PENGARUH CAHAYA TERHADAP AKTIVITAS METABOLISME IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA SIMULASI TRANSPORTASI SISTEM BASAH TERTUTUP
Oleh: Vickar Muhammad C34060906
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skirpsi yang berjudul “PENGARUH CAHAYA TERHADAP AKTIVITAS METABOLISME LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA SIMULASI TRANSPORTASI SISTEM BASAH TERTUTUP” ini belum pernah diajukan pada Perguruan Tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, 9 Maret 2012
Vickar Muhammad C34060906
RINGKASAN VICKAR MUHAMMAD. C34060906. Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan AGOES M. JACOEB Permintaan konsumen terhadap komoditas perikanan dalam bentuk hidup semakin besar dan berkembang, terutama untuk jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Peningkatan permintaan konsumen didasari oleh keinginan terhadap suatu komoditi perikanan dalam keadaan hidup. Penanganan dalam sistem transportasi diperlukan untuk menjaga tingkat kelulusan hidup ikan tetap tinggi sampai tempat tujuan. Transportasi ikan hidup adalah menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang terbatas dan berlawanan dengan lingkungan asalnya disertai perubahan-perubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak. Penelitian dilakukan dengan simulasi transportasi sistem tertutup selama enam jam dan pengukuran kualitas air setiap satu jam . Perlakuan yang digunakan adalah dengan simulasi terang (penambahan cahaya), simulasi gelap (tanpa penambahan cahaya), non-simulasi terang (tanpa menggunakan meja simulasi dan penambahan cahaya), dan non-simulasi gelap (tanpa menggunakan meja simulasi dan tanpa penambahan cahaya). Terdapat perbedaan tingkat dissolved oxygen (DO) yang signifikan antara simulasi gelap (B1) dengan non simulasi gelap (B2). Penambahan cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan juga nilai DO rata-rata menurun seiring bertambahnya waktu. Untuk parameter suhu terdapat perbedaan tingkat suhu media airyang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2).Perbedaan tingkat pH media airyang signifikan terjadi antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), nilai pH mengalami penurunan pada t1 dan t2 (60 dan 120 menit). Perbedaan nilai karbondioksida (CO₂) media airyang signifikan terjadi antara simulasi terang(A1) dengan non simulasi terang (A2), dan juga terdapat perbedaaan nilai karbondioksida (CO₂) yang signifikan berdasarkan lama perlakuan. Konsentrasi total amoniak nitrogen rata-rata meningkat seiring bertambahnya waktu.
PENGARUH CAHAYA TERHADAP AKTIVITAS METABOLISME IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) PADA SIMULASI TRANSPORTASI SISTEM BASAH TERTUTUP
Oleh: Vickar Muhammad C34060906
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup
Nama
: Vickar Muhammad
Nrp
: C34060906
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil NIP. 195805111985031002
Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol NIP. 195911271986011005
Mengetahui: Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil NIP. 195805111985031002
Tanggal Pengesahan:
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Cahaya terhadap Aktivitas Metabolisme Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup” ini dapat diselesaikan oleh penulis. Tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat kelulusan pada program sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama proses penulisan dan penelitian, penulis mendapat banyak dukungan moral maupun materi dari berbagai pihak, kesempatan ini digunakan penulis untuk mengucapkan terimaksih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu : 1. Bapak Dr.Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol sebagai dosen pembimbing, terimakasih atas ide, saran, bimbingan dan, motivasi. 2. Ibu Dr. Tati Nurhayati,S.Pi, M.Si selaku dosen penguji 3. Ayah, Ibu dan Adis, terimaksih atas doa dan dukungannya serta kasih sayang kepada penulis. 4. Nadia Dwika R, S.sos terima kasih telah menjadi motivator terbesar, Rio Tampubolon, Afif Zulfikar, Hendra Nasution, Fauzi Iriawan, Trias Alvin S.Pi, Rudi Setiawan, Wahyu R, S.Pi, Agni Afton dan Fitri H, terima kasih telah membuat suasana kampus seperti suasana keluarga 5. Seluruh dosen dan staf Departemen THP, terima kasih atas kerja sama dan kebaikkannya. Bogor, 9 Maret 2012
Vickar Muhammad
II
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Februari 1989 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Dr. Dedi Mulyadi Muhadjar MSi dan Ibu Dra Euis Eliany. Pendidikan formal penulis pada tahun 1994 di SD Islam As-syafi’iyah Jakara, kemudian dilanjutkan ke SLTP Islam Al-Azhar 8 Bekasi, lalu SMUN 67 Jakarta dan dinyatakan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur SPMB. Penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan diantaranya SANITASI, MUBES HIMASILKAN, GMI (Gemar Makan Ikan) dan berbagai seminar yang diselenggarakan di Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul“Pengaruh Cahaya terhadap Akktivitas Metabolisme Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) pada Simulasi Transportasi Sistem Basah Tertutup”. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil dan Dr.Ir Agoes M. Jacoeb Dipl. Biol.
III
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. VI DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... VII DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................VIII 1 PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Tujuan.......................................................................................................... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 3 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ............. 3 2.2 Transportasi Ikan Hidup .............................................................................. 4 2.3 Kualitas Air ................................................................................................. 4 2.3.1 Suhu ................................................................................................... 4 2.3.2 Nilai pH.............................................................................................. 5 2.3.3 Oksigen Terlarut (DO) ....................................................................... 5 2.3.4 Amonia............................................................................................... 6 2.3.5 Karbondioksida .................................................................................. 7 2.4 Cahaya ......................................................................................................... 7 3 METODOLOGI ............................................................................................... 10 3.1 Waktu dan Tempat .................................................................................... 10 3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................... 10 3.3 Metode Penelitian ...................................................................................... 10 3.4 Pembuatan Alat Simulasi .......................................................................... 10 3.5 Rancangan Percobaan ............................................................................... 11 3.5.1 Pengujian Kualitas Air ..................................................................... 13 3.5.2 Analisis Data .................................................................................... 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 16 4.1 Analisis Kualitas Air ................................................................................. 16 4.1.1 Nilai Dissolved Oxygen (DO) ......................................................... 17 4.1.2 Suhu media air ................................................................................. 19 4.1.3 Nilai pH media air............................................................................ 20 4.1.4 Nilai Karbondioksida (CO2) media air ............................................ 22 4.1.5 Nilai amonia (NH3) media air .......................................................... 23 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 26 5.1 Kesimpulan................................................................................................ 26
IV
5.2 Saran .......................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
V
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Metode pengukuran kualitas air ......................................................................... 12 2 Rancangan percobaan......................................................................................... 12 3 Data perubahan parameter kualitas air ............................................................... 16
VI
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) .................................................................. 3 2 Alat simulasi ...................................................................................................... 11 3 Foto penggunaan lampu tempel pada aquarium................................................. 11 4 Perubahan DO selama 6 jam penelitian ............................................................. 17 5 Perubahan nilai suhu media air selama 6 jam penelitian ................................... 19 6 Perubahan nilai pH media air selama 6 jam penelitian ...................................... 20 7 Perubahan nilai CO2 air selama 6 jam penelitian ............................................... 22 8 Perubahan nilai TAN selama 6 jam penelitian................................................... 24
VII
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Analisis nilai DO media air ................................................................................ 31 2 Analisi nilai suhu media air ............................................................................... 33 3 Analisi nilai kesadahan (pH) .............................................................................. 35 4 Analisis nilai karbondioksida (CO2) .................................................................. 37 5 Analisis nilai amoniak (NH3 ) ............................................................................ 39 6 Gambar simulasi cahaya untuk transportasi....................................................... 41 7 Gambar peralatan yang digunakan dalam penelitian ......................................... 42 8 Gambar proses analisis kualitas air titrasi CO2 .................................................. 43 9 Simulasi percobaan ............................................................................................ 44
VIII
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Wilayah perairan yang luas ini merupakan indikator bahwa Indonesia mempunyai potensi kelautan yang sangat besar, baik potensi fisik maupun potensi sumber daya. Potensi fisik, yaitu 17.508 pulau, garis pantai sepanjang 81.000 km, luas wilayah laut sebesar 70% dari luas total Indonesia. Hasil potensi perikanan 6,6 juta ton /tahun, namun yang dimanfaatkan hanya sekitar 5,4 juta ton/tahun (BPS 2007). Salah satu hasil potensi perikanan Indonesia adalah komoditas dalam bentuk hidup. Permintaan konsumen terhadap komoditas perikanan dalam bentuk hidup semakin besar dan berkembang, terutama untuk jenis-jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan beberapa jenis ikan air tawar dan ikan hias. Komoditas unggul dalam bentuk hidup salah satunya adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Produksi ikan lele pada tahun 2010 sebesar 200.000 ton/tahun dan mengalami peningkatan pada 2011 sebesar 270.000 ton/tahun, dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan (BPS 2007). Peningkatan permintaan konsumen didasari oleh keinginan terhadap suatu komoditi perikanan yang bermutu tinggi, spesifik, resiko terhadap kesehatan yang kecil, dan komoditas dalam keadaan hidup. Penanganan yang baik dalam sistem transportasi diperlukan untuk menjaga tingkat kelulusan hidup ikan tetap tinggi sampai tempat tujuan. Transportasi ikan hidup adalah menempatkan ikan dalam lingkungan baru yang terbatas dan berlawanan dengan lingkungan asalnya disertai perubahanperubahan sifat lingkungan yang sangat mendadak. Transportasi ikan hidup pada umumnya menggunakan sistem basah dengan media berupa air. Permasalahan yang umum dijumpai dalam sistem basah adalah mortalitas tinggi, memerlukan banyak air, dan ukuran wadah relatif besar. Semakin jauh jarak yang akan ditempuh maka diperlukan teknologi yang mampu mempertahankan ikan tetap hidup dalam waktu yang lama (Irianto dan Soesilo 2007). Teknologi yang umum digunakan dalam sistem transportasi basah yaitu
2
pemasangan aerator sebagai suplai oksigen. Kematian ikan pada sistem pengangkutan umumnya disebabkan oleh tingginya kadar CO2 dan akumulasi NH3-N sehingga meningkatkan nilai pH air (Jhingran dan Pullin 1985). Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha transportasi. Menurunnya kualitas air menyebabkan perubahan tingkah laku dari organisme, sehingga organisme tersebut akan melakukan respon yang berupa adaptasi. Faktor-faktor lingkungan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku organisme disebut rangsangan. Rangsangan yang mempengaruhi tingkah laku tersebut bisa berupa suhu, gravitasi, cahaya, dan tekanan (Mushoffa 1995). Prakteknya, transportasi ikan lele dumbo dilakukan pada siang hari atau malam hari. Penelitian ini dilaksanakan agar mengetahui perbandingan kualitas transportasi ikan lele saat siang dan malam hari. Penelitian ini dilakukan dengan simulasi dan penambahayan cahaya. Secara fisiologi, cahaya meliliki pengaruh langsung maupun tidak langsung. Jika intensitas cahaya tidak mendekati habitat asli, maka dapat menyebabkan kematian. 1.2 Tujuan Penelitian mengenai ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh intensitas cahaya terhadap ikan yang disimulasi baik dalam keadaan diam maupun bergerak.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawardengan tubuh memanjang dan kulit licin. Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish. Morfologi ikan lele dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) adalah: Kingdom
: Animalia
Sub-kingdom : Metazoa Phyllum
: Chordata
Sub-phyllum
: Vertebrata
Klas
: Pisces
Sub-klas
: Teleostei
Ordo
: Ostariophysi
Sub-ordo
: Siluroidea
Familia
: Clariidae
Genus
: Clarias
Spesies
: Clarias gariepinus
Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Ikan lele bersifat noktural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam ikan lele memijah pada musim penghujan. Ikan lele dapat hidup
4
pada suhu 20 oC, dengan suhu optimal 25-28 oC. Pertumbuhan larva diperlukan kisaran suhu antara 26-30 oC dan untuk pemijahan 24-28 oC, pada pH 6,5–9 (Mahyudin 2008). 2.2 Transportasi Ikan Hidup Transportasi ikan hidup dibagi menjadi dua cara, yaitu sistem basah dan sistem kering. Transportasi sistem basah menuntut media yang sama dengan tempat hidup ikan sebelumnya yaitu, air, oksigen, dan cahaya. Pengangkutan sistem basah dapat dilakukan dengan cara tertutup dan terbuka. Pada cara tertutup ikan diangkut dalam wadah tertutup dengan semua kebutuhan hidup ikan berada dalam kemasan pengangkutan. Wadah yang dipergunakan dapat berupa kantong plastik atau kemasan lain yang tertutup rapat. Pada cara terbuka ikan diangkut dalam wadah terbuka dan suplai oksigen diberikan secara terus-menerus (Muljanah et al. 1994). Salah satu faktor penting pada transportasi ikan hidup adalah kualitas air. Transportasi ikan hidup akan mempengaruhi kualitas air, faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap kualitas air adalah suhu, DO (dissolved oxygen), pH, karbondioksida dan amoniak. Peningkatan suhu akan mempengaruhi kandungan amoniak dalam air, terlarutnya karbondioksida akan mempengaruhi penurunan nilai pH. 2.3 Kualitas Air Lingkungan perairan berpengaruh terhadap pemeliharaan, pertumbuhan dan reproduksi ikan budidaya (Munro 1978 dalam Forteath et al. 1993). Jika kualitas air melewati batas toleransi, akan menimbulkan penyakit pada ikan. Parameter faktor lingkungan ada 3, yaitu fisik, kimia dan biologi (Forteath et al. 1993). 2.3.1 Suhu Suhu merupakan faktor pengontrol (controlling factor) dan berperan dalam sistem resirkulasi. Suhu merupakan efek terbesar dalam fisiologi ikan. Hal ini karena ikan menyesuaikan suhu tubuhnya mendekati keseimbangan suhu air (Forteath et al. 1993). Ikan bersifat poikilothermal, hal ini berarti suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan (Boyd 1982). Suhu mempunyai pengaruh yang nyata pada respirasi,
5
pemasukan
pakan,
kecernaan,
pertumbuhan
dan
berpengaruh
terhadap
metabolisme ikan (Forteath et al. 1993). Setiap spesies mempunyai suhu optimum untuk pertumbuhan optimumnya dan kisaran toleransi suhu agar ikan masih bisa hidup. Suhu di atas dan di bawah kisaran optimum, pertumbuhan menurun. Metabolisme rendah berarti pakan yang dimakan berkurang dan pertumbuhan berjalan lambat.
Suhu di atas kisaran
optimum (kurang dari 32,2 oC) biasanya konsumsi pakan meningkat untuk mengimbangi kecepatan metabolisme yang tinggi, tapi pertumbuhan tidak meningkat (Stickney 1979). 2.3.2 Nilai pH Nilai pH (power of hydrogen) merupakan ukuran konsentrasi ion H+ di dalam air (Forteath et al. 1993).
Keasaman adalah kapasitas air untuk
menetralkan ion-ion hidroksi (OH-). Nilai pH disebut asam bila kurang dari 7, pH 7 disebut netral, dan pH di atas 7 disebut basa (Forteath et al. 1993). Akumulasi bahan kimia terlarut dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH mengalami depresi (asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat stabil. Pada saat air lebih asam, ikan menjadi stress dan jika pH menjadi terlalu rendah maka kematian ikan akan terjadi. Pada saat air dalam keadaan basa, maka toksisitas amonia meningkat. Nilai pH air mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik yang ada dalam sistem resirkulasi air tersebut (Forteath et al. 1993). Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 8) maka toksisitas amonia meningkat. Jadi, penting untuk menjaga pH air dalam sistem resirkulasi sekitar 7,2 dalam air tawar dan 7,8-8,2 di air laut (Forteath et al. 1993). Nilai pH yang baik untuk sistem intensif adalah 6,5-9 (Wedemeyer 1996). Nilai pH yang kurang dari 6,0 dan lebih dari 9,0 untuk waktu yang cukup lama akan mengganggu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd 1982). 2.3.3 Disolved Oxygen (DO) Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas dalam sistem budidaya. Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yang paling penting untuk
6
dimonitor dalam budidaya ikan. Bila DO tidak dijaga pada nilai yang memenuhi, maka ikan menjadi stres dan tidak dapat makan dengan baik (Stickney 1979). Oksigen masuk ke dalam air melalui difusi pasif dari atmosfer (suatu proses yang dijalankan oleh perbedaan tekanan parsial O2 di udara dan di dalam air) dan dari hasil fotosintesis (Stickney 1979). Laju respirasi meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas ikan (Boyd 1982). Nilai DO dibawah minimum (kurang dari 5 ppm) dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan organisme dan efisiensi pemasukan pakan yang optimal (Stickney 1979). Kelarutan oksigen di air menurun dengan meningkatnya salinitas, setiap peningkatan salinitas sebesar 9 mg/L dapat mengurangi kelarutan oksigen sebesar 5% di dalam air murni. Penurunan DO juga dapat disebabkan oleh banyaknya sisa pakan yang tidak dimakan sehingga terjadi dekomposisi terhadap sisa pakan yang meningkatkan kebutuhan oksigen dalam sistem (Stickney 1979). Penurunan oksigen terjadi pada malam hari, ketika tanaman air melakukan respirasi, sehingga tidak ada oksigen yang diproduksi sehingga ikan dan tanaman air memperoleh oksigen dari difusi oksigen (Stickney 1979). Oksigen dapat hilang atau berkurang dari air sebagai hasil reaksi kimia anorganik dan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme (Stickney 1979). Pada umumnya jika konsentrasi DO lebih dari 5 mg/L, kondisi ini relatif aman untuk organisme akuatik (Forteath et al. 1993) 2.3.4 Amonia Amonia (NH3) dapat dijadikan sebagai indikator kualitas air (Forteath et al. 1993). Amonia di air berasal dari ekskresi ikan (Boyd 1982) dan mineralisasi bahan organik oleh bakteri heterotropik (Spotte 1970).
Amonia merupakan
bentuk utama dari nitrogen yang diekskresi oleh organisme akuatik. Pada ikan, banyak amonia yang dieliminasi oleh insang, sisanya masuk ke air melalui urin. Ketika amonia masuk ke air, ion hidrogen yang ada langsung bereaksi dan mengubahnya menjadi campuran yang seimbang antara ion amoniak yang tidak toksik (NH4+ dan NH3 yang tidak terionisasi bersifat toksik). Reaksinya sebagai berikut: NH3 + H+ + OH-
NH4+ + OH-
7
Konsentrasi amonia tergantung dari pH, suhu air, salinitas dan total padatan terlarut (Wedemeyer 1996). Menurut Spotte (1970), nilai DO dan pH merupakan faktor yang paling penting dalam mempengaruhi toksisitas amonia. Peningkatan nilai pH dapat meningkatkan jumlah amonia yang tak terionisasi dan dengan menurunnya DO akan meningkatkan toksisitas dari amonia yang tak terionisasi. Nilai NH3 yang tinggi berarti terjadi peningkatan sisa-sisa metabolik yang membuat ikan stres dan terjadi kematian pada wadah pemeliharaan. Populasi bakteri meningkat dengan cepat, terjadi deplesi DO dan eksresi nitrogen terlarut. Kualitas air untuk organisme pemeliharaan dalam sistem resirkulasi memburuk dengan cepat (Forteath et al. 1993). 2.3.5 Karbondioksida Secara umum, ikan memproduksi 1,4 mg CO2 untuk setiap 1 mg O2 yang dikonsumsi. Bila kandungan CO2 dalam air meningkat maka ikan tidak dapat mengeluarkan CO2 bebas dari darahnya, sehingga jumlah O2 yang diikat Hb akan berkurang dan bila mendadak akan mati lemas (Wedemeyer 1996) Kadar CO2 terlarut lebih dapat ditoleransi oleh ikan dibandingkan dengan NH3, bahkan banyak ikan hidup beberapa hari dalam air yang mengandung CO2 lebih besar dari 60 mg/L. Tanda yang membahayakan ikan dalam pengangkutan timbul pada kisaran CO2 antara 300-600 mg/L pada saat O2 terlarut 0,5-1 mg/L (Boyd 1982). 2.4 Cahaya Cahaya adalah suatu bentuk energi yang merambat dalam bentuk gelombang elektromagnetik dan terdiri dari partikel-partikel yang disebut foton. Hingga sekarang cahaya masih merupakan dualistik pendapat, ada yang berpendapat bahwa cahaya sebagai foton dan sebagai elektromagnetik (Sears dan Zemansky 1987 dalam Mushoffa 1995). Cahaya dapat dipancarkan oleh sumber, seperti matahari, lilin maupun lampu pijar. Berkas-berkas cahaya tersebut akan merambat keluar dari sumbernya. Cahaya dapat menembus bahan yang bening, tetapi akan dipantulkan oleh permukaan yang tidak bening. Apabila berkas-berkas cahaya itu memasuki mata,
8
maka indera mata kita menjadi terangsang dan cahaya tersebut dapat terdeteksi oleh mata (Sears dan Zemansky 1987 dalam Mushoffa 1995). Cahaya dapat dipancarkan bila mengenai zat cair, maka sinar ultraviolet akan diserap oleh permukaan zat cair tersebut, sehingga makin dalam makin berkurang intensitasnya sampai pada batas tertentu menjadi hilang atau netral. Intensitas cahaya adalah luminasi cahaya dalam satuan luas materi atau bahan (Dunning dan Paxton 1941 dalam Mushoffa 1995). Pengaruh cahaya pada organisme memiliki beberapa sifat. Terdapat beberapa organisme menghindari cahaya dan ada beberapa yang mempunyai reaksi yang positif. Ikan bersifat fototaktik baik secara positif maupun vertikal. Banyak ikan yang tertarik pada cahaya buatan pada malam hari, satu fakta yang digunakan dalam penangkapan ikan. Pengaruh cahaya buatan pada ikan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan lain dan pada beberapa spesies bervariasi terhadap waktu dalam sehari. Secara umum, sebagian besar ikan pelagis naik ke permukaan sebelum matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, ikan-ikan ini menyebar pada kolom air, dan tenggelam ke lapisan lebih dalam setelah matahari terbit (Valpato dan Barreto 2001). Ikan demersal biasanya menghabiskan waktu siang hari di dasar selanjutnya naik dan menyebar pada kolom air pada malam hari. Cahaya mempengaruhi ikan pada waktu memijah dan pada larva. Jumlah cahaya yang tersedia dapat mempengaruhi waktu kematangan ikan. Jumlah cahaya juga mempengaruhi daya hidup larva ikan secara tidak langsung, hal ini diduga berkaitan dengan jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Cahaya juga mempengaruhi tingkah laku larva (Valpato dan Barreto 2001). Cahaya juga dipercaya mempengaruhi kelakuan makan, daya hidup ikan, metabolisme dan kanibalisme larva beberapa spesies ikan. Berbeda dengan kematangan gonad yang memerlukan periode penyinaran yang pendek, larva ikan membutuhkan penyinaran yang lebih lama, larva ikan biasanya
akan
tertarikdengan adanya cahaya. Kebutuhan akan cahaya tergantung dari jenis ikan tersebut. Untuk daerah tropis, cahaya ini erat hubungannya dengan suhu, karena di alam cahaya matahari akan mempengaruhi fluktuasi suhu air. Sedangkan dengan
9
ikan yang berhabitat di empat musim, fotoperiod atau lamanya penyinaran harian merupakan faktor yang lebihdominan (Valpato dan Barreto 2001).
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juli 2011. Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Teaching Farm, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah aquarium, meja simulasi, 1 buah termometer, 1 unit pH meter, alat tulis, spektrofotometer, DO meter, dan alat-alat gelas. Bahan yang digunakan adalah air akuarium dan ikan lele. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan simulasi transportasi sistem tertutup selama enam jam dan pengukuran kualitas air setiap satu jam. Perlakuan yang digunakan adalah dengan simulasi terang (penambahan cahaya), simulasi gelap (tanpa penambahan cahaya), non-simulasi terang (tanpa menggunakan meja simulasi dan penambahan cahaya), dan non-simulasi gelap (tanpa menggunakan meja simulasi dan tanpa penambahan cahaya). 3.4 Pembuatan Alat Simulasi Pembuatan alat dilakukan di Laboratorium Transportasi Hasil Perairan dengan menggunakan bahan alumunium dan sejenisnya. Alumunium penopang yang sudah tersedia sepanjang dua meter dan lebar 60 cm. Alumunium penopang terlebih dahulu ditebalkan bawahnya agar kokoh dalam menahan beban. Setelah penebalan rangka besi terdapat penambahan fondasi pada sisi alumnium penopang tersebut. Pada ruas-ruas alumunium penopang diberi gear roda. Setelah gear roda terbentuk langkah selanjutnya penyesuaian terhadap dinamo mesin. Bentuk alat simulasi dapat dilihat pada Gambar 2.
11
Gambar 2 Alat simulasi. Alat simulasi tersebut jika diaktifkan akan bergetar. Pada setiap sisi alat simulasi ini diberi roda. Hal ini bertujuan agar pada saat penelitian sekali-kali alat dapat digoyangkan ke kanan dan ke kiri menggunakan roda. Alat tersebut bergetar keatas dan kebawah dengan stabil. Setiap 15 menit sekali alat tersebut digerakkan ke kanan dan kekiri sejauh kurang lebih 5 cm. 3.5 Rancangan Percobaan Pada penelitian ini digunakan lampu aquarium berwarna putih jenis TL (tube lamp) dengan intensitas cahaya sebesar 9 watt, sebanyak dua buah 9 watt (18 watt) atau sebesar 177 lux (Valpato dan Barreto RE 2001). Lampu tersebut dibeli di Toko Terang Jl. Merdeka, Bogor. Posisi penyimpanan lampu pada aquarium dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Foto penggunaan lampu TL pada aquarium.
12
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan cahaya dan tanpa cahaya terhadap kualitas air pada transportasi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Transportasi ikan lele pada umumnya menggunakan kendaraan roda
empat, dalam skala penelitian dilakukan pembatasan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, sehingga dalam penelitian skala laboratorium digunakan alat simulasi yang diharapkan mampu mewakili alat transportasi di lapangan. Penelitian ini dilakukan selama enam jam dengan pengujian kualitas air selang satu jam dan pengisian air dalam 1 aquarium sebanyak 10 liter/10 ikan lele. Pengujian kualitas air meliputi pengukuran dissolved oxygen (DO), pH air, suhu air, pengukuran CO2, dan pengukuran TAN (total amoniak nitrogen). Parameter kualitas air yang diukur dengan alat pengukurannya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Metode pengukuran kualitas air No
Parameter
Alat
Cara peneraan
1 2 3 4 5 6
Suhu Oksigen terlarut (DO) Karbondioksida (CO2) Derajat keasamaan (pH) Alkalinitas Total Amoniak Nitrogen (TAN)
Termometer DO-meter Alat gelas pH-meter Alat gelas Spektrofotometer
Pembacaan skala Pembacaan skala Titrasi Pembacaan skala Titrasi Pembacaan skala
Rancangan percobaan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rancangan percobaan Kondisi* Cahaya
Tanpa cahaya
Kode Simulasi
A1
non-simulasi
A2
Simulasi
B1
non-simulasi
B2
Jam ke-0 Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke-4 Jam ke-5 Jam ke 6
*) pengamatan dilakukan dari jam ke-0 (t0) s.d jam ke-6 (t6) tiap selang 1 jam
13
3.5.1 Pengujian Kualitas Air 1) Pengukuran dissolved oxygen (DO) (Rand et al. 1975) Oksigen terlarut (DO) diukur menggunakan DO-meter. Nilai DO yang terukur dapat diketahui melalui pembacaan skala. Metode penggunaan DO-meter adalah sebagai berikut: DO-meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan air dari hasil analisis metode Winkler, kemudian DO-meter nilainya dibuat nol.
Air uji
sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam gelas piala 125 ml, ke dalam gelas piala ditambahkan stirer magnetik, gelas piala tersebut selanjutnya diletakkan di atas stirer. Stik/batang DO-meter dicelupkan ke dalam air uji tersebut. Stirrer dan DO-meter dinyalakan secara bersamaan untuk mengetahui DO pada air uji. Nilai DO yang terukur diketahui melalui pembacaan skala pada alat. 2) Pengukuran CO2 (Rand et al. 1975) Karbondioksida (CO2) diukur menggunakan alat gelas dengan metode titrasi sebagai berikut: air uji sebanyak 25 ml dipipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator pp sebanyak 2-3 tetes ditambahkan ke dalam masingmasing erlenmeyer. Air sampel dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Volume titran yang digunakan kemudian dicatat. Konsentrasi CO2 air uji dapat diketahui melalui perhitungan menggunakan rumus:
Keterangan: A
= ml Na2CO3
N
= normalitas Na2CO3
44
= bobot molekul CO2
3.)
Pengukuran TAN (Rand et al. 1975) Total amoniak nitrogen (TAN) diukur menggunakan alat spektrofotometer
dengan metode sebagai berikut: air uji dipipet sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml. Larutan standar NH4Cl sebanyak 25 ml disiapkan dari larutan standar amoniak. Blanko dibuat dengan menggunakan 25 ml akuades. Satu tetes MnSO4, 0,5 ml chlorox, dan 0,6 ml reagen fenat ditambahkan ke dalam larutan standar, air uji, dan blanko sampai warna biru kehijauan kemudian
14
dibiarkan sampai 15 menit. Spektrofotometer diatur pada absorbansi 0 dan panjang gelombang 630 nm menggunakan larutan blanko. Konsentrasi amoniak (N-NH3) pada air uji dan larutan standar dihitung menggunakan rumus:
Keterangan: Cst
= konsentrasi larutan standar (0,3 ppm)
As
= nilai absorbansi sampel
Ast
= nilai absorbansi standar
3.5.2 Analisis Data Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok faktorial. Percobaan menggunakan software SPSS 16 for windows. Rancangan acak kelompok faktorial pada penelitian ini memiliki dua jenis perlakuan dimana masing-masing perlakuan terdiri dari dua kali ulangan. Perlakuan tersebut antara lain: A1 : Simulasi terang (penambahan cahaya 177 lux) A2 : Non-simulasi terang (penambahan cahaya 177 lux) B1 : Simulasi gelap (tidak terdapat penambahan cahaya) B2 : Non-simulasi gelap (tidak terdapat penambahan cahaya) Model matematika rancangan acak kelompok faktorial tersebut adalah. yijk = µ + Xi +Z j + (XZ) ij + εijk dimana: yijk
= respon pengaruh perlakuan ke-i, lama simulasi pada waktu ke-j, dan ulangan ke-k
µ
= nilai rata-rata umum
Xi
= pengaruh perlakuan ke-i
Zj
= pengaruh lama waktu simulasi
(XZ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan dengan lama waktu simulasi εijk
= pengaruh galat percobaan
Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan uji lanjut Duncan.
15
Bentuk hipotesis yang diuji sebagai berikut : •
Pengaruh waktu terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2 H0
: Waktu tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2
H1
: Waktu mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2
•
Pengaruh Perlakuan (Penambahan cahaya simulasi dan non-simulasi, serta tanpa penambahan cahaya simulasi dan non-simulasi) terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2 H0
: Perlakuan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2
H1
: Perlakuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO, suhu, amoniak, pH, dan CO2
•
Pengaruh Interaksi perlakuan dan waktu terhadap nilai DO,suhu, amoniak, pH, dan CO2 H0
: Interaksi antara waktu dan perlakuan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO,suhu, amoniak, pH, dan CO2
H1
: Interaksi antara waktu dan perlakuan mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO,suhu, amoniak, pH, dan CO2
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran tertentu. Adapun lima parameter kualitas air yang diteliti meliputi suhu, pH, TAN (total amonia nitrogen), DO (dissolved oxygen), dan CO2. Penurunan atau peningkatan nilai masing-masing parameterkualitas air (pH, suhu, DO, CO2, dan TAN) tersebut dapat dilihat dari Tabel 3. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air Waktu Jam ke-0 Jam ke-1 Simulasi Jam ke-2 dengan Jam ke-3 cahaya Jam ke-4 Jam ke-5 Jam ke-6 Jam ke-0 Jam ke-1 NonJam ke-2 simulasi dengan Jam ke-3 cahaya Jam ke-4 Jam ke-5 Jam ke-6 Jam ke-0 Jam ke-1 Simulasi Jam ke-2 tanpa Jam ke-3 cahaya Jam ke-4 Jam ke-5 Jam ke-6 Jam ke-0 Jam ke-1 NonJam ke-2 simulasi Jam ke-3 tanpa cahaya Jam ke-4 Jam ke-5 Jam ke-6
pH 7,20±0,01 6,94±0,04 6,66±0,06 6,82±0,04 6,85±0,01 6,86±0,04 6,93±0,03 7,18±0,06 6,73±0,08 6,59±0,05 6,71±0,05 6,72±0,03 6,75±0,04 6,83±0,03 7,25±0,01 6,70±0,13 6,63±0,06 6,81±0,03 6,84±0,04 6,89±0,07 7,02±0,15 7,22±0,04 6,66±0,01 6,59±0,05 6,64±0,06 6,68±0,06 6,76±0,03 6,80±0,02
suhu 27,9±0,4 29,5±0,1 29,4±0,5 29,0±0,1 29,4±0,1 29,4±0,1 29,5±0,2 27,8±0,1 28,0±0,1 28,2±0,0 27,9±0,1 28,2±0,1 28,2±0,1 28,2±0,1 27,9±0,4 28,5±0,7 28,9±1,0 27,8±1,1 28,4±0,6 28,4±0,4 28,2±0,1 27,8±0,1 27,9±0,2 27,8±0,2 27,8±0,1 27,8±0,3 28,3±0,4 28,5±0,3
DO 5,10±0,03 4,15±0,01 4,49±0,07 3,53±0,25 3,41±0,10 2,83±0,07 2,44±0,14 5,07±0,02 4,20±0,04 4,06±0,25 3,70±0,34 3,56±0,25 3,08±0,03 2,65±0,19 4,91±0,13 4,26±0,01 4,26±0,01 3,74±0,03 3,31±0,10 2,54±0,28 1,58±0,28 5,00±0,16 4,36±0,10 4,15±0,04 3,59±0,24 3,69±0,01 3,15±0,01 2,87±0,12
CO2 3,9953 4,9941 7,9904 5,9928 5,9928 4,9941 4,9941 3,9953 3,9953 5,9928 4,9941 3,9953 3,9953 4,9941 3,9953 5,9928 7,9904 5,9928 5,9928 3,9953 3,9953 3,9953 4,9941 6,9916 4,9941 4,9941 3,9953 3,9953
NH3 0,683±0,099 0,613±0,003 0,775±0,005 0,738±0,001 0,769±0,013 0,794±0,020 0,858±0,015 0,650±0,052 0,626±0,049 0,806±0,026 0,729±0,050 0,790±0,001 0,806±0,008 0,839±0,011 0,640±0,129 0,680±0,010 0,788±0,011 0,723±0,022 0,799±0,001 0,764±0,085 0,880±0,006 0,711±0,025 0,649±0,018 0,806±0,030 0,713±0,023 0,745±0,016 0,785±0,006 0,811±0,015
17
. 4.1.1 Nilai dissolved oxygen (DO) Konsentrasi oksigen terlarut (DO) adalah salah satu parameter kualitas air yang penting. Kekurangan oksigen biasanya merupakan penyebab utama kematian ikan secara mendadak dan dalam jumlah yang besar. Kondisi DO harus dipertahankan dalam kisaran normal agar membantu mempertahankan kondisi ikan selama penanganan. Konsentrasi DO yang terlalu rendah menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan ikan misalnya anoreksia, stress pernapasan, hipoksia jaringan, ketidaksadaran, bahkan kematian (Wedemeyer 1996). Grafik perubahan DO selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Perubahan DO selama 6 jam penelitian Berdasarkan hasil pengolahan data ANOVA pada lampiran menunjukkan bahwa Perlakuan (P) berupa simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap berpengaruh secara signifikan α< 0,005 terhadapan DO. Demikian halnya dengan faktor waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α<0,005 terhadap nilai DO, sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan yang menunjukkan α>0,05 mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai DO. Berdasarkan hasil uji Duncan pada α=0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat DO yang signifikan antara simulasi gelap (B1) dengan non simulasi gelap (B2). Sedangkan antara non-simulasi terang (A2) dengan simulasi
18
terang (A1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Perbedaan terhadap tingkat DO air terlihat setelah diberi perlakuan simulasi dan non-simulasi. Sedangkan penambahan cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hasil uji Duncan pada α=0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaaan tingkat DO yang signifikan berdasarkan lama perlakuan. Nilai DO pada to atau sebelum perlakuan mempunyai nilai yang paling baik yaitu 5,0175 ppm, sedangkat nilai DO yang paling kecil terdapat pada t6 = 360 menit dengan nilai DO sebesar 2,3812 ppm. Semakin lama transportasi nilai DO semakin kecil. Penurunan tingkat konsumsi oksigen ini disebabkan oleh kondisi tubuh ikan lele semakin lemah akibat kurangnya energi. Gambar 4 menunjukkan bahwa pemberian perlakuan simulasi dan nonsimulasi pada tanpa cahaya cenderung menghasilkan DO yang lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan pemberian cahaya. Begitu juga dengan perbandingan antara transportasi yang disimulasi dan non-simulasi. Trasportasi yang menggunakan simulasi mengalami penurunan nilai DO yang cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan non-simulasi, hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 3, akan tetapi DO air secara keseluruhan mengalami penurunan. Simulasi transportasi pada penelitian ini ternyata berpengaruh terhadap nilai DO air, salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan tingat DO suatu air adalah guncangan. Penurunan tingkat konsumsi oksigen ini menyebabkan kondisi tubuh ikan yang semakin lemah dan kurangnya energi sehingga aktivitasnya menjadi lambat. Adaptasi ikan terhadap penurunan oksigen menenpakan dirinya di daerah sudut, karena suhu di daerah tersebut lebih dingin, sehingga diperkirakan bagian pojok dari wadah tersebut memiliki kadar oksigen yang lebih besar (Barner 1963). Kebutuhan konsumsi oksigen ikan mempunyai spesifitas yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung pada kebutuhan dan keadaan metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktural molekul darah yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan dalam sel darah. Ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan aktivitas ikan (Barner 1963).
19
4.1.2 Suhu media air Ikan bersifat poikilothermal, yakni suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungan (Boyd 1982). Suhu mempunyai pengaruh yang nyata pada respirasi, pemasukan
pakan,
kecernaan,
pertumbuhan
dan
berpengaruh
terhadap
metabolisme ikan (Forteath et al. 1993). Perubahan DO selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Perubahan nilai suhu media air selama 6 jam penelitian Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukan bahwa Perlakuan (P) berupa (simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap) berpengaruh secara signifikan α < 0,05 terhadap suhu. Demikian halnya dengan faktor waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α < 0,05 terhadap nilai suhu. Sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan menunjukan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai suhu media air. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada α = 0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat suhu media airyang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), sedangkan antara non-simulasi terang (A2) dengan simulasi gelap (B1) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil uji Duncan pada α = 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan tingkat suhu media air yang signifikan berdasarkkan lama perlakuan. Suhu pada to adalah 27,8 ˚C, kemudian mengalami peningkatan menjadi 28,43 ˚C dan 28,55 ˚C pada t1 dan t2 berturut-turut. Setelah itu suhu kembali turun menjadi 28,08 ˚C dan 28,40 ˚C pada t3 dan t4, sebelum pada akhirnya suhu mengalami kenaikkan pada t5 dan t6 menjadi 28,56 ˚C dan 28,57 ˚C. Suhu media
20
air paling kecil terdapat pada perlakuan tanpa cahaya, hal tersebut dikarenakan pengkondisikan pada malam hari. Suhu air pada malam hari umunya berkisar antara 23 ˚C - 27 ˚C. Perlakuan A1(simulasi menggunakan cahaya) dan B1 (simulasi tanpa cahaya) terlihat bahwa suhu media air lebih besar dibandingkan suhu media air pada perlakuan A2 (non-simulasi menggunakan cahaya) dan B2 (non-simulasi tanpa cahaya), perbedaan nilai tersebut salah satunya dapat dikarenakan penggunaan simulasi transportasi selama 6 jam. Simulasi transportasi tersebut menyebabkan kondisi ikan yang terus-menerus bergerak sehingga aktivitas dari ikan tersebut meningkat. Suhu air transportasipada penelitianberkisaran 27,8 ˚C - 29,4 ˚C. Kisaran suhu tersebut umum bagi ikan lele dalam sistem trasnportasi yang digunakan dan merupakan suhu umum air pada iklim tropis. Suhu air kurang dari 24 ˚C dapat menyebabkan mudahnya ikan lele terserang jamur, sedangkan suhu yang terlalu tinggiakan menyebabkan ikan stres dan dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan penurunan bobot (Mahyudin 2008). 4.1.3 Nilai pH media air Nilai pH menggambarkan konsentrasi ion hidrogen dalam suatu perairan. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki nilai pH rendah. Namun, pada suasana alkalis (pH tinggi) lebih banyak ditemui amoniak yang tidak terionisasi dan bersifat toksik (Stickney 1979). Perubahan pH selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Perubahan nilai media pH air selama 6 jam penelitian
21
Hasil pengolahan data menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan uji lanjut duncan
menunjukkan bahwa Perlakuan (P) (simulasi terang,
simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap) berpengaruh secara signifikan α < 0,005 terhadap pH media air. Demikian halnya dengan faktor waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α < 0,05 terhadap nilai pH media air. Sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan menunjukkan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai pH media air. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan pada α = 0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaan tingkat pH media air yang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), sedangkan antara non-simulasi terang (A2) dengan simulasi gelap (B1) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Hasil uji Duncan pada α = 0,05 menunjukan bahwa terdapat perbedaaan tingkat pH yang signifikan berdasarkan lama perlakuan. Pada to, atau sebelum perlakuan nilai pH media air rata-rata bernilai 7,21 atau air tersebut mempunyai pH yang netral, kemudian mengalami penurunan pada t1 dan t2 (60 dan 120 menit). Penurunan pH disebabkan karena terjadinya peningkatan kadar CO₂ bebas akibat proses repirasi. CO₂ bebas, akan bereaksi dengan air membentuk asam lemah, yaitu karbonat, dimana konsentrasi ion hidrogen sangat dominan sehingga pH akan bernilai sangat kecil. Proses ini disebabkan ikan sedang dalam masa adaptasi terhadap media air tersebut, proses adaptasi ikan akan berlangsung selama 30 sampai 150 menit (Kottelat et al. 1993). Kenaikan pH media air terjadi pada t3 sampai dengan t6 (menit ke 180-360). Pengaruh penurunan pH terhadap jumlah ikan akan berpengaruh terhadap laju resiprasi. Semakin padat suatu wadah transportasi maka hasil respirasi dan CO₂ bebas akan semakin meningkat, selain itu waktu transportasi, dan keasaman suatu media air juga dapat mempengaruhi nilai pH air. Transportasi ikan lele optimumnya menggunakan satu liter air untuk satu ikan. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi penurunan bobot ikan akibat stres selama transportasi (Mahyudin 2008). Nilai pH merupakan indikator tingkat keasaman perairan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pH perairan diantaranya aktivitas fotosintesis, suhu, dan terdapatnya anion dan kation. Nilai pH media air pada penelitian berkisar antara
22
7,2 hingga 6,3 sehingga masih dalam kisaran toleransi kehidupan ikan lele yang berkisar antara 6,5 hingga 9 (Kottelat et al. 1993). 4.1.4 Nilai karbondioksida (CO2) media air Karbondioksida (CO2) merupakan salah satu parameter kualitas air yang memiliki peranan penting dalam kehidupan organisme akuatik. Karbondioksida dalam perairan berasal dari beberapa sumber meliputi difusi langsung dari atmosfer, air hujan dengan kandungan CO2 sebesar 0,55-0,60 mg/L, air yang melewati tanah organik yang mengandung CO2 sebagai hasil proses dekomposisi, hasil respirasi dari organisme (Effendi 2003). Berdasarkan pengolahan data menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan uji lanjut duncan Perlakuan (P) (simulasi terang, simulasi gelap, nonsimulasi terang, dan non-simulasi gelap) berpengaruh secara signifikan α < 0,05 terhadap nilai karbondioksida (CO₂) air. Demikian halnya dengan faktor waktu (t) yang juga mempunyai pengaruh signifikan α < 0,05 terhadap nilai karbondioksida (CO₂) air. Sedangkan, interaksi antara waktu dan perlakuan menunjukan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai karbondioksida (CO₂) air. Grafik perubahan CO2selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Perubahan nilai CO2 air selama 6 jam penelitian Hasil uji lanjut Duncan pada α = 0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai karbondioksida (CO₂) media airyang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi terang (A2). Sedangkan antara non-simulasi
23
gelap (B2) dengan
simulasi gelap (B1) tidak menunjukan perbedaan yang
signifikan. Perbedaan sigifikan ini dipengaruhi oleh cahaya. Sedangkan perlakuan yang tidak menggunakan cahaya, tidak menunjukkan pengaruh signifikan. Hasil uji Duncan pada α = 0,05 terlihat bahwa terdapat perbedaaan nilai karbondioksida (CO₂) yang signifikan berdasarkan lama perlakuan. Berdasarkan Gambar 7 nilai karbondioksida mengalami fluktuatif, pada t0 (sebelum perlakuan) nilai CO₂ sebesar 3,99 ppm. Nilai tersebut mengalami peningkatan pada t1 dan t2 (menit ke-60 dan 120) sebesar 4,99 ppm dan 7,99 ppm. Puncak kenaikan nilai CO₂ terjadi pada t2 (menit ke-120). Nilai CO₂mengalami penurunan kembali pada t3, t4, t5, dan t6 (menit ke-180, 240, 300, dan 360). Hal tersebut dapat dilihat dari naiknya nilai pH yang mendekati nilai optimum. Nilai karbondioksida mengalami peningkatan puncak pada t2 = menit ke-120, hal tersebut berbanding terbalik dengan nilai pH pada penelitian ini. Pada menit ke-120 pH mengalami penurunan, hal tersebut yang menyebabkan kadar karbondioksida dalam air menjadi meningkat. Peningkatan nilai CO₂ yang semakin tinggi disebabkan oleh pengeluaran hasil dari respirasi ikan lele. Hal ini disebabkan karena ikan lele tersebut mengalami stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan dari akuarium pemeliharaan ke akuarium percobaan sehingga menyebabkan aktivitas atau kecepatan renangnya juga meningkat.Proses adaptasi ikan akan berlangsung selama 30 sampai 150 menit. Karbondioksida akan mempengaruhi keasaman air sehingga menurunkan pH air. Tingginya kandungan karbondioksida dibarengi dengan turunnya pH akan lebih berbahaya terhadap kelangsungan hidup ikan (Kottelat et al. 1993). Pada kondisi normal ikan memproduksi 1,4 mg CO2 untuk setiap 1 mg O2 yang dikonsumsi, penurunan nilai pH juga dapat meningkatkan nilai kadar karbondioksida dalam air. Peningkatan kadar karbondioksida, meskipun dapat menurunkan nilai amoniak dalam air akan tetapi dapat menurunkan konsumsi oksigen dalam darah ikan. Penurunan konsumsi oksigen dalam darah tersebut dapat mengakibatkan kematian pada ikan (Wedemeyer 1996). 4.1.5 Nilai amoniak (NH3) media air Amonia merupakan zat buang terlarut hasil metabolisme ikan oleh perombakan protein, baik dari kotoran ikan sendiri maupun dari sisa pakan, bila
24
kadar amonia dalam air tinggi maka ikan bisa keracunan. Nilai pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang dapat terionisasi
banyak
ditemukan
pada
perairan
yang
memiliki
nilai
pH
rendah.Perubahan DO selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Perubahan nilai TAN selama 6 jam penelitian Berdasarkan pengolahan data menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dan uji lanjut duncan terlihat bahwa Perlakuan (P) (simulasi terang, simulasi gelap, non-simulasi terang, dan non-simulasi gelap) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai amoniak (NH₃) media air. Demikian pula dengan interaksi antara waktu dan perlakuan yang menunjukan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai amoniak (NH₃) media air. Berbeda halnya dengan faktor waktu (t) yang mempunyai pengaruh signifikan α<0,05 terhadap nilai amoniak (NH₃) media air. Berdasarkan Gambar 8 konsentrasi total amoniak nitrogen rata-rata meningkat seiring bertambahnya waktu. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada jam ke-6 pada semua perlakuan.Tinggi rendahnya amonia dalam air dipengaruhi oleh suhu dan pH. Menurut Effendi (2003) bentuk kandungan NH3 dan NH4+ tergantung pada konsentrasi ion hidrogen pada air. Air dengan pH rendah memiliki ion hidrogen lebih banyak sehingga bentuk NH4+ lebih dominan. Jika pH meningkat diatas 7,2 maka juumlah ion hidrogen akan berkurang dan mengakibatkan bentuk NH3 lebih dominan. Peningkatan suhu air juga dapat
25
menyebabkan meningkatnya NH3 yang bersifat toksik sehingga dapat membahayakan ikan. Menurut Boyd (1992), kisaran konsentrasi NH3 yang aman untuk ikan tidak boleh lebih dari 0,04 mg/L. Kisaran nilai amonia dalam media air selama penelitian menunjukkan bahwa air telah mengalami penurunan kualitas, tetapi penurunan kualitas air ini tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan selama satu pengamatan. Terdapat faktor kualitas air lain yang menyebabkan ikan tetap hidup, yaitu kelarutan oksigen dalam air masih diatas 2 mg/L.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Simulasi transportasi ikan lele selama enam jam ternyata mempunyai pengaruh terhadap kualitas air yang meliputi suhu, pH, TAN (total amonia nitrogen), DO (dissolved oxygen), dan CO2, sehingga kualitas dari ikan yang di trasnsportasi mengalami penurunan kualitas. Penyebab penurunan kualitas air dapat disebabkan karena ikan lele tersebut mengalami stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan dari akuarium pemeliharaan ke akuarium percobaan. Meningkatnya aktivitas atau kecepatan berenang suatu ikan dapat mengakibatkan banyak respirasi, sehingga kualitas air akan lebih cepat mengalami penurunan. Ikan lele dumbo pada perlakuan gelap (tanpa penambahan cahaya) mempunyai aktifitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan terang (penambahan cahaya). Hal ini disebabkan karena lele merupakan ikan nokturnal. Penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan tingkat Dissolved Oxygen (DO) yang signifikan antara simulasi gelap (B1) dengan non simulasi gelap (B2). Sedangkan penambahan cahaya tidak memberikan pengaruh yang signifikan dan juga Nilai DO rata-rata menurun seiring bertambahnya waktu. Untuk parameter suhu terdapat perbedaan tingkat suhu media airyang signifikan antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2).Perbedaan tingkat pH media airyang signifikan terjadi antara simulasi terang (A1) dengan non simulasi gelap (B2), nilai pH mengalami penurunan pada t1 dan t2 (60 dan 120 menit). Penurunan pH disebabkan karena terjadinya peningkatan kadar CO₂ bebas akibat proses repirasi perlakuan. Perbedaan nilai karbondioksida (CO₂) media airyang signifikan terjadi antara simulasi terang(A1) dengan non simulasi terang (A2), dan juga terdapat perbedaaan
nilai
karbondioksida (CO₂) yang signifikan
berdasarkan lama perlakuan. Konsentrasi total amoniak nitrogen rata-rata meningkat seiring bertambahnya waktu. Konsentrasi amoniak tertinggi terdapat pada jam ke-6 pada semua perlakuan.
27
5.2 Saran Saran pada penelitian selanjutnya adalah penambahan waktu lama transportasi sehingga diperoleh waktu optimum ikan dapat bertahan hidup dalam media air tersebut. Tingkat getaran pada alat simulasi tersebut perlu di ukur lebih lanjut untuk mendapatkan tingkat getaran sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali AB, Izham M, Kamalden, Abas A. 1989. Preliminary Study on Mortality of Catfish (Clarias macrochepalus) Fry Transported in Plastic Bags. Pertanika, p: 335-340. Barner RD. 1963. InvertebrataZoologi. W.B. Saunders Company: Philadelphia. Boyd CE. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Co, New York, p: 6-50. [BPS]
Badan Pusat Statistik.2007. Produksi Perikanan Budidaya Menurut Provinsi dan Subsektor. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=56¬ab=6 [8 November 2010].
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. 259 p. Forteath N. 1993. Types of Recirculating Systems. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia, p: 33-39. Forteath N, Wee L, Frith M. 1993. Water Quality. In: P. Hart and D. O’ Sullivan (eds.). Recirculation Systems: Design, Construction and Management. University of Tasmania at Launceston, Australia, p: 1-21. Irianto HE, Soesilo I. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan. http//www.scribd.com/doc/28831060/dukungan tek-perikanan [8 November 2010]. Jhingran VG, Pullin RSV. 1985. A hatchery manual for the common carp, Chinese, and Indian major carps. ICLARM Studies and Reviwes 11. Asian Development Bank. P:74-80. Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus: Jakarta. Mahyudin K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta : Penebar Swadaya. Muljanah IE. Setiabudi D, Suryaningrum, Wibowo S.1994. Pemanfaatan Sumber Daya Lobster di Kawasan Jawa Barat dan Bali. Jurnal Penelitian Pascapanen Perikanan, (79):1-3. Mushoffa M. 1995. Pengaruh manipulasi intensitas cahaya terhadap peningkatan produksi brachionus plicatilis.[Skripsi]. Bogor : IPB. FPIK. BDP. Rand MC, Greenberg AE, Taras MJ. 1975. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 14th Ed. Washington, DC: APHA, 1015 Eighteenth Street NW. Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jakarta: Bina Cipta.
29
Spotte, Stephen H. 1970. Fish and Invertebrate Culture: Water Management in Close System. Wiley-Intersciene, John Wilwy & Sons Inc, New York. Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, Inc. New York, p: 1-125. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Volpato GL dan Barreto RE. 2001. Environmental Blue Light Prevents Stress in The Fish Nile Tilapia. Brazilian Journal of Medical and Biological Research, p: 1041-1045. Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman and Hall, New York, 232 p.
31
Lampiran 1 Analisis nilai DO media air A. Tabel ANOVA disolved oxigen (DO) media air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:DO Type III Sum Source
of Squares
df
Mean Square
F
41,041a
28
1,466
767,158
1
767,58
U P T P*t Error
,182 ,767 37,963 2,130
1 3 6 18
,182 ,256 6,327 ,118
,500
27
,019
Total
808,700
56
41,541
55
Corrected Model Intercept
Corrected Total
Sig.
79,098 41398,8 88 9,806 13,788 341,441 6,384
a. R Squared = .988 (Adjusted R Squared = .975)
B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap DO media air DO Subset P Duncana
N
1
2
3
B1
14
A1
14
3,7064
A2
14
3,7579
B2
14
Sig.
3,5129
3,7579 3,8279
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .019.
,326
,185
,000 ,000 ,004 ,000 ,000 ,000
32
C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai DO media air DO Subset t Duncana
N
1
2
3
4
5
t6
8 2,3812
t5
8
t4
8
t3
8
t2
8
4,2388
t1
8
4,2400
t0
8
Sig.
6
2,8987 3,4925 3,6400
5,0175 1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .019.
1,000 are
1,000
,985
1,000
33
Lampiran 2 Analisi nilai suhu media air A. Tabel ANOVA suhu media air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Suhu Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
Corrected Model Intercept U P T P*t Error
26,491a 44858,896 ,237 14,713 7,743 3,799
28 1 1 3 6 18
,946 44858,896 ,237 4,904 1,290 ,211
4,002
27
,148
Total
44889,390
56
30,493
55
Corrected Total
F
Sig.
6,383 302631,104 1,596 33,086 8,706 1,424
a. R Squared = .869 (Adjusted R Squared = .733)
B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap suhu media air Suhu Subset P Duncana
N
1
2
B2
14
27,7643
A2
14
28,0357
B1
14
A1
14
Sig.
3
28,0357 28,2786 29,1329
,073
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .148.
,107
1,000
,000 ,000 ,217 ,000 ,000 ,198
34
C.Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap suhu media air Suhu Subset T a
Duncan
N
1
2
3
t0
8
t3
8
28,0875
t1
8
28,4375
28,4375
t4
8
28,4375
28,4375
t2
8
28,5500
t5
8
28,5625
t6
8
28,5700
Sig.
27,4750
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .148.
,096
,545
35
Lampiran 3 Analisi nilai kesadahan (pH) A. Tabel ANOVA kesadahan (pH) media air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:pH Type III Sum of Squares
Source
a
df
Mean Square
Corrected Model Intercept U P T P*t Error
1,994 2610,836 ,001 ,174 1,710 ,109
28 1 1 3 6 18
,071 2610,836 ,001 ,058 ,285 ,006
,088
27
,003
Total
2612,919
56
2,083
55
Corrected Total
F 21,742 796992,602 ,397 17,684 87,025 1,843
a. R Squared = .958 (Adjusted R Squared = .913)
B. Pengujian lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap nilai pH air pH Subset P Duncana
N
1
2
B2
14
6,7621
A2
14
6,7843
B1
14
6,8743
A1
14
6,8914
Sig.
,315
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .003.
,435
Sig. ,000 ,000 ,534 ,000 ,000 ,073
36
C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai pH media air pH Subset T a
Duncan
N
1
2
3
4
t2
8
t3
8
6,7425
t1
8
6,7525
6,7525
t4
8
6,7725
6,7725
t5
8
t6
8
t0
8
Sig.
5
6,6125
6,8125 6,8925 7,2112 1,000
,332
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,003.
,056
1,000
1,000
37
Lampiran 4 Analisis nilai karbondioksida (CO2) A. Tabel ANOVA nilai karbondioksida (CO2)media air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:CO2 Type III Sum of Squares
Source
df
Mean Square
F
Corrected Model Intercept U P T P*t Error
78,948a 1457,170 1,781 9,334 56,717 11,115
28 1 1 3 6 18
2,820 1457,170 1,781 3,111 9,453 ,618
16,174
27
,599
Total
1552,292
56
95,122
55
Corrected Total
Sig.
4,707 2432,530 2,974 5,194 15,780 1,031
,000 ,000 ,096 ,006 ,000 ,461
a. R Squared = .830 (Adjusted R Squared = .654)
B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan nilai CO2 media air CO2 Subset P Duncana
N
1
2
A2
14
4,566014
B2
14
4,851379
B1
14
A1
14
Sig.
3
4,851379 5,422100
5,422100 5,564779
,338
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .599.
,062
,630
38
C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai CO2media air CO2 Subset T a
Duncan
N
1
2
3
4
5
t0
8
3,995300
t5
8
4,244988
4,244988
t6
8
4,494675
4,494675
4,494675
t1
8
4,994050
4,994050
4,994050
t4
8
5,243738
5,243738
t3
8
t2
8
Sig.
5,493425 7,241300 ,234
,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .599.
,077
,234
1,000
39
Lampiran 5 Analisis nilai amoniak (NH3 ) A. Tabel ANOVA nilai amonia (NH3) media air Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:NH3 Type III Sum of Squares
Source Corrected Model Intercept U P T P*t Error Total Corrected Total
Df
Mean Square
,277a 3,329 ,001 ,000 ,253 ,023
28 1 1 3 6 18
,010 31,329 ,001 7,498E-5 ,042 ,001
,045
27
,002
31,651
56
,322
55
F 5,911 18735,534 ,849 ,045 25,174 ,748
a. R Squared = .860 (Adjusted R Squared = .714)
B. Uji lanjut Duncan pengaruh perlakuan terhadap nilai NH3 air NH3 Subset P Duncana
N
1
B2
14
,74529
A1
14
,74693
A2
14
,74914
B1
14
,75050
Sig.
,762
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .002.
Sig. ,000 ,000 ,365 ,987 ,000 ,736
40
C. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu terhadap nilai NH3 media air NH3 Subset T Duncana
N
1
2
3
4
t1
8
,64188
t0
8
,67088
t3
8
t4
8
,77063
t5
8
,78700
t2
8
,79337
t6
8
Sig.
,72525
,84675 ,168
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .002.
,303
1,000
5
41
Lampiran 6 Gambar simulasi cahaya untuk transportasi A. Simulasi dengan menggunakan cahaya
B. Simulasi tanpa menggunakan cahaya
42
Lampiran 7 Gambar peralatan yang digunakan dalam penelitian A. DO meter
B. pH meter
43
Lampiran 8 Gambar proses analisis kualitas air titrasi CO2
44
Lampiran 9 Simulasi percobaan