KONSERVASI
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
PEMURNIAN BIOETANOL DARI BAGAS TEBU MENGGUNAKAN MOLECULAR SIEVES ADSORPTION-DISTILLATION
Oleh : Dr. Megawati, S.T., M.T.
NIDN. 0006117203
Drs. Said Sunardiyo, M.T.
NIDN. 0012056509
Astrilia Damayanti S.T., M.T.
NIDN. 0008097306
Penelitian ini dibiayai oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Negeri Semarang, Nomor: DIPA-042.04.2.400052/2015 Tanggal 15 April 2015 dan Revisinya. Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Tahun Anggaran 2015, Nomor: 2.18.5/UN37/PPK.3.1/2015 Tanggal: 18 Mei 2015
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG NOVEMBER 2015
RINGKASAN Tujuan jangka panjang penelitian ini ialah mengkonversi biomassa lignoselulosa menjadi etanol, supaya dapat dimafaatkan menjadi bahan bakar cair untuk substitusi sebagian atau keseluruhan bahan bakar fosil yang persediaannya sudah menipis. Beberapa tahapan pembuatan bioetanol, yang dipakai sebagai peta jalan penelitian, di antaranya praperlakuan bahan baku, hidrolisis, detoksifikasi, fermentasi, dan pemurnian. Tahapan mulai praperlakuan sampai fermentasi sudah pengusul lakukan, sedangkan tahapan yang belum adalah pemurnian etanol. Kemurnian etanol untuk bahan bakar cair di atas 99,95% (hampir absolut). Sementara itu, tingkat kemurnian dari industri etanol berbasis tetes tebu hanya 95% (etanol teknis). Hal ini disebabkan karena etanol-air memiliki titik azeotrop sekitar 95%, sehingga memerlukan teknologi tambahan yang lebih rumit untuk memurnikannya kembali. Target utama dari penelitian ini adalah akan memurnikan etanol dari hasil fermentasi hidrolisat bagas tebu sampai kadar di atas azeotropnya dan target tambahannya adalah melakukan analisis eksploratif dan deskriptif tentang distilasi etanol di PT Madubaru, yang masih menghasilkan etanol teknis, sehingga hasil penelitian ini nantinya dapat diaplikasikan di industri tersebut. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk memurnikan etanol melampaui kadar azeotropnya adalah pressure swing-distillation, dehidrasi, distilasi ektraktif, serta distilasi dengan penjerap molekul (molecular sieves adsorption-distillation). Penelitian ini akan memilih metode distilasi menggunakan penjerap molekul karena lebih efisien, tidak memerlukan tekanan dan suhu yang bervariasi, sehingga kondisi operasinya lebih stabil. Pada proses ini, setelah kadar etanol mendekati kadar azeotropnya, distilasi dilanjutkan dalam kolom yang dilengkapi dengan bahan penjerap, yaitu karbon aktif dan gel silika dengan variasi ukuran pori. Pemurnian bioetanol pada penelitian ini akan diawali dengan merancang dan membuat perangkat distilasi dengan penjerap molekul pada skala laboratorium. Data percobaan yang diperoleh akan digunakan untuk mempelajari apakah metode adsoptive-distillation dapat digunakan untuk memurnikan etanol. Selain itu, nilai parameter perpindahan massa uap air dalam penjerap dan persamaan kesetimbangan penyerapan uap air oleh gel silika dapat dicari menggunakan metode curve-fitting. Parameter tersebut sangat diperlukan untuk mendesign kolom distilasi lengkap dengan sistem pengendaliannya. Kata kunci: bagas tebu, bioetanol, distilasi dengan penjerap molekul, pemodelan, pemurnian
PRAKATA Laporan akhir Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi dengan judul “Pemurnian Bioetanol dari Bagas Tebu Menggunakan Molecular Sieves Adsorption-Distillation” ini dapat kami selesaikan dengan baik. Rancang bangun alat distilasi-adsorpsi untuk memurnikan etanol-air sampai kadar melebihi azeotropnya sudah disusun dan dijalankan. Alat ini dicoba menggunakan adsorben gel silika dan konsentrasi etanol dapat ditingkatkan kemurniannya Keseluruhan laporan penelitian ini, mulai dari penyusunan proposal, melakukan penelitian, penyusunan karya ilmiah publikasi dan buku ajar, dan penyusunan laporan akhir dapat tercapai atas kerjasama dari semua tim peneliti: Drs. Said Sunardiyo, M.T. dan Astrilia Damayanti, S.T., M.T., dibantu oleh Reni Ainun Jannah. Penyusun juga menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Negeri Semarang yang telah mengijinkan dan memberikan dana sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Akhir kata, semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi nusa dan bangsa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pengembangan energi hijau. Semarang, November 2015 Megawati
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Halaman Pengesahan
ii
Ringkasan
iii
Prakata
iv
Daftar Isi
v
Daftar Tabel
vi
Daftar Gambar
v
Daftar Lampiran
vi
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
1
1.2. Permasalahan
3
1.3. Tujuan
3
1.4. Urgensi Penelitian
4
TUNJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Biomassa menjadi Energi
5
2.2. Potensi Bagas Tebu dan Lignoselulosa menjadi Etanol
7
2.3. Kinetika Reaksi Hidrolisis Bagas Tebu
9
2.4. Distilasi Etanol
11
2.5. State of The Art
12
2.6. Gel Silika sebagai Penjerap
15
III. METODE PENELITIAN
IV
3.1. Bagan Alir Penelitian
17
3.2. Bahan
17
3.3. Cakupan Penelitian
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
KESIMPULAN DAN SARAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN
31
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 4.1.
Tabel 4.2.
Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 60 oC Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 70 oC Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 80 oC Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 90 oC Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis pada Suhu 100 oC Kadar Etanol Hasil Fermentasi dari Berbagai Jenis Bahan Baku Kadar Etanol Hasil Pemurnian Menggunakan Metode Molecular Sieve Adsorption-Distillation Profil Kadar Etanol Sepanjang Kolom selama Proses Pemurnian
7 7 7 8 8 8 22 24
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Proses Konversi Biomassa sebagai Sumber Energi Hijau (Demirbas, 2008) Gambar 2.2. Diagram Proses Pembuatan Etanol dari Lignoselulosa Berbasis Hidrolisis secara Kimiawi (Taherzadeh dan Karimi, 2009) Gambar 2.3. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 70 oC dan Konsentrasi Katalis 0,6 mol/L Gambar 2.4. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 80 oC dan Konsentrasi Katalis 0,5 mol/L Gambar 2.5. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 90 oC dan Konsentrasi Katalis 0,4 mol/L Gambar 2.6. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 100 oC dan Konsentrasi Katalis 0,3 mol/L Gambar 2.7. Distilasi Menggunakan Pressure Swing-Distillation (Strand, 2001) Gambar 2.8. Distilasi Menggunakan Extractive-Distillation (Strand, 2001) Gambar 2.9. Elemen Volum Distilasi dengan Penjerap Molekul Gambar 2.10. Grafik 1/x versus 1/y* pada Kesetimbangan Adsorpsi Etanol-Air (dengan y* = komposisi jenuh uap air di fase uap) Gambar 2.11. Gel Silika Berwarna Putih Bening, Biru, dan Merah Muda Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian Gambar 4.1. Rancang-bangun Molecular Sieve Adsorption-Distillation untuk Memurnikan Etanol Gambar 4.2. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Larutan Fermentasi (Kadar Etanol 90%) Gambar 4.3. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation selama 5 menit (Kadar Etanol 92,348%) Gambar 4.4. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation selama 45 menit (Kadar Etanol 95,662%) Gambar 4.5. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation selama 55 menit (Kadar Etanol 96,114%) Gambar 4.6. Pengaruh Waktu terhadap Kadar Etanol Hasil Pemurnian (Aufar dkk. (2011)-1 untuk zeolit dan Aufar dkk. (2011)-2 untuk CaO)
5 6
9
10
10
10
12 12 13 14
16 17 19 20 21
21
21
22
Gambar 4.7.
Pengaruh Waktu terhadap Kadar Etanol Hasil Pemurnian Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation Gambar 4.8. Perbandingan antara Data dan Hasil Perhitungan (Kadar etanol awal 90%) Gambar 4.9. Profil Kadar Etanol Sepanjang Kolom Adsorber (Kadar etanol awal 90%) Gambar 4.10. Kolom Distilasi di PT Madubaru Gambar 4.11. Perkiraan Peningkatan Kadar Etanol selama Pemurnian di PT Madubaru (Kadar etanol awal 96%) Gambar 4.12. Profil Kadar Etanol Sepanjang Kolom Adsorber (Kadar etanol awal 96%)
23 24 24 25 26 26
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1 2 3 4 5
Instrumen Penelitian Personalia Tim Peneliti Surat Perjanjian Penelitian Artikel Ilmiah Publikasi Dokumentasi
BAB 1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak telah memberikan tanda bahwa cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia sudah menipis (BP Migas, 2009). Sebaliknya, konsumsi BBM (dalam negeri) sudah lama meningkat dari tahun ke tahun (Ditjen Migas, 2012). Terbatasnya sumber energi fosil menyebabkan perlunya pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi. Salah satu bentuk dari energi terbarukan adalah energi biomassa (Khoo, 2015). Teknologi pemanfaatan energi biomassa terdiri dari pembakaran langsung dan konversi biomassa menjadi bahan bakar. Hasil konversi ini dapat berupa biogas, bioetanol, biodiesel, arang, dan sebagainya. Penelitian ini akan menghasilkan etanol dari biomassa bagas tebu, yang merupakan limbah industri gula dan minuman sari tebu di kota, untuk bahan bakar hijau pengganti energi fosil. Oleh karena itu, penelitian ini bermanfaat untuk kemajuan negara karena bioetanol yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pengganti atau substitusi bakar bakar cair (Kompas, 2015) dan sesuai dengan Renstra Unnes di bidang Konservasi pada bahan kajian Bioetanol. Beberapa tahapan untuk membuat etanol dari lignoselulosa adalah praperlakuan, hidrolisis, detoksifikasi, fermentasi, dan purifikasi (Megawati, 2011). Hidrolisis merupakan tahap awal untuk mendegradasi selulosa menjadi gula. Gula yang terbentuk ini memerlukan detoksifikasi sebelum difermentasi menjadi etanol. Etanol diperoleh dengan mendistilasi hasil fermentasi sampai kadar tertentu. Etanol untuk bahan bakar cair kendaraan bermotor harus memiliki kemurnian tinggi (+99,98%), sehingga setelah didistilasi sampai kadar azeotropnya, etanol perlu dimurnikan lagi sampai kadar hampir absolut (Megawati, 2015). Tahapan mulai dari praperlakuan sampai fermentasi sudah banyak dilakukan, sedangkan tahapan yang realtif belum adalah pemurnian etanol. Adapun perkembangan penelitian tentang pemurnian etanol dapat diuraikan sebagai berikut. Hlaing (2007) melakukan dehidrasi etanol dengan gel silika untuk memurnikan etanol hasil fermentasi. Jadi, etanol didistilasi hanya sampai kadar azeotropnya, kemudian didehidrasi sampai kadar 99%. Penelitian yang hampir sama dengan Hlaing adalah Strand (2001) dan Chen (2013), yang masing-masing
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
1
menggunakan karbon aktif dan molecular sieves tipe 3A dan 4A untuk menggantikan gel silika sebagai penjerap air. Penelitian di atas kurang efektif karena membutuhkan banyak adsorber untuk meningkatkan kemurnian etanol dari 95 sampai 99,95%. Sedangkan Bastidas dkk. (2010) melakukan tiga cara pemurnian, yaitu distilasi azeotropik menggunakan cyclohexane, distilasi ekstraktif menggunakan ethyleneglycol, dan dehidrasi menggunakan zeolit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa distilasi ekstraktif lebih efisien dibandingkan dua cara yang lain, namun kurang ekonomis karena membutuhkan penambahan pelarut dan akan menyebabkan limbah baru (Gil dkk., 2008). Penelitian lebih lengkap dan menarik dilakukan oleh Bowen dkk. (2010), yaitu distilasi menggunakan pressure-swing, distilasi ekstraktif dengan benzena dan trichloroethylene, distilasi dengan penjerap molekul menggunakan butiran jagung kering, dan dehidrasi menggunakan garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distilasi ekstraktif lebih efisien tetapi hanya sesuai untuk industri-industri besar karena memerlukan proses pemurnian tambahan. Uraian di atas menunjukkan bahwa cara yang paling efektif dan ekonomis adalah distilasi dengan penjerap molekul (molecular sieves adsorptiondistillation). Pada cara ini, proses penjerapan diperlukan untuk melampaui kadar azeotropnya saja, setelah itu distilasi biasa dapat dilanjutkan lagi, sehingga kebutuhan penjerap akan lebih sedikit dibandingkan dengan cara distilasi dilanjutkan dehidrasi. Selain untuk mengetahui kemampuan bahan penjerap, nilai parameter perpindahan massa dan persamaan kesetimbangan distilasi-adsorpsi pada sistem pemisahan etanol air ini juga perlu dipelajari. Hal ini penting untuk mendesain peralatan distilasi dengan penjerap molekul pada skala industri. Penelitian lanjutan ini memilih etanol dari bagas tebu selain karena jumlah bagas tebu melimpah juga karena rendemen gula yang didapatkan dari proses hidrolisis lebih tinggi dibandingkan bahan baku lainnya, sehingga etanolnya juga lebih banyak. Jenis bahan penjerap yang akan dipilih adalah gel silika dengan ukuran pori divariasikan dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja pemurniannya (Bowen dkk., 2010). Di samping untuk mengkonversi bagas tebu menjadi etanol murni, hasil penelitian ini juga dapat diaplikasikan untuk industri-industri etanol
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
2
yang belum dapat menghasilkan etanol dengan kadar di atas azeotropnya, seperti unit-unit usaha etanol di Bekonang dan PT Madubaru. Aplikasi sebuah penemuan teknologi hasil penelitian untuk industri memerlukan parameter-parameter desain peralatan proses yang dapat dicari melalui simulasi berbasis data percobaan.
I.2. Permasalahan 1. Bagaimanakah desain alat untuk distilasi etanol dengan penjerap molekul skala laboratorium yang dapat digunakan untuk mencari parameter-parameter prosesnya, sehingga dapat dirancang untuk skala pilot plant. 2. Apakah etanol dapat dimurnikan menggunakan metode molecular sieve adsortion-distillation menggunakan gel silika sebagai adsorben. 3. Berapakah nilai koefisien perpindahan massa uap air dalam sistem etanol-air pada proses distilasi etanol dengan penjerap molekul. 4. Bagaimanakah persamaan kesetimbangan penjerapan uap air pada sistem distilasi etanol dengan penjerap molekul. 5. Bagaimana kondisi di lapangan tentang distilasi etanol yang sudah diterapkan di PT Madubaru untuk mendapatkan etanol sampai kadar azeotropnya. 6. Bagaimanakah langkah-langkah tepat membangun instalasi tambahan untuk memurnikan etanol sampai kadar di atas azeotropnya menggunakan distilasi dengan penjerap molekul di PT Madubaru.
I.3. Tujuan 1. Rancang bangun alat distilasi dengan penjerap molekul skala laboratorium. 2. Melakukan proses pemurnian etanol menggunakan metode molecular sieve adsorption-distillation menggunakan gel silika sebagai adsorben. 3. Mencari koefisien transfer massa dan persamaan kesetimbangan adsorpsi yang sesuai untuk distilasi etanol dengan penjerap molekul menggunakan gel silika. 4. Melakukan analisis eksploratif dan deskriptif tentang distilasi etanol di PT Madubaru dalam rangka menyusun langkah-langkah tepat untuk melakukan proses pemurnian lanjut sampai kadar di atas etanol teknis yang sudah dihasilkan.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
3
I.4. Urgensi Penelitian Penelitian ini menghasilkan alat distilasi dengan penjerap molekul skala laboratorium dan diaplikasikan untuk melakukan pemurnian etanol dari hasil fermentasi hidrolisat bagas tebu sampai mencapai kadar etanol di atas kadar teknisnya (95%). Jadi, hasil penelitian ini akan memberikan jawaban nyata bahwa biomassa lignoselulosa dapat dikonversi menjadi etanol, yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Target dari penelitian ini adalah untuk membuat etanol memiliki tingkat kemurnian di atas kadar azeotrop menggunakan cara distilasi dengan penjerap molekul. Nilai-nilai parameter distilasi bioetanol dengan penjerap molekul, seperti koefisien perpindahan massa serta persamaan kesetimbangan penting untuk dihitung guna perhitungan desain perancangan sistem pemurnian etanol hingga mencapai kadar kemurnian tinggi untuk skala industri. Berarti, hasil penelitian ini dapat diaplikasikan untuk industri etanol yang masih menghasilkan etanol teknik (95%), seperti Bekonang dan Madubaru-Yogyakarta. Jadi, bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian ini akan memberikan manfaat untuk melakukan rekayasa proses industri kimia, terutama industri etanol.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Biomassa menjadi Energi Biomassa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Bila dikelola dengan baik, sumber energi ini tidak akan habis. Bentuk sumber energi biomassa yang telah banyak dibicarakan adalah pengembangan bioetanol dan biodiesel. Kedua bahan bakar ini dalam jangka panjang diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun proses konversi biomassa menjadi sumber energi dapat dilihat pada Gambar 2.1. Biomassa yang dapat dimanfaatkan menjadi etanol adalah lignoselulosa, yang keberadaannya selain berlimpah juga belum dimanfaatkan dengan baik, sehingga pemakaiannya sebagai bahan baku pembuatan etanol merupakan strategi yang tepat.
Gambar 2.1. Proses Konversi Biomassa sebagai Sumber Energi Hijau (Demirbas, 2008) Lignoselulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Hemiselulosa merupakan ikatan polimer heterogen dari polisakarida dan susunan ikatannya lebih mudah dipecah pada hidrolisis daripada selulosa. Sedangkan lignin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai pengikat komponen penyusun tanaman (hemiselulosa dan selulosa). Proses pertama yang dibutuhkan dalam rangka produksi etanol dari lignoselulosa ialah hidrolisis, yaitu reaksi perpecahan polimer selulosa oleh molekul air dengan bantuan asam sebagai katalis. Hidrolisis lignoselulosa dengan asam encer merupakan proses hidrolisis yang lebih ekonomis. Kesimpulan dari penjelasan di atas sesuai dengan bagan
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
5
proses pembuatan etanol dari lignoselulosa secara kimiawi yang dipaparkan oleh Taherzadeh dan Karimi (2009) dan Chandel dkk. (2012). Bagan ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 dan bagan ini pula yang dipakai sebagai peta jalan penelitian untuk proses pembuatan etanol dari lignoselulosa. Pada peta jalan penelitian ini, kegiatan dari tahap persiapan bahan baku, hidrolisis, detoksifikasi, sampai fermentasi sudah sering dilakukan.
Gambar 2.2. Diagram Proses Pembuatan Etanol dari Lignoselulosa Berbasis Hidrolisis secara Kimiawi (Taherzadeh dan Karimi, 2009) Hasil penelitian tersebut sudah dipublikasikan pada seminar dan jurnal pada lingkup nasional dan internasional juga buku ajar ber-ISBN (Megawati, 2007; Sediawan dkk., 2007; Megawati dkk., 2008; Megawati dkk., 2009a; Megawati dkk., 2009b, Megawati dkk., 2010; Damayanti dan Megawati, 2011; Megawati dkk., 2011; Sediawan dan Megawati, 2013; Megawati dkk., 2014; dan Megawati, 2015). Penelitian-penelitian tersebut sudah mengkaji secara rinci tentang potensi jenis bahan baku selulosa (sekam padi, serbuk gergaji kayu, tongkol jagung, daun, ranting, rumput gajah, bagas tebu, dan kulit jeruk), proses persiapan bahan baku yang ekonomis, kinetika hidrolisis dengan pendekatan reaksi homogen dan heterogen padat-cair, teknik perhitungan neraca massa depolimerisasi, pemilihan proses detoksifikasi berdasarkan jenis senyawa penetral, dan fermentasi untuk membuktikan bahwa gula hidrolisat dapat dikonversi menjadi etanol. Bagas tebu merupakan salah satu jenis bahan baku yang prospek untuk dijadikan etanol karena kadar holoselulosanya banyak dan kadar ligninnya tidak terlalu tinggi.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
6
2.2. Potensi Bagas Tebu dan Lignoselulosa menjadi Etanol Analisis komposisi bagas tebu yang sudah dilakukan menggunakan prosedur seperti yang dilakukan oleh Datta (1981) dengan hasil sebagai berikut; oligosakarida 16,69%, hemiselulosa 25,66%, selulosa 51,27%, dan lignin 6,38%. Kadar lignin dalam bagas tebu ini dapat dibandingkan dengan bahan baku yang lain, seperti pada Tabel 2.1. Bagas tebu memiliki kadar holoselulosa tinggi sehingga potensinya menjadi etanol lebih tinggi. Secara lebih detail potensi bagas tebu pada berbagai variasi kondisi dapat dilihat pada Tabel 2.2 sampai 2.5 dan potensi bahan lain menjadi etanol disajikan pada Tabel 2.6. Tabel 2.1. Kadar Lignin dan Yield Gula Hidrolisis Jenis bahan baku Kadar Lignin (%) Yield gula (%) Daun 10,93 40,75 Sekam padi 14,78 31,13 Tongkol jagung 20,95 26,34 Serbuk gergaji kayu 30,91 26,01 Campuran 25,49 Ranting 26,27 24,28 (Sumber: Megawati, 2010)
Tabel 2.2. Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 70 oC Waktu Asam sulfat (mol/L) (menit) 0,3 0,4 0,5 0,6 15 0,00010 0,00010 0,00011 0,00010 30 0,00018 0,00020 0,00022 0,00020 45 0,00029 0,00028 0,00034 0,00037 60 0,00035 0,00038 0,00044 0,00050 75 0,00044 0,00045 0,00055 0,00056 Tabel 2.3. Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 80 oC Waktu Asam sulfat (mol/L) (menit) 0,3 0,4 0,5 0,6 15 0,000288 0,000365 0,000500 0,000536 30 0,000583 0,000618 0,000636 0,000650 45 0,000693 0,000699 0,000781 0,000794 60 0,000876 0,000879 0,000919 0,000930 75 0,000945 0,000964 0,000988 0,000996
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
7
Tabel 2.2 dan 2.3 di atas menunjukkan bahwa semakin lama waktu, maka konsentrasi gula hasil hidrolisis semakin tinggi. Berarti pengaruh waktu signifikan terhadap hidrolisis bagas tebu menggunakan asam sulfat dengan konsentrasi 0,3 sampai 0,6 mol/L yang dilakukan pada suhu tidak terlalu tinggi, yaitu 70 dan 80 oC. Sedangkan pada suhu tinggi (90 dan 100 oC), seperti terlihat pada Tabel 2.4 dan 2.5 berikut ini, konsentrasi gula terus naik selama 45 sampai 60 menit, setelah itu relatif sedikit meningkat. Sementara itu, pengaruh konsentrasi katalis (0,3 – 0,6 mol/L) terhadap konsentrasi gula mulai terasa pada 0,4 mol/L. Tabel 2.4. Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis Bagas Tebu pada Suhu 90 oC Waktu Asam sulfat (mol/L) (menit) 0,3 0,4 0,5 0,6 15 0,00066 0,00070 0,00080 0,000800 30 0,00110 0,00122 0,00124 0,001245 45 0,00124 0,00130 0,00135 0,001370 60 0,00130 0,00135 0,00140 0,001400 75 0,00140 0,00136 0,00140 0,001400 Tabel 2.5 Konsentrasi Gula Hasil Hidrolisis pada Suhu 100 oC Waktu Asam sulfat (mol/L) (menit) 0,3 0,4 0,5 0,6 15 0,00140 0,00145 0,00150 0,00152 30 0,00160 0,00170 0,00172 0,00172 45 0,00172 0,00174 0,00175 0,00175 60 0,00174 0,00175 0,00175 0,00177 75 0,00174 0,00176 0,00177 0,00177 Tabel 2.6. Kadar Etanol Hasil Fermentasi dari Berbagai Jenis Bahan Baku Jenis bahan baku Kadar lignin Gula Etanol Yield (%) (mol/L) (%) (%v/v) Yield (%) Sekam Padi 14,78 0,221 31,13 21,083 96,36 Ranting 26,27 0,215 24,28 10,357 48,66 Tongkol Jagung 20,95 0,266 26,34 16,519 62,73 Daun 10,93 0,216 40,75 20,391 95,36 Serbuk gergaji kayu 30,91 0,190 26,01 0,7859 41,78 Campuran 0,202 25,49 11,071 55,36 (Sumber: Megawati, 2015)
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
8
Data pada Tabel 2.6 memperlihatkan bahwa yield fermentasi dipengaruhi oleh kadar lignin pada bahan. Makin tinggi kadar lignin makin rendah yield fermentasi. Namun terasa pula bahwa selain faktor lignin ada pula pengaruh halhal lain, seperti kemudahan jenis gula difermentasi dan pengaruh komposisi hidrolisat sebagai penghambat fermentasi berbeda-beda (Govindaswamy dan Vane, 2010, Karimi dkk., 2006 dan Demirbas, 2005). Ulasan ini memperkuat pula bahwa bagas tebu merupakan lignoselulosa yang menjanjikan untuk diproses menjadi etanol karena hidrolisatnya dapat difermentasi dengan baik.
2.3. Kinetika Reaksi Hidrolisis Bagas Tebu Parameter kinetika dengan pendekatan model homogen untuk bagas tebu disajikan pada Gambar 2.3 sampai 2.6. Nilai tenaga pengaktif hidrolisis dan degradasi gula pada suhu 70 oC dan konsentrasi asam 0,6 mol/L masing-masing sebesar 107,15 dan 61,7 kJ/mol. Sedangkan nilai faktor tumbukannya masingmasing sebesar 1,6.1013 L/(mol.menit) dan 3.1010 1/menit. Hasil perhitungan konsentrasi gula menunjukkan kesesuaian dengan data percobaan; pada variasi konsentrasi asam 0,6 mol/L (Gambar 2.3), 0,5 mol/L (Gambar 2.4), 0,4 mol/L (Gambar 2.5), masing-masing nilai tenaga pengaktif sebesar 107,15; 107,22; dan 107,52 kJ/mol. Nilai-nilai ini menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi katalis, maka energi aktivasinya semakin kecil. Berarti, hasil simulasi ini berkesesuaian dengan teori tentang peranan katalis, yaitu menurunkan tenaga pengaktif sehingga reaksi berjalan lebih cepat.
Gambar 2.3. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 70 oC dan Konsentrasi Katalis 0,6 mol/L Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
9
Gambar 2.4. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 80 oC dan Konsentrasi Katalis 0,5 mol/L
Gambar 2.5. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 90 oC dan Konsentrasi Katalis 0,4 mol/L
Gambar 2.6. Perbandingan Data Percobaan dan Hasil Perhitungan Kinetika Reaksi pada Suhu 100 oC dan Konsentrasi Katalis 0,3 mol/L Gambar 2.6 nampak bahwa hasil simulasi terhadap parameter kinetika menghasilkan konsentrasi gula hasil perhitungan mendekati data percobaan pada
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
10
suhu 100 oC dan konsentrasi asam 0,3 mol/L. Selain itu, nilai parameter kinetikanya pun juga sesuai dengan kajian teori bila dibandingkan dengan nilai parameter yang diperoleh untuk variabel yang lain.
2.4. Distilasi Etanol Distilasi tradisional merupakan distilasi yang sering dilakukan untuk memisahkan dua atau lebih suatu campuran melalui penguapan pada suhu tertentu. Distilasi ini dapat digunakan untuk memurnikan campuran yang tidak memiliki titik azeotrop atau di bawah kadar azeotropnya. Pada titik azeotrop, komposisi suatu campuran di fase cair akan sama dengan di fase uap, sehingga melalui penguapan tidak akan terjadi perbedaan komposisinya. Biasanya, distilasi ini dilakukan satu tahap, namun juga dapat beberapa tahapan supaya dapat diambil beberapa nilai komponen yang berbeda. Distilasi dengan tekanan berubah atau pressure swing distillation berbeda dengan distilasi biasa. Distilasi biasa dilakukan pada tekanan tetap, tetapi pressure swing-distillation dilakukan pada tekanan yang berbeda. Kondisi distilasi pada tekanan berbeda dimaksudkan untuk memurnikan suatu campuran dengan kadar melewati kadar azeotropnya. Distilasi yang dioperasikan dengan beda tekanan akan membuat komposisi azeotrop suatu campuran tersebut akan berbeda pula, sehingga komposisi azeotrop akan terlewati ketika tekanannya dibuat beda. Pada sistem distilasi ini, distilasi dilakukan bertahap menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang berbeda (Gambar 2.7). Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih tinggi dari kolom distilasi kedua. Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi kembali pada kolom yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Distilasi ini digunakan salah satunya untuk mengatasi titik azeotrop menggunakan proses ektraksi dengan pelarut lain, seperti cyclobenzene dan ethyleneglycol. Setelah distilasi tahap awal untuk mencapai kadar azeotrop, ke dalam distilasi kedua dimasukkan pelarut sehingga kadar azeotrop dapat teratasi. Kemudian, distilasi dilanjutkan dalam kolom ketiga untuk memurnikannya sampai kadar absolut. Rangkaian proses ini disajikan pada Gambar 2.8.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
11
Gambar 2.7. Distilasi Menggunakan Pressure Swing-Distillation (Strand, 2001)
Gambar 2.8. Distilasi Menggunakan Extractive Distillation (Strand, 2001)
2.5. State of The Art Pada sistem distilasi dengan penjerap molekul (Gambar 2.9), salah satu komponen uap akan dijerap supaya komposisinya berubah, maka titik azeotropnya terlampaui. Jika kebutuhan adsorbennya memenuhi sampai komposisinya murni, maka tidak perlu didistilasi. Namun, bila kebutuhan adsorbennya sangat banyak, pemurnian dapat dilanjutkan menggunakan distilasi lagi. Model neraca massa untuk distilasi tipe ini dapat dikembangkan menjadi model tanpa adanya dispersi aksial (model 1) dan dengan adanya dispersi aksial (model 2).
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
12
Uap, G yout
z + z z
S Uap, G yin Gambar 2.9. Elemen Volum Distilasi dengan Penjerap Molekul Pada model 1, neraca massa etanol dituliskan seperti berikut ini. Rin
-
Rout
-
Rreaksi
G.y(z) – G.y(z+z) + kya (y – y*).S.z + 0
= Rakumulasi y = S.z.b.G. t
(1)
Penyelesaian persamaan (1) dituliskan sebagai berikut: G.
y y k y a.S .( y y*) S . b . G . z t
(2)
dengan: G = mol etanol/waktu y = mol H2O/mol etanol G = mol etanol/volum Sementara itu, neraca massa H2O dapat dituliskan seperti persamaan (3) dan (4). x kya (y – y*).S.z – 0 = S.z.b.G. t x k y a ( y y*) t b
(3)
(4)
dengan: b = g adsorber/volum bed x = konsentrasi etanol
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
13
Persamaan kesetimbangan sistem penjerapan air dalam etanol-air yang digunakan dituliskan seperti persamaan (5). x
.y * y *
(5)
Pada distilasi yang mencapai kondisi squasi-steady state, maka persamaan (2) dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut. G.
y k y a.S .( y y*) 0 z
(6)
Persamaan (4), (5), dan (6), dapat diselesaikan secara simultan jika tersedia data komposisi etanol setiap satuan waktu dan persamaan kesetimbangan adsorbsinya. Kesetimbangan adsorbsi dapat dicari dengan membuat grafik seperti berikut (Gambar 2.10), sehingga persamaan (5) dapat ditemukan. 1/x / 1/ 1/y * versus 1/y* pada Kesetimbangan Adsorbsi EtanolGambar 2.10. Grafik 1/x Air (dengan y* = komposisi jenuh uap air di fase uap) Persamaan diferensial simultan di atas dapat diselesaikan menggunakan metode curve-fitting. Nilai-nilai parameter yang dipilih adalah yang memberikan nilai Sum Square of Errors minimum (SSE). Persamaan SSE yang dipakai dituliskan sebagai persamaan (7) berikut (Sediawan dan Prasetya, 1997). SSE (CD hitung CD data ) 2
(7)
Pada model kedua, yaitu model dengan memperhitungkan dispersi aksial, neraca massa etanol dapat disusun sebagai persamaan (8) berikut.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
14
(G.y(z) – Dax.S. y ) – (G.y(z+z) - Dax.S. y + kya (y – y*).S.z) + 0 z ( z z ) t ( z ) = S.z.b.G. y (8) t Penyelesaian persamaan (8) dituliskan sebagai berikut. G.
y 2 y y Dax .S . 2 k y a.S .( y y*) S . b .G . z z t
(9)
Sementara itu, neraca massa H2O di gas pada elemen volum seperti pada model satu, seperti persamaan (3) dan dapat disederhanakan seperti persamaan (4). Persamaan kesetimbangan sistem penjerapan air dalam etanol-air yang digunakan dituliskan seperti persamaan (5). Pada distilasi yang mencapai kondisi squasisteady state, maka persamaan (9) dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut. y 2 y G. Dax .S . 2 k y a.S .( y y*) 0 z z
(10)
Persamaan (4), (5), dan (10), dapat diselesaikan secara simultan jika tersedia data komposisi etanol setiap satuan waktu dan persamaan kesetimbangan adsorpsinya.
2.6. Gel Silika sebagai Penjerap Gel silika dibuat secara sintetis dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2) dan berupa butiran seperti kaca, namun sangat berpori dengan ukuran pori rata-rata 2,4 nanometer dan memiliki afinitas yang kuat untuk molekul air. Komposisi SiO2-nya sekitar 97-99 %. Sol mirip agar–agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan gel silika dimanfaatkan sebagai zat penjerap, pengering dan penopang katalis. Gel silika ada yang berwarna putih bening juga ada yang berwarna biru (Gambar 2.11). Masing-masing memiliki ukuran partikel 1-2, 3-4, 3-8, 5-8, 9-16, dan 16-30 mesh, pH 6-7, bobot jenis 600–700 g/L. Gel silika yang siap untuk digunakan berwarna biru, ketika telah menyerap banyak kelembapan, ia akan berubah warnanya menjadi merah muda (Gambar 2.11). Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
15
Kedua jenis gel silika ini dapat digunakan sebagai penjerap uap air hasil distilasi etanol-air, supaya kadar airnya berkurang sehingga komposisi azeotropnya terlampaui. Jika komposisi azeotrop sudah terlampaui, namun kadar etanol masih belum mencapai 99%, campuran etanol-air tersebut dapat didistilasi kembali sampai murni. Kemungkinan munculnya kondisi di atas perlu dipelajari supaya dapat didesain kolom distilasi untuk aplikasi skala laboratorium secara efisien.
Gambar 2.11. Gel Silika Berwarna Putih Bening, Biru, dan Merah Muda
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
16
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Penelitian Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1 berikut ini.
Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian
3.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan baku bioetanol hasil fermentasi dengan yeast, etanol prima (95,5%) dari PT Madubaru dan gel silika yang digunakan untuk penjerap. Etanol hasil fermentasi didistilasi awal hingga mencapai kadar teknisnya (90%) dan digunakan untuk proses pemurnian.
3.3. Cakupan Penelitian 3.3.1. Prosedur Penelitian Distilasi tradisional dilakukan secara berulang-ulang sampai mendapatkan kadar etanol mendekati kadar azeotrop. Selanjutnya, pemurnian dilanjutkan menggunakan distilasi dengan gel silika sebagai penjerap molekul. Setiap periode waktu tertentu, kadar etanol diikur. Periode waktu pengambilan sampel akan
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
17
dioptimasi sampai mendapatkan kondisi yang mendekati kondisi optimumnya. Sampel yang sudah diambil diukur kadar etanolnya.
3.3.2. Analisis hasil Analisis konsentrasi etanol dalam sampel dilakukan menggunakan hubungan densitas dengan kadar etanol dan dilakukan di laboratorium Teknik Kimia Unnes, juga Gas Chromatography (GC) di laboratorium Analisis dan Instrumen UGM.
3.3.3. Luaran Penelitian 1. Buku Ajar Ber-ISBN dengan judul Bioetanol Generasi Kedua. 2. Artikel publikasi pada jurnal internasional bereputasi tentang bioetanol dari beberapa material berbasis lignoselulosa. 3. Rintisan kerjasama riset dengan PT Madubaru tentang pemurnian etanol.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Rancang bangun alat molecular sieve adsorption-distillation scala laboratorium sudah disusun dan dicoba untuk memurnikan etanol. Alat tersebut dapat disajikan seperti Gambar 4.1. Adapun bagian-bagian alat yang sangat penting terdiri dari reaktor kaca sebagai wadah untuk mendidihkan etanol pada kondisi atmosferis. Setelah reaktor kaca, uap yang terbentuk dari hasil pendidihkan dialirkan melalui kolom adsorber, dilanjutkan ke kondenser untuk diembunkan. Dalam kolom adsorben, uap air akan terjerap sehingga kadar etanol akan meningkat. Desain ini samadengan yang dirancang oleh Setiyorini dan Patricia (2014), namun sedikit berbeda dengan yang dirancang oleh Aufar dkk. (2011) dan Novitasari dkk. (2011). Kedua peneliti ini menambahkan pemanas pada kolom sebelum uap melewati kolom adsorber. Menurut kedua peneliti tersebut, bila proses pemanasan untuk mendidihkan campuran etanol-air kurang, maka akan ada uap yang mengembun sebelum melewati kolom adsorber karena gaya drag uap dengan partikel padatan adsorber.
Gambar 4.1. Rancang-bangun Molecular Sieve Adsorption-Distillation untuk Memurnikan Etanol Pada penelitian ini, etanol yang akan dimurnikan berasal dari hasil distilasi bertingkat (6 tingkat) larutan hasil fermentasi hidrolisat bagas tebu. Tingkat kemurnian etanol hasil fermentasi ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat pada Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
19
Gambar 4.2., yaitu grafik hasil analisis kadar etanol menggunakan Gas Chromathography. Pada gambar kromatogram tersebut hanya terdapat satu kurva, yang menandakan hanya ada satu senyawa kimia hasil fermentasi. Kadar etanol hasil distilasi berkisar 90%. Hasil distilasi ini berkesesuaian dengan pustaka (Pramushinta dkk., 2013) yang menggunakan bahan baku kulit nanas menjadi etanol. Adapun kadar etanol hasil distilasi pada tingkat 1 sampai 7 berturut-turut sebesar 25, 41, 68, 74, 84, 94, dan 95%.
Gambar 4.2. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Larutan Fermentasi (Kadar Etanol 90%) Etanol hasil fermentasi ini dapat diproses lebih lanjut untuk ditingkatkan kadarnya. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah molecular-sieve adsorption distillation. Cara ini merupakan modifikasi dari distilasi biasa. Uap campuran etanol-air tidak langsung diembunkan, namun dilewatkan kolom adsorber terlebih dahulu untuk menjerap komponen airnya sehingga kadar etanolnya meningkat. Hasil peningkatan kadar etanol setiap satu satuan waktu disajikan pada Gambar 4.3. sampai 4.6., masing-masing pada 5, 45, dan 55 menit. Setelah distilasi mencapai 55 menit, kadar etanol meningkat dari 90 menjadi 96%, yang berarti meningkat sebesar 6%. Peningkatan kadar etanol yang diperoleh dari penelitian ini relatif lebih baik daripada penelitian lain (Aufar dkk. (2011), Pramushinta dkk., 2013 dan Setiyorini dan Patricia, 2014). Aufar dkk. (2011) melakukan pemurnian etanol meggunakan zaolit alam dan CaO pada sebanyak 100 g dan kadar etanol hasil pemurnian meningkat sebesar 1,06 dan 1,46%
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
20
masing-masing untuk zeolit alam dan CaO. Pramushinta dkk. melakukan distilasi dilanjutkan adsorpsi menggunakan zeolit sebagai adsorben dan peningkatan kadar etanolnya hanya 4,8%. Sementara itu, Setyorini dan Patricia menggunakan zeolit dan gel silika dengan peningkatan kadar etanol untuk masing-masing adsorben sebesar 3,09 dan 2,10%. Adapun kadar etanol yang diperoleh selama distilasi pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. dan Gambar 4.6.
Gambar 4.3. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation selama 5 menit (Kadar Etanol 92,348%)
Gambar 4.4. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation selama 45 menit (Kadar Etanol 95,662%)
Gambar 4.5. Kromatogram Etanol Hasil Distilasi Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation selama 55 menit (Kadar Etanol 96,114%) Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
21
Tabel 4.1. Kadar Etanol Hasil Pemurnian Menggunakan Metode Molecular Sieve Distillation-Adsorption Waktu (menit) 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Kadar Etanol (%) 92,348 93,570 94,408 94,585 94,594 94,892 94,895 95,498 95,662 96,114
Gambar 4.6. Pengaruh Waktu terhadap Kadar Etanol Hasil Pemurnian (Aufar dkk. (2011)-1 untuk zeolit dan Aufar dkk. (2011)-2 untuk CaO) Pada Gambar 4.6. terlihat bahwa pada waktu 15 menit kadar etanol meningkat tajam, kemudian cenderung stabil dan meningkat kembali pada waktu 45 menit. Sementara itu, pada gambar tersebut terlihat pula bahwa pada waktu 10 menit kadar etanol meningkat kemudian turun menggunakan zeolit dan CaO (Aufar dkk., 2011). Jadi, hasil dari penelitian ini tidak menyimpang jauh dibanding pustaka. Selain itu, menurut Novitasari dkk. (2011), waktu optimum
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
22
yang diperlukan untuk pemurnian etanol menggunakan adsorber zeolit alam dan zeolit 4A sekitar 50 menit (Gambar 4.7.).
Gambar 4.7. Pengaruh Waktu terhadap Kadar Etanol Hasil Pemurnian Menggunakan Molecular Sieve Adsorption-Distillation Hasil perhitungan parameter-parameter desain untuk proses molecular sieve adsorption-distillation, yaitu perpindahan massa atau kecepatan transfer massa volumetrik (kc.a) dan kesetimbangan sistem air-etanol dalam adsorben atau konstanta Henry (He) disajikan berupa profil peningkatan kadar etanol sepanjang kolom selama proses pemurnian terjadi (Tabel 4.2.). Melalui metode kurve-fitting antara trial-error kedua parameter di atas sehingga menghasil data hitung dibandingkan dengan data percobaan diperoleh bahwa nilai-nilai parameter tersebut adalah 0,9 1/detik dan 0,93, masing-masing untuk kecepatan transfer massa volumetris dan konstanta Henry. Adapun perbandingan antara data percobaan dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Gambar 4.8. Sementara itu, profil kadar etanol keluar kolom adsorber selama proses pemurnian disajikan pada Gambar 4.9. Melalui Gambar 4.9. terlihat bahwa peningkatan kadar etanol sepanjang kolom terlihat sangat tajam. Hal ini menandakan bahwa gel silika dapat menjerap uap air sangat efektif sehingga kadar etanolnya meningkat. Bila kadar awal etanol yang digunakan mendekati 95%, maka kadar melebihi azeotrop akan dengan mudah tercapai melalui alat yang sudah dirancang dan dibangun serta sudah digunakan ini. Penelitian ke depan, kadar etanol yang digunakan akan lebih tinggi lagi.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
23
Tabel 4.2. Profil Kadar Etanol Sepanjang Kolom selama Proses Pemurnian Jarak (cm) 0 0,47 0,94 1,41 1,88 2,35 2,82 3,29 3,76 4,23 4,7
0 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90
5 0 91,48 91,55 91,55 91,55 91,55 91,55 91,55 91,55 91,55 91,55
10 0 0 92,68 92,76 92,76 92,76 92,76 92,76 92,76 92,76 92,76
15 0 0 0 93,62 93,7 93,7 93,7 93,7 93,7 93,7 93,7
Waktu (menit) 20 25 30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 94,36 0 0 94,43 94,92 0 94,43 95 95,37 94,43 95 95,45 94,43 95 95,45 94,43 95 95,45 94,43 95 95,45
35 0 0 0 0 0 0 0 95,71 95,79 95,79 95,79
40 0 0 0 0 0 0 0 0 95,98 96,06 96,06
45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 96,19 96,27
50 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 96,35
Gambar 4.8. Perbandingan antara Data dan Hasil Perhitungan (Kadar etanol awal 90%)
Gambar 4.9. Profil Kadar Etanol Sepanjang Kolom Adsorber (Kadar etanol awal 90%) Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
24
Keberhasilan proses pemurnian etanol melebihi kadar azeotrop seperti yang sudah ditunjukkan dari penelitian ini akan dapat diterapkan di industri, khususnya industri etanol PT Madubaru-Yogyakarta. Penerapan secara konkrit tentunya memerlukan pengamatan di lapangan tentang kolom distilasi yang selama ini digunakan di lapangan dan data kadar etanol yang dihasilkan. Adapun bentuk kolom distilasinya dapat dilihat pada Gambar 4.10. dan informasi terhadap kadar etanol dapat diceritakan sebagai berikut. Kadar etanol yang dihasilkan terdiri dari etanol teknis dan prima, masing-masing berbeda poada kadarnya, yaitu 95 dan 96%. Kedua kadar etanol ini dapat ditingkatkan melebihi titik azeotrop menggunakan metode molecular sieve adsorption-distillation, seperti yang sudah dilakukan pada penelitian ini.
Gambar 4.10. Kolom distilasi di PT Madubaru Hasil simulasi menggunakan data yang diperoleh dari penelitian ini jika akan diterapkan untuk sistem pemurnian etanol di PT Madubaru dapat dijelaskan melalui Gambar 4.11. Pada gambar tersebut nampak bahwa kadar etanol akan meningkat tajam sampai pada 25 menit (> 97,5%), selanjutkan menunjukkan kecenderungan terus naik sampai pada 45 menit. Profil peningkatan kadar etanol sepanjang kolom dapat dilihat pada Gambar 4.12. Berarti, metode pemurnian
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
25
etanol-air menggunakan molecular sieve adsorption-distillation dapat diterapkan di PT Madubaru.
Gambar 4.11. Perkiraan Peningkatan Kadar Etanol selama Pemurnian di PT Madubaru (Kadar etanol awal 96%)
Gambar 4.12. Profil Kadar Etanol Sepanjang Kolom Adsorber (Kadar etanol awal 96%)
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
26
KESIMPULAN DAN SARAN
KSEIMPULAN Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Kadar etanol dapat ditingkatkan menggunakan metode molecular sieve adsoption-distillation yang sudah dirancang dan dibuat untuk skala laboratorium.
2.
Gel silika memiliki kemampuan menjerap air yang baik untuk meningkatkan kadar etanol, sehingga hasilnya akan lebih murni (dapat melebihi kadar azeotropnya).
3.
Nilai parameter perpindahan massa volumetris sistem etanol-air dalam gel silika sebesar 0,9 1/detik dan konstanta Henrynya sebesar 0,93.
4.
Metode
molecular
sieve
adsorption-distillation
di
PT
Madubaru
menggunakan gel silika dapat diterapkan di PT Madubaru dan kadar etanol yang dapat dicapai sebesar 97,5%.
SARAN Beberapa saran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil penelitian yang akan datang di antaranya adalah sebagai berikut: 1.
Jenis gel silika lain dapat digunakan sebagai adsorben sehingga nilai parameter perpindahan massa volumetrisnya dapat diketahui.
2.
Jenis
adsorben
berbasis
bioadsorben
dapat
dicoba
sebagai
usaha
mengoptimalkan pembuatan energi hijau. 3.
Rancang bangun alat molecular sieve adsorption-distillation dilengkapi dengan pengatur kecepatan uap masuk adsorber dan suhunya.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
27
DAFTAR PUSTAKA
Aufar, Mizanul, I., dan Kusumastuti, D, 2011, “Etanol Fuel dengan Metode Adsorpsi dalam Kolom Unggun Tetap Menggunakan Adsorben CaO-Xeolit Granular”, Laporan Penelitian, Surakarta, UNS. Bastidas, P. A., Gil, I. D., dan Rodríguez, G., 2010, Comparison of the main ethanol dehydration technologies through process simulation, 20th European Symposium on Computer Aided Process Engineering. Bowen, E., Kennedy, S. C., dan Miranda, K, 2010, Ethanol from Sugar Beets: A Process and Economic Analysis, A Major Qualifying of WORCESTER POLYTECHNIC INSTITUTE. BP Migas, 2009, dalam web www.bpmigas.go.id, diakses tanggal 01 Juli 2009. Chandel, A. K., Antunes, F. A. F., Arruda, P., Milessi, T. S. S., Silva, S. S., dan Almeida-Felipe, M. G., 2012, Dilute Acid Hydrolysisn of Agro-Residues for the Depolymerization of Hemicellulose: State-of-the-Art, dalam D-Xylitol (Fermentative Production, Application and Commerciallization), Sila, S. S. dan Chandel, A. K., Springer, Chapter 2 (37). Chen, W. C. Dan Sheng, C. T., 2013, Designing and Constructing an Optimization Operating Model for a Bioethanol Production System, Life Science Journal, 10 (2). Damayanti, A. dan Megawati, 2011, “Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi pada reaksi hidrolisis lignoselulosa dari tongkol jagung dengan asam encer pada kondisi non-isotermal”, Jurnal Kompetensi Teknik, 2, 2, 89-94. Datta, R. 1981. “Energi Requirements for Lignocellulose Pretreatment Processes”, Process Biochem, 16-19, 42. Demirbas, A. 2005, Bioethanol for Cellulosic Materials: A Renewable Motor Fuel from Biomass”. Energy Sour., 27, 327-337. Demirbas, A., 2008, “Products from Lignocellulosic Materials via Degrdation Precesses”, Energy Sour., 30, 27–37. Ditjen Migas, 2012, “Statistik Minyak dan Gas Bumi Indonesia”, dalam web: http://esdm.go.id diakses tanggal 23 Mei 2012. Gil, I. D., Uyazán, A. M., Aguilar, J. L., Rodríguez, G., dan Caicedo, L. A., 2008, Separation of Ethanol and Water by Extractive Distillation with Salt and Solvent as Entrainer: Process Simulation, Brazilian Journal of Chemical Engineering, 25 (1), pp. 207 – 215. Govindaswamy, S., Vane, L.M., 2010, “Multi-stage Continuous Culture Fermentation of Glucose-Xylose Mixtures to Fuel Ethanol using Genetically Engineered Saccharomyces cerevisiae 424S”, Bioresour. Technol., 101, 1277–1284. Hlaing, S. S., 2007, Anhydrous Ethanol Production, 4thbiomass-Asia Workshop. Karimi, K., Kheradmandinia, S., Taherzadeh, M. J., 2006, “Conversion of rice straw to sugars by dilute-acid hydrolysis”, Biomass Bioenergy, 30, 247–253. Khoo, H. H., 2015, Review of Bio-conversion Pathways of Lignocellulose to Ethanol: Sustainability Assesment Based on Land Footprint Projections, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 46 (2015), 100-119. Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
28
Kompas, 17 Maret 2015, Energi Alternatif-Aksi Nyata Segera. Kompas, 18 Maret 2015, Pertamina Dukung Biodiesel-Produsen Minyak Sawit Siap Memasok. Megawati, 2007, “Etanol dari lignoselulosa: Reaksi hidrolisis dan fermentasi”, Jurnal Profesional, 1, 5, 609-622. Megawati, 2011, Kinetika Hidrolisis Lignoselulosa dengan Asam Sulfat Encer Dalam Rangka Produksi Etanol, Disertasi, Universitas Gadjah Mada. Megawati, 2015, Bioetanol Generasi Kedua, Graha Ilmu. Megawati, Sediawan, W. B., Sulistyo, H., dan Hidayat, M., 2008, “Kinetika reaksi hidrolisis lignoselulosa dengan asam encer”, Prosiding Pengembangan teknologi kimia untuk pengolahan sumber daya alam indonesia, UPNYogyakarta. Megawati, Sediawan, W. B., Sulistyo, H., dan Hidayat, M., 2009, “Kinetics of dilute-acid hydrolysis of lignocellulosic substance from municipal organic waste at non-isothermal condition”, Prosiding Chemical Engineering Seminar Soebardjo Brotohardjono VI "Waste Based Energy and Chemicals”, UPN-Surabaya. Megawati, Sediawan, W. B., Sulistyo, H., dan Hidayat, M., 2009, “Kinetika reaksi hidrolisis ranting kering dengan asam encer pada kondisi non-isotermis”, Jurnal Reaktor, Undip, 12, 4, 211–217. Megawati, Sediawan, W. B., Sulistyo, H., dan Hidayat, M., 2010, “Pseudohomogeneous kinetic of dilute-acid hydrolysis of rice husk for ethanol production”, International Journal of Engineering and Applied Science, 6, 1, 64–69, Waset. Megawati, Sediawan, W. B., Sulistyo, H., dan Hidayat, M., 2011, “Kinetic of sequential reaction of hydrolysis and sugar degradation of rice husk in ethanol production: effect of catalyst concentration”, Bioresour. Technol., 102, 2, 2062-2067, Elsevier. Novitasari, D., Kusumaningrum, D., dan Kusworo, T. D., 2011, Pemurnian Bioetanol Menggunakan Proses Adsorpsi dan Distilasi Adsorpsi dengan Adsorbent Zeolit”, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Semarang, Undip. Pramushinta, D., Amraini, S. Z., dan Chairul, 2013, “Pemurnian Bioetanol Hasil Fermentasi Kulit Nanas Menggunakan Proses Distilasi-Adsorpsi pada Variasi Jenis Perlakukan dan Ukuran Pori Adsorben”, Laporan Penelitian, Riau, Universitas Riau. Sediawan, W. B. dan Megawati, 2013, “Monte Carlo simulation to study nonisothermal acid hydrolysis of lignocellulosic rnaterial in ethanol production”, Inter. J. Chem. Environ. Bio. Sci., 1, 3, 507-511. Sediawan, W. B., Megawati, Millati, R., and Syamsiah, S., 2007, “Hydrolysis of Lignocellulosic Waste for Ethanol Production”, International Biofuel Conference, Bali Sediawan, W. B. dan Prasetya, A, 1997, Pemodelan dalam Teknik Kimia, Andi Offset. Setiyorini, N. Dan Patricia, Y, 2014, Pembuatan Etanol Absolut dari Pod Kakao dengan Proses Distilasi dan Adsorpsi Menggunakan Adsorben Molecular Sieve 3A dan Silica Gel, Tugas Akhir D3, Universitas Negeri Semarang.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
29
Strand, G., 2001, Activated Carbon for Purification of Alcohol and Some Useful Distillation Tips, ebook, Gert Stand, Malmoe, Sweden. Taherzadeh, M. J., Karimi, K., 2007, “Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review”, BioResour., 2, 472499.
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
30
LAMPIRAN
Laporan Akhir Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
31
LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN
KONSERVASI
INSTRUMEN PENELITIAN
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
PEMURNIAN BIOETANOL DARI BAGAS TEBU MENGGUNAKAN MOLECULAR SIEVES ADSORPTION-DISTILLATION
Oleh : Dr. Megawati, S.T., M.T.
NIDN. 0006117203
Drs. Said Sunardiyo, M.T.
NIDN. 0012056509
Astrilia Damayanti S.T., M.T.
NIDN. 0008097306
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG MARET 2015
PEMURNIAN BIOETANOL DARI BAGAS TEBU MENGGUNAKAN MOLECULAR SIEVES ADSORPTION-DISTILLATION Permasalahan 1. Bagaimanakah desain alat untuk distilasi etanol dengan penjerap molekul skala laboratorium yang dapat digunakan untuk mencari parameter-parameter prosesnya, sehingga dapat dirancang untuk skala pilot plant. 2. Bagaimanakah pengaruh variabel proses, yaitu jenis bahan penjerap (gel silika dan karbon aktif), ukuran pori, dan waktu terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan. 3. Berapakah nilai koefisien perpindahan massa uap air dalam sistem etanol-air pada proses distilasi etanol dengan penjerap molekul. 4. Bagaimanakah persamaan kesetimbangan penjerapan uap air pada sistem distilasi etanol dengan penjerap molekul. 5. Bagaimana kondisi di lapangan tentang distilasi etanol yang sudah diterapkan di PT Madubaru untuk mendapatkan etanol sampai kadar azeotropnya. 6. Bagaimanakah langkah-langkah tepat membangun instalasi tambahan untuk memurnikan etanol sampai kadar di atas azeotropnya menggunakan distilasi dengan penjerap molekul di PT Madubaru. Tujuan 1. Rancang bangun alat distilasi dengan penjerap molekul skala laboratorium. 2. Melakukan optimasi kondisi proses, yaitu jenis bahan penjerap (gel silika dan karbon aktif), ukuran pori, dan waktu pada distilasi etanol dengan penjerap molekul sampai kadarnya melampaui azeotropnya. 3. Mencari koefisien transfer massa dan persamaan kesetimbangan adsorpsi yang sesuai untuk distilasi etanol dengan penjerap molekul menggunakan gel silika dan karbon aktif. 4. Melakukan analisis eksploartif dan deskriptif tentang distilasi etanol di PT Madubaru dalam rangka menyusun langkah-langkah tepat untuk melakukan proses pemurnian lanjut sampai kadar di atas etanol teknis yang sudah dihasilkan.
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
1
Urgensi Penelitian Penelitian ini akan menghasilkan alat distilasi dengan penjerap molekul skala laboratorium dan diaplikasikan untuk melakukan pemurnian etanol dari hasil fermentasi hidrolisat bagas tebu sampai mencapai kadar etanol di atas kadar teknisnya (95%). Jadi, hasil penelitian ini akan memberikan jawaban nyata bahwa biomassa lignoselulosa dapat dikonversi menjadi etanol, yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan bermotor. Target dari penelitian ini adalah untuk membuat etanol memiliki tingkat kemurnian di atas kadar azeotrop menggunakan cara distilasi dengan penjerap molekul. Melalui alat yang dibuat ini, nilai-nilai parameter distilasi bioetanol dengan penjerap molekul, seperti koefisien perpindahan massa serta persamaan kesetimbangan dapat ditemukan. Hal ini penting untuk perhitungan desain perancangan sistem pemurnian etanol hingga mencapai kadar kemurnian tinggi untuk skala industri. Selain itu, hubungan antara variasi bahan penjerap dan ukuran pori terhadap kenaikan konsentrasi etanol hasil distilasi dapat diketahui, sehingga dapat dipilih bahan penjerap yang lebih menguntungkan. Berarti, hasil penelitian ini dapat diaplikasikan untuk industri etanol yang masih menghasilkan etanol teknik (95%), seperti Bekonang dan Madubaru-Yogyakarta. Jadi, bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian ini akan memberikan manfaat untuk melakukan rekayasa proses industri kimia, terutama industri etanol.
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
2
State of The Art Pada sistem distilasi dengan penjerap molekul (Gambar 1), salah satu kompoenen uap akan dijerap supaya komposisinya berubah, maka titik azeotropnya terlampaui. Jika kebutuhan adsorbennya memenuhi sampai komposisinya murni, maka tidak perlu didistilasi. Namun, bila kebutuhan adsorbennya sangat banyak, pemurnian dapat dilanjutkan menggunakan distilasi lagi.
Uap, G yout
z + z z
S Uap, G yin Gambar 1. Elemen Volum Distilasi dengan Penjerap Molekul Model neraca massa untuk distilasi tipe ini dapat dikembangkan menjadi model tanpa adanya dispersi aksial (model satu) dan dengan adanya dispersi aksial (model 2). Pada model satu, neraca massa etanol dituliskan seperti berikut ini. Rin
-
Rout
-
Rreaksi
G.y(z) – G.y(z+z) + kya (y – y*).S.z + 0
= Rakumulasi y = S.z.b.G. t
(1)
Penyelesaian persamaan (1) dituliskan sebagai berikut: G.
y y k y a.S .( y y*) S . b .G . x t
(2)
dengan: G = mol etanol/waktu y = mol H2O/mol etanol G = mol etanol/volum
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
3
Sementara itu, neraca massa H2O dapat dituliskan seperti persamaan (3) dan (4). x kya (y – y*).S.z – 0 = S.z.b.G. x k y a t ( y y*) x b
(3) (4)
dengan: b = g adsorber/volum bed x = konsentrasi etanol Persamaan kesetimbangan sistem penjerapan air dalam etanol-air yang digunakan dituliskan seperti persamaan (5).
.y * (5) y * Pada distilasi yang mencapai kondisi squasi-steady state, maka persamaan (2) x
dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut. G.
y k y a.S .( y y*) 0 x
(6)
Persamaan (4), (5), dan (6), dapat diselesaikan secara simultan jika tersedia data komposisi etanol setiap satuan waktu dan persamaan kesetimbangan adsorbsinya. Kesetimbangan adsorbsi dapat dicari dengan membuat grafik seperti berikut (Gambar 2), sehingga persamaan (5) dapat ditemukan. 1/x / 1/ 1/y Gambar 2. Grafik 1/x *versus 1/y* pada Kesetimbangan Adsorbsi Etanol-Air (dengan y* = komposisi jenuh uap air di fase uap) Persamaan diferensial simultan di atas dapat diselesaikan menggunakan metode curve-fitting. Nilai-nilai parameter yang dipilih adalah yang memberikan nilai Sum Square of Errors minimum (SSE). Persamaan SSE yang dipakai dituliskan sebagai persamaan (7) berikut (Sediawan dan Prasetya, 1997). SSE (CD hitung CD data ) 2
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
(7)
4
Pada model kedua, yaitu model dengan memperhitungkan dispersi aksial, neraca massa etanol dapat disusun sebagai persamaan (8) berikut. (G.y(z) – Dax.S. y ) – (G.y(z+z) - Dax.S. y + kya (y – y*).S.z) + 0 z t ( z ) ( z z ) = S.z.b.G. y (8) t Penyelesaian persamaan (8) dituliskan sebagai berikut:
G.
y 2 y y Dax .S . 2 k y a.S .( y y*) S . b .G . z z t
(9)
Sementara itu, neraca massa H2O di gas pada elemen volum seperti pada model satu, seperti persamaan (3) dan dapat disederhanakan seperti persamaan (4). Persamaan kesetimbangan sistem penjerapan air dalam etanol-air yang digunakan dituliskan seperti persamaan (5). Pada distilasi yang mencapai kondisi squasisteady state, maka persamaan (9) dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut. G.
y 2 y Dax .S . 2 k y a.S .( y y*) 0 z z
(10)
Persamaan (4), (5), dan (10), dapat diselesaikan secara simultan jika tersedia data komposisi etanol setiap satuan waktu dan persamaan kesetimbangan adsorpsinya.
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
5
BAB III. METODE PENELITIAN Bahan Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan baku bioetanol hasil fermentasi dengan yeast dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk penjerap (karbon aktif dan gel silika). Beberapa jenis karbon aktif dan gel silika gel di pasaran akan dicoba untuk menemukan formula mekanisme penjerap yang sesuai dengan mekanisme sebenarnya dan untuk memudahkan aplikasi di lapangan. Cakupan Penelitian Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu studi pustaka (untuk merancang alat distilasi dengan penjerap molekul skala laboratorium dan memesannya), kegiatan di laboratorium, kegiatan menggunakan perangkat komputer, dan survei ke PT Madubaru sebagai tahapan analisis eksploratif dan deskriptif di lapangan. Kegiatan di laboratorium meliputi dua tahap, yaitu distilasi tradisional dan distilasi dengan penjerap molekul. Distilasi tradisional bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi bioetanol hasil fermentasi sedikit di bawah titik azeotropnya, sedangkan distilasi dengan penjerap untuk meningkatkan kadar etanol melampaui titik azeotropnya. Berdasarkan data konsentrasi konsentrasi etanol hasil distilasi kedua (distilasi dengan penjerap molekul) pada variasi kondisi, diusulkan model matematika yang diharapkan dapat menjelaskan hubungan antara nilai masingmasing variabel dengan konsentrasi etanol dan nilai-nilai optimumnya dan mencari parameter perpindahan massa dan persamaan kesetimbangan. Persamaan matematika untuk mendapatkan nilai parameter tersebut merupakan persamaan diferensial simultan, yang memerlukan bahasa program, yaitu secara analitis menggunakan MATLAB atau secara numerik menggunakan EXCEL. Variabel Penelitian Variabel penelitian hanya untuk distilasi dengan penjerap molekul, yaitu jenis penjerap (karbon aktif dan gel silika), ukuran pori, dan waktu.
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
6
Alat Percobaan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat untuk distilasi tradisional dan dengan penjerap molekul di Laboratorium Teknik Kimia Terpadu, Unnes serta peralatan untuk pengujian hasil. Peralatan distilasi dengan penjerap molekul dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Distilasi dengan Penjerap Molekul Prosedur Penelitian Distilasi tradisional dilakukan secara berulang-ulang sampai mendapatkan kadar etanol 95% (mendekati kadar azeotrop). Selanjutnya, pemurnian dilanjutkan menggunakan distilasi dengan penjerap molekul pada variasi jenis adsorben dan ukuran pori. Setiap periode waktu tertentu, kadar etanol diikur. Periode waktu pengambilan sampel akan dioptimasi sampai mendapatkan kondisi yang mendekati kondisi optimumnya. Sampel yang sudah diambil diukur kadar etanolnya. Kondisi kesetimbangan sistem penjerapan air dicari dengan melakukan distilasi dengan penjerap molekul pada variasi konsentrasi etanol sampai kadar uap jenuhnya, yaitu komposisi uap tidak berubah lagi terhadap waktu. Analisis hasil Analisis konsentrasi etanol dalam sampel dilakukan menggunakan hubungan densitas dengan kadar etanol dan dilakukan di laboratorium Teknik Kimia Unnes, juga Gas Chromatography (GC). Alternatif lainnya, analisis etanol juga dapat dilakukan dengan Cawan Conway di laboratorium Chemix Pratama.
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
7
Luaran Penelitian 1. Artikel publikasi pada seminar internasional dengan topik pemodelan molecular sieves adsorption-distillation etanol dari bagas tebu menggunakan adsorben gel silika. 2. Artikel publikasi pada seminar internasional dengan topik pemodelan molecular sieves adsorption-distillation etanol dari bagas tebu menggunakan adsorben karbon aktif. 3. Rintisan kerjasama riset dengan PT Madubaru tentang pemurnian etanol.
Organisasi Tim Tabel 1. Organisasi Tim Penelitian No.
Nama / NIDN
Instansi Bidang Ilmu
1
Dr.Megawati, S.T., M.T./0006117203
Unnes
3
Drs. Said Sunardiyo, M.T /0012056509
Unnes
2
Astrilia D, S.T., M.T./0008097306
Unnes
Alokasi Waktu
Uraian Tugas
• mengkoordinir 20 (jam/minggu) • merancang pelaksanaan • mengambil dan mengolah data • membuat laporan dan artikel • melakukan analisis Teknik 10 Elektro (jam/minggu) eksploratif dan deskriptif di PT Madubaru • Merancang program perhitungan • Melakukan analisis aplikasi lanjut untuk PT Madubaru • melaksanakan Teknik 10 Kimia (jam/minggu) detoksifkasi • melakukan optimasi Teknik Kimia
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
8
Anggaran Biaya Tabel 2. Anggaran Biaya Penelitian NO 1 2 3 4 5
Jenis Pengeluaran Honor Tim Peneliti Peralatan Penunjang Bahan Habis Pakai Perjalanan Lain-lain Jumlah
Biaya yang Diusulkan 8.012.000 2.750.000 8.250.000 4.240.000 4.248.000 27.500.000
Jadwal Pelaksanaan Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan No.
Kegiatan
1. 2.
Penelusuran pustaka Persiapan bahan
3.
Distilasi tradisional
4. 5. 6. 7. 8.
1
2
3
Bulan 4 5
6
7
Distilasi dengan penjerap molekul Optimasi Menyelesaikan pemodelan Penyusunan Artikel Penulisan laporan
Instrumen Hibah Penelitian Unggulan Universitas Negeri Semarang 2015
9
LAMPIRAN 2 PERSONALIA TIM PENELITI
No. 1
3
2
Nama / NIDN Dr.Megawati, S.T., M.T./0006117203
Instansi Bidang Alokasi Uraian Tugas Ilmu Waktu • mengkoordinir Unnes Teknik 20 Kimia (jam/minggu) • merancang pelaksanaan • mengambil dan mengolah data • membuat laporan dan artikel
Drs. Said Sunardiyo, M.T /0012056509
Unnes
Astrilia D, S.T., M.T./0008097306
Unnes
• melakukan analisis Teknik 10 Elektro (jam/minggu) eksploratif dan deskriptif
Teknik Kimia
di PT Madubaru • Merancang program perhitungan • Melakukan analisis aplikasi lanjut untuk PT Madubaru • melaksanakan 10 (jam/minggu) detoksifkasi • melakukan optimasi
LAMPIRAN 3 SURAT PERJANJIAN PENELITIAN
LAMPIRAN 4 ARTIKEL ILMIAH PUBLIKASI
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
PROOF COVER SHEET Author(s):
Megawati Wahyudi Budi Sediawan, Hary Sulistyo and Muslikhin Hidayat
Article title:
Sulfuric acid hydrolysis of various lignocellulosic materials and its mixture in ethanol production
Article no: Enclosures:
1110774 1) Query sheet 2) Article proofs
Dear Author, 1. Please check these proofs carefully. It is the responsibility of the corresponding author to check these and approve or amend them. A second proof is not normally provided. Taylor & Francis cannot be held responsible for uncorrected errors, even if introduced during the production process. Once your corrections have been added to the article, it will be considered ready for publication. Please limit changes at this stage to the correction of errors. You should not make trivial changes, improve prose style, add new material, or delete existing material at this stage. You may be charged if your corrections are excessive (we would not expect corrections to exceed 30 changes). For detailed guidance on how to check your proofs, please paste this address into a new browser window: http://journalauthors.tandf.co.uk/ production/checkingproofs.asp Your PDF proof file has been enabled so that you can comment on the proof directly using Adobe Acrobat. If you wish to do this, please save the file to your hard disk first. For further information on marking corrections using Acrobat, please paste this address into a new browser window: http://journalauthors.tandf.co.uk/production/acrobat.asp
2. Please review the table of contributors below and confirm that the first and last names are structured correctly and that the authors are listed in the correct order of contribution. This check is to ensure that your name will appear correctly online and when the article is indexed. Sequence 1 2 3 4
Prefix
Given name(s) Wahyudi Budi Hary Muslikhin
Surname Megawati Sediawan Sulistyo Hidayat
Suffix
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
Queries are marked in the margins of the proofs, and you can also click the hyperlinks below. Content changes made during copy-editing are shown as tracked changes. Inserted text is in red font and revisions have a blue indicator . F n Changes can also be viewed using the list comments function. To correct the proofs, you should insert or delete text following the instructions below, but do not add comments to the existing tracked changes.
AUTHOR QUERIES General points: 1. Permissions: You have warranted that you have secured the necessary written permission from the appropriate copyright owner for the reproduction of any text, illustration, or other material in your article. Please see http://journalauthors.tandf.co.uk/ permissions/usingThirdPartyMaterial.asp. 2. Third-party content: If there is third-party content in your article, please check that the rightsholder details for re-use are shown correctly. 3. Affiliation: The corresponding author is responsible for ensuring that address and email details are correct for all the co-authors. Affiliations given in the article should be the affiliation at the time the research was conducted. Please see http://journalauthors. tandf.co.uk/preparation/writing.asp. 4. Funding: Was your research for this article funded by a funding agency? If so, please insert ‘This work was supported by
’, followed by the grant number in square brackets ‘[grant number xxxx]’. 5. Supplemental data and underlying research materials: Do you wish to include the location of the underlying research materials (e.g. data, samples or models) for your article? If so, please insert this sentence before the reference section: ‘The underlying research materials for this article can be accessed at / description of location [author to complete]’. If your article includes supplemental data, the link will also be provided in this paragraph. See for further explanation of supplemental data and underlying research materials. 6. The CrossRef database (www.crossref.org/) has been used to validate the references. Resulting changes are tracked in red font.
Q1. Q2. Q3. Q4. Q5. Q6. Q7. Q8. Q9.
AU: Please clarify the unit, it has become corrupted AU: lignocelulosed: do you mean lignocellulose AU: non-isothermis: what is this term? AU: You have used the phrase “Hydrolysis kinetics was expressed using homogeneous with sugar degradation model … to verify mass balance of sugar concentrations” in all of the figure captions. Please check the sense of this sentence AU: The CrossRef database (www.crossref.org/) has been used to validate the references. Mismatches between the original manuscript and CrossRef are tracked in red font. Please provide a revision if the change is incorrect. AU: Please provide missing page numbers for the “[14]” references list entry. AU: Please provide year of publication for the “[24]” references list entry. AU: Please provide volume number for the “[33]” references list entry. AU: The reference “[40]” is listed in the references list but is not cited in the text. Please either cite the reference or remove it from the references list.
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
How to make corrections to your proofs using Adobe Acrobat/Reader
Taylor & Francis offers you a choice of options to help you make corrections to your proofs. Your PDF proof file has been enabled so that you can edit the proof directly using Adobe Acrobat/Reader. This is the simplest and best way for you to ensure that your corrections will be incorporated. If you wish to do this, please follow these instructions: 1. Save the file to your hard disk. 2. Check which version of Adobe Acrobat/Reader you have on your computer. You can do this by clicking on the “Help” tab, and then “About”. If Adobe Reader is not installed, you can get the latest version free from http://get.adobe.com/reader/. 3. If you have Adobe Acrobat/Reader 10 or a later version, click on the “Comment” link at the right-hand side to view the Comments pane. 4. You can then select any text and mark it up for deletion or replacement, or insert new text as needed. Please note that these will clearly be displayed in the Comments pane and secondary annotation is not needed to draw attention to your corrections. If you need to include new sections of text, it is also possible to add a comment to the proofs. To do this, use the Sticky Note tool in the task bar. Please also see our FAQs here: http://journalauthors.tandf.co.uk/production/index.asp. 5. Make sure that you save the file when you close the document before uploading it to CATS using the “Upload File” button on the online correction form. If you have more than one file, please zip them together and then upload the zip file. If you prefer, you can make your corrections using the CATS online correction form. Troubleshooting Acrobat help: http://helpx.adobe.com/acrobat.html Reader help: http://helpx.adobe.com/reader.html Please note that full user guides for earlier versions of these programs are available from the Adobe Help pages by clicking on the link “Previous versions” under the “Help and tutorials” heading from the relevant link above. Commenting functionality is available from Adobe Reader 8.0 onwards and from Adobe Acrobat 7.0 onwards. Firefox users: Firefox’s inbuilt PDF Viewer is set to the default; please see the following for instructions on how to use this and download the PDF to your hard drive: http://support.mozilla.org/en-US/kb/view-pdf-files-firefox-without-downloading-them#w_using-a-pdf-reader-plugin
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
Biofuels, 2015 Vol. 0, No. 0, 110, http://dx.doi.org/10.1080/17597269.2015.1110774
Sulfuric acid hydrolysis of various lignocellulosic materials and its mixture in ethanol production Megawatia*, Wahyudi Budi Sediawanb, Hary Sulistyob and Muslikhin Hidayatb 5
a Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Semarang State University, Bldg. E1, Sekaran, Gunung Pati, Semarang 50229, Indonesia; bChemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Gadjah Mada University, Jl. Grafika 2 Yogyakarta 55281, Indonesia
(Received 9 June 2015; accepted 18 October 2015)
10
15
20
Lignocellulosic materials sustainability in ethanol production could be supported by the use of mixed raw materials. Therefore the effect of mixed raw materials to hydrolysis kinetics needs to be studied. For this purpose each raw material was hydrolyzed and the mixed raw materials were also hydrolyzed. As a result, a comparison of the kinetics models of dilute sulfuric acid hydrolysis between various lignocellulosic materials (leaf, twig, corn cob, sawdust) and its mixture was obtained. It was observed that a pseudo-homogeneous model can quantitatively describe individual materials as well as mixed materials with different levels of accuracy. Besides the kinetics model, the influence of various lignocellulosic materials on sugar yield was also investigated. The results showed that the lignin content of the raw material influenced the sugar yield of the hydrolysis. Moreover the mixed lignocellulosic materials did not proportionally provide a yield based on its composition. Some hydrolyzates were fermented to verify whether the sugars formed could be converted into ethanol using Saccharomyces cerevisiae. The fermentation results showed that high sugar concentrations of hydrolyzates did not produce high ethanol yields. The various sugar types and the chemical substance of the sugar degradation affected the ethanol yield from sugars. Keywords: dilute acid hydrolysis; ethanol; homogeneous kinetics model; mixtures of materials; various materials
Introduction
25
30
35
40
45
Lignocellulose, the main component of biomass, is composed of cellulose, hemicellulose and lignin.[1,2] Cellulose is a homogeneous polymer consisting of a linear chain of several hundred to over ten thousand C-beta linked D-glucose units,[3] while starch is a polymer bonding group in the C-alpha.[4] Hemicellulose is a heterogeneous polymer of glucose, mannose, galactose, xylose and arabinose.[5] Mannose and glucose are the main componentsD1 of hemicellulose in softwood, whereas xylose is found abundantly in D2hardwood. The cD3hemical structure of hemicellulose can be broken down easier than cellulose by chemical hydrolysis.[6] Lignin is a complex chemical compound that serves as binder inD4 plants (hemicellulose and cellulose). Lignin is formed from an aromatic compound interconnected by aliphatic chains.[7] Important steps in D5lignocellulosicD6-based ethanol production are: (1) hydrolysis to convert hemicellulose and cellulose into fermentable sugars, (2) fermentation of sugars to produce ethanol and (3) ethanol purification to obtain anhydrous ethanol.[1] The hydrolysis of lignocellulosic materials such as crop residues, hardwood, softwood, cellulose wastes and municipal solid waste are relatively more developed.[816] Acid hydrolysis has many advantages compared to enzymatic hydrolysisD7.[9] DD8ilute acid hydrolysis reaction is faster than enzymatic reaction. [7,14] Likewise, dilute acid hydrolysis is D9preferable because D10concentrated acid may cause corrosionD1. Design of *Corresponding author. Email: [email protected] Ó 2015 Taylor & Francis
equipment for the useD12 of concentrated acid must be special and expensive, such as ceramic or material coated with carbon.[8] Dilute sulfuric acid hydrolysis under mild conditions can be used as a method that is reliable, easy to operate and low cost.[16] Dilute acid hydrolysis of lignocellulosic materials is influenced by raw material, catalyst concentration and temperatureD3.1 [8,10,12] In specific condition, dilute acid hydrolysis of lignocellulosic material can produce another kind of sugars as an effect of sugar degradation. The effect of sugar degradation 4n1D ot only decreases the yield of fermentable sugars from biomass but also forms degradation products like hydroxymethyl furfural (HMF), levulinic acid and formic acid as inhibitors in fermentation using yeast.[17,18] The fermentation of hydrolyzate are also relatively more developed.[8,10,19,20] Fermentation of hydrolyzates from sD5p1 ruce and bD6i1 rch woods using Saccharomyces cerevisiae was carried out without being preceded by detoxification and other treatment.[8] Before fermentation of hydrolyzate from P. juliflora wood using Saccharomyces cerevisiae was conducted, the hydrolyzate was neutralized with Ca(OH)2. The ethanol yield obtained is 0.4 (g/g). The yield is relatively higher than other methods.[10] Meanwhile, accurate kineticD17 models of dilute acid hydrolysis of lignocellulosic material are important for designing and optimizing processes. RD18esearchers have studied the kinetics of dilute acid hydrolysis of lignocellulosic materials using the D19pseudo-homogeneous model.
50
55
60
65
70
75
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
2
80 Q1
85
90
95
100
105
110
115
120
125
130
135
14-11-2015
15:17
Megawati et al.
[2123] DD20ilute acid hydrolysis of lignocellulose material is actually a solidD21liquid heterogeneous reaction.[24] However, the reaction system can be approached by a D2pseudo-homogeneous model when the particle size isD23 less than 840 mm. Indonesia, as a tropical country, has abundant lignocellulosic materials that can be converted into ethanol, an alternative energy source. Municipal organic waste such as twig, leaf, corn cob, rice husk and sawdust containD24 high holocellulose (hemicellulose and cellulose) of about 70%. [25] Therefore, D25research on ethanol production from lignocellulosic materials such as twig, leaf, corn cob, rice husk and sawdust will provide benefits to the country. Hydrolysis of rice husk at various catalyst concentrations with investigation of heterogeneous model kinetics [26] as well as at various temperatures with investigation of homogeneous model kinetics [27] was carried out and described in detail in our earlier publication. In this present work, the chosen method is an acid hydrolysis method in order to study D26the prospect of municipal organic wastes such as leaf, twig, corn cob, sawdust and its mixture as raw materials inD27 ethanol production and evaluating the effect of raw materials variations and its mixture to hydrolysis’ sugar yield. A consistent supply for lignocellulosic biorefineries is critical to achieving biofuels goal.[28] It is necessary to investigate how these mixed lignocellulosic materials affect the sugar yield and quality of promising feedstocks. Pseudo-homogeneous hydrolysis kinetics models areD28 studied for each material as well as its mixture. The homogeneous kinetics model selected is found in many literatures.[22,24,30] In the homogeneous model, the reaction of dilute acid hydrolysis of lignocellulosic material is assumed as an irreversible reaction which can be expressed as simultaneous D29polysaccharide D30depolymerization into D31monosaccharide and sugar degradation into another kinds of sugars. Sugar degradation occurrence can be detected using chemical analysis and the mass balance equation approach. In the mass balance equation approach, if sugar degradation occurs then a D32series reaction is suitable to express the hydrolysis reaction mechanism which can be described as D3polysaccharide D34polymerization into sugar, then continued sugar degradation into undesired product. The amount of D35polysaccharide can be regarded as glucose monohydrate whenD36 completely hydrolyzed using HCl.[31] The reaction rate constants for hydrolysis and sugar degradation are influenced by temperature expressed by the Arrhenius equations. Variations of lignocellulosic materials and temperatures of hydrolysis affect theD37 amount of inhibitors compound in hydrolyzates. This study does not only conduct hydrolysis of lignocellulosic materials into sugar but also sugar fermentation into ethanol by Saccharomyces cerevisiae. Fermentation was also conducted to verify if sugars formed could be converted into ethanol with a high yield. TheD38 results of fermentation wereD39 compared with results from previous researchers.[19,20] Accordingly, it is important to formulate the optimal condition D40for hydrolysis to achieve the success of the sugar yield since the hydrolyzate will be used as the fermentation medium.[29]
Materials and methods Raw materials LD41eaf and twig were chosen from D42‘melinjoD43’ (Gnetum gnemon), water guava/water apple and jackfruit located at Yogyakarta (D4Java) where such trees are commonD45. Likewise, the sawdust was chosen from D46‘mahoniD47’ (Swietenia macrophylla) for the reason that this wood waste is produced by many wood mills in the city. Meanwhile, corn cob was selected due to their large availability, considering that Indonesia is an agrarian country. The chemicals used such as sulfuric acid (Merck, Art. 713), D (C)-Glucose-Monohydrate (Merck, 1.08346) andD48 calcium hydroxide (Merck) were purchased from CV. Multi Kimia-Yogyakarta. However, the chemicals such as Fehling A and B, allum, activated carbon, urea and N-P-K fertilizer were purchased from the local market. Inoculum of Saccharomyces cerevisiae is in form of dry instant yeast (Fermiol super HA, Liquid Sunshine 9D 4D istillery). Before the raw materials were used, they were treated as follows: (1) ground to pass a screen of 100 mesh, (2) dried to constant weight, (3) analyzD0e5 d 1u5D sing sequential fractionation procedure of lignocelulosed polysaccharides [32] and (4) analyzD2e5 d for the concentration of total glucose 3u5D sing 37% v/v of HCl solution. The result of composition analysis is presented in Table 1. Since some of chemical compounds of lignocellulosic materials such as starch, oligosaccharide and extractive compounds were not analyzD4e5 d, 5tD he sum of composition in Table 1 is not 100%.
Hydrolysis and fermentation HD57ydrolysis of lignocellulose was conducted in an autoclave with a volume of approximately 2 L. The autoclave is equipped with an electric heater and a temperature controller. It was continuously shaken during operation. Initially, 1 L of sulfuric acid solution (0.18 mole/L) and 300 g of lignocellulosic material were put in the autoclave, and then the autoclave was perfectly closed. The heater was turned on as well as the temperature controller. TheD58 temperature increased and when it reached 140D59 C the time was recorded as zero and a sample (7 cm3) was taken through the sample outlet pipe. When the temperature reached the required D60value (final temperature) it was kept constant. During the process, at every 5 min interval, the temperature was recorded and a sample was taken. The variables of research are lignocellulosic materialD61 (twig, leaf, corn cob, sawdust and its mixture), temperatureD62 (160, 180, 200 and 220D63 C) and timeD64 (0D6535 min). The
Table 1. CD56omposition of lignocellulosic materials. Materials
Hemicellulose (%)
Twig Corn cob Leaf Sawdust
20.92 29.02 18.17 19.19
§ § § §
0.12 0.36 0.01 0.36
Cellulose (%) 32.75 32.04 13.61 34.74
§ § § §
0.65 0.11 0.09 1.51
Lignin (%) 26.41 21.06 10.93 31.23
§ § § §
0.14 0.11 0.16 0.32
140
145
150
155 Q2
160
165
170
175
180
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
Biofuels
185
190
195
200
205
210
215
mixture consists of 75 g of each raw material, i.e. twig, leaf, corn cob and sawdust. Prior to fermentation, the hydrolyzate was detoxified to neutralize pH and eliminate inhibitor compounds. Initially, all hydrolyzates were pH-adjusted to 5.5 with slurry of 1 N of Ca(OH)2 at 60D6 C for 30 min. Not only to D67adjust the D68pH, the Ca(OH)2 solution can eliminate the composition of furfural and HMF, which are inhibitory compounds for further fermentation. Then the hydrolyzates were added by 16.65 g/L of alum at 100D69 C until 45D70 C and then 2.497 g/L of activated carbon for 1 h. The addition of alum [33] and activated carbon in hydrolyzates solution can adsorp the inhibitor chemical substance in fermentation. The detoxification with activated carbon can reduce the toxic components between 75 and 95%. [18] After detoxification, the liquid fraction of hydrolyzates was separated by filtration. The filtrate fermentations were prepared using 150 mL of liquid fraction and supplementing minerals such as 0.15 g of urea ((NH2)2CO) and 0.045 g of N-P-K fD71ertilizer. The medium was then sterilized in an autoclave with a temperature of 100D72 C for 4 D73h and cooled D74for 24 D75h. After that, the medium was fermented with 1.1% w/v of baker’s yeast for 5£24 D76h. The ethanol concentration was analyzed by D7gas chromatography (GC)D78. The sugar concentrations in the samples were analyzed using the Fehling method. The hydrolyzate sugar concentration can be expressed as sugar yield, ratio of the hydrolyzate sugar concentration to total sugar of raw material. The ethanol of fermentation product was analyzed through D79GCD80 using a Porapak P-Shimadzu system equipped with a D-4617 column and Thermal Conductivity Detector (TDC) at 80 mA current. Helium at 60 kPa was used as the carrier gas. The ethanol standards were prepared using commercial grade ethanol (Merck, Darmstadt, Germany). The theoretical ethanol yield is the ratio of the ethanol produced by fermentation with the maximum ethanol by conversion of glucose (51.1%). MD81athematical modelD82ing
220
At kinetics of hydrolysis without sugar degradation, the chemical reaction of dilute acid hydrolysis of lignocellulosic material is an irreversible reaction which can be expressed asD83: khyd
ACB ! D
(1)
225
whereD84 A D H2O, B D polysaccharide (in term of glucose equivalent), D D monosaccharide (sugars). The sugars mass balance of single reaction can be written asD85:
230
dCD D khyd CBm dt
(2)
The reaction rate constant, khyd, is influenced by temperature. It can be expressed by the Arrhenius equations,
3
as in Equation (3):
¡ Ehyd khyd D Ahyd exp RT
(3)
Since the hydrolysis is conducted in non-isothermis operation, therefore the temperature data during the process is required. Based on the temperature data, the empirical equation of temperature as function of time can be fitted by the experimental data. InD86 certain conditions, the hydrolysis reaction can produce another kind of sugarD87 as the effect of sugar degradation. The sugars mass balance of serD8ies reaction can be written as Equation (4), where U D undesired product:D89 khyd
kdeg
ACB ! D ! U
Q3
235
240
(4)
The sugar degradation occurs during the process, so that the series reaction is suitable to express this mechanism. The sugars mass balance of series reaction can be expressed as Equation (5): dCD D khyd CBm ¡ kdeg CDn dt
245
250
(5)
To solve the series reaction, we need the mass balance equation of polysaccharideD90: dCB D ¡ khyd CBm dt
(6)
The reaction rate constants, khyd and kdeg, are influenced by temperature. They can be expressed by the Arrhenius equations. The equation of kdeg can be written as:D91
¡ Edeg kdeg D Adeg exp RT
255
260
(7)
The mathematical calculation of hydrolysis kinetics was solved with limitations as follows. Arrhenius parameters for hydrolysis and sugar degradation are constant at various temperatures for the reason that frequency factor and activation energy are not influenced by temperature. Consequently, the values of frequency factor as well as activation energy for hydrolysis and sugar degradation are constant for all various temperatures.
265
270
Results and discussion The results of chemical analysis in Table 1 indicated that holocellulose was the predominant polysaccharide in municipal organic waste. Based on the experimental data, it can be concluded that D92dilute acid hydrolysis of lignocellulosic materials in a batch reactor is strongly influenced by the variation of the raw materials and temperatures. The sugar yields obtained from D93the various raw materials at hydrolysis time of 35 min can be seen in Table 2. From
275
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
4
14-11-2015
15:17
Megawati et al.
Table 2. Sugar yield of hydrolysis with various D104raw materials (time D 35 min and catalyst concentration D 0.18 mole/L).
Table 3. Ethanol yields ofD140 various lignocellulosic hydrolyzates. Lignin
Sugar
Ethanol
Sugar yield (%) Material Twig Corn cob Leaf Sawdust Mixture
280
285
290
295
300
305
310
315
320
325
Lignin (%)
160D105 C
180D106 C
200D107 C
220D108 C
§ § § § §
17.16 16.04 27.36 15.06 19.05
20.1 18.22 35.09 18.6 20.9
22.70 20.79 39.62 23.13 24.48
24.28 26.34 40.75 26.01 25.49
26.41 21.06 10.93 31.23 22.41
0.14 0.11 0.16 0.32 0.10
Table 2, it seems that at a temperature of 220D94 C the material easily hydrolyzed is leaf, whereas the material D95difficult to hydrolyzeD96 is sawdust. The leaf contains less lignin than sawdust, so the cellulosic bonds can more easily D97be removed.[9,34] TD98wig hydrolysis shows a different result. The sugar yield of D9twig hydrolysis is smaller than the sawdust although the lignin content of the twig is smaller than the sawdust. Considering the twig used is old, the hemicellulose and cellulose takes more time to break downD10 than the rest of the plant,D10 slowly releasing carbon back into the natural environment. Sugar yield concentrations from mixed raw materials areD102 quite high. At a temperature of 200D103 C sugar yield is 24.48%. This result is higher than corn cob hydrolysis (20.79%). The sugar yield of hydrolysis of corn cob is smaller than with the data.[35,36] The glucose produced is 50.4 g/ L (sugar yield of 42.84%) when the hydrolysis of corn cob is conducted at a temperature of 121 C for 1 hD109 using 1% D10sulfuric acid (0.36 mole/L).[35] Moreover, after the corn cob was D1hydrolyzed at a temperature of 130 C and time of 50 minD12 using catalyst concentration of 0.6 mole/L, the sugar yield gained is about 60%.[36] Meanwhile, the result of this comparison shows that high catalyst concentration can increase sugar yield. Table 2 shows that at a temperature of 160 C and time of 35 min, the sugar yield obtained is 16.04% (0.162 mole/L), using an acid concentration of 0.18 mole/L (0.5%). Importantly, the use of a catalyst concentration greater than 0.18 mole/L can increase the sugar concentration of hydrolysis of corn cob. The experimental data of hydrolysis of sawdust is in agreement with the data.[10,12] The sugar yield obtained of hydrolysis of Prosopis juliflora wood waste using acid concentration of 1% v/v and time of 60 D13min is 15.69%. [10] Similarly, the sugar yield of hydrolysis of Lantana camara wood is about 16.29% which D14can be achieved using catalyst concentration of 1% v/v and time of 45 D15min.[12] Meanwhile in this work, the lower catalyst concentrations (0.5% v/v) and time of 35 D16min, the sugar yield produced is about 15.0582%. The effect of temperature on the sugar yield is also very clear as listed in Table 2. Table 2 shows that at a temperature of 160 C and time of 35 min, the sugar yield obtained is 16.04% (0.162 mole/L), using acid concentration of 0.18 mole/L (0.5%). It can be remarked that as the D17temperature increases from D18140 to 220 C, the sugar concentration increases from 15 to 26%. The sugar yield
Material Twig Corn cob Leaf Sawdust Mixture
(%) 26.41 21.06 10.93 31.23 22.41
§ § § § §
(mole/L) Yield (%) (% v/v) Yield (%) 0.14 0.11 0.16 0.32 0.10
0.215 0.266 0.216 0.190 0.202
24.28 26.34 40.75 26.01 25.49
10.357 16.519 20.391 0.7859 11.071
48.66 62.73 95.36 41.78 55.36
obtained fromD19 hydrolysis of woody waste using sulfuric acid of 0.5% v/v as catalyst for 45 minD120 is 8, 15 and 32%, respectively, at 180, 200 and 220 C.[37] In turn, the hydrolysis of sawdust in this work is in the same result range with the literature data. Results are sD12imilarD12 for mixed raw materials hydrolysis; tD123he higher the temperature the higher the sugar yield. The biggestD124 increase of sugar yield took place at 35 minD125 and at temperatures of 180 to 200D126 C when sugar yield increasedD127 from 20.9 to 24.48%. ForD128 comparison, hemicellulose will be degraded more than 80% at temperatures less than 200D129 C and cellulose at temperatures higher than 220D130 C. Both hydrolyzed for 7 D13min using sulfuric acid 0.5%.[8] Therefore at hydrolysisD132 for 35 D13min, sugar yield will increase if hydrolysis is performed at temperature as high as 200D134 C. Fermentation was done using the D135hydrolyzate obtained at a temperature of 220D136 C (listed in Table 3). Table 3 shows that ethanol yield is influenced by the lignin content of raw material. The higher lignin content is the lower ethanol yield. Nevertheless there are other possibilities beside lignin content which meanD137 high sugar concentration does not guarantee the high ethanol yield. This phenomenon occurs for fermentation of hydrolyzates from mixed raw materials, sugar yield is high but ethanol yield is low. First, the sugars obtained can be as pentose and hexose forms.[17,20,38] Level of hydrolysis yield of these sugars are different, so the ethanol yield could be different also. Second, the hydrolysis might produce inhibitors which could disturb the fermentation such as furfural, acetic acid and phenolD138.[17,37] Existence of these inhibitors cause the ethanol yield differenceD139. From the calculation result, the reaction order of hydrolysis (m) was 1 for all various the raw materials. Thus, the hydrolysis is a pseudo-homogeneous irreversible first-order reaction that the model was proposed by Saeman.[39] However, for the D14pseudo-homogeneous with sugar degradation model, the calculation result shows that the reaction orders was 1 for hydrolysis and sugar degradation, respectively, for all various D142raw materials. The D143comparison between data and the two models calculation result for each raw material can be seen in Figures 15. Figures 25 show that at low temperature (below 180 C) conditions, the reaction rate is low and sugar degradation has not D15occurred, so that the two models work well. AD152t high temperatures (above D153180D154 C) the model with sugar degradation is more suitable compared to the one without sugar degradation. This D15is because sugar
330
335
340
345
350
355
360
365
370
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
Biofuels
Q4
375
380
385
5
Figure 1. Effect of temperature on sugar concentration produced using sulfuric acid catalyst D140.18 mole/L D145hydrolysis of twig. The experiment provides data of sugarD146 concentrations during the process (closed symbols) at various temperatures ( D 160; & D 180; D 200; D D 220D147 C). Hydrolysis kinetics was expressed using homogeneous with sugar degradation model (solid line in partD148 A) as well as without sugar degradation D149(dotted line in partD150 B) to verify mass balance of sugar concentrations.
degradation energyD18 for all D189raw materials. These phenomena indicate that the temperature effect on hydrolysis is more sensitive than sugar degradation. The kD193inetics of dilute sulfuric acid hydrolysis of lignocellulosic material was performed. The values of activation energy of hydrolysis of corn cob and sunD194flower seed are about 80.34 kJ/mole and 78.35 kJ/mole for corn cob and sunD195flower seed, respectively.[36] Similarly, the energy activation of homogeneous model kinetics of dilute acid hydrolysis of corn milled waste is about 72.6 § 22.5 kJ/mole.[22] In this research, the values of activation energy of hydrolysis and sugar degradation are 76.61 § 4.53 kJ and 64.52 § 0.83, respectively. Hence, this research is in agreement with the previously research, especially for corn cob. Table 5 shows the rate of hydrolysis reaction (k(hyd)) and sugar degradation reaction (k(deg)). For each raw
degradation has occurred at a considerable rate, so that the model with sugar degradation is better than the one without sugar degradation. It was observed that the homogeneous kinetics of hydrolysis with the sugar degradation model can express D156the hydrolysis mechanism for all raw materials and temperatures, so that the homogenous kinetics model was successful. The kinetics models developed also allow us to predict the reaction time when the sugar degradation occurD157s. For all raw materials and temperatures, sugar degradation started to occurD158 at the reaction time of 20 min. At the reaction time of 35 min, the sugar concentration tends to decrease. ThisD159 is because D160the amount of sugar produced degradD16ed into D162other chemicals. The Arrhenius parameters likeD186 frequency factor and activation energy of sulfuric acid hydrolysis at various raw materials areD187 listed in Table 4. Table 4 shows that the activation energy of hydrolysis is higher than the sugar
390
0.3
0.3 A
sugar concentration (mole/L)
sugar concentration (mole/L)
0.28
B
0.28
0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14
0.26 0.24 0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12
0.12
0.1
0.1 0
5
10 15 20 25 30 35 time (min)
0
5
10 15 20 25 30 35 time (min)
Figure 2. Effect of temperature on sugar concentration produced using sulfuric acid catalyst concentration D1630.18 mole/L D164hydrolysis of corn cob. The experiment provides data of sugarD165 concentrations during the process (closed symbols) at various temperatures ( D 160; & D 180; D 200; D D 220 C). Hydrolysis kinetics was expressed using homogeneous with sugar degradation model (solid line in partD16 A) as well as without sugar degradation D167(dotted line in partD168 B) to verify mass balance of sugar concentrations.
390
395
400
405
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
6
14-11-2015
15:17
Megawati et al. 0.21 A
0.19
B
0.19 sugar concentration (mole/L)
sugar concentration (mole/L)
0.21
0.17 0.15 0.13 0.11 0.09 0.07 0.05 0.03
0.17 0.15 0.13 0.11 0.09 0.07 0.05 0.03
0
5
0
10 15 20 25 30 35 time (min)
5
10 15 20 25 30 35 time (min)
Figure 3. Effect of temperature on sugar concentration produced using sulfuric acid catalyst concentration D1690.18 mole/L D170hydrolysis of leaf. The experiment provides data of sugarD17 concentrations during the process (closed symbols) at various temperatures ( D 160; & D 180; D 200; D D 220 C). Hydrolysis kinetics was expressed using homogeneous with sugar degradation model (solid line in partD172 A) as well as without sugar degradation D173(dotted line in partD174 B) to verify mass balance of sugar concentrations.
410
415
420
material, it can be observed that k(hyd) and k(deg) are greatly affected by temperature. It is obvious that the values of k(hyd) varied for various lignocellulosic materials, such as for sawdust, from (32.53 § 1.27).10¡4 1/min at 160D196 C to (44.16 § 1.58).10¡3 1/min at 220D197 C, the average being twoD198-foldD19 for a temperature increaseD20 of 20D201 C. The same behavioD20r was observed for the hydrolysis of other raw materials. ComparingD203 the values of k(hyd) and k(deg) for all raw materials, it can be concluded that the values of the reaction rate constant were in the range 20.15 § 0.51.10¡4D20474.69 § 1.43.10¡3 1/min and 21.03 § 0.55.10¡4D20534.81 § 0.59.10¡3 1/min, respectively, for hydrolysis and sugar degradation reactions. The ratio of reaction rate constant for hydrolysis and sugar degradation was about 0.48 § 0.02D2063.13 § 0.08 for almost all raw materials. Using Table 5, the correlation between the type of lignocellulose raw material to the rate of hydrolysis reaction
could be calculated. This is important to generalize raw materials. Thus without experiment, only with raw material composition, hydrolysis reaction rate constant could be predicted D207for the hydrolysis condition using 0.18 mole/L sulfuric acid as catalyst with temperature of 160D208220D209 C. The cD210orrelation equation is defined based on assumption that composition of hemicellulose, celluloseD21 and lignin in each raw material affect D21linearly theD213 hydrolysis reaction rate constant (khyd), according to Equation 8 (with H D hemicellulose, C D celluloseD214 and L D lignin):D215 khyd D Const: C xH C yC C zL
0.25 sugar concentration (mole/L)
sugar concentration (mole/L)
(8)
Each coefficient of hemicellulose (x), cellulose (y)D216 and lignin (z) at various temperatures is solved using fourD217 equations composed from data in Tables 1 and 5 and afterward solved with software Design Expert 6.0.8.
0.25 A
0.21 0.19 0.17 0.15 0.13 0.11 0.09
0.23
B
0.21 0.19 0.17 0.15 0.13 0.11 0.09
0
5
10 15 20 25 30 35 time (min)
430
435
425
0.23
425
0
5
10 15 20 25 30 35 time (min)
Figure 4. Effect of temperature on sugar concentration produced using sulfuric acid catalyst concentration D1750.18 mole/L D176hydrolysis of sawdust. The experiment provides data of sugars concentrations during the process (closed symbols) at various temperatures ( D 160; & D 180; D 200; D D 220 C). Hydrolysis kinetics was expressed using homogeneous with sugar degradation model (solid line in partD17 A) as well as without sugar degradation one (dotted line in partD178 B) to verify mass balance of sugar concentrations.
440
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
Biofuels 0.26
0.26
A
B
0.24
sugar concentration (mole/L)
0.24
sugar concentration (mole/L)
7
0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12
0.22 0.2 0.18 0.16 0.14 0.12
0.1
0.1 0
5
10
15
20
25
30
35
0
5
10
time (min)
15
20
25
30
35
time (min)
Figure 5. Effect of temperature on sugar concentration produced using sulfuric acid catalyst concentration D1790.18 mole/L D180hydrolysis of aD18 mixture of twig, leaf, corn cob and sawdust. The experiment provides data of sugarD182 concentrations during the process (closed symbols) at various temperatures ( D 160; & D 180; D 200; D D 220 C). Hydrolysis kinetics was expressed using homogeneous with sugar degradation model (solid line in partD183 A) as well as without sugar degradation D184(dotted line in partD185 B) to verify mass balance of sugar concentrations.
At a temperature of 160D218 C:
At a temperature of 200D20 C:
20:92H C 32:75C C 26:41L D 0:0034 ðfrom twigÞ (9) 29:02H C 32:04C C 21:06L D 0:00333 ðfrom corn cobÞ (10) 18:17H C 13:61C C 10:93L D 0:00206 ðfrom leaf Þ (11) 19:19H C 34:74C C 31:23L D 0:00338 ðfrom sawdustÞ (12) 445
At a temperature of 180D219 C:
455
At a temperature of 220D21 C:
20:92H C 32:75C C 26:41L D 0:00875 ðfrom twigÞ (13) 29:02H C 32:04C C 21:06L D 0:00856 ðfrom corncobÞ (14) 18:17H C 13:61C C 10:93L D 0:00542 ðfrom leaf Þ (15) 450
20:92H C 32:75C C 26:41L D 0:02081 ðfrom twigÞ (17) 29:02H C 32:04C C 21:06L D 0:02033 ðfrom corn cobÞ (18) 18:17H C 13:61C C 10:93L D 0:01312 ðfrom leaf Þ (19) 19:19H C 34:74C C 31:23L D 0:02056 ðfrom sawdustÞ (20)
19:19H C 34:74C C 31:23L D 0:00867 ðfrom sawdustÞ (16)
20:92H C 32:75C C 26:41L D 0:04612 ðfrom twigÞ (21) 29:02H C 32:04C C 21:06L D 0:04502 ðfrom corn cobÞ (22) 18:17H C 13:61C C 10:93L D 0:02955 ðfrom leaf Þ (23) 19:19H C 34:74C C 31:23L D 0:04546 ðfrom sawdustÞ (24)
460
465
Table 4. KineticD190 parameters of hydrolysis and sugD19ar degradation forD192 various raw materials. Hydrolysis Frequency factor (1/min) Twig Corn cob Leaf Sawdust Mixture
(6.8 § 0.1).106 (5.95 § 0.65).106 6.5.106 (6.6 § 0.2).106 1.13.107
Sugar degradation
Activation energy (kJ/mol) 77.15 76.61 78.82 77.15 77.20
§ § § §
4.53 0.83 2.49 2.0
Frequency factor (1/min) 13.48.104 (12.78 § 0.2).104 (15.58 § 0.1).104 (12.88 § 0.5).104 13.48.104
Activation energy (kJ/mol) 63.85 64.52 62.77 63.98 63.73
§ § § §
0.83 0.83 1.25 0.42
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
8
14-11-2015
15:17
Megawati et al.
Table 5. Kinetics of hydrolysis and sugar degradation for all raw materials. Twig
C
160 180 200 220
k(hyd) (33.52 (86.33 (20.53 (45.50
§ § § §
k(deg) ¡4
0.96).10 2.33).10¡4 0.52).10¡3 1.10).10¡3
(26.72 (58.48 (11.98 (23.14
§ § § §
k(hyd)/k(deg) ¡4
0.55).10 1.09).10¡4 0.21).10¡3 0.37).10¡3
1.25 1.48 1.71 1.97
§ § § §
0.044 0.048 0.053 0.057
C
k(hyd)
k(hyd)
160 180 200 220
(34.07C3.82).10¡4 (87.18C9.72).10¡4 (20.60C2.29).10¡3 (45.41C5.04).10¡3
(21.03C0.55).10¡4 (46.41C1.14).10¡4 (9.58C0.22).10¡3 (18.63C0.42).10¡3
k(hyd)/k(deg) 1.62 1.88 2.15 2.44
§ § § §
0.19 0.21 0.24 0.28
C
k(hyd)
k(deg)
160 180 200 220
(20.15C0.51).10¡4 (52.96C1.22).10¡4 (12.83C0.27).10¡3 (28.94C0.56).10¡3
(41.70C0.88).10¡4 (90.03C1.75).10¡4 (18.22C0.33).10¡3 (34.81C0.59).10¡3
k(hyd)/k(deg) 0.48 0.59 0.70 0.83
§ § § §
0.02 0.02 0.02 0.02
Sawdust
C
k(hyd)
k(deg)
160 180 200 220
(32.53C1.27).10¡4 (83.79C3.17).10¡4 (19.92C0.73).10¡3 (44.16C1.58).10¡3
(24.63C1.08).10¡4 (53.98C2.33).10¡4 (11.07C0.47).10¡3 (21.42C0.90).10¡3
k(hyd)/k(deg) 1.32 1.55 1.80 2.06
§ § § §
0.08 0.09 0.10 0.11
Mixture
C
160 180 200 220
465
k(hyd)
k(deg) ¡4
(54.93C1.36).10 (141.57C3.20).10¡4 (33.68C0.70).10¡3 (74.69C1.43).10¡3
k(hyd)/k(deg) ¡4
(27.63C0.57).10 (60.37C1.13).10¡4 (12.37C0.21).10¡3 (23.83C0.38).10¡3
1.99 2.34 2.73 3.13
§ § § §
0.06 0.07 0.07 0.08
Calculation shows that correlation between fraction (in %) of hemicellulose, celluloseD2 and lignin to khyd could be expressed byD23 the following equation: At a temperature of 160D24 C: khyd D 0:001909 ¡ 5 x 10 ¡ 5 H C 1:43 x 10 ¡ 4 C ¡ 8:1 x 10 ¡ 5 L
(25) 470
160 180 200 220
khyd (based on experiment data)
khyd (based on composition data)
(54.93 C 1.36).10¡4 (141.57 C 3.20).10¡4 (33.68 C 0.70).10¡3 (74.69 C 1.43).10¡3
52.20.10¡4 13.77.10¡3 33.55.10¡3 75.59.10¡3
khyd D 0:01312 ¡ 3:4 x 10 ¡ 4 H C 8:89 x 10 ¡ 4 C ¡ 5:4 x 10 ¡ 4 L
(27) 475
At a temperature of 220D27 C: khyd D 0:03032 ¡ 7:8 x 10 ¡ 4 H C 1:978 x 10 ¡ 3 C ¡ 1:24 x 10 ¡ 3 L
Leaf
Temperature ( C)
At a temperature of 200D26 C:
Corn cob
Table 6. Kinetics of hydrolysis for mixed raw materials.
At a temperature of 180D25 C: khyd D 0:005234 ¡ 1:4 x 10 ¡ 4 H C 3:7 x 10 ¡ 4 C ¡ 2:2 x 10 ¡ 4 L
(26)
(28) The aD28bove D29equations show that data obtained from this experiment is good since they provide four correlation equations which are consistent. Each coefficient increases with increase of hydrolysis temperature. Lignin composition D230possesses negative effect to reaction rate. Thus higher lignin content tends to inhibit reaction. Meanwhile hemicellulose and cellulose provide reverse effect; hemicellulose provides negative but cellulose provides positive effect. This indicates that both components have different degradation condition.[8] The aD231bove four equations are D23used to predict the reaction rate constant for mixed raw materials. The result is then compared with the experiment result D23in Table 6. The rD234esult of correlation equation calculation between composition and reaction rate constant seems not to have significant differences from the calculation based on experimental data. The purpose of this research is achieved:D235 raw material variation influences hydrolysis reaction rate due to difference of hemicellulose, celluloseD236 and lignin compositions. Conclusion Dilute sulfuric acid hydrolysis of lignocellulosic materials such asD237 twig, leaf, corn cob, sawdust and its mixture are relatively influenced by the lignocellulosic raw material and temperature. The more lignin content in the raw materials, the smaller sugar yield is produced. The maximum sugar yield is obtained from leaf;D238 the minimum sugar yield is obtained from sawdust and twig. Sugar yield increases when the hydrolysis temperature is increased. For the mixture of raw materials with 0.18 mole/L sulfuric acid, the sugar yield increases from 19.1 to 25.2% when the D239temperature is increased from 160 to 220 C. The result of lignocellulosic hydrolyzates fermentation is relatively good. The higher the lignin content in the raw materials, the more difficult the hydrolyzate is to D240fermentD241. The sawdust and twig hydrolyzates relatively produce less
480
485
490
495
500
505
510
515
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
14-11-2015
15:17
Biofuels ethanol. At catalyst concentration of 0.18 mole/L, the homogeneous model with sugar degradation is better than without sugar degradation. Consequently, the hydrolysis of lignocellulosic materials with 0.18 mole/L of sulfuric acid will produce sugar which can be degradD24ed at a temperature of 180D243 C. At high temperature (above D24180D245 C), sugar degradation has occurred so the model with sugar degradation is more suitable compared to the one without sugar degradation. Composition of hemicellulose, celluloseD246 and lignin provides strong influence to hydrolysis reaction rate. The higherD247 the lignin content in the raw material, the slower the hydrolysis reaction rate.
520
525
Acknowledgement This work was supported by Competence Research Grant by DIKTI 288/UN37.3.1/LT/2014.
530
Disclosure statement No potential conflict of interest was reported by the authors.
Q5 535
540
545
550
555
560
565
570
575
References [1] Samuel R, Pu Y, Foston M, et al. Solid-state NMR characterization of switchgrass cellulose after dilute acid pretreatment. Biofuels 2010;1:8590. [2] Quintero JA, Moncada J, Cardona CA. Techno-economic analysis of bioethanol production from lignocellulosic residues in Colombia: A process simulation approach. Biores. Technol. 2013;139:300307. [3] Leskinen T, King AWT, Kilpelainen I, et al. Fractionation of lignocellulosic Materials using ionic liquids: Part 2. Effect of particle size on the mechanisms of fractionation. Ind. Eng. Chem. Res. 2013;52:39583965. [4] Wertheim E, Jeskey H. Introductory organic chemistry. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Book Company Inc. [5] Rowell RM, Pettersen R, Han JS, et al. Cell wall chemistry. In: Rowell RM editor. Handbook of wood chemistry and wood composities. Boca Raton: CRC Press; 2005. p.3574. [6] Palmqvist E, Hagerdal BH. Fermentation of Lignocellulosic Hydrolysates. II: Inhibition and Detoxification. Biores. Technol. 2000;74:2533. [7] Demirbas A. The importance of bioethanol and biodiesel from biomass. Energy Sour. 2008;3:177185. [8] Taherzadeh MJ. Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of Inhibitors and Fermentation Strategies, PhD Thesis. Chalmers University of Technology, Goteborg, Sweden; 1999. [9] Badger PC. Ethanol from cellulose: a general review. In: Janick J, Whipkey A, editors. Trends in New Crops and New Uses. Alexandria, VA: ASHS Press; 2002. p. 1721. [10] Gupta R, Sharma KK, Kuhad RC. Separate hydrolysis and fermentation (SHF) of Prosopis juliflora, a woody substrate, for the production of cellulosic ethanol by Saccromyces cerevisiae and Pichia stipitis-NCIM 3498. Biores. Technol. 2009;100:12141220. [11] Binoj P, Sindhu R, Singhania RR, et al. Bioethanol production from rice straw: an overview. Biores. Technol. 2010;101:47674774. [12] Kuhad RC, Gupta R, Khasa YP, et al. Bioethanol production from Lantana camara (red sage): Pretreatment, saccharification and fermentation. Biores. Technol. 2010;101:83488354.
9
[13] Rabelo S, Carrere H, Maciel Filho R, et al. Production of bioethanol, methane and heat from sugarcane bagasse in a biorefinery concept. Biores. Technol. 2011;102:18877895. [14] Chandel AK, Antunes FAF, Arruda PV, et al. Dilute acid hydrolysis of agro-residues for the depolymerization of hemicellulose: state-of-the-art. In: Silva SS, Chandel AK, editors. D-Xylitol. Berlin Heidelberg: Springer-Verlag; 2012. [15] Njoku SI, Ahring BK, Uellendahl H. Pretreatment as the crucial step for a cellulosic ethanol biorefinery: testing the efficiency of wet explosion on different types of biomass. Biores. Technol. 2012;124:105110. [16] Shatalov AA, Pereira H. Xylose production from giant reed (Arundo donax L.): modeling and optimization of dilute acid hydrolysis. Carbohyd. Polym. 2012;87:210217. [17] Karimi K, Kheradmandinia S, Taherzadeh MJ. Conversion of rice straw to sugars by dilute-acid hydrolysis. Biomass Bioenergy 2006;30:247253. [18] Duque SH, Cardona CA, Moncada J. Techno-Economic and environmental analysis of ethanol production from 10 agroindustrial residues in Colombia. Energy Fuels. in press (2015). [19] Latif F, Rajoka MI. Production of ethanol and xylitol from corn cobs by yeasts. Biores. Technol. 2001;77:5763. [20] Govindaswamy S, Vane LM. Multi-stage continuous culture fermentation of Glucose-Xylose Mixtures to fuel ethanol using genetically engineered saccharomyces cerevisiae 424S. Biores. Technol. 2010;101:12771284. [21] Canettieri EV, Rocha GJM, Carvalho JA, et al. Evaluation of the kinetics of xylose formation from dilute sulfuric acid hydrolysis of forest residues of Eucalyptus grandis. Ind. Eng. Chem. Res. 2007;46:19381944. [22] Mosier NS, Ladish CM, Ladish MR. Characterization of acid catalytic domains for cellulose hydrolysis and glucose degradation. Biotechnol. Bioeng. 2002;79:610618. [23] Torget RW, Kim JS, Lee YY. Fundamental aspects of dilute acid hydrolysis/fractionation kinetics of hardwood carbohydrates. 1. cellulose hydrolysis. Ind. Eng. Chem. Res. 2000;39:28172825. [24] Joksimovic G, Markovic Z. Investigation of the mechanism of acidic hydrolysis of cellulose. Acta Agriculturae Serbia 12:5157. [25] Kambu OJ. Studi Karakteristik Sampah Propinsi D.I. Yogyakarta Sebagai Alternatif Bahan Baku Dalam Produksi Etanol, Master Thesis. Universitas Gadjah mada, Yogyakarta; 2008. [26] Megawati , Sediawan WB, Hary S, et al. Pseudo-Homogenous kinetic of dilute acid hydrolysis of rice husk for ethanol production: Effect of sugar degradation. Int. J. Eng. Appl. Sci. 2010;6(6):6469. [27] Megawati , Sediawan WB, Sulistyo H, et al. Kinetics of sequential reaction of hydrolysis and sugar degradation of rice husk in ethanol production. Biores. Technol. 2011;102:20622067. [28] Emerson R, Hoover A, Ray A, et al. Drought effects on composition and yield for corn stover, mixed grasses, and Miscanthus as bioenergy feedstocks. Biofuels 2015;5 (3):275291. [29] Girio FM, Fonseca C, Carvalheiro F, et al. Hemicelluloses for fuel ethanol: a review. Biores. Technol. 2010;101:47754800. [30] Herrera A, Tellez-Luis S, Gonzalez-Cabriales JJ, et al. Effect of hydrochloric acid concentration on the hydrolysis of sorghum straw at atmospheric pressure. J. Food Eng. 2004;63:103109. [31] Taherzadeh MJ, Karimi K. Acid-Based hydrolysis processes for ethanol from lignocellulosic materials: A review. BioResour. 2007;2:472499. [32] Datta R. Energy requirements for lignocellulose pretreatment processes. Process Biochem. 1981, 16-19, 42.
575
580 Q6 585
590
595
600
605
610
Q7
615
620
625
630
635
640
TBFU_A_1110774.3d (Style 3) (210£297mm)
10
645 650
[33] Q8
[34]
655
[35] [36]
660
14-11-2015
15:17
Megawati et al. Demirbas A. Bioethanol from cellulosic materials: a renewable motor fuel from biomass. Energy Sour. 2005;27:327337. Chandel AK, Silva SS, Singh OV. Detoxification of lignocellulose hydrolysates: biochemical and metabolic engineering toward white biotechnology. Bioenerg. Res. 05 August (2012). Hendriks ATWM, Zeeman G. Pretreatments to enhance the digestibility of lignocellulosic biomass. Biores. Technol. 2009;100:1018. O’Brien DJ, Senske GE, Kurantz MJ, et al. Ethanol recovery from corn fiber hydrolysate fermentations by pervaporation. Biores. Technol. 2004;92:1519. Saracoglu NE, Mutlu SF, Dilmac F, et al. A comparative kinetic study of acidic hemicellulose hydrolysis in corn
[37]
[38] [39] [40]
cob and sunflower seed hull. Biores. Technol. 1998;65:2933. Taherzadeh MJ, Niklasson C. Ethanol from Lignocellulosic Materials: Pretreatment, Acid and Ezymatic Hydrolysis and Fermentation. 3 ed. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc; 2003. p. 69. Demirbas A. Bioethanol from cellulosic materials: a renewable motor fuel from biomass. Energy Sour. 2005;27:327337. Saeman JF. Kinetics of wood saccharification. Ind. Eng. Chem. 1945;37:4352. Johnstone RE, Thring MW. Pilot plants, models, and Scale-up methods in chemical engineering. New York: McGraw-Hill Book Company, Inc; 1957.
660
665
670 Q9
LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI
Gambar Alat Adsoptive-distillation
Gambar Kondensasi Etanol Murni
Gambar Kolom Adsorpsi
Gambar Kolom Adsopsi Lewat Jenuh
Gambar Etanol setelah Dimurnikan
Gambar Kunjungan ke Madubaru