PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa Negara dari sektor nonmigas. Indonesia sendiri tercatat sebagai negara pengimpor beras pada tahun 1960-an. Untuk memenuhi kebutuhan beras secara nasional melalui Departemen Pertanian untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan upaya pencapaian swasembada beras dicanangkan dan mencapai hasilnya pada tahun 1984 dengan pangsa produksi sebesar 38,138 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha dengan jumlah penduduk 158.531 juta jiwa (Noor, 1996). Selanjutnya, program peningkatan ketahanan pangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dari produksi pangan nasional. Salah satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang tahun adalah beras yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan pokok bangsa Indonesia. Sampai saat ini beras merupakan bahan pangan yang hampir selalu muncul dalam menu sehari-hari. Beras mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi yang terbesar (Khumaidi, 2008). Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Umumnya usaha tani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian pedesaan. 1 Universitas Sumatera Utara
2
Sejak awal tahun 2007 pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5% per tahun hingga tahun 2009. Untuk mencapai target atau sasaran tersebut maka diluncurkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan mengimplementasikan 4 (empat) strategi yaitu (1) peningkatan produktivitas, (2) perluasan areal, (3) pengamanan produksi, dan (4) kelembagaan dan pembiayaan serta peningkatan koordinasi (Badan Litbang Pertanian, 2007). Menurut Sembiring (2008) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih banyak disumbangkan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas panen. Pada periode 1971 – 2006 peningkatan produktivitas memberikan konstribusi sekitar 56,1%, sedangkan peningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing 26,3% dan 17,5% terhadap peningkatan produksi padi. Dalam hal ini, irigasi memiliki peranan penting dalam peningkatan efisiensi pemakaian air dalam rangka peningkatan produksi beras Indonesia. Dari segi teknis kontruksi dan jaringannya, irigasi dibedakan atas irigasi teknis maju, irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Dengan adanya irigasi teknis, diharapkan penyaluran air semakin efektif dan efisien, namun secara ekonomis memerlukan biaya yang lebih besar untuk operasi dan pemeliharaan saluran irigasi. Hal ini dapat diimbangi jika produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar dari biaya operasional saluran irigasi (Rusydatulhal, 2004). Dalam penelitian Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa keterbatasan dana pembangunan yang tersedia, biaya investasi per satuan luas lahan beririgasi
Universitas Sumatera Utara
3
cenderung naik, dan ketergantungan yang sangat tinggi dari produksi padi terhadap sawah beririgasi justru menimbulkan tanggapan tentang kelemahan kinerja dari jaringan yang ada meupun pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi yang sedang dilaksanakan. Hal ini terutama dikaitkan dengan peran irigasi sebagai salah satu sarana utama untuk mempertahankan swasembada beras. Dalam hasil penelitiannya dinyatakan bahwa keandalan jaringan irigasi sebagai salah satu tolak ukur potensi sistem irigasi di Indonesia yang diperlihatkan dengan penyajian angka perubahan luas lahan sawah yang dapat dibudidayakan 1x dan 2x setahun menunjukkan bahwa adanya penyusutan kemampuan pembudidayaan lahan sawah dari 2x setahun cenderung berkurang dan perlu dikaji lebih lanjut karena sebagian terjadi dalam bentuk pergeseran luas lahan sawah dari satu klas irigasi ke klas irigasi yang lebih tinggi sebagai hasil pembangunan. Selain itu, kendali tanggung jawab yang terpusat menjadi kendala utama dalam
meningkatkan
kualitas
pelayanan
irigasi.
Kebijaksanaan
dalam
memperbaiki, memperluas dan memelihara irigasi lebih bersifat turun dari atas (top down system) daripada dating dari bawah (bottom up system). Dengan demikian masyarakat pemakai air irigasi tidak dibawa serta sehingga mereka merasa
tidak
bertanggung
jawab
untuk
ikut
memeliharanya
(Asnawi dalam Varley, 1993) Di Kabupaten Deli Serdang, salah satu sektor
yang dominan
berperan dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009
mencapai 4,08 persen.
Sementara pada tahun 2010 sebesar 3,25 persen. Pertumbuhan tersebut didukung oleh hampir semua sector perekonomian di Deli Serdang, kecuali
Universitas Sumatera Utara
4
sector pertanian yang turun sebesar 0,63%. Penurunan sektor pertanian sebesar 0,63 persen ternyata berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang dari 4,08 persen pada tahun 2010 menjadi 3,25 persen pada tahun 2011 (Analisis Sektoral Perkembangan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang tahun 2001 – 2012 dalam Hermanto, 2013). Hasil penelitian Sembiring dan Daniel (2003) menunjukkan bahwa perkembangan padi di Sumatera Utara sepuluh tahun terakhir kurang mengembirakan. Karena rataan peningkatan produktivitas hanya 0,62% per tahun dan terjadinya penurunan luas areal panen. Keadaan ini mengkhawatirkan karena suatu saat nanti Sumatera Utara tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan padinya sendiri. Untuk ini diperlukan upaya-upaya dalam mempertahankan swasembada pangan khususnya beras (Hermanto, 2013). Pada tahun 2011, luas panen tanaman padi (padi sawah dan ladang) di Deli Serdang mengalami penurunan sebesar 14,55 persen dibanding tahun 2010 yaitu dari 89.852 Ha menjadi 76.780 Ha, produksi padi sawah dan ladang mengalami penurunan sebesar 4,62 persen dari 404,404 ton menjadi 385.722 ton pada tahun 2011 (BPS Deli Serdang, 2013). Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara yang memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau sekitar 36,27% dari luas daerah Deli Serdang yang tercatat kurang lebih 249.772 hektar. Sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, untuk menjaga kondisi lahan persawahan/ladang agar tetap berproduksi, serta meningkatkan produksi padi, Pemkab Deli Serdang telah melakukan upaya perluasan lahan persawahan secara
Universitas Sumatera Utara
5
bertahap dengan konsisten (BPS Deli Serdang, 2013). Namun dengan berbagai keterbatasan daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani khususnya untuk kawasan lahan irigasi maka perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi padi yang ada pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain: 1.
Bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
2.
Dasar dalam mengkaji keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana irigasi pendukungnya dalam upaya memenuhi swasembada beras
3.
Sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan tentang kajian keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana irigasi pendukungnya
Universitas Sumatera Utara