POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN : 1858-3709
PENGAMATAN LENDUTAN DAN POLA RETAK PADA PELAT KOMPOSIT KAYU BETON DENGAN VARIASI KETEBALAN KAYU Investigation of Deflection and craking pattern on composite pelate of concrete-timber with timber thickness variation Mukhlis & Revalin Herdianto Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang, Kampus Unand Limau Manis Padang 25163 Telp. 0751-72590 Fax. 0751-72576
ABSTRACT Serviceability of certain structure is determined by deflection, crack and damage on surface of the concrete. Deflection allowance depends on total deflection that can be held by interacting structure components without losing elastic performance and damaging the deflected elements. This research aims to discover deflection characteristics and one-way cracking pattern of concrete wood with various thicknesses. concrete timber composite palate are created with dimension 6 x 30 x 100 cm , 5.5 x 30 x 100 cm and 5 x 30 x 100 cm. variation of timber thickness in this research can be identified as 1 cm, 1.5 cm and 2 cm with number of there are two pelate for each variation. The research shows the variation of timber thickness can reduce amount deflection which occur on composite concrete-timber pelate. Keywords: deflection, composite, crack
PENDAHULUAN Penggunaan komposit kayu-beton sebagai pelat lantai dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengganti baja tulangan dengan papan kayu sebagai pemikul tegangan tarik pada struktur dan pasak kayu sebagai pemikul geser. Penggunaan komposit kayu-beton di Indonesia memungkinkan karena kayu tersedia dalam jumlah yang banyak, ini ditunjukkan dengan jumlah pabrik penghasil kayu di Indonesia. Komposit merupakan salah satu alternatif bahan konstruksi dalam proyek teknik sipil untuk menjadikan perencanaan struktur lebih baik dan efisien. Perilaku komposit pada struktur dimaksudkan sebagai interaksi antara beberapa elemen struktur yang berbeda dan memungkinkan untuk dikembangkan dengan menggunakan perbedaan atau persamaan pada struktur material-material tersebut. Ketebalan kayu pada komposit kayu-beton pada pelat satu arah akan mempengaruhi lendutan yang terjadi. Untuk memastikan seberapa besar pengaruh
tersebut maka perlu dilakukan suatu pengujian lendutan. Dengan demikian sistem komposit kayu- beton pada akhirnya dapat menjadi solusi konstruksi dengan biaya lebih rendah apabila tekniknya dapat diterima dan dikembangkan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perilaku pelat satu arah komposit kayu beton dengan variasi ketebalan kayu dalam mereduksi besar lendutan. Konstruksi komposit (gabungan) adalah gabungan dari beberapa elemen struktur yang berbeda menjadi satu kesatuan yang berintegrasi agar dapat menahan beban dan gaya-gaya luar. Aksi komposit antara dua elemen memerlukan adanya penghubung antara kedua macam bahan tersebut. Pada sistem pelat dan balok non komposit, interaksi hanya diberikan oleh gesekan, sehingga pelat hanya memikul sebagian kecil aksi longitudinal dan balok-pelat masing-masing secara terpisah memikul sebagian dari beban. Bila sistem non komposit berdeformasi di bawah beban vertikal, 46
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
muka bawah dari pelat berada dalam keadaan tertarik dan memanjang sedangkan permukaan dari balok berada dalam keadaan tekan dan memendek. Jika sistem bekerja secara komposit (gabungan), maka tidak akan terjadi selip antara pelat dan balok dan gaya-gaya horizontal (geser) yang timbul akan memendekan permukaan bawah dari pelat dan memanjangkan permukaan atas balok sehingga ketidak seinambungan pada bidang kontak dapat dihilangkan. Lendutan sistem komposit jauh lebih kecil dari lendutan non komposit (C.K Wang, 1987:424). Lendutan yang diizinkan pada sistem struktur sangat tergantung pada besarnya lendutan yang masih dapat ditahan oleh komponen-komponen struktur yang berinteraksi tanpa kehilangan penampilan elastis dan tanpa kerusakan pada elemen yang melendu. Dapat diterimanya atau tidaknya besar lendutan merupakan fungsi dari faktor-faktor seperti jenis bangunan, digunakan atau tidaknya partisi, kepekaan peralatan atau sistem mesin yang ditumpu oleh latantai tersebut. Pada tabel 1. dicantumkan rekomendasi peraturan SNI T15-1991-03 mengenai tebal minimum pelat satu arah sebagai fungsi dari panjang bentang. SNI T-15-1991-03 juga mensyaratkan bahwa lendutan yang dihitung pada pelat satu arah harus memenuhi persyaratan kemampuan layan mengenai lendutan yang diizinkan pada berbagai kondisi struktural seperti yang tercantum pada tabel 2. Tabel 1. Tebal minimum balok non-pratekan atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung Tebal Minimum, h Satu Kedua Kantile ujung ujung ver menerus menerus Komponen tidak mendukung atau menyatu dengan partisi atau konstruksi lain yang akan rusak karena lendutan yang besar L/20 L/24 L/28 L/10
Komponen struktur
2 Tumpuan
Pelat solid satu arah Balok atau pelat jalur satu arah
L/16
L/18,5
L/21
L/8
ISSN : 1858-3709
Tabel 2. Lendutan izin maksimum Tipe Komponen struktur Atap datar tidak menahan atau berhubungan degan komponen non struktural yang mungkin akan rusak akibat lendutan yang besar Lantai tidak menahan atau berhubungan dengan komponen non struktural yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar Konstuksi atap atau lantai yang menahan atau berhubungan dengan komponen non struktural yang mungkin rusak akibat lendutan yang besar Konstuksi atap atau lantai yang menahan atau berhubungan dengan komponen non struktural yang mungkin tidak rusak akibat lendutan yang besar
Lendutan yang diperhitungkan Lendutan akibat beban hidup
Batas Lendutan
L/180
Lendutan akibat beban Hidup L/360
Bagian dari lendutan total yang terjadi setelah pemasangan komponen nonstruktural (jumlah dari lendutan jangka panjang akibat semua beban yang bekerja dan lendutan seketika yang terjadi akibat penambahan sebarang beban hidup )
L / 480
L/240
Lendutan batang-batang struktural merupakan fungsi dari panjang bentang, perletakan atau kondisi-kondisi ujungnya, jenis pembebanan (beban terpusat atau beban terdistribusi), dan kekakuan lentur EI dari elemen. Persamaan umum lendutan maksimum pada balok elastis dapat diperoleh dari prinsip dasar mekanika (Nawy, 1990:269), yaitu ; KW L n 48EI c
3
maks
.......... (1)
Dimana W = Beban total pada bentang Ln = Panjang bentang bersih E = Modulus Elastisitas Ic = Momen inersia penampang K = Suatu faktor yang bergantung pada derajat kekakuan
47
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN : 1858-3709
Persamaan diatas dapat juga dinyatakan dalam momen lentur sehingga lendutan pada suatu titik balok adalah ; KW L n 48E c I e
3
maks
........... (2)
Dimana M = Momen yang bekerja pada penampang Ie = Inersia penampang efektif Pada penelitian ini digunakan beban terpusat sebesar P dan lendutanya dapat dihitung dengan persamaan (Nawy, 1990:270): Pada titik beban maks
PL3 48EI
............ (3)
jika x < 1/2l maks
Px 3L3 4x 2 48EI
............ (4)
Perilaku lendutan di tengah bentang pada pelat umunya terbagi atas tiga daerah yaitu ; 1. Daerah I yaitu praretak dimana pelat bebas dari retak akibat pembebanan. Segmen praretak ini berupa garis lurus yang memperlihatkan perilaku elastis penuh. Kekakuan lentur EI dari pelat dapat diestimasi dengan menggunakan modulus Young E c dari beton dan momen inersia penampang beton-kayu tidak retak. Perilaku beban lendutan sangat tergantung pada hubungan tegangan-ragangan beton. Besarnya Ec dapat diestimasi dengan menyertakan besaran berat volume antara 1500 sampai 2500 kg/m3, E c diambil sebesar 0,043 wc1,5 f’c dan untuk beton normal E c boleh diambil sebesar 4700 f’c dengan wc dalam kg/m3 dan f’c dalam Mpa. 2. Daerah II taraf beban pasca retak. Daerah praretak diakhiri dengan mulainya retak pertama dan mulai bergerak menuju daerah II. Hampir
3.
semua pelat terletak pada daerah ini pada saat beban kerja. Pelat yang dibebani pada tumpuan sederhana, mengalami retak yang semakin lebar dan dalam pada lapangan, sedangkan pada tumpuan hanya terjadi retak minor yang tidak lebar. Apabila sudah terjadi retak lentur, konstribusi kekuatan tarik beton sudah hilang. Sehingga kekuan lentur penampangya telah berkurang dan akibatnya kurva beban lendutan pada daerah ini semakin landai dibandingkan daerah taraf praretak. Daerah III yaitu taraf retak poste serviceability dan keadaan limit perilaku lendutan pada daerah tumpuan III. Kurva pada daerah ini jauh lebih datar dibandingkan dengan daerah sebelumnya. Ini disebabkan oleh hilangnya kekakuan penampang karena retak yang cukup banyak dan lebar disepanjang bentang pelat. Apabila beban semakin ditambah, maka daerah tarik akan mengalami kehancuran.
METODOLOGI Bahan yang diperlukan berupa agregat yang diusahakan yang mendekati keadaan sebenarnya di lapangan, sehingga tidak dicuci tetapi dijaga dari kotoran organik, lumpur dan sampah. Pengujian tehadap agregat meliputi analisis ayakan (gradasi), berat jenis, berat satuan dan penyerapan (absorpsi). Kayu digunakan adalah kayu kamper, akan dilakukan uji tekan dan uji lentur kayu. Kayu dari bahan utuh yang tidak mudah mengembang dan menyusut karena cuaca. Teknik pemotongan kayu harus searah serat agar mendapatkan tegangan ijin kayu yang besar dan mendapatkan dimensi yang dikehendaki. Semen yang digunakan tidak dilakukan pengujian khusus, tetapi apabila semen belum mengeras berarti kondisi semen masih bagus. Semen digunakan Type I. Alat uji beban, meliputi :a) Alat pengukur besarnya lendutan yang terjadi
48
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
(dial gauge) b) Proving Ring c) Frame d) Dial Holder e) Dongkrak f)Alat pembuat campuran beton. Pembuatan benda uji pada masingmasing perlakuan diperlihatkan pada Tabel 3, Gambar 1 dan Gambar 2. Pengujian dilakukan setelah umur beton 28 hari sejak pengecoran. Pelat komposit kayu-beton ditempatkan pada rangka pembebanan dengan tumpuan sendi rol pada kedua ujungnya. Pelat komposit kayu beton diberi beban terpusat vertikal di tengah bentang. Beban terpusat vertikal yang dikerjakan pada pelat komposit kayu beton dikerjakan oleh pompa hidrolik. Dial gauge dipasang di bagian tengaj pelat composite untuk mengetahui besarnya lendutan vertikal yang terjadi. Setelah peralatan dan benda uji siap, pada rangka pengujian, pembebanan segera dilakukan secara berangsur-angsur sampai mencapai beban maksimum saat pelat mengalami keruntuhan pada daerah tekan. Penambahan beban dibaca pada alat strain meter dan lendutan dibaca pada alat dial gauge. Selanjutnya data yang diperoleh digunakan untuk menghitung kuat tarik lentur benda uji Variabel penelitian yang akan diukur yaitu sebagai berikut : 1)Variabel bebas (independent variable) yaitu variabel yang perubahannya bebas ditentukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang merupakan variabel bebas adalah tebal kayu dan tebal beton. 2)Variabel tidak bebas Tabel 3. Ukuran benda uji Banyak Benda ( bh ) Uji
ISSN : 1858-3709
(dependent variable) yaitu variabel yang bergantung pada variabel bebas. Variabel tidak bebas dalam penelitian ini yaitu nilai kuat lentur dan lendutan pelat satu arah komposit kayu beton. HASIL Dari hasil pengujian yang telah dilakukan didapat grafik hubungan antara beban dan lendutan pada Gambar 3 sampai dengan Gambar 8. Dari Gambar 3 sampai dengan Gambar 8 yaitu grafik hubungan beban dengan lendutan di tengah bentang untuk pelat dengan tebal kayu 2 cm, 1,5 cm dan 1 cm umumnya terbagi atas tiga tahap yaitu : 1. Tahap I yaitu daerah dengan deformasi ideal yang menujukan segmen praretak dan memperlihatkan perilaku elastis penuh. Kurva tahap ini menunjukan bahwa pelat komposit bekerja bersamaan dalam memikul beban. 2. Tahap II yaitu daerah menunjukan terjadinya perubahan kemiringan kurva jika dibandingkan dengan kurva tahap I. Perubahan kemiringan ini dikarenakan kekakuan penampang pelat komposit dalam menahan beban yang diberikan mengalami pengurangan akibat retak yang timbul. Kurva tahap ini menunjukan bahwa pelat komposit dalam memikul beban bersamaan mulai berkurang
I
2
6 x 30 x 100
15
Tebal Kayu (d) ( cm ) 2
II
2
6 x 30 x 100
15
1,5
4
III
2
6 x 30 x 100
15
1
4
Ukuran ( cm )
Jarak Pasak ( cm )
Tebal Beton ( cm ) 4
49
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
5
15
10
a
b
15a
10b
ISSN : 1858-3709
2 2 d
15
10
15
5
Gambar 1. Gambar Benda Uji
hc
hc
y
hw
(a)
(b)
b
hw
b
Gambar 2. a.Penampang Melintang a-a, b.Penampang Melintang b-b
Head o Head of testing Machine Spherical loading block Dial gauge
Gambar 2. Cara Pengujian untuk mengetahui besarnya lendutan dan beban maksimum yang ditahan pelat komposit kayu-beton
1. Tahap III yaitu daerah yang menunjukan perubahan kemiringan kembali dengan kurva tahap I dan tahap II. Perubahan kemiringan kurva ini dikarenakan kekakuan penampang hilang karena retak yang timbul semakin banyak dan lebar di sepanjang bentang pada bagian beton. Kemampuan pelat dalam menahan beban semakin berkurang sehingga untuk kenaikan beban yang sama pelat mengalami lendutan yang lebih besar apabila dibandingkan dengan daerah yang lain. Kurva tahap ini menunjukan bahwa pelat komposit tidak memikul beban secara bersamaan lagi ini di
karenakan beton sudah hancur terlebih dahulu sedangkan kayu yang berfungsi sebagai penahan tarik pelat tidak mengalami kehancuran (patah). PEMBAHASAN Pada pelat komposit kayu-beton kondisi beban dan lendutan yang terjadi sebagai berikut ; 1. Benda Uji I-1 (Tebal kayu 2 cm ) Kurva pada daerah tahap I tercapai hingga beban 73,3% beban maksimum dan lendutan mencapai 44,4% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap II tercapai hingga beban 80% beban maksimum 50
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
Kurva pada daerah tahap III tercapai beban maksimum 1856,5 Kg dan lendutan maksimum14,9 mm 2500
BEBAN (kg)
2000
1500
1000
500
1/4 BENTANG 1/2 BENTANG 0 0
2
4
6
8
10
12
14
LENDUTAN (mm)
Gambar 3. Grafik Hubungan beban lendutan benda uji I – 1
dan
2500
BEBAN (kg)
2000
1500
1000
500
1/4 BENTANG 1/2 BENTANG 0 0
2
4
6
8
10
12
LENDUTAN (mm)
Gambar 4. Grafik Hubungan beban lendutan benda uji I - 2
dan
2500
2000
BEBAN (kg)
dan lendutan mencapai 68,6% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap III tercapai beban maksimum 2037,6 Kg dan lendutan maksimum 12,99 mm 2. Benda Uji I-2 (Tebal kayu 2 cm ) Kurva pada daerah tahap I tercapai hingga beban 68% beban maksimum dan lendutan mencapai 59,6% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap II tercapai hingga beban 74% beban maksimum dan lendutan mencapai 65,2% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap III tercapai beban maksimum 2264 Kg dan lendutan mencapai 9,97 mm 3. Benda Uji II-1 (Tebal kayu 1,5 cm ) Kurva pada daerah tahap I tercapai hingga beban 80,9% beban maksimum dan lendutan mencapai 56,9% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap II tercapai hingga beban 95,2% beban maksimum dan lendutan mencapai 83,8% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap III tercapai beban maksimum 1901,7Kg dan lendutan maksimum 9,97 mm 4. Benda Uji II-2 (Tebal kayu 1,5 cm ) Kurva pada daerah tahap I tercapai hingga beban 72,9% beban maksimum dan lendutan mencapai 57,6% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap II tercapai hingga beban 85,4% beban maksimum dan lendutan mencapai 75,7 % lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap III tercapai beban maksimum 2173,4 Kg dan lendutan maksimum 9,97 mm 5. Benda Uji III-1 (Tebal kayu 1,0 cm ) Kurva pada daerah tahap I tercapai hingga beban 73,2% beban maksimum dan lendutan mencapai 49,1% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap II tercapai hingga beban 90,2% beban maksimum dan lendutan mencapai 93,7 % lendutan maksimum
ISSN : 1858-3709
1500
1000
500
1/4 BENTANG 1/2 BENTANG 0 0
2
4
6
8
10
12
Gambar 5. Grafik Hubungan beban lendutan benda uji II - 1
dan
LENDUTAN (mm)
51
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
Kurva pada daerah tahap III tercapai beban maksimum 1901,7 Kg dan lendutan maksimum 10,4 m
2500
2000
BEBAN (kg)
ISSN : 1858-3709
1500
Dari hasil lendutan dapat dibuat grafik hubungan lendutan terhadap tebal kayu yang digunakan sebagai berikut :
1000
500
1/4 BENTANG 1/2 BENTANG 0 0
2
4
6
8
10
12
LENDUTAN (mm)
Gambar 6. Grafik Hubungan beban lendutan benda uji II – 2
dan
2500
BEBAN (kg)
2000
1500
1000
500
Gambar 9. Grafik Hubungan dengan Tebal Kayu
1/4 BENTANG 1/2 BENTANG 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
LENDUTAN (mm)
Gambar 7. Grafik Hubungan beban lendutan benda uji III – 1
dan
2500
BEBAN (kg)
2000
1500
1000
500
1/4 BENTANG 1/2 BENTANG 0 0
2
4
6 LENDUTAN (mm)
8
10
Gambar 8. Grafik Hubungan beban lendutan benda uji III – 2
Lendutan
12
dan
6. Benda Uji III-2 (Tebal kayu 1,0 cm ) Kurva pada daerah tahap I tercapai hingga beban 69% beban maksimum dan lendutan mencapai 68% lendutan maksimum Kurva pada daerah tahap II tercapai hingga beban 81% beban maksimum dan lendutan mencapai 82,2% lendutan maksimum
Pelat dengan tebal kayu 1 cm memiliki kemampuan menahan beban terkecil dibanding dengan pelat komposit dengan tebal kayu 1.5 cm dan 2 cm tetapi dari gambar pelat komposit dengan tebal kayu 1 cm mengalami lendutan terbesar jika dibanding dengan pelat komposit dengan tebal kayu 1,5 cm dan 2 cm. Lendutan yang terjadi pada pelat komposit akan minimum jika tebal dari kayu di perbesar. Penurunan lendutan dengan di perbesar tebal kayu 4,9% sampai 10,2% dari lendutan maksimum. Dari Grafik 9 di atas menujukan bahwa hubungan antara lendutan dengan tebal kayu bersifat linear ini dapat dibuktikan dengan perhitungan secara teoritis. Beban rata-rata yang terjadi dari pengujian untuk benda uji I adalah 2150.8 kg maka lendutan yang terjadi :
P l3 48 E w I t
2150.8 90 3 48 100000 382.875 0.853 cm 8.53 mm
52
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
ISSN : 1858-3709
Untuk benda uji lainya pada Tabel 4. Dari tabel 4. perhitungan lendutan secara teoritis menujukan bahwa perubahan ketebalan kayu menjadi tipis, lendutan yang
dihasilkan menjadi naik (besar). Kenaikan lendutan itu 23 % sampai 51 % dari lendutan maksimum.
Tabel 4. Lendutan hasil pengujian dan teoritis
Benda tebal uji
Beban
Lendutan
kayu maksimum
Lendutan
Beban
Inersia
Lendutan
rata-rata
rata-rata
Penampang
teoritis
(cm)
(kg)
(mm)
(mm)
(kg)
(cm4)
(mm)
I -1
2
2037,6
12,99
11,48
2150,80
382,875
8,53
II - 2
2
2264
9,97
II - 1 II - 2 III - 1 III - 2
1,5 1,5 1 1
1901,7 2173,4 1856,5 1901,7
9,97 9,97 14,94 10,4
9,97
2037,55
295,214
10,48
12,67
1879,10
221,867
12,86
Sumber : Hasil Pengujian dan Perhitungan
30 2 2 1,5
Retak tidak terjadi pada penampang b-b (½ bentang) melainkan pada penampang a-a. Ini menujukan bahwa penampang b-b untuk mengalami retak harus diberikan beban yang lebih tinggi. Retak selalu awal terjadi pada penampang a-a ditunjukan dari gambar pola retak pada Gambar 10 sampai Gambar 15.
5
15
10
15
10
15
10
15
5
Gambar 12. Pola retak benda uji II-1 30
15
10
15
10
15
10
15
30
2 2 2
5
5
Gambar 10. Pola retak benda uji I-1 2 2 1,5
5
15
10
15
10
15
10
15
5
30
Gambar 13. Pola retak benda uji II-2
30
2 2 2
5
15
10
15
10
15
10
15
5
2 2 1
Gambar 11. Pola retak benda uji I-2 5
15
10
15
10
15
10
15
5
Gambar 14. Pola retak benda uji III-1
53
POLI REKAYASA Volume 5, Nomor 1, Oktober 2009
30 2 2 1
5
15
10
15
10
15
10
15
5
Gambar 15. Pola retak benda uji III-2
SIMPULAN 1. Lendutan yang terjadi pada pelat komposit akan minimum jika tebal dari kayu di perbesar. Penurunan lendutan dengan di perbesar tebal kayu 4,9% sampai 10,2% dari lendutan maksimum. 2. Perhitungan lendutan secara teoritis menujukan bahwa perubahan ketebalan kayu menjadi tipis, lendutan yang dihasilkan menjadi naik (besar). Kenaikan lendutan itu 23 % sampai 51 % dari lendutan maksimum. 3. Retak tidak terjadi pada penampang b-b (½ bentang) melainkan pada penampang a-a.
ISSN : 1858-3709
Sabnis, Gajanan. M 1979. Handbook of composite Construction Engineering, New york; Van Nostrand Reinhold Company Saptono, Kiki. 1999. Uji Beban Terhadap Prototipe Dan system Sistem Struktur Pelat Lantai Komposit Antara Beton dan Papan Kayu Bingkarai, Semarang Takac, Sjepan et al. Exprimental Investigation of Timber-Concrete Composite Structure by Special Dowel. http://most.gfoshr/monografija/5/Ab5/h tml Wangsaditama, Wiratman, 1968. Teori Kekuatan Batas Sebagai Kriterium Bagi Analisis Konstruksi, Jakarta; Departemen Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Penyelidikan
SARAN Untuk penelitian mengenai pelat komposit kayu beton pada pelat satu arah perlu diperhatikan ha-hal sebagai berikut : 1. Untuk mencapai kondisi seimbang ( balance ) yaitu saat beton runtuh kayu juga runtuh ( patah ) maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lebih mengecilkan tebal kayu yang digunakan. 2. Ketebalan pasak digunakan di dalam penelitian dapat diperkecil untuk mengetahui pengaruh kuat lentur yang dihasilkan akibat pengurangan tebal pasak. DAFTAR PUSTAKA Ramakrisman, V dan Athur, P.D 1979. Ultimate Strength design For Sructural Concrete, wheeler Publishing.
54