PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA TANAH LATOSOL CIAMPEA BOGOR
SKRIPSI SELVINA MUTIARA MANALU
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN SELVINA MUTIARA MANALU. D24080047. 2012. Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Raja dan Rumput Taiwan pada Tanah Latosol Ciampea-Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Muhammad Agus Setiana, MS. Penyediaan pakan berperan penting dalam usaha peternakan dan memegang 60%-70% untuk biaya produksi. Beberapa peternakan berusaha untuk menyediakan pakan sendiri bagi peternakannya, seperti di daerah Ciampea. Ciampea dengan kondisi tanah pada umumnya bersifat masam. Tanah jenis ini digolongkan tanah latosol. Tanah latosol merupakan tanah yang bersifat masam, miskin unsur hara, dan dapat bersifat racun bagi tanaman jika mengandung aluminium dan besi yang tinggi. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat tanah latosol adalah dengan pengapuran. Pengapuran merupakan penambahan senyawa yang mengandung kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi kemasaman tanah. Kapur yang umum digunakan berupa dolomit. Dolomit (CaMg(CO3)2) merupakan kapur yang mengandung Ca dan Mg yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh pemberian dolomit pada tanah latosol terhadap produktivitas dan kualitas rumput raja dengan rumput taiwan. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial 2 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis rumput yaitu rumput raja dan rumput taiwan dan faktor kedua adalah dosis pemberian dolomit yaitu 0 ton/ha (D0), 12,5 ton/ha (D1), dan 25 ton/ha (D2). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah daun, berat segar dan berat kering daun dan batang, serta analisis kimia (serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg). Rumput raja memiliki produktivitas dan kandungan magnesium yang lebih tinggi. Rumput taiwan memiliki tinggi vertikal yang melebihi rumput raja dan kandungan kalsium yang lebih tinggi. Pemberian dolomit terhadap tanah latosol dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas rumput raja dan rumput taiwan. Kata Kunci: dolomit, latosol, rumput raja, rumput taiwan
i
ABSTRACT Effect of Applying Dolomite to Productivity and Quality of King Grass and Taiwan Grass on Latosol Ciampea-Bogor Soil Manalu, S. M., A. T. Permana, M. A. Setiana Providing of feed plays an important role on a farm and holds 60%-70% on production costs. Farmers take effort to provide feed for their farm, as example on Ciampea. Ciampea has acidic soil. That is called latosol soil. Latosol is acidic soil, poor nutrient contents, and can be toxic if it contents high Al and Fe. The method for recondition the soil is by application of limestone (dolomite). Dolomite [CaMg(CO3)2] is limestone containing calcium and magnesium. This research aimed to determine and to compare the effect of applying three level dolomite to productivity and quality of king grass and Taiwan grass on latosol soil. The design of the experiment was Complete Randomized Design (CRD) with factorial pattern (2 x 3) and three replications. Factor 1 is grass types: king grass and taiwan grass and factor 2 is level of dolomite: 0 ton/ha (D0), 12.5 tons/ha (D1), and 25 tons/ha (D3). The data were analyzed by using SPSS 16. The results showed that interaction between types of grass and dolomite were significantly affected the productivity and the quality (P<0.01) of grass. King grasss has the highest productivity and magnesium. Taiwan grass has the highest vertical height and calcium. Moreover, applying dolomite significantly affected the productivity and the quality of king grass and Taiwan grass. Keywords: dolomite, latosol soil, king grass, taiwan grass
.
ii
PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT RAJA DAN RUMPUT TAIWAN PADA TANAH LATOSOL CIAMPEA BOGOR
SELVINA MUTIARA MANALU D24080047
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 iii
Judul : Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Raja dan Rumput Taiwan pada Tanah Latosol CiampeaBogor Nama : Selvina Mutiara Manalu NIM : D24080047
Menyetujui, Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Ir. Asep Tata Permana, M.Sc.) NIP. 19640302 199103 1 002
(Ir. Muhammad Agus Setiana, MS) NIP. 19570824 198503 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 10 Agustus 2012
Tanggal Lulus: iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 28 Juli 1990 di Medan, Sumatera Utara. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sahat Mauliate Manalu (alm.) dan Ibu Yetti Siahaan. Penulis mengawali pendidikan pada tingkat kanak-kanak di Taman Kanakkanak Methodist Lubukpakam pada tahun 1994 dan diselesaikan pada tahun 1996. Pendidikan dasar pada tahun
1996-1997
di
Sekolah
Dasar
Methodist
Lubukpakam dan tahun 1997-2002 di Sekolah Dasar Roma Katolik Serdang Murni II Lubukpakam. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Lubukpakam. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Lubukpakam pada tahun 2005 dan diselesaikan pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009. Penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Persatuan Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Pertanian Bogor. Penulis berkesempatan menerima beasiswa Bantuan Belajar Mahasiwa (BBM) pada tahun 2011-2012.
Bogor, September 2012
Selvina Mutiara Manalu D24080047
v
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pemberian Dolomit terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Raja dan Rumput Taiwan pada Tanah Latosol CiampeaBogor”. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Desember 2011 sampai Mei 2012 bertempat di Kebun Mitra Tani Farm, Ciampea, Bogor. Rumput raja adalah salah satu rumput yang umum digunakan sebagai hijauan pakan. Selain itu, ada jenis rumput yang belum dibudidayakan secara komersil di Indonesia namun memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan yaitu rumput taiwan. Rumput ini adalah salah satu varietas dari rumput gajah. Rumput taiwan memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai hijauan pakan karena produksi bahan keringnya yang cukup tinggi dan sifat fisiknya yang disukai ternak. Kendala yang terjadi bahwa sebagian wilayah di Indonesia memiliki sifat tanah yang masam. Sebesar 9% jenis tanah masam ini digolongkan sebagai tanah latosol. Tanah latosol memiliki pH yang rendah, kandungan nutrisi yang rendah, dan mengandung aluminium dan besi yang tinggi sehingga berbahaya bagi tanaman. Salah satu cara untuk mengurangi kendala tersebut adalah dengan dilakukannya pengapuran. Kapur yang umum digunakan adalah dolomit karena harganya yang relatif murah, mudah didapat, dan mengandung kalsium dan magnesium yang tinggi. Penambahan dolomit diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas dari rumput raja dan rumput taiwan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi yang berguna bagi pembaca. Bogor, September 2012
Penulis vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN …………………………………………………………….
i
ABSTRACT ………………………………………………………………
ii
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………….
iv
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………….
v
KATA PENGANTAR …………………………………………………….
vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………….......
vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...
xi
PENDAHULUAN ……………………………………………………....... .
11
Latar belakang …………………………………………………. Tujuan ………………………………………………………….
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….
3
Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) ………………………………………………. Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv Taiwan) ………………………………………………………... Tanah Latosol ……………………………………………….…. Pengapuran …………………………………………………….. Dolomit …………………………………………………….…..
3
MATERI DAN METODE ………………………………………………..
10
Lokasi dan Waktu ……………………………………………... Keadaan Umum Lokasi Penelitian …………………… Materi ………………………………………………………….. Alat dan Bahan ……………………………………….. Prosedur ……………………………………………………….. Persiapan Lahan ……………………………………… Penanaman ……………………………………………. Pemupukan …………………………………………… Penyiangan …………………………………………… Pemanenan ………………………………………......... Penghitungan Produktivitas Rumput …………………. Analisis Kualitas Rumput …………………………….. Preparasi Sampel untuk Analisa Mineral (Wet Ashing) Cara Penggunaan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) Shimadzu AA-680 ………………...
10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 14 14
5 6 7 8
vii
Rancangan dan Analisis Data ………………………………….
15
HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………...
17
Pertumbuhan Rumput …………………………………………. Jumlah Daun ………………………………………….. Tinggi Vertikal ……………………………………….. Produktivitas Rumput …………………………………………. Produksi Daun ………………………………………... Produksi Batang ……………………………………… Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Produksi Berat Segar ……………………………......... Produksi Berat Kering ……………………………....... Kualitas Rumput ………………………………………………. Protein Kasar …………………………………………. Serat Kasar ……………………………………............ Kandungan Kalsium (Ca) …………………………….. Kandungan Magnesium (Mg) ………………………...
17 17 18 20 21 22 24 25 26 28 28 29 30 31
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………...
33
Kesimpulan ……………………………………………………. Saran …………………………………………………………...
33 33
UCAPAN TERIMAKASIH ………………………………………………
34
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………..........
35
LAMPIRAN ………………………………………………………………
39
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kandungan Nutrien Rumput Raja …………………………………..
4
2.
Kandungan Nutrien Rumput Taiwan ……………………………….
6
3.
Hasil Analisis Tanah Latosol ……………………………………….
7
4.
Produksi Berat Segar Daun Rumput ………………………………..
21
5.
Produksi Berat Kering Daun Rumput ………………………………
21
6.
Produksi Berat Segar Batang Rumput ………………………………
23
7.
Produksi Berat Kering Batang Rumput ……………………………..
23
8.
Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput Raja ………………………………………………………………….
24
9.
Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput Taiwan ………………………………………………………………
24
10. Produksi Berat Segar Rumput ……………………………………....
25
11. Produksi Berat Kering Rumput ……………………………………..
27
12. Protein Kasar Daun …………………………………………………
29
13. Serat Kasar Daun ……………………………………………………
29
14. Kandungan Kalsium Daun ………………………………………….
31
15. Kandungan Magnesium Daun ………………………………………
32
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Rumput Raja ……………………………………………………..
3
2.
Rumput Taiwan …………………………………………………..
5
3.
Petak Tanam Rumput …………………………………………….
11
4.
Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit …………………....
17
5.
Bunga Rumput …………………………………………………...
19
6.
Perubahan Tinggi Vertikal Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit (B) ……………………
20
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Analisis Tanah Latosol Sebelum Diberi Perlakuan Dolomit ............
40
2.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 3 MST ………………………………………………………..
40
3.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 4 MST ………………………………………………………..
40
4.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 5 MST ………………………………………………………..
41
5.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 6 MST ………………………………………………………..
41
6.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 7 MST ………………………………………………………..
41
7.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 8 MST ………………………………………………………..
42
8.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 9 MST ………………………………………………………..
42
9.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 10 MST ………………………………………………………
42
10.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 11 MST ………………………………………………………
43
11.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 3 MST ……………………………………………….........
43
12.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 4 MST ……………………………………………….........
43
13.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 5 MST ……………………………………………….........
44
14.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 6 MST ……………………………………………….........
44
15.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 7 MST ……………………………………………….........
44
16.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 8 MST ……………………………………………….........
45
17.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 9 MST ……………………………………………….........
45
18.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 10 MST …………………………………………………...
45
19.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 11 MST …………………………………………………...
46 xi
20.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Segar Daun Rumput ………………………………………………..
46
21.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Segar Batang Rumput ……………………………………………...
46
22.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Kering Daun Rumput ………………………………………………
47
23.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Kering Batang Rumput …………………………………………….
47
24.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Segar Rumput ………………………………………………………
47
25.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Kering Rumput ……………………………………………………..
48
26.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Kasar Daun ………………………………………………………………..
48
27.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Serat Kasar Daun ………………………………………………………………..
48
28.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Kalsium (Ca) Daun ………………………………...………………
49
29.
Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Magnesium (Mg) Daun …………………………………...………..
49
30.
Denah Petak Tanam ………………………………………………..
50
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Hijauan sebagai salah satu pakan ternak ruminansia menjadi pilihan utama bagi peternak, khususnya rumput. Rumput sebagai hijauan pakan ternak telah umum digunakan oleh peternak dan dapat diberikan dalam jumlah yang besar. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup ternak, seperti air, lemak, serat kasar, beta-protein, mineral, dan vitamin. Rumput yang umum digunakan sebagai hijauan pakan adalah rumput raja dan rumput gajah. Rumput raja mudah dikenali dan sudah awam digunakan oleh peternak sebagai hijauan pakan. Ciri-ciri rumput ini memiliki batang yang besar dan keras, daun berbulu kasar dan berukuran besar, serta produksi bahan kering berkisar antara 40-63 ton/ha/tahun (Siregar, 1989). Protein kasar rumput ini sekitar 4,2%-13,5%, serat kasar 31,4%, dan kandungan Ca 0,37% (Yana, 2011). Rumput taiwan merupakan salah satu kultivar dari rumput gajah. Rumput taiwan belum dibudidayakan secara komersil di Indonesia. Ciri-ciri rumput ini memiliki batang yang lebih kecil dari rumput gajah dan rumput raja dan berwarna kemerahan pada batang bagian bawah, daun berbulu halus dan sedikit, ukuran daun lebih kecil, produksi bahan kering sekitar 35,45 ton/ha/tahun, dan protein kasar 10,85% (Manurung et al., 2001). Mitra Tani Farm adalah peternakan yang bergerak di bidang penggemukan domba, kambing, dan sapi. Peternakan ini berada di daerah Ciampea, Bogor. Tipe tanah di sekitar peternakan adalah latosol. Ciri-ciri tanah latosol adalah bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir. Bobot isi berkisar antara 0,90– 0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63%-68%. Kesuburan kimia tanah biasanya sangat rendah sampai sedang dan bersifat masam. Jenis mineral liat tanah termasuk pada kelompok kaolinit, sehingga memiliki KTK yang relatif rendah. Kandungan Al dan Fe tanah relatif tinggi (Soeparto, 1982). Salah satu cara untuk memperbaiki keadaan tanah adalah dengan pengapuran. Pengapuran merupakan penambahan senyawa yang mengandung Ca dan Mg ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi kemasaman tanah. Kapur yang banyak digunakan adalah dolomit (CaMg(CO3)2). Zein et al. (1993) melaporkan bahwa pemberian dolomit dan urea dapat meningkatkan produksi rumput raja dan 1
kandungan N, P, K, Ca, dan Mg rumput. Selain rumput, pemberian dolomit untuk legum (kacang-kacangan) juga menunjukan hasil yang nyata. Sumaryo dan Suryono (2000) melaporkan bahwa pemberian dolomit terhadap kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) meningkatkan jumlah bintil akar dan hasil kacang tanah yang terlihat pada parameter jumlah bintil akar, jumlah polong isi, berat polong basah, dan berat polong kering. Wijaya (2011) juga melaporkan hasil yang sama untuk kacang tanah bahwa penambahan dolomit berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga, persentase polong penuh dan setengah penuh, bobot kering batang dan ginofor, bobot biji per tanaman, bobot kering daun, dan bobot polong per tanaman. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh pemberian dolomit pada tanah latosol terhadap produktivitas dan kualitas rumput raja dengan rumput taiwan.
2
TINJAUAN PUSTAKA Rumput Raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) Rumput raja merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) dengan Pennisetum typhoides Burm. Rumput raja adalah jenis tanaman perenial yang membentuk rumpun, daya adaptasi yang baik di daerah tropis, dapat tumbuh di dataran rendah dan tinggi (50-1200 m dpl), tumbuh baik pada tanah yang tidak terlalu lembab dengan curah hujan di atas 1000 mm per tahun dan didukung dengan irigasi yang baik. Pertumbuhan awal rumput raja lebih lambat dan memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan dengan rumput gajah, namun memiliki pertumbuhan yang cepat mengalahkan rumput gajah (BPTHMT Baturaden, 1989). Rumput raja merupakan rumput potongan yang mempunyai bentuk rumpun yang terdiri dari 20-50 batang dengan diameter sekitar 2,5 cm. Tingginya dapat mencapai 2-3 m, lebar daun 2-3 cm, dan panjangnya 60-90 cm. Rumput ini mudah ditanam dengan menggunakan stek batang atau sobekan rumpun. Bibit rumput raja sebaiknya tidak terlalu muda atau terlalu tua karena dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat, bahkan tidak tumbuh. Stek batang yang baik berdiamter 1,52 cm dengan panjang 25 cm dan memiliki 2-3 mata tunas. Bibit yang berupa sobekan rumpun terdiri dari 2-3 anakan (Kushartono, 1997).
Gambar 1. Rumput Raja Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)
3
Pada umumnya rumput raja tumbuh baik pada curah hujan yang tinggi atau sebaliknya kurang tahan pada tanah yang kering karena rumput ini mengandung ± 80% air. Kebutuhan air yang cukup tinggi menjadi suatu acuan untuk penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim penghujan. Hujan memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan rumput raja. Bila hujan terus menerus maka pertumbuhan rumput akan berlangsung terus, sedang bila kekurangan air pertumbuhan akan terhambat. Penanaman dengan pengairan yang cukup akan menguntungkan karena dapat dilakukan sepanjang tahun. Salah satu faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya bibit stek bertunas adalah kadar air yang terdapat di dalam mata tunas. Ketersediaan air yang cukup juga diperlukan untuk pertumbuhan batang (Kushartono, 1997). Rumput raja memiliki ciri ukuran batang yang lebih besar dan lebih keras daripada rumput gajah, ukuran daun yang lebih lebar, dan terdapat banyak bulu-bulu kasar. Produksi bahan kering berkisar antara 40-63 ton/ha/tahun (Siregar, 1989). Kandungan nutrisi rumput raja dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput Raja Kandungan Nutrien
(%)
Bahan Kering*
22
Protein Kasar*
13,5
Serat Kasar*
34,1
Ca**
0,37
Sumber: *) Soetanto, 2002 **) Yana, 2011
Pemotongan pertama pada rumput raja dilakukan pada umur 90 hari (tiga bulan). Interval pemotongan selanjutnya adalah 50 hari pada musim penghujan dan 60 hari pada musim kemarau. Pemotongan rumput dilakukan pada jarak 15-20 cm dari permukaan tanah. Pemotongan yang terlalu panjang akan menyebabkan sisa batang yang tinggal mengayu, sebaliknya jika terlalu rendah akan mengganggu pertumbuhan rumput untuk selanjutnya karena jumlah anakan (rumpun) yang tumbuh sedikit (Kushartono, 1997).
4
Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv Taiwan) Rumput taiwan merupakan salah satu varietas dari rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach). Rumput ini berasal dari Taiwan dan belum dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Walaupun rumput ini masih termasuk rumput gajah, tetapi karakteristik dari rumput taiwan ini sedikit berbeda. Perbedaannya terdapat pada ukuran batangnya yang lebih kecil dan lunak. Pada batang yang lebih muda pangkal batang yang paling bawah (dekat ke tanah) berwarna kemerah-merahan, tinggi rumput bisa mencapai 4-5 m, daun lebar, dan terdapat bulu-bulu lembut pada daunnya (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010; Nurhayu et al., 2009). Rumput taiwan dapat tumbuh pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan tahan terhadap naungan. Rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus-menerus. Tanah tempat rumput ini ditanam harus subur, gembur, tidak bercadas, dan pH tanahnya 5-7. Pertumbuhannya akan terangsang jika diberikan pupuk nitrogen (urea) (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010).
Gambar 2. Rumput Taiwan Sumber: PNPM Agribisnis Perdesaan (SADI) Nusa Tenggara Timur (2009)
Produksi bahan kering rumput sekitar 35,45 ton/ha/tahun dan protein kasar 10,85% (Manurung et al., 2001). Produktivitas rumput taiwan cukup tinggi yaitu 300 ton/ha/tahun dengan pemupukan dan pemeliharaan optimal. Pemanenan pertama 5
dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Pada musim hujan interval panen antara 30-40 hari dan musim kemarau 50-60 hari. Tinggi pemotongan 15-20 cm dari permukaan tanah (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010). Tabel 2. Kandungan Nutrien Rumput Taiwan Kandungan Nutrien
(%)
Protein Kasar*
10,85
Serat Kasar**
30-32
Ca**
0,24-0,31
Sumber: *) Manurung et al., 2002 **) Suyitman. 2003
Tanah Latosol Tanah latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Tanah ini merupakan tanah tua yang biasa dijumpai di daerah tropik. Area seluas 9% di Indonesia yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sumatera memiliki jenis tanah latosol. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi, sehingga gaya hancur bekerja lebih cepat (Soepardi, 1983). Tanah latosol memiliki ciri berwarna merah, kuning ataupun cokelat. Kapasitas tukar kation rendah yang disebabkan rendahnya kadar bahan organik tanah dan sifat liat hidro-oksida. Kandungan aluminium (Al) dan besi (Fe) relatif tinggi dan kadar seskuioksida tinggi. Ciri-ciri ini dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Tanah latosol biasanya memberikan respon baik terhadap pemupukan dan pengapuran (Soepardi, 1983). Tanah latosol dari daerah Dramaga pada umumnya sifat fisiknya sudah baik dengan ciri-ciri bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir. Bobot isi berkisar antara 0,90-0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63%-68%. Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara tergolong baik, dan air tersedia rendah sampai sangat tinggi (Soeparto, 1982).
6
Tabel 3. Hasil Analisis Tanah Latosol Jenis Pengukuran
Nilai
Keterangan
pH H2O
5,4
Asam
C organic
1,23%
Rendah
N
0,11%
Sangat rendah
P
0,5 ppm
Rendah
K
0,10 me/100 g
Rendah
Ca
2,10 me/100 g
Rendah
Mg
0,76 me/100 g
Rendah
KTK
13,44 me/100 g
Rendah
Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (1999) Sumber : Feniara (2001)
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman dan abnormalitas warna daun adalah karena rendahnya pH tanah. Setelah mampu menghadapi kondisi pH yang rendah, kemudian tanaman memberi respon terhadap faktor-faktor lainnya seperti kehadiran aluminium (Al), mangan (Mn), rendahnya nitrogen (N), fosfor (P), molibdenum (Mo), dan kalsium (Ca) tanah. Rendahnya pH tanah menyebabkan tanaman keracunan Al dan Mn serta menurunkan ketersediaan P tanah. Sebaliknya jika pH tanah tinggi akan menurunkan ketersediaan P tanah pula dan menurunkan unsur mikro lainnya seperti zink (Zn) dan boron (B). Tidak semua tanaman tahan terhadap kondisi tanah yang seperti ini sehingga diperlukan tanaman yang dapat beradaptasi pada jenis tanah ini atau dilakukan perbaikan terhadap sifat tanah latosol (Kidd dan Proctor, 2001; Stevens et al., 2001). Pengapuran Pengapuran biasanya direkomendasikan untuk tanah-tanah yang bersifat masam (Soepardi, 1983; Stevens et al., 2001). Tujuan utama dari pengapuran adalah untuk meningkatkan pH tanah. Selain daripada itu, pemberian kapur dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Perbaikan sifat fisik tanah berhubungan dengan granulasi tanah, sifat kimia yang paling penting adalah menurunkan kemasaman tanah, dan sifat biologi adalah merangsang pertumbuhan jazad renik untuk meningkatkan proses enzimatik (Soepardi, 1983).
7
Tujuan utama pengapuran dilakukan untuk perbaikan sifat kimia tanah. Selain daripada meningkatkan pH, pengapuran dapat berfungsi untuk (1) menurunkan kadar keracunan dari besi (Fe), aluminium (Al), dan mangan (Mn) serta (2) memperbaiki serapan molibdenum (Mo), fosfor (F), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg) (Soepardi, 1983; Zambrano et al., 2007). Sebelum melakukan pengapuran, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan. Menurut Soepardi (1983) beberapa diantaranya adalah (1) perlu atau tidaknya kapur diberikan, (2) jenis kapur yang diberikan, dan (3) banyaknya kapur yang harus diberikan. Perlu tidaknya kapur diberikan tergantung dari keadaan kimia tanah yang ditentukan melalui pH dan kandungan aluminium tanah serta jenis tanaman yang akan ditanam. Pemilihan kapur yang tepat harus didasarkan pada lima faktor yaitu: (1) jaminan kimia dari kapur; (2) harga per ton; (3) kecepatan reaksi; (4) kehalusan bahan; dan (5) kemasan kapur. Menurut Hardjowigeno (1995) faktorfaktor yang menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur tanah, kadar bahan organik tanah, mutu kapur, dan jenis tanaman. Apabila pemberian kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien (ekonomis), juga waktu dan cara pengapuran harus diperhatikan. Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila diperkirakan hujan tidak akan turun pada saat pemberian kapur (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Dolomit Kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, yaitu kalsium karbonat (CaCO3) dan dolomit (CaMg(CO3)2). Bila bahan tersebut tidak atau hanya sedikit mengandung dolomit disebut kalsit. Bila jumlah magnesium meningkat disebut kapur dolomitik dan bila hanya mengandung sedikit kalsium karbonat dan hanya terdiri dari kalsium-magnesium-karbonat maka disebut dolomit. Kalsit dan dolomit merupakan kapur yang bersifat dingin sehingga dapat digunakan secara langsung pada tanaman (Soepardi, 1983). Kapur dolomit memiliki sifat fisik berwarna putih keabu-abuan atau kebirubiruan. Dolomit (CaMg(CO3)2) memiliki jumlah Ca dan Mg yang relatif seimbang, tetapi kadang kala ada satu elemen yang lebih besar persentasenya daripada yang lain. Besi dan mangan terkadang ditemukan dalam jumlah kecil. Bentuk dolomit 8
yang paling umum dalam grup kecil ialah kristal rhombohedral dengan lengkungan, tampak seperti pelana. Dolomit memiliki sifat tembus transparan dan tembus cahaya dalam pecahan yang tipis serta memiliki ketahanan yang rapuh (Harjanti, 2009). Menurut Soepardi (1983) kapur dolomit bereaksi lebih lambat dengan tanah dibandingkan dengan kapur kalsit. Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian bahan kapur membentuk ion CO3 serta ion-ion Ca dan Mg. Selanjutnya, ion CO3 yang terbentuk menarik ion H dari komplek jerapan dengan reaksi sebagai berikut: (CaMg)CO3
(CaMg)2+ + CO32-
CO32- + H2X
H2CO3 + X2-
(CaMg)2+ + X2-
(CaMg) X, dimana X adalah komplek jerapan (adsorb)
Dengan demikian yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO3, sebab ion Ca sendiri tidak sanggup melepaskan H+ dari komplek jerapan (Kussow, 1971). Menurut Tisdale et al. (1985) penambahan bahan kapur ke dalam tanah dengan takaran yang tepat dapat meningkatkan pH tanah, ketersediaan dan efisiensi pemupukan fosfat, serta menurunkan kelarutan beberapa unsur seperti Al, Fe, dan Mn yang mencapai tingkat yang meracuni tanaman. Disamping itu, penggunaan dolomit dapat mensuplai Ca dan Mg tanah.
9
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun Mitra Tani Farm, Desa Tegal Waru, Ciampea, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Analisis protein kasar dan serat kasar dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Analisis kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2011 sampai Mei 2012. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Mitra Tani Farm berlokasi di Jl. Baru AMD No. 51 RT/RW 04/05 Desa Tegal Waru, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kecamatan Ciampea adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor tepatnya di bagian barat Kabupaten Bogor. Luas Kecamatan Ciampea adalah sekitar 55,63 km2, yang terdiri dari 13 desa dan terbagi menjadi 43 dusun, 120 rukun warga (RW), serta 470 rukun tetangga (RT). Batas-batas wilayah administrasi yang mengelilingi Kecamatan Ciampea adalah sebagai berikut: 1) Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur dan Kecamatan Kemang. 2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya. 3) Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Cibungbulang. 4) Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga. Secara topografi, kecamatan Ciampea memiliki kontur yang terdiri dari dataran sampai berombak sekitar 45% dan berombak sampai berbukit sekitar 55%. Ketinggian wilayah sekitar 300 m di atas permukaan laut. Suhu udaranya berkisar antara 20 ºC – 30 ºC, curah hujan yang cukup tinggi sekitar 3614 mm/tahun, serta memiliki kelembaban udara 70%. Jenis tanah di Kecamatan Ciampea adalah latosol (Prihandoko, 2009).
10
Materi Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah cangkul, meteran dengan ketelitian 0,5 cm, timbangan manual, timbangan digital, pisau, gunting, label, dan oven 60 ºC untuk pengeringan sampel rumput. Bahan-bahan yang digunakan adalah stek rumput raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.), stek rumput taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv taiwan), dolomit, pupuk kandang, dan pupuk urea. Prosedur Persiapan Lahan Persiapan lahan meliputi pembersihan lahan dan penggaruan untuk menggemburkan tanah. Pembersihan dilakukan terhadap semak belukar dan alangalang. Lahan berukuran 75 m2 dibentuk menjadi petakan-petakan dengan ukuran yang sama yaitu 2 m x 2 m. Jarak antar tanaman dan jarak antar petak tanam adalah 50 cm. Lalu diberikan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan dosis yang sama untuk semua petak tanam yaitu ± 40 ton/ha. Kemudian diberi perlakuan yaitu pemberian dolomit sebesar 0 kg (0 ton/ha), 5,2 kg (12,5 ton/ha), dan 10,4 kg (25 ton/ha) (Zain, 1998) sesuai petakan yang telah ditentukan. 50 cm
50 cm
X
X
X
50 cm 2m
X
X
X
X
X
X
2m Gambar 3. Petak Tanam Rumput
11
Penanaman Tanah dilubangi dengan kedalaman lubang tanam ± 5 cm dan jumlah lubang tanam per petak tanam adalah sembilan lubang. Setiap lubang ditanami bibit rumput sebanyak satu stek, sehingga terdapat sembilan tanaman per petak tanam. Setiap satu petak tanam ditanami jenis rumput yang sama. Pemupukan Pemberian pupuk berupa urea sebagai pupuk dasar dilakukan pada dua minggu setelah tanam (MST) dengan dosis 250 kg/ha (N = 100 kg). Urea ditabur di sekeliling tanaman dengan dosis yang sama untuk setiap petak tanamnya. Penyiangan Pembersihan dilakukan terhadap gulma yang tumbuh di sekitar rumput. Pembersihan gulma dilakukan setiap minggu dengan cara mencabut gulma atau menggunakan cangkul. Pemanenan Pemanenan dilakukan pada 80 hari setelah tanam. Panen rumput dilakukan dengan memotong batang ± 10 cm dari permukaan tanah. Daun dan batang rumput dipisah, lalu dilakukan penimbangan terhadap berat masing-masing bagian. Penghitungan Produktivitas Rumput Berat Segar. Rumput dipotong ± 10 cm dari permukaan tanah. Kemudian daun dengan batang dipisah dengan menggunting daun pada ujung pelepahnya. Lalu ditimbang per bagiannya baik daun maupun batang untuk setiap petak tanamnya. Berat Kering. Masing-masing daun dan batang dimasukkan ke dalam kantung kertas secara terpisah. Beri label sesuai dengan sampel yang telah dikeringkan. Sampel yang digunakan ± 100 g. Sebelum dikeringkan dalam oven, batang terlebih dahulu dibelah atau dipecah untuk memudahkan pengeringan. Sampel-sampel ini dimasukkan ke dalam oven 60 ºC selama ± 24 jam. Setelah 24 jam, sampel didinginkan hingga suhunya turun, lalu mulai ditimbang. Analisis Kualitas Rumput Protein Kasar. Sebanyak 0,25 g sampel dimasukkan dalam labu Kjeldahl 100 ml dan ditambahkan selenium 0,25 g dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian lakukan 12
destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama satu jam sampai larutan jernih. Setelah dingin, tambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus: (
)
Keterangan: S
= volume titran sampel (ml)
B
= volume titran blanko (ml)
W
= berat sampel kering (mg)
Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar nitrogen dengan faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar 5,18-6,38 (AOAC, 1980). Serat Kasar. Sebanyak satu gram sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Kemudian saring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak tiga kali. Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1,25% selama 30 menit. Lalu saring dengan cara seperti di atas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25% mendidih, 25 ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu dan kertas saring dipindahkan ke cawan porcelain dan dikeringkan dalam oven 130 ºC selama dua jam. Setelah dingin residu beserta cawan porcelain ditimbang (A), lalu dimasukan dalam tanur 600 ºC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B). Keterangan: W
= berat residu sebelum dibakar dalam tanur = A – (berat kertas saring + cawan) : A: berat residu + kertas saring + cawan
Wº = berat residu setelah dibakar dalam tanur = B – (berat cawan) : B: berat residu + cawan 13
Preparasi Sampel untuk Analisa Mineral (Wet Ashing) Sebanyak satu gram sampel rumput ditimbang, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer ukuran 125 ml/100 ml. Tambahkan 5 ml HNO3 (p), lalu didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam. Panaskan di atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam). Biarkan semalam (sampel ditutup). Tambahkan 0,4 ml H2SO4
(p),
lalu dipanaskan di atas hot plate sampai
larutan berkurang (lebih pekat), biasanya satu jam. Tambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO4 : HNO3 (2:1). Sampel masih tetap di atas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada perubahan warna dari coklat
kuning tua
kuning muda (biasanya satu jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15 menit. Pindahkan sampel, didinginkan, dan + ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 ml HCl (p). Panaskan kembali agar sampel larut + (±15 menit) kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Hasil pengabuan basah bisa dianalisa di AAS atau spektrofotometer untuk analisa berbagai mineral. Sebelumnya dipreparasi dulu dengan faktor pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia untuk menghilangkan ion-ion pengganggu (Cl3La.7H2O) (Reitz et al., 1960). Cara Penggunaan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) Shimadzu AA680 Alat dihubungkan dengan listrik, lalu stabilizer dinyalakan. Gas asetilen dibuka. Kompresor dinyalakan dengan menekan tombol ON, semua kran udara yang ada di kompresor ditutup, ditunggu sampai tekanan berhenti pada angka 2. Tombol power pada alat ditekan dan tunggu hingga muncul ”SHIMADZU AA-680 READY” pada printer. Tombol MODE ditekan, lalu tekan angka 2, ENTER. SIGNAL PROC ditekan, lalu tekan angka 3, ENTER. Untuk memilih lampu, misalnya kalsium, #HC LAMP ditekan, tekan angka 1, ENTER. ELEM ditekan, tekan angka 9, ENTER. Tombol START ditekan dan ditunggu sampai keluar ”ANALYTICAL LINE SEARCH” pada print out. START dimatikan dan ditunggu sampai 15 menit.
14
Tahap pengukuran sample. LEAK CHK dimatikan dan IGNITE dihidupkan, ditekan sampai api pada pembakaran hidup. Tekan START. Selang pengisap sampel dimasukkan pada aquadest untuk menolkan alat (BLANKO). Tekan MEASURE, selama nyala pada MEASURE belum hilang, selang jangan diangkat. Setelah nyala pada MEASURE hilang, selang diangkat dan dicelupkan pada larutan standar. Demikian seterusnya untuk pengukuran pada sampel dilakukan hal yang sama. Pengulangan injek larutan standar dilakukan setelah pengecekan ± 12 sampel. Setelah semua sampel diukur, EXTINGUISH ditekan. Pada tahap ini, bila akan ganti lampu katoda (untuk analisis mineral yang lain), dilakukan lagi dari mulai tahap MODE. Apabila selesai analisis, gas asetilen ditutup, lalu EXTINGUISH ditekan. Kompresor di OFF kan, dibuka semua kran yang awalnya ditutup, dibiarkan sampai tekanan turun pada angka 0. Tekan power untuk mematikan alat. Stabilizer di OFF kan. Lalu stop kontak dicabut (Shimadzu Corporation, 1993). Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) berpola faktorial 2 x 3 dengan 3 ulangan. Faktor pertama: jenis rumput 1. Rumput raja (Pennisetum purpureum Schumach x Pennisetum typhoides Burm.) 2. Rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach cv Taiwan) Faktor kedua : dosis pemberian dolomit 1. Pemberian dolomit dosis 0 ton/ha (D0) 2. Pemberian dolomit dosis 12,5 ton/ha (D1) 3. Pemberian dolomit dosis 25 ton/ha (D2). Model matematik yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan: Yijk = Nilai pengamatan pada faktor 1 taraf ke-i, faktor 2 taraf ke-j dan ulangan ke-k µ
= Nilai rataan umum
αi
= Pengaruh faktor 1 ke-i
βj
= Pengaruh faktor 2 ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi dari faktor 1 ke-i dan faktor 2 ke-j εijk = Pengaruh galat untuk faktor 1 ke-i, faktor 2 ke-j dan ulanagn ke-k 15
Data diolah menggunakan program SPSS 16, lalu jika signifikan dilakukan uji lanjut menggunakan kontras ortogonal (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Peubah yang Diamati Peubah yang diamati adalah sebagai berikut: 1. Tinggi rumput tiap minggu mulai 3 MST, diukur dari permukaan tanah sampai daun bendera atau daun yang terpanjang. 2. Jumlah daun tiap minggu mulai 3 MST, dihitung jumlah daun untuk daun yang masih hijau, tidak termasuk bakal daun dan daun yang sudah menguning. 3. Berat segar dan berat kering daun dan batang rumput untuk setiap petak tanam. 4. Analisa protein kasar, serat kasar, Ca, dan Mg dari setiap ulangan.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Rumput Jumlah Daun Hasil penghitungan jumlah daun menunjukan terjadinya penurunan rataan jumlah daun pada 9 MST dan 10 MST untuk rumput raja perlakuan D0, sedangkan untuk perlakuan D2 terjadi penurunan dari 9-11 MST (panen). Penurunan rataan jumlah daun untuk perlakuan D1 terjadi lebih cepat daripada perlakuan D0 dan D2 yaitu pada 8 MST. Hal ini disebabkan karena jumlah daun yang tumbuh lebih sedikit daripada daun yang menguning sehingga menurunkan rataan jumlah daun. Daun tanaman yang menguning dapat disebabkan karena tanaman kekurangan nitrogen, dimana nitrogen merupakan bagian dari klorofil (zat hijau daun) yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis (Soepardi, 1983). Pada rumput taiwan tidak terjadi penurunan rataan jumlah daun dari pengamatan setiap minggunya. A. Rumput Raja
Jumlah Daun (lembar)
100
B. Rumput Taiwan
100
90
90
80
80
70
70
60
60
50
50
40
40
30
30
20
20
10
10
0
0 ton/ha (D0) 12,5 ton/ha (D1) 25 ton/ha (D2)
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
3
4
5
6
7
8
9
10 11
Waktu Pengamatan (MST)
Gambar 4. Perubahan Jumlah Daun Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit Hasil penghitungan rataan jumlah daun pada 3 MST, 8 MST, dan 9 MST (Lampiran 2, 7, dan 8) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada jenis rumput. Rataan jumlah daun lebih banyak pada rumput taiwan untuk 3 MST, sedangkan pada 8 dan 9 17
MST adalah pada rumput raja. Rataan jumlah daun ini menunjukan bahwa pertumbuhan awal rumput raja lebih lambat daripada rumput gajah (cv taiwan), namun pertumbuhannya yang cepat dapat mengalahkan rumput taiwan (BPTHMT Baturaden, 1989). Perlakuan dolomit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rataan jumlah daun tanaman rumput raja dan rumput taiwan untuk pemberian dolomit D1 dari 3 MST hingga 11 MST (panen) (Lampiran 2-10). Namun untuk pemberian dolomit D2 memberikan penghitungan jumlah daun rumput yang paling rendah dibandingkan dengan dolomit D1 dan D0. Pemberian dolomit D2 diduga tidak memberikan peningkatan jumlah daun karena dosisnya yang terlalu tinggi sehingga berlebihan bagi rumput. Pengaruh interaksi antara jenis rumput dengan dolomit sangat nyata (P<0,01) terlihat pada 5 MST, 6 MST, dan 7 MST (Lampiran 4-6) untuk rumput raja dengan pemberian D0 dan D1. Pemberian dolomit D0 dan D1 tidak terlihat perbedaan pengaruhnya, karena rumput raja masih bisa mentolerir kemasaman tanah sehingga dengan pemberian dolomit D0 tidak menurunkan rataan jumlah daun rumput raja. Pengaruh interaksi tidak nyata terhadap rumput taiwan dengan semua dosis dolomit dapat disebabkan oleh sifat rumput taiwan yang tidak responsif terhadap perlakuan dolomit. Tinggi Vertikal Hasil pengamatan setiap minggu menunjukan penurunan pertambahan tinggi vertikal rumput raja pada 9-11 MST (panen), sedangkan rumput taiwan pada 7-11 MST (panen). Penurunan pertambahan tinggi vertikal tanaman disebabkan karena rumput mulai memasuki fase pertumbuhan generatif. Fase pertumbuhan generatif merupakan tahap dimana tanaman akan beregenerasi yang ditandai dengan pembentukan bunga, buah, dan biji (Hindratiningrum, 2010). Hasil pengamatan menunjukan rumput mulai berbunga pada 10 MST, yang berarti rumput mulai memasuki fase generatifnya. Fase generatif muncul lebih cepat atau lebih lambat dipengaruhi oleh stres tanaman itu sendiri. Stres ini dapat berupa stres cahaya dan stres air. Pertambahan tinggi rumput masih terus terjadi hingga minggu terakhir panen karena fase vegetatif masih berlangsung diikuti dengan fase generatif, namun pertambahan tinggi vertikal 18
setiap minggunya terus mengalami penurunan. Perbedaan pertumbuhan tiap jenis tanaman disamping disebabkan oleh potensi genetiknya juga disebabkan oleh respon masing-masing tanaman terhadap iklim seperti jenis tanah dan kandungan air tanah, intensitas radiasi matahari, dan curah hujan (Tilman et al., 1983).
Gambar 5. Bunga Rumput Sumber: Dokumentasi Penelitian (2012)
Jenis rumput memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tinggi vertikal rumput. Hasil pengamatan mingguan menunjukan rumput taiwan memiliki tinggi vertikal yang melebihi tinggi rumput raja. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Tudsri et al. (2002) bahwa rumput taiwan memiliki batang yang relatif tinggi. Ini yang menjadi salah satu keunggulan dari rumput taiwan. Pengaruh terhadap perbedaan jenis rumput ini dapat dilihat pada 3-11 MST (Lampiran 11-19). Pada minggu terakhir pengamatan, rataan tinggi vertikal rumput taiwan 329 cm sedangkan rumput raja 287 cm. Pemberian dolomit juga sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi tinggi vertikal rumput. Pada 3 dan 4 MST (Lampiran 11-12) pemberian dolomit D0 dan D1 memberikan pengaruh yang sama terhadap tinggi vertikal rumput, akan tetapi pada 5, 6, 9, 10, dan 11 MST (Lampiran 13, 14, 17-19) terlihat pengaruh pemberian dolomit untuk D1. Namun hasil pengamatan hingga minggu terakhir (panen) tidak menunjukan adanya pengaruh interaksi jenis rumput dengan pemberian dolomit terhadap tinggi vertikal rumput.
19
A. Rumput Raja
B. Rumput Taiwan
350
350
325
325
300
300
Tinggi Vertikal (cm)
275
275
250
250
225
225
200
200
175
175
150
150
125
125
100
100
75
75
50
50
25
25
0
0 ton/ha (D0) 12,5 ton/ha (D1) 25 ton/ha (D2)
0 3
4
5
6
7
8
9
10
11
Waktu
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pengamatan (MST)
Gambar 6. Perubahan Tinggi Vertikal Rumput Raja (A) dan Rumput Taiwan (B) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit Penelitian sebelumnya oleh Zain (1998) yang menggunakan tanah latosol sebagai media penanaman rumput gajah mini menunjukan tidak ada pengaruh yang nyata terhadap perlakuan dolomit 25 ton/ha (D2). Pemberian dolomit hingga taraf D2 diduga melebihi kebutuhan tanaman sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah daun maupun tinggi vertikal rumput. Produktivitas Rumput Produktivitas adalah kemampuan tanaman untuk menghasilkan produk yang dapat berupa bunga, buah, daun, ataupun batang sesuai perlakuan yang diberikan. Produktivitas rumput dapat diukur dari berat segar daun dan batang rumput. Pengukuran juga dilakukan terhadap berat kering rumput, karena produksi dan produktivitas hijauan pakan ternak dicirikan oleh produksi bahan kering (Lukiwati et al., 2005).
20
Produksi Daun Perlakuan dolomit D0 memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar daun rumput raja dan rumput taiwan. Pengaruh reaksi dolomit pada taraf D0 mengindikasikan bahwa reaksi dolomit (D1 dan D2) berjalan lebih lambat terhadap tanah, sehingga tidak mendukung produksi daun hingga akhir masa panen (Soepardi, 1983). Selain itu, rumput raja dan rumput taiwan masih mentolerir kemasaman tanah hingga 5,6 sehingga tanpa pemberian dolomit atau D0 rumput masih dapat berproduksi. Produksi berat segar daun rumput raja dan rumput taiwan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Produksi Berat Segar Daun Rumput Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
------------------------------ (g/tanaman)------------------------D0 (0 ton/ha)
1120±454
1383±1067
1252±761a
D1 (12,5 ton/ha)
1043±286
533±169
788±228b
D2 (25 ton/ha)
515±105
447±135
481±120b
Rataan
893±282
788±457
840±370
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Tabel 5. Produksi Berat Kering Daun Rumput Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
------------------------------ (g/tanaman)------------------------D0 (0 ton/ha)
218,1±81,8a
329,3±249,1b
273,7±165,4
D1 (12,5 ton/ha)
235,5±61,0a
123,7±36,2b
179,6±48,6
D2 (25 ton/ha)
112,7±21,0b
115,1±47,8b
113,9±34,4
Rataan
188,8±54,6
189,4±111,0
189,1±82,8
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Produksi berat kering daun rumput menunjukan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari interaksi jenis rumput dengan dosis dolomit yang diberikan. Hasil yang ditampilkan pada Tabel 5 menunjukan bahwa rumput raja dengan pemberian dolomit 21
D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput Taiwan D0, D1, dan D2. Walaupun rumput raja D0 dan D1 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, namun rumput raja D0 dan D1 tidak berbeda nyata. Pengaruh yang diberikan oleh dolomit belum terlihat, sehingga pengaruh tanpa dan dengan dolomit terhadap berat kering rumput raja tidak tampak. Jika dilihat dari pengamatan mingguan untuk rataan jumlah daun pada minggu terakhir pengamatan (11 MST), maka jumlah daun rumput taiwan lebih banyak. Hasil pengukuran terhadap produksi daun menunjukan rumput taiwan memiliki produksi daun yang lebih kecil. Hasil ini dapat menjadi indikator untuk mencirikan daun rumput Taiwan yang memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan daun rumput raja untuk setiap helainya. Namun jenis rumput tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap produksi daun. Salah satu ciri tanaman yang dapat digunakan sebagai hijauan pakan adalah tanaman yang mampu menghasilkan daun yang banyak (Mansyur et al., 2005). Produksi Batang Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat segar batang rumput. Rumput raja dengan pemberian dolomit D0 dan D1 memiliki produksi batang yang tertinggi. Produksi batang yang tinggi mendukung ciri rumput raja yang memiliki bentuk batang yang lebih besar daripada rumput taiwan dan dengan pemberian dolomit meningkatkan produksi batang rumput. Pada rumput raja dengan pemberian dolomit D2 memiliki produksi batang terendah, sama halnya untuk rumput taiwan dengan pemberian dolomit D2. Berdasarkan hasil ini dapat dinyatakan bahwa pemberian dosis dolomit hingga taraf D2 tidak memberikan hasil yang maksimal. Pemberian dolomit hingga taraf D2 diduga melebihi kebutuhan atau ketoleranan rumput terhadap kemasaman tanah yang berubah oleh pemberian dolomit. Pengaruh interaksi dari yang tertinggi hingga yang terendah untuk produksi batang adalah rumput raja D0 dan D1, rumput taiwan D0 dan D1, dan rumput raja D2 dan rumput Taiwan D2. Produksi berat segar batang rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 6.
22
Tabel 6. Produksi Berat Segar Batang Rumput Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
----------------------------- (g/tanaman)-----------------------D0 (0 ton/ha)
2543±1096a a
1580±347b
2062±721
b
2533±751
D1 (12,5 ton/ha)
3450±993
1617±510
D2 (25 ton/ha)
1217±292c
1057±356c
1137±324
Rataan
2403±794
1418±404
1911±599
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pengaruh interaksi tidak terlihat untuk hasil produksi berat kering batang rumput. Dalam hal ini pengaruh dolomit yang terlihat sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering batang rumput. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa pemberian dolomit D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D2. Namun pengaruh dolomit D1 tidak berbeda nyata terhadap D0 sehingga tidak terlihat pengaruh terbaik untuk mendapatkan produksi berat kering batang rumput. Tabel 7. Produksi Berat Kering Batang Rumput Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
----------------------------- (g/tanaman)-----------------------D0 (0 ton/ha)
202,5±81,0
154,3±74,9
178,4±78,0a
D1 (12,5 ton/ha)
284,5±78,6
240,7±69,9
262,6±74,3a
D2 (25 ton/ha)
118,9±34,7
155,4±58,2
137,2±46,5b
Rataan
202,0±64,8
183,5±67,7
114,9±66,3
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Hasil pengamatan pertumbuhan rumput, rumput taiwan memiliki tinggi vertikal yang melebihi tinggi rumput raja. Tingginya batang rumput taiwan tidak didukung dengan berat yang tinggi, sehingga produksi batang pun rendah. Berat yang rendah mencirikan rumput taiwan memiliki ukuran batang yang lebih kecil daripada rumput raja (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan, 2010). 23
Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Perbandingan produksi daun dan batang dibutuhkan karena sebagian besar konsumsi ternak adalah daun. Salah satu ciri tanaman yang dapat digunakan sebagai hijauan pakan adalah tanaman yang mampu menghasilkan daun yang banyak (Mansyur et al., 2005). Perbandingan daun dan batang rumput berdasarkan berat keringnya disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9. Perbandingan ini diambil berdasarkan data produksi berat kering daun dan batang pada Tabel 5 dan Tabel 7. Tabel 8. Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput Raja Dosis Dolomit
Produksi Daun
Perbandingan Batang
Daun
Batang
------------ (g/tanaman) ---------- --------------- (%) ------------D0 (0 ton/ha)
218,1
202,5
51,85
48,15
D1 (12,5 ton/ha)
235,5
284,5
45,29
54,71
D2 (25 ton/ha)
112,7
118,9
48,66
51,34
Rataan
188,8
202,0
48,60
51,40
Tabel 9. Perbandingan Produksi Berat Kering Daun dan Batang Rumput Taiwan Dosis Dolomit
Produksi Daun
Perbandingan Batang
Daun
Batang
------------ (g/tanaman) ---------- --------------- (%) ------------D0 (0 ton/ha)
329,3
154,3
68,09
31,91
D1 (12,5 ton/ha)
123,7
240,7
33,95
66,05
D2 (25 ton/ha)
115,1
155,4
42,55
57,45
Rataan
189,4
183,5
48,20
51,80
Perbandingan daun dan batang untuk rumput raja maupun rumput taiwan tidak berbeda jauh. Perbandingan berat kering daun dan batang adalah sekitar 48 : 51. Kandungan air yang tinggi pada batang menyebabkan turunnya berat kering batang hingga perbandingan antara daun dan batang relatif sama.
24
Produksi Berat Segar Produksi berat segar didapatkan dari hasil akumulasi produksi berat segar daun (Tabel 4) dan batang (Tabel 6) rumput. Produksi berat segar rumput raja dan rumput taiwan ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Produksi Berat Segar Rumput Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
-------------------------- (g/tanaman) ------------------------D0 (0 ton/ha)
3663±1548a
2963±770a
3313±1159
D1 (12,5 ton/ha)
4493±1237a
2150±679b
3322±958
b
1618±442
2206±646
2751±853
b
D2 (25 ton/ha)
1732±394
Rataan
3296±1060
1503±490
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat segar rumput. Rumput raja D0 dan D1 serta rumput Taiwan D0 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput taiwan D1 dan D2. Sama halnya untuk produksi berat segar daun dan berat segar batang rumput raja perlakuan dolomit D0 dan D1 juga lebih tinggi. Namun, antara pemberian dolomit D0 dengan D1 tidak berbeda nyata sehingga pemberian dolomit tidak telihat. Pengaruh pemberian dolomit belum terlihat karena masa penanaman hanya untuk satu kali panen sehingga dolomit belum memberikan reaksi yang maksimal terhadap rumput. Pada rumput taiwan, berat segar semakin menurun dengan bertambahnya dosis dolomit. Pemberian dolomit D0 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D1 dan D2. Pemberian dolomit D1 dan D2 tidak berbeda nyata terhadap hasil produksi berat segar rumput taiwan. Penurunan jumlah produksi berat segar dapat disebabkan karena tanaman kurang responsif terhadap perlakuan dolomit yang diberikan dan karena masa penanaman yang terlalu pendek. Menurut Hindratiningrum (2010) pengaruh lamanya umur potong cenderung meningkatkan produksi berat segar rumput. Polakitan dan Kairupan (2009) juga menyatakan hal yang sama bahwa pengaruh umur potong yang berbeda-beda 25
memberi pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap produksi berat segar rumput. Peningkatan interval pemotongan juga akan meningkatkan hasil panen untuk semua jenis rumput, namun tidak sama halnya untuk protein kasar. Peningkatan interval pemotongan dapat berakibat pada penurunan konsentrasi protein kasar di daun dan batang (Tudsri et al., 2002). Pemberian dolomit pada tanah yang bersifat masam dalam kasus ini adalah tanah latosol, memberikan nilai ekonomis yang baik. Pemberian dolomit pada awal penanaman selama tahun pertama dan kedua setelah pemberian, mampu mempertahankan keseimbangan pH tanah sehingga tidak bersifat masam. Selain daripada itu, dua tahun awal pemberian dolomit dapat meningkatkan produksi panen rumput. Setelah itu produksi akan menurun, sehingga dibutuhkan pemberian dolomit dan pupuk lainnya untuk menyediakan kebutuhan mineral rumput (Couto et al., 1991; Wheeler, 1998; Brown et al., 2008). Produksi Berat Kering Produksi berat kering didapatkan dari hasil akumulasi produksi berat kering daun (Tabel 5) dan batang (Tabel 7) rumput. Persentase produksi berat kering rumput raja dari D0, D1, dan D2 berturut-turut adalah 11,48%, 11,57%, dan 13,37%. Persentase produksi berat kering rumput taiwan D0, D1, dan D2 berturut-turut adalah 16,32%, 16,96%, dan 18,00%. Hasil persentase dari berat segar ke berat kering pada rumput raja dan rumput taiwan mengalami peningkatan dengan adanya perlakuan dolomit. Pemberian dolomit D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap dolomit D2. Pengaruh pemberian dolomit D0 dengan D1 tidak nyata, seperti yang dikemukakan oleh Carvalho et al. (2000) bahwa pemberian kapur tidak mempengaruhi produksi berat kering rumput, walaupun terjadi perubahan dari sifat kimia tanah. Rumput yang digunakan adalah Imperata brasiliensis Trin. dan Brachiaria decumbens. Namun, perbedaan jenis rumput yang ditanam dapat menyebabkan penyerapan dolomit oleh tanaman berbeda-beda. Produksi berat kering rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 11.
26
Tabel 11. Produksi Berat Kering Rumput Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
------------------------ (g/tanaman) ------------------------D0 (0 ton/ha)
420,6±160,3
483,7±263,0
452,1±211,6a
D1 (12,5 ton/ha)
520,0±138,9
364,4±105,9
442,2±122,4a
D2 (25 ton/ha)
231,5±55,3
270,5±105,5
251,0±80,4b
Rataan
390,7±118,2
372,9±158,1
381,8±138,1
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Pengaruh perlakuan dolomit yaitu D2 memberikan pengaruh yang terendah terhadap berat kering rumput. Penyebabnya diduga karena perlakuan dolomit D1 sudah mencukupi kebutuhan rumput, sehingga perlakuan dolomit D2 yang mana dosisnya dua kali lipat dari D1 diduga berlebihan. Pemberian dolomit yang berlebihan dapat mengganggu ketersediaan dan serapan unsur lainnya seperti fosfor dan boron yang berdampak pada terganggunya metabolisme tanaman serta kekurangan besi, mangan, tembaga, dan seng (Soepardi, 1983). Alasan lainnya adalah respon dari tanaman terhadap dolomit dan juga kebutuhan mineral lain yang dibutuhkan bagi rumput tidak dapat disediakan oleh dolomit (Carvalho et al., 2000). Kebutuhan rumput akan unsur lainnya dapat mempengaruhi produksi rumput. Diperlukan penambahan pupuk lainnya (TSP, KCl) yang dapat membantu dolomit untuk menyediakan unsur-unsur penting lainnya yang dibutuhkan oleh rumput. Penelitian sebelumnya oleh Zein et al. (1993) terhadap rumput raja yang ditanam pada tanah latosol dengan menggunakan dolomit dan urea, sangat nyata (P<0,01) meningkatkan rata-rata produksi bahan kering rumput raja. Penggunaan pupuk TSP dan KCl sebagai pupuk dasar juga dapat berperan terhadap peningkatan produksi berat kering, seperti yang ditunjukan pada penelitian Zain (1998) pengaruh perlakuan tanpa dan dengan menggunakan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat kering rumput gajah mini. Penyebab lainnnya adalah umur potong yang berbeda. Semakin lama umur potong, maka dapat meningkatkan produksi berat kering rumput. Hal ini didasarkan pada umur tanaman yang masih muda memiliki kandungan air yang tinggi 27
dibandingkan dengan umur tua. Semakin tua umur rumput, kandungan serat kasarnya akan semakin tinggi yang menyebabkan kandungan air semakin rendah. Menurut Prawirawinata et al. (1981) umur tanaman dapat mempengaruhi kandungan air tanaman, kandungan bahan kering semakin meningkat seiring dengan semakin tua umur tanaman. Kualitas Rumput Kualitas rumput dapat diukur dari kandungan zat nutrisinya. Menurut Hindratiningrum (2010) kualitas hijauan yang terbaik adalah pada akhir fase vegetatif atau menjelang fase generatif (reproduktif). Pengukuran kualitas rumput dapat dilakukan menggunakan bagian daun rumput. Penggunaan daun sebagai penentu kualitas didasarkan pada reaksi fotosintesis yang berlangsung di daun, sehingga kandungan nutrisinya lebih banyak terdapat di daun (Polakitan dan Kairupan, 2009). Protein Kasar Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap protein kasar rumput. Hasil analisis menyatakan bahwa rumput Taiwan untuk semua perlakuan dolomit berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja untuk semua perlakuan dolomit. Protein kasar rumput raja (13,5%) (Hendrawan, 2002) lebih tinggi daripada rumput taiwan (10,85%) (Manurung et al., 2001). Pemberian dolomit berhasil meningkatkan protein kasar rumput taiwan. Selain itu, rumput taiwan juga memberikan respon terhadap pemberian dolomit untuk meningkatkan protein kasarnya. Rendahnya protein kasar rumput raja bila dibandingkan dengan hasil analisis protein kasar oleh Hendrawan (2002) yaitu 13,5% berhubungan dengan waktu pemotongan rumput. Rumput yang sudah memasuki fase generatifnya akan menurun protein kasarnya. Pemotongan hijauan rumput yang terbaik adalah pada saat fase vegetatif
(Siregar,
1989)
atau
menjelang
fase
generatif
(reproduktif)
(Hindratiningrum, 2010). Hasil pengamatan pertumbuhan rumput menunjukan rumput mulai berbunga pada 10 MST yang berarti rumput sudah memasuki fase generatifnya, sehingga menyebabkan penurunan protein kasar rumput. Hasil analisis protein kasar daun rumput raja dan rumput taiwan disajikan pada Tabel 12. 28
Tabel 12. Protein Kasar Daun Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
-------------------------------- (%) ----------------------------D0 (0 ton/ha) D1 (12,5 ton/ha)
10,55±0,12b
12,44±0,06a
11,50±0,09
b
a
10,93±0,60
9,89±0,68
11,97±0,52
D2 (25 ton/ha)
10,41±0,93b
11,06±1,00a
10,74±0,96
Rataan
10,29±0,58
11,82±0,53
11,05±0,55
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%. Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2012)
Serat Kasar Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap serat kasar daun rumput. Serat kasar daun seperti yang ditampilkan pada Tabel 13 menunjukan rumput raja D0 dan D1 berbeda nyata (P<0,05) terhadap rumput raja D2 dan rumput taiwan D0, D1, dan D2. Rumput raja memberikan respon terhadap pemberian dolomit, namun untuk pemberian dolomit D0 dan D1 tidak berbeda nyata sehingga tidak terlihat pengaruh dolomit jika dibandingkan D0 dengan D1. Tabel 13. Serat Kasar Daun Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
--------------------------------- (%) ----------------------------D0 (0 ton/ha)
27,70±0,69a
25,45±0,60b
26,58±0,64
D1 (12,5 ton/ha)
27,78±0,58a
24,62±0,79b
26,20±0,68
D2 (25 ton/ha)
25,06±1,72b
25,90±0,76b
25,48±1,24
Rataan
26,85±1,00
25,33±0,72
26,09±0,86
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 5%. Hasil Analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (2012)
Adanya peningkatan serat kasar rumput raja selain karena respon terhadap pemberian dolomit, juga dimungkingkan karena pemanenan rumput (11 MST) sudah 29
memasuki fase generatif yaitu pada 10 MST, sehingga terjadi peningkatan serat kasar daun. Serat kasar erat hubungannya dengan umur tanaman. Semakin tua umur tanaman, maka serat kasar akan meningkat. Nilai serat kasar ini akan berbanding terbalik dengan protein kasar. Jika serat kasar meningkat, maka protein kasar tanaman akan menurun dan begitu pula sebaliknya (Hindratiningrum, 2010). Kandungan Kalsium (Ca) Dolomit merupakan kapur yang mengandung kalsium dan magnesium dengan rumus kimia CaMg(CO3)2. Dolomit dapat memperbaiki kemasaman tanah serta menekan jumlah aluminium (Al) dalam tanah sehingga dalam jumlah yang tidak meracuni tanaman. Hasil analisis tanah yang telah dilakukan pH tanah latosol sebesar 5,59 dengan kandungan aluminium sebesar 0,03 me/100 g. Nilai pH tanah ini bersifat masam, namun untuk kandungan aluminium sangat rendah sehingga tidak bersifat racun bagi tanaman. Selain untuk meningkatkan pH tanah, dolomit juga digunakan untuk meningkatkan kandungan kalsium dan magnesium tanah. Pengecekan pH akhir juga dilakukan setelah panen. Untuk masing-masing perlakuan D0, D1, dan D2 nilai pH-nya adalah 6,09, 6,70, dan 7,28. Hasil analisis pH tanah menunjukan adanya peningkatan pH tanah dengan adanya pemberian dolomit. Hasil penelitian sebelumnya juga menunjukan pemberian dolomit berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap pH H20, P tersedia, Ca-dd, Mg-dd, dan Zn serta sangat nyata (P<0,01) menurunkan Al-dd, Mn, dan serapan K (Sarkad, 1986). Hasil yang didapat membuktikan dolomit berhasil mengurangi kemasaman tanah. Jika dilihat dari hasil analisis tanah, kandungan mineral kalsium tanah latosol setelah pemberian dolomit adalah 9,38 me/100 g. Kandungan kalsium tanah latosol ini bila dibandingkan dari hasil analisis tanah latosol tanpa pemberian dolomit oleh Feniara (1999) yaitu 2,10 me/100 g sangat meningkat. Interaksi jenis rumput dengan dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan kalsium daun. Rumput raja D2 dan rumput taiwan untuk semua perlakuan dolomit berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rumput raja D0 dan D1. Perbedaan ini disebabkan karena rumput taiwan sangat responsif
terhadap
pemberian
dolomit
khususnya
kandungan
kalsiumnya.
Penambahan unsur yang mengandung kalsium ini cepat diserap oleh rumput sehingga terjadi peningkatan kandungan kalsium daun. Jika untuk produktivitas 30
pemberian dolomit pada taraf D2 dinilai berlebihan, akan tetapi untuk peningkatan kandungan kalsium memberikan pengaruh yang baik untuk kedua jenis rumput. Banyaknya jumlah kalsium yang tersedia dari dolomit untuk taraf dolomit D2 memudahkan akar untuk menyerap kalsium lebih banyak. Hasil analisis kandungan kalsium daun yang tersaji pada Tabel 14 memperlihatkan bahwa rumput taiwan sangat respon terhadap keberadaan kalsium sehingga kandungan kalsium rumput taiwan lebih tinggi daripada rumput raja. Berdasarkan hasil ini dapat dimungkinkan sebagai pertimbangan pengembangan rumput taiwan di Indonesia sebagai salah satu hijauan pakan secara komersil. Rumput dengan kandungan kalsium yang tinggi dapat digunakan sebagai hijauan pakan khususnya untuk ternak perah. Tabel 14. Kandungan Kalsium Daun Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
------------------------------- (%) ----------------------------D0 (0 ton/ha)
0,103±0,012b
0,120±0,006a
0,111±0,009
D1 (12,5 ton/ha)
0,097±0,007b
0,137±0,003a
0,117±0,005
D2 (25 ton/ha)
0,123±0,009a
0,133±0,013a
0,128±0,011
Rataan
0,108±0,009
0,130±0,007
0,119±0,008
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 1% Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (2012)
Kandungan Magnesium (Mg) Soepardi (1983) menyatakan bahwa pemberian dolomit selain dapat meningkatkan kandungan kalsium, juga dapat meningkatkan kandungan magnesium. Hasil analisis kandungan magnesium tanah yang mendapat perlakuan dolomit adalah 3,73 me/100 g. Kandungan magnesium ini meningkat bila dibandingkan dari hasil analisis tanah latosol yang dilakukan pada tanah latosol tanpa pengapuran yaitu 0,76 me/100 g (Feniara, 1999). Kandungan mineral tanah latosol meningkat karena adanya penambahan dolomit. Hal ini sesuai dengan pendapat Soepardi (1983) bahwa dolomit berfungsi untuk meningkatkan kandungan magnesium tanah.
31
Interaksi antara jenis rumput dengan pemberian dolomit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan magnesium daun rumput. Rumput raja untuk semua perlakuan dolomit berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap rumput taiwan untuk semua perlakuan dolomit. Rumput raja mampu menyerap ketersediaan magnesium oleh dolomit lebih cepat, sehingga kandungan magnesium daunnya lebih tinggi. Hasil yang didapat untuk perlakuan dolomit D0, D1, dan D2 tidak berbeda nyata. Tidak adanya perbedaan perlakuan tanpa (D0) dan dengan pemberian dolomit (D1 dan D2) untuk kedua jenis rumput dikarenakan akar belum menyerap magnesium sepenuhnya, sehingga kandungan magnesiumnya tidak berbeda nyata. Kandungan magnesium daun ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15. Kandungan Magnesium Daun Dosis Dolomit
Jenis Rumput Rumput Raja
Rumput Taiwan
Rataan
------------------------------- (%) -----------------------------D0 (0 ton/ha)
0,100±0,045a
0,057±0,047b
0,078±0,046
a
b
D1 (12,5 ton/ha)
0,143±0,007
0,020±0,000
0,081±0,003
D2 (25 ton/ha)
0,093±0,037a
0,020±0,000b
0,056±0,018
Rataan
0,112±0,030
0,032±0,016
0,072±0,022
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti huruf superskrip yang tidak sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji 1% Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan (2012)
Reaksi dolomit yang lambat menyebabkan lamanya proses penyerapan akar terhadap magnesium. Alternatif untuk pemberian dolomit pada tanah adalah pemberian dolomit yang umumnya diaplikasikan pada daerah permukaan tanah saja, sebaiknya diberi lebih dalam mendekati zona akar agar lebih efektif dan mempercepat penyerapan mineral oleh akar (Yost dan Ares, 2007). Penelitian oleh Zein et al. (1993) terhadap rumput raja yang ditanam pada tanah latosol dengan pemberian dolomit dan urea menunjukan peningkatan kandungan kalsium dan magnesium rumput. Pemotongan yang mempertimbangkan pemanenan dengan beberapa tahap panen dan pengaturan interval panen memberikan pengaruh terhadap peningkatan produksi dan kualitas rumput (Hindratiningrum, 2010). 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian dolomit pada tanah latosol dengan kandungan Al 0,03 me/100 g yang diberikan pupuk dasar kotoran ternak terhadap rumput raja dan rumput Taiwan memberikan peningkatan produktivitas dan kualitas rumput. Rumput raja unggul dalam produksi daun dan batang serta kandungan magnesium, sedangkan rumput taiwan unggul dalam kandungan kalsium. Saran Perlu dilakukan kajian untuk hasil produksi panen kedua, dengan mempertimbangkan dolomit yang sudah diberikan di tanah latosol telah bereaksi dengan tanah, sehingga memperbaiki sifat kimia tanah latosol. Dimungkinkan pula akan meningkatkan hasil produksi rumput yang ditanam. Pemberian dolomit sebaiknya dilakukan di zona yang lebih dekat dengan akar atau lebih dalam untuk mempercepat penyerapan mineral oleh akar. Penambahan pupuk lain seperti TSP dan KCl juga diperlukan untuk mensuplai mineral-mineral lain yang defisien pada tanah latosol dan dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput.
33
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis memanjatkan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih Bapa untuk kekuatan dan kesabaran yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Asep Tata Permana, M.Sc. dan Bapak Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini terselesaikan. Kepada dosen penguji seminar Bapak Iwan Prihantoro, S.Pt M.Si. dan dosen penguji sidang Bapak Dr. Ir. Jajat Jahcja Fahmi Arief, M.Agr. dan Bapak Bramada Winiar Putra, S.Pt. terima kasih atas masukan-masukan yang diberikan untuk penulisan skripsi ini serta kepada Ibu Ir. Lidy Herawati, MS selaku panitia seminar dan Ibu Ir. Widya Hermana, M.Si. selaku panitia sidang. Terima kasih kepada Bapak Budi dan Bapak Afnan sebagai pemilik peternakan Mitra Tani Farm yang mengizinkan penelitian ini berlangsung di kebun peternakan Mitra Tani Farm dan kepada pekerja-pekerjanya yang membantu penulis selama penelitian. Terima kasih kepada Ibunda Yetti Siahaan atas segala doa, arahan, dan semangat kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Kepada Ayahanda Sahat Mauliate Manalu (alm.) walaupun Ayahanda tidak ada disamping penulis, tetapi penulis percaya Ayahanda selalu mendukung. Adik-adik tersayang Sandra Manalu, Sartika Manalu, dan Sheila Manalu yang selalu memberikan doa dan dukungan bagi penulis. Kepada Tulang dan Nantulang (Dea, Bella, dan Anggiat) yang selalu memberikan dukungan dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Kepada seseorang yang selalu menjadi penyemangat untuk penulis selama menempuh perkuliahan di IPB, terima kasih untuk kebersamaan tiga setengah tahun ini. Kepada teman satu tim, Lasmatiur Nainggolan, terima kasih telah menjadi teman penelitian yang baik, saling memberikan motivasi, serta kerjasama. Teman-teman yang membantu dalam penelitian ini Natalia, Prastiwi, Dhea, Hanna, Junita, Ana, Kakak Ike, Ika, Yossi, Lia, Maruli, Joe, dan Hisar terima kasih untuk kerja sama kalian. Teman-teman GENETIC 45 dan Pondok Delima terima kasih untuk kebersamaannya. Tuhan Yesus memberkati. 34
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1980. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. The Association of Official Analytical Chemist, Inc., Arlington. Balai Penelitian Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Baturaden. 1989. King grass. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan Baturaden, Baturaden. Brown, T. T., R. T. Koenig, D. R. Huggins, J. B. Harsh, & R. R. Rossi. 2008. Lime effects on soil acidity, crop yield and aluminium chemistry in direct-seeded cropping systems. Journal Soil Science Society of America 72 (3): 634-640. Carvalho, M. M., D. F. Xavier, V. de Paula Freitas, & R. da Silva Verneque. 2000. Soil acidity correction and control of Sapé-grass. Rev. bras. Zootec. 29 (1): 33-39. Couto, W., G. G. Leite, & C. Sanzonowicz. 1991. Response of andropogon grass to P fertilizers and lime in a dark-red latosol of the cerrados. Pesq. Agropec. Brasilia 26 (3): 297-304. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bidang Produksi Peternakan. 2010. Budidaya rumput Taiwan (Pennisetum purpureum Schumach). Pemerintah Provinsi Lampung. http://disnakkeswan.lampungprov.go.id/brosur/leafletGP.pdf [11 Februari 2012]. Feniara. 2001. Efektivitas cendawan mikoriza arbuskula (CMA), pupuk P dan N terhadap pertumbuhan dan produksi rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Presindo, Jakarta. Harjanti, R. S. 2009. Pengujian efektivitas bahan pembenah tanah dolomit untuk tanah masam. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hindratiningrum, N. 2010. Produksi dan kualitas hijauan rumput Meksiko. Jurnal Ilmiah Inkoma 21 (3): 111-122. Kidd, P. S. & J. Proctor. 2001. Why plants grow poorly on very acid soils: are ecologists missing the obvious?. Journal of Experimental Botany 52 (357): 791-799. Kushartono, B. 1997. Teknik penanaman rumput raja (king grass) berdasarkan prinsip penanaman tebu. Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Kussow, W. R. 1971. Introduction to Soil Chemistry Fertility. Departemen IlmuIlmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
35
Leiwakabessy, F. & A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lukiwati, D. R., N. Nurhidayat, C. A. H. Wibowo, & J. B. T. Nurdewanto. 2005. Peningkatan produksi dan nilai nutrisi hijauan Pueraria phaseoloides oleh pemupukan fosfor dalam suspensi fermentasi Acetobacter- Saccharomyces. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 7 (2): 82-86. Mansyur, Nyimas, P. Indrani, I. Susilowati, & T. Dhalalika. 2005. Pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan di bawah naungan perkebunan pisang. Prosiding Lokakarya Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Manurung, T., Sajimin, B. R. Prawiradiputra, Nurhayati, E. Sutedi, S. Yuhaeni, & Sumarto. 2001. Uji palatabilitas dan kecernaan plasma nutfah tanaman pakan ternak untuk seleksi lebih lanjut. Laporan Tahunan T.A. 2001. Balitnak Ciawi, Bogor. Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan: dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. IPB Press, Bogor. Nurhayu, A., A. Saenab, & M. Sariubang. 2009. Introduksi beberapa jenis rumput dan leguminosa unggul sebagai penyedia hijauan pakan pada lahan kering dataran rendah di Kabupaten Pinrang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009, Makasar. Hal 733-738. PNPM Agribisnis Perdesaan (SADI) Nusa Tenggara Timur. 2009. Hijauan pakan ternak: rumput gajah. http://nusataniterpadu.wordpress.com/2009/02/17/hijauan-ternak-rumputgajah/ [9 Oktober 2011]. Polakitan, D. & A. Kairupan. 2009. Pertumbuhan dan produktivitas rumput gajah dwarf (Pennisetum purpureum cv Mott) pada umur potong berbeda. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Hal 427-436. Prawirawinata, W., S. Harran, & Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Diktat Kuliah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Prihandoko, A. 2009. Sifat fisik kulit samak khrom domba ekor gemuk dan domba ekor tipis awet garam. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Reitz, L. L., W. H. Smith, & M. P. 1960. Analytical Chemistry. Plumlee, Animal Science Department, Purdue University, West Lafayette, Ind. Sarkad. 1986. Pengaruh pemberian dolomit dan TSP terhadap kimia latosol, serapan dan produksi kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
36
Shimadzu Corporation. 1993. Instruction Manual AA-650 Atomic Absorption/Flame Emission Spectrophotometer (P/N 206-16150). Chrometographic and Spectrophotometric Instrument Division. Siregar, M. E. 1989. Produksi hijauan dan nilai nutrisi tiga jenis rumput Pennisetum dengan sistem potong angkut. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor: 1-4. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soeparto. 1982. Sifat-sifat dan klasifikasi beberapa tanah daerah Bogor-Jakarta. Tesis. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Bogor, Bogor. Soetanto, H. 2002. Kebutuhan gizi ternak ruminansia menurut stadia fisiologisnya. Seri Bahan Kuliah. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang. Stevens, G., D. Dunn, & B. Phipps. 2001. How to diagnose soil acidity and alkalinity problems in crops: a comparison of soil pH test kits. Journal of Extension 39 (4). Sumaryo & Suryono. 2000. Pengaruh dosis pupuk dolomit dan SP-36 terhadap jumlah bintil akar dan hasil tanaman kacang tanah di tanah latosol. Agrosains 2 (2): 54-58. Suyitman. 2003. Agrostologi. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas Padang. Tilman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, & S. Lebdosoekojo. 1983. Ilmu Makan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Tisdale, S. L., W. L. Nelson, & J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th Ed. McMillan Publishing Company, New York. Tudsri, S., Y. Ishii, H. Numaguchi, & S. Prasanpanich. 2002. The effect of cutting interval on the growth of Leucaena leucocephala and three associated grasses in Thailand. Tropical Grasslands 36: 90-96. Wheeler, D. M. 1998. Investigation into the mechanisms causing lime responses in a grass/clover pasture on a clay loam soil. New Zealand Journal of Agricultural Research 41 (4): 497-515. Wijaya, A. 2011. Pengaruh pemupukan dan pemberian kapur terhadap pertumbuhan dan daya hasil kacang tanah (Arachis Hypogaea, L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yana, R. 2011. Kualitas fermentasi dan kandungan nutrien silase beberapa jenis rumput yang dipanen pada waktu berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
37
Yost, R. S. & A. Ares. 2006. Phosporus and lime requirements of tree crops in tropical acid soils: a review. Journal of Tropical Forest Science 19 (3): 176185. Zain, A. N. 1998. Pertumbuhan dan produksi rumput gajah mini pada tanah masam dengan pemberian kapur dan pupuk nitrogen. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Zambrano, M., V. Parodi, J. Baeza, & G. Vidal. 2007. Acid soils pH and nutrient improvement when amended with inorganic solid wastes from kraft mill. Journal of the Chilean Chemical Society 52 (2): 1169-1172. Zein, M. S. A., J. S. Rahajoe, & M. L. Ginting. 1993. Pemupukan urea dan tingkat keasaman tanah terhadap produksi rumput raja (Pennisetum hibrid). Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH 14 Juni. Hal 343-349.
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1. Analisis Tanah Latosol Sebelum Diberi Perlakuan Dolomit Keterangan
Nilai
pH H2O
5,59
pH KCl
4,77
C-Org
1,68 %
N-total
0,20 %
P2O5
170 mg/100g
Al-dd
0,03 me/100g
Keterangan: Hasil Analisis Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor (2012)
Lampiran 2. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 3 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
18.589
1.187
0.372
Jenis Rumput
1
34.722
2.216**
0.162
Dolomit
2
26.389
1.684**
0.227
Jenis Rumput * Dolomit
2
2.722
0.174
0.843
Galat
12
15.667
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 3. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 4 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
99.289
1.182
0.374
Jenis Rumput
1
26.889
0.320
0.582
Dolomit
2
160.389
1.909**
0.191
Jenis Rumput * Dolomit
2
74.389
0.886**
0.438
Galat
12
84.000
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
40
Lampiran 4. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 5 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
342.222
1.592
0.236
Jenis Rumput
1
450.000
2.093**
0.174
Dolomit
2
476.389
2.216**
0.152
Jenis Rumput * Dolomit
2
154.167
0.717**
0.508
Galat
12
215.000
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 5. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 6 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
842.533
2.633
0.079
Jenis Rumput
1
2312.000
7.226**
0.020
Dolomit
2
635.167
1.985**
0.180
Jenis Rumput * Dolomit
2
315.167
0.985**
0.402
Galat
12
319.944
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 6. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 7 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
1195.689
2.505
0.089
Jenis Rumput
1
3146.889
6.592**
0.025
Dolomit
2
1019.556
2.136**
0.161
Jenis Rumput * Dolomit
2
396.222
0.830**
0.460
Galat
12
477.389
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
41
Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 8 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
1046.722
1.873
0.173
Jenis Rumput
1
2244.500
4.017**
0.068
Dolomit
2
1249.389
2.236**
0.149
Jenis Rumput * Dolomit
2
245.167
0.439
0.655
Galat
12
558.722
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 8. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 9 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
870.933
1.281
0.334
Jenis Rumput
1
1152.000
1.694**
0.217
Dolomit
2
1393.167
2.049**
0.172
Jenis Rumput * Dolomit
2
208.167
0.306
0.742
Galat
12
679.944
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 9. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 10 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
651.256
0.668
0.655
Jenis Rumput
1
53.389
0.055
0.819
Dolomit
2
975.722
1.001**
0.396
Jenis Rumput * Dolomit
2
625.722
0.642**
0.543
Galat
12
974.722
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
42
Lampiran 10. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Jumlah Daun 11 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
860.589
0.746
0.604
Jenis Rumput
1
93.389
0.081
0.781
Dolomit
2
1565.389
1.357**
0.294
Jenis Rumput * Dolomit
2
539.389
0.468
0.637
Galat
12
1153.333
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 11. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 3 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
374.189
1.125
0.398
Jenis Rumput
1
760.500
2.286**
0.156
Dolomit
2
485.056
1.458**
0.271
Jenis Rumput * Dolomit
2
70.167
0.211
0.813
Galat
12
332.611
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 12. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 4 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
497.300
0.903
0.510
Jenis Rumput
1
982.722
1.785**
0.206
Dolomit
2
565.167
1.027**
0.388
Jenis Rumput * Dolomit
2
186.722
0.339
0.719
Galat
12
550.500
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
43
Lampiran 13. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 5 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
986.767
1.242
0.349
Jenis Rumput
1
2520.500
3.172**
0.100
Dolomit
2
864.667
1.088**
0.368
Jenis Rumput * Dolomit
2
342.000
0.430
0.660
Galat
12
794.556
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 14. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 6 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
1999.556
1.938
0.161
Jenis Rumput
1
8022.222
7.775**
0.016
Dolomit
2
736.222
0.714**
0.510
Jenis Rumput * Dolomit
2
251.556
0.244
0.787
Galat
12
1031.778
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 15. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 7 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
2220.589
1.993
0.152
Jenis Rumput
1
9753.389
8.755**
0.012
Dolomit
2
455.722
0.409
0.673
Jenis Rumput * Dolomit
2
219.056
0.197
0.824
Galat
12
1114.000
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
44
Lampiran 16. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 8 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
1629.156
1.540
0.250
Jenis Rumput
1
6346.889
6.001**
0.031
Dolomit
2
517.722
0.490
0.625
Jenis Rumput * Dolomit
2
381.722
0.361
0.704
Galat
12
1057.611
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 17. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 9 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
1678.367
1.673
0.215
Jenis Rumput
1
6086.722
6.067**
0.030
Dolomit
2
753.167
0.751**
0.493
Jenis Rumput * Dolomit
2
399.389
0.398
0.680
Galat
12
1003.222
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 18. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 10 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
1870.622
1.843
0.179
Jenis Rumput
1
6272.000
6.178**
0.029
Dolomit
2
1270.389
1.251**
0.321
Jenis Rumput * Dolomit
2
270.167
0.266
0.771
Galat
12
1015.222
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
45
Lampiran 19. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Tinggi Vertikal 11 MST Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
2034.489
1.449
0.276
Jenis Rumput
1
7688.000
5.475**
0.037
Dolomit
2
1178.722
0.839**
0.456
Jenis Rumput * Dolomit
2
63.500
0.045
0.956
Galat
12
1404.111
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 20. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Segar Daun Rumput Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
461601.389
0.622
0.686
Jenis Rumput
1
49612.500
0.067
0.800
Dolomit
2
903418.056
1.218**
0.330
Jenis Rumput * Dolomit
2
225779.167
0.304
0.743
Galat
12
741926.389
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 21. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Segar Batang Rumput Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
2505925.556
1.803
0.187
Jenis Rumput
1
4370938.889
3.145**
0.102
Dolomit
2
3028772.222
2.179**
0.156
Jenis Rumput * Dolomit
2
1050572.222
0.756**
0.491
Galat
12
1389688.889
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
46
Lampiran 22. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Kering Daun Rumput Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
22949.373
0.600
0.701
Jenis Rumput
1
1.869
0.000
0.995
Dolomit
2
38709.236
1.012**
0.393
Jenis Rumput * Dolomit
2
18663.262
0.488
0.626
Galat
12
38255.693
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 23. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Kering Batang Rumput Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
11491.141
0.826
0.555
Jenis Rumput
1
1538.276
0.111
0.745
Dolomit
2
24545.580
1.764**
0.213
Jenis Rumput * Dolomit
2
3413.136
0.245
0.786
Galat
12
13914.131
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 24. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Segar Rumput Source
df
Mean Square
F
Sig.
Perlakuan
5
4122045.833
1.533
0.252
Jenis Rumput
1
5351901.389
1.991**
0.184
Dolomit
2
5780104.167
2.150**
0.159
Jenis Rumput * Dolomit
2
1849059.722
0.688**
0.521
Galat
12
2688165.278
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
47
Lampiran 25. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Berat Kering Rumput Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
39746.760
0.570
0.722
Jenis Rumput
1
1432.909
0.021
0.888
Dolomit
2
77084.576
1.105**
0.363
Jenis Rumput * Dolomit
2
21565.869
0.309
0.740
Galat
12
69776.487
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 26. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Protein Kasar Daun Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
2.869
2.187
0.124
Jenis Rumput
1
10.641
8.112**
0.015
Dolomit
2
.938
0.715**
0.509
Jenis Rumput * Dolomit
2
.913
0.696**
0.518
Galat
12
1.312
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 27. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Serat Kasar Daun Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
5.477
2.055
0.142
Jenis Rumput
1
10.412
3.906**
0.072
Dolomit
2
1.868
0.701**
0.515
Jenis Rumput * Dolomit
2
6.618
2.483**
0.125
Galat
12
2.666
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
48
Lampiran 28. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Kalsium (Ca) Daun Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
.001
3.145
0.048
Jenis Rumput
1
.002
9.091**
0.011
Dolomit
2
.000
1.795**
0.208
Jenis Rumput * Dolomit
2
.000
1.523**
0.257
Galat
12
.000
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
Lampiran 29. Hasil Analisis SPSS Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Magnesium (Mg) Daun Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Fhit
F0,01
Perlakuan
5
.007
2.550
0.085
Jenis Rumput
1
.029
10.225**
0.008
Dolomit
2
.001
.393
0.684
Jenis Rumput * Dolomit
2
.002
.870**
0.444
Galat
12
.003
Total
17
Keterangan: ** : sangat berbeda nyata
49
Lampiran 30. Denah Petak Tanam Taiwan0 U2
Raja2 U3
Hawaii1 U2
Afrika2 U1
Hawaii0 U1
Taiwan1 U2
Taiwan0 U1
Raja2 U1
Raja0 U2
Taiwan2 U2
Raja0 U1
Hawaii1 U1
Raja1 U3
Raja1 U1
Afrika1 U1
Taiwan2 U3
Afrika2 U2
Afrika0 U2
Hawaii2 U2
Afrika1 U3
Hawaii0 U2
Taiwan1 U3
Hawaii1 U3
Hawaii0 U3
Hawaii2 U1
Raja0 U3
Afrika2 U3
Taiwan0 U3
Afrika0 U1
Afrika0 U3
Afrika1 U2
Taiwan1 U1
Taiwan2 U1
Hawaii2 U3
Raja1 U2 Raja2 U2
50