Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 102-108
ISSN 1411-0172
PENAMPILAN VARIETAS UNGGUL KEDELAI GEMA DAN BURANGRANG DESA BANTARWARU KECAMATAN GANTAR, INDRAMAYU APPEARANCE OF GEMA AND BURANGRANG SUPERIOR SOYBEAN BANTARWARU VILLAGE, GANTAR DISTRICT, INDRAMAYU Tri Hastini, Darmawan, dan Aep Suparman*) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat ABSTRACT Soybean is one of important food crop useful as feedstock of tofu and tempe, soy souce and other product. Domestic soybean production is still very low compared with the soybean needs. The amount of soybean import volume was greater than domestic production. New varieties implementation is one of the technology to increase production. Gema and Burangrang are soybean new varieties with high yield, however have not known by the farmers. Through farmer demfarm, the two varieties are introduced to the farmers. The cultivation done by no-tillage cultivation technology, certified seed, Rhizobium seed treatment, cow manure application, drainage, and by row spacing 40 cm × 15 cm. The agronomic characters observed are plant height, number of pods per plant, number of filled pods per plant, number of unfilled pod per plant, number of productive branches, yield and productivity of Gema and Burangrang. Data was analyzed using non-parametric statistica Mann-Whitney, and description statistica for yield. The result showed that Burangrang more superior than Gema in number of pod per plant, number of filled pods per plant and productivity. Key-words: soybean, production, non parametric INTISARI Kedelai merupakan tanaman pangan penting sebagai bahan baku tahu, tempe, kecap dan berbagai olahan yang lain. Produksi kedelai dalam negeri sampai saat ini masih sangat rendah dibanding jumlah yang dibutuhkan. Volume impor kedelai jauh lebih besar daripada produksi dalam negeri. Salah satu teknologi untuk meningkatkan produksi adalah penggunaan varietas unggul baru. Gema dan Burangrang merupakan varietas kedelai unggul baru, namun belum banyak dikenal oleh petani. Melalui kegiatan demfarm, kedua varietas tersebut diperkenalkan kepada petani. Budidaya dilakukan tanpa olah tanah dengan teknologi benih bersertifikat, perlakuan benih dengan bakteri Rhizobium, penambahan pupuk kandang sapi, pembuatan drainase serta jarak tanam 40 × 15 cm. Untuk mengetahui penampilan agronomi dan produksi antara varietas Gema dan Burangrang dilakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, jumlah cabang produktif serta produktivitas. Analisis dilakukan menggunakan statistika non parametrik Mann-Whitney, kecuali untuk produksi yang dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa varietas Burangrang lebih unggul daripada Gema pada karakter jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman serta produktivitas. Kata kunci: kedelai, produksi, non parametrik *)
Alamat penulis untuk korespondensi: Tri Hastini, Darmawan dan Aep Suparman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Jalan Kayuambon No.80 Lembang, Bandung, 40391.
Penampilan Varietas Unggul (Tri Hastini, Darmawan dan Aep Suparman)
PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max. L Merr) merupakan tanaman pangan penting di Indonesia. Pemanfaatan kedelai mayoritas sebagai bahan baku tempe dan tahu dan sisanya sebagai bahan baku kecap, pakan ternak, dan keperluan lain. Menurut Silitonga & Djanuwardi (1996) dikutip Ginting et al. (2009), pemanfaatan kedelai sebagai bahan baku tempe mencapai 50 persen dan sebagai bahan baku tahu mencapai 40 persen. Perkembangan pemanfaatan kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe mulai tahun 2007 sampai tahun 2011 berturut-turut adalah 77.52 persen, 88.35 persen, 87.97 persen, 88.91 persen, dan 89.20 persen meskipun konsumsi perkapita per tahun mengalami penurunan sejak tahun 2007, yaitu dari 0.104 kg pada tahun 2007 menjadi 0.052 kg dari tahun 2008 sampai 2011 (Pusdatin Kementan 2012). Secara nasional, konsumsi kedelai per tahun mencapai 2.25 juta ton, sementara jumlah produksi dalam negeri sekitar 779 juta ton (Nugrayasa 2013). Menurut data Pusdatin Kementan (2012) penggunaan kedelai dalam negeri tahun 2011 mencapai 2.944 juta ton, sementara produksi dalam negeri sebesar 851 ribu ton dan sisanya sebesar 2.093 dipenuhi dari impor. Produktivitas kedelai dalam negeri di tingkat petani tergolong masih rendah, yaitu rata-rata 1,2 ton per hektar (BPS 2013), padahal pada tingkat penelitian potensi kedelai dalam negeri mampu memberikan produktivitas 1,7 hingga 3,2 ton per hektar (Balitkabi 2012). Rendahnya produktivitas memberikan kontribusi terhadap rendahnya produksi kedelai dalam negeri. Faktor lain yang menyebabkan rendahnya produksi kedelai dalam negeri
103
adalah sempitnya areal tanam. Luas areal tanam kedelai di Indonesia pada tahun 2013 adalah 554 132 ha, sehingga apabila luas areal tanam dikalikan dengan rata-rata produktivitas, akan diperoleh produksi sebesar 626 113 ton. Apabila luas tanam tetap dan produktivitas dapat ditingkatkan hingga mencapai potensi hasilnya, maka akan diperoleh produksi sebesar 942 024 ton sampai 1 773 222 ton atau meningkat sebesar 50.46 persen hingga 283.21 persen. Konsumsi kedelai dalam negeri sebesar 2.944 juta ton akan terpenuhi apabila dilakukan perluasan areal tanam dan penggunaan inovasi teknologi. Salah satu inovasi teknologi kedelai adalah penggunaan varietas unggul baru. Varietas unggul baru kedelai dapat dipilih sesuai permintaan konsumen, misalnya berbiji besar (lebih besar dari 13 g per 100 butir) dan mempunyai kandungan protein yang tinggi (lebih dari 35 persen). Varietas Gema merupakan varietas unggul super genjah dengan potensi hasil hingga 2,47 ton per hektar, umur masak 73 hari, dan ukuran biji 11,90 g per 100 biji (tergolong berbiji sedang). Varietas Gema sesuai untuk bahan baku tahu dengan kandungan protein 39 persen. Sementara rata-rata kedelai impor mempunyai kandungan protein 37 persen. Rendemen tahu Varietas Gema mencapai 267 persen, sementara rendemen tahu kedelai impor 235 persen. Keunggulan lain Varietas Gema adalah prospektif untuk dikembangkan pada daerah bercurah hujan terbatas atau dibudidayakan pada MK-2 pada saat air irigasi mulai berkurang (Balitkabi 2012). Varietas Burangrang merupakan salah satu kedelai berbiji besar (14,9 hingga 18 g per 100 butir) dan mempunyai kandungan protein yang tinggi sebesar 39 hingga 41.60 persen bk (=basis
104
kering) dan potensi hasilnya mencapai 2,5 ton per hektar (Ginting et al. 2009). Kedua varietas unggul tersebut telah dikaji pertumbuhan dan hasilnya pada kegiatan Demfarm kedelai di Kabupaten Indramayu. Tujuan ditanamnya kedua varietas tersebut untuk membandingkan keragaan pertumbuhan dan hasilnya di lokasi sentra kedelai Kabupaten Indramayu. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di Blok Walahar, Desa Bantarwaru Kecamatan Gantar Kabupaten Indramayu pada MK II 2013. Varietas yang ditanam merupakan varietas unggul baru, yaitu Burangrang dan Gema. Sebelum tanam, lahan dibersihkan dari gulma dan dibuat saluran drainase untuk mengalirkan air pada saat dilakukan penyiraman. Sebelum ditanam, benih diberi perlakuan bakteri Rhizobium (nodulasi) untuk memperbanyak bintil akar yang berfungsi menambat N bebas dari udara. Pembuatan lubang tanam menggunakan tugal sedalam dua hingga tiga cm dengan jarak tanam 40 cm kali 15 cm. Benih kedelai ditanam dua biji per lubang tanam dan selanjutnya dilakukan penutupan lubang tanam menggunakan pupuk kandang. Pemupukan dilakukan saat tanam menggunakan NPK dengan dosis 300 kg per ha dengan cara digarit berjarak lima cm dari lubang tanam di sepanjang barisan kedelai. Data yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong total, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, bobot brangkasan sebelum tanaman dibijikan, bobot biji ubinan serta produktivitas. Seluruh karakter pengamatan diamati terhadap 10 tanaman contoh, sedangkan produktivitas dihitung berdasarkan hasil ubinan dengan luas ubinan
Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 102-108
6.25 m2. Rendemen biji berdasarkan formula berikut.
dihitung
Data pengamatan kedua varietas diperbandingkan menggunakan uji MannWhitney untuk jumlah contoh kecil. Hipotesis yang diuji adalah H0 apabila sebaran data dari dua populasi sama dan H1 apabila sebaran data dari dua populasi tidak sama. Statistik uji yang digunakan adalah:
U = min (U1, U2) Keterangan : U1 : nilai uji Mann-Whitney populasi 1 U2 : nilai uji Mann-Whitney populasi 2 n1 : jumlah sampel populasi 1 n2 : jumlah sampel populasi 2 T1 : ranking sampel populasi 1 T2 : ranking sampel populasi 2 Pengambilan keputusan adalah tolak H0 apabila nilai sig kurang dari 0,05, dan terima H0 apabila nilai sig lebih dari 0.05. Pengolahan data dilakukan menggunakan software SPSS 19. HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran tinggi tanaman varietas Gema adalah 60 cm hingga 67 cm dengan rata-rata 62,8 dan pada varietas Burangrang 37 cm hingga 42 cm dengan rata-rata 39,4 cm. Jumlah cabang produktif varietas
Penampilan Varietas Unggul (Tri Hastini, Darmawan dan Aep Suparman)
105
Tabel 1 Nilai maksimum, minimum dan rata-rata pengamatan karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, jumlah polong isi per tanaman dan jumlah polong hampa per tanaman Tinggi tanaman
Maks Min Ratarata
Gema 67 60 62.8
Burangrang 42 37 39.4
Jml cabang produktif Gema Burangrang 2 3 0 2 1.2 1.2
Jml polong per tanaman Gema Burangrang 32 65 22 28 26.8 42.6
Gema maksimum dua cabang dan minimum tidak bercabang, namun data pengamatan sampel menunjukkan rata-rata jumlah cabang produktif varietas Gema adalah 1,2. Varietas Burangrang mempunyai rata-rata jumlah cabang yang sama dengan varietas Gema, namun kisaran jumlah cabang produktif adalah dua hingga tiga. Sementara jumlah polong pada varietas Gema berada pada kisaran 22 hingga 32 buah dengan ratarata 26,8 buah, terdiri dari polong isi 21 hingga 32 buah dengan rata-rata 26 buah dan polong hampa nol hingga tiga buah dengan rata-rata 0,8 buah. Jumlah polong pada varietas Burangrang berkisar 28 hingga 65 buah dengan rata-rata 42,6 buah terdiri dari polong isi berkisar 22 hingga 55 buah dengan rata-rata 37 buah dan polong hampa tiga hingga 10 buah dengan rata-rata 5,6 buah (Tabel 1). Rata-rata ranking tinggi tanaman pada varietas Gema adalah 8,00 dan pada varietas Burangrang 3,00, sedangkan jumlah ranking tinggi tanaman pada varietas Gema 40.00 lebih besar daripada varietas Burangrang (15.00). Hasil uji Man-Whitney menunjukkan nilai sig sebesar 0.008 (<0.05) yang berarti cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan tinggi tanaman antara varietas Gema dan Burangrang. Varietas Gema mempunyai penampilan tanaman lebih tinggi daripada varietas Burangrang.
Jml polong isi Gema 32 21 26
Burangrang 55 22 37
Jml polong hampa Gema 3 0 0.8
Burangrang 10 3 5.6
Tinggi tanaman merupakan penampilan fenotipik tanaman. Varietas Gema dan Burangrang menunjukkan tinggi tanaman yang sangat berbeda. Tinggi tanaman varietas Gema melebihi tinggi tanaman dalam deskripsinya, sedangkan pada varietas Burangrang justru lebih pendek. Penampilan fenotipik tanaman merupakan interaksi antara genotipe dan lingkungan. Karakter agronomi kedelai yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan adalah tinggi tanaman, jumlah cabang, bobot 100 butir dan hasil (Liu et al. 2011). Pemberian N dan P sebelum tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Xie et al. 2010). Kegiatan demfarm seluas satu hektar dan pemberian pupuk tidak ditakar secara terkontrol seperti pada penelitian adaptif, sehingga terdapat kemungkinan pendeknya varietas Burangrang dan tingginya varietas Gema disebabkan oleh pemberian pupuk N dan P serta pupuk organik yang tidak merata. Petani sebagai pelaksana demfarm diprediksi memberikan pupuk lebih banyak pada varietas Gema yang terlebih dahulu ditanam. Hal tersebut menyebabkan varietas Gema mempunyai penampilan lebih tinggi daripada varietas Burangrang. Dalam pengkajian ini, tinggi tanaman dipengaruhi oleh interaksi genotipe × lingkungan dan perilaku petani. Pada karakter jumlah cabang produktif rata-rata ranking pada varietas
106
Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 102-108
Gema adalah 3.60 dengan jumlah ranking 18.00. Rata-rata jumlah ranking varietas Burangrang untuk karakter jumlah cabang produktif adalah 7.40 dan jumlah ranking 37.00. Nilai sig berdasarkan uji ManWhitney adalah 0.056 (>0.05) yang berarti belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa terdapat perbedaan jumlah cabang produktif antara varietas Gema dan Burangrang. Jumlah polong per tanaman pada varietas Gema mempunyai rata-rata ranking 6.10 dan pada varietas Burangrang 14.90. Jumlah ranking pada varietas Gema dan Burangrang berturut-turut adalah 61.00 dan 149.00. Jumlah polong per tanaman varietas Gema dan Burangrang terbuti berbeda karena nilai sig 0.000 (< 0.05). Varietas Burangrang mempunyai jumlah polong lebih banyak daripada varietas Gema. Rata-rata ranking untuk karakter jumlah polong isi per tanaman pada varietas Gema adalah 7.10 dengan jumlah ranking 71.00. Sementara pada varietas Burangrang rata-rata ranking sebesar 13.90 dengan jumlah ranking 139.00. Nilai sig sebesar 0.009 (<0.05) yang berarti telah cukup bukti untuk menyatakan bahwa varietas Burangrang mempunyai jumlah polong isi
lebih banyak daripada varietas Gema. Adapun untuk jumlah polong hampa nilai rata-rata ranking varietas Gema sebesar 5.60 dengan jumlah ranking 56.00 dan ratarata ranking varietas Burangrang sebesar 15.40 dan jumlah ranking 154.00. Nilai sig untuk jumlah polong hampa per tanaman adalah 0.000 (<0.05) yang berarti terbukti bahwa jumlah polong hampa varietas Gema memang lebih sedikit daripada varietas Burangrang. Varietas Gema dan Burangrang menunjukkan produksi yang tinggi di lokasi demfarm kedelai di Indramayu, namun demikian produksi varietas Gema lebih rendah daripada Burangrang. Hasil ubinan seluas 6.25 m2 pada varietas Gema menunjukkan bobot brangkasan 2.4 kg dan hasil biji 1.5 kg. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh rendemen sebesar 62.5 persen dan produktivitas varietas Gema sebesar 2.40 t per ha pada kadar air panen. Hasil ubinan varietas Burangrang menunjukkan bobot brangkasan sebesar 2.5 kg dengan hasil biji 1.6 kg. Dengan demikian rendemen varietas Burangrang adalah 64.0 persen dan produktivitas pada kadar air panen sebesar 2.56 t per ha.
Tabel 2 Rata-rata, jumlah ranking dan hasil uji Man-Whitney pada lima karakter engamatan varietas Gema dan Burangrang Tinggi tanaman
Gema Burangrang Sig
RataJml rata ranking ranking 8.00 40.00 3.00 15.00 0.008
Jml cabang produktif RataJml rata ranking ranking 3.60 18.00 7.40 37.00 0.056
Jml polong per tanaman RataJml rata ranking ranking 6.10 61.00 14.90 149.00 0.000
Jml polong isi
Jml polong hampa
RataJml rata ranking ranking 7.10 71.00 13.90 139.00 0.009
RataJml rata ranking ranking 5.60 56.00 15.40 154.00 0.000
Penampilan Varietas Unggul (Tri Hastini, Darmawan dan Aep Suparman)
107
Tabel 3 Hasil ubinan 6.25 m2, bobot brangkasan dan produktivitas kedelai varietas Gema dan Burangrang kadar air panen Varietas Gema Burangrang
Bobot biji (kg) 1.5 1.6
Bobot brangkasan (kg) 2.4 2.5
Produksi kedelai sangat ditentukan oleh ketersediaan air pada fase vegetatif dan generatif awal mulai dari awal berbunga sampai berpolong penuh, namun belum terjadi pengisian biji (R1 – 4) (Guntoro et al. 1999). Peningkatan hasil diperoleh bila N diberikan pada fase R4 dan penambahan N pada fase reproduktif tidak berpengaruh terhadap hasil (Afza et al.1987 dikutip Xie et al. 2010). Lebih lanjut Xie et al. (2010) menyatakan bahwa pemberian N dan P sebelum tanam tidak berpengaruh nyata terhadap hasil, serta tidak terdapat interaksi antara pupuk × kultivar. Selain itu perlakuan nodulasi berpengaruh terhadap seluruh karakter agronomi secara nyata. Schweiger et al. (2012) melaporkan bahwa perlakuan nodulasi mampu meningkatkan hasil biji, ukuran biji, dan konsentrasi protein dalam biji kedelai sebesar 12 hingga 100 persen. Penambahan bahan organik juga berpengaruh terhadap produksi kedelai karena keberadaan bahan organik dapat merangsang aktivitas enzim tanah dan mikroba. Penambahan kompos mampu meningkatkan kandungan C organik dan bahan organik dalam tanah, tetapi tidak mengubah status kandungan N total, P, dan K (Kastono 2005). Kastono (2005) melaporkan bahwa pada penambahan kompos gulma siam, meskipun kandungan P dan K tidak berubah namun ketersediaan P dan K meningkat cukup banyak. Peningkatan unsur K ini diduga karena adanya proses dekomposisi bahan organik yang menghasilkan asam-asam organik dan
Rendemen (%) 62.5 64.0
Produktivitas (t/ha) 2.40 2.56
unsur hara seperti asam fulvat dan asam humat. Karakter agronomi yang tampak sangat berkaitan erat dengan proses fisiologi tanaman. Laju fotosintesis berkorelasi positif dengan hasil biji, bahan kering, dan indeks panen yang juga berkorelasi positif dengan jumlah biji dan hasil. Karakter yang berkontribusi sangat besar terhadap hasil adalah jumlah biji per tanaman dan bukan ukuran biji (Jin et al. 2010). Liu et al. (2013) menyatakan bahwa volume biji dan laju pertumbuhan biji dapat menurun apabila tanaman terpapar sinar Ultra Violet B (UVB). Sinar UV-B berpengaruh dalam menurunkan jumlah sel pada kotiledon serta menurunkan konsentrasi ABA. KESIMPULAN Penampilan varietas Gema lebih tinggi daripada varietas Burangrang, namun jumlah polong per tanaman dan jumlah polong isi per tanaman varietas Burangrang lebih banyak daripada varietas Gema, meskipun varietas Gema mempunyai jumlah polong hampa lebih sedikit. Sementara jumlah cabang produktif tidak terdapat perbedaan antara kedua varietas. Varietas Gema dan Burangrang menunjukkan produksi yang baik, namun produksi varietas Burangrang lebih tinggi daripada Gema. DAFTAR PUSTAKA
108
Balitkabi. 2012. Penelitian Aneka Kacang dan Umbi. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Ginting E, Antarlina SS, Widowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian 28 (3) : 79 – 87 Guntoro W, Boer R, Las I, Bey A. 1999. Penggunaan stochastic spreadsheet untuk penentuan waktu tanam optimum kedelai di Boawae, Flores NTT. J. Agromet 14 (1-2) : 1 – 12. Jin J, Liu X, Wang G, Mi L, Shen Z, Chen X, Herbert SJ. 2010. Agronomic and physiological contributions to the yield improvement of soybean cultivars released from 1950 to 2006 in northeast China. Field Crop Research 115 : 116 – 123. Kastono. 2005. Tanggapan pertumbuhan dan hasil kedelai hitam terhadap penggunaan pupuk organik dan biopestisida gulma siam. Ilmu Pertanian 12 No. 2 : 103 – 116. Liu B, Liu Xb, Li YS, Herbert SJ. 2013. Effects of enhanced UV-B radiation on seed growth characteristics and yield component in soybean. Field Crop Research 154 : 158 – 163. Liu ZX, Yang CY, Xu R, Lu WG, Qiao Y, Zhang LF, Chang RZ, Qiu LJ. 2011. Analysis of adaptability of soybean mini core collection in Huang-huai rivers region in China. Acta Agron Sin 37(3) : 443 -551. Nugrayasa O. 2013. Problematika Harga Kedelai di Indonesia. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia.
Agros Vol.16 No.1 Januari 2014: 102-108
Pusdatin Kementan. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Schweiger P, Hofer M, Hartl W, Wanek W, Vollmann J. 2012. N2 fixation by organically grown soybean in Central Europe: Method of quantification and agronomic effects. Europ. J. Agronomy 41: 11 – 17. Xie Ft, Zhang Hj, Wang Hy, Ao X, Steven StM. 2010. Effect of preplant fertilizer on agronomic and physiological traits of soybean cultivars from different breeding programs. Agricultural Sciences in China 9(11): 1602 – 1611.