PENDAYAGUNAAN KOSAKATA DALAM WACANA KRITIK POLITIK EDITORIAL KORAN TEMPO: ANALISIS WACANA KRITIS
HERMALIZA Universitas Islam Riau
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini terfokus pada penggunaan kosakata dalam wacana kritik politik dalam editorial Koran Tempo. Pemanfaatan kosakata tertentu oleh surat kabar dapat membentuk pandangan publik, sehingga dalam menyampaikan kritik politik sejumlah kosakata memegang peranan penting dalam membentuk pemahaman khalayak. Atas dasar tersebut, analisis kosakata dalam penelitian ini merujuk kepada teori yang dikemukakan oleh Fowler dkk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendayagunaan kosakata pembentuk klasifikasi, pembatas pandangan, pemicu pertentangan, dan pembentuk marginalisasi berimplikasi terhadap pandangan publik tentang kebijakan dan kinerja pemerintah dan para politikus. Kata kunci: analisis wacana kritis, kritik politik, editorial Koran Tempo
I. PENDAHULUAN Fungsi utama bahasa ialah sebagai alat komunikasi dan alat berpikir. Melalui bahasa seseorang dapat menyampaikan pesan, ide, pendapat, keyakinan, serta keinginan kepada orang lain. Secara tidak langsung bahasa merupakan simbol apa yang dipikirkan seseorang. Oleh karena itu, setiap aktivitas manusia tidak terlepas dari peran bahasa. Lebih jelas disampaikan Santoso (1990: 1) “sebagai alat untuk beromunikasi, bahasa harus mampu menampung perasaan dan pikiran pemakainya, serta mampu menimbulkan adanya saling mengerti antara penutur dengan
pendengar atau antara penulis dengan pembacanya”. Penggunan bahasa selain lisan juga melalui tulisan. Dalam banyak hal ragam tulisan dimanfaatkan untuk berbagai hal, seperti berpendapat, memengaruhi, bahkan menguasai orang lain. Pada dasarnya komunikasi secara tulisan merupakan suatu proses penyampaian pesan, ide, atau gagasan dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya. Dalam hal ini dikhususkan pada penggunaan ragam tulisan dalam media massa cetak yaitu surat kabar atau koran. Pada dasarnya surat kabar merupakan media untuk menyampaikan berita kepada khalayak. Akan tetapi, surat kabar
menjadi pengarah dan penentu pemahaman masyarakat dalam menyikapi suatu pemberitaan. Media massa adalah sarana untuk mengakses banyak informasi dan merupakan sebuah aspek yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Surat kabar atau media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi sehingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Media menggunakan bahasa untuk mewakili kelompok social dan politik tertentu sehingga setiap kejadian dipaparkan sesuai dengan kepentingan kelompok (Thomas dan Wareing, 2007: 79 Sejalan dengan pendapat di atas Badara (2012: 5) menegaskan bahwa surat kabar sebagai representasi simbolis dan nilai masyarakat telah membentuk streotip yang sering merugikan pihak tertentu. Surat kabar sering pula menjadi sarana salah satu kelompok untuk mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Melalui wacana berita dalam surat kabar secara tidak langsung dapat menentukan sesuatu apakah ia buruk ataukah baik di masyarakat. Adapun bentuk pemarginalan pihak tertentu yang dapat dilakukan surat kabar antara lain melalui penekanan bagaimana aktor tertentu diposisikan di dalam sebuah teks. Posisi tersebut dapat dipandang sebagai bentuk pensubjekan seseorang atau kelompok, satu pihak mempunyai posisi sebagai penafsir sementara pihak lain menjadi objek yang ditafsirkan. Paradigma kritis memandang media massa bukanlah sebagai entitas yang bebas nilai. Media merupakan alat bagi kelompok yang dominan untuk menguasai dan memarjinalkan kelompok yang tidak dominan. Media massa membantu kelompok dominan menyebarkan gagasannya, mengontrol
kelompok lain, dan membentuk konsensus antaranggota komunitas. Lewat media, ideologi yang dominan, baik yang buruk maupun yang baik, dapat dimapankan (Eriyanto, 2011:36). Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana media menjalankan praktik kekuasaannya tersebut, penggunaan bahasa menjadi unsur penting untuk diamati. Jadi, dalam hal ini perlu dilakukan analisis wacana yang lebih dikenal dengan analisis wacana kritis. Analisis wacana kritis merupakan kajian secara mendalam terhadap wacana untuk mengungkapkan maksud yang tersembunyi. Analisis wacana kritis memandang wacana sebagai penggunaan bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai sebuah bentuk praktik sosial. Wacana sebagai praktik sosial menyiratkan suatu hubungan antara suatu peristiwa dengan situasi-situasi tertentu, serta institusi-institusi dan struktur sosial yang mewadahinya. Analisis wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi. Darma (2009: 49-50) menegaskan bahwa analisis wacana kritis merupakan suatu upaya atau proses penguraian untuk memberikan penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang akan dikaji dan mempunyai tujuan tertentu. Sorotan utama analisis wacana adalah bagaimana seseorang, kelompok, atau segala sesuatu ditampilkan melalui bahasa. Analisis wacana menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata-mata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa dipakai untuk mewujudkan praktik tertentu, termasuk praktik kekuasaan. Selain itu, Praktik wacana juga bisa
menampilkan ideologi, ia dapat memproduksi dan mereprodukasi hubungan kekuasaan yang tidak berimbang antara kelas sosial, lakilaki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas. Analisis wacana melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Jadi, analisis wacana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebagai upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari subjek (penulis) yang mengemukan suatu pernyataan. Penulis berharap dapat lebih jauh melihat kekuasaan terhadap teks, dan menemukan konsep yang menarik perihal kekuatan media, serta mengungkap makna yang tersembunyi dengan pandangan kritis terhadap wacana media terkait editorial Koran Tempo. II. METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan adalah analisis isi kualitatif, yaitu suatu metode yang biasa digunakan untuk memahami pesan simbolik dari suatu wacana atau teks, dalam penelitian ini adalah teks editorial Koran Tempo, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kritis, yaitu pendekatan yang memusatkan perhatian terhadap pembongkaran aspek-aspek yang tersembunyi di balik pernyataan yang tampak. Sumber data dalam penelitian ini adalah media massa cetak Koran Tempo pada bagian editorial. Editorial yang dipilih yaitu edisi 1 sampai 28 Februari 2014 sebanyak 24 editorial. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan purvosive sampling (sampel bersyarat) maksudnya cara pengambilan sampel dari populasi dengan mempertimbangkan hal-hal yang
dipandang perlu dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Adapun sampel dalam penelitian ini berupa wacana kritik politik yang terdapat dalam editorial Koran Tempo. Wacana kritik politik tersebut kemudian diidentifikasi lagi untuk menemukan kosakata pembentuk klasifikasi, pembatas pandangan, pemicu pertentangan dan pembentuk marginalisasi. Data dikumpulkan menggunakan teknik dokumentasi. Penulis mengumpulkan Koran Tempo selama satu bulan yang difokuskan pada editorial dalam setiap terbitan, kemudian penulis mengidentifkasi data berupa wacana kritik politik yang terdapat di dalam editorial Koran Tempo, dan mencatat sejumlah kosakata yang meliputi kosakata pembentuk klasifikasi, pembatas pandangan, pemicu pertentangan dan pembentuk marginalisasi mengacu pada teori Fowler dkk (dalam Eriyanto, 2000: 134) III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini penulis menganalisis kosakata merujuk pada pendapat Fowler dkk (dalam Eriyanto, 2000: 134) meliputi kosakata pembentuk klasifikasi, pembatas pandangan, pemicu pertentangan dan pembentuk marginalisasi. Berdasarkan analisis data yang dilakukan terdapat berbagai kosakata yang digunakan atau dimanfaatkan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo. Lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini. 1. Kosakata Pembentuk Klasifikasi [1] Upaya melumpuhkan komisi pemberantasan korupsi belum berhenti, kali ini pemerintah, bersama politikus Senayan
berusaha memereteli wewenang KPK lewat rancangan Undangundang Hukum Acara Pidana. (KT, 7 Februari 2014) Kutipan tersebut merupakan kosakata pembentuk klasifikasi, dengan penggunaan kata melumpuhkan menggambarkan bahwa pemerintah telah melakukan upaya untuk mengganggu bahkan menghentikan kinerja KPK dalam hal memberantas korupsi di kalangan pejabat Negara. Dalam hal ini, Koran Tempo memberikan pemahaman kepada khalayak bahwa pemerintah tidak ingin pemberantasan korupsi di negara ini. Secara jelas Koran Tempo menyatakan pula pemerintah bekerjasama dengan para politikus untuk melawan KPK, jelas hal tersebut membuat realitas yang sebenarnya tidak diketahui oleh khalayak. Selain itu, penggunaan kosakata memereteli dalam kutipan tersebut menegaskan telah terjadi tindakan untuk mengurangi dan atau menghilangkan kebijakan yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi dalam rancangan Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dengan memanfaatkan kedua kosakata tersebut Koran Tempo jelas mengarahkan pemahaman khalayak untuk percaya bahwa pemerintah dalam hal ini pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak serius dalam hal pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, kosakata tersebut juga memberikan pandangan kepada khlayak bahwa presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi kader partai demokrat yang sudah menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Jelas sekali pendayagunaan kosakata dalam wacana kritik politik tersebut berakibat buruknya
pandangan pemerintah.
khalayak
kepada
[2] Sikap politikus Senayan yang ngotot membahas rancangan itu amat mencurigakan. Dengan mudah, orang akan melihat adanya konflik kepentingan. (KT, 7 Februari 2014) Berdasarkan penggalan data [2] di atas, dapat ditentukan bahwa kosakata yang digunakan merupakan kosakata pembentuk klasifikasi menggunakan kata ngotot bermakna pemerintah bersikeras membahas rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penggunaan kosakata tersebut memberikan pandangan kepada masyarakat ada keinginan tidak baik dari pemerintah kepada KPK. Selain itu, terdapat penggunaan kosakata konflik kepentingan yang memberikan gambaran kepada publik bahwa ada kepentingan kelompok yang dipertentangan dalam pembahasan rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pendayagunaan kedua kosakata tersebut sama-sama memberikan pandangan negatif terhadap pemerintah. [3] Sekalipun pemasangan alat sadap tersebut mungkin melibatkan kalangan internal, akan lebih elok bila diungkapkan secara resmi oleh pemerintah DKI. (KT, 26 Februari 2014) Kritik politik pada data [3] tersebut merupakan kosakata pembentuk klasifikasi. Kosakata tersebut digunakan oleh Koran Tempo untuk menyatakan pelaku penyadapan yang terjadi di rumah Jokowi. Kosakata kalangan internal bermakna orang dekat atau orang dalam terlibat
dalam kasus penyadapan di rumah Jokowi, karena alat sadap tersebut ditemukan di kamar tidur, ruang makan, dan ruang tamu. Hal tersebut membentuk klasifikasi kepada publik bahwa penyadapan tidak mungkin terjadi tanpa campur tangan orang dalam atau orang yang dikenal oleh Jokowi. [4] Petinggi PDIP juga mengungkapkan sebelumnya Jokowi mengalami serangkaian teror pada tahun lalu, mulai dari kapal yang hendak ditumpanginya terbakar hingga ban mobilnya yang disobek. (KT, 26 Februari 2014) Kritik politik pada data [4] tersebut disampaikan oleh petinggi PDIP tentang kasus penyadapan yang terjadi di tempat tinggal Jokowi. Penggunaan kata serangkaian teror memberikan klasifikasi kepada publik bahwa banyaknya teror yang dialami Jokowi dan sambung menyambung teror yang ditujukan kepada Jokowi. Kosakata serangkaian teror tersebut juga bermakna bahwa Jokowi sering mendapatkan teror dari berbagai pihak. Selain itu, penggunaan kosakata tersebut memberikan pandangan kepada publik ada pihakpihak tertentu yang melakukan serangkaian teror dan dari setiap kejadian teror merupakan rangkaian teror sebelumnya yang dilakukan oleh pihak yang sama.
[5] Komunikasi yang jujur selama ini menjadi kekuatan Jokowi. Orang akan kecewa bila PDIP menyeretnya ke arah komunikasi yang lugas, bahkan menjurus ke pencitraan yang berlebihan.
Data [5] merupakan kritik politik yang disampaikan oleh Koran Tempo. Penggunaan kosakata Komunikasi yang jujur membentuk klasifikasi bahwa Jokowi adalah sosok yang bisa dipercaya oleh publik karena bersifat jujur. Kosakata tersebut juga memberi pandangan ke publik bahwa Jokowi adalah pemimpin yang baik. Selain itu, tampak penggunaan kata pencitraan berlebih yang digunakan Koran Tempo untuk mengkritik PDIP, penggunaan kosakata tersebut membentuk klasifikasi bahwa tindakan PDIP bisa membuat Jokowi dipandang sebatas pencitraan semata bukan sifat yang sebenarnya. 2. Kosakata Pembatas Pandangan [1] Diplomasi dorong sekoci seperti ini tentu saja tak pernah diakui pemerintah perdana Menteri Tony Abbott. Namun banyak petunjuk bahwa hal itu memang kebijakan mereka. (KT, 8 Februari 2014) Kritik politik pada data [1] di atas disampaikan oleh Koran Tempo terhadap kebijakkan pemerintahan Australia. Penggunaan kosakata diplomasi dorong sekoci bermakna kesepakatan urusan kedua Negara tentang imigran gelap. Kosakata dorong sekoci bermakna sikap pemerintah Australia yang mengarahkan dan mendorong perahu pengungsi ke perairan Indonesia yang telah menyalahi kesepakatan dalam konvensi PBB. Secara tidak langsung penggunaan kosakata diplomasi dorong sekoci tersebut membatasi pandangan publik tentang kisruh yang terjadi pada kedua Negara yaitu Indonesia dan Australia tentang imigran gelap asal Timur Tengah. Dalam kasus tersebut Indonesia merasa dirugikan oleh kebijakan
pemerintah Australia yang mengarahkan imigran gelap ke perairan Indonesia. Namun, sebaliknya pemerintah Autralia membantah hal tersebut, terbukti melalui media massanya Australia mengatakan mereka adalah pencari suaka yang hendak ke Australia tapi tertangkap penjaga pantai negeri Kangguru itu dan bukan mereka yang mengarahkan pengungsi ke Indonesia. [2] Sangat jelas kesan bahwa membuang pengungsi ke Indonesia kerap dilakukan sejak Desember lalu. Saat itu, pemerintah Indonesia membekukan kerjasama militer, intelejen, dan penanganan pengungsi, menyusul kasus penyadapan terhadap presiden Yudhoyono. (KT, 8 Februari 2014) Kritik politik pada data [2] disampaikan oleh pemerintah Indonesia. Kosakata yang bercetak miring menandakan kosakata pembatas pandangan yang membatasi pandangan publik tentang kisruh terkait pengungsi antara Indonesia dan Australia. Penggunaan kosakata membuang pada wacana tersebut berarti mendorong dan menggiring pengungsi keperairan Indonesia, sedangkan kosakata membekukan berarti memutuskan hubungan kerjasama negara tentang militer, intelejen, dan penanganan pengungsi. Penggunaan kosakata membekukan membatasi pandangan publik bahwa Indonesia telah memutuskan hubungan kerjasama dengan pemerintah Australia. Tabel 1 kosakata pembatas pandangan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo.
Kosa Artinya Pengha kata lusan kasar memb Proses membe uang melem kukan parkan atau melepa skan sesuatu yang tidak bergun a lagi dengan sengaja
Artinya
Proses menjadik an beku atau tidak mengope rasikan lagi
[3] Sungguh tak berperikemanusiaan bila kedua Negara baku lempar pengungsi dan menggunakannya sebagai alat untuk saling menekan. (KT, 8 Februari 2014) Pada data [3] merupakan kritik politik yang disampaikan oleh Koran Tempo. Kritik politik tersebut berisi tanggapan Koran Tempo tentang perdebatan kedua Negara yaitu Indonesia dan Australia dalam menangani masalah pengungsi atau imigran gelap. Secara jelas Koran Tempo menyampaikan kedua Negara tidak berperikemanusiaan jika saling menyalahkan. Penggunaan kosakata baku lempar bermakna saling melempar, dalam hal ini kedua Negara saling mendorong dan mengarahkan pengungsi ke luar perairan negaranya. Kosakata tersebut juga bermakna telah terjadi pertikaian dan perdebatan tentang pengungsi yang akhir-akhir ini singgah ke Indonesia. [4] Komisi Pemberantasan Korupsi harus membongkar kemungkinan adanya penyelewengan dana haji dan umrah yang dikelola Kementerian Agama. Sudah lama ada kecurigaan tabungan umat
Islam yang hendak beribadah di tanah suci itu disalahgunakan. (KT, 13 Februari 2014)
mengundang kontroversi. Para hakim menggugurkan aturan yang menyangkut dirinya sendiri.
Kritik politik pada data [4] disampaikan oleh Koran Tempo terkait dugaan korupsi dana haji dan umrah yang dikelola Kementerian Agama. Kosakata penyelewengan membatasi pandangan khalayak tentang korupsi yang terjadi di Kementerian Agama berkaitan dengan dana haji dan umrah. Kosakata penyelewengan pada dasarnya bermakna menyalahi aturan, menyimpang dari yang seharusnya, dalam wacana kritik politik ini kosakata tersebut dimanfaatkan untuk penghalusa makna dari kata korupsi. Kosakata tersebut juga bermakna telah terjadi Oleh kementrian agama. Pendayagunaan kosakata disalahgunakan pada kutipan [4] tersebut bermakna telah terjadi kesalahan penggunaan dana di kementerian Agama terkait dana haji dan umrah.
Kritik politik pada data [5] dituturkan oleh Koran Tempo ditujukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembatalan undang-undang nomor 4 tahun 2014. Penggunaan kosakata kontroversi bermakna pertentangan atau perdebatan, dalam hal ini pendagunaan kosakata tersebut bermaksud membatasi pandangan publik tentang permasalahan yang terjadi dalam pembatalan Undangundang Nomor 4 tahun 2014 terkait Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, pengunaan kosakata menggugurkan pada wacana kritik politik tersebut bermakna menghilangkan atau meniadakan aturan-aturan yang terkait dengan internal Mahkamah Konstutusi (MK).
Tabel 2 kosakata pembatas pandangan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo. Kosa kata kasar
Artinya
Penghalu Artinya san
Penye Penyelewen gan
Menyi mpang dari jalan yang benar atau menyal ahi aturan
disalahg unakan
Melaku kan sesuatu tidak sebagai mana semesti nya
[5] Pembatalan Undang-undang Nomor 4 tahun 2014 oleh Mahkamah Konstitusi
Tabel 3 kosakata pembatas pandangan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo. Kosa kata kasar kontr oversi
Artinya
Penghal usan
Artinya
Perdeba tan, perseng ketaan, dan pertenta ngan
menggu gurkan
Memba talkan, Membu at jadi tidak berlaku lagi
[6] Seharusnya ia dipecat, setidaknya dinonaktifkan, demi menjaga kredibilitas profesi ini. (KT, 27 Februari 2014) Kritik politik [6] tersebut membentuk klasifikasi, penggunaan kata dinonaktifkan bermakna tidak aktif, tidak dipekerjakan lagi.
Kosakata dinonaktifkan merupakan pilihan kata yang digunakan untuk menggantikan istilah yang kasar, bahkan penggunaan kosakata tersebut tampak semacam pengalihan makna. Makna yang membatasi pandangan khalayak adalah dipecat tetapi seolaholah hanya tidak dipekerjakan sementara. Kosakata dipecat dan dinonaktifkan pada dasarnya mengandung arti yang sama, hanya saja kosakata dipecat bermakna denotasi dan bermakna kasar sementara kosakata dinonaktifkan bermakna konotasi dan bermakna sopan atau menutupi kenyataan yang sebenarnya. Tabel 4 kosakata pembatas pandangan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo. Kosa Artinya Penghal kata usan kasar dipec Melepask dinonak at an atau tifkan memberh entikan seseoran g dari jabatanny a
Artinya
Membe baskan dari pekerjaa n untuk sementa ra waktu
3. Kosakata Pemicu Pertentangan Tabel 5 Kosakata Pemicu Pertentangan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo. Peristiw a Koneksi internet
Versi Pemerinta h Menteri tifatul berdalih lambatnya koneksi internet di
Versi KT
Tidak sepantasnya ia Cuma berkeluh kesah ihwal anggaran
Indonesia karena anggaran pemerintah yang terbatas. (KT, 5 Februari 2014)
yang minim. Justru sebagai menteri, ia diharapkan mampu membuat terobosan di tengah keterbatasan . (KT, 5 Februari 2014)
Dalam rangka mempercepat koneksi internet di Indonesia terdapat perbedaan pendapat dalam editorial Koran Tempo. Pemerintah melalui menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan bahwa lambatnya koneksi internet di Indonesia karena kurangnya dana dari pemerintah. Selain itu, Tifatul juga mengatakan apa perlunya internet cepat, sedangkan menurut Koran Tempo kecepatan internet untuk suatu Negara sangat diperlukan, koneksi internet yang cepat akan mempermudah komunikasi dan mendorong kemajuan bangsa. Bahkan menurut Koran Tempo pemerintah dalam hal ini menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring tidak hanya berkeluh kesah masalah keterbatasan dana akan tetapi berusaha mencari solusi atas permasalahan yang ada. Tabel 6 Kosakata Pemicu Pertentangan dalam wacana kritik poliik editorial Koran Tempo. Peristi wa
Versi Anggota DPR Pencuci Langkah an uang KPK itu oleh terlalu Tubagus menyudutk
Versi KT
Perang terhadap korupsi dan pencucian
Chaeri Wardan a alias Wawan
an tersangka. Karena belum tentu mobil yang diberikan ke artis merupakan hasil korupsi. (KT, 18 Februari 2014)
uang akan berhenti bila urusan pribadi tersangka mesti dipertimbang kan oleh KPK. (KT, 18 Februari 2014)
Kritik politik yang disampaikan oleh Anggota DPR kepada KPK terkait kasus karupsi yang dilakukan oleh Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, dia mengatakan dalam penyelidikan tersangka korupsi tidak perlu melibatkan urusan pribadi, karena tidak ada dasar yang menguatkan keterkaitannya dengan kasus tersangka yaitu mobil yang diberikan kesemlah artis oleh Wawan, akan tetapi Koran Tempo beranggapan dalam penyelidikan kasus korupsi haruslah mempertimbangkan persoalan pribadi yaitu aliran harta ke orang-orang dekat tersangka, karena dengan cara tersebut pemindahan harta mudah dilacak, Koran Tempo mempertetangkan hal ini karena metode ini merupakan metode efektif dalam menelusuri hasil korupsi. Koran Tempo mendayagunakan kosakata perang terhadap korupsi dan pencucian uang akan berhenti, memberikan gambaran bahwa kinerja KPK tidak akan berjalan maksimal apabila tidak menelusuri aliran dana dari tersangka korupsi, jadi menurut Koran Tempo memeriksa orang-orang terdekat dengan tersangka harus dilakukan agar
kasus korupsi dapat diselesaikan dengan tepat. 4. Kosakata Pembentuk Marginalisasi Selanjutnya pemanfaatan kosakata pembentuk marginalisasi tampak pada kutipan berikut ini. [1] Lakon asap kebakaran hutan yang selalu berulang saban tahun menjadi bukti betapa amburadulnya kebijakan pemerintah. (KT, 28 Februari 2014) Kritik politik pada data di atas terdapat pendayagunaan kosakata pembentuk marginalisasi yang disampaikan Koran Tempo yang mengkritik pemerintah terkait kabut asap sering sekali terjadi di beberapa daerah di Sumatera. Hal ini terjadi karena ketidaktegasan pemerintah dalam menangani pembakar lahan atau hutan yang dominan dilakukan olah perusahan-perusahan besar. Dari kritik tersebut membuat posisi pemerintah menjadi negatif dan termarginalkan. Selanjut terdapat juga pada data (2) berikut ini. (2) Rusaknya jalan di sepanjang jalur Pantai Utara Jawa alias pantura akibat banjir semakin menggambarkan buruknya kinerja pemerintah. (KT, 3 Februari 2014) Kritik politik di atas masih ditujukan kepada pemerintah oleh Koran Tempo, dalam hal ini terkait rusaknya sejumlah ruas jalan di sepanjang jalur Pantai Utara Jawa alias pantura. Koran Tempo beranggapan pemerintah telah gagal menangani masalah banjir dan melakukan perbaikan jalan-jalan yang rusak sehingga pengiriman barang dari Jakarta ke Surabaya menjadi terhambat. Kritik politik tersebut jelas
merugikan pemerintah karena memberikan citraan negatif dan memarginalkan pemerintah dalam satu kasus yang terjadi sehingga menciptakan gambaran umum kinerja pemerintah secara keseluruhan. Tabel 7 Kosakata Pemicu Pertentangan dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo. Aktor/pelaku Peristiwa/ kejadian Pemerintah Kabut asap yang terjadi di daerah sumatera Pemerintah Rusaknya sejumlah ruas jalan di pantai utara alias pantura
juga mendayagunakan kosakata dalam menyampaikan kritik sehingga dengan pilihan kosakata tertentu mampu membuat publik menafsirkan fakta secara berbeda, hal ini bias menyebabkan kesalahan penafsiran terhadap suatu kejadian atau peritiwa yang terjadi khususnya yang berkaitan dengan pemerintah. Data berikutnya juga menunjukkan bahwa Koran Tempo cenderung memarginalkan pemerintah dalam setiap peristiwa politik yang terjadi, kesalahan selalu ditujukan kepada pemerintah sehingga memgambarkan citra negatif kepada pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA IV.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa pendayagunaan kosakata yang terdapat dalam wacana kritik politik editorial Koran Tempo terdiri dari beberapa bentuk yaitu kosakata pembentuk klasifikasi, pembatas pandangan, pemicu pertentangan dan pembentuk marginalisasi. Dari sekian banyak bentuk pendayagunaan kosakata dalam editorial Koran Tempo, yang dominan adalah pendayagunaan kosakata pembatas pandangan dan kosakata pembentuk klasifikasi. Berdasarkan hal tersebut dapat pula dipahami Koran tempo dalam menyajikan berikan lebih banyak memanfaat kosakata pembatas pandangan dan kosakata pembentuk klasifikasi. Artinya Koran Tempo dalam menyampaikan kritik lebih menutupi pandangan publik terhadap hal yang sebenarnya terjadi sehingga fakta tidak mampu dilihat jelas oleh pembaca. Selan itu, Koran Tempo
Sumadiria, AS Haris. 2004. Menulis Artikel dan Tajuk Rencana. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung Eriyanto. 2006. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. _________. 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Nadar, F.X. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Leech, Geoffrey. 1997. PrinsipPrinsip Pragmatik. (Terj. Dr. M.D.D. Oka). Jakarta: UI Press. Brown, Gillian dan Yule., George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yule, George. 2006. Pragmatik. (Terj. Indah Fajar Wahyuni). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rahardi, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya. Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santoso, Kusno Budi. 1990. Problematika Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Thomas, Linda dan Shan Wareing. 2007. Bahasa, Masyarakat, dan Kekuasaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.