ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW DAN PEMANFAATAN MEDIA MANIPULATIF PADA MATERI SEGIEMPAT KELAS VII Anita Windarini SMP Negeri 1 Sanggau
[email protected] Abstrak: Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif pada materi segiempat pada siswa di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. (2) Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para siswa mengerjakan soal tes pada akhir pembelajaran. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: (1) Melalui penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa kelas VIIC SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini dapat dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%, pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33%, (2) Hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat sebagai media pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat 26 siswa yag tuntas dengan persentase 81,25%. Kata Kunci: Aktivitas, Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw, Media Manipulatif
Mata pelajaran matematika sudah diberikan sejak dari kelas satu SD, mata pelajaran ini menjadi mata pelajaran pokok di setiap satuan pendidikan. Berbagai metode pembelajaran yang sudah digunakan oleh guru dengan tujuan agar proses pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa. Tetapi pada kenyataannya bagi para pelajar matematika masih menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit, sehingga membuat mata pelajaran ini beserta gurunya ditakuti oleh para siswa. Untuk itu guru perlu melakukan inovasi dalam mengelola pembelajaran di kelas sehingga dapat tercipta situasi belajar yang menyenangkan yang dampaknya pada siswa dapat memahami materi pelajaran sehingga hasil belajarpun meningkat. Dari hasil refleksi pada kegiatan pembelajaran segitiga melalui tulisan di kertas kecil didapat 19 orang siswa menyatakan pelajaran matematika merupakan pelajaran yang sulit ini disebabkan sulit berkonsentrasi karena suasana belajar yang tidak menyenangkan (ribut, tegang), 5 orang menyatakan guru menjelaskan terlalu cepat sehingga sulit untuk memahami materi, dan 8 orang menyatakan tidak ada masalah belajar matematika. Saat supervisi kepala sekolah tanggal 5 Nopember 2015 guru diberikan masukan tentang proses pembelajaran dalam kelas. Kepala sekolah menyarankan sebaiknya: (1) suasana pada saat pembelajaran tidak tegang sehingga siswa mau berkomunikasi. , (2) usahakan melibatkan seluruh siswa pada setiap kegiatan pembelajaran berlangsung, dan (3) gunakan media untuk memudahkan siswa memahami konsep. Memperhatikan saran tersebut, peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelajaran kooperative jigsaw dengan pemanfaatan media manipulative bangun segiempat untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau Terkait dengan penerapan model Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat, Jigsaw adalah pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s (dalam Bistari, 2015: 316) model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
423
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan media manipulatif segiempat yang dapat digunakan siswa untuk memudahkan dalam memahami konsep yang akan dipelajari pada proses pembelajaran materi segiempat. Kata media mempunyai arti perantara atau pengantar. Heinich, dkk (Azhar Arsyad, 2009: 4), mengatakan apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran. Sedangkan menurut Gatot Muhsetyo (2008: 2.3), media pembelajaran Matematika adalah alat bantu pembelajaran yang secara sengaja dan terencana disiapkan atau disediakan guru untuk mempersentasekan dan/atau menjelaskan bahan pelajaran, serta digunakan siswa untuk terlibat langsung dengan pembelajaran Matematika. Media manipulatif dalam penelitian ini adalah model bangun-bangun segiempat yang terbuat dari styrofoam yang dapat digunakan untuk membuat definisi, mengidentifikasi unsur-unsur, dan menemukan sifat-sifat segiempat.
Slameto (2010: 35) menyatakan bahwa aktivitas adalah keterlibatan dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut (dalam Bistari, 2015: 31) Paul B.Diedrich (Sardiman, 2004:101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang digolongkan ke dalam 8 kelompok diantaranya:(1) Visual Activities, meliputi kegiatan seperti membaca, memperhatikan (gambar, demonstrasi, percobaan dan pekerjaan). (2) Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi. (3) Listening Activities, seperti: mendengarkan uraian, percakapan diskusi, musik dan pidato. (4) Writting Activities, seperti: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin dan rangkuman. (5) Drawing Activities, seperti: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. (6) Motor Activities, seperti: melakukan percobaan, konstruksi, model, mereparasi, bermain dan berternak. (7) Mental Activities, seperti: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan dan mengambil keputusan. (8) Emotional Activities, seperti: menaruh minat, merasa bosan, bergairah, berani, tenang dan gugub. Yang dimaksud aktivitas dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa yang merupakan kegiatan atau prilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Aktivitas yang dimaksud meliputi: 1. Memperhatikan apa yang disampaikan guru. 2. Melakukan diskusi aktif dalam kelompok 3. Mencoba mengemukakan pendapat sendiri mengenai apa yang dipikirkannya, juga mencatat segala sesuatu dalam diskusi. 4. Saling berbagi dan bekerja sama dalam kelompok. 5. Mempertanggungjawabkan secara individu, materi yang ditangani dalam kelompok. 6. Merespon jawaban teman.
424
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
METODE Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau yang berjumlah 32 anak, yang terdiri dari 16 orang putra dan 16 orang putri. Adapun latar belakang kelas ini dipilih sebagai subjek pembelajaran adalah: 1. Berdasarkan hasil ulangan tengah semester, di kelas VIIC paling banyak terdapat siswa yang tidak tuntas yaitu 22 orang yang tidak tuntas dari 32 orang di kelas VIIC. 2. Peneliti adalah guru matematika kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau, sehingga mudah untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran 3. Berdasarkan teori, bahwa melalui penerapan Model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan penggunaan media manipulative dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi segiempat di kelas VIIC SMP Negeri 1 Sanggau. Teknik pengumpul data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Pengamatan langsung yang dilakukan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa. (2) Pengukuran hasil belajar siswa dengan lembar tes tertulis setelah para siswa mengerjakan soal tes pada akhir pembelajaran. Tahapan Perencanaan: (1) Guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), materi pembelajaran ”mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium”. (2) Guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisi materi yang akan dibahas dalam kelompok dan langkah-langkah menyajikan materi yang harus dikerjakan siswa secara berkelompok, dengan tujuan pembelajaran siswa mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. (3) Guru menyiapkan lembar observasi guru untuk menilai proses pembelajaran yang disampaikan oleh guru (4) Guru menyiapkan lembar observasi aktivitas siswa. Tahap Pelaksanaan Langkah-langkah pada kegiatan inti, yaitu: Membagi 6 atau 7 siswa menjadi satu kelompok jigsaw. Siswa kelas VIIC berjumlah 32 orang, karena materi ada 6 bagian, maka dalam membagi kelompok terdiri dari 6 – 7 orang. Menetapkan satu siswa dalam kelompok menjadi pemimpin, yang tujuannya untuk mengkoordinasi membagi materi pada masing-masing anggota kelompok jigsaw dan pembahasan materi. Membagi pelajaran menjadi 6 bagian (persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, trapesium) dan setiap siswa dalam kelompok mempelajari satu bagian pelajaran. Siswa dari kelompok jigsaw bergabung dalam kelompok ahli yang mempunyai materi yang sama, dan berdiskusi untuk mempelajari bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan kepadanya. Kembali ke kelompok jigsaw, jika dikelompok ahli materi sudah selesai dibahas oleh masingmasing tim ahli, maka siswa kembali ke kelompok jigsaw. Siswa mempresentasikan bagian yang dipelajari pada kelompoknya masing-masing. Kelompok jigsaw mempresentasikan hasil diskusi dari kelompok ahli kepada kelompok jigsaw. Kelompok jigsaw mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas, dengan cara menerapkan game. Pada setiap kelompok diberikan game yaitu guru memberikan soal lisan yang berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang terakhir menjawab benar yang mendapat sangsi untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Diakhir kegiatan siswa diberikan soal untuk dikerjakan mengenai materi.
425
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Evaluasi dilakukan selama 10 - 15 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Analisa Data Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu hasil wawancara dan pengamatan, yang sudah ditulis dalam catatan dilapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi. Adapun langkah-langkah analisa data meliputi: Pelaksanaan reduksi data dalam penelitian ini adalah menyeleksi data-data yang sudah ada serta menitik beratkan data yang belum sempurna menjadi data yang lebih akurat. Selanjutnya data-data tersebut mencakup data pengamatan aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran yang berbentuk lembar observasi aktivitas belajar siswa. Untuk perincian reduksi data meliputi: 1. Aktivitas Belajar Siswa. (-) Mengukur skor aktivitas belajar siswa secara klasikal. (-) Pedoman penskoran disesuaikan dengan tingkat kesukaran aktivitas dan alokasi waktu. (-) Mengubah skor menjadi persentasi aktivitas dengan menggunakan rumus: % Keaktifan (PK) =
x 100%
Menurut Sudjiono dalam Rosmaini 2004 dengan kriteria presentasi aktivitas: 75% ≤ PK ≤ 100% Tergolong sangat aktif 65% ≤ PK < 75% Tergolong aktif 55% ≤ PK < 65% Tergolong cukup aktif 0% ≤ PK < 55% Tergolong kurang aktif Keterangan: Rumus tersebut di atas serta kriteria persentasi diberlakukan juga untuk mengetahui tingkat kinerja guru. 2. Tes Akhir. (-) Menghitung skor dari setiap soal tes. (-) Mengubah skor menjadi nilai dengan menggunakan rumus: Nilai Siswa =
x 100%
Indikator Kinerja Indikator kinerja ini berfungsi untuk mengukur keberhasilan siswa didalam prosedur pelaksanaan penelitian, yang kegiatan pembelajarannya menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat dengan indikatornya sebagai berikut: (1) Apabila siswa beraktivitas dalam kegiatan pembelajaran ini mencapai lebih dari atau sama dengan 70 % . (2) Apabila lebih dari atau sama dengan 75% dari jumlah siswa telah berhasil mencapai skor nilai KKM 68 atau lebih. PEMBAHASAN 1. Pendahuluan Kegiatan pembelajaran materi segiempat di kelas VIIC. Kegiatan diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu mengidentifikasi sifat-sifat persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium. Pada awal pembelajaran, siswa sudah mulai tertarik karena guru membawa banyak media (alat peraga) berupa model-model bangun ruang sisi lengkung. Media yang dibawa berupa model persegi, persegi panjang, jajargenjang,
426
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
belah ketupat, layang-layang, dan trapesium dengan berbagai ukuran. Selanjutnya guru memberikan apersepsi dengan bertanya kepada beberapa siswa mengenai nama-nama dari model bangun segiempat dan contohnya yang ada di sekitar kelas . 2. Kegiatan inti Pada kegiatan inti, dimulai dengan guru menunjukkan satu per satu bangun segiempat dan menanyakan bagian unsur-unsurnya. Selanjutnya guru membagikan materi (persegi, persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan trapesium) yang sudah diberikan petunjuk kerja dalam bentuk lembar kerja siswa, kepada masing-masing anggota kelompok. Setiap siswa dari kelompok jigsaw yang mendapat materi ang sama bergabung dalam kelompok ahli, dan berdiskusi untuk mempelajari bagian materi pelajaran yang telah ditugaskan kepadanya. Setiap kelompok ahli membahas tentang definisi bangun yang diperoleh masing-masing kelompok dan selanjutnya mengidentifikasi unsur-unsur dan sifat-sifatnya. Selain membahas materi, masing-masing kelompok membuat model bangun datar (media manipulatif) segiempat dari styrofoam yang bisa digunakan untuk menjelaskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar serta menuliskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar dalam selembar kertas manila. Membuat model bangun datar (media manipulatif) segiempat dari styrofoam dan menuliskan pengertian, unsur-unsur, dan sifat-sifat bangun datar yang tujuannya adalah untuk mempermudah tim ahli menjelaskan materi saat kembali pada kelompok jigsaw. Materi yang akan dibahas dalam tim ahli adalah seperti berikut: Persegi
D E A
G
C
O
F
H
B
Persegi adalah bangun segi empat yang memiliki empat sisi sama panjang dan empat sudut siku-siku dan dapat menempati bingkainya dengan delapan cara.
Unsur-unsur Persegi: a. Sisi ada 4: AB, BC, CD, DA b. Sudut ada 4: sudut A, B, C, dan D c. Diagonal ada 2: AC dan BD Sifat-sifat persegi: a. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC = CD = AD; b. Sisi-sisi berhadapan sejajar, AB//CD dan AD//BC c. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu sudut ABC = sudut BCD = sudut CDA = sudut DAB = 90°. d. Diagonal-diagonal persegi saling berpotongan tegak lurus dan saling membagi dua sama panjang AO = CO, BO = DO e. Sudut-sudut suatu persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal- diagonalnya, sudut BAC=DAC, sudut ABD = CBD, sudut BCA = DCA, sudut CDB = ADB f. Mempunyai empat simetri lipat AC, BD, EF, GH g. Mempunya simetri putar tingkat empat diputar pada sudut 90o, 180o, 270o, 360o, h. Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan delapan cara, empat kali dengan sumbu simetri dan empat kali diputar.
427
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Persegi Panjang
D
G
C
E
O
F
A
H
B
Persegi panjang adalah bangun segi empat yang memiliki dua pasang sisi sejajar dengan keempat sudutnya siku-siku.
Unsur-unsur Persegi Panjang: a. Sisi ada 4: AB, BC, CD, DA b. Sudut ada 4: sudut A, B, C, dan D c. Diagonal ada 2: AC dan BD Sifat-sifat persegi panjang: a. Sisi-sisi persegi ABCD sama panjang, yaitu AB = BC = CD = AD; b. Sisi-sisi berhadapan sejajar, AB//CD dan AB=CD, AD//BC dan AD=CD c. Sudut-sudut persegi ABCD sama besar, yaitu sudut ABC = sudut BCD = sudut CDA = sudut DAB = 90°. d. Diagonal-diagonal persegi panjang sama panjang dan saling membagi dua sama panjang AO = CO, BO = DO e. Mempunyai dua simetri lipat EF dan GH f. Mempunyai simetri putar tingkat dua diputar pada sudut 180o dan 360o, g. Suatu persegi dapat menempati bingkainya dengan empat cara, dua kali dengan sumbu simetri dan dua kali diputar.
Jajargenjang
S
R
Jajargenjang adalah bangun segi empat yang dibentuk dari sebuah segitigadan bayangannya yang diputar setengah putaran(180o) pada titik tengah salah satu sisinya.
O P
Q Unsur-unsur Persegi Panjang: a. Sisi ada 4: PQ, RS, ST, SP b. Sudut ada 4: sudut P, Q, R, dan S c. Diagonal ada 2: PR dan SQ Sifat-sifat jajargenjang: a. Sisi-sisi berhadapan sejajar, PQ//SR dan PQ=SR, PS//QR dan PS=QR b. Sudut yang berhadapan sama besar sudut P = R, sudut Q = R c. Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan sama dengan 180o d. Diagonal-diagonal saling membagi dua sama panjang PO = RO, QO = SO Belah Ketupat Belah ketupat adalah bangun segi empat yang dibentuk dari gabungan segitiga samakaki dan bayangannya setelah dicerminkan terhadap alasnya.
N K
O
M
L 428
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Unsur-unsur belah ketupat: a. Sisi ada 4: KL, LM, MN, NK b. Sudut ada 4: sudut K, L, M, dan N c. Diagonal ada 2: KM dan LN Sifat-sifat belah ketupat: a. Semua ukuran sisi-sisinya sama panjang KL = LM = MN = NK b. Sudut-sudut yang berhadapan besarnya sama sudut K = sudut M dan sudut L = sudut N, dan di bagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya, c. Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling tegak lurus satu sama lainnya. d. Mempunyai dua buah sumbu simetri. e. Kedua diagonalnya merupakan sumbu simetri dari bangun belah ketupat. f. Memiliki dua simetri lipat. g. Memiliki dua buah simetri putar. Layang-layang
S
P
O
R
pengertian layang-layang adalah segi empat yang dibentuk dari gabungan dua buah segitiga sama kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.
Q Sifat-sifat layang-layang a. Terdapatnya dua pasang sisi yang sama panjang. b. Terdapatnya sepasang sudut berhadapan yang sama besar. c. Terdapatnya satu sumbu simetri yang merupakan diagonal terpanjang. d. Salah satu dari diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lainnya secara tegak lurus. e. Diagonal-diagonal yang dimiliki oleh bangun layang-layang saling tegak lurus. f. Diagonal yang menghubungkan sudut puncak membagi dua bagian sudut-sudut puncak dan layang-layang menjadi dua buah bagian yang besarnya sama. Trapesium
D
A
C
D
B
D
C
A
B
A
C
B
Pengertian trapesium adalah bangun segi empat yang mempunyai tepat sepasang sisi yang berhadapan sejajar. Jenis-jenis trapesium Secara umum ada tiga jenis trapesium sebagai berikut.
429
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
(i) Trapesium sebarang
D
C
Trapesium sebarang adalah trapesium yang keempat sisinya tidak sama panjang. Pada gambar di samping, AB // DC, sedangkan masing-masing sisi yang membentuknya, yaitu AB, BC, CD, dan B AD tidak sama panjang.
A (ii) Trapesium sama kaki
D
A
Trapesium sama kaki adalah trapesium yang mempunyai sepasang sisi yang sama panjang, di samping mempunyai sepasang sisi yang sejajar. Pada gambar di samping, AB // DC dan AD = BC.
C
B
(iii) Trapesium siku-siku
D
A
Trapesium siku-siku adalah trapesium yang salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku (90°). Pada gambar di samping, selain AB // DC, juga tampak bahwa besar sudut DAB = 90° (siku-siku).
C
B
Sifat-sifat trapesium Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah sudut yang berdekatan di antara dua sisi sejajar pada trapesium adalah 180°. Setelah setiap tim ahli selesai menjelaskan pada kelompok jigsaw, akan ditunjuk satu orang untuk mempresentasikan hasil kerjanya, setiap kelompok memilih satu bangun segiempat dan tidak boleh sama dengan kelompok lain. Cara yang digunakan untuk menunjuk yang presentasi adalah pada setiap kelompok diberikan game yaitu guru memberikan soal lisan yang berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang terakhir menjawab benar yang mendapat sangsi untuk mempresentasikan hasil diskusinya. 3. Kegiatan Akhir a. Game refleksi, setiap peserta didik duduk dikursinya masing-masing, dan untuk mengecek pemahaman peserta didik diadakan games, yaitu guru memberikan soal lisan yang berhubungan dengan jenis-jenis bilangan yang harus dijawab setiap anggota kelompok, yang terakhir menjawab benar yang mendapat mendapat hukuman yaitu membuat kesimpulan. b. Pada kegiatan akhir, guru memberikan kuis secara individu. Nilai tersebut diakumulasi dalam kelompok untuk menentukan mana kelompok terbaik untuk mendapatkan reward kelompok terbaik.
Hasil Hasil Observasi Aktivitas Siswa Keaktifan siswa sudah bisa dikatakan memuaskan guru sebagai peneliti. Hal ini terbukti dari sebagaian besar siswa sudah berperan aktif di dalam kegiatan pembelajaran dan penuh semangat memperhatikan penjelasan dari guru. Siswa tidak merasa canggung atau malu-malu dalam menjelaskan materi dalam kelompok dengan memperagakan media manipulatif, berlomba-lomba menjawab pertanyaan dari guru, bertanya hal-hal yang dirasa kurang jelas dan mengerjakan LKS atau
430
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
soal dengan teliti. Hal ini berdasarkan dari hasil pantauan observer yang telah memberikan penilaian pada lembar aktivitas siswa Tabel 4.5 Rekapitulasi Aktivitas Siswa Kelas VIIC
Memperhatikan apa yang disampaikan guru. Melakukan diskusi aktif dalam kelompok Mencoba mengemukakan pendapat sendiri mengenai apa yang dipikirkannya, juga mencatat segala sesuatu dalam diskusi. Saling berbagi dan bekerjasama dalam kelompok Mempertanggungjawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Merespon jawaban teman Persentase
Skor Pertemuan 1 3
Skor Pertemuan 2 4
Skor Pertemuan 3 4
2 2
3 2
3 2
4
4
4
2
3
4
2 62,50%
2 75,00%
2 83,33%
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa usaha untuk meningkatkan aktivitas siswa sudah dianggap berhasil karena sudah melampaui indikator yang ditentukan yaitu ≥ 70%. Terjadinya peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat. Siswa dapat merespon objek kongkrit melalui media manipulatif yang diperagakan oleh guru pada saat penyampaian materi pelajaran dan digunakan oleh siswa untuk menjelaskan materi masingmasing dikelompok jigsaw, sehingga terjadi proses tanya jawab yang efektif. Siswa juga secara aktif dapat memperagakan media manipulaif yang sudah disiapkan. Hasil Tes Setelah seluruh siswa selesai mengikuti kegiatan pembelajaran, siswa akan diuji kemampuan belajarnya dengan mengikuti tes. Hasil tes yang diperoleh seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas VIIC 2385 Jumlah Nilai 74,53 Nilai Rata-rata Kelas Ketercapaian Jumlah Siswa Persentase 26 81,25% Tuntas Belajar 6 18,75% Tidak Tuntas Belajar Tindakan guru yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah guru telah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dengan memanfaatkan media manipulatif segiempat dalam proses pembelajarannya, selalu memberi penguatan pada siswa, serta membantu siswa yang mengalami kesulitan secara individu. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang mencapai KKM 68 atau lebih sebesar 81,25%. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa indikator kinerja pada penelitian ini telah
431
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
tercapai, karena sudah melampaui indikator yang ditentukan yaitu ≥ 75% dari jumlah siswa telah berhasil mencapai skor nilai KKM 68 atau lebih. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dilaksanakan pembalajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif dalam kegiatan pembelajaran, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Melalui penerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat dalam kegiatan pembelajaran pada materi segiempat siswa kelas VIIC SMPN 1 Sanggau Kabupaten Sanggau ternyata mampu meningkatkan aktivitas siswa ini dapat dilihat pada hasil peningkatan persentase siswa yang aktif pada pertemuan 1 yaitu 62,50%, pertemuan 2 sebesar 75,00%, dan pertemuan ke 3 sebesar 83,33% jadi peningkatan antara pertemuan 1 dengan pertemuan 3 sebesar 20,83%. (2). Hasil belajar siswa meningkat setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat sebagai media pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat pada peningkatan persentase pada siswa yang tuntas terdapat 26 siswa yag tuntas dengan persentase 81,25%. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan peneliti, ditemukan beberapa kelebihan dan kelemahan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif untuk meningkatkan aktivitas serta hasil belajar siswa, peneliti menyarankan beberpa hal antara lain: (1) Hendaknya ketika guru menjelaskan materi, siswalah yang harusnya lebih banyak berperan aktif di dalamnya.(2) Gurulah yang merancang dan menggunkan media pembelajaran sesuai dengan materi yang disampaikan.(3) Hendaknya siswa diberikan kesempatan lebih banyak dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan pemanfaatan media manipulatif segiempat.
DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Azhar, 2009. Media Pembelajaran. PT Rajagravindo Persada. Jakarta. Bistari, 2015. Mewujudkan Penelitian Tindakan Kelas. PT. Ekadaya Multi Inovasi. Pontianak. Bistari, 2012. Strategi Belajar Mengajar Matematika Aktif & Kretatif. Universitas Tanjungpura Pontianak. Depdikbud, 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta: Depdikbud Gatot, Muhsetyo, 2008. Pembelajaran Matematika. Universitas Terbuka. Jakarta Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta. Jakarta Sardiman, 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar. PT. Raja Grafindo Persada.Jakarta. Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang (UM PREES). Sudjiono, Rosmaini, 2004. Metode Statistik. Tarsito. Bandung Wahyuni. T dan Nurharini. D, 2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk Kelas VII SMP/MTs. Klaten: Cempaka Putih.
432
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN POHON MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA KELAS VIII A SMPN 6 PADA POKOK BAHASAN LINGKARAN Siti Fatikhatun Fatkhiyah SMPN 6 Batu siti_khiyah @yahoo.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pembelajaran perbandingan sudut pusat, panjang busur, luas juring menggunakan metode pohon matematika yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII-A SMPN 6 Batu. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dilakukan dalam 2 siklus, masing- masing siklus dilakukan dalam 3 pertemuan. Hasil penelitian bahwa pembelajaran pohon matematika yang dilakukan dengan langkah-langkah: menyajikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika, membangun masalah yang diketahui jawabannya, mengoreksi dan menilai masalah, mendiskusikan masalah yang sulit dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari rata –rata pada siklus 1 adalah 50 menjadi 72 (siklus 2). Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 36% Menjadi 76% Kata Kunci: pembelajaran pohon matematika, pemecahan masalah
Perkembangan peradaban yang cepat membutuhkan adaptasi proses pembelajaran. Subanji (2011) menjelaskan perkembangan yang sangat dinamis membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi secara cepat dan pola pikir yang baik . Karena perubahan pola pembelajaran merupakan hal utama untuk bisa menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam pembelajaran peran guru juga mengalami perubahan dari yang semula memberi pengetahuan kepada siswa “menjadi” memfasilitasi untuk belajar (fasilitator) . Karena hakekat pembelajaran adalah mengembangkan berfikir siswa, sehingga mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupannya yang cukup dinamis, Untuk itu perlu upaya meningkatkan kualitas pendidikan matematika. Menurut NCTM (2000) ada 6 (enam) prinsip dasar untuk mencapai pendidikan matematika yang berkualitas tinggi meliputi: (1) kesetaraan /keadilan/pemerataan (2) kurikulum (3) pengajaran / pembelajaran (5) penilaian (6) teknologi. Prinsip pembelajaran menekankan bahwa tugas guru adalah mendorong siswanya untuk berfikir/ bertanya menyelesaikan masalah, mendiskusikan ide-ide, strategi dan hasil penyelesaian masalah dari siswa Prinsip belajar yamg menekankan pada siswa harus belajar matematikanya dengan pemahaman, secara aktif, membangun pengetahuan baru,dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Belajar matematika tidak hanya berkaitan dengan keterampilan berhitung tetapi perlu kecakapan berfikir dan bernalar secara matematis dalam menyelesaikan soal-soal baru dan mempelajari ide-ide baru yang akan dihadapi. Karena itu pembelajaran akan lebih baik bila menekankan pemahaman relasional dari pada pemahaman instrumental. Lebih lanjut, Subanji (2015) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang digunakan dalam pengembangan pembelajaran dikelas diantaranya: (1) mengondisikan berfikir reflektif siswa (2) menciptakan interaksi social antar siswa dan siswa guru (3) menggunakan model atau alat-alat untuk belajar. Berfikir reflektif adalah kegiatan aktif untuk menjelaskan sesuatu atau mencoba menghubungkan ide –ide yang terkait. Berfikir reflektif terjadi ketika siswa mencoba memahami penjelasan dari orang lain, ketika mereka bertanya, ketika mereka menjelaskan atau menyelidiki kebenaran ide mereka sendiri. Dalam matematika, soal matematika belum tentu menjadi masalah bagi siswa karena soal matematika bisa rutin dan bisa tidak rutin. Masalah yang dimaksudkan dalam problem solving adalah masalah non rutin. Masalah non rutin memiliki karakteristik khusus yakni untuk menyelesaikannya, membutuhkan berfikir tingkat tinggi, atau berfikir lain dari yang biasa dilakukan. Kepada siswa perlu dikembangkan kemampuan berfikir logis, analistis, sistematis, kritis, dan kreatif. Sehingga siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetetif. Dari berbagai penelitian
433
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
direkomendasikan bahwa untuk meningkatkan kemampuan problem solving diperlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan mengubah pembelajaran ke arah yang lebih amalitik dan bermakna. Dalam hal ini penulis menyajikan salah satu proses dalam pemecahan masalah dengan menggunakan pohon matematika. Subanji (2013) menyatakan bahwa pohon matematika merupakan suatu media yang dapat digunakan untuk mengembangkan penalaran siswa. Pembelajaran dengan pohon matematika merupakan balikan dan pembelajaran yang biasa dilakukan dikelas, terutama dalam latihan-latihan soal yang dibutuhkan. Selama ini soal-soal yang diberikan kepada peserta didik dapat dikatagorikan (1) menentukan nilai / menhitung (2) menyederhanakan, menggambar dan membuktikan (meskipun sangat jarang) . Dalam pembelajaran pohon matematika justru jawaban sudah diberikan dan siswa diminta untuk mengkontruksikan soalnya atau soal yang jawabannya tidak tunggal dan siswa diminta untuk mencari semua jawaban yang mungkin Dalam pembelajaran matematika dengan pohon matematika ini, semakin banyak masalah yang dibuat, maka pohon tersebut semakin memiliki banyak daun berarti semakin “RINDANG”. Sebaliknya bila daun yang dibuat salah maka daun tersebut menjadi “BENALU” yang mengurangi kesuburan pohon, dari kerindangan pohon matematika ini dapat dilihat kreatif siswa. Dalam pelaksanaannya pembelajaran dengan pohon matematika dapat dilakukan dengan sistem individu dan sistem kelompok . Pada tahap awal guru membuatkan ranting dan siswa melengkapi daunnya pada tahap berikutnya ranting bisa dibuat oleh siswa sehingga dalam proses pembelajaran guru benar-benar hanya menjadi fasilitator. Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengangkat penelitian dengan judul “Penerapan model pembelajaran pohon matematika untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika kelas VIII A SMPN 6 pada pokok bahasan lingkaran“ METODE PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran pohon matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan dan observasi, serta refleksi. Penelitian tindakan kalas ini dilakukan dalam dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari tiga pertemuan.
Penelitian dilakukan di SMPN 6 Batu dikelas VIII-A dengan jumlah siswa 33 orang. Tahap perencanaan dilakukan kegiatan penyusunan RPP, media dan penilaian. Tahap pelaksanaan dan observasi dilakukan dengan mempraktikkan pembelajaran pohon matematika sekaligus diobservasi oleh teman sejawat sebanyak dua orang. Tahap refleksi dilakukan dengan mendiskusikan kelebihan dan kekurangan dari praktik pembelajaran bersama dengan observer. Dari hasil observasi, kekurangan diperbaiki untuk dipraktikan di siklus kedua. HASIL PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran pohon matematika yang dilakukan dalam 2 siklus, masing- masing siklus dilakukan dalam 3 pertemuan. Masing-masing pertemuan menggunakan tahapan pembelajaran dengan metode pohon matematika antara lain: menyajikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika, membangun masalah yang diketahui jawabnya atau menetukan penyelesaian masalah open ended dalam pohon matematika, mengoreksi dan menilai masalah atau jawaban yang disusun dan mendiskusikan masalah yang sulit SIKLUS 1 pertemuan kesatu
434
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dan motivasi melalui dialog sebagai berikut G: anak-anak coba lihat gambar yang ibu bawa kemudian bertanya Apa yang ada di benak kalian tentang gambar tersebut ? S1: gambar pizza ibu, S2: pizzanya bentuknya seperti lingkaran S3: pizzanya di potong bentuknya seperti juring G: kalau pizza tadi dipotong membentuk juring dengan sudut 600berapa perbandingannya dengan pizza yang masih utuh S4: 600 dibanding 3600 Berdasarkan dialog tersebut, nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasarat untuk pembelajaran pertemuan pertama dimana siswa sudah memahami perbandingan sudut pusat. Pada tahap ini guru menyajikan materi tentang menentukan perbandingan sudut-sudut pusat lingkaran,perbandingan panjang busur dan perbandingan luas juring lingkaran, Selanjutnya guru memberi contoh pohon matematika dan cara mengisi daunnya serta menjelaskan aturan main dalam pembelajaran dengan pohon matematika kemudaian guru membagikan LK pada setiap kelompok G: anak-anak hari ini kita belajar perbandingan sudut pusat, panjang busur dan luas juring dengan memakai pohon matematika untuk kelompok mat 1 dan 2 mengisi daun daun pomat yang memiliki perbandingan tertentu kalian yang menentukan luas juring yang memiliki perbandingan tersebut, kelompok mat3 mengisi daun-daun pomat dengan panjang busur yang memiliki perbandingan tertentu,,kelompok 4 mengisi daun-daun pomat dengan sudut pusat yang memiliki perbandingan tertentu. sudah faham anak-anak? S:sudah bu, G: ok,kita mulai sekarang dengan mengisi daun-daun tersebut yang sesuai, Kegiatan dilanjutkan dengan mengerjakan soal yang ada dalam pohon matematika. Pada kegiatan itu ditemukan hal yang unik yaitu siswa pada kelompok mat 3 mengerjakan perbandingan sudut dengan cara membagi kedua sudut dengan bilangan yang berbeda, sehingga diperoleh hasil yang salah. Seharusnya pembilang dan penyebut di bagi dengan bilangan yang sama. Kegiatan selanjutnya, hasil kerja masing-masing kelompok ditukar dengan kelompok lain untuk memperoleh informasi yang berbeda Pada tahap berikutnya guru memberikan penguatan terhadap hasil kerja kelompok Guru mengajak sqiswa untuk membuat kesimpulan tentang hubungan sudut pusat dan luas juring bahwa perbandingan sudut pusat sama dengan perbandingan panjang busur sama dengan perbandingan luas juring. kemudian memberikan soal kepada siswa secara individu. Dari tes tersebut diperoleh hasil nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 30 dan rata-ratanya 50 dibawah KKM SIKLUS 1 pertemuan kedua Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dengan dialog sebagai berikut G: anak-anak apa yang sudah kalian pelajari tentang minggu lalu ? S1 Hubungan sudut pusat dan panjang busur S2: hubungan sudut pusat dan luas juring Berdasarkan dialog tersebut, Nampak siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat pembelajaran kedua, dimana siswa memahami tentang hubungan sudut pusat, panjang busur dan luas juring. Pada tahap ini guru memberikan materi tentang menentukan panjang busur dan luas juring dengan menggunakan hubungan tersebut. Kegiatan dilanjutkan dengan membentuk kelompok menjadi 4 kelompok yang terdiri dari 8 siswa Setiap kelompok menerima LK untuk didiskusikan dengan kelompoknya tentang menyelesaikan masalah menggunakan hubungan yang berkaitan dengan panjang busur dan luas juring
435
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada saat guru memantau pekerjaan kelompok siswa guru menemukan hal yang unik tentang cara penyelesaian masalah soal oleh siswa. Keunikan tersebut terdapat pada gambar dibawah ini
Dari gambar diatas menggambarkan bahwa ada siswa yang masih kurang teliti pada saat melakukan operasi hitungan.Kemungkinan Hal ini terjadi karena siswa sudah mengalami penurunan daya konsentrasi dalam belajar. Atau kemungkinan yang lain hal ini disebabkan karena faktor terburu-buru ingin cepat selesai Untuk kelompok mat 2 cara menyelesaikannya, daun dalam pohon matematika terdapat tiga cabang untuk mengisinya, ketua kelompok membagi ketemannya supaya mengerjakan juringjuring sudut yang ada di dalam pilihan untuk di selesaikan, satu siswa menyelesaikan dua sudut juring untuk di selesaikan dengan memakai rumus luas juring jika dimasukkan nilainya sudut beserta jari-jarinya akan memiliki luas juringnya 6 , mereka berdiskusi bgmn caranya menyelesaikan soal tersebut Foto kel mat 1
Kegiatan siswa saat berdiskusi menentukan nilai sudut dan jari-jari
S1: langsung saja di masukkan nilai
dan sudutnya sehingga nanti akan ketemu nilai yang sama dengan luasnya S2: dimasukkan saja nilai sudut dan jari-jarinya, tidak usah diganti dengan 3,14 karena luasnya masih terdapat S3: (ketua kelompok) mengajak temannya untuk menyelesaikan dengan cara temen S2 Dari dialog tersebut kelompok mat 2 ingin menyelesaikan soal tersebut dengan memasukkan nilai sudut dan jari-jari ke dalam rumus luas juring kemudian dilihat yang mempunyai jawaban 6 .
436
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan soal yang ada didalam ranting-ranting pohon matematika dan dilanjutkan saling tukar jawaban antar kelompok yang mempunyai ranting yang sama. Ditemukan pekerjaan siswa yang unik dalam pengisian daun daun di pohon matematika
Dari gambar diatas Nampak bahwa siswa sudah benar dalam mengisi perbandingan sudutnya tapi dalam menggambar yang sesuai dengan sudutnya masih salah, hal ini dikarenakan pemahaman sudut yang masih kurang, siswa masih menggambar sesuai dengan kehendaknya. misalnya sudut 2400 gambarnya melebihi dari setengah lingkaran . Guru memberikan penguatan atas kerja kelompok dan mengajak untuk membuat kesimpulan Diakhir pembelajaran guru mengakhiri dengan dialog G: anak-anak bagaimana pembelajaran hari ini ? S1: sangat menyenangkan ibu S2: saya suka dengan pohon matematika Selanjutnya guru menginformasikan materi pertemuan yang akan datang dan anak menyimak dengan baik.
437
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
SIKLUS 1 pertemuan 3 Pada siklus ini diadakan evaluasi secara tertulis. Siswa diberi soal tes dengan menggunakan pohon matematika. Cabang pohon memuat pertanyaan berkaitan dengan sudut pusat, panjang busur dan luas juring.Siswa diminta untuk mencari jawaban sebanyak-banyaknya dengan dikonstruksi dalam bentuk daun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa mencapai 50 dengan ketuntasan mencapai 36%. Refleksi Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran . Hasil refleksi digunakan untuk memperbaiki pembelajaran . Ringkasan refleksi disajikan dalam table berikut. Kendala dalam pembelajaran
Penyebabnya
Ada siswa yang kurang Jumlah anggota dalam aktif kelompok yang terlalu banyak Siswa lambat mengerjakan, Belum faham akan soal yang dimaksud Ada siswa kesulitan dalam Kurang memahami materi menyelesaikan soal
Alternatif penyelesaian Jumlah anggota kelompok di kurangi Penjelasan guru diawal lebih terperinci Informasi di LK kurang Guru menjelaskan lagi tentang materi
SIKLUS II Pembelajaran ini mendiskripsikan pembelajaran menggunakan pohon matematika yang dilakukan dalam 3kali pertemuan sebagai berikut: Siklus II pertemuan 1
Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui dialog seperti berikut: G: Anak-anak, coba amati gambar di depan ?, Apa yang ada di benak kalian tentang gambar diatas (Guru menampilkan gambar sepeda pada LCD) S1: sepeda federal S2:ger belakang lebih dari satu dan bertumpuk G: apa lagi ? S3ger depan dan ger belakang dihubungkan dengan rante: G: bagus anak-anak jawaban kalian benar semua,kemudian guru menanyakan lagi G: anak-anak ada yang masih ingat dengan Theorema Pythagoras ? S4: masih ibu segitiganya siku-siku S5: kuadratsisi terpanjang sama dengan
jumlah kuadrat sisi siku-sikunya
438
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Dari dialog diatas, Nampak bahwa siswa sudah memiliki materi prasarat. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajarana hari ini tentang Garis singgung lingkaran dan garis singgung persekutuan dua lingkaran, kemudian dilanjutkan guru menjelaskan materi tentang garis singgung lingkaran dan garis singgung persekutuan dua lingkaran. selanjutnya siswa dibagi beberapa kelompok setiap kelompok terdiri dari 5 orang . kegiatan selanjutnya guru membagikan LK pada setiap kelompok, Pada saat diskusi kelompok, guru berkeliling untuk memantau proses siswa berdiskusi dan membantu siswa pada kelompok yang mengalami kesulitan, salah satu kasus bantuan guru kepada siswa dilakukan dengan dialog berikut: G: gambar garis singgung yang kalian buat mengapa tidak tegak lurus dengan jari-jari ? S: karena itu sisi miring bu G: coba kalian baca lagi tentang sifat-sifat garis singing, cob abaca sifat pertama, bagaimana bunyinya ? S: garis singgung tegak lurus dengan jari-jari yang melalui titik singgungnya G: sekarang lihat gambarmu lagi, dimana kesalahannya S: garis singgung yang saya buat tidak tegak lurus dengan jari-jari G: sekarang betulkan gambarmu sehingga menjadi benar Kegiatan selanjutnya siswa diajak membuat kesimpulan tentang materi tersebut. SIKLUS II pertemuan 2 Pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi dengan dialog sebagai berikut G: anak-anak apa yang sudah kalian pelajari pada pertemuan yang lalu ? S1: garis singgung lingkarann bu S2: garis singgung persekutuan G: baik anak-anak, berarti kalian masih ingat, karena materi hari ini masih melanjutkan materi yang lalu Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini yaitu menentukan panjang garis singgung persekutuan dalam dan persekutuan luar dua lingkaran dengan menggunakan pohon matematika, kegiatan diawali dengan membentuk 6 kelompok dengan setiap kelompok beranggotakan 5 orang, selanjutnya guru membagikan LKS, siswa berdiskusi dengan kelompoknya untuk menentukan jari-jari dari garis singgung persekutuan dalam dan garis singgung persekutuan luar dengan pohon matematika, dalam memantau kegiatan siswa guru menemukan hal unik seperti berikut:
Siswa dalam menentukan jari-jari pada garis singgung persekutuan dalam melakukan kesalahan yaitu jari-jari lingkaran besar dikurangi dengan jari-jari lingkaran kecil, seharusnya jari-jari lingkaran besar dan jari-jari lingkaran kecil dijumlahkan .guru membimbing siswa sehingga siswa memahami
439
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kegiatan diakhiri dengan membuat kesimpulan bersama-sam siswa dan melakukan refleksi tentang pembelajaran hari ini, sebagai penutup guru menyampaikan tentang kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya yaitu evaluasi SIKLUS II Pertemuan 3. Pada siklus ini diadakan evaluasi secara tertulis. Siswa diberi soal tes dengan menggunakan pohon matematika. Cabang pohon memuat pertanyaan berkaitan dengan garis singgung lingkaran dan garis singgung persekutuan dalam dan luar lingkaran.Siswa diminta untuk mencari jawaban sebanyakbanyaknya dengan dikonstruksi dalam bentuk daun. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa skor rata-rata siswa mencapai 50 dengan ketuntasan mencapai 76%. SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pohon matematika dengan langkah-langkah: menyajikan materi,memberikan masalah dan menyelesaikan bersama, memberikan pohon matematika,membangun masalah yang diketahui jawabannya, mengoreksi dan menilai masalah, mendiskusikan masalah yang suli, dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIII-A SMPN 6 Batu. Peningkatan hasil belajar rata –rata pada siklus 1 adalah 50 menjadi 72 pada siklus 2. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan dari 36% Menjadi 76% SARAN Berdasarkan simpulan tersebut, penulis mengajukan beberapa saran khususnya bagi guru sejawat agar perlu mengembangkan pembelajaran yang menyenangkan, untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, pada Kompetensi Dasar garis singgung lingkaran maka metode pohon matematika dapat digumnakan khususnya mata pelajaran matematika. Daftar Rujukan Marlina, 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada materi Operasi Hitung Campuran Melalui Model Pembelajaran Kooperatif. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, 2014 Jurnal Peningkatan kualitas Guru Subanji, 2011, Matematika Sekolah dan Pembelajarannya, Jurnal peningkatan kualitas guru, JTEQIP Tahun II nomer 2, 2011 Subanji,2012, Pengembangan Aktivitas Matematika Problem Solving mengacu pada meaning based approach, Jurnal Peningkatan kualitas Guru, J-TEQIP, Tahun III, Nomor 2, Nopember 2012 Subanji,2013, Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapannya dalam pembelajaran Matematika Sekolah. Proseding seminar Nasional J-TEQIP 2011. Subanji,2013, Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, UM Press
440
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENGGUNAAN MEDIA MANIPULATIF UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG UNSUR-UNSUR BANGUN RUANG SISI DATAR DI SMP RADEN FATAH Surtini SMP Raden Fatah Batu icunsurtini @ gmail.com Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman siswa tentang unsurunsur bangun ruang sisi datar, dan juga untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Jenis penelitian adalah PTK dengan dua siklus, masing-masing siklus diawali dengan Perencanaan, Tindakan, Pengamatan, dan Refleksi. Siklus satu terdiri dari dua kali pertemuan dan siklus dua terdiri dari dua pertemuan. Subyek penelitian adalah 32 siswa terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan klas VIII A SMP Raden Fatah Batu, Pemilihan subyek didasarkan pada mereka masih belum mampu membedakan jenis-jenis unsur dari bangun ruang sisi datar. Pembelajaran yang digunakan berbasis media manipulatif. Media manipulatif yang digunakan benda kerangka dan benda bentuk kubus, balok, prisma dan limas.. Pembelajaran dilaksanakan melalui diskusi kelompok, yang dikelompokkan secara heterogen. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang unsurunsur bangun ruang sisi datar dan meningkatkan aktivitas belajar siswa. Ketuntasan jumlah siswa meningkat dari 14 orang pada siklus I menjadi 26 pada siklus II dan nilai rata-rata juga meningkat dari 64,3 pada siklus I menjadi 81,2 pada siklus II. Kata Kunci: Media Manipulatif, Unsur, Bangun Ruang Sisi Datar .
Pendidikan sangat penting bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat merealisasikan dirinya baik fisik, emosional, mental sosial dan etika. Pendidikan adalah suatu aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi yang ada pada dirinya. Manusia sangat membutuhkan pendidikan untuk menggali dan mengembangkan potensi dirinya melalui proses pengajaran maupun dengan cara lain yang telah diakui oleh masyarakat. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa pendidikan adalah” Proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang, atau sekelompok orang dalam mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional tahun 2006 menjelaskan bahwa salah satu jalur pendidikan yang ada dilingkungan kita adalah pendidikan formal yang pelaksanaannya telah diatur oleh pemerintah. Pendidikan formal itu adalah kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah. Pendidikan adalah sesuatu yang dinamis yang dituntut adanya suatu perubahan, atau perbaikan secara terus menerus. Perubahan itu dapat dilakukan dari segi strategi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, buku-buku pelajaran, alat-alat laboratorium, maupun materi-materi pembelajaran. Komponen yang tidak kalah penting yang ada dalam proses pembelajaran adalah guru, peserta didik, kurikulum dan sarana prasarana yang menunjang dalam proses pendidikan. Peserta didik merupakan komponen utama dari komponen lainnya, karena peserta didik merupakan obyek yang akan dididik dan dibimbing untuk menjadi manusia-manusia yang berkualitas dan tangguh dalam menghadapi tantangan kehidupan yang semakin maju sesuai perkembangan jaman. Dan salah satu tempat untuk memperoleh pendidikan formal adalah sekolah. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari. Matematika salah satu mata pelajaran yang dianggap penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari pembagian waktu dalam satu minggu lebih banyak dibanding dengan mata pelajaran yang lain. Selain itu mata pelajaran matematika dalam pelaksanaannya diberikan disemua jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
441
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pemahaman konsep secara tepat dan optimal akan membentuk seseorang lebih trampil dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Seseorang akan tahu nilai perasaan, lebih besar, lebih kecil, bentuk, ukuran jumlah, bentuk bangun datar, bangun ruang, nilai uang, itu semua adalah manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran juga akan menentukan hasil belajar peserta didik. Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal maka perlu proses pembelajaran yang maksimal pula. Proses pembelajaran inilah yang biasa disebut dengan pendidikan. Pemahaman sangatlah penting dicapai oleh peserta didik dalam proses pembelajaran, karena bila peserta didik belum bisa faham saat pembelajaran, maka peserta didik akan kesulitan dan tidak dapat menyelesaikan soal- soal yang berhubungan dengan materi yamg diajarkan. Oleh karena itu pemahaman konsep perlu ditanamkan sejak dini. Sejak siswa duduk di sekolah dasar maupun sekolah Menengah Pertama, disitu siswa dituntut untuk mengerti tentang definisi, pengertian dan pemecahan masalah. Matematika di SMP sebagian besar yang dipelajari adalah konsep-konsep dan rumus yang mendukung konsep tersebut. Dan materi yang diajarkan sebagian juga bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk kreatif berupaya memilih metode yang tepat sesuai tingkat perkembangan psikologis siswa. Untuk itu diperlukan model dan media yang tepat sesuai tujuan pembelajaran. Pemilihan media yang tepat juga sangat diperlukan dalam proses pembelajaran yang juga bisa menarik perhatian dan memotivasi siswa untuk belajar . Fungsi media dalam pembelajaran matematika diantaranya untuk membangkitkan minat dan motivasi belajar siswa. Untuk matematika yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk konkrit sehingga lebih mudah difahami, dimengerti sesuai tingkatan berfikir peserta didik. Namun matematika sampai saat ini masih dianggap pelajaran yang sulit dan susah untuk difahami dan telah menjadi anggapan umum dalam masyarakat Indonesia. Penggunaan media akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran. Bahkan Arsyad mengatakan bahwa “ Selain dapat membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, penyajian data dengan menarik dan memudahkan penafsiran dan memadatkan informasi“. Penggunaan media sangat penting dalam proses pembelajaran, oleh karena itu seorang guru dituntut dapat membuat media semenarik mungkin, sehingga memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran dengan baik. Pengembangan strategi yang tepat pada pembelajaran matematika permulaan bagi peserta didik SD yang masih dalam tahap pemahaman matematika secara konkrit dapat menggunakan media yang sederhana dan mudah didapat, seperti media manipulatif. Media manipulatif adalah segala benda yang dilihat, dipegang, diatur, dipotong, dimainkan dengan tangan (dimanipulasikan). Guru juga harus pandai memilih media yang tepat sesuai tujuan pembelajaran. Dalam pelajaran matematika salah satu materi klas VIII semester genap adalah bangun ruang sisi datar. Pada materi ini peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan menggambar, kemampuan dasar menghitung, serta menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikan soal-soal. Kenyataannya hasil belajar matematika yang diperoleh peserta didik saat ini masih rendah. Hal ini menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai diskusi di sekolah. Salah satu indikator hasil belajar yang rendah yang di tandai dengan rendahnya nilai rata-rata ujian nasional matematika peserta didik di sekolah, lebih rendah jika dibanding dengan nilai ujian nasional pelajaran yang lain. Selain itu rendahnya hasil belajar matematika salah satunya kurangnya sarana prasarana disekolah, misalnya media sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Kenyataannya masih banyak guru yang mengajar tanpa menggunakan media pembelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan ,maka penulis ingin melakukan penelitian untuk mengatasi masalah tersebut dengan judul : “ Penggunaan Media Manipulatif untuk meningkatkan Pemahaman siswa tentang Unsur-unsur bangun ruang sisi datar di SMP Raden Fatah Batu.”
442
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
KAJIAN TEORI Media Manipulatif Benda asli/manipulative adalah benda yang sebenarnya, yang dapat diamati secara langsung oleh panca indra dengan cara melihat, mengamati, atau memegangnya secara langsung tanpa melalui alat bantu (Martiningsih,2011). Media manipulative merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat dipakai dalam proses pembelajaran matematika. Penggunaan media manipulative ini pada proses pembelajaran matematika akan sangat membantu siswa dalam memahami konsep, sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Media manipulative (konkrit) adalah segala benda yang dilihat, disentuh, didengar, dirasakan, dan dimanipulasikan (penyimpangan dari fungsi yang sebenarnya). Hal ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang bisa di temukan oleh siswa dalam kesehariannya dapat dijadikan media matematika, seperti batang korek api, kotak kue, bola, balok, jam dinding, papan tulis, meja, lemari, dan masih banyak lagi media lain yang bisa digunakan dalam kegiatan pembelajaran dan stimulasi matematika. Pengertian media Manipulatif menurut Gatot Muhsetyo, dkk (2007) mendefinisikan bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang, dibalik, dipindah, diatur, atau ditata atau dipotong-potong“. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa bahan manipulatif yaitu bahan yang dapat dimain-mainkan dengan tangan. Fungsi dari bahan manipulative untuk menyederhanakan konsep-konsep yang sulit, menyajikan bahan yang relative abstrak menjadi lebih nyata, menjelaskan pengertian atau konsep secara lebih konkrit, menjelaskan sifat-sifat tertentu yang terkait dengan pengertian hitung dan sifat-sifat bangun geometri serta memperlihatkan fakta-fakta. Contoh bahan manipulatif, jenisnya kertas, karton, kelereng, kerikil, manik-manik, buku, pensil, butiran, kayu, kawat, lidi, atau bungkus makanan (Gatot Muhsetyo, dkk, 2007). Unsur-unsur bangun ruang sisi datar 1) Sisi/bidang Bidang sisi atau sisi pada bangun ruang adalah bidang yang membatasi bagian dalam atau bagian luar suatu bangun ruang. Sisi bangun ruang dapat berbentuk bidang datar atau bidang lengkung.
Gambar 1. Bidang/Sisi Kubus (ABCD = EFGH = ABFE = CDHG = ADHE = BCGF) Keterangan: 1. Sisi alas = ABCD 2. Sisi atas = EFGH 3. Sisi depan = ABFE 4. Sisi belakang = CDHG 5. Sisi kiri = ADHE 6. Sisi kanan = BCGF
443
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
2) Rusuk Rusuk adalah ruas garis yang dibentuk oleh perpotongan dua bidang sisi yang bertemu. Rusuk pada bangun ruang dapat berupa garis lurus atau garis lengkung. Rusuk terletak pada satu bidang dan tidak berpotongan dinamakan rusuk-rusuk yang sejajar. Rusuk – rusuk yang berpotongan tetapi tidak terletak dalam satu bidang disebut rusuk-rusuk yang bersilangan.
Gambar 2. 12 Rusuk kubus yang sama panjang Keterangan: Rusuk Alas : AB, BC, CD, AD Rusuk Tegak : AE, BF, CG, DH Rusuk Atas : EF, FG, GH, EH 3) Titik Sudut Titik sudut adalah titik pertemuan 3 atau lebih rusuk pada bangun ruang.
Gambar 3. Titik Sudut a, b, c, d, e, f, g, dan h 4) Diagonal Sisi Diagonal sisi adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang terletak pada rusuk – rusuk berbeda pada satu sisi biadang.
Gambar 4. Diagonal Bidang/Sisi Kubus
5) Diagonal Ruang Diagonal ruang adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang masing- masing terletak pada sisi atas dan sisi alas yang tidak terletak pada satu sisi kubus atau balok.
444
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 5. Diagonal Ruang Kubus 6) Bidang Diagonal Bidang yang dibatasi oleh dua buah diagonal sisi yang behadapan pada kubus atau balok.
Gambar 6. Diagonal Bidang Kubus
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Dalam pelaksanaannya dengan menggunakan media manipulatif berupa kawat kerangka kubus, balok, prisma dan limas serta benda bentuk bangun ruang sisi datar kubus, balok, prisma, limas. Materi yang diajarkan adalah “Unsur-unsur bangun ruang sisi datar“ (kubus, balok, prisma, dan limas). Untuk memahami apa yang disebut titik sudut, rusuk, bidang/sisi, diagonal ruang, diagonal bidang, dan bidang diagonal. Penelitian dilaksanakan di SMP Raden Fatah, Sidomulyo Batu .Subyeknya adalah peserta didik klas VIII A sejumlah 32, yang terdiri dari 16 laki-laki dan 16 perempuan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Masing-masing siklus diawali dengan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Tes Hasil Belajar. Tes hasil belajar diberikan dalam bentuk tes uraian. Pemberian tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu tes hasil belajar I diakhir Siklus I. Teknik ini untuk mengetahui sejauh mana pembelajaran dengan menggunakan media manipulatif ini dapat meningkatkan pemahaman terhadap unsur-unsur bangun ruang sisi datar. Dan tes hasil belajar II diakhir siklus II. Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap keaktifan dan respon siswa pada saat pembelajaran. Observasi dilakukan oleh guru matematika disekolah (teman sejawat). Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang disediakan. Kegiatan analisis data meliputi ketuntasan hasil belajar peserta didik dan observasi. Untuk mengetahui persentasi hasil belajar peserta didik, dapat digunakan rumus: PHB = A / B x 100% (1) Keterangan: PHB = Penilaian Hasil Belajar A = Skor yang diperoleh siswa B = Skor maksimal Dengan kreteria : 0% < PHB < 75% Belum tuntas belajar PHB 75% Telah tuntas belajar Secara individu seorang siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika PHB siswa tersebut telah mencapai 75. Ketuntasan belajar ini berdasarkan KKM yang tercantum dalam KTSP SMP Raden Fatah Tahun
445
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pelajarann 2015/2016, dikatakan tuntas jika PHB peserta didik mencapai 75 %. Selanjutnya persentase peserta didik yang telah tuntas dalam belajar secara klasikal dapat dirumuskan sebagai berikut: PKK = X/N x 100% ................................................... (2) Keterangan : PKK = Persentase Ketuntasan Klasikal X = Jumlah peserta didik yang telah tuntas belajar N = Jumlah peserta didik Kriteria ketuntasan belajar secara klasikal akan diperoleh jika didalam kelas tersebut terdapat 80% siswa yang telah mencapai nilai ≥ 75. Sedang aktifitas belajar siswa indikator keberhasilannya 71 % (kategori belajar aktif dari Akhmad Sudrajar “ Pembelajaran tuntas ( Mastery Learning) dalam KTSP”. HASIL PEMBAHASAN Silkus I pertemuan 1 Pembelajaran pada siklus 1 dilaksanakan tanggal 15 Maret 2016 dengan materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar. Pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan memberi apersepsi melalui dialog sebagai berikut: Guru: Anak-anak, tolong sebutkan benda-benda di kelas ini yang menyerupai bentuk persegi panjang dan persegi ! Peserta didik : Papan tulis bu, dan beberapa peserta didik yang lain menjawab papan absen, papan pajang, kusen jendela, kaca jendela, taplak meja, Guru : Pinter, Siapa yang bisa menyebutkan benda –benda disekitar kita yang menyerupai bentuk persegi Peserta didik : saya bu, keramik lantai, itu kotak-kotak di bukunya Santi, bentuknya persegi. Guru : Bagus ! Mengapa johan, Jelaskan!. Johan menjawab : karena panjang sisinya sama. Tepat sekali Guru: Masih ingatkah rumus mencari luas persegi dan persegi panjang? Peserta didik ( Wanda) : Untuk rumus luas persegi sisi kali sisi bu , dan untuk luas persegi panjang adalah panjang kali lebar. Guru: Luar biasa . Wanda masih mengingatnya pelajaran di sekolah dasar dahulu. Dari hasil Tanya jawab tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki bekal pengetahuan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran se lanjutnya. Dimana siswa sudah memahami bangun datar , oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti.
Gambar 1. Media yang digunakan, pembagian kelompok.
446
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pada kegiatan inti siswa dibagi menjadi 8 kelompok secara heterogen berdasarkan, tiap kelompok beranggotakan 4 orang .hal ini bertujuan untuk lebih mengaktifkan siswa dalam bekerja kelompok, juga memudahkan pengawasan guru. Siswa mendiskusikan LK (Kegiatan 1 dengan menggunakan kerangka dan bentuk bangun ruang siswa mengidentifikasi rusuk, titik sudut, bidang/sisi). Pada saat siswa berdiskusi, guru berkeliling dan membimbing siswa pada kelompok yang mengalami kesulitan. Terlihat pada kelompok 1 siswa kurang aktif dalam melakukan diskusi , sehingga terjadi dialog sebagai berikut : Guru : Sonny, kenapa kamu tidak mengikuti diskusi seperti temanmu ? Siswa: Capek bu, tadi saya sudah ikut mengisi tabel I Guru : Iya , tapi seharusnya kamu ikuti supaya lebih faham.
Gambar 2. Aktivitas dalam berdiskusi
Gambar 3. Hasil kerja kelompok siswa
Dari hasil pantauan observer dan peneliti ditemukan beberapa siswa masih belum benar dalam menentukan jumlah sisi dan titik sudut. Di kelompok 3 masih terlihat siswa mendominasi saat melakukan kerja kelompok, hal ini disebabkan waktu yang digunakan sudah mau habis ,sehingga siswa yang mendominasi saat diskusi merasa bertanggung jawab dan hasil diskusi mau di presentasikan . Presentasi dari 8 kelompok masih terlaksana 2 kelompok, waktu pembelajaran sudah habis dengan ditandainya bel berbunyi tanda sholat dhuhur berjamaah. Akhirnya peneliti mengakhiri dengan berpesan dilanjutkan pada pertemuan yang akan datang.
Gambar 4. Siswa mempresentasikan
Gambar 5. Hasil kerja kelompok
Juga masih terlihat siswa belum aktif mengikuti diskusi hal ini disebabkan karena kebiasaan siswa hilangnya tanggung jawab individu karena pengaruh tanggung jawab kelompok. Alternatif penyele-
447
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
saiannya adalah meyakinkan siswa tersebut sebagai siswa yang bisa dan bersedia membantu anggota kelompok mencapai tujuan pembelajaran.. Siklus I pertemuan 2 Pembelajaran silkus I pertemuan ke2, dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2016 pada jam pelajaran ke3 dan 4, Pertemuan ini akhir pertemuan siklus I yang akan diisi dengan diskusi kelompok tentang tabel 2 , kemudian melaksanakan tes hasil belajar siklus 1 Hasil yang diperoleh sebagai berikut : Nilai tertinggi yaitu 90 dan nilai terendah 20,sedang rata-rata kelasnya adalah 64,3. Dari 32 peserta didik, hasil tes peserta didik yang tuntas berdasarkan KKM yang ditetapkan di SMP Raden Fatah yaitu 75, adalah 14 peserta didik dengan nilai lebih besar sama dengan 75. Sedang yang belum tuntas sebanyak 18 peserta didik, dengan nilai lebih kecil dari 75. Secara klasikal persentase ketuntasannya hanya 44% . Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada siklus I belum berhasil, karena indicator keherhasilan secara klasikal adalah 80 %.Untuk itu perlu dilanjutkan ke siklus II. Refleksi Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Kelebihan pelaksanaan siklus I adalah penggunaan media pembelajaran dapat memudahkan siswa dalam memahami materi unsur-unsur bangun ruang sisi datar ( kubus, balok, prisma dan limas). Kekurangan pelaksanaan di siklus I diantaranya adalah aktivitas diskusi kelompok belum maksimal. Hal ini disebabkan karena (1) tidak adanya tugas individu, disamping tugas kelompok. (2) Beberapa siswa masih belum bisa menghitung diagonal ruang dan diagonal bidang. (3) Beberapa anak yang berkemampuan tinggi masih mendominasi dalam berdiskusi. Dari kekurangan tersebut, maka perlu adanya perbaikan- perbaikan tindakan untuk siklus II, diantaranya adalah (1) Setiap kelompok diberi soal individu yang hasilnya di diskusikan dan ditulis pada kelompok. (2) Guru menjelaskan lagi dengan media perbedaan diagonal ruang dan diagonal bidang. (3) Melatih siswa yang berkemampuan tinggi untuk bisa menjelaskan pada temannya.(4) Memberikan reward pada siswa yang aktif menjadi tutor sebaya. Siklus II pertemuan 1 Dengan memperhatikan hasil siklus I, maka peneliti akan menindaklanjuti ke siklus II dengan berbagai tahapan yaitu mulai membuat perencanaan untuk pelaksanaan, menyiapkan media manipulative, membuat LK, membuat soal tes, menyiapkan bahan observasi berupa format pengamatan. Kemudian membentuk kelompok baru. Pada siklus II pembentukan kelompok tidak ditetapkan sesuai dengan siklus I, tetapi dikelompokkan lagi secara heterogen. Jadi kelompok pada siklus I tidak sama dengan siklus II. Tahap pelaksanaan tindakan : Guru memotivasi siswa dengan penggunaan media manipulative dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Pada kegiatan inti (1) pembelajaran diulang mengacu pada LK siklus I, yang didalamnya terdapat 2 tugas yang harus diselesaikan yaitu tugas individu dan tugas kelompok dengan adanya tugas individu siswa tidak ada yang mendominasi dalam pelaksanaan diskusi. (2) Teman yang sudah faham mendampingi teman yang belum menguasai materi. (3) Guru menjelaskan cara kerja kelompok. Awalnya kerjakan dulu tugas individu dengan membagi 4 bentuk bangun dibagikan ke anggota masing-masing kelompok jadi satu siswa medapat satu bangun. (4) Siswa mempresentasikan kerja individu ke kelompoknya masing-masing. (5) Perwakilan dari masing-masing kelompok untuk mempresentasikan secara klasikal. (6) Presentasi dari 8 kelompok masih terlaksana 2 kelompok , bel tanda ganti pelajaran sudah berbunyi. (7) Guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dengan menggunakan media manipulative yang ada.
448
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 6. Diskusi Kelompok Siklus II Pertemuan 2. Kegiatan pertemuan ke dua, kita lanjutkan presentasi kelompok yang kemarin belum tampil . Setelah selesai presentasi dilanjutkan pelaksanaan tes diakhir siklus II.Sebelum pelaksanaan tes diadakan dialog dengan siswa. Guru : Apa yang sudah kamu fahami tentang unsur –unsur bangun ruang sisi datar? Peserta didik : Rusuk,titik sudut,bidang/sisi, diagonal bidang, diagonal ruang.. Guru : Apakah ada kesulitan dalam belajar materi ini? Sudah faham? Peserta didik : Sudah bu Guru : Bagus…Ibu mau memberikan hadiah untuk temanmu yang mau memberikan penjelasan kepada teman lain yang membutuhkan karena belum faham dalam pelaksanaan diskusi kelompok. Peserta didik : Assyik… Guru : Santi, Johan dan Wanda… Silahkan menerimanya ..Mudah-mudahan diskusi berikutnya lebih banyak lagi yang bisa menjadi tutor sebaya. Guru : Sekarang semua buku dimasukkan dalam tas, dan keluarkan kertas untuk mengerjakan tes.
Gambar 7. Presentasi Hasil Diskusi
Dari hasil tes diperoleh hasil nilai tertinggi 100 dan nilai terendah 40 dan nilai rata-rata siklus II 79,5 jumlah siswa yang tuntas belajar 26 dari 32 siswa dan prosentase ketuntasan secara klasikal 81,2%
KESIMPULAN
449
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan sebagai berikut: Pembelajaran dengan menggunakan media manipulative ( kerangka dan benda bentuk balok, kubus, prisma dan limas) dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap unsur-unsur bangun ruang sisi datar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan ketuntasan jumlah siswa dari 14 pada siklusi I menjadi 26 pada siklus II.dan nilai rata-rata juga meningkat dari 64,3 menjadi 79,5 serta terlihat pada ketuntasan klasikal dari 44% menjadi 81,2%. Pembelajaran matematika dengan menggunakan media manipulative dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa . Hal ini bisa dilihat dari hasil lembar penilaian aktivitas yang diisi oleh peneliti dan observer, bahwa indicator yang ada hamper semua terisi / termasuk kategori aktif yaitu 71 %. DAFTAR RUJUKAN Arsyad, Azhar. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Asnawir dan M. Basyiruddin. 2002. Media Pembelajran. Jakarta: Ciputra Pres. Martiningsih. Penelitian Tindakan Kelas SMP Kelas IX. Dari http://www.martiningsih.co.cc (diakses 1 April 2016). Muhsetyo, Gatot dkk. 2007. Pengertian Bahan Manipulatif. Universitas Negeri Malang: Malang. Sadiman, Arief, S, et al. 2007. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Sudjana, Nana, dan Ahmad Rivai. 2011. Media Pengajaran. Sinar Baru Algesindo: Bandung. Sudrajar, Akhmad. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP. Dari http://Akhmad Sudrajat.wordpress.com. (diakses 28 Maret 2016). Suharjono dan Supardi. 2008 . Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: PT Bumi Aksara. Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
450
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAMS GAMES TURNAMEN (TGT) BERBANTUAN MEDIA KARTU DOMINO UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATERI AKAR PANGKAT TIGA PADA SISWA KELAS VI SDN SUMBERGONDO 01 KOTA BATU Kasiyar SD Sumbergondo 01 Abstrak: Penelitihan ini bertujuan menerapkan pembelajaran kooperatif Teams Games Turnamen (TGT) berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN Sumbergondo 01 pada materi akar pangkat tiga. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang diterapkan pada 35 siswa kelas VI SDN Sumbergondo 01 Bumiaji Kota Batu. Pembelajaran kooperatif TGT berbantuan kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa meliputi: 1) penyajian materi 2) diskusi kelompok dengan media kartu domino 3) turnamen games, dan 4) penilaian terdapat peningkatan hasil belajar sebesar 8,19% dari dua siklus 1 sebesar 73,00 % menjadi 81,19 % pada siklus 2. Kata kunci: Pembelajaran kooperatif TGT, Media Kartu domino, Hasil belajar
Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Kerja sama antara ketiga pihak diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam Undangundang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Melalui pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari – hari. Adapun tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan efisien, serta tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh strategi dan perencanaan yang dilakukan oleh guru. Strategi dan perencanaan yang dimaksud adalah bagaimana guru memikirkan strategi dalam mencapai hasil belajar yang sesuai dengan program yang direncanakan. Untuk itu, guru perlu membuat model pembelajaran yang dapat menjadikan suasana belajar siswa yang menyenangkan dan lebih efektif. Harapannya adalah siswa aktif dalam kegiatan belajar dan tujuan pembelajaran tercapai berupa hasil belajar siswa lebih meningkat. Purnomo, J.P (2013) menemukan bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika, dapat dilakukan memberikan motivasi kepada siswa, bahwa matematika itu bukan pembelajaran yang menakutkan. Lebih lanjut Purnomo, J.P (2013) menjelaskan bahwa pemilihan alat peraga untuk menunjang proses belajar dan mengajar sangat
451
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
penting. Karena itu dalam pembelajaran patut menggunakan media. Penggunaan alat peraga yang tepat akan dapat meningkatkan hasil belajar dan membuat proses belajar menjadi aktif, inovatif , efektif, menarik dan menyenangkan. Pembelajaran juga akan menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara berkelompok. Pendidikan di Sekolah Dasar dititikberatkan pada aspek membaca, menulis, dan berhitung. Ketiga aspek tersebut merupakan modal dasar untuk proses belajar berkelanjutan. Kenyataanya untuk mata pelajaran matematika di kelas VI siswa SDN Sumbergondo 01 khususnya materi operasi hitung, siswa yang menguasai hanya 20%. Sehingga untuk melanjutkan ke materi berikutnya, guru perlu mengulang menekankan kembali tentang materi operasi hitung khususnya penjumlahan dan pengurangan. Pengulangan materi dimaksudkan agar pembelajaran lebih bermakna.Selain itu pembelajaran perlu diarahkan untuk terbentuknya interaksi antar siswa, agar siswa yang memiliki kemampuan tinggi dapat membatu temanya yang berkemampuan rendah. Dalam pembelajaran ini pembelajaran dapat diatur secara kooperatif. Kajian terkait dengan pembelajaran kooperatif TGT sudah dilakukan oleh AlHafis Fajri (2015). Al Hafis Fajri mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT menggunakan turnamen akademik dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka. Untuk meningkatkan pemahaman konsep serta menambah minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran, model pembelajaran ini menjadi salah satu pilihan yang bisa diterapkan di kelas karena kondisi belajar lebih menyenangkan dimana setiap siswa dilibatkan aktif dalam kegiatan permainan turnamen tim. Peran media dalam pembelajaran matematika sangat penting, karena dengan adanya media pembelajaran membuat siswa merasa tidak bosan dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran matematika. Penelitihan terkait dengan pembelajaran kooperatif berbantuan media sudah banyak dilakukan Halisan Siti (2015) mengatakan bahwa matematika akan lebih mudah jika menggunakan alat bantu yang disebut media pembelajaran. Salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan untuk memudahkan siswa memahami matematika adalah kartu bilangan. Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam penelitihan ini dikaji penerapan pembelajaran kooperatif TGT berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran kooperatif TGT materi operasi bilangan bulat khususnya bilangan pangkat tiga dan akar pangkat tiga berbantuan “media kartu domino” yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada sintak TGT dan dilanjutkan dengan mengembangkan media kartu domino untuk membantu siswa mengonstruksi materi operasi bilangan akar pangkat tiga. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas VI SDN Sumbergondo 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 20 laki-laki dan 15 perempuan mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang dibantu oleh taman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan (@2 jam pelajaran). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 7 – 9 September 2015 dan siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 14 – 16 - 21 September 2015. Setiap akhir siklus dilakukan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya.
452
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif TGT. Dalam hal ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus 1 pertemuan 1 Siklus pertama terdiri dari 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut. Pembelajaran diawali denganTanya jawab tentang bilangan antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar. Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa
: Dari kelas IV sampai kelas VI kamu telah belajar bilangan. Ada berapa macam bilangan itu? : Bilangan cacah, bilangan asli, bilangan bulat, dan bilangan pecahan Pak. : Bagus! ..itu nama-nama bilangan yang sudah kamu kenal. tapi masih ada satu lagi jenis bilangan dan akan kita pelajari pada saat ini. : Bilangan apakah itu Pak? : Namanya bilangan “pangkat tiga dan akar pangkat tiga.” Kalian di kelas V sudah belajar bilangan pangkat dua dan akar kuadrat anak-anak? : sudah Pak. : Hampir sama cara belajar menemukan bilangan tersebut, yaitu dengan mengalikan 3 kali berturut-turut suatu bilangan itu. Kalian siap? : Siap Pak.
Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khusunya materi bilanganirasional. Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan penyajian materi perkalian tiga kali dengan power poin games. Sambil menayangkan power poin tentang perkalian “tiga kali” pada bilangan yang sama, guru melakukan tanya jawab dengan siswa. Guru: Tulislah bilangan mulai dari 1 dan seterusnya, kemudian kalikan sampai tiga kali berturut-turut bilangan itu kemudian tulis hasilnya di bukumu! Contoh: 1 x 1 x 1 = …. 2 x2 x 2 = …dst Guru : “Sudah bias anak-anak?” Siswa : “Bisa Pak.” Dari dialog tersebut,terlihat bahwa siswa sudah memahami secara bermakna tentang perkalian. Namun masih ditemukan adanya kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah, khususnya pada kelompok Mars dan Uranus.Seorang siswa dikelompok Mars menuliskan jawaban13 x13 = 169.169 x 13= 2.198 Jadi13³ = 2.198. Kesalahan tersebut terjadi pada saat menjumlahkan perkalian 169 kali 13. Perkalian tersebut menghasilkan 507 + 169 = Seharusnya perkalian satuan 9 x 3 = 27, satuanya semestinya 7 namun yang ditulis siswa adalah 8. Peneliti melacak perolehan bilangan 8 ternyata siswa dalam mengalikan 9 x 3 menggunakan penjumlahan tourus dan salah menghitung ditemukan 28. Demikian juga satu siswa lagi pada kelompok Mars melakukan kesalahan yang sama. Kesalahan yang dibuat pada kelompok Uranus menuliskan jawaban 13³ = 13x13 x13 = 1.197. Kesalahan tersebut terbukti dari hasil 169 x 13 dalam penjumlahanya 507 + 1690 = 1.197. Seharusnya hasil 5 + 6 pada ratusandan hasilnya 11 ditulis 1 menyimpan 1 nilai tempat ribuan. Kesalahan yang fatal terletak pada menyimpan kemudian tidak dikembalikan pada nilai tempat ribuan. Sehingga 507 +
453
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
1690 = 1.197. Seharusnya yang benar 2.197. Demikian juga satu siswa lagi pada kelompok Uranus melakukan kesalahan yang sama. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan menukar pekerjanya untuk saling mengoreksi dalam satu kelompok. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars dari pangkat:13, 7, 8,dan 14salah. Akhirnya terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menjadi lebih paham dan memahami akan kesalahannya dan memperbaiki jawabannya. Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan Neptunus mendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70. Kegiatan selanjutnya untuk memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan rasional siswa diberikan media kartu kubik dasar, dimana kartu tersebut terdiri dari dua bagian. Bagian depan berisi lambang bilangan, sedangkan bagian belakang berisi bilangankubik dari lambang bilangan yang tertulis di depan. Kemudian diperagakan masing-masing kelompok dengan antusias sekali, ada yang meniru di kertas, ada yang menyalin di buku tulis. Guru : “Anak-anak bisa menjumlah dan mengurangi bil pangakat tiga?” Siswa : “ Bisa Pak.” Selanjutnya memberikan 10 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu diperoleh hasil 1 siswa mendapat skor 100, 3 siswa mendapat skor 90, 6 siswa mendapat skor 80, 16 siswa mendapat skor 70, 4 siswa mendapat skor 60, 3 siswa mendapat skor50, dan 2 siswa mendapatkan skor 40. secara klasikal hasil pembelajaran belum tuntas terlihat dari 9 siswa mendapatkan nilai dibawah KKM. Hasil tes dari seorang siswa sebagai berikut:
9³
+
3³
= . ...
3
9
= 746 27 72 9 bahwa pembelajaran belum berhasil sesuai dengan harapan karena KKM 70
Dari hasil tes tampak (belum mencapai ketuntasan minimal yang diharapkan), dan setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: 1) cara menjumlahkan dan atau mengurangi kebanyakan siswa tahu menyimpan tetapi lupa mengembalikan. 2) bilangan yang dikurangi lebih kecil pada nilai tempat tertentu dipinjam tetapi tidak dikembalikan untuk langkah selanjutnya. (lembar kerja perlu dimodifikasi, penjelasan penggunaan media yang mudah dipahami, perlu membimbing anakanak yang kemampuannya di bawah rata-rata, kelompok khusus perlu pendampingan maksimal. Siklus 1 pertemuan 2 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang bilangan kubik antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar.
454
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
G: anak-anak kemarin kita sudah belajar bilangan pangkat tiga, dan Pak guru sudah meminta kalian untuk belajar bilangan kubik. Jadi hari ini akan belajar apa anak-anak? S: Belajar bilangan kubik pak? … Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khusunya materi bilangan kubik. Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan penyajian materi akar pangkat tiga dengan power poin games. Sambil menayangkan power poin games, guru melakukan tanya jawab dengan siswa. G: Kalau kita ingin mencari akar pangkat tiga, apa yang harus kita hafalkan? S: Nilai tempat satuan dan hasil dari nilai tempat satuan itu Pak. G: Apakah kalian sudah hafal? Bagaimana kalau kita hafalkan sekarang? Sebagain besarsiswa sudah hafal dan sebagian kecil masih kurang. Akhirnya guru menegaskan kepada siswa bahwa nilai tempat satuan pada bilangan kubik harus dihafalkan untuk mencari akar pangkat tiga. Selanjutnya guru memberikan permasalahan terkait dengan penarikan akar pangkat tiga sebagai berikut.
Berapa nilai tempat satuan dan hasil nilai tempat dari satuan berikut? Nilai tempat satuan kubik hasil nilai satuan 0
1
8
7
4
5
6
3
2
9
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Dari masalah tersebut guru mengajak siswa berdialog seperti berikut. Guru : Apa nama angka 0 s/d 9 itu? Siawa : Lambang bilangan. Guru : bagus kalian pintar-pintar. Kemudian bukalah kartu kubik dasar yang kalian buat kemarin. Sudah anak-anak? Siswa : Sudah Pak. Guru : Perhatikan satuan dari bilangan kubik tersebut kemudian nilai tempat satuan tuliskan dibagian belakangnya. Contoh nilai tempat satuan 0 = 0, nilai tempat satuan 2 = 8 dan seterusnya. Faham anak-anak? Siswa : Faham pak? Guru : Bagus, ayo lakukan! … Sudah selesai anak-anak? Siswa : Sudah pak. Guru : Bolak-baliklah apa yang kamu ketahui dari kartu yang kamu buat? Guru : Membimbing mulai dari angka 0 – 9 dibolak-baliknya. Siswa : Semua siswa membolak-balik kartu yang baru dibuatnya Guru : Siapa yang sudah menemukan kesimpulan dari kartu tersebut? Siswa : simbul lambang bilangan/ satuan 0, 1, 4, 5, 6, dan 9 hasilnya sama/tetap, Sedangkan simbul lambang bilangan/ satuan dari 2 = 8, dan 3 = 7 atau Sebaliknya Guru : Mengapa satuan 2 =8 dan satuan 3 = 7 dan atau sebaliknya? Coba kalian lakukan perkalianya. 2 x 2 = .... , .... x 2 = ..... . Siswa : 2 x 2 = 4, dan 4 x 2 = 8 pak dst.
455
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari dialog tersebut terlihat bahwa siswa sudah memahami secara bermakna tentang nilai tempat satuan pada bilangan kubik dan hasilnya. Dengan mengetahui bahwa siswa sudah memahami konsep proses dalam menemukan hasil nilai satuan pada bilangan kubik, guru memutuskan untuk melanjutkan dengan memberikan masukan cara penarikan akar pangkat tiga dengan menggunakan dua kartu. Yakni pertama: kartu domino bagian muka berisi simbul lambing bilangan dari 0 s/d 9 merupakan wakil satuan dari bilangan kubik yang dicari, sedangkan bagian belakang adalah hasilnya. Kedua: Kartu kubik dasar bagian muka berisi bilangan kubik dasar1 – 8- 27- 64- 125- 216- 343- 512dan729, sedangkan bagian belakang berisi lambang bilangan 0 s/d 9. Kartu ini berguna untuk menarik akar setelah satuan dari bilangan kubik ditemukan kemudian melompat dua angka pada nilai tempat puluhan dan ratusan sisanya pada kartu kubik dasar, dengan catatan kartu kubik dasarl ebih kecil/ sama dari sisa bilan gani tu. Pemberian masalah di kelompok, berpasangan, dan selanjutnya dikompetisikan antar kelompok. 1. ³V 3.375 2. ³V 195.112 3. ³V 91.125 4. ³V 32.768 5. ³V 6.859 6. ³V 12.167 7. ³V 262.144 8. ³V 4.096 9. ³V 373.248 10. ³V 456.533 Ditemukan dari kelompok Mars soal no 10 sebagai berikut: 10. ³V 456. 53 3
Seharusnya
³V 456. 53 3
Salah satu kelompok merespon pertanyaan no 10 yang diberikan guru dengan mencari kartu domino satuan 3 yang hasilnya = 7 , ini benar langkah pertama. Kemudian melompati dua angka juga benar langkah kedua. Namun pada langkah ketiga sisa dari lompatan dua angka sebenarnya sisanya 456, ternyata sisanya tinggal 45, jika dicari pada kartu kubik dasar lebih kecil dari sisa tersebut maka ditemukan 27 lebih kecil atau sama dengan 45. Maka hasilnya = 3. Maka jawaban kelompok Mars 37 dan salah. Seharusnya jawaban satuanya 7 dan sisanya pada kartu kubik dasar 343 lebih kecil dari 456, dan hasil dari 343 adalah 7, sehingga jawaban yang benar 77.
456
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 10 salah. Akhirnya terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menjadi mengerti akan kesalahannya dan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan Neptunus mendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan 5 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu diperoleh hasil 3 siswa mendapat skor 100, 5 siswa mendapat skor 90, 10 siswa mendapat skor 80, 12 siswa mendapat skor 70, 3 siswa mendapat skor 60, dan 2 siswa mendapatkan skor 50. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran belum berhasil sesuai dengan harapan karena tugas individu nilai rata-rata 76,29 dan setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: (lembar kerja perlu dimodifikasi, menggunakan bahasa yang mudah dipahami anak, perlu pembimbingan khusus pada anak-anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, pendampingan pada siswa yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus. Keunikan mengerjakan soal individu
Kesalahan siswa terjadi ketika mengurangi 500 dengan 100. Siswa lupa bahwa 500 sudah dipinjam 100 untuk puluhan. Seharusnya 400 -100 yang dipikir siswa 500-100 sehingga hasilnya 4 pada nilai tempat ratusan.
Dalam mengerjakan operasi hitung pada bilangan irasional semua bilangan yang dioperasikanya harus diubah. Bilangan kubik diubah menjadi bilangan pangkat tiga, sedangkan bilangan pangkat tiga harus diubah menjadi bilangan kubik Siklus 2 pertemuan ke 1 Diawali pembelajaran diadakantanya jawab tentang bilangan kubik antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan yang sudah dimiliki serta menelusuri kesiapan siswa dalam belajar. G: Anak-anak, dirumah mempelajari operasi hitung bilangan akar pangkat tiga, “Berapakah akar pangkat tiga dari 729?” S: “Bilangan akar pangkat tiga dari 729 adalah 9.” G: “Bagus sekali, bagaimana cara mengoperasikan bilangan akar pangkat tiga?” S: “Semua bilangan yang dijadikan permasalahan dirubah dulu menjadi jelas.” G: “ Ya, murid pak guru pintar-pintar, ( di kelas 5 kamu sudah belajar pangkat dua dan akar kuadrat). Lalu bagaimana jika kita akan mengoperasikan bilangan akar tiga dengan pangkat dua/ akar kuadrat anak-anak?” S: Sebagian menjawab “sama saja pak,” dan sebagian juga bertanya-tanya karena sudah hampir lupa. G: “Nah anak-anak, marilah kita belajar mengoperasikan bilangan akar dengan bilangan pangkat dua dan akar kuadrat.” Kalian siap? S: Siap pak;
457
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
2² = 2 x 2 = 4 bilangan 4 adalah bilangan kuadrat 3² = 3 x 3 = 9 bilangan 9 adalah bilangan kuadrat …dst G: “Kamu masih ingat cara mencari akar kuadrat?” S: “Sebagian ingat,dan sebagian besar lupa.” G: “ Nah anak-anak cara mencari akar kuadrat ada beberapa cara. Contoh: 625 = … Cara 1 = 625 …x … ≤ 6 turun dua angka 25 2x2 =4 2.. Kemudia turun 2 angka sisa dari nilai tempat ratusan = 225 Kemudian 2 x 2 di atas ditambah 2 + 2 = 4 … x … = 225 Jawabanya 45 x 4 = 225 Jadi jawabanya adalah 2 dan 5 dibaca 25 Cara lain dengan kartu domino yang kemarin kamu pelajari. G: “Kalian paham anak-anak?” S: “Paham pak.” Dari Tanya jawab tersbut tersirat bahwa siswa telah siap belajar tentang materi selanjutnya, maka guru menganggap pembelajaran ini akan lebih bermakna dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa. Sehingga guru sebagai peneliti akan memberikan permasalahan yang harus diselesaikan siswa. Siapkan kartu domino. 1. 2. 3. 4. 5.
4² + 6² = … 9² - 3² = … 5² x 6² = … V 144 : 2² = … 3³ + 3² = …
6. ³V 729 - 8² = … 7. 7³ + V 256 = … 8. 16² - 5³ = … 9. 4² x V 64 = … 10. 8³ : 8² = …
Pada kelompok Mars dua siswa karena kurang hati-hati dan jeli terhadap permasalahan no 10. 8³: 8² = … 512 : 512 = 1. Dua siswa tersebut beranggapan bahwa soal tersebut delapan pangkat tiga kali delapan pangkat tiga. Sehingga jawabanya 512 : 512 = 1. Seharusnya delapan pangkat tiga = 512 : delapan pangkat dua = 64. Kemudian 512 : 64 = 8. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 10 salah. Akhirnya terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menyadari dirinya kurang hati-hati dan akan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni setelah siswa menyelesaikan 10 soal dalam waktu 20 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan Neptunusmendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan 5 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu diperoleh hasil 7 siswa mendapat skor 100, 6 siswa mendapat skor 90, 11 siswa mendapat skor 80, 7 siswamendapat skor 70, 4 siswa mendapat skor 60.
458
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal belum berhasil secara maksimal, karena masih terdapat 4 siswa yang mencapai KKM, setelah direfleksikan ada beberapa langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain: (mengingatkan siswa harus teliti dan jeli terhadap masalah, menggunakan tulisan yang agak besar sehingga mudah dilihat anak, perlu pembimbingan khusus pada anak-anak yang kemampuannya di bawah rata-rata, pendampingan pada individu perlu perhatian khusus. Siklus 2 pertemuan ke 2 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentangbilangankubikantara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar. G: anak-anak pada pertemuan yang lalu kita sudah belajar membuat kartu domino dan kartu kubik dasar, apa kegunaan kedua kartu tersebut? S; Kartu domino untuk Sedangkan kartu kubik dasar untuk G: Bagaimana kesimpulan dari kartu domino untuk mencari satuan pada bilangan kubik? S: Pada satuan bilangan kubik: 0, 1, 4, 5, 6, dan 9 hasilnya tetap/ sama, sedangkan pada satuan bilangan kuibik 2 dan 3 adalah 8 dan 7 atau sebaliknya. G: Bagaimana cara mengoperasikan bilangan kubik dengan bilangan bulat? S: Semua bilangan yang dioperasikan diubah/ diselesaikan dahulu baru dioperasikan G: Bagus-bagus, marilah sekarang kita lanjutkan dengan memecahkan masalah sehari-hari disekitar kita yang berhubungan dengan bilangan pangkat dan akar pangkat tiga. Kalian siap? S: Siap pak; Di rumahku terdapat kamar mandi berukuran panjang 2,5 meter dan lebar 2 meter. Di dalam kamar mandi ayah akan membuat bak mandi berbentuk kubus volumenya 1.000 liter. Bak mandi tersebut akan ditempatkan dipojok kanan agak jauh dari pintu nkamar mandi. Berapa meter sisa panjangnya tempat tersebut setelah bak mandi selesai dibuat?
Diketahui 1. Kamar mandi berukuran 3 meter x 2 meter 2. Bak mandi berbetuk kubus 3. Volume bak mandi 1.000 liter 4. Ditanyakan sisa panjang dari 3 meter/ 2 meter setelah bak mandi selesai
1.000 liter
Jawab. ³ 1.000 liter 1 liter = 1 dm³ dengan cara kartu domino dan kartu kubik dasar sbb. ³ 1. / 00 / 0
satuan dari 0 hasil pada katu domino = 0 Dilompati dua angka pada nilai tempat puluhan dan ratusan 0 dan 0
Sisanya adalah 1 pada nilai tempat ribuan. Dicari pada kartu kubik dasar yang nilainya lebih kecil atau sama dengan 1 adalah 1
459
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
10 ³ 1. 00 0
satuanya
Sisa setelah diambil satuan 1
Hasilnya 10 berarti sisi bak mandi 10 dm = 1 meter Jadi Sisa panjang kamar mandi adalah : a). Panjang 3 meter – 1 meter = 2 meter b). Lebar 2 meter – 1 meter = 1 meter Cara 2: Volume bak mandi 1.000 liter berarti 1.000 liter = 1.000 dm³, dan dari dm³ ke m³ naik 1 tangga dibagi 1.000. = 1m³ Jadi Sisa panjang kamar mandi adalah : a). Panjang 3 meter – 1 meter = 2 meter b). Lebar 2 meter – 1 meter = 1 meter Dari kesiapan seluruh siswa terhadap materi peneliti memberikan tugas pasangan dalam kelompok. Dari kerja kelompok tersebut ditemukan pada satu anak pada operasi hitung pemecahan masalah jumlah dua bak mandi yang sudah diketahui volumenya. Tetapai siswa tersebut menarik akar volume tersebut. Jadi jawaban siswa salah. 64 dm³ + 27 m³ = … liter. Jawaban siswa 64 dm³ ditarik akar = 4, dan 27 m³ ditrik akar = 3 m³ dijadikan dm³ = 3 x 1.000 = 3.000 dm³. Jadi jawaban siswa tersebut = 4 dm³ + 3.000 dm³ = 3.004. Padahal jawaban tersebut 64 dm³ + 27 m³ = …. , 64 dm³ + 27.000 dm³ = 27.064 dm³. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban ke kelompok lain untuk saling mengoreksi. Ditemukan oleh kelompok Bumi bahwa jawaban kelompok Mars no 3 salah. Akhirnya terjadi interaksi antara kelompok Bumi dan kelompok Mars. Kelompok Mars menerima, karena kurang hati-hati dan akan memperbaiki jawabannya.Di akhir kegiatan kelompok dilakukan evaluasi, yakni setelah siswa menyelesaikan 4 soal dalam waktu 12 menit. Dari hasil evaluasi diperoleh bahwa kelompok Merkurius, Venus, Bumi, danYupiter mendapatkan skor 100, kelompok Saturnus dan Neptunusmendapat skor 90, kelompok Uranus mendapat 80,dan Mars mendapat skor 70.Kegiatan akhir dilakukan dengan memberikan 4 soal untuk dikerjakan secara individu. Hasil evaluasi individu diperoleh hasil 9 siswa mendapat skor 100, 10 siswa mendapat skor 90, 8 siswa mendapat skor 80, 6 siswa mendapat nilai 70, dan 2 siswa medapatkan nilai 60. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal telah berhasil, karena rata-rata mencapai 85,14%.. Siklus 2 pertemua 3 Pada siklus 2 peremuan ke 3 ini guru mengadakan tanya jawab tentang materi bilangan bulat khususnya operasi hitung bilangan pangkat tiga dan akar pangkat tiga serta dalam pemecahan masalah. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan memberikan soal tes yang beragam untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan belajar siswa dari siklus 1 sampai selesai. Jumlah soal tes 10 nomor dengan bentuk soal yang fariatif.
460
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pembelajaran dilanjutkan dengan tukar jawaban antar individu untuk saling mengoreksi. Setelah selasai ternyata tes terkumpul data sebagai berikut: 11 siwa mendapatkan skor 100, 9 siswa mendapat skor 90, 7 siswa mendapatkan skor 80, 6 siswa mendapatkan skor 70, dan 2 siswa masingmasing mendapatkan skor 60 dan 50. Dari hasil tes terlihat bahwa pembelajaran secara klasikal telah berhasil rata-rata mencapai 86,00% . Dengan demikian Pembelajaran penerapan kosep dasar akar pangkat tiga untuk meningkatkan hasil belajar kooperatif Team Games Turnamen bebrbantuan dengan media Kartu Domino pada pelajaran matematika telah berhasil. Pada siklus petama rata-rata mencapai 73,00% dan pada siklus ke dua rata-rata mencapai 81,19%. Jadi perbandingan siklus 1 dengan siklus 2 terdapat peningkatan rata-rata 8,19% KESIMPULAN Pembelajaran kooperatif TGT berbantuan media kartu domino yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan dengan langkah-langkah: 1) penyajian materi. 2) diskusi kelompok dengan media kartu domino, 3) games turnamen 4) penilaian. Penerapan pembelajaran kooperatif TGT berbantuan kartu domino dapat meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 8,19 % yaitu dari siklus 1 sebesar 73,00 % menjadi 81,19 % pada siklus 2. DAFTAR RUJUKAN Edy Syarifudin dan Sugiyarni, 2011. Pembelajaran Bermakna Faktorisasi Prima melalui Model Kooperatif STAD pada Siswa Kelas IV SDN 08 Curup. J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 1, Mei 2011, 89-93 Fajri, A. 2015. Penggunaan Speed Test pada Pembelajaran Team-Game Tournament Pokok Bahasan Gerak Kelas X SMK Negeri Batam. Prosiding Seminar Nasional TEQIP. 31 Oktober 2015 Halisan, Siti. 2015. Penggunaan Media Kartu Bilangan Dalam Pembelajaran Konsep Nilai Tempat Pada Siswa Kelas Iv Sekolah Dasar Negeri 17 Baruga Kendari. Prosiding seminar nasional Excange of Experiences TEQIP 2015: 166-170 Latuheru,D.J.1988. Media pembelejaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan. Ningsih, C. D., Husni Dzakirul, Halisan Siti.2015. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) berbantuan media Kartu Positif Negatif dapat meningkatkan hasil belajar. Prosiding seminar nasional Excange of Experiences TEQIP Peraturan Mentri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006, Pembelajaran Matematika: Jakarta. Cemerlang Purnomo, JP 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa : Jakarta. Cemerlang Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality Improvement Program (TEQIP),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI“ dari Sabang sampai Merauke:. Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang. UU RI No. 20 T ahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional: Jakarta. Pendidikan Nasional
461
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II PADA MATERI SATUAN BERAT BENDA Eni Lambang Sari SD Katolik Sang Timur, Jl Panglima Sudirman No 59 A Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match dan mendeskripsikan hasil belajar siswa pada materi satuan berat benda. Media yang digunakan adalah pasangan kartu soal dan kartu jawaban yang dibagikan kepada setiap siswa secara acak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus. Subjek penelitian ini siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu tahun ajaran 2015-2016 dengan jumlah siswa sebanyak 31 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran dengan model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan persentase ketuntasan dari 45,16% menjadi 87,09%. Kata kunci: Make a Match dan hasil belajar siswa.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Guru harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, setifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan nasional. Baik tidaknya mutu pendidikan ditentukan oleh baik tidaknya guru dalam mengajarkan atau menyampaikan materi pelajaran (UU RI No. 14 Tahun 2005 Pasal 8). Salah satu bentuk keberhasilan guru dalam menyampaikan materi ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Hasil belajar siswa juga dapat dijadikan bukti baik tidaknya guru dalam meyampaikan suatu materi pelajaran. Jika sebagian besar siswa telah mampu mencapai nilai di atas standar Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), maka guru dapat dikatakan berhasil dalam mengajar. Oleh karena itu kreatifitas guru sangatlah diperlukan untuk menarik perhatian siswa agar proses belajar mengajar tidak membosankan. Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan tersebut, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran akan menjadi bermakna. Namun dalam pelaksanaannya siswa masih menemui kesulitan dalam memahami materi pembelajaran terlebih pada muatan pelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi yang dipelajari. Menurut Hudoyo (1998:54), matematika berfungsi mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan dan simbol-simbol yang memerlukan penalaran untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Sehingga dengan belajar matematika dapat membentuk pola pikir siswa dalam menalar dan memecahkan sebuah permasalahan dengan bepikir secara logis, rasional, dan operasional. Hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu diketahui keadaan siswa ketika proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Sebagian besar siswa kurang kritis untuk bertanya, 2) Sebagian besar siswa kurang memperhatikan proses pembelajaran sehingga siswa kurang dapat memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Dari hasil tes tulis yang diberikan oleh guru hanya 7 siswa yang dapat memperoleh nilai di atas KKM sedangkan 24 siswa yang lainnya mendapat nilai di bawah KKM pada materi perbandingan berat benda. Hal ini disebabkan karena siswa masih belum familiar dengan satuan berat ton, kuintal, ons, dan pon sehingga siswa masih merasa kebingungan dalam mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Siswa
462
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
juga merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran sehingga sebagian besar dari mereka tidak memperhatikan penjelasan guru di kelas. Dalam interaksi belajar mengajar terdapat berbagai macam model pembelajaran yang bertujuan agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan proses belajar mengajar aktif serta memungkinkan timbulnya sikap keterkaitan siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara menyeluruh. Pembelajaran yang efektif tersebut harus diimbangi dengan kemampuan guru dalam menguasai model pembelajaran dan materi yang akan diajarkan sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang efektif dan tercipta komunikasi dua arah antara guru dengan peserta didik yang menekan pada bagaimana ia harus belajar. Salah satu alternatif untuk pengajaran tersebut adalah menggunakan model pembelajaran Make-A Match (Mencari Pasangan). Menurut Wahab (2007:59) dalam http://wbungs.blogspot.co.id, model pembelajaran Make a Match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan kemampuan berpikir cepat melalui permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu. Siswa yang aktif dalam proses belajar mengajar kemungkinan besar prestasi belajar yang dicapai akan memuaskan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Harianja (2014) adalah model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika. Dalam penelitian tersebut didapatkan peningkatan hasil belajar siswa dari 35,2% menjadi 76,4% sehingga model pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran matematika. Berdasakan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II Pada Materi Satuan Berat Benda”. METODE Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan hasil belajar siswa setelah belajar dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match. Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian bersifat deskriptif, yaitu uraian-uraian mengenai kegiatan pembelajaran siswa tentang materi pada tema 7 “Merawat Hewan dan Tumbuhan”. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti bertindak sebagai instrumen utama karena peneliti yang merencanakan, melaksanakan, mengumpulkan, menganalisis, dan melaporkan hasil penelitian. Data yang diperoleh selanjutnya dipaparkan sesuai dengan kejadian yang terjadi pada pelaksanaan penelitian dan selanjutnya dianalisis secara induktif. Oleh karena itu, pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan pada siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu yang berjumlah 18 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siklus I Perencanaan Guru membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara mandiri dengan menetapkan materi, kompetensi dasar, dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian. Guru juga menyiapkan lembar kerja siswa sebanyak 31 lembar. Lembar kerja tersebut digunakan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran secara individu. Guru menyiapkan lembar pengamatan (lembar observasi) kegiatan guru dan siswa yang akan digunakan oleh teman sejawat yang akan bertindak sebagai observer selama penelitian berlangsung. Selain itu guru menyiapkan 32 kartu soal serta 64 kartu jawaban yang berbeda. Hal ini diharapkan agar siswa dapat fokus pada kartu soal yang diperoleh. Kartu soal dan jawaban sudah dilengkapi dengan selotip bolakbalik agar siswa dapat dengan mudah menempel kartu soal dan kartu jawaban pada lembar kertas yang tersedia. Pelaksanaan Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun. Dalam kegiatan eksplorasi, guru mengajak siswa menyanyikan lagu tentang satuan berat benda untuk memberi motivasi lalu meminta salah beberapa siswa untuk menyebutkan
463
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
berat badan mereka dalam satuan kg, ons, dan gram. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan pada kegiatan belajar kali ini. Berikut ini adalah ilustrasi pembelajarannya: Guru : “Anak-anak, apakah kalian masih ingat dengan lagu satuan berat benda?” Siswa : “Masih bu…” (Seluruh siswa menyanyikan lagu dengan penuh semangat.) Guru : “Nah, bu guru ingin bertanya kepada Albert. Berapa berat badan Albert?” Albert : “38 kilogram, Bu.” Guru : “Berapa ons berat badan Albert?” Siswa : “380 ons, Bu.” (Jawab siswa dengan serentak) Berdasarkan ilustrasi di atas terlihat bahwa guru membangkitkan semangat belajar siswa dengan mengajak mereka menyanyi bersama serta menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanan. Guru juga mengilustrasikan penjumlahan berat benda dengan meminta 2 orang siswa untuk maju ke depan kelas lalu menyebutkan berat badan mereka masing-masing. Guru meminta siswa yang lain untuk menjumlah berat badan kedua siswa tersebut. Siswa sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat ketika semua siswa menghitung berat badan teman serta berebut untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pada langkah pembelajaran selanjutnya guru memberikan pejelasan tentang model pembelajaran Make a Match dan memberikan kesempatan kepada beberapa siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum mereka pahami terkait dengan model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru mulai membagikan kartu jawaban kepada siswa dan tiap-tiap siswa memperoleh 2 kartu jawaban. Siswa meletakkan kartu jawaban tersebut di atas meja mereka kemudian guru mulai membagikan kartu soal kepada masing-masing siswa. Siswa mulai mengerjakan kartu soal sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh guru. Siswa berkeliling mencari pasangan kartu jawaban di meja siswa di kelas tersebut. Guru memberikan batasan waktu bagi siswa ketika mencari pasangan kartu jawaban. Batasan waktu yang diberikan oleh guru adalah 5 menit. Setelah batas waktu yang diberikan oleh guru habis, siswa menempel kartu soal dan kartu jawaban pada kertas yang telah disediakan oleh guru. Sedangkan siswa yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban diberi sanksi. Siswa yang mendapat sanksi dalam kegiatan tersebut sebanyak 7 anak. Sanksi yang diberikan adalah menyanyikan lagu Potong Bebek Angsa serta menirukan gerakan bebek. Guru kemudian memeriksa hasil pekerjaan 7 anak yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban tersebut. Sebagian besar dari mereka adalah kesalahan dalam menghitung sehingga jawaban mereka tidak tersedia dalam kartu jawaban yang disediakan oleh guru. Namun ada pula siswa yang benar dalam menghitung namun tidak menemukan pasangan kartu jawaban. Guru membahas beberapa soal dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum dipahami. Setelah guru memberikan penjelasan sebagai penguatan materi, guru memberikan tes akhir untuk mengukur tingkat pemahaman siswa. Siswa bersama dengan guru menyimpulkan hasil pembelajaran serta menyampaikan kesan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pengamatan Aktivitas Guru Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan guru dan observer pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung terlihat bahwa siswa begitu berantusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa juga sangat tertarik untuk mempelajari materi yang disampaikan guru dengan bantuan kartu soal dan kartu jawaban sebagai media. Guru juga terlihat bersemangat dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini terlihat ketika guru menyampaikan materi pembelajaran hingga memberikan pendampingan kepada beberapa siswa yang belum dapat membuat tangga satuan berat benda dengan benar. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pedoman lembar observasi dan catatan lapangan yang dilakukan oleh bantuan teman sejawat sebagai observer. Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus I disajikan pada tabel di bawah ini.
464
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Tabel 1: Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus I. No Indikator Pengamat Keterangan 1
Awal
2
3
Melaksanakan aktivitas keseharian Menyampaikan tujuan pembelajaran Memotivasi siswa Mendiskusikan pengetahuan awal siswa
4 3 3 3
Sangat Baik Baik Baik Baik
3
Baik
4 3
Sangat Baik Baik
3
Baik
3
Baik
2
Cukup Baik
Akhir Menyimpulkan materi pembelajaran Mengakhiri pembelajaran
3 3
Baik Baik
Skor
37
Baik
Inti Menjelaskan tugas dan tanggung jawab kelompok Menyediakan sarana yang dibutuhkan Meminta siswa memahami lembar kerja (kartu soal) Meminta siswa bekerja sesuai dengan instruksi guru. Membantu dalam kelancaran kegiatan diskusi Membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 37 dari 48 skor maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 77,08 %. Dengan demikian dapat diketahui bahwa aktivitas peneliti sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik. Aktivitas Siswa Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran juga terlihat baik. Siswa terlihat aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Siswa juga berantusias untuk mengajukan pertanyaan ketika guru memberikan kesempatan untuk menanya. Siswa juga terlihat lebih tertarik mengerjakan lembar kerja yang berupa kartu soal daripada harus mengerjakan soal dari buku siswa. Siswa juga sangat bersemangat ketika mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Make a Match. Hal ini terlihat katika mereka mengerjakan kartu soal dengan cepat dan mencari pasangan kartu jawaban yang tepat. Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2: Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa pada siklus I. No Indikator Pengamat Keterangan 1
Awal Melaksanakan aktivitas keseharian Memperhatikan tujuan pembelajaran
4 3
465
Sangat Baik
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Keaktifan dalam diskusi pengetahuan awal
2
3
Inti Aktif dalam kegiatan pembelajaran (menanya hal-hal yang belum dipahami, menjawab pertanyaan lisan guru, dll) Memahami tugas yang diberikan Memanfaatkan sarana yang disediakan oleh guru dengan baik. Memahami lembar kerja (tes akhir) Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal pada saat kegiatan pembelajaan berlangsung (mencari pasangan kartu jawaban). Akhir Bersama dengan guru menyimpulkan materi pembelajaran Skor
3
Baik Baik
3
Baik
2 4
Cukup Baik Sangat Baik
3
Baik
3
Baik
2
Cukup Baik
27
Baik
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 27 dari 36 skor maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 75%. Dengan demikian dapat diketahui bahwa aktivitas siswa sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik. Tabel 3: Catatan Lapangan siklus I Observasi Keterangan Aktivitas Peneliti Guru sudah dapat menguasai kelas sehingga suasana kelas dapat terkendali. Sebelum kegiatan Make a Match guru memberi penjelasan materi kepada siswa. Selain itu guru juga menjelaskan kepada siswa tentang aturan Make a Match yang akan dilaksanakan. Guru membantu beberapa siswa membuat tangga satuan berat. Guru kurang dapat memanfaatkan waktu dengan baik sehingga siswa kekurangan waktu untuk mengerjakan tes akhir. Aktivitas Siswa Siswa terlihat masih kurang percaya diri dalam mengerjakan kartu soal karena ada bebrapa siswa yang bertanya kepada teman sebangkunya. Ada beberapa siswa yang belum dapat membuat tangga satuan berat dengan benar. Siswa kurang teliti dalam mengerjakan kartu soal sehingga ada beberapa siswa yang tidak menemukan pasangan kartu jawaban yang disediakan oleh guru.
466
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pelaksanaan Pembelajaran
Pada tahap pendahuluan, siswa sudah bersemangat untuk menyanyikan lagu tentang satuan berat benda. Pada saat kegiatan inti berlangsung siswa penuh semangat menghitung dan mencari pasangan kartu jawaban. Pada tahap penutup siswa kurang dapat mengerjakan tes akhir dengan baik karena bel istirahat berbunyi. Sehingga mereka cepat-cepat mengerjakan soal karena ingin segera beristirahat.
Refleksi Siklus I Refleksi dilakukan untuk mentukan apakah siklus I sudah berhasil atau belum. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh diperoleh hasil refleksi sebagai berikut: Aktivitas guru oleh pengamat sudah termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 77,08 %. Aktivitas siswa dalam kegiatan termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 75%. Hasil tes akhir siswa belum menunjukkan hasil yang baik karena dari 31 siswa yang mengikuti tes akhir hanya ada 14 anak atau sekitar 45,16% yang memperoleh nilai di atas KKM. Ada beberapa siswa yang belum menyelesaikan tes akhir sehingga nilai yang diperoleh kurang maksimal. Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu dalam mengerjakan tes akhir sehingga siswa tidak dapat mengerjakan seluruh soal dengan baik. Pada kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Make a Match ada beberapa siswa yang tidak menemukan kartu jawaban. Hal ini dikarenakan siswa tersebut belum memahami materi pembelajaran sehingga salah dalam menghitung dan menentukan jawaban. Namun ada pula siswa yang sudah dapat menghitung jawaban dengan benar namun tidak menemukan pasangan kartu jawaban. Hal ini terjadi karena siswa tersebut tergesa-gesa (tidak fokus) dalam mencari pasangan kartu jawaban. Suasana kelas juga menjadi tidak kondusif karena semua siswa berkeliling mencari kartu jawaban dan ada pula siswa yang membantu temannya mencarikan pasangan kartu jawaban. Siklus II Perencanaan Guru menetapkan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran untuk menyusun RPP secara mandiri. Selain itu guru juga menyiapkan 3 model kartu soal yang berbeda untuk 31 siswa. Kartukartu tersebut telah diberi isolasi bolak balik untuk memudahkan siswa dalam menempelkan kartu jawaban pada kartu soal. Sehingga setiap anak memperoleh 3 kartu soal. Guru juga menyiapkan 31 kantong plastik yang masing-masing berisi 9 kartu jawaban. Tak lupa guru juga menyiapkan lembar observasi untuk guru san siswa yang akan diisi oleh teman sejawat ketika pelaksanaan pembelajaran pada siklus II. Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran siklus II ini dilaksanakan dengan bantuan teman sejawat untuk membantu guru dalam mengamati aktivitas guru dan siswa. Pada kegiatan ini siswa terlihat bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada kegiatan awal guru mengajak siswa untuk menyanyikan lagu “Kelinciku” dan “Potong Bebek Angsa”. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Kemudian guru membagikan 3 kartu soal dan 9 kartu jawaban kepada tiap-tiap siswa. Siswa diminta untuk mengerjakan kartu soal yang telah dibagikan oleh guru dengan batasan waktu yang telah ditentukan kemudian mencari pasangan kartu jawaban dari kartu soal tersebut. Setelah siswa menemukan pasangan kartu jawaban, guru membagikan lembar evaluasi untuk mengukur tingkat pemahaman siswa pada materi satuan berat benda. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran secara baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi aktivitas guru di bawah ini.
467
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 4: Hasil observasi pengamat terhadap kegiatan guru pada siklus II.
No 1
Indikator
Pengamat
Keterangan
4 3 3 3
Sangat Baik Baik Baik Baik
4
Sangat Baik
4 3
Sangat Baik Baik
3
Baik
3
Baik
4
Sangat Baik
Akhir Menyimpulkan materi pembelajaran Mengakhiri pembelajaran
3 4
Baik Sangat Baik
Skor
41
Baik
Awal
2
3
Melaksanakan aktivitas keseharian Menyampaikan tujuan pembelajaran Memotivasi siswa Mendiskusikan pengetahuan awal siswa
Inti Menjelaskan tugas dan tanggung jawab kelompok Menyediakan sarana yang dibutuhkan Meminta siswa memahami lembar kerja (kartu soal) Meminta siswa bekerja sesuai dengan instruksi guru. Membantu dalam kelancaran kegiatan diskusi Membimbing dan mengarahkan dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 41 dari 48 skor maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 85,41% Dengan demikian dapat diketahui bahwa aktivitas peneliti sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik. Observer juga mengamati aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil observer terhadap aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5: Hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa pada siklus II. No Indikator Pengamat Keterangan 1
Awal Melaksanakan aktivitas keseharian Memperhatikan tujuan pembelajaran Keaktifan dalam diskusi pengetahuan awal
468
4 3 3
Sangat Baik Baik Baik
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
2
3
Inti Aktif dalam kegiatan pembelajaran (menanya hal-hal yang belum dipahami, menjawab pertanyaan lisan guru, dll) Memahami tugas yang diberikan Memanfaatkan sarana yang disediakan oleh guru dengan baik. Memahami lembar kerja (tes akhir) Keaktifan siswa dalam mengerjakan soal pada saat kegiatan pembelajaan berlangsung (mencari pasangan kartu jawaban). Akhir Bersama dengan guru menyimpulkan materi pembelajaran Skor
3
Baik
4 4
SangatBaik Sangat Baik
3
Baik
4
Sangat Baik
3
Baik
31
Baik
Berdasarkan tabel di atas, jumlah skor yang diperoleh dari pengamat adalah 31 dari 36 skor maksimal. Jadi persentase perolehan skor adalah 86,11% Dengan demikian dapat diketahui bahwa aktivitas siswa sudah sesuai dengan rencana yang telah disiapkan dan kegiatan guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat digolongkan dalam kategori baik. Tabel 6: Catatan Lapangan siklus II Observasi Keterangan Aktivitas Peneliti Guru sudah dapat menguasai kelas sehingga suasana kelas dapat terkendali. Sebelum kegiatan Make a Match guru memberi penjelasan materi kepada siswa. Selain itu guru juga menjelaskan kepada siswa tentang aturan Make a Match yang akan dilaksanakan. Guru sudah dapat memanfaatkan waktu dengan baik sehingga siswa dapat mengerjakan tes akhir dengan waktu yang cukup. Aktivitas Siswa Siswa sudah terlihat percaya diri dalam mengerjakan kartu soal dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes akhir. Ada beberapa siswa yang kurang teliti dalam menghitung sehingga menempel kartu jawaban yang salah. Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap pendahuluan, siswa sudah bersemangat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada saat kegiatan inti berlangsung siswa penuh semangat menghitung dan mencari pasangan kartu jawaban. Pada tahap penutup siswa sudah dapat mengerjakan tes akhir dengan baik karena waktu yang tersedia cukup untuk mengerjakan tes akhir .
469
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Refleksi Siklus II Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh diperoleh hasil refleksi sebagai berikut: Aktivitas guru oleh pengamat sudah termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 85,41 %. Aktivitas siswa dalam kegiatan termasuk dalam kategori baik dengan persentase keberhasilan 86,11%. Hasil tes akhir siswa sudah menunjukkan hasil yang baik karena dari 31 siswa yang mengikuti tes akhir hanya ada 4 anak atau sekitar 87,09% yang memperoleh nilai di atas KKM. Sebagian besar siswa sudah dapat menghitung berat benda dengan benar sehingga sebagian besar siswa dapat menemukan pasangan kartu soal dan kartu jawaban dengan benar. Berdasarkn hasil siklus II diperoleh data bahwa ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 45,16% pada siklus I menjadi 87,09% pada siklus II sehingga siklus penelitian ini dapat dihentikan. Pembahasan Pembelajaran satuan berat benda dengan model pembelajaran Make a Match menuntut siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan lembar kerja dalam materi satuan berat benda ini bertujuan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang menarik bagi siswa sehingga diharapkan mereka tertarik untuk membaca, mempelajari, dan mengerjakan soal-soal yang ada di dalamnya. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh DePorter, Reardon, dan Nourie (2000) bahwa penyajian lembar kerja membawa siswa ke dalam suasana yang penuh kegembiraan, sehingga menciptakan kegembiraan pula dalam belajar. Kegembiraan dalam belajar merupakan luapan emosi yang mengaktifkan saraf otak untuk dapat merekam pelajaran dengan lebih mudah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa sebagian besar siswa masih sulit memahami materi berat benda. Sehingga penelitian ini dirancang untuk membantu sisiwa untuk dapat memahami materi satuan berat benda. Pada tahap awal guru menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar observasi, serta media pembelajaran yang berupa kartu soal dan kartu jawaban sejumlah siswa yang ada di kelas. Guru juga mengajak siswa untuk bernyanyi untuk membangkitkan semangat belajar siswa. Guru membagikan kartu soal dan kartu jawaban kepada masing-masing siswa dan meminta siswa untuk mengerjakan soal dalam batasan waktu yang telah disepakati. Hal ini dimaksudkan agar semua siswa dapat memanfaatkan waktu yang tersedia dengan sungguh-sungguh. Pada siklus I guru meminta siswa berkeliling kelas untuk mencari pasangan kartu jawaban dari soal yang diterima dari guru. Namun suasana kelas menjadi tidak terkendali karena beberapa siswa berlari mencari kartu jawaban sebelum batas waktu yang ditentukan habis. Pada siklus II guru melakukan perbaikan dengan memberikan 9 kartu jawaban pada masing-masing siswa sehingga siswa tidak perlu berpindah tempat untuk mencari pasangan kartu jawaban. Siswa yang telah menemukan pasangan kartu jawaban diminta untuk menempel kartu jawaban pada kartu soal kemudian menyerahkan kepada guru untuk diperiksa. Setelah batasan waktu yang telah disepakati habis guru membagikan lembar evaluasi kepada masing-masing siswa. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembalajaran yang telah dilaksanakan. Pada akhir pembelajaran siswa bersama dengan guru menyimpulan materi pembelajaran dan meminta beberapa siswa untuk menyampaikan kesan terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Pembelajaran satuan berat benda dengan model pembelajaran Make a Match bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa dapat dilihat dari perbandingan nilai dari tes awal sebelum diadakannya pembelajaran Make a Match sampai dengan hasil tes akhir pada pembelajaran siklus II. Persentasi ketuntasan hasil belajar siswa pada tes awal sebesar 22,58 % atau sebanyak 7 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Pada tes akhir pelaksanaan pembelajaran siklus I diperoleh hasil 45,16 % atau 14 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Sedangkan hasil tes akhir siklus II diperoleh hasil 87,09% atau 27 dari 31 siswa yang mendapat nilai di atas KKM. Ini berarti bahwa kemampuan siswa dalam ranah kognitif meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bloom (1996:7) dalam www.eurekapendidikan.com yang membedakan hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor. Hasil di atas menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif Make a Match yang dilakukan pada siklus I dan II sudah berhasil meningkatkan hasil belajar siswa.
470
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENUTUP Simpulan dan Saran Dari hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas II B SD Katolik Sang Timur Batu dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Make a Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari hasil tes siswa pada akhir siklus kedua menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa dengan persentase ketuntasan dari 45,16% menjadi 87,09%. Selain itu model pembelajaran ini juga dapat meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas. Siswa tertarik dengan model pembelajaran Make a Match sehingga mereka terlihat sangat antusias selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran yang perlu disampaikan antara lain penggunaan model pembelajaran kooperatif Make a Match dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran. Selain itu penggunaan lembar kerja sebagai media dalam model pembelajaran ini dapat menarik perhatian siswa. Dengan demikian guru dapat mengembangkan model pembelajaran Make a Match ini untuk materi yang lain. Guru diharapkan dapat mengendalikan kelas karena pada dasarnya siswa menyukai permainan sehingga model pembelajaran Make a Match ini berpotensi untuk membuat kegaduhan di dalam kelas. Daftar Rujukan Dahlan, Ahmad. 2014. Pengertian hasil Belajar. URL http:// www.eurekapendidikan.com (diakses tanggal 30 Maret 2016) DePorter, B., Reardon, M., dan Nourie, S. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Bandung: Kaifa. Harianja, Rusmaida. 2014. Penerapan Model Make A Match untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika di Kelas IV SD Negeri 158/V Lampisi. URL http://www.e-campus.fkip.unja.ac.id (diunduh 2 April 2016) Hudojo, Herman. 1998. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang _______. Undang-Undang Republik Indonesia no.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. URL http://kepri.kemenag.go.id (diunduh tanggal 27 Februari 2016) _______. URL http://wbungs.blogspot.co.id (diakses tanggal 27 Februari 2016)
471
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII B SMP RADEN FATAH BATU MATERI LUAS DAERAH SEGIEMPAT DENGAN METODE KOOPERATIF STAD BERBANTUAN MEDIA KARTON Puji Lestari SMP Raden Fatah Batu
[email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif STAD dengan bantun media karton yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelasVII B SMP Raden Fatah Batu materi luas daerah segiempat. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus, dengan masing-masing siklus 3 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan langkah-langkah: (1) menyajikan materi luas daerah segiempat, (2) diskusi kelompok dengan lembar kerja, ( 3) presentasi hasil kerja dan, (4) kuis dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dari siklus 1 rata-rata 68 menjadi rata-rata 80 (siklus 2). Kata kunci: Kooperatif STAD, Hasil belajar, Segiempat.
Materi luas daerah segiempat merupakan materi yang sulit bagi siswa kelas VII, karena siswa masih belum memahami tentang keliling dan luas. Padahal waktu pembelajaran di SD materi tersebut juga pernah dipelajari. Kesulitan siswa dalam belajar menentukan luas daerah persegi panjang antara lain terjadi pada menentukan keliling persegi panjang dan luas daerah persegi panjang. Ketika guru memberikan pertanyaan berapakah keliling persegi panjang jika panjang 5 cm dan lebar 4 cm? Siswa menjawab 20 cm. Kesalahan ini terjadi karena siswa berpikir keliling persegi panjang adalah panjang kali lebar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami konsep luas daerah persegi panjang. Kesalahan siswa juga terjadi pada luas daerah belah ketupat. Ketika guru memberi soal hitunglah luas daerah belah ketupat jika panjang sisinya 10 cm dan salah satu panjang diagonalnya 12 cm, siswa menjawab 120 cm2. Jawaban siswa tersebut terjadi karena siswa berpikir bahwa luas sama dengan panjang sisi kali diagonal. Dalam hal ini siswa mengalami kesalahan konsep, diagonal dan sisi yang mestinya tidak dapat dikalikan tetapi oleh siswa dikalikan. Kesalahan-kesalahan tersebut perlu diperbaiki melalui pembelajaran yang sesuai. Salah satu pembelajaran matematika yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah kooperatif tipe STAD. Beberapa penelitian yang terkait dengan penerapan pembelajaran kooperatif STAD antara lain Liunsanda (2015) dan Ida Fitriyanti (2013). Liusanda (2015) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif STAD memiliki keunggulan yang dapat mengatasi masalah yang ada. Dalam kooperatif STAD akan terjadi peningkatan fungsi mental melalui percakapan dan interaksi lainnya, serta kerjasama antar siswa yang memiliki kemampuan yang heterogen. Interaksi siswa dalam proses pembelajaran merupakan bagian penting untuk mencapai keberhasilan belajar siswa. Selama ini prestasi siswa pada pelajaran matematika masih rendah, hal ini terjadi dikarenakan kurangnya variasi dalam menggunakan metode pembelajaran. Dalam pembelajaran luas daerah segiempat guru hanya menggunakan prosedur, misalnya luas daerah jajargenjang adalah alas kali tinggi. Akibatnya siswa hanya menghafal prosedur yang sudah ditetapkan, jika ada soal yang sejenis siswa masih tidak bisa mengerjakan. Hal ini menunjukkan pembelajaran kurang bermakna. Oleh karena itu, dalam pembelajaran akan lebih baik bila banyak menekankan pemahaman relasional dari pada pemahaman instrumental (Subanji, 2011). Dalam pembelajaran, guru tidak cukup hanya menjadi pengajar atau penyampai informasi saja, tetapi pembelajaran perlu mendorong siswa untuk berpikir mengontruksi pengetahuan sendiri atau sering disebut konstruksi sendiri. Konstrutivisme merupakan sebuah teori yang mempelajari bagaimana seorang belajar. Teori ini lebih memandang bagaimana belajar itu berlangsung.
472
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Subanji (2011) menyatakan bahwa siswa tidak bisa diibaratkan kertas putih yang akan ditulisi oleh guru. Tetapi siswa secara hakiki/pribadi merupakan individu unik yang memiliki potensi untuk mengembangkan pola pikirnya. Oleh karena itu, guru dalam mengajar harus dapat berubah dari yang semula “memberi” pengetahuan kepada siswa menjadi “memfasilitasi” siswa untuk belajar (fasilitator). Supaya siswa mampu belajar secara mandiri dalam mengembangkan berpikirnya, sehingga mampu memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu bentuk memfasilitasi siswa dalam belajar adalah mengkondisikan siswa dalam belajar kooperatif. Pembelajaran kooperatif sudah dikaji oleh beberapa peneliti (Sunaryatin, 2013; Permadi, 2013; Khairani, 2013). Sunaryatin (2013) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode di mana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung-jawab satu dengan yang lain. Permadi (2013) menemukan dalam model pembelajaran kooperatif memang ada celah siswa kehilangan kesempatan untuk berinteraksi multiarah (interaksi dengan teman satu kelompok, teman antar kelompok, interaksi dengan sumber belajar, dan interaksi dengan guru). Menurut Khairani (2013), belajar kooperatif di mana siswa belajar bersama dalam kelompok dan anggota kelompok bertanggung-jawab terhadap satu dengan yang lain. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak, sehingga menjadi anggapan matematika itu sulit. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Subanji (2012) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika juga sangat penting untuk menekankan konsep dengan menggunakan media (peraga) untuk mengembangkan pemahaman siswa. Dengan menggunakan benda-benda fisik atau manipulatif untuk memodelkan konsep matematika dalam membantu belajar siswa. Model pembelajaran sebuah konsep matematika dapat berupa benda atau gambar yang menyatakan hubungan konsep yang dapat dikaitkan. Pada konsep luas daerah persegi panjang ini memuat hubungan perbandingan bidang dengan bidang lain. Contohnya luas daerah persegi panjang dengan panjang 4 meter dan lebar 3 meter. Daerah persegi panjang tersebut dapat ditutup dengan bangun persegi satuan atau bangun lain, jika bangun tersebut ditutup dengan persegi satuan maka luasnya dapat ditutupi sebanyak 12 persegi satuan. Dalam pembelajaran kooperatif STAD, guru sebagai fasilitator, membimbing, mengarahkan dan memberi semangat dengan memotivasi. Ida Fitriyati, (2013) mengatakan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif STAD menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, menimbulkan rasa percaya diri siswa dalam menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas dan hasil pembelajarannya mengalami peningkatan. Menurut Subanji (2013) kooperatif STAD memiliki sintaks: (1) membentuk kelompok yang beranggota 3-4 orang, (2) guru menyajikan materi, (3) guru memberikan tugas kelompok, (4) guru memberikan kuis, (5) mengoreksi hasil kuis, dan (6) kesimpulan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam kelompok saling bertukar pendapat, sehingga siswa dapat menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Karena apabila terdapat siswa yang tidak bisa mengerjakan akan dibantu teman sekelompoknya. Secara tidak langsung dapat mendorong siswa untuk belajar matematika menjadi lebih semangat. Pembelajaran kooperatif STAD dengan bantuan media karton untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan memotivasi siswa dalam memahami konsep luas daerah segiempat. Sehingga tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membosankan. Keberhasilan belajar siswa sangat bergantung pada guru, oleh karena itu guru harus kreatif, inovatif dalam menggunakan metode pembelajaran, agar siswa lebih senang dan tidak bosan. Mengingat hal tersebut, maka guru melakukan pembelajaran dengan model kooperatif STAD dengan bantuan media karton. Pembelajaran kooperatif STAD merupakan hal yang tepat. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VII B SMP Raden Fatah Batu Materi Luas Segiempat dengan Metode Kooperatif STAD Berbantuan Media Karton” METODE PENELITIAN Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD pada materi luas daerah segiempat serta menggunakannya dalam pemecahan masalah. Penelitian dilakukan pada kelasVII B
473
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
SMP Raden Fatah Batu. Subjek Penelitian ini adalah 31 siswa yang terdiri dari 16 laki-laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus; masing masing siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanakan, observasi, dan refleksi. Pada Siklus 1 dilakukan dalam tiga pertemuan, pertemuan pertama membahas materi tentang luas daerah persegi. Pertemuan kedua membahas tentang luas daerah persegipanjang dan pertemuan ketiga membahas tentang pemecahan masalah yang berkaitan dengan luas daerah persegi dan persegi panjang serta mengadakan kuis. Pada siklus II dilakukan tiga pertemuan, untuk pertemuan pertama membahas tentang luas daerah jajar genjang. Pertemuan kedua membahas tentang luas daerah belah ketupat dan pertemuan ketiga mengerjakan soal tentang pemecahan masalah yang berkaitan dengan luas daerah jajar genjang dan belah ketupat serta mengadakan kuis. Data yang diperoleh berupa praktik pembelajaran yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Data yang terkumpul berupa dokumen aktivitas dan hasil tes siswa yang diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan refleksi dilaksanakan dengan mengadakan evaluasi pelaksanaan pembelajaran, merumuskan dan mengidentifikasi masalah pada pelaksanaan dan respon siswa pada tindakan yang dilaksanakan serta memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi untuk siklus berikutnya. Hasil refleksi bertujuan untuk mengetahui apakah masih ada kekurangan yang bisa diperbaiki untuk siklus 2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sintak pembelajaran dilakukan dengan: penyajian materi yang berupa kegiatan meminta siswa menempel kertas manila persegi satuan ke bangun segiempat, diskusi kelompok sesuai dengan lembar kerja, mempresentasikan hasil kerja kelompok, dilanjutkan dengan kegiatan guru memberikan penguatan, dan dikahiri dengan kuis. Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD yang dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus dilakukan 3 kali pertemuan sebagai berikut. Siklus I Pertemuan 1 Pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi luas daerah persegi dan tujuan pembelajaran siswa dapat menghitung luas daerah persegi yang berkaitan dengan masalah sehari-hari. Memberikan apersepsi melalui pertanyaan/dialog seperti berikut: G: “Masih ingatkah kalian, apa yang kita pelajari kemarin nak”? S: “keliling persegi dan persegi panjang”. G: “Berapakah panjang sisi persegi jika kelilingnya 20 cm”? S: “Siswa menjawab 5 cm bu”. G: “Iya pinter, bagaimana caranya bisa mendapatkan 5cm”? S: “20 dibagi 4, karena keempat sisinya sama”. G: “oke, coba sekarang kalian melihat ke atas”! Apakah kalian dapat menghitung lebar ruang kelas ini? Dengan melihat satu esbes itu 1m. S: “Bisa bu”! “Panjang 7m dan lebar 7m”. G: “Berapa lembar banyaknya esbes yang terpasang”? S: “49 lembar”. G: “Sekarang liahatlah kebawah, ubin berbentuk seperti apa”? S: “Persegi”. G: “Dapatkah kalian menghitung banyaknya ubin tersebut”? S: “Tidak bisa bu”! G: “Iya nak, nanti akan kita pelajari caranya menghitung banyaknya ubin.
panjang dan
Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat untuk pembelajaran pertemuan 2, di mana siswa sudah memahami keliling persegi dan panjang sisi persegi. Oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7 kelompok masing-masing terdiri atas 4 anak. Guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar kelompok dengan metode kooperatif STAD. Kutipan dialog guru sebagai berikut:
474
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas persegi dengan menggunakan media karton yang berbentuk persegi besar dan persegi kecil terbuat dari kertas manila, persegi kecil dinamakan persegi satuan. Setiap kelompok mendapatkan 3 persegi besar yang diberi nama (Persegi 1, persegi 2 dan persegi 3) dan 54 lembar persegi kecil. Persegi satuan ditempel pada persegi (1), (2), dan (3). Apakah kalian sudah paham”? S: “Sudah bu”! G. “Nah sekarang ketua kelompok silakan mengambil LKS dan media karton, kerjakan pada LKS kegiatan 1, 2, dan 3 secara kelompok”! Siswa mendiskusikan LKS (kegiatan 1, dengan cara menempel persegi satuan ke persegi pada karton, untuk menentukan rumus luas daerah persegi dan melanjutkan kegiatan 2 dengan mendiskusikan cara menjawab pertanyaan). Pada saat siswa berdiskusi guru berkeliling dan membimbing siswa pada kelompok-kelompok yang kesulitan. Pada kelompok 1 diskusi cukup serius, awalnya kelompok 1 mempunyai gagasan untuk mengerjakan yang mudah dulu supaya cepat selesai. Ada beberapa anggota kelompok yang kurang setuju, karena mereka merasa bisa mengerjakan, akhirnya mereka berdiskusi untuk mengerjakan LKS 1.
Gambar 1: Kegiatan siswa menempel persegi satuan Kelompok Siswa
Gambar 2: Aktivitas Kerja
Pada kelompok IV terdapat siswa yang kurang aktif dalam berdiskusi, guru mendekati dan menanyakan, sehingga terjadi dialog seperti berikut. G: “Kenapa tidak ikut diskusi nak”? S4.1. “Males bu, la tadi kan sudah ikut mengerjakan menempel pada karton”. G. “Iya seharusnya kamu ikut mengerjakan juga, supaya bisa dan cepat selesai”! S. “Iya bu”. Guru membimbing kelompok V tentang soal no. 3 kegiatan 3. Pada kegiatan ini siswa mengalami kesalahan pahaman/tidak mengerti maksud perintah soal. Seharusnya yang ditanyakan panjang sisi tetapi yang dikerjakan siswa tentang luas, sehingga hasil jawabannya tidak tepat. Kutipan dialognya sebagai berikut: G: “Dari mana hasilnya ini 390.625”? S: “625 x 625”. G: “Yang ditanyakan ini bukan luas tapi panjang sisi”. S: “Oh ya bu”.
475
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 3: Hasil Kerja Kelompok Siswa Berdasarkan gambar dan hasil kerja siswa di atas, dapat diketahui bahwa siswa masih belum paham tentang cara menentukan luas bangun persegi yang terpotong, kemudian terjadi dialog antar guru dengan siswa seperti berikut. G: “Dari mana kamu mendapatkan hasil seperti itu”? S: “Panjang sisinya kan 10 cm, 5cm dan 5 cm.jadi luas= s x s x s”. G: “Menjelaskan cara menghitung luas bangun tersebut bisa dengan cara memotong menjadin3 persegi yang sama, jadi luas bangun 5cm x 5cm x 3 = 75 cm2 (5cm x 5cm) itu luas persegi dan dikalikan 3 banyaknya persegi ada 3 atau dengan cara luas persegi utuh dipotong sebuah persegi. Jadi luas bangun adalah 10 cm x 10 cm = 100cm2dikurangi dengan 25cm2(luas satu persegi)”. S: “Iya bu”! G: “Anak-anak sudah selesai semua”? S. “Sudah bu”. Setelah masing-masing kelompok selesai mengerjakan LKS. Perwakilan kelompok 1 mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok yang lain menanggapinya. Guru memberi pujian pada kelompok yang telah melakukan presentasi, serta memberi penguatan luas daerah persegi adalah sisi kali sisi (s2) dan sebaliknya jika luas persegi diketahui maka panjang sisinya adalah akar dari luas tersebut. Selanjutnya guru memberikan quis dengan soal seperti berikut.
Ruang kelas 7E berukuran 8m x 8m, lantainya dipasang ubin dengan ukuran 20cm x 20cm, berapa banyaknya ubin yang dipasang diruang tersebut sampai penuh? Gambar 4: Hasil kerja siswa
Gambar 4. Hasil Kerja Siswa
476
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan hasil kuis tersebut diperoleh nilai tertinggi adalah 75 dan nilai terendah 25, dan rata-ratanya 64. Ternyata nilai yang diperoleh siswa masih belum memenuhi ketuntasan minimal (KKM). Siklus I pertemuan 2 Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui kutipan dialog seperti berikut: G: “Apakah kalian masih ingat yang kita pelajari kemarin nak”? S: “Masih bu, Luas persegi”. G: “Bagaimana rumus untuk menentukan luas persegi”? S: “Sisi kali sisi”. G: “Berikan contoh benda di lingkungan kelas yang berbentuk model persegi panjang”! S: “Papan tulis, kaca, papan pajang, pintu, dan meja”. G: “Oke, apa perbedaan antara persegi dengan persegi panjang”? S: “Panjangnya tidak sama”. G: “Bukan panjangnya, tetapi panjang sisinya yang berbeda, kalau persegi sisinya sama panjang, kalau persegi panjang panjang dan lebarnya berbeda”. S: “Oke”. G: “Berapa panjang sisi persegi yang luasnya 81cm2”? S: “9 cm”. G: “Benar, bagaimana untuk mendapatkan 9cm”? S: “9 x 9 = 81”. G: “Untuk mendapat hasil 9 cm itu dari sxs =81, s2 = 81, jadi sisinya adaalah akar dari 81 yaitu 9 cm”. Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat untuk pembelajaran pertemuan 2. Terbukti siswa sudah memahami luas persegi dan panjang sisi persegi. Oleh karena itu, guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7 kelompok masing-masing terdiri 4 anak. Dilanjutkan dengan kegiatan guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar kelompok dengan menggunakan metode STAD seperti pada pertemuan minggu lalu. G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas persegi panjang melanjutkan pelajaran minggu yang lalu dengan menggunakan media karton yang berbentuk persegi panjang besar dan persegipanjang kecil terbuat dari kertas manila. Seperti kemarin, persegi kecil dinamakan persegi satuan. Setiap kelompok mendapatkan 3 persegi besar yang diberi nama (Persegi panjang 1, persegi panjang 2 dan persegi panjang 3) dan 64 lembar kertas manila persegi satuan. Persegi satuan ditempel pada persegi panjang (1), (2), dan (3)”. “Apakah sudah paham nak”? S: ”Sudah bu”! G: “Bagus, membagikan LKS dan Media karton, kerjakan LKS kegiatan 1, 2, dan 3 secara kelompok”. S: “Mendiskusikan LKS ( kegiatan 1,2, dan 3) dengan menempelkan persegi satuan ke lembar persegi panjang serta ngerjakan LKS”. G: Membimbing dengan mendatangi setiap kelompok untuk membantu kelompok yang kesulitan. “Apa ada kesulitan kelompok 3 ini”? S: “Ada bu, bagaimana cara menggambarkan persegi panjang”? G: “Terserah yang penting luasnya sama dengan persegi panjang itu”. S: “Gimana sih bu, gak bisa”? G:”Ya udah tak kasih contoh, kamu gambar panjangnya 16 cm dan lebarnya 6 cm, bauatlah dua gambar lagi ya”! S: “Iya bu terima kasih”.
477
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 5: Hasil Kerja Siswa Kegiatan yang dilakukan oleh siswa ini belum sesuai dengan perintah guru. Pada akhirnya guru melakukan pembimbingan kepada siswa dengan melakukan dialog sebagai berikut. G: “Tadi kan sudah tak kasih contoh panjangnya 16 cm dan lebarnya 6 cm, coba berapa luasnya”? S: “Oh ya bu 16cm x 6cm = 96 cm2”. G:” lya pinter, kenapa membuat persegi panjang lagi panjang 14cm dan lebar 8cm”? “Coba dihitung lagi berapa luasnya”? S: “Iya bu keliru”. G: “Tolong dibenarkan lagi ya”! S: “Iya bu”. Sekarang perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasilnya dan kelompok yang lain menanggapi dan memberi masukan. “Silahkan kelompok 6 mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas”! Pada kegiatan ini guru ikut memberikan penegasan terhadap hasil kerja siswa pada semua siswa di dalam kelas. Demikian proses menyajikan hasil kerja kelompok 6. Guru mengadakan dialog terhadap jawaban siswa tersebut. G: “Bagaimana dengan jawaban kelompok 6”? “Apakah menurut kalian sudah benar”? S: “Sudah benar bu (jawaban siswa secara serentak)”. G: “Oke, bagus tepok tangan anak-anak, apakah ada yang kurang jelas”? S: “Sudah jelas bu”. Kegiatan selanjutnya guru memberikan quis. Berdasarkan hasil kuis tersebut diperoleh nilai tertinggi adalah 85 dan nilai terendah 30, dan rataratanya 70. Jadi hasil tes siswa masih belum memenuhi ketuntasan minimal (KKM). Siklus I pertemuan 3 Pada pertemuan 3 dilakukan tes tulis sebanyak 4 soal. Tes tulis digunakan untuk mengukur penguasaan siswa terhadap materi luas daerah segiempat. Dari hasil tes diperoleh bahwa rata-rata skor tes siswa adalah 68. Refleksi Refleksi dilakukan setelah pelaksanaan pembelajaran dengan mengkaji hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pembelajaran. Hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran. Ringkasan hasil refleksi disajikan sebagai berikut: Kendala dalam pembelajaran Terdapat siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok
Penyebab kendala Mengerjakan LKS dengan kelompok, siswa tidak mendapat soal sendiri
478
Alternative perbaikan Setiap kelompok siswa diberi soal sendiri dan hasilnya didiskusikan dan ditulis pada
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
terdapat kesalah pemahaman konsep keliling dengan luas
Belum bisa membedakan keliling dan luas
Terdapat kesalah pahaman konsep luas bangun yang berkaitan dengan persegi
Belum bisa menganalisa gambar
kelompok Guru menjelaskan lagi perbedaan keliling dan luas Guru menjelaskan bangun itu sebenarnya terbuat dari 3 persegi yang digabungkan menjadi satu.
Selain mengaji kendala pembelajaran juga dilakukan evaluasi keberhasilan pembelajaran melalui tes. Berdasarkan hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 68, dengan nilai tertinggi 80 dan niali terendah 25, dari 31 siswa yang tuntas 20 siswa (64,52%) dan yang belum tuntas ada 11 siswa (35,48%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai secara maksimal. Siklus II pertemuan 1. Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran kooperatif STAD dalan siklus 2, yang terdiri dari 3 kali pertemuan seperti berikut: Pertemuan I Prosedur pelaksanaan siklus II antara lain berdasarkan hasil kuis pada pertemuan III untuk mengetahui aspek pengetahuan dasar siswa, penjelasan media pembelajaran diawali dengan menyampaikan materi luas jajargenjang dan tujuan pembelajaran siswa dapat menghitung luas jajargenjang yang berkaitan dengan masalah sehari-hari. Guru memberikan apersepsi melalui pertanyaan/ kutipan dialog seperti berikut. G: “Masih ingatkah kalian, apa yang kita pelajari kemarin nak”? S: “Luas persegi dan persegi panjang”. G. “Berapakah panjang sisi persegi jika luasnya 225 cm2”? S: “15cm bu”. G: “Bagus, sekarang membentuk kelompok, menggunakan metode STAD seperti kemarin”! Kutipan dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa bisa menentukan luas persegi dan persegi panjang. Untuk menyambungkan dengan materi yang akan diberikan, guru melanjutkan dialog dengan siswa, sebagai berikut. G: “Ayo siapa yang bisa memberi contoh benda dilingkungan yang merupakan model jajar genjang”? S: “Saya bu (seorang siswa menjawab irisanya tempe bu)”. G: “Bagus, tepuk tangan anak-anak”. Memang kebanyakan tempe diiris seperti model jajar genjang. Guru melanjutkan kegiatan dengan meminta siswa untuk menyebutkan benda yang lain. Sehingga kegiatan dilanjutkan dengan menginformasikan bahwa siswa akan diajak belajar menghitung luas jajargenjang. Selanjutnya guru membagikan lembar kerja siswa (LKS 1) dan media pembelajaran. Awalnya siswa menggambar jajargenjang kemudian dengan memotong jajargenjang pada bagian tepi (kiri) yang merupakan model segitiga dan menempelkan pada bagian kanan, sehingga bentuknya merupakan persegipanjang. Kemudian mengkaitkan hasil luas persegi panjang dengan luas persegi untuk menemukan rumus luas jajar genjang. Kemudian secara kelompok mengaplikasikan rumus ke soal latihan LKS. Guru berkeliling dan menemukan kesalahan siswa dalam memahami maksud dari LKS yang diberikan. Pada kegiatan ini siswa memperhatikannya dan akhirnya siswa memahami bahwa yang diinginkan adalah menentukan luas jajargenjang, Tetapi hasilnya masih belum maksimal. Masih ada siswa yang kurang jelas dalam menggunakan rumus jajar genjang. Seperti hasil kerja siswa sebagai berikut,
479
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 1: Hasil Kerja Siswa Berdasarkan hasil kerja siswa, guru membimbing dengan kutipan dialog sebagai berikut: G: “Bagaimana rumus luas daerah jajar genjang ”? S: “Alas kali tinggi”. G: “Ya benar”. “ tapi itu kok tertulis panjang x alas x tinggi, ”?panjang itu ya alasnya!. S: “ La sisi yang miring itu bu”. G: “ itu gak usah dihitung, rumusnya kan alas x tinggi. S; “ ya bu “. G: “Baik, lanjutkan lagi ya”! Dengan bimbingan guru tersebut, siswa bisa melanjutkan mengerjakan LKS Apakah sudah selesai anak-anak? Siswa menjawab sudah bu. Setelah selesai mengerjakan lembar kegiatan siswa, dilanjutkan dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyajikan hasil kerjanya di depan kelas. Siswa nampak berebut untuk menunjukkan hasil kerjanya di depan kelas. Dalam hal ini guru ikut menegaskan hasil kerja siswa kepada semua siswa di dalam kelas. Berikut proses menyajikan hasil kerja siswa salah satu kelompok. Guru mengadakan dialog terhadap jawaban siswa ini: G: “Bagaimana dengan jawaban kelompok 2, apakah menurut kalian sudah benar”? S: “Sudah benar bu (jawaban siswa secara serentak)” G: “ Bagus, tepuk tangan anak-anak!.
Gambar 2: Aktivitas Presetasi Siswa
Siklus II pertemuan 2. Kegiatan pembelajaran diawali dengan memberikan apersepsi melalui kutipan dialog seperti berikut. G: “Apakah kalian masih ingat yang kita pelajari kemarin nak”? S: “Masih bu, Luas daerah jajar genjang”. G: “Bagaimana rumus luas daerah jajar genjang”? S: “Alas kali tinggi” G:” Bagus sekali, berarti materi kita lanjutkan Luas daerah belah ketupat”.
480
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Coba sebutkan benda dilingkungan yang berbentuk m,odel belah ketupat, ayo Adam” S1: ” layang-layang bu”! G: “ bangun layang-layang ada sendiri nak!, coba Yogi, berilah contoh benda yang berbentuk model Belah ketupat,” S: “ Ketupat bu” G: “ Oke, bagus”.Bagaimana sifat-sifat belah ketupat dilihat dari sudutnya”? S: “Sepasang sudut yang berhadapan sama besar”. G: “ ya, Benar” Berdasarkan dialog tersebut nampak bahwa siswa sudah memiliki pengetahuan prasyarat untuk pembelajaran pertemuan 2, di mana siswa sudah memahami luas daerah jajar genjang. Oleh karena itu guru melanjutkan kegiatan inti dengan membentuk kelompok menjadi 7 kelompok masingmasing terdiri atas 4 anak. Guru menjelaskan aturan permainan dalam belajar kelompok dengan metode kooperatif STAD seperti minggu yang lalu. Kutipan dialog guru sebagai berikut: G: “Anak-anak hari ini kita belajar tentang luas belah ketupat, tujuan pembelajaran adalah siswa dapat menghitung luas daerah belah ketupat. Apakah kalian sudah paham”? S: “Sudah bu”! G. “Nah sekarangibu membagi LKS, kerjakan secara kelompok”! S: “ Ya bu” Secara kelompok siswa berdiskusi untuk menentukan rumus luas daerah belah ketupat dengan cara menggunting kedua diagonalnya dan ditempel kembali sehingga membentuk persegi. Guru berkeliling untuk membantu siswa yang kesulitan dalam menurunkan rumus luas daerah persegi menjadi luas daerah belah ketupat. Setelah selesai melanjutkan mengerjakan latihan soal yang ada di LKS 2. Masih ada kesalahan siswa dalam mengerjakan soal
Gambar 3. Hasil Kerja Siswa Berdasarkan hasil kerja siswa, guru membimbing dengan kutipan dialog sebagai berikut: G: “Bagaimana rumus luas daerah belah ketupat ”? S: “1/2 x diagonal x diagoanal”. G: “Ya benar, tapi itu kok tertulis 8cm x 6 cm, ”?berapa panjang diagonal diagonalnya”?. S: “ 8cm dan 6 cm”. G: “ coba dilihat lagi diagonalnya kan AE bukan AO”. S: “ oh iya bu”. Perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya ke depan, dan kelompok siswa yang lain menanggapinya. Guru memberi penguatan dan bersama siswa membuat rangkuman. Siklus II pertemuan 3 Kegiatan dilanjutkan dengan memecahkan masalah yang berkaitan dengan luas jajargenjang dan belah ketupat dan diakhiri dengan kuis. Berdasarkan hasil tes diperoleh rata-rata nilai siswa 80, dengan nilai tertinggi 100 dan niali terendah 45, dari 31 siswa yang tuntas 25 siswa (80,65%) dan
481
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
yang belum tuntas ada 6 siswa (19,35%). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran ada peningkatan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan kooperatif model STAD, dengan langkah-langkah menyampaikan materi, diskusi, presentasi dan diakhiri dengan kuis dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Raden Fatah Batu pada materi luas daerah segiempat. Peningkatan hasil belajar dari siklus I dengan rata-rata 68, menjadi rata-rata 80 pada siklus 2. Ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan, pada siklus1 64,52% pada siklus 2 menjadi 80,65% DAFTAR RUJUKAN Bambang H. P. L. Liunsanda, 2015. Model Kooperatif STAD dan Kuis dapat Meningkatkan Proses Pembelajaran Tentang Luas Bangun Pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2015 Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa SD Kelas V Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbantuan Media Kreatif. Prosiding seminar nasional TEQIP 2015 Khairani, 2013. Penerapan Kooperatif STAD Dalam Menemukan Rumus Luas Trapezium Siswa kelas V SD 071 Tanjong Mompang. Proseding Seminar Nasional TEQIP 2013 Subanji, 2012. Pengembangan Aktivitas Matematika Problem Solvingmengacu Padameaning Based Approach. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. J- TEQIP. Tahun III No 2 Nopember 2012. Subanji, 2013. Revitalisasi Pembelajaran Bermakna dan Penerapanya dalam pembelajaran matematika sekolah. Proseding seminar Nasional TEQIP 2012 Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang.
482
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV.B SDN GIRIPURNO 02 KOTA BATU MATERI PECAHAN MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN BERBANTUAN BAHAN MANIPULATIF STRIP Irma Anggraini Yuniar SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa materi pecahan khususnya materi penjumlahan dan pengurangan pecahan melalui pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan penelitian tindakan kelas dan dilakukan 2 siklus. Penelitian ini di laksanakan di SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada kelas IV.B dengan jumlah siswa sebanyak 22 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar dilakukan dengan langkah (1) guru menjelaskan materi pecahan berbantuan media, (2) memberikan lembar aktifitas siswa untuk didiskusikan dalam kelompok, (3) guru memberikan penguatan, (4) guru memberikan tes evaluasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Siklus 1 dengan rata-rata nilai 73 meningkat pada siklus 2 menjadi 89 Ketuntasan hasil belajar dari siklus 1 sebesar 59,09% meningkat pada siklus 2 menjadi 95,45%. Kata kunci: hasil belajar, pecahan, penemuan, bahan manipulatif
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menjawab tantangan kehidupan pada era globalisasi yang menuju ke Masyarakat Ekonomi Asia (MEA). Untuk menjawab tantangan pendidikan di era MEA ini maka sumber daya manusia harus di tingkatkan. Dengan sumber daya manusia tinggi terutama dalam bidang pendidikan akan mampu menghadapi persaingan di era global. Untuk itu kualitas guru atau pendidik sebagai ujung tombak dari proses pendidikan perlu ditingkatkan. Dengan kualitas pendidik yang tinggi akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul pula. Sehingga dengan SDM yang unggul akan dapat menjadikan negara lebih maju dan mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam segala bidang terutama antar negara Asean. Seperti yang dikatakan oleh Subanji & Isnandar (2010) dalam artikelnya yang berjudul “Meningkatkan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) Berbasis Lesson Study” bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu Negara menjadi Negara maju dan mampu mengatasi permasalahan yang timbul adalah kualitas berfikir masyarakat. Kualitas berfikir hanya dapat ditingkatkan melalui pendidikan. Karena itu peningkatan kualitas pendidikan sangat penting dan mendesak untuk dilakukan. Idealnya untuk menghadapi MEA guru perlu kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran. Guru harus bisa berperan sebagai inspirator, motivator, dan fasilitator bagi muridnya (Subanji & Isnandar, 2010). Sebagai inspirator guru perlu melakukan pembelajaran yang mampu membangkitkan siswa untuk kreatif dan mandiri. Sebagai motivator guru perlu untuk selalu memberi motivasi kepada siswa dalam proses pembelajaran. Sebagai fasilitator guru perlu menyiapkan perangkat ajar dan melaksanakan pembelajaran dengan memfasilitasi siswa untuk belajar secara maksimal. Sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 14/2015 tentang Guru dan Dosen. “guru adalah pendidik professional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”. Berdasarkan pengamatan peneliti di SDN Giripurno 02 kota Batu pembelajaran yang dilakukan oleh guru mengikuti langkah-langkah: (1) guru menjelaskan materi, (2) guru memberikan contoh soal dan penyeleseiannya, (3) guru memberikan soal latihan yang mirip-mirip, (4) guru
483
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
meminta siswa mengerjakan soal di buku, (5) guru memberikan tes kepada siswa. Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru tersebut masih terlalu monoton sehingga siswa yang tidak termotivasi dalam belajar, di dalam kelas bermalas-malasan dan mengantuk. Banyak siswa tidak memperhatikan penjelasan guru mereka bermain sendiri bahkan bertengkar dengan temannya yang lain. Kebanyakan siswa tidak suka membaca sehingga kurang bisa memahami soal dan ketika menjawab soal asal menjawab. Terutama dalam pembelajaran matematika siswa selalu mengeluh sulit dan tidak bisa. Siswa selalu merasa takut dan tidak senang pada pembelajaran matematika, sehingga siswa tidak berminat mengikuti dan kurang dapat memahami pembelajaran matematikan dengan baik. Hal ini berdampak pada hasil prestasi belajar siswa yang tidak memenuhi KKM. Selain itu siswa juga kesulitan dalam belajar matematika khususnya materi pecahan. Ketika guru memberikan soal penjumlahan pecahan siswa menjawab soal tersebut menjadi Dalam hal ini siswa mengalami kesalahan menjumlahkan pecahan dengan menjumlahkan pembilang dan penyebut dengan penyebut. Siswa mengalami kesalahan konsep penjumlahan pecahan. Kesalahan tersebut akan berdampak pada kesalahan dalam mengerjakan soal-soal berikutnya. Karena itu perlu ada upaya untuk mengatasinya agar tidak terjadi kesalahan berikutnya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah mengarjakan pecahan dengan bantuan media. Penelitian yang terkait dengan materi pecahan sudah banyak dilakukan (Denny. 2015, Nenoliu. 2015, Jauhari. 2015). Menurut Denny (2015) Dengan pembelajaran bermakana akan membuat siswa: berani menyampaikan ide atau gagasan dalam menyeleseikan masalah matematika, konsep perkalian dua pecahan biasa dapat ditanamkan dengan baik pada peserta didik, dapat mengkonstruksi pengetahuan siswa dengan baik. Nenoliu (2015) dalam pnelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan metode STAD pada materi penjumlahan pecahan dapat membuat siswa dapat melaksanakan aktivitas pembelajaran dengan baik, ketrampilan kooperatif siswa berkembang dengan baik. Siswa merasa senang dan lebih berminat untuk mengikuti pembelajaran berikutnya sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat lebih baik. Selain itu pengelolaan pembelajaran oleh guru dapat berjalan dengan baik. Jauhari (2015) pendekatan saintifik berbasis metode Problem Base Learning yang menyuguhkan permasalahan nyata dapat membantu siswa dalam memahami materi pecahan senilai dan kemampuan siswa dalam menyeleseikan masalah meningkat Penelitian yang tekait dengan pembelajaran materi pecahan berbantuan media sudah di lakukan Muhsetyo 2014 dan Lizawati 2015. Muhsetyo (2014) menyatakan bahwa pecahan bisa direpresentasikan dengan menyatakan bilangan mana yang lebih kecil dan mana yang lebih besar tanpa harus belajar KPK terlebih dahulu dengan menggunakan teknik benchmark yang di bantu dengan bahan manipulatif strip. Sedangkan menurut Lizawati (2015) pembelajaran seru dengan menggunakan media kongrit yaitu roti tawar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi pecahan. Siswa juga semakin bersemangat, aktif, berani dan dapat bekerja sama dalam belajar dan membuat pembelajaran lebih bermakana dan menyenangkan. Dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran materi pecahan maka peneliti mengikuti pelatihan guru berbasis karya ilmiah yang di selenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kota Batu kerja sama dengan Asosiasi pendidik dan Penggembang Pendidikan Indonesia (APPPI). Dengan adanya pelatihan tersebut menjadikan guru lebih kreatif, aktif dan professional dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Jika guru yang kreatif, aktif, dan professional maka dapat membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar. Siswa akan selalu menanti-nanti untuk bersekolah sehingga mereka tidak lagi suka membolos. Siswa bisa mengikuti semua pelajaran dengan baik tanpa terkecuali, juga selalu mengerjakan PR yang diberikan. Dengan demikian semua siswa dapat belajar dengan senang, aktif, kreatif dan berminat dalam mengikuti semua pembelajaran yang dapat berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengupayakan peningkatan hasil belajar siswa kelas IV.B SDN Giripurno 02 Kota Batu materi pecahan melalui pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip.
484
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
METODE PENELITIAN Penelitian ini mendiskripsikan upaya meningkatkan hasil belajar siswa materi pecahaan melalui pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilakukan secara bertahap, tahap penelitian ini antara lain perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan rencana pembelajaran yang mengacu pada sintak pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip dengan mengembangkan bahan manipulatif strip untuk membatu siswa mengkonstruksi materi pecahan. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas IV.B SDN Giripurno 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan jumlah siswa 22 anak, yang terdiri 9 laki-laki dan 13 perempuan mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang di bantu oleh teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari 3 pertemuan (@ 3 jam pelajaran). Siklus pertama dilakukan pada tanggal 9-19 Februari 2016 dan siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Februari – 7 Maret 2016. Setiap akhir pembelajaran pada tiap siklus dilakukan refleksi untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaiki untuk siklus berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus pertama terdiri dari 3 kali pembelajaran dan satu kali tes. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut: Siklus 1 pertemuan 1 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar. G: ”dulu waktu kelas tiga kita sudah belajar tentang pecahan, waktu itu sudah diajari tentang penjumlahan pecahan dengan penyebut yang sama, masih ingat kalian bagaimana untuk mengerjakan pecahan dengan penjumlahan dengan penyebut yang sama.” S: ”ingat.” G: ”bagaimana caranya?” Siswa tidak ada yang menjawab pertanyaan guru, siswa masih terlihat kebingungan mereka takut jika salah dalam menjawab. Selanjutnya guru menuliskan contoh pecahan, dari contoh pecahan tersebut dapat diketahui jika siswa telah mengetahui mana yang disebut pembilang dan mana yang penyebut. Namun pada saat guru menanyakan kembali tentang cara pengerjaan penjumlahan pecahan semua siswa masih belum berani menjawab. Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti. Salah satu siswa di minta guru untuk membaca materi yang telah di tulis di papan tulis.
Gambar 1. Materi pecahan G: ”jadi menjumlahkan pecahan dengan penyebut sama dilakukan dengan menjumlahkan pembilang-pembilangnya penyebutnya tidak perlu dijumlahkan, kalau begitu jawaban kalian tadi benar apa salah?” S: ”salah bu” G: ”kenapa kok salah”
485
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
S: ”karena dijumlahkan pembilang dan penyebutnya.” G: ”yang benar bagaimana?” S: ”dijumlahkan pembilangnya saja.” Dari percakapan di atas dapat diketahui jika siswa belum memahami konsep operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan berpenyebut sama. Selanjutnya guru menjelaskan bagaimana cara mengerjakan operasi penjumlahan pecahan berbantuan bahan manipulatif strip.
Gambar 2. Bahan manipulatif strip Selanjutnya guru menawarkan kepada siswa siapa yang ingin mengerjakan ke depan. Namun tidak ada siswa yang bersedia untuk mengerjakan ke depan demikian pula ketika guru menunjuk salah satu siswa, siswa tersebut juga tidak bersedia. Mereka merasa tidak bisa mengerjakan soal dan takut juga malu ditertawakan teman-temannya jika salah mengerjakan. Namun akhirnya siswa tersebut mau maju mengerjakan soal ke depan meskipun dengan terpaksa. Dengan bimbingan guru siswa tersebut mengerjakan soal penjumlahan pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif strip. Kegiatan dilanjutkan dengan guru membagi siswa dalam lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 anak. Guru memberikan lembar kerja kelompok pada masing-masing kelompok untuk dikerjakan secara berkelompok dengan berbantuan bahan manipulatif strip. Pada awal mengerjakan masih banyak siswa yang bingung menggunakan bahan manipulatif strip, bahkan salah satu kelompok salah mengartikan pembilang sebagai penyebut sehingga dalam mengerjakan juga memakai strip yang salah. Siswa masih banyak yang keluyuran, bersenda gurau dengan yang lain, mengganggu temannya yang lain. Masih banyak siswa yang tidak ikut mengerjakan tugas kelompok, mereka hanya diam saja memperhatikan temannya sedang mengerjakan. Bahkan tak sedikit pula yang keluyuran mengganggu temannya yang lain. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas kelompok menjadi sangat lama. Setelah selesei mengerjakan tugas kelompok siswa bersama guru membahas hasil kerja kelompok. Hasil dari kerja kelompok di peroleh data bahwa 2 kelompok memperoleh hasil yang sempurna sedangkan 3 kelompok masih belum sempurna masih ada yang salah dalam mengerjakan. Langkah pembelajaran berikutnya guru bersama siswa tanya jawab tentang cara mengerjakan operasi penjumlahan berpenyebut sama. G: ”dari hasil kerja kelompok kalian tadi bagaimana cara langkah-langnkah mengerjakan penjumlahan pecahan dengan berpenyebut sama?” S: ”dengan menjumlahkan pembilangnya bu”. G: ”penyebutnya bagaimana apakah juga di jumlahkan” S: ”tidak.” Dari tanya jawab di atas dapat di lihat bahwa siswa mulai memahami cara mengerjakan penjumlahan pecahan berpenyebut sama meskipun masih perlu bimbingan guru. Kemudian guru memberikan penguatan kepada siswa dengan menjelaskan bahwa: Setelah guru memberikan penguatan guru membagikan lembar kerja siswa sebanyak 5 soal untuk dikerjakan siswa secara individu. Hasilnya diperoleh bahwa 21 anak memperoleh nilai diatas KKM, ini menunjukkan bahwa siswa sudah memahami konsep operasi hitung pecahan khususnya penjumlahan pecahan berpenyebut sama.
486
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Setelah selesei pembelajaran dilakukan refleksi, hasil refleksi yang dilakukan ada langkah langkah pembelajaran yang perlu di perbaiki.
Gambar 3. Contoh pengerjaan penjumlahan pecahan menggunakan bahan manipulatif strip
Pada gambar di atas terlihat guru masih salah dalam memberikan penjelasan langkah-langkah penggunaan bahan manipulatif strip sehingga perlu memperjelas langkah-langkah cara penggunaan bahan manipulatif strip pada pertemuan berikutnya. Perlu memberikan batas waktu pada siswa saat mengerjakan tugas kelompok, bahan manipulatif strip kurang dan membingungkan siswa karena strip polos sehingga bahan manipulatif strip perlu ditambah dan diperbaiki, perlu bimbingan khusus pada siswa yang kurang mampu, memanfaatkan waktu dengan efektif dan efisien. Siklus 1 pertemuan 2 Pada pertemuan kedua ini pembelajaran dia awal dengan tanya tentang materi pecahan yang sudah di pelajari pada pertemuan sebelumnya.
G: S: G: S:
”untuk mengerjakan penjumlahan berpenyebut sama bagaimana caranya?” ”menambahkan pembilangnya.” ”penyebutnya bagaimana?” ”tetap.”
Dari percakapan diatas menunjukkan bahwa siswa telah siap untuk mempelajari materi berikutnya yaitu tentang pecahan berpenyebut tidak sama. Guru meminta salah satu siswa membaca materi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan berpenyebut tidak sama yang telah dicatat pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya guru dan siswa tanya jawab tentang materi yang akan dipelajari. G: ”dari materi yang dibaca temanmu tadi bagaimana cara mengerjakan penjumlahan pecahan dengan berpenyebut berbeda?” S: ”menyamakan penyebutnya.” G: ”setelah penyebutnya sama pembilangnya diapakan?” S: ”ditambahkan.” G: ”bagaimana cara menyamakan penyebut?” Siswa kebingungan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selanjutnya guru menjelaskan bagaimana cara mengerjakan penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda dengan menggunakan bahan manipulatif strip.
487
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 4. Contoh soal penjumlahan pecahan peyebut beda Guru menjelaskan kembali langkah-langkah pemakaian bahan manipulatif strip untuk mengerjakan penjumlahan pecahan dengan penyebut berbeda. Kemudian beberapa siswa di minta untuk maju ke depan mengerjakan contoh soal. Siswa masih belum antusias ketika guru meminta salah satu anak mengerjakan soal di depan. Mereka menunjukkan sikap ragu-ragu dan tidak berani untuk maju ke depan meskipun ada keinginan untuk mencoba. Kegiatan dilanjutkan dengan kegiatan kelompok dan anggota kelompok masih seperti pertemuan sebelumnya. Dalam pertemuan kali ini guru memberikan batas waktu pengerjaan sebanyak 40 menit. Pada waktu kerja kelompok berlangsung salah satu siswa merespon strip perdua belasan dengan pernyataan S: G: S: G: S:
”bu ini perdua belasan kok hanya 12 kotak.” ”seharusnya berapa?” ”per duabelas bu.” ”trus bagaimana.” ”oh iya bu ini strip perdua belasan ya 12 kotak.”
Dari percakapan di atas menunjukkan bahwa siswa kurang konsentrasi dalam mengerjakan tugas kelompok. Selain percakapan diatas banyak juga siswa yang kurang konsentrasi hal ini dapat di lihat dari perilaku siswa yang hanya melamun saja tidak mengerjakan bersama-sama kelompoknya, kebingungan menentukan bahan manipulatif strip yang benar sesuai dengan soal. Namun karena waktu terbatas maka masing-masing kelompok berusaha cepat menyeleseikan tugas kelompok masing-masing. Dari hasil tugas kelompok diperoleh hasil satu kelompok dapat mengerjakan tugas kelompoknya dengan sempurna dan kelompok yang lain masih ada kesalahan. Guru menanyakan kemabali kepada siswa, dan dari percakapan dibawah diketahui siswa mulai memahami konsep operasi penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama. G: ”dari hasil kerja kelompok kalian tadi bagaimana cara menyamakan penyebut.” S: ”dengan dikalikan bu penyebutnya.” Kemudian guru memperkuat pemahaman siswa dengan menjelaskan:
Pada akhir pembelajaran guru membagikan lembar kerja siswa untuk di kerjakan siswa secara individu sebanyak 5 soal. Hasilnya yaitu sebanyak 10 anak mendapat nilai di atas 70, sebanyak 12 anak mendapatkan nilai 60 kebawah bahkan ada yang memperoleh nilai 0. Kebanyakan siswa yang memperoleh nilai di bawah tujuh masih menjumlahkan pecahan tersebut tanpa menyamakan penyebut terlebuh dahulu. Kegiatan dilanjutkan dengan refleksi proses pembelajaran, dari hasil releksi yang telah dilakukan diperoleh beberapa hal yang harus diperbaiki yaitu: langkah-langkah pembelajaran perlu diperbaiki lagi, bahan manipulatif strip kurang sehingga menghambat siswa dalam mengerjakan tugas kelompoknya, kurang teliti dalam membuat bahan manipulatif strip. Siklus 1 pertemuan 3 Kegitan awal dilakukan tanya jawab tentang pembelajaran sebelumnya. G: ”kemarin kita sudah belajar apa?” S: ”pecahan yang berbeda.” G: ”apanya yang berbeda?” S: ”penyebutnya.” G: ”bagaimana cara mengerjakan pecahan berpenyebut sama?”
488
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
”pembilangnya ditambah.” ”kemudian untuk penyebutnya?” ”tetap.” ”kenapa kok tetap.” ”karena penyebutnya sudah sama.” ”sedangkan untuk penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda bagaiamana cara mengerjakannya?” S: ”disamakan penyebut dahulu kemudian di jumlahkan.” G: ”caranya bagaimana menyamakannya?” S: ”dikalikan.” S: G: S: G: S: G:
Dengan tanya jawab di atas terlihat siswa sudah memahami konsep operasi penjumlahan pecahan berpenyebut sama maupun berpenyebut berbeda. Pada pembelajaran berikutnya di lanjutkan dengan pengulangan penjelasan guru tentang cara penggunaan bahan manipulatif strip untuk mengerjakan operasi hitung penjumlahan pecahan. Setelah siswa memahami penjelasan guru kegiatan dilanjutkan dengan kerja kelompok selama 40 menit. Pada pertemuan tiga ini masih banyak siswa yang kurang aktif dan tidak mengerti proses pengerjaan soal penjumlahan dengan penyebut tidak sama. Siswa masih belum mempunyai rasa tanggung jawab untuk bekerja sama menyeleseikan tugas kelompoknya. Banyaknya siswa yang belum mengerti ini di karenakan jumlah siswa dalam satu kelompok terlalu banyak sehingga yang mengerjakan tugas kelompok hanya beberapa anak saja. Siswa yang tidak ikut mengerjakan tugas kelompok tersebut menjadi tidak mengerti langkah-langkah mengerjakan soal tersebut. Pada hasil evaluasi siswa 13 anak memperoleh nilai di atas KKM atau sebesar 59,09% anak sudah memenuhi KKM, sedangkan 9 anak belum memenuhi KKM atau sebesar 40,90%. Mereka masih menjumlahkan secara langsung tanpa menyamakan penyebutnya terlebih dahulu. Hal ini terjadi karena siswa terburuburu dan merasa grogi melihat teman-temanya sudah selesei mengerjakan. Selain itu mereka kurang memahami konsep pengerjaan operasi hitung pecahan. Siswa tidak telibat penuh dalam kerja kelompok. Sehingga pada waktu guru menerangkan konsep penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda mereka kurang bisa memahami Perkalian juga menjadi kendala bagi siswa karena masih banyak siswa yang salah dalam mengalikan. Dari hasil pembelajaran pada siklus satu ini dapat di lihat bahwa semua siswa belum bisa memenuhi KKM yang di harapkan. Untuk itu maka perlu dilakukan perbaikan-perbaikan proses pembelajaran pada siklus dua. Siklus 2 Pada siklus 2 ini dilakukan perbaikan-perbaikan pada proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang mengacu pada proses pembelajaran pada siklus 1. Sehingga pada siklus 2 ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang masih kurang memenuhi KKM pada proses pembelajaran siklus 1. Siklus 2 Pertemuan 1 Kegiatan diawali dengan tanya jawab tentang materi pecahan yang telah dipelajari sebelumnya. Dari tanya jawab pada awal kegiatan proses belajar mengajar diketahui siswa sudah siap untuk melanjutkan kegiatan pembelajaran. Pertemuan kali ini membahas materi tentang pengurangan pecahan berpenyebut sama. Setelah guru memberikan contoh cara pengerjaan pengurangan pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif strip. Dalam pembelajaran kali ini keberanian siswa sudah mulai terlihat, hal ini dapat dilihat dari sikap siswa yang mempunyai keinginan untuk mengerjakan contoh soal di depan tanpa harus di tunjuk dan dipaksa.
489
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 5. Aktifitas siswa di depan kelas Pada kegiatan kelompok guru membagi siawa menjadi 11 kelompok satu kelompok menjadi 2 orang dan batas waktu pengerjaan selama 30 menit. Dalam kerja kelompok ini siswa sudah terlihat lebih aktif dibandingkan pada siklus 1. Dengan jumlah kelompok menjadi 2 anak membuat siswa mau tidak mau harus bersama-sama menyeleseikan tugas kelompoknya.
Gambar 6. Aktifitas siswa kerja kelompok Hasil dari kerja kelompok di bahas secara bersama-sama. Sikap berani siswa sudah mulai muncul ketika guru meminta siswa untuk mengerjakan soal kerja kelompok ke depan tanpa bantuan bahan manipulatif strip, respon siswa sangat positif. Hampir semua siswa ingin maju ke depan.
Gambar 7. Sikap siswa yang aktif Secara keseluruhan hasil kerja kelompok yang telah diseleseikan semua kelompok, menunjukkan bahwa semua kelompok memperoleh hasil yang sempurna.
490
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 8. Hasil kerja kelompok Sedangkan untuk hasil kerja siswa secara individu diperoleh hasil bahwa 1 anak belum memenuhi KKM sedangkan yang lain sudah memenuhi KKM. Siklus 2 Pertemuan 2 Pertemuan 2 pada siklus 2 ini siswa sudah tidak asing lagi dengan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Siswa sangat antusias ketika pembelajaran akan dimulai ini ditunjukkan dengan sikap siswa yang bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran. Dalam pertemuan 2 ini masingmasing siswa sudah merasa siap untuk melaksanakan proses pembelajaran hal ini ditunjukkan dengan sigapnya para siswa menjawab pertanyaan mengenai penjumlahan dan pengurangan pecahan yang di lontarkan oleh guru. Masing-masing siswa sudah mempunyai keberanian dan rasa percaya diri yang baik, mereka menawarkan diri untuk mengerjakan contoh soal dengan berbantuan bahan manipulatif strip ke depan kelas tanpa merasa canggung dan malu.
Gambar 9. Aktifitas siswa mengerjakan contoh soal Dari gambar di atas dapat di ketahui bahwa siswa sudah memahami konsep operasi hitung pengurangan pecahan. Siswa tidak lagi tergantung pada bahan manipulatif strip untuk mengetahui jawaban dari soal yang dikerjakan namun mereka menghitungnya terlebih dahulu menggunakan konsep operasi penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda. Siswa antusias dalam bekerja kelompok, kerja sama antar kelompok menuju kearah yang lebih baik dari pertemuan sebelumnya. Siswa perempuan sudah tidak lagi merasa canggung dengan teman sekelompoknya yang berjenis kelamin laki-laki. Ini membuat tugas kelompok menjadi menjadi tertangani dengan baik, antar sesama anggota kelompok saling mengingatkan jika terjadi kesalahan dalam mengerjakan tugas kelompoknya. Mereka saling berbagi tugas dan bertanggung jawab pada tugas masing-masing. Sehingga tugas kelompok menjadi cepat selesei sebelum batas waktu yang diberikan habis. Untuk hasil tugas siswa secara individu dari 22 siswa 2 anak memperoleh nilai di bawah KKM yaitu sebesar 9% hasil belajar siswa belum memenuhi KKM, sedangkan 20 anak atau 91% hasil belajar siswa sudah memenuhi KKM. Siklus 2 Pertemuan 3 Pada pertemuan terakhir di siklus 3 ini siswa sudah sangat antusias dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Mereka menanti-nanti untuk mengikuti proses pembelajaran. Semua siswa berani untuk unjuk kerja di depan kelas untuk mengerjakan contoh soal yang diberikan oleh guru.
491
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada saat guru memberikan contoh soal semua siswa yang tidak maju ke depan menjawab soal tersebut meskipun tanpa berbantuan bahan manipulatif strip.
Gambar 10. Sikap siswa sudah aktif dan berani tampil di depan Saat beberapa siswa mengerjakan ke depan kelas siswa yang lain juga ikut mengerjakan contoh soal yang diberikan. Pada kegiatan kerja kelompok siswa sudah tidak tergantung lagi pada bahan manipulatif strip mereka langsung mengalikan penyebutnya jika penyebutnya tidak sama tanpa mencoba strip mana yang cocok. Semua siswa aktif dalam bekerja kelompok, mereka bertanggung jawab pada tugas masing-masing dan berlomba-lomba cepat menyeleseikan tugas kelompoknya dengan benar. Hasil dari kerja kelompok menunjukkan bahwa semua kelompok mendapatkan nilai yang sempurna. Pada waktu pembahasan dari tugas kelompok semua siswa sangat antusias dan tidak malu lagi untuk mengerjakan soal-soal tersebut di depan tanpa berbantuan bahan manipulatif strip. Hasil evaluasi akhir siklus 2 menunjukkan bahwa sebanyak 21 anak mendapatkan nilai di atas KKM yaitu sebesar 95,45% hasil belajar siswa sudah memenuhi KKM, sedangkan untuk 4,54% atau 1 anak tidak memenuhi KKM dikarenakan sakit tidak masuk sekolah. Pada akhir pembelajaran siswa mengungkapkan bahwa siswa merasa senang belajar matematika materi pecahan menggunakan bahan manipulatif strip. Mereka merasa mudah memahami konsep operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan berbantuan bahan manipulatif strip. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhsetyo (2014) yang meneliti kegunaan bahan manipulatif strip untuk membandingkan pecahan. SIMPULAN Pembelajaran penemuan berbantuan bahan manipulatif strip pada siswa kelas IV.B materi pecahan dengan jumlah siswa 22 anak dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dilakukan dengan langkah-langkah (1) guru menjelaskan materi operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan berbantuan bahan manipualatif strip dilanjutkan dengan perwakilan siswa mengerjakan contoh soal operasi penjumlahan dan pengurangan di depan menggunakan bahan manipulatif strip, (2) Siswa dibagi dalam 11 kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 2 anak, (3) Siswa bekerja kelompok menyeleseikan tugas kelompok dengan berbantuan bahan manipulatif strip untuk mengerjakan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan, (4) guru memberikan penguatan tentang konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pecahan, (5) guru memberikan tes evaluasi pada siswa. Pembelajaran berbantuan bahan manipulatif strip dapat meningkatkan hasil belajar siswa untuk operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan. Meningkatnya hasil belajar ini dapat dilihat dari hasil evaluasi siswa di siklus 1 s59,09% meningkat di siklus 2 95,45%. Pada evaluasi siklus 1 hasil belajar siswa antara 70-100 memenuhi KKM , hasil belajar siswa antara 30-60 tidak memenuhi KKM. Pada evaluasi siklus 2 hasil belajar siswa naik antara 80-100, hal ini menunjukkan ada peningkatan hasil belajar siswa untuk materi pecahan khususnya operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan dari pembelajaran siklus 1 meningkat pada pembelajaran siklus 2. Penggunaan media bahan manipulatif strip dapat membuat siswa lebih bersemangat dan aktif untuk mengikuti pembelajaran dari awal hingga akhir. Siswa lebih bertanggung jawab dan dapat bekerja sama dengan baik tidak hanya dengan teman sesama jenis. Selain itu dengan penggunaan media manipulatif strip siswa menjadi lebih berani untuk tampil di hadapan teman sekelasnya.
492
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
DAFTAR RUJUKAN Denny, Welhelmus. 2015.Pembelajaran Bermakna pada Perkalian Pecahan Kelas V SD Loce Tahun Pelajaran 2014/2015. J-TEQIP, Tahun VI, Nomor 1, Mei 2015:81 – 86. Jauhari, Mohamad, 2015. Menemukan Pecahan Senilai dengan Pendekatan Saintifik melalui Metode Problem Based Learning. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu:327-334. Lizawati. 2015. Penerapam Pembelajaran Seru Dengan Media Roti Tawar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Pecahan Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 3 Singkawang Timur. JTEQIP, Tahun VI, Nomor 1, Mei 2015:48-59.
Muhsetyo, Gatot. 2014. Membandingkan Pecahan Dengan Menggunakan Bahan Manipulatif Strip Dan Menggunakan BENCHMARK. J-TEQIP, Tahun V, Nomor 1, Mei 2014:1-8. Nenoliu, Ema Thabita. 2015. Penerapan Metode STAD (Student Teams Achievemen Division) pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu:271-278. Subanji, Isnandar. 2010. Meningkatkan Profesinalisme Guru Sekolah Dasar Melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP) Berbasis Lesson Study. J-TEQIP, Tahun 1, Nomor 1, November 2010:1-11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
493
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN PEMBELAJARAN “POHON MATEMATIK” SETTING KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERHITUNG SISWA KELAS 1 SDN BUMIAJI 02 KOTA BATU Muliati SDN Bumiaji 02 Kecamatan Bumiaji Kota Batu
[email protected] Abstrak: Tingkat berpikir siswa kelas 1 SD masih bersifat operasional kongkrit,. Agar pembelajaran di SD kelas 1 sesuai dengan harapan yang diinginkan, diperlukan media dan metode yang sesuai dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menigkatkan keterampilan berhitung siswa melalui pembelajaran pohon matematika setting Kooperatif STAD. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas dan dilakukan di SDN Bumiaji 02 Kota Batu yang dilakukan dalam 2 siklus. Hasil pada siklus 1 menunjukkan bahwa rata-rata skor keterampilan berhitung siswa adalah 72, dan 60% yang mencapai ketuntasan minimal . Sedangkan hasil pada siklus 2 menunjukkan bahwa rata-rata skor keterampilan berhitung siswa adalah 90,5 dan 9,5% yang mencapai ketuntasan minimal. Berdasarkan data menunjukkan bahwa dengan penggunaan pohon matematik setting Kooperatif STAD dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa. Kata kunci: Pohon matematika, kooperatif STAD, ketrampilan berhitung
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, menjelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan melalui jalur formal dan non formal. Pendidikan merupakan tanggung jawab dari semua pihak, baik orang tua, sekolah dan masyarakat. Untuk itu pendidikan di sekolah merupakan sepenuhnya tanggung jawab para pendidik yang berada di sekolah di mana anak belajar. Untuk itu peningkatan kualitas guru sangat diperlukan guna menunjang tercapainya pendidikan di sekolah yang maksimal, sehingga bisa meningkatkan perkembangan pendidikan di tingkat nasional. Dalam kegiatan pembelajaran, guru memegang peranan yang sangat penting untuk keberhasilan pembelajaran, karena di dalam pembelajaran guru yang membuat segala kebijakan di kelas, seperti merencanakan bagaimana guru mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Atas dasar itu, perlu adanya seorang guru yang berkualitas dan professional didalam mengelola kegiatan pembelajaran di kelas sehingga bila tuntutan itu dipenuhi, maka keberhasilan belajar siswa akan menjadi optimal sesuai dengan yang diharapkan. (Dwiyana:2016) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut guru untuk selalu meng„upgrade„ kemampuan mereka dalam rangka terus berinovasi di bidang perbaikan pembelajaran. Oleh karena itu, guru senantiasa merancang suatu pembelajaran yang mengharuskan peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerja sama yang efektif. Dengan demikian, maka seorang guru harus terus mengikuti perkembangan matematika dan selalu berusaha agar kreatif dalam pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat membawa siswa ke arah yang diinginkan (Suyanto, 2005) Hal utama yang menjadi tugas guru adalah melaksanakan pembelajaran, yakni mengondisikan proses interaksi antara siswa dan guru serta siswa dengan siswa dan sumber belajar pada suatu lingkungan. Guru juga berperan memberikan bantuan kepada siswa agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan. Dengan kata lain peran guru dalam pembelajaran adalah membantu peserta didik agar berlajar dengan baik.
494
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Peran guru di sekolah tidak hanya sebagai pemberi informasi. Guru hendaknya juga berperan sebagai fasilitator yang dapat memberi kesempatan para siswa untuk berkembang secara kreatif dan mandiri. Siswa juga perlu memiliki keterampilan bekerjasama dengan siswa lainnya. Karena itu dalam pembelajaran matematika perlu membiasakan siswa belajar secara berkelompok Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan. Agar dapat memenuhi kebutuhan untuk dapat belajar matematika khususnya pada keterampilan berhitung yang menyenangkan, maka guru harus mengupayakan adanya situasi dan kondisi yang menyenangkan untuk dipelajari, maupun trik-trik yang menjadikan anak didik senang dan tidak bosan belajar matematika. Bentuk pembelajaran yang menyenangkan lain adalah dengan berbantuan media, karena media dapat mempermudah siswa untuk mengonstruksi konsep matematika. Matematika sangat penting untuk menopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena matematika memberikan landasan perkembangan berpikir yang berdampak pada perkembangan peradaban di era global. Karena itu penguasaan terhadap matematika perlu senantiasa ditingkatkan untuk dapat bersaing dalam era global. Realita di lapangan yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Bumiaji 02 Kota Batu, siswa menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit, menakutkan bahkan angker. Anggapan ini menyebabkan mereka semakin takut untuk belajar matematika. Sikap ini tentu saja mengakibatkan hasil belajar semakin rendah. Akibat lebih lanjut mereka menjadi semakin tidak suka terhadap pembelajaran matematika. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari para guru untuk berupaya meningkatkan prestasi belajar anak didik. Dalam upaya tersebut siswa memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya guru lebih banyak berurusan dengan strategi dan metode yang dikenal siswa di lingkungan sekitarnya. Kelas 1 Sekolah Dasar masih dalam ranah berfikir kongkrit, karena itu metode yang memanfaatkan media-media nyata sangat membantu proses pembelajaran siswa. Pembelajaran dengan menggunakan metode dan media yang melibatkan siswa untuk aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran sifatnya lebih mampu memberikan pengalaman riil kepada siswa, karena siswa dapat melihat, merasakan, dan meraba bahan-bahan alat peraga yang digunakan dalam metode yang diterapkan oleh guru. Pengalaman belajar yang lebih kongkrit atau kegiatan yang secara langsung dilaksanakan oleh siswa akan lebih tepat bagi anak usia sekolah dasar. Pembelajaran pohon matematika setting Kooperatif STAD sangat tepat untuk meningkatkan ketrampilan berhitung di kelas 1 Sekolah Dasar. Karena dengan metode dan media yang digunakan akan memberi peluang siswa untuk belajar lebih efektif serta dapat miningkatkan penalaran siswa dalam pengajuan dan penyelesaian soal yang tidak tunggal, maksudnya mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah dengan beberapa jawaban, dalam hal ini siswa bebas untuk menentukan cara penyelesaian atau mendapatkan jawaban yang penting prosedur penyelesaian atau jawaban yang diperoleh logis dan rasional. Penelitian terkait media pembelajaran telah dilakukan oleh Darmin (2015). Hasil dari penelitian tersebut adalah media pohon matematika merupakan salah satu media sederhana yang dapat digunakan untuk meningkatkan penalaran siswa dalam bentuk pengajuan soal (problem possing ) dan open ended, yang keduanya memiliki karakteristik memberikan kebebasan berfikir kepada siswa. Problem possing mengarahkan siswa untuk mengajukan masalah, sedangkan open ended mengarahkan siswa untuk menyelesaikan soal yang memiliki jawaban atau cara penyelesaian yang tidak tunggal, atau didefinisikan sebagai tugas yang memiliki beberapa penyelesaian atau beberapa jawaban. Dengan menggunakan pohon matematik sebagai media diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa. Karena dengan media pohon matematik tersebut anak akan merasa lebih senang untuk mengikuti pembelajaran sehingga motivasi belajar anak juga akan
495
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
lebih baik. Dalam hal anak usia kelas satu SD menyukai bentuk-bentuk gambar yang menarik, sehingga media yang digunakan perlu menyesuaikan dengan karakteristik anak tersebut. Media pohon matematik merupakan media yang mudah dibuat oleh guru, dan mudah untuk memperbarui apabila mengalami kerusakan dan memberikan pengalaman langsung bagi siswa karena anak bisa langsung mengamati dan memegang media tersebut. Dari gambar pohon matematik yang disediakan siswa menuliskan dan membuat macam-macam daun operasi hitung yang sesuai dengan jumlah bilangan yang diminta sehingga anak akan belajar lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran sekaligus menyenangkan. Dengan menggunakan pohon matematik tersebut dan melakukan tugasnya sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan, siswa benar-benar mampu membuat berbagai macam operasi hitung penjumlahan sehingga keterampilan berhitung siswa semakin meningkat sesuai yang diharapkan. Untuk menggunakan media pohon matematik guru perlu menggunakan model pembelajaran yang dapat memunculkan keaktifan, kreatifitas dan antusias siswa pada pembelajaran matematik. Salah satu model yang dapat meningkatkan antusias siswa terhadap pembelajaran matematika adalah model pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain (Slavin, 1997). Senada juga dengan pendapat Subanji (2013), bahwa siswa akan bisa mencapai potensi optimal belajarnya apabila mendapat bantuan dari temannya yang memiliki pengetahuan yang lebih. Dalam pembelajaran kooperatif peran guru berubah dari mengajar menjadi fasilitator, pendiagnosis, pendorong, pengarah, dan pembentuk inisiator. Guru juga menjadi pembangkit belajar dan pemicu berpikir. Hal ini sesuai dengan penjelasan Ticha & Alena dalam (subanji 2013). Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dimana anggota dalam kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan yang lain Pembelajaran kooperatif STAD digunakan dalam penelitian ini karena dengan pembelajaran STAD dapat ditingkatkan sikap kerjasama, tanggung jawab, saling menghargai dan sikap persaingan yang sehat sehingga anak lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran. Menurut Johnson & Johnson (1994) dalam pembelajaran kooperatif: (1) siswa dapat belajar lebih banyak, (2) siswa lebih menyenangi lingkungan sekolah, (3) siswa saling menyukai satu sama yang lain, (4) siswa mempunyai penghargaan yang lebih besar terhadap diri sendiri, dan (5) siswa belajar keterampilan sosial secara efektif. Menurut Slavin (1995), Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu dari bentuk pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Kooperatif tipe STAD memiliki sintaks: presentasi kelas, belajar dalam kelompok, kuis, skor-skor peningkatan individual, dan penghargaan kelompok. Thabita (2015) mengatakan bahwa prestasi belajar siswa yang diajarkan dengan penerapan belajar kooperatif model STAD lebih baik dari pada prestasi siswa yang diajarkan dengan metode konvensional. Kooperatif STAD juga berpengaruh positif terhadap aktifitas siswa. Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji penerapan pembelajaran kooperatif STAD pada materi berhitung. Keterampilan berhitung merupakan suatu bagian dari matematika yang meliputi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pembelajaran keterampilan berhitung sangat diperlukan karena merupakan landasan bagi anak dalam belajar berhitung. Namun kenyataannya siswa kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu masih mengalami masalah dalam berhitung. Sebagai contoh ketika guru memberikan masalah pada siswa (1) 34 + 25 = ..., (2) ... + 36 = 57, (3) ... + ... = 45. Untuk soal nomor satu siswa dapat menyelesaikan dengan lancar, karena siswa sudah mengerti cara untuk menjumlahkan yaitu 4+5=9 menjadi satuan dan 3+2=5 sebagai puluhan sehingga 34+25=59. Untuk soal nomor 2 dan 3 siswa mengalami kesulitan, karena tidak ada prosedur yang langsung bisa digunakan. Padahal penalaran siswa akan terbangun dengan baik jika masalah yang diberikan seperti
496
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
soal nomor 2 dan 3. Karena itu perlu ada terobosan pembelajaran yang mengarah kepada penguatan penalaran siswa. Salah satu yang dapat dilakukan adalah pembelajaran dengan media pohon matematika. Berdasarkan hal tersebut maka penulis melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembelajaran Pohon Matematik Seting Kooperatif STAD untuk meningkatkan Keterampilan Berhitung Siswa Kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu”.
METODE Penelitian ini mendiskripsikan pembelajaran berbantuan media pohon tematik setting kooperatif STAD yang dapat meningkatkan keterampilan berhitung siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang mengacu pada pembuatan pohon matematik setting kooperatif STAD. Tahap pelaksanaan pembelajaran dilakukan di kelas 1 SDN Bumiaji 02 Kota Batu dengan jumlah siswa 20 orang, yang terdiri dari 11 laki-laki dan 9 perempuan mulai bulan Februari sampai Maret 2016. Dalam pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi yang dibantu oleh teman sejawat. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan ( @ 2 jam pelajaran ). Siklus pertama dilakukan pada 9-19 Februari 2016 dan siklus kedua dilaksanakan pada tanggal 22 Februari-7 Maret 2016. Setiap akhir siklus dilakukan tes dan kegiatan refleksi, untuk mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan memperbaikinya untuk siklus berikutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan pelaksanaan pembelajaran penggunaan pohon tematik setting kooperatif STAD. Siklus 1 Siklus pertama terdiri dari 2 pertemuan 1 kali tes. Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut : Siklus 1 pertemuan 1 Pembelajaran diawali dengan berdoa, presensi siswa dan menyanyikan lagu “ Satu Tambah Satu “ setelah menyanyikan lagu diadakan tanya jawab tentang lagu yang berkaitan dengan materi yang akan dibahas. G : “apa judul lagu tadi anak-anak?” S : “satu tambah satu” G : “dalam syair lagu tadi ada kalimat, satu tambah satu, dua tambah satu sampai empat ditambah satu jadi semua kalimat tersebut menunjukkan kalimat tentang operasi hitung apa anak-anak ?” S : “penjumlahan, tambah-tambahan.” G : “yang pada intinya pembelajaran hari ini bertujuan agar kalian bisa membuat, menulis beberapa operasi hitung penjumlahan.” Untuk masuk kegiatan inti guru menjelaskan materi yang akan dibahas : G : “Anak-anak untuk materi hari yaitu kita mengulang materi semester 1, Yaitu materi penjumlahan. Tetapi untuk pembelajaran hari ini kalian tidak
497
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
hanya sekedar menjumlahkan 2 bilangan untuk mendapatkan hasil tetapi kalian diharapkan dapat menemukan bilangan ketiga sehingga soal tersebut merupakan bentuk operasi hitung penjumlahan yang benar. Yang kemudian disajikan dalam bentuk pohon matematik. Misalkan:
Gambar 1 : guru menjelaskan materi yang akan dibahas
dari penjelasan ini siapa yang belum mengerti?” S : “Sudah Bu”. G : “sungguh! Bisa mengerjakannya sesuai langkah-langkah tersebut? S :”bisa, bu” Kemudian guru membagi siswa menjadi 5 kelompok. G : “anak-anak apakah kalian hafal nomor absen ? S : “hafal, Bu“ . ( hanya beberapa siswa yang menjawab ) G : “baiklah kalau begitu sekarang bentuk kelompok dengan anggota masing- masing kelompok 4 orang sesuai dengan urutan nomer absen kalian.” Guru membantu siswa untuk menempatkan siswa pada kelompok yang tidak hafal nomor absennya. G : “anak-anak akan saya bagikan LKS ini yang harus kalian diskusikan dan dikerjakan secara kelompok, sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) amati gambar pohon matematik yang kalian terima. (2) lengkapi operasi hitung penjumlahan dengan sehingga menjadi operasi hitung penjumlahan yang benar.(3)selesai mengerjakan wakil kelompok membacakan hasil kerja kelompoknya. (4)Kelompok lain menanggapi, apabila jawaban kelompok salah wakil kelompok memberi tanda yang salah tersebut dengan tanda silang”. Guru diam untuk melihat reaksi siswanya.
498
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
G S G
:Apakah ada pertanyaan sebelum kalian bekerja ?” :”tidak, Bu “ (hanya beberapa siswa yang menjawab)” :”baiklah silahkan dimulai diskusinya”.
Guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan, secara bergantian. Sikap mendominasi dari siswa yang pandai masih terjadi.
Gambar 2 : siswa melakukan diskusi kelompok
G :”bagaimana anak-anak bisa ? S :”sulit, Bu”. G :”mana yang sulit?” S :”untuk mengisi bilangannya.” G :”baiklah yang bingung kelompok mana?” Guru mendekati kelompok yang memerlukan bantuan dan membimbing kelompok untuk menentukan bilangan yang dimaksud. S :”untuk mencari bilangan yang ke 3 bu.” G :”untuk menentukan bilangan yang ke tiga(jawaban), kalian bisa dengan cara mengurangi jumlah bilangan (bilangan yang besar) dengan bilangan yang kecil (bilangan ke 2)” G :“ada yang sudah selesai, yang sudah tolong langsung tuliskan di papan tulis.” K3 :”sudah bu.” Perwakilan kelompok 3 menuliskan hasil kerjanya pada pohon matematik di depan. Ternyata kelompok yang lain juga menyusul untuk menulis hasil kerjanya. G
:”karena selesainya hampir bersamaan maka, kelompok yang selesai terlebih dahulu yang membacakan hasil kerjanya. Kelompok lain boleh menanggapi hasil kelompok yang presentasi. Dan apabila pekerjaan kelompok ada yang salah, wakil kelompok bisa memberi tanda silang pada hasil tersebut.”
499
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Secara bergantian perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya. Dari hasil kelompok ternyata masih banyak jawaban-jawaban yang kurang benar. Anak belum paham langkahlangkah yang seharusnya dilakukan untuk menentukan bilangan yang ditanyakan. sehingga bentuk operasi hitung bilangan penjumlahannya masih kurang tepat. Dalam hal ini guru memberi penjelasan bahwa bilangan ke tiga diperoleh dengan cara mengurangi bilangan yang besar dengan bilangan yang lebih kecil dan hasilnya merupakan jawaban untuk melengkapi pohon matematik G :”Anak-anak agar bu guru mengetahui keterampilan berhitung kalian secara individu, saya bagikan lembar soal (kuiz) yang harus kalian kerjakan secara individu. Siap untuk mengerjakan ?” S :”Siap, Bu.” ( siswa menjawab secara serentak)
Gambar 3 : siswa mengerjakan soal kuis
Dari hasil kuis individu, ternyata hanya 1 anak yang mendapat nilai 100, yang dapat nilai 90 hanya 3 anak, yang mendapat nilai 80, 2 anak, yang mendapat nilai 70, 5 anak dan 3 anak mendapat nilai 60, 4 nilainya 50, 1 anak nilainya 20. dan 1 anak yang belum bisa mengerjakan. Kesalahan tersebut karena siswa belum paham langkah-langkah yang harus dilakukan. Guru belum menekankan apa yang harus dilakukan siswa. G :”anak-anak setelah kita skor dari hasil kelompok dan individu, walaupun hasilnya belum maksimal setelah saya rata-rata ternyata kelompok 3 yang mendapat penghargaan, tepuk tangan untuk kelompok. 3 semoga dipertemuan yang akan datang akan bisa meningkatkan skornya lebih baik”. G : “untuk mengakhiri pembelajaran hari ini apa ada yang ditanyakan anak-anak ?” S :”tidak bu” G :”apakah pembelajaran hari ini menyenangkan” S :”senang bu”. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilaksanakan. G :”baiklah agar kalian lebih pintar maka ada tugas yang harus kalian kerjakan di rumah. Hasil setelah direfleksi langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki, antara lain :
500
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
No. Masalah yang terjadi 1. Anak tidak aktif dalam berdiskusi
2.
3.
4.
Penyebab -
Guru jarang menggunakan metode diskusi - Kebiasaan Anak kesulitan membuat operasi hitung guru memberi penjumlahan yang bervariasi materi operasi hitung penjumlahan yang tertutup (hanya satu jawaban.
-
LKS terbatas satu kelompok hanya diberi 1 Siswa hanya bisa membuat variasi operasi Pembuatan hitung yang terbatas, seperti gambar di LKS (pohon tematik) yang bawah ini hanya membutuhkan 1-2 operasi hitung penjumlahan.
Dominasi anak yang pintar
Pemecahan Guru menjelaskan cara berdiskusi Memberi penjelasan cara membuat operasi hitung yang bervariasi dan menggunakan media yang menarik yaitu pohon matematik. Pemberian LKS yang cukup Pembuatan media pohon tematik yang dapat membuat siswa menuliskan berbagai macam operasi hitung penjumlahan.
Siklus 1 Pertemuan 2 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi yang sudah dibahas sebelumnya. G : “anak-anak masih ingat pembelajaran kemarin lusa ?” S : “ masih bu “. Siswa menjawab secara serentak. G : “ coba yang tahu angkat tangan “ Hanya beberapa siswa yang berani angkat tangan. Kemudian guru menunjuk salah satu siswa S1 : “pohon matematik bu” G : “pinter, ternyata kamu memang benar-benar ingat, bagaimana yang lain juga ingat “ S : “oooooo”. ( jawaban siswa secara serentak ) G :” selain pohon tematik apa yang kalian ingat ?” S2 : “ tambah-tambahan bu “
501
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
G S3 G
S
: “ bagus, istilah lain tambah-tambahan itu apa anak-anak?” : “ penjumlahan bu” : “ wah hebat sekali, anak-anak pembelajaran hari ini tidak jauh berbeda dengan pembelajaran kemarin lusa, yaitu penulisan operasi bilangan penjumlahan. Langkah-langkahnya masih ingat anak-anak?” : “ masih bu,
Untuk menuju kegiatan inti guru mengulangi penjelasan mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan kelompok untuk melengkapi pohon matematik yang yang ditunjukkan. Dalam pembelajaran pohon matematik yang digunakan lebih menuntut siswa membuat operasi hitung lebih dari satu.
. Gambar 4: gambar pohon matematik yang memuat 3 operasi hitung penjumlahan
G
S G
:”anak-anak tidak berbeda jauh langkah-langkah yang harus kalian lakukan untuk melengkapi pohon tematik, namun untuk lebih jelasnya akan saya jelaskan lagi. (1) amati gambar pohon matematik yang kalian terima. (2) lengkapi daun-daun itu dengan operasi hitung penjumlahan dengan bilangan yang bervariasi namun hasilnya sesuai dengan bilangan yang sudah ditentukan yang terdapat pada dahan pohon. Kalau sudah daun-daun tersebut sudah terisi semua, perwakilan Kelompok membacakan hasil kerjanya. Kelompok yang dapat mengerjakan dengan cepat dan benar nanti akan ada penghargaan. Apakah ada pertanyaan sebelum kalian bekerja ?” :”tidak, Bu “ (hanya beberapa siswa yang menjawab)” :“baiklah kalau kalian masih ingat apa yang harus kalian lakukan, tolong diskusikan permasalahan berikut ini”.
502
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Sewaktu kegiatan diskusi guru berusaha membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.Ternyata dominasi anak yang pandai juga masih berlangsung. Dari hasil diskusi kelompok LKS dapat dikerjakan siswa cukup baik, dan untuk mengetahui kemapuan setiap siswa guru memberikan soal yang berbentuk kuis yang harus dikerjakan secara individu. Tetapi hasil kuiz yang dilakukan secara individu hasilnya masih belum mencapai maksimal. Dari hasil yang didapat ternyata hanya 4 anak yang mendapat nilai 100, yang dapat nilai 80 hanya 4 anak, yang mendapat nilai 75, 1 anak, yang mendapat nilai 60, ada 4 anak, yang nilainya 50, 1 anak, yang nilainya 40, 2 anak, yang nilainya 20, 2 anak dan yang belum bisa mengerjakan 2 anak.. Sebelum pembelajaran diakhiri guru mengadakan tes individu untuk mengetahui seberapa jauh siswa menguasai materi operasi hitung penjumlahan yang diberikan selama 2 pertemuan. Dan ternyata dari hasil tes diperoleh nilai tes anak sebagai berikut : Tabel 1 : Hasil Tes Siklus 1
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8,
Nilai yang diperoleh 100 90 80 70 60 50 40 0 Jumlah
Jumlah Siswa
%
2 4 4 2 4 2 1 1 20
10 20 20 10 20 10 5 5 100
Contoh sebagian hasil tes pada siklus 1
Siswa menjawab bilangan yang jumlahnya 79 adalah: 50+29, 47+32, 44+35, 61+18, siswa juga bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 66 adalah : 56+10, 21+45, 33+33, 5+61, 26+40. Dengan ini menunjukkan bahwa siswa sudah paham dan mengerti mengenai operasi hitung penjumlahan.
Siswa belum bisa menjawab soal karena kemampuan siswa masih rendah, untuk menyelesaikan persoalan siswa perlu bimbingan khusus.
503
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
No. Masalah yang terjadi 1. Siswa kesulitan membuat operasi bilangan penjumlahan yang bervariasi terutama untuk menentukan bilangan yang ketiga. 2.
3.
4.
Penyebab
Penjelasan guru tentang langkahlangkah menulis operasi hitung penjumlahan belum bisa dipahami siswa - Pembagian Ada beberapa kelompok yang kelompok yang kurang aktif, tidak mendukung (karena ada kelompok yang kebetulan terdiri dari anak yang kurang mampu dalam mengikuti semua pembelajaran - Pemberian soal Penggantian jawaban ketika kelompok lain presentasi yang sama
(membaca hasil kerja) Salah menempatkan bilangan -
Pemecahan Guru menjelaskan satu persatu langkah untuk menulis operasi bilangan penjumlahan. Pembagian kelompok variatif.
Pemberian yang berbeda
yang
soal
Siswa menghitung - Bimbingan agar dengan cara anak lebih teliti dan bersusun, misalkan: hati-hati, karena salah tulis 38 menyebabkan 12 jawaban salah. 26 Anak menuliskan (memindahkan) terbalik, yang seharusnya jawabannya 26, anak menuliskan 62.
Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang sudah dilakukan. Siklus 2 Pertemuan 1 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi yang sudah dibahas sebelumnya. G : “siapa yang sudah membuat pohon matematik di rumah? S : “ saya, bu “. ( semua siswa menjawab serentak dengan senang ) Kemudian guru menjelaskan pembelajaran yang akan dilakukan.
504
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Untuk memasuki kegiatan inti guru menjelaskan tentang operasi hitung penjumlahan dan langkah-langkah untuk membuat operasi hitung penjumlahan tersebut sampai siswa benarbenar paham. Untuk menghindari kerja kelompok yang tidak aktif, guru membagi siswa menjadi 10 kelompok . G : “anak-anak agar kalian bisa bekerja dengan baik kali ini kalian bekerja secara berpasangan dengan teman sebelah kalian, mengerti anak-anak.” S : “mengerti, bu.” Secara berpasangan siswa berdiskusi untuk melengkapi daun-daun pada pohon matematik. Media pohon matematik yang digunakan guru memuat operasi hitung penjumlahan yang lebih banyak.
Gambar 5 : gambar pohon matematik yang memuat 4 operasi hitung penjumlahan
Setiap kelompok berusaha untuk menyelesaikan tugasnya agar mendapatkan penghargaan. Kelompok yang selesai mengerjakan tugasnya, kemudian membacakan hasil kerjanya kelompok lain menanggapinya. Dari hasil kelompok sudah menunjukkan hasil yang baik, dan ternyata dari hasil kuis masih ada beberapa anak yang kesulitan mengerjakan soal kuisnya dengan alasan waktu kurang lama. Dan hasil refleksi dari pertemuan silkus 2 ternyata masih ada hal-hal yang perlu perbaikan. Antara lain sebagai berikut : No. Masalah yang terjadi Penyebab Pemecahan - Alokasi waktu - Penambahan waktu 1. Masih ada beberapa siswa yang belum lengkap dalam kurang bagi siswa bagi siswa yang kemampuannya menjawab soal kuis karena yang kemampuannya kurang.. waktunya kurang. 2.
kurang. - Penjelasan guru Bentuk operasi bilangan yang tidak menekankan dibuat siswa masih diulangbentuk ulang atau hanya bertukar bahwa operasi hitungnya tempat. tidak boleh Contoh : mengulang-ulang bilangan yang sama.
505
Penekanan penjelasan bahwa untuk membuat operasi hitung penjumlahannya tidak diperbolehkan mengulang bilangan yang sama, guru
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
memberi yang jelas.
39 ..14.. .25.. ..28 .11. . 14 .25.. 20 19 25 14
contoh
Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang sudah dilakukan SIKLUS 2 PERTEMUAN 2 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab tentang hal-hal yang berhubungan dengan materi yang sudah dibahas sebelumnya G : “apakah kalian masih suka belajar dengan pohon matematik?” S : “suka sekali bu.” S1 : “sekarang mau belajar pohon matematik lagi ya bu.” G : “ya, hari ini yang akan kita lakukan tidak berbeda dengan pembelajaran yang kita laksanakan lusa namun ada perbedaan cara kita bekerja.” Semua siswa kelihatan sangat senang. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan. Untuk memasuki kegiatan inti guru mengulangi penjelasan langkah-langkah penulisan operasi hitung penjumlahan . G : “anak-anak yang penting dalam pembelajaran kali ini kalian tidak lupa langkah-langkah untuk membuat operasi hitung penjumlahan..Dan kalian bisa bekerja secara berpasangan .” Siswa mengamati media yang ditunjukkan guru yang berbeda dengan media pohon matematik sebelumnya.
Gambar 6 : Media pohon matematik pada siklus 2 pertemuan 2
Kemudian siswa menerima guntingan macam-macam buah-bua
506
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 7 : potongan-potongan buah yang berisi operasi hitung penjumlahan
S G
S G
: “ini untuk apa bu ? :”ya, tolong diamati gambar yang kalian terima dan gambar yang ada di papan! Siapa yang paham maksudnya sebelum ibu jelaskan langkahlangkah yang harus kalian lakukan.? :”buah ini ditempelkan ke pohon yang didepan ya, bu.” :”ya, bagus ternyata kalian paham sekali, namun sebelum potongan kertas kalian tempelkan ke pohonnya, kalian buat dulu operasi hitung penjumlahan seperti yang sudah kalian lakukan pada pembelajaran sebelumnya.”
Kemudian guru menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan.kemudian siswa berdiskusi dengan pasangannya. Kemudian setiap kelompok menempelkan hasil diskusinya pada pohon matematik. Perwakilan kelompok membacakan hasil diskusinya, kelompok lain menanggapinya. Hasil dari kerja kelompok sangat baik semua kelompok dapat menyelesaikan tugasnya. Dan ada satu kelompok yang mendapatkan hasil yang maksimal karena bisa menuliskan lebih banyak operasi hitung penjumlahan dibandingkan kelompok lain, yaitu kelompok jeruk.
Gambar 8 : hasil kerja kelompok yang terbaik, yaitu kelompok jeruk
507
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dan untuk mengetahui keterampilan siswa secara individu guru membagikan soal kuis. Hasilnya pun juga sangat bagus. Kelompok jeruk juga yang memperoleh skor tinggi, sehingga kelompok jeruk yang berhasil mendapat penghargaan. Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan dalam siklus 2 guru memberikan soal-soal evaluasi yang harus dikerjakan siswa. Dan hasil yang diperoleh sangat memuaskan. Media pohon matematik ternyata sangat membantu untuk meningkatkan ketrampilan siswa operasi hitung penjumlahan. Hasil tes individu adalah sebagai berikut : Tabel 2 : Hasil Tes Siklus 2
No. 1. 2. 3. 4.
Nilai yang diperoleh 100 90 75 50 Jumlah
Jumlah Siswa 13 4 2 1 20
frekuensi 65 20 10 5 100
Contoh sebagian hasil tes siswa pada siklus 2
Siswa sudah bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 98 adalah: 11+87, 10+88, 12+86, 13+88, 14+84. Siswa juga bisa menjawab bilangan yang jumlahnya 66 adalah: 15+51, 16+50, 12+54, 13+53, 14+52. Kesimpulannya anak sudah paham dengan materi operasi hitung penjumlahan karena 90% anak sudah bisa menjawab soal. Untuk pematapan materi pembelajaran di akhiri dengan menyimpulkan pembelajaran yang sudah dilakukan. SIMPULAN Pembelajaran pohon matematik setting kooperatif STAD yang dapat meningkatkan keterampilan hitung siswa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Guru menjelaskan langkah-langkah membuat operasi hitung penjumlahan.(b) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, untuk berdiskusi dan mengerjakan LKS kelompok.(c) Guru membagikan LKS yang berupa pohon matematik,hasil diskusi dipresentasikan.(d) Secara individu siswa mengerjakan soal kuis, hasil skor kuis individu digabungkan dengan skor
508
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
kelompok sebagai nilai kelompok untuk menetukan kelompok yang mendapat penghargaan. Dengan pembelajaran tersebut terjadi peningkatan keterampilan berhitung siswa kelas 1 SD. Berdasarkan hasil penelitian pembelajaran matematika dengan pohon matematik setting kooperatif STAD meningkatkan keterampilan berhitung siswa kelas 1 SD, yaitu pada siklus I dengan nilai rata-rata 72 mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai rata-rata 90,5. Prosentase peningkatan 30,5%. Selain itu tingkat keaktifan, tanggung jawab, motivasi dan semangat siswa menjadi meningkat dengan diterapkannya kombinasi antara metode STAD dengan media pohon matematik. Karena pembelajaran yang dilakukan sesuai dengan tingkat berfikir anak kelas 1SD. DAFTAR RUJUKAN Akinmola, E. A. 2014. Developing Mathematical Problem Solving Ability: A Panacea For A Sustainable Development In The 21st Century. International Journal of Education and Research. Vol. 2 No. 2.
Darmin, Hipolitus. 2015. Meningkatkan Penalaran dan Hasil Belajar Siswa melaluI Media Pohon Matematika pada materi Penjumlahan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV SDI Pela Kabupaten Manggarai Barat. Prosiding Seminar Nasional 2015 : 278-283 Dwiyana, Lesson Studi Untuk Meningkatkan Kualitas Guru Dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional 2015 : 28-35 Husna, Raudhatul, dkk. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa SMP Kelas VII Langsa. PARADIKMA. Vol 6 Nomor 2. Hal 175-186 Johnson & Johnson. 1994. Learning Togetter and Alone, Coopertaif, Competitive and Individualistic Learning. Fort Edition Massachusets. Allyn and Bacon Publisher Nenoliu, Ema Thabita, Penerapan Metode Stad ( Student Teams Achievemen Devision ) Pada Materi Penjumlahan Pecahan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB. Prosiding Seminar Nasional 2015:271-277 Slavin. 1997. “Synthesis of research on cooperative learning” dalam “Educational Learning” dalam Educational Leadership,Tahun XL(5):71-82 Subanji. 2013. Pembelajaran MatematikaKreatif dan Inovatif. Penerbit Universitas Negeri Malang (UM Press) Suyanto, M. (2005). Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Yogyakarta: Andi Offset
509
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD BERBANTUAN MEDIA MANIPULATIF STRIP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SD MUHAMMADIYAH 05 KOTA BATU MATERI PECAHAN Akhmad Syahruddin Guru SD Muhammadiyah 05 Bumiaji Kota Batu Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi siswa. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam 2 siklus di SD Muhammadiyah 05 kelas V materi pecahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran Kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan motivasi siswa. Kata kunci : Konsep Pecahan, Kooperatif STAD, Media Manipulatif STRIP
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung, (2) menumbuhkan kemampuan berhitung siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal melanjutkan ke SLTP, dan (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, dan disiplin. Kesulitan belajar masih banyak dijumpai, terutama pada mata pelajaran matematika yang kebanyakan siswa menyebutnya sebagai momok. Kesulitan belajar yang timbul tidak semata-mata karena materi yang sulit diterima siswa namun juga berkaitan dengan guru. Guru perlu memperhatikan proses pembelajaran agar berlangsung dengan baik. Guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi, pendekatan dan metode yang banyak melibatkan siswa secara aktif dalam belajar baik secara mental, fisik dan sosial. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif adalah pembelajaran kooperatif. Motode pembelajaran sangatlah mendukung dalam penyampaian materi matematika sehingga menarik bagi siswa, dan mempermudahkan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika, oleh karena itu diperlukan peranan guru matematika bagaimana mengubah mata pelajaran matematika menjadi mata pelajaran yang menyenangkan, penuh tantang dan tidak perlu ditakuti. Salah satu pembelajaran yang digunakan untuk mengaktifkan siswa dalam belajar adalah pembelajaran koperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP. Pendekatan kooperatif model STAD berbantuan media manipulatif STRIP merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara aktif, kreatif dan menyenangkan dalam menyelesaikan masalah matematika terutama menentukan pembagian pecahan sehingga bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman konsep pada siswa. Pembelajaran dengan kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP memiliki keunggulan yang dapat mengatasi masalah yang ada. Karena dalam kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP akan terjadi meningkatnya fungsi mental melalui percakapandan interaksi lainnya, serta kerjasama antar siswa yang memiliki kemampuan yang heterogen. Penelitian yang terkait dengan kooperatif STAD sudah dilakukan oleh Edy Syarifudin dan Sugiyarni (2011) mengatakan bahwa penerapan model pembelajaran cooperative tipe STAD dalam kegiatan on-going menunjukkan bahwa adanya interaksi yang baik antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Guru sebagai fasilitator dan motivator selalu berupaya mendampingi siswa agar tetap menggunakan kelompok dalam belajar. Siswa juga sudah
510
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
merasakan manfaat untuk senantiasa memberikan bantuan kepada teman dalam satu kelompok jika memerlukan bantuan dalam belajar. Slavin (dalam Zubaidah, dkk, 2013) mengatakan bahwa menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya. Penelitian ini mengkaji bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif model STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan pemahaman konsep pembagian pecahan. Untuk menjawab masalah ini, penelitian ini dirancang dengan rancangan Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan pada siswa kelas V SD Muhammadiyah 05 Kota Batu. Penelitian ini menggunakan hasil kerja kelompok dan hasil tes belajar siswa sebagai instrumen pengumpulan data. METODE PENELITIAN Penelitian ini mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif STAD bernatuan media Manipulatif STRIP materi pembagian pada pecahan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa, karena itu penelitian ini tergolong pada penelitian kulitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas dengan tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SD Muhammadiyah 05 Kota Batu. SD Muhammadiyah 05 memiliki jumlah murid 85 orang yang tersebar Dari kelas I sampai kelas VI. Kelas I, II, III, IV, V, dan VI masing-masing terdiri dari satu kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Muhammadiyah 05 Kota Batu dengan jumlah siswa 15 orang tersebar laki-laki sebanyak 10 dan perempuan sebanyak 5 orang. Karena penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, maka Istrumen utama dalam dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri Dalam hal ini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengendali utama dalam proses pembelajaran. Selanjutnya instrumen pendukung yang digunakan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Media pembelajaran, instrumen pengamatan, dan instrumen penilaian. Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dilakukan dengan menyusun rencana pembelajaran yang mengacu pada sintak STAD/STRIP , adapun perencanaan pembelajaran terdapat di dalam Tahap Pelaksanaan dan observasi Pelaksanaan pembelajaran siklus 1 terdiri dari 3 pertemuan dengan rincian 2 pertemuan pembelajaran dan satu pertemuan tes. pembelajaran siklus 1 mencakup materi pembagian bilangan asli dengan pecahan pertemuan (1) dan pembagian Pecahan dengan pecahan pertemuan (2). Pelaksanaan pembelajaran sekaligus dilakukan observasi oleh teman sejawat dan direkam menggunakan kamera digital. Observasi dan perekaman pembelajaran dimaksudkan untuk menangkap data secara utuh terkait proses pembelajaran Tahap Refleksi Kegiatan refleksi dilakukan setelah selesai pelaksanaan pembelajaran dengan mencermati keterlaksanaan pembelajaran sesuai dengan sintak pembelajaran yang meliputi (1) penjelasan materi, (2) pemberian tugas kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) presentasi (5) kuis Dari kekurangan dalam pembelajaran siklus 1 dilakukan perbaikan untuk pembelajaran siklus 2
511
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Data yang terkumpul terdiri dari hasil observasi, rekaman pembelajaran, hasil pengerjaan lembar kerja, dan tes. Data-data tersebut diolah/dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran yang didukung oleh hasil kerja da hasil tes siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tahapan pelaksanaan pembelajaran Siklus I Siklus I terdiri dari 3 pertemuan ( 2 kali pembelajaran dan 1 kali tes). Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut : Siklus I pertemuan 1 Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepada siswa tentang pembagian yang pernah diajarkan pada kelas V semester 1. Guru mengajak siswa untuk mencari hasil pembagian bilangan asli dengan bilangan pecahan. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu melakukan pembagian bilangan asli dengan pecahan menerapkan pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media Manipulatif STRIP. Contoh soal (1) 1 : ½ = ........ 1 : ½ artinya ada berapa perduaan dalam 1 1 1/2
1/2
Ada 2 perduaan dalam 1, 1 : ½ = 2 (2) 4 : ¼ = ......
Ada 16 perempatan dalam 4, 4 : ¼ = 16 Dari gambar ilustrasi di atas guru mengajak siswa menghitung pada soal nomor (1) ada berapa perduaan dalam 1, melalui dialog berikut : Guru : “Ada berapa kotak perduaan pada soal nomor (1), anak-anak?” Siswa : “Dua, Pak ...” Guru : “Iya ... betul.” Guru : “Sekarang coba perhatikan contoh soal nomor (2).” Siswa : “Baik Pak ....” Setelah guru menjelaskan contoh soal nomor (2), siswa dibagi menjadi 3 kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 5 anak. Masing-masing kelompok diberi lembar kerja. Beberapa kelompok antusias untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, karena masing-masing kelompok ingin menyelesaikan tugas lebih dahulu dari kelompok lainnya. Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugasnya, kemudian masing-masing kelompok diwakili oleh salah-satu temannya maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil tugasnya. Dari pembelajaran siklus I pertemuan 1 siswa sudah mulai antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran, walaupun demikian masih ada siswa yang kurang aktif karena siswa tersebut pendiam dan siswa yang belum terlibat langsung dalam pembelajaran Kooperatif STAD berbantuan Manipulatif STRIP.
512
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Siklus I pertemuan 2 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa untuk menggali pengetahuan awal dan menelusuri kesiapan siswa dalam belajar. Guru : “Pada pertemuan ini, kita akan belajar tentang pembagian pecahan dengan pecahan. Jadi hari ini kita akan belajar apa anak-anak?” Siswa : “Pembagian pecahan dengan pecahan Pak ...” Dari dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa telah siap belajar matematika khususnya materi pembagian pecahan dengan pecahan. Contoh soal (1) 3/2 : ½ = ......
2 perduaan
1 perduaan
2 perduaan + 1 perduaan = 3
Guru mengajak dialog siswa sebagai berikut : Guru : “Pada soal nomor (1) ada berapa perduaan, kalau begitu anakanak?” Siswa : “Ada tiga Pak ... Guru : “Ok, sekarang kita coba mengerjakan bersama kelompok kalian masing-masing.” Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok. Masing-masing kelompok mengerjakan tugas 4 soal pembagian pecahan dengan pecahan. Dari hasil evaluasi yang diperoleh kelompok Anggrek mendapatkan skor 75, kelompok Mawar mendapat skor 50 dan kelompok Gladiol mendapat skor 100. Dari kegiatan pembelajaran terlihat bahwa pembelajaran belum sesuai dengan harapan karena ada satu kelompok yang mendapat skor dibawah KKM. Langkah pembelajaran yang perlu diperbaiki yaitu perlu bimbingan khusus terhadap anak yang kemampuannya di bawah KKM. Siklus I pertemuan 3 Pertemuan ketiga ini merupakan kegiatan akhir pada siklus I yaitu dengan memberikan evaluasi kepada siswa berupa 4 soal pilihan ganda dan 4 soal essay, kemudian guru memberikan tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami siswa. Kegiatan akhir pada pertemuan ini diakhiri dengan refleksi. Berdasarkan pada hasil evaluasi, nilai rata-rata 69. Siswa yang tuntas belajar sejumlah 11 anak (73%) dan siswa yang tidak tuntas 4 anak (27%) Hasil belajar siswa sudah cukup baik tetapi masih perlu ditingkatkan agar lebih baik. Siswa yang tidak tuntas disebabkan karena kurang memahami konsep pecahan.
513
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siklus II Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum tercapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I, yaitu dengan mengubah jumlah kelompok yang awalnya berjumlah 3 kelompok menjadi 5 kelompok agar siswa terlihat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Siklus II terdiri dari 3 pertemuan (2 kali pembelajaran dan 1 kali tes) Pelaksanaan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut : Siklus II pertemuan 1 Dalam kegiatan pendahuluan guru melakukan aktivitas menanyakan kembali kepapada siswa materi pembelajaran yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini, yaitu pembagian bilangan dengan kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP. Guru menuliskan contoh soal di papan tulis dan menjelaskan kembali agar siswa memahami konsep pecahan dengan benar. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan tugas kelompok. Masing-masing kelompok mengerjakan tugas sebanyak 10 soal dalam waktu 45 menit secara berkompetisi. Kelompok yang menyelesaikan tugas terlebih dahulu mendapat penghargaan. Dari kegiatan Siklus II pertemuan 1 siswa sangat antusias, aktif dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran. Siklus II pertemuan 2 Pembelajaran diawali dengan tanya jawab antara guru dan siswa menggali pengetahuan siswa tentang pembelajaran sebelumnya. Kegiatan pembelajaran masuk pada kegiatan inti, dilakukan dengan mengajak siswa memperhatikan pembagian yang telah disusun pada siklus I. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan penjelasan aturan kompetisi, masing-masing kelompok berkompetisi mengerjakan soal pembagian dalam waktu 45 menit. Kelompok yang selesai mengerjakan terlebih dahulu akan mendapatkan penghargaan. Dari hasil evaluasi diperoleh urutan pertama yang menyelesaikan tugas ada 3 kelompok, urutan kedua ada 1 kelompok dan urutan ketiga ada 1 kelompok. Kegitan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan pembelajaran bersama siswa. Hasil refleksi pembelajaran 2 ini menunjukkan hasil bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran dengan kelompok para siswa tertang untuk bisa menguasai materi dengan cepat, siswa yang mempunyai kemampuan lebih dituntut dapat mengajarkan kepada siswa yang belum memahami pada kelompoknya. Siklus II pertemuan 3 Pertemuan ketiga dilakukan dengan memberikan evaluasi kepada siswa berupa 4 soal pilihan ganda dan 4 soal essay, dikerjakan dalam waktu 30 menit kemudian guru memberikan tindak lanjut berupa penjelasan tentang soal yang tidak dipahami. Siklus II pertemuan 3 ini diakhiri dengan refleksi. Dari hasil evaluasi yang diperoleh siswa pada siklus II didapat nilai rata-rata 82. Siswa yang tuntang belajar sebanyak 13 anak (87%) dan siswa yang tidak tuntas belajar sebanyak 2 anak (13%). Secara umum siswa telah mampu memahami konsep pembagian, namun masih perlu ditingkatkan agar hasil yang didapat lebih baik lagi. Tabel 1. Hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II Prosentase siswa Prosentase siswa Siklus Nilai Rata-rata yang tuntas yang tidak tuntas Siklus 1 73% 27% 69 Siklus 2 87% 13% 82
514
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Perbandingan hasil belajar siswa antara siklus I dan siklus II dideskripsikan sebagai berikut : Pada siklus I nilai rata-rata kelas 69 dan pada siklus II adalah 82. Hal ini berarti terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas sebesar 15,9%. Dengan melihat prosentase hasil belajar, pada siklus I prosentase siswa yang tuntas 73% dan prosentasi siswa yang tidak tuntas 27%, sedangkan pada siklus II prosentase siswa yang tuntas 87% dan prosentase siswa yang tidak tuntas 13%. Terjadi peningkatan prosentase siswa yang tuntas sebesar 14 % Proses Pembelajaran meningkat dari siklus I ke siklus II PENUTUP Pembelajaran kooperatif STAD berbantuan media manipulatif STRIP yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan dengan langkah-langkah : (1) penjelasan materi, (2) pemberian tugas kelompok, (3) diskusi kelompok, (4) presentasi (5) kuis. Dengan pembelajaran tersebut terjadi peningkatan hasil belajar siswa siklus I yakni 69 dan siklus II yakni 82. Jadi terjadi peningkatan kelas rata 13 (15,9%) Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa penerapan kooperatif model STAD berbantuan media manipulatif STRIP dalam pembelajaran matematika dapat membantu siswa memahami materi pembagian pecahan. Hal ini dapat dilihat pada (1) hasil kerja sama kelompok, diketahui bahwa semua anggota kelompok sudah dapat menentukan pembagian pecahan dengan menggunakan bahan manipulatif, (2) hasil tes siswa, diperoleh bahwa siswa sudah dapat menentukan pembagian pecahan yang ada dalam LKS, walaupun masih ada diantara siswa yang menjawab salah pada saat kuis, tetapi setelah diwawancarai subyek tersebut dapat memahami dengan baik, hasil skor tes dari seluruh siswa setiap tindakan mengalami kemajuan, seperti pada siklus I adalah 69, pada siklus II adalah 82 Adanya peningkatan skor tes ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa sudah mengalami peningkatan terhadap materi pembagian pecahan yang disajikan dengan pembelajaran kooperatif model STAD berbantuan media manipulatif STRIP. Berdasarkan temuan ini, maka ada beberapa saran yang dapat disampaikan kepada guru matematika SD sebagai berikut: (1) membantu siswa dalam menggunakan bahan manipulatif untuk memahami konsep matematika karena siswa langsung terlibat secara fisik dan mental (2) memberikan penghargaan berupa pujian atau bentuk penghargaan lainnya, (3) mencoba pembelajaran kooperatif model STAD berbantuan manipulatif STRIP sebagai suatu alternatif pembelajaran, secara khusus pada Pokok Bahasan Pecahan. DAFTAR RUJUKAN Edy Syarifudin dan Sugiyarni. 2011. Pembelajaran Bermakna Faktorisasi Prima melalui Model Kooperatif STAD pada Siswa Kelas IV SDN 08 Curup. J-TEQIP, Tahun IV, Nomor 1, Mei 2011, 89-93 Izzati, Naila,2015. Penerapan Pembelajaran Cooperative Learning STAD Berbantuan Card Short dalam Permainan Sandi pada Materi Matriks Kelas XI MIPA SMA Negeri 11 Batam. 2015 Latuheru,D.J.1988. Media pembelejaran dalam Proses Belajar Mengajar Masa Kini. Depdikbud Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga kependidikan. LEOB.2015 T.E Nenoliu, Penerapan Metode STAD ( Student Teams Achievemen Division) pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB.2015 Liunsanda, L.,2015. Melalui Model Kooperatif Stad dan Kuis dapat Meningkatkan Proses Pembelajaran tentang Luas Bangun pada Siswa Kelas VI SDK Viktor Bulude. Prosiding Seminar Nasional TEQIP2015: 232-249
515
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Mardiatun dan Rosnah. 2013,Model ini dipilih dengan pertimbangan karena STAD merupakan pendekatan kooperatif yang sangat sederhana. Selain itu model ini sangat baik digunakan guru yang baru pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif Mardiatun dan Rosnah. 2013. Penerapan Cooperative STAD dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study pada Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-Teqip.Tahun IV. Nomor.1. Mei 2013, HAL. 39-43. Nenoliu, T,E,2015. Penerapan Metode STAD ( Student Teams Achievemen Division) pada Materi Penjumlahan Pecahan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V SDK LEOB. Prosiding Seminar Nasional TEQIP2015: 271-278 Siswanti ,2015. Peningkatan Pembelajaran Matematika Materi Operasi Hitung Penjumlahan Pecahan melalui Metode Demontrasi dan Latihan Siswa Kelas IV SDN 008 Kecamatan Tanah Grogot Kabupaten Paser Tahun 2015 Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology: Theory and Practice. Sixth Edition.Boston: Allyn and Bacon Subanji, 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang. Subanji. 2013. Pembelajaran Matematika Kreatif dan Inovatif, Teachers Quality Improvement Program (TEQIP),Peningkatan Kualitas Guru SD/MI“ dari Sabang sampai Merauke:. Zubaidah, Siti, dkk.2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Universitas Negeri Malang
516
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBANTUAN MEDIA LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA METERI PENCEMARAN LINGKUNGAN Risa Agus Prasetyo SMP Negeri 06 Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan media lingkungan sekitar dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran. Masalah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa. Selama proses pembelajaran sebelum penelitian, guru menggunakan cara konvensional tanpa menggunakan media, sehingga siswa kurang termotivasi dan hasil belajarnya rendah. Oleh karena itu dilakukan tindakan dengan penerapa model pembelajaran kooperatif berbantuan media lingkungan sekitar untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada materi pencemaran lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan dengan dua siklus. Hasil penelitian pada siklus I diperoleh hasil belajar dengan nilai rata-rata 55,50 dan siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 45%. Kondisi ini masih belum memenuhi harapan, kemudian dilakukan tindakan berikutnya, yaitu pelaksanaan pada siklus II. Hasil pada siklus II diperoleh peningkatan nilai rata-rata menjadi 80,00 dan siswa yang mencapai ketuntasan 85%. Dengan demikian penerapan model pembelajaran kooperatif berbantuan media lingkungan sekitar dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Kata kunci: minat, hasil belajar, prestasi, media lingkungan sekitar
Pendidikan lingkungan harus mampu mendorong terjadinya integrasi kearifan sikap dan perilaku dalam menghadapi masalah yang timbul karena tatanan alam, dengan kerusakan atau kerugian karena perilaku jenis makhluk hidup termasuk manusia (Yusran, 2010). Dalam pembelajaran lingkungan hidup, lebih menekankan pada konteks pemahaman dan tindak lanjut permasalahan lingkungan agar siswa memahami materi-materi esensial yang terjadi dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Menurut peraturan bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional Nomor: KEP 07/Men LH/06/2005, dan Nomor: 05/VI KEP/2005, tanggal 3 Juni 2005, dijelaskan bahwa pendidikan lingkungan dikembangkan berdasarkan konsep dasar tentang lingkungan hidup, yang diterapkan dalam keseluruhan jenis dan jalur pendidikan ilmu pengetahuan di segenap jenjang dari Sekolah Dasar sampai di perguruan Tinggi. Hal ini mendorong agar materi pembelajaran lingkungan hidup yang kurang menarik bagi siswa ketika belajar di kelas, menjadi pembelajaran yang menarik dan diminati bagi siswa. Pendidikan lingkungan secara berkesinambungan perlu dimasukkan ke semua jenjang pendidikan (Sutrisno, 2012: 12). Berdasarkan hal tersebut, untuk menjaga keberlangsungan pendidikan lingkungan, maka perlu kerjasama dengan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, ilmu sains dan teknologi, ilmu sosial dan budaya, serta pendidikan jasmani dan kesehatan. Dunia pendidikan juga merintis kepedulian pendidikan lingkungan hidup mulai dari tahun 1975. Pada saat itu pendidikan lingkungan dikaitkan dengan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Sutrisno, 2012:18). Mengacu pada uraian itulah, maka pendidikan lingkungan perlu dijadikan satuan mata pelajaran yang berdiri sendiri, dengan tujuan untuk mempengaruhi siswa agar mereka peduli terhadap kelestarian lingkungan (Sukistono, 2008). Tujuan pendidikan lingkungan hidup adalah untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah lingkungan hidup mulai dari pengetahuan,
517
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
keterampilan, sikap, motivasi, dan rasa keterpanggilan untuk bekerja secara individual dan kolektif menuju ke pemecahan dan pencegahan timbulnya masalah lingkungan (Wiyono, 2012: 29). Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah dapat berkembang dan berjalan secara efektif, maka faktor-faktor pendukung baik langsung maupun tidak langsung perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain: (1). pemahaman guru terhadap materi lingkungan yang akan diajarkan; (2). pemahaman terhadap bagaimana cara mengajar lingkungan hidup; (3). media pembelajaran yang akan digunakan; dan (4). kreatifitas guru untuk menciptakan model-model pembelajaran lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan siswa di sekolah (Wiyono, 2012: 33). Selama ini di lapangan ditemukan pembelajaran lingkungan hidup yang terkesan hanya mengacu pada buku panduan, lebih banyak teoritis daripada praktik di lapangan (Sutrisno, 2012). Padahal, apabila guru mampu dan memiliki kreatifitas untuk mengembangkan model-model pembelajaran lingkungan hidup yang mampu menarik minat siswa, maka pembelajaran lingkungan hidup akan bermakna bagi pembelajar yaitu siswa (Wiyono, 2012). Berdasarkan pengalaman guru di lapangan ditemukan bahwa ketika pembelajaran lingkungan hidup berlangsung, dari 33 siswa di kelas VIII-E hanya 2 siswa yang mengajukan pertanyaan. Contoh lain dalam diskusi dengan tema ekosistem sungai, terlihat hanya 20% saja siswa yang antusias, serta dari 33 siswa dikelas VIII-E hanya 12 siswa yang memiliki buku modul lingkungan hidup. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa minat belajar siswa dalam pembelajaran lingkungan hidup masih kurang, sehingga perlu dicarikan cara atau strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar siswa. Pola pembelajaran yang menarik minat siswa perlu dikembangkan untuk meningkatkan hasil belajar yang lebih baik. Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar, sebab dengan minat yang tinggi seseorang akan melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil yang maksimal (Winarto, 2011: 9). Menurut Arief, 1986 (dalam Winarto, 2011: 9), pembelajaran yang efektif harus dimulai dengan memberikan atau mengungkap pengalaman langsung atau pengalaman konkret menuju kepada pengalaman yang lebih abstrak. Pengalaman langsung dapat dilakukan dengan cara mengajak siswa berinteraksi dengan lingkungan atau menghadirkan alat bantu media pembelajaran yang sesuai ke dalam kelas. Alat bantu atau media pembelajaran yang tepat dan menarik guna membantu siswa dalam mengembangkan pengalaman konkretnya sesuai materi yang sedang dipelajari. Bermacam peralatan atau media pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan pada siswa melalui peragaan dan rekayasa untuk menghindarai verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau hanya menggunakan alat bantu visual semata (Hariani, 2015: 590). Guru sebagai fasilitator dan media pembelajaran hendaknya dapat menyediakan berbagai kemudahan bagi siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Fasilitas belajar bagi siswa untuk mendukung pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP No. 19 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1). Peranan guru ini berkaitan dengan interaksi langsung guru dengan siswa yang diwujudkan dalam suatu pembelajaran (Depdiknas, 2003: 9). Menurut Efendi (dalam Purwoto, 2010), minat adalah variabel penting yang berpengaruh terhadap tercapainya prestasi atau cita-cita yang diharapkan, seperti yang dikemukakan bahwa belajar dengan minat akan lebih baik daripada belajar tanpa minat. Pada sisi lain, mengajar pada hakekatnya adalah suatu proses yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya, mengajar adalah proses memberikan bantuan atau bimbingan kepada siswa dalam
518
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
melakukan proses belajar. Pada proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan siswa (Slameto, dalam Purwoto 2010). Pada dasarnya, pembelajaran tidak selalu sesuai dengan rencana dan harapan. Pembelajaran seringkali memunculkan masalah, baik dalam proses maupun hasilnya. Begitu pula yang penulis alami pada waktu proses pembelajaran di kelas. Akibat dari proses belajar mengajar yang tidak menarik minat siswa, tidak bermakna, dan membuat jenuh siswa akan berpengaruh pada hasil belajar siswa (Hariani, 2015). Kondisi tersebut memacu penulis untuk mencari solusi dalam melakukan perubahan metode belajar untuk mengupayakan peningkatan minat dan hasil belajar siswa. Beberapa model pembelajaran yang diungkapkan oleh para ahli untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa, diantara adalah model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran kolaboratif. Model pembelajaran kooperatif menekankan pada pentingnya kerjasama antar siswa untuk menyatukan pendapatnya dalam memecahkan masalah, sedangkan pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada sharing pendapat untuk memperkuat pendapat yang telah dimiliki siswa. Model pembelajaran kooperatif lebih banyak digunakan dalam pembelajaran di kelas, karena sangat sederhana dan dapat melibatkan semua siswa, baik siswa yang berkemampuan tinggi maupun siswa yang berkemampuan rendah. Menurut Kauchak dan Slavin (dalam Prihatiningsih, 2003) pembelajaran kooperatif siswa bekerjasama dalam kelompok kecil yang merupakan gabungan siswa-siswa yang berbeda kemampuan, menggunakan berbagai macam aktivitas pembelajaran guna meningkatkan pemahaman mereka terhadap suatu subjek. Setiap anggota tim tidak hanya bertanggung jawab untuk mempelajari apa yang diajarkan, tetapi juga membantu teman setimnya untuk terlibat dalam proses belajar. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode dimana siswa belajar bersama-sama dalam kelompok dan anggota kelompok tersebut saling bertanggung jawab satu dengan siswa yang lain (Wahyudi dalam Hariani 2015: 590). Setelah berakhirnya proses pembelajaran, biasanya diperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari suatu interaksi pembelajaran. Dari sisi guru, proses pembelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar (Dimyati Dalam Purwanto, 2010). Hasil belajar yang diharapkan melalui pemanfaatan media lingkungan sekitar mampu mendorong minat belajar siswa untuk mempelajari pendidikan lingkungan hidup, merubah tingkah laku atau keterampilan yang berupa pengetahuan, pemahaman, sikap, dan aspek lain lewat serangkaian kegiatan mengamati, mendiskusikan, berbuat, dan menulis hasil pengamatan yang telah dilakukan (Sudjana Dalam Hariani, 2015). METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Penelitian tindakan kelas yang digunakan mengacu pada model Kemmis dan Tagges. Masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Hasil pengamatan siklus 1 digunakan sebagai bahan untuk perbaikan pada siklus 2. Model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Taggard digambarkan sebagai berikut:
519
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 1: Model penelitian tindakan kelas Kemmis dan Taggard Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII-E SMP Negeri 06 Batu dengan jumlah siswa 33 anak, terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Penelitian dilakukan selama 2 bulan pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016, dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2016, dimana penelitian dilakukan sebanyak 2 siklus dengan 4 kali pertemuan. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran koopertatif tipe STAD (student team achivement) berbantuan media lingkungan sekitar. Siswa di kelas akan dibagi menjadi 8 kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Siswa dalam kelompok akan secara bersama-sama dengan kelompoknya membagi diri sesuai petunjuk yang diberikan oleh guru. Masing-masing kelompok akan dibagi menjadi 2 kelompok besar, 4 kelompok mengamati sungai sekitar sekolah, dan 4 kelompok lagi mengamati lahan persawahan sekitar sekolah. Materi pembelajaran yang akan ditekankan adalah pencemaran lingkungan. Materi ini sesuai dengan kompetensi dasar 3.1. Mengidentifikasi masalah pencemaran lingkungan dan tindakan perusakan kelestarian lingkungan hidup, dan kompetensi dasar 3.2. Merumuskan masalah terkait dengan pencemaran dan perusakan kelestarian lingkungan hidup pada siswa kelas VIII semester genap. Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi minat siswa, dan lembar kerja siswa. Lembar obersevasi digunakan untuk menjaring data keterlaksanaan proses pembelajaran, lembar observasi minat digunakan untuk mengetahui tingkat minat siswa dalam belajar, sedangkan LKS digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa. Hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran dengan daftar pertanyaan atau tabel pengamatan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan pengamatan lingkungan sekitar sekolah yang mengalami pencemaran lingkungan, serta akibat yang ditimbulkan dari pencemaran itu. Objek yang akan diobservasi oleh siswa adalah sungai yang melalui depan sekolah dan lahan persawahan yang berada di belakang sekolah. Data yang diperoleh, kemudian diolah secara deskriptif kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I, diperoleh data dan hasil pembelajaran sebagai berikut:
520
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pembelajran pada siklus I: a. Kegiatan awal Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa tentang pencemaran daerah aliran sungai Brantas, guru bercerita tentang pencemaran sungai Brantas dengan membuat gambar penampang sungai. Selain itu guru juga membawa contoh gambar pencemaran sungai dalam bentuk print out kepada siswa di kelas. Siswa memberikan tanggapan dan antusias pada saat guru memberikan penjelasan tentang pencemaran sungai. Guru menyampaikan materi pokok pembelajaran jenis-jenis pencemaran dan upaya penanggulangannya. Tema yang diambil saat guru menjelaskan adalah perjalanan air sungai dan pencemaran sungai Brantas mulai dari hulu, tengah, dan hilir. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan pada pembelajaran siklus pertama. Topik pembelajaran yang akan disampaikan adalah Jenis pencemaran sungai Brantas dari hulu, tengah, dan hilir. Guru memberikan gambaran tentang penampang daerah aliran sungai Brantas, dimulai dari hulunya yaitu di Desa Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Desa Punten, Desa Gunungsari, hingga di Desa Sidomulyo. Hal apa yang dapat dilihat oleh siswa berdasarkan pemaparan dari guru, terkait dengan pencemaran sungai Brantas di bagian hulu. Langkah berikutnya, guru melanjutkan menjelaskan kondisi sungai di bagian tengah, yaitu di daerah aliran sungai perkotaan padat penduduk di Kelurahan Sisir, hingga di daerah Dinoyo, Kota Malang. Hal apa yang dapat diperoleh dari penjelasan guru tentang kondisi pencemaran sungai di daerah tengah tersebut. Pemaparan berikutnya, guru memberikan penjelasan tentang kondisi pencemaran sungai di bagian hilir, dimulai dari daerah-daerah yang dilalui sungai Brantas, misalnya di Kota Surabaya hingga sungai Brantas itu bermuara ke laut. Pencemaran apa saja yang terjadi di dalamnya, dijelaskan semua oleh guru dengan bantuan media gambar penampang daerah aliran sungai Brantas. b. Kegiatan inti Dalam tahap inti, guru mengajukan pertanyaan terkait dengan topik pencemaran sungai Brantas yang telah dijelaskan dengan berbantuan gambar penampang daerah aliran sungai. Hal ini mendorong siswa untuk berfikir kritis dan mengajukan berbagai pertanyaan. Adapun proses tanya jawab adalah: G: Dari penjelasan Bapak tadi, hal apasajakah yang dapat kalian pelajari mulai dari hulu, tengah, hingga hilir daerah aliran sungai Brantas? S: Banyak pak, terutama di bagian tengah dan hilir, banyak terjadi pencemaran sungai. G: Bisa dijelaskan bagaimana pola pencemaran sungainya? (sambil berebut, mereka kemudian memberikan argumentasi atas pertanyaan yang diajukan oleh guru), guru mempersilahkan perwakilan dari masing-masing kelompok untuk menyampaikan argumentasinya dengan kalimat yang santun. S: Saya pak, dari kelompok 2; saya menemukan sampah anorganik dan limbah rumah tangga yang langsung di buang ke sungai Brantas, kebetulan rumah saya di Desa Punten pak, di bagian hulu daerah aliran sungai Brantas. S: Saya pak, dari kelompok 1; saya menemukan pencemaran sungai di bagian tengah, kebetulan rumah saya di Kaliputih Kelurahan Sisir, disana masyarakat membuang bekas pampes dan bangkai binantang yang mati langsung ke sungai Brantas, jika musim hujan menimbulkan bau yang busuk, dan jika musim kemarau membuat pemandangan sungai menjadi kumuh pak. Berdasarkan hasil tanya jawab sesuai dengan penjelasan guru, terjadilah interaksi dan tanya jawab antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa mulai berfikir kritis menanggapai apa yang diuraikan oleh guru dalam tanya jawab tersebut. Siswa satu persatu mulai dapat menuebutkan daerah-daerah yang terdampak pencemaran lingkungan. Sambil diselingi dengan bergurau, siswa
521
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
berani mengemukakan pendapatnya untuk berargumentasi berdasarkan hasil temuannya. Dalam tanya jawab pada siklus I masih ditemukan tata bahasa dan sopan santun siswa dalam berargumentasi yang kurang baik, mereka masih bergurau dan berargumentasi yang kadang kurang sesuai dengan tema pembelajaran yang sedang berlangsung. Setelah proses tanya jawab selesai, guru memberikan tugas kepada siswa melengkapi tabel pencemaran sungai Brantas berdasarkan kelompok, dan mengerjakan lembar kegiatan siswa (LKS) berupa latihan soal bentuk pilihan ganda. c. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru memberikan refleksi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Bersama-sama siswa dalam kelompok membuat kesimpulan tentang materi pembelajaran dalam siklus pertama. Selanjutnya guru memberikan tugas untuk belajar persiapan materi dalam pertemuan siklus ke II. Perolehan nilai hasil belajar dengan akhir pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata 55,50, dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 15 siswa sementara jumlah siswa yang belum tuntas sebanyak 18 siswa, dengan persentase ketuntasan 45%. Hal tersebut membuktikan bahwa pada siklus I masih jauh dari harapan, dimana ketuntasan belajar siswa diharapkan mampu mencapai 80%, sehingga guru perlu memberikan evaluasi terhadap semua kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Beberapa hal sebagai temuan setelah dilakukan tanya jawab dengan berkelompok dan berdiskusi sebagai bentuk refleksi dari semua kegiatan pembelajaran, maka disimpulkan permasalahan bahwa (1). Siswa banyak yang bingung dengan model pembelajaran yang telah dilakukan, (2). Siswa terlalu banyak berbicara dengan kelompoknya pada saat siswa lain sibuk dengan mengerjakan tugas, (3). Proses pembelajaran terlalu memakan waktu yang banyak dari proses penjelasan dari guru/ceramah guru, sehingga setiap kelompok banyak yang tidak berhasil mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru. Selain itu pula secara keseluruhan apa yang dilakukan guru belum maksimal memberikan motivasi kepada siswa dan belum maksimal pula dalam memberikan petunjuk pelaksanaan dalam mengerjakan tugas. Hal ini memunculkan banyak pertanyaan bagi siswa tentang apa yang harus dikerjakan selama proses pembelajaran pada pertemuan ini. Guru juga belum mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga waktu banyak terbuang sia-sia. Setelah melalui tanya jawab dan penugasan LKS mengerjakan soal bentuk pilihan ganda, maka dapat disimpulkan bahwa (1). Guru harus lebih jelas dalam memberikan perintah dan petunjuk yang jelas terhadap kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa, (2). Guru harus bisa meminimalisir terbuangnya waktu yang sia-sia agar pemanfaatan waktu lebih maksimal dan efisien, (3). Guru harus lebih memperhatikan agar siswa tidak terlalu banyak bermain dengan lebih fokus pada kegiatan pembelajaran, (4). Guru harus lebih bisa mengatur waktu agar efisien dan efektif. Selain itu, hal yang ditemui dalam proses pembelajaran siklus I dapat disimpulkan bahwa (1). Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, (2). Sebagian siswa masih ramai dan gaduh ketika guru menjelaskan di depan kelas, (3). Ada beberapa siswa yang tidak mau duduk berkelompok berdasarkan pembagian kelompok di kelas, dan (4). Siswa dalam menjawab soal di LKS terkesan asal menjawab, tanpa memikir terlebih dahulu. Berdasarkan uraian di atas, maka hasil belajar pada pertemuan siklus I, diperoleh hasil belajar seperti pada tabel 1 berikut ini
522
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
No 1 2 3 4
Tabel 1: Hasil belajar pada siklus 1 Uraian Hasil Siklus 1 Nilai rata-rata tes formatif 55,50 Jumlah siswa yang tuntas belajar 15 Jumlah siswa yang belum tuntas 18 Persentase ketuntasan belajar 45%
Berdasarkan tabel hasil belajar pada siklus I, dapat ditarik kesimpulan kelemahan dalam pembelajaran siklus I adalah (1). Pembelajaran terpusat pada guru, (2). Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran di kelas, (3). Pola pembelajaran di dalam kelas kurang diminati oleh siswa, dan (4). Lembar kegiatan siswa yang diberikan oleh guru bersifat hafalan. Tes formatif dalam siklus 1 adalah siswa mengerjakan soal pengetahuan dengan tujuan mengetahui sejauhmana suatu proses pembelajaran yang telah direncanakan (Winkel, 2013). Dari siklus 1 terlihat bahwa hasil belajar yang telah diperoleh 48% ketuntasan siswa. Hal ini mendorong untuk guru memberikan motivasi dan refleksi pembelajaran pada tahap berikutnya, yaitu di siklus II yang lebih baik. Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus II, diperoleh data dan hasil pembelajaran sebagai berikut: Pembelajaran pada siklus II: a. Kegiatan awal Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi dan apersepsi kepada siswa tentang proses terjadinya pencemaran lingkungan di sekitar lingkungan sekolah. Guru menyampaikan materi pokok pembelajaran tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dari pencemaran, sebelum siswa diajak pengamatan ke luar sekolah. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan disampaikan pada pembelajaran di siklus II. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai adalah setelah melakukan pengamatan, siswa dapat mengetahui jenis pencemaran, faktor yang mempengaruhi terjadinya pencemaran, dan upaya dalam menanggulangi terjadinya pencemaran. Langkah berikutnya guru mempersipakan siswa berdasarkan kelompoknya untuk persiapan kegiatan pengamatan ke luar sekolah. Secara tertib dan terbimbing, siswa bersama kelompoknya keluar untuk melakukan pengamatan lingkungan yang mengalami pencemaran. Guru membimbing siswa dan mendampingi siswa ketika keluar lingkungan sekolah. b. Kegiatan inti Dalam tahap inti, guru mengamati siswa yang melakukan pengamatan lingkungan sesuai dengan tugas yang telah diberikan. Kelompok 1 sampai dengan kelompok 4 mengamati sungai, dan kelompok 5 sampai dengan kelompok 8 mengamati lahan persawahan.Secara antusias siswa melakukan pengamatan dan mengisi tabel pengamatan lingkungan yang telah dibagikan oleh guru ketika tahap awal pembelajaran pada siklus II. Tahap selanjutnya siswa kembali ke dalam kelas untuk mengkaji hasil temuannya ketika pengamatan pencemaran lingkungan. Secara tertib siswa kembali ke dalam kelas dan duduk sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Guru mengawali kegiatan diskusi dengan melakukan tanya jawab secara singkat terlebih dahulu kepada siswa, yaitu G : Bagaimana anak-anak dengan pengamatan kalian tadi bersama kelompok? S : Bagus pak, tapi sayang waktunya dibatasi, jadi kurang lama tadi saat pengamatan sungai.
523
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
G : Apa yang kalian temukan tadi saat pengamatan sungai? silahkan kelompok yang mengamati sungai untuk menyampaikan argumentasinya secara singkat. S : Saya pak! saya dari perwakilan kelompok sungai tadi menemukan sampah botol air mineral yang terhanyut di sungai, dan kelompok kami menemukan belut hidup di sungai itu, tetapi belut itu tidak bergerak karena tempatnya hidup terhimpit oleh tumpukan sampah ranting pohon dan busa diterjen. G : Bagus sekali, itu menandakan bahwa lingkungan sungai di depan sekolah kita sudah mengalami pencemaran, padahal disitu ada habitat belut yang masih bisa bertahan hidup. G : Bagaimana dengan kelompok sawah? ada yang ingin berpendapat, silahkan. S : Saya pak, tadi kami menemukan pecahan kaca dan sisa makanan yang dibuang ke lahan sawah dengan tanaman padi yang subur. Pemandangan ini merusak ekosistem sawah pak, kelompok kami sangat prihatin. G : Oke anak-anak, beri tepuk tangan untuk kalian semua. (Siswa dan guru memberikan tepuk tangan atas hasil yang telah mereka dapatkan, hal ini untuk memberikan motivasi dan semangat kepada siswa ketika pembelajaran). G : Sekarang kalian lanjutkan diskusinya dengan cara bertukar pikiran dengan kunjung karya ke kelompok lain untuk saling melengkapi. S : (perwakilan siswa mengunjungi kelompok lain yang berbeda tempat pengamatannya). Kelompok 1 mengunjungi kelompok 5, kelompok 2 mengunjungi kelompok 6, kelompok 3 mengunjungi kelompok 7, dan kelompok 4 mengunjungi kelompok 8. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar siswa dapat menggali informasi dari kelompok lain yang beda objek pengamatan. Guru keliling pada masing-masing kelompok untuk melakukan penilaian diskusi kelompok. Setelah diskusi kelompok selesai guru mempersilahkan perwakilan siswa untuk kembali ke kelompok asal, guru memberikan arahan untuk persiapan presentasi di kelas. Secara acak, kelompok melakukan presentasi di depan kelas didampingi oleh anggota kelompoknya. Dari kegiatan presentasi ini akhirnya timbul tanya jawab antar kelompok. Guru memandu jalanya presentasi dan sekaligus memberikan penilaian kegiatan presentasi kelompok. c. Kegiatan penutup Dalam kegiatan penutup, guru memberikan refleksi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Bersama-sama siswa dalam kelompok, guru memberikan kesimpulan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan. Guru memberikan refleksi hasil pembelajaran dan pesan moral dalam rangka pencegahan tindakan pencemaran lingkungan. Berdasarkan pelaksanaan tanya jawab dengan siswa, dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi interaksi dan pembelajaran aktif di kelas. Hal ini dapat dilihat dari antusias siswa saat pengamatan lingkungan, tanya jawab, dan diskusi untuk berbagi dengan kelompok lain. Pembelajaran pada siklus II ini dapat dijadikan perbaikan pada siklus I, perbedaannya adalah pada siklus I pembelajaran terpusat pada siswa, guru sebagai satu-satunya sumber belajar, dan pembelajaran di dalam kelas terkesan membosankan siswa. Sedangkan pada pembelajaran pada siklus II siswa aktif, siswa dapat menyampaikan argumentasinya, pembelajaran dibagi menjadi dua yaitu di luar kelas dengan pengamatan, dan di dalam kelas dengan metode tanya jawab dan diskusi. Hal ini menjadi perbaikan proses pembelajaran, dari pembelajaran pada siklus I yang berorientasi pada LKS dan penjelasan guru, menjadi pembelajaran kreatif, inovatif, dan bermakna pada siklus II. Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus II, maka dapat diambil kesimpulan seperti pada tabel 2 berikut
524
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Tabel 2: Hasil belajar pada aktivitas pengamatan, diskusi, dan presentasi No Uraian Hasil 1 Nilai rata-rata pengamatan 80,00 2 Nilai rata-rata diskusi 75,55 3 Nilai rata-rata presentasi 75,55 4 Persentase ketuntasan belajar 85% Berdasarkan tabel 2 di atas, dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai hasil belajar menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal ini disadari walaupun peningkatan hasil belajar tidak signifikan, namun demikian usaha guru menunjukkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Pada pertemuan siklus II, guru lebih fokus dengan kegiatan dan lebih memperjelas penugasan kelompok yang telah diberikan ketika proses pembelajaran di kelas. Aktivitas kerja kelompok semakin baik sehingga guru tidak perlu repot dengan pertanyaan-pertanyaan atau ceramah seperti halnya pada pertemuan sebelumnya. Siswa lebih mandiri dan sangat aktif dengan pekerjaannya. Beberapa hal yang menjadi catatan bahwa pemberian materi di luar ruangan tentu sangat melelahkan, namun ketika peneliti melihat siswa lebih semangat dan termotivasi dalam belajar, maka hilanglah rasa lelah tersebut. Setelah melakukan kegiatan pada siklus II memperlihatkan peningkatan hasil belajar serta motivasi siswa yang tinggi. Hal ini terlihat dari semangat siswa dalam belajar dengan memperlihatkan hasil belajarnya yang lebih baik dari pada pertemuan siklus I sebelumnya. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembelajaran pada siklus I, dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1). Pembelajaran terpusat pada guru, (2). Guru sebagai satu-satunya sumber belajar, (3). Siswa kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran, dikarenakan pembelajaran di dalam kelas saja dan terkesan mendengarkan ceramah dari guru saja, dan (4). LKS yang diberikan oleh guru terkesan materi hafalan. Hasil belajar pada siklus I didapatkan jumlah siswa yang tuntas belajar 15 siswa, dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar 18 siswa dengan persentase ketuntasan 45%. Hasil pembelajaran pada siklus II, dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1). Guru mulai mengembangkan dan mengubah pola mengajarnya dengan belajar di luar kelas berupa pengamatan lingkungan, (2). Guru membimbing siswa dengan tanya jawab dan diskusi terbimbing, (3). Penilaian yang diberikan oleh guru tidak pada LKS, tetapi dengan penilaian pengamatan, diskusi, tanya jawab, dan presentasi, dan (4). Siswa antusias serta berani menyampaikan argumentasinya ketika proses pembelajaran berlangsung. Hasil belajar pada siklus II didapatkan jumlah siswa yang tuntas 28 siswa, dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar 5 siswa dengan persentase ketuntasan 85%. Hasil ini dapat dibandingkan antara siklus I dan siklus II ada perbaikan bahwa temuan-temuan di lapangan menunjukkan pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sekitar, dapat memberikan warna tersendiri dalam proses pembelajaran, tetapi harus paham bahwa seorang peneliti atau guru harus mampu mengatur waktu secara efektif dan efisien. Hal ini karena ketika peneliti atau guru salah dalam mengatur waktu akan menjadi bumerang bagi guru itu sendiri. Selain itu, guru dapat mengubah pola pembelajaran yang inovatif dengan berbantuan media lingkungan sekitar sekolah memberikan kreatifitas siswa untuk belajar yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA ----. 2005. Kumpulan Lembar Negara Tanggal 3 Juni 2005. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup. ----. 2003. Kumpulan Permendiknas. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
525
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP/MTs. Jakarta: BP Cipta Jaya. Hariani, Siti. 2011. Penggunaan Media Lingkungan Alam Sekitar Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal TEQIP tidak diterbitkan. Kapludin, Yusran. 2010. Petingnya Pendidikan Lingkungan Bagi generasi Bangsa. Jurnal Hijaulah Negeriku. Jurnal tidak diterbitkan. Prihatiningsih, Tuti. 2003. Pembelajaran Inovatif III. Makalah Workshop Pengembangan Profesi Guru tidak diterbitkan. Purwoto, dkk. 2010. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru J-TEQIP. Malang: Universitas Negeri Malang (UM). Sukistono, dkk. 2008. Kurikulum Mulok Pendidikan Lingkungan Hidup. Batu: Dinas Pendidikan Kota Batu. Sutrisno, dkk. 2012. Modul Pengembangan Materi Lingkungan Hidup. Malang: UM Press. Wiyono, dkk. 2012. Modul Pengembangan Materi Lingkungan Hidup. Malang: UM Press. Winarto, 2011. Membangun Kreatifitas dan Peningkatan Kualitas Pembelajaran Melalui Media IPA. Jurnal TEQIP tidak diterbitkan.
526
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI METODE EKSPERIMEN dan TWO STAY - TWO STRAY (TSTS) TENTANG SIFAT BENDA BAGI SISWA KELAS III SD NEGERI PANDANREJO 01 Theresia Magdalena Ninik Hariyanti SDN Pandanrejo 01 Bumiaji - Kota Batu
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah upaya meningkatkan hasil belajar IPA melalui metode eksperimen dalam model pembelajaran two stay two stray. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah siswa kelas III SD Negeri Pandanrejo 01 sebanyak 24 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat. Rata-rata hasil belajar pada siklus I sebesar 64,79% sedangkan siklus II sebesar 80,62%. Disimpulkan bahwa metode eskperimen dalam model two stay-two stray dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sifat benda. Kata kunci : Hasil belajar, metode eksperimen dan model two stay - two stray
Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA tidak hanya sekedar pengetahuan yang bersifat ilmiah saja, melainkan terdapat dimensi-dimensi ilmiah penting yang menjadi bagian dari IPA, yaitu muatan IPA (content of science), keterampilan proses (science process skills), dan dimensi yang terfokus pada karakteristik sikap dan watak ilmiah. Akan tetapi pada kenyataannya, pendidikan kita tidaklah demikian. Hal ini ditemukan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Blazelly (Sudrajat, 2004) bahwa pembelajaran IPA di Indonesia cenderung teoritik dan tidak terkait dengan lingkungan di mana siswa berada. Akibatnya peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang dipelajarinya di sekolah, guna memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan permasalahan yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Pandanrejo 01 Kota Batu. Beberapa masalah yang ditemukan antara lain: (1) siswa belum menguasai materi, (2) siswa kurang perhatian selama pembelajaran berlangsung, dan (3) hasil yang diperoleh di bawah KKM 13 siswa, yang di atas KKM siswa 11 siswa. Berkaitan dengan hal tersebut , metode eksperimen dan TSTS dapat meningkatkan penguasaan materi IPA dan meningkatkan perhatian siswa dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran TSTS, “dua tinggal dua tamu” yang dikembangkan - two stray. Salah satu model pembelajaran eksperimen adalah TSTS. “dua tinggal dua tamu” yang di kembangkan oleh Spencer Kagan (1992) dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran koperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang di warnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya. Pengertian metode eksperimen menurut Syaiful Bahri Djamarah (1995) metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Kemudian Mulyani Sumantri dkk (1999) mengatakan bahwa metode eksperimen di artikan sebagai cara belajar mengajar yang melibatkan siswa dengan
527
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
mengalami dan membuktikan sendiri proses dan hasil percobaan. Menurut Roestiyah (2001:80) metode eksperimen adalah suatu cara mengajar , dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Menurut Schoenherr (1996) yang dikutip oleh Palendeng (2003:81) metode eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsepkonsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Metode eksperimen menurut Al-Farisi (2005:2) adalah metode yang bertitik tolak dari suatu masalah yang hendak dipecahkan dan dalam prosedur kerjanya berpegang pada prinsip metode ilmiah. Berkaitan dengan penerapan metode eksperimen dan metode two stay - two stray dalam pembelajaran dapat menggali potensi siswa dalam pembelajaran sifat benda. Metode Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan 2 siklus. Penelitian tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum memecahkan masalah. Dalam penelitian tindakan kelas menggunakan tahapan seperti pada Gambar 1 . Perencanaan
Pelaksanaan
Tindakan
Rencana Tindakan Siklus I Refleksi
Perencanaan
Observasi
Pelaksanaan
Tindakan Rencana Tindakan Siklus II
Refleksi
Observasi
Indikator Tercapai Selesai Gambar 1. Siklus-siklus dalam pembelajaran Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah (1) Penyusunan Silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat benda, (2) Penelitian merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktivitaskan siswa dalam kelas, (3) Merancang alat pengumpul data berapa tes yang digunakan untuk mengetahui pemahaman kemampuan siswa. Dalam pelaksanaannya guru membagi kelompok yang berjumlah 4 (empat) siswa. Dilanjutkan dengan guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan dalam kelompok yaitu (1) Setelah selesai mengerjakan LKS, dua siswa dari masing-masing kelompok menjadi tamu kedua kelompok
528
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
yang lain, (2) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu yang datang, (3) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (4) Kelompok mencocokkan dan membahas kerja mereka. Dan langkah terakhir guru membagikan LKS dan masing-masing kelompok mendiskusikan. Guru mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti pembelajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitankesulitan yang dihadapinya. Guru menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna menentukan langkah berikutnya. Guru membuat penilaian siswa, berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi yang dilakukan pada refleksi ternyata nilai ketuntasan klasikal siswa belum memenuhi syarat, maka dilanjutkan ke Siklus II. Hasil Dan Pembahasan
Gambar I Siswa mendengarkan penjelasan pratikum.
Gambar II Siswa melaksanakan presentasi.
SIKLUS I Pelaksanaan pembelajaran siklus I, guru memberikan penjelasan secara klasikal tentang materi yang akan dipelajari menurut Speancer Kagan (1992) tentang pembelajaran TSTS 2 tinggal 2 tamu yaitu dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu yang datang. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri lagi dan melaporkan temuannya pada dua siswa yang tinggal. Setelah itu guru membagikan tugas LKS yang akan dikerjakan siswa dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses hasil percobaan menurut Mulyani Sumatri dkk (1999). Setelah itu setiap kelompok mempresentasikan hasilnya. Hasil penelitian siklus I ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut : (1) siswa belum menguasai materi, (2) siswa kurang memperhatikan selama pembelajaran berlangsung, (3) siswa kurang nampak menyimpulkan materi. Perilaku siswa tersebut menyebabkan siswa sangat sulit untuk menerima dan mencerna materi pembelajaran. Dampak dari hal tersebut adalah tingkat kesukaran siswa dalam memahami materi sangat rendah yang menyebabkan prestasi hasil belajar siswa kurang memuaskan setelah diadakan evaluasi. Hasil penelitian siklus I ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut : Hasil belajar siswa pada siklus I dengan melakukan tes kepada 24 siswa hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.
529
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
TABEL 1. Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I
NO NAMA SISWA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Martono Hariyono Sukoyo Pariyono Mukhamad Tarmuji Anisah Gunawan Agustino Rahayu Puspita Yuliana
NILAI 60 55 25 40 95 55 75 85 40 75 50 20
TUNTAS
TIDAK TUNTAS √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √
NO NAMA SISWA
NILAI TUNTAS
13 Triwahyuni 14 Darmaji 15 Bambang Sulistya 16 Puji Astutik 17 Amelia 18 Kurniawati 19 Yuri Susanto 20 Amanda 21 Yunita 22 Kurniawan 23 Bagas Prasetyo 24 Hariyanti
80 85 65 95 80 85 75 95 60 55 70 70
TIDAK TUNTAS
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Jumlah = 1555 Rata-rata= 64,79%
TABEL 1. HASIL KETUNTASAN KELAS
NO
KATAGORI
JUMLAH SISWA
PERSENTASE
1 2
TUNTAS TIDAK TUNTAS
11 13
45,83% 54,17%
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dijelaskan bahwa dengan KKM yang ditetapkan sebesar 70, maka hasil belajar siswa yang di bawah KKM berjumlah 13 siswa, sedangkan yang berada di atas KKM berjumlah 11 siswa, sehingga perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang akan digunakan pada pembelajaran melalui siklus II. Rendahnya hasil belajar siswa yang sebagian besar masih di bawah KKM dimungkinkan adanya faktor-faktor sebagai berikut: (1) guru menyajikan materi pembelajaran kurang dimengerti siswa, (2) alat pembelajaran demontrasi hanya dilakukan oleh guru saja, (3) guru hanya memberi kesempatan pada sebagian siswa untuk melakukan demonstrasi. Pada pembahasan siklus I kekurangan aktifitas sebelumnya tidak muncul dalam pembelajaran dimungkinkan karena metode eksperimen dan TSTS yang digunakan guru baru saja dikenal oleh siswa, maka siswa masih bingung dan belum paham. Jadi pembelajaran pada siklus I belum mencapai nilai yang di inginkan dan belum maksimal sehingga perlu peneliti melanjutkan ke siklus II. Dari hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I dapat disimpulkan bahwa siswa baru mengenal dan mengetahui tentang metode eksperimen dan TSTS atas dasar data tabel 1.
530
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar I Siswa mendengarkan penjelasan pratikum.
Gambar II Siswa melaksanakan presentasi.
SIKLUS II Pelaksanaan pembelajaran siklus II, guru memberikan penjelasan secara klasikal tentang materi yang akan dipelajari menurut Speancer Kagan (1992) tentang pembelajaran TSTS 2 tinggal 2 tamu yaitu dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu yang datang. Tamu kembali ke kelompoknya sendiri lagi dan melaporkan temuannya pada dua siswa yang tinggal. Setelah itu guru membagikan tugas LKS yang akan dikerjakan siswa di Gambar I dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses hasil percobaan menurut Mulyani Sumatri dkk (1999). Setelah itu setiap kelompok memprestasikan hasilnya Gambar II. Hasil penelitian siklus II ditinjau dari proses pelaksanaan pembelajaran dapat digambarkan bahwa (1) siswa sudah memahami materi selama pembelajaran berlangsung, (2) Siswa memperhatikan dan aktif, (3) sehingga siswa dapat menyimpulkan tentang materi. Setelah diadakan evaluasi, maka hasil belajar siswa pada siklus II, dapat dilihat pada tabel di bawah ini : TABEL 2. Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus Ii NO NAMA SISWA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Martono Hariyono Sukoyo Pariyono Mukhamad Tarmuji Anisah Gunawan Agustino Rahayu Puspita Yuliana
NILAI
TUNTAS
75 90 45 65 95 80 100 95 70 80 90 25
√ √
√ √ √ √ √ √
TIDAK NO NAMA SISWA TUNTAS 13 Triwahyuni 14 Darmaji √ 15 Bambang Sulistya √ 16 Puji Astutik 17 Amelia 18 Kurniawati 19 Yuri Susanto 20 Amanda √ 21 Yunita 22 Kurniawan 23 Bagas Prasetyo √ 24 Hariyanti Jumlah = 1935 Rata-rata= 80,62%
531
NILAI TUNTAS 95 90 75 100 100 100 85 100 95 60 85 100
TIDAK TUNTAS
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
TABEL 2. Hasil Ketuntasan Kelas
NO
KATAGORI
JUMLAH SISWA
PERSENTASE
1 2
TUNTAS TIDAK TUNTAS
19 5
79,17% 20,83%
Setelah diadakan perbaikan pembelajaran pada siklus I tentang metode eksperimen dan TSTS maka pada siklus II ada peningkatan hasil belajar siswa, Siklus I siswa yang mendapat nilai di bawah KKM 13 siswa, siswa yang di atas KKM 11 siswa. Siklus II siswa yang nilainya di bawah KKM 5 siswa, dan siswa yang di atas KKM 19 siswa. Pada siklus II yang dilakukan untuk menjelaskan materi guru aktif bertanya selama proses belajar mengajar berlangsung, sehingga siswa paham dan aktif merespon pertanyaan guru serta menimbulkan minat siswa sehingga siswa dapat menyimpulkan sifat benda. Peneliti tindakan kelas penulis telah menunjukan peningkatan kualitas pada hasil belajar siswa pada tabel 2. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang di inginkan oleh guru tercapai. Pada hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus II dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen dan TSTS dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan Melalui metode eksperimen dan metode two stay - two stray pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, pemahaman siswa terhadap materi lebih baik, teliti dalam mengerjakan tugas, berani dalam mengambil keputusan (mengambil kesimpulan), dan meningkatkan kerja sama antar siswa. Saran Berdasarkan hasil penelitian sebagai respon dan kesimpulan di atas, guru dianjurkan untuk menerapkan metode eksperimen dan TSTS “two stay - two stray” dalam meningkatkan pelajaran IPA. Daftar Rujukan Al-Farisi. 2005:2. Metode Eksperimen. Depdiknas. 2006. KTSP : Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah. Jakarta, Pusat Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah. Mulyani Sumantri dkk. 1999. Metode Eksperimen. Roestiyah. 2001:80. Metode Eksperimen. Schoenherr. 1996. Dikutip oleh Palendeng. 2003:81. Metode Eksperimen. Spencer Kagan. 1992. Pembelajaran TSTS “two stay – two stray” ” ( dua tinggal dua tamu). Syaiful Bahri Djamarah. 1995. Metode Eksperimen. Zubaidah, S, Mahamal S, Yuliatif, L. 2015. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang : Kerjasama PT. Pertamina (Persero) dengan Universitas Negeri Malang. Zubaidah dkk. 2013. Pembelajaran IPA Menjadi Pembelajaran Bermakna. Depdiknas.
532
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENGGUNAAN MEDIA BENDA KONKRIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TENTANG GAYA BAGI SISWA KELAS IV SDN MOJOREJO 02 BATU Nanik Mahmuda SDN Mojorejo 02 Batu
[email protected] Abstrak : Proses belajar mengajar yang kurang melibatkan siswa secara langsung misalnya metode ceramah membuat siswa pasif, bosan, dan tidak tertarik dengan kegiatan belajar , akibatnya sebagian besar siswa sulit mencapai KKM. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan prestasi belajar IPA tentang gaya dengan penggunaan media benda konkrit. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, dan setiap siklusnya terdiri dari perencanaan, pelakaksanaan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunakan media benda konkrit pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pada siklus I hasil belajar mencapai KKM 47.05 % dan pada siklus II 82.35%, pada sub materi tentang gaya di kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu .Penggunakan media konkrit dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Kata Kunci : media benda konkrit, hasil belajar, gaya
Pelajaran IPA sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan mempelajari IPA dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja, berperilaku kreatif dan inofatif pada anak. Untuk mencapai hal di atas maka perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya, melalui penerapan media pembelajaran, peningkatan kemampuan guru, penerapan metode pembelajaran yang bervariasi, dan upaya lainya melalui pengembangan keprofesionalan guru berkelanjutan. Proses pembelajaran IPA di SDN Mojorejo 02 masih sering menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja. Pada kenyataannya penerapan pembelajaran menggunakan metode ceramah dan tanya jawab yang dilakukan di dalam proses pembelajaran, mempunyai kelemahan sebagai berikut : (1) Siswa tidak tertarik dan tidak aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung, dan (2) Nilai siswa masih belum dapat mencapai target Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). (3) Pada saat pembelajaran berlangsung siswa bosan sehingga kelas menjadi gaduh. (4) pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan kurang maksimal. Ketidak aktifan siswa memang sangat berpengaruh terhadap pemahaman materi yang diberikan oleh guru. Ini terbukti hasil pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah dan tanya jawab saja khususnya pada siswa klas IV SDN Mojorejo 02 Batu, pada materi tentang gaya hasil belajar siswa masih belum dapat memenuhi KKM yang sudah ditetapkan. KKM mata pelajaran IPA yaitu 7.00, namun dari hasil tes formatif pada mata pelajaran IPA tentang gaya dari jumlah siswa sebanyak 34 anak yang belum mencapai KKM ada 27 siswa atau 79.21%. Sedangkan siswa yang telah mencapai KKM 7 siswa atau 20.58%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa tentang gaya masih rendah. Untuk itu dirancang metode yang tepat bagi siswa demi terwujudnya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA tentang gaya, khususnya pada siswa kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu, penerapan pembelajaran dengan penggunaan media benda konkrit diyakini tepat untuk mengatasi problem kurang pemahaman siswa tentang gaya. Karena dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit mempunyai keuntungan sebagai berikut : Bagi siswa : (a) siswa termotivasi untuk ikut aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, (b) siswa memperoleh pengalaman belajar yang menarik, (c) siswa lebih memahami konsep gaya, (d) meningkatkan hasil belajar siswa. Bagi guru : (a) guru lebih mudah mengajarkan konsep gaya, (b) membantu guru dalam melakukan perbaikan-perbaikan proses pembelajaran yang dikelolanya, (c) meningkatkan kreatifitas guru, (d) membuat guru lebih
533
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
percaya diri dalam memnyampaikan materi yang diajarkan, (e) membantu guru dalam mengembangkan pembelajaran secara professional. Media konkrit adalah metode pembelajaran yang menggunakan benda langsung. Hal ini sejalan dengan pendapat Wiranata putra (2005), media konkrit adalah segala sesuatu yang nyata dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif dan efisien menuju kepada tercapainya tujuan yang diharapkan. Mulyani Sumantri (2004;178) mengemukakan bahwa secara umum media konkrit berfungsi sebagai : (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif, (b) bagian intergral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) meletakkan dasar-dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) mengembangkan motifasi belajar peserta didik, (e) mempertinggi mutu belajar mengajar. Setyosari (1997;53) juga berpendapat bahwa, guru harus menyediakan dan memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada siswa untuk belajar secara aktif sedemikian rupa sehingga para siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Pernama (1999:202) menyatakan bahwa “media benda asli merupakan benda yang sebenarnya membantu pengalaman nyata peserta didik dan menarik minat dan semamgat belajar siswa“ dengan menggunakan benda asli akan memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa untuk mempelajari berbagai hal terutama menyangkut pengembangan ketrampilan tertentu. Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, sehingga ada peningkatan pemahaman terhadap mata pelajaran IPA terutama tentang gaya. Peningkatan pemahaman ditunjukkan dengan meningkatnya hasil akhir belajar siswa menjadi tinggi. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Mojorejo 02 Batu. Subyek penelitian adalah siswa kelas IV yang berjumlah 34 siswa, dengan rincian 21 laki-laki dan 13 siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan secara berkolalaborasi dengan teman sejawat. Peneliti bertindak sebagai pelaksana tindakan perbaikan pembelajaran sedangkan teman sejawat selaku pengamat pembelajaran. Kolaborasi tersebut bertujuan untuk memeperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran dikelas secara professional. Dalam penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, setiap siklus dilaksanakan dua kali pertemuan, setiap pertemuan dilaksanakan 2 x 35 menit. Setiap iklus ada beberapa tahap, antara lain : perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Tahapan pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu : tahap pra penelitian, tahap perencanaan, dan tahap pelaksanaan. Dalam tahap pra penelitian, peneliti mengidentifikasi masalah yang timbul dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Dari hasil identifikasi tersebut ditentukan suatu masalah yang nantinya akan dijadikan rumusan masalah yang akan diteliti. Untuk menentukan cara mengatasi masalah tersebut. Selanjutnya adalah tahap perencanaan, dalam tahap ini penulis mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan dalam siklus I. Dalam persiapan ini penulis juga berdiskusi dengan teman sejawat dalam membuat RPP dan juga metode yang akan digunakan dalam pelaksanaanya nanti. Selanjutnya adalah tahap pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang sudah dipersiapkan. Dalam pelaksanaan teman sejawat selaku observer mengamati jalannya proses pembelajaran dan mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung yang nantinya akan dijadikan untuk menentukan langkah pada siklus II. 534
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Hasil Dan Pembahasan Siklus I Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus I menggunakan metode penggunaan media benda konkrit dapat berjalan dengan baik, walaupun masih ada siswa yang masih kurang berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran berlangsung, Namun guru segera mendekati dan memotivasi siswa untuk mengembalikan perhatian siswa fokus pada pembelajaran. Prosentase hasil belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel I. Presentase hasil belajar siswa siklus I Rentang Jumlah No. Presentase Keterangan skor siswa Belum 1. 0 -39 1 2,94% Tuntas Belum 2. 40 -59 5 14.70% Tuntas Belum 3. 60 - 69 12 35.29% Tuntas 4. 70 -79 9 26.47% Tuntas 5. 80 - 100 7 20.58% Tuntas Jumlah 34 100% Seperti pada tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 34 anak yang mendapat nilai 0–39=1 siswa atau 2. 94%, yang mendapat nilai 40-59 ada 5 siswa, atau 14.70%, yang mendapat nilai 60-69 ada 12 siswa 35.29%, yang mendapat nilai 70-79ada 9 siswa atau 26.47%,dan yang mendapat nilai 80-100 ada 7 siswa atau 20.58%. Dilihat dari prosentase hasil belajar siswa pada siklus I terlihat bahwa penggunaan media benda konkrit dalam pembelajaran dapat memotivasi siswa mulai mau aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Gambar 1: Siswa terlihat aktif mengikuti proses pembelajaran Siklus II Palaksanan pembelajarn siklus II ini pada dasarnya untuk memastikan dan memantapkan bahwa pembelajaran IPA tentang gaya dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit dapat memotivasi dan mengaktifkan belajar siswa kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu. Berdasarkan hasil belajar yang di peroleh siswa pada siklus I sudah menunjukkan keningkatan. Maka dari itu materi yang diajarkan pada siklus II ini tetap materi yang sama dengan siklus I. Dengan anggapan bahwa jika terjadi peningkatan yang drastis pada hasil belajar siswa maka pembelajaran tersebut dianggap sudah berhasil.
535
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II ini guru memulai pembelajaran dengan apresepsi yang dikaitkan dengan materi gaya, dan kemudian dilanjutkan penyampaian tujuan pembelajaran yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi gaya. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri atas 5-6 orang. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang langkah – langkah yang akan dilakukan dalam melakukan percobaan ( sudah dituliskan dilembar LKS yang dibagikan ke semua kelompok ) Guru menugaskan siswa untuk memulai percobaan dan mendiskusikan hasilnya yang kemudian hasil diskusikan ditulis pada lembar yang sudah disiapkan. Guru mengunjungi tiap kelompok untuk memastikan semua siswa ikut aktif dalam melakukan percobaan dan berdiskusi. Siswa perwakilan dari kelompok maju ke depan kelas mempresentasikan hasil diskusinya secara bergantian, sedangkan kelompok yang lain menanggapinya. Guru bersama – sama siswa membuat kesimpulan hasil diskusi. Siswa mengerjakan soal tes evaluasi individu. Guru menganalisis hasil evaluasi siswa yang nantinya akan didiskusikan dengan observer. Pelaksanaan proses pembelajaran pada siklus II dengan menggunakan media pembelajaran benda konkrit dapat berjalan lebih baik, dan siswa semakin aktif dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran, walaupun pada awal – awal mulainya pembelajaran masih ada siswa yang tidak aktif namun guru segera memotivasinya akhirnya siswa tersebut menjadi semangat dan antusias.
Gambar I:. siswa terlihat sangat antusias mengikuti proses proses pembelajaran. Prosentase ketercapaian hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.Presentase nilai tes evaluasi siklus II Rentang Jumlah No. Presentase Keterangan skor siswa Belum 1. 0 - 39 Tuntas Belum 2. 40 - 59 1 2.94% Tuntas Belum 3. 60 -69 5 14.7% Tuntas 4. 70 - 79 9 26.47% Tuntas 5. 80 - 100 19 55.88% Tuntas Jumlah 34 100% Dari tabel II terlihat bahwa hasil belajar IPA siswa SDN Mojorejo 02 pada siklus II naik sangat dratis dan banyak siswa yang nilainya sudah di atas KKM pencapaian nilai 40–59 dan 60-69 sebanyak 6 siswa (nilai ini masih dibawah KKM ) atau 17.64 % dan nilai 70 –79 dicapai 9 siswa atau 26.47 % sedangkan yang mencapai nilai 80–100 ada 19 anak atau 55. 88%.dari tabel II
536
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
tergambar bahwa dengan menggunakan media belajar benda konkrit dapat membuat siswa aktif dan semangat dalam mengikuti proses belajar yang berdampak pada kenaikan prestasi yang dicapai oleh siswa. Maka dapat ditentukan bahawa siswa yang sudah dapat mencapai KKM 7,00 berjumlah 28 siwa atau 83,35 %. Untuk itu penulis mendiskuskannya dengan observer dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pembelajaran pada siklus berikutnya, karena apa yang diharapkan peneliti bahwa siswa aktif dan terlibat langsung dalam proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan berdampak pada makin meningkatnya pemahaman siswa pada materi IPA kelas IV SDN Mojorejo 02 tentang materi gaya, sehingga nilai siswa dapat mencapai sesuai dengan yang ditargetkan. Simpulan Menggunakan media benda konkrit dapat membuat siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran berlangsung sehingga siswa lebih mudah memahami dan meningkatkan hasil belajar IPA pada materi gaya di kelas IV SDN Mojorejo 02 Batu,yang ditunjukkan pada siklus I mencapai KKM 47,05% dan pada siklus II mencapai 82,35%. Saran Guru harus selalu mencari media yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa. DAFTAR RUJUKAN Udin S. Wiranat putra, 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Universitas Tulaka, (halaman 5.95.11). Nazifah, Sugiono, Abdulssamad PGSD, FKIP Universitas Tanjung pura, Pontianak. “Penggunakan Media Konkrit Meningkatkan Aktifitas Siswa Matematika Kelas I SDN 07 Sungai Sungai Soga Bengkayang”. (Online), (http://modelpembelajaransd.blogspot.co.id/2013 http://nasirpembebasan.blogspot.co.id/2014-0301archive.html Konstruktivisme Dalam Pembelajaran http://Susilofy.wordpress.com2011/02/18 Susilofys Blog. Penerapan Metode Demonstrasi Dengan Media Benda Asli Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa kelas V semesterI.
537
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN METODE KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATERI SUMBER ENERGI BAGI SISWA KELAS II DI SDN GUNUNGSARI 03 BUMIAJI BATU Imelda Dian Wuriyaningtyas SDN Gunungsari 03
[email protected] Abstrak: Upaya menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikan, dan dapat meningkatkan hasil belajar, maka perlu adanya perubahan pembelajaran yang lebih menarik yaitu menerapkan pembelajaran klasikal dan kelompok sebagai upaya meningkatkan proses pembelajaran IPA materi tentang sumber energi dengan menggunakan alat peraga pohon konsep di kelas II SDN Gunungsari 03 Bumiaji Batu. Pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD, yaitu membagi siswa dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru. Berdasarkan hasil refleksi pembelajaran yang diikuti oleh 1 orang guru model dan tiga observer, ditemuan bahwa selama proses pembelajaran, siswa sangat antusias dan penuh percaya diri dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, yang berupa pembuatan pohon konsep. Hasil pemahaman siswa diketahui juga meningkat pada pembelajaran siklus II dari 50% menjadi 82,14%. Kata kunci: metode Kooperatif STAD, hasil belajar, sumber energi
Hakikat pembelajaran IPA adalah kumpulan dari pengetahuan yang mengandung fakta-fakta, konsep atau prinsip-prinsip dalam proses penemuan. Dengan tujuan pembelajaran IPA mengacu kepada KTSP bahwa seorang guru harus menumbuhkan sikap peserta didik untuk bersyukur kepada ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, menerapkan pembelajaran IPA dalam kehidupan sehari-hari, mengembangkan rasa ingin tahu terhadap sains, teknologi, dan masyarakat, memelihara serta menjaga kelestarian lingkungan. Jadi pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Berdasarkan pengamatan hasil belajar siswa yang dilakukan di SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji Kota Batu pada hari Rabu tanggal 3 Februari 2016, dari 28 siswa Kelas II yang mendapatkan nilai dibawah KKM sebesar 50%. Saat pembelajaran berlangsung tidak dapat menguasai materi secara konkrit dan mengeluarkan pendapatnya. Dari permasalahan di atas ditemukan beberapa penyebab siswa merasa kesulitan dalam pembelajaran IPA, pertama guru hanya menggunakan satu metode pembelajaran yaitu ceramah. Kedua guru tidak menggunakan media pembelajaran, sehingga siswa tidak bisa membayangkan konsep sumber energi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga guru tidak menggunakan variasi dalam mengajar. Keempat guru hanya memberikan konsep tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri. Kelima guru memberikan banyak materi pelajaran, sehingga banyak siswa yang tidak tuntas. Beberapa kelemahan metode ceramah yang menyebabkan sebagian besar siswa belum mencapai KKM diantaranya (1) siswa pasif, (2) siswa banyak yang ramai, (3) siswa menjadi jenuh, dan (4) siswa melakukan aktivitas lain. Peneliti melakukan diskusi dengan guru kelas lain dan dihasilkan bahwa pembelajaran yang akan diteliti ialah tentang sumber energi, sedangkan solusi untuk mengatasi permasalahan dan penyebab yang timbul dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi pertama adalah menggunakan media gambar, dengan menggunakan gambar peserta didik dapat melihat gambar sebagai ilustrasi sumber energi. Kedua picture and picture, dalam pembelajaran ini siswa mengelompokkan gambargambar yang merupakan sumber energi dengan energi yang berbeda. Ketiga dengan menggunakan
538
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
model Kooperatif STAD sebagai proses pembelajaran berkelompok, agar siswa dapat memecahkan masalah bersama-sama sehingga dapat menemukan konsep sumber energi sendiri. Menurut Zubaidah (2012) metode ini merupakan salah satu cara termudah yang dipilih karena sangat sederhana hingga cukup baik bagi guru yang baru mengenal model kooperatif STAD di sekolah. Hal tersebut di atas sesuai dengan teori Sudjana (2002) yang menyatakan bahwa metode diskusi adalah suatu cara penyajian materi dengan penjelasan lisan disertai dengan contoh perbuatan atau memperlihatkan suatu proses tertentu yang kemudian diikuti atau dicoba oleh siswa untuk melakukannya. Slavin (2005) menyatakan bahwa STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian seperti pelajaran bahasa Inggris, ilmu sosial, matematika, geografi, sains, dan berbagai kajian lain. STAD dapat digunakan untuk berbagai tingkat pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Armstrong dan Palmer, 1998). Arends (2004) menjelaskan bahwa STAD merupakan pembelajaran yang pada mulanya dikembangkan oleh Robert Slavin dan para koleganya di John Hopkins University dan dipublikasikan pada tahun 90-an. Pembelajaan kooperatif STAD merupakan pembelajaran yang paling sederhana diantara pembelajaran kooperatif lain yang dikembankan oleh Slavin, sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif STAD siswa didorong lebih bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga siswa terlibat aktif dan memiliki usaha yang besar untuk belajar (Johnson dan Johnson, 1999 ) Tujuan dan manfaat dari metode Kooperatif STAD ini. (1) Untuk memberikan gambaran yang nyata dan lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2) Untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat. (3) Untuk menghindari adanya verbalisme, karena dalam metode Kooperatif STAD setelah siswa melihat peragaan dan contoh siswa dapat mencoba melakukannya. Sebagai upaya untuk lebih memaksimalkan berfikir konkrit dalam menemukan tentang sumber energi maka metode Kooperatif STAD dikolaborasikan dengan menggunakan media pohon konsep. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan Penelitian tindakan Kelas (PTK) dalam rangka meningkatkan kemampuan proses dan konsep terhadap pembelajaran IPA tentang sumber energi di SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji dengan judul: “Penerapan Metode Kooperatif STAD Pada Pembelajaran IPA Materi Sumber Energi Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas II di SDN Gunungsari 03 Bumiaji Batu”. „Hasil belajar adalah suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan‟ Sudjana (Kunandar, 2008: 76). Untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui alat penilaian post tes diakhir pembelajaran. Penelitian ini bertujuan (1) untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran IPA tentang sumber energi melalui penggunaan media pohon konsep dengan metode Kooperatif STAD di kelas II SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji, (2) untuk mendeskripsikan hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi penggunaan media pohon konsep dengan metode Kooperatif STAD di kelas II SDN Gunungsari 03 Kecamatan Bumiaji. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua siklus. Pra Siklus Hasil belajar siswa Kelas II SDN Gunungsari 03 pada pembelajaran IPA materi Sumber Energi belum bisa mencapai KKM. Hal tersebut disebabkan guru masih menggunakan metode ceramah saja. Akibatnya, (1) siswa menjadi pasif, (2) siswa banyak yang ramai, (3) siswa menjadi
539
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
jenuh, dan (4) siswa melakukan aktivitas lain. Berdasarkan hal tersebut maka, penulis melakukan perbaikan yang direalisasikan pada tahap-tahap PTK melalui siklus pembelajaran. Menurut Kasbollah (1998) tahapan siklus PTK dapat dilihat dalam Gambar 1
Perencanaan Rencana Tindakan Siklus I Refleksi I
Pelaksanaan
Observasi
Tindakan
Refleksi I
Perencanaan
Refleksi
Pelaksanaan Rencana Tindakan Siklus I
Observasi
Tindakan Indikator Tercapai SELESAI Gambar 1. Alur Pelaksanaan dalam Penelitian Tindakan Kelas
Dalam penelitian tindakan kelas ini, yang menjadi subjeknya adalah siswa kelas II semester II pada SDN Gunungsari 03 dengan jumlah siswa sebanyak 28 orang yang terdiri dari 11 laki laki dan 17 perempuan. Adapun proses pengumpulan data sesuai dengan tujuan penelitian, diperoleh melalui: evaluasi, observasi dan dokumentasi. Untuk evaluasi pembelajaran dilakukan dengan cara pertama, post tes di akhir pembelajaran. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes essay. Menurut Purwanto (1984:35) “tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan, yang jawabannya merupakan karangan atau kalimat yang panjang-panjang”. Kedua observasi yang dilakukan oleh peneliti melalui pengamatan dan mencatat kejadian penting dalam proses pembelajaran IPA tentang sumber energi. Observer I dan II merupakan guru SDN Gunungsari 03. Saat pelaksanaan pembelajaran meminta bantuan observer untuk mengamati proses pembelajaran dan menuliskan temuan-temuannya ke dalam lembar observasi. Setelah selesai observasi kemudian hasilnya dikumpulkan kemudian dilakukan refleksi. Ketiga dokumentasi yang dilakukan oleh
540
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
peneliti ialah dengan mengidentifikasi data sekolah dan subjek yang akan dijadikan penelitian, kemudian mengambil foto saat proses pembelajaran yang berlangsung, setelah itu menganalisis hasil foto guna memperkuat hasil penelitian. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan pengolahan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data berupa deskripsi kejadian yang bersumber dari data observasi dan dokumentasi. Sedangkan data kuantitatif merupakan data dalam bentuk angka-angka yang diambil dari data hasil evaluasi dengan cara post tes setelah pembelajaran berlangsung. Data kuantitatif diperoleh dengan menggunakan cara penskoran diambil dari nilai individu siswa, rata-rata nilai subjek penelitian, dan daya serap klasikal (DSK). HASIL DAN PEMBAHASAN Pada proses pembelajaran terjadi kendala-kendala diantaranya (1) siswa masih banyak yang ramai, (2) siswa bermain sendiri. Hal ini dimungkinkkan disebabkan (1) beberapa siswa yang kurang pandai berkumpul sendiri, (2) menyerahkan tugas pada siswa yang pandai (3) ada siswa yang tidak diberi kesempatan mengerjakan tugas (4) pada fase pembagian kelompok, kelompok ribut saat berkumpul bersama temannya, (5) posisi duduk tempat diskusi tidak beraturan sehingga kelas terlihat tidak rapi, (6) pada fase menjawab, guru meminta siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Kemudian banyak peserta didik saling tunjuk-tunjukan, sehingga tiba-tiba guru memanggil ketua kelompok masing-masing dan (7) pada fase evaluasi, siswa diminta kembali ke tempat duduknya semula, saat itu ada yang membereskan meja, membalikkan kursi, lari-lari dan ada yang berdiam diri saja. Hasil jawaban lembar evaluasi banyak yang salah dalam soal energi yang paling banyak digunakan . Berdasarkan data tentang hasil observasi bahwa refleksi pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan menggunakan metode kooperatif STAD berjalan lancar, siswa senang saat mengumpulkan gambar, pembagian kelompok belum tertib, dalam diskusi kelompok saling mengandalkan, ketika mempresentasikan hasil diskusi saling tuduh dan akhirnya tidak ada yang mau ke depan, sehingga guru berinisiatif untuk presentasi hasil kerja dengan cara memanggil ketua kelompok. Sedangkan siswa belum mencapai KKM sebanyak 14 orang dari 28 orang. Sedangkan tujuan metode kooperatif yang diharapkan adalah (1) Untuk memberikan gambaran yang nyata dan lebih jelas daripada sekedar penjelasan lisan. (2) Untuk memberikan kesempatan kepada siswa dalam melakukan pengamatan secara cermat. (3) Untuk menghindari adanya verbalisme, karena dalam metode diskusi setelah siswa melihat peragaan dan contoh siswa dapat mencoba melakukannya (Sudjana 2002) Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I diketahui siswa kelas II yang belum mencapai ketuntasan belajar minimum (KKM) dari 28 orang untuk materi sumber energi sebanyak 14 orang (50%) sedangkan yang telah mencapai ketuntasan 14 orang (50%). Adapun perolehan hasil belajar dari jumlah siswa 28 orang, siswa yang mendapat nilai 50 sebanyak 4 orang, nilai 60 sebanyak 10 orang, nilai 70 sebanyak 9 orang, nilai 80 sebanyak 5 orang. Dapat ditarik kesimpulan bahwa peserta didik yang mendapatkan nilai tertinggi meningkat menjadi 14 dan nilai terendah meningkat menjadi 14, dengan jumlah nilai seluruh siswa sebesar 1830 dengan nilai rata-rata 65. Nilai hasil belajar siklus I digambarkan pada tabel 1. Hal ini menunjukan bahwa kelas masih belum tuntas, karena hasil belajar siswa dilihat dari DSK (daya serap klasikal) mencapai 85%. Menurut Hamalik ( dalam http://www.sarjanaku.com ) menyatakan bahwa “hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa”. Sudjana (2004:22) menambahkan bahwa “Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimilki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Terdapat tiga macam hasil belajar menurut Howart Kingsley (dalam Sudjana, 2004:22): (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita.
541
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 1. Nilai Hasil Belajar Siklus I
No 1 2 3 4
Keterangan
Nilai 80 50 1830 65
Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jumlah Nilai Nilai Rata-rata
Langkah perbaikannya ialah memperbaiki proses pembelajaran, sehingga meningkatkan hasil belajar. Kedua belum tertib saat duduk dengan kelompok, langkah perbaikan agar siswa tertib saat menempati posisi duduk perkelompok. Melakukan pembagian kelompok dilakukan di awal pembelajaran setelah berdo‟a, kemudian pemberian tugas dengan cara dua orang bertugas membalikkan meja, dan dua orang membalikkan kursi serta merapihkan posisi duduk. Ketiga soal LK dikerjakan oleh sebagian orang, Agar tidak ada saling mengandalkan pekerjaan. Keempat, siswa tidak mau ke depan. Langkah perbaikannya dengan memanggil ketua kelompoknya saja. Kelima siswa ribut saat kembali ke tempat semula, langkah perbaikannya dengan cara memberikan pengarahan kepada siswa sebelum pengerjaan lembar evaluasi. Keenam, soal yang banyak salah tentang konsep sumber energi, jadi guru harus lebih menanamkan konsep tentang sumber energi. Kesimpulannya langkah perbaikan pada siklus II ditambahkan model pemanfaatan media pohon konsep supaya siswa termotivasi. Namun tidak merubah fase pembelajaran yang disusun. Dilihat dari hasil siklus I yang kurang optimal, guru perlu mengadakan siklus II agar nilai yang dihasilkan dapat tercapai secara optimal. Proses pelaksanaan siklus II sama halnya dengan siklus I. Pada tahap perencanaan ini peneliti melakukan persiapan-persiapan untuk melaksanakan tindakan siklus II. Persiapan yang dilakukan diantaranya: mencari berbagai gambar benda yang termasuk sumber energi, setelah itu merumuskan LK yang dapat menggali pengetahuan siswa tentang sumber energi secara konkrit, selanjutnya menyusun RPP dengan langkah pembelajaran dengan penggunaan media pohon konsep, langkah terakhir membuat soal evaluasi yang dapat mencapai tujuan pembelajaran. Pelaksanaan penelitian siklus II dilaksanakan hari Rabu, 2 Maret 2016. Pada tahap perencanaan, guru mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengetahui daya ingat siswa tentang sumber energi pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Pada kegiatan inti siswa menyimak petunjuk pengerjaan LK dengan bimbingan guru dan soal yang akan dijawab berkaitan dengan pengelompokan sumber energi. Selanjutnya siswa mengamati berbagai gambar sumber energi kemudian mengelompokkannya. Setelah itu siswa menempelkan gambar-gambar tersebut pada pohon konsep, guru membimbing masing-masing kelompok. Kegiatan selanjutnya, masing-masing ketua kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kelompok lain menambahkan contoh-contoh sumber energi lain yang mereka ketahui. Tahap selanjutnya pemajangan hasil karya dan dilanjutkan post test. Hasil pembelajaran siklus II diperoleh data dari 28 siswa, 23 siswa mendapat nilai 75 ke atas (82,14%), dan 5 siswa mendapat nilai dibawah 70 (17,85%) dengan KKM 65.
542
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Tabel 2. Nilai Hasil Belajar Siklus II
No 1 2 3 4 5
Nilai 100 95 90 85 80 Jumlah Nilai Rata-rata
Jumlah 3 2 5 5
No. 6 7 8 9 10
Nilai 75 70 65 60 55 2.230 79,6
Jumlah 8 5 -
Berdasarkan table 2 di atas perolehan hasil post test mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. Pada kegiatan penutup guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang sumbersumber energi, dan melakukan refleksi. Guru memberikan arahan untuk menghemat sumber-sumber energi. Guru bersama siswa menutup pembelajaran dengan mengucapkan rasa syukur. Adapun hasil perolehan nilai siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Perolehan Nilai Siklus I dan II
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nilai 50 60 65 70 75 80 85 90 95 100 Jumlah Rata-rata
Siklus I 4 10 9 5 1830 65
Siklus II 5 8 5 5 2 3 2230 79,6
Berdasarkan gambar 3 dapat kita lihat adanya peningkatan ketuntasan di siklus II yang mulanya rata-rata 65 menjadi 79,6. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan metode kooperatif STAD dengan model pohon konsep pada pembelajara IPA tentang sumber energi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan hasil penelitian bahwa pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode Kooperatif STAD meningkat yang awalnya siswa tidak menguasai konsep secara konkrit meningkat menjadi mampu menguasai materi secara konkrit. Siswa yang tadinya malu untuk maju ke depan menjadi berani maju ke depan. Kerja kelompok pada siklus I dilakukan oleh sebagian anggota kelompok, meningkat pada siklus II sudah ada tanggung jawab memecahkan masalah bersama, siswa lebih bersemangat . Penumbuhan karakter yang terjadi yaitu : kerjasama, organisasi, rasa ingin tahu, berani, tangggung jawab, jujur, dan aktif dalam pembelajaran IPA materi Sumber energi. Sedangkan hasil belajar peserta didik pada siklus I mendapatkan nilai dibawah KKM dari 28 siswa hanya 14 yang lulus dan memperoleh DSK sebesar 50% dengan rata-rata 65. Terjadi peningkatan pada siklus II DSK (Daya Serap Klasikal) menjadi
543
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
82,14% dengan rata-rata 79,6. Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diketahui bahwa metode Kooperatif STAD dalam pembelajaran IPA tentang sumber energi dapat meningkatkan hasil belajar. DAFTAR RUJUKAN Zubaidah, Siti., Mahanal, Susriyati., dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang. Sujana. 2002, Metode Demokrasi Cara Penyajian Materi dengan Penjelasan Lisan dengan Lisan. Johnson, D.W. and Johnson, R.T.1999. Learning Together and Alone. 3td Ed.Boston: Allyn and Bacon. Sudjana (Kusnandar, 2008:76) Pengertian Hasil Belajar Kasbollah, Kasihani. 1998. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Bagian Proyek Penataan Guru SLTP setara DIII Mc. Keachie. 2006. Student-centered versus intructor centered instructions. (Online) tersedia dihttp/www.Koperindo.com. (3 juni 1985) Purwanto, Hamalik (dalam http://www sarjanaku.com) Pengertian Hasil Belajar
544
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENGEMBANGAN MEDIA SEDERHANA CAKRAM WARNA PADA MATERI SPECTRUM (PERUBAH WARNA) PADA SISWA KELAS 5 MI BAHRUL ULUM BUMIAJI Muchamad Suwito Mi Bahrul Ulum Kecamatan Bumiaji Kota Batu Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengembangkan media Cakram warna pada materi Spectrum ( perubah warna ) untuk kelas V SD/MI Pengembangan media melalui tahap studi teori, pembuatan dan ujicoba. Aspek yang ambil adalah kevalidan media, kepraktisan dan keefektifan. Hasil validasi kontruksi dan materi/isi masing-masing memperoleh skor akhir 3,71 dan 4,17 sehingga dapat disimpulkan media telah valid. Berdasarkan hasil uji kepraktisan yang memperoleh skor 3,86, media ini memenuhi kriteria praktis. Tingkat ketuntasan klasikal yang menunjukkan keefektifan mencapai 90 % pada indikator 7.2.5 dan 80% pada indikator 7.2.6 berarti media ini efektif. Kata Kunci: Media, Cakram Warna, Perubahan Warna
Proses pembelajaran dapat dianalogkan dengan suatu proses ilmiah. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik penelitian terhadap sesuatu fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, memadukan dengan pengetahuan sebelumnya. Relevansi dengan metode ilmiah pada pembelajaran IPA kelas V pada materi Spectrum adalah keharusan menemukan konsep melalui praktek dan diskusi. Ketuntasan klasikal pada materi pokok Spectrum pada tahun pelajaran tahun 2014/2015 menunjukkan untuk indikator 7.2.5 Mendeskripsikan Cakram warna ( perubahan warna ) hasil praktek berturut-turut hanya 46% dan 57%. Sebagian besar siswa masih kesulitan dalam sub indikator mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi berdasarkan hasil praktek. Hasil refleksi terhadap pelaksanaan pembelajaran selama ini, menunjukkan bahwa salah satu penyebab ketidak tuntasan adalah siswa belum memperoleh pengalaman secara langsung dalam mengidentifikasi variabel Cakram warna dan perubahan warna. Percobaan atau praktek dilaksanakan melalui demonstrasi oleh guru dilanjutkan dengan diskusi. Keterbatasan media menyebabkan tidak semua siswa melakukan praktek sendiri. Pengalaman nyata dalam pembelajaran materi Cakram warna ( perubahan warna), dapat diperoleh siswa dengan mempraktekan materi sesuai dengan KD Penggunaan bahan-bahan praktek tersebut akan menambahkan kreatifitas siswa bahwa pemahaman materi tidak harus dengan alat yang canggih, mahal dan bagus Siswa akan termotivasi untuk mengadakan praktek sendiri di rumah. Dengan menggunakan bahan-bahan bekas yang sederhana Perakitan media sederhana yang dapat memadukan serangkaian langkah kerja dalam identifikasi variabel yang mempengaruhi Cakram warna (perubahan warna), diharapkan mampu memberikan solusi kesulitan siswa akan materi Cakram warna ( Perubahan warna ). Aspek yang harus diperhatikan dalam perakitan media adalah kesesuaian media terhadap tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, materi pembelajaran, gaya belajar siswa, kondisi lingkungan dan ketersediaan waktu . Pemberian nama media dengan istilah yang unik yaitu “Cakram Warna” diharapkan dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran. Media pembelajaran berperan menjadikan konkrit konsep-konsep yang abstrak, menghadirkan objek yang berbahaya atau sukar ke dalam lingkungan belajar, menampilkan objek yang terlalu besar atau terlalu kecil dan memperlihatkan gerakan yang terlalu cepat atau lambat. Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran kongkrit mampu menjadikan proses belajar mengajar di kelas lebih aktif. (Yulaelawati,2004:34).
545
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Metode Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan media pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru untuk menguji kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Uji coba media “Cakram warna“ ini dilaksanakan di MI Bahrul Ulum Bumiaji Kota Batu. Subjek uji coba penelitian adalah siswa kelas V tahun pelajaran 2015/2016 ini berjumlah 21 terdiri dari 13 siswa dan 8 siswi. Aspek yang diteliti meliputi kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. media ”Cakram warna”. Uji validitas menggunakan validitas ahli, kepraktisan menggunakan kuisioner kepada pengguna media dan uji keefektifan hasil belajar siswa tentang konsep Cakram warna. Bentuk data yang diperoleh berupa data kuantitatif yaitu hasil belajar siswa melalui post test dan data kualitatif berupa hasil kuisoner tentang kevalidan dan kepraktisan. Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media sekurang-kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Aspek kepraktisan berhasil jika nilai rata-rata kuisioner penelitian ini sekurang-kurangnya cukup valid yaitu 2,6 ≤ ̅ < 3,4. Sedangkan aspek keefektifan apabila hasil belajar siswa mencapai ketuntasan klasikal mencapai 70% pada KKM =70. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Pembuatan Media a. Studi Teori Dasar kontruksi media Cakram warna adalah untuk mempermudah di dalam menerima materi pembelajaran yang di sampaikan oleh guru b. Perancangan/Proses Dalam proses pembuatan “ MEDIA PEMBELAJARAN SEDERHANA” ini membutuhkan ketelitian,kerapian,kreatifitas.Karena bermacam-macam komponen baik dari bahan-bahan bekas atau dari komponen elaktronika dengan menggunakan arus AC atau arus DC C. Alat dan Bahan yang di gunakan 1. Tang buaya 2. Tang biasa 3. Gergaji 4. Palu 5. Paku dan obeng 6. Palu dan kertas gosok. D. Bahan. 1. Papan harbot/triplek 8. Kertas lipat 2. Kayu pigora 9. Dinamo 9 V 3. Paralon 10.Bohlam kecil 4. Keni paralon 11.Bohlam besar 5. Te paralon 12.Lem 6. Feting kecil 13.Cermin 7. Feting besar 14.Saklar On Of Berdasarkan teori, dapat ditentukan besaran yang dapat diukur yaitu berat dan volume. Alat yang butuhkan . Alat dan bahan yang diupayakan sudah dikenal dan mudah digunakan oleh siswa SD/MI. 2. Pengujian/Penggunaan Media dalam Pembelajaran Langkah-langkah penggunaan media ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengamati,mendengarkan,menyimak dari metode pembelajaran yang di sampaikan oleh guru adapun kegiatan inti di awali dengan atraksi dan kerja kelompok.Adapun kegiatan inti di awali dengan :
546
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
a. Pertama guru memberikan penjelasan dan pengarahan cara penggunaan media Pembelajaran sederhana cakram warna kepada peserta didik. b. Guru memberikan penjelasan kepada peserta didik di mana arus bisa masuk pada modulasi komponen dengan menekan saklar possisi On c. Cakram warna akan berputar sekuat mungkin dengan putaran tersebut akan kelihatan warna Mejikuhibiniu menjadi warna putih Kegiatan inti untuk memusatkan perhatian siswa. Selanjutnya guru membuktikan terjadinya spectrum yang sebenarnya untuk menjawab lebih lengkap guru mengajak siswa untuk melakukan percobaan secara berkelompok dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 anak. Sebelum melakukan percobaan, siswa diminta mempelajari LK-1 terlebih dulu. Selanjutnya secara bergantian masing-masing kelompok melakukan praktikum LK-1 tentang identifikasi adanya Cakram warna Setelah siswa berhasil merumuskan konsep dan menuliskan konsep temuannya dan kesimpulannya guru memberikan penguatan dengan meminta perwakilan siswa untuk menjelaskan terjadinya spectrum. Akhir pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas dan memberikan soal post test berupa draft hand out yang berupa paragraf dimana pada bagian tertentu berisi titik-titik yang harus diisi siswa. a. Uji kevalidan Uji kevalidan dilaksanakan menggunakan validasi ahli yang bertujuan untuk mengukur keterpenuhan kebutuhan dan ketercapaian tujuan pembelajaran dari sudut pandang ahli di bidang tertentu. Penilai validitas ahli dalam penelitian ini adalah dua orang guru sejawat dari sekolah yang sama dengan pengalaman mengajar materi IPA SD/MI lebih dari 10 tahun. Aspek yang dinilai dalam validasi ahli ini adalah validitas konstruk dan validitas materi. Validitas konstruk terdiri sub aspek kesesuaian media dengan karakteristik siswa dan kesesuaian dengan kondisi lingkungan. Validitas materi terdiri sub aspek kesesuaian dengan tujuan pembelajaran dan materi pembelajaran. Penilaian validitas ahli dilaksanakan sebelum dan sesudah pembelajaran tanggal 12 Februari 2016 diperoleh skor validasi sebagai berikut: Tabel 1. Uji Kevalidan No
Validitas Konstruksi
Materi Media 2.1 2.335
Observer 1
2.57
Observer 2
2.85
2.1
2.475
2.71
2.1
2.405
Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media sekurang-kurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Berdasarkan hasil uji kevalidan didapatkan hasil bahwa media Cakram warna belum memenuhi indikator keberhasilan. Hasil diskusi peneliti dengan observer merekomendasikan perbaikan sub aspek validitas materi. Prosedur penggunaan media dipandang terlalu panjang dan rumit, sehingga perlu perbaikan kontruksi atau rangkaian media sehingga prosedur lebih sederhana dan dapat mengamati secara langsung. b. Uji Kepraktisan Uji kepraktisan dilaksanakan menggunakan kuisioner yang bertujuan untuk mengukur tingkat kemudahan, daya tarik dan efesiensi waktu dari sudut pandang siswa sebagai pengguna media. Kuisioner diberikan kepada siswa setelah mengikuti pembelajaran.
547
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Hasil kuisioner uji kepraktisan sesudah pembelajaran tanggal 12 Februari 2016 diperoleh skor sebagai berikut: Tabel 2. Uji Kepraktisan Keprakti san Kemudahan
Aspek Daya Tarik
Efesiensi Waktu
Rerata
Skor
4.09 3.82 2.41 3.44 Mengacu kepada indikator keberhasilan kepraktisan, didapatkan bahwa secara umum media telah memenuhi kriteria kepraktisan. Sub aspek yang perlu diperbaiki adalah efesiensi waktu. c. Uji Keefektifan Keefektifan dinyatakan oleh serapan konsep gaya angkat cairan indikator pembelajaran adalah 7.2.5 Mendeskripsikan keberadaan Cakram warna berdasarkan hasil percobaan. 7.2.6 Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi Cakram warna berdasarkan hasil percobaan. Berdasarkan hasil koreksi lembar jawaban soal postes untuk mengetahui pemahaman konsep dapat diketahui bahwa masing-masing siswa memiliki pemahaman konsep yang berbeda-beda. Sesuai dengan indikator peningkatannya siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang baik atau meningkat apabila rata-rata skor postes dari 8 siswa yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70. Ketercapaian indikator dinyatakan dalam tabel berikut:
Tabel 3. Uji Keefektifan Prestasi Siswa Jumlah Siswa dengan Ketuntasan > 70 % Ketuntasan secara Klasikal Rata-rata
Ketercapaian Indikator 7.2.5 7.2.6 8
2
72,73%
18,18 % 41,82
90,91
Kriteria keberhasilan aspek keefektifan adalah hasil belajar siswa mencapai ketuntasan klasikal mencapai 70% pada KKM =70, sehingga indikator yang belum tuntas adalah 7.2.6 Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi gaya angkat cairan berdasarkan hasil percobaan. 3. Perbaikkan Media Memperhatikan hasil dari pengujian media maka dilakukan perbaikan pada aspek kevalidan adalah validitas materi, pada aspek kepraktisan adalah efesiensi waktu dan keefektifan pada indikator 7.2.6. Pengujian media perbaikkan dilaksanakan melalui pengamatan dalam pembelajaran tanggal 12 Februari 2016 dengan indikator pembelajaran 7.2.2 Mendeskripsikan variabel yang mempengaruhi Cakram warna berdasarkan hasil percobaan. Pembelajaran dimulai dengan dengan apersepsi dengan meminta siswa mengamati bentuk cakram warna Selanjutnya, siswa menyampaikan pendapatnya tentang spectrum, Guru memotivasi siswa dengan menyampaikan bahwa banyak alat yang bisa di gunakan untuk membuat cakram warna baik dari CD bekas atau vahan yang lain.. Kegiatan awal diakhiri dengan guru menyampaikan indikator pembelajaran secara sekilas dan ragam kegiatan yang akan dilakukan. .
548
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan rekomendasi hasil perbaikan, sebelum melakukan percobaan, siswa diminta mempelajari LK-1 terlebih dulu dan guru mendemonstrasi langkah-langkah praktikum . Selanjutnya secara bergantian masing-masing kelompok melakukan praktikum LK-1 tentang identifikasi adanya cakram warna Setelah siswa berhasil merumuskan konsep dan menuliskan konsep temuannya dan kesimpulannya dipapan tulis, guru memberikan penguatan dengan meminta perwakilan siswa untuk menjelaskan penerapan Cakram warna dalam kehidupan sehari-hari. Akhir pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan kesempatan siswa untuk menanyakan hal-hal yang belum jelas dan memberikan soal post test dan kuisioner. a. Uji Kevalidan Perbaikan Penilaian validitas ahli dilaksanakan sebelum dan sesudah pembelajaran tanggal 16 Februari 2016 diperoleh skor validasi sebagai berikut: Tabel 4. Uji Kevalidan Perbaikan No
Validitas Konstruksi
Materi Media 4.13 3.92
Observer 1
3.71
Observer 2
3.71
4.25
3.98
3.71
4.19
3.95
Indikator keberhasilan penelitian untuk aspek kevalidan apabila kriteria validitas media sekurangkurangnya cukup valid dalam skala likert 1-5 yaitu 2,6 ≤ ̅ <3,4 (Arikunto, 2002). Berdasarkan hasil uji kevalidan didapatkan hasil bahwa media cakram warna telah memenuhi indikator keberhasilan. b. Uji Kepraktisan Perbaikan Hasil kuisioner uji kepraktisan sesudah pembelajaran tanggal 18 Februari 2016 diperoleh skor sebagai berikut: Tabel 5. Uji Kepraktisan Perbaikan Keprakti san Kemudahan
Aspek Daya Tarik
Efesiensi Waktu
Rerata
Skor 3.98 3.97 3.64 3.86 Mengacu kepada indikator keberhasilan kepraktisan, didapatkan bahwa secara umum media telah memenuhi kriteria kepraktisan.
c. Uji Keefektifan Perbaikan Berdasarkan hasil koreksi lembar jawaban soal postes dari 10 siswa dapat diketahui Ketercapaian indikator dinyatakan dalam tabel berikut: Tabel 6. Uji Keefektifan Perbaikan Ketercapaian Indikator Prestasi Siswa 7.2.5 7.2.6 Jumlah Siswa dengan 9 8 Ketuntasan > 70 % Ketuntasan 90% 80% secara Klasikal Rata-rata 96,67 76
549
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Sesuai dengan indikator peningkatannya siswa dikatakan memiliki pemahaman konsep yang baik atau meningkat apabila rata-rata skor postes yang diperoleh siswa ≥ kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70 maka semua indikator telah tuntas. Hasilnya terjadi peningkatan kevalidan, kepraktisan dan keefektifan sebagaimana grafik dibawah ini:
Grafik 1. Peningkatan Aspek Kevalidan dan Kepraktisan
Grafik 2. Peningkatan Aspek Keefektifan Pembelajaran Simpulan Media Cakram warna dapat dikategorikan sebagai media yang dirancang (by design) untuk mendukung pembelajaran IPA materi Spectrum. Penggunaan media ini menunjang siswa dalam menemukan keberadaan sekolah berdasarkan praktek/ percobaan sekaligus mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi cakram warna. Saran Pengembangan media cakram warna ini masih memerlukan pengembangan agar tercapai media yang lebih efektif dan efesiean. Biaya perancangan dapat ditekan apabila menggunakan barang bekas layak pakai. Penggandaan media ini terkendala harga KIT IPA yang tersedia di toko Media. Masukan para ahli sangat diperlukan agar siswa terbatas analisis kualitatif saat pengamatan spectrum atau media yang lain sehingga biaya pengadaan dapat ditekan.
Daftar Pustaka Arikunto, S., 1995. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara Susilana, R., 2007. Media Pembelajaran Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: CV Wacana Prima Yulaelawati, 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Pakar Raya
550
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA PADA MATERI KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUP SISWA KELAS VII SMP ARJUNO BATU TAHUN PELAJARAN 2015 / 2016 Isnaini SMP Arjuno Batu
[email protected] Abstrak: Prestasi belajar IPA di SMP Arjuno masih rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan pembelajaran melalui penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA khususnya pada materi klasifikasi makhluk hidup.Upaya peningkatan prestasi belajar siswa kelas VII dalam mempelajari klasifikasi makhluk hidup dengan penerapan model pembelajaran Picture and picture dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ). Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil dari kedua siklus tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa, walaupun rata-rata hasilnya masih rendah terutama pada siklus I, dan ada peningkatan pada siklus II. Kata Kunci: Model Pembelajaran Picture and Picture, Hasil belajar.
Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA ) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan di suatu sekolah dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang dimaksud misalnya guru, peserta didik, kurikulum, lingkungan sosial, sarana pembelajaran, dan lain-lain. Namun dari faktor-faktor itu, guru dan peserta didik merupakan faktor terpenting. Pentingnya faktor guru dan peserta didik tersebut dapat dirunut melalui pemahaman hakikat pembelajaran, yakni sebagai usaha sadar guru untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang sangat berperan dalam meningkatkan mutu hasil belajar. Guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas bertanggung jawab atas keberhasilan pembelajaran yang pada akhirnya berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Dalam proses pembelajaran sebaiknya guru senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran menjadi lebih aktif. Dalam proses belajar mengajar sangat diharapkan terjadi komunikasi timbal balik, dan pada umumnya dalam komunikasi dibutuhkan adanya media khusus dalam komunikasi interaktif, edukatif. Media pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting terutama dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan secara kualitatif maupun kuantitatif. Kenyataannya masih banyak peserta didik yang malas belajar, hal ini dikarenakan rendahnya atau dapat dikatakan tidak adanya motivasi belajar, sehingga peserta didik tidak siap dalam menerima
551
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
pelajaran, mereka acuh terhadap pelajaran. Dengan demikian dampaknya adalah prestasi belajar yang rendah, yang tidak sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan pada masing-masing mata pelajaran. Kenyataan inilah yang terjadi di SMP Arjuno Batu yang menjadi kendala keberhasilan peserta didik sehingga diperoleh prestasi belajar yang rendah yang tidak sesuai dengan KKM yang telah ditetapkan di SMP Arjuno khususnya pada mata pelajaran IPA. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti pada SMP Arjuno Batu dapat ditemukan hal-hal antara lain tidak adanya motivasi belajar, hal ini dapat dilihat dari tidak ada kesiapan sama sekali terhadap pelajaran, mereka acuh terhadap pelajaran dan bermain sendiri serta keluar masuk kelas. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran di SMP Arjuno Batu tidak kondusif, sehingga menyebabkan rendahnya prestasi pelajaran, khususnya mata pelajaran IPA pada kelas VII semester genap. Dari permasalahan di atas untuk meningkatan hasil belajar siswa pada materi klasifikasi makhluk hidup, model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran picture and picture. Model pembelajaran picture and picture adalah salah satu model pembelajaran kelompok dengan menggunakan bantuan gambar-gambar yang menarik. Dan selanjutnya siswa memasangkan urutan gambar-gambar tersebut dengan tepat. Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa dapat meningkatkan minat belajarnya sehingga hasil belajar siswa juga akan meningkat, karena dalam suasana permainan siswa dapat belajar tanpa beban, dan guru juga dapat menyampaikan materi sesuai sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk menghindari pemaknaan yang kurang sesuai terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa istilah sebagai berikut: 1. Picture and Picture adalah salah satu model pembelajaran kelompok dengan menggunakan bantuan gambar-gambar yang menarik. Dan selanjutnya siswa memasangkan urutan sesuai dengan gambar yang ada. 2. Hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran dibawah kondisi berbeda (Wena, 2010). 3. Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar (Istarani, 2011). METODE PENELITIAN Rancangan penelitian meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum dilaksanakan penelitian, maka peneliti menyusun tahapan-tahapan kegiatan dalam penelitian yaitu berupa penyusunan perangkat pembelajaran, di antaranya yaitu pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP ) dan lembar kerja siswa ( LKS ), dan selanjutnya menyusun instrument pembelajaran yang berupa lembar observasi dan pembuatan soal uji kompetensi. Penelitian dilaksanakan di SMP Arjuno Batu yang berlokasi di dusun Wonorejo, desa Tulungrejo, kecamatan Bumiaji, berjarak kurang lebih 10 km dari pusat kota wisata Batu. Adapun subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Arjuno Batu tahun pelajaran 2015 -2016 yang berjumlah 12 orang siswa, terdiri dari laki-laki 8 orang dan perempuan sebanyak 4 orang siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap ( semester 2 ), yakni pada bulan Maret minggu pertama dan kedua untuk siklus I dan bulan Maret minggu keempat untuk siklus II. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas ( Classroom action research ) dan variable yang diamati dalam penelitian ini adalah penggunaan media gambar ( picture and picture ) sebagai variabel bebas sedang variabel terikat adalah hasil belajar siswa.
552
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, di mana siklus satu dan siklus dua merupakan rangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Pelaksanaan siklus dua merupakan kelanjutan dan perbaikan dari pelaksanaan siklus satu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah skor tes siswa dan hasil observasi mengenai aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Arjuno Batu semester genap tahun pelajaran 20152016 yang berjumlah 12 siswa. Tahapan terakhir adalah refleksi. Pada tahapan ini, peneliti bersama guru bidang studi PLH selaku observer melakukan refleksi serta evaluasi dengan cara menganalisis keterlaksanaan model pembelajaran Picture and Picture dan ketercapaian indikator pada siklus I, apakah sesuai dengan rencana yang telah dibuat atau masih perlu perbaikan-perbaikan sebagai pelengkap untuk kriteria yang ditentukan. Data analisis pada siklus I, dipergunakan sebagai acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap tindakan siklus I berupa penerapan kegiatan pembelajaran yang telah disusun dalam perencanaan siklus I, yaitu menerapkan pembelajaran Picture and Picture. Pembelajaran pertemuan pertama Pokok-pokok kegiatan pembelajarannya dideskripsikan sebagai berikut. Kegiatan diawali dengan memberikan pertanyaan kepada siswa mengapa makhluk hidup perlu diklasifikasikan dan bagaimana cara mengklasifikasikan makhluk hidup. Berikut beberapa contoh jawaban siswa “supaya mudah dipelajari”, “supaya mudah dihafal” . Secara berkelompok siswa mempelajari ciri-ciri kingdom monera,protista, dan fungi yang ada di buku siswa (IPA BSE, pengarang Teguh Sugiyarto dan Eny Ismawati, tahun 2008). Selanjutnya siswa diminta menuliskan hasil kerjanya (sesuai kreasi siswa), dan mendiskusikan serta mempresentasikan hasilnya. Guru membagi lembar kerja pada setiap kelompok sebagai bahan diskusi dan meminta perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusi. Pada kegiatan diskusi masih ada beberapa siswa yang tampak malas dan tidak mengeluarakan pendapat sama sekali, hanya siswa tertentu saja dan menuliskan hasil diskusi dalam lembar kerja.Guru menegaskan bahwa dalam mengelompokkan makhluk hidup besar kemungkinan akan berbeda, sesuai pendekatan yang dipakai masing-masing ahli, serta penegasan dengan memfokuskan bahwa mengelompokkan tumbuhan dan hewan itu berdasarkan ciri- ciri utama yang dimiliki anggota makhluk hidup tersebut. Pada pembelajaran pertemuan kedua guru menampilkan gambar-gambar tentang monera, protista dan fungi. Tampak pada kegiatan tersebut siswa lebih antusias dibanding pada pertemuan pertama, terbukti siswa langsung bertanya gambar apa, termasuk dalam kelompok apa dan guru menyampaikan inilah yang akan kalian pelajari. Guru meminta siswa untuk berkumpul sesuai dengan kelompoknya pada pertemuan sebelumnya. Guru membagikan gambar-gambar spesies monera, protista dan fungi pada tiap-tiap kelompok, siswa secara kerja kelompok diminta untuk memasang atau menempelkan gambar-gambar tersebut pada kertas gambar dan menggolongkan sesuai dengan ciri-ciri yang dimilikinya. Seperti tampak pada gambar di bawah ini :
553
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Kelompok 1. Sedang asyik menempel gambar sesuai urutan tertentu
Kelompok 2. Sedang asyik menempel gambar sesuai urutan tertentu Dari kegiatan siswa di atas diperoleh hasil sebagai berikut : Kelompok 1 : hasil pemasangan gambar antara kingdom monera, protista, dan fungi semuanya telah dipasangkan dengan benar. Kelompok 2 : masih ada satu gambar yang tertukar antara kingdom monera dengan kingdom protista. Sedangkan kingdom fungi semua telah dipasangkan dengan benar. Kelompok 3 : salah dalam memasangkan gambar kingdom protista, yaitu protista yang dapat dilihat dengan mikroskop dengan protista yang dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop. Selanjutnya siswa menuliskan ciri-ciri dari Monera, Protista dan Fungi sesuai dengan yang telah diamati secara berkelompok. Pembelajaran diakhiri dengan memberikan test evaluasi ( post test ) untuk dikerjakan secara individu dan dikumpulkan. Adapun hasil post test pada siklus I adalah sebagaimana tercantum pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Kategori Hasil Belajar Siklus I Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase 90 – 100 Sangat tinggi 0 0% 75 – 89 Tinggi 0 0% 55 – 74 Sedang 7 58,33 % 40 – 54 Rendah 3 25 % 0 – 53 Sangat rendah 2 16,67 %
Data Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa secara umum penguasaan siswa terhadap konsep klasifikasi makhluk hidup yang disajikan dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture belum maksimal. Hal ini terlihat pada skor yang berada pada kategori sangat tinggi dan tinggi belum ada ( 0 % ), sedang yang berada pada kategori sedang mencapai 58,33 %, kategori rendah
554
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
mencapai 25 % dan pada kategori sangat rendah 16,67 % dengan demikian menunjukkan bahwa hasil belajar pada siklus I belum maksimal karena nilai yang diperoleh masih di bawah standar. Hal ini menjadi salah satu bahan refleksi untuk pelaksanaan siklus II. Hasil pembelajaran pada siklus II Pada pembelajaran siklus II pembelajaran diawali dengan menayangkan gambar-gambar dari kingdom plantae dan animalia melalui LCD, dan siswa memperhatikan dengan sungguhsungguh.Selanjtnya guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok sesuai pembagian kelompok pada pertemuan sebelumnya. Guru memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilaksanakan siswa, serta membagikan gambar berbagai species dari kingdom plantae dan animalia dan siswa secara berkelompok memasangkan gambar-gambar sesuai urutannya pada kertas gambar yang telah disediakan. Selama kegiatan kelompok berlangsung guru membimbing kelompok atau siswa yang kurang mampu menyelesaikan tugas-tugas kelompok. Guru juga mengingatkan agar masing-masing kelompok bersedia dan mau bekerjasama sesama anggota kelompok. Kemudian setelah sampai batas waktu yang ditentukan , masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kegiatan kelompok ke depan kelas, dan kelompok lain memberi tanggapan. Kegiatan diakhiri dengan mengerjakan soal-soal test evaluasi ( post test ) secara individu dan tidak boleh bekerja sama dalam menyelesaikannya. Berdasarkan hasil pengamatan seorang observer ditemukan bahwa masih ada seorang siswa yang tidak belajar disaat pembelajaran berlangsung, seperti anak bernomor absen 3. Ada kemungkinan penyebab anak ini tidak belajar adalah faktor dari rumah ( keluarga ), kurang diajak bergaul, dan kurang diajak berdiskusi oleh temannya. Dalam hal ini guru berupaya untuk mengatasi dengan mendekatinya dan memberikan motivasi agar bisa mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Adapun hasil yang diperoleh pada kegiatan pembelajaran siklus II adalah sebagai berikut : Kelompok 1 : untuk kingdom plantae semua gambar telah dipasangkan dengan benar. Sedang untuk kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan gambar yang mestinya ada pada filum protozoa dipasangkan pada filum arthropoda ( hewan berbuku-buku ).Untuk kelompok vertebrata semuanya telah dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ). Kelompok 2 : untuk kingdom plantae semua gambar telah dipasangkan dengan benar. Sedang untuk kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan gambar yang mestinya ada pada filum colenterata dimasukkan dalam filum porifera, dan yang mestinya filum arthropoda dipasangkan pada filum mollusca. Untuk kelompok vertebrata semuanya telah dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ). Kelompok 3 : untuk kingdom plantae salah dalam memasangkan gambar tumbuhan monokotil terbalik dengan tumbuhan dikotil. Untuk kingdom Animalia pada kelompok avertebrata ada kesalahan pada pemasangan gambar yang mestinya ada pada filum arthropoda dipasangkan pada filum mollusca. Untuk kelompok vertebrata semuanya telah dipasangkan dengan benar, mulai dari kelas Pisces ( ikan ), Amphibia ( amfibi ), Reptilia ( reptile ), Aves ( burung ) sampai dengan Mamalia ( hewan menyusui ). Sedangkan hasil post test pada siklus II sebagaimana tertera pada tabel 2.
555
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Tabel 2. Distribusi Frekuensi, Persentase dan Kategori Hasil Belajar Siklus II Interval Nilai Kategori Frekuensi Persentase 90 – 100 Sangat tinggi 2 16,67 % 75 – 89 Tinggi 5 41,67 % 55 – 74 Sedang 4 33,33 % 40 – 54 Rendah 0 0 % 0 – 53 Sangat rendah 1 8,33 % Data Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa secara umum penguasaan siswa terhadap konsep klasifikasi makhluk hidup yang disajikan dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture sudah ada peningkatan walaupun belum maksimal. Hal ini terlihat pada skor yang berada pada kategori sangat tinggi ada 2 orang ( 16,67 % ) pada kategori tinggi 5 orang ( 41,67 % ), dan pada kategori sedang mencapai 4 orang ( 58,33 % ), kategori rendah tidak ada, namun pada kategori sangat rendah ada I orang ( 8,33 % ) dengan demikian menunjukkan bahwa hasil belajar pada siklus II sudah ada peningkatan walaupun belum maksimal. Prestasi siswa dalam mempelajari klasifikasi makhluk hidup pada siklus II terjadi peningkatan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil yang diperoleh dari hasil post test. Dari hasil pengamatan guru peneliti dikelas, diperoleh kesan bahwa siswa lebih mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dari pengamatan juga diperoleh kesan bahwa siswa merasa tertarik karena materi yang dipelajari sering dijumpai dalam kehidupan siswa sehari-hari. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas seperti yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa pembelajaran IPA dengan model pembelajaran picture and picture dapat mendorong siswa untuk lebih berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga hasil pembelajaran juga meningkat. Dalam penelitian ini juga tampak bahwa dengan menggunakan model pembelajaran picture and picture suasana belajar jadi lebih menyenangkan, karena dengan menggunakan media gambar siswa menganggap belajar sambil bermain dan tidak menegangkan. Daftar Pustaka Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2005. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta ; Departemen Pendidikan Nasional. Hadi Suwono, M.Si, 2012. Ilmu Pengetahuan Alam. Malang : Universitas Negeri Malang. Irwan Nugraha, 2013. Model Pembelajaran Picture And Picture. ( Online ). Irwan6084.blogspot.com, 2013/04. Ras Eko Budi Santoso, 2011. Model Pembelajaran Picture And Picture. (Online). http://raseko.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-picture-and-picture.html. Teguh Sugiarta, Eny Ismawati, 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP/MTs Kelas VII. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
556
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA MATERI CAHAYA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA POWER POINT DI KELAS VIII-F MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI BATU Akhmad Sugiarto MTs Negeri Batu
[email protected]
Abstrak: Penelitian bertujuan untuk mendriskipsikan penerapan pembelajaran dengan media power point pada siswa kelas VIII MTs Negeri Batu pada bab cahaya optik untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi siswa. Penelitian ini menggunakan 2 siklus, dengan langkah-langkah 1. penjelasan dengan media film 2. animasi menggunakan power point 3.pratikum sederhana 4. Evaluasi tulis. Peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar siswa mencapai 10,81%. Kata Kunci: Media, Power Point, motivasi belajar, hasil belajar
Rendahnya prestasi belajar dalam mata pelajaran IPA-Fisika sudah bukan rahasia umum lagi, Hal ini disebabkan banyak hal. Data dari hasil wawancara secara tidak langsung kepada siswadan para guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu tentang alasan hambatan dalam mempelajari IPA-Fisika didapatkan data sebagai berikut : Siswa sulit memahami dikarenakan jarang praktik, terkesan tidak aplikatif, banyak rumus sehingga menakutkan, pokoknya bisa menjawab soal ketika ujian. Rendahnya prestasi siswa banyak dipengaruhi oleh intake siswa, daya dukung sarana prasarana pembelajaran di sekolah, tingkat kesulitanmateri pembelajaran, kebijakan pemerintah dalam hal evaluasi akhir siswa dalam pembelajaran dan sumber daya guru. Peningkatan prestasi belajar siswa sangat ditentukan oleh profil seorang guru dalam menyikapi berbagai faktor tersebut. Seperti di madrasah kami, adakala penulis berfikiran materi terlalu banyak sedang waktu tidak cukup melakukan praktik, dalam penentuan siswa kelulusan ditentukan oleh nilai UN yang hanya berupa pilhan ganda dan alat praktikum yang minimal. Berbagai kendala di atas tidak mungkin langsung bisa diatasi sekaligus bersama-sama. Maka penulis berusaha untuk memecahkan salah satu permasalahan yakni keterbatasan media, dan alat praktikum. Penulis mencoba memvisualisasikan berbagai teori yang dipraktikan kedalam pembelajaran yang berbasis power point. Pembelajaran berbasis power point sangat praktis, murah, bisa di pakai berulang-ulang dan mudah untuk di sebarluaskan. Pembelajaran menggunakan media power point memerlukan peralatan seperti sebuah Personal Computer (PC) atau LAPTOP, LCD Proyektor, Program pembelajaran atau animasi pembelajaran dan layar. Pada program ini siswa mendapatkan informasi baik Visual (gambar) ataupun Audio (suara). Program pembelajaran dapat kita dapatkan dengan cara me “down load “ dari internet, situs yang dapat diakses misalnya: Depdiknas, physic.co.id. Dari situs tersebut kita pilih materi ajar IPA-Fisika dan pokok bahasan cahaya. Jenis / bentuk pola pengajaran ada beberapa macam, misalnya: fenomena kejadian alam, kegiatan praktek di laboratorium, animasi, latihan soal, kuis dan sebagainya. Layar dapat kita gunakan white board yang sudah ada di masing-masing kelas, tembok dan sebagainya.Untuk mendukung proses kegiatan ini setiap guru harus mampu mengoprasikan program komputer dan masing-masing memiliki sebuah laptop. Inofokus dapat disediakan oleh pihak sekolah. Beberapa keunggulan menggunakan program ini dibanding metode ceramah diantaranya: guru dapat memilih jenis model pembelajaran yang diberikan. Misalnya percobaan pemantulan, guru
557
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
tinggal memasukan program tersebut ke dalam komputer selanjutnya mengoperasikan. Tanpa harus menyediakan alat,bahan praktek, utamanya bagi sekolah yang belum mempunyai peralatan, bahan dan tempat, kegiatan demonstrasi sudah dapat berlangsung. Siswa dapat menyaksikan secara langsung kegiatan tersebut, juga mengulanginya kalau belum jelas. Kegiatan praktek yang dilaksanakan sudah pasti akurat berbeda jika kita sendiri yang melakukan kadang kadang kurang tepat, berbeda kalau kita mengajar dengan papan tulis biasa yang harus menggambar, maka waktu habis untuk menggambar, visualisasi kurang jelas. Jenis fenomena kejadian alam dapat diberikan untuk menunjukan aplikasi dari hal sedang dipelajari. Kadang-kadang untuk masalah ini kita hanya sering bercerita pada siswa saja. Tentunya daya imajinasi siswa berbeda beda. Kadang-kadang informasi yang kita sampaikan kurang lengkap atau daya tangkap siswa tidak dapat menangkap maksud guru secara penuh. Proses kejadian waktunya dapat dipercepat dan diulang. Animasi dapat diberikan untuk penyampaian materi teori, kuis atau bahasan soal. Dalam penulisan data pembuatan grafik atau bagan, skema terasa lebih akurat dibanding kalau seorang guru harus membuatnya di papan tulis. Selain butuh waktu lebih lama kualitas gambar kurang baik. Pembuatan grafik atau bagan dapat diulang-ulang dan diperlambat sehingga siswa lebih jelas. Demikian juga dalam penyelesaian soal-soal latihan dapat dikemas mirip permainan atau kuis, sehingga siswa tidak bosan Yang tidak kalah pentingnya, siswa tidak selalu harus mencatat, meskipun dengan mencatat kata-kata kunci itu lebh baik. Dengan penggunaan power point siswa cukup mengkopi data dari guru pada akhir pelajaran. Dirumah siswa dapat mengulang dengan cara memasukan data kekomputer, HP android yang telah di instal program office dan mengoperasikannya. Guru juga terbantukan sehingga sebelum menyampaikan materi pembelajaran dapat belajar dahulu sebelumnya. Materi atau bahan ajar yang tersampaikan selalu up to date dan standart secara nasional. Dengan menggunakan program ini seolah masalah masalah diatas dapat terselesaikan. Penerapan program pembelajaran dengan media power point jika direncanakan secara sistematik dan diintegrasikan dalam proses pembelajaran diharapkan dapat menggairahkan suasana belajar siswa, sehingga prestasi belajar siswa dapat meningkat. METODE
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIIIE MTsN Batu yang berjumlah 37 siswa. Penelitian ini dengan judul Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Materi Cahaya Dengan Menggunakan MediaPower Pointdi Kelas VIIIE Madrasah Tsanawiyah Negeri Batu, merupakan Penelitian Tindakan Kelas (action research classroom) menggunakan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, obeservasi dan refleksi. Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan meliputi pengamatanr percobaan pada sub pengertian cahaya, sifat cahaya, hukum pemantulan, sifat bayangan pada cermin datar dan jumlah bayangan yang terbentuk. Sedangkan pada siklus 2 terdiri dari 2 kali pertemuan meliputi pengamatan, percobaan menggambar banyangan pada cermin lengkung. Data yang diperoleh berupa hasil diskusi, praktik sederhana, ulangan harian yang dianalisis secara kualitatif. HASIL dan PEMBAHASAN Diskripsi Pembelajaran Siklus I Proses pembelajaran pada siklus I terdiri dari 2 pertemuan. Masing-masing pertemuan 2 jam pelajaran. Pertemuan I membahas definisi cahaya, sifat cahaya, hukum pemantulan, sifat cermin datar, pembentukan bayangan pada 2 cermin datar yang membentuk sudut.
558
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pertemuan I Setelah anak-anakberdoa, maka guru meminta anak-anak untuk melakukan senam yang akan menambah semangat pada anak. Setelah itu anak-anak ditanyakan tentang materi-materi sebelumnya tetang gelombang. G : ”Anak-anak apa sudah belajar?” S : ”sudah pak”. G : ”Sekarang hari yang cukup cerah, dengan cahaya yang begitu terang?” G : Menanyakan salah satu siswa, ”Atia, penampilanmu kok hari ini begitu rapi, dan kelihatan cantik”. S1 : ”Ya pak, karena sudah mandi dan bercermin” G : ”Bercermin, kenapa bercermin?” S2 : ”Biar kelihatan Cantik, pak”. G : Guru menanyakan ke semua siswa ”mengapa ani bisa melihat banyangannya di cermin” S : ”Karena ada cahaya pak” G : ”Lah, pas dong dengan materi kita hari ini, belajar cahaya dan optik” Guru membuka korden jendela, kemudian menanyakan kenapa cahaya bisa masuk ke dalam ke kelas, kemudian beberapa siswa menjawab “termasuk gelombang elektromagnetik dan masuk melewati kaca jendela pak”. G : “apa itu gelombang elektromagnetik” S : “Gelombang yang tidak memerlukan medium dalam merambat pak” Kemudian guru menghidupkan LCD Proyektor yang penutupnya belum di buka, setalah itu penutupnya di buka. Guru bertanya, “mengapa cahaya tidak kelihatan keluar dari LCD Proyektor, setelah di buka cahaya kelihatan memancar dari LCD Proyektor. S :“Karena ada penutupnya pak” Guru membagikan lembar kerja tentang cahaya untuk mengetahui pengetahuan dasar yang telah dipelajarinya waktu SD dan dari percakapan di awal pertemuan. G : “Ok, Sekarang amati film berikut.
Gambar 1. Film tentang cahaya dan Hantu
559
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Siswa memperhatikan film yang ditampilkan oleh guru!guru meminta hal-hal penting agar dicatat, sehingga siswa mengamati dengan seksama. Selama dalam pengamatan film ada siswa yang serius mengamati, ada siswa yang cuek. Sehingga guru perlu keliling kelas untuk mengingatkan siswa agar mencatat hal-hal penting dalam pandangan mereka. Setelah Film selesai maka guru membagikan LK 1ke masing-masing kelompok dan dijawab dengan diskusi yang berkaiatan dengan film dan pengetahuan tentang cahaya. Selama kerjasama didalam kelompok masih ditemukan siswa yang tidak serius dalam bekerjasama menyelesaikan tugas LK. Sehingga guru harus berulangkali mengingatkan agar mereka mengerjakan LK secara berkelompok.
Gambar 2. Suasana Diskusi Kelompok Hasil kerja kelompok dalam mengerjakan Lk, guru memintamasing-masing kelompok membacakan kesimpulan dan hikmah apa dari film yang di lihatnya sedang siswa yang lain mendengarkan serta diperbolehkan berkomentar.Dengan adanya saling mengkritik dan memberi masukan antar kelompok membuat suasa kelas hidup sehingga terlihat keseriusan siswa dalam menyampaikan hasil diskusi kelompok. Hasil dari presentasi antar kelompok, guru memberikan penguatan dan evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan pada saat itu. Setelah penguatan dari guru maka diakhiri dengan salam. Pertemuan 2 Pembelajaran pertemuan ke 2 diawali dengan mengingatkan kembali materi dengan sub tema cahaya. Pertemuan yang ke 2 ini guru memberikan motivasi, dan memberitahukan tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat melakukan praktik sifat cahaya LK 2 dan menghitung jumlah banyanga pada 2 cermin datar yang membentuk sudut LK 3. Guru meminta siswa berkumpul sesuai kelompok pada pertemuan sebelumnya dan masing-masing kelompok di beri LK 2 dan LK 3. Guru menjelaskan prosedur praktikum sifat cahaya dan pembentukan bayangan. Selama proses pembelajaran siswa begitu antusias melaksanakan praktik, terbukti kelas begitu ramai dan ingin mencoba. Tabel pengamatan jumlah bayangan
560
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Tabel 1. Praktikum Jumlah Bayangan Jumlah Bayangan Kelomp 0 ok Sudut 30 Sudut 600 Sudut 900 I 11 5 3 II 12 5 4 III 11,5 5 3 IV 11 5 3 V 11 5 3 VI 12 5 3 VII 11 5 3,5 VIII 11 5 3 IX 11,5 5 3
Sudut 1200 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Refleksi Siklus 1 Berdasarkan pengamatan selama proses pembelajaran pada siklus I ini dapat disimpulkan Kendalanya Penyebab Alternatif Pemecahan 1. Media Film Sound menggunakan -Sound menggunakan -Suara kurang jelas portabledan Kelas di speaker aktiv sebelah ramai - Kerjasama dengan guru lain/kelas sebelah 2. Menjawab Soal kurang Waktu sempit Waktu ditambah atau optimal konsentrasi anak dalam diskusi dioptimalkan 3. Praktik sederhana 1. Tidak terbiasa Pratik Siswa dibiasakan 2. Tidak teliti melakukan pratikum sehingga ketelitian anak optimal Pembelajaran pada siklus I ini diperoleh skor rata-rata setiap kelompoknya……….. Perolehan nilai ini melebihi /kurang dari kkm secara umum yakni 75. Hasil ini membuktikan bahwa proses pembelajaran pada siklus I masih jauh dari harapan dan kesempurnaan sehingga diperlukan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Hasil refleksi pada siklus ini dapat disimpulakan 1. Pada saat pengamatan film dan power point kurang konsentrasi 2. Fasilitas sarana yang dioptimalkan 3.Pembiasaan pratikum untuk ketelitian. Deskripsi Pembelajaran Siklus 2 Pertemua Proses pembelajaran pada siklus II terdiri dari 2 pertemuan selama 2 x 40 menit. Pertemuan 1 Pertemuan ini membahas tentang pembentukan bayangan pada cermin lengkup, aplikasi dalam soal. Pembelajaran dimulai dengan guru menanyakan materi tentang sifat-sifat cahaya. Guru mencoba mengulang pertanyaan yang pada pertemuansebelumnya yang telah dibahas. Setelah itu guru memulai pembelajaran dengan menggunakan media power point. Guru menanyangkan proses pembentukan bayangan pada cermin cekung, dengan menggunakan 3 sinar istimewa. Dari percobaan menggunakan media power point ini guru menjelas makna-makna yang ada pada cermin seperti pusat
561
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
kelengkungan atau jari-jari, focus jarak benda, dan jarak banyangan. Setelah itu guru menjelaskan pembagian ruang pada cermin lengkung. Setelah penjelasan :
Gambar 3. Simulasi 3 sinar istimewa di power point Setelah menjelaskan cara menggambar pembentukan bayangan siswa diminta mempraktikkan dengan pedoman sebagaimana LK 4. Selama proses praktik menggambar siswa begitu senangnya tapi kesulitan dalam menggambar. Di ujung pertemuan guru memotivasi untuk menggambar dan menerapkan dalam soal-soal sehingga dibutuhkan banyak latihan. Di ujung pertemuan guru meminta siswa untuk belajar lebih giat lagi karena pertemuan berikutnya ulangan sub bab cahaya sampai soal pembentukan banyangan. Pertemuan 2 Proses pembelajaran pada sub mengmbar bayangan pada cermin lengkung sudah dilakukan pada pertemuan seblumnya maka untuk mengukur kemampuan masing-masing siswa dapat dilakukan dengan ulangan harian model esai sebanyak 10 soal. Berdasarkan hasil ulangan Tabel 2: Hasil Ulangan no Perolehan nilai 1 N<55 2 55≤N<75 3 75≤N<85 4 85≤N≤100
Jumlah 1 4 12 20
Presentase 2.70 10.81 32.43 54.05
Pembelajaran pada siklus II ini diperoleh skor rata-rata 84,14 Perolehan nilai ini melebihi dari kkm secara umum yakni 75. Hasil ini membuktikan bahwa proses pembelajaran pada siklus II masih jauh dari harapan dan kesempurnaan sehingga diperlukan perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya. Hasil refleksi pada siklus ini dapat disimpulakan 1. Pada saat pengamatan film dan power point kurang konsentrasi 2. Fasilitas sarana yang dioptimalkan 3.Pembiasaan pratikum untuk ketelitian. Kesimpulan Proses pembelajaran IPA- Fisika selama ini yang kurang menyenangkan sehingga mengakibatkan motivasi siswa kurang optimal dan hasil yang kurang memuaskan dikarenakan
562
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
pembelajaran yang menutun, kurang pratik dapat diatasi dengan pembelajaran menggunakan Power Point. Pembelajaran menggunakan power point mampu menambah daya kreatifitas guru, dan siswa merasa senang. Pembelajaran yang menyenang dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih giat sehingga menghasilkan hasil belajar yang optimal, ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pada siklus I adalah 75,95 sedang pada siklus II adalah 85,14 sehingga mengalami peningkatan 10,81 % Kesimpulan ini di dapat dari hasil wawancara dan hasil evaluasi siswa yang lebih tinggi, sehingga penggunaan media power point bisa ditingkatkan untuk proses pembelajaran berikutnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara. Chandra. 2005. Menu Interaktif Flah MX-5 2004. Palembang : MaX-5iikom. Anam Ch 2000. Kebijaksanan Depdiknas dan Mutu Pendidikan, Makalah disajikan dalam rangka seminar dan lokakarya FMIPA Unesa HFI cabang Surabaya. Fathoni, A.R. 1993. Pengembangan Komputer Pembelajaran (Unit II CIA). Surabaya University Press IKIP Surabaya. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Karim, Saeful. dkk. 2008. Belajar IPA Membuka Cakrawala Alam Sekitar. Jakarta: Pusat Perbukuan Nasional Departemen Pendidikan Nasional. Kurniawan, Yahya. 2006. Belajar Sendiri Macromedia Flash 8. Jakarta : PT EleX-5 Media Komputindo. Madya, Suwarsih. 2006. Teori dan Praktik : Penelitian Tindakan. Bandung : Alfabeta. Mudhoffir. 2001. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pusat Sumber Belajar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mukminan. 2001. Desain Pembelajaran. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta Press. Pramono, Andi. 2001. Presentasi Multimedia dengan Macromedia Flash 8. Yogyakarta : CV Andi Offset. Prayitno, E. 1989. Motivasi dalam Belajar. Jakarta. Depdikbud. Sardiman, Arief S. dkk. 2006. Media Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
563
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN MODEL TW0 STAY TWO STRAY UNTUK PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATA PELAJARAN IPA SIFAT BENDA KELAS IV SDN TLEKUNG 02 Iik Suyanti SDN Tlekung 02 Kota – Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan untuk mengatasi rendahnya prestasi belajar siswa dalam belajar IPA siswa kelas IV SDN Tlekung 02 Kota – Batu, pada materi mengidentifikasi sifat – sifat benda cair, padat, dan gas. PTK dilakukan dalam 2 siklus dengan model pembelajaran kooperatif type “ two stay two stray “. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari pra penelitian ke siklus I kenaikannya sebesar 8%, dari siklus I ke siklus II kenaikannya sebesar 16%. Kriteria ketuntasan belajar klasikal tercapai pada siklus II, yaitu 76% siswa mencapai ketuntasan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran “ two stay two stray “ dapat meningkatkan hasil prestasi belajar siswa. Kata Kunci : Two Stay Two Stray, prestasi belajar
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu mata pelajaran yang mengharapkan siswa – siswinya menjadi aktif, kreatif dan menenyenangkan dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan kurikulum 2006 yang tertera dalam Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standart isi yang bertujuan: (1) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat; (2) Mengembangkanketerampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Oleh karena itulah mata pelajaran IPA sangatlah penting untuk dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan. Proses pembelajaran di SDN Tlekung 02 semester I pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan KD: mengidentifikasi sifat – sifat benda cair, padat, dan gas , dan KKM (Kriteria Ketuntasan minimal) yang ditetapkan adalah 7. Hasil pengamatan pembelajaran di kelas menujukan bahwa: (1) prestasi belajar siswa tidak mencapai standart yang diharapkan, (2) siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, (3) siswa tidak bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran, ( 4) siswa selalu ramai dalam mengikuti proses pembelajaran, (5) kurang terciptanya komunikasi antar individu dengan baik. Penerapan model two stay two stray dapat meningkatkan: (1) prestasi belajar siswa, (2) meningkatkan keaktifan siswa, (3) meningkatkan semangat siswa, (4) meningkatkan komunikasi antar individu dalam kelompok belajar, (5) meningkatkan kosentrasi siswa. Hal ini sejalan dengan Lie (2004) 1. adanya elemen – elemen yang saling ketergantungan secara positif, 2.adanya interaksi tatap muka, 3.akutanbilitas individual, 4.ketrampilan menjalin hubungan pribadi. Sunal dan kaus dalam Isjoni (2009:15) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan belajar siswa agar bekerjasama dalam kelompok selama proses pembelajaran. (Sugiyanto,2010:37) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berfokus pada kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Agus Supriono (2012:93) bahwa model pembelajaran “ two stay two stray “dapat mendorong anggota kelompok untuk memperoleh konsep secara mendalam melaui memberi dan menerima .
564
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasarkan hal tersebut di atas maka diperlukan penerapan model two stay two stray untuk peningkatan prestasi belajar siswa dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA tentang sifat – sifat benda padat, cair, dan gas di SDN Tlekung 02 Kota – Batu. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah pnelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas pada hakikatnya adalah merupakan sarana untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme pendidik dan prestasi belajar siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Akbar, (2009:83) yang mengungkapkan bahwa PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di kelas, atau memecahkan masalah dalam pembelajaran kelas. Penelitian ini dilakukan secara kolaborasi antara penulis sebagai pelaksana tindakan perbaikan dan observer sebagai pengamat penelitian. Penelitan tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana. Jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil, maka perlu adanya perbaikan rencana pembelajaran untuk bisa memecahkan masalah. Metode penelitian ini bisa digambarkan seperti pada (gambar 1) di bawah ini. PRA PENELITIAN
MenentukanPermasalahan Mengumpulkan data awal tentang hasil belajar kognitif dan psikomotorik siswa sebagai study awal
PERENCANAAN RPP
PELAKSANAAN TINDAKAN
TINDAKAN SIKLUS 1 REFLEKSI
OBSERVASI
PERENCANAAN RPP
PELAKSANAAN TINDAKAN
REFLEKSI
OBSERVASI
TINDAKAN SIKLUS 2
Indikator Tercapai
Selesai Gambar1. Siklus PTK( Kasbollah, 1998)
565
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Secara teknis tahap – tahap kegiatan penelitian dalam siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut : Siklus I a. Rencana Tindakan Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: (1) Menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi sifat – sifat benda padat, cair dan gas kelas IV, (2) Merancang skenario pembelajaran yang dapat merangsang semangat siswa dalam belajar, (3) Merancang alat pengumpul data berupa tes tulis yang digunakan untuk mengetahui hasil prestasi siswa. b. Pelaksanaan tindakan. 1. Dalam penelitian ini, guru pengajar sebagai peneliti melaksanakan skenario pembelajaran, sedangkan observer (yang melakukan pengamatan) dilakukan oleh seorang teman sejawat. Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan antara lain: (a) penjelasan secara umum tentang tujuan pembelajaran, (b) penjelaskan tentang model pembelajaran yang akan diterapkan, (c) penjelaskan langkah – langkah kegiatan dalam melakukan percobaan, (d) pengumpulkan hasil diskusi kelompok serta hasil evaluasi yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, dan (e) menganalisa hasil tes tulis dari materi yang telah diajarkan. 2. Penulis mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dan mencatat kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan oleh masing – masing siswa dalam proses pembelajaran. 3. Penulis memberi soal evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman dan sejauh mana materi yang diserap oleh siswa. c. Obesevasi Pada waktu observasi observer menggunakan lembar observasi untu mengamati dan mencatat kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan bertanya pada siswa tentang kesulitan yang mereka hadapi d. Refleksi Peneliti menganalisa hasil tes soal evalusi siswa, dan hasil observasi pada siswa, supaya bisa menetukan langkah langkah selanjutnya. Peneliti membuat penilaian.Berdasarkan apa yang didapat siswa pada evaluasi yang telah dilakukan. Jika ternyata hasilnya kurang bisa memenuhi target KKM, maka akan dilakukan perbaikan – perbaikan yang akan dilanjutkan ke siklus ke II. SIKLUS II a. Rencana Tindakan Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: (1) Menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi perubahan wujud benda padat, cair dan gas kelas I, (2) Merancang skenario pembelajaran yang dapat merangsang semangat siswa dalam belajar, (3) Merancang alat pengumpul data berupa tes tulis yang digunakan untuk mengetahui hasil prestasi siswa. b. Pelaksanaan Tindakan Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi dengan menyanyi judul “ Benda Padat “ dan tanya jawab kepada siswa tentang es. Guru memberi penjelasan tentang tujuan pembelajaran.Guru memberi penjelasan tentang materi. Guru menjelaskan langkah – langkah model pembelajaran type “ two stay two stray “ sebagai tersebut: (1) guru membagi siswa menjadi 6 kelompok, masing – masing kelompok terdiri dari 1-4 siswa, (2) Guru menjelaskan langkah – langkah dalam melakukan percobaan (3) guru membimbing siswa dalam melakukan percobaan, (4) Siswa berdiskusi kelompok dan guru berkeliling untuk memastikan setiap anggota kelompok yang berpartisipasi aktif dalam diskusi, (5) Guru mendatangi masing – masing kelompok untuk
566
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
membetulkan kesimpulan, (6) guru menunjuk 1 siswa sebagai tuan rumah, dan 3 siswa lainya sebagai pengunjung untuk mendapatkan materi yang berbeda, (7) guru membimbing siswa dalam setiap kelompok untuk bisa memberi penjelasan kepada pengunjung dari kelompok lain, (8) Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi tentang percobaan, Sebelum LKS dikerjakan. Guru menjelaskan prosedur pengisian jawaban soal sehingga siswa tidak kebingungan dalam mengerjakan soal. c. Obesevasi Pada waktu observasi observer menggunakan lembar observasi untuk mengamati dan mencatat kejadian yang terjadi pada saat proses pembelajaran berlangsung dan bertanya pada siswa tentang kesulitan yang mereka hadapi d. Refleksi Peneliti menganalisa hasil tes soal evalusi siswa, dan hasil observasi pada siswa, supaya bisa menetukan langkah langkah selanjutnya. Peneliti membuat penilaian berdasarkan apa yang didapat siswa pada evaluasi yang telah dilakukan. Jika ternyata hasilnya kurang bisa memenuhi target KKM, maka akan dilakukan perbaikan – perbaikan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran selanjutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan di SDN Tlekung 02 desa Tlekung Kecamatan Junrejo, Kota – Batu, dengan subyek penelitian siswa kelas IV yang berjumlah 25 siswa, laki – laki berjumlah 13 siswa dan perempuan 12 siswa. Pada saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung banyak ditemukan kejadian – kejadian yang dialami siswa diantaranya: (1) siswa tidak ada yang mengajukan pertanyaan, (2) diskusi kelompok belum aktif benar masih ada beberapa siswa yang diam dan bergurau sendiri, (3) siswa belum bisa menyimpulkan hasil percobaan. Berdasarkan masalah tersebut di atas dimungkinkan ada faktor- faktor penyebabnya. Salah satu penyebab dari masalah siswa yang enggan bertanya adalah kurang konsentrasi dalam belajar .Menurut Slameto (2010:87) seseorang mengalami kesulitan konsentrasi belajar disebabkan oleh: (a) kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari, (b) keadaan lingkungan ( bising, hiruk – pikuk,dan ramai), (c) pikiran kacau /masalah kesehatan terganggu.Untuk mengatasi siswa yang kurang konsentrasi dalam belajar maka guru harus mempunyai strategi untuk meningkatkan daya konsentrasi siswa dalam belajar. Strategi yang harus dilakukan menyajikan percobaan yang berbeda alat dan bahannya. Terjadinya diskusi kelompok yang belum aktif dimungkinkan adanya faktor penyebab diantaranya: (a) jumlah dalam kelompok yang terlalu banyak, (b) sebagian besar siswa daya serapnya rendah, (c) siswa kurang mengerti dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan percobaan.Sejalan dengan Eggen dan Kauchak (1993:319) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan guru agar siswa saling -membantu dalam mempelajari sesuatu, Slavin (1997), pembelajaran kooperatif, merupakan metode pembelajaran dengan siswa bekerja dalam kelompok yang memiliki kemampuan heterogen. Untuk meningkatan keaktifan siswa dalam diskusi kelompok perlu dilakukan kiat – kiat sebagai berikut : (a) jumlah anggota dalam kelompok dikecilkan menjadi 1-4 siswa, (b) guru membagi kelompok secara merata ada yang tinggi, sedang, dan rendah daya serapnya, (c) penjelasan tentang langkah – langkah untuk melakukan percobaan secara rinci dan detail dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa Beranjak dari siswa yang belum bisa menyimpulkan hasil percobaan maka peneliti dan observer mendiskusikan hal tersebut untuk mencari faktor – faktor penyebab, maka ditemukan kendala sebagai berikut: (a) siswa belum memahami materi, (b) siswa salah dalam melakukan percobaan. Berdasarkan kendala tersebut maka guru melakukan kegiatan memberi contoh cara menyimpulakan hasil diskusi dan siswa perlu mendapat bimbingan dan belajar pendampingan untuk menyimpulkan hasil percobaan .
567
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 1.Pengambilan simpulan didampingi penulis
Pelaksanaan pembelajaran siklus I dengan penerapan model two stay two stray hasil belajar siswa dapat digambarkan bahwa dari 25 siswa yang memenuhi target KKM ada 15, sedangkan 10 siswa di bawah KKM. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif. Prosentase tingkat ketercapaian hasil belajar siswa bisa dilihat pada Tabel 2. Tabel 1.Prosentase Nilai Tes Pra Siklus.
NO 1 2 3 4 5
Rentang Nilai 0 - 49 50 - 59 60- 69 70 - 79 80 - 100 jumlah jumlah nilai : 1510 Rata – rata : 60,4
Jumlah Siswa 5 4 3 7 6 25
Prosentase 20% 16% 12% 28% 24% 100%
ketuntasan Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Tuntas tuntas
Tabel 2. Prosentase Nilai Tes Siklus I.
NO 1 2 3 4 5
Rentang Nilai Jumlah Siswa 0 - 49 5 50 - 59 4 60- 69 1 70 - 79 7 80 - 100 8 jumlah 25 jumlah nilai : 1580 Rata – rata : 62,3 Sumber observasi : Batu, 2016
Prosentase 20% 16% 4% 28% 32% 100%
ketuntasan Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas Tuntas tuntas
Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 25 siswa, yang mendapat nilai 0 – 49 = 5 siswa atau 20 %, yang mendapat nilai 50 – 59 = 4 siswa atau 16 %, yang mendapat nilai 60 – 60 = 1 siswa atau 4%, yang mendapat nilai 70 – 79 = 7 siswa atau 28%, yang mendapat nilai 80 – 100 = 8 siswa atau 32%. Hasil pengamatan yang terjadi di siklus 1 siswa mulai aktif dan prestasi belajar ada kenaikan 8%.
568
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 2. Siswa ktif dalam melakukan percobaan
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dengan penerapan model two stay two stray hasil belajar siswa dapat digambarkan bahwa dari 25 siswa yang memenuhi target KKM ada 19 siswa atau 76%, sedangkan siswa di bawah KKM ada 6 siswa atau 24%. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif. Prosentase tingkat ketercapaian hasil belajar siswa bisa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.Prosentase Nilai Tes Siklus II.
NO 1 2 3 4 5
Rentang Nilai Jumlah Siswa 0 - 49 2 50 - 59 1 60- 69 3 70 - 79 11 80 - 100 8 jumlah 25 jumlah nilai : 1765 Rata – rata : 70,6 Sumber observasi : Batu, 2016
Prosentase 8% 4% 12% 44% 32% 100%
ketuntasan Belum tuntas Belum tuntas Belum tuntas tuntas tuntas
Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa dari 25 siswa, yang mendapat nilai 0 – 49 = 2 siswa atau 8%, yang mendapat nilai 50 – 59 = 1 siswa atau 4 %, yang mendapat nilai 60 - 69 = 3 siswa atau 12%, yang mendapat nilai 70 – 79 = 11 siswa atau 44%, yang mendapat nilai 80 – 100 = 8 siswa atau 32%. Hasil pengamatan yang terjadi di siklus II siswa mulai aktif dan prestasi belajar ada kenaikan 16%. Sehingga dapat di jelaskan bahwa penggunaan model pembelajaran two stay two stray diputus pada siklus II atau berhasil dikarenakan nilai rata-rata kelas telah mencapai ketuntasan. Prosentase kenaikan bisa dilihat pada Tabel 4. Tabel 4.Prosentase Nilai Tes Pra siklus – siklus 2
No 1 2 3 4 5
Rentang Nilai 0 - 49 50 - 59 60- 69 70 - 79 80 - 100
Pra Siklus Jml siswa
%
5 4 3 7 6
20% 16% 12% 28% 24%
Siklus 1 Jml % siswa 5 20% 4 16% 1 4% 7 28% 8 32%
569
Siklus 2 Jml siswa
%
2 1 3 11 8
8% 4% 12% 44% 32%
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan tabel di atas pada pra siklus dapat dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai > 70 sebesar 13 siswa atau 52%, sedangkan siswa yang mendapat nilai < 70 sebesar 12. Hasil belajar pada siklus I dapat dilihat siswa yang mempunyai nilai >70 sebesar 15 siswa atau 60% sedangkan siswa yang mendapat nilai <70 sebesar 10 siswa atau sebesar 40%. Hasil belajar pada siklus II dapat dilihat bahwa siswa yang mempunyai nilai > 70 sebesar 19 siswa atau 76 % sedangkan siswa yang mendapat nilai <70 sebesar 6 siswa atau sebesar 34%. Aktifitas siswa juga meningkat, jadi dengan penerapan model two stay two stray dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata pelajaran IPA di kelas IV SDN Tlekung 02. Guru yang profesional senantiasa berusaha untuk mencari penyelesaian setiap permasalahan yang di hadapi dikelasnya. Dengan menggunakan model belajar yang kreatif dan menyenangkan bagi siswa sangat membantu untuk memahami setiap materi pelajaran yang di pelajarinya. Setiap model pembelajaran pasti mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari two stay two stray antara lain : (1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan, (2) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna, (3) Lebih berorientasi pada keaktifan, (4) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya, (5) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa, (6) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan, (7) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar. Adapun kekurangan dari model ini antara lain : (1) Membutuhkan waktu yang lama, (2) Siswa cenderung ramai, (3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga), (4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran tersebut didukung oleh Spencer Kagan 1992. PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dengan dua siklus, dapat diambil ke-simpulan bahwa hasil belajar siswa kelas IV SDN Tlekung 02 Kota – Batu, mengalami peningkatan dengan penerapan model pembelajaran two stay two stray. Nilai setiap siklus adalah sebagai berikut pada siklus I nilai rata – rata adalah 62,3 dan pada siklus II nilai rata – rata adalah 70,6. Saran Hendaknya guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray untuk bisa meningkatkan prestasi belajar siswa baik di kelas rendah maupun di kelas yang tinggi dalam proses pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Depdiknas. 2006, KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajarn IPA Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah Zubaidah, Siti., Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: Universitas Negeri Malang. http//.jurnal.untac.ac.id/jurnal/index.php/JEPMT/article/view/3216/0. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Logika http://jurnal – online.um.ac.id / artikel / artikel EEAIFOOCF 37BDA5639F 120B94IC8A8508.pdf. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Komunikasi Matematis Tertulis Siswa Kelas XI IPA SMAN I Purwosari Pasuruan http://repo.iain-tulungagung.ac.id /1740/ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V MIN Mergayu Bandung. Tulungagung.
570
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
PENERAPAN METODE EKSPERIMEN PADA MATERI RANGKAIAN LISTRIK SEDERHANA ( SERI DAN PARALEL) UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DAN HASIL BELAJAR IPA KELAS VI DI SDN SUMBERGONDO 02 Trihananingtyas SDN Sumbergondo 02
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa melalui penerapan metode eksperimen pada mata pelajaran IPA dalam materi rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel). Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan 2 siklus, masing-masing siklus terdiri 4 tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, observasi, refleksi. Setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Pada setiap akhir pertemuan siswa diberi tes uraian. Subjek penelitian adalah siswa kelas VI SDN Sumbergondo 02 yang berjumlah 19 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Keaktifan siswa sebesar 66,4% dan hasil belajar siklus I sebesar 47% dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan rerata nilai 69,4 pada pertemuan II. Pada siklus II keaktifan siswa sebesar 72,4% dengan rerata hasil belajar 73 pada pertemuan pertama sebesar 68% dan keaktifan siswa sebesar 79% dan rerata nilai 78 sebesar 74% hasil belajar pada pertemuan II. Hal ini menunjukkan ada peningkatan pada keaktifan siswa dan hasil belajar akibat dari metode eksperimen. Kata Kunci: metode eksperimen, keaktifan siswa, hasil belajar IPA
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari gejala kelistrikan,karena untuk memenuhi kebutuhan hidup,manusia sangat memerlukan listrik. Oleh karena itu, materi ini penting untuk diajarkan di tingkat Sekolah Dasar, tentunya dengan kompleksitas yang sesuai dengan siswa SD. Pada Mata Pelajaran IPA SD ada materi tentang rangkaian listrik sederhana yaitu seri dan paralel terutama di kelas VI semester II. Dua aspek yang diperhatikan dalam pembelajaran ini diantaranya aspek ketrampilan yang mengajak siswa untuk mengeksplorasi percobaan dan mengajak siswa untuk kreatif serta aspek proses untuk mengetahui siswa aktif melaksanakan percobaan. Berdasarkan penjelasan di atas, di SDN Sumbergondo 02 masih terdapat kendala dalam pemahaman konsep rangkaian listrik sederhana dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan diantaranya: (1) siswa kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) siswa kurang kreativitas dalam pembelajaran, (3) siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana,dan (4) hasil belajar siswa sebagian besar dibawah KKM. Jika permasalahan ini tidak segera dilakukan perbaikan pembelajaran maka, akan terjadi penurunan prestasi siswa secara terus menerus. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penerapan pendekatan metode eksperimen pada rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel). Metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang berfokus pada percobaan yang menekankan partisipasi siswa untuk aktif. Menurut Arindawati dan Huda (2004), metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari, dan menurut Roestiyah (2001:80) metode eksperimen juga merupakan suatu cara mengajar, dimana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan di evaluasi oleh guru. Hal tersebut juga sejalan dengan Kartikasari (2011) kegiatan eksperimen merupakan kegiatan ilmiah yang dalam menemukan konsep yang dilakukan melalui percobaan dan penelitian ilmiah. Metode eksperimen memberi kesempatan siswa untuk berpikir sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu.
571
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dengan begitu, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari suatu kebenaran, mencoba mencari data baru, mengolah sendiri, membuktikan suatu hukum atau dalil dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya. Proses penemuan konsep yang melibatkan keterampilan-keterampilan yang mendasar melalui percobaan ilmiah dapat dilaksanakan dan ditingkatkan melalui kegiatan laboratorium maupun di alam terbuka. Berdasarkan pengamatan pada saat guru melakukan pembelajaran dengan metode ceramah dan penugasan, terlihat bahwa siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep-konsep rangkaian listrik sederhana, siswa menjadi kurang aktif sehingga hasil belajar siswa kurang memuaskan. Melalui penerapan metode eksperimen pada materi rangkaian listrik sederhana diharapkan terjadi perbaikan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SDN Sumbergondo 02 dapat berpartisipasi aktif dan dapat mengembangkan kreatifitasnya, kejemuan-kejemuan dalam proses pembelajaran bisa ditekan semaksimal mungkin sehingga hasil pembelajaran lebih meningkat METODE PENELITIAN Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) melalui dua siklus. Model penelitian merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis & Taggart (1988) yang meliputi menyusun perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Setiap eksperimen yang dilakukan oleh siswa akan dilaporkan sesuai dengan hasil yang diperoleh saat pengamatan dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar penerapan metode eksperimen menjadi efisien dan efektif, antara lain sebagai berikut: (1) Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat dan bahan harus cukup bagi tiap siswa, (2) kondisi alat dan mutu bahan percobaan yang digunakan harus baik dan bersih, dan (3) Pelaksanaan percobaan dilengkapi dengan petunjuk yang jelas (Roestiyah, 2001) Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum melakukan eksperimen, guru harus mengkomunikasikan tujuan eksperimen terlebih dahulu, memeriksa alat dan bahan praktikum (eksperimen), mengawasi jalannya praktikum, dan mengumpulkan laporan hasil pengamatan siswa sebagai pelaksana eksperimen agar tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen dapat tercapai dengan baik. Kerangka siklus penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada Gambar 1.
REFLEKSI
SIKLUS I
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN
OBSERVASI
IDENTIFIKASI MASALAH
REFLEKSI
SIKLUS II
OBSERVASI
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS SELANJUTNYA
Gambar 1: Alur Siklus ( Sumber Kemmis & Taggart (1988) 572
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sumbergondo 02 dengan subyek penelitian adalah siswa kelas VI dengan jumlah 19 siswa terdiri 7 anak laki-laki dan 12 anak perempuan. Penelitian dilakukan dalam dua kali pertemuan dalam setiap siklus. Masing-masing pertemuan melalui tahapan perencanaan, tindakan, obsevasi dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Sumbergondo 02. Siklus I Tahap perencanaan yaitu pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran dan pembuatan alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi. Tahap tindakan yaitu Langkah -langkah pada saat pelaksanaan adalah: (a) guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok (b) guru menginformasikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan (c) siswa mendergarkan penjelasan guru dan diadakannya tanya jawab tentang materi antara guru dan siswa (d) guru membagikan lembar tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal. (e) guru memperhatikan setiap kelompok pada saat mengerjakan soal. (f) diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk melihat hasil pembelajaran. (g) guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas. Tahap observasi yaitu peneliti bersama teman sejawat melakukan observasi tindakan yang dilakukan dilapangan. Catatan dilapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk setiap siklus. Tahap refleksi yaitu guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang diperoleh setelah tindakan dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan siklus berikutnya. Siklus: II Berdasarkan hasil temuan siklus I, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki pada siklus II yaitu (1) sebagian siswa masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran,(2) sebagian siswa kurang kreativitas dalam pembelajaran dan ( 3) sebagian siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana, maka dari itu dilakukan tahap –tahap: Tahap perencanaan yaitu pembuatan skenario pembelajaran, rencana pembelajaran dan pembuatan alat evaluasi serta membuat soal dalam lembar observasi. Tahap tindakan yaitu Langkah -langkah pada saat pelaksanaan adalah (a) guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok (b) guru menginformasikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan (c) siswa mendengarkan penjelasan guru tentang petunjuk cara pembuatan rangkaian seri dan paralel dan (d) siswa melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel ( e) guru membagikan lembar tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan menjelaskan petunjuk dalam lembar kerja kelompok (f) guru mengadakan penilaian proses pada saat siswa melakukan percobaan (g) perwakilan kelompok mempresentasikan hasil lembar kerja kelompok (h) diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk melihat hasil pembelajaran (i) Guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas. Tahap observasi yaitu peneliti bersama teman sejawat melakukan observasi tindakan yang dilakukan dilapangan. Catatan dilapangan digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan analisis dokumen digunakan untuk mengobservasi hasil belajar siswa yang diperoleh dari siklus antar kelompok dan tes untuk setiap siklus. Tahap refleksi yaitu guru dan peneliti melakukan diskusi mengenai hasil perubahan yang diperoleh setelah tindakan dan hasilnya digunakan sebagai revisi dan acuan untuk merencanakan siklus berikutnya.
573
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pelaksanaan siklus I dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut: Siklus I Pelaksanaan penelitian dilakukan di SDN Sumbergondo 02 dengan subyek 19 siswa terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 12 siswa perempuan. Siklus I dilaksanakan hari Sabtu, pada tanggal 13 Februari 2016 pukul 08.00 – 10.00 WIB dengan materi rangkaian listrik sederhana (seri dan paralel). Kegiatan yang telah dilakukan pada siklus I ditinjau dari proses pembelajaran berjalan dengan baik. Namun demikian masih terdapat beberapa kekurangan sebagai berikut: (1) sebagian siswa masih kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran, (2) sebagian siswa kurang kreativitas dalam pembelajaran, (3) sebagian siswa belum bisa merangkai rangkaian listrik sederhana, dan (4) hasil belajar siswa sebagian besar dibawah KKM . Kekurang aktifan siswa dalam pembelajaran dimungkinkan karena metode yang digunakan guru banyak berpusat pada guru tidak banyak melibatkan siswa sehingga menimbulkan perasaan bosan pada siswa. Hal ini sejalan denganTransita Pawartani (2013) menjelaskan bahwa selama ini keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dirasakan sangat kurang karena selama aktifitas belajar siswa di dalam kelas tidak memicu keaktifan siswa, guru cenderung mengajar dengan metode ceramah. Hal ini ditegaskan Henri Donan (2013) bahwa permasalahan yang muncul terkait dengan metode adalah penggunaan metode ceramah secara terus menerus tanpa diselingi dengan metode lain akan membuat siswa merasa bosan sehingga hilang konsentrasinya dalam mengikuti pelajaran. Dalam hal ini guru banyak melakukan aktifitas ceramah . Kreativitas pembelajaran pada siswa berkurang dimungkinkan karena tidak ada pendorong / motivasi yang kuat untuk berkreasi, menurut kamus Webster dalam Anik Pamilu (2007:9) kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk mencipta yang ditandai dengan orisinilitas dalam berekspresi yang bersifat imajinatif. Hairul Nur Fadillah (2013) juga mengatakan bahwa pada umumnya yang melatarbelakangi rendahnya ketrampilan dan penguasaan materi pembelajaran secara praktis salah satunya adalah kurangnya motivasi siswa dalam menyerap materi pelajaran dan informasi dari berbagai sumber termasuk guru dan kurangnya media,guru sangat monoton dan kurang variatif. Pemahaman konsep siswa dalam merangkai rangkaian listrik sederhana belum dipahami disebabkan siswa belum mengerti konsep-konsep rangkaian listrik sederhana.Hal tersebut dimungkinkan siswa belum siap menerima pelajaran yang akan disampaikan guru dan belum ada keberanian untuk bertanya. Pemahaman konsep sangat penting untuk memudahkan siswa menerima materi pelajaraan yang berlangsung.Menurut Natawidjaya (1984: 29) bahwa: ”Guru dalam proses pembelajaran diharapkan mampu untuk: (a) mengenal dan memahami setiap siswa baik secara individual maupun kelompok (b) memberikan penerangan kepada siswa mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar (c) memberikan kesempatan yang memadai agar setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya (d) membantu setiap siswa dalam mengatasi masalahmasalah pribadi yang dihadapinya (e) menilai keberhasilannya setiap langkah kegiatan yang telah dilakukan olehnya. Salah satu penyebab siswa kurang berani bertanya dalam proses pembelajaran dimungkinkan karena guru tidak memberikan kesempatan untuk bertanya. Pembelajaran banyak terpusat pada guru ( Teacher Centre Learning ). Hal ini sejalan dengan penjelasan Winasih (2009) mengatakan bahwa siswa kurang berani mengemukakan gagasan dalam kegiatan belajar dan kurang peduli di kelas karena metode dan media pengajaran yang digunakan oleh guru dinilai sangat monoton dan membosankan. Pelaksanaan Siklus I Pada pelaksanaan siklus I, peneliti membuat rancangan pembelajaran dengan mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran ( RPP) dan lembar kerja kelompok (LKK) dan soal evaluasi individu.
574
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan siklus I terdiri dari dua kali pertemuan dengan menggunakan metode ceramah, demontrasi dan penugasan. Untuk tahap awal, guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, siswa mendengarkan penjelasan guru dan diadakannya tanya jawab tentang materi, guru membagikan lembar tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan membimbing mereka mengerjakan soal. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil kelompok. Kegiatan akhir pada pertemuan pertama siklus 1 yaitu dengan memberikan soal evaluasi individu, kemudian guru dan siswa menyimpulkan materi. Pada pertemuan kedua siklus I, siswa diberikan Lembar Kerja Kelompok,siswa berdiskusi dalam kelompoknya, dilanjutkan dengan persentasi perwakilan kelompok dan kelompok lain menanggapi. Guru memberikan sekilas penjelasan tentang materi yang telah dipresentasikan untuk lebih meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep rangkaian listrik sederhana. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan memberikan soal evaluasi individu dan refleksi. Berdasarkan hasil pengamatan guru terhadap sikap siswa menunjukkan masih ada beberapa siswa yang kurang aktif,tidak kreatif dan masih terlihat bingung pada saat mengerjakan soal evaluasi individu, kemungkinan belum bisa memahami konsep rangkaian listrik sederhana. Ketidak aktifan siswa dan hasil belajar siswa pada siklus I, ini dapat dilihat pada gambar 1.
b a Gambar 1. a dan b merupakan gambar ketidak aktifan siswa dan hasil belajar pada proses pembelajaran pada siklus I
Pada akhir siklus I, keaktifan siswa sebesar 66,4% dan hasil belajar siklus I sebesar 47% dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan rerata nilai 69,4 pada pertemuan II.Hasil belajar siswa belum mencapai KKM yang diharapkan. Dari hasil tes dapat dilihat bahwa rata-rata siswa kurang memahami penerapan konsep rangkaian listrik sederhana.Hal ini disebabkan oleh kurangnya keseriusan siswa pada saat pembelajaran. Siklus II Berdasarkan refleksi siklus I ditemukan beberapa kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran serta target yang diharapkan dalam penelitian belum dicapai. Upaya perbaikan siklus I pada siklus II diperlukan untuk mengatasi kekurangan pada siklus I yaitu, dengan menpergunakan metode eksperimen agar para siswa dapat terlibat aktif sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan tindakan siklus II ini dilaksanakan dalam dua pertemuan. Pertemuan pertama, guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, guru menginformasikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dan siswa mendengarkan penjelasan guru tentang
575
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
petunjuk cara pembuatan rangkaian seri dan paralel, siswa melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel kemudian guru membagikan lembar tugas siswa kepada masing-masing kelompok dan menjelaskan petunjuk dalam lembar kerja, perwakilan kelompok mempresentasikan hasil percobaannya. Guru mengadakan penilaian proses pada saat siswa melakukan percobaan. Diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk melihat hasil pembelajaran. Pertemuan kedua,siswa diajak menyanyi “ Sumber Energi “ sebagai motivasi belajar pada awal kegiatan pembelajaran kemudian guru membagi siswa dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri 5 kelompok, guru menginformasikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa melakukan percobaan membuat rangkaian listrik sederhana yaitu rangkaian seri atau rangkaian paralel berdasarkan petunjuk lembar kerja kelompok. Guru mengadakan penilaian proses pada saat siswa melakukan percobaan. Perwakilan kelompok mempresentasikan hasil lembar kerja kelompok dan diadakan tes secara individual diakhir setiap siklus untuk melihat hasil pembelajaran. Guru membuat nilai tes dan nilai rata-rata kelas. Pada siklus II ini dengan metode eksperimen, membuktikan bahwa siswa benar –benar aktif dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa pada kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada gambar. 2
c a b Gambar 2. a, b dan c merupakan gambar ke aktifan siswa dan hasil belajar pada proses pembelajaran pada siklus II Ditinjau dari keaktifan dan hasil belajar,siswa sudah mencapai KKM yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa didapat dari tugas kelompok (portofolio) dan tes akhir yang dilakukan secara individu. Pada tugas kelompok, skor yang didapat siswa berdasarkan skor perolehan kelompok masing-masing. Pada akhir pembelajaran, guru juga memberikan tes individu untuk menguji sampai dimana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Hasil belajar siswa pada pada siklus I dan II, ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar pada Siklus 1 dan Siklus 2 Siklus I Siklus II Uraian Pelaksanaan Rerata Prosentase Rerata Prosentase Jumlah siswa 19 19 7,0 7,0 KKM Hasil Belajar Pertemuan I 68 47% 73 68% Pertemuan II 69,4 58% 78 74% Keaktifan Pertemuan I 66,4% 72% siswa Pertemuan II 71% 79%
576
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Berdasar tabel 1, Perbandingan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa antara siklus 1 dan siklus 2 dideskripsikan sebagai berikut. Keaktifan siswa sebesar dan hasil belajar siklus I sebesar 47% dengan rerata nilai 68 pada pertemuan I, keaktifan siswa sebesar 58% dan hasil belajar siklus I dengan rerata nilai 69,4 pada pertemuan II. Pada siklus II keaktifan siswa sebesar 72,4% dengan rerata hasil belajar 73 pada pertemuan pertama sebesar 68% dan keaktifan siswa sebesar 79% dan rerata nilai 78 sebesar 74% hasil belajar pada pertemuan II. Dengan melihat standar K KM yang ingin dicapai pada siklus I menunjukkan bahwa kemampuan siswa sangat bervariasi . Pembelajaran dengan metode eksperimen adalah siswa mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari benda konkrit sehingga lebih bermakna. Sejalan dengan pendapat Edgar Dale (1946) pemahaman siswa yang diperoleh dengan cara mengerjakan hal nyata dapat mencapai 90% sehingga lebih bermakna. Suleiman ( 1981:13-14) juga menyatakan bahwa tidak seperti kata – kata, pengalaman nyata sangat efektif untuk mendapatkan suatu pengertian. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas VI SDN Sumbergondo 02, tentang materi “ Rangkaian listrik sederhana. Penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kreativitas, motivasi dan pemahaman konsep siswa lebih baik,karena siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas maka, saran yang diberikan adalah dengan menerapkan metode eksperimen dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar IPA, Sebaiknya guru menggunakan metode yang bervariasi dan media yang sesuai dalam proses pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Irmayanti, 2015. Penerapan Metode Eksperimen untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa kelas XII SMA NEGERI 5 BATAM. Meilinda, 2012. Upaya Peningkatan Hasil Belajar dengan Penerapan Metode Eksperimen pada pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri Bermani ilir ,hal 70-71,J –TEQIP,Tahun III,Nomor 1, Mei 2012 Prosiding Seminar Nasional TEQIP ( Teacher Quality Improvement Program) dengan tema “ Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna “ pada tanggal 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama Batu Meningkatkan Hasil Belajar pada Pembelajaran IPA Kelas IV SDN 030 Long Ikis Kabupaten Paser. Prosiding Seminar Nasional TEQIP 2013. Universitas Negeri Malang Suharsimi Arikunto,Suhardjono, dan Supardi. (2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. Bumi Aksara Wa Ode Ida Farida, 2015. Penerapan Metode Bervariasi dengan bantuan Media Kartu Berpasangan pada materi alat pencernan pada manusai Siswa SDN 17 Baruga
577
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PENERAPAN METODE DEMONTRASI DENGAN BENDA KONKRIT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA (VEGETATIF BUATAN) KELAS VI SDN PUNTEN O2 BATU LILIS INDAHYANI SDN PUNTEN 02 KOTA BATU
[email protected] Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar pada pembelajaran IPA dengan topik vegetatif buatan siswa kelas VI SDN Punten 02 Batu. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan melalui 2 siklus tindakan. Siklus pertama dilaksanakan dua kali pertemuan masing-masing 2jam pelajaran 70 menit, siklus II dilaksanakan 1 kali pertemuan selama 3 jam pelajaran 105 menit. Hasil penelitian menunjukkan nilai hasil belajar siklus I dengan KKM yang ditetapkan 70, siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM 53,2%. Sedangkan pada siklus II siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM ada 81%. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siklus I dan siklus II. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan metode demontrasi dengan benda kongkrit dapat meningkatkan hasil belajar pada materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Kata Kunci: metode demonstrasi , media kongkrit, vegetatif, dan hasil belajar
Tujuan pembelajaran pada mata pelajaran IPA atau sains adalah agar siswa mampu memahami dan menguasai konsep konsep IPA serta keterkaitan dengan kehidupan nyata siswa juga mampu menggunakan strategi pembelajaran ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, sehingga lebih menyadari dan mencintai kebesaran dan kekuasaan penciptanya (Sumaji,20013:1). Menurut Abraham Teniwut (2015,1), pada dasarnya, pendidikan mempunyai tujuan untuk menghantarkan siswa pada perubahan tingkah laku baik moral maupun intelektual yang dapat dijadikan bekal hidup sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar yang telah dibimbing oleh guru melalui suatu proses yaitu kegiatan belajar mengajar. Namun, akhir-akhir ini gejala kejenuhan siswa dalam kegiatan pembelajaran sudah banyak muncul, dapat dilihat pada sikap siswa yang terlihat kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini disebabkan masih banyak sekolah yang hanya memberikan teori-teori dibandingkan praktek atau pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama pembelajaran tentang alam atau yang lebih dikenal dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pada pembelajaran IPA kelas VI SDN Punten 02 Batu pada materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif hasil belajar dari tahun sebelumnya banyak siswa yang belum mencapai KKM, siswa kurang bersemangat dalam proses belajar, kurang dapat menerima materi yang disampaikan oleh guru. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan terjadi ketidakpahaman siswa yang berakibat prestasinya rendah. Untuk mengatasi masalah di atas diperlukan penerapan metode demontrasi dengan benda kongkrit pada materi vegetatif buatan. Kolb (1984) untuk mempelajari konsep-konsep atau prinsip-prinsip IPA, juga berdampak baik sebab peserta didik semakin memahami permasalahan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sudjana (2002), metode demontrasi adalah suatu cara penyajian materi dengan penjelasan lisan disertai dengan contoh perbuatan atau memperlihatkan suatu proses. Johana Fuakubun (2012) dengan metode demonstrasi aktifitas siswa pada saat pembelajaran IPA lebih efektif dan hasil belajar yang dicapai siswa lebih baik dari sebelumnya juga hampir semua siswa memenuhi KKM. Mulyani Sumantri, (2004:178) mengemukakan bahwa secara umum media
578
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
konkret berfungsi .sebagai (a) Alat bantu untuk mewujudkan situasi bejar mengajar yang efektif, (b) bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar, (c) Meletakkan dasar-dasar yang konkret dan konsep yang abstrak sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme, (d) Mengembangkan motivasi belajar peserta didik, (e). Mempertinggi mutu belajar mengajar. Perkembangbiakan secara vegetatif artinya tumbuhan berkembang biak tidak melalui proses perkawinan tetapi melalui penanaman bagian-bagian tumbuhan yang ada,baik bagian akar ,batang,maupun daun. Perbanyakan vegetatif menghasilkan keturunan yang disebut klon. Karena itu, perbanyakan vegetatif dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kloning ("pembuatan klon"). Klon sebenarnya adalah salinan penuh dari individu induknya karena mewariskan semua karakteristik genetik maupun fenotipik dari induknya. Fenotipe dapat berbeda pada beberapa teknik perbanyakan vegetatif tertentu yang merupakan gabungan dua individu.Pada tumbuhan, klon seringkali telah mencapai tingkat kedewasaan tertentu sewaktu ditanam sehingga biasanya disukai oleh petani karena waktu tunggu untuk dimulainya produksi dapat dipersingkat. Tanaman buah-buahan dapat mulai menghasilkan dalam dua atau tiga tahun dengan kloning, sementara melalui biji petani harus menunggu paling cepat empat tahun ditambah risiko perubahan sifat akibat penggabungan dua sifat induk jantan dan betinanya. Dalam pertanian, pencangkokan adalah suatu cara perbanyakan vegetatif tanaman dengan membiarkan suatu bagian tanaman menumbuhkan akar sewaktu bagian tersebut masih tersambung dengan tanaman induk. Dalam pengertian teknis di Indonesia, pencangkokan di literatur bahasa Inggris sebagai air layering. Jenis layering lain dikenal di Indonesia sebagai perundukan (ground layering).Teknik perkembangbiakan dengan cara cangkok memungkinkan tanaman agar cepat berbuah dan mempunyai sifat-sifat yang sama dengan induknya. Jika tanaman induknya berbuah manis, maka cangkokannya menghasilkan buah yang manis pula. Selain itu, mencangkok lebih cepat memberikan hasil jika dibandingkan dengan menanam bijinya. Tanaman yang dapat dicangkok adalah tanaman yang mempunyai batang kayu dan berkambium, seperti jambu, rambutan, dan mangga. Namun tanaman hasil cangkokan memiliki beberapa kelemahan. Tanaman hasil cangkokan hanya memiliki akar serabut, sehingga mudah tumbang/roboh dan umur tanaman lebih pendek dibandingkan tumbuhan yang di tanam dari biji. Berikut adalah cara mencangkok tanaman. Sediakan Alat dan bahan yang digunakan dalam mencangkok, antara lain : tali pengikat/rafia, pisau yang tajam, serabut kelapa atau plastik, gunting, tanah yang subur , dan cabang/ranting yang akan kita cangkok. Langkah - langkah mencangkok adalah sebagai berikut berikut: (1) pilih cabang atau ranting yang tidak terlalu tua ataupun terlalu muda, (2) kuliti hingga bersih cabang atau ranting tersebut sepanjang 5-10 cm, (3) kerat kambiumnya hingga bersih, dan angin-anginkan, (4) tutup dengan humus atau sabut kelapa, kemudian dibungkus dengan plastik, (5) ikat pada kedua ujungnya seperti membungkus permen. Bila menggunakan plastik,lubangi plastiknya terlebih dahulu agar air siraman bisa keluar dan tanah tidak terlalu basah, (6) jaga kelembaban tanah dengan cara menyiramnya setiap hari (jika musim kemarau), dan (7) setelah banyak akar yang tumbuh, potong cabang atau ranting tersebut, kemudian tanam di pot. Setelah tumbuh dengan baik baru ditanam di tanah. METODE . Rancangan penelitian yang digunakan berdasarkan Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan empat (4) tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Gambar 1.
579
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
IDENTIFIKASI MASALAH REFLEKSI
SIKLUS I
OBSERVASI
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN
IDENTIFIKASI MASALAH REFLEKSI SIKLUS II
OBSERVASI
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS SELANJUTNYA Gambar 1: Alur Siklus ( Sumber: Kemmis dan Taggard, 1988)
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN Punten 02 dengan menggunakan metode diskusi dengan jumlah 21 orang. Adapun pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua siklus yang dilaksanakan pada bulan Februari 2016. Siklus I Rencana tindakan Pada kegiatan perencanaan peneliti akan menyusun RPP yang sesuai dengan materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menggunakan gambar bermacam-macam tumbuhan yang ada di sekitar siswa. Untuk alat pengumpulan data berupa LKS dan lembar penilaian. Sebagai bukti pengamatan peneliti menyediakan lembar pengamatan dan kamera sebagai dokumentasi. Tahap Pelaksanaan Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas VI SDN Punten 02 dengan materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dalam dua kali pertemuan dengan kegiatan sebagai berikut.Pertemuan pertama dua jam pelajaran (70 menit) kegiatannya meliputi (1) apersepsi guru mengajak siswa menyanyi kebunku dan menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) kegiatan inti guru membagi LKS untuk menjelaskan cara perkembangbiakan tumbuhan yang ada digambar 12 macam tumbuhan anak menyelesaikan secara berpasangan, presentasi hasil kerja siswa, (3) kegiatan penutup kesimpulan dan penguatan oleh guru tentang manfaat perkembangbiakan tumbuhan bagi manusia. Gambar 2. Siswa menyelesaikan tugas individu, kelompok, dan guru mengamati juga membantu siswa yang kesulitan menyelesaikan tugas.
Gambar 2 Kegiatan Pembelajaran Siklus I
580
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pada pertemuan kedua kegiatan pembelajaran yang peneliti lakukan adalah (1) apersepsi dan penyampaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai (2) kegiatan inti meliputi penjelasan guru tentang cara perkembangbiakan tumbuhan dengan vegetatif buatan dengan gambar, guru membagikan lembar kerja berupa tugas menggambar langkah-langkah kegiatan mencangkok, okulasi, stek batang, dan stek daun dengan penjelasannya secara kelompok, presentasi hasil kerja kelompok, (3) kegiatan penutup kesimpulan dan penguatan, mengerjakan soal evaluasi secara individu, dan refleksi. Tahap Observasi Kegiatan observasi terdiri atas observasi kegiatan yang dilakukan guru saat proses pembelajaran, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal itulah yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 2 pertemuan tanpa campur tangan peneliti, sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang benar – benar akurat. Tahap Refleksi Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan kelebihan selama pelaksanaan siklus I. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan pembelajaran. Hasil dari refleksi siklus I akan digunakan untuk menentukan perbaikan siskus II agar mendapat hasil lebih baik Hasil Dan Pembahasan Pelaksanaan siklus I yang dilakukan tanggal 7 Februari 2016 pada kelas VI SD .N Punten 02, yang diikuti 21 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan baik, namun masih ada kekurangannya antara lain, (1) ada 2 anak yang diam baru bekerja jika ditegur temannya, (2) 2 anak dalam satu pasangan tidak mengerjakan tugas malah bergurau, (3) ditinjau dari hasil belajar siswa masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM yang telah ditetapkan yaitu 70. Tindakan guru selama kegiatan pembelajaran cukup baik, sehingga anak yang semula malas menjadi aktif kembali dan yang bergurau akhirnya mengerjakan tugasnya kembali sampai selesai walau hasilnya kurang memuaskan, dan guru selalu memberi motivasi dan mencatat kegiatan siswa pada lembar pengamatan. Dari hasil analisis penyebab dari banyaknya anak yang memperoleh nilai di bawah KKM karena tingkat kesulitan soal uraian misalnya (1) Apa yang dimaksud perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif ? (2) Apa yang kamu ketahui tentang perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif? Melalui tes yang dilakukan pada tes pertama dapat terukur bahwa soal yang sulit dapat menjadi refleksi untuk perbaikan tingkat kesulitan soal dengan melakukan tes yang kedua. Pada tahap refleksi awal peneliti menggali informasi dari berbagai sumber agar dapat mengidentifikasi masalah yang ada dalam pembelajaran IPA dengan materi “Perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif ” ini. Peneliti juga mengumpulkan dokumen pembelajaran yang telah melalui tes tulis hasilnya sebagai berikut: Tabel 1. Nilai siswa siklus I NO 1 2. 3.
RENTANG SKOR 25 – 40 41 – 55 56 – 69
JUMLAH SISWA 3 5 1
581
PRESENTASE (%) 14,3 23,8 4,8
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
4. 5.
70 – 84 85 – 100 JUMLAH
8 4 21
38,1 19,0 100
Dari kegiatan tersebut, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa rendahnya ketuntasan belajar pada siswa kelas VI disebabkan oleh kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran oleh guru, sehingga peneliti berkeinginan untuk mencoba menerapkan model pembelajaran yang lain yaitu dengan menggunakan metode demontrasi dengan benda kongkrit untuk meningkatkan aktifitas dan hasil belajar IPA tentang “Perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif”.Pada siklus II, Siklus II Rencana tindakan Pada kegiatan perencanaan peneliti akan menyusun RPP yang sesuai dengan materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif. Peneliti menyusun skenario pembelajaran dengan menggunakan tumbuhan yang ada di taman sekolah dengan menerapkan metode demontrasi dengan benda kongkrit (melalui mencangkok). Untuk alat pengumpulan data berupa pengamatan, LKS, dan lembar penilaian. Sebagai bukti pengamatan peneliti menyediakan lembar pengamatan dan kamera sebagai dokumentasi. Tahap Pelaksanaan Peneliti melakukan kegiatan pembelajaran di kelas VI SDN Punten 02 dengan materi perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif dalam satu kali pertemuan 3 jam pelajaran (105 menit) dengan kegiatan sebagai berikut: (1) apersepsi guru mengajak siswa menyanyi lagu “Menanam Jagung” dan menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) kegiatan inti guru menjelaskan cara perkembangbiakan tumbuhan dengan mencangkok, (a) guru membagikan LKS dan alat-alat untuk mencangkok (pisau, plastik, rafia, tanah humus, dan alkohol), (b) siswa melakukan kegiatan mencangkok secara berkelompok, (c) siswa kembali ke dalam kelas menyelesaikan lembar kerja yaitu menuliskan langkah- langkah mencangkok dan tujuan dari mencangkok (d) presentasi hasil kerja kelompok, (3) kegiatan penutup (a) kesimpulan guru tanya jawab dengan siswa, (b) penguatan tentang manfaat mencangkok bagi kehidupan petani buah dan bunga,(c) refleksi, (d) mengerjakan soal tes tulis.
Gambar 3 Kegiatan Pembelajaran Siklus II
582
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Tahap Observasi Kegiatan observasi terdiri atas observasi kegiatan yang dilakukan guru saat proses pembelajaran, interaksi guru dan siswa, interaksi siswa dengan siswa, dan aktifitas siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, hal itulah yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 1 kali pertemuan tanpa campur tangan peneliti, sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang benar – benar akurat. Tahap Refleksi Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan kelebihan selama pelaksanaan siklus II. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada pertemuan pembelajaran. Hasil dari refleksi siklus II akan digunakan untuk menentukan perbaikan pada proses pembelajaran agar mendapat hasil lebih baik. Hasil Dan Pembahasan Pelaksanaan siklus II yang dilakukan tanggal 2 Maret 2016 pada kelas VI SDN Punten 02, yang diikuti 21 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Dalam hal ini siswa akan membuktikan perkembangbiakan tumbuhan secara vegetatif buatan contohnya mencangkok. Untuk pembuktian tersebut,pembelajaran dilaksanakan dengan kooperatif. Menurut Yacob, dkk (1997): pembelajaran kooperatif adalah pengaturan kerja kelompok yang didalam nya siswa bekerjasama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan akademik,efektif dan sosial. Guru membentuk 5 kelompok belajar ,masing-masing 4 kelompok beranggotakan 4 orang dan 1 kelompok beranggotakan 5 orang. yang kecerdasannya bervariasi. Pelaksanaan pembelajaran berlangsung dengan baik, namun masih ada kekurangannya antara lain, (1) ada anak yang diam sambil mengawasi temannya bekerja, (2)ada satu kelompok yang anggotanya secara tertulis nilainya bagus namun terlalu berhati-hati sehingga waktu habis belum selesai mencangkoknya (mereka sangat kecewa), (4) secara keseluruhan siswanya merasa senang dan bersemangat akan praktek mencangkok malah ada yang ingin mencangkok seluruh batang yang ada tapi bisa dinasehati, (5) berdasarkan hasil tes tulis masih ada 4 anak yang belum mencapai KKM yang ditetapkan. Tindakan guru selama kegiatan pembelajaran cukup baik, sehingga anak yang semula malas menjadi aktif kembali dan akhirnya mengerjakan tugasnya kembali sampai selesai, dan guru selalu memberi motivasi dan mencatat kegiatan siswa pada lembar pengamatan. Hasil tes tulis kami sajikan dalam tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Nilai siswa siklus II NO 1 2. 3. 4. 5.
RENTANG SKOR 25 – 40 41 – 55 56 – 69 70 – 84 85 – 100 JUMLAH
JUMLAH SISWA 0 2 2 12 5 21
PRESENTASE (%) 0 9,6 9,6 57,0 23,8 21
Berdasarkan hasil analisis penyebab dari anak yang memperoleh nilai di bawah KKM disebabkan oleh tingkat kesulitan soal uraian misalnya (1) Apa yang dimaksud perkembangbiakan
583
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
tumbuhan secara vegetatif ? (2).apa kelebihan dan keuntungan mencangkok? Karena siswa kurang dapat memahami kalimat pertanyaan sehingga mereka menjawab salah dan perlu bimbingan khusus agar lebih gemar membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuannya. Melalui hasil tes yang dilakukan guru maka tujuan pembelajaran yang diperloleh dapat dan mencapai hasil yang baik. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode demontrasi pada siklus kedua menunjukkan kemajuan terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini ditunjukan dari hasil nilai siswa yang mengalami peningkatan dibanding dengan hasil nilai siswa sebelum perbaikan. Di mana nilai yang diperoleh siswa sebelum perbaikan hanya 12 siswa (56,2%) saja yang memperoleh nilai mencapai KKM, akan tetapi pada perbaikan pembelajaran siklus kedua mengalami peningkatan nilai pada siswa, jadi jumlah siswa yang memperoleh nilai mencapai KKM sebanyak 17 siswa (81%). Dengan demikian perbaikan pembelajaran yang dilakukan guru berhasil sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan. Melalui hasil tes yang dilakukan secara tertulis hasil yang diperloleh dapat meningkat anak yang nilai mencapai KKM lebih banyak. Pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode demontrasi dengan benda kongkrit pada siklus kedua menunjukkan kemajuan terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian yang telah dilakukan menunjukan hasil belajar siswa yang menggambarkan dari 21 siswa. Yang tuntas dalam pembelajaran sebanyak 17 orang yaitu sekitar 81 % . Yang belum tuntas ada 4 orang, sekitar 19 %. Menurut Winataputra (2005 ) , kelebihan penggunaan media konkrit adalah (1 )dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa, (2 )dapat menerjemahkan ide atau gagasan yang sifatnya abstrak menjadi realistik, ( 3 ) banyak tersedia dilingkungan sekitar. Keuntungan penggunaan media konkrit dalam pembelajaran adalah : (1) membangkitkan ide-ide atau gagasan gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurangi kesalah pahaman siswa dalam mempelajarinya, (2) meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran, (3) memberi pengalaman pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar, (4) dapat mengembangkan jalan pikiran yang berkelanjutan, dan (5) menyediakan pengalaman- pengalaman yang tidak mudah didapat melalui materi-materi yang lain dan menjadikan proses belajar mendalam dan beragam. Kesimpulan Pembelajaran IPA pada kompetensi dasar mengidentifikasi cara perkembangbiakan tumbuhan dapat ditingkatkan melalui media konkrit. Dalam kegiatan ini terlebih dahulu disiapkan perencanaan pembelajaran , kemudian dilaksanakan. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan penerapan metode demontrasi dengan media konkrit dan kooperatif. Siswa lebih bisa berfikir secara kreatif setelah melakukan pencangkokan pada tumbuhan secara langsung . Hasil keseluruhan disimpulkan bahwa hampir semua siswa ikut aktif dalam pembelajaran dengan baik dan dapat mencapai target KKM 81%, yang sebelumnya hanya 56,2%. Jadi ada peningkatan 24,8%. Saran Saran yang diharapkan kepada guru yang mengajar IPA dapat menggunakan media kongkrit dalam melaksanakan pembelajaran agar dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar dan dapat meningkatkan kompetensi dalam mencapai KKM. Semoga Kepala Sekolah memberi dukungan, agar guru dapat membuat media dan menggunakan media kongkrit yang ada dalam melaksanakan pembelajaran. Daftar Pustaka Depdiknas. 2006. KTSP: Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah. Jakarta: Pusat Kurikulum. Pendidikan Dasar dan Menengah.
584
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Herniwati. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Sd Kelas VI Dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Berbantuan Media Kreatif. Kotawaringin: Kalimantan Tengah. Teniwut, Abraham. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas Iv Sd Naskat Mathias Ii LanggurA Pada Materi Hubungan Antara Struktur Bagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Melalui Contoh Konkrit. Sumaji. 2013 .Peningkatan pembelajaran koperatif dengan model pembelajaran MPK pada siswa kelas VI SD. Tim wikipedia. 2015. Pencangkokan (Pertanian). Di akses pada 11 Februari 2016 di https://id.wikipedia.org/wiki/Pencangkokan_(pertanian) Thok, Tugino. 2014. Perkembangbiakan Tumbuhan Secara Vegetatif. Di akses pada 11 Februari 2016 di http://www.masjal.web.id/2015/08/perkembangbiakan-generatif-dan-vegetatif.html Marniwati. 2015. Pembelajaran Ipa Materi Perkembang Biakan Tumbuhan Dengan Penyelidikan Media Konkrit Pada Siswa Kelas V Sd Di Kabupaten Padang Pariaman. SDN Padang Pariaman.
585
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
UPAYA MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PEMANFAATAN ALAM SEKITAR SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA ( PENGGOLONGAN TUMBUHAN) KELAS III DI SDN GUNUNGSARI 01 BUMIAJI BATU Elita Denny SDN Gunungsari 01 Kec.Bumiaji Kota Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa pada pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di SDN Gunungsari 0 . Penelitian ini menggunakan Model penelitian PTK (Penelitian Tindakan Kelas ) yang merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh Kemmis & Taggart (1988) yang berlangsung sebanyak 2 siklus dan tiap siklus terdiri atas 2 pertemuan. Setelah penelitian yang menerapan alam sekitar sebagai sumber belajar diperoleh peningkatan hasil belajar dan keaktifan belajar siswa. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 65% dengan rerata 65.2 menjadi 72.7% rerata 70.9 di pertemuan 1 dan 68,1 % rerata 71,8 di pertemuan 2 ,aktifitas siswa juga meningkat dari 56% menjadi 66,8% dipertemuan 1 dan 70,4% dipertemuan 2 pada siklus 1. Pada siklus 2 mengalami peningkatan kembali jika dibandikan dengan siklus 1 yaitu hasil belajar siswa mengalami peningkatan menjadi 81% rerata 75,4 untuk pertemuan 1 dan 2 , aktifitas siswa meningkat menjadi 76,1% dipertemuan 1 dan 77,8% dipertemuan 2. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan alam sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari. Kata Kunci : Alam Sekitar, hasil belajar,aktifitas belajar
Pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di SDN Gunungsari 01 pada tahun sebelumnya dari segi hasil maupun aktifitas belajar siswa ,mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Saat itu proses pembelajaran menggunakan Model Picture And Picture, dengan gambar sebagai media pembelajaran. Dengan media yang disediakan diharapkan dapat menarik perhatian siswa dan mencapai hasil yang maksimal baik dari segi hasil belajar maupun aktifitas siswa. Pemanfataan media gambar memang sering dirasa efektif untuk meningkatkan hasil belajar sebagaimana diungkapkan oleh Winataputra (2005:55) yang menyatakan bahwa penglihatan visual memiliki komposisi paling besar (75%) dalam hal rata – rata jumlah informasi yang didapat oleh seseorang. Hasil belajar penggunaan metode di atas menunjukkan hasil sebagai berikut : (l) KKM (Kriteria Ketuntasan minimal) yang ditetapkan hanya mencapai 65% dari siswa sebanyak 23 orang dan (2) keaktifan siswa (mengeluarkan pendapat,bertanya,mengangkat tangan,aktif mengerjakan tugas) belum maksimal. Tentunya ini belum cukup optimal untuk mengatakan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan telah berhasil. Berangkat dari hal tersebut, dalam penelitian ini akan dilakukan perbaikan pembelajaran ,khususnya berkenaan dengan penggunaan media kongkrit alam sekitar. Lingkungan adalah sumber belajar riil/konkrit, bukan tiruan atau model. Tentunya dengan sumber belajar yang riil/konrit siswa dapat lebih mendapat pembelajaran yang akurat. Lingkungan sekitar anak merupakan salah satu sumber belajar yang tidak terbatas dan dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses belajar. Selain itu pemanfaatan media konkrit alam sekitar sebagai sumber belajar bagi siswa SD sangatlah tepat. Sejalan dengan Piaget (1972) yang menyatakan bahwa siswa SD masih berada pada tahab praoperasional hingga operasional konkrit. Penelitian tentang pemanfaatan benda konkrit berupa alam sekitar sebagai sumber belajar yang efektif telah banyak dilakukan .Mulyadi (2011) menyatakan bahwa pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar
586
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang dialami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi belajar seseorang (Dale,1946). Selain itu pemilihan jenis keterlibatan siswa dalam proses pembelajran juga berpengaruh terhadap hasil belajar. Metode Penelitian Model penelitian pada penelitian ini adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas ) yang merujuk pada proses pelaksanaan penelitian yang dikemukakan oleh 1Kemmis & Taggart (1988) yang meliputi menyusun perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecing). Kegiatan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2 . IDENTIFIKASI MASALAH
REFLEKSI
PERENCANAAN
SIKLUS I
PELAKSANAAN TINDAKAN
OBSERVASI IDENTIFIKASI MASALAH REFLEKSI
SIKLUS II
OBSERVASI
PERENCANAAN
PELAKSANAAN TINDAKAN
SIKLUS SELANJUTNYA
Gambar 2: Alur Siklus PTK ( Sumber : Kemmis & Taggart, Suharsimi Arikunto (2007:1619) Penelitian ini dilaksanakan di kelas III SDN Gunungsari 01 Kecamatan Bumiaji Kota Batu dengan jumlah s i s w a 22 a n a k , terdiri dari 9 laki-laki dan 13 perempuan. Adapun pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini dilakukan sebanyak dua siklus yang dilaksanakan pada bulan Pebruari sampai Maret 2016. Secara keseluruhan kegiatan penelitian terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jadwal Penelitian Keseluruhan Waktu Pelaksanaan N o
1 2 3 4
Kegiatan
Mgg 1 Peb’1 6
Mgg 2 Peb’1 6
Mgg 3 Peb’1 6
Perencanaan Siklus 1(Observasi) Refleksi Siklus 1 Perencanaan Siklus 2
587
Mgg 4 Peb’1 6
Mgg 1 Maret’1 6
Mgg 2 Mar et’16
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
5 6 7
Siklus 2(Observasi) Refleksi Siklus 2 Penyusunan Laporan
Secara teknis tahap-tahap kegiatan penelitian dalam setiap siklus dapat dijelaskan berikut ini: Siklus I a. Rencana Tindakan Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti menyusun RPP yang berkaitan dengan materi Penggolongan tumbuhan yang terdiri atas 2 pertemuan di siklus I. Di pertemuan I akan dibahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar Tulang Daun dan pertemuan 2 membahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar bentuk batang. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Merancang alat pengumpul data yang berupa lembar kerja individu dan kelompok beserta lembar penilaian yang digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa . Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi untuk siswa dan guru guna mengetahui tingkat keberhasilan peningkatan aktifitas belajar. Penulis juga mempersiapkan kamera yang dipergunakan sebagai dokumentasi kegiatan atau bukti fisik pelaksanaan tindakan b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan Tindakan berlangsung sebanyak 2 pertemuan dengan pelaksanaan tindakan yang sama. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan penjelasan secara umum tentang pokok bahasan dan tanya jawab untuk menggalih pengetahuan siswa (b) pembentukan kelompok kerja siswa dan penjelasan tugas belajar kepada kelompok (c) pemanfatan alam sekitar sebagai sumber/media belajar siswa secara berkelompok.Pada pertemuan 1 siswa mengamati daun tumbuhan sekitar sedang pada pertemuan 2 siswa melakukan kegiatan jelajah alam sekitar untuk mengamati bentuk batang tumbuhan (d) presentasi oleh siswa pada tiap kelompok (e) Pemberian tugas individu untuk lebih mengetahui penguasaan konsep setiap individu. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dengan memasukkah alam sekitar sebagai sumber belajardan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa. c. Observasi Kegiatan observasi terdiri atas observasi aktifitas siswa dan guru ,yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 2 pertemuan tanpa campur tangan peneliti,sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang benar – benar akurat. d. Refleksi Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan kelebihan selama pelaksanaan siklus I. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan permbelajaran. Hasil dari refleksi ini digunakan untuk menentukan pelaksanaan dan memperbaiki pelaksanaan siklus II agar mendapatkan hasil yang diharapkan . Siklus II Dari berbagai faktor penyebab kelemahan-kelemahan yang terjadi pada proses pembelajaran siklus I, peneliti melakukan identifikasi penyebab yang paling utama dalam proses pembelajaran. Kelemahan tersebut diperbaiki dalam siklus II.Sebagaimana tahaban pada siklus I ,di siklus II ini tahab – tahab penelitian yang dilakukan adalah : a. Rencana Tindakan Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus II tidak jauh berbeda dengan tahab perencana tindakan pada siklus I, kegiatan yang dilakukan adalah peneliti menyusun RPP yang berkaitan dengan materi Penggolongan tumbuhan yang terdiri atas 2 pertemuan di siklus I. Di
588
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
pertemuan I akan dibahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar bentuk akar dan pertemuan 2 membahas submateri Penggolongan Tumbuhan berdasar keping biji. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Merancang alat pengumpul data yang berupa lembar kerja individu dan kelompok beserta lembar penilaian yang digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa . Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi untuk siswa dan guru guna mengetahui tingkat keberhasilan peningkatan aktifitas belajar. Penulis juga mempersiapkan kamera yang dipergunakan sebagai dokumentasi kegiatan atau bukti fisik pelaksanaan tindakan b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan Tindakan berlangsung sebanyak 2 pertemuan dengan pelaksanaan tindakan yang serupa. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: (a) memberikan penjelasan secara umum tentang pokok bahasan, (b) pembentukan kelompok kerja siswa dan penjelasan tugas belajar kepada kelompok (c) pemanfatan alam sekitar sebagai sumber/media belajar siswa secara berkelompok. Pada pertemuan I siswa diajak untuk melakukan pengamatan tentang berbagaimacam bentuk akar tumbuhan yang dibawa siswa,sedang pada pertemuan 2 siswa diajak mengamati berbagai biji-bijian yang mereka bawa dan mengelompokkan berdasar keping bijinya(d) presentasi oleh siswa pada tiap kelompok (e) Pemberian tugas individu untuk lebih mengetahui penguasaan konsep setiap individu. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dirancang dengan memasukkah alam sekitar sebagai sumber belajardan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa. c. Observasi Kegiatan observasi terdiri atas observasi aktifitas siswa dan guru ,yang akan dilakukan oleh observer yang telah ditunjuk sebagai teman sejawat. Kegiatan observasi ini berlangsung selama proses pembelajaran pada 2 pertemuan,tanpa campur tangan peneliti,sehingga hasil observasi dapat menghasilkan data yang benar – benar akurat. d. Refleksi Peneliti dan teman sejawat sebagai observer melakukan diskusi tentang kelemahan dan kelebihan selama pelaksanaan siklus II. Refleksi untuk hasil belajar dan observasi keaktifan siswa dilakukan setelah pelaksanaan proses pembelajaran pada tiap pertemuan permbelajaran. Hasil dari refleksi ini digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya . Apakah perlu dilakukan siklus selanjutnya ataukah berhenti karena telah memperoleh hasil yang diharapkan. Hasil Dan Pembahasan Bedasarkan pelaksanaan siklus I dan siklus II diperoleh hasil sebagai berikut: SIKLUS I Pelaksanaan Siklus I pada hari Kamis tanggal 11 dan 18 Pebruari 2016 siswa kelas III SDN Gunungsari 01 dengan jumlah siswa 22 orang 9 laki-laki 13 perempuan. Hasil proses pelaksanaan siklus I yang dilakukan dalam 2 pertemuan dapat didiskripsikan sebagai berikut: (1) alokasi waktu yang disediakan kurang untuk melakukan pengamatan berbagai macam tumbuhan, ( 2) siswa mengalami kesulitan dalam mengelompokkan tumbuhan berdasar bentuk batang dan tulang daun. (3) siswa kurang aktif selama pelaksanaan diskusi. Alokasi waktu yang disediakan kurang untuk melakukan pengamatan berbagai macam tumbuhan, dimungkinkan terjadi karena lingkungan adalah sumber belajar yang tak terbatas. Sebagaimana diungkapkan oleh Surakhmad (1982:116 ) bahwa anak – anak dapat mengamati kenyataan – kenyataan yang beraneka ragam . Pada kegiatan ini sebaiknya ada pembatasan jumlah tanaman atau daerah pengamatan karena tiap kelompok akhirnya akan saling melengkapi hasil kelompok lain. Siswa mengalami kesulitan dalam memanfaatkan sumber belajar tampak pada gambar 2.
589
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 2. Siswa kesulitan dalam memanfaatkan sumber belajar yang berlimpah Siswa mengalami kesulitan dalam mengelompokkan tumbuhan berdasar bentuk batang dan tulang daun, dimungkinkan karena Pemberian materi tentang konsep Penggolongan Tumbuhan Berdasar Bentuk batang dan Tulang Daun kurang mendalam atau siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru. Siswa kurang memahami konsep. Hal tersebut sejalan dengan teori belajar Edgar Dale (1946) bahwa anak belajar melalui mendengar hanya akan 20% yang terserap oleh anak. Siswa kurang aktif selama pelaksanaan diskusi, dimungkinkan karena siswa malu, kurang percaya diri, kurang memahami konsep, dan tidak bisa mengikuti kegiatan diskusi. Hal ini sejalan dengan Iskandarwassid dan Suhendar ( 2011: 241 ) bahwa ketrampilan berbicara didasari oleh kepercayaan diri dengan menghilangkan rasa malu , rendah diri , ketegangan, dan lain- lain. Tetapi untuk kegiatan pengamatan , keterlibatan dalam mengerjakan tugas kelompok , dan mengerjakan tugas belajar individu , mereka tampak aktif . Sehingga untuk mengatasi keaktifan siswa dalam kegiatan diskusi , perlu ada pemberian materi lebih mendalam , menyertakan kegiatan tanya jawab terlebih dahulu dan menuntut guru peran serta guru lebih aktif untuk mendorong agar siswa lebih aktif berbicara. Ditinjau dari pelaksanaan siklus I, diperoleh temuan bahwa hasil belajar siswa dan aktifitas belajar siswa mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan hasil pra-siklus . Hasil belajar penelitian pada siklus I diperoleh melalui kegiatan test tulis individu . Prosentase keaktifan siswa diperoleh melalui kegiatan observasi keaktifan siswa oleh observer, hasilnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar Uraian
Pelaksanaan
Pra –Siklus Rerata Prosentase
Siklus I Rerata Prosentase
23
22
7,00
7,00
Jumlah Siswa KKM Hasil Belajar
Aktifitas Belajar
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2
65.2
-
70,9
72.7 %
71,8
68,1%
-
66,8%
-
70,4%
65 %
56%
590
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Beradasar tabel 2, dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan Siklus I , hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan pra-siklus yaitu dari 65% rata – rata 65,2 siswa yang memenuhi KKM menjadi 72,7% rata- rata 70,9 di pertemuan 1 dan 68,1% rata –rata 71,8 pada pertemuan 2. Hal tersebut dimungkinkan karena penguasaan konsep siswa lebih baik karena penggunaan media konkrit alam sekitar dibandingkan dengan media 2 dimensi atau gambar pada pembelajaran pra siklus . Pembelajaran dengan alam sekitar sebagai sumber belajar, siswa mendapatkan pengalaman langsung untuk mempelajari benda konkrit sehingga lebih bermakna. Sejalan dengan pendapat Edgar Dale (1946) pemahaman siswa yang diperoleh dengan cara mengerjakan hal nyata dapat mencapai 90% sehingga lebih bermakna. Suleiman ( 1981:13-14) juga menyatakan bahwa tidak seperti kata – kata , pengalaman nyata sangat efektif untuk mendapatkan suatu pengertian. Ditinjau dari aktifitas belajar berdasarkan Tabel 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa aktifitas siswa mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pelaksanaan pra-siklus dari 56 % siswa yang aktif menjadi 68,1 % pada pertemuan 1 dan 2 di siklus 1.Hal tersebut dimungkinkan karena ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran yang mempelajari benda konkrit alam sekitar, bukan model atau tiruan ,sejalan dengan pendapat Gagne ( Abdul Majid, 2008:69) menyatakan bahwa fase dalam kegiatan pembelajaran adalah memotivasi, fase menaruh perhatian (attention, alertness), fase pengolahan, fase umpan balik (feedback, reinforcement ). Ditinjau dari temuan hasil proses dan hasil belajar pada siklus I ,dapat direkomendasikan perbaikan untuk pelaksanaan siklus II. SIKLUS II Berdasarkan hasil refleksi pada Siklus I terdapat temuan – temuan dan prediksi perbaikan yang bisa dilakukan untuk pelaksanaan Siklus II. Siklus II dilaksanakan 2 pertemuan yaitu pada hari Kamis tanggal 25 Pebruari 2016 dan 3 Maret 2016 siswa kelas III SDN Gunungsari 01 dengan jumlah siswa 22 orang 9 laki-laki 13 perempuan. Hasil proses pelaksanaan siklus II yang dilakukan dalam 2 pertemuan memperoleh hasil bahwa siswa terlihat masih kurang aktif selama pelaksanaan diskusi.Temuan tersebut juga ditemukan pada siklus I dan belum mengalami perubahan. Hal tersebut dimungkinkan karena siswa kurang terbiasa dan berani untuk berbicara di muka umum , kurangnya kemampuan kebahasaan, dan penguasaan konsep yang kurang karena kemampuan siswa yang kurang. Sejalan dengan pendapat Suyoto ( 2003:32 ) bahwa seseorang yang terampil berbicara cenderung berani tampil di masyarakat. Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul – betul memahami isi pembicaraannya dan dapat mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengar ( Arsyad dan Mukti, 1988:17) Ditinjau dari pelaksanaan siklus II, diperoleh temuan bahwa hasil belajar siswa dan aktifitas belajar siswa mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan hasil siklus II . Hasil belajar penelitian pada siklus II diperoleh melalui kegiatan test tulis individu . Prosentase keaktifan siswa diperoleh melalui kegiatan observasi keaktifan siswa oleh observer, hasilnya dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3.Hasil Belajar dan Aktifitas Belajar Uraian Jumlah Siswa KKM
Pelaksan aan
Pra –Siklus Rerat Prosent a ase
Siklus I Rerat Prosent a ase
23
22
7,00
7,00
591
Siklus II Rerat Prosent a ase 22 7,00
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Hasil Belajar
Aktifitas Belajar
Pertemua n1 Pertemua n2 Pertemua n1 Pertemua n2
65.2
-
70,9
72.7 %
71,8
68,1%
-
66,8%
-
70,4%
65 %
56%
75,4
81%
75,4
81%
-
76,1%
-
77,8%
Beradasar tabel 3, dapat dilihat bahwa setelah pelaksanaan Siklus II , hasil belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan Siklus I yaitu dari 72,7% rata- rata 70,9 di pertemuan 1 dan 68,1% rata –rata 71,8 pada pertemuan 2 siswa yang memenuhi KKM menjadi 81% rata- rata 75,4 di pertemuan 1 pada pertemuan 2. Hal tersebut dimungkinkan karena penguasaan konsep siswa lebih baik karena penggunaan alam sekitar sebagai sumber belajar membuat pembelajaran lebih menarik dan bermakna . Sebagaimana pendapat Azhar Arsyad ( 2009 :16 ) bahwa selain membangkitkan motivasi dan minat siswa ,media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman. Ditinjau dari aktifitas belajar berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat disimpulkan bahwa aktifitas siswa mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pelaksanaan Siklus II dari 68,1 % pada pertemuan 1 dan 2 di siklus 1 siswa yang aktif menjadi 76,2 % pada pertemuan 1 dan 77,8 % di pertemuan 2 pada Siklus II. Hal tersebut dimungkinkan karena pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar lebih meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagaimana pendapat Hamalik ( Azhar arsyad, 2009;15 ) bahwa pemakaian media pembelajaran yang tepat pada proses pembelajaran dapat membangkitkan minat dan keinginanyang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar , dan bahkan pengaruh – pengaruh psikologis terhadap siswa. Keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran tampak pada gambar 3.
Gambar 3. Keaktifan siswa selama proses pembelajaran Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa, melalui pemanfaatan alam sekitar sebagai sumber belajar pada proses pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar dan aktifitas belajar siswa pada pembelajaran IPA untuk meteri pokok Penggolongan Tumbuhan Kelas III di SDN Gunungsari 01 . Terlihat dari hasil belajar dan aktivitas belajar siswa yang mengalami peningkatan pada pelaksanaan Siklus 1 dan Siklus 2 jika dibandingkan dengan PraSiklus. Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar siswa dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran dan pemahaman konsep siswa lebih meningkat karena menggunakan benda konkrit sebagai media pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan alam sekitar sebagai sumber belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi yang dipelajari.
592
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan adalah: (1)guru harus dapat memilih sumber belajar atau media pembelajaran yang tepat , karena pemakaian media pembelajaran yang tepat pada proses pembelajaran dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar , bahkan pengaruh psikologis terhadap siswa, juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman dan pembelajaran lebih bermakna, (2)guru harus dapat memprediksi kemungkinan yang akan terjadi terhadap pemilihan model belajar, metode pembelajaran dan media/ sumber belajar agar kelemahan dapat diminimalisir, (3)alam sekitar merupakan sumber belajar yang tidak terbatas, oleh dalam memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar harus menetapkan aturan dam batasan agar mencapai hasil yang diharapkan . Daftar Pustaka Fulwati,Erni,2015.Penerapan Pembelajaran Make A –Match Pada Pembelajaran IPA SD Topik Penyesuaian Makhluk Hidup Dengan Lingkungannya. SDN 06 Lasi Mudo Kecamatan Canduang Kabupaten Agam .
[email protected] Mustofa,Zaenal,2009.Ilmu Pengetahuan Alam 3 Untuk SD/MI Kelas 3.Jakarta – Pusat Perbukuan Teniwut, Abraham, 2015. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Naskat Mathias II LanggurA pada Materi Hubungan antara StrukturBagian Tumbuhan Dengan Fungsinya Melalui Contoh Konkrit. Prosiding Seminar Nasional TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) dengan tema “Membangun Generasi Kreatif melalui Pembelajaran Bermakna” pada 31 Oktober 2015 di Hotel Purnama, Batu. http://eprints.uny.ac.id/8584.bab 2-08108249121.pdf. Diakses pada hari Sabtu, 20 Pebruari 2016 Trimulato, Sigit, 2009.Upaya Peningkatan Keaktifan Berdiskusi Siswa Dalam Pembelajaran Biologi Dengan Penerapan Metode Number Heads Together (NHT) Disertai Modul. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Surakarta Arahman, 2012. Melalui Pemanfaatan Alam Sebagai Sumber Belajar IPA Kelas IV SDN 27 Kecamatan Sungai Kakap. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura. Pontianak Pasya, Gurniwan Kamil.Lingkungan Sebagai Sumber Belajar.http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS. Diakses pada hari Minggu, 21 Pebruari 2016 Surakhmad, Winarno,1982. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar : Dasar dan teknik metodologi pengajaran. Bandung: Tarsito.
593
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA SISWA SD IMMANUEL BATU MELALUI MODEL STAD DENGAN BANTUAN MEDIA MANIPULATIF Hermin Wiyanti SD Immanuel Batu
[email protected] Abstrak: Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan untuk mengatasi rendahnya hasil belajar IPA siswa kelas V SD Immanuel Batu, pada materi sifat-sifat cahaya di kelas V SD. PTK dilakukan dalam 2 siklus dengan model pembelajaran Student Teams Achievement (STAD). Dalam pelaksanaannya melibatkan media pembelajaran manipulatif. Hasil PTK menunjukkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar dari siklus I dibandingkan dengan siklus II. Tingkat ketuntasan pada siklus I = 62,5%, dan siklus II = 87,5%. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa model STAD berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan. Kata Kunci: model STAD, hasil belajar
Pembelajaran IPA harus menggambarkan, dijiwai, serta diarahkan untuk mencapai hasil yang baik. Perangkat pembelajaran, perencanaan pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran IPA SD harus mengacu pada tujuan pembelajaran IPA dan memperhatikan karakteristik siswa SD sebagai pelajar. Demikian pula keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai untuk mencapai tujuan di atas harus benar-benar dilatihkan di kelas melalui kegiatan pembelajan. Pada teori belajar Gagne dinyatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja dan lain-lain), bersikap positif terhadap pelajaran dan mengerti bagaimana seharusnya belajar. Obyek langsung adalah sebagai berikut: (1) fakta: adalah kenyataan yang ada dalam pelajaran yang dapat berupa objek pelajaran; (2) keterampilan: adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat; (3) konsep: ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek belajar; (4) aturan: digunakan untuk membatasi pola pikir agar tidak menyimpang dari tujuan belajar. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, siswa kelas V SD pada taraf berfikir operasional formal, pola berfikir yang ditunjukkan adalah sistematis dan meliputi proses-proses yang komplek. Operasionalnya tidak lagi terbatas semata-mata pada penggunaan objek atau benda-benda yang kongkrit tetapi dapat pula digunakan pada operasional lainnya. Anak telah dapat memecahkan semua macam problem yang hanya dapat dipecahkan melalui penggunaan operasional logika yang lebih tinggi tingakatannya. Dari teori perkembangan kognitif Piaget di atas jika guru telah melaksanakan proses pembelajaran menggunakan metode yang proporsional, tujuan pembelajaran IPA yang dirinci menjadi tujuan pembelajaran umum dan lebih rinci lagi serta lebih operasional menjadi tujuan pembelajaranbelajaran khusus lebih mudah dicapai, namun kenyataannya dalam setiap kali pelaksanaan pembelajaran pencapaian tujuan tersebut masih sangat rendah. Hal itu dapat dilihat dari hasil belajar siswa sangat rendah atau belum mencapai target ketuntasan. Berdasarkan observasi, rata-rata siswa dalam proses belajar IPA belum mempunyai nilai ketuntasan minimal yang ditentukan dan KKM klasikal. Ketuntasan belajar secara klasikal yaitu jika 85% dari sejumlah siswa dalam satu kelas telah memperoleh nilai 7,5 atau lebih. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan untuk memahami konsep pelajaran. Hal ini diduga karena pendekatan, model, metode pembelajaran, maupun strategi pembelajaran yang digunakan kurang tepat juga kemampuan guru serta sarana pembelajaran yang meliputi media, alat peraga, dan buku pegangan siswa yang terbatas. Hal tersebut berimplikasi pada rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-
594
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
konsep pada mata pelajaran IPA yang dapat dilihat dari belum tercapai ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Berdasarkan pengalaman mengajar IPA pada tingkat yang sama, proses pembelajaran selalu berbasis pada penyampaian konsep secara naratif tanpa banyak melibatkan siswa dalam menggali konsep-konsep tersebut. Hal ini berdampak pada hasil belajar yang kurang memuaskan. Terobosan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berusaha melibatkan sebanyak mungkin siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan adalah STAD dengan bantuan media manipulatif. Dengan cara ini diharapkan kegiatan pembelajaran lebih kondusif dan siswa aktif dalam menyelesaikan masalah melalui diskusi kelompok setelah melakukan percobaan sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan model pembelajaran STAD pada siswa kelas V SD Immanuel Batu . Model STAD adalah model pembelajaran menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang sederhanan dan efektif. Pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar kelompok, kuis, skor pengembangan dan penghargaan kelompok. Sklus kegiatn pembelajaran juga teratur. Siswa SD masih perlu dituntun untuk melakukan penyelidikan dalam menemukan sesuatu, dan hasilnya sudah dapat diperkirakan oleh guru (Zubaidah dkk, 2013). Kooperatif adalah pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar menemukan masalah, mengumpulkan, mengorganisasi, dan mengolah data serta memecahkan masalah. Joyce dan Weil (2000, dalam Zubaidah dkk, 2013) mengemukakan bahwa inti dari pembelajaran kooperatif adalah melibatkan siswa dalam masalah penyelidikan nyata dalam kelompok dengan menghadapkan mereka dengan cara penyelidikan (investigasi), membantu mereka mengidentifikasi masalah konseptual atau metodologis dalam wilayah investigasi, dan meminta mereka merancang cara mengatasi masalah. Melalui kooperatif siswa belajar memahami makna bukan hafalan. Selain itu, siswa belajar menghargai ilmu dan mengetahui keterbatasan pengetahuan dan ketergantungan satu dengan yang lain-nya. Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan adanya peningkatan pemahaman siswa kelas V SD Immanuel Batu terhadap mata pelajaran IPA yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar atau meningkatnya ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Adapun target peningkatan yang hendak dicapai sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa dalam satu kelas dapat mencapai nilai sekurang-kurangnya 7,5. Metode Penelitian Penelitian tindakan kelas pada hakikatnya adalah merupakan sarana untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme pendidik dalam pembelajaran di kelas. Penelitan tindakan kelas dilakukan secara bertahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan tindakan dan refleksi. Hasil refleksi terhadap tindakan yang dilakukan akan digunakan kembali untuk revisi rencana jika ternyata tindakan yang dilakukan belum berhasil memperbaiki praktek atau belum memecahkan masalah. Langkah-langkah metode penelitian ini digambarkan dalam skema berikut: (Gambar 1) Perencanaan 1
Siklus I
Refleksi 1
Pelaksanaan 1
Pengamatan 1
Siklus II
Perencanaan 2 Refleksi 2
Pelaksanaan 2 Pengamatan 2 Pelaksanaan selanjutnya
595
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Rencana Tindakan Siklus I Siklus I 1. Rencana Tindakan Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah berikut ini a. Peneliti menyusun silabus dan RPP yang berkaitan dengan materi organ sifat-sifat cahaya b. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas. c. Merancang alat pengumpul data yang berupa tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman kemampuan siswa. 2. Pelaksanaan Tindakan a. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: 1) memberikan penjelasan secara umum tentang pokok bahasan, 2) mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran, 3) mengamati dan mencatat siswa yang berpartisipasi aktif dalam pembela-jaran, 4) mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, dan 5) menganalisa hasil tes hasil belajar siswa . b. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran klasikal yang telah dirancang dan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa. c. Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan materi. 3. Observasi Peneliti mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti pengajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. 4. Refleksi Peneliti menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna menentukan langkah berikutnya. Peneliti membuat penilaian siswa berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi yang dilakukan. Jika pada refleksi ternyata nilai ketuntasan klasikal siswa belum memenuhi syarat maka dilanjutkan ke siklus II. Siklus II 1. Rencana Tindakan Dalam tahap perencanaan tindakan pada siklus ini, kegiatan yang dilakukan adalah berikut ini. a. Peneliti menyiapkan alat dan sumber belajar yang diperlukan yang sesuai dengan materi sifat-sifat cahaya. b. Peneliti merancang skenario pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam kelas. c. Merancang alat pengumpul data yang berupa tes dan digunakan untuk mengetahui pemahaman kemampuan siswa. 2. Pelaksanaan Tindakan a. Kegiatan dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi: 1) memberikan penjelasan secara umum tentang pokok bahasan, 2) mendorong siswa yang belum aktif untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran, 3) mengamati dan mencatat siswa yang belum berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, 4) mengumpulkan hasil pengujian yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal evaluasi, 5) menganalisa hasil tes hasil belajar siswa . b. Peneliti mengajar sesuai dengan skenario pembelajaran klasikal yang telah dirancang dan mencatat kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing siswa. c. Peneliti memberikan evaluasi pada siswa untuk mengetahui pemahaman siswa berkaitan dengan materi.
596
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
3. Obervasi Peneliti mengamati dan mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat siswa mengikuti pembelajaran dan menanyakan pada siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran tentang kesulitankesulitan yang dihadapinya. 4. Refleksi Peneliti menganalisa hasil pekerjaan siswa dan hasil observasi yang dilakukan pada siswa guna menentukan langkah berikutnya. Peneliti membuat penilaian siswa berdasarkan pada hasil yang didapatkan siswa pada evaluasi yang dilakukan. Siklus dihentikan karena nilai siswa sudah memenuhi syarat ketuntasan klasikal Hasil Dan Pembahasan Siklus I Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, menanyakan pada siswa beberapa pertanyaan Guru : “Bagaimana cuaca hari ini?” Siswa : “ Cerah, matahari bersinar terang.” Guru : “ Betul, Kita dapat melihat benda-benda di sekitar kita karena ada cahaya matahari” Siswa : “ Bagaimana sinar matahari bisa sampai ke Bumi bu?” Guru : “ Dengan cara merambat.” Guru meminta setiap kelompok untuk mengeluarkan alat dan bahan percobaan, lalu guru menerangkan cara-cara melakukan percobaan serta membagikan Lembar Kerja Kelompok pada masing-masing kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati lembar kerja kelompok. Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan cara kerja percobaan. Setelah memahami cara kerja, siswa dalam kelompok melakukan percobaan cahaya merambat lurus, cahaya menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan dan cahaya dapat dibiaskan. Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusi di forum kelas.
Gambar 1. Siswa melakukan diskusi
Gambar 2. Siswa melakukan percobaan
Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi. Hasil tes pada siklus I ditunjukan pada tabel 1. Tabel 1: Hasil Nilai Siswa Siklus 1 No Nama Siswa Nilai Ketuntasan 1. David Hero Fernando 63 Belum Tuntas 2. Agkezia Thea Kristiana 50 Belum Tuntas 3. Andika Havids 65 Belum Tuntas 4. Ardhi Bagas Rangga 75 Tuntas 5. Aveline Evania Veda Gea 100 Tuntas 6. Axelo Matthew Terang Barus 75 Tuntas
597
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21 22 23 24
Christopher Samuel Ratoe Oedjoe Deandra Nathaniel Satrio Komang Andreana Widhya Natanael Kevin Wijanarko Natania Valaradela Ariana Rachel Aprilia Rafael Devon Christiano Reno Putra Firdaus Vincent Fadly Yehezkiel Chandra Putra Shawn Michael Benen Sandra Marselina Adinda Nazzula Febri O Benedictus Pascal Kaligis Christian Teofilus Wicaksana Victor Juan Marco Yohanes Atma Wijaya Katarina zita Dewi Jumlah Rata-rata Ketuntasan
80 75 83 78 75 75 85 83 63 70 50 65 85 75 78 80 63 60 1.751 72,96 62,5%
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 72,96. Dari 24 siswa, 15 siswa tuntas dan 9 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I belum maksimal karena ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 62,5%. Aktivitas siswa selama pembelajaran siklus 1 masih belum semua aktif, hanya beberapa siswa yang pandai dalam kelompok yang aktif sedangkan yang lain ada yang pasif dan ada yang tidak memperhatikan (bermain sendiri) siswa bosan karena media percobaan kurang bagi semua anggota kelompok yang berjumlah 6 siswa. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa ternyata pembelajaran yang telah dilakukan selama ini masih kurang efisien, berpusat pada guru, sedangkan siswa masih banyak yang bingung tentang apa yg harus dikerjakan. Hal ini terbukti pada hasil ketuntasan belajar yang masih rendah, yaitu 62,5%. Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan atau masalah penerapan metode pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal. Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbbiasa menggunakan strategi kooperati Stad dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 62,5%, sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II Siklus II Guru memulai pembelajaran dengan melakukan apersepsi, guru membagi siswa dalam 6 kelompok masing-masing terdiri dari 4 siswa, guru menanyakan pada siswa beberapa pertanyaan Guru : “ Apakah kalian pernah melihat pelangi?” Siswa : “ Pernah.” Guru : “ Kapan biasanya kamu melihat pelangi” Siswa : “ Kalau habis hujan tapi ada sinar matahari?” Guru : “Betul, nanti kita mau belajar tentang cahaya, termasuk bagaimana terjadinya pelangi.”
598
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Guru meminta setiap kelompok untuk mengamati alat dan bahan percobaan, lalu guru menerangkan cara-cara melakukan percobaan serta membagikan Lembar Kerja Kelompok pada masing-masing kelompok. Guru menugaskan kepada siswa untuk mengamati lembar kerja kelompok. Guru membimbing setiap kelompok untuk mendiskusikan cara kerja percobaan. Setelah memahami cara kerja, siswa dalam kelompok melakukan percobaan cahaya putih terdiri dari berbagai warna, cahaya dapat dibiaskan, cahaya dapat dipantulkan pada cermin datar,cermin cembung dan cermin cekung .Guru menugaskan setiap kelompok melalui juru bicara yang ditunjuk mempresentasikan hasil diskusi di forum kelas. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil diskusi
Hasil tes pada siklus II ditunjukan pada tabel 2 Tabel 2: Hasil Nilai Siswa Siklus 2 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Nama Siswa David Hero Fernando Agkezia Thea Kristiana Andika Havids Ardhi Bagas Rangga Aveline Evania Veda Gea Axelo Matthew Terang Barus Christopher Samuel Ratoe Oedjoe Deandra Nathaniel Satrio Komang Andreana Widhya Natanael Kevin Wijanarko Natania Valaradela Ariana
Nilai 70 67 75 78 100 78 90 75 87 78 75
Ketuntasan Belum Tuntas Belum Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
12. 13. 14. 15. 16.
Rachel Aprilia Rafael Devon Christiano Reno Putra Firdaus Vincent Fadly Yehezkiel Chandra Putra
75 90 85 63 75
Tuntas Tuntas Tuntas Belum Tuntas Tuntas
17. 18. 19. 20. 21 22 23
Shawn Michael Benen Sandra Marselina Adinda Nazzula Febri O Benedictus Pascal Kaligis Christian Teofilus Wicaksana Victor Juan Marco Yohanes Atma Wijaya
75 75 85 78 80 85 75
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
24
Katarina zita Dewi Jumlah Rata-rata
75 1.889 78,71
Tuntas
Ketuntasan
87,5%
599
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 78,71. Dari 24 siswa, 15 siswa tuntas dan 9 siswa belum tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I belum maksimal karena ketuntasan belajar siswa masih rendah, yaitu 62,5%. Aktivitas siswa selama pembelajaran siklus 1I sudah nampak semua aktif, hanya ada 3 siswa yang tidak aktif dalam kelompok. Siswa bersama-sama dapat menyelesaikan tugas kelompok dan dapat mempresentasikan hasil dengan baik. Dari kondisi hasil belajar ini, dapat dianalisis bahwa siswa belajar dengan antusias, aktif dan menyenangkan. Hal ini terbukti pada hasil ketuntasan belajar yang mengalami kenaikan , yaitu 87,5%. Secara keseluruhan, hasil belajar ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II Berdasarkan refleksi yang dilakukan, terdapat beberapa kelemahan atau masalah penerapan metode pada proses pembelajaran sehingga pemahaman siswa pada materi pelajaran belum maksimal. Ada beberapa siswa yang masih kebingungan dalam mengerjakan soal dan belum terbbiasa menggunakan strategi kooperati STAD dalam pembelajaran. Pembelajaran pada siklus I belum maksimal. Nilai rata-rata pada siklus I baru mencapai 62,5%, sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II Hasil nilai rata-rata pada siklus II 78,71%. Dari 24 siswa, 21 siswa tuntas dalam pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus II sudah mencapai ketuntasan karena ketuntasan belajar siswa telah mencapai 87,5%. Aktifitas dalam kegiatan pembelajaran tergolong baik karena dapat memahami tujuan pembelajaran, mendengarkan penjelasan dan pengarahan dari guru. Metode kooperatif STAD yang terbagi dalam kelompok kecil membuat siswa lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Siklus
Prosentase siswa yang Prosentase siswa yang Nilai rata-rata tuntas tidak tuntas 62,5% 37,5% 72,96 87,5% 12,5% 78,71
Siklus I Siklus II 80 78 76 74 72 70 68
78
72
Series1
1
2
Gambar 5. Diagram Prestasi Siswa 100 80
87% 63%
60 Series1
40 20 0 1
2
Gambar 6. Diagram Ketuntasan Belajar
600
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus II mengalami peningkatan yang baik jika dibandingkan dengan siklus I. Hal ini tercermin pada hasil belajar siswa yang mengalami peningkatan dari ratasiklus I sebesar 72,96 sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 87,5%. Hasil belajar siswa sudah memuaskan, sehingga peneliti bersama observer memutuskan untuk menghentikan pembelajaran sampai siklus II Kooperatif STAD sangat membantu dalam kegiatan aktif di kelas, karena dengan mendengarkan berbagai pendapat dalam diskusi, siswa akan tertantang untuk membangun pemikiran yang aktif dan kreatif. Peran guru sebagai pembimbing , membantu bila siswa mengalami kesulitan, dan memberikan komentar tambahan selama proses pembelajaran. PENUTUP Simpulan Strategi pembelajaran Student Teams Achievement (STAD). Dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada materi sifat-sifat cahaya di kelas V SD Immanuel Batu. Pada siklus I nilai rata-rata siswa 72,96 dan ketuntasan belajar 62,5%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa naik menjadi 78,71 dan ketuntasan belajar 87,5% Saran Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, guru dapat mengembangkan berbagai alternatif model pembelajaran dengan bantuan media media sederhana. Daftar Rujukan Haryanto, 2007. Sains untuk SD kelas V. Jakarta : Erlangga Nafsri,Luluk. 2014. Penerapan Strategi Smaal Group Discussion untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA siswa Kelas IVB Tanah Grogot j Teqip Tahun V nomer 1, Mei, (hal 55-61) ____________. 2016. Model STAD. Situs pembelajaran berita dan artikel pendidikan www.infodunia pendidikan.com 2015/01 (online) diakses 04 Maret 2016. Zubaidah, Siti, Mahanal, Susriyati, dan Yuliati, Lia. 2013. Ragam Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Malang: universitas Negeri Malang
601
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PERUBAHAN LINGKUNGAN FISIK DAN PENGARUHNYA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA MANIPULATIF DI MI MIFTAHUL ULUM BATU Ngatiani MI MIFTAHUL ULUM Kota Batu Jawa Timur
[email protected] Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa, pada mata pelajaran IPA, materi Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya, dengan menggunakan media pembelajaran manipulatif. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 40 siswa kelas IV MI Miftahul Ulum Kota Batu, yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa ,yaitu dengan rata-rata kelas 72,88 pada siklus I dengan persentase ketuntasan belajar 72,5 % , menjadi rata-rata kelas 86,15 dengan persentasi ketuntasan belakar 87,5 % pada siklus II. Dengan pembelajaran menggunakan media manipulatif ini, juga teramati Peningkatan minat belajar siswa yang terlihat dari partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar. Dari hasil penelitian ini terbukti bahwa pembelajaran dengan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kata Kunci : hasil belajar, media manipulative
Dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan perhatian semua pihak. Pemerintah selaku pembuat regulasi kependidikan hendaknya selalu memperbaharui peraturan dan kebijakan agar sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sangat diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan pemerintah. Diantaranya, pemerintah menerbitkan Undang Undang No 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan pemberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006.
KTSP merupakan pengembangan dari kurikulum 2004, KTSP menggunakan pembelajaran berbasis kompetensi, artinya siswa dituntut menyelesaikan pembelajaran sesuai kompetensi yang telah ditentukan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 (Mulyasa, 2007:12). Pengembangan KTSP dilakukan oleh sekolah berdasarkan Standar Isi yang sudah ditetapkan pemerintah. KTSP memberi peluang bagi sekolah untuk mengembangkan kurikulumnya berdasarkan kebutuhan daerah dan karakteristik siswa. KTSP memberikan kebebasan pada masing-masing sekolah untuk mengatur dan mengembangkan kurikulum yang digunakannya. Ciri-ciri KTSP menurut Siskandar (dalam Nurhadi, 2004:5) antara lain: (1) menekankan pada ketercapaian siswa baik secara individual maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil dan keberagaman, (3) penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi, (4) sumber belajar bukan hanya guru tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan (5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan suatu kompetensi. Dalam proses belajar mengajar, guru mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, guru seharusnya dapat membuat suatu pengajaran
602
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan bersemangat dalam belajar. Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), guru dituntut lebih kreatif dalam menggunakan model dan metode pembelajaran inovatif. Model dan metode tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar. Sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi siswa. Pada umumnya media yang digunakan di MI Miftahul Ulum Batu dalam pembelajaran Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya, khususnya materi hujan, erosi dan abrasi , hanya berupa gambar sketsa atau foto saja. Sehingga siswa yang dapat mencapai nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) belum mecapai 75 %. Sebagai upaya meningkatkan prestasi siswa, maka perlu dilakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan media yang sesuai dengan metode yang sesuai pula. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan tentang penggunanaan media manipulatif antara lain oleh Wilujeng (2014) yang menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip. Sejalan dengan hal diatas ,Edgar Dale (dalam Arief, 1986).mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke yang paling abstrak maka tergambarlah untuk menggunakan media manipulatif agar siswa mendapat gambaran yang lebih kongkrit. Sementara itu, Muhsetyo, dkk (2007: 2. 31) dalam tulisan Andrean Perdana (2014), mende- finisikan bahwa “Bahan manipulatif adalah bahan yang dapat dimanipulasikan dengan tangan, diputar, dipegang, dibalik, dipindah, diatur atau ditata atau dipotong-potong”. Gambar 1. Kerucut Pengalaman E. Dale
ABSTRAK
verbal simbol verbal visual radio film
PENGALAMAN
televisi wisata demonstrasi partsipasi observasi
KONKRET pengalaman langsung
603
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Dari berbagai pendapat di atas, maka penulis memutuskan untuk mengadakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan media yang kongkrit, yang dapat diamati dan diperagakan langsung. Maka media yang dipergunakan adalah media manipulatif. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, disertai keinginan meningkatkan hasil belajar siswa, maka masalah yang timbul adalah : Bagaimana proses pembelajaran yang menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya di kelas IV MI Miftahul Ulum ? Berkenaan dengan permasalahan di atas, maka diadakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan media manipulatif sehingga siswa dapat mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM ) Metode Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan dua siklus tindakan. Model PTK yang digunakan adalah model Kemmis dan Mc Taggart (1982) dalam Arikunto (2006) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Penelitian tindakan dilakukan dalam siklus spiral, yang terdiri dari 4 tahapan yaitu 1) perencanaan (planning), 2) tindakan (acting), 3) pengamatan (observing), dan 4) refleksi (reflection). Perencanaan
Refleksi
SIKLUS 1
Pelaksanaan
111111111 II1 Pengamatan
Perencanaann
Refleksi
SIKLUS 2
Pelaksanaan
Pengamatan
Gambar 2 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Mc Taggart (Arikunto, 2006: 16) Pada tahap perencanaan, dilakukan kegiatan menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang diterapkan di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berupa gambar angin, hujan, kekeringan/ tanah retak-retak dan gelombang air laut untuk diamati siswa. Pada tahap pelaksanaan, dilakukan penerapan RPP yang sudah disusun pada tahap perencanaan dalam pembelajaran. Tahap pelaksanaan pembelajaan dilakukan pengamatan oleh observer dengan menggunakan lembar observasi yang sudah disiapkan. Pada tahap refleksi, peneliti bersama obsever merinci dan menganalisa permasalahan yang muncul dalam pembelajaran dan mencari solusi alternatif sebagai upaya penyelesaian masalah. Solusi alternatif tersebut menjadi bahan perbaikan pembelajaran pada siklus II. Instrument penelitian adalah butir-butir soal evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa. Dari butir-butir soal tersebut, diperoleh informasi apakah media yang dipergunakan dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa atau belum. Untuk evaluasi dilakukan di akhir pembelajaran. Apabila diperoleh persentase keberhasilan siswa kurang dari 75 % maka akan
604
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
dilaksanakan pembelajaran siklus II. Akan tetapi, penelitian akan dihentikan apabila persentase keberhasilan siswa telah mencapai 75 % ke atas. Hasil Dan Pembahasan Siklus I Perencanaan Pada tahap perencanaan, pertama disusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I, dengan menggabungkan Kompetensi Dasar (KD) 10.1 dan KD 10.2, karena saling berkaitan KD 10.1 Mendskripsikan penyebab perubahan lingkungan fisikd, sedangkan KD 10.2 Menjelaskan pengaruh peubahan lingkungan fisik terhadap daratan. Kemudian KD 10.1 dan KD 10.2 dikembangkan menjadi enam indikator. Langkah berikutnya disusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan indikator yang ingin dicapai. Dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan tentang peristiwa alam yang diketahui siswa, kemudian merencanakan kegiatan inti, dimana siswa diminta mengamati gambar angin, hujan, terik matahari/kekeringan, dan gelombang laut. Kemudian didiskusi tentang penyebab perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Selanjutnya disusun Lembar kerja siswa untuk berdiskusi (LKS kelompok ), dan soal-soal untuk evaluasi, secara individu. Untuk kelompok, direncanakan tiap kelompok terdiri dari empat orang. Kemudian mempersiapkan gambar yang yang akan digunakan sebagai alat peraga pada siklus I ini. Yang terakhir disusun pedoman observasi. Yang pertama lembar pengamatan tentang keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan yang ke dua adalah daftar nilai IPA siklus I. Pelaksanaan Pada pelaksanaan pembelajaran, di awal kegiatan, 1). Guru mengecek kehadiran siswa, 2). Guru bertanya tentang apa saja peristiwa alam yang diketahui siswa. 3). Guru meminta satu atau dua anak menceritakan pengalaman ketika terjadi hujan, atau ketika ada angin, dll. 4). Guru memberitahukan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. 5). Guru memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa, yaitu mengamati gambar, berdiskusi dan presentasi perwakilan kelompok. Pada kegiatan inti, guru membagi kelompok dengan meminta siswa berhitung satu sampai sepuluh. Karena jumlah siswa ada empat puluh anak, maka terbentuk sepuluh kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat anak. Kemudian siswa secara berkelompok mengamati alat peraga dan berdiskusi untuk mengisi Lembar Kerja Kelompok, tentang penyebab perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan.
Gambar 3: Penyebab perubahan lingkungan fisik daratan
605
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Gambar 4: kegiatan siswa berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusi Selesai berdiskusi, satu siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok masing-masing. Dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan. Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari, bahwa penyebab perubahan lingkungan fisik adalah : angin, hujan, matahari dan gelombang laut. Angin yang bisa menyebabkan kerusakkan lingkungan adalah angin topan, badai, angin tornado, dll. Hujan bisa menyebabkan banjir, erosi dan longsor. Matahari bisa mengakibatkan kekeringan, tanah retak-retak, kekurangan air dan kebakaran. Sedangkan gelombang laut bisa mengakibatkan abrasi, badai dan tsunami. Kemudian siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu. Kemudian untuk mengakhiri pembelajaran, guru memberikan pesan moral agar siswa senantiasa menjaga kebesihan lingkungan, dengan membuang sampah pada tempatnya atau menebang pohon secara liar agar tidak terjadi banjir, longsor atau bencana alam lainnya. Pengamatan Dari hasil pengamatan tentang keaktifan siswa, diperoleh data bahwa sebagian besar siswa aktif dalam menjawab pertanyaan guru, mencari contoh- contoh peristiwa alam yang mempengaruhi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Ketika siswa berdiskusi, sebagian terlihat lebih aktif mengeluarkan pendapat. Ada sebagian kecil siswa tampak masih pasif dan perlu bimbingan dalam membuat simpulan sendiri. Ada sebagian kecil siswa masih harus memperbaiki tugasnya.Sedangkan untuk ketrampilan bertanya, siswa masih belum mampu bertanya dengan kemauan sendiri. Guru masih harus memancing dengan pertanyaan untuk menggali informasi dari siswa. Dari hasil prestasi siswa pada siklus satu ini,nilai rata-rata kelas 72,88. Jumlah siswa yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ada 29 siswa dari 40 siswa, berarti ada 11 siswa masih belum tuntas. Sehingga persentase keberhasilan yang dicapai adalah 72,5 %. Kemungkinan ketidak tuntasan siswa ini disebabkan karena media yang kurang sesuai dengan minat mereka dan bentuk soal yang hanya berupa soal uraian. Refleksi Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus I, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa masih belum maksimal, karena persentase keberhasilan belum mencapai 75 %. Maka masih perlu diadakan lagi pembelajaran siklus II, dengan media yang lebih kongkrit bentuk soal yang variatif, sehingga dapat meningkatkan persentase keberhasilan belajar siswa. Siklus II Perencanaan
Perencanaan pembelajaran IPA pada siklus kedua dilaksanakan setelah kegiatan refleksi siklus 1. Kegiatan yang dilakukan yang pertama adalah : Penyusunan RPP dilakukan dengan menetapkan Standar Kompetensi (SK) 10 yaitu Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan. KD yang diharapkan adalah KD 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) dan
606
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
KD 10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor). Kemudian KD 10.2 dan KD 10.3 tersebut dikembangkan menjadi empat indikator. Langkah berikutnya disusun langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan indikator yang ingin dicapai. Dengan memberikan apersepsi berupa pertanyaan tentang peristiwa alam dan pengaruhnya terhadap daratan,yang telah diketahui siswa, kemudian merencanakan kegiatan inti, dimana siswa diminta mengamati peragaan peristiwa pengikisan oleh air (erosi) dan abrasi dengan media manipulative. Kemudian berdiskusi untuk mengerjakan lembar kerja siswa secara kelompok. Selanjutnya disusun Lembar kerja siswa untuk berdiskusi (LKS kelompok ), dan soal-soal untuk evaluasi, secara individu. Untuk kelompok, direncanakan tiap kelompok terdiri dari empat orang. Kemudian mempersiapkan alat peraga untuk erosi berupa air dan dua nampan, nampan kesatu berupa tanah tanpa tumbuhan, nampan kedua berupa tanah dengan tumbuhannya. Sedangkan alat peraga abrasi berupa tumpukan pasir dan air. Yang terakhir disusun pedoman observasi. Yang pertama lembar pengamatan tentang keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan yang ke dua adalah daftar nilai IPA siklus II untuk mengukur hasil belajar siswa. Pelaksanaan Pada pelaksanaan pembelajaran siklus II ini, di awal kegiatan, pertama guru mengecek kehadiran siswa, ke dua, guru bertanya tentang apa saja peristiwa alam dan pengaruhnya yang telah diketahui siswa. Ke tiga, guru memberitahukan tentang tujuan pembelajaran pada hari itu. Ke empat, guru memberitahukan kegiatan yang akan dilakukan siswa, yaitu mengamati peragaan peristiwa erosi dan abrasi dengan media manipulatif, kemudian berdiskusi dan presentasi perwakilan kelompok. Pada kegiatan inti, guru tidak membagi kelompok lagi karena siswa sepakat, kelompoknya tetap sama dengan pada pembelajaran siklus I. Kemudian siswa secara berkelompok mengamati peragaan erosi, yaitu ke dua nampan yang berisi tanah tanpa tumbuhan dan nampan tanah dengan tumbuhan disiram air, airnya dimasukkan ke gelas bening. Siswa diminta membandingkan air dalam kedua gelas tadi. Kemudian siswa berdiskusi untuk mengisi Lembar Kerja Kelompok, tentang erosi dan abrasi.
Gambar 5: alat peraga manipulatif erosi dan abrasi
Gambar 6: bukti terjadi erosi/ pengikisan tanah oleh air pada air yang keruh dan abrasi pada tumpukan pasir yang telah disiram air.
607
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Selesai berdiskusi, satu siswa perwakilan kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, kelompok yang lain mendengarkan dan mencocokkan dengan hasil diskusi kelompok masing-masing. Dan melengkapi bila menemukan bagian yang belum dipresentasikan. Dalam kegiatan penutup, guru bersama siswa menyimpulkan tentang materi yang dipelajari, bahwa penyebab perubahan lingkungan fisik adalah : angin, hujan, matahari dan gelombang laut. Angin yang bisa menyebabkan kerusakkan lingkungan adalah angin topan, badai, angin tornado, dll. Hujan bisa menyebabkan banjir, erosi dan longsor. Matahari bisa mengakibatkan kekeringan, tanah retak-retak, kekurangan air dan kebakaran. Sedangkan gelombang laut bisa mengakibatkan abrasi, badai dan tsunami. Kemudian siswa mengerjakan soal evaluasi secara individu. Yang terakhir, guru memberikan pesan moral agar siswa senantiasa menjaga kebersihan lingkungan, dengan membuang sampah pada tempatnya agar tidak terjadi banjir. Pengamatan Dari hasil pengamatan pada pembelajaran siklus II ini ada peningkatan keaktifan siswa, Sebagian besar siswa lebih aktif dalam menjawab pertanyaan guru, mencari contoh- contoh peristiwa alam yang mempengaruhi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya. Ketika siswa berdiskusi, sebagian besar siswa lebih aktif mengeluarkan pendapat. Sehingga guru tidak terlalu sibuk membimbing diskusi kelompok. Dari hasil prestasi siswa, pada siklus II ini, terjadi peningkatan rata-rata kelas menjadi 86,15. Jumlah siswa yang mendapat nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ada 35 siswa dari 40 siswa, berarti ada 5 siswa yang masih belum tuntas. Sehingga persentase keberhasilan yang dicapai adalah 87,5 %. Refleksi Dari pengamatan pelaksanaan pembelajaran siklus II, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa telah dapat mencapai hasil yang diharapkan, karena persentase keberhasilan telah mencapai lebih 75 %. Dengan demikian maka tidak diperlukan lagi siklus III. Simpulan Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan media manipulatif ternyata dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa, membuat siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran. Dengan adanya peningkatan partisipasi siswa, maka hasil belajar siswapun dapat meningkat, seperti terlihat pada table 1 Hasil Belajar Siswa berikut ini :
No 1 2
Tabel 1 Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV HASIL BELAJAR Siklus RATA-RATA KETUNTASAN I 72,88 72,5 % II 86,15 87,5 %
Dari table 1 di atas, hasil belajar siswa dan persentase ketuntasan dapat digambarkan dalam diagram di bawah ini :
608
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Gambar 7 : Diagram Hasil Belajar IPA siswa Kelas IV Dari uraian penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemilihan media pembelajaran sangat mempengaruhi minat siswa untuk ber partisipasi aktif dalam pembelajaran. 2. Dengan menggunakan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran karena dapat memberi gambaran kongkrit tentang materi pembelajaran. 3. Seiring dengan meningkatnya pemahaman siswa maka akan meningkat pula hasil belajar siswa. Saran Saran yang dapat disampaikan adalah agar guru tidak bosan-bosan berinovasi mencoba berbagai media pembelajaran, terutama dengan menggunakan media yang konkrit, baik berupa benda asli ataupun benda manipulatif. Agar siswa dapat memahami konsep sesuai dengan fakta-fakta yang sebenarnya, sehingga dapat menghindari kesalahan konsep pada pemahaman siswa. Daftar Rujukan Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.. Mulyasa, E. 2009. Implementasi KTSP. Jakarta: Bumi Aksara. Perdana , Andrean. http://hirarkiinside.blogspot.com/2014/08/pengertian-fungsi-dan-contohmedia.html Sadiman, Arief, S, dkk. 2002. Media Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Undang – Undang Republik Indonesia, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Wilujeng, Insih (2014). Kajian IPA-1.Insan Wicaksana.
609
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
PEMANFAATAN LIMBAH ANORGANIK MENJADI BENDA KERAJINAN UNTUK MENINGKATKAN KREATIFITAS MELALUI PROJECT BASED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII-F SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015 /2016 DI SMP NEGERI 4 BATU Sih Dwi Hartuti SMP Negeri 04 Kota Batu
[email protected] Abstrak : Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana kreatifitas siswa dalam memanfaatkan limbah anorganik menjadi benda kerajinan dengan metode Project Based Learning. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 4 Batu pada klas 8-F dengan 32 siswa yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan pada tahun 2015/2016 Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, setiap siklus satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 2 kali 40 menit. diharapkan dengan menggunakan metode Preoject Based Learning dapat meningkatkan kreatifitas siswa Kata Kunci : kreatifitas belajar siswa, Project Based Learning
Mata Pelajaran Prakarya di SMP/ MTs bertujuan melakukan kemampuan ekspresi kreatif untuk membentuk kinerja produktif yang diorientasikan pada pengembangan keterampilan, kecekatan, kecepatan, kerapian dan ketepatan dengan meniru dan merangkai dan membuat karya seni berbasis pengetahuan dan keterampilan kecakapan hidup seni dan teknologi ( transcience knowledge ) kepada pemenuhan Prakarya Homeskill sehingga bersumber pada apresiasi teknologi, hasil yang ergonomis dan aplikatif dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan memperhatikan dampak ekosistem. Pembelajaran pada mata pelajaran Prakarya menerapkan proses komunikatif interaktif antara sumber belajar, guru dan siswa untuk saling bertukar informasi. Istilah “Prakarya”adalah suatu kegiatan yang cenderung memakai pekerjaan tangan, kecakapan melaksanakan dan menyelesaikan tugas dengan cekat, cepat dan tepat dengan keterampilan tangan. Kata cekat mengandung makna tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi dari sudut pandang karakter, bentuk, sistem dan perilaku obyek yang diwaspadai. Didalamnya terdapat unsur kreatifitas, keuletan mengubah kegagalan menjadi keberhasilan ( advercity ) serta kecakapan menanggulangi permasalahan dengan tuntas. Istilah Cepat merujuk kepada kecakapan mengantisipasi perubahan, mengurangi kesenjangan kekurangan ( gap ) terhadap masalah, maupun obyek dan memproduksi karya berdasarkan target waktu terhadap keluasan materi maupun kuantitas sesuai dengan sasaran yang ditentukan. Kata Tepat menunjukkan kecakapan bertindak secara tepat dan teliti untuk menyamakan bentuk, sistem, kualitas maupun kuantitas dan perilaku karakteristik obyek atau karya. Prakarya kerajinan berisi kerajinan tangan membuat ( Creation with innovation ) benda pakai dan atau fungsional berdasarkan asas from follow function. Limbah anorganik adalah jenis limbah yang berwujud padat, sangat sulit atau bahkan tidak bisa untuk diuraikan atau tidak bisa membusuk, limbah anorganik tidak mengandung unsur karbon, seperti limbah plastik, limbah kemasan makanan/ minuman, limbah kain perca, limbah kaleng dan limbah kaca ( kemendikbud, 2014 ). Karena sifatnya yang tidak bisa membusuk, tidak bisa terurai secara alami dan tidak menyerap air sehingga mengakibatkan pencemaran fisik dan beberapa bahan plastik tertentu juga dapat menyebabkan pencemaran kimiawi. Limbah anorganik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) limbah anorganik lunak yaitu limbah yang terdiri atas kandungan bahan yang lentur dan mudah dibentuk atau diolah secara sederhana, contohnya botol plastik, gelas plastik, kemasan makanan plastik, styrofoam, karet ban dan
610
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
lain-lain; 2) limbah anorganik keras yaitu limbah yang terdiri atas kandungan bahan yang kuat dan tidak mudah hancur dengan alat biasa, contohnya pelat besi dari logam, pecahan keramik, botol kaca, kaleng dan lain-lain ( Kemendikbud 2014:6 ). Farida ( 2009:1 ), menjelaskan bahwa sisa atau bekas barang yang kita pakai biasanya kita buang ke tong sampah, segala yang telah terpakai atau karena suatu hal lainnya menjadi sesuatu yang tak punya nilai lagi. Secara umum orang beranggapan bahwa limbah yang disebut juga sampah merupakan sumber masalah baik sumber penyakit atau sebagai penyebab banjir. Sedangkan Endang Purwanti ( 2007:1 ), mengemukakan bahwa limbah atau sampah adalah suatu bahan yang terbuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berdasarkan sumbernya sampah berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit dan pasar. Limbah anorganik tersebut merupakan limbah yang tidak asing bagi kita, setiap hari kita melihat dan menjumpai barang-barang tersebut bertebaran dijalanan yang mengganggu keindahan, kenyamanan dan kebersihan lingkungan bahkan dapat menjadi sarang penyakit bila hal tersebut dibiarkan. Begitu banyaknya limbah anorganik atau sampah tersebut kadang kita tidak terpikirkan akan membahayakan atau berdampak negatif jangka pendek atau panjang bila kita tidak dapat memanfaatkan dengan benar. Tetapi tidak selamanya limbah anorganik tersebut membahayakan bagi kita dan sekitarnya ketika ada tangan terampil mengubah limbah yang tidak berguna menjadi sesuatu yang bermanfaat sebagai contoh berbagai macam jenis kerajinan dan hiasan rumah tangga yang dapat dibuat dari bahan limbah anorganik selain itu jika limbah digunakan/ dimanfaatkan dengan benar dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Sehubungan dengan masalah diatas, pada semester genap siswa kelas VIII memperoleh materi pelajaran tentang pembuatan kerajinan dari limbah anorganik, hal ini sangat mendukung siswa untuk peduli terhadap lingkungannya, kreatif dalam memanfaatkan limbah anorganik dan dituntut langsung atau tidak langsung untuk mendayagunakan limbah yang ada disekitarnya. Dengan demikian siswa sudah berperan aktif dalam mengurangi jumlah limbah anorganik serta menyelamatkan lingkungan dari bahaya limbah anorganik yang sulit terurai. Pemanfaatan limbah anorganik bermacam-macam tergantung orang mengolah. Kita mengenal prinsip pengolahan limbah anorganik yang dikenal dengan istilah 3R yaitu : 1) Mengurangi ( reduce ) yaitu meminimalisir barang atau material yang kita pergunakan, semakin banyak kita menggunakan material semakin banyak sampah yang dihasilkan. 2) Menggunakan kembali ( reuse ) yaitumemilih barang-barang yang bisa dipakai kembali, untuk itu hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai lau buang. 3) Mendaur ulang ( recycle ) yaitu pemrosesan kembali bahan yang pernah dipakai menjadi produk baru ( Kemendikbud 2014:8 ). Dari limbah anorganik yang ada dapat dimanfaatkan menjadi bahan dasar pembuatan kerajinan ada juga yang dimanfaatkan menjadi benda kerajinan. Dalam pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk berani berkreasi dan kreatif membuat hiasan dinding dengan menggunakan metode pembelajaran Project Based Learning (PBL) Project Based Learning adalah Pembelajaran berbasis proyek yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas secara nyata. Dalam pembelajaran berbasis proyek, siswa diberi kesempatan untuk menggali konten ( materi ) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya dan melakukan eksperimen secara kolaborasi, dengan banyak melakukan eksperimen yang dipandu oleh guru dan siswa terus berani mencoba untuk tidak takut gagal maka kreativitas siswa akan muncul. Project Based Learning dipilih dalam kegiatan pembelajaran karena didalamnya siswa secara individu atau kelompok dapat mengembangkan dan meningkatkan kreatifitasnya.
611
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Batu yang beralamatkan di jalan Diponegoro desa Tulungrejo kecamatam Bumiaji kota Batu, Tahun Pelajaran 2015/ 2016 Semester Genap. Penelitian ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Maret sampai pertengah bulan Mei 2016. dengan tiga siklus dengan alokasi waktu 3 kali pertemuan ( setiap kali pertemuan 2 jam pelajara x 40 menit ). Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian ini menggunakan dua siklus yang terdiri empat tahap meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Siklus I melalui media limbah anorganik yang ditunjukkan guru siswa dapat merancang atau medesain satu produk kerajinan berupa hiasan dinding. Siklus II dengan rancangan/ desain yang sudah dibuat siswa dilanjutkan dengan kegiatan proses pembuatan kerajinan, dan siklus ini siswa mulai menunjukkan sikap yang aktif. Siklus III dengan ditunjukkan berbagai macam limbah anorganik dilingkungan sekolah dan sekitarnya, siswa menunjukkan sikap aktif, kreatif dan inovatif dalam menciptakan produk kerajinan. Subyek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII-F yang berjumlah 32 siswa terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Hasil Dan Pembahasan Siklus I Pada kegiatan siklus 1, Guru menyiapkan perangkat mengajar diantaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa, lembar penelitian, lembar observasi aktivitas siswa, catatan lapangan, pedoman pengamatan mengajar guru, angket berupa daftar pertanyaan penjajakan sebelum siswa menerima materi pelajaran tentang kerajinan dari limbah anorganik. Dari hasil angket menunjukkan bahwa pengetahuan siswa menunjukkan 90% siswa sudah mengetahui dan mengenal tentang limbah anorganik, sikap peduli dan sadar lingkungan terhadap limbah disekitarnya masih menunjukkan 54% sedangkan rasa ingin tahu dan tertarik untuk memanfaatkan limbah anorganik masih rendah yaitu 56% . Hal ini menunjukkan bahwa siswa perlu mendapatkan motivasi untuk meningkatkan rasa sadar, rasa peduli dalam berkreasi. Pada pelaksanaan pembelajaran guru melakukan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disusun. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal (Pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan akhir/ penutup. Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi pada siswa dengan menunjukkan beberapa hasil produk kerajinan dari limbah anorganik pada siswa diharapkan dapat menambah wawasan untuk berpikir kreatif, untuk menumbuhkan/membangkitkan kreatifitas siswa yang terpendam, untuk sadar dan peduli terhadap lingkungan, sehingga siswa mengerti tentang manfaat limbah secara ekonomis jika diolah dengan baik dan tepat akan dapat meminimalisir tingkat pencemaran. Setelah pemberian motivasi, guru menanyakan pada siswa yaitu : “siapa yang belum paham tentang manfaat limbah anorganik ?”, hampir semua siswa tidak ada yang mengacung dan pada saat guru menanyakan:” siapa yang tertarik tentang materi kerajinan limbah anorganik ?” hampir semua siswa mengacungkan jari, hal ini menunjukkan rasa ingin tahunya sangat tinggi sebagai bukti siswa ingin melihat secara langsung benda kerajinan tersebut. Kegiatan dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai hari ini, agar siswa tahu atau fokus terhadap pembelajaran yang akan disampaikan guru selanjutnya siswa membenttuk kelompok untuk mengerjakan tugas selanjutnya Setelah siswa duduk sesuai kelompoknya, siswa diberi lembar pengamatan. Pada kegiatan inti diawali dengan meminta siswa untuk mengamati produk kerajinan yang telah diterima secara berkelompok, yaitu kelompok 1 mendapat benda berupa pesawat terbang, kelompok 2 mendapat benda berupa tas, kelompok 3 mendapat benda berupa kapal, kelompok 4 mendapat benda berupa mobil, kelompok 5 mendapat benda berupa robot, kelompok 6 mendapatkan benda berupa perahu, kelompok 7 mendapat benda berupa dompet dan kelompok 8 mendapat benda berupa kap lampu.
612
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Siswa diberi tugas untuk mengamati produk kerajinan yang diterimanya kemudian mengidentifikasi mulai dari bentuk limbah, jenis limbah, jenis kerajinan dan teknik pembuatan kerajinan dari limbah anorganik. Hasil Pengamatan yang telah dilakukan siswa menunjukkan bahwa 98% siswa sudah dapat mengidentifikasi benda kerajinan tersebut dengan benar sedangkan pada pengamatan langlah-langkah pembuatan kerajinan siswa masih menunjukkan tingkat kesulitan pada saat mendiskripsikannya demikian juga saat mendesain benda kerajinan tersebut. Dari hasil identifikasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan / sumber inspirasi, selanjutnya siswa secara individu mulai merancang satu produk kerajinan dari limbah anorganik yang memiliki nilai guna atau nilai hias dari bahan yang sama atau modifikasinya secara terperinci dan sistematis. Desain yang dibuat dari 32 siswa semuanya berbeda-beda dan bervariasi mulai dari yang bernilai hias sampai bernilai guna, dari yang sederhana sampai yang sulit teknik pembuatannya, hasil desain produk kerajinan siswa kemudian didiskusikan dalam satu kelompok dengan tujuan mendapatkan masukan desain yang telah dibuat. Dari 4 desain dalam satu kelompok yang dinilai bagus, unik dan memiliki nilai seni yang tinggi dipilih untuk dipraktikkan dalam satu kelompok sehingga dalam satu kelas menghasilkan 8 produk kerajinan. Desain kelompok 1 berupa robot mainan yang terbuat dari botol plastik air mineral yang bervariasi bentuk dan ukuran untuk bagian badan, kaki, tangan dan sayap sedangkan kepalanya berasal dari toples kue dari bahan mika plastik yang dirancang sedemikian rupa dengan assesoris antena pada bagian kepala dan lampu serta suara, teknik yang digunakan adalah teknik potong sambung. Keunikan dari desain produk kerajinan kelompok ini adalah ada rangkaian listrik berupa lampu dan suara diharapkan robot ini seakan bisa hidup. Berikut desain yang dibuat kelompok 1 Keterangan : 1. Bagian kepala terbuat dari bahan toples mika tempat menaruh rangkaian lisltrik sehingga muncul suara dan lampu. 2. Badan terbuat dari bahan botol plastik yang ditata terbalik Merekatkan tangan, kaki dan sayap 3. Tangan dan kaki disambung utuh 4. Bagian sayap disambung pada bagian belakang badan dengan dipotong menjadi dua bagian yang sama 5. Antena dibuat dari kawat yang direkatkan pada kepala robot Sedangkan desain kelompok 4 berupa baju pesta dari bahan plastik bening yang biasanya digunakan untuk membungkus camilan bagian luar, plastik ini juga bervariasi ukuran dan teksturnya. Teknik yang dipakai untuk membuat baju pesta ini adalah teknik jahit dan teknik tempel dengan pemakaian assesoris manik-manik untuk mempercantik hasil rancangan. Berikut desain kelompok 4 : Keterangan : 1. Gaun terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas terbuat dari kain tile untuk menguatkan jahitan rok bawah 2. Bagian rok dengan model kerut keliling 3. Untuk menutupi bagian sambungan bahu dan pinggang ditutup Bunga plastik selain itu sebagai asesoris
613
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
Pada akhir kegiatan inti masing-masing perwakilan kelompok mempresentasikan hasil desainnya didepan kelas. Dari hasil pengamatan guru menunjukkan bahwa dari 32 siswa dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
No 1 2 3
Tabel hasil penilaian kreatifitas siswa Tingkat Kreatifitas Jumlah Siswa Hasil yang diperoleh Sangat kreatif 5 16 % Kreatif 14 43 % Kurang kreatif 13 41 %
Pada kegiatan penutup guru memberi penghargaan/reward pada siswa yang telah berhasil mengerjakan tugas dengan harapan siswa secara individu/kelompok memperoleh kebanggaan dari hasil karya sendiri juga dapat memperbaiki hasil kerjanya bila masih ada perbaikan dan bagi siswa yang lain dapat memberi masukan untuk memperbaiki pekerjaannya dari hasil pembelajaran yang diberikan guru menyimpulkan hasil kerja siswa dan kreatifitas rancangan siswa kemudian dilakukan refleksi yang berkaitan dengan materi hari ini dan materi berikutnya. Dengan memberi pertanyaan seperti “ Bandingkan hasil desain awalmu dengan hasil desain setelah didiskusikan !” atau “ Puaskah kalian dengan desain yang kamu buat ?” apabila belum puas atau kurang puas siswa diperbolehkan untuk memperbaiki desain dirumah untuk pertemuan berikutnya siswa siap membuat kerajinan sesuai dengan desain yang dibuat. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru bersama teman sejawat (observer) melaksanakan pengamatan selama siswa belajar dan segala sesuatu yang terjadi pada proses pembelajaran untuk memperoleh data dengan instrumen non tes tentang kreatifitas siswa dan keaktifan siswa. Data yang terkumpul baik dari instrumen tes maupun non tes diolah, dianalisis dan disimpulkan. Hasil pengolahan data digunakan untuk dijadikan pengambilan keputusan tentang kelanjutan penelitian pada siklus 2 Siklus 2 Pada kegiatan siklus 2, Guru menyiapkan perangkat mengajar diantaranya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus 2, Lembar Kerja Siswa, lembar observasi kreatifitas siswa, catatan lapangan, pedoman pengamatan mengajar guru. Dari hasil pengamatan siklus 1 menunjukkan bahwa kreatifitas siswa masih tergolong rendah, hal ini dibuktikan 16% siswa sangat kreatif, 43 % kreatif sedangkan 41 % kurang kreatif. Oleh sebab itu siswa perlu mendapatkan motivasi terbimbing untuk dapat mengembangkan kreasifitasnya. Pada kegiatan pelaksanaan pembelajaran guru melakukan sesuai dengan RPP yang telah disusun untuk siklus 2. Secara garis besar pelaksanaan pembelajaran terdiri dari kegiatan awal (Pendahuluan), kegiatan inti dan kegiatan akhir/ penutup Kegiatan pembelajaran diawali dengan pemberian motivasi pada siswa agar lebih mengembangkan kreatifitasnya dan berinovasi dalam berkarya untuk mewujudkan desain yang dibuat. Setelah pemberian motivasi, guru menanyakan pada siswa yaitu : “Siapa yang tidak membawa bahan, alat dan desainnya ?”, hampir semua siswa tidak ada yang mengacung dan pada saat guru menanyakan:” Siapa yang membawa limbah anorganik lebih dari satu macam?” hampir semua siswa mengacungkan jari, hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah siap untuk praktik dan berkarya. Kegiatan dilanjutkan dengan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai hari ini, agar siswa tahu atau fokus terhadap pembelajaran yang akan disampaikan guru selanjutnya siswa mengerjakan tugas seperti desain yang telah dibuatnya, secara berkelompok.
614
ISBN: 978 – 602 – 1150 – 17 – 7
Pada kegiatan inti, siswa duduk sesuai kelompoknya, siswa bekerja sesuai dengan langkahlangkah kerja pada lembar kerja yang dibuat, meliputi persiapan, proses dan hasil berupa produk kerajinan. Siswa bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing dan dari 8 kelompok ada dua kelompok yang anggotanya ada yang tidak membawa bahan praktik dengan lengkap yaitu kelompok 2 dan kelompok 8. Untuk 6 kelompok yang lengkap bahan dan peralatannya dapat bekerja dengan tertib sesuai dengan langkah-langkah kerja yang dibuatnya dengan semanangat dan penuh keaktifan, sedangkan dua kelompok yang bahan atau peralatan yang kurang lengkap dapat mempengaruhi selama kegiatan proses sehingga bekerjanya kurang maksimal. Selama kegiatan siklus 2 keaktifan siswa mulai nampak dengan baik tetapi kendala yang dihadapi ialah waktu tatap muka yang kurang sehingga pekerjaan siswa hanya mencapai 75 % dari desain yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari presentasi masing-masing kelompok sebagai laporan hasil kerja selama siklus 2 berlangsung. Pada saat kelompok mempresentasi hasil karyanya maka kelompok lainnya dapa memberi kritik dan saran untuk langkah penyelesaiannya agar lebih bagus dan lebih sempurna. Kerja kelompok siswa dapat tercapai dengan sempurna apabila sudah sesuai dengan kreteria penilaian yang ditentukan oleh guru dan pengamat. Dari hasil pengamatan guru, menunjukkan bahwa dari 32 siswa dapat diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel hasil penilaian kreatifitas siswa/kelompok No Tingkat Kreatifitas Jumlah kelompok Hasil yang diperoleh 1 Sangat kreatif 3 4% 2 Kreatif 3 4% 3 Kurang kreatif 2 2% Pada kegiatan penutup guru memberi penghargaan/reward pada siswa yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaanya sesuai dengan desain yang dibuat secara tuntas, dengan harapan siswa secara individu memperoleh kebanggaan dari hasil karya yang dibuatnya juga dapat memperbaiki hasil kerjanya bila masih ada yang belum selesai dan bagi siswa yang lain dapat menerima masukan untuk memperbaiki pekerjaannya dari hasil pembelajaran yang diberikan guru menyimpulkan hasil kerja siswa untuk selanjutnya dilakukan refleksi yang berkaitan dengan materi hari ini dan materi berikutnya, dengan memberi pertanyaan pada siswa : “Adakah kesulitan dalam mengerjakan benda kerajinannya ?”, “Siapa yang belum dapat menyelesaikan hasil karyanya ?” atau “ Siapa yang sudah menyelesaikan pekerjaannya ?” apabila masih ada siswa yang belum menyelesaikan sesuai dengan desain mereka, maka dapat diselesaikan dirumah dengan tenggang waktu dua hari setelah tatap muka. Pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung, guru bersama teman sejawat (observer) melaksanakan pengamatan kegiatan selama siswa belajar dan segala sesuatu yang terjadi selama proses pembelajaran untuk memperoleh data dengan instrumen non tes tentang kreatifitas siswa dan keaktifannya Siklus 3 Pada siklus 3, adanya peningkatan yang cukup baik tentang kreatifitas siswa hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan dari siklus 2 ke siklus 3 dengan presentase dari 66 % menjadi 85 % selain itu ada dampak positif dari siswa yang mengarah pada kepedulian terhadap lingkungan sekolah diantaranya : 1) limbah anorganik yang berserakan disekitar sekolah semakin berkurang setiap hari, 2) lingkungan kelas dan sekitarnya menjadi bersih, 3) pencemaran limbah anorganik disekolah dapat diminimalisir, 4) siswa sudah memiliki kebiasaan hidup bersih dan hidup sehat, 5) siswa mulai belajar mendisiplinkan diri dengan membuat peraturan kelas yaitu bagi yang membuang
615
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia yang Diselenggarakan oleh APPPI, Dinas Pendidikan Kota Batu, dan PGRI Kota Batu pada 21 Mei 2016 di Kota Batu, Jawa Timur
sampah tidak pada tempatnya akan dikenai sangsi/ denda, 6) siswa memiliki jiwa kepedulian terhadap limbah anorganik sekecil apapun untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna. Hasil dari proses pembuatan produk kerajinan limbah anorganik
Kesimpulan Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Project Based Learning dapat meningkatkan kreatifitas siswa dalam memanfaatkan limbah anorganik pada siswa kelas VIII, SMP Negeri 4 Batu. Dengan demikian SMP Negeri 4 Batu turut menjaga kelestarian alam dan pencemaran lingkungan dengan sikap peduli siswa dan warga sekolah. Daftar Rujukan Anita Van Saan. 2008. 90 Kerajinan Tangan. Solo : PT Tiga Serangkai Bagas Shinugi. 2009. Aneka Kreasi dari botol. Jakarta : PT Mediantara Semesta DEPDIKBUD. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusbinbang Bahasa Balai Pustaka Dewi Agustina. 2012. Kreatif dengan Tas Kresek. Yogjakarta : PT Andi E Kristin Siregar. 2009. Aneka Kerajinan dari Kain Perca. Bandung : PT Karya Kita Endang Purwanti. 2007. Sampah menjadi Uang. Klaten : PT Saka Mitra Kompetensi Farida. 2009. Daur Ulang Limbah. Surabaya : PT Iranti Mitra Utama Haneda Ananta dan Endah Sudjihati. 2010. Kreasi Trendi Sulaman Perca. Jakarta : PT Kriya Pustaka Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta : Politeknik Negeri Media Kreatif Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Prakarya untuk SMP/MTs kelas VIII Semester 2. Jakarta : Politeknik Negeri Media Kreatif Suciati Paresti, dkk. 2014. Prakarya SMP/MTs kelas VIII Semester 2. Jakarta : Kemendikbud RI.
616