Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013
PENERAPAN METODE MATERIAL REQUIREMENT PLANNING (MRP) DI PT. BOKORMAS MOJOKERTO Agus Surianto Konsentrasi Manajemen Operasioanl (Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang)
RINGKASAN Industri rokok di Indonesia memiliki kontribusi sangat besar bagi perekonomian Indonesia dengan menyumbang pendapatan negara sebesar Rp 80 triliun dari cukai hasil tembakau, namun demikian populasi pabrik rokok khususnya berskala kecil dan menengah justru menyusut tajam setiap tahun, di Jawa Timur terdapat 550 perusahaan rokok pada tahun 2012 menyusut 50% dari tahun 2010 sebesar 1.100 perusahaan rokok dengan menyumbang Rp 60 triliun pendapatan negara dari hasil cukai tembakau. Sebelumnya pemerintah telah membuat kebijakan melalui PMK No.167/2011 tentang pembatasan produksi rokok dan PMK No.179/ 2012 tentang kenaikan cukai hasil tembakau. Perusahaan kecil dan menengah kesulitan berkembang, persediaan rendah sangat beresiko menggangu proses produksi, sedangkan persediaan tinggi justru akan menjadi pemborosan dengan harga bahan baku yang naik. PT. Bokormas Mojokerto adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi rokok filter, PT. Bokormas Mojokerto merupakan perusahaan rokok golongan II yang berskala menengah. Perusahaan beberapa kali harus melakukan penjadualan ulang karena kekurangan produksi sedangkan disuatu saat perusahaan memiliki kelebihan produksi yang cukup besar. Pada tahun 2012, perusahaan kekurangan produksi sebesar 21,85 Ball pada bulan Juni dan 21,70 Ball pada bulan Juli dan Agustus, namun justru pada bulan Oktober perusahaan memiliki kelebihan produksi sebesar 370,10 Ball dan 371,58 Ball pada bulan November sehingga perusahaan mengalami pemborosan. Persediaan bahan baku berperan sangat besar dalam situasi tersebut karena akan mempengaruhi kelancaran proses produksi. Perusahaan diharapkan mempunyai perencanaan dan pengendalian bahan baku yang akurat, salah satu konsep yang dapat digunakan adalah Material Requirement Planning (MRP), MRP mengendalikan tingkat persediaan, menentukan prioritas operasi pada masing-masing item dan merencanakan kapasitas sistem produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perencanaan dan pengendalian bahan baku PT. Bokormas Mojokerto serta untuk mengetahui tingkat biaya produksi yang bisa dihemat dengan menerapkan MRP dalam merencanakan dan mengendalikan ketersediaan bahan baku proses produksi PT. Bokormas Mojokerto. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan suatu keadaan terdahulu dengan persediaan bahan baku sebagai sasaran penelitian. Variabel penelitian ini adalah permintaan produk jadi, peresentase kecacatan produk, rencana kebutuhan produksi, rencanan pemesanan bahan baku, biaya pengendalian persediaan bahan baku, dan catatan persediaan bahan baku. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP) melalui bantuan program POM for Windows dan program ARIMA sebagai alat peramalan permintaan dengan menggunakan program Minitab. Dari hasil analisi metode Material Requirement Planning (MRP) diketahui bahwa perusahaan dapat melakukan penghematan biaya persediaan karena persediaan bahan baku yang rendah, namun proses produksi tetap berjalan lancar tanpa terganggu. Perusahaan dapat 1
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 melakukan produksi sesuai dengan permintaan dan memsan bahan baku sesuai dengan kebutuhan produksi tepat waktu. Hasil analisis metode ARIMA juga memberikan perkiraan permintaan yang akurat mendekati kapasitas produksi sehingga perusahaan bisa melakukan produksi secara efisien sesuai dengan permintaan konsumen dan kapasitas produksi yang optimal. Kata Kunci
1.
: Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku, Material Requirement Planning (MRP), Biaya Persediaan Bahan Baku, Efisiensi
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian di Indonesia terus berkembang seiring dengan era globalisasi, berbagai macam skala dan jenis industri telah menyokong perekonomian Indonesia dengan segala dinamika yang terjadi. Kecenderungan semakin maju dan berkembangnya perekonomian indonesia membuat persaingan semakin ketat di seluruh sektor industri dan masing-masing perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Perusahaan dituntut untuk mengelola semua sumber daya yang dimiliki perusahaan lebih baik guna meningkatkan produktivitas dan laba optimal serta menghadapi segala tantangan dan hambatan dalam upaya menjalankan kegiatan usaha secara efisien. Sebagai salah satu sektor industri yang menyokong perekonomian Indonesia, kontribusi industri rokok terhadap pendapatan negara cukup besar. Sampai saat ini industri rokok masih menjadi tulang punggung pendapatan negara. Pendapatan negara dari cukai tembakau nasional telah mencapai Rp 80 triliun dalam setahun dan di dalamnya sebesar Rp 60 triliun berasal dari cukai tembakau industri rokok di Jawa Timur dengan populasi 550 perusahaan rokok pada tahun 2012. Namun jumlah pabrik rokok di Jawa Timur menurun dari jumlah sebelumnya yaitu sebesar 1.100 perusahaan pada tahun 2010. Sebagian besar perusahaan rokok yang mengalami kebangkrutan adalah perusahaan menengah dan kecil karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan besar. (jaringnews.com) Dikutip dari berbagai media berita elektronik, sebelumnya pemerintah telah menekan batasan jumlah produksi rokok golongan II dan III, serta menyederhanakan jumlah golongan produksi menjadi 15 golongan. Industri rokok skala kecil dan menengah adalah industri rokok golongan II yang memproduksi 500 juta hingga 2 miliar batang rokok per tahun dan golongan III yang memproduksi hingga maksimal 400 juta batang rokok per tahun. Penggolongan
tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 2
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 (PMK) No.167/2011 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2012. Kebijakan tersebut dinilai tidak banyak memberikan ruang kepada pabrikan rokok golongan kecil untuk dapat mengembangkan usaha disamping kenaikan tarif cukai rokok yang terus terjadi setiap tahun. Sesuai rilis yang disampaikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Kudus beberapa waktu lalu, perubahan tarif cukai untuk tahun 2013 berdasarkan PMK No.179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau naik antara Rp 5 sampai dengan Rp 20 per batang atau dinaikkan ratarata 8,5%. Berimbas dari peraturan pemerintah tersebut, perusahaan rokok menengah dan kecil mengalami kesulitan berkembang dan terancam bangkrut di tengah ketidakstabilan harga bahan baku yang cenderung mengalami kenaikan, perusahaan tidak bisa melakukan produksi dengan leluasa karena peraturan pemerintah membatasi prosuksi rokok. Perusahaan terpaksa menutup usahanya dan memberhentikan karyawan yang berdampak secara langsung terhadap meningkatnya tingkat pengangguran. (finance.detik.com; www.suaramerdeka.com; dan www.tempo.co) Dihadapkan dengan situasi di atas, perusahaan rokok berskala kecil dan menengah mengalami kesulitan dalam menjalankan kegiatan operasioanal khususnya di bidang produksi. Dalam menjalankan kegiatan produksi
perusahaan tidak bisa lepas dari
ketersediaan bahan baku guna menunjang kelancaran proses produksi. Perusahaan dengan tingkat persediaan bahan baku yang tinggi atau berlebihan menyebabkan pemborosan biaya persediaan karena biaya yang harus dikeluarkan perusahaan semakin besar atau berbanding lurus dengan jumlah persediaan bahan baku yang disimpan, selain itu juga dapat mengganggu keuangan perusahaan karena modal yang tertanam di dalam persediaan bahan baku tersebut. Di sisi lain tingkat biaya persediaan akan lebih rendah dikeluarkan perusahaan jika tingkat persediaan bahan baku rendah atau tidak mempunyai persediaan, namun keputusan tersebut sangat beresiko dan dapat mengganggu kelancaran proses proses produksi karena ketidakstabilan kondisi pasar, baik menyangkut harga bahan baku maupun ketersediaan bahan baku itu sendiri. Saat ini saja harga cengkeh terus naik dan harga tembakau sangat tidak stabil. Kekurangan bahan baku dapat menyebabkan tersendatnya proses produksi sehingga permintaan tidak bisa tercapai, tidak terpenuhinya pesanan pelanggan dapat mengurangi tingkat kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan apabila terjadi penundaan atau bahkan pembatalan pemesanan pelanggan, akibat lebih lanjut perusahaan akan mengalami kerugian karena perolehan keuntungan yang tidak maksimal. Keadaan ini mengisyaratkan perusahaan untuk mempunyai suatu metode 3
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku yang mampu menjadualkan produksi tepat waktu dan memperkirakan persediaan bahan baku secara akurat. PT. Bokormas Mojokerto adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi rokok filter, PT. Bokormas Mojokerto merupakan perusahaan rokok golongan II yang berskala menengah, produksi rokok PT. Bokormas Mojokerto mencapai sekitar 287 ribu Ball atau sejumlah 986 juta rokok filter dalam setahun. PT. Bokormas memproduksi tiga jenis rokok yaitu Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Klobot. Dalam menjalankan kegiatan produksi perusahaan sangat bergantungan pada persediaan bahan baku yang membutuhkan perencanaan dan pengendalian bahan baku yang akurat untuk memenuhi kebutuhan produksi dan permintaan konsumen. Sebagai pelaku bisnis dalam industri rokok, PT. Bokormas juga tidak terlepas dari fakta yang berkembang dalam industri rokok nasional sebagai imbas dari peraturan pemerintah yang membatasi produksi rokok dan naiknya cukai tembakau, perusahaan mengalami berbagai persoalan serupa seperti yang dialami oleh sebagian besar perusahaan rokok berskala kecil dan menengah. Kendala yang dialami perusahaan yaitu beberapa kali perusahaan melakukan pembatalan pemesanan karena keterbatasan produksi sehingga perusahaan kesulitan mengembangkan usaha dan perusahaan tidak bisa memperoleh laba secara optimal. Proses produksi kerap tersendat karena kekurangan persediaan bahan baku, hal tersebut bisa terjadi karena perusahaan kesulitan dalam pengadaan bahan baku selain imbas dari tidak stabilnya harga bahan baku dan harganya cenderung naik juga akibat dari berlakuknya peraturan pemerintah yang membatasi produksi sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan tidak optimal. Sebagai langkah penyelesaian perushaan melakukan penjadualan ulang, namun pada akhirnya perusahaan justru kelebihan produksi yang dan timbul biaya pemborosan dan proses produksi menjadi tidak efisien. Pada tahun 2012, perusahaan kekurangan produksi sebesar 21,85 Ball pada bulan Juni dan 21,70 Ball pada bulan Juli dan Agustus, namun justru pada bulan Oktober perusahaan memiliki kelebihan produksi sebesar 370,10 Ball dan 371,58 Ball pada bulan November sehingga perusahaan mengalami pemborosan. Persediaan bahan baku berperan sangat besar dalam situasi tersebut karena akan memperngaruhi kelancaran proses produksi. Salah satu konsep yang dapat digunakan untuk melakukan perencanaan dan pengendalian bahan baku dengan baik adalah dengan menggunakan sistem Material Requirement Planning (MRP). Sistem MRP merupakan suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan bahan baku untuk produksi, MRP dapat mengatasi masalah4
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 masalah kompleks yang timbul dalam persediaan, MRP lebih kompleks penggunaannya namun dapat memberikan beberapa keuntungan seperti tingkat persediaan yang lebih rendah, ketepatan jadwal produksi dan secara langsung berdampak pada finansial perusahaan karena MRP menghasilkan tingkat biaya yang lebih rendah. Penerapan MRP harus didukung oleh sumber daya yang sangat memadai meliputi struktur produk yang jelas dan kesiapan fasilitas produksi. MRP sangat tepat diterapkan dalam situasi dimana dukungan mesin produksi yang optiimal. Berkaitan dengan kegiatan produksi dan produk yang dihasilkan PT. Bokormas, dalam kasus ini MRP lebih tepat diterapkan untuk jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) karena penggunaan mesin yang optimal dalam melakukan produksi rokok, penggunaan mesin yang optimal dapat menjamin ketepatan produksi baik dalam segi waktu maupun jumlah sesuai dengan tujuan MRP. Tujuan dari MRP adalah untuk mengendalikan tingkat persediaan, menentukan prioritas operasi pada masing-masing item dan merencanakan kapasitas sistem produksi. Secara detail tingkat persediaan mencakup pemesanan item dengan jumlah dan waktu yang tepat. Sedangkan prioritas operasi mencakup pemesanan dengan tanggal jatuh tempo yang tepat. Kapasitas sistem mencakup perencanaan beban kerja baik untuk pekerja maupun mesin, perencanaan beban yang tepat dan perencanaan waktu yang memadai untuk memprediksi beban yang akan datang. Hal ini memungkinkan suatu perusahaan dapat memelihara tingkat persediaan minimum untuk bahan baku namun tetap dapat menjamin terpenuhinya jadual produksi untuk pembuatan produk. Prioritas MRP yang menjadi tujuan utama adalah memperoleh bahan baku yang tepat di tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat dalam upaya meningkatkan kepuasan pelanggan. Filosofi dasar MRP adalah mempercepat material bila jadwal produksi secara keseluruhan dibatasi oleh waktu, dan memperlambat bila kebutuhan material tersebut belum dibutuhkan. Hal ini disebabkan bila perusahaan terlalu banyak menimbun persediaan maka ini berarti banyak modal yang terikat, membutuhkan ruang penyimpan, memperlambat proses bila terjadi perubahan desain, dan mencegah pembatalan pemesanan dari pemasok maupun oleh pelanggan. Dari uraian yang dipaparkan di atas, serta pertimbangan bahan baku sebagai salah satu input dalam proses produksi. Maka, peneliti mengambil judul skripsi “Penerapan Metode Material Requirement Planning (MRP) di PT. Bokormas Mojokerto”
5
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan pokok permasalahannya adalah: “Bagaimana merencanakan dan mengendalikan kebutuhan bahan baku untuk rokok PT. Bokormas Mojokerto dengan menerapkan metode Material Requirement Planning (MRP) agar biaya persediaan yang dikeluarkan menjadi lebih efisien.”
2.
LANDASAN TEORI A. Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Sebelum sampai pada pengertian perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku, maka di bawah ini dijelaskan tentang pengertian persediaan bahan baku. Schroeder (2000:304) menjelaskan bahwa: “An inventory is a stock of material used to facilitate production or to satisfy customer demands. Inventories typically include raw material, work in process, and finished goods.” “Suatu persediaan adalah penyimpanan bahan baku yang digunakan untuk memfasilitasi kegiatan produksi atau memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan secara khusus meliputi bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi.“ Krajewski dan Ritzman (1999:547-548) menyebutkan empat tipe persediaan yaitu: 1) “Cycle inventory, the portion of total inventory that varies directly with lot size is called cycle inventory. Determining how fequently to order, and in what quantity, is called lot sizing. Two principles apply, a. The lot size, Q, varies directly with the elapsed time (or cycle) between orders. If a lot is ordered every five weeks, the average lot size must equal five weeks’ demand. b. The longer the time between orders for a given item, the greater the cycle inventory must be.” "Persediaan siklus, porsi total persediaan yang bervariasi secara langsung terhadap ukuran lot disebut persediaan siklus. Menentukan berapa sering melakukan pemesanan, dan berapa jumlah yang dipesan, disebut lot sizing. Dua prinsip yang berlaku, a. Ukuran lot, Q, bervariasi secara langsung terhadap waktu yang telah berlalu (atau siklus) di antara pesanan. Jika dipesan setiap lima minggu, rata-rata ukuran lot harus sama dengan permintaan selama lima minggu. b. Semakin lama waktu antara pesanan untuk barang yang diberikan, semakin besar persediaan siklus menjadi suatu keharusan.”
6
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 2) ”Safety stock inventory. To avoid customer service problems and the hidden costs of unavailable components, companies hold safety stock. Safety stock inventory protects againts uncertainties in demand, leadtime, and supply.” “Persediaan pengaman. Untuk menghindari masalah layanan pelanggan dan biaya yang tidak terlihat dari ketidaktersediaan komponen, perusahaan mempunyai persediaan pengaman. Persediaan pengaman juga melindungi ketidakpastian dalam permintaan, lead time, dan pasokan.” 3) “Anticipation inventory. Inventory used to absorb uneven rates of demand or supply, which businesses often face, is preferred to as anticipation inventory. Smoothing output rates with inventory can increase productivity because varying output rates and work-force size can be costly. Anticipation inventory also can help when supply, rather than demand, is uneven.” Persediaan antisipasi. Persediaan digunakan untuk menyerap tingkat permintaan atau penawaran yang tidak seimbang, yang sering dihadapi perusahaaan, disebut sebagai persediaan antisipasi. Memperlancar tingkat output terhadap persediaan dapat meningkatkan produktivitas karena untuk berbagai tingkat output dan ukuran tenaga kerja memiliki biaya yang mahal. Persediaan antisipasi juga dapat membantu ketika pasokan tidak seimbang dibangdingkan penawaran.” 4) “Pipeline inventory, inventory moving from point to point in the materials flow system is called pipeline inventory. Material move from suppliers to plant, from one operation to next in the plant, from the plant to a distribution center or customer and from the distribution center to a retailer. Pipeline inventory consists of orders that have been placed but not yet received.” Persediaan jalur pipa, persediaan bergerak dari titik ke titik dalam sistem aliran bahan baku yang disebut persediaan jalur pipa. Bahan baku bergerak dari pemasok ke pabrik, dari satu operasi ke operasi selanjutnya di dalam pabrik, dari pabrik ke pusat distribusi atau pelanggan dan dari pusat distribusi ke pengecer. Persediaan jalur pipa terdiri dari pesanan-pesanan yang sudah ditempatkan tetapi belum diterima." Perencanaan adalah bagian dari fungsi manajemen yang meliputi: “ defining what needs to be done, how it will be done, and who is to do it” (Robbins dan Coulter, 2007:39). Dalam Bahasa Indonesia diartikan bahwa perencanaan merupakan kegiatan mendefinisikan apa yang dibutuhkan untuk dilakukan, bagaimana bisa dilakukan, dan siapa yang melaksanakannya. Sedangkan arti pengendalian itu sendiri, Rue dan Byars (2005:125) mendefinisikan bahwa: “Control is the process of deciding what objectives to pursue during a future time periode and what to do to achieve those objectives.”
7
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 “Pengendalian adalah proses memutuskan apa yang menjadi sasaran dimasa mendatang dan apa yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut.” Mengacu pada arti perencanaan, pengendalian dan bahan baku itu sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan perencanaan dan pengendalian bahan baku memiliki arti memperkirakan jumlah, waktu dan jenis bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi sesuai dengan kebutuhan produksi dalam setiap lini produksi yang secara otomatis mencerminkan posisi persediaan tersebut dalam lini produksi, serta kegiatan pengelolahan untuk memastikan bahwa tujuan dari perencanaan tersebut tercapai yaitu bahan baku yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah kebutuhan dan jenis yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat, selain itu juga berkaitan dengan pembuatan kebijakan apabila terjadi kejadian tak terduga dalam proses produksi sehingga dapat ditentukan langkahlangkah antisipasi terhadap kejadian tak terduga tersebut, misalnya penJadwalan ulang atau pengalihan jam kerja serta kemungkinan penambahan pemesanan bahan baku.
B. Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku Untuk menentukan pengendalian persediaan bahan baku yang efektif maka diperlukan suatu perencanaan yang efektif pula dengan tujuan sebagai berikut: 1) Agar jumlah persediaan bahan yang disediakan tidak terlalu sedikit juga terlalu banyak, artinya dalam jumlah yang cukup efisien dan efektif. 2) Operasi perusahaan khususnya proses produksi dapat berjalan secara efisien dan efektif. 3) Implikasi penyediaan bahan baku yang efisien adalah kelancaran proses produksi, berarti harus disediakan investasi sejumlah modal dalam jumlah yang memadai. Untuk mengelolah tingkat persediaan dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat maka diperlukan pengendalian persediaan bahan yang efektif dan efisien, untuk tercapainya pengendalian yang efekti dan efisien maka perlu diperhatikan persyaratanpersyaratan sebagai berikut (Assauri, 2004:176): 1) Terdapat gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan tempat bahan atau barang yang tetap dan identifikasi bahan atau barang tertentu. 2) Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang dapat dipercaya terutama penjaga gudang. 3) Suatu sistem pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan bahan atau barang. 8
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 4) Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan atau barang. 5) Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukan jumlah yang dipesan yang dibagikan atau dikeluarkan dan yang tersedia dalam gudang. 6) Pemeriksaan fisik bahan atau barang yang ada dalam persediaan secara langsung. 7) Perencanaan untuk menggantikan barang-barang yang telah dikeluarkan. 8) Perlakuan khusus (jual kembali, retur, daur ulang, dan pemusnahan) terhadap barang-barang yang telah lama dalam gudang dan barang–barang yang sudah usang dan ketinggalan zaman. 9) Pengecekan untuk menjamin dapat efektifnya kegiatan rutin Dalam suatu kegiatan pengendalian persediaan bahan baku yang dijalankan oleh suatu perusahaan memiliki sasaran-sasaran yang harus diperhatikan atau yang menjadi obyek pengendalian itu sendiri. Pengendalian persediaan bahan baku secara umum untuk memelihara keseimbangan antara biaya dan target produksi, atau dengan kata lain perusahaan dapat melakukan penghematan. Secara khusus pengendalian persediaan bahan baku memiliki tujuan sebagai berikut (Assauri, 2004:177): 1) Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi. 2) Menjaga agar supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan. 3) Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihinari karena ini akan berakibat biaya pemesanan terlalu besar. Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa tujuan pengendalian persediaan untuk memperoleh kualitas dan jumlah yang tepat dari bahan-bahan atau barang-barang yang tersedia pada waktu yang dibutuhkan dengan biaya minimum untuk keuntungan optimum yang menjadi tujuan perusahaaan, keuntungan tidak hanya berupa laba secara finansial tetapi juga kepuasan pelanggan.
C. Arti Penting Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Sebelum perusahaan mulai melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku, sangat penting bagi perusahaan untuk memahami arti penting dari persediaan bahan baku itu sendiri, persediaan bahan baku berfungsi menghubungkan antara operasi yang berurutan dalam pembuatan suatu barang dan menyampaikannya 9
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 kepada konsumen. Dengan adanya persediaan memungkinkan terlaksanakannya operasi produksi, karena faktor waktu antara operasi itu dapat diminimalkan atau dihilangkan sama sekali. (Rangkuti, 2004:4) Krajewski dan Ritzman (1999:545-546) juga menambahkan pentingnya persediaan, Krajewski dan Ritzman menyebutkannya dalam beberapa poin sebagai berikut: 1) “Customer service. Creating inventory can speed delivery and inprove on time delivery. Inventory reduces the potential for stockout and backorder, which are key concern of wholesalers. A stockout occurs when an item that is typically stocked isn’t available to satisfy a demand the moment it occurs, resulting in loss of the sale. A backorder is a customer order that can’t be filled when promised or demanded but is filled later.” “Layanan pelanggan, mengadakan persediaan dapat mempercepat pengiriman dan meningkatkan ketepatan waktu pengiriman. Persediaan mengurangi potensi stockout dan backorder, yang merupakan perhatian utama dari pedagang besar. Stockout terjadi ketika item yang biasanya tersimpan tidak tersedia untuk memenuhi permintaan saat itu, mengakibatkan hilangnya penjualan. Backorder adalah pesanan pelanggan yang tidak bisa dipenuhi ketika sudah dijanjikan atau diminta tetapi dipenuhi kemudian.” 2) “Labor and equipment utilization. By creating more inventory, management can increase work-force productivity and facility utilization in three ways. Firts, placing larger, less frequent production orders reduces the number of unproductive setups, which add no value to a product or service. Second, holding inventory reduce the chance of costly rescheduling of production orders because the components needed to make the product aren’t in inventory. Third, building inventories improves resource utilization by stabilizing the output rate for industries when demand is cyclical or seasonal.” “Pemanfaatan tenaga kerja dan peralatan. Dengan membuat lebih banyak persediaan, manajemen dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan pemanfaatan fasilitas dalam tiga cara. Pertama, penempatan lebih besar, sedikit tingkat pesanan produksi mengurangi jumlah penyetelan yang tidak produktif, yang tidak menambah nilai suatu produk atau jasa. Kedua, memiliki persediaan mengurangi kemungkinan penJadwalan ulang yang mahal dari pesanan produksi karena komponen yang dibutuhkan untuk membuat produk yang tidak ada dalam persediaan. Ketiga, persediaan bangunan meningkatkan pemanfaatan sumber daya dengan menstabilkan tingkat output untuk industri ketika permintaan atau siklus musiman.”
10
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 3) “Payments to suppliers. A firm often can reduce total payments to suppliers if it can tolerate higher inventory levels. Suppose that a firm learns that a key supplier is about to increase price. It might is cheaper for the firm to order a larger quantity than usual in affect delaying the price increase even though inventory will increase temporarily.” “Pembayaran kepada pemasok. Sebuah perusahaan sering dapat mengurangi jumlah pembayaran kepada pemasok jika dapat mentolerir tingkat persediaan yang lebih tinggi. Misalkan perusahaan belajar bahwa pemasok utama adalah untuk menaikkan harga. Mungkin lebih murah bagi perusahaan untuk memesan dalam jumlah besar dari pada yang biasanya dalam pengaruh keterlambatan kenaikan harga meskipun persediaan akan meningkat sementara." Terlepas dari pentingnya persediaan bahan baku, perusahaan tidak bisa semertamerta membuat persediaan maka penting bagi perusahaan untuk pengadakan pengendalian persediaan bahan baku karena tingkat persediaan bahan baku yang tinggi juga memiliki risiko pemborosan, kegiatan pengendalian persediaan bahan baku dapat membantu tercapainya efisiensi penggunaan biaya dalam persediaan. Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa tidak berarti hal itu dapat menghilangkan sama sekali risiko yang timbul akibat persediaan terlalu besar atau terlalu kecil, tetapi hanya mengurangi risiko tersebut. Jadi pengendalian persediaan bahan baku penting dapat mengurangi terjadinya risiko tersebut sekecil mungkin. (Rangkuti, 2004:5-6). Dapat disimpulkan bahwa pengendalian persediaan merupakan hal yang penting karena jumlah dan kualitas persediaan masing-masing bahan baku menentukan atau mempengaruhi kelancaran produksi serta efektivitas dan efisiensi perusahaan tersebut. Jumlah atau tingkat persediaan bahan baku yang dibutuhkan berbeda-beda untuk setiap perusahaan.
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Meskipun persediaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan, namun perusahaaan tetap berhati-hati dalam menentukan kebijakan persediaan. Persediaan membutuhkan biaya investasi dan dalam hal ini menjadi tugas bagi manajemen untuk menentukan investasi yang optimal dalam persediaan. Masalah persediaan merupakan masalah pembelanjaan aktif, dimana perusahaan menemukan dana yang dimiliki dalam persediaaan dengan cara yang seefektif mungkin. Untuk melangsungkan kegiatan usaha dengan lancar maka kebanyakan perusahaan merasakan perlunya persediaan. Menurut Riyanto (2001:74) Besar kecilnya persediaan yang dimiliki oleh perusahaan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain: 11
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 1) Volume yang dibutuhkan untuk melindungi jalannya perusahaan terhadap gangguan kehabisan persediaan yang akan menghambat atau mengganggu jalannya produksi. 2) Volume produksi yang direncanakan, dimana volume produksi yang direncanakan itu sendiri sangat tergantung kepada volume penjualan yang direncanakan 3) Besar pembelian bahan mentah setiap kali pembelian untuk mendapatkan biaya pembelian yang minimal 4) Estimasi tentang fluktuasi harga bahan mentah yang bersangkutan diwaktuwaktu yang akan datang 5) Peraturan-peraturan pemerintah yang menyangkut persediaan material 6) Harga pembelian bahan mentah 7) Biaya penyimpanan dan resiko penyimpanan di gudang 8) Tingkat kecepatan material menjadi rusak atau turun kualitasnya Sedangkan fakor yang mempengaruhi jumlah persediaan bahan baku adalah (Prawirosentono, 2001:71): 1) Perkiraaan pemakaian bahan baku Penentuan besarnya persediaan bahan yang diperlukan harus sesuai dengan kebutuhan pemakaian bahan tersebut dalam satu periode produksi tertentu. 2) Harga bahan baku Harga bahan yang diperlukan merupakan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi besarnya persediaan yang harus diadakan. 3) Biaya persediaan Terdapat beberapa jenis biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku, adapun jenis biaya persediaan adalah biaya pemesanan (order) dan biaya penyimpanan bahan gudang. 4) Waktu menunggu pesanan (lead time) Tenggang waktu sejak peaanan dilakukan sampai dengan saat pesanan tersebut masuk ke gudang.
12
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 E. Material Requirement Planning (MRP) Material Requirement Planning (MRP) adalah suatu sistem perencanaan dan penJadwalan kebutuhan material untuk produksi yang memerlukan beberapa tahapan proses atau fase. MRP merupakan suatu rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke dalam masing-masing komponen yang dibutuhkan dengan waktu tenggang, sehingga ditentukan kapan dan berapa banyak bahan yang dipesan untuk masing-masing komponen produk yang dibuat (Rangkuti, 2004:144). Krajewski dan Ritzman (1999-676) juga menjelaskan bahwa: “Material Requirement Planning (MRP) is a computerized information system was developed specifically to aid in managing dependent demand inventory and scheduling replenishment orders. The MRP system enables businesses to reduce inventory levels, utilize labor and facilities better, and improve customer service.” “Material Requirement Planning (MRP) adalah sebuah sistem informasi terkomputerisasi yang dikembangkan secara spesifik untuk membantu dalam pengelolaan persediaan untuk permintaan dependen dan penJadwalan ulang pesanan. Sistem MRP memungkinkan perusahaan untuk mengurangi tingkat persediaan, pemanfaatan tenaga kerja dan fasilitas yang lebih baik, dan meningkatkan layanan pelanggan. Konsep MRP menyiapkan Jadwal pemesanan agar material atau bahan baku datang tepat pada waktunya, sehingga proses produksi dapat berjalan lancar. Sistem MRP disusun dengan maksud menjawab pertanyaan kapan, berapa banyak, dan apa saja bahan baku yang dibutuhkan secara tepat dan efisien. Metode MRP memang lebih kompleks pengelolaannya tetapi banyak memberikan keuntungan, seperti mengurangi persediaan dan biaya penyimpanan, memberikan informasi untuk mendukung tindakan yang tepat berupa pembatalan pesanan atau penjadwalan ulang, bisa juga merupakan keputusan baru ataupun perbaikan atas keputusan yang lalu dengan memperhitungkan kapasitas produksi yang ada. Krajewski dan Ritzman (1999:676-678) menyebutkan bahwa MRP memberikan tiga keuntungan yaitu: 1) “Statistical forecasting for components with lumpy demand result in large forecasting errors. Compensating for such errors by increasing safety stock is costly, with no guarantee that stockout can be avoided. MRP calculates the dependent demand of components from production schedules of their parents, thereby providing a better forecast of component requirement.
13
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 “Peramalan statistik untuk komponen dengan hasil permintaan yang kasar dalam kesalahan peramalan besar. Kompensasi untuk kesalahan tersebut dengan meningkatkan persediaan pengaman yang mahal, dengan ada jaminan bahwa kekurangan persediaan dapat dihindari. MRP menghitung permintaan dependen komponen dari Jadwal produksi induk, sehingga memberikan perkiraan kebutuhan komponen yang lebih baik.” 2) “MRP system provide managers with information useful for planning capacities and estimating financial requirements. Production schedules and materials puchases can be translated into capacity requirement and dolllar amount and can be projected in the time periods when they will appear. Planner can use the information on parent item schedules to identity times when needed component may be unavailable because of capacity shortages, supplier delivery delays, and the like.” “Sistem MRP menyediakan informasi bagi manajer yang berguna untuk perencanaan kapasitas dan memperkirakan kebutuhan finansial. Jadwal produksi dan pembelian bahan baku dapat diterjemahkan ke dalam kebutuhan kapasitas dan jumlah biaya dapat diproyeksikan dalam periode waktu ketika Jadwal produksi dan pembelian bahan baku dilakukan. Perencana dapat menggunakan informasi tentang penJadwalan item induk untuk mengidentifikasi ketika komponen diperlukan mungkin tidak tersedia karena kekurangan kapasitas, keterlambatan pengiriman pemasok, dan sejenisnya.” 3) “MRP systems automatically update the dependent demand and inventory replenishment scedules of components when the production schedule of parent item change. MRP system alerts the planners whenever action is needed on any component.” “Sistem MRP secara otomatis memperbarui permintaan dependen dan Jadwal pengisian persediaan komponen ketika item Jadwal produksi item induk berubah. Sistem MRP memberikan peringatan perencana setiap kali tindakan yang diperlukan pada setiap komponen” Secara ringkas Orlicky dalam Schroeder (2000: 338) juga mendefinisikan tiga fungsi dasar MRP adalah sebagai berikut: 1) Inventory a. Order the right part b. Order in the right quantity c. Order at the right time 2) Priorities a. Order with the right due rate b. Keep the dua rate valid 3) Capacity a. A complete load b. An accurate (valid) load c. An adequeate time span for visibility of future load
14
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 1) Persediaan a. Memesan bagian dengan tepat b. Memesan dalam jumlah yang tepat c. Memesan pada waktu yang tepat 2) Prioritas a. Memesan dengan tingkat kebutuhan yang tepat b. Menjaga tingkat kebutuhan tetap valit 3) Kapasitas a. Suatu muatan yang lengkap b. Suatu muatan yang akurat (valit) c. Suatu rentang waktu yang cukup untuk visibilitas muatan di waktu yang akan datang. Sedangkan sasaran MRP (Material Requirement Planning) meliputi (Rangkuti, 2004:154-146): 1) Pengurangan jumlah persediaan MRP menentukan berapa banyak komponen yang dibutuhkan dan kapan dibutukannya sehingga MRP membantu manager menyediakan komponen saat dibutuhkan sehingga biaya kelebihan persediaan dapat dihindari. 2) Pengurangan produksi dan tenggang waktu pengiriman MRP
mengidentifikasi
jumlah
material
yang
dibutuhkan,
waktu,
ketersediaan, perolehan dan produksinya untuk menyelesaikan pada waktu yang dibutuhkan untuk dikirim. 3) Komitmen yang realistis Janji untuk memenuhi pengiriman barang dapat memberi kepuasan lebih kepada konsumen. 4) Meningkatkan efisiensi MRP menyediakan koordinasi yang dekat antara bermacam divisi kerja (work center) yang terlibat dalam proses produksi. Akibatnya, produksi dapat berjalan lebih efisien karena keterlibatan secara tidak langsung dengan karyawan dapat dikurangi dan kegiatan interupsi produksi tanpa rencana dapat dikurangi. Akhirnya MRP dapat diatur dengan rapi sehingga meningkatkan efisiensi. Terdapat tiga jenis masukan utama dalam sistem MRP (Baroto, 2002:143): 1) Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule) merupakan ringkasan rencanan produksi produk jadi untuk periode mendatang yang dirancang berdasarkan pesanan
pelanggan atau ramalan permintaan. Sistem MRP
15
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 mengasumsikan bahwa pesanan yang dicatat dalam Master Production Schedule (MPS) adalah pasti, meskipun hanya merupakan ramalan. 2) Data status persediaan (Inventory Status File) terdiri dari semua catatan tenatang persediaan produk jadi, komponen, sub-komponen lainnya, baik yang sedang dipesan maupun persediaan pengaman. Catatan persediaan berisi data tentang lead time, teknik ukuran lot dan catatan-catatan penting lainnya dari semua item. 3) Struktur produk (Bill of Material) berisi informasi tentang hubungan antara komponen-komponen dalam suatu perakitan, juga berisi daftar dari semua material yang dibutuhkan serta kuantitas untuk memproduksi satu unit produk. Informasi ini sangat penting dalam penentuan kebutuhan kotor (gross requirement) dan kebutuhan bersih (net requirement). Lebih jauh lagi struktur produk juga mengandung informasi tentang semua item seperti nomor item, jumlah yang dibutuhkan setiap perakitan dan jumlah produk akhir yang akan dibuat. Definisi lengkap tentang suatu produk akhir meliputi daftar barang atau material yang diperlukan untuk perakitan, pencampuran atau pembuatan produk akhir tersebut. Hubungan antara suatu barang dan komponennya akan dijelaskan dalam struktur produk. Proses pengolahan MRP adalah sebagai berikut (Baroto, 2002:149): 1) Langkah Pertama: Netting (Kebutuhan Bersih) Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumlah kebutuhan bersih dengan keadaan persediaan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan (yang sudanh ada dan yang sedang dipesan). Data yang diperlukan dalam proses perhitungan kebutuhan bersih ini adalah: a. Kebutuhan kotor untuk setiap periode. b. Persediaan yang dipunyai pada awal perencanaan (yang ada di tangan). c. Rencana penerimaan (schedule receipt) untuk setiap periode pesanan 2) Langkah kedua: Lotting (jumlah pesanan/ukuran lot) Proses lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya pesasan setiap item berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan bersih. Alternatif untuk perhitungan lot diantaranya:
16
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 a. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan biaya pesan dan biaya simpan. b. Ada yang bersifat sederhana yaitu dengan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap atau dengan pemesanan tetap. 3) Langkah ketiga: Offsetting (penentuan waktu pemesanan) Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemsanan kebutuhan bersih. Rencana pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang-ancang (lead time). 4) Langkah keempat: Explosion (menentukan kebutuhan kotor) Explosion merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk setiap item atau komponen yang mebih bawah, tentu saja berdasarkan atas rencana pemesanan. Dalam proses ini data mengenai struktur produk sangat memegang peranan karena atas dasar struktur produk inilah proses explosion akan berjalan dan dapat menentukan arah komponen mana yang harus ditentukan. Pada proses ini dilakukan untuk setiap komponen pada setiap periode waktu perencanaan. Heizer dan Render (2011:509-212) menjelaskan bahwa berikut ini adalah proses perhitungan MRP: 1) Kebutuhan Kotor, Jadwal yang menunjukkan permintaan total untuk sebuah barang (setelah dikurangi persediaan di tangan dan tagihan terJadwal) dan (1) kapan harus dipesan dari pemasok, atau (2) ketika produksi harus dimulai untuk memenuhi permintaan pada tanggal tertentu. 2) Kebutuhan Bersih, hasil dari penyesuaian kebutuhan kotor terhadap persediaan di tangan yang telah siap dan penerimaan pesanan terencana. 3) Penerimaan Pesanan Terencana, jumlah yang rencananya akan diterima di masa depan. 4) Pengiriman Pesanan Terencana, tanggal Jadwal untuk melepaskan suatu pesanan. Output dari sistem MRP adalah berupa rencana pemesanan atau rencana produksi yang dibuat atas dasar leadtime. Lead time item yang dibeli adalah tentang waktu sejak barang dipesan sampai barang diterima, atau apabila barang dibuat maka lead time item yang dibuat adalah waktu sejak item perintah pembuatan sampai dengan item selesai 17
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 diproses. (Baroto, 2002:80). Rencana pemesanan memiliki dua tujuan yang hendak dicapai yaitu: 1) Menentukan kebutuhan bahan pada tingkat bawah. 2) Memproyeksikan kebutuhan kapasitas. Rencana pemesanan dan rencana produksi dari output sistem MRP selanjutnya akan memiliki fungsi sebagai berikut: 1) Memberikan
catatan
tentang
pesanan
penJadwalan
yang
harus
dilakukan/direncanakan baik dari pabrik sendiri maupun dari pemasok. 2) Memberikan indikasi untuk penJadwalan ulang. 3) Memberikan indikasi untuk pembatalan pesanan. 4) Memberikan indikasi dari keadaan persediaan. Output dari sistem MRP dapat dikatakan pula sebagai suatu aksi yang merupakan tindakan pengendalian dan penJadwalan persediaan.
F. Lotting Lotting adalah suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan. Ada banyak metode untuk menentukan ukuran lot. Dalam penelitian ini beberapa metode penentuan ukuran lot yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Metode Lot for Lot (LFL) Teknik LFL ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling mudah dipahami. Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini, pemenuhan kebutuhan bersih dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya, sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan bersih yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan untuk item-item yang mahal atau yang tingkat diskontinuitas permintaannya tinggi. Metode ini mengandung risiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Namun bagi perusahaan tertentu seperti yang menjual barang yang tidak tahan lama (perishable product) metode ini merupakan pilihan terbaik. 18
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 2) Metode Economic Order Quantity (EOQ) Russel dan Taylor (2003) dalam penelitian (Taryana, 2008:19) menyatakan bahwa model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan. Menurut Rangkuti (2002) dalam penelitian (Taryana, 2008:19), Model EOQ dapat diterapkan apabila asumsi-asumsi berikut ini dipenuhi: a. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui. b. Harga per unit produk adalah konstan. c. Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan. d. Biaya pemesanan per pesanan konstan. e. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima konstan. f. Tidak terjadi kekurangan bahan. Rumus EOQ yang bisa digunakan adalah :
..
,T=,N=
dan OI = (Current Inventori + SR) – NR Sumber: Heizer dan Render (2001:500) Dimana:
Q = Jumlah satuan per pesanan (Q= EOQ) D = Kebutuhan bahan baku (Annual Demand) S = Biaya pesan per pesanan (Setup/Ordering Cost) H= Biaya simpan/unit/hari (Holding/Carrying Cost)
Keterangan: OI (Onhand Inventory) merupakan proyeksi persediaan yaitu jumlah persediaan pada akhir suatu periode dengan memperhitungkan jumlah persediaan yang ada ditambah dengan jumlah item yang akan diterima atau dikurangi dengan jumlah item yang dipakai/dikeluarkan dari persediaan pada periode itu, SR (Schedule Receipt) adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu periode tertentu berdasarkan pesanan yang telah dibuat, Current Inventory adalah jumlah material yang secara fisik tersedia dalam gudang pada awal periode, sedangkan NR (Net Requirement) adalah jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode. Setelah diperoleh nilai kuantitas pesanan optimal dengan teknik EOQ, maka model MRP dapat dilakukan dengan melakukan pesanan sebesar kelipatan dari EOQ yang lebih besar dan terdekat dengan kebutuhan bersih. Apabila terdapat persediaan awal yang cukup besar, maka perusahaan tidak 19
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 perlu melakukan rencana penerimaan bahan baku sampai persedaan awal tersebut tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan. Pesanan direncanakan akan diterima pada saat dan jumlah yang mencukupi dan mendekati kebutuhan bersih sesuai dengan kelipatan EOQ yang telah dihitung sebelumnya. Dengan model EOQ, jumlah pesanan optimal akan muncul dititik dimana total biaya penyimpanan sama dengan total biaya pemesanan total. Berikut ini disajikan grafik yang menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Kelebihan teknik EOQ yaitu sederhana, mudah dianalisis dan dapat diolah secara manual. Bagi perusahaan yang memiliki tingkat pemakaian dan waktu tunggu yang berfluktuasi maka dapat ditambahkan persediaan pengaman untuk menerapkan teknik ini. Kelemahannya teknik EOQ yaitu kurang peka terhadap fluktuasi pemakaian dan waktu tunggu yang umumnya terjadi pada perusahaan. Selain itu teknik ini hanya menghitung jumlah pemesanan yang optimum dan frekuensi pemesanannya. Meskipun demikian teknik EOQ ini dapat dijadikan sebagai salah satu teknik dalam pengendalian persediaan yang dapat meminimalkan biaya. Tingkat persediaan dengan asumsi EOQ dapat dilihat pada gambar berikut: 3) Metode Periode Order Quantity (POQ) Menurut Imam (2005) dalam penelitian (Taryana, 2008: 21-22) bahwa teknik POQ disebut juga dengan Economic Time CycIe. Teknik POQ ini digunakan untuk menentukan interval waktu order (Economic Order Interval). Keuntungan menggunakan teknik POQ adalah dapat menghasilkan lot size order yang berbeda dalam memenuhi net requirement. Teknik POQ ini akan lebih baik kemampuannya jika digunakan pada saat biaya setup tiap tahun sama tetapi biaya carrying-nya lebih rendah. Perhitungan metode POQ menggunakan rumus sebagi berikut: 2 1 TC = SC + HC + PC =
d = daily production rate (tingkat produksi per hari) p = daily demand rate (tingkat permintaan per hari) Sumber: Heizer dan Render (2001:500) 20
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Average weekly usage adalah rata-rata penggunaan mingguan yaitu jumlah kebutuhan selama satu tahun dibagi jumlah minggu dalam satu tahun, hasil dari perhitungan dari POQ ini menunjukkan jumlah periode waktu yang dicakup dalam setiap pemesanan. 4) Metode Part Periode Balancing (PPB) Menurut Render dan Heizer (2001) dalam penelitian (Taryana, 2008:23-24) bahwa teknik Part Periode Balancing merupakan pendekatan yang lebih dinamis untuk menyeimbangkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, teknik ini membentuk bagian periode ekonomis yang merupakan rasio antara biaya pemesanan dengan biaya penyimpanan. PPB secara sederhana menambahkan kebutuhan sampai nilai bagian periode mencapai EPP (Economic Part Periode). EPP adalah kuantitas pembelian yang dapat menyeimbangkan metode Lot for Lot (LFL), biaya pemesanan dan biaya penyimpanan berdasarkan kebutuhan bersih kumulatif dari beberapa periode yang digabungkan. Teknik PPB berusaha memiliki prinsip menggabungkan suatu periode ke periode berikutnya dan menghitung kumulatif kebutuhan bersih dari periode gabungan tersebut dan juga menghitung kumulatif bagian periodenya. Kumulatif bagian periode diperoleh dengan mengkumulatifkan perkalian kebutuhan bersih suatu periode dengan periode tambahan yang ditanggung. Bagian gabungan periode yang paling mendekati nilai EPP adalah merupakan pilihan gabungan periode yang dipilih, demikian juga untuk periode berikutnya. Besar pesanan adalah sebesar kebutuhan bersih kumulatif yang dilakukan sebelum kebutuhan tersebut terjadi dengan harapan akan diterima tepat pada awal periode gabungan tersebut dan akan digunakan selama periode gabungan, perhitungannya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
!"#"$%%
!"% #!%% !"& '%(/!"&*+"
Sumber: Heizer dan Render (2001:590)
5) Metode Algoritma Wagner-Whitin (WW) Teknik ini menggunakan prosedur optimasi yang didasari model program dinamis yang menambahkan beberapa kerumitan pada perhitungan ukuran lot. Prosedur ini mengasumsikan sebuah horizon waktu yang terbatas di luar keadaan di mana tidak ada kebutuhan bersih tambahan, prosedur ini memberikan hasil yang baik. 21
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Tujuannya adalah untuk mendapatkan strategi pemesanan yang optimum untuk seluruh Jadwal kebutuhan bersih dengan jalan meminimalkan total ongkos pengadaan dan ongkos simpan. Pada dasarnya, teknik ini menguji semua cara pemesanan yang mungkin dalam memenuhi kebutuhan bersih setiap periode yang ada pada horizon perencanaan sehingga senantiasa memberikan jawaban optimal (Heizer dan Render, 2011:222).
G. Metode Peramalan Permintaan Box-Jenkins (Autoregressive Integrade Moving Average-ARIMA) Metode peramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BoxJenkins (Autoregressive Integrade Moving Average-ARIMA). Model ARIMA merupakan model yang isimewa karena dalam membuat peramalan, model ini sama sekali mengabaikan variabel independen. (Santoso, 2009:151-158). ARIMA merupakan suatu alat yang menggunakan nilai-nilaai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Konsep dasar ARIMA adalah White Noise dan Black Box, esensi dari white noise adalah angka-angka random murni (a purely random series of numbers). White Noise mempunyai dua karakteristik penting, yakni: 1) Angka yang satu tidak mempunyai hubungan dengan angka lainnya. 2) Angka terdahulu tidak dapat memprediksi keluarnya angka yang keluar berikutnya. Sedangkan black box berfungsi untuk memproses data awal sehingga didapat model yang menghasilkan white noise dan dapat digunakan untuk prediksi data di masa depan. Dengan demikian, kegiatan yang penting adalah ‘memilih’ dari sekian banyak black box yang ada untuk dapat menghasilkan white noise. Black box berisi banyak model, namun pada dasarnya terdiri dari tiga jenis model. Jenis model pertama adalah Moving Average (MA), model kedua adalah Autoregressive (AR) dan ketiga adalah gabungan antara MA dengan AR, yang disebut dengan ARMA (Autoregressive Moving Average). 1) Model Moving Average (MA) Model MA adalah model untuk memprediksi Yt sebagai fungsi dari kesalahan prediksi di masa lalu (past forecast error) dalam memprediksi Yt. Jika et adalah seri dari white nose, model MA mempunyai persamaan: 22
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Yt = et - W1e t-1 - W2et-2 -…-Wpet-q Dimana Yt = Nilai MA yang diprediksi = Error yang mejelaskan efek dari variabel yang tidak et dijelaskan oleh model. W1,2,...,q = Koefisien atau bobot (weight) et,t-2,...,t-q = Nilai terdahulu dari white nose 2) Model Autoregressive (AR) Model AR adalah model untuk memprediksi Yt sebagai fungsi dari data di masa yang lalu, yakni t-1, t-2, …, t-n. Persamaan AR: Yt = A1Yt-1+A2Yt-2+…+ApYt-p+et Dimana Yt Ap Yt-1, Yt-2,…,Yt-p et
= Nilai AR yang diprediksi = Koefisisen = Nilai lag dari time series = Error yang menjelaskan efek dari variabel yang tidak dijelaskan oleh model. 3) Model Campuran (ARMA) Model campuran berisi gabungan persaman AR dan MA: Yt = A1Yt-1+A2Yt-2+…+ApYt-p+et+- W1e t-1 - W2et-2 -…-Wpet-q Jika melihat model umum dari ARIMA yaitu ARIMA(p,d,q), maka p adalah order untuk bagian persamaan AR, sedangkan q adalah order untuk bagian persamaan MA. Persamaan di atas adalah persamaan untuk model ARMA(p,q), tanpa d (deferencing). Model ARIMA mengasumsikan bahwa data yang akan diproses bersifat stasioner. Stasioneritas data adalah keadaan dimana dua data yang berurutan tergantung hanya pada interval waktu di antara dua data tersebut dan bukannya pada waktu itu sendiri; atau, sebuah seri data di mana rata-ratanya tidak berubah seiring dengan berubahnya waktu. Dalam uji data, jika data terbukti tidak stasioner, akan dilakukan proses untuk membuat data stasioner, sebelum proses identifikasi model tepat dilakukan. Cara pertama untuk membuat data menjadi stasioner adalah dengan melakukan differencing, yakni selisih antara data tertentu dengan data sebelumnya dan hanya dilakukan dua kali untuk ilmu sosial. Karena ada proses differencing itulah, model ARMA menjadi ARIMA karena ada penyisipan huruf ‘I’ yang adalah integrative, yang menunjukkan adanya proses diffrencing. Cara kedua adalah melakukan transformasi data ke bentuk tertentu, misal logaritma. 23
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Proses ARIMA dapat dinyatakan sebagai: ARIMA (p,d,q) Dimana p = angka untuk autoregressive (AR) d = angka untuk order differencing q = angka untuk moving average (MA) Jika model yang dianggap tepat untuk melakukan proses ARIMA: 1) Hanya memuat Autoregressive (AR) saja, namun data tidak stasioner, sehingga tidak memerlukan proses differencing. Pada kondisi tersebut, model disebut ARIMA(p,0,0). Misal model yang tepat adalah AR(1), maka disebut ARIMA(1,0,0). 2) Hanya memuat Moving Average (MA) saja, namun data tidak stasioner, sehingga tidak memerlukan proses differencing. Pada kondisi tersebut, model disebut ARIMA(0,0,q). Misal model yang tepat adalah MA(1), maka disebut ARIMA(0,0,1). 3) Memuat gabungan MA dan AR, namun data tidak stasioner, sehingga tidak memerlukan proses differencing. Pada kondisi tersebut, model disebut ARIMA(p,0,q) atau dapat juga disebut ARIMA(p,q). Misal model yang tepat adalah AR(1) digabung dengan MA(2), maka disebut ARIMA(1,0,2) atau ARIMA (1,2). 4) Memuat gabungan MA dan AR, dan diproses differencing. Pada kondisi tersebut, model disebut ARIMA(p,d,q). Misal model yang tepat adalah AR(2) digabung dengan MA(1) pada kondisi differencing order satu, maka disebut ARIMA(1,0,2) atau ARIMA (2,1,1). Berikut adalah proses pengerjaan peramalan jika menggunakan ARIMA: 1) Terdapat sejumlah data hasil observasi, yang dapat disebut sebagai data mentah (raw data). 2) Dari data yang ada dilakukan proses identifikasi, yang meliputi: 3) Data uji apakah stasioner ataukah tidak; jika tidak stasioner, dilakukan proses differencing, yang berupa differencing lag 1, lag 2 dan seterusnya. 4) Jika data terbukti telah stasioner, lakukan pemilihan model yang tepat. Proses ini disebut dengan identifikasi model tentatif; disebut tentatif karena model masih dapat diubah-ubah lagi, missal dari ARIMA(1,0,0) menjadi ARIMA(0,0,1) atau lainnya. 24
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Proses identifikasi atau memilih model tentatif dapat pula dilakukan dengan melihat pola bar yang ada pada ACF serta PACF karena perhitungan sebuah model tentatif bersifat kompleks. Model tentatif tersebut kemudian dievaluasi apakah telah memenuhi syarat untuk digunakan. Proses ini dinamakan diagnostik. Pengujian dilakukan dengan melihat apakah pada model ada autokorelasi, residu sudah white noise, serta distribusi residu dapat dianggap normal. Jika model todak lolos saat diagnostik, model akan diperbaiki, yang dapat berulang pada proses estimasi. Namun jika model telah dianggap layak, proses dapat dilanjutkan dengan melakukan kegiatan prediksi menggunakan model yang telah terpilih tersebut. Proses ini dinamakan prediksi (forecasting).
H. Lead time Lead time adalah jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk digunakan, atau waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan berbagai komponen (Rangkuti:2002) dalam penelitian (Taryana, 2008:17). Kemudian Heizer dan Render (2001:487-488) juga menjelaskan bahwa: “The time between placement dan receipt of an order, called lead time, or delivery time. Lead time in purchasing systems, the time between placing an order and receiving it; in production system, it is the wait, move, queue, setup, and run times for each component produced.” “Waktu antara penempatan dan penerimaan dari suatu pesanan, disebut lead time, atau waktu pengiriman. Lead time dalam sistem pembelian, waktu antara penempatan sebuah pesanan dan penerimaan; dalam sistem produksi, lead time merupakan waktu tunggu, waktu pergerakan, urutan waktu, waktu persiapan msin produksi, dan waktu yang berjalan untuk masing-masing komponen yang diproduksi.” Jadi lead time merupakan besarnya waktu saat barang baik berupa barang jadi maupun komponen atau bahan baku mulai dipesan atau diproduksi sampai barang tersebut selesai dan diterima siap untuk dipakai.
I.
Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri Purwati dengan judul “Analisis
Peranan MRP (Material Requirement Planning) Untuk Produksi Kursi Benelux Pada CV. Aksen Rattan Cirebon” pada tahun 2008. Penenlitian tersebut mengidentifikasi masalah peranan metode MRP dalam perencanaan pengadaan bahan baku yang dilakukan perusahaan dan memberikan kesimpulan dari hasil penelitian bahwa untuk 25
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 dapat mengoptimalkan fungsi persediaan, perusahaan harus membuat rencana dalam pengadaan bahan baku. Perencanaan tersebut harus sesuai dengan kebutuhan produksi untuk setiap waktu, tempat untuk penyimpanan persediaan bahan baku, dan juga sesuai dengan modal atau dana yang tersedia untuk pengadaan bahan baku. Pada tahun 2008 penelitian serupa juga dilakukan oleh Sarjono, Suyanti, dan Royanti dengan judul “Analisis Perencanaan Bahan Baku Material Kursi OX 830, Menggunakan Metode Material Requirement Planning (MRP)” dengan indentifikasi masalah jumlah material dan total biaya yang dibutuhkan dalam menyelesaikan pesanan pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan serta pengaruh penerapan sistem MRP terhadap total persediaan (terutama yang terdiri dari biaya penyimpanan dan pemesanan) pada perusahaan. Menambahkan hasil penelitian di atas sebelumnya, dari hasil penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa penerapan sistem MRP pada perusahaan sangat berpengaruh terhadap total biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena dengan sistem MRP pada kebutuhan material didapatkan total biaya material yang dikeluarkan lebih efisien dari pada total biaya berdasarkan analisis sistem berjalan, sehingga hal ini dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan jika perusahaan menggunakan sistem MRP dalam perencanaan kebutuhan material. Berdasarkan hasil dua penelitian di atas, bahwa dalam menjalankan proses produksi sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan perencanaan
pengadaan
barang baik berupa barang jadi maupun bahan baku atau komponen, hal tersebut bertujuan agar kebutuhan barang yang akan dipesan sesuai dengan kebutuhan dalam hal kuantitas, ketepatan waktu, dan ketersediaan biaya yang dimiliki perusahaan guna tercapainya efisiensi produksi. Selain itu, penerapan metode MRP juga memberikan hasil yang positif dengan tingkat total biaya yang minimum. Jika perusahaan menggunakan metode MRP dalam merencanakan pengadaan kebutuhan bahan baku sehingga perusahaan dapat memenuhi pesanan pelanggan dengan tepat waktu dan memperoleh keuntungan yang maksimum.
26
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 3.
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu studi untuk menggambarkan suatu keadaan terdahulu. Penelitian dilakukan terhadap suatu permasalahan yang ada dalam lingkungan operasional perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh ide atau gagasan dari hasil analisis penelitian sebagai bahan pertimbangan untuk hasil yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Penelitian dilakukan dalam rangka untuk mencari fakta-fakta yang jelas tentang situasi dan kondisi aktivitas produksi perusahaan dengan pendekatan studi kasus.
B. Obyek Penelitian Langkah awal penelitian adalah menentukan obyek penelitian. peneliti melakukan pengamatan
pendahuluan
untuk
mengumpulkan
informasi
tentang
dinamika
perekonomian indonesia di sektor industri rokok karena perkembangan industri rokok yang sangat dinamis kemudia peneliti mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dan menentukan dimana letak popok permsalahan tersebut. Dalam penelitian ini peneliti menentukan persediaan bahan baku rokok Universal 12 sebagai obyek penelitian.
C. Tempat dan Waktu Penelitian Sebagai bagian dari pelaku bisnis dalam sektor industri rokok, penelitian dilakukan di PT. Bokormas Mojokerto yang merupakan sebuah perusahaan manufaktur berskala menengah yang memproduksi beberapa jenis dan merk rokok yang berlokasi di Jl. Pahlawan No. 29, Kota Mojokerto. Sedangkan penelitian dilakukan selama kurung waktu tertentu hingga terpenuhinya data penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan prosedur untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Penelitian Lapangan (Field Research) Penelitian Lapangan merupakan suatu metode untuk memperoleh sata dengan pengamatan
di
lapangan.
Adapun
cara
pengumpulan
data
dengan
menggunakan metode Penelitian Lapangan adalah sebagai berikut: 27
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 a. Interview/wawancara Metode pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada salah satu staff personalia Bpk. Yunior Prakoso yang sekaligus pengawas produksi dan karyawan yang bekerja dalam bidang produksi untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dengan masalah yang diteliti. b. Observasi Metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang diteliti. Pengamatan dilakukan secara langsung terhadap proses produksi dengan beberapa sampel bahan baku. c. Dokumentasi Metode pengumpulan data dengan cara mempelajari dan mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan secara langsung berupa laporan permintaan produk jadi, daftar kebutuhan bahan baku dan beberapa cacatan persediaan bahan baku yang mendukung kebutuhan proses penelitian maupun tidak secara langsung dengan penelitian berupa penelitian pendahulu dan artikel tentang situasi dan kondisi perusahaan dan industri rokok di Indonesia. 2) Studi literatur Setelah pemasalahan yang ada dirumuskan dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep yang dapat digunakan sebagai landasan teori bagi penelitian yang dilakukan. Teori-teori tersebut didapatkan dari buku-buku perkuliahan, penelitian terdahulu, jurnal serta literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dihadapi. E. Sumber Data Data yang diperoleh merupakan data numerik yang berkaiatan dengan kegiatan produksi selama periode tiga tahun produksi yang berasal dari laporan divisi operasional dan produksi perusahaan rokok PT Bokormas Mojokerto. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua macam: 1) Data Primer Data primer adalah data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyelidik untuk tujuan yang khusus itu. Data termasuk dalam kategori 28
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 ini adalah keterangan yang diberikan oleh pihak yang relevan, Dari hasil penegumpulan data, data primer yang peneliti peroleh yaitu kondisi internal perusahaan meliputi profil perusahaan, kebijakan perusahaan, proses produksi, sistem pesediaan bahan baku, proses pengadaan bahan baku, penjualan produk beserta data jenis, jumlah & biaya per item yang dijelaskan melalui tabel & gambar. 2) Data Sekunder Data skunder adalah data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh pihak diluar penyelidik sendiri, walaupun data yang dikumpulkan tersebut adalah data yang asli. Data sekunder yang peneliti peroleh meliputi harga bahan baku, situasi industri rokok regional dan kebijakan pemerintah yang terkait.
F. Variabel Penelitian 1) Permintaan Produk Jadi Jumlah dan jenis produk yang terjual dan perkiraan jumlah dan jenis yang akan terjual pada periode waktu yang akan datang. Perkiraan permintaan produk jadi dapat diketahui dengan melakukan suatu peramalan dan disesuaikan dengan tingkat kecacatan produk sebagai langkah antisipasi kekurangan jumlah permintaan karena masalah teknis mesin produksi. 2) Persentase Kecacatan Produk Dalam proses produksi, tidak seluruh produksi hasilnya baik 100% namun selalu ada kemungkinan beberapa produk cacat, untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan menetapkan kebijakan dalam menentukan prosentase kecacatan produk dan berdasarkan persentase cacat ini akan dilakukan penyesuaian terhadap hasil peramalan permintaan produk jadi untuk merencanakan penambahan jumlah produksi untuk membuhi kebutuhan produksi perusahaan. 3) Rencana Kebutuhan Produksi Perkiraan jumlah dan jenis produk jadi (kebutuhan kotor) yang akan diproduksi untuk memenuhi permintaan di periode mendatang berdasarkan dari hasil peramalan permintaaan serta perkiraan jumlah dan jenis bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan untuk membuat produk jadi berdasarkan 29
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 data perencanaan produksi dengan penyesuaian dari ketersediaan persediaan pengaman guna mengantisipasi permintaan yang tidak terduga waktu dan jumlahnya. 4) Rencana Pemesanan Bahan Baku Perkiraan jumlah dan jenis bahan baku serta bahan pembantu yang akan dibutuhkan untuk dilakukan pemesanan guna memenuhi kebutuhan produksi didasarkan pada kebutuhan bersih produksi dengan penyesuaian lead time pemesanan, serta untuk memenuhi persediaan pengaman bahan baku dan bahan pembantu untuk mengantisipasi kebutuhan bahan baku dan bahan pembantu guna memenuhi permintaan yang tidak terduga sesuai dengan ukuran lot yang digunakan.
G. Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Sebagai obyek perhitungan dan indikator hasil analisis, pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan didasarkan pada pertimbangan biaya-biaya variabel berikut ini: 1) Biaya Penyimpanan (holding cost) adalah biaya yang berkaitan dengan menyimpan atau membawa persdiaan selama waktu tertentu. Oleh karena itu, biaya penyimpanan juga mencakup biaya barang usang dan biaya yang terkait dengan pentimpanan, seperti asuransi, pegawai tambahan, perawatan bahan, dan pembayaran bunga. 2) Biaya pemesanan (ordering cost) mencakup biaya dari persediaan, formulir, proses pemesanan, pembelian, dukungan administrasi, dan seterusnya. Ketika pesanan sedang diproduksi, biaya pesanan juga ada, tetapi biaya tersebut adalah bagian dari biaya penyetelan (setup cost). 3) Biaya penyetelan (setup cost) adalah biaya untuk memepersiapkan sebuah mesin dan atau proses untuk membuat sebuah pesanan yang juga menyertakan waktu dan tenaga kerja untuk membersihkan serta mengganti peralatan. 4) Catatan Persediaan Bahan Baku Informasi data persediaan pendukung variabel penelitian meliputi struktur produk, jumlah dan jenis kebutuhan persediaan ditangan, jumlah persediaan pengaman dan lead time setiap komponen produk.
30
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 H. Alat Analisis Data Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti di PT Bokormas Mojokerto, peneliti menggunakan sebuah alat analisis untuk dapat mengetahui penyusunan perencanaan persediaan bahan baku agar produksi berjalan lancar dan biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan menjadi efisien. Alat analisis tersebut adalah Sistem Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku (Material requirement Planning-MRP) dan metode ARIMA sebagai metode peramalan yang menjadi salah satu input data MRP. Sebelum sampai pada proses perhitungan MRP, dilakukan terlebih dahulu peramalan permintaan sebagai masukan MRP, dari hasil peramalan permintaan tersebut akan menjadi Master Production Schedule (MPS). Data yang digunakan untuk meramal permintaan adalah data historis jumlah produk yang terjual (time series), metode peramalan ARIMA lebih kompleks dan dapat menbandingkan hasil dari berbagai metode peramalan untuk data yang sama karena metode ini merupakan gabungan dari metode penghalusan, metode regresi, dab netode dekomposisi, meode ini dapat digunakan untuk keperluan jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang sehingga metode ARIMA tepat digunakan dari pada metode peramalan lainnya. Proses awal peramalan permintaan dengan menggunakan metode ARIMA adalah identifikasi, yaitu pengujian stasioneritas atau uji autokorelasi terhadap data mentah untuk menentukan model ARIMA yang akan dipakai. Setelah model terpilih, kemudian dilakukan proses estimasi yaitu pembuatan persamaan untuk mulai melakukan peramalan dengan kemungkinan model yang dipakai. Selanjutnya dari beberapa kemungkinan model tersebut dievaluasi untuk menentukan model yang dipakai dengan mempertimbangkan grafik Autocorrelion Function (ACF) & Partial Autocorrelion Function (PACF) dan nilai Means of Square (MS). Setelah model ARIMA yang dipakai terpilih maka hasil dari perhitungan model yang terpilih tersebutlah yang dipakai sebagai hasil peramalan karena pada hasil proses estimasi sebelumnya disertai juga dengan hasil peramalan yang kemudian menjadi Master Production Schedule (MPS). Sampai pada perhitungan Material Requirement Planning (MRP), dari Master Production Schedule (MPS) dapat diketahui jumlah bahan baku yang diperlukan dengan mengacu pada Bill of Material (BoM) yang akan menjadi rencana kebutuhan kotor bahan baku, dari pengembangan rencana kebutuhan kotor bahan baku kemudian menjadi rencana kebutuhan bersih bahan baku dengan memasukan persediaan di tangan dalam perhitungannya. 31
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Perhitungan ukuran lot (lotting) dilakukan untuk mengembangkan rencana kebutuhan bersih bahan baku guna memperoleh rencana pemesanan bahan baku sesuai dengan kebutuhan, secara keseluruhan model perhitungan ukuran lot diujicoba satu per satu untuk mendapatkan model perhitungan lot dengan tingkat biaya terendah dan hasilnya dipakai sebagai acuan untuk menentukan jumlah pemesanan bahan baku sesuai dengan kebutuhan, ketepatan waktu dan efisiensi biaya Dengan demikian, hasil perhitungan MRP dapat dijadikan bahan evaluasi atau pertimbangan pengambilan keputusan yang tepat dalam melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku guna kelancaran proses produksi dengan keputusan yang efisien dari segi biaya serta ketepatan waktu sehingga kepuasan pelanggan dapat terpenuhi dan perusahaan memperoleh keuntungan peningkatan laba. Secara rinci sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut (Herjanto, 1999:258): 1) Meminimalkan persediaan, MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen diperlukan disesuaikan dengan jadual induk produksi. Dengan menggunakan metode ini, pengadaan atas komponen yang diperlukan dalam suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan. 2) Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman. MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen, sehingga memperkecil risiko tidak adanya bahan yang akan diproses yang mengakibatkan ketidaklancaran produksi. 3) Komitmen yang realistis. Dengan MRP, jadual produksi dapat dipenuhi sesuai rencana sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan lebih realistis. Hal ini mendorong kepuasan dan kepercayaan konsumen. 4) Meningkatkan efisiensi. MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah
persediaan,
waktu
produksi
dan
pengiriman
barang
dapat
direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadual Induk Produksi.
32
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 I.
Alur Pelaksanaan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti melakukan beberapa tahapan mulai
awal pelaksanaan hingga akhir pelaksanaan penelitian, langkah-langkah penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1) Survei Pendahuluan Peneliti memantau perkembangan terbaru atau fakta lapangan yang terjadi dalam industri rokok nasional berkaitan dengan keadaan makro ekonomi serta pengaruhnya terhadap perusahaan rokok. Keadaan makro ekonomi tersebut meliputi kebijakan pemerintah tentang pengendalian produksi rokok serta dinamika industri rokok itu sendiri sebagai dampak dari kebijakan pemerintah dan kestabilan harga & ketersediaan bahan baku. 2) Identifikasi Masalah Berdasarkan hasil survei, peneliti mencari dampak negatif situasi yang sedang terjadi di industri rokok secara langsung terhadap perusahaan rokok. Peneliti mengidentifikasi posisi perusahaan yang menjadi obyek penelitian sebagai bagian dari lingkungan industri rokok untuk mengetahui keterlibatan perusahaan sejauh mana berpengaruh terhadap kegiatan operasional perusahaan. 3) Perumusan Masalah Peneliti menelusuri dampak berantai dari permasalahan yang dihadapi perusahaan dari permasalahan dalam kegiatan operasional perusahaan kemudian merumuskan pokok permasalahan kegiatan sub-operasioanal yang menjadi sasaran untuk dilakukan analisis guna mendapatkan pemecahan masalah. Dalam penelitian ini, peneliti menanalisis persediaan bahan baku sebagai sasaran atau pokok permasalahan di dalam kegiatan operasioanal perusahaan. 4) Pengumulan Data Setelah mengetahui pokok permasalahan yang dihadapi perusahaan, peneliti mengumpulkan data perusahaan yang dibutuhkan dalam rangka mencari solusi atas permasalahan tersebut, peneliti juga melakukan studi literatur, peneliti mencari referensi yang sesuai dan mendukung pemecahan masalah (MRP) guna mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
33
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 5) Pemecahan Masalah (MRP) Proses pemecahan masalah atau analisis data data dilakukan sesuai dengan ketentuan sistem yang digunakan (MRP), rangkaian proses tersebut tersirat dalam Sub Bab Alat Analisis Data sebelumnya. 6) Pembahasan Setelah melakukan analisis data dalam rangka pemecahan masalah, diperoleh hasil analisis data dan selanjutnya dilakukan pembahasan hasil analisis data tersebut untuk mendapatkan pemahaman hasil analisis data. 7) Kesimpulan dan Saran Setelah pemahaman hasil analisis data tercapai, selanjutnya peneliti membuat kesimpulan akhir atau pengambilan keputusan berkaitan dengan penerimaan hasil analisis dan hasil positif penelitian yang bisa disarankan oleh peneliti sebagai bahan pertimbangan perusahaan membuat kebijakan. Rangakaian langkah penelitian di atas dapat dipetakan dalam sebuah diagram alir seperti yang tampak dalam Gambar 1. Gambar 1: Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian Mulai Survey Pendahuluan Identifikasi Masalah Perumusan Masalah Studi Literatur Pengumpulan Data Data Persediaan
BoM
Data Permintaan Peramalan MPS
Pemecahan Masalah Pembahasan Kesimpulan dan Saran Selesai
34
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Perusahaan PT Bokormas Mojokerto adalah perusahaan manufaktur di Indonesia yang memproduksi rokok untuk pasaran rokok domestik Indonesia. Berdiri pada tahun 1949, PT Bokormas Mojokerto merupakan sebuah industri keluarga skala kecil. Kantor pusat PT Bokormas berada di Jalan Pahlawan No. 29 Kota Mojokerto, Jawa Timur sekaligus menjadi pusat produksi utama, sedangkan pusat produksi kedua berada di Kota Blitar, Jawa Timur serta memiliki kantor pembantu di Surabaya, Jawa Timur. Sekitar 90% wilayah pemasaran produk PT Bokormas berada di luar Pulau Jawa yaitu meliputi Bandar Lampung, Banjarmasin, Pekanbaru, Denpasar dan Makasar sedangkan pemasaran wilayah Pulau Jawa meliputi Mojokerto, Surabaya, Jakarta, Malang dan Banyuwangi, dengan demikian pada tahun 2005 market share PT Bokormas mendekati 2% dari total pasaran rokok nasional. Bahkan di beberapa tahun terakhir PT Bokormas berencana memperluas pemasaran hingga ke luar negeri dengan Malaysia sebagai tujuan pertama. Pusat produksi utama PT Bokormas di Mojokerto hanya memproduksi rokok filter sedangkan pusat produksi kedua yang berada di Blitar memproduksi rokok kretek yaitu rokok dengan campuran tembakau dan cengkeh. PT Bokormas Mojokerto memproduksi tiga jenis rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Klobot, merk ketiga jenis rokok tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1: Merk Rokok PT Bokormas Mojokerto No.
Jenis Rokok
1
Sigaret Kretek Mesin (SKM)
2
Sigaret Kretek Tangan (SKT)
3
Klobot
Merk Rokok Universal 12 Universal 12 Ltd Universal 16 Universal 16 Ltd Super 24 Super Blend 24 Universal Sliding Universal skt Universal skt Ltd Universal skt KK SHB Jumbo
Sumber: PT Bokormas Mojokerto (2013)
35
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 B. Gambaran Umum Kegiatan Produksi Perusahaan Dalam menjalankan kegiatan produksi rokok PT Bokormas tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap bahan baku guna menunjang kelangsungan proses produksi, dalam pembuatan rokok filter diperlukan sebuah racikan tertentu sebagai bahan baku utam untuk menghasilkan rasa dari rokok itu sendiri, rokok filter adalah rokok yang pada pangkalnya terdapat filter atau penyaring asap, berikut ini adalah bahan baku utama pembuatan rokok (dalam satuan batang) yaitu: 1) Tembakau, 2) Cengkeh dan 3) Saos Ketiga bahan utama di atas memliki istilah “Sanggan”, campuran ketiga bahan utama tersebut merupakan isi rokok atau bahan yang dibakar dalam penggunaan rokok, setiap bahan dalam sanggan memiliki kadar dan kualitas tersendiri yang memberikan rasa yang berbeda pada setiap jenis dan merk rokok Sedangkan bahan baku pendukung produksi rokok lainnya diperlukan untuk memberikan kenyamanan bagi konsumen, bahan baku pendukung tersebut adalah sebagai berikut: 1) Kertas sigaret (kertas ambri), pembungkus campuran tembakau dan cengkeh yang membentuk batang rokok. 2) Kertas CTP (Cigarette Tipping Paper), kertas pembungkus filter yang menjangkau sampai ke batang rokok. Kertas CTP merupakan pengikat antara batang rokok dan batang filter. 3) Filter, untuk menangkap sebagian partikel yang ada di asap rokok sehingga mengurangi kadar tar dan nikotin di asap rokok yang dihisap, seperti yang diukur oleh standar tes mesin rokok. 4) Lem, untuk merekatkan sambungan kertas pada gulungan batang rokok. Gambar 2: Struktur Produk Rokok Filter 1 Batang Rokok Filter Bokormas Universal 12 Sanggan 14 Gr
Tembakau 11,2 Gr
Cengkeh 2,5 Gr
Kertas Ambri 1 Lembar
Kertas CTP 1 Lembar
Filter 1 Potong
Lem 4,7 Gr
Saos 0,3 Gr
Sumber: PT Bokormas Mojokerto (2013)
36
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Tabel 2: Daftar Kebutuhan Bahan Baku Rokok Filter No. Bahan Baku Lead time Kebutuhan 1 Tembakau 1 Bulan 80% Sanggan (11,2 Gram) 2 Cengkeh 1 Bulan 18% Sanggan (2,5 Gram) 3 Saos 1 Bulan 2% Sanggan (0,3 Gram) 4 Kertas Ambri 1 Bulan 42.000 Batang Rokok / Roll 5 Kertas CTP 1 Bulan 54.000 Batang Rokok / Roll 6 Filter 1 Bulan 1 Batang Filter / 4 Batang Rokok 7 Lem 1 Bulan 11,5 Kg / hr / 2.400 Batang Rokok Catatan: Lead time terhitung sejak bahan baku dipesan sampai siap digunakan, untuk bahan baku tembakau sebelum dilakukan pemesanan terlebih dahulu dilakukan observasi kualitas serta diperhitungkan kesiapan pengunaan bahan baku yang tersimpan di dalam gudang dan membutuhkan waktu 1-2 tahun. Sumber: PT Bokormas Mojokerto (2013) Dalam proses produksi rokok, tidak seluruh hasil produksi yang dihasilkan 100% baik atau memenuhi standar, selalu ada kemungkinan beberapa produk cacat, untuk mengantisipasi hal tersebut perusahaan menetapkan kebijakan dalam menentukan kecacatan produk, perusahaan menentapkan persentasi kecacatan produk sebesar 10% dari setiap jumlah produksi, berdasarkan persentase kecacatan produk tersebut akan dilakukan penyesuaian jumlah produksi dengan melakukan perencanaan penambahan jumlah produksi perusahaan. Kegiatan produksi rokok perusahaan dilakukan dalam 22 hari jam kerja dengan kapasitas produksi 1.200 Kg Sanggan per Hari dalam satu paruh waktu atau 8 jam kerja, sehingga dalam satu bulan mampu memproduksi 3.771.429 Batang rokok atau 3.143 Ball. C. Gambaran Umum Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku Perusahaan Dalam menjalankan kegiatan produksi, ketersediaan bahan baku menjadi sangat penting untuk menunjang kegiatan produksi, keterlambatan pasokan bahan baku dapat memberikan ancaman bagi proses produksi yang dapat menyebabkan tersendatnya proses produksi sehingga perusahaan bisa mengalami kerugian karena tidak bisa memenuhi permintaan pelanggan, persediaan yang berlimpah juga menimbulkan masalah tersendiri karena dapat meningkatkan biaya persediaan karena modal yang tertanam dalam persediaan bahan baku selain itu biaya persediaan sendiri juga akan meningkat karena harus melakukan perlakukan khusus (perawatan) terhadap persediaan bahan baku tersebut. 37
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Tabel 3: Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Rokok Filter Total Biaya Biaya Biaya Harga Peyimpanan Penyetelan No. Bahan Baku Persediaan (Rp/Satuan) Rupiah Per Bulan 1 Tembakau 15.000/Kg 2.856.000 16.184.000 19.040.000 2 Cengkeh 120.000/Kg 3.021.000 17.119.000 20.140.000 3 Saos 20.000/Liter 1.611.000 9.129.000 10.740.000 4 Kertas Ambri 126.000/Roll 397.250 2.251.083 2.648.333 5 Kertas CTP 189.000/Roll 283.750 1.607.917 1.891.667 6 Filter 65/Batang 156.000 884.000 1.040.000 7 Lem 8.000/Kg 156.000 884.000 1.040.000 Total 8.481.000 48.059.000 56.540.000 Catatan: Biaya persediaan dihitung sebagai biaya tepat per bulan, biaya penyetelan (pemesanan/riset) dihitung 85 % dari total biaya persediaan dan 15% sebagai biaya penyimpanan. Sumber: PT Bokormas Mojokerto (2013) Dalam melakukan kegiatan perencanaan bahan baku, divisi pemasaran perusahaan memperkiraan penjualan produk dengan mengacu kepada jumlah permintaan dengan metode Executive Opinions (Jury Opinion), jajaran menager divisi pemasaran melakukan perencanaan untuk menentukan berapa jumlah yang harus diproduksi untuk mencapai jumlah permintaan. Sebagai pengendalian persediaan bahan baku, perusahaan tidak memiliki persediaan di tangan untuk masing-masing bahan baku sehingga kebutuhan bersih bahan baku sama dengan kebutuhan kotor bahan baku. Untuk memnuhi kebutuhan produksi, perusahaan melekukan pembelian ulang bahan baku saat diperkirakan bahan baku tersebut habis tepat ketika pesanan pembelian datang. Jika perkiraan persediaan akan habis dalam beberapa waktu ke depan maka perusahaan dengan segera melakukan pemesanan bahan baku dengan pertimbangan waktu tenggang pemesanan sampai pesanan datang sebelum persediaan benar-benar habis terpakai untuk kegiatan produksi. Sistem ini dikenal sebagai Reorder Point (ROP) perusahaan menentukan jumlah yang akan dipesan sesuai dengan kapasitas gudang, jika persediaan telah melebihi setengah penuh maka perusahaan dengan segera melakukan pemesanan bahan baku sesuai dengan lead time. Perusahaan memiliki gudang penyimpanan dengan kapasitas mencapai 500 Ton sanggan. Sebelum sampai pada keputusan pembelian, tim khusus perusahaan divisi operasional terlebih dahulu melakukan survei ke lapangan untuk mendapatkan bahan baku dengan kualitas terbaik dan sesuai dengan standar produksi perusahaan, secara khusus setiap bagian tanaman tembakau memiliki kualitas dan nilai ekonomis yang 38
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 berbeda, serta intensitas pencahayaan matahari juga mempengaruhi kualitas tembakau, setelah dirasa sesuai dengan kebutuhan kemudian dilakukan pembelian sampai di gudang penyimpanan perusaan disimpan untuk beberapa waktu tertentu karena semakin lama penyimpanan semakin baik kulitas tembakau sekaligus menunggu saat dibutuhkan dalam proses produksi.
D. Analisis Perencanaan dan Pendendalian Persediaan Bahan Baku (MRP) Analisis perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku menggunakan MRP melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Peramalan permintaan Peramalan permintaan dilakukan untuk mendapatkan jumlah produk yang akan diproduksi dalam beberapa periode ke depan dengan hasil penjualan periode terhadulu sebagai input proses peramalan permintaan dan hasil peramalan permintaan tersebut akan menjadi input data MRP (MPS). Metode yang digunakan untuk meramalkan permintaan adalah ARIMA dengan langkah sebagai berikut: a. Uji autokorelasi (stasioneritas) b. Proses peramalan dan c. Diagnostik model peremalan 2) Penyesuaian hasil peramalan Hasil peramalan permintaan dilakukan penambahan produksi sesuai dengan jumlah kekurangan akibat produk yang cacat guna memenuhi permintaan konsumen. Hasil peramalan permintaan yang sudah disesuaikan tersebut menjadi dasar perusahaan dalam melakukan proses produksi (Master Production Schedule-MPS) 3) Perhitungan kebutuhan kotor Bedasarkan (Master Production Schedule-MPS), dapat diketahui jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk proses produksi, kebutuhan kotor bahan baku dapat diketahui dari turunan produk jadi yang akan diproduksi dan tingkat pemakaian masing-masing bahan baku
39
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 4) Perhitungan kebutuhan bersih Kebuthan kotor bahan baku disesuaikan dengan persediaan di tangan untuk mendapatkan jumlah kebutuhan bersih bahan baku sebagai dasar kebutuhan bahan baku yang akan dipesan perusahaan 5) Perhitungan rencanan pemesanan (Lotting) Dalam melakukan pemesaan bahan baku, perusahaan harus menentukan jumlah yang dipesan (ukuran lot ) pada tingkat biaya yang paling rendah. Dari beberapa metode yang tersedia dilakukan uji coba untuk setiap bahan baku dengan setiap metode. 6) Hasil dan rekomendasi Hasil perhitungan MRP yang disajikan setiap tahap menjadi pertimbahan perusahaan dalam pengambilan kebijakan perencanaan dan pengendalian bahan baku, hasil perhitungan MRP juga dapat menjadi bahan analisis biaya untuk mengetahui tingkat efisiensi.
E. Peramalan Permintaan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Hasil Penjualan Tahun 2012 Satuan Bulan Ball Batang Januari 1.896 2.275.200 Februari 1.608 1.929.600 Maret 1.636 1.963.200 April 1.320 1.584.000 Mei 2.032 2.438.400 Juni 1.776 2.131.200 Juli 1.796 2.155.200 Agustus 2.340 2.808.000 September 1.220 1.464.000 Oktober 1.208 1.449.600 November 1.620 1.944.000 Desember 2.512 3.014.400 Total 20.964 25.156.800
Tabel 4: Penjualan Rokok Universal 12 (PT Bokormas Mojokerto:2013) 1) Uji Autokorelasi Syarat Autoregressive
penerapan
metode
Moving
Average
(ARIMA) adalah data time series harus bersifat stasioner (stabil) atau tidak ada tren atau pola seasonal, dengan kata lain tidak ada penagaruh musim dalam permintaan penjualan produk. Maka sebelum tahap proses
perhitungan peramalan, terlebih dahulu dilakukan uji pola data untuk mengetahui karakteristik data sehingga dapat memberikan pertimbangan untuk memilih metode peramalan dengan tepat dengan tingkat akurasi yang tinggi. Model ARIMA yang dipakai tergantung dari hasil uji auto korelasi karena model ARIMA (p,q) untuk data
40
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 stasioner berbeda dengan model ARIMA (p,d,q) data yang tidak stasioner (differencing). Uji pola data dan perhitungan autokorelasi secara rinci dan otomatis dilakukan dengan menggunakan software Minitab, hasil perhitungan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel di bawah ini: Gambar 3: Grafik Time Series Plot Penjualan Rokok Universal 12 Dilihat dari pola grafik di samping (Hasil Pengolahan Data, Minitab: 2013), terlihat tidak ada tren atau arah grafik yang cenderung menaik atau menurun dalam jangka panjang
dan
tidak
ada
pola
perubahan yang berulang secara otomatis dari periode ke periode. Secara garis besar grafik bersifat stasioner dan tidak ada autokorelasi yang nyata. Sedangkan besaran ACF bernilai negatif sehingga berada di bawah garis, panjang bar menunjukkan besar korelasi secara proposional dan adanya tiga bar menunjukkan adanya tiga nilai ACF. Garis putus-putus dalam grafik adalah garis upper dan lower dari angka korelasi yang tidak menunjukkan adanya autokorelasi. Gambar 4: Grafik Autokorelasi Penjualan Rokok Universal 12 Berdasarkan
grafik
di
samping ini (Hasil Pengolahan Data, Minitab:2013) tiga data ACF secara jelas tidak ada yang melewati Dengan
garis
batas
demikian,
merah. dapat
disimpulkan tidak ada autokorelasi, jadi pada data penjualan rokok Bokormas Universal 12 tidak terbukti ada tren dan data bersifat random karena tidak ada autokorelasi. Jika dilihat dari angka ACF, t hitung (TSTA) dan Ljung-Box (LBQ) pada Tabel 4.5, angka ACF tidak ada kecenderungan penurunan yang bertahap yang merupakan ciri adanya trend pada data, angka Ljung-Box yang lebih kecil dari Chi41
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Square dengan X2.05dan dk1(lag1)=3,841; dk2(lag2)=5,991; & dk3(lag3)=7,815 mendukung tidak adanya tren karena tidak terjadi autokorelasi. Selain itu, pengujian tingkat kepercayaan dengan pedoman hasil 2/√- ketiga nilai t hitung tidak lebih
besar dari hasil perhitungan 2/√- dengan n = 12, didapat 2/√12 = 0,578. Karena t
hitung lebih kecil dari pada 0,578, maka H0 diterima atau tidak ada autokorelasi atau dengan cara lain bahwa ketiga t hitung lebih kecil dari t tabel (0,025) dan df11(lag1)=2,201;
df10(lag2)=2,228;
&
df9(lag3)=2,262.
Dari
beberapa
pertimbangan hasil tidak adanya autokorelasi maka dapat disimpulkan bahwa data penjualan rokok Bokormas Universal 12 bersifat stasioner dan layak untuk diprediksi dengan menggunakan metode Autoregressive Moving Average (ARIMA) sesuai dengan syarat metode peramalan ARIMA serta angka d dalam model ARIMA (p,d,q) menjadi 0, sehingga dapat diidentifikasi bahwa pada data dapat menggunakan model ARMA (p,q). Tabel 5: Uji Autokorelasi Penjualan Rokok Universal 12 Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Penjualan (Ball) 1.896 1.608 1.636 1.320 2.032 1.776 1.796 2.340 1.220 1.208 1.620 2.512
ACF1 -0,0532 -0,35881 -0,25981
TSTA1 -0,18431 -1,23947 -0,80078
LBQ1 0,043233 2,2062 3,466186
Sumber: Hasil Pengolahan Data (Minitab:2013) 1) Proses Peramalan Permintaan dan Diagnostik Model Peramalan Proses peramalan permintaan dilakukan dengan memasukkan berbagai model. dalam penelitian ini, kemungkinan model adalah: ARIMA (1,0,0) : AR (1) dan MA (0) ARIMA (0,0,1) : AR (0) dan MA (1) ARIMA (1,0,1) : AR (1) dan MA (1) ARIMA (2,0,0) : AR (2) dan MA (0) ARIMA (0,0,2) : AR (0) dan MA (2) ARIMA (1,0,2) : AR (1) dan MA (2) ARIMA (2,0,1) : AR (2) dan MA (1) ARIMA (2,0,2) : AR (2) dan MA (2) Catatan: d adalah 0, karena tidak ada proses differencing. 42
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Model ARIMA ARIMA (1,0,0) AR1 ARIMA (0,0,1) MA1 ARIMA (1,0,1) AR1 MA1 ARIMA (2,0,0) AR2 ARIMA (0,0,2) MA2 ARIMA (1,0,2) AR1 MA2 ARIMA (2,0,1) AR2 MA1 ARIMA (2,0,2) AR2 MA2
MS 183.347 129.851 142.228 160.480 128.589 96.617
Tabel 6: Hasil Diagnostik Model ARIMA Dari
kedelapan
model
ARIMA di atas kemudian dilakukan pengujian
untuk
masing-masing
model, kemudian dari hasil pengujian pada masing-masing model akan
76.030 101.073
menghasilkan nilai Mean of Square (MS)
sebagai
pertimbangan
pemilihan model peramalan. Berdasarkan hasil diagnostik model ARIMA di ATAS (Hasil Pengolahan Data, Minitab: 2013), model ARIMA dipilih berdasarkan nilai MS terkecil sebagai indikator bahwa model tersebut memiliki tingkat kesalahan prediksi terkecil. Dalam penelitian ini, peneliti memilih model ARIMA (2,0,1): AR2 dan MA1 sebagai model peramalan dengan nilai MS terkecil yaitu 76.030. Gambar 5: Hasil Akhir Estimasi Parameter ARIMA (2,0,1) Hasil diagnostik model ARIMA (2,0,1) juga dapat diketahui secara terpintas dalam gambar dan grafik di samping ini (Hasil Pengolahan Data, Minitab:2013), berdasarkan grafik ACF dan PACF, tidak ada satu pun bar yang melewati garis batas atau dapat dikatakan bahwa residu dari model tersebut bersifat random, sehingga model dapat digunakan untuk prediksi. Gambar 6: Grafik Autokorelasi ARIMA (2,0,1)
Gambar 7: Grafik Autokorelasi Parsial ARIMA (2,0,1)
Sumber: Hasil Pengolahan Data (Minitab:2013) 43
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 2) Hasil Peramalan Permintaan Bersamaan dengan hasil diagnostik model peramalan permintaan di atas, perhitungan peramalan secara otomatis model ARIMA (2,0,1) menghasilkan peramalan permintaan sebagai berikut: Gambar 8: Hasil Peramalan Permintaan Tabel 4.7: Hasil Peramalan Permintaan [ARIMA(2,0,1)] Rokok Universal 12 Peramalan Permintaan Tahun 2013 P No. Satuan Bulan Ball Batang a 1 Januari 1.860 2.232.000 m 2 Februari 1.384 1.660.800 3 Maret 1.467 1.760.400 a 4 April 1.756 2.107.200 l 5 Mei 1.869 2.242.800 6 Juni 1.780 2.136.000 a 7 Juli 1.674 2.008.800 n 8 Agustus 1.663 1.995.600 9 September 1.712 2.054.400 10 Oktober 1.744 2.092.800 11 Noverber 1.736 2.083.200 12 Desember 1.715 2.058.000 Total 20.360 24.432.000 Sumber: Hasil Pengolahan Data (Minitab:2013) Permintaan menggunakan metode ARIMA memberikan pemahaman untuk membandingkan hasil peramalan dari berbagai model metode peramalan guna mendapatkan hasil peramalan yang akurat sesuai dengan sifat dan karakteristik data jika dibandingkan dengan metode parmalan lainnya, metode peramalan lebih fleksibel dapat digunakan untuk semua jenis data baik yang stasioner maupun yang belum stasioner. Peramalan permintaan dilakukan untuk memprediksi jumlah permintaan yang akan datang sebagai acuan bagi perusahaan untuk menyusun jadual produksi induk. Pada data time series yang berbasis waktu diperlukan pengujian terlebih dahulu sebelum data tersebut dapat diolah yang disebut dengan uji pola data. Uji pola data dilakukan untuk menentukan metode peramalan permintaan yang tepat karena metode peramalan permintaan data yang stasioner akan berbeda dengan metode peramalan permintaan untuk data yang tidak stasioner.
44
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 3) Penyesuaian Hasil Peramalan Permintaan Rumus penyesuaian peramalan permintaan terhadap persentase kecacatan produk adalah sebagai berikut:
. (
* ( 1 (
. ( = Jumlah yang harus diproduksi untuk produk i pada periode t * ( = Hasil peramalan produk i pada periode t = Persentase kecacatan produk i Diketahui: Persentase kecacatan sebesar 10% atau 0,1 Tabel 8: Penyesuaian Hasil Peramalan Permintaan Rokok Universal 12 Penyesuaian Peramalan Permintaan Tahun 2013 Penyesuaian Hasil Persentase Hasil No. Kecacatan Peramalan Peramalan Bulan (1 - Pi) (Ball) (Ball) (Batang) 1 Januari 0,9 1.860 2.067 2.480.400 2 Februari 0,9 1.384 1.538 1.845.600 3 Maret 0,9 1.467 1.630 1.956.000 4 April 0,9 1.756 1.951 2.341.200 5 Mei 0,9 1.869 2.077 2.492.400 6 Juni 0,9 1.780 1.978 2.373.600 7 Juli 0,9 1.674 1.860 2.232.000 8 Agustus 0,9 1.663 1.848 2.217.600 9 September 0,9 1.712 1.902 2.282.400 10 Oktober 0,9 1.744 1.938 2.325.600 11 Noverber 0,9 1.736 1.929 2.314.800 12 Desember 0,9 1.715 1.901 2.281.200 Total 20.360 22.619 27.142.800 Catatan: 1 Ball = 10 Press Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) = 100 Pak = 1.200 Batang rokok Penyesuain hasil peramalan permintaan terhadap persentase kecacatan perlu dilakukan karena dalam proses produksi, produk jadi yang dihasilkan tidak seluruhnya dalam kondisi baik, terdapat beberapa produk dalam kondisi di bawah standar sehingga mengurangi hasil produksi, sebagai langkah antisipasi maka perusahaan memperhitungkan untuk memproduksi lebih banyak dari jumlah permintaan. Dasar dari perhitungan tersebut adalah tingkat kecacatan produk sehingga produk yang dihasilkan bisa tepat jumlah memenuhi permintaan atau tidak kurang dan tidak lebih.
45
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 4) Perhitungan Kebutuhan Kotor Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Tabel 9: Jadual Produksi Induk Untuk Rokok Universal 12
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013)
Tabel 10: Rencana Kebutuhan Kotor Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) Tabel 11: Rencana Kebutuhan Kotor Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013)
46
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 5) Perhitungan Kebutuhan Bersih Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Tabel 12: Rencana Kebutuhan Bersih Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013)
Tabel 13: Rencana Kebutuhan Bersih Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Lanjutan)
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013)
47
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 6) Perhitungan Rencana Pemesanan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Dalam melakukan pemesanan bahan baku, perusahaan harus mengetahui dengan tepat jumlah bahan baku yang dibutuhkan dan waktu kapan bahan baku tersebut diperlukan untuk proses produksi, jumlah bahan baku yang dipesan sesuai dengan ukuran lot, terdapat berbagai metode yang dapat diterapkan perusahaan untuk menentukan ukuran lot (Lotting), namun dalam penelitian ini peneliti menyediakan lima metode Lotting yaitu (Lot for lot-LFL, Economic Order Quantity-EOQ, Period Order Quantity-POQ, Part Period Balancing-PPB dan Wagner Whitin-WW). Jumlah pesanan kebutuhan bahan baku keseluruhan dapat diketahui berdasarkan jumlah permintaan atas produk jadi kemudian diturunkan berdasarkan struktur produk dan sesuai dengan tingkat pemakaian bahan baku tersebut. Kesesuaian masing-masing metode lotting untuk setiap bahan baku berbeda jadi perhitungan dilakukan secara keseluruhan satu per satu dari lima metode tersebut untuk masing-masing bahan baku, dengan demikian dari hasil perhitungan dapat diketahui perbandingan efektivitas dan efisiensi setiap metode untuk masing-masing bahan baku. Kesesuaian antara masingmasing metode lotting dan jenis bahan baku bergantung pada karakter metode lotting dan bahan baku itu sendiri serta pertimbangan biaya persediaan bahan baku tersebut. Program POM for Windows memberikan rekomendasi metode lotting yang optimal untuk setiap jenis bahan baku sehingga selain memberikan tingkat biaya paling rendah metode lotting tersebut juga harus dapat diterapkan secara optimal. Tabel 14: Perhitungan Total Biaya Minimum Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 No. 1 2 3 4 5 6 7
Total Biaya (Rupiah) Bahan Baku LFL EOQ POQ PPB WW Tembakau 194.208.000 358.014.200 194.208.000 233.372.000 194.208.000 Cengkeh 205.428.000 161.071.900 132.519.000 132.519.000 132.501.400 Saos 109.458.000 34.452.360 33.005.810 30.159.520 28.883.750 Ambri 27.013.000 3.849.781 4.984.891 2.726.622 2.726.622 CTP 19.295.000 2.598.162 3.445.703 1.834.364 1.834.364 Filter 10.608.000 48.719.480 10.608.000 10.608.000 10.608.000 Lem 10.608.000 12.621.950 10.963.800 8.527.501 8.527.501 Total 379.289.637 Sumber: Hasil Pengolahan Data (POM for Windows:2013) Berdasarkan Tabel 14, metode algoritma Wagner-Whitin (WW) memberikan total biaya pengendalian yang paling rendah untuk seluruh bahan baku namun metode lain juga memberikan hasil yang sama dengan metode Wagner-Whitin (WW) pada beberapa bahan baku. Untuk bahan baku tembakau, metode Lot for Lot (LFL), Period 48
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Order Quantity (POQ), dan Wagner-Whitin (WW) menghasilkan jumlah ukuran lot dengan tingkat biaya paling rendah yaitu sebesar Rp 194.208.000. Untuk bahan baku cengkeh, metode Period Order Quantity (POQ), Part Period Balancing (PPB), dan Wagner-Whitin (WW) menghasilkan jumlah ukuran lot dengan tingkat biaya pengendalian persediaan paling rendah yaitu sebesar Rp 132.501.400. Sedangkan untuk bahan baku saos, hanya metode Wagner-Whitin yang menghasilkan total biaya pengendalian persediaan paling rendah sebesar Rp 28.883.750. Hasil yang berbeda juga ditunjukkan untuk bahan baku lainnya, metode Part Period Balancing (PPB) dan Wagner-Whitin menghasilkan tingkat biaya yang paling rendah untuk bahan baku kertas Ambri dan CTP, yaitu sebesar Rp 2.726.22 untuk bahan baku kertas Ambri dan sebesar Rp 1.834.000 untuk bahan baku kertas CTP. Sedangkan untuk bahan baku filter, hanya metode Economic Order Quantity (EOQ) yang menghasilkan total biaya pengendalian persediaan paling tinggi dan metode lainnya konsisten menghasilkan biaya yang sama yaitu sebesar Rp 10.6068.000 serta metode Part Period Balancing (PPB) dan Wagner-Whitin (WW) menghasilkan tingkat biaya pengendalian persediaan paling rendah untuk bahan baku lem sebesar Rp 8.527.501. namun tingkat biaya yang diberikan masing-masing metode belum tentu dapat diterapkan secara optimal. Dalam program POM for Windows juga disertakan rekomendasi penerapan metode yang optimal, berdasarkan perhitungan otomatis dengan menggunakan program POM for Windows, metode algoritma Wagner-Whitin (WW) memberikan tingkat biaya pengendalian persediaan paling rendah untuk semua bahan baku dengan total biaya pengendalian persediaan sebesar Rp 379.289.637 dan sekaligus direkomendasikan penerapannya karena metode tersebut dinilai paling akurat dan optimal Tabel 15: Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Biaya Penyimpanan Biaya (Rupiah / Unit) No. Bahan Baku Penyetelan (Rupiah) Per Bulan Per Tahun 1 Tembakau 909 10.908 16.184.000 2 Cengkeh 961 11.532 17.119.000 3 Saos 513 6.156 9.129.000 4 Kertas Ambri 126 1.512 2.251.083 5 Kertas CTP 90 1.080 1.607.917 6 Filter 50 600 884.000 7 Lem 50 600 884.000 Total 2699 32388 48059000 Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) 49
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 7) Perhitungan Rencana Pemesanan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Tabel 16: Rencana Kebutuhan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) Tabel 17: Rencana Kebutuhan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Lanjutan I)
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) Tabel 18: Rencana Kebutuhan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Lanjutan II)
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) 50
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Tabel 19: Rencana Kebutuhan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Lanjutan III)
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2013) 8) Analisis Biaya Persediaan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Analisis biaya dilakukan dalam rangka memberikan perbandingan antara kondisi sistem persediaan yang lama di dalam perusahaan dan kondisi sistem persediaan yang baru setelah diterapkannya metode Material Requirement Planning (MRP). Penerapan metode MRP dilakukan sebagai upaya perencanaan dan pengendalian bahan baku produksi dengan tingkat total biaya persediaan yang paling rendah. a.
Kondisi Lama Sistem Persediaan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 Tabel 20: Produksi Rokok Universal 12 (Kondisi Lama) Permintaan Produksi Selisih No. Bulan Satuan Ball 1 Januari 1.896 1.897,00 1,00 2 Februari 1.608 1.700,15 93,15 3 Maret 1.636 1.650,25 107,40 4 April 1.320 1.320,25 107,65 5 Mei 2.032 2.040,25 115,90 6 Juni 1.776 1.638,25 -21,85 7 Juli 1.796 1.796,15 -21,70 8 Agustus 2.340 2.340,00 -21,70 9 September 1.220 1.400,25 158,55 10 Oktober 1.208 1.420,30 370,85 11 November 1.620 1.620,25 371,10 12 Desember 2.512 2.320,48 179,58 Total 20.964 21.144 180* Catatan: (*) pembulatan matematis Sumber: PT Bokormas Mojokerto (2013)
51
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Biaya Penyimpanan Kelebihan Produksi
= 180 Ball × Rp 2.699 / Ball = Rp 485.820 Biaya Pemborosan / Modal Tertanam = 180 Ball × Rp 5.150 = Rp 1.854.000 Dalam kondisi lama perusahaan mengalami ketidaksesuaian antara permintaan dengan produksi, di suatu saat perusahaan mengalami surplus produksi yang sangat besar namun di suatu saat yang lain perusahaan juga mengalami defisit produksi sehingga kapasitas produksi tidak bisa optimal. Berdasarkan Tabel 20, perusahaan mengalami kekurangan produksi pada bulan Juni, Juli dan Agustus, namun di periode bulan lainnya perusahaan jusru mengalami kelebihan produksi bahkan sangat besar pada bulan Oktober dan November. Sehingga dalam perhitungan di akhir tahun perusahaan kelebihan produksi sebesar 180 Ball. Keputusan penjadualan ulang yang dilakukan perusahaan tidak berjalan dengan baik sehingga perusahaan mengalami surplus produksi. Kekurangan produksi yang dialami perusahaan dapat memicu ketidakpuasan konsumen dan merupakan suautu kerugian bagi perusahaan sedangkan kelebihan produksi merupakan suatu pemborosan. Berkaitan
dengan
biaya
pengendalian
persediaan,
perusahaan
memandang biaya pengendalian persediaan bahan baku untuk rokok sebagai biaya tetap yang setiap bulannya harus dikeluarkan perusahaan. Jumlah biaya persediaan meliputi biaya penyimpanan dan biaya penyetelan dimana biaya riset pemesanan juga dibebankan dalam biaya peyeletan atau biaya persiapan produksi. Seharusnya biaya tersebut bersifat variabel karena bersarnya biaya tergantung dari volume item sehingga biaya persediaan yang dikeluarkan sangat bersar. Dalam kondisi sekarang ini perusahaan dituntut untuk dapat secara efisien dalam menjalankan produksi agar mampu bertahan di tengah kondisi industri yang tidak stabil dan menjaga persaingan dengan produsen lain. Rincian biaya persediaan ditampilkan dalam Tabel 21.
52
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Tabel 21: Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Kondisi Lama) Biaya Biaya Total Biaya Total Biaya No. Bahan Baku Peyimpanan Penyetelan Dalam Rupiah Per Bulan Rupiah Setahun 1 Tembakau 2.856.000 16.184.000 19.040.000 228.480.000 2 Cengkeh 3.021.000 17.119.000 20.140.000 241.680.000 3 Saos 1.611.000 9.129.000 10.740.000 128.880.000 4 Kertas Ambri 397.250 2.251.083 2.648.333 31.779.996 5 Kertas CTP 283.750 1.607.917 1.891.667 22.700.004 6 Filter 156.000 884.000 1.040.000 12.480.000 7 Lem 156.000 884.000 1.040.000 12.480.000 Total 8.481.000 48.059.000 56.540.000 1.356.960.000 Sumber: Pengolahan Data (2013) Total Biaya Persediaan = Biaya Pengendalian Persediaan + Biaya Penyimpanan + Biaya Pemborosan = Rp 1.356.960.000 + Rp 485.820 + Rp 1.854.000 = Rp 1.359.299.820 b. Kondisi Baru Sistem Persediaan Bahan Baku (Dengan Penerapan MRP) Untuk Rokok Universal 12 Tabel 22: Produksi Rokok Universal 12 (Kondisi Baru) Kebutuhan Kapasitas Selisih Produksi Produksi No. Bulan Satuan Ball 1 Januari 1.887 1.917 30 2 Februari 1.538 1562 54 3 Maret 1.630 1633 57 4 April 1.951 1917 23 5 Mei 2.077 2059 5 6 Juni 1.978 1988 15 7 Juli 1.860 1846 1 8 Agustus 1.848 1917 70 9 September 1.902 1846 14 10 Oktober 1.938 1988 64 11 November 1.929 1917 52 12 Desember 1.901 1917 68 Total 22.054 22.439 68 Sumber: Hasil Pegolahan Data (2013) Biaya Penyimpanan Kelebihan Produksi = 68 Ball × Rp 2.699 / Ball = Rp 183.535 Biaya Pemborosan/Kerugian = 68 Ball × Rp 5.150 = Rp 350.200 Berdasarkan tabel di atas, rencana kebutuhan produksi yang dihasilkan dari perhitungan MRP disesuaikan dengan kapasitas produksi (71 Ball/hari/paruh waktu) karena bagaimanapun mesin produksi memiliki ukuran mutlak jumlah output yang mampu dihasilkan oleh mesin tersebut agar kapasitas mesin dapat 53
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 secara optimal digunakan perusahaan. Jika jumlah permintaan berbeda jauh dari kapasitas produksi maka perusahaan dapat melakukan penjadualan ulang dengan menangguhkan produksi tersebut atau tetap melakukan produksi dan kelebihannya disimpan sebagai persediaan di tangan untuk kebutuhan berikutnya. Selisih 68 Ball Rokok antara kebutuhan produksi dan kapasitas produksi pada bulan Desember merupakan kelebihan produksi secara keseluruhan sepanjang bulan produksi perusahaan, maka jumlah tersebut terhitung sebagai persediaan di tangan dan menimbulkan biaya penyimpanan untuk kelebihan produksi tersebut, jumlah biaya penyimpanan yang ditanggung perusahaan adalah sebesar jumlah tersebut yaitu sebesar Rp 183.535 dan harga sejumlah kelebihan produksi tersebut terhitung sebagai biaya pemborosan sebesar Rp 350.200 karena dengan jumlah kapasitas tesebut sudah melebihi permintaan kosumen. Dalam prinsip MRP yang diterapkan, sasaran MRP adalah bagaimana perusahaan mendapatkan biaya produksi paling rendah tetapi dengan biaya paling rendah tersebut permintaan konsumen tetap dapat terpenuhi berkaitan dengan jumlah dan waktu diperlukan, jadi kepuasan konsumen selain mendapatkan
yang
diinginkan
dengan
tepat
jumlah,
konsumen juga
mendapatkannya dengan tingkat harga yang terjangkau. Saat perusahaan menyesuaiakan
jumlah permintaan
konsumen
dengan
kapasitas maka
perusahaan melakukan produksi sejumlah kapasitas produksi yang paling optimal tercapai sehingga jumlah permintaan dapat terpenuhi, karena kapasitas produksi melampaui jumlah permintaan maka perusahaan mengalami surplus produksi, meskipun kapasitas produksi termanfaatkan secara optimal tetapi hal itu merupakan suatu pemborosan bagi perusahaan karena perusahaan harus mengeluarkan biaya penyimpanan sejumlah selisih antara kapasitas produksi dengan jumlah permintaan yang terhitung sebagai kelebihan produksi. Biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan perusahaan untuk kelebihan produksi tersebut adalah Rp 183.535 dan biaya pemborosan sebesar Rp 350.200, biaya pemborosan tersebut muncul karena kapasitas produksi yang sudah melampaui jumlah permintaan sehingga menimbulkan pemborosan yang besarnya terhitung sejumlah kelebihan tersebut dikalikan tingkat harga produk.
54
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Tabel 23: Perbandingan Hasil Perhitungan MRP Sesudah (MRP) Sesuai Kapasitas Sesuai Permintaan Surplus 180 Ball 68 Ball Biaya Penyimpanan Rp 485.820 Rp 183.535 Rp 350.200 Rp 350.200 Biaya Pemborosan Rp 1.854.000 (biaya pemborosan) (biaya kerugian) Biaya Persediaan Rp 1.356.960.000 Rp 379.289.637 Rp 379.289.637 Total Biaya Rp 1.359.299.820 Rp 379.823.372 Rp 379.639.837 Kapasitas Produksi Tidak Optimal Optimal Optimal Tingkat Stres Karyawan Tinggi Normal Berkurang Sumber: Hasil Pegolahan Data (2013) Perbandingan
Sebelum
Di sisi lain, hasilnya akan berbeda lagi jika perusahaan melakukan produksi sesuai dengan jumlah permintaan tanpa memperhitungkan kapasitas produksi yang hendak dicapai, jika produksi sudah melampaui jumlah permintaan maka perusahaan dapat menghentikan proses produksi. Namun sebelum mengambil keputusan untuk melakukan produksi sesuai dengan jumlah permintaan, perusahaan harus melihat terlebih dahulu besaran selisih antara jumlah permintaan dengan kapasitas produksi, jika selisih tersebut terlalu besar maka pilihan produksi sesuai dengan jumlah permintaan tidak tepat diterapkan karena malah akan menimbulkan kerugian yang sangat besar dan pemanfaatan sumber daya perusahaan tidak optimal. Dalam penelitian ini, hasil perhitungan ARIMA telah mendekati kapasitas produksi sehingga selisih antara jumlah permintaan dengan kapasitas produksi sangat kecil, dengan tingkat kerugian yang sangat kecil maka keputusan untuk melakukan produksi sesuai dengan permintaan sangat tepat. Secara logika besarnya biaya kerugian saat perusahaan melakukan produksi sesuai dengan permintaan sama besar dengan biaya pemborosan yang dikeluarkan perusahaan apabila perusahaan melakukan produksi sesuai dengan kapasitas produksi, hanya saja posisi atau jenis biaya tersebut berbeda. Pemanfaatan sumber daya perusahaan akan berjalan optimal karena selisih antara jumlah permintaan dengan kapasitas produksi sangat kecil. Jadi paling tidak tingkat stres karyawan sedikit berkurang karena beban kerja juga berkurang, pada saat jumlah permintaan terpenuhi proses produksi berhenti dan bagi perusahaan juga tidak menimbulkan kerugian yang besar karena selain jumlah permintaan yang sudah terpenuhi pemanfaatan sumber daya dan
55
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 kapasitas produksi juga tetap berjalan optimal. Bahkan perushaan lebih hemat karena tidak terdapat biaya penyimpanan untuk kelebihan produksi. Secara keseluruhan hasil perhitungan MRP memberikan hasil bahwa biaya persediaan yang meliputi biaya penyimpanan dan biaya penyetelan lebih fleksibel sebagai biaya variabel, besarnya biaya penyimpanan tergantung pada jumlah atau volume item yang disimpan dan biaya penyetelan ditentukan berdasarkan jumlah penyetelan yang dilakukan perusahaan sehingga besarnya biaya persediaan jauh lebih kecil pada kondisi baru (dengan penerapan MRP) dari pada kondisi lama dan besarnya biaya tersebut terinci dalam Tabel 24. Tabel 24: Biaya Pengendalian Persediaan Bahan Baku Untuk Rokok Universal 12 (Kondisi Baru) Biaya Biaya Total Biaya Penyimpanan Penyetelan No. Bahan Baku (Rupiah Setahun) (Rupiah / Unit) (Rupiah) 1 Tembakau 909 16.184.000 194.208.000 2 Cengkeh 961 17.119.000 132.501.400 3 Saos 513 9.129.000 28.883.750 4 Kertas Ambri 126 2.251.083 2.726.622 5 Kertas CTP 90 1.607.917 1.834.364 6 Filter 50 884.000 10.608.000 7 Lem 50 884.000 8.527.501 Total 2.699 48.059.000 379.289.637 Sumber: Hasil Pegolahan Data (2013) Total Biaya Secara Keseluruhan = Biaya Pengendalian Persediaan + Biaya Kerugian = Rp 379.289.637 + Rp 350.200 = Rp 379.639.837 Total biaya pengendalian persediaan yang dihasilkan dari perhitungan metode Material Requirement Planning (MRP) sangat jauh lebih rendah dari pada total biaya yang telah dikeluarkan perusahaan dengan sistem persediaan yang lama. Penerapan MRP memberikan manfaat bagi perusahaan berupa penghematan biaya pengendalian. Penghematan dapat tercapai karena dalam sistem MRP menekankan tingkat persediaan bahan baku seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhan. Dengan keputusan melakukan produksi sesuai dengan jumlah permintaan,
perusahaan dapat menghemat biaya pengendalian
persediaan bahan baku sebesar Rp 979.659.983 atau sebesar 72% dari keadaan sebelumnya
sebesar
Rp
1.359.299.820
sedangkan
penerapan
MRP
menghasilkan total biaya pengendalian persediaan bahan baku sebesar Rp Rp 379.639.837 dengan jumlah produksi sesuai dengan jumlah permintaan. 56
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Perusahaan lebih efisien dengan melakukan produksi sesuai dengan permintaan karena tidak ada biaya penyimpanan sebesar Rp 183.535 yang timbul karena kelebihan produksi. Keadaan ini sesuai dengan tujuan penerapan MRP yaitu tercapainya efisiensi biaya dalam proses produksi, dengan biaya persediaan yang rendah perusahaan dapat menekan biaya produksi sehingga menghasilkan produk dengan harga yang terjangkau dalam menghadapai tantangan di industri rokok saat ini. Dengan harga yang terjangkau namun perusahaan tetap bisa menjaga kualitas produk dan kelancaran proses produksi sehingga konsumen merasa puas sehingga dapat berimbas pada pendapatan perusahaan.
5.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Secara keseluruhan tiap tahan penerapan Material Requirement Planning (MRP) memberikan hasil positif bagi PT. Bokormas Mojokerto selain penghematan biaya persediaan perushaan juga tetap dapat menjamin kelancaran proses produksi sehingga proses produksi berjalan efisien. Pengehematan biaya yang terjadi dapat menjadi senjata yang ampuh dalam menghadapi permasalahan yang sedang terjadi dalam industroi rokok, dari penghematan tersebut perusahaan dapat menekan harga produk sehingga konsumen merasa puas karena dengan harga yang terjangkau tersebut namun kualitas produk tetap terjaga. Penerapan MRP memberikan respon yang lebih baik bagi pesanan pelanggan sebagai hasil dari jadual pengiriman dan penerimaan terencana serta respon yang lebih cepat terhadap perubahan pasar. Hal ini dapat menjadi keunggulan bersaing baik perushaan dalam menghadapi persaingan yang sangat ketat. Secara ringkas kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Metode ARIMA yang digunakan sebagai alat peramalan permintaan memberikan hasil dengan tingkat keakuratan peramalan yang sangat tinggi sehingga dapat dijadikan pedoman bagi perusahaan untuk menjadi kebutuhan produksi perusahaan. Selain itu hasil perhitungan ARIMA juga memberikan kesesuain terhadap kapasitas produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara optimal sesuai dengan kebutuhan. Pada kondisi sebelumnya perusahaan kelebihan produksi 180 Ball di akhir tahun sedangkan dengan perhitungan ARIMA selisih surplus antara jumlah permintaan dan kapasitas
57
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 prosuksi sebesar 68 Ball. Jumlah tersebut jauh lebih kecil dari pada kondisi sebelumnya sehingga proses produksi berjalan optimal. 2) Dalam menentukan jumlah pemesanan bahan baku, penentuan jumlah kebutuhan bahan baku diturunkan dari jumlah kebutuhan produk jadi berdasatkan struktur produk (BoM) dan metode penentuan ukuran lot pemesanan bahan baku untuk setiap bahan baku berbeda tergantung karakteristik jenis bahan baku, tingkat pemakaian bahan baku, serta biaya penyimpanan dan biaya penyetelan bahan baku. Perusahaan dapat melakukan pesanan terjadwal berdasarkan lembar hasil perhitungan MRP sehingga perusahaan dapat melakukan pemesanan tepat waktu dan terjadwal sesuai dengan kebutuhan produksi. 3) Berdasarkan hasil penelitian, metode Wagner-Whitin (WW) memberikan solusi untuk setiap bahan baku dengan tingkat biaya yang paling rendah yaitu sebesar Rp 379.289.637 dari pada metode lainnya (Lot for Lot-LFL, Economic Order Quantity-EOQ, Period Order Quantity-POQ, dan Part Period Balancing-PPB) selain itu metode Wagner-Whitin (WW) juga memberikan hasil yang lebih akurat dan optimal. 4) Sesuai dengan kapasitas produksi total biaya yang dihasilkan dari penerapan metode MRP adalah sebesar Rp 379.823.372, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yaitu sebesar Rp 1.356.960.000 atau selisih Rp 977.670.363, jadi perusahaan dapat menghemat 72% biaya pengendalian persediaan. 5) Keputusan perusahaan untuk melakukan produksi sesuai dengan jumlah permintaan sangat tepat karena perusahaan dapat lebih hemat lagi tanpa biaya penyimpanan kelebihan produksi sebesar Rp 183.535 dari pada melakukan produksi sesuai dengan kapasitas produksi, namun keputusan tersebut tetap memberikan hasil yang optimal terhadap pemanfaatan kapasitas produksi selain tingkat stres karyawan juga lebih rendah. Oleh karena itu perusahaan akan lebih optimal dalam mendapatkan keuntungan.
58
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti berharap PT. Bokormas Mojokerto dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pengambilan keputusan guna menentukan sistem persediaan yang tepat. Hal tersebut menjadi suatu sangat penting bagi perusahaan agar proses produksi berjalan efisien dan memberikan kepuasan bagi konsumen. Berikut ini adalah saran-saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan yaitu: 1) Metode ARIMA dapat diterapkan bagi perusahaan dalam melakukan peramalan permintaan karena metode ini gabungan dari metode penghalusan, metode regresi dan metode dekomposisi sehingga hasilnya lebih akurat dan dapat dibandingkan dari berbagai metode peramalan untuk data yang sama, serta metode ARIMA dapat digunakan untuk semua horison waktu peramalan. 2) Dalam melakukan pengelolahan terhadap persediaan bahan baku, metode MRP dapat diterapkan dengan tepat karena hasil yang diberikan berupa pengehematan yang cukup besar dapat digunakan untuk menekan biaya produksi dan harga produk menjadi semakin terjangkau bagi konsumen, keuntungan yang diperoleh dapat optimal dan dapat menjadi keunggulan bersaing bagi perusahaan. 3) Dalam menjalankan proses produksi, sebaiknya perusahaan melakukan produksi sesuai dengan permintaan karena perusahaan akan lebih hemat jika dibandingkan dengan saat perusahaan melakukan produksi sesuai kapasitas produksi. Selain penghematan perusahaan juga tetap dapat memenuhi permintaan konsumen dengan pemanfaatan kapasitas produksi yang optimal, selain itu beban kerja karyawan akan lebih rendah dan dapat mengurangi tingkat stres karyawan. 4) Peneliti juga berharap melalui penelitian ini, perusahaan dapat menggunakan metode algoritma Wagner-Whitin (WW) dalam menentukan jumlah bahan baku yang akan dipesan karena berdasarkan kesimpulan metode tersebut memberikan total biaya paling rendah untuk semua jenis bahan baku dan paling optimal sehingga perusahaan dapat menghemat pengeluaran biaya pengendalian bahan baku tanpa mengganggu proses produksi yang akan berdampak pada kelangsungan bisnis dan kepuasan konsumen. 59
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 DAFTAR PUSTAKA
Aritonang R., Lerbin R. 2009. Peramalan Bisnis. Ghalia Indonesia: Jakarta Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomo Universitas Indonesia (LPFE UI): Jakarta
Baroto, Teguh. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit Gahlia Indonesia: Jakarta. Firmansyah, Saleh dan Dian Dharmayanti, 2012, Penerapan Materiar Requirement Planning (MRP) Pada Sistem Informasi Pesanan Dan Inventory Control Pada CV. ABC, Jurnal Komputer dan Informastika (KOMPUTA), Edisi I, Volume I, Maret, hal 7782. Krajewski, Lee J. dan Larry P. Ritzman. 1999. Operation Management: Strategy And Analysis. Fifth Edition. Addison-Wesley: California. Prawirosentono, Suyadi. 2000. Manajemen Operasio Analisis dan Studi Kasus, Edisi Kedua. Bumi Aksara: Jakarta. Purwanti, Sri, 2008, Analisis Peranan MRP (Material Requirement Planning) Untuk Produksi Kursi Benelux Pada CV. Aksesn Rattan Cirebon, Skripsi, Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis dan Manajemen, Universitas Widyatama. Rangkuti, Fredy. 2004. Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta. Render B. dan J. Heizer. 2011. Manajemen Operasi. Terjemahan. Buku 2. Edisi 9. Salemba Empat: Jakarta. Render B. dan J. Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Terjemahan. PT. Gramedia: Jakarta. Render B. dan J. Heizer. 2001. Operations Management. Prentice Hall Inc.: New Jersey.
Riyanto, Bambang. 2001.
Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan, Edisi 4. BPFE:
Yogjakarta. Robbins, Strphen P. dan Mary Coulter. 2007. Management. Ninth Edition. Pearson Prentice Hall: New Jersey. Rue, Leslie W. & Lloyd L. Byars. 2005. Management: Skill and Application, 11st Edition. McGraw-Hill: New York. Santoso, Singgih. 2009. Business Forcasting: Metode Paramalan Bisnis Masa Kini dengan Minitab dan SPSS. PT Elex Media Komputondo: Jakarta. 60
Jurnal Ilmiah Mahasiswa, FEB UB Malang, 20 Juli 2013 Sarjono, Haryadi, Suyanti, dan Neneng Royanti, 2008, Analisis Perencanaan Bahan Baku Material Kursi OX 830 Menggunakan Metode Material Requirement Planning (MRP), The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, September, Hal 1-43. Schroeder, Roger G. 2000. Operations Management: Contemporary Concept and Cases. McGraw-Hill: New York. Taryana, Nanang.,2008, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pada Produk Sepatu Dengan Pendekatan Teknik Lot Sizing Dalam Mendukung Sistem MRP (Studi Kasus Di Pt. Sepatu Mas Idaman, Bogor), Skripsi, Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
61