Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis
Soroy Lardo Sub SMF/Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta
Abstrak Pendahuluan: Infeksi jamur terjadi akibat meningkatnya penggunaan antibiotik spektrum luas dan pasien dengan imunodefisiensi. Beberapa patogen, seperti Criptococcus, Candida, dan Fusarium, jarang menimbulkan penyakit serius pada pejamu normal, sementara jamur endemik lain, seperti Histoplasmosis, Coccidiodes, dan Paracoccidioides, menyebabkan penyakit pada pejamu normal, namun memiliki kecenderungan menjadi agresif pada imunokompromais. Infeksi jamur yang terjadi bersamaan dengan penyakit kritis merupakan problem serius. Spesies kandida merupakan flora normal namun dapat menjadi suatu patogen oportunistik. Kandidiasis terjadi pada beberapa penyakit seperti esofagitis, penyakit jamur yang terkait dengan penggunaan kateter dan pada pasien yang memiliki kerusakan menetap mukosa atau mendapatkan antibiotik spektrum luas. Bentuk kandidiasis lain adalah kandidiasis kulit, kandidiasis funguria, kandidiasis endokarditis dan kandidiasis disseminata. Kandidemia merupakan penyebab keempat tertinggi infeksi nosokomial dalam darah di Amerika Serikat dan negara berkembang. Kandidiasis invasif memiliki dampak signifikan dengan tingkat kematian 47%. Kematian pada dewasa sekitar 15-25% dan 10-15% untuk bayi dan anak anak. Pendekatan diagnostik terhadap infeksi jamur menjadi prioritas penting, sehingga pengetahuan terhadap perubahan epidemiologi dan faktor risiko infeksi jamur menjadi acuan utama manajemen terukur infeksi jamur yang optimal. Kata kunci: Kandidiasis, Pendekatan Diagnosis - Terapi
Korespondensi: Soroy Lardo Email:
[email protected]
236
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis
Diagnosis and Treatment of Candidiasis Soroy Lardo Division of Tropical Medicine and Infectious Disease, Department of Internal Medicine, Gatot Soebroto Central Army Hospital, Jakarta
Abstract Introduction: Fungal infections can occur due to the increasing use of broad-spectrum antibiotics and patients with immunodeficiency. Some pathogens, such as Cryptococcus, Candida,and Fusarium, rarely cause serious diseases in the normal host, while other endemic fungi, such as Histoplasmosis, Coccidiodes, and Paracoccidiodes can cause disease in a normal host, but has a tendency to be aggressive on immunocompromise. Candida species are normal flora that may be an apportunistic pathogen. Candidiasis occurs in some diseases such as gastrointestinal mucosal esophagitis, a fungal disease associated with the use of catheters and in - patients who have mucosal damage or obtain broad – spectrum antibiotics. Other candidiasis consist of skin candidiasis, funguria candidiasis, disseminated candidiasis and endocarditis candidiasis. Candidemia is the fourth most common cause of nosocomial bloodstream infections in the United States and in many of the developed country. Invasive candidiasis has a significant impact on patient outcomes, and it has been estimated that the mortality of invasive candidiasis is as high as 47%. The mortality rates are 15%-25% for adults and 10-15% for neonates and children. Diagnostic approach to fungal infection is a priority. The knowledge of the changes in epidemiology and risk factors for fungal infections, has become the main reference to measure optimal treatment of fungal infections. Keywords: Candidiasis, diagnostic and treatment
Pendahuluan Infeksi jamur dapat terjadi akibat meningkatnya penggunaan antibiotika spektrum luas dan pasien dengan imunodefisiensi. Beberapa patogen, seperti Criptococcus, Candida, dan Fusarium, jarang menimbulkan penyakit serius pada pejamu normal,sementara jamur endemik lain, seperti Histoplasmosis, Coccidiodes, dan Paracoccidioides, dapat menyebabkan penyakit pada pejamu normal, namun memiliki kecenderungan menjadi agresif pada imunokompromais. Bentuk terbanyak jamur adalah yeast yang produksinya melalui budding dan bentuk mold, sebagai struktur tubular kompleks (hifa) yang tumbuh dengan bercabang atau meluas.1,2 Infeksi jamur yang terjadi pada penyakit kritis merupakan problem serius. Terdapat kesulitan dalam menentukan diagnosis. Berdasarkan studi EPIC, pengamatan singkat terhadap infeksi mendapatkan tingginya angka infeksi jamur di ICU dan beberapa unit lain. Insidensi pada sejumlah besar populasi bervariasi, meningkat dengan adanya penggunaan antibiotik, sehingga menjadi penting untuk meningkatkan kewaspadaan di antara klinisi.3 J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Epidemiologi Penyakit Jamur Perkembangan infeksi jamur saat ini semakin meningkat. Terutama sejak HIV/AIDS menjadi kasus infeksi global. Para mikologis memperkirakan terdapat sekitar 1,5 juta spesies jamur dan 400 spesies di antaranya merupakan penyebab potensial infeksi pada manusia. Dalam dekade terakhir ini, infeksi jamur menarik perhatian terutama munculnya mikosis oportunistik dan mikosis nosokomial sebagai penyebab kematian, seperti yang dikemukakan oleh Fridkin dan Jarvis pada tahun 1996.1,4 Infeksi jamur atau mikosis merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pasien rawat inap di rumah sakit, terutama yang dengan imunokompromais. Infeksi oportunistik jamur dapat menjadi infeksi serius jika respons imunologik terhadap pejamu tidak efektif, sehingga mengakibatkan transisi mikroorganisme komensal menjadi patogen invasif.2 Infeksi jamur pada manusia dibagi berdasarkan pendekatan anatomi, infeksi jamur endemik dan infeksi jamur oportunistik (HIV/AIDS, leukemia,tumor padat, limfoma maligna dan transplantasi organ). Pendekatan anatomi infeksi jamur terdiri infeksi mukokutaneus dan infeksi organ dalam. 237
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis Infeksi mukokutaneus dapat menyebabkan morbiditas serius, namun jarang menimbulkan kematian. Sedangkan infeksi jamur organ melalui penyebaran infeksinya (sistemik) dapat menyebabkan penyakit berat dan mengancam nyawa.2,5 Kandidiasis, merupakan infeksi oportunistik jamur dengan insidens tertinggi. Kandida merupakan flora normal yang beradaptasi dengan baik untuk hidup pada manusia (saluran cerna, saluran urogenital dan kulit). Saat ini Kandida adalah penyebab terbanyak infeksi nosokomial, dengan insidens yang meningkat di USA dan Eropa. Sebagai patogen nosokomial, hasil dari studi survailans populasi aktif memperlihatkan adanya sejumlah kasus kandidemia pada fasilitas pelayanan kesehatan rawat jalan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kandida tidak terbatas semata pada pasien perawatan kritis. Walaupun pertumbuhannya meningkat di rumah sakit, kandidemia secara bermakna lebih jarang ditemukan pada kelompok pasien dengan risiko tinggi. Hal tersebut termasuk resipien stem cell yang mendapatkan profilaksis anti jamur dengan fluconazol, yang berperan menurunkan mortalitas kandidiasis invasif. Insidensi kandidemia juga menurun secara bermakna pada resipien transplantasi hati, terutama disebabkan perbaikan faktorfaktor yang terkait dengan teknik operasi, seperti menurunkan waktu iskemia saat pembedahan, berkurangnya penggunaan darah dan performance dari anastomosis Roux-en-Y. Berdasarkan studi retrospektif dan survailans berbasis populasi, insidensi kandidemia memperlihatkan adanya peningkatan spesies non albican dari kandida. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya penggunaan flukonazol. C parapsilosis adalah spesies kandida kedua terbanyak di bagian selatan Eropa dengan C. glabrata sebagai penyebab kandidemia kedua terbanyak di bagian Eropa lainnya seperti Perancis, Jerman, dan Inggris. Perbedaan spektrum dari kandidiasis invasif berhubungan dengan perbedaan tipe pasien yang diobati di masing-masing pusat pengobatan dan penggunaan pendekatan klinik yang berbeda.6 Histoplasmosis ditemukan terutama di Amerika Utara dan Tengah. Koksidiomikosis ditemukan terutama di Arizona, California, Meksiko, Texas dan Amerika Selatan. Kriptokokus, kebanyakan ditemukan di daerah subtropis dan tropis termasuk Australia, Asia Tenggara, Afrika dan Amerika. Sebelum era highly active antiretroviral therapy (HAART), kriptokokus meliputi 5-10% penderita AIDS terutama bila CD 4 kurang dari 50 sel /mm3. Pada non-AIDS, kriptokokus terutama sebagai infeksi oportunistik pada individu yang mengalami transplantasi organ, mendapatkan imunosupresan, diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit hati kronis dan penyakit paru kronis. Sekitar 20% infeksi kriptokokus tanpa diketahui penyakit yang mendasari.4,7 Sedangkan pada IFI (Infasive Fungal Infections) secara epidemiologi dapat dilihat dari tabel 1. Patogenesis Infeksi Jamur Patogenesis infeksi jamur dimulai melalui jaringan 238
Tabel 1. Prinsip Perubahan dalam Epidemiologi IFI Efek
Kemungkinan Etiologi
Menurunkan Kandidiasis Invasif pada resipien transplant Meningkatnya infeksi spesies non albican Meningkatnya Aspergillosis Invasif pada pasien penyakit kritis dan PPOK
Profilaksis dengan Flukonazol
Meningkatnya infeksi oleh spesies non fumigates Lebih tinggi onset lanjut pada aspergillosis invasif pada stem cell hematopoetic transplant dan solid organ transplant Meningkatnya Zygomicosis
Profilaksis dengan Flukonazol Meningkatnya survival pada pasien penyakit kritis Meningkatnya penggunaan prosedur invasif Kortikosteroid Meningkatnya teknik diagnostik Memendeknya waktu neutro penia Gravt versus- host disease Prolonge imunosupression Profilaksis dengan Voriconazol
Dikutip dari 6
ekstraselular maupun dalam fagosit. Kulit yang tidak intak/ terdapat lesi merupakan port de entry infeksi jamur (kandidiasis, dermatofitosis). Respon imun yang pertama kali berperan terhadap infeksi jamur adalah cell-mediated-immunity (CMI) yang bersifat protektif dengan menekan reaktivasi infeksi jamur asimptomatis dan mencegah terjadinya infeksi oportunistik. Respon CMI dapat menginduksi terbentuknya granuloma. Granuloma terbentuk oleh berbagai penyakit sistemik, misalnya koksidioidomikosis, histoplasmosis dan blastomikosis. Sedangkan supurasi akut yang ditandai dengan adanya neutrofil di dalam eksudat dan penyakit jamur tertentu seperti aspergilosis dan sporotrichosis.4 Respons imun yang terjadi berikutnya adalah respons imun terhadap mikroorganisme ekstraselular dan respons imun intraseluler fakultatif. Respons imun seluler merupakan mediator utama perlawanan terhadap infeksi jamur. Sel T CD4+ dan CD8+ bekerjasama untuk mengeliminasi jamur. Dari subset sel T CD4+, respons sel TH1 merupakan respons protektif, sedangkan respons sel Th2 merugikan host, Oleh karena itu inflamasi granulomatosa sering merupakan penyebab kerusakan jaringan pada host yang terinfeksi jamur intraseluler.2,4 Kandidiasis Spesies kandida merupakan flora normal namun dapat menjadi suatu patogen oportunistik. Kandidiasis terjadi pada beberapa penyakit yaitu mukosa gastrointestinal terutama esofagitis, penyakit jamur yang terkait dengan penggunaan kateter dan pasien yang memiliki kerusakan menetap mukosa atau mendapatkan antibiotik spektrum luas. 7 Kandida adalah organisme secara ekstrim berkolonisasi pada individu tanpa sekuele klinis. Pada individu yang peka, dapat menyebabkan problema simtomatik seperti thrush yang menjadi nilai minor. Sebagai organisme intraseluler, perkembangbiakan diawali dengan blastopor yang membelah J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis dari proses budding sebagai proses yang melibatkan material baru pada tempat blastopor. Ketika blastopor matur, nukleat dibagi menjadi dua elemen yang dipisahkan oleh dinding sel. Sebagai sel baru yang membelah, perkembangbiakan diawali dalam bentuk hifa yang menjadi kunci dari kandida. Kandida menginvasi melalui perlekatan jaringan lokal, khususnya matriks ekstraselular subendothelial. Hal itu secara fundamental penting, sebab dalam observasi invasi kandida ditandai dengan adanya kerusakan kulit, terutama endotel. Kemampuan berbagai spesies kandida melekat pada permukaan, dipengaruhi oleh patogenesitas intrinsik. C. albican melekat lebih baik daripada C. tropicalis atau C. parapsilosis. Kemampuan kandida memproduksi proteinase dalam kerusakan permukaan keratin kulit, berperan penting dalam proses resistensi jamur individual terhadap gangguan oksidatif dari netrofil. Pada tingkat makroskopis, faktor lain memegang peranan penting. Pada saluran cerna, koloni kandida terdapat di dalam integritas saluran cerna. Sedangkan bakteri anaerob dapat mencegah adhesi ke mukosa dan integritas mukosa. Dalam pola invasi, segala sesuatu yang mengganggu ekologi akan memicu pertumbuhan kandida bersamaan dengan kerusakan jaringan. Muatan total kandida memiliki perilaku seperti invasi, meskipun bukti yang ada secara umum tidak menunjukkan hal tersebut. Spektrum penggunaan antibiotik yang luas dan beberapa penyakit akan meningkatkan pertumbuhan kandida. Hal tersebut terdapat pada kondisi imunokompromais dan disertai dengan kerusakan kulit berat secara potensial organisme ini menyebabkan problema yang serius.3 Spesies kandida berbentuk oval yeast, sering berkolonisasi di mulut, saluran cerna dan vagina pada individu sehat. Kandida tersebut dapat menyebabkan penyakit melalui overgrowth atau invasi. Stomatitis (thrush) kandida sering terjadi pada individu yang mendapatkan antibiotik, terapi kortikosteroid dan yang memiliki gangguan terhadap CMI. Vulvovaginitis akibat kandida, dapat muncul pada wanita dengan diabetes mellitus atau dengan tanpa faktor predisposisi. Kandida juga dapat berkolonisasi dan menginfeksi saluran kemih, terutama penggunaan indwelling urinary catheter. Pada kondisi tertentu spesies kandida dapat masuk ke dalam darah dan menyebabkan sepsis. Hal tersebut dapat terjadi pada neutropenia sesudah kemoterapi yang disebabkan oleh masuknya sumber infeksi ke dalam sistem gastrointestinal atau individu yang mendapatkan nutrisi parenteral, dalam hal ini kateter merupakan sumber infeksi.1 Candida albicans dapat dikultur dari mulut, vagina dan feses. Beberapa faktor risiko terjadinya kandidiasis invasif adalah prolonged neutropenia, pasca pembedahan abdomen, terapi antibiotik spektrum luas, gagal ginjal, penggunaan kateter khususnya dalam pemberian total parenteral nutrisi dan penggunaan obat injeksi. Imunodefisiensi seluler akan menjadi predisposisi penyakit mukokutaneus. Jika tidak didapatkan penyebab lain, kandidiasis oral dan vagina dapat muncul pada infeksi HIV. 7
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Jenis penyebab kandidiasis lainnya C. tropicalis, C. parapsilosis, C. guilliermondii, C. glabarta, C. krusei serta beberapa spesies lainnya dapat menyebabkan kandidiasis profundus, bahkan menjadi kondisi fatal. C. parapsilosis sering sebagai penyebab endokarditis. C. tropicalis menyebabkan sekitar sepertiga kandidiasis profundus pada pasien neutropenia.4,7 Kandidiasis lokal dan sistemik ditentukan oleh respon imun dan beberapa faktor penting yang mempengaruhi invasi kandida ke dalam jaringan tubuh. Faktor-faktor tersebut diantaranya usia, wanita hamil trimester ketiga, diabetes mellitus, keganasan hematologi (neutropenia), pemberian antibiotik spektrum luas, kortikosteroid dosis tinggi, penggunaan kateter vena central, nutrisi parenteral, renal replacement therapy pada pasien ICU dan penggunaan alat prostetik. Melalui sirkulasi, kandida dapat menimbulkan berbagai infeksi pada ginjal, hepar, menempel pada katup jantung buatan, meningitis, arthritis dan endophtalmitis.4,8 Manifestasi Klinis dan Pengobatan a. Kandidiasis Kulit dan Mukosa Kandidiasis kulit dan mukosa sering menyertai berbagai penyakit seperti AIDS, diabetes, kehamilan, usia dan trauma. Kandidiasis kulit dapat terjadi berupa infeksi kulit yang ditandai dengan paronikhia, bengkak dan nyeri pada permukaan kuku dan onkomikosis. Pada anak-anak dapat menjadi suatu infeksi kulit diseminata. Kandidiasis mukokutan kronik merupakan infeksi heterogenus pada rambut, kuku, kulit, membran mukosa yang menetap meskipun telah mendapatkan pengobatan intermiten. Kondisi tersebut dapat bertambah parah dan menjadi kandida granuloma yang ditandai dengan exophytic outgrowth pada kulit. Sebagian pasien seperti itu terkait dengan kelainan abnormal berupa autimmune polyendocrinopathy-candidiasis-ectodermal disytrophy (APECED) syndrome, yaitu hipoparatiroid, insufisiensi adrenal, tiroiditis autoimun, penyakit graves, hepatitis kronik aktif, alopesia, anemia pernisiosa juvenile, malabsorbsi dan hipogonadisme.2 Kandidiasis oral (oral thrush) ditemukan sebagai bercak berwarna putih yang konfluen dan melekat pada mukosa oral serta faring, khususnya di dalam mulut dan lidah. Lesi tersebut biasanya tanpa nyeri, tetapi pembentukan fisura pada sudut mulut dapat menimbulkan nyeri.4 Kandidiasis esofagus ditandai dengan gejala odinofagia substernal, refluks gastroesofageal atau mual tanpa nyeri substernal. Temuan dikonfirmasi dengan endoskopi dan biopsi. Pengobatan tergantung tingkat beratnya penyakit. Jika masih mampu menelan dapat diberikan fluconazol 100-200 mg/hari (atau cairan itraconazol , 10 mg/ml, 100mg/hari) selama 10-14 hari. Pada keadaan esofagitis dapat diberikan flukonazol oral dan termasuk voriconazol intravena 200 mg/dua kali sehari, Amphoterisin B intravena 0,3 mg/kg BB/hari atau caspofungin intravena 50mg/hari atau micafungin intravena 150mg/hari. Kandidiasis vulvogina terjadi pada 75% wanita. Faktor risiko 239
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis yang dapat menyebabkan kondisi tersebut adalah kehamilan, diabetes mellitus tidak terkontrol, penggunaan antibiotik spektrum luas, penggunaan kortikosteroid dan infeksi HIV. Gejala yang muncul termasuk pruritus vulva akut, keputihan yang menimbulkan rasa nyeri pada vagina dan disparenia. Pengobatan yang dapat diberikan adalah topikal azol seperti clotrimazol vagina tablet 100 mg selama 7 hari atau miconazol 200 mg supposutoria vagina selama 3 hari. Dapat juga diberikan fluconazo l150 mg oral periminggu untuk mengurangi rekurensi.4,7 b. Kandida Funguria Kandidiasis funguria sering terjadi akibat penggunaan instrumentasi terhadap pasien dengan diabetes yang mendapatkan antibiotik spektrum luas dan penggantian/ pelepasan kateter. Dalam traktus urinarius, lesi yang paling sering ditemukan berupa abses renal dan kandidiasis kandung kemih. Infeksi lanjut funguria dapat meningkatkan terjadinya kandidiasis diseminata terutama dengan adanya infeksi saluran kemih (dalam pembersihan kandidiasis urin) dan komplikasi obstruksi uretra. Gejala asimptomatik dapat diberikan flukonazol oral 200mg selama 7-14 hari dengan fungsi ginjal yang baik. Irigasi kandung kemih dengan amphotericin B (50-200 mg/ml) digunakan jika terdapat kandidiuria transien khususnya kolonisasi pada bladder.4,7 c. Kandidiasis Diseminata Kandidisiasis diseminata merupakan komplikasi kandidemia yang menyebar secara hematogen ke berbagai organ. Walaupun kenyataannya hanya 50% kultur darah kandida yang didapatkan positif. Penyebaran hematogenus dapat terjadi dari penetrasi organisme di esofagus yang mengalami erosi, infeksi pada sendi diakibatkan oleh penyebaran mikroorganisme di kulit dan infeksi ginjal, terjadi dari kateter yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Kandidiasis diseminata dapat bersifat jinak, prosesnya self limited, penyakit berat dan berkomplikasi.2,7 Gambaran klinis kandidiasis diseminata adalah lapisan putih infiltrat di retina yang meluas ke dalam vitreous dan lesi kulit eritematosus disertai dengan nyeri muskular disekitar infeksi kulit yang terkena. Gejala seperti itu umumnya dijumpai pada 50% kasus. Sistem organ lain yang dapat terlibat dalam penyakit tersebut adalah otak, meningen dan miokardium, katup jantung, chorioretina, ginjal, limpa, endokrin dan pankreas. Bentuk lain dari kandidiasis diseminata adalah kandidiasis hepatopslenik, terjadi pada kemoterapi yang agresif dan prolonged neutropenia pada pasien kanker hematologik. Gejala klinis adalah demam dan nyeri abdomen beberapa minggu setelah kemoterapi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzim hati dan alkali fosfatase. CT-Scan abdomen memperlihatkan hepatosplenomegali yang ditandai dengan multipel densitas rendah pada hati dan limpa. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi hati, histopatologi dan kultur.2,4,5 240
Pengobatan anti jamur untuk kandidiasis diseminata berkembang sejak meningkatnya kasus kandidiasis non albicans. Pilihan terapi adalah Flukonazol 400-800mg/hari, Amphotericin B 0.3-0.5 mg/kgBB/hari, Voriconazole 200 mg/ 2 kali sehari atau Caspofungin 50 mg/hari. Terapi kombinasi Azol dan Amphotericin B masih dalam penelitian. Floucytosine 150 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis diberikan jika sudah melibatkan sistem saraf pusat. Terapi Kandidiasis diseminata dilanjutkan sampai 2 minggu setelah hasil kultur darah positif dan perbaikan klinis dari tanda-tanda infeksi. Pada pasien yang secara klinik stabil, terapi parenteral dapat dihentikan dan terapi oral flukonazol 200-800mg oral dapat diberikan 1-2 kali sehari. Pelepasan/penggantian kateter dianjurkan, karena dapat mengurangi kandidemia dan mortalitas sampai 30%.2,7 Kandida Endokarditis Kandida Endokarditis merupakan komplikasi yang jarang terjadi sebagai fungemia transient. Hal tersebut umumnya terjadi dari inokulasi operasi bedah katup jantung atau penggunaan injeksi yang berulang. Frekuensinya meningkat pada penggunaan katup prostetik beberapa bulan setelah pembedahan. Gejala yang muncul adalah splenomegali dan petekiae, sebagai predileksi embolisasi pembuluh darah besar. Penyebabnya lebih banyak adalah Candida non albicans yaitu Candida parapsilosis dan Candida tropicalis, yang 50% dari isolat darah resisten terhadap flukonazol. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukan secara definitif kultur Candida dari emboli atau dari vegetasi saat penggantian katup. Pada keadaan kerusakan katup (aorta dan mitral) dan diperlukan terapi bedah, pemberian amphotericin 0.5-1 mg/ kg/hari intravena atau dosis total 1-1.5 mg/kg/hari diperlukan.5 Pendekatan Diagnostik, Perkembangan Pengobatan dan Laboratorium Sebelumnya, infeksi jamur jarang ditemukan, diagnosisnya sulit, dengan pilihan terapi yang terbatas sementara terapi yang tersedia bersifat toksik. Saat ini kasusnya lebih sering terjadi, tetapi masih sulit dalam diagnosis namun semakin besar pilihan pengobatan yang tersedia yang sedikit toksik. Diagnosis definitif adalah dengan kultur darah yang seringkali terlambat. Sebagai penggantinya, penilaian didasarkan pada gambaran klinis, infeksi yang dikombinasikan dengan identifikasi pasien dengan faktor resiko dengan adanya kolonisasi pada tempat awal infeksi serta data epidemiologis, sehingga terdapat kepastian untuk upaya intervensi, tanpa menunggu hasil kultur Bermacam obat yang tersedia sudah berkembang dalam beberapa tahun ini. Golongan azol yang baru mempunyai spektrum lebih baik untuk spesies kandida dan juga aspergillus. Echinocandins juga menawarkan spektrum lebih lebar dalam aktivitas dengan toksisitasnya. Model tradisional untuk diagnosis dan pengobatan infeksi jamur diperoleh dari pendekatan pasien imunokompromais. Terdapat perbedaan fundamental di antara J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis pasien dan populasi penyakit kritis dan menghubungkan langsung dari satu populasi ke populasi lain yang mungkin menjadi salah satu problematika. 3 Pasien imunokompromais memiliki kepekaan yang tidak terpisahkan terhadap infeksi jamur, disebabkan oleh gangguan fungsi imun. Hal tersebut secara relatif menjadi masalah di ruang isolasi terutama pada pasien yang memiliki kecenderungan disfungsi organ. Pengobatan infeksi jamur dan risikonya secara potensial dapat diperhitungkan. Risiko pengobatan terhadap berkembangnya kegagalan sistem organ secara relatif kecil. Sebaliknya pada populasi penyakit kritis, populasi dengan penyakit heterogenitas masif dan terdapatnya disfungsi imun sangat menentukan dan biasanya merupakan kondisi sekunder dari penyakit awal.3 Satu atau lebih organ yang terkena, morbiditas dan mortalitas dari penyakit awal sangat menentukan morbiditas sekunder. Definisi kepekaan terhadap infeksi jamur tergantung dari beratnya penyakit, faktor sekunder seperti kerusakan kulit, kateter indwelling, antibiotik spektrum luas dan pertumbuhan jamur. Gagal organ terutama ginjal atau gagal hati mempresentasikan kecenderungan risiko potensial dihubungkan dengan pengobatan. Infeksi jamur pada pasien dengan tanda klinik dari beratnya penyakit terhadap adanya kematian menunjukkan infeksi jamur adalah sulit atau tidak dapat ditentukan.3 Diagnosis infeksi kandida ditegakkan dengan ditemukannya hifa atau pseudohifa dalam sediaan basah (wet mount) yaitu NaCl dan 10% KOH, pewarnaan gram jaringan, periodic acid Schiff atau methenamine silver stain untuk menampilkan inflamasi. Tidak adanya organisme dengan hematoxylin eosin staining tidak berarti dapat mengeksklusi infeksi kandida. Tantangan utama adalah isolat kandida secara hematogenus terhadap kandidiasis diseminata. Adanya kandida di sputum, urin, kateter peritoneal menunjukkan adanya kolonisasi dibandingkan infeksi dalam. Hal tersebut dapat juga sebagai pertumbuhan organisme
pada kateter. Pemeriksaan baik antigen atau antibodi terhadap penyebaran kandida secara hematogen belum tersedia dan tervalidasi sebagai alat diagnostik. Beberapa penelitian saat ini sedang mengembangkan kegunaan test beta glukan .2,8 Pengobatan Berdasarkan IDSA 2009 Pengobatan infeksi jamur berdasarkan IDSA 2009 mengacu munculnya beberapa anti jamur sejak 2004. Melalui beberapa penelitian yang dipublikasikan untuk pengobatan kandidemia, kandidiasis invasif, penyakit mukosa termasuk kandidiasis orofaringeal dan kandidiasis esofageal. Terdapat data prospektif untuk pencegahan kandidiasis invasif pada neonatus risiko tinggi dan dewasa serta pengobatan empirik kandidiasis invasif dewasa. Beberapa perubahan dari pedoman pengobatan tersebut adalah penggunaan echinocandis dan spektrum azol yang luas dalam manajemen kandidemia dan kandidiasis mukosa, misalnya pada kasus kandidiasis disseminta kronik, osteomielitis dan dan penyakit pada sistem syaraf pusat. Pedoman tersebut memuat pengobatan definitif pada pasien non netropenia dan pasien netropenia dan terapi empirik pada pasien non neutropenia dan neutropena. Berikut adalah beberapa hal yang terdapat di dalam pedoman: Berdasarkan tabel di atas, echinocandin digunakan untuk kondisi moderat sampai berat pada pasien dengan penggunaan azol sebelumnya dan sebagai terapi awal pada pasien dengan dugaan infeksi C. glabrata. Flukonazol lebih disukai sebagai terapi awal pada pasien dengan atau dugaan infeksi C. parapsilosis, jika tidak ada penggunaan azol sebelumnya. Flukonazol sebaiknya disediakan pada pasien yang sebelumnya belum diberikan azol. Flukonazol harus disediakan pada pasien tanpa pemberian azol yang tidak dalam kondisi kritis. Terapi empirik sebaiknya dimulai setelah empat hari demam meskipun antibiotik sudah diberikan. Azol tidak digunakan untuk terapi empirik pada pasien yang menerima azol untuk profilaksis.8
Tabel 1 Petunjuk Pengobatan Pasien Neutropenia dan non Neutropenia 8 Kondisi/Kelompok Pengobatan
Terapi Rekomendasi Primer
Pasien Non Neutropenia Kandidemia (Target Terapi)
Suspek Kandidiasis (Terapi Empirik)
Pasien Neutropeni Kandidemia (Target Terapi) Suspek KandidasisTerapi Empirik
Tingkatan
Rekomendasi Alternatif
Tingkatan
Flukonazol/ Echicocandiny
A-1
Formulasi Lipid AmB (LAmB) atau AmB d atau Voriconazol
A-1
Sebagai Kandidemia Echinocandin atau Flukonazol
B-III
L-AmB atau AmB-d
B-III
Echinocandin atau LFAmB LFAmB atau caspofungin
A-II
Flukonazol atau Vorikonazol Flukonazol Itraconazol
B-III
atau voriconazol
A-I B-I untuk Voriconazol
B-I
Dikutip dari 8
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
241
Pendekatan Diagnosis dan Terapi Kandidiasis Perkembangan terapi saat ini adalah dengan pemberian golongan echinocandin pada infeksi kandidiasis memiliki efikasi yang sangat baik. Hal itu ditunjukkan dengan beberapa keberhasilan terapi pada pasien dengan infeksi jamur, khususnya dalam kondisi tidak stabil. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar di bawah ini: Berdasarkan pendapat Gafter, et al. 10 dalam pengobatan infeksi kandida invasiv, terdapat beberapa faktor yang perlu menjadi perhatian: (a) Flukonazol tidak direkomendasikan sebagai obat empirik tunggal untuk pasien dengan infeksi berat. (b) Perbandingan efikasi untuk caspofungin dan micafungin terhadap formulasi amphotericin B. (c) Echinocandin memiliki profil perbandingan dan keamanan sebagai golongan azol/polyens. (d) Echinocandin mungkin dapat dipertimbangkan sebagai terapi pertama untuk terapi
empirik dari kandidemia. (e) Liposomal amphoterisin B alternatif terbaik untuk gangguan organ. Pencegahan Infeksi jamur invasif menyebabkan kesakitan dan kematian pada pasien immunosupresi. Penggunaan profilaksis azol terhadap spesies kandida sudah dilakukan, bersamaan dengan meningkatnya insidensi invasif aspergillosis dan infeksi oleh jamur filamentosa lain seperti Mucorales. Faktor risiko dan perbedaan skala waktu terjadinya onset sebaiknya sejak awal sudah dapat diidentifikasi. Pengetahuan terhadap perubahan epidemiologi dan faktor resiko untuk infeksi jamur sebagai hal penting, ketika strategi terapetik semakin berkembang dan profilaksis efektif untuk meningkatkan prognosis pasien immunosupresi. 6
Kultur Darah Jamur Ya
Imunokompromais (Transplants, neutropenia, BMT, AIDS)
Stabil Hemodinamik ? (Non Neutropeni, Tidak ada riwayat Azol sebelumnya, insiden rendah Kandida Glabarta dan Kandida Krusei)
Mulai (Lipidf) Polyen dan Tunggu untuk Identifikasi
Mikosis Endemik
Tidak
Kandida Tidak
Ya
Lanjut (Lipid) Poliyene sampai stabil dan Pertimbangkan Flukonazol, Itrakonazol
Probabilitas tinggi terhadap resistensi Azol ? (Epidemiologi lokal, kolonisasi dengan strain flukonazol atau eksposur saat ini) Ya
Echinochandins Alternatif: LFAS
Echinochandins. Lipid Polyene dan tunggu identifikasi dan respon monitor. alternatif LFAS
Tidak Respon Baik
Respon Baik
Fluconazol Alternatif: Echinochandins Votconazol Amphotericin B Ya
Tidak
Selesaikan selama 14 hari dari kultur negatif pertama Selesaikan selama 14 hari dari kultur negatif pertama dan switch ke Flukonazol/Variconazol jika stabil
Switch Agen/klas anti jamur lain
Gambar 1. Pendekatan Pengobatan Kandidiasis Invasif pada Kondisi Kritis. Pada Kondisi Tertentu (Endophtalmitis, Gangguan Hati, Lien, Kulit dan AIDS) Pengobatan dapat Lebih Panjang.(Dikutip dari 8 dan 9)
242
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013