PENGARUH INFEKSI Haemoproteus columbae (I
P~NANGGULANGANNYA
oIeh LV. ANDRY ANI SUGIHARJO B 17. 1027
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERT ANIAN BOGOR 1 9
S
5
RINGKASAN LV. ANlJRYANI SUGlHARJO (B 17.1027).
PENGidlUH INFEK_
SI HAE[V!OPROTJ;<;US COLUMBAE (KHUSE, 1890) PADll BUHUNG MERPA_ TI DAN CAM PENANGGULJ.NGANNYA.
(Di bawah bimbingan
GA'rDT ASHADI dan UNI CAHYANINGSIH). Haemoproteus columbae merupakan paras it yang menyerang sel-sel darah merah burung rnerpati.
Siklus hidup -
nya kompleks dan dapat dibagi menjadi dua yaitu siklus hidup asexual terjadi delam tubuh burung merpati dan si klus hidup sexual terjadi dalam tubuh lalat dari famili Hippoboscidae sebaga:t vektor. Stadium yang nampak dalam peredaran darah perifer hanyalah garoetosit yang dapat dibedakan roenjadi dua yaitu gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina (makrogametosit). Patogenitas umumnya rendah.
Infeksi bentuk akut
terjadi pada burung merpati muda dengan mortalitas tinggi, infeksi kronik terjadi pada burung merpati tua. Infeksi Haemoproteus columbae tidak menunjukkan gejala klinik pathognomonik.
Gejala yang nampaJe biasanya
anemia, kurang napsu makan, sesak napas. Perubahan post mortem terlihat hati dan limpa mem bengJeak, terdapat be lang putih pada tembolok, focal necrosis pada hati. Kekebalan bersifat sementara, dan burung tetap rentan untuk terjadinya infeksi ulang.
Akibat yang ditimbulkan adalah anemia. lofalaupun ada indikasi untuk dapat mematahkan siklus hidup parasit tetapi hal ini sulit dilakukan karena in feksi parasit ini tidak memperlihatkan gejala yang jelas dan saat mUlainya infeksi sulit diketahui dengan pastL Maka cara pengendalian dititik beratkan pada pembe rantasan lalat sebagai vektor. Untuk pengobatan dapat diberikan Atebrine, Quinacrine, Pamaquine, Plasmochine, dan obat-obat anti malaria lain.
Juga dapat diberikan vitamin-vitamin, preparat Fe,
dan corticosteroid.
PENGARUH INFEKBI.ful.El'IOPROTEUS COLUl'1BAE (KRUSE, 1890) PADA BURUNG MERPATI DAN CARA PENANGGULANGANNYA.
Oleh : LV. ANDRYANI SUGIHARJO
B 17.1027
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DOKTER
HEWAN
pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
1 9 8 5
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PEHTANIAN BUGOR BOG 0 R
PENGARUH INFEKSI HAEl'10PHOTEUS COLUMBAE (KRUSE, 1890) PADA BUHUNG l'lERPATI DAN CARA PENANGGULANGANNYA
Oleh :
LV. ANDRYANI SUGIHARJO B 17.1027
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar DOKTER HEWAN pada Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor
l'1enyetujui : I~ - , 1985 Bogor, ••••••••••••
D~h.
~r
"Umi Cahyaningsih
Dosen Pembimbing II
cd .<:~ Dr.'
Dos
(Ashadi ,
Pembimbi
I
RIIvAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gombong pada tangGal 13 l'1ei 1961 dengan nama Lucia Veronica Andryani Sugiharjo, sebagai anak pertama dari empat bersaud.:1ra putra putri Bapak Sugiharjo dan Ibu R. Sugiarti. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Gombong dari tahun 1967 sampai dengan tahun 1973, Sekolah i'lenengah Pertama di Gombong dari tahun 1974 sampai dengan tahun 1976, Sekolah [>!enengah Atas di Yogyakarta dari tahun 1977 sampai tahun 1980. Penulis diterima di Institut
~ertanian
Bogor pada tang-
gal 29 I'lei 1980, kemudian masuk Fakultas Kedokteran Hewan lPB pada pertengahan tahun 1981. ~enulis
menjadi Asisten di bagian Anatomi Faku1tas Ke-
dokteran Hewan lPB sajak tingkat I I I .. Penu1is dinyatakan 1u1us sebagai Sarjana Kedokteran Hewan IPB pada tangga1 1 Agustus 1984 dan diwisuda sebagai Sarjana Kedokteran Hewan lPB pada tanggal 29 September 1984.
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa atas tuntunan, bimbingan, dan rahroatNya se hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul "PENGARUH INFBKSI HAEHOPROTBUS _ COLUMBAE (KRUSE, 1890) PADA BURUNG MERPATI DAN CARA PENANG_ GULANGANNYA"·merupakan hasil rangkuman dari beberapa lite ratur.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini
masih jauh dari sempurna, hal ini karena keterbatasan literatur yang tersedia.
Namun demikian penulis telah mencoba
untuk menyumbangkan semua kemampuan yang ada untuk lebih memperkaya tulisan mengenai Haemoproteus columbae pada khususnya dan Protozoologi pada umumnya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Gatut Ashadi sebagai dosen pembimbing pertama, dan Ibu Drh. Umi Cahyaningsih sebagai dosen pembim bing anggota, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dalam penyusuaan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada se genap karyawan perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor; perpustakaan bagian Parasitologi FKH-IPB; perpustakaan Balai Penelitian Penyakit Hewan; perpustakaan Balai Penelitian
~ernak
Ciawij perpustakaan Pusat
Penelitian dan Pengembangan Ternak; perpustakaan Bogoriense yang telah membantu mempersiapkan bahan skripsi ini.
Semoga tulisan yang sederhana ini berguna bagi yang memerlukannya.
Bogor, Nopember Penulis
198~
DAJ?'J:AR IB1 Halaman GANBAR ••••••••••••••••••••••••••••••••• 1. PEND.'1.HULU,.. N • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
DAF~AR
III.
IV. V.
i
1
••••••••• ••• ••••••••••
2
A.
Klasifikasi dan morfologi ••••••••
2
B.
Daerah penyebaran ••••••••••••••••
8
C.
Sejarah
penyakit dan prevalence •
8
D.
Siklus hidup dan cara penularan ••
11
E.
Vektor ••••••.••••••••••••••••••••
16
F.
Patogenitas •••••••.•.•.•••.••••••
17
G.
Gejala klinis ••••••••••••••••••••
17
H.
Perubahan post mortem ••••••••••••
18
I.
Diagnosa ••.•••••••••••••••••.••••
18
J.
Kekebalan ••••••••••••••••••••••••
19
IC.
Pencegahan dan pengendalian ••••••
19
L.
Pengobatan
• ••••••••••••••••••••••
19
PEl'lBAHASAN • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
21
. ......................... .
26
DAFllliR PUSlrAK.:-t •••••••••••••••••••••••
27
KESIl'IPULAN
DAFTAR GA.NBAR
Gambar
Halaman
1. Gametosit daiam eritrosit •••••••••••••.••••
7
2. Skizon dalam sel endotel paru-paru •••••••••
7
3. Oosit, sporosit, dan meroblas •••••••••••••.
8
4. Siklus hidup Haemoproteus columbae •••••••••
15
1.
PEHDAHULUAH
Burung merpati merupakan salah satu dari beribu-ribu species burung yang telah lama dikenal dan dibudidayakan oleh manusia, meskipun belum begitu banyak diusahakan se cara komersial. Namun dilain pihak publikasi mengenai burung merpati dan segala aspeknya sampai sekarang masih sangat langka. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk membahas masalah burung merpati, terutama dari aspek penyakitnya. Umumnya penyakit-penyakit yang ditemukan pada burung merpati adalah ; parasit darah misalnya Haemoproteus columbae dan Plasmodium gallinaceum, pigeon pox, aspergillosis, moniliosis, one eye cold, trichomonosis, paratipoid (sal monellosis), ornithosis (psitacosis), hexamitiasis, infectious coryza, coccidiosis. Pada kesempatan ini penulis akan membahas salah satu penyakit yang terkenal pada burung merpati yaitu infeksi Haemoproteus columbae, dengan tujuan untuk mengetahui se cara lebih luas efek penyakit tersebut pada burung merpati, agar dapat diusahakan pencegahan dan pengendaliannya secara dini, dengan demikian kehidupan burung merpati dapat dilestarikan di Indonesia. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat mengawali tulisan-tulisan lebih lanjut mfimgenai burung merpati.
II. A.
TINJAUAN PUSTAI0,
KLASIFlKa81 DAN l'lORFOLOGI 1.
Klasifikasi 1.1.
Klasifikasi menurut Lapage (1956). Filum
Protozoa
Sub filum
Plasmodroma
Kelas
Sporozoa
Subkelas
'relosporidia
Ordo Famili Genus Species 1.2.
: Haemosporidia Haemoproteidae : Haemoproteus Haemoproteus columbae
Klasifikasi menurut Kudo (1960). Filum
Protozoa
Sub filum
Plasmodroma
Kelas
Sporozoa
Subkelas
'.J:elosporidia
Ordo
Haemosporidia
Famili
Haemoproteidae
Genus
Haemoproteus
Species
Haemoproteus columbae
1.3., Klasifikasi menurut Soulsby (1968). Filum
Protozoa
Subfilum
Sporozoa
3 Subkelas Ordo
Haemosporidia
Famili
Haemoprote idae
Genus
Haemoproteus
Species 1.40
: Telosporidia
: Haemoproteus columbae
Klasifikasi menurut Faust et ale (1976) Filum
: Protozoa
Sub f i lum
Sporozoa
Kelas
Telosporidia
Subkelas
: Haemosporina Haemosporidia
Ordo Subordo
: Haemosporidiidea
Famili
Haemoproteidae
Genus
Haemoproteus
Species
Haemoproteus columbae
1.5. Klasifikasi menurut Noble and Noble (1976) Filum
Protozoa
Sub filum
Sporozoa
Kelas
Telosporidia
Subkelas
Haemosporidia
Ordo
Plasmodiida
Famili
Haemoproteidae
Genus
Haemoproteus
Species
:
Haemoproteus columbae
4 2.
Morf'ologi Dari beberapa stadia dalam siklus hidup Hae moproteus columbae, yang dapat teramati dalam peredaran darah perif'er hanyalah bentuk-bentuk game tosit.
Sedangkan bentuk skizon, sitomere, mere -
zoit, oosit, dan sporozoit tidak terlihat sebab berada pada sel endotel. Gametosit yang bleh Sloss and Kemp (1978), dikatakan berukuran
8~m
panjang x 1-2;nm lebar, mem-
punyai macam-macam bentuk.
Menurut Soulsby (1968);
Morgan and Hawkins (1955), gametosit berbentuk me manjang, menyerupai sosis atau cincin tipis, atau dapat juga berbentuk halter.
Sedang Bruner and
Gillespie (1973) mengatakan bentuk-bentuk gametosit sebagai bentuk sepatu kuda, bentuk "sort of' collar", atau sep·erti halter.
Karena beberapa penulis me'-
nyebutnya sebagai bentuk halter, maka ruchirnya ga metosit Haemoproteus columbae terkenal dengan nama "halteridium". (Smith, 1976 ; Chandler and Head, 1961). Gametosit dapat dibedakan menjadi dua yaitu gametosit jantan (mikrogametosit) dan gametosit betina (makrogametosit). Makrogametosi t mempunyai ukuran panjang (Schmidt and Robert, 1981).
1~
Sitoplasmanya berwarna
biru gelap dan berisi sekitar 14 granul-granul pig men.
Nucleusnya kecil, berwarna rose atau merah,
5 adapula yang berwarna ungu gelap kemerahan (Schmidt and Robert, 1981 ; Levine, 1961 ; Soulsby, 1968). Morgan and Hawkins (1955), dan Richardson and Kendall (1957) mengatakan bahwa nucleus makrogametosit mempunyai karyosome sendiri dan dapat dideteksi. Mikrogametosit mempunyai ukuran panjang 13;um (Schmidt and Hobert, 1981).
Sitoplasmanya berwar -
na biru pucat atau hampir tak berwarna, berisi se kitar 6-8 granuI-granuI pigmen.
Nucleusnya berwar-
na rose pucat, bersifat difus, dan berisi chromatin granul (Schmidt and Hobert, 1981 ; Levine, 1961 ; Richardson and Kendall, 1957). Dari uraian di at as terlihat bahwa kedua bentuk gametosit mempunyai granul-granul pigmen.
Perbedaan_
nya adalah granul pigmen dari makrogametosit terse bar dalam sitoplasma, sedangkan granul pigmen dari mikrogametosit dikumpulkan dalam massa sperical atau ber&gregasi dalam grup (l-1organ and Hawkins, 1955 ; SouIsby, 1968).
Setelah gametosit masuk ke sel in -
duk semang, dalam hal ini eritrosit, gametosit ini mengelilingi nucleus sel induk semang sepanjang se bagian dari keliling nucleus sel indwc semang.
Ga-
metosit dapat mendesak atau memindahkan letak nucleus sel induk semang, tapi tidak dapat mendorongnya sampai ke tepi dari sel indwc semang (Richardson and Kendall, 1957 ; Levine, 1961). sel
eri~rosit
\'ialaupun sel-
terinfeksi oleh gametosit dari
6
Haemoproteus columbae, tetapi menurut Bruner and Gillespie (1973) dan Kudo (1960) besar eritrosit tetap normal. Dalam pengamatan sering terlihat adanya multiple infeksi dalam satu eritrosit, tetapi lamakelamaan hal ini jarang ditemukan.
t1enurut Horgan
and Hawkins (1955) dan Richardson and Kendall (1957) mungkin sel dengan multiple infeksi mengalami ke mati an atau parasit meninggalkan sel. Gametosit Haemoproteus columbae mula-mula di anggap tidak membentuk pigmen di dalam sel induk semang yang diinfeksinya (Kudo, 1960).
'£etapi dari
penelitian-penelitian selanjutnya terlihnt bahwa gametosit Haemoproteus columbae mempunyai pigmen co klat tua atau hitam (Ashadi, G et al., '1972) ; Coles, 1980). Oelanjutnya mengenai morfologi Haemoproteus columbae disajikan dalam gambar 1,2,3.
8
oosit dalam usus vektor
(
sporozoit
meroblas
Gambar 3. Oosit, sporozoit, dan meroblas (Hall, 1961).
B.
DAERAH PENYEBARAN
Daerah penyebaran Haemoproteus columbae adalah di seluruh dunia. C.
SEJ.H.RAH PENYAKIT D,\.N PREVALENCE
Haemoproteus cOlumbae mempunyai bermacam-macam sinonim antara lain: Haemoproteus maccalumi, Haemo proteus melopeliae, Haemoproteus turtur, Haemoproteus vilhenae (Levine, 1961). Haemoproteus columbae yang antara lain berinduk semang pada merpati liar dan peliharaan, mourning dove,
9 dan turtle dove, adalah termasuk parasit darah. Parasit darah yang akan penulis bahas ini termasuk subordo Haemosporidia.
Subordo Haemosporidia me-
liputi dua famili yaitu Plasmodiidae dan Haemoproteidae.
Famili Plasmodiidae
menurunl~an
genus Pl"lsmodium
yaitu parasit darah pada manusia dan hewan, infeksinya disebut penyakit malaria (Graig and Faust,
19~5).
Famili Haemoproteidae juga merupakan parasit durah pada burung, reptil, dan mamalia.
Bedunya dengan
Plasmodium antara lain skizogoni tidak terjadi dalam sel darah yang diinfeksinya tetapi dalam sel endotel buluh darah, Haemoproteus sp. dianggap tidak mempro duksi pigmen dalam sel darah yang diinfeksinya , dan Haemoproteus sp. tidak dapat ditransmisikan oleh nyamuk tetapi oleh lalat Hippoboscidae (Noble and Noble, 1976 ; Arnall and Keyner, 1975). Dari famili Haemoproteidae yang paling terkenal adalah parasit darah Haemoproteus columbae.
Infeksi
yang ditimbulkannya sering disebut dengan sebutan yang "salah kaprah" yaitu sebagai "pigeon malaria" (Smith, 1976).
Yang benar adalah infeksi yang ditim-
bulkan oleh Haemoproteus columbae mirip dengan penyakit malaria sehingga Haemoproteus columbae bisa disebut sebagai "malarialike parasite".
Istilah malaria
untuk infeksi yang ditimbulkan oleh Haemoproteus ££ lumbae juga dapat menyebabkan kekacauan karena istilah malaria juga diaplikasikan untuk infeksi mcllaria pada
-to manusia, monyet, dan burung yang terinfeksi oleh Plasmodium gallinaceum.
Mengenai infeksi Haemoproteus ££_
lumbae sendiri tidak diperoleh keterangan yang jelas mengenai kapan infeksi ini mulai dikenali drJ.n diteliti. Levine (1961) memberikan data sebagai berikut Knowless pada tahun 1914 menemukannya pada semua dari 75 merpati yang diteliti di India.
Coatney pada tahun
1935 menemukannya pada semua dari 28 merpati yang diteliti di l'lildwestern USA.
Herman pada tahun 1938 mene,..·
mukannya pada 8% dari 86 mourning doves (Zenaidura macroura - Carolinensis) di Cope Cod, l"lassachusets. Wood dan Herman pada tahun 1943 menemukannya pada 93% dari 27 i'lestern mourning dove di Arizona dan California.
Huff pada tahun 1939 menemukannya pada 47% dari
188 mourning doves di Illinois. 1945 menemukannya p.'1da Binatang Honolulu.
82~6
Kartman pada tahun
dari 101 merpati di Kebun -
Giovanni pada tahun 19 /.6 menemukan-
nya pada 58% dari 159 merpati di Southern Caribia, Brazil, Acton.
Cough pada tahun 1952
menemukannya pada
30% dari 392 mourning doves muda dan 43% dari mourning doves tua di Illinois. Data-data mengenai infeksi Haemoproteus columbae sampai sekarang terus dicatat oleh para peneliti, datadata ini dimuat antara lain dalam Journal of Protozoology, Journal of Parasitology, Biological Abstr~k dan lain-lain.
Hal ini menunjukkan bahwa infeksi Haemo-
proteus columbae pada burung merpati sudah biasa dan
11
umum ditemukan.
Tetapi sampai sejauh ini tidak ada
catatan di Indonesia mengenai prevalence dClri penyakit ini. D.
SIKLUB HIDUP DAN CARA PENUL!\.RAN
Biklus hidup Haemoproteus columbae pertama-tama dipelajari oleh Aragao pada tahun 1908, Adie pada tahun 1915 kemudian dilanjutkan pada tahun 1924, dan Huff pada tahun 1942 (Levine, 1961).
Haemoproteus-
columbae mempunyai siklus hidup yang mirip dengan Plasmodium sp. yang menyebabkan penyakit malaria pada rna nusia maupun pada hewan.
Perbedaannya adalah skizo
goni tidak terjadi di dalam eritrosit, tetapi dalam gel endotel buluh darah, dan vektornya buk"n nyamule, tetapi lalat dari famili Hippoboscidae (Lapage, 1956
j
Levine, 1961). Pada dasarnya siklus hidup Haemoproteus columbae
•
dapat
dib~gi
menjadi dUa yaitu :
1. Biklus hidup asexual di dalam tubuh burung merpati.
Biklus hidup Haemoproteus columbae di dalam tubuh burung merpati dimulai dengan gigitan lalat Pseudolynchia canariensis atau dapat juga species lain dari famili Hippoboscidae y:mg memllsukkan sporozoit lee aliran darah burung merpati (Grell, 1973). Sporozoit kemudian menginvasi sel-sel endotel buluh-buluh darah, paru-paru, hati, dun limpa.
Di-
sini mereka membentuk skizon-skizon yanl'; bulat -
12 bentuknya (Richardson, 1948).
Skizogoni di endo-
tel kapiler paru-paru berlangsunc kurang lebih 25 hari (Ashadi, G et al., 1972; H6fstad,£~ al.,
1978; Horton and Smith, 1973). Kemudian skizon mengalami multiple fission untuk membentuk sekitar 15 sitomer.
Sitomer
merupa~
kan badan-badan tidak berpigmen yang kecil-kecil masing-masing mempunyai satu nucleus (Soulsby, 1968.). Sitomer tumbuh terus dan intinya mengr.dak8.n pembelahan.
Sel endotel induk semang yang diinfeksinya men-
jadi sangat hipertropi.
Sitomer dapat juga disebut
sebagai multinucleat bodies yang dikelilingi llleh membran (Richardson and Aendall, 1957).
Sel endotel
induk semang kemudian pecah dan mengeluurkan siilomersitomer yang bervariasi ukurannya, diduga diameter nya dapat mencapai
60~
(Richardson, 1948).
Sito-
mer-sitomer kemudian berakumulasi dalam kapiler, kadang-kadang bahkan dapat menyumbat kapiler.
Dalam
kapiler bentuk sitomer menjadi bengkak-bengkok, membentuk bifurcasio, trifurcasio, atau
bah~an
multi -
radiate (Levine, 1961 ; Ashadi, G ~~, 1972). Tiap sitomer dapat menghasilkan sejumlah besar merozoit yang kemudian pecah dan beredar dalam darah. Menurut Soulsby (1968) perkembangan fase awal snmpai menjadi merozoit yang beredar dalam dar2h memakan waktu sekitar 4 minggu.
13 Schmidt and Robert ('/981) berpendap<.1t bahwa merozoit dapat berkembang langsung dari skizon, jadi tidak melalui tahap pembentukan sitomer.
Sedang
Hall (1961) mengatakan merozoit dihasilkan oleh meroblas yang mempunyai gerakan sangat cepat, meroblas dihasilkan oleh sitomer.
i'lungkin dapat terjadi bah-
wa merozoit lain yang tidak masuk ke sel darah merah masuk ke sel endotel dan selanjutnya mengulangi siklus asexual (Soulsby, 1968 ; Lapage, 1956 ; Kudo, 1960
j
Smith, 1976).
Nerozoit kemudian masuk ke
eritrosit dan berubah menjadi gametosit· (makrogametosit dan mikrogametosit).
Gametosit-gametosit ini
muncul kira-kira 4 minggu sesudah infeksi (Levine, 1961).
Khusus mengenai gametosit, Smith (1976) ber-
pendapat bahwa
kemuncula~
dengan aktifitas gonad. pe~elitian
gametosit adalah sinkron
Hal ini dibuktikan dengan
pada Parahaemoproteus sp. dan Haemopro-
teus orzyzivorae di Eropa.
Pada fase negatip hor-
mon sexual dalam darah burung, kemudian diinjeksi '. dengan hormon Prolan dan Testoviron, ternyata tetap dapat menginduksi kemunculan parasite 2.
Siklus hidup sexual di dalam tubuh lalat famili Hippoboscidae. Jika vektor mengisap darah burung merpati, maka dimulailah siklus hidup Haemoproteus columbae secara sexual di dalam tubuh vektor.
Di dalam
14 lambung lalat tiap mikrogametosit menghasilkan 4 atau 4-8 mikrogamet dengan cara exflagellation (Levine, 1961 ; Schmidt and Robert, 1981). gamet-mikrogamet di dalam
~ambun~
Mikro-
lalat kemudian
membuahi makrogamet-makrogamet (Hofstad et al., 1978).
Hasil pembuahan berupa zigot yang dapat ber-
gerak dan disebut ookinet.
Ookinet masuk ke dinding
usus lalat dan membentuk oosit pada permukaan luar usus.
Menurut Lapage (1956) oosit ini homolog dd
ngan oosit coccidia tetapi dindingnya tidak dilin dungi oleh membran.
Dinding oosit Haemoproteus sp.
permeabel sehingga dapat mengabsorbsi makanan dari darah induk semangnya yaitu lalat.
Oosit tumbuh men-.
jadi matang dalam waktu 10-12 hari, diameternya dapat mencapai lebih kurang waktu
9 hari,
bert, 1981).
de~gan
36~.
Atau dapat juga dalam
diameter 40jl (Schmidt and Ro .,.
Oosit memprodllicsi banyak sporozoit fal-
cipar yang panjangnya lebih kurang Plasmodium sp.
10~
dan mirip
Jika oosit pecah, sporozoit keluar
ke rongga tubuh, sebagian masuk ke saliva, dimana mereka berakumulasi dan diinjeksikan ke induk semang baru melalui gigitan vektor (Richardson, 1948). Untuk lebih jelasnya, siklus hidup lfaemoproteus- .. columbae disajikan dalam gambar berikut ini.
15
Gambnr 4.
Siklus hidup Haemoproteus columb'le (Kudo, 1960).
Keterangan gambar : a._
sporozoit memasuki sel endotel merpc{ti
b.
sporozoit tumbuh menjadi skizon
c.
segmentasi dari multinucleat skizon menjadi ullinucleat sitomer
d-i. perkembangan sitomer untuk memproduksi merozoit
j-m. perkembangan dllri mikrogamet
n-p. perkembangan dari makrogamet q.
fertilisasi
r-s. oo":inet
16 v
t.
oosit muda dalam dinding lambung l"lat
u.
pemecahan oosit matang dengan sporozoit
a-k ; n,
1, m, p-u
0
terjadi dalam tubuh merpati terjadi dalam tubuh Pseudolynchia sp.
E. VEKTOR
l>1enurut IJapage (1956) d"m Kudo (1960) vekl:;or untule Haemoproteus columbae antara lain : Pseudolynchia can'3.riensis, Pseudolynchia maura, l"1icrolynchia fusilla, Lynchiabrunea1 Lynchia lividicolor, Lynchia capensis, semuanya adalah lalat dari famili Hippoboscidae.
Selain lalat,
Lapage (1956) ; Kudo (1960) ; Chandler and Read __ (.1961) juga mengemukakan nyamuk Culicoides dapat bertindak sebugai vektor. Levine dalam bukunya tahun 1961 juga menyatakan bahwa berdasarkan penemuan Fallis and VJood pada tahun 1957 tentang nyamuk penggigit Culicoides dapat bertindak se bagai vektor Haemoproteus nettionis pada i tik, maIm bukan tidak mungkin nyamuk Culicoides ini dapat juga memasuki siklus hidup Haemoproteus columbae.
'retapi "rnall and
Keyner (1975) tetap mengata:ji:an bahwa lalat Hippoboscidae merupakan satu-s".tunya vektor, Haemoproteus columbae tidak dapat ditransmisikan oleh nyamuk. Baker pada tahun 1957 di Inggris dalam penelitiannya menemukan juga bahwa Haemoproteus columbae dnri induk semang English wood pigeon (Columba palimbus) dapat meng alami sporogoni dalam tubuh Ornitomya avicula1"ia.
17 Tetapi enam usaha yang dilakukannya untuk menginfeksikan Haemoproteus. columbae dalam tubuh Ornitomya avicularia melalui lalat Hippoboscidae ke dalam tubuh burung merpati telah gagal (Levine, 1961 , Soulsby, 1968). Dari semua vektor Haemoproteus columbae, yang paling dikenal adalah Pseudolynchia canariensis.
Bentuk
tubuhnya gepeng keras, hampir sarna besar dengan lalat rumah, dengan warna kecoklat-coklatan.
Pergerakan la-
lat ini sangat cepat dan menyusup diantara bulu-bulu. Biasanya terdapat di bawah sayap dan ekor dan pada begian-bagian lain tubuh burung merpati.
PupaenYa sebe-
sar biji kacang hijau, keras dan berwarna hitam.
Pupae
diletakkan diantara bulu-bulu dan jauh dalam sarang atau di celah-celah kandang, oleh lalat betina.
.l:'upae
menetas setelah 25-30 hari (Ashadi, G.et al., 1972). F.
PATOGENITAS Patogeni tas umumnya rendah (Levine, 196'1 ; Soulsby, 1968 ; Schmidt and
Robert, 1981).
Infeksi Haemoproteus columbae bentuk akut terjadi pada burung-burung muda (anek merpati), mortalitasnya tinggi.
Bentuk kronik terjadi pada burung-burung tua
(Richardson and
~endall,
1957 ; Soulsby, 1968).
G. GEJALA KLINIS
Tidale ada gejala klinis yang pathognomonis, bahlean leadang-kadang burung terinfelesi langsung mati tanpa mem-
18 perlihatkan gejala klinis.
Kalaupu». gejala klinis
nampak biasanya berupa anemia, lemah, sesak napas, gelisah, tidak mau makan, tidak dapat terbang, apatis. Infeksi dapat menjadi kronis dan lama--kelamaan burung mati.
Kematian dipercepat oleh iklim yang buruk yaitu
iklim dingin (Morgan and
~8.wkins,
1955 ; Lapage, 1956 ;
Arnall and Keyner, 1975). H.
PERUBAHAN POST MORTEl'l
Hati dan limpa membesar dan berwarna gelap (hitam) oleh pigmen (Levine, 1961 ; Soulsby, 1968 ; Schmidt and Robert, 1981 ; Horton and Smith, 1973).
~ementara
ada
orang lain yang berpendapat warna limpa yang membengkak adalah merah agak keunguan, dan terdapat belang putih pada urat tembolok. 110rgan dan Hawkins (1955) menemukan adanya i'ocal necrosis yang kadang-kadang terlihat di hati.
Bermacam-
macam pigmen terlihat pada paru-paru, sumsum tulang, dan testes. I.
DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan atas ge jala klinis, pemeriksaan darah dari hewan yang dicurigai dengan cara pem buatan preparat ulas darah untuk mengidentifikasi gametosit dalam eritrosit, dan dengan pemeriksaan post mortem.
19 J.
KBKEBALAN Burung-burung merpati yang pernah terinfeksi mempunyai kekebalan untuk sekitar 3 tahun, kemudian tetap rentan untuk terjadinya infeksi ulang (l-1org':m and Hmvkins, 1955 ; Richardson and Kendall, 1957).
K.
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN Kontrol yang paling baik adalah membasmi lalat sebagai vektor.
Hal-hal yang dapat membunuh lalat pada
merpati antara lain Derris pOlvder yang berisi 5\6 rotenon, dan Phyrethrum powder.
Hawa diugin mempercepat
pemberantasan lalat (Horgan and Hawkins, 1955 ; Lapage,
1956). Cara lain yang sederhana yaitu membersihkan kandang burung merpati tiap lebih kurang 20 hari sekali untult memberantas pupa lalat, sebab tahap pupa lalat berlangsung s8kitar 20-25 hari (Morgan and HaWkins, 1955).
L.
PENGOBATAN Karena paras it ini menyerang sel-sel durah dan menyebabkan anemia maka pengobatan terute.ma ditujukan pada pemeliharaan sis tim aliran darah dan keseimbangan cairan tubuh.
Obat-obat yang dapat digunakan antara
lain Atebrine atau obat-obat anti malaria luin seperti Quinacrine untuk menghambat pertumbuhan gametosit muda dan Pamaquine untuk menghancurkan yang dewasa.
Selain-
20 obat-obat yang telah disebutkan, dapat juga digunakan Plasmochine atau corticosteroid (Jones, at Hofstad et al., 1978).
~,
1977
j
Jum1ah se1 darah di da1am tubuh mah1uk hidup se1a1u konstan da1am keadaan normal.
Se1-se1 yang mati segera di-
ganti dengan .se1-se1 baru me1a1ui proses Itemopoitic. 'l!etapi da1am keadaan suatu penyakit parasit yang menyerang se1se1 darah dan mengakibatkan penurunan jum1ah sel-sel darah wa1aupun se1-se1 hemopitik membentuk retiku10sit baru, jum1ahnya tetap tidak dapat mengimbangi keadaan se1-se1 darah dan mengakibatkan keadaan anemia. Untuk mengetahui bagaimana paras it darah menimbu1kan keadaan anemia berikut ini penulis akan membahas ter1ebih dahu1u mengenai masuknya parasit ke da1am se1 induk semang, efek-efek yang ditimbulkannya baik efele mekanik, efek fisiko kimia maupun efek toksik terhadap sel induk semang, imun respon dari induk semang, hemolitik anemia yang ditimbulkannya, kemudian cara pengendaliannya. l'iengenai cara masuk parasit lee dalam sel darah induk semang terdapat barmacam-macam teori antara lain parasit membor membran se1, parasit mempunyai efek pagosit, parRsit dite1an oleh membran sel, atau parasit menghasilkan sejenis zat yang membantu masuknya parasit secara pasif ke dalam Gel yaitu dengan cara mengubah sifat-sifat membran sel (Kennedy,
1976). Setelah masw{ ke dalam sel induk semang merozoit kemuan tumbuh d,m mengadakan pembelahan diri menjadi gametosi t. Sampai saat ini masih belum jelas berapa lama VlRktu yRng
22 diperlukan oleh gametosit untuk satu periode hidupnya (Hawking
II
al., 1972 dalam Kennedy, 1976).
lJi dobm sel
induk semang parasit membentuk material yang diperlukan untuk serentetan perkembangan hidup gometosit selanj1.ltnya. Belain itu parasit juga mengadakan metabolisme untuk kelangsungan hidupnya.
Jl.ktifitas metabolisme tingc:i pad",
sa at pertumbuhan parasit dan padfl G!3.at parasit memakan sal induk semang.
Sampai saat ini masih belum jelas zat-zat
nutrisi apa yang diperlukan untuk metr>bolisme p'T:J.sit di dalam sel induk semanG.
Yang jelos
han-bahan dasar untuk metabolism8.
pO~'nsit
memerlukFln b,,-
H:'l ini diperolehny:, da-
ri sel darah yan;:;; ternyata mampu memberikan as'llil amino y.mg diperlukan untuk sintesa protein, gula sederhan'l untule respirasi, dan sejumlah besar macromolekul precursor lctin.
Se-
telah mendapat bahan-bahan d::1sar untuk metabolisme, bnhunbahan tersebut diubah menjadi energi. Sitosom parasit kemudian aktif membentuk v'1cuola
m~.lw.
nan ye.ng diperlulcan untuk moncern8 hemoglobin d'3.ri sel d,J.rah merah.
Hemoglobin pecah menjadi heme dan globin.
Globin
yang merupaka n protein dapo t dic;unolmn oleh par:)si t untule tahap kehidupan selanjutnya (Kennedy, 1976). Dengan kemampuan metabolismenya dan kemampuannya merusale sel darah, ditambah dengan kemampuannya untuk beradap tasi dan mellgambil si tuasi yang menguntungkan fink: __ pflr9.si t dapat sukses hielup dalam sel dar.:ch induk semanC;nya. hengen:J.i efek yang eli timbul,l\:annya an'l;ara l'lin adalnh
23 efek secara mekanik yai tu dengan mengadalean
pembe:~ahan
di
dalam sel malea tekanan intraseluler menlngleat sehincga sel darah menjadi lisis.
Sedanglean efek fisikokimi:l adalah pe-
rubahan permukaan sel akioat zat yang dihasilkan oleh parasit yaitu asam lemak monolmrbolesilat yang tidak jenuh. zat ini beraleumulasi dan menyebabkan sel lisis.
Ljat-
l'roduk me-
tabolisme yang dibebaskan selama par9.sit berada di dalrufi 8el darah juga mengakibatkan sel lisis karena efek tolesik yang ditimbulleannya (Soulsby, 1968). l'opulasi parasit di dalam sel darah merah ditentukan oleh patogenitas parasit, leemampuan hidup sel Lldule semDng, dan imun respon induk semang.
Sesungguhnya variasi anti -
gen yang menimbulkan mekanisme imun respon sampai saat ini merupakan parameter yang belum jelas dileetahui.
'J.!etapi ka-
rena penyakit ini dapat menimbulkan kekebalan untuk sementara dan juga dapat menyebablean infeksi leronis yang ditandai dengan timbulnya lagi penyaleit secara iregular, maka muncul teori
imlli~
respon.
Parasit tidak mengalami meleanisme imun respon dari indule semang ketilea berada di dalam sel, male a merozoit
yanr~
masih berada di luar sel dan sedans dalam perjalanannya untuk masuk lee dalam sel merupakan mata rant,li lemah dalam silelus hidup parasit ini.
Karena itu setelah merozoit di -
keluarkan ke lingkungan lawan hGrus dapat secepnt mungkin masule lee 2el (Kennedy, 1976).
Sebenarnya dari sini dapat
juga untuk lllenentukan waktu pengobatan yaitu dengan cara memberantas merozoit yaitu 4 minggu setelah infelesi, seb:lb
24
menurut Soulsby (1968) merozoit dibentuk 4 minggu setelah infeksi, tetapi kapan terjadinya infeksi sulit diketahui karena kadang-kadang infeksi tidak menimbulkan gejala. Sehingga car a pengendalian di titik beratkan pada pember'lntasan vektor. berangan parasit darah dari satu sel ke sel berikutnyC\ terjadi sangat cepat, sehinbga begitu banyak sel-sel yang lisis.
.Lama kelamaan hal ini menimbullmn keadaan anemia.
Anemia yang diakibatkan oleh hemolisis disebut hemolitikanemia.
PenuruQan jumlah sel darah menggertak sel-sel he-
molitik untuk menghasilkan sel-sel baru.
Sumsurn tul"
jadi hiperplastik, selain itu dalam keadaan patologik, bati dan limpa juga membantu proses pembentulmn darah ini.
Hal
ini menyebabkan pada pemeriksaan post mortem hati dan limpa terlihat membesar. Sebenarnya hemoglobin yang lisis dapat keluar dari tubuh dan terlihat sebagai hemogobinuria.
~api
hal ini pada
burung tidak terlihat, tidak seperti pada mamalia dimana gejala hemoglobinuria akibat hemolitik anemia oleh parasit dapat terlihat dengan jelas (Jones et al., 1977). Sete:lah banyak hemoglobin dilisis oleh par[lsit mRka jumlah 02 yang beredar di dalam darah juga menurun, sebab fungsi hemoglohin adalah mengikat 02 menjadi oksihemoglobin dan mengedarkannya ke jaringan. tubuh menjadi lemah.
Hal ini mengakibatk.;n
Berkurangnya hemoglobin juga menyebab-
kan kegagalan penyerapan 02 oleh paru-paru yang rneng'ikibc,tkan gejala sesak napas.
25 Keme.tian mun5kin diakibatkan oleh lcerjR al.lt pernap.'"\san yang bekerja makin cepat untuk mengatasi kekurangan
°2 ,
kemudian menggertak jantung untuk memompa lebih kUat, tetapi akhirny3. mensalami kegagalan karena kondisi tubuhny:'l kin lama m2kin lemah.
iTI::t-
IV.
KESIMPUL,'\.N
Parasit dar3.h dapat memanfaatkan zat-zat yan['; terkandune; dalam sel induk semanc untuk prose.-; metabolismenya dan parasit itu sendiri mempunyni kemampuun untulc
menc;ub~lh
zat-zat dasar tersebut menjadi energi untuk kehidupnnnyn. Kemudian parasit merusakkan sel-sel darah
sehin[';l~a
mengaki-
batkan keadaan anemia. i:iebenarnya dari mekanisme imun respon terdnpat indilm_ si untulc mematahkan siklus hidup parasit yaitu melnlui mnt:::rantai yang lemoh, tetapi hal ini sulit dil3.kukan seb"b
HlU-
lainya infeksi tidak dapat diketahui den[\on jelos dan infeksi tidak menimbulkan gejala klinis ynng jelas,
sehinG~;a
un-
tuk pengendalian parasi t ini di ti tile berntkan p8da pemb.3rantasan veletor.
V.
DU"J.1\.H. l'US'xAKA
Arnall, L. and I.F. Keyner. 1975. Bird Diseases. A Division of Cassell and Collier Nad-lillan Publisher Ltd, London. p. 148. Ashadi, G. ,S. Soekardono, R. Soetedjo, S. Partosoedjono. 1972. Penyakit Protozoir. Pendidikan Labo ratorium Diagnostik. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jendral I'eternakan, J'akarta. p. 34 - 36. Bruner, D. W. and J.H. Gillespie. 1973. Hagan's Infectious Diseases of Domestic Animals, 6th ed. Vail Ballov Press Inc, USA. p. 689 - 690. Chandler, A. 9th ed. 184.
C. 1960. Introduction to Parasitology, John vliley and Sons Inc, New York. p. 180
Chandler, A. C. and C.P. Read. 1961. Introduction to Parasitology, 10th ed. Toppan Company Ltd, 'rokyo. p. 161 - 165. Coles,1 E. H. 1980. Veterinary Clinical PatholoS7. ilBbaunders Company, Philadelphia, London, Toronto. p. 457. Faust, E. C. ,P.T. Russell, and R.C. Jung. 1976. Clinical Parasitology, 8th ,,,d. Lea and J?ebiger, Philadelphia. Graig, C. F. and E.C. Faust. 1945. Clinical Parasitology, 4th ed. Lea and l!'ebiger, Philadelphia. p. 204. Grell, K. G. 1973. Protozoology. Tokyo. p. 427 - 443. Hall, R. P. 1961. Protozoology. pany, Tokyo. p. 301 - 306.
Toppan Company Limited, Charles E.
'ruttle Com-
Hofstad, N. S. et a1. 1978. Diseases of Poultry, 7th ed. Iowa Stnte University Press, 10\'10.. p. 824 - 825. Horton, C. and Smith. 1973. A Laboratory guide 'GO the Diagnosis of the Parasitic Diseases of' Domestic fO','Jl (Gallus Domesticus). J.!'ood and AGricultural vrgnni:;'ltion of the United Nation. p. L.L. - LI'7. Jones, L. 11. ,N.H. Booth, L.E. t1acDono.ld. 19'/7. Veterinary Pharmacology and 'rherapeutics, l.th ed. Oxford and IBH Publishing Co, Hew Delhi, Bombay, Oalcuta. p. 482 - 491.
Kennedy, C. R. 1976. Ecological Aspect of Parasitology. North Holland Publishing Company, Amsterd'lm. p. 39'1403. Kudo, R. R. 1960. Protozoology, 4th ed. Charles C. Thomas Publisher, Springfield, Illinois, USA. p. 599 - 620. Lapage, G. 1956. Veterinary l'rotozoology. ham and Sons Ltd, USA. p. 826 - 827.
Robert Cuning-
Levine, N. D. 1961. Protozoan Parasites of ~omestic Animals. Burgess Publishing Company, Minnesota. p. 271 - 273. Morgan, B. B. ,P.A. Hawkins. 1955. Veterinary Protozoology. Burgess Publishing Company, Hinnesota. p. 129 - 130. Noble, E. R. , G.A. Noble. 1976. :J:he Biology of Animal Parasites~ Lea and Febiger, Philadelphia. p. 105 - 106. Richardson, V. F. 1948. Veterinarian Protozoology. Oliver and Boy Ltd, Edinburg. p. 16 - 43. Richardson, V. F. ,S.B. Kendall. 1957. Veterinary Protozoology. Oliver and Hoy Ltd, ~dinburg. p. 119 - 121. Schmidt, G. D. , L.S. Robert. 1981. Foundations of Parasi tology l. 2nd ed. The CV Hosby Company, St. Louis, 'l:oronto, London. p. '118 - 167. Sloss, M.
11.
, R.L. Kemp. 1978. Veterinary Clinical 5 th ed. Iowa State University Press,
Parasitology~
Iowa.
p.
1~6.
Smith, J. D. 1976. Introduction ti Animal Parasitology, 2nd ed. Hodder and Stoughton, London, Sidney, Auckland, 'roronto. p. 122 - 124. Soulsby, E. J. L. 1966. Biology of Parasites. Academic Press, New York, San Fransisco, London. p. 239242. Soulsby, E. J. L. 1968. Helminths, Arthropods, and l:'rotozoa of Domesticated Animals, 6th ed. ',dw William and v1ilkins CO!llpany, Baltimore. p. 683693.