Pengamatan Isi Lambung ...... di Perairan Sungai Kampar, Riau (Burnawi)
PENGAMATAN ISI LAMBUNG IKAN BELIDA (Chitala lopis) HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN SUNGAI KAMPAR, RIAU Burnawi Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 26 Nopember 2010; Diterima setelah perbaikan tanggal: 4 Pebruari 2011; Disetujui terbit tanggal: 16 Pebruari 2011
PENDAHULUAN Sungai Kampar yang terletak di wilayah Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, banyak dimanfaatkan oleh masyarakat, selain sebagai sarana transportasi, juga untuk kegiatan penangkapan dan budi daya ikan. Salah satu jenis ikan hasil tangkapan di Sungai Kampar adalah ikan belida (Chitala lopis), yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga ikan belida di tingkat pengepul mencapai lebih dari Rp.50.000,-/kg dan nilai harga ini relatif mahal sehingga merupakan suatu kehormatan di kalangan masyarakat bila mengkonsumsi ikan tersebut, ikan ini dapat dipelihara sebagai ikan hias dengan gerakan yang mempesona dan bentuk morfologi yang unik lihat pada Lampiran 1. Daerah penyebaran ikan belida di perairan Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Paparan Sunda (Kottelat et al., 1993). Hasil penelitian Adjie & Utomo (1994), makanan utama ikan belida didominansi oleh ikan kecil (78,94%), udang (3,61%), dan serangga (0,09%). Dan komposisi pakan tidak menunjukan perbedaan antar musim dan tipe habitat. Menurut Welcomme (1979) mengatakan ikan belida dikelompokan ke dalam predator besar, pemakan ikan segala ukuran, udang, dan kepiting. Studi aspek biologi ikan belida tentang isi lambung sangat berguna untuk memahami kebiasaan makannya. Hasil pengamatan diharapkan dapat digunakan sebagai bagian dari bahan kebijakan pengelolaan ikan belida di perairan umum, khususnya di Sungai Kampar. POKOK BAHASAN Pengambilan contoh ikan belida hasil tangkapan nelayan dilakukan di perairan Sungai Kampar, Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada tahun 1999, pada lima stasiun pengamatan yaitu Kuala Tolam, Rantau Baru,
Langgam, Sungai Teso, dan Kuto panjang (Lampiran 2). Pengamatan isi lambung dilakukan di laboratorium Biologi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Palembang. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi ikan belida hasil tangkapan nelayan di Sungai Kampar, aquades , larutan formalin 4%, dan kertas kalkir. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah disecting set, petridish, mikroskop, gelas ukur, ember plastik, baskom plastik, cool box, pensil, papan ukur ketelitian 0,1 cm, talenan, karet gelang, kaca pembesar atau lope, counter, kantong plastik, dan timbangan dengan ketelitian 0,01 g. Tata Cara a. Pengambilan isi lambung 1. Contoh ikan ditimbang dan diukur, kemudian dicatat bobot dan panjangnya. 2. Ikan diletakan di atas talenan, lalu dibedah pada bagian perutnya mulai dari pangkal sirip dada sampai ke lubang anus. 3. Lambung ikan diambil secara hati-hati, agar isinya tidak keluar atau tercecer. 4. Kemudian contoh lambung ikan dimasukan ke dalam kantong plastik dan diberi larutan formalin 4% sehingga terendam dalam cairan formalin. 5. Di dalam kantong plastik tersebut diberi label yang berisi data contoh ikan, seperti nomor atau kode, lokasi, nama alat tangkap, nama ikan, ukuran panjang, ukuran bobot, dan tanggal pengambilan ikan. Data tersebut ditulis menggunakan pensil pada kertas kalkir atau kertas water proof (Gambar 1). 6. Kemudian kantong plastik yang berisi contoh lambung ikan diikat dengan karet sampai kuat dan dimasukan dalam cool box.
41
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 41-44
Label Data Contoh Ikan No : Nama lokasi Nama alat tangkap Tanggal penangkapan Nama Panjang Bobot Tingkat kematangan gonad Keterangan
: : : : : : : :
7 cm
9. Indeks bagian terbesar (index of preponderance) makanan dihitung untuk mengetahui persentase suatu jenis organisme makanan tertentu terhadap semua organisme makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. 10.Selanjutnya jenis-jenis makanan yang ditemukan dihitung berdasarkan atas metode index of preponderance yang dikembangkan oleh Jhingran dalam Effendie (2002) sebagai berikut:
10 cm
Gambar 1.
Contoh label data contoh isi lambung ikan.
b. Pengamatan isi lambung 1. Lambung ikan dikeluarkan dari dalam kantong contoh, dan dimasukan ke dalam petridish untuk dilakukan pencucian dengan air dan dibilas tiga kali, sehingga bau formalin hilang. Bentuk lambung dan usus disajikan pada Gambar 2. 2. Lambung ikan diletakan di dalam petridish dan dibelah untuk diambil isinya. 3. Dilakukan pengukuran volume isi lambung dan bobot. 4. Memilah dan mengelompokan jenis makanan ikan secara kasat mata, bila isi lambung tidak teridentifikasi dengan kasat mata maka diidentifikasi menggunakan mikroskop dan lope. 5. Setiap jenis pakan dikelompokan dan dilakukan pengukuran volume per jenis pakan yang ditemukan dengan menggunakan gelas ukur. 6. Metode estimasi persentase volume organisme makanan dapat digunakan untuk menduga volume yang sesungguhnya, hal ini dilakukan karena volume sebenarnya tidak dapat diukur secara langsung. 7. Data estimasi volume nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung indeks bagian terbesar (index of preponderance) suatu jenis makanan yang dimanfaatkan oleh ikan. 8. Penggunaan metode ini adalah pada saat mengamati organisme dan mengelompokannya berdasarkan atas jenisnya. Kemudian kelompokkelompok tersebut diukur volumenya menggunakan gelas ukur. Persentase volume masing-masing organisme yang teramati jika dijumlahkan akan mencapai 100%.
42
di mana: IPi = indeks bagian terbesar jenis organisme makanan ke-i Vi = persentase volume jenis organisme makanan ke-i Oi = persentase frekuensi kejadian jenis organisme makanan ke-i
Lambung Oesofagus
Usus
Anus
Pilorus
Gambar 2.
Bentuk anatomis saluran pencernaan ikan belida. Sumber: Suman et al. (2009)
Hasil Pengamatan Pengamatan makanan ikan belida dilakukan pada bagian lambung karena diasumsikan organisme makanan pada bagian ini belum tercerna sempurna, sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi. Berdasarkan atas hasil pengamatan di laboratorium, makanan ikan belida dapat dikelompokan dalam 10 jenis, yaitu ikan, potongan daging ikan, udang, potongan daging udang, insekta, cacing, benthos, detritus, bahan tumbuhan, batu kerikil, dan tidak teridentifikasi (Tabel 1).
Pengamatan Isi Lambung ...... di Perairan Sungai Kampar, Riau (Burnawi)
Tabel 1.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis-jenis pakan alami dan komposisi ikan belida hasil tangkapan nelayan dari Sungai Kampar, Provinsi Riau, tahun 2009
Jenis makanan Ikan* Udang** insekta Benthos Ditritus Tidak teridentifikasi Jumlah
Jumlah (%) 83,82 9,94 0,66 0,27 4,32 0,94 100
Keterangan * Ikan (ikan-ikan kecil, potongan-potongan daging ikan). ** Udang (udang-udang kecil dan cangkang udang, potongan-potongan daging udang).
Sumber: Suman et al. (2009)
Berdasarkan atas data di atas jenis pakan alami ikan belida adalah ikan-ikan kecil dengan nilai index of preponderance tertinggi 76,74%, udang merupakan makanan yang kedua dengan index of preponderance 9,94% yang selebihnya merupakan pakan tambahan adalah insekta dan benthos karena dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit. Pakan yang tidak sengaja dimakan (detritus) dengan nilai index of preponderance cukup tinggi 4,32%. Makanan utama ikan belida adalah ikan-ikan kecil dan udang yang suka menempel berbatuan kecil-kecil (kerikil), batang dan dahan-dahan kayu tenggelam di dalam sungai. Cara makan ikan belida yaitu dengan cara agresif menyambar mangsanya (udang dan ikan) maka dengan itu secara tidak sengaja kulit kayu atau kerikil ikut termakan.
Hidayah, S.Pi., Marson, serta kepada semua pihak telah membantu, memberikan bimbingan, dan arahan sehingga selesainya tulisan ini.
KESIMPULAN
Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus EditionsProyek EMDI. Jakarta.
1. Ikan belida dapat digolongkan ke dalam kelompok karnivor, karena pakan alami yang ditemukan didominansi oleh kelompok hewani (ikan, udang, insekta, cacing, dan benthos) dan pakan tumbuhan hanya sebagai pelengkap atau tidak sengaja termakan. 2. Pengamatan isi saluran pencernaan ikan belida dengan metode indeks bagian terbesar, makanan yang tidak teridentifikasi relatif rendah, yaitu 0,9%. PERSANTUNAN
DAFTAR PUSTAKA Adjie, S. & A. D. Utomo. 1994. Aspek biologi ikan belida di perairan sekitar lubuk lampam, Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Penyusunan, Pengolahan, dan Evaluasi Hasil Penelitian Perikanan Perairan Umum. Loka Peneltian Perikanan Air Tawar. Effendie, M. I. 2002. Metode Biologi Perikanan. Bagian Ichtiologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 110 pp.
Suman, A., Subagja, A. Said, T. Hidayah, Marson, Nurwanti, Burnawi, & S. Bahri. 2009. Kajian stok ikan belida (Chitala lopis) di perairan Sungai Kampar, Provinsi Riau dan Sungai Cisadane, Provinsi Banten. Laporan Teknis. Balai Riset Perikanan Air Tawar. Palembang. Welcomme, R. L. 1979. Fisheries Ecology of Floodplain River. Longman. London. 317 pp.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ali Suman, Subagja, S.Pi., Drs. Azwar Said, Taufiq
43
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 41-44
Lampiran 1.
Bentuk morfologi ikan belida
Lampiran 2.
Peta lokasi stasiun pengamatan isi saluran lambung ikan belida hasil tangkapan nelayan di Sungai Kampar, Provinsi Riau
Ketrangan: 1. Stasiun Tolam; 2. Stasiun Rantau Baru; 3. Stasiun Langgam; 4. Stasiun Sungai Teso; 5. Stasiun Kuto Panjang
44
Pengamatan Fitoplankton di Sungai Kedukan, ............. Ulu 1, Palembang (Dwirastina, M. & M. Abidin)
PENGAMATAN FITOPLANKTON DI SUNGAI KEDUKAN, KECAMATAN SEBERANG ULU 1, PALEMBANG Mirna Dwirastina dan Muhtarul Abidin Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 2 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 5 April 2011; Disetujui terbit tanggal: 15 April 2011
PENDAHULUAN Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang dapat terjadi secara alami dan buatan yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi, dan sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sehingga kondisi sungai sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (Suwondo, 2004).
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menangkap ikan, dan kebutuhan rumah tangga (mencuci, mandi, serta sebagai tempat pembuangan limbah).
Sungai tergolong ke dalam tipe perairan yang memiliki komponen biotik maupun abiotik yang saling berinteraksi dan berintegrasi membentuk suatu aliran energi dalam mendukung stabilitas ekosistem tersebut (Irwan, 1997). Plankton merupakan salah satu komponen penting dalam ekosistem perairan. Menurut Nonci (2002) plankton adalah organisme yang hidup melayang atau mengambang di air. Kemampuan geraknya sangat terbatas, organisme tersebut sering terbawa oleh arus. Plankton terdiri atas dua bagian yaitu plankton nabati (fitoplankton) dan plankton hewani (zooplankton). Fitoplankton bertindak sebagai produsen karena fitoplankton memiliki klorofil sehingga mampu mengadakan proses fotosintesis, yaitu proses pengubahan unsur-unsur anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan cahaya matahari dan hasil akhirnya berupa oksigen. Oksigen tersebut digunakan oleh tumbuhan dan hewan perairan untuk respirasi serta proses-proses oksidasi bahan organik baik secara biologi maupun kimiawi.
Gambar 1.
Lokasi pengambilan contoh plankton (point putih).
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis fitoplankton yang ada di perairan tersebut. POKOK BAHASAN
Dalam keadaan tertentu fitoplankton dapat menjadi indikasi keadaan perubahan perairan yang disebabkan karena kondisi perairan yang selalu berubah-ubah seiring perubahan waktu dan perubahan ini akan berpengaruh terhadap kandungan unsur-unsur hara yang berpengaruh juga terhadap keragaman dari fitoplankton (Nonci, 2002).
Lokasi pengambilan contoh di Sungai Kedukan Seberang Ulu 1, Palembang (Gambar 2) tahun 2009. stasiun yang diambil ada tiga titik bagian pinggir sungai sebelah kanan, tengah, dan pinggir sungai sebelah kiri.
Sungai Kedukan merupakan salah satu sungai yang berada di wilayah Sumatera Selatan (Gambar 1), sungai ini berada di wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang. Panjang sungai kurang lebih 4.085 m dengan arah pasang aliran air dari Sungai Musi dan surut dari Sungai Ogan. Di Sungai Kedukan
Dalam penelitian yang dilakukan di Sungai Kedukan Seberang Ulu 1 alat dan bahan yang diperlukan serta kegunaanya dapat dilihat pada Tabel 1. Ada 10 Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengamatan zooplankton tersebut.
Alat dan Bahan
45
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 45-48
Gambar 2. Tabel 1. No. 1. 2. 3. 4.
Peta Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Alat dan bahan Fitoplanktonet diameter 20 µm Pipet 1 mL Botol 100 mL Mikroskop inverted
Kegunaan Menyaring fitoplankton Untuk mengambil contoh fitoplankton Untuk wadah contoh fitoplankton Untuk identifikasi fitoplankton
5. 6. 7. 8. 9.
Sedgwick rafter Kaca penutup Buku tulis Ember Buku-buku identifikasi
10.
Larutan lugol
Untuk menghitung dan identifikasi fitoplankton Penutup Sedgwick rafter Mencatat hasil pengamatan Mengambil fitoplankton di lapangan sebanyak 30 l Freshwater Invertebrates of the United States, The Protozoa, Illustrations of the Freshwater Plankton of Japan, A Guide to the Study of Freshwater Biology, Diatom dalam Gambar, A Key I Common Algae, Illustration of Marine Plankton Pengawet fitoplankton
Cara Kerja Adapun cara kerja yang dilakukan dalam penelitian pengambilan contoh fitoplankton di setiap stasiun penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengambilan contoh fitoplankton dilakukan menggunakan ember bervolume 10 L sebanyak tiga kali selanjutnya air disaring dengan fitoplankton net. 2. Contoh fitoplankton yang tersaring dimasukan ke dalam botol film, dan ditambahkan larutan lugol 1 mL sebagai bahan pengawet kemudian botol ditutup rapat. 3. Botol yang berisi awetan fitoplankton diberi label ditulis nomor stasiun, jam, dan tanggal pengambilan.
46
4. Identifikasi dilakukan di laboratorium dilakukan dengan cara contoh fitoplankton di kocok lebih dahulu agar homogen kemudian contoh fitoplankton diambil dengan pipet yang diteteskan di sedgwick rafter counting cell selanjutnya contoh fitoplankton diamati dan diidentifikasi serta dihitung kelimpahanya di bawah mikroskop. 5. Contoh diamati di bawah mikroskop menggunakan SR dan dihitung fitoplankton yang tercacah dan indentifikasi. HASIL DAN BAHASAN Kelimpahan fitoplankton di Sungai Kedukan dapat dilihat pada Tabel 2, fitoplankton ditemukan sebanyak sembilan genus antara lain Staurastrum, Euglena, Phacus, Nitzchia, Anabaena, Synedra,
Pengamatan Fitoplankton di Sungai Kedukan, ............. Ulu 1, Palembang (Dwirastina, M. & M. Abidin)
Scenedesmus, Coscinodiscus, dan Tetraedron. Kelimpahan tertinggi pada genus Staurastrum 400.000 sel/liter sedangkan kelimpahan terendah genus Synedra sp. 70.000 sel/liter. Tabel 2.
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Pada Gambar 3 dapat dilihat hasil pengamatan fitoplankton di Sungai Kedukan Seberang Ulu, 1 Palembang.
Kelimpahan fito plankton di Sungai Kedukan Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang
Genus Staurastrum Euglena Phacus Nitszchia Anabaena
Kelimpahan (sel/liter) 400.000 200.000 200.000 160.000 200.000
No. 6. 7. 8. 9.
Genus Synedra Scenedesmus Coscinodiscus Tetraedron Total
Staurastrum sp.
Euglena sp.
Nitzschia sp.
Anabaena sp.
Scenedesmus sp.
Coscinodiscus sp.
Gambar 3.
Kelimpahan (sel/liter) 70.000 400.000 320.000 80.000 2.030.000
Phacus sp.
Synedra sp.
Tetraedron sp.
Gambar fitoplankton di Sungai Kedukan Seberang Ulu 1, Palembang.
KESIMPULAN 1. Di Sungai Kedukan, Kecamatan Seberang Ulu 1 Palembang ditemukan 9 genus fitoplankton yaitu : Staurastrum, Euglena, Phacus, Nitzchia, Anabaena, Synedra, Scenedesmus, Coscinodiscus, dan Tetraedron.
2. Kelimpahan fitoplankton tertinggi genus Staurastrum mencapai 400.000 sel/liter. Sedangkan kelimpahan fitoplankton terendah dari genus Synedra sp. 70.000 sel/liter.
47
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 45-48
PERSANTUNAN
Nonci, A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta. Djambatan.
Saya mengucapkan terima kasih kepada peneliti dan teknisi serta rekan-rekan di lingkup Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana Palembang yang telah membantu dalam penulisan ini.
Suwondo. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan Sogo dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Program Studi Pendidikan Biologi. Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan. Universitas Riau. Jurnal Biogenesis. 1 (1): 15-20.
DAFTAR PUSTAKA Irwan, Z. A. 1997. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Jakarta. Bumi Aksara.
48
Pengamatan Zooplankton di Sungsang Sungai Musi, Sumatera Selatan (Dwirastina, M.)
PENGAMATAN ZOOPLANKTON DI SUNGSANG SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN Mirna Dwirastina Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 4 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 24 Maret 2011; Disetujui terbit tanggal: 4 April 2011
PENDAHULUAN Plankton berasal dari bahasa Yunani, artinya mengembara. Plankton adalah organisme berupa tumbuhan ataupun hewan yang melayang-layang atau mengapung di permukaan air yang sangat di pengaruhi oleh arus air. Menurut Welch (1952), plankton yang berupa tumbuhan disebut fitoplankton sedangkan berupa hewan disebut zooplankton. Peranan zooplankton menempati posisi penting dalan rantai makanan dan jaring-jaring kehidupan di perairan (Fachrul,2007). Sungai Musi terdiri atas tiga bagian antara lain bagian hulu, tengah, dan hilir. Daerah yang merupakan bagian hilir Sungai Musi ini antara lain Sungsang, Upang, Pulau Payung, dan lain-lain. Daerah Sungsang merupakan daerah pertemuan air tawar dan laut. Daerah tersebut memiliki kadar garam sekitar 3 ‰ (Gambar 1). Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis zooplankton yang ada pada daerah Sungsang yang merupakan daerah estuari.
Gambar 1.
Lokasi pengambilan contoh.
POKOK BAHASAN Alat dan Bahan Dalam pengamatan zooplankton di daerah Sungsang (hilir Sungai Musi) alat dan bahan yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alat dan bahan Zooplanktonet diameter 20 µm Pipet 1 mL Botol 100 mL Mikroskop inverted Sedgwick Rafter (SR) Kaca penutup Buku tulis Ember Buku-buku identifikasi
10.
Larutan lugol
Kegunaan Menyaring Zooplankton Untuk mengambil contoh Zooplankton Untuk wadah contoh Zooplankton Untuk identifikasi Zooplankton Untuk menghitung dan identifikasi Zooplankton Penutup Sedgwick rafter Mencatat hasil pengamatan Mengambil Zooplankton di lapangan sebanyak 30 l Freshwater Invertebrates of the United States, The Protozoa, Illustrations of the Freshwater Plankton of Japan, A Guide to the Study of Freshwater Biology, Diatom dalam Gambar, A Key I Common Algae, Illustration of Marine Plankton Larutan pengawet Zooplankton
49
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 49-52
Cara Kerja Adapun cara kerja yang dilakukan dalam penelitian pengambilan contoh Zooplankton di setiap stasiun penelitian dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pengambilan contoh Zooplankton dilakukan menggunakan ember bervolume 10 L sebanyak tiga kali selanjutnya air disaring dengan Zooplankton net. 2. Contoh Zooplankton yang tersaring dimasukan ke dalam botol film, dan ditambahkan larutan lugol 1 mL sebagai bahan pengawet kemudian botol ditutup rapat. 3. Botol yang berisi awetan Zooplankton diberi label ditulis nomor stasiun, jam, dan tanggal pengambilan. 4. Identifikasi dilakukan di laboratorium dilakukan dengan cara contoh Zooplankton di kocok lebih dahulu agar homogen kemudian contoh Zooplankton diambil dengan pipet yang diteteskan di sedgwick rafter counting cell selanjutnya contoh Zooplankton diamati dan diidentifikasi serta dihitung kelimpahanya di bawah mikroskop. 5. Contoh diamati di bawah mikroskop menggunakan SR dan dihitung Zooplankton yang tercacah dan indentifikasi.
Gambar 2.
Pengambilan zooplankton.
2. Di laboratorium Botol film yang sudah berisi air contoh di kocokkocok biar homogen, kemudian ambil 1 mL air contoh menggunakan pipet, dimasukan dalam sedgwick rafter dan ditutup dengan cover glass. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop inverted. Hasil Pengamatan Hasil pengamatan zooplankton di daerah Sungai Sungsang dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 3.
Tabel 2.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
50
Kepadatan zooplankton di daerah Sungsang bulan April, Juni, dan Oktober
Jenis zooplankton Difflugia Stentor Keratella Brachionus Monostyla Phacus Trichocerca Hexartha
April 11.200 1.600 1.600 800 0 0 0 0
Kepadatan (ind./L) Juni 4.800 0 0 0 800 1.600 0 0
Oktober 2.400 0 0 0 0 0 800 800
Pengamatan Zooplankton di Sungsang Sungai Musi, Sumatera Selatan (Dwirastina, M.)
Stentor sp.
Monostyla sp
Gambar 3.
Keratella sp.
Phacus sp.
Brachionus sp.
.
Hexartha
Trichocerca sp
Difflugia sp
Jenis-jenis zooplankton daerah Sungsang, Sumatera Selatan Sumber:Inventarisasi Jenis dan Sumber Bahan Polutan serta Parameter Biologi untuk Metode Penentuan Tingkat Degradasi Lingkungan di Sungai Musi (2006)
Dalam pengamatan ini ditemukan delapan genus zooplankton. Jenis-jenis zooplankton yang ditemukan antara lain Difflugia sp., Stentor sp., Keratella sp., Branchionus sp., Monostyla sp., Phacus sp., Trichocerca sp., dan Hexartha sp.
kepadatan terendah pada Monostyla yaitu 800 ind./ L. Dan pada bulan Oktober ada tiga jenis zooplankton dengan kepadatan tertinggi pada Difflugia sp. yaitu 2.400 ind./L dan kepadatan terendah 800 ind./L pada Trichocerca dan Hexartha.
Difflugia sp. termasuk dalam kelas Sarcodina, Stentor sp., Hexartha termasuk dalam kelas Ciliata, Keratella sp. dan Brachionus sp., Monostyla termasuk dalam kelas Monogononta. Difflugia sp. dan Stentor termasuk dalam phylum yang sama yaitu Protozoa yang mempunyai alat gerak sedangkan Keratella sp. dan Brachionus sp. dan Monostyla sp., Tricocerca sp. termasuk dalam phylum Rotifer. Zooplankton merupakan salah satu penentu kualitas perairan tersebut.
KESIMPULAN 1. Pengamatan zooplankton di daerah Sungsang (hilir Sungai Musi) ditemukan delapan genus adalah Difflugia sp., Keratella sp., Stentor sp., dan Brachionus sp., Monostyla sp., Phacus sp., dan Hexartha. 2. Selama pengamatan bulan April, Juni dan Oktober genus Difflugia sp selalu ditemukan. DAFTAR PUSTAKA
Pada bulan April ada empat jenis zooplankton yang ditemukan dengan kepadatan tertinggi pada Difflugia sp. yaitu 11.200 ind./L dan kepadatan terendah pada Brachionus sp. yaitu 800 ind./L. Pada bulan Juni ada tiga jenis zooplankton yang ditemukan dengan nilai kepadatan tertinggi Difflugia sp. yaitu 4.800 ind./L dan
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta. Welch. 1952. Limnology. New York. Mc. Graw Hill Book Company.
51
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 49-52
Lampiran 1.
52
Peta lokasi pengambilan contoh
Pengamatan Pakan Alami Ikan ..... Hilir, Provinsi Sumatera Selatan (Bahri, S. & M. Abidin)
PENGAMATAN PAKAN ALAMI IKAN BAUNG (Mystus nemurus) DI SUNGAI MUSI BAGIAN HILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN Syamsul Bahri dan Muhtarul Abidin Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 24 September 2007; Diterima setelah perbaikan tanggal: 5 Nopember 2010; Disetujui terbit tanggal: 15 Nopember 2010
PENDAHULUAN Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan berkumis merupakan ikan air tawar yang terdapat di kawasan tropika Afrika, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Badannya tidak bersisik, mempunyai sirip dada sangat kuat dan bergerigi, serta sirip lemak yang besar. Bentuk mulut melengkung, dengan sungut rahang pada umumnya sangat panjang. (Gambar 1). Beberapa jenis memiliki kekhususan, yaitu mempunyai pola warna berbentuk bercak maupun garis. Ikan baung dapat berukuran sangat besar. Beberapa jenis bersifat noktural, dan yang hidup di air keruh bersifat aktif sepanjang hari. Beberapa ikan bersuara seperti katak pada waktu ditangkap, merupakan penghuni dasar air, dan pemakan segala macam makanan (Kottelat et al., 1993). Sebagai ikan konsumsi, ikan baung digemari masyarakat dan bernilai ekonomis tinggi.
Gambar 1.
ikan baung.
Tanaman air dan tegakan tanaman yang ada dalam perairan sangat berfungsi dalam kelangsungan siklus hidup ikan, seperti untuk menempelkan telur pada saat musim pemijahan, tempat pelekatan pakan alami seperti perifiton dan serangga air, serta sebagai tempat berlindung anakan ikan dari hewan predator. Lingkungan yang ada dalam perairan tersebut sangat mendukung berkembangbiaknya jenis biota yang ada di dalamnya khususnya bagi ikan. Tujuan pengamatan ini adalah untuk mendapatkan data dan informasi pakan alami ikan baung di perairan Sungai Musi bagian hilir, Provinsi Sumatera Selatan. POKOK BAHASAN Bahan dan Metode Bahan yang dipergunakan antara lain ikan baung, kantong plastik, formalin 5%, buku, alat tulis, mistar, timbangan, karet pengikat, satu unit disectingset, dan mikroskop. Pengamatan dilakukan dengan metode survei lapangan. Pengambilan contoh ikan baung dengan metode purposive sampling. Lokasi penelitian ini adalah di Sungai Musi bagian hilir yang bertipe hutan rawa dan dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut air laut. Sungai ini berada di daerah aliran Sungai Musi bagian hilir, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 2).
Keberadaan ikan baung di perairan umum dari tahun ke tahun cenderung menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, oleh karena itu pengelolaan dan perlindungan ikan baung perlu dilakukan.
Pengambilan contoh dilakukan pada tahun 2003 sebanyak empat kali, yaitu dua kali pada saat musim kemarau, dan dua kali pada musim penghujan. Ikan contoh yang diamati berasal dari hasil tangkapan nelayan dengan berbagai macam alat tangkap.
Upaya pelestarian ikan baung di perairan umum dapat ditempuh melalui perlindungan populasi di daerah tertentu (suaka perikanan). Upaya pelestarian dalam daerah ini tidak hanya untuk satu populasi ikan melainkan untuk beberapa jenis ikan yang ada di dalamnya. Upaya pelestarian ini tidak hanya penting bagi ikan, namun juga bagi semua biota yang ada dalam ekosistem perairan tersebut
Dari tiap jenis ikan sampel diambil lambung dan ususnya dan diawetkan dengan formalin 5%. Contoh yang diamati 100 ekor. Pengamatan isi lambung dilakukan di Laboratorium Hidrobiologi Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana Palembang, dengan menggunakan metode indeks bagian terbesar atau index of preponderance (Effendie, 2000). Data yang didapat ditabulasikan.
53
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 53-55
Gambar 2.
No. Kelompok pakan Musim Lokasi pengamatan pakan alami ikan baung.
Perhitungan index of preponderance sebagai berikut: FxV IP=
Musim kemarau hujan 1. Ikan 52 59 Tabel 2. 1. Udang Jenis makanan ikan 29 baung (%) 12 di 3. Serangga air 13hilir, tahun 21 Sungai Musi bagian 2003. 4. Tidak teridentifikasi 6 8 Jumlah 100 100
x 100% ....................................... (1 FxV
di mana: IP = indeks bagian terbesar F = persentase volume satu jenis pakan (%) V = persentase kejadian satu jenis pakan (%) Hasil dan Bahasan Hasil pengamatan komposisi pakan alami ikan baung yang di dapat di Sungai Musi bagian hilir lihat Tabel 1. Pada Tabel 1 hasil pengamatan pada musim penghujan terdapat ikan (59%), udang (12%), serangga air (21%), dan tidak teridentifikasi (8%), sedangkan pada musim kemarau terdapat ikan (52%), udang (29%), serangga air (13%), dan tidak teridentifikasi (6%).
54
Berdasarkan atas analisis pola kebiasaan makanan alami ikan baung termasuk jenis ikan karnivora, karena isi lambungnya banyak terdapat jenis ikan dan udang, namun demikian ditemukan pula adanya fragmen-fragmen makanan lain yang tidak dapat diidentifikasi. Kebiasaan makan tersebut didukung oleh kondisi lingkungan setempat, di mana Sungai Musi bagian hilir merupakan Sungai yang banyak hutan rawang dan banyak ditumbuhi tegakan tanaman dan tanaman air lain sehingga banyak
Pengamatan Pakan Alami Ikan ..... Hilir, Provinsi Sumatera Selatan (Bahri, S. & M. Abidin)
terdapat serangga, udang, dan ikan-ikan kecil, merupakan daerah sumber pakan alami bagi ikan karnivora dan dipengaruhi oleh fluktuasi pasang surut air laut. KESIMPULAN 1. Ikan baung bersifat karnivora dengan makan utamanya adalah ikan dan udang. Jenis makanan lainnya adalah serangga air, dan sebagian lainnya tidak teridentifikasi. Dengan komposisi sebagai berikut : pada musim hujan ikan 59%, udang 12%, serangga air 21% dan tidak terindetifikasi 8%.
Pada musim kemarau ikan 52%, udang 29%, serangga air 13% dan tidak terindetifikasi 6%. DAFTAR PUSTAKA Effendie, M. I. 2000. Metode Biologi Perikanan. Bagian Ichtiologi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 110 pp. Kottelat, M., J. A Whitten, N. Kartikasari, & S. Wiryoatmojo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition and EMDI Project Indonesia. Jakarta. 221 pp.
55
Penangkapan Ikan Memakai Jaring ..... Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Bahri, S. & A. Sudrajat)
PENANGKAPAN IKAN MEMAKAI JARING INSANG RENDAM (BOTOM GILLNET) DI SUNGAI LEMATANG, KABUPATEN LAHAT, PROVINSI SUMATERA SELATAN Syamsul Bahri dan Agus Sudrajat Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 24 September 2007; Diterima setelah perbaikan tanggal: 5 Nopember 2010; Disetujui terbit tanggal: 15 Nopember 2010
PENDAHULUAN Jaring insang merupakan alat tangkap ikan berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran mata jaring sama besar, terbuat dari benang nilon atau benang tangsi. Panjang jaring jauh lebih panjang dibanding dengan tingginya, tali pengikat jaring bagian atas disebut tali ris atas dilengkapi dengan pelampung. Tali pengikat bagian bawah disebut tali
ris bawah dilengkapi dengan pemberat. Menurut Nomura (1985), jaring insang ada empat bagian terdiri atas jaring permukaan (floating gill net), jaring dasar (bottom gill net), jaring melayang (drift gill net), dan jaring melingkar (surrrounding gill net). Jaring insang rendam untuk menangkap ikan di Sungai Lematang diberi pelampung dan pemberat supaya dapat tenggelam di dasar sungai (Gambar 1).
Tali ris atas 10 m
1,5 m
Pemberat
Pelampung
Sumber daya ikan di Sungai Lematang merupakan sumber protein hewani bagi masyarakat di Kabupaten Lahat. Sungai Lematang mempunyai karakteristik, perairan bagian hulu terletak di dataran tinggi, dan bagian hilir bermuara di Sungai Musi yang dipengaruhi fluktuasi pasang surut air laut. Sepanjang aliran sungai menerima aliran beberapa anak sungai dengan karakteristik yang beragam. Jenis jenis ikan di Sungai Lematang bagian hulu, di antaranya ikan putihan (ikan sungai) antara lain ikan kepiat (Barbodes sp.), semah (Labeobarbus
Size 3 cm
Tali ris bawah
spp.), sebarau (Hampala macrolepidota), tilan (Mastacembelus spp.), baung (Mystus nemurus), keperas (Puntius sp.), umbut (Cyclocheilichthys repasson), dan di bagian hilir terdapat ikan putihan (ikan sungai) dan ikan hitam (ikan lebak) antara lain ikan sepat siam (Trychogaster pectoralis), betok (Climbing perches), gabus (Channa striata), dan lainlain. Aktivitas penangkapan ikan memakai jaring insang rendam di Desa Pasar Bawah, Kecamatan Kota Lahat, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 2).
57
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 57-59
Gambar 2.
Lokasi pengamatan penangkapan ikan.
Alat tangkap yang dipergunakan oleh petani atau nelayan di wilayah ini tergolong alat tangkap tradisional seperti lumpatan, siringan, bubu, pancing, rawai dasar, tombak, dan jaring insang. Kinerja alat tersebut pada umumnya belum baik dan produktivitasnya rendah. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui teknik penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jaring insang rendam yang dipergunakan oleh petani atau nelayan di Sungai Lematang, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. POKOK BAHASAN Bahan dan Alat Bahan yang dipergunakan untuk membuat satu unit alat tangkap jaring insang (bottom gillnet) adalah tali nilon atau tangsi nomor 15, dengan ukuran mata jaring 3 cm, pelampung terbuat dari karet sandal jepang, pemberat dari timah gulungan, serta tali ris atas dan bawah dari tangsi nomor 100. Alat yang digunakan antara lain cuban, gunting, dan pisau. Pengamatan teknik penangkapan ikan di Sungai Lematang, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan dilaksanakan memakai metode survei, pengambilan contoh dilakukan pada bulan
58
Agustus 2003. Alat tangkap yang dipergunakan adalah jaring insang rendam (botom gilnet) panjang 10 m, lebar 1,5 m, dan ukuran mata jaring 3 cm. Pengoperasian alat tangkap dipasang pada bagian pinggir badan sungai dengan ke dalam air 2-3 m bagian hulu dipasang sapa melintang sungai tujuannya untuk menghambat arus air sehingga alat tangkap tidak terkena arus air yang deras, pada posisi di tengah sapa dipasang unjar untuk tempat mengikatkan tali alat bagian hulu, sedangkan unjar bagian hilirnya untuk tempat mengikatkan tali alat bagian hilir gunanya supaya alat tidak hanyut terbawa arus air. Alat tangkap tersebut dioperasikan setelah terbenam matahari dan pengambilan hasilnya pada pagi hari. Hasil tangkapan ditampung di dalam tempat penampungan ikan berupa sangkar sebelum ikan tersebut dijual. Hasil tangkapan setiap musim penangkapan ditabulasikan dan dihitung rata-rata hasil tangkapan. Hasil dan Bahasan Hasil perolehan atau tangkapan petani atau nelayan selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 1. Produktivitas alat ini di Sungai Lematang bagian hulu, tepatnya di Desa Pasar Bawah, Kabupaten Lahat berkisar antara 5-10 kg/satu alat/malam.
Penangkapan Ikan Memakai Jaring ..... Lahat, Provinsi Sumatera Selatan (Bahri, S. & A. Sudrajat)
Tabel 1.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Hasil tangkapan ikan memakai jaring insang rendam di Sungai Lematang, bulan Agustus 2001 Nama jenis ikan Kepiat (Barbodes goneonotus) Sebarau (Hampala macrolepidota) Semutih (Labocheilos sp.) Selimang (Crossoeheilos oblongus) Cengkak (Tor tambroides) Lampam (Mabodes schwanifeldii) Langli (Botia hymenophysa) Baung (Mystus nemurus) Tilan (Mastacembulus unicolor) Keperas (Cyclocheitichthys apagon) Umbut (Labiobarbus fetivus) Jumlah total
KESIMPULAN 1. Pengoperasian alat tangkap jaring insang rendam (botom gillnet) di perairan umum bagian hulu Sungai Lematang, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan dilakukan pada musim kemarau dan berakhir pada musim penghujan (banjir).
Jumlah (kg) 15 7 25 5 10 2 1 5 6 4 12 92
Keterangan Jumlah alat tangkap satu unit
2. Hasil tangkapan dalam satu bulan sebanyak 79 kg, terdiri atas 11 jenis ikan, yang didominasi oleh ikan semutih. DAFTAR PUSTAKA Nomura, M. 1985. Fishing Techniques. Japan International Corporation Agency. Tokyo. 108 pp.
59
Penghitungan Panjang dan Bobot ....... di Patra Tani, Kabupaten Muara Enim (Pamungkas, Y.P.)
PENGHITUNGAN PANJANG DAN BOBOT IKAN LELE (Clarias batrachus) DI PATRA TANI, KABUPATEN MUARA ENIM Yanu Prasetiyo Pamungkas Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Perairan Umum, Mariana-Palembang Teregistrasi I tanggal: 21 Pebruari 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 29 April 2011; Disetujui terbit tanggal: 9 Mei 2011
PENDAHULUAN Ikan lele termasuk ikan jenis catfish yang secara ilmiah terdiri atas banyak spesies (www.wikipedia.org) salah satunya adalah ikan lele lokal (Clarias batrachus). Selain didapatkan dari budi daya ikan lele juga didapatkan dari penangkapan di alam, seperti perairan sungai dan rawa. Ikan lele lokal merupakan ikan yang sangat digemari masyarakat karena daging lele lokal lebih diminati daripada lele dumbo dan merupakan salah satu ikan konsumsi penting di daerah pedesaan Indonesia (Kottelat et al., 1993). Di Sungai Musi yang cukup banyak melakukan penangkapan ikan lele adalah di Desa Patra Tani, Kabupaten Muara Enim. Untuk menangkap ikan lele digunakan dengan sengkirai, tajur, dan alat tangkap yang lain. Karena alat tangkap yang digunakan tidak spesifik dalam hal ukuran, maka ikan lele yang tertangkap pun dalam berbagai ukuran baik panjang dan bobotnya.
Gambar 1.
Menurut Effendie (1975) ukuran panjang ikan ada tiga macam yaitu panjang total atau mutlak, panjang garpu atau lekuk, dan panjang standar atau baku. Sedangkan untuk penimbangan sebaiknya menggunakan timbangan yang mudah untuk dibawa di lapangan dengan tingkat ketelitian yang baik. Tujuan dari penulisan ini adalah memberikan informasi hasil pengukuran panjang dan bobot ikan lele dari pedagang pengumpul yang ditangkap dengan beberapa macam alat tangkap di Desa Patra Tani, Muara Enim. Sehingga akan dapat juga digunakan untuk studi dinamika populasi lanjutan. POKOK BAHASAN Lokasi Peta lokasi Desa Patra Tani, Kabupaten Muara Enim. Desa Patra Tani terletak di pinggiran Sungai Musi dan bagian dari daerah aliran Sungai Musi bagian hilir dapat dilihat pada Gambar 1.
Peta lokasi Desa Patra Tani, Kabupaten Muara Enim.
61
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 61-66
Bahan dan alat Peralatan yang digunakan untuk mengukur panjang adalah papan ukur dengan ketelitian 1 mm, untuk menimbang bobot ikan lele digunakan timbangan dengan ketelitian 1 g, data yang diperoleh, dicatat, diformulasi yang sudah disediakan. Ikan lele yang diukur didapat dari pedagang pengumpul yang ditangkap dengan beberapa jenis alat tangkap yaitu sengkirai, tajur, pancing, dan alat tangkap yang lain di desa Patra Tani, Muara Enim. Metode pengukuran Adapun teknik pengukurannya sebagai berikut: 1. Bersihkan ikan lele dari kotoran-kotoran yang menempel di tubuh ikan lele. 2. Letakan ikan lele di atas papan ukur, untuk ikan yang telah kaku maka diluruskan dahulu agar didapat panjang sebenarnya. 3. Ukur panjang total ikan lele mulai dari ujung mulut di angka nol sampai ujung ekor pada ukuran yang terdekat. 4. Setelah itu ikan lele yang telah diukur panjangnya langsung diletakan ke timbangan untuk diukur bobotnya. 5. Bersihkan piringan timbangan apabila telah banyak lendirnya. 6. Ulangi prosedur tersebut sesuai dengan jumlah contoh ikan yang diambil. 7. Catat semua hasil pengukuran panjang dan bobot ikan lele.
mm. Untuk bobot ikan lele terkecil 61 g dan terbesar 267 g. Panjang dan bobot rata-rata ikan lele yang tertangkap pada bulan April 2010 adalah 229 mm dan 120 g. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan Lampiran 1. Pada bulan Mei 2010 contoh ikan lele yang diukur 152 ekor. Panjang ikan lele terkecil 141 mm dan terbesar 270 mm. Untuk bobot ikan lele terkecil 23 g dan terbesar 160 g. Panjang dan bobot rata-rata ikan lele yang tertangkap pada bulan Mei 2010 adalah 200 mm dan 71 g. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan Lampiran 2. Untuk bulan Juni 2010 contoh ikan lele yang diukur 255 ekor. Panjang ikan lele terkecil 125 mm dan terbesar 296 mm. Untuk bobot ikan lele terkecil 16 g dan terbesar 234 g. Panjang dan bobot rata-rata ikan lele yang tertangkap pada bulan Juni 2010 adalah 209 mm dan 75 g. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 2, 3, dan Lampiran 3.
Hasil dan Bahasan Dari hasil pengukuran selama tiga bulan dapat dilihat bahwa hasil tangkapan mengalami peningkatan tiap bulannya. Hal ini disebabkan karena pada bulan Pebruari sampai Mei 2010 terjadi banjir. Sehingga hasil tangkapan ikan lele dari nelayan sedikit. Pada bulan Mei 2010 banjir sudah mulai surut sehingga hasil tangkapan mulai meningkat. Dari hasil pengukuran panjang dan bobot ikan lele pada bulan April 2010 contoh yang diukur 77 ekor. Panjang ikan lele terkecil 192 mm dan terbesar 303
62
Gambar 2.
Grafik pengukuran panjang ikan lele bulan April, Mei, dan Juni 2010.
Penghitungan Panjang dan Bobot ....... di Patra Tani, Kabupaten Muara Enim (Pamungkas, Y.P.)
KESIMPULAN 1. Ukuran panjang pada bulan April 2010 antara 192303 mm dengan panjang rata-rata 229 mm dan bobot antara 61-267 g dengan bobot rata-rata 120 g. 2. Ukuran panjang pada bulan Mei 2010 antara 141270 mm dengan panjang rata-rata 200 mm dan bobot antara 23-160 g dengan bobot rata-rata 71 g. 3. Ukuran panjang pada bulan Juni 2010 antara 125296 mm dengan panjang rata-rata 209 mm dan bobot antara 16-234 g dengan bobot rata-rata 75 g. DAFTAR PUSTAKA Effendie, M. I. 1975. Metode Biologi Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 86 pp. http://www.wikipedia.org
Gambar 3.
Grafik pengukuran bobot ikan lele bulan April, Mei, dan Juni 2010.
Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan Air Tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus EditionsProyek EMDI. Jakarta. 377 pp.
63
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 61-66
Lampiran 1.
64
Hasil pengukuran panjang dan bobot ikan lele, bulan April 2010
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Panjang (mm) 268 236 234 251 303 246 246 229 214 251 209 258 236 238 226 233 246 230 240 220 221 250 261 242 223 245 197 248 229 237 223 220 255 231 238 192 232 220 215
Bobot (g) 176 119 123 149 267 161 157 115 98 163 87 177 152 131 116 131 158 121 145 118 93 154 200 154 105 132 68 145 123 121 101 105 165 132 138 69 120 111 96
No. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77.
Penghitungan Panjang dan Bobot ....... di Patra Tani, Kabupaten Muara Enim (Pamungkas, Y.P.)
Lampiran 2.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38.
Panjang (mm) 182 141 186 213 172 201 203 256 211 192 155 183 202 192 210 206 179 214 164 234 180 171 194 210 204 244 242 159 199 180 195 210 167 200 172 172 204 176
Hasil pengukuran panjang dan bobot ikan lele, bulan Mei 2010 Bobot (g) 56 23 53 77 41 63 70 126 71 35 30 46 78 63 71 81 48 88 76 102 49 41 63 82 67 109 108 37 70 48 64 77 40 79 43 41 70 40
No. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76.
Panjang (mm) 194 186 207 230 255 201 155 169 170 185 195 185 234 161 146 211 177 182 208 185 190 168 201 186 203 218 194 198 197 187 208 187 167 217 205 208 204 198
Bobot (g) 56 46 71 90 140 73 39 41 50 59 64 55 98 36 24 74 43 50 74 56 55 40 70 56 68 93 67 61 61 51 79 57 37 79 77 77 70 69
No. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114.
Panjang (mm) 185 186 194 210 254 218 198 173 228 161 195 213 197 147 145 149 214 183 173 147 189 182 235 209 187 230 219 192 209 181 154 174 193 186 196 228 197 257
Bobot (g) 50 58 63 81 146 85 62 41 105 43 55 81 73 28 24 29 79 52 46 28 59 45 100 82 59 104 88 50 76 54 29 47 58 55 60 107 64 141
No. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151. 152.
Panjang (mm) 194 171 253 159 184 156 184 171 213 242 260 210 270 245 255 249 237 258 255 245 209 236 222 228 216 213 225 218 207 220 227 222 235 188 190 199 191 201
Bobot (g) 65 44 134 31 54 30 55 38 82 138 143 82 147 128 160 129 107 141 125 112 77 100 98 111 84 84 83 92 77 80 100 88 105 61 62 80 55 77
65
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 61-66
Lampiran 3.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
66
Panjang (mm) 234 259 260 243 229 255 296 242 230 275 241 225 266 223 232 225 226 233 253 245 265 230 263 229 125 237 227 260 260 210 260 242 247 242 265 228 237 265 266 244 286 239 240 272 257
Hasil pengukuran panjang dan bobot ikan lele, bulan Juni 2010
Bobot (g) 96 156 147 102 100 97 168 116 95 180 100 81 148 100 78 70 88 95 140 105 145 87 152 114 86 85 93 136 128 71 152 106 124 107 170 107 112 164 162 135 234 108 106 162 128
No. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90.
Panjang (mm) 237 237 219 177 211 199 224 200 172 262 224 212 195 222 211 217 203 205 167 216 188 189 238 212 287 201 192 197 201 245 217 155 251 207 265 205 157 200 212 221 202 224 287 212 245
Bobot (g) 127 105 96 30 69 60 88 66 33 129 77 65 55 55 75 69 68 77 31 75 47 57 107 84 182 55 48 64 53 98 54 26 131 55 134 53 34 70 74 82 62 71 36 72 98
No. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135.
Panjang (mm) 260 155 136 196 163 222 237 267 246 210 185 226 181 226 221 249 261 227 246 196 227 232 237 189 236 234 180 195 151 202 239 254 216 220 225 172 250 183 240 261 198 185 196 198 168
Bobot (g) 59 23 16 58 28 96 86 179 166 81 43 86 36 98 101 146 154 104 120 62 80 101 104 54 96 77 40 55 26 57 117 157 93 96 73 50 94 40 143 145 55 52 62 59 33
No. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153. 154. 155. 156. 157. 158. 159. 160. 161. 162. 163. 164. 165. 166. 167. 168. 169. 170. 171. 172. 173. 174. 175. 176. 177. 178. 179. 180.
Panjang (mm) 217 223 165 182 163 172 192 181 165 182 145 229 150 202 210 156 162 158 157 222 227 206 220 162 259 189 196 213 261 194 183 225 176 223 238 250 180 228 161 198 172 219 199 179 211
Bobot (g) 61 75 28 35 27 41 55 41 30 46 21 99 29 65 76 26 31 27 28 39 86 63 74 37 145 48 59 75 150 51 39 60 36 74 89 88 39 77 30 52 30 76 56 34 65
No. 181. 182. 183. 184. 185. 186. 187. 188. 189. 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196. 197. 198. 199. 200. 201. 202. 203. 204. 205. 206. 207. 208. 209. 210. 211. 212. 213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221. 222. 223. 224. 225.
Panjang (mm) 189 206 197 175 191 221 200 204 212 192 181 174 169 191 219 169 171 199 184 210 151 204 196 186 196 164 154 196 168 171 157 157 180 178 171 155 160 153 180 204 159 149 147 175 166
Bobot (g) 45 67 66 34 52 72 68 65 55 47 40 39 29 47 64 32 35 57 41 74 27 64 42 44 62 30 34 56 48 34 22 26 43 37 34 23 31 25 41 45 32 24 20 34 32
Pengamatan Aspek Biologi Cucut Patilan (Squalus megalops) yang Didaratkan di Cilacap (Rahmat, E.)
PENGAMATAN ASPEK BIOLOGI CUCUT PATILAN (Squalus megalops) YANG DIDARATKAN DI CILACAP Enjah Rahmat Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 15 Maret 2011; Diterima setelah perbaikan tanggal: 11 April 2011; Disetujui terbit tanggal: 21 April 2011
PENDAHULUAN Pelabuhan Cilacap secara geografis terletak di bagian selatan Pulau Jawa dan menghadap ke perairan Samudera Hindia yang merupakan daerah penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan di Cilacap. Pada perikanan cucut digunakan alat tangkap utama berupa jaring insang dasar di mana cucut sebagai ikan sasaran penangkapan. Selain itu terdapat jenis alat tangkap lain berupa jaring insang hanyut, pancing rawai, dan pancing ulur di mana cucut sebagai ikan hasil tangkapan sampingan. Pada tahun 2009 tercatat 17 jenis spesies cucut dengan produksi 192,60 ton atau sekitar 2,75% dari total produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap 6.995,43 ton (Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, 2010). Jumlah spesies cucut yang didaratkan di Cilacap dari hasil penelitian tahun 2010 menunjukan 29 spesies (Chodriyah et al., 2010). Salah satu jenis ikan cucut yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap adalah cucut patilan (Squalus megalops). Berdasarkan atas katalog spesies Food and Agriculture Organization (Compagno) Squalus megalops termasuk kelas Elasmobranchii, ordo Squaliformes, famili Squalidae, dan genus Squalus. Tulisan ini menguraikan tentang beberapa aspek biologi (ukuran panjang total, bobot, dan nisbah kelamin) Squalus megalops yang didaratkan di Cilacap. POKOK BAHASAN
parameter biologi cucut, kamera, dan buku identifikasi. Ikan contoh (sample) diperoleh dari hasil tangkapan pancing rawai dasar di perairan Samudera Hindia. Identifikasi dan Pengukuran Identifikasi jenis-jenis ikan cucut mengacu pada Carpenter & Niem (1998); Last & Steven (1994), serta ditegaskan oleh Widodo & Anung (2000). Identifikasi didasarkan atas karakter pokok yaitu panjang total (total length) dan bobot (weight) ikan. Pengukuran panjang total menggunakan meteran dan memakai satuan centimeter dengan ketelitian 0,1 cm. Penimbangan bobot ikan menggunakan timbangan, memakai satuan kilogram dengan ketelitian 0,1 kg. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan cara pengamatan langsung (visualisasi). Sedangkan pengukuran diameter telur menggunakan vernier caliper memakai satuan centimeter dengan ketelitian 0,01 cm. Panjang total (total length) diukur mulai dari bagian terdepan moncong mulut sampai ujung ekor atas. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan cara pengamatan terhadap ada tidaknya alat kelamin jantan (clasper) pada spesies cucut yang diamati. Clasper terletak pada bagian pangkal sirip perut ikan. Hasil Pengamatan dan Bahasan Jenis ikan cucut patilan yang diamati termasuk ikan cucut berukuran kecil (<5 kg/ekor). Jenis ikan ini merupakan ikan hasil tangkapan pancing rawai dasar dengan daerah penangkapan di Samudera Hindia.
Lokasi dan Waktu Pengamatan Pengamatan aspek biologi ikan cucut patilan dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, Jawa Tengah. Waktu pengamatan pada bulan Maret dan Juni 2010. Alat dan Bahan
Jenis cucut patilan (Gambar 1.) mempunyai ciriciri morfologi yaitu memiliki dua sirip punggung dan ukuran mata yang cukup besar. Sirip punggung pertama jauh lebih besar dari sirip punggung kedua, terdapat duri keras di kedua sirip punggung, bentuk sirip punggung pertama miring ke belakang, dilengkapi duri yang berpangkal lebar.
Alat-alat yang digunakan terdiri atas meteran, timbangan, alat bedah (dissecting set), alat tulis, form
67
BTL. Vol.9 No. 1 Juni 2011: 67-69
Juni 2010 ukuran panjang totalnya berkisar antara 3873 cm dan modusnya pada kisaran 59-64 cmTL (Gambar 2).
Gambar 1.
Cucut patilan.
Pengamatan pada bulan Maret 2010, kisaran panjang total ikan cucut patilan adalah 44-67 cm dengan modus pada kisaran 47-49 cmTL. Pada bulan
Berdasarkan atas hasil pengamatan pada periode bulan Maret 2010 didapatkan perbandingan antara ikan jantan dan betina yaitu 1,3:1 (n = 16 ekor), sedangkan pada bulan Juni 2010 diperoleh perbandingan ikan jantan dan betina yaitu 1:3,5 (n = 54 ekor). Dari hasil pengamatan, ukuran anakan ikan cucut patilan (panjang dan bobot) dan nisbah kelamin (anakan ikan jantan dan betina) bervariasi, seperti yang disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 3.
Gambar 2.
Distribusi frekuensi panjang total (total length) cucut patilan di Cilacap, pada bulan Maret dan Induk Telur FL TL W W Rata-rata diameter Juni 2010. Jumlah (cm) (cm) (kg) (g) (cm)
Tabel 1.
Ukuran (panjang dan bobot tubuh) induk dan anakan cucut patilan hasil tangkapan pancing 54,0 0,8 * 47,0 rawai dasar di Cilacap, bulan Juni 2010 50,0
Keterangan: * tidak teridentifikasi
68
-
57,0
64,0
1,2
8
62,0
3,04
57,0
63,0
1,3
7
75,0
2,76
52,0
59,0
1,0
-
-
-
56,0
62,0
1,0
3
25
2,76
Pengamatan Aspek Biologi Cucut Patilan (Squalus megalops) yang Didaratkan di Cilacap (Rahmat, E.)
Gambar 3.
Induk dan anakan cucut patilan hasil tangkapan pancing rawai dasar di Cilacap, bulan Juni 2010.
KESIMPULAN 1. Kisaran panjang total Squalus megalops pada bulan Maret 44-67 cm (rata-rata 47 cm) dan 38-73 cm (rata-rata 58 cm). 2. Perbandingan kelamin Squalus megalops antara jantan dan betina pada bulan Maret 1,3:1 dan pada bulan Juni 1:3,5. 3. Anakan (embrio) Squalus megalops yang berasal dari satu induk mempunyai ukuran panjang hampir sama.
Resources of the Western Central Pacific. Vol. 2. Cephalopods, Crustaseans, Holoturians, and Sharks. Food and Agriculture Organization. Rome. 1,194-1,366. Chodriyah, U., W. A. Pralampita, D. Nugroho, F. Satria, I G. S. Merta, E. Setiaji, E. Rahmat, & Parman. 2010. Riset Sumber daya ikan cucut di Samudera Hindia Selatan Jawa wilayah pengelolaan perikanan 573. Laporan Akhir. Balai Riset Perikanan Laut. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. 77 pp.
PERSANTUNAN Penulis mengucapkan terima kasih kepada Penanggungjawab Penelitian, Peneliti, dan Petugas di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap yang telah membantu dalam penelitian ini.
Last, P. R. & J. D. Stevens. 1994. Sharks and Rays of Australia. Fisheries Research and Development Corporation.
DAFTAR PUSTAKA
Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. 2010. Laporan Data Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2009. Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.
Carpenter, K. E. & V. H. Niem. 1998. Food and Agriculture Organization species identification guide for fishing purposes. The Living Marine
Widodo, J. & A. A. Anung. 2000. Kunci Mudah Mengenal Cucut. Tentative Internal Use. Balai Riset Perikanan Laut. Jakarta. (Unpublish).
69