PENDAHULUAN Perubahan yang signifikan dalam dunia ekonomi dan industri menempatkan perempuan dalam pasar industri sebagai pelaku usaha. Perempuan pengusaha memainkan peranan vital dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan taraf hidup orang banyak. Mereka memulai untuk mengakses edukasi, pemasukan personal, dan kemungkinan mereka untuk mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan berwirausaha. Perempuan pengusaha memberikan kontribusi penting untuk perkembangan ekonomi. Keterlibatan perempuan dalam berwirausaha memberikan dampak positif dalam meningkatkan pendapatan dan perekonomian nasional serta membuka lapangan kerja (Coughlin, 2002). Hal tersebut ditunjukkan oleh jumlah persentase perempuan pengusaha di Indonesia mencapai 60% dari jumlah wirausahawan seluruhnya sehingga perempuan pengusaha memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional. Jika dilihat dari data statistik, jumlah wirausahawan perempuan dan laki-laki di Indonesia baru 2% dari 247 juta penduduk Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2014), jumlah perempuan pengusaha di Indonesia hingga tahun 2014 mencapai 5,5 juta orang. Peningkatan jumlah perempuan berwirausaha menunjukkan bahwa menjadi pengusaha sebagai salah satu pilihan karirnya. Karir menurut Super (1974) adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, jabatan-jabatan, dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja. Pengalaman individu dalam berwirausaha yang didapatkan melalui berbagai bentuk pekerjaan dalam rentang waktunya seumur hidup dapat membentuk karir. Pengalaman-pengalaman yang membentuk karir tersebut dapat berupa pendidikan, keanggotaan profesional, training, dan lain sebagainya. Karir yang dibina dengan baik akan berdampak
terhadap kesuksesan individu. Kesuksesan karir tersebut dapat tercermin dari karakteristik individu dalam berperilaku terkait dengan pekerjaannya. Kesuksesan karir sebagai pengusaha juga dapat dilihat dari karakteristik yang dirumuskan oleh Paige dan Littrell (2002). Kesuksesan karir didefinisikan berdasarkan kriteria instrinsik dan ekstrinsik. Kriteria instrinsik meliputi kebebasan dan kemerdekaan, dapat mengendalikan masa depan diri sendiri, dan menjadi bos bagi diri sendiri. Sedangkan kriteria ekstrinsik dari kesuksesan adalah peningkatan keuntungan finansial, pendapatan pribadi dan kekayaan. Selain itu, hakikat sukses menurut perempuan pengusaha berdasarkan penelitian dari Farrington (2006) meliputi memberikan kembali, melakukan sesuatu untuk orang lain, memelihara keseimbangan, dan memiliki dampak pada masyarakat. Hailemariam dan Kroon (2014) juga melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa perempuan sukses adalah perempuan yang mencintai apa yang mereka lakukan, menjadi bahagia dengan melakukan apa yang mereka suka, dapat membahagiakan karyawan dan pelanggan, membantu orang lain dan pemenuhan diri. Kesuksesan perempuan dalam berwirausaha dipengaruhi oleh berbagai hal. Alam, Jani, dan Omar (2010) melakukan penelitian pada perempuan pengusaha di Malaysia yang mengidentifikasi determinan penting dari kesuksesan perempuan pengusaha. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dukungan keluarga, dukungan sosial, dan motivasi internal memberikan dampak yang positif dan secara signifikan mempengaruhi kesuksesan perempuan pengusaha. Penelitian lain yang mendukung hal ini adalah penelitian dari Sarker dan Palit (2014) mengidentifikasi
delapan
faktor
kunci
yang
mempengaruhi
kesuksesan
perempuan pengusaha, yaitu akses terhadap teknologi, interpersonal skill, pengetahuan bisnis, training dan motivasi, kebebasan dan keamanan sosial,
pertolongan dan kemudahan dalam regulasi, dukungan keluarga, dan mau mengambil resiko. Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kesuksesan perempuan pengusaha ini juga dilakukan di Beijing, China, oleh Zhouqiaoqin, Ying, dan Lu, serta Kumah (2013). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa human capital, karakteristik perempuan, dan motivasi merupakan pengaruh yang signifikan dalam kesuksesan perempuan pengusaha, serta latar belakang keluarga. Beberapa determinan yang penting sebagai faktor yang berkontribusi terhadap kesuksesan pengusaha adalah tingkat dukungan keluarga, pelayanan yang baik terhadap pelanggan, kharisma dan bersahabat dengan pelanggan, mampu mengelola karyawan, memiliki pengalaman bisnis sebelumnya, kerja keras, mengikuti pelatihan, mendapatkan dukungan pemerintah, keterlibatan politik, dan menikah (Kara, Chu, dan Benzing, 2010). Penelitian terkait dengan kesuksesan karir pengusaha juga dilakukan oleh Shaw (2013) yang mengeksplor faktor-faktor yang mendukung kesuksesan dan faktor yang menghalangi bisnis rumahan di pedesaan. Faktor-faktor tersebut seperti personal traits, situational traits, dan faktor lingkungan dari bisnis tersebut. Personal traits dideskripsikan sebagai kebutuhan pengusaha untuk berprestasi dan mengambil resiko yang menjadi motivasi utama pengusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Situational traits termasuk peningkatan edukasi pengusaha sebagai efek positif dari kesuksesan bisnisnya. Faktor lingkungan memberikan tantangan kepada pengusaha untuk mengontrol efek negatif pada kesuksesan bisnis mereka. Lingkungan mempengaruhi proses individu dalam berwirausaha. Teori belajar sosial menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang seringkali mempengaruhi perilakunya. Suatu perspektif belajar sosial
menganalisis hubungan kontinu antara variabel-variabel lingkungan, ciri-ciri pribadi, dan perilaku terbuka dan tertutup seseorang (Bandura, 1977). Faktor lingkungan terkait dengan budaya individu. Indonesia terdiri dari beraneka ragam etnis yang memiliki karakteristik masing-masing. Elfindri, Ayunda, dan Saputra (2010) menuliskan bahwa ada etnis yang kuat dengan kultur kewirausahaan seperti etnis Minang, Batak, dan Bugis, ada yang memiliki etos kerja tinggi seperti etnis Jawa, ada yang fleksibel seperti etnis Sunda, dan lainnya. Kultur kewirausahaan yang dimiliki oleh etnis Minang dipengaruhi oleh filosofi budayanya. Filosofi kultur sosial yang ada di dalam budaya Minang memberikan pengaruh kepada orang Minang untuk menjadi pengusaha. Bagi mereka beretnis Minang, profesi sebagai pengusaha tersebut merupakan salah satu di antara aktualisasi peran fungsional dalam mencari nafkah hidup. Elfindri, dkk.(2010) menuliskan bahwa orang Minangkabau sangat menonjol di bidang perniagaan, sebagai professional dan intelektual. Elfindri, dkk. (2010) mengatakan bahwa pengusaha Minangkabau yang sukses sudah memahami konsep sosial dalam bisnis. Budaya sosial yang ada dalam etnis Minangkabau memberikan pengaruh terhadap tumbuh kembangnya jiwa kewirausahaan dalam etnis tersebut. Budaya sosial ini menjadikan masyarakat Minangkabau disebut sebagai etnis pedagang di Indonesia. Hal ini terkait dengan budaya merantau pada masyarakat Minangkabau yang juga menciptakan jiwa kewirausahaan yang kuat dalam diri orang Minang. Budaya merantau mendorong masyarakat Minang mempersiapkan diri sejak kecil dengan berwirausaha salah satunya agar nanti di perantauan mampu bertahan hidup. Selain itu, budaya merantau pada masyarakat Minangkabau juga menuntut mereka untuk mandiri dan menjadikan profesi wirausaha sebagai salah pekerjaan pemula untuk memenuhi kebutuhan
hidup.Hampir separuh jumlah keseluruhan anggota etnis ini berada di dalam perantauan. Mereka bermukim di kota-kota besar di Indonesia, bahkan di luar wilayah Indonesia (Elfindri, dkk., 2010). Banyak perempuan Minangkabau yang sukses dan dikenal sebagai pengusaha. Elfindri, dkk. (2010) menuliskan bahwa perempuan pengusaha seperti Fahira Fahmi Idris merupakan perempuan Minangkabau yang memiliki usaha parsel dan bunga. Ia merupakan pengurus inti dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan menjadi ketua dari Silaturahmi Saudagar Muda Minang (SSMM), serta ketua Asosiasi Pengusaha Parcel Indonesia (APPI). Ia memimpin beberapa perusahaan, di antaranya Nabila Parcel Bunga Internasional, Aries Shooting Club, PT. Aries Mandiri Indonesia, dan lain-lain. Selain Fahira Fahmi Idris, dikenal pula Winda Lorita yang lahir di Tanjuang Alam, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Ia merupakan seorang pengusaha muda Minangkabau yang terhitung sukses. Winda tercatat sebagai pemilik produk garmen yang memiliki hampir puluhan toko dengan merek dagang “W Lo Basic” di pusat perbelanjaan mewah di Jakarta dan Bandung. Ia juga menjadi Managing Director PT. Jala Perkasa Lestari yang bergerak di bidang transportasi BBM. Beberapa tahun belakangan ketika bisnis fashion muslim berkembang pesat, tersebut pula nama Ria Miranda, fashion designer yang lahir di Padang pada tahun 1985. Ria Miranda dengan brand Riamiranda memiliki belasan outlet yang tersebar di beberapa kota di Indonesia, seperti Banda Aceh, Padang, Medan, Jakarta, Bandung, Cirebon, Balikpapan, Samarinda, Makassar, dan Surabaya (Pratiwi, 2013). Munculnya para pengusaha Minang di sebagian besar pusat-pusat perdagangan di berbagai kota di Indonesia didorong oleh ajaran adat Minang dan
filosofi hidup yang melekat dalam budaya sosial masyarakat Minangkabau. Falsafah yang menjadi pedoman hidupnya yaitu: “Nak mulia batabua burai, nak tuah tagak di nan manang, nak cadiak sungguah baguru, nak kayo kuaik mancari.” Maksud dari falsafah tersebut adalah agar setiap orang berusaha sekuat tenaga agar memperoleh kedudukan yang berarti dan penting (Elfindri, dkk., 2010). Falsafah di atas tercermin dengan perilaku NR, seorang perempuan pengusaha karangan bunga. “Ya namanya kita ingin lebih ya, ingin usaha lebih, rasanya ndak cukup sama pekerjaan sekarang. Jadi saya bisnis florist ini. Dengan bisnis ini jadi punya banyak relasi, banyak saudara. Penghasilan juga lebih kan jadinya. Bisnis ini juga kebutuhan sebenarnya. Orang-orang setiap minggu ada pesta baralek, ada peresmian ini itu. Butuh karangan bunga kan. Lagian yang pesan juga kebanyakan teman-teman, kenalan-kenalan. Jadi makan banyak kenalan kita makin larislah usahanya.”
Berdasarkan kutipan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi NR berbisnis florist didasari oleh keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih meskipun ia sudah memiliki usaha lain. Ia masih ingin mencari peluang baru untuk menunjang kesuksesan karirnya sebagai pengusaha. NR menerapkan falsafah “nak kayo kuaik mancari” yang berarti jika ingin kaya maka harus kuat dalam mencari. Berkembangnya budaya berwirausaha dalam masyarakat Minang disebabkan oleh adanya harta pusaka. Harta pusaka dibagi menjadi harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi menjamin hak kepemilikan tanah dan keberlangsungannya bagi setiap kaum di Minangkabau. Kepemilikan tanah tersebut mendorong masyarakat Minang tidak hanya sebagai pihak yang menggarap saja, tetapi juga menjadi pedagang langsung yang menjual hasilhasilnya ke pasar. Harta pusaka tinggi tidak boleh dijual dan diwariskan dari nenek. Harta pusaka tinggi tidak hanya milik kita yang hidup sekarang ini, tetapi juga untuk anak cucu kita. Harta pusaka rendah merupakan segala harta hasil pencarian
orangtua selama ikatan perkawinan, ditambah dengan pemberian, dan hasil pencarian kakek nenek. Harta tersebut diwariskan kepada anak-anak dan mempunyai potensi besar di masa mendatang untuk menambah harta pusaka tinggi. Pengusaha perempuan Minangkabau memiliki peranan penting dan berbeda dengan pengusaha perempuan etnis lainnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan peran pentingnya di dalam dan di luar rumah menurut adat. Elfindri, dkk. (2010) juga mengatakan bahwa budaya matrilineal, yaitu garis keturunan yang mengikuti garis keturunan ibu, mengajarkan banyak filosofi hidup. Salah satunya adalah muncul kekuatan kewirausahaan dalam diri masyarakat Minangkabau karena adanya sistem matrilineal ini. Sistem matrilineal dalam budaya Indonesia tidak dianut oleh etnis lain di indonesia sehingga sistem ini menjadi sangat unik. Sistem matrilineal mengatur laki-laki tidak memiliki hak terhadap harta pusaka sehingga mereka mempersiapkan diri secara matang untuk mencari kehidupan pada masa dewasa nanti. Hal ini menyebabkan anak perempuan memiliki peran dan tanggung jawab untuk mengelola perusahaan keluarga yang diturunkan oleh orangtuanya. Kekuatan dan keinginan berwirausaha yang dimiliki oleh HT, perempuan pengusaha bidang percetakan didasari oleh perannya sebagai anak perempuan di Minang yang memiliki orangtua seorang pengusaha. Ia harus menjaga harta pusaka rendah yang diturunkan oleh orangtuanya berupa perusahaan keluarga. “Setelah orangtua ndak ada, tante yang meneruskan ini kan. Kalau ndak, tentu bagi bagi sama kakak adik. Sementara di Minang kan kalau dapat kan usaha ini diteruskan juga. Dari orangtua kita kan. Harato pusako randah namanya kan. Ini jadi milik bersama yang tante samande seperinduakan. Kami berempat. Jadi tante memang harus melanjutkan usaha orangtua ini jangan sampai hancur. Kita udah mulai, udah bagus, kan sayang kita kan hancur di tengah jalan. Seperti yang diajarkan sama ayah dulu, sama ibu, disiplin dalam bekerja tu. Pandai-pandai kalau sama langganan supaya ndak lari langganannya. Barang kita juga harus bagus
kualitasnya jadi langganan kita ndak kecewa jadinya. Oo memang bagus belanja di situ, barangnya bagus. Kan kalau bisa itu kata orang kan.” Berdasarkan kutipan wawancara tersebut, sebagai seorang perempuan pengusaha etnis Minangkabau, HT berupaya untuk mensukseskan usaha orangtua yang diturunkan kepadanya sehingga tidak hancur begitu saja. Hal ini berdasar kepada keyakinannya sebagai seorang Minang untuk menjaga harta pencarian orangtuanya yang tergolong harta pusaka rendah sehingga ia memutuskan untuk melanjutkan usaha orangtuanya tersebut sebagai upaya melestarikan tradisi adatnya. Budaya Minang menempatkan perempuan pada peran
sebagai
seseorang
yang
memelihara
sumber
ekonomi
dan
pemanfaatannya. Perempuan Minangkabau secara sosial budaya, atau dikenal juga dengan sebutan bundo kanduang, memiliki kedudukan yang khas dalam hukum adat Minangkabau. Keunikan kedudukan perempuan dalam adat Minangkabau adalah sistem matrilineal yang dianut sehingga hak waris berada pada wanita, maka muncul keinginan kaum perempuan Minangkabau untuk menjaga dan mengembangkan harta tersebut. Kondisi demikian dapat menjadi motif perempuan Minangkabau untuk berwirausaha (Elfindri, dkk., 2010). Perkembangan dan fenomena perempuan berwirausaha ini mulai menarik perhatian peneliti secara ilmiah. Berbagai macam motif seseorang untuk memulai dan memutuskan untuk berwirausaha. Penelitian Poggesi, Mari, dan De Vita (2015) yang mempertanyakan apa yang baru dalam female entrepreneurship menunjukkan bahwa topik penelitian sebelumnya banyak menekankan kepada kekurangan atensi untuk berwirausaha pada perempuan. Lebih lanjut penelitian ini mengelompokkan karakteristik pengusaha dilihat dari motivasi dan kepribadian pengusaha perempuan. Jika dilihat dari motivasi, penelitian-penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa perempuan pengusaha tahun 80-an dan 90-an di negara
berkembang pada umumnya masih dikarenakan dorongan tradisional. Selain itu, motivasi lainnya pada beberapa tahun terakhir adalah pengaruh dari tanggung jawab keluarga yang mendorong keseimbangan peran dan tanggung jawab antara pekerjaan dan keluarga. Jika dilihat dari kepribadian, beberapa tahun terakhir beberapa variabel seperti kebutuhan berprestasi, locus of control, self-efficacy, keengganan mengambil resiko, telah diinvestigasi untuk dipahami apakah variabel tersebut dapat dibedakan antara perempuan pengusaha dan laki-laki, tetapi hasilnya tidak konvergen. Penelitian ini didukung oleh studi fenomenologi yang dilakukan oleh Rieger (2012) menyimpulkan bahwa faktor genetik juga mempengaruhi aktivitas wirausaha seseorang untuk melanjutkan usaha keluarga dan pengalaman masa kecil mempengaruhi karakteristik perempuan pengusaha yang sukses. Penelitian Durand (2008) mengidentifikasi bahwa ada beberapa hal penting yang terkait dengan pengaruh sosial dalam berwirausaha. Penelitian ini menemukan bahwa contoh yang mereka lihat merupakan pengaruh penting bagi pengusaha perempuan. Pengaruh keluarga sebagai pengaruh sosial yang sangat kuat sebagai keluarga pengusaha juga mendorong seseorang memutuskan untuk mulai berwirausaha. Jika mereka berasal dari keluarga yang berwirausaha, besar kemungkinan mereka juga akan termotivasi untuk melanjutkan usaha keluarga ataupun memulai usaha baru. Perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya lambat laun menempatkan perempuan pada posisi terhormat, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan pekerja. Hal tersebut memunculkan penelitian spesifik yang mengkaji faktor-faktor kritikal yang memberikan kontribusi terhadap munculnya konflik peran pekerjaan– keluarga perempuan pengusaha. Perencanaan strategi, pengorganisasian, dan pendelegasian merupakan strategi paling efektif untuk perempuan dalam
mengatasi konflik peran pekerjaan dan keluarga. Motivasi perempuan untuk memulai usahanya yang paling signifikan adalah untuk mencapai work-life balance. Bisnis yang mereka miliki memberikan mereka fleksibilitas, kontrol dan kebebasan untuk keluarganya dan tanggung jawab sosialnya (Rehman dan Roomi, 2012). Fleksibilitas dan tuntutan keluarga juga merupakan hal penting yang mendasari perempuan berwirausaha. Penelitian Rehman dan Roomi (2012) di atas didukung oleh hasil penelitian Still dan Walker (2006). Penelitian yang dilakukan kepada perempuan-perempuan Australia tersebut menunjukkan bahwa 71 persen perempuan menjadi pengusaha karena menginginkan fleksibilitas dan independensi. Alasan lain yang mendapat respon lebih sedikit adalah menginginkan kesempatan untuk menjadi lebih kreatif, lelah bekerja untuk orang lain, untuk mendapatkan profit dan uang yang lebih banyak, bekerja di rumah dengan anak-anak atau orang tua mereka yang sudah lanjut usia, dan lainnya. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang menganalisis faktorfaktor yang memotivasi perempuan berwirausaha. Penelitian Safitri (2013) yang dilakukan kepada mahasiswi berbisnis online di Bandung menunjukkan bahwa terdapat tujuh faktor yang terbentuk dalam memotivasi perempuan berwirausaha melalui bisnis online. Faktor-faktor tersebut yaitu faktor keluarga, faktor pengalaman dan fasilitas, faktor penghargaan dan peluang, faktor keinginan pribadi, faktor aktualisasi diri, faktor potensi diri, dan faktor pengangguran. Selain itu, ada beberapa faktor yang memotivasi perempuan dalam informal microentrepreneurship, yaitu untuk mendapatkan pemasukan, ketertarikan untuk berbisnis, meningkatkan otonomi dan fleksibilitas, kemungkinan menyumbang untuk tanggungan keluarga (Franck, 2012). Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Tambunan (2009) yang mengidentifikasi hal yang mendorong
perempuan menjadi pengusaha, yaitu hukum, tradisi, budaya, dan agama, serta keinginan mendapatkan kebanggaan. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dorongan-dorongan seseorang untuk berwirausaha didasari oleh pedoman yang ia miliki, seperti hukum, tradisi, budaya, dan agama. Keyakinan umum yang menjadi pedoman dalam bertindak dan berpendapat terhadap berbagai situasi didefinisikan sebagai values oleh Rokeach (1973). Value merupakan sesuatu yang reliabel untuk mendeskripsikan dan memprediksi perilaku. Values menentukan sikap dan norma subjektif seseorang. Ajzen dan Fishbein (1980) menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh kehendak/niat dalam membentuk perilaku dan kehendak tersebut adalah suatu fungsi sikap pada perilaku dan norma subjektif. Kehendak merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah mengetahui kehendak orang tersebut. Seseorang dapat membuat pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda (tidak selalu berdasarkan kehendak). Konsep ini dijelaskan dalam theory of reasoned action yang pertama kali diperkenalkan oleh Martin Fishbein dan Ajzen. Theory of reasoned action menjelaskan keyakinan yang menjadi pedoman individu terhadap suatu konsep dan membentuk norma yang akan ia percaya tentang apa yang ia pikirkan tentang perilaku. Norma tersebut kemudian mempengaruhi niat seseorang yang kemudian menjadi wujud perilaku individu tersebut. Nilai-nilai (values) yang terdapat dalam diri seseorang berperan penting. Values biasa digunakan untuk mengkarakterisasikan budaya kelompok, masyarakat, dan individu, untuk melihat perubahan setiap waktu dan untuk menjelaskan basis motivasi perilaku dan sikap. Individu dan kelompok memiliki value yang berbeda, baik dari prioritas atau hirarkinya (Schwartz, 2012). Menurut
Greenberg (2002), value berfokus kepada gap antara apa yang dimiliki oleh seseorang dengan apa yang mereka inginkan. Value dapat ditambahkan sehingga memberikan dampak yang lebih baik kepada masyarakat dengan cara memenuhi kebutuhan individu dan sosial untuk meningkatkan kondisi pekerjaan perempuan (Peris-Ortiz, Rueda-Armengot, Osorio, 2012). Lebih lanjut dijelaskan dalam penelitian ini bahwa ketika hal tersebut tercapai dengan salah satu aktivitasnya menjadi perempuan pengusaha dalam dimensi individu dan korporat, maka akan mendorong kesuksesan yang lebih dan menambahkan value yang lebih baik kepada masyarakat. Values juga berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan. Hal tersebut disebutkan dalam penelitian Rokeach (1998) dan kawan-kawan, yaitu fungsi values sebagai prinsip untuk membantu individu untuk memilih sesuatu dan mengambil keputusan karena mengandung elemen dalam berpendapat tentang sesuatu yang benar dan salah (Rokeach dam Ball-Rokeach, 1989). Proses pengambilan keputusan pada pengusaha dipengaruhi oleh values sehingga membuat keputusannya kongruen dengan values mereka (Connor dan Becker, 2003; Ravlin dan Mglino, 1987; Rokeach, 1976; Williams, 1979). Penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Kluckhohn dan Strodtbeck (1961), yaitu budaya menyalurkan orientasi nilai kepada masyarakatnya. Nilai-nilai ini memediasi keyakinan, asumsi, orientasi waktu, hubungan dengan alam, orientasi beraktivitas, cara mengatasi masalah, dan proses pengambilan keputusan dari anggota masyarakat tersebut. Menurut Super (1980), values yang menjadi hal penting dalam proses perkembangan karir individu. Pengaruh value akan berkontribusi terhadap proses kewirausahaan seseorang (McCabe, 2012). Pengusaha sukses memiliki value-
value tertentu yang memberikan pengaruh terhadap proses berwirausaha karena menurut Colozzi (2003), values dapat dikategorikan menjadi life values dan career values. Values yang dimiliki oleh pengusaha dikategorikan sebagai career values. Values tersebut dapat diimplementasikan dalam peraturan perusahaan/ organisasi dan proses mempengaruhi orang lain dan perilakunya sendiri dalam perusahaan/ organisasi (Baron dan Shane, 2007). Value system individu memiliki bagian yaitu career values yang seringkali didefinisikan sebagai perpanjangan implikasi dalam values. Career values menurut Nevill dan Super (1986) adalah keyakinan internal yang mengarahkan satu pilihan dan melandasi aksi dalam lingkup pekerjaan. Hofstede (1984) juga merumuskan bahwa career values merupakan orientasi individu
dan
sikap
terhadap
pekerjaannya
sendiri,
terhadap
hubungan
personalnya dengan anggota perusahaan dan loyalitasnya kepada perusahaan/ organisasi. Akademisi mempercayai bahwa values cenderung direfleksikan dari beberapa tipe kerja, seperti aturan, etika, moral, dan prinsip yang melibatkan seluruh representasi dari career values (Lee dan Yen, 2012). Penelitian Lee dan Yen (2012) menunjukkan bahwa career values memberikan pengaruh yang signifikan terhadap orientasi karir seseorang dan didemonstrasikan bahwa semakin seseorang mampu mendefinisikan career values, maka semakin peduli individu tersebut tentang orientasi karirnya. Isu validitas budaya dalam teori dan praktik karir memiliki peranan yang besar untuk pengembangan dan konseling karir karena Osipow dan Fitzgeral (1996) mengatakan bahwa proses pemilihan karir sangat melekat pada faktor budaya dan ekonomi yang tak beralasan untuk mengembangkan teori dari pengembangan vokasional tanpa variabel-variabel tersebut. Oleh karena itu, career values dapat disimpulkan sebagai pedoman
seseorang dalam bersikap terhadap pekerjaannya yang mengarahkan dan melandasi aksinya. Berdasarkan uraian fenomena di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi pengusaha merupakan salah satu pilihan karir bagi perempuan, termasuk perempuan etnis Minangkabau. Berkarir sebagai pengusaha bagi perempuan Minangkabau memiliki motivasi yang berbeda karena budaya matrilineal yang dianut mempengaruhi peran perempuan dalam adat. Hal tersebut mempengaruhi nilai-nilai yang mereka yakini dalam prosesnya berwirausaha. Nilai-nilai yang mereka yakini dalam proses berwirausaha merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan karir sebagai pengusaha sehingga menarik untuk mengetahui career values apa saja yang dimiliki oleh perempuan pengusaha etnis Minangkabau.