PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN DRAMA SISWA KELAS V SDN 013 BABULU PENAJAM PASER UTARA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 MELALUI PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN Samnor Janah Muntianah Nunuk Wahyuningsih Sri Supriati SD Negeri 013 Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara Abstrak: Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia guru dituntut lebih kreatif dalam menggunakan model dan metode pembelajaran. Salah satu model yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah bermain peran untuk mengajarkan pokok bahasan drama pendek. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kreativitas, keaktifan, dan hasil belajar sisiwa. Penelitian dilaksanakan pada kelas V SD Negeri 013 Penajam Kab. Penajam Paser Utara dengan jumlah murid 34 siswa. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus. Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dalam kemampuan berbicara pada pembelajaran bermain drama pendek. Kata Kunci: peningkatan hasil belajar, metode bermain peran, drama pendek. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya mengarahkan bagaimana proses belajar mengajar itu dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, guru seharusnya dapat membuat suatu pengajaran menjadi lebih efektif dan menarik sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan bersemangat dalam belajar. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, guru dituntut lebih kreatif dalam menggunakan model dan metode pembelajaran inovatif. Model dan metode tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih bersemangat dalam belajar dan dapat menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik, yaitu pelafalan kata-kata dan penggunaan intonasi (tekanan, nada, tempo, dan jeda) yang tepat. Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, salah satu kemahiran yang perlu diajarkan adalah “keterampilan berbicara”. Salah satu keterampilan berbicara yang perlu dikuasai siswa adalah “bermain drama”. Keterampilan tersebut diharapkan
dapat membekali dan melatih siswa berbicara dengan menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, yaitu melafalkan kata dan menggunakan intonasi secara tepat. Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan secara lisan (Saksomo, 1999 dan Basuki, 1996). Dalam kegiatan menyampaikan pesan secara lisan, seorang pewicara perlu menguasai pelafalan yang baik, intonasi yang tepat dan ekspresi serta lakukan yang sesuai. Sebab, semua komponen tersebut merupakan aspek penyampai pesan yang penting dalam penyampaian pesan secara lisan. Sayang, posisi strategis kemampuan berbicara bagi siswa tersebut, belum diimbangi dengan pelaksanaan pembelajaran berbicara yang optimal. Hal itu dapat dilihat dari masih rendahnya kemampuan berbicara siswa kelas V SDN Babulu, Penajam Pasir Utara. Rata-rata siswa
81
82, J-TEQIP, Tahun II, Nomor 1, November 2011
belum lancar dan belum berani berbicara di depan kelas. Siswa juga belum mampu menggunakan pelafalan secara benar, intonasi yang tepat, ekspresi yang sesuai dan lakuan yang selaras. Berdasarkan hasil refleksi awal diketahui bahwa kondisi yang demikian disebabkan oleh pembelajaran berbiacara yang belum mampu membuat anak bergairah belajar berbicara. Suasana kelas menegangkan dan siswa kurang mendapat kesempatan berlatih berbicara. Untuk melatihkan kemampuan berbicara siswa secara efektif diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Metode bermain peran dinilai merupakan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa. Alasannya, metode bermain peran memberi kesempatan kepada siswa untuk banyak berlatih berbicara. Melalui metode bermain peran siswa dilatih menghayati peran yang dibawakan dan menampilkan pelafalan, intonasi, ekspresi dan lakuan yang praktik berbicara. Juga untuk siswa yang belum berani berbicara di depan umu, metode ini sangat tepat untuk meningkatkan keberanian berbicara siswa. Sebab, kegiatan berbicara dengan metode ini dilakukan secara kelompok. Dengan demikian siswa akan terhindar dari rasa takut dan grogi ketika berbiacar di depan orang banyak (periksa Saksomo, 1996). METODE Penelitian ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah pembelajaran di kelas V, yaitu rendahnya kemampuan siswa dalam memerankan drama. Upaya perbaikan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode bermain peran. Untuk kepentingan itu, penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) (Suyitno, 2010). Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 13 Babulu, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebanyak 34 orang. Data penelitian ini berupa data proses dan data hasil. Data proses berupa data tentang aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Data hasil berupa kar penelitian ini berupa data proses dan data hasil. Data proses berupa data tentang aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Data hasil berupa kemampuan siswa dalam menampilkan permainan drama. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, dan tes kinerja. Data dikumpulkan dalam konteks pembelajaran yang alamiah agar data menggambarkan kondisi pembelajaran di kelas yang sesungguhnya. Data proses dianalisis secara kualitatif sedangkan data hasil dianalisis secara kuantitatif. Setelah siklus kedua, penelitian ini dihentikan karena target tindakan yang ditetapkan telah tercapai. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus guna meningkatkan kemampuan siswa kelas V SDN 13 Babulu dalam memerankan drama melalui penggunaan metode bermain peran. Masing-masing siklus dilakukan dalam dua kali pertemuan. Gambaran proses dan hasil pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini sebagaimana disajikan di bawah ini. Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 Pelaksanaan pembelajaran memerankan naskah drama pada siklus 1 dilakukan dengan metode bermain peran. Setelah membangkitkan kembali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang drama dan teater, guru mengajukan sejumlah pertanyaan guna memantapkan pemahaman siswa tentang drama dan teater. Setelah pemahaman siswa tentang drama dan teater memadai, guru memberikan contoh sebuah permainan peran. Berdasarkan contoh permainan peran tersebut guru menjelaskan cara melakukan permainan peran yang baik. Setelah pemahaman anak tentang permainan peran dan cara memainkan drama cukup baik, guru menunjuk sejumlah untuk melakukan permainan peran berdasarkan naskah yang dipilih oleh guru. Naskah itu sederhana, memerlukan tiga orang pemeran dan cukup disajikan dalam 10 menit saja. Setelah memberikan penjelasan dan pelatihan yang cukup,
Sanmor Janah, Peningkatan Kemampuan Bermain Drama, 83
ketiga anak tersebut diminta memainkannya di depan kelas. Siswa yang telah ditunjuk menampilkan permainan peran berdasar-kan naskah yang dipilih oleh guru. Yang mereka mainkan adalah sebuah rapat atau diskusi tentang persiapan kemah kelas di halaman sekolah. Tiga peran yang mereka bawakan adalah Ketua Panitia, Wakil Ketua Panitian, dan Bendahara. Penampilan mereka cukup bagus. Pemeran Ketua Panitia dapat melaksanakan perannya dengan baik dalam menyelaraskan perbedaan pandangan antara Wakil Ketua Panitia dan Bendahara. Karena berhasil diselaraskan perbedaan keduanya, persiapan kemah kelas V menjadi lebih baik dan lebih optimal. Penampilan permainan peran itu terbukti berhasil memancing perhatian siswa. Selama penampilan permainan peran, siswa menonton dan mencermati pelaksanaan permainan peran. Isi dialog setiap pemeran, ketepatan hubungan antardialog, lakuan pemeran, ekspresi muka, pelafalan dan intonasi yang digunakan pemeran diperhatikan secara seksama. Setelah itu guru mengajak siswa untuk mendiskusikan permainan peran yang mereka tonton. Siswa didorong kapkan hasil penilaian mereka terhadap permainan peran tersebut. Kegiatan ini terbukti bisa membuat anak berlibat secara aktif dalam mengungkapkan hasil penilaian mereka. Pada siklus ini kuantitas pembimbingan dan pengarahan guru kepada siswa selama proses menonton dan mendiskusikan permainan peran. Dalam diskusi tentang permainan peran, guru berusaha melibatkan semua siswa guna melatih siswa berani berbicara di dalam kelas. Bahkan ketika suara siswa kurang keras, atau agak terasa ragu-ragu, guru terus berusaha mendorong agar siswa lebih berani mengungkapkan hasil penilaiannya dengan suara yang lantang. Cara ini terbukti berhasil membuat siswa lebih berani mengungkapkan hasil penilaiannya dan suara siswa lebih lantang dan jelas. Setelah guru memiliki pemahaman yang cukup baik tentang permainan peran, guru membagi kelas menjadi 7 kelompok.
Untuk setiap kelompok, guru memberikan naskah sebagai bahan berlatih permainan peran. Selanjutnya kelompok diminta mempelajari naskah tersebut, mendiskusikan isinya, berbagi peran, dan berlatih permainan peran. Latiah bermainan peran dilakukan selama 20 menit. Selama proses berlatih permainan peran tersebut guru berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain untuk memberikan bimbingan dan pengarahan. Permasalahan yang dihadapi setiap kelompok dipecahkan oleh guru dengan baik. Dari pelaksanaan tindakan siklus 1 ini iswa serius berlatih dan menampilkan permainan peran. Kelas terasa menyenangkan dan menggairahkan selama proses pembelajaran berlangsung. Setelah dianalisis diketahui ternyata baru 52,94% siswa mencapai target (70) pembelajaran. Sementara itu, suasana pembelajaran tampak menyenangkan dan menggairahkan. Siswa juga berlibat aktif dalam berdiskusi, berlatih dan menampilkan permainan peran. Masih rendahnya jumlah siswa yang mencapai target disebabkan oleh mereka belum terlatih bermain peran. Oleh sebab itu, pelafalan, intonasi, dan penampilan anak masih belum optimal dan masih perlu diperbaiki lagi. Penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan tindakan siklus 2 agar target pembelajaran, baik target proses maupun target hasil. Pada siklus 2 guru perlu membuat bentuk-bentuk pelatihan yang lebih mudah bagi siswa dan lebih mendorong siswa untuk mengembangkan spontanitasnya di panggung. Guru juga perlu memberikan latihan yang intensif dalam membina pelafalan dan intonasi siswa agar siswa mampu menampilkan dialog yang lebih baik dalam permainan peran. Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Pembelajaran pada siklus 2 dimulai dari pembangkitan pengetahuan dan pengalaman siswa bermain peran pada siklus 1. Setelah pemahaman siswa tentang permainan peran cukup baik, guru memberikan naskah sebagai bahan berlatih permainan peran kepada siswa. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap
84, J-TEQIP, Tahun II, Nomor 1, November 2011
kelompok menerima naskah yang berbeda. Selanjutnya, kelompok diminta mempelajari naskah tersebut, mendiskusikan isinya, berbagi peran, dan berlatih permainan peran. Latian bermainan peran dilakukan selama 50 menit dengan titik tekan pada pelafalan, penggunaan intonasi, ekspresi, dan gerak. Latihan itu dilakukan secara bertahap. Artinya, jika kelompok belum menguasai pelafalan dengan baik belum diperbolehkan beralih kepada kegiatan berlatih menggunakan intonasi dan seterusnya. Selama proses berlatih permainan peran tersebut, guru berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain untuk memberikan bimbingan dan pengarahan. Permasalahan yang dihadapi setiap kelompok dipecahkan oleh guru dengan baik. Pada pertemuan pertama siklus 2 ini, setiap kelompok sudah berlatih pada semua aspek. Pada pertemuan kedua siklus 2, setiap kelompok diminta penampilkan permainan peran yang telah mereka pelajari. Sebelum memulai penampilan, setiap kelompok diminta melakukan koordinasi dengan anggotanya. Kegiatan persiapan dilakukan selama 10 menit. Setelah itu, setiap kelompok diminta menampilkan permainan peran mereka secara bergantian. Selama penampilan permainan peran, siswa menonton dan mencermati pelaksanaan permainan peran. Isi dialog setiap pemeran, ketepatan hubungan antardialog, lakuan pemeran, ekspresi muka, pelafalan dan intonasi yang digunakan pemeran diperhatikan secara seksama. Setelah itu guru mengajak siswa untuk mendiskusikan permainan peran yang mereka tonton. Siswa didorong mengungkapkan hasil penilaian mereka terhadap permainan peran tersebut. Kegiatan ini terbukti bisa membuat anak berlibat secara aktif dalam mengungkapkan hasil penilaian mereka. Selain itu, kelompok yang tampil juga dapat mengetahui kekurangan atau kelemahan penampilan mereka. Dengan demikian, kelompok dapat segera memperbaiki penampilan mereka, baik pelafalan, penggunaan intonasi, ekspresi, dan lakuan mereka. Mereka bisa menyelaraskan semua unsur tersebut dengan baik.
Dari pelaksanaan tindakan siklus 2 ini siswa berlatih lebih serius dan berhasil menampilkan permainan peran dengan baik. Kelas terasa menyenangkan dan menggairahkan selama proses pembelajaran berlangsung. Setelah dianalisis diketahui ternyata 72,94% siswa mencapai target (70) pembelajaran. Artinya, pelafalan siswa sudah bagus, penggunaan intonasi mereka tepat, ekspresi mereka selaras dengan dialog dan lakuan mereka. Juga, suasana pembelajaran tampak menyenangkan dan menggairahkan. Siswa juga berlibat aktif dalam berdiskusi, berlatih dan menampilkan permainan peran. PENUTUP Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode bermain peran secara sadar dan sengaja terbukti berhasil pembelajaran kemampuan berbicara siswa. Metode bermain peran terbukti berhasil meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara, yakni menggunakan pelafalan secara benar, menggunakan intonasi secara tepat, menggunakan ekspresi yang sesuai dengan dialog dan lakuan, dan menggunakan lakuan yang sesuai dengan ekspresi dan dialog yang ditampilkan. Penggunaan metode bermain peran juga terbukti berhasil membuat proses pembelajaran berbicara berlangsung lebih optimal. Siswa berlibat secara aktif dalam proses berlatih berbicara. Antarsiswa juga terjadi proses saling belajar secara optimal. Suasana pembelajaran menyenangkan sehingga siswa tertantang untuk belajar dan berprestasi. Berdasarkan simpulan di atas diajukan saran kepada guru sebagai berikut. Metode bermain peran perlu dipertimbangkan untuk digunakan di sekolah sebagai salah satu alternatif metode pembelajaran berbiacara, sebab metode bermain peran tidak hanya melatihkan kepada siswa untuk menggunakan pelafalan secara benar, intonasi secara tepat, ekspresi yang sesuai, tetapi juga melatihkan kemampuan menggunakan lakuan yang selaras dengan semua aspek tersebut. Melalui penggunaan metode ini, siswa tidak hanya dikenalkan
Sanmor Janah, Peningkatan Kemampuan Bermain Drama, 85
dengan cara berbicara yang baik tetapi juga kesempatan mempraktikkan keterampilan
berbicara
DAFTAR RUJUKAN Basuki, Imam Agus. 1996. Keterampilan Berbicara. Malang: OPP OPF IKIP Malang.
Saksomo, Dwi. 2004. Pengajaran Keterampilan Berbicara. Malang: Universitas Negeri Malang.
Priyatni, 1998. Keterampilan Berbicara dan Pembelajarannya. Malang: IKIP Malang.
yang
baik
dan
benar.
Suyitno, Ima m. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: YA3. Siswanto, Wahyudi. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Malang: Universitas Negeri Malang dan Pertamina