Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu
PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN DALAM PEMBELAJARAN IPA TERPADU UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN TEKANAN DARAH MANUSIA KELAS VIII SMP NEGERI 1 BABAT KABUPATEN LAMONGAN Rika Nur Fadhilah Program Studi Pendidikan Sains, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail:
[email protected]
Nadi Suprapto Dosen Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya e-mail:
[email protected]
Hasan Subekti Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA Universitas Negeri Surabaya e-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar dan motivasi siswa setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII SMP Negeri 1 Babat. Penelitian ini merupakan penelitian Pre-Experimental yang hanya menggunakan satu kelas perlakuan yaitu kelas VIII B. Pada pengujian kenormalan sampel diperoleh Lo = 0,1583 dan L tabel = 0,1591., maka sampel dikatakan telah berasal dari siswa yang berdistribusi normal. Setelah dilakukan penerapan metode pembelajaran bermain peran, dilakukan posttest baik pada motivasi dan hasil belajar siswa. Pengujian signifikansi mean dari perbedaan pretest dan posttest hasil belajar siswa diperoleh t hitung sebesar 20,40 dan t tabel adalah 1,70, hasil ini menyatakan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan secara signifikan. Sedangkan pada pengujian signifikansi mean dari perbedaan pretest dan posttest motivasi belajar siswa diperoleh (t hitung = 9,48) > (t tabel = 1,70) dengan taraf signifikansi α = 0,05 maka dikatakan motivasi belajar siswa meningkat secara signifikan pula. Hal ini menyatakan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar siswa. Kata Kunci: Metode bermain peran, Pembelajaran IPA Terpadu.
Abstract The aims of this research are to describe the students’ learning achievement and motivation after the roleplaying method to the integrated science learning chapter human blood pressure in the eight grade class of 1st Junior High School State of Babat is applied. This research used pre-experimental research design and was applied to one treatment class, that is VIII B. From the normality test, this result optained was Lo=0,1583 with the value from L-table = 0,1591. Thus, the sample was normally distributed. After the role-playing method was applied in the lesson, both of learning motivation and achievement posttest were given to the student. The mean significance test from the difference of learning achievement’s pretest and posttest resulted the computed-t = 20,40 and the t-table = 1,70. This result states that the learning achievement result was significantly increased. The significance test from the difference of learning motivation pretest and posttest resulted (computed-t = 9,48) > (t-table=1,70) with significance level α = 0,05. Thus, the student learning motivation was also significantly increased. From these result it can be concluded that the application of role-playing method in the integrated science learning could significanly increase the student’s learning achievement and motivation. Keywords : Role-playing method, The integrated science learning.
paradigma dalam proses pembelajaran di sekolah yang tadinya teacher centered menjadi pembelajaran student centered diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam membangun pengetahuan, sikap, dan perilakunya sendiri. Hasil penyebaran angket pra penelitian kepada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Babat sebanyak 28 angket, 89%
PENDAHULUAN Berdasarkan teori konstruktivisme siswa harus membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat memberi siswa tangga yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat tangga tersebut (Nur, 2008: 2). Perubahan
95
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103 siswa menyatakan pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Babat ini masih sering menggunakan metode ceramah dan berpusat pada guru (teacher centered). Pembelajaran IPA di SMP Negeri 1 Babat masih disampaikan secara terpisah walaupun antara Fisika dan Biologi telah diajar oleh satu guru IPA yang sama. Hal ini mengakibatkan waktu untuk menyampaikan materi-materi IPA sangat terbatas. Maka dari itu pembelajaran IPA secara terpadu hendaknya segera diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut. Sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA terpadu dalam Mitarlis dan Sri Mulyaningsih (2009: 9) diantaranya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, serta beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus. Sehingga pembelajaran IPA memberikan kelebihan menghemat waktu; peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antar konsep Fisika, Kimia, dan Biologi; memperbaiki dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik; dan meningkatkan taraf kecakapan berfikir peserta didik. Berdasarkan hasil angket, disimpulkan materi IPA SMP kelas VIII yang paling sulit bagi siswa kelas IX SMP Negeri 1 Babat adalah materi sistem peredaran darah. Guru menuturkan biasa mengajarkan materi ini dengan metode ceramah dan diskusi informasi. Siswa kelas VIII semester 1 tahun ajaran 2011 rata-rata nilai evaluasi pada materi tersebut adalah 75 dengan beberapa siswa yang mendapat nilai kurang dari Standar Ketuntasan Minimal (SKM). Siswa yang tidak tuntas pada materi tersebut disebabkan sulitnya peserta didik dalam memahami skema sirkulasi yang hanya disajikan dengan ceramah. Materi sistem peredaran darah, sesuai Permendiknas No.22 tahun 2006 berasal dari Kompetensi Dasar (KD) 1.6 kelas VIII semester gasal, yaitu: mendeskripsikan sistem peredaran darah pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Konsep sirkulasi darah berkaitan dengan materi tekanan pada KD 5.5 kelas VIII semester genap, yaitu: menyelidiki tekanan pada benda padat, cair, dan gas serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua konsep bisa dipadukan secara terpadu dengan tipe keterpaduan connected. Connected menyatakan keterhubungan dua hingga lebih dari dua keterpaduan yang berasal dari satu bidang ilmu (Hadisubroto, 2000 dalam Trianto, 2009: 45). Sistem peredaran darah berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada zat cair. Konsep ini berasal dari satu disiplin ilmu, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Materi pokok Sistem peredaran darah akan ditunjang oleh sub pokok bahasan tekanan pada zat cair sehingga menjadi satu kesatuan dalam IPA terpadu yaitu pokok bahasan tekanan darah manusia. Konsep ini dapat diajarkan dengan melibatkan secara langsung peserta didik ke dalam pembelajaran. Peserta
didik akan lebih mudah menyimpan memori jangka pendek ke memori jangka panjang dengan pemrosesan belajar yang menarik (Nur, 2005: 22). Di antara banyaknya metode pembelajaran yang dipandang cocok dalam melatihkan kepercayaan diri siswa di depan kelas sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa dan melibatkan siswa secara langsung agar siswa aktif dalam pembelajaran adalah strategi belajar mengajar dengan metode bermain peran (role playing). Menurut Hamalik (2001: 199) Bermain peranan atau teknik sosiodrama adalah suatu jenis teknik simulasi yang umumnya digunakan untuk pendidikan sosial dan hubungan antar insan. Jadi, motivasi akan tumbuh seiring dengan interaksi antar sesama dan keaktifan siswa. Pada pokok bahasan tekanan darah manusia terdapat pokok bahasan yang wajib dikuasai salah satunya yaitu skema sirkulasi darah, bagaimana darah beredar di dalam tubuh manusia dan organ/komponen apa sajakah yang berperan di sana. Skema tersebut jika hanya disampaikan dengan ceramah maupun penampilan animasi maka siswa hanya cenderung mengingat 20-30% dari informasi yang diterimanya dan siswa akan cenderung pasif. Seperti yang dipaparkan guru IPA SMP Negeri 1 Babat bahwa skema ini yang membuat beberapa siswa belum tuntas. Menurut kerucut pengalaman Edgar Dalle, melakukan simulasi secara dramatis, siswa cenderung aktif dan mengingat hampir 90% dari informasi yang diterimanya. Skema tersebut sangat mungkin jika dikemas dan disampaikan kepada siswa dengan metode pembelajaran bermain peran. Siswa akan berperan menjadi darah, jantung, maupun pembuluh darah dan memerankan sebagaimana kewajiban dan tugas masingmasing pada sirkulasi darah. Sehingga skema sirkulasi darah tampak lebih nyata dan mudah diingat serta dipahami siswa. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah: bagaimana hasil belajar siswa serta motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII SMP Negeri 1 Babat?. Adapun tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil belajar siswa serta motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII SMP Negeri 1 Babat. Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung (Uno, 2011: 23). Keberhasilah seseorang dalam memotivasi diri diindikatorkan dengan adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan
Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu
dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Motivasi siswa dapat diatur sedemikian dengan menggunakan strategi yang melibatkan siswa secara langsung. Memberikan penghargaan maupun membuat siswa yakin atas pentingnya belajar akan dapat menumbuhkan motivasi yang berarti bagi siswa. Pengukuran motivasi belajar siswa ini dapat dilakukan dengan menggunakan angket motivasi yang diadaptasi dari model Attention, Relevance, Convidence, and Satisfaction (ARCS) oleh Jhon Keller (Keller, 1988). John Dewey yang terkenal dengan kelas demokrasi menyatakan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan nyata (Ibrahim, dkk.2000: 12). Peserta didik akan berkelompok dan bekerjasama dalam menyelesaikan tugas belajarnya. Sehingga mereka menemukan kebermaknaan dalam belajar di kelas, menemukan penyelesaian atas pertanyaan dalam pembelajaran, baik pertanyaan individu maupun pertanyaan kelompok. Peserta didik juga akan belajar demokrasi melalui interaksi yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Prada poses belajar mengajar pasti terjadi interaksi antarsesama. Peserta didik dengan pendidik maupun antar-peserta didik. Hubungan dalam kelompok sangat penting dalam memotivasi peserta didik. Peserta didik yang dihargai peserta didik yang lain akan lebih merasa percaya diri dan menjadi lebih termotivasi dalam belajarnya. Anggota dalam kelompok hendaknya saling menghargai dan tidak mencurigai. Tercatat pada Ibrahim, dkk. (2000: 14) Shlomo Sharan dan teman-temannya mengikhtisarkan tiga kondisi dasar yang dirumuskan oleh Gordon Alport untuk mencegah terjadinya kecurigaan antar ras dan etnis, yaitu: kontak langsung antar etnis, sama-sama berperan serta di dalam kondisi status yang sama antara anggota dari berbagai kelompok dalam suatu seting tertentu, dan dimana seting itu secara resmi mendapat persetujuan kerjasama antar-etnis. Kerja dalam kelompok akan tercipta kondisi yang nyaman serta saling membantu antar-anggota kelompok jika mereka bisa menjalin kontak langsung dengan anggota kelompok kerja yang lain. Menyelesaikan tugas secara bersamasama dan menjalankan diskusi serta menghasilkan kata mufakat dari kelompok. Pembelajaran yang berpusat kepada siswa misalnya saja penerapan bermain peran ini, guru berperan sebagai narator serta pengawas permainan peran agar tetap berada pada jalan yang benar. Siswa melakukan sendiri untuk
mendapatkan konsep yang akan tertancap pada memori jangka panjang mereka. Trianto (2010: 141) mendefinisikan bermain peran atau role playing adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diartikan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang. Sedangkan menurut Djamarah (2000: 199), metode bermain peran ialah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui pengembangan dan penghayatan anak didik. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan oleh anak didik dengan memerankannya sebagai tokoh hidup maupun benda mati. Dengan kegiatan memerankan ini akan membuat anak didik lebih meresapi perolehannya. Model pembelajaran yang relevan untuk metode pembelajaran bermain peran yaitu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah terminologi umum bagi strategi pembelajaran yang dapat untuk membantu mengembangkan siswa dalam kelompok untuk berkerjasama dan berinteraksi satu sama lain. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya (Nur, Muhamad, 2000: 1). Pembelajaran kooperatif merupakan pondasi yang baik untuk meningkatkan dorongan berprestasi siswa. Dengan memiliki dorongan atau motivasi yang positif seorang siswa akan menunjukan minatnya. Pada dasarnya suatu metode pembelajaran terdapat kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Pada Djamarah (2000: 200) kelebihan metode bermain peran diantaranya: (1) Anak didik terlatih berinisiatif serta kreatif, (2) Kerja sama antar-pemain dapat ditumbuhkan dan dibina sebaik-baiknya; dan (3) Bahasa lisan anak didik dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami orang lain. Sedangkan kekurangan metode bermain peran ini adalah: (1) Sebagian besar anak didik yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang kreatif, (2) Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan maupun waktu pelaksanaan pertunjukan; dan (3) Kelas lain sering terganggu oleh suara para pemain dan penonton yang terkadang bertepuk tangan dan berperilaku lainnya.
METODE Rancangan penelitian yang dipakai adalah pre-test and post-test group design. Pola :
O1 X O 2
(Arikunto, 2010:124) Keterangan : O1 = hasil pretest (hasil belajar dan motivasi belajar siswa)
97
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103 X = penerapan metode pembelajaran bermain peran pada pembelajaran IPA terpadu O2 = hasil posttest (hasil belajar dan motivasi belajar siswa) Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Babat-Lamongan. Sampelnya adalah siswa kelas VIII B SMP Negeri 1 Babat-Lamongan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ada 3 cara, diantaranya: (1) metode observasi untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa pada aspek afektif dan data pengamatan pengelolaan pembelajaran melalui pengamatan selama kegiatan pembelajaran berlangsung; (2) metode tes yang digunakan untuk menentukan homogenitas siswa dan untuk memperoleh data tentang hasil belajar siswa; dan (3) metode angket digunakan untuk mendapatkan data tentang motivasi belajar siswa ter`hadap metode pembelajaran bermain peran dan tentang pembelajaran IPA Terpadu yang telah berlangsung. Sedangkan instrumen yang digunakan, diantaranya: lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran, lembar penilaian afektif siswa, tes hasil belajar, serta angket motivasi siswa. Setelah dilakukan pretest, akan dilakukan uji normalitas untuk melihat sampel yang digunakan telah berdistribusi normal (Sudjana, 2005: 466). Jika berdistribusi normal akan dilanjutkan uji-t untuk melihat signifikasi perbedaan antara pretest dan posttest hasil belajar siswa. Rumusan untuk menganalisisnya adalah sebagai M berikut: t= ∑X N N
dengan keterangan : Md = mean dari perbedaan pre-test dan post-test (posttest - pretest) Xd = deviasi masing-masing subyek (d-Md) ∑x2d = jumlah kuadrat deviasi N = subyek pada sampel d.b. = ditentukan dengan N-1 (Arikunto, 2010: 125) Untuk teknik analisis data motivasi belajar siswa, peneliti menggunakan angket ARCS Jhon Keller yaitu attention, relevance, confidence, dan satisfaction yang memiliki rentang skor satu sampai lima. Pada angket terdapat kriteria positif dan negatif. Setelah skor didapatkan kemudian dihitung rata-rata gabungan kriteria positif dan negatif tiap pernyataan, kemudian menentukan kategorinya dengan ketentuan persentase skor rata-rata. Hasil pretest dan posttest motivasi belajar siswa juga kemudian diuji dengan uji-t untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara keduanya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran bermain peran pada penelitian ini menggunakan sintaks pada model pembelajaran kooperatif. Hasil rata-rata penilaian keterlaksanaan pembelajaran disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Hasil Rata-Rata Keterlaksanaan Pembelajaran pada Pertemuan 1 No.
Aspek yang diamati
1.
Fase-1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase-2. Menyajikan informasi Fase-3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar. Fase-4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Fase-5. Evaluasi. Fase-6. Memberikan penghargaan Pengelolaan Waktu KBM KBM cenderung berpusat pada siswa KBM cenderung berpusat pada guru Siswa antusias Guru antusias
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Ratarata skor
Kriteria
3,66
SB
3,63
SB
3,50
SB
3,33
B
3,67
SB
3,50
SB
2,00
C
3,50
SB
2,00
C
3,50 3,50
SB SB
Tabel 2. Hasil Rata-Rata Keterlaksanaan Pembelajaran pada Pertemuan 2 No.
Aspek yang diamati
1.
Fase-1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase-2. Menyajikan informasi Fase-3. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompokkelompok belajar. Fase-4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar. Fase-5. Evaluasi. Fase-6. Memberikan penghargaan Pengelolaan Waktu KBM KBM cenderung berpusat pada siswa KBM cenderung berpusat pada guru Siswa antusias Guru antusias
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Ratarata skor
Kriteria
3,58
SB
3,67
SB
3,00
B
3,33
B
3,50
SB
3,50
SB
2,00
C
3,00
B
2,00
C
3,00 4,00
B SB
Dari Tabel 1., seluruh fase pembelajaran pada pertemuan 1 telah terlaksana. Keterlaksanaan ini meliputi sangat baik, baik, dan cukup. Sedangkan pada pertemuan kedua pada Tabel 2., juga hampir sama pada pertemuan pertama. Rata-rata skor yang didapatkan yaitu 3-4. Pada kedua tabel, cara menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa terlaksana sangat baik. Fase kedua adalah menyajikan informasi juga terlaksana sangat baik.
Penerapann Metode Pembbelajaran Berm main Peran dalaam Pembelajaraan IPA Terpaddu
dan motiivasi belajar siswa akan dibahas d secara rinci sebagai berikut. b 1. Hasil Penelitian d dan Pembahaasan Terkait Hasil Belajar Siswa a. Hasil Belajar Kogniitif m Seebelum dan setelah diterapkannya metode pembelajaran, dilakkukan tes hasil belajar. Siswaa yang mengikuti pretest dinyatakan 100% 1 tidak tuntas. t Sedanngkan dari 311 siswa yangg mengikuti pretest p dinyaatakan 28 siswa tuntas dan 3 siswa tidak tuntas. t Ketunntasan saat possttest digambaarkan pada Diaagram 1.
Pada P pertemuaan kedua, gurru mengingatkkan pada siswaa tentang t materri tekanan yan ng telah mereeka dapat dann dipadukan d dengan materri peredaran darah yangg dijelaskan d pad da pertemuan pertama p sebag gai materi awal yang y nantinya akan menjadi bahan latihan dalam bermainn peran. p Sejalan deengan pernyataaan dalam Mitarlis dan Srri Mulyaningsih M (2009: 11) bahwa b pembelajaran terpaduu akan a memberrikan pengalaaman yang bermakna b bagi peserta p didik, karena k dalam pembelajaran p t terpadu pesertaa didik d akan memahami m konnsep-konsep yang y dipelajarri melalui m pengaalaman langsuung dan mengghubungkannyaa dengan d konsep p-konsep lain yang sudah dipahami d yangg sesuai dengan kebutuhan pesserta didik. Fase ketigaa adalah mengo organisasikan siswa s ke dalam m kelompok-kelo k ompok belajarr meliputi mem mberi instruksi berkumpul b deengan kelompook, membagi tugas sebagaai pemain p peran maupun penngamat pada masing-masing m g kelompok k terrlaksana denggan baik pulla. Pada fasee keempat k yaitu u membimbinng kelompok bekerja dann belajar, b rata-raata telah terlakksana dengan baik. b Pada fasee ini i terjadi perm mainan peran serta diskusi dan d presentasii. Fase F evaluasi terlaksana t sanggat baik dengan n skor rata-rataa 3,67 3 pada perttemuan 1 dan 3,50 3 pada perttemuan 2, padaa fase f ini terjaadi menyimpuulkan hasil prresentasi sertaa refleksi r kegiattan pembelajarran. Fase yangg terakhir padaa pembelajaran p ini yaitu pemb bagian penghaargaan, fase inni juga j terlaksanaa sangat baik. Pada keduua tabel tertuliis pengelolaann waktu KBM M pada p pembelajjaran ini hanyya memperoleh h skor rata-rataa 2,00 2 dan terllaksana cukupp. Waktu yanng disediakann dengan d waktu yang dibutuhkkan dalam keny yataannya tetapp kurang k pas dan d sedikit addanya perpanjjangan waktuu. Sesuai Djamaarah (2000: 2000) pada peneerapan metodee bermain b perann memiliki keekurangan ban nyak memakann waktu, w baik waktu w persiapann maupun wakktu pelaksanaann pertunjukan. p Dibutuhkan waktu lebih lama dalam m permainan dan menyiapkan m d dalam melaksanakann permainan. p Djamarah D (20000: 199) jugaa menjelaskann metode m bermaiin peran ialah suatu cara pennguasaan bahann pelajaran p melaalui pengembaangan dan pennghayatan anakk didik. d Ketika siswa s memban ngun pemaham mannya sendirii, guru g harus meemberikan beb berapa jeda waaktu agar siswaa dapat d lebih meengerti maksudd permainan peeran tersebut. KBM dalaam pembelajarran ini telah terpusat padaa siswa dengan baik dan cukuup terpusat paada guru. Tapii, dalam d pembelaajaran ini terjaadi guru maupuun siswa sama-sama antusias. Dari beberrapa pemaparan n yang ada, metode m bermainn peran p pada pem mbelajaran IPA A terpadu ini telah terlaksanaa secara efektif. Melalui pembeelajaran ini diu usahakan untukk dapat d meningk katkan hasil belajar b dan motivasi m belajarr siswa. Hasil analisis a serta pembahasan daari hasil belajarr
9,68 %
Tidak Tuntas Tuntas
90,32 % Diagram 1. Ketuntasan K Posttest Hasil Belaajar S Siswa Kelas VIIII B Beerdasarkan hassil pretest kem mudian dilakukkan uji normaalitas untuk mengetahui kemampuan k saampel siswaa telah berdisttribusi normall atau tidak. Hasil analissis pada uji norrmalitas disajikkan pada Tabell 3. Tabell 3. Hasil Uji Normalitas N L tabel Lo L 0.1591
0.11583
Saampel dikatakaan berdistribussi normal apabbila L tabel lebih besar daari Lo (Sudjanna, 2005: 466). Dari data di atas terttulis L hitunng sebesar 0,1583 0 sedan ngkan L tabel didapatkan niilai sebesar 0,,1591. Makaa, dapat disimppulkan bahwa pada penelitian ini dengaan taraf signiifikansi α = 0,05 sampel yang digun nakan telah berddistribusi norm mal. Seetelah diketahhui sampel beerdistribusi noormal, maka dilanjutkan uji-t untuk melihat signiifikasi perbedaan antara pretest p dan poosttest hasil bbelajar siswaa. Hasil analisiss pada uji-t disaajikan pada Taabel 4. T Tabel 4. Hasil Uji-t t tabbel t hitun ng 1,770
20,440
Daari data di aatas tertulis thitung sebesar 20,40 h sedan ngkan ttabel didaapatkan nilai sebesar s 1,70. Pretest P dan posttest dikatakkan signifikan jika thitung lebihh besar daripaada ttabel. Beerdasarkan daata di atas, maka perbedaan antara pretest p dan poosttest hasil bbelajar siswaa dikatakan signnifikan.
99
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103 Hasil rata-rata pretest dan posttest pada kelas VIII B dapat ditulis secara singkat pada Grafik 1.
80
79.39
Nilai
60
Tabel 5. Ketuntasan Belajar Siswa pada Aspek Afektif
40 20
b. Hasil Belajar Afektif Pada penelitian ini peneliti juga melakukan penilaian hasil belajar siswa pada aspek afektif. Hasil analisis ketuntasan nilai afektif siswa selama dua pertemuan diterapkan metode bermain peran pada pembelajaran IPA disajikan pada Tabel 5.
26.9
Pertemuan
0 pretest
postest
Grafik 1. Nilai Rata-Rata Pretest dan Posttest Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B Dari data pada Grafik 1., nilai rata-rata hasil belajar kognitif siswa sebelum diberikan perlakuan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu adalah sebesar 26,90. Sedangkan setelah diberikan perlakuan, hasil belajar kognitif siswa meningkat menjadi 79,39. Metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini merupakan pembelajaran yang telah berpusat kepada siswa (Student centered). Berdasarkan teori konstruktivisme, guru dalam proses pembelajaran adalah bertindak sebagai fasilitator (Nur, dkk.2008: 2). Pada pembelajaran bermain peran ini, guru berperan sebagai narator serta pengawas permainan peran agar tetap berada pada jalan yang benar. Siswa melakukan sendiri untuk mendapatkan konsep yang akan tertancap pada memori jangka panjang mereka. Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale (dalam Trianto, 2010: 126), kita akan cenderung mengingat lebih banyak informasi ketika kita mengalami hal tersebut secara langsung. Pada metode pembelajaran bermain peran, siswa akan terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Sebagian siswa akan menjadi pemain peran dan sebagian siswa yang lain akan menjadi pengamat. Dari pembagian tugas tersebut, maka seluruh siswa akan sama-sama aktif. Mereka memiliki kesempatan yang sama dalam membangun ingatan jangka panjang mereka saat memperoleh informasi. Selain itu pada fase-4 model pembelajaran kooperatif, membimbing kelompok bekerja dan belajar, terjadi diskusi kelompok serta presentasi. Dengan keterlibatan siswa dalam diskusi serta presentasi, siswa akan cenderung mengingat informasi yang diterimanya hampir 70%. Dari beberapa pemaparan yang diberikan di atas, penerapan pembelajaran bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini terbukti membantu dalam meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada aspek kognitif. Meningkatkan keaktifan siswa sehingga cenderung mengingat informasi lebih kuat.
Ketuntasan Jumlah Siswa Persentase
Tuntas
1 Tidak Tuntas
Tuntas
2 Tidak Tuntas
21
10
28
4
67,74%
32,26%
87,50%
12,50%
Pada pertemuan 1, siswa yang tuntas sebesar 67,74% dan yang tidak tuntas sebesar 32,26%. Sedangkan pada pertemuan 2 siswa yang tuntas sebesar 87,50% dan yang tidak tuntas sebesar 12,50%. Data ini menunjukkan adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa pada aspek afektif setelah dibiasakan selama dua pertemuan diterapkan metode bermain peran. Sedangkan rata-rata hasil belajar siswa secara klassikal selama dua pertemuan adalah sebagai berikut. Tabel 6. Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Afektif Siswa Kelas VIII B Nilai rata-rata hasil belajar siswa Kelas Pertemuan 1 Pertemuan 2 VIII 75,32 77,03 B Dari nilai pada tabel di atas, diketahui bahwa hasil belajar siswa pada aspek afektif dari pertemuan pertama yang awalnya 75,32 meningkat menjadi 77,03. Penilaian afektif siswa ini meliputi tanggung jawab, percaya diri, inisiatif, saling menghargai, dan peduli sosial. Perubahan tiap komponen afektif siswa selama dua pertemuan digambarkan dalam Grafik 2.
Grafik 2. Peningkatan Tiap Komponen Afektif Siswa
John Dewey yang terkenal dengan kelas demokrasi menyatakan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan
Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu
laboratorium untuk menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan nyata (Ibrahim, dkk.2000: 12). Siswa pada pembelajaran kali ini telah bekerja dalam kelompok. Siswa saling bekerjasama untuk menyelesaikan suatu tugas di kelas. Siswa akan sering berinteraksi dengan teman maupun guru, baik saat diberikan penjelasan oleh guru maupun saat bekerja bersama teman, diskusi, dan presentasi. Setelah diterapkannya metode bermain peran selama 2 pertemuan, dihasilkan kemampuan afektif yang meningkat adalah rasa tanggung jawab dan percaya diri. Sedangkan untuk inisiatif, saling menghargai, dan peduli sosial mengalami penurunan. Pembelajaran kooperatif adalah terminologi umum bagi strategi pembelajaran yang dapat untuk membantu mengembangkan siswa dalam kelompok untuk berkerjasama dan berinteraksi satu sama lain. Sejalan dengan itu menurut Nur, Muhamad (2011: 1) bahwa dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Metode bermain peran ini menggunakan sintaks pada model pembelajaran kooperatif. Maka dari itu, dengan diterapkannya metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini hendaknya sikap saling menghargai dan kepedulian sosial kian meningkat. Sedangkan selama 2 pertemuan pada pembelajaran tersebut kian menurun. Hal ini disebabkan adanya faktor luar yaitu kondisi waktu belajar. Pada pertemuan kedua, waktu pembelajaran adalah pada jam terakhir dimana siswa sudah terlalu jenuh dan intensitas bergerak mulai berkurang. Sehingga perhatian siswa kepada kelompok lain mulai berkurang. Padahal faktor luar seperti ini sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Tanggung jawab serta kepercayaan diri siswa kian meningkat dari kedua pertemuan. Metode pembelajaran bermain peran ini menuntut siswa menerima pembagian peran, baik menjadi pemain peran maupun pengamat permainan. Dengan pembagian tugas tersebut siswa dituntut bertanggung jawab atas tugas yang diemban untuk keberhasilan secara pribadi dan kelompoknya. Dari beberapa pemaparan yang dijelaskan di atas, penerapan pembelajaran bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek afektif. Komponen pada aspek afektif yang meningkat terutama rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri siswa.
sangat lemah, 0.00%
sangat kuat, 0.00%
lemah, 0.00% cukup, 35.48%
kuat, 64.52% sangat lemah
lemah
cukup
kuat
sangat kuat
Diagram 3. Motivasi Belajar Siswa Saat Pretest
cukup, 0.00%
sangat lemah, 0.00%
lemah, 0.00%
sangat kuat, 25.81%
sangat lemah
kuat, 74.19%
lemah
cukup
kuat
sangat kuat
Diagram 4. Motivasi Belajar Siswa Saat Posttest Dari Diagram 3. di atas, motivasi belajar awal dari 31 siswa adalah 35,48% cukup dan 64,52% siswa memiliki motivasi belajar awal kuat. Kemudian untuk motivasi setelah perlakuan penerapan pembelajaran pada Diagram 4., motivasi belajar dari 31 siswa adalah 74,19% kuat dan 25,81% siswa memiliki motivasi belajar sangat kuat. Peningkatan motivasi belajar siswa yang terjadi dikarenakan penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu. Menurut Mitarlis, dkk (2009: 9) pembelajaran IPA Terpadu bertujuan meningkatkan efisisensi dan efektivitas pembelajaran, meningkatkan minat dan motivasi, serta mencapai beberapa kompetensi dasar sekaligus. Dengan diterapkannya metode bermain peran dalam pembelajaran IPA yang dikemas secara terpadu maka akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPA terpadu ini dikemas dengan memunculkan sesuatu yang tidak diduga oleh siswa yaitu memperagakan sirkulasi darah yang ada di dalam tubuh manusia. Dengan mengemas pembelajaran menjadi permainan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di depan temantemannya yang lain. Setelah permainan juga diadakan diskusi serta presentasi untuk memberitahukan hasil kerja yang telah dicapai, sehingga siswa lebih tertantang untuk secepatnya menyelesaikan tugas yang diperolehnya. Sesuai dalam Hamzah B. Uno (2011: 34) teknik-teknik yang digunakan tersebut merupakan beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam pembelajaran.
2. Hasil Penelitian Terkait Motivasi Belajar Siswa Motivasi belajar siswa ini juga diambil saat sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran. Hal ini dilakukan untuk melihat adanya peningkatan atau penurunan motivasi belajar siswa setelah perlakuan. Hasil analisis motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah perlakuan dapat dilihat pada diagram berikut.
101
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2013, 95-103 Hasil mean dari pretest dan posttest motivasi belajar siswa dianalisis menggunakan uji-t untuk mengetahui adanya signifikansi antara motivasi sebelum dan sesudah perlakuan pembelajaran. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut. Tabel 7. Hasil Uji Signifikansi Pretest dan Posttest Motivasi Belajar Siswa t tabel t hitung 1,70 9,48 Dari data di atas tertulis thitung sebesar 9,48 sedangkan ttabel yang dilihat pada tabel pada uji t dengan n sebanyak 30 didapatkan nilai sebesar 1,70. Pretest dan posttest dikatakan signifikan jika thitung lebih besar daripada ttabel. Berdasarkan data di atas, maka perbedaan nilai antara pretest dan posttest motivasi belajar siswa dikatakan signifikan. Perubahan pada setiap komponen motivasi belajar siswa sebelum dan setelah pembelajaran dapat dilihat pada Grafik 3.
Grafik 3. Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Tiap Komponen Dari Grafik 3., dapat dilihat bahwa setiap komponen motivasi belajar siswa mengalami peningkatan. Komponen attention yang awalnya memiliki rata-rata 61,45% menjadi 72,78%. Komponen relevance yang awalnya 63,39% menjadi 75,11%. Sedangkan untuk komponen convidence yang awalnya 60,54% menjadi 74,01%. Komponen keempat adalah komponen satisfaction mengalami peningkatan dari 68,89% menjadi 83,00%. Menurut Keller mengenai motivasi model ARCS, perhatian siswa dapat diperoleh dengan partisipasi aktif. Melalui metode pembelajaran bermain peran ini seluruh siswa turut aktif dan terlibat dalam pembelajaran, yaitu beberapa siswa menjadi pemain peran yang bertugas menjalankan peran sesuai naskah dan siswa yang lain menjadi pengamat yang bertugas mengamati permainan peran yang berlangsung sambil melengkapi catatan terbimbing seputar permainan. Dari pembagian tugas tersebut tidak ada alasan untuk siswa tidak memperhatikan pembelajaran. Selain dengan partisipasi aktif, metode lain untuk meraih perhatian pebelajar adalah dengan variabilitas. Pada pembelajaran kali ini untuk memperkuat penjelasan
materi digunakan tahap dalam belajar, diantaranya: ceramah singkat, pemodelan dengan bermain peran, diskusi kelompok, serta persentasi. Maka, seperti yang ada pada Grafik 3. komponen attention yang awalnya memiliki rata-rata 61,45% menjadi 72,78%. Untuk mendapatkan motivasi siswa pada komponen relevance pada pembelajaran ini dikemas secara terpadu dengan materi yang telah didapatkan siswa sebelumnya, sehingga siswa mendapatkan pokok bahasan yang berkaitan dengan apa yang diketahuinya. Dengan begitu siswa akan lebih merasa cocok dengan apa yang dipelajarinya dan mendapatkan kebermaknaan dalam mempelajari pelajaran. Seperti yang ada pada Grafik 3. komponen relevance yang awalnya memiliki rata-rata 63,39% menjadi 75,11%. Keyakinan siswa untuk meningkatkan motivasi pada proses pembelajaran kali ini didukung dengan mengemas pembelajaran menjadi menarik dan mudah bagi siswa, dengan menggunakan metode bermain peran, konsep yang sulit dimengerti akan menjadi mudah dimengerti oleh siswa. Sehingga siswa terdorong untuk yakin dapat mencapai hasil yang maksimal dari proses belajar. Pada pembelajaran ini berhasil meningkatkan keyakinan (convidence) siswa yaitu yang awalnya 60,54% menjadi 74,01%. Komponen yang terakhir dalam motivasi belajar siswa adalah satisfaction (kepuasan). Pembelajaran kali ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada komponen satisfaction, peningkatan yang terjadi yaitu dari 68,89% menjadi 83,00%. Siswa merasa senang dengan diberikan pembelajaran yang dikemas rapi. Kepuasan siswa dapat muncul ketika siswa dihargai orang lain. Pada pembelajaran ini semua siswa memiliki tugas masing-masing tetapi pada akhirnya akan melakukan diskusi dan presentasi. Dalam diskusi dan presentasi ini siswa akan menampakkan serta menyumbangkan hasil kerjanya untuk kepentingan bersama. Dari cara ini siswa akan merasa dibutuhkan dan berharga dalam kelompoknya. Dari pemaparan di atas, penerapan metode pembelajaran yang menarik dalam pembelajaran IPA terpadu seperti bermain peran sangat membantu dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. Mulai dari attention, relevance, confidence, dan satisfaction. Ucapan Terima Kasih 1. Nadi Suprapto, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi utama yang dengan sabar memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Hasan Subekti, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Skripsi pendamping yang dengan sabar
Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu
terpasang. 4. Saat bermain peran, terjadi kendala beberapa siswa tidak bekerja sesuai tugasnya. Maka dari itu, sebaiknya peraturan peran siswa dipertegas dan diperjelas sehingga tidak ada yang mengabaikan tugas masing-masing. 5. Penerapan metode pembelajaran bermain peran ini hendaknya tidak diterapkan pada saat jam terakhir karena kondisi itu akan memberikan efek yang kurang baik pada pembelajaran ini. 6. Agar tidak terjadi bias terhadap jalannya pembelajaran, sebaiknya peneliti mengetahui jadwal serta aktivitas yang terjadi pada sekolah mitra.
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 3. Dr. Wahono Widodo, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains UNESA. 4. Drs. Wasis, M.Si. selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Siti Nurul Hidayati, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Penguji II yang dengan sabar memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Laily Rosdiana, S.Pd., M.Pd. dan Ulfi Faizah, S.Pd, M.Pd. selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis. 7. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. 8. Prof. Dr. Suyono, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNESA. 9. Drs. H. Muhammad Shodiq, M.Pd. selaku kepala SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan. 10. Ninik Sri Utami, S.Pd., M.Pd. dan Nur Zaimah, S.Pd. selaku guru pamong IPA SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan yang banyak membantu penulis selama penelitian. 11. Siswa-siswi kelas VIII-B SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan. 12. Teman-teman Program Studi Pendidikan Sains angkatan 2009, terima kasih atas sumbangan pemikiran sampai skripsi ini selesai. 13. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, dan adhik-adhik yang dengan ikhlas mendukung dan memberi motivasi dengan tiada rasa bosan dan keluh setiap waktu.
DAFTAR PUSTAKA Artikel ini adalah ringkasan dari skripsi dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran IPA Terpadu untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Tekanan Darah Manusia Kelas VIII SMP Negeri 1 Babat Kabupaten Lamongan”. Referensi yang dipakai pada artikel ini, yaitu: Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara. Ibrahim, Muslimin., Fida Rachmadiarti., Mohamad Nur., dan Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press. Keller, John M., dan Suzuki, K. 1988. John Keller’s ARCS Model of Motivational Design. diakses dari http://www.nwlink.com/~donclark/hrd/learning/id/arc s_model.html pada 10 September 2012. Mitarlis dan Sri Mulyaningsih. 2009. Pembelajaran IPA Terpadu. Surabaya: Unesa University Press. Nur, Muhamad. 2005. Strategi-strategi Belajar. Surabaya: Unesa University Press. Nur, Muhamad dan Prima Retno Wikandari. 2008. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Unesa University Press. Nur, Muhamad. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) SMP Berdasarkan Permen No.22 Tahun 2006. Trianto. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
PENUTUP Simpulan Setelah diterapkan metode pembelajaran bermain peran, disimpulkan bahwa hasil belajar dan motivasi siswa pada pokok bahasan tekanan darah manusia dalam pembelajaran IPA Terpadu kelas VIII di SMP Negeri 1 Babat kabupaten Lamongan mengalami peningkatan. Perbedaan hasil belajar siswa antara pretest dan posttest signifikan yang ditunjukkan dari hasil uji-t yang menunjukkan (thitung = 20,40) > (ttabel = 1,70). Sedangkan perbedaan motivasi belajar siswa antara pretest dan posttest signifikan yang ditunjukkan dari hasil uji-t yang menunjukkan (thitung = 9,48) > (ttabel = 1,70). Saran 1. Perlu diadakan penelitian lanjutan yang serupa agar didapatkan perbaikan dalam pelaksanaan penerapan metode bermain peran di lapangan. 2. Penerapan metode bermain peran ini memiliki kekurangan dalam hal pengelolaan waktu, maka saran untuk penelitian selanjutnya agar dipertimbangkan lagi kebutuhan waktunya dan dirancang sebaikbaiknya pengelolaan waktu yang dibutuhkan saat kegiatan belajar mengajar. 3. Pada penelitian ini waktu banyak dibutuhkan khususnya saat persiapan permainan peran. Untuk mengurangi kendala itu, peneliti bisa menyiapkan sebagian media yang digunakan dalam kondisi sudah
103