PENDUGA P AAN EM MISI GAS METAN DAN DIN NITROG GEN OKSIDA DARI BE ERBAGA AI JENIS TERNAK K DI KAB BUPATE EN BOGO OR
SKRIPS SI Arfi Zulta Harii Basuki
DEP PARTEME EN ILMU NUTRISI N DAN D TEKN NOLOGI P PAKAN FAKUL LTAS PETE ERNAKAN N INSTITUT T PERTAN NIAN BOG GOR 2013
b
RINGKASAN Arfi Zulta Hari Basuki. D24070172. 2013. Pendugaan Emisi Gas Metan dan Dinitrogen Oksida dari Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr Pembimbing Anggota: Dr. Sri Suharti S.Pt, M.Si Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tingkat emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari peternakan berbagai jenis ternak di Kabupaten Bogor. Jenis ternak yang diteliti adalah sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, domba, babi, kuda, dan unggas. Gas rumah kaca terbesar yang dihasilkan dari peternakan adalah metan (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O). Gas metan dihasilkan dari fermentasi enterik ternak ruminansia dan kotoran ternak yang dihasilkan. Kotoran ternak yang dihasilkan peternakan juga menghasilkan emisi dinitrogen oksida secara langsung dan tidak langsung. Metode yang digunakan yaitu survei ke beberapa peternakan di Kabupaten Bogor dengan jumlah peternakan sebanyak 10 peternak sapi perah, 4 peternak sapi potong, 2 peternak kambing dan domba, 1 peternak kerbau, 1 peternak babi, dan 2 peternak unggas. Data populasi ternak di Kabupaten Bogor tahun 2010 sebagai dasar perhitungan, pengumpulan data pustaka serta observasi lapang berupa survei menggunakan kuesioner untuk mengetahui karakteristik ternak dan manajemen kotoran ternak yang digunakan, model perhitungan emisi gas rumah kaca dari peternakan berdasarkan Intergovernmental Protocol of Climate Change (IPCC), dan pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Model perhitungan yang digunakan terbagi menjadi model I dan model II, dimana pada model I menggunakan data default dalam IPCC sedangkan pada model II menggunakan data yang didapat dari survei dan pustaka. Gas metan dan dinitrogen oksida yang dihasilkan dikonversi kedalam bentuk karbondioksida berdasarkan nilai Global Warming Potential (GWP) setiap gas. Hasil perhitungan yang didapat ditampilkan dalam tabel dan grafik berdasarkan emisi gas rumah kaca, jenis ternak, dan kecamatan. Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari peternakan di kabupaten Bogor sebesar 201,46 Gg CO2 eq pada perhitungan model I dan 170,21 Gg CO2 eq pada perhitungan model II. Urutan ternak penghasil gas rumah kaca dari yang terbesar pada perhitungan (model I dan model II) berturut-turut adalah domba (33% dan 39%), sapi perah (22% dan 9%), kerbau (16% dan 18%), kambing (12% dan 17%), sapi potong (10% dan 10%), unggas (6% dan 7%), babi (1% dan 0%) dan kuda (0%), Kecamatan Pamijahan adalah penghasil gas rumah kaca terbesar dengan total emisi yang dihasilkan sebesar 17,63 Gg CO2 eq(8,75%) pada perhitungan model I dan 12,1 Gg CO2 eq (7,03%) pada perhitungan model II. Kata-kata kunci: dinitrogen oksida, gas rumah kaca, kabupaten bogor, metan.
ii
ABSTRACT ESTIMATION OF METHANE AND DINITROGEN OXIDE GASES EMISSION FROM LIVESTOCK IN BOGOR REGENCY Basuki, A. Z. H., I. G. Permana, S. Suharti The aim of these research was to observe the level of emission greenhouse gases from livestock sector in Bogor Regency. Various animal species used in this research were dairy cow, beef cattle, buffalo, swine, horse, and poultry. Data of livestock’s population in Bogor Regency were used for basic calculation. The data were collected from literature and direct observation collection through survey of animal characterization and manure management, inventory equation of emission greenhouse gas based on Intergovernmental Protocol of Climate Change (IPCC). Data were processed by Microsoft Excel. Model of calculation consist of model I and model II. Model I used IPCC default data, meanwhile model II used literature and survey data. Methane and dinitrogen oxide which was produce from livestock converted into carbon dioxide based on value of Global Warming Potential (GWP). The greenhouse gases emission in Bogor Regency were 201.46 Gg CO2 eq by model I and 170.21 Gg CO2 eq by model II. Animal which was produced GHG from the highest to the lowest by (model I and model II) were sheep (33% and 39%), dairy cow (21% and 9%), buffalo (16% and 18%), goat (12% and 17%), beef cattle (10%), poultry (6% and 7%), swine (1% and 0%), and horse (0%). The highest level of greenhouse gases emission was produced by Pamijahan District as many as 17.63 Gg CO2 eq (8.75%) by model I and 12.1 Gg CO2 eq (7.03%) by model II. Keyword: bogor regency, dinitrogen oxide, greenhouse gas, methane
iii
PENDUGAAN EMISI METAN DAN DINITROGEN OKSIDA DARI BERBAGAI JENIS TERNAK DI KABUPATEN BOGOR
Arfi Zulta Hari Basuki D24070172
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 iv
Judul Skripsi
: Pendugaan Emisi Gas Metan dan Dinitrogen Oksida dari Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Bogor
Nama
: Arfi Zulta Hari Basuki
NIM
: D24070172
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. NIP. 19670506 199103 1 001
Dr. Sri Suharti S.Pt, M. Si NIP. 19741012 200501 2 002
Mengetahui Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 5 Februari 2013
Tanggal Lulus:
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1988 di Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Tjuk Eko Hari Basuki dan Ibu Avianti Zulaicha. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2001 di SD Muhammadiyah 12 Pamulang. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama pada tahun 2004 di SLTP Negeri 1 Pamulang dan menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2007 di SMA Negeri 47 Jakarta. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif mengikuti organisasi antara lain sebagai anggota KOPMA (Koperasi Mahasiswa) IPB periode 2007-2008, pengurus BEM-D periode 2008-2009, dan pernah menjadi ketua panitia D’Day of Art (D’DOA) Fakultas Peternakan tahun 2009 serta beberapa kepanitiaan lain. Penulis juga tergabung pada organisasi di luar kampus yaitu Iluni 47 (Ikatan Alumni SMAN 47 Jakarta) dan komunitas seni IPB. Selain kegiatan organisasi, penulis pernah menerima dana hibah bersama tim dalam Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tahun 2011 dengan judul “Domba Rakyat Montok dan Menguntungkan (Doraemon)”. Disamping itu, penulis juga pernah menjadi asisten dosen dalam praktikum mata kuliah Formulasi Ransum pada tahun 2011.
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas segala nikmat, ridho, dan karunia yang telah diberikan-Nya Penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan serangkaian tugas akhir (seminar, penelitian, dan penulisan skripsi) sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi berjudul “Pendugaan Emisi Gas Metan dan Dinitrogen Oksida dari Berbagai Jenis Ternak di Kabupaten Bogor” berada dibawah bimbingan Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr dan Dr. Sri Suharti S.Pt, M.Si. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat meningkatkan perhatian peternak, khususnya di Kabupaten Bogor, mengenai dampak emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari sektor peternakan. Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini mempunyai manfaat serta dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Bogor, Januari 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR SAMPUL DALAM ..................................................................
i
RINGKASAN ............................................................................................
ii
ABSTRACT ...............................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................
v
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...............................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xii
PENDAHULUAN .....................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................... Tujuan ............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
3
Pola Sebaran Populasi Ternak di Kabupaten Bogor ....................... Sistem Pemeliharaan dan Pemberian Pakan Ternak di Kabupaten Bogor ............................................................................................... Emisi Metan dari Peternakan .......................................................... Emisi Dinittogen Oksida dari Peternakan ....................................... Manajemen Kotoran ternak ........................................................... Tindakan Mitigasi ............................................................................ Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) .....................
3 3 4 5 6 7 8
MATERI DAN METODE .........................................................................
10
Lokasi dan Waktu .......................................................................... Materi ............................................................................................. Perangkat Lunak dan Data Pendukung ............................... Perangkat Pendukung ......................................................... Prosedur . ........................................................................................ Pengumpulan Data .............................................................. Observasi Lapang ................................................................ Perhitungan dan Pengolahan Data ..................................... Analisis Data ...................................................................................
10 10 10 10 10 10 11 11 14
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
15
viii
Sebaran Populasi Ternak di Kabupaten Bogor ............................... Penentuan Faktor Emisi .................................................................. Hasil Perhitungan Emisi Metan ..................................................... Emisi Metan dari Fermentasi Enterik……………………... Emisi Metan dari Manajemen Kotoran Ternak ................... Hasil Perhitungan Emisi Dinitrogen Oksida .................................. Emisi Gas Rumah Kaca di Kabupaten Bogor .................................
15 15 21 21 21 22 25
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
44
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................
45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
46
LAMPIRAN ...............................................................................................
49
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Populasi Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2010 .....................
15
2.
Karakteristik Ternak di Kabupaten Bogor ...........................................
17
3.
Nilai Volatile Solid (VS) dan Jumlah Maksimum Metan yang Dihasilkan (Bo) Berdasarkan Jenis Ternak ..........................................
19
Estimasi Persentase Sistem Manajemen Kotoran Tiap Ternak di Kabupaten Bogor ..................................................................................
20
Kecamatan dengan Emisi Fermentasi Enterik Metan Terbesar dari Sapi Perah di Kabupaten Bogor ...........................................................
22
Koefisien untuk Menghitung Emisi N2O Bedasarkan Jenis dan Sistem Manajemen Kotoran Ternak .....................................................
24
Emisi N2O yang Dihasilkan Tiap Ternak di Kabupaten Bogor Berdasarkan Perhitungan Model I dan Model II (Ton N2O) ................
25
8.
Emisi Total Berdasarkan Jenis Ternak .................................................
26
9.
Emisi Metan dan Dinitrogen Oksida Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Model I dan Model II (Gg CO2) ...........................
27
4. 5. 6. 7.
x
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Persentase Sumber Emisi Berdasarkan Model I dan Model II .......
Halaman 27
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Definisi Sistem Manajemen Kotoran ternak ...................................
37
2.
Data Populasi Ternak Selain Unggas per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 ............................................................................
38
Data Populasi Ternak Unggas per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 .......................................................................................
40
Emisi CH4 yang Dihasilkan Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor (Gg CO2) ..........................................................................................
42
Emisi N2O yang Dihasilkan Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor (Gg CO2) ..........................................................................................
44
6.
Dokumentasi saat Observasi Lapang ...............................................
46
7.
Lembar Kuesioner Dinas Peternakan ...............................................
47
8.
Lembar Kuesioner Sapi Perah ..........................................................
48
9.
Lembar Kuesioner Sapi Potong Rakyat ...........................................
53
10.
Lembar Kuesioner Sapi Potong Feedlot ...........................................
55
11.
Lembar Kuesioner Sapi Babi ...........................................................
57
12.
Lembar Kuesioner Kambing/Domba ...............................................
58
13.
Lembar Kuesioner Unggas ...............................................................
59
3. 4. 5.
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun ini disebabkan oleh gas rumah kaca yang berdampak pada pemanasan global. Fenomena pemanasan global menjadi perhatian utama di berbagai negara. Tindakan mengurangi kegiatan yang dapat menghasilkan gas rumah kaca perlu dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari pemanasan global. Beberapa jenis gas rumah kaca yang mempunyai kontribusi besar terhadap pemanasan global antara lain karbondioksida, metan, dan dinitrogen oksida. Berdasakan IPCC 2006, sektor penghasil gas rumah kaca dibagi menjadi lima bagian, yaitu energi, industrial, pertanian, limbah, dan bagian lainnya diluar pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor penghasil gas rumah kaca, khususnya subsektor peternakan. Peternakan mempunyai kontribusi sebesar 18% terhadap pemanasan global (Steinfeld et al., 2006). Ternak ruminansia merupakan sumber utama penghasil metan dimana secara alami terjadi di dalam pencernaannya, serta populasinya yang tersebar banyak di dunia. Emisi metan tersebut dihasilkan dari bakteri dalam mencerna pakan berserat. Selain metan, dinitrogen oksida juga dihasilkan dari kotoran ternak. Dekomposisi kotoran akan menghasilkan gas metan, sedangkan proses
nitrifikasi dan denitrifikasi oleh mikroba menghasilkan gas
dinitrogen oksida ke udara. Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra peternakan yang berkontribusi dalam pemenuhan permintaan daging wilayah Jakarta dan sekitarnya. Pertumbuhan populasi ternak di Kabupaten Bogor tahun 2010 mengalami peningkatan dari tahuntahun sebelumnya. Saat ini populasi ternak di Kabupaten Bogor untuk sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam broiler, ayam petelur, ayam buras dan itik berturut-turut sebanyak 18.068, 7.288 , 19.908, 361, 119.337, 280.798, 4.734, 15.771.780, 4.371.042 dan 137.009 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, 2011). Bentuk usaha peternakan di Kabupaten Bogor terbagi menjadi peternak rakyat dan peternak industri. Pola pemeliharaan serta pemberian pakan secara tradisional dan berkualitas rendah banyak diterapkan pada peternakan rakyat. Penggunaan pakan berkualitas rendah untuk ternak berpotensi dalam peningkatan tingkat pemanasan global.
1
Salah satu upaya penanggulangan dampak pemanasan global adalah dengan melakukan perhitungan (inventory) dan tindakan mitigasi. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah lembaga ilmiah internasional dalam penilaian perubahan iklim. IPCC mengeluarkan metodologi untuk perhitungan estimasi gas rumah kaca. Hasil penelitian Qurimanasari (2011) mengenai pendugaan emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan di Jawa Barat, menunjukan karakteristik ternak di Jawa Barat mempunyai faktor emisi yang lebih besar dibandingkan dengan hasil dari IPCC, dengan kegiatan pengurangan emisi (mitigasi) yang dilakukan adalah perbaikan kualitas pakan. Wilayah yang terlalu luas menjadi salah satu kendala dalam pengumpulan informasi mengenai peternakan. Berdasarkan hal tersebut, perhitungan nilai dugaan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan perlu dilakukan kembali dengan wilayah yang lebih terjangkau dan diharapkan mendapat data yang lebih lengkap sehingga didapatkan nilai yang lebih akurat. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pendugaan nilai emisi gas metan dan dinitrogen oksida yang dihasilkan dari ternak sapi, kerbau, babi, kambing, domba, kuda, dan unggas di Kabupaten Bogor.
2
TINJAUAN PUSTAKA Pola Sebaran Populasi Ternak di Kabupaten Bogor Berdasarkan data dari Dinas Peternakan provinsi Jawa Barat tahun 2010, Kecamatan Cijeruk mempunyai populasi sapi perah terbesar di Kabupaten Bogor sebesar 1707 ekor, diikuti Kecamatan Pamijahan dan Cisarua (1461 dan 1404 ekor), sedangkan untuk populasi sapi potong terbesar berada di Kecamatan Rumpin sebesar 3980 ekor. Ternak domba merupakan ternak ruminansia terbesar di Kabupaten Bogor, sebesar 61% total populasi diluar populasi unggas. Pada tahun 2010, terdapat 278 kelompok peternak yang terdata dari berbagai jenis ternak di Kabupaten Bogor. Menurut Halomoan et al. (2010) sapi dari peternakan rakyat untuk mensuplai kebutuhan pasar tradisional memiliki bangsa yang lebih beragam serta usia yang lebih tua dibandingkan dengan sapi yang digemukan sistem feedlot untuk mensuplai kebutuhan pasar khusus. Sistem Pemeliharaan dan Pemberian Pakan Ternak di Kabupaten Bogor Sistem pemeliharaan sapi potong dibagi menjadi pemeliharaan secara intensif, ekstensif dan gabungan keduanya. Sistem pemeliharaan intensif adalah sistem pemeliharaan ternak sapi dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan cut and carry. Sistem pemeliharaan ekstensif biasanya aktifitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan, dan penggemukan ternak sapi dilakukan oleh satu orang yang sama di padang penggembalaan yang sama. Sistem pemeliharaan semi ekstensif atau gabungan keduanya adalah dengan menggembalakan ternak, namun pakan tetap disediakan oleh peternak (Parakkasi, 1999). Ternak domba di Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, dipelihara dengan sistem pemeliharaan intensif menggunakan kandang panggung dan pakan yang diberikan adalah rumput lapang, serta kotoran yang dihasilkan dijadikan pupuk sebagai pemeliharaan lahan (Karyadi, 2008). Rabbani (2009) mengatakan dalam penelitiannya bahwa ternak kerbau di Kabupaten Bogor sebagian besar dipelihara secara ekstensif (86,7%), sedangkan kerbau yang dipelihara secara intensif sebesar 13,3%.
3
Pada ternak sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah, Kabupaten Bogor, dipelihara secara intensif (dikandangkan), dengan pemberian pakan hijauan berkualitas rendah dan konsentrat yang kurang sesuai dengan kebutuhan sapi perah. Cara pemberian pakan yang kurang baik menyebabkan menurunya efisiensi dan produksi susu yang kurang maksimal (Sembada, 2012). Emisi Metan dari Peternakan Emisi metan dari fermentasi enterik telah menjadi perhatian industri pertanian beberapa tahun terakhir disebabkan kontribusinya terhadap pemanasan global (Moss et al., 2000). Emisi metan dari peternakan di bagi menjadi dua, yaitu emisi dari fermentasi enterik dan emisi dari sistem manajemen kotoran ternak. Emisi metan dari manajemen kotoran ternak cenderung lebih rendah dibandingkan dengan fermentai enterik meskipun sistem manajmen kotoran ternak tersebut disimpan dalam bentuk cairan (IPCC Report, 2006). Metan dari proses fermentasi enterik dari ruminansia sekitar 11%-17% dari metan global atau 17%-30% dari total metan antropogenik (Beauchemin et al., 2007). Metan dari sumber ini diproduksi oleh bakteri yang ada di saluran pencernaan yang berperan mencena makanan yang berserat. Ternak melepaskan gas metan ke atmosfer melalui mulut dan lubang hidung (nostrils). Proses fermentasi yang berlangsung di dalam lambung ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kuda, kambing, domba akan menghasilkan gas metan (Wood et al., 1998). Pada prinsipnya, pembentukan gas metan di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2 oleh H2 yang dikatalis oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik (Thalib, 2008). Kondisi anaerob dalam rumen menimbulkan reaksi oksidasi dalam ATP dan melepas hidrogen. Jumlah hidrogen yang dihasilkan tergantung jenis makanan dan jenis mikroba rumen sebagai fermentasi pakan yang menghasilkan produk akhir yang tidak sama dengan hidrogen yang dikeluarkan. Misalnya, pembentukan asam propionat membutuhkan hidrogen sedangkan asam asetat dan butirat melepas hidrogen. Metanogenesis adalah mekanisme oleh rumen untuk menghindari akumulasi hidrogen. Hidrogen bebas menghambat dehidrogenasi dan mempengaruhi proses fermentasi. Pemanfaatan hidrogen dan CO2 untuk menghasilkan CH4 dilakukan oleh archea metanogen (Martin et al., 2008). Reaksi yang terjadi dalam pembentukan metan dalam rumen adalah sebagai berikut :
4
CO2 + 4H2
CH4 + 2H2O
(methanogenesis)
Pakan dapat mempengaruhi rasio energi yang dikonversi menjadi metan. Sistem pemberian pakan di Indonesia yang bervariasi menyebabkan perlunya dilakukan perbaikan terhadap faktor emisi yang berdasar pada kondisi pakan terutama bahan organik dan tingkat konsumsi energi. Selain itu, perbaikan faktor emisi dari subsektor peternakan dapat juga dengan mempertimbangkan struktur populasi ternak (Suryahadi et al., 2001). Hasil penelitian Harper et al. (1999) menunjukan bahwa sapi yang digembalakan menghasilkan metan lebih besar dibandingkan dengan sapi yang dikandangkan (feedlot). Hal tersebut menunjukan bahwa sapi yang mendapatkan pakan berkualitas rendah dengan tinggi serat hijauan akan menghasilkan lebih banyak metan dibandingkan dengan sapi yang diberi pakan berkualitas tinggi (konsentrat). Haryanto dan Thalib (2009) mengatakan besarnya emisi metan yang dihasilkan ternak dapat dipengaruhi oleh faktor kualitas pakan, status dan fisiologis ternak, serta lingkungan. Gas metan juga akan dihasilkan melalui proses dekomposisi kotoran ternak yang berlangsung secara anaerobik (Wood et al., 1998). Salah satu pengolahan kotoran ternak yang digunakan adalah biogas. Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas yang dominan dihasilkan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2) (Simamora, et al., 2005). Prinsip utama dari perhitungan emisi metan dari kotoran ternak adalah banyaknya kotoran ternak yang diproduksi dan bagian dari kotoran ternak tersebut yang terdekomposisi secara anaerobik. Total kotoran ternak yang diproduksi dapat diestimasikan dengan menggunakan rata-rata produksi metan per ekor ternak dan jumlah populasi ternak itu sendiri (IPCC, 2000). Berdasarkan informasi dari Kementrian Lingkungan Hidup (2010) pada tahun 2000-2006 penghasil emisi metan dari fermantasi enterik di indonesia didominasi oleh sapi potong (62,8%), kemudian kerbau (16%) dan kambing (10,4%), sedangkan emisi metan dari manajemen kotoran ternak paling besar dihasilkan oleh babi (46,1%), kemudian broiler (13,4%), dan sapi perah (10,3%). Emisi Dinitrogen Oksida dari Peternakan Selain metan, nitrogen yang dikeluarkan dari ekresi ternak (baik yang di dalam urin maupun di dalam kotoran) melalui proses denitrifikasi akan menghasilkan
5
gas dinitrogen oksida (N2O) (Wood et al., 1998). Nitrogen oksida mempunyai efek penting terhadap sistem iklim dan di dalam stratosfer (Wuebbles, 2009). Gas ini merupakan gas rumah kaca potensial yang diproduksi tanah, sebagian besar disebabkan proses mikrobiologi dari nitrifikasi (oksidasi amonia) dan denitrifikasi reduksi nitrat. Proses pengendalian nitrogen dioksida tanah termasuk dengan pengaturan denitrifikasi dan nitrifikasi (karbon, inorganik nitrogen, dan oksigen yang dipengaruhi oleh kelembapan, porositas, dan struktur agregat tanah (Robertson dan Groffman, 2007). Emisi nitrogen oksida dari sistem manajemen kotoran ternak sangat berbeda nyata antara tipe penggunaan sistem manajemen dan bisa juga emisi tidak langsung dari bentuk nitrogen lain yang hilang dari sistem. Pendugaan produksi dinitrogen oksida, baik langsung maupun tidak langsung, adalah dengan melihat penyimpanan maupun perlakuan yang dilakukan terhadap kotoran ternak. Emisi dinitrogen oksida secara langsung terjadi melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi nitrogen yang terkandung dalam kotoran ternak. Besarnya emisi dinitrogen oksida dari kotoran ternak selama penyimpanan dan perlakuan tergantung dari kandungan nitrogen dan karbon dalam kotoran ternak serta lamanya proses itu terjadi. Emisi dinitrogen oksida secara tidak langsung dihasilkan dari nitrogen volatile hilang yang terjadi dari bentuk amonia dan NOx. Fraksi dari ekskresi nitrogen organik memberikan proses mineralisasi terhadap nitrogen amonia selama pengoleksian dan penyimpanan kotoran ternak tergantung dari waktu dan rata-rata derajat temperatur (IPCC Report, 2006). Besar emisi dinitrogen oksida secara langsung dari manajemen ternak di Indonesia lebih besar dibandingkan emisi secara tidak langsung, dengan ternak sapi potong sebagai penghasil emisi tertinggi (Kementrian Lingkungan Hidup, 2010). Manajemen Kotoran Ternak Produksi metan bergantung terhadap tipe sistem manajemen kotoran ternak, dimana secara umum dibagi menjadi sistem cairan dan kering. Sistem kering melingkupi penyimpanan padatan, feedlot, penyimpanan di lubang, dan penyebaran harian dari kotoran ternak. Sebagai tambahan, kotoran ternak yang tidak dikelola dari ternak yang di gembalakan di lahan pastura tidak termasuk ke dalam kategori ini. Manajemen kotoran ternak dengan dalam bentuk cair biasanya menggunakan air untuk memudahkan penanganan kotoran ternak. Sistem ini mencakup laguna dan
6
penggunaan tangki untuk penyimpanan sampai digunakan untuk lahan. Sistem kotoran ternak dalam bentuk cair menciptakan kondisi anaerobik ideal untuk produksi metan. Menur mengalami dekomposisi lebih cepat saat iklim mendukung untuk pertumbuhan bakteri. Sistem kotoran ternak dalam bentuk cairan pada temperatur hangat akan meningkatkan proses pembentukan metan. Sistem kotoran ternak dalam bentuk kering, hujan akan mempengaruhi produksi metan, dimana cuaca basah memiliki tingkat emisi lebih tinggi dibandingkan saat panas (IPCC, 2000). Kotoran ternak merupakan sumber daya yang berharga untuk menggantikan pupuk kimia bila dimanfaatkan dengan benar. Pengelolaan kotoran ternak harus dilakukan dengan hati-hati untuk meminimalkan bau, unsur hara yang hilang, serta emisi, yang dapat menjadi sumber polusi. Informasi mengenai produksi serta komposisi kotoran ternak terkait dengan jenis ternak dan pemberian pakan sangat sedikit di Asia. Data terbaik yang bisa didapat untuk sekarang adalah berdasarkan beberapa asumsi yang digunakan (IAEA, 2008). Sistem manajemen kotoran ternak yang diterapkan pada peternakan sapi perah di Cisarua adalah 66,8% dengan disebar harian dan 33,2% dimanfaatkan sebagai biogas (Zandos, 2011). Mitigasi Mitigasi adalah tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Tindakan mitigasi dapat dijadikan pilihan teknis dan manajemen dalam usaha untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca dari peternakan. Bentuk tindakan mitigasi
berdasarkan manajemen dalam peternakan rakyat antara lain, (i) penyediaan naungan dan air untuk mengurangi heat stress dari peningkatan temperatur, (ii) pengurangan jumlah ternak, dengan jumlah ternak sedikit namun produktif dapat meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi emisi gas rumah kaca dari peternakan, (iii) penyeleksian antara ternak besar dan kecil, (iv) peningkatan sumber air. Tindakan mitigasi dari sektor peternakan tercapai dengan melakukan beberapa kegiatan antara lain penyesuaian sistem pemberian pakan, manajemen kotoran ternak, dan manajemen produksi bahan baku pakan. Beberapa tindakan mitigasi yang dapat dilakukan seperti pemilihan bangsa ternak yang cepat tumbuh, peningkatan manajemen pemberian pakan, perbaikan manajemen limbah, manajemen pastura, dan penurunan produksi serta konsumsi produk peternakan (IFAD, 2009).
7
Mara et al. (2008) merekomendasikan beberapa teknologi alternatif untuk menurunkan produksi metan akibat fermentasi pakan di dalam saluran pencernaan, yaitu meningkatkan frekuensi pemberian pakan, meningkatkan jumlah konsentrat di dalam ransum, memilih pakan yang mengandung karbohidrat non-struktural lebih tinggi, penggunaan legum, perbaikan manajemen padang pengembalaan, penggunaan biji-bijian pada silase, memanfaatkan tanaman yang mengandung saponin dan tanin sebagai pendefaunasi protozoa di dalam rumen, dan penggunaaan feed aditif. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup tahun 2010 ada beberapa teknologi mitigasi untuk sektor peternakan antara lain, peningkatan kualitas pakan, pemberian suplementasi dalam pakan, pembibitan jangka panjang, dan bioenergi. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) adalah badan internasional dalam penilaian perubahan iklim. Lembaga ini didirikan oleh United Nations Environment Programme (UNEP) dan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) untuk menginformasikan pada dunia pandangan ilmiah yang jelas mengenai keadaan saat ini dan pengetahuan dalam perubahan iklim dan potensi dampak lingkungan dan sosial-ekonomi. Majelis Umum PBB mengesahkan kegiatan yang dilakukan oleh WMO dan UNEP bersama-sama dalam membangun IPCC. IPCC adalah lembaga ilmiah yang akan meninjau dan menilai informasi ilmiah, teknis dan sosio-ekonomi terbaru diproduksi di seluruh dunia yang relevan untuk memahami perubahan iklim. Tidak melakukan penelitian apapun juga tidak memantau data iklim terkait atau parameter. Ribuan ilmuwan dari seluruh dunia memberikan kontribusi pada pekerjaan dari IPCC atas dasar sukarela. Resensi adalah bagian penting dari proses IPCC, untuk menjamin penilaian yang obyektif dan lengkap informasi saat ini. IPCC bertujuan untuk mencerminkan berbagai pandangan dan keahlian. Sekretariat mengkoordinasikan semua pekerjaan IPCC dan bekerjasama dengan pemerintah. Hal ini didukung oleh WMO dan UNEP dan diselenggarakan di markas WMO di Jenewa (IPCC, 2012). IPCC 2006 guidelines menyediakan metodologi untuk estimasi perhitungan emisi gas rumah kaca, terdiri dari lima jilid. Jilid pertama menggambarkan langkah dasar dalam perkembangan inventaris dan petunjuk umum mengenai emisi gas rumah kaca berdasarkan pengalaman dari tahun 1980. Jilid dua sampai lima 8
merupakan petunjuk untuk pendugaan dari berbagi sektor ekonomi. IPCC 2006 guidelines menyediakan petunjuk dalam metodologi pendugaan emisi dalam tiga tingkat ketelitian, dari tingkat satu (tier 1), metode default, sampai tingkat tiga (tier 3), metode terperinci. Penggunaan metode tersebut dengan pendekatan menggunakan pohon keputusan sebagai pedoman dalam pemilihan metode yang digunakan agar sesuai dengan kondisi yang ada (IPCC, 2006).
9
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di peternakan sapi potong, sapi perah, kambing, domba, babi, kerbau, dan ayam broiler di Kabupaten Bogor dan Laboratorium Komputer Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Materi Perangkat Lunak dan Data Pendukung Perangkat lunak yang digunakan adalah Microsoft Excel. Sumber informasi berupa data primer dan sekunder. Data primer didapatkan berdasarkan pengambilan data langsung ke beberapa peternakan dari berbagai jenis ternak di Kabupaten Bogor. Data sekunder berupa pustaka yang mendukung untuk penelitian ini. Perangkat Pendukung Spesifikasi komputer yang digunakan adalah AMD Athlon II X2 dual core @ 3,0 Ghz, RAM dengan kapasitas 2 GB, dan Harddsik berkapasitas 80 GB. Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner (terlampir) dan alat tulis. Prosedur Pengumpulan Data Pencarian data populasi ternak terkini di Kabupaten Bogor dan pengambilan data langsung ke beberapa peternakan dengan wawancara serta penggunaan kuesioner. Metode pengacakan menggunakan purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011). Pertimbangan yang digunakan adalah kecamatan dengan jumlah ternak yang besar dan lokasi peternakan yang mudah dijangkau. Data yang diambil meliputi data populasi, jenis sapi, jenis kelamin, status reproduksi, klasifikasi ternak berdasarkan umur, bobot badan, pertambahan bobot badan, sistem pemberian pakan, produksi susu, kandungan lemak susu, serta sistem manajemen kotoran ternak. Data yang tidak didapat dari peternak dilengkapi dengan data yang berasal dari pustaka. Sistem manajemen kotoran ternak yang dilakukan peternakan diklasifikasikan berdasarkan IPCC (Lampiran 1). Pembagian persentase sistem manajemen kotoran
10
ternak yang diterapkan peternakan dilakukan secara subjektif peneliti saat melakukan survei maupun pustaka. Observasi Lapang Melakukan survei ke peternakan di Kabupaten Bogor untuk mengetahui karakteristik ternak serta sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan. Peternakan yang dijadikan objek pengamatan yaitu peternakan sapi perah di KUNAK, peternakan sapi potong lokal di Kecamatan Klapanunggal, peternakan sapi potong PT. Rumpinary Agro Industry dan PT. Karya Anugrah Rumpin, peternakan kambing dan domba Mitra Tani Farm dan Saung Tani Farm, peternakan babi di Kecamatan Gunung Sindur, peternakan kerbau di Kecamatan Sukajaya, dan peternakan ayam broiler di Kecamatan Parung. Perhitungan dan Pengolahan Data Penggunaan Microsoft Excel untuk perhitungan pendugaan faktor emisi berdasarkan jenis ternak. Perhitungan menggunakan rumus yang terdapat dalam IPCC tahun 2006. Nilai faktor emisi yang didapat dari perhitungan terbagi menjadi faktor emisi default (Model I) dan enhanced (Model II), dimana pada Model II menggunakan data yang didapat hasil pencarian baik obeservasi dari lapang langsung maupun dari pustaka. Data yang tidak dapat ditemui pada keduanya akan menggunakan data default yang dikeluarkan IPCC. 1) Perhitungan Emisi Metan Emisi (Gg CH4) = populasi x (FE/106); dimana FE adalah faktor emisi metan dalam satuan kg CH4/ekor/tahun. 2) Perhitungan Faktor Emisi Metan Faktor emisi metan dari fermentasi enterik menggunakan pendekatan pada nilai energi bruto dalam pakan yang dihasilkan ternak selain unggas dengan rumus: FE =
GE .
Ym 100
55,65
.
365
;
dimana FE adalah faktor emisi dari fermentasi enterik dengan satuan kg CH4/ternak/tahun, GE adalah energi bruto dengan satuan MJ/ekor/tahun, Ym
11
adalah faktor konversi metan dalam persen dan 55,65 merupakan koefisien kandungan energi dari metan dalam satuan MJ/ kg CH4. Nilai GE (energi bruto) bergantung kepada bobot badan, tingkat kecernaan, sistem pemeliharaan, lama waktu kerja, pertambahan bobot badan, serta produksi susu, tingkat laktasi, dan tingkat kebuntingan untuk ternak betina. Faktor emisi metan yang dihasilkan dari manajemen kotoran ternak menggunakan pendekatan pada nilai persentase sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan, serta karakteristik kotoran ternak ternak yang dihasilkan dengan rumus: FE = VS . 365 Bo
∑S,k
. 0,67
MCFS,k 100
. MSS,k ;
dimana FE adalah faktor emisi dari manajemen kotoran ternak dengan satuan kg CH4/ternak/tahun, VS adalah padatan yang mudah melayang (volatile solid) dengan satuan kg BK/ternak/hari, Bo adalah jumlah maksimal metan yang dihasilkan oleh kotoran ternak dengan satuan m3CH4/kg VS, MCF adalah faktor konversi metan berdasarkan tiap manajemen kotoran ternak menurut suhu daerah dengan satuan %, dan MS adalah fraksi dari ternak yang menggunakan sistem manajemen kotoran ternak berdasarkan suhu wilayah. Nilai default (Model I) IPCC faktor emisi metan dari fermentasi enterik dan manajemen kotoran ternak sebagai berikut : 3) Emisi Dinitrogen Oksida Emisi dinitrogen oksida secara langsung dari manajemen kotoran ternak menggunakan perhitungan sebagai berikut: Nm = Populasi . Nex .
%MMS 100
; dimana Nm adalah nilai emisi N2O dalam
kg N, Nex adalah rataan N yang diekskresikan dengan satuan kgN/ekor/tahun, dan %MMS merupakan estimasi persentase penggunaan manajemen kotoran ternak dalam persen. N2OD(mm) = Nm . FE3 .
44 28
; dimana N2OD(mm) adalah emisi dinitrogen
oksida secara langsung dari manajemen kotoran ternak dengan satuan kgN2O/tahun, Nm adalah nilai emisi N2O dalam kg N, FE3 adalah faktor
12
emisi N2O langsung dengan satuan N2O-N/kgN, dan 44/28 adalah faktor konversi dari (N2O-N)(mm) menjadi N2O(mm). Emisi dinitrogen oksida dari manajemen secara tidak langsung diperoleh dari penjumlahan perhitungan emisi N2O secara tidak langsung melalui volatile N yang hilang dari manajemen kotoran ternak (N2Omm) dan N yang dapat digunakan kembali untuk tanah, pakan, dan konstruksi dalam manajemen kotoran ternak (N2Omms_avb). Perhitungan yang digunakan sebagai berikut : N2OG(mm) = (Nvolatilization-MMS.FE4).44/28; dimana N2OG(mm) adalah emisi N2O tidak langsung melalui penguapan N dari manajemen kotoran ternak dengan satuan kgN2O/tahun, Nvolatilization-MMS adalah jumlah nitrogen yang hilang dari penguapan NH3 dan NOx dalam satuan kgN/tahun, FE4 adalah faktor emisi dari N yang terdeposisi dengan satuan kgN2O-N, 44/28 adalah faktor konversi dari (N2O-N)(mm) menjadi N2O(mm). Nvolatilization-MMS = ∑S ∑T Populasi . Nex . MS(S) .
FracGasMs 100
(S) ; dimana
Nvolatilization-MMS = jumlah nitrogen yang hilang dari penguapan NH3 dan NOx dalam satuan kgN/tahun, Nex adalah rataan N yang diekskresikan dengan satuan kgN/ekor/tahun, MS(S) adalah fraksi total eksresi nitrogen dengan sistem manajemen kotoran ternak S, dan FracGasMs adalah persentase dari nitrogen kotoran ternak ternak yang menguap menjadi NH3 dan NOx dalam sistem manajemen kotoran ternak S dalam persen. N2Omms_avb = ∑S ∑T Populasi . Nex . MS(S) . +
1‐FracLossMs 100
(S)
Populasi . MS(S) . NBeddingMS ;
dimana N2Omms_avb adalah jumlah N dari manajemen kotoran ternak yang diaplikasikan untuk manajemen tanah, pakan, bahan bakar, dan konstruksi dengan satuan kgN/tahun, Nex adalah rataan N yang diekskresikan dalam kgN/ekor/tahun, MS(S) adalah fraksi total eksresi nitrogen ternak dengan sistem manajemen kotoran ternak S dalam persen, FracLossMS adalah persentase dari nitrogen kotoran ternak ternak yang hilang dalam sistem manajemen kotoran ternak S dalam persen, dan NBeddingMS meupakan jumlah N dari bedding dengan satuan kgN/ekor/tahun.
13
4) Perhitungan konversi emisi metan dan dinitrogen oksida ke bentuk karbon diokasida. Ketetapan dari indeks GWP dengan angka konversi 1 metan = 23 karbon dioksida dan 1 dinitrogen oksida = 296 karbon dioksida. Angka tersebut berdasarkan lamanya gas CH4 dan N2O selama 100 tahun di atmosfer (IPCC, 2001). Analisa Data Perhitungan emisi metan dan nitrogen oksida dari berbagai jenis ternak dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel. Hasil perhitungan selanjutnya ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, serta dijelasakan secara deskriptif.
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Populasi Ternak di Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang merupakan wilayah strategis dalam pengembangan usaha peternakan untuk memenuhi permintaan daging wilayah Jabodetabek. Data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor tahun 2011 menunjukan populasi ternak terbesar tahun 2010 pada sektor ternak unggas yaitu 22.593.324 ekor yang didominasi oleh populasi ayam broiler, sedangkan pada ternak ruminansia domba memiliki populasi terbesar sebanyak 280.798 ekor. Babi mengalami peningkatan tertinggi sebesar 30,52%, diikiuti oleh ayam buras sebesar 23,45%. Data lengkap mengenai jumlah populasi ternak di Kabupaten Bogor terdapat dalam Tabel 1. Tabel 1. Populasi Ternak di Kabupaten Bogor Tahun 2009-2010 (ekor) No.
Jenis Ternak
Tahun 2010 7.288
Peningkatan (%)
1.
Sapi Perah
2009 7.131
2.
Sapi Potong
17.472
18.068
3,30%
3.
Kerbau
17.867
19.908
10,25%
4.
Babi
3.289
4.734
30,52%
5.
Kuda
361
361
6.
Kambing
114.832
118.797
3,34%
7.
Domba
278.068
280.798
0,97%
8.
Itik
133.667
137.009
2,44%
9.
Ayam Broiler
14.363.496 15.771.780
8,93%
10.
Ayam Layer
4.365.494
4.371.132
0,13%
11.
Ayam Buras
1.009.186
1.318.299
23,45%
12.
Ayam Ras Pembibit
984.227
995.104
1,09%
2,15%
0%
Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2011)
Penentuan Faktor Emisi Perhitungan faktor emisi menggunakan panduan dari IPCC (2006). IPCC (2006) mempunyai tiga metode perhitungan berdasarkan tingkat ketelitiannya, yaitu model I menggunakan data default dari IPCC, model II menggunakan beberapa data 15
spesifik yang dapat mempengaruhi perhitungan faktor emisi, dan model III menggunakan data lebih mendetail mengenai karakteristik ternak tersebut. Data default merupakan data yang disediakan IPCC mengenai karakteristik setiap ternak dan dihimpun berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan. Perhitungan emisi menggunakan populasi ternak sebagai dasar perhitungan baik pada model I maupun model II. Populasi pada perhitungan emisi adalah populasi rata-rata pemeliharaan dalam setahun. Ternak sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, babi, kambing dan domba diasumsikan dipelihara dalam setahun. Ayam broiler, ayam buras, ayam petelur, dan itik diasumsikan mempunyai lama pemeliharaan berturut-turut 35, 180 , 365 dan 180 hari. Perhitungan model I tidak memperhatikan lebih lanjut mengenai populasi maupun struktur populasi ternak. Populasi sapi perah diasumsikan tidak semua merupakan betina dewasa, sehingga pada perhitungan Model II dilakukan pendekatan menggunakan satuan ternak, untuk ternak pedet dan muda dikalikan dengan 0,25 dan 0,5. Struktur populasi sapi perah yang digunakan di Kabupaten Bogor meliputi Kecamatan Pamijahan dan Cisarua. Struktur populasi sapi perah di Kecamatan Pamijahan berdasarkan data KPS Bogor (2009) adalah betina dewasa (61%), jantan dewasa (5%), muda (14%), dan pedet (25%). Zandos (2011) menyebutkan Kecamatan Cisarua memiliki struktur populasi betina dewasa (53%), muda (24%), dan pedet (23%). Populasi sapi potong yang terdata di Kabupaten Bogor diasumsikan merupakan peternakan sapi potong rakyat lokal tanpa industri (Feedlot). Ternak sapi potong menggunakan struktur populasi sapi lokal di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, dimana besar persentase sapi betina dewasa (45%), jantan dewasa (3%), muda (29%), dan pedet (23%) (Rachmawatie, 2005). Perhitungan faktor emisi di Kabupaten Bogor menggunakan model II, dimana data karakteristik ternak didapatkan dari obesrvasi lapang dan pustaka, serta model I untuk membandingkan hasil perhitungan model II. Data default IPCC pada model I menggunakan regional Asia berdasarkan letak geografis Kabupaten Bogor, dengan temperatur rata-rata 28 °C. Perhitungan model II membutuhkan data spesifik mengenai karakteristik ternak di Kabupaten Bogor, data yang digunakan adalah suhu wilayah, struktur populasi, sistem pemeliharaan, sistem pemberian pakan, bobot
16
badan, produksi susu, lemak susu, lama waktu kerja, dan manajemen kotoran ternak. Data selain manajemen kotoran ternak, hanya didapatkan pada ternak sapi perah, sapi potong dan kerbau, sehingga data default digunakan pada ternak lainnya. Perhitungan faktor emisi metan dari fermentasi enterik, menggunakan pendekatan pada energi bruto yang dihasilkan ternak. Energi bruto yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsumsi pakan serta karakteristik masing-masing ternak yang meliputi sapi perah, sapi potong, dan kerbau. Nilai faktor emisi metan didapatkan dari konversi energi bruto. Faktor konversi metan (Ym) yang digunakan untuk sapi perah, sapi potong, dan kerbau sebesar 6,5. Pakan yang berkualitas dapat menurunkan nilai faktor konversi tersebut. Metan mempunyai kandungan energi didalamnya dengan nilai koefisien sebesar 55,65 MJ/ kg CH4. Berdasarkan perhitungan model II, sapi perah mempunyai nilai faktor emisi terbesar sebesar 93 kg CH4/ekor/tahun, lebih besar dibandingkan data default. Hal tersebut disebabkan estimasi bobot badan dan produksi susu sapi perah pada data default mempunyai nilai rendah dibandingkan karakteristik sapi perah di Kabupaten Bogor, sehingga membutuhkan energi lebih tinggi dan menghasilkan emisi metan yang lebih tinggi. Data mengenai karakteristik ternak serta faktor emisi yang dihasilkan setiap ternak dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Ternak di Kabupaten Bogor Model I Model II Jenis Ternak BB DE PS LS B WK EB FE BB DE PS LS B WK 1 Sapi 350 60 4,5 4 80 160 68 390 60 9,3 3,9 80 Perah 2 Sapi Potong 48 (Pastura) Betina 300 60 1,1 4 45 106 46 266 56 1,1 3,45** 45 Dewasa Jantan 400 60 113 48 250 56 Dewasa Muda 200 60 84 36 117 56 Pedet 66 56 3 Kerbau 380 55 0,9 9 25 0,6 132 56 318* 56 0,9 9,65** 40* 0,5* Babi 1 4 5 5 Kambing 30 6 Domba 45 5 35 7 Kuda 18 Keterangan : BB = Bobot badan (kg); DE = Tingkat kecernaan (%); PS = Produksi susu (kg/hari); LS = Lemak susu (%); B = Kebuntingan (%); WK = Waktu kerja (jam/ekor/hari); EB = Energi Bruto (MJ/ekor/hari); FE = Faktor emisi (kg CH4/ekor/tahun); FE = (Energi bruto x (Ym/100) x 365)/55,65 Sumber : *: Rabbani (2009), **: Sirait (1999) No
17
EB
FE
218
93 34
108
46
88
38
65 42 130
28 18 55 1 5 5 18
‐
Sapi potong di Kabupaten Bogor mempunyai faktor emisi sebesar 34 kg CH4/ekor/tahun. Faktor emisi pada data default sebesar 48 kg CH4/ekor/tahun dan berlaku untuk semua jenis sapi potong secara keseluruhan karena tidak memperhatikan struktur populasi. Pakan berkualitas rendah pada dasarnya akan menghasilkan emisi metan yang tinggi, namun bobot badan yang rendah pada sapi potong di Kabupaten Bogor menyebabkan faktor emisinya lebih rendah dibandingkan dengandata default. Kerbau menghasilkan faktor emisi yang tidak jauh berbeda dengan data default, yaitu sebesar 55 kg CH4/ekor/tahun. Ternak babi, kambing, domba dan kuda menggunakan faktor emisi dari data default. Ternak tidak hanya menghasilkan emisi metan dari fermentasi enterik, kotoran ternak juga mempunyai peran dalam menghasilkan emisi dari kotorannya. Emisi metan dari kotoran ternak bergantung kepada jenis ternak, karateristik kotoran ternak, serta manajemen kotoran ternak yang dilakukan pada peternakan. Karakteristik Kotoran ternak ditentukan oleh padatan yang mudah melayang/volatile solid (VS) yang diproduksi kotoran ternak itu sendiri dan jumlah maksimal metan yang dihasilkannya (Bo). Produksi VS dari kotoran ternak dapat diperkirakan berdasarkan konsumsi pakan dan kecernaan, sedangkan nilai Bo bervariasi menurut jenis ternak dan pakan yang diberikan. Kotoran ternak yang becampur dengan bedding (jerami, sebuk gergaji, litter) tidak dihitung dalam VS, karena bedding tidak akan menambah produksi metan secara signifikan. Ternak kerbau mempunyai nilai VS tertinggi sebesar 3,9 kg/ekor/hari, sedangkan terendah pada ternak unggas sebesar 0,01 kg/ekor/hari. Nilai Bo tertinggi terdapat pada unggas sebesar 0,36 m3CH4/kg VS, sedangkan terendah pada ternak sapi potong dan kerbau sebesar 0,1 m3CH4/kg VS. Data lengkap nilai VS dan Bo tiap ternak dapat dilihat pada Tabel 3. Karakteristik sistem manajemen kotoran ternak meliputi jenis sistem yang digunakan untuk mengelola kotoran tersebut dengan faktor konversi (MCF) yang mencerminkan nilai Bo. Sistem MCF berkisar 0-100% dimana suhu dan waktu retensi dalam pengelolaan memainkan peranan penting dalam perhitungan MCF. Besar MCF setiap sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.
18
Tabel 3. Nilai Volatile Solid (VS) dan Jumlah Maksimum Metan yang Dihasilkan (Bo) Berdasarkan Jenis Ternak No
Jenis Ternak
VS (kg/ekor/hari)
Bo (m3CH4/kg VS)
1
Sapi Perah
2,8
0,13
2
Sapi Potong
2,3
0,1
3
Kerbau
3,9
0,1
4
Babi
0,3
0,29
5
Kuda
2,13
0,3
6
Kambing
0,35
0,13
7
Domba
0,32
0,13
8
Unggas
0,01
0,36
Sistem manajemen kotoran ternak pada peternakan Kabupaten Bogor berdasarkan estimasi saat obesrvasi lapang. Sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan pada peternakan di Kabupaten Bogor adalah pastura, disebar harian, disimpan dalam bentuk padatan, disimpan dalam bentuk cairan, dry lot, kompos, dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Sistem manajemen kotoran ternak dengan pastura adalah kotoran ternak yang langsung jatuh di padang rumput dan dibiarkan tanpa pengelolaan. Definisi setiap jenis sistem manajemen kotoran ternak terdapat pada Lampiran 1. Setiap jenis ternak memiliki komposisi sistem manajemen kotoran ternak yang berbeda. Ternak sapi potong di Kabupaten Bogor diasumsikan dipelihara secara ekstensif atau digembalakan, sehingga sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan diestimasikan pastura secara keseluruhan. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi bahan bakar dalam bentuk biogas hanya diterdapat pada ternak sapi perah. Manajemen kotoran ternak kambing dan domba mempunyai nilai estimasi yang sama dikarenakan peternakan kambing dan domba yang diamati berada dalam satu lokasi. Pada model I (data default), tidak terdapat penjelasan mengenai sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan oleh ternak kambing, domba, dan kuda. Faktor emisi tertinggi terdapat pada ternak babi sebesar 3,57 kg CH4/ekor/tahun, dan terendah pada ternak ayam broiler sebesar 0,01 kg CH4/ekor/tahun. Data manajemen kotoran ternak setiap jenis ternak di Kabupaten Bogor terdapat pada Tabel 4.
19
Tabel 4. Estimasi Persentase Sistem Manajemen Kotoran Tiap Ternak di Kabupaten Bogor No 1 2
3 4 5 6 7 8
Model I (%)
Jenis Ternak
P
Sapi 20 Perah Sapi Potong 50 (Pastura) Kerbau 50 Babi Kambing Domba Kuda Unggas Ayam Broiler Ayam Layer Ayam Pembibit Ayam Buras Itik -
Model II (%)
La DH DP DC DL K BK
Li
TLi
4
29
-
38
-
-
9
-
-
-
2
-
-
46
-
2
-
-
-
4 -
-
40 -
41 54 -
-
5 7 -
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
FE
P
31 1 100
La
DH
DP
DC DL
-
69
7,2
-
3
-
-
-
-
-
19 3 80 - 16,3 41,3 - 16,3 41,4 40 10
20 -
K
BK
0,5 20,3
Li
TLi
FE
-
-
2,8
-
-
-
-
1,1
- 22,5 - 22,6 -
-
-
-
2,25 3,57 0,33 0,3 2,08
2 7 0,22 0,2 2,19
78 20 20 50
- 100
0,02
-
-
-
-
-
-
-
- 100
-
-
- 100
0,03
-
-
-
-
-
-
-
-
- 100 0,03
-
-
-
- 100
0,03
-
-
-
-
-
-
-
-
- 100 0,03
-
-
-
-
- 100
0,02
-
-
-
-
-
-
-
-
- 100 0,01
-
-
-
-
- 100
0,03
-
-
-
-
-
-
-
-
- 100 0,03
0,01
Keterangan : P = Pastura; La = Laguna; DH = Disaebar harian; DP = Disimpan padatan; DC = Disimpan cair; DL = Dry lot; K = Kompos; BK = Bahan Bakar; Li = MCF Dengan litter; TLi = Tanpa litter; FE = Faktor Emisi; FE = VS . 365 Bo . 0,67 ∑S,k 100S,k . MSS,k
20
Hasil Perhitungan Emisi Metan Emisi Metan dari Fermentasi Enterik Perhitungan emisi metan dari fermentasi enterik didapatkan dari jumlah populasi jenis ternak tertentu pada satu daerah dalam pemeliharaan selama satu tahun, dikalikan dengan faktor emisinya. Ternak unggas tidak dihitung emisi metan dari fermentasi enterik berdasarkan panduan dari IPCC (2006). Emisi metan dari fermentasi ternak di Kabupaten Bogor sebesar 4,36 Gg CH4/tahun. Emisi terbesar dihasilkan oleh ternak domba yaitu 1,4 Gg CH4/tahun, diikuti oleh ternak kerbau sebesar 1,1 Gg CH4/tahun, sedangkan emisi terendah dihasilkan oleh ternak babi 0,005 Gg CH4/tahun. Ternak domba memiliki populasi terbesar untuk ternak ruminansia di Kabupaten Bogor, hal tersebut yang menyebabkan emisi lebih besar dibandingkan dengan sapi perah. Sapi perah memiliki faktor emisi metan dari fermentasi enterik tertinggi dari semua jenis ternak dan menghasilkan emisi sebesar 0,49 Gg CH4/tahun. Populasi sapi perah pada perhitungan model II menunjukan hasil yang sangat berbeda dibandingkan dengan model I, dimana hasil perhitungan model II menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan pada model I. Data lengkap hasil perhitungan emisi metan dari fermentasi enterik dapat dilihat pada Tabel 5. Emisi Metan dari Manajemen Kotoran Ternak Emisi metan yang dihasilkan dari kotoran ternak sangat dipengaruhi oleh sistem manajemen kotoran ternak yang dihasilkan. Pengelolaan kotoran ternak dalam bentuk cair akan menghasilkan emisi yang lebih tinggi dibandingkan bentuk kering/padat untuk ternak di Kabupaten Bogor, karena memiliki temperatur yang tinggi. Emisi metan yang dihasilkan dari manajemen kotoran ternak di Kabupaten Bogor sebesar 0,43 Gg CH4/tahun. Emisi metan tertinggi dari manajemen kotoran ternak dihasilkan oleh ternak unggas, yaitu 0,18 Gg CH4/tahun, sedangkan yang terendah adalah ternak kuda sebesar 0,001 Gg CH4/tahun. Populasi unggas sangat besar sehingga berpotensi menghasilkan tingkat emisi metan dari kotoran ternak yang tinggi. Hasil emisi pada sapi perah menggunakan model II (0,01 Gg CH4/tahun) menghasilkan hasil yang lebih rendah dibandingkan model I (0,23 Gg CH4/tahun). Hal tersebut menunjukan bahwa estimasi sistem manajemen kotoran ternak pada data
21
default tidak sesuai dengan keadaan di Kabupaten Bogor. Data lengkap hasil perhitungan emisi metan dari manajemen kotoran ternak dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Emisi CH4 yang Dihasilkan Tiap Ternak di Kabupaten Bogor Berdasarkan Perhitungan Model I dan Model II Jenis Ternak
Model I (Gg CH4/tahun) Manajemen Fermentasi Kotoran Total Enterik Ternak
Model II (Gg CH4/tahun) Manajemen Fermentasi Kotoran Total Enterik Ternak
Sapi Perah Sapi Potong
0,50
0,22
0,72
0,49
0,02
0,51
0,86
0,02
0,88
0,61
0,02
0,63
Kerbau
1,12
0,04
1,16
1,10
0,04
1,15
Babi
0,00
0,03
0,04
0,00
0,02
0,02
Kuda
0,01
0,00
0,01
0,01
0,00
0,01
Kambing
0,59
0,03
0,62
0,59
0,04
0,63
Domba
1,40
0,06
1,46
1,40
0,08
1,49
Unggas
-
0,21
0,21
-
0,18
0,18
4,49
0,61
5,09
4,36
0,43
4,62
Total
Hasil Perhitungan Emisi Dinitrogen Oksida Perhitungan estimasi emisi dinitrogen oksida dari manajemen kotoran ternak dibagi menjadi emisi secara langsung dan tidak langsung. Emisi dihasilkan dari penyimpanan kotoran ternak dan perlakuan yang diberikan sebelum kotoran ternak diaplikasikan ke tanah maupun untuk pakan, bahan bakar, atau konstruksi. Estimasi perhitungan emisi dinitrogen oksida berdasarkan kepada jenis ternak dan sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan setiap jenis ternak. Pada perhitungan emisi dinitrogen oksida perhitungan paling tepat diperoleh dengan menggunakan faktor emisi yang mencerminkan lama penyimpanan dan jenis perlakuan pada kotoran ternak dalam setiap manajemen yang digunakan. Emisi dinitrogen oksida langsung dari manajemen kotoran ternak merupakan kombinasi dari proses nitrifikasi dan dinitrifikasi nitrogen yang terkandung didalam
22
kotoran ternak. Emisi dinitrogen oksida secara langsung terkait dengan kandungan karbon dan nitrogen dalam kotoran ternak, dan lama penyimpanan setiap jenis sistem manajemen manajemen kotoran ternak didapat dari nilai dasar ekskresi nitrogen (Nrate) nilai rata-rata nitrogen yang di ekskresikan (Nex), persentase sistem manajemen kotoran ternak (%MMS), faktor emisi (EF3) dan fraksi dari sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan (%MS). Nilai Nex dipengaruhi oleh nilai Nrate dan bobot badan ternak. Emisi dinitrogen oksida secara tidak langsung dari manajemen kotoran ternak merupakan dampak dari nitrogen yang menguap (volatile), terutama dalam bentuk ammonia dan NOx. Fraksi nitrogen organik diekskresikan yang termineralisasi untuk nitrogen amonia selama pengumpulan kotoran ternak dan penyimpanan tergantung terutama pada waktu, dan dengan peningkatan suhu yang lebih rendah. Bentuk nitrogen organik sederhana seperti urea (pada mamalia) dan asam urat (pada unggas) dengan cepat termineralisasi untuk nitrogen amonia, yang sangat volatile dan mudah menyebar ke udara sekitarnya (Monteny dan Erisman, 1998). Pendugaan jumlah nitrogen dari kotoran ternak yang sebagian besar untuk pupuk kandang, atau untuk digunakan dalam pakan, bahan bakar, atau keperluan konstruksi dengan mengurangi jumlah total nitrogen yang dikeluarkan oleh ternak yang dikelola oleh sistem kehilangan N melalui volatilisasi (yaitu, NH3, N2 dan NOx), konversi ke N2O dan kehilangan N melalui pencucian (Run off/leached) dan limpasan. Perhitungan estimasi emisi dinitrogen oksida secara tidak langsung dibagi menjadi perhitungan N yang menguap (N2Og(mm)) dan N yang digunakan untuk manajemen tanah atau pakan, bahan bakar, dan konstruksi (N2Omms_avb). Koefisien tambahan yang diperlukan dalam perhitungan adalah faktor emisi (EF4), fraksi dari nitrogen yang menguap (Frac(GasMS)), dan fraksi nitrogen yang hilang dalam sistem manajemen kotoran ternak tersebut (Frac(LossMS)). Sistem manajemen kotoran ternak pastura dan biogas tidak masuk dalam emisi dinitrogen oksida dari manajemen kotoran ternak dari peternakan. Ternak dengan nilai Nrate tertinggi adalah kambing, yaitu 1,37 kg N/1000mass/hari, sedangkan yang terendah adalah babi sebesar 0,24 kg N/1000mass/hari. Nilai Nex tertinggi terdapat pada sapi perah sebesar 67 kg N/ekor/hari pada model II, sedangkan yang terendah pada ayam buras sebesar 0,23
23
kg N/ekor/hari. Data lengkap mengenai koefisien untuk menghitung emisi dinitrogen oksida dari setiap ternak dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Koefisien untuk Menghitung Emisi N2O Bedasarkan Jenis dan Sistem Manajemen Kotoran Ternak
No.
Jenis Ternak
Nrate (kgN/1000 mass/hari)
1
2
3
4
5
6
7
Sapi Perah
Sapi Potong
Kerbau
Babi
Kuda
0,47
0,34
0,32
0,24
0,46
Nex (kg N/ekor/hari) Mod I
Mod II
60
67
42
44
22
37
2
40
Kambing
1,37
15
Domba
1,17
19
15
Manajemen Kotoran Ternak
%MS
EF3
FgasMS
EF4
FLossMS
5
0,005
30%
0,01
40%
2
0,02
20%
0,01
30%
Kompos Disebar Harian Disimpan Padatan Kompos
1,5
0,006
20%
0,01
0%
1
0
7%
0,01
22%
5
0,005
30%
0,01
40%
1,5
0,006
20%
0,01
0%
Pastura Disimpan Padatan Disebar Harian Pastura Bentuk Cairan Disebar Harian Disimpan Padatan Disebar Harian Pastura Disimpan Padatan Kompos Disebar Harian Pastura
2
0
0%
0,01
2%
5
0,005
30%
0,01
40%
1
0
7%
0,01
22%
2
0
0%
0,01
2%
80
0
48%
0,01
48%
1
0
7%
0,01
22%
5
0,005
30%
0,01
40%
1
0
7%
0,01
22%
2
0
0%
0,01
2%
5
0,005
30%
0,01
40%
1,5
0,006
20%
0,01
0%
1
0
7%
0,01
22%
2
0
0%
0,01
2%
Tanpa Litter Dengan Litter
1,5
0,001
55%
0,01
55%
1,5
0,001
40%
0,01
50%
Disimpan Padatan Dry Lot
Unggas Itik Ayam Broiler Ayam Petelur Ayam Buras Ayam Ras Pembibit
0,83
0,82
1,1
0,36
0,82
0,54
Tanpa Litter
1,5
0,001
55%
0,01
55%
0,7
0,23
Tanpa Litter
1,5
0,001
55%
0,01
55%
0,82
0,54
Tanpa Litter
1,5
0,001
55%
0,01
55%
24
Berdasarkan koefisien pada Tabel 6, selanjutnya dilakukan perhitungan emisi dinitrogen oksida secara langsung dan tidak langsung. Emisi dinitrogen oksida yang dihasilkan dari ternak di Kabupaten Bogor sebesar 216 ton N2O/tahun. Emisi dinitrogen oksida dihasilkan sebagian besar dari emisi secara tidak langsung. Ternak domba merupakan penghasil emisi tertinggi di Kabupaten Bogor baik secara langsung (0,81 ton N2O/tahun), maupun tidak langsung (110,07 ton N2O/tahun), sedangkan emisi terendah dihasilkan oleh babi sebesar 1,05 ton N2O/tahun. Emisi dinitrogen oksida yang dihasilkan setiap ternak secara langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Emisi N2O yang Dihasilkan Tiap Ternak di Kabupaten Bogor Berdasarkan Perhitungan Model I dan Model II (Ton N2O) Model I Jenis Ternak Tidak Langsung Langsung
Total
Model II Tidak Langsung Langsung
Total
Sapi Perah
0,00
95,01
95,01
0,02
10,02
10,04
Sapi Potong
0,00
0,25
0,25
0,0
7,94
7,94
Kerbau
0,23
17,91
18,14
0,01
13,19
13,20
Babi
0,00
2,13
2,13
0,0
1,05
1,05
Kuda
0,00
0,29
0,29
0,0
0,25
0,25
Kambing
0,00
35,64
35,64
0,0
46,74
47,08
Domba
0,00
107,92
107,92
0,81
110,07
110,88
Unggas
0,08
25,47
25,56
0,08
25,47
25,56
0,32
259,17
284,98
0,93
189,29
216,00
Total
Emisi Gas Rumah Kaca di Kabupaten Bogor Perhitungan emisi gas metan dan dinitrogen oksida dari ternak selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk karbon, karena pengukuran gas rumah kaca yang dihasilkan berdasarkan emisi CO2. Setiap gas rumah kaca berpotensi terhadap pemanasan global (Global Warming Potential - GWP), dimana indeks GWP mencerminkan potensi setiap komponen gas rumah kaca. Makin besar nilai GWP, maka makin bersifat merusak. Nilai GWP dihitung berdasarkan besar radiasi satu 25
kilogram gas rumah kaca yang dihasilkan ke atmosfer dari satu kilogram CO2 selama 100 tahun. Indeks GWP metan adalah 23, sedangkan dinitrogen oksida 296. Nilai indeks GWP berarti satu metan akan menghasilkan 23 GWP atau karbon dioksida, begitu juga dengan dinitrogen oksida yang menghasilkan 296 karbon dioksida (IPCC, 2001). Emisi total didapatkan dari penjumlahan emisi metan dan emisi dinitrogen oksida yang telah disetarakan (equivalen - eq) dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Tingkat emisi yang dihasilkan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 sebesar 170,21 Gg CO2 eq pada model II, sedangkan perhitungan menggunakan data default (model I) menghasilkan emisi sebesar 201,46 Gg CO2 eq. Domba merupakan penghasil emisi tertinggi baik menggunakan perhitungan model I (65,53 Gg CO2 eq) maupun model II (67,06 Gg CO2 eq), sedangkan penghasil emisi terendah adalah kuda baik pada model I (0,25 Gg CO2 eq) maupun model II (0,24 Gg CO2 eq). Data lengkap hasil perhitungan emisi total berdasarkan jenis ternak dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Emisi Total Berdasarkan Jenis Ternak No
Jenis Ternak
Model I
%
Model II
%
1
Sapi Perah
44,78
22,2
14,61
8,6
2
Sapi Potong
20,27
10,1
16,87
9,9
3
Kerbau
31,99
15,9
30,32
17,8
4
Babi
1,50
0,7
0,81
0,5
5
Kuda
0,25
0,1
0,24
0,1
6
Kambing
24,81
12,3
28,50
16,7
7
Domba
65,53
32,5
67,06
39,4
8
Unggas
12,32
6,1
11,80
6,9
201,46
100,0
170,21
100,0
Total
Emisi Total (Gg CO2 eq)
Perhitungan emisi menggunakan model I maupun model II memberikan hasil
bahwa sumber emisi gas rumah kaca terbesar dari peternakan di Kabupaten Bogor berasal dari emisi metan dari fermentasi enterik. Gambar 1 menunjukan persentase sumber emisi gas rumah kaca di Kabupaten Bogor.
26
Model II
Model I Emisi metan dari fermentasi enterik
42% 51%
7% 0%
Emisi metan dari manajemen kotoran ternak Emisi dinitrogen oksida langsung Emisi dinitrogen oksida tidak langsung
37% 57%
0% 6%
Gambar 1. Persentase Sumber Emisi Berdasarkan Model I dan Model II Kecamatan Rumpin merupakan penghasil emisi total tertinggi di Kabupaten Bogor sebesar 12,09 Gg CO2 eq, disebabkan oleh besarnya jumlah populasi sapi potong. Populasi ternak ruminansia yang besar berbanding lurus dengan besarnya emisi yang dihasilkan. Data emisi setiap kecamatan di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Emisi Metan dan Dinitrogen Oksida Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor Berdasarkan Model I dan Model II (Gg CO2 eq) No Kecamatan
Model I
Model II
CH4
N2O
Total
CH4
N2O
Total
1
Dramaga
1,45
1,18
2,63
1,41
1,09
2,51
2
Ciomas
0,50
0,43
0,93
0,49
0,36
0,85
3
Tamansari
1,77
1,16
2,93
1,72
1,14
2,85
4
Rancabungur
1,96
1,61
3,56
1,94
1,72
3,66
5
Ciampea
1,53
1,15
2,67
1,50
1,09
2,59
6
Tenjolaya
1,03
0,66
1,69
0,95
0,57
1,51
7
Pamijahan
8,37
9,26
17,63
7,44
4,61
12,05
8
Cibungbulang
2,40
1,63
4,03
2,41
1,71
4,12
9
Lw. Liang
1,93
1,16
3,09
1,93
1,22
3,15
10
Lw. Sadeng
1,07
0,67
1,73
1,04
0,61
1,65
11
Nanggung
2,99
1,96
4,95
3,00
2,08
5,07
12
Sukajaya
5,47
2,81
8,27
5,47
2,76
8,23
27
Lanjutan Tabel 9. No Kecamatan
Model I
Model II
CH4
N2O
Total
CH4
N2O
Total
13
Parung
0,95
0,70
1,65
0,83
0,67
1,50
14
Gn. Sindur
3,17
2,55
5,72
2,71
2,51
5,22
15
Ciseeng
2,11
1,15
3,26
1,96
1,19
3,15
16
Kemang
1,39
1,36
2,75
1,21
0,86
2,06
17
Rumpin
9,48
4,87
14,34
7,92
4,17
12,09
18
Cisarua
5,37
7,14
12,51
4,34
2,23
6,57
19
Megamendung
2,96
3,66
6,61
2,50
1,34
3,84
20
Ciawi
1,28
1,17
2,45
1,20
0,83
2,02
21
Caringin
3,14
3,55
6,69
2,61
1,39
4,00
22
Cigombong
2,01
1,42
3,43
1,98
1,38
3,36
23
Cijeruk
6,56
8,41
14,97
5,39
2,61
8,00
24
Cibinong
2,06
1,64
3,70
1,71
1,07
2,78
25
Bj. Gede
0,84
0,53
1,37
0,81
0,61
1,42
26
Tajur Halang
1,00
0,81
1,81
0,92
0,81
1,73
27
Babakan Madang
2,82
1,18
4,00
2,37
1,27
3,64
28
Sukaraja
1,00
1,14
2,14
0,90
0,67
1,56
29
Jonggol
5,83
2,18
8,01
5,07
2,62
7,69
30
Sukamakmur
4,18
1,59
5,77
3,88
1,76
5,64
31
Cariu
3,46
1,53
4,98
3,02
1,81
4,83
32
Tanjungsari
5,18
2,06
7,23
4,58
2,40
6,98
33
Jasinga
4,18
2,33
6,51
4,17
2,36
6,53
34
Tenjo
4,04
1,64
5,69
3,98
1,55
5,54
35
Parung Panjang
2,60
1,72
4,32
2,52
1,73
4,25
36
Cigudeg
4,22
2,70
6,92
4,18
2,72
6,90
37
Gn. Putri
0,87
0,49
1,36
0,79
0,59
1,38
38
Cileungsi
2,13
1,33
3,46
2,00
1,58
3,58
39
Citereup
1,58
0,98
2,56
1,50
1,15
2,65
40
Klapa Nunggal
2,29
0,85
3,13
1,96
1,09
3,05
117,11
84,35
201,46
106,27
63,94
170,21
Kab. Bogor
28
Perhitungan estimasi emisi gas rumah kaca menggunakan model I, dimana data yang digunakan adalah data default, dan model II menggunakan data hasil survei dan pustaka mengenai karakteristik ternak di Kabupaten Bogor. Hasil yang berbeda didapatkan dari perhitungan, model I menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih besar dibandingkan model II (Gambar 19). Data default IPCC (model I) belum dapat menggambarkan kondisi emisi gas rumah kaca dari peternakan di Kabupaten Bogor, meskipun sebenarnya data enhanced (model II) belum dapat sepenuhnya menggambarkan kondisi tersebut. Peternakan-peternakan di Kabupaten Bogor tersebar di setiap kecamatan, namun memiliki karakterisitik sistem pemeliharaan yang hampir sama. Tingginya faktor emisi yang dihasilkan sapi perah di Kabupaten Bogor, meskipun produksi susu yang rendah, disebabkan kualitas hijauan yang masih rendah. Thalib dan Yeni (2008) mengatakan kualitas sumber hijauan yang tersedia dalam negeri sangat rendah, yaitu tinggi kandungan serat, menyebabkan produktivitas sapi rendah, sebaliknya emisi gas metan dari fermentasi enteriknya tinggi. Produktivitas susu sapi perah yang tinggi berbanding lurus dengan emisi gas metan dari fermentasi enterik yang dihasilkan, diakibatkan banyaknya energi yang terkonsumsi dan akan meningkatkan emisi gas metan. Namun apabila efisiensi pakan hijauan yang dikonsumsi tinggi, makan persentase energi kasar yang membentuk gas metan dan jumlah gas metan per satuan produksi makin rendah dengan makin tingginya produksi. Perubahan cuaca dan peningkatan temperatur menyebakan dampak langsung dan tidak langsung pada performa sapi perah. Dampak langsung mempengaruhi tingkat produksi dan sistem reproduksi sapi perah, sedangkan dampak tidak langsung terjadi pada penurunan kualitas hijauan yang tersedia (Kementrian Lingkungan Hidup, 2010). Pengetahuan peternak dalam pemberian pakan yang berkualitas serta manaejemen kotoran ternak yang baik dapat mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca. Pemberian pakan hijauan maupun konsentrat yang berkualitas sulit untuk dipenuhi peternak, disebabkan ketersediaanya yang belum tercukupi. Penyuluhan mengenai pengolahan kotoran ternak menjadi bentuk yang lebih bernilai, seperti kompos dan biogas, dapat menjadi alternatif untuk mengurangi dampak emisi dari manajemen kotoran ternak.
29
Ternak domba di Kabupaten Bogor merupakan penghasil emisi metan dan dinitrogen oksida terbesar. Domba memiliki faktor emisi yang lebih rendah dibandingkan ternak ruminansia lain, namun populasi domba di Kabupaten Bogor sangat banyak, menyebabkan tingginya emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Sistem manajemen kotoran ternak pada domba juga menghasilkan emisi dinitrogen oksida yang besar. Perbaikan dalam sistem manajemen kotoran ternak domba perlu dilakukan untuk mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan Qurimanasari (2011) yang melakukan perhitungan pada populasi ternak di Provinsi Jawa Barat, dimana perhitungan model I lebih rendah dibandingkan dengan model II. Karakteristik ternak maupun manajemen kotoran ternak peternakan di Kabupaten Bogor memiliki faktor emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan data default (model I). Pada dasarnya, pola pemeliharaan ternak di Kabupaten Bogor akan menghasilkan estimasi emisi gas rumah kaca yang lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh IPCC. Mitigasi merupakan kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca. Ternak menghasilkan gas metan sebagian besar dari fermentasi enterik, dimana archea metanogen memanfaatkan gas hidrogen hasil fermentasi dalam rumen. Pengaturan produksi gas hidrogen di dalam rumen dapat dijadikan faktor utama dalam mengontrol produksi metan. Beberapa cara untuk mengurangi produksi metan ternak antara lain dengan meningkatkan produktivitas ternak, perbaikan manajemen pakan, memanipulasi proses fermentasi rumen, dan pencegahan produksi metan secara langsung menggunakan bahan kimia. Penentuan strategi mitigasi yang digunakan sebaiknya berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan, dapat meningkatkan produktivitas ternak, serta tidak menimbulkan efek negatif pada ternak (Boadi et al., 2004). Peningkatan jumlah konsentrat dalam pakan dapat meningkatkan produktivitas ternak di peternakan Kabupaten Bogor, namun biaya yang mahal serta ketersediaan konentrat sendiri menjadi kendala dihadapi. Pemberian legum menjadi alternatif strategi mitigasi yang dapat digunakan peternak, selain menghasilkan metan lebih sedikit dibandingkan rumput, kandungan protein didalam legum lebih tinggi dengan biaya yang lebih murah dibandingkan konsentrat.
30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan di Kabupaten Bogor pada tahun 2010 mencapai 201,46 Gg CO2 eq (model I) atau 170,21 Gg CO2 eq (model II). Emisi terbesar dihasilkan oleh metan dari fermentasi enterik (57%) dibandingkan diikuti oleh dinitrogen oksida secara tidak langsung (37%), metan dari kotoran ternak (6%), dan dinitrogen oksida secara langsung (0%). Urutan ternak penghasil gas rumah kaca dari yang terbesar pada perhitungan (model I dan model II) berturut-turut adalah domba (33% dan 39%), sapi perah (22% dan 9%), kerbau (16% dan 18%), kambing (12% dan 17%), sapi potong (10% dan 10%), unggas (6% dan 7%), babi (1% dan 0%) dan kuda (0%), Kecamatan Pamijahan adalah penghasil gas rumah kaca terbesar dengan total emisi yang dihasilkan sebesar 17,63 Gg CO2 eq (8,75%) pada perhitungan model I dan 12,1 Gg CO2 eq (7,03%) pada perhitungan model II.
Saran Perhitungan estimasi emisi gas rumah kaca memerlukan data-data pendukung untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat, Penelitian lebih lanjut mengenai faktor emisi metan maupun dinitrogen dari setiap jenis ternak, serta pendataan data populasi ternak yang lebih akurat sebaiknya lebih banyak dilakukan untuk mendapat hasil yang paling mendekati.
31
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi berkah rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi dan tugas akhir dengan baik. Shalawat serta salam Penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat Nabi yang menjadi suri tauladan umat manusia hingga akhir zaman. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr sebagai pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan sampai akhir penulisan skripsi. Dr. Sri Suharti S.Pt, M.Si sebagai pembimbing anggota serta pembimbimg akademik yang telah sabar menghadapi semua tingkah laku Penulis selama penulisan skripsi maupun perjalanan kuliah. Kepada Ir. Didid Diapari, M.Si sebagai dosen pembahas seminar, Dr. Anuraga Jayanegara S.Pt, M.Sc dan Bramada Winiar Putra S.Pt, M.Si sebagai dosen penguji serta Ir. Widya Hermana, M.Si sebagai panitia ujian akhir. Sembah sungkem Penulis kepada kedua orang tua, Tjuk Eko Haribasuki dan Avianti Zulaicha, atas perhatian, nasihat, doa, harapan, kesabaran, dan kasih sayang dalam mendidik Penulis. Kepada saudara kandung Penulis, Mas Rizki dan Iwan yang selalu dapat memberikan motivasi dan ketenangan batin. Kepada teman-teman satu perjuangan di komunitas 97, kontrakan Kuraba, kosan C11 dan kosan BHC jaya yang telah memberikan cerita dalam hari-hari Penulis. Kepada Titis, Faris, Daonk, Naon, Ade yang telah membantu sukarela selama penelitian dan penulisan, serta Intan Jovintry untuk harapannya. Teman-teman INTP 44, Komunitas Ladang Seni, HMI, dan seluruh teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
32
DAFTAR PUSTAKA Beauchemin, K. A., McGinn S. M., Martinez T. F. & McAllister T. A. 2007. Use of condensed tannin extract from quebracho trees to reduce methane emission from cattle. J. Anim. Sci 85:1990-1996. Boadi, D., Benchaar, C., Chiquette, J. & Massé, D. 2004. Mitigation strategies to reduce enteric methane emissions from dairy cows: Update review. J. Anim. Sci. 84:319–335. Dinas Peternakan & Perikanan Kabupaten Bogor. 2011. Buku Data Peternakan Tahun 2010. Bogor. Halomoan, F., R. Priyanto & H. Nuaeni. 2010. Karakteristik ternak dan karkas sapi untuk kebutuhan pasar tradisional dan pasar khusus. Med. Pet. 24(2):12-17. Haryanto, B. & A. Thalib. 2009. Emisi metan dari fermentasi enterik : kontribusinya secara nasional dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada ternak. Wartazoa 19:4-6. International Atomic Energy Agency (IAEA). 2008. Guidelines for sustainable manure management in asian livestock production systems. Vienna. IFAD.
2009. Thematic pappers: Livestock and www.ifad.org/lrkm/index.htm. [24 Desember 2011].
Climate
Change.
IPCC. 2000. Good practice guidanceand uncertainty managementin national greenhouse gas inventories. http://www.ipccnggip.iges.or.jp.html. [24 Desember 2011]. IPCC. 2001. Climate Change 2001: Mitigation of Climate Change, Contribution of Working Group III to the Fourth Assesment Report of the Intergovermental Panel on Climate Change. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom and New York. IPCC Report. 2006. 2006 IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories. IPCC. 2012. Intergovernmental Protocol of Climate Change Organization. http://www.ipcc.ch/organization/organization.shtml. [8 Juni 2012]. Karyadi, D. 2008. Strategi pengembangan usaha peternakan domba rakyat (kasus Desa Cigudeg, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kementrian Lingkungan Hidup. 2010. Indonesia Second National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).http://unfccc.int/files/national_reports/nonannex_i_natcom/submi tted_natcom/application/pdf/indonesia_snc.pdf. [26 Desember 2011].
33
L. A. Harper, O. T. Denmead, J. R. Freney & F. M. Byers. 1999. Direct measurements of methane emissions from grazing and feedlot cattle. http://jas.fass.org/content/77/6/1392. [25 Desember 2011]. Mara, F. P. O., Bauchemin K. A., Kreuzer M. & McAllister T. A. 2008. Reduction of green house gas emission of ruminants through nutritional strategis. Proceedings Livestock and Global Change, Hammamet, Tunisia, May 1720th 2008. Cambridge Univ Press hlm 40-43. Martin, C., M. Doreau & D. P. Morgavi. 2008. Methane mitigation in ruminants: from rumen microbes to the animal. Livestock and Global Climate Change Confrence. Hammert, Tunisia. Monteny, G. J. & J. W. Erisman. 1998. Ammonia emissions from dairy cow buildings: A review of measurement techniques, influencing factors and possibilities for reduction. Neth. J. Agric. Sci. 46: 225-247. Moss, A. R., J. P. Jouany & J. Newbold. 2000. Methane production by ruminants: Its contribution to global warming. Ann. Zootech. 49:231–253. Ogle, S. M. 2009. Activity Data Workbook for The Agriculture and Land Use (ALU) National Greenhouse Gas Inventory Software Program. Colorado. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta. Qurimanasari, E. 2011. Pendugaan emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan di Provinsi Jawa Barat, Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rabbani, A. R. 2009. Karakteristik fenotip kerbau rawa (Swamp Buffalo) di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rachmawatie, D. 2005. Analisis keputusan peternakan rakyat sapi potong dalam penerapan teknolgi inseminasi buatan (studi kasus Desa Singasari). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Robertson G. P. & Groffman P. 2007. Nitrogen transformations. In: Paul E. A. (Ed). Soil Microbiology, Ecology, and Biochemistry. 3rd ed. Academic/Elsevier, New York. Sembada, P. 2012. Kondisi pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat kawasan usaha peternkan (KUNAK) Cibungbulang Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiawan, E. 2005. Analisis finansial usaha pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk organik bokashi (Studi Kasusu di Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Antanan, Desa Cimande, Kec. Caringin, Bogor). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
34
Simamora, S., Salundik, S. Wahyuni & Surajudin. 2005. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas. Agromedia Pustaka, Jakarta. Steinfeld, H., P. Gerber, T. Wassenaar, V. Castel, M. Rosales & C. de Haan. 2006. Livestock’s Long Shadow. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Roma. Sirait, C. H. 1991. Penggunaan susu sapi Fries Holland untuk pembuatan dadi suatu produk susu olahan tradisi Sumatera Utara. Disertasi. Sekolah Pasca Sajana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta, Bandung. Suryahadi, S., S. Wulandari & R. Hidayat. 2001. Identification of less GHG emission technology on agriculture energy sector (livestock sub-sector). In MoE: The identification of less GHG emission technologies. State Ministry for Environment of Indonesia, Jakarta. Thalib, A. 2008. Buah lerak mengurangi emisi gas metana pada hewan ruminansia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30:2. Thalib, A. & Yeni W. 2008. Peningkatan produksi dan kualitas susu dengan emisi gas metan yang rendah melalui pemberian RMK sebagai imbuhan pada ransum sapi perah. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas-2020. Wood, C., K. Callie, Knipmeyer & Agricultural Educations University of Missouri. 1998. Global Climate Change and Environmental Stewardship by Ruminant Livestock Procedurs. University of Missouri. Missouri. Wuebbles, D. J. 2009. Nitrous Oxide: No Laughing Matter. Science 326:56–57. Zandos, F. 2011. Strategi pengembangan peternakan sapi perah rakyat di Kecamatan Cisarua, Bogor. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1. Definisi Sistem Manajemen Kotoran Ternak Sistem Manajemen Kotoran ternak
Definisi
MCF (%)
Pastura/Padang Rumput/Pedok
Kotoran dari ternak yang di gembalakan.
2
Disebar Harian
Kotoran dibersihkan dari kandang dan disebar di lahan pertanian maupun padang rumput secara rutin dalam waktu 24 jam.
1
Disimpan Padatan Dry Lot
Penyimpanan kotoran dengan ditumpuk dan mengering. Area kandang beraspal atau beraspal terbuka tanpa tutpan vegetasi yang signifikan dimana pupuk terakumulasi dapat dibuang secara berkala. Kotoran disimpan sebagai hasil eksresi dalam tangki maupun kolam tanah diluar area kandang dengan penambahan sedikit air jangka waktu >1 tahun. Pengumpulan dan penyimpanan kotoran hewan dengan atau tanpa penambahan sedikit air biasanya dibawah lantai bersekat pada fasilitas kandang hewan tertutup >1 tahun. Kotoran dan urin diolah sebagai bahan bakar, biasanya aplikasi biogas menggunakan sistem digester anaerob.
5 2
Disimpan Cair/Bubur
Sumur Dibawah Kandang Bahan Bakar (Biogas/Digester)
80
30
10
Kotoran Babi dan Sapi Bercampur Bedding
Sebagai pupuk terakumulasi, bedding ditambahkan untuk, menyerap kelembapan selama siklus produksi, dikenal juga dengan manajemen paket pupuk dengan bedding dan dapat digabungkan dengan rumput atau jerami.
1,5
Kotoran Ternak Unggas dengan Litter
Mirip dengan sistem manajemen pada babi dan sapi menggunakan bedding, diman kotoran ternak unggas bercampur dengan litter sebagai alas, biasanya digunakan pada peternak ayam pedaging.
1,5
Kotoran ternak Unggas Tanpa Litter
Kotoran ternak unggas yang dihasilkan tidak bercampur dengan litter, dan merupakan bentuk pasif dari pengomposan bila dioperasikan dengan benar. Pengomposan (proses oksidasi) dimana limbah padat (bedding) termasuk kotoran ternak disimpan dan dilakukan pembalikan secara periodik (jarang) Jenis sistem penyimpanan kotoran hewan dalam bentuk cair yang dirancang dan dioperasikan untuk menggabungkan stabilisasi limbah pada proses penyimpanan. Jenis sistem penyimpanan kotoran hewan dalam bentuk cair yang dirancang dan dioperasikan untuk menggabungkan stabilisasi limbah pada proses penyimpanan. Cairan laguna biasanya digunakan untuk menghilangkan kotoran dari fasilitas kandang yang terkait ke laguna. Laguna anaerobik dirancang dengan berbagai periode penyimpanan (sampai satu tahun atau lebih), tergantung pada daerah, iklim, volatile solids loading rate, dan faktor operasional lainnya. Air dari laguna dapat didaur ulang sebagai air siram atau digunakan untuk mengairi dan pupuk ladang.
1,5
Kompos Ekstensif
Laguna Aerobik Terbuka
1,5
80
*MCF = Manure Coefficient Factor
37
Lampiran 2. Data Populasi Ternak Selain Unggas per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Jenis Ternak No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Dramaga Ciomas Tamansari Rancabungur Ciampea Tenjolaya Pamijahan Cibungbulang Lw. Liang Lw. Sadeng Nanggung Sukajaya Parung Gunung Sindur Ciseeng Kemang Rumpin Cisarua Megamendung Ciawi Caringin
Sapi Sapi Perah Sapi Kerbau Perah (Enhanced) Potong 37 27 52 198 26 19 4 69 29 21 121 422 151 41 37 27 45 273 46 33 177 166 1.404 1.042 142 840 4 592 630 25 18 20 343 815 14 2.376 20 15 256 92 21 15 669 164 23 17 446 402 152 110 120 81 384 278 3.980 1.118 1.461 1.034 20 260 671 486 315 115 83 39 167 653 473 284 227
Babi 98 2.411 505 -
Kuda 5 27 4 16 2 2 2 116 63 3 23
Kambing
Domba
717 729 2.674 2.288 2.304 1.509 5.346 3.285 3.301 1.656 5.034 2.734 763 3.874 2.622 1.118 6.617 4.895 23 1.495 2.096
7.738 2.109 5.127 11.904 6.073 2.623 26.372 9.817 5.304 2.522 10.007 15.376 1.316 3.225 5.418 4.144 6.362 8.271 7.478 4.672 5.927
Total 8.742 2.942 8.373 14.411 8.732 4.525 34.120 13.700 9.237 4.568 15.856 20.500 2.545 10.364 8.911 6.120 18.461 15.023 8.550 6.491 9.210
38
Lanjutan Lampiran 2. Jenis Ternak No.
Kecamatan
Sapi Sapi Perah Sapi Kerbau Perah (Enhanced) Potong 22 Cigombong 32 23 44 455 23 Cijeruk 1.707 1.238 46 596 24 Cibinong 213 154 634 29 25 Bj. Gede 4 3 111 95 26 Tajur Halang 3 2 30 25 27 Babakan Madang 63 46 1.351 59 28 Sukaraja 154 112 11 16 29 Jonggol 2.489 657 30 Sukamakmur 969 1.258 31 Cariu 1.438 200 32 Tanjungsari 6 4 1.915 761 33 Jasinga 50 1.614 34 Tenjo 84 2.094 35 Parung Panjang 96 772 36 Cigudeg 84 1.469 37 Gunung Putri 268 38 Cileungsi 2 1 495 37 39 Citereup 329 69 40 Klapa Nunggal 1.080 111 Total 7.288 5.283 18.068 19.908 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor
Babi 995 333 392 4.734
Kuda 8 2 2 1 60 7 2 4 12 361
Kambing
Domba
2.488 7.814 3.173 11.584 2.769 2.808 2.624 2.124 2.252 3.732 4.710 3.832 1.738 3.253 4.838 12.435 3.863 7.785 3.054 9.613 5.036 11.208 3.807 10.978 1.936 6.548 2.068 6.980 2.880 11.024 2.213 2.437 6.237 6.173 4.172 5.113 3.859 3.572 118.797 280.798
Total 10.841 17.106 6.455 4.960 7.038 10.075 5.179 20.421 13.875 14.305 18.926 16.449 10.995 10.308 15.457 4.922 12.956 9.683 8.622 449.954
39
Lampiran 3. Data Populasi Ternak Unggas per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2010 Jenis Unggas No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Dramaga Ciomas Tamansari Rancabungur Ciampea Tenjolaya Pamijahan Cibungbulang Lw. Liang Lw. Sadeng Nanggung Sukajaya Parung Gunung Sindur Ciseeng Kemang Rumpin Cisarua Megamendung Ciawi Caringin
Itik 912 954 586 1.940 894 501 3.479 940 3.699 5.227 7.308 2.413 5.397 13.632 3.218 857 9.737 4.784 4.911 1.433 1.730
Ayam Broiler
Ayam Petelur
Ayam Buras
449.000 342.000 86.600 370.000 56.000 1.498.000 581.000 577.000 390.359 753.000 310.853 704.900 1.522.700 702.400 319.000 618.500 65.000 340.000 161.500 622.000
34.000 8.500 2.000 33.500 4.500 70.000 130.000 273.700 1.007.000 30.000 75.000 1.112.000 40.000 40.000
33.162 14.179 69.153 49.640 25.926 10.462 51.088 39.440 24.428 14.720 61.396 17.180 18.750 24.790 44.170 30.473 46.419 105.025 38.354 20.388 14.586
Ayam Ras Pembibit 28.000 130.500 420.000 30.000 -
Total 483.074 15.133 473.739 146.680 396.820 66.963 1.552.567 623.380 638.627 414.806 891.704 460.446 1.002.747 2.698.622 779.788 425.330 2.206.656 174.809 453.265 183.321 678.316
40
Lanjutan Lampiran 3. Jenis Unggas No.
Kecamatan
Ayam Petelur
Ayam Buras
Cigombong 1.661 420.000 23.000 Cijeruk 1.633 405.000 25.000 Cibinong 1.714 371.350 187.270 Bj. Gede 1.737 128.000 Tajur Halang 279 30.000 Babakan Madang 536 53.424 35.320 Sukaraja 362 127.500 Jonggol 4.991 229.000 100.220 Sukamakmur 929 88.000 Cariu 4.701 515.000 45.450 Tanjungsari 19.914 686.000 12.000 Jasinga 10.052 364.000 160.000 Tenjo 771 341.694 78.410 Parung Panjang 3.892 863.000 100.730 Cigudeg 2.966 548.000 636.000 Gunung Putri 1.391 3.897 Cileungsi 1.836 30.000 33.135 Citereup 978 Klapa Nunggal 2.114 132.000 40.500 Total 137.009 15.771.780 4.371.132 Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor
16.991 17.054 28.254 21.288 2.596 23.884 19.374 64.728 53.827 35.085 57.023 36.306 17.324 39.505 20.623 25.764 29.323 31.034 24.587 1.318.299
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Itik
Ayam Broiler
Ayam Ras Pembibit 81.800 264.804 40.000 995.104
Total 461.652 448.687 588.588 151.025 32.875 113.164 147.236 398.939 142.756 600.236 774.937 652.158 438.199 1.271.931 1.247.589 31.052 94.294 32.012 199.201 22.593.324
41
Lampiran 4. Emisi CH4 yang Dihasilkan Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor (Gg CO2)
Model I
Model II
Sapi Potong Lokal Model Model I II
Sapi Perah No.
Kecamatan
Kerbau
Babi
Kuda
Kambing
Domba
Unggas
Total
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
1
Dramaga
0,085
0,059
0,058
0,042
0,265
0,263
0,000
0,000
0,000
0,000
0,086
0,088
0,925
0,944
0,028
0,021
1,45
1,42
2
Ciomas
0,059
0,042
0,004
0,003
0,092
0,092
0,000
0,000
0,002
0,002
0,088
0,089
0,252
0,257
0,004
0,005
0,50
0,49
3
Tamansari
0,066
0,046
0,135
0,097
0,564
0,560
0,000
0,000
0,000
0,000
0,321
0,328
0,613
0,625
0,074
0,063
1,77
1,72
4
Rancabungur
0,000
0,000
0,169
0,121
0,055
0,054
0,000
0,000
0,013
0,012
0,275
0,280
1,424
1,451
0,022
0,022
1,96
1,94
5
Ciampea
0,085
0,059
0,050
0,036
0,365
0,362
0,000
0,000
0,000
0,000
0,277
0,282
0,726
0,740
0,023
0,018
1,53
1,50
6
Tenjolaya
0,105
0,073
0,198
0,142
0,222
0,220
0,000
0,000
0,002
0,002
0,181
0,185
0,314
0,320
0,005
0,005
1,03
0,95
7
Pamijahan
3,209
2,278
0,159
0,114
1,123
1,115
0,000
0,000
0,007
0,007
0,642
0,655
3,154
3,216
0,079
0,064
8,37
7,45
8
Cibungbulang
0,000
0,000
0,004
0,003
0,792
0,786
0,000
0,000
0,001
0,001
0,394
0,403
1,174
1,197
0,036
0,028
2,40
2,42
9
Lw. Liang
0,000
0,000
0,000
0,000
0,842
0,836
0,000
0,000
0,001
0,001
0,396
0,405
0,634
0,647
0,055
0,055
1,93
1,94
10
Lw. Sadeng
0,057
0,040
0,022
0,016
0,459
0,455
0,000
0,000
0,001
0,001
0,199
0,203
0,302
0,308
0,026
0,035
1,07
1,06
11
Nanggung
0,000
0,000
0,000
0,000
1,090
1,081
0,000
0,000
0,000
0,000
0,604
0,617
1,197
1,220
0,098
0,103
2,99
3,02
12
Sukajaya
0,000
0,000
0,016
0,011
3,177
3,153
0,000
0,000
0,000
0,000
0,328
0,335
1,839
1,875
0,108
0,106
5,47
5,48
13
Parung
0,046
0,032
0,286
0,206
0,123
0,122
0,018
0,010
0,000
0,000
0,092
0,094
0,157
0,160
0,226
0,222
0,95
0,85
14
Gunung Sindur
0,048
0,034
0,748
0,538
0,219
0,218
0,444
0,254
0,000
0,000
0,465
0,475
0,386
0,393
0,862
0,844
3,17
2,75
15
Ciseeng
0,053
0,037
0,499
0,358
0,538
0,533
0,000
0,000
0,000
0,000
0,315
0,321
0,648
0,661
0,063
0,058
2,11
1,97
16
Kemang
0,347
0,243
0,134
0,096
0,108
0,107
0,093
0,053
0,000
0,000
0,134
0,137
0,496
0,505
0,073
0,066
1,39
1,21
17
Rumpin
0,878
0,613
4,449
3,198
1,495
1,483
0,000
0,000
0,000
0,000
0,794
0,811
0,761
0,776
1,098
1,067
9,48
7,95
18
Cisarua
3,340
2,296
0,022
0,016
0,348
0,345
0,000
0,000
0,054
0,054
0,588
0,600
0,989
1,008
0,029
0,035
5,37
4,35
19
Megamendung
1,534
1,072
0,000
0,000
0,421
0,418
0,000
0,000
0,029
0,029
0,003
0,003
0,894
0,912
0,074
0,079
2,96
2,51
20 21
Ciawi
0,263
0,184
0,044
0,031
0,223
0,222
0,000
0,000
0,001
0,001
0,179
0,183
0,559
0,570
0,012
0,013
1,28
1,20
Caringin
1,493
1,043
0,317
0,228
0,304
0,301
0,000
0,000
0,011
0,011
0,252
0,257
0,709
0,723
0,059
0,053
3,14
2,62
42
Lanjutan Lampiran 4.
Model I
Model II
Sapi Potong Lokal Model Model I II
Sapi Perah No
Kecamatan
Kerbau
Babi
Kuda
Kambing
Domba
Unggas
Total
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
22
Cigombong
0,073
0,051
0,049
0,035
0,608
0,604
0,000
0,000
0,004
0,004
0,299
0,305
0,935
0,953
0,039
0,036
2,01
1.99
23
Cijeruk
3,902
2,728
0,051
0,037
0,797
0,791
0,000
0,000
0,000
0,000
0,381
0,389
1,385
1,412
0,040
0,037
6,56
5.39
24
Cibinong
0,487
0,340
0,709
0,509
0,039
0,038
0,000
0,000
0,001
0,001
0,332
0,339
0,336
0,342
0,153
0,144
2,06
1.72
25
Bj. Gede
0,009
0,006
0,124
0,089
0,127
0,126
0,000
0,000
0,001
0,001
0,315
0,322
0,254
0,259
0,011
0,013
0,84
0.82
26
0,007
0,005
0,034
0,024
0,033
0,033
0,183
0,105
0,000
0,000
0,270
0,276
0,446
0,455
0,021
0,021
1,00
0.92
0,144
0,101
1,510
1,086
0,079
0,078
0,000
0,000
0,028
0,028
0,565
0,577
0,458
0,467
0,032
0,030
2,82
2.37
28
Tajur Halang Babakan Madang Sukaraja
0,352
0,246
0,012
0,009
0,021
0,021
0,000
0,000
0,003
0,003
0,209
0,213
0,389
0,397
0,010
0,008
1,00
0.90
29
Jonggol
0,000
0,000
2,782
2,000
0,878
0,872
0,000
0,000
0,001
0,001
0,581
0,593
1,487
1,516
0,096
0,100
5,83
5.08
30
Sukamakmur
0,000
0,000
1,083
0,779
1,682
1,669
0,000
0,000
0,000
0,000
0,464
0,474
0,931
0,949
0,017
0,014
4,18
3.88
31
Cariu
0,000
0,000
1,607
1,156
0,267
0,265
0,000
0,000
0,000
0,000
0,367
0,374
1,150
1,172
0,064
0,067
3,46
3.03
32
Tanjungsari
0,014
0,010
2,141
1,539
1,018
1,010
0,000
0,000
0,000
0,000
0,605
0,617
1,340
1,367
0,059
0,106
5,18
4.65
33
Jasinga
0,000
0,000
0,056
0,040
2,158
2,142
0,000
0,000
0,000
0,000
0,457
0,467
1,313
1,339
0,195
0,210
4,18
4.20
34
Tenjo
0,000
0,000
0,094
0,068
2,800
2,778
0,061
0,035
0,000
0,000
0,232
0,237
0,783
0,798
0,073
0,067
4,04
3.98
35
Parung Panjang
0,000
0,000
0,107
0,077
1,032
1,024
0,072
0,041
0,000
0,000
0,248
0,253
0,835
0,851
0,301
0,285
2,60
2.53
36
Cigudeg
0,000
0,000
0,094
0,068
1,964
1,949
0,000
0,000
0,000
0,000
0,346
0,353
1,318
1,344
0,496
0,474
4,22
4.19
37
Gunung Putri
0,000
0,000
0,300
0,215
0,000
0,000
0,000
0,000
0,002
0,002
0,266
0,271
0,291
0,297
0,009
0,011
0,87
0.80
38
Cileungsi
0,005
0,003
0,553
0,398
0,049
0,049
0,000
0,000
0,006
0,006
0,749
0,765
0,738
0,753
0,032
0,034
2,13
2.01
39
Citereup
0,000
0,000
0,368
0,264
0,092
0,092
0,000
0,000
0,000
0,000
0,501
0,511
0,612
0,623
0,007
0,008
1,58
1.50
40
Klapa Nunggal
0,000
0,000
1,207
0,868
0,148
0,147
0,000
0,000
0,000
0,000
0,463
0,473
0,427
0,436
0,040
0,042
2,29
1.97
41
Feedlot
14,99
12.78
132,103
119,487
27
Total
16.660
11,641
20,197
14,520
26,619
26,415
0,871
0,498
0,168
0,167
14,263
14,562
33,583
34,238
4,749
4,668
43
Lampiran 5. Emisi N2O yang Dihasilkan Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor (Gg CO2) Sapi Perah No
Kecamatan
Sapi Potong
Kerbau
Babi
Kuda
Kambing
Domba
Unggas
Total
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
1
Dramaga
0,14
0,02
0,00
0,01
0,05
0,04
0,00
0,00
0,00
0,00
0,06
0,08
0,88
0,90
0,04
0,05
1,18
1,10
2
Ciomas
0,10
0,01
0,00
0,00
0,02
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,06
0,09
0,24
0,25
0,00
0,02
0,43
0,37
3
Tamansari
0,11
0,01
0,00
0,02
0,11
0,08
0,00
0,00
0,00
0,00
0,24
0,31
0,58
0,60
0,11
0,12
1,16
1,14
4
Rancabungur
0,00
0,00
0,00
0,02
0,01
0,01
0,00
0,00
0,01
0,01
0,20
0,27
1,35
1,39
0,03
0,05
1,61
1,74
5
Ciampea
0,14
0,02
0,00
0,01
0,07
0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,20
0,27
0,69
0,71
0,04
0,05
1,15
1,10
6
Tenjolaya
0,18
0,02
0,00
0,02
0,04
0,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,13
0,18
0,30
0,31
0,01
0,01
0,66
0,57
7
Pamijahan
5,42
0,59
0,00
0,02
0,23
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,47
0,63
3,00
3,08
0,13
0,17
9,26
4,65
8
Cibungbulang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,16
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,29
0,39
1,12
1,15
0,06
0,07
1,63
1,72
9
Lw. Liang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,29
0,39
0,60
0,62
0,09
0,13
1,16
1,26
10
Lw. Sadeng
0,10
0,01
0,00
0,00
0,09
0,07
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
0,19
0,29
0,29
0,04
0,10
0,67
0,67
11
Nanggung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,22
0,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
0,59
1,14
1,17
0,16
0,24
1,96
2,16
12
Sukajaya
0,00
0,00
0,00
0,00
0,64
0,47
0,00
0,00
0,00
0,00
0,24
0,32
1,75
1,80
0,17
0,20
2,81
2,79
13
Parung
0,08
0,01
0,00
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
0,00
0,00
0,07
0,09
0,15
0,15
0,37
0,43
0,70
0,74
14
Gunung Sindur
0,08
0,01
0,00
0,09
0,04
0,03
0,32
0,16
0,00
0,00
0,34
0,45
0,37
0,38
1,39
1,55
2,55
2,66
15
Ciseeng
0,09
0,01
0,00
0,06
0,11
0,08
0,00
0,00
0,00
0,00
0,23
0,31
0,62
0,63
0,10
0,14
1,15
1,23
16
Kemang
0,59
0,06
0,00
0,02
0,02
0,02
0,07
0,03
0,00
0,00
0,10
0,13
0,47
0,48
0,12
0,13
1,36
0,87
17
Rumpin
1,48
0,16
0,02
0,52
0,30
0,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,59
0,78
0,72
0,74
1,75
1,87
4,87
4,28
18
Cisarua
5,64
0,58
0,00
0,00
0,07
0,05
0,00
0,00
0,03
0,02
0,43
0,57
0,94
0,97
0,03
0,09
7,14
2,29
19
Megamendung
2,59
0,27
0,00
0,00
0,08
0,06
0,00
0,00
0,01
0,01
0,00
0,00
0,85
0,87
0,12
0,17
3,66
1,40
20
Ciawi
0,44
0,05
0,00
0,01
0,05
0,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,13
0,18
0,53
0,55
0,02
0,04
1,17
0,84
21
Caringin
2,52
0,27
0,00
0,04
0,06
0,04
0,00
0,00
0,01
0,00
0,19
0,25
0,67
0,69
0,10
0,12
3,55
1,41
44
Lanjutan Lampiran 5. Sapi Perah No
Kecamatan
Sapi Potong
Kerbau
Babi
Kuda
Kambing
Domba
Unggas
Total
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
Model I
Model II
22
Cigombong
0,12
0,01
0,00
0,01
0,12
0,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,22
0,29
0,89
0,91
0,06
0,08
1,42
1.40
23
Cijeruk
6,59
0,70
0,00
0,01
0,16
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,28
0,37
1,32
1,35
0,06
0,08
8,41
2.63
24
Cibinong
0,82
0,09
0,00
0,08
0,01
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,25
0,32
0,32
0,33
0,24
0,26
1,64
1.09
25
Bj. Gede
0,02
0,00
0,00
0,01
0,03
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,23
0,31
0,24
0,25
0,02
0,04
0,53
0.63
26
0,01
0,00
0,00
0,00
0,01
0,00
0,13
0,07
0,00
0,00
0,20
0,26
0,42
0,44
0,03
0,04
0,81
0.81
0,24
0,03
0,01
0,18
0,02
0,01
0,00
0,00
0,01
0,01
0,42
0,55
0,44
0,45
0,05
0,06
1,18
1.28
28
Tajur Halang Babakan Madang Sukaraja
0,59
0,06
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
0,20
0,37
0,38
0,01
0,02
1,14
0.67
29
Jonggol
0,00
0,00
0,01
0,32
0,18
0,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,43
0,57
1,41
1,45
0,15
0,21
2,18
2.68
30
Sukamakmur
0,00
0,00
0,00
0,13
0,34
0,25
0,00
0,00
0,00
0,00
0,34
0,45
0,89
0,91
0,02
0,03
1,59
1.77
31
Cariu
0,00
0,00
0,01
0,19
0,05
0,04
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
0,36
1,09
1,12
0,10
0,16
1,53
1.87
32
Tanjungsari
0,02
0,00
0,01
0,25
0,21
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
0,59
1,28
1,31
0,10
0,33
2,06
2.63
33
Jasinga
0,00
0,00
0,00
0,01
0,44
0,32
0,00
0,00
0,00
0,00
0,34
0,45
1,25
1,28
0,31
0,43
2,33
2.48
34
0,00
0,00
0,00
0,01
0,56
0,41
0,04
0,02
0,00
0,00
0,17
0,23
0,74
0,77
0,12
0,13
1,64
1.56
0,00
0,00
0,00
0,01
0,21
0,15
0,05
0,03
0,00
0,00
0,18
0,24
0,79
0,82
0,48
0,53
1,72
1.78
36
Tenjo Parung Panjang Cigudeg
0,00
0,00
0,00
0,01
0,40
0,29
0,00
0,00
0,00
0,00
0,26
0,34
1,25
1,29
0,79
0,83
2,70
2.75
37
Gunung Putri
0,00
0,00
0,00
0,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,20
0,26
0,28
0,28
0,01
0,03
0,49
0.61
38
Cileungsi
0,01
0,00
0,00
0,06
0,01
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,55
0,73
0,70
0,72
0,05
0,07
1,33
1.60
39
Citereup
0,00
0,00
0,00
0,04
0,02
0,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,37
0,49
0,58
0,60
0,01
0,02
0,98
1.16
40
Klapa Nunggal
0,00
0,00
0,00
0,14
0,03
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,34
0,45
0,41
0,42
0,06
0,09
0,85
1.12
0,06
12.18
84,41
77,71
27
35
Feedlot Total
28.12
2,97
0,07
2,35
5,37
3,91
0,63
0,31
0,09
0,07
10,55
13,94
31,95
32,82
7,58
9,15
45
Lampiran 6. Dokumentasi saat Observasi Lapang
46
Lampiran 7. Lembar Kuesioner Dinas Peternakan KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama Responden : Umur : 1. Bagaimana pola sebaran data polulasi ternak (sapi potong. sapi perah. kerbau. kambing/domba. ayam broiler. ayam petelur. ayam kampung. itik. kuda. dan babi) selama 5 tahun terakhir (2006-2010) di berbagai kecamatan Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana persentase populasi sapi potong di Kabupaten Bogor berdasarkan bangsanya? Bangsa Sapi
%
3. Bagaimana perbandingan banyaknya peternakan komersil (feedlot) dengan peternakan rakyat di Kabupaten Bogor? Jenis Peternakan Sapi Potong
Jumlah Peternak
Jumlah Sapi (ekor)
%
Peternak Rakyat Peternak Komersil (Fedlot)
47
Lampiran 8. Lembar Kuesioner Sapi Perah
SAPI PERAH
KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Pertanyaan Ditujukan untuk Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Sapi Perah (KPS) Nama Responden Umur
: :
1. Berapa jumlah peternakan yang ada?
2. Berapa ekor jumlah ternak yang ada dalam kawasan ini?
3. Berapa jumlah produksi susu seluruh peternakan?
4. Berapa persen rata-rata kandungan lemak dan protein susu yang diproduksi? 5. Berapa kira-kira rata-rata pertumbuhan bobot badan dari sapi perah yang ada di kawasan ini?
6. Berapa jumlah peternakan yang menggunakan biogas?
7. Apa usaha mitigasi yang telah dilakukan oleh KPS?
48
SAPI PERAH
KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama peternakan Alamat No telepon
: : :
Nama responden Umur Pendidikan terakhir
: : :
Manjemen Kotoran Ternak Jenis Manajemen Kotoran ternak*
%
Keterangan
Pastura/padang rumput/pedok Disebar harian Disimpan padatan Dry lot Cair/bubur Sumur dibawah kandang Bahan bakar Kotoran babi dan sapi bercampur bedding Pengomposan
Struktur Populasi Jenis
Jantan (ekor)
Betina (ekor)
Betina Bunting (ekor)
Jumlah
Pedet (>12 bulan) Muda (13-24 bulan) Dewasa Laktasi Kering Jumlah
49
Sapi Pedet
No
J/B
Umur
Lingkar dada (cm)
Umur
Lingkar dada (cm)
Hijauan (kg) Rumput Rumput gajah + lapang lapang
Konsentrat (kg)
Rumput gajah
Hijauan (kg) Rumput Rumput gajah + lapang lapang
Konsentrat (kg)
Rumput gajah
Sapi Muda No J/B
Dewasa Jantan No
Lingkar dada (cm)
Umur
Hijauan (kg) Rumput Rumput gajah + lapang lapang
Rumput gajah
Konsentrat (kg)
50
Sapi Laktasi dan Kering
Produksi Laktasi susu ke harian (liter)
Hijauan (kg) No
Umur
Lingkar dada(cm)
Rumput gajah
Rumput lapang
Konsentrat (kg)
Rumput gajah + lapang
51
Jenis Manajemen Kotoran ternak
Definisi
Pastura/Padang Rumput/Pedok
Kotoran dari ternak yang di gembalakan
Disebar Harian
Kotoran dibersihkan dari kandang dan disebar di lahan pertanian maupun padang rumput secara rutin dalam waktu 24 jam
Disimpan Padatan
Penyimpanan kotoran dengan ditumpuk dan mengering
Dry Lot
Area kandang beraspal atau beraspal terbuka tanpa tutpan vegetasi yang signifikan dimana pupuk terakumulasi dapat dibuang secara berkala
Cair/Bubur
Kotoran disimpan sebagai hasil eksresi dalam tangki maupun kolam tanah diluar area kandang dengan penambahan sedikit air jangka waktu >1 tahun
Sumur Dibawah Kandang
Pengumpulan dan penyimpanan kotoran hewan dengan atau tanpa penambahan sedikit air biasanya dibawah lantai bersekat pada fasilitas kandang hewan tertutup >1 tahun
Bahan Bakar
Kotoran dan urin diolah sebagai bahan bakar
Kotoran Babi Dan Sapi Bercampur Bedding
Sebagai pupuk terakumulasi. bedding ditambahkan untuk menyerap kelembapan selama siklus produksi. Dikenal juga dengan manajemen paket pupuk dengan bedding dan dapat digabungkan dengan rumput atau jerami
52
Lampiran 9. Lembar Kuesioner Sapi Potong Rakyat
SAPI POTONG
KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama peternakan Alamat No telepon
: : :
Nama responden Umur Pendidikan terakhir
: : :
Sistem pemeliharaan yang dilakukan di peternakan ini? Sistem Pemeliharaan Grazing Pastura
Stall (dikandangkan)
Sistem Manjemen Kotoran Ternak Jenis Manajemen Kotoran ternak* Pastura/padang rumput/pedok Disebar harian Disimpan padatan Dry lot Cair/bubur Sumur dibawah kandang Pengomposan Kotoran babi dan sapi bercampur bedding Bahan bakar (Biogas)
%
Keterangan
53
Struktur Populasi Ternak Jenis ternak
Bangsa Jantan Betina Betina Jumlah ternak (ekor) (ekor) bunting
Pedet
Muda
Dewasa
Jumlah DATA TERNAK
Pedet dan Ternak Muda Hijauan (kg) No
J/B Bangsa
Umur
Lingkar dada (cm)
Rumput gajah
Rumput lapang
Konsentrat (kg) Rumput gajah + lapang
Bobot awal (kg)
Lama pemeliharaan (hari)
54
Lampiran 10. Lembar Kuesioner Sapi Potong Feedlot
SAPI POTONG
KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama peternakan Alamat No telepon Nama responden
: : : :
Jumlah ternak satu kali produksi Jumlah produksi dalam 1 tahun Waktu produksi Bobot awal ternak Bobot potong ternak Lama pemeliharaan Pertambahan bobot badan Jenis dan pemberian hijauan Jenis dan pemberian konsentrat Ratio hijauan dan konsentrat
: : : : : : : : : :
Sistem Manjemen Kotoran Ternak Jenis Manajemen Kotoran ternak*
%
Keterangan
Pastura/padang rumput/pedok Disebar harian Disimpan padatan Dry lot Cair/bubur Sumur dibawah kandang Pengomposan Kotoran babi dan sapi bercampur bedding Bahan bakar (Biogas)
55
Struktur Populasi Ternak Bangsa Ternak Sapi PO Sapi BX Sapi Limousin Sapi Bali Sapi Madura ......................... ......................... Jumlah
Jantan (ekor)
Betina (ekor)
Jumlah
56
Lampiran 11. Lembar Kuesioner Babi
BABI
KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama peternakan Alamat No telepon
: : :
Nama responden Umur Pendidikan terakhir
: : :
Struktur Populasi Jenis ternak
Rentang bobot badan
Rataan bobot badan
Jumlah (ekor)
Anak (young) Muda (growing) Dewasa betina (sow) Dewasa jantan (boar)
Apakah ada penggunaan biogas dalam peternakan ini? Sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan dalam peternakan babi?
57
Lampiran 12. Lembar Kuesioner Kambing/Domba
KAMBING/DOMBA
KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama peternakan Alamat No telepon
: : :
Nama responden Umur Pendidikan terakhir
: : :
Jumlah ternak Sistem pemeliharaan Sistem pemberian pakan
: : :
Sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan dalam peternakan ini? Jenis Manajemen Kotoran ternak*
%
Keterangan
Pastura/padang rumput/pedok Disebar harian Disimpan padatan Dry lot Cair/bubur Sumur dibawah kandang Pengomposan Kotoran babi dan sapi bercampur bedding Bahan bakar (Biogas)
58
Lampiran 13. Lembar Kuesioner Unggas KUESIONER PENELITIAN Pendugaan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Peternakan di Kabupaten Bogor
UNGGAS
Terima kasih atas kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrument penelitian untuk menyusun skripsi yang dilakukan oleh: Nama NRP Departemen
: Arfi Zulta Hari Basuki : D24070172 : Ilmu Nutrisi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan
Informasi yang Anda berikan bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Terima kasih atas partisipasi dan kerjasama Anda. Nama peternakan Alamat No telepon
: : :
Nama responden Umur Pendidikan terakhir
: : :
Jumlah ternak satu periode Banyak periode dalam setahun
: :
Sistem manajemen kotoran ternak yang digunakan dalam peternakan ini? Jenis manajemen kotoran ternak Kotoran ternak unggas bercampur litter Kotoran ternak unggas tanpa litter
%
Keterangan
Disimpan padatan Cair/bubur Disebar harian Pengomposan
59