1 I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
untuk diambil telurnya. protein.
Ayam tipe petelur berperan penting sebagai sumber
Sasaran sub sektor peternakan pada umumnya diarahkan sebagai
penyedia protein dan membantu meningkatkan pendapatan peternak. Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap produk hewani terutama telur masih cukup rendah bila dibandingkan permintaan yang cukup besar, sehingga diperlukan suatu cara untuk meningkatkan produktivitas ayam petelur.
Cara yang dapat digunakan
untuk meningkatkan produktivitas ayam petelur yaitu dengan memberikan ransum yang berkualitas baik, diantaranya harus ada kandungan mineral yang sesuai dengan kebutuhan ayam petelur untuk meningkatkan produktivitas telurnya. Salah satu mineral dalam ransum adalah kalsium yang bisa didapatkan dari grit. Grit adalah salah satu sumber kalsium yang bisa diharapkan dalam menentukan kualitas kerabang telur ayam petelur. Hal ini dikarenakan kandungan grit itu sendiri yang banyak mengandung kalsium sebagai sumbangan mineral yang dibutuhkan dalam pembentukan telur dan membantu dalam sistem pencernaan secara mekanis yang terjadi di ventrikulus. Selain itu, kecukupan ayam mendapatkan ransum dalam memenuhi kebutuhannya sangat menentukan juga terhadap imbangan ketersediaan kalsium atau imbangan kalsium dan fosfor yang dianjurkan dalam pembentukan sebutir telur tiap harinya. Grit merupakan salah satu bahan pakan yang mempunyai kalsium yang tinggi.
Penggunaan grit dalam bahan pakan ayam petelur sangat dibutuhkan
untuk menunjang kebutuhan kalsium yang dibutuhkan dalam proses pembentukan
2 telur khususnya kerabang telur yang komposisinya adalah kalsium. Grit dapat meningkatkan kualitas ketebalan kerabang sehingga jika ketebalan kerabang semakin baik maka daya simpan telur akan semakin lama. Telur diselaputi oleh kerabang yang merupakan lapisan pelindung yang dapat menjaga kesegaran telur. Kesegaran telur (freshness) merupakan parameter mutu yang sangat penting. Kesegaran telur akan mengalami penurunan dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh perubahan secara fisik, kimia dan mikrobiologi. Bila kerabang retak atau telur dipisahkan dari cangkangnya, maka isi telur akan cepat mengalami kebusukan karena masuknya mikroorganisme. Di dalam cangkang terdapat dua jenis membran yaitu membran luar (outer membrane) dan membran dalam (inner membrane). Kerabang tersusun atas 94% kalsium karbonat dan sejumlah kecil magnesium karbonat, kalsium fosfat, dan berbagai material organik lainnya. Ketebalan kerabang telur sangat berpengaruh terhadap kualitas eksterior telur.
Kerabanag telur yang baik sebagaian besar tersusun atas kalsium.
Kerabang telur yang kekurangan kalsium dapat menyebabkan menipisnya kerabang telur sehingga kulitas telur akan menjadi turun. Konsumsi kalsium merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada kualitas telur seperti berat telur, tebal kerabang, untuk itu kegiatan pemberian kalsium pada ayam petelur harus mampu mencukupi kebutuhan untuk tumbuh, produksi telur, pembentukan kerabang, dan berat telur. Salah satu cara menstimulasi ternak ayam petelur yaitu melalui penambahan bahan pakan yang mengandung kalsium yang cukup. Pemanfaatan grit dalam campuran ransum ayam petelur mampu memenuhi kebutuhan kalsium ayam petelur, juga harus mampu memberikan ketebalan kerabang yang optimal untuk telur. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik
3 untuk melakukan penelitian mengenai “Penggunaan Grit Dalam Ransum dan Efeknya Terhadap Bobot Telur, Bobot Kerabang dan Tebal Kerabang Ayam Petelur”. 1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian diatas maka dapat dilakukan identifikasi masalah
dalam penelitian ini adalah : 1.
Berapa besar pengaruh penggunaan grit dalam ransum terhadap bobot telur, bobot kerabang telur dan tebal kerabang telur.
2.
Pada tingkat pemberian grit berapa yang paling tepat dalam ransum agar diperoleh bobot telur, bobot kerabang telur dan tebal kerabang telur yang optimal.
1.3. 1.
Tujuan Penelitian Mengetahui pengaruh penggunaan berbagai tingkat grit dalam ransum terhadap bobot telur, bobot kerabang telur dan tebal kerabang ayam petelur.
2.
Mengetahui konsentrasi grit dalam ransum ayam petelur yang paling tepat agar diperoleh bobot telur, bobot kerabang telur dan tebal kerabang telur yang optimal.
1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi penelitian
selanjutnya dan dapat dijadikan informasi bagi peternak tentang pemanfaatan grit kedalam ransum terhadap bobot telur, bobot kerabang telur dan tebal kerabang pada ayam petelur. Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan sedikitnya dapat dijadikan informasi bagi yang memerlukannya.
4 1.5.
Kerangka Pemikiran Ransum mempunyai peranan penting untuk ayam petelur yang digunakan
untuk proses reproduksi dan proses produksi ayam petelur.
Apabila dalam
ransum kekurangan suatu zat dapat menimbulkan kerusakan dan kegagalan produksi dan reproduksi.
Ransum ayam petelur harus memiliki kandungan
mineral yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kandungan mineral yang cukup
dalam ransum sangat dibutuhkan untuk membantu proses fisiologis tubuh ternak. Salah satu mineral yang harus ada dalam ransum adalah kalsium. Mineral merupakan salah satu zat makanan yang dibutuhkan oleh ternak unggas. Mineral terdiri dari berbagai macam jenis diantaranya Ca, P, Mg, Al dan Na. Semua mineral dibutuhkan oleh ternak, tetapi pada ayam petelur mineral kalsium merupakan mineral utama dalam proses pembentukan telur (Underwood, 2001). Pemberian kalsium yang sesuai dengan kebutuhan pada tiap periode akan berpengaruh positif terhadap produksi telur dan kualitas telur yang meliputi berat telur dan tebal kerabang (Ahmad dkk, 2003). Bahan sumber kalsium yang secara praktis sering digunakan di lapangan antara lain kapur dan kulit kerang yang mempunyai kandungan kalsium masingmasing 39,39 dan 38% (Hartadi dkk, 1986). Kulit kerang merupakan bahan sumber mineral yang pada umumnya berasal dari hewan laut berupa kerang yang telah mengalami proses penggilingan dan mempunyai kandungan karbonat tinggi daripada tepung tulang (Harms dan Damron, 1980). Kalsium dibutuhkan untuk proses pembentukan kerabang telur, jika kebutuhan kalsium dalam telur kurang terpenuhi maka akan menyebabkan kerabang telur menjadi tipis, akibatnya telur akan mudah retak dan pecah. Mineral yang sangat berperan dalam proses pembentukan cangkang telur adalah
5 kalsium dan fosfor.
Asupan mineral yang dibutuhkan kurang maka deposisi
mineral (kalsium dan fosfor) secara langsung akan mengambil cadangan mineral pada tulang tibia untuk proses pembentukan kerabang telur (Suprapto, 2012). Kalsifikasi atau pengapuran kerabang telur mulai terjadi sebelum telur memasuki uterus yaitu pada bagian isthmus. Sekumpulan kecil kalsium nampak pada bagian luar selaput cangkang sebelum telur meninggalkan isthmus. Dalam uterus pertumbuhan kristal kalsid terus berlangsung dengan kecepatan yang konstan (kira-kira 300 mg kalsium per jam). Saluran reproduksi tidak menyimpan kalsium dan kira-kira 20 % kalsium dalam darah dipindahkan menuju uterus (Hafez, 2000). Vitamin D dibutuhkan untuk sintesis protein yang mentransportasi kalsium melalui dinding usus. Vitamin D meningkatkan absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi (CaBP) protein pengikat kalsium (Juju Wahyu, 1997). Kerabang telur merupakan lapisan luar telur yang melindungi telur dari penurunan kualitas baik disebabkan oleh kontaminasi mikroba, kerusakan fisik, maupun penguapan.
Salah satu yang mempengaruhi kualitas kerabang telur
adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin memudar, dan berat telur semakin besar (Yuwanta, 2010). Kerabang telur yang tipis relatif berpori lebih banyak dan besar, sehingga mempercepat
turunnya
kualitas
telur
yang
terjadi
akibat
penguapan
(Haryono,2000). Tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk, pakan, stress dan penyakit pada induk. Semakin tua umur ayam maka semakin tipis kerabang telurnya, hal ini dikarenakan ayam tidak diberi
6 kalsium yang cukup guna memenuhi kebutuhan kalsium dalam pembentukan kerabang telur (Hargitai dkk, 2011). Kerabang telur disusun oleh 95% kalsium karbonat (Winarno dan Koswara, 2002). Komposisi kerabang telur secara berturut-turut adalah 98,2 Ca, 0,9 Mg dan 0,9% phosphorus (persen sebagai fosfat dalam kerabang) (Stadelman dkk, 1995).
Penelitian sebelumnya menyebutkan penggunaan grit setengah
sampai dua pertiga dari suplementasi kalsium mampu mengurangi daya pecah telur (Wahyu, 1997). Melihat manfaat yang dimiliki oleh bahan tersebut, maka grit sebagai sumber kalsium dirasa tepat untuk mengatasi minimnya kandungan kalsium dalam ransum ayam petelur.
Selain itu pada tingkat peternak
ketersediaan grit harganya jauh lebih murah daripada tepung tulang. Tingkat grit 4% adalah kebutuhan minimum yang dapat diberikan melalui tempat makanan yang berjalan otomatis yang selalu kembali ke tempat pusat bak makanan (Wahyu, 1997). Pemberian pakan 120 gram/hari membutuhkan kalsium 3,0% untuk ayam petelur berumur 22 – 40 minggu (Scott dkk, 1982). Level konsumsi kalsium 3,5 gram/ekor/hari memberikan produksi telur yang optimal (Ahmad dkk, 2003). Untuk menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi digunakan rumus yang diterapkan
Winter dan Funk, (1982), serta untuk
mengtahui kandungan kalsium dari grit dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam penelitian yang akan dilaksanakan P1 penggunaan grit 5% menyumbang 1,9% kalsium, P2 penggunaan grit 6,5% menyumbang 2,47% kalsium, P3 penggunaan grit 8,00% menyumbang 3,04% kalisum, perhitungan tersebut belum ditambahkan sumbangan kalsium dari bahan pakan lainnya. Jika ditambahkan sumbangan kalsium dari bahan pakan lain total kalsium pada ransum P1 sebanyak 2,50%, P2 3,00% dan P3 3,6%. Kekurangan kalsium dapat dapat
7 menyebabkan kerabang telur menjadi tipis sehingga mudah retak dan pecah, sementara jika kelebihan kalsium mengurangi konsumsi pakan akibat keterbatasan fisiologis yang mempengaruhi selera makan. Berdasarkan uraian di atas dapat diambil hipotesis bahwa dengan penggunaan grit 6,5% mampu menghasilkan bobot telur, bobot kerabang, dan tebal kerabang yang optimum. 1.6.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Ismaya Poultry Shop, Desa
Pakacangan, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung selama 5 minggu pada bulan Februari - Maret 2014.