 MST NS = Non Significan (tidak berbeda nyata) No
Perlakuan
1 2
Kontrol Jus Tomat
3
Jus Pisang
Konsentrasi 50x10 ppm 100x103 ppm 50x103 ppm 100x103 ppm 3
Panjang Akar (cm ± SD) 1,15 b± 0,27 1,65 ab ± 0,91 0,94 a ± 0,55 1,03 a ± 0,60 1,47 a ± 1,34
Keterangan: MST = Minggu Setelah Tanam SD = Standar Deviasi a dan b = Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% Uji ANOVA untuk kombinasi perlakuan jus tomat dan jus pisang menunjukkan hasil bahwa tidak ada perbedaan nyata antara kombinasi perlakuan dengan nilai Fhitung = 1,091 < Ftabel(0,05) = 2,73, sehingga interaksi antara keduanya (jus tomat dan jus pisang) tidak berpengaruh pada pertambahan panjang akar tunas kentang. Namun, hasil rata-rata panjang akar yang diperoleh dari perlakuan kombinasi jus tomat 49,5x103 ppm + jus pisang 50x103 ppm, menunjukkan bahwa akar yang tumbuh lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga konsentrasi optimum untuk pertambahan panjang akar pada tunas kentang terdapat pada konsentrasi jus tomat 49,5x103 ppm + jus pisang 50x103 ppm (Tabel 4). Proses pertambahan panjang akar dimulai dari daerah promeristem, sel membesar dan berkembang menjadi sel yang terspesialisasi. Hal ini menyebabkan pemanjangan sebagian besar sel yang terjadi di belakang pelebaran awal dari ujung akar. Korteks bertambah lebar karena pembelahan periklinal serta pembelahan sel dalam arah radial. Lapisan paling dalam berdiferensiasi menjadi endodermis dan pada silinder pembuluh, yang
paling dahulu terlihat adalah perisikel. Sel metaxilem membesar dan menghasilkan vakuola besar. Kemudian, sel floem yang pertama menjadi dewasa. Sesudah itu, elemen protoxilem di dekat perisikel menjadi dewasa dan diikuti oleh metaxilem yang ada di tengah sehingga xilem primer menjadi sempurna (Hidayat, 1995). Kandungan utama jus tomat berupa vitamin C (asam askorbat) dan kandungan riboflavin pada jus tomat dapat membantu pertambahan panjang akar. Vitamin C merupakan reduktor dan antioksidan tanaman. Vitamin C mempengaruhi hidroksilasi prolin, sebagai regulator siklus sel dan proses dasar pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Senyawa ini juga melawan beberapa efek merugikan dari stres. penambahan zat tersebut dapat menyebabkan stimulasi pertumbuhan melalui aktivasi beberapa reaksi enzim (Ali and Hosni, 2008). Enzim askorbat oksidase (AO) dan L-ascorbic acid (L-AA) adalah regulator pada pembelahan sel, diferensiasi dan mengatur fotosintesis dan pertumbuhan ( El-Lethy et al., 2011). Pengaruh LAA pada pembelahan sel dan differensiasi telah diteliti untuk mempercepat terjadinya proliferasi sel di primordia akar Allium, Pisum dan Lupinus melalui peningkatan jumlah sel melalui tansisi G1/S. Penelitian pada akar jagung juga menunjukkan bahwa L-AA merangsang sel-sel di fase pembelahan G1, mengaktifkan mRNA dan protein. Penambahan eksogen L-AA merangsang sel pada daerah pusat diam (quiescent centre) sehingga membelah dalam siklus sel pada tanaman. Enzim askorbat oksidase (AO) mengkatalisis oksidasi LAA bersamaan dengan reduksi oksigen ke air. Enzim AO meningkatkan pembelahan sel, melalui kontrol jalur oksidasi L-AA / DHA redoks (Davey et.al., 2000).
56
Fatmawati S., dkk.
Riboflavin merangsang dan membantu perakaran secara signifikan (Abrahamian and Arumugam, 2011). Riboflavin merupakan komponen vitamin B2. Vitamin ini telah diketahui baik untuk menghambat atau merangsang pembentukan akar pada stek. Riboflavin juga merangsang pertumbuhan akar adventif pada tunas Carica papaya, tunas apel dan Eucalyptus (George et al., 2008). Rangsangan sinyal riboflavin membutuhkan protein kinase (Dong and Beer, 2000). Bentuk aktif riboflavin adalah flavin mononukleatida (FMN) dan flavin adenin dinukleotida (FAD). FMN dibentuk oleh reaksi fosforilasi riboflavin yang tergantung pada ATP sedangkan FAD disintesis oleh reaksi selanjutnya dengan ATP dimana bagian AMP dalam ATP dialihkan kepada FMN. FMN dan FAD berfungsi sebagai gugus prostetik enzim oksidoreduktase. Enzim-enzim ini dikenal sebagai flavoprotein. Dalam peranannya sebagai koenzim, flavoprotein mengalami reduksi reversible cincin isoaloksazin hingga menghasilkan bentuk FMNH2 dan FADH2 (Rusdiana, 2004). Pada konsentrasi yang tepat, zat tambahan organik akan berpengaruh dengan baik kepada DAFTAR RUJUKAN Achrom, M., Kresnamurti T. K., dan Nurul, D. H. 2011. Analisis Dampak Ekonomi Nematoda Sista Kentang (Globodera rostochiensis (Woll) Behrens dan Globodera pallida (Stone) Behrens). Laporan Penelitian. Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian. Kementerian Pertanian. Abrahamian, P. and Arumugam, K. 2011. Effect of Vitamins on In Vitro Organogenesis of Plant. American Journal of Plant Science. Vol. 2: 669-674. Ali, A. A. and Hosni, A. M. 2007. Effect of Vitamin C Growth and Yield of Broad Beans Exposed to Ambient Ozone in KSA. Journal of Agriculture Biologi Science.Vol.3(3): 195199. Basuki, R.S., Kusmana dan E. Sofiari. 2009. Identifikasi Permasalahan dan Peluang Perluasan Area Penanaman Kentang di Dataran Medium. Prosiding Seminar Nasional Pekan Kentang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Badoni A., and J.S., Chauhan. 2011. Some of Cheaper Alternatives to MS Media for In Vitro Culture of Potato. Libyan Agriculture Rese-
pertumbuhan eksplan. Namun, bahan organik yang diberikan pada konsentrasi yang terlalu tinggi akan mengakibatkan keracunan bagi tanaman sehingga pertumbuhan sel-sel dan jaringan tanaman akan terhambat, bahkan dapat menyebabkan kematian sel-sel dan jaringan tanaman. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hendaryono dan Wijayani (1994) “penentuan komposisi dan zat tambahan pada media yang digunakan memerlukan dosis yang tepat. Bila dosisnya keliru dapat menghambat pertumbuhan jaringan”. SIMPULAN Penambahan jus tomat dan jus pisang pada media Murashige dan Skoog pada setiap taraf perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar, namun pada penambahan jus tomat dan jus pisang berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Penambahan jus pisang pada konsentrasi 50x103 ppm dan jus tomat 50x103 ppm serta kombinasi jus tomat 50x103 ppm+jus pisang 50x103 ppm memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan akar.
arch Center Journal International. Vol. 2(4): 161-167. Davey. M.V., Marc, V. M., Dirk, I., Maite, S., Angelos, K., Nicholas, S., Iris, JJ. B., John, J.S., Derek, F. and John, F. 2000. Plant LAscorbic Acid: Chemistry, Function, Metabolism, Bioavailability and Effects of Processing (Review). Journal of the Science of Food and Agriculture. Vol 80: 825-860. Davies, P. J. 1995. Plant Hormones. Netherlands: Kluwer Academic Publishers. Dewi, A. I. R., 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Makalah. Bandung: Universitas Padjadjaran. Dong, H and Beer, S. V. 2000. Riboflavin Induces Disease Resistance in Plants by Activating a Novel Signal Transduction Pathway. Journal Phytopathology. Vol. 90(8): 801-811. El-Lethy, S., Hasnaa, S., Ayad and Fatma, R. 2011. Effect of Ribovlafin, Ascorbic Acid and Dry Yeast on Vegetative Growth, Essential Oil Pattern and Antioxidant Activity of Geranium (Pelargonium graveolus L.). Journal Agricultur and Environment Science. Vol.10(5): 781-786. George, E. F., Edwin, F., Hall, Michael, A., De Klerkand Geert, J. 2008. The Components of Plant Tissue Culture Media II: Organic Ad-
Pengaruh Penambahan Bahan Organik terhadap Pertumbuhan Akar Kultur Jaringan
ditions, Osmotic and pH Effects, and Support Systems. (Online). http://link.springer.com/ book/10.1007%2F978-1-4020-5005-3. Diakses pada tanggal 8 Agustus 2013. Gnasekaran, P., Xavier, R., Uma, S., Sreeramanan, S. 2010. A Study on the Use of Organic Additives on the Protocormlike Bodies (PLBs) Growth of Phalaenopsis violacea Orchid. Journal Phytol. Vol. 2(1): 029-033. Hartmann, H. T, Dale, E. K, Fred T. D and Robert, L. G. 2002. Plant Propagation Principles and Practices. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Hendaryono, D. P. S. dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Kanisius. Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Karjadi, A.K. 1996. Perbaikan Sistem Pembibitan Kentang Melalui Teknik Kultur Jaringan dan Teknik Perbanyakan Cepat. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Karjadi, A.K. dan Buchory, A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar Granola. J. Hort. Vol.18(4): 380-384. Mengesha, A., Biruk, A. and Tewodros, T. 2013. Energy Sources Affect In Vitro Propagation and Subsequent Acclimatization of Ananas comosus var. Smooth Cayenne Plants. Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences: 2 (6): 2372-2376. Pamungkas, F.T., Darmanti, S., dan Budi, R. 2009. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Supernatan Kultur Bacillus sp.2 DUCC-BR-K1.3 terhadap Pertumbuhan Stek Horisontal Batang Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Sains dan Matematika.Vol. 17(3): 131-140.
57
Pertamawati. 2010. Pengaruh Fotosintesis terhadap Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) dalam Lingkungan Fotoautotrof Secara In Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.Vol. 12(1): 31-37. Rahayu, E. M. D., Elizabeth, H., Sofi, M dan Yupi, I. 2011. Penggunaan Bahan Organik untuk Pembesaran Kultur In Vitro Anggrek (Phalaenopsis fuscata Rchb.f.). Jurnal Berkala Penelitian Hayati. Vol. 7A: 133-137. Rainiyati, Jasminarni, Neliyati dan Henny. 2011. Proses Penyediaan Bahan Setek Kentang Asal Kultur Jaringan untuk Produksi Bibit Kentang Mini pada Kelompok Tani Kentang di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, No. 52. Rusdiana. 2004. Vitamin. Artikel (Online). http:// pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/201 1/09/Artikel-Word.pdf. Tanggal akses 16 Januari 2015. Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan edisi IV Jilid III. Terjemahan dari Plant Physiology, oleh D. R. Lukman dan Sumaryono. Bandung: Penerbit ITB. Widiastoety, D dan Nurmalinda. 2010. Pengaruh Suplemen Nonsintetik terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Vanda. Jurnal Hort. Vol. 20(1): 60-66. Widyastuti, N. dan Donowati, T. 2007. Peranan Beberapa Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Tanaman pada Kultur In Vitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.3(5): 55-63.