IMOBILISASI LIMBAH RADIOAKTIF AKTIVITAS TINGGI DENGAN BAHAN SYNROC Gunandjar1
Abstract: Immobilisation Of High Level Radioactive Waste Using Synroc Material. The study of immobilisation technology using synroc fo long life of high level radioactive wastes (HLW) was carried out. Synroc is a crystalline wasteform comprising a stable assemblage of titanate phases chosen for their geochemical stability and collective ability to immobilize all the radioactive elements present in high level radioactive wastes (HLW). All basic science studies confirm that the leachrates and a -decay damage in synroc relatively very low and acceptable. Development of synroc for waste immobilisation depend on the containing of radionuclides. For the HLW purex type containing of actinides was developed zirconolite, CaZrTi2O7 rich synroc, for the waste containing of uranium and plutonium was developed pyrochlore,CaATi2O7 rich synroc with neutron absorbers (Hf and Gd) were eeded to suppress criticality potential, whereas for the waste containing of Tc, Cs, and Sr (from the heat producing of HLW) was developed hollandite/p rovskite, Ba(Al,Ti)2Ti6O16 / CaTiO3 rich synroc. In Indonesia, adaptation of HLW immobilization technology using Synroc materials will be carried out for immobilization of HLW generated from post irradiation examination of nuclear fuel element a d 99Mo radioisotope production. Keywords : radioactive waste management, immobilisation of high level radioactive waste, synroc, ultimate disposal.
PENDAHULUAN Dalam pengembangan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia, salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan secara optimal adalah masalah pengelolaan limbah radioaktif yang ditimbulkan dari proses pemanfaatan tenaga nuklir. Oleh karena itu masalah program pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif adalah merupakan program yang tidak terpisahkan dengan program pemanfaatan tenaga nuklir yang harus terus dilaksanakan melalui penelitian dan pengembangan, serta pengkajian yang mendalam sehingga diperoleh teknologi pengelolaan limbah radioaktif yang optimal. Penerapan teknologi pengelolaan limbah radioaktif yang optimal dalam mendukung program pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia ditujukan untuk menjamin keselamatan pekerja maupun masyarakat serta untuk perlindungan lingkungan hidup terhadap 1
radi
e waste,
potensi bahaya radiasi baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Bentuk fisik dan komposisi limbah radioaktif sangat beragam dan untuk tujuan keselamatan terhadap radiasi, limbah radioaktif digolongkan menurut kandungan zat radioaktif atau tingkat radiasinya. Berdasar hal tersebut limbah radioaktif digolongkan menjadi tiga yaitu limbah radioaktif aktivitas rendah (LAR), limbah radioaktif aktivitas sedang (LAS) dan limbah radioaktif aktivitas tinggi (LAT ). Khusus untuk pengelolaan LAT adalah meliputi kegiatan yang terkait dengan bahan bakar teriradiasi atau bahan bakar bekas setelah dikeluarkan dari reaktor termasuk penyimpanan sementara dan penyimpanan lestari (ultimate disposal for radioactive waste) baik dengan dan tanpa proses olahulang bahan bakar bekas tersebut. Dalam bahan bakar bekas masih tersisa sejumlah uranium dan plutonium (239Pu) yang dapat
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN, Kawasan Puspiptek Serpong, Gedung 50, Tangerang, Banten 15314
Gunandjar, Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktiv itas Tinggi Dengan Bahan Synroc
diambil melalui proses olah-ulang bahan bakar bekas yang dapat digunakan kembali dalam pembuatan perangkat bahan bakar baru. Bila ini dilakukan maka dari proses olah-ulang tersebut terbentuk sejumlah limbah cair aktivitas tinggi (LCAT) yang banyak mengandung radionuklida hasil fisi dan sejumlah kecil transuranium (TRU) yaitu unsur-unsur aktinida umur panjang. Berbagai jenis limbah radioaktif aktivitas tinggi (LAT) yang ditimbulkan dari pembangkitan tenaga listrik dari reaktor daya (PLTN) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 . Dari Tabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa LCAT yang ditimbulkan dari proses olah-ulang sebesar 30 m3/GW.tahun sebelum diolah dan menjadi 4,5 m3/GW.tahun setelah diolah [Iyos R. Subki,1999]. Di negara -negara yang mempunyai strategi daur bahan bakar terbuka seperti Indonesia yaitu tidak ada kegiatan proses olah-ulang bahan bakar bekas, maka LAT adalah bahan bakar bekas itu sendiri. Di Indonesia saat ini disamping bahan bakar bekas, LAT juga ditimbulkan dari produksi radioisotop 99Mo di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) dan uji pasca iradiasi elemen bakar nuklir di Instalasi Radiometalurgi (IRM).
menerapkan dengan mantap teknologi sementasi untuk imobilasasi limbah khususnya golongan LAR dan LAS umur paroh pendek (T1/2 < 30 tahun). Selanjutnya untuk pengelolaan LAT umur panjang khususnya untuk limbah cair akltivitas tinggi (LCAT) yang ditimbulkan dari proses pemanfaatan tenaga nuklir, maka perlu disiapkan teknologi imobilisasi limbah menjadi kemasan limba h yang mampu bertahan selama waktu penyimpanan yang panjang di dalam fasilitas penyimpanan lestari geologi tanah dalam (Deep Geological Disposal Facility). Strategi pengelolaan LCAT yang mengandung hasil fisi dari proses olah-ulang bahan bakar bekas dalam gelas borosilikat, yang diikuti dengan penyimpanan lestari pada formasi geologi tanah dalam ternyata masih menghadapi masalah karena hasil penelitian para ahli geokimia bahwa limbah gelas borosilikat (hasil imobilisasi LCAT dengan vitrifikasi) ternyata tidak stabil bila disimpan di dalam tanah akibat adanya pemanasan gamma ( gamma heating) di dalam gelas dan perbedaan temperatur bumi (geothermal gradient) yang dapat menimbulkan temperatur lebih dari 100 0C. Selain itu tidak dapat dijamin untuk menghindari kontak air tanah
Tabel 1 : Limbah Radioaktif Aktivitas T inggi (LAT) dari Pembangkitan Tenaga Listrik Bahan bakar Nuklir [ Iyos R. Subki, 1999]. Daur Bahan bakar Nuklir Bahan Bakar Bekas Olah-ulang Bahan Bakar Bekas
Jenis dan komposisi Limbah
Jumlah Limbah (m3/GW.Tahun) Sebelum Sesudah
diolah
diolah
Padat (LAT)
50
50
Cair (LAR) = LCAR
100 25 30 65 15
LAR – 30 LAS - 35 LAT - 4,5
(LAS) = LCAS (LAT) = LCAT
Padat (LAR) (LAT)
Beberapa teknologi imobilisasi limbah radioaktif menjadi kemasan limbah yang siap disimpan telah dikembangkan oleh negaranegara maju di bidang nuklir, yaitu teknologi sementasi, vitrifikasi, polimerisasi, bitumenasi, superhigh temperature method (SHTM), dan synroc. Di Indonesia, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif – BATAN telah
dengan gelas, walaupun serangkaian lapisan tambahan seperti wadah limbah dari logam (metal container) dan overparck (bungkus luar) dari tanah liat telah digunakan di dalam fasilitas penyimpanan lestari geologi tanah dalam [ Vance, 1999].
77
GEMA TEKNIK - NOMOR 1/TAHUN X JANUARI 2007
Mengingat pentingnya masalah tersebut, maka dalam makalah ini akan dikaji salah satu teknologi imobilisasi limbah radioaktif dengan bahan pengungkung synroc sebagai alternatif untuk imobilisasi LCAT umur panjang menjadi kemasan limbah yang siap disimpan di fasilitas penyimpanan lestari. Synroc adalah suatu bahan imobilisasi limbah bentuk kristalin yang terdiri dari gabungan fase-fase kristal titanat yang stabil. Synroc ini dipilih karena kestabilan geokimia dan kemampuan kolektif untuk imobilisasi semua unsur-unsur radioaktif dalam LAT [Levins and Jostsons, 1996]. Pada bab-bab selanjutnya dalam makalah ini akan menguraikan, menganalisis dan mengkaji tentang teknologi proses pembuatan synroc, pengembangan synroc, dan hasil-hasil penelitian yang mendasari penggunaan synroc untuk imobilisasi LCAT, serta adaptasi teknologinya di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Indonesia. PROSES PEMBUATAN LIMBAH SYNROC Pembuatan synroc dengan precursor oksida Proses pembuatan synroc standar dilakukan dengan mereaksikan precursor oksida dengan limbah cair aktivitas tinggi (LCAT). Campuran kemudian dikeringkan, dikalsinasi, dan dipress-panas pada kondisi temperatur reduksi ~ 1200 0C untuk membentuk suatu keramik multi fase yang padat. Komposisi precursor oksida (dalam % berat) adalah : Al2O3 (5,4); BaO (5,6); CaO (11,0); TiO 2 (71,4) dan ZrO 2 (6,6) [Vance,1999]. Fase -fase mineral utama
penyusun synroc–C yang mengandung 20 %berat LAT dan radionuklida -radionuklida yang masuk ke dalam kisi-kisi berbagai fase mineral yang ada ditunjukkan pada Tabel 2 [Vance,1999]. Pembentukan fase -fase utama mineral synroc terjadi pada suhu tinggi sekitar 1200 0C dengan reaksi sebagai berikut : BaO + Al2O3 + 8 TiO 2 à Ba(Al,Ti)2Ti6O16 (Hollandite) + 2O 2 ……………………….. (1) CaO + ZrO 2 + 2TiO 2 à CaZrTi2O7 (Zirconolite) …………………………….(2) CaO + TiO 2 à CaTiO 3 (Perovskite)……(3) Selanjutnya telah dikembangkan dengan memodifikasi synroc-C menjadi beberapa turunan synroc untuk imobilisasi jenis limbah yang sesuai. Pembuatan synroc dengan precursor slurry
Pembuatan synroc telah dikembangkan dengan menggunakan campuran slurry yang mengandung Ba dan Ca hidroksida dan alkoksida dari Al, Ti, dan Zr yang transesterified sebagai precursor yang lebih baik dari pada penggunaan precursor oksida [Ringwood et.al, 1988] . Campuran limbah dan precursor dikalsinasi dalam kondisi atmosfir gas H2/N2 pada temperatur 750 0C, kemudian 2% berat logam T itan dicampurkan dengan serbuk dari hasil kalsinasi, dan dipres -panas pada temperatur ~ 1150 0C/20 MPa untuk menghasilkan pengembangan dan densifikasi (pemadatan) fase secara penuh. Pembentukan
Tabel 2 : Komposisi dan mineralogi synroc-C yang mengandung 20%berat LAT. Fase mineral Hollandite , Ba(AlTi)2Ti6O16 Zirconolite , CaZrTi2O7 Perovskite, CaTiO 3 Titan Oksida Fase paduan (Alloy phases)
% berat 30 30 20 10 5
dalam synroc adalah: hollandite [Ba(Al,Ti)2Ti6O16], zirconolite (CaZrTi2O7), dan perovskite (CaTiO 3), selain itu terdapat fase titan-oksida dan fase -fase paduan (alloy phases) dalam jumlah lebih kecil. Fase -fase
78
Radionuklida dalam kisi fase mineral
- Cs dan Rb. - Logam tanah jarang (RE), Aktinida (An). - Sr, Logam tanah jarang (RE), dan Aktinida (An).
- Tc, Pd, Rh, Ru, dll.
fase-fase utama mineral synroc terjadi setelah proses reaksi esterifikasi pada temperatur ~1150 0C antara Ba dan Ca hidroksida dengan oksida Al, Ti, dan Zr sebagai berikut :
Gunandjar, Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktiv itas Tinggi Dengan Bahan Synroc
Ba(OH)2 + Al2O3 + 8 TiO 2 à Ba(Al.Ti)2Ti6O16 (Hollandite) + H2O + 2O 2 …………………………………………….. (4) Ca(OH)2 + ZrO2 + 2 TiO 2 à CaZrTi2O7 (Z irconolite) + H2O …………………(5) Ca(OH)2 + TiO 2 (Perovskite)
à CaTiO 3 + H2O ……………. (6)
Precusor slurry ini memberikan reaktivitas pada kondisi padat (solid state) yang lebih baik dengan terbentuknya fase -fase utama hollandite, zirconolite, dan perovskite , serta sejumlah kecil titan oksida dan paduan logam. Pada pengembangan synroc dikenal pula beberapa fese lain yang terbentuk dari turunan fase utama dengan unsur-unsur yang lain yang terkandung dalam limbah, yaitu : pyrochlore (CaATi2O7, dengan A = Gd, Hf, Pu, dan U), brannerite (AnTi2O6, dengan An = aktinida), dan freudenbergite (Na 2Fe2Ti6O16). Pembuatan synroc dengan spray -dried synroc precursor Penelitian pada produksi precursor dengan spray -dried (spray -dried synroc precursor) didasarkan pada metode sol-gel. Keuntungan utama dari precursor ini adalah bahwa metode ini menghindari debu yang terjadi dalam operasi proses pembuatan synroc, tidak seperti yang terjadi dengan bahan-bahan precursor standar yang terdiri dari partkel-partikel halus. Sifat-sifat microsphere sol-gel dikontrol dengan proses kimia. Pada pembuatan precursor simulasi non-radioaktif telah diperoleh pembentukan microsphere sol-gel dengan diameter 20 – 50 µm, yang mempunyai sifat aliran yang baik sekali dan mudah mengabsorpsi larutan LAT [Sizgek et.al., 1994]. PENGEMBANGAN SYNROC BERDASAR JENIS LIMBAH
Pada tahun 1985-1990 berkembang jenis -jenis LAT yang mempunyai potensi untuk diimobilisasi dengan synroc. Jenis limbah tersebut adalah : a). limbah yang mengandung kelompok unsur transuranium dalam LAT yang ditimbulkan dari proses olah-ulang bahan bakar bekas di Eropa dan kelompok unsur aktinida dari Jepang, khususnya yang mengandung americium (Am) dan curium (Cm); b). limbah yang mengandung
radionuklida mobile umur panjang hasil pemanasan LAT yaitu campuran 135Cs (T 1/2 = 2,3 juta tahun) dan 99Tc (T1/2= 210.000 tahun), yang juga mengandung 90Sr (T 1/2 = 28 tahun), dimana pengungkungan secara aman diperlukan lebih dari skala waktu geologi; c). limbah plutonium yang ditimbulkan dari program persenjataan Amerika Serikat yang berlebihan; dan d). limbah sludge yang mengandung logam tanah jarang, aktinida, 90Sr dan garam alkali, serta limbah yang mengandung 135Cs dan kontaminan tinggi nonradioaktif. Untuk imobilisasi berbagai jenis limbah yang berbeda-beda tersebut dikembangkan turunan synroc dengan memodifikasi komposisi fase fase mineral synroc-C . Komposisi mineral synroc dipilih sesuai karakterisasi unsur-unsur radionuklida yang terkandung dalam limbah sedemikian sehingga dapat terserap masuk ke dalam kisi-kisi fase mineral synroc yang kemudian menjadi fase utama dalam synroc. Beberapa pengembangan synroc dari berbagai jenis limbah dan fase yang dominan dapat dilihat pada Tabel 3. Pengembangan diawali dengan Synroc-C (standar) yang mempunyai tingkat muat 20%berat LAT, kemudian dikembangkan proses pembuatan synroc dengan precursor slurry dan sudah di-scaled-up menjadi fasilitas Synroc Demonstration Plant di ANSTO (Australia). Dengan mengabaikan efek pemanasan radiogenik (gamma heating), dan tidak merubah fase -fasenya serta tetap sesuai dengan kelimpahan jumlah fase mereka, keramik (synroc-C) ini dapat menahan muatan limbah sampai 30%berat LAT (lebih tinggi dari synroc-C standar yang dibuat dengan precursor oksida [Vance, 1999]. Limbah simulasi synroc ini telah difabrikasi pada skala ~ 30 kg dalam bentuk silinder dengan diameter ~350 mm dan tinggi 150 mm. Hampir 6 ton synroc ini telah diproduksi dengan laju produksi secara nominal 10 kg/jam dengan kualitas sama dengan cuplikan skala laboratorium. ANSTO juga telah mengembangkan synroc dengan teknologi fabrikasi menggunakan spray -dried synroc precursor dengan laju produksi 10 kg/jam dan menghasilkan synroc yang telah dipress-panas dengan sifat-sifat yang dapat diterima [Levins
79
GEMA TEKNIK - NOMOR 1/TAHUN X JANUARI 2007
and Jostsons, 1996]. Disamping itu kolaborasi antara ANSTO dengan Lawrence Livermore National Laboratory telah melakukan studi teknologi fabrikasi synroc melalui penerapan sintering tanpa tekanan
12%berat PuO2). Monoclinic zirconolite dapat mengakomodasi Pu dalam larutan padat dalam posisi Ca dan Zr dalam synroc [Jostsons et.al., 1996].
Khusus untuk limbah plutonium(Pu) Tabel 3 : Beberapa jenis synroc dan fase yang dominan serta jenis radionuklida.
Jenis synroc /Fase utama (host phase) 1.Synroc-C standar (Tabel
2).
Jenis limbah (radionuklida)
LAT tipe purex, radionuklida hasil fisi, aktinida dan logam tanah jarang.
dan
H asil Pengembangan
Dengan precursor oksida tingkat muat 20%berat LAT, dengan precursor slurry tingkat muat sampai 30%berat LAT. 12%berat PuO 2 dapat diimobilisasi dalam synroc-C [Vance,1999].
2.Synroc -C kaya zirconolite (CaZr Ti2O 7).
LAT tipe purex, kaya Aktinida (Np,
Fase zirconolite sampai 80%berat untuk
Pu, Am, Cm, dll).
mengungkung aktinida, sedang fase yang lain masing-masing hanya 5%berat. 35%berat PuO 2 dapat diimobilisasi dalam synroc kaya zirconolite [Vance,1999].
Synroc-F, 90% Pyrochlore (CaA Ti2O 7), dan 5% hollandite [Ba(Al,Ti)2Ti6O 16]. 3.Synroc kaya pyrochlore (CaATi2O 7, A=Gd, Hf, Pu, dan U).
Lim bah mengandung Pu dan U.
Synroc (dengan absorber netron) kaya pyrochlore, 95% tersusun ( Ca, Gd, H f, Pu, dan U) titanat, dan 5% H f doping (sebagai turunan fase zirconolite, [Vance,1999]. Lim bah kaya Pu dan mengandung U.
Solid ifikasi dilakukan dengan evaporasi untuk menghilangkan am monium nitrat, kemudian peleburan [ Vance et.al., 1996].
.Synroc kaya hollandite / perovskite, Ba(Al,Ti)2Ti6O 16 /
Lim bah Tc dan Cs/Sr (volatil) hasil pemisahan dari limbah purex untuk m engurangi efek gamma heating.
Dikembangkan untuk Limbah sludge tangki dari program pertahanan di Salvanah River Plant, USA [ Ringwood et.al., 1980].
5. Synroc-D, modifikasi synroc-C kaya hollandite, Ba(Al,Ti)2Ti6O 16
Lim bah sludge (LAT) mengandung Cs dan kontam inan tinggi Na2O, SiO 2 dan besi oksida .
Proses komposit hybrid synroc gelas dengan peleburan, densitas 3,4 g/cm 3 dan tingkat muat ~70% limbah [Van ce et.al., 1996, Jostsons et.al.,1995].
6. Synroc gelas komposit kaya Zirconolite (CaZrTi2O 7) dan Pirovskite (CaTiO 3
Lim bah sludge (LAT) mengandung logam tanah jarang , Aktinida , Sr, dan garam alkali (Natrium nitrat/nitrit)
CaTiO3 .
untuk imobilisasi LAT khususnya yang mengandung unsur-unsur aktinida (unsur yang tidak volatil). Pengembangan ini diperoleh synroc-C kaya zirconolite sampai 80 %berat (untuk mengungkung aktinida dengan daya tahan tinggi), sedang fase yang lain masingmasing hanya 5%berat [Vance,1999]. Sejumlah 35%berat PuO 2 dapat diimobilisasi dalam synroc kaya Zirconolite ini (meningkat dibanding synroc-C standar yang hanya
80
uranium(U) dikembangkan Synroc-F kaya pyrochlore (CaATi2O7, A=Gd, Hf, Pu, dan U) sebagai turunan zirconolite dengan absorber netron Gd dan/atau Hf untuk menghindari kritikalitas. Untuk limbah kaya Pu fase pyrochlore ditingkatkan sampai 95%berat [Vance, 1999].
Secara terpisah juga telah dilakukan penelitian untuk Technesium (Tc) dan Caesium (Cs) yang merupakan unsur-unsur ideal untuk
Gunandjar, Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktiv itas Tinggi Dengan Bahan Synroc
diimobilisasi ke dalam synroc[Hart et.al., 1996]. 99Tc dan 135Cs adalah radionuklida umur panjang yang dalam bentuk limbah gelas (dari proses vitrifikasi) mempunyai laju pelepasan (release rates) relatif tinggi dan mudah tersebar ke lingkungan. Tc dan Cs adalah mudah menguap pada temperatur oksidasi lingkungan yang tinggi yang digunakan dalam proses imobilisasi dengan teknik vitrifikasi. Oleh karena itu telah dikembangkan bentuk synroc yang kaya dengan fase hollandite/perovskite, Ba(Al,Ti)2Ti6O16 / CaTiO 3, yang merupakan modifikasi turunan synroc-C sesuai untuk imobilisasi limbah yang mengandung Tc dan Cs/ Sr dari produk proses pemanasan LAT. Di bawah kondisi reduksi yang digunakan dalam proses synroc, pelepasan (penguapan) Tc dan Cs telah ditunjukkan masing-masing adalah < 0,0001% dan 0,1% [Hart et.al., 1996]. Tc dapat diimobilisasi dalam synroc sebagai paduan logam atau sebagai Tc 4+ , dimana posisinya dapat mengganti Ti 4+ dalam semua fase titanat [Vance et.al., 1996]. Sebelumnya telah dikembangkan synroc-D dengan memodifikasi komposisi synroc-C kaya hollandite untuk imobilisasi limbah sludge yang ditimbulkan dari program pertahanan Amerika Serikat di Salvanah River Plant [Ringwood et.al., 1980]. Berbagai jenis synroc ini menggambarkan fleksibilitas komposisi limbah keluarga synroc jenis keramik. Untuk imobilisasi LAT bentuk sludge , maka di ANSTO yang terakhir telah mengembangkan suatu komposit gelas synroc yang mengandung fase zirconolite dan perovskite . Formulasi ini mempunyai tingkat muat limbah sekitar 70%berat sehingga dapat mereduksi volume 2 kali lipat dibandingkan dengan gelas borosilikat yang mempunyai tingkat muat limbah 45% berat [Vance et.al., 1996, Jostsons et.al., 1995]. PEMBAHASAN HASIL -HASIL PENELITIAN Studi daya tahan terhadap fasa air Studi daya tahan limbah synroc-C standar terhadap fasa air antara lain telah digunakan X-Ray Photoelectron Spectroscopy (XPS) untuk studi dekalsinasi fase perovskite pada kedalaman < 5 nm setelah proses pelindihan (leaching) dalam air bebas ion pada temperatur
90 dan 150 0C, ditunjukkan adanya Ca dalam cairan pelindihan yang menghalangi dekalsifikasi [Vance, 1999]. Sedang penggunaan Transmition Electron Microscopy (TEM), diperoleh mikrograf tampang lintang transmisi elektron pada permukaan synroc yang terlindih selama satu tahun pada larutan penyangga (buffer) fasa air pH = 4 pada temperatur 150 0C, diamati adanya pelindihan terhadap butiran kristal fase perovskite, dan tidak terbukti adanya pelindihan fase synroc yang lain. Kedalaman permukaan yang terlindih pada fase perovskite mendekati 0,2 µm [Smith et.al.,1997]. Selanjutnya penggunaan Scondary Ion Mass Spectroscopy (S IMS) dan Energy Recoil Analysis of Aqueous Components (ERAAC), Alpha Recoil Spectroscopy (ARS) juga ICP -analysis melengkapi data studi ketahanan synroc dalam fasa air yang terlarut. Spektrum deuterium (D) dengan analisis tenaga recoil (tenaga terpelanting) untuk pengamatan synroc yang terlindih selama 20 hari dalam D 2O (air berat) pada temperatur 190 0C, menunjukkan bahwa penetrasi deuterium (D) rata -rata (kemungkinan sebagai OD -) hanya ~ 15 nm [Dytlewski et.al., 1996]. Sedang penggunaan Alpha-Recoil Spectroscopy menunjukkan adanya beberapa unsur aktinida yang berada pada permukaan synroc yang terlindih. Beberapa data analisis pelindihan (leaching) untuk studi daya tahan limbah synroc terhadap fasa air dapat dilihat pada Tabel 4. Penelitian imobilisasi limbah transuranium dengan unsur-unsur utama aktinida (Np, Pu, Am, dan Cm) menjadi synroc telah dilakukan. Imobilisasi aktinida dalam synroc fase zirconolite dan perovskite adalah sangat tinggi, dan partisi aktinida antara 2 fase tersebut mudah terjadi [Ringwood et.al., 1988, Hart et.al., 1992]. Laju pelindihan aktinida dari synroc sangat rendah, bahkan dalam kondisi oksidasipun sangat rendah dan menurun dengan urutan : Np > Pu > Am > Cm. Laju pelindihan total secara normal pada 70 0C setelah 1000 hari cenderung mendekati 10-5 10-6 g/m2/hari [Vance et.al., 1996]. Laju pelindihan total Pu dari synroc-C dalam jangka panjang juga sangat rendah yaitu ~1x10-6 2 g/m /hari. Laju pelindihan untuk logam tanah jarang , seperti Gd juga ~ 1x10 -6 g/m2/hari, sedang laju pelindihan untuk titanium,
81
GEMA TEKNIK - NOMOR 1/TAHUN X JANUARI 2007
Tabel 4 : Beberapa data analisis pelindihan (leaching) terhadap limbah synroc Kondisi Pelindihan
Synroc-C standar a. Proses pelindihan Synroc limbah transuranium dalam air bebas ion pada 70 0C. b. Proses pelindihan synroc -C yang mengandung Pu dan logam tanah jarang penyerap
netron (Gd dan Hf ). c. Proses pelindihan synroc -C kaya zirconolite yang me ngandung Pu dan logam tanah jarang penyerap netron
Hasil pengamatan
Ke te rangan
Laju pelindihan aktinida sangat rendah dengan urutan Np>Pu> Am>Cm. Laju pelindihan total
Makin tinggi masa aktinida makin turun laju pelindihannya [Vance et.al.,
setelah 1000 hari mendekati 10 -5 – 10-6 g/m2/hari.
1996 ].
Laju pelindihan total Pu dan Gd sangat rendah ~ 1 x 10-6 g/m2/hari, sedang laju pelindihan untuk Ti, Zr dan Hf di bawah batas deteksi.
Laju pelindihan logam berat aktinida lebih besar dari logam transisi menengah [.Jostsons et.al., 1996].
Laju pelindihan total Pu dan Gd naik menjadi ~ 1x10-5 g/m2/hari akibat kenaikan tingkat muat Pu.
Pada muatan Pu lebih tinggi,
laju pelindihan naik karena dosis α naik [ Weber et.al.,1986].
(Gd). d. Proses pelindihan limbah Tc dan Cs dalam air bebas ion
pada 70 0C. Synroc-C yang dibuat dari precursor slurry, proses pelindihan dalam air bebas ion
pada temperatur 90 0C.
Laju pelindihan Cs rendah dan menurun, setelah beberapa tahun menjadi 5x10-5 g/m2/hari, sedang untuk Tc menurun lebih rendah lagi. Laju pelindihan alkali dan alkali tanah selama beberapa hari pertama < 0,1 g/m2/hari, kemudian turun secara asymptotic mendekati ~ 10-5 g/m2/hari (~1 nm/hari) setelah 2000
hari.
zirkonium dan hafniu m berada di bawah batas deteksi. Sedang daya tahan pelindihan Pu dalam synroc pada muatan yang lebih tinggi kemungkinan turun karena fasa induk (host phase) yang mengungkung Pu menjadi amorf sebagai hasil kerusakan akibat iradiasi α, tetapi peningkatan laju pelindihan Pu dalam fase zirconolite setelah amorfisasi telah diteliti hanya naik dengan faktor 10 dari 1x10-6 menjadi 1x10-5 g/m2/hari [Weber et.al., 1986]. Sedang pengukuran laju pelindihan unsurunsur Tc dan Cs dari synroc menunjukan suatu kecepatan yang menurun dengan waktu. Untuk Cs, laju pelindihan pada 70 0C turun setelah beberapa tahun menjadi 5x10-5 g/m2/hari, dan laju pelindihan untuk Tc lebih rendah lagi [Jostsons et.al., 1996]. Berbeda dengan synroc hasil pembuatan dengan precursor oksida, pada synroc hasil pembuatan menggunakan precursor slurry
82
Laju pelindihan logam transsisi menengah naik sesuai urutan masanya [Jostsons et.al., 1996 ].
Synroc dari pembuatan dengan precursor slurry me mpunyai sifat mekanik lebih baik dari pada synroc standar [Vance, 1999].
mempunyai ukuran butir untuk masing-masing komponen mineral adalah dalam sub-mikron dan memberikan sifat mekanik yang lebih baik. Laju pelindihan pada 90 0C dalam air terhadap kebanyakan unsur-unsur yang dapat larut, khususnya alkali dan alkali tanah adalah lebih kecil dari 0,1 g/m2/hari selama beberapa hari pertama, dan kemudian turun secara asymptotic ke suatu harga ~ 10-5 g/m2/hari setelah 2000 hari. Laju pelindihan 10-5 g/m2/hari sesuai dengan ~ 1 nm/hari [Vance, 1999]. Studi kerusakan akibat radiasi Studi kerusakan akibat radiasi dilakukan dengan studi difraksi terhadap mineral-mineral sejenis synroc metamict dengan iradiasi elektron, netron dan ion-ion berat terhadap cuplikan sintetis dan cuplikan-cuplikan yang ditambah (doping) dengan radionuklida pemancar α yaitu 244Cm (T 1/2 = 18 tahun) dan
Gunandjar, Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktiv itas Tinggi Dengan Bahan Synroc
Tabel 5 : Pengaruh radiasi α terhadap kerusakan synroc.
Doping unsur pemancar α 1. Doping 238Pu pada fase zirco-nolite/pyrochlore.
2. Doping 244Cm pada amorf zirconolite.
3. Doping 244Cm pada limbah tipesynroc standar.
Pengaruh radiasi α Terjadi swelling sebesar ~ 6 %volume.[Clinard et.al., 1984]. Laju pelindihan meningkat ~10 kali dibanding bila tidak didoping dengan 244Cm [Weber et.al., 1986]. Laju pelindihan meningkat dengan factor 10 (menjadi sekitar 10-4-10 -5 g/m2 /hari) [Mitamura et.al.,1994].
Keterangan Terjadinya swelling masih dapat diterima.
Peningkatan laju pelindihan 10 kali masih dapat diterima.
Ditandai dengan pembentukan amorf terhadap fase yang memuat 244 Cm.
4. Doping 238Pu dan 244Cm pada synroc-C dan specimen fase tunggal untuk zirconolite dan perovskite yang mengandung sampai 11,2%berat 238PuO2 atau 4%berat 244Cm2O3 dengan dosis sampai 1,5x10 19 peluruhan α/g pada temperatur 300 0K.
Terjadi swelling jenuh dalam synroc-C berkisar antara 4,0 – 6,9 %volume tergantung pada jumlah relatif zirconolite dan perovskite [Ewing et.al.,1995, Houg and Marples, 1993, Mitamura et.al.,1990].
Perbedaan swelling pada berbagai fase tidak menyebabkan microcracking. Sedang pada synroc kaya Na, microcracking baru teramati pada dosis sekitar 1x10 18 peluruhan α/g.
5. Pemaparan dosis radiasi ion berat terhadap fase yang mengandung aktinida (zirconolite, pyrochlore dan brannerite ).
Fase-fase yang mengandung aktinida mengalami perubahan bentuk dengan faktor mendekati 3 (dibanding sebelum diiradiasi dengan ion berat).
Dosis ion-ion berat sebagai simulasi inti recoil α [ Smith et.al.,1998].
238
Pu (T 1/2 = 87 tahun). Proses kerusakan yang signifikan dan permanen terhadap bentuk limbah synroc hanya terjadi karena adanya peluruhan α, dengan kerusakan utama timbul dari atom-atom yang terpelanting (recoil), bukan partikel α itu sendiri. Karena recoil atom mempunyai jangkauan yang sangat pendek (~20 nm), maka kebanyakan kerusakan terjadi pada fase -fase yang mengandung aktinida pemancar α. Hasil- hasil penelitian pengaruh radiasi α terhadap synroc dapat dilihat pada Tabel 5.
[Clinard, et.al., 1984, Ewing, et.al., 1995, Houg and Marples, 1993]. Selain itu penelitian menunjukkan bahwa laju pelindihan (leach rate) untuk amorf zirconolite dan limbah synroc standar yang didoping dengan 244Cm meningkat hanya ~10 kali dibanding bila tidak didoping dengan 244Cm (menjadi sekitar 1x104 sampai 1x10-5 g/m2/hari) [Weber et.al., 1994, Mitamura, et.al., 1994]. Peningkatan laju pelindihan tersebut ditandai dengan perubahan bentuk dari fase yang memuat radionuklida pemancar α (244Cm).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya 238 Pu dan 244Cm (radionuklida pemancar α) pada fase zirconolite / pyrochlore dan pada synroc-C menyebabkan terjadinya swelling (mengembang) sekitar 4-6,9%volume
Perubahan struktur akibat kerusakan dari radiasi α dalam zirconolite (CaZrTi2O7) dan pyrochlore (CaATi2O7) alam serta brannerite (AnTi2O6) telah dipelajari secara mendalam [Mitamura et.al., 1994, Lumpkin et.al., 1986].
83
GEMA TEKNIK - NOMOR 1/TAHUN X JANUARI 2007
Dosis ion-ion berat (sebagai simulasi inti recoil α) menyebabkan perubahan bentuk terhadap fase -fase yang mengandung aktinida [Lumpkin and Ewing, 1985]. Suatu perhatian utama terhadap bentuk limbah kristalin dari limbah transuranium yang mengandung aktinida dalam konsentrasi tinggi adalah kerusakan akibat peluruhan α yang dapat mengubah bentuk kristal mereka. Perubahan bentuk tersebut berperan secara signifikan terhadap perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Perbedaan swelling pada berbagai fase kristalin tidak menyebabkan micro-cracking (peretakan mikro) dalam synroc-C . Sedang pada synroc kaya natrium (Na), dimana jumlah signifikan dari fase freudenbergik (Na 2Fe 2Ti6O16) distabilkan oleh natrium (Na) dan micro-cracking baru dapat diamati pada dosis sekitar 1x10 18 peluruhan α/g [Mitamura, et.al., 1990]. Penelitian tentang synroc telah berhasil dalam memahami perilaku synroc akibat radiasi α pada laju dosis tinggi. Dari penelitian tersebut telah menunjukkan tidak ada tanda adanya proses terjadinya peretakan antar-butiran (intergranular cracking) pada pengepresan panas synroc-C [Mitamura, et.al., 1994]. Kejadian secara alami pada synroc fase zirconolite yang mendapat paparan radiasi sampai sekitar 3x1020 peluruhan α/g telah ditunjukkan dapat menahan unsur-unsur aktinida selama periode waktu sampai 2,5x109 tahun [Lumpkin et.al.,1994]. Dalam uji dipercepat menunjukkan bahwa perubahan sifat mikrostruktur zirconolite sintetis mir ip dengan zirconolite alam yang mengandung uranium dan/atau thorium dan perubahan bentuk terjadi pada dosis radiasi α yang serupa. Kerusakan akibat radiasi α dapat ditekan dan diminimalisasi dengan annealing secara termal. Penekanan kerusakan dengan annealing secara signifikan telah diamati pada eksperimen kerusakan α terhadap synroc-C pada temperatur serendah-rendahnya 200 0C [Reeve et.al.,1992] . Dari eksperimen tersebut menunjukkan laju pertumbuhan kerusakan α pada 200 0C adalah 40% lebih rendah dari pada yang diamati pada 30 0C. Proses annealing secara termal ini berperan penting untuk konsep ko-imobilisasi Cs dan Cm dalam
84
synroc untuk memberikan pemuatan (loading) Cm yang tinggi, karena panas peluruhan Cs dapat digunakan untuk membatasi kerusakan α dari Cm selama penyimpanan sementara sebelum penyimpanan lestari geologi tanah dalam (Deep Geological Disposal). Penggunaan lubang bor yang dalam (deep borehole) sekitar ~ 5 km untuk penyimpanan lestari limbah synroc juga akan menjamin annealing secara signifikan terhadap kerusakan akibat peluruhan α karena perbedaan (gradient) geotermal sekitar ~ 30 0 C/km. ADAPTASI TEKNOLOGI IMOBILISASI LAT DENGAN SYNROC DI BATAN Di Indonesia, LAT khususnya bentuk cair (LCAT) ditimbulkan dari Instalasi Radiometalurgi (IRM) dan Instalasi Produksi Radioisotop (IPR) yang ada di Fasilitas Penelitian Tenaga Nuklir Kawasan Puspiptek Serpong. LCAT dari IRM berupa limbah yang ditimbulkan dari kegiatan uji pasca iradiasi elemen bakar nuklir yang mengandung unsurunsur (radionuklida) hasil fisi dan aktinida, sedang LCAT dari IPR berupa limbah dari kegiatan produksi radioisotop molibdenium (99Mo) melalui jalur iradiasi target uranium(93% 235U) di dalam reaktor. LCAT dari produksi radioisotop 99Mo mengandung unsur-unsur hasil fisi, sisa uranium, dan unsurunsur aktinida (TRU) minor. Imobilisasi kedua jenis limbah ini telah dipelajari di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN dengan teknik vitrifikasi [Martono, H dan Aisyah, 2002; Martono,H dan Widiatmo, 2002] dan dengan teknik polimerisasi [Aisyah dkk, 2004]. Sedang hasil-hasil penelitian dan pengembangan synroc sebagaimana telah diuraikan di atas mempunyai prospek yang lebih baik dan dapat diadopsi dan dikembangkan sebagai alternatif untuk imobilisasi kedua jenis LCAT yang ditimbulkan dari IRM dan IPR tersebut. Adaptasi teknologi imobilisasi dengan synroc untuk kedua jenis LCAT tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 yang masing-masing ada 2 alternatif. Untuk LCAT dari IPR yaitu langsung diimobilisasi dengan synroc atau dilakukan ekstraksi dengan Asam dietil heksil fosfat untuk memisahkan 235U dan hasil fisi, kemudian baru dilakukan
Gunandjar, Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktiv itas Tinggi Dengan Bahan Synroc
Gambar 1 : Adaptasi teknologi imobilisasi dengan synroc untuk LCAT yang ditimbulkan dari produksi 99Mo di Instalasi Produksi Radioisotop (IPR). imobilisasi dengan synroc. Sedang untuk LCAT dari IRM juga dapat langsung diimobilisasi dengan synroc atau dilakukan ekstraksi dengan TBP-Dodekan sehingga diperoleh LCAT -II (yang mengandung hasi fisi dan kontaminan TRU dan U) dan limbah cair transuranium (LCT RU) yang mengandung TRU, U dan kontaminan hasil fisi, baru kemudian dilakukan imobilisasi dengan synroc. Jenis synroc yang dipilih (pada Gambar 1 dan Gambar 2) berdasarkan kandungan radionuklida dalam limbah. Adaptasi teknologi imobilisasi dengan synroc untuk kedua jenis LCAT tersebut masih perlu dilakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut. KESIMPULAN Teknologi imobilisasi LCAT tipe purex yang mengandung radionuklida hasil fisi dan aktinida (transuranium) dengan synroc merupakan alternatif untuk mengganti teknologi imobilisasi gelas -borosilikat (dengan
vitrifikasi), karena synroc mempunyai kestabilan geokimia dan kemampuan kolektif untuk imobilisasi semua unsur radioaktif dalam LAT, serta ketahanan terhadap fasa air (air tanah) dalam penyimpanan lestari geologi tanah dalam. Semua studi ilmu pengetahuan dan penelitian dasar memberikan konfirmasi bahwa laju pelindihan dan kerusakan akibat radiasi α terhadap synroc relatif sangat rendah dan dapat diterima. Pengembangan komposisi synroc untuk imobilisasi limbah tergantung pada kandungan radionuklida, untuk LCAT tipe purex yang mengandung aktinida dikembangkan synroc-C kaya zirconolite , untuk limbah uranium dan plutonium dikembangkan synroc-C kaya pyrochlore (CaATi2O7) dengan penambahan unsur-unsur absorber netron untuk mencegah kritikalitas, dan untuk limbah yang mengandung Tc, Cs dan Sr (dari produk proses pemanasan LAT) dikembangkan synroc kaya fase hollandite/pirovskite.
85
GEMA TEKNIK - NOMOR 1/TAHUN X JANUARI 2007
Gambar 2 . Adaptasi teknologi imobilisasi dengan synroc untuk LCAT yang ditimbulkan dari Instalasi Radiometalurgi (IRM). Tingkat muat LAT dalam synroc-C yang dibuat dengan precursor oksida dapat dicapai sampai 20 %berat, dan dapat ditingkatkan menjadi 30 %berat dalam synrocC yang dibuat dengan precursor slurry . Sedang tingkat muat untuk limbah plutonium dalam synroc-C dapat mencapai 12 %berat, dan dapat ditingkatkan menjadi 35%berat dalam synroc kaya zirconolite . Sedang pengembangan suatu komposit gelas -synroc (synroc-glass composite) yang mengandung zirconolite dan pyrovskite dengan densitas 3,4 g/cc dapat memberikan tingkat muat limbah sekitar 70 %berat, formulasi ini dapat mereduksi volume dua kali lipat dibanding gelas -borosilikat yang mempunyai tingkat muat limbah 45 %berat. Di Indonesia, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN akan melakukan adaptasi teknologi imobilisasi dengan bahan synroc untuk imobilisasi LAT yang ditimbulkan dari kegiatan uji pasca-iradiasi elemen bakar nuklir dan produksi radioisotop 99Mo melalui penelitian dan pengembangan lebih lanjut sesuai dengan karakterisasi LAT yang ada.
86
DAFTAR PUSTAKA 1. Aisyah dkk, 2004. Pengaruh Keasaman dan kandungan Limbah pada Imobilisasi Limbah T ransuranium dari IRM dengan Polimer, Seminar Hasil Penelitian Dan Kegiatan P2PLR 2003, Serpong 16-19 Maret 2004. 2. Clinard, F.W.Jr., Peterson, D.E., Rohr, D.L and Hobbs, L.W. 1984. J. Nuclear Materials, 126, p. 245 . 3. Dytlewski, N., Vance, E.R. and Begg, B.D. 1996, J. Nuclear Materials, 231, p. 257. 4. Ewing, R.C., Weber, W.J and Clinard, F.W.Jr. 1995. “Radiation Effects in Nuclear Waste Forms for High Level Radioactive Waste”, Prog. In Nuclear Energy, 29, p. 63 . 5. Hart, K.P., Glassley, W.E and McGlinn, P.J. 1992. “Solubility Control of Actinide Elements Leached from Synroc in pH-Buffered Solutions”, Radiochemica Acta, Vol. 58/59, p. 33.
Gunandjar, Imobilisasi Limbah Radioaktif Aktiv itas Tinggi Dengan Bahan Synroc
6. Hart, K.P. et.al. 1996. “ Immobilization of Separated Tc and Cs/Sr in Synroc”, in Scientific. 7. Basis for Nuclear Waste Management XIX (Eds. W.M. Murphy and D.A. Knecht), 8. Materials Research Society, Pittsburgh, PA, USA, p. 281-288. 9. Houg, A. and Marples, J.A.C. 1993. “The Radiation Stability of Synroc : Final Report”, AEA Technology Report, AEA FS-0201 (H) .
10. Iyos R. Subki. 1997. Prospek Tenaga Nuklir di Asia Pasifik Dan Masalah Penyimpanan. 11. Limbah Lestari, Proceedings of The 2nd Bianual International Workshop on HLRW. 12. Management, Dep. of Nuclear Engineering, Faculty of Engineering, Gadjah Mada. 13. University, Yogyakarta, Nov. 1997.
August 10-12
14. Jostsons, A., Vance, E.R. and Mercer, D.J. 1995. “Advanced HLW Management Strategies Employing Both Synroc and Borosilicate Glass Wasteforms”, Proc.of Global’95, p.774, Versailles, France, September 11-14, 1995. 15. Jostsons, A., Vance, E.R., Day, R.A., Hart, K.P and Stewart, M.W.A. 1996. “Surplus plutonium Disposition via Immobilisation in Synroc”, Spectrum ’96, International Topical Meeting on Nuclear and Hazardous Waste Management, Seattle, WA, August 18-23, 1996. 16. Jostsons, A., Vance, E.R. and Hart, K.P. 1996. “ Immobilisation of High Concentrations of Partitioned Long-Lived Radionuclides in Synroc”, Tenth Pacific Basin Nuclear Conference, Kobe, Japan, October 1996. 17. Levins, D.M and Jostsons, A. 1996. R&D in Radioactive Waste Management at ANSTO, T he 2nd Seminar on RWM, Regional Cooperation in Asia, Kuala Lumpur- Malaysia, October 14-16, 1996.
18. Lumpkin, G.R and Ewing, R.C. 1985. In Scientific Basis for Nuclear Waste Management VIII, Eds. C.M.Jantzen, J.A.Stone and R.C. Ewing, Materials Research Society, Pittsburgh, PA, USA, p.647 . 19. Lumpkin, G.R., E wing, R.C., Chakomakos, B.C., Greegor, R.B., Lytle, F.W., Foltyn, E.M., Clinard, F.W.Jr., Boatner, L.A and M.M. Abraham. 1986. J. Materials Res., 1, p 564. 20. Lumpkin, G.R., Hart, K.P., McGlinn, P.J., Payne, T.E., Giere, R. and Williams, C.T. 1994. “ Retention of Actinides in Natural Pyrochlores and Zirconolites”, Radiochemica Acta, Vol. 66/67, p 469 . 21. Martono, H. dan Widiatmo, 2002. Perancangan Melter Untuk Pengolahan Limbah Cair Aktivitas Tinggi Secara Vitrifikasi, Seminar Hasil Penelitian Dan Kegiatan P2PLR 2001, Serpong Mei 2002. 22. Martono, H. dan Aisyah, 2002. Radiasi Terhadap Gelas Limbah Vitrifikasi, Prosiding Pertemuan Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Nuklir, P3TM-BATAN, Yogyakarta.
Efek Hasil Dan Iptek
23. Mitamura, H., Matsumoto, S., Miyazaki, T ., White, T.J., Nugaka, K Togashi, Y., Sagawa, T ., T ashiro, S., Levins, D.M. and Kikuchi, A. 1990. “Self-Irradiation Damage of a Curium-Doped Titanate Ceramic Containing Sodium-Rich High Level Nuclear Waste”, J.Am.Ceram. Soc., Vol. 73 (11), p 3433 . 24. Mitamura, H., Matsumoto, S., Stewart, M.W.A., Tsuboi, T., Hashimoto, M., Vance, E.R., Hart, K.P., Togashi, Y., Kanazawa, H., Ball, C.J. and White, T.J. 1994. a -Decay Damage Effects in CuriumDoped Titanate Ceramic Containing Sodium-Free High Level Nuclear Waste, J. Amer. Ceram. Soc., 77[9], p 2255 -64 . 25. Reeve, K.D., Vance, E.R., Hart, K.P., Smith, K.L., Lumpkin, G.R. and Mercer, D.J. 1992. “Reformulation of Synroc for Purex High Level Nuclear Wastes Containing Further Chemical Additions”, in Proc. International Ceramic Conference,
87
GEMA TEKNIK - NOMOR 1/TAHUN X JANUARI 2007
Austceram 92 (Ed M.J. CSIRO, Australia, p 1014.
Bannister),
26. Ringwood, A.E., Kesson, S.E and Ware, N.G. 1980. Immobilization of US Defence Nuclear Waste Using the Synroc Process, in Scientific Basis for Nuclear Waste Management, Vol 2 (Ed.C.J.M Northrup), Plenum Press, New York, p 265 . 27. Ringwood, A.E, Kesson, S.E, Reeve, K.D., Levins, D.M and Ramm, E.J. 1988. In Radioactive Waste Form for the Future, Elsevier, North-Holland, p. 233-334 . 28. Sizgek,E.R., Bartlett J.R., Woolfrey,J.L and Vance,E.R. 1994. Production of Synroc Ceramics from Titanate Gel Microspheres, in Scientific Basis for Nuclear Waste Management XVII (Eds.R. Van Koynenburg & A.A. Barkatt), Materials Research Society, Pittsburgh, PA, USA, p. 305-312. 29. Smith, K.L., Colella, M., Thorogood, G.J., Blackford, M.G., Lumpkin, G.R., Hart, K.P., Prince, K., Loi, E., and Jostsons, A. 1997. In Scientific Basis for Nuclear Waste Management XX, Eds.W.J. Gray and I.R. Triay, Materials Research Society, Pittsburgh, PA, USA, p.349. 30. Vance, E.R., Day, R.A., Carter, M.L. and Jostsons, A. 1996. “A Melting Route to Synroc for Hanford HLW Immobilisation”, in Scientific Basis for Nuclear Waste Management XIX (Eds. W.M. Murphy and D.A Knecht), Materials Research Society, Pittsburgh, PA, USA, p. 289-296. 31. Vance, E.R., Jostsons, A and Hart, K.P. 1996. “Synroc as a Ceramic Wasteform for Deep Geological Disposal”, Int.Conf. on Deep Geological Disposal of Radioactive Waste, Winnipeg, September 16-19, 1996. 32. Vance, E.R. 1999. Status of Synroc Ceramics for HLW, Proceedings of The 2 nd Bianual 33. International Workshop on HLRW Management, Dep.of Nuclear Engineering, Faculty of Engeneering, Gadjah Mada University, Yogyakarta, August 10 -12, 1999.
88
34. Weber, W.J., Wald, J.W. and Matzke, Hj. 1986. Effects of Self-Radiation Damage in Cm-Doped Gd2Ti2O7 and CaZrTi2O7, J. Nuclear Materials,138, p 196.