PENGARUH PELATIHAN BERPIKIR POSITIF UNTUK MENURUNKAN KECEMASAN PADA MAHASISWA YANG SEDANG MENEMPUH SKRIPSI
Sonya Rosma, Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Abstract
This study aimed to determine the effectiveness of Positive Thinking Training Influence to Reduce the Students Anxiety Level in their final year. Subjects were students of Department of Information Faculty of Industrial Technology Ahmad Dahlan University class of 2008 who were doing his thesis. The method used was the experiment method. Data collection tool used was the anxiety scale. The analysis used in this study was the technique through independent sample t-test. The overall computational research data will be calculated using SPSS 19.0 for windows. Based on the results of t-test analysis obtained value of z = -3,442, p = 0.001, (p <0.05) it means that there is a decrease student anxiety levels after training given positive thinking. The majority of the study subjects before the training given with anxiety levels of medium category were as many as 10 subjects (100%), having been trained to think positively decrease anxiety by the five subjects (50%) included medium category, and 5 subjects (50%) included low category.
Keywords: Positive Thinking Training, Anxiety.
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan berpikir positif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir. Subjek penelitian adalah mahasiswa Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Ahmad Dahlan angkatan 2008 yang sedang menempuh skripsi. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode Eksperimen. Alat pengumpul data yang digunakan adalah skala kecemasan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik independent sample t-test. Keseluruhan komputasi data penelitian akan dihitung menggunakan SPSS 19,0 for windows. Berdasarkan hasil analisis uji-t diperoleh nilai t = -3,442 p= 0,001, (p<0,05) hal tersebut berarti ada penurunan tingkat kecemasan mahasiswa setelah
diberikan pelatihan berpikir positif. Mayoritas subjek penelitian sebelum diberikan pelatihan dengan kategori tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 10 subjek (100%), setelah diberikan pelatihan berpikir positif terjadi penurunan kecemasan dengan yaitu 5 subjek (50%) termasuk kategori sedang, dan 5 subjek (50%) termasuk kategori rendah. Kata kunci: Pelatihan Berpikir Positif, Kecemasan.
PENDAHULUAN Program Studi Teknik Informatika (PSTI) merupakan salah satu cabang dari pohon ilmu Informatika dan Komputer, yang turut mengembangkan bidang ilmu teknologi informasi. Adapun penekanannya pada aspek penyimpanan, pengolahan dan penyampaian informasi secara algoritmik dengan bantuan komputer. Tiga (3) paradigma yang digunakan adalah: paradigma teori, paradigma abstraksi, dan paradigma perancangan. Ketiga paradigma ini saling melengkapi dan kait-mengait antara satu dengan yang lain. Secara umum ketiga paradigma tersebut (teori, abstraksi, perancangan) merupakan prinsip dasar dari masing-masing bidang ilmu yang diwakili matematika, ilmu alam, dan teknik (Irhamullah, 2012). Dalam perkembangan zaman era globalisasi saat ini semua hal membutuhkan kecepatan, hal ini menuntut adanya lulusan sarjana informatika untuk membantu banyak bidang pekerjaan agar dapat bekerja lebih cepat, misalnya softewere untuk membantu mengerjakan tugas-tugas pada bidang pekerjaan tertentu atau website untuk mempublikasikan suatu lembaga atau tulisan agar dapat diketahui publik. Sehingga tuntutan pada mahasiswa teknik informatika dapat dikatakan berat, karena setelah lulus kuliah harus sudah mampu untuk mengabdikan diri kepada masyarakat atau masuk dunia kerja. Mahasiswa dengan jurusan teknik informatika saat ini terbilang jurusan favorit dibanding jurusan lain. Namun hal tersebut tidak sebanding dengan mahasiswa yang lulus tiap tahunnya. Mungkin bisa dihitung mahasiswa yang lulus tepat waktu hanya sekitar 30%, artinya banyak mahasiswa yang lulusnya lama atau bahkan tidak melanjutkan karena kesulitan skripsi atau tugas akhir. Kesulitan mahasiswa teknik informatika dalam menghadapi tugas akhir tidak hanya sekedar menuliskan observasi, wawancara, analisis data atau pernyataan yang ilmiah akan tetapi mereka dituntut untuk membuat suatu produk dalam bentuk software yang membutuhkan waktu yang berbulan-bulan atau sangat lama. Dimana dalam pembuatan software harus memiliki ketepatan dan kreativitas yang tinggi, agar mendapatkan hasil software yang bagus. Berarti mereka juga harus menjadi seniman yang baik, dengan jiwa seni rupa yang baik, agar perangkat lunak yang dikembangkan akan memiliki interface yang menarik dan artistik. Mahasiswa teknik informatika harus memiliki kemampuan berbahasa minimal 3 bahasa, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan bahasa komputer. Dari permasalahan tersebut mahasiswa dapat mengalami tekanan atau beban dalam mencapai keberhasilan dalam menyelesaikan studi, hal ini berakibat munculnya permasalahan psikologis sehingga tidak jarang hal ini memunculkan kecemasan pada
mahasiswa. Berbagai macam permasalahan yang dihadapi mahasiswa menunjukkan ada beberapa hal yang membuat mereka tertekan sehingga muncul kecemasan pada diri mahasiswa teknik informatika. Atkinson, (2008) mengatakan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkatan yang berbeda-beda. Menurut Chaplin (2011) kecemasan adalah perasaan kegelisahan yang berpangkal pada ketakutan terhadap sesuatu yang akan dihadapi dan bersifat individual. Penyebab kecemasan pada mahasiswa teknik informatika tingkat akhir (2008) dikarenakan beban tugas yang semakin tinggi, karena harus menyelesaikan studi terutama skripsi, yang menjadi langkah terakhir untuk ketentuan kelulusan. Dalam penulisan skripsi dituntut kemandirian dan keuletan dalam pengerjaannya. Ada banyak beban yang menimbulkan kecemasan pada saat mengerjakan skripsi antara lain mahasiswa dituntut memiliki ide untuk membuat konsep yang jelas, wawasan yang luas, harus mengetahui kondisi lapangan, harus mampu menjelaskan apa yang telah dituliskan, harus mempu menjelaskan produk yang dibuat dan lain-lain. Apapun alasannya, mahasiswa harus menyelesaikan tugasnya dibangku kuliah. Hal ini sejalan dengan pendapat Partosuwido (dalam Yesamine, 2000) bahwa mahasiswa mempunyai dorongan kuat untuk mewujudkan keinginannya sesuai dengan tuntutan perkembangan pribadi dan tuntutan lingkungan sehingga mahasiswa lebih sering mengalami frustrasi, mudah tersinggung, gelisah, cemas, dan tanda-tanda kurang stabil emosinya. Berdasarkan penelitian Zulkifli (2012) 80% mahasiswa mengalami kecemasan ketika akan menghadapi ujian skripsi. Penelitian yang dilakukan oleh Hurt (Meikasari, 2010) mahasiswa 10-20% diberbagai perguruan tinggi amerika serikat mengalami kecemasan berkomunikasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 Mahasiswa Teknik informatika yang sedang menempuh skripsi mereka mengaku sering mengalami kesedihan bahkan sampai menangis tanpa ada alasan yang jelas, merasa takut ketika akan menghadap dosen pembimbing skripsi, menarik diri dari lingkungan pergaulan, sering merasa pusing, gugup apabila diberi pertanyaan oleh dosen, sulit untuk konsentrasi ketika di kelas maupun saat belajar sendiri, sulit konsentrasi pada saat mengerjakan skripsi, merasa gelisah tentang kehidupan mendatang ataupun perkuliahan yang sedang dijalani, merasa terancam oleh dosen ataupun pada saat ujian, merasa kebingungan, merasa khawatir akan sesuatu yang buruk terjadi pada dirinya tanpa ada penjelasan yang jelas. Mahasiswa juga mengaku sering berpikir buruk tentang yang akan terjadi, misalnya tidak mampu menjalani proses perkuliahan karena tugas skripsi yang terlalu sulit padahal memiliki IPK yang cukup tinggi, takut ketika presentasi didepan dosen karena takut salah, merasa takut ketika akan menghadap dosen pembimbing karena takut dimarahi, merasa tidak mampu mengerjakan skripsi karena sulit dan lain-lain. Faktor-faktor kecemasan dalam mengerjakan skripsi dipengaruhi beberapa hal misalnya eksternal dan internal, faktor ekternal atau dari luar diri misalnya birokrasi kampus yang rumit, atau dosen pembimbing yang sulit ditemui dan faktor internal atau dari dalam diri misalnya kemampuan dasar mahasiswa yang rendah, inteligensi yang rendah, kurang memahami dan menguasai materi yang akan di buat, mahasiswa dengan gangguan kecemasan umum atau mahasiswa yang pencemas, serta mahasiswa yang memiliki pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistic. Dari faktor-faktor tersebut diatas yang dapat dikendalikan secara psikologi salah satunya adalah kecemasan
yang diakibatkan oleh faktor internal yaitu pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistik. Dalam penelitian ini, peneliti ingin memecahkan masalah psikologis yang sedang dihadapi mahasiswa, khususnya mahasiswa yang mengalami kecemasan dengan pikiranpikiran yang negatif. Cara berfikir negatif ini yang menimbulkan kecemasan pada mahasiswa, sehingga apabila mahasiswa mampu mengubah pola pikir negatif menjadi positif akan meminimalisir adanya kecemasan. Oleh karena itu Intervensi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pelatihan berpikir positif, berpikir positif merupakan suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada hal-hal yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Pelatihan berpikir positif yang akan diberikan berdasarkan teori dari Seligman (1991) menjelaskan bahwa orang yang berpikir positif cenderung menafsirkan permasalahan mereka sebagai hal yang sementara, terkendali, dan hanya khusus untuk satu situasi, orang yang berpikir negatif sebaliknya yakin bahwa permasalahan mereka berlangsung selamanya, menghancurkan segala yang mereka lakukan dan tidak terkendali. Pelatihan berpikir positif cukup efektif untuk mengelola beberapa hal yang berkenaan dengan permasalahan psikologis seperti depresi (Susilawati, 2008), penerimaan diri (Halida, 2007). Fordyce (dalam Dwitantyanov 2010) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang positif pada diri individu dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan tugas. Rahayu (2004) juga menyebutkan bahwa terjadi penurunan kecemasan berbicara di depan umum setelah diberikan pelatihan berpikir positif. Elfiky menyebutkan bahwa proses berpikir berkaitan erat dengan konsentrasi, perasaan, sikap, dan perilaku. Berpikir positif dapat dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun situasi yang dihadapi. Saat seseorang berpikir, informasi yang dipikirkannya akan dimaknai dan pada akhirnya memanifestasikan perasaan tertentu. Oleh sebab itu, berpikir positif pada hakikatnya juga berkaitan erat dengan emosi (Elfiky, 2008). Berfikir positif akan melihat setiap kesulitan dengan cara yang gamblang dan polos serta tidak mudah terpengaruh, sehingga tidak mudah putus asa oleh berbagai tantangan ataupun hambatan yang dihadapi. Individu yang berpikir positif selalu didasarkan fakta bahwa setiap masalah pasti ada pemecahan dan suatu pemecahan yang tepat selalu melalui proses intelektual yang sehat (Peale, 2006). Melihat pentingnya pelatihan berfikir positif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa dalam menghadapi tugas akhir atau skripsi, maka penulis ingin mengetahui pengaruh pelatihan berfikir positif untuk menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa teknik infrmatika dalam menghadapi tugas akhir atau skripsi. Kecemasan Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Kecemasan adalah respon yang tepat terjadi ancaman tetapi akan menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau bila datang tanpa ada penyebab (Nevid, 2005).
Menurut Nevid (2005) kecemasan terdiri dari tiga aspek yaitu: a. Simptom Fisik adalah gangguan yang terjadi pada fisik, seperti badan gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin, lebih sensitif, kegelisahan, kegugupan, pingsan, merasa lemas, sering buang air kecil, dan diare. b. Simptom perilaku adalah kecemasan yang mengakibat perilaku seseorang menjadi berbeda dan mengarah kepada hal yang kurang biasa, seperti perilaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang, dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan. c. Simtom Kognitif yaitu khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan, dan khawatir akan ditinggal sendiri. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yaitu: a. Konflik antara dorongan ego dan id. Konflik antara dorongan ego dan id pada diri individu tersebut yang tidak ia sadari. Pada dasarnya keberhasilan individu dalam melawan kecemasan adalah sebagai manifestasi dari keberhasilan individu dalam menekan dorongan id. Dorongan tersebut menurutnya dapat berupa dorongan seksual dan agresifitas. Menurut Freud (dalam Walgito, 2010), munculnya suatu kecemasan adalah karena adanya konflik yang tidak disadari antara dorongan id yang melawan ego atau superego. Banyak dorongan id yang mengancam individu karena sering berlawanan dengan nilai-nilai yang dianut oleh individu atau nilai-nilai moral dalam masyrakat. b. Peristiwa eksternal spesifik dari pada konflik internal Munculnya kecemasan lebih dipicu oleh peristiwa eksternal spesifik dari pada konflik internal (Attkinson, 2008). Pada individu dengan gangguan kecemasan umum (generalized anxiety disorder) ia merasa tidak mampu mengatasi banyak situasi kehidupannya sehari-hari dan dengan demikian ia merasa takut dengan sebagian besar waktunya. Untuk itu, perspektif teori ini lebih banyak digunakan dalam mengahadapi masalah kecemasan umum. Ketika individu menghadapi stimulus yang menyakitkan baginya dan disisi lain ia tidak memiliki kontrol yang seimbang dalam merespos stimulus tersebut maka muncullah kecemasan (Davidson dan Neale, 2006).
c. Penilaian yang tidak realistik Individu yang menderita kecemasan cenderung melakukan penilaian yang tidak realistik terhadap situasi tertentu. Menurut Borkovec (dalam Davidson, 2006) adanya gangguan kecemasan umum adalah karena adanya kekhawatiran yang berlebihan. Individu tersebut selalu berfikir bahwa apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang ia lakukan, adalah negatif dalam pandangan lingkungan sekitarnya, dan pemikiran tersebut menimbulkan kekhawatiran yang besar dalam dirinya. Individu biasanya selalu merasakan ketidaknyamanan disaat-saat tertentu, dan pemikirannya selalu terfokus pada adanya malapetaka yang akan menimpanya dimasa yang akan datang.
Grainger (Zulkifli, 2012) faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu faktor dari lingkungan (eksternal), yaitu dimana faktor berasal dari luar diri sendiri, seperti tuntutan terhadap diri dari rumah, sekolah atau masyrakat, misalnya birokrasi kampus yang rumit, dosen pembimbing yang sulit ditemui, sulitnya mencari literature dan lain-lain. Faktor dari individu (internal), yaitu faktor yang berkaitan dengan diri individu itu sendiri, termasuk sikap dan ciri kepribadian. misalnya kemampuan dasar mahasiswa yang rendah, inteligensi yang rendah, kurang memahami dan menguasai materi yang ditulis, mahasiswa dengan gangguan kecemasan umum atau mahasiswa yang pencemas, serta mahasiswa yang memiliki pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistik. Berpikir Positif Seligman (1991) menjelaskan bahwa orang yang berpikir positif cenderung menafsirkan permasalahan mereka sebagai hal yang sementara, terkendali, dan hanya khusus untuk satu situasi, orang yang berpikir negatif sebaliknya yakin bahwa permasalahan mereka berlangsung selamanya, menghancurkan segala yang mereka lakukan dan tidak terkendali. Seligman (1991) mengenalkan model teori A-B-C-D-E yang intinya adalah merekontruksi pikiran agar lebih positif sehingga individu dapat lebih baik dalam menanggapi setiap permasalahan yang dihadapi. Maksud dari model A-B-C-D-E adalah : a. Adversity (A) berupa peristiwa, yang bersifat negatif, seperti liburan gagal, permusuhan dengan teman, kematian seseorang yang dicintai. b. Belief (B) yaitu kepercayaan dan interpretasi tentang suatu peristiwa yang menyebabkan akibat. c. Consequences (C) yaitu bagaimana perasaan dan perilaku yang mengikuti peristiwa (A) d. Disputation (D) yaitu argumen yang dibuat untuk membantah keyakinan yang telah dibuat sebelumnya (B). Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu distraksi dan disputasi itu sendiri. Distraksi adalah mengalihkan pikiran tentang sesuatu hal pada hal lain, sedangkan disputasi adalah berargumentasi dengan diri sendiri. Untuk melakukan dispustasi perlu dipertimbangkan empat hal, yaitu: (1) bukti, artinya mencari bukti-bukti bahwa apa yang diyakini adalah tidak tepat, (2) Alternatif, Artinya semua peristiwa yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh satu hal tetapi bisa hal-hal yang lain, (3) implikasi, artinya apapun yang terjadi pada suatu peristiwa tidak selalu mempunyai implikasi negatif, (4) Kegunaan artinya apakah ada manfaatnya untuk memikirkan apa yang diyakininya selama ini. e. Energization (E) yaitu akibat emosi dan perilaku dari argumen yang dibuat (D). Individu yang berpikir positif adalah individu yang mempunyai harapan dan cita-cita yang positif, memahami dan dapat memanfaatkan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki dan menilai positif segala permasalahan. Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif Untuk Menurunkan Kecemaan Pada Mahasiswa Yang Sedang Menempuh Skripsi Dengan adanya pengalaman negatif, mahasiswa akan memiliki kepercayaan atau pandangan dari akibat dari pengalaman tersebut serta perasaan atau perilaku apa yang akan muncul setelah peristiwa yang dialami, kemudian mahasiswa akan membuat argumen atas kepercayaan yang telah dibuatnya tersebut dengan mengalihkan pikirannya
dengan hal yang lain, mencari bukti-bukti bahwa apa yang diyakininya tidak tepat, atau berpikir apapun yang terjadi tidak selalu mempunyai implikasi negatif. Dari pernyataan atau argumen yang dibuatnya akan memiliki akibat emosi dan perilaku terhadap diri mahasiswa. Sehingga pelatihan berpikir positif diharapkan akan mengubah pikiran-pikiran negatif yang mengakibatkan kecemasan pada mahasiswa tingkat akhir yang sedang menempuh skripsi akan memiliki pikiran yang positif dan menjadi lebih optimis, dengan demikian menurunkan kecemasan dalam menyelesaikan skripsi. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pelatihan berpikir positif dapat menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa. Tingkat kecemasan yang dialami mahasiswa akan menurun setelah diberikan pelatihan berpikir positif.
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian ekperimen, dengan menggunakan variabel bebas berupa pelatihan berpikir positif, variabel tergantung berupa kecemasan. Rancangan ekperimen yang digunakan adalah pre post control group design. Pada desain ini, di awal penelitian dilakukan pengukuran terhadap variabel tergantung pada subjek. Kemudian setelah diberikan perlakuan dilakukan pengukuran kembali terhadap variabel tergantung pada subjek dengan alat ukur yang sama (Azwar, 2007). Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Kelompok
Pre test
Perlakuan
Post test
KE
Y1
X
Y2
KK
Y1
-X
Y2
Keterangan : KE : Kelompok Eksperimen KK : Kelompok Kontrol Y1 : Pengukuran Pre-test Y2 : Pengukuran Post-test X : Perlakuan -X : Materi Kenakalan remaja
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan analisis gain score antara kelompok kontrol dan eksperimen, peneliti melakukan analisis skor pre-test dan post-test secara terpisah, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Hasil uji paired t-test antara skor pre-post test
pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai t=6,561, dengan p=0,000 (p<0,05) atau sangat signifikan. Uji paired t-test pada kelompok kontrol nilai t=3,285, dengan p=0,009 (p<0,05) atau signifikan. Hasil penelitian menunjukkan diterimanya hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu ada penurunan tingkat kecemasan mahasiswa setelah diberikan pelatihan berpikir positif antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, yang ditunjukkan dengan nilai t = 2,237, dan p= 0,038, (p<0,05). Berdasarkan kategorisasi kecemasan sebelum diberikan pelatihan mayoritas subjek termasuk kategori sedang sebesar 100 % dan kategorisasi kecemasan mahasiswa setelah diberikan pelatihan termasuk kategori sedang cenderung rendah sebesar 50 % dari 10 subjek. Hasil uji paired t-test antara antara skor pre-post test pada kelompok eksperimen menunjukkan hasil sangat signifikan, hal ini dipengaruhi dari pemberian pelatihan berpikir positif. Uji paired t-test pada kelompok kontrol juga menunjukan hasil signifikan, ada faktor lain yang diduga mempengaruhi tingkat kecemasan meskipun tidak diberi pelatihan berpikir positif, misalnya mahasiswa kelompok kontrol memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik atau merasa nyaman dengan materi yang diberikan, ketika seseorang merasa nyaman dalam kondisi atau lingkungan tertentu akan dapat mengalihkan pikiran buruk yang dapat menimbulkan kecemasan, sehingga pada kelompok kontrol ada sedikit pengaruh meski tidak diberi pelatihan berpikir positif. Diterimanya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Seligman (1991) Sikap pesimis disebabkan karena adanya keyakinan negatif terhadap dirinya yang berdasar pada cara berpikirnya yang salah, dengan jalan mengubah cara berpikir yang negatif menjadi positif maka individu yang semula mempunyai sikap pesimis akan menjadi optimis. Berpikir optimis merupakan suatu ketrampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan, individu yang pesimis melalui pelatihan berpikir positif akan mengalami proses pembelajaran ketrampilan kognitif dalam memandang berbagai peristiwa yang dialami (Lestari dan Lestari, 2005). Menurut Seligman (1991) pola berpikir positif dapat digunakan jika: (a) saat ingin mencapai suatu prestasi; (b) saat ada peristiwa yang menekan; (c) situasi berlarut-larut dan kesehatan fisik terganggu; (d) ingin memimpin atau memberi semangat kepada orang lain. Sedangkan berpikir positif disarankan tidak digunakan jika: (a) tujuan yang ingin dicapai mengandung resiko tinggi dan tidak menentu; (b) tujuannya memberi konsultasi pada seseorang yang masa depannya belum tentu; (c) ingin bersimpati terhadap permasalahan yang dihadapi orang lain. Seligman (1991) menemukan cara untuk meningkatkan optimisme yaitu dengan menggunakan teori A-B-C-D-E. Teori ini dikembangkan dari teori A-B-C yang sebelumnya telah dikembangkan oleh Albert Ellis dan Aaron Beck. Pada saat suasana perasaan tidak nyaman muncul, dengan ketrampilan kognitif diajarkan untuk megendalikan pikiran negatif menggantinya dengan pikiran positif, dimana perasaan tidak nyaman yang merupakan perasaan sia-sia dirubah dengan pikiran positif sehingga terlepas dari penderitaan. Individu yang cemas pada awalnya memiliki asumsi yang tidak realistis karena menganggap suatu situasi atau orang lain tidak aman bagi dirinya dan memikirkan suatu yang buruk pasti akan terjadi. Selanjutnya individu ini menggunakan asumsi yang tidak
realistik ini terhadap semua situasi sebagai sesuatu yang berbahaya dan menimbulkan ancaman (Beck dalam Listriani, 2010) pada individu yang sangat sensitif, satu pikiran negatif mungkin mengaktifasi beragam pikiran negatif yang terkait (wells dalam Listriani, 2010). Prinsip dasar dalam menggunakan pendekatan kognitif adalah menekankan kepada kapasitas individu dalam menemukan diri sendiri dan merubah pola pikirnya demi memperoleh cara pandang yang berbeda terhadap diri dan sekelilingnya. Individu diajarkan untuk mengindentifikasi pola pikir yang menyimpang dan terganggu melalui proses evaluasi, dengan cara mengenali, mengamati dan memonitor pikiran otomatisnya. Individu belajar untuk membedakan antara pikiran pribadi dan kejadian di dunia nyata serta belajar bagaimana pikiran dapat mempengaruhi perasaan dan tingkahlaku bahkan kejadian eksternal (Oermarjoedi, 2003). Intervensi kognitif melibatkan proses berpikir, berpikir adalah tindakan, pikiran seseorang untuk memproduksi pemikiran yang bisa bersifat positif atau negatif. Orang yang berpikir negatif disebut pesimis dan orang yang berpikir positif disebut optimis, pemikiran negatif menemukan ekspresi dalam bentuk alasan-alasan atas kegagalan atau usaha untuk menghindari perilaku pemecahan masalah (Abraham, 2007). Berpikir optimis merupakan suatu ketrampilan kognitif yang dapat dipelajari melalui pelatihan, individu yang pesimis melalui pelatihan berpikir positif akan mengalami proses pembelajaran ketrampilan kognitif dalam memandang berbagai peristiwa yang dialami (Lestari dan Lestari, 2005). Jadi dapat dijelaskan bahwa pelatihan berpikir positif merupakan bagian dari terapi kognitif. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini maka dapat diperoleh kesimpulan ada penurunan tingkat kecemasan pada mahasiswa setelah diberikan pelatihan berpikir positif. Pelatihan berpikir positif dapat menurunkan tingkat kecemasan pada mahasiswa. 1.Saran teoritis a. Kepada peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan menggunakan variabel lain yang dapat mempengaruhi kecemasan seperti pola kepribadian, konsep diri, dan hardiness. b. Disarankan pada peneliti lain agar tidak menggunakan perlakuan placebo, sehingga kelompok kontrol juga mendapatkan materi yang sama dengan kelompok eksperimen setelah penelitian berakhir. 2.Saran Praktis Hasil penelitian ini dapat membantu mahasiswa untuk dapat berpikir positif sehingga dalam menanggapi setiap kendala secara optimis tidak secara pesimis.
Daftar Pustaka Abraham. 2007. Personalitiy Development Through Positive Thinking: (Terjemahan: Ahmad Asnawi). Yogyakarta: Diaglossia Media.
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., Bem, D.J. 2008. Pengantar Psikologi. Edisi kesebelas Jilid 2 (Terjemahan: Dr. Widjaja Kusuma). Batam: Interaksara. Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2012. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi 2. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2012. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Caprara, G.V., & Steca, P. 2006. The Contribution of Self-regulatory Efficacy Beliefs in Managing Affect and Family Relationships to Positive Thinking and Hedonic Balance. Journal of Clinical and Social Psychology, 25, 603-627. Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Davison, G.C., Neale, J.M., Kring, A.M., 2006. Psikologi Abnormal: (Terjemahan: Noermalasari Fajar). Jakarta: Raja Grafindo Persada. Dwitantyonov, A. Farida, H. & Dian, R. 2010. Pengaruh Pelatihan Berpikir Positif Pada Efikasi Diri Akademik Mahasiswa (Studi Eksperimen pada Mahasiswa Psikologi UNDIP Semarang). Jurnal Psikologi Undip Vol. 8, No.2, 135-144. Elfiky, I. 2008. Terapi Berpikir Positif. Jakarta: Zaman. Eysenck, M.W. 1990. Cognitive Psychology: An International Review. London: Jhon Wiley & Sons, Inc. Halida, A. 2007. Pelatihan Berfikir Positif untuk Meningkatkan Penerimaan Diri Pada remaja Difabel. Tesis (tidak dipublikasika). Yogyakarta: UGM. Halgin, R. & Susan, K. 2009. Abnormal Psychology: Clinical Pespectives on Psychological Disorder. Sixth Edition. New York: McGrow-Hill Companies. Irhamullah. 2012. informatika-s1-
Teknik
Informatika.
http://www.akakom.ac.id/jurusan/teknik-
Johnson, D.W & Johnson, F.P. 2001. Joining Together: Group Theory and Group Skills. Boston: Allyn & Bacon. Kholidah, E.N. 2009. Efektifitas Pelatihan Berpikir Positif Untuk Menurunkan Tingkat Stres Pada Mahasiswa. Tesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: UGM. Lestari, A. 1994. Pelatihan Berpikir Positif Untuk Menangani sikap Pesimis dan Gangguan Depresi. Tesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: UGM. Lestari, R. & Lestari, S. 2005. Pelatihan Berpikir Positif Untuk Mengubah Perilaku Coping Pada Mahasiswa. Jurnal Psikodinamik, 7(2), 1-10. Listriani, N. 2010. Berpikir Positif Untuk Mengelola Kecemasan pada Prajurit TNI Aktif Yang Mengalami Kecelakaan. Tesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: UGM Limbert, C. 2004. Psychological Well-being and Job Satisfaction amongst Military Personel on Unaccompanied Tours : The Impact of Perceived Social Support and Coping Strategies. Journal of Military Psychology, 16 (1), 37-51.
Meikasari, P. 2010. Hubungan antara Kecenderungan Ekstrovert dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum Pada Mahasiswa FKIP PBSID UMS. Skripsi (Tidak diterbitkan).UMS. Nevid, J.S., Spencer, A.S., Beverly, G. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga. Oemarjoedi, A.K. 2003. Pendekatan Kognitif Behavior Dalam Psikoterapi. Jakarta: Kreatif Media. Peale, N.V. 2006. Kiat Mempertahankan Prinsip Hidup dan Berpikir Positif. Jakarta: Binarupa Aksara. Purwanti. 2005. Hubungan Antara Self-Handicapping dan Pesimisme dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Tesis UGM. Seligmen. 1991. Learned Optimism. New York: Alfred A.Knof Publiser. Susilawati, L. 2008. Pelatihan Berpikir Positif Untuk Mengelola Depresi Pada Penyandang Cacat Tubuh. Tesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta : UGM. Wadsworrth, M.E, Gudmunsen, G.R., Raviv., T., Ahlkvist, J.A., Mclontosh, D.N., Kline G., Rea,. J., and Burwel, R.A. 2004. Coping with Terrorism: Age and Gender Differences in Effortful and Involuntary Responses to September 11th. Journal of Aplied and Devolpment Science, 8.143-157. Walgito, B. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Zulkifli. 2012. Perbedaan Tingkat Kecemasan Program A dan Program B Psik FK UNAND Sebelum Menghadapi Ujian Skripsi Mahasiswa FK UNAND. Skripsi. Universitas Andalas.