PENDAPATAN USAHATANI INTEGRASI POLA SAYURAN-TERNAK-IKAN
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)
Oleh: RATU NURUL HANIFAH A14103041
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN RATU NURUL HANIFAH. Pendapatan Usahatani Integrasi Pola SayuranTernak-Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung). Di bawah bimbingan DWI RACHMINA. Sejalan dengan semakin intensifnya pembangunan pertanian, terdapat kecenderungan penggunaan pupuk dan pestisida kimia per hektar yang meningkat dari tahun ke tahun, dicerminkan oleh semakin tingginya jumlah penjualan pupuk dari tahun ke tahun. Hal inilah yang terjadi pada masa revolusi hijau. Revolusi hijau telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta perubahan watak dan persepsi petani. Petani yang semula mandiri dalam berusahatani, menjadi sangat tergantung kepada produsen pendukung revolusi hijau yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek daripada kelestarian ekologi jangka panjang. Untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dengan tetap menjaga kualitas lingkungan, dikembangkan integrasi antara usaha tanaman dan peternakan, usaha tanaman dan perikanan, maupun usaha perkebunan dan peternakan dan lain sebagainya yang disebut dengan usahatani pola integrasi atau usahatani terpadu. Sistem usahatani integrasi dimaksudkan agar peternakan, perikanan, dan budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara sinergi dimana masing-masing usaha yang diintegrasikan saling mendukung, saling memperkuat, saling ketergantungan satu sama lain, dengan memanfaatkan secara optimal seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki. Pondok Pesantren (ponpes) Al-Ittifaq merupakan salah satu pelaku agribisnis yang menerapkan sistem pertanian integrasi. Integrasi yang dilakukan ponpes adalah integrasi tiga komoditas yaitu Sayuran-Ternak-Ikan. Ketiga cabang usahatani ini saling terintegrasi satu sama lain. Usahatani sayuran menghasilkan limbah yang dapat dijadikan pakan untuk ternak dan ikan, sebaliknya usahatani ternak menghasilkan feses yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman dan kolam ikan. Sayuran merupakan sumber makanan serta pendapatan utama bagi ponpes. Komoditas utama yang dihasilkan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah sayuran dataran tinggi seperti wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun, dan cabai. Sayuran menghasilkan produk sampingan (limbah) berupa brangkasan dan sayuran afkir yang dikonsumsi oleh ternak dan ikan. Ternak yang dimiliki ponpes adalah sapi dan domba. Ternak memproduksi susu dan daging untuk memenuhi kebutuhan pangan ponpes dan sebagai sumber pendapatan. Sebaliknya selain menghasilkan susu dan daging, ternak juga menghasilkan produk sampingan berupa feses dan sisa pakan yang dapat dibuat pupuk organik untuk sayuran dan kolam ikan. Ikan yang diusahakan oleh ponpes adalah ikan mujair dan lele. Ikan-ikan ini diusahakan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan protein keluarga ponpes. Keempat elemen di atas merupakan siklus yang berkesinambungan satu dengan yang lain. Ada dua jenis limbah yang dihasilkan oleh usahatani sayuran, yaitu brangkasan dan sayuran afkir. Dalam satu tahun total brangkasan dan sayuran afkir yang dihasilkan masing-masing mencapai 145.534,40 kg dan 35.885,32 kg. Brangkasan tersebut dapat mencukupi setengah dari kebutuhan pakan hijauan ternak.
Jenis limbah yang dihasilkan oleh ternak sapi dan domba, yaitu feses, urine, dan pakan hijauan. Limbah yang telah dimanfaatkan adalah feses dan sisa pakan hijauan. Kedua limbah tersebut diolah kembali menjadi pupuk kompos cair dan pupuk daun. Menurut penimbangan pada saat penelitian satu ekor sapi dewasa (1 ST) dapat menghasilkan 18,5 kg feses per hari. Total produksi feses ternak dalam satu tahun adalah 248.917,44 kg. Jumlah ini telah mencukupi kebutuhan pupuk ponpes. Jenis-jenis ikan yang diusahakan di Ponpes Al-Ittifaq adalah ikan mujair dan lele. Keduanya tidak diusahakan untuk tujuan komersil melainkan hanya untuk konsumsi keluarga ponpes. Jumlah pupuk organik yang digunakan dalam setahun adalah pupuk kandang 3 kg. Sayuran afkir yang digunakan sebagai pakan ikan adalah bawang daun dan kubis. Pada usahatani sayuran total penerimaan pada kondisi 2 bernilai lebih besar dibandingkan pada kondisi 1. Pada kondisi 2 hasil samping yang dihasilkan usahatani sayuran dijual keluar dengan harga per satuan yang lebih tinggi dibandingkan bila usahatani sayuran mentransfer limbah tersebut ke usahatani ternak. Total biaya pada kondisi 2 lebih besar dari kondisi 1, hal ini disebabkan oleh biaya pembelian pupuk organik dari luar yang harganya lebih tinggi dari pupuk organik buatan ponpes. Selain itu pupuk organik yang digunakan jumlahnya disetarakan dengan standar yang digunakan petani sekitar, sehingga secara kuantitas pupuk organik yang digunakan jumlahnya lebih tinggi. Walaupun terjadi peningkatan penerimaan pada kondisi 2, peningkatan biaya yang terjadi ternyata lebih besar dibanding peningkatan penerimaannya, sehingga pendapatan pada kondisi 1 bernilai lebih besar dari kondisi 2. Pada usahatani ternak, penerimaan total pada kondisi 1 lebih tinggi dari kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh tambahan penerimaan berupa pupuk organik yang diproduksi sendiri oleh ponpes. Karena itu tambahan biaya berupa biaya pembelian bahan penunjang pembuatan pupuk organik. Biaya-biaya inilah yang menyebabkan nilai biaya total pada kondisi 1 lebih tinggi dari kondisi 2. Total biaya pada kondisi 1 bernilai lebih kecil dibandingkan kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh penghematan biaya pakan hijauan pada kondisi 1 akibat adanya hasil samping usahatani sayuran. Pada usahatani ikan pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi menunjukkan hasil yang negatif. Nilai rasio R/C atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang dari 1. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada kondisi yang diintegrasikan ataupun tidak terbukti belum efisien. Total pendapatan pada usahatani integrasi lebih besar daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total pada usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri. Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun total pada usahatani terintegrasi lebih besar dari usahatani yang tidak terintegrasi. Hal ini dapat diartikan bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang terintegrasi, memiliki efisiensi yang lebih tinggi daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Beberapa saran yang dapat diberikan untuk perbaikan usahatani integrasi Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah perlu dibuat pembukuan usahatani yang menyeluruh dan membiasakan para santri untuk tertib administrasi. Efisiensi produksi pupuk organik pada usahatani ternak harus ditingkatkan agar biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir. Ponpes harus meningkatkan efisiensi usahatani ikan. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan memperluas kolam agar ikan yang dihasilkan lebih produktif. Ponpes harus
meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja santri, karena selama ini ponpes telah melakukan pemborosan tenaga kerja. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kelas tambahan yang memberikan materi pertanian, sehingga santri paham cara bertani yang benar. Sistem usahatani integrasi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren AlIttifaq dapat dijadikan acuan bagi pengusaha agribisnis lainnya, termasuk bagi pengambil kebijakan atau pemerintah dalam upaya membentuk suatu usaha pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Meskipun begitu perlu penelitian lebih lanjut mengenai nilai gizi brangkasan dan sayuran afkir yang dikonsumsi oleh ternak dan ikan. Di masa mendatang ponpes dianjurkan untuk memberi pakan sesuai jumlah dan nilai gizi dengan membuat ransum berbasis hasil penelitian Balitnak (sedang berlangsung). Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai skala usahatani integrasi yang optimal yang harus dilakukan ponpes, sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi di masa mendatang.
PENDAPATAN USAHATANI INTEGRASI POLA SAYURAN-TERNAK-IKAN (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)
Oleh: RATU NURUL HANIFAH A14103041
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
:
Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran-Ternak-Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)
Nama
:
Ratu Nurul Hanifah
NRP
:
A14103041
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Dwi Rachmina, MS. NIP. 131 918 503
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran-Ternak-Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Skripsi ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Bogor, Desember 2007
Ratu Nurul Hanifah A14103041
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 Maret 1985 sebagai putri bungsu dari pasangan M. Yadi Mulyadi dan Siti Aisyah Priyati. Penulis menyelesaikan
sekolah
dasar
di
KPS
(Kontraktor-Production
Sharing)
International School, Balikpapan, Kalimantan Timur pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Lab School, Jakarta dan menyelesaikan studinya pada tahun 2000. Penulis mendapatkan beasiswa studi SMA di Madania Boarding School, Parung, Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama menjadi mahasiswa penulis
aktif
di berbagai kegiatan
kemahasiswaan, salah satunya adalah IAAS (International Association of Agricultural Student and Related Sciences). Selain itu sejak tahun 2005 penulis bekerja sebagai staf pengajar di lembaga kursus Bahasa Inggris English Avenue.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, sehingga skripsi yang berjudul ”Pendapatan Petani dalam Usahatani Integrasi Ternak, Sayuran dan Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat penelitian untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sayur-sayuran menghasilkan produk samping yang bila tidak dikelola dengan baik, berpotensi mengganggu lingkungan. Masalah ini dapat diatasi antara lain dengan memberikan limbah tersebut pada ternak sapi yang juga berperan sebagai penghasil pupuk organik. Inovasi teknologi ini memungkinkan sapi dipelihara dengan biaya minimum karena bahan pakan tersedia sepanjang waktu. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan dorongan untuk lebih meningkatkan program pengembangan sistem dan usaha agribisnis pola integrasi. Penulis menyadari bahwa tidak ada tulisan yang benar-benar sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan masukan saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan skripsi dan penelitian ke depan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, September 2007 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan hidayah-Nya. Dengan segala kerendahan hati, melalui tulisan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ir. Dwi Rachmina, MS., selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dalam membimbing, ilmu dan pengalaman, serta dorongan yang selalu diberikan selama proses penelitian dan penulisan.
2.
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS., selaku dosen penguji utama atas kritik dan sarannya yang sangat membangun dan memperkaya tulisan ini.
3.
Etriya, SP., MM., selaku dosen penguji perwakilan departemen atas kritik, dan sarannya yang sangat membangun dan memperkaya tulisan ini.
4.
Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ittifaq KH. Fuad Affandy, putera-puteri Mang Haji (Om Dandan, Ibu Enung, Teh Neneng, dll.), santri dan santriat yang telah banyak membantu dalam penelitian di lapangan.
5.
Penyuluh Pertanian Ahli Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ir. Djedje selaku pembimbing LM3 yang telah banyak membantu dalam penelitian di lapangan.
6.
Dr. Anna Laksanawati H. Dibiyantoro, MS., Peneliti Utama Balai Penelitian Sayuran Departemen Pertanian, yang telah memberikan masukan selama penelitian di lapangan.
7.
Sahabat-sahabat terbaikku Ali-Yuli-Alya, Reny, Icha, Ila, Nisa dan keluarga, atas masukan, saran dan bantuannya selama proses studi di IPB.
8.
Rekan-rekan AGB 40, 41, dan 42 atas persahabatan yang indah semoga tali silaturahmi ini tetap terjaga.
9.
My beloved family: Papih, Mamih, A Dian, Kak Evi, A Panpan, A Irfan, Teh Irma, Kak Joe, Kak Sis dan keluarga, Saki, Hafidz, Nisa, dan Kifa. Yes, i’ve been act on my desire and proud to say that i’ve achieved truly remarkable results.
10.
Cepi Tri Sumantri, S.KH. yang memberikan inspirasi pemilihan topik penelitian ini serta memberikan dukungannya selama penulisan.
11.
Keluarga besar English Avenue, atas kesempatan yang diberikan untuk selalu berkarya.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1.2 Perumusan Masalah....................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................
1 4 5 5
II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pertanian Berkelanjutan .................................................... 2.2 Konsep Sistem Pertanian Integrasi................................................. 2.3 Kajian Empiris tentang Sistem Pertanian Integrasi ......................... 2.4 Pola Tanam Usahatani ................................................................... 2.5 Kajian Empiris Usahatani Sayuran ................................................. 2.6 Usaha Peternakan.......................................................................... 2.6.1 Ternak Sapi Perah .............................................................. 2.6.2 Ternak Domba Potong........................................................ 2.6.3 Kajian Empiris Pendapatan Usahatani Ternak .................... 2.6.4 Pakan Ternak ..................................................................... 2.6.5 Produksi Feses Ternak ....................................................... 2.6.6 Pupuk Organik .................................................................... 2.7 Usahatani Ikan ...............................................................................
7 8 14 17 18 19 20 21 21 22 23 25 28
III
METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 3.3 Responden Penelitian .................................................................... 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................... 3.4.1 Harga Transfer.................................................................... 3.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani .......................................... 3.4.3 Analisis Efisiensi Rasio R/C ................................................
30 30 31 32 33 33 36
IV
KERANGKA PEMIKIRAN 4.1 Kerangka Teoritis ........................................................................... 4.1.1 Konsep Usahatani............................................................... 4.1.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani....................................... 4.1.3 Analisis Pendapatan Usahatani .......................................... 4.1.4 Analisis Efisiensi Rasio R/C ................................................ 4.1.5 Teknologi Baru: Inovasi Produksi........................................ 4.1.6 Keputusan dalam Produksi Pertanian ................................. 4.2. Kerangka Operasional....................................................................
37 37 38 38 40 41 44 45
V
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQ 5.1 Sejarah Pondok Pesantren Al-Ittifaq............................................... 5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis ......................................................... 5.3 Organisasi dan Kelembagaan ........................................................ 5.3.1 Visi dan Misi........................................................................ 5.3.2 Lembaga-Lembaga............................................................. 5.4 Santri Pondok Pesantren Al-Ittifaq..................................................
49 50 51 51 52 54
VI
KERAGAAN USAHATANI INTEGRASI PONPES AL-ITTIFAQ 6.1 Usahatani Integrasi Sayuran-Ternak-Ikan ...................................... 6.2 Usahatani Sayuran ......................................................................... 6.2.1 Penggunaan Lahan Usahatani ........................................... 6.2.2 Pola Tanam Usahatani Sayuran ......................................... 6.2.3 Penggunaan Input Usahatani.............................................. 6.2.4 Kegiatan Usahatani Sayuran .............................................. 6.2.5 Pasca Panen ...................................................................... 6.2.6 Produksi Limbah Sayuran ................................................... 6.3 Usahatani Ternak ........................................................................... 6.3.1 Perkandangan .................................................................... 6.3.2 Pengadaan Bibit ................................................................. 6.3.3 Pemeliharaan Ternak.......................................................... 6.3.4 Tenaga Kerja ...................................................................... 6.3.5 Produksi Susu..................................................................... 6.3.6 Produksi dan Pengolahan Limbah Ternak .......................... 6.4 Usahatani Ikan ............................................................................... 6.4.1 Penggunaan Input Usahatani Ikan ...................................... 6.4.2 Pemeliharaan...................................................................... 6.4.3 Panen .................................................................................
57 59 59 60 62 70 75 76 79 80 80 82 83 85 86 87 87 90 90
VII
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI 7.1 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran........................................ 91 7.1.1 Penerimaan Usahatani Sayuran ......................................... 92 7.1.2 Biaya Usahatani Sayuran.................................................... 97 7.1.3 Pendapatan Usahatani Sayuran ......................................... 102 7.2 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak .......................................... 103 7.2.1 Penerimaan Usahatani Ternak............................................ 103 7.2.2 Biaya Usahatani Ternak...................................................... 106 7.2.3 Pendapatan Usahatani Ternak............................................ 109 7.3 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan .............................................. 111 7.3.1 Penerimaan Usahatani Ikan................................................ 111 7.3.2 Biaya Usahatani Ikan .......................................................... 112 7.3.3 Pendapatan Usahatani Ikan................................................ 114 7.4 Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi dan Tidak Terintegrasi ... 114
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan .................................................................................... 117 8.2 Saran ............................................................................................. 117 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 119
DAFTAR TABEL
No
Hal
1
Produksi dan Penjualan Pupuk Tahun 2000-2005 (Revisi) dalam 000 (ton) ......................................................................................
1
2
Perkembangan Nilai PDB Sub Sektor Pertanian Tahun 2000-2004 (Milyar Rp) .............................................................................................
3
3
Perbandingan Penerimaan dan Keuntungan Usahatani Tanaman Pangan dan Ternak Sapi yang Dikelola Secara Parsial dan Terpadu Menurut Agroekosistem di Indonesia, 2003 ........... 15
4
Susunan Bahan Makanan yang Terkandung pada Hasil Samping Tanaman Setiap 100 kg ......................................................................... 23
5
Kotoran Padat dan Cair dari Beberapa Jenis Ternak Dewasa ................ 23
6
Satuan Hitung Ternak ............................................................................. 24
7
Perbandingan Penggunaan Pupuk Anorganik dengan dan Tanpa Penggunaan Pupuk Organik pada Usahatani Padi pada Petani Contoh Menurut Agroekosistem, 2003 ................................ 26
8
Perolehan Data Primer pada Pondok Pesantren Al-Ittifaq ....................... 32
9
Pembagian Kerja Santri Kobong dan Santri Mukim Pondok Pesantren Al-Ittifaq (data terakhir, April 2007).......................................................... 56
10
Rincian Luas Lahan Kebun-kebun yang Digarap Oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq.................................................................................. 59
11
Jumlah Permintaan Sayuran dari Swalayan pada Bulan Maret 2007 untuk Pondok Pesantren Al-Ittifaq (kg) .................................................... 61
12
Penggunaan Benih dan Bibit pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 62
13
Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pupuk pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq................................................................. 64
14
Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pestisida pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu tahun ..................................... 66
15
Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu tahun ....................... 68
16
Peggunaan Jam Kerja Efektif per Komoditas pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu tahun ..................................... 69
17
Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 70
18
Panen yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun........................................ 73
19
Produksi dan Kebutuhan Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq..................................................................... 74
20
Alokasi Penggunaan Sayuran Afkir yang Dihasikan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ..................... 76
21
Bobot Brangkasan yang Dihasikan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq.............................................. 79
22
Jumlah Ternak dan Satuan Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Tahun 2007............................................................................................. 81
23
Pemberian Pakan Ternak pada Usahatani Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Tahun 2006-2007..................................................... 83
24
Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani Ternak dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ....................... 84
25
Penggunaan Jam Kerja Efektif per Jenis Ternak pada Usahatani Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ..................................................... 84
26
Produksi Feses Ternak per Satuan Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq................................................................................................... 86
27
Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Ikan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq................................................................. 89
28
Penggunaan Jam Kerja Efektif pada Usahatani Ikan di di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 90
29
Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 93
30
Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 96
31
Rincian Perkiraan Penggunaan Pupuk Kandang dan Pupuk Kompos pada Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun............ 98
32
Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 99
33
Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 101
34
Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 102
35
Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 104
36
Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 105
37
Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 107
38
Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 109
39
Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 110
40
Penerimaan Total Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 112
41
Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 112
42
Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 113
43
Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 114
44
Struktur Pendapatan Usahatani Integrasi di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun...................................................................... 115
45
Struktur Pendapatan Usahatani Tidak Terintegrasi di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun...................................................................... 115
DAFTAR GAMBAR
No
Hal
1
Diagram Alur Integrated Farming System ................................................ 11
2
Titik Impas (Break Even Point) Usahatani................................................ 41
3
Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi.......................................... 43
4
Kerangka Operasional Penelitian............................................................. 48
5
Siklus Integrasi Antar Komoditas di Pondok Pesantren Al-Ittifaq.............. 58
DAFTAR LAMPIRAN
No
Hal
1
Perencanaan Penggunaan Lahan Pondok Pesantren Al-Ittifaq............... 123
2
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 124
3
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 2 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 126
4
Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 128
5
Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 2 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 130
6
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 131
7
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 2 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 132
8
Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Sayuran per Musim Tanam ................................................................................... 133
9
Biaya Penyusutan Alat-alat Usahatani Ternak ........................................ 134
I
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat berpengaruh bagi kehidupan
masyarakat dunia yang menyediakan hampir seluruh kebutuhan umat manusia. Oleh karena itu, di beberapa negara maju dan berkembang, sektor tersebut telah mendapat prioritas untuk dikembangkan, begitupun Indonesia. Menurut Suwandi (2005) pembangunan pertanian terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam terutama lahan dan perairan pada suatu wilayah. Pemanfaatan
sumberdaya
alam
yang
berlebihan
tanpa
memperhatikan
kelestarian lingkungan dapat berdampak negatif yang lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Sejalan dengan semakin intensifnya pembangunan pertanian, terdapat kecenderungan penggunaan pupuk kimia dan pestisida per hektar meningkat dari tahun ke tahun, dicerminkan dari semakin tingginya jumlah produksi dan penjualan pupuk kimia dari tahun ke tahun (Tabel 1). Tabel 1 Produksi dan Penjualan Pupuk Kimia Tahun 2000-2005 (Revisi) dalam (000 ton)
Produksi Penjualan Dalam Negeri Urea SP-36 ZA NPK Total Urea SP-36 ZA 2000 5.748 468 491 30 6.737 4.047 623 507 2001 5.199 654 448 57 6.358 4.340 669 620 2002 5.404 553 420 65 6.442 4.318 581 608 2003 5.425 688 479 114 6.706 4.691 770 676 2004 5.667 738 573 202 7.180 5.007 797 667 2005 5.849 820 644 277 7.590 5.416 818 684 Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), 2005 Tahun
NPK 20 35 75 116 194 265
Total 5.197 5.664 5.582 6.253 6.665 7.183
Hal inilah yang terjadi pada masa revolusi hijau. Revolusi hijau merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan, mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang menggunakan teknologi lebih maju. Teknologi yang digunakan antara lain adalah
penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Gerakan Revolusi Hijau di Indonesia tidak
mampu
menghantarkan
Indonesia
menjadi
sebuah
negara
yang
berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni tahun 1984-1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan (Romli 2000).1 Menurut Romli (2000) revolusi hijau telah menimbulkan kerusakan lingkungan dan perubahan watak dan persepsi petani. Petani yang semula mandiri dalam berusahatani, menjadi sangat tergantung kepada produsen pendukung revolusi hijau yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek daripada kelestarian alam jangka panjang. Revolusi hijau membawa dampak buruk antara lain: penurunan produksi protein karena fokus produksi hanya pada tanaman serealia (karbohidrat); penggunaan pupuk yang terus menerus menyebabkan ketergantungan; penggunaan pestisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten; serta penurunan keanekaragaman hayati.2 Untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani namun tetap menjaga kualitas lingkungan, dikembangkan suatu alternatif bertani yang menerapkan konsep berkelanjutan. Salah satu penerapan dari konsep ini adalah usahatani integrasi (Integrated Farming System) yaitu suatu usahatani yang memungkinkan adanya integrasi antar komoditas usahatani. Integrasi antara usaha tanaman dan peternakan, usaha tanaman dan perikanan, maupun usaha perkebunan dan peternakan merupakan contoh bentuk integrasi yang dapat diaplikasikan pada komoditas-komoditas usahatani. Sistem usahatani integrasi
1
2
http://www.fspi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=21&Itemid=37 [11Maret 2007]
http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0146%20Bio%203-6a.htm [11 Maret 2007]
dimaksudkan agar peternakan, perikanan, dan budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara sinergi dimana masing-masing usaha yang diintegrasikan saling mendukung, saling memperkuat, saling ketergantungan satu sama lain, dengan memanfaatkan secara optimal seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki. Sumberdaya yang ada di Indonesia sangat mendukung pelaksanaan usahatani pola integrasi, karena ketiga komoditas yang diperlukan tersedia dan mudah untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana nilai PDB Indonesia untuk hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan sangat tinggi tiap tahunnya, dan disertai dengan persentase pertumbuhan yang sangat baik yaitu masing-masing 8,08 persen, 13,13 persen, 15,89 persen, 15,64 persen, dan 18,05 persen per tahunnya. Tabel 2 Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian Tahun 2000–2004 (Milyar Rp) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 Hortikultura 41.731 47.521 51.000 53.885 56.844 Perkebunan 31.720 36.759 43.956 48.830 57.419 Kehutanan 17.215 17.594 18.876 20.202 21.717 Perikanan 30.945 36.938 41.050 48.297 55.266 Peternakan 25.627 34.285 41.329 44.499 49.122 Tanaman Pangan 73.266 94.428 106.631 115.007 119.399 Total 220.504 267.525 302.842 330.720 351.178 Sumber: Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 (diolah) Sub Sektor
Pertumbuhan per Tahun (%) 8,08 15,89 5,97 15,64 18,05 13,13 12,45
Selain itu menurut Chan (2003) sistem usahatani integrasi dapat memberikan manfaat tambahan bagi petani kecil, menengah, maupun besar yaitu berupa daur ulang limbah tak terpakai sebagai sumberdaya yang dapat menyediakan sumber penting bagi produksi seperti pupuk, pakan, dan bahan bakar yang membuat aktivitas bertani berjalan ekonomis dan berkelanjutan secara ekologis. Manfaat lain yang didapatkan adalah peningkatan keuntungan petani karena dengan input hasil daur ulang, petani dapat menghemat biaya produksi yang dikeluarkannya.
1.2
Perumusan Masalah Berbagai penelitian yang dilakukan pada usahatani integrasi memberikan
gambaran bahwa dengan integrasi komoditas yang dilakukan dapat memberikan tambahan manfaat bagi petani. Integrasi antara usaha peternakan dan usahatani tanaman telah terbukti memberikan manfaat yang berarti. Manfaat nyata (tangible) yang dapat dirasakan adalah penambahan pendapatan usahatani, sedangkan manfaat yang tidak nyata (intangible) adalah berupa penghematan belanja input usahatani, perbaikan unsur hara tanah serta manfaat tak terlihat lainnya. Pondok Pesantren (ponpes) Al-Ittifaq merupakan salah satu pelaku agribisnis yang menerapkan sistem pertanian integrasi. Integrasi yang dilakukan ponpes adalah integrasi tiga komoditas yaitu Sayuran-Ternak-Ikan (STI). Ketiga usaha ini saling terintegrasi satu sama lain. Sayuran menghasilkan limbah yang dapat dijadikan pakan untuk ternak dan ikan, sebaliknya ternak menghasilkan kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman dan kolam ikan. Usahatani yang dilakukan merupakan tulang punggung keberlangsungan ponpes, karena unit inilah yang memberikan pemasukan terbesar kepada AlIttifaq untuk mengelola pondokan dan membiayai para santri. Walaupun usahatani yang dilakukan ponpes termasuk skala besar, tetapi ponpes belum melakukan pembukuan usahatani secara rinci. Hal ini membuat ponpes kesulitan mengidentifikasi penerimaan dan biaya serta pendapatan yang diterimanya dari ketiga cabang usahatani tersebut. Karena kesulitan ini ponpes tidak mengetahui secara pasti apakah usahatani integrasi yang dijalankannya telah menguntungkan atau tidak. Selain itu ponpes ingin mengetahui apakah keputusan ponpes untuk mengolah limbah daripada menjualnya keluar adalah keputusan yang tepat atau tidak. Karena itu perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani pada ketiga cabang usahatani yang dijalankan ponpes. Analisis yang dilakukan harus dapat
menggambarkan pendapatan yang diterima apabila menerapkan usahatani integrasi. Analisis pendapatan yang dilakukan juga harus dapat menggambarkan perbedaan pendapatan antara keputusan mengolah limbah dan keputusan menjual limbah. Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Bagaimana keragaan usahatani integrasi pola STI di Ponpes Al-Ittifaq?
2.
Apakah usahatani integrasi pola STI yang dilakukan Ponpes Al-Ittifaq menguntungkan
bila
dibandingkan
dengan
usahatani
yang
tidak
terintegrasi? Berapa kontribusi pendapatan dari tiap cabang usahatani? 3.
Apakah usahatani integrasi yang dilakukan ponpes sejauh ini telah efisien?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas maka
tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji keragaan usahatani integrasi pola STI di Ponpes Al-Ittifaq.
2.
Menganalisis pendapatan usahatani integrasi pola STI dan usahatani yang tidak terintegrasi serta pendapatan tiap cabang usahatani di Ponpes Al-Ittifaq.
3.
1.4
Menganalisis efisiensi usahatani integrasi pola STI Ponpes Al-Ittifaq.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pengembangan pertanian dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut:
1.
Pemerintah,
sebagai
masukan
dalam
penentuan
kebijakan
pengembangan pertanian di masa mendatang serta memberikan informasi mengenai perkembangan Al-Ittifaq. 2.
Akademisi dan peneliti, sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan penelitian serupa ataupun penelitian lanjutannya.
3.
Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai salah satu upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta manfaat yang akan dinikmatinya.
4.
Ponpes Al-Ittifaq, sebagai masukan untuk perbaikan manajemen administrasi unit agribisnis Ponpes Al-Ittifaq.
5.
Penulis, wadah mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama proses studi.
V
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pertanian Berkelanjutan Menurut Minami (1997), Rosario dan Lorica (1997) diacu dalam Farhani
(2003) sistem pertanian berkelanjutan adalah solusi untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh revolusi hijau. FAO (2001) mendefinisikan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai suatu praktek pertanian yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumberdaya lahan. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) juga diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam. Menurut Righby dan Caceres (2001) sudah banyak alternatif pendekatan atau contoh penerapan dari sistem pertanian berkelanjutan, yaitu Integrated Pest Management (IPM) yang dikembangkan oleh Carrol dan Risch pada tahun 1990, Integrated Crop Management LEAF pada tahun 1991, Low Input Agriculture, Low Input Sustainable Agriculture (LISA) yang dikembangkan oleh Edwards pada tahun 1987, Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) yang dikembangkan oleh Reintjess et al. pada tahun 1992, Agroecology oleh Altieri pada tahun 1995, Permaculture oleh Moolison dan Slay pada tahun 2000, Biodinamic Farming oleh Steiner pada tahun 1924 dan Organic Farming oleh Scofield pada tahun 1986. Salah satu penerapan dari sistem pertanian berkelanjutan yang banyak dilakukan di Indonesia adalah Integrated Farming System, yang dikembangkan oleh George Chan.
2.2
Konsep Sistem Pertanian Integrasi Konsep integrasi atau terpadu telah banyak digunakan sebagai
pendekatan dalam membuat sistem ataupun program baru yang diharapkan akan memajukan sektor pertanian. Integrasi atau keterpaduan ini dianggap dapat meningkatkan efisiensi. Konsep integrasi yang paling luas dan mencakup hampir seluruh elemen pertanian adalah sistem agribisnis. Menurut Gumbira-Said (2002) sistem agribisnis merupakan sistem yang terpadu, baik secara vertikal maupun horisontal (integrated farming). Agribisnis terpadu merupakan suatu bentuk pengeloIaan sistem agribisnis yang bertujuan untuk mengurangi risiko pasar, risiko produksi, dan risiko produk. Integrasi yang terjadi adalah integrasi antara subsistem usaha pengadaan input pertanian, subsistem usaha produksi pertanian atau usahatani (on-farm), subsistem usaha pengolahan hasil pertanian (agroindustri), dan subsistem usaha pemasaran. Terdapat tiga sistem yang dapat digunakan dalam membangun agribisnis terpadu, yaitu integrasi vertikal, integrasi horisontal, serta gabungan keduanya. Menurut Saragih (2000) integrasi vertikal adalah pengelolaan bisnis yang terintegrasi dari hulu ke hilir dan berada pada satu komando keputusan manajemen untuk menghindari resiko ekonomi. Melalui integrasi vertikal dapat dicapai efisiensi tertinggi, karena dapat mencapai skala ekonomi (economic of scale) dan terhindar dari masalah marjin ganda. Contoh dari integrasi vertikal adalah pada agribisnis ayam ras. Dimulai dari pengadaan pakan dan obat-obatan yang sesuai. Penyediaan pakan yang sesuai ini akan mungkin dilakukan bila industri pakan terintegrasi dengan kegiatan produksi bahan baku pakan. Integrasi vertikal ditujukan untuk memberikan jaminan pasar, pasokan, harga, efisiensi, dan kelangsungan sistem komoditas. Menurut Gumbira-Said (2002) integrasi vertikal hanya bisa terselenggara bila terdapat hubungan yang saling rnenguntungkan dan saling mendukung antar para pelaku bisnis dalam suatu
sistem komoditas. Misalnya, hubungan antara plasma sebagai petani dan inti sebagai pembeli, pengolah, dan pemasar. Integrasi horisontal adalah pengeIolaan usaha agribisnis dengan membangun keterpaduan atas beberapa komoditas. Misalnya seperti yang terjadi pada kelompok tani (klotan) hortikultura di Cipanas (Pacet segar). Pada klotan ini terjadi kegiatan yang saling mendukung antara Iini komoditas yang satu dengan lainnya, atau antara perusahaan agribisnis yang satu dengan perusahaan agribisnis lain pada komoditas usaha yang sama. Tujuan utama pembentukan integrasi horisontal adalah meningkatkan efisiensi, mengatur jadwal tanam dan jenis komoditi sesuai dengan permintaan, serta memenuhi volume dan mutu produk, memperkuat posisi tawar produsen. Selain itu dapat membantu mengurangi risiko produksi dengan pengiliran tanaman, mengurangi risiko harga dengan pengaturan jadwal tanam dan jenis komoditi, serta mengatur jumlah pasokan (Gumbira-Said 2002). Integrasi campuran merupakan kombinasi antara vertikal dan horisontal. Contoh pelaksanaan integrasi campuran adalah pada usaha minyak atsiri. Integrasi horisontal terjadi pada usaha penanaman berbagai komoditas tanaman yang mengandung minyak atsiri. Usaha-usaha tersebut juga terintegrasi secara vertikal dengan produsen minyak atsiri, serta usaha pemasaran yang terlibat dalam sistem komoditas tersebut (Gumbira-Said 2002). Konsep integrasi digunakan pula pada subsistem usahatani (on-farm). Konsep usahatani yang terintegrasi merupakan alternatif pendekatan atau contoh penerapan dari sistem pertanian berkelanjutan. Konsep ini dinamakan Integrated Farming System, bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sistem usahatani terintegrasi atau sistem usahatani terpadu. Pengertian usahatani integrasi menurut Suwandi (2005) adalah suatu kegiatan petani dalam memanfaatkan secara optimal dan terpadu lebih dari satu
komoditas pertanian, baik komponen usahatani pangan, palawija, hortikultura, ternak, dan ikan selama setahun. Sedangkan usahatani tidak terintegrasi hanya dengan satu komoditas selama setahun. Rural Industries Research and Development Corporation (RIRDC) (2002) menyebut sistem usahatani integrasi dengan bio-cyclo farming atau integrated biosystems yang didefinisikan sebagai sistem yang menghubungkan beberapa aktivitas produksi pangan yang berbeda, dengan aktivitas lain seperti pengolahan limbah dan pembuatan bahan bakar. Integrated biosystems adalah sistem pertanian dimana produksi dan konsumsi berlangsung pada suatu siklus tertutup, output
dari
suatu
operasi
menjadi
input
untuk
yang
lainnya
secara
berkesinambungan. Sistem ini memungkinkan adanya hubungan fungsional antara aktivitas produksi pangan yang berbeda, seperti pertanian, perikanan, dan industri
pangan,
dengan
aktivitas
lainnya
seperti
pengelolaan
limbah,
penggunaan air dan degenerasi bahan bakar. Pangan, pupuk, pakan ternak dan bahan bakar dapat diproduksi dengan input atau sumberdaya minimum. Sumberdaya tersebut dapat dikonversi, didaur ulang untuk mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Penelitian ini akan membahas pertanian integrasi berdasarkan definisi RIRDC (2002) ini, yang pada bahasan selanjutnya istilah integrated biosystems akan disebut sebagai usahatani integrasi. Departemen Pertanian juga telah menggunakan istilah ‘usahatani integrasi’ untuk konsep integrated biosystems yang dimaksud. Salah satu bentuk integrasi yang telah dilakukan di Indonesia adalah integrasi tanaman-ternak (ITT) atau pola Crop-Livestock System (CLS) dan integrasi tanaman-ternak-ikan (ITTI). Tanaman dapat berupa tanaman pangan atau tanaman perkebunan yang kemudian diintegrasikan dengan ternak sapi, domba, kambing, dan berbagai jenis ikan. Memadukan tanaman, ternak dan ikan pada sistem usahatani kecil mempunyai kelebihan ditinjau dari ekologi dan
ekonomi. Sistem ini secara kondusif telah melaksanakan konservasi sumberdaya alam, karena mendorong stabilitas habitat dan keanekaragaman kehidupan alami di lingkungan pertanian dan sekitarnya. Sistem terpadu ini mengoptimumkan penggunaan sumberdaya yang berasal dari usahatani itu sendiri maupun yang ada di sekitarnya, dan mendorong konservasi habitat daripada merusaknya. Sistem ini bersifat produktif dan menguntungkan karena melaksanakan daur ulang secara intensif. Limbah dari satu kegiatan dapat dimanfaatkan sebagai sumber hara kegiatan yang lain. Selain itu ikan merupakan sumber protein hewani untuk rumah tangga petani (Sutanto 2002) Pada Gambar 1 diilustrasikan sebuah alur dari usahatani integrasi yang dilakukan di Kamboja. Rumah tangga petani akan mendapatkan keuntungan berupa pangan dan bahan bakar (biogas). Tanaman dapat memanfaatkan limbah yang dihasilkan oleh ternak sekaligus tambahan nutrisi dari ikan. Limbah ternak dapat dimanfaatkan pula sebagai bahan baku pembuatan biogas. Ikan dapat membantu alur nutrisi untuk tanaman dan produksi biogas.
Gambar 1 Diagram Alur Integrated Farming System Sumber: Preston (2000)
Tjakrawiralaksana
(1983)
menyebut
usahatani
integrasi
sebagai
usahatani terpadu. Usahatani terpadu memiliki beberapa manfaat dilihat dari sudut petani dan keluarga. Penyelenggaraan usahatani integrasi mempunyai keuntungan sebagai berikut: 1.
Menyediakan kebutuhan pangan dan gizi yang bervariasi bagi keluarga petani.
2.
Memberikan
pendapatan
yang
tidak
tergantung
kepada
musim.
Pendapatan itu dapat diperoleh secara bersinambung dari waktu ke waktu dengan jarak yang tidak begitu lama. Selain itu usahatani tersebut dapat mengurangi resiko kegagalan hasil. 3.
Mengefektifkan tenaga kerja keluarga. Dengan usahatani integrasi pengangguran tak kentara dapat dihindarkan dan produktivitas tenaga kerja keluarga dapat ditingkatkan.
4.
Usahatani integrasi juga dapat meningkatkan produktivitas penggunaan lahan dan modal, serta menjaga kelestarian alam. Dengan usahatani integrasi kesuburan lahan akan dapat dipertahankan, berkat tersedianya pupuk kandang yang dihasilkan hewan ternak. Usahatani
integrasi
memiliki
bermacam-macam
tipe
berdasarkan
kopleksitasnya, menurut RIRDC (2002) ada 8 tipe usahatani integrasi, diantaranya adalah: (1)Simple connections: feses ternak digunakan sebagai pupuk untuk tanaman. (2)Intermediate connections: limbah organik-kompos atau vermikultur-tanaman. (3)Closed loops: ternak-pupuk kandang-pupuk tanamanpakan ternak-ternak. (4)Fuel generation: limbah organik-biodigester-biogas. (5)Remediation dan nutrient recovery: feses dipompa ke dalam danau yang ditanami tanaman air terapung yang berserat tinggi. Tanaman-tanaman ini dapat meningkatkan kadar nutrisi air sehingga air dapat digunakan untuk irigasi.
(6)Multiple water use: bendungan daur ulang yang memungkinkan penggunaan air yang sama untuk pertumbuhan beberapa komoditas seperti ikan, udang, dan padi. (7)Use of industrial by-products: proses fermentasi menghasilkan residu organik, panas, dan karbon dioksida. Panas dan residu organik digunakan untuk budidaya ikan, karbon dioksida untuk pembuatan minuman berkarbonasi, panas dan karbon dioksida dapat membantu proses pertumbuhan tanaman hidroponik di rumah kaca. (8) Settlement design: integrasi dari sistem biologi yang sudah ada dengan kediaman-kediaman individu dan komunitas lokal, contohnya seperti produksi makanan dan penanganan limbah. Tipe usahatani integrasi yang dilakukan ponpes mendekati tipe closed loops. Tipe ini adalah tipe usahatani integrasi yang memadukan ternak, pupuk kandang, pupuk untuk tanaman, pakan ternak, dan ternak. Kelima elemen ini telah dimiliki ponpes dan ditambah lagi dengan adanya ikan yang memanfaatkan limbah tanaman dan ternak. Beberapa pola usahatani integrasi telah diaplikasikan di beberapa negara yang sistemnya disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia di masingmasing negara. Filipina telah mengembangkan usahatani integrasi tipe multiple water use, dengan pola Livestock-Fisheries System (LFC) sejak tahun 1970, yang merupakan integrasi ternak babi dan bebek dengan ikan. Indonesia telah mulai mengadosi sistem ini. Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Timur terdapat usahatani integrasi simple connections dengan pola Crop-Livestock System (CLS), yang merupakan integrasi tanaman pangan dan ternak. Pada daerah lainnya yaitu di Bengkulu terdapat usahatani integrasi yang biasa disebut SISKA (Sistem Integrasi Sapi dengan Kelapa Sawit), yang merupakan integrasi tanaman kelapa sawit dengan ternak sapi.
2.3
Kajian Empiris tentang Sistem Pertanian Integrasi Berbagai penelitian mengenai pola-pola pertanian integrasi yang dapat
diterapkan telah banyak dilakukan. Seperti Thailand, Cina, Vietnam, India dan Bangladesh. Bangladesh telah menerapkan pertanian integrasi sesuai dengan kondisi alam dan sumberdaya yang mereka miliki. Taj-Uddin (1997) mengatakan bahwa hampir 90 persen petani Bangladesh memiliki ternak dan unggas untuk menghasilkan pangan seperti susu, daging, telur dan keperluan lainnya seperti kulit, bulu, wool, pupuk kandang dan bahan bakar (biogas). Ternak dan unggas tersebut diintegrasikan satu sama lain dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan menghemat biaya usahatani. Penghematan biaya yang dimaksud adalah penghematan biaya tunai. Selain itu ikan selalu menjadi bagian penting dari usahatani integrasi yang dilakukan di daerah pedesaan Bangladesh. Di Filipina, hasil analisis ekonomi dan kelayakan usaha menunjukkan pola integrasi ternak-ikan sangat menguntungkan (Maramba et al. 1978, diacu dalam Arboleda 2004). Untuk mempromosikan teknologi ini, Philippine Council for Aquatic and Marine Research and Development (1990) telah menerbitkan manual atau SOP (Standard Operation Procedure) untuk Integrated CropLivestock-Fish Farming System. Walaupun pengadopsian teknologi ini masih lambat, telah ada beberapa wirausaha yang menerapkan teknologi ini yaitu Yaptenco Farm (babi-ikan) dan Maya Farms (ternak-biogas-ikan). Keduanya menyatakan telah mendapatkan keuntungan dari sistem integrasi ini. Alat analisis yang digunakannya adalah analisis investasi karena kedua perusahaan menaruh investasi yang besar di mesin pengolah biogas. Daerah-daerah di Indonesia mulai banyak yang menerapkan pertanian integrasi. Salah satunya adalah Kabupaten Lampung Utara. Analisis pendapatan usahatani pada pertanian lada terintegrasi ternak kambing di Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara yang dilakukan oleh Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Lampung (BPTP Lampung) pada tahun 2002, memperlihatkan bahwa dengan pemeliharaan ternak kambing dapat memberikan tambahan pendapatan petani lada Rp 4.088.760,00 per hektar per tahun, yang terdiri atas pendapatan kambing Rp 1.188.760,00 dan tanaman lada Rp 2.900.000,00 per hektar per tahun dengan nilai rasio R/C 1,8, sedangkan cara bertani tanpa integrasi ternak kambing hanya Rp 1.315.000,00 per hektar per tahun dengan nilai rasio R/C 1,6. Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengenai struktur pendapatan usahatani tanaman pangan dipadukan dengan ternak sapi di Indonesia, tampak bahwa usahatani tersebut memiliki pendapatan yang lebih baik dibandingkan usahatani yang dilakukan secara parsial atau berdiri sendiri (Tabel 3). Tabel 3 Perbandingan Penerimaan dan Keuntungan Usahatani Tanaman Pangan dan Ternak Sapi yang Dikelola Secara Parsial dan Terpadu Menurut Agroekosistem di Indonesia, 2003 Uraian
Parsial (Rp 000/ha/thn) T. Pangan Sapi Total
Terpadu (Rp 000/ha/thn) T. Pangan Sapi Total
Sawah irigasi a. Penerimaan 16.665 27.275 46.971 18.115 28.701 50.005 b. Biaya 8.458 25.523 37.012 8.068 26.235 37.492 c. Pendapatan 8.208 1.752 9.960 10.048 2.466 12.514 d. Rasio R/C 1,97 1,07 1,27 2,25 1,09 1,33 Sawah tadah hujan a. Penerimaan 13.532 25.392 38.924 14.352 27.162 41.514 b. Biaya 7.246 23.486 30.733 6.936 24.407 31.696 c. Pendapatan 6.286 1.906 8.191 7.417 2.755 9.819 d. Rasio R/C 1,87 1,08 1,27 2,07 1,11 1,31 Lahan kering a. Penerimaan 9.756 26.982 36.738 10.050 28.338 38.388 b. Biaya 6.300 25.008 31.308 5.912 24.936 30.848 c. Pendapatan 3.456 1.974 5.430 4.138 3.402 7.540 d. Rasio R/C 1,55 1,08 1,17 1,70 1,14 1,24 Keterangan: pola tanam dalam setahun yang dianalisis adalah padi-padi-jagung, dan pemeliharaan sapi rata-rata 2 ekor dengan lama pemeliharaan 4 bulan. Sumber: Kariyasa (2005)
Penerimaan dan pendapatan petani lahan irigasi yang mengelola tanaman pangan diintegrasikan dengan ternak sapi lebih tinggi masing-masing 6,46 persen dan 25,64 persen dibandingkan petani yang mengelola usaha
tersebut secara parsial. Begitu pula dengan petani sawah tadah hujan mampu meningkatkan penerimaan dan pendapatan sebesar 6,65 persen dan 19,87 persen. Sementara pada lahan kering, pola integrasi tanaman-ternak mampu meningkatkan penerimaan dan pendapatan masing-masing sebesar 4,49 persen dan 38,87 persen. Pada semua agroekosistem terlihat pola integrasi tanamanternak mampu meningkatkan efisiensi yang dicirikan oleh membaiknya nilai rasio R/C. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu (BPTP Bengkulu) melakukan kajian sosial ekonomi pada sistem integrasi sapi dan kelapa sawit (SISKA) yang dilakukan PT. Agricinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya sapi meringankan kerja pemanen dalam mengumpulkan tandan buah segar sehingga meningkatkan kemampuan kerja pemanen dari areal kerja 10 hektar menjadi 15 hektar. Ternak sapi menghasilkan feses yang potensial untuk dijadikan kompos untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan biaya produksi. Hasil samping perkebunan kelapa sawit (pelepah, daun, rumput, solid, bungkil inti sawit) dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Tahun awal usaha adalah tahun 1997 dan tahun akhir 2003, dengan tingkat bunga 19,5 persen per tahun. Analisis kelayakan menunjukkan bahwa pada skala usaha 6 ekor induk dan 1 ekor jantan memberikan gambaran bahwa usaha tersebut menuju usaha yang komersial dengan nilai rasio R/C sebesar 3,13; NPV sebesar Rp 22.425.000,00 dan IRR diatas 50 persen. Hasil-hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa dengan integrasi komoditas yang dilakukan dapat memberikan tambahan manfaat bagi petani. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk menganalisis pendapatan usahatani dengan mengintegrasikan tiga komoditas usahatani yaitu sayuran, ternak (sapi perah dan domba) dan ikan, dimana di dalamnya terdapat proses daur ulang limbah ternak menjadi pupuk organik. Selain itu akan dilihat apakah
integrasi dengan tiga komoditas ini masih dapat memberikan keuntungan bagi ponpes.
2.4
Pola Tanam Usahatani Pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan
dengan mengatur pola pertanaman. Pola pertanaman adalah suatu susunan tata letak dan tata urutan tanaman pada sebidang tanah selama periode tertentu, termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah dan bera (Setjanta 1983). Pada lahan intensif yang mengutamakan pada keanekaragaman, biasanya terdiri lebih dari satu jenis tanaman (diversifikasi): umbi-umbian, sayuran, toga (tanaman obat keluarga), legum dan buah-buahan. Pergiliran tanaman dapat dilaksanakan untuk setiap petak. Nilai nutrisi masing-masing tanaman dipertimbangkan dalam mengembangkan intensifikasi lahan. Alasan utama dari diversifikasi tanaman ini adalah stabilisasi dalam pendapatan pertanian dan menghindari ketergantungan serta mengurangi resiko akan harga jual yang tidak menentu, selain itu diversifikasi juga dilakukan untuk memperbaiki keseimbangan gizi keluarga petani sehingga sebagian besar dari keperluan hidup sehat dapat terpenuhi dan diperoleh dari hasil usahatani sendiri. Menurut Sutanto (2002) kemungkinan intensifikasi lahan yang dapat dikembangkan salah satunya adalah yang dipadukan dengan pengembangan ternak. Menurut
Halcrow
(1992)
diversifikasi
usahatani
dapat
berbentuk
kombinasi usaha tanaman dan ternak; kombinasi tanaman yang memiliki tipe pertumbuhan yang berbeda; dan kombinasi dari beberapa usahatani ternak. Alasan petani melakukan diversifikasi adalah: 1.
Meningkatkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki petani, khususnya tenaga kerja. Diversifikasi dapat menyebabkan kesempatan kerja pada beberapa
cabang
usahatani
dengan
beberapa
komoditas
yang
diusahakan sepanjang tahun. Sumberdaya dapat digunakan secara optimal. 2.
Mengurangi resiko terutama
yang berkaitann dengan pendapatan.
Kegagalan dari suatu cabang usaha, termasuk resiko turunnya harga dapat ditutupi oleh cabang usahatani lainnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wicaksono (2006) yang dilakukan di Kabupaten Cianjur. Tingkat pendapatan petani lahan luas lebih tinggi dari petani lahan sempit, karena petani lahan luas lebih berdiversifikasi dibandingkan petani lahan sempit. Hal ini diketahui dari penghitungan indeks diversifikasi dihasilkan nilai yang lebih tinggi pada petani lahan luas. Usahatani sayuran ponpes menerapkan pola pergiliran tanaman yang sangat kompleks. Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji sejauh mana manfaat yang diperoleh dengan menerapkan pola pergiliran tanaman.
2.5
Kajian Empiris Pendapatan Usahatani Sayuran Pada bagian ini dipaparkan beberapa hasil penelitian mengenai usahatani
sayuran. Dikarenakan belum terdapat kajian pendapatan mengenai usahatani sayuran yang diintegrasikan dengan ternak dan ikan, nilai pendapatan yang akan digunakan sebagai pembanding bagi usahatani sayuran adalah nilai pendapatan dari usahatani sayuran monokultur yang dilakukan di daerah Jawa Barat. Pada penelitian Ramadhani (2001) mengenai analisis pendapatan usahatani sayuran tomat monokultur di Desa Alam Endah, usahatani tomat yang diusahakan dapat memberikan penerimaan total sebesar Rp 40.840.000,00 per hektar pada satu musim tanam. Total biaya yang dikeluarkan adalah Rp 20.202.577,00 dengan rincian 89,91 persen adalah biaya tunai dan 10,09 persen adalah biaya tidak tunai, sehingga pendapatan bersih yang diterima adalah sebesar Rp 20.637.423,00. Sebagian besar biaya yang dikeluarkan adalah untuk
biaya tunai. Komponen biaya tunai untuk sarana produksi terbesar berturut-turut adalah biaya untuk fungisida 15,63 persen, insektisida 15,34 persen dan pupuk kandang 14,85 persen dari total biaya tunai. Pada penelitian Zuliana (2003) mengenai analisis pendapatan usahatani kubis di Desa Pulosari, Pengalengan Jawa Barat, usahatani kubis memberikan penerimaan total sebesar Rp 18.000.000,00 per hektar per musim tanam. Total biaya yang dikeluarkan adalah Rp 10.401.741,88 dengan rincian 89,92 persen adalah biaya tunai dan 10,08 persen adalah biaya tidak tunai, sehingga pendapatan bersih yang diterima adalah Rp 7.598.258,12. Komponen biaya terbesar adalah biaya tunai pupuk kandang yaitu 22,83 persen dari total biaya. Biaya tunai untuk pembelian pupuk kandang dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali apabila petani memelihara ternak. Hal ini tentu akan meningkatkan pendapatan dari usahatani sayuran yang dilakukan.
2.6
Usaha Peternakan Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini masih dalam skala
usaha yang kecil (2-5 ekor) dan dianggap sebagai usaha sampingan tanpa memperhatikan laba apalagi mementingkan kualitas produk yang dihasilkan. Usahatani ternak yang dilakukan jauh dari teknologi dan tidak dikelola dengan manajemen yang baik. Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di pedesaan dalam skala kecil. Komposisi peternak yang mempunyai ternak sapi perah kurang dari 4 ekor diperkirakan mencapai 80 persen, 4-7 ekor sebesar 17 persen, dan 3 persen yang memiliki lebih dari 7 ekor. Dari komposisi tersebut dapat diperkirakan bahwa 64 persen produksi susu segar di Indonesia berasal dari peternak skala kecil, 28 persen dari peternak skala sedang, dan 8 persen dari skala besar (Erwidodo 1993).
2.6.1
Ternak Sapi Perah Di Indonesia sapi perah yang umum diternakkan adalah bangsa sapi
Frisian Holstein (FH) dan peranakannya (Sudono 1999). Bangsa sapi perah FH memiliki sifat jinak, mudah dikuasai, dan tidak tahan panas. Sapi FH merupakan bangsa sapi yang tertinggi produksi susunya dibandingkan dengan bangsabangsa sapi perah yang lainnya baik di daerah tropis maupun daerah iklim sedang. Suhu kritis untuk sapi FH adalah 27°C (Ratnawati 2002). Sapi FH mampu memproduksi susu sebanyak 7.245 kg dalam satu kali masa laktasi, yaitu sekitar sepuluh bulan. Sapi Jersey menghasilkan 4.957 kg, sapi Guersney menghasilkan 5.205 kg, dan sapi Ayrshire menghasilkan 5.685 kg dalam satu kali masa laktasi (Sudono 1999). Sapi yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilkan susu yang lebih sedikit dibandingkan dengan sapi yang tidak bunting. Hal ini akan terlihat jelas jika sapi bunting 7 bulan sampai beranak, maka produksi susu akan menurun. Susu dihasilkan oleh sapi yang sedang mengalami laktasi. Masa laktasi adalah masa sapi menghasilkan susu, yaitu masa antara waktu beranak dengan masa kering. Produksi susu seekor sapi sedikit demi sedikit akan naik sampai bulan ke dua masa laktasi, kemudian produksi akan menjadi konstan kembali pada bulan ketiga dan selanjutnya berangsur-angsur menurun sampai berakhirnya masa laktasi sekitar bulan kesepuluh jika sapi beranak tiap tahun. Rataan produksi susu sapi laktasi adalah 13 kg per hari (Sudono 1999). Penelitian menunjukkan bahwa sapi-sapi yang bertubuh lebih besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang bertubuh kecil (berumur sama). Hal ini disebabkan sapi bertubuh besar, makan lebih banyak sehingga bermetabolisme tinggi dan menghasilkan susu yang lebih banyak.
2.6.2
Ternak Domba Potong Domba merupakan ternak yang telah lama dikembangkan di Indonesia,
karena tergolong mudah untuk membudidayakannya. Domba memiliki toleransi yang tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak dan memiliki daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga dapat diternakkan di mana saja dan dapat berkembang biak sepanjang tahun (Mulyono 2005). Sedangkan menurut Sugeng (2000) domba memberikan beberapa keuntungan, antara lain: (a)mudah beradaptasi dengan lingkungan, (b)memiliki sifat hidup berkelompok, (c)cepat berkembang biak, (d)modal kecil. Salah satu domba yang biasa dipelihara di Indonesia adalah domba ekor tipis. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia. Sekitar 80 persen populasinya ada di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mampu hidup di daerah yang gersang. Tubuh domba ini tidak berlemak sehingga daging yang dihasilkan pun sedikit. Namun beberapa orang menyatakan bahwa daging domba ini lebih enak daripada domba bangsa lainnya (Mulyono 2005). Dalam usaha penggemukan domba potong dihasilkan beberapa produk sampingan berupa domba afkir dan feses domba yang dapat dijual kembali. Sehingga dapat memberikan tambahan pendapatan bagi petani.
2.6.3
Kajian Empiris Pendapatan Usahatani Ternak Penelitian mengenai pendapatan usahatani ternak sapi perah pernah
dilakukan sebelumnya oleh Vidiayanti (2004) pada usaha peternakan sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui total penerimaan yang diperoleh keluarga yang mengusahakan sapi perah dalam satu masa laktasi (305 hari) adalah sebesar Rp 69.086.100,00. Produksi susu sapi untuk satu periode laktasi adalah 2.874,05 liter per ekor. Rata-rata kepemilikan
sapi adalah 9 ekor per petani. Sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp 61.395.100,00 dengan rincian 72,05 persen adalah biaya tunai dan 27,95 persen adalah biaya tidak tunai, sehingga pendapatan bersih yang diterima adalah sebesar Rp 7.691.000,00. Komponen biaya terbesar adalah biaya untuk pakan ternak, yaitu konsentrat, ampas tahu dan hijauan (tidak tunai) yaitu masingmasing sebesar 25,81 persen, 20,29 persen dan 11,92 persen dari total biaya. Biaya-biaya ini tentu dapat diminimalisir apabila petani dapat mencari alternatif pakan ternak yang lebih murah. Dalam penelitian ini akan dilihat tambahan manfaat yang didapat dengan mengintegrasikan ternak dengan tanaman dan ikan.
2.6.4
Pakan Ternak Secara garis besar pakan ternak dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak pada bahan keringnya. Kelompok hijauan terdiri dari hijauan kering dan hijauan segar. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan dan mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif banyak tetapi jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson 1993). Menurut Sudono (1999) sapi laktasi dengan bobot 450 kg dan rataan produksi susunya 13 kg per hari dapat diberikan pakan hijauan sebesar 20,75 kg atau rumput gajah 7,6 kg dan konsentrat 6,05 kg. Hijauan dapat berupa rumput, gulma atau hasil samping tanaman. Hasil samping tanaman dapat berupa brangkasan atau serasah sisa panen. Tanaman kacang-kacangan dan umbiumbian biasanya menghasilkan hasil samping berupa serasah dan dedaunan yang cukup tinggi. Menurut Thahir (1982) kandungan protein pada daun kacang-kacangan dan daun tanaman umbi lebih tinggi daripada jerami dan daun jagung yaitu
masing-masing sebesar 6,3 kg dan 8,6 kg protein tiap 100 kg (Tabel 4). Jika produksi limbah tanaman dapat dihitung, maka dapat dihitung pula sumbangan tanaman terhadap pengadaan pakan ternak. Sebaliknya dapat diperkirakan juga jumlah ternak yang dapat diusahakan dengan menggunakan limbah tanaman sebagai sumber makanannya. Tabel 4 Susunan Bahan Makanan yang Terkandung pada Hasil Samping Tanaman Setiap 100 kg No
Hasil Samping
1 Padi/jerami 2 Daun jagung 3 Daun kacang-kacangan 4 Daun tanaman umbi Sumber: Thahir (1982)
2.6.5
Kandungan Protein Tiap 100 kg (kg) 0,9 1,2 6,3 8,6
Bahan Makanan yang dicerna tiap 100 kg (kg) 39,4 16,3 57,8 51,4
Bahan Kering tiap 100 kg (kg) 92,5 24,0 91,4 90,7
Produksi Feses Ternak Jumlah kotoran padat (feses) dan cair (urine) yang dihasilkan masing-
masing ternak dalam sehari berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh kondisi dan jenis hewan serta jumlah dan jenis pakan hewan tersebut (Musnamar 2003). Jumlah kotoran per hari beberapa jenis ternak disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 No
Produksi Kotoran Padat dan Cair dari Beberapa Jenis Ternak Dewasa
Jenis Ternak
1 Sapi 2 Kuda 3 Babi 4 Kambing 5 Ayama Sumber: Musnamar (2003)
Jumlah Kotoran (kg/hari) Kotoran Padat (feses) 23,59 16,10 2,72 1,13 0,05
Kotoran Cair (urine) 9,07 3,63 1,59 0,68 -
Sedangkan hasil uji coba pembuatan kompos oleh BPTP Jawa Barat di Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, dari 15.400 kg feses sapi diperoleh sebanyak 7.200 kg kompos siap pakai. Berarti penyusutan yang terjadi adalah 53 persen. Karena itu diperlukan feses yang cukup banyak untuk dapat memenuhi kebutuhan kompos.
Untuk menghitung produksi feses pada jenis ternak lain dapat digunakan angka konversi satuan ternak. Dalam penelitian ini yang dipakai menjadi dasar adalah satuan ternak dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan 2006 (Tabel 6). Tabel 6 Satuan Hitung Ternak
Jenis Ternak Satuan Hitung Ternak (ST) Sapi dewasa 1,000 Sapi dara 0,500 Sapi pedet 0,250 Domba dewasa 0,140 Domba muda 0,070 Domba anak 0,035 Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2006)
Feses sapi memiliki kandungan C/N rasio yang masih tinggi sehingga apabila diberikan secara langsung belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh tanaman. Umumnya feses sapi masih banyak mengandung bahan organik segar yang sangat kasar sehingga akan mempengaruhi daya retensi terhadap air. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya fermentasi untuk merombak bahan-bahan yang sukar diserap tanaman agar menjadi siap diserap secara langsung oleh tanaman (Ishaq 2002). Proses fermentasi yang dimaksud misalnya adalah proses pengomposan. Sebagian feses ternak yang dihasilkan sapi milik ponpes telah tercampur dengan sisa pakan hijauan yang terdapat di dalam kandang. Campuran feses dan sisa pakan ini juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat kompos. Menurut Gunawan et al. (2000), diacu dalam Ishaq (2002) feses ternak yang tercampur dengan sisa-sisa makanan dari pakan dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik yang sangat baik bagi tanaman sayuran, karena memiliki nitrogen, potasium dan serat kasar tinggi.
2.6.6
Pupuk Organik Menurut Musnamar (2003) pupuk organik merupakan pupuk dengan
bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan tanah. Pupuk organik yang dipadukan dengan pupuk kimia dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaan pupuk, baik pada lahan sawah maupun lahan kering. Kandungan unsur hara dalam pupuk organik lebih sedikit daripada pupuk kimia. Namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibanding pupuk kimia (Musnamar 2003). Pupuk organik tidak meninggalkan residu pada hasil tanaman sehingga aman bagi konsumen. Beberapa jenis pupuk organik berdasarkan bahan dasarnya antara lain pupuk kandang dan kompos. Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang paling umum dan sering digunakan oleh petani. Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi feses padat dan cair hewan ternak. Menurut Musnamar (2003) Jumlah feses padat dan cair yang dihasilkan masing-masing ternak dalam sehari berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh kondisi dan jenis hewan serta jumlah dan jenis pakan hewan tersebut. Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh jenis ternak, umur dan kondisi ternak, macam pakan, bahan hamparan yang digunakan, serta perlakukan dan penyimpanan pupuk sebelum diaplikasikan ke lahan. Kompos ialah pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahanbahan tanaman atau limbah organik (Musnamar, 2003). Menurut Gaur (1977) tujuan dari pengomposan adalah memperbaiki dan mendaur ulang sisa-sisa hasil pertanian, melindungi kesehatan masyarakat umum dan mempertahankan atau
memperbaiki kualitas lingkungan. Di lingkungan alam terbuka kompos bisa terbentuk sendiri melalui proses alami. Kompos alami ini biasanya disebut humus. Tetapi proses tersebut bisa dipercepat dengan bantuan manusia, sehingga menghasilkan kompos yang berkualitas lebih baik dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ada dua cara untuk mempercepat terjadinya pelapukan bahan organik, yaitu pengaturan suhu dan kelembaban atau dengan pemberian mikroorganisme pengurai sebagai starter atau aktivator. Selain itu dengan adanya pupuk organik, penggunaan pupuk kimia dapat dikurangi. Berdasarkan rekomendasi pemupukan yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian bulan Januari 2007, disebutkan bahwa pemakaian 2 ton kompos atau 2 ton pupuk kandang per hektar dapat mengurangi penggunaan urea sebesar 50 kg/ha.3 Tabel 7 Perbandingan Penggunaan Pupuk Anorganik dengan dan Tanpa Penggunaan Pupuk Organik pada Usahatani Padi pada Petani Contoh Menurut Agroekosistem, 2003 Uraian Tanpa Pupuk Kandang (kg) a. Urea b. SP 36/TSP c. KCl Total Dengan Pupuk Kandang (kg) a. Urea b. SP 36/TSP c. KCl Total Perubahan (%) a. Urea b. SP 36/TSP c. KCl Total Sumber: Kariyasa (2005)
Sawah Irigasi
Agroekosistem Lahan Sawah Kering Tadah Hujan
Agregat
278,50 106,50 104,50 489,50
264,83 88,83 87,67 441,33
200,33 46,67 41,67 288,67
247,89 80,67 77,94 406,50
168,50 70,50 56,50 295,50
181,33 60,83 43,50 285,67
126,67 16,67 11,67 155,00
158,83 49,33 37,22 245,39
-39,50 -33,80 -45,93 -39,63
-31,53 -31,52 -50,38 -35,27
-36,77 -64,29 -72,00 -46,30
-35,93 -38,84 -52,25 -39,63
Data empiris perbedaan penggunaan pupuk anorganik sebelum dan sesudah adanya pemakaian pupuk kandang pada usahatani padi pada tiga jenis agroekosistem disajikan pada Tabel 7. Sebelum adanya penggunaan pupuk 3
Harian Kompas, 6 April 2006
kandang, total penggunaan pupuk anorganik di tingkat petani berkisar 2,8-4,9 kwintal
per
hektar,
sedangkan
sesudah
penggunaan
pupuk
kandang,
penggunaan pupuk anorganik hanya 1,6-3,0 kwintal per hektar. Dengan demikian penggunaan pupuk kandang telah mampu menghemat penggunaan pupuk organik berkisar 35-46 persen. Penggunaan pupuk organik juga terbukti memberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik bagi tanaman. Penelitian BPTP Jawa Barat di Desa Alam Endah pada tahun 2002, didapatkan hasil bahwa dengan menggunakan pupuk kompos pertumbuhan bawang daun pada fase vegetatif pada petani kooperator lebih baik dibandingkan pertumbuhan bawang daun yang ditanam petani non kooperator. Hal ini dapat dilihat dari tinggi tanaman dan jumlah tunas daun, dimana bawang daun yang ditanam petani kooperator lebih tinggi 9 persen, lebih banyak tunasnya 17 persen, dan meningkat hasilnya 35,7 persen dibandingkan dengan tanaman bawang daun yang ditanam petani non kooperator. Pondok pesantren memproduksi beberapa jenis pupuk organik yang digunakan untuk input usahataninya. Pupuk-pupuk yang diproduksi adalah pupuk daun, pupuk kompos, dan pupuk kandang. Dengan memproduksi pupuk organik sendiri, ponpes dapat menghemat biaya pembelian input pupuk. Dari penelitian BPTP Jawa Barat di Desa Alam Endah pada tahun 2002, diketahui bahwa setiap musim tanam petani membeli pupuk kandang dari Bogor dan Tangerang, dan mengaplikasikan 10 ton per hektar pupuk kandang, dengan harga Rp 170,00 per kg, sehingga nilainya sebesar Rp 1.700.000,00 per hektar. Sedangkan petani yang menggunakan pupuk kompos buatan sendiri, hanya mengaplikasikan 7,5 ton per hektar kompos dengan biaya yang dihabiskan sebesar Rp 98,00 per kg, atau bernilai Rp 735.000,00 per hektar. Sehingga penghematan yang dilakukan dengan menggunakan kompos adalah sebesar Rp 965.000,00 per hektar.
Dalam penelitian ini akan dihitung harga pokok produksi dari pupuk-pupuk organik yang diproduksi ponpes. Dari harga pokok produksi ini akan dapat dirumuskan sebuah nilai penghematan yang didapat dengan memproduksi sendiri pupuk organiknya.
2.7
Usahatani Ikan Jenis kolam berbeda-beda jika dilihat dari fungsinya, salah satu jenis
kolam yang paling banyak dibuat oleh petani adalah kolam pembesaran. Menurut Susanto (2005) kolam pembesaran adalah kolam yang digunakan untuk membesarkan ikan hingga siap jual atau siap konsumsi. Ikan yang sudah melalui tahap pendederan biasanya akan dipelihara dalam kolam pembesaran. Kolam pembesaran ikan tradisional biasanya berukuran sama atau lebih besar dibandingkan dengan kolam pendederan. Menurut Prihatman (2000) pemupukan dilakukan satu tahun sekali pada saat kolam dikeringkan. Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyak-banyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 500-700 gram per m2. Berdasarkan hasil penelitian Edward et al. (1985), diacu dalam Dewi (1992) integrasi ternak dengan ikan mungkin akan menguntungkan jika dipilih jenis ternak dan ikan yang mampu menggunakan bahan pakan yang murah dan mudah diperoleh. Jenis ikan yang cocok untuk diintegrasikan dengan ternak adalah ikan mujair dan ikan lele. Pemeliharaan pembesaran ikan mujair dapat dilakukan secara polikultur maupun monokultur. Polikultur dengan proporsi ikan mujair 50 persen, ikan tawes 20 persen, dan mas 30 persen, atau ikan mujair 50 persen, ikan gurame 20 persen dan ikan mas 30 persen. Pemeliharaan sistem monokultur merupakan
pemeliharaan terbaik dibandingkan dengan polikultur dan pada sistem ini dilakukan pemisahan antara induk jantan dan betina. Pembesaran ikan mujair pun dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa hapa berukuran 1 x 2 m sampai 2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan kedalaman kolam (Soeseno 1982). Makanan alami ikan lele berupa zooplankton, fitoplankton, larva, cacingcacing, dan serangga air. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein dan kotoran yang berasal dari kakus. Makanan tambahan juga diperlukan oleh lele, berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan, tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai (Prihatman 2000). Pemanenan ikan mujair dapat dilakukan dengan cara panen total dan panen sebagian. Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu (untuk pemanenan benih). Panen total dilakukan untuk menangkap atau memanen ikan hasil pembesaran. Umumnya umur ikan mujair yang dipanen berkisar antara 5 bulan dengan berat berkisar antara 30-45 gram per ekor. Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, ataupun sewaktu-waktu jika diperlukan. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200 gram per ekor. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan menggunakan waring yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati untuk menghindari lukanya ikan (Prihatman 2000). Pembahasan tentang usahatani ikan dalam penelitian ini tidak akan dibahas secara rinci. Bagian terpenting yang akan dijelaskan adalah mengenai tambahan manfaat yang diperoleh apabila ikan diintegrasikan dengan tanaman dan ternak.
III
3.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang terletak di
Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali (d/h Ciwidey), Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena Ponpes Al-Ittifaq merupakan salah satu ponpes yang menerapkan sistem pertanian integrasi dengan mengintegrasikan sayuran, ternak dan ikan. Selain itu Ponpes Al-Ittifaq telah menjadi model percontohan agribisnis pada lingkungan Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) berdasarkan SK Mentan No. 55 Tahun 1997. Kegiatan pengambilan data dilakukan pada Maret-April 2007.
3.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif baik
primer maupun sekunder dalam kurun waktu satu tahun ke belakang (April 2006Maret 2007). Data primer diperoleh dari wawancara langsung pada responden terpilih. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai keragaan usahatani integrasi ponpes, termasuk didalamnya mengenai penggunaan sarana produksi, biaya-biaya produksi usahatani sayuran, ternak dan ikan, harga-harga input dan output, pengolahan pupuk organik serta data lain yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen arsip Ponpes Al-Ittifaq, artikel dari majalah dan internet, jurnal elektronik baik dalam maupun luar negeri, serta literatur terkait dari berbagai instansi seperti Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Balai Penelitian Veteriner (Balitvet), Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Perpustakaan
LSI-IPB dan instansi lain yang terkait. Data sekunder mencakup keadaan umum daerah, keragaan usahatani sayuran, ternak dan ikan, pengelolaan limbah, harga-harga input dan output, data produksi sayuran, data penjualan, dan lainlain. Disamping itu juga diperoleh dari studi literatur serta hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dipilah serta dianalisis untuk kemudian dideskripsikan untuk menjawab tujuan penelitian. Cara yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah: 1.
Teknik
observasi,
yaitu
teknik
pengumpulan
data
dengan
cara
mengadakan pengamatan langsung di lokasi penelitian. 2.
Teknik wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan komunikasi langsung dengan responden dan informan terpilih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.
3.3
Responden Penelitian Responden yang diambil pada penelitian ini adalah pimpinan ponpes, staf
humas, santri, mandor kebun, penyuluh lapang, masyarakat sekitar, dan aparat desa setempat. Teknik pemilihan responden adalah dengan teknik snowball. Yaitu teknik dimana responden yang dipilih merupakan rekomendasi dari responden sebelumnya, begitu pula selanjutnya responden yang sedang diwawancara akan merekomendasikan responden tertentu untuk menguatkan keabsahan data penelitian. Berikut adalah jenis informasi yang didapatkan dari masing-masing responden (Tabel 8).
Tabel 8 Perolehan Data Primer pada Pondok Pesantren Al-Ittifaq Sumber Jenis Informasi H. Fuad Affandy 1. Gambaran umum ponpes (sejarah dan (pemiliki ponpes) perkembangan) 2. Keterkaitan ponpes dengan instansi dan lembaga lain yang terkait dengan pengembangan agribisnis ponpes Djedje, SP. 1. Konsep usahatani integrasi yang dijalankan ponpes (Penyuluh Pertanian 2. Pola pergiliran tanaman Ahli, Dinas Pertanian, 3. Asal usul bakteri MFA Kab. Bandung) 4. Asal usul pestisida organik Santri mukim 1. Kegiatan di kebun dan kandang secara umum (mandor, pemasaran 2. Hasil panen/produksi sayuran dan ternak dan humas ponpes) 3. Hasil penjualan sayuran dan ternak 4. Kegiatan pemasaran 5. Keterkaitan ponpes dengan instansi dan lembaga lain yang terkait dengan pengembangan agribisnis ponpes Santri kobong 1. Kegiatan rinci di kebun dan kandang (kebun, kandang dan 2. Output yang dihasilkan pada saat panen pengemasan) 3. Kegiatan pengemasan, limbah yang dihasilkan setelah pengemasan Buruh tani 1. Budidaya sayuran secara umum 2. Harga input dan output di daerah penelitian Peternak 1. Berternak secara umum 2. Harga input dan output di daerah penelitian Penjual ikan 1. Budidaya ikan secara umum 2. Harga input dan output di daerah penelitian
3.4
Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat keadaan umum dan proses produksi sistem pertanian integrasi yang dilakukan Ponpes Al-Ittifaq. Analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani dan analisis rasio R/C. Tahap analisis data yang dilakukan adalah transfer data ke bentuk tabulasi, editing serta pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel dan kalkulator, dilanjutkan dengan interpretasi data.
3.4.1
Harga Transfer Harga transfer adalah harga pertukaran barang dan jasa antar divisi
dalam suatu organisasi yang sama dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut. Harga transfer selalu mengandung unsur laba didalamnya. Harga transfer dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan harga pokok produk sampingan yang ditransfer dari usahatani sayuran (divisi penjual) ke usahatani ternak dan ikan (divisi pembeli) dan sebaliknya. Limbah yang dimasud adalah brangkasan, sayuran afkir, dan pupuk organik. Pendekatan penentuan harga transfer yang digunakan adalah harga transfer berdasarkan harga pasar (market-based transfer price) dan berdasarkan biaya (cost-based transfer price). Untuk menentukan harga pokok brangkasan dan sayuran afkir digunakan metode harga pasar minus (market price minus) Pendekatan harga pasar dilakukan karena limbah yang ditransfer telah memiliki harga pasar yaitu harga yang berlaku di daerah penelitian. Harga pasar tersebut merupakan dasar yang adil dalam penentuan harga transfer. Caranya adalah dengan mengurangi harga pasar limbah dengan biaya-biaya yang dibebankan pada limbah tersebut, yang tidak perlu dikeluarkan oleh divisi penjual. Harga transfer pupuk organik ditentukan berdasarkan biaya variabel yang dikeluarkan usahatani ternak (divisi penjual) untuk memproduksi pupuk-pupuk tersebut.
3.4.2
Analisis Pendapatan Usahatani Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk melihat apakah usahatani
dengan sistem pertanian integrasi menguntungkan atau tidak. Penghitungan analisis pendapatan pada penelitian ini dibuat dalam dua kondisi. Kondisi 1 adalah kondisi usahatani integrasi yang dilakukan ponpes, dimana produksi dan konsumsi berlangsung pada suatu siklus tertutup dan terjadi perputaran input menjadi output dari cabang usahatani satu untuk cabang usahatani lainnya
begitupun sebaliknya, serta terdapat proses daur ulang output sampingan di dalamnya. Kondisi 2 adalah kondisi sebaliknya dimana tidak ada hubungan produksi dan konsumsi antara cabang usahatani satu dengan cabang usahatani lainnya sehingga tidak ada perputaran input menjadi output dari cabang usahatani satu untuk cabang usahatani lainnya. Pada kondisi 2 output sampingan yang dihasilkan diasumsikan tidak didaur ulang ataupun dimanfaatkan sebagai input untuk cabang usahatani lainnya, melainkan dijual ke luar ponpes. Pada bahasan selanjutnya akan kondisi 2 ini akan disebut sebagai usahatani tidak terintegrasi. Tujuan perbandingan dua kondisi ini adalah untuk membandingkan pendapatan yang didapat baik pendapatan atas biaya total maupun tunai. Analisis pendapatan akan dilakukan per cabang usahatani pada masingmasing kondisi. Hasil pendapatan dari ketiga cabang usahatani tersebut akan dijumlahkan menjadi total pendapatan usahatani. Sehingga akan didapatkan hasil total pendapatan usahatani kondisi 1 dan 2, atau dengan kata lain akan didapatkan total pendapatan usahatani integrasi yang telah dilakukan oleh ponpes dan total pendapatan usahatani non integrasi yang mungkin dilakukan oleh ponpes. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dinotasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002) :
TR = Py.Y ....................................................................................... (1)
Keterangan: TR Py Y
= = =
Total penerimaan Harga output (Rupiah/kg) Jumlah output (kg)
Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah semua faktor produksi yang habis terpakai untuk satu siklus produksi baik biaya yang tunai maupun tidak tunai. Data biaya dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Pernyataan ini dapat dinotasikan sebagai berikut (Soekartawi 2002) :
TC = Ctunai + Cnon-tunai ....................................................................... (2)
Keterangan: TC C tunai C non-tunai
= = =
Biaya total Biaya tunai (Rupiah) Biaya diperhitungkan (Rupiah)
Kemudian dilakukan penghitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai (pendapatan kotor) dan biaya total (pendapatan bersih).
¶ kotor
= TR – C tunai ....................................................................... (3)
¶ bersih = TR – TC ........................................................................... (4) Keterangan: ¶ kotor ¶ bersih TR TC C tunai
= = = = =
Pendapatan kotor Pendapatan bersih Total penerimaan Biaya total Biaya tunai
3.4.3
Analisis Efisiensi Rasio R/C Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran
efisiensi. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya. Usahatani dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai rasio R/C>1. Semakin besar nilai rasio R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut. Pada penelitian ini akan dibandingkan nilai rasio R/C kondisi 1 dan 2 untuk masing-masing cabang dan keseluruhan usahatani (Soekartawi 2002). Perhitungan rasio R/C dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio R/C-biaya tunai =
TR -------- ....................................................... (3) Ctunai
Rasio R/C-biaya total =
TR ------TC
Keterangan: TR TC Ctunai
= = =
Total penerimaan Biaya total Biaya tunai (Rupiah)
....................................................... (4)
IV
4.1
Kerangka Teoritis
4.1.1
Konsep Usahatani
KERANGKA PEMIKIRAN
Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai satuan organisasi produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengelolaan atau manajemen yang peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Keempat unsur ini tidak dapat dipisahkan karena kedudukannya sama penting dalam usahatani. Pengenalan dan pemahaman unsur pokok tersebut sangat diperlukan karena berkaitan dengan kepemilikan dan penguasaan faktor produksi. Usahatani didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (keluarga), tanah (beserta fasilitas yang terdapat di atasnya seperti bangunan dan saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak (Rivai 1960, diacu dalam Hernanto 1983). Perwujudan usahatani berskala besar di Indonesia merupakan hal yang tidak mudah diwujudkan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan pertanian Indonesia masih serba terbatas baik skala usaha, modal, kemampuan sumberdaya manusia dan sebagainya. Dilain pihak tuntutan konsumen dan persaingan yang tinggi selalu berujung pada tuntutan kegiatan usaha pertanian yang efisien dan berkualitas tinggi yang sangat sulit untuk dapat dipenuhi oleh petani Indonesia. Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia menurut Soekartawi (1986) adalah:
1.
lahan yang dimiliki sempit,
2.
modal yang tersedia kurang,
3.
pengetahuan petani terbatas dan kurang dinamis,
4.
pendapatan petani rendah.
4.1.2
Penerimaan dan Biaya Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produk yang diperoleh
dengan harga jual. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan (Soekartawi et al. 1986). Biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi (Hernanto 1989). Biaya dapat dibedakan atas: 1.
Biaya tunai, meliputi biaya tetap misal pajak tanah dan biaya variabel misal pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga.
2.
Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri sedangkan biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dari keluarga.
4.1.3
Analisis Pendapatan Usahatani Tingkat ukuran penampilan usahatani dapat dikur dengan pendapatan
usahatani yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usahatani dengan tujuan membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis pendapatan bertujuan menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan dapat menggambarkan keadaan yang akan datang (Hernanto 1989).
Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang bersangkutan (input milik keluarga juga diperhitungkan dalam biaya produksi). Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi. Analisis pendapatan usahatani memerlukan data penerimaan dan biaya selama jangka waktu yang ditetapkan, yang telah dijelaskan sebelumnya. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), ukuran-ukuran pendapatan diantaranya adalah: 1.
Pendapatan kerja petani
Pendapatan kerja petani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan baik yang berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga maupun kenaikan inventaris. Penerimaan ini kemudian dikurangi dengan semua pengeluaran, baik yang tunai maupun yang diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja keluarga. Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil bahkan bisa saja negatif (defisit). 2.
Penghasilan kerja petani
Penghasilan kerja petani diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan penerimaan tidak tunai. Produksi usahatani yang dikonsumsi keluarga adalah penerimaan tidak tunai. 3.
Pendapatan kerja keluarga
Pendapatan kerja keluarga merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan petani dan anggota keluarga. Apabila usahatani dilaksanakan oleh petani dan keluarganya maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui keberhasilan kegiatan usahatani. Pendapatan kerja keluarga dari menambah penghasilan kerja petani dengan nilai kerja keluarga.
4.
Pendapatan keluarga
Pendapatan keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber lain yang diterima bersama keluarganya di samping kegiatan usahatani. Cara ini dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keberhasilan usahatani dapat dilihat dari pendapatan yang diterima. Salah satu ukuran efisiensinya adalah analisis rasio R/C. Dalam analisis ini akan diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Semakin tinggi nilai rasio R/C menunjukkan semakin besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan, yang mengindikasikan tingkat efisiensi pendapatan juga semakin tinggi (Soeharjo & Patong 1973).
4.1.4
Analisis Efisiensi Rasio R/C R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai
perbandingan penerimaan dengan biaya. Secara teoritis dengan rasio R/C=1 artinya tidak untung dan juga tidak rugi. Pada Gambar 1 dapat dilihat pada tingkat produksi berapa suatu usahatani mencapai titik impas atau Break Even Point (BEP). Bila produksi ada di daerah 0X, maka usahatani itu rugi karena R
X maka usahatani itu untung karena R>TC. Jika produksi berada di titik X maka petani mengalami BEP produksi. Nilai biaya dan penerimaan yang menunjukkan BEP ada di titik a.
Penerimaan (R)
Rp
Biaya Total (TC) a Biaya Variabel (VC)
Biaya Tetap (FC)
0
X
Produksi (Y)
Gambar 2 Titik Impas (Break Even Point) Usahatani
4.1.5
Teknologi Baru: Inovasi Produksi Menurut Halcrow (1992) teknologi baru dapat (1)Menaikkan fungsi
produksi sehingga output yang lebih tinggi dapat diproduksikan dengan menggunakan input yang sama, dan (2)Teknologi baru dapat menggeser kurva produk fisik total ke kiri, yaitu jumlah output yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit (Gambar 3b). Alternatif-alternatif ini digambarkan pada Gambar 3a, 3b dan 3c. Teknologi baru dapat menghasilkan output yang lebih besar dengan input yang sama atau bahkan lebih kecil (Gambar 3a). Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kuantitas dan kualitas, baik kualitas input maupun output. Contohnya adalah pemanfaatan limbah pertanian pada usahatani integrasi sayuran dengan ternak. Limbah ternak dapat dijadikan pupuk organik untuk sayuran, sehingga biaya pembelian input (pupuk kimia) usahatani sayuran dapat dikurangi dan menghemat sumberdaya (modal). Implikasi pada produksi adalah adanya peningkatan kualitas output, yaitu minimnya residu kimia pada hasil sayuran.
Teknologi baru alternatif juga dapat meningkatkan produk fisik total tetapi diperlukan usahatani dalam skala besar untuk mencapainya (Gambar 3c). Fungsi produksi dengan teknologi baru biasanya selalu terletak di atas teknologi lama pada berbagai tingkat penggunaan input. Tetapi pada kondisi tertentu fungsi produksi teknologi baru akan berada di atas teknologi lama, pada tingkat penggunaan input yang sangat tinggi. Sehingga teknologi baru akan merugikan jika diterapkan pada usahatani skala kecil dan menguntungkan jika diterapkan pada usahatani skala besar. Contohnya adalah seperti pada usahatani ternak sapi perah. Data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), diacu dalam Yusdja (2005) mengenai hubungan antara skala usaha dengan nilai rasio B/C sapi perah, memperlihatkan bahwa dari skala usaha 1-9 ekor terdapat marjin keuntungan yang positif dengan kecenderungan tidak berbeda diantara skala usaha tersebut. Pada skala usaha 10 dan 11 ekor marjin keuntungan meningkat sesuai dengan asas rasional dan teori ekonomi, bahwa apabila semakin besar skala usaha semakin tinggi keuntungan yang didapat. Pada skala usaha 12-21 ekor terjadi hubungan yang bertentangan yakni arah perubahan pendapatan diikuti oleh arah perubahan biaya yang semakin menurun, bahkan pada skala usaha 16 ekor marjin keuntungan mencapai minus. Hal ini disebabkan semakin tinggi skala usaha semakin sulit memperoleh bahan pakan baik dalam jumlah maupun konsistensi mutunya dari hari ke hari, dan menyebabkan peternak harus mencari alternatif yang lebih mahal. Teknologi baru selain menghemat sumberdaya juga dapat meningkatkan output yang dihasilkan. Sebagai contoh, penggunaan traktor selain dapat menghemat tenaga kerja ternak dan manusia juga dapat meningkatkan ouutput, karena penggunaan traktor akan menghasilkan pengolahan tanah yang lebih baik.
Output Variabel (Ton) (Y)
TP (new technology)
TP (old technology)
Input Variabel (X)
(a)
Output Variabel (Ton) (Y)
TP (new technology)
TP (old technology)
Input Variabel (X)
Output Variabel (Ton) (Y)
(b)
TP (alternative new technology)
TP (new technology)
TP (old technology)
Input Variabel (X)
Gambar 3 Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi a. teknologi baru menyebabkan kenaikan produksi b. teknologi baru dapat menghemat sumberdaya c. teknologi baru menaikkan output pada usahatani skala besar Sumber: Halcrow, 1992
4.1.6
Keputusan dalam Produksi Pertanian Menurut Halcrow (1992) ada tiga tipe pengambilan keputusan, yaitu
(1)keputusan input-output, (2)keputusan input-input, dan (3)keputusan outputoutput. Keputusan input-output merupakan topik dasar yang digambarkan oleh fungsi produksi dimana output tergantung dari satu input tertentu yang dikombinasikan dengan input tetap lainnya. Keputusan input-input merupakan keputusan mengenai berapakah jumlah masing-masing input yang akan digunakan, tergantung dari harga input dan kemampuan subtitusi antar inputinput atau berapa produk marginal dari masing-masing input dibanding harga input tersebut. Keputusan output-output dibutuhkan untuk memperbaiki bagaimana memilih suatu cabang usahatani dari beberapa cabang usahatani yang ada, atau memilih beberapa macam produk dalam suatu perusahaan dan bagaimana mengalokasikan sumberdaya-sumberdaya pada masing-masing cabang usaha. Cabang usaha yang dipilih hendaknya dapat dikelola dan berproduksi naik, dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Apabila sumberdaya yang dimiliki terbatas, maka pemilihan cabang usaha tergantung dari tingkat kompetisi dan tingkat komplementasi dari masing-masing cabang usaha, kecuali produk-produk yang berhubungan bersifat suplementari. Output-output memiliki beberapa tipe hubungan yaitu bersifat kompetitif, suplementari, dan komplementari (Halcrow 1992). Hubungan Output-output yang Bersifat Kompetitif. Dua output memiliki hubungan kompetitif apabila untuk menaikkan suatu produk hanya dapat dilakukan dengan mengurangi produk lainnya. Usahatani sayuran dan usahatani ternak yang membutuhkan sumberdaya sama pada waktu yang sama akan bersifat kompetitif. Pada saat rumput untuk pakan ternak tumbuh subur, petani akan lebih banyak mengembangkan ternak karena dapat mengurangi biaya
pakan ternak, akan tetapi bila jumlah rumputan pakan ternak sedikit maka petani akan mengusahakan usahatani jagung sebab pada keadaan lahan demikian pengolahan relatif lebih mudah dan murah. Hubungan Output-output yang Bersifat Suplementari. Dua output mempunyai hubungan suplementari apabila produksi output satu menggunakan macam sumberdaya yang berbeda atau menggunakan sumberdaya yang sama pada saat yang berbeda. Sebagai contoh adalah usahatani gandum dan usahatani ternak biri-biri ditinjau dari penggunaan tenaga kerja. Setelah penanaman dan pemupukan tanaman gandum, maka tenaga kerja dalam keluarga selama menunggu panen dapat digunakan untuk mengurus biri-biri. Pada lahan kering dan bersemak belukar maka pada lahan tersebut tidak dapat digunakan untuk usahatani sehingga penggunaan lahan tersebut untuk usahatani-ternak merupakan kombinasi usaha yang bersifat suplementari. Hubungan Output-output yang Bersifat Komplementari. Dua output dikatakan mempunyai hubungan komplementari apabila kenaikan output satu diikuti kenaikan output lainnya. Pada usahatani integrasi STI, peningkatan jumlah sapi perah selain menambah produksi daging juga meningkatkan produksi susu. Kenaikan ini juga akan meningkatkan produksi pupuk organik. Peningkatan luas usahatani sayuran akan meningkatkan produksi pakan ternak dan ikan. Dalam jangka pendek dua usaha ini dapat bersifat kompetitif karena menggunakan tenaga kerja yang sama, sedang dalam jangka panjang walau menggunakan sumberdaya tenaga kerja yang sama tapi dalam waktu yang berlainan sehingga tidak bersifat kompetitif.
4.2
Kerangka Operasional Salah satu pola usahatani integrasi yang dapat diusahakan adalah
integrasi antara sayuran-ternak-ikan. Komoditas utama yang dihasilkan biasanya
adalah sayuran sedangkan ternak dan ikan adalah komoditas penunjang. Usahatani sayuran menghasilkan output berupa sayuran dan brangkasan. Sayuran afkir digunakan untuk memenuhi kebutuhan ponpes yaitu konsumsi dan pakan hewan ternak dan ikan. Brangkasan diberikan kepada ternak sebagai pakan. Hewan ternak menghasilkan output berupa susu murni, daging, dan kotoran. Susu dijual ke pasar dan kotoran ternak diolah menjadi pupuk organik, untuk input usahatani sayuran dan ikan. Dengan adanya kompos dan limbah sayuran, pembelian input dari luar dapat diminimalisir sehingga biaya produksi tunai dapat dikurangi. Dengan analisis pendapatan dapat diukur seberapa besar pendapatan usahatani yang diterima, dengan menerapkan sistem usahatani integrasi. Selain itu dapat pula dihasilkan nilai kontribusi pendapatan masingmasing cabang usahatani terhadap total pendapatan usahatani (Gambar 4). Pada berbagai literatur telah dijelaskan bahwa usahatani integrasi menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari usahatani yang tidak terintegrasi. Tetapi hasilnya bisa saja berbeda pada usahatani yang dilakukan petani lain, karena kondisi harga output maupun sumberdaya yang dimiliki setiap petani berbeda-beda. Karenanya diperlukan suatu perbandingan pendapatan pada usahatani yang akan diteliti. Melalui analisis pendapatan dapat diukur seberapa besar pendapatan usahatani yang diterima, dengan menerapkan sistem usahatani integrasi dan yang tidak terintegrasi integrasi. Selain itu dapat pula dihasilkan nilai kontribusi pendapatan masing-masing cabang usahatani terhadap total pendapatan usahatani. Pengujian pendapatan usahatani dilakukan untuk melihat apakah usahatani dengan sistem pertanian integrasi menguntungkan atau tidak. Penghitungan analisis pendapatan pada penelitian ini dibuat dalam dua kondisi. Kondisi 1 adalah analisis pendapatan pada sistem pertanian integrasi yang dilakukan ponpes, dimana terjadi perputaran input menjadi output bagi cabang
usahatani lainnya begitupun sebaliknya, dan terdapat proses daur ulang output sampingan di dalamnya. Kondisi 2 adalah analisis pendapatan yang seandainya dilakukan ponpes, dimana diasumsikan tidak ada perputaran input menjadi output bagi cabang usahatani satu untuk yang lainnya dan tidak terdapat proses daur ulang output sampingan di dalamnya, yang pada bahasan selanjutnya akan disebut sebagai sistem pertanian non integrasi. Pada kondisi 2 output sampingan (limbah) yang dihasilkan diasumsikan tidak dimanfaatkan sebagai input untuk cabang usahatani lainnya, melainkan dijual ke luar ponpes. Tujuan penggunaan dua kondisi ini adalah untuk membandingkan pendapatan yang didapat baik pendapatan atas biaya total maupun tunai.
Usahatani Non Integrasi
Usahatani Integrasi
Harga Input
Biaya Produksi Sayuran
Biaya Produksi Sayuran
Input
UT Sayuran
Input
Pendapatan UT Sayuran
Pendapatan UT Sayuran
Output
Harga Output
Harga Input
Penerimaan Usahatani Sayuran
Pendapatan Usahatani non Integrasi
Biaya Produksi Ternak
Biaya Produksi Ternak
Harga Input
Pendapatan UT Ternak
Pendapatan UT Ternak dibandingkan
Penerimaan Usahatani Ternak
Biaya Produksi Ikan
Pendapatan Usahatani Integrasi
Biaya Produksi Ikan
Keterangan :
UT Ternak
Harga Output
Harga Input
Input
Pendapatan UT Ikan
Pendapatan UT Ikan
Output
Harga Output
Harga Input
Output
Penerimaan Usahatani Ternak
Input
UT Ikan
Harga Output
Input
Output
Harga Output
UT Sayuran
Output
Penerimaan Usahatani Sayuran
Input
UT Ternak
Harga Input
UT Ikan
Output
Penerimaan Usahatani Ikan
Alur integrasi Penambahan
Penerimaan Usahatani Ikan
Harga Output
VI
5.1
GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQ
Sejarah Pondok Pesantren Al-Ittifaq Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ittifaq yang dipimpin oleh Kyai Haji Fuad
Affandi merupakan salah satu LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat) yang menjadi model percontohan pengembangan agribisnis yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian. Sebelumnya ponpes ini bernama Pondok Pesantren Ciburial karena terletak di Kampung Ciburial. Ponpes Ciburial didirikan pada 1 Februari 1934 (16 Syawal 1302 H), kemudian pada tahun 1975 berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Ketika baru didirikan, Ponpes AlIttifaq mengelola pendidikan yang seadanya, menyebabkan perkembangan yang lambat, bahkan cenderung berjalan di tempat, ditambah dengan keengganan untuk membuka diri dan kurangnya pengetahuan mengenai potensi daerah. Sejak tahun 1970, Kyai Haji Fuad (pimpinan Ponpes Al-Ittifaq saat ini) merasa bahwa kegiatan mengajar saja tidak akan bisa mencukupi kebutuhan para santri. Selain itu beliau merasa bertanggung jawab terhadap kemandirian para santri. Karena itu beliau memadukan kegiatan pendidikan keagamaan dengan kegiatan usaha pertanian sesuai dengan potensi alam di sekitar ponpes. Kegiatan agribisnis ini bahkan menjadi tulang punggung kegiatan pesantren. Dengan kharisma yang beliau miliki, Kyai mengajak masyarakat, santri, PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) dan KUD (Koperasi Unit Desa) di wilayah itu untuk menjalin dan mengelola usahatani sayuran. Pembangunan yang dilakukan bersama-sama ini membuat Ponpes Al-Ittifaq ditetapkan sebagai model percontohan agribisnis yang ditetapkan Departemen Pertanian melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 555/KPRS/DT.210/06/1997. Santri merupakan tenaga kerja yang produktif, PPL memberikan informasi mengenai permasalahan seputar pertanian, masyarakat adalah penyumbang
modal bagi pelaksanaan usaha pertanian, dan KUD merupakan wadah yang mendistribusikan hasil-hasil pertanian mereka. Berdasarkan pada kerjasama inilah maka Ponpes Ciburial berganti nama menjadi Ponpes Al-Ittifaq yang artinya kerjasama atau kesepakatan. Kesepakatan yang dimaksud adalah pesantren bekerjasama dengan pihak-pihak tersebut di dalam menjalankan usaha untuk kelangsungan hidup pesantren dan majelis ta’lim di masyarakat sekitar. Pada tahun 2006 dengan Surat Keputusan Kepala Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Agribisnis Hortikultura Lembang Nomor: 148/Kpts /KP.340/K5.7/9/2006, pada 4 September 2006, ditetapkan menjadi LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat).
5.2
Lokasi dan Kondisi Geografis Ponpes Al-Ittifaq terletak di sebelah selatan kota Bandung, tepatnya di
Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali (Ciwidey), Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis Desa Alam Endah berbatasan dengan beberapa desa lainnya, yaitu : Sebelah utara
: Desa Panundan
Sebelah selatan
: Desa Patengan
Sebelah timur
: Desa Sugih Mukti
Sebelah barat
: Desa Lebak Muncang
Jarak Ponpes Al-Ittifaq ke kota kecamatan ±14 km, ke kota kabupaten (Pemda) ±29 km dan ke kota Bandung ±40 km. Ponpes dapat dijangkau dengan berbagai sarana transportasi seperti mobil, motor, maupun angkutan umum. Desa Alam Endah terletak pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian tempat ±1.200-1.400 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata 2.130 mm/tahun dengan suhu harian berkisar 19-20°C. Sedangkan tingkat kesuburan tanahnya
berkisar dari kategori sedang sampai tinggi. Berdasarkan pada kondisi tersebut, komoditi yang potensial untuk dikembangkan adalah sayur-sayuran.
5.3
Organisasi dan Kelembagaan
5.3.1
Visi dan Misi Ponpes Al-Ittifaq adalah organisasi sosial keagamaan yang menyantuni
anak yatim piatu dan fakir miskin dan mendidik pengembangan usaha. Dengan niat ibadah dan menegakkan syiar Islam melalui dakwah, Ponpes Al-Ittifaq memberikan pelayanan sosial di bidang pendidikan keagamaan yang dipadukan dengan pendidikan pertanian. Dengan harapan para santri akan memiliki iman dan takwa yang kuat, bermental mandiri dan berjiwa wirausaha. Adapun visi yang dimiliki Ponpes Al-Ittifaq adalah “Ikhlas dalam pelayanan untuk menegakkan syiar Islam melalui dakwah”, sedangkan misi yang yang dimilikinya adalah: 1.
Membentuk pribadi dan masyarakat yang berakhlaq mulia melalui pengamalan nilai-nilai Islam.
2.
Mengembangkan
program
pelayanan
yang
terpadu,
terarah
dan
berkesinambungan. 3.
Membentuk perilaku berprestasi, berpikir strategis serta bertindak efektif dan efisien melalui pengembangan pendidikan yang komprehensif bagi kelayakan. Dalam usaha pengembangan agribisnisnya, ponpes menerapkan prinsip
INPEKBI (Ilahi, Negeri, Pribadi, Ekonomi, Keluarga, Birahi dan Ilmihi). Artinya pengembangan agribisnis yang dilakukan harus diridhoi oleh Allah SWT (Ilahi), diakui oleh pemerintah (Negeri), berdasarkan atas kepribadian yang luhur (Pribadi), usaha dengan menerapkan ilmu ekonomi agar mencapai keuntungan yang memadai, kegiatan dilakukan atas dasar kekeluargaan (Keluarga), bila
santri sudah dewasa harus siap untuk dinikahkan (Birahi), karena tidak ada batas waktu bagi santri untuk belajar dan bekerja di ponpes santri diharapkan dapat menggunakan ilmu yang didapatnya dengan baik (Ilmihi).
5.3.2
Lembaga-Lembaga Ponpes Al-Ittifaq memiliki beberapa lembaga yang dibentuk untuk
mengelola kegiatan-kegiatan di ponpes agar berjalan dengan baik. Lembagalembaga ini dibentuk karena banyaknya kegiatan dan usaha yang dilakukan sehingga pihak yayasan kesulitan untuk terfokus dalam mengelola ponpes. Sejak ponpes ditetapkan sebagai LM3, kegiatan agrbisnis yang dilakukan ponpes menjadi lebih baik. Kegiatan usahatani (on farm) dan usahatani ternak dituntun langsung oleh penyuluh dari Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan Kabupaten Bandung. Teknologi yang menyangkut budidaya sayuran dituntun langsung oleh Badan Penelitian Sayuran (Balitsa). Selain itu Departemen Pertanian langsung memberikan bantuan berupa modal untuk pengembangan ponpes. a.
Yayasan Al-Ittifaq Yayasan adalah lembaga yang membawahi ponpes yang bertugas untuk
memonitor kegiatan belajar mengajar seperti sekolah terbuka dan pengajian kitab. Yayasan ini mendapat pengesahan badan hukum dari Departemen Kehakiman tanggal 23 Mei 1996 No, Wb. DO.HT,01.03-45.Thn.1996. Ketua yayasan adalah K. H. Fuad Affandy dan anggota yayasan adalah anak-anak dari kyai sendiri. b.
Koperasi Untuk memasarkan produk-produk agribisnisnya, yayasan membentuk
koperasi yang disebut Koperasi Pondok Pesantren Alif (Kopontren Alif) dengan akte pendirian 6 Juni 1997 Nomor: 219/BH/KWK.10/VI/1997. Kopontren Alif memiliki posisi yang sejajar dengan yayasan, walaupun dibentuk oleh anggota
yayasan. Kopontren Alif memiliki enam unit usaha, yaitu unit sarana produksi, apotek, waserda, unit pemasaran, koperasi simpan pinjam dan unit agribisnis yang terdiri atas unit pertanian, unit peternakan dan perikanan. Unit sarana produksi adalah unit usaha yang bertanggung jawab untuk mengatur ketersediaan input untuk keperluan usahatani. Input-input yang dihasilkan antara lain adalah pestisida organik (ciknabat, innabat, sirnabat, betapur) dan bakteri komposer (MFA). Unit apotek adalah salah satu usaha sambilan koperasi yang berlokasi di Kota Bandung. Unit waserda adalah salah satu bisnis koperasi yang diusahakan di sekitar ponpes, tujuannya untuk memfasilitasi kebutuhan santri dan masyarakat sekitar. Unit Pemasaran melakukan pemasaran komoditi sayuran ke pasar-pasar swalayan seperti Hero, Superindo, Makro dan lainnya. Unit simpan pinjam bergerak dalam bidang jasa keuangan dan administrasi seperti pemberian kredit usaha, pembayaran SPP, pengadaan STNK dan berbagai surat-surat kendaraan bermotor. Unit agribisnis adalah unit usaha yang paling berperan bagi ponpes. Unit ini membawahi unit pertanian, peternakan dan perikanan. Beberapa usaha komersial yang bergerak dalam bidang agribisnis yang dikelola oleh Ponpes AlIttifaq adalah budidaya dan pemasok sayuran dataran tinggi, usaha peternakan sapi perah dan penggemukan domba. Sedangkan usaha pembuatan pupuk organik dan budidaya ikan tidak dikomersialkan, karena tujuannya hanya untuk memenuhi kebutuhan usahatani dan konsumsi harian santri dan keluarga ponpes. Unit pertanian adalah bagian yang bertanggung jawab mengurus kegiatan usahatani sayuran ponpes. Unit peternakan dan perikanan bertanggung jawab mengurus peternakan dan pembudidayaan ikan. Kegiatan yang dilakukan unit ini berupa penjualan susu murni, penjualan ternak untuk Hari Raya Idul Adha dan berbagai acara lainnya serta pembudidayaan ikan.
Budidaya sayuran dataran tinggi dilakukan di atas lahan seluas ±16 ha dengan menggunakan sistem pola tanam atau pergiliran tanaman. Hal ini dilakukan untuk menjaga kontinuitas produksi, guna memenuhi permintaan harian dari supermarket di Bandung dan Jakarta. Sayuran yang ditanam adalah wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun dan cabai. Namun dalam keadaan tertentu komoditas yang ditanam dapat diubah sesuai keperluan. Kegiatan usaha peternakan meliputi ternak sapi perah dan domba. Tujuan diadakan ternak ini adalah untuk memanfaatkan limbah sayuran yang dihasilkan setiap hari oleh ponpes. Dengan adanya ternak, limbah pertanian sayuran dapat dimanfaatkan sebagai pakan, dan sebaliknya limbah ternak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Berbeda dengan sapi perah, usaha penggemukan domba tidak setiap saat di komersilkan, namun hanya pada situasi tertentu, misalnya pada saat Hari Raya Idul Adha atau keperluan aqiqah masyarakat sekitar. Selain kompos, ponpes menggunakan input usahatani buatan sendiri dalam usahatani yang dijalankannya. Obat-obatan yang digunakan merupakan obat-obatan alami yang diramu sendiri, menggunakan bahan-bahan yang tersedia di sekitar ponpes. Obat-obatan tersebut telah terbukti penggunaannya dalam memproduksi sayuran yang berkualitas dan terbebas dari hama penyakit.
5.4
Santri Pondok Pesantren Al-Ittifaq Santri di Ponpes Al-Ittifaq terdiri atas dua yaitu santri mukim dan santri
kobong. Santri mukim adalah santri yang sudah berkeluarga dan hidup mandiri tetapi masih ada di lingkungan ponpes dan membantu kegiatan-kegiatan di ponpes. Sedangkan santri kobong adalah santri yang masih tinggal di asrama (kobong) ponpes dan masih memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Sebagian santri yang tidak membawa bekal (uang saku) memiliki kewajiban untuk bekerja
di ponpes sebagai penggantian biaya yang dikeluarkan ponpes untuk mencukupi kebutuhan harian mereka, yaitu makan dua kali sehari, pakaian yang diberika pada saat hari Raya Idul Fitri dan perlengkapan sekolah. Santri-santri ponpes yang memiliki dana mandiri untuk bersekolah dimasukkan ke madrasah binaan ponpes, sedangkan bagi yang tidak memiliki dana mandiri diikutsertakan pada sekolah terbuka yang juga dibina oleh ponpes bekerjasama dengan pemerintah daerah. Jumlah santri kobong yang bekerja di ponpes adalah 247 orang, terdiri dari 193 orang santri putera dan 54 orang santri puteri. Jumlah santri mukim yang masih aktif membantu di ponpes sebagai mandor kebun, tenaga pemasaran dan humas ponpes berjumlah sekitar 26 orang. Jumlah santri kobong yang bekerja di kebun dan kandang ternak adalah 157 orang, dengan proporsi 150 orang di kebun dan 7 orang di kandang ternak. Santri yang bekerja di kebun dibagi menjadi tujuh kelompok kebun, dimana setiap kelompok menggarap kebun tertentu dan dipimpin oleh seorang mandor. Santri yang bekerja di kebun adalah santri yang tidak bersekolah atau hanya lulusan Sekolah Dasar (SD). Santri yang lulus Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempatkan di gudang pengemasan karena bagian ini membutuhkan tenaga kerja yang dapat membaca. Sedangkan santri yang lulus Sekolah Menengah Umum (SMU) ditempatkan sebagai pemasar karena bagian ini membutuhkan tenaga kerja yang dapat berkomunikasi dan bernegosiasi dengan baik. Santri yang tidak bekerja di kebun, di gudang pengemasan, ataupun membantu pemasaran biasanya membantu di dapur, menjaga kantin dan waserda, koperasi, dan tempat-tempat lainnya yang membutuhkan santri. Rincian pembagian kerja santri dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9
Pembagian Kerja Santri Kobong dan Santri Mukim Pondok Pesantren Al-Ittifaq (Data terakhir, April 2007)
Keterangan
Jumlah TK Pria (orang)
Jumlah TK Wanita (orang)
Santri Mukim Mandor kebun 20 Mandor kandang 1 Pemasaran 4 Humas 1 Total Santri Mukim 26 Santri Kobong Tenaga kerja kebun 150 Tenaga kerja kandang 7 Tenaga kerja kolam Gudang pengemasan 15 Lain-lain 21 Total Santri Kobong Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq (diolah)
Total TK (orang)
Persentase Total TK (%)
-
20 1 4 1 26
76,92 3,85 15,38 3,85 100,00
1 28 25
150 7 1 43 46 247
60,73 2,83 0,40 17,41 18,62 100,00
VI
KERAGAAN USAHATANI INTEGRASI PONPES AL-ITTIFAQ
6.1
Usahatani Integrasi Sayuran-Ternak-Ikan
a.
Sayuran Sayuran merupakan sumber makanan serta pendapatan utama bagi
ponpes. Komoditas utama yang dihasilkan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah sayuran dataran tinggi seperti wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun, dan cabai. Sayuran menghasilkan produk sampingan berupa brangkasan dan sayuran afkir yang dikonsumsi oleh ternak dan ikan. b.
Ternak Ternak
yang
dimiliki
ponpes
adalah
sapi
dan
domba.
Ternak
memproduksi susu dan daging untuk memenuhi kebutuhan pangan ponpes dan sebagai sumber pendapatan. Sebaliknya selain menghasilkan susu dan daging, ternak juga menghasilkan produk sampingan berupa feses ternak dan sisa pakan yang dapat dijadikan pupuk organik dan digunakan kembali sebagai input untuk sayuran dan kolam ikan. c.
Pembuatan Pupuk Organik Kotoran ternak khususnya feses adalah sumberdaya ponpes yang dapat
dimanfaatkan kembali sebagai pupuk organik. Pupuk organik digunakan untuk memupuk tanaman sayuran dan kolam ikan yang dibudidayakan ponpes. Jenisjenis pupuk organik yang diproduksi dan digunakan oleh ponpes adalah pupuk kompos cair, pupuk daun, dan pupuk kandang. d.
Ikan Ikan yang diusahakan oleh ponpes adalah ikan mujair dan lele. Ikan-ikan
ini diusahakan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan protein keluarga ponpes.
Keempat elemen di atas merupakan siklus yang berkesinambungan satu dengan yang lain. Siklus ini diilustrasikan oleh Gambar 5.
PASAR
Sayuran
PONPES
Susu & Daging
Sayuran afkir
Daging
Sayuran afkir
Ikan
Pupuk kandang
Ternak Feses
Kompos
Pupuk kandang Sayuran Pupuk daun
Sayuran Afkir dan Brangkasan
Gambar 5 Siklus Integrasi (Integrated Biosystems) Antar Komoditas di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Gambar di atas menjelaskan tentang sistem usahatani integrasi dimana kegiatan produksi dan konsumsi berlangsung pada suatu siklus tertutup. Output dari suatu cabang usahatani menjadi input untuk cabang yang lainnya secara berkesinambungan. Sebagian besar input yang digunakan berasal dari lahan atau wilayah ponpes sendiri. Jika didasarkan pada definisi dan tipe usahatani integrasi menurut RIRDC (2002), tipe usahatani integrasi yang dilakukan ponpes adalah tipe closed loop yaitu tipe yang mengintegrasikan ternak, pupuk kandang, pupuk tanaman, pakan ternak, dan ternak. Hasil samping usahatani seperti sayuran afkir, brangkasan, dan feses digolongkan sebagai biaya tidak tunai, karena input-input tersebut digunakan sebagai input produksi untuk cabang lainnya, sehingga harus diperhitungkan penggunaannya, walaupun tidak ada aliran uang tunai yang disebabkannya.
Input-input yang berputar di dalam tersebut dapat ditipologikan sebagai perputaran uang yang terjadi di dalam.
6.2
Usahatani Sayuran Budidaya sayuran dataran tinggi dilakukan di atas lahan seluas 16 hektar
dengan menggunakan sistem pola tanam atau pergiliran tanaman. Hal ini dilakukan untuk menjaga kontinuitas produksi, guna memenuhi permintaan harian dari supermarket di Bandung dan Jakarta. Sayuran yang ditanam adalah wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun dan cabai. Namun dalam keadaan tertentu komoditas yang ditanam dapat diubah sesuai keperluan.
6.2.1
Penggunaan Lahan Usahatani Ponpes Al-Ittifaq memiliki kurang lebih 16 hektar lahan garapan, yang
dibagi menjadi 7 kebun. Kebun I terletak di Warung Tungtung, kebun II di Ciburial, kebun III di Cikarancang, kebun IV di Pasir Hoe, kebun V di PPLW, kebun VI di Batunamprak yang keenamnya merupakan lahan milik ponpes dan Kebun VII di Gambung yang merupakan lahan sewa. Rincian luas lahan per kebun dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Tabel 10
No 1 2 3 4 5 6 7
Rincian Luas Lahan Kebun-Kebun yang Digarap Oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Nama Kebun Warung Tungtung Ciburial Cikarancang Pasir Hoe PPLW Batunamprak Gambung
Komoditas yang Pernah Ditanam Wortel, kentang, kubis Tomat, cabai, wortel Wortel, buncis, sawi putih Bawang daun, Cabai Kubis, buncis Kubis, bawang daun Wortel, kubis, bawang daun, cabai Total Luas Lahan
Luas Lahan (Ha) 1 3 3 1 1 1 6 16
6.2.2
Pola Tanam Usahatani Sayuran
Pola tanam yang dilakukan ponpes beragam untuk tiap bedeng di tiap kebun. Tujuan dilakukannya pergiliran tanaman ini adalah untuk menjaga kontinuitas produksi karena permintaan harian yang tinggi. Selain itu pola tanam ini dapat mengurangi resiko kegagalan panen. Apabila panen suatu bedeng gagal, dapat digantikan oleh panen pada bedeng lain sehingga ponpes tetap dapat menghasilkan sayuran setiap hari. Penjualan pun dapat dapat dilakukan secara kontinu. Hal ini sangat baik bagi likuiditas keuangan ponpes karena ponpes akan mendapatkan penerimaan tunai yang kontinu pula. Perencanaan penggunaan lahan yang disusun oleh ponpes merupakan perencanaan yang dibuat oleh ponpes bersama-sama dengan Penyuluh Pertanian Ahli, Dinas Pertanian Jawa Barat (Lampiran 1). Berdasarkan pola tanam tersebut dapat dihitung total luas tanam per komoditas selama satu tahun. Total luas tanam adalah penjumlahan dari luas tanam per komoditas pada tiap kebun untuk satu tahun, yaitu wortel 21 Ha, tomat 4,5 Ha, buncis 5 Ha, bawang daun 6 Ha, cabai 7,5 Ha, dan kubis 8 Ha. Waktu penanaman di satu kebun tidak dilakukan serentak, melainkan digilir per bedeng. Hal ini agar ponpes dapat memanen sayurannya setiap hari. Sehingga dalam satu bulan, ponpes melakukan penanaman yang kontinu. Frekuensi penanaman harian ini dapat diketahui dari frekuensi panen harian. Frekuensi panen harian dapat diketahui dari jumlah permintaan harian, karena jumlah sayuran yang dipanen setiap hari disesuaikan dengan jumlah kebutuhan pada hari itu. Kebutuhan yang dimaksud adalah sayuran yang dijual ke swalayan dan sayuran afkir yang dikonsumsi dan dijadikan pakan. Tabel 11 menyajikan data permintaan harian dari rekap Purchase of Order (PO). Daftar PO untuk pemesanan besok hari di swalayan Jakarta, diterima pada sore hari sebelumnya. Monogram pola tanam dapat dirubah dan disesuaikan dengan kondisi permintaan. Karena tidak setiap waktu pola tanam yang dirancang dapat memenuhi permintaan aktual di lapangan. Jika sayuran yang dapat dipanen tidak dapat memenuhi permintaan, biasanya ponpes melakukan barter dengan petani setempat atau pedagang Pasar Caringin. Tabel 11 Jumlah Permintaan Sayuran dari Swalayan pada Bulan Maret 2007 untuk Pondok Pesantren Al-Ittifaq (kg) Komoditas Sayuran Tanggal
1 2 3 4 5
Wortel
Tomat
Bunci s
Cabai
Kubis
Bawa ng Daun
425,0
514,0
180,0
55,0
130,5
100,0
326,0
409,5
170,0
57,0
120,0
90,0
425,0
575,0
169,0
54,0
115,0
88,0
330,5
318,0
140,0
60,0
119,0
92,5
455,0
447,5
110,0
60,0
102,0
100,0
6
395,0
575,0
135,5
58,0
109,0
82,0
380,0
457,0
169,0
58,5
102,0
66,0
395,0
560,0
168,0
54,0
125,0
87,0
387,0
500,0
120,0
55,0
120,0
84,5
341,0
472,5
169,0
55,5
110,0
65,0
350,0
458,0
150,0
56,0
134,0
82,5
380,0
460,5
145,0
57,0
128,0
80,5
410,0
313,5
156,0
52,5
100,0
75,0
320,5
499,5
134,5
50,0
85,0
72,5
365,0
182,0
185,0
53,5
86,0
81,0
420,0
497,0
188,0
53,0
80,0
72,5
346,5
457,5
180,5
52,0
90,0
67,0
360,0
253,5
170,0
56,0
88,0
63,0
380,5
352,0
150,0
58,0
94,0
90,0
368,0
595,0
90,5
57,5
95,0
85,0
343,0
493,0
110,5
56,5
105,0
88,0
386,5
343,0
110,0
48,0
85,0
63,0
295,5
437,5
120,0
49,0
103,0
69,0
339,0
411,0
128,0
55,0
127,5
62,0
290,0
325,0
120,0
58,0
110,0
60,0
295,0
351,0
120,0
53,5
135,0
76,0
368,0
297,5
138,0
52,0
125,0
71,0
354,0
227,0
169,0
54,0
135,5
68,0
375,0
255,5
150,0
58,0
130,5
71,0
310,0
560,5
170,0
60,0
128,5
86,5
369,0
378,5
180,0
58,5
135,0
100,0
11.285,0
12.539,0
4.595,5
1.715,0
3.452,5
2.366,0
364,0
404,5
148,2
55,3
111,4
76,3
132.871,77 Keterangan: 1 tahun = 365 hari
147.636,61
54.108,31
20.192,74
40.650,40
27.857,74
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Total Rata-rata Harian Total per Tahun
Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq, 2007 (diolah)
Dikarenakan ponpes tidak mendokumentasikan arsip-arsip PO selama ini, maka diasumsikan penjualan harian selama satu tahun bernilai sama. Untuk memenuhi permintaan harian, setiap hari ponpes harus menyediakan sayuran untuk dijual yaitu wortel 364 kg, tomat 404 kg, buncis 148,2 kg, cabai 55,3 kg,
kubis 111,4 kg, dan bawang daun 76,3 kg. Karena kuota ini ponpes telah menetapkan jumlah bedeng minimal yang harus dipanen dalam sehari, yaitu 14 bedeng wortel, 14 bedeng tomat, 7 bedeng buncis, 4 bedeng cabai, 3 bedeng kubis, dan 6 bedeng bawang daun.
6.2.3
Penggunaan Input Usahatani
a.
Benih dan Bibit
Benih didapatkan dari toko peralatan tani yang terletak di Pasar Induk Caringin atau pasar Ciwidey. Sedangkan untuk bibit bawang daun biasanya dibibitkan sendiri oleh ponpes. Bibit bawang daun berasal dari bawang daun yang dibiarkan menua. Kebutuhan benih dan bibit per hektar untuk masingmasing komoditas jumlahnya berbeda. Rincian penggunaan benih ataupun bibit dapat dilihat pada Tabel 12. Benih tomat dan cabai disemaikan dahulu di bedeng semai sampai cukup umur untuk dipindahkan ke bedeng tanam. Bibit bawang daun langsung ditancapkan ke atas bedengan sampai daun tuanya meluruh dan muncul daun baru. Benih wortel dan kubis langsung disemai pada bedeng tanam, sedangkan benih buncis ditebar langsung pada lubang tanam.
Tabel 12 Penggunaan Benih dan Bibit pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
1
Wortel (kg)
0,03
Jumlah Bedeng (bed/Ha) 594
2
Tomat (pak)
0,01
3
Cabai (pak)
4
Bawang daun (stek)
5 6
Kubis (gram) Buncis (kg)
No
b.
Komoditas
Kebutuhan per bedeng per MT
Luas Tanam (Ha/tahun)
Total (Satuan/tahun)
21,00
374,22
900
4,50
40,50
0,02
900
7,50
135,00
336,70
594
6,00
1.199.998,80
0,51 0,03
594 594
8,00 5,00
2.423,52 89,10
Pupuk
Jenis-jenis pupuk kimia yang digunakan adalah pupuk urea, TSP, KCl, ZA dan SP-36, sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kompos cair, pupuk kandang dan pupuk daun. Pupuk kimia yang digunakan dibeli dari
toko pertanian di pasar Ciwidey sedangkan ketiga pupuk organik yang digunakan merupakan pupuk buatan ponpes. Menurut wawancara dengan peneliti utama Balitsa dan penyuluh dinas pertanian, pupuk organik yang dibuat dengan bakteri MFA ini dapat meningkatkan produksi sayuran sebesar 40 persen. Nilai peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan peningkatan produksi sayuran bawang daun di Desa Alam Endah akibat penggunaan kompos introduksi BPPT Jawa Barat sebesar 35,7 persen. Ponpes telah mengembangbiakan bakteri komposer untuk membuat beberapa jenis pupuk organik yang digunakan untuk usahataninya. Komposer ini diberi nama merk dagang Mikroorganisme Fuad Affandy (MFA). MFA dibuat dari air kumur santri pertama dari bangun tidur, yang dikumpulkan ke dalam kaleng yang telah disediakan di depan penginapan santri. Mikroorganisme dalam air liur itu lalu dikembangbiakkan dengan menambahkan gula, dedak, dan kulit pisang ke dalamnya. Setelah beberapa hari, air liur berubah menjadi cairan kental berwarna keruh, dengan bau seperti aroma coklat. Ini berarti bakteri telah berkembang biak dengan subur. Untuk mengembangkan Bakteri MFA ini secara massal, KH. Fuad Affandy telah mendirikan pabrik di Garut yang dikelola oleh mantan santri Ponpes Al-Ittifaq. Bakteri MFA ini telah dibeli dan dipatenkan oleh salah satu produsen pestisida dan pupuk organik di Garut. Sedangkan bakteri MFA untuk kebutuhan usahatani ponpes diperoleh dari koperasi. Beberapa jenis pupuk yang diproduksi sendiri oleh ponpes adalah pupuk daun, kompos cair, dan pupuk kandang. Pupuk daun adalah pupuk yang dapat merangsang pertumbuhan daun dan diaplikasikan pada tanaman yang dipanen daunnya seperti bawang daun dan kubis. Cara mengaplikasikannya adalah dengan menabur pupuk di sekeliling tanaman. Dosis yang digunakan adalah 200 kg per hektarnya. Pupuk ini merupakan campuran dari daun kirinyuh, gula, terasi, pupuk NPK, pupuk kandang dan MFA.
Tabel 13 Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pupuk pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun Jenis Sayuran
Tomat Cabai
Varian Pupuk Urea (kg) TSP (kg) KCl (kg) Pupuk kandang (kg) Pupuk kompos (liter) Urea (kg) TSP (kg) KCl (kg) ZA (kg) Pupuk kandang (kg)
Dosis per Bedeng (Sat/bedeng) 0,14 0,17 0,11 11,11 3,52 0,17 0,17 0,11 0,22 11,11
Jumlah Bedeng (Bedeng/Ha) 900 900 900 900 900 900 900 900 900 900
Luas Tanam (Ha/tahun) 4,50 4,50 4,50 4,50 4,50 7,50 7,50 7,50 7,50 7,50
Total (Sat/thn) 567,00 688,50 445,50 44.995,50 14.256,00 1.147,50 1.147,50 742,50 1.485,00 74.992,50
Bawang daun
Kubis
Buncis
Pupuk kompos (liter) Urea (kg) KCl (kg) SP-36 (kg) Pupuk kompos (liter) Pupuk daun (kg) Urea (kg) KCl (kg) Pupuk kompos (liter) Pupuk daun (kg) Urea (kg) TSP (kg) KCl (kg) Pupuk kandang (kg) Pupuk kompos (liter)
2,86 0,17 0,13 0,17 5,50 0,34 0,17 0,25 5,50 0,34 0,25 0,17 0,17 16,84 10,78
900 594 594 594 594 594 594 594 594 594 594 594 594 594 594
7,50 6,00 6,00 6,00 6,00 6,00 8,00 8,00 8,00 8,00 5,00 5,00 5,00 5,00 5,00
19.305,00 605,88 463,32 605,88 19.602,00 1.211,76 807,84 1.188,00 26.136,00 1.615,68 742,50 504,90 504,90 50.014,80 32.016,60
Jenis pupuk organik lain yang digunakannya adalah kompos cair yang terbuat dari feses dan limbah pakan ternak yang difermentasikan oleh MFA. Cara mengaplikasikannya adalah dengan menyiramkannya memutar di sekeliling tanaman. Dosis per tanaman tomat dan cabai adalah 220 ml atau setara dengan satu gelas air minum kemasan. Dosis per tanaman buncis adalah 110 ml atau setara dengan setengah gelas air minum kemasan. Dosis pada tanaman bawang daun dan kubis adalah 5,5 liter per bedengan. Pupuk kandang diaplikasikan pada tanaman tomat, cabai, dan buncis. Dosis yang digunakan adalah 10 ton per hektar. Waktu pengaplikasian adalah pada saat tanah diberakan sebelum dilakukan penanaman. Walaupun telah menggunakan pupuk organik, ponpes masih menggunakan pupuk kimia dalam jumlah yang cukup banyak. Padahal penyuluh pertanian telah memberikan takaran pupuk berimbang berdasarkan keadaan hara setempat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan, ponpes masih belum mengikuti takaran ini. Hal ini dikarenakan sulitnya melepas kebiasaan santri ataupun mandor yang masih mengikuti cara petani setempat. Pada sayuran wortel tidak digunakan pupuk, hal ini dikarenakan aplikasi pupuk dapat menyebabkan umbi wortel berbulu.
c.
Pestisida
Ponpes sudah meminimalisir penggunaan pestisida kimia. Hal ini disebabkan oleh permintaan swalayan yang menghendaki minimum residu pada produkproduk pesanannya. Jenis pestisida yang biasa digunakan adalah pestisida nabati yang dikembangkan sendiri oleh ponpes. Pestisida-pestisida tersebut adalah: 1.
Inabat (Insektisida Nabati). Innabat adalah insektisida yang terbuat dari kacang babi dicampur bawang putih, bawang merah, cabe rawit, dan temulawak. Semua bahan tersebut digiling menjadi satu dan dicampur dengan air beras. Kemudian didiamkan selama 14 hari sebelum disemprotkan ke tanaman. Ketika diuji, ramuan ini ampuh untuk membasmi berbagai jenis ulat, ngengat, dan lalat yang mengganggu tanaman sayuran.
2.
Ciknabat yang terbuat dari cikur (kencur) dicampur dengan bawang putih, ampuh sebagai fungisida (pembasmi jamur tanaman). Selain membasmi jamur, Ciknabat juga berfungsi sebagai insektisida. Kencur dan bawang putih ini tidak mematikan hama, tapi baunya membuat hama menjauh.
3.
Sirnabat terbuat dari gilingan biji sirsak. Sirnabat merupakan formula paling keras yang dibuat ponpes. Ramuan ini disemprotkan jika Innabat dan Ciknabat sudah tidak mampu mengusir hama.
4.
Betapur terbuat dari cairan antiseptik dan kapur belerang. Fungsinya adalah sebagai fungisida, yang dapat menangkal dan menyembuhkan penyakit busuk daun dan batang pada bawang daun.
Ponpes tidak menggunakan dosis khusus dalam mengaplikasikan pestisida nabati. Karena sifatnya alami, maka pemakaian yang kontinu dan dalam jumlah banyak tidak akan mempengaruhi kualitas panen. Tabel 14 Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pestisida pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun Jenis Sayuran
Dosis per Bedeng (ml/bedeng)
Jumlah Bedeng (Bedeng/Ha)
Luas Tanam (Ha/tahun)
Total (ml/tahun)
Ciknabat Wortel Tomat Cabai Bawang daun Kubis Buncis Inabat Wortel Tomat Cabai Bawang daun Kubis Buncis Betapur Wortel Tomat Cabai Bawang daun Kubis Buncis
84,18 55,56 55,56 84,18 84,18 84,18 Total
594 900 900 594 594 594
21,00 4,50 7,50 6,00 8,00 5,00
1.050.000 225.000 375.000 300.000 400.000 250.000 2.600.000
50,51 55,56 55,56 50,51 50,51 50,51 Total
594 900 900 594 594 594
21,00 4,50 7,50 6,00 8,00 5,00
630.000 225.000 375.000 180.000 240.000 150.000 1.800.000
0 55,56 55,56 84,18 0 0 Total
594 900 900 594 594 594
21,00 4,50 7,50 6,00 8,00 5,00
0 225.000 375.000 300.000 0 0 900.000
Untuk mengembangkan pestisida-pestisida ini secara komersil, KH. Fuad Affandy telah mendirikan pabrik di Garut yang dikelola oleh mantan santri Ponpes Al-Ittifaq. Pestisida ini telah dibeli dan dipatenkan oleh salah satu produsen pestisida dan pupuk organik di Garut. Sedangkan pestisida nabati untuk kebutuhan usahatani ponpes didapat dari koperasi. Biasanya untuk satu hektar lahan digunakan 50 liter ciknabat, 30 liter inabat, dan 50 liter betapur yang dalam penggunaannya diencerkan dengan sedikit air.
Pestisida kimia yang masih digunakan adalah Curacron. Penggunaannya hanya apabila terjadi serangan hama dan penyakit yang tidak bisa diatasi lagi dengan pestisida nabati. Dalam penelitian ini diasumsikan pestisida kimia tidak digunakan.
d.
Tenaga Kerja
Semua kegiatan usahatani membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan oleh ponpes adalah tenaga kerja dalam keluarga yaitu santri pria. Waktu kerja santri pria adalah pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 11.00
WIB setiap harinya. Sebagian santri ada yang menggunakan waktu istirahatnya pada pukul 13.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB, untuk melanjutkan pekerjaannya di kebun. Tetapi dalam penelitian ini diasumsikan santri hanya bekerja pada waktu pagi, dikarenakan ada keterbatasan dalam mengidentifikasi jumlah santri yang bekerja sore atau lembur. Santri merupakan tenaga kerja yang tidak diberikan upah tunai. Kompensasi yang diberikan berupa makan dua kali sehari yang diberikan oleh majikannya masing-masing yang terlepas dari Ponpes Al-Ittifaq. Pada saat bekerja di kebun, santri dikepalai oleh seorang mandor. Mandor yang bertanggung jawab di kebun membawahi 7-9 orang santri pria sedangkan mandor yang bertanggung jawab di bagian penyemaian membawahi sekitar 5-7 orang santri pria. Mandor-mandor ini dibagi berdasarkan lokasi kebun, sehingga jumlah mandor yang ada adalah tujuh orang. Mandor adalah sanak keluarga kyai ataupun santri mukim yang telah lama mengabdi. Rincian mengenai tenaga kerja santri pria per hari yang dipergunakan untuk menggarap lahan per lokasi kebun dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun Bagian Kerja
Jumlah TK (orang pria)
Mandor kebun
20 9 28 30 9 9 8 50 7 150 170
Penggarap kebun 1 Penggarap kebun 2 Penggarap kebun 3 Penggarap kebun 4 Penggarap kebun 5 Penggarap kebun 6 Penggarap kebun 7 Penyemaian Total (tanpa mandor) Total Keterangan: 1 Tahun = 365 hari
Jam Kerja per Hari (jam) 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Total JOK per Hari (JOK/hari) 80 36 112 120 36 36 32 200 28 600 680
Total JOK per Tahun (JOK/tahun) 29.200 13.140 40.880 43.800 13.140 13.140 11.680 73.000 10.220 219.000 248.200
Berbeda dengan buruh tani di sekitar ponpes yang bekerja selama 6 jam dalam 1 hari, santri-santri ponpes hanya bekerja selama 4 jam per harinya. Sehingga dalam penghitungan upah digunakan satuan Jam Orang Kerja (JOK) untuk memudahkan penghitungan. Tenaga kerja santri tidak dibayar secara tunai, karena itu untuk menghitung nilai tenaga kerja digunakan standar upah buruh yang biasa digunakan di Desa Alam Endah yaitu Rp 15.000,00 per hari kerja (6 jam kerja), atau sama dengan Rp 2.500,00 per jam kerjanya. Jumlah tenaga kerja yang digunakan ponpes belum efisien, karena jumlahnya terlalu tinggi. Jam kerja efektif seharusnya dihitung berdasarkan efektivitas kerja yang dilakukan santri per kegiatan kerja (Tabel 16). Jam kerja efektif yang sebenarnya dilakukan santri dapat disesuaikan dengan jam kerja
tenaga upahan. Jam kerja yang dihitung hanya jam saat santri memiliki dan melakukan pekerjaan di kebun, sementara kegiatan santri di kebun yang bukan berupa pekerjaan usahatani tidak diperhitungkan. Jam kerja efektif ini akan dibandingkan dengan alokasi jam kerja aktual ponpes, sehingga dapat diketahui jumlah pemborosan yang terjadi.
Tabel 16 Penggunaan Jam Kerja Efektif per Komoditas pada Usahatani Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun Kegiatan Kerja Pembibitan/penyemaian a. semai+persiapan bibit b. pemeliharaan Pengolahan tanah Pemupukan I dan pengapuran Penanaman a. pembuatan bedengan b. pembuatan lubang tanam/alur c. pemasangan mulsa d. penanaman Pemeliharaan a. penyiangan b. pemupukan susulan c. pemasangan ajir d. penyemprotan pestisida e. pemangkasan/perempelan f . penyulaman Panen Total Total per Tahun (JOK)
Wortel
Jam Kerja (JOK/tahun) Bawang Tomat Cabai daun
Kubis
Buncis
0 1.680 6.720 0
360 180 1.800 630
600 300 3.000 1.050
480 0 1.920 600
480 320 2.240 960
0 0 800 1.300
2.520 1.260 0 2.940
630 180 450 720
1.050 300 750 1.200
720 240 0 840
960 480 0 1.280
600 200 500 600
168 0 0 840 0 0 5.880 22.008
54 540 540 180 126 90 1.170 7.650
90 900 900 300 210 150 1.800 12.600
48 0 0 120 0 0 1.200 6.168
64 0 0 160 0 0 1.760 8.704
60 700 600 100 0 100 1.200 6.760 63.890
Jumlah jam orang kerja (JOK) efektif (tanpa mandor) adalah 63.890 JOK per tahunnya. Mandor tidak diperhitungkan dalam penghitungan jam kerja efektif, karena pekerjaan mandor hanya mengawasi, dan pada kenyataannya pekerjaan ini tidak begitu berpengaruh terhadap efektivitas tenaga kerja. Nilai jam kerja efektif jauh lebih kecil dibandingkan jam kerja aktual ponpes yaitu 219.000 JOK, sehingga dapat dihitung pemborosan yang terjadi adalah sebesar 155.110 JOK atau senilai dengan Rp 387.775.000,00. Bahkan pemborosan ini dapat meningkat apabila jam kerja mandor juga diperhitungkan.
e.
Alat-alat Pertanian Alat-alat pertanian yang digunakan untuk kegiatan usahatani adalah
cangkul, garpu, arit, kored, pisau, ember, dan gerobak. Alat-alat ini dibeli dari pasar Caringin. Setiap santri bertanggung-jawab pada alatnya masing-masing. Untuk menghindari kemungkinan tertukar, alat-alat tersebut diberi nomor urut. Umur ekonomis dari alat-alat tersebut biasanya sekitar dua tahun. Cangkul dan garpu digunakan untuk mengolah dan menggemburkan tanah. Arit dan kored digunakan untuk membuat tugalan dan menyiangi gulma. Pisau digunakan untuk membersihkan daun-daun dan bagian-bagian busuk dari sayuran setelah dipanen. Ember digunakan untuk menampung sementara hasil panen. Gerobak digunakan untuk mengangkut limbah sayuran ke kandang ternak. Tabel 17 Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Sayuran di Ponpes Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Peralatan
Jumlah Fisik
Cangkul Garpu Arit Kored Pisau Ember Gerobak
160 28.000 30 55.000 70 10.000 100 13.000 30 5.000 35 8.000 20 120.000 Nilai total penyusutan alat
6.2.4
Harga Beli (Rp)
Nilai (Rp) 4.480.000 1.650.000 700.000 1.300.000 150.000 280.000 2.400.000
Umur Ekonomis (tahun) 2 2 2 2 2 2 3
Penyusutan per Tahun (Rp) 186.666,67 68.750,00 29.166,67 54.166,67 6.250,00 11.666,67 66.666,67 423.333,35
Kegiatan Usahatani Sayuran
Usahatani dilakukan dengan sistem monokultur dengan pergiliran tanaman. Komoditas sayuran yang biasa ditanam adalah sayuran yang dipesan oleh swalayan, yaitu wortel, tomat, bawang daun, kubis, buncis dan cabai. Namun jenis sayuran yang ditanam dapat berubah sesuai dengan keadaan permintaan. Beberapa tahap yang dilakukan dalam kegiatan usahatani adalah pengolahan lahan, penaburan benih/penanaman bibit, pemeliharaan dan pemanenan. Beberapa komoditas harus disemai terlebih dahulu. Peralatan yang biasa digunakan adalah cangkul, sabit, garpu, alat semprot dengan usia pakai kurang lebih satu tahun.
Kegiatan pengolahan yang dilakukan meliputi penggemburan tanah, membuat bedengan, dan selokan, serta pemberian pupuk dasar baik pupuk kimia maupun pupuk organik. Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan garpu. Garpu digunakan untuk memecah bongkahan tanah yang masih padat agar menjadi lebih gembur. Cangkul digunakan untuk membolakbalikkan tanah sehingga terjadi rotasi kesuburan. Bedengan yang akan ditanami dibagi menjadi dua jenis tergantung lebar bedengannya. Bedengan dengan ukuran 10 x 0,5 m dengan jarak antar bedeng 0,5 m ditanami dengan tomat dan cabai, sedangkan bedengan dengan ukuran 10 x 1 m dengan jarak antar bedeng 0,5 m ditanami dengan wortel, buncis, bawang daun, dan kubis. Sebelum ditanam, benih wortel direndam terlebih dahulu di dalam air selama kurang lebih 12 jam. Setelah dikeringkan benih tersebut langsung ditebarkan merata pada bedengan yang telah dibagi menjadi 6 barisan, dengan jarak antar barisan kurang lebih 15 cm. Setelah wortel berusia 10 hari, dilakukan penjarangan terhadap wortel berjarak satu kepal atau sekitar 10 cm satu sama lain. Penanaman buncis dilakukan dengan menaruh benih pada lubang tanam sebanyak 2 butir. Kedalaman lubang tanam adalah 5 cm. Dalam satu bedeng terdapat 2 barisan, dengan jarak antar barisan 40 cm dan jarak antar lubang tanam pada satu barisan adalah 20 cm. Benih kubis mendapat perlakukan yang sama dengan benih wortel yaitu mengalami perendaman selama kurang lebih 12 jam atau sampai benih terlihat pecah agar benih cepat berkecambah. Benih kubis disemai terlebih dahulu, pada bedeng tanam. Dalam satu bedeng terdapat 2 barisan, dengan jarak antar barisan 50 cm dan jarak antar lubang tanam pada satu barisan adalah 50 cm.
Bibit bawang daun dapat ditanam langsung di bedeng tanam. Bibit yang digunakan adalah setek anakan. Setek anakan adalah bawang daun yang sudah berumur tua. Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dikurangi perakaran dan dipotong sebagian daunnya. Sebelum ditanam, tomat dan cabai disemaikan dahulu pada bedeng semai yang terdapat di pekarangan bangunan utama. Lokasi ini dipilih karena pekarangan tersebut ternaungi, sehingga baik untuk kegiatan penyemaian. Pada umur 3 minggu bibit cabai sudah dapat ditanam pada bedeng tanam sedangkan bibit tomat pada umur 4-6 minggu. Dalam satu bedeng tomat terdapat 16 tanaman dengan jarak antar tanaman 60 cm. Pada satu bedeng cabai terdapat 13 tanaman dengan jarak antar tanaman 70 cm. Pemeliharaan meliputi pemupukan susulan, penyiraman, penyiangan, pembumbunan dan penyemprotan untuk beberapa komoditas. Pemupukan biasanya dilakukan dua kali yaitu pada awal penanaman dan pada masa setelah tanam, dimana pada masa ini pemupukan dapat dilakukan berkali-kali. Penyiraman dilakukan hanya pada musim kemarau. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan bedengan dari gulma dan pembumbunan dilakukan
untuk menjaga bedengan agar kondisi perakaran tanaman tetap baik. Cabai, tomat dan buncis yang telah berumur 4 minggu diberikan penopang berupa ajir, untuk mencegah tanaman rebah. Penyemprotan dilakukan untuk melindungi tanaman dari hama dan penyakit yang menyerang. Penyemprotan dilakukan dengan alat hand sprayer. Pemanenan dilakukan sesuai dengan umur kematangan tanaman, namun dalam kondisi tertentu tanaman yang belum matang pun sudah dipanen. Kondisi yang dimaksud adalah apabila permintaan dari swalayan melebihi ketersediaan barang. Tanaman wortel, cabai, tomat, dapat dipanen pada umur tiga bulan, sedangkan tanaman bawang daun, kubis, dan buncis dapat dipanen pada umur dua bulan. Cabai dapat dipanen terus menerus sampai dua bulan setelah panen pertama. Tapi biasanya memasuki bulan kedua kualitas cabai tidak begitu baik lagi. Tomat dan buncis dapat dipanen sekitar sebelas kali dengan jarak pemetikan 2-3 hari. Hasil panen di bawa ke gudang pengemasan setelah dibersihkan dan disortasi di kebun, untuk ditimbang dan dikemas sesuai pesanan. Adapun hasil panen per bedeng untuk tiap jenis sayuran per musim tanamnya dan total panen selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 18. Data panen per bedeng dikumpulkan dari mandor-mandor kebun yang memiliki catatan, dan kemudian dirata-ratakan. Total panen satu tahun didapatkan dari perkalian antara jumlah panen per bedeng dengan jumlah bedeng per hektar dan luas tanam selama setahun. Tabel 18 Panen yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Jenis Sayuran Wortel Bawang daun Kubis Tomat Buncis Cabai
Jumlah per Bedeng (kg/bedeng) 31,99 16,50 43,77 31,67 24,41 17,78 Jumlah
Jumlah Bedeng (Bedeng/Ha) 594 594 594 900 594 900
Luas Tanam (Ha/tahun) 21,0 6,0 8,0 4,5 5,0 7,5
Total (kg/tahun) 399.043,26 58.806,00 207.995,04 128.263,50 72.497,70 120.015,00
52,0
986.620,50
Terdapat selisih yang cukup tinggi antara hasil produksi dan jumlah kebutuhan (Tabel 19). Sayuran yang dihasilkan ponpes jumlahnya melebihi kebutuhan harian ponpes baik untuk penjualan maupun konsumsi (santri, ternak, dan ikan), karena kebutuhan lain diluar kebutuhan harian belum diperhitungkan. Kebutuhan lain tersebut adalah konsumsi ketika menyambut tamu, konsumsi pada acara perayaan hari besar agama, dan konsumsi untuk acara-acara
ponpes lainnya. Karena itu selisih tersebut akan dianggap sebagai sayuran yang dikonsumsi. Sayuran dengan grade A-B digunakan untuk menjamu tamu sedangkan bagian afkirnya untuk konsumsi santri, ternak dan ikan. Jumlah sayuran afkir yang dimaksud didapatkan dengan mengalikan jumlah sayuran selisih dengan persentase sayuran afkir terhadap total panen (halaman 75) untuk masing-masing komoditas. Sayuran afkir yang dikonsumsi santri diasumsikan sebesar 75 persen dan sisanya adalah afkir untuk pakan ternak dan ikan. Kebutuhan tomat dalam setahun jumlahnya melebihi hasil produksi ponpes selama setahun. Jumlah kekurangan tomat adalah 33.570,20 kg per tahun atau sekitar 33,6 kuintal. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk memenuhi kekurangan ini ponpes akan melakukan pertukaran dengan petani setempat. Sayuran yang biasa ditukar adalah wortel karena petani menyukai wortel produksi ponpes. Menurut petani setempat, wortel produksi ponpes memiliki harga jual yang lebih tinggi di pasar, dibandingkan wortel produksi petani sendiri. Petani membeli wortel ponpes dengan harga Rp 1.800,00 per kilogram, dan petani menjual tomatnya dengan harga Rp 900,00 per kilogram. Satu kuintal wortel dapat ditukar dengan 2 kuintal tomat (1:2), sehingga untuk mendapatkan 33.570,2 kg tomat ponpes harus menukarkan 16.785,1 kg wortel.
Tabel 19 Produksi dan Kebutuhan Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Komoditas Sayuran Wortel Bawang daun Kubis Tomat Buncis Cabai Total
Produksi Sayuran (kg/tahun) 399.043,26 58.806,00 207.995,04 128.263,50 72.497,70 120.015,00 986.620,50
Kebutuhan Sayuran (kg/tahun) 163.468,90 36.135,00 47.928,15 161.833,70 62.367,55 25.958,80 497.692,10
Selisih (kg/tahun) 235.574,36 22.671,00 160.066,89 -33.570,20 10.130,15 94.056,20 488.928,40
6.2.5
Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen langsung dibersihkan dari brangkasannya
dan di sortasi di lahan. Kemudian dilakukan grading untuk mengelompokkan sayuran berdasarkan kualitasnya. Sayuran grade A dan B dibawa ke gudang pengemasan, sedangkan sayuran grade C disortasi kembali. Penyortiran ini dimaksudkan untuk memisahkan sayuran mana yang akan dikonsumsi dan diberikan pada ternak dan ikan. Setelah penyortiran tersebut selesai, sayuran afkir untuk pakan ternak dan brangkasan dibawa ke kandang ternak. Kegiatan yang dilakukan di gudang pengemasan adalah packaging dan pelabelan. Sayuran tomat, buncis, dan cabai dikemas dalam wadah styrofoam dengan plastik wrapping yang beratnya sesuai pesanan dan diberi label barcode. Kubis dikemas dengan plastik wrapping dan kemudian diberi label barcode. Bawang daun diikat dengan pita perekat bertuliskan nama swalayan yang memesan. Sedangkan wortel dimasukkan ke dalam plastik sepuluh kilo-an. Sayuran yang selesai dikemas, dimasukkan ke dalam truk pengirim. Daerah pemasaran yang dilalui ponpes yaitu meliputi Bandung dan Jakarta. Adapun swalayan yang menjadi pelanggan ponpes antara lain : 1.
Wilayah Bandung
: Superindo, Makro, Hero
2.
Wilayah Jakarta
: Diamond, Makro, Hero
3.
Wilayah Tangerang
: Diamond
Setelah pengemasan selesai dilakukan, limbah sayuran yang berasal dari proses penanganan pasca panen dikumpulkan dan dibawa ke kandang ternak untuk diberikan sebagai pakan dan dibuat kompos. Sisa dari komoditas kubis sebagian dibawa ke kolam untuk diberikan sebagai pakan ikan.
6.2.6
Produksi Limbah Sayuran Ada dua jenis limbah yang dihasilkan oleh usahatani sayuran, yaitu
brangkasan dan sayuran afkir. Brangkasan terdiri dari daun wortel, daun dan batang tomat, cabai, dan buncis. Sedangkan yang dikategorikan sebagai sayuran afkir adalah sayuran sisa yang tidak terjual. Hal ini disebabkan oleh telah terpenuhinya jumlah pemesanan swalayan, atau keadaan fisik sayuran yang memang tidak layak untuk dijual ke swalayan. Seperti sayuran yang bukan termasuk dalam kategori grade A atau B. Biasanya sayuran afkir yang dihasilkan sekitar 8-20 persen dari total panen per hari. Berdasarkan data yang diambil, rata-rata sayuran afkir yang dihasilkan dari panen total setiap harinya adalah wortel 83,83 kg (18,72%), tomat 38,90 kg (8,77%), buncis 22,63 kg (13,24%), bawang daun 22,68 kg (22,91), cabai 15,80 kg (22,21) dan kubis 19,94 kg (15,18%). Sayuran afkir yang layak konsumsi digunakan untuk makan santri sedangkan sayuran afkir yang kurang baik diberikan kepada ternak dan ikan atau langsung dibuang ke dalam tong pengomposan. Rincian bobot sayuran afkir yang dihasilkan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Alokasi Penggunaan Sayuran Afkir yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq
No
Jenis Sayuran
1 2 3 4 5 6
Wortel Tomat Buncis Bawang daun Cabai Kubis Total
Jumlah Satuan (kg/hari) 83,83 38,90 22,63 22,68 15,80 19,94 203,77
Jumlah Satuan (kg/tahun) 30.597,13 14.197,09 8.259,24 8.277,26 5.766,06 7.277,75 74.374,52
Afkir Untuk Konsumsi (kg/tahun) 22.947,84 10.647,82 6.194,43 6.207,94 5.766,06 5.458,31 57.222,40
Afkir Untuk Ikan (kg/tahun) 0,00 0,00 0,00 2.069,31 0,00 1.819,44 3.888,75
Afkir Untuk Ternak (kg/tahun) 7.649,28 3.549,27 2.064,81 0,00 0,00 0,00 13.263,36
Sayuran afkir yang dikonsumsi oleh santri adalah sayuran afkir dengan kondisi terbaik. Jumlah sayuran afkir yang dikonsumsi biasanya sekitar 75
persen dari total sayuran afkir yang dihasilkan, kecuali untuk cabai seluruh afkir cabai dikonsumsi oleh santri. Dalam penelitian ini diasumsikan jumlah sayuran afkir per jenis sayuran yang dikonsumsi oleh santri adalah sebesar 75 persen dari total masing-masing jenis sayuran afkir, sedangkan cabai dikonsumsi seluruhnya. Sisa sayuran afkir yang tidak dikonsumsi santri diberikan pada ternak dan ikan. Khusus untuk ikan sayuran afkir yang diberikan adalah afkir kubis dan bawang daun, sementara sisanya diberikan pada ternak. Data limbah pertanian brangkasan diperoleh dari pendekatan terhadap standar berat yang biasa digunakan. Penghitungan standar tersebut diketahui melalui sampling penimbangan terhadap masing-masing jenis limbah pertanian pada lahan-lahan tertentu. Contoh penghitungan jumlah limbah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan penimbangan terhadap umbi wortel dan brangkasannya pada 6 bedeng wortel, diperoleh bobot 185 kg dengan berat brangkasan sebesar 12 kg. Sehingga dapat dirumuskan sebuah nilai persentase brangkasan terhadap umbi dengan brangkas yaitu sebesar 0,06 persen. Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan wortel yang dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah limbah wortel dapat dihitung sebagai berikut: Jika hasil panen dalam 1 bedeng wortel rata-rata adalah 31,99 kg (0,06 persen adalah brangkas), sehingga bobot brangkasan yang didapatkan adalah 1,92 kg per bedeng wortel. Jumlah bedeng per hektar adalah 594 bedeng dan luas tanam wortel dalam setahun adalah 21 Ha, sehingga bobot total brangkasan wortel yang dihasilkan ponpes per hektar untuk satu musim tanam adalah 1.140,48 kg dan bobot total dalam satu tahun adalah 23.942,6 kg.
2.
Berdasarkan penimbangan terhadap brangkasan buncis pada 30 pohon buncis didapatkan rata-rata bobot brangkasan per pohon adalah 230
gram. Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan buncis yang dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah brangkasan buncis dapat dihitung sebagai berikut: Dalam 1 bedeng terdapat 98 pohon buncis, sehingga bobot brangkasan yang dapat dihasilkan per bedeng adalah 22,54 kg. Jumlah bedeng per hektar adalah 594 bedeng dan luas tanam buncis dalam setahun adalah 5 Ha, sehingga bobot total brangkasan buncis yang dihasilkan ponpes per hektar untuk satu musim tanam adalah 13.388,76 kg dan bobot total dalam satu tahun adalah 66.943,8 kg. 3.
Berdasarkan penimbangan terhadap brangkasan tomat pada 30 pohon tomat didapatkan rata-rata bobot brangkasan per pohon adalah 410 gram. Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan tomat yang dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah brangkasan tomat dapat dihitung sebagai berikut: Dalam 1 bedeng terdapat 16 pohon tomat, sehingga bobot brangkasan yang dapat dihasilkan per bedeng adalah 6,56 kg. Jumlah bedeng per hektar adalah 900 bedeng dan luas tanam tomat dalam setahun adalah 4,5 Ha, sehingga bobot total brangkasan tomat yang dihasilkan ponpes per hektar untuk satu musim tanam adalah 5,904 kg dan bobot total dalam satu tahun adalah 26.568 kg.
4.
Berdasarkan penimbangan terhadap brangkasan cabai pada 30 pohon cabai didapatkan rata-rata bobot brangkasan per pohon adalah 320 gram. Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan cabai yang dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah brangkasan cabai dapat dihitung sebagai berikut: Dalam 1 bedeng terdapat 13 pohon cabai, sehingga bobot brangkasan yang dapat dihasilkan per bedeng adalah 4,16 kg. Jumlah bedeng per
hektar adalah 900 bedeng dan luas tanam cabai dalam setahun adalah 7,5 Ha, sehingga bobot total brangkasan tomat yang dihasilkan ponpes per hektar untuk satu musim tanam adalah 3.744 kg dan bobot total dalam satu tahun adalah 28.080 kg. Ringkasan mengenai total bobot brangkasan yang dihasilkan disajkan pada Tabel 21. Tabel 21 Bobot Brangkasan yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq
No 1 2 3 4
Jenis Sayuran
Jumlah Satuan (kg/bedeng/MT)
Wortel Tomat Buncis Cabai Total
1,92
6,56
22,54 4,16
Jumlah Bedeng (bedeng) 594 900 594 900
Luas Tanam dalam 1 Tahun (Ha) 21,0 4,5 5,0 7,5
Jumlah Satuan (kg/tahun) 23.942,60 26.568,00 66.943,80 28.080,00 145.534,40
Dalam satu tahun total brangkasan dan sayuran afkir yang dihasilkan masing-masing mencapai 145.534,4 kg dan 4.837,64 kg. Brangkasan yang telah dikonsumsi oleh ternak adalah sebesar 136.418,75 kg, sehingga ada sisa brangkasan sebesar 9.115,65 kg. Sisa brangkasan ini hanya bernilai 6 persen dari total brangkasan sehingga dapat disimpulkan bahwa brangkasan telah termanfaatkan sepenuhnya. Sayuran afkir yang dikonsumsi santri adalah sebesar 3.759,48 kg, dikonsumsi ikan sebesar 250,66 kg, dan dikonsumsi ternak sebesar 827,50 kg.
6.3
Usahatani Ternak
Unit peternakan Ponpes Al-Ittifaq memiliki dua macam usahatani ternak, yaitu sapi perah dan penggemukan domba. Laporan keuangan yang dibuat ponpes selama ini hanya sebatas penjualan domba dan sapi afkir. Sementara itu laporan mengenai biaya operasional harian dan penerimaan penjualan susu harian tidak pernah dibuat. Hal ini membuat ponpes kesulitan untuk melihat apakah usahatani ternak ini menguntungkan atau tidak, karena laporan keuangan yang ada tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
6.3.1
Perkandangan
Ternak membutuhkan kandang sebagai tempat berlindung dari pengaruhpengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan seperti panas dan hujan. Selain itu kandang juga berfungsi untuk memudahkan penanganan ternak dan pengawasan terhadap penyakit. Bentuk kandang yang digunakan oleh Ponpes Al-Ittifaq merupakan kandang permanen yang mempunyai atap genting dan gabungan antara genting dan asbes. Dinding kandang terbuat dari semen yang dibangun setinggi leher sapi. Agar lantai kandang tetap kering dan tidak licin, maka digunakan lantai dari semen. Lokasi kandang sapi laktasi dan sapi bunting, sapi dara dan sapi jantan, serta domba dibuat terpisah. Kandang I terletak di depan sekolah, menampung 110 ekor domba. Kandang II terletak di belakang kobong santri menampung sapi jantan, sapi dara dan pedet yang dikelompokkan secara terpisah. Kandang III terletak di sebelah kandang II, menampung sapi betina laktasi. Di kandang III inilah pemerahan dilakukan setiap pagi dan siang. Kandang IV terletak di sebelah atas kandang III, menampung 40 ekor domba.
6.3.2
Pengadaan Bibit
Bangsa atau rumpun sapi merupakan faktor yang berpengaruh pada produktivitas sapi dalam menghasilkan susu. Ponpes Al-Ittifaq menggunakan bangsa sapi Peranakan Frisian Holstein (PFH) atau yang biasa dikenal dengan Fries Holland. Sapi PFH biasa digunakan peternak di Indonesia karena produksi susu sapi PFH lebih banyak daripada sapi jenis lainnya. Sedangkan bangsa domba yang diternakkan oleh ponpes adalah bangsa domba ekor tipis, karena pemeliharaan domba jenis ini relatif lebih mudah. Selain itu domba ekor tipis adalah bangsa domba yang tahan terhadap kegersangan. Ternak sapi perah sampai dengan April 2007 yang dimiliki ponpes berjumlah 26 ekor dan domba 150 ekor. Jika dikonversikan ke satuan ternak Ditjen Bina Produksi Peternakan, maka jumlah satuan ternak Ponpes Al-Ittifaq adalah 37,375 ST (Tabel 22).
Tabel 22 Jumlah Ternak dan Satuan Ternak di Pondok Pesantren AlIttifaq Tahun 2007 Jenis Ternak Sapi dewasa jantan Sapi dewasa laktasi Sapi dara Sapi pedet Domba dewasa Domba muda Domba anak
Total
Jumlah (ekor) 9 6 5 6 117 24 9
Satuan Ternak 1,000 1,000 0,050 0,250 0,140 0,070 0,035
Jumlah ST 9,000 6,000 2,500 1,500 16,380 1,680 0,315
176
Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq (s.d. April 2007)
37,375
Perkawinan ternak di ponpes dilakukan dengan menggunakan cara inseminasi buatan (IB) yang teknisnya dibantu oleh petugas dari Dinas Peternakan Jawa Barat. Selain itu ponpes juga sering mengawinkan ternaknya sendiri. Sapi betina yang sedang estrus dikawinkan dengan sapi jantan atau dibantu dengan inseminasi buatan. Begitu pula dengan ternak domba, domba betina yang sedang estrus dikawinkan dengan domba jantan. Sapi jantan atau sapi betina afkir adalah sapi yang nantinya dijadikan sapi potong. Sapi jantan dan betina afkir biasanya dihargai sekitar Rp 6.000.000,00 per ekornya. Domba potong dihargai antara Rp 350.000,00-400.000,00 per ekornya.
6.3.3
Pemeliharaan Ternak
Pemeliharaan sapi dan domba dilakukan dengan pola pemeliharaan di kandang. Pukul 04.00 WIB santri membersihkan kandang sapi dan domba dari limbah dan feses serta memandikan sapi dengan air hangat. Limbah feses dan pakan hijauan dikumpulkan di tempat pembuatan kompos yang terletak di samping kandang sapi. Tujuan dibersihkannya kandang dan ternak sebelum dilakukan pemerahan adalah untuk menghindari tercemarnya susu dengan bau dan feses yang ada di sekitar. Sedangkan pemandian sapi dengan air hangat dimaksudkan untuk merangsang keluarnya susu. Pemerahan dilakukan pada pukul 05.00 WIB. Setelah diperah, sapi disemprot dengan disinfektan agar bersih dari kumankuman. Pukul 07.30 WIB sapi dan domba diberi pakan hijauan, konsentrat dan air minum. Pukul 13.00 WIB dilakukan pemerahan kedua. Pemberian pakan hijauan, konsentrat dan air minum kedua diberikan pada pukul 15.00 WIB. Masalah kesehatan ternak di ponpes telah ditangani langsung oleh Dinas Peternakan Jawa Barat. Hal ini terlihat dengan adanya kontrol rutin yang
dilakukan oleh petugas dinas. Penanganan mengenai inseminasi buatan juga langsung ditangani oleh petugas dinas. Pakan hijauan yang diberikan pada sapi dan domba berasal dari limbah sayuran dan lahan rumput sekitar ponpes. Rataan jumlah hijauan yang diberikan untuk sapi perah dewasa adalah sekitar 20 kg per ekor per hari dan untuk domba dewasa adalah sekitar 2,8 kg per ekor per hari. Jumlah rumput yang diberikan adalah 10 kg per ekor hari untuk sapi dewasa dan untuk domba dewasa adalah 1,4 kg per ekor per hari. Jumlah brangkasan yang diberikan adalah 10 kg per ekor per hari untuk sapi dewasa dan 1,4 kg per ekor per hari untuk domba dewasa. Ponpes tidak memiliki catatan mengenai jumlah sayuran afkir yang diberikan pada ternak. Karena itu dalam penelitian ini jumlah sayuran afkir yang diberikan pada masing-masing ternak dihitung dengan pendekatan satuan ternak. Jumlah sayuran afkir yang dihasilkan per tahun dibagi dengan total satuan ternak dan banyak hari dalam setahun (365 hari), sehingga didapatkan jumlah sayuran afkir yang diberikan adalah 0,06 kg per Satuan Ternak per hari. Bahan pakan lain yang diberikan untuk sapi perah betina (laktasi, dara, pedet) adalah konsentrat, sedangkan untuk domba hanya diberi hijauan. Rincian pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Pemberian Pakan pada Usahatani Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Tahun 2006-2007 Jenis Ternak
Jumlah Ternak (ekor)
Konsentrat (kg)
Sapi laktasi 6 30,0 Sapi jantan 9 Sapi dara 5 12,5 Sapi pedet 6 7,5 Domba dewasa 117 Domba muda 24 Domba anak 9 Total per Hari (kg) 50,0 Total per Tahun* (kg) 18.250,0 *1 tahun = 365 hari Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq (diolah)
6.3.4
Rumput (kg)
90,00 60,00 25,00 15,00 163,80 16,80 3,15 373,75 136.418,75
Brangkasan (kg)
90,00 60,00 25,00 15,00 163,80 16,80 3,15 373,75 136.418,75
Sayuran Afkir (kg)
0,54 0,36 0,15 0,09 0,98 0,10 0,02 2,24 818,51
Tenaga Kerja
Usahatani ternak ponpes memiliki tujuh orang tenaga kerja santri. Tiga orang bekerja di kandang sapi dan empat orang di kandang domba. Usahatani ternak ini dikelola oleh seorang mandor. Secara umum tugas yang harus dilakukan oleh santri yang mengurus sapi dan domba adalah sama. Bedanya santri yang mengurus sapi harus bisa memandikan dan melakukan pemerahan, dan pekerjaan pemerahan tidak dapat diwakilkan karena seekor sapi hanya dapat diperah oleh orang satu orang. Hal ini dikarenakan sapi sangat sensitif terhadap pergantian pemerah dan dapat menyebabkan susu yang dikeluarkan sedikit. Tabel 24 menyajikan data penggunaan tenaga kerja aktual usahatani ternak ponpes.
Tabel 24 Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani Ternak dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Bagian Kerja Mandor
Mengurus sapi Mengurus domba Total *HOK Ciwidey = 6 jam
Jam Kerja (JOK/tahun)
Hari Kerja (HOK/tahun)*
3.650
10.950 14.600 29.200
608,33 1.825,00 2.433,33 4.866,66
Jenis kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah membersihkan kandang, memandikan ternak, memerah sapi, mengambil hijauan dan mencacahnya, memberikan pakan konsentrat dan air minum serta membuat pupuk kompos dan daun. Santri yang telah menyelesaikan pekerjaannya di kandang bertugas menjual susu-susu tersebut ke koperasi Ciwidey. Dalam sehari total jam kerja santri adalah 10 jam, yaitu pukul 04.00-11.00 WIB dan 13.00-16.00 WIB. Jika disetarakan dengan HOK daerah penelitian (1 HOK = 6 jam), maka total jam kerja santri untuk mengurus ternak sebesar 29.200 JOK per tahun setara dengan 4.866,67 HOK per tahun. Jumlah tenaga kerja yang digunakan ponpes belum efisien, karena jumlahnya terlalu tinggi. Jam kerja efektif seharusnya dihitung berdasarkan efektivitas kerja yang dilakukan santri per kegiatan kerja (Tabel 25). Jam kerja efektif yang sebenarnya dilakukan santri dapat disesuaikan dengan jam kerja tenaga upahan. Total jam kerja santri untuk kedua jenis ternak adalah 3.467,5 JOK per tahun atau setara dengan 577,92 HOK per tahun. Nilai jam kerja efektif 577,92 HOK jauh lebih kecil dibandingkan jam kerja aktual ponpes yaitu 29.200 JOK, sehingga dapat dihitung pemborosan yang terjadi adalah sebesar 28.622,08 JOK atau senilai dengan Rp 71.555.200. Bahkan pemborosan ini dapat meningkat apabila jam kerja mandor juga diperhitungkan.
Tabel 25 Penggunaan Jam Kerja Efektif per Jenis Ternak pada Usahatani Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun Jam Kerja (JOK/hari) Sapi Domba Membersihkan kandang 0,50 0,50 Memandikan ternak 1,00 0 Memerah ternak 1,00 0 Mengambil hijauan rumput 1,00 4,00 Memberikan pakan dan minum 0,25 0,25 Menjual susu 1,00 0 Total 4,75 4,75 Keterangan: 1 tahun = 365 hari, HOK Ciwidey = 6 jam Kegiatan Kerja
Jam Kerja (JOK/tahun) Sapi Domba 182,50 182,50 365,00 0 365,00 0 365,00 1.460,00 91,25 91,25 365,00 0 1.733,75 1.733,75
HOK/tahun Sapi 30,42 60,83 60,83 60,83 15,21 60,83 288,96
Domba 30,42 0 0 243,33 15,21 0 288,96
Kebutuhan tenaga kerja untuk ternak menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2007) adalah 0,042 HOK/ST/hari. Total ternak yang dimiliki ponpes adalah 37,375 ST, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengurus ternak setiap hari adalah 1,57 HOK. Menurut ketentuan ini, tenaga kerja yang dibutuhkan selama satu bulan (30 hari) adalah 47,1 HOK, dan selama satu tahun (365 hari) adalah 573,05 HOK. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan nilai jam kerja yang telah dihitung per kegiatan, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan jam kerja pada Tabel 25 sudah efektif.
6.3.5
Produksi Susu
Susu dihasilkan oleh sapi betina yang sedang mengalami laktasi. Masa laktasi adalah masa antara waktu beranak dengan waktu dimana ternak dikeringkan atau tidak diperah susunya. Masa laktasi biasanya sekitar 10 bulan. Ternak yang bunting dikeringkan selama 2 bulan menjelang beranak agar ternak memiliki kondisi yang baik ketika beranak. Selain itu pengeringan dilakukan agar produksi susu pada periode berikutnya tinggi. Produksi susu rata-rata di Ponpes Al-Ittifaq per ekor per hari adalah 14-15 liter. Nilai ini lebih tinggi daripada produksi susu sapi nasional yaitu 10 liter/hari.4 Perbedaan jumlah produksi tersebut dipengaruhi oleh umur sapi. Produksi susu akan meningkat dari laktasi pertama sampai laktasi kelima. Karena catatan mengenai penjualan susu tidak ada, maka dalam penghitungan digunakan 4
Anton Apriyantono, Pikiran Rakyat 30 Januari 2007
asumsi produksi susu selama satu tahun adalah produksi yang paling rendah yaitu 14 liter.
6.3.6
Produksi dan Pengolahan Limbah Ternak
Ada beberapa jenis limbah yang dihasilkan oleh ternak sapi dan domba, yaitu feses, urine, dan pakan hijauan. Limbah yang telah dimanfaatkan adalah feses dan sisa pakan hijauan. Kedua limbah tersebut diolah kembali menjadi pupuk kompos cair dan pupuk daun. Tabel 26 Produksi Feses Ternak per Satuan Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Jenis Ternak Sapi dewasa jantan Sapi dewasa laktasi Sapi dara Sapi pedet Domba dewasa Domba muda Domba anak Jumlah
Jumlah (ekor)
9 6 5 6 117 24 9 176
Total Produksi per hari (kg) 166,50 111,00 46,25 27,75 303,03 31,08 5,83 691,44
Total Produksi per bulan (kg) 4.995,00 3.330,00 1.387,50 832,50 9.090,90 932,40 174,83 20.743,13
Total Produksi per tahun (kg) 60.772,50 40.515,00 16.881,25 10.128,75 110.605,95 11.344,20 2.127,04 252.374,69
Menurut penimbangan pada saat penelitian satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 18,5 kg feses per hari. Sehingga produksi feses untuk sapi dara, pedet, domba dewasa, domba muda, dan domba anak dapat diketahui dari hasil konversi dengan satuan ternak. Satuan ternak yang digunakan adalah satuan ternak Ditjen Bina Produksi Peternakan (2006). Hasil penghitungan total produksi feses ternak disajikan pada Tabel 26. Limbah feses dan pakan dikumpulkan di lokasi pengomposan yang terletak di sebelah kandang sapi. Satu drum kompos cair (220 liter) membutuhkan 25 kg feses segar. Kebutuhan pupuk daun per hektar (200 kg) membutuhkan 120 kg feses segar. Sehingga untuk kebutuhan kompos sebesar 65.577,60 liter, feses segar yang dibutuhkan adalah 7.452 kg. Untuk kebutuhan pupuk daun sebesar 2.827,44 kg, feses segar yang dibutuhkan adalah 1.696,46 kg. Untuk kebutuhan pupuk kandang sebesar 170.005,80 kg, feses segar yang dibutuhkan adalah 212.507,25 kg. Dari data di atas dapat dihitung total kebutuhan feses segar selama satu tahun yaitu sebesar 221.655,71 kg. Feses
segar yang tersedia selama satu tahun adalah sebesar 252.374,69 kg, sehingga terdapat sisa feses segar sebesar 30.718,98 kg. Sisa feses ini hanya bernilai 12 persen dari total feses sehingga dapat disimpulkan bahwa feses yang dihasilkan telah termanfaatkan sepenuhnya.
6.4
Usahatani Ikan Jenis-jenis ikan yang diusahakan di Ponpes Al-Ittifaq adalah ikan mujair
dan lele. Keduanya tidak diusahakan untuk tujuan komersil melainkan hanya untuk konsumsi keluarga ponpes.
6.4.1
Penggunaan Input Usahatani Ikan
a.
Kolam Ikan Kolam ikan yang dimiliki ponpes berjenis kolam tunggal (family pond)
berukuran 28 m2 (7 x 4 m). Dinding kolam terbuat dari semen dan alas kolam terbuat dari lumpur dan tanah. Kolam yang dimiliki ponpes hanya kolam perbesaran hal ini dikarenakan ponpes tidak menjalankan kegiatan budidaya lainnya seperti pembenihan, melainkan hanya perbesaran ikan.
b.
Bibit Karena usahatani yang dilakukan ponpes hanya pembesaran maka
sarana produksi yang harus disediakan adalah bibit. Bibit ikan didapatkan dari pasar Ciwidey. Bibit yang dibeli adalah bibit yang berusia 2 bulan. Karena ponpes tidak memiliki catatan mengenai jumlah bibit ikan lele yang ditanamnya, maka dalam penghitungan digunakan asumsi yang dibuat berdasarkan literatur. Sedangkan informasi mengenai bibit ikan mujair diperoleh melalui wawancara. Komposisi bibit ikan yang ditebarkan adalah bibit ikan lele 200 ekor dan ikan mujair 120 ekor. Umur tanam ikan lele adalah 4 bulan dan ikan mujair adalah 3
bulan. Sehingga dalam setahun total bibit yang ditebarkan adalah ikan mujair 480 ekor dan ikan lele 600 ekor.
c.
Pupuk Pupuk kolam biasanya diaplikasikan setahun sekali ketika kolam
dikeringkan. Jumlah pupuk yang digunakan dalam setahun adalah urea 0,5 kg, TSP 0,5 kg, dan pupuk kandang 3 kg.
d.
Pakan Ikan Pemberian pakan dilakukan setiap hari pada pukul 10 pagi oleh santri
yang bertugas. Sayuran afkir yang digunakan sebagai pakan ikan adalah bawang daun dan kubis. Jumlah rata-rata pakan yang diberikan per hari adalah bawang daun 1,43 kg dan kubis 0,26 kg. Total sayuran afkir yang diberikan sebagai pakan adalah bawang daun 82,5 kg dan 168,16 kg per tahunnya.
e.
Alat-Alat Usahatani Ikan Alat-alat usahatani yang digunakan dalam pemeliharaan adalah sikat,
waring, dan ember. Umur ekonomis rata-rata dari alat tersebut adalah satu tahun. Waring digunakan untuk mengangkut sampah dan feses di atas air kolam dan untuk memanen ikan. Sedangkan ember digunakan untuk menaruh ikan setelah dipanen atau untuk menampung sayuran afkir yang akan diberikan sebagai pakan. Biaya penyusutan alat-alat tersebut dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Ikan di Ponpes Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Peralatan Sikat Waring Ember
f.
Jumlah Fisik (unit)
Harga Beli (Rp/unit) 2
20.000
3
8.000
3 12.000 Nilai total penyusutan alat
Nilai (Rp) 40.000
Umur Ekonomis (tahun) 2
Penyusutan per Tahun (Rp) 20.000
24.000
2
12.000
36.000
2
18.000 50.000
Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan adalah 1 orang tenaga kerja santri. Jenis
kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah membersihkan kolam dan memberikan pakan ikan. Lama kerja santri untuk mengurus ikan adalah 2 jam setiap harinya, sehingga jumlah penggunaan tenaga kerja untuk usahatani ikan dalam setahun adalah 730 JOK atau sebesar Rp 1.825.000,00. Tenaga kerja yang digunakan ponpes ini belum efisien, karena jumlahnya terlalu tinggi. Jam kerja efektif seharusnya dihitung berdasarkan efektivitas kerja yang dilakukan santri. Jam kerja efektif yang sebenarnya dilakukan santri dapat disesuaikan dengan jam kerja tenaga upahan. Untuk mengurus kolam ikan tersebut dalam satu tahun tenaga kerja efektif yang dibutuhkan 247 JOK atau setara dengan 41,17 HOK per tahun. Nilai jam kerja efektif jauh lebih kecil dibandingkan jam kerja aktual ponpes yaitu 730 JOK, sehingga dapat dihitung pemborosan yang terjadi adalah sebesar 483 JOK atau senilai dengan Rp 1.207.500.
Tabel 28 Penggunaan Jam Kerja Efektif pada Usahatani Ikan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun Jam Kerja (JOK/minggu) Membersihkan kolam 1,0 Memberikan pakan 1,8 Memanen ikan 2,0 Total 4,8 Keterangan: 1 tahun = 365 hari, HOK Ciwidey = 6 jam Kegiatan Kerja
Jam Kerja (JOK/tahun)
52 91 104 247
HOK/tahun 8,67 15,17 17,33 41,17
6.4.2
Pemeliharaan Perbesaran merupakan kegiatan pemeliharaan bibit sampai mencapai
ukuran konsumsi. Masa perbesaran yang dilakukan di ponpes berkisar 3 bulan untuk ikan mujair dan 4 bulan untuk ikan lele. Setelah masa tersebut biasanya ikan mujair dan lele telah mencapai ukuran konsumsi. Setiap pagi tepi dan permukaan kolam dibersihkan dari sampah-sampah dan feses yang ada, kemudian ikan diberikan pakan berupa sayuran afkir.
6.4.3
Panen Pemanenan dilakukan apabila ikan sudah berumur 5-6 bulan atau ketika
diperlukan untuk konsumsi keluarga ponpes seperti ketika ada penyelenggaraan hajatan. Pemanenan dilakukan oleh santri yang biasa melakukan pemanenan ikan. Dalam setahun total bibit yang ditebar adalah mujair 480 ekor dan lele 600 ekor. Sehingga dapat diperkirakan dengan tingkat mortalitas 20 persen, ikan yang dapat dipanen adalah mujair 384 ekor dan lele 480 ekor atau sekitar 19,2 kg dan 96 kg.
VII
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
Penghitungan analisis pendapatan pada penelitian ini dibuat dalam dua kondisi. Tujuan penggunaan dua kondisi ini adalah untuk membandingkan keuntungan yang didapat. Karena itu sesuai dengan tujuannya, kondisi yang dibuat merupakan kondisi yang berbeda antara kondisi satu dan lainnya. Kondisi 1 adalah analisis pendapatan pada sistem pertanian integrasi yang dilakukan ponpes, dimana terjadi perputaran input menjadi output bagi cabang usahatani lainnya begitupun sebaliknya, dan terdapat proses daur ulang output sampingan di dalamnya. Kondisi 2 adalah analisis pendapatan yang seandainya dilakukan ponpes, dimana diasumsikan tidak ada perputaran input menjadi output bagi cabang usahatani satu untuk yang lainnya dan tidak terdapat proses daur ulang output sampingan di dalamnya, yang pada bahasan selanjutnya akan disebut sebagai sistem pertanian non integrasi. Pada kondisi 2 output sampingan yang dihasilkan diasumsikan tidak dimanfaatkan sebagai input untuk cabang usahatani lainnya, melainkan dijual ke luar ponpes.
6.1
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Secara umum pendapatan usahatani sayuran diperoleh dari selisih antara
penerimaan
dengan
biaya
yang
dikeluarkan
untuk
usahatani.
Analisis
pendapatan usahatani sayuran meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan atas biaya tunai. Untuk komponen biaya, biaya yang dikeluarkan untuk usahatani terdiri atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Sedangkan penerimaan terdiri atas penerimaan tunai dan tidak tunai.
7.1.1
Penerimaan Usahatani Sayuran Pengumpulan data dilakukan pada bulan April tahun 2007, tetapi dalam
penghitungan, data yang dipakai adalah data periode bulan April 2006 sampai dengan bulan Maret 2007. Pada periode tersebut harga jual komoditas sayuran tidak berubah-ubah, hal ini disebabkan karena ponpes sudah memiliki perjanjian (MoU) dengan swalayan-swalayan sehingga harga jual sayuran untuk jangka waktu tertentu sudah ditetapkan di dalam perjanjian tersebut. Sayuran yang dijual ke swalayan hanya sayuran dengan grade A, terkecuali tomat sampai dengan grade B. Harga wortel, buncis, cabai, bawang daun dan kubis per kilogram berturut-turut adalah Rp 2.500,-, Rp 3.000,-, Rp 8.000,-, Rp 7.000,-, dan Rp 1.500,-. Komoditas tomat memiliki harga jual yang berbeda tiap grade-nya yaitu Rp 2.500,- (per kilogram) untuk grade A dan Rp 1.750,- (per kilogram) untuk tomat grade B. Penerimaan tunai usahatani sayuran pada kondisi 1 berasal dari penjualan sayuran ke swalayan selama satu tahun dan penjualan wortel ke petani setempat (Tabel 29). Sedangkan pada kondisi 2, selain kedua penjualan tersebut, ponpes mendapatkan tambahan penerimaan tunai yang berasal dari sayuran afkir dan brangkasan yang dijual ke luar ponpes (Tabel 30). Nilai penjualan sayuran ke swalayan didapat dengan mengalikan jumlah per komoditas yang dijual dan harga jual yang telah ditetapkan dalam perjanjian (MoU) untuk per satuannya. Nilai penjualan wortel ke petani didapat dengan mengalikan jumlah wortel yang dijual dan harga wortel yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Sayuran yang memiliki nilai jual tertinggi adalah komoditas wortel yaitu sebesar Rp 332.179.435,48. Hal ini dikarenakan jumlah penjualan wortel paling tinggi dibandingkan oleh komoditas lainnya. Komoditas ini merupakan komoditas andalan ponpes karena biaya produksinya rendah, namun memiliki produktivitas
yang sangat tinggi. Selain itu komoditas wortel adalah satu-satunya sayuran produksi ponpes yang dibudidayakan secara organik. Tabel 29 No A 1
2 B 3
4
5 6 7 8
Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan ke swalayan (kg) - Penjualan wortel - Penjualan tomat grade A - Penjualan tomat grade B - Penjualan buncis - Penjualan cabai - Penjualan bawang daun - Penjualan kubis Total penjualan ke swalayan Penjualan wortel ke petani (kg) Total penerimaan tunai PENERIMAAN TIDAK TUNAI Afkir yang dikonsumsi santri (kg) - Wortel - Tomat - Buncis - Bawang daun - Cabai - Kubis Total yang dikonsumsi santri Yang dikonsumsi untuk tamu (kg) - Wortel - Bawang daun - Kubis - Buncis - Cabai Total yang dikonsumsi tamu Afkir yang dijadikan pakan ternak Afkir yang dijadikan pakan ikan Brangkasan yg dijadikan pakan Bawang daun untuk bibit Total penerimaan tidak tunai TOTAL PENERIMAAN
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
2.500,00 2.500,00 1.750,00 3.000,00 8.000,00 7.000,00 1.500,00 1.800,00
132.871,77 110.727,46 36.909,15 54.108,31 20.192,74 27.857,74 40.650,40 423.317,58 16.785,10
332.179.435,48 276.818.649,19 64.591.018,15 162.324.919,35 161.541.935,48 195.004.193,55 60.975.604,84 1.192.460.151,21 30.213.180,00 1.222.673.331,21
1.500,00 900,00 600,00 3.000,00 4.700,00 300,00
56.022,48 6.207,94 6.464,23 14.543,26 27.084,31 22.548,16
84.033.726,75 5.587.149,19 3.878.540,39 43.629.779,69 127.296.279,00 6.764.447,69 271.189.922,71
2.500,00 3.000,00 7.000,00 8.000,00 1.500,00
191.474,84 17.477,07 135.768,74 8.788,92 73.166,32
25,00 25,00 25,00 1.800,00
24.623,55 11.261,77 145.534,40 24.000,00
478.687.099,52 52.431.221,70 950.381.152,69 70.311.345,12 109.749.476,97 1.661.560.296,00 615.588,80 281.544,28 3.638.359,89 43.200.000,00 1.980.485.711,68 3.203.159.042,89
Nilai jual tertinggi kedua adalah komoditas tomat grade A yaitu sebesar Rp 276.818.649,19,00. Komoditas bawang daun memiliki nilai jual tertinggi ketiga yaitu sebesar Rp 195.004.193,55. Selanjutnya adalah komoditas buncis sebesar Rp 162.324.919,35, komoditas cabai sebesar Rp 161.541.935,48, komoditas
tomat grade B sebesar Rp 64.591.018,15, dan komoditas kubis sebesar Rp 60.975.604,84. Total penjualan ke swalayan selama satu tahun pada kedua kondisi adalah Rp 1.192.460.151,21. Penjualan wortel ke petani dilakukan agar ponpes mendapatkan uang tunai untuk membeli tomat. Nilai penjualan wortel didapat dengan mengalikan jumlah wortel yang dijual dan harga jual tomat. Untuk mendapatkan uang tunai yang cukup untuk membeli kekurangan tomat, jumlah wortel yang harus dijual dalam setahun adalah 16.785,10 kg. Harga yang bersedia dibayar oleh petani adalah Rp 1.800,00 per kilogram. Harga ini sedikit lebih tinggi dari harga wortel yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 1.500,00. Keadaan ini tidak menjadi masalah bagi petani karena wortel ponpes memiliki harga jual yang lebih tinggi pula jika dijual ke pasar induk, sehingga petani merasa lebih diuntungkan. Penjualan sayuran pada kedua kondisi bernilai sama. Penerimaan tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas nilai sayuran afkir yang digunakan untuk konsumsi santri, pakan ternak dan ikan, sayuran yang dikonsumsi untuk menjamu tamu-tamu ponpes, panen yang digunakan sebagai bibit, serta nilai brangkasan yang dihasilkan setelah panen. Sedangkan penerimaan tidak tunai pada kondisi 2 terdiri atas nilai sayuran afkir yang digunakan untuk konsumsi santri, sayuran yang dikonsumsi untuk menjamu tamu-tamu ponpes, dan panen yang digunakan sebagai bibit. Nilai sayuran afkir yang dikonsumsi santri merupakan hasil kali jumlah sayuran per komoditas yang dikonsumsi dengan harga jual masing-masing komoditas. Harga jual sayuran yang digunakan adalah harga petani yang berlaku di daerah penelitian, karena sayuran afkir yang dikonsumsi memiliki kualitas yang sama dengan sayuran di kalangan petani. Nilai sayuran afkir yang dikonsumsi santri merupakan salah satu sumber penerimaan tidak tunai pada kedua kondisi. Nilai sayuran afkir yang dikonsumsi santri adalah sebesar Rp 271.189.922,71.
Nilai sayuran afkir yang dijadikan pakan ternak dan ikan sebesar Rp 615.588,80 dan Rp 281.544,28 adalah hasil kali antara jumlah sayuran afkir yang digunakan sebagai pakan dengan harga transfer per kilogramnya. Harga sayuran afkir merupakan harga transfer dari usahatani sayuran (divisi penjual) ke usahatani ternak (divisi pembeli), yang nilainya disetarakan dengan harga hijauan di daerah penelitian (harga pasar) karena beberapa petani setempat menggunakan sisa-sisa panennya sebagai pakan ternak, fungsinya dianggap sama dengan pakan hijauan. Harga pasar pakan hijauan di Desa Alam Endah adalah Rp 75,00 per kg. Penentuan harga pasar dihitung dengan metode harga pasar minus. Diketahui biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi pakan hijauan adalah biaya tenaga kerja untuk membabat yaitu sebesar Rp 10.000 per HOK. Dalam satu hari 1 HOK dapat menghasilkan rata-rata 200 kg rumput. Sehingga dapat dihitung nilai harga transfer per kilogramnya adalah Rp 25,00. Rincian perhitungannya sebagai berikut: Harga pasar Tenaga kerja Rp 10.000/HOK 200 kg/HOK Harga transfer
Rp 75,00/kg =
Rp 50,00/kg Rp 25,00/kg
Nilai brangkasan adalah hasil kali antara jumlah brangkasan yang dihasilkan dengan harga transfer per kilogramnya. Harga transfer brangkasan disetarakan dengan harga transfer pada sayuran afkir di atas yaitu Rp 25,00 per kilogram, karena brangkasan memiliki fungsi yang sama sebagai pakan hijauan untuk ternak. Nilai brangkasan adalah Rp 3.638.359,89. Pada kondisi 2, produk sampingan berupa sayuran afkir dan brangkasan yang digunakan sebagai pakan ternak dan ikan tidak diperhitungkan sebagai penerimaan
tidak
tunai,
melainkan
sebagai
penerimaan
tunai
karena
diasumsikan produk sampingan tersebut dijual tunai ke luar ponpes. Nilai penjualan sayuran afkir dan brangkasan merupakan hasil kali jumlah produksi kedua hasil samping tersebut dan harga jual per kilogram yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 75,00. Tabel 30 No
Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan ke swalayan (kg) - Penjualan wortel - Penjualan tomat grade A - Penjualan tomat grade B - Penjualan buncis - Penjualan cabai - Penjualan bawang daun - Penjualan kubis Total penjualan sayuran ke swalayan 2 Penjualan wortel ke petani (kg) 3 Penjualan Sayuran Afkir (kg) 4 Penjualan Brangkasan (kg) Total Penerimaan Tunai B PENERIMAAN TIDAK TUNAI 1 Yang dikonsumsi santri (kg) - Wortel - Tomat - Buncis - Cabai - Bawang daun - Kubis Total Yang Dikonsumsi 2 Yang dikonsumsi untuk tamu (kg) - Wortel - Bawang daun - Kubis - Buncis - Cabai Total yang dikonsumsi tamu 3 Bawang daun untuk bibit Total Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
2.500,00 2.500,00 1.750,00 3.000,00 8.000,00 7.000,00 1.500,00
132.871,77 110.727,46 36.909,15 54.108,31 20.192,74 27.857,74 40.650,40 423.317,58 16.785,10 35.885,32 145.534,40
332.179.435,48 276.818.649,19 64.591.018,15 162.324.919,35 161.541.935,48 195.004.193,55 60.975.604,84 1.192.460.151,21 30.213.180,00 2.691.399,25 10.915.079,67 1.236.279.810,13
1.500,00 600,00 600,00 4.700,00 3.000,00 300,00
1.575 391,50 515 525 246 504 3.756,50
2.362.500,00 234.900,00 309.000,00 2.467.500,00 738.000,00 151.200,00 6.263.100,00
2.500,00 3.000,00 7.000,00 8.000,00 1.500,00
191.474,84 17.477,07 135.768,74 8.788,92 73.166,32
1.800,00
24.000,00
478.687.099,52 52.431.221,70 950.381.152,69 70.311.345,12 109.749.476,97 1.661.560.296,00 43.200.000,00 1.975.950.218,71 3.212.230.028,84
A 1
1.800,00 75,00 75,00
Total penerimaan pada kondisi 2 bernilai lebih besar dibandingkan pada kondisi 1. Pada kondisi 2 brangkasan dan sayuran afkir yang dihasilkan
usahatani sayuran dijual keluar ponpes dengan harga per satuan yang lebih tinggi dibandingkan bila usahatani sayuran mentransfer limbah tersebut ke usahatani ternak. Dengan menjual keluar, usahatani sayuran akan mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 50,00 per kilogramnya.
7.1.2
Biaya Usahatani Sayuran
Biaya produksi untuk usahatani sayuran meliputi biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai usahatani sayuran pada kondisi 1 terdiri atas biaya sarana produksi (benih, pupuk kimia, pestisida, dan biaya produksi lain) dan pembelian tomat untuk menutup kekurangan produksi (Tabel 32). Sedangkan biaya tunai usahatani sayuran pada kondisi 2 terdiri atas biaya sarana produksi (benih, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida, biaya produksi lain) dan pembelian tomat untuk menutup kekurangan produksi (Tabel 33). Pada kedua kondisi, biaya sarana produksi yang telah disebutkan di atas bernilai sama. Perbedaannya adalah pada kondisi 2 terdapat biaya tunai untuk membeli pupuk organik. Nilai biaya pupuk organik yang dikeluarkan pada kondisi 2 adalah hasil kali jumlah pupuk organik yang digunakan dalam setahun dengan harga pupuk yang berlaku di daerah penelitian. Pada kondisi 2 diasumsikan ponpes hanya menggunakan pupuk organik jenis pupuk kandang dan pupuk kompos karena hanya jenis pupuk organik ini yang dijual di daerah penelitian. Berdasarkan kebiasaan petani setempat, untuk memupuk lahan 1 hektar, pupuk kandang yang dibutuhkan adalah 20.000 kg dan pupuk kompos 10.000 kg per musim tanamnya. Sehingga jika dikonversikan dengan luas tanam selama setahun, jumlah pupuk kandang dan pupuk kompos yang harus dibeli oleh ponpes adalah masing-masing 1.040.000 kg dan 520.000 kg per tahun, rinciannya terdapat pada Tabel 31. Harga pupuk kandang dan pupuk kompos adalah harga aktual pupuk-pupuk tersebut di daerah penelitian yaitu masingmasing Rp 100,00 per kg dan Rp 140,00 per kg, sehingga total biaya pupuk organik yang harus dikeluarkan adalah Rp 176.800.000,00 per tahun.
Tabel 31 Rincian Perkiraan Penggunaan Pupuk Kandang dan Pupuk Kompos Pada Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) Komoditas Wortel Tomat Cabai Bawang daun Kubis Buncis
Jumlah
Luas Tanam (Ha) 21,0 4,5 7,5 6,0 8,0 5,0
Pupuk Kandang (kg) 420.000,00 90.000,00 150.000,00 120.000,00 160.000,00 100.000,00 1.040.000,00
Pupuk Kompos (kg) 210.000,00 45.000,00 75.000,00 60.000,00 80.000,00 50.000,00 520.000,00
Biaya benih adalah perkalian antara jumlah benih yang digunakan dalam satu tahun dengan harga per satuannya. Biaya pupuk kimia adalah perkalian antara jumlah pupuk kimia yang digunakan dalam satu tahun dengan harga per kilogramnya. Biaya pestisida adalah perkalian antara jumlah pestisida yang digunakan dalam satu tahun dengan harga per liternya. Biaya produksi tunai lain yang dikeluarkan untuk produksi digolongkan sebagai biaya lain. Biaya lain tersebut terdiri atas biaya bambu, mulsa, kapur tani, sewa lahan, kemasan, ongkos pengiriman. Bambu digunakan sebagai bahan pembuatan ajir. Biaya sewa lahan dikeluarkan untuk menyewa lahan seluas 6 hektar yang disewa ponpes selama setahun untuk ditanami. Nilai lahan tersebut diasumsikan sama dengan lahan lainnya yang digunakan ponpes. Biaya kemasan dan ongkos kirim adalah biaya belanja kemasan yang sudah rutin dianggarkan per bulannya. Pembelian tomat ke petani setempat dilakukan untuk menutupi kekurangan produksi. Nilai pembelian tomat adalah perkalian jumlah tomat yang dibeli dengan harga per kilogramnya yang berlaku di daerah penelitian. Harga tersebut lebih murah dibanding harga tomat ponpes yaitu sebesar Rp 900,00 per kilogram. Tabel 32 Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) No
Komponen
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
C 1
2
3
4
5 D 1 2
3
BIAYA TUNAI Benih - Wortel (kg) - Tomat (pak) - Buncis (kg) - Cabai (pak) - Kubis (gram) Total Pembelian Benih Pupuk Kimia (kg) - Urea - TSP - KCl - ZA - SP-36 Total Pembelian Pupuk Kimia Pestisida (liter) - Cinabat - Inabat - Betapur Total Pembelian Pestisida Biaya lain - Bambu (batang) - Mulsa (meter) - Kapur tani (kg) - Sewa lahan Gambung (Hektar) - Kemasan (bulan) - Ongkos pengiriman Total Biaya Lain Pembelian tomat (kg) Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Biaya Lain - Penyusutan Alat - Sewa lahan (Hektar) Total Biaya Lain Pupuk Organik - Pupuk kompos (liter) - Pupuk daun (kg) - Pupuk kandang (Hektar) Total Pupuk Organik Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA
30.000,00 40.000,00 15.000,00 3.400,00 28.000,00
374,22 40,50 135,00 2.423,52 89,10
11.226.600,00 1.620.000,00 2.025.000,00 8.239.968,00 2.494.800,00 25.606.368,00
2.000,00 2.200,00 2.500,00 2.400,00 3.000,00
3.870,72 2.340,90 3.344,22 1.485,00 605,88 11.646,72
7.741.440,00 5.149.980,00 8.360.550,00 3.564.000,00 1.817.640,00 26.633.610,00
6.500,00 11.000,00 12.000,00
2.600,00 1.800,00 900,00 5.300,00
16.900.000,00 19.800.000,00 10.800.000,00 47.500.000,00
500,00 1.500,00 400,00 500.000,00 2.000.000 1.000.000
4.750 135 3.000 6 12 12
900,00
33.570,20
2.375.000,00 202.500,00 1.200.000,00 3.000.000,00 24.000.000,00 120.000.000,00 150.777.500,00 30.213.180,00 280.730.658,00
2.500,00
63.890,00
159.725.000,00
500.000,00
10
6.054.833,33 5.000.000,00 11.054.833,33
56,63 1.395,89 100,00
65.577,60 2.827,44 170.002,80
3.713.659,49 3.946.795,22 17.000.280,00 24.660.734,71 195.440.568,04 476.171.226,04
Biaya tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya sewa lahan dan biaya pupuk organik (Tabel 32). Sedangkan pada kondisi 2 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, dan biaya sewa lahan (Tabel 33). Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga kerja efektif yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Biaya penyusutan alat usahatani dihitung dengan metode garis lurus. Biaya sewa lahan tidak tunai
adalah biaya sewa lahan milik yang penggunaannya juga diperhitungkan sebagai biaya. Tenaga kerja santri merupakan biaya tidak tunai karena tenaga santri tidak dibayar dengan uang tunai. Nilai tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan jumlah jam kerja santri di kebun selama setahun dengan upah yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 2.500,00 per JOK. Biaya penyusutan alat usahatani selama satu tahun adalah Rp 6.054.833,33. Nilai ini merupakan nilai penyusutan alat usahatani sayuran selama setahun. Biaya sewa lahan tidak tunai adalah biaya sewa lahan milik seluas 10 hektar yang penggunaannya juga diperhitungkan sebagai biaya, yaitu sebesar Rp 5.000.000,00. Harga sewa lahan yang digunakan adalah harga sewa lahan yang digunakan di daerah penelitian. Pada kondisi 1, pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk daun yang ketiganya diproduksi sendiri oleh ponpes. Nilai biaya pupuk kompos dan pupuk daun didapat dengan mengalikan jumlah pupuk yang digunakan selama setahun dengan harga transfer per satuannya. Penentuan harga transfer kedua pupuk tersebut akan dijelaskan pada sub bab usahatani ternak. Nilai pupuk kompos, pupuk daun, dan pupuk kandang masing-masing adalah Rp 3.713.659,49, Rp 3.946.795,22, dan Rp 17.000.280,00. Total biaya pupuk organik pada kondisi 1 adalah Rp 24.660.734,71. Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan biaya pupuk organik pada kondisi 2 yaitu Rp 176.800.000,00. Nilai pupuk organik pada kondisi 2 ini telah menyebabkan total biaya pada kondis 2 lebih tinggi dari kondisi 1. Usahatani sayuran yang terintegrasi dengan ternak (kondisi 1) dapat menghemat biaya pupuk organik. Penghematan yang dilakukan mencapai Rp 152.139.265,29 per tahunnya. Tabel 33 Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) No C 1
2
Komponen BIAYA TUNAI Benih - Wortel (liter) - Tomat (kg) - Buncis (liter) - Cabai (kg) - Kubis (liter) Total Pembelian Benih Pupuk Kimia (kg) - Urea - TSP
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
30.000,00 40.000,00 15.000,00 50.000,00 90.000,00
84 22,5 25 37,5 32 201
2.520.000,00 900.000,00 375.000,00 1.875.000,00 2.880.000,00 8.550.000,00
2.000,00 2.200,00
3.860 2.300
7.720.000,00 5.060.000,00
3
4
5
D 1 2
7.1.3
- KCl - ZA - SP-36 Total Pembelian Pupuk Kimia Pupuk Organik - Pupuk kandang - Pupuk kompos Total Pembelian Pupuk Organik Pestisida (liter) - Cinabat - Inabat - Betapur Total Pembelian Pestisida Biaya lain - Bambu (batang) - Mulsa (meter) - Kapur tani (kg) - Sewa lahan Gambung (Hektar) - Kemasan - Ongkos pengiriman Total Biaya Lain Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Biaya Lain - Penyusutan Alat - Sewa lahan (Hektar) Total Biaya Lain Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA
2.500,00 2.400,00 3.000,00
3.350 1.500 600 11.610
8.375.000,00 3.600.000,00 1.800.000,00 26.555.000,00
100,00 140,00
1.040.000 520.000
104.000.000,00 72.800.000,00 176.800.000,00
6.500,00 15.000,00 12.000,00
1.970 700 900
12.805.000,00 10.500.000,00 10.800.000,00 34.105.000,00
500,00 1.500,00 400,00 500.000,00 2.000.000 1.000.000
4.750 135 3.000 6 12 12
2.375.000,00 202.500,00 1.200.000,00 3.000.000,00 24.000.000,00 120.000.000,00 150.777.500,00 396.787.500,00
2.500,00
248.200
620.500.000,00
500.000,00
10
6.054.833,33 5.000.000,00 11.054.833,33 631.554.833,33 1.028.342.333,33
Pendapatan Usahatani Sayuran Total penerimaan pada kondisi 2 bernilai lebih besar dibandingkan pada
kondisi 1. Pada kondisi 2 hasil samping yang dihasilkan usahatani sayuran dijual keluar dengan harga per satuan yang lebih tinggi dibandingkan bila usahatani sayuran mentransfer limbah tersebut ke usahatani ternak. Total biaya pada kondisi 2 lebih besar dari kondisi 1, hal ini disebabkan oleh biaya pembelian pupuk organik dari luar yang harganya lebih tinggi dari pupuk organik buatan ponpes. Selain itu pupuk organik yang digunakan jumlahnya disetarakan dengan standar yang digunakan petani sekitar, sehingga secara kuantitas pupuk organik yang
digunakan
jumlahnya
lebih
tinggi.
Walaupun
terjadi
peningkatan
penerimaan pada kondisi 2, peningkatan biaya yang terjadi ternyata lebih besar dibanding peningkatan penerimaannya, sehingga pendapatan pada kondisi 1 bernilai lebih besar dari kondisi 2 (Tabel 34). Pada kondisi 1 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 11,41 artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 11,41 per hektar. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 6,73 mengandung pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 6,73 per hektar. Tabel 34 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Penerimaan Tunai Penerimaan Tidak Tunai Penerimaan Total Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Biaya Total Pendapatan atas Biaya Total Pendapatan atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai
Nilai Kondisi 1 (Rp) 1.222.673.331,21 1.980.485.711,68 3.203.159.042,89 280.730.658,00 195.440.568,04 476.171.226,04 2.726.987.816,85 2.922.428.384,89 6,73 11,41
Nilai Kondisi 2 (Rp) 1.236.279.810,13 1.975.950.218,71 3.212.230.028,84 427.317.478,00 170.779.833,33 598.097.311,33 2.614.132.717 2.784.912.550 5,37 7,52
Sedangkan pada kondisi 2 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 7,52 artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 7,52 per hektar. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 5,37 mengandung pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 5,37 per hektar. Nilai rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total pada kondisi 1 lebih besar dari kondisi 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran
yang diintegrasikan dengan hewan ternak dan ikan lebih efisien dibandingkan jika usahatani sayuran berdiri sendiri atau tidak terintegrasi.
6.2
Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Pendapatan usahatani ternak diperoleh dari selisih antara penerimaan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani ternak. Analisis pendapatan usahatani ternak meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan atas biaya tunai. Untuk komponen biaya, biaya yang dikeluarkan terdiri atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Sedangkan penerimaan terdiri atas penerimaan tunai dan tidak tunai.
7.2.1
Penerimaan Usahatani Ternak
Penerimaan tunai kondisi 1 berasal dari penjualan susu sapi dan ternak (Tabel 35). Penerimaan tunai pada kondisi 2 terdiri atas penjualan susu sapi, ternak dan pupuk kandang (Tabel 36). Nilai penjualan susu sapi didapatkan dengan mengalikan jumlah produksi susu sapi per tahun dengan harga per liternya. Nilai penjualan ternak didapatkan dengan mengalikan jumlah ternak yang dijual selama satu tahun (April 2006-Maret 2007) dengan harga per ekornya. Ternak-ternak tersebut dijual kepada masyarakat sekitar untuk keperluan aqiqah, hajatan, dan Hari Raya Idul Adha. Pupuk kandang yang dimaksud pada kondisi 2 adalah feses (produk sampingan) yang diasumsikan dijual ke luar ponpes. Pupuk kandang yang dimaksud pada kondisi 2 adalah feses (produk sampingan) yang telah mengalami penyusutan sebesar 20 persen. Jumlah feses yang dihasilkan adalah 221.655,71 kg, sehingga jumlah pupuk kandang yang dijual adalah 177.324,57
kg. Nilai penjualan pupuk kandang didapatkan dengan mengalikan jumlah pupuk kandang dengan harga per satuan yang berlaku di daerah penelitian (Tabel 36). Tabel 35 No
Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) Komponen
A 1 2
PENERIMAAN TUNAI Penjualan susu (liter) Penjualan ternak (ekor) - Penjualan sapi afkir - Penjualan sapi pedet - Penjualan domba Total Penjualan Ternak Total Penerimaan Tunai B PENERIMAAN TIDAK TUNAI 1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) 2 Pupuk organik - Pupuk kompos - Pupuk daun - Pupuk kandang Total Pupuk Organik Total Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
1.500,00
30.300
45.450.000,00
6.000.000,00 3.000.000,00 350.000,00
5 5 20
30.000.000,00 15.000.000,00 7.000.000,00 52.000.000,00 97.450.000,00
1.500,00
360
540.000,00
56,63 1.395,89 100,00
65.577,60 2.827,44 170.005,80
3.713.659,49 3.946.795,22 17.000.580,00 24.661.034,71 25.201.034,71 122.651.034,71
Penerimaan tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas susu yang dikonsumsi pedet dan pupuk organik yang dihasilkan ponpes. Penerimaan tidak tunai pada kondisi 2 hanya terdiri atas susu yang dikonsumsi pedet. Pada kondisi ini diasumsikan usahatani ternak ponpes tidak memproduksi pupuk organik, sehingga tidak terdapat komponen penerimaan dari pupuk organik. Nilai susu yang dikonsumsi pedet didapatkan dengan mengalikan jumlah susu yang dikonsumsi pedet selama satu tahun dengan harga per liternya yaitu Rp 1.500,00. Rata-rata kelahiran pedet setiap tahunnya adalah 6 ekor. Pedet diberikan susu induknya sebanyak 6 liter per hari selama 10 hari. Setelah itu pedet bisa mengkonsumsi konsentrat yang dihaluskan dan pada usia remaja dapat mulai mengkonsumsi hijauan.
Produksi pupuk organik adalah unit usaha kecil yang diusahakan pada usahatani ternak. Hasil produksi unit ini masih sedikit sehingga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan ponpes. Nilai biaya pupuk kompos dan pupuk daun didapat dengan mengalikan jumlah pupuk yang digunakan selama setahun dengan harga transfer per satuannya. Harga pokok produksi pupuk organik merupakan harga transfer dari usahatani ternak (divisi penjual) ke usahatani sayuran (usahatani pembeli). Harga transfer ini ditentukan atas dasar biaya variabel yang dikeluarkan untuk memproduksi masing-masing pupuk (Tabel 37). Tabel 36 No A 1 2
Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan susu (liter) Penjualan ternak (ekor) - Penjualan sapi afkir - Penjualan sapi pedet - Penjualan domba Total Penjualan Ternak 3 Pupuk kandang (kg) Total Penerimaan Tunai B PENERIMAAN TIDAK TUNAI 1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) Total Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
1.500,00
30.300
45.450.000,00
6.000.000,00 3.000.000,00 350.000,00 100,00
5 5 20 30 177.324,57
30.000.000,00 15.000.000,00 7.000.000,00 52.000.000,00 17.732.456,80 115.182.456,80
1.500,00
360
540.000,00 540.000,00 115.722.456,80
Total penerimaan pada kondisi 1 bernilai lebih tinggi dibandingkan kondisi 2. Hal ini disebabkan adanya tambahan penerimaan akibat feses yang diolah kembali menjadi pupuk organik, sehingga feses tersebut mendapatkan nilai tambah. Nilai pupuk organik tersebut adalah Rp 24.661.034,71. Pada kondisi 2, feses ternak yang dihasilkan tidak diolah kembali menjadi pupuk organik melainkan dijual keluar ponpes dalam bentuk pupuk kandang. Sehingga
dengan keadaan feses ternak yang serupa dengan pupuk kandang, tambahan penerimaan yang didapat ponpes hanya sebesar Rp 17.732.456,80.
7.2.2
Biaya Usahatani Ternak Biaya produksi untuk usahatani ternak meliputi biaya tunai dan biaya tidak
tunai. Biaya tunai usahatani ternak pada kondisi 1 terdiri atas biaya pakan konsentrat, inseminasi buatan, pemerahan, biaya pembuatan pupuk daun dan kompos (Tabel 37). Sedangkan biaya tunai usahatani ternak pada kondisi 2 terdiri atas biaya pakan konsentrat, inseminasi buatan, dan pemerahan (Tabel 38). Nilai biaya pakan merupakan hasil kali jumlah pakan konsentrat yang digunakan selama setahun dengan harga per kilogramnya. Inseminasi buatan adalah usaha pendukung yang dilakukan untuk menjaga produktivitas sapi. Selama 1 tahun inseminasi buatan yang dilakukan rata-rata adalah 50 kali, dengan biaya Rp 25.000,00 setiap kalinya. Biaya pemerahan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk proses dan pasca pemerahan selama satu tahun, terdiri atas vaseline dan ongkos angkut. Nilai biaya pembelian vaseline merupakan hasil kali jumlah vaseline yang habis digunakan selama setahun dengan harga per cup-nya. Nilai biaya ongkos angkut merupakan biaya pembelian bensin yang dikeluarkan untuk mengantar susu ke koperasi selama satu tahun. Ongkos angkut telah dianggarkan sebesar Rp 300.000,00 tiap bulannya.
Tabel 37 Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) No C 1 2
Komponen BIAYA TUNAI Biaya pakan konsentrat (kg) Inseminasi buatan (kali)
Harga (Rp/Satuan) 800,00 25.000,00
Jumlah (Sat. per Thn) 18.250 50
Nilai (Rp per Tahun) 14.600.000,00 1.250.000,00
3
Biaya pemerahan - Vaseline (cup) - Ongkos angkut susu (bulan) Total Biaya Pemerahan 4 Pembuatan pupuk daun - Daun kirinyuh (kg) - Gula (kg) - Terasi (kg) - NPK (kg) - MFA (liter) Total B. Tunai Pembuatan P. Daun 5 Pembuatan pupuk kompos - MFA (liter) Total Biaya Tunai D BIAYA TIDAK TUNAI 1 Tenaga kerja santri (JOK) 2 Pembuatan pupuk daun - Pupuk kandang (kg) - Tenaga kerja (JOK) Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Daun 3 Pembuatan pupuk kompos - Pupuk kandang (kg) - Tenaga kerja (JOK) Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Kompos 4 Biaya pakan hijauan (kg) - Sayuran afkir - Brangkasan - Rumput hijauan Total Biaya Pakan Hijauan 5 Biaya penyusutan 6 Sewa lahan milik (Hektar) Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA
30.000,00 300.000,00
24 12
720.000,00 3.600.000,00 4.320.000,00
300,00 2.000,00 6.000,00 3.600,00 20.000,00
840 56 56 280 56
252.000,00 112.000,00 336.000,00 1.008.000,00 1.120.000,00 2.828.000,00
20.000,00
203,10
4.062.000,00 27.060.000,00
2.500,00
3.467,50
8.668.750,00
100,00 2.500,00
1.680 365
168.000,00 912.500,00 1.080.500,00
100,00 2.500,00
15.386,40 365
1.538.640,00 912.500,00 2.451.140,00
25,00 25,00 25,00
818,51 136.418,75 136.418,75 273.656,01
0,25
500.000
20.462,75 3.410.468,75 3.410.468,75 6.841.400,25 1.053.500,00 125.000,00 20.220.290,25 47.280.290,25
Biaya pembuatan pupuk organik pada kondisi 1 terdiri atas biaya tunai dan tidak tunai. Biaya yang dihitung tersebut merupakan biaya variabel yang dikeluarkan untuk memproduksi pupuk organik selama setahun. Biaya-biaya ini merupakan dasar penentuan harga transfer pupuk organik. Pada kondisi 2 diasumsikan tidak terdapat unit usaha pembuatan pupuk organik, karena itu biaya tunai maupun tidak tunai pembuatan pupuk-pupuk tersebut tidak ada. Biaya tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya pembuatan pupuk daun dan pupuk kompos, biaya pakan hijauan, biaya
penyusutan, dan sewa lahan. Biaya tidak tunai pada kondisi 2 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya pakan hijauan, biaya penyusutan, dan sewa lahan.
Tenaga kerja santri merupakan biaya tidak tunai karena tenaga santri tidak dibayar dengan uang tunai. Nilai tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan jumlah jam kerja santri di kandang selama setahun dengan upah yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 2.500,00 per JOK. Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga kerja efektif yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Biaya penyusutan alat usahatani ternak dihitung dengan metode garis lurus. Biaya penyusutan alat usahatani ternak selama satu tahun adalah Rp 1.053.500,. Nilai ini merupakan nilai penyusutan alat usahatani ternak selama setahun. Biaya sewa lahan tidak tunai adalah biaya sewa lahan milik seluas 0,25 hektar yang penggunaannya juga diperhitungkan sebagai biaya, yaitu sebesar Rp 125.000,00. Biaya pakan hijauan pada kondisi 1 adalah sayuran afkir, brangkasan, dan rumput. Sayuran afkir dan brangkasan didapatkan dari limbah usahatani sayuran dan pengemasan, sedangkan rumput dapat dengan mudah didapatkan di sekitar ponpes. Namun pada kondisi 2, diasumsikan bahwa sayuran afkir dan brangkasan tidak ada sehingga kebutuhan akan pakan hijauan hanya dipenuhi dari rumput. Implikasi yang terjadi adalah bertambahnya jumlah rumput yang harus dibabat. Perubahan ini memang tidak berpengaruh pada biaya pakan hijauan yang dikeluarkan, tetapi akan berpengaruh terhadap jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membabat rumput akan meningkat, sehingga ponpes harus menambah jumlah santri yang bekerja di usahatani ternak yang tentunya akan menambah biaya tenaga kerja. Pada kondisi 1, biaya tunai pembuatan pupuk daun terdiri atas daun kirinyuh, gula, terasi, pupuk NPK, dan bakteri MFA. Biaya tunai pembuatan pupuk kompos adalah bakteri MFA. Biaya tidak tunai pembuatan pupuk daun dan kompos adalah pupuk kandang dan tenaga kerja. Daun kirinyuh, gula, terasi, dan pupuk NPK dibeli dari pasar Ciwidey, sedangkan bakteri MFA dibeli dari koperasi ponpes. Pupuk kandang yang digunakan untuk membuat pupuk berasal dari feses ternak yang dihasilkan ponpes.
Tabel 38 Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) No
Komponen
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
C 1 2 3
BIAYA TUNAI Biaya pakan konsentrat (kg) Inseminasi buatan (kali) Biaya pemerahan Vaseline (cup) Ongkos angkut susu (bulan) Total Biaya Pemerahan Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Biaya pakan hijauan (kg) Rumput hijauan Total Biaya Pakan Biaya penyusutan Sewa lahan milik (Hektar) Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA
D 1 2
3 4
7.2.3
800,00 25.000,00
18.250 50
14.600.000,00 1.250.000,00
30.000,00 300.000,00
24 12
720.000,00 3.600.000,00 4.320.000,00 20.170.000,00
2.500,00
577,92
1.444.800,00
75,00
273.656,01
0,25
500.000
20.524.200,75 20.524.200,75 1.053.500,00 125.000,00 23.147.500,75 43.317.500,75
Pendapatan Usahatani Ternak
Pada usahatani ternak, penerimaan total pada kondisi 1 lebih tinggi dari kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh tambahan penerimaan berupa pupuk organik yang diproduksi sendiri oleh ponpes. Karena itu tambahan biaya berupa biaya pembelian bahan penunjang pembuatan pupuk organik. Biayabiaya inilah yang menyebabkan nilai biaya total pada kondisi 1 lebih tinggi dari kondisi 2. Total biaya pada kondisi 1 bernilai lebih kecil dibandingkan kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh penghematan biaya pakan hijauan pada kondisi 1 akibat adanya hasil samping usahatani sayuran (Tabel 39). Nilai pendapatan dan rasio R/C pada kedua kondisi dapat dilihat pada Tabel 33. Pada kondisi 1 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 4,53 artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk berternak maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 4,53 per ekor. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 2,59 mengandung pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk berternak maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 2,59 per ekor. Sedangkan pada kondisi 2 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 5,74 artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk berternak maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 5,74 per ekor. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 2,29 mengandung
pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk beternak maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 2,29 per ekor. Tabel 39 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Penerimaan Tunai Penerimaan Tidak Tunai Penerimaan Total Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Biaya Total Pendapatan atas Biaya Total Pendapatan atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai
Nilai Kondisi 1 (Rp) 97.450.000,00 25.201.034,71 122.651.034,71 27.060.000,00 20.220.290,25 47.280.290,25 75.370.744,46 95.591.034,71 2,59 4,53
Nilai Kondisi 2 (Rp) 115.182.456,80 540.000,00 115.722.456,80 20.170.000,00 30.371.450,75 50.541.450,75 65.181.006,05 95.552.456,80 2,29 5,74
Kondisi 1 memiliki nilai rasio R/C atas biaya total yang lebih besar dari kondisi 2, hal ini berarti secara keseluruhan (semua biaya diperhitungkan) usahatani ternak yang diintegrasikan dengan sayuran dan ikan lebih efisien dibandingkan jika usahatani ternak berdiri sendiri. Namun nilai rasio R/C atas biaya tunai pada kondisi 2 bernilai lebih besar dari kondisi 1. Hal ini dapat diartikan bahwa usahatani ternak yang berdiri sendiri tanpa diintegrasikan dengan sayuran dan ikan, lebih efisien jika dilihat dari biaya tunai yang dikeluarkan.
6.3
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Pendapatan usahatani ikan diperoleh dari selisih antara penerimaan
dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani ikan. Walaupun ponpes tidak membudidayakan ikan untuk tujuan komersil, dalam sub bab ini akan dibahas mengenai pendapatan yang mungkin diterima apabila hasil panen ikan dinilai dengan uang. Analisis pendapatan usahatani Ikan meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan atas biaya tunai.
7.3.1
Penerimaan Usahatani Ikan
Penerimaan total pada kondisi 1 dan 2 nilainya sama. Penerimaan usahatani pada usahatani ikan hanya terdiri atas penerimaan tidak tunai. Penerimaan tidak tunai usahatani ikan berasal ikan mujair dan lele yang dikonsumsi. Nilai tersebut didapatkan dengan mengalikan jumlah panen ikan mujair dan lele per tahun dengan harga per kilogramnya. Harga yang digunakan adalah harga ikan yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 10.000,00 per kg untuk mujair dan Rp 12.000,00 per kg untuk lele. Dalam setahun total bibit yang ditebar adalah mujair 480 ekor dan lele 600 ekor. Sehingga dapat diperkirakan dengan tingkat mortalitas 20 persen, ikan yang dapat dipanen adalah mujair 384 ekor dan lele 480 ekor atau sekitar 19,2 kg dan 96 kg.
Tabel 40 No A 1 2
7.3.2
Penerimaan Total Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) Komponen
PENERIMAAN TIDAK TUNAI Ikan mujair yang dikonsumsi (kg) Ikan lele yang dikonsumsi (kg) Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
10.000,00 12.000,00
19,20 96,00
192.000,00 1.152.000,00 1.344.000,00 1.344.000,00
Biaya Usahatani Ikan Biaya produksi untuk usahatani ikan meliputi biaya tunai dan biaya tidak
tunai. Biaya tunai usahatani ikan pada kondisi 1 terdiri atas biaya pembelian bibit ikan dan pupuk kimia (Tabel 41). Sedangkan biaya tunai usahatani ikan pada kondisi 2 terdiri atas biaya pembelian bibit ikan, pakan ikan, pupuk kimia dan pupuk kandang (Tabel 42).
Tabel 41 Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 1 di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) No B 1
2
C 1 2 3 4
Komponen BIAYA TUNAI Bibit (ekor) Mujair Lele Total Biaya Bibit Pupuk Kimia (kg) TSP Urea Total Biaya Pupuk Kimia Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Penyusutan Pakan sayuran afkir (kg) Pupuk kandang (kg) Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
350,00 400,00
480,00 600,00
168.000,00 240.000,00 408.000,00
2.200,00 2.000,00
0,50 0,50
1.100,00 1.000,00 2.100,00 410.100,00
2.500,00
247,00
25,00 100,00
11.261,77 3,00
617.500,00 50.000,00 281.544,28 300,00 949.344,28 1.359.444,28
Nilai pembelian bibit ikan didapat dengan mengalikan jumlah kebutuhan bibit per tahun dengan harga per ekornya. Harga yang digunakan adalah harga bibit yang berlaku di Pasar Ciwidey. Nilai pupuk kimia adalah hasil kali jumlah pupuk kimia yang digunakan dalam setahun dan harga per kilogramnya. Pada kondisi 1, nilai sayuran afkir yang dijadikan pakan ikan adalah hasil kali antara jumlah sayuran afkir yang digunakan sebagai pakan dengan harga transfer per kilogramnya, yaitu Rp 25,00. Pada kondisi 2, sayuran afkir yang digunakan untuk pakan ikan diasumsikan dibeli dari petani sekitar dengan harga Rp 75,00 per kilogramnya. Pupuk kandang pada kondisi 1 merupakan salah satu komponen biaya tidak tunai karena pupuk kandang ditransfer dari usahatani sayuran. Sementara pupuk kandang pada kondisi 2 merupakan biaya tunai karena diasumsikan dibeli dari luar ponpes sehingga menambah biaya tunai. Harga yang digunakan adalah harga pupuk kandang yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 100,00 per kg.
Tabel 42 Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 2 di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) No B 1
2 3
4 C 1 2
Komponen BIAYA TUNAI Bibit (ekor) - Mujair - Lele Total Biaya Bibit Pakan sayuran afkir Pupuk Kimia (kg) - TSP - Urea Total Biaya Pupuk Kimia Pupuk kandang (kg) Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Penyusutan Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
350,00 400,00
480,00 600,00
75,00
11.261,77
168.000,00 240.000,00 408.000,00 844.632,84
2.200,00 2.000,00
0,50 0,50
100,00
3,00
2.500,00
247,00
1.100,00 1.000,00 2.100,00 300,00 1.255.032,84 617.500,00 50.000,00 667.500,00 1.922.532,84
Nilai tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan jumlah jam kerja selama satu tahun dengan upah per jam kerjanya. Standar upah yang digunakan adalah standar upah yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 2.500,00 per JOK. Nilai biaya penyusutan pada kedua kondisi adalah sama. Biaya penyusutan alat usahatani ikan dihitung dengan metode garis lurus.
7.3.3
Pendapatan Usahatani Ikan Nilai pendapatan dan rasio R/C pada kedua kondisi dapat dilihat pada
Tabel 43. Pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi menunjukkan hasil yang negatif. Nilai rasio R/C atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang dari 1. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada kondisi yang diintegrasikan ataupun tidak terbukti belum efisien. Tabel 43 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun No 1 2
Uraian Penerimaan Tidak Tunai Penerimaan Total
Nilai Kondisi 1 (Rp) 1.344.000,00 1.344.000,00
Nilai Kondisi 2 (Rp) 1.344.000 1.344.000
3 4 5 6 7 8 9
7.4
Biaya Tunai Biaya Tidak Tunai Biaya Total Pendapatan atas Biaya Total Pendapatan atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai
410.100,00 949.344,28 1.359.444,28 -15.444,28 933.900,00 0,99 3,28
1.255.032 667.500 1.922.532 -578.532 88.967 0,70 1,07
Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi dan Tidak Terintegrasi Hasil penjumlahan ketiga cabang usahatani menunjukkan perbedaan
yang signifikan (Tabel 44 dan 45). Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas biaya total pada usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri. Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun total pada usahatani terintegrasi lebih besar dari usahatani yang tidak terintegrasi. Hal ini dapat diartikan bahwa usahatani sayuran, ternak dan ikan yang terintegrasi, memiliki efisiensi yang lebih tinggi daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Tabel 44 Struktur Pendapatan Usahatani Integrasi di Pondok Pesantren AlIttifaq untuk Satu Tahun Cabang Usahatani
Sayuran Ternak Ikan Jumlah
Penerimaan (Rp) 3.203.159.042,89 122.651.034,71 1.344.000,00 3.327.154.077,60
Biaya Tunai (Rp)
Pendapatan (Rp)
280.730.658,00 27.060.000,00 410.100,00 308.200.758,00
2.922.428.384,89 95.591.034,71 933.900,00 3.018.953.319,60 10,80
Total Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
476.171.226,04 47.280.290,25 1.359.444,28 524.810.960,57
2.726.987.816,85 75.370.744,46 -15.444,28 2.802.343.117,03 6,34
Rasio R/C Penerimaan (Rp) Sayuran Ternak Ikan Jumlah Rasio R/C
3.203.159.042,89 122.651.034,71 1.344.000,00 3.327.154.077,60
Nilai rasio R/C atas biaya total pada usahatani terintegrasi sebesar 6,34 artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya total yang dikeluarkan ponpes untuk bertani
secara integrasi maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 6,34. Nilai rasio R/C atas biaya tunai pada usahatani terintegrasi sebesar 10,80 artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk bertani secara integrasi maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 10,80. Tabel 45
Struktur Pendapatan Usahatani Tidak Terintegrasi di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Komoditi Sayuran Ternak Ikan Jumlah
Penerimaan (Rp)
3.212.230.028,84 115.722.456,80 1.344.000,00 3.329.296.485,64
Biaya Tunai (Rp)
Pendapatan (Rp)
427.317.478,00 20.170.000,00 1.255.032,84 448.742.510,84
2.784.912.550,84 95.552.456,80 88.967,16 2.880.553.974,80 7,42
Total Biaya (Rp)
Pendapatan (Rp)
598.097.311,33 50.541.450,75 1.922.532,84 650.561.294,92
2.614.132.717,51 65.181.006,05 -578.532,84 2.678.735.190,72 5,12
Rasio R/C Penerimaan (Rp) Sayuran Ternak Ikan Jumlah Rasio R/C
3.212.230.028,84 115.722.456,80 1.344.000,00 3.329.296.485,64
Nilai rasio R/C atas biaya total pada usahatani yang tidak terintegrasi sebesar 5,12 mengandung pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk bertani dengan cara yang tidak terintegrasi, maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 5,12. Nilai rasio R/C atas biaya tunai pada usahatani yang tidak terintegrasi sebesar 7,42 mengandung pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk bertani dengan cara yang tidak terintegrasi, maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 7,42. Dapat disimpulkan bahwa tambahan penerimaan yang terjadi akibat penambahan biaya pada usahatani yang terintegrasi lebih tinggi dibandingkan penambahan yang terjadi pada usahatani yang tidak terintegrasi.
VIII
8.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat dirumuskan
beberapa
kesimpulan
yang
dapat
menjawab
permasalahan
penelitian.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan yang dilakukan nyata memberikan manfaat dan efisiensi terhadap Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Manfaat nyata (tangible) yang didapat adalah peningkatan pendapatan, pengurangan pembelian pupuk kimia dan organik, dan pengurangan pembelian pakan hijauan ternak dan pakan ikan. Manfaat tidak nyata (intangible) yang didapat adalah tersedianya sarana belajar bagi santri sehingga santri terbiasa bekerja, disiplin, dan berpikir kreatif.
2.
Cabang usahatani sayuran dan ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah terbukti menguntungkan.
3.
Usahatani integrasi ponpes terbukti lebih menguntungkan daripada usahatani yang tidak terintegrasi. Tambahan penerimaan yang diperoleh dengan menerapkan usahatani terintegrasi lebih tinggi dibandingkan usahatani yang tidak terintegrasi.
4.
Usahatani integrasi yang dilakukan ponpes sudah efisien, terbukti dengan nilai R/C rasio yang lebih dari satu.
8.2
Saran Beberapa saran yang dapat diberikan untuk perbaikan usahatani integrasi
Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah sebagai berikut: 1.
Membuat pembukuan usahatani yang menyeluruh dan membiasakan para santri untuk tertib administrasi.
2.
Ponpes harus meningkatkan efisiensi usahatani ikan. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan memperluas kolam agar ikan yang dihasilkan lebih produktif.
3.
Ponpes harus meningkatkan efisiensi produksi pupuk organik pada usahatani ternak, agar biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir.
4.
Ponpes harus meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja santri, karena selama ini ponpes telah melakukan pemborosan tenaga kerja. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kelas tambahan yang memberikan materi pertanian, sehingga santri paham cara bertani yang benar. Hal ini juga dapat dilakukan untuk mengurangi jam menganggur santri.
5.
Sistem usahatani integrasi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq dapat dijadikan acuan bagi pengusaha agribisnis lainnya, termasuk bagi pengambil kebijakan atau pemerintah dalam upaya membentuk suatu usaha pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
6.
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai nilai gizi brangkasan dan sayuran afkir yang dikonsumsi ternak dan ikan. Di masa mendatang ponpes dianjurkan untuk memberi pakan sesuai jumlah dan nilai gizi dengan membuat ransum berbasis hasil penelitian Balitnak (sedang berlangsung).
7.
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai skala usahatani integrasi yang optimal yang harus dilakukan ponpes, sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Chan GL. 2003. What Does Integrated Farming System Do? Sustainable Communities/ZERI-NM. Dewi P, Khalil. 1992. Pilot percontohan sistim usahatani terpadu untuk peternak kecil [laporan penelitian]. Disampaikan dalam: Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB oleh Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor; Bogor: 4 Nov 1992. Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitan untuk Pengembangan Petani Kecil. Soekartawi, Soeharjo A, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Farm Management Research for Small Development. Edwards P, RSV Pullin, JA Gartner. 1988. Research and education for the development of integrated crop-livestock-fish farming systems in the tropics. ICLARM Stud and Rev 16:53. Edwards P. 1985. Pigs over fish ponds. Pig Int 15(9):8-10. Erwidodo. 1993. Kemungkinan Deregulasi Industri Persusuan Indonesia. Makalah Seminar. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. FAO. 2001. World Markets for Organic Fruit and Vegetables: Opportunity for Developing Countries in the Production and Export of Organic Horticultural Products. Rome. Farhani MA. 2003. Kontribusi pendapatan keluarga dari pemanfaatan limbah pertanian di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gaur AC. 1977. a Manual of Rural Composting. New Delhi: Indian Agricultural Research Institute. Gunawan A, H Supriyadi, Y Surdianto. 2000. Pembuatan pupuk organik kompos dengan bahan baku kotoran sapi. Di dalam: Diklat Pengusaha/Produsen Pupuk Alternatif; Bandung, 26-28 Jun 2000. Bandung: Kanwil Deperindag. Halcrow HG. 1992. Ekonomi Pertanian. Armand Sudiyono, penerjemah. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Terjemahan dari: Economics of Agriculture.
Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta. Ibrahim MNM, Zemmelink G. 2000. A comparative evaluation of integrated farm models with the village situation in the forest-garden area of Kandy, Sri Lanka. Asian-Aus J Anim Sci Vol 13, 1:53-59. Ishaq I et al. 2002. Prospek pengembangan teknologi pertanian menunjang agribisnis pedesaan zona sistem usaha pertanian dataran tinggi di Jawa Barat. JPPTP Vol 5, 2:66-82. Kariyasa K, Pasandaran E. 2005. Struktur usaha dan pendapatan integrasi tanaman-ternak berbasis agroekosistem. Di dalam: Pasandaran E, Fagi AM, Kasryno F, editor. Integrasi Tanaman-Ternak di IndonesiaI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. hlm 225249. Manti I, Azmi, Priyotmo E, Sitompul D. 2004. Kajian sosial ekonomi sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA). Di dalam: Bambang Setiadi, editor. Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional; Bengkulu, 9-10 Sep 2003. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 245-260. Maramba DF. 1978. Biogas and waste recycling: The Philippine Experience Maya Farms Division, Liberty Flour Mills, Inc. Metro Manila. Philippines: Maya Farms. Minami K. 1997. How to achieve sustainable agriculture. Di dalam: Appropriate Use of Inputs for Sustainable Agriculture. Tokyo: Asian Productivity Organization. hlm 86-108. Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta: Penebar Swadaya. Musnamar EI. 2003. Pupuk Organik: Cair&Padat, Pembuatan, Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya. Nicholson W. 1994. Teori Ekonomi Mikro Prinsip Dasar dan Pengembangannya. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Pasaribu P. 2007. Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani wortel di kabupaten tegal: kasus di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ramadhani ES. 2001. Analisis pendapatan dan efisiensi faktor produksi pada usahatani tomat Desa Alamendah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ratnawati N. 2002. Kajian kelayakan finansial pengembangan usaha peternakan sapi dan kambing perah di Pesantren Darul Fallah, Ciampea Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Reijntjes C, Haver K, Bertus, Bayer AW. 1999. Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Terjemahan dari: Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA).
Righby D, Caceres D. 2001. Organic farming and the sustainability of agricultural system. J Agric Syst 68:21-40. RIRDC. 2002. Introduction: what is an integrated biosystem? Di dalam: Warburton K, Pillai-McGarry U, Ramage D, editor. Integrated Biosystems for Sustainable Development. Proceedings of the INFORM 2000 National Workshop on Integrated Food Production and Resource Management. Queensland: RIRDC. hlm 1. Rodriguez L, Preston TR, Nguyen Van Lai. 1998. Integrated farming system for efficient use of local resources. http://www.ias.unu.edu/proceedings.html [11 Mei 2007]. Romli U. 2000. Melirik Kembali Peran Petani, Swasembada Pangan bagi Petani Hanya Mimpi. http://www.pikiran-rakyat.com/2001/0200/17/09170105.html [15 Mar 2007]. Rosario BPD, Lorica MV. 1997. Current status of input application to sustainable agriculture in asia pasific region. Di dalam: Appropriate Use of Inputs for Sustainable Agriculture. Tokyo: Asian Productivity Organization. hlm 29-48. Rukmini. 1999. Keragaan dan peranan pengembangan agribisnis melalui lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) studi kasus pada Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sahidu S. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Jakarta: Dewaruci Press.
Sevilleja RC. 1980. Economic analysis of integrated pig-fish farming operations in the Philippines. Di dalam: Aquaculture Economics Research in Asia. Proceedings of a workshop; Singapura, 2-5 Jun 1981. IDRC-193, hlm 75-81. Shanner WW, Philipp PF, Schmehl WR. 1982. Farming Systems Research and Development: guidelines for developing countries. Boulder: Westview. Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soeseno S. 1982. Pemeliharaan Ikan Mujair. Jakarta: CV. Yasaguna. Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Pernah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Susanto H. 2005. Mengubah Lahan Kritis Menjadi Kolam Produktif. Jakarta: Penebar Swadaya. Sutanto R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius. Suwandi. 2005. Keberlanjutan usahatani pola padi sawah-sapi potong terpadu di Kabupaten Sragen: pendekatan RAP-CLS [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Taj-Uddin M, Talukder RK. 1997. Business analysis of farm households practising crop-cattle-poultry-fish farming systems in a selected area of bangladesh. Banglad J Agric Econs XX 1:97-105. Thahir M. 1982. Tumpang Gilir: Multiple Cropping. Jakarta: CV. Yasaguna. Vidiayanti A. 2004. Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah studi kasus Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wicaksono D. 2006. Analisis pendapatan usahatani dan optimalisasi pola tanam sayuran di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Darmadja, SGND, penerjemah; Djagra IB, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: an Introduction to Animal Husbandry in The Tropics 3rd Edition. Yusdja Y, Kariyasa K, Pasandaran E. 2005. Struktur usaha dan pendapatan berbasis skala usaha. Di dalam: Pasandaran E, Fagi AM, Kasryno F, editor. Integrasi Tanaman-Ternak di IndonesiaI. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. hlm 203-224.
Lampiran 1 Perencanaan Penggunaan Lahan Pondok Pesantren Al-Ittifaq (sumber: Ponpes Al-Ittifaq) Lahan
Luasan
1
1 Ha
10
11
12
1
wortel
1.5 Ha
2
Bulan ke3 4
5
6
wortel
tomat
7
8
9
wortel
tomat
tomat
2 1.5 Ha
cabai
cabai
cabai
3
3 Ha
wortel
buncis
wortel
4
1 Ha
bw. daun
5
1 Ha
kubis
6
1 Ha
cabai buncis kubis
4 Ha
tel
2 Ha
kubis
bw. daun kubis
bw. daun
buncis kubis
wortel
bw. daun
wortel
wor-
7
Total
bw. daun
16 Ha
Keterangan : : Panen : Bera (1 minggu dan penanaman 1 minggu)
kubis
cabai
Lampiran 2 No A 1
2 B 3
4
5
6
7
8
C 1
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan Tunai (kg) - Penjualan wortel - Penjualan tomat grade A - Penjualan tomat grade B - Penjualan buncis - Penjualan cabai - Penjualan bawang daun - Penjualan kubis Total penjualan tunai Penjualan wortel ke petani Total penerimaan tunai PENERIMAAN TIDAK TUNAI Yang dikonsumsi santri (kg) Wortel Tomat Buncis Bawang daun Cabai Kubis Total yang dikonsumsi santri Yang dikonsumsi untuk tamu (kg) Wortel Bawang daun Kubis Buncis Cabai Total yang dikonsumsi tamu Afkir yang jadi pakan ternak (kg) Wortel Tomat Buncis Total afkir untuk pakan ternak Afkir yang jadi pakan ikan (kg) Kubis Bawang daun Total afkir untuk pakan ikan Brangkasan (kg) Wortel Tomat Buncis Cabai Total brangkasan Yang digunakan sbg bibit (kg) Bawang daun Total penerimaan tidak tunai TOTAL PENERIMAAN BIAYA TUNAI Benih
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
2.500,00 2.500,00 1.750,00 3.000,00 8.000,00 7.000,00 1.500,00 1.800,00
132.871,77 110.727,46 36.909,15 54.108,31 20.192,74 27.857,74 40.650,40 423.317,58 16.785,10
332.179.435,48 276.818.649,19 64.591.018,15 162.324.919,35 161.541.935,48 195.004.193,55 60.975.604,84 1.192.460.151,21 30.213.180,00 1.222.673.331,21
1.500,00 900,00 600,00 3.000,00 4.700,00 300,00
56.022,48 6.207,94 6.464,23 14.543,26 27.084,31 22.548,16
84.033.726,75 5.587.149,19 3.878.540,39 43.629.779,69 127.296.279,00 6.764.447,69 271.189.922,71
2.500,00 3.000,00 7.000,00 8.000,00 1.500,00
191.474,84 17.477,07 135.768,74 8.788,92 73.166,32
478.687.099,52 52.431.221,70 950.381.152,69 70.311.345,12 109.749.476,97 1.661.560.296,00
25,00 25,00 25,00
18.674,16 3.549,27 2.400,12
466.854,04 88.731,79 60.002,97 24.623,55
25,00 25,00
7.893,98 3.367,80 11.261,77
197.349,38 84.194,90 281.544,28
25,00 25,00 25,00 25,00
23.942,60 26.568,00 66.943,80 28.080,00 145.534,40
598.564,89 664.200,00 1.673.595,00 702.000,00 3.638.359,89
1.800,00
24.000,00
43.200.000,00 1.980.485.711,68 3.203.159.042,89
2
3
4
5 D 1 2
3
E F G H
- Wortel (kg) - Tomat (pak) - Buncis (kg) - Cabai (pak) - Kubis (gram) Total Pembelian Benih Pupuk Kimia (kg) - Urea - TSP - KCl - ZA - SP-36 Total Pembelian Pupuk Kimia Pestisida (liter) - Cinabat - Inabat - Betapur Total Pembelian Pestisida Biaya lain - Bambu (batang) - Mulsa (meter) - Kapur tani (kg) - Sewa lahan Gambung (Hektar) - Kemasan - Ongkos pengiriman Total Biaya Lain Pembelian tomat (kg) Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Biaya Lain - Penyusutan Alat - Sewa lahan (Hektar) Total Biaya Lain Pupuk Organik - Pupuk kompos (liter) - Pupuk daun (kg) - Pupuk kandang (Hektar) Total Pupuk Organik Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas biaya total R/C atas biaya tunai
30.000,00 40.000,00 15.000,00 3.400,00 28.000,00
374,22 40,50 135,00 2.423,52 89,10
11.226.600,00 1.620.000,00 2.025.000,00 8.239.968,00 2.494.800,00 25.606.368,00
2.000,00 2.200,00 2.500,00 2.400,00 3.000,00
3.870,72 2.340,90 3.344,22 1.485,00 605,88
7.741.440,00 5.149.980,00 8.360.550,00 3.564.000,00 1.817.640,00 26.633.610,00
6.500,00 11.000,00 12.000,00
2.600,00 1.800,00 900,00 5.300,00
16.900.000,00 19.800.000,00 10.800.000,00 47.500.000,00
500,00 1.500,00 400,00 500.000,00
4.750 135 3.000 6
900,00
33.570,20
2.375.000,00 202.500,00 1.200.000,00 3.000.000,00 24.000.000,00 120.000.000,00 150.777.500,00 30.213.180,00 280.730.658,00
2.500,00
63.890,00
159.725.000,00
500.000,00
10
6.054.833,33 5.000.000,00 11.054.833,33
56,63 1.395,89 100,00
65.577,60 2.827,44 170.002,80
3.713.659,49 3.946.795,22 17.000.280,00 24.660.734,71 195.440.568,04 476.171.226,04 2.726.987.816,85 2.922.428.384,89 6,73 11,41
Lampiran 3 No
Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 2 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan ke swalayan (kg) - Penjualan wortel - Penjualan tomat grade A - Penjualan tomat grade B - Penjualan buncis - Penjualan cabai - Penjualan bawang daun - Penjualan kubis Total penjualan sayuran ke swalayan 2 Penjualan wortel ke petani 3 Penjualan Sayuran Afkir (kg) - Wortel - Tomat - Buncis - Kubis - Bawang daun Total Sayuran Afkir 4 Penjualan Brangkasan (kg) - Wortel - Tomat - Buncis - Cabai Total Brangkasan Total Penerimaan Tunai B PENERIMAAN TIDAK TUNAI 1 Yang dikonsumsi santri (kg) - Wortel - Tomat - Buncis - Cabai - Bawang daun - Kubis Total Yang Dikonsumsi 2 Yang dikonsumsi untuk tamu (kg) - Wortel - Bawang daun - Kubis - Buncis - Cabai Total yang dikonsumsi tamu 3 Yang digunakan sbg bibit (kg) - Bawang daun Total Yang Dijadikan Bibit Total Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
2.500,00 2.500,00 1.750,00 3.000,00 8.000,00 7.000,00 1.500,00
132.871,77 110.727,46 36.909,15 54.108,31 20.192,74 27.857,74 40.650,40 423.317,58 16.785,10
332.179.435,48 276.818.649,19 64.591.018,15 162.324.919,35 161.541.935,48 195.004.193,55 60.975.604,84 1.192.460.151,21 30.213.180,00
25,00 25,00 25,00 25,00 25,00
18.674,16 3.549,27 2.400,12 7.893,98 3.367,80 35.885,32
1.400.562,11 266.195,38 180.008,91 592.048,14 252.584,70 2.691.399,25
25,00 25,00 25,00 25,00
23.942,60 26.568,00 66.943,80 28.080,00 145.534,40
1.795.694,67 1.992.600,00 5.020.785,00 2.106.000,00 10.915.079,67 1.236.279.810,13
1.500,00 600,00 600,00 4.700,00 3.000,00 300,00
1.575 391,50 515 525 246 504 3.756,50
2.362.500,00 234.900,00 309.000,00 2.467.500,00 738.000,00 151.200,00 6.263.100,00
2.500,00 3.000,00 7.000,00 8.000,00 1.500,00
191.474,84 17.477,07 135.768,74 8.788,92 73.166,32
478.687.099,52 52.431.221,70 950.381.152,69 70.311.345,12 109.749.476,97 1.661.560.296,00
3.000,00
27.000 27.000
81.000.000,00 81.000.000,00 1.975.950.218,71 3.212.230.028,84
A 1
1.800,00
C 1
2
3
4
5
D 1 2
E F G H
BIAYA TUNAI Benih - Wortel (kg) - Tomat (pak) - Buncis (kg) - Cabai (pak) - Kubis (gram) Total Pembelian Benih Pupuk Kimia (kg) - Urea - TSP - KCl - ZA - SP-36 Total Pembelian Pupuk Kimia Pupuk Organik - Pupuk kandang - Pupuk kompos Total Pembelian Pupuk Organik Pestisida (liter) - Cinabat - Inabat - Betapur Total Pembelian Pestisida Biaya lain - Bambu (batang) - Mulsa (meter) - Kapur tani (kg) - Sewa lahan Gambung (Hektar) - Kemasan - Ongkos pengiriman Total Biaya Lain Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Biaya Lain - Penyusutan Alat - Sewa lahan (Hektar) Total Biaya Lain Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas biaya total R/C atas biaya tunai
30.000,00 40.000,00 15.000,00 3.400,00 28.000,00
374,22 40,50 135,00 2.423,52 89,10
11.226.600,00 1.620.000,00 2.025.000,00 8.239.968,00 2.494.800,00 25.606.368,00
2.000,00 2.200,00 2.500,00 2.400,00 3.000,00
3.870,72 2.340,90 3.344,22 1.485,00 605,88
7.741.440,00 5.149.980,00 8.360.550,00 3.564.000,00 1.817.640,00 26.633.610,00
100,00 140,00
1.040.000 520.000
104.000.000,00 72.800.000,00 176.800.000,00
6.500,00 11.000,00 12.000,00
2.600,00 1.800,00 900,00
16.900.000,00 19.800.000,00 10.800.000,00 47.500.000,00
500,00 1.500,00 400,00 500.000,00 2.000.000 1.000.000
4.750 135 3.000 6 12 12
2.375.000,00 202.500,00 1.200.000,00 3.000.000,00 24.000.000,00 120.000.000,00 150.777.500,00 427.317.478,00
2.500,00
63.890,00
159.725.000,00
500.000,00
10
6.054.833,33 5.000.000,00 11.054.833,33 170.779.833,33 598.097.311,33 2.614.132.717,51 2.784.912.550,84 5,37 7,52
Lampiran 4 No A 1 2
Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan susu (liter) Penjualan ternak (ekor) - Penjualan sapi afkir - Penjualan sapi pedet - Penjualan domba Total Penjualan Ternak Total Penerimaan Tunai B PENERIMAAN TIDAK TUNAI 1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) 2 Pupuk organik - Pupuk kompos - Pupuk daun - Pupuk kandang Total Pupuk Organik Total Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN C BIAYA TUNAI 1 Biaya pakan konsentrat (kg) 2 Inseminasi buatan (kali) 3 Biaya pemerahan - Vaseline (cup) - Ongkos angkut susu (bulan) Total Biaya Pemerahan 4 Pembuatan pupuk daun - Daun kirinyuh (kg) - Gula (kg) - Terasi (kg) - NPK (kg) - MFA (liter) Total B. Tunai Pembuatan P. Daun 5 Pembuatan pupuk kompos - MFA (liter) Total Biaya Tunai D BIAYA TIDAK TUNAI 1 Tenaga kerja santri (JOK) 2 Pembuatan pupuk daun - Pupuk kandang (kg) - Tenaga kerja (JOK) Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Daun 3 Pembuatan pupuk kompos - Pupuk kandang (kg) - Tenaga kerja (JOK) Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Kompos 4 Biaya pakan hijauan (kg) - Sayuran afkir - Brangkasan - Rumput hijauan Total Biaya Pakan Hijauan
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
1.500,00
30.300
45.450.000,00
6.000.000,00 3.000.000,00 350.000,00
5 5 20
30.000.000,00 15.000.000,00 7.000.000,00 52.000.000,00 97.450.000,00
1.500,00
360
540.000,00
56,63 1.395,89 100,00
65.577,60 2.827,44 170.005,80
3.713.659,49 3.946.795,22 17.000.580,00 24.661.034,71 25.201.034,71 122.651.034,71
800,00 25.000,00
18.250 50
14.600.000,00 1.250.000,00
30.000,00 300.000,00
24 12
720.000,00 3.600.000,00 4.320.000,00
300,00 2.000,00 6.000,00 3.600,00 20.000,00
840 56 56 280 56
252.000,00 112.000,00 336.000,00 1.008.000,00 1.120.000,00 2.828.000,00
20.000,00
203,10
4.062.000,00 27.060.000,00
2.500,00
3.467,50
8.668.750,00
100,00 2.500,00
1.680 365
168.000,00 912.500,00 1.080.500,00
100,00 2.500,00
15.386,40 365
1.538.640,00 912.500,00 2.451.140,00
25,00 25,00 25,00
818,51 136.418,75 136.418,75 273.656,01
20.462,75 3.410.468,75 3.410.468,75 6.841.400,25
5 6
E F G H
Biaya penyusutan Sewa lahan milik (Hektar) Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas biaya total R/C atas biaya tunai
0,25
500.000
1.053.500,00 125.000,00 20.220.290,25 47.280.290,25 75.370.744,46 95.591.034,71 2,59 4,53
Lampiran 5 No A 1 2
3 B 1
C 1 2 3
D 1 2
3 4
E F G H
Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 2 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun Komponen
PENERIMAAN TUNAI Penjualan susu (liter) Penjualan ternak (ekor) - Penjualan sapi afkir - Penjualan sapi pedet - Penjualan domba Total Penjualan Ternak Pupuk kandang (kg) Total Penerimaan Tunai PENERIMAAN TIDAK TUNAI Susu yang dikonsumsi pedet (lt) Total Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN BIAYA TUNAI Biaya pakan konsentrat (kg) Inseminasi buatan (kali) Biaya pemerahan Vaseline (cup) Ongkos angkut susu (bulan) Total Biaya Pemerahan Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Biaya pakan hijauan (kg) Rumput hijauan Total Biaya Pakan Biaya penyusutan Sewa lahan milik (Hektar) Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas biaya total R/C atas biaya tunai
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
1.500,00
30.300
45.450.000,00
6.000.000,00 3.000.000,00 350.000,00 100,00
5 5 20 30 177.324,57
30.000.000,00 15.000.000,00 7.000.000,00 52.000.000,00 17.732.456,80 115.182.456,80
1.500,00
360
540.000,00 540.000,00 115.722.456,80
800,00 25.000,00
18.250 50
14.600.000,00 1.250.000,00
30.000,00 300.000,00
24 12
720.000,00 3.600.000,00 4.320.000,00 20.170.000,00
2.500,00
3.467,50
8.668.750,00
75,00
273.656,01
0,25
500.000
20.524.200,75 20.524.200,75 1.053.500,00 125.000,00 30.371.450,75 50.541.450,75 65.181.006,05 95.552.456,80 2,29 5,74
Lampiran 6 No A 1 2
B 1
2
C 1 2 3 4
D E F G
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun Komponen
PENERIMAAN TIDAK TUNAI Ikan mujair yang dikonsumsi (kg) Ikan lele yang dikonsumsi (kg) Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN BIAYA TUNAI Bibit (ekor) Mujair Lele Total Biaya Bibit Pupuk Kimia (kg) TSP Urea Total Biaya Pupuk Kimia Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Penyusutan Pakan sayuran afkir (kg) Pupuk kandang (kg) Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas biaya total R/C atas biaya tunai
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
10.000,00 12.000,00
19,20 96,00
192.000,00 1.152.000,00 1.344.000,00 1.344.000,00
350,00 400,00
480,00 600,00
168.000,00 240.000,00 408.000,00
2.200,00 2.000,00
0,50 0,50
1.100,00 1.000,00 2.100,00 410.100,00
2.500,00
247,00
25,00 100,00
11.261,77 3,00
617.500,00 50.000,00 281.544,28 300,00 949.344,28 1.359.444,28 -15.444,28 933.900,00 0,99 3,28
Lampiran 7 No A 1 2
B 1
2 3
4 C 1 2
D E F G
Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 2 Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun Komponen
PENERIMAAN TIDAK TUNAI Ikan mujair yang dikonsumsi (kg) Ikan lele yang dikonsumsi (kg) Penerimaan Tidak Tunai TOTAL PENERIMAAN BIAYA TUNAI Bibit (ekor) - Mujair - Lele Total Biaya Bibit Pakan sayuran afkir Pupuk Kimia (kg) - TSP - Urea Total Biaya Pupuk Kimia Pupuk kandang (kg) Total Biaya Tunai BIAYA TIDAK TUNAI Tenaga kerja santri (JOK) Penyusutan Total Biaya Tidak Tunai TOTAL BIAYA Pendapatan atas biaya total Pendapatan atas biaya tunai R/C atas biaya total R/C atas biaya tunai
Harga (Rp/Satuan)
Jumlah (Sat. per Thn)
Nilai (Rp per Tahun)
10.000,00 12.000,00
19,20 96,00
192.000,00 1.152.000,00 1.344.000,00 1.344.000,00
350,00 400,00
480,00 600,00
75,00
11.261,77
168.000,00 240.000,00 408.000,00 844.632,84
2.200,00 2.000,00
0,50 0,50
100,00
3,00
2.500,00
247,00
1.100,00 1.000,00 2.100,00 300,00 1.255.032,84 617.500,00 50.000,00 667.500,00 1.922.532,84 -578.532,84 88.967,16 0,70 1,07
Lampiran 8 Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Sayuran per Musim Tanam Hari Kerja per Komoditas per Hektar (HOK/hektar) Uraian
Wortel
Tomat
Cabai
Bawang daun
Jam Kerja per Komoditas per Hektar (JOK/hektar)
Kubis
Buncis
Wortel
Tomat
Cabai
Bawang daun
Kubis
Pembibitan/penyemaian b. pemeliharaan
0 20
20 10
20 10
20 0
15 10
0 0
0 80
80 40
80 40
80 0
60 40
Pengolahan tanah
80
100
100
80
70
40
320
400
400
320
280
0
35
35
25
30
65
0
140
140
100
120
30 15 0 35
35 10 25 40
35 10 25 40
30 10 0 35
30 15 0 40
30 10 25 30
120 60 0 140
140 40 100 160
140 40 100 160
120 40 0 140
120 60 0 160
2 0 0 10 0 0
3 30 30 10 7 5
3 30 30 10 7 5
2 0 0 5 0 0
2 0 0 5 0 0
3 35 30 5 0 5
8 0 0 40 0 0
12 120 120 40 28 20
12 120 120 40 28 20
8 0 0 20 0 0
8 0 0 20 0 0
a. semai+persiapan bibit
Pemupukan I dan pengapuran Penanaman a. pembuatan bedengan b. pembuatan lubang tanam/alur c. pemasangan mulsa d. penanaman Pemeliharaan a. penyiangan b. pemupukan susulan c. pemasangan ajir d. penyemprotan pestisida e. pemangkasan/perempelan f . penyulaman Panen Total Keterangan: 1 HOK = 4 jam
70
65
60
50
55
60
280
260
240
200
220
262
425
420
257
272
338
1048
1700
1680
1028
1088
Lampiran 9 Biaya Penyusutan Alat-alat Usahatani Ternak No 1
2
Komponen SAPI Kandang induk Kandang pedet Milk Can Ember Gerobak Sikat Sepatu boot Sabit Garpu Biaya Penyusutan KAMBING Kandang Sekop Gerobak Sepatu boot Sikat Ember Sabit Garpu Biaya Penyusutan
Jumlah
Harga Beli per unit (Rp)
Nilai Awal (Rp)
Nilai Sisa (Rp)
Umur Pakai (tahun)
Penyusutan per Tahun (Rp)
Penyusutan per Bulan (kg)
1 1 2 4 2 2 8 2 2
700.000,00 500.000,00 400.000,00 10.000,00 70.000,00 3.500,00 30.000,00 8.500,00 26.000,00
700.000,00 500.000,00 800.000,00 40.000,00 140.000,00 7.000,00 240.000,00 17.000,00 52.000,00
0,00 0,00 200.000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10,00 10,00 6,00 1,00 2,00 1,00 3,00 0,50 0,50
70.000,00 50.000,00 100.000,00 40.000,00 70.000,00 7.000,00 80.000,00 34.000,00 104.000,00 555.000,00
5.833,33 4.166,67 8.333,33 3.333,33 5.833,33 583,33 6.666,67 2.833,33 8.666,67 46.250,00
2 3 2 4 3 3 4 2
750.000,00 26.000,00 70.000,00 30.000,00 3.500,00 10.000,00 8.500,00 26.000,00
1.500.000,00 78.000,00 140.000,00 120.000,00 10.500,00 30.000,00 34.000,00 52.000,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
10,00 3,00 2,00 3,00 1,00 1,00 0,50 0,50
150.000,00 26.000,00 70.000,00 40.000,00 10.500,00 30.000,00 68.000,00 104.000,00 498.500,00 1.053.500,00
12.500,00 2.166,67 5.833,33 3.333,33 875,00 2.500,00 5.666,67 8.666,67 41.541,67 87.791,67
Total Biaya Penyusutan