PENENTUAN JUMLAH DAN LOKASI GUDANG PENYANGGA PT PETROKIMIA GRESIK UNTUK WILAYAH JAWA TIMUR PASCAAPLIKASI SINGLE RESPONSIBILITY CONCEPT Aristiya Purdiani, I Nyoman Pujawan Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected] ;
[email protected] Abstrak Salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki perpupukan nasional adalah dengan mendirikan sebuah holding company yaitu Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). Upaya tersebut juga diiringi dengan konsep pemasaran dan pendistribusian baru yang dinamakan Single Responsibility Concept yaitu pengelolaan wilayah pemasaran dan distribusi yang ditangani oleh satu penanggung jawab. Area pendistribusian yang diamati adalah Provinsi Jawa Timur yaitu provinsi yang pasokannya berasal dua produsen yaitu PT. Petrokimia Gresik dan PT. Pupuk Kalimantan Timur. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian jaringan logistik berupa pengkonsolidasian gudang penyangga milik PT. Petrokimia Gresik dengan gudang baru hasil pengalihan dari PT. Pupuk Kalimantan Timur untuk mendapatkan konfigurasi yang paling efisien. Model yang digunakan dalam pemilihan lokasi fasilitas ini adalah integer linear programming dengan pendekatan single-source capacitated multi-product models yang akan dijalankan dengan perangkat lunak LINGO. Dalam siklus satu tahun, kondisi dibagi menjadi peak season, mid season, dan off season untuk memperhitungkan kondisi permintaan yang musiman. Running dilakukan pada setiap musim untuk lima tahun ke depan untuk memastikan bahwa solusi yang diambil oleh perusahaan dapat mengakomodasi kondisi jangka panjang. Untuk mendukung solusi tersebut, dilakukan analisis sensitivitas terhadap perubahan permintaan dan juga analisis utilitas gudang terpilih pada tahun kelima. Kata kunci : capacitated multi-product models, facility location, integer programming, LINGO Abstract One of the government's attemps to solve national fertilizer issues is by establish a holding company named Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC). This attempt is also assisted by a new concept of marketing and distribution, called the Single Responsibility Concept whereas this new concept makes marketing territory management and distribution handled by one authorized company in charge. The observation area is the province of East Java, supplied by two manufacturers: PT.Petrokimia Gresik and PT. Pupuk Kalimantan Timur. Therefore, logistics network adjustment is needed. One of the methods available is consolidation. By consolidating 2 warehouse: PT. Petrokimia Gresik's and PT. Pupuk Kalimantan Timur's, new efficient logistics network can be formed and will be operated by PT. Petrokimia Gresik. The model used in this research is the integer linear programming for facility location problem with single-source capacitated multi-product models. The model is ran by LINGO software. In a one-year cycle, the conditions are divided into peak season, mid season, and off season to account for seasonal demand conditions. Running is done in every season for the next five years to ensure that the solution taken by the company is able to accommodate long-term conditions. To support these solutions, the sensitivity analysis is done by changing the value of demand and utility analysis was also conducted for the selected warehouse in the fifth year. Keywords: capacitated multi-product models, facility location, integer programming, LINGO yaitu terjadinya kelangkaan pupuk dan terbatasnya ketersediaan gas sebagai bahan baku pupuk urea. Pada saat ini, PIHC tengah memberlakukan sebuah konsep pendistribusian baru yang dinamakan dengan Single Responsibility. Pada dasarnya Single Responsibility Concept adalah pengelolaan wilayah pemasaran dan distribusi oleh satu tangan, di mana produsen lain menyerahkan barangnya untuk dipasarkan dan didistribusikan oleh penanggung jawab penyaluran melalui kerjasama operasi, sehingga dapat memudahkan pengendalian dan
1.
Pendahuluan Resmi dibentuk pada tanggal 18 April 2012, PT. Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) menaungi lima BUMN pupuk di Indonesia yaitu PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang, PT. Pupuk Kujang, dan PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM). Menurut Biro Analisis Anggaran dan Pelaksanaan APBN (2012), tujuan dari dibentuknya PIHC adalah agar BUMN dapat bergerak cepat dalam mengatasi beberapa masalah klasik dalam perpupukan nasional
1
•
pertanggungjawaban dari setiap anak perusahaan PIHC Group. Sebelum diberlakukannya Single Responsibility Concept, baik PT. Petrokimia Gresik maupun PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT) memiliki gudang penyangga masing-masing. Setelah adanya pemberlakuan kebijakan tersebut, gudang penyangga dari PKT akan diambil alih kepemilikannya oleh PT. Petrokimia dan akan dioperasikan hingga masa kontrak berakhir pada tahun 2014. Hal ini mengakibatkan jumlah gudang penyangga yang dimiliki PT. Petrokimia Gresik bertambah secara signifikan. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkan analisis untuk menghasilkan konsolidasi gudang yang optimal dalam pemasokan pupuk bersubsidi. Keputusan yang diambil dapat berupa pengurangan jumlah gudang yang dianggap berlebih dan melakukan penggabungan gudang penyangga selama kapasitas gudang masih memenuhi syarat. Selain itu pertimbangan dari segi kestrategisan lokasi yaitu jarak gudang terhadap pasar juga perlu diperhatikan.
• • • •
Data lokasi dan kapasitas gudang baru dan gudang lama Jarak antara supply point dengan gudang dan gudang dengan demand point Biaya transportasi Biaya tetap gudang penyangga Data stok dan barang keluar tiap gudang penyangga
2.3
Pengembangan Model Integer Programming Pada tahap ini akan dilakukan pengembangan model dari integer linear programming yaitusinglesource capacitated multi-stage multi-product yang dirumuskan oleh Muriel dan Simchi-Levi (2003). Berikut adalah variabel status, variabel keputusan, fungsi tujuan, dan batasan yang digunakan dalam model tugas akhir ini. a) Keterangan Indeks i = supply point ; I = {1,2,3} j= kandidat gudang ; J = {1,2,…,27} k = kecamatan ; K = {1,2,…,195} l = jenis produk ; L = {1,2} b) Variabel Status cijl = biaya pengiriman per unit produk l dari pabrik i ke gudang j djkl = biaya pengiriman produk l per unit dari gudang j ke kecamatan k = biaya tetap gudang j per bulan fj vil = pasokan produk l dari pabrik I per bulan wkl = permintaan produk l di kecamatan k per bulan qj = kapasitas (dalam volume) tiap gudang j
2.
Metodologi Penelitian Pada penelitian ini akan dilakukan pencarian jumlah dan lokasi gudang penyangga yang optimal untuk PT. Petrokimia Gresik. Hal yang dipertimbangkan dalam permasalahan ini adalah kedekatan antara gudang dengan supply point, yaitu distribution center (Surabaya dan Banyuwangi) dan pabrik (Gresik), kedekatan gudang dengan demand point (kecamatan), dan biaya tetap dari operasional gudang.
c)
2.1.
Pembagian Wilayah Jawa Timur Pembagian wilayah Jawa Timur dilakukan berdasarkan kedekatan antara kabupaten satu dengan lainnya. Input yang digunakan adalah koordinat tiap kabupaten. Koordinat – koordinat tersebut akan dijadikan input untuk menentukan pembagian klaster dalam software MATLAB. Untuk menghitung jarak antar data digunakan metode Euclidean. Dari hasil klastering tersebut terdapat beberapa alternatif klaster yang didapatkan. Pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan solusi antara lain kerataan jumlah demand point pada setiap klaster. Kabupaten yang terpilih adalah Blitar, Kediri, Madiun, Magetan, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, dan Tulungagung dengan jumlah gudang lama sebanyak 19 dan gudang baru sebanyak 8 gudang.
Variabel Keputusan 1 , jika gudang 𝑗𝑗 terpilih 𝑌𝑌𝑗𝑗 = � , 𝑠𝑠ebaliknya 0 𝑋𝑋𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 1 jika kecamatan 𝑘𝑘 menerima produk 𝑙𝑙 dari gudang 𝑗𝑗 =� sebaliknya 0 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 1 jika gudang 𝑗𝑗 menerima produk 𝑙𝑙 dari 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑖𝑖 =� sebaliknya 0 Uijl= jumlah produk l yang dikirim dari pabrik i ke gudang penyangga j
d) Fungsi Tujuan Minimasi biaya transportasi dan biaya tetap 𝐿𝐿
𝐽𝐽
𝐼𝐼
� � � 𝑐𝑐𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑙𝑙=1 𝑗𝑗 =1 𝑖𝑖=1
2.2
Pengumpulan Data Setelah didapatkan kabupaten mana saja yang akan menjadi obyek penelitian selanjutnya dilakukan pengumpulan data pada obyek penelitian. Data yang dibutuhkan antara lain : • Data historis penjualan 2008 – 2012
𝐼𝐼
𝐽𝐽
𝐾𝐾
+ � � � 𝑑𝑑𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑤𝑤𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑋𝑋𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑖𝑖=1 𝑗𝑗 =1 𝑘𝑘=1 𝐽𝐽
+ � 𝑓𝑓𝑗𝑗 𝑌𝑌𝑗𝑗 𝑗𝑗 =1
2
(1)
e)
Batasan ∑𝐽𝐽𝑗𝑗 =1 𝑋𝑋𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 = 1 ∀ 𝑘𝑘 ∈ 𝐾𝐾, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 (2) Memastikan bahwa setiap kecamatan hanya akan diakomodasi oleh satu gudang ∑3𝑖𝑖=2 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = 1 ∀ 𝑗𝑗 ∈ 𝐽𝐽, 𝑙𝑙 = 2 (3) Memastikan bahwa setiap gudang penyangga mendapatkan akomodasi pupuk urea dari satu supply point. ∑Ki=1 ∑Lk=1 wk,l Xjkl 𝑟𝑟𝑗𝑗 ≤ qj Yj ∀ 𝑘𝑘 ∈ 𝐾𝐾, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 (3.4) Memastikan bahwa kebutuhan kecamatan yang akan diakomodasi pada sebuah gudang tidak melebihi kapasitas gudang ∑𝐾𝐾𝑘𝑘=1 𝑤𝑤𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑋𝑋𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 = ∑𝐼𝐼𝑖𝑖=1 𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 ∀𝑗𝑗 ∈ 𝐽𝐽, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 (3.5) Jumlah barang yang masuk ke dalam gudang sama dengan jumlah barang yang keluar gudang ∑𝐽𝐽𝑗𝑗 =1 𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 ≤ 𝑣𝑣𝑖𝑖𝑖𝑖 ∀𝑖𝑖 ∈ 𝐼𝐼, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 (3.6) Total produk l yang dikirim ke tiap gudang j tidak melebihi kapasitas produksi produk l pada pabrik k ∀ 𝑗𝑗 ∈ 𝐽𝐽, 𝑘𝑘 ∈ 𝐾𝐾, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 (3.7) 𝑋𝑋𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 − 𝑎𝑎𝑗𝑗𝑗𝑗 ≤ 0 Gudang j dapat memenuhi kecamatan i jika letak gudang j dekat dengan kecamatan k 𝑌𝑌𝑗𝑗 , 𝑋𝑋𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 , 𝑍𝑍𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 ∈ {0,1} ∀𝑗𝑗 ∈ 𝐽𝐽, 𝑘𝑘 ∈ 𝐾𝐾, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 (3.8) Memastikan bahwa Yj dan Xijk bernilai biner (3.9) 𝑈𝑈𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 ≥ 0 ∀𝑖𝑖 ∈ 𝐼𝐼, 𝑗𝑗 ∈ 𝐽𝐽, 𝑙𝑙 ∈ 𝐿𝐿 Memastikan bahwa jumlah produk l yang dikirim dari pabrik i ke gudang j adalah bilangan cacah.
3.2
Penyelesaian Model dengan LINGO Dalam menentukan solusi optimal untuk penelitian ini digunakan softaware LINGO 8.0. Berikut merupakan model yang diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman LINGO : sets: supplypoint/1..3/; !i; GP/1..27/:cap_gp,fcost,ROT,stok,Y;!j; kecamatan/1..195/; !k; produk/1,2/; !l; supply(supplypoint,produk): cap_supply; permintaan(kecamatan,produk): DEMAND; transport1(supplypoint,GP): jarak1, transcost1; transport2(GP,kecamatan): jarak2, transcost2; !a adalah adjacency; kirim(supplypoint,GP,produk):volume,Z; !di model, volume --> U; terimaproduk(GP,kecamatan,produk):X,alokasi_kiri m,a; endsets !Objective function; MIN = @sum(kirim(i,j,l):(volume(i,j,l)*transcost1(i,j)*jarak 1(i,j)*Z(i,j,l)))+@sum(terimaproduk(j,k,l):DEMAN D(k,l)*transcost2(j,k)*jarak2(j,k)*X(j,k,l))+@sum(G P(j):fcost(j)*Y(j)); !konstrain; !1.Dedicated gudang utk tiap kecamatan; @for(kecamatan(k):@for(produk(l):@sum(GP(j):X(j ,k,l))=1)); !2.Dedicated untuk kota pemasok urea; @for(GP(j):@for(produk(l)|l#EQ#2:@sum(supplypo int(i)|i#EQ#2 #OR# i#EQ#3:Z(i,j,l))=1)); !3.Kapasitas gudang; @for(GP(j):@sum(kecamatan(k):@sum(produk(l):D EMAND(k,l)*X(j,k,l)*ROT(j)))<=cap_gp(j)); !4.Barang keluar gudang = barang masuk ke gudang; @for(GP(j):@for(produk(l):@sum(kecamatan(k):X(j ,k,l)*DEMAND(k,l))=@sum(supplypoint(i):volume( i,j,l)*Z(i,j,l)))); !5.Kapasitas supply; @for(supplypoint(i):@for(produk(l):@sum(GP(j):vo lume(i,j,l)*Z(i,j,l))<=cap_supply(i,l))); !6.X bernilai 1 ketika gudang dinyatakan dekat dengan demand point; @for(terimaproduk(j,k,l):X(j,k,l)-a(j,k,l)<=0); !7.Bilangan biner; @for(terimaproduk:@bin(X)); @for(kirim:@bin(Z));
3. 3.1
Pengolahan Data Perhitunga Runout Time Dalam permasalahan facility location problem, salah satu konstrain yang perlu diperhatikan adalah konstrain kapasitas. Dalam penelitian tugas akhir ini, situasi yang diamatai terdiri dari beberapa musim dengan karakteristik yang berbeda, yaitu peak season, di mana jumlah permintaan mencapai puncak, off season atau saat permintaan rendah, dan mid season yaitu masa peralihan dari off ke peak season atau pun sebaliknya. Untuk membedakan karakteristik ketiga musim tersebut, maka dilakukan pendekatan dengan perhitungan runout time (ROT) pada setiap bulan. Perhitungan ROT dilakukan dengan rumus sebagai berikut : 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 =
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃
Dengan mengetahui jumlah permintaan pada tiap bulan dan ROT pada bulan tersebut, maka dapat diketahui berapa stok yang statis berada pada sebuah gudang penyangga. Stok statis inilah yang akan dipertimbangkan dalam konstrain kapasitas. Oleh karena itu, konstrain kapasitas yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑖𝑖 × 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑖𝑖 ≤ 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔𝑔
!Untuk Laporan di Excel; transportation_cost1=@sum(kirim(i,j,l):(volume(i,j,l) *transcost1(i,j)*jarak1(i,j)*Z(i,j,l))); transportation_cost2=@sum(terimaproduk(j,k,l):DE MAND(k,l)*transcost2(j,k)*jarak2(j,k)*X(j,k,l)); fixed_cost=@sum(GP(j):fcost(j)*Y(j));
3
@for(GP(j):@sum(kecamatan(k):@sum(produk(l):D EMAND(k,l)*X(j,k,l)*ROT(j)))=stok(j)); @for(terimaproduk(j,k,l):alokasi_kirim(j,k,l)=X(j,k,l )*DEMAND(k,l));
Tabel 4.2 Daftar Alternatif Terpilih pada tiap Musim
data: cap_gp,fcost,ROT,cap_supply,DEMAND, jarak1, transcost1,jarak2, transcost2,a=@ole('E:\TA\FORM UTK RUNNING.xlsx'); @ole('E:\TA\HASIL RUNNING.xlsx')=x,volume,stok,transportation_cost 1,transportation_cost2,alokasi_kirim,fixed_cost; 4.1
Analisis Penentuan Kebutuhan Gudang Penyangga yang Optimal untuk Lima Tahun Mendatang Dari ketiga alternatif yang dihasilkan pada subbab sebelumnya, tiap alternatif diuji untuk mengetahui apakah alternatif tersebut dapat diaplikasikan untuk seluruh musim selama lima tahun. Hasil running tiap alternatif pada tiap musim dicantumkan pada Tabel 4.3.
Enddata 4.
Interpretasi dan Analisis Besar permintaan pupuk sangat bergantung dengan musim tanam. Musim tanam bersifat musiman mengikuti pola musim baik hujan maupun kemarau. Penentuan masa peak season, mid season, dan low season dilakukan berdasarkan besar barang yang keluar pada gudang saat bulan tersebut.
Tabel 4.3 Hasil Running tiap Alternatif pada tiap Musim
Tabel 4.1 Pengkategorian Jenis Musim pada setiap Bulan No
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
JAN JUNI MEI FEB AGUST SEP JULI APRIL OKT NOV MAR DES
Jumlah Barang yang Keluar (ton) 1978.6 1706.3 2055.5 2083.5 2435.5 2519.4 3033.6 3240.6 3551.6 4145.2 4196.9 4366.5
Tanda silang (X) pada tabel tersebut menandakan bahwa alternatif tersebut tidak feasible. Karena adanya kondisi yang berbeda pada tiap musim, maka dapat dikatakan tidak ada alternatif yang robust untuk diaplikasikan pada seluruh musim. Oleh karena itu, diperlukan alternatif baru yang mengombinasikan antara alternatif 2.
Dari tabel tersebut, kelompok pertama yaitu off season, kelompok kedua dikategorikan sebagai mid season atau kondisi rata-rata yang terdiri, lalu sisanya peak season. Untuk menangkap karakteristik kecepatan perputaran barang, maka runout time (ROT) pada tiap musim akan dirata-rata dan digunakan sebagai runout time yang mewakili musim tersebut. Running dilakukan pada setiap musim pada tiap tahun, sehingga didapatkan hasil pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1 Alternatif Solusi
Tabel 4.4 Alternatif Kombinasi
Alternatif 2 No Kabupaten Alternatif 1 Alternatif 3 1 Menadi Pacitan Menadi Menadi 2 Ponorogo Cokromenggalan1 Cokromenggalan1 Cokromenggalan1 3 Trenggalek Durenan Durenan Durenan 4 Tulungagung Ngunut1 Ngunut1 Ngunut1 5 Blitar Talun Wlingi Talun 6 Kediri Kayen Kayen Kayen Ringin Rejo 7 Nganjuk Loceret1 Loceret 1 Loceret 1 8 Madiun Sumber Bening Sumber Bening Sumber Bening 9 Ngawi Karangjati2 Karangjati 2 Karangjati 2 10 Magetan Maospati2 Maospati2 Maospati1
Dari hasil running, rincian biaya per bulan pada tiap musim dibandingkan dengan kondisi optimal yang sesungguhnya seperti terlampir pada Tabel 4.5.
4
Tabel 4.5 Perhitungan Biaya untukAlternatif Kombinasi
gudang lain yang bisa bisa menampung kelebihannya sehingga setiap demand point dapat terakomodasi. Berikut adalah rincian mengenai kondisi dari kelima gudang penyangga tersebut : • Gudang Menadi, Pacitan Tingginya utilitas penggunaan di gudang Menadi lebih disebabkan karena runout time gudang yang tinggi yaitu mencapai 5,78. Jika terdapat perbaikan pada alokasi dan jadwal pengiriman, maka perputaran barang dapat menjadi lebih cepat dan tidak banyak persediaan yang berhenti di gudang dalam jangka waktu yang cukup lama, Jika tidak, maka adanya penambahan gudang bisa saja terjadi. • Gudang Durenan, Trenggalek Kapasitas gudang Menadi cukup tinggi saat mid season, namun karena masih ada alternatif gudang alihan lain yaitu Cokromenggalan 1 yang utilitas saat mid season adalah 30,1%, Oleh karena itu pengalihan ke gudang tersebut masih dirasa memungkinkan dan tidak perlu adanya penambahan gudang. • Gudang Ringin Rejo, Kediri Pengalihan ke gudang Durenan lebih baik dijadikan alternatif terakhir karena utilitas gudang yang sudah cukup tinggi pada peak season yaitu 70,1%, Selebihnya, penambahan gudang karena utilitas gudang Ringin Rejo yang tinggi bisa saja tidak terjadi karena banyaknya alternatif pengalihan. • Gudang Karangjati 2, Ngawi Dari total tanggung jawab pasokan yang diakomodasi, 4 pasokan tidak dapat dialihkan, sedangkan 5 pasokan lainnya dapat dialihkan ke Maospati karena utilisasinya masih berada pada angka 54,5% dari kapasitas 7000 ton saat mid season, Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa penambahan gudang belum tentu terjadi karena utilitas gudang Karangjati yang sudah penuh. • Gudang Sumber Bening, Madiun Karangjati merupakan gudang dengan utilitas yang sangat tinggi, sehingga kemungkinan untuk dilakukan pengalihan di sana sangat kecil. Sebagai bentuk antisipasi, maka lebih baik diperhitungkan bahwa terdapat 12 pasokan yang harus ditangani langsung oleh gudang Sumber Bening.
Dari hasil perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa biaya yang ditanggung dengan mengaplikasikan alternatif kombinasi lebih besar daripada solusi optimal pada tiap musim. Peningkatan biaya yang harus ditanggung sekitar 1,1% dari biaya yang optimal. Jika diperhitungkan, tanggungan peningkatan biaya selama lima tahun secara total adalah Rp 1.099.142.996,63. Angka tersebut tidak terlalu besar karena angka tersebut hampir sama dengan biaya operasional pada satu bulan. Biaya yang diperlukan untuk operasional selama lima tahun dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Perkiraan Total Biaya selama Lima Tahun Mendatang
4.2
Analisis Kebutuhan Gudang pasca Tahun Kelima Penilaian analisis ini dilakukan dengan melihat utilitas gudang terpilih yang terlampir pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Utilitas Gudang Penyangga pada Tahun Kelima
5.
Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari penelitian tugas akhir ini: 1. Untuk area amatan yaitu Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Nganjuk, Madiun, Ngawi, dan Magetan, jumlah gudang penyangga yang optimal dari segi biaya operasional per bulan adalah sebanyak 11 gudang.
. Dari hasil perhitungan utilitas tersebut, terdapat lima gudang yang memiliki utilitas sangat tinggi. Oleh karena itu perlu diperhatikan, apakah bila salah satu di antara kelima gudang tersebut penuh, adakah
5
2.
3.
4.
5.
6.
Biaya operasional minimum dari solusi yang dihasilkan adalah Rp 98.691.571.273 untuk operasional selama lima tahun. Dari solusi yang dihasilkan, gudang penyangga baru yang akan diteruskan masa sewanya adalah gudang Karangjati 2, Provinsi Ngawi. Untuk gudang lama, yang perlu tetap dioperasikan adalah gudang Menadi, Cokromenggalan 1, Durenan, Ngunut 1, Wlingi, Kayen, Ringin Rejo, Loceret 1, Sumber Bening, dan Maospati 1. Gudang penyangga yang dianggap kurang efisien dan lebih baik tidak diteruskan masa sewanya adalah 7 gudang baru yaitu gudang Sidoharjo, Cokromenggalan 2, Cekok, Karangsuko, Ngunut 2, Pagu, Maospati 2 dan 9 gudang lama yaitu gudang Balong, Ngantru, Talun, Purwoasri, Loceret 2, Loceret 3, Jerukgulung, Karangjati 1, dan Paron. Kebijakan dari hasil solusi tersebut dapat digunakan hingga tahun 2017 dengan kemungkinan adanya pertambahan gudang pada tahun selanjutnya karena adanya utilitas gudang Menadi yang sudah cukup tinggi dan terbatasnya alternatif pengalihan pasokan. Dalam mengikuti perkembangan permintaan, alternatif perubahan lokasi fasilitas yang paling baik adalah tidak berpindah – pindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Perpindahan lokasi melibatkan banyak sumber daya dan biaya perpindahan, sedangkan konsekuensi yang ditanggung jika memilih lokasi tetap adalah biaya operasional lebih besar Rp 1.099.142.996,63 dibandingkan biaya optimal per musimnya.
Ghiani, G., Laporte, G., dan Musmanno, R. (2004). Introduction to Logistics Systems Planning and Control, John Willey & Sons, Chichester. Hillier, S.F. dan Lieberman, G.J. (2008). Introduction to Operational Research, 8th Edition. Yogyakarta : ANDI. Kirvan, Anthony P. (1997) Latitude/Longitude. NCGIA Core Curriculum in GIScience. http://www.ncgia.ucsb.edu/giscc/units/u014/u 014.html, posted (29 Mei 2013) Klose, A. dan Drexl, A. (2005). Facility location models for distribution system design, European Journal od Operational Research 162, hal 4 – 29. MacCarthy, B.L. and Atthirawong, W. (2003), Factors Affecting Location Decisions in International Operations: a Delphy Study, International Journal of Operations and Productions Management, Vol. 23, No.7, hal. 794-818. Mirchandani, P.B., Oudjit, A., Wong, R.T., (1985), Multidimensional extensions and a nested dual approach for the m-median problem, European Journal of Operational Research 21, hal 121–137. Muriel, A dan Simchi-Levi, D, (2003), “Supply Chain Design and Planning – Applications of Optimization Techniques for Strategic and Tactical Models”, dalam Handbooks in OR & MS Vol 11. De Kok, A.G dan Graves, S.C., Elsevier, hal 17 – 93. Pujawan, I N. dan Mahendrawati, (2010), Supply Chain Management, Edisi Kedua, Guna Widya, Surabaya. Setiyowati, E. T. (2008), “Penentuan Lokasi Gudang Penyangga Regional PT. Petrokimia Gresik yang Optimal untuk Pendistribusian Pupuk di Jawa Tengah”, Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, hal A-19-1 – A-19-6. Sulistiyowati, H. (2010), Model Jaringan Distribusi Multi Eselon untuk Produk Multi Item PT. Gold Coin Surabaya, Laporan Tugas Akhir Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sourirajan, K., Ozsen, L., dan Uzsoy, R. (2009). A genetic algorithm for a single product network design model with lead time and safety stock consideration. European Journal od Operational Research 197 (2), hal. 599 – 608. Widad, F. (2010), Rancangan Konfigurasi Jaringan Logistik dengan Pendekatan Sistem Tertutup, Laporan Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Suraba
DAFTAR PUSTAKA Ballou, R.H., (2004), Business Logistics Management, 5th Edition, Prentice Hall, New Jersey. Biro Analisis Anggaran dan Pelaksanaan APBN – Setjen DPR RI (2012), Subsidi Pupuk dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan yang Berkesinambungan dalam APBN Tahun 2013. Setjen DPR RI, Jakarta. Bolisani, E. dan Scarso, E. (1996), International Manufacturing Strategies Experiences from the Clothing Industry, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 16, No.11, hal. 71-84. DuBois, F.L., Toyne, B.,dan Oliff, M.D. (1993), International Manufacturing Strategies of U.S Multinationals: A Conceptual Framework Based on A Four-Industry Study, Journal of International Business Studies, Second quarter, pp. 307-333.
6