Jurnal Penelitian Psikologi 2010, Vol. 01, No. 01, 11-22
Pengaruh Bimbingan Do’a dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre-Operasi Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum Jombang Abstract: this research aims to test the influence of guidance in performing prayer and dzikir to the pre-surgery patients toward overcoming pre-surgery anxiety. Subjects are pre-surgery patients in Swadana hospital Pare Kediri, each taken as many as 20 patients as the experimental group and 20 patients as the control group, obtained through purposive random sampling technique. The research use quasi-experiment method and randomized control group only design, and then the data analyze using t-test. The result has shown that there is significant difference of anxiety between patients who are given dzikir guidance and patients who are not given dzikir guidance (t = -3.344, with the level of significance p = 0.002), where the anxiety of pre-surgery patients who are not given dzikir guidance is higher than patients who are given dzikir guidance. This result indicates that the granting of prayer and dzikir guidance effectively reduce the levels of anxiety of pre-surgery patients. Keywords: guidance, prayer, dzikir, anxiety, and patient pre-surgery. Abstrak: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah bimbingan dalam melakukan do’a dan dzikir pada pasien pre-operasi berpengaruh dalam mengatasi kecemasan pre-operasi. Subjek penelitian adalah pasien pre-operasi di RSUD Swadana Pare Kediri, yang masing-masing diambil sebanyak 20 orang untuk kelompok eksperimen dan 20 orang untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan rancangan randomized control group only design. Analisa data menggunakan t-test. Hasil penelitian membuktikan ada perbedaan yang signifikan pada kecemasan pasien pre-operasi antara pasien yang diberi bimbingan dzikir dan pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir (t = -3,344 dengan p = 0,002), dimana tingkat kecemasan pasien pre-operasi yang tidak diberi bimbingan dzikir dan do’a lebih tinggi dibanding pasien yang diberi bimbingan dzikir. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian bimbingan do’a dan dzikir efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien pre-operasi. Kata Kunci: bimbingan, do’a, dzikir, kecemasan, dan pasien pre-operasi.
Perjalanan hidup manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, bahkan terkadang harus mengalami berbagai kejadian berat atau musibah yang mengharuskan berhubungan dengan rumah sakit. Penanganan di rumah sakit terhadap pasien berbeda-beda tergantung intensitas penyakit yang dideritanya. 11
12
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno
Penyakit yang diderita pasien terkadang menyebabkan terjadinya kecemasan, khususnya pada pasien dengan kategori berat hingga harus dilakukan tindakan operasi. Kecemasan pasien pre-operasi berbeda-beda setiap individu. Secara umum kecemasan merupakan pengalaman manusiawi yang universal, suatu respon emosional yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu reaksi antisipatif, rasa takut yang tidak terekspresikan dan tidak terarah, karena sumber ancaman atau pikiran tentang sesuatu yang akan datang tidak jelas dan tidak terdefinisikan. Menurut Gunarsa (1980), kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati yang timbul didalam tanpa ada perangsang dari luar. Kebanyakan manusia pernah mengalami rasa takut, cemas, dan khawatir. Walaupun kecemasan bermula dari rasa takut, namun masih dapat dibedakan dalam berbagai hal. Ketakutan cenderung bersifat langsung disebabkan oleh benda atau peristiwa yang bersifat spesifik dan disadari. Sedangkan kecemasan bersifat langsung tanpa ada sumber yang jelas dan tidak disadari. Reaksi kecemasan yang biasa atau normal akan berakhir pada saat bahaya berlalu. Kecemasan selalu melibatkan komponen psikis (afektif, kognitif, perilaku) dan biologis (somatik, neurofisiologis). Gejala somatik sangat bervariasi pada masing-masing individu, tetapi pada dasarnya merupakan manifestasi keterlibatan syaraf otonom dan sistem visceral yaitu sistem urogenital (sering kencing atau sulit kencing), sistem cardiovasculer (tekanan darah tinggi, berkeringat dingin, sakit kepala, dan lain-lain), sistem gastrointestinal (diare, kembung, iritasi lambung, dan colon obstipasi), sistem respiratori (nyeri dada, hidung tersumbat), sistem musculoskeletal (kejang, nyeri otot, dan keluhan mirip rematik). Keluhan-keluhan tersebut di atas berhubungan dengan kecemasan yang dialami seorang pasien. (Wibisono, 1990). Kecemasan dapat diekspresikan dengan berbagai cara. Seseorang mengekspresikan kecemasan yang ringan dengan cara-cara yang dikenalnya. Seperti bentuk khawatir dan tertekan atau sering merasa tidak tenang dan cemas, sikap lebih mudah marah, atau merasa mudah tersinggung. Orang yang cemas mudah dipengaruhi oleh apa yang dikatakan atau apa yang dilakukan oleh orang lain, karena sering merasa bahwa dirinya salah dimengerti dan sangat sensitif terhadap kritik atau kecaman. Menurut pengamatan penulis selama bekerja di RSUD Swadana Pare, tampaknya pasien pre-operasi mengalami kecemasan walaupun dengan tingkat yang bervariasi. Kecemasan akan proses pre-operasi biasa disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah akrena adanya perasaan takut pada pasien akan terjadinya cacat, adanya ketakutan tidak sembuh, takut meninggal, biaya operasi, lingkungan kamar operasi, dan juga informasi atau mitos yang berkaitan dengan operasi. Berdasarkan keterangan dari petugas kamar operasi bahwa setiap pasien yang akan dilakukan operasi banyak mengalami kecemasan ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan jumlah nadi. Bahkan pada bulan Agustus-Oktober 2006, tercatat terjadi penundaan tindakan operasi
Pengaruh Bimbingan Do’a dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre-Operasi
13
sebanyak 3 orang disebabkan pasien mengalami cemas beat ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang tinggi. Terjadinya kecemasan menyebabkan menurunnya imunitas penderita. Menurut Snyderman (dalam Hawari, 2004) bahwa terapi medis saja tanpa disertai do’a dan dzikir tidaklah lengkap. Kenyataanya banyak penderita yang belum mendapat bimbingan terhadap pendekatan keagamaan untuk melakukan do’a dan dzikir baik dari tenaga pelayanan kesehatan maupun dari keluarga penderita. Hal ini terjadi karena disebabkan kurang pengetahuan tentang keagamaan dan bimbingan dalam melaksanakan kegiatan keagamaan tersebut terutama dalam hal do’a dan dzikir. Upaya untuk menurunkan tingkat kecemasan pada penderita di rumah sakit adalah ditingkatkannya mutu pelayanan kesehatan terutama pemberian asuhan keperawatan pada aspek spiritual. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya kerjasama antara tenaga pelayanan kesehatan, penderita, dan keluarga penderita, dengan cara menyiapkan tenaga pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pendekatan secara keagamaan, memberikan bimbingan tentang peningkatan keimanan, dan pelaksanaan do’a dan dzikir. Atau bisa mendatangkan seorang pemuka agama untuk membimbing dalam memberikan support psikologis dengan melakukan do’a dan dzikir, sehingga kecemasan berkurang dan imunitas meningkat. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan kecemasan pasien pre-operasi antara yang dibimbing dengan do’a dan dzikir dengan yang tidak dibimbing, pada RSUD Swadana Pare, Kediri. Kecemasan Pasien Pre-operasi Kecemasan adalah respon atau pengalaman yang menyakitkan yang dialami oleh seseorang terhadap berbagai alat-alat dalam yang tunduk di bawah jaringan syaraf bebas, seperti jaringan jantung, alat pernafasan, kelenjar-kelenjar peluh, dan lain-lain. (Freud, dalam Lestari, 2005). Sedangkan menurut Kartono (1990), dinyatakan bahwa kecemasan sebagai suatu kegelisahan-kegelisahan, kekhawatiran serta ketakutan terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang difuse atau dibaur dan mempunyai ciri yang merugikan bagi seseorang. Selanjutnya gejala pengiring pada kecemasan dan ekuivalen kecemasan atara lain adalah gemetar, gelegar, berpeluh dingin, mulut menjadi kering, membesarnya pupil, sesak nafas, percepatan nadi dan detak jantung, muntah, mual, murus, dan lain-lain. Lazarus (dalam Lestari 2005), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu pengalaman emosional yang dirasakan sebagai suatu yang tidak menyenangkan, tidak jelas yang dirasakan atau tidak diketahui penyebabnya. Kecemasan timbul karena adanya ancaman baik dari luar maupun dari dalam tubuh terhadap keselamatan diri atau lingkungan yang menyebabkan perubahan fisiologis tubuh. Pre berarti sebelum, dan operasi berarti suatu tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum dilakukan tindakan operasi
14
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno
(Hendra, 2000). Tujuan utama adalah untuk mengadakan penilaian sebelum pembedahan atau pre-operasi, untuk mengenali masalah atau persoalanpersoalan yang menyangkut resiko pembedahan (Schroek, 1995). Kecemasan pasien menghadapi pre-operasi adalah kecemasan terhadap masalah menjelang pelaksanaan operasi yang akan dihadapi pasien dimana merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang menimbulkan stress dan konflik, bersifat subyektif, dan timbul karena individu merasa dirinya menghadapi ketegangan. Kecemasan pasien pre-operasi termasuk state anxiety yaitu gejala kecemasan yang timbul bila individu dihadapkan pada situasi tertentu. Situasi-situasi ini akan menyebabkan individu mengalami kecemasan dan gejalanya akan selalu tetap tampak selama situasi tersebut ada. Gangguan kecemasan secara umum ditandai oleh tiga hal, yaitu 1) Harapan yang mengkhawatirkan, seperti khawatir nasib buruk yang akan menimpa dan kesulitan untuk konsentrasi. 2) Ketegangan motorik yang ditandai dengan gelisah, sakit kepala, gemetar, dan tidak dapat rileks. 3) Hiperaktifitas otonomik, misalnya kepala terasa ringan, berkeringat, mulut kering, dan kepala pusing (Maslin, 1996). Terdapat banyak faktor penting yang mempengaruhi kecemasan, antara lain: 1) Faktor nilai ambang (stress/frustration tolerancy, frustation dremple) setiap individu berbeda tergantung keadaan somato-psiko sosialnya. Perbedaan ini disebabkan faktor umur, seks, kepribadian, intelegensi, emosi, dan status sosial atau pekerjaan (Maramis, 2004). 2) Faktor kematangan (maturity). Individu yang telah mencapai kematangan dalam arti telah tumbuh dan berkembang dalam fase perkembangan yang semestinya, maka akan mudah menyesuaikan diri secara fleksibel karena telah memiliki integritas kepribadian (Mapiare, 1983). 3) faktor kepribadian (personality). Kepribadian ini telah terbentuk dari hasil proses belajar yang diterima sejak awal kehidupan dan pengalaman yang membentuk pola kepribadian khas individu (Suryabrata, 1986). 4) Faktor kondisional, meliputi faktor psikis, fisik, maupun sosial yang membantu dalam mengatasi tugas-tugas perkembangan diantaranya efisiensi fisik yang baik, kemampuan motorik, kemampuan mental, motivasi, model, dan peran. Kondisi ini akan sangat membantu dalam mengadakan penyesuaian diri secara normal dan konstruktif (Hurlock, 1991). 5) Faktor lingkungan, meliputi llingkungan fisik maupun sosial. Menurut Skinner dalam stimulus respon teori mengatakan tingkah laku manusia itu berkembang dan dipertahankan oleh anggota masyarakat untuk bertingkah laku seperti yang diharapkan dan sesuai dengan masyarakat di tempat tinggalnya. Menurut Kartono (1990) sumber-sumber kecemasan meliputi: 1) Ketakutan dan kecemasan terus-menerus yang disebabkan oleh kesusahan-kesusahan dan kegagalan-kegagalan yang bertubi-tubi. 2) Represi terhadap macam-macam masalah emosional akan tetapi tidak dapat berlangsung secara emosional. 3) Ada
Pengaruh Bimbingan Do’a dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre-Operasi
15
kecenderungan-kecenderungan harga diri yang terhalang. 4) Dorongandorongan seksual yang tidak terpuaskan sehingga mengakibatkan konflik batin. Konsep Do’a dan Dzikir Dalam pengertian lughawy (bahasa), kata ‚do’a‛ diturunkan dari bahasa Arab yaitu ‚da’aa-yad’uu‛ yang mempunyai banyak pengertian seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an maupun dalam hadist-hadist Rasulullah SAW. Do’a adalah permohonan yang dimunajatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, Maha pengasih, Maha penyayang, dan Maha pengampun. Do’a sesungguhnya memiliki tiga unsur yang sangat penting, yaitu 1) Pernyataan seorang hamba tentang eksistensi Allah SWT. Dengan kata lain, seorang hamba merasa yakin sepenuhnya bahwa Allah SWT memang eksis, Maha Kuasa, Maha Pemurah, dan Penyayang selaku Dzat yang paling Agung. 2) Pernyataan seorang hamba tentang ketidakberdayaannya. Seorang hamba akan pasrah kepada Allah SWT karena dia yakin bahwa segala usaha yang telah dilakukan hanyalah sebatas ikhtiar belaka, serta tidak berkuasa dalam menentukan hasil akhir merupakan unsur penting dalam setiap do’a. 3) Wujud nyata introspeksi diri. Kita tidak boleh khilaf bahwa Allah SWT pasti tidak akan mengabulkan permintaan sepanjang kita melanggar segala larangan dan menjauhi segala perintah-Nya. Bagi pemeluk agama Islam, do’a dan dzikir merupkaan salah satu bentuk komitmen keagamaan/keimanan seseorang. Dzikir adalah mengingat Allah dengan segala sifat-sifat-Nya. Pengertian dzikir tidak terbatas pada bacaan dzikirnya itu sendiri (dalam arti Semit), melainkan meliputi segala bacaan, sholat ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana diperintahkan dalam agama. Dengan demikian, yang dimaksudkan dengan do’a dan dzikir adalah suatu amalan dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara lisan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah SWT dengan selalu mengingat nama dan sifat-Nya. Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, do’a dan dzikir mengandung unsur psikoteraupetik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi dan psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme (Hawari, 2004). Beberapa tujuan berdo’a adalah: 1) Mohon perlindungan Allah SWT, tersurat dalam dalam surat Al-Fath (QS: 11;48) yang artinya: “Katakanlah, maka siapa (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahiui apa yang kamu kerjakan”. 2) Memohon pertolongan Allah SWT, tersurat dalam surat Yunus (QS: 10;107), yang artinya: “Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia”. 3) Mentaati Allah SWT. Bagi orang beriman dia memiliki keyakinan sepenuhnya bahwa Allah SWT adalah satu-satunya sang Pencipta, sang Penjaga, sang Penentu, yang serba Maha dalam sifat-sifat-Nya. 4) Mendapatkan ridho Allah SWT. Keridhoan Allah merupakan the ultimate goal, tujuan tertinggi bagi
16
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno
seorang mukmin. Apapun yang dia usahakan termasuk berdo’a kepada-Nya tiada tujuan lain kecuali semata-mata untuk mendapatkan keridhoan-Nya. Do’a Kesembuhan Artinya: “Ya Allah ya Tuhanku, Engkau adalah mengetahui segala macam penyakit. Semubuhkanlah hamba-Mu yang kekurangan ini. Engkaulah ya Allah yang Maha Mengobati. Tidak ada obat kecuali dari Engkau. Sembuhkanlah hamba-Mu ini dan tidak akan kambuh-kambuh lagi”. Allah SWT berfirman: “Dan bila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkanku”. (QS: 26;28). “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (QS: 17;82). Dzikir untuk Kesembuhan As-salaam artinya yang memberi keselamatan, dibaca 136 kali setiap hari. Artinya: ‚Dia-lah yang memegang keselamatan seluruh alam dan hanya Dia-lah yang Maha Selamat dari segala cacat dan kekurangan”. An-Naafi’u artinya yang memberi manfaat. Dia-lah yang memberi manfaat kepada hamba-hamba-Nya. Apabila kita membaca “Ya Nafi’u”, Insya Allah bila kita sedang berduka cita akan segera hilang dan jika sedang sakit akan segera sembuh. Kecemasan tidak secara langsung dapat menyebabkan kematian, namun akibat-akibat sampingan yang ditimbulkannya akan bersifat sebagai keutaan tersembunyi yang dapat menghentikan kehidupan orang yang mengalaminya. Suatu pengaruh atas jiwa dan perbuatan seseorang membawa arah perubahan, sehingga pikiran, perasaan, dan kemauannya terpengaruh untuk meyakini apa yang dikehendaki pada dirinya. Menurut Ahmadi (1982), karena adanya pengaruh itu, perasaan dan kemauan sendiri sedikit banyak dikesampingkan, pikiran sendiri tidak dipergunakan, sehingga bila ada satu desakan dari lingkungan eksternal maka dengan mudah orang itu meyakini dan menerima mentah-mentah tanpa pertimbangan yang dalam. Sehingga dengan demikian orang yang mengalami kecemasan akan mudah dipengaruhi oleh pihak luar khususnya pihak yang berkompeten dalam hal ini adalah perawat. Kondisi tersebut jika diarahkan dalam bentuk asuhan religi akan sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi kecemasannya. Pemberian bantuan untuk berdo’a dan berdzikir oleh perawat akan membuat pasien lebih tenang dalam mempersiapkan diri untuk menjalani operasi. Konsep ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 28: “(yaitu) orangorang yang beriman dan hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. Jadi dengan pemberian terapi religi dalam bentuk do’a dan dzikir akan membuat kecemasan pasien berkurang. Hal ini akan berbeda dengan pasien yang tidak diberi perlakuan dalam bentuk do’a dan dzikir, maka kecemasannya akan tetap dalam menghadapi Pre-operasi. Hal ini sesuai dengan penelitian di Universitas George Town Amerika Serikat, sebanyak 212 studi dengan hasil 75% menyatakan bahwa komitmen agama menunjukkan pengaruh positif. Juga survey oleh majalah TIME dan CNN
Pengaruh Bimbingan Do’a dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre-Operasi
17
serta USA Weekend tahun 1996, menyatakan bahwa lebih 70 pasien percaya bahwa do’a dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien manyatakan hendaknya para dokter juga memberi terapi keagamaan, misalnya dalam bentuk do’a dan dzikir (Hawari, 2004). Metode Penelitian Karakteristik populasi yang menjadi sasaran penelitian adalah pasien preoperasi di RSUD Swadana Pare Kediri, sedangkan sampel yang diambil sebanyak 40 orang pasien yang terbagi menajdi dua kelompok, antara lain: 20 orang kelompok eksperimen dan 20 orang kelompok kontrol. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Incidental Purposive Sampling, yaitu mengambil sampel dengan cara memilih orang-orang yang telah ditentukan ciri-ciri atau sifat-sifatnya yang saat itu berada di sekitar penelitian. (Hadi, 1991). Ciri-ciri yang ditatapkan adalah pasien pre-operasi, sedangkan incidental sampling yaitu ditetapkan berdasarkan waktu penelitian yaitu pasien yang akan menjalani operasi pada bulan Januari 2007. Identifikasi variabel-variabel penelitian ini meliputi, variabel Bebas yaitu pemberian do’a dan dzikir, sedangkan variabel tergantung , yaitu kecemasan pasien Pre-operasi. Pemberian do’a dan dzikir dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk terapi religi berupa pemberian perlakuan khusus oleh seorang perawat kepada pasien yang berupa bantuan atau bimbingan untuk berdo’a dan berdzikir sambil menunggu proses operasi. Sedangkan kecemasan pasien preoperasi dapat dijelaskan sebagai suatu keluhan persaan cemas, khawatir, tegang, yang dirasakan oleh penderita pre-operasi, yang dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan menyakitkan seperti kegelisahan dan rasa tidak aman yang ditandai dengan gejala fisik dan psikis. Salah satu faktor yang penting dalam suatu penelitian adalah mengadakan pengkuran, baik buruknya hasil suatu penelitian tergantung pada teknik pengumpulan datanya, yaitu suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengidentifikasi besar kecilnya obyek atau gejala. (Hadi, 1991). Adapun alat pengumpul data yang penulis gunakan adalah Skala. Skala ini bertujuan untuk menungkap tinggi rendahnya keluhan, perasaan cemas, khawatir, dan tegang yang dirasakan oleh pasien menjelang operasi, yang dirasakan sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan menyakitkan seperti kegelisahan dan rasa tidak aman yang ditandai dengan gejala fisik dan psikis. Skala ini dikembangkan peneliti dari teori Daradjat (1996) yang membagi gejala kecemasan menjadi dua bagian, yaitu: 1) Gejala yang bersifat fisik ; ujung jari terasa dingin, pencernaan menjadi tidak teratur, detak jantung bertambah cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, dan sesak nafas. 2) Gejala yang bersifat psikis ; perasaan khawatir, gugup, tegang, was-was, rasa tdiak aman, dan mudah terkejut.
18
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno
Rancangan Dan Prosedur Eksperimen Penelitian ini menggunakan metode Quasi Eksperiment, yaitu suatu bentuk penelitian eksperimen yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Only Designe. Dalam rancangan ini sekelompok subyek yang diambil dari populasi tertentu dikelompokkan secara rambang menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dikenai variabel perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu, lalu kedua kelompok ini dikenai pengukuran yang sama. Secara bagan, rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 1 : Rancangan Eksperimen Kelompok Perlakuan KE X KK ~X Keterangan : X ~X 1
Post-test 1 1
: perlakuan atau bimbingan do’a dan dzikir : tidak mendapat perlakuan : pengukuran setelah perlakuan
Prosedur Ekpserimen Secara random dari jumlah pasien RSUD Swadana Pare Kediri dibagi menjadi dua kelompok, yang diambil dari hari yang berbeda. Masing-maisng kelompok beranggotakan 20 pasien. Kelompok pertama ditetapkan sebagai kelompok eksperimental, yang akan diberikan perlakuan, berupa bimbingan do’a dan dzikir yang melebihi standar penanaganan pasien, sementara kelompok kedua tidak diberikan perlakuan seperti kelompok pertama, hanya diberikan pelayanan sesuai prosedur tetap standar penanganan pasien. Eksperimenter memberikan perlakuan khusus kepada pasien eksperimental pada tahap pertama adalah pasien diberi pelayanan sesuai prosedur tetap standar penanganan pasien, setelah semua prosedur dilalui maka pasien mulai diberi perlakuan untuk dibimbing berdo’a dan berdzikir sesuai dengan modul yang telah disusun dan saat menjelang pelaksanaan operasi baru diberi skala. Pada kelompok kontrol pasien diberi mpelayanan sesuai prosedur tetap standar penanganan pasien, setelah semua prosedur dilalui maka pasien dipersilahkan menunggu waktu operasi dan baru menjelang operasi diberi skala.
Pengaruh Bimbingan Do’a dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre-Operasi
19
Metode Analisa Data Suatu penelitian tidak hanya mengandalkan data-data kasar yang diperoleh dari penelitian saja, sebab data-data kasar itu pada umumnya belum bisa memberikan gambaran yang cukup berarti. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah data diperoleh adalah dilakukan analisa data. Tipe penelitian yang dilakukan adalah Komparatif yang bertujuan untuk membandingkan tentang kecemasan pasien pre-operasi antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Model analisis yang tepat adalah t-test. Hasil Penelitian Dan Pembahasan Hasil penelitian berupa hasil analisis statistik t-test yang perhitungannya menggunakan komputer Seri program Statistik (SPS-2000) modul Analisis Dwivariat, program Uji-t Antar Kelompok (Student), Edisi Sutrisno Hadi dan Yuni Pamardiningsih, Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Versi IBM/IN, hak cipta © 2001. Hasil penghitungan tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5 Hasil t-test Sumber A1-A2
t -3,344
P 0,002
Kesimpulan <0,01
Signifikansi Sangat Signifikan
Tabel 6 Hasil Perhitungan Rerata Kecemasan Pasien Pre-operasi Sumber Rerata Kesimpulan A1 80,450 A2 93,650 Keterangan : A1 : Kelompok Eksperimen A2 : Kelompok Kontrol Y : Kecemasan Pasien Pre-operasi p : Peluang Ralat
A2>A1
Hasil analisa t-test pada kecemasan pasien pre-operasi didapatkan t=3,344 dengan p=0,002 (p<0,01), serta rerata A2>A1, maka hal ini menunjukkan ada perbedaan yang sangat signifikan kecemasan pasien pre-operasi antara pasien yang diberi bimbingan dzikir dan pasien yang tidak diberi bimbingan do’a dan dzikir, dimana kecemasan pasien pre-operasi pada pasien yang tidak diberi bimbingan do’a dan dzikir lebih tinggi dibanding pasien yang diberi bimbingan do’a dan dzikir. Jadi hipotesis diterima. Hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan kecemasan pasien pre-operasi antara pasien yang diberi bimbingan dzikir dan pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir, dimana kecemasan pasien
20
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno
pre-operasi pada pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir lebih tinggi di banding pasien yang diberi bimbingan dzikir. Dengan demikian hipotesis yang diajukan diterima. Uraian dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Universitas George Town Amerika Serikat, sebanyak 212 studi dengan hasil 75% menyatakan bahwa komitmen agama menunjukkan pengaruh positif pada pasien. Juga surve oleh majalah TIME, CNN, dan USA Weekend tahun 1996, menyatakan bahwa lebih 70% pasien percaya bahwa do’a dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan hendaknya para dokter juga memberikan terapi keagamaan, misalnya dalam bentuk do’a dan dzikir. (Hawari, 2004). Menurut Gunarsa (1980), kecemasan merupakan suatu perubahan suasana hati yang timbul didalam tanpa ada perangsang dari luar. Kebanyakan manusia pernah mengalami rasa takut, cemas, dan khawatir. Walaupun kecemasan bermula dari rasa takut, namun masih dapat dibedakan dalam berbagai hal. Ketakutan cenderung bersifat langsung, disebabkan oleh benda atau peristiwa yang bersifat spesifik dan disadari. Sedangkan kecemasan bersifat langsung tanpa ada sumber yang jelas dan tidak disadari. Reaksi kecemasan yang biasa atau normal akan berakhir pada saat bahaya berlalu. Karena kecemasan bersumber dari suasana hati maka dengan pemberian terapi do’a dan dzikir akan meredam kecemasan yang ada. Pemberian bantuan untuk berdo’a dan berdzikir oleh perawat akan membuat pasien lebih tenang dalam mempersiapkan diri untuk menjalani operasi. Konsep ini sesuai dengan Firman Allah dalam AlQur’an pada surat Ar-Ra’d ayat 28 yang artinya sebagai berikut : ‚(yaitu) orangorang yng beriman dan hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram”. Jadi perbedaan kecemasan antara pasien yang diberikan bantuan untuk berdo’a dan berdzikir dengan yang hanya diberi pelayanan standar, disebabkan karena pasien yang diberi perlakuan lebih didekatkan hatinya dengan sang Pencipta, sehingga lebih pasrah dalam menghadapi masa operasi, tetapi pada pasien yang hanya diberi pelayanan sesuai standar harus mampu mengendalikan kecemasannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Hal ini juga mendukung pendapat Snyderman (dalam Hawari, 2004), terjadinya kecemasan menyebabkan menurunnya imunitas penderita dan menurutnya bahwa terapi medis saja tanpa disertai do’a dan dzikir tidaklah lengkap. Kenyataannya banyak penderita yang belum mendapat bimbingan terhadap pendekatan keagamaan untuk melakukan do’a dan dzikir baik dari tanaga pelayanan kesehatan maupun dari keluarga penderita. Hal ini terjadi karena disebabkan kurang pengetahuan tentang keagamaan dan bimbingan dalam melaksanakan kegiatan keagamaan tersebut terutama dalam hal do’a dan dzikir. Jadi dapat disimpulkan bahwa peranan bimbingan do’a dan dzikir yang diberikan perawat kepada pasien menjelang pre-operasi mempunyai fungsi untuk menurunkan intensitas kecemasan yang dialami oleh pasien, sehingga
Pengaruh Bimbingan Do’a dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre-Operasi
21
gejala kecemasan yang terdiri dari: 1). Gejala yang bersifat fisik; ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan menjadi tidak teratur, detak jantung bertambah cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing, dan sesak nafas. 2). Gejala yang bersifat psikis ; perasaan khawatir, gugup, tegang, was-was, rasa tidak aman, dan mudah terkejut, dapat dikurangi dengan melakukan do’a dan dzikir. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hari (2004) yang menyatakan jika dipandang dari sudut kesehatan jiwa, do’a dan dzikir mengandung unsur psikoteraupetik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik, karena mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan optimisme. Hasil penghitungan Mean dari variabel kecemasan pasien pre-operasi didapatkan bahwa Mean Hipotetik = 100,00, Mean Empiris A1 = 80,450, Mean Empiris A2 = 93,650 (Mean Empiris A1, A2 > Mean Hipotetik). Hal ini berarti bahwa tingkat kecemasan pasien pre-operasi responden ini tergolong rendah.
Kesimpulan Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah ada perbedaan yang sangat signifikan kecemasan pasien pre-operasi antara pasien yang diberi bimbingan dzikir dan pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir, dimana kecemasan pasien pre-operasi pada pasien yang tidak diberi bimbingan dzikir lebih tinggi dibanding pasien yang diberi bimbingan dzikir. Atau dengan kata lain peranan bimbingan do’a dan dzikir yang diberikan perawat kepada pasien menjelang pre-operasi mempunyai fungsi untuk menurunkan intensitas kecemasan yang dialami oleh pasien, sehingga gejala kecemasan yang terdiri atas: (1). Gejala yang bersifat fisik ; ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan menjadi tidak teratur, detak jantung bertambah cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makan hilang, kepala pusing dan sesak nafas; (2). Gejala yang bersifat psikis ; perasaan khawatir, gugup, tegang, was-was, rasa tidak aman dan mudah terkejut, dapat dikurangi dengan melakukan do’a dan dzikir. Dengan demikian hipotesis yang diajukan diterima. Dari hasil penelitian ini, maka disarankan kepada pihak instansi kesehatan, bagi tenaga medis, dalam memberikan suatu terapi kepada pasien hendaknya tidak hanya memperhatikan pada segi penggunaan teknologi modern dalam upaya meningkatkan profesionalitas, tapi hal-hal yang bersifat psikologis perlu mendapatkan prioritas. Hal ini karena pasien tidak hanya membutuhkan pertolongan fisik tetapi juga memerlukan dukungan psikis, dalam arti pelayanan yang mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan, serta pendekatan religiusitas seperti bantuan dalam berdo’a dan dzikir menjelang operasi. Bagi perawat hendaknya lebih memahami dzikir dan do’a sehingga dalam memberikan perlakuan bimbingan ke pasien tidak mengalami kesalahan. Bagi peneliti pelanjut yang tertarik pada penelitian bidang ini hendaknya
22
Luluk Masluchah dan Joko Sutrisno
melakukan kontrol variabel tingkat religiusitas, sebab dengan tingkat religiusitas yang dimiliki kemungkinan subyek telah memiliki pemahaman tentang masalah do’a dan dzikir, serta meningkatkan status penelitian dari quasi ekpserimen menjadi penelitian eksperimen yang sebenarnya, yaitu dengan melakukan pengukuran saat pre-test sebelum dilakukan perlakuan, sehingga dapat terkontrol bahwa kecemasan pasien dalam keadaan hampir sama sebelum diberikan perlakuan. Daftar Pustaka Ahmadi, A. (1982). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. (1997). Sikap manusia, teori dan pengukurannya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar. Daradjat, Z. (1990). Kesehatan mental. Jakarta: Gunung Agung. Gunarsa, S.D. (1980). Psikologi perawatan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hadi, S. (1991). Analisis butir untuk instrumen. Jakarta: Andi Offset. Hadi, S. (1991). Metodologi research jilid i & ii. Jakarta: Andi Offset. Hadi, S. & Pamardiningsih, Y. (2000). Manual seri program statistik. Jogjakarta: Andi Offset. Hawari, D. (2004). Kanker payudara dimensi psikoreligi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Hurlock, E.B. (1991). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. (1990). Gangguan-gangguan psikis. Bandung: CV. Mandar Maju. Lestari, B. W. (2005). Hubungan kecemasan menghadapi ujian nasional (unas) dengan motivasi belajar pada siswa slta di kota jombang. Skripsi, tidak diterbitkan. Fakultas Psikologi Universitas Darul ‘Ulum, Jombang. Mappiare, A. (1983). Psikologi dewasa. Surabaya: Usaha Nasional. Maramis, W.F. (2004). Ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Universitas Airlangga. Marhijanto, B. (1987). Cemas mempengaruhi ketenangan jiwa. Surabaya: CV. Bintang Pelajar. Schrock, T. R. (1995). Ilmu bedah. Jakarta: EGC. Suryabrata, S. (1986). Psikologi kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Wibisono, S. (1990). Gangguan anxiety dan konsep diagnosis dan prinsip terapi. Jakarta: Yayasan Kesehatan Jiwa Dharmawangsa.