PENENTUAN PARAMETER OPTIK DAN ELEKTRONIK FILM BARIUM STRONTIUM TITANAT
ENDANG RANCASA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penentuan Parameter Optik dan Elektronik Film Barium Strontium Titanat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Endang Rancasa NIM G751110051
RINGKASAN ENDANG RANCASA. Penentuan parameter Optik dan Elektronik Film Barium Strontium Titanat. Dibimbing oleh IRZAMAN dan HUSIN ALATAS. Film Barium Strontium Titanat yang dikenal dengan Film BST adalah material semikonduktor yang dapat menunjukkan sifat ferroelektrik, paraelektrik, pyroelektrik tergantung pada proses pembuatannya. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh nilai parameter optik dan elektronik Barium Strontium Titanat (BST). Film BST yang sudah ditumbuhkan pada substrat silikon dikarakterisasi menggunakan spektrometer dan sourcemeter (I-V meter). Pada penelitian ini telah didapatkan parameter optik berupa energi gap sebesar 3.22 eV, 3.19 eV, 3.20 eV dan 3.18 eV secara berturut-turut untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Indeks bias pada panjang gelombang 500 nm – 600 nm untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut 2.69 – 3.44, 1.87 – 1.99, 2.05 – 2.25, dan 1.76 – 1.77. Koefisien pelemahan pada panjang gelombang 500 nm – 600 nm adalah 3.21 x 105 – 4.5 x 105, 4.67 x 105 – 6.07 x 105, 4.19 x 105 – 5.59 x 105 dan 4.37 x 105 – 5.20 x 105 secara berturut-turut untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Penambahan fraksi mol Ba mempengaruhi penurunan energi gap dan indeks bias serta meningkatkan nilai koefisien pelemahan. Parameter elektronik berupa hambatan seri yang telah didapatkan adalah 31.1551 kΩ, 50.8867 kΩ, 22.54915 kΩ dan 13.2372 kΩ secara berturut-turut untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Faktor idealitas yang diperoleh dari data IV pada pemberian tegangan panjar mundur untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut adalah 1.01, 1.00, 1.00 dan 1.00. Arus saturasi untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut 1.88 μA, 1.18 μA, 6.10 μA dan 6.10 μA. Potensial penghalang untuk masing-masing fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut 0.42 eV, 0.43 eV, 0.38 eV dan 0.38 eV. Peningkatan fraksi mol Ba cenderung menurunkan nilai potensial penghalang, menaikkan nilai arus saturasi, menurunkan nilai hambatan seri. Faktor idealitas 1 menunjukkan terbentuknya pn junction antara BST tipe n dan silikon tipe p. Kata kunci: BST, energi gap, indeks bias, koefisien pelemahan, faktor idealitas, hambatan seri, arus saturasi, potensial penghalang.
SUMMARY ENDANG RANCASA. Calculation of Opticals and Electronics Parameter of Barium Strontium Titanate Film. Supervised by IRZAMAN and HUSIN ALATAS. Barium Strontium Titanate Film that known as BST is semiconductor material that can show ferroelectric, paraelectric or pyroelectric characteristic depend on fabrication process. The aim of this study is to calculate optics and electronics parameter of Barium Strontium Titanate (BST). BST films that were grown at silicon were characterized using spectrometer and sourcemeter. In this study it had found that bandgap energy were 3.22 eV, 3.19 eV, 3.20 eV and 3.18 eV for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55, respectively. Then refractive index at 500 nm – 600 nm wavelength for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55 respectively were 2.69 – 3.44, 1.87 – 1.99, 2.05 – 2.25, and 1.76 – 1.77. Furthermore extinction coefficients at 500 nm – 600 nm wavelength were 3.21 x 105 – 4.5 x 105, 4.67 x 105 – 6.07 x 105, 4.19 x 105 – 5.59 x 105 and 4.37 x 105 – 5.20 x 105 respectively for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55. The increasing of Ba mole fraction has influenced to decreasing of bandgap energy and refractive index but it has increased extinction coefficient. Electronics parameter as series resitance had found 31.1551 kΩ, 50.8867 kΩ, 22.54915 kΩ and 13.2372 kΩ for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55, respectively. Then ideality factor for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55 respectively were 1.01, 1.00, 1.00 and 1.00. Furthermore saturation current for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55 respectively were 1.88 μA, 1.18 μA, 6.10 μA and 6.10 μA. The last, heigh barrier potential for mole fraction of Ba 0.25, 0.35, 0.45 and 0.55 were 0.42 eV, 0.43 eV, 0.38 eV dan 0.38 eV, respectively. The increasing of Ba mole fraction tend to decrease height barrier potential, increase saturation current and decrease series resistance.
Keywords: BST, bandgap energy, refractive index, extinction coefficient, ideality factor, series resistance, current saturation, barrier potensial
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENENTUAN PARAMETER OPTIK DAN ELEKTRONIK FILM BARIUM STRONTIUM TITANAT
ENDANG RANCASA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji pada Ujian Tesis :
Dr Akhiruddin Maddu
Judul Tesis : Penentuan parameter Optik dan Elektronik Film Barium Strontium Titanat Nama : Endang Rancasa NIM : G751110051
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Irzaman, M.Si Ketua
Dr Husin Alatas,S.Si, M.Si Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Agus Kartono, S.Si, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 3 Februari 2014
Tanggal Lulus:
Judul Tesis : Penentuan parameter Optik dan Elektronik Film Barium Strontium Titanat : Endang Rancasa Nama : 0751110051 NIM
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
~
DrIrlrz~
Dr Husin Alatas,S.Si, M.Si Anggota
.KetUa
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biofisika
Dr Agus Kartono, S.Si, M.Si
Tanggal Ujian: 3 Februari 2014
Sekolah Pascasarjana
Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2012 ini ialah BST, dengan judul Penentuan parameter Optik dan Elektronik Barium Strontium Titanat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Irzaman, M.Si dan Bapak Dr. Ir Husin Alatas, M.Si selaku pembimbing, serta Bapak Dr Mamat Rahmat, S.Si, M.Si dan Bapak Hery Syafutra, S.Si, M.Si yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman Biofisika angkatan 2011 yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, anak-anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Endang Rancasa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 1 3 3 3
2 METODE Alat dan Bahan Pembuatan Sampel Alat Prosedur Analisis Data
4 4 4 6 6
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Optik Parameter Elektronik
13 13 18
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
31
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
6 7 8
Komposisi massa Barium asetat, Strontium asetat dan Titanium isopropoksida pada pembuatan BST dengan fraksi mol yang berbeda. Ketebalan sampel BaxSr(1-x)TiO3 untuk masing-masing fraksi mol Ba (x) Nilai energi gap dan derajat kristalinitas masing-masing fraksi mol Ba pada BST Nilai hambatan seri (Rs) dan faktor idealitas (n) film BST dengan fraksi mol Ba Nilai faktor idealitas dan arus saturasi pada pemberian tegangan panjar maju dan panjar mundur menggunakan semua titik data antara 0 – 19 V Nilai Potensial penghalang untuk masing-masing Fraksi mol BST Data Arus dan Tegangan Dioda Ideal dan Eksperimen untuk nilai yang berdekatan Hambatan Seri untuk masing-masing fraksi mol BST
5 14 17 20
23 24 25 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4
Alat Pengukuran Sifat Optik Alat Pengukuran IV Diagram sederhana energi gap pada semikonduktor Rangkaian ekivalen dioda Schottky dengan hambatan seri, Rs, dan konduktansi Gp. 5 Diagram pita energi: (a) Dioda Schottky (b) dioda pn 6 Nilai absorbansi BaxSr(1-x)TiO3 pada tiap panjang gelombang cahaya 7 Nilai koefisien absorpsi terhadap perubahan panjang gelombang untuk BaxSr(1-x)TiO3 8 Hubungan perubahan fraksi mol Ba terhadap perubahan energi gap 9 Hubungan perubahan fraksi mol Ba terhadap perubahan energi gap menggunakan nilai n = 2 untuk jenis transisi tidak langsung 10 Penentuan Egap menggunakan metode Tauc Plot untuk BaxSr(1x)TiO3 11 Struktur Kristal hasil XRD : (a) Ba0.25Sr0.75TiO3 (b) Ba0.35Sr0.65TiO3 (c) Ba0.45Sr0.55TiO3 (d) Ba0.55Sr0.45TiO3 12 Ba0.25Sr0.75TiO3 Ba0.35Sr0.65TiO3 c ―∙―∙― 0.45Sr0.55TiO3 (d) ―∙∙―∙∙― 0.55Sr0.45TiO3 13 Grafik I – V BaxSr1-xTiO3: (a) Ba0.25Sr0.75TiO3 (b) Ba0.35Sr0.65TiO3 (c) Ba0.45Sr0.55TiO3 (d) Ba0.55Sr0.45TiO3 14 Grafik Plot G – G/I:(a) Ba0.25Sr0.75TiO3 (b) Ba0.35Sr0.65TiO3 (c) Ba0.45Sr0.55TiO3 (d) Ba0.55Sr0.45TiO3 15 Hubungan I terhadap I/G untuk masing-masing fraksi BST
6 6 7 10 11 13 14 15 15 16 17
18 19 20 21
Hubungan ln {I/[1- exp(-q/kT)]} – tegangan (V) pada pemberian tegangan panjar maju untuk masing-masing fraksi mol BST 17 Hubungan ln {I/[1- exp(-q/kT)]} – tegangan (V) pada pemberian tegangan panjar mundur untuk masing-masing fraksi mol BST 18 Arus saturasi untuk masing-masing fraksi mol BST 19 Hubungan nilai Hambatan Seri terhadap perubahan Fraksi mol Ba pada BST
16
22 23 24 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Hasil XRD 2 Grafik Penentuan Energi Gap BST
29 37
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Barium Strontium Titanat (BST) merupakan material semikonduktor yang dapat menunjukkan sifat ferroelektrik (Funahashi et al. 2000; Pontes et al. 2001; Moon et al. 2003; Chang et al. 2004, Saif et al. 2011), paraelektrik(Tombak et al. 2001), dan pyroelektrik (Lee et al. 1999; Szymczak et al. 2007; Zhang et al. 2010). Berbagai teknik pembuatan telah dilakukan untuk mendapatkan film tipis BST tersebut, seperti teknik CSD (Irzaman et al. 2009; Syafutra et al. 2010; Irzaman et al. 2011; Irzaman et al. 2013), sol gel deposisi (Fang et al. 1999; Zhai dan Chen 2003; Kim et al. 2005; Shan et al. 2006 ), RF magnetron-sputtering (Shin et al. 1999; Lee et al. 1999), metal-organic decomposition, MOD (Koutsaroff et al. 2003), dan pulsed laser deposition, PLD (Moon et al. 2003; Chang et al. 2004; Wang et al. 2005; Ioachim et al. 2007). Beberapa hal terkait BST seperti sifat dielektrik, polarisasi (Jiwei et al. 2005; Razak et al. 2006; Xu et al. 2007; Rani et al. 2010) dan sifat listrik (Jiang et al. 2005) telah diteliti dan dinyatakan berpotensi untuk diterapkan dalam bidang elektronika sebagai kapasitor (Watt et al. 1998; Tombak et al. 2001), mikroelektronik (Kaspar et al. 2002), sensor (Fang et al. 2010; Syafutra et al. 2010) dan fotodioda (Irzaman et al. 2011). Berkaitan dengan penggunaannya sebagai piranti elektronika, BST membutuhkan kontak sebagai penghubung dengan piranti elektronika lainnya. Kualitas kontak, yang dinyatakan dengan faktor idealitas (n), merupakan faktor penting bagi kinerja sebuah BST. Selain itu, gambaran tentang struktur atom antarmuka dan ketidakhomogenan antarmuka dinyatakan dengan potensial penghalang b (Yeganeh et al. 2010). Parameter elektronika lainnya seperti hambatan seri Rs, hambatan paralel Rsh), arus saturasi Is juga perlu untuk diketahui. Menurut Daraee et al. (2008) data hambatan seri, Rs, diperlukan dalam menentukan responsivitas sebuah detektor. Di samping itu, menurut Kiuru et al. (2011) data parameter elektronika ini dibutuhkan dalam membuat model desain alat yang reliabel. Kemudian dalam kaitannya dengan fungsi BST sebagai fotodetektor maka perlu diketahui beberapa sifat optik dari BST tersebut. Dengan demikian berikut akan dibahas tentang penentuan parameter optik dan elektronik dari BaxSr1-xTiO3.
Perumusan Masalah Secara kimiawi, BST terjadi karena reaksi antara senyawa kimia yang mengandung Barium, senyawa yang mengandung Strontium dan senyawa yang mengandung Titanium menurut persamaan reaksi berikut x Ba(CH3COO)2 + (1-x) Sr(CH3COO)2 + Ti(C12O4H28) + 22O2 BaxSr(1-x)TiO3 + 17 H2O + 16 CO2 (1) dengan x adalah koefisien dari Barium yang besarnya 0 < x < 1. Perbedaan fraksi mol Barium yang digunakan akan mempengaruhi sifat yang dimilikinya. Pontes et
2 al. (2000) telah mempelajari sifat ferroelektrik dan dielektrik dari Ba0.4Sr0.6TiO3 dan Ba0.8Sr0.2TiO3. Sebaliknya Moon et al. (2003) dan Ibrahim et al.(2012) telah menggunakan Ba0.6Sr0.4TiO3. Zhai dan Chen (2003) telah meneliti sifat dielektrik Ba0.85Sr0.15TiO3. Kemudian Ioacim et al.(2007), Irzaman et al.(2009) dan Xin Yan et al.(2011), dalam penelitiannya, telah menggunakan Ba0.5Sr0.5TiO3. Syafutra et al.(2010) dan Irzaman et al.(2011) telah menggunakan Ba0.25Sr0.75TiO3 sebagai fotodioda. Terakhir Irzaman et al.(2013) telah meneliti sifat listrik dan sifat optik dari Ba0.25Sr0.75TiO3, Ba0.35Sr0.65TiO3, Ba0.45Sr0.55TiO3, Ba0.55Sr0.45TiO3. Hasil yang didapat oleh Irzaman et al.(2013), terutama untuk Ba0.25Sr0.75TiO3, berbeda sifatnya dengan hasil yang didapatkan sebelumnya. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan fraksi mol dengan x = 0.25, 0.35, 0.45, 0.55 dengan membedakan perlakuan pada proses pencucian. Mengenai metode pengukuran sifat optik terdapat dua metode, yakni metode transmitansi dan reflektansi. Penggunaan metode ini bergantung pada transparan tidaknya sampel. Sampel BST dengan silikon sebagai subtratnya merupakan media yang tidak tembus cahaya. Jadi metode pengukuran sifat optik untuk sampel ini menggunakan metode reflektansi normal. Adapun untuk penentuan parameter optik berupa energi gap, terdapat beberapa teknik bergantung pada data optik yang diperoleh. Ghobadi (2013) menggunakan data absorbans untuk menentukan energi gap. Namun Joshi et al.(2003) menggunakan data reflektans untuk menentukan energi gap. Kemudian Ahmed et al.(2009) menggunakan data transmitans untuk menentukan energi gap dan bahkan menggunakan data tersebut untuk menentukan parameter optik lainnya. Akan tetapi semuanya merujuk pada persamaan Tauc plot. Hanya saja ketiga teknik tersebut berbeda pada cara menentukan koefisien absorpsinya. Pada penelitian ini akan dipilih teknik penentuan energi gap menggunakan data absorbans. Selanjutnya terdapat beberapa metode dalam penentuan parameter optik berupa indeks bias (Darmasetiawan et al.2002; Yakuphanoglu et al.2007; Ahmed et al.2009). Darmasetiawan et al.(2002) telah menggunakan data reflektans untuk menentukan indeks bias. Dalam penelitiannya tersebut cahaya diberikan pada permukaan sampel dengan cara tegak lurus. Metode ini memberikan kemudahan sehingga dalam penelitian ini akan menggunakan metode ini dalam menentukan indeks bias sampel. Mengenai parameter elektronika dari BST ini dapat diekstrak dari data I – V yang dihasilkan oleh I-V meter. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengekstrak parameter tersebut. Seperti disebutkan Aubry dan Meyer (1994) paling tidak ada 4 metode yang dapat dipakai metode I-V standar, metode Norde, Metode Lien-So-Nicolet dan metode Werner. Namun menurutnya metode Werner yang terbaik. Pada penelitian ini akan menggunakan metode Werner untuk menentukan parameter elektronika dari BST. Berpijak dari hal di atas, penelitian ini ditujukan untuk menentukan bagaimana hubungan antara fraksi mol BST yang digunakan dengan parameter optik dan elektroniknya.
3 Tujuan Penelitian Adapun penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan energi gap untuk masing-masing fraksi BST 2. Menentukan indeks bias dan koefisien pelemahan untuk masing-masing fraksi BST 3. Menentukan parameter elektronika (n, Rs, Is, b) untuk masing-masing fraksi BST
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan dasar bagi pengembangan model berbagai devais elektronika berbasis film BST seperti sensor. Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini lebih ditekankan pada beberapa hal: 1. Teknik penentuan parameter optik dan elektronik 2. Menentukan pengaruh perubahan fraksi mol Ba terhadap parameter optik dan elektronik
4
2 METODE Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik model Sartonius BL6100, reaktor spin coater, mortar, mikrometer pipet, gelas ukur Iwaki 10 ml, pemanas (furnice), pinset, gunting, spatula, stop watch, tabung reaksi, sarung tangan karet, cawan petris, tissue, isolasi, I-V meter Keithley 2400, spektroskopi VIS-NIR OceanOptics, monokromator. Selanjutnya bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk Barium Asetat [Ba(CH3COO)2, 99%], Strontium Asetat, Titanium Isopropoksida [Ti(C12O4H28), 99.999%], pelarut 2-metoksietanol [H3COCH2CH2OH, 99%], substrat Si (100) tipe-p , subtrat kaca preparat, aquabides, HF (asam florida), dan alumunium foil.
Pembuatan Sampel Pembuatan sampel diawali dengan penyiapan substrat silikon sebagai media tumbuh film BST. Pertama, pemotongan silikon tipe-p sesuai dengan ukuran dan bentuk substrat yang dibutuhkan. Kedua, pembuatan cairan pencuci yakni mencampurkan larutan HF 5% dan aquades dengan perbandingan 1:5. Ketiga, substrat dicuci dengan mencelupkannya ke dalam cairan pencuci. Keempat, substrat dibersihkan menggunakan aquabides dan dikeringkan dengan tisu. Terakhir, menimbang massa substrat. Langkah berikutnya adalah menyiapkan larutan BST yakni dengan menyiapkan pelarut, 2-metoksi etanol, dan menimbang massa barium asetat, strontium asetat, Titanium isopropoksida. Titanium isopropoksida bersifat cair dan mudah mengental sehingga pada proses penimbangannya dilakukan terakhir. Komposisi massa yang dibutuhkan bergantung pada jumlah pelarut yang digunakan dan persamaan reaksi kimia dari Barium asetat, strontium asetat, dan Titanium isopropoksida. Komposisi massa yang telah dipakai pada penelitian ini terlihat pada Tabel 1 dan persamaan reaksi kimia dapat terlihat pada persamaan (2.1). Larutan didapat dengan memasukkan barium asetat, strontium asetat dan pelarut ke dalam cairan Titanium isopropoksida. Terakhir, larutan disonikasi selama 1 jam untuk mendapatkan larutan yang homogen. x Ba(CH3COO)2 + (1-x)Sr(CH3COO)2 + Ti(C12O4H28) + 22O2 BaxSr(1-x)TiO3 + 17 H2O + 16 CO2 (2.1)
5 Tabel 1. Komposisi massa Barium asetat, Strontium asetat dan Titanium isopropoksida pada pembuatan BST dengan fraksi mol yang berbeda. Fraksi mol Ba BST 0.25 0.35 0.45 0.55
Barium Asetat (g) 0.0960 0.1346 0.1727 0.2109
Strontium Asetat (g) 0.2317 0.2010 0.1698 0.1391
Titanium Isopropoksida (g) 0.4265 0.4270 0.4348 0.4271
Pelarut 2 – methoksi ethanol (ml) 1.5 1.5 1.5 1.5
Tahap berikutnya penumbuhan film BST pada substrat silkon menggunakan metode chemical solution deposition, CSD, atau disebut juga dengan spin coating (Irzaman et al. 2009; Syafutra et al. 2010; Irzaman et al. 2011; Irzaman et al. 2013). Pertama, substrat ditempelkan pada bagian tengah spin coater menggunakan double tip. Selanjutnya setengah atau sepertiga bagian subtrat ditutupi isolasi agar pada proses ini bagian tersebut tidak terlapisi film BST. Sesudah itu tiga tetes larutan BST diteteskan ke bagian substrat yang tidak dilapisi isolasi. Beberapa saat kemudian spin coater dinyalakan selama 30 detik. Kecepatan putar spin coater yang dipakai 6000 rpm. Setelah 30 detik, spin coater dimatikan. Satu menit kemudian 3 tetes larutan BST diteteskan kembali dan selanjutnya spin coaterpun dinyalakan kembali untuk selang waktu yang sama. Proses ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap sampel. Tahap terakhir dari proses penumbuhan film BST adalah dengan memanaskan substrat yang sudah dilapisi larutan BST pada suhu 850 oC. Tahap pemanasan sampel merupakan tahapan penting. Kegagalan pada proses ini dapat menyebabkan sampel rusak dan pembuatan sampel harus diulangi dari awal. Bahkan perlakuan yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas sampel. Pada tahap pemanasan digunakan pemanas furnice NaberthermTM. Laju kenaikan suhu yang dipakai 1.67 oC/menit. Setelah mencapai suhu 850 oC, suhu dijaga konstan selama 15 jam. Sesudah itu suhu dibiarkan turun selama 14.5 jam. Terakhir, sampel ditimbang massanya. Tahapan terakhir dari proses penelitian ini adalah tahap karakterisasi sampel. Terdapat tiga karakterisasi yakni optik, listrik dan respon spektral. Karakterisasi optik dilakukan setelah tahapan pemanasan sedangkan karakterisasi listrik dan respon spektral dilakukan setelah proses pembuatan kontak. Kontak ini membantu dalam pengukuran parameter-parameter listrik seperti arus dan tegangan listrik. Proses pembuatan kontak diawali dengan proses penganyaman yakni penutupan bagian substrat dan sampel yang tidak diharapkan tumbuh lapisan alumunium. Selanjutnya penumbuhan lapisan alumunium di Laboratorium MOCVD ITB Bandung. Berikutnya adalah pembukaan anyaman. Terakhir penempelan serat kabel pada lapisan alumunium menggunakan pasta perak.
6 Alat Pengukuran Sifat Optik Pengukuran sifat optik sampel dengan metode reflektansi menggunakan alat Spektroskopi VIS-NIR yang sudah terintergasi dengan komputer. Adapun skema pemasangan alat dapat dilihat pada Gambar 1.
Sumber cahaya
Kabel FO
Kabel FO komputer spektrofotometer Kabel FO sampel
Gambar 1. Alat Pengukuran Sifat Optik Pengukuran I-V meter Pengukuran I-V menggunakan alat Sourcemeter Keithley 2400 yang sudah terintegrasi dengan komputer. Setting alat untuk pengukuran I-V dapat terlihat pada Gambar 2. .
Gambar 2. Alat Pengukuran IV Prosedur Analisis Data Penentuan Ketebalan Sampel Penimbangan massa substrat setelah proses pencucian dan penimbangan sampel setelah pemanasan bertujuan untuk menentukan ketebalan film menggunakan metode gravimetri. Selisih antara massa sampel dan massa substrat menunjukkan massa film. Luas bagian substrat yang tertutupi film menunjukkan luas film. Massa jenis film BST diketahui 5.2 g/cm3(Remmel et al. 2000). Ketebalan didapat menggunakan persamaan (2.2) : (2.2) dengan d, m, ρ, dan A berturut-turut adalah tebal, massa, massa jenis dan luas.
7 Penentuan Parameter Optik Energi Gap Energi gap merupakan celah energi yang memisahkan pita konduksi dan pita valensi. Pita valensi adalah pita energi yang terisi penuh atau sebagian elektron sedangkan pita konduksi adalah pita energi yang tidak terisi elektron. Ketika ada cahaya dengan energi hv yang datang mengenai sebuah semikonduktor maka akan terjadi transisi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Diagram sederhana energi gap ditunjukkan pada Gambar 3. Perubahan energi gap dipengaruhi oleh suhu dan tekanan (Sze, 1981).
Gambar 3. Diagram sederhana energi gap pada semikonduktor Penentuan energi gap suatu material semi konduktor didapat dengan mengolah data absorbansi. Adapun analisanya adalah dengan memplot hubungan koefisien absorpsi terhadap energi foton yang diberikan ke sampel melalui persamaan Tauc Plot sebagai berikut (Joshi et al. 2003) (2.3) dengan adalah koefisien absorpsi, h adalah energi foton, A adalah konstanta, Eg adalah energi gap dan n adalah bilangan yang menunjukkan transisi alamiah dari sampel. Penghitungan nilai koefisien absorpsi berasal dari data absorbansi pada setiap panjang gelombang melalui persamaan berikut (Ghobadi. 2013; Yokuphanoglu et al. 2007; Maddu et al. 2006)
8
(2.4) dengan A adalah nilai absorbansi pada tiap panjang gelombang dan d adalah ketebalan sampel. Terdapat 4 nilai n yaitu 1/2, 3/2, 2 dan 3 (Joshi et al. 2003). Nilai n = 1/2 adalah untuk transisi elektron yang langsung (direct allowed transition) dan diperbolehkan. Sedangkan n = 2 adalah untuk transisi elektron tidak langsung dan diperbolehkan (indirect allowed transition). Jika transisinya terlarang dan langsung (direct forbidden transition) maka n bernilai 3/2 dan jika transisinya terlarang tidak langsung maka nilai n = 3. Penentuan nilai energi gap dilakukan membuat grafik Tauc Plot yang divariasikan nilai transisi alamiahnya, yakni menggunakan nilai (1/n) antara 0.1 – 3 dengan kenaikan 0.1. Kemudian dari grafik yang didapat dipilih grafik terbaik dengan kriteria grafik bagian ujung mengalami kenaikan yang jelas. Selanjutnya, dari grafik yang terpilih, mencari gradien maksimum pada rentang data yang mulai menunjukkan grafik kenaikan. Titik data yang memiliki gradien maksimum kemudian digunakan untuk menentukan nilai c pada persamaan garis lurus berikut (2.5) dengan x dan y diganti oleh nilai titik data yang memiliki gradien maksimum dan m adalah nilai gradien maksimum data tersebut. Kemudian dari persamaan tersebut akan didapat energi gap berdasarkan rumus (2.6) Indeks bias dan Konstanta Pelemahan Adapun penentuan indeks bias dilakukan dengan mengubah bentuk persamaan matematis yang sudah digunakan oleh Maddu et al. (2006) dan Darmasetiawan et al. (2002) menjadi sebagai berikut (2.7) Selanjutnya penentuan koefisien pelemahan, k, ditentukan melalui persamaan (Yakuphanoglu et al. 2007) (2.8)
9 Penentuan Parameter Elektronik Konduktansi, G Menurut Werner, konduktansi merupakan fungsi differensial V dari I atau ditulis dI/dV (Aubry et al.,1994). Penentuan nilai konduktansi diawali dengan melicinkan data hasil pengukuran I-V menggunakan teknik moving average menggunakan lima titik data. Selanjutnya untuk menentukan turunan dI/dV digunakan metode approksimasi polinomial kuadrat terkecil bertitik lima melalui persamaan (Scheid. 1992) (2.9) Kemudian untuk turunan di dekat ujung-ujung bekalan data ditentukan melalui persamaan (Scheid. 1992) (2.10) (2.11) (2.12) (2.13) Selanjutnya nilai turunan dI/dV digunakan sebagai nilai konduktansi, G, untuk penentuan nilai hambatan seri menggunakan metode werner. Hambatan Seri (Rs) dan Faktor Idealitas (n) Data eksperimen sebuah dioda p-n atau schottky dapat dinyatakan dengan persamaan (Lyakas et al.1995) (2.14) (2.15) Kemudian menurut Werner, sebuah dioda dapat digambarkan dengan rangkaian elektronik ekivalen seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Hambatan seri, Rs, menyatakan material limbak (bulk material) dalam semikonduktor dan kontak ohmik. Konduktansi, Gp, merupakan konduktansi paralel. Kedua parameter ini dianggap tidak bergantung pada tegangan yang diberikan.(Aubry and Meyer. 1994)
10
Vd I
Rs
Gp V Gambar 4. Rangkaian ekivalen dioda Schottky dengan hambatan seri, Rs, dan konduktansi Gp. Penentuan nilai hambatan seri, Rs, diawali dengan membentuk grafik hubungan G/I dengan G pada pemberian tegangan panjar maju. Selanjutnya dari grafik tersebut dicari persamaan garis lurus yang mewakili semua data. Berdasarkan metode werner, persamaan garis lurus tersebut menunjukkan persamaan konduktasi pada persamaan (2.16) (2.16) Dengan demikian nilai gradien pada persamaan garis lurus yang didapat sama dengan nilai Rs/n, dan nilai perpotongan terhadap sumbu G/I, c, sama dengan nilai /n. Selanjutnya penentuan nilai Rs di dapat melalui persamaan (2.17) dengan m dan c berturut-turut adalah gradien dan titik perpotongan terhadap sumbu vertikal dari persamaan garis lurus yang diperoleh. Kemudian faktor idealitas, n, dapat ditentukan melalui persamaan (2.18) Nilai = q/kT dengan q adalah muatan elektron (1.6 x 10-19 C), k adalah konstanta Boltzman (1.38 x 10-23 J/K) dan T adalah suhu dalam Kelvin. Suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah 300 K sehingga nilai = 38.647 V-1. Nilai Rs yang sudah didapatkan dengan metode werner kemudian digunakan untuk mengkoreksi data tegangan melalui persamaan (2.19) dengan Vd, V dan I berturut-turut adalah tegangan hasil koreksi, data tegangan hasil pengukuran dan data arus hasil pengukuran. Selanjutnya nilai Vd dan I digunakan untuk membuat grafik plot Vd – ln (I).
11 Persamaan (2.14) menunjukkan persamaan dioda. Ketika persamaan sebelah kiri dan kanan di diambil nilai ln maka akan terbentuk persamaan (2.20). Selanjutnya pembuatan grafik ln(I) – Vd digunakan untuk menentukan nilai arus saturasi, Is yakni dengan cara mencari persamaan garis lurus yang mewakili data tersebut. (2.20) Persamaan (2.20) merupakan persamaan dioda dalam bentuk persamaan garis lurus ln I – Vd dengan Vd adalah V-IRs. Menurut persamaan (2.20), nilai Is dapat ditentukan melalui persamaan (2.21) dengan c adalah nilai perpotongan terhadap sumbu vertikal. Kemudian dari persamaan (2.20) juga dapat ditentukan nilai faktor idealitas, n, yang diperoleh dari gradien garis tersebut. Nilai n dapat diperoleh melalui persamaan (2.22) dengan m adalah nilai gradien persamaan garis. Potensial Penghalang (b) Penggambaran potensial penghalang dalam bentuk diagram pita energi untuk dioda schottky terlihat pada Gambar 4a (Grundmann, 2006). Kemudian gambaran potensial penghalang untuk dioda pn terlihat pada Gambar 4b (Sze, 1981). B adalah potensial penghalang, Vbi adalah potensial built-in dan Vn adalah potensial antara level fermi dan pita konduksi.
a
b Gambar 5. Diagram pita energi: (a) Dioda Schottky (b) dioda pn
Selanjutnya penentuan potensial penghalang, b, didapat dari persamaan emisi termionik
12
(2.23) dengan A* adalah konstanta richardson termodifikasi dan A adalah luas kontak. Dalam penentuan potensial penghalang ini digunakan nilai konstanta Richardson A* untuk BaO + SrO, luas kontak A, dan suhu T, secara berturut-turut 10-2 A.cm2 -2 .K (http://simion.com/definition/richardson_dushman.html), 0.0225 cm2 dan 300 K.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Optik Absorbansi merupakan ukuran seberapa banyak cahaya yang dapat diserap oleh sampel. Pengukuran nilai absorbansi menggunakan alat spektrometer dan dianalisis menggunakan software SpectraSuite melalui persamaan (OO, 2007) (3.1) dengan S adalah intensitas cahaya yang diserap sampel pada panjang gelombang , D adalah intensitas cahaya latar pada panjang gelombang ketika sumber cahaya yang digunakan dihilangkan, dan R adalah intensitas sumber cahaya yang digunakan pada panjang gelombang . Absorbansi merupakan konstanta tidak bersatuan. Tanggap sampel berupa nilai absorbansi dapat terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Nilai absorbansi BaxSr(1-x)TiO3 pada tiap panjang gelombang cahaya Tanggap fraksi mol BST dalam bentuk perubahan nilai absorbansi terhadap perubahan panjang gelombang cahaya yang datang mengenainya menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai absorbansi secara umum di atas 0.5. Peningkatan pada nilai fraksi mol Ba meningkatkan nilai absorbansi kecuali pada BST dengan fraksi mol Ba 0.45. Akan tetapi perbedaan nilai absorbansi bisa juga diakibatkan oleh perbedaan ketebalan. BST dengan x = 0.55 memiliki nilai absorbansi yang terbesar diduga karena memiliki ketebalan yang lebih besar dibandingkan dengan BST yang lainnya (lihat Tabel 2). Berdasarkan Gambar 6, BST memiliki daerah serapan yang lebar pada rentang panjang gelombang 500 – 800 nm.
14 Tabel 2. Ketebalan sampel BaxSr(1-x)TiO3 untuk masing-masing fraksi mol Ba (x) Fraksi mol Bax 0.25 0.35 0.45 0.55
Ketebalan (x10-4 cm) 1.8757 1.8757 1.8757 2.3447
Selanjutnya pengolahan data absorbansi menggunakan persamaan (2.3) dan data ketebalan pada Tabel 2 maka diperoleh nilai koefisien absorpsi seperti terlihat pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7, secara umum, BST memiliki nilai koefisien absorpsi yang lebih besar dari 104 cm-1. Menurut Tauc (1972) jika nilai koefisien absorpsinya lebih besar dari 104 cm-1 maka BST mengalami jenis transisi tidak langsung. Akan tetapi BST dengan fraksi mol Ba 0.25 (Ba0.25Sr0.75TiO3) memiliki nilai lebih kecil dari 104 cm-1. Hal tersebut diduga karena perbedaan karakter potensial internal. Perbedaan karakter potensial internal lebih jauh disebabkan oleh perubahan bentuk struktur, defek bermuatan atau kebalauan kimiawi (Tauc. 1972).
Gambar 7. Nilai koefisien absorpsi terhadap perubahan panjang gelombang untuk BaxSr(1-x)TiO3 Penentuan Energi Gap Penentuan energi gap menggunakan metode coba-coba, diawali dengan pembuatan grafik (h)1/n - h menggunakan nilai 1/n antara 0.1 – 3.0 dengan kenaikan 0.1. Grafik (h)1/n - h untuk masing-masing fraksi mol BST dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan grafik tersebut, grafik mulai menunjukkan ada peningkatan ketika nilai 1/n = 2 atau nilai n =1/2. Ini berarti BST mengalami jenis transisi langsung, direct transition. Kemudian dengan mengambil data hv dari rentang 3.0 – 3.28 dan mengambil gradien maksimum untuk rentang data tersebut maka didapatkan energi gap untuk masing-masing BST 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut 3.22 eV, 3.19 eV, 3.20 eV dan 3.18 eV.
15 Grafik hubungan antara fraksi mol BST dengan energi gap diperlihatkan pada Gambar 8. Berdasarkan gambar tersebut, ketika fraksi mol Ba bernilai 1 (BaTiO3) maka energi gapnya 3.1473 eV. Nilai ini mendekati energi gap BaTiO 3 yang dilaporkan oleh Desu. Desu melaporkan bahwa BaTiO3 yang ditumbuhkan pada silikon dengan suhu 650 oC dan tekanan 2 Pa memiliki energi gap sebesar 3.13 eV (Desu. 1993). Kemudian ketika fraksi mol Ba bernilai nol (SrTiO3), menurut persamaan tersebut energi gapnya bernilai 3.23 eV. Nilai ini mendekati nilai energi gap SrTiO3 dalam kondisi bulk yang bernilai 3.22 eV (Du et al. 2003).
R2 = 0.59
Gambar 8. Hubungan perubahan fraksi mol Ba terhadap perubahan energi gap Selanjutnya jika penentuan nilai energi gap menggunakan metode Tauc plot dengan nilai n ditentukan berdasarkan nilai koefisien absorpsi yakni menggunakan nilai 1/n = 1/2 maka hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. BST dengan fraksi mol 0.25 memiliki Egap terbesar sedangkan BST dengan fraksi mol 0.35 memiliki Egap yang hampir sama dengan fraksi mol 0.45. Kemudian BST dengan fraksi mol 0.55 memiliki Egap dalam rentang 3.1 eV, sedikit lebih kecil dibandingkan dengan BST 0.25. Grafik Tauc plot untuk penentuan energi gap terlihat pada Gambar 9. Hubungan linieritas perubahan fraksi mol Ba terhadap perubahan energi gap berdasarkan metode ini dapat terlihat pada Gambar 10. Menurut persamaan pada gambar 10 energi gap BaTiO3 adalah 2.94 eV dan energi gap SrTiO3 3.17 eV, berbeda dengan hasil penelitian Desu dan Du.
Gambar 9. Hubungan perubahan fraksi mol Ba terhadap perubahan energi gap menggunakan nilai n = 2 untuk jenis transisi tidak langsung
16 Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa peningkatan fraksi mol Ba pada material BST menurunkan nilai energi gap. Pengaruh perubahan komposisi suatu material terhadap energi gapnya juga terjadi pada material lain seperti yang dilaporkan Joshi et al.(2003). Joshi menyatakan bahwa pada material Ni-Zn ferrit, peningkatan fraksi mol Zn mempengaruhi pada peningkatan nilai energi gapnya. Kemudian di lain pihak, Naseer et al.(2009) menyatakan bahwa peningkatan fraksi mol Al pada material AlxGa1-xN menunjukkan peningkatan pada energi gap material tersebut. Kemudian dari kedua metode yang digunakan di atas menunjukkan bahwa penentuan energi gap berdasarkan metode coba-coba dalam mencari nilai transisi alamiah (n) terbaik memberikan hasil yang mendekati data eksperimen yang lain. Akan tetapi derajat linieritasnya masih kecil. Ini diduga karena adanya variabel lain yang berpengaruh besar pada perubahan nilai energi gap.
Gambar 10. Penentuan Egap menggunakan metode Tauc Plot untuk BaxSr(1-x)TiO3 Ketidaklinieran hubungan perubahan fraksi mol Ba dan perubahan energi gap BST diduga karena perbedaan struktur kristal dan bukan karena pengaruh ketebalan sampel. Yakuphanoglu et al.(2007) menyatakan bahwa ketebalan film berpengaruh pada konstanta optik, seperti indeks bias, konstanta pelemahan,
17 konstanta dielektrik, dan tidak berpengaruh pada energi gap. Perubahan energi gap menurut Joshi et al.(2003) dikarenakan perbedaan parameter kisi. Menurutnya peningkatan energi gap menunjukkan penurunan dalam parameter kisi. Kemudian menurut Ghobadi (2013) penurunan energi gap karena adanya peningkatan ukuran partikel. Hasil uji XRD sampel BST, berupa derajat kristalinitas, menunjukkan bahwa peningkatan derajat kristalinitas menurunkan energi gap seperti terlihat pada Tabel 3. Hasil ini sesuai dengan pendapat Singh et al.(2006) yang menyatakan bahwa energi gap menurun dengan peningkatan derajat kristalinitas. Hanya saja pada Tabel 3 masih belum konsisten dengan pernyataan di atas terutama dengan data yang dihasilkan untuk fraksi mol Ba 0.45. Tabel 3 Nilai energi gap dan derajat kristalinitas masing-masing fraksi mol Ba pada BST Fraksi BST 0.25 0.35 0.45 0.55
Egap (eV) dengan n =1/2 3.22 3.19 3.20 3.18
Egap (eV) dengan n=2 3.24 2.95 2.96 3.16
Kristalinitas (%)1
82.05 95.97 97.23 83.88
Selanjutnya struktur kristal untuk masing-masing fraksi mol BST dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Struktur Kristal hasil XRD : (a) Ba0.25Sr0.75TiO3 (b) Ba0.35Sr0.65TiO3 (c) Ba0.45Sr0.55TiO3 (d) Ba0.55Sr0.45TiO3
1
Data hasil XRD lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1
18 Penentuan Indeks Bias dan Konstanta Pelemahan Perubahan nilai indeks bias dan koefisien pelemahan terhadap panjang gelombang VIS-NIR dapat terlihat pada Gambar 12. Indeks bias untuk setiap fraksi mol lebih besar dari 1.72 pada panjang gelombang 500 – 600 nm. Tampak dalam Gambar 12 bahwa koefisien pelemahan bahan terdapat dalam selang 2 . 105 – 4 . 108 pada panjang gelombang 380 nm dan terus meningkat dalam rentang panjang gelombang cahaya tampak.
Gambar 12. Ba0.35Sr0.65TiO3 c ―∙―∙―
Ba0.25Sr0.75TiO3 ―∙∙―∙∙― 0.45Sr0.55TiO3
0.55Sr0.45TiO3
Parameter Elektronik Sifat Listrik Suatu material dapat digolongkan ke dalam resistor atau dioda dengan melihat pada grafik karateristik I-V dari material tersebut. Material yang bersifat resistor akan menunjukkan grafik I-V yang lurus seperti yang digambarkan oleh persamaan hukum Ohm. Kemudian untuk material yang bersifat dioda akan menunjukkan grafik I-V yang naik secara eksponensial. Adapun karakteristik I–V dari BST pada suhu ruang ditunjukkan pada Gambar 13. Seperti terlihat pada Gambar 13, karakteristik I – V untuk masing-masing fraksi mol BST menunjukkan sifat dioda yakni pada pemberian tegangan panjar maju arus meningkat secara eksponesial dan pada pemberian tegangan panjar mundur arus yang mengalir menunjukkan kebergantungan yang rendah terhadap tegangan (Akkilic et.al, 2007). Ini berbeda dengan hasil penelitian Irzaman et al.(2013) yang menyatakan semuanya bersifat resistor. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan cara pencucian substrat silikon. Pada penelitiannya, Irzaman et al.(2013) menyatakan bahwa proses pencucian dilakukan dengan cara memasukkan substrat silikon ke dalam larutan HF:H2O dan membiarkannya
19 selama 30 detik sedangkan pada penelitian ini hanya dengan cara dicelupkan dalam waktu kurang dari 10 detik. Lama waktu pencucian kemungkinan cukup untuk terjadinya reaksi antara HF dan silikon seperti yang terjadi pada proses pengikisan (etching) (Muñoz et.al, 2011; Habuka et.al, 2013).
Gambar 13. Grafik I – V BaxSr1-xTiO3: (a) Ba0.25Sr0.75TiO3 (b) Ba0.35Sr0.65TiO3 (c) Ba0.45Sr0.55TiO3 (d) Ba0.55Sr0.45TiO3
Pengolahan lebih lanjut terhadap data I-V di atas akan dihasilkan beberapa parameter elektronik hambatan seri (Rs), faktor idealitas diode (n), arus saturasi (Is) dan potensial penghalang (b). Pada umumnya metode pendekatan yang dipakai adalah pendekatan grafik persamaan garis lurus yang sesuai dengan penurunan dari rumus persamaan dioda. Hambatan Seri , Faktor Idealitas dan Arus Saturasi Penentuan parameter elektronik berupa hambatan seri (Rs) dan faktor idealitas dioda (n) didasarkan pada Persamaan (2.14) atau disebut juga dengan istilah metode werner. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa plot grafik G terhadap (G/I) akan menghasilkan garis lurus. Perpotongan garis lurus tersebut terhadap sumbu y memberikan nilai /n dan perpotongan terhadap sumbu x akan
20 memberikan nilai 1/Rs. Plot grafik persamaan (2.14) tampak pada Gambar 14. Nilai Rs dan n untuk masing-masing fraksi mol Ba terlihat pada Tabel 4. ( a)
( b)
(
( c)
d)
Gambar 14. Grafik Plot G – G/I:(a) Ba0.25Sr0.75TiO3 (c) Ba0.45Sr0.55TiO3 (d) Ba0.55Sr0.45TiO3
(b) Ba0.35Sr0.65TiO3
Tabel 4. Nilai hambatan seri (Rs) dan faktor idealitas (n) film BST dengan fraksi mol Ba Fraksi mol Ba (x) Rs (kΩ) 0.25 12.3 0.35 26.1 0.45 9.79 0.55 4.32
n 45 15 18 88
Pada Tabel 4 terlihat bahwa nilai faktor idealitas sangat besar, jauh dari nilai ideal. Ini diduga karena kesalahan dalam menentukan garis lurus terbaik yang mewakili grafik pada Gambar 14. Kemudian pada Gambar 14 juga menunjukkan data acak memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penentuan garis lurus yang dimaksud oleh werner seperti yang disebutkan oleh Mikhelashvilli et al.(1999). Menurut Mikhelashvilli dioda yang memiliki grafik seperti pada Gambar 14 merupakan dioda nonideal dengan parameter fisika yang nonlinier dan tidak bisa dianalisa dengan metode werner.
21 Selanjutnya apabila persamaan werner pada (2.14) diinverskan maka akan mendapatkan persamaan berikut (3.2) Invers dari persamaan werner membawa pada sebuah fungsi yang dikenal dengan fungsi Cheung. Fungsi Cheung dituliskan sebagai berikut (Saglam et al. 2005) (3.2) Grafik fungsi Cheung untuk masing-masing fraksi mol BST dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Hubungan I terhadap I/G untuk masing-masing fraksi BST Penentuan hambatan seri dan faktor idealitas menggunakan fungsi Cheung maupun werner tidak bisa menggunakan semua data panjar maju. Terdapat pembatasan data yang digunakan agar kedua metode dapat berlaku. Aubry et al.(1994) menyatakan bahwa syarat untuk metode werner adalah Vd = V – RsI » (nkT/q). Namun syarat ini susah ditentukan karena nilai Rs masih belum diketahui. Akan tetapi Saglam et al. (2005) telah menggunakan data dari -1.0 V – 1.0 V untuk menentukan faktor idealitas menggunakan fungsi Cheung. Bahkan Saglam menyarankan untuk menentukan faktor idealitas menggunakan persamaan I – V berikut (Saglam et al. 2005)
22 (3.3) Nilai n didapatkan dengan memplotkan ln {I/[1-exp(-qV/kT)]} terhadap V. Gradien dari grafik ini sama dengan q/nkT dan nilai eksponen dari titik potong terhadap sumbu vertikal adalah nilai arus saturasinya. Ini dapat difahami dengan mengambil nilai ln dari persamaan (3.3) sehingga persamaannya menjadi seperti berikut `
(3.4)
Grafik persamaan (3.4) terlihat pada Gambar 16 untuk tegangan panjar maju dan Gambar 17 untuk tegangan panjar mundur. Dari gambar tersebut terlihat g g g j ≈ 1. Pada pemberian tegangan panjar maju nilai idealitas lebih besar dari 1, menunjukkan bahwa tegangan tidak seluruhnya jatuh pada daerah deplesi tetapi terbagi oleh lapisan antarmuka, daerah deplesi dan hambatan substrat.
Gambar 16. Hubungan ln {I/[1- exp(-q/kT)]} – tegangan (V) pada pemberian tegangan panjar maju untuk masing-masing fraksi mol BST
23
Gambar 17. Hubungan ln {I/[1- exp(-q/kT)]} – tegangan (V) pada pemberian tegangan panjar mundur untuk masing-masing fraksi mol BST Nilai faktor idealitas dan arus saturasi berdasarkan grafik pada Gambar 16 dan Gambar 17 dinyatakan pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai faktor idealitas dan arus saturasi pada pemberian tegangan panjar maju dan panjar mundur menggunakan semua titik data antara 0 – 19 V BST Ba0.25Sr0.75TiO3 Ba0.35Sr0.65TiO3 Ba0.45Sr0.55TiO3 Ba0.55Sr0.45TiO3
Tegangan panjar maju n Is μA 116 1.88 118 1.18 132 6.10 132 6.10
Tegangan panjar mundur n Is μA 1.01 0.226 1.00 13.4 1.00 0.691 1.00 9.01
Kemudian untuk mengecek hasil perhitungan di atas dilakukan dengan membandingkan nilai I secara grafik. Gambar 18 adalah grafik I – V dengan memperkecil skala arus dan tegangan. Berdasarkan Gambar 18, Ba0.25Sr0.75TiO3 memiliki arus saturasi antara 1 – 2 μA K Ba0.35Sr0.65TiO3 memiliki arus 1 6 μA S j y Ba0.45Sr0.55TiO3 memiliki arus saturasi di 6 6 μA Kemudian Ba0.55Sr0.45TiO3 10 μA Dengan demikian nilai arus saturasi pada pemberian tegangan panjar maju diduga mendekati nilai yang ditunjukkan pada Gambar 18. Selanjutnya nilai arus ini digunakan untuk menentukan nilai potensial penghalang.
24
Gambar 18. Arus saturasi untuk masing-masing fraksi mol BST Potensial Penghalang (b) Penentuan potensial penghalang menggunakan rumus (2.23) dan arus saturasi yang didapatkan pada penghitungan sebelumnya (Tabel 5 pada pemberian tegangan panjar maju) dapat terlihat pada Tabel 6 berikut. Nilai potensial penghalang untuk masing-masing fraksi mol terlihat bergantung pada nilai arus saturasi yang didapat. Semakin besar arus saturasi yang didapat maka semakin kecil potensial penghalang yang diperoleh. Tabel 6. Nilai Potensial penghalang untuk masing-masing Fraksi mol BST BST Ba0.25Sr0.75TiO3 Ba0.35Sr0.65TiO3 Ba0.45Sr0.55TiO3 Ba0.55Sr0.45TiO3
Arus Saturasi, I s μA 1.88 1.18 6.10 6.10
Potensial penghalang, (eV) 0.42 0.43 0.38 0.38
Penentuan Hambatan Seri dari Syarat Batas Tegangan Werner Penentuan nilai parameter elektronik dari suatu dioda bergantung pada rentang tegangan yang ditinjau. Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa Aubry et al.(1994) menyatakan bahwa syarat untuk metode werner adalah Vd = V – RsI » (nkT/q) dan Saglam et al. (2005) telah menggunakan data dari -1.0 V – 1.0 V. Pada penelitian ini penetuan tegangan batas dilakukan dengan cara
25 membandingkan data arus maksimum hasil eksperimen pada pemberian tegangan panjar maju dengan data arus yang dihitung berdasarkan rumus dioda ideal pada persamaan (2.14). Arus saturasi yang dipakai pada perhitungan dioda ideal menggunakan arus saturasi pada Tabel 6. Tegangan yang digunakan sebagai masukan antara -20V sampai 20 V dengan kenaikan 0.01 V. Tabel 7 menunjukkan data yang bersesuaian antara dioda ideal dan hasil eksperimen. Tabel 7. Data Arus dan Tegangan Dioda Ideal dan Eksperimen untuk nilai yang berdekatan
I (x 10-4 A) V
BST 0.25 Ideal Eksperi men 6.17 6.37 0.15 19.9958
BST 0.35 Ideal Eksperi men 3.87 3.9 0.15 19.9958
BST 0.45 Ideal Eksperi men 9.21 8.81 0.13 19.9958
BST 0.55 Ideal Eksperim en 13.6 15.0 0.14 19.9958
Kemudian dengan menggunakan persamaan (2.19) dan V dioda ideal dianggap sebagai tegangan hasil koreksi maka didapatkan nilai hambatan seri untuk masing-masing fraksi mol BST seperti ditunjukkan pada Tabel 8. Selanjutnya grafik hubungan antara fraksi mol Ba dengan hambatan seri dapat terlihat pada Gambar 19. Seperti terlihat pada Gambar 19, hambatan seri cenderung mengalami penurunan dengan peningkatan fraksi mol Ba. Tabel 8. Hambatan Seri untuk masing-masing fraksi mol BST Hambatan Seri (kΩ)
BST 0.25 BST 0.35 BST 0.45 BST 0.55 31.1551 50.8867 22.54915 13.2372
Gambar 19. Hubungan nilai Hambatan Seri terhadap perubahan Fraksi mol Ba pada BST
26
4 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Parameter optik berupa energi gap yang telah didapatkan pada penelitian ini adalah 3.22 eV, 3.19 eV, 3.20 eV dan 3.18 eV secara berturut-turut untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Kemudian indeks bias pada panjang gelombang 500 nm – 600 nm untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturutturut 2.69 – 3.44, 1.87 – 1.99, 2.05 – 2.25, dan 1.76 – 1.77. Selanjutnya koefisien pelemahan pada panjang gelombang 500 nm – 600 nm adalah 3.21 x 105 – 4.5 x 105, 4.67 x 105 – 6.07 x 105, 4.19 x 105 – 5.59 x 105 dan 4.37 x 105 – 5.20 x 105 secara berturut-turut untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Penambahan fraksi mol Ba mempengaruhi pada penurunan energi gap dan indeks bias serta meningkatkan nilai koefisien pelemahan. Parameter elektronik berupa hambatan seri yang telah didapatkan adalah 31.1551 kΩ, 50.88667 kΩ, 22.54915 kΩ dan 13.2372 kΩ secara berturut-turut untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55. Kemudian faktor idealitas didapatkan melalui pendekatan data tegangan panjar mundur untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut adalah 1.01, 1.00, 1.00 dan 1.00. Selanjutnya arus saturasi untuk fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut 1.88 μA, 1.18 μA, 6.10 μA dan 6.10 μA. Terakhir potensial penghalang untuk masing-masing fraksi mol Ba 0.25, 0.35, 0.45 dan 0.55 secara berturut-turut 0.42 eV, 0.43 eV, 0.38 eV dan 0.38 eV. Peningkatan fraksi ol Ba cenderung menurunkan nilai potensial penghalang, menaikkan nilai arus saturasi, menurunkan nilai hambatan seri dan faktor idealitas.
Saran Pengaruh perubahan fraksi mol Ba pada parameter optik dan elektronik BST pada penelitian ini tidak tampak karena adanya faktor-faktor lain yang diduga mempunyai pengaruh pada perubahan parameter optik dan listrik. Faktor-faktor yang dimaksud adalah ketebalan dan derajat kristalinitas. Faktor lain yang juga mempengaruhi parameter elektronik adalah suhu. Oleh karena itu perlu ada penelitian ulang dengan sampel yang mempunyai ketebalan dan derajat kristalinitas sama dan pengukuran IV dilakukan dengan memvariasikan suhu lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed NM, Sauli Z, Hashim U, Al Douri Y. 2009. Investigation of the absorption coefficient, refractive index, energy band gap, and film thickness for Al0.11Ga0.89N, Al0.03Ga0.97N and GaN by optical transmission method. Int J Nanoelectronics and Material. 2: 189 – 195. Akkilic K, Uzun I, Kilicoglu T. 2007. The calculation of electronic properties of an Ag/chitosan/n-Si schottky barrier diode. Synthetic Metal. 157: 297 – 302. Aubry V and Meyer F. 1994. Schottky diode with high series resistance: Limitations of forward I - V methods. J Appl Phys. 76(12): 7973 – 7984. Bala S. 2012. The role of interface state density in I-V characteristics of metalsemiconductor contact with interfacial layer. International journal of emerging technology and advanced engineering. 2(12): 364 – 368. Cetinkaya S, Cetinkara HA, Bayansal F, Kahraman S. 2013. Growth and characterization of CuO nanostructure on Si for the fabrication of CuO/p-Si schottky diodes. The scientific world journal. Chang W, Kirchoefer SW, Bellotti JA, Pond JM. 2004. (Ba,Sr)TiO3 ferroelectric thin films for tunable microwave applications. Revista Mexicana De Fi´sica. 50(5). 501–505. Daraee M, Hajian M, Rastgoo M and Lavasanpour L. . 2008. Study of electrical characteristic of surface barrier detector with high series resistance. Adv Studies Theor Phys. 2(20): 957 – 964. Darmasetiawan H, Irzaman, Indro MN, Sukaryo SG, Hikam M and Bo NP. 2002. Optical properties of crystalline Ta2O5 thin film. Physica status solidi. 193(1). 53 – 60. Definition: richardson-dushman equation. http://simion.com/definition/ richardson_dushman.html. 25 Februari 2014 pkl. 04:48. Desu, SB. 1993. Influence of Stresses on the Properties of Ferroelectric BaTiO3 Thin Films. J Electrochem Soc. 140(10): 2981-2987. Du Y, Zhang MS, Wu J, Kang L, Yang S, Wu P, Yin Z. 2003. Optical properties of SrTiO3 thin films by pulsed laser deposition. Appl Phys A. 76:1105 – 1108. Fang X, Tan OK, Tse MS and Ooi EE. 2010. A label-free immunosensor for diagnosis of dengue infection with simple electrical measurements. Biosensor and Bioelectronics. 25. 1137 – 1142. Funahashi M, Kuraoka M, Fujimura S, Kobayashi H, Kohno H and Wilson R. 2000. BST thin film evaluation using x-ray fluorescence and reflectivity methods. JCPDS-International Centre for Diffraction Data 2000, Advances in X-ray Analysis. 42:109 – 118. Ghobadi N. 2013. Band gap determination using absorption spectrum fitting procedure. Ghobadi international nano letters. 3(2). 1 – 4. Grundmann, Marius. 2006. The physics of semiconductor : An introduction including devices and nanophysics. Jerman (Ger): Springer. Güllü Ö and Türüt A. 2009. Electrical analysis of organic interlayer based metal/interlayer/semiconductor diode structures. J Appl Phys. 106:1037171 – 1037176.
28 Habuka H, Mizuno K, Ohashi S and Kinoshita T. 2013. Surface chemical reaction model of silicon dioxide film etching by dilute hydrogen fluoride using a single wafer wet etcher. ECS Journal of solid state science and technology. 2(6): P264 – P267. Ioachim A, Toacsan MI, Nedelcu L, Banciu MG, Dutu CA, Buda M, Sava F, Popescu M, Scarisoreanu N and Dinescu M. 2007. Dielectric properties of (Ba,Sr)TiO3 thin films for applications in electronics. Romanian J of Information Science and Technology. 10(4):347-354. Irzaman, Darmasetiawan H, Hardhienata H, Hikam M, Arifin P, Jusoh SN, Taking S, Jamal Z, Idris MA. 2009. Surface roughness and grain size characterization of effect of annealing temperature for growth gallium and tantalum doped Ba0.5Sr0.5TiO3 thin film. Journal Atom Indonesia. 35(1): 5767. Irzaman, Syafutra H, Rancasa E, Nuayi AW, Nurrahman TG, Nuzulia NA, Supu I, Sugianto, Tumimomor F, Surianty, Muzikarno O, Masrur. 2013. The effect of Ba/Sr ratio on electrical and optical properties of BaxSr1-xTiO3 thin film semiconductor. Ferroelectric. 445:4-17. Jiang S, Shenglin Jiang, Haibo Zhang, Ruzhan Lin, Shaobo Liu, Meidong Liu. 2005. Electrical properties of BST thin films fabricated by a modified sol—gel processing. Integrated Ferroelectrics. 70:1–9. Jinbao Xu, Jiwei Zhai, Xi Yao. 2007. Electrical and infrared optical properties of Ba0.7Sr0.3TiO3 thin films prepared by a sol-gel process. Ferroelectrics. 357: 148–153. Joshi GP, Saxena NS, Mangal R, Mishra A and Sharma TP. 2003. Band gap determination of Ni-Zn ferrites. Bull Mater Sci. 26(4):387 – 389. Kim J, Pak J, Nam K, Park G. 2005. Ferroelectric (Ba,Sr)TiO3 Thin Films on Pt/Ti/SiO2/Si Substrates by the Sol-Gel Process and Evaluation of the Intrinsic Dead Layers. Journal of the Korean Pysical Society. 47:349-352. Kiuru T, Mallat J, Räisänen AV and Närhi T. 2011. Schottky diode series resistance and thermal resistance extraction from s-parameter and temperature controlled I-V measurements. IEEE transactions on microwave theory and techniques. 59(8): 2108 – 2116. Koutsaroff IP, Bernacki T, Zelner M, Cervin-Lawry A, Kassam A, Woo P, Woodward L and Patel A. 2003. Microwave properties of parallel plate capacitors based on (Ba,Sr)TiO3 thin films grown on SiO2/Al2O3 substrates. MRS Proceedings. 784: C5.8 Lee JS, Park JS, Kim JS, Lee JH, Lee YH and Hahn SR. 1999. Preparation of (Ba, Sr)TiO3 thin film with high pyroelectric coefficients at ambient temperatures. Jpn J Appl Phys. 38:L574 – L576. Lyakas M, Zaharia R, Eizenberg M. 1995. Analysis of nonideal schottky and p-n junction diodes –extraction of parameters from I-V plots. J Appl Phys. 78(9): 5481 – 5489. Maddu A, Basuki CA, Irmansyah, Pramudito S. 2006. Struktur dan sifat optik film ZnO hasil deposisi dengan teknik spin coating melalui proses sol-gel. Jurnal Sains Materi Indonesia. 7(3): 85 – 90. Mikhelashvili V, Eisenstein G, Garber V, Fainleib S, Bahir G, Ritter D, Orenstein M, Peer A. 1999. On the extraction of linear and non linear physical parameters in nonideal diodes. J Appl Phys. 85(9) : 6873 – 6883.
29 Moon SE, Kim EK, Lee SJ, Kwak MH, Kim YT, Ryu HC, Kang KY, Han SK and Kim WJ. 2003. Measurement of dielectric properties of ferroelectric Ba1xSrxTiO3 thin films. J of the Korean Physical Society. 42: S1350 - S1353. Muñoz EC, Heyser CA, Schrebler RS, Henriquez RG and Marotti RE. 2011. Photoelectrochemical reduction of nitrate ions on porous silicon and different silicon modified electrodes. J Chil Chem Soc. 56: 781 – 785. Ocean Optic, Inc. 2007. Spectrasuite spectrometer operating software installation and operating manual. A Halma group company: 1 – 164. Pontes FM, Longo E, Leite ER and Varela JA. 2001. Study of the dielectric and ferroelectric properties of chemically processed BaxSr1-xTiO3 thin films. Thin Solid Films. 386: 91-98. Rani R, Kumar P, Singh S, Juneja JK, Raina KK, Kotnnala RK and Prakash C. 2010. Dielectric and ferroelectric properties of BST and Ni-Zn ferrite composites. Integrated Ferroelectrics. 122(1): 28 – 44. Razak K.A, Sadov A, Yoo J, Gao W, Hondson M and Haeemmerle E. 2006. Charactization of BST produced by hight temperature hydrothermal synthesis. World Scientific. 20(25,26,27):4153-4156. Remmel T and Werho D. 2000. Development of an XRF metrology method for composition and thickness of barium strontium titanat thin films. JCPDSInternational Centre for Diffraction Data 2000. Advances in X-Ray Analysis. 42 : 99 – 108. S.Y. Wang, B.L. Cheng, Can Wang, W. Peng, S.Y. Dai, Z.H. Chen. 2005. Dielectric and ferroelectric properties of Ba1-xSrxTiO3 thin films prepared by pulsed laser deposition. Key Engineering Materials. 280 (283): 81-84. Saif AA, Jamal ZAZ, Sauli Z and Poopalan P. 2011. Frequency dependent electrical properties of ferroelectric Ba0.8Sr0.2TiO3 thin film. Material Science (Medžiagotyra). 17(2):186 – 190. Samantaray CB, Sim H and Hwang H. 2004. Electronic structure and optical properties of barium strontium titanate (BaxSr1-xTiO3) using first-principles method. Physica B. 351:158 – 162. Scheid F. Teori dan soal-soal metode numerik. Silaban P, penerjemah. 1992. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari Theory and problems of numerical analysis. 259 – 291. Shah JM, Li YL, Gessmann Th and Schubert EF. 2003. Experimental analysis and theoritical model for anomalously high ideality factors (n » 2.0) in AlGaN/GaN p-n junction diodes. J Appl Phys. 94(4): 2627 – 2630. Shan Lian-weia, Zhang Xian-you, Dong Li-min, Wu Ze, Han Zhi-dong, Fu Xinghu, Hou Wen-ping. 2006. Study on the Microstructure and Dielectric Properties of Barium Strontium Titanate Thin Films Prepared by Sol-gel Method. Chinese J of Aeronautics. 19:S167-S172. Shin JC, Park J, Seong Hwang C and Joon Kim H . 1999. Dielectric and electrical properties of sputter grown (Ba, Sr)TiO3 thin films. J Appl Phys. 86:506 – 513. Singh SB, Sharma HB, Sarma HNK and Phanjoubam S. 2006. Structural and optical properties of barium strontium titanate (Ba0.5Sr0.5TiO3) thin films. Ferroelectrics Letters. 33:83 - 90. Syafutra H, Irzaman and Subrata IDM. 2010. Integrated visible light sensor based on thin film ferroelectric material BST to microcontroller ATMega 8535. The International Conference on Materials Science and Technology. 1(1):291-296.
30 Sze, SM. 1981. Physics of semiconductor devices. Canada: John Wiley Sons, Inc. Szymczak L, Kozielski L, Adamczyk M, Czekaj AL, Ujma Z and Czekaj D. 2007. Dielectric, pyroelectric and thermally stimulated depolarization current investigations on (Ba, Sr)TiO3 ceramics with Bi2O3 additive. Ferroelectrics. 349:179 – 189. Tauc J and Menth A. 1994. States in the gap. Journal of non-crystalline solids.8(10):569 – 585. Tombak A, Ayguavives FT, Maria J-P, Stauf GT, Kingon AI, Mortazawi A. 2001. Tunable RF filters using thin film barium strontium titanate based capacitors. Microwave Symposium Digest, 2001 IEEE MTT-S International. 3:1453 – 1456. Watt MM, Woo P, Rywak T, McNeil L, Kassam A, Joshi V, Cuchiaro JD and Melnick BM. 1998. Feasibility demonstration of a multi-level thin film BST capacitor technology. Applications of Ferroelectrics - Proceedings of the Eleventh IEEE International Symposium. 11 – 14. Yakuphanoglu F, Ilican S, Caglar M and Caglar Y. 2007. The determination of the optical band and optical constants of non-crystalline and crystalline ZnO thin films deposited by spray pyrolysis. Journal of optoelectronics and advanced materials. 9(7): 2180 – 2185. Yeganeh MA, Rahmatullahpur Sh, Nozad A and Mamedov RK. 2010. Effect of diode size and series resistance on barrier height and ideality factor in nearly ideal Au/n type-GaAs micro schottky contact diodes. Chin Phys B. 19(10): 107207-1 – 107207-8. Zhai J and Chen H. 2003. Orientation control and dielectric properties of sol-gel deposited (Ba,Sr)TiO3 thin films for room-temperature tunable element applications. Journal of the Korean Ceramic Society. 40(4):380-384. Zhai Jiwei, Yao Xi, Zhang Liangying, Shen Bo, Haydn Chen. 2005. Dielectric properties of the compositionally graded (Ba,Sr)TiO3 thin film. Ferroelectrics. 329: 43–48. Zhang J, Cole MW and Alpay SP. 2010. Pyroelectric properties of barium strontium titanate films-effect of thermal stresses. J Appl Phys. 108:0541031 0541037. S ğ M M Tü ü A Ağ ş MS Ç M 2005. Determination of the characteristic parameters of polyaniline/p-type Si/Al structure from currentvoltage measurement. International journal of polymeric materials. 54: 805 – 813.
LAMPIRAN Lampiran 1 DATA HASIL XRD
32
34
36
38
Lampiran 2 GRAFIK PENENTUAN ENERGI GAP BST A. Ba0.25Sr0.75TiO3
40
41
B. Ba0.35Sr0.65TiO3
42
43
44
45
C. Ba0.45Sr0.55TiO3
46
47
48
49
D. Ba0.55Sr0.45TiO3
50
51
52
53
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 9 Oktober 1980 sebagai anak pertama dari pasangan Tjasmat dan Edoh. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS, lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Biofisika pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2014. Penulis bekerja sebagai guru sejak tahun 2005 di Pesantren Terpadu Al Kahfi Bogor dan sejak tahun 2007 penulis bekerja sebagai guru SMAIT Al Kahfi. Bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya adalah Fisika.