Basic Sciences 113/Biologi
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
PENGEMBANGAN JERAMI PADI (ORYZA SATIVA) SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI PENDEGRADASI MINYAK BUMI DARI PERAIRAN LAUT
Ketua Peneliti Prof.Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. Anggota Drs. Sanusi Mulyadiharja, M.Pd
Dibiayai dari dana DIPA UNDIKSHA Singaraja Dengan SPK No : 83/UN48.14/PL/2014 Tanggal 5 Desember 2013
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA DESEMBER 2014
HALAMAN PENGESAHAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI JUDUL PENELITIAN
: PENGEMBANGAN JERAMI PADI (ORYZA SATIVA) SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI PENDEGRADASI MINYAK BUMI DARI PERAIRAN LAUT KODE/RUMPUN ILMU : 113/BIOLOGI BIDANG UNGGULAN PERGURUAN TINGGI : Basic Sciences TOPIK UNGGULAN : Mikrobiologi Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Prof.Dr. Ni Putu Ristiati,M.Pd. b. NIDN : 0004015001 c. Jabatan Fungsional : Guru Besar d. Program Studi : Pendidikan Biologi e. No. HP : 08123803946 f. Alamat surel (e-mail) :
[email protected] Anggota Peneliti a. Nama Lengkap : Drs.Sanusi Mulyadiharja,M.Pd. b. NIDN : 0007045802 c. Perguruan Tinggi : Undiksha LAMA PENELITIAN KESELURUHAN : 3 (tiga) tahun PENELITIAN TAHUN KE : pertama BIAYA PENELITIAN KESELURUHAN : Rp.150.000.000 (seratuslima puluh juta rupiah) BIAYA TAHUN BERJALAN : Diusulkan ke Dikti Rp.35.294.000 (tigapuluhlima juta duaratus sembilanpuluhempat ribu rupiah) Mengetahui Dekan FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha,
Singaraja, November 2014 Ketua Peneliti,
Prof.Dr.Ida Bagus Putu Arnyana,M.Si NIP 195812311986011005
Prof.Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. NIP 19500104198003 2 001 Menyetujui Ketua Lembaga Penelitian
Prof. Dr.AAI. Ngurah Marhaeni, M.A NIP 196403261990032002
PENGEMBANGAN JERAMI PADI (ORYZA SATIVA) SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN BAKTERI PENDEGRADASI MINYAK BUMI DARI PERAIRAN LAUT RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh perbedaan salinitas pada media Bushnell-Haas mineral salts terhadap kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar dari perairan laut, (2) uji kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar terhadap limbah oli yang diperoleh dari perairan pelabuhan laut, dan (3) pengaruh pemberian jerami padi terhadap pertumbuhan isolat bakteri pendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan laut. Target khusus yang ingin dicapai pada akhir penelitian tahun ke-2 adalah mendapatkan suatu teknologi bagi isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yang dapat diinokulasikan pada jerami padi yang dapat dipakai dalam penanggulangan pencemaran oleh tumpahan minyak bumi di perairan laut dalam bentuk briket. Penelitian ini tergolong penelitian eksperimental. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara (1) pengambilan data di lapangan, (2) analisis sampel di laboratorium. Manfaat Penelitian diharapkan dapat diterapkan untuk memecahkan masalah pencemaran minyak bumi di perairan laut. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa (1) konsentrasi salinitas berpengaruh terhadap pertumbuhan koloni bakteri pendegradasi solar, dimana terjadi peningkatan jumlah koloni pada pemberian NaCl 1 %, NaCl 2% dan NaCl 3% kemudian mengalami penurunan jumlah koloni pada konsentrasi NaCl 4% dan 5%. komposisi 4% merupakan komposisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri pendegradasi solar, (2) tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar. (3) Komposisi 4% adalah komposisi jerami padi yang tepat bagi pertumbuhan optimum bakteri pendegradasi solar, dimana pada komposisi tersebut menghasilkan jumlah total koloni maksimal diantara 2 komposisi yang lain (1% dan 8%). Kata-kata kunci : isolat bakteri, salinitas, limbah oli, jerami padi
PRAKATA
Puji Syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, berkat rahmatNYA kami dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan judul “Pengembangan jerami padi (Oryza sativa) sebagai media pertumbuhan bakteri pendegradasi minyak bumi dari perairan laut” tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan. Kami menyadari bahwa terselesaikannya penelitian ini merupakan usaha bersama dari banyak pihak. Maka dalam kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat. Singaraja, November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan mikroorganisme dalam pencemaran lingkungan 2.2 Penyebaran mikroorganisme dalam lingkungan akuatik 2.3 Peranan mikroorganisme dalam lingkungan akuatik 2.4 Studi pendahuluan yang relevan 2.5 Peta Jalan Penelitian BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian 3.2 Manfaat Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan penelitian 4.2 Populasi dan sampel 4.3 Lokasi penelitian 4.4 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian 4.5 Teknik pengumpulan data 4.6 Teknik analisis data 4.7 Prosedur Penelitian BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian NaCl 5.2 Hasil Penelitian NaOH 5.3 Hasil Penelitian Komposisi Jerami yang Optimum untuk Pertumbuhan isolat pendegradasi solar BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
Halaman i ii iii iv v vi 1 3 6 6 10 11 13 14 18 18 18 19 19 20 20 20 21 21 22 29 29 51 64 78 78 79 80
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 5.1 Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar yang Diberikan penambahan konsentrasi NaCl
29
Tabel 5.2 Volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi 25 mL media BHMS
31
Tabel 5.3 Volume NaOH yang digunakan mentitrasi 25 mL larutan uji
51
Tabel 5.4 Karakteristik koloni isolat bakteri
53
Tabel 5.5 Karakteristik sel isolat bakteri
54
Tabel 5.6 Hasil Uji biokimia isolat bakteri
54
Tabel 5.7 Jumlah total koloni bakteri yang diberikan jerami padi dengan Komposisi berbeda
64
Tabel 5.8 Jumlah total koloni bakteri yang diberikan jerami padi 4%
66
Tabel 5.9 Jumlah total koloni bakteri masing-masing genus bakteri
66
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
17
Gambar 5.1 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar dengan Pemberian NaCl
30
Gambar 5.2 Diagram Batang Jumlah volume NaOH yang digunakan Untuk titrasi 25 mL media BHMS
32
Gambar 5.3 Skema fungsi ion Na bagi sel bakteri pendegradasi minyak
37
Gambar 5.4 Mekanisme cara kerja larutan kompatibel
40
Gambar 5.5 Tahap awal proses pendegradasi solar oleh bakteri
42
Gambar 5.6 Proses enzimatis penggunaan oksigen dalam reaksi Metabolism hidrokarbon
42
Gambar 5.7 Reaksi oksidasi rantai alkana
43
Gambar 5.8 Peranan biosurfaktan
44
Gambar 5.9 Degradasi aerob hidrokarbon
46
Gambar 5.10 Mekanisme degradasi anaerob hidrokarbon
47
Gambar 5.11 Perlekatan bakteri pada permukaan minyak
50
Gambar 5.12 Diagram batang perbandingan volume NaOH
52
Gambar 5.13 Diagram batang jumlah total koloni bakteri dengan Pemberian jerami padi per mL
65
Gambar 5.14 Diagram batang jumlah total koloni bakteri untuk masingMasing genus pada komposisi jerami 4 %
67
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pencemaran yang paling tinggi dewasa ini adalah dari tumpahan minyak bumi. Minyak bumi digunakan sebagai sumber energi utama keperluan dunia dan bahan baku industri petrokimia, diangkut secara besar-besaran ke seluruh penjuru dunia dengan kapal tanker. Dampak pencemaran barang beracun dan berbahaya terutama minyak karena minyak merupakan pencemar terbesar dewasa ini terhadap lingkungan maritim. Apabila minyak tumpah ke laut berdasarkan hasil penyelidikan IMO (International Maritime Organization) selama ini akan menyebabkan kerugian di bidang ekologi, tempat rekreasi, lingkungan pelabuhan dan dermaga, instalasi industri, perikanan, hewan, tumbuhan, terumbu karang, dan taman laut (Pieter Batti, 2000). Menurut Freddy Numberi (2009), dari total luas wilayah perairan Indonesia yang berkisar 5,7 juta kilometer persegi, hanya 1,8 juta kilometer persegi atau 30 persen yang kondisinya masih baik. Sisanya, seluas 3,9 kilometer persegi, sekitar 70 persen, rusak ringan hingga rusak berat. Kerusakan antara lain disebabkan penggunaan bom ikan oleh nelayan saat menangkap ikan, pencemaran, serta gejala lain. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) mengungkapkan kerusakan tersebar di seluruh perairan Indonesia. Upaya rehabilitasi tidak akan berhasil jika tidak didukung penyadaran dan pemberdayaan masyarakat. Secara umum penanggulangan limbah minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologi. Secara fisik umumnya dilakukan pada langkah awal penanganan. Tumpahan minyak bumi diisolir secara cepat sebelum minyak tersebut menyebar kemana-mana. Minyak bumi yang terkumpul di permukaan dapat diambil kembali misalnya dengan oil skimmer, sedangkan yang mengendap sulit diambil secara fisika (Hommel & Ratledge, 2007)
Secara kimia, metode yang biasa dipakai adalah menggunakan dispersan, yaitu zat kimia yang dirancang untuk disemprotkan ke atas lapisan minyak, untuk mempercepat proses dispersi alami. Mengatasi tumpahan minyak dengan cara menyemprotkan dispersan ini tidak efektif untuk diterapkan pada kasus-kasus kecil, karena disamping volume limbahnya sedikit dan tempatnya tersebar sehingga sulit untuk diolah, bahkan dispersan mempunyai sifat racun yang lebih besar dari minyak itu sendiri (Setiana, 1991). Reisfeld et al. (1972) mengemukakan tentang penggunaan mikroba untuk membantu meningkatkan biodegradasi minyak bumi sehingga dapat mengurangi pencemaran. Secara biologis, biodegradasi oleh mikroba merupakan salah satu cara yang tepat, efektif dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan karena tidak menghasilkan racun ataupun blooming karena mikroba ini akan mati seiring dengan habisnya minyak. Aktivitas organisme mampu membantu proses pembersihan tumpahan minyak dengan mengoksidasi minyak menjadi CO2 dan H2O. Dalam lingkungan laut, aktivitas degradasi hidrokarbon oleh mikroba dibatasi minimnya konsentrasi nutrisi yaitu nitrogen dan fosfor. Penambahan nitrogen dan fosfor ke dalam komponen minyak dapat merangsang proses biodegradasi tumpahan minyak (Iwabuchi et al.,2002). Proses dekomposisi minyak dan produk minyak di alam secara ekonomis sangat penting. Minyak banyak mengandung bahan organic, hidrokarbonnya banyak
dimanfaatkan oleh
mikroba dalam proses kehidupannya. Proses oksidasi hidrokarbon oleh bakteri dan fungi banyak membantu proses dekomposisi minyak dan produk minyak. Beberapa jenis bakteri, fungi, yeast, sianobakter, dan alga hijau menunjukkan kemampuan mengoksidasi hidrokarbon. Pada dasarnya semua mikroba mampu mendegradasi minyak hanya saja setiap jenis memiliki kemampuan yang berbeda-beda termasuk diantaranya Pseudomonas, Cyanobacter, Micobacter dan beberapa jenis yeast. Oksidasi hidrokarbon oleh mikroba tergantung pada faktor lingkungan seperti suhu, pH, dan nutrisi (Rebecca et al,2002). Pelabuhan Celukan Bawang yang terletak di Gerokgak, 50 kilometer barat Singaraja menjadi pusat bongkar muat angkutan barang dari pulau lain. Lalu-lintas kapal yang berlabuh dan berangkat dari pelabuhan ini cukup banyak, sehingga buangan limbah minyak bumi berpotensi menyebabkan pencemaran. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilalukan pengembangan teknologi mikroba pendegradasi minyak bumi sebagai plasma nuftah dari perairan tropis.
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dalam penelitian ini akan dikaji beberapa permasalan sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh perbedaan salinitas pada media Bushnell-Haas mineral salts terhadap kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan Celukan Bawang ? 2. Bagaimanakah uji kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar terhadap limbah oli yang diperoleh dari perairan pelabuhan Celukan Bawang? 3. Apakah ada pengaruh
pemberian jerami padi terhadap pertumbuhan isolat bakteri
pendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan Celukan Bawang? Urgensi ( Keutamaan) Penelitian Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta kilometer persegi (75% dari total wilayah Indonesia) yang terdiri dari dari 0,3 juta km persegi perairan teritorial; 2,8 juta km persegi perairan laut nusantara; dan 2,7 juta km persegi laut zona ekonomi ekslusif Indonesia. Luasnya perairan laut yang dimiliki Indonesia merupakan anugerah, dimana potensi ekonomi industri bioteknologi perairan sangat tinggi, tetapi belum tergali secara maksimal. Pencemaran perairan laut merupakan isu strategis nasional karena banyak rakyat menggantungkan hidupnya sebagai nelayan, kalau perairan laut tercemar tentu saja ini akan berdampak terhadap pendapatan para nelayan. Di samping itu juga potensi ekonomi industri bioteknologi perairan juga menjadi terganggu. Penelitian pendahuluan tentang isolasi, identifikasi dan uji kemampuan degradasi bakteri pengurai minyak bumi dari perairan pelabuhan Celukan Bawang baru pertama kali dilakukan di wilayah pelabuhan Celukan Bawang, Singaraja (Bali Utara). Pelabuhan Celukan Bawang merupakan pelabuhan pusat bongkar muat angkutan barang dari pulau lain. Disamping itu, pelabuhan ini juga merupakan tempat pengepakan semen baik dalam bentuk kantung maupun curah dari salah satu pabrik semen di Indonesia untuk wilayah Nusatenggara. Lalu-lintas kapal yang berlabuh dan berangkat dari pelabuhan ini cukup banyak, sehingga buangan limbah minyak bumi berpotensi menyebabkan pencemaran. Penelitian pendahuluan telah berhasil mendapatkan isolat-isolat bakteri yang mampu mendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan celukan Bawang.
Penelitian tahun ke-1 akan dilanjutkan dengan (1) menguji isolat-isolat bakteri yang telah terbukti mampu mendegradasi minyak solar dengan menguji ketahanan salinitasnya, (2) kemampuan isolat bakteri tersebut dalam mengdegradasi limbah oli yang terdapat di perairan pelabuhan Celukan Bawang, serta (3) pengaruh penambahan jerami padi pada media terhadap pertumbuhan isolat bakteri yang mampu mendegradasi minyak solar di perairan pelabuhan Celukan Bawang. Penelitian ini perlu dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri yang didapat di pelabuhan Celukan Bawang terhadap perbedaan salinitas yang terdapat di laut. Pencemaran di pelabuhan Celukan Bawang tidak hanya karena minyak solar tetapi juga oli sehingga perlu mengetahui isolat bakteri yang mana mampu mendegradasi limbah oli sehingga kedepannya akan diketahui kemampuan spesifik isolat bakteri tersebut. Jerami padi merupakan media yang sangat baik untuk menangani limbah, dengan penambahan jerami padi pada media pertumbuhan akan diketahui berapa komposisi yang tepat bagi pertumbuhan optimum isolat bakteri tersebut. Penelitian lanjutan akan difokuskan untuk mendapatkan suatu teknologi bagi isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yang dapat diinokulasikan pada jerami padi yang dapat dipakai dalam penanggulangan pencemaran oleh tumpahan minyak bumi di perairan laut, dalam bentuk briket. Jerami padi merupakan bahan yang baik untuk absorpsi sehingga dengan adanya isolat bakteri pendegradasi minyak bumi, kemampuan jerami padi mengabsorpsi menjadi bertambah tinggi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan mikroorganisme dalam pencemaran lingkungan Pencemaran lingkungan akhir-akhir ini menjadi permasalahan global yang menuntut pengelolaan yang efektif dan efisien dalam waktu yang relatif cepat. Pencemaran lingkungan dapat terjadi karena adanya polutan industri, domestik, pertanian, rumah sakit dan sebagainya. Pengelolaan pencemaran lingkungan bertujuan agar suatu kegiatan sedapat mungkin menghasilkan polutan sesedikit mungkin atau menjadikan polutan tersebut tidak berbahaya lagi sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan. Pengelolan tersebut dapat dilakukan secara fisik, kimia, dan biologi. Pengelolaan lingkungan secara biologi dapat menggunakan biota tingkat tinggi, tingkat rendah maupun mikroba. Penggunaan biota tersebut baik sebagai biomonitoring maupun terlibat langsung dalam prosesing pengolahan limbah atau polutan. Peranan mikroba dalam pengelolaan pencemaran lingkungan dapat terjadi dalam tiga hal, yaitu : 1. Mikroba yang telah direkayasa dapat digunakan untuk menggantikan suatu proses produksi sehingga hanya menghasilkan polutan sesedikit mungkin. 2. Mikroba yang telah direkayasa dapat digunakan sebagai organisme pembersih (biocliner). 3. Mikroba yang telah direkayasa dapat digunakan untuk memproses limbah tertentu untuk menghasilkan suatu produk yang bernilai gizi lebih tinggi. Bakteri juga telah dimanfaatkan untuk mengatasi limbah minyak bumi di daerah kilang minyak (terutama kilang minyak lepas pantai) atau pada kecelakaan kapal pengangkut minyak bumi. Golongan Pseudomonas, seperti Pseudomonas putida mampu mengkonsumsi hidrokarbon yang merupakan bagian utama dari minyak bumi dan bensin (Obayuri, 2006). Gen yang mengkode enzim pengurai hidrokarbon terdapat dalam plasmid. Bakteri yang mengandung plasmid rekombinan dikultur dalam jerami dan dikeringkan. Jerami berongga yang telah berisi kultur bakteri kering dapat disimpan dan digunakan jika diperlukan. Pada saat jerami ditaburkan di atas tumpahan minyak, mula-mula jerami akan menyerap minyak dan bakteri akan
menguraikan tumpahan itu menjadi senyawa yang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan polusi (Budiyanto, 2002). Menurut Brock et.al. (2003) populasi mikroba dalam lingkungan perairan tergantung pada berbagai faktor seperti : a. Suhu : suhu air permukaan berkisar antara 30-400C di daerah ekuator. Sebagian besar lingkungan air asin mempunyai suhu di bawah 50C sehingga banyak ditemukan bakteri psikrofilik. Penelitian menunjukkan adanya mikroba di daerah geotermal di Lautan Pasifik, mikroba di lingkungan ini tahan terhadap suhu 2500C dan tekanan 265 atm. b. Tekanan hidrostatik : tekanan hidrostatik antara air permukaan dengan air di lautan yang sangat dalam amat berbeda. Tekanan ini dipengaruhi oleh keseimbangan kimiawi dan mengakibatkan penurunan pH air laut, dan kelarutan nurien seperti bikarbonat, HCO3. Selain itu tekanan hidrostatik juga mempengaruhi titik didih air sehingga tetap mempertahankan air air dalam kedaan terlarut dalam suhu panas dan tekanan tinggi. Tekanan ini meningkat dengan bertambahnya kedalaman. Untuk setiap 10 m, maka peningkatan tekanan akan sebesar 1 atm. c. Cahaya : kehidupan mikroba dalam lingkungan air tergantung pada mikroba fotosintetik. Kelompok alga merupakan produsen primer yang biasanya terdapat pada bagian permukaan air, karena cahaya dapat menembus lapisan ini. d. Salinitas : air laut memiliki konsentrasi garam tinggi. Garam utama dalam air adalah klorida, sulfat karbonat, kalium, kalsium, dan magnesium. e. Kekeruhan : bahan terlarut yang menyebabkan kekeruhan antara lain 1) partikel minerral yang berasal dari darat, 2) detritus, 3) mikroba terlarut. f. pH, mikroba akuatik dapat ditumbuhkan pada pH 6,5 – 8,5. Untuk mikroba laut pH optimum 7,2 – 7,6. g. Bahan organik dan anorganik : nitrat dan pospat merupakan bahan anorganik yang berperan dalam pertumbuhan mikroba. Senyawa organik diperlukan untuk pertumbuhan bakteri saprofit dan fungi. Mikroorganisme dapat tersebar di seluruh kedalaman air namun populasinya terdapat pada bagian permukaan maupun pada bagian sedimen. Bagian sedimen mengandung populasi mikroorganisme yang paling banyak.
Bioremedisi merupakan aplikasi prinsip proses biologik/biodegradasi untuk menangani polutan oleh senyawa kimia yang berbahaya. Pada bioremediasi menggunakan teknik kimia dan lingkungan lebih rumit karena menggunakan katalis yang disuplai oleh mikroba yang mengkatalisis penghancuran senyawa target. Senyawa kimia berbahaya dapat berupa substrat dan bukan substrat bagi mikroba. Reaksi katalis senyawa kimia dilaksanakan intraselular atau ekstraselular. Prinsip reaksinya adalah reaksi reduksi-oksidasi yang penting untuk pembentukan energi bagi mikroba (Kusnadi, 2003). Yang penting untuk diketahui adalah kalau suatu perairan alami mengalami pencemaran domestik, didalamnya akan terjadi gejolak dan perubahan kehidupan. Pada perairan yang belum tercemar akan ditandai oleh hadirnya berbagai jenis ikan yang umum serta hewanhewan air lainnya, tetapi pada perairan yang mulai tercemar, kehidupan ikan mulai terbatas artinya yang mampu hidup pada air yang kotor. Ini menyebabkan kehidupan ikan akan hilang diganti dengan munculnya berbagai jenis bakteri dan plankton, serta beberapa jenis hewan air lainnya. Kalau keadaan air mulai ada perbaikan maka ikan akan muncul lagi, serta akhirnya kehidupan akan kembali seperti semula. Berdasarkan kepada keadaan ini, maka daerah aliran air terbagi menjadi : a. Daerah jernih atau bersih b. Daerah kotor atau keruh c. Daerah septik, berwarna dan berbau d. Daerah perbaikan e. Daerah jernih dan bersih Keadaan di atas dapat diterangkan pada gambar berikut ini : Algae baru (Biomassa sel baru)
Oksigen Buangan Organik
Algae
CO2, NH3 ,PO 4, H 2O Bakteri
Bakteri baru (Biomassa sel baru)
Gambar 2.1 : Simbiosis antara mikroba di dalam air yang tercemar Keadaan pada gambar 2.1 dapat dijelaskan : 1. Buangan organik yang memasuki badan air, oleh bakteri atau fungi akan diuraikan menjadi komponen-komponen kimia berbentuk ion yaitu : a. Organik N akan diuraikan menjadi ion nitrat b. Organik P akan diuraikan menjadi ion fosfat
c. Organik S akan diuraikan menjadi ion sulfat d. Organik C akan diuraikan menjadi CO2, H 2O (ini semuanya dilakukan oleh jasad dekomposer). 2. Hasil uraian di atas sebagian digunakan oleh bakteri untuk membentuk sel baru (biomassa sel baru) dan sebagian lagi digunakan untuk mikroalgae untuk tumbuh dan berkembang juga membentuk biomassa sel baru (ini semua dilakukan oleh jasad dekomposer. 3. Mikroalgae karena mengandung klorofil, dengan bantuan energi sinar matahari, dapat melakukan fotosintesis, sehingga oksigen dihasilkan. Akibatnya ke dalam air terlarutkan oksigen baru, hingga kadarnya meningkat (ini semua dilakukan oleh jasad produsen). 4. Oksigen yang dihasilkan oleh proses fotosintesis mikroalgae akan digunakan bakteri untuk menguraikan senyawa organik yang terkandung di dalam air, sehingga menghasilkan ion-ion. 2.2 Penyebaran mikroorganisme dalam lingkungan akuatik Mikroorganisme dalam suatu lingkungan akuatik terdapat pada semua kedalaman, berkisar dari permukaan ke dasar parit-parit yang paling dalam di dasar lautan. Populasi terbesar mikroorganisme menghuni lapisan teratas dan sedimen dasar terutama di perairan dalam. Kumpulan organisme hidup yang sebagian besar terdiri dari mikroorganisme, yang terapung dan hanyut pada permukaan ekosistem akuatik disebut plankton. Populasi plankton terdiri dari dari algae, protozoa, zooplankton dan mikroorganisme lain. Mikroorganisme fototropik dianggap sebagai plankton yang paling penting karena merupakan produsen primer bahan organik; artinya, pelaku fotosintesis. Sebagian besar organisme planktonik dapat bergerak atau mengandung tetesan minyak, atau memiliki struktur khusus yang memungkinkan mereka mengapung; kesemua ciri ini membantu organisme tersebut untuk mempertahankan lokasinya di zone fotosintetik yang berda di lapisan air bagian atas. Mikroorganisme yang merupakan penghuni suatu dasar perairan disebut organisme bentik. Daerah terkaya akan jumlah dan macam organisme pada sistem muara laut ialah daerah bentik, yang terbentang dari pasang naik sampai suatu kedalaman di tempat tanaman sudah jarang tumbuh. Daerah dasar laut mengandung berjuta-juta bakteri per gram (Pelzcar, 1988). 2.3 Peranan mikroorganisme dalam lingkungan akuatik Kehidupan akuatik menunjukkan adanya interaksi yang amat rumit di antara mikroorganisme, dan antara mikroorganisme dengan makroorganisme baik tumbuhan maupun hewan. Mikroorganisme terutama algae memegang peranan penting dalam rantai
makanan akuatik. Produsen primer dalam lingkungan akuatik ialah algae yang didominasi oleh fitoplankton. Dengan fotosintesis algae mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kmiawi. Protozoa (Foraminifera dan Radiolaria) juga terdapat dalam jumlah banyak di daerah yang dihuni fitoplankton. Jenis-jenis zooplankton ini hidup dari organisme fitoplankton, bakteri, dan zat-zat organik atau anorganik sebagai makanannya.. Menurut penelitian zooplankton menghindari cahaya dan menunjukkan migrasi diurnal. Pada malam hari zooplankton memakan fitoplankton di permukaan, sedangkan siang hari berada di zone fotik. Plankton terutama fitoplankton dianggap sebagai padang rumput di laut. Ikan, ikan paus secara langsung memakan hewan plankton atau hewan yang lebih besar pemakan plankton. Istilah kesuburan lautan dipakai untuk menyatakan kemampuan organisme yang terdapat didalamnya untuk menghasilkan bahan organik. Lingkungan darat menghasilkan 1 sampai 10 gr bahan organik kering per meter persegi per hari, sedangkan daerah-daerah lautan yang dalam menghasilkan 0,5 gr. Bagaimanapun daerah laut jauh lebih luas dari pada lahan produktif sehingga perbedaan tersebut tidak penting karena akhirnya produktivitas total lautan jauh melebihi produktivitas total lahan. Kesuburan ini terutama tergantung kepada produksi fitoplankton. Pertumbuhan organisme fitoplankton bergantung pada energi cahaya, karbon dioksida, air, persenyawaan nitrogen dan fosfor anorganik, dan beberapa unsur mikro. Nitrogen, fosfor, dan unsur mikro dibuat menjadi bentuk tersedia melalui kegiatan biokimia mikroorganisme, terutama bakteri. Kegiatan tersebut meliputi disimilasi substrat organik dan menghasilkan persenyawaan anorganik, yang dikenal dengan proses mineralisasi. Rangkaian transformasi kimiawi menghasilkan nutrien bagi berbagai spesies kehidupan akuatik mengikuti jalan seperti daur nitrogen dalam tanah ( Christopher & Kaplan, 2009) Algae plantonik, dalam lingkungan tertentu, dapat tumbuh menjadi populasi yang sangat besar sehingga dapat mengubah warna air. Warna khas Laut Merah disebabkan oleh populasi padat sianobakteri, Oscillatoria erythraea yang mengandung pigmen fikoeritrin, fikosianin. Demikian pula pasang merah (red tides) disebabkan pertumbuhan eksplosif spesies-spesies plantonik tertentu. Di samping itu, ada pula populasi padat mikroorganisme lain yang memberi warna coklat, kuning sawo, atau kuning kehijau-hijauan pada daerah perairan yang luas. Di berbagai daerah akuatik yang berbeda terdapat banyak tipe fisiologis bakteri. Di antara kelompok psikrofilik terdapat bakteri tertentu yang bercahaya, yang dapat menghasilkan cahaya bila ada oksigen. Beberapa bakteri (Flavobacterium, Micrococcus dan Chromobacterium) di daerah permukaan lingkungan marin seringkali berpigmen, suatu ciri khas yang dimilikinya untuk melindungi diri terhadap bagian dari radiasi sinar matahari yang bersifat letal. Bakteri yang banyak ditemui di daerah-daerah yang tercemari hasil buangan rumah tangga kaya dan kaya akan nutrien organik meliputi bakteri coli, streptokokus faeces dan spesies-spesies dari genus Bacillus, Proteus, Clostridium, Sphaerotilus, Beggiatoa, Thiothrix, Thibacillus dan banyak lainnya. Di daerah muara yang miskin akan nutrien seringkali terdapat bakteri tunas atau berapendiks seperti Hyphomicrobium, Caulobacter, Gallionella, di samping Pseudomonas. Di daerah muara yang dangkal, perana mikroba fotosintetik sebagai produsen primer jauh lebih kecil. Tumbuh-tumbuhan di sepanjang garis pantai memberikan daun, batang, dan zat organik lain kepada lingkungan tersebut. Fitoplankton dan algae bentik merupakan sebagian kecil dari bahan makanan yang tersedia di muara dangkal. Vegetasi organik
diuraikan oleh bakteri dan fungi dan diubah menjadi menjadi protein mikrobial yang dapat merupakan nutrien untuk protozoa. Namun, di daerah muara terdapat banyak pemakan bahan makanan seperti kerang, larva serangga, kepiting, udang, nematode, dan beberapa jenis ikan. 2.4 Studi Pendahuluan Yang Relevan Penelitian tentang biodegradasi limbah minyak bumi oleh konsorsium bakteri di laut telah dilakukan oleh Ratu Savitri dkk., 2008 yang menghasilkan konsorsium bakteri pada air limbah baik yang disterilkan maupun yang tidak memiliki kemampuan biodegradasi tertinggi selama 120 jam. Sedang Dwi Imam dkk., 2008 meneliti tentang bakteri yang berasosiasi dengan anemon laut, hasil penelitian menunjukkan koloni satu jenis bakteri mengekspresikan biopigmen golongan karotenioid. Austin, B., 2008 meneliti tentang marin bioteknologi yang sangat membantu dalam mencari antibiotika terbaru untuk mengontrol penyakit-penyakit patogen. Telah dilakukan penelitian dengan seaweed (Fucus serratus) untuk menghasilkan senyawa bioaktif. Penggunaan produk alam dari laut atau bahari sejak dahulu sudah dilakukan umat manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, selain pemanfaatannya di bidang pangan, penggunaan produk alam bahari di bidang kesehatan semakin berkembang ke arah penemuan senyawa-senyawa sitotoksik dan pencarian senyawa-senyawa untuk mengatasi berbagai penyakit serta untuk memelihara kesehatan (Dahuri, 2004). Eksplorasi flora dan fauna bahari semakin intensif dilaksanakan. Penelitian di bidang senyawa bahan alam bahari telah berkembang dari hanya isolasi dan karakterisasi metabolit sekunder sampai usaha untuk mensintesisnya dan telaah struktur terkait dengan aktivitas biologisnya. Secara umum senyawa metabolit sekunder bahari dihasilkan oleh empat golongan organisme yaitu : Algae, Coelenterata, Echinodermata, dan Porifera (Soediro, 2000). Penelitian tentang metabolit sekunder yang berasal dari bunga karang cenderung meningkat dibandingkan dengan golongan lainnya, hal ini disebabkan oleh : (1) relatif mudah untuk memperoleh bahan percobaan; (2) kemampuan biosintesis metabolit sekunder yang lebih luas; dan (3) tipe struktur molekul dan aktivitasnya lebih beragam. Telah banyak senyawa-senyawa bahan alam bahari (marine natural products) yang diisolasi dan diketahui bersifat bioaktif sehingga memiliki manfaat yang besar dalam bidang farmasi dan kedokteran seperti antibiotika (Dahuri, 2004). “Drugs from the sea”, obat-obatan dari laut, merupakan senyawa yang tengah diburu oleh para ahli farmakologi di seluruh dunia saat ini. Kegiatan riset obat-obatan dengan materi unsur-
unsur bioaktif yang diperoleh dari dasar laut, seperti isolasi senyawa terumbu karang dan bunga karang, tengah berlangsung di pusat-pusat riset kelautan tingkat dunia seperti di Scripts Institution of Oceanography di San Diego AS, University of Hawaii AS, University of Dusseldorf Jerman, IFREMER Brest, Perancis serta Di Australian Institute of Marine Sciences (AIMS) Townsville-Australia (Soesilo , 2003). Pelabuhan Celukan Bawang yang terletak di Kabupaten Buleleng merupakan pelabuhan yang cukup ramai didatangi kapal sehingga kemungkinan terjadi pencemaran minyak bumi sangat tinggi. 2.5 Peta Jalan Penelitian Hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan oleh Ristiati dkk. (2009) di pelabuhan Celukan Bawang mendapatkan isolat bakteri (A, B, C, D, E, F, G1, G2, H ) yang mempunyai ciri antara lain : (1) dari pengamatan secara makroskopis didapatkan koloni yang berhasil di isolasi memiliki bentuk menyebar tidak teratur, bulat dengan tepi bergelombang, bulat dengan tepi timbul, bulat, bentuk L, dan filamen. Dilihat dari bentuk tepinya ada yang berbentuk bercabang, bergelombang, lobat, dan halus. Berdasarkan bentuk permukaannya (penonjolan) ada yang berbentuk datar, menonjol, dan konveks. Sedangkan dilihat dari warnanya, semua koloni berwarna putih. (2) bakteri yang ditemukan bersifat Gram negatif (-) dan hanya dua isolat yang bersifat Gram positif (+) yaitu isolat E dan G2. Dalam pewarnaan gram apabila pH basa, maka bakteri yang jumpai memiliki sifat Gram positif, sedangkan
apabila
kondisi
lingkungan
memiliki pH asam, maka gam negatif akan lebih banyak ditemui. Pada penelitian ini kondisi lingkungan yang diambil sampelnya memiliki rentangan pH antara 6,4 -7,1. Oleh karena itu, bakteri yang ditemukan kebanyakan bersifat gram negatif. (3) Pada pewarnaan tahan asam, dari semua isolat yang ditemukan bersifat tidak tahan asam (-). Hal ini disebabkan oleh bakteri yang diwarnai tersebut hanya mampu bertahan pada kondisi pH antara netral sampai sedikit asam, sehingga pada saat diberikan pewarnaan tahan asam, semua isolat menunjukkan sifat tidak tahan asam. Sedangkan, dari pewarnaan kapsul ada beberapa isolat yang memiliki kapsul (+) dan ada juga yang tidak memiliki kapsul (-) dan untuk pewarnaan sporanya ada beberapa isolat yang membentuk endospora (+) dan ada yang berupa sel vegetatif (-). (4) Berdasarkan hasil uji biokimia yang dilaksanakan, untuk uji fermentasi glukosa, semua isolat menunjukkan uji positif terhadap gula tersebut. Sedangkan untuk fermentasi maltosa dan sukrosa hanya isolat D yang tidak mampu memfermentasinya. Hal ini menunjukkan bahwa hampir semua isolat mampu
melakukan fermentasi dari gula-gula tersebut. Sedangkan, untuk fermentasi pada gula laktosa, hanya isolat D, E, dan H yang mampu memfermentasi laktosa tersebut. Untuk uji hidrolisa, pada isolat D, F, dan G tidak mampu menghidrolisa pati sedangkan untuk hidrolisa gelatin hanya mampu dilakukan oleh isolat D, F, dan G1. (5) Uji motilitas dan katalase menunjukkan uji positif pada semua isolat. Hal ini menunjukkan bahawa semua isolat dapat melakukan pergerakan dan menghasilkan ensim katalase. Untuk uji methyl red, Voges Proskauer, dan H2S didapatkan isolat bereaksi positif dan ada juga isolat yang bereaksi negatif. Penelitian tahun ke-1 akan diarahkan untuk mendapatkan (1) pengaruh perbedaan salinitas pada media Bushnell-Haas mineral salts terhadap kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan Celukan Bawang, (2)) uji kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar terhadap limbah oli yang diperoleh dari perairan pelabuhan Celukan Bawang, dan (3) pengaruh pemberian jerami padi terhadap pertumbuhan isolat bakteri pendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan Celukan Bawang. Jerami padi Jerami padi merupakan hasil pasca panen padi. Komposisi nutrien jerami : bahan kering 91%, abu 11-19%, protein kasar 3-5%, lemak 1,82%, serat kasar 27-40%, BETN 40,38%, kalsium (Ca) 0,11-0,58%, posphat (P) 0,14-0,30%, selulosa 33%. silika 13% (Yusup, 2008). Menurut Nur (2008) : 42% C, 5,1 lignin, 40% selulosa, 22% hemiselulosa, 0,55% polifenol, 0,6% N, 0,1% P, 1,3% K Penelitian tahun ke-2 akan difokuskan untuk mendapatkan
suatu teknologi bagi isolat
bakteri pendegradasi minyak bumi yang dapat diinokulasikan pada jerami padi yang dapat dipakai dalam penanggulangan pencemaran oleh tumpahan minyak bumi di perairan laut dalam bentuk briket. Studi Pendahuluan
Air Laut Yang Tercemar Limbah Minyak Solar Pengambilan Sampel
Isolasi Mikroba di laboratorium
Identifikasi Mikroba di laboratorium
Uji Kemampuan Degradasi Mikroba
Didapatkan isolat-isolat bakteri tangguh yang dapat menguraikan minyak Solar
Tahun ke-1
Tahun ke-2
- Didapatkan isolat-isolat bakteri yang tahan terhadap salinitas. - Uji kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar terhadap limbah oli. - Diketahui pengaruh pemberian jerami padi terhadap pertumbuhan isolat bakteri pendegradasi minyak solar.
Isolat bakteri yang dikultur dalam jerami dan dikeringkan. Jerami yang telah berisi kultur bakteri dapat disimpan dan digunakan jika diperlukan, dalam bentuk briket. Pada saat briket jerami ditaburkan di atas tumpahan minyak, mula-mula jerami akan menyerap minyak dan bakteri akan menguraikan tumpahan itu menjadi senyawa yang tidak berbahaya dan tidak menimbulkan polusi
Gambar 2.1 Bagan alir Penelitian
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mendapatkan isolat-isolat bakteri yang tahan terhadap salinitas. 2. Uji kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar terhadap limbah oli yang diperoleh dari perairan pelabuhan Celukan Bawang. 3. Mengetahui pengaruh
pemberian jerami padi terhadap pertumbuhan isolat bakteri
pendegradasi minyak solar dari perairan pelabuhan Celukan Bawang. 3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah mendapatkan : 1. didapatkan isolat-isolat bakteri yang tahan terhadap salinitas. 2.
isolat bakteri pendegradasi minyak solar yang mampu mendegradasi limbah oli yang diperoleh dari perairan pelabuhan Celukan Bawang.
3.
isolat bakteri pendegradasi minyak solar yang mampu tumbuh dan berkembang dalam jerami padi.
Hasil Penelitian diharapkan dapat diterapkan untuk memecahkan masalah pencemaran minyak bumi di perairan laut. Pengembangan teknologi jerami padi yang telah mengandung mikroba pendegradasi minyak bumi untuk mengabsorbsi dalam bentuk briket. Jerami padi merupakan media yang sangat baik untuk menangani limbah, dengan penambahan jerami padi pada media pertumbuhan akan diketahui berapa komposisi yang tepat bagi pertumbuhan optimum isolat bakteri tersebut. Jerami padi merupakan bahan yang baik untuk absorpsi sehingga dengan adanya isolat bakteri kemampuan jerami padi mengabsorpsi menjadi bertambah tinggi sehingga memudahkan dalam penanggulangan pencemaran minyak bumi di perairan.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini merupakan eksperimen sungguhan (True experimental). Dikatakan eksperimen sungguhan
karena memenuhi tiga prinsip pokok seperti replikasi,
randomisasi, dan adanya kontrol atau perlakuan banding (Bakta, 1997). Rancangan penelitian eksperimen yang digunakan adalah : The Randomized Posttest- Only Control Group Design (Zaenuddin, 1994; Bawa, 2000). Dalam rancangan ini diasumsikan bahwa di dalam suatu populasi tertentu, tiap unit populasi adalah homogen artinya semua karakteristik antar unit populasi adalah sama. Maka pengukuran awal tidak dilakukan, oleh karena dianggap sama untuk semua kelompok yang berasal dari satu populasi. Berdasarkan asumsi tersebut maka digunakan rancangan eksperimen tanpa ada pengukuran awal (pretest), tetapi hanya postest saja. Rancangan ini dapat digambarkan sebagai berikut : K --------R
O1
P1 ---------- O2 P2 ---------- O3
Penjelasan : R = random K = kontrol P1 = perlakuan I P2 = perlakuan II O1, O2 , O3 = observasi. Sampel penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini ulangan dilakukan sebanyak 3 kali. 4.2 Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perairan pelabuhan Celukan Bawang, Singaraja. Sampel dalam penelitian ini adalah air laut yang mengandung minyak solar. Jumlah ulangan 9 kali berdasarkan (T-1)(R-1) ≥ 15 (Rochiman, 1989) dimana T = perlakuan dan R = replikasi.
Unit percobaan berjumlah 9 cawan petri berisi medium untuk menumbuhkan mikroba. Jumlah seluruh unit percobaan menjadi 27 unit. 4.3 Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian akan dilaksanakan di laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Undiksha. 4.4 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : 1) Untuk isolasi dan identifikasi bakteri yang diperlukan antara lain agar nutrisi, kaldu nutrisi, magnesium sulfat, kalsium klorida, dihidrogen kalium fosfat, monohidrogen kalium fosfat, amonium nitrat, larutan besi klorida, NaCl, minyak bumi, NAOH 1N,HCl 1N, alkohol 70%, larutan kristal violet, larutan lugol, aseton alkohol, safranin, larutan hijau malakit, larutan farmol gentiana violet, larutan karbol fuksin, larutan biru metilen, reagen kovac, MRVP, larutan KOH 40%,larutan 5% alpha-naptol, Simons Citrate agar, pepton, glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa, manitol, agar pati, gelatin, urea, MacConkey agar, TSIA, indikator fenol merah, larutan dimetil-p-fenildiamina hidroklorida 1%, kertas saring, kapas lemak, akuades, spiritus. Magnesium sulfat, kalsium klorida, dihidrogen kalium fosfat, monohidrogen kalium fosfat, ammonium nitrat, larutan besi klorida, minyak solar, oli, natrium tiosulfat (zat anti jamur), bacto agar, alkohol 70%, kertas buram, aquades, spiritus, aluminium foil, lap, korek api, indikator PP (Phenolptalein), dan NaOH 0,1 M. 2) Bahan baku : Minyak solar,oli, jerami padi, medium N.A, Medium N.B,
medium
Bushnell-Haas Mineral Salts 3) Alat-alat penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain batang pengaduk, gelas ukur, laminar air flow, autoklaf, pH meter, mikropipet, buret, timbangan, inkubator, penangas air, labu Erlenmeyer, corong pisah, magnetic stirrer, gelas kimia, spatula, cawan petri, pemanas bunsen, alat dokumentasi (kamera), statif, dan mikroskop stereo. 4.5 Teknik pengumpulan data -
Observasi di pelabuhan celukan Bawang
-
Eksperimen di laboratorium
-
Pengumpulan dokumen.
4.6 Teknik Analisis Data Data yang telah terkumpul pada akhir penelitian selanjutnya ditabulasi dalam tabel kerja. Data kemudian diuji dengan menggunakan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila dari uji tersebut diperoleh data yang normal dan homogen, maka dilanjutkan dengan analisis parametrik dengan menggunakan uji ANOVA Satu Arah pada taraf signifikansi 5% dengan program SPSS 16. Sebelum dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA Satu Arah, data harus dalam keadaan berdistribusi normal dan homogen. Untuk itu, data yang didapat harus diuji normalitas dan homogenitasnya terlebih dahulu. Adapun tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1). Uji normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan Shapiro-Wilk. Dalam pengujian ini berlaku ketentuan bahwa jika nilai signifikansi <0,05 maka data dikatakan tidak terdistribusi normal dan apabila nilai signifikansi >0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal. 2). Uji homogenitas dengan menggunakan Levene test. Dalam uji ini berlaku ketentuan bahwa apabila nilai signifikansi <0,05 maka data dikatakan tidak berasal dari populasi yang homogen dan apabila nilai signifikansi >0,05 maka data dikatakan berasal dari populasi yang homogen. 3). Uji hipotesis dengan menggunakan uji ANOVA Satu Arah. Dalam pengujian hipotesis digunakan taraf signifikansi 5%. Apabila Fhitung≤Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, ini berarti tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar. Akan tetapi, apabila Fhitung>Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar. Apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi normal dan berasal dari populasi yang homogen maka digunakan uji Kruskal-Wallis. Uji ini beranggapan bahwa variabel yang diperbandingkan berdistribusi kontinu. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu data kuantitatif (data utama) berupa volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi 25 ml media uji, pengujian kemampuan bakteri pendegradasi minyak solar terhadap oli, dan data penunjang berupa karakteristik bakteri pendegradasi minyak solar yang berperan dalam proses degradasi oli. Data utama dibuat dalam bentuk tabel dan dirata-ratakan untuk setiap perlakuan, dimana setiap perlakuan terdiri dari delapan kali ulangan. Sedangkan data penunjang ditampilkan dalam bentuk tabel dan deskripsi.
4.7 Prosedur Penelitian Untuk memperoleh data, dilakukan langkah-langkah meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap observasi. I. Pengujian pengaruh perbedaan salinitas pada media Bushnell-Haas Mineral Salt terhadap kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar. 4.7.1 Tahap persiapan Tahap persiapan merupakan tahap awal kegiatan penelitian. Dalam hal ini dilakukan kegiatan sebagai berikut. 1). Membuat media isolasi bakteri (Bushnell-Haas Mineral Salt) Media isolasi dibuat dengan cara
mencampurkan 0,2 g
magnesium sulfat
(MgSO4.7H2O); 0,02 g kalsium klorida (CaCl2); 1,0 g dihidrogen kalium fosfat (KH2PO4); 1,0 g monohidrogen kalium fosfat (K2HPO4; 1,0 g ammonium nitrat (NH4NO3); 0,05 g besi (III) klorida (FeCl3) ke dalam 1000 ml aquades. pH media diatur agar mencapai pH 7,0 - 7,2. Ditambahkan zat anti jamur sebanyak 2% dari total volume media. Kemudian media disterilisasi pada autoklaf selama 15 menit pada tekanan 15 psi dan suhu 121ºC, setelah itu didinginkan hingga suhu 60ºC. 2). Membuat medium pembenihan Medium pembenihan dibuat dengan menggunakan 100 ml Bushnell-Haas Mineral Salt yang telah ditambahkan zat anti jamur (natrium tiosulfat). Kemudian ditambahkan 90 ml air laut dari Pelabuhan Celukan Bawang. Kemudian dikocok setiap 1 jam selama 10 jam. 3). Menyiapkan sampel Sampel diambil dari kultur bakteri yang telah ditumbuhkan pada media pembenihan. Kultur bersumber dari air laut Pelabuhan Celukan Bawang. 4). Menyiapkan alat dan bahan untuk pengukuran data utama dan data penunjang. Mikroskop stereo untuk identifikasi karakteristik koloni bakteri pendegradasi oli. Untuk mengukur kadar asam n-oktanoat diperlukan satu set alat titrasi, statif, magnetic stirrer, erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 25 ml, corong pisah 100 ml, labu ukur 500 ml dan 100 ml, gelas kimia, dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang diperlukan untuk titrasi adalah indikator PP (Phenolptalein) dan NaOH 0,1 M. 5). Menyiapkan tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja 4.7.2 Tahap pelaksanaan 1). Pengujian kemampuan bakteri pendegradasi minyak solar terhadap oli 1 ml sampel dituangkan ke dalam 100 ml media Bushnell-Haas Mineral Salt (media cair) kemudian ditambah dengan 3 ml, 6 ml, dan 9 ml oli, selanjutnya diinkubasi. Sebelum diinkubasi, pH medium diukur dengan kertas pH universal untuk mengetahui pH awal. Campuran diuji selama 21 hari dengan pengocokan dilakukan setiap 1x24 jam, kemudian dilakukan pengamatan perubahan warna media, kekeruhan, keadaan oli, dan perubahan pH yang terjadi. Pengukuran pH sangat penting artinya untuk menentukan waktu titrasi. 2). Pengujian karakteristik dan biokimia bakteri pendegradasi solar yang mampu mendegradasi oli a). 5 tetes sampel medium uji dituang ke cawan petri pada media Bushnell-Haas Mineral Salt Agar kemudian diinkubasi. b). Diamati pertumbuhan koloni bakteri pendegradasi limbah oli selama 2x24 jam, kemudian bakteri diisolasi dan dilakukan uji karakteristik (pewarnaan gram, tahan asam, kapsul, dan spora) dan uji biokimia (uji fermentasi glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa; uji hidrolisis pati dan gelatin; uji motilitas, uji katalase, uji methyl red, uji Voges Proskauer, dan uji TSiA) untuk masing-masing isolat. 4.7.3 Tahap observasi 1). Pengukuran kadar hasil biodegradasi yang berupa asam organik hasil degradasi senyawa hidrokarbon penyusun oli. Setelah 21 hari masa inokulasi, dilakukan pengukuran kadar asam organik yang dihasilkan selama proses degradasi. Pengukuran kadar produk biodegradasi yang dihasilkan dilakukan dengan cara tirasi menggunakan larutan NaOH standar (0,1 M) dan indikator PP (Phenolptalin) dengan prosedur kerja sebagai berikut. a). Mengambil 25 ml larutan sampel dan dimasukkan pada erlenmeyer 100 ml. b). Sampel pada media cair tersebut masing-masing ditetesi dengan indikator PP (Phenolptalin) ±3-4 tetes. c). Titrasi dengan NaOH 0,1 M (standar) selanjutnya dicatat volume NaOH yang digunakan sampai larutan sampel berubah warna menjadi merah muda.
2). Identifikasi koloni bakteri sebagai data penunjang Identifikasi makroskopis koloni bakteri sebagai data penunjang melalui pengamatan bentuk dan tipe koloni bakteri. Masing-masing koloni bakteri yang tumbuh pada media Bushnell-Haas Mineral Salt Agar, selanjutnya diidentifikasi bentuk dan warna koloninya secara makroskopis dengan bantuan mikroskop stereo dan kamera untuk dokumentasi. II. Pengujian kemampuan isolat bakteri pendegradasi minyak solar terhadap limbah oli. 4.7.4
Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan awal dalam kegiatan penelitian. Dalam tahap ini dilakukan kegiatan antara lain sebagai berikut.
1)
Menyiapkan alat untuk pembuatan media pembenihan dan isolasi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: labu erlemeyer, gelas kimia, spatula, pipet tetes, timbangan, cawan petri, batang pengaduk, gelas ukur, autoklaf, pH meter, pemanas, pembakar bunsen, colony counter, inkubator.
2)
Menyiapkan bahan untuk membuat media pembenihan dan isolasi. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: agar nutrisi, magnesium sulfat, kalsium klorida, dihidrogen kalium sulfat, monohidrogen kalium fosfat, ammonium nitrat, larutan ferri klorida, NaCl, minyak solar, alkohol 70%, kapas lemak, aquades, spiritus dan zat anti jamur (natrium tiosulfat)
3)
Menyiapkan alat untuk pengambilan air laut di Pelabuhan Celukan Bawang. Jerigen, water sampler, water quality checker, anemometer dan alat dokumentasi (kamera)
4)
Menyiapkan alat dan bahan untuk pengukuran data utama dan penunjang Untuk menghitung jumlah koloni bakteri digunakan colony counter. Untuk mengukur kadar asam organik digunakan metode titrasi dengan bahan penolpthalein (PP), alkohol (sebagai pelarut PP), NaOH 0,1 M. Alat yang digunakan dalam titrasi adalah magnetic stirrer, statif, titrasi 25 mL, gelas ukur, labu erlemeyer, corong pemisah, pipet tetes, gelas kimia, labu ukur 100 mL dan 500 mL.
5)
Sterilisasi Alat yang digunakan untuk pengambilan data disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Sebelumnya dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% dan kapas bersih.
6)
Menyiapkan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium mikrobiologi Jurusan pendidikan Biologi, Undiksha Singaraja. 4.7.5
Tahap Pelaksanaan
1)
Tahap Pengambilan Sampel Pengambilan sampel air dilakukan di pelabuhan celukan bawang. Air yang diambil adalah air yang mengandung minyak solar. Air diambil dengan menggunakan water sampler selanjutnya disimpan ke dalam jerigen.
2)
Tahap Pembuatan Medium Dalam pembuatan media Bushnell Haas Mineral Salts diperlukan komposisi beberapa zat dengan komposisi sebagai berikut : Komposisi Bushnell Haas Mineral Salts Medium per 1 L aquades adalah 0,2 g magnesium sulfat (MgSO4.7H2O); 0,02 g kalsium klorida (CaCl2); 1,0 g dihidrogen kalium fosfat (KH2PO4); 1,0 g monohidrogen kalium fosfat (K2HPO4; 1,0 g ammonium nitrat (NH4NO3); 0,05 g besi (III) klorida (FeCl3). pH media diatur agar mencapai pH 7,0 - 7,2. Ditambahkan pula zat antijamur sebanyak 2 % dari volume media. Kemudian dilakukan sterilisasi pada autoclave selama 15 menit pada tekanan 15 psi dan pada suhu 121°C, setelah itu didinginkan sampai suhunya 60°C.
3)
Menyiapkan Sampel Kultur Sampel diambil dari kultur bakteri yang telah ditumbuhkan pada media pembenihan. Kultur bersumber dari air laut di Pelabuhan Celukan Bawang, Kabupaten Buleleng.
4)
Membuat Medium Pembenihan Medium pembenihan dibuat dengan menggunakan 100 mL Bushnell Haas Mineral Salts yang telah ditambahkan zat anti jamur natrium tiosulfat. Kemudian ditambahkan 90 mL air laut dari Pelabuhan Celukan Bawang. Kemudian campuran dikocok secara manual setiap 1 jam selama 16 jam.
5)
Menguji pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri Pertumbuhan bakteri pendegradasi minyak bumi terhadap pemberian salinitas yang berbeda dapat dilakukan dengan membiakan bakteri pada medium pembenihan di cawan agar. Bakteri ditumbuhkan pada medium agar dengan meneteskan beberapa tetes medium pengamatan Bushnell Haas Mineral Salts yang telah diuji dengan metode titrasi. Medium agar kemudian diinkubasi selama dua hari.
6)
Menguji pengaruh salinitas terhadap kemampuan degradasi bakteri Pengujian kemampuan degradasi bakteri dengan menambahkan kadar garam (NaCl) yang berbeda diawali dengan menyiapkan 100 mL Busnell Haas Mineral Salts kemudian ditambahkan NaCl sesuai dengan perbandingan yang telah ditentukan 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% yaitu 1 gr/100mL, 2 gr/100mL, 3 gr/100mL, 4 gr/100mL, dan 5 gr/100mL. Larutan tersebut kemudian campuran 3 mL solar. Bakteri yang telah ditumbuhkan pada medium pembenihan kemudian ditambahkan ke dalam medium uji tersebut sebanyak 1 mL. Campuran kemudian diuji selama 21 hari, dengan dilakukan pengocokan manual 24 jam sekali. Kemudian dilakukan titrasi pada hari ke-21 untuk mengukur kadar produk degradasi yang dihasilkan.
4.7.6
Tahap Observasi
1)
Penghitungan Jumlah Koloni Bakteri Penghitungan jumlah koloni bakteri dilakukan secara langsung dengan menggunakan colony counter dengan kriteria penghitungan sebagai berikut. a) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloni yang diragukan, dapat dihitung menjadi satu koloni. b) Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni c) Data yang telah terkumpul pada akhir penelitian berupa angka jumlah koloni bakteri pendegradasi solar pada masing-masing perlakuan kemudian ditabulasi ke dalam tabel.
2)
Pengukuran jumlah asam organik yang dihasilkan dalam degradasi minyak solar. Pengukuran kadar produk degradasi yang dihasilkan dapat menggunakan titrasi dengan larutan NaOH standar dan indikator phenolptalein (PP). Dengan prosedur kerja sebagai berikut. a) Media penelitian dikocok kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah untuk memisahkan media dan minyak solar b) Mengambil 25 mL larutan sampel kemudian dimasukkan pada erlemeyer 100 mL. Kemudian menetesinya dengan indikator phenolptalein (PP) sebanyak 4 tetes.
c) Titrasi dengan NaOH (standar), selanjutnya catat volume NaOH yang digunakan sampai larutan sampel berubah warna merah muda.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1
Hasil Penelitian NaCl
5.1.1
Jumlah Koloni Bakteri Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil penambahan
pemberian konsentrasi NaCl pada medium Bushnell Haas Mineral Salts terhadap jumlah koloni bakteri pendegradasi minyak solar. Dalam hal ini konsentrasi NaCl yang diujikan adalah NaCl 1%, NaCl 2%, NaCl 3%, NaCl 4% dan NaCl 5%. Data utama yang didapat dari penelitian yang dilakukan disajikan dalam Tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Data Jumlah Koloni Bakteri Pendegradasi Minyak Solar dalam 10 mL Sampel yang Telah Diberi Perlakuan Penambahan Konsentrasi NaCl Ulangan I II III IV V Jumlah Rata-rata
NaCl 1% 164 189 171 188 166 878 175,6
Jumlah Koloni Bakteri NaCl 2% NaCl 3% NaCl 4% 187 220 132 195 245 126 210 268 148 219 234 119 212 257 139 1023 1224 664 204,6 244,8 132,8
NaCl 5% 107 98 90 111 86 492 98,4
Ber dasarkan Tabel
5.1
tersebut maka terlihat
bahwa jumlah koloni bakteri semakin meningkat pada pemberian NaCl 1%, 2% dan optimum pada pemberian NaCl 3%. Dengan rata-rata jumlah koloni bakteri pada secara berurutan 175,6 bertambah menjadi 204,6 kemudian pada NaCl 3% menjadi 244,8 koloni. Pertumbuhan bakteri kemudian menurun pada konsentrasi NaCl 4% dan 5%, hal ini dapat dilihat dari jumlah rata-rata koloni bakteri pada konsentrasi NaCl tersebut secara berturut-turut 132,8 dan 98,4 koloni. Dari data di atas pertumbuhan koloni bakteri pendegradasi minyak solar memiliki salinitas optimum untuk dapat tumbuh dan berkembang. Apabila salinitas rendah atau tinggi maka pertumbuhan koloni bakteri pendegradasi minyak menjadi tidak optimal. Jumlah koloni bakteri pendegradasi solar berdasarkan konsentrasi NaCl yang ditambahkan ke dalam media Busnell Haas Mineral Salts dapat digambarkan dalam Gambar 5.1 berikut.
250 200 150 Rata-‐rata
Jumlah koloni
NaCl 1%
NaCl 2%
NaCl 3%
NaCl 4 %
Konsentrasi NaCl
NaCl 5%
Gambar 5.1 Diagram Batang Pengaruh Penambahan Konsentrasi NaCl terhadap Pertumbuhan Koloni Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Berdasarkan Gambar 5.1 di atas terlihat jelas adanya perbedaan perubahan pertumbuhan koloni bakteri yaitu jumlah koloni bakteri pendegradasi solar pada setiap penambahan konsentrasi NaCl. Pada konsentrasi NaCl 1% hingga penambahan NaCl 3% terdapat peningkatan jumlah koloni bakteri pendegradasi solar, kemudian mengalami penurunan pada penambahan konsentrasi NaCl sebesar 4% dan 5%. 5.1.2
Jumlah Asam Organik dengan Indikator Jumlah Volume NaOH Berdasarkan penelitian yang dilakukaan dengan menambahan konsentrasi NaCl pada
medium Bushnell Haas Mineral Salts terhadap jumlah minyak solar yang terdegradasi oleh bakteri pendegradasi minyak solar diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 5.2. Jumlah minyak solar yang didegradasi dapat diperkirakan dengan mendeteksi keberadaan asam-asam khususnya asam organik yang dihasilkan selama proses degradasi minyak solar. Keberadaan asam-asam ini dapat diketahui dengan cara titrasi dengan menggunakan NaOH dan penolpthalein (PP). Semakin sedikit volume NaOH yang digunakan untuk merubah warna penolpthalein yang pada mulanya bewarna putih menjadi warna merah muda maka semakin sedikit asam yang terbentuk. Sebaliknya jika semakin banyak volume NaOH yang digunakan untuk merubah warna penolpthalein menjadi merah muda maka semakin banyak asam yang terbentuk dalam pendegradasian minyak solar. Data utama hasil degradasi merupakan jumlah volume NaOH yang digunakan untuk mengubah warna 25 mL Bushnell Haas Mineral Salts.
Tabel 5.2 Volume NaOH yang Digunakan untuk Mentitrasi 25 mL Media Bushnell Haas Mineral Salts (dalam mililiter (mL)) Ulangan
Volume NaOH (mL) NaCl 1%
NaCl 2%
NaCl 3%
NaCl 4%
NaCl 5%
1
16,35
19,90
21,45
15,05
14,00
2
19,45
20,05
20,95
17,75
15,80
3
18,80
19,55
21,85
16,90
18,75
4
18,55
21,15
22,05
16,85
14,55
5
17,90
20,90
19,85
19,10
13,95
Jumlah
91,05
101,55
106,15
85,65
77,05
Rata-Rata
18,21
20,31
21,23
17,13
15,41
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas maka dapat terlihat bahwa jumlah asam organik yang terbentuk akan semakin meningkat dengan penambahan konsentrasi NaCl yang diberikan pada konsentrasi 1%, 2%, dan optimal pada konsentrasi NaCl 3%. Kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi NaCl 4% dan 5%. Kadar asam organik yang bertambah pada konsentrasi 1%, 2% dan 3% mengindikasikan semakin banyak jumlah minyak solar yang terdegradasi pada konsentrasi NaCl tersebut, sedangkan asam organik yang menurun jumlahnya pada konsentrasi NaCl 4% dan 5% mengindikasikan bahwa semakin sedikit jumlah minyak solar yang terdegradasi. Sehingga untuk mendegradasi minyak solar secara optimal juga diperlukan konsentrasi NaCl (salinitas) yang optimal. Walaupun karakteristik dari suatu bakteri berpengaruh terhadap salinitas optimal yang diperlukan oleh bakteri tersebut untuk tumbuh dan melakukan metabolisme. Hasil asam organik yang diperoleh juga sesuai dengan pertumbuhan koloni bakteri yang meningkat pada pemberian konsentrasi NaCl 1%, 2% dan 3% dan penurunan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi NaCl 4% dan 5%. Semakin banyak jumlah bakteri maka semakin banyak pula jumlah minyak solar yang didegradasi sebaliknya semakin sedikit jumlah koloni bakteri maka semakin sedikit pula jumlah minyak solar yang didegradasi. Penambahan konsentrasi NaCl pada medium Bushnell Haas Mineral Salts menyebabkan perubahan pertumbuhan bakteri pendegradasi solar, yang kemudian berpengaruh terhadap jumlah asam organik yang dihasilkan sebagai indikasi terdegradasinya minyak solar. Dalam hal ini
penambahan konsentrasi NaCl menyebabkan perubahan pada pertumbuhan koloni bakteri pendegradasi minyak solar dan jumlah minyak solar yang terdegradasi. Kadar asam organik dengan indikator jumlah volume NaOH dapat digambarkan dalam diagram batang pada Gambar 5.2
Gambar 4.2 Gambar Diagram Batang Jumlah Volume NaOH yang Digunakan untuk Titrasi 25mL Medium Pengamatan Bushnell Haas Mineral Saltsambar 4.2 dapat dilihat perbedaan diantara
Gambar 5.2 Gambar Diagram Batang Jumlah Volume NaOH yang Digunakan untuk Titrasi 25mL Medium Pengamatan Bushnell Haas Mineral Salts Berdasarkan Gambar 5.2 dapat dilihat perbedaan diantara asam organik yang dihasilkan dari pendegradasian minyak solar. Jika terjadi penambahan konsentrasi NaCl sebesar 1%, 2% dan 3% ke dalam medium Bushnell Haas Mineral Salts maka jumlah asam organik akan semakin meningkat kemudian akan menurun apabila konsentrasi NaCl semakin ditingkatkan menjadi 4% dan 5%. Hal ini karena setiap mikroorganisme termasuk bakteri pendegradasi minyak membutuhkan suatu keadaan optimal yang menunjang pertumbuhan dan kegiatan metabolisme bakteri tersebut. Lingkungan dengan keadaan yang terlalu minimum atau terlalu maksimum akan berpengaruh kurang baik terhadap bakteri. Yang diperlukan adalah lingkungan yang memiliki kondisi optimal. Termasuk dalam hal ini konsentrasi ion-ion di dalam medium pertumbuhan bakteri. 5.2
Uji Prasyarat Analisis MANOVA
5.2.1
Uji Normalitas Data
Pada penelitian ini uji normalitas diuji dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Pengujian dengan SPSS, berlaku ketentuan jika nilai signifikansi < 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal dan apabila nilai signifikansi > 0,05 maka data dikatakan berdistribusi normal. Hasil analisis data dengan program SPSS diperoleh nilai signifikansi > 0,05 (Tabel 4.4) yaitu 0,200. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa data yang diperoleh berdistribusi normal. 5.2.2
Uji Homogenitas Varians Pada penelitian ini, uji homogenitas data diuji dengan Levene Test. Pengujian dengan
Levene Test memiliki ketentuan jika nilai signifikansi < 0,05 maka data dikatakan tidak berasal dari populasi yang homogen dan jika nilai signifikansi > 0,05 maka data dikatakan berasal dari populasi yang homogen. Berdasarkan uji homogenitas varians dengan menggunakan Levene Test SPSS 16.0 for windows maka diperoleh nilai signifikansi > 0,05 yaitu nilai signifikansi pada based on mean 0,733 dan 0,462. Sehingga dari nilai signifikansi tersebut data yang diperoleh berasal dari populasi yang homogen. 5.3
Uji Hipotesis dengan MANOVA Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas maka diperoleh hasil bahwa data penelitian
berdistribusi normal dan berasal dari populasi yang homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan menggunakan uji MANOVA. Uji ini digunakan karena penelitian ini memiliki satu variabel bebas dan dua variabel terikat. Uji MANOVA digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh salinitas terhadap jumlah koloni bakteri pendegradasi solar dan jumlah asam organik yang dihasilkan dengan indikator jumlah volume NaOH titrasi dalam proses tersebut. Pada pengujian dengan menggunakan MANOVA berlaku ketentuan jika nilai signifikansi > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan Uji MANOVA di atas maka nilai signifikan yang diperoleh adalah < 0,05 yaitu 0,000 sehingga H0 dalam penelitian ini ditolak dan H1 yang diterima. Dengan Fhitung = 17,935 > Ftabel = 4,2. Sehingga ini berarti terdapat perbedaan pengaruh salinitas (konsentrasi NaCl) yang diberikan terhadap jumlah koloni bakteri dan jumlah asam organik yang dihasilkan dari degradasi minyak solar oleh bakteri pendegradasi solar. Berdasarkan uji antara variabel, maka diperoleh hubungan antara jumlah koloni bakteri dengan jumlah asam organik yang dihasilkan oleh bakteri pendegradasi minyak solar dengan indikator jumlah volume NaOH. Hal ini juga dapat dilihat, dimana penurunan dan peningkatan
jumlah koloni bakteri akan berpengaruh terhadap penurunan dan peningkatan jumlah volume NaOH titrasi sebagai indikator jumlah asam organik yang dihasilkan oleh bakteri. Mengenai hubungan antara variabel bebas yaitu konsentrasi NaCl dengan variabel terikat yaitu jumlah asam organik dengan indikator volume NaOH titrasi dan jumlah koloni. Pada tabel tersebut seluruh nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,000. Angka signifikansi ini berarti ada hubungan diantara kedua variabel yaitu antara variabel bebas yaitu konsentrasi NaCl dengan variabel terikat yaitu jumlah koloni bakteri dan jumlah asam organik yang diukur dengan volume NaOH. 5.4
Pembahasan Hasil analisis dengan uji MANOVA menyatakan bahwa angka signifikasi < 0,05 yaitu
0,000 sehingga hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan pengaruh konsentrasi NaCl yang ditambahkan ke dalam medium Bushnell Haas Mineral Salts terhadap jumlah koloni bakteri pendegradasi solar dan jumlah asam organik hasil degradasi minyak solar yang diukur dengan jumlah volume NaOH titrasi sebagai indikator jumlah asam organik yang terbentuk. Berikut pembahasan dari hasil pengamatan yang diperoleh dalam penelitian ini. 5.4.1
Pengaruh Perbedaan Konsentrasi NaCl pada Medium Bushnell Haas Mineral Salts Terhadap Jumlah Koloni Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh data bahwa konsentrasi NaCl yang diberikan
pada sampel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap jumlah koloni bakteri pendegradasi solar. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah koloni bakteri seiring dengan peningkatan jumlah konsentrasi NaCl yang diberikan hingga konsentrasi 3% dan kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi 4% dan 5%. Adanya perubahan jumlah koloni bakteri disebabkan oleh kadar konsentrasi ion di dalam media pertumbuhan. NaCl akan berionisasi menjadi ion Na+ dan ion Cl. Kedua ion ini akan mempengaruhi konsentrasi larutan pada medium tumbuh dari bakteri pendegradasi solar. Bakteri memerlukan suatu lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dan melakukan metabolisme seluler. Bakteri memiliki rentangan batas minimum, batas maksimum agar mampu bertahan pada suatu keadaan lingkungan. Jika melewati batas-batas tersebut maka bakteri akan mati jika tidak mampu beradaptasi. Menurut Anthoni (2006), NaCl sangat mempengaruhi salinitas air laut, karena konsentrasinya paling dominan dengan senyawa lainnya. Air laut dengan
salinitas 3,5% mengandung sekitar 85,62% NaCl, artinya konsentrasi senyawa NaCl di dalam air laut sebesar 3%. NaCl mempengaruhi stabilitas membran, aktivitas enzim, maupun mekanisme transpor aktif bakteri ini tidak terganggu oleh kenaikan konsentrasi Na+. Menurut Riffiani (2010), sebagian bakteri laut memiliki ketergantungan terhadap ion Na+ untuk menjaga stabilitas membran, aktivitas enzim, dan mekanisme tranpor aktif. Pada konsentrasi NaCl 4% dan 5% banyaknya ion pada larutan Bushnell Haas Mineral Salts akan meningkatkan tekanan osmosis di dalam larutan tersebut. Larutan akan menjadi lebih hipertonis jika dibandingkan dengan keadaan sitoplasma sel bakteri yang lebih hipotonis. Tekanan osmosis sebenarnya sangat erat hubungannya dengan kandungan air. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terlepasnya membran sitoplasma dari dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami lisis, yaitu pecahnya sel karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah. Pada kondisi lingkungan yang memiliki konsentasi ion-ion baik Na+ dan Cl- yang dapat ditoleransi oleh sel bakteri. Ion-ion tersebut digunakan oleh bakteri untuk melangsungkan proses metabolisme sel bakteri tersebut. Pengaturan kadar ion baik ion Na+ dan Cl- dilakukan agar seluruh proses metabolisme sel berlangsung optimal. Seperti sel hidup lainnya bakteri cenderung menyeimbangkan gradient ion Na+, ion K+ dan ion Cl- antara sitoplasma dan cairan yang ada di sekitarnya. Seperti konsentrasi K+ harus lebih besar dibandingkan dengan cairan ekstraseluler dan ion Na+ yang konsentrasinya harus lebih rendah dibandingkan dengan cairan ekstraseluler. Enzim yang mengkatalisis translokasi Na+ memiliki aktivitas yang spesifik, sehingga semua fungsi Na+ dihubungkan dengan transport melewati membran. Pergerakan Na+ melewati membran sangat penting bagi fungsi fisiologis bakteri tersebut. Sistem pengangkutan Na+ baik itu ke dalam maupun ke luar sel harus terjaga sehingga terjadi keseimbangan aliran ion Na+. Fungsi ion Na+ bagi bakteri alkalofilik misalnya jenis bakteri Bacilus spp. dan Vibrio sp. adalah untuk pergerakan flagela, sedangkan oleh bakteri Pseudomonas sp. menggunakan aliran ion Na+ sebagai sumber energi dalam pembentukan ATP. Pengeluaran Na+ dari sitoplasma bakteri digunakan sebagai gradient pembentuk untuk mengangkut ion H+ ke dalam sel secara antiport. Sehingga mampu membentuk gradient elektrochemical H+ yang digunakan sebagai pompa dalam proses dekarboksilasi. Selain itu juga digunakan dalam hidrolisis ATP dan mereduksi Nicotinamide Adenin Dinucleotide (NADH). Banyak fungsi Na+ baik dalam endergonik dan
eksergonik membran reaksi yang dihubungkan oleh pertukaran ion Na+. Seperti digambarkan dalam Gambar 5.3 Berdasarkan fungsi ion Na+ tersebut maka penambahan NaCl ke dalam medium Bushnell Haas Mineral Salts yang tidak memiliki kandungan Na+ dan sedikit ion Cl-, akan meningkatkan kegiatan metabolisme sel hingga konsentrasi NaCl 3%. Dengan meningkatnya kegiatan metabolisme dan pembentukan ATP oleh sel-sel bakteri, maka pertumbuhan dan perkembangan pembentukan koloni bakteri akan semakin cepat dan banyak. Penambahan NaCl hingga konsentrasi 3% belum menyebabkan konsentrasi larutan Bushnell Haas Mineral Salts terlalu hipertonis dibandingkan dengan keadaan cairan sitoplasma bakteri. Sehingga pengangkutan ionion ini ke dalam sel dapat berlangsung optimal, demikian juga pertukaran air dari lingkungan intraseluler ke lingkungan ekstraseluler berlangsung secara seimbang. Dengan semakin optimalnya kegiatan metabolisme sel, maka pertumbuhan bakteri dan diikuti dengan pembelahan sel dan pembentukan koloni bakteri akan berlangsung dengan lebih cepat. Sehingga jumlah koloni yang ditemukan akan lebih banyak. Rantai respirasi Decarboxilasi
RH + CO2 Antiport
RCOO- + H+
Na +
Na+
ADP + PI
H+
ATP
Simport Flagella motor
ATP Synthetase
Gambar 5.3 Skema Sederhana yang Menjelaskan Fungsi Ion Na+ Bagi Sel Bakteri Pendegradasi Minyak, Ketika Ion Na+ Melewati Membran Sel Bakteri (Anthoni, 2006) Pada konsentrasi NaCl 4% dan 5% diperoleh penurunan jumlah koloni bakteri. Hal ini disebabkan karena banyaknya ion-ion tersebut di dalam larutan Bushnell Haas Mineral Salts
akan menyebabkan meningkatnya tekanan osmotik di larutan dan membuat larutan menjadi lebih hipertonis dibandingkan dengan cairan intraseluler pada sel bakteri. Keadaan hipertonis ini akan menyebabkan sel bakteri cenderung kehilangan lebih banyak air. Pengaruh tekanan osmotik yang tinggi akan mengganggu proses fisiologis, dan untuk menyeimbangkannya memerlukan energi. Energi akan lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan dan lebih sedikit untuk proses metabolisme (dalam hal ini mekanisme pengangkutan ion-ion melewati membran) pada mikroorganisme yang dipelihara pada salinitas yang mendekati konsentrasi ion dalam selnya. Sebaliknya pada keadaan yang hipertonis maka energi dialokasikan pada pengangkutan ion-ion dan adaptasi terhadap salinitas tinggi bukan untuk pertumbuhan selnya. Setiap organisme mempunyai daya tahan pada batas tertentu terhadap perubahan lingkungan. Jika keadaan lingkungannya ada pada tingkat diluar batas kisaran daya tahan, maka pertumbuhannya akan terhambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian secara perlahan-lahan atau kematian mendadak. Salinitas juga ikut berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen terlarut di dalam air (Pramono, 2006). Oksigen merupakan salah satu faktor yang berperan dalam proses metabolisme bakteri pendegradasi minyak solar.
Berkurangnya konsentrasi oksigen pada media akan
mengurangi metabolisme sel bakteri pendegradasi solar. Hal ini akan menyebabkan semakin menurunnya laju pembelahan sel bakteri dan pembentukan koloni baru. Sehingga pada keadaan konsentrasi ini jumlah koloni bakteri lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi NaCl 1%, 2%, dan 3%. NaCl berionisasi selain menjadi ion Na juga menghasilkan ion Cl. Ion Cl pada konsentrasi yang tinggi akan berpengaruh negatif terhadap bakteri. Ion Cl jika bereaksi dengan hidrogen akan menghasilkan produk asam hipoklorit (HOCl) dan hipoklorit (OCl) adalah agen pembasmi kuman. Klor yang dimasukkan ke dalam air, akan pertama kali akan bereaksi dengan senyawa inorganik dan senyawa organik dan kemudian tidak lagi berfungsi sebagai desinfektan (Faisal, 2009) Asam hipoklorit (HOCl) memiliki sifat lebih reaktif dan merupakan desinfektan yang kuat dari pada OCl-. HOCl mampu terpecah menjadi asam hidroklorit (HCl) dan oksigen (O). Atom oksigen yang dilepaskan berfungsi sebagai tenaga desinfektan yang sangat kuat. Daya desinfeksi klorine di dalam air didasarkan pada kekuatan oksidasi dari atom oksigen bebas dan reaksi substitusi oleh klorine. Khlorin mampu membunuh mikroorganisme pathogen seperti virus
dan bakteri dengan cara memecah ikatan kimia pada molekulnya seperti merubah struktur ikatan enzim, bahkan merusak struktur kimia enzim. Ketika enzim pada mikroorganisme kontak dengan khlorin, satu atau lebih dari atom hidrogennya akan diganti oleh ion khlor. Hal ini dapat menyebabkan berubahnya ikatan kimia pada enzim tersebut atau bahkan memutus ikatan kimia enzim, sehingga enzim pada mikroorganisme tidak dapat berfungsi dengan baik dan sel atau bakteri akan mengalami kematian (Faisal, 2009). Mikroorganisme dapat tumbuh dalam salinitas 4% dan 5% hal ini karena mekanisme adaptasi bakteri dalam memelihara osmoregulasi cairan intraselulernya. Mekanisme kerja osmoregulasi melalui dua aktifitas. Pertama, dengan mempertahankan kemantapan osmolaritas cairan intraseluler tanpa harus isoosmotik terhadap salinitas media. Kedua, menjaga kemantapan cairan intraseluler agar menyamai cairan ekstraseluler bakteri. Kedua, aktifitas tersebut dilakukan dengan cara mengatur volume air di dalam cairan intraseluler, serta mengatur pertukaran ion antara cairan intrasel dengan cairan ekstra sel. Efek salinitas terhadap bakteri secara langsung mempengaruhi tingkat kerja osmotik, sebagai akibat perbedaan osmolaritas antara cairan dalam sel bakteri dengan media eksternalnya, kemudian daya absorpsi air media. Membran sel permeabel terhadap air tetapi tidak untuk semua zat terlarut. Ketika konsentrasi larutan eksternal lebih besar atau lebih kecil dari konsentrasi lingkungan internal maka air akan bergerak masuk atau keluar sel. Sel mengadaptasi perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal dengan cara mengatur lingkungan internal agar konsentrasinya sama dengan lingkungan eksternal. Peningkatan konsentrasi garam internal akan menghambat kerja banyak enzim. Pada konsentrasi garam yang tinggi akan merusak protein dengan mengubah konformasi bentuk protein. Rahasia berbagai bakteri laut untuk mengadaptasikan diri dari tekanan osmotik yang tinggi bahkan salinitas sangat tinggi seperti di Laut Mati adalah dengan memiliki
larutan
kompatibel.
Misalnya
pada
bakteri
primitif
archaebacteria
dan
methanobacteria yang hidup pada lingkungan eksrim memiliki larutan kompatibel di dalam sitoplasma selnya. Larutan kompatibel adalah larutan spesial yang pada konsentrasi garam yang tinggi akan membantu kerja enzim. Seperti prolin, glutamat, trehalosa dan glisin betaine. Juga dengan mengalokasikan senyawa seperti ectoin dan hidroxyectoin. Semakin tinggi salinitas maka semakin banyak larutan ini diakumulasikan di dalam cairan intraselulernya. Adaptasi ini karena memiliki suatu mekanisme osmoprotektan, dimana larutan kompatibel melindungi sisi aktif berbagai jenis enzim seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.4 berikut ini.
Larutan Kompatibel
Enzim
Gambar 5.4 Mekanisme Cara Kerja Larutan Kompatibel (Aectan, 2007) Tekanan osmotik berbeda antara bagian dalam dan luar dari membran sel. Jika lingkungan memiliki tekanan osmotik yang lebih besar dibandingkan dengan lingkungan internal, maka sel akan mengalami kekeringan sebagai akibat keluarnya isi sel ke dalam lingkungan eksternal. Hal ini akan terjadi jika sel tidak meregulasi tekanan osmotik lingkungan internalnya. Enzim memerlukan konsentrasi ion pada lingkungan yang tidak berubah-ubah secara drastis. Banyak ion akan mampu mengubah cara dan struktur enzim jika jumlahnya berlebihan pada lingkungan ekstraseluler. Peningkatan konsentrasi trehalosa, prolin dan molekul netral lainnya tidak akan menyebabkan kerusakan pada enzim. Tidak seperti peningkatan jumlah K+ di dalam lingkungan intraseluler. Glisin betaine dihasilkan pada lingkungan yang tekanan osmotik yang cukup ekstrim. Glisin betaine merupakan osmoprotektan dan berfungsi menetralkan peningkatan kekuatan ion-ion sebagai akibat regulasi untuk menyeimbangkan peningkatan tekanan osmotik yang berada di luar sel. Salinitas yang tinggi akan menyebabkan semakin tingginya tekanan osmotik larutan. Pada konsentrasi NaCl 4% dan 5% bahkan hampir seluruh bakteri yang hidup di air laut memiliki suatu adaptasi khusus sehingga mampu beradaptasi pada lingkungan yang memiliki kadar garam yang cukup tinggi sehingga dengan adanya adaptasi tersebut terdapat koloni bakteri pada larutan Bushnell Haas Mineral Salts pada konsentrasi NaCl 4% dan 5% 5.4.2
Pengaruh Perbedaan Konsentrasi NaCl yang Diberikan pada Medium Bushnell Haas Mineral Salts Terhadap Jumlah Asam Organik yang Dihasilkan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data jumlah asam organik yang dihasilkan oleh
bakteri pendegradasi solar, bertambah seiring dengan pertambahan konsentrasi NaCl hingga 3%,
setelah itu pertambahan kosentrasi NaCl pada 4% dan 5% menyebabkan berkurangnya jumlah asam organik yang dihasilkan oleh bakteri. Hal ini sebanding dengan perubahan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada medium agar yang diambil dari medium Bushnell Haas Mineral Salts yang ditambahkan NaCl 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5%. Pertambahan jumlah koloni pada NaCl 1% hingga 3% menyebabkan semakin banyak jumlah asam organik yang dihasilkan oleh bakteri. Sebaliknya penurunan jumlah koloni bakteri pada konsentrasi NaCl 4% dan 5% akan menyebabkan penurunan jumlah asam organik yang dihasilkan. Konsentrasi NaCl yang tinggi akan menghambat kegiatan metabolisme sel bakteri sehingga jumlah asam organik yang dihasilkan juga semakin berkurang. Proses kerja singkat mengenai cara kerja bakteri dalam langkah awal pendegradasian minyak solar dapat dilihat pada gambar 5.4
Gambar 5.5 Tahap Awal Proses Pendegradasian Solar oleh Bakteri Pendegradasi Solar (Dorobantu dkk, 2010) 1)
Degradasi minyak oleh mikroba Reaksi awal penguraian senyawa hidrokarbon alifatik dan sikloalifatik menggunakan
molekul oksigen. Pada gambar 5.5 menggambarkan kedua tipe reaksi enzimatis. Reaksi tersebut tergantung pada substrat dan perlengkapan enzimatis yang dimiliki mikroorganisme untuk menentukan bagaimana reaksi enzimatis berlangsung.
Gambar 5.6 Proses Enzimatis Penggunaan Oksigen Dalam Reaksi Metabolisme Hidrokarbon (Fritsche dkk, 2008) Rantai n-alkana adalah jenis terbanyak dalam kontaminasi yang disebabkan oleh hidrokarbon minyak. Rantai panjang n-alkana (C10-C24) didegradasi ditunjukkan pada Gambar 5.6. Oksidasi rantai n-alkana dapat dibedakan menjadi reaksi terminal dan diterminal. Reaksi terminal adalah reaksi utama. Dalam proses ini n-alkana diubah menjadi alkohol primer kemudian diubah menjadi aldehid dan akhirnya menjadi asam lemak. Melalui reaksi β-oksidasi asam lemak diubah menjadi asetil Co-A. Rantai n-alkana dengan jumlah karbon ganjil didegradasi menjadi propionil Co-A, kemudian diubah menjadi metilmalonil Co-A, dan akhirnya menjadi suksinil Co-A. Asam lemak sebenarnya dapat digabungkan ke membran plasma sel bakteri tetapi kebanyakan diubah melalui tricarboxlic acid cycle. Oksidasi subterminal terjadi pada rantai pendek dan panjang alkana yang mengandung gugus alkohol sekunder dan keton. Rantai 1-alkana rantai tak jenuh dioksidasi menghasilkan rantai jenuh. Reaksi oksidasi dapat dilihat pada Gambar 5.6
Gambar 5.7 Reaksi Oksidasi Rantai Alkana (Fritsche dkk, 2008) Hidrokarbon alifatik menjadi kehilangan kelarutan terhadap air dengan penambahan rantai. Hidrokarbon dengan jumlah rantai > C12 tidak larut dalam air. Dua mekanisme yang terlibat dalam pengambilan lipofilik substrat, yaitu penempelan mikroorganisme ke partikel minyak dan pembentukan biosurfaktan. Biosurfaktan adalah suatu molekul yang terdiri dari bagian hidrofilik dan hidrofobik. Berperan sebagai agen pengemulsi dengan menurunkan tegangan permukaan dan membentuk misel. Mikrodroplet dibungkus oleh bagian permukaan hidrofobik sel mikroorganisme. Pembentukan dan cara kerja biosurfaktan dapat dilihat pada Gambar 5.7 Hasil dari biodegradasi hidrokarbon menjelaskan bahwa tricarboxlic acid cycle memiliki fungsi ganda. Yaitu sebagai substrat untuk energi metabolisme dan penghalang dalam biosintesis biomassa sel. Sintesis asam amino dan protein memerlukan sumber nitrogen dan sulfur, untuk nukleotida dan asam nukleat juga memerlukan sumber fosfat. Biosintesis dinding sel bakteri membutuhkan glukosa yang disintesis melalui glukoneogenesis. Hasil samping dari biodegradsi adalah CO2, H2O dan biomassa sel. Sel berperan sebagai kompleks biokatalis dalam proses degradasi.
Gambar 5.8 Peranan Biosurfaktan Bagi Proses Emulsifikasi Minyak Solar (Fritsche dkk, 2008) A.
Proses Degradasi dengan cara Aerob Hidrokarbon minyak merupakan substrat yang baik untuk mikroba dari jenis
kemoorganotrof. Namun demikian sebelum digunakan sebagai sumber karbon, mikroba harus memecahnya melalui proses oksidasi. Proses oksidasi hidrokarbon tersebut melibatkan oksigen sebagai akseptor elektron. Peran oksigen ini terutama terjadi pada metabolisme seluler dan berperan langsung sebagai reaktan pada proses anabolisme dan katabolisme. Oksigenase ialah enzim yang berperan dalam reaksi masuknya atom oksigen ke dalam senyawa kimia. Monooksigenase mengkatalisis masuknya satu atom ke dalam senyawa organik. Molekul oksigen bergabung dengan senyawa organik dalam bentuk gugus hidroksil (OH) dan satu atom oksigen lainnya membentuk molekul air (H2O). Aktivitas enzim monooksigenase yang mengkatalisis masuknya gugus OH ke dalam senyawa organik, disebut juga enzim hidroksilase. Pada sebagian besar monooksigenase, sebagai donor elektron ialah NADH atau NADPH, meskipun dalam prosesnya penggabungan molekul oksigen direduksi oleh NADH dan NADPH. Proses degradasi hidrokarbon minyak dapat berlangsung secara aerobik (pada senyawa alifatik) dan anaerobik (beberapa hidrokarbon aromatik oleh bakteri tertentu). Pada degradasi hidrokarbon minyak alifatik rantai jenuh, bakteri mengoksidasi senyawa ini dengan reaksi enzimatik. Pada tahap pertama, molekul hidrokarbon jenuh bereaksi dengan atom oksigen dengan katalis monooksigenase. Kemudian satu gugus hidroksil masuk ke dalam molekul
hidrokarbon. Proses selanjutnya ialah dehidrogenase gugus hidroksil menjadi keton, kemudian dilanjutkan dengan proses karboksilasi. Setelah melalui proses β-oksidasi, terbentuklah asetil Co-A dan dapat bergabung dengan jalur metabolisme dalam sel bakteri (Thontowi, 2008). Mikroorganisme yang menggunakan petrolium sebagai sumber karbon dan energi ada yang bersifat aerob dan ada yang bersifat anaerob. Mikroorganisme aerob cepat dan paling efisien dalam mendegradasi karena reaksi aerob memerlukan lebih sedikit energi bebas untuk inisiasi dan menghasilkan lebih banyak energi. Hidrokarbon akan didegradasi secara beruntun oleh sejumlah enzim, oksigen bertindak sebagai akseptor eksternal. Adapun tahap degradasi alkana melibatkan pembentukan alkohol, aldehid dan asam lemak. Asam lemak dipecah, CO2 dilepaskan dan membentuk asam lemak baru yang merupakan 2 unit karbon yang lebih pendek dari molekul induk, proses ini dikenal sebagai beta oksidasi. Degradasi aerob alkana oleh Acinetobacter menggunakan alkana monooksigenase untuk merubah hidrokarbon menjadi alkohol (Gambar 5.8). Reaksi enzimatis pada biodegradasi aerob adalah reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh oksigenase dan peroksidase. Oksigenase adalah enzim pereduksi yang menambahkan oksigen pada substrat. Mikroorganisme membutuhkan oksigen terutama pada reaksi awal dan reaksi akhir pada rantai respirasi. Sedangkan pada fungi memiliki perkembangan sistem oksidatif yang unik untuk mendegradasi lignin dari extracelullar ligninolytic peroxidase dan lacases.
Gambar 5.9 Degradasi Aerob Hidrokarbon (Nababan, 2008) B.
Degradasi Anaerob Pada tahun 1980 yang lalu telah ditemukan mikroorganisme yang mampu
mendegradasikan hidrokarbon pada kondisi anaerob (Gambar 4.9), yang mekanisme biokimianya berbeda dari metabolisme hidrokarbon aerob.
Gambar 5.10
Mekanisme Degradasi Anaerob Hidrokarbon (Nababan, 2008)
4.4.3
Karakteristik Fisik Media Pengamatan Bushnell Haas Mineral Salts Cair Selama 21 Hari
1)
Perubahan Warna dan Kekeruhan Hasil penelitian ini diperoleh data bahwa media cair yang digunakan untuk menguji
kemampuan mendegradasi solar oleh bakteri pendegradasi solar, mengalami perubahan warna dari bening, menjadi kekuningan kemudian kecoklatan. Hal ini karena seiring dengan meningkatnya kekeruhan maka warna bening yang semula dihasilkan berubah menjadi warna lain. Warna larutan yang semula bening menjadi bewarna kuning akibat hasil metabolit bakteri lain maupun metabolit sekunder hasil degradasi solar yang merupakan zat-zat yang terbentuk dari hasil pemecahan hidrokarbon. Kemudian menjadi warna kecoklatan hal ini karena menumpuknya hasil metabolisme bakteri di dalam larutan. Sedangkan pada beberapa media terdapat perubahan warna media menjadi kehijauan (pyocyianin), kekuningan (pyoverdin) dan kecoklatan (pyomelanin) hal ini karena beberapa bakteri pendegradasi minyak solar menghasilkan pigmen, seperti penelitian terdahulu. Pigmen yang dihasilkan dalam percobaan menggunakan salinitas ini hanya sedikit. Pigmen kehijauan yaitu pyocyianin, kekuningan yaitu pyoverdin dan kecoklatan yaitu pyomelanin. Pada media terjadi perubahan kekeruhan akibat dari biodegradasi minyak diesel dan pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel dimaksudkan adalah pertambahan jumlah bakteri yang terdapat di dalam medium Bushnell Haas Mineral Salts. Larutan media minimal untuk minyak bumi yang bening lama kelamaan berubah menjadi keruh. 2)
Perubahan Keadaan Minyak Solar Perkembangan pertumbuhan isolat diamati secara visual melalui perubahan media.
Minyak diesel yang semula menyatu dan membentuk lapisan tersendiri dipermukaan larutan media lama kelamaan terpecah menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Terbentuknya butiran-
butiran kecil itu disebabkan oleh adanya produksi biosurfaktan oleh bakteri. Bakteri pendegradasi hidrokarbon diketahui memiliki kemampuan untuk memproduksi biosurfaktan. Pseudomonas aeruginosa diketahui memproduksi rhamnolipid pada C12 n-alkana sebagai biosurfaktan. Peningkatan kelarutan tersebut disebabkan oleh enzim membrane-bound oxygenase yang dikeluarkan oleh bakteri untuk meningkatkan kontak secara langsung antara minyak dengan bakteri, sehingga bakteri dapat memanfaatkan minyak tersebut sebagai sumber karbon. Sementara itu minyak diesel yang mula-mula menyatu dan membentuk lapisan tersendiri dipermukaan larutan media lama-kelamaan terpecah menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Secara umum struktur dari biosurfaktan termasuk bagian dari hidrophilik yang terdiri dari asam amino atau peptida, anion atau kation, mono, di, atau polisakarida. Struktur biosurfaktan juga terdiri dari amophilik atau hidrophilik peptida. Beberapa biosurfaktan juga mampu melarutkan air seperti glukosa, sukrosa, gliserol atau etanol (Yani, 2009). Biosurfaktan yang dihasilkan masing-masing mikroba berbeda tergantung pada jenis mikroba dan nutrien yang dikonsumsinya. Demikian pula untuk jenis mikroba yang sama, jumlah surfaktan yang dihasilkan berbeda berdasarkan nutrien yang dikonsumsinya. Nutrien merupakan hal yang sangat penting artinya bagi pertumbuhan mikroba termasuk bakteri penghasil biosurfaktan. Bakteri hidrokarbonoklastik mampu menggunakan 4 macam sumber karbon yaitu glukosa, parafin cair, heksadekana, dan minyak mentah (crude oil) untuk menghasilkan biosurfaktan dengan parameter tegangan permukaan yang menurun. Menurut Zawawi (2005) menyatakan bahwa ada tiga kemungkinan peranan dari biosurfaktan yaitu: meningkatkan dan memperluas permukaan substansi hidrofobik, meningkatkan bioavailability substrat yang tidak larut air dan mengatur attachment-detachment mikroorganisme ke dan dari permukaan. Ada tiga cara transport hidrokarbon ke dalam sel mikroba yaitu pertama interaksi sel dengan hidrokarbon terlarut dalam fase cair. Pada kasus ini umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak mendukung pertumbuhan mikroba. Kedua kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transport aktif. Ketersediaan substrat untuk penempelan sel merupakan faktor yang membatasi pengambilan substrat. Kontak langsung antara hidrokarbon dengan sel menunjukkan adanya
mekanisme yang penting dalam pengambilan substrat. Ketiga, interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang teremulsi atau tersolubilisasi oleh mikroba. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Cara yang ketiga ini merupakan kebalikan dari kasus yang kedua. Dengan berkurangnya partikel substrat, maka daerah antar permukaan antara hidrokarbon dengan air akan bertambah, sehingga dapat meningkatkan pengambilan substrat oleh mikroba (Siregar, 2009). Penurunan viskositas dan densitas minyak solar yang semula rapat dan semakin lama menjadi semakin terpisah menunjukkan adanya perubahan fraksi minyak bumi karena adanya degradasi serta metabolisme bakteri. Rantai panjang hidrokarbon akan lebih dulu didegradasi daripada rantai yang pendek, sehingga jumlah rantai panjang menurun dan rantai pendek bertambah dan terjadilah penurunan viskositas. Proses degradasi ini dapat terjadi baik secara aerob maupun anaerob. Penurunan viskositas terjadi juga karena adanya gas dan asam organik sebagai hasil degradasi yang larut dalam minyak. Penurunan densitas berbanding lurus dengan penurunan viskositas karena penyebabnya sama yaitu perubahan komposisi minyak bumi karena degradasi oleh bakteri. Fraksi berat didegradasi menjadi fraksi lebih ringan, gas dan asam organik. Perubahan komposisi ini akan meningkatkan volume minyak solar yang terpapar ke media. Penurunan viskositas dan densitas akan menyebabkan mobilitas minyak meningkat (Nuryanti, 2001). Gambar 4.11 menggambarkan perlekatan bakteri pendegradasi minyak pada permukaan minyak solar. Dengan semakin lamanya waktu minyak solar terpapar pada medium Bushnell Haas Mineral Salts yang mengandung bakteri pendegradasi solar maka semakin kecil terbentuk partikel misel minyak solar. Hal ini akan meningkatkan luas permukaan minyak solar yang terpapar pada medium.
Gambar 5.11 Perlekatan Bakteri Pendegradasi Solar Pada Permukaan Minyak (Dorobantu dkk, 2010) 3)
Perubahan pH pada medium Bushnell Haas Mineral Salts Nilai pH medium Bushnell Haas Mineral Salts selama masa inkubasi (0-21 hari)
mengalami perubahan dengan kisaran sebesar 6-8. Kisaran pH ini tidak jauh berbeda dengan pH optimum pertumbuhan bakteri pada umumnya. Pergeseran pH yang tidak terlalu besar karena adanya larutan penyangga berupa KH2PO4 dalam medium Bushnell Haas Mineral Salts. Terjadinya peningkatan pH menjadi 8 pada awal penelitian disebabkan oleh adanya kemampuan bakteri dalam melakukan respon toleransi asam dengan mekanisme pompa hidrogen. Beberapa bakteri memiliki kemampuan untuk melakukan upaya homeostatis terhadap keasaman lingkungan sebatas masih dalam toleransi adaptasinya. Caranya dengan melakukan pertukaran kation K+ dari dalam sel dan menukarnya dengan H+ yang banyak terdapat di lingkungannya, sehingga keasaman lingkungan dapat dikurangi (Nugroho, 2006). Penurunan nilai pH menjadi 6 disebabkan oleh aktivitas metabolisme bakteri dalam proses biodegradasi minyak bumi yang menghasilkan asam lemak sebagai produk akhirnya. Pada umumnya semua perlakuan juga mengalami penurunan nilai pH. Penurunan nilai pH tersebut diduga disebabkan oleh aktivitas konsorsium bakteri yang membentuk metabolit asam. Biodegradasi alkana yang terdapat dalam minyak bumi akan membentuk alkohol dan selanjutnya menjadi asam lemak. Asam lemak hasil degradasi alkana akan dioksidasi lebih lanjut membentuk asam asetat dan asam propionat, sehingga dapat menurunkan nilai pH medium. 5.5 Hasil Penelitian NaOH 1). Volume NaOH yang Digunakan untuk Mentitrasi 25 ml Larutan Uji Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa isolat bakteri pendegradasi minyak solar dapat mendegradasi oli. Volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi 25 ml media uji tercatat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi 25 ml Media Uji (ml) Ulangan
Perlakuan 3 ml oli
6 ml oli
9 ml oli
I
14,02
12,83
11,96
II
13,67
14,02
12,38
Total
III
14,19
11,46
11,42
IV
12,55
12,50
13,54
V
10,83
12,88
12,70
VI
12,92
11,37
14,38
VII
12,39
12,84
12,43
VIII
11,36
14,51
11,67
Total
101,93
102,41
100,48
386,01
Rata-rata
12,74
12,80
12,56
48,25
Pada Tabel di atas terlihat bahwa jumlah volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi 25 ml media uji paling banyak pada perlakuan penambahan 6 ml oli (102,41 ml), kemudian sampai paling sedikit berturut-turut pada perlakuan 3 ml oli (101,93 ml) dan 9 ml oli (100,48 ml). Grafik perbandingan rata-rata volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi
25 ml media uji ditunjukkan pada Gambar 5.12.
Rata-rata
Keterangan : Perlakuan 1 : penambahan 3 ml oli Perlakuan 2 : penambahan 6 ml oli Perlakuan 3 : penambahan 9 ml oli
Gambar 5.12 Grafik Perbandingan Rata-rata Volume NaOH yang Digunakan untuk Mentitrasi 25 ml Media Uji
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa rata-rata volume NaOH meningkat dari perlakuan penambahan 9 ml oli (12,56 ml), 3 ml oli (12,74 ml), dan perlakuan dengan penambahan 6 ml oli (12,80 ml). Perbedaan rata-rata volume NaOH yang digunakan diantara ketiga kelompok perlakuan sangat kecil, yaitu: (1) selisih antara kelompok penambahan 3 ml oli dengan kelompok penambahan 6 ml oli adalah 0,06 ml, (2) selisih antara kelompok penambahan 3 ml oli dengan kelompok penambahan 9 ml oli adalah 0,18 ml, dan (3) selisih antara kelompok penambahan 6 ml oli dengan kelompok penambahan 9 ml oli adalah 0,26 ml. 2). Karakteristik Bakteri Pendegradasi Solar yang Berperan dalam Biodegradasi Oli Isolasi bakteri, uji karakteristik, dan uji biokimia dilaksanakan di laboratorium mikrobiologi undiksha. Isolat bakteri pendegradasi minyak solar ditumbuhkan pada media Bushnell-Haas Mineral Salt Agar. Selanjutnya diamati morfologi serta diuji secara biokimia untuk mengetahui karakteristik bakteri pendegradasi oli tersebut. Setelah dilaksanakan serangkaian pengamatan dan uji, maka diperoleh genus bakteri hidrokarbonoklastik pendegradasi minyak solar yang sekaligus dapat mendegradasi oli. Adapun karakteristik bakteri tercatat pada Tabel 5.4, 5.5, dan 5.6. Tabel 5.4 Karakteristik Koloni Isolat Bakteri Isolat
Bentuk Permukaan
Tepi
Penonjolan Warna
A
Bulat
Halus
Datar
Putih
B
Bulat dengan tepi timbul
Halus
Timbul
Putih
C
Filamen
Bercabang
Datar
Putih
D
Bentuk L
Halus
Timbul
Putih
E
Bulat
Halus
Datar
Putih
F
Bulat
Halus
Konveks
Putih
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa dari enam isolat yang diidentifikasi, sebagian besar memiliki bentuk permukaan bulat dengan tepi yang halus, penonjolan datar dan semua
koloni berwarna putih. Koloni lain ada yang berbentuk filamen, penonjolan timbul dan konveks, tepi bercabang, dan bergelombang. Tabel 5.5 Karakteristik Sel Isolat Bakteri Isolat
Bentuk
Pewarnaan Gram
Tahan Asam
Kapsul
Spora
A
Batang
+
-
+
+
B
Batang
-
-
-
-
C
Batang
-
-
+
-
D
Batang
-
-
-
-
E
Batang
-
-
+
-
F
Batang
+
-
-
+
Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa dari 6 isolat yang ada, ditemukan dua isolat bersifat gram positif (+), yaitu isolat A dan F. Isolat yang lain bersifat gram negatif (-). Sedangkan pada pewarnaan tahan asam semua isolat tidak tahan asam. Pada pewarnaan kapsul diperoleh isolat A, C, dan E adalah bakteri yang memiliki kapsul (+) dan dari pewarnaan spora dapat diketahui bahwa isolat A dan F dapat membentuk endospora, sedangkan isolat lainnya berupa sel vegetatif. Tabel 5.6 Hasil Uji Biokimia pada Isolat Bakteri Uji Biokimia
Isolat-Isolat Bakteri Hasil Isolasi A
B
C
D
E
F
Glukosa
+
+
+
+
+
+
Laktosa
-‐
+
+
-‐
-‐
+
Maltosa
+
-‐
+
+
+
+
Sukrosa
+
-‐
+
+
+
+
Pati
-‐
-‐
+
-‐
-‐
+
Gelatin
-‐
+
-‐
+
+
-‐
Motilitas
+
+
+
+
+
+
Katalase
+
+
+
+
+
+
Methyl Red
-‐
+
+
-‐
-‐
+
Voges Proskauer
+
+
-‐
-‐
+
+
H2S (TsiA)
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
-‐
Keterangan : (+) : bereaksi positif (-) : bereaksi negatif
Berdasarkan Tabel 5.6 diperoleh data bahwa, semua isolat bereaksi positif (+) terhadap glukosa, ini berarti isolat tersebut memiliki kemampuan dalam memfermentasi glukosa. Pada uji fermentasi laktosa, ada tiga isolat yang mampu memfermentasi laktosa, yaitu isolat B, C, dan F. Hanya isolat B yang tidak mampu memanfaatkan maltosa dan sukrosa sebagai sumber karbon. Hal ini dapat dilihat hasil yang benilai negatif (-) terhadap uji fermentasi maltosa dan sukrosa. Isolat C dan F beraksi positif (+) terhadap uji pati, hal ini menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut mampu memetabolisme pati. Pada uji hidrolisis gelatin, hanya isolat B, D, dan E yang beraksi positif sedangkan isolat A, C, dan F tidak dapat menghidrolisis gelatin. Hanya isolat C yang bereaksi negatif (-) terhadap uji motilitas. Semua isolat berekasi positif terhadap uji katalase, ini berarti isolat-isolat tersebut mampu menghasilkan enzim katalase. Tiga isolat bereaksi positif terhadap uji methyl red (isolat B, C, dan F). Pada uji Voges Proskauer isolat A, B, E, dan F yang bereaksi positif. Sementara itu, pada uji H2S (TSiA) semua isolat bereaksi negatif. 3). Hasil Pengamatan Biodegradasi Oli Pengamatan
terhadap
proses
degradasi
oli
dilaksanakan
di
Laboratorium
Mikrobiologi, Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Ganesha. Proses inokulasi bakteri ke dalam medium uji telah dilakukan , setelah itu dilakukan pengamatan mulai dari saat inolukasi (0x24 jam) sebelum akhirnya dilakukan titrasi pada hari ke-21. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perubahan yang terjadi, seperti perubahan warna media, tingkat kekeruhan minyak, pH, dan misel-misel yang terbentuk pada minyak.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat bahwa pada hari pertama (1x 24 jam) keadaan kontrol masih sama dengan keadaan saat diinokulasikan bakteri, yakni media masih tampak bening tidak berwarna, lapisan minyak terlihat jelas di permukaan dan tingkat keasaman berada pada kisaran 7. Sementara pada kelompok perlakuan telah muncul misel-misel berukuran besar pada lapisan minyak paling bawah. Perubahan pada kelompok kontrol baru terlihat pada pengamatan 2x24 jam. Perubahan ditandai dengan munculnya misel pada lapisan minyak paling bawah, sementara warna media dan kekeruhan belum mengalami perubahan. Perubahan warna media dari bening menjadi bening kekuningan terjadi pada pengamatan 4x24 jam. Pada kelompok kontrol.
Pada pengamatan 8x24 jam, warna media kelompok kontrol berubah menjadi
kekuningan, lalu berubah menjadi keruh kekuningan mulai dari pengamatan 11x24 jam. Sementara pada kelompok perlakuan tidak terjadi perubahan warna media hingga hari terakhir pengamatan. pH medium uji mengalami peningkatan pada pengamatan 2x24 jam pada kelompok uji dan pada pengamatan 3x24 jam pada kelompok kontrol. Sementara itu, pH medium mengalami penurunan mulai pada pengamatan 9x24 jam pada kelompok perlakuan dan 12x24 jam pada kelompok kontrol. Pada hari ke-21 dilaksanakan proses titrasi media uji dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 M yang telah distandardisasi. Volume NaOH yang digunakan pada saat titrasi mencerminkan kadar asam organik yang dihasilkan selama proses degradasi hidrokarbon penyusun oli. 4.2 Analisis dan Interpretasi Data 1). Uji Normalitas Dalam penelitian ini normalitas diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov dan ShapiroWilk. Dalam pengujian ini berlaku ketentuan bahwa jika nilai signifikansi <0,05 maka data dikatakan tidak terdistribusi normal, dan apabila nilai signifikansi >0,05 maka data dapat dikatakan berdistribusi normal. Dari uji normalitas dapat diketahui bahwa data terdistribusi normal. Ketiga kelompok data memiliki nilai signifikansi >0,05 dengan uji Shapiro-Wilk, yaitu: (1) kelompok penambahan 3 ml oli signifikansi adalah 0,613; (2) kelompok penambahan 6 ml oli
signifikansi adalah 0,456; dan (3) kelompok penambahan 9 ml oli signifikansi adalah 0,525. Sementara pada uji Kolmogorov-Smirnov nilai signifikansi adalah 0,200. 2). Uji Homogenitas Dalam penelitian ini, homogenitas data diuji dengan Levene Test. Dalam uji ini berlaku ketentuan apabila nilai signifikansi <0,05 maka data dikatakan tidak berasal dari populasi yang homogen dan apabila nilai signifikansi >0,05 maka data dikatakan berasal dari populasi yang homogen. Dari hasil uji homogenitas dapat dilihat bahwa ketiga kelompok data memiliki nilai signifikansi >0,05 yang berarti bahwa data diambil dari populasi yang homogen. 3). Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas yang telah dilaksanakan, diketahui bahwa data terdistribusi normal dan diambil dari populasi yang homogen. Oleh sebab itu, uji hipotesis untuk menguji pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar dilakukan dengan uji ANOVA Satu Arah. Dalam pengujian hipotesis digunakan taraf signifikansi 5%. Pengambilan keputusan didasarkan atas jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, ini berarti tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar. Akan tetapi, jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar. Berdasarkan hasil uji didapat bahwa Fhitung (0,104) < Ftabel (2,9),
sehingga H0
diterima. Hal ini berarti tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar. 4.3 Pembahasan 1). Volume NaOH yang Digunakan untuk Mentitrasi 25 ml Media Uji Berdasarkan data utama yang tercatat dapat diketahui bahwa
isolat bakteri
pendegradasi minyak solar yang diisolasi dari perairan Pelabuhan Celukan Bawang mampu mendegradasi oli. Hal ini dapat dilihat dari adanya asam organik hasil degradasi dari senyawa hidrokarbon penyusun oli. Hasil uji hipotesis diperoleh hasil Fhitung (0,104) < Ftabel (2,9), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar.
Tidak adanya perbedaan volume NaOH yang digunakan pada proses titrasi diantara kelompok perlakuan dikarenakan jika sejumlah sama bakteri ditumbuhkan pada sejumlah substrat, berupa senyawa hidrokarbon, yang berbeda konsentrasinya dengan kecepatan degradasi hidrokarbon oleh bakteri adalah sama, maka produk degradasi yang dihasilkan jumlahnya relatif sama. Penggunaan shaker dapat meningkatkan tingkat homogenitas bakteri pada media pembenihan dan media uji. Pada penelitian ini shaker tidak digunakan sehingga tingkat homogenitas bakteri pada media pembenihan dan media uji lebih rendah dibandingkan jika menggunakan shaker. Volume NaOH yang digunakan mencerminkan kadar asam organik dalam media uji. Akan tetapi, jenis asam organik yang dihasilkan selama proses biodegradasi beraneka ragam sehingga sangat sulit untuk mengukur secara pasti kadar asam organik dalam satuan berat (misalnya miligram). Hal ini dikarenakan perbedaan massa molekul relatif (Mr) dan valensi masing-masing molekul asam organik tersebut. Mikroba yang diisolasi dari alam sudah beradaptasi serta berkembang dengan baik di lingkungannya. Kemampuan untuk menggunakan hidrokarbon telah disebarkan dalam populasi mikroba tersebut (Nababan, 2008). Bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon bekerja secara sinergis dalam bentuk konsorsium multispesies. Satu spesies bakteri tidak mampu
mendegradasi
keseluruhan
komponen
hidrokarbon
sehingga
beberapa
mikroorganisme bekerja secara bergantian dalam mendegradasi senyawa tersebut. Degradasi senyawa hidrokarbon oleh bakteri hidrokarbonoklastik tergantung pada: (1) jenis substrat hidrokarbon yang menentukan jenis asam yang dihasilkan, (2) jenis gen pendegradasi hidrokarbon yang dimiliki bakteri yang menentukan jalur metabolik mana yang akan digunakan oleh bakteri dalam memetabolisme hidrokarbon, dan (3) lamanya waktu degradasi yang menentukan jumlah asam yang dihasilkan (Sutiknowati, 2007). Kemampuan bakteri hidrokarbonoklastik untuk mendegradasi senyawa hidrokarbon tertentu bergantung pada keanekaragaman gen pengatur hidrokarbon yang dimilikinya. Gen pengkode enzim-enzim yang diperlukan dalam degradasi hidrokarbon terdapat pada plasmid. Suatu bakteri dapat memiliki satu atau lebih gen pengkode hidrokarbon dipengaruhi oleh pertukaran informasi genetik selama proses konjugasi. Selain itu, bakteri dapat ”mengambil” gen pengkode hidrokarbon ekstraseluler melalui proses transformasi.
Keanekaragaman gen-gen pengkode enzim pendegradasi hidrokarbon, akan menentukan jenis enzim-enzim yang mampu disintesis oleh bakteri tersebut, secara otomatis akan menentukan jalur metabolisme hidrokarbon yang digunakan oleh bakteri tersebut. Misalnya, suatu bakteri, di dalam genomnya memiliki plasmid OCT dan NAH, dapat mensintesis enzim-enzim yang berperan dalam degradasi senyawa oktana dan naftalena. Senyawa hidrokarbon yang didegradasi lebih awal senyawa n-alkana, alkana bercabang, sikloalkana, senyawa aromatik berberat molekul rendah, dan terakhir adalah hidrokarbon poliaromatik (PAHs). Oli mengandung senyawa hidrokarbon golongan parafinik (parafin C14-C24, parafin bercabang C9-C22), isoparafin, naphthennic, dan kelompok hidrokarbon aromatik (The Petroleum HPV Testing Group, 2003). Ditinjau dari komonponen penyusun oli, jenis-jenis asam organik yang terdapat dalam media uji diantaranya: (1) asam alkanoat (metabolit antara degradasi n-alkana dan sikloalkana); (2) asam piruvat, asam fumarat, dan asam suksinat (metabolit antara siklus Krebs); (3) asam mucconic (salah satu metabolit antara pada orthocleavage pathway dari katabolisme catechol); (4) asam formiat, 2-oxopent-4-eneoat, dan asam 4-hydroxy-2-oxo valeric (metabolit antara pada meta-cleavage pathway dari katabolisme catechol); dan
(5) asam salisilat (metabolit antara degradasi naftalena).
Senyawa-senyawa asam ini akan melepaskan ion H+ sehingga mempengaruhi pH media. Semakin banyak keberadaan senyawa ini dalam media maka semakin rendah pH media. 2). Karakteristik Bakteri Pendegradasi Solar yang Berperan dalam Biodegradasi Oli Isolat bakteri pendegradasi minyak solar yang mampu mendegradasi oli ditumbuhkan pada media Bushnell Haas Mineral Salt Agar. Selanjutnya, isolat tersebut diidentifikasi secara makroskopis, mikroskopis, dan biokimia. Identifikasi makroskopis dilakukan dengan pengamatan morfologi koloni bakteri, identifikasi mikroskopis dengan pewarnaan sel bakteri, dan identifikasi biokimia dengan serangkaian uji fermentasi gula, hidrolisis pati dan gelatin, uji motilitas, uji katalase, uji methyl red, uji Voges-Proskauer, serta uji H2S (TSiA). Berdasarkan hasil pengamatan dan serangkaian uji yang tercatat pada Tabel 4.2, 4.3, dan 4.4, dapat diketahui bahwa dari karakteristik yang dimiliki isolat tersebut dapat diidentifikasi menjadi empat genus bakteri, yaitu Bacillus (isolat A dan F), Pseudomonas (isolat B dan E), Acinetobacter (isolat C), dan Halomonas (isolat D). Genus Bacillus (isolat
A dan F) memiliki bentuk batang, bersifat gram positif dan bersifat motil serta membentuk endospora. Hasil uji biokimia menunjukkan reaksi positif pada uji fermentasi glukosa, uji katalase, uji motilitas dan uji Voges-Proskauer. Pada uji fermentasi laktosa, uji hidrolisis pati, dan uji methyl red ada yang bereaksi positif dan ada yang bereaksi negatif. Sementara pada uji hidrolisis gelatin dan uji H2S (TSiA) kedua isolat bereaksi negatif. Genus Pseudomonas (isolat B dan E) memiliki karakteristik berbentuk batang, gram negatif, tidak tahan asam, ada yang membentuk kapsul dan tidak, serta tidak membentuk spora. Kedua isolat ini bereaksi positif (+) terhadap uji fermentasi glukosa, uji hidrolisis gelatin, uji motilitas, uji katalase, dan uji Voges-Proskauer. Sedangkan pada uji hidrolisis pati dan uji TSiA keduanya bereaksi negatif (-). Sementara itu, pada uji fermentasi laktosa, maltosa, sukrosa, dan uji methyl red ada yang bernilai positif dan da yang negatif. Genus Pseudomonas dikenal sebagai salah satu kelompok bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi fraksi alifatik, aromatik dan resin (Aditiawati, 2001). Salah satu karakteristik yang khas dari Pseudomonas adalah adanya poli pigmen. Salah satu spesiesnya adalah Pseudomonas aeruginosa memiliki beberapa pigmen, seperti pyocyanine (hijau-biru), pyorubin (merah-coklat), phenazine, dan fluorescent pigment (biru dan kekuningan) (Palumbo, 1972). Genus Acinetobacter (Isolat C) memiliki bentuk batang, bersifat motil, termasuk gram negatif, tidak menghidrolisa gelatin, membentuk asam dari glukosa. Spesies Acinetobacter ada yang bisa dan ada yang tidak bisa memfermentasi glukosa. Bakteri ini bersifat aerob dan tidak mampu membentuk spora. Genus Halomonas (isolat D) memiliki karakteristik bentuk batang, gram negatif, tidak membentuk kapsul dan endospora. Bersifat motil, katalase positif. Golongan Halomonas hidup pada kondisi aerobik, dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang mengandung
NaCl 8 % (Romanenko, 2002).
Keempat genus bakteri yang diisolasi dari air laut Pelabuhan Celukan Bawang ini bekerja secara sinergis dalam bentuk konsorsium dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon penyusun oli. Susunan senyawa yang kompleks, seperti minyak bumi tidak akan dapat didegradasi secara keseluruhan oleh satu mikroba saja. 3). Hasil Pengamatan Biodegradasi Oli a). Warna media
Bakteri yang berasal dari laut dapat memproduksi pigmen dengan berbagai variasi warna. Pigmen berperan dalam perlindungan bakteri dari sinar matahari dan ultraviolet yang dapat membunuh bakteri. Dari hasil pengamatan, kelompok media uji yang diberi perlakuan tidak mengalami perubahan warna (tetap bening) sedangkan kelompok kontrol mengalami perubahan warna dari bening menjadi kekuningan. Hal ini disebabkan karena bakteri yang tumbuh pada medium uji yang diberi perlakuan tidak menghasilkan pigmen yang larut dalam air, sedangkan bakteri yang tumbuh pada medium kontrol mampu menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Jenis pigmen yang dihasilkan bakteri pada medium kontrol berupa pyoverdin yang dihasilkan oleh Pseudomonas (Winsonville, 2000). Spesies bakteri hanya akan memproduksi pigmennya berdasarkan keadaan lingkungan tertentu, suhu, pH dan lain sebagainya. Sehingga jika kondisi lingkungan tidak mendukung, maka bakteri tidak akan memproduksi pigmennya. b). Kekeruhan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa media semakin lama semakin keruh. Hal ini disebabkan karena bakteri dalam media tersebut semakin banyak. Kelompok kontrol terlihat lebih keruh daripada kelompok perlakuan diakibatkan oleh efek kumulatif dari pigmen warna yang terlarut dalam media dan jumlah sel bakteri yang ada pada media. Kekeruhan dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan mikroba secara tidak langsung dengan menggunakan fotometer atau spektrofotometer. Media terlihat keruh oleh mata disebabkan karena sel menghamburkan cahaya yang melewati media. Semakin banyak sel dalam media semakin banyak pula cahaya yang dihamburkan dan semakin keruh terlihat oleh mata. c). Perubahan pH Pada hasil pengamatan tampak jelas bahwa pada proses awal terjadinya reaksi terjadi peningkatan pH, yaitu dari pH 7 menjadi 8. Setelah itu, pH akan kembali turun sampai kisaran 6. Hal ini disebabkan pada tahap awal biodegradasi terjadi pembentukan biosurfaktan, peningkatan biosurfaktan menyebabkan terjadinya peningkatan pH. Semakin banyak biosurfaktan yang terbentuk maka pH akan semakin meningkat. Setelah minyak teremulsi hampir seluruhnya, pH akan terus menurun disebabkan oleh aktivitas
bakteri yang membentuk metabolit-metabolit asam, terutama metabolit hasil degradasi hidrokarbon. Pada degradasi senyawa alkana (misal pada degradasi n-oktana) akan terbentuk senyawa asam yang memiliki gugus karboksilat, yaitu asam oktanoat. Pada degradasi senyawa sikloalkana, pemecahan cincin sikloalkana oleh enzim hidrolase akan menghasilkan senyawa karbon yang memiliki gugus karboksilat (bersifat asam) begitu pula pada degradasi senyawa hidrokarbon aromatik, setiap kali cincin benzena akan menghasilkan senyawa yang memiliki gugus karboksilat. Begitu pula ketika metabolit hidrokarbon yang masuk ke daur asam trikarboksilat atau mengalami β-oksidasi akan menghasilkan produk intermediet berupa asam. Asam hasil degradasi hidrokarbon ini secara bertahap akan menetralkan pH, kemudian akan mengubahnya menjadi asam akibat jumlah asam yang terbentuk lebih banyak daripada jumlah surfaktan. d). Perubahan minyak Oli yang semula menyatu dan membentuk lapisan tersendiri dipermukaan larutan media lama kelamaan terpecah menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Terbentuknya butiran-butiran kecil itu disebabkan oleh produksi biosurfaktan oleh bakteri. Semakin banyak butiran-butiran minyak yang terbentuk menandakan semakin banyak biosurfaktan yang menyelimuti minyak tersebut. Pada pengamatan hari ke-16 s.d. hari ke-21 pada perlakuan penambahan 6 ml dn 9 ml oli, saat oli dalam keadaan tenang, oli pada lapisan paling atas tidak terselimuti oleh biosurfaktan sementara butiran-butiran minyak dibawah lapisan tersebut ukurannya sangat kecil. Bakteri lebih aktif pada lapisan oli dibagian bawah (yang dicirikan dengan terkonsentrasinya biosurfaktan pada lapisan minyak dibagian bawah). Hal ini dikarenakan bakteri akan lebih mudah memperoleh nutrisi (selain karbon) jika terkonsentrasi di dekat permukaan media. Leahly, Colwell, dan Rita (1990), mengemukakan bahwa sebagian bakteri pendegradasi
hidrokarbon
diketahui
memiliki
kemampuan
untuk
memproduksi
biosurfaktan. Emulsifikasi oleh biosurfaktan antara permukaan minyak- air menyebabkan terbentuknya misel-misel. Keberadaan misel-misel tersebut meningkatkan kelarutan senyawa hidrokarbon sehingga lebih mudah dimasukkan ke dalam sel bakteri. Enzim
oksigenase terikat membran yang dihasilkan oleh bakteri meningkatkan kontak langsung antara hidrokarbon dengan bakteri, sehingga bakteri dapat memanfaatkan senyawa tersebut sebagai sumber karbon. 5.3
Hasil Penelitian Komposisi Jerami yang Optimum untuk pertumbuhan isolat
pendegradasi solar 5.3.1 Penyajian Data 1. Penyajian Data Utama Total Koloni Bakteri Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa pemberian jerami padi (Oryza sativa) dengan komposisi yang berbeda memberikan pengaruh terhadap jumlah total koloni bakteri pendegradasi solar. Adapun data jumlah total koloni bakteri yang tumbuh pada masing-masing komposisi jerami padi disajikan pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar yang Diberikan Jerami Padi (Oryza sativa) dengan Komposisi Berbeda per Mililiter Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
Kontrol 1,1 × 107 3,8 × 106 6,5 × 106 3,5 × 106 2,3 × 106 1,2 × 107 3,91 × 107 6,5 × 108
Jumlah Total Koloni Bakteri 1% 4% 7 1,2 × 10 1,4 × 107 1,5 × 107 1,2 × 107 7,5 × 106 8,0 × 106 3,5 × 106 1,45 × 107 6 5,9 × 10 9,0 × 106 1,45 × 107 2,0 × 107 5,84 × 107 7,75 × 107 9,7 × 106 1,29 × 107
8% 6,0 × 106 5,0 × 106 4,5 × 106 3,5 × 106 9,0 × 106 2,0 × 106 3,0 × 107 5,0 × 106
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pada masing-masing komposisi jerami berbeda, menghasilkan jumlah total koloni yang berbeda pula. Jumlah total koloni bakteri berturut-turut mulai yang paling rendah yaitu pada komposisi 8%, kemudian semakin meningkat pada komposisi kontrol, 1%, dan yang paling tinggi pada komposisi 4%. Jumlah total rata-rata koloni bakteri yang tumbuh dari penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram batang pada gambar 5.13.
Juumlah total rata-‐rata koloni ( x 106)
12.9
14 12
9.7
10 8
6.5 5
6 4 2 0 Kontrol
1%
4%
8%
Komposisi
Gambar 5.13 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar dengan Pemberian Jerami Padi per Mililiter Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa pemberian jerami padi dengan komposisi berbeda berpengaruh terhadap jumlah total koloni bakteri pendegradasi solar yang tumbuh. Komposisi 4% adalah komposisi yang paling optimum bagi pertumbuhan bakteri, ditunjukkan oleh jumlah total pertumbuhan koloni paling tinggi ada pada komposisi tersebut. Pada komposisi jerami yang terlalu tinggi (pekat) menghasilkan jumlah total koloni bakteri yang rendah, sehingga komposisi tersebut tidak optimum bagi pertumbuhan bakteri. 2. Penyajian Data Utama Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar pada Komposisi Jerami Padi 4% Pada pembiakan bakteri yang diambil dari isolat polikultur bakteri pendegradasi solar, terdapat tujuh jenis isolat bakteri berbeda yang dapat tumbuh pada media Bushnell-Haas Mineral Salts cair berisi jerami dengan komposisi 4%. Tujuh jenis isolat bakteri tersebut terdiri atas bakteri yang diberi label A, B, C, D, E, F, dan G. Berdasarkan karakteristik-karakteristiknya, isolat tersebut dapat dikelompokkan ke dalam empat genus bakteri yaitu : (1) Pseudomonas (isolat A, F, dan G),
(2) Acetobacter (isolat B), (3) Neisseria (isolat C dan D), dan (4)
Halomonas (isolat E). Adapun data jumlah total koloni isolat bakteri pendegradasi solar yang
dapat tumbuh pada komposisi jerami padi 4% disajikan pada tabel 5.2. Kemudian jumlah total koloni isolat bakteri untuk masing-masing genus tersaji pada tabel 5.10 Tabel 5.10 Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar pada Komposisi Jerami Padi 4% Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Rata-rata
A 1,2×106 1,2×106 0,8×106 2,2×106 1,3×106 5,0×106 1,17×107 2,0×106
B 2,6×106 1,0×106 4,5×106 0,2×106 0,9×106 0,2×106 9,4×105 1,6×105
Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri C D E 6 6 0,9×10 0,1×10 0,3×106 6 6 1,0×10 0,1×10 0,2×106 6 6 0,1×10 0,2×10 0,2×106 6 6,8×10 0,3×106 5,2×106 0,3×106 0,3×106 6,0×106 0,1×106 0,5×106 2,0×107 0,8×106 1,8×106 3,3×106 0,1×106 0,3×106
F 8,0×106 8,1×106 1,9×106 4,5×106 0,5×106 8,0×106 3,1×107 5,2×106
G 0,9×106 0,4×106 0,3×106 0,5×106 0,5×106 0,2×106 2,8×106 0,5×106
Tabel 5.11 Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Pendegradasi Solar untuk Masing-Masing Genus Bakteri Ulangan 1 2 3 4 5 6 Total Total* Rata-rata Ratarata**
Pseudomonas A F 1,2×106 8,0×106 1,2×106 8,1×106 6 0,8×10 1,9×106 6 2,2×10 4,5×106 6 1,3×10 0,5×106 6 5,0×10 8,0×106 7 1,17×10 3,1×107 4,55×107 2,0×106
5,2×106 7,7×106
Jumlah Total Koloni Isolat Bakteri Acetobacter Neisseria G B C D 0,9×106 2,6×106 0,9×106 0,1×106 0,4×106 1,0×106 1,0×106 0,1×106 6 6 0,3×10 4,5×10 0,1×106 0,2×106 6 6 0,5×10 0,2×10 6,8×106 6 6 0,5×10 0,9×10 5,2×106 0,3×106 0,2×106 0,2×106 6,0×106 0,1×106 6 6 2,8×10 9,4×10 2,0×107 0,8×106 9,4×106 2,08×107 0,5×106
1,6×106 1,6×106
3,3×106
0,1×106
3,4×106
Halomonas E 0,3×106 0,2×106 0,2×106 0,3×106 0,3×106 0,5×106 1,8×106 1,8×106 0,3×106 0,3×106
Keterangan (*) : Jumlah total koloni isolat bakteri masing-masing genus (**) : Rata-rata koloni isolat bakteri masing-masing genus Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah total pertumbuhan koloni tertinggi terdapat pada genus bakteri Pseudomonas (isolat A, F, dan G). Kemudian makin menurun pada genus bakteri Neisseria (isolat C dan D), Acetobacter (isolat B), dan terendah pada Halomonas
(isolat E). Jumlah total rata-rata koloni bakteri untuk masing-masing genus yang tumbuh dari penelitian ini dapat digambarkan dengan diagram batang pada gambar 5.14.
Jumlah total rata-‐rata koloni ( x 106)
8
7.7
7 6 5 3.4
4 3
1.6
2
0.3
1 0 Pseudomonas Acetobacter
Neisseria
Halomonas
Genus bakteri
Gambar 5.14 Diagram Batang Jumlah Total Rata-Rata Koloni Bakteri Pendegradasi Solar untuk Masing-Masing Genus pada Komposisi Jerami Padi 4% Berdasarkan gambar diatas, tampak bahwa terdapat empat genus bakteri dari polikultur bakteri pendegradasi solar yang dapat tumbuh pada media yang diberi jerami padi. Bakteri genus Pseudomonas merupakan genus bakteri yang paling optimum pertumbuhannya pada media dengan penambahan jerami padi komposisi 4% (optimum), ditunjukkan oleh jumlah total pertumbuhan koloni paling tinggi ada pada genus tersebut. 5.2
Pembahasan Hasil analisis dengan uji ANAVA satu arah menyatakan bahwa nilai signifikansi yang
dihasilkan < 0,05. Oleh karena itu, hipotesis alternatif (H1) diterima dan hipotesis nol (H0) ditolak. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan jumlah total koloni bakteri yang tumbuh dari pemberian jerami padi pada sampel. 1)
Pengaruh Perbedaan Komposisi Jerami Padi (Oryza sativa) terhadap Jumlah Total Koloni Bakteri Pendegradasi Solar Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa pemberian jerami padi dengan
komposisi berbeda, menghasilkan jumlah total koloni yang berbeda pula. Semakin optimum komposisi yang diberikan, semakin maksimal pula jumlah total koloni yang dihasilkan.
Komposisi yang dipergunakan pada perlakuan yaitu kontrol 0%, 1%, 4%, dan 8%. Komposisi tersebut dipilih setelah melakukan uji pendahuluan dengan pertimbangan komposisi 1% merupakan komposisi minimum dari jerami padi, 4% adalah komposisi medium, dan 8% adalah komposisi maksimum. Terjadi peningkatan jumlah total koloni mulai dari komposisi kontrol 0% ke komposisi 1%, semakin meningkat dan optimum pada komposisi 4%. Namun, pada komposisi 8% total koloni menurun drastis. Hal ini membuktikan bahwa pemberian jerami berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan perbedaan jumlah total koloni yang tumbuh pada media. Pengaruh yang timbul tersebut disebabkan karena jerami padi merupakan substrat yang mengandung unsur nutrisi pertumbuhan bagi mikroba khususnya bakteri pendegradasi hidrokarbon. Menurut Gunam, dkk. (2010) bahwa pembuatan enzim selulase dari limbah jerami padi sebagai substrat dengan menggunakan mikroorganisme sebagai penghasil enzim, selain mudah dibiakan, mikroorganisme juga mempunyai kecepatan tumbuh yang tinggi dan mudah dikontrol pertumbuhannya. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun sel, untuk sintesa protoplasma dan bagian-bagian sel lain. Setiap mikroba mempunyai sifat fisiologi tertentu, sehingga memerlukan nutrisi tertentu pula. Susunan kimia sel mikroba relatif tetap, baik unsur kimia maupun senyawa yang terkandung di dalam sel. Dari hasil analisis kimia diketahui bahwa penyusun utama sel adalah unsur kimia C, H, O, N, dan P, yang jumlahnya + 95 % dari berat kering sel, sedangkan sisanya tersusun dari unsur-unsur lain (Lihat Tabel 4.10). Apabila dilihat susunan senyawanya, maka air merupakan bagian terbesar dari sel, sebanyak 80-90 %, dan bagian lain sebanyak 10-20 % terdiri dari protoplasma, dinding sel, lipida untuk cadangan makanan, polisakarida, polifosfat, dan senyawa lain (Anonim, 2008). Bahan makanan yang digunakan oleh jasad hidup dapat berfungsi sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor atau donor elektron. Dalam garis besarnya, bahan makanan dibagi menjadi tujuh golongan yaitu air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor tumbuh, dan sumber nitrogen (Anonim, 2008). Zat makanan utama bagi pertumbuhan mikroorganisme adalah sumber karbon, nitrogen, dan komponen mineral terutama fosfat. Pada organisme heterotrof yang menjadi sumber energi utama adalah senyawa hidrokarbon (…-C-C-C-…). Bakteri heterotrof di lingkungan tercemar hidrokarbon minyak bumi
yang mampu melakukan degradasi hidrokarbon dikenal sebagai bakteri hidrokarbonoklastik. Bakteri ini mampu memperoleh hidrokarbon dari minyak bumi melalui kemampuannya dalam melakukan metabolisme dengan enzim-enzim. Enzim tersebut berfungsi sebagai biokatalisator bagi reaksi-reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh bakteri pada saat biodegradasi hidrokarbon minyak bumi tersebut berlangsung (Atlas dan Bartha, 1987). Kemampuan bakteri untuk menggunakan hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi telah dilaporkan dan dibuktikan oleh berbagai peneliti (Zobel, 1973; Atlas dan Bartha, 1987). Diantara senyawa penyusun hidrokarbon, alkana adalah senyawa yang paling mudah didegradasi oleh mikroorganisme melalui berbagai jalur metabolisme aerob. Menurut Nugroho (2006) bakteri dalam aktivitas hidupnya memerlukan molekul karbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi untuk melakukan metabolisme dan perkembangbiakannya. Fraksi hidrokarbon yang digunakan oleh bakteri sebagai sumber karbon dan energi dapat berasal dari fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh dirinya sendiri maupun fraksi hasil pemecahan hidrokarbon oleh jenis lainnya. Beberapa jenis bakteri dapat memecah hidrokarbon tetapi tidak dapat menggunakan fraksi hasil pemecahannya sebagai sumber karbon dan energi. Untuk mempertahankan hidupnya jenis bakteri tersebut menggunakan fraksi yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme lain sebagai sumber karbon dan energinya. Karbon yang tersedia pada hidrokarbon minyak bumi dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber energi bagi pertumbuhan dan perkembangan selnya serta aktivitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri untuk mendegradasi polutan. Selain karbon, untuk pertumbuhannya bakteri juga memerlukan unsur lain yaitu, nitrogen, fosfor, belerang, kalium, magnesium dan besi. Dari deretan unsur tersebut, nitrogen dan fosfor merupakan unsur esensial untuk mendukung biodegradasi hidrokarbon minyak bumi. Unsur N dibutuhkan untuk biosintesis asam amino yang merupakan monomer protein, sedangkan P dibutuhkan untuk biosintesis DNA dan RNA serta transfer energi. Protein selain sebagai pembentuk enzim, juga merupakan penyusun struktur sel sehingga komposisinya dalam sel lebih besar dibandingkan dengan unsur P. Asam nukleat terutama RNA berkaitan erat dengan biosintesis protein, agar biosintesis dapat memenuhi kebutuhan sel, maka ketersedian unsur N dan P harus memenuhi rasio tertentu sehingga tercapai pertumbuhan bakteri yang optimal. Rasio C/N yang rendah (kandungan unsur N yang tinggi) akan meningkatkan emisi dari nitrogen sebagai amonium yang dapat menghalangi perkembangbiakan bakteri. Sedangkan rasio C/N yang tinggi (kandungan unsur N yang relatif
rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat (growth-rate limiting factor). Rasio C/N tergantung dari kontaminan yang ingin didegradasi, bakteri serta jenis nitrogen yang digunakan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasio C/N/P optimum pada proses biodegradasi adalah 100:10:1 (Wulan dkk., tt). Jerami padi menurut Makarim, dkk. (2007) adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Jerami padi merupakan limbah berlignoselulosa yang tinggi potensinya di Indonesia. Berdasarkan penelitian Mishra, et. al. (2008) menggunakan sampel jerami padi untuk dekomposisi dan mineralisasi C, N, P dan K pada tanah perkebunan gandum, pada jerami padi tersebut terkandung 42% C, 5,1% lignin, 40% selulosa, 22% hemiselulosa, 0,55% polifenol, 0,6% N, 0,1% P, dan 1,3% K. Secara tidak langsung jerami juga mengandung senyawa N dan C yang berfungsi sebagai substrat metabolisme mikrobia tanah, ternasuk gula, pati, selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, lemak dan protein. Senyawa tersebut menduduki 40% (sebagai C) berat kering jerami. Pembenaman jerami ke dalam lapisan olah tanah sawah akan mendorong kegiatan bakteri pengikat N yang heterotropik dan fototropik. Pemberian jerami padi ke dalam medium tumbuh bakteri pendegradasi solar memberikan suplai N dan P sebagai sumber energi untuk pertumbuhan sel maupun untuk degradasi polutan (solar). Berdasarkan penelitian, suplai N dan P yang paling optimum terdapat pada pemberian jerami padi dengan komposisi 4%. Rasio C/N/P optimum untuk proses biodegradasi tercapai pada komposisi tersebut, sehingga akan menghasilkan pertumbuhan sel bakteri yang optimum pula. Walaupun seharusnya perlu dilakukan penelitian yang lebih khusus untuk mengetahui rasio C/N/P pada perlakuan, tetapi karena keterbatasan waktu, alat, serta bahan, maka penentuan rasio optimum hanya ditentukan secara kasar melalui penghitungan kuantitatif jumlah total koloni bakteri yang tumbuh. Pada komposisi jerami padi 8%, jumlah total koloni bakteri yang tumbuh semakin menurun. Hal ini disebabkan karena terlalu pekatnya medium oleh jerami padi, mengakibatkan rasio karbon terhadap nitrogen terlalu kecil (jumlah nitrogen terlalu besar pada skala sampel) maka akan terjadi kelebihan NH3 yang terbentuk yang akhirnya dapat menyebabkan proses pengasaman. Proses pengasaman ini akan membuat pertumbuhan bakteri terganggu karena mengganggu kestabilan pH optimum, dimana untuk mikroba laut pH optimum untuk tumbuh adalah 7,2 – 7,6.
Selain mendapat suplai N dan P, bakteri juga banyak mendapat banyak unsur-unsur penting untuk pertumbuhan sel-sel baru dari jerami padi sebagai sumber nutrisi alami (organik). Unsur-unsur penyusun sel yang bisa disumbangkan jerami padi untuk pertumbuhan bakteri seperti karbon (C) – organik untuk penyusun bahan organik sel, belerang (S) sebagai penyusun protein dan beberapa koenzim, kalium (K) sebagai kofaktor beberapa enzim, natrium (Na) dan kalsium (Ca) untuk kation seluler, kofaktor untuk beberapa enzim (misalnya enzim proteinase), serta bahan-bahan organik yang lain. Proses perombakan jerami padi oleh bakteri pendegradasi solar ini mirip dengan proses dekomposisi atau penguraian yang dilakukan oleh mikroba tanah terhadap bahan-bahan organik. Hal ini karena beberapa bakteri pendegradasi solar yang berada di perairan ini pun juga merupakan mikroba tanah (biodekomposer) yang mampu menguraikan bahan organik dan hasilnya dapat menambah kesuburan tanah. Bakteri hidrokarbonoklastik yang memiliki kemampuan sebagai biodekomposer yang terdapat pada sampel perlakuan berisi bahan organik berupa jerami padi tidak dapat langsung memetabolisme partikel bahan organik tidak larut. Bakteri ini membentuk dua sistem enzim ekstraseluler; sistem hidrolitik, yang menghasilkan enzim hidrolase dan berfungsi untuk degradasi selulosa dan hemiselulosa; dan sistem oksidatif, yang bersifat ligninolitik dan berfungsi mendepolimerasi lignin. Bakteri memproduksi enzim ekstraseluler untuk depolimerasi senyawa berukuran besar menjadi kecil dan larut dalam air (substrat bagi mikroba). Aktivitas enzim selulase menurunkan jumlah selulosa. Aktivitas enzim lipase, protease, dan amilase meningkat dan menurun selama proses pembusukan sisa jerami padi (dekomposisi). Bakteri menggunakan komponen residu jerami padi sebagai substrat untuk memperoleh energi yang dibentuk melalui oksidasi senyawa organik, dengan produk utama CO2 yang dilepas kembali ke alam, dan sumber karbon untuk sintesis sel baru. Dekomposisi ini disebut juga sebagai respirasi mikroba atau mineralisasi, yang merupakan salah satu bagian dari siklus karbon. Pada pemberian jerami padi dengan komposisi 4%, reaksi diatas berjalan dengan normal karena proporsi antara senyawa-senyawa organik yang dibutuhkan sudah sesuai, sehingga menimbulkan hasil yang optimum juga. Berbeda dengan kondisi pada komposisi 8% yang menyumbangkan senyawa organik lebih melimpah, terutama unsur N yang menyebabkan penimbunan hasil reaksi berupa NH3. Penimbunan NH3 menimbulkan pengasaman yang
membuat pH media pertumbuhan makin menurun yang menyebabkan kematian bakteri, sehingga jumlah total koloni yang mampu tumbuh dan hidup semakin berkurang. Proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu yang relatif lama (3-4 bulan). Hal ini disebabkan karena kandungan lignoselulosa pada tanaman substrat sulit untuk didegradasi secara cepat oleh mikroba. Namun, pada penelitian ini proses degradasi tersebut dibuat semakin cepat dengan memberikan perlakuan delignifikasi menggunakan NaOH pada jerami padi sebelum digunakan sebagai substrat pada penelitian. Penggunaan konsentrasi larutan NaOH yang lebih tinggi, menyebabkan kemampuan untuk melarutkan lignin dan merusak struktur selulosa akan semakin bertambah, yang mengakibatkan serat-serat selulosa akan semakin longgar, sehingga lebih mudah dihidrolisis oleh mikroorganisme baik untuk pertumbuhannya maupun untuk produksi enzim selulase (Gunam, dkk., 2010). Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses dekomposisi sangat menentukan keberhasilan proses dekomposisi itu sendiri. 2)
Bakteri Pendegradasi Solar yang Pertumbuhannya Optimum pada Media dengan Pemberian Jerami Padi Berdasarkan sampel yang telah diuji, didapatkan hasil bahwa terdapat 4 genus bakteri
yang mampu tumbuh pada media yang telah diberikan jerami padi. Genus-genus tersebut antara lain Pseudomonas (isolat A, F, dan G), Acetobacter (isolat B), Neisseria (C dan D), dan Halomonas (isolat E). Keempat genus yang teridentifikasi menunjukkan jumlah total koloni yang berbeda-beda. Jumlah total koloni paling rendah terdapat pada genus Halomonas, kemudian semakin bertambah pada genus Acetobacter, Neisseria, dan jumlah total koloni paling tinggi ada pada Pseudomonas. Hal ini menunjukkan bahwa koloni bakteri dari genus Pseudomonas merupakan genus yang paling mampu memanfaatkan unsur-unsur nutrisi yang diperoleh dari limbah solar (berupa hidrokarbon) dan jerami padi secara optimum. Pseudomonas merupakan bakteri yang memiliki habitat cukup beragam. Pseudomonas dapat ditemui di tanah, sebagai patogen pada hewan atau manusia dan di tubuh tanaman sebagai bakteri endofitik maupun parasit, di perairan air tawar maupun laut, bunga, dan buah.
Pseudomonas memiliki ciri-ciri berupa bakteri Gram Negatif dengan sel berbentuk batang berukuran 0,5-0,8 µm × 1-3 µm. Pseudomonas memberikan hasil positif pada uji katalase dan oksidase, mengakumulasi β-polihidroksi butirat sebagai sumber karbon, bersifat motil dengan flagela tipe polar, aerobik, kemoorganotrof. Pseudomonas dapat dengan mudah tumbuh pada banyak jenis media pembiakan, karena memiliki kebutuhan nutrisi yang sangat sederhana. Di laboratorium, media yang paling sederhana untuk pertumbuhannya terdiri dari asetat (untuk karbon) dan amonium sulfat (untuk nitrogen). Metabolisme bersifat respiratorik tetapi dapat tumbuh tanpa O2 bila tersedia NO3 sebagai akseptor elektron. Di antara keempat bakteri pendegradasi solar yang teridentifikasi, Pseudomonas memiliki keunggulan dari genus-genus yang lain terutama dalam perannya sebagai bakteri hidrokarbonoklastik maupun biodekomposer. Inilah yang menyebabkan populasi koloninya paling optimum tumbuh dan berkembang dalam medium penelitian. Sebagai bakteri hidrokarbonoklastik, bakteri Pseudomonas merupakan bakteri yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%. Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Bakteri Pseudomonas yang umum digunakan antara lain : Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, Pseudomonas diminuta. Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri Pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas : 1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium. Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel. Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium. Banyak senyawa hidrokarbon digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau katekol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat . Bakteri Pseudomonas juga dapat menguraikan protein, karbohidrat dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa- senyawa lain yang lebih sederhana (Pradana, dkk., 2013). Kemampuan Pseudomonas dalam menguraikan senyawa-senyawa organik membuat bakteri ini juga berperan sebagai biodekomposer yang dapat ditemukan di darat maupun di laut. Pseudomonas dapat menghasilkan enzim selulase yang memegang peranan penting dalam proses
biokonversi limbah-limbah organik berselulosa menjadi glukosa (Saropah, dkk., 2012). Enzim inilah yang menyebabkan Pseudomonas mampu mendegradasi jerami padi dengan cukup optimum dan kemudian memanfaatkan senyawa organiknya untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Hidrolisis selulosa terdiri dari dua tahap, yaitu degradasi selulosa menjadi selobiosa oleh endo-1,4-glukanase dan ekso-1,4 glukanase kemudian dilanjutkan dengan pemecahan selobiosa oleh β-1,4 glukosidase. Enzim Endo β-1,4-glukanase menghidrolisis polimer secara acak dan menghasilkan molekul selulosa sederhana. Sedangkan Ekso β-1,4-glukanase menghidrolisis dua subunit glukosa pada bagian ujung sehingga menghasilkan selobiosa disakarida. Enzim β-glukosidase menghidrolisis selobiosa menjadi glukosa. Enzim memiliki kekhasan dalam mengenali dan mengikat substrat, karena enzim memiliki sisi aktif yang digunakan untuk mengikat substrat, sisi aktif yang dimiliki enzim sangat spesifik. Enzim selulase memiliki gugus aktif -COOH yang merupakan gugus aktif dari asam amino jenis asam aspartat (Saropah, dkk., 2012). Enzim-enzim lain yang dapat dihasilkan oleh Pseudomonas seperti protease, amilase, lipase, fosfatase, kitinase, dan beberapa enzim lain yang memberikan keuntungan berlipat ganda bagi kehidupan bakteri tersebut. Selain itu, Pseudomonas juga merupakan bakteri antagonis yang mampu menghasilkan senyawa probiotik untuk melawan mikroorganisme yang lain. Cara hidup Pseudomonas yang fleksibel inilah yang membuatnya unggul dari bakteri yang lain.
BAB VI PENUTUP 6.1
Simpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap bakteri pendegradasi solar yang
diberikan perlakuan berupa perbedaan konsentrasi salinitas maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1)
konsentrasi
salinitas
berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
koloni
bakteri
pendegradasi solar, dimana terjadi peningkatan jumlah koloni pada pemberian NaCl 1 %, NaCl 2% dan NaCl 3% kemudian mengalami penurunan jumlah koloni pada konsentrasi NaCl 4% dan 5%. Hal ini berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji MANOVA dengan nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,000 dan Fhitung = 17,935 > Ftabel = 4,2 2)
konsentrasi salinitas berpengaruh terhadap asam organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme pendegradasi solar sebagai hasil samping proses degradasi minyak solar. Sebagai indikator jumlah asam organik adalah jumlah volume NaOH yang dihasilkan pada saat titrasi. Hal ini berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji MANOVA dengan nilai signifikansi < 0,05 yaitu 0,000 dan Fhitung = 17,935 > Ftabel = 4,2. Jumlah asam organik yang dihasilkan oleh bakteri meningkat pada konsentrasi NaCl 1%, NaCl 2% dan NaCl 3%, kemudian mengalami penurunan pada konsentrasi 4% dan 5%.
3)
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji ANOVA Satu Arah didapatkan nilai Fhitung (0,104) < Ftabel (2,9), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh penambahan konsentrasi oli terhadap kemampuan degradasi bakteri pendegradasi minyak solar.
4)
Bakteri pendegradasi minyak solar sekaligus mampu mendegradasi oli yang diisolasi dari perairan Pelabuhan Celukan Bawang antara lain dari genus: Bacillus (isolat A dan F), Pseudomonas (isolat B dan E), Acinetobacter (isolat C), dan Halomonas (isolat D).
5)
Komposisi 4% adalah komposisi jerami padi yang tepat bagi pertumbuhan optimum bakteri pendegradasi solar, dimana pada komposisi tersebut menghasilkan jumlah total koloni maksimal diantara 2 komposisi yang lain (1% dan 8%).
6)
Genus bakteri pendegradasi solar yang pertumbuhannya paling optimum pada komposisi jerami padi yang tepat tersebut adalah genus Pseudomonas. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan koloninya paling maksimal di antara koloni genus yang lain. Selain itu, pada semua pengulangan sampel perlakuan, pertumbuhan koloni bakteri ini selalu muncul dan pertumbuhannya optimal.
6.2
Saran Berdasarkan penelitian ini maka saran yang dapat disampaikan adalah: 1)
bakteri pendegradasi solar dapat dijadikan alternatif dalam proses degradasi pencemaran pada air laut untuk mengatasi polusi yang ditimbulkan oleh berbagai jenis hidrokarbon dan bahan bakar sarana transportasi air. Hal ini akan menjaga kelestarian air dan biota-biota yang hidup di dalamnya.
2)
salinitas yang diujikan pada penelitian ini hanya sampai salinitas dengan penambahan NaCl 5%, jika ingin mengetahui pengaruh salinitas yang lebih tinggi terhadap pertumbuhan bakteri pendegradasi minyak solar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut.
3)
dalam pengujian jumlah asam organik yang dihasilkan dalam proses degradasi solar ditentukan dengan jumlah volume NaOH titrasi, sehingga diperlukan pengukuran lebih lanjut untuk mengetahui jumlah asam organik secara kuantitatif dalam miligram asam organik.
4)
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap jenis larutan kompatibel yang dihasilkan oleh bakteri pada salinitas 4% dan 5% serta salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan 5%, juga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan bakteri pendegradasi solar sekaligus mampu mendegradasi oli yang diisolasi dari perairan Pelabuhan Celukan Bawang, dan penelitian mengenai perbandingan asam-asam organik hasil degradasi hidrokarbon penyusun oli karena dalam penelitian ini hal tersebut belum terungkap.
5)
Penelitian ini menggunakan jerami padi sebagai bulking agent terhadap kerja dari bakteri pendegradasi solar dalam mendegradasi solar. Bagi yang berminat
meneliti hal yang sama, jerami padi bisa diganti dengan alternatif substrat yang lain. Dengan demikian, akan diperoleh perbandingan, komponen mana yang lebih baik untuk mendukung kerja bakteri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Atlas, R. M. & Bartha, R. 1987. Microbial Ecology: Fundamental and Applications. California : Benjamin/Cummings Sciences Publishing. Bawa, W. 2000. Rancangan Penelitian Eksperimental di Bidang Biologi dan Pendidikan Biologi. Makalah disajikan dalam Seminar PSP Biologi, PMIPA STKIP, Singaraja. Brock, T. D., Madigan, M. T. & Martinko, J. 2003. Biology of Microorganisms. New York : Prentice Hall. Budiman, A. & Setyawan, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Substrat, Lama Inkubasi dan pH Dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase Dengan Menggunakan Media Jerami Padi, (Online), (http://eprints.undip.ac.id, diakses tanggal 07 Januari 2013). Budiyanto. 2002. Mikrobiologi Terapan. Penerbit UMM: Malang. Dewi, C. M., Mirasari, D. M., Antaresti & Irawati, W. 2007. Pembuatan Kompos Secara Aerob Dengan Bulking Agent Sekam Padi. Widya Teknik. (Online), 6(1), 2007: 21-31, (http://www.academia.edu, diakses tanggal 24 Juli 2013). Gaur, A. C. 1982. A Manual of Rural Composting: In Improving Soil Fertility Through Organic Recycling. Project Field Document No. 15. Food and Agricultural Organization of The United Nation: Rome. Gunam, I B W, Buda, K. & Guna, I M Y. S. 2010. Pengaruh Perlakuan Delignifikasi Dengan Larutan NaOH dan Konsentrasi Substrat Jerami Padi Terhadap Produksi Enzim Selulase dari Aspergillus Niger NRRL A-II, 264. Jurnal Biologi. (Online), XIV(1), 2010: 55-61, (http://ojs.unud.ac.id, diakses tanggal 24 Juli 2013). Hartanto, B. 2008. Oil Spill (Tumpahan Minyak) Di Laut Dan Beberapa Kasus di Indonesia. Yogyakarta : Bahari Jogja. Haug, R. T. 1980. Composting Engineering. Ann Arbor Science: Michigan. Herawati, D.A. & Wibawa, A.A. 2010. Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Secara Batch. Jurnal Rekayasa Proses. (Online), 4(1), 2010: 25-29, (http://www.journal.ugm.ac.id, diakses tanggal 17 Desember 2012). Makarim, A. K., Sumarno, Suyamto. 2007. Jerami Padi: Pengelolaan dan Pemanfaatan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Mangkoedihardjo, S. 2005. Seleksi Teknologi Pemulihan Untuk Ekosistem Laut Tercemar Minyak. (Online), (http://www.sea-oil-deg.co.id, diakses tanggal 25 Desember 2012). Martawidjaja, M. 2003. Pemanfaatan Jerami Padi Sebagai Pengganti Rumput Untuk Ternak Ruminansia Kecil. WARTAZOA. (Online), 13(3), 2003, (http://peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 17 Desember 2012). Mishra, B., Sharma, P. K. & Bronson, K. F. 2001. Decomposition of Rice Straw and Mineralization of Carbon, Nitrogen, Phosphorus and Potassium in Wheat Field Soil in Western Uttar Pradesh. J. Indian Soc. Soil Sci. 49(3): 419-424. Mulyadiharja, S., Ristiati, N. P. & Setiabudi, I. 2010. Isolasi, Identifikasi dan Uji Kemampuan Degradasi Mikroba Pengurai Minyak Bumi dari Perairan Pelabuhan Celukan Bawang, Buleleng. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains &
Humaniora. (Online), 4(1), April 2010: 15-27, (http://www.digilib.ui.ac.id, diakses tanggal 24 Desember 2012). Nista, D., Natalia, H. & Taufik, A. 2004. Teknologi Pengolahan Pangan. BPTU Sembawa: Palembang. Nugroho, A. 2006. Biodegradasi Sludge Minyak Bumi dalam Skala Mikrokosmos: Simulasi Sederhana Sebagai Kajian Awal Bioremediasi Land Treatment. Makara, Teknologi. (Online), 10(2), November 2006: 82-89 (http://www.repository.ui.ac.id ,diakses tanggal 20 Desember 2012). Numberi, F. 2009. Tujuh Puluh Persen Perairan Indonesia Rusak. (Online), (http://www.kompas.com, diakses tanggal 21 Desember 2012). Nurhariyati, T., Ni'matuzahroh & Surtiningsih, T. 2006. Biodegradasi Minyak Oleh Rhodotorula dan Candida Hasil Isolasi dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Jurnal Discoveri Indonesia. (Online), 12(1), Desember 2006, USA (http://www.scribd.com, diakses tanggal 20 Desember 2012). Obayuri. 2006. Biodegrability of Surfactant. (Online), (http://www.technologysurfactant.html, diakses tanggal 23 Desember 2012). Pradana, M. S., Suprapto, H. & Sasmita, R. 2013. Aplikasi Pseudomonas Untuk Menekan Pertumbuhan Bakteri Patogen di Dalam Pencernaan Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) dan Penguraian Bahan Organik. Journal of Aquaculture and Fish Health. (Online), (http://journal.unair.ac.id, diakses tanggal 09 Agustus 2013). Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta: Bumi Aksara. Reisfeld, A., Rosenberg, E. & Gutnick, D. 1972. Microbial Degradation of Crude Oil: Factors Affecting The Dispersion in Sea Water by Mixed and Pure Cultures. Applied Microbiology. (Online), 24(3), September 1972: 363-368, (http://www.tau.ac.il, diakses tanggal 01 Januari 2013). Ristiati, N P. 2000. Pengantar Mikrobiologi Umum. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Saraswati, R., Santosa, E. & Yuniarti, E. 2008. Sepuluh Organisme Perombak Bahan Organik, (Online), (http://balittanah.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 09 Agustus 2013). Setiabudi, G I. 2007. Karakteristik Fisik-Kimia Sedimen di Teluk Kapling Bali: Hubungannya dengan Komposisi dan Kelimpahan Bakteri. Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Saropah, D. A., Jannah, A. & Maunatin, A. 2012. Kinetika Reaksi Enzimatis Ekstrak Kasar Enzim Selulase Bakteri Selulolitik Hasil Isolasi dari Bekatul. ALCHEMY. (Online), 2(1), Malang, Oktober 2012: 34-45, (http://www.ejournal.uinmalang.ac.id, diakses tanggal 15 Agustus 2013). Silvia, S. 2010. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Menggunakan Isolat Bakteri Dari Limbah Minyak Bumi PT Cevron Pacific Indonesia. (Online), (http://www.repository.unand.ac.id, diakses tanggal 26 Desember 2012). Trismilah & Waltam, D. R. 2009. Produksi Xilanase Menggunakan Media Limbah Pertanian dan Perkebunan. Jurnal Teknologi Lingkungan. (Online), 10(2), Jakarta, Mei 2009: 137-144, (http://ejurnal.bppt.go.id, diakses tanggal 18 Desember 2012).
Wikipedia. 2013. Kompos, (Online) (http://id.wikipedia.org, diakses tanggal 18 Agustus 2013). Wulan, P. P., Gozan, M., Arby, B. & Achmad, B. Tt. Penentuan Rasio Optimum C:N:P Sebagai Nutrisi Pada Proses Biodegradasi Benzena-Toluena dan Scale Up Kolom Bioregenerator, (Online) (http://repository.ui.ac.id, diakses tanggal 08 Agustus 2013). Yanti, Y., Rahmi, B., Miyagi, T., Mizumachi, S., Surahmanto, Kawamoto, Y. & Purnomoadi, A. 2008. Nilai Nutrisi Jerami Padi yang Difermentasi dengan Mikroorganisme Pada Suhu yang Berbeda. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. (Online), (http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id, diakses tanggal 17 Desember 2012). Zobel, C. 1973. Action of Microorganism on Hydrocarbons, (Online) (http://www.mmbr.asm.org, diakses tanggal 14 Februari 2013).