BAB V
Pemilihan Bahan Imobilisasi Jamur Abstrak
Pemilihan media imobilisasi ini penting untuk digunakan agar jamur yang digunakan pada proses fermentasi dapat tumbuh dengan baik. Penggunaan media imobilisasi ini pada bioreaktor imersi berkala (temporary immersion bioreactor) berguna untuk menahan miselium jamur agar tidak terbawa aliran medium cair yang digunakan. Bahan yang digunakan sebagai media imobilisasi dapat berupa bahan sintetis dan bahan alami. Pemilihan berdasarkan kemampuan jamur untuk tumbuh dengan baik pada media yang digunakan. Penelitian dilakukan terhadap media sintetis (bioball dan sabut penggosok) dan media alami (bulustru). Hasil percobaan menunjukkan bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada bulustru (luffa) sehingga media ini digunakan sebagai media imobilisasi pada penelitian selanjutnya. Kata kunci : imobilisasi, Marasmius sp., bioball, sabut penggosok, bulustru V.1 Pendahuluan Pertumbuhan dan produksi enzim ligninolitik oleh jamur pelapuk putih (Marasmius sp.) dalam bioreaktor dapat dilakukan dengan mengimobilisasi kultur jamur pada media tertentu. Imobilisasi adalah pembatasan mobilitas sel dalam ruang yang terbatas. Imobilisasi sel sebagai biokatalis hampir secara umum digunakan pada imobilisasi enzim. Imobilisasi sel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan kultur tersuspensi yaitu antara lain menghasilkan konsentrasi sel tinggi, sel dapat digunakan kembali dan mengurangi biaya pemisahan sel, mengurangi sel yang terbawa pada laju dilusi yang tinggi, kombinasi konsentrasi sel tinggi dan laju aliran tinggi memungkinkan memperoleh produktivitas volumetris yang tinggi, menguntungkan kondisi lingkungan mikro yaitu kontak antar sel, gradien produk nutrisi, gradien pH untuk sel, menghasilkan unjuk kerja yang lebih baik sebagai biokatalis (sebagai contoh, perolehan dan laju yang tinggi), memperbaiki stabilitas genetik (pada beberapa kasus tertentu), melindungi sel dari kerusakan akibat pergeseran (Shuler dan Kargi, 1992). Selain kelebihan diatas keuntungan lain teknik imobilisasi adalah 1) memungkinkan untuk dilakukannya reaksi enzim beberapa tahap, 2) aktivitas enzim yang tinggi dengan teknik imobilisasi, 3) stabilitas operasional secara
44
umum tinggi, 4) tidak diperlukan tahap ekstraksi/pemurnian enzim dan 5) biomassa yang diimobilisasi dapat digunakan untuk konsentrasi substrat yang lebih tinggi dan dapat dilakukan pemisahan sel dengan mudah serta umur sel dapat diperpanjang (Suhardi, 2000) Teknik imobilisasi dibedakan menjadi dua yaitu imobilisasi aktif dan imobilisasi pasif. Imobilisasi aktif adalah penjebakan (entrapment) atau pengikatan (binding) oleh gaya fisika atau kimia. Penjebakan secara fisika dapat menggunakan berbagai macam bahan seperti bahan berpori (agar, alginat, Carrageenan, poliakrilamid, chitosan, gelatin, kolagen), saringan dari logam berpori,
polyurethane, silica gel, polystirene dan selulosa triasetat. Sedangkan imobilisasi pasif menggunakan metode pelekatan (attachment) merupakan bentuk biofilm, yaitu lapisan-lapisan pertumbuhan sel pada permukaan media pendukung. Media ini bisa bersifat inert maupun aktif secara biologis (Shuler dan Kargi, 1992). Berdasarkan media yang digunakan terdapat dua jenis imobilisasi yaitu imobilisasi pada media sintetis dan imobilisasi pada media alami. Kultivasi pada media alami dapat menggunakan bahan alami seperti limbah industri agro. Media ini dapat juga sebagai sumber nutrisi mikroorganisme. Sedangkan kultivasi pada media sintetis dapat menggunakan media antara lain polyurethane foam dan spon
stainless steel (Prasad dkk., 2005) Kultivasi dengan media sintetis secara umum tidak banyak digunakan walaupun memiliki kelebihan dibandingkan dengan kultivasi pada media alami yaitu perbaikan pengendalian proses, pemantauan dan peningkatan konsistensi proses. Pengambilan produk lebih mudah dibandingkan menggunakan media alami karena produk ekstraseluler dapat dengan mudah diekstrak dan produknya sedikit mengandung pengotor. Namun, media sintetis bukan merupakan media seperti kehidupan mikroorganisme yang digunakan sehingga pertumbuhannya belum tentu optimal (Couto dkk, 2004).
45
Pada penelitian ini dilakukan pemilihan media imobilisasi yang terdiri atas media sintetis (bioball dan sabut penggosok) dan media alami (bulustru). Pemilihan dilakukan dengan cara mengamati secara visual pertumbuhan Marasmius sp. Media yang dipilih adalah media yang mampu berfungsi baik sebagai media pertumbuhan Marasmius sp.
V.2 V.2.1
Bahan dan Metode Mikroorganisme
Miroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah jamur terpilih berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu Marasmius sp.
V.2.2
Media Imobilisasi
Media imobilisasi merupakan media untuk menumbuhkan jamur. Media yang digunakan terdiri dari media sintetis dan media alami. Media sintetis yang digunakan dalam percobaan ini adalah media plastik (bioball) dan sabut penggosok komersial berbahan dasar nilon. Sedangkan media alami yang digunakan adalah bulustru. Ketiga bahan tersebut dapat dilihat pada gambar V.1.
bioball
sabut penggosok
bulustru Gambar V.1. Media imobilisasi jamur
46
Bioball dengan ukuran diameter 3,5 cm dan tinggi 3 cm dapat langsung digunakan sebagai media imobilisasi, sedangkan sabut penggosok yang mulanya berbentuk lembaran dipotong-potong seperti dadu dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm sebelum digunakan sebagai media imobilisasi demikian pula dengan bulustru yang dipotong dengan ukuran sekitar 5 cm x 5 cm. Medium pertumbuhan yang digunakan sebagai nutrisi jamur Marasmius sp. adalah medium Kirk. Komposisi medium Kirk dan cara pembuatannya dapat dilihat pada subbab III.2.1.c. Medium Kirk pada penelitian ini digunakan untuk merendam media imobilisasi tersebut. Perendaman dilakukan hingga medium kirk dapat meresap dalam ketiga media imobilisasi. Masing-masing media imobilisasi kemudian dimasukkan ke dalam plastik tahan panas untuk disterilisasi dalam
autoclave. Setelah steril dan dingin, Marasmius sp. sebanyak 1 cawan petri dipotong-potong dengan ukuran sekitar 1 cm x 1 cm dan diinokulasikan pada media imobilisasi.
V.3
Hasil dan Pembahasan
Media imobilisasi yang digunakan di dalam penelitian ini ada 3 jenis yaitu
bioball, sabut penggosok dan bulustru. Bioball dan sabut penggosok dapat digolongkan dalam media sintetis sementara bulustru digolongkan ke dalam media alami. Bentuk media imobilisasi dapat dilihat pada gambar V.1. pada ketiga media tersebut dilekatkan miselium jamur Marasmius sp. Indikasi pelekatan miselium dapat dilihat secara visual dari pertumbuhannya. Selain karena adanya medium pertumbuhan jamur Marasmius sp. dapat tumbuh karena bentuk dari ketiga media tersebut. Dari gambar V.1 dapat dilihat bahwa ketiganya merupakan material yang memiliki rongga sehingga miselium yang tumbuh melekat pada media penyangga dengan baik yang mirip seperti “akar” untuk pertumbuhan (Suhardi, 2000). Pertumbuhan Marasmius sp. setelah berumur sekitar 10 hari pada ketiga media penyangga tersebut disajikan pada gambar V.2.
47
Sabut penggosok
bioball
bulustru Gambar V.2. Pertumbuhan Marasmius sp. pada media imobilisasi
Dari gambar V.2 diatas dapat dilihat bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh pada ketiga media imobilisasi. Namun, pertumbuhan Marasmius sp. pada ketiga media tersebut tidak sama. Marasmius sp. dapat tumbuh dengan baik pada media bulustru. Pertumbuhan Marasmius sp. pada bioball dan sabut penggosok tidak sebaik pertumbuhan pada bulustru. Pada media bioball, pori-pori media tersebut mampu untuk melekatkan miselium jamur. Rongga pada bioball lebih besar daripada sabut penggosok dan bulustru dan juga permukaannya yang rata dan licin akan menyebabkan pertumbuhan jamur ini kurang baik jika direndam dengan
48
medium cair (medium kirk) untuk produksi enzim. Benturan antara cairan dan miselium jamur akan mempengaruhi perlekatan jamur pada permukaan bioball yaitu miselium jamur mudah terkelupas dan tersuspensi dalam medium cair. Bulustru dapat ditumbuhi oleh miselia jamur dengan baik daripada bioball dan sabut penggosok karena selain berpori juga merupakan bahan alami yang mengandung nutrisi untuk jamur. Bulustru merupakan bahan alami yang biasanya mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Penggunaan bulustru ini juga merupakan substrat yang mirip pada kehidupan jamur pelapuk putih di alam. Secara alami jamur pelapuk putih banyak tumbuh pada kayu atau bahan lignoselulosa yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi lignin. Penggunaan media alami sebagai media imobilisasi selain memilki kelebihan juga memilki kekurangan. Kelemahannya antara lain degradasi media akan menghalangi aliran pada bioreaktor terutama pada sistem kontinyu dan pada aliran yang konstan maka degradasi tersebut dapat mengurangi jamur yang menghasilkan enzim karena terbawa aliran. Oleh karena itu pemilihan bioreaktor yang digunakan merupakan faktor yang penting untuk menutupi kekurangan tersebut.
V.4 Kesimpulan Berdasarkan percobaan ini dapat diketahui bahwa Marasmius sp. dapat tumbuh pada ketiga media imobilisasi yang digunakan yaitu bioball, sabut penggosok dan bulustru. Namun dengan pengamatan secara visual terlihat bahwa pertumbuhan terbaik Marasmius sp. pada penggunaan bulustru. Dengan demikian bulustru dipilih sebagai media imobilisasi Marasmius sp. pada penelitian selanjutnya yaitu produksi enzim pendegradasi lignin menggunakan bioreaktor imersi berkala termodifikasi.
49