1
PENGARUH DANA ALOKASI UMUM TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DENGAN BELANJA MODAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING
WINDA FRELISTIYANI ABDUL ROHMAN Universitas Diponegoro
ABSTRAKSI Fiscal decentralization brings more advantages for regions to manage their own fiscal capacities. Regions governments have opportunity to increase economic efficiency because the governments have informational advantages concerning resource allocation. This objective of the research was examined the effect of General Budget (DAU) on Regional Own Revenue (PAD) using Capital Expenditure (Belanja Modal) as intervening variable. This reasearch also intended to examine the direct and indirect effect the changes of General Budget (DAU) to the regional own revenue (PAD). The sample of the research are 255 Regency / Municipalities in Java. The data used in this research taken from fiscal year 20062008. This research using secondary data of the Regional Revenues and Expenditures Budget (APBD) of regional government and analized with Path Analysis. The analysis found that DAU have positive effect on capital expenditure and also DAU and (belanja modal) have positive effect on regional own revenue (PAD). It means that the government’s decision to alocate the greater capital expenditure to the supported economic growth wiil brings more regional own revenue. Key words: General Budget (DAU), Capital Expenditures (belanja modal), Regional Own Revenue (PAD) 1. PENDAHULUAN Dikeluarkannya Undang-Undang No. 22/1999 yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-
2
Undang No. 25/1999 yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi babak baru terkait dengan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah yang mendorong
adanya
desentralisasi
penyelenggaraan
pemerintah
daerah.
Desentralisasi ini menunjukkan adanya pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri secara otonom. Pendelegasian kewenangan tentunya disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dalam kerangka desentralisasi fiskal (Darumurti et al, 2003). Pendanaan kewenangan yang diserahkan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri dan mekanisme perimbangan keuangan pusat-daerah dan antar daerah. Kewenangan untuk memanfaatkan sumber keuangan sendiri dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sedangkan pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui Dana Perimbangan yaitu Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus (UU Nomor 33 tahun 2004). Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah (Prakosa, 2004). Sidik et al (dikutip dari Maemunah, 2006) mengatakan bahwa desentralisasi sendiri mempunyai tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah. Pemerintah derah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang potensial untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan asli daerah (Walidi, 2009). Peningkatan pelayanan publik ini diharapkan mampu menarik kesempatan investasi suatu daerah. Salah satu cara untuk mendukung peningkatan investasi suatu daerah adalah dengan lebih meningkatkan belanja modal. Oleh karena itu, tuntutan merubah struktur belanja menjadi kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim, 2001). Menurut Mardiasmo
3
(2002) semakin tinggi tingkat belanja modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan PAD. Pendapat ini menyiratkan pentingnya mengalokasikan belanja untuk kepentingan publik. John Wong (dikutip oleh Adi, 2006) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur sektor industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah (pajak merupakan salah satu komponen terbesar PAD selain retribusi yang sangat terkait dengan kegiatan sektor industri). Tingginya aktivitas investasi ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada gilirannya memberikan pemasukan yang signifikan bagi pemerintah daerah setempat (Saragih, 2003). 2. TELAAH TEORI 1.
Teori Agency Anthony dan Govindarajan (1995) mengemukakan konsep teori agency
sebagai hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Principal (dalam hal ini legislatif) mendelegasikan tanggung jawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan kepada agent (yang dalam hal ini publik) untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama. Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik. Asumsi teori agency terjadi di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi dimana kontrak antara principal dan agent tersebut dibuat dengan harapan agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan principal sehingga hal ini menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Studi tentang penganggaran publik dengan menggunakan konsep keagenan belum banyak dilakukan dan sering diperdebatkan. Smith dan Bertozzi (dikutip oleh Abdullah, 2004) menyatakan bahwa: “Because implicit and explicit contractual relationship pervade the entire budget making process, principal-agent theory can make a major contribution
4
toward developing more inclusive and accurate models of most stages of public budgeting... The application of principal-agent models by practitioners offers a more powerful analytic tool for both preparing and implementing public budget.” Kasper dan Streit (dikutip oleh Abdullah, 2004) mengatakan bahwa adanya asimetri informasi di antara eksekutif-legislatif dan legislatif-publik menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran yang justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks berupa persaingan. Menurut Moe dan Strom (dikutip oleh Abdullah, 2004), hubungan keagenan dalam penganggaran publik adalah antara (1) pemilih-legislatur, (2) legislatur-pemerintah, (3) menteri keuanganpengguna anggaran, (4) perdana menteri-birokrat, dan (5) pejabat-pemberi pelayanan. 2.
Dana Alokasi Umum UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang “Perimbangan Keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah” menyebutkan bahwa Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Kurniawan (2010) mengatakan bahwa DAU bersifat Block Grant yakni hibah yang penggunaannya cukup fleksibel (dalam artian tidak banyak larangan) seperti halnya hibah kategori. Hibah ini dapat digunakan untuk banyak tujuan sesuai dengan kebutuhan. Dana alokasi umum merupakan jenis transfer dana antar tingkat pemerintahan yang tidak terikat dengan program pengeluaran tertentu. Adapun tujuan dari transfer ini adalah untuk menutup kesenjangan fiskal (fiscal gap) dan pemerataan kemampuan fiskal antara daerah antar daerah sehingga dana alokasi umum tiap daerah tidak akan sama besarnya (Munir, 2003). Selain itu, DAU juga berfungsi sebagai equalization grant yang menetralisir ketimpangan keuangan
5
karena adanya dana bagi hasil yang diterima daerah (Walidi, 2009). Daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah rendah akan mendapatkan dana alokasi umum yang tinggi, dan begitu juga sebaliknya daerah yang mempunyai pendapatan asli daerah tinggi akan mendapatkan dana alokasi umum yang rendah (Prakosa, 2004). Berdasarkan komponen-komponen di atas yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang “Dana Perimbangan”, alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula: DAU = CF + AD Dimana, DAU : Dana Alokasi Umum CF
: Celah Fiskal
AD
: Alokasi Dasar AD dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah
meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil termasuk di dalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21). Sedangkan CF diperoleh berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal (KbF) dengan kapasitas fiskal (KpF). 3.
Belanja Modal Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum (Halim, 2004). Nordiawan (2006) mengatakan bahwa Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik dan menunjukkan adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya (Munir, 2003). Perdirjen Perbendaharaan No. PER-33/PB/2008 tentang “Pedoman Penggunaan Akun Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang, dan Belanja
6
Modal” menyatakan bahwa suatu belanja dikategorikan sebagai belanja modal apabila: 1.
Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan asset tetap atau asset lainnya yang menambah masa umur, manfaat, dan kapasitas.
2.
Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah.
3.
Asset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya
pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah (Halim, 2004). Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor serta meningkatkan produktifitas masyarakat yang akan meningkatan pertumbuhan ekonomi. 4.
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas
umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (Haryanto,dkk 2007). Pendapatan asli daerah merupakan salah satu wujud dari desentralisasi fiskal untuk memberikan sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai dengan potensinya (Kurniawan, 2010). Menurut Permendagri No. 13/2006 tentang “Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah” menyebutkan bahwa
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi menurut jenis
pendapatan yang terdiri atas: 1.
Hasil pajak daerah,
2.
Hasil retribusi daerah,
3.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
5.
Pengembangan Hipotesis
7
1.
Peranan Transfer Pemerintah (Dana Alokasi Umum) dalam Desentralisasi Fiskal Sejak diterapkannya desentralisasi fiskal, pemerintah pusat mengharapkan
daerah dapat mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga tidak hanya mengandalkan DAU. Ketergantungan pada transfer dari permerintah pusat dari tahun ke tahun harus semakin dibatasi. Pendapatan Asli Daerah idealnya menjadi sumber utama pendapatan lokal. Sumber pendapatan lain relatif fluktuatif dan cenderung diluar kontrol (kewenangan) pemerintah daerah (Sidik, 2002; Bappenas 2003). Dibeberapa daerah peran DAU sangat signifikan karena karena kebijakan belanja daerah lebih di dominasi oleh jumlah DAU dari pada PAD (Sidik et al, 2002). Penelitian yang dilakukan Holtz-Eakin (1996) menyatakan bahwa terdapat keterikatan yang sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan Belanja Daerah. Studi legrenzi & Milas (2001) dengan menggunakan sampel municipalities di Italia, menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja daerah. Secara spesifik mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan Pemda dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric. Berdasarkan landasan teoretis dan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, hipotesis yang akan diuji dinyatakan sebagai berikut: H1: Dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja modal. H3: Dana alokasi umum berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah. 2.
Pengaruh Belanja Pembangunan terhadap Pendapatan Asli Daerah Optimalisasi penerimaan PAD hendaknya didukung dengan upaya pemda
meningkatkan kualitas layanan publik (Adi, 2006). Berbagai belanja yang dialokasikan pemerintah hendaknya memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Saragih (2003) mengatakan bahwa peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi. Daerah yang potensial cenderung memiliki PAD yang tinggi. Melihat kenyataan ini seharusnya pemda lebih berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan pertumbuhan.
8
Penerimaan daerah yang berasal dari pajak dan retribusi (sebagai komponen terbesar PAD) sangat terkait dengan kegiatan sektor industri. Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada infrastruktur dengan tingkat desentralisasi. Strategi alokasi anggaran pembangunan ini pada gilirannya mampu mendorong dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional, sekaligus menjadi alat untuk mengurangi disparitas regional. Berdasarkan landasan teoretis dan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, hipotesis yang akan diuji dinyatakan sebagai berikut: H2 : Terdapat pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah
3. METODE-METODE PENELITIAN 1. Sampel dan Data Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten dan kota se Jawa. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah : 1.
Ketersediaan Data
Pemerintah kabupaten dan kota se Jawa yang laporan keuangannya telah diaudit oleh BPK secara konsisten dan lengkap dari tahun 2006-2008 atau pemerintah kabupaten dan kota yang data APBD nya telah masuk dalam website Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Negara. 2.
Definisi Operasional
Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU
9
ini diukur dengan melihat nilai DAU yang disajikan dalam Laporan Realisasi APBD. Belanja Modal (BM) Belanja
Modal
adalah
pengeluaran
yang
dilakukan
dalam
rangka
pembelian/pengadaan asset tetap dan asset lainnya yang mempunyai massa manfaat lebih dari 12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan, dan hewan. Belanja Modal ini diukur dengan melihat nilai Belanja Modal yang disajikan dalam Laporan Realisasi APBD. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarka Peraturan Daerah sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan. 3.
Alat Analisis Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur
(Path Analysis). Analisis Jalur (Path Analysis) digunakan untuk menguji pengaruh variabel intervening. Analisis Jalur juga menguji kekuatan pengaruh langsung dan tidak langsung. Analisis Jalur merupakan perluasan dari analisis regresi linier berganda atau analisis jalur merupakan penggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (Ghozali, 2006). Berdasarkan gambar model jalur diajukan hubungan berdasarkan teori bahwa Dana Alokasi Umum mempunyai hubungan langsung dengan Pendapatan Asli Daerah (p3). Namun demikian, Dana Alokasi Umum juga mempunyai hubungan tidak langsung ke Pendapatan Asli Daerah yaitu dari Dana Alokasi Umum ke Belanja Modal (p1) baru kemudian ke Pendapatan Asli Daerah (p2). Total pengaruh hubungan dari Dana Alokasi Umum ke Pendapatan Asli Daerah sama dengan pengaruh langsung Dana Alokasi Umum ke Pendapatan Asli Daerah (koefisien path atau regresi p3) ditambah pengaruh tidak langsung yaitu koefisien path dari Dana Alokasi Umum ke Belanja Modal yaitu p1 dikalikan dengan koefisien path dari Belanja Modal ke Pendapatan Asli Daerah yaitu p2. Pengaruh langsung DAU ke PAD
= p3
10
Pengaruh tak langsung DAU ke BM ke PAD
= p1 x p2
Total pengaruh (korelasi DAU ke PAD)
= p3 + (p1 x p2)
Pada setiap variabel dependen (endogen variabel) akan ada anak panah yang menuju ke variabel ini dan ini berfungsi untuk menjelaskan jumlah variance yang tidak dapat dijelaskan (unexplained variance) oleh variabel itu. Anak panah dari e1 ke Belanja Modal menunjukan jumlah variance variabel Belanja Modal yang tidak dijelaskan oleh Dana Alokasi Umum. Besarnya nilai e1 = \/(1-R²). Sedangkan anak panah dari e2 menuju Pendapatan Asli Daerah menunjukan variance Pendapatan Asli Daerah yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal dan besarnya e2 = \/(1-R²). Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi. Koefisien jalur dihitung dengan membuat 2 persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menunjukan hubungan yang dihipotesiskan. Dalam hal ini ada 2 persamaaan tersebut adalah: BM
= b1 DAU + e1
(3.1)
PAD = b1 DAU + b2 BM + e2
(3.2)
Standardize koefisien untuk Dana Alokasi Umum (DAU) pada persamaan (1) akan memberikan nilai p1. Sedangkan koefisien untuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal (BM) pada persamaan (2) akan memberikan nilai p2 dan p3. 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Analisis Deskriptif dan Hasil Regresi Dari hasil statistic deskriptif maka dapat diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
DAU
255
1.E11
1.E12
4.99E11
1.825E11
BM
255
4677561000
5.E11
1.54E11
8.227E10
PAD
255
13937105000
9.E11
7.92E10
9.832E10
Valid N (listwise)
255
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah.
11
Hasil statistik deskriptif pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai mean pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 7.92E10 lebih tinggi dibandingkan nilai mean belanja modal (BM) sebesar 1.54E11 dan dana alokasi umum (DAU) sebesar 4.99E11. Standar deviasi atau simpangan baku dana alokasi umum (DAU) sebesar 1.8227E10 lebih kecil dibandingkan nilai standar deviasi belanja modal (BM) sebesar 8.227E10 dan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar 9.832E10. Hal ini mengandung pengertian bahwa nilai pendapatan asli daerah (PAD) penyebaran datanya paling luas diantaranya Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal, dengan kata lain tingkat variansi data nilai dana alokasi umum lebih kecil dibandingkan belanja modal (BM) dan pendapatan asli daerah (PAD). 2.
Pengujian Asumsi Klasik
1.
Uji Normalitas Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas DAU
N Normal Parametersa,,b
PAD
255
255
255
4.99E11
1.54E11
7.92E10
1.825E11
8.227E10
9.832E10
Absolute
.079
.146
.275
Positive
.079
.146
.275
Negative
-.040
-.103
-.255
1.265
2.331
4.390
.081
.000
.000
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
BM
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah Nilai K-S untuk variabel BM 2.331 dengan probabilitas signifikansi 0,00 jauh di bawah á=0,05; sedangkan nilai K-S untuk variabel PAD 4.390 dengan probabilitas signifikansi 0,00 jauh di bawah á=0,05. Hal ini berarti kedua variabel tersebut tidak terdistribusi secara normal
sehingga data harus
ditransformasi agar menjadi normal. Pada uji normalitas, jika data tidak terdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data agar data menjadi normal
12
(Ghozali, 2006). Berikut ini hasil uji Kolmogorov-Smirnov setelah transformasi data: Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas setelah Transformasi Data
SQRBM
SQRPAD
N Normal Parametersa,,b
255
255
11.1284
10.7665
.24963
.29369
Absolute
.083
.105
Positive
.056
.105
Negative
-.083
-.050
1.324
1.681
.060
.007
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah.
Hasil uji normalitas setelah dilakukan transformasi data menunjukkan bahwa variabel belanja modal (BM) memiliki nilai K-S 1.324 dengan probabilitas signifikansi 0.60 berada di atas
á=0.05, sedangkan nilai K-S untuk variabel
pendapatan asli daerah (PAD) 1.681 dengan probabilitas signifikansi 0.07 berada di atas á=0.05. Hal ini berarti kedua variabel tersebut terdistribusi secara normal.
2. Uji Multikolonieritas Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolonieritas Coefficientsa
Model
Unstandardized
Standardized
Collinearity
Coefficients
Coefficients
Statistics
B
Std. Error
Beta
t
Sig.
Tolerance
VIF
13
1
(Constant)
1.929E9
1.622E10
DAU
.015
.039
BM
.548
.086
.119
.905
.207
.378
.000
.611
1.637
.458
6.342
.000
.611
1.637
a. Dependent Variable: PAD
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah. Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU) mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel Belanja Modal (BM) dengan tingkat korelasi sebesar -0,624 atau sekitar 62,4%. Nilai ini masih di bawah 95%, maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolonieritas yang serius. 3.
Uji Heteroskedastisitas Gambar 4.1
4.
Uji Autokorelasi Autokorelasi yaitu adanya hubungan antara kesalahan-kesalahan yang
muncul pada data runtun waktu (time series). Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi ini dilakukan uji Durbin Watson (DW). Setelah dilakukan regresi, kemudian dihitung nilai DW-nya. Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel tertentu diperoleh nilai kritis dl (batas bawah) dan du (batas atas) dalam tabel daftar distribusi DW dengan berbagai nilai α. Maka jika :
14
d < dl
= menolak Ho
d > 4 – dl
= menolak Ho
du < d < 4 – du
= menerima Ho
dl ≤ d ≤ du
= pengujian tidak meyakinkan
4 – du ≤ d ≤ 4 – dl = pengujian ragu-ragu Hasil uji autokorelasi dapat telihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb
Model 1
R
R Square .442a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.195
.189
8.854E10
Durbin-Watson 1.721
a. Predictors: (Constant), BM, DAU b. Dependent Variable: PAD
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah. Pengujian autokorelasi dengan menggunakan Durbin Watson test menunjukkan bahwa nilai DW hitung adalah sebesar 1,721 sedangkan dl=1,66dan du=1,68 hal ini berarti : dU < d < 4 - dU
: menerima Ho
1,68 < 1,721 <2,32 : menerima Ho Sehingga pada persamaan ini dikatakan tidak mengandung unsur autokorelasi. 5.
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis jalur
(Path Analysis) yang digunakan untuk menguji pengaruh variabel intervening. Pada analisis jalur terdapat diagram jalur yang memberikan secara eksplisit hubungan kausalitas antar variabel berdasarkan pada teori. Setiap nilai p menggambarkan jalur dan koefisien jalur (Ghozali, 2006). Pengujian Hipotesis Pertama Pada persamaan (1) terdapat Hipotesis pertama (H1) yaitu belanja modal sebagai variabel dependen dan dana alokasi umum sebagai variabel independen.
15
Hipotesis pertama (H1) ini teletak pada jalur 1 atau path 1 (lihat halaman 52). Hasil uji regresi pada tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi H1 Model Summary Adjusted R Model
R
1
R Square .624
a
Square
.389
Std. Error of the Estimate .387
6.443E10
a. Predictors: (Constant), DAU
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
6.687E23
1
6.687E23
Residual
1.050E24
253
4.152E21
Total
1.719E24
254
F
Sig.
161.081
.000a
a. Predictors: (Constant), DAU b. Dependent Variable: BM
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) DAU
Std. Error
1.405E10
1.177E10
.281
.022
Coefficients T
Beta
.624
Sig.
1.194
.234
12.692
.000
a. Dependent Variable: BM
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah.
Nilai R pada tabel untuk mengukur seberapa besar hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai R sebesar 0,624. Hal ini menunjukan bahwa variabel Dana Alokasi
16
Umum mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan Belanja Modal. Sedangkan nilai R Square (R²) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R² adalah diantara 0 dan 1. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Nilai R² sebesar
0,389 mempunyai arti bahwa variabel dependen
mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar 38,9%. Dengan kata lain 38,9% perubahan dalam Belanja Modal mampu dijelaskan variabel Dana Alokasi Umum, dan sisanya sebesar 61,1% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Dari Uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari regresi menunjukan bahwa ada pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai standardized beta Dana Alokasi Umum (DAU) pada persamaan (1) sebesar 0,624 dan nilai signifikan pada 0,000 yang berarti Dana Alokasi Umum (DAU) mempengaruhi Belanja Modal (BM). Nilai koefisien standardized beta 0,624 merupakan nilai path atau jalur p1. Berdasarkan pengujian di atas maka didapat model persamaan (1) sebagai berikut: BM
= 0,624 DAU + e1
Dengan nilai e1 = \/(1-0,389) = 0,781 Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan angka positif yang berarti bahwa hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Belanja Modal (BM) adalah positif, yaitu semakin besar Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat maka semakin besar Belanja Modal yang dikeluarkan pemerintah daerah. Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa hasil uji regresi menerima dan mendukung hipotesis pertama (H1) yaitu dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja modal. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil uji regresi untuk
17
hipotesis pertama bahwa H1 : Dana Alokasi Umum Berpengaruh Terhadap Belanja Modal dinyatakan DITERIMA. Pengujian Hipotesis Kedua dan Ketiga Pada persamaan (2) terdapat dua hipotesis yaitu H2 dan H3 (lihat halaman 52). Pengujian pada hipotesis kedua (H2) yaitu pendapatan asli daerah sebagai variabel dependen dan belanja modal sebagai variabel independen. Hipotesis kedua (H2) ini teletak pada jalur 2 atau path 2 dalam hubungan tidak langsung antara dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah. Pengujian pada hipotesis ketiga (H3) yaitu pendapatan asli daerah sebagai variabel dependen dan dana alokasi umum sebagai variabel independen. Hipotesis ketiga (H3) ini teletak pada jalur 3 atau path 3 dalam hubungan langsung antara dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah. Hasil uji regresi pada tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 4.11 Hasil Uji Regresi H2 dan H3 Model Summary Adjusted R Model
R
1
R Square .442
a
Square
.195
Std. Error of the Estimate .189
8.854E10
a. Predictors: (Constant), BM, DAU
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
4.795E23
2
2.397E23
Residual
1.976E24
252
7.840E21
Total
2.455E24
254
a. Predictors: (Constant), BM, DAU b. Dependent Variable: PAD
Coefficientsa
F 30.580
Sig. .000a
18
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
1.929E9
1.622E10
DAU
.015
.039
BM
.548
.086
Coefficients T
Beta
Sig. .119
.905
.207
4.378
.000
.458
6.342
.000
a. Dependent Variable: PAD
Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah.
Nilai R pada tabel intinya untuk mengukur seberapa besar hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai R sebesar 0,442. Hal ini menunjukan bahwa variabel Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan nilai R Square (R²) atau nilai koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R² adalah diantara 0 dan 1. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Nilai R² sebesar
0,195 mempunyai arti bahwa variabel dependen
mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen sebesar 19,5%. Dengan kata lain 19,5% perubahan dalam Pendapatan Asli Daerah mampu dijelaskan variabel Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal, sedangkan sisanya sebesar 80,5% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutkan dalam penelitian ini. Dari Uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari regresi menunjukan bahwa ada pengaruh Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah. Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai standardized beta Dana Alokasi Umum (DAU) pada persamaan (2) sebesar 0,207 dan nilai signifikan pada 0,000 yang berarti Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Nilai koefisien
19
standardized beta Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar 0,207 merupakan nilai path atau jalur p1. Sedangkan nilai standardized beta Belanja Modal (BM) sebesar 0,458 dan nilai signifikan sebesar 0,000 berarti Belanja Modal berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Nilai koefisien standardized beta 0,458 merupakan nilai path atau jalur p3. Besarnya nilai e2 = \/(1-0,195) = 0,805. Berdasarkan uraian di atas maka didapat model persamaan regresi (2) sebagai berikut: PAD = 0,207 DAU + 0,458 BM + e2 Dengan nilai e2 = \/(1-0,195) = 0,897 Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal (BM) menunjukkan angka positif yang berarti bahwa hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal (BM) dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah positif, yaitu semakin besar Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat dan semakin besar alokasi Belanja Modal (BM) yang dikeluarkan pemerintah daerah maka akan semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima. Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa hasil uji regresi menerima dan mendukung hipotesis kedua (H2) dan hipotesis ketiga (H3). Kesimpulan yang diperoleh dari hasil uji regresi untuk hipotesis bahwa: H2 : Belanja modal berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah dinyatakan DITERIMA H3: Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah dinyatakan DITERIMA. Berikut ini merupakan tabel ringkasan hasil uji hipotesis:
No
Tabel 4.12 Ringkasan Hasil Uji Hipotesis Hipotesis Nilai
Kesimpulan
20
1.
H1:DAU berpengaruh terhadap belanja modal.
2. 3.
H2: Belanja Modal berpengaruh terhadap PAD
Beta = 0,624
H1 Diterima
Beta = 0,458
H2 Diterima
Beta = 0,207
H3 Diterima
H3: DAU berpengaruh terhadap PAD. Sumber: data sekunder 2006-2008, diolah. 6.
Pembahasan Hasil
1.
Dana Alokasi Umum Berpengaruh Terhadap Belanja Modal Berdasarkan
pengujian
yang
telah
dilakukan,
hasil
penelitian
menyimpulkan bahwa semakin besar hibah yang diberikan pemerintah yang berupa dana alokasi ini, maka semakin besar pula alokasi belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah. Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Dana Alokasi Umum (DAU) menunjukkan angka positif yang berarti bahwa hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Belanja Modal (BM) adalah positif, yaitu semakin besar Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat maka semakin besar Belanja Modal yang dikeluarkan pemerintah daerah. Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa hasil uji regresi menerima dan mendukung hipotesis pertama (H1) yaitu dana alokasi umum berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini konsisten dengan Holtz-Eakin et al (1994) yang menganalisis model maximizing under uncertainty of intertemporal utility function untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalkan melalui suatu model, menemukan bahwa semua current spending ditentukan oleh current resources. Gamkhar dan Oates (1996) menyatakan bahwa pengurangan jumlah transfer (cuts in federal grants) menyebabkan penurunan dalam pengeluaran daerah; Legrenzi dan Milas (2001) menggunakan sampel municipalities di Italia juga menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja daerah.
21
Penelitian ini juga mendukung teori yang mendasari. Teori agency menjelaskan
hubungan
keagenan
antara
principal
dan
agen.
Principal
mendelegasikan tanggung jawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan kepada agent (yang dalam hal ini publik) untuk melakukan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama. Pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik. Penelitian ini juga konsisten dengan penelitian-penelitian yang dilakukan di Indonesia diantaranya Priyo Hari Adi (2005) dan Darwanto dan Yulia Yustikasari (2007) yang menemukan bahwa Dana Alokasi Umum sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal.
2.
Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal Berpengaruh Terhadap Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan
pengujian
yang
telah
dilakukan,
hasil
penelitian
menyimpulkan bahwa semakin besar dana alokasi umum yang diterima, akan meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah dan semakin besar alokasi belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah akan meningkatkan pendapatan asli daerah. Hal ini berarti hipotesis alternative kedua dan ketiga dinyatakan diterima. Dari persamaan di atas dapat diliat bahwa koefisien dari variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal (BM) menunjukkan angka positif yang berarti bahwa hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Belanja Modal (BM) dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah positif, yaitu semakin besar Dana Alokasi Umum (DAU) yang diberikan pemerintah pusat dan semakin besar alokasi Belanja Modal (BM) yang dikeluarkan pemerintah daerah maka akan semakin besar Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima. Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa hasil uji regresi menerima dan mendukung hipotesis kedua (H2) dan hipotesis ketiga (H3) serta sesuai dengan teori agency dalam penerapan penganggaran pada sektor publik. Hal ini konsisten dengan penelitian Saragih (2003) yang mengatakan bahwa
peningkatan PAD sebenarnya merupakan ekses dari pertumbuhan ekonomi berupa peningkatan investasi. Peningkatan investasi terjadi apabila pemerintah daerah
22
melakukan belanja dalam bidang pembangunan, seperti infrastruktur. Daerah yang potensial cenderung memiliki PAD yang tinggi; Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Mereka menemukan adanya korelasi yang kuat antara share (belanja) investasi pada infrastruktur dengan tingkat desentralisasi; Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa dalam era otonomi, pemerintah daerah harus semakin mendekatkan diri pada berbagai pelayanan dasar masyarakat. Oleh karena itu, alokasi belanja modal memegang peranan penting guna peningkatan pelayanan masyarakat, dan tidak hanya berfokus pada pembangunan atau investasi tanpa diiringi kenaikan pelayanan public untuk masyarakat; John Wong (dikutip oleh Adi, 2006) menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur sektor industri mempunyai dampak yang nyata terhadap kenaikan pajak daerah (pajak merupakan salah satu komponen terbesar PAD selain retribusi yang sangat terkait dengan kegiatan sektor industri). 3.
Dana Alokasi Umum Berpengaruh Langsung dan Tidak Langsung Terhadap Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan dengan analisis jalur
penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung dana alokasi umum terhadap pendapatan asli daerah. Pengaruh tidak langsung yaitu dari dana alokasi umum ke belanja modal ke pendapatan asli daerah. Besarnya pengaruh langsung adalah 0,207 sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung harus dihitung dengan mengalikan koefisien tidak langsungnya yaitu (0,624) x (0,458) = 0,285 atau total pengaruh DAU ke PAD = 0,207 + (0,624 x 0,458) = 0,492. Oleh karena besarnya pengaruh langsung lebih kecil daripada pengaruh tidak langsungnya maka dapat dikatakan bahwa dana alokasi umum memiliki pengaruh lebih signifikan terhadap pendapatan asli melalui belanja modal. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Walidi (2009) yang juga meneliti di kabupaten/kota di Sumatera Utara menemukan bahwa Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Pendapatan per Kapita melalui Belanja Modal. Pengaruh tidak langsung lebih kuat dibandingkan pengaruh langsung.
23
Variabel intervening digunakan untuk mengetahui pengaruh langsung Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan per Kapita maupun pengaruh tidak langsung Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan per Kapita melaui Belanja Modal.
5.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis data dalam penelitian ini, antara lain: 1. Pertama, hasil pengujian dari hipotesis alternatif pertama dan kedua adalah
diterima, artinya besarnya nilai DAU mempengaruhi besarnya nilai Belanja Modal (pengaruh positif) dan besarnya nilai belanja modal mempengaruhi besarnya nilai PAD (pengaruh positif). Semakin tinggi DAU yang diberikan pemerintah maka semakin tinggi alokasi belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah. Dengan memaksimalkan belanja modal daerah yang lebih besar untuk sektor-sektor produktif dan sektor-sektor pelayanan publik mampu mendorong adanya peningkatan investasi di daerah sekaligus peningkatan pelayanan publik. Pada akhirnya nanti akan memberikan pemasukan pendapatan yang signifikan bagi pemerintah daerah setempat melalui pajak (misalnya membayar pajak retribusi). 2. Kedua, hasil pengujian dari hipotesis alternatif ketiga adalah diterima, artinya besarnya nilai DAU mempengaruhi besarnya nilai PAD (pengaruh positif). Semakin tinggi DAU yang diberikan oleh pemerintah pusat, semakin tinggi pula pemasukan
yang
diterima
daerah.
Pemerintah
daerah
masih
memiliki
ketergantungan yang cukup tinggi terhadap pemerintah pusat. Hal ini dibuktikan dengan DAU yang masih mendominasi pada komponen penerimaan daerah. Komponen DAU dalam penerimaan daerah lebih tinggi dibandingkan dengan PAD. Pemerintah kurang mengandalkan sektor-sektor produktif di daerahnya untuk meningkatkan pemasukannya. Dana alokasi ini menjadi angin segar bagi pemerintah daerah, terutama bagi daerah yang kurang memiliki sektor-sektor potensial di daerahnya untuk dikembangkan.
24
3
Ketiga, penelitian ini memberikan hasil bahwa Dana Alokasi Umum dapat
berpengaruh secara langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah maupun berpengaruh tidak langsung melalui Belanja Modal. Hasil pengujian yang dilakukan menemukan bahwa pengaruh tidak langsung Dana Alokasi Umum lebih besar daripada pengaruh langsungnya. Pengaruh paling besar yaitu pada jalur/path 1 dimana Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Belanja Modal. Pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerh juga menunjukan pengaruh yang cukup kuat yaitu pada jalur/path 2. Sedangkan pada jalur/path 3 menunjukkan bahwa Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah namun tidak cukup besar. 2.
Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan kemungkinan untuk
pengembangan riset sebagai berikut : 1)
Penelitian ini menggunakan sampel kabupaten dan kota se Jawa yang menunjukan adanya kesamaan karakteristik. Kesamaan karakteristik ini ditunjukkan pada kesamaan faktor ekonomi dan geografis yang sama dan cenderung berbeda dengan daerah di luar pulau Jawa. Daerah di pulau Jawa cenderung memiliki keterbatasan sumber daya alam sehingga relatif mengandalkan potensi penerimaan lain, khususnya yang berasal dari pajak dan retribusi. Oleh karena itu, bisa jadi daya generalisasi penelitian ini rendah karena tidak mewakili karakteristik lainnya seperti daerah di luar pulau Jawa.
2)
Penelitian ini tidak memberikan gambaran secara rinci sektor belanja modal manakah yang memberikan kontribusi besar terhadap PAD. Perlu dilakukan analisis sektoral lebih lanjut agar dapat diperoleh gambaran, sektor mana yang mampu meningkatkan penerimaan terbesar dan yang sebaliknya.
3)
Variabel yang diteliti hanya menggunakan satu variabel yang mempengaruhi Belanja Modal (BM) dan juga satu variabel yang mempengaruhi pendapatan
25
asli daerah (PAD) sehingga bagi peneliti selanjutnya agar memasukkan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi. 4)
Menggunakan tahun pengamatan yang sama untuk setiap variabel sehingga belum bisa dilakukan analisis pengaruhnya terhadap period ke depan.
3.
Saran
Dari keterbatasan yang ada, maka untuk penelitian yang akan datang disarankan untuk : 1.
Memasukkan variabel tambahan yang dapat mempengaruhi misalnya dana bagi hasil, pertumbuhan ekonomi, pajak daerah, dll.
2.
Memperbanyak
penggunaan
sampel
sehingga
dapat
dilakukan
perbandingan antar daerah di Indonesia. 3.
Memperpanjang jumlah tahun pengamatan.
4.
Melakukan penyempurnaan model, misalnya dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah, factor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran belanja modal,dll. Penelitian ini hanya melihat jumlah nominal belanja modal dan pendapatan asli suatu daerah, tanpa menggunakan indicator lain yang berkaitan dengan belanja modal dan pendapatan asli suatu daerah. Penggunaan indikator yang berkaitan dengan belanja modal dan pendapatan asli daerah dapat dilakukan pada
penelitian
selanjutnya
agar
diperoleh
gambaran
yang
lebih
komprehensif bagaimana pengaruh belanja modal terhadap pendapatan asli daerah. 5.
Menggunakan model lag satu tahun agar variabel independen dapat memprediksi pengaruhnya terhadap variabel dependen untuk period ke depannya.
26
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S. 2004. Perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran daerah: Pendekatan principal-agent theory. Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Bengkulu, Bengkulu, 4-5 Oktober 2004. Ekonomi STEI No.2/Th. XIII/25/ April-Juni 2004: 90-109. Abdullah, S. dan A. Halim. 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Simposium Nasional Akuntansi VI, 1140-1159. Abimanyu, A. 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih. Bapekki Depkeu. Adi, P. H. 2005. Dampak Desentraliasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga Anthony, Robert N. dan V. Govindarajan. 1995. Management Control System. Irwin : Homewood. Illinios. Badan Pusat Statistik. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tk Tahun 20062008. Jakarta. Indonesia. Darumurti, K. D.U. Rauta dan D. D. Kameo. 2003. Otonomi Daerah Perkembangan pemikiran, Pengaturan dan Pelaksanaan, Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti.. Darwanto, dan Y. Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. Gamkhar, S. and W. Oates. 1996. Asymmetries in the response to increases and decreases in intergovernmental grants: Some empirical findings. National Tax Journal 49 (4): 501-512. Ghozali, I. dan A. Chariri. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Undip. Halim, A. 2001. Anggaran daerah dan “fiscal stress” (Sebuah studi kasus pada anggaran daerah provinsi di Indonesia). Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia 16 (4): 346-357.
27
Harianto, D. dan P. H. Adi. 2007. Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. Holtz-Eakin, Douglas, Harvey S. Rosen, and S. Tilly. 1994. Intertemporal analysis of state an local government spending: Theory and tests. Journal of Urban Economics 35: 159-174. Kurniawan, T. 2010. Administrasi Pembangunan. http://staff.ui.ac.id/teguh.kurniawan. Diakses tanggal 15 Agustus 2010. Legrenzi, G. and C. Milas. 2001. Non-linear and asymmetric adjustment in the local revenue-expenditure models: Some evidence from the Italian municipalities. University of Milan, Working Paper. Lewis, B. D. 2003. Some Empirical Evidence on New RegionalTaxes and Charges in Indonesia. Research Triangle Institute. North Carolina. Working Paper. Lin, J. Yifu and Z. Liu. 2000. Fiscal Decntralization and Economic Growth in China. Economic Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. Hal : 1 – 21. Maimunah, M. 2006. Flypaper Effect Pada DAU dan PAD Terhadap Belanja Derah Pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Majidi, N. 1997. Anggaran Pembangunan dan Ketimpangan Ekonomi Antar Daerah. Prisma. LP3ES. Vol. 3. Hal : 3-22. Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Nordiawan, D. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Prakosa, K. B. 2004. Analisa Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Propinsi Jawa Tengah dan DIY. JAAI Vol. 8 No. 2, 101-118. Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia Indonesia. Sidik, M. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Wisuda Angkatan XXI STIA LAN Tahun Akademik 2001-2002. Orasi Ilmiah.
28
Sidik, M., B. R. Mahi, R. Simanjuntak, dan B. Brodjonegoro. 2002. Dana Alokasi Umum – Konsep, Hambatan, dan Prospek di Era Otonomi Daerah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Sukriy, A. dan A. Halim. 2004. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah Studi kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Yogyakarta: Jurnal. Walidi, 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap Pendapatan per kapita dengan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening. Medan: Thesis. Wong, J. 2004. The Fiscal Impact of Economic Growth and Development on Local Government Capacity. Journal of Public Budgeting., Accounting and Financial Management. Fall. 16.3. Hal : 413 – 423. Yudoyono, Bambang. 2003. Otonomi Daerah – Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
29
LAMPIRAN A Daftar Kabupaten/Kota Sampel Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Kab. Bandung Kab. Bekasi Kab. Bogor Kab. Ciamis Kab. Cianjur Kab. Garut Kab. Indramayu Kab. Karawang Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Subang Kab. Sukabumi Kab. Sumedang Kab. Tasikmalaya Kota Bandung Kota Bekasi Kota Bogor Kota Cirebon Kota Depok Kota Sukabumi
Kab. Banjarnegara Kab. Banyumas Kab. Batang Kab. Blora Kab. Boyolali Kab. Cilacap Kab. Demak Kab. Kebumen Kab. Kendal Kab. Klaten Kab. Kudus Kab. Pati Kab. Pekalogan Kab. Purworejo Kab. Rembang Kab. Semarang Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Jepara Kab. Temanggung Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Pekalongan Kota Salatiga Kota Semarang Kota Surakarta Kota Tegal
Kab. Pacitan Kab. Banyuwangi Kab. Blitar Kab. Bojonegoro Kab. Bondowoso Kab. Gresik Kab. Jember Kab. Jombang Kab. Kediri Kab. Lamongan Kab. Lumajang Kab. Madiun Kab. Malang Kab. Nganjuk Kab. Ngawi Kab. Trenggalek Kab. Mojokerto Kab. Magetan Kab. Tuban Kab. Pasuruan Kab. Ponorogo Kab. Proboliggo Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Tulungagung Kota Blitar Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya
Provinsi DIY Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kota Yogyakarta
30
LAMPIRAN B REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) PEMKAB/PEMKOT SE JAWA TAHUN ANGGARAN 2006-2008 (dalam rupiah)
N o
Kab / Kota
2006
2007
2008
Provinsi Jawa Barat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Provinsi Jawa Tengah Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal
627.953.000.000 684.475.000.000 675.881.000.000 802.830.000.000 520.630.992.000 648.149.000.000 432.351.996.000 485.246.000.000 508.346.000.000 316.698.000.000 548.042.000.000 502.815.000.000 532.137.960.000 284.954.000.000 214.806.000.000 134.188.000.000 458.072.000.000 259.319.000.000 313.589.000.000 313.205.000.000
962.196.000.000 759.683.000.000 757.052.000.000 1.351.912.000.000 911.801.000.000 718.561.000.000 775.730.000.000 544.045.000.000 555.540.000.000 551.000.000.000 610.891.000.000 560.645.000.000 622.602.000.000 430.417.000.000 355.776.000.000 285.095.000.000 827.608.000.000 304.470.000.000 522.199.000.000 381.095.000.000
1.062.589.558.000 827.153.450.000 824.504.170.000 1.001.542.069.000 1.002.247.586.000 789.565.364.000 857.303.374.000 586.883.974.000 600.795.435.000 608.993.532.000 682.130.289.000 618.600.128.000 689.521.993.000 525.365.000.000 397.366.563.000 278.943.833.000 965.518.566.800 340.669.127.000 590.144.385.000 427.136.387.000
661.263.000.000 603.887.000.000 422.509.000.000
671.263.000.000 654.154.000.000 452.544.000.000
773.078.652.000 702.152.351.000 488.707.563.000
536.688.000.000 432.013.000.000 492.181.000.000 635.488.000.000 421.438.000.000 421.432.000.000 410.074.000.000 342.777.000.000 509.573.000.000 359.184.000.000 403.190.000.000 408.453.000.000 412.468.000.000 357.822.000.000 409.296.000.000
585.365.000.000 471.735.000.000 528.784.000.000 694.207.000.000 460.662.000.000 459.156.000.000 447.775.000.000 361.876.000.000 559.748.000.000 421.953.000.000 461.230.000.000 438.288.000.000 455.990.000.000 389.124.000.000 453.755.000.000
616.395.049.000 515.796.414.000 582.512.205.800 744.676.781.000 498.935.688.000 506.156.445.000 478.260.120.000 398.410.703.000 603.264.393.000 460.540.680.000 505.641.495.000 483.239.311.000 491.166.076.000 421.056.329.000 490.895.234.000
31
19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Provinsi D.I.Yogyakarta Kab. Kulon Progo Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Sleman Kota Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Kab. Pacitan Kab. Ponorogo Kab. Trenggalek Kab. Tulungagung Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Malang Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Bojonegoro Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Gresik Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Blitar Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya
333.434.000.000 377.379.000.000 510.554.990.000 609.597.000.000 216.062.000.000 334.287.000.000 185.429.000.000 513.812.000.000 209.651.000.000 189.007.000.000
362.659.000.000 411.159.000.000 550.407.000.000 657.982.000.000 235.917.000.000 374.501.000.000 212.614.000.000 586.736.000.000 235.899.000.000 220.303.000.000
401.574.876.000 465.324.091.000 606.452.130.000 716.426.703.000 256.525.338.000 420.911.721.000 2 25.384.715.000 634.864.459.000 264.051.790.000 236.194.340.000
344.035.000.000 470.847.000.000 432.868.000.000
374.760.000.000 524.293.000.000 459.851.000.000
403.656.783.000 583.169.351.000 504.395.748.000
485.397.000.000 316.832.000.000
543.065.000.000 365.042.000.000
592.594.528.000 411.257.232.000
338.655.000.000 442.634.000.000 384.418.000.000 513.252.000.000
371.997.000.000 490.926.000.000 384.418.000.000 513.252.000.000
406.718.314.000 538.559.997.000 465.748.300.000 628.424.932.000
539.135.000.000 583.284.000.000 795.059.000.000 438.186.000.000 770.394.000.000 629.281.000.000 362.750.000.000 346.404.000.000 438.188.000.000 455.714.000.000 524.136.000.000 398.584.000.000 465.429.000.000 492.051.000.000 386.273.000.00 405.061.000.000 450.161.000.000 493.589.000.000 425.062.000.000 493.991.000.000 392.884.000.000 359.132.000.000 214.486.000.000 367.435.000.000 170.379.000.000 183.644.000.000 199.720.000.000 453.753.000.000
587.733.000.000 635.830.000.000 880.921.000.000 479.591.000.000 861.126.000.000 698.228.000.000 397.430.000.000 383.831.000.000 484.750.000.000 537.700.579.200 588.072.999.996 450.454.000.000 537.081.999.400 539.899.000.000 240.348.137.000 451.962.000.000 493.983.000.000 552.361.000.000 470.385.000.000 540.603.000.000 456.268.079.400 350.377.000.000 238.456.000.000 417.300.000.000 194.040.000.000 203.153.000.000 225.550.000.000 639.590.000.000
634.378.020.000 682.047.289.000 967.647.192.000 537.879.076.000 942.532.809.000 771.131.582.000 447.561.068.000 427.846.472.000 531.084.756.000 599.547.875.000 643.016.063.000 501.520.436.000 591.773.863.400 580.060.073.000 266.187.291.000 490.163.947.000 544.877.704.000 586.814.115.000 512.348.506.000 599.292.383.000 532.824.783.000 400.161.615.000 266.187.291.000 473.050.489.000 217.165.721.000 225.590.456.000 250.880.269.000 713.590.304.000
32
LAMPIRAN C REALISASI BELANJA MODAL (BM) PEMKAB/PEMKOTA SE JAWA TAHUN ANGGARAN 2006-2008 (dalam rupiah) N o
Kab / Kota
2006
2007
2008
Provinsi Jawa Barat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Provinsi Jawa Tengah Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan
304.761.131.000 75.391.894.000 222.814.279.000 148.492.244.000 70.114.172.000 242.481.552.000 79.365.986.000 124.249.122.000 173.954.885.000 79.271.371.000 198.058.205.000 153.464.286.000 259.152.896.000 338.736.563.000 103.368.479.000 45.376.516.000 164.869.755.000 167.006.512.000 301.080.185.000 146.059.306.000
483.469.166.000 153.550.140.000 211.806.740.000 469.920.580.000 227.159.628.000 191.810.643.000 381.538.267.000 99.699.921.000 171.309.550.000 97.748.460.000 226.699.060.000 196.055.301.000 183.186.467.000 488.592.459.000 136.969.431.000 71.573.532.000 242.588.066.000 92.968.509.000 340.135.690.000 239.390.385.000
366.015.601.566 149.046.526.061 222.134.161.361 180.435.877.408 249.644.672.940 211.679.120.596 312.376.629.963 74.212.704.000 149.482.405.953 98.371.710.147 216.435.790.508 198.796.145.614 171.099.724.084 148.105.756.479 91.191.371.007 82.065.827.441 345.160.822.373 94.379.037.491 304.885.166.604 233.912.283.153
246.328.181.000 143.594.770.000 120.934.432.000 137.117.955.000 63.350.305.000 79.088.617.000 107.520.501.000 81.409.473.000 93.096.715.000 77.860.691.000 93.831.590.000 108.423.883.000 144.929.748.000 145.976.553.000 112.509.949.000 113.977.620.000 94.481.391.000 181.264.652.000 69.358.927.000 74.385.946.000
323.355.799.000 115.336.370.000 128.008.298.000 242.725.232.000 109.596.268.000 111.554.453.000 148.775.964.000 96.790.104.000 103.093.636.000 131.884.348.000 150.366.563.000 172.431.765.000 118.242.571.000 179.923.128.000 155.229.455.000 145.546.235.000 112.790.951.000 132.583.732.000 115.671.247.000 99.435.572.000
277.402.483.631 154.241.120.768 138.287.451.114 160.041.447.457 106.615.079.531 158.110.276.000 144.478.226.483 112.595.424.862 149.886.535.905 141.456.779.115 123.254.536.770 162.415.381.557 165.755.904.798 156.369.600.914 112.693.548.627 164.116.606.798 119.137.750.216 116.591.445.808 119.144.412.770 96.600.861.863
33
21 22 23 24 25 26 27 28
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Provinsi D.I.Yogyakarta Kab. Kulon Progo Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Sleman Kota Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Kab. Pacitan Kab. Ponorogo Kab. Trenggalek Kab. Tulungagung Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Malang Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Bojonegoro Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Gresik Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Blitar Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya
162.361.203.000 153.148.322.000 65.749.532.000 38.106.772.000 60.304.242.000 219.212.449.000 67.684.936.000 67.978.457.000
173.515.857.000 190.944.176.000 74.579.047.040 152.340.330.000 63.287.066.000 193.078.363.000 69.192.445.000 85.438.298.000
191.884.274.027 195.181.836.521 72.451.726.007 163.614.676.002 126.481.274.235 155.065.660.985 104.148.892.751 95.432.987.000
92.582.706.000 75.948.947.000 4.677.561.000 88.212.777.000 98.328.070.000
98.102.156.000 105.464.206.588 7.059.339.500 86.528.708.000 89.982.396.168
91.696.828.727 302.760.366.899 7.011.788.500 98.394.135.029 107.286.061.886
92.859.605.000 126.433.702.000 77.563.146.000 100.098.204.000 151.724.019.000 171.360.401.000 222.574.984.000 147.215.418.000 237.704.210.000 153.437.812.000 72.728.256.000 107.528.829.000 127.618.624.000 134.917.667.000 308.729.875.000 85.243.932.000 124.071.452.000 140.660.428.000 91.529.381.000 148.649.707.000 72.690.273.000 137.057.013.000 217.797.450.000 143.760.594.000 135.334.497.000 92.060.972.000 99.795.350.000 146.611.403.000 79.717.746.000 51.775.995.000 69.001.877.000 395.495.696.000
105.919.678.556 111.724.896.682 105.773.104.962 106.632.761.000 185.122.091.620 257.365.050.000 375.243.155.143 155.409.922.735 230.075.544.709 235.313.957.531 89.000.334.561 127.958.806.776 151.258.397.552 107.019.983.825 268.041.940.292 120.159.659.221 98.674.207.637 190.931.153.701 112.934.359.266 132.632.389.185 93.062.428.349 177.387.883.789 169.447.396.190 148.060.249.433 92.673.324.389 193.731.023.485 44.601.848.936 123.359.485.000 84.469.836.875 93.511.953.103 118,250,951,022 248.491.110.956
129.100.543.812 178.118.933.515 151.951.693.871 120.086.674.765 267.402.410.683 217.954.691.211 331.809.507.943 144.194.210.804 274.510.234.216 161.726.444.798 88.554.947.513 134.471.005.343 148.397.069.713 161.925.117.238 267.982.633.847 204.842.512.477 143.217.468.614 163.926.064.222 119.018.505.531 111.033.949.459 155.168.373.149 277.733.119.706 268.975.962.513 191.930.727.365 110.116.919.785 124.158.953.280 66.686.634.636 152.465.367.102 104.997.742.005 67.243.554.401 102.542.843.210 474.563.714.295
34
LAMPIRAN D REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PEMKAB/PEMKOTA SE JAWA TAHUN ANGGARAN 2006-2008 (dalam rupiah) No
Kab / Kota
2006
2007
2008
Provinsi Jawa Barat 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur Kab. Bandung Kab. Garut Kab. Tasikmalaya Kab. Ciamis Kab. Kuningan Kab. Majalengka Kab. Sumedang Kab. Indramayu Kab. Subang Kab. Karawang Kab. Bekasi Kota Bogor Kota Sukabumi Kota Bandung Kota Cirebon Kota Bekasi Kota Depok Provinsi Jawa Tengah Kab. Cilacap Kab. Banyumas Kab. Banjarnegara Kab. Kebumen Kab. Purworejo Kab. Boyolali Kab. Klaten Kab. Sukoharjo Kab. Karanganyar Kab. Blora Kab. Rembang Kab. Pati Kab. Kudus Kab. Jepara Kab. Demak Kab. Semarang Kab.
199,424,944,000 53,645,183,000 60,174,414,000 108,322,354,000 50,323,323,000
260,031,134,000 45,940,330,000 66,675,210,000 151,857,290,000 71,376,305,000
307,634,448,365 87,402,424,551 77,905,506,963 144,660,409,277 83,306,424,295
35,440,575,000 24,966,629,000 35,731,421,000
24,309,256,000 51,977,823,000 37,415,404,000
47,194,342,024 46,347,498,084 42,825,180,706
50,043,010,000 58,699,239,000 51,147,530,000 58,782,414,000 112,642,722,000 172,659,680,000 73,371,081,000 36,577,624,000 56,405,520,000 126,067,835,000 67,218,328,000 36,577,624,000
47,817,955,000 60,563,780,000 46,268,564,000 50,972,678,000 89,231,415,000 166,250,210,000 68,509,112,000 43,847,983,000 275,630,504,000 59,912,118,000 162,881,080,000 72,079,619,000
876,122,099,714 88,256,488,869 56,770,811,859 64,034,543,366 131,785,038,542 249,063,806,936 97,768,134,591 65,263,021,093 314,627,155,412 65,069,398,951 189,492,858,525 112,772,421,051
78,895,457,000 84,391,270,000
82,143,538,311 83,304,970,000
102,780,340,747 107,425,765,063
43,900,256,000 92,533,197,000 32,813,869,000 59,307,283,000 33,920,000,000 44,008,081,000
36,524,489,000 50,751,508,000 39,899,183,000 43,201,052,000 40,775,724,000 37,533,328,000
46,521,396,921 58,599,425,037 51,174,860,039 63,733,408,461 38,347,614,632 41,898,319,498
46,052,120,000 36,637,785,000 39,998,290,000 66,128,698,000 51,311,620,000 54,110,690,000 33,811,888,000 66,625,755,000 31,643,817,000
48,716,331,000 30,732,453,000 51,049,660,000 55,575,776,000 52,726,631,000 53,900,233,000 29,902,617,000 63,903,782,000 34,986,707,000
64,470,676,168 48,954,140,914 51,125,558,424 80,495,293,572 71,520,067,976 71,267,901,105 43,820,940,478 82,942,880,537 37,923,898,939
35
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Temanggung Kab. Kendal Kab. Batang Kab. Pekalongan Kab. Tegal Kab. Brebes Kota Magelang Kota Surakarta Kota Salatiga Kota Semarang Kota Pekalongan Kota Tegal Provinsi D.I.Yogyakart a Kab. Kulon Progo Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul Kab. Sleman Kota Yogyakarta Provinsi Jawa Timur Kab. Pacitan Kab. Ponorogo Kab. Trenggalek Kab. Tulungagung Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Malang Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab.
63,330,009,000 31,030,140,000
52,393,853,000 25,613,626,000
71,684,588,059 41,192,714,868
30,803,316,000 53,852,887,000 47,995,353,000 36,533,677,000 78,585,750,000 32,449,466,000 224,822,680,000
37,117,857,000 58,073,801,000 34,121,314,000 29,720,025,000 86,344,700,000 30,424,734,000 231,740,209,000
55,278,780,755 59,154,639,032 72,073,945,369 40,506,552,463 102,989,919,369 45,147,465,983 267,914,250,403
13,937,105,000 63,725,637,000
19,195,006,000 58,869,585,000
30,096,285,331 69,567,243,716
35,205,275,000 44,005,311,000
33,129,460,000 57,229,726,493
69,800,761,508 32,906,592,912
29,801,036,000 86,640,746,000
28,140,544,586 120,656,548,721
152,839,968,007 132,431,571,514
96,419,456,000
114,098,350,942
23,692,306,074
16,806,457,000 35,639,052,000
39,100,921,078 30,975,537,854
35,187,914,905 59,140,300,539
23,420,083,000
50,994,780,307
49,203,530,155
36,262,013,000 35,767,438,000 53,470,710,000 69,651,783,000 45,999,080,000 67,348,261,000
42,669,991,051 58,476,207,151 84,353,897,087 53,685,793,918 78,000,265,431 61,264,250,828
61,186,214,010 100,327,728,826 54,974,535,912 136,470,706,867 71,203,727,583 35,371,877,885
53,725,938,000
30,178,867,621
34,337,186,291
23,570,350,000 17,592,681,000
29,481,697,080 35,400,731,161
39,688,499,147 99,963,505,339
32,188,565,000 64,662,003,000 178,026,167,000 44,630,249,000 66,303,981,000 52,033,425,000 24,270,699,000 28,263,526,000 15,204,796,000 44,811,490,000
72,066,759,157 190,905,407,878 50,799,369,666 80,438,355,306 54,624,853,919 558,721,206,646 37,100,922,507 20,735,830,465 56,462,090,334 79,235,378,722
213,693,758,966 55,790,363,612 97,601,053,792 60,307,577,351 26,559,118,423 39,019,023,997 23,670,907,767 58,690,962,773 91,912,061,932 66,608,873,942
36
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Bojonegoro Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Gresik Kota Kediri Kota Madiun Kota Malang Kota Blitar Kota Pasuruan Kota Probolinggo Kota Surabaya
73,358,570,000 43,058,501,000 101,602,882,000 52,905,244,000 27,453,236,000 62,311,314,000 28,705,365,000 20,757,930,000
55,664,791,025 115,311,154,262 72,485,751,709 26,721,888,388 150,240,158,951 35,428,918,239 18,331,133,619 22,444,565,604
134,426,191,451 74,775,278,043 26,559,118,423 83,403,547,594 40,794,908,395 27,183,431,287 38,030,645,757 728,392,849,558
19,362,752,000 538,369,935,000
607,649,295,691 307,634,448,365
41,850,665,707 728,392,849,558
LAMPIRAN E
37
STATISTIK DESKRIPTIF
DAU BM PAD Valid N (listwise)
Descriptive Statistics N Minimum Maximum 255 1.E11 1.E12 255 4677561000 5.E11 255 13937105000 9.E11 255
Mean Std. Deviation 4.99E11 1.825E11 1.54E11 8.227E10 7.92E10 9.832E10
LAMPIRAN F HASIL ANALISIS UJI NORMALITAS
38
1) Uji Normalitas sebelum transformasi data One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DAU N Normal Parametersa,,b
Mean Std. Deviation Most Extreme Differences Absolute Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Grafik Histogram sebelum Transformasi Data
BM
255 255 4.99E11 1.54E11 1.825E11 8.227E10 .079 .146 .079 .146 -.040 -.103 1.265 2.331 .081 .000
PAD 255 7.92E10 9.832E10 .275 .275 -.255 4.390 .000
39
40
2) Uji Normalitas setelah transformasi data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test SQRBM N Normal Parametersa,,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Grafik Histogram setelah Transformasi data
255 11.1284 .24963 .083 .056 -.083 1.324 .060
SQRPAD 255 10.7665 .29369 .105 .105 -.050 1.681 .007
41
42
LAMPIRAN G HASIL ANALISIS REGRESI
ANALISIS REGRESI JALUR 2 (PATH 2) Variables Entered/Removedb Variables
Variables
Model
Entered
Removed
1
a
DAU
Method . Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: BM
Model Summary Adjusted R Model
R
1
Square
R Square .624
a
.389
Std. Error of the Estimate .387
6.443E10
a. Predictors: (Constant), DAU
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
6.687E23
1
6.687E23
Residual
1.050E24
253
4.152E21
Total
1.719E24
254
F
Sig.
161.081
.000a
a. Predictors: (Constant), DAU b. Dependent Variable: BM
Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) DAU
a. Dependent Variable: BM
Std. Error
1.405E10
1.177E10
.281
.022
Coefficients T
Beta
.624
Sig.
1.194
.234
12.692
.000
43
Residuals Statisticsa Minimum
Maximum
256969.7188
668702.0000
380327.5123
61698.00223 255
-2.98407E5
3.41864E5
.00000
77194.22347 255
Std. Predicted Value
-1.999
4.674
.000
1.000 255
Std. Residual
-3.858
4.420
.000
.998 255
Predicted Value Residual
a. Dependent Variable: SQRBM
Charts
Mean
Std. Deviation
N
44
ANALISIS REGRESI JALUR 1 DAN JALUR 3 (PATH 1 DAN PATH 3)
Variables Entered/Removed Model 1
Variables
Variables
Entered
Removed
BM, DAU
a
Method . Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary Adjusted R Model 1
R
R Square .442
a
.195
Square
Std. Error of the Estimate .189
a. Predictors: (Constant), BM, DAU
ANOVAb
8.854E10
45
Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
4.795E23
2
2.397E23
Residual
1.976E24
252
7.840E21
Total
2.455E24
254
F
Sig. .000a
30.580
a. Predictors: (Constant), BM, DAU b. Dependent Variable: PAD
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model B Std. Error 1 (Constant) 1.929E9 1.622E10 DAU .015 .039 .086 BM .548 a. Dependent Variable: PAD
Standardized Coefficients Beta .207 .458
T .119 4.378 6.342
Sig. .905 .000 .000
Residuals Statisticsa Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
N
Predicted Value
76679.4531
443242.0625
258004.2631
57443.73403 255
Residual
-1.67993E5
6.74346E5
.00000
96669.76491 255
Std. Predicted Value
-3.157
3.225
.000
1.000 255
Std. Residual
-1.734
6.962
.000
.998 255
a. Dependent Variable: SQRPAD
Charts
46
47
48
57
57